Disusun oleh :
Kelompok
1. Putika Sari Ningtyas (1860308222162)
2. Nayli Fauzial Ulya (1860308222170)
3. Safira Inayatizzulfa (1860308222140)
4. Lolla Sabina (1860308222147)
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Serta
sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluaga, dan para
sahabatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Psikoterapi dalam
Psikologi Klinis: Anak dan Remaja” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk menambah pengetahuan bagi kami pada
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Selain itu ditujukan untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Psikologi Klinis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Muthia Maharani, M. Psi., Psikolog, selaku
dosen pada mata kuliah Psikologi Klinis yang telah memberikan tugas serta membimbing kami
dalam penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 7
ii
DAFTAR ISI
iii
PEMBAHASAN
Psikoterapi atau layanan psikologis tidak dapat dipaksakan kepada klien diperlukan
persetujuan. Anak-anak dan remaja jarang menunjuk diri mereka sendiri untuk
mendapatkan layanan psikologis. Anak-anak jarang menyadari misalnya bahwa kurangnya
perhatian impulsif, dan distraksi yang ia punyai mengganggu ia belajar mengganggu kelas
dan berlanggaran yang lain-lain. Sebaliknya remaja dibawa ke layanan psikologis oleh
orang dewasa yang merasa terganggu atau prihatin dengan perilaku remaja tersebut.
Ada kesesuaian yang tidak sempurna antara pandangan remaja orang tua dan guru
tentang sifat permasalahan yang dilakukan oleh anak dan remaja begitu juga ada
kesepakatan yang buruk antara orang tua dan remaja tentang tujuan layanan psikologis.
Misalnya menurut anak yang berusia 9 tahun mempunyai masalah atau pandangan bahwa
ibunya pilih kasih dan ia mempunyai guru yang keras. Apabila ibu dan gurunya tidak lagi
mempermasalahkannya dan berhenti mengganggunya tentang pentingnya merapikan
kamar dan mengerjakan pekerjaan rumahnya maka menurut anak yang berusia 9 tahun
tidak akan ada masalah. Tetapi menurut ibu dan gurunya tidak patuhnya anak tersebut
menjadikan keduanya merasa frustasi dan mencari cara untuk mempengaruhinya secara
positif.
Anak dan remaja tidak mempunyai sumber daya untuk mencari menghadiri dan
membayar layanan psikologi secara mandiri . Kecuali apabila layanan disediakan
disediakan dalam konteks sekolah atau orang tua memfasilitasi kehadiran dengan mencari
rujukan, mengatur transportasi, dan membayar layanan, kecil kemungkinan anak-anak dan
remaja akan menerima layanan psikologis rawat jalan. Miller dan Prinz (2003) menemukan
bahwa ketika penanganan masalah perilaku anak tidak sesuai dengan pemahaman orang
tua tentang masalah anak, orang tua cenderung tidak terlibat dalam penanganan. Selain itu
motivasi orang tua tangannya menjadi syarat yang diperlukan bagi anak untuk menghadiri
layanan psikologis tetapi hal itu tidak cukup mencapai perubahan positif.
Aliansi orang tua dan terapis orang tua yang mempunyai aliansi yang lebih kuat
berpartisipasi lebih banyak dalam layanan dan membatalkan lebih sedikit sesi. Hasil
penelitian itu menggambarkan selain orang tua yakin terapi itu bermanfaat akan sulit bagi
1
remaja untuk berpartisipasi. Namun kecuali jika remaja tersebut kolaboratif terlibat dengan
terapis hanya ada sedikit perubahan pada gejalanya.
Masalah hukum tentang persetujuan untuk pelayanan psikologis untuk anak-anak
remaja tergantung pada konteks di mana layanan ditawarkan misalnya melalui sekolah
rumah sakit dan lain-lain. Undang-undang persetujuan tersebut dimasukkan dalam undang-
undang yang berhubungan dalam layanan pendidikan layanan kesehatan atau perlindungan
anak. Jadi sekolah harus memiliki pengetahuan tentang undang-undang khusus yang
menyangkut pelayanan psikologis dalam jenis lembaga tempat lembaga kerja. Ada
beberapa yurisdiksi prosedur persetujuan ditentukan oleh usia kronologis remaja. Setelah
12 tahun dapat menerima layanan psikologis hanya dengan persetujuan orang tua atau wali
yang sah dan dirilis di sisi lain tidak ada kriteria usia dan sekolah harus menentukan apakah
setiap klien muda dapat memahami apa yang terlibat dalam perawatan dan oleh karena itu
secara hukum dapat menyetujui layanan.
