Anda di halaman 1dari 6

Naskah

KELIRU
Alih Wahana dari Novel
Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Karya Tere Liye

Naskah Fahrud Mufadil


18201241074

1
BABAK 1
Musik mengalun
  Suatu hari di rumah mungil pinggir jalan yang sepi, seorang tukang pos
berhenti di depan rumah mungil itu lalu mengetuk pintu. Seorang wanita usia lima
puluhan membuka pintu dan menyambut tamunya dengan ramah.
Tukang Pos  : (turun dari sepeda tua dan mengambil satu amplop, lalu berjalan ke
sebuah rumah, dan mengetuk pintu) Tok... Tok... tok...
Ibu  : (membuka pintu) Mari... mari Pak silakan masuk (tersenyum
ramah).
Tukang pos  : Terimakasih, Bu. Tidak usah, saya hanya mengantarkan surat ini
(menyerahkan sebuah amplop).
Ibu             : Surat apa ya, Pak.? (penasaran).
Tukang Pos : Wah saya kurang tau, Bu. Tugas saya hanya mengantarkan surat
sesuai alamat, untuk isi saya tidak tahu menahu. Silakan tanda
tangan di sini, sebagai bukti penerimaan kiriman surat (sambil
menyodorkan selembar kertas dan pulpen).
Ibu                : Baik, baik. Terimakaasih ya Pak (sambil menandatangani selembar
kertas itu)
Tukan Pos : Sama-sama, Bu. Baiklah, saya permisi dulu, masih banyak surat
yang harus saya antar (melipat kertas itu dan memasukkan ke dalam
tas)
Ibu                 : Iya, silakan Pak. Sekali lagi terimakasih.
Tukang Pos   : Melambaikan tangan (sambil menaiki sepeda tuanya).

  Ibu masuk ke dalam rumah dengan hati penasaran, apa sebenarnya isi dari
surat tersebut, ibu tak sabar ingin segera membuka surat itu. Ibu memanggil
Tania.
Ibu : Tania, ini ada surat untuk kamu (menjulurkan surat itu pada Tania)
Tania : Surat apa ini, Bu ? (kemudian membaca dengan pelan dan penuh
penasaran, membuka amplop dan balik menyodorkan surat itu pada Ibu).
Ibu  : (membaca surat) oooh ternyata undangan pernikahannya Danar dan
Ratna, Ternyata dia sudah memutuskan untuk berkeluarga.
Tania : (bermuka kesal, memalingkan muka kemudian berjalan cepat masuk ke
dalam kamar)

2
Di dalam kamar, Tania menutupi tubuhnya dengan selimut. Tak disangka,
ternyata Tania sedang menyembunyikan air matanya. Ibu menyusul ke kamar
Tania dan menenangkannya.
Ibu : (membuka selimut) sudahlah Tania, mungkin ini yang terbaik untuk
kamu, mas Danar sudah menentukan pujaan hatinya, lebih baik kamu
terima hal ini.
Tania : (menatap ibunya sambil menangis) tidak bisa bu, aku mencintai mas
Danar, aku mengaguminya bahkan sejak pertama bertemu dengannya.
(terus menangis)
Ibu : (nada meyakinkan) ingat Tania, usia kalian terbilang jauh, apalagi mas
Danar adalah malaikat penolong kita, bahkan ibu menganggapnya sebagai
anak sendiri, dengan kata lain, ia adalah abangmu nak.
Tania : (menatap ibunya kembali) tapi bu, apa salah bila aku mencintai mas
Danar, aku cukup dekat dengannya. Bahkan waktu itu, mas Danar
memberikanku ini (sambil memperlihatkan kalung yang dipakainya)
Ibu : (menghela napas) itu hanya sebagai ungkapan sayang seorang abang
terhadap adiknya nak, tak lebih dan tak kurang. Apalagi sejak dulu mas
Danar dan mba Ratna memang sudah dekat. Jadi lebih baik sekarang kamu
terima ya apa keputusan mas Danar. (memeluk Tania kemudian berbisik)
sabar nak, tuhan pasti tahu mana yang lebih baik untuk kamu.
Tania : (tangis mulai reda) iya bu, Tania terima keputusan mas Danar, tapi Tania
tak akan datang ke pernikahan itu !!! Titik.
Ibu : (melepas pelukan) baiklah nak, itu hak kamu. Tapi tolong jaga
silaturahim dengan mas Danar ya, bagaimanapun juga, jasanya kepada
keluarga kita sangat besar. Apabila mas Danar tidak membantu kita, entah
apa yang akan terjadi, sepeninggal ayahmu, kita mengalami banyak hal
sulit. Jadi baik baiklah dengannya.
Tania : baik bu (mengangguk).

