Anda di halaman 1dari 18

Proposal Penelitian

DIPLOMASI BENCANA (DISASTER DIPLOMACY) DALAM


HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA – MALAYSIA
Studi kasus bantuan bencana gempa 30 September 2009 di Sumatera Barat

Oleh:

ARYOFRI AFAN
07 195 046

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Andalas
2011
Daftar Isi

Daftar Isi............................
1
I. Latar Belakang
2
II. Rumusan Masalah..
5
III. Tujuan Penelitian...
6
IV. Manfaat Penelitian
6
V. Kerangka Pemikiran
6
5.1. Teori dan Konsep
6
5.1.1. Diplomasi Bencana (Disaster Diplomacy)
6
5.1.2. Kebijakan luar negeri (foreign Policy)
8
5.1.3. Bantuan luar negeri (foreign Aid)
10
5.1.4. Kepentingan Nasional (National Interest)
11
VI. Metodologi Penelitian................
12
6.1. Metode Penelitian
12
6.1.1. Teknik Pengumpulan Data
12

2
6.1.2. Teknik Pengolahan Data
13
6.1.3. Teknik Analisa Data
13
6.1.4. Pelaporan hasil penelitian
14
VII. Sistematika Penulisan................
14
Daftar Pustaka......................
15

3
I. Latar Belakang
Topik diplomasi bencana semakin sering muncul dalam dinamika hubungan
Internasional sejak tiga dekade terakhir. Karena, isu bencana saat ini telah
menjadi isu kontemporer dalam dunia Internasional yang membutuhkan perhatian
khusus. Hal ini disebabkan karena dampak yang ditimbulkan oleh isu ini dapat
menjadi pemicu terciptanya kerjasama antar negara-negara di dunia Internasional.
Bencana alam merupakan sebuah ancaman yang tidak dapat diprediksi
(Unpredictable threats) bagi negara- negara di dunia, ancaman bencana dapat
datang kapan saja dan dimana saja. Hal ini membuktikan bahwa setiap negara,
baik negara miskin, negara berkembang, tidak terkecuali negara maju pun dapat
menghadapi ancaman bencana. Beberapa kasus bencana alam terbaru misalnya
bencana badai tropis Ketsana yang melanda beberapa negara dikawasan asia
tenggara yaitu Filipina, Vietnam, Kamboja dan Laos yang menewaskan lebih dari
360 orang, banjir yang melanda Australia yang menewaskan ratusan orang serta
gempa bumi dan tsunami di Jepang pada tanggal 11 Maret 2011 yang
menewaskan ribuan orang. Bencana alam yang terjadi di berbagai negara tersebut
mengakibatkan kerugian harta benda dan korban jiwa yang tentunya akan
berdampak langsung terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat didaerah
bencana.
Pemerintah merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan warga negaranya, namun tidak semua masalah yang ditimbulkan
oleh bencana alam dapat ditanggulangi sepenuhnya oleh pemerintah setempat,
sehingga membutuhkan bantuan dari lembaga di luar pemerintahan seperti
lembaga-lembaga swadaya (LSM/NGO) dan bantuan dari negara- negara lain. Hal
ini dapat kita lihat pada saat negara-negara yang terkena bencana alam yang telah
disebutkan diatas, dimana pemerintah dinegara tersebut tidak mampu menangani
masalah yang ditimbulkan oleh bencana seperti kebutuhan pokok korban bencana
selama dipengungsian dan pemulihan kembali kondisi pasca bencana atau pada
tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.

