Anda di halaman 1dari 650

Pohon Sempur (Dillenia indica L.

)
di Arboretum R. Soewanda Among Prawira, Bogor
Foto sampul: Raditya Arief Gautama

S empur (Dillenia indica L.), merupakan tanaman


yang banyak dimanfaatkan sebagai tanaman
peneduh di perkotaan karena sangat rindang dan
Pohon sempur ini juga ditanam di Arboretum R.
Soewanda Among Prawira, Bogor. Arboretum ini
dibangun tahun 1922 oleh seorang tuan tanah
bertajuk lebar sehingga nyaman digunakan untuk partikelir Belanda. Saat itu arboretum dikelola
berteduh. Namanya, diambil dari nama seorang oleh Bosbouwproefstation (Balai Penyelidikan
profesor ahli botani di University of Oxford, Johann Kehutanan) atau kini dikenal dengan Badan Litbang
Jacob Dillenius, yang wafat pada tahun 1747. dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (LHK). Pengelolaannya saat ini
Pohon ini menjadi salah satu ikon flora di Kota dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Bogor. Namanya disematkan menjadi nama salah Hutan (P3H) BLI Kementerian LHK.
satu ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bogor, yakni
Taman Sempur. Pada 14 Maret 2018, arboretum tersebut
diresmikan oleh Dr. Siti Nurbaya, Menteri LHK,
Jenis yang masuk dalam suku Dilleniaceae ini
dengan nama Arboretum R. Soewanda Among
memiliki habitus berbentuk pohon dengan tinggi
Prawira. Nama tersebut diambil dari nama seorang
sampai 30 meter, diameter batang 50-70 cm,
peneliti botani hutan dari Lembaga Penelitian
dapat tumbuh pada ketinggian hingga 500 mdpl.
Hutan (LPH), yang kini bernama P3H. Soewanda
Sempur banyak tumbuh secara alamiah di hutan
Among Prawira telah menerbitkan beberapa
hujan tropis di daerah rawa-rawa, pinggiran sungai
buku antara lain pengenalan jenis pohon, daftar
dan daerah lembah di India, China, Indo-China,
nama pohon dari berbagai daerah, dan atlas kayu
Indonesia (Jawa, Sumatra dan Kalimantan) dan
Indonesia.
Malaysia.
Menempati areal seluas kurang lebih 5 ha dari
Kulit kayunya berwarna coklat kemerahan,
lebar bunga 10-20 cm, kelopak berwarna total 11 ha luas areal perkantoran BLI, Aboretum R.
hijau kekuningan, kulit buah berwarna hijau Soewanda Among Prawira terbagi dalam 27 blok.
kekuningan, diameter 10-15 cm. Buahnya asam, Jumlah koleksi sebanyak 234 jenis (167 asli dan
bisa dimakan. Kayunya bisa dimanfaatkan untuk 67 eksotik) dari 136 genus. Selain untuk koleksi,
bahan bangunan. Berdasarkan riset, ekstrak buah arboretum ini juga ditujukan untuk pelestarian
sempur dapat menghasilkan asam betulinic yang pohon secara ex-situ, tempat praktek lapang
berkhasiat menyembuhkan leukemia, sedangkan pengenalan jenis pohon, sumber benih terbatas,
ekstrak daunnya dapat menyembuhkan diabetes. serta wisata ilmiah.
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
2020
VADEMECUM
KEHUTANAN INDONESIA
2020 Sebuah panduan singkat bagi para rimbawan dan siapa saja yang
memerlukan informasi tentang hutan dan kehutanan Indonesia

@2020 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan


Gedung Pusat Kehutanan Manggala Wanabakti
Jl. Jenderal Gatot Subroto, Senayan
Kota Jakarta Pusat 10270
www.menlhk.go.id
xv + 633 hlm ; 17,5 x 25 cm
ISBN: 978-602-5950-17-9

Penerbit
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Penanggung Jawab
Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi

Kontributor
Abdurachman, Acep Akbar, Achmad Supriadi, Adi Santoso, Agus Ismanto, Andi Gustiani Salim,
Andianto, Ari Wibowo, Arya Soka, Asep Hidayat, Asep Sukmana, Asmanah Widiarti, Ayu Dewi Utari,
Ayun Windyoningrum, Beny Harjadi, Bintoro, Budi Hadi Narendra, Budi Leksono, Casimerus Yudi
Lastiantoro, D. Martono, Darwo, Dewi Retna Indrawati, Dhany Yuniati, Dian Anggraini Indrawan,
Djarwanto, Djeni Hendra, Dona Octavia, Donny Wicaksono, Dulsalam, Dyah Puspasari, Efrida Basri,
Endro Subiandono, Enny Widyati, Epi Syahadat, Esti Rini Satiti, Gunawan Pasaribu, Gustan Pari,
Han Roliadi, Hani Sitti Nuroniah, Haruni Krisnawati, Hendra Gunawan, Husnul Khotimah, I Wayan
S. Dharmawan, I.M. Sulastiningsih, Ignatius Adi Nugroho, Illa Anggraeni, Indah Rahmawati, Irfan
Budi Pramono, Irma Yeny, Ismatul Hakim, Ismayadi Samsoedin, Jamal Balfas, Jamaludin Malik, Jasni,
Kun Estri Maharani, Kuntadi, Lincah Andadari, Listya Mustika Dewi, Lukas Rumboko Wibowo, Lutfy
Abdullah, M. I. Iskandar, M. Muslich, Magdalena, Marfuah Wardani, Mega Lugina, Minarningsih, Mira
Yulianti, Murniati, Nana Haryanti, Neo Endra Lelana, Niken Sakuntaladewi, Nilam Sari, Nina Mindawati,
Nining Wahyuningrum, Nunung Puji Nugroho, Nurwati Hadjib, Pratiwi, Pudjo Setio, Purwanto, R.
Deden Djaenuddin, R. Garsetiasih, Ragil S.B. Irianto, Ratih Damayanti, Retisa Mutiaradevi, Retno
Agustarini, Retno Maryani, Rinaldi Imanuddin, Rosita Dewi, Rozza Tri Kwatrina, Santiyo Wibowo,
Setiasih Irawanti, Soenarno, Sona Suhartana, Sri Suharti, Subarudi, Sulistya Ekawati, Syafari Kosasih,
Sylvana Ratina, Sylviani, Tati Rostiwati, Titi Kalima, Titiek Setyawati, Totok K. Waluyo, Tri Wira Yuwati,
Tuti Herawati, Tutik Sriyati, Ujang Wawan Darmawan, Wa Ode Muliastuty Arsyad, Wahyu Catur
Adinugroho, Wesman Endom, Wida Darwiati, Yanto Rochmayanto, Yayuk Siswiyanti, Yelin Adalina, Yeni
Nuraeni, Yetti Heryati, Yulianti, Yuniawati

Fasilitator
Yayuk Siswiyanti, Maidiward, Ignatius Adi Nugroho, Ariyanto Wibowo, Dyah Puspasari, Tutik Sriyati,
Indah Rahmawati, Lusi Sartika Ginoga, Nurva Chaily, Alhusna Padmawijaya, Suhardi Mardiansyah

Foto Sampul
Raditya Arief Gautama

Desain dan Tata Letak


Dyah Puspasari

© 2020, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG


Isi dan materi buku ini dapat direproduksi dan didiseminasi dengan tanpa mengubah arti yang dimaksud dalam isi.
Diizinkan untuk mengutip materi buku ini dengan menuliskan referensi yang lengkap.
PRAKATA
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN

D inamika pengelolaan hutan dan


kehutanan sangat tinggi, mulai urusan
tapak hingga relasi internasional; urusan
Pada era ini, kita menghadapi tantangan
tekanan ekosistem luar biasa berat. Jatuh
bangunnya pemerintah dalam mewujudkan
teknis hingga arus informasi; dari urusan tata stabilitas dan keteraturan, bahkan
kelola lingkungan, sumberdaya dan ekosistem menggulirkan aksi-aksi korektif dari kesalahan
yang erat dikaitkan dengan kepentingan- masa lalu; memberikan pelajaran berharga
kepentingan konservasi, ekonomi, dan bagi pemerintah sendiri, para rimbawan dan
sosial. Hutan dan kawasan hutan menjadi pemerhati lingkungan. Pengelolaan hutan
ruang hidup bagi ragam kepentingan. Secara dan kawasan tidak lagi dapat dilihat dalam
alami, manusia sebagai makhluk politik, hal jalur tunggal. Tidak ada solusi tunggal untuk
yang sama dapat direspon secara berbeda sebuah masalah kompleks.
antara manusia satu dengan manusia lain.
Oleh karena itu, satu kawasan hutan yang Mengulas tantangan tersebut, cara-cara pikir
sama dapat dikelola secara berbeda oleh linier tidak lagi cukup untuk mengatasi.
satu dengan lainnya. Cara pikir menentukan Landasan pengetahuan perlu semakin
perilaku yang ditampilkan dalam konstruksi- bergeser kepada pendekatan-pendekatan
konstruksi manusia kepada alam. baru untuk lebih melihat ruang luas dan
lebih dalam tentang pengelolaan hutan dan
Perjalanan sejarah menceritakan bahwa kawasan hutan. Cara pandang baru, pola pikir
pembangunan sebuah negara senantiasa baru, akan membangun pola tindak baru.
didahului dengan pembangunan fisik.
Langkah awal adalah pemanfaatan dan Buku Vademecum Kehutanan Indonesia ini
eksploitasi sumberdaya alam, hingga pada akan memberikan ruang luas untuk memahami
saatnya dibarengi dengan peningkatan dasar-dasar pengelolaan hutan dan kawasan
kapasitas sumberdaya manusia. Kini, kita hutan. Terus menggali dan menelusuri, terus
telah melewati masa itu. Saat ini pendekatan- aktif mencari, berpikir dan bertanya, tidak
pendekatan pembangunan telah bergeser berpuas diri dan berhenti pada jawaban yang
pada ekopopulis, konservasionis, dan eco- diperoleh dan fakta dari lapangan.
developmentalis. Hal ini tentunya akan
membawa perubahan-perubahan dalam Salam Rimbawan!
merespon perilaku alam dan sumberdaya
alam.

Siti Nurbaya
Seruan Rimba
(Mars Rimbawan)

Pencipta Lagu: Yahya Bahram


Penulis Lirik: Noto Sukoco

Hai perwira, rimba raya


mari kita bernyanyi Di situlah kita kerja
memuji hutan rimba di sinar matahari
dengan lagu yang gembira gunung lembah berduri
dan nyanyian yang murni haruslah kita arungi
dengan hati yang murni
Meski sepi hidup kita
jauh di tengah rimba #reff 2x
tapi kita gembira
sebabnya kita bekerja Pagi petang, siang malam
untuk nusa dan bangsa rimba kita berseru
bersatulah bersatu
#reff 2x tinggi rendah jadi satu
Rimba raya, rimba raya, bertolonglah selalu
indah permai dan mulia
maha taman tempat kita bekerja Jauhkanlah sikap kamu
yang mementingkan diri
Rimba raya maha indah ingatlah nusa bangsa
cantik, molek, perkasa minta supaya dibela
penghibur hati susah oleh kamu semua
penyokong nusa dan bangsa
rimba raya mulia #reff 2x

Hawaian Forester
This is forester
Cikulele song
Cikulelei
Cikulele song

Hawaiian forester
of the hula hula dancing
Like the golden of my dream
My heart is smiling

This is forester
Cikulele song
Cikulelei
Cikulele song

Alohai.. Alohai..
until we meet again
Alohai.. Alohai..
until we meet again
SEPATAH KATA
KEPALA BADAN PENELITIAN,
PENGEMBANGAN DAN INOVASI

H utan adalah ekosistem terpenting di


dunia. Keberadaannya menyokong
hidup dan kehidupan manusia serta berbagai
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 ini
hadir sebagai salah satu sumber informasi
untuk lebih mengenal hutan. Memuat
hidupan lainnya. Indonesia sangat beruntung berbagai aspek secara ringkas, buku ini
dianugerahi oleh Tuhan YME hutan hujan dapat menjadi panduan bagi para rimbawan
tropis yang sangat kaya. Tidak hanya dan siapa saja yang memerlukan informasi
menyediakan keanekaragaman hayati untuk konseptual dan praktis tentang hutan dan
kebutuhan pangan, papan, sandang, obat- kehutanan Indonesia.
obatan, dan energi bagi manusia, hutan juga
menjaga udara, tanah, dan air tetap sehat. Perjalanan buku vademecum kehutanan ini
cukup panjang. Dimulai pada 1971 dengan
Kini, di tengah tantangan perubahan iklim, Almanak Kehutanan, kemudian terbit
meningkatnya kebutuhan pangan dunia dan Vademecum Kehutanan Indonesia 1976
adanya wabah pandemi Covid-19, peran hingga Panduan Kehutanan edisi tahun
hutan menjadi lebih penting dari sebelumnya. 1999. Penyesuaian terus dilakukan mengikuti
Oleh karenanya, mengelola hutan secara perkembangan sains dan teknologi kehutanan
berkelanjutan menjadi sebuah keharusan, yang terkini. Hal tersebut menunjukkan bahwa
dengannya berkontribusi menjaga kelestarian sains dan teknologi menjadi landasan dalam
hutan, yang berarti juga menjaga kehidupan. pengambilan keputusan dan praktik-praktik
pengelolaan hutan. Karena untuk menjaga
Perlindungan hutan ada di tangan kita semua. hutan, “kenal dan sayang” saja ternyata tidak
Tidak hanya oleh para rimbawan, namun cukup. Kita butuh sains dan teknologi agar
juga aktivis lingkungan, penggerak sosial kepedulian itu mengejawantah dalam tindakan
masyarakat, atau siapa saja yang terlibat dan yang sesuai dengan karakteristik hutan dan
mendapat benefit dari keberadaan hutan. tujuan pengelolaan.
Setiap kita berkontribusi besar maupun kecil,
memiliki dampak. Bahkan jumlah lembar Terima kasih kepada para kontributor yang
tisu yang kita gunakan, menentukan berapa telah menghadirkan Vademecum Kehutanan
banyak pohon yang akan ditebang. Indonesia 2020 ini. Saya yakin, ini akan
menjadi salah satu buku paling dicari oleh
“Tak kenal maka tak sayang”, pepatah para pegiat hutan dan kehutanan Indonesia.
legendaris ini juga berlaku dalam bidang
kehutanan. Mengenal hutan, mengetahui
fungsi dan perannya sebagai sistem penyangga Salam Rimbawan!
kehidupan, serta bagaimana mengelolanya,
menjadi sebuah langkah penting dilakukan
oleh siapa saja yang ingin kehidupan di bumi
Indonesia bisa lebih baik di masa depan. Agus Justianto
Data Pribadi

1. Nama :

2. Jenis kelamin :

3. Tempat/tanggal lahir :

4. Golongan darah :

5. Nama kantor/unit kerja :

6. Alamat kantor :

7. Jabatan :

Mari menghitung jejak karbon (Carbon Footprint) pribadi, dan


menjalankan aksi untuk berkontribusi memperbaiki iklim bumi

Carbon Footprint (CF) merupakan suatu ukuran jumlah total dari hasil emisi karbon dioksida
yang secara langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh aktivitas atau akumulasi yang
berlebih dari penggunaan produk dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pembakaran bahan
bakar fosil dari penggunaan kendaraan bermotor. Terdapat 2 macam CF, yakni Footprint
Primer dan Sekunder.

Yang dimaksud dengan CF Primer adalah ukuran emisi CO2 yang bersifat langsung, dimana
emisi ini didapat dari hasil pembakaran bahan bakar fosil seperti kendaraan dan transportasi
lainnya. Sementara CF sekunder adalah ukuran emisi CO2 yang bersifat tidak langsung,
diperoleh dari daur ulang produk yang kita gunakan seperti dari penggunaan listrik dan
sebagainya.

Menghitung jejak karbon akan menolong individu untuk mengetahui seberapa besar
sumbangan emisi karbon yang telah diberikan ke bumi pada suatu periode tertentu. Contoh
penghitungan CF yang paling sederhana adalah konsumsi energi.
1. Konsumsi energi, biasanya tenaga listrik;
2. Perjalanan dengan menggunakan motor/mobil, atau
3. Perjalanan dengan menggunakan pesawat.

Nilai CF bisa ditelusuri dengan bantuan website kalkulator yang sudah tersedia secara daring.
Selain membantu menghitung pola konsumsi energi, juga tersedia informasi karbon yang
dihasilkan oleh barang-barang yang dipakai setiap hari. Setelah melakukan kalkulasi, akan
dapat dilihat konsumsi barang apa yang bisa dikurangi untuk bisa mengurangi CF harian.

Selamat mencoba, dan ikut berkontribusi menyelamatkan bumi, satu-satunya planet tempat
kita hidup saat ini.
Daftar Isi

Prakata Menteri LHK i BAB III. PERENCANAAN KEHUTANAN


Mars Rimbawan ii A. Inventarisasi Hutan
Sepatah Kata Kepala BLI iii A.1. Pengertian 22
Data Pribadi iv A.2. Jenis-jenis Inventarisasi Hutan 22
Daftar Isi v A.3. Tahapan Kegiatan 23
Daftar Tabel ix
B. Pengukuhan Kawasan Hutan
Daftar Gambar xi
B.1. Pengertian 32
Daftar Kotak xiv
B.2. Tahapan Kegiatan 32
Daftar Lampiran xv
C. Penatagunaan Hutan
BAB I. PENDAHULUAN C.1. Pengertian 33
A. Pengertian 1 C.2. Kriteria Kawasan Hutan 33
B. Sejarah 1 Menurut Fungsi Pokoknya
C. Urgensi 1 C.3. Tahapan Kegiatan 33
D. Ruang Lingkup 2 D. Pembentukan Wilayah
Bahan Bacaan 3 Pengelolaan Hutan
D.1. Pengertian 34
BAB II. HUTAN, KEHUTANAN,
D.2. Jenis-jenis Kesatuan 34
DAN KAWASAN HUTAN
Pengelolaan Hutan (KPH)
A. Undang-Undang Kehutanan 5
D.3. Kriteria Kesatuan Pengelolaan 35
B. Pengertian
Hutan
B.1. Hutan dan Kehutanan 6
D.4. Tahapan Pembangunan 36
B.2. Kawasan Hutan 7
Kesatuan Pengelolaan Hutan
C. Status Hutan 8
D.5. Manfaat Kesatuan Pengelolaan 38
D. Sistem Pengurusan Hutan 8
Hutan
E. Fungsi Hutan 10
E. Penyusunan Rencana Kehutanan
F. Tipe Hutan di Indonesia 10
E.1. Pengertian 42
F.1. Hutan Mangrove 11
E.2. Jenis–jenis Rencana 42
F.2. Hutan Pantai 11
Kehutanan
F.3. Hutan Rawa Air Tawar 11
E.3. Tahapan Kegiatan 43
F.4. Hutan Rawa Gambut 11
F.5. Hutan Kerangas 12 F. Perencanaan dan Pengelolaan
F.6. Hutan Pegunungan Monsun 12 Hutan Berbasis Tenurial
F.7. Savana Monsun 12 F.1. Pengertian 45
F.8. Hutan Tanaman 12 F.2. Berbagai Tipologi Tenurial 45
F.9. Hutan Kota 13 Dalam Kawasan Hutan
G. Degradasi Hutan dan Deforestasi 13 F.3. Perencanaan Hutan Berbasis 46
H. Rehabilitasi, Remediasi, 14 Tenurial sebagai Paradigm Baru
Reklamasi, Reboisasi dan Restorasi F.4. Tahapan Perencanaan Hutan 47
Bahan Bacaan 17 Berbasis Tenurial
vi Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Daftar Isi

G. Teknologi dalam Perencanaan E. Konservasi Keanekaragaman


Kehutanan Hayati
G.1. Kunci Pengenalan Jenis Pohon 48 E.1. Pengertian 96
G.2. Tabel Volume Pohon 48 E.2. Manfaat Keanekaragaman 98
G.3. Tabel Tegakan 53 Hayati
G.4. Pengaturan Produksi 53 E.3. Jenis-jenis Flora Fauna 99
G.5. Teknologi Perpetaan 54 Dilindungi
G.6. Sistem Informasi Manajemen 56 E.4. Pengelolaan Konservasi Kehati 101
Kehutanan E.5. Pemanfaatan Tumbuhan dan 105
G.7. Aplikasi Android 57 Satwa Liar
Bahan Bacaan 58 E.6. Tata Cara Penangkaran Flora 111
Fauna
BAB IV. PENGELOLAAN HUTAN F. Pengelolaan Hutan Tanaman
A. Ruang Lingkup 63 F.1. Pengertian 113
B. Pengelolaan Hutan Produksi F.2. Jenis-Jenis Hutan Tanaman 114
B.1. Pengertian 65 F.3. Jenis-Jenis Pohon untuk Hutan 117
B.2. Jenis-jenis Pengelolaan Hutan 66 Tanaman
Produksi F.4. Perbenihan Tanaman Hutan 125
B.3. Sistem Silvikultur yang Pernah 67 F.5. Teknik Budidaya Tanaman Hutan 143
Diterapkan pada Hutan Alam Penghasil Kayu
Produksi (IUPHHK HA) F.6. Teknik Budidaya Tanaman Hutan 151
B.4. Sistem Silvikultur yang 71 Penghasil HHBK
Diterapkan pada Hutan F.7. Peran Mikoriza untuk Hutan 194
Tanaman Produksi (IUPHHK- Tanaman
HT) G. Perlindungan Hutan
B.5. Penerapan Beberapa Sistem 77 G.1. Pengertian 196
Silvikultur yang Tepat di G.2. Hama dan Penyakit Tanaman 196
Hutan Produksi Hutan
C. Pengelolaan Hutan Lindung G.3. Kebakaran Hutan 204
C.1. Pengertian dan Kriteria 79 G.4. Ancaman Jenis Asing Invasif 209
C.2. Pemanfaatan dan Pengelolaan 80 G.5. Gangguan Ternak 210
Hutan Lindung G.6. Perlindungan Hutan atas Hasil 213
D. Pengelolaan Hutan Konservasi Hutan
D.1. Pengertian dan Kriteria 84 G.7. Perlindungan Hutan dari Daya 215
D.2. Pengelolaan KSA, KPA dan TB 85 Alam
D.3. Pemanfaatan KSA, KPA dan TB 87 H. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
D.4. Ekosistem Esensial 93 H.1. Pengertian 218
D.5. Lembaga Konservasi 95 H.2. Perencanaan 219
H.3. Pelaksanaan 224
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 vii
Daftar Isi