Psikolog harus memiliki pengetahuan hukum persetujuan mengenai orang tua yang
berpisah atau bercerai. Masalah kepercayaan sering menjadi hal yang kompleks dalam
layanan anak-anak dan remaja sehingga sekolah harus mengklasifikasi sejak awal bahwa
kerahasiaan akan dijaga dan informasi apa yang akan dibagikan kepada orang tua.
Hukum mewajibkan sekolah untuk melaporkan situasi di mana seorang anak
membutuhkan perlindungan psikolog juga menjelaskan siapa yang memiliki akses materi
dalam permasalahan klien. Bentuk awal psikoterapi anak berfokus pada faktor intra psikis
dan mengarah pada faktor interpersonal.
2
B. Garis besar perubahan pada layanan psikologi untuk anak dan remaja
Secara umum, literatur tentang layanan psikologis untuk gangguan masa kanak-
kanak telah mengikuti jalur yang sama/berhubungan dengan perawatan untuk orang
dewasa. Sayangnya, kemajuan dalam perawatan psikologis untuk anak-anak dan remaja
pada umumnya tertinggal dari kemajuan dalam perawatan psikologis untuk orang dewasa.
Hanya ada sedikit penelitian yang dapat diperiksa dalam meta-analisis dan, oleh karena itu,
dibandingkan dengan literatur orang dewasa, kesimpulan yang lebih terbatas dan tentatif
harus diambil dari literatur remaja.
3
ditemukan pada pendekatan perilaku. Kazdin et al. (1990) juga melakukan meta-analisis
serupa dan menemukan ukuran efek yang sangat mirip.
Namun, terdapat kekhawatiran tentang potensi bias dalam penelitian yang
dipublikasikan, karena jurnal cenderung mempublikasikan penelitian dengan temuan yang
signifikan secara statistik. McLeod dan Weisz (2004) membandingkan penelitian yang
dipublikasikan dengan disertasi yang tidak dipublikasikan dan menemukan bahwa disertasi
yang tidak dipublikasikan memiliki metodologi yang lebih kuat namun menghasilkan
ukuran efek yang lebih rendah. Oleh karena itu, mereka merekomendasikan untuk
menyertakan data dari disertasi yang tidak dipublikasikan dalam meta-analisis di masa
depan.
Secara keseluruhan, meskipun terdapat bukti yang mendukung efektivitas
pengobatan psikologis untuk gangguan anak-anak, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menentukan pengobatan yang paling efektif untuk gangguan yang spesifik.
4
Evidence-Based Treatments for Disorders in Children and Youth
Autistic Disorder • Intensive behavioural treatment
Attention-Deficit/Hyperactivity • Behavioural parent training
Disorder • Behaviour classroom
management
• Intensive peer-focused
behavioural interventions
Disruptive Behaviour Disorders • Individual behavioural parent
training
• Group behavioural parent
training
• Individual CBT
• Group CBT
• Multisystemic therapy
Eating Disorders • Family therapy
Exposure to Traumatic Events • Individual trauma-focused CBT
• School-based group CBT
Depression • Individual interpersonal
psychotherapy
• Individual CBT
• Individual CBT with
parental/family involvement
• Group CBT
• Group CBT with parental
involvement
Obsessive-Compulsive Disorder • Individual CBT
Phobic and Anxiety Disorders • Individual CBT
• Group CBT
• Group CBT with parental
component
5
Sleep Disorders • Individual CBT
Substance Abuse • Group CBT
• Individual CBT
• Multidimensional family therapy
• Functional family therapy
• Behavioural family therapy
• Multisystemic therapy
6
C. Psikoterapi dengan anak-anak dan remaja
Terapi dengan anak-anak dan remaja berbeda dengan terapi dengan orang dewasa
karena kebutuhan dan karakteristik unik dari klien muda. Meskipun teori dan teknik yang
mendasarinya mungkin serupa, penyesuaian harus dilakukan untuk mengakomodasi tahap
perkembangan dan tantangan khusus yang dihadapi oleh anak-anak. Berbeda dengan orang
dewasa, anak-anak sering membutuhkan keterlibatan orang tua atau individu lain dalam
sesi terapi. Aliansi terapeutik, yang penting dalam terapi, harus dibangun tidak hanya
dengan anak tetapi juga dengan orang tua atau pengasuh mereka. Ada banyak teknik
psikoterapi yang tersedia untuk anak-anak dan remaja, dan bab ini akan memberikan
gambaran tentang beberapa pendekatan ini.
a) Terapi perilaku kognitif dengan anak-anak
Terapi kognitif perilaku untuk anak-anak semakin populer dan didukung oleh bukti
empiris. Terapi ini menggabungkan teknik perilaku dan kognitif, dan telah terbukti
memberikan hasil yang positif untuk berbagai gangguan pada anak-anak, terutama
gangguan kecemasan. Prinsip-prinsip terapi ini mirip dengan yang digunakan pada orang
dewasa, seperti eksposur bertahap untuk fobia dan restrukturisasi kognitif untuk mengatasi
pikiran irasional. Namun, penerapan terapi ini sering dimodifikasi agar lebih menarik bagi
anak-anak, dengan menggabungkan permainan atau boneka.
Salah satu terapi perilaku yang sering digunakan pada anak-anak adalah pelatihan
keterampilan sosial. Terapi ini bertujuan untuk mengajarkan anak-anak perilaku yang
meningkatkan interaksi mereka dengan orang lain, seperti memulai percakapan, bergabung
dengan anak-anak lain yang sedang berinteraksi, mengungkapkan perasaan dengan tepat,
mengelola isyarat nonverbal, dan lainnya. Terapis memodelkan keterampilan ini dan
melatih anak-anak dalam sesi terapi, serta memberikan penguatan positif ketika berhasil.
Pelatihan keterampilan sosial lebih efektif ketika tidak hanya memberikan instruksi
perilaku, tetapi juga menjelaskan mengapa instruksi tersebut akan berhasil dan bagaimana
itu akan bermanfaat bagi anak dalam jangka Panjang.
Terapi perilaku lain yang sering digunakan pada anak-anak adalah analisis perilaku
terapan (Applied Behavior Analysis/ABA). ABA mengandalkan prinsip kondisioning
operan, seperti penguatan, hukuman, shaping, dan extinction. Terapi ini didukung oleh
bukti empiris dan merupakan terapi yang paling umum digunakan dan direkomendasikan
7
untuk anak-anak dengan spektrum autisme. Terapis ABA mengidentifikasi dan
mendefinisikan perilaku yang spesifik untuk ditargetkan, menetapkan tujuan untuk
meningkatkan atau mengurangi.
8
Nicholas mengikuti langkah-langkah pelatihan instruksional mandiri untuk mengatasi
perilaku berisiknya saat transisi kelas. Proses ini melibatkan berbicara dengan diri sendiri,
berbisik, dan akhirnya, melakukan instruksi secara diam-diam. Melalui latihan berulang,
Nicholas mampu mengendalikan perilakunya dengan lebih baik dan menjadi lebih percaya
diri.
Secara keseluruhan, pelatihan instruksional mandiri adalah metode terapi kognitif
yang membantu anak-anak mengatasi masalah perilaku dengan menggantikan pernyataan
diri negatif menjadi pernyataan diri yang lebih konstruktif, hal itu bisa digunakan dalam
berbagai konteks dan telah membantu banyak individu memperbaiki perilaku mereka.
