Anda di halaman 1dari 30

KONSEP MENGENAI LAYANAN REFERAL DAN KONFERENSI KASUS

DOSEN PENGAMPU :
Drs. Syahrilfuddin, S.Pd, M.Si

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8

DEVI PUTRI ABDA LESTARI : 1905156154


MARIA WAHYUNI : 1905124680
SRI WULAN : 1905111206
TIFFANY ZAKIA NURFARIZAL : 1905113201

KELAS III B

PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah yang berjudul “ Konsep Mengenai
Layanan Referal dan Konferensi Kasus ” ini sesuai waktu yang diberikan.
Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
2. Bapak selaku dosen pengampu mata kuliah Bimbingan Konseling yang
senantiasa membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini,
3. Orang tua kami, yang selalu memberikan dukungan dan do’a restunya yang
tak pernah berhenti,
4. Teman-teman yang selalu memberikan masukan serta dukungan dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami meminta saran dan kritik yang membangun agar kedepannya kami dapat
membuat suatu makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat untuk pembaca.

Pasir Pengaraian, 24 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..............................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................3
C. Tujuan Penulisan Makalah...........................................................3
D. Manfaat Penulisan Makalah.........................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Layanan Referal (Alih Tangan Kasus)........................................5
1. Pengertian..............................................................................5
2. Tujuan dan Fungsi..................................................................6
3. Komponen..............................................................................7
4. Teknik....................................................................................9
5. Langkah-langkah....................................................................10
6. Pelaksanaan............................................................................12
B. Konferensi Kasus.........................................................................14
1. Pengertian..............................................................................14
2. Tujuan....................................................................................14
3. Fungsi.....................................................................................16
4. Peserta....................................................................................17
5. Prosedur.................................................................................20
6. Pendekatan dan Teknik..........................................................22
7. Implikasi Pelaksanaan............................................................23
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................24
B. Saran............................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................27

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada suatu ketika terjadi peristiwa seorang siswa yang mengalami
masalah tertentu disarankan oleh guru (melalui orang tuanya) untuk
dibawa ke psikiater. Orang tua memenuhi saran tersebut. Setelah psikiater
melaksanakan pelayanan profesionalnya terhadap siswa yang dimaksud, ia
tidak menemukan hal-hal tertentu pada diri siswa yang perlu ditangani
secara psikiatri. Psikiater itu selanjutnya mengalih tangankan siswa
tersebut ke kantor UPBK (Unit Pelayanan Bimbingan dan Konseling)
yang ada di kampus perguruan tinggi setempat.
Di UPBK siswa tersebut ditangani oleh konselor dengan cara-cara
konseling. Siswa itu ternyata memang mengalami masalah belajar yang
disebabkan lingkungan di rumah dan di sekolah yang kurang kondusif.
Terhadap siswa dilaksanakan layanan konseling perorangan (KP). Kepada
orang tuanya juga diberikan sejumlah informasi untuk membangun
wawasan orang tua serta saran-saran untuk terbinanya suasana hubungan
sosio-emosional antar-angggota keluarga yang lebih akomodatif dan
konstruktif. Akhirnya siswa dapat bersekolah kembali.
Contoh singkat di atas memperlihatkan praktik alih tangan kasus
(ATK). ATK pertama diklasifikasikan tidak tepat. Tanpa pemahaman
yang cukup memadai tentang (1) kondisi diri siswa pada umumnya, (2)
permasalahan sebenarnya yang dialami siswa, dan (3) arah pengalih
tanganan yang tepat, guru yang sebenarnya peduli atas kondisi siswa itu
mengarahkannya untuk dibawa ke psikiater. Alih tangan kasus kedua
terbilang tepat. Psikiater mengalih tangankan siswa kepada konselor (di
UPBK) sesuai dengan pekerjaan profesional konseling, yaitu menangani
individu normal yang sedang mengalami masalah belajar.

1
Kegiatan ATK diselenggarakan oleh konselor tidak lain bermaksud
agar klien memperoleh pelayanan yang optimal (atas masalah yang di
alami) oleh ahli pelayanan profesi yang benar-benar handal. Melalui ATK
yang tepat klien akan segera memperoleh pelayanan yang tepat itu;
sebaliknya, apabila ATK tidak tepat akan terjadi hal-hal yang tidak
mengenakkan. Siswa tersebut di atas misalnya, dengan pengalih tanganan
ke psikiater boleh jadi siswa (dan orang tuanya) mengkhawatirkan atau
bahkan menganggap siswa itu sudah tidak normal lagi; sementara itu
proses penanganan masalahnya menjadi lebih panjang dari yang
semestinya. Kerugian moril dan materil dapat terjadi karena ATK yang
tidak tepat seperti itu.
Seorang konselor atau pembimbing adalah manusia biasa yang
selain memiliki kelebihanjuga memiliki kelemahan. Tidak semua masalah
siswa berada dalam pengetahuan pembimbing atau konselor untuk
memecahkannya. Demikian juga tidak semua kasus atau masalah siswa
berada dalam kewenangan konselor atau pembimbing. Adakalanya kasus-
kasus tertentu berada dalam kewengan keilmuan psikologi, dan
penangannnya merupakan kewenangan psikolog atau psikiater. Untuk
kasus-kasus tertentu yang penanganannya merupakan kewenangan
psikolog atau psikiater, konselor atau pembimbing tidak boleh
memaksakan diri untuk memecahkannya.
Di sisi lain, pelaksanaan alih tangan kasus ini berkaitan dengan
konferensi kasus. Konferensi kasus merupakan kegiatan pendukung atau
pelengkap dalam Bimbingan dan Konseling untuk membahas
permasalahan siswa (konseli) dalam suatu pertemuan, yang dihadiri oleh
pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan
komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa (konseli).
Memang, tidak semua masalah yang dihadapi siswa (konseli) harus
dilakukan konferensi kasus. Tetapi untuk masalah-masalah yang tergolong

2
pelik dan perlu keterlibatan pihak lain tampaknya konferensi kasus sangat
penting untuk dilaksanakan. Melalui konferensi kasus, proses
penyelesaian masalah siswa (konseli) dilakukan tidak hanya
mengandalkan pada konselor di sekolah semata, tetapi bisa dilakukan
secara kolaboratif, dengan melibatkan berbagai pihak yang dianggap
kompeten dan memiliki kepentingan dengan permasalahan yang dihadapi
siswa (konseli).
Kendati demikian, pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan
tertutup. Artinya, tidak semua pihak bisa disertakan dalam konferensi
kasus, hanya mereka yang dianggap memiliki pengaruh dan kepentingan
langsung dengan permasalahan siswa (konseli) yang boleh dilibatkan
dalam konferensi kasus. Begitu juga, setiap pembicaraan yang muncul
dalam konferensi kasus bersifat rahasia dan hanya untuk diketahui oleh
para peserta konferensi.
Konferensi kasus bukanlah sejenis “sidang pengadilan” yang akan
menentukan hukuman bagi siswa. Misalkan, konferensi kasus untuk
membahas kasus narkoba yang dialami siswa X. Keputusan yang diambil
dalam konferensi bukan bersifat “mengadili” siswa yang bersangkutan,
yang ujung-ujungnya siswa dipaksa harus dikeluarkan dari sekolah, akan
tetapi konferensi kasus harus bisa menghasilkan keputusan bagaimana
cara terbaik agar siswa tersebut bisa sembuh dari ketergantungan narkoba.

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari layanan referal atau alih tangan kasus?
2. Bagaimana konsep dari konferensi kasus?

B. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk memahami konsep dari layanan referal atau alih tangan kasus
2. Untuk memahami konsep dari konferensi kasus

3
C. Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah agar
kita dapat mengetahui dan memahami konsep mengenai layanan referal
dan konferensi kasus sehingga dapat memudahkan kita sebagai calon
pendidik dalam megambil sikap yang tepat jika terjadi sesuatu terkait
dengan kesehatan anak didik terutama psikisnya.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Layanan Referal atau Alih Tangan Kasus (ATK)
1. Pengertian Alih Tangan Kasus
Alih Tangan Kasus, merupakan kegiatan mengalih tangankan
peserta didik yang bermasalah kepada pihak lain seperti guru bidang studi,
wali kelas atau ahli lain seperti dokter, psikiater dan lain-lain agar
masalahnya dapat teratasi sampai tuntas.
Di sekolah, alih tangan kasus dapat diartikan bahwa guru, wali
kelas, orang tua, dan/atau staf sekolah lainnya mengalih tangankan peserta
didik yang bermasalah pada bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial,
bimbingan belaja, dan atau bimbingan karier kepada guru
pembimbing/konselor. Sebaliknya, bila guru pembimbing/konselor
menentukan peserta didik yang bermasalah dalam bidang
pemahaman/penguasaan materi pelajaran/latihan secara khusus dapat
mengalih tangankan peserta didik tersebut kepada guru mata
pelajaran/pelatih untuk mendapatkan pengajaran/latihan perbaikan dan/atau
program pengayaan. Guru pembimbing/konselor juga dapat mengalih
tangankan permasalahan peserta didik yang berkaitan dengan penyimpangan
prilaku kepada ahli-ahli lain yang relevan, seperti dokter, psikiater, ahli
agama, dan lain-lain.
Alih tangan kasus bermaksud mendapatkan penanganan yang tepat
dan tuntas atas masalah yang dialami peserta didik, dengan jalan
memindahkan penanganan kasus dari satu pihak kepada pihak yang lebih
ahli. Untuk terselenggaranya kegiatan alih tangan yang dinamis dan
produktif diperlukan kerjasama sebaik-baiknya dan berbagai pihak yang
terkait, termasuk peserta didik yang bersangkutan. Fungsi utama bimbingan
dan konseling yang didukung oleh kegiatan alih tangan ialah fungsi
perbaikan.

5
Kegiatan referal merujuk pada azas alih tangan kasus yaitu azas
Bimbingan Konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak
mampu menyelenggarakan layanan bimbingan konseling secara tepat dan
tuntas atas suatu permasalahan peserta didik mengalih tangankan
permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.
Kegiatan alih tangan kasus meliputi dua jalur yaitu :
1) Jalur kepada konselor
Dalam arti konselor menerima “kiriman” klien dari pihak-pihak
lain, seperti orangtua, kepala sekolah, guru, atau ahli lain.
2) Jalur dari konselor
Dalam arti konselor “mengirimkan“ klien yang belum tuntas
ditangani kepada ahli-ahli lain, seperti konselor yang lebih senior,
konselor yang membidangi spesialisasi tertentu, ahli-ahli lain.
2. Tujuan dan Fungsi Alih Tangan Kasus
Alih tangan kasus bertujuan untuk mendapatkan penanganan yang
lebih baik, tepat, dan tuntas atas masalah yang dialami siswa dengan jalan
memindahkan penanganan kaasus dari satu pihak kepada pihak yang lebih
ahli. Atau dengan kata lain tujuan dari alih tangan kasus ialah untuk
membantu melimpahkan siswa yang menghadapi masalah tertentu kepada
petugas di dalam sekolah sendiri atau lembaga pelayanan alih tangan kasus
(rujukan) di luar sekolah disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan
wewenang yang dimilikinya maupun karena keterbatasan sumber manusiawi
dan alat.
Tujuan khususnya berkaitan dengan fungsi-fungsi konseling yaitu :
1) Fungsi pengentasan
Tenaga ahli yang menjadi arah alih tangan kasus diminta
memberikan pelayanan yang secara spesifik lebih menuntaskan
pengentasan masalah klien.
2) Fungsi pemahaman

6
Untuk memahami masalah yang sedang dihadapi klien guna pengentasan.
3) Fungsi pencegahan
Merupakan dampak positif yang diharapkan dari ATK untuk
menghindari masalah yang lebih pelik lagi.
4) Fungsi pengembangan dan pemeliharaan
Dengan terentaskannya masalah berbagai potensi dapat terpelihara
dan terkembang.
5) Fungsi advokasi
Berhubungan dengan masalah klien berkenaan dengan
terhambatnya atau teraniayanya hak-hak klien.
3. Komponen Alih Tangan Kasus
Ada tiga komponen pokok dalam alih tangan kasus, yaitu klien
dengan masalahnya, konselor, dan lain-lain.
1) Klien (siswa) dan masalahnya
Dalam rangka alih tangan kasus, harus dikenali masalah-masalah
apa yang merupakan kewenangan konselor untuk memecahkannya dan
masalah-masalah apa saja yang yang bukan kewengan konselor
(pembimbing) untuk memecahkannya. Beberapa masalah yang bukan
kewenangan koselor untuk memecahkan nya adalah :
a. Penyakit baik fisik maupun kejiwaan yang merupakan kewenangan
dokter dan psikiater.
b. Kriminalitas dalam sebagai bentuk yang merupakan kewenangan
polisi.
c. Psokotropika yang di dalamnya dapat terkait dengan masalah
kriminalitas dan psikotropika merupakan kewenangan psikiater,
dokter, polisi.
d. Gangguan-gangguan dalam segala bentuknya dan merupakan kondisi
yang berada di luar akal sehat sehingga merupakan kewenangan
paranormal, dan totoh-tokoh agama lainnya.

7
e. Keabnormalan akut, yaitu kondisi fisik dan mental yang bersifat luar
biasa (dalam arah bawah normal) yang biasanya juga merupakan
kewenangan psikiataer.
2) Konselor (pembimbing)
Konselor sangat dituntut untuk mampu mengenali secara langsung
keadaan keabnormalan siswa dan substansi masalah siswa. Konselor
bekerja dengan orang-orang yang sehat, oleh sebab itu hanya siswa-siswa
yang normal saja yang ditangani konselor. Mereka yang tidak normal
baik secara fisik, mental, dan keabnormalan akut, harus dialihtangankan
kepada ahlinya (petugas lain yang lebih berwenang).
Sebelum melakukan alih tangan kasus, konselor harus mengetahui
dan mengidentifikasi ahli-ahli yang terkait, misalnya nama, keahlian atau
spesifikasi alamat, dan lain-lain sebagainya.
3) Ahli lain
Konselor atau pembimbing bekerja juga atas prinsip kerja sama
baik dengan sesama kolega (sesama konselor atau pembimbing lain dan
juga ahli-ahli lain yang terkait). Dengan prinsip kerja tersebut,
pemecahan masalah klien dapat dilakukan secara tuntas. Untuk itu,
konselor atau pembimbing harus mengenali ahli-ahli lain seperti :
a. Dokter (ahli yang menangani masalah-masalah penyakit jasmani)
b. Psikiater (ahli yang menangani masalah-masalah psikis)
c. Pikolog (ahli yang mendeskripsikan masalah-masalah psikis)
d. Guru (ahli dalam mata pelajaran tertentu atau bidang keilmuan
tertentu)
e. Ahli bidang tertentu (yaitu mereka yang menguasai bidang-bidang
tertentu seperti adat, agama, budaya tertentu, dan hukuman, serta ahli
pengembang pribadi tertentu yang memerlukan kekhususan)
Lembaga-lembaga alih tangan kasus (rujukan), antara lain yaitu :
1. Rumah sakit, puskesmas, atau dokter praktek umum

8
2. Lembaga pelayanan psikologis
3. Lembaga kepolisian
4. Lembaga-lembaga penyelenggara tes
5. Lembaga penempatan tenaga
4. Teknik Alih Tangan Kasus
Beberapa hal yang terkait dengan teknik alih tangan kasus adalah :
1) Pertimbangan
Sebelum dilakukan alih tangan kasus, terlebih dahulu
dipertimbangkan perlunya kegiatan itu dilakukan. Pertimbangan-
pertimbangan itu diperoleh melalui diskusi mendalam. Pertimbangan-
pertimbangan itu antara lain mencakup kenormalan dan ketidaknormalan
siswa, substansi masalah dan ahli yang terkait. Pertimbangan untuk
dilaksanakannya alih tangan kasus diputuskan oleh siswa sendiri,
selanjutnya konselor atau pembimbing memfasilitasi
penyelenggaraannya.
2) Kontak
Konselor atau pembimbing dengan ahli-ahli yang terkait dapat
dilakukan melalui surat, telepon, atau SMS atau dengan cara tertentu
lainnya. Apabila konselor atau pembimbing telah memperoleh kepastian
(kontak positif) dengan ahli tertentu, selanjutnya konselor atau
pembimbing boleh meminta siswa bertemu dengan ahli tersebut. Untuk
memenuhi ahli tertentu, siswa harus dibekali dengan surat pengantar atau
catatan-catatan tertentu seperti layaknya dokter puskesmas memberikan
rujukan pasiennya kepada dokter spesialis tertentu. Selanjutnya konselor
atau pembimbing dapat melakukan kontak dengan ahli dimana ahli
tangan kasus itu dilakukan untuk kelancaran pelayanan secara umum.
Apabila dimungkinkan dan dikehendaki oleh kedua pihak yang terkait,
konselor atau pembimbing dapat melakukan kerja sama dengan ahli-ahli
terkait untuk kesuksesan pelayanan terhadap siswa.

9
3) Waktu dan tempat
Alih tangan kasus diselenggarakan setelah siswa memutuskan
untuk alih tangan dan ahli lain yang terkait degan ahli tangan kasus
merespons secara positifuntuk diselenggarakannya alih tangan kasus.
Alih tangan kasus dapat diselenggarakan pada awal pelayanan
berlangsung beberapa lama. Selain itu, alih tangan kasus juga dapat
merupakan tindak lanjut (follow up) dari layanan terdahulu, yaitu untuk
melengkapi dan memantapkan substansi pelayanan terdahulu. Alih
tangan kasus pun dapat diselenggarakan ditengah-tengah
penyelenggaraan pelayanan oleh konselor (pembimbing) yang sedang
berlangsung beberapa sesi layanan. Alih tangan kasus dapat
diselenggarakan di tempat konselor dan ahli lain bekerja. Atau ahli lain
boleh menentukan tempat di mana alih tangan kasus akan
diselenggarakan.
4) Evaluasi
Evaluasi atau penilain dilakukan terhadap alih tangan kasus, apakah
telah terlakanakan secara lancar dan produktif. Konselor atau
pembimbing dapat melakukan penilaian jangka menengah atau jangka
panjang untuk mengetahui keberhasilan pelayanan secara menyeluruh
yang mengintegrasikan pelayanan terdahulu dan pelayanan melalui alih
tangan kasus.
5. Langkah-langkah Alih Tangan Kasus
Proses pelayanan alih tangan kasus (rujukan) bisa dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut (Depdikbud, 1981 dan Dewa Ketut Sukardi,
1988) adalah sebagai berikut :
 Alih tangan kasus dapat dimulai dengan inisiatif pihak tertentu yang
menemukan siswa (klien/konseli) yang memiliki kesulitan dan tidak
dapat dipecahkan oleh petugas itu sendiri.

10
 Wali kelas ini memperkirakan kesulitan macam apa yang dihadapi siswa.
Dalam hal ini misalnya kesulitan psikologis.
 Wali kelas mengajukan alih tangan atau rujukan ini kepada kepala
sekolah sebagai penanggung jawab puncak dalam program bimbingan
dan konseling.
 Kepala sekolah menunjuk terlebih dahulu diadakan pemeriksaan
kesehatan fisik. Dalam hal ini misalnya perawat sekolah.
 Siswa tersebut bersama dengan hasil pemeriksaan ditujukan atau dirujuk
kepada konselor.
 Apabila konselor tidak bisa menangani sendiri, siswa tersebut dirujuk
kepada ahli psikologi/psikolog untuk diperiksa, apakah siswa tersebut
memerlukan penanganan dalam suatu pembahasan kasus atau pelayanan
testing dan dalam hal apa.
 Apabila hasil pemeriksaan psikolog menunjukkan bahwa sebenarnya
siswa tersebut tidak memerlukan pembahasan kasus dan tidak
memerlukan layanan testing, maka psikolog tersebut memberikan
rekomendasi tentang status siswa tersebut sebagai balikan kepada
sekolah, misalnya siswa tersebut membutuhkan perlakuan lemah lebut
dari pihak guru dan sebagainya. Maka pelayanan alih tangan kasus hanya
berhenti sampai disini.
 Apabila hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa siswa (klien) tersebut tidak
memerlukan pembahasan kasus, tetapi membutuhkan pelayanan testing,
maka siswa tersebut dialih tangankan kepada lembaga penyelenggara tes
untuk dilengkapi dengan data dari wawancara dengan orang tua pihak
lain yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil testing dan hasil wawancara itu
disusunlah rekomendasi untuk dikembalikan kepada sekolah, maka
rujukkan berakhir sampai disini.

11
 Apabila hasil pemeriksaan psikolog ternyata bahwa siswa (klien) itu
memerlukan pembahasan yang lebih luas dengan berbagai pihak, maka
diselenggarakan pembahasan kasus yang melibatkan berbagai pihak yang
berkepentingan, misalnya guru, kepala sekolah, psikologi, konselor dan
pihak lain yang diperlukan.
 Dari hasil pembahasan kasus diberikan rekomendasi sesuai dengan status
siswa tersebut. Misalnya serangkaian pelayanan testing dan pembahasaan
berulang-ulang sampai masalahnya dapat diselesaikan.
Kriteria penilaian keberhasilan pelayanan alih tangan kasus antara
lain sebagai berikut :
1. Jika pelimpahan kasus kepada guru di dalam sekolah sendiri atau kepada
lembaga pelayanan alih tangan kasus atau rujukan telah disertai dengan
data/informasi kasus yang diperlukan.
2. Jika alih tangan kasus dapat diakhiri dengan pemecahan masalah kasus
dan diberikan rekomendasi entag masalah kasus pada sumber alih tangan
kasus.
6. Pelaksanaan Alih Tangan Kasus
Pelaksanaan kegitan alih tangan kasus :
1. Perencanaan, yang dilakukan pada tahap ini adalah :
- Menetapkan kasus atau siswa yang memerlukan alih tangan kasus
- Menyakinkan siswa tentang pentingnya alih tangan kasus
- Menghubungi ahli lain yang terkait dengan kasus yang sedang
dipecahkan
- Menyiapkan materi yang akan disertakan dalam alih tangan kasus
- Menyiapkan kelengkapan administrasi
2. Pelaksanaan
Yang dilakukan pada tahap ini adalah :

12
- Mengomunikasikan rencana alih tangan kasus kepada pihak yang
terkait
- Mengalih tangankan klien kepada ahli lain yang terkait dengan kasus
yang sedang dipecahkan
3. Evaluasi
Yang dilakukan pada tahap ini adalah :
- Membahas alih tangan kasus melalui klien yang bersangkutan,
laporan ahli yang terkait dengan kasus yang dialih tangankan, dan
dianalisis
- Mengkaji hasil alih tangan kasus terhadap pengesahan masalah siswa
4. Analisis
Yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan analisis terhadap
efektivitas alih tangan kasus berkenaan dengan pengentasan masalah
klien secara menyeluruh.
5. Tindak lanjut
Pada tahap ini, yang dilakukan adalah menyelenggarakan layanan
lanjutan (apabila diperlukan) oleh pemberi layanan terdahulu dan atau
alih tangan kasus lanjutan.
6. Menyusun laporan
Yang dilakukan adalah :
- Menyusun laporan kegiatan alih tangan kasus
- Menyampaikan laporan terhadap pihak-pihak terkait
- Mendokumentasikan laporan
Untuk melakukan pelayanan alih tangan kasus (rujukan), berikut ini
adalah syarat-syarat pelayanan alih tangan kasus antara lain, yaitu :
1. Alih tangan kasus harus disertai dengan data yang lengkap berkaitan
dengan masalah yang hadapi siswa (konseli) bersangkutan.
2. Alih tangan kasus (rujukan) harus diberikan surat pengantar atau
rekomendasi yang menjelaskan tujuan alih tangan kasus (rujukan) itu.

13
3. Alih tangan kasus (rujkan) harus disetujui oleh individu siswa
(klien/konseli) yang bersangkuan.
4. Pelayanan alih tangan kasus (rujukan) itu harus tetap menjadi tanggung
jawab sekolah.
5. Pihak yang dialihtangan atau dirujuk harus diminta untuk menyampaikan
laporan terinci mengenai hasil upaya alih tangan atau rujukan itu kepada
sekolah.
B. Konferensi Kasus
1. Pengertian Konferensi Kasus
Kasus adalah kondisi yang mengandung permasalahan tertentu.
Konferensi kasus merupakan forum terbatas yang diupayakan oleh konselor
untuk membahas suatu kasus dan arah-arah penanggulangannya. Konferensi
kasus direncanakan dan dipimpin oleh konselor, dihadiri oleh pihak-pihak
tertentu (secara terbatas) yang sangat terkait dengan penanggulangan kasus
tersebut.
Penyelenggaraan konferensi kasus bersifat ad hoc non formal,
artinya khusus berkenaan dengan kasus tertentu saja. Konferensi kasus tidak
dibentuk secara formal dengan organisasi formal. Oleh karena itu,
penyelenggaraan konferensi kasus juga tidak terikat pada jumlah hadirin
tertentu, serta keharusan membuat keputusan tertentu. Konselor
berkewajiban penuh membawa dan menegakkan kaidah-kaidah konseling ke
dalam pertemuan konferensi kasus.
Konferensi kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik
(klien/konseli) dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai
pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan kemudahan,
dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut. Pertemuan dalam
rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Materi pokok yang
dibicarakan dalam konferensi kasus ialah segenap hal yang menyangkut

14
permasalahan (kasus) yang dialami oleh siswa yang 51 bersangkutan.
Teknik-teknik bantuan yang akan diberikan dan dibicarakan dalam suatu
pertemuan disebut dengan konferensi kasus atau case conference.
2. Tujuan Konferensi Kasus
Tujuan dari konferensi kasus biasanya lebih terfokus pada acara
yang lebih formal, terencana, dan terstruktur terpisah dari kontak biasa.
Tujuannya untuk memberikan pemahaman holistik, terkoordinasi, dan
layanan terpadu di seluruh penyedia, dan untuk mengurangi duplikasi.
Selanjutnya konferensi kasus dapat digunakan untuk mengidentifikasi atau
mengklarifikasi isu-isu mengenai klien atau status agunan, kebutuhan, dan
tujuan (Armstrong, 2011:2).
Menurut Prayitno (2017), tujuan konferensi kasus adalah untuk
mengumpulkan data yang lebih banyak dan lebih akurat serta menggalang
komitmen pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan. Data dan
komitmen itu sebesar-besarnya digunakan demi kepentingan klien dan/atau
individu yang terkait dengan permasalahan yang dibahas.
Hallen (2005:85) mengemukakan bahwa konferensi kasus
bertujuan untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik
(klien) dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang
diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan, dan komitmen bagi
terentaskannya permasalahan tersebut.
Secara umum, tujuan diadakan konferensi kasus yaitu untuk
mengusahakan cara yang terbaik bagi pemecahan masalah yang dialami
siswa (klien) dan secara khusus konferensi kasus bertujuan untuk :
a. Mendapatkan konsistensi, kalau guru atau konselor ternyata menemukan
berbagai data/informasi yang dipandang saling bertentangan atau kurang
serasi satu sama lain (cross check data).

15
b. Mendapatkan konsensus dari para peserta konferensi dalam menafsirkan
data yang cukup komprehensif dan pelik yang menyangkut diri siswa
(klien) guna memudahkan pengambilan keputusan.
c. Mendapatkan pengertian, penerimaan, persetujuan dari komitmen peran
dari para peserta konferensi tentang permasalahan yang dihadapi siswa
(klien) beserta upaya pengentasannya.
Konferensi kasus diselenggarakan di sekolah dengan maksud untuk
memperoleh masukan data yang bermanfaat bagi upaya melengkapi data
yang telah ada, melakukan cek silang antar data agar terkumpul data yang
akurat dan lebih lanjut juga dimaksudkan agar dicapai kesepakatan cara
penanganan yang lebih baik bagi konseli.
Tujuan konferensi kasus secara khusus antara lain :
 Untuk mendapatkan suatu konsesus dari para ahli dalam menafsirkan
data atau informasi yang cukup memadai dan komprehensif tentang siswa
atau kasus guna memudahkan pengambilan keputusan,
 Menetapkan cara yang terbaik untuk menangani kasus,
 Sebagai langkah awal dalam penetapan rujukan (referral) bila dibutuhkan
bntuan di luar kemampuan dan tanggungjawab konselor, dan
 Adanya koordinasi dalam penanggulangan masalah oleh berbagai pihak
yang berkepentingan (Sukardi, 2010).
3. Fungsi Konferensi Kasus
Seperti halnya fungsi dalam bimbingan konseling, konferensi kasus
memiliki fungsi untuk dapat mengentaskan klien dari permasalahan yang
dihadapinya secara integral-komprehensif. Namun menurut Amstrong (2011)
fungsi diadakannya konferensi kasus sangat beragam yaitu mulai dari
beragamnya informasi, sudut pandang hingga tingkat keakuratan solusi
(Amstrong, 2011:3). Lebih lanjut dijelaskan bahwa diantara beberapa fungsi
konferensi kasus yang banyak disepakati adalah sebagai berikut : menambah

16
informasi tentang konseli, menemukan solusi dari masalah konseli,
menafsirkan data studi kasus dalam suatu program bimbingan yang
konstruktif untuk konseli, Fungsi pengentasan, untuk mengentaskan klien
dari masalahnya.
Fungsi konferensi kasus diantaranya sebagai berikut :
a. Fungsi Pemahaman. Semakin lengkap dan akuratnya data tentang
permasalahan yang akan dibahas, maka semakin dipahamilah secara
mendalam permasalahan itu.
b. Fungsi Pencegahan. Pemahaman tersebut digunakan untuk menangani
permasalahan yang dimaksud dalam arah pencegahan kemungkinan
terjadi hal-hal yang merugikan.
c. Fungsi Pengentasan. Pemahaman tersebut digunakan untuk menangani
permasalahan yang dimaksud dalam arah pengentasan masalah yang
dialami oleh klien dan/atau individu-individu yang masalahnya dibahas
itu.
d. Fungsi Pengembangan dan Pemeliharaan. Hasil konferensi kasus juga
dapat digunakan untuk upaya pengembangan dan pemeliharaan potensi
individu dan/atau pihak-pihak lain yang terkait dengan permasalahan
yang dibahas dalam konferensi kasus.
e. Fungsi Advokasi. Dengan tercegah dan terentaskannya permasalahan,
serta berkembang dan terpeliharanya berbagai potensi yang dimaksudkan
itu, hak-hak klien dan/atauindividu-individu yang terkait lainnya dapat
terjaga dan terpelihara aktualisasinya.
Pembahasan permasalahan dalam konferensi kasus menyangkut
upaya pengentasan masalah dan peranan masing-masing pihak dalam upaya
yang dimaksud itu. Dengan demikian, fungsi utama bimbingan dan konseling
yang diemban oleh konferensi kasus adalah fungsi pemahaman dan fungsi
pengentasan.
4. Peserta Konferensi Kasus

17
Sesuai dengan tujuan dilaksanakan konferensi kasus, ialah untuk
mencapai kesepakatan bersama bagi pemecahan masalah kasus maka pihak-
pihak yang diundang atau dihadirkan dalam rapat itu haruslah pihak yang
diperhitungkan memiliki sangkut paut tentang masalah kasus maupun yang
berkepentingan dengan penyelesaian masalah serta memiliki kemampuan,
wewenang dan tanggung jawab bagi penanganan masalah konseli. Beberapa
pihak yang mutlak perlu dihadirkan ialah: Kepala sekolah, konselor, wali
kelas, guru mata pelajaran yang ada sangkut pautnya dengan masalah
konseli, orang tua siswa, dan pihak lain seperti dokter, psikiater, psikolog
maupun helper lain yang sekiranya kemampuan dan kewenangannya relevan
dengan masalah yang sedang dibahas.
 Kepala sekolah, sebagai pimpinan sekolah memiliki tanggung jawab
secara keseluruhan kegiatan yang ada di sekolah termasuk dalam
penyelenggaraan rapat ini. Komitmen dan perhatiannya terhadap
penyelenggaraan konferensi kasus merupakan hal yang sangat diperlukan
bagi kelancaran dan keberhasilan dalam mencapai tujuan rapat. Seorang
kepala sekolah yang menunjukkan tanggung jawab besar dalam hal ini,
akan dapat membangkitkan semangat yang tinggi bagi para peserta rapat.
Peranan kepala sekolah diwujudkan dalam mengundang rapat, membuka
rapat, mengarahkan terhadap jalannya rapat, menghubungi pihak lain jika
nanti dalam rapat hal itu diperlukan.
 Guru bimbingan dan konseling (Guru BK) atau konselor, sebagai
seorang guru yang secara khusus ditugaskan untuk memberikan layanan
bimbingan kepada siswa maka ia sebagai personil yang secara teknis
menyiapkan dan melaksanakan konferensi kasus. Peranan yang sangat
diperlukan dari seorang konselor di sekolah ialah menyiapkan data yang
telah dimiliki oleh sekolah, menyampaikan kepada peserta rapat tentang
permasalahan dan gejala yang tampak pada diri konseli, menyampaikan

18
analisis sementara tentang keadaan konseli, penanganan yang telah
dilakukan oleh sekolah melalui layanan bimbingan, konstribusi apa yang
diharapkan dari para peserta bagi pemecahan masalah, dan kemungkinan
memimpin rapat itu jika ditugaskan oleh kepala sekolah.
 Wali kelas, sebagai seorang guru yang ditugaskan untuk “mem-bapak-i”
atau “meng-ibu-i” kelas tertentu dalam jangka waktu tertentu (biasanya
satu tahun) dipandang memiliki data yang memadai tentang murid pada
kelas yang diasuhnya itu. Seringnya ia mengadakan interaksi dengan
murid melalui kegiatan mengajar, mengisi buku raport, buku pribadi,
maupun kegiatan lainnya merupakan modal bagi pemahaman siswa yang
sangat penting. Karena itu kehadirannya dipandang akan mampu
melengkapi data yang telah ada maupun dapat memberikan sumbangan
pikiran bagi penyelesaian masalah konseli.
 Guru mata pelajaran, merupakan personil yang bertugas mengajarkan
mata pelajaran tertentu maka ia memiliki data yang sangat penting serta
catatan-catatan lain tentang anak. Ia memiliki “media” yang praktis untuk
mengenal peserta didik melalui kontak saat ia mengajar. Frekuensi
pertemuannya dengan siswa relatif sering, karena setiap minggu minimal
sekali yakni saat mengajar, hal semacam ini jarang dimiliki oleh personil
lain di sekolah. Kehadiran guru mata pelajaran tidak perlu seluruhnya,
cukup dipilih mana diantara guru itu yang diduga relevan dengan
masalah konseli. Misalnya dipilih guru yang kebetulan pelajarannya
sering ditinggal siswa atau nilai siswa rendah dalam pelajarannya itu.
 Orang tua siswa, kehadirannya dalam konferensi kasus mutlak
diperlukan karena mereka jelas memiliki banyak data tentang anaknya
yang mungkin belum diketahui oleh pihak sekolah selama ini. Selain itu
kehidupan anak di rumah justru jauh lebih banyak waktunya jika
dibanding di sekolah dalam kesehariannya. Dalam sehari anak berada di

19
sekolah hanya berkisar 8 sampai 9 jam saja, sisanya siswa hidup di
lingkungan keluarga. Kerana itu penanganan masalah siswa itu jelas
memerlukan sinergi yang baik antara sekolah dan rumah. Apa yang
dilakukan oleh sekolah dan keluarga harus saling mendukung, saling
melengkapi, dan bahu membahu, sehingga dengan demikian diharapkan
akan dapat dicapai hasil maksimal bagi keberhasilan pemecahan masalah
anak. Pihak keluarga tidak boleh cuci tangan, justru sebaliknya harus
berpartisipasi aktif dalam konferensi kasus ini. Keterbukaannya dalam
memaparkan data tentang anaknya yang mungkin selama ini dirahasiakan
sangat membantu bagi kelengkapan data anaknya di sekolah, karena
memang untuk penyelesaian masalah itu diperlukan pemahaman yang
mendalam. Keraguan orang tua akan tersebar luaskannya data yang
dianggap rahasia perlu dihilangkan oleh pemimpin rapat dengan
meyakinkan bahwa asas kerahasiaan dalam rapat itu akan dipegang teguh
oleh peserta rapat. Penanganan masalah itu juga memerlukan keterlibatan
orang tua, dan anggota kelurga lainnya di rumah. Misalnya berupa
dukungan maupun kemudahan-kemudahan yang disediakan oleh seluruh
anggota keluarganya.
5. Prosedur Konferensi Kasus
Dalam konferensi kasus secara spesifik dibahas permasalahan yang
dialami oleh siswa tertentu dalam suatu forum diskusi yang dihadiri oleh
pihak-pihak terkait seperti guru pembimbing atau guru kelas di sekolah, wali
kelas, guru mata pelajaran, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lainnya
yang diharapkan dapat memberikan data dan keterangan. Permasalahan itu
didalami dan dianalisis dari berbagai segi, baik rincian masalahnya, sebab-
sebab, dan sangkut paut antara berbagai hal yang ada di dalamnya, maupun
berbagai kemungkinan pemecahan serta faktor-faktor penunjangnya.
Diharapkan pula melalui konferensi kasus itu akan terbina kerja sama yang
harmonis diantara peserta pertemuan dalam mengatasi masalah yang dialami

20
klien. Konferensi kasus dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai
berikut :
 Kepala sekolah atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta
konferensi kasus, baik atas insiatif guru, wali kelas atau konselor itu
sendiri. Mereka yang diundang adalah orang-orang yang memiliki
pengaruh kuat atas permasalahan dihadapi siswa (klien) dan mereka yang
dipandang memiliki keahlian tertentu terkait dengan permasalahan yang
dihadapi siswa (klien), seperti: orang tua, wakil kepala sekolah, guru
tertentu yang memiliki kepentingan dengan masalah siswa (klien), wali
kelas, dan bila perlu dapat menghadirkan ahli dari luar yang
berkepentingan dengan masalah siswa (klien), seperti: psikolog, dokter,
polisi, dan ahli lain yang terkait.
 Pada saat awal pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor
membuka acara pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan
dilaksanakan konferensi kasus dan permintaan komitmen dari para
peserta untuk membantu mengentaskan masalah yang dihadapi siswa
(klien), serta menyampaikan pentingnya pemenuhan asas–asas dalam
bimbingan dan konseling, khususnya asas kerahasiaan.
 Guru atau konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan
yang dihadapi siswa (klien). Dalam mendekripsikan masalah siswa
(klien), seyogyanya terlebih dahulu disampaikan tentang hal-hal positif
dari siswa (klien), misalkan tentang potensi, sikap, dan perilaku positif
yang dimiliki siswa (klien), sehingga para peserta bisa melihat hal-hal
positif dari siswa (klien) yang bersangkutan. Selanjutnya, disampaikan
berbagai gejala dan permasalahan siswa (klien) dan data/informasi
lainnya tentang siswa (klien) yang sudah terindentifikasi/ terinventarisasi,
serta upaya-upaya pengentasan yang telah dilakukan sebelumnya.

21
 Setelah pemaparan masalah siswa (klien), selanjutnya para peserta lain
mendiskusikan dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi
persetujuan atau penerimaan tugas dan peran masing-masing dalam
rangka pengentasan/remedial atas masalah yang dihadapi siswa (klien).
 Setelah berdiskusi atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya
konferensi menyimpulkan beberapa rekomendas/keputusan berupa
alternatif-alternatif untuk dipertimbangkan oleh konselor, para peserta,
dan siswa (klien) yang bersangkutan, untuk mengambil langkah-langkah
penting berikutnya dalam rangka pengentasan masalah siswa (klien).
6. Pendekatan dan Teknik Konferensi Kasus
1. Kelompok Non-Formal
Pertemuan konferensi kasus menggunakan format tidak resmi,
dalam arti tidak menggunakan cara-cara yang bersifat instruksional,
artinya tidak ada instruksi atau perintah dari siapapun juga. Asas
kesukarelaan dan keterbukaan mewarnai segenap suasana kegiatan
konferensi kasus.
2. Pendekatan Normatif
Ditujukan untuk mencapai tujuan konferensi kasus dalam rangka
pelayanan konseling, maka hal-hal yang perlu mendapat perhatian dan
diupayakan aktualisasinya adalah :
 Penyebutan nama seseorang harus disertai penerapan asas
kerahasiaan.
 Pengungkapan sesuatu dan pembahasannya harus didasarkan pada
tujuan positif yang menguntungkan semua pihak yang terkait.
 Pembicaraan dalam suasana bebas dan terbuka, objektif tanpa pamrih,
dan tidak didasarkan atas kriteria kalah-menang.
 Dinamika kelompok diwarnai semangat memberi dan menerima.

22
 Bahasa dan cara-cara yang digunakan diwarnai oleh asas
kenormatifan.
 Pembicaraan terfokus semua peserta konferensi kasus bebas
mengembangkan apa yang diketahui, dipikirkan, dirasakan, dialami,
dan/atau dibayangkan akan terjadi berkenaan pokok pembicaraan
yang harus terfokus. Konselor dalam hal ini harus mampu :
- Membangun suasana nyaman bagi seluruh peserta dalam
mengikuti pembicaraan.
- Mendorong para peserta untuk berperan optimal dalam
pembahasan kasus.
- Mengambil sari pati dan menyimpulkan seluruh isi pembicaraan.
7. Implikasi Pelaksanaan Konferensi Kasus
Pelaksanaan konferensi kasus membawa dampak positif dan
negatif, sehingga efektivitas dan efisiensinya dapat diukur dari beberapa
sudut pandang seperti di bawah ini :
a. Kelebihan konferensi kasus adalah : Dapat menyelesaikan permasalahan
yang terjadi dengan lebih mudah dan bijak, karena permasalahan dibahas
secara kolaboratif dengan melibatkan pihak-pihak terkait; Mendapatkan
banyak solusi; Terjadi kesepakatan bersama, melahirkan kebijakan dan
strategi secara massif; Efektifitas terletak pada sifatnya yaitu sebagai
treatment rehabilitasi proaksi (menyembuhkan juga mengembangkan
potensi klien).
b. Kekurangan konferensi kasus adalah : Karena Permasalahan dibahas oleh
banyak orang maka bisa saja permasalahan yang seharusnya dirahasiakan
menjadi bocor; Pemecahan kasus cenderung membutuhkan waktu yang
lama karena membutuhkan kesepakatan pihak-pihak yang terlibat dalam
konferensi kasus.

