Anda di halaman 1dari 55

PANDUAN PENYUSUNAN SOAL EVALUASI KEMAMPUAN

TENAGA KESEHATAN DI INDONESIA

BUKU INDUK EVALUASI KEMAMPUAN


PSIKOLOGI KLINIS

PENULIS:
Annelia Sari Sani, S.Psi, Psikolog
Aril Halida, M.Psi, Psikolog
Dian Fatmawati, M.Psi, Psikolog
Jefri Reza Pahlevi, M.Psi, Psikolog
Masfuukhatur Rokhmah, M.Psi, Psikolog
Shierlen Octavia, M.Psi, Psikolog
Dr. Sitti Murdiana, M.Psi, Psikolog
Swastika Ayu Normalasari, M.Psi Psikolog
Wahyu Nhira Utami, M.Psi, Psikolog

EDITOR:
Amalia Darmawan, M. Psi., Psikolog
Wahyu Nhira Utami, M.Psi, Psikolog
SAMBUTAN KETUA UMUM PP IPK INDONESIA

Assalamualaikum Wr Wb,
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa Psikolog Klinis adalah salah satu tenaga
kesehatan di Indonesia. Dengan berlakunya UU ini, maka segala
bentuk praktik keprofesian dan pengembangan keilmuan Psikolog
Klinis tentunya merujuk kepada peraturan perundang-undangan
di bidang kesehatan. Salah satu pengaturannya adalah mengenai
proses registrasi dan perizinan, yaitu Psikolog Klinis dalam
melakukan kewenangan klinisnya wajib memiliki STRPK dan SIPPK
yang diterbitkan oleh Pemerintah.
UU Kesehatan terbaru telah menjelaskan bahwa penerbitan izin
praktik wajib dilakukan selama 5 tahun sekali. Maka, selama
rentang waktu ini lah Psikolog Klinis perlu untuk secara aktif
melakukan serangkaian pelayanan psikologi klinis dan
pengembangan profesi, melaksanakan pengabdian Masyarakat
dan kegiatan penunjang tugas lainnya, serta meningkatkan
keilmuan dengan menjalani pendidikan formal dan/atau informal
yang terakreditasi.
Dalam melaksanakan hal tersebut diatas, Psikolog Klinis didorong
untuk dapat melakukan perencanaan yang baik agar Satuan Kredit
Profesi (SKP) nya dapat terpenuhi hingga masa pengurusan
perizinan berikutnya tercapai. Meskipun begitu, ada kalanya
seorang Psikolog Klinis juga mengalami hambatan dalam
pemenuhan SKP tersebut dan membutuhkan solusi untuk
pemenuhan SKP, sehingga para psikolog klinis dapat tetap
memberikan pelayanan psikologis dengan dokumen legalitas
sebagai tenaga kesehatan.
Organisasi Profesi sebagai tempat bernaungnya para profesi yang
homogen, memiliki tanggung jawab untuk memastikan setiap
anggota memberikan pelayanan yang bermutu dan professional
kepada Masyarakat. Oleh karena itu, Buku Induk yang merupakan
pedoman bagi Organisasi Profesi dalam penyusunan soal-soal
Evaluasi Kemampuan ini, diharapkan dapat menjadi pegangan
bagi tim dalam penyusunan soal yang merefleksikan kondisi serta
tantangan yang dialami oleh para Psikolog Klinis dalam
memberikan pelayanan.
Soal-soal yang disusun ini diharapkan bukan hanya menjadi soal
yang harus diselesaikan agar SKP dapat terpenuhi. Selain itu, soal-
soal ini mampu membuat para psikolog klinis untuk dapat
memperkaya pengalaman praktik dengan berbagai jenis kasus
yang ada dan merefleksikan kebutuhan Masyarakat atas layanan
psikolog klinis. Ikatan Psikolog Klinis Indonesia terus berkomitmen
untuk hadir di tengah Masyarakat, berkontribusi aktif dalam
mewujudkan sehat sejahtera psikologis masyarakat Indonesia.

KETUA UMUM PP IPK INDONESIA


Dr. R. A. Retno Kumolohadi, M.Si., Psikolog.
DAFTAR ISI
SAMBUTAN KETUA UMUM PP IPK INDONESIA ............................ 2
PENGANTAR ................................................................................. 1
BAB 1 ........................................................................................... 3
PENDAHULUAN......................................................................... 3
BAB 2 ........................................................................................... 8
PROFIL ...................................................................................... 8
IKATAN PSIKOLOG KLINIS (IPK) INDONESIA ............................ 8
1. Pengantar: .................................................................... 8
2. Sejarah IPK Indonesia: .................................................. 8
3. Jumlah anggota (Per 15 September 2023): ................. 10
4. Peta persebaran anggota berdasarkan Wilayah ......... 10
5. Peta Pendidikan dan Sebaran Tempat Praktik .............. 1
6. Peta Legalitas: .............................................................. 1
7. Visi IPK Indonesia.......................................................... 1
8. Misi IPK Indonesia ........................................................ 2
9. Sapta Brata IPK Indonesia ............................................. 2
10. IPK Indonesia Wilayah ............................................... 3
BAB 3 ........................................................................................... 1
I. PIRAMIDA MILLER SEBAGAI DASAR PENILAIAN DALAM
KASUS KESEHATAN ................................................................... 1
II. VIGNETTE, LEAD IN, DAN OPTIONS ..................................... 7
BAB 4 ......................................................................................... 28
KOMPETENSI DALAM SOAL EVALUASI KEMAMPUAN ............. 28
PENGANTAR

Profesi psikolog klinis memiliki peran penting dalam


membantu mengatasi persoalan psikologis untuk mencapai
kesejahteraan mental yang optimal. Dalam menjaga kualitas
layanan, psikolog klinis harus memiliki kemampuan dalam
melakukan asesmen, diagnosis, serta perawatan yang efektif
untuk berbagai masalah mental dan emosional sehingga pasien
dapat mendapatkan layanan yang berkualitas tinggi. Artinya, salah
satu keterampilan inti yang harus dimiliki oleh seorang psikolog
klinis adalah kemampuan untuk melakukan evaluasi yang akurat
terhadap pasien/klien di setiap tata laksana penanganan kasus
psikologis.
Evaluasi dalam psikologi klinis adalah proses kritis yang
melibatkan pengumpulan, analisis, dan interpretasi data
psikologis untuk memahami masalah klien, merencanakan
intervensi yang sesuai, dan mengukur hasil intervensi tersebut.
Kemampuan untuk melakukan evaluasi dengan benar adalah
fondasi dari praktik psikologi klinis yang efektif, terstandarisasi,
dan etis. Perkembangan masyarakat yang kian kompleks
membuat profesional psikologi klinis perlu terus memperbarui
pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan evaluasi sesuai
dengan perkembangan ilmu terbaru, baik itu terkait dengan ilmu
psikologi atau pun ilmu lainnya yang memberikan dampak pada
kehidupan manusia.
Isi buku yang mencakup panduan pembuatan soal
kompetensi yang mengukur berbagai aspek evaluasi dalam
psikologi klinis, mulai dari konsep dasar hingga teknik-teknik
khusus dalam pengukuran psikologis. Selain itu, bahasan teoritik,
etika, serta penerapan teknologi dan alat evaluasi terbaru yang
dapat membantu profesional psikologi klinis ditulis pula dalam
buku ini.
Substansi buku dapat menjadi sumber daya berharga bagi
pembuat soal dan penguji kompetensi untuk memperdalam dan
meningkatkan kemampuan dan keterampilan evaluasinya. Ia juga
bermanfaat bagi mahasiswa psikologi klinis yang sedang memulai
perjalanannya di dunia profesional. Dengan pemahaman yang
lebih baik tentang evaluasi, kita dapat memberikan pelayanan
yang lebih efektif, empati kepada pasien/klien, dan pada akhirnya,
membantu mereka mencapai kesejahteraan psikologis yang lebih
baik. Buku ini diharapkan juga dapat membantu psikolog
profesional sehingga memiliki standar evaluasi kemampuan
sehingga berdampak signifikan terhadap kualitas layanan.
Terima kasih atas dedikasi dalam menjalani profesi psikolog
klinis, sehingga dapat membantu masyarakat mencapai
kesejahteraan psikologis yang lebih baik. Selamat mengeksplorasi
dan semoga mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari
buku ini.