4
Pada kasus bencana banjir di Australia misalnya yang tergolong pada negara
maju, Indonesia sebagai negara berkembangpun turut memberikan bantuan. Jadi
tidak ada pengecualian apakah negara tersebut negara miskin, negara berkembang
atau negara maju sekalipun, masih membutuhkan bantuan dari negara lain.
Melihat begitu banyaknya bantuan asing (foreign aid) yang mengalir pada
negara yang dilanda bencana munculah istilah diplomasi bencana (disaster
diplomacy) sebagai salah satu instrument bagi negara-negara didunia Internasional
dalam penerapan kebijakan luar negerinya untuk mencapai kepentingan
nasionalnya masing-masing.
Disaster diplomacy ini pernah diterapkan oleh negara India dan Pakistan pada
saat bencana gempa bumi di Khasmir tahun 2005, antara Amerika Serikat dan
Kuba pada bencana badai Denis dan Wilma tahun 2005, antara pemerintah RI
dengan pihak separatisme GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang berhasil
mengakhiri sengketa antara pihak pemerintah dengan GAM tahun 2005 pasca
bencana Tsunami yang melanda aceh tahun 2004.
Dalam penelitian ini, penulis menganalisa kasus yang terjadi pada tanggal 30
September 2009, Sumatera Barat dilanda bencana gempa berkekuatan 7,6 pada
skala richter, Gempa yang menurut United Nation Office for the Coordination of
Humanitarian Affair1 (OCHA) adalah gempa yang berskala cukup besar yang
mengakibatkan korban jiwa sebanyak 1.115 orang meninggal dan 788 luka berat
dan 2727 luka ringan.2 Selain menewaskan ribuan orang bencana ini juga
menimbulkan kerugian yang sangat besar seperti hancurnya rumah- rumah
penduduk, dan merusak sarana umum di daerah bencana seperti Rumah Sakit,
Jalan raya, sarana pendidikan dan infrastruktur lainnya. Dampak kerugian yang
sangat besar akibat bencana gempa tersebut, mengundang keprihatinan negara-
negara lain seperti Jepang, Amerika Serikat, China, Ceko, dan negara-negara satu
kawasan seperti dari Singapura, Brunei Darusalam, dan tidak terkecuali Malaysia

1
OCHA adalah salah satu badan milik Persatuan Bangsa-bangsa yang berfungsi sebagai
koordinator lembaga-lembaga internasional dalam pelaksanaan penanggulangan bencana.
2
World Health Organization. Emergency Situation Report (ESR -13) 19 October 2009.
Link http://www.reliefweb.int/rw/rwb.nsf/db900sid/EGUA-7X3SF7/$File/full_report.pdf akses 20
Oktober 2009 : 5:53

5
sebagai negara tetangga yang juga dijuluki negara Serumpun Melayu untuk
memberikan bantuan.
Malaysia sebagai salah satu negara yang memberikan bantuan pada bencana
gempa yang melanda Ranah Minang tidak hanya dari pemerintah dan kerajaan
Malaysia tetapi juga meliputi bantuan dari media, seperti harian The star, Media
prima, sebuah konglomerat media di Malaysia, yang memiliki koran Berita
Harian, Harian Metro, New Straits Times dan jaringan TV3, TV7 dan TV9 dan
lembaga pendidikan Malaysia seperti UPSI, yang bekerjasama dengan perbankan
Malaysia Maybank dan CIMB. Melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia
(KBRI) di kuala lumpur, Malaysia memberikan bantuan sumbangan uang untuk
bantuan gempa senilai 3,8 juta ringgit atau setara dengan 10,8 miliar Rupiah.
Dana bantuan itu akan dibagikan secara merata 10 persen untuk berbagai upaya
bantuan korban gempa, sementara sisanya akan digunakan untuk membangun
kembali sekolah di Padang dan Padang Pariaman. Peruntukan dana tersebut juga
diberikan oleh NGO Malaysia Mercy sebanyak 350 ribu ringgit. NGO Mercy juga
mengirimkan tim dokter dan perawat untuk membantu operasi korban gempa di
Rumah sakit Pariaman serta membuat Puskesmas keliling dikawasan pariaman.
Antusiasme Malaysia dalam memberikan bantuan kepada korban bencana
alam gempa bumi di Sumatera barat menurut penulis menarik untuk diteliti karena
pada waktu yang bersamaan hubungan bilateral antara pemerintah Indonesia dan
pemerintah Malaysia tertanggu oleh permasalahan isu klaim kebudayaan
Indonesia seperti kesenian Reog ponorogo, Batik, dan beberapa lagu daerah dari
Indonesia yang dilakukan oleh negara Malaysia. Kondisi yang kurang harmonis
ini ditambah lagi kasus penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia,
semakin merenggangkan hubungan bilateral kedua negara.
Bagi masyarakat awam, bantuan dari negara-negara lain (foreign aid)
diartikan sebagai bentuk keprihatinan masyarakat di negara lain terhadap bencana
yang melanda mereka, dengan kata lain masyarakat menilai bantuan dari negara
asing tersebut murni alasan kemanusiaan, tanpa mengetahui misi dibalik bantuan
itu. Terkait dengan bencana alam yang melanda Sumatera Barat pada 30
September 2009, penulis tertarik untuk menganalisa kepentingan negara yang