H.4. Monitoring dan Evaluasi 229 g. Perekat Nabati 399


H.5. Pembinaan dan Pengawasan 230 h. Bioenergi 401
I. Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan i. Arang 410
I.1. Pola Umum, Kriteria, Standar 232 j. Asap Cair 420
I.2. Rehabilitasi Hutan dan Lahan 233 k. Pelet Kayu 424
I.3. Reklamasi Hutan 235 l. Bio oil 428
I.4. Peran Serta Masyarakat 236 m. Gasifikasi 428
I.5. Pembinaan, Pengendalian, dan 236 n. Tumbuhan Hutan sebagai 429
Pendanaan Sumber Pangan
I.6. Pemilihan Jenis Tanaman 237 o. Perlebahan 432
J. Hutan Kota dan RTH 243 D. Standardisasi Hasil Hutan 437
J.1. Penentuan Jenis Pohon untuk Bahan Bacaan 443
Penjerapan Timbal dan Debu
Bahan Bacaan 247
BAB VI. KESATUAN PENGELOLAAN
BAB V. TEKNOLOGI DAN INDUSTRI HUTAN (KPH)
KEHUTANAN A. Kesatuan Pengelolaan Hutan 454
A. Keteknikan Hutan dan Pemanenan Konservasi (KPHK)
Hasil Hutan B. Kesatuan Pengelolaan Hutan 454
A.1. Pengertian 269 Lindung (KPHL)
A.2. Keteknikan Hutan 269 C. Kesatuan Pengelolaan Hutan 455
A.3. Pemanenan Hasil Hutan 284 Produksi (KPHP)
B. Sifat dan Pengolahan Hasil Hutan D. Luas Optimal KPH 455
Kayu E. Tipologi KPH 456
B.1. Pengertian 302 F. Instrumen untuk Mengukur 457
B.2. Sifat Dasar Kayu 302 Kinerja KPH
B.3. Pengolahan Kayu 327 Bahan Bacaan 461
B.4. Penyempurnaan Sifat Kayu 354
C. Sifat dan Pengolahan Hasil Hutan
Bukan Kayu BAB VII. PERHUTANAN SOSIAL
C.1. Pengertian 371 A. Pengertian 463
C.2. Sifat Dasar Bukan Kayu B. Hutan Desa 466
a. Bambu 374 C. Hutan Kemasyarakatan 473
b. Rotan 383 D. Hutan Tanaman Rakyat 480
c. Tengkawang 389 E. Kemitraan Kehutanan (KHDTK, 488
d. Persuteraan Alam 391 IPHPS, Kemitraan Konservasi)
e. Kelompok Resin 396 F. Hutan Rakyat 497
f. Minyak Atsiri 398 G. Hutan Adat 504
Bahan Bacaan 512
viii Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Daftar Isi

BAB VIII. PERUBAHAN IKLIM G.Pedoman Penjaminan dan 535


SEKTOR KEHUTANAN Pengendalian Mutu (Quality
A. Pengertian 519 Control/ QualityAssurance)
B. Peranan Hutan terhadap 520 Inventarisasi GRK Indonesia
Perubahan Iklim H. Konsep Carbon Footprint 538
C. Mitigasi Perubahan Iklim Sektor 521 I. Instrumen Ekonomi untuk 540
Kehutanan Peningkatan Efektivitas Aksi
D. Adaptasi Perubahan Iklim Sektor 524 Mitigasi Perubahan Iklim
Kehutanan Bahan Bacaan 546
E. Pengukuran Karbon Hutan 527
F. Panduan Metodologi Penghitungan 531 Lampiran-Lampiran 550
Penurunan Emisi dan/atau Akronim 604
Peningkatan Serapan GRK Glosarium 610
Daftar Tabel
Tabel 3.1. Rumus-rumus penduga volume log - 32
Tabel 3.2. Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan KPH
dalam pembangunan KPH dan pengelolaan hutan - 39
Tabel 3.3. Penyusunan, penilaian, pengendalian dan evaluasi rencana kehutanan - 44
Tabel 3.4. Sebaran contoh pohon - 49
Tabel 4.1. Tahapan dan tata waktu pelaksanaan pembangunan HTI - 73
Tabel 4.2. Bentuk tabel contingency - 120
Tabel 4.3. Jenis pohon tumbuh cepat, sedang dan lambat - 124
Tabel 4.4. Tahap priming dan perlakuan pengkondisian benih - 138
Tabel 4.5. Presentasi dan intensitas penyulaman - 147
Tabel 4.6. Manfaat dari jenis penghasil minyak atsiri berdasarkan organ penghasil - 152
Tabel 4.7. Persyaratan tempat tumbuh jenis penghasil minyak atsiri - 152
Tabel 4.8. Manfaat dari jenis penghasil resin berdasarkan organ penghasil - 161
Tabel 4.9. Persyaratan tempat tumbuh jenis penghasil minyak atsiri - 162
Tabel 4.10. Manfaat dari jenis penghasil minyak lemak berdasarkan organ penghasil - 168
Tabel 4.11. Persyaratan tempat tumbuh jenis penghasil minyak lemak/nabati - 169
Tabel 4.12. Manfaat dari jenis penghasil nira dan pati berdasarkan organ penghasil - 174
Tabel 4.13. Persyaratan tempat tumbuh jenis penghasil nira dan pati - 175
Tabel 4.14. Organisasi, Fungsi dan Wewenang dalam Pengelolaan DAS - 225
Tabel 4.15. Persyaratan tanaman untuk rehabilitasi dalam kawasan hutan - 237
Tabel 4.16. Contoh beberapa jenis tanaman dengan kedalaman akar dan sebaran tajuk yang
berbeda - 239
Tabel 4.17. Beberapa contoh jenis tanaman yang toleran terhadap tanah dengan tingkat
kemasaman tinggi - 240
Tabel 4.18. Rangking 1-10 jenis pohon di Surabaya, yang banyak menjerap logam Pb - 246
Tabel 4.19. Rangking 1-10 jenis pohon di Surabaya, yang menyerap logam Pb - 246
Tabel 4.20. Rangking 1-10 jenis pohon di Surabaya, banyak menjerap debu - 246
Tabel 5.1. Tingkat intensitas pembukaan wilayah hutan (IPWH) - 279
Tabel 5.2. Spesifikasi jalan hutan - 280
Tabel 5.3. Fungsi dan ukuran kanal - 282
Tabel 5.4. Kriteria kualitas serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas - 314
Tabel 5.5. Contoh diskripsi ciri umum dan anatomi kayu - 305
Tabel 5.6. Turunan selulosa berdasarkan zat pereaksi - 314
Tabel 5.7. Komponen kimia beberapa jenis kayu - 318
Tabel 5.8. Klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia - 319
Tabel 5.9. Klasifikasi komponen kayu pada distilasi kering - 319
Tabel 5.10. Klasifikasi komponen arang kayu - 319
Tabel 5.11. Batas kadar air kayu untuk beberapa peruntukan - 321
Tabel 5.12. Klasifikasi penyusutan kayu - 321
Tabel 5.13. Klasifikasi kekuatan kayu - 323
Tabel 5.14. Nilai desain kuat acuan - 323
Tabel 5.15. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering - 326
Tabel 5.16. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah - 326
Tabel 5.17. Kelas keawetan kayu berdasarkan umur rata-rata pemakaian - 327
Tabel 5.18. Kelas ketahanan kayu terhadap jamur - 327
Tabel 5.19. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap penggerek kayu di laut - 327
Tabel 5.20. Penggunaan struktur glulam pada konstruksi berat - 338
Tabel 5.21. Kelas mutu glulam berdasarkan MOE yang diukur dengan mesin grading - 338
Tabel 5.22. Mutu glulam berdasarkan pengujian secara mekanis - 339
x Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Daftar Tabel

Tabel 5.23. Suhu minimum-maksimum pengeringan berdasarkan tingkat kerusakan kayu - 355
Tabel 5.24. Bagan pengeringan kayu berbasis air - 356
Tabel 5.25. Perbedaan pengeringan kayu secara alami dan pengeringan - 357
Tabel 5.26. Hubungan antara tebal kayu dengan tebal dan jarak ganjal - 359
Tabel 5.27. Klasifikasi keterawetan kayu - 363
Tabel 5.28. Pestisida untuk pencegahan sementara untuk dolok dan kayu gergajian - 363
Tabel 5.29. Konsentrasi bahan pengawet berdasarkan berat bahan yang dilarutkan - 368
Tabel 5.30. Klasifikasi daya tahan bambu terhadap rayap tanah - 375
Tabel 5.31. Klasifikasi daya tahan bambu terhadap kayu kering - 375
Tabel 5.32. Klasifikasi daya tahan bambu terhadap jamur pelapuk - 376
Tabel 5.33. Klasifikasi berat jenis (kerapatan) rotan - 385
Tabel 5.34. Klasifikasi mutu rotan berdasarkan kekakuan (MOE) - 386
Tabel 5.35. Klasifikasi mutu rotan berdasarkan kelenturan (MOR) - 386
Tabel 5.36. Klasifikasi radius lengkung rotan - 387
Tabel 5.37. Klasifikasi daya tahan rotan terhadap kumbang bubuk - 388
Tabel 5.38. Klasifikasi daya tahan rotan terhadap rayap tanah - 389
Tabel 5.39. Sifat fisika-kimia lemak tengkawang dari beberapa jenis pohon - 391
Tabel 5.40. Analisis asam lemak tengkawang dari berbagai jenis pohon - 391
Tabel 5.41. Syarat mutu damar mata kucing secara visual - 396
Tabel 5.42. Klasifikasi mutu gondorukem - 397
Tabel 5.43. Spesifikasi persyaratan mutu gondorukem (syarat umum) - 397
Tabel 5.44. Spesifikasi persyaratan mutu gondorukem (syarat khusus) - 397
Tabel 5.45. Klasifikasi mutu shellak - 398
Tabel 5.46. Spesifikasi persyaratan mutu shellak (syarat umum) - 398
Tabel 5.47. Persyaratan mutu lak butiran - 398
Tabel 5.48. Syarat mutu arang kayu (SNI 01-1683-1989) - 413
Tabel 5.49. Syarat mutu briket arang kayu (SNI 01-6235-2000) - 414
Tabel 5.50. Syarat mutu arang aktif teknis (SNI 06-3730-1995) - 417
Tabel 5.51. Komponen kimia cuka kayu - 422
Tabel 5.52. Unsur hara makro dan mikro pupuk cair organik dari cuka kayu - 422
Tabel 5.53. Daftar SNI Komite Teknis 79-01 Hasil Hutan Kayu - 438
Tabel 5.54. Daftar SNI Komite Teknis 65-02 Hasil Hutan Bukan Kayu - 439
Tabel 5.55. Daftar SNI Komite Teknis 79-01 Hasil Hutan Kayu (Produk Lainnya) - 440
Tabel 5.56. Daftar SNI Komite Teknis 65-02 Hasil Hutan Bukan Kayu- 440
Tabel 5.57. Daftar SNI Komite Teknis 79-01 Hasil Hutan Kayu (Panel Kayu) - 441
Tabel 5.58. Daftar SNI Komite Teknis 79-01 Hasil Hutan Kayu (SNI Harmonisasi) - 442
Tabel 6.1. Kerangka kerja instrumen kinerja KPH - 458
Tabel 6.2. Kriteria dan indikator kinerja input (prasyarat) - 459
Tabel 6.3. Kriteria dan indikator kinerja proses (operasionalisasi KPH) - 460
Tabel 7.1. Kategori perhutanan sosial dan statusnya - 465
Tabel 7.2 Contoh implementasi hutan desa di Indonesia - 473
Tabel 7.3. Prinsip penyelenggaraan HKm - 479
Tabel 7.4. Beberapa model HKm yang telah berhasil - 481
Tabel 7.5. Prinsip penyelenggaraan HTR - 466
Tabel 7.6. Contoh implementasi HTR di Indonesia - 488
Tabel 7.7. Tahapan pelaksanaan kemitraan konservasi - 494
Tabel 8.1. Angka default nisbah akar - 531
Tabel 8.2. Perbandingan carbon footprint produk kayu gergajian berbagai jenis - 539
Daftar Gambar
Gambar 1.1. Sejarah vademecum kehutanan Indonesia - 2
Gambar 2.1. Sistem kehutanan disusun menurut interaksi antarkomponen biofisik dan sosial
pembentuknya - 7
Gambar 2.2. Sistem kehutanan disusun menurut interaksi antarkomponen kegiatan dalam
pengurusan hutan - 7
Gambar 2.3. Berbagai pilihan pemulihan ekosistem terdegradasi - 14
Gambar 3.1. Distribusi plot contoh dalam systematic sampling - 23
Gambar 3.2. Bentuk petak ukur permanent sampling plot (PSP) NFI - 25
Gambar 3.3. Bentuk petak ukur dalam IHMB di hutan alam - 26
Gambar 3.4. Pengukuran diameter - 27
Gambar 3.5. Bagian-bagian phi band - 27
Gambar 3.6. Bagian-bagian caliper - 27
Gambar 3.7. Bagian-bagian biltmore stick - 28
Gambar 3.8. Bagian-bagian bitterlich stick - 28
Gambar 3.9. Bagian-bagian spiegel relascope bitterlich - 29
Gambar 3.10. Cara pembacaan spiegel relascope bitterlich untuk pengukuran diameter - 29
Gambar 3.11. Criterion Dendrometer - 29
Gambar 3.12. Posisi tinggi pohon - 30
Gambar 3.13. Beberapa pengukuran tinggi pohon - 30
Gambar 3.14. Cara pengukuran tinggi pohon - 30
Gambar 3.15. Beberapa alat ukur tinggi pohon - 31
Gambar 3.16. Posisi KPH terhadap ijin pemanfaatan dan penggunaan hutan - 35
Gambar 3.17. Posisi dan keterkaitan rencana-rencana kehutanan dengan berbagai kegiatan
perencanaan lainnya - 43
Gambar 3.18. Contoh grafik sebaran pohon menurut diameter dan tinggi - 50
Gambar 4.1. Strategi pemilihan jenis tanaman - 119
Gambar 4.2. Penampang melintang akar yang berasosiasi dengan mikoriza - 194
Gambar 4.3. Contoh hama tanaman hutan - 200
Gambar 4.4. Contoh penyakit tanaman hutan - 202
Gambar 4.5. Segitiga api - 204
Gambar 4.6. Diagram alir analisis tipologi DAS - 219
Gambar 4.7. Tujuan dan sasaran pengelolaan DAS aspek tata air - 221
Gambar 4.8. Tujuan dan sasaran pengelolaan DAS aspek lahan - 221
Gambar 4.9. Tujuan dan sasaran pengelolaan DAS aspek kesejahteraan masyarakat - 222
Gambar 4.10. Siklus proses perencanaan pengelolaan DAS terpadu - 222
Gambar 4.11. Flow chart pelaksanaan pengelolaan DAS - 227
Gambar 5.1. Wesyano-alat ukur diameter pohon - 270
Gambar 5.2. Algromek-alat deteksi gerowong kayu - 271
Gambar 5.3. Struktur perencanaan pemanenan kayu - 277
Gambar 5.4. Kegiatan sebelum penebangan - 285
Gambar 5.5. Penentuan arah rebah pohon - 286
Gambar 5.6. Bentuk dan ukuran takik rebah - 267
Gambar 5.7. Takik tebang dan takik balas - 288
Gambar 5.8. Pembuatan takik rebah dan takik balas di hutan alam dan tanaman - 288
Gambar 5.9. Gergaji selang lengkung - 288
Gambar 5.10. Gergaji rantai - 289
Gambar 5.11. Timber harvester di IUPHHK-HT Eucalyptus sp di Jambi - 289
Gambar 5.12. Pengeluaran kayu dengan gaya berat pada uji coba di Kp. Cigalasar - 292
xii Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Daftar Gambar

Gambar 5.13. Skema highlead system - 293


Gambar 5.14. Skyline system - 294
Gambar 5.15. Penyadaran kayu dengan ekskavator di hutan rawa gambut - 295
Gambar 5.16. Penyadaran kayu dengan forwader - 295
Gambar 5.17. Penyaradan kayu dengan winch wheel skidder - 295
Gambar 5.18. Penyadaran kayu dengan traktor berban rantai baja - 295
Gambar 5.19. Penyadaran kayu dengan sistem kuda-kuda di hutan rawa gambut - 295
Gambar 5.20. Penyadaran kayu dengan gajah - 297
Gambar 5.21. Penyadaran kayu dengan kerbau - 299
Gambar 5.22. Pemuatan kayu dengan ekskavator hitachi ke atas truk di Jambi - 300
Gambar 5.23. Muat bongkar kayu di hutan tanaman rawa gambut - 300
Gambar 5.24. Truk bermuatan kayu di hutan alam - 300
Gambar 5.25. Pengangkutan kayu dengan ponton - 302
Gambar 5.26. Bidang orientasi kayu - 303
Gambar 5.27. Kayu pasak bumi asli dan palsu - 308
Gambar 5.28. Fosil kayu di daerah Leuwiliang, Jawa Barat - 308
Gambar 5.29. Kriteria baru untuk pengelompokan jenis kayu perdagangan Indonesia - 309
Gambar 5.30. Metode identifikasi kayu - 311
Gambar 5.31. Koleksi kayu dan fosil kayu Xylarium Bogoriense 1915 P3HH - 311
Gambar 5.32. AIKO KLHK - 312
Gambar 5.33. Perkembangan metode identifikasi kayu - 313
Gambar 5.34. Proses pembuatan selulosa - 315
Gambar 5.35. Mesin pembentuk (moulder) - 330
Gambar 5.36. Kayu laminasi (glulam) - 336
Gambar 5.37. Sambungan ujung tumpu (butt joint) - 338
Gambar 5.38. Sambungan ujung lidah miring (scarf joint) - 338
Gambar 5.39. Sambungan ujung bergigi/berjari (finger joint) - 338
Gambar 5.40. Prototype bangunan pengering tenaga surya dan tungku tipe I dan II - 358
Gambar 5.41. Kiln drying dengan posisi kipas yang dikoneksikan ke motor penggerak - 358
Gambar 5.42. Teknik penumpukan horizontal - 359
Gambar 5.43. Cara pembuatan garpu uji dari contoh pengamatan - 360
Gambar 5.44. Pecah pada kayu - 360
Gambar 5.45. Cacat perubahan bentuk pada kayu - 361
Gambar 5.46. Teknik penyusunan kayu yang sudah kering - 361
Gambar 5.47. (a) Mekanisme teknik impregnasi menggunakan impregnan PME; b) Mekanisme
kimiawi pada proses impregnasi dengan PME - 370
Gambar 5.48. Tampak visual dari kayu jabon tanpa perlakuan impregnasi (UT), dengan perlakuan
impregnasi ekstrak merbau tipe-1 (T1) dan dengan perlakuan impregnasi ekstrak
merbau tipe-2 (T2) - 370
Gambar 5.49. Struktur anatomi penampang melintang batang bambu - 353
Gambar 5.50. Pembagian daerah tepi, tengah dan pusat penampang lintang rotan - 384
Gambar 5.51. Ciri anatomi batang rotan - 384
Gambar 5.52. Pembebanan pada pengujian lentur statik rotan - 386
Gambar 5.53. Bentuk contoh uji kuat tarik sejajar serat - 386
Gambar 5.54. Buah tengkawang dari jenis Shorea stenoptera - 390
Gambar 5.55. Reaksi transesterifikasi dengan bantuan katalis basa - 403
Gambar 5.56. Mesin briket kempa semi kontinyu - 414
Gambar 5.57. Spark Plasma Sintering untuk pembuatan material baru nano karbon - 418
Gambar 5.58. Mekanisme reaksi penguraian selulosa dan penataan ulang atom karbon - 419
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 xiii
Daftar Gambar

Gambar 5.59. Tungku drum yang dilengkapi dengan proses kondensasi sistem sirkulasi - 420
Gambar 5.60. Alat pembuatan pelet kayu sistem manual - 427
Gambar 5.61. Alat pembuatan pelet kayu sistem kontinyu - 427
Gambar 5.62. Bentuk konstruksi sunggau dan cara pemasangannya - 434
Gambar 5.63. Cara pemasangan tikung - 435
Gambar 5.64. Bentuk konstruksi tingku - 435
Gambar 6.1. Pertumbuhan KPH sebagai sebuah organisasi publik - 458
Gambar 7.1. Bagan alir permohonan hutan desa kepada Menteri LHK - 464
Gambar 7.2. Bagan alir permohonan hutan desa kepada Gubernur - 470
Gambar 7.3. Bagan alir permohonan HKm kepada Menteri LHK - 477
Gambar 7.4. Bagan alir permohonan HKm kepada Gubernur - 478
Gambar 7.5. Bagan alir permohonan IUPHHK-HTR kepada Menteri LHK - 485
Gambar 7.6. Bagan alir permohonan persetujuan kemitraan kehutanan ke MenLHK - 488
Gambar 7.7. Bagan alir permohonan hutan adat kepada Menteri LHK - 508
Gambar 8.1. Bentuk plot pengukuran karbon hutan - 529
Gambar 8.2. Rumus dasar penghitungan emisi/serapan karbon pada sektor lahan - 533
Gambar 8.3. Alur proses QC umum untuk subsektor/unit pelaksana - 535
Gambar 8.4. Alur proses QA/QC umum untuk penanggung jawab IGRK Nasional - 535
Gambar 8.5. Ilustrasi sistem perdagangan izin emisi - 542
Daftar Kotak

Kotak 4.1. Kerentanan banjir DAS Cisadane - 223


Kotak 4.2. Pelaksanaan restorasi DAS Seraya Hulu berbasis desa mandiri - 228
Kotak 4.3. Hasil uji coba rehabilitasi lahan bekas tambang - 241
Kotak 5.1. Wesyano-alat ukur diameter pohon - 270
Kotak 5.2. Algromek-alat deteksi gerowong kayu - 272
Kotak 7.1. Hutan desa pertama di Indonesia- 452
Kotak 7.2. Hutan desa pertama - 460
Daftar Lampiran

