DISUSUN OLEH
ALMA KHADIJAH NUR AFIFI (1860308223241)
PUTRI INTAN BERLIAN (1860308223229)
ADHONIA BEATRICE AGHATA (1860308223252)
DHELIA KUMALA AMALIYANTI (1860308223260)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga
kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang
lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah
Psikologi Klinis dengan judul “Identifikasi Perubahan Dalam Intervensi”. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang membantu menyelenggarakan makalah ini. Ucapan terimakasih
tidak lupa penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Maftuhin, M.Ag. Selaku rektor UIN SATU Tulungagung yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung.
2. Dr. Ahmad Rizqon Khamami, Lc., M.A selaku dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah.
3. Ibu Muthia Maharani, M.Psi., Psikolog selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Klinis
yang telah membimbing dan memberikan masukan-masukan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
4. Civitas UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang telah memberikan izin dan fasilitas
kepada penulis untuk mencari dan mendapatkan tambahan pengetahuan dalam menyelesaikan
makalah ini.
5. Teman-teman PI 3A yang selalu mendukung penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Dengan penuh harap, semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT dan tercatat sebagai
amal salih. Penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini banyak terdapat kesalahan karena
keterbatasan penulis sebagai manusia biasa, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
kesempatan penulis dalam menyelesaikan tugas-tugas dimasa datang. Semoga dengan adanya makalah
ini bisa bermanfaat kepada siapa saja yang membaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PEMBAHASAN
Penekanan kami pada psikologi klinis sebagai profesi berbasis bukti, mengkaji
penelitian tentang intervensi yang berhasil dalam pengobatan berbagai gangguan dan masalah.
Pendekatan untuk mempelajari psikoterapi ini masing-masing dikenal sebagai penelitian proses
dan penelitian proses-hasil. Banyak psikolog klinis menggambarkan pendekatan mereka
sebagai kombinasi dari dua atau lebih pendekatan utama terhadap pengobatan seperti
pengalaman dan kognitif-perilaku. Namun, penting juga untuk mempertimbangkan sejumlah
besar bukti yang berfokus pada pasien/klien, terapis, dan yang mempengaruhi hasil pengobatan.
Selain itu, ratusan penelitian telah meneliti unsur-unsur psikoterapi seperti aliansi antara
pasien dan terapis, dan bagaimana unsur-unsur proses ini terkait dengan dampak pengobatan.
Hasil pengobatan juga digunakan untuk mengembangkan rekomendasi berbasis bukti untuk
pengobatan gangguan dan kondisi tertentu. Hasil penelitian proses dan penelitian proses-hasil
juga telah digunakan untuk merumuskan pedoman klinis bagi psikolog.
2
standar pengalaman klien dan terapis dalam proses pengobatan. Sejak saat itu, sejumlah strategi
untuk mempelajari apa yang terjadi dalam terapi (penelitian proses) dan bagaimana kaitannya
dengan perubahan klien (penelitian proses-hasil) telah berkembang secara dramatis dan semakin
kompleks.
3
pengalaman hidup, karakteristik asal keluarga, etnis dan ini, faktor budaya, keyakinan tentang
masalah psikologis, dan harapan mengenai pengobatan.
Intervensi klinis terjadi ketika para klinisi, yang bertindak dalam kapasitas profesional,
berusaha mengubah perilaku, pikiran, emosi, atau sosial klien keadaan ke arah yang diinginkan.
Intervensi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk psikoterapi individu dan kelompok,
rehabilitasi psikososial, dan pencegahan, tetapi psikoterapi adalah kegiatan intervensi yang paling
dikenal oleh psikolog klinis. psikolog klinis yang paling dikenal. Pengertian psikoterapi secara
singkatnya, psikoterapi adalah perawatan yang ditawarkan oleh tenaga kesehatan mental yang
terlatih dan diberikan dalam batas-batas hubungan profesional untuk membantu klien mengatasi
masalah psikologis. Meskipun tidak ada definisi psikoterapi yang memuaskan semua orang,
definisi ini mengidentifikasi peserta psikoterapi (klien dan terapis), kerangka dasar (hubungan
profesional), dan tujuan utama pengobatan (pengurangan penderitaan). Akan tetapi, definisinya
agak formal dan mungkin bukan apa yang terlintas dalam pikiran kebanyakan orang ketika mereka
mendengar kata psikoterapi.
