Disusun Oleh:
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala
Puji bagi Allah yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kami sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Suri Teladan kita, Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya yang membawa kebenaran bagi kita semua.
Makalah ini merupakan tugas mata kuliah yang berjudul “PSIKOTERAPI”. Makalah
ini merupakan inovasi pembelajaran untuk memahami mata kuliah tersebut secara mendalam,
semoga makalah ini dapat berguna untuk para siswa pada umumnya.
Kami sebagai penulis tentu tidak luput dari kekurangan, mohon maklum jika dalam
penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan dari segi cara penulisan, tata bahasa
maupun dari isi mutu penulisan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati yang paling
dalam kami harapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi kelengkapan dan
kesempurnaan makalah ini.
Ucapan terima kasih tak lupa pula kami ucapkan,sebagai wujud rasa syukur dengan
tersusunnya makalah ini kepada semua pihak yang telah berpartisipasi selama penyusunan
makalah ini, yang telah dengan tulus ikhlas membantu baik secara moril maupun materil,
terutama kepada guru dan teman-teman sekalian.
Jakarta, Juni 2023
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................................1
Daftar Isi................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................3
1.3 Tujuan..............................................................................................................................3
BAB II ISI
2.1. Pengertian Psikoterapi....................................................................................................4
2.2. Perbedaan Psikoterapi dengan Konseling.......................................................................6
2.3. Klasifikasi Psikoterapi, Penerapan serta Contohnya......................................................8
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................13
3.2. Saran...............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Memahami proses psikoterapi, jenis-jenisnya, serta penerapannya.
2. Menganalisis proses psikoterapi, jenis-jenisnya, serta penerapannya.
1.3 TUJUAN
1. Mampu memahami proses psikoterapi, jenis-jenisnya, serta penerapannya.
2. Mampu menganalisis proses psikoterapi, jenis-jenisnya, serta penerapannya.
3
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi merupakan suatu jenis terapi yang dilakukan berdasarkan dengan adanya
percakapan yang dilakukan oleh para ahli mengenai kejiwaan, seperti oleh psikiater, terapis,
psikoterapis, maupun seorang konsultan yang sudah tersertifikasi. Saat melakukan kegiatan
psikoterapis, secara umum pasien dengan terapis akan berdiskusi mengenai bagian hidup
pasien yang ingin ditingkatkan. Hal tersebut bergantung pada terapis, jenis terapis yang
dibutuhkan, serta keinginan dari pasien itu sendiri. Pasien secara garis besar dapat membahas
atau membicarakan mengenai adanya riwayat hidup atau pengalaman hidup yang sifatnya
pribadi, emosi serta perasaan yang saat ini sedang dirasakan, adanya keterkaitan pasien
terhadap orang lain, cara berpikir, kebiasaan pasien maupun perilakunya, serta pada tujuan
akhir yang hendak dicapai pasien dan tak lupa menjelaskan hambatan yang dirasakan oleh
pasien.
Secara garis besar, psikoterapi memiliki tujuan sebagai fasilitas dari pola perubahan
pasien ke arah yang lebih baik. Tidak hanya itu, proses psikoterapi juga dilakukan agar pasien
mampu dapat mencari fungsi emosional serta sosial yang lebih baik. Hal ini bertujuan agar
pasien merasa puas dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan.
Psikoterapi juga dapat membantu bagi seseorang untuk mengembangkan adanya
keterampilan dalam memecahkan masalah, membangun kepercayaan, dan menjadi individu
yang lebih mawas diri. Terapi dari proses psikoterapi dinilai efektif untuk melakukan control
terhadap adanya masalah kesehatan mental serta perilaku, seperti kecemasan, depresi,
gangguan makan, gangguan dalam penggunaan zat, proses pemulihan trauma termasuk
PTSD, rasa kehilangan atau kesedihan, stress, masalah hubungan, adanya tingkat percaya diri
yang rendah, terjadinya transisi kehidupan besar (perubahan dalam sebuah kehidupan pribadi
maupun karier), serta adanya gangguan pada kesehatan jiwa tertentu.