6
memberikan bantuan pada bencana alam tersebut, dengan fokus pada negara yang
berada pada satu kawasan yaitu Malaysia, negara ini merupakan negara tetangga
yang berbatasan langsung di darat, di laut, dan di udara yaitu Malaysia, dimana
hubungan negara ini dengan Indonesia sangat dinamis, dan mengalami pasang-
surut. Selain itu kedua negara ini memiliki ketergantungan satu sama lainnya
dalam bentuk kerjasama seperti, disektor tenaga kerja migrant, sektor pendidikan,
sektor pariwisata dan lain sebagainya.

II. Rumusan Masalah


Dalam penelitian ini penulis berasumsi bantuan yang diberikan Malaysia
pada bencana alam gempa bumi 30 September 2009 silam merupakan bentuk dari
kebijakan luar negeri Malaysia untuk mencapai kepentingannya di Indonesia
dengan menngunakan disaster diplomacy sebagai instrumentnya. Dalam hal ini
penulis membatasi kajian hanya pada diplomasi bencana (disaster diplomacy)
dalam hubungan bilateral Indonesia- Malaysia pada bencana alam gempa bumi 30
September 2009 di Sumatera Barat.
Dengan bertitik tolak dari konsep Diplomasi Bencana dalam menganalisa
bantuan asing khususnya Malaysia dalam bencana alam gempa bumi yang
melanda Sumatera Barat maka muncul pertanyaan sebagai berikut:
a) Bagaimanakah diplomasi bencana (disaster diplomacy) diterapkan
oleh Malaysia dalam kasus bencana alam gempa bumi di Sumatera
Barat?
b) Sejauh manakah bantuan bencana gempa 30 September 2010 di
Sumatera Barat berpengaruh terhadap pencapaian kepentingan
Nasional Malaysia di Indonesia dengan penerapan diplomasi
bencana (disaster diplomacy)?

III. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan konsep diplomasi bencana (disaster diplomacy)

7
2. Menjelaskan diplomasi bencana yang diterapkan oleh Malaysia
dalam kasus bencana gempa 30 September di Sumatera Barat dan
kaitannya dengan kepentingan nasional Malaysia.
3. Menjelaskan hubungan antara diplomasi bencana (disaster
diplomacy) dengan kebijakan luar negeri suatu negara dalam hal
ini Malaysia

IV. Manfaat Penelitian


Dalam penelitian ini penulis mencoba memberikan informasi baru dan
pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait. Manfaat dari penelitian ini penulis
klasifikasikan dalam tiga kelas yaitu:
1. Manfaat pribadi, yaitu untuk membentuk pemahaman yang lebih
baik tentang diplomasi bencana (disaster diplomacy).
2. Manfaat secara akademis, yaitu membantu untuk memperjelas isu-
isu kebijakan luar negeri dalam konsep diplomasi bencana
(disaster diplomacy).
3. Manfaat secara praktis, yaitu untuk bahan pertimbangan bagi
pemerintah daerah dalam rangka menangggapi bantuan luar negeri
di wilayahnya.

V. Kerangka Pemikiran
5.1. Teori dan Konsep
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep yang
digunakan untuk mempertajam penelitian. konsep yang digunakan antara lain:
5.1.1. Diplomasi Bencana (Disaster Diplomacy)
Diplomasi bencana (Disaster Diplomacy) merupakan diplomasi yang
digunakan pada saat bencana terjadi di suatu negara. Menurut Ilan Kelman di
dalam tulisannya Tsunami Diplomacy, walaupun secara nyata hubungan antar
negara yang didasarkan pada bencana atau penanggulangan bencana sifatnya
tidaklah bertahan lama, tetapi bisa mengesampingkan konflik-konflik yang pernah
muncul dan mengaburkan hubungan yang tidak baik. Selain itu menurutnya, bisa