1.Tujuan dari Intervensi Klinis Meliputi:
a. mengurangi emosi ketidaknyamanan
b. menumbuhkan wawasan
c. memberikan informasi baru (pendidikan)
d. memberikan tugas terapi tambahan (pekerjaan rumah)
e. mengembangkan keyakinan, harapan, dan harapan untuk perubahan.
4
memaksimalkan setiap tujuan, masing-masing tujuan berikut ini dicari sampai tingkat tertentu
dalam semua bentuk pengobatan yang berhasil.
5
C. Penelitian tentang Intervensi Klinis
Bab ini memberikan penjelasan tentang bagaimana kita mengetahui apa yang berhasil
dalam halnya masalah yang terkait dengan masing-masing metodologi keseluruhan temuan
kemanjuran dan efektivitas terapi disediakan untuk pengobatan tradisional pengobatan individu
serta untuk mode intervensi alternatif. Membandingkan keefektifan relatif dari perlakuan yang
berbeda, menilai komponen-komponen spesifik dari perawatan yang bertanggung jawab untuk
perubahan tertentu.Baru-baru ini, para peneliti yang menyelidiki perawatan psikologis telah
berusaha untuk menilai daya tahan manfaat dari perawatan tertentu. Mengidentifikasi efek
samping negatif yang terkait dengan suatu perawatan. Menentukan seberapa dapat diterimanya
suatu perawatan untuk berbagai jenis klien. Memetakan keefektifan biaya dari berbagai perawatan.
Apakah efek pengobatan signifikan secara klinis dan sosial bermakna secara sosial. Memverifikasi
bahwa perawatan yang bekerja dalam satu pengaturan (seperti penelitian) juga efektif di tempat
lain (seperti pusat kesehatan jiwa komunitas).mental masyarakat). Menetukan metode pengiriman
yang mana, seperti tatap muka versus online, yang terkait dengan hasil klinis terbaik.
Mengevaluasi bagaimana perawatan mengarah pada perubahan perilaku (Kazdin & Blasé,2011;
Kendall & Comer, 2011). Hasil kerja mereka telah menghasilkan kemajuan yang signifikan dalam
mengidentifikasi dan mengembangkan perawatan yang membantu mengurangi beberapa masalah
kesehatan mental yang paling umum masalah kesehatan yang paling umum. Melihat sejarah dan
proses penelitian tentang intervensi klinis akan membantu menyoroti sejauh mana klinis akan
membantu menyoroti seberapa jauh kita telah maju sebagai sebuah bidang pengobatan.
1.) Desain Dasar Penelitian Hasil pada Perawatan Psikologis
Masa Lalu dan Sekarang Selama beberapa dekade terakhir, para peneliti telah mencoba
merancang dan melakukan evaluasi hasil pengobatan sedemikian rupa sehingga hasilnya dapat
ditafsirkan dengan jelas. Dari semua desain penelitian yang dapat mengevaluasi keberadaan
hubungan sebab-akibat antara terapi dan perbaikan, yang paling kuat adalah eksperimen terkontrol
(Greenhoot, 2005). Eksperimen adalah upaya untuk menemukan penyebab kejadian tertentu
dengan membuat perubahan sistematis pada faktor-faktor tertentu dan kemudian mengamati
perubahan yang terjadi pada faktor lainnya. Faktor-faktor yang dimanipulasi oleh peneliti disebut
variabel independen; faktor-faktor yang akan diamati perubahannya disebut variabel dependen.
Dalam penelitian hasil,variabel independen biasanya adalah jenis terapi yang diberikan
(mis, terapi perilaku kognitif versus terapi nondirektif), dan variabel dependen variabel dependen
adalah jumlah perubahan yang terlihat pada klien (misalnya, yang diukur dengan tes depresi atau
kecemasan).Sebagian besar eksperimen hasil psikoterapi menggunakan desain penelitian dalam
subjek ataudesain penelitian antar-subjek, yang keduanya memungkinkan peneliti untuk
memeriksa efek dari berbagai kondisi perawatan (variabel independen)pada pemikiran dan
perilaku klien (variabel dependen). Dalam desain dalam-subjekDalam desain dalam subjek, klien
mendapatkan satu jenis perlakuan, tetapi peneliti mengubahnya dengan cara tertentu di berbagai
titik dan mengamati setiap perubahan perilaku yang mungkin terjadi.
6
Dalam desain antar subjek, kelompok klien yang berbeda dihadapkan pada perlakuan yang
berbeda, dan jumlah serta jenis perubahan yang diamati pada masing-masing kelompok
dibandingkan. Dalam uji klinis acak, baik di dalam atau di antara subjek digunakan untuk
menyediakan metodologi penelitian yang lebih ketat secara statistik.