Lampiran 1. Persyaratan tempat tumbuh beberapa jenis pohon untuk hutan tanaman di
lahan asam dan di lahan basah - 550
Lampiran 2. Kesesuaian lahan beberapa jenis pohon untuk hutan tanaman berdasarkan
klasifikasi FAO - 556
Lampiran 3. Penanganan benih ortodok - 562
Lampiran 4. Penanganan benih intermediate - 571
Lampiran 5. Penanganan benih rekalsitran - 580
Lampiran 6. Musim berbuah dan puncak buah masak beberapa tanaman hutan - 587
Lampiran 7. Jumlah benih per kg (butir) beberapa tanaman hutan - 590
Lampiran 8. Nilai kerapatan dan penyusutan beberapa jenis kayu Indonesia - 593
Lampiran 9. Persyaratan teknis kayu untuk berbagai penggunaan - 594
Lampiran 10. Sifat dan kegunaan jenis-jenis kayu perdagangan Indonesia - 595
Lampiran 11. Bagan pengeringan yang dianjurkan untuk 80 jenis kayu Indonesia - 598
Lampiran 12. Keterawetan 96 jenis kayu terhadap bahan pengawet - 600
Lampiran 13. Perbandingan karakteristik hasil hutan kayu dengan HHBK - 602
Lampiran 14. Kandungan komponen kimia lemak tengkawang (% relatif) - 603
Pohon Hopea bancana (Boerl.) Slooten
Tahun tanam: 1949
Lokasi: Arboretum R. Soewanda Among Prawira
Badan Litbang dan Inovasi, Bogor
Raditya Arief Gautama
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian
Vademecum, menurut buku The Oxford
Dictionary of Phrase and Fable, adalah
sebuah frasa dalam bahasa Latin yang
berarti ‘go with me’. Vade mecum dalam
kamus tersebut berarti sebuah buku
pegangan, panduan, pedoman yang selalu 1. Vademecum Kehutanan Indonesia 1976
tersedia untuk konsultasi, dan juga portabel yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
atau mudah dibawa menurut Dictionary of Kehutanan, Departemen Pertanian.
English Manuscript Terminology 1450–2000 2. Manual Kehutanan 1992
(Beal, 2011). 3. Buku Panduan Kehutanan Indonesia
1998
Istilah ini menurut kamus Merriam-Webster
pertama kali digunakan pada 1629 sebagai 4. Panduan Kehutanan Indonesia 1999
sebuah judul buku “Vade Mecum: A
Selanjutnya pada tahun 2013, diinisiasi oleh
Manuall of Essayes Morrall, Theologicall.
Badan Litbang Kehutanan, Kementerian
Saat ini Vade Mecum terutama ditemui
Kehutanan, dilakukan rangkaian
pada karya-karya yang berfungsi sebagai
pembahasan untuk memperbarui materi
sebuah referensi atau panduan untuk
Panduan Kehutanan Indonesia 1999
subjek tertentu.
tersebut. Kegiatan ini menghasilkan draf
Buku Vademecum Kehutanan Indonesia Buku Panduan Kehutanan Indonesia 2014.
ini didefinisikan sebagai pedoman ringkas Draf tersebut selanjutnya disempurnakan
tentang hutan dan kehutanan Indonesia. menggunakan hasil iptek dan inovasi terkini
Buku ini diperuntukkan bagi para rimbawan yang diterbitkan menjadi Vademecum
dan para pihak yang dalam kesehariannya Kehutanan Indonesia 2020.
berkecimpung dalam kegiatan yang
memerlukan informasi tentang hutan dan
kehutanan. C. Urgensi
Sejarah dunia menunjukkan bahwa
penguasaan ilmu pengetahuan dan
B. Sejarah
teknologi (iptek) menjadi tolok ukur dalam
Sejarah vademecum kehutanan Indonesia kemajuan satu bangsa. Negara-negara
dimulai pada tahun 1971, dengan yang telah menerapkan kebijakan untuk
diterbitkannya almanak kehutanan. Dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,
perjalanannya, almanak ini mengalami telah melahirkan teknologi-teknologi yang
perubahan menyesuaikan dengan sangat bermanfaat dan berdayaguna,
perkembangan ilmu pengetahuan dan sehingga berhasil menjadikan negaranya
praktik-praktik pengelolaan hutan, yang sebagai negara maju dan mencapai taraf
kemudian melahirkan: kesejahteraan yang lebih baik.
2 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pendahuluan

“…Tidak ada dasar lain dari kebijakan politik pengelolaan hutan maupun memerlukan
yang tepat selain bukti/fakta ilmiah terbaik informasi terkait hutan dan kehutanan.
yang ada. Hal ini khususnya berlaku dalam
bidang pengelolaan sumber daya dan Oleh karenanya ketersediaan informasi
perlindungan lingkungan.” iptek dan inovasi tentang hutan dan
kehutanan terkini yang praktis, mudah dan
Brundtland (1997) dalam Mrosovsky (1997) cepat diakses, menjadi sangat penting.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 ini
Kutipan di atas secara tegas menyatakan hadir untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
pentingnya peran iptek dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan, termasuk
sumber daya hutan di dalamnya. Indonesia
sebagai pemilik hutan hujan tropis terluas D. Ruang Lingkup
ketiga, setelah Brasil dan Kongo, tentu
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 ini
menghadapi berbagai tantangan dalam
terdiri atas 8 bab yang mencakup informasi
pengelolaannya secara berkelanjutan
konseptual dan praktis tentang hutan dan
termasuk mengelola dampak lingkungan
kehutanan Indonesia, yakni:
yang ditimbulkannya.
I. Pendahuluan
Di sinilah peran iptek sangat dibutuhkan II. Hutan, Kawasan Hutan dan Kehutanan
untuk mendukung pembangunan sektor
III. Perencanaan Kehutanan
lingkungan hidup dan kehutanan, serta
mengakomodasi perkembangan lingkungan IV. Pengelolaan Hutan
strategis yang terus terjadi. V. Teknologi Pengolahan Hasil Hutan
VI. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
Pada era teknologi 4.0 saat ini, ilmu
kehutanan tetap menjadi suatu hal yang VII. Perhutanan Sosial
relevan dan sangat dibutuhkan oleh VIII. Perubahan Iklim Sektor Kehutanan
semua pihak yang berkecimpung dalam

Gambar 1.1. Sejarah vademecum kehutanan Indonesia


Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 3
Pendahuluan

Bahan Bacaan

Beal, P. (2011). Dictionary of English Manuscript Terminology 1450–2000. Diambil kembali dari
https://www.oxfordreference.com/view/10.1093/acref/9780199576128.001.0001/
acref-9780199576128
Knowles, E. ed. (2006). The Oxford Dictionary of Phrase and Fable. (2006). Diambil kembali dari
https://www.oxfordreference.com/view/10.1093/acref/9780198609810.001.0001/
acref-9780198609810
Merriam-Webster. (2020). Dictionary. Diambil kembali dari https://www.merriam-webster.com/
dictionary/vade%20mecum
Mrosovsky, N. (1997). IUCN’s credibility critically endangered. Nature 389, 436. https://doi.
org/10.1038/38873.
Aktivitas Masyarakat di Hutan Nipah
Efendi Agus Waluyo
BAB II
HUTAN, KAWASAN
HUTAN, DAN
KEHUTANAN

A. Undang-Undang tentang Kehutanan


Hutan merupakan sumber daya yang sangat
penting dalam menunjang pembangunan.
Selama lebih dari empat dekade, hutan
telah menjadi salah satu penggerak utama
perekonomian nasional. Pada masa orde
baru, untuk mendukung pembangunan Rumah Orangutan
nasional dari bidang pengusahaan sumber Syamsu E. Rinaldi
daya hutan, pemerintah menerbitkan
instrumen hukum berupa Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan- secara umum. Dalam undang-undang ini
Ketentuan Pokok Kehutanan terdapat dua status hutan yaitu hutan
negara dan hutan hak.
Undang-undang ini terdiri atas 8 bab
dan 22 pasal, yang mencakup pengertian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
hutan, hasil hutan, kehutanan, hutan terdiri atas 17 bab dan 84 pasal yang
menurut pemiliknya; perencanaan hutan; mencakup ketentuan umum; status
pengurusan hutan; pengusahaan hutan; dan fungsi hutan; pengurusan hutan;
perlindungan hutan; dan (6) ketentuan perencanaan kehutanan; pengelolaan
pidana, peralihan dan penutup. hutan; litbangdiklatluh; pengawasan,
penyerahan kewenangan; masyarakat
Dalam pelaksanaannya, implementasi
hukum adat; peran serta masyarakat;
pengusahaan hutan tidak terlepas dari
gugatan perwakilan; penyelesaian sengketa
ideologi penguasaan hutan yang tertuang
kehutanan; penyidikan; ketentuan pidana;
dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang
ganti rugi dan sanksi administratif;
menyatakan bahwa, “Bumi dan air
ketentuan peralihan; dan ketentuan
dan kekayaan alam yang terkandung
penutup.
di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk Dalam perjalanannya, Undang-Undang
kemakmuran rakyat”. Nomor 41 Tahun 1999 tersebut mengalami
perubahan. Perubahan terjadi pada bab
Selanjutnya pada masa reformasi, undang-
penutup dengan menambahkan pasal
undang kehutanan tersebut diganti menjadi
yang mengatur bahwa semua perizinan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
atau perjanjian di bidang pertambangan
tentang Kehutanan. Perbedaan mendasar
di kawasan hutan yang telah ada sebelum
dari undang-undang sebelumnya adalah
berlakunya undang-undang kehutanan
terdapatnya peran serta masyarakat, hak
tersebut, dinyatakan tetap berlaku sampai
masyarakat atas informasi kehutanan dan
berakhirnya izin atau perjanjian dimaksud.
keterlibatan dalam pengelolaan hutan
6 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

Perubahan diperlukan untuk memberikan berhutan atau tidak berhutan asal


kepastian hukum dalam berusaha di bidang ditetapkan oleh pemerintah sebagai
pertambangan di kawasan hutan terutama hutan tetap.
bagi pemegang izin atau perjanjian
sebelum berlakunya undang-undang Indonesia menggunakan definisi “hutan”
tersebut. Perubahan tersebut ditetapkan yang berbeda dari definisi-definisi lain
dalam Peraturan Pemerintah Pengganti yang digunakan di dunia. Definisi “hutan”
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Indonesia telah diakui oleh UNFCCC melalui
tentang Perubahan atas Undang-undang persetujuan tentang Tingkat Emisi Rujukan
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. (Forest Reference Emission Level/FREL)
Selanjutnya peraturan pemerintah tersebut untuk Deforestasi dan Degradasi Hutan
ditetapkan menjadi Undang-undang (KLHK, 2018).
Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Penilaian Sumber Daya Hutan Global dari
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- FAO mendefinisikan hutan sebagai lahan
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang yang luasnya lebih dari 0,5 ha dengan
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 tutupan kanopi pohon lebih dari 10 persen
Tahun 1999 Tentang Kehutanan. dan ditumbuhi pepohonan dengan tinggi
lebih dari 5 meter pada umur dewasa
(GFRA FAO, 2010). Meskipun definisi
B. Pengertian
tersebut cocok dalam konteks global, dalam
B.1. Hutan dan Kehutanan ekosistem hutan alam tropika Indonesia,
areal lahan dengan tutupan kanopi 10
Hutan memiliki definisi yang beragam, persen lebih akurat menggambarkan tipe
baik dengan penekanan konsep ekologi, vegetasi tidak berhutan.
tujuan penggunaan, dan status hukum
lahannya. Walaupun penekanannya Oleh karena itu, menurut hukum Indonesia,
berbeda satu sama lain, namun gambaran hutan didefinisikan sebagai “suatu kesatuan
umum mengenai pengertian hutan adalah ekosistem berupa hamparan lahan berisi
(Suhendang, 2013): sumber daya alam hayati yang didominasi
1. Wujud fisik. Hutan adalah hamparan pepohonan dalam persekutuan alam
lahan yang ditumbuhi masyarakat lingkungannya yang satu dengan lainnya
tumbuhan yang didominasi oleh pohon- tidak dapat dipisahkan” (Undang-Undang
pohon dengan kerapatan dan luasan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).
yang cukup. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan
2. Pandangan menurut perspektif ekologi. Indonesia Nomor 14 Tahun 2004, hutan
Hutan adalah a) masyarakat tumbuhan dalam kerangka Mekanisme Pembangunan
yang didominasi oleh pohon-pohon Bersih (MPB) ialah lahan yang luasnya
dan tumbuhan berkayu lainnya, b) minimal 0,25 ha dan ditumbuhi oleh
satu kesatuan ekosistem, c) mampu pohon dengan persentasi penutupan tajuk
menciptakan iklim mikro di dalam hutan minimal 30% yang pada akhir pertumbuhan
yang berbeda dengan keadaan di sekitar mencapai ketinggian minimal 5 meter.
dan di luar hutan.
3. Kepentingan kegiatan yang bersifat Definisi menurut Peraturan Menteri
operasional, misalnya untuk kegiatan Kehutanan tersebut digabungkan lebih
inventarisasi hutan dan tujuan lanjut ke dalam “definisi kerja” UNFCCC
pengelolaan hutan Indonesia tentang hutan, dengan
4. Status hukum lahan. Lahan hutan tujuan untuk melaksanakan Mekanisme
dapat berstatus tanah yang dibebani Pembangunan Bersih (MPB) dan sekarang
hak, misalnya hak milik (hutan milik). telah dibakukan dalam Tingkat Emisi
Lahan dapat memiliki keadaan biofisik Rujukan Deforestasi dan Degradasi Hutan
Nasional Indonesia (FREL).
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 7
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

“Definisi kerja” ini mendefinisikan hutan Kehutanan sebagai sistem mengandung arti
sebagai “suatu areal lahan lebih dari 6,25 sistem pengurusan yang bersangkut paut
ha dengan pohon-pohon lebih tinggi dari dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil
5 meter pada waktu dewasa dan tutupan hutan yang diselenggarakan secara terpadu
kanopi lebih dari 30 persen”. Keputusan (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999).
untuk memperluas menjadi 6,25 ha sebagai
luas areal minimum suatu lahan untuk hutan Sebagai sebuah sistem, kehutanan
dapat digambarkan dalam bentuk
menurut “definisi kerja” didorong oleh
diagram ketergantungan antarkomponen
pertimbangan pengukuran dan penafsiran
sistem dilihat dari bentuk hubungan
visual: 6,25 ha adalah areal terkecil yang antarkomponen biofisik dan sosial (Gambar
dapat diukur dengan satelit, diplotkan 2.1) dan hubungan antarkegiatan dalam
pada 0,25 cm2, dan dipetakan pada skala pengurusan hutan (Gambar 2.2)
penafsiran 1:50.000 (KLHK, 2018).
Kehutanan, dalam Suhendang (2013), pada
kehidupan sehari-hari dapat mengandung
berbagai arti dan lazimnya berhubungan
dengan kegiatan, ilmu pengetahuan,
profesi, dan sistem. Kehutanan sebagai
kegiatan mengandung arti kegiatan
yang bersangkutan dengan hutan dan
pengurusannya, serta pengelolaan hutan
secara ilmiah untuk kelangsungan hasil
berupa benda dan jasa (Shadily dalam Gambar 2.2. Sistem kehutanan disusun menurut
interaksi antarkomponen kegiatan dalam
Endang, 2013). pengurusan hutan (Suhendang, 2013)
Kehutanan sebagai ilmu pengetahuan
membahas berbagai hal yang berkenaan B.2. Kawasan Hutan
dengan praktik pembangunan,
pengelolaan, pengonservasian hutan secara Indonesia mengenal istilah kawasan hutan.
Kawasan ini menurut Undang-Undang
berkelanjutan. Kehutanan sebagai profesi
Nomor 41 Tahun 1999 pasal 1 angka 3,
berkenaan dengan ilmu pengetahuan, seni,
adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan
praktik, dalam membangun, mengelola, atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk
menggunakan, mengonservasi hutan dan dipertahankan keberadaannya sebagai
sumber daya lain nya. hutan tetap. Namun sejak 21 Februari
2012, frasa “ditunjuk dan atau” dalam pasal
1 angka 3 tersebut tidak lagi mempunyai
kekuatan hukum mengikat berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/
PUU-IX/2011.
Menurut hukum Indonesia, wilayah atau
kawasan yang secara sah ditetapkan
sebagai “Kawasan Hutan” berada di bawah
kewenangan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan. Kawasan Hutan
Gambar 2.1. Sistem kehutanan disusun menurut memiliki wilayah yang ditutupi hutan atau
interaksi antarkomponen biofisik dan sosial “berhutan” dan wilayah yang tidak ditutupi
pembentuknya (Suhendang, 2013) hutan atau “tidak berhutan”.
8 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

Data pada buku Status Hutan dan Kehutanan


Indonesia 2018, menunjukkan bahwa
Indonesia mengalokasikan 120,6 juta ha
atau sekitar 63% dari luas daratannya
sebagai Kawasan Hutan. Sedangkan
kawasan daratan sisanya berupa areal
bukan kawasan hutan yang dikenal sebagai
Areal Penggunaan Lain (APL).

C. Status Hutan di Indonesia


Hutan Indonesia, berdasarkan statusnya
menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun Hutan Tembesu (Fagraea fragrans)
1999 tentang Kehutanan, terdiri atas di KHDTK Benakat, Sumatera Selatan
hutan negara dan hutan hak. Hutan negara Choirul Ahmad
adalah hutan yang berada pada tanah yang
tidak dibebani hak atas tanah. Hutan hak
adalah hutan yang berada pada tanah yang
dibebani hak atas tanah. Penetapan status mempertahankan kelestariannya untuk
hutan dilakukan oleh Pemerintah. generasi sekarang dan generasi mendatang
(Helms, 1998 dalam Suhendang, 2013).
Hutan adat, menurut undang-undang ini,
dikategorikan sebagai hutan negara. Namun Dilihat dari kompenen kegiatannya,
sejak terbit Keputusan putusan Mahkamah pengurusan hutan merupakan tindakan
Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, kata manajemen yang di dalamnya terdapat
“negara” dalam definisi hutan adat komponen kegiatan perencanaan
dalam undang-undang tersebut tidak (planning), pengorganisasian (organizing),
mempunyai kekuatan hukum mengikat, pelaksanaan (actuating), dan pengawasan
sehingga definisinya menjadi “hutan adalah (controlling)
adalah hutan yang berada dalam wilayah
masyarakat hukum adat”. Pengurusan hutan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999, bertujuan
Hutan adat ditetapkan sepanjang menurut untuk memperoleh manfaat yang sebesar-
kenyataannya masyarakat hukum adat besarnya serta serbaguna dari lestari untuk
yang bersangkutan masih ada dan kemakmuran rakyat. Pengurusan hutan
diakui keberadaannya. Apabila dalam meliputi kegiatan-kegiatan:
perkembangannya masyarakat hukum adat 1. Perencanaan kehutanan, untuk
yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak memberikan pedoman dan arah
pengelolaan hutan adat kembali kepada yang menjamin tercapainya tujuan
Pemerintah. penyelenggaraan kehutanan.
Perencanaan kehutanan mencakup
inventarisasi hutan, pengukuhan
D. Sistem Pengurusan Hutan di Indonesia
kawasan hutan, penatagunaan
Pengurusan hutan (forest stewardship) kawasan hutan, pembentukan wilayah
adalah keseluruhan tindakan manajemen pengelolaan hutan, dan penyusunan
pada sumber daya hutan yang dilakukan rencana kehutanan.
dalam rangka mendapatkan totalitas 2. Pengelolaan hutan, mencakup kegiatan
barang-barang, manfaat-manfaat, dan nilai- tata hutan dan penyusunan rencana
nilai yang dapat diperoleh dengan tetap pengelolaan hutan, pemanfaatan
hutan dan penggunaan kawasan hutan,
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 9
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

Keseluruhan kegiatan pengurusan hutan,


termasuk di dalamnya pengelolaan hutan
dalam rangka konservasi sumber daya
alam ekosistemnya merupakan bagian
yang utuh dari pengelolaan lingkungan
hidup yang meliputi kebijaksanaan
penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan,
dan pengendalian lingkungan hidup
(Suhendang, 2013).
Penerapan pengurusan hutan berkaitan
erat dengan aspek pengelolaan dan di
dalamnya terdapat rangkaian kegiatan yang
dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan
dan pengalaman untuk menjamin serta
memanfaatkan hutan secara lestari.
Kelestarian hutan mengandung makna
rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta yang luas karena mencakup kelestarian
perlindungan hutan dan konservasi alat; ekosistem hutan dan fungsinya untuk
3. Penelitian dan pengembangan, kehidupan seluruh masyarakat. Hal
pendidikan dan latihan, serta itu berarti bahwa semua komponen
penyuluhan kehutanan, bertujuan untuk pembentuk ekosistem hutan harus ada
meningkatkan kemampuan pengurusan dalam kondisi yang sempurna agar fungsi
hutan dalam mewujudkan pengelolaan hutan menjadi sempurna.
hutan secara lestari dan peningkatan Salah satu komponen ekosistem hutan
nilai tambah hasil hutan. Pendidikan dan berupa tetumbuhan yang harus didominasi
latihan bertujuan untuk membentuk
oleh pepohonan. Oleh karena itu,
sumber daya manusia yang menguasai
wujud hutan sangat bergantung kepada
dan mampu memanfaatkan serta
keberadaan komunitas tumbuhannya.
mengembangkan ilmu pengetahuan
Untuk memulihkan kondisi hutan yang rusak
dan teknologi dalam pengurusan
hutan secara adil dan lestari. Adapun (tidak bervegetasi sempurna) diperlukan
penyuluhan kehutanan bertujuan kegiatan rehabilitasi lahan dalam kawasan
untuk meningkatkan pengetahuan dan hutan.
keterampilan serta untuk mengubah Dalam kaitannya dengan kegiatan
sikap dan perilaku masyarakat agar dapat rehabilitasi lahan dalam kawasan hutan
dan mampu mendukung pembangunan melalui upaya penanaman kembali
kehutanan dengan kesadaran yang tinggi pepohonan dalam kawasan hutan. Dalam
akan pentingnya sumber daya hutan
kaitannya dengan kegiatan rehabilitasi
untuk kehidupan manusia;
lahan hutan, diperlukan penguasaan aspek
4. Pengawasan kehutanan, dimaksudkan budidaya hutan agar tujuan pembangunan
untuk mencermati, menelusuri, dan hutan dapat tercapai. Keempat kegiatan
menilai pelaksanaan pengurusan hutan,
yang dimaksud di atas, pada dasarnya dapat
sehingga tujuannya dapat tercapai
dipandang sebagai penjabaran fungsi-fungsi
maksimal dan sekaligus merupakan
manajemen pada pengelolaan sumber daya
umpan balik bagi perbaikan dan
alam hutan.
penyempurnaan pengurusan hutan
dimasa mendatang.
10 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