8
tercipta perdamaian antara pihak yang bersengketa di dalam kondisi
penanggulangan bencana.3
Disaster Diplomacy memberikan perhatian terhadap seberapa besar aktivitas
terkait bencana alam, pencegahan, mitigasi, tanggap darurat dan pemulihan-
menghasilkan kerjasama antara pihak-pihak yang berkonflik, baik secara nasional
maupun internasional. Diplomasi bencana diharapkan mampu mengubah
hubungan negara-negara yang terlibat konflik atau bersebeberangn menjadi lebih
kooperatif.
Lebih jauh Ilan Kelman menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Disaster
Diplomacy in Aceh menjelaskan bahwa untuk mendefinisikan Diplomasi
Bencana, setiap studi kasus perlu menjawab enam pertanyaan.
• Pertanyaan pertama adalah apakah aktivitas terkait bencana
mempengaruhi aktivitas-aktivitas diplomatik?
• Pertanyaan kedua, apakah terdapat praktek baru diplomasi terkait
bencana?
• Pertanyaan ketiga, bagaimana legitimasi diplomasi terkait bencana?
• Pertanyaan keempat, berapa lama durasi pelaksanaan diplomasi terkait
bencana?
• Pertanyaan kelima, ketika sebuah bencana terjadi, apakah diplomasi pasca
bencana tergantung pada karakteristik-karakteristik dari rekonstruksi pasca
gempa?
• Pertanyaan keenam, apakah diplomasi pasca bencana menghadirkan isu
pembangunan dan keberlanjutan jangka panjang, meliputi masalah-
masalah politik, mata pencaharian dan ekonomi?
Lebih lanjut, penelitian ini terlebih dahulu akan menjawab pertanyaan-
pertanyan diatas untuk mendeskripsikan aplikasi konsep Diplomasi Bencana
karena, penulis merasa konsep diplomasi bencana (disaster diplomacy) ini sangat
tepat digunakan dalam menganalisis fenomena bantuan luar negeri. Pada kasus
bencana gempa bumi 30 September 2009 di Sumatera Barat, bantuan yang
3
Kelman, I. 2005. "Tsunami Diplomacy: Will the 26 December, 2004 Tsunami Bring
Peace to the Affected Countries?". Sociological Research Online, vol. 10, issue 1,
http://www.socresonline.org.uk/10/1/kelman.html akses 20 Oktober 2009 : 6:19

9
diberikan Malaysia tentunya akan berpengaruh terhadap hubungan bilateral
Indonesia-Malaysia yang pada waktu bersamaan keharmonisannya terganggu oleh
masalah klaim kebudayaan Indonesia dan isu-isu penganiayaan tenaga kerja
Indonesia (TKI) di Malaysia.
Dengan penerapan diplomasi bencana ini negara-negara dapat melakukan
refisi terhadap kebijakan luar negerinya secara tiba-tiba, mungkin pada isu-isu
tertentu seperti isu politik negara-negara dapat berbeda pandangan bahkan
terkesan berlawanan namun dalam isu-isu lingkungan seperti bencana alam ini
negara-negara dapat bersatu dan dapat merubah kondisi yang sebelumnya
berkonflik untuk menjalin kerjasama. Tindakan ini tentunya tidak akan terlepas
dari nuansa politik, karena masing-masing negara memiliki kepentingan yang
berbeda-beda, begitupun halnya dengan Malaysia, kebijakan memberikan bantuan
bagi korban gempa di Sumatera Barat, bukanlah semata-mata karena alasan
kemanusiaan, akan tetapi sarat dengan politik.