23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Alih Tangan Kasus, merupakan kegiatan mengalih tangankan
peserta didik yang bermasalah kepada pihak lain seperti guru bidang studi,
wali kelas atau ahli lain seperti dokter, psikiater dan lain-lain agar masalahnya
dapat teratasi sampai tuntas.
Alih tangan kasus bertujuan untuk mendapatkan penanganan yang
lebih baik, tepat, dan tuntas atas masalah yang dialami siswa dengan jalan
memindahkan penanganan kaasus dari satu pihak kepada pihak yang lebih
ahli. Atau dengan kata lain tujuan dari alih tangan kasus ialah untuk
membantu melimpahkan siswa yang menghadapi masalah tertentu kepada
petugas di dalam sekolah sendiri atau lembaga pelayanan alih tangan kasus
(rujukan) di luar sekolah disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan
wewenang yang dimilikinya maupun karena keterbatasan sumber manusiawi
dan alat.
Ada tiga komponen pokok dalam alih tangan kasus, yaitu klien
dengan masalahnya, konselor, dan lain-lain.
a. Klien (siswa) dan masalahnya
b. Konselor (pembimbing)
c. Ahli lain
Beberapa hal yang terkait dengan teknik alih tangan kasus adalah :
Pertimbangan, kontak, waktu dan tempat, dan evaluasi.
Proses pelayanan alih tangan kasus (rujukan) bisa dilakukan dengan
langkah-langkah menurut Depdikbud (1981) dan Dewa Ketut Sukardi (1988).
Pelaksanaan kegitan alih tangan kasus : Perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, analisis, tindak lanjut, dan menyusun laporan.
2. Konferensi kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik

24
(klien/konseli) dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai
pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan kemudahan,
dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut.
Tujuan dari konferensi kasus biasanya lebih terfokus pada acara
yang lebih formal, terencana, dan terstruktur terpisah dari kontak biasa.
Tujuannya untuk memberikan pemahaman holistik, terkoordinasi, dan
layanan terpadu di seluruh penyedia, dan untuk mengurangi duplikasi.
Selanjutnya konferensi kasus dapat digunakan untuk mengidentifikasi atau
mengklarifikasi isu-isu mengenai klien atau status agunan, kebutuhan, dan
tujuan (Armstrong, 2011:2).
Seperti halnya fungsi dalam bimbingan konseling, konferensi kasus
memiliki fungsi untuk dapat mengentaskan klien dari permasalahan yang
dihadapinya secara integral-komprehensif.
Sesuai dengan tujuan dilaksanakan konferensi kasus, ialah untuk
mencapai kesepakatan bersama bagi pemecahan masalah kasus maka pihak-
pihak yang diundang atau dihadirkan dalam rapat itu haruslah pihak yang
diperhitungkan memiliki sangkut paut tentang masalah kasus maupun yang
berkepentingan dengan penyelesaian masalah serta memiliki kemampuan,
wewenang dan tanggung jawab bagi penanganan masalah konseli. Beberapa
pihak yang mutlak perlu dihadirkan ialah: Kepala sekolah, konselor, wali
kelas, guru mata pelajaran yang ada sangkut pautnya dengan masalah
konseli, orang tua siswa, dan pihak lain seperti dokter, psikiater, psikolog
maupun helper lain yang sekiranya kemampuan dan kewenangannya relevan
dengan masalah yang sedang dibahas.
Konferensi kasus dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai
berikut :

25
 Kepala sekolah atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta
konferensi kasus, baik atas insiatif guru, wali kelas atau konselor itu
sendiri.
 Pada saat awal pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor
membuka acara pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan
dilaksanakan konferensi kasus.
 Guru atau konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan
yang dihadapi siswa (klien).
 Setelah pemaparan masalah siswa (klien), selanjutnya para peserta lain
mendiskusikan dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi
persetujuan atau penerimaan tugas dan peran masing-masing dalam
rangka pengentasan/remedial atas masalah yang dihadapi siswa (klien).
 Setelah berdiskusi atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya
konferensi menyimpulkan beberapa rekomendas/keputusan berupa
alternatif-alternatif untuk dipertimbangkan oleh konselor, para peserta,
dan siswa (klien) yang bersangkutan, untuk mengambil langkah-langkah
penting berikutnya dalam rangka pengentasan masalah siswa (klien).
Pendekatan dan Teknik Konferensi Kasus
a. Kelompok Non-Formal
b. Pendekatan Normatif
Implikasi pelaksanaan konferensi kasus membawa dampak positif
dan negative.
B. Saran
Penulis menyadari bahwasanya terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini.
Oleh karenanya kami meminta kritik dan saran untuk masa depan yang lebih baik.
Semoga isi dari makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sehingga dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari selain menambah wawasan pembaca.

26
DAFTAR PUSTAKA

A. Hallen. (2002). Bimbingan dan Konseling. Ciputat pers: Jakarta

Armstrong, Jodi. The purpose Of Case Conference, Journal of Counselling


Treatment, Vol. II, No. 3, pada 8 Maret 2011

Hasanah, Hasyim. (2015). Teknik Case Conference dalam Konseling Islam. Vol. 6,


No. 1, Juni 2015. UIN Walisongo Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

Priyatno, dkk, (1999). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : PT. Rineka
Cipta

Sukardi, Dewa Ketut. (2000). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan


Konseling di Sekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Syafaruddin, Ahmad Syarqawi, dan Dina Nadira Amelia Siahaan. (2019). DASAR-
DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING Telaah Konsep, Teori dan Praktik.
Medan : PERDANA PUBLISHING

Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada

Unit Pelayanan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Padang.


http://upbk.unp.ac.id/page/alih-tangan-kasus (diakses pada 21 Desember
2020)

Widada. (2017). KONFERENSI KASUS SEBAGAI TEKNIK PEMECAHAN


MASALAH KONSELI. PROCEEDING SEMINAR DAN LOKAKARYA
NASIONAL REVITALISASI LABORATORIUM DAN JURNAL ILMIAH
DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM BIMBINGAN DAN KONSELING
BERBASIS KKNI. Universitas Negeri Malang

27

Anda mungkin juga menyukai