E. Fungsi Hutan kegiatan penelitian dan pengembangan,


pendidikan dan latihan, serta religi dan
Hutan hujan tropis merupakan ekosistem budaya. Selain itu, untuk kepentingan
daratan yang paling kaya akan keragaman pengaturan iklim mikro estetika, dan
jenisnya di bumi. Ekosistem hutan resapan air, di setiap kota dapat ditetapkan
menyediakan berbagai manfaat jasa kawasan tertentu sebagai hutan kota.
ekosistem berupa jasa budaya, penyediaan,
pengaturan dan pendukung penting
ekosistem secara lokal, regional dan global F. Tipe Hutan di Indonesia
(Cardinale et al., 2012, Foley et al., 2007,
Kremen, 2005). Hutan memainkan peran Indonesia memiliki hutan hujan tropis
praktis dalam menjaga kesehatan bumi. terluas ketiga di dunia, setelah Brasil dan
Hutan berfungsi menyerap karbon dioksida Republik Demokratik Kongo. Istilah hutan
dan melepaskan oksigen yang dibutuhkan hujan tropis ini pertama kali dikemukakan
untuk kelangsungan hidup manusia. oleh ahli botani Jerman, A. F. W. Schimper,
Penyerapan CO2 ini juga membantu pada 1898, untuk menggambarkan hutan
menstabilkan iklim bumi. di daerah tropis basah secara permanen.
Deskripsi Schimper tentang hutan hujan
Beragam fungsi hutan tersebut dalam tropis masih relevan dan digunakan hingga
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 saat ini. Menurutnya, hutan tropis dicirikan
tentang Kehutanan dikategorikan menjadi 3, hijau sepanjang tahun, setidaknya setinggi
yakni fungsi konservasi, fungsi lindung, dan 30 m, kaya akan liana bertangkai tebal, dan
fungsi produksi. Pemerintah menetapkan epifit berkayu serta herba.
hutan berdasarkan fungsi pokok tersebut
yakni hutan konservasi, hutan lindung, dan Schimper membagi dua macam hutan
hutan produksi. tropis (Collin et al. 1991, Whitmore 1998),
yaitu hutan hujan tropis dan hutan monsun
Hutan konservasi adalah kawasan hutan tropis. Tipe hutan monsun dicirikan dengan
dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai gugur daun pada musim panas (Whitmore
fungsi pokok pengawetan keanekaragaman 1984). Ciri utama hutan monsun tropis
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. adalah curah hujan bulanan lebih dari
Hutan konservasi terdiri atas kawasan hutan 3 bulan di bawah 60 mm. Collins et al.
suaka alam, kawasan hutan pelestarian (1991) menyatakan bahwa hutan monsun
alam, dan taman buru. tropis di Indonesia dapat ditemui di Jawa
Timur, Madura, Bali dan Nusa Tenggara.
Hutan lindung adalah kawasan hutan Penyebaran hutan monsun ini sampai ke
yang mempunyai fungsi pokok sebagai bagian Selatan Papua dan ke utara Sulawesi
perlindungan sistem penyangga kehidupan bagian Selatan.
untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah instrusi Pembagian tipe ekosistem hutan dan definisi
air laut, dan memelihara kesuburan tanah. ekosistem hutan berbeda-beda antara
Hutan produksi adalah kawasan hidup yang satu ahli dengan ahli lainnya. Menurut
mempunyai fungsi pokok memproduksi Kartawinata (2013), Indonesia memiliki 57
hasil hutan. tipe ekosistem alami di Indonesia. Namun
secara umum tipe vegetasi di Indonesia
Pemerintah juga dapat menetapkan dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kawasan hutan tertentu untuk tujuan tipe ekosistem utama.
khusus (KHDTK), apabila diperlukan untuk
kepentingan umum, tanpa mengubah fungsi
pokok kawasan hutan. Di antaranya untuk
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 11
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

F.1. Hutan Mangrove seperti di pantai selatan Jawa, pantai barat


Sumatra, Bali, Nusa Tenggara dan Maluku
Hutan mangrove dikenal juga sebagai (Kartawinata, 2013).
hutan bakau atau hutan payau, terdapat di
seluruh Indonesia, baik di daerah beriklim
basah maupun daerah beriklim kering F.3. Hutan Rawa Air Tawar
musiman. Lebih dari 75% hutan mangrove
Hutan rawa air tawar terdapat paling luas
Indonesia terdapat di Papua, sisanya di
di kawasan aliran sungai-sungai besar,
pantai pulau-pulau lain, terutama Sumatra
seperti di Sumatra, Kalimantan, dan Papua.
dan Kalimantan. Hutan mangrove tumbuh
Komposisi floristiknya sangat bervarasi
pada habitat basah dan masin di sepanjang
sesuai dengan variasi kondisi habitat.
pantai, terutama pantai berlumpur di
Pada tingkat suku dan marga, flora hutan
muara-muara sungai besar, dan dapat
air tawar tidak banyak berbeda dengan
membentang sepanjang sungai besar jauh
komposisi hutan datar lahan kering yang
sampai pedalaman (Kartawinata, 2013).
terdapat di kawasan yang sama. Pohon
Pasang surut air laut telah membentuk yang banyak terdapat di hutan ini adalah
formasi hutan mangrove. Pada wilayah jenis yang termasuk marga Alstonia,
selalu tergenang yaitu pada bagian depan Barringtonia, Campnosperma, Dillenia,
ditumbuhi Avicennia alba dan Sonneratia Eugenia, Mangifera, Neesia, Pholidocarpus,
alba pada media tumbuh pasir, sementara dan Shorea (Kartawinata, 2013).
pada substrat berlumpur bagian depan
didominasi oleh Rhizopra mucronata. Areal F.4. Hutan Rawa Gambut
yang digenangi oleh pasang sedang adalah
jenis-jenis Rhizopora atau yang dikenal Lahan gambut merupakan daerah yang
dengan bakau. Spesies ini antara lain secara alami terbentuk oleh akumulasi
Rhizopora mucronata, Rhizopora stylosa, bahan organik mati yang membentuk
dan Rhizopora apiculata (Noor et al. 1999). lapisan di permukaan tanahnya (Prentice,
2011). Lahan ini memiliki peranan penting
bagi manusia karena fungsi dan jasa
F.2. Hutan Pantai ekosistem yang disediakannya, mencakup
jasa penyediaan (provisioning services),
Hutan pantai terdapat di sepanjang pantai
jasa pengaturan (regulating services),
di belakang pantai pasir yang ditumbuhi
jasa kebudayaan (cultural services) dan
komunitas pes-caprae. Biasanya di antara
jasa penunjang (supporting services),
hutan dan formasi pes-caprae berkembang
yang bermanfaat untuk memberikan
semak atau komunitas perdu dan pohon
kesejahteraan bagi manusia (MA, 2005).
kecil. Komposisi floristik hutan pantai
seragam di seluruh Indonesia, baik yang Sebagian besar lahan gambut di Asia
terdapat di kawasan beriklim basah maupun Tenggara ditumbuhi oleh hutan rawa
beriklik kering musiman. Barringtonia gambut (HRG) yang menjadi bagian dari
asiatica adalah salah satu jenis pohon di formasi hutan hujan tropis (Rieley & Page,
hutan pantai. Penampilannya mencolok 2005; Rieley, 2007). Kawasan Indonesia dan
sehingga hutan pantai sering disebut juga Malaysia merupakan pusat biodiversitas
formasi barringtonia. global HRG, yang memiliki keunikan dan jasa
ekosistem yang manfaatnya jauh melebihi
Hutan pantai berbatu tumbuh pada
batas ekosistemnya melalui pengaruhnya
habitat berupa batuan padas. Habitat
pada iklim dan hidrologi (Yule, 2010; Posa
berbatu ini biasanya terdapat di wilayah
et al., 2011).
pesisir yang berbukit dan berdinding batu,
12 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

Pohon-pohon yang umum dijumpai pada m dpl. Vegetasinya campuran jenis hutan
semua tipe HRG adalah Garcinia spp., Shorea malar basah seperti Dacrycarpus imbricatus,
spp., Palaquium spp., Campnosperma Palaquium, Planchonela dengan jenis
auriculatum, dan Eugenia spp. Sedangkan pohon tahan api Casuarina junghuhniana
jenis pohon pada pole forest yang biasanya dan jenis endemik Eucalyptus europhylla
dijumpai di kubah gambut adalah Eugenia yang di beberapa tempat mendominasi.
spp., Calophyllum costulatum, Shorea
spp., Pandanus atrocarpus dan jenis-jenis Tegakan terbaik dari hutan ini dapat
Pandanus lainnya (Rieley & Ahmad-Shah, ditemukan di Gunung Mutis, Pulau Timor.
1966 dalam Gunawan et al., 2012). Di Jawa Timur, semua gunung tinggi
dengan elevasi di atas 1400 m dpl tertutup
oleh hutan Casuarina junghuhniana.
F.5. Hutan Kerangas Hutan ini merupakan puncak suksesi yang
bermula dari kebakaran, diikuti dengan
Di daerah hutan hujan pada lahan datar dan
pertumbuhan kembali jenis ini.
hutan hujan bukit rendah, seringkali terlihat
dari udara mosaik-mosaik kanopi hutan
yang berbeda dari hutan di sekelilingnya. F.7. Savana Monsun
Warnanya hijau kelabu dengan permukaan
yang seragam dan dengan tinggi pohon Savana merupakan ekosistem khas wilayah
yang relatif sama. dengan curah hujan rendah. Ekosistem ini
terdapat di Jawa Timur, Bali Barat, NTB,
Mosaik-mosaik ini adalah hutan kerangas NTT, Sulawesi Tenggara dan Papua bagian
yang umumnya terdapat dalam kawasan tenggara. Ekosistem savana didominasi oleh
hutan hujan dataran rendah pada elevasi padang rumput atau semak pendek dengan
0-800 m, terutama di Kalimantan, Sumatra pohon-pohon yang tumbuh terpencar
dan Papua, pada tanah podsol (spodosol). dan jarang, dengan tajuk yang tidak
Tanah biasanya sangat miskin hara dan bersentuhan. Jenis rumput yang dominan
masam. Air yang mengalir dari hutan di ekosistem savana adalah Heteropogon
kerangas biasanya bening tetapi berwarna contortus (Kartawinata, 2013).
seperti air teh.
Komposisi flora hutan kerangas bervariasi F.8. Hutan Tanaman
tergantung kedalaman tanah dan
Menurunnya produktivitas hutan alam
ketersediaan air. Secara umum jenis-jenis
sementara kebutuhan kayu semakin
tumbuhan yang dapat ditemukan di hutan
meningkat, mendorong pemerintah
kerangas diantaranya Casuarina nobilis,
membangun hutan tanaman. Menurut FAO
Cotylelobium burckii, C. Malayanum,
(2018) dalam Forest Resources Assessment
Cratoxylum glaucum, C. Arborescens,
(FRA) 2020, hutan tanaman didefinisikan
Combretocarpus rotundatus, Dacrydium
sebagai hutan yang pada saat dewasa
elatum. Terdapat pula jenis-jenis pohon
sebagian besar terdiri dari pohon-hasil
dari famili Dipterocarpaceae seperti Shorea
penanaman dan/atau pembibitan secara
balangeran, S. Coriacea, dan S. Havilandii
sengaja. Hutan tanaman dikelola secara
(Kartawinata, 2013).
intensif, yang pada saat dewasa terdiri dari
satu atau dua spesies, memiliki satu kelas
F.6. Hutan Pegunungan Monsun umur, dan jarak pohon yang teratur. Hutan
yang ditanami untuk tujuan restorasi atau
Tipe hutan ini disebut juga hutan perlindungan ekosistem dan hutan yang
pegunungan musiman. Terutama terdapat menyerupai hutan alam pada saat tegakan
di Nusa Tenggara pada elevasi 1000-1200
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 13
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

dewasa tidak ditetapkan sebagai hutan menunjukkan pentingnya hutan alam.


tanaman, sesuai dengan Global Forest Kawasan hutan alam dengan pengurangan
Resources Assessment (GFRA) 2020. stok sementara yang kemudian mengalami
regenerasi tidak dapat dikatakan sebagai
F.9. Hutan Kota telah mengalami deforestasi. Definisi
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor tersebut mempertimbangkan fakta bahwa,
63 tahun 2002, hutan kota adalah suatu di Indonesia sebagian besar tutupan hutan
alam yang telah berubah menjadi lahan tidak
hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-
berhutan jarang tumbuh kembali menjadi
pohon yang kompak dan rapat di dalam
hutan alam. Areal tersebut sangat sering
wilayah perkotaan baik pada tanah negara dimanfaatkan untuk tujuan non-kehutanan.
maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai Regenerasi hutan setelah tahapan suksesi
hutan kota oleh pejabat yang berwenang. yang terjadi di areal tersebut paling sering
Fokus utama peranan hutan kota adalah terganggu oleh kegiatan manusia (KLHK,
2018).
pada jasa-jasa lingkungan (Tyrvainen, 2004;
Schwab, 2009). Pohon-pohon di perkotaan Definisi deforestasi ini dipilih untuk
terbukti berperan dalam pembentukan kepraktisan, penyederhanaan, dan
iklim mikro, perbaikan kualitas udara kejelasan dalam mengidentifikasi dan
dan pengurangan karbon dioksida, serta mengklasifikasi kelas penutupan lahan.
perlindungan suplai air kota (Lafortezza et Logika umum dari definisi ini adalah
al., 2009; Biao, 2010). “deforestasi bruto” (gross deforestation).
“Deforestasi bruto” hanya menghitung apa
yang telah hilang (penebangan hutan alam)
G. Degradasi Hutan dan Deforestasi dan tidak mempertimbangkan kemungkinan
pertumbuhan kembali hutan (baik secara
Degradasi hutan menurut Indonesia adalah alami maupun intervensi manusia), dan
penurunan kuantitas tutupan hutan dan juga tidak mempertimbangkan serapan
stok karbon selama periode tertentu karbon dari pertumbuhan kembali
(KLHK, 2018). Sementara FAO (2002) hutan. Deforestasi bruto berbeda dengan
mendefinisikan degradasi hutan sebagai “deforestasi netto” di mana hutan sekunder
berkurangnya kapasitas hutan untuk yang tumbuh kembali dan penanaman
menyediakan barang dan jasa. diperhitungkan (KLHK, 2018).
Deforestasi, menurut Global Forest Indonesia telah mempublikasikan hasil
Resources Assessment (GFRA) 2020 (FAO, penghitungan angka deforestasi sejak tahun
2018), adalah konversi hutan menjadi 2006, dan secara periodik menerbitkannya
penggunaan lahan lain baik yang disebabkan setiap tahun. Kegiatan yang diindikasikan
oleh manusia atau tidak. Ini termasuk menjadi penyebab deforestasi di Indonesia
pengurangan permanen tutupan kanopi telah diteliti dan dibahas oleh berbagai
pohon di bawah ambang batas minimum ilmuwan dan peneliti.
10 persen. Konversi mencakup wilayah
hutan yang diubah menjadi pertanian, Beberapa kegiatan yang diindikasikan
padang rumput, waduk air, pertambangan sebagai penyebab deforestasi antara lain,
dan daerah perkotaan. pengelolaan hutan secara intensif pada
areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Peraturan Menteri Kehutanan Indonesia Kayu (IUPHHK); konversi kawasan hutan
Nomor 30 Tahun 2009 mendefinisikan untuk penggunaan oleh sektor lain, seperti
deforestasi sebagai perubahan permanen perluasan pertanian, pertambangan,
dari areal berhutan menjadi areal tidak perkebunan dan transmigrasi, pengelolaan
berhutan sebagai akibat dari kegiatan hutan yang tidak lestari; pencurian kayu atau
manusia. Definisi “perubahan permanen”
14 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

penebangan liar; perambahan dan okupasi dialami oleh sebuah ekosistem (Bradshaw,
lahan pada kawasan hutan serta kebakaran 1987). Degradasi mendorong terjadinya
hutan. Meski bukti juga menunjukkan pengurangan nilai salah satu atau kedua
bahwa kebakaran hutan adalah akibat dari atribut tersebut, bahkan tidak jarang
deforestasi dan degradasi hutan. Penyebab melenyapkannya. Ekosistem terdegradasi
lainnya seperti pembangunan infrastruktur, biasanya akan berupaya menyembuhkan
permintaan untuk ekspor kayu bulat, dirinya sendiri melalui proses alami dari
pertumbuhan dan kepadatan penduduk, suksesi primer (Miles dan Walton, 1993).
urbanisasi dan perluasan daerah perkotaan, Suksesi alami pada ekosistem darat
harga-harga komoditas (kayu bulat, kelapa berlangsung lebih lambat, bahkan dapat
sawit, batu bara, bauksit, dan nikel), amat sangat lambat, karena degradasi tidak
aksesibilitas geografis Indonesia terhadap
jarang menyisakan substrat yang bersifat
pasar, kemiskinan, keamanan penguasaan
merusak yang tidak dapat diperbaiki sendiri
lahan dan konflik, serta upah dan pekerjaan
oleh alam (Bradshaw, 2002).
pasca panen. (KLHK, 2018).
Ada beberapa istilah yang umum digunakan
H. Rehabilitasi, Remediasi, Reklamasi, dalam memulihkan ekosistem terdegradasi
Reboisasi dan Restorasi yaitu rehabilitasi, remediasi, reklamasi,
reboisasi dan restorasi. Penjelasan empat
Sebuah ekosistem memiliki dua atribut istilah pertama dapat ditemukan pada
utama, yaitu struktur dan fungsi, yang Oxford English Dictionary (1971) dalam
dapat digunakan untuk menentukan Bradshaw (2002) dan disederhanakan
dan menggambarkan kerusakan yang seperti Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Berbagai pilihan pemulihan ekosistem terdegradasi


Berbagai pilihan pemulihan ekosistem terdegradasi atas dasar dua karakteristik utama ekosistem
(struktur dan fungsi). Jika terjadi degradasi maka kedua karakteristik tersebut akan menurun, sekalipun
tidak selalu sama besar. Dengan anak panah ditunjukkan bahwa restorasi berupaya memulihkan
kembali fungsi dan struktur ekosistem ke keadaan awal sebelum degradasi. Untuk mencapai kondisi
demikian ada beberapa alternatif misalnya rehabilitasi yaitu restorasi yang belum mencapai hasil akhir,
dan reklamasi atau penggantian keadaan awal dengan kondisi yang berbeda. (Bradshaw, 2002)
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 15
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