Editor

Amalia Darmawan, M.Psi., Psikolog


Wahyu Nhira Utami, M.Psi., Psikolog
BAB 1

PENDAHULUAN

Tenaga kesehatan (nakes) yang berkinerja cemerlang dengan


keterampilan dan keefektifan luar biasa sangat penting untuk
keberhasilan suatu layanan kesehatan. Oleh karena itu, pengujian
kompetensi mereka seharusnya dilakukan secara berkala terus-
menerus. Namun, mengembangkan tes kompetensi dengan
semua keahlian dan kualitas yang diharapkan adalah tugas rumit
yang membutuhkan dedikasi dan kerja keras dari sekelompok
pengembang soal dan penguji berbakat dan ahli. Selain itu,
kompetensi dan keefektifan nakes hanya dapat dipastikan jika
penguji yang mengujinya yakin dengan tugas yang dilakukan oleh
para nakes.
Istilah kompetensi didefinisikan oleh Oxford Dictionary sebagai
“kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan sukses dan
efisien”. Demikian pula, dalam penjagaan mutu nakes,
kompetensi pengujian mengacu pada keterampilan,
pengetahuan, dan atribut penting lainnya, yang diperlukan untuk
menguji para nakes secara akurat dan efisien. Kompetensi
pengujian ini adalah tanggung jawab setiap organisasi profesi
yang menguji para nakes tertentu yang diperkerjakan dan
ditetapkan perannya dalam melayani masyarakat.
Peran uji kompetensi dalam proses pengujian sangat penting
karena dengan bantuan kompetensi uji yang akurat, organisasi
profesi dapat mengevaluasi kinerja para nakes secara efisien dan
berhasil mengembangkan produk akhir dengan kompetensi
spesifik dan kualitas optimal.
Dalam pengujian nakes, kemampuan dan keterampilan penyusun
soal memungkinkan mereka mendeteksi berbagai perbedaan
dalam perangkat lunak dan memungkinkan mereka memperbaiki
berbagai masalah secara efektif, dengan bantuan pengembang.
Sama seperti pengembangan perangkat lunak yang berkualitas
sangat bergantung pada penguji, demikian pula, kompetensi
pengujian juga didasarkan pada keterampilan dan kinerja mereka,
yang diperlukan untuk keberhasilan pengembangan dan
pengujian perangkat lunak. Oleh karena itu, berikut adalah dua
kriteria kompetensi tes yang menjadi dasar penilaian kompetensi
seorang penguji.
Penyusun soal harus memiliki keterampilan penyusunan soal. Di
sini, keterampilan yang dibutuhkan adalah keterampilan yang
ditetapkan oleh organisasi profesi. Merupakan tanggung jawab
penyusun soal untuk memvalidasi bahwa mereka memiliki
kompetensi yang memadai dan terkini untuk melaksanakan
pengujian, yang dapat membantu mereka dalam jangka panjang
dan memungkinkan mereka menawarkan berbagai manfaat bagi
organisasi tempat mereka bekerja. Dengan keahlian yang sesuai,
mereka dapat melakukan pengujian yang diperlukan secara
efektif dan mendapatkan hasil yang diharapkan.
Keterampilan kinerja penguji menandakan kemampuan penguji
untuk menerapkan berbagai teknik dan metodologi dalam
skenario pengujian dunia nyata serta berbagai langkah yang
diambil untuk mencapai tujuan yang ditetapkan organisasi
profesi. Pentingnya dan relevansi tes kompetensi sangat besar.
Dengan pengujian ini, organisasi profesi dapat memperoleh
berbagai keuntungan, yang selanjutnya dapat membantu mereka
dalam meningkatkan kualitas pelayanan. Berikut adalah beberapa
alasan yang menjelaskan pentingnya mendefinisikan tes
kompetensi bahwa, dengan mendefinisikan kompetensi tes,
pimpinan organisasi profesi dapat:
- Memastikan bahwa nakes di bawah naungannya
menunjukkan keahlian yang memadai,
- Mengevaluasi kinerja nakes dengan lebih akurat dan
efektif,
- Mengidentifikasi kesenjangan antara keterampilan dan
kompetensi secara efisien,
- Membuat proses manajemen perubahan lebih efisien, dan
- Membantu menentukan keterampilan, pengetahuan, dan
atribut lain yang diperlukan untuk pengujian nakes.
Komponen tes kompetensi dapat dibagi menjadi dua kategori,
yang masing-masing menandakan berbagai tingkat kompetensi
tes. Ini membantu memecahkan banyak masalah dan masalah
dalam proses. Oleh karena itu, dua kategori yang menentukan
komponen tes kompetensi adalah:
- Primer: Kategori pertama mencakup komponen yang
memiliki prioritas tinggi dan membutuhkan perhatian lebih
besar dari organisasi profesi. Ini menekankan pada
pengujian peran nakes sebagai penyedia layanan (care
provider).
- Sekunder: Meskipun signifikansi, komponen-komponen ini
lebih rendah daripada yang komponen primer, yaitu peran
sebagai manajer, pendidik, dan peneliti.
Selama proses pengujian nakes terdapat banyak masalah yang
memerlukan perhatian para penyusun soal evaluasi kompetensi.
Masalah-masalah ini bervariasi dalam kompleksitasnya serta cara
penanganannya. Misalnya, masalah yang memerlukan tes
kompetensi adalah masalah kompleks, yang memerlukan
pemikiran kritis tingkat tinggi untuk memecahkannya. Ini
dianggap sebagai praktik yang sering muncul untuk menguji
kompetensi nakes. Selanjutnya, sebagian kecil soal dilandasi pada
masalah yang jelas atau mudah.
Saat menentukan kompetensi penyusun soal serta proses
pengujian, tim atau organisasi profesi harus mempertimbangkan
prinsip-prinsip berikut, yang dapat membantu mereka dalam
menentukan semua detail yang diperlukan tentang kemampuan
dan keterampilan penyusun soal serta mendapatkan kejelasan
tentang keseluruhan proses. Prinsip-prinsip ini adalah:
- Melibatkan penyusun soal yang kompeten. Hal ini harus
ditekankan untuk memastikan keakuratan dan keefektifan
kualitas soal tes kompetensi.
- Mengedepankan transparansi dan komunikasi.
Transparansi dan komunikasi yang efektif antara penyusun
soal dan organisasi tempat mereka bekerja membantu
dalam menentukan kompetensi tes dengan benar.
Misalnya, kesulitan dalam pembuatan soal berdasarkan
pada blueprint yang telah dibuat akan menyebabkan tidak
terbuatnya soal-soal yang disyaratkan dalam blueprint
tersebut.
- Menggunakan kompetensi yang dapat diujikan dengan
efektif. Hal ini masih berkenaan dengan blueprint yang
sudah disinggung di atas sebagai faktor yang paling penting
untuk dipertimbangkan saat menentukan kompetensi tes.
Penggunaan kompetensi yang diperlukan dan relevan
memungkinkan tim penyusun soal untuk memahami proses
dengan mudah dan selanjutnya membantu mereka dalam
melaksanakan proses pengujian secara efektif.
Dengan memastikan kompetensi penyusun soal, organisasi
profesi terkait dapat membantu menentukan pengetahuan,
keterampilan, dan atribut lain yang diperlukan untuk peningkatan
kemampuan nakes. Selain itu, pemastian kompetensi penyusun
soal juga dapat menguntungkan organisasi profesi untuk
memperoleh individu yang memenuhi peran tersebut dengan
tepat sehingga seperangkat kompetensi yang dibutuhkan dari
setiap individu nakes untuk melakukan pekerjaan atau tugas
mereka secara efektif dapat ditentukan dengan mudah.
BAB 2

PROFIL

IKATAN PSIKOLOG KLINIS (IPK) INDONESIA

1. Pengantar:
a. Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia adalah
organisasi profesi tenaga psikologi klinis yang mandiri
dan tidak berada di bawah organisasi masyarakat,
himpunan, atau organisasi profesi lain.
b. IPK Indonesia dibina oleh Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

2. Sejarah IPK Indonesia:


a. Dalam rangka memenuhi amanah peraturan dan
perundang-undangan khususnya UU No. 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan dan mengingat
kepentingan anggota Ikatan Psikologi Klinis agar bisa
tetap berpraktik menjalankan profesinya, Ikatan
Psikologi Klinis (IPK) melanjutkan bentuk
keorganisasiannya menjadi Ikatan Psikolog Klinis
Indonesia (IPK INDONESIA) yang berbadan hukum
pada tahun 2017.
b. Hal ini sejalan dengan hasil Rapat Koordinasi PP
HIMPSI, Pengurus Ikatan Psikologi Klinis (IPK), Majelis
Psikologi Pusat dan Perwakilan Asosiasi/ Ikatan di
Santika Hotel Jamursari Surabaya pada tanggal 19-20
Agustus 2017.
c. IPK Indonesia telah mendapatkan akta notaris No 8
tanggal 23 September 2017 dan SK dari
Kemenkumham No AHU- 0014545.AH.01.07 tahun
2017 dengan nama perkumpulan Psikolog Klinis
Indonesia dan Akta perubahan Nomor 6 tanggal 28
Juni 2022 nomor AHU-0001311.AH.01.08 tahun
2022.
d. Nama dan logo IPK Indonesia adalah nama yang
digunakan ketika pertama kali digunakan pada
Kongres IPK pertama di Bandung pada tahun 2007.
Dengan demikian penulisan nama IPK-Indonesia
adalah kembali pada pendirian awal sesuai
terbentuknya IPK.
e. Pada tanggal 25 Februari 2023, Badan Siber dan Sandi
Negara (BSSN) menyerahkan Surat Tanda Registrasi
(STR) Tim Tanggap Insiden Siber kepada
IPKINDONESIA-CSIRT dengan nomor STR
123/CSIRT.01.10/BSSN/11/2022 yang ditanda
tangani pada tanggal 14 November 2022 oleh Letjen
TNI (Purn) Hinsa Siburian selaku Kepala BSSN.
f. Pada tanggal 8 Agustus 2023, Presiden RI akhirnya
menandatangani UU No. 17 Tahun 2023 Tentang
Kesehatan yang telah disahkan dalam Rapat
Paripurna DPR pada tanggal 11 Juli 2023.
g. Pasal 199 ayat 1a dan 2 Undang-undang No. 17 Tahun
2023 dengan sangat jelas mengelompokkan tenaga
psikologi klinis sebagai tenaga kesehatan sehingga
profesi psikolog klinis merupakan tenaga kesehatan.