BABAK 2
Musik mengalun

3
Ratna sedang bersiap siap sarapan pagi bersama dengan suaminya, Danar.
Sudah dua tahun sejak pernikahan mereka, dan ada yang berubah pada diri
suaminya. Pada kali itu, ia tak menyia nyiakan kesempatan yang ia miliki.
Ratna : (mengambil gelas) mas, ada yang ingin saya tanyakan.
Danar : (duduk di kursi depan Ratna) iya sayang katakan saja.
Ratna : (menatap Danar) akhir akhir ini, aku merasa mas berubah, tidak seperti
dulu lagi.
Danar : (mengambil selai) berubah bagaimana sayang, sejak dulu aku memang
seperti ini, hitam dan jelek.
Ratna : (memegang tangan Danar) bukan itu mas maksudku, akhir akhir ini mas
seperti menyembunyikan sesuatu dariku. Apa itu mas ? kenapa sekarang
mas mulai menjauhiku seperti ini ? jarang pulang, bahkan pulang pun kita
seperti....(terdiam sejenak) bukan sepasang suami istri. (mata berkaca
kaca)
Danar : (minum susu dari gelas yang disiapkan ratna)
itu hanya penilaianmu saja sayang, akhir akhir ini aku memang sangat
sibuk, maaf bila kamu kurang perhatian dariku.
Ratna : tidak mas, aku merasa mas Danar seperti mencintai wanita lain, bukan
aku mas, istrimu (menunduk sedih).
Danar : (meletakkan sendok makan yang sudah dipegang) Ratna, sekali lagi itu
hanya penilaianmu saja.
Ratna : tidak mas, maksudku........
Danar : (menggebrak meja) cukup Ratna!!!! Suamimu ini bekerja keras untuk
menghidupi keluarga kita, tapi apa sekarang? Kau malah menuduhku
dengan yang bukan bukan. Sudahlah, aku lebih baik berangkat sekarang.
(beranjak pergi)
Ratna : (memanggil manggil) mas tunggu mas. Iya aku minta maaf mas, aku tak
akan bertanya seperti itu lagi.
Danar : (melihat ke arah Ratna kemudian pergi begitu saja).

Ratna kembali masuk kedalam rumah dengan perasaan terpukul. Ratna


memutuskan untuk curhat kepada seseorang yang ia kenal, seseorang yang juga
mengenal baik suaminya, seseorang yang dulu pernah ia tolong bersama Danar,
yaitu Tania. Ratna mengambil mengambil telepon.
Ratna : (bunyi telepon) tut tut tut....

4
Tania : (mengangkat telepon) iya halo, dengan siapa ya ?
Ratna : (tersenyum) ini Ratna sayang.
Tania : hai mba Ratna, apa kabar ? tumben telepon, ada yang bisa Tania bantu?
(duduk agar enak mengobrol).
Ratna : ia Tania, aku ingin meminta bantuanmu. Akhir akhir ini mas Danar
berubah.
Tania : (nada serius) kenapa tidak tanya langsung saja mba ? bukannya lebih
enak kalau bertanya langsung.
Ratna : sudah aku coba Tania. Tapi mas Danar seperti tidak suka dengan
pertanyaanku. Bahkan aku sempat kena marah. Jadi aku minta tolong
kamu ajak bicara mas Danar, siapa tahu dengan begitu mas Danar mau
membuka mulut.
Tania : memangnya apa yang berubah dari mas Danar mba?
Ratna : dia seperti....(tangisnya tersengal), mencintai wanita lain.....(menangis
keras)
Tania : (tersentak) apa ? baiklah mba, Tania akan bantu mba sebisa Tania.
Ratna : Terima kasih Tania (menangis).
Tania : sama sama mba. (mencoba menenangkan)

Sore itu, Tania mengajak Danar untuk bertemu di sebuah taman. Tania dan
Danar duduk di bawah pohon perdu. Angin berhembus.
Danar : apa gerangan membuatku bertemu seperti ini Tan? Bukankah bisa lewat
telepon bila sekedar ingin ngobrol?
Tania : ini penting mas, aku ingin mendengar langsung darimu (nada
meyakinkan).
Danar : baiklah Tan, katakan saja.
Tania : apa yang terjadi mas ? mba Ratna telah menyampaikan padaku
perubahan sifatmu. Kenapa kamu setega itu mas dengan mba Ratna?
Danar : apa maksudmu Tan ?
Tania : ada apa dengan perasaanmu kepada mba Ratna? Apa sudah mulai terkikis
oleh pekerjaan? Terbawa arus kehidupan? Atau hilang kemana mas?.
Kasihan mba Ratna, dia selau menyimpan sendiri kesedihan itu.

5
Danar : bagaimana aku menjelaskan hal itu Tan. Apa yang menjadi alasanku kini
berada tepat disini. (meunduk)
Tania : apa maksudmu?
Danar : kau alasanku Tania. Sejak awal, aku mencintaimu, bukan ratna.
Tania : (kaget kemudian terbata bata) mak..sud mas Danar.....
Danar : iya, aku mencintaimu. Sama seperti perasaanmu padaku.
Tania : (menangis) apa itu mungkin mas? Kau mencintaiku sedangkan kau
memilih mba ratna untuk menjadi pendamping hidupmu? Kau sungguh
lelaki biadab. Atas dasar apa kau menikahi mba ratna mas? Atas dasar
apa!!!!!!! (nada membentak)
Danar : (menunduk) itulah yang aku sesali selama ini Tan. Itulah yang
membuatku terus mengurung diri, maafkan aku.
Tania : aku mencintaimu mas Danar, dulu. Sebelum kau memutuskan menikahi
wanita lain. sekarang aku sudah melupakan rasa itu. Lebih baik, cintai apa
yang kau miliki sekarang. Karena cinta tak harus memiliki. Tapi cintailah
apa yang kamu miliki. (pergi meninggalkan Danar).
Danar : (berdiri, kemudian menangis keras) apa yang telah kulakukan tuhan.
Maafkan aku istriku, maafkan aku. Selama ini aku memang KELIRU
(jatuh perlahan)

Lampu mati.
Musik mengalun perlahan.

SELESAI

Anda mungkin juga menyukai