DAFTAR ISI...........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................
3.1 Kesimpulan......................................................................................
3.2 Saran..............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Sepeda ontel atau juga disebut sebagai sepeda unta, sepeda kebo, atau
pit pancal merupakan sepeda standar dengan ban ukuran 28 inchi yang biasa
dipakai oleh masyarakat perkotaan hingga tahun 1970-an. Sepeda ontel
mengacu pada sepeda desain Belanda yang bercirikan posisi duduk tegak dan
memiliki reputasi yang paling kuat dan bermutu tinggi, Karakteristik merupakan
rantai tertutup. Dengan gigi yang tidak mampu diubah dan biasanya terdapat
dinamo di segi roda depan untuk menyalakan lampu. Sepeda ini juga dilengkapi
Rem drum untuk pengereman.
Sepeda ontel ini mulai banyak digunakan pada zaman Hindia Belanda.
Kemudian pada tahun 1970-an keberadaan sepeda ontel mulai digeser oleh
“sepeda jengki” yang berukuran lebih kompak baik dari ukuran tinggi maupun
panjangnya dan tidak dibedakan desainnya untuk pengendara pria atau wanita.
Waktu itu sepeda jengki yang cukup populer adalah merek Phoenix dari cina.
Selanjutnya, sepeda jengki pada tahun 1980-an juga mulai tergeser oleh sepeda
MTB sampai sekarang
Sepeda ontel kemudian pada tahun 1970-an secara perlahan lebih banyak
digunakan oleh masyarakat pedesaan dibanding perkotaan. Namun pada
akhirnya karena usia dan kelangkaan, sepeda ontel telah beruba menjadi barang
antik dan unik. Mulailah situasi berbalik, sepeda ontel yang dulunya terbuang,
sekarang pada tahun 2000-an justru diburu kembali oleh semua kalangan mulai
dari pelajar,mahasiswa, sampai para pemuda yang hobynya bermain dgn barang
antik, atau juga sepeda hingga ke lingkup pejabat. Orang Jawa mengatakan
inilah “wolak-waliking zaman”. Keranjingan masyarakat terhadap sepeda ontel
adalah tepat bersamaan dengan berkembangnya ancaman global warming.
Kini banyak klub-klub dan komunitas sepeda kuno dari berbagai daerah di
Indonesia, tersebar dari sabang sampai merauke yang jumlahnya kurang lebih
ratusan komunitas, itupun hanya yang sempat terpantau dan terdaftar atau turut
organisasi dibawah naungan KOSTI belum lagi masih banyak yang tidak terdaftar
atau ikut organisasi di bawa naungan KOSTI (Komunitas Sepeda Tua Indonesia).
Seperti pada judul artikel yang saya angkat pada tulisan ini yaitu
mengenai Pemberdayaan Ontel di era 4.0 (revolusi industri) hal ini lebih
mempertanyakan sampai dimana peran pemuda yang ada di Indonesia,
khususnya di Gorontalo untuk memajukan ontel yang sudah lama dilupakan oleh
para pemuda yang acu tak acuh oleh barang antik yang sebenarnya sudah
banyak membantu para pendahulu kita di jaman penjajahan, hingga
kemerdekaan.Dan hal ini telah dijawab oleh Narasumber saya kali ini yaitu ibu
Trie Wahyuni Toonawu
Ibu Trie Wahyuni Toonawu, lahir di Tapa, tanggal 03 Juni, Tahun 1983,
dan sekarang merupakan salah satu tenaga pengajar atau guru disekolah dasar.
Ibu Trie Wahyuni Toonawu, merupakan salah satu anggota dari KOBU
(Komunitas Ontel Buawu), dan juga merupakan istri dari pimpinan komunitas ini.
Beberapa nilai positif yang bisa kita tuai ketika kita mau menggunakan
ontel kembali, yang pertama tentu saja dengan menguranggnya para
pengendara mesin roda dua bahkan roda empat, ini bisa berpengaruh baik pada
kesehatan kita dimana bisa mengurangi tinggkat ketinggian polusi atau udara
yang tidak segar khusunya yang ada di area kota gorontalo, tentunya ini bukan
untuk melarang para pengendara motor, ataupun mobil, tapi ini tentunya kita
bisa mempertimbangkan kapan kita bisa menggunakn sepeda motor, dan kapan
kita harus berolah raga menggunakan sepeda, jadi kita mendapatkan dua point
sekaligus yaitu kesehatan dan pengatuhuan tentang sejarah ontel yang ada di
Indonesia khusunya Gorontalo.
Kalau kita bandingkan anak – anak yang ada di zaman sekarang lebih
tepatnya zaman digital, dengan mereka para pemuda yang besar di lingkungan
belum berteknologi modern, tentu sangatlah beda dari pengatahuan dan
kebiasaan mereka, anak-anak yang lahir di tahun 2009 keatas, mereka
cenderung berfikir merunduk, karena telah diperbudak oleh teknologi dan juga
budaya barat, sehingga ketika kita ingin menanyakan tentang ontel kepada
mereka, pasti mereka akan sangatlah bingung karena persoalan seperti ini
terkesan biasa aja dikehidupan mereka, jangankan persoalan Ontel persoalan
lagu kebangsaan saja ketika ditanyakan kepada mereka pasti mereka terdiam
bisu.
Oleh karena itu kita sebagai Pemuda harus mampu merangkul adik – adik
kita, kita harus mampu mengajarkan mereka secara mandiri dirumah, karena
lingkungan proses tempat pembelajaran mereka saat ini masih dijajah oleh virus
Covid-19. Saya pikir dengan bersepeda ataupun melakukan aktivitas olahraga
sepeda menggunakan ontel adalah pilihan yang tepat untuk mengajari mereka,
ketika sedang berolahraga maka kita ceritakan kepada mereka apa itu ontel, apa
itu sejarah, dan apa itu Negara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Oleh karena itu saya sangat berharap kepada pemerintah untuk memberikan
solusi yang lebih baik, untuk mereka belajar selain harus melalui via daring. Agar
anak – anak bisa lebih welcome dengan kebudayaan, sekaligus apasaja yang
menjadi peninggalan para pendahulu kita.
LAMPIRAN
IDENTITAS PENULIS
NAMA : SUAYUB
STATUS : MAHASISWA
NO. HP : 08979497286