Rehabilitasi didefinisikan sebagai the action simpan air tanah. Karena itu terjadinya
of restoring a thing to a previous condition pergeseran spesies atau komunitas tanaman
or statue. Definisi itu mirip dengan definisi bukanlah sebuah masalah yang perlu
restorasi. Perbedaannya adalah rehabilitasi dipikirkan jalan keluarnya. Waktu biasanya
tidak memiliki implikasi kesempurnaan menjadi kendala utama, hasil reboisasi
sama sekali karena ekosistem yang biasanya harus dapat dirasakan dalam
direhabilitasi tidak diharapkan menjadi waktu singkat. Waktu yang terlalu panjang
serupa atau sesehat ekosistem sebelum berarti akan memperlama terjadinya erosi
terdegradasi (Francis et al., 1979), upaya- dan meningkatkan dampak offsite erosion.
upaya yang dilakukan hanya bertujuan
mengubah gatra-gatra komunitas tanaman Kata restoration bermakna to act of
saja (Young & Chan, 1997). Definisi yang restoring to former state or position or to
lebih tepat untuk rehabilitasi lahan adalah an unimpaired or perfect condition. Kata
perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada to restore bermakna to bring back to the
lahan atau ekosistem yang terdegradasi original state or to healty or vigorous state.
(Box, 1978; Wali, 1992). Pada awalnya restorasi dimaknai sebagai
proses untuk memulihkan lingkungan yang
Remediasi adalah the act of remedying rusak akibatkan aktivitas manusia menjadi
sedangkan to remedy adalah to rectify, to ekosistem semula yang dinamis (Jakson
make good. Pada remediasi yang ditekankan et al., 1995), yang kemudian diperluas
adalah prosesnya bukan hasil akhirnya. menjadi proses yang membantu pemulihan
Membuat kondisi lebih baik, atau membuat dan pengelolaan integritas ekosistem
kondisi yang sudah bagus menjadi semakin (SER, 1996). Yang dimaksud integritas
bagus, sama sekali tidak mengandung ekosistem adalah keterpaduan antara
implikasi menuju kondisi asal. Dalam keragaman hayati, proses-proses dan
remediasi dikenal pula istilah bioremediasi struktur ekosistem, konteks regional dan
yaitu penggunaan keragaman hayati untuk kesejarahan, dan praktek-praktek budidaya
meningkatkan fungsi dan mutu lingkungan yang swalanjut.
(Young dan Chan, 1997).
Memulihkan ekosistem ke kondisi semula,
Kata reklamasi berasal dari kata to reclaim yang berarti kedua atributnya sempurna
yang bermakna to bring back to proper state. dan sehat, membawa implikasi-implikasi
Sedangkan definisi umum reklamasi adalah penting. Struktur dan fungsi ekosistem
the making of land fit for cultivation, yakni yang rusak atau punah harus dikembalikan
membuat keadaan lahan menjadi lebih ke kondisi asalnya. Memulihkan struktur
baik untuk dibudidayakan, atau membuat ekosistem tanpa memulihkan fungsinya,
sesuatu yang sudah bagus menjadi lebih atau fungsinya memiliki konfigurasi
bagus. Sama sekali tidak mengandung yang tidak alami atau tidak mirip sama
implikasi pemulihan ke kondisi asal, yang sekali dengan fungsi asal, tidak dapat
lebih diutamakan adalah asas kemanfaatan disebut sebagai restorasi. Karena itu
lahan (Bradshaw, 2002). kemudian Bradshaw (2002) dan SER (2002)
menyempurnakannya menjadi semua
Reboisasi adalah kegiatan penanaman tindakan memulihkan kondisi sebuah
tanaman pada tanah-tanah yang terbuka ekosistem sedekat atau sesama mungkin
dengan tanaman native ataupun eksotik di dengan kondisi ekosistem tersebut sebelum
luar kawasan hutan. Tujuan utama reboisasi adanya degradasi yang bersifat merusak
bukanlah untuk memulihkan keberadaan atau menghancurkan.
tanaman pada suatu lokasi melainkan
mencegah erosi dan meningkatkan daya Di Indonesia, definisi rehabilitasi hutan
16 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

dan lahan mengacu pada Undang-Undang Yang dimaksud dengan perubahan


Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. permukaan tanah adalah berubahnya
Pasal 40 menyebutkan bahwa rehabilitasi bentang alam pada kawasan hutan.
hutan dan lahan dimaksudkan untuk Perubahan bentang alam sebagai akibat
memulihkan, mempertahankan, dan penggunaan kawasan hutan antara
meningkatkan fungsi hutan dan lahan lain berupa pembangunan instalasi air,
sehingga daya dukung, produktivitas, dan eksploitasi pertambangan, atau bencana
peranannya dalam mendukung sistem alam, yang menyebabkan penurunan
penyangga kehidupan tetap terjaga. Ini kualitas hutan secara ekonomi, sosial dan
bertujuan salah satunya untuk mengurangi ekologi dalam keseimbangan ekosistem
luas lahan kritis dalam kawasan hutan dan DAS. Yang dimaksud dengan perubahan
penutupan tanah adalah berubahnya
menekan laju angka deforestasi yang makin
jenis-jenis vegetasi yang semula ada pada
cepat dan masif.
kawasan hutan.
Rehabilitasi hutan dan lahan Reklamasi hutan dapat dilakukan
diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi, pada kegiatan bekas pertambangan,
penghijauan, pemeliharaan, pengayaan pembangunan jaringan listrik, telepon,
tanaman, atau penerapan teknik konservasi instalasi air, kepentingan religi, kepentingan
tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada pertahanan keamanan, atau bencana
lahan kritis dan tidak produktif (pasal 41 alam. Reklamasi hutan akibat bencana
ayat (1)). Kegiatan rehabilitasi sebagaimana alam dalam kawasan hutan dapat terjadi
dimaksud pada ayat (1) dilakukan di semua secara murni dan sebagai akibat kelalaian
hutan dan kawasan hutan kecuali cagar pemegang hak pengelolaan atau izin
alam dan zona inti taman nasional, untuk pemanfaatan hutan. Reklamasi hutan pada
menjaga kekhasan, keaslian, keunikan, dan areal bencana alam dilakukan pada semua
keterwakilan dari jenis flora dan fauna serta kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona
ekosistemnya inti taman nasional.
Kegiatan reboisasi dilaksanakan di dalam Restorasi adalah salah satu istilah yang
kawasan hutan, sedangkan kegiatan digunakan dalam kegiatan pengawetan
penghijauan dilaksanakan di luar kawasan pengelolaan kawasan suaka alam dan
hutan. Rehabilitasi hutan dan lahan kawasan pelestarian alam. Salah satu
diprioritaskan pada lahan kritis, terutama kegiatan pengawetan adalah pemulihan
yang terdapat di bagian hulu daerah aliran ekosistem. Pemulihan ekosistem dilakukan
sungai, agar fungsi tata air serta pencegahan untuk memulihkan struktur, fungsi,
terhadap banjir dan kekeringan dapat dinamika populasi, serta keanekaragaman
dipertahankan secara maksimal. hayati dan ekosistemnya.
Reklamasi hutan meliputi usaha untuk Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
memperbaiki atau memulihkan kembali 2011 tentang Pengelolaan Kawasan
lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
dapat berfungsi secara optimal sesuai Alam, dan perubahannya Peraturan
dengan peruntukannya (UU Nomor 41 Pemerintah Nomor 108 Tahun 2015,
Tahun 1999 pasal 44). Menurut Peraturan pasal 29 mengamanatkan bahwa tata
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2020 tentang cara pelaksanaan pemulihan ekosistem
Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, reklamasi yang dilakukan melalui mekanisme alam,
hutan dilakukan pada kawasan hutan rehabilitasi dan restorasi. Restorasi dapat
rusak yang telah mengalami perubahan dilakukan melalui kegiatan pemeliharaan,
permukaan tanah dan perubahan perlindungan, penanaman, pengkayaan
penutupan tanah. jenis tumbuhan dan satwa liar, atau
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 17
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

pelepasliaran satwa liar hasil penangkaran mengembalikan kecenderungan degradasi


atau relokasi satwa liar dari lokasi lain. dan deforestasi agar hutan alam dengan
ekosistem penting tetap terjaga baik fungsi
Sejak 2004, Kementerian Kehutanan dan keberadaannya.
(sekarang Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan/KLHK) telah mengeluarkan Istilah restorasi juga dikenal dalam
Permenhut Nomor: SK.159/Menhut- perlindungan dan pengelolaan ekosistem
II/2004 tentang Restorasi Ekosistem gambut. Dalam Peraturan Pemerintah
di Hutan Produksi yang selanjutnya Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan
dinamakan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil atas Peraturan Pemerintah Nomor 71
Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (IUPHHK- Tahun 2014 tentang Perlindungan dan
RE). Restorasi Ekosistem adalah suatu Pengelolaan Ekosistem Gambut, pasal 30
tindakan pemulihan terhadap ekosistem ayat (3) menyebutkan bahwa pemulihan
yang mengalami kerusakan fungsi berupa fungsi ekosistem gambut dilakukan melalui
berkurangnya penutupan lahan, kerusakan suksesi alami; rehabilitasi; restorasi;
badan air atau bentang alam laut serta dan/atau cara lain yang sesuai dengan
terganggunya status satwa liar, biota air, atau perkembangan ilmu pengetahuan dan
biota laut melalui tindakan penanaman, teknologi. Restorasi pada ekosistem gambut
rehabilitasi badan air atau rehabilitasi dilakukan dengan penerapan teknik-teknik
bentang alam laut, pembinaan habitat restorasi: mencakup pengaturan tata air
dan populasi untuk tujuan tercapainya di tingkat tapak; pekerjaan konstruksi,
keseimbangan sumber daya alam hayati operasi, dan pemeliharaan yang meliputi
dan ekosistemnya mendekati kondisi penataan infrastruktur pembasahan
aslinya (KLHK, 2018). Restorasi ekosistem di (rewetting) gambut; dan/atau penerapan
hutan produksi adalah sebuah upaya untuk budidaya menurut kearifan lokal.

Bahan Bacaan

Biao, Z., L. Wenhua, X. (2010). Water conservation of forest ecosystem in Beijing and its value.
Ecological Economic, 69, 1416-1426.
Box, T.W. (1978). The significance and responsibility of rehabilitating drastically disturbed land. in
Reclamation of Drastically Disturbed Lands (1-10). Madiosn, Wisconsin: American Soc. of
Agronomy.
Bradshaw, A.D. (1987). The reclamation of derelict land and the ecology of ecosystems. in Ecology
(53-74). Cambridge, UK: Cambridge University Press,
Bradshaw, A.D. (2002). Introduction and philosophy. in Handbook of Ecological Restoration Vol 1:
Principles of Restoration (pp 3-9). UK: Cambridge University Press.
Cardinale, B.J., et.al. (2012). Biodiversity loss and its impact on humanity. Nature 486, 59–67.
Collins, N. M., J. A. Sayer, T. C. Whitmore. (1991). The Conservation Atlas of Tropical Forests: Asia
and The Pacific. London: Macmillian Press Ltd.
Departemen Kehutanan. (2004). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: SK.159/Menhut-II/2004
tentang Restorasi Ekosistem di Hutan Produksi yang selanjutnya dinamakan Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE). Jakarta: Dephut.
FAO. (2002). Proceedings: second expert meeting on harmonizing forest-related definitions for use
by various stakeholders. Rome: FAO.
FAO. (2018). FRA 2020: Terms and Definitions. Forest Resources Assessment Working, Paper 188.
Francis, G.R., J.R. Magnuson, H.A. Regier, and D.R. Talhelm. (1979). Rehabilitating Great Lakes
Ecosystems. Michigan: Ann Arbor Sci.
18 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

Foley, J.A., et.al. (2007). Amazonia revealed: forest degradation and loss of ecosystem goods and
services in the Amazon Basin. Front. Ecol. Environ. 5, 25–32.
Gunawan, H., Kobayashi, S., Mizuno, K. & Kono, Y. (2012). Peat Swamp Forest Types and Their
Regeneration in the Giam Siak Kecil-Bukit Batu Biosphere Reserve, Riau, Indonesia. Mires
and Peat, 10, 1–17.
Jackson, L.L., N. Lopoukhine, D. Hillyard. (1995). Ecological restoration: A definition and comments.
Restoration Ecology, 3(2), 71-75.
Kartawinata, K. (2013). Diversitas ekosistem alami Indoesia: Ungkapan singkat dengan sajian foto
dan gambar. Jakarta: LIPI Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Kementerian Kehutanan. (2004). Peraturan Menteri Kehutanan Indonesia Nomor 14 Tahun 2004
tentang Tata Cara Aforestasi dan Reforestasi dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan
Bersih. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2009). Peraturan Menteri Kehutanan Indonesia Nomor 30 Tahun 2009
tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD).
Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018). Status Hutan dan Kehutanan Indonesia.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kremen, C. (2005). Managing ecosystem services: what do we need to know about their ecology?
Ecol. Lett. 8, 468–479.
Lafortezza, R., G. Carrus, G. Sanesi, C, Davies. (2009). Benefits and well-being perceived by people
visiting green spaces in periods of heat stress. Urban Forestry & Urban Greening, 8, 97-108.
[MA] Millennium Ecosystem Assessment. (2005). Ecosystems and human well-being: Synthesis.
Millennium Ecosystem Assessment Series. Washington, D.C.: Island Press.
Miles, J. and D.W.H. Walton. (1993). Primary Succession on Land. Oxford, UK: Blackwell Sci. Publ.
Noor, Y. R., M. Khazali, I. N.N. Suryadiputra. (1999). Panduan pengenalan mangrove di Indonesia.
Bogor: PKA/WI-IP.
Posa, M.R.C., Wijedasa, L.S. & Corlett, R.T. (2011). Biodiversity and conservation of tropical peat
swamp forests. BioScience, 61(1), pp. 49-57.
Prentice, R.C. (2011). The peatland biodiversity management toolbox: A handbook for the
conservation and management of peatland biodiversity in Southeast Asia. A Compilation.
ASEAN Peatland Forests Project -Rehabilitation and Sustainable Use of Peatland Forests in
Southeast Asia. Jakarta: ASEAN Secretariat and the Global Environment Centre.
Republik Indonesia. (1967). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kehutanan.
Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 67.
Republik Indonesia. (2002). Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119.
Republik Indonesia. (2004). Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 56, Jakarta.
Republik Indonesia. (2014). Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Ekosistem Gambut. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 260.
Republik Indonesia. (2015). Peraturan Pemerintah Nomor 108 tahun 2015. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 330, Jakarta.
Republik Indonesia. (2020). Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 19
Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

Reklamasi Hutan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 37, Jakarta.
Rieley, J.O. (2007). Tropical Peatland – the amazing dual ecosystem: coexistence and mutual benefit.
In: Rieley, J.O., Banks, C.J. and Radjagukguk, B. (2007). Carbon-climate-human interaction on
tropical peatland. Proceedings of The International Symposium and Workshop on Tropical
Peatland, Yogyakarta, 27-29 August 2007, EU CARBOPEAT and RESTORPEAT Partnership.
Yogyakarta: Gadjah Mada University and University of Leicester United Kingdom.
Rieley, J.O. and Page, S.E. (eds). (2005). Wise use of tropical peatlands: Focus on Southeast Asia.
ALTERRA. Wageningen: Wageningen University and Research Centre and the EU INCO -
STRAPEAT and RESTORPEAT Partnerships.
Schwab, J.C. ed. (2009). Planning the Urban Forest: Ecology, Economy, and Community Development.
Chicago, I.L.: American Planning Association.
Society for Ecological Restoration Science & Policy Working Group (SER). (2002). The SER Primer on
Ecological Restoration. Retrieved from www.ser.org
Society for Ecological Restoration Science (SER). (1996). The SER Primer on Ecological Restoration.
Retrieved from www.ser.org
Suhendang, E. (2013). Pengantar ilmu kehutanan: Kehutanan sebagai ilmu pengetahuan, kegiatan
dan bidang pekerjaan. (ed.2). Bogor: PT Penerbit IPB Press.
Tyrvainen, L., H. Silvennoinen, O. Kolehmainen. (2003). Ecological and aesthetic values in urban
forest management. Urban Forestry & Urban Greening, 1(3), 135-149.
Wali, M.K. (1992). Ecology of the rehabilitation process. in Ecosystem Rehabilitation (pp 3-26). SPB
The Hague: Academic Publishing.
Whitmore, T. C. (1984). Tropical Rain Forest of The Far East. Second Edition. Oxfrod: Oxford
University Press.
Whitmore, T. C. (1998). An Introduction to Tropical Rain Forests. Second Edition. New York: Oxford
University Press.
Young, T. and F. Chan. (1997). Key questions in restoration ecology. Growing Points, 1(6), 2.
Yule, C.M (2010). Loss of biodiversity and ecosystem functioning in Indo-Malayan peat swamp
forests. Biodivers Conserv 19, 393–409.
Heavenly Morning ITCIKU
Kalimantan Timur
Agustina Dwi Setyowati
BAB III
PERENCANAAN
HUTAN

Hutan adalah sumber daya hayati atau 2. Optimalisasi aneka fungsi hutan
merupakan hasil dari proses biologis yang (konservasi, lindung, dan produksi)
berwujud kumpulan flora, fauna, mikroba, untuk mencapai manfaat lingkungan,
dan tempat tumbuhnya, yang berinteraksi sosial, budaya, dan ekonomi, yang
dalam hubungan kehidupan yang disebut seimbang dan lestari;
ekosistem. Sebagai suatu ekosistem, 3. Meningkatkan daya dukung daerah
hutan memiliki daya dukung tertentu yang aliran sungai;
harus dijaga keseimbangannya agar dapat 4. Meningkatkan kemampuan/kapasitas
lestari. Kekeliruan dalam menentukan dan keberdayaan masyarakat kehutanan
pemanfaatan yang melebihi daya dukung secara partisipatif, berkeadilan, dan
tersebut akan menganggu dan merusak berwawasan lingkungan sehingga
kelestariannya. Agar secara ekonomi, mampu menciptakan ketahanan sosial
ekologi dan sosial memberi manfaat dan ekonomi serta ketahanan terhadap
maksimal dan lestari sangat diperlukan akibat perubahan eksternal;
pengetahuan tentang perencanaan hutan. 5. Meningkatkan distribusi manfaat
kehutanan yang berkeadilan dan
Kehutanan adalah sistem pengurusan berkelanjutan.
yang bersangkut paut dengan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan yang Perencanaan kehutanan dilaksanakan
diselenggarakan secara terpadu. Hutan secara transparan, bertanggung gugat,
menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun partisipasi, terpadu, serta memperhatikan
1999 didefinisikan sebagai suatu kesatuan kekhasan dan aspirasi daerah. Perencanaan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi kehutanan ini meliputi kegiatan:
sumber daya alam hayati yang didominasi 1. Inventarisasi hutan,
pepohonan dalam persekutuan alam 2. Pengukuhan kawasan hutan,
lingkungannya, yang satu dengan lainnya 3. Penatagunaan kawasan hutan,
tidak dapat dipisahkan. Pengurusan hutan 4. Pembentukan wilayah pengelolaan
ini bertujuan untuk memperoleh manfaat hutan, dan
yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran 5. Penyusunan rencana kehutanan.
rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Sebagai suatu ekosistem, hutan memiliki Perencanaan hutan merupakan tahapan
daya dukung tertentu yang harus dijaga penting dalam pengelolaan hutan sebagai
keseimbangannya agar dapat lestari. pedoman dan arah guna menjamin
tercapainya tujuan penyelenggaraan
Perencanaan kehutanan merupakan bagian kehutanan yaitu pengelolaan hutan lestari
dari pengurusan hutan, dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
untuk memberikan pedoman dan arah rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
yang menjamin tercapainya tujuan
penyelenggaraan kehutanan sesuai dengan Perencanaan hutan merupakan bagian
amanat UU 41 tahun 1999, yaitu: dari pengurusan hutan untuk memperoleh
1. Mempertahankan keberadaan hutan landasan kerja dan landasan hukum agar
dengan luasan yang cukup dan sebaran terwujud ketertiban dan kepastian hukum
yang proporsional; dalam pemanfaatan hutan sehingga
22 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

menunjang diperolehnya manfaat hutan b. Inventarisasi Hutan untuk Rencana


yang optimal, berfungsi serbaguna Pengelolaan, dilakukan pada setiap unit
dan pendayagunaan secara lestari. atau sub-unit pengelolaan hutan seperti
Pengetahuan tentang kegiatan-kegiatan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan),
dalam perencanaan hutan disampaikan IUPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
pada Bab III ini. Hutan Kayu) hutan alam, hutan tanaman
dan restorasi ekosistem. Kegiatan ini
dilakukan dalam rangka menyusun
A. Inventarisasi Hutan rencana karya pengelolaan tingkat
A.1. Pengertian unit pengelolaan dalam jangka waktu
tertentu. Informasi sumber daya hutan
Inventarisasi hutan adalah kegiatan yang didapat dari kegiatan ini berupa
pengumpulan data untuk mengetahui potensi kayu, kondisi permudaan,
keadaan dan potensi sumber daya hutan kondisi topografi, dan lain-lain.
serta lingkungannya secara lengkap. Hasil Pada tingkat IUPHHK, kegiatan ini
inventarisasi hutan merupakan informasi berupa IHMB (Inventarisasi Hutan
dasar utama untuk menyusun rencana Menyeluruh Berkala) yang digunakan
pengelolaan hutan guna mencapai manfaat sebagai dasar penyusunan Rencana
fungsi hutan yang optimum dan lestari. Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Tujuan inventarisasi hutan adalah: Kayu (RKUPHHK) berdasarkan Peraturan
a. Mendapatkan data untuk diolah menjadi Menteri Kehutanan Nomor P.33/
informasi yang dipergunakan sebagai Menhut-II/2009 jo Peraturan Menteri
bahan perencanaan dan perumusan Kehutanan Nomor P.5/Menhut-II/2011.
kebijakan strategis jangka panjang, c. Inventarisasi Hutan untuk Rencana
jangka menengah dan operasional Operasional, dilakukan untuk keperluan
jangka pendek sesuai dengan tingkatan operasional pengelolaan hutan dengan
dan kedalaman inventarisasi yang cakupan areal yang terbatas (blok atau
dilaksanakan. bagian unit pengelolaan). Kegiatan ini
b. Pemantauan atas perubahan kuantitatif digunakan sebagai dasar penyusunan
sumber daya hutan, baik yang bersifat rencana kegiatan operasional jangka
pertumbuhan maupun pengurangan pendek (1 tahun). Informasi sumber
karena terjadinya gangguan alami daya hutan yang didapat dari kegiatan
maupun gangguan manusia. ini berupa letak dan luas areal, tipe,
komposisi dan potensi hutan, kondisi
A. 2. Jenis-jenis Inventarisasi Hutan topografi, jenis tanah dan geologi,
Berdasarkan cakupan dan tujuan serta pembukaan wilayah/aksesibilitas
penggunaannya, inventarisasi hutan dapat kawasan.
dibagi ke dalam 4 (empat) tingkatan, yaitu: d. Inventarisasi Hasil Hutan Non Kayu,
a. Inventarisasi Hutan Nasional, atau lebih digunakan untuk mengumpulkan data
dikenal dengan NFI (National Forest dan informasi tentang potensi dan
Inventory) dikembangkan sejak tahun sebaran hasil hutan non kayu yang
1989 dengan dukungan dari FAO (Food bernilai ekonomi tinggi seperti rotan,
and Agriculture Organization). Informasi bambu, sagu, dan nipah. Kegiatan ini
sumber daya hutan yang didapat dari dapat digunakan untuk menyusun
kegiatan ini berupa tutupan vegetasi, perencanaan makro tingkat nasional
penggunaan lahan, perkiraan tipe dan dan operasional.
potensi sumber daya hutan yang dipilah
berdasarkan fungsi hutannya.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 23
Perencanaan Kehutanan