Proses psikoterapi dapat bekerja secara optimal apabila seseorang yang menjadi
pasien mampu terbuka untuk saling bertukar pikiran dan juga perasaan dengan terapisnya.
Adapun kunci dasar dalam psikoterapi yaitu adanya tingkat dari kepercayaan seorang pasien
dengan terapisnya. Akan tetapi, hal utama dalam proses ini adalah membutuhkan waktu yang
tidak instan.
Jika dilihat dari prosedur psikoterapi, pada mulanya di pertemuan yang pertama, hal
penting yang perlu dicatat oleh pasien adalah memikirkan masalah apa yang hendak diatasi.
Kemudian, pada sesi psikoterapi untuk pertama kalinya, terapis biasanya akan
4
mengumpulkan informasi mengenai Riwayat pasien serta kebutuhannya. Saat ini ini,
mungkin saja seorang terapis akan memberikan formular untuk diisi oleh pasien mengenai
informasi kesehatan fisik serta emosial di masa lalu dan saat ini. Dalam proses ini,
kemungkinan diperlukan beberapa sesi bagi seorang terapis untuk benar-benar mampu
memahami kekhawatiran serta situasi yang dialami oleh pasien. Hal ini ditujukan untuk
melakukan adanya sebuah pendekatan serta tindakan terbaik yang akan dilakukan saat terapi.
Pada umumnya, di sesi pertama juga merupakan sebuah kesempatan bagi pasien untuk
melakukan wawancara kepada terapis. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah tahap
pendekatan serta kepribadiannya cocok untuk pasien terbut.
Adapun hal yang harus dipastikan bagi seorang terapis yaitu memahami tujuan
pengobatan, jenis terapi yang digunakan, durasi dalam setiap sesi, serta seberapa banyak sesi
terapi yang dibutuhkan dengan bergantung pada perkembangan kondisi pasien. Pada
umumnya, terdapat sedikit resiko dalam menjadi proses psikoterapi. Hal ini dikarenakan,
metode dalam psikoterapi diketahui mampu mengeksplorasi perasaan serta pengalaman yang
menyakitkan dari pasien, sehingga bisa saja membuat pasien menjadi tidak nyaman secara
emosional. Namun, segala risiko yang terjadi ini tentu dapat diminimalisasi dengan cara
membangun kerja sama yang baik antara terapis ahli dengan pasien sehingga jenis dan
intensitas terapi dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan.
Terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai acuan mengenai waktu yang tepat
ketika seseorang dikatakan membutuhkan atau perlu untuk melakukan psikoterapi, yaitu:
1. Saat seseorang merasa tidak berdaya akan kesedihan yang berlarut-larut, hingga
menyebabkan seseorang tersebut menarik diri dari orang-orang terdekat di sekitarnya;
2. Memiliki masalah yang kemudian setelah dihadapi justru masalah tersebut tidak
membaik meskipun sudah diupayakan semaksimal mungkin dan mendapat bantuan
dari keluarga hingga orang terdekat;
3. Sulit untuk berkonsentrasi pada suatu pekerjaan atau aktivitas yang umumnya biasa
dilakukan;
4. Merasa khawatir yang berlebiihan, dengan sikap terus-menerus merasa gelisah, serta
sering memikirkan hal-hal yang bersifat negatif bagi kehidupannya di masa
mendatang;
5. Mulai melakukan tindakan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Seperti contoh mengonsumsi alkohol secara berlebihan, mengonsumsi narkoba,
hingga orang tersebut menjadi agresif.
5
Jika pada diri seseorang mengalami satu atau bahkan lebih dari gejala di atas, maka
disarankan untuk melakukan proses psikoterapi. Tidak hanya itu, jika sudah mendapat
rujukan dari dokter untuk memulai psikoterapi, maka sangat dianjurkan untuk segera
menjalani sesi pertama dalam proses psikoterapi.