3. Jumlah anggota (Per 15 September 2023):


a. Anggota terverifikasi : 3.823
b. Anggota aktif : 2.837
c. Anggota baru tahun 2022 : 480
d. Anggota baru tahun 2023 : 237

4. Peta persebaran anggota berdasarkan Wilayah


5. Peta Pendidikan dan Sebaran Tempat Praktik

6. Peta Legalitas:
a. STR Aktif : 2.689
b. STR Kadaluarsa : 254
c. STR Terunggah : 2.945
d. SIPPK Aktif terunggah : 1.477

7. Visi IPK Indonesia


a. Mewujudkan kesejahteraan psikologis masyarakat
Indonesia.
8. Misi IPK Indonesia
a. Meningkatkan profesionalisme dan mutu pelayanan
tenaga psikologi klinis.
b. Meningkatkan mutu pendidikan, pelatihan,
penelitian, dan keilmuan Psikologi klinis sesuai
perkembangan terkini.
c. Mewujudkan tata kelola organisasi profesi yang
profesional, akuntabel, dan transparan.
d. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang
memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
e. Tersedianya tenaga psikologi klinis yang kompeten,
berdaya saing, dan menjunjung tinggi harkat dan
martabat profesi.
f. Melakukan advokasi terkait peran psikolog klinis di
masyarakat, demi kemajuan profesi dan peningkatan
pelayanan pada masyarakat.

9. Sapta Brata IPK Indonesia


Sapta Brata IPK Indonesia adalah 7 (tujuh) hal yang
mendasari perilaku anggota IPK Indonesia agar para
Psikolog Klinis mampu memusatkan pikiran dan
perasaannya dalam memberikan layanan psikologi klinis
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bidang
kesehatan di Indonesia. Berikut isi Saptabrata IPK
Indonesia.
a. Psikolog Klinis di Indonesia adalah Tenaga Kesehatan.
b. Ikatan Psikolog Klinis Indonesia adalah organisasi
profesi yang menjadi satu-satunya afiliasi Psikolog
Klinis.
c. Psikolog Klinis wajib memiliki STRPK dan SIPPK
dengan rekomendasi IPK Indonesia, berdasarkan
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan
yang berlaku.
d. Eksistensi dan legalitas Ikatan Psikolog Klinis
Indonesia serta praktik Tenaga Psikologi Klinis
dijamin oleh pemerintah.
e. Ikatan Psikolog Klinis Indonesia berkomitmen untuk
melindungi dan memfasilitasi pengembangan
kompetensi dan keprofesian anggotanya.
f. Layanan Psikologi Klinis berdasarkan pendekatan
ilmiah dan profesional.
g. Ikatan Psikolog Klinis Indonesia terbuka untuk
bermitra dengan lembaga nasional maupun
internasional dengan tetap menjunjung tinggi etika
dan perilaku etis.

10.IPK Indonesia Wilayah


IPK Indonesia Wilayah Aceh

IPK Indonesia Wilayah Sumatera Utara

IPK Indonesia Wilayah Sumatera Barat

IPK Indonesia Wilayah Sematera Selatan


IPK Indonesia Wilayah Jambi

IPK Indonesia Wilayah Riau

IPK Indonesia Wilayah Kepulauan Seribu

IPK Indonesia Wilayah Lampung

IPK Indonesia Wilayah Bangka Belitung

IPK Indonesia Wilayah Bangka

IPK Indonesia Wilayah Jakarta

IPK Indonesia Wilayah Jawa Barat

IPK Indonesia Wilayah Banten

IPK Indonesia Wilayah DIY

IPK Indonesia Wilayah Jawa Tengah

IPK Indonesia Wilayah Jawa Timur

IPK Indonesia Wilayah Bali

IPK Indonesia Wilayah Kalimantan Selatan

IPK Indonesia Wilayah Kalimantan Timur

IPK Indonesia Wilayah Kalimantan Tengah


IPK Indonesia Wilayah Kalimantan Barat

IPK Indonesia Wilayah Kalimantan Utara

IPK Indonesia Wilayah Sulawesi Selatan

IPK Indonesia Wilayah Sulawesi Utara

IPK Indonesia Wilayah Sulawesi Tengah

IPK Indonesia Wilayah Sulawesi Tenggara

IPK Indonesia Wilayah NTB

IPK Indonesia Wilayah Maluku Utara

IPK Indonesia Wilayah Maluku

IPK Indonesia Wilayah Papua


BAB 3

I. PIRAMIDA MILLER SEBAGAI DASAR PENILAIAN DALAM


KASUS KESEHATAN

Untuk menilai keterampilan klinis, kompetensi, dan kinerja tenaga


kesehatan digunakan Piramida Miller dengan kerangka tingkatan
sebagai berikut:

Gambar 1. Piramida Miller


1. Pengetahuan faktual (knows), yang digunakan dalam ujian
semester mahasiswa kesehatan atau untuk kelulusan mata
kuliah,
2. Pengetahuan terapan (knows how), yang digunakan dalam
ujian kopetensi yang berupa ujian terapan mengenai teori,
3. Demonstrasi performa dalam lingkungan yang terstruktur
(shows how), yang berupa ujian dengan kasus yang harus
diselesaikan dan diperagakan oleh peserta ujian (OSCE),
dan
4. Menerjemahkan pengetahuan dan keterampilan ke praktik
nyata (does).
Evaluasi kemampuan (EK) tenaga kerja kesehatan tertulis terletak
di tingkat dua (knows how) dengan peserta ujian yang sanggup
menggambarkan situasi klinis lapangan di dalam pikiran mereka
melalui skenario (vignette; dibaca vinyet) yang ditujukan untuk
pemecahan masalah (problem-solving) yang dihadapi pasien/klien
atau tindakan yang mendukung layanan pasien/klien. Oleh karena
itu, petunjuk teknis tentang prosedur pembuatan soal pilihan
ganda (item development) berbasis vignette klinik sangat
diperlukan untuk menggambarkan situasi nyata lahan praktik
klinik secara benar.
Vignette dapat memberikan fokus dan stimulus yang berguna
untuk pemecahan kasus, termasuk dalam membahas topik yang
sulit dan sensitif. Vignette juga mencerminkan konteks dan
masalah kehidupan nyata. Penulisan vignette dalam asesmen
klinik dibuat dengan ‘cerita tanpa akhir yang jelas’ karena akhir
yang diinginkan oleh pembuat vignette harus dipecahkan oleh
peserta ujian. Sebagai contoh, vignette dapat dihentikan
(dipotong) ketika informasi belum semua diberikan sehingga
peserta ujian harus melengkapi informasi yang akan ditulis
sebagai akhir cerita vignette.
Namun demikian, vignette juga dapat diringkas, yaitu peserta
ujian yang diminta untuk menunjukkan penguasaan konten
pembelajaran dengan menjawab pertanyaan spesifik mengenai
vignette, seperti hasil pemeriksaan yang tidak semua ditampilkan
dan kemudian hal tersebut ditanyakan. Dalam piramida Miller,
contoh uji kompetensi yang melibatkan tiga aspek, yaitu
pengetahuan (knowledge), keterampilan motorik (skill), dan sikap
(attitude), harus dicerminkan pada satu kesatuan soal. Jadi, jika
penyusun soal akan membuat soal, mereka harus berpegang pada
patokan bahwa satu soal yang disusun harus meliputi ketiga ranah
kompetensi. Pengetahuan tentang keterampilan motorik harus
menjadi bagian utama dari EK nakes. Soal jenis ini menguji nakes
tentang ‘tindakan yang harus’ mereka lakukan. Jadi, soal-soal jenis
ini lebih cenderung kepada soal prosedural yang sudah dikuasai
oleh nakes sebagai pengetahuan tanpa melupakan satu kesatuan
makna kompetensi.
Dalam 1 soal, kesatuan makna kompetensi harus terlihat.
No Kompetensi
1. Pengetahuan dan motorik
Keterampilan motorik tidak dapat dipisahkan dari
pengetahuan.
2. Perilaku profesional
Ranah ini harus melekat menjadi satu ketika seorang nakes
melakukan keterampilan motorik. Jadi, dalam pelaksanaan
keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku
profesional harus sudah melekat di dalamnya.
Dalam 1 soal, penyusun soal menentukan
1. Apa perannya
2. Apa kompetensi ranah pengetahuan dan motoriknya
3. Apa kompetensi ranah perilaku profesional