A.3. Tahapan Kegiatan


Inventarisasi hutan dapat dilakukan melalui
survei terestris, penginderaan jauh atau
pun kombinasi keduanya. Survei terestris
dilakukan melalui pengumpulan data di
lapangan sedangkan penginderaan jauh
dilakukan dengan menggunakan peralatan
yang secara fisik tidak bersinggungan
langsung dengan obyeknya, misalnya
melalui foto udara dan citra satelit. Untuk
melakukan survei terestris dibutuhkan
biaya dan waktu yang lebih besar sehingga
secara umum opsi yang sering dilakukan
adalah mengkombinasikan survei terestris
dan penginderaan jauh.
2) Systematic Sampling
Teknik sampling menjadi bagian yang
sangat penting dalam kegiatan inventarisasi N populasi terbagi kedalam n plot contoh
hutan ketika pengukuran secara sensus berdasarkan k (jarak), secara umum
tidak mungkin dilakukan pada suatu dipisahkan menjadi (Gambar 3.1):
populasi. Tujuan, waktu dan biaya • Continuous Strip Sampling. Petak ukur
merupakan tiga variabel penting yang berupa jalur sejajar dengan ukuran dan
harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan jarak tertentu.
inventarisasi hutan. Teknik sampling dapat • Line Plot Sampling. Petak ukur (dapat
didefinisikan sebagai cara pengambilan berupa empat persegi panjang, bujur
petak ukur di lapangan sebagai contoh sangkar, lingkaran) ditempatkan pada
dengan besaran intensitas tertentu. jalur sejajar dengan ukuran dan jarak
Pemilihan unit contoh (plot) yang dapat tertentu.
mewakili sebuah populasi menjadi syarat • Uniform Systematic Distribution. Sama
mutlak ketika teknik sampling dilakukan. dengan line plot sampling, namun jarak
Beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu antar petak ukur dan jarak antar jalur
metode sampling (peletakan plot sampling), sama.
bentuk dan ukuran plot sampling, dan
jumlah plot sampling.
a. Metode Sampling
1) Simple Random Sampling
Plot contoh diletakkan secara acak; metode
ini sesuai diterapkan pada populasi yang
homogen sehingga tidak diperlukan adanya
stratifikasi. Secara umum terdapat dua
metode yaitu Simple Random Sampling
with Replacement dan Simple Random
Sampling without Replacement. Pada
prinsipnya sampling untuk inventarisasi
hutan dilaksanakan dengan Simple Random
Gambar 3.1. Distribusi plot contoh
Sampling without Replacement. Pengolahan dalam systematic sampling
datanya sangat sederhana menggunakan
rumus berikut:
24 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

Kelebihan metode ini yaitu mudah dalam • Optimal


perencanaan pelaksanaan di lapangan
dan plot contoh tersebar di seluruh areal.
Pengolahan datanya menggunakan rumus-
rumus yang sama dalam Simple Random
Sampling. Metode ini diterapkan dalam
pelaksanaan IHMB yang digunakan sebagai
dasar penyusunan RKUPHHK. Peletakan
plot contoh dalam areal dilakukan dengan
sampling sistematik dimulai secara acak
(systematic sampling with random start)
dalam jalur berplot (line plot sampling),
dengan lebar jalur 20 m, dan jarak antar
jalur 1 km. Sedangkan pada kegiatan NFI,
plot contoh diletakkan secara sistematik
pada grid 20 km x 20 km, yang kemudian 4) Cluster Sampling
didesain kembali pada tahun 2006 dengan Cluster sampling digunakan ketika populasi
jarak menjadi 10 km x 10 km dan 5 km x dapat dibagi ke dalam beberapa cluster
5 km pada seluruh kawasan hutan dengan (grup). Hal ini biasanya dilakukan untuk
penutupan lahan berupa hutan pada mengatasi areal pengukuran yang sangat
ketinggian di bawah 1.000 m dpl. luas dan aksesibilitasnya sulit. Cluster
adalah unit sampling, dapat berupa one-
3) Stratified Sampling stage cluster sampling atau multi-stage
Metode ini dilaksanakan pada populasi cluster sampling, yaitu populasi dibagi
atas unit-unit sampel secara bertahap.
yang heterogen sehingga dipandang perlu
Contohnya unit pertama adalah blok,
dilakukan stratifikasi, misalnya terdapat
dalam blok dipilih petak, kemudian dalam
perbedaan yang jelas pada komposisi petak terpilih dibuat plot sampling/petak
tegakan, kerapatan tegakan, topografi ukur (3-stage sampling).
lapangan. Semakin kecilnya keragaman
akan meningkatkan kecermatan sampling. Pengolahan data untuk one-stage cluster
Stratifikasi dilaksanakan sebelum dilakukan sampling:
sampling; setiap stratum merupakan
sub-populasi tersendiri yang masing-
masing diperlakukan sampling secara
terpisah. Besar atau banyaknya plot
contoh pada masing-masing stratum dapat
ditentukan sebanding dengan luas stratum
(proporsional), berdasarkan besarnya
keragaman pada masing-masing stratum
(optimal) atau sama.
Sedangkan untuk multi-stage cluster
• Proporsional sampling dapat digunakan rumus berikut:
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 25
Perencanaan Kehutanan

b. Bentuk dan Ukuran Plot Sampling permanent sampling plot (PSP) NFI; 1 Ha
PSP berbentuk bujursangkar (100 m x 100
Bentuk petak ukur yang sering digunakan m) terbagi kedalam 16 Record Unit (RU)
dalam inventarisasi hutan yaitu jalur, ukuran 25 m x 25 m yang didalamnya
empat persegi panjang, bujur sangkar dan terdapat sub-plot lingkaran dengan jari-jari
lingkaran. Jalur merupakan bentuk petak 1 m untuk pengukuran semai, jari-jari 2 m
ukur yang pertama kali digunakan dan untuk pengukuran pancang, jari-jari 5 m
diketahui mengandung kesalahan sampling untuk pengukuran tiang dan rotan muda,
yang cukup besar yang bersumber pada jari-jari 10 m untuk pencatatan rotan tua
pengukuran pohon-pohon ditepi jalur. dan bambu, dan petak ukur bujur sangkar
Bentuk empat persegi panjang kemudian 25 m x 25 m untuk pengukuran pohon.
dikembangkan, dimana jalur tidak diukur
seluruhnya melainkan diselang-seling Pada IHMB, petak ukur hutan alam
antara diukur dan tidak diukur. berbentuk empat persegi panjang dengan
lebar 20 m dan panjang 125 m. Di dalam
Dalam perkembangan selanjutnya, bentuk plot contoh tersebut, dibuat 4 buah sub-
petak ukur persegi panjang berubah plot, yaitu sub-plot untuk pengukuran
menjadi bujur sangkar. Bentuk petak pancang berbentuk lingkaran dengan jari-
ukur persegi panjang dan bujur sangkar jari 2,82 m, sub-plot untuk pengukuran
ini mempunyai peluang untuk terjadi tiang berbentuk bujur sangkar berukuran
bias, karena tidak mudahnya membuat 10 m x 10 m, sub-plot untuk pengukuran
sudut yang benar-benar tegak lurus di pohon kecil berbentuk bujur sangkar
lapangan serta cukup besarnya error pada berukuran 20 m x 20 m, dan sub-plot untuk
pengukuran pohon-pohon tepi. Bentuk pengukuran pohon besar berbentuk empat
petak ukur lingkaran dikembangkan untuk persegi panjang berukuran 20 m x 125 m
memperbaiki kekurangan tersebut. Bentuk (Gambar 3.3).
petak ukur lingkaran memiliki beberapa
kelebihan, disamping masalah error juga Pada hutan tanaman, petak ukur berbentuk
mudah diaplikasikan di lapangan khususnya lingkaran dengan jari-jari 7,94 m untuk
jika batas petak ukur tidak perlu dibuat pengukuran tegakan umur 0 – 10 tahun,
permanen dilapangan. jari-jari 11,28 m untuk pengukuran tegakan
umur 11 - 20 tahun, dan jari-jari 17,8 m
Kombinasi petak ukur bujur sangkar dan untuk pengukuran tegakan umur diatas 20
lingkaran (Gambar 3.2) digunakan pada tahun.

Gambar 3.2. Bentuk petak ukur permanent sampling plot (PSP) NFI
26 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

setinggi dada (dbh, diameter at breast


height) atau pada ketinggian 130 cm dari
atas permukaan tanah. Posisi pengukuran
diameter yang umum diberlakukan dapat
dilihat pada Gambar 3.4.
Beberapa alat ukur yang sering digunakan
untuk mengukur diameter pohon, yaitu: Phi
Band, caliper, Biltmore Stick, Bitterlich Stick,
Spiegel Relascope Bitterlich, dan Criterion
Dendrometer.

a) Phi Band
Phi band (Gambar 3.5) merupakan alat
ukur diameter pohon yang paling sering
digunakan, dapat juga digunakan sebagai
alat ukur jarak/panjang karena selain
memiliki skala diameter dalam centimeter
(cm) dan meter (m) juga memiliki skala
pengukur jarak/panjang dalam cm, meter,
dan inchi. Cara penggunaannya cukup
mudah, lilitkan/lingkarkan phiband pada
posisi pengukuran diameter di batang
Gambar 3.3. Bentuk petak ukur dalam IHMB pohon dan baca skalanya.
di hutan alam
b) Caliper (Apitan Pohon)
Caliper (Gambar 3.6) terdiri dari berbagai
c. Aspek Pengukuran macam, dahulu terbuat dari kayu (disebut
dengan wooden beam), kemudian
Parameter-parameter dimensi pohon/ dikembangkan caliper dari berbagai bahan
tegakan yang sering dilakukan pengukuran dasar seperti besi, stainless steel, dan
dalam kegiatan inventarisasi hutan antara yang kemudian paling populer adalah dari
lain umur, diameter, tinggi total, tinggi kayu alumunium.
pertukangan, luas bidang dasar, volume
total, volume kayu pertukangan, bentuk Cara penggunaan caliper:
batang, dan riap. Meskipun demikian, • Apitkan kaki tetap dan kaki bergerak
terdapat dua parameter yang paling sering pada batang pohon yang akan diukur,
dilakukan pengukuran, yaitu diameter dan kemudian catat diameternya.
tinggi pohon. • Pengukuran dilakukan dua kali, yaitu
pada sisi lainnya yang tegak lurus
1) Diameter dengan pengukuran pertama.
• Hasil pengukuran diameter adalah rata-
Pengukuran diameter pohon pada dasarnya rata dari kedua pengukuran di atas.
merupakan pengukuran panjang garis
antara dua titik pada garis lingkaran batang
pohon yang melalui titik pusat lingkaran
batang pohon tersebut. Diameter pohon
yang pada umumnya diukur adalah diameter
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 27
Perencanaan Kehutanan

Gambar 3.4. Pengukuran diameter

Gambar 3.5.
Bagian-bagian phi band

Gambar 3.6. Bagian-bagian caliper


28 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

c) Biltmore Stick lebih digunakan untuk mengukur kelas


diameter. Cara penggunaan:
Biltmore stick (Gambar 3.7) digunakan • Himpitkan sisi angka 0 biltmore pada
untuk menaksir diameter suatu pohon salah satu sisi pohon.
dengan cepat. Karena tujuan utamanya • Kemudian pada jarak sebesar S, lihat
untuk menaksir, maka sebaiknya alat ini batas sisi pohon disebelahnya dan
bukan digunakan untuk mengukur diameter himpitkan dengan skala diameter pada
dalam rangka penaksiran potensi, namun alat.

Gambar 3.7. Bagian-bagian biltmore stick

d) Bitterlich Stick pas sebesar celah B.


• Ukur jarak antara pohon dengan
Bitterlich stick (Gambar 3.8) merupakan pengukur.
alat untuk mengukur luas bidang dasar • Diameter dapat dihitung dengan
tegakan, akan tetapi dapat pula digunakan rumus: BAF = 2500 x (diameter2/ jarak2)
untuk menghitung diameter secara tidak
langsung. Cara penggunaannya: Terdapat 3 istilah posisi batang pohon yang
• Tentukan BAF alat dengan rumus: dibidik, yaitu: IN= Jika batang pohon lebih
2500 x (a2/b2), dimana a adalah lebar kecil dari lebar celah; OUT= jika batang
celah (gambar B) dan b adalah panjang pohon lebih besar dari lebar celah; dan
tongkat (gambar C) Border: Jika batang pohon sama besar
• Kemudian bidik batang pohon yang dengan lebar celah.
akan diukur hingga posisi batang tepat

Gambar 3.8. Bagian-bagian bitterlich stick

e) Spiegel Relascope Bitterlich batang sebelah kiri berimpit dengan batas


antara bar-penuh (F) sekaligus sisi batang
Spiegel Relascope Bitterlich (Gambar sebelah kanan tidak melampaui batas ¼-bar
3.9) dapat digunakan untuk mengukur (Q) paling kanan (Gambar 12), sehingga
diameter, tinggi, serta luas bidang dasar. diameter dapat dihitung dengan rumus
Pada pengukuran diameter, posisikan sisi berikut (Gambar 3.10):
objek
C B: visier bidik
D C: pengatur cahaya
D: lubang cahaya
D E: knop penggerak skala tinggi
F: skrup

Vademecum Kehutanan Indonesia 2020


besar dari lebar celah; dan Border: Jika batang pohon sama besar dengan E F
lebar celah. 29
Perencanaan Kehutanan
e) Spiegel Relascope Bitterlich
Spiegel relascope Bitterlich (Gambar 3.9) dapat digunakan untuk Gambar 3.9. Spiegel Relascope Bitterlich.
mengukur diameter, tinggi, serta luas bidang dasar.
Pada pengukuran diameter, Posisikan sisi batang sebelah kiri berimpit
dengan batas antara bar-penuh (F) sekaligus sisi batang sebelah kanan
Komponen: tidak melampaui batas¼-bar (Q) paling kanan (Gambar 3.10), sehingga
A B A: celah untuk mengamati diameter dapat dihitung dengan rumus berikut :
objek
C B: visier bidik {(∑ F ×4)+ ∑ Q}
D D (cm)= ×Jarak datar
C: pengatur cahaya 2
D: lubang cahaya Q
D E: knop penggerak skala tinggi F
F: skrup

E F

Gambar 3.10. Cara pembacaan Spiegel Relascope Bitterlich untuk


Gambar 3.10.
pengukuran Cara pembacaan
diameter.
Spiegel Relascope Bitterlich untuk
f) Criteriondendrometer
Gambar Gambar
3.9. Bagian-bagian spiegel relascope
3.9. Spiegel Relascope Bitterlich. bitterlich pengukuran
Criterion dendrometer diameter
(Gambar 3.11) merupakan alat ukur
modern dengan menggunakan teknologi laser, yang mempunyai fungsi
Pada pengukuran diameter, Posisikan sisi batang sebelah kiri berimpit
27
dengan batas antara bar-penuh (F) sekaligus sisi batang sebelah kanan
tidak melampaui batas¼-bar (Q) paling kanan (Gambar 3.10), sehingga
f) Criterion Dendrometer
diameter dapat dihitung dengan rumus berikut : Pengertian tinggi pohon berbeda dengan
panjang pohon (Gambar 3.12), tinggi pohon
{(∑ F ×4)+ ∑ Q}
Criterion dendrometer
D (cm)= (Gambar×Jarak3.11)
datar didefinisikan sebagai jarak terpendek
2
merupakan alat ukur modern dengan antara suatu titik pada puncak pohon (atau
Q
menggunakan teknologi F laser, yang titik lain pada pohon tersebut) dengan titik
mempunyai fungsi untuk mengukur proyeksinya pada bidang datar (permukaan
diameter dan tinggi. Cara penggunaannya tanah). Sedangkan panjang pohon
yaitu dengan memilih mode pengukuran merupakan jarak yang menghubungkan
diameter, masukkan jarak datar yang dua
Gambar 3.10. Cara pembacaan Spiegel Relascope Bitterlich titik yang diukur baik menurut garis
untuk
digunakan pada menu editdiameter.
pengukuran dan kemudian lurus maupun tidak.
bidikkan ke titik pengukuran.
f) Criteriondendrometer
Secara umum pengukuran tinggi pohon
Criterion dendrometer (Gambar 3.11) merupakan alat ukur
(Gambar
modern dengan menggunakan teknologi laser, yang mempunyai fungsi3.13) dilakukan terhadap:
a) Tinggi 27
pohon total, yakni tinggi yang
diukur dari titik pucuk tajuk dengan titik
proyeksinya pada permukaan tanah.
b) Tinggi bebas cabang (lepas cabang atau
sampai batas tajuk), yakni tinggi yang
diukur titik bebas cabang atau batas
Gambar 3.11. Criterion Dendrometer tajuk dengan titik proyeksinya pada
permukaan tanah.
c) Tinggi pada diameter tertentu, yakni
tergantung pada tujuan dan kegunaan
2) Tinggi pengukuran tinggi tersebut.

Seperti halnya diameter pohon, tinggi Rumusan pengukuran tinggi didasarkan


pohon merupakan dimensi yang sangat pada rumusan ilmu ukur sudut
penting peranannya dalam pendugaan (trigonometri) yaitu rumus tangen, T = (tg
potensi pohon dan tegakan. Dalam kegiatan α - tg β) x Jarak datar (Gambar 3.14). Jika
pengelolaan hutan, data tinggi pohon pembacaan sudutnya berupa persen, maka
diperlukan untuk penentuan volume pohon T = ((atas% -bawah%)x Jd) / 100.
dan tegakan serta penentuan kualitas
tempat tumbuh (melalui hubungan antara
umur dan peninggi).
30 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

Gambar 3.12. Posisi tinggi pohon

Gambar 3.13. Beberapa pengukuran tinggi pohon

Gambar 3.14. Cara pengukuran tinggi pohon


Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 31
Perencanaan Kehutanan

Alat-alat yang sering digunakan untuk mengukur tinggi pohon (Gambar 3.15), diantaranya
adalah 1) Christen Meter, 2) Suunto Clino Meter, 3) Abney Level, 4) Blume Leis, 5) Haga
Hypsometer, 6) Trupulse, 7) Spiegel Relascope Bitterlich, dan 8) Criterion Dendrometer.

Gambar 3.15. Beberapa alat ukur tinggi pohon

3) Luas Bidang Dasar (LBDS) c) Volume bebas cabang: volume yang


dihitung atas dasar tinggi bebas cabang.
Luas bidang dasar merupakan luas
penampang lintang batang pohon dengan Penghitungan volume pohon berdiri
asumsi bahwa penampang lintang batang pada umumnya menggunakan tabel/tarif
pohon tersebut berbentuk lingkaran. volume pohon. Saat ini untuk memudahkan
Berdasarkan data diameter pohon, LBDS penghitungan volume telah dikembangkan
dapat dihitung dengan rumus: alat ukur volume yang dikenal dengan Pita
Volume untuk beberapa jenis tertentu.
LBDS=1/4 πd2 Sedangkan untuk penghitungan volume
4) Volume log dapat digunakan rumus Huber, Smallian
maupun Newton.
Volume merupakan parameter lain yang
sering digunakan untuk menggambarkan Penghitungan volume pohon berdiri
sebuah potensi tegakan. Di bidang pada umumnya menggunakan tabel/tarif
kehutanan dikenal dua tipe volume yaitu volume pohon. Saat ini untuk memudahkan
volume kayu log dan volume pohon berdiri. penghitungan volume telah dikembangkan
alat ukur volume yang dikenal dengan Pita
Untuk volume pohon berdiri dikenal Volume untuk beberapa jenis tertentu.
beberapa jenis volume, yaitu: Sedangkan untuk penghitungan volume
a) Volume total: volume yang dihitung log seringkali digunakan beberapa rumus
atas dasar tinggi total (sampai puncak) empiris seperti Brereton, Huber, Smalian,
pohon. Newton, Bruce dan Centroid (Tabel 3.1).
b) Volume kayu tebal: volume yang dihitung Berdasarkan studi pendugaan volume log
atas dasar tinggi kayu tebal (biasanya meranti (Shorea spp.) di Sumatra, rumus
sampai diameter 7 cm atau 10 cm untuk Centroid dan Newton memiliki kinerja yang
jenis-jenis konifer), merupakan volume paling baik dilihat dari bias, ketepatan dan
kayu pertukangan untuk jenis daun ketelitian.
jarum.
untuk beberapa jenis tertentu. Sedangkan untuk penghitungan volume log
seringkali digunakan beberapa rumus empiris seperti Brereton, Huber,
Smalian, Newton, Bruce dan Centroid (Tabel 1). Berdasarkan studi
pendugaan volume log meranti (Shorea spp.) di Sumatra, rumus Centroid dan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Newton
32 memiliki performansi yang paling baik dilihat dari bias, ketepatan
dan ketelitian. Perencanaan Kehutanan