5.1.2. Kebijakan Luar Negeri (foreign policy)


Kebijakan luar negeri (foreign policy) merupakan strategi atau rencana
tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan suatu negara dalam
menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan
untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminologi
kepentingan nasional4.
Dalam konsep kebijakan luar negeri dikenal adanya foreign policy objectives
dimana setiap politik luar negeri dirancang untuk menjangkau tujuan nasional.
Tujuan nasional yang hendak dijangkau melalui poltik luar negeri merupakan
formulasi kongkret dan dirancang dengan mengaitkan kepentingan nasional
terhadap situasi internasional yang sedang berlangsung serta power yang dimiliki
untuk menjangkaunya. Tujuan dirancang, dipilih dan ditetapkan oleh pembuat
keputusan dan dikendalikan untuk mengubah (revisionist policy) atau
mempertahankan (status quo) ihwal kenegaraan tertentu dilingkungan
internasional5.
4
Plano, Jack C. The Internasional Relation Dictionary, hal 5
5
Ibid hal 6

10
Menurut Couloumbis dan Wolfe, ada tiga keputusan kebijakan luar negeri
yang utama yaitu6:
1. Pragmatic decisions: Major decision with long-range consequences;
made following detailed study, deliberation, and evaluation of a whole
range of alternative option (keputusan pragmatis: keputusan-keputusan
utama dengan konsekuensi yang panjang; membuat studi yang detil,
pertimbangan yang dalam, dan evaluasi semua opsi-opsi alternatif).
2. Crisis decisions: decision made during periods of grave threat; limited
time in which to respond; and a surprise element which requires an ad-
hoc response in the sense that no preplanned responses are available
( Keputusan krisis; keputusan-keputusan yang dibuat selama ancaman;
waktu terbatas dalam merespon; dan suatu elemen yang mengejutkan
(datang secara tiba-tiba) yang membutuhkan respon ad hoc dalam suatu
respon yang tidak terencana yang dapat digunakan).
3. Tactical decisions: important decisions that usually are derivative from
the pragmatic level; subject to revaluation, revision, and reversal
(Keputusan-keputusan taktis; subjek terhadap reevaluasi, revisi, dan
pembalikan).

Dalam penelitian ini penulis berasumsi keputusan kebijakan luar negeri


Malaysia untuk memberikan bantuan kepada koraban bencana alam gempa bumi
pada tanggal 30 September di Sumatera Barat termasuk dalam suatu keputusan
pragmatis (pragmatic decision). Dengan pertimbangan bahwa bencana merupakan
suatu ancaman yang tidak dapat diprediksi, dapat datang kapanpun, dimanapun
dan tidak terkecuali negara manapun baik itu negara miskin, negara berkembang
maupun negara maju, keputusan ini akan memiliki dampak jangka panjang
terhadap berbagai isu dalam hubungan bilateral Indonesia-Malaysia.
5.1.3. Bantuan Luar Negeri (Foreign Aid)
Bantuan luar negeri merupakan salah satu instrument kebijakan yang sering
digunakan dalam hubungan internasional. Secara umum, bantuan luar negeri

6
Theodore A. Couloumbis and james H. Wolfe, hal 127

11
dapat didefinisikan sebagai transfer sumber daya dari satu pemerintah ke
pemerintah lain yang dapat berupa barang maupun kucuran dana. Dalam
membahas masalah bantuan luar negeri ini penulis mendukung tulisan
Morgenthau (1962), dalam artikelnya yang berjudul A Political Theory of Foreign
Aid, Morgenthau mencoba mengembangkan tipologi dari bantuan internasional
kedalam lima tujuan kebijakan bantuan luar negeri, yaitu: military, prestige,
humanitarian, economic, dan subsistence. Tipologi ini di angkat untuk
mengorganisasikan kompleksitas kebijakan yang di labeli dengan nama “foreign
aid”.
Berdasarkan hal ini maka ada dua tipe strategi yang di gunakan untuk
mendapatkan pengaruh: propaganda dan suap (propaganda and bribes).7 Menurut
morgenthau, sebagian besar tipe bantuan internasional yang di identifikasi
memiliki sifat politis, hanya sedikit yang sifatnya humanitarian foreign aid. Dan
hal ini berarti bahwa hal yang seharusnya bersifat non politis kemudian akan
menjadi sangat politis ketika di letakkan dalam konteks politik. Bahwa apa yang
disebut sebagai sebuah aksi kemanusiaan akan dapat berubah menjadi sangat
politis apabila dikaitkan dengan konteks politik dan kepentingan negara donor.
Bantuan luar negeri pada umumnya tidak ditujukan untuk kepentingan politik
jangka pendek saja, melainkan untuk prinsip-prinsip kemanusiaan atau
pembangunan ekonomi jangka panjang. Dalam jangka panjang diharapkan hal
tersebut akan membantu beberapa tujuan politik negara donor yang tidak dapat
dicapai hanya dengan melalui proses diplomasi, propaganda ataupun kebijakan
publik.
Bantuan luar negeri dapat dilakukan secara bilateral maupun multilateral.
Dengan kata lain bahwa pemberian bantuan luar negeri dapat dilakukan antar
pemerintah sebuah negara dengan negara lain (government to government), atau
melalui lembaga-lembaga keuangan yang khusus dibentuk untuk memberikan
pinjaman luar negeri seperti International Monetary Fund (IMF), World Bank,
dan Asian Development Bank (ADB). Bantuan yang diberikan oleh Malaysia nyata
bahwa bantuan tersebut dilakukan antar pemerintah Indonesia dan Malaysia dan
7
http://civiculture.wordpress.com/2009/06/24/bantuan-luar-negeri-dalam-teori-hubungan-
internasional-perspektif-realisme-dan-liberalisme/