9
3 tahun, terutama terkait dengan perilaku agresif terhadap kakaknya, Joy, yang berusia 6
tahun. Miranda sering melakukan tindakan fisik seperti memukul, menendang, dan
menggigit Joy tanpa alasan yang jelas, bahkan terkadang tanpa adanya interaksi
sebelumnya antara mereka berdua. Patty menjelaskan bahwa setelah perilaku agresif
Miranda, ia biasanya memeluk dan berbicara dengan anaknya selama sekitar 5 menit
dengan nada suara yang baik, diakhiri dengan pelukan, ciuman, dan janji dari Miranda
untuk tidak melukai kakaknya lagi. Namun, pola ini tampaknya tidak memberikan
perbaikan yang signifikan dalam perilaku Miranda, dan Patty terus mengulangi rutinitas
ini. Dr. Fisk menganalisis situasi ini dan mengajarkan Patty konsep dasar tentang
pengkondisian perilaku. Dia menyadari bahwa respons Patty terhadap perilaku agresif
Miranda sebenarnya memperkuat tindakan agresif tersebut. Bagi Miranda, perilaku
agresifnya mendapatkan "imbalan" berupa perhatian, pelukan, dan ciuman dari ibunya. Dr.
Fisk membantu Patty memperkenalkan strategi baru dengan kontingensi yang lebih tepat.
Jika Miranda berhasil menjalani satu hari tanpa perilaku agresif, dia mendapatkan waktu
untuk meringkuk di tempat tidur selama 5 menit. Namun, jika dia melakukan perilaku
agresif, Miranda akan kehilangan waktu rileksasi tersebut dan sebaliknya diberi waktu
istirahat selama 3 menit. Jika Miranda tidak mematuhi aturan ini, hukuman tambahan
diberlakukan, seperti kehilangan makanan penutup dan hak istimewa menonton TV. Dr.
Fisk juga menjelaskan konsep ledakan kepunahan, di mana perilaku buruk dapat meningkat
sebelum akhirnya mereda. Patty kemudian menerapkan rencana kontingensi baru ini dan
dengan pemahaman yang lebih baik tentang perilaku anaknya, berhasil mengurangi
perilaku agresif Miranda dalam waktu singkat.
d) Terapi Bermain
Terapi bermain, yang merupakan bentuk perawatan unik untuk klien anak-anak.
Terapi bermain biasanya digunakan untuk anak-anak prasekolah atau sekolah dasar. Dalam
terapi ini, anak-anak berkomunikasi melalui tindakan dengan benda-benda seperti boneka,
figur aksi, dan mainan, bukan dengan kata-kata. Brems (2008) berpendapat terapi bermain
memiliki tiga fungsi dasar, yaitu pembentukan hubungan terapeutik, pengungkapan
perasaan dan pikiran, dan penyembuhan.
Kepekaan budaya sangat penting dalam terapi bermain. Anak-anak lebih mungkin
terlibat dalam permainan yang bermakna jika mainan dan benda-benda di ruang bermain
10
mencerminkan latar belakang budaya mereka. Khususnya untuk anak-anak yang mungkin
berjuang dengan masalah penerimaan budaya, kehadiran benda-benda budaya tertentu di
ruang bermain dapat membantu memperkuat identitas etnis dan pribadi mereka. Sebagai
contoh, Hinds (2005) mendorong terapis bermain untuk menawarkan boneka anak-anak
Afrika-Amerika dengan berbagai fitur fisik Afrika-Amerika yang otentik, termasuk variasi
warna kulit, panjang rambut, dan gaya rambut.
Drewes (2005b) menekankan bahwa Selain itu, terapi bermain harus memahami
norma budaya yang mungkin berbeda dalam hal ruang pribadi, kontak mata, dan makna
keheningan di ruang bermain yang berguna untuk menghindari salah tafsir. Terapi bermain
memiliki banyak bentuk, tetapi dua yang paling umum dipraktikkan berasal dari teori
psikodinamika dan humanistik.
e) Terapi Bermain-Psikodinamik
Bagi psikolog anak klinis psikodinamika, permainan anak secara simbolis
mengkomunikasikan proses-proses penting yang terjadi di dalam pikiran anak,
"mengungkapkan aspek-aspek kehidupan internal anak yang mungkin tidak disadarinya
dan tidak dapat diutarakan secara langsung" (Marans, Dahl, & Schowalter, 2002, hlm. 388).
Dalam terapi bermain psikodinamika, anak-anak menggunakan mainan dan permainan
untuk secara simbolis mengungkapkan aspek-aspek kehidupan internal mereka yang
mungkin tidak dapat diutarakan secara langsung. Terapis bermain psikodinamika berperan
sebagai pengamat dan partisipan dalam permainan anak, memantau pilihan dan tindakan
anak untuk menyimpulkan masalah yang tidak disadari.
Sebagai contoh, perhatikan Cassandra yang berusia 5 tahun, seorang anak tunggal
yang orangtuanya berpisah sekitar 2 bulan yang lalu. Saat ini Cassandra tinggal bersama
ibunya, Tisha, dan bertemu dengan ayahnya, Marquis, seminggu sekali. Tisha membawa
Cassandra ke Dr. Ball, seorang terapis bermain psikodinamika, karena ia khawatir dengan
dampak perpisahan tersebut. Tisha menjelaskan bahwa ia tidak melihat adanya perilaku
"bertingkah", tetapi Cassandra tampak lebih menarik diri, lebih mudah tersinggung, dan
kurang bahagia daripada biasanya. Pada sesi terapi bermain awal, Cassandra membangun
menara kecil dengan balok-balok selama beberapa menit dan, tampaknya bosan dengan
balok-balok itu, ia berjalan ke boneka. Dia memilih sebuah boneka dan kembali ke menara
yang telah dibangunnya. Dengan tangannya yang bebas, Cassandra perlahan-lahan mulai
11
merobohkan balok-balok bagian atas menara. Pada saat yang sama, Cassandra meletakkan
boneka di dekat menara tetapi tidak cukup dekat untuk menghentikan tangan bebasnya
merobohkan menara. Dia mengulangi tindakan ini di mana tangan bebasnya
menghancurkan menara sementara boneka itu tidak dapat mencegahnya sampai menara
benar-benar rata. Sementara itu, dia menceritakan dengan suara lembut bernada tinggi: "Oh
tidak... selamatkan menara... kamu harus melakukan sesuatu... jangan biarkan semuanya
jatuh... lakukan sesuatu." Setelah menara hancur, suara Cassandra berubah menjadi kasar
dan keras saat ia membalikkan boneka itu ke arahnya dan berkata, "Kamu adalah gadis
yang jahat! Bagaimana kamu bisa membiarkan ini terjadi? Ini semua salahmu sehingga
menara ini hancur!" Dr. Ball menginterpretasi bahwa ini mencerminkan kekhawatiran
Cassandra terhadap perpisahan orangtuanya, di mana menara melambangkan pernikahan
yang runtuh dan boneka melambangkan dirinya yang merasa bersalah dan tidak berdaya.
Terapis membantu Cassandra membuat hubungan antara perasaan dan pengalaman
tersebut, mengajarkan bahwa merasa sedih atau marah adalah normal, dan menyalahkan
diri sendiri tidak adil. Dengan bantuan terapis, Cassandra memperbaiki suasana hatinya
dan mulai mengatasi masalahnya. Jadi, terapi bermain psikodinamika memanfaatkan
permainan anak sebagai cara untuk membantu mereka mengungkapkan dan memahami
masalah emosional mereka secara tidak langsung, dengan tujuan membuat ketidaksadaran
menjadi sadar dan membantu anak mengatasi masalahnya.
f) Terapi Bermain-Humanistik
Terapi bermain humanistik melibatkan banyak aktivitas, materi, dan asumsi yang
sama dengan terapi bermain psikodinamik. Anak-anak bermain dengan benda-benda di
ruang bermain, terapis berpartisipasi dan mengamati, dan asumsi yang mendasari adalah
bahwa aktivitas dan tema dalam permainan mengekspresikan cara kerja pikiran anak
namun terapi bermain humanistik cenderung mencerminkan perasaan anak tanpa
melakukan interpretasi yang mendalam seperti dalam terapi bermain psikodinamik. Tujuan
utama terapi bermain humanistik adalah untuk memfasilitasi aktualisasi diri anak, yang
terjadi melalui hubungan terapeutik yang sangat penting. Penerimaan positif tanpa syarat
dari terapis dianggap dapat membantu anak menerima pengalaman emosional mereka
sendiri dan meningkatkan kesesuaian serta pertumbuhan diri.
12
Jika Cassandra, anak perempuan berusia 5 tahun yang dijelaskan dalam bagian
terapi bermain psikodinamika di atas, dilihat oleh terapis bermain humanistik, jalannya
terapi mungkin akan sedikit berbeda. Terutama, tindakan interpretasi mungkin tidak akan
ada; yaitu, terapis tidak akan melakukan upaya yang disengaja untuk membuat Cassandra
sadar akan proses ketidaksadarannya sendiri. Sebaliknya, terapis bermain humanistic akan
fokus pada pengalaman emosional Cassandra selama sesi (diekspresikan secara langsung
atau melalui boneka), menekankan penerimaan dan kasih sayang tanpa syarat untuk setiap
perasaan Cassandra. Seiring berjalannya waktu, hubungan terapeutik yang ditandai dengan
kepedulian yang jujur seperti itu akan memiliki efek internalisasi pada Cassandra; yaitu,
pengakuan dan penerimaannya terhadap pengalaman emosionalnya akan menjadi lebih
baik. Sebagai hasilnya, ia akan mengalami kesesuaian yang lebih besar antara dirinya yang
nyata dan ideal, yang pada gilirannya akan memfasilitasi kecenderungan alamiahnya
menuju pertumbuhan dan aktualisasi diri.
13
DAFTAR PUSTAKA
Pomerantz, A. M. (2017). Clinical Psychology Science, Practice, culture. Los Angles: SAGE
Publications, Inc.
14
RESUME JURNAL INTERNASIONAL I
Jurnal https://doi.org/10.1177/1049731514525477
15
populasi ini. Artikel ini menekankan perlunya penelitian lebih lanjut di
bidang ini untuk mendapatkan bukti yang lebih kuat tentang efektivitas
terapi psikoanalitik/psikodinamik dalam mengatasi trauma seksual pada
anak-anak dan remaja.
16
RESUME JURNAL INTERNASIONAL II
Jurnal
https://doi.org/10.1177/1039856216689622
17
RESUME JURNAL INTERNASIONAL III
Jurnal https://doi.org/10.1177/0706743719878975
Jennifer Wong, Anees Bahji, Sarosh Khalid Khan. (2020). Psychotherapies for
Adolescents with Subclinical and Borderline Personality Disorder: A
Systematic Review and Meta-Analysis. The Canadian Journal of
Psychiatry, 5-15.
Penulis Jennifer Wong, Anees Bahji, Sarosh Khalid Khan
Judul Psychotherapies for Adolescents with Subclinical and Borderline Personality
Disorder: A Systematic Review and Meta-Analysis
Tahun 2020
Rangkuman Bukti mengenai keefektifan psikoterapi pada remaja dengan gejala gangguan
Borderline personality disorder (BPD) belum pernah dirujuk sebelumnya.
Untuk menilai keefektifan psikoterapi pada remaja dengan gejala BPD
dilakukan tinjauan sistematis dan meta-analisis dari uji coba terkontrol secara
acak. Metode penelitian ini adalah dengan melakukan pencarian sistematis
dilakukan di 7 database elektronik menggunakan istilah pencarian BPD, remaja
dan psikoterapi sejak tanggal database dibuat hingga Juli 2019. Judul/abstrak
dan teks lengkap telah ditinjau oleh reviewer; kesenjangan diselesaikan melalui
konsensus. Kami mengekstraksi data tentang gejala BPD, termasuk gejala
BPD, upaya bunuh diri, tindakan menyakiti diri sendiri tanpa bunuh diri,
psikopatologi umum, pemulihan fungsional, dan retensi pengobatan. Data
dikumpulkan menggunakan model efek acak. Hasilnya terdapat semakin
banyak variasi intervensi psikoterapi untuk remaja dengan subsindrom dan
BPD yang tampaknya layak dilakukan dan memiliki bukti awal mengenai
keefektifan jangka pendek untuk gejala BPD dan tindakan melukai diri sendiri
yang bersifat non-bunuh diri. Saat ini, terdapat terlalu sedikit penelitian yang
dapat menarik kesimpulan tegas mengenai manfaat psikoterapi yang
dievaluasi, khususnya dalam jangka panjang.
18