Contoh
Klien laki-laki berusia 15 tahun, memiliki seorang sahabat yang
sering melukai lengannya. Sahabatnya bercerita bahwa setelah
melukai diri, timbul perasaan lega. Hal tersebut membuat ia yang
saat ini sedang menghadapi masalah, terpikir untuk melakukan
hal yang sama. Psikolog klinis harus melakukan tindakan preventif.
Apa langkah awal yang paling tepat pada kasus tersebut?
a. Menggali alasan klien ingin melukai diri
b. Menjelaskan dampak negatif dari melukai diri
c. Mengedukasi cara penyelesaian masalah yang sehat
d. Menyampaikan bahwa perilaku sahabatnya adalah hal yang
tidak baik
e. Meminta klien untuk melakukan banyak aktivitas fisik

Soal di atas masih digolongkan kepada soal dengan kondisi tanpa


penyulit. Jadi, soal seperti ini seharusnya diberikan kondisi
tertentu sehingga opsi jawaban tidak hanya sekedar mengurutkan
instruksi kerja yang sudah dilakukan, mungkin, setiap hari oleh
nakes. Soal di atas dapat dimodifikasi seperti:
Contoh (TIAP PROFESI AKAN BEDA CONTOHNYA)
Klien laki-laki berusia 15 tahun, memiliki seorang sahabat
yang didiagnosa mengalami bipolar dan telah sering
melukai lengan, kaki, dan area dadanya. Sahabatnya
bercerita bahwa setelah melukai diri, timbul perasaan lega.
Hal tersebut membuat ia yang saat ini sedang menghadapi
masalah, terpikir untuk melakukan hal yang sama. Ia sudah
mulai merencanakan untuk membeli beberapa barang
yang dapat melukai lengannya. Psikolog klinis perlu
mencegahnya merealisasikan idenya.
Contoh di atas akan lebih menggambarkan kompetensi
sebenarnya dari nakes ketika yang dihadapi mereka bukan hanya
melakukan prosedur tanpa kendala tetapi juga prosedur dengan
kendala. Jika penyusun soal sudah paham tentang makna
kompetensi, mereka tidak akan membuat soal yang terkesan
‘terfragmen’ atau terpisah. Jadi, penyusun soal harus jeli dalam
melihat soal, sekali lagi, sebagai satu kesatuan kompetensi dan
bukan pengetahuan yang terpisah-pisah.
Misalnya, penyusun soal yang kurang kompeten tidak dapat
mengangkat kasus yang menggambarkan etika. Penyusun soal ini
hanya cenderung membuat soal seperti berikut:
Seorang tenaga kesehatan harus dapat menunjukkan
tindakan baiknya kepada pasien/klien yang dengan
perbuatan tersebut pasien/klien akan merasakan
manfaat dari tindakan tenaga kesehatan ini.
Apa prinsip etika yang ditunjukkan pada ‘kasus’
tersebut?’
A. Beneficence
B. Respect
C. Maleficence
D. Autonomy
E. Privacy
Merujuk pada Piramida Miller tingkat 2, penyusun soal harus
dapat membedakan antara ‘knows’ dan ‘knows how’. Perhatikan
penjelasan singkat berikut:
“knows”—ie, the straight factual recall of knowledge,
and “knows how”—ie, the application of knowledge to
problem-solving and decision-making.1
“tahu”—yakni, ingatan faktual langsung dari
pengetahuan, dan “tahu bagaimana”—yakni,
penerapan pengetahuan untuk pemecahan masalah
dan pengambilan keputusan.

1
Wass, V., Van der Vleuten, C., Shatzer, J., & Jones, R. (2001). Assessment of clinical
competence. The Lancet, 357(9260), 945–949. doi:10.1016/s0140-6736(00)04221-5
Jadi, ketika jawabannya merujuk pada ‘tahu’ bahwa tindakan baik
dinamakan ‘etika tertentu’, ini bukan merupakan soal yang
termasuk dalam Piramida Miller tingkat 2.
II. VIGNETTE, LEAD IN, DAN OPTIONS

Soal yang digunakan untuk EK soal pilihan ganda dengan vignette.


Penyusun soal harus paham secara benar syarat dari masing-
masing komponen (item) soal ini.
VIGNETTE 1. Harus soal profesi masing-masing.
2. Harus berkasus.
3. Tidak diperbolehkan dituliskan teori, definisi,
atau penjelasan teori
4. Beraktor manusia dengan menghindari
pemberian nama atau inisial, termasuk nama RS
dst.
5. Sesuai proses pemberian layanan.
6. Singkat, padat, dan jelas.
LEAD IN 1. Tidak diperbolehkan ditulis lengkap sehingga
menjadikan vignette tidak berfungsi.
2. Perhatikan kata ‘paling’.
3. Tidak diperbolehkan dituliskan kata TIDAK atau
KECUALI
4. Diperbolehkan menggunakan salah satu kata
kunci dalam vignette
5. Diawali dengan kata tanya (Apa, Mana, dst) dan
diakhiri dengan frasa ‘pada kasus tersebut?’
6. Tidak ditulis dalam bentuk: Tindakan yang
dilakukan adalah………. (Ikuti nomor 5!)
OPTION 1. Harus homogen secara konten dan bahasa
2. Semaksimal mungkin tidak diperbolehkan
mengulang kata-kata kunci pada vignette dan
lead-in.
3. Jangan mengulang kata-kata yang sama sesama
opsi, termasuk tidak mengulang kata kerja yang
sama di awal opsi.
4. Perhatikan keseragaman panjang pendeknya.

Salah satu tujuan dari soal pilihan ganda adalah untuk


menentukan apakah peserta ujian telah memperoleh
pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan kerja dengan
tepat dan aman sebagai praktisi. Soal uji kompetensi yang menguji
peserta ujian untuk menerapkan pengetahuan (teori) dan
mensintesis informasi atau pengetahuan yang disediakan dalam
vignette merupakan salah satu ujian yang jauh lebih efektif untuk
membedakan peserta ujian yang berkinerja (berkompetensi)
rendah dari peserta ujian yang berkinerja (berkompetensi) tinggi.

VIGNETTE Seorang nenek mengalami penurunan fungsi


tubuh sehingga tidak bisa berjalan dengan lancar.
4 bulan lalu ia mengalami kedukaan karena
suaminya meninggal. Tensinya sering rendah dan
tubuhnya tampak lebih lemas. Ia senang sekali
bertemu dengan Psikolog Klinis yang
didatanginya. Ia merasa lebih nyaman dan
tubuhnya lebih kuat.
LEAD IN Penanganan psikologis apakah yang lebih tepat
untuk nenek tersebut ?
OPTION A. Konseling dan Relaksasi
B. Relaksasi dan Psikoedukasi
C. Modifikasi Perilaku dan Konseling
D. Konseling dan Medikasi Psikiater
E. Konsultasi dan Meditasi

Dari contoh di atas, terdapat hal-hal umum dalam penulisan


setiap unsur dari soal uji kompetensi. Vignette, misalnya, dengan
latar belakang seperti yang ditunjukkan pada contoh, harus benar-
benar disesuaikan dengan ‘prinsip prosedur layanan pada
pasien/klien’. Urutan tata laksana ini tidak boleh terjadi ‘flight of
idea’ karena tidak sesuai dengan logika prosedur layanan klinis.
Pada penulisan tahap ini, penyusun soal harus patuh pada
protocols and practice guidelines that give specific sequential
instructions for treating patients with particular problems and
needs (protokol dan pedoman praktik yang memberikan instruksi
berurutan untuk merawat pasien/klien dengan masalah dan
kebutuhan tertentu). Ini adalah syarat mutlak yang tidak boleh
diabaikan karena hal tersebut akan mengganggu proses berpikir
keterampilan klinik pada pikiran penjawab soal.
A. VIGNETTE
Alexander dan Becker mendefinisikan vignette sebagai:
‘deskripsi singkat tentang seseorang atau situasi
klinis/sosial yang berisi referensi yang tepat tentang
apa yang dianggap sebagai faktor terpenting dalam
pengambilan keputusan atau proses pengambilan
keputusan pasien/klien’.
Vignette memperkenalkan kasus dari pasien/klien/komunitas
sebagai fokus untuk mengeksplorasi interaksi antara nakes dan
pasien/klien/komunitas. Terdapat beberapa syarat dari
pembuatan vignette yang harus dipatuhi oleh penyusun soal,
yaitu:
(1) Harus spesifik ilmu profesi tertentu
Soal uji kompetensi tertulis harus disusun secara spesifik yang
mencirikan bahwa pembaca vignette adalah ‘calon nakes profesi
tertentu’ dan bukan calon dari tenaga kesehatan lainnya. Istilah
bahasa Inggris dari bahasan ini adalah ‘be relatable, relevant, and
plausible to participants’.
Contoh
Sekelompok anak yang menjadi penyintas korban letusan
Gunung Merapi telah berada di pengungsian selama 1
minggu. Di satu tenda khusus, terdapat anak-anak dan orang
dewasa yang mengalami luka bakar level sedang yang belum
bisa dievakuasi karena keterbatasan rumah sakit. Apa yang
dapat dilakukan oleh psikolog klinis dalam situasi ini?
A. Membantu para perawat untuk memberikan perawatan
ringan
B. Mengajak bicara para penyintas agar tidak terus
menerus berpikir tentang luka nya
C. Mendampingi tenaga Kesehatan untuk mencari
ketersediaan rumah sakit yang dapat menerima
penyintas
D. Melatih orang tua untuk melakukan pendampingan
pada anak yang mengalami luka bakar
E. Menanyakan kebutuhan penyintas dan
menghubungkannya dengan pihak lain
Soal seperti contoh ini belum tidak dapat diberikan kepada
Psikolog Klinis. Ketika soal ini akan dibuat untuk soal Psikolog
Klinis, maka modifikasi soal perlu dilakukan:
Sekelompok anak yang menjadi penyintas korban letusan
Gunung Merapi telah berada di pengungsian selama 1
minggu. Selama masa ini, anak-anak belum memiliki aktivitas
rutin dalam kesehariannya. Apa yang dapat dilakukan oleh
psikolog klinis untuk mengaktifkan dukungan komunitas dan
keluarga dalam situasi ini?
a. Melakukan psikoedukasi kepada orang tua terkait
pendampingan yang dapat orang tua lakukan
b. Membentuk tim relawan untuk mendampingi anak
bermain dan belajar
c. Memetakan pekerjaan/kemampuan pengungsi
dewasa dan membuat program belajar untuk anak-
anak
d. Melatih orang tua untuk melakukan stimulasi pada
anak
e. Membuat jadwal bermain bersama anak
Kesimpulan:
Penyusun soal harus fokus pada ilmu profesi masing-masing dan
tidak diperkenankan untuk menuliskan keilmuan dari profesi
kesehatan lain.
(2) Harus mengikuti aturan ‘cover the options’
Vignette harus ditulis dengan sejelas mungkin sehingga peserta
ujian (Baca: yang kompeten) dapat menyimpulkan maksud soal
dan bahkan mengetahui arah jawaban soal tanpa melihat opsi
jawaban (make sure the item can be answered without looking at
the options) atau mengikuti aturan ‘cover the options’. Vignette
yang baik harus ditulis secara jelas karena informasi yang
dimasukkan terfokus dari masalah yang sedang ditampilkan.
Contoh
Anak usia 2 tahun 8 bulan dirujuk dengan keluhan tidak mau
makan. Berat badan saat ini 11,5 kg dengan tinggi 89 cm.
Riwayat saat lahir, berat badannya 2900 gr dan panjang 49
cm. Menurut ibu, anak hanya mau minum susu dan makan
mie instan. Aktivitas anak sehari-hari lebih banyak di depan
gawai untuk menonton video.
Apa langkah awal yang harus dilakukan?
a. Menghubungkan kepada dokter anak untuk mendapatkan
pemeriksaan fisik menyeluruh
b. Mengedukasi Ibu mengenai pertumbuhan anak usia 0-3
tahun
c. Merujuk pada ahli gizi di puskesmas
d. Mengajarkan cara membentuk perilaku makan yang baik
e. Menyarankan pengurangan pemberian susu pada anak,
agar anak lebih banyak makan makanan padat

Bagi PMIK yang kompeten, vignette di atas sudah cukup untuk


memberikan petunjuk:
(CONTOH TADI DITEBALKAN KATA-KATA KUNCINYA)
Anak usia 2 tahun 8 bulan dirujuk dengan keluhan tidak mau
makan. Berat badan saat ini 11,5 kg dengan tinggi 89 cm. Riwayat
saat lahir, berat badannya 2900 gr dan panjang 49 cm. Menurut
ibu, anak hanya mau minum susu dan makan mie instan. Aktivitas
anak sehari-hari lebih banyak di depan gawai untuk menonton
video.
(PENJELASAN DARI PENEBALAN KATA KUNCI DI VIGNETTE)
Dengan melihat pada data yang ditebalkan di atas, kesimpulan
yang diambil berkenaan dengan vignette ini adalah bahwa anak
mengalami kondisi tidak mau makan dan perkembangannya
saat ini di bawah standar usia nya. Dengan riwayat lahir yang
normal, artinya anak mengalami gagal tumbuh dan kondisi
anak mengarah ke stunting. Jadi, peserta ujian yang kompeten
akan langsung dapat menjawab soal ini dalam waktu yang
sangat singkat.
Kesimpulan:
Penyusun soal harus memastikan jelasnya data di dalam vignette.
(3) Memuat kasus
Sesuai dengan Piramida Miller tingkat 2, vignette harus disusun
dengan kasus tertentu sesuai dengan profesi penyusun soal. Soal
dengan tanpa kasus tidak disarankan untuk dibuat.
Contoh yang tidak disarankan
Seorang Psikolog Klinis mempunyai STRPK dan SIPPK. Ia rutin
mengikuti pelatihan tentang teknik Psikoterapi yang sesuai
dengan kasus-kasus yang ditanganinya. Terkait konsep
pengembangan diri, pelatihan yang diikuti tersebut digunakan
sebagai peningkatan kompetensi diri.
Apa mutu yang dinilai dari kasus tersebut ?
a. Peningkatan Kualitas Profesionalisme
b. Peningkatan Pengembangan Diri
c. Pengembangan Profesi
d. Pengembangan Kemampuan Diri
e. Peningkatan Pelayanan Pasien
Soal ini merupakan soal pada ketegori Piramida Miller tingkat 1,
yaitu hanya identifikasi fakta. Soal juga tidak menunjukkan
adanya kasus yang dapat diangkat. Namun, soal ini lebih baik dari
soal berikutnya.
Contoh soal yang dilarang
Pada alat tes Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC)
terdiri dari beberapa sub tes. Alat tes kecerdasan ini dapat
digunakan untuk melihat indikasi klinis dari subjek yang
diperiksa. Salah satunya ialah Digit Span. Aspek psikologis
apakah yang diungkap dalam subtes tersebut?

a. Daya Ingat
b. Daya Tangkap Informasi dan Instruksi
c. Daya Konsentrasi
d. Daya Juang e. Daya Tahan Stres

Kesimpulan:
Soal evaluasi kemampuan (EK) sebagai uji kompetensi
mengutamakan adanya kasus yang memerlukan pemecahan
masalah.
(4) Berisikan data yang benar
Seluruh soal EK sebagai uji kompetensi harus berisikan data yang
logis dan benar (akurat). Penyusun soal yang seharusnya praktisi
nakes harus tahu dengan benar data-data yang akan diisikan di
dalam vignette.
Contoh vignette dengan data yang tidak benar
Orang tua datang untuk mengkonsultasikan anak laki-laki
nya yang berusia 10 tahun 1 bulan. Anak belum pernah
dibawa berkonsultasi ke mana pun. Ia memiliki Riwayat
kelahiran premature di usia kandungan 33 minggu. Orang
tua mengeluhkan perilaku anaknya yang semenjak duduk di
kelas 3 SD beberapa kali berkata kasar seperti “taik”,
“bego”, “anjing”. Saat ditanya kenapa dia berkata begitu, ia
hanya berkata “tidak apa-apa” sambal tertawa.
Hasil tes Binet menghasilkan angka 44, dengan aspek
penalaran verbal, penalaran serta penilaian, dan motorik
halus yang tidak berkembang optimal. Umur mental 4
tahun 2 bulan. Ia baru akan bangun jika dibangunkan dan
harus diberi instruksi untuk menyiapkan diri. Ia masih
dibantu untuk mandi, buang air kecil dan besar.
Psikoedukasi terkait topik apa yang perlu segera
disampaikan ke orang tua?
a. Pentingnya mengajarkan anak untuk menggunakan kata
yang sopan
b. Diagnosa disabilitas intelektual dan kemungkinan anak
mengalami disabilitas intelektual
c. Melatih anak untuk jujur
d. Cara mengajarkan anak untuk mandiri membersihkan
dirinya
e. Teknik mengembangkan kemampuan berbahas anak

(BERIKAN ALASAN KENAPA DATA KURANG LOGIS DI SOAL DI


ATAS)
Soal ini kurang logis karena, data - data yang terdapat dalam
vignette tidak logis, seperti angka IQ yang 50 padahal usia mental
anak 9 tahun 6 bulan. selain itu, berbagai ketidakmampuan dalam
mengarahkan diri sendiri tidak mencerminkan usia mental yang
mendekati usia kronologis. Penyusun soal terkesan ‘asal membuat
soal’ dan tidak didasarkan pada kejadian nyata.

(5) Menggambarkan kronologis pelayanan dengan benar


Setiap layanan yang diberikan oleh nakes mempunyai prinsip
berkenaan dengan instruksi kerja yang sebenarnya hampir sama:
taat terhadap prosedur. Oleh karena itu, data di dalam vignette
juga harus diilustrasikan seperti pemberian layanan yang
sebenarnya.

Contoh yang kurang tepat


Seorang Ibu berteriak-teriak masuk ke Pratik mandiri Psikolog
Klinis sambil menyeret anak perempuannya yang 2 hari lalu
melakukan hubungan seksual dengan pacarnya. Ibunya terus
berteriak memarahi anaknya dan berulang kali menampar
wajahnya. Ibunya meminta Psikolog Klinis untuk dapat
menghipnotis anaknya, agar menjadi anak yang penurut dan tidak
suka melawan ibunya.
Apa langkah awal yang dapat dilakukan oleh psikolog klinis?
a. Meminta Ibu dan anak untuk segera masuk ke ruang praktik
psikolog klinis
b. Menempatkan anak pada posisi yang berjauhan dari Ibu, agar
tidak lagi mendapatkan pukulan Ibu
c. Memastikan apakah ibu dan anak ini adalah pasien yang sudah
terjadwal
d. Mengedukasi Ibu agar membuat laporan ke kantor polisi
terdekat
e. Menenangkan Ibu dengan cara memintanya untuk duduk
terlebih dahulu dan mempersilakannya bercerita
Jika dicermati lebih dalam, soal di atas kurang mengikuti kaidah
yang benar dalam kronologi pemberian layanan kepada
pasien/klien. Secara universal, data pertama yang dikumpulkan
oleh nakes yang langsung menangani pasien/klien adalah
pengkajian, yaitu anamnesis yang dilanjutkan dengan
pemeriksaan, kecuali kasus-kasus darurat tertentu yang tidak
memerlukan anamnesis tetapi langsung dilakukan pemeriksaan
untuk menentukan tindakan.
Soal di atas sebenarnya dapat terkesan darurat karena ibu yang
kaget mengetahui anaknya yang telah melakukan hubungan
seksual dengan pacarnya. Tetapi, kata “2 hari lalu” dalam soal
dapat menimbulkan kerancuan. Jika terjadi 2 hari lalu, mengapa
Ibu baru marah besar saat ini. Oleh karena itu, kronologi waktu
perlu diperbaiki.
(CONTOH SOAL YANG SALAH KRONOLOGI LAYANANNYA)
Seorang Ibu berteriak-teriak masuk ke Pratik mandiri Psikolog
Klinis sambil menyeret anak perempuannya yang baru tertangkap
basah berada di kamar pacarnya tanpa busana. Ibunya terus
berteriak memarahi anaknya dan berulang kali menampar
wajahnya. Ibunya meminta Psikolog Klinis untuk dapat
menghipnotis anaknya, agar menjadi anak yang penurut dan tidak
suka melawan ibunya.
(6) Vignette bergambar
Soal uji kompetensi seharusnya juga menampilkan soal-soal
dengan vignette yang berupa gambar, diagram, grafik, atau yang
sejenis yang menyiratkan bahwa para peserta ujian mampu untuk
membaca gambar atau yang sejenis yang ditampilkan.
B. LEAD IN
Lead-in harus ditulis secara jelas arah pertanyaannya yang
disesuaikan dengan vignette yang telah disusun (baca tabel di
atas).
(1) Tidak membuat vignette tidak berfungsi
Vignette harus berfungsi sebagai penggambaran soal. Namun,
penyusun soal yang kurang teliti dapat membuat kesalahan
dengan menuliskan lead in secara lengkap sehingga vignette tidak
berfungsi.
Contoh (tulis contoh profesi sendiri)
Seorang remaja kelas 9 SMP yang berusia 16 tahun setelah
diperiksa dengan psikotes, wawancara klinis dan observasi
dapat diketahui bahwa skor IQ 43 Skala Wechsler. Ia tampak
cukup mampu berbicara dengan lancar namun kesulitan
memahami bacaan yang membutuhkan pemahaman
mendalam. Saat pemeriksaan psikologis, ia terlihat cukup
percaya diri dan dapat mengikuti instruksi yang diberikan
meskipun kesulitan menjawab beberapa soal dari tes WISC. Ia
juga masih mengompol di malam hari saja. Walaupun demikian,
saat malam hari ia bekerja sebagai tukang parkir di sebuah
restoran. Selain itu, ia juga cukup bersemangat untuk belajar
dan bersedia mengerjakan tugas-tugas dari guru-guru di SLB.
Apa yang perlu dilakukan untuk membantu pasien/klien
tersebut dapat menuntaskan pendidikan lanjutan di tingkat
menengah atas ?
a. Psikoedukasi
b. Konseling
c. Tes Minat Bakat (ini adalah satu-satunya opsi yang
mengarah pada asesmen psikologis. Opsi yang lain
mengarah pada intervensi psikologis)
d. Konsultasi
e. Modifikasi Perilaku

(2) Tidak menuliskan kata ‘tidak atau kecuali’


Lead in tidak boleh dituliskan seperti:
- Semua opsi berikut benar kecuali……..
- Apa yang tidak boleh dilakukan petugas pada kasus
tersebut?
- (termasuk) Komponen yang digunakan adalah ………..

(3) Pahami lead in dengan pemakaian kata ‘paling’


Satu hal yang paling penting untuk membedakan soal mudah dan
sulit adalah dengan adanya penggunaan kata ‘paling’.
Apa tindakan yang tepat pada kasus tersebut?
Lead in ini memberikan informasi kepada peserta ujian
bahwa hanya satu jawaban saja yang benar.
Apa tindakan yang paling tepat pada kasus tersebut?
Lead ini ini memberikan informasi kepada peserta ujian
bahwa:
- Dua opsi jawaban benar dan diminta menentukan yang
paling benar,
- Tiga jawaban benar dan diminta menentukan yang paling
benar, dan
- Lima jawaban benar dan diminta menentukan yang paling
benar (soal paling sulit).
Contoh
Soal dengan opsi hanya 1 saja yang benar
Seorang psikolog klinis melakukan trauma-focused group
therapy pada tiga orang pasien, yang mengalami kekerasan
di masa kecil, kekerasan seksual, dan pengabaian dalam
keluarga. Tiga orang pasien memiliki latar belakang yang
cukup berbeda dari segi agama, etnis, dan pendidikan.
Apa langkah yang harus dilakukan pada sesi-sesi awal agar
terapi berjalan lancar?
a. Memastikan ketiga klien membangun rasa aman
dan nyaman dalam kelompok
b. Mengajak klien untuk menceritakan alasan dan
rumusan masalah bersama
c. Meminta masing-masing klien membagikan
pengalaman traumatis dalam cara yang suportif
d. Meyakinkan klien bahwa terapi kelompok ini adalah
tempat yang aman
e. Memberitahu klien struktur terapi yang akan
dilakukan

Soal dengan opsi semua benar


Anak laki-laki berusia 4 tahun dirujuk oleh guru PAUD untuk
mendapatkan pemeriksaan psikologis karena ia belum dapat
merangkai kalimat 3-4 kata, belum dapat bercerita, dan
masih kesulitan untuk memahami instruksi. Psikolog klinis
kemudian melakukan serangkaian asesmen untuk
mengetahui permasalahannya.

Apa tes psikologi yang paling tepat dilakukan?


a. Tes inteligensi
b. Tes kematangan sekolah
c. Evaluasi perkembangan
d. Tes persepsi visual
e. Tes penalaran verbal

C. OPTION
Menuliskan opsi jawaban merupakan tahap yang paling sulit
dalam penyusunan soal karena:
1. Tidak boleh terpaku pada jawaban recall/hapalan yang akan
menyusahkan jika jawaban tidak terdiri atas 5 opsi.
2. Diperlukan jam terbang atau pengalaman yang cukup untuk
menentukan opsi jawaban yang kemungkinan akan dipilih
semua oleh penjawab soal.
Penyusun soal seharusnya mempunyai kreativitas untuk
menemukan opsi jawaban yang kemungkinan dapat digunakan
sebagai pengecoh jawaban. Ketika penyusun soal hanya terpaku
pada jawaban teori, mereka akan kesulitan dalam menentukan
lima opsi jawabannya.
Contoh
Piramida Miller 1 (TULIS CONTOH SOAL HAPALAN
SINGKAT)
Jenis kekerasan apa yang dialami oleh klien?
a. Kasus kekerasan fisik dan verbal
b. Kasus kekerasan psikologis
c. Kasus kekerasan mental
d. Kasus kekerasan perempuan
e. Kasus kekerasan kesehatan jiwa
Piramida Miller 1 (TULIS CONTOH HAPALAN SINGKAT
DI ATAS DENGAN MENJADIKANNYA VIGNETTE)
Seorang Psikolog Klinis menangani kasus kekerasan pada
perempuan yang datang padanya. Pada kasus tersebut,
pasien/klien terlihat lebam di lengan dan mata merah di
sebelah kanan. Selain itu, pasien/klien tersebut terlihat
pucat dan sulit berbicara.
Jenis kekerasan apa yang dialami oleh klien
a. Kasus kekerasan fisik dan verbal
b. Kasus kekerasan psikologis
c. Kasus kekerasan mental
d. Kasus kekerasan perempuan
e. Kasus kekerasan kesehatan jiwa
Piramida Miller 2 (TULIS SOAL PROFESI SEPERTI INI
DENGAN MEMBERIKAN DATA YANG SALAH UNTUK
MENGUJI PESERTA APAKAH DAPAT MENGENALI
KESALAHAN)
Orang tua datang untuk mengkonsultasikan anak laki-laki nya
yang berusia 11 tahun 3 bulan, yang seringkali berkata kasar
dan menolak untuk pergi ke sekolah. Anak seringkali
berkata “aku malas sekolah, karena aku tidak bisa main”.
Ketika dilakukan pemeriksaan IQ, anak mengikuti tes sambil
berjalan kesana kemari, bertanya tentang banyak hal, dan
sering menguap. Anak membutuhkan waktu hampir 3 jam
untuk menyelesaikan tes nya. Dari pemeriksaan IQ
dihasilkan angka 54. Berdasarkan pemeriksaan saat ini,
kecurigaan mengarah pada gangguan pemusatan perhatian
dan hiperaktivitas.
Apa yang perlu dilakukan untuk penegakan diagnosis?
a. Melakukan asesmen lebih lanjut mengenai fungsi perilaku
adaptif dan pengelolaan hidup keseharian
b. Mencermati riwayat dan informasi kesehatan terkini
c. Mewawancarai orang tua mengenai interaksi antara orang
tua-anak, termasuk pola komunikasi dan kualitas kontrol
terhadap anak
d. Menggali riwayat kehamilan dan kelahiran anak
e. Mengobservasi aspek atensi dan konsentrasi pada anak