Tabel 1 Rumus-rumus penduga volume log


Tabel 3.1. Rumus-rumus penduga volume log Wilayah Provinsi) dan RTRWK (Rencana Tata
Nama Rumus Ruang Wilayah Kota), dilakukan pemadu-
serasian antara TGHK dengan RTRWP dan
Brereton (Bt) V = ((π/4)*((Dp+Du)/2)2)*L RTRWK, sehingga diperoleh TGH (Tata Guna
Huber (Hb) V = Bt*L Hutan) yang mempunyai kepastian hukum
yang mantap dan menjadi bagian integral
Smalian (Sm) V = ((Bp+S)/2)*L
dari rencana tata ruang wilayah. Peta TGH
Newton (Nt) V = ((Bp+4*Bt+Bu)/6)*L menggambarkan deliniasi kawasan hutan
berdasarkan fungsi-fungsi hutan yang
Bruce (Bc) V = ((Bp+3*Bu)/4)*L
disusun secara teknis berdasarkan data dan
Centroid (Ct) V = SL + (b1*L2)/2 + (b2L3)/3 informasi yang tersedia.
Keterangan: Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
V= dugaan volume log (m3); π= nilai phi = 3,14159;
Dp= diameter
di mana pangkal
: V = dugaan log (cm/100);
volume
(KHDTK) adalah kawasan hutan yang secara
log (m3); π = nilai phi = 3.14159; Dp =
Du= diameter ujung log (cm/100); Bp= luas bidang
diameter pangkal log (cm/100); Du = diameter ujung log (cm/100); dasar khusus
Bp = luasdiperuntukkan untuk kepentingan
bidang dasar
(lbds) (lbds)log
pangkal pangkal
(m2); L=log (m2); log
panjang L =(m); penelitian
panjang log (m); Bt = lbds tengah- dan pengembangan kehutanan,
tengah
Bt=log
lbds(m2); Bu = lbdslog
tengah-tengah ujung
(m2);log
Bu=(m2); Bc =log
lbds ujung lbds
(mpada
2
); posisi centroid
pendidikan dan pelatihan kehutanan serta
volume
Bc=log
lbds(m2);
pada b1 = (Bp
posisi – Bu volume
centroid - b2*L2)/L;
log (mb2
2
); = (Bp – Bc*(L/q) – Bu*(1 -
L/q))/(L2
b1= (Bp– L*q); q = (((Dp/Du)4
– Bu - b2*L2)/L; b2= (Bp+– 1)0.5
Bc*(L/q)
religi
- 20.5)/(20.5*((Dp/Du)2
– Bu*(1
dan
- 1))* L
budaya. Pengelolaan KHDTK
(m) - L/q))/(L2 – L*q); q= (((Dp/Du)4 + 1)0,5 - 20,5)/ adalah sistem pengelolaan hutan lestari,
(20,5*((Dp/Du)2 - 1))* L (m) komprehensif, mandiri dan terpadu untuk
tujuan 31penelitian dan pengembangan
kehutanan, pendidikan dan pelatihan
kehutanan, serta religi dan budaya.
B. Pengukuhan Kawasan Hutan
B.1. Pengertian B.2. Tahapan Kegiatan
Pengukuhan kawasan hutan adalah Pengukuhan Kawasan Hutan dilakukan
rangkaian kegiatan penunjukan penataan melalui proses: (a) penunjukan kawasan
batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan; (b) penataan batas kawasan hutan;
hutan dengan tujuan untuk memberikan (c) pemetaan kawasan hutan; dan (d)
hukum atas status, fungsi letak batas, dan penetapan kawasan hutan.
luas kawasan hutan. Pengukuhan kawasan
hutan bertujuan untuk terwujudnya Tujuan Pengukuhan kawasan hutan adalah
kepastian hukum mengenai status, batas menyiapkan prakondisi pengelolaan hutan
dan luas wilayah hutan. yang mantap. Ada pun tahapan kegiatan
pengukuhan kawasan hutan, terdiri dari:
Dalam kegiatan perencanaan hutan, (a) penyiapan proyeksi batas; (b) persiapan
pemerintah menyusun rencana umum lapangan; (c) pembuatan batas sementara;
kehutanan (RUK) yang berisi peruntukan (d) pembuatan batas definitif; dan (e)
penyediaan, pengadaan dan penggunaan pengesahan berita acara tata batas (BATB).
hutan di seluruh wilayah Indonesia. Atas
dasar RUK disusun rencana pengukuhan Penanggung jawab kegiatan pengukuhan
hutan, dan rencana penatagunaan hutan. kawasan hutan adalah instansi kehutanan
Untuk setiap provinsi, pengukuhan Pusat dengan melibatkan instansi
dan penatagunaan hutan dilaksanakan kehutanan di daerah (Pemerintah Daerah).
berdasarkan peta Rencana Pengukuhan Panitia Tata Batas (PTB) dan Pemerintah
dan Penatagunaan Hutan (RPPH). Untuk sesuai kewenangan masing-masing,
luar Jawa peta RPPH adalah peta TGHK misalnya penunjukan dan penetapan
(Tata Guna Hutan Kesepakatan). Dengan kawasan hutan oleh Menteri Lingkungan
tersusunnya RTRWP (Rencana Tata Ruang Hidup dan Kehutanan, penataan batas
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 33
Perencanaan Kehutanan

kawasan hutan produksi dan hutan lindung dan pemeliharaan hutan.


oleh Daerah, kawasan hutan konservasi d. Mewujudkan kepastian hukum untuk
oleh pemerintah (Pusat). menggunakan hutan bagi masyarakat
yang mempunyai hubungan hukum
Pengukuhan kawasan hutan menghasilkan: dengan hutan.
a. Secara fisik di lapangan berupa pal batas
kawasan hutan, rintis batas, papan C.2. Kriteria Kawasan Hutan Menurut
pengumuman kawasan hutan, tugu Fungsi Pokoknya
batas.
b. Dokumen pengukuhan kawasan hutan Sesuai dengan fungsi pokoknya, kawasan
berupa BATB dan peta lampirannya, hutan dibagi menjadi:
buku ukur, laporan dan daftar koordinat. a. Kawasan hutan konservasi, yang terdiri
c. Surat Keputusan pengesahan/ dari kawasan hutan suaka alam, kawasan
penetapan hasil tata batas kawasan hutan pelestarian alam dan taman buru;
hutan beserta peta lampirannya (oleh b. Kawasan hutan lindung;
Menteri atau pejabat yang ditunjuk). c. Kawasan hutan produksi, yang terdiri
dari kawasan hutan produksi terbatas,
kawasan hutan produksi tetap dan
C. Penatagunaan Hutan kawasan hutan produksi yang dapat
C.1. Pengertian dikonversi.

Penatagunaan hutan adalah kegiatan Fungsi pokok kawasan hutan ini dibahas
penetapan fungsi kawasan hutan, lebih luas pada Bab IV Pengelolaan Hutan.
pemanfaatan kawasan hutan dan
penggunaan kawasan hutan sesuai dengan C.3. Tahapan Kegiatan
fungsinya: kawasan hutan suaka alam (cagar Suatu wilayah yang memenuhi kriteria sesuai
alam dan suaka margasatwa), kawasan dengan fungsi kawasan hutan kemudian
hutan pelestarian alam (taman nasional, dilakukan penunjukan dan selanjutnya
taman hutan raya dan taman wisata alam), ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan
kawasan hutan taman buru, kawasan hutan ketentuan peraturan perundang-undangan.
lindung, kawasan hutan produksi (hutan Perubahan fungsi kawasan hutan sangat
produksi terbatas, hutan produksi tetap mungkin terjadi dimana ditetapkan oleh
dan hutan produksi yang dapat dikonversi). Pemerintah dengan didasarkan pada hasil
penelitian terpadu.
Penatagunaan hutan bertujuan:
a. Menyelenggarakan perencanaan, pe- Penggunaan kawasan hutan untuk
manfaatan, pengendalian pemanfaatan kepentingan pembangunan di luar kegiatan
hutan sesuai fungsinya secara kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam
serbaguna dan berkelanjutan bagi kawasan hutan produksi dan kawasan hutan
berbagai kegiatan pembangunan yang lindung tanpa mengubah fungsi pokok
diselenggarakan baik oleh pemerintah kawasan hutan dan hanya dapat dilakukan
maupun masyarakat sesuai rencana tata untuk kegiatan yang mempunyai tujuan
guna hutan yang telah ditetapkan. strategis yang tidak dapat dielakkan. Hal
b. Menyelenggarakan pemanfaatan ini dapat dilakukan dengan cara: (a) pinjam
hutan yang berwawasan lingkungan di pakai kawasan hutan dengan kompensasi;
kawasan lindung dan kawasan budidaya. (b) pinjam pakai kawasan hutan tanpa
c. Mewujudkan tertib pemanfaatan kompensasi; (c) tukar menukar kawasan
hutan yang meliputi peruntukan, hutan; dan (d) melalui proses pelepasan
penyediaan, pengadaan, penggunaan kawasan hutan.
34 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

D. Pembentukan Wilayah Pengelolaan b. Menjabarkan kebijakan kehutanan


Hutan nasional, provinsi dan kabupaten/
kota bidang kehutanan untuk
D.1. Pengertian diimplementasikan.
Pembentukan wilayah pengelolaan hutan c. Melaksanakan kegiatan pengelolaan
dilaksanakan pada tingkat provinsi, hutan di wilayahnya mulai dari
kabupaten/kota dan unit pengelolaan yang perencanaan, pengorganisasian,
ditujukan untuk mewujudkan pengelolaan pelaksanaan dan pengawasan serta
hutan yang efisien dan lestari. Wilayah pengendalian.
pengelolaan hutan tingkat provinsi d. Melaksanakan pemantauan dan
terbentuk dari himpunan wilayah-wilayah penilaian atas pelaksanaan kegiatan
pengelolaan hutan tingkat kabupaten/ pengelolaan hutan di wilayahnya.
kota dan unit-unit pengelolaan hutan lintas e. Membuka peluang investasi guna
kabupaten/kota dalam provinsi. Wilayah mendukung tercapainya tujuan
pengelolaan hutan tingkat kabupaten/ pengelolaan hutan.
kota terbentuk dari himpunan unit-unit
pengelolaan hutan di wilayah kabupaten/ D. 2. Jenis-jenis Kesatuan Pengelolaan
kota dan hutan hak di wilayah kabupaten/ Hutan (KPH)
kota. Pada tingkat Unit Pengelolaan Hutan
dibentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Berdasarkan fungsinya KPH dapat
(KPH). dibedakan menjadi:
a. KPH Lindung (KPHL). KPH yang luas
KPH adalah wilayah pengelolaan hutan wilayahnya seluruh atau sebagian besar
sesuai fungsi pokok dan peruntukannya terdiri dari kawasan hutan lindung.
yang dapat dikelola secara efisien dan b. KPH produksi (KPHP). KPH yang luas
lestari. Seluruh kawasan hutan di Indonesia wilayahnya seluruh atau sebagian besar
akan terbagi dalam wilayah-wilayah KPH terdiri dari kawasan hutan produksi.
serta akan menjadi bagian penguatan c. KPH konservasi (KPHK). KPH yang luas
sistem pengurusan hutan nasional, wilayahnya seluruhnya atau didominasi
provinsi, kabupaten/kota. Konsep KPH oleh kawasan hutan konservasi
merupakan konsep pengelolaan kawasan
hutan dengan pembentukan planning Apabila KPH terdiri atas lebih dari satu
unit (boschafdelling/bagian hutan) dan fungsi pokok hutan, maka penetapan KPH
manajemen organisasi pengelola hutan didasarkan kepada fungsi pokok hutan yang
(organisasi teritorial) yang efektif dan luasannya dominan.
efisien.
Berdasarkan jangkauan wilayah kerjanya,
Tugas KPH mencakup perencanaan KPH dibedakan menjadi:
dan pelaksanaan kegiatan (rehabilitasi,
a. KPH Pusat adalah KPH yang luas
pemeliharaan,perlindungan, pemanfaatan).
wilayahnya seluruhnya atau didominasi
Bahkan KPH mengemban tugas yang
oleh kawasan hutan konservasi atau KPH
komplek, yaitu:
yang wilayah kerjanya lintas provinsi.
a. Menyelenggarakan pengelolaan
b. KPH Provinsi adalah KPHL dan KPHP
hutan yang meliputi: tata hutan dan
yang wilayah kerjanya lintas kabupaten/
penyusunan rencana pengelolaan
hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kota.
kawasan hutan, rehabilitasi dan c. KPH Kabupaten/Kota adalah KPHL dan
reklamasi hutan dan perlindungan KPHP yang wilayah kerjanya dalam satu
hutan dan konservasi alam. wilayah kabupaten/kota.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 35
Perencanaan Kehutanan

Gambar 3.16. Posisi KPH terhadap ijin pemanfaatan dan penggunaan hutan

Berdasarkan pengelolanya, KPH dibedakan tertentu. Wilayah tertentu antara lain


menjadi: adalah wilayah hutan yang situasi
a. KPH dikelola oleh pemerintah pusat, dan kondisinya belum menarik bagi
misalnya untuk KPHK. pihak ketiga untuk mengembangkan
b. KPH dikelola oleh pemerintah provinsi, pemanfaatannya berada di luar areal ijin
misalnya untuk KPH yang wilayahnya pemanfaatan dan penggunaan kawasan
lintas kabupaten/kota. hutan.
c. KPH dikelola oleh pemerintah kabupaten
(contoh KPH yang luas wilayahnya dalam D.3. Kriteria Kesatuan Pengelolaan Hutan
satu kabupaten).
d. KPH dikelola oleh BUMN (contoh Perum Secara umum pembentukan wilayah KPH
Perhutani). harus mempertimbangkan:
a. Karakteristik lahan
Berdasarkan posisi KPH terhadap ijin b. Tipe hutan
pemanfaatan hutan yang ada (Gambar c. Fungsi hutan
3.16), KPH dibedakan menjadi: d. Kondisi daerah aliran sungai
a. KPH yang seluruh wilayahnya e. Kondisi sosial, budaya, ekonomi
sudah terbagi habis dalam ijin-ijin masyarakat
pemanfaatan/penggunaan hutan f. Kelembagaan masyarakat setempat
b. KPH yang sebagian wilayahnya sudah termasuk masyarakat hukum adat
dibebani ijin-ijin pemanfaatan/ g. Batas administrasi pemerintahan
penggunaan hutan. h. Hamparan yang secara geografis
c. KPH yang seluruh wilayahnya belum ada merupakan satu kesatuan
ijin pemanfaatan/penggunaan hutannya i. Batas alam atau buatan yang bersifat
atau KPH yang seluruh wilayahnya permanen
merupakan kawasan hutan wilayah j. Penguasaan lahan.
36 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

Berdasarkan pertimbangan tersebut, secara lembaga pengelolaan hutan lain yang


umum kriteria pembentukan wilayah KPH telah ada.
didasarkan pada :
a. Kepastian wilayah kelola d. Kelayakan pengembangan pemanfaatan
b. Kelayakan ekologi hutan
c. Kelayakan pengembangan kelembagaan 1) Mempertimbangkan kemungkinan
pengelolaan hutan pemanfaatan potensi sumber daya
d. Kelayakan pengembangan pemanfaatan hutan.
hutan 2) Merupakan areal yang kompak atau
memiliki tingkat fragmentasi areal
Masing-masing kriteria mempunyai yang rendah.
indikator sebagai berikut: 3) Memiliki tingkat aksesibilitas yang
a. Kepastian wilayah kelola memadai.
1) Berada dalam kawasan hutan tetap
setelah tahap penunjukan atau Luas KPH optimal secara tepat (berapa
panataan batas, atau penetapan hektar) sulit ditetapkan, sehingga dalam
kawasan hutan. menentukan luas/batas wilayah KPH
2) Mempunyai letak, luas dan batas yang digunakan kriteria-kriteria yang dapat
jelas dan relatif permanen. memberikan jaminan efisiensi dan
3) Setiap areal unit pemanfaatan dan efektifitas organisasi KPH yang akan
penggunaan kawasan hutan wajib dibentuk, antara lain:
meregister arealnya dalam wilayah a. Tujuan pengelolaan
KPH. b. Kondisi daerah aliran sungai
4) Batas wilayah KPH sejauh mungkin c. Batas administrasi pemerintahan
mengikuti batas-batas alam. d. Hamparan yang secara geografis
merupakan satu kesatuan
b. Kelayakan ekologi e. Aksesibilitas
1) Posisi dan letak wilayah KPH f. Rentang kendali
mempertimbangkan kesesuaian
terhadap DAS atau Sub DAS.
2) Mempertimbangkan homogenitas D. 4. Tahapan Pembangunan Kesatuan
geomorfologi dan tipe hutan. Pengelolaan Hutan
3) Bentuk areal mengarah ke ideal a. Pembentukan unit-unit wilayah KPH pada
dari aspek ekologi, yaitu areal seluruh kawasan hutan sehingga ada
yang kompak lebih baik dari pada kepastian wilayah kelola. Pembentukan
bentuk terfragmentasi dan bentuk wilayah KPH melalui tahapan:
membulat lebih baik daripada bentuk 1) Rancang Bangun KPH, adalah
memanjang. rancangan wilayah KPH yang memuat
hasil identifikasi dan deliniasi awal
c. Kelayakan pengembangan kelembagaan areal yang akan dibentuk menjadi
pengelolaan hutan wilayah KPH dalam peta dan
1) Luas wilayah KPH dalam batas rentang deskripsinya. Pada pembentukan
kendali yang optimum. KPHK, Instansi Kehutanan Pusat di
2) Luas wilayah KPH mempertimbangkan Daerah yang bertanggungjawab
intensitas pengelolaan dari aspek di bidang konservasi menyusun
produksi. dan mengusulkan rancang bangun
3) Mempertimbangkan keutuhan unit pengelolaan hutan konservasi
batas izin pemanfaatan hutan dan berdasarkan suatu kriteria dan
penggunaan kawasan hutan, serta
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 37
Perencanaan Kehutanan

standar yang telah ditetapkan. Gubernur melalui Sekretaris Daerah.


Pada pembentukan KPHL dan KPHP, KPH Kabupaten berada di bawah dan
Gubernur dengan pertimbangan bertanggungjawab kepada Bupati
Bupati/Walikota menyusun dan melalui Sekretaris Daerah.
mengusulkan rancang bangun unit
pengelolaan hutan lindung atau Untuk menjamin fleksibilitas pengelolaan
unit pengelolaan hutan produksi KPH, kelembagaan KPH diarahkan pada
berdasarkan suatu kriteria dan standar bentuk organisasi semi pemerintah (quasi
yang telah ditetapkan. public), agar mampu menyelenggarakan
2) Arahan pencadangan KPH, adalah fungsi-fungsi publik dan sekaligus fungsi
surat dan peta arahan pencadangan privat atau bisnis. Lembaga KPH harus
KPH yang merupakan hasil penelaahan mampu memberi respon cepat terhadap
rancang bangun KPH terhadap kriteria kebutuhan lapangan dengan menekan
yang ditetapkan. proses yang terlalu birokratis. Lembaga
3) Usulan Penetapan KPH, adalah hasil quasi pemerintah akan mengurangi
pembentukan KPH yang berupa ketergantungan keuangan kepada
hasil pencermatan rancang bangun belanja pemerintah untuk meningkatkan
berdasarkan arahan pencadangan enterpreneurship dari lembaga yang
KPH. bersangkutan. Bentuk organisasi quasi
4) Penetapan wilayah KPH, adalah publik yang paling optimal adalah Pola
pengesahan wilayah KPH pada Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
kawasan hutan oleh Menteri. Umum Daerah (PPK-BLUD).
Badan Layanan Umum Daerah yang
b. Pembentukan institusi pengelola pada secara umum disingkat dengan BLUD
setiap unit KPH, sehingga ada kepastian adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah
penanggung jawab pelaksanaan (SKPD) atau Unit Kerja pada Satuan
fungsi-fungsi manajemen di tingkat Kerja Perangkat Daerah (UPTD) di
tapak. Kelembagaan ini mencakup lingkungan pemerintah daerah yang
organisasi, personel, sarana dan dibentuk untuk memberikan pelayanan
prasarana serta anggaran. Institusi kepada masyarakat berupa penyediaan
pengelola bertanggung jawab terhadap barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
penyelenggaraan pengelolaan hutan mengutamakan mencari keuntungan,
yang meliputi: perencanaan pengelolaan, dan dalam melakukan kegiatannya
pengorganisasian, pelaksanaan didasarkan pada prinsip efisiensi dan
pengelolaan dan pengendalian serta produktivitas BLUD ini pada dasarnya
pengawasan. merupakan suatu pola pengelolaan
Organisasi KPH merupakan organisasi keuangan (PPK), sehingga suatu SKPD
tersendiri (langsung di bawah Gubernur/ atau UPTD yang menerapkan Pola
Bupati/Walikota) yang diatur dalam Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 Umum Daerah (PPK-BLUD) sering
tentang Pedoman Organisasi dan Tata disebut sebagai SKPD dengan PPK-BLUD
Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan atau UPTD dengan PPK-BLUD.
Lindung dan Kesatuan pengelolaan Prasyarat agar KPH mendapat legitimasi
Hutan Produksi di Daerah. Permendagri dan dukungan dari berbagai pihak adalah
tersebut mengamanatkan bahwa terwujudnya harmoni hubungan antara
organisasi KPH merupakan Satuan Kerja KPH dan pemegang izin, masyarakat
Perangkat Daerah. KPH Provinsi berada adat/lokal, lembaga pemerintah,
di bawah dan bertanggungjawab kepada
38 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

lembaga keuangan, LSM dan Perguruan sektor kehutanan, karena KPHL dan
Tinggi. Untuk melaksanakan strategi KPHP adalah organisasi perangkat
pembangunan dan kegiatan-kegiatan daerah.
pengelolaan KPH, perlu dukungan d. Kemudahan dalam investasi
lembaga-lembaga tersebut. Harmonisasi pengembangan sektor kehutanan,
hubungan diciptakan dengan menjalin karena ketersediaan data/informasi
hubungan kerja yang baik dengan semua detail tingkat lapangan.
stakeholder. Tata hubungan kerja sangat e. Memberi jaminan dalam penanganan
terkait dengan komunikasi, koordinasi rehabilitasi hutan dan reklamasi,
dan kerjasama. Kunci koordinasi yang karena adanya kegiatan pendataan,
paling penting adalah komunikasi yang pemeliharaan, perlindungan,
baik. Kordinasi tersebut harus dimulai monitoring, dan evaluasi yang lebih
dengan membuka komunikasi sehingga intensif.
bisa berbagi informasi dan berbagi peran, f. Pengurangan perambahan, illegal
sehingga tujuan besar pengurusan hutan logging dan tindak pidana lainnya
yang baik dapat terwujud. Pada tingkat di bidang kehutanan karena adanya
pemerintah daerah hubungan antara pengelola di lapangan.
KPH dan Dinas Kehutanan Kabupaten g. Maximizing pemanfaatan sumber daya
harus harmonis. Tugas Dinas Kehutanan hutan.
Kabupaten diarahkan pada kegiatan h. Secara global mengurangi emisi
pengurusan hutan, sedangkan tugas KPH serta meningkatkan carbon stock,
diarahkan pada kegiatan pengelolaan melalui pengurangan laju deforestasi,
hutan. pencegahan kerusakan hutan dan
mempertahankan kualitas ekosistem
c. Penyusunan rencana pengelolaan hutan hutan.
di tingkat KPH sebagai penjabaran
operasional pencapaian target-target Manfaat KPH bagi pemerintah daerah:
rencana kehutanan tingkat kabupaten/ a. Kejelasan peran masing‐masing pelaku
kota, provinsi dan nasional. Penyusunan antara pembuat kebijakan (regulator)
rencana KPH meliputi: a) tata hutan dan dengan pelaksana kebijakan (operator).
penyusunan rencana pengelolaan hutan b. Jaminan supply bahan baku bagi industri
dan b) rencana strategi bisnis. Dalam hulu (industri pulp dan kertas dan/atau
pelaksanaan pengelolaan hutan, setiap industri pengolahan kayu).
unit pengelolaan hutan harus didasarkan c. Berkembangnya industri hilir (dari
pada karakteristik Daerah Aliran Sungai industri pulp dan kertas serta industri
(DAS) yang bersangkutan. pengolahan kayu) di daerah tersebut
d. Berkembangnya kesempatan kerja.
e. Meningkatnya pendapatan daerah
D.5. Manfaat Kesatuan Pengelolaan Hutan
Manfaat KPH bagi masyarakat:
Beberapa manfaat KPH bagi pemerintah a. Optimalisasi akses masyarakat terhadap
pusat: hutan.
a. Mengurangi rentang kendali dalam b. KPH menjadi salah satu jalan bagi
pengelolaan kawasan hutan kepada resolusi konflik lahan antara masyarakat,
pengelola pada tingkat tapak pemerintah dan swasta.
b. Memperjelas peran masing‐masing c. Memudahkan pemahaman perma-
pembuat kebijakan (regulator) dengan salahan riil di tingkat lapangan, sehingga
pengelola kawasan (operator). dapat ditetapkan bentuk akses yang
c. Perwujudan nyata desentralisasi di tepat bagi masyarakat.
Tabel 3.2. Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kph dalam pembangunan KPH
dan pengelolaan hutan
Perencanaan Kehutanan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
39
40 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 41
Perencanaan Kehutanan
42 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