12
bantuan yang diberikan Malaysia tersebut akan memilki dampak jangka panjang
terhadap kepentingan nasional Malaysia di Indonesia.
5.1.4. Kepentingan Nasional (National Interest)
Konsep kepentingan nasional (national interest) sering digunakan sebagai
dasar untuk menejelaskan perilaku luar negeri suatu negara. Selain itu hampir
semua ilmuwan maupun praktisi hubungan internasional sepakat bahwa, alasan
pembenar utama bagi tindakan suatu negara adalah kepentingan nasional.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Coulombis dan Wolfe, “Students and
practicioners of international relation agree almost unanimously that the primary
justification of state action is national interest”8. Pernyataan ini sependapat
dengan peryataan Hans J. Morgenthau yang mengatakan bahwa perilaku negara
dalam hubungan internasional dituntun oleh pengejaran kepentingan nasional9.
Lebih mendalam Morgenthau menjelaskan tentang kepentingan nasional
sebagai berikut:
“ The international interest is, he argued, a compromise of
conflicting political interest; it is not an ideal that is arrived at abstractly
and scientifically, but the product of constant internal political
competition. The goverment through its various agencies, is ultimately
responsible for defining and implementing national interest oriented
policies. (kepentingan nasional adalah hasil kompromi dari kepentingan-
kepentingan politik yang saling bertentangan; ini bukan sesuatu yang ideal
yang dicapai secara abstrak dan sainstifik tetapi merupakan hasil dari
persaingan politik internal yang berlangsung terus menerus. Pemerintah,
melalui berbagai lembaganya, yang pada akhirnya paling bertanggung
jawab dalam mendefinisikan dan menerapkan kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang diarahkan untuk mencapai kepentingan nasionalnya)”.
Dari pernyataan Morgenthau tersebut terlihat bahwa suatu kepentingan dapat
dikatakan sebagai kepentingan nasional jika kepentingan tersebut meliputi
kepentingan mayoritas penduduk suatu negara yang telah melalui perdebatan yang
panjang yang meliputi keamanan, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Dengan
kata lain menurut Morgenthau kepentingan nasional adalah pengejaran kekuasaan
melalui hubungan internasional dan yang menentukan kepentingan nasional itu
adalah pemerintah melalui berbagai lembaganya, salah satunya yaitu diplomatik.
Morgenthau berpendapat diplomat yang baik adalah diplomat yang rasional, dan
8
Theodore A. Couloumbis and James H. Wolfe hal 106
9
Mohtar Mas’oed hal 146