PIRAMIDA MILLER 2 (TULIS SOAL PROFESI SEPERTI INI


DENGAN MEMBERIKAN DATA YANG BENAR UNTUK
MENGUJI APAKAH PESERTA MENGETAHUI ITU
BENAR)
Orang tua datang untuk mengkonsultasikan anak laki-laki
nya yang berusia 11 tahun 3 bulan, yang seringkali berkata
kasar dan menolak untuk pergi ke sekolah. Anak seringkali
berkata “aku malas sekolah, karena aku tidak bisa main”.
Ketika dilakukan pemeriksaan IQ, anak mengikuti tes
sambil berjalan kesana kemari, bertanya tentang banyak
hal, dan sering menguap. Anak membutuhkan waktu
hampir 3 jam untuk menyelesaikan tes nya. Dari
pemeriksaan IQ dihasilkan angka 54. Berdasarkan
pemeriksaan saat ini, kecurigaan mengarah pada
gangguan disabilitas intelektual.
Apa yang perlu dilakukan untuk penegakan diagnosis?
a. Melakukan asesmen lebih lanjut mengenai fungsi
perilaku adaptif dan pengelolaan hidup keseharian
b. Mencermati riwayat dan informasi kesehatan terkini
c. Mewawancarai orang tua mengenai interaksi antara
orang tua-anak, termasuk pola komunikasi dan kualitas
kontrol terhadap anak
d. Menggali riwayat kehamilan dan kelahiran anak
e. Mengobservasi aspek atensi dan konsentrasi pada anak

Soal analisis dapat berpotensi mempunyai opsi jawaban yang


lebih dari lima.

Orang tua datang untuk mengkonsultasikan anak laki-laki nya


yang berusia 11 tahun 3 bulan, yang seringkali berkata kasar
dan menolak untuk pergi ke sekolah. Anak seringkali
berkata “aku malas sekolah, karena aku tidak bisa main”.
Ketika dilakukan pemeriksaan IQ, anak mengikuti tes sambil
berjalan kesana kemari, bertanya tentang banyak hal, dan
sering menguap. Anak membutuhkan waktu hampir 3 jam
untuk menyelesaikan tes nya. Dari pemeriksaan IQ
dihasilkan angka 54. Berdasarkan pemeriksaan saat ini,
kecurigaan mengarah pada gangguan pemusatan perhatian
dan hiperaktivitas.
Apa yang perlu dilakukan untuk penegakan diagnosis?
A. Melakukan asesmen lebih lanjut mengenai fungsi perilaku
adaptif dan pengelolaan hidup keseharian
B. Mencermati riwayat dan informasi kesehatan terkini
C. Mewawancarai orangtua mengenai interaksi antara orang
tua-anak, termasuk pola komunikasi dan kualitas kontrol
terhadap anak
D. Menggali riwayat kehamilan dan kelahiran anak
E. Mengobservasi aspek atensi dan konsentrasi pada anak
F. Mengamati perilaku anak disaat ia sedang bermain
dan menghadapi kendala dalam permainannya
G. Mencatat perilaku anak selama pelaksanaan
asesmen
H. Mengulang tes IQ dengan tes inteligensi lainnya
yang tergolong tes culture free
I. Memeriksakan fungsi Bahasa, bicara dan
komunikasi anak
J. Mengadministrasikan tes CBCL
K. Merujuk pasien pada dokter spesialis syaraf untuk
mendapatkan pemeriksaan EEG
L. Dst…….
Catatan: Perhatikan bahwa semua opsi jawaban
diawali dengan kata kerja yang berbeda antar-opsi.
Selain kreativitas dalam menentukan opsi jawaban, penyusun soal
juga harus memperhatikan keseragaman (homogenitas) dari lima
opsi jawaban yang ditulis.
Bahasa 1
A. Meningkatkan ……
B. Menurunkan …..
C. Mempertahankan …..
D. Penambahan ….. (seharusnya ‘Menambahkan’)
E. Mendidik …..
Contoh
Seorang wanita, usia 30 tahun. Ayah riwayat selingkuh dan
diketahui klien ketika usia SD. Sempat benci pada ayah dan tidak
mau berinteraksi dengan ayah. Klien mulai menunjukkan kondisi
tidak nyaman saat SMA, yaitu lebih sering mengisolir diri, tidak
percaya diri, dan sulit mempercayai orang lain. Kondisi tersebut
tidak pernah klien sampaikan pada keluarga dan memburuk di
usianya saat ini, dimana klien mengatakan nafsu makan hilang,
lebih banyak tidur, dikuasai sedih yang berkepanjangan, hingga
muncul ide bunuh diri. Pendampingan psikologis yang dapat
diberikan pada awal pertemuan dengan klien adalah:
a. Identifikasi kebutuhan dasar klien terkait rasa aman dan
nyaman yang mampu laksana oleh klien.
b. Memberikan motivasi kepada klien untuk dapat
menceritakan kondisinya pada keluarga.
c. Memberikan tes psikologi untuk mengetahui
kecenderungan kepribadian klien.
d. Merekomendasikan dilakukannya konseling keluarga.
e. Menyemangati klien untuk berfokus pada dirinya.

Bahasa 2
A. S+P
B. S+P
C. S+P
D. Frasa (misal: Pengetahuan yang ditingkatkan secara
signifikan = frasa; seharusnya ‘Pengetahuan ditingkatkan
secara signifikan = S+P)
E. S + P
Konten (beri contoh profesi sendiri dengan 1 opsi jawaban yang
tidak homogen secara konten)
Seorang remaja kelas 9 SMP yang berusia 16 tahun setelah
diperiksa dengan psikotes, wawancara klinis dan observasi
dapat diketahui bahwa skor IQ 43 Skala Wechsler. Ia tampak
cukup mampu berbicara dengan lancar namun kesulitan
memahami bacaan yang membutuhkan pemahaman
mendalam. Saat pemeriksaan psikologis, ia terlihat cukup
percaya diri dan dapat mengikuti instruksi yang diberikan
meskipun kesulitan menjawab beberapa soal dari tes WISC. Ia
juga masih mengompol di malam hari saja. Walaupun demikian,
saat malam hari ia bekerja sebagai tukang parkir di sebuah
restoran. Selain itu, ia juga cukup bersemangat untuk belajar
dan bersedia mengerjakan tugas-tugas dari guru-guru di SLB.
Apa yang perlu dilakukan untuk membantu pasien/klien
tersebut dapat menuntaskan pendidikan lanjutan di tingkat
menengah atas ?
f. Psikoedukasi
g. Konseling
h. Tes Minat Bakat (ini adalah satu-satunya opsi yang
mengarah pada asesmen psikologis. Opsi yang lain
mengarah pada intervensi psikologis)
i. Konsultasi
j. Modifikasi Perilaku
Catatan: Opsi di atas dapat digunakan jika ada satu opsi lagi yang
menunjukkan bakteri gram negatif.
Kesimpulan:
Penyusun soal harus mempunyai pengalaman dalam penyusunan
soal dalam waktu yang cukup agar dapat menentukan opsi
jawaban yang tepat untuk soal-soal yang disusunnya.
BAB 4

KOMPETENSI DALAM SOAL EVALUASI KEMAMPUAN


Contoh 1
1. PERAN KASUS : Gangguan
1. Penyedia Layanan Neurodevelopmental - 03
2. Manajer/Leader
Soal 1
3. Pendidik/Konselor/Perseptor
Klien anak laki-laki, usia 7
4. Peneliti/Pembelajar Seumur
Hidup tahun, kelas 1 SD. Datang
dibawa oleh ibunya atas
saran dari sekolah dengan
2. KATEGORI
keluhan sulit fokus dan
1. Batita
tidak bisa diam saat belajar
2. Balita
di kelas. Dari hasil evaluasi
3. Anak
kecerdasannya diketahui
4. Remaja
IQV: 80; IQP:75; Full IQ:75;
5. Dewasa
O.IQ: 78. Selama
6. Lansia
pemeriksaan klien tidak bisa
duduk tenang, berjalan-
3. KOMPETENSI (RANAH KOGNITIF jalan, melompat dan
DAN PSIKOMOTOR) sesekali berteriak dengan
1. Membangun Relasi dengan tujuan bercanda. Hal
Klien menonjol lainnya adalah
2. Asesmen Psikologis klien senang berbicara,
3. Diagnosis Psikologis memiliki banyak ide namun
4. Konsultasi Psikologis tidak sesuai konteks dan
5. Pemantauan Psikologis seperti memiliki dunianya
6. Rujukan sendiri.
4. KOMPETENSI (RANAH PERILAKU Apa langkah selanjutnya
PROFESIONAL) yang dapat dilakukan oleh
1. Komunikasi psikolog klinis?
2. Sikap
a. Menyarankan ibu
3. Mawas Diri
agar klien bisa
4. Kolaborasi
mendapatkan
5. Hukum, Etika, dan
terapi okupasi
Keselamatan Pasien
dan wicara.
6. Dokumentasi
b. Mengedukasi ibu
5. LINGKUP PRAKTIK
terkait gangguan
1. Prevensi/Deteksi dini
konsentrasi dan
2. Promosi
pemusatan
3. Kurasi
perhatian pada
4. Rehabilitasi
anak
5. Paliatif
c. Menginformasikan
6. Penanganan Krisis
kepada ibu terkait
6. TEMPAT PELAYANAN hasil evaluasi
1. Rumah Sakit psikologis klien
2. Puskesmas d. Merujuk klien ke
3. Praktik Mandiri psikiater untuk
4. Klinik mendapatkan
5. Instansi Pemerintah/ Lembaga farmakoterapi
Swasta
6. Lembaga Pendidikan e. Mendiskusikan
7. Lembaga Keagamaan kasus klien
8. Masyarakat/Komunitas dengan supevisi
7. SASARAN klinis
1. Individu
2. Pasangan/Keluarga
3. Kelompok/Komunitas
4. Masyarakat

Contoh 2
1. PERAN KASUS: GANGGUAN DEPRESI
1. Penyedia Layanan Seorang wanita berusia 22 tahun
2. Manajer/Leader datang untuk berkonsultasi mengenai
3. Pendidik/Konselor/ kondisinya yang seringkali menangis
Perseptor dalam 3 minggu terakhir. Ia pun
4. Peneliti/Pembelajar mengeluhkan perilaku murung dan
Seumur Hidup mudah marah untuk hal sederhana
dalam kesehariannya. Apa
manifestasi klinis yang terjadi pada
klien?
a. Perubahan motivasi
b. Perubahan kognitif
c. Perubahan perilaku
d. Perubahan kondisi emosional
e. Perubahan kemampuan
komunikasi

2. KATEGORI
1. Batita
2. Balita
3. Anak
4. Remaja
5. Dewasa
6. Lansia

3. KOMPETENSI (RANAH
KOGNITIF DAN
PSIKOMOTOR)
1. Membangun Relasi
dengan Klien
2. Asesmen Psikologis
3. Diagnosis Psikologis
4. Konsultasi
Psikologis
5. Pemantauan
Psikologis
6. Rujukan
4.
KOMPETENSI (RANAH
PERILAKU
PROFESIONAL)
1. Komunikasi
2. Sikap
3. Mawas Diri
4. Kolaborasi
5. Hukum, Etika, dan
Keselamatan Pasien
6. Dokumentasi
5.
LINGKUP PRAKTIK
1. Prevensi/Deteksi
dini
2. Promosi
3. Kurasi
4. Rehabilitasi
5. Paliatif
6. Penanganan Krisis
6.
TEMPAT PELAYANAN
1. Rumah Sakit
2. Puskesmas
3. Praktik Mandiri
4. Klinik
5. Instansi Pemerintah
/ Lembaga Swasta
6. Lembaga
Pendidikan
7. Lembaga
Keagamaan
8. Masyarakat/Komuni
tas
7.
SASARAN
1. Individu
2. Pasangan/keluarga
3. Kelompok/Komunit
as
4. Masyarakat
Contoh 3
1. PERAN KASUS: KECEMASAN
1.Penyedia Layanan
2.Manajer/Leader
Seorang pasien berusia 23
3.Pendidik/Konselor/Perseptor
4.Peneliti/Pembelajar Seumur tahun datang ke klinik
Hidup bersama anggota
2. KATEGORI keluarganya. Keluarganya
menceritakan bahwa pasien
1. Batita
2. Balita sulit tidur, sulit mengontrol
3. Anak kekhawatirannya, kesulitan
4. Remaja berkonsentrasi baik di
5. Dewasa rumah maupun di kantor.
6. Lansia Hal ini sudah berlangsung
3. KOMPETENSI (RANAH
lebih dari 3 bulan dan terjadi
KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR)
hampir setiap hari. Keluarga
1. Membangun Relasi dengan sudah berusaha membawa
Klien pasien ke orang pintar
2. Asesmen Psikologis
namun tidak ada
3. Diagnosis Psikologis
perubahan. Psikolog klinis
4. Konsultasi Psikologis
5. Pemantauan Psikologis kemudian melakukan
6. Rujukan asesmen dengan alat tes
4. KOMPETENSI (RANAH psikologi. Apa alat tes yang
PERILAKU PROFESIONAL) tepat dalam kasus ini?
1. Komunikasi a. Beck Anxiety
2. Sikap Inventory (BAI),
3. Mawas Diri
Hamilton Anxiety
4. Kolaborasi
Rating Scale
5. Hukum, Etika, dan
Keselamatan Pasien
6. Dokumentasi b. GAD-7, Cognitive
5. LINGKUP PRAKTIK Behavior Therapy
1. Prevensi/Deteksi dini (CBT)
2. Promosi c. Beck Anxiety
3. Kurasi Inventory (BAI), Yale-
4. Rehabilitasi Brown Obsessive
5. Paliatif Compulsive Scale (Y-
6. Penanganan Krisis
BOCS)
6. TEMPAT PELAYANAN
d. Social Phobia
1. Rumah Sakit Inventory, Mood
2. Puskesmas Disorder
3. Praktik Mandiri
Questionnaire.
4. Klinik
5. Instansi Pemerintah/ e. General Behaviour
Lembaga Swasta Inventory, Hypomanic
6. Lembaga Pendidikan Personality Scale
7. Lembaga Keagamaan
8. Masyarakat/Komunitas
7. SASARAN
1. Individu
2. Pasangan/Keluarga
3. Kelompok/Komunitas
4. Masyarakat
Contoh 4
1. PERAN KASUS: BIPOLAR
1.Penyedia Layanan
2.Manajer/Leader
Soal 1
3.Pendidik/Konselor/Perseptor
4.Peneliti/Pembelajar Seumur Seorang remaja, usia 16
Hidup tahun datang kepada
2. KATEGORI
seorang psikolog klinis
1. Batita dengan keluhan dirinya
2. Balita memiliki gangguan
3. Anak bipolar setelah ia
4. Remaja
melakukan asesmen
5. Dewasa
6. Lansia dengan menggunakan
3. KOMPETENSI (RANAH KOGNITIF instrumen lapor diri yang
DAN PSIKOMOTOR) tersedia secara gratis di
internet.
1. Membangun Relasi dengan
Klien Apa langkah awal yang
2. Asesmen Psikologis harus dilakukan oleh
3. Diagnosis Psikologis psikolog klinis ketika
4. Konsultasi Psikologis
melakukan penanganan
5. Pemantauan Psikologis
6. Rujukan terhadap klien ini?
4. KOMPETENSI (RANAH PERILAKU a. Mengecek ulang
PROFESIONAL) hasil asesmen yang
1. Komunikasi diperoleh klien dari
2. Sikap instrumen lapor
3. Mawas Diri diri.
4. Kolaborasi b. Menggunakan
5. Hukum, Etika, dan Keselamatan
teknik observasi
Pasien
6. Dokumentasi dan wawancara
5. LINGKUP PRAKTIK klinis secara
1. Prevensi/Deteksi dini mendalam
2. Promosi mendalam
3. Kurasi c. Melakukan
4. Rehabilitasi pemeriksaan
5. Paliatif psikologis lengkap
6. Penanganan Krisis
untuk
6. TEMPAT PELAYANAN
mengkonfirmasi
1. Rumah Sakit diagnosis yang
2. Puskesmas diperoleh klien
3. Praktik Mandiri
sebelumnya
4. Klinik
5. Instansi Pemerintah/ Lembaga d. Memeriksa adanya
Swasta potensi
6. Lembaga Pendidikan komorbiditas
7. Lembaga Keagamaan mental dan fisik
8. Masyarakat/Komunitas e. Meminta informasi
7. SASARAN dari pihak keluarga
1. Individu mengenai perilaku
2. Pasangan/Keluarga dan aktivitas
3. Kelompok/Komunitas harian klien.
4. Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai