Anda di halaman 1dari 5

LABORATORIUM FARMASEUTIK

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TUGAS PENDAHULUAN
“SKRINING RESEP FARMASEUTIK”

OLEH :

NAMA : ATIRA WIRANDA


NIM : 15020190243
KLS/KLP : C9C10 / 3
ASISTEN : ARIANI MIFTAHUL JANNAH

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESI
MAKASSAR
2022
Tugas Pendahuluan Skrining Resep Farmaseutik
1. Buat rangkuman dan tuliskan hal-hal yang termasuk dalam skrining resep persyaratan
farmaseutik berdasarkan Permenkes No. 72,73, dan 74 tahun 2016 tentang pelayanan
kefarmasian di rumah sakit, apotek dan puskesmas!
Jawab:
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada
pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek
samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup
pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi beberapa hal,
salah satunya pengkajian dan pelayanan Resep. Aspek farmasetis juga penting untuk dipenuhi.
Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan harus ditulis dengan jelas dan bisa dibaca oleh
apoteker untuk menghindari terjadinya medication error terutama pada tahap prescribing error
Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan
farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Adapun
hal-hal yang termasuk dalam skrining resep persyaratan farmasetik, berdasarkan Permenkes No
72, 73, dan 74 tahun 2016 tentang pelayanan kefarmasian di rumah sakit, apotek, dan
puskemas, meliputi:
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
b. Dosis dan jumlah obat;
c. Stabilitas dan inkomptabilitas;
d. Aturan dan cara penggunaan.
(Permenkes RI No. 72, 73, dan 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Rumah Sakit, Apotek, dan Puskesmas)
2. 2. Jelaskan apa pentingnya hal tersebut diatas di skrining!
Jawab:
Pada Permenkes RI No. 72, 73 dan 74 yang mengatur tentang pelayanan farmasi klinik di RS,
Apotek dan Puskesmas. Selain aspek administrasi, aspek farmasetis juga penting untuk
dipenuhi. nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan harus ditulis dengan jelas dan bisa dibaca
oleh apoteker untuk menghindari terjadinya medication error terutama pada tahap prescribing
error. Karena banyak obat dengan nama yang hampir sama. Selain itu dosis dan jumlah obat;
stabilitas; dan inkomptabilitas serta aturan dan cara penggunaan juga penting untuk terpenuhi
untuk menghindari medication error.
(Permenkes RI No. 72, 73, dan 74 Tahun 2016 tentang StandarPelayanan Kefarmasian Di
Rumah Sakit, Apotek, dan Puskesmas)
3. Tuliskan apa saja instabilitas yang dapat terjadi dalam dispensing obat
dalam resep!
Pada resep terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi menyebabkan kejadian
instabilitas pada sediaan racikan yang akan dibuat diantaranya adanya potensi instabilitas fisik
yaitu terjadinya lembab pada serbuk yang dapat menyebabkan serbuk obat menggumpal
sehingga obat tidak tercampur dengan baik. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor seperti
kelembaban udara yang tinggi dari disuatu ruangan, sirkulasi udara yang tidak seimbang
sehingga dapat merangsang pertumbuhan mikroba seperti virus, jamur, bakteri, protozoa, dll.
(Sri Arjadi, 2011)
4. Tuliskan inkompatibiltas apa saja yang dapat terjadi dalam dispensing
obat dalam resep!
Jawab:
Inkompatibilitas merupakan suatu peristiwa ketidak campuran atau Ketidak cocokan atau
ketidak sesuaian. Dalam sediaan farmasi, inkompatibilitas dapat terjadi antara obat, bahan
tambahan, impuritis, kemasan, maupun alat peracik. Secara umum, inkompatibilitas dapat
dikategorikan menjadi 3 jenis yaitu inkompatibiltas fisik, inkompatibilitas kimia, dan
inkompatibilitas terapetik.
a. Inkompatibilitas fisik suatu sediaan dapat diamati langsung. Beberapa indicator terjadinya
inkompatibilitas adalah munculnya endapan, perubahan warna, memisahnya fase pada suatu
sistem disperse, terjadinya segregasi pada serbuk, dll. Inkompatibilitas fisik dapa pula
dipengaruhi oelh inkompatibilitas kimia dari suatu campuran, misalnya pengendapan akibat
desolvasi molekul organic non ionic dalam suatu sediaan. Inkompatibilitas fisik sering terjadi
pada sistem dispersi, baik suspensi maupun emulsi. Pada sediaan emulsi (baik cair maupun
semipadat dalam bentuk krim) pemisahan antara fase minyak dan fase air juga merupakan
bentuk inkompatibilitas. Contoh peristiwa ini dapat terjadi ketika dokter meresepkan sediaan
racikan semipadat dari 2 sediaan yang berbeda yaitu salep dan gel. Salep terutama dengan
basis hidrokarbon merupakan fase minyak yang tidak dapat bercampur dengan gel yang
merupakan sediaan dengan basis air.
b. Inkompatibilitas kimia dapat terjadi karena adanya interaksi antara senyawa yang satu
dengan yang lain. Potensi inkompatibilitas dapat diprediksi dengan melihat gugus fungsional
dari masing-masing zat aktif yang akan diracik, serta potensi ketidak campurannya.
c. Inkompatibilitas terapetik di dalamnya termasuk interaksi obat. Interaksi Obat merupakan
salah satu bentuk ketidaksesuaian Obat yang terjadi di dalam tubuh. Secara umum dampak dari
interaksi Obat dapat bersifat minor, mayor, hingga sangat berbahaya (critical). Cara yang dapat
dilakukan untuk mengetahui adanya interaksi Obat dalam suatu resep adalah dengan
melakukan pengecekan di literatur seperti Drug h!formation Handbook atau di situs-situs online
seperti med-scape drug interaction checker. Interaksi Obat dapat dicegah dengan memberikan
jeda pemberian Obat yang pertama dan yang kedua.
(Setyani dan Dina, 2019)
DAFTAR PUSTAKA
Menteri Kesehatan RI. 2016. “Permenkes RI No. 72 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Rumah Sakit”. Kementerian Kesehatan RI:
Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. 2016. “Permenkes RI No. 73 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek”. Kementerian Kesehatan RI:
Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. 2016. “Permenkes RI No. 74 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Puskesmas”. Kementerian Kesehatan RI:
Jakarta.
Setyani dan Dina. 2019. “Resep dan Peracikan Obat”. Sanata DharmaUniversity Press:
Yogyakarta.
Sri Arjadi. 2011. " Kualitas Udara dalam Ruang Kerja ". Jurnal Skala Husada, Vol. 8 (2);
Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai