Anda di halaman 1dari 60

IKATAN TERAPIS WICARA INDONESIA (IKATWI)

The Indonesian Speech Therapist Association


Jl. Haji Kodja II, RT 03/05, No.12A, Kukusan, Beji, - Kota Depok, Jawa Barat 16425
Telp : 021 7869746; mobile : 0812 941 90660- email : ikatwipusat@yahoo.co.id,
masdwihar72@gmail.com

KEPUTUSAN KETUA UMUM DPP IKATAN TERAPIS WICARA INDONESIA


NOMOR: 02/DPP-IKATWI/K/XII/2015
TENTANG
STANDAR KOMPETENSI TERAPIS WICARA INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan pengembangan dan
kemajuan profesi terapis wicara di Indonesia.
b. bahwa untuk mendukung program dan kebijakan pemerintah
Republik Indonesia terkait dengan pengembangan profesi terapis
wicara Indonesia.
c. bahwa untuk menyesuaikan dengan arah kebijakan Ikatan Terapis
Wicara Indonesia (IKATWI) dalam pemetaan dan pengembangan
kompetensi terapis wicara di Indonesia.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Keputusan Ketua
Umum DPP IKATWI; tentang Standar Kompetensi Terapis Wicara
Indonesia

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan Indonesia
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2014 Tentang
Standar Ijin Praktik dan Kerja Terapi Wicara Indonesia
3. Peraturan Menteri kesehatan Nomor 46 tahun 2014 tentang
standar registrasi dan praktik terapis wicara.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 81 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan terapi Wicara Indonesia
5. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Terapis
Wicara Indonesia
6. Hasil RAKERNAS II Ikatan Terapis Wicara Indonesia Periode
kepengurusan 2012-2017 pada tanggal 02 Mei 2015.

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN KETUA UMUM DPP IKATWI TENTANG STANDAR
KOMPETENSI TERAPIS WICARA INDONESIA
.KEDUA : Standar Kompetensi Terapis Wicara Indonesia sebagaimana terlampir
dalam Keputusan ini.
KETIGA : Standar Kompetensi Terapis Wicara Indonesia sebagaimana dimaksud
Diktum Kedua digunakan sebagai acuan dalam pengembangan profesi
terapi wicara Indonesia
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku untuk seluruh profesi terapis wicara dan atau
institusi pendidikan profesi terapi wicara seluruh Indonesia.
KELIMA : Jika ada perubahan kebijakan, regulasi dan atau pengembangan
IPTEK dalam bidang terapi wicara, maka keputusan ini dapat direvisi
dan disesuaikan sebagaimana mestinya.
KEENAM : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan : di Jakarta
Pada tanggal : 1 Desember 2015

Dewan Pengurus Pusat


Ikatan Terapis Wicara Indonesia (IKATWI),

DWI SUHARYANA.,A.Md TW.,S.Pd.MM


KETUA UMUM
LAMPIRAN
KEPUTUSAN KETUA UMUM DPP
IKATAN TERAPIS WICARA INDONESIA
(IKATWI)
NOMOR: 02/DPP-IKATWI/K/XII/2015

STANDAR KOMPETENSI TERAPIS WICARA


INDONESIA

IKATAN TERAPIS WICARA INDONESIA (IKATWI)


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………..…………….…………………. 2

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….… 3

BAB II SISTEMATIKA STANDAR KOMPETENSI TERAPI


WICARA INDONESIA …………………………………….…..
10

BAB III STANDAR KOMPETENSI TERAPI WICARA INDONESIA ... 15

BAB IV PENUTUP ..……………………………………………………… 32

LAMPIRAN ………………………………………….……………………… 33
1 Daftar Pokok Bahasan …………………………………………………… 33
2 Daftar Masalah Gangguan Bahasa, Wicara dan Menelan ……………….. 40
3 Daftar Keterampilan Praktik …………………………………...………… 46
4 Daftar Penanganan Terapi Wicara pada Diagnosis……………….……… 56
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terapis Wicara adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan Terapi
Wicara sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kepadanya
diberikan kewenangan tertulis untuk melakukan praktik terapi wicara atas
dasar kompetensi yang dimilikinya; sesuai dengan tahapan regulasi tenaga
kesehatan yang berlaku. Dalam menjalankan pekerjaannya dan praktiknya,
Terapis Wicara Minimal berijazah Diploma Tiga Terapi Wicara.

Terapis Wicara dalam melaksanakan tugasnya memiliki otonomi profesional


yaitu kebebasan dalam melakukan keputusan-keputusan profesional
(professional judgement) dalam melakukan upaya-upaya promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif, restoratif, dalam batas pengetahuan yang didapat sesuai
dengan kompetensi dan kewenangannya. Secara umum bahwa praktik Terapi
Wicara yang dilakukan oleh seorang terapis wicara adalah tanggung jawab
terapis wicara secara individu yang disertai oleh keputusan-keputusan profesi
yang mereka lakukan dan tidak dapat dikontrol dan atau diintervensi oleh
profesi lainnya.

Terapis Wicara memiliki tanggung jawab profesi yang berkesinambungan


dan tindakan terapi wicara yang dilakukan harus dalam batas kompetensi,
kode etik profesi, kewenangan, serta mengikuti regulasi, norma atau
ketentuan-ketentuan baik yang ditetapkan oleh Ikatan Terapis Wicara
Indonesia maupun oleh Pemerintah dan lingkungan.

Dalam menjalankan praktik, terapis wicara mempunyai kewenangan untuk


melakukan Tatalaksana pelayanan terapi wicara yaitu perolehan data
(wawancara, pengamatan, tes, studi dokumentasi), pengolahan data (validasi
data, analisa data, diagnosis, prognosis) perencanaan, tindakan terapi,
evaluasi dan dokumentasi dengan rujukan dan atau tanpa rujukan.
Pelayanan terapi wicara kepada individu dan masyarakat dilakukan oleh
terapis wicara yang kompeten, etik, legal, berkualitas dan berbudaya dalam
bentuk pelayanan yang mudah diakses, aman, nyaman, efektif, efisien, dapat
diterima, tersedia dan terjangkau.

Lahan pelayanan terapi Wicara meliputi pelayanan primer, rehabilitasi


bersumber daya masyarakat, pusat pendidikan dan penelitian, rumah sakit
umum dan khusus, klinik, praktik mandiri dan praktik bersama, promosi
kesehatan di tempat umum, pusat rehabilitasi dan rumah tempat tinggal,
sekolah termasuk pra sekolah dan sekolah kebutuhan khusus, panti asuhan,
dan pabrik.

Hasil pembangunan kesehatan nasional menunjukkan perbaikan pada


berbagai indikator, seperti peningkatan umur harapan hidup, penurunan
angka kematian ibu karena proses maternal, penurunan angka kematian bayi,
dan sebagainya. Namun demikian masih ada permasalahan yakni adanya
disparitas derajat kesehatan, dan beban ganda penyakit yakni makin
meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular (Non Communicable
Disesase), sementara angka penyakit menular masih tinggi. Begitu pula
dengan masalah disabilitas yang membutuhkan perhatian yang lebih besar.

Dibanding 2007, riset kesehatan dasar 2013 menunjukkan fenomena


kenaikan prevalensi penyakit tidak menular, antara lain : sendi (24, 7 %),
cedera (8, 2 %), asma (4, 5 %), PPOK (3, 7 %), DM (2, 1 %), hipertensi (9, 5
%), jantung koroner (1, 5 %), gagal jantung (0, 3 %), stroke (12, 1 ‰). Hal
ini antara lain diakibatkan kurang gerak, pola hidup yang serba duduk
(sedentary living), pola makan yang tidak terkontrol, serta kecelakaan akibat
kerja, transportasi.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Triwulan 1 Maret
2011, jumlah anak Indonesia sebanyak 82.980.000. Dari populasi tersebut
9.957.600 anak adalah anak berkebutuhan khusus dalam kategori penyandang
disabilitas. Sedangkan jumlah anak dengan kecerdasan istimewa dan
berbakat istimewa adalah sebesar 2, 2% dari populasi anak usia sekolah (4-18
tahun) atau sekitar 1.185.560 anak.

Hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI


pada tahun 2013 (Riskesdas 2013) menyajikan informasi yang signifikan
dalam hal prevalensi kecacatan pada anak. Prevalensi tuna netra 0, 17 %,
tuna wicara 0, 14 %, down symdrome 0, 13 %, tuna daksa 0, 08, tuna rungu
0, 07 % dan kecacatan yang diakibattkan oleh trauma dan kecelakaan 0, 53
%. Data dari RISKESDAS 2013 pada anak usia 24 - 59 bulan didapatkan 0,
14 anak tuna wicara dari keseluruhan data anak cacat.

Berdasarkan data tersebut diatas menunjukkan pergeseran penyakit dari


penyakit menular menjadi tidak menular dan degeneratif. Penyakit ini
mengakibatkan permasalahan pada gangguan komunikasi yang memerlukan
peran Terapi Wicara baik dalam hal promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Agar individu tersebut dapat tetap hidup mandiri dan produktif
secara sosial dan ekonomis

Terapi wicara sebagai salah satu elemen pelaku dalam pembangunan


kesehatan, mempunyai peranan strategis dalam pelayanan terhadap gangguan
yang berkaitan dengan bahasa dan wicara serta menelan. Gangguan bahasa,
dan wicara serta menalan di segala usia, perlu mendapatkan pelayanan baik
konsultatif, investigatif, diagnostik dan habilitatif/rehabilitatif oleh orang-
orang yang terdidik dan ahli di bidang bahasa dan wicara serta menelan.

Tantangan profesi Terapi Wicara lainnya adalah masih diperlukannya


penguatan dalam aspek perilaku profesional, mawas diri, dan pengembangan
diri serta komunikasi efektif sebagai dasar dari rumah bangun kompetensi
Terapi Wicara Indonesia; yaitu profesional, kompeten, beretika, serta
memiliki kemampuan manajerial dan kepemimpinan.

Sebagai Organisasi profesi, Ikatan Terapis Wicara Indonesia memiliki tugas


dan kewenangan untuk merumuskan Standar Pendidikan Profesidan Standar
Kompetensi Terapi Wicara di Indonesia yang selalu mengikuti
perkembangan global dan lokal, standar ini secara teratur harus dikaji ulang
dan dilakukan revisi pada bagian-bagian yang dibutuhkan. Standar
Pendidikan Terapi Wicara dan Standar Kompetensi Terapi Wicara ini
merupakan penguatan dan pengembangan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi Terapi Wicara serta sebagai upaya menjawab
kebutuhan masyarakat terhadap penjaminan mutu pendidikan terapi wicara
sebagai bagian awal dari tercapainya patient safety dalam penyelenggaraan
praktik Terapi Wicara.

Penyusunan Standar Kompetensi Terapi Wicara ini juga bermanfaat untuk


mengatasi masalah persinggungan dengan profesi kesehatan yang lain yang
terkait.
Berpijak pada keadaan yang ada, maka Ikatan Terapi Wicara
Indonesia (IKATWI) bekerjasama dengan Asosiasi Institut
Pendidikan Terapi Wicara Indonesia (AIPTW) dan pihak terkait ,
berupaya meningkatkan mutu kinerja terapis wicara gun a Perolehan
pendekatan dan tindakan untuk memberikan pelayanan yang tepat
guna, berdaya guna agar klien Perolehan kepuasan pelayanan; yaitu
kepuasan yang mengacu pada penerapan Kode Etik dan Standar
Pelayanan Terapi Wicara dan kepuasan yang mengacu pada
penerapan semua persyaratan pelayanan Terapis Wicara yang
didukung dengan tenaga profesional yang ahli dan fasilitas penunjang
melalui Standarisasi kompetensi terapi wicara.
B. Landasan Hukum.
Standar Kompetensi Profesi Terapi Wicara Indonesia disusun berlandaskan
pada :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
6. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 24);
7. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional;
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Terapis Wicara (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 719);
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
977);
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
977);
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2013 tentang
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1320);
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 81 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Terapi Wicara di Fasilitas Kesehatan. (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1754);
13. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI Nomor 154 Tahun
2014 tentang Rumpun Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Serta Gelar
Lulusan Perguruan Tinggi (Berita Negara RI Tahun 2014 Nomor 1687).

C. Manfaat Standar Kompetensi Profesi Terapi Wicara.


1. Bagi Institusi Pendidikan Terapi Wicara.
Sesuai Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Penyusunan kurikulum program studi menjadi kewenangan
institusi pendidikan Terapi Wicara, sehingga dimungkinkan ada variasi
kurikulum untuk setiap institusi pendidikan Terapi Wicara, namun tetap
mengacu ke standar kompetensi profesi Terapi Wicara Hal ini dilakukan
agar adanya kesesuaian antara proses pembelajaran dengan kebutuhan
masyarakat dan diharapkan semua institusi menghasilkan lulusan yang
setara dalam penguasaan kompetensi.

2. Bagi Pengguna
Tersedianya acuan bagi institusi dan lembaga yang berwenang untuk
menyusun pengaturan kewenangan profesi Terapi Wicara, dengan
memperhatikan kompetensi detil dari tenaga Terapis Wicara. Manfaat lain
adalah memudahkan instansi yang berwenang mengatur batas
kewenangan, pengaturan hubungan antar tenaga kesehatan yang terkait
dengan terapis wicara dan recruitment tenaga terapis wicara.
3. Bagi Mahasiswa.
Standar Kompetensi Profesi Terapi Wicara dapat digunakan sebagai acuan
oleh mahasiswa untuk mengarahkan dirinya dalam mengikuti dan
menyelesaikan proses belajar karena sejak awal mahasiswa mengetahui
dan memahami serta menerapkan materi / kompetensi pendidikan terapi
wicara yang harus dikuasai di akhir pendidikan. Dengan demikian proses
pendidikan diharapkan dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

4. Bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Akreditasi


Nasional
Tersedianya Standar Kompetensi Profesi Terapi Wicara untuk dapat
dikembangkan lebih lanjut dan menjadi acuan atau kriteria pada akreditasi
program studi pendidikan Terapi Wicara.

5. Bagi Ikatan Terapis Wicara Indonesia (IKATWI)


Tersediannya Standar Kompetensi Profesi Terapi Wicara dapat digunakan
sebagai acuan dalam menyelenggarakan program pengembangan profesi
secara berkelanjutan.

6. Program Adaptasi bagi Lulusan Luar Negeri.


Tersedianya Standar Kompetensi Terapi Wicara dapat digunakan sebagai
acuan untuk menilai kompetensi Terapi Wicara lulusan luar negeri.
BAB II
SISTEMATIKA STANDAR KOMPETENSI TERAPI WICARA
INDONESIA

Area Kompetensi.
Standar Kompetensi Terapi Wicara Indonesia terdiri atas 7 (tujuh) area
kompetensi yang diturunkan dari gambaran tugas, peran, dan fungsi terapi wicara.
Setiap area kompetensi ditetapkan definisinya, yang disebut kompetensi inti.
Setiap area kompetensi dijabarkan menjadi beberapa komponen kompetensi, yang
dirinci lebih lanjut menjadi kemampuan yang diharapkan di akhir pendidikan.

Standar Kompetensi Profesi Terapi Wicara Indonesia ini dilengkapi dengan


Daftar Pokok Bahasan, Daftar Masalah, Daftar Gangguan dan Daftar
Keterampilan Praktik. Fungsi utama keempat daftar tersebut sebagai acuan bagi
institusi pendidikan Terapi Wicara dalam mengembangkan kurikulum
institusional.
Gambar 1 :
Skematis Susunan Standar Kompetensi Terapi Wicara Indonesia

Area Kompetensi

Kompetensi Inti

Komponen kompetensi

Kemampuan yang diharapkan


pada akhir pembelajaran

Lampiran

 Daftar pokok bahasan


 Daftar Masalah (Domain Pelayanan TW.)
 Daftar Gangguan
 Daftar keterampilan Klinis
 Untuk pencapaian kompetensi

Daftar Pokok Bahasan


Memuat pokok bahasan dalam proses pembelajaran untuk mencapai 7 area
kompetensi. Materi tersebut dapat diuraikan lebih lanjut sesuai bidang ilmu yang
terkait, dan dipetakan sesuai dengan struktur kurikulum masing-masing institusi.

Daftar Masalah
Berisikan berbagai masalah yang sering dijumpai dan dihadapi dalam pelayanan
oleh terapis wicara; misalnya masalah etika, disiplin, hukum, norma, budaya dan
aspek legal. Oleh karena itu, institusi pendidikan Terapi Wicara perlu memastikan
bahwa selama pendidikan, mahasiswa Terapi Wicara dipaparkan pada masalah-
masalah tersebut dan diberi kesempatan berlatih menanganinya.
Daftar Gangguan
berisikan domain bidang garap Terapi Wicara yaitu : (bahasa, bicara, suara,
irama/kelancaran dan menelan) dan dapat dirinci sebagai diagnosis, yaitu : (afasia
perkembangan, afasia dewasa, dimensia, disaudi, dislogia, dispraksia, disartria,
disglosia, dislalia, disfonia, adonia, gagap, klatering, latah, diafagia). pada setiap
gangguan (diagnosis) telah ditentukan tingkat kemampuan yang diharapkan
sehingga memudahkan bagi institusi pendidikan Terapi Wicara untuk memberikan
arah dalam mengidentifikasikan dan menentukan kedalaman, serta keluasan dari
materi kurikulum sesuai dengan jenjang pendidikan.

Gambar 2:
Domain Bidang Garap Terapi Wicara
Daftar Keterampilan Klinis,
Berisikan keterampilan klinis yang perlu dikuasai oleh terapis wicara Indonesia.
Pada setiap keterampilan telah ditentukan tingkat kemampuan yang diharapkan.
Daftar ini memudahkan institusi pendidikan Terapi Wicara untuk menentukan
materi, metode dan sarana-prasarana pembelajaran keterampilan klinis yang
sesuai.
Gambar 3.
Domain Pengetahuan dan Skill

A. SUPER-ORDINATE DOMAINS 0F
KNOWLEDGE AND SKILL REQUERED
BY A COMPETENCE

Speech and Language


Psychology
KNOWLEDGE Medicine
Education Policy
Client and Service Management

Therapeutic
Teaching
SKILL
Psychological
Client and Service Management

B. CORE-ATTITUDE BASE REQUIRED


BY A COMPETENT

Desire to Learn
Flexibility
Empathy
Positiveness
Profesionalism
Self-Awareness
Enthusiasm
BAB III
STANDAR KOMPETENSI TERAPI WICARA INDONESIA

A. Area Kompetensi
Area Kompetensi dibangun dengan fondasi yang terdiri atas profesionalitas
bernilai luhur, kesadaran diri dan pengembangan profesional, komunikasi
efektif dan ditunjang oleh pilar berupa Manajemen Informasi, landasan ilmiah
ilmu terapi wicara, keterampilan klinis, dan penngelolaan masalah kesehatan
dan/ atau gangguan bahasa, bicara, suara, irama/kelancara dan menelan
(Gambar 2). Oleh karena itu area kompetensi disusun dengan urutan sebagai
berikut informasi:
1. Profesionalitas bernilai luhur.
2. Kesadaran Diri dan pengembangan diri/ profesional.
3. Komunikasi efektif dan Terapeutik.
4. Manajemen/penggelolaan Informasi
5. Landasan Ilmiah Ilmu terapi wicara.
6. Keterampilan klinis.
7. Pengelolaan masalah kesehatan dan/atau gangguan bahasa, wicara dan
menelan.
Gambar 4 :
Pondasi dan Pilar Kompetensi

KOMPETENSI

kesehatan Bahasa, wicara


Landasan Ilmiah Ilmu
Manajemen Informasi

Keterampilan Praktik

Penyelesaian masalah
Terapi Wicara

dan menelan
KOMUNIKASI EFEKTIF
KESADARAN DIRI DAN
PENGEMBANGAN PROFESIONAL

PROFESIONALITAS BERNILAI LUHUR

Komponen Kompetensi
Area Profesionalitas bernilai luhur
1. BerkeTuhanan Yang Maha Esa / Yang Maha Kuasa
2. Disiplin, bermoral dan beretika.
3. Sadar dan taat hukum (norma yang berlaku).
4. Berwawasan sosial budaya.
5. Bersikap dan berperilaku professional.

Area Kesadaran Diri dan pengembangan profesional


1. Menerapkan mawas diri.
2. Menerapkan prinsip belajar sepanjang hayat.
3. Mengembangkan pengetahuan.
Area Komunikasi efektif dan Terapeutik
1. Berkomunikasi dengan klien dan keluarga.
2. Berkomunikasi dengan mitra kerja.
3. Berkomunikasi dengan masyarakat.

Area Manajemen Informasi


1. Mengakses dan menilai informasi dan pengetahuan.
2. Mendiseminasikan informasi dan pengetahuan secara efektif kepada
profesional kesehatan, klien, masyarakat dan pihak terkait untuk
peningkatan mutu pelayanan Terapi Wicara

Area Landasan Ilmiah Ilmu Terapi Wicara


Prinsip penyelesaian masalah kesehatan dengan pendekatan Ilmu Terapi
Wicara terdiri dari bidang ilmu :

Ilmu Lingustik
Ilmu lingustik dijadikan sebagai salah satu unsur ilmu terapi wicara. Kajian
yang disampaikan
1. perolehan bahasa
2. sosiolingustik
3. fonologi
4. morfo sintaksis
5. leksiko semantik
6. pragmatik
7. akustik fonetik

Behavioural Sciences
Behavioural Sciences dijadikan sebagai salah satu unsur yang membangun
keilmuan terapi wicara. Kajian yang disampaikan mengenai
1. psikologi kognitif
2. psikologi sosial
3. psikologi perkembangan dan life span
4. neuropsikologi
5. psikologi pendidikan

Biomedical Sciences
Ilmu Biomedik disampaikan mencakup proses biologis dalam produksi bahasa
dan bicara serta menelan yang terdiri
1. Anatomi fisiologi dan pathologi bahasa bicara serta menelan.
2. Aplikasi ilmu biomedis seperti pemeriksaan neurologi, otorhino-
laringologi, pediatrik, audiologi, penelitian dan perbaikan anomali
kraniofasial.

Ilmu Dasar (fondation) Terapi wicara


Pada bagian ini untuk mewadahi ilmu yang mencakup
1. statistik riset
2. metode penelitian

Area Keterampilan Klinis


1. Kemampuan dalam melakukan perolehan data
2. Kemampuan dalam melakukan pengolahan data
3. Kemampuan dalam menyusun rencana tindakan terapi
4. Kemampuan dalam memberi tindakan terapi
5. Kemampuan dalam melakukan evaluasi
6. Kemampuan dalam melakukan pendokumentasian
7. Kemampuan kolaborasi
8. Kemampuan dalam komunikasi interaktif dan teraupetik
Area Pengelolaan Masalah Kesehatan Bahasa dan Wicara serta Menelan
1. Melaksanakan promosi yang berkaitan dengan bahasa dan bicara serta
menelan pada individu, keluarga dan masyarakat.
2. Melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terjadinya masalah yang
berkaitan dengan bahasa dan wicara serta menelan pada individu, keluarga
dan masyarakat,
3. Melakukan penatalaksanaan masalah yang berkaitan dengan bahasa dan
wicara serta menelan pada individu, keluarga dan masyarakat.
4. Memberdayakan dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan, ahli lain
yang terkait serta masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan yang berkaitan dengan bahasa dan wicara serta menelan.
5. Mengelola sumber daya secara efektif, efisien dan berkesinambungan
dalam penyelesaian masalah yang berkaitan dengan bahasa, dan wicara
serta menelan.
6. Mengakses, menganalisis dan menerapkan kebijakan kesehatan spesifik
yang merupakan prioritas pada daerah masing-masing di Indonesia yang
berkaitan dengan gangguan bahasa, wicara, suara, irama kelancaran dan
menelan.

B. Penjabaran Kompetensi
1. Profesionalitas Bernilai Luhur
a. Kompetensi Inti
Mampu melaksanakan praktik terapi wicara yang profesional sesuai
dengan nilai dan prinsip ke-Tuhan-an, moral luhur, etika, disiplin,
hukum (norma) dan sosial budaya.
b. Lulusan Terapi Wicara mampu :
1) Berke-Tuhan-an Yang Maha Esa/Yang Maha Kuasa
a) Bersikap dan berperilaku sebagai insan yang berke-Tuhan-an
dalam praktik terapi wicara
b) Bersikap dan berperilaku serta komitmen dalam praktik terapi
wicara dengan upaya terbaik
2) Bermoral, beretika, dan berdisiplin
a) Bersikap dan berperilaku sesuai dengan standar nilai moral
yang luhur dalam praktik terapi wicara.
b) Bersikap sesuai dengan prinsip dasar etika terapi wicara dan
kode etik terapi wicara Indonesia.
c) Mampu mengambil keputusan terhadap permasalahan etika
yang terjadi pada pelayanan terapi wicara yang berkaitan
dengan bahasa, wicara dan menelan pada individu, keluarga
dan masyarakat.
d) Bersikap disiplin dalam menjalankan praktik terapi wicara
maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
3) Sadar dan taat hukum (norma)
a) Mengidentifikasi masalah hukum (norma) dalam pelayanan
terapi wicara dan memberikan saran untuk pemecahannya.
b) Menyadari batas tanggung jawab terapis wicara dalam hukum
(norma) dan ketertiban masyarakat.
c) Taat terhadap perundang-undangan dan aturan yang berlaku.
d) Membantu penegakkan hukum serta keadilan.
4) Berwawasan sosial budaya
a) Mengenali sosial-budaya-ekonomi masyarakat yang dilayani.
b) Menghargai perbedaan persepsi yang dipengaruhi oleh agama,
usia, gender, etnis, difabilitas, dan sosial-budaya-ekonomi
dalam menjalankan praktik terapi wicara dan bermasyarakat.
c) Menghargai dan melindungi kelompok rentan.
d) Menghargai upaya kesehatan sesuaim aturan yang berlaku.
5) Berperilaku profesional
a) Accountability (akuntabilitas).
b) Altruism (mengutamakan kepentingan klien di atas kepentingan
pribadi).
c) Compassion/caring (kasih sayang/peduli).
d) Cultural Competence (Kompetensi yang berbudaya)
e) Ethical Behaviour (berperilaku sesuai etika).
f) Integrity (integritas).
g) Personal; Professional Development (pengembangan diri).
h) Professional Duty (tugas profesional).
i) Social Responsibility and Advocacy (Tanggung Jawab Sosial
dan Advokasi).
j) Teamwork (bekerjasama) baik intra-interprofesional dalam
team pelayanan ksehatan yang berkaitan dengan terapi wicara
demi keselamatan klien.
k) Melaksanakan upaya pelayanan kesehatan yang berkaitan
dengan bahasa dan wicara serta menelan dalam kerangka
sistem kesehatan nasional dan global

2. Kesadaran Diri dan Pengembangan Diri/Profesional


a. Kompetensi Inti
Mampu melakukan praktik Terapi Wicara dengan menyadari
keterbatasan, mengatasi masalah personal, mengembangkan diri
dengan mengikuti penyegaran dan peningkatan pengetahuan secara
berkesinambungan serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi
demi keselamatan klien.
b. Lulusan Terapi Wicara mampu :
1) Menerapkan kesadaran diri
a) Mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisik, psikis,
sosial dan budaya diri sendiri.
b) Tanggap terhadap tantangan profesi.
c) Memahami dan menyadari perlunya kolaborasi dengan profesi
kesehatan lain
d) Menyadari keterbatasan kemampuan diri dan merujuk kepada
yang lebih mampu.
e) Menerima dan merespons secara positif umpan balik dari pihak
lain untuk pengembangan diri.
2) Mempraktikkan belajar sepanjang hayat
a) Menyadari kinerja profesionalitas dan mengidentifikasi diri
terhadap kebutuhan belajar untuk mengatasi
kekurangan/kelemahan.
b) Berperan aktif dalam upaya pengembangan profesi.

3) Mengembangkan pengetahuan baru


Melakukan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan masalah terapi
wicara pada individu, keluarga dan masyarakat serta
mendiseminasikan hasilnya.
a) Memiliki pengetahuan tentang metodologi penelitian
bervariasi.
b) Mengidentifikasi pertanyaan yang timbul dari praktik yang
dapat berfungsi sebagai stimulus untuk penelitian masa depan.
c) Memanfaatkan informasi dari literatur penelitian.
d) Berkontribusi dalam praktik profesional melalui penelitian
(misalnya menyajikan sebuah studi kasus tunggal, literatur
review, presentasi poster dll).

3. Komunikasi efektif dan Terapeutik


a. Kompetensi Inti
Mampu menggali dan bertukar informasi secara verbal dan non-verbal
dengan klien pada semua usia, anggota keluarga, masyarakat, kolega,
dan profesi lain.
b. Lulusan Terapi Wicara mampu
1) Berkomunikasi dengan klien dan keluarganya.
a) Membangun hubungan melalui komunikasi verbal dan
nonverbal.
b) Berempati secara verbal dan nonverbal.
c) Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun dan
mudahdipahami/dimengertioleh lawan bicaranya.
d) Mendengarkan dengan aktif untuk menggali permasalahanyang
terkait dengan bahasa, dan wicara serta menelan secara holistik
dan komprehensif.
e) Menyampaikan informasi yang terkaitdengan bahasa, dan
wicara serta menelan (termasuk berita buruk, informed consent)
dan melakukan konseling dengan cara yang santun, baik dan
benar.
f) Menunjukkan kepekaan terhadap aspek biopsikososiokultural
dan spiritual klien dan keluarga.
g) Mendokumentasikan aktifitas praktik dengan menggunakan
standar data yang diterima secara nasional dan / atau
internasional sehingga data berguna tidak hanya untuk
pelayanan klinis, tetapi juga penelitian, administrasi dan
statistik.
2) Berkomunikasi dengan mitra kerja (sejawat dan profesi lain)
a) Melakukan tatalaksana konsultasi dan rujukan yang baik dan
benar.
b) Membangun komunikasi interprofesional dalam pelayanan
terapi wicara
c) Memberikan informasi yang sebenarnya dan relevan kepada
penegak hukum, perusahaan asuransi kesehatan, media massa
dan pihak lainnya jika diperlukan.
d) Mempresentasikan informasi ilmiah secara efektif dan efesien.
e) Memberikan bimbingan bagi mahasiswa dan rekan dengan
menggunakan berbagai keterampilan komunikasi.

3) Berkomunikasi dengan masyarakat


a) Melakukan komunikasi dengan masyarakat dalam rangka
mengidentifikasi masalah kesehatan yang berkaitan dengan
terapi wicara dan memecahkannya bersama-sama.
b) Melakukan advokasi dengan pihak terkait dalam rangka
pemecahan masalah kesehatan yang berkaitan dengan bahasa,
dan wicara, serta menelan pada individu, keluarga dan
masyarakat.

4. Manajemen Informasi
a. Kompetensi Inti
Mampu memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi
kesehatan yang berkaitan dengan terapi wicara dalam praktik.
b. Lulusan Terapi Wicara mampu
1) Mengakses dan menilai informasi dan pengetahuan
a) Memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi
kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan terapi wicara.
b) Memanfaatkan keterampilan pengelolaan informasi kesehatan
yang berkaitan dengan terapi wicara untuk dapat belajar
sepanjang hayat.
2) Mendiseminasikan informasi dan pengetahuan secara efektif
kepada profesi tenaga kesehatan lain, klien, masyarakat dan pihak
terkait untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang
berkaitan dengan terapi wicara.
a) Memanfaatkan keterampilan pengelolaan informasi untuk
diseminasi informasi dalam bidang kesehatan yang berkaitan
dengan terapi wicara.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Terapi Wicara
a. Kompetensi Inti
Mampu menyelesaikan masalah kesehatan yang berkaitan dengan
terapi wicara serta berdasarkan landasan ilmiah ilmu Terapi Wicara
dan kesehatan terkini / mutakir untuk mendapat hasil optimum.
b. Lulusan Terapis Wicara Mampu
Menerapkan ilmu bahasa, dan wicara serta menelan, Linguistic
Sciences, Biomedical Sciences, Fondation Scienc berkaitan dengan
terapi wicara secara holistik dan komprehensif.

6. Keterampilan Klinis.
a. Kompetensi Inti
Mampu melakukan tatalaksana pelayanan terapi wicara yang berkaitan
dengan masalah bahasa, bicara (artikulasi, suara, irama/ kelancaran)
dan menelan serta tindakan pelayanannya dengan menerapkan prinsip
keselamatan klien, keselamatan diri sendiri, dan keselamatan orang
lain.
b. Lulusan Terapi Wicara mampu
1) Melakukan tatalaksana pelayanan di bidang Terapi Wicara.
a) Melakukan pengkajian pada klien.
b) Melakukan tindakan terapi wicara.
c) Melakukan evaluasi tindakan terapi wicara
d) Melakukan rekomendasi dan tindak lanjut pelayanan.
2) Melakukan prosedur penanganan masalah kesehatan yang
berkaitan dengan terapi wicara secara holistik dan komprehensif
a) Melakukan edukasi dan konseling.
b) Melaksanakan promosi untuk meningkatkan kualitas hidup,
hidup mandirl, kreatif dan kemampuan belajar
denganmemberikan informasi mengenai promosi kesehatan,
gangguan bahasa-wicara, menelan, penurunan nilai,
keterbatasan aktivitas, pembatasan partisipasi dan risiko
kesehatanberkaitan dengan usia, jenis kelamin, budaya dan
gaya hidup dalam lingkup praktik terapi wicara pada individu,
keluarga, masyarakat.
c) Skrening untuk menentukan normal atau ada gangguan pada
bahasa, dan wicara serta menelan
d) Melakukan tindakan preventif terhadap gangguan kesehatan
yang berkaitan dengan bahasa, bicara, suara, irama kelancaran
dan menelan.
e) Memforrmulasikan diagnosis Terapi Wicara dengan
menggunakan penalaran dalam proses klinik yang
menghasilkan identifikasi baik faktual maupun potensial
terjadinya kecacatan atau kelemahan (impairment),
keterbatasan aktivitas (activity limitations), hambatan
partisipasi (participation restrictions)dan faktor lingkungan,
faktor kebutuhan klien.
f) MemperkirakanPrognosis, apa yang akan terjadi terhadap
gangguan bahasa, wicara dan menelan untuk mengidentifikasi
strategi tindakan terapi wicara yang paling paling efektif dan
efesien untuk klien.
g) Mengelola dan menentukan indikasi rujukan ke profesi lain
yang terkait.
h) Menyusun dan mengelola rencana tindakan terapi wicara yang
aman, nyaman, efektif dan efesien bagi kebutuhan klien.
i) Melakukan tindakan re/habilitative terapi wicara :
 Menggunakan integrasi bukti yang valid untuk
menginformasikan praktik dan memastikan bahwa
layanandan tindakan terapi wicara yang diberikan kepada
klien, wali merekadan masyarakat didasarkan pada bukti
terbaik yang tersedia, dengan keyakinan pertimbangan
nilai-nilai dan konteks budaya lingkungan.
 Menggunakan teknologi informasi untuk akses sumber
informasi untuk mendukung keputusan praktik dan tidak
menggunakan teknik dan teknologi yang telahterbukti tidak
efektif, efesien atau tidak aman.
 Tujuanhasil tindakan pelyanan dapat diukur, terkait dengan
rencana, sumber daya yang tersedia..
 Pendekatan spiral kosentris, kultur budaya, (norma),
standar kompetansi, kode etik, profesional, kebijakan
administratif dan prosedur di lingkungan praktik terhadap
gangguan bahasa, dan wicara sertamenelan yang
berhubungan dengan hukum.
 Menentukan durasi dan frekuensi sarana-prasarana tindakan
terapi wicara, diharapkan untuk mencapatujuan dan hasil
pelayanan.
 Menggunakan teknologi informasi untuk akses sumber
informasi untuk mendukung keputusan praktik dan tidak
menggunakan teknik/metode dan teknologi yang
telahterbukti tidak efektif, efesien atau tidak aman.
j) Melakukan prosedur proteksi terhadap hal yang dapat
membahayakandiri sendiri dan orang lain.
k) Melakukan tindakan pada kedaruratan terapi wicara dengan
menera
l) Melakukan evaluasi hasil tindakan terapi wicara (Re-evaluasi)
 Memeriksa kembali klien di seluruh episode tindakan
pelayanan terapi wicara untukmengevaluasi efektivitas
antara tindakan dan hasil pelayanan yang telah diberikan.
 Menggunakan instrumen yang valid dan reliabel untuk
mengukur hasil, jika tersedia.
 Mengevaluasi dan merekam hasil-hasil pada akhir episode
tindakanterapi wicara.
 Pengakhiran /discharge:
 Mampu mengidentifikasi tanda tanda terminasi tindakan.
 Mampu merencanakan, mempersiapkan dan melaksanakan
terminasi tindakan.

7. Pengelolaan Masalah bahasa, wicara dan menelan


a. Kompetensi Inti
Mampu mengelola masalah yang berkaitan dengan bahasa, bicara,
suara, irama/kelancaran dan menelan pada individu, keluarga maupun
masyarakat secara komprehensif, holistik, terpadu dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.
b. Lulusan Terapi Wicara mampu
1) Melaksanakan promosi kesehatanyang berkaitan dengan bahasa,
bicara, suara, irama/kelancaran dan menelan pada individu,
keluarga dan masyarakat
a) Mengidentifikasi kebutuhan perubahan pola pikir, sikap dan
perilaku, serta modifikasi gaya hidup untuk promosi kesehatan
yang berkaitan dengankemampuan bahasa, bicara, suata.
Irama/kelancaran dan menelan pada berbagai kelompok umur,
masyarakat, jenis kelamin, etnis, dan budaya.
b) Merencanakan dan melaksanakan pendidikan kesehatanyang
berkaitan dengan bahasa, bicara, suara, irama/kelancaran dan
menelan dalam rangka promosi kesehatan di tingkat individu,
keluarga, dan masyarakat
2) Melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terjadinya masalah
kesehatan yang berkitandengan bahasa, bicara, suara,
irama/kelancaran dan menelan pada individu, keluarga dan
masyarakat.
a) Melakukan pencegahan timbulnya masalah kesehatanyang
berkaitan dengan bahasa, bicara, suara, irama/kelancaran dan
menelan. Melakukan kegiatan penapisan faktor risiko penyakit
laten untuk mencegah dan memperlambat timbulnya gangguan
yang berkaitan dengan bahasa, bicara, suara, irama/kelancaran
dan menelan.
b) Melakukan deteksi dini terhadap masalah gangguan kesehatan
yang berkaitan dengan bahasa, bicara, suara, irama/kelancaran
dan menelan.
3) Melakukan penatalaksanaan penanganan masalah kesehatanyang
berkaitan dengan bahasan, bicara, suara, irama/kelancaran dan
menelan pada individu, keluarga dan masyarakat
a) Menginterpretasi perolehan data hasil dari auto-, allo- dan
hetero-anamnesis, melalui wawan cara, pengamatan, tes, studi
dokumentasi (laporan ahli) dan pengolahan data (analisa) lalu
dirumuskan untuk menegakan diagnosis praktik (ICD) dan
fungsional (ICF)
b) Menginterpretasi datakesehatan yang berkaitan denganbahasa,
bicara, suara, irama/kelencran dan menelan keluarga, dalam
rangka mengidentifikasi masalah kesehatan keluarga
c) Menginterpretasi data kesehatan masyarakat dalam rangka
mengidentifikasi dan merumuskan diagnosis gangguan
bahasan, wicara dan menelan pada komunitas
d) Memilih dan menerapkan strategi penatalaksanaan yang paling
tepat berdasarkan prinsip kendali mutu, biaya, dan berbasis
bukti.
e) Mengelola masalahpada gangguan bahasan, wicara dan
menelan secara mandiri dan bertanggung jawab (lihat Daftar
Pokok Bahasan dan Daftar Gangguan masalah pada gangguan
bahasan, wicara dan menelan dengan memperhatikan prinsip
keselamatan klien.
f) Mengkonsultasikan dan/atau merujuk sesuai dengan standar
pelayanan yang berlaku (lihat Daftar Gangguan bahasan,
wicara dan menelan)
g) Membuat surat keterangan seperti surat keterangan sakit/ sehat,
yang berkaitan dengan bahasan, wicara dan menelan sesuai
kewenangannya
h) Menulis program latihan dan alat bantu terapi secara bijak dan
rasional (tepat indikasi, cara pemberian, serta sesuai kondisi
klien), jelas, lengkap, dan dapat dibaca.
i) Mengidentifikasi berbagai indikator keberhasilan tindakan
terapi wicara (habilitasi/rehabilitasi), memonitor
perkembangannya, memperbaiki, dan mengubah tindak
habilitasi/rehabilitasi dengan tepat.
j) Memperkirakan prognosis masalah gangguan bahasan, wicara
dan menelan pada individu, keluarga, dan masyarakat
k) Melakukan rehabilitasi peran, fungsi dan komunikasi (social)
pada individu, keluarga, dan masyarakat
l) Menerapkan prinsip-prinsip epidemiologi dalam mengelola
masalah kesehatan terkait dengan bahasa, bicara, suara,
irama/kelancaran dan menelan.
m) Membantu tatalaksana pelayanan pada keadaan wabah dan
bencana mulai dari identifikasi masalah hingga rehabilitasi
komunitas.
4) Memberdayakan dan berkolaborasi dengan masyarakat dalam
upaya meningkatkan derajat kesehatan yang berkaitan dengan
bahasa, bicara, suara, irama/kelancaran dan menelan.
a) Memberdayakan dan berkolaborasi dengan masyarakat agar
mampu mengidentifikasi masalah kesehatan yang berkaitan
dengangangguanbahasan, bicara, suara, irama/kelancaran dan
menelan baik aktual maupun potensial terjadi serta
mengatasinya bersama-sama.
b) Bekerja sama dengan profesi dan sektor lain dalam rangka
pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi
masalahkesehatanyangberkaitan dengan bahasan, bicara, suara,
irama/kelancaran dan menelan.
5) Mengelola sumber daya secara efektif, efisien dan
berkesinambungan dalam penyelesaian masalah kesehatanyang
berkaitan dengan gangguan bahasan, bicara, suara,
irama/kelancaran dan menelan.
a) Mengelola sumber daya manusia, keuangan, sarana, dan
prasarana secara efektif dan efisien
b) Menerapkan manajemen mutu terpadu dalam pelayanan
kesehatan primer
c) Menerapkan manajemen dan institusi layanan kesehatan serta
kesejahteraan social yang berkaitan dengan bahasa, bicara,
suara, irama/kelancaran dan menelan.
6) Mengakses dan menganalisis serta menerapkan kebijakan masalah
kesehatan spesifik yang merupakan prioritas daerah masing-masing
di Indonesia khususnya yang berkaitan dengangangguan bahasan,
bicara, suara, irama/kelancaran dan menelan serta menggambarkan
bagaimana pilihan kebijakan dapat mempengaruhi program
kesehatan masyarakat dan kesejahteraan sosial dari aspek finansial,
administrasi, hukum, etika, sosial, dan politik.
BAB IV
PENUTUP

Dalam melaksanakan p r a k t i k pelayanan Terapi Wicara, terapis wicara


Indonesia harus memiliki kompetensi sesuai dengan standar kompetensi Terapi
Wicara Indonesia yang telah ditetapkan. Standar kompetensi Terapi Wicara
tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menyusun kurikulum
pendidikan Terapi Wicara dan menjalankan praktik Terapi Wicara sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
Lampiran 1

Daftar Pokok Bahasan

STANDAR KOMPETENSI TERAPI WICARA INDONESIA


DAFTAR POKOK BAHASAN

Pendahuluan
Salah satu tantangan terbesar bagi institusi pendidikan Terapi Wicara dalam
melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah menerjemahkan standar
kompetensi ke dalam bentuk bahan atau tema pendidikan dan pengajaran. Daftar
Pokok Bahasan ini disusun berdasarkan masukan dari pemangku kepentingan
yang kemudian dianalisis dan divalidasi menggunakan metode focus group
discussion (FGD) dan nominal group technique (NGT) bersama dengan kolegium
Terapi Wicara, Asosiasi Pendidikan Terapi Wicara (APTIWI), Organisasi Profesi
(IKATWI), dan Pengguna Layanan terapi Wicara (institusi terkait).

Tujuan
Daftar Pokok Bahasan ini ditujukan untuk membantu Institusi Pendidikan Terapi
Wicara dalam menyusun kurikulum, dan bukan untuk membatasi bahan atau tema
pendidikan dan pembelajaran.

Sistematika
Daftar Pokok Bahasan ini disusun berdasarkan masing-masing area kompetensi
1. Area Kompetensi 1: Profesionalitas Bernilai Luhur
1.1. Pancasila dan kewarganegaraan dalam konteks sistem pelayanan kesehatan.
1.2. Agama sebagai nilai moral yang menentukan sikap dan perilaku manusia.
1.3. Aspek agama dalam praktik Terapi Wicara.
1.4. Terapi Wicara sebagai bagian Sistem Kesehatan Nasional.
1.5. Pluralisme keberagamaan sebagai nilai sosial di masyarakat dan toleransi.
1.6. Konsep masyarakat (termasuk klien) mengenai sehat dan sakit.
1.7. Aspek-aspek sosial dan budaya masyarakat terkait dengan pelayanan Terapi
Wicara (logiko sosio budaya).
1.8. Hak, kewajiban, dan tanggung jawab manusia terkait bidang kesehatan.
1.9. Pengertian bioetika dan etika Terapi Wicara (misalnya pengenalan teori-
teori bioetika, filsafat Terapi Wicara, prinsip-prinsip etika terapan, etika
klinik).
1.10. Kaidah Dasar Moral dalam praktik Terapi Wicara.
1.11. Teori-teori pemecahan kasus-kasus etika dalam pelayanan Terapi Wicara.
1.12. Penjelasan mengenai hubungan antara hukum dan etika (persamaan dan
perbedaan).
1.13. Prinsip-prinsip dan logika hukum dalam pelayanan kesehatan.
1.14. Peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lain di bawahnya
yang terkait dengan praktik Terapi Wicara.
1.15. Alternatif penyelesaian masalah sengketa hukum dalam pelayanan Terapi
Wicara
1.16. Permasalahan etikomedikolegal dalam pelayanan kesehatan pada umumnya
dan terapi wicara pada khususnyasertacara pemecahannya.
1.17. Hak dan kewajiban Terapi Wicara.
1.18. Profesionalisme Terapi Wicara (sebagai bentuk kontrak sosial, pengenalan
terhadap karakter profesional, kerja sama tim, hubungan interprofesional
Terapi Wicara dengan tenaga kesehatan yang lain).
1.19. Penyelenggaraan praktik Terapi Wicara yang baik di Indonesia (termasuk
aspek kedisiplinan profesi, integritas, komitmen).
1.20. Terapi Wicara sebagai bagian dari masyarakat umum dan masyarakat
profesi (IKATWI dan organisasi profesi lain yang berkaitan dengan profesi
Terapi Wicara).

2. Area Kompetensi 2 : Kesadaran Diri dan Pengembangan Diri/Profesional


2.1. Prinsip pembelajaran orang dewasa (adult learning).
a. Belajar mandiri.
b. Berpikir kritis.
c. Umpan balik konstruktif.
d. Refleksi diri.
2.2. Dasar-dasar keterampilan belajar.
a. Pengenalan gaya belajar (learning style).
b. Pencarian literatur (literature searching).
c. Penelusuran sumber belajar secara kritis.
d. Mendengar aktif (active listening).
e. Membaca efektif (effective reading).
f. Konsentrasi dan memori (concentration and memory).
g. Manajemen waktu (time management).
h. Membuat catatan kuliah (note taking).
i. Persiapan ujian (test preparation).
2.3. Problem based learning.
2.4. Problem solving
2.5. Metodologi penelitian dan statistika.
a. Konsep dasar penulisan proposal dan hasil penelitian.
b. Konsep dasar pengukuran.
c. Konsep dasar disain penelitian.
d. Konsep dasar uji hipotesis dan statistik inferensial.
e. Telaah kritis.
f. Prinsip-prinsip presentasi dan diseminasi.

3. Area Kompetensi 3: Komunikasi Efektif dan teraupetik


3.1. Penggunaan bahasa yang baik, benar, dan mudah dipahami/dimengerti.
3.2. Prinsip komunikasi dalam pelayanan kesehatan.
a. Metode komunikasi oral/lisan dan tertulis, yang efektif.
b. Metode memberikan situasi nyaman dan kondusif dalam berkomunikasi
efektif.
c. Metode untuk mendorong klien agar memberikan informasi dengan
sukarela.
d. Metode melakukan pengkajian (perolehan & pengolahan data) secara
sistematis.
e. Metode untuk mengidentifikasi tujuan klien berkonsultasi.
f. Melingkupi biopsikososiokultural spiritual.
3.3. Elemen komunikasi efektif.
a. Komunikasi intrapersonal, interpersonal dan komunikasi masa.
b. Gaya dalam berkomunikasi.
c. Bahasa tubuh, kontak mata, cara dan kejelasan berbicara, tempo
berbicara, tone suara, jarak, posisi, kata dan rangkaian kata yang
digunakan atau yang dihindari.
d. Keterampilan untuk mendengarkan aktif dan baik.
e. Teknik fasilitasi pada situasi yang sulit, misalnya kliien marah, sedih,
takut atau kondisi khusus.
f. Teknik negosiasi, persuasi, dan motivasi.
3.4. Komunikasi lintas budaya dan keberagaman (transkultural)
a. Perilaku yang tidak merendahkan atau menyalahkan klien dan keluarga,
bersikap sabar, penuh kasih sayang dan sensitif terhadap budaya.
b. Penggunaan bahasa daerah, dialek dan idialek bahasa pada fungsi
komunikasi
3.5. Kaidah penulisan dan laporan ilmiah.

4. Area Kompetensi 4: Manajemen Informasi.


4.1. Teknik keterampilan dasar pengelolaan informasi.
4.2. Metode riset dan aplikasi statistik untuk menilai kesahihan informasi ilmiah.
4.3. Keterampilan pemanfaatan evidence-based practice (EBP.)
4.4. Teknik pengisian dokumentasi Terapi Wicara untuk meningkatkan mutu
pelayanan.
4.5. Teknik diseminasi informasi dalam bidang Terapi Wicara baik lisan maupun
tulisan dengan menggunakan media yang sesuai
5. Area Kompetensi 5: Landasan Ilmiah Ilmu Terapi Wicara
5.1 Struktur dan fungsi
a. Struktur dan fungsi pada tingkat muskular, selular, jaringan, dan organ
b. Prinsip homeostasis
c. Koordinasi regulasi fungsi antarorgan atau sistem:
5.2 Penyebab Gangguan bahasa, wicara dan menelan.
a. Genetik
b. Metabolisme
c. Sistem keseimbangan
d. Sensasi (penglihatan, pendengaran, taktail propriosepstif)
e. Persepsi
f. Proses maturasi (lateralisasi)
g. Lingkungan: biologis, fisik, dan kimia, pengkayaan
h. Kasih sayang
i. Endokrin
j. Psikologi dan perilaku
k. Nutrisi (gizi)
l. Degeneratif
m. Motorik (kasar, halus, refleks, tonus, program)
n. Atensi (perhatian)
o. Memori (ingatan)
p. Sistem limbik
5.3 Patofisiologi Gangguan gerak dan fungsi.
d. Trauma kapitis
e. Inflamasi
f. Infeksi otak
g. Respons imun
h. Gangguan hemodinamik (iskemik, infark, thrombosis, syok)
i. Proses penyembuhan (tissue repair and healing)
j. Neoplasia
k. Kelainan genetic
l. gangguan metabolic
m. Gangguan endokrin
n. Nutrisi, lingkungan, dan gaya hidup
5.4 Etika Terapi Wicara
5.5 Prinsip hukum kesehatan
5.6 Prinsip-prinsip pelayanan kesehatan (primer dan rujukan)
5.7 Prinsip-prinsip pencegahan gangguan bahasa, wicara dan menelan.
5.8 Prinsip-prinsip pendekatan Terapi Wicara keluarga
5.9 Mutu pelayanan Terapi Wicara
5.10 Prinsip pendekatan sosio-budaya

6. Area Kompetensi 6: Keterampilan Praktik


6.1. Prinsip dan keterampilan Pengkajian (perolehan data & pengolahan data)
6.2. Prinsip dan keterampilan pemeriksaan bahawa, wicara, suara, irama/
kelancaran dan menelan.
6.3. Prinsip pemeriksaan penunjang
6.4. Prinsip keterampilan terapeutik (lihat daftar keterampilan klinik)
6.5. Prinsip kewaspadaan standar (standard precaution)
6.6. Prinsip kedaruratan klinik / praktik di bidang Terapi Wicara.

7. Area Kompetensi 7: Pengelolaan Masalah Bahasa, Wicara dan Menelan


7.1. Prinsip dasar praktik Terapi Wicara.
a. Pendokumentasian informasi medik dan nonmedik
b. Prinsip dasar berbagai pemeriksaan penunjang diagnostic antara lain :
pendengaran, radiodiagnostik, tes psikologi
c. Argumentasi klinik (Clinical reasoning)
d. Prinsip keselamatan klien
e. Pengertian dan prinsip evidence based practice
f. Critical appraisal dalam proses pelaksanaan pelayana terapi wicara
g. Habilitasi dan Rehabilitasi.
7.2. Kebijakan dan manajemen kesehatan yang berkaitan dengan bahasa, bicara,
suara, irama kelancaran dan menelan
7.3. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
7.4. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) termasuk sistem rujukan
7.5. Pembiayaan kesehatan
7.6. Penjaminan mutu pelayanan kesehatan (terapi wicara)
7.7. Pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan bahasa, bicara, suara, irama
kelancaran dan menelan.
7.8. Promosi kesehatan yang berkaitan dengan terapi wicara.
7.9. Konsultasi dan konseling
7.10. Faktor risiko masalah kesehatan yang berkaitan dengan bahasa, bicara,
suara, irama/kelancaran dan menelan.
7.11. Epidemiologi
7.12. Faktor risiko penyakit
7.13. Surveilans
7.14. Statistik kesehatan yang berkaitan dengan terapi wicara
7.15. Prinsip pelayanan kesehatan primer dan berbagai tempat layanan.
7.16. Prinsip keselamatan klien (patient safety)
7.17. Prinsip interprofesionalisme dalam pendidikan Terapi Wicara.
7.18. Jaminan atau asuransi kesehatan masyarakat.
7.19. Pelayanan kepada klien melalui akses langsung.
7.20. Indikator kinerja dan ukuran hasil.
7.21. Faktor-faktor sosial dan ekonomi yang berdampak pada bahasa, wicara dan
menelan dan pemberian layanannya.
Lampiran 2

Daftar Masalah

Dalam melaksanakan praktik Terapi wicara, Terapis Wicara bekerja berdasarkan


keluhan atau masalahyang ada pada diri klien, kemudian dilanjutkan dengan
penerapan tatalaksana pelayanan terapi wicara antara lain : penelusuran riwayat
gangguan bahasa, bicara, suara, irama/kelancaran dan menelan, melalui skrining,
pengkajian fisik, psikis, karakteristik klien, keluarga dan lingkungannya serta
pemeriksaan penunjang (ahli lain yang terkait). Diteruskan dengan memvalidasi,
menganalisa, penegakan diagnosis, prognosis; tindakan terapi wicara
(perencanaan, tindkan dan evaluasi), rekomendasi dan tindak lanjut, dalam rangka
penyelesaian masalah tersebut.
TATA LAKSANA PELAYANAN
Rujukan
TERAPI WICARA SKRINING
Dikembalikan
Mandiri
Tidak Ada
Ada Gangguan
Edukasi Gangguan

PENGKAJIAN TINDAKAN TERAPI WICARA Rekomendasi &


Tindak Lanjut

• Terapi Selesai
PEROLEHAN DATA PENGOLAHAN DATA PERENCANAAN TINDAKAN
EVALUASI • Terapi Dirujuk

• Wawancara • Validasi data • Tujuan program • Tujuan - program Berhubungan • Terapi Dihentikan
- Checklis • Pengelompokkan - Panjang • Metode terapi dengan
- Format tanya • Analisa data - Pendek • Alat terapi • Perolehan data
jawab • Perumusan/ - Harian • Langkah terapi • Pengolahan data
- Format daftar Penentuan diagnosis • Materi terapi • Evaluasi • Perencanaan
pertanyaan • Prognosis • Metode terapi • Advis • Tindakan
• Pengamatan - Nama • Ringkasan akhir
• Tes - Langkah-langkah
• Studi dokumentasi • Alat terapi
• Rencana terapi
- Durasi
- Frekuensi
• Rencana evaluasi

Dalam melaksanakan semua kegiatan tersebut, Terapis Wicara harus


memperhatikan kondisi klien secara holistik dan komprehensif, juga menjunjung
tinggi profesionalisme serta etika profesi di atas kepentingan/keuntungan pribadi.
Selama pendidikan, mahasiswa perlu dipaparkan pada berbagai masalah, keluhan/
gejala tersebut, serta dilatih cara menanganinya Setiap institus pendidikan harus
menyadari bahwa masalah dalam pelayanan Terapi Wicara tidak hanya bersumber
dari klien atau masyarakat, tetapi juga dapat bersumber dari pribaditerapis wicara
sendiri. Perspektif ini penting sebagai bahan pembelajaran dalam rangka
membentuk karakter terapis wicara Indonesia yang baik.

Tujuan
Daftar Masalah ini disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan bagi institusi
pendidikan terapi Wicara dalam menyiapkan sumber daya yang berkaitan dengan
kasus dan permasalahan gangguan bahasa, bicara, suara, irama/kelancaran dan
menelan sebagai sumber pembelajaran mahasiswa.

Sistematika
Daftar Masalah ini terdiri atas 2 bagian sebagai berikut:

Bagian I memuat daftar masalah/gejala/keluhanyang berkaitan dengan bahasa,


bicara, suara, irama/kelancaran dan menelan baik aktual maupun potensial pada
individu dan masyarakat yang banyak dijumpai dan merupakan alasan utama yang
sering menyebabkan pasien/klien datang menemui terapis wicara.

Daftar Masalah Individu.

KELUHAN UMUM
1 Anak kalau diajak bicara tidak memperhatikan muka lawan bicara (cuek)
2 Kalau meminta sesuatu selalu menarik tangan orang didekatnya
3 Perkembangan bahasa anak di bawah umur kronologis secara nyata.
4 Bayi belum dapat menggoceh (babbling)
5 Anak terlambat memahami kosa kata dibandingkan anak lain seusianya
6 Bicara anak tidak dapat dimengerti/dipahami oleh orang tuanya
7 Kemampuan artikulasi anak yang masih belum jelas dibandingkan anak
seusianya
8 Kesulitan untuk mengutarakan dan/atau mengerti bicara orang lain

9 Kualitas suara terdengar nasal


10 Anak laki-laki yang memiliki nada suaranya seperti seorang perempuan
11 Kualitas suara serak
12 Anak pada saat berbicara selalu pengulangan kata dan perpanjangan bunyi
13 Kecepatan bicara yang sangat cepat / sangat lambat dibandingkan standar
usianya
14 Bicara latah
15 Kesulitan menelan bolus / air

KELUHAN UMUM
A Gangguan Sensorik
1 Gangguan Penglihatan (sensasi, persepsi)
2 Gangguan Pendengaran (sensasi, persepsi)
3 Gangguan Taktail-Proprioseptif (sensasi, persepsi)
B Gangguan Motorik
1 Gangguan Keseimbangan
2 Gangguan arah gerak
3 Gangguan Kekuatan gerak
4 Gangguan Tonus otot
5 Gangguan Refleks (refleks primitif)
6 Gangguan Koordinasi gerak
7 Gangguan Saraf Kranial (otot-otot pernafasan, pita suara, artikulasi)
C Gangguan Fungsi Luhur
1 Gangguan Visuospasial
2 Gangguan Kalkulasi
3 Gangguan Atensi
4 Gangguan Memori
5 Gangguan Emosi
6 Gangguan Perilaku
7 Gangguan Bahasa-Wicara
1. Gangguan Bahasa Reseptif
2. Gangguan Bahasa Espresif
3. Gangguan Komponen Bahasa
- Semantik (isi)
- Bentuk (fonologi, morfologi, sintaks)
- Pragmatik
4. Gangguan Berbicara
- Gangguan artikulasi
 Gangguan Point of Articulation
 Gangguan Manner of Articulation
- Gangguan Suara
 Afonia
KELUHAN UMUM
 Disfonia
- Nada
- Kwalitas
- Kenyaringan
- Gangguan Irama/Kelancaran
 Gagap
 Klater
 Latah
5. Gangguan Menelan
- Fase oral
- Fase Faringeal
- Fase Esofageal

Bagian II : berisikan daftar masalah yang seringkali dihadapi Terapis Wicara,


terkait dengan profesinya, misalnya masalah etika, disiplin, hukum, dan aspek
medikolegal yang sering dihadapi dalam melakukan tindakan pelayanan.

Daftar masalah Terapis Wicara terkait dengan profesinya


Yang dimaksud dengan permasalahan terkait dengan profesi adalah segala
masalah yang muncul dan berhubungan dengan penyelenggaraan praktik terapi
wicara. Permasalahan tersebut dapat berasal dari pribadi terapis wicara, fasilitas
pelayanan kesehatan tempat dimana ia bekerja, profesi kesehatan lain atau pihak-
pihak lain yang terkait dengan pelayanan terapi wicara. Bagian ini memberikan
gambaran umum mengenai berbagai permasalahan tersebut sehingga
memungkinkan bagi para penyelenggaran pendidikan terapi wicara dapat
mendiskusikannya dari berbagai sudut pandang, baik dari segi profesionalisme,
etika, disiplin, dan hukum (norma).
MASALAH YANG TERKAIT DENGAN PROFESI TERAPIS WICARA
1 Melakukan praktik Terapi Wicara tidak sesuai dengan kompetensinya atau
kewenangannya.
2 Melakukan kelalaian/bukan sengaja dalam tindak terapi wicara sengaja
(Negligence : melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan,
melakukan tetapi tidaksempurna).
3 Melakukan praktik tanpa izin (tanpa STR dan SIPTW).
4 Melakukan praktik Terapi Wicara lebih dari jumlah tempat yang telah
ditetapkan.
5 Mengiklankan/mempromosikan diri dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yang tidak sesuai dengan ketentuan Kode Etik Terapi Wicara.
6 Bertengkar dengan tenaga kesehatan lain atau dengan tenaga non-kesehatan
di Fasilitas Pelayan Kesehatan
7 Tidak melakukan informed consent dengan semestinya
8 Tidak mengikuti Standar Pelayanan Minimal dan Standar Prosedur
Operasional yang jelas.
9 Tidak membuat dan menyimpan rekam medik/dokumentasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
10 Membuka rahasia klien kepada pihak yang tidak berkepentingan dan tidak
sesuai denga ketentuan yang berlaku.
11 Melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan kepada klien,
misalnya pelecehan seksual, berkata kotor, kekerasan, intimidasi.
12 Meminta imbal jasa pelayanan terapi wicara yang berlebihan.
13 Memberikan keterangan/kesaksian palsu di pengadilan.
14 Melakukan tindakan yang tergolong malpraktik (professional Miscondact :
pelanggaran – pelanggaran terhadapstandar dan dilakukan dengan sengaja).
15 Tidak memperhatikan keselamatan diri sendiri dalam melakukan tugas
profesinya.
16 Melanggar ketentuan institusi tempat bekerja (hospital by laws, peraturan
kepegawaian, dll)
17 Melakukan praktik terapi wicara melebihi batas kewajaran dengan motivasi
yang tidak didasarkan pada keluhuran profesi dengan tidak memperhatikan
kesehatan pribadi.
18 Tidak mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terapi
wicara.
19 Melakukan kejahatan asuransi kesehatan secara sendiri atau bersama
dengan klien (misalnya pemalsuan hasil pemeriksaan, dan tindakan lain
untuk kepentingan pribadi)
20 Tidak memiliki pemahaman yang mendalam ketika mengajukan
pemeriksaan kepada ahli yang terkait.
21 Pelanggaran disiplin profesi.
22 Menggantikan praktik/ menggunakan pengganti praktik yang tidak
memenuhi syarat.
MASALAH YANG TERKAIT DENGAN PROFESI TERAPIS WICARA
23 Melakukan tindakan yang melanggar hukum (norma) (termasuk
ketergantungan Narkotika, Psikotropika, Alkohol serta Zaf Adiktif lainnya.
tindakan kriminal/perdata, penipuan, dan lain-lain)
24 Merujuk klien dengan motivasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi,
baik kepada profesi lain, laboratorium, klinik swasta, dan lain-lain.
25 Tidakmemberikan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, pada
hal tidak membahayakan dirinya, kecuali ada orang lain yang bertugas dan
mampu melakukannya.
26 Menolak / menghentikan terapi wicara tanpa alasan yang sah
Lampiran 3

Daftar Keterampilan Praktik

STANDAR KOMPETENSI TERAPI WICARA INDONESIA


DAFTAR KETERAMPILAN PRAKTIK

Pengertian Praktik Terapi Wicara


Praktik terapi wicara merupakan kombinasi ketrampilan dalam memberikan
penatalaksanaan gangguan komunikasi dan menelan yang terdiri dari :
 Advokasi
 Pelayanan klinis
 Konsultasi
 Edukasi
 Preventif
 Penelitian

Klien
Praktik terapi wicara diberikan kepada klien yang mengalami gangguan
komunikasi dan atau kesulitan menelan, baik secra individu maupun secara
kelompok. Praktik terapi wicara dilaksanakan secara mandiri maupun secara
terpadu.
Keterampilan Klinis Terapi Wicara perlu dilatihkan sejak awal hingga akhir
pendidikan secara berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan
pendidikan terapi wicara harus menguasai keterampilan untuk mampu melakukan
Penerapan Tatalaksana Pelayanan terapi wicara mulai dari perolehan data
(wawancara, pengamatan, tes, studi dokumentasi), pengolahan data (validasi data,
analisis data, menentukan diagnosis, prognosis)menbuat perencanaan, melakukan
tindakan terapi wicara, mengevaluasi, sampai dokumentasi.
Kemampuan keterampilan klinis terapi wicara di dalam standar kompetensi ini
dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan dalam rangka
menyerap perkembangan ilmu dan teknologi terapi wicara yang diselenggarakan
oleh organisasi profesi atau lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi
sehingga perolehan satuan kredit Profesi (SKP), demikian pula untuk kemampuan
keterampilan klinis lain di luar standar kompetensi terapi wicara yang telah
ditetapkan.

TUJUAN
Daftar Keterampilan Klinis Terapi Wicara ini disusun dengan tujuan untuk
menjadi acuan bagi institusi pendidikan Terapi Wicara dalam menyiapkan sumber
daya yang berkaitan dengan keterampilan minimal yang harus dikuasai oleh
lulusan terap wicara.
SISTEMATIKA
Daftar Keterampilan Klinis Terapi Wicara dikelompokkan atas 3 bagian yaitu
keterampilan klinis, re/habilitasi, dan penunjang. Pada setiap keterampilan klinis
ditetapkan tingkat kemampuan yang harus dicapai di akhir pendidikan Terapi
Wicara dengan menggunakan Piramid Miller (knows, knows how, shows, does).
Gambar 5 menunjukkan pembagian tingkat kemampuan menurut Piramida Miller
dan alternatif cara mengujinya pada mahasiswa.

Tingkat Kemampuan 1 (Knows): (Mengetahui Dan Menjelaskan)


Lulusan Terapi Wicara mampu menguasai pengetahuan teoritis antara lain religi,
aspek biomedik, psikososial, etika, norma, sehingga dapat menjelaskan kepada
klien dan keluarganya, teman sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip,
indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul. Keterampilan ini dapat dicapai
mahasiswa melalui tatap muka diperkuliahan, diskusi, penugasan, belajar mandiri,
dan brain storming sedangkan penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis pilihan
ganda.

Tingkat Kemampuan 2 (Knows How): (Memahami Teori Dan Teknik


Pelaksanaan, Mampu Menjelaskan)
Lulusan Terapi Wicara menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini
dengan penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta
berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk
demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada klien/masyarakat.Pengujian
keterampilan tingkat kemampuan 2 ini dengan menggunakan ujian tulis pilihan
berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis dan/atau lisan (oral test).

Tingkat Kemampuan 3 (Shows): (Terampil Melakukan atau Terampil


Menerapkan di bawah Supervisi)
Lulusan Terapi Wicara menguasai pengetahuan teori dan dapat melakukan
keterampilan ini dibawah supervisi atau dengan berkolaborasi, termasuk latar
belakang religi, biomedik, etika, norma dan dampak psikososial keterampilan
tersebut, berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan tersebut
dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada klien/masyarakat, serta
berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga dan/atau standardized patient.
Pengujian keterampilan pada tingkat kemampuan 3 ini dengan menggunakan
Objective Structured Clinical Examination (OSCE) atau Objective Structured
Assessment of Technical Skills (OSATS).

Gambar 5
Piramid Miller

Tingkat Kemampuan 4 (Does): (Trampil Melaksanakan Secara Mandiri)


Lulusan Terapi Wicaramampu melakukan dan/atau memperlihatkan
keterampilannya tersebut secara mandiri dengan menguasai seluruh teori, prinsip,
indikasi, langkah-langkah tatalaksana pelayanan terapi wicara, komplikasi, dan
pengendalian komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi,
pengujian keterampilan tingkat kemampuan 4 ini dengan menggunakan
Workbased Assessment misalnya mini-CEX, portofolio, logbook, dsb.
Tabel Matriks Tingkat Keterampilan Klinis, Metode Pembelajaran dan Metode
Penilaian untuk setiap tingkat kemampuan

Kriteria Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4


Mampu
melakukan
secara mandiri
Tingkat
Mampu melakukan dibawah
Keterampilan
supervisi
Praktik
Memahami clinical reasioning dan problem
solving
Mengetahui teori keterampilan
Melakukan
pada pasien
Metode Berlatih dengan alat peraga
Pembelajaran atau pasien tersandar
Observasi langsung, demonstrasi
Perkuliahan, diskusi, penugasan, belajar mandiri
Workbased
Penyelesaian Objective
Assessment
kasus secara Structured
Metode seperti mini-
Ujian tulis tertulis dan Clinical
Penilaian CEX,
atau lisan Examination
portfolio,
(oral test) (OSCE)
logbook, dsb
DAFTAR KETERAMPILAN TERAPIS WICARA

1. Ketrampilan klinis dalam melakukan Pengkajian kemampuan bahasa,


wicara, suara, irama kelancaran dan menelan
Tingkat
No Jenis Keterampilan Keterampilan
1 2 3 4
Pengumpulan informasi umum tentang gangguan bahasa,
bicara, suara, irama kelancaran dan menelan
Penggumpulan data riwayat klien (case history) yang 4
berhubungan tentang gangguan bahasa, bicara, suara,
irama kelancaran dan menelan melalui wawancara /
quesioner
Pemeriksaan secara informal melalui observasi pada 4
klien terkait gangguan bahasa, bicara, suara, irama
kelancaran dan menelan
Pemeriksaan fungsi sensorik yang berhubungan 2
gangguan bahasa, bicara, suara, irama kelancaran dan
menelan
Pemeriksaan ahli lain terkait yang berhubungan 2
gangguan bahasa, bicara, suara, irama kelancaran dan
menelan
Pemeriksaan patologi yang berhubungan dengan 1
gangguan bahasa, bicara, suara, irama kelancaran dan
menelan
Pemeriksaan fungsi neurologis yang berhubungan 1
dengan gangguan bahasa, bicara, suara, irama
kelancaran dan menelan
Pemeriksaan refleks primitif yang berhubungan dengan 1
gangguan bahasa, bicara, suara, irama kelancaran dan
menelan
Pemeriksaan fungsi motorik yang berhubungan dengan 2
gangguan bahasa, bicara, suara, irama kelancaran dan
menelan
Pemeriksaan kemampuan intelegensi yang berhubungan 1
dengan kemampuan berkomunikasi
Pemeriksaan kemampuan akademik yang berhubungan 1
dengan kemampuan berkomunikasi

Pemeriksaan kemampuan bahasa


Pemeriksaan kemampuan bahasa anak menggunakan 4
contoh bahasa (language sampling)
Pemeriksaan rentang panjang ujaran anak (mean length 4
utterance)
pemeriksaan kognitif dengan tes standar seperti 3
Mental Mini State Examination (MMSE)
Pemeriksaan kemampuan pemahaman dan mengujar 4
anak menggunakan DDGKB
Pemeriksaan kemampuan pemahaman klien 4
menggunakan token tes
Pemeriksaan kemampuan pemahaman bahasa anak 4
secara auditory menggunakan tes PBSA
Pemeriksaan gangguan bahasa mengunakan TADIR 4
Pemeriksaan kemampuan pragmatic dan semantic pada 4
kasus gangguan hemisfer kanan

Tingkat
No Jenis Keterampilan Keterampilan
1 2 3 4
Pemeriksaan kemampuan bicara
Pemeriksaan fungsi organ yang berhubungan proses wicara 4
pemeriksaan diadokokinetic rate 4
Pemeriksaan kemampuan artikulasi 4
Pemeriksaan gangguan wicara menggunakan tes 4
TEDYVA
Pemeriksaan kapasitas perencanaan dan pemrograman 4
bicara (Apraxia of Speech)
Pemeriksaan kemampuan suara
Pemeriksaan s/z ratio 4
Pengukuran jangkauan nada (pitch range) 4
Pemeriksaan kenyaringan suara 4
Pemeriksaan kualitas suara 4
Pemeriksaan resonansi 4
Pemeriksaan durasi fonasi 4
Pemeriksaan optimal habitual pitch 4
Pemeriksaan maximum phonation time 4
Penilaian vocal health 3
Penilaian vocal abuse 3
Penilaian vocal misuse 3
Pemeriksaan kemampuan suara pada kasus post 4
laryngectomy
Pemanfaatan pemeriksaan nasoendoscopy 2
Pemeriksaan hipernasalitas secara subyektif 4
Pemanfaatan pemeriksaan nasometer 3
Melakukan pemeriksaan fungsi respirasi 4
Pemeriksaan kemampuan irama kelancaran
Pengukuran total ketidaklancaran saat bicara (Total 4
Dysfluency Index (TDI)
Pemeriksaan kemampuan Diadochokinetic Sylabic 4
Rate (DSR)
Penilaian tingkat keparahan stuttering 4
Penghitungan kecepatan saat bicara 4
Penghitungan kecepatan saat membaca 4
Pemeriksaan fisiologis terkait stuttering 4
Pemeriksaan perilaku motorik terkait stuttering 4

Tingkat
No Jenis Keterampilan Keterampilan
1 2 3 4
Pemeriksaan kemampuan menelan
Pemeriksaaan Bedside Evaluation of Disphagia (BED) 4
Pemeriksaan fungsi menelan menggunakan repetitive 4
saliva swallowing test
Pemeriksaan fungsi menelan menggunakan water 4
swallow test
Pemeriksaan fungsi menelan menggunakan 3oz water 3
test
Pemeriksaan fungsi menelan menggunakan blue dye 3
test
Penggunaan hasil oropharingeal 2
Videofluroscopy
Penggunaan hasil endoscopy evaluation of swallowing 2
Pemeriksaan fungsi organ wicara yang berhubungan 4
proses menelan pada fase oral
Pemeriksaan fungsi organ wicara yang berhubungan 3
proses menelan pada fase faringeal
Penetapan diagnosis
Penetapan gangguan bahasa pada aspek semantik 4
Penetapan gangguan bahasa pada aspek fonologi 4
Penetapan gangguan bahasa pada aspek morfologi 4
Penetapan gangguan bahasa pada aspek pragmatik 4
Penetapan gangguan bahasa pada aspek sintaksis 4
Penetapan gangguan pada kemampuan wicara 4
Penetapan gangguan pada nada suara 4
Penetapan gangguan pada kenyaringan suara 4
Penetapan gangguan kualitas suara 4
Penetapan gangguan gangguan resonansi 4
Penetapan gangguan kegagapan 4
Penetapan gangguan pada kecepatan bicara 4
Penetapan gangguan pada kelancaran bicara 4
Penetapan gangguan pada fungsi gerakan alat wicara
Penetapan gangguan pada kemampuan mengunyah dan 3
menelan

2. Ketrampilan klinis dalam tindakan teraupetik gangguan bahasa, bicara,


suara, irama kelancaran dan menelan
Tingkat
No Jenis Keterampilan Keterampilan
1 2 3 4
Penanganan Gangguan Bahasa
Pemberian intervensi dengan Direct Approach 4
Pemberian intervensi bahasa dengan indirect approach 4
Penanganan pada permasalahan fonologi 4
Penanganan pada permasalahan morfologi 4
Penanganan pada permasalahan sintaksis 4
Penanganan pada permasalahan semantic 4
Penanganan pada permasalahan pragmatic 4
Penanganan Gangguan Bicara
Intervensi pada pola respirasi 4
Penanganan kemampuan fonasi 4
Penanganan kemampuan resonansi 4
Penanganan kemampuan artikulasi 4
Penanganan kemampuan prosodi 4
Intervensi fungsi alat wicara melalui active exercise non 4
speech oral motor treatment
Intervensi fungsi alat wicara melalui passive exercise 4
non speech oral motor
Treatment
Intervensi fungsi alat wicara melalui stimulation non 4
speech oral motor
Treatment
Penanganan Gangguan Suara
Penanganan pada gangguan nada suara 4
Penanganan pada kenyaringan suara 4
Penanganan suara pada kwalitas suara 4
Penanganan pada gangguan resonansi 4
Intervensi kemampuan suara pada kasus post 4
laringectomy
Penanganan Gangguan Irama Kelancaran
Penanganan dengan metode stuttering modification 4
therapy
Penanganan dengan metode cancellation technique 4
Penanganan dengan metode pull outs technique 4
Penanganan dengan metode prolongation technique 4
Penanganan dengan metode mirror work technique 4
Penanganan dengan metode freezing technique 4
Penanganan dengan metode experiencing easy speech 4

Tingkat
No Jenis Keterampilan Keterampilan
1 2 3 4
Penanganan Gangguan Menelan
Penanganan gangguan menelan fase oral 4
Penanganan gangguan menelan fase faringeal 3
Penanganan gangguan menelan fase esofageal 2
Penggunaan Augmentatif Alternatif Communication
(AAC)
Pemilihan alat bantu untuk media komunikasi alternatif 3
Menggunakan Sign Language
Penggunaan teknologi sebagai komunikasi alternatif 3
Lampiran 4

Penanganan Terapi Wicara pada Diagnosa di Bawah ini

Tingkat
No Jenis Diagnosis Keterampilan
1 2 3 4
1 Spesific Language Imparment 4

2 Afasia Perkembangan 4

3 Afasia Global 4

4 Afasia Broca 4

5 Afasia Transkortikal motoris 4

6 Afasia Anomis 4

7 Afasia transkortikal sensoris 4

8 Afasia transkortikal campuran 4

9 Afasia Konduksi 4

10 Afasia Wernicke 4

11 Demensia 4

12 Epilepsi 4

13 Latah 4

14 Gagap yang didapat (acquired stuttering) 4

15 Klater 4

16 Gagap perkembangan (development stuttering) 4

17 Dislalia 4

18 Disglosia 4

19 Disaudia 4
20 Disglosia 4

21 Disartria Bulber 4

22 Disartria Miogen 4

23 Disartria Spastis 4

24 Disartria Campuran 4

25 Disartria Hipokinetis 4

26 Disartria Hiperkinetis 4

27 Disartria Ataktis 4

28 Cerebral palsy 4

29 Mental Retardasi 4

30 Down syndrome 4

31 Autism 4

32 Asperger syndrome 4

33 Rett syndrome 4

34 Attention Deficit / Hiperactivity Disorder (ADHD) 4

35 Cri Cat syndrome 4

36 Disfonia 4

37 Afonia 4

38 Gangguan Penglihatan 4

39 Gangguan Pendengaran 4

40 Cranio Facial 4

41 Post Laringektomi 4

42 Apraxia 4

43 Central auditory processing disorder 4


44 Expressive language disorder 4

45 Dysphagia 4

46 Kesulitan Belajar (learning disability) 4

47 Cluttering 4

48 Dyslalia 4

49 Ankyloglossia 4

50 Feeding problems 4

51 Cognitive communication deficit 4

Anda mungkin juga menyukai