7
Pendekatan tradisional untuk meringkas penelitian hasil adalah dengannaratif, atau
tinjauan skor kotak (misalnya, Lambert Bergin, 1994; Lambert, Shapiro, Bergin, 1986; Weisz,
Donenberg, Han, & Weiss, 1995). Dalam tinjauan skor kotak, peneliti membuat penilaian kategoris
tentang apakah setiap hasil studimenghasilkan hasil positif atau negatif dan kemudian menghitung
jumlah hasil positif dan hasil negatif.
Pengulas yang menggunakan metode ini telah dikritik (termasuk oleh satu sama lain) karena
subjektif dan tidak sistematis dalam cara merekamengintegrasikan studi penelitian. Masalah lain
dengan tinjauan naratif adalah bahwa banyaknya hasil penelitian menyulitkan para pengulas untuk
menimbang dengan benar manfaat dan hasil dari setiap penelitian. Ketidaksepakatan atas hasil-
hasil ini memperjelas bahwa diperlukan sebuah alternatif untuk analisis skor kotak, sebuah
alternatif yang memungkinkan peneliti untuk mengukur dan meringkas efek secara statistikdari
setiap hasil studi, secara terpisah.Studi Meta-Analitik salah satu alternatif tersebut adalah meta-
analisis, sebuah teknik kuantitatif yang menstandarkan hasil dari sejumlah besar penelitian
sehingga dapat dibandingkan atau digabungkan(Ellis, 2010).
Hal ini dilakukan dengan cara berikut: rata-rata kelompok perlakuan dikurangi rata-rata kelompok
kontrol pada ukuran yang sama dibagi dengan standar deviasi dari kelompok kontrol.
Dengan kata lain, ukuran efek menunjukkan perbedaan rata-rata dalam hasil antara
kelompok yang diobati dan yang tidak diobati di setiap penelitian. Ukuran efek juga dapat dihitung
untuk membandingkan dua perlakuan yang berbeda kelompok yang berbeda, bukan hanya
kelompok perlakuan dan tanpa perlakuan.
4.) Survei Kepuasaan Klien
Pada tahun 1990-an, ketika para peneliti mencoba untuk memastikan apakah terapiberguna
atau tidak, sebuah survei publik yang sangat besar dilakukan oleh majalah Consumer
Reportsmajalah Consumer Reports (Seligman, 1995). Sekitar 4.100 responden yang pernah
menemui seorangprofesional kesehatan mental dalam tiga tahun sebelumnya diminta untuk
menilai (a)sejauh mana pengobatan formal telah membantu mengatasi masalah yang membuat
merekaterapi, (b) seberapa puas mereka dengan perawatan yang mereka terima, dan (c)bagaimana
mereka menilai "keadaan emosional mereka secara keseluruhan" setelah perawatan. Tanggapan
merekamenunjukkan bahwasekitar 90% klien merasa lebih baik setelah perawatan.tidak ada
perbedaan dalam peningkatan klien yang menjalanipsikoterapi saja dibandingkan dengan
psikoterapi ditambah dengan obat-obatan. Studi yang lebih baru telah menemukan peringkat yang
sebanding dari kepuasan klien denganperawatan psikologis. Sebagai contoh, sebuah survei
terhadap hampir 13.000 orang dewasa menemukan bahwa, dari mereka yang telah menerima
perawatan untuk masalah psikologis di masa lalutahun terakhir, 88,5% mengatakan bahwa mereka
puas dengan perawatan tersebut (Lippens & Mackenzie, 2011).
Meskipun survei kepuasan klien tidak seketat uji klinis acakklinis acak dan meta-analisis,
survei ini memberikan peneliti klinisbukti tentang pandangan klien secara keseluruhan tentang
pengalaman terapi.
8
5.) Temuan tentang Terapi Kelompok
Bukti empiris menegaskan bahwa terapi kelompok dapat menjadi bentuk pengobatan
yang efektif, terutama ketika ada kohesi kelompok yang kuat dan aliansi terapeutik yang
kuat (Burlingame & Baldwin, 2011). Sejumlah terapi kelompok intervensi telah
menunjukkan dukungan empiris yang kuat, termasuk terapi kelompok suportif kelompok
suportif untuk skizofrenia dan terapi kelompok perilaku kognitif untuk depresi (Drossel,
2009). Para pendukung terapi kelompok berpendapat bahwa bukti keefektifannya akan
mengarah untuk meningkatkan penggunaannya karena penghematan biaya untuk klien dan
asuransi perusahaan. Dan memang, intervensi perilaku kognitif kelompok dan kelompok
pendekatan berbasis penerimaan efektif dari segi biaya dan sangat berhasil dalam membantu
mengurangi gejala depresi (Drossel, 2009).
6.) Temuan tentang Terapi Pasangan
Dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa pengobatan, hampir semua bentuk terapi
pasangan tampaknya menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam kepuasan hubungan
pasangan dan penyesuaian psikologis (Baucom, Epstein, Kirby, & Falconier, 2011). Ada
dukungan penelitian yang kuat untuk terapi pasangan perilaku. Dalam satu tinjauan
dari 30 studi, Shadish dan Baldwin (2005) menemukan bahwa 72% dari lebih baik pada
akhir perawatan daripada pasangan yang tidak menerima pengobatan. Sebuah tinjauan yang
lebih baru menunjukkan bahwa 80% pasangan yang diobati lebih baik daripada pasangan
yang tidak diobati (Gurman & Snyder, 2011). Perilaku terapi pasangan untuk gangguan
penggunaan alkohol telah terbukti sangat efektif (Gurman & Snyder, 2011), dan terapi
pasangan perilaku integratif, yang menambahkan pendekatan berbasis penerimaan pada
terapi perilaku standar juga terlihat sangat menjanjikan (McGinn, Benson, & Christensen,
2011). Ada bukti bahwa dua faktor kunci dalam terapi pasangan yang berhasil adalah
pelatihan komunikasi dan keterampilan pemecahan masalah (Oliver & Margolin, 2009).
Namun, masih ada kebutuhan untuk mengidentifikasi mekanisme dalam terapi pasangan
yang paling berhasil dengan berbagai jenis klien dan yang mempromosikan keuntungan
pengobatan yang paling tahan lama (Gottman & Ryan, 2005; Snyder, Castellani, &
Whisman, 2006).
7.) Temuan tentang Terapi Keluarga
Keluarga yang menyelesaikan program terapi biasanya menunjukkansignifikan dalam
pola komunikasi dan perilaku anggota keluarga anggota keluarga yang masalahnya
mendorong untuk menjalani terapi (Kaslow, 2011;Stanton, 2013). Hasil ini biasanya
dilaporkan dalam penelitian empiris tentangterapi keluarga untuk beberapa jenis masalah
9
klien dan keluarga yang teridentifikasi. Beberapa jenis terapi keluarga tertentu tampak lebih
berhasil daripada yang lain.
Terapi keluarga perilaku dan terapi keluarga struktural telah menerima dukungan
empiris terkuat.Perawatan seperti pelatihan perilaku orang tua atau pelatihan manajemen
orang tua(Briesmeister & Schaefer, 2007) dan terapi interaksi orang tua-anak(Funderburk
& Eyberg, 2011) dianggap sebagai praktik yang sangat efektif. Lainnya terapi keluarga
berbasis perilaku, yang dikenal sebagai terapi multisistemik, sangat efektif dan bahkan
bekerja dengan beragam keluarga dari latar belakang yang kurang beruntung(Henggeler,
2011). Selain itu, perawatan berbasis keluarga untuk anoreksia, terapi keluarga untuk
gangguan bipolar, dan psikoedukasi keluarga untuk skizofrenia, semuanya memiliki
dukungan penelitian yang kuat (Kaslow, 2011).
8.) Temuan tentang Intervensi
Program-program ini sering dirancang untuk memodifikasi faktor risiko sosial,
ekonomi, dan lingkungan yang menyebabkan gangguan atau memperkuat kualitas positif
yang dapat melindungi individu yang rentan dari mengembangkan gangguan. Penelitian
berskala besar dan terkontrol dengan baik telah mengidentifikasi sejumlah efektif (Barrera
& Sandler, 2006) seperti berikut ini: Mencegah agresi dengan mengajarkan manajemen
kemarahan kepada remaja dan keterampilan pemecahan masalah sosial saat mereka
melakukan transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah pertama (Lochman & Wells,
2004)
Mencegah infeksi HIV dengan memberikan informasi, motivasi, dan kompetensi
keterampilan perilaku yang terkait dengan metode seks aman di kalangan siswa sekolah
menengah(Fisher, Fisher, Bryan, & Misovich, 2002) mencegah pesta minuman keras pada
hari ulang tahun ke-21 mahasiswa dengan memberikanumpan balik yang dipersonalisasi
tentang niat siswa untuk minum dalam jumlah sedang(Tetangga, Lee, Lewis, Fossos, &
Walter, 2009) mencegah penyalahgunaan zat oleh anak-anak dan remaja dengan
meningkatkan keterampilan pengasuhan anak dan memperkuat hubungan yang sehat dalam
keluarga (Kumpfer & Alvarado, 2003). Secara keseluruhan, ada program pencegahan yang
efektif untuk banyak kesehatan mental dan ada minat baru untuk mengubah komunitas agar
lebih lebih konsisten dengan perkembangan kesejahteraan psikologis (Biglan, Flay,Embry,
& Sandler, 2012).
10
BAB II
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Pendekatan untuk mempelajari psikoterapi masing-masing dikenal sebagai penelitian
proses dan proses-hasil. Ratusan penelitian telah meneliti unsur-unsur psikoterapi, unsur-
unsur proses, hasil pengobatan, rekomendasi, proses dan proses-hasil.
2. Intervensi klinis terjadi ketika para klinisi bertindak dalam kapasitas profesional, berusaha
mengubah perilaku, pikiran, emosi, atau sosial klien keadaan ke arah yang diinginkan.
Intervensi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk psikoterapi individu dan
kelompok, rehabilitasi psikososial, dan pencegahan. Psikoterapi adalah perawatan yang
ditawarkan oleh tenaga kesehatan mental yang terlatih dan diberikan dalam batas-batas
hubungan profesional untuk membantu klien mengatasi masalah psikologis. Tujuan dari
Intervensi Klinis Meliputi berbeda berbeda dalam pandangan mereka tentang
perkembangan kepribadian dan penjelasan mereka tentang penyebab masalah psikologis.
3. Materi ini memberikan penjelasan tentang keefektifan berbagai metode dan intervensi
yang digunakan dalam terapi tradisional. Materi ini juga menyoroti perbedaan antara
pendekatan yang berbeda dan komponen-komponen spesifik dari terapi tertentu. Studi ini
juga membahas peran intervensi psikologis dalam berbagai pengaturan klinis dan
Spengaruh intervensi psikologis terhadap efektivitas intervensi.
B. SARAN
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah diatas masih
banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Penulis memohon maaf yang sebesar
besarnya karena tidak lengkap atau kurangnya dalam menulis materi. Pembaca dapat
membaca lebih lengkapnya pada referensi yang kami gunakan atau menggunakan referensi
lainnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Pomerantz, M. Andrew. (2017). Clinical Psychology Science, Practice, & Culture. United States
Of American: SAGE Publications, Inc.
Kramer, P, Geoffrey, Douglass, A, Bernstein, Vicky Paresh. (2014). Introduction To Clinical
Psychology Eight Edition. United States Of American: Pearson Education, Inc.
Hunsley, John, M.lee, Cathrine. (2014). Introduction To Clinical Psychology An Evidence- Based
Approach Third Edition. Canada: John Willey & Sons Canada, Ltd.
12
Identitas Jurnal Psikologi Klinis
1. JUDUL JURNAL : Positive Psychology Intervention to Alleviate Child Depression and
Increase Life Satisfaction: A Randomized Clinical Trial
NAMA PENULIS : Sylvia Y. C. L. Kwok1, Minmin Gu1, and Katrina Tong Kai Kit1
ABSTRAK : Purpose: The study aims to examine the effectiveness of a positive
psychology group-based intervention program, incorporating elements of hope and
gratitude, indecreasing depression and increasing life satisfaction among primary school
students in HongKong. Method: A total of 68 children, with the Depression score of
Chinese Hospital Anxiety and Depression Scale from 9 to 11,were randomly assigned to
the intervention and control groups. An eight-session intervention group-based program
was con-ducted in five primary schools. Results:Participants of the intervention groups
showed a significant decrease in depression and significant increase in life satisfaction,
partially mediated by hope and gratitude, after the intervention when compared with those
of the control groups. Discussion: As positive psychology intervention teaches children
ways to increase their positive cognition,emotions, and behaviors, it may helpchildren cope
with current emotional problems and enhance their capability to deal with future stress and
adversities.
KATA KUNCI : positive psychology, hope, gratitude, depression, children, intervention,
life satisfaction
DAFTAR REFERENSI : Arnau, R. C., Rosen, D. H., Finch. J. F., Rhudy, J. L., &
Fortunato,V. J.(2007). Longitudinal effects of hope on depression and anxiety: A latent
variable analysis, Journalof Personality, 75, 43-64. Bailey. T. C., Eng. W, Frisch, M. B., &
Snyder, C. R. (2007). Hope and optimism as related to life satisfaction. The Journal of
Positive Psychology, 2, 168-175.Berg, C.J., Snyder, C. R., & Hamilton, N. (2008). The
effectiveness of a hope intervention in coping with cold pressor pain. Journal of Health
Psychology, 13, 804-809. Campbell, M., Grimshaw, J., & Steen, N. (2000). Sample size
calcula-tions for cluster randomised trials. Journal of Health Services Research & Policy,
3, 12-16 Chan, D.W. (2010). Gratitude, gratitude intervention and subjective well-being
among Chinese school teachers in Hong Kong. Educational Psychology, 30,139-
153.Chang, E. C. (1998). Hope, problem-solving ability, and coping in a college student
population. Some implications for theory and practice. Journal of Clinical Psychology, 54,
953-962 Chang, E. C. & DeSimone, S. L. (2001). The influence of hope on appraisals,
coping, and dysphoria: A test of hope theory. Journal of Social and Clinical Psychology,
20, 117-129.Cheavens, J. S., Feldman, D. B., Gum, A., Michael, S. T., & Snyder,C.R.
(2006). Hope therapyin a community sample: A pilot inves- tigation. Social Indicators
Research, 77, 61-78. Chen, L.H., Chen, M. Y., Kee, Y. H., & Tsai, Y. M. (2009) Valida-tion
of the Gratitude Questionnaire (GQ) in Taiwanese undergrad-uate students. Journal of
Happiness Studies, 10, 655-664.Cheng, K.& Myers, K. (2005). Child and adolescent
psychiatry The essentials. New York, NY: LippincottWilliams and Wilkins. Chow A. Y.
13
(2010). The role of hope in bereavement for Chinese people in Hong Kong. Death Studies,
34, 330-350
14
2. JUDUL JURNAL: Routledge, effects of an emotional literacy intervention for student
identified with bullying behaviour.
Nama Penulis: Claire Knowlera & Norah Frederickson Educational Psychology Service,
Milton Kaynes Council, Milton Keynes, UK.UCL, London, UK.
Abstrack: The effectiveness of a 12-week, small group emotional literacy (EL)
intervention in reducing bullying behaviour in school was evaluated. Participants were 50
primary school pupils identified through peer nomination as engaging in bullying
behaviours. The intervention was implemented in schools already engaged with a universal
social and emotional learning initiative, including an anti-bullying component. Within
schools, participants were randomly assigned to an intervention or a wait-list comparison
group. Response to the intervention was found to be dependent on baseline levels of EL.
Only children whose baseline level was low showed a significant reduction in peer-rated
bullying behaviour. No effect of the intervention was detected on victimisation or
adjustment scores, although positive changes in adjustment were associated with increased
EL.
Kata Kunci: emotional literacy; emotional intelligence; bullying; intervention; primary
school
Referensi:
Adams, M. J. (1989). Thinking skills curricula: Their promise and progress.
EducationalPsychologist, 24, 25–77. doi: 10.1207/s15326985ep2401_2Andreou, E.
(2001).
Bully/victim problems and their association with coping behaviour in
conflictual peer interactions among school-age children. Educational Psychology, 21, 59–
66. doi: 10.1080/01443410125042
Archer, J. (2004). Sex differences in aggression in real-world settings: A meta-analytic
review.
Review of General Psychology, 8, 291–322. doi: 10.1037/1089-2680.8.4.291
Arseneault, L., Walsh, E., Trzesniewski, K., Newcombe, R., Caspi, A., & Moffitt, T. E.
(2006).
Bullying victimization uniquely contributes to adjustment problems in young
children: A nationally representative cohort study. Pediatrics, 118, 130–138. doi:
10.1542/peds.2005-2388
Arsenio, W. F., & Lemerise, E. A. (2001). Varieties of childhood bullying: Values, emotion
processes and social competence. Social Development, 10, 59–73. doi: 10.1111/1467-
9507.00148
Beauchamp, M. H., & Anderson, V. (2010). SOCIAL: An integrative framework for the
development of social skills. Psychological Bulletin, 136, 39–64. doi: 10.1037/a0017768
Brackett, M. A., Mayer, J. D., & Warner, R. M. (2004).