6
dengan sesi berlangsung antara 30 menit hingga satu jam. Psikoterapi, di sisi lain, dapat
menjadi bentuk perawatan yang lebih intensif, dengan sesi berlangsung dari 45 menit hingga
beberapa jam. Panjang sesi dan frekuensi pengobatan dapat bervariasi tergantung pada
kebutuhan individu dan pendekatan yang digunakan.
Perbedaan lain antara konseling dan psikoterapi adalah fokus pengobatan. Konseling
biasanya lebih berfokus pada solusi, dengan tujuan membantu individu mengembangkan
strategi khusus untuk mengatasi masalah mereka dan membuat perubahan yang sifatnya
positif dalam hidup mereka. Psikoterapi, di sisi lain, lebih bersifat eksplorasi, dengan tujuan
membantu individu untuk memahami penyebab mendasar dari masalah mereka dan membuat
perubahan yang bertahan lama pada pola pikir dan perilaku mereka.
Konseling mungkin lebih tepat untuk individu yang menghadapi tantangan atau
masalah tertentu dalam kehidupan mereka dan membutuhkan dukungan dan bimbingan
dalam mencari solusi. Ini dapat bermanfaat bagi orang yang bergumul dengan masalah
seperti kesedihan, masalah hubungan, atau masalah karier. Konseling mungkin juga cocok
untuk orang yang menghadapi masalah kesehatan mental ringan hingga sedang, seperti
kecemasan atau depresi.
Psikoterapi mungkin lebih tepat untuk individu yang berurusan dengan masalah
kesehatan mental yang lebih parah, seperti gangguan kepribadian atau depresi kronis.
Mungkin juga bermanfaat bagi orang-orang yang pernah mengalami trauma atau pelecehan
dan perlu mengatasi masalah emosional dan psikologis yang terkait. Psikoterapi dapat
menjadi bentuk perawatan yang lebih intensif, dan mungkin memerlukan komitmen waktu
dan energi yang lebih besar dari individu.
Dalam hal hubungan terapeutik, konseling dan psikoterapi mungkin berbeda dalam
tingkat keintiman dan pengungkapan pribadinya. Konseling mungkin melibatkan pendekatan
yang lebih fokus dan terstruktur, dengan konselor dan klien bekerja sama untuk mengatasi
masalah dan tujuan tertentu. Psikoterapi, di sisi lain, mungkin melibatkan pendekatan yang
lebih terbuka dan eksplorasi, dengan terapis dan klien menyelidiki pikiran, perasaan, dan
perilaku individu dengan cara yang lebih mendalam.
Ada juga banyak pendekatan berbeda untuk psikoterapi, termasuk terapi perilaku-
kognitif, terapi psikoanalitik, dan terapi humanistik. Masing-masing pendekatan ini memiliki
fokus dan teknik yang unik, dan seorang terapis dapat menggunakan kombinasi pendekatan
dalam perawatan tergantung pada kebutuhan individu. Perlu diingat bahwa konseling dan
psikoterapi tidak bersifat eksklusif. Dalam beberapa kasus, seorang individu dapat
memperoleh manfaat dari kedua jenis perawatan tersebut. Misalnya, seseorang mungkin
7
memulai dengan konseling jangka pendek untuk mengatasi masalah tertentu, dan kemudian
beralih ke psikoterapi jangka panjang untuk mengatasi masalah mendasar yang mungkin
berkontribusi pada kesulitan mereka.
Ada juga beberapa tumpang tindih antara konseling dan psikoterapi, dan banyak ahli
kesehatan mental terlatih dalam kedua pendekatan tersebut. Beberapa profesional mungkin
menggunakan kombinasi konseling dan psikoterapi dalam praktik mereka, dan mungkin
beralih di antara kedua pendekatan tersebut tergantung pada kebutuhan individu.