13
diplomat yang rasional adalah diplomat yang prudent. Prudences adalah
kemampuan menilai kebutuhan dan keinginan sendiri sambil dengan seksama
menyeimbangkannya dengan kebutuhan orang lain, dan keputusan tentang
kepentingan nasional harus selalu dibuat berdasarkan keuntungan nasional yang
konkrit dan bisa ditunjukkan (dalam batas-batas prudence) dan bukan berdasar
kriteria yang abstrak dan impersonal, seperti moralitas, hukum dan ideologi.
Melihat jenis- jenis dari kepentingan nasional, menurut Donald E.
Nuechterlein ada empat jenis kepentingan nasional, yaitu: (1) kepentingan
pertahanan, diantaranya menyangkut kepentingan untuk melindungi warga
negara, wilayah dan sistem politiknya dari ancaman negara lain; (2) kepentingan
ekonomi, yaitu kepentingan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian
negara melalui hubungan ekonomi dengan negara lain; (3) kepentingan tata
internasional, yaitu kepentingan untuk mewujudkan atau mempertahankan sistem
politik dan ekonomi internasional yang menguntungkan bagi negaranya; (4)
kepentingan ideologi, yaitu kepentingan untuk mempertahanakan atau melindungi
ideologi negaranya dari ancaman ideologi negara lain10.
Pada penelitian ini penulis merujuk pada konsep ini dengan asumsi dasar
bantuan luar negeri dari Malaysia pada bencana alam gempa bumi di Sumatera
Barat pada tanggal 30 September 2009 sarat dengan kepentingan nasional
Malaysia. Kemanusiaan bukanlah alasan utama.

VI. Metodologi Penelitian


6.1. Metode Peneltian
Dalam penelitian ini, menggunakan metode kualitatif sebagai instrument
utama pengolahan data. Metode ini diyakini lebih mendukung dalam usaha
menjawab pertanyaann-pertanyaan yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun
tahap-tahap dalam mendapatkan data-data tersebut dari awal observasi sampai
kepada pelaporan dalam bentuk skripsi ini sebagai berikut:
6.1.1. Teknik Pengumpulan Data

10
Donald E. Nuechterlein, the concept of national interest; A Timor for New
Approaches.vol. 23, no 1, 1979, hal 75. Dikutip dari skripsi S1 Hendawati, Sri. Jakarta: FISIP -UI

14
Teknik pengumpulan data yang akan penulis lakukan adalah dengan cara
studi dokumentasi. Teknik ini merupakan penelahaan terhadap referensi-referensi
yang berhubungan dengan fokus permasalahan penelitian.11 Data-data tersebut
penulis dapatkan dari koran, jurnal, majalah, buku-buku yang berkaitan dengan
permasalahan yang penulis teliti, dan sumber-sumber Online dari Internet. dan
sebagai data penunjang penulis menggunakan data yang diperoleh secara
langsung dilapangan dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait
diantaranya pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk
wilayah Sumatera Barat serta Focus Group Disscussion dengan sejumlah pakar
dan pihak terkait yang dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan
dalam penelitian ini.
6.1.2. Teknik Pengolahan Data
Pada tahap ini, penulis melakukan pengelompokan data dan pengkategorian
data. Data-data ini penulis kelompokan berdasarkan data-data angka dan data-data
non-angka, sehingga data-data tersebut mudah dianalisis berdasarkan kebutuhan.
Data-data non-angka dapat berupa foto, jurnal atau artikel, sedangkan data-data
angka antara lain data jumlah bantuan asing pada kasus bencana gempa 30
September di Sumatera barat.
6.1.3. Teknik Analisis Data
Pada tahap ini penulis melakukan penganalisaan data dengan teknik
deskriptif-analitis. Teknik deskriptif analitis adalah suatu teknik analisis data
dengan menguraikan dan menjelaskan gejala dan fenomena penelitian ini dengan
mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gejala atau fenomena
tersebut dengan lebih mendalam, sehingga fenomena tersebut tergambar dengan
jelas dan dapat dipahami, sedangkan tingkat analisa (level of analisys) pada pada
penelitian ini adalah negara (state).

6.1.4. Pelaporan Hasil Penelitian


Pada tahap ini penulis melaporkan hasil penelitian penulis. Hasil penelitian
ini panulis menceritakan hasil analisa penulis untuk memahami fenomena

11
Ibid. Hal. 219

15
kebijakan luar negeri malaysia dalam memberikan bantuan kepada korban
bencana alam gempa bumi di Sumatera Barat, Indonesia.

VII Sistematika Penulisan


Bab I Pendahuluan
Meliputi, latar belakang masalah, pertanyaan penelitian (research
question), tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran,
metodologi penelitian, dan sistematika panulisan.
Bab II Tinjauan pustaka
Bab III Pembahasan
Menjelaskan tentang diplomasi bencana (disaster diplomacy) dan
aplikasinya dalam hubungan bilateral Indonesia-Malaysia.
Bab IV Pembahasan
Menjelaskan tentang kebijakan luar negeri Malaysia dalam pemberian
bantuan bencana alam gempa bumi di Sumatera Barat pada tahun 2009
dan analisa kepentingan nasional Malaysia dari kebijakan tersebut.
Bab V Penutup; kesimpulan.

Daftar Pustaka
1. Literatur Buku

16
Couloumbis, Theodore A. and James H. Wolfe. (1986). Introduction to
International Relations; Power and Justice, third Edition. New Jersey:
Prentice –Hall Inc. Englewood Cliffs.

Dunne, Tim, Milja Kurki, Steve Smith. (2007). International Relation Theory;
discipline and diversity, chapter 3. New York: Oxford University Press.

Iskandar. (2008). Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan


kualitatif). Jakarta: Gaung Persada press.

Jackson, Robert and Georg Sorensen. (1999). Introduction to International


Relations, Alih bahasa Dandan Suryadiputra. New York: oxford university
press inc.

Jupp, Victor. (2006). The SAGE Dictionary of Social Research Methods. London.

Mas’oed, Mohtar. (1990). Ilmu Hubungan Internasional: disiplin dan metodologi,


Jakarta: LP3ES.

Morgenthau, Hans J., Kenneth W. Thompso. (2010). The Politics Among Nations,
Alih bahasa S. Maimoen, Politik Antarbangsa, Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.

Nakamura, Kennon H. and Susan B. Epstein. (2007). Diplomacy for the 21st
Century; Transformational Diplomacy, CRS Report for Congress.

Othman, Mohammad Redzuan, Md Sidin Ahmad Ishak, Jas Laile Suzana Jaafar,
Adrianus Meliala, Sri Murni. (2009). Setengah abad hubungan Malaysia-
Indonesia. Selangor Darul Ehsan: Maybank.

Perwita,A.A.Banyu dan Yanyan mochamad yani. (2005). Pengantar ilmu


Hubungan internasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Plano Jack C.,and Roy Olton. (1982). The Internasional Relation Dictionary.
England: Clio press Ltd..

Riordan, Shaun. (2003). The new diplomacy. Cambridge: Polity press.

Roy, S.L. (1995). Diplomacy, Alih bahasa Harwanto, Mirsawati. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Smith, Steve, Amelia Hadfield, Tim Dune. (2008). Foreign policy; theories,
actors, cases, Chapter 2 Realism and Foreign Policy. New York: Oxford
University Press.

17
Wisnumurti, Nugroho, Soemadi D.M. Brotodiningrat, Poedji Koentarso,
Tjahjono, Soedaroe Rachmad, Aiyub Mohsin, Darwoto, Rachadi Iskandar,
Nazaruddin Nasution, Abdul Hadi adnan, Sandjoto Pamungkas. (2008).
Diplomasi dalam aksi; Sebelas diplomat Indonesia. Bandung: ANGKASA.

2. Jurnal dan Artikel

Disaster Diplomacy Publications, Disaster Diplomacy investigates how and why


disaster-related activities do and do not induce cooperation amongst
enemies. http://www.disasterdiplomacy.org/publications.html

Kelman, I. 2005. "Tsunami Diplomacy: Will the 26 December, 2004 Tsunami


Bring Peace to the Affected Countries?". Sociological Research Online, vol.
10, issue 1, http://www.socresonline.org.uk/10/1/kelman.html akses 20
Oktober 2009 : 6:19

Kelman, Ilan. (2007). Acting On Disaster Diplomacy, journal of International


Affairs Spring/Summer vol. 59, no. 2. New York.

Kelman, I. (2007). “Disaster diplomacy: Can tragedy help build bridges among
countries?” UCAR Quarterly, Fall 2007, link
http://www.ilankelman.org/articles1/ucarq07dd.pdf akses 20 Oktober 2009 :
6:27

New Straits Times. 5 November (2006). Malaysia top destination for Indonesian
victims.

18

Anda mungkin juga menyukai