15
Emotional Intelligence and its relation to everyday behaviour. Personality and Individual
Differences, 36, 1387–1402.doi: 10.1016/S0191-8869(03)00236-8 Braswell, L., August,
G. J., Bloomquist, M. L., Realmuto, G. M., Skare, S. S., & Crosby, R. D. (1997).
School-based secondary prevention for children with disruptive behaviour: Initial
outcomes. Journal of Abnormal Child Psychology, 25, 197–208. doi: 10.1023/
A:1025743931731
Tanggal Terbit: Published Online 07 May 2013.
Volume dan Nomor Jurnal:Vol. 33, No. 7, 862–883
ISSN: -
DOI: http://dx.doi.org/10.1080/01443410.2013.785052
Halaman Jurnal: 24 Halaman
Simpulan:
Efek dari intervensi literasi emosional untuk siswa yang teridentifikasi yang
teridentifikasi dengan perilaku perundungan.
Claire Knowlera dan Norah Fredericksonb*aMilton Kaynes Council, Layanan Psikologi
Pendidikan, Milton Keynes, Inggris; bUCL,London, Inggris. Telah melakukan penelitian
selama 12 minggu di sekolah yang telah di evaluasi dan mendapatkan lima puluh partisipan
untuk melakukan tes adakah intervensi literasi emosional dalam perilaku bullying
disekolah.
Sebelumnya, perilaku bullying sangat marak terjadi di kalangan usia sekolah
menengah pertama, para peneliti banyak menyarankan atau menggunakan metode EI atau
emotional trait, dengan adanya metode tersebut menunjukkan bahwa seorang siswa dengan
EI rendah cenderung memiliki kemungkinan sebagai pelaku bullying pada teman
sebayanya, dan siswa yang memiliki nilai EI tinggi menunjukkan bahwa pro sosial dan
tidak anti sosial, bullying ini secara obsevarsi gender, anak laki laki cenderung lebih banyak
yang menjadi pelaku bullying daripada anak perempuan pada teman sebayanya.
Pernyataan yang lainnya anak yang memiliki nilai EI rendah juga seringkali merasa
kesulitan untuk melakukan penyesuaian dalam transisi sekolah menengah pertama ke atas,
dan anak yang memiliki nilai EI yang tinggi dapat dikatakan kecil kemungkinannya dalam
melakukan kriminalitas di sekolah. Metode emotional literation atau EI memiliki 4 skema,
dan memiliki 3 sesi dalam setiap temanya, yang mana harus diselesaikan setiap minggunya,
dan 4 skema tersebut diantaranya, (1) Menggembangkan Kesadaran Diri, (2) Pembelajaran
Tentang Pengaturan Diri, (3) Meningkatkan Empati, ( 4 )Meningkatkan Keterampilan
Sosial.
Sehingga kesimpulannya adanya tes EI cukup akurat dalam mengidentifikasi
seorang siswa pelaku bullying dengan hasil nilai EI nya, maka dengan adanya tes ini
diharapkan pihak sekolah melakukan tes ini sedari awal agar mengetahui beberapa
siswanya yang memperlukan perhatian khusus, sehingga dampak bullying disekolah dapat
dihindari atau teratasi.
16
3. Judul Jurnal: Identifying change processes in group-based health behaviour-change
interventions: development of the mechanisms of action in group-based interventions
(MAGI) framework
Nama Penulis: Aleksandra J. Borek, Charles Abraham, Colin J. Greaves, Fiona Gillison,
Mark Tarrant, Sarah Morgan-Trimmer, Rose McCabe & Jane R. Smith
Abstrak :
Group-based interventions are widely used to promote health-related behaviour change.
While processes operating in groups have been extensively described, it remains unclear
how behaviour change is generated in group-based health-related behaviour-change
interventions. Understanding how such interventions facilitate change is important to guide
intervention design and process evaluations. We employed a mixed-methods approach to
identify, map and define change processes operating in group-based behaviour-change
interventions. We reviewed multidisciplinary literature on group dynamics, taxonomies of
change technique categories, and measures of group processes. Using weight-loss groups
as an exemplar, we also reviewed qualitative studies of participants’ experiences and coded
transcripts of 38 group sessions from three weight-loss interventions. Finally, we consulted
group participants, facilitators and researchers about our developing synthesis of findings.
The resulting ‘Mechanisms of Action in Group-based Interventions’ (MAGI) framework
comprises six overarching categories: (1) group intervention design features, (2)
facilitation techniques, (3) group dynamic and development processes, (4) inter-personal
change processes, (5) selective intra-personal change processes operating in groups, and
(6) contextual influences. The framework provides theoretical explanations of how change
occurs in group-based behaviour-change interventions and can be applied to optimise their
design and delivery, and to guide evaluation, facilitator training and further research.
Kata Kunci: Behaviour change; group dynamics; interpersonal change processes; mixed
methods; review
Daftar Referensi : Abraham, C. (2016). Charting variability to ensure conceptual and
design precision: A comment on Ogden (2016). Health Psychology Review, 10, 260–264.
doi:10.1080/17437199.2016.1190293
Abraham, C., & Gardner, B. (2009). What psychological and behaviour changes are
initiated by ‘Expert Patient’ training and what techniques are most helpful? Psychology &
Health, 24(10), 1153–1165. doi:10.1080/08870440802521110
Abraham, C., & Michie, S. (2008). A taxonomy of behaviour change techniques used in
interventions. Health Psychology, 27(3), 379–387. doi:10.1037/0278-6133.27.3.379
Abraham, C., Wood, C. E., Johnston, M., Francis, J., Hardeman, W., Richardson, M., &
Michie, S. (2015). Reliability of identification of behaviour change techniques in
intervention descriptions. Annals of Behavioral Medicine, 1–16. doi:10.1007/s12160-015-
9727-y
Association for Specialists in Group Work. (2000). Association for specialists in group
work professional standards for the training of group workers. The Journal for Specialists
17
in Group Work, 25(4), 327–342. doi:10.1080/01933920008411677 Avery, A., Whitehead,
K., & Halliday, V. (2016). How to facilitate lifestyle change: Applying group education in
healthcare. Chichester, UK: Wiley-Blackwell.
Bales, R. F. (1950). Interaction process analysis: A method for the study of small groups
(Vol. Xi). Oxford, England: AddisonWesley.
Barlow, J. H. (2005). Volunteer, lay tutors’ experiences of the chronic disease self-
management course: Being valued and
adding value. Health Education Research, 20(2), 128–136. doi:10.1093/her/cyg112
Tanggal Terbit : 13 Jun 2019
Volume Nomor: VOL. 13, NO. 3, 227–247
ISSN: 1743-7199 (Print) 1743-7202 (Online)
DOI (Digital Object Identifier): https://doi.org/10.1080/17437199.2019.1625282
Halaman Jurnal: 22 Halaman
Simpulan:
Depresi pada anak sudah menjadi masalah yang cukup serius pada kesehatan
masyarakat sekitar 1-2% depresi menyerang pada anak prapubertas. Depresi yang terjadi
di awal dapat menimbulkan masalah yang lebih serius atau menjadi resiko depresi pada
usia remaja dan dewasa.
Dalam penelitian Intervensi Psikologi Positif menggunakan metode yang ditujukan
untuk meningkatakan perasaan, perilaku, atau kognisi yang positif dari pada memperbaiki
perasaan, pikiran, dan perilaku yang negatif dan patologis. Dengan menggandalkan,
harapan rasa syukur, optimisme, dan ketahanan sebagai sumber daya psikologis.
Tujuan pertama dari penelitian ini adalah untuk menilai keampuhan dan program
psikologi untuk pencegahan depresi pada anak-anak, tujuan kedua dari penelitian ini adalah
untuk menilai apakah efek dari interverensi harapan dan rasa syukur terhadap kepuasan
hidup dan gejala depresi dimediasi oleh harapan dan rasa syukur yang ditingkatkan oleh
intervensi tersebut.
Interverensi ini berfokus pada perbaikan gejala depresi. Hasilnya, pasien mungkin
tidak lagi menderita depresi tetapi masih memiliki rasa kesejahteraan yang rendah.
Sebaliknya, intervensi psikologi positif yang bertujuan untuk mengidentifikasikan sifat-
sifat positif dan meningkatkan pengalaman positif, memfasilitasi orang untuk bergerak
melampau titik “tidak merasa tertekan” ke tingkat yang lebih baik.
Dengan rasa syukur menunjukkan bahwa dapat meningkatkan emosi positif,
menumbuhkan penanggulangan yang adaptif terhadap peristiwa negatif, dan memperkuat
jaringan sosial seseorang. Juga dapat diketahui bahwa pemikiran dan perilaku yang penuh
harapan mengarah pada emosi postif, harga diri yang lebih tinggi, dan kemampuan
akademis dan sosial yang lebih baik.
Oleh karena itu anak-anak yang memiliki harapan dan rasa syukur yang lebih tinggi
setelah intervensi diharapkan mengalamai kepuasan hidup yang lebih tinggi dan depresi
yang lebih rendah.
18