Sehingga, pada akhirnya, keputusan apakah akan memilih konseling atau psikoterapi
harus didasarkan pada kebutuhan dan tujuan spesifik dari individu. Kedua jenis perawatan
tersebut dapat bersifat efektif dalam membantu seseorang mengatasi masalah mereka dan
membuat perubahan positif dalam hidup mereka, tetapi keduanya berbeda dalam hal fokus,
lama perawatan, dan pendekatan yang digunakan.
8
Adapun pada psikoterapi perilaku kognitif dapat digunakan serta dimanfaatkan dengan
baik oleh para pasien yang sedang berjuang melawan rasa cemas, depresi, hingga gangguan
akibat trauma.
Terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Asrori, 2014 mengenai terapi kognitif
untuk mengatasi gangguan kecemasan sosial. Terapi kognitif perilaku yang telah diberikan
terhadap kedua subjek dinilai efektif untuk menurunkan tingkat rasa kecemasannya. Hal ini
dikatakan efektif karena sudah memenuhi kriteria yang menjadi prasyarat yaitu menurunnya
tingkat kecemasan, berkurang atau hilangnya pikiran serta perilaku yang bersifat negatif,
serta subjek dapat berpikir secara jernih dan rasional hingga masa tindak lanjut. Pemikiran
yang jernih serta rasional dapat membuat seseorang dengan gangguan kecemasan dapat
merasakan kenyamanan dan tidak cemas. Sehingga, subjek tidak lagi melakukan perilaku
negatif atau menghindar dan memilih zona nyamannya saja. Kini, subjek merasa lebih
percaya diri dan berani ketika dihadapkan pada situasi sosial yang selama ini menjadi beban
pikirannya. Beberapa teknik terapi yang telah diterapkan seperti restrukturisasi kognitif,
exposure, dan proses relaksasi. Ketiga hal ini dirasakan oleh subjek sebagai hal yang sangat
membantu dalam mengatasi kecemasannya. Relaksasi sebagai teknik yang membantu subjek
dalam mengurangi sensasi fisik yang dirasakan. Proses restukturisasi kognitif serta exposure
merupakan hal yang sangat membantu untuk berpikir secara jernih dan rasional dan
membantu menghadapi situasi sosialnya (Asrori, 2015)
9
Terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nuryono et al, 2020 mengenai
Dialectical Behaviour Therapy (DBT) sebagai Upaya mengatasi posttraumatic stress disorder
(PTSD) selama masa pandemic COVID-19. Pada penelitian tersebut, DBT sangat efektif
sehingga mampu membantu dalam meningkatkan proses regulasi emosi pada seseorang. Hal
tersebut juga berkenaan dengan individu dengan permasalahan PTSD. Selama proses
tersebut, dilakukan beberapa tahap konseling yang terdiri dari lima model yaitu:
- Konseling pada masing-masing individu;
- Melakukan pelatihan keterampilan dalam pengaturan di sebuah kelompok;
- Dilakukannya kelompok untuk konsultasi;
- Konsultasi diperbolehkan menggunakan telepon;
- Adanya layanan pendukung.
Adapun dalam strategi tersebut, keterampilan yang dimaksud adakah regulasi emosi,
toleransi terhadap rasa stress, mindfulness, dan efektivitas interpersonal. Dalam hal ini, DBT
merupakan pendekatan dalam konseling behavior yang bermula dari CBT. Dalam CBT
cenderung hanya menekankan pada perubahan yang terjadi pada individu. Namun, dalam
DBT tidak hanya berfokus pada perubahan akan tetapi sebelumnya individu diminta untuk
menerima segala yang ada pada dirinya baru kemudian dilakukan perubahan (Nuryono,
2020).
