Anda di halaman 1dari 4

Malahayati : Laksamana Wanita Muslimah Pertama di Dunia

Laksamana Malahayati (1560-1607) dari Kesultanan Aceh Darussalam sebagai


perempuan pertama di dunia yang memegang jabatan militer tertinggi pada
sebuah negera berdaulat. Ia, inspirasi kepada kaum perempuan, bahwa
mereka bisa mencapai apapun yang diinginkan. Berbahagialah kita karena
memiliki Malahayati.

Masa kecil Laksamana Malahayati


Malahayati adalah putri Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya bernama
Muhammad Said Syah, seorang laksamana pula pada Angkatan Laut Kerajaan
Aceh. Malahayati lahir tahun 1560, pada masa Sultan Alauddin Riayat Syah al-
Qahar memerintah Kerajaan Aceh. Masa pemerintahan Sultan Alauddin
berlangsung mulai tahun 1537 hingga 1568.

Sejak dahulu kala, orang Aceh dikenal sebagai penganut agama yang taat.
Begitu pula halnya dengan keluarga Laksamana Mahmud Syah. Oleh karena
itulah, sejak kecil Malahayati telah dididik agar selalu patuh menjalankan
perintah agama. Sejak usia enam tahun, Malayahati telah mulai belajar baca
tulis Al Qur’an dengan bantuan kedua orang tuanya. Menginjak usia delapan
tahun, Malahayati kemudian belajar ilmu agama dengan berguru kepada
Tengku Jamaludin Lam Kra, seorang ulama dan sekaligus pemimpin pesantren
putri di Banda Aceh. Dua tahun kemudian diteruskannya dengan belajar di
Dayah Inong (Madrasatul Banat) dan mulailah ia memperdalam ilmu figih,
akidah, akhlak dan bahasa Arab. Selain itu, di rumah pun Malahayati masih
menyempatkan diri belajar bahasa asing yang lain dari guru yang khusus
didatangkan oleh orang tuanya. Sehingga tak heran apabila kelak kemudian
hari setelah ia dewasa, bukan saja pandai berbahasa Arab tetapi juga mahir
berbahasa Inggris, Perancis, Spanyol di samping bahasa Melayu dan Aceh
sebagai bahasa ibunya.

Ayahnya, sering mengajaknya ke pelabuhan melihat-lihat kapal dagang dan


kapal perang milik kerajaan Aceh. Malahayati sendiri menyukai hal itu. Bahkan
tak jarang pula ia diajak menyaksikan latihan perang-perangan di laut yang
dilakukan oleh kapal-kapal perang Aceh. Bermula dari situlah kemudian
tertanam jiwa cinta lautan yang kelak kemudian hari mengantarkan Malahayati
menjadi laksamana kerajaan Aceh yang disegani kawan maupun lawan.

Keumalahayati atau lebih dikenal sebagai Laksamana Malahayati, baru


dijadikan pahlawan nasional pada 2017 lalu. Perempuan perkasa yang disegani
lawan itu merupakan satu dari beberapa pahlawan wanita yang diakui jasa-
jasanya oleh negara. Sebagai seorang pejuang yang mempertahankan tanah
kelahirannya dari penjajah di masanya, Malahayati menorehkan sederet
kemenangan, sebagai pelaut muslim asal Aceh yang mengagumkan.

Malahayati dijuluki sebagai laksamana wanita pertama yang melakukan


pelayaran ke berbagai wilayah. Ketenaran namanya sampai disegani penjajah
Belanda, Inggris dan Tanah Barat.

Laksamana Wanita di Dunia Pelayaran


Selain Artemisia I dari Caria, Malahayati termasuk laksamana wanita pertama
yang diketahui dunia modern.
Sejak muda, Malahayati telah mendalami akademi militer kerajaan, Ma'had
Baitul Makdis setelah menamatkan pendidikan sebagai santriwati. Berbagai
prestasi ditorehkannya, hingga berhasil menjadi komandan protokol istana.

Selang beberapa waktu, sang suami gugur di pertempuran Selat Malaka saat
melawan Portugis. Malahayati membentuk armada sendiri, menggantikan
mendiang suaminya bertempur.

Pasukan Para Janda yang Tangguh di Lautan


Sebuah ide terlintas, Malahayati membuat armada pelayaran beranggotakan
para janda pejuang Aceh yang gugur di pertempuran Selat Malaka. Ia menjabat
sebagai panglima dari Inong Balee.

Meskipun prajuritnya para janda, armada pimpinan Malahayati begitu tangkas


di bidang militer. Mereka menyusun sistem pertahanan yang kuat di daratan
maupun lautan. Mengagumkannya lagi, mereka memiliki benteng di Teluk
Lamreh Kraung Raya dan 100 kapal.

Dihormati Para Pria


Meskipun dia hidup di zaman kaum lelaki mendominasi, Malahayati mampu
mendapatkan penghormatan yang layak dari kaum adam. Bahkan Malahayati
sampai ditunjuk secara langsung oleh Sultan Alauddin Mansur Syah, untuk
menjadi laksamananya.

Kala itu, Kota Aceh sedang ketat-ketatnya menjaga perairan Selat Malaka
supaya tidak bernasib sama dengan tetangganya yang jatuh ke tangan
Portugis. Konon para jenderal dan pasukan lain pun menaruh hormat kepada
perempuan ini.

Inggris Sampai Ciut


Reputasi Malahayati begitu menggaung kala itu, sampai membuat Inggris yang
hendak melalui Kerajaan Aceh jadi ciut. Mereka khawatir pasukannya akan
kalah telak, akhirnya Inggris mencoba dengan jalan damai.
Ratu Elizabeth I, penguasa Inggris kala itu mengutus James Lancaster disertai
surat permintaan izin kepada Sultan Aceh, untuk membuka jalur pelayaran
menuju Jawa. Peristiwa itu terjadi di tahun 1602.

Gugur Sebagai Pahlawan Wanita


Malahayati meneruskan perjuangan untuk melindungi tanah kelahirannya
sampai akhir hayat. Ia gugur dalam pertempuran melawan armada Portugis
yang dipimpin oleh Alfonso de Castro. Jasad Malahayati dimakamkan di
Gampong Lamreh, Krueng Raya, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh
Besar.

Nama Malahayati masih disebut-sebut sebagai pemimpin pasukan Aceh, saat


menghadapi armada Portugis. Dalam penyerbuan Kreung Raya Aceh pada Juni
1606.
Sejumlah sumber sejarah menyebutkan Malahayati gugur di pertempuran
melawan Portugis itu. Kemudian dimakamkan di lereng Bukit Kota Dalam,
sebuah desa nelayan yang berjarak 34 kilometer dari Banda Aceh.
Disegani Sampai China dan Tanah Barat

Makam Laksamana Malahayati


Kehebatan Malahayati sebagai laksamana wanita di lautan, membuat namanya
dikenal di negara-negara lain. Selain Belanda, Portugis, dan Inggris yang
pernah ketakutan dibuatnya, nama Malahayati juga terdengar sampai ke negeri
Tiongkok.

Sejumlah sejarawan mensejajarkan nama Malahayati dengan Katerina Agung


dari Rusia. Kisah inspiratif perjuangan pahlawan wanita, hingga titik darah
penghabisan demi tanah kelahirannya.
(Tulisan disadur dari merdeka.com)

Anda mungkin juga menyukai