10
kecil kemungkinan untuk mengalami depresi, sehingga diharapkan seseorang tersebut dapat
merasa bahagia (Noviza, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, secara kualitatif dapat ditarik sebuah gambaran
bahwa terapi interpersonal dapat bermanfaat bagi remaja putri tersebut. Hal ini dikarenakan:
- Subjek merasa lebih nyaman dan lega karena dapat mengekspresikan emosi serta
perasaannya;
- Subjek merasa lebih mampu untuk memahami permasalah yang terjadi pada dirinya
serta dampak yang dihadapinya;
- Subjek mampu menerima kondisi yang telah terjadi di masa sekarang;
- Subjek menjadi merasa lebih sabar serta mampu dalam melakukan kontrol emosi
yang bersifat negatif akibat konflik yang telah dialaminya;
- Subjek mampu lebiih memahami serta mampu untuk mempraktikkan komunikasi
secara efektif, sehingga dapat memperbaiki konflik interpersonal secara tidak
langsung yang berkaitan dengan gejala depresi;
- Subjek telah mengetahui adanya kekurangan dalam dirinya dan paham mengenai hal
yang harus diperbaiki dari dirinya sehingga mampu melakukan perubahan perilaku
yang lebih positif;
- Subjek menjadi lebih bersemangat dalam menata masa depan dan menjalani
kehidupan selanjutnya.
11
mengurangi rasa halusinasi yang dialami oleh pasien skizofrenia. Skizofrenia merupakan
suatu gangguan fungsional dengan gangguan utamanya adalah pada proses serta cara pikir
dan adanya disharmoni antara pola pikir, afek, serta kemauan dan psikomotor yang menjadi
outputnya disertai distorsi kenyataan, terutama karena umumnya mereka mengalami
halusinasi, asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi (Denafianti, 2021).
2.3.4 Psikoanalisis
Dalam proses psikoanalisis, hal ini merupakan sebuah langkah untuk melakukan
pemeriksaan motivasi atau keinginan di alam bawah sadar seorang pasien serta
mengaitkannya dengan hubungan, pikiran serta tindakannya. Hal tersebut dilakukan oleh
terapis bertujuan agar pasiennya merasa lebih sadar terhadap dirinya sendiri serta mampu
untuk melakukan tindakan perubahan agar fungsi kestabilan hidup seseorang pasien tersebut
meningkat dan menjadi lebih sehat.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nabila et al pada 2023 mengenai psikoanalisis
Sigmund Freud dalam penerapan pembinaan akhlak siswa di kelas VII MTsN 1 Langkat.
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa proses psikoanalisis dapat meningkatkan
efektivitas pembinaan akhlak siswa tersebut. Upaya pembinaan akhlak sebagai penunjang
pembelajaran agar tujuan pembelajaran tersebut tercapai dengan maksimal dan siswa mampu
dengan maksimal menyerap materi yang disampaikan gurunya. (Nabila, 2023).
12
BAB III
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.
3.1. KESIMPULAN
Psikoterapi merupakan suatu jenis terapi yang dilakukan berdasarkan dengan adanya
percakapan yang dilakukan oleh para ahli mengenai kejiwaan, seperti oleh psikiater, terapis,
psikoterapis, maupun seorang konsultan yang sudah tersertifikasi. Saat melakukan kegiatan
psikoterapis, secara umum pasien dengan terapis akan berdiskusi mengenai bagian hidup
pasien yang ingin ditingkatkan.
3.2. SARAN
Sebaiknya menjadi seseorang yang tetap menjaga dan mawas diri terhadap Kesehatan
mental. Namun, jika memerlukan professional maka dapat dilakukan dengan segera.
13
DAFTAR PUSTAKA
Asrori, A., Hasanat. N.U. (2015). Terapi kognitif perilaku untuk mengatasi gangguan
kecemasan sosial. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 3(1), 89-107.
Nabila, LBS., Muchtar, M., Ridha, Z. (2023). Psikoanalisis Sigmund Freud dalam penerapan
pembinaan akhlak siswa di kelas VII MTsN 1 Langkat. Jurnal Educational Research and
Social Studies. 4(1), 206-218.
Nuryono, W., Syafitri, E.R. (2020). Dialetctical behaviour therapy (DBT) sebagai Upaya
mengatasi Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) selama masa pandemic COVID-19.
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Bimbingan dan Konseling 2020.
14