E. Penyusunan Rencana Kehutanan Pemerintah Pusat pada sub urusan


perencanaan kehutanan meliputi (a)
E.1. Pengertian Penyelenggaraan inventarisasi hutan,
(b) Penyelenggaraan pengukuhan
Rencana kehutanan merupakan
kawasan hutan, (c) Penyelenggaraan
pedoman bagi penyusunan anggaran dan
penatagunaan kawasan hutan, (d).
pelaksanaan kegiatan di lapangan dimana
Penyelenggaraan pembentukan wilayah
rencana kehutanan yang lebih tinggi baik
pengelolaan hutan, (e) Penyelenggaraan
dalam cakupan wilayah maupun jangka
rencana kehutanan nasional.
waktunya menjadi acuan bagi rencana yang
lebih rendah. Rencana kehutanan meliputi e. PermenLHK No. P.41/MENLHK/SETJEN/
seluruh aspek pengurusan kehutanan, KUM.1/7/2019. RKTN Tahun 2011-
yaitu kegiatan perencanaan kehutanan, 2030 sebagai acuan dalam penyusunan
pengelolaan hutan, penelitian dan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi, dan
pengembangan pendidikan dan latihan, rencana Pengelolaan Hutan di tingkat
penyuluhan kehutanan dan pengawasan. Kesatuan pengelolaan Hutan (KPH)

Penyusunan rencana kehutanan harus E.2. Jenis–Jenis Rencana Kehutanan


aspiratif, partisipatif dan obyektif meliputi
seluruh fungsi pokok kawasan hutan dan Berdasarkan skala geografis, jenis-jenis
jangka waktu perencanaan, terdiri dari: rencana kehutanan dibedakan menjadi:
a) Jenis rencana kehutanan, b) Tata cara a. Rencana kehutanan tingkat nasional
penyusunan rencana kehutanan, proses b. Rencana kehutanan tingkat provinsi
perencanaan, koordinasi dan penilaian, c. Rencana kehutanan tingkat kabupaten
c) Sistem perencanaan kehutanan; dan d) Berdasarkan fungsi pokok kawasan hutan,
Evaluasi dan pengendalian pelaksanaan jenis-jenis rencana kehutanan dibedakan
rencana kehutanan. menjadi:
Mandat penyusunan rencana kehutanan ini a. Rencana kehutanan hutan konservasi
didasarkan pada peraturan perundangan b. Rencana kehutanan hutan produksi
sebagai berikut: c. Rencana kehutanan hutan lindung
a. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Berdasarkan jangka waktu perencanaan,
(Pasal 20). Pemerintah menyusun jenis-jenis rencana kehutanan dibedakan
rencana kehutanan berdasarkan menjadi:
hasil inventarisasi dan dengan a. Rencana kehutanan jangka panjang
mempertimbangkan faktor lingkungan b. Rencana kehutanan jangka menengah
dan kondisi sosial masyarakat. Rencana c. Rencana kehutanan jangka pendek
kehutanan disusun menurut jangka
waktu perencanaan, skala geografis, dan Rencana jangka pendek merupakan
menurut fungsi pokok kawasan hutan. rencana operasional, sedangkan rencana
b. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2004. jangka menengah dan panjang merupakan
Berdasarkan skala geografis, rencana rencana strategis yang menjadi induk
kehutanan meliputi tingkat nasional, rencana operasional. Semua jenis rencana
tingkat provinsi, dan kabupaten. kehutanan harus merupakan satu kesatuan
c. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor yang tidak terpisahkan satu sama lain,
P.42/Menhut-II/2010. Rencana yang saling mengisi dan menunjang secara serasi
lebih tinggi baik dalam cakupan wilayah dan terpadu.
maupun jangka waktunya menjadi acuan
Posisi dan keterkaitan rencana-rencana
bagi rencana yang lebih rendah
kehutanan dengan berbagai kegiatan
d. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 perencanaan lainnya baik di tingkat nasional
(Lampiran BB No. 1). Kewenangan dan daerah dapat dilihat pada Gambar 3.17.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 43
Perencanaan Kehutanan

Gambar 3.17. Posisi dan keterkaitan rencana-rencana kehutanan dengan


Gambar 1 berbagai kegiatan
Posisi dan keterkaitan perencanankehutanan
rencana-rencana lainnya dengan berbagai
kegiatan perencanan lainnya

3. Tahapan Kegiatan
E.3. TahapanPenyusunan
Kegiatan rencana kehutanan disusun 3) berdasarkan
Dilakukanhasil secara
inventarisasi
berkoordinasi
hutan: dengan unsur kabupaten/kota dan
Penyusunan rencana
a. Rencana kehutanan
kehutanan disusun
tingkat nasional Pemerintah serta unit pelaksana
berdasarkan
1) hasil inventarisasi
Disusun hutan:pada hasil inventarisasi
dengan mengacu teknishutan tingkat nasional,
Departemen Kehutanan bidang
dan dengan memperhatikan aspek lingkunganperencanaan
strategis; kehutanan.
a. Rencana kehutanan tingkat nasional
2) Disusun oleh instansi perencana kehutanan nasional, yang dinilai melalui
1) Disusunkonsultasi
dengan mengacu
para pihak,pada hasil oleh
dan disahkan c. Menteri;
Rencana kehutanan tingkat kabupaten/
inventarisasi hutan berkoordinasi
3) Dilakukan tingkat nasional,
dengan instansi
kota yang terkait dengan
dan dengan memperhatikan aspek
bidangkehutanan. 1) Disusun berdasarkan hasil inventarisasi
lingkungan
b. Rencanastrategis;
kehutanan tingkat provinsi hutan tingkat kabupaten/kota dan
1) Disusun
2) Disusun oleh berdasarkan hasil inventarisasi hutan
instansi perencana tingkat provinsi
memperhatikan dan kehutanan
rencana
memperhatikan rencana
kehutanan nasional, yang dinilai kehutanan tingkat nasional;
tingkat provinsi;
2) Disusun
melalui oleh para
konsultasi instansipihak,
kehutanan
dan provinsi,2)
yang dinilai melalui konsultasi
Disusun oleh instansi kehutanan
disahkanpara pihak
oleh dan disahkan oleh Gubernur;
Menteri; kabupaten/kota, yang dinilai melalui
3) Dilakukan berkoordinasi dengan konsultasi para pihak dan 46 disahkan
instansi yang terkait dengan bidang oleh Bupati/Walikota;
kehutanan. 3) Dilakukan secara berkoordinasi dengan
b. Rencana kehutanan tingkat provinsi unsur provinsi yang bersangkutan.
1) Disusun berdasarkan hasil Penyusunan rencana pengelolaan hutan
inventarisasi hutan tingkat provinsi meliputi penyusunan rencana kesatuan
dan memperhatikan rencana pengelolaan hutan pada Unit Pengelolaan
kehutanan tingkat nasional; Hutan Konservasi (KPHK), Unit Pengelolaan
2) Disusun oleh instansi kehutanan Hutan Lindung (KPHL), dan Unit Pengelolaan
provinsi, yang dinilai melalui Hutan Produksi (KPHP) mengacu pada
konsultasi para pihak dan disahkan rencana kehutanan nasional, provinsi, mau
oleh Gubernur; pun kabupaten/kota dan memperhatikan
44 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat, KHDTK, pembangunan sarana dan prasarana
serta kondisi lingkungan. pendukung KHDTK serta pelaporan
pengelolaan KHDTK. Perencanaan KHDTK
Pada tingkat unit manajemen pemegang ini dilakukan melalui kegiatan inventarisasi
Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan hutan, penataan areal dan penyusunan
Kayu (IUPHHK) diwajibkan menyusun rencana pengelolaan.
rencana kerja usaha pemanfaatan hasil
hutan kayu (RKUPHHK) sepuluh tahunan Inventarisasi hutan di KHDTK bertujuan
sebagai dasar penyusunan rencana kerja untuk mengetahui keadaan biofisik dan
tahunan (RKT) dengan memperhatikan potensi hutan agar dapat dilakukan
rencana pengelolaan jangka panjang KPH. penataan areal KHDTK dengan membagi
Penyusunan, penilaian, pengendalian dan dalam blok dan petak. Penyusunan rencana
evaluasi rencana kehutanan didasarkan pengelolaan dilakukan berdasarkan hasil
pada Permenhut P.42/Menhut-II/2010, inventarisasi dan penataan areal. Rencana
yang secara detail dapat dilihat pada Tabel pengelolaan KHDTK Litbang Kehutanan
3.3. harus terintegrasi dengan rencana
pengelolaan KPH dan/atau Kawasan
Selain KPH, Kawasan Hutan Dengan Konservasi.
Tujuan Khusus (KHDTK) juga merupakan
bagian dalam rencana kehutanan yang Berdasarkan peraturan Kepala Badan
digunakan untuk kegiatan penelitian dan Litbang dan Inovasi Nomor P.4/LITBANG/
pengembangan. Penyusunan rencana SET/PLA.2/2/2019, rencana pengelolaan
pengelolaan KHDTK Litbang Kehutanan KHDTK Litbang Kehutanan meliputi:
meliputi perencanaan KHDTK, pelaksanaan rencana pengelolaan jangka panjang,
kegiatan KHDTK, kerjasama pengelolaan rencana pengelolaan jangka menengah,
KHDTK, pemanfaatan hutan pada areal dan rencana pengelolaan jangka pendek.

Tabel 23.3.
Tabel Penyusunan, penilaian,
Penyusunan, pengendalian
penilaian, dan evaluasi
pengendalian rencana kehutanan
dan evaluasi rencana kehutanan
Pengendalian
Jenis Penyusunan Penilaian Pengesahan (Fasilitasi/ Evaluasi
Bimbingan)
Rencana KLHK (Ditjen PKTL) Rakor Eselon I Menteri Menteri Menteri
Kehutanan Tingkat Kemenhut
Nasional

Rencana Pemerintah Rakor dan Gubernur Gubernur Gubernur


Kehutanan Tingkat Provinsi (Dinas Konsultasi Publik
Provinsi Kehutanan)

Rencana Pememerintah Rakor dan Bupati/ Bupati/ Bupati/


Kehutanan Tingkat Kab/Kota konsultasi Publik Walikota Walikota Walikota
Kabupaten/Kota
Rencana Ka. KPH Gubernur atau Menteri atau Menteri/ Menteri/
Pengelolaan Hutan Bupati/Walikota Pejabat yang Gubernur/ Gubernur/
ditunjuk Bupati Bupati

Rencana Makro Ditjen PKTL + Rakor dan Menteri Menteri Menteri


Penyelenggaraan Eselon I Terkait Konsultasi Publik
Kehutanan

48
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 45
Perencanaan Kehutanan

F. Perencanaan dan Pengelolaan Hutan ulayat dipegang oleh masyarakat adat yang
Berbasis Tenurial memiliki pola kepemilikan komunal (Nazir,
2012).
F.1. Pengertian
Inventarisasi data sosial ekonomi
Land tenure adalah seperangkat property masyarakat di sekitar hutan sangat penting
rights yang berhubungan dengan lahan, dan dalam proses perencanaan pengelolaan
kelembagaan yang menegakkan hak-hak hutan, tidak terkecuali data yang terkait.
tersebut. Bentuk dari land tenure merujuk Harus disadari bahwa hutan bukanlah
pada aturan, norma yang berhubungan ruang kosong yang berisi tanaman dan
dengan sejumlah entitas, seperti individu, satwa saja, tetapi di dalamnya ada manusia
sebuah lembaga publik, sebuah perusahaan yang menjadikan hutan sebagai tempat
swasta, sekelompok individu yang bertindak sandandaran hidupnya. Pengelolaan hutan
secara kolektif, pengaturan secara komunal tidak akan bisa berjalan dengan baik
atau sekelompok komunitas adat (Robinson tanpa adanya dukungan dari masyarakat
et al, 2011). sekitarnya, oleh karena itu akan sangat baik
jika penyusunan perencanaan pengelolaan
Pada prakteknya, land tenure seringkali hutan mempertimbangkan aspek tenurial
digunakan secara bergantian dengan di wilayah hutan yang akan dikelola.
property rights. Padahal secara esensial ada
perbedaan dimana property rights merujuk
pada seperangkat hak yang mengarahkan F.2.Berbagai Tipologi Tenurial dalam
pemanfaatan, pengelolaan dan pengalihan Kawasan Hutan
atau transfer asset sementara land tenure
adalah seperangkat kelembagaan dan Tenurial di dalam kawasan hutan sangat erat
kebijakan yang menentukan secara lokal kaitannya dengan keberadaan masyarakat
bagaimana lahan dan sumberdayanya dalam bentuk komunitas kampung atas
dapat diakses, siapa yang memegang hak desa di dalam dan di sekitar kawasan
dan menggunakan ataupun memanfaatkan hutan. Berdasarkan sejarah penguasaan
sumberdaya tersebut, untuk berapa lama tanahnya, tipologi desa/kampung hutan
dan di bawah kondisi seperti apa (Bruce dapat dibedakan menjadi :
et al, 2010 dalam Robinson et al, 2011). a. Desa/kampung yang telah ada di dalam
Secara umum, land tenure meliputi dua kawasan hutan sebelum penunjukan
aspek yakni sebagai dokumen legal yang kawasan. Desa/kampung ini terbentuk
berasal dari pengaturan atau pun legislasi karena kebijakan pemerintah kolonial/
pusat dan secara informal berasal dari nasional atau secara tradisional;
hak-hak kepemilikan atau penguasaan b. Desa/kampung yang ada setelah
yang dibangun secara oral dan konsensus penunjukan/penetapan kawasan hutan;
masyarakat (Robinson et al, 2011). c. Desa/kampung yang ada sebelum
perubahan fungsi kawasan/perluasan
Penguasaan lahan didefinisikan dalam dua penunjukan kawasan;
aspek yakni penguasaan dan kepemilikan d. Desa/kampung yang ada setelah
yang meliputi relasi hukum antara manusia perubahan fungsi kawasan/perluasan
dengan tanah. Penguasaan dapat dilakukan kawasan hutan.
oleh berbagai pihak baik oleh seseorang
secara individual, pemerintah maupun Berdasarkan lokasi dan aksesnya terhadap
badan-badan swasta. Aspek penguasaan kawasan hutan, tipologi desa/kampung
tersebut mengatur bentuk-bentuk hak. hutan dapat dibedakan menjadi :
Penguasaan atas tanah di Indonesia, a. Desa/kampung yang seluruh wilayah
mencakup tiga hak, yaitu hak ulayat, hak permukiman dan wilayah kelola ada
perseorangan dan badan hukum. Hak di dalam kawasan hutan/areal izin
46 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

kehutanan; dan sumber daya berbasis perizinan


b. Desa/kampung yang sebagian wilayah pemerintah;
permukiman dan seluruh wilayah kelola d. Masyarakat dengan klaim teritorial dan
ada di dalam kawasan hutan/areal izin; sumber daya berbasis kebijakan migrasi
c. Desa/kampung yang seluruh wilayah pemerintah kolonial dan nasional;
permukiman ada di tepi/sekitar kawasan e. Masyarakat dengan klaim sumber daya
hutan, tetapi seluruh wilayah kelola ada berbasis kemitraan dengan perusahaan;
di dalam kawasan hutan/areal izin. f. Masyarakat dengan klaim teritorial dan
sumber daya berbasis perlindungan
Menurut Safitri (2012), komunitas yang ada politik dari elit-elit lokal.
di desa/kampung hutan terbagi ke dalam
dua tipologi, yaitu: Kementerian Lingkungan Hidup dan
a. Kelompok yang diistilahkan sebagai Kehutanan telah memberikan sejumlah
‘komunitas di lingkungan hutan’ (forest opsi bagi pengelolaan hutan oleh
communities), merupakan kelompok masyarakat. Masyarakat desa/kampung
orang yang hidup di dalam atau hutan dapat mengakses kawasan hutan
sekitar hutan serta memanfaatkan dan mempunyai hak atas sumber daya
dan menggantungkan dirinya pada di atasnya melalui sejumlah pilihan yaitu
hutan, dalam waktu yang lama, lintas Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, Hutan
generasi, dan mempunyai kesadaran Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan kemitraan
yang dibangun bersama (shared- bersama pemegang izin dan kolaborasi
collective awareness) sebagai kelompok dengan pengelola kawasan konservasi.
yang berbeda dengan kelompok lain. Khusus di Pulau Jawa pemerintah
Forest communities, dapat namun menyediakan skema Izin pemanfaat Hutan
tidak selalu, merupakan masyarakat Perhutanan Sosial (IPHPS).
hukum adat. Komunitas lain yang telah
berada di dalam lingkungan hutan
dan menunjukkan kemampuannya F. 3. Perencanaan Hutan Berbasis Tenurial
membangun komunitas sosial dapat sebagai Paradigma Baru
masuk ke dalam kategori ini.
Perencanaan dalam pengelolaan kawasan
b. Pemukim atau pengguna hutan
(forest dwellers atau forest users) hutan berbasis tenurial lebih menekankan
adalah mereka yang secara individual pada pendekatan bottom-up, artinya
berada di dalam dan sekitar hutan dan semakin dekat otoritas penguasaan lahan/
memanfaatkan hutan pada periode kawasan hutan dengan lapangan (site) akan
tertentu yang biasanya lebih singkat, semakin cepat, mudah, akurat, tepat dan
tanpa membangun norma bersama terarah pada sasarannya, sehingga setiap
dan kesadaran bersama sebagai satu kawasan ada pengelola atau penanggung
kelompok masyarakat. Motivasi utama jawabnya di lapangan agar kawasan/lahan
biasanya adalah kepentingan ekonomi. hutan tidak terlantar dan terurus dengan
baik. Otoritas penguasaan dan wewenang
Berdasarkan cara-cara klaim terhadap tanggung jawab pengelolaan kawasan hutan
kawasan hutan, Safitri (2018) membagi sudah harus berada di tingkat Kabupaten/
tipologi masyarakat dalam 6 kategori: Kota atau di tingkat provinsi tergantung
a. Masyarakat dengan klaim teritorial dan pada satuan lanskap hutan sebagai satuan
sumber daya berbasis kesejarahan dan region ekosistem hutan.
identitas kebudayaan;
b. Masyarakat dengan klaim teritorial dan Dalam kerangka mendistribusikan
sumber daya berbasis penguasaan fisik; wewenang dan tanggung jawab pengelolaan
c. Masyarakat dengan klaim teritorial hutan dalam konteks desentralisasi
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 47
Perencanaan Kehutanan

total dalam pembangunan kehutanan Pondasi dasar dalam perencanaan hutan


di Indonesia, hal yang perlu disiapkan berbasis tenurial yang clear dan clean
adalah paket dan proses transformasi hanya terwujud manakala perencanaan
masyarakat lokal dan tradisional menjadi tersebut berbasis paradigma baru yang
citizen (warga) atau menuju masyarakat lebih dikenal sebagai evidence-based
madani (civil society) dengan menekankan planning bukan hanya pada legal-based
pada pemasyarakatan konsep Hak Kelola planning. Perencanaan berbasis tenurial
dan Kewajiban Kelola Hutan kepada yang kuat harus dibaca dalam persepktif
semua pihak. Semua pihak harus memiliki sebagai ruang negosiasi dengan berbagai
pengetahuan, pemahaman dan perilaku kelompok kepentingan terlebih bila kondisi
yang sama terhadap tanggung jawab faktual di lapangan banyak tumpang-tindih
pengelolaan hutan karena hutan adalah yang melibatkan berbagai aktor atau
dari kita, oleh kita dan untuk kita semua. kelompok kepentingan. Jadi filosofi dasar
perencanaan hutan harus dimaknai sebagai
Dalam proses perencanaan hutan, tenurial bagian dari solusi konflik bukan menjadi
merupakan aspek yang krusial, karena pemicu atau sumber konflik.
tanpa mempertimbangkan aspek kejelasan
tenurial maka dalam pelaksanaan kegiatan F.4. Tahapan Perencanaan Hutan Berbasis
sulit akan berjalan seperti yang diharapkan. Tenurial
Pengelolaan hutan akan berhasil dengan
baik jika masalah tenurial kawasan hutan Secara teknikal, perencanaan hutan
atau Hak kelola Masyarakat terhadap berbasis tenurial yang kuat dapat dilakukan
hutan/kawasan hutan dirancang dari awal dengan langkah-langkah sebagai berikut:
dan wewenang serta tanggung jawab a. Identifikasi lokasi yang direncanakan dan
pengelolaan hutan didesentralisasikan kenali secara lebih dekat apakah lokasi
kepada Pemerintah Daerah (Kabupaten yang direncanakan tidak bersinggungan
atau Provinsi). Wewenang dan tanggung dengan atau overlapping dengan pihak
jawab penguasaan hutan yang memusat lain.
(sentralisasi) akan menghambat dan b. Identifikasi desa-desa yang berdekatan
mengurangi tingkat inovasi dan kreativitas atau yang berada dalam areal yang
manajerial dan pengambilan keputusan direncanakan bila ada
di lapangan dalam pengelolaan KPH. c. Memetakan tipologi desa berikut
Pengelolaan KPH harus bersifat local dengan kondisi sosial ekonomi, dan
specific baik dari sisi sumber daya alamnya politik local berikut dengan aktor dan
dan sumber daya manusianya (masyarakat kepentingannya
lokal) serta kelembagaannya. d. Identifikasi luas, sistem, struktur
penguasaan lahan masyarakat kemudian
Keberadaan lembaga pengelolaa hutan lacak sejarah penguasaan dan status
di tingkat tapak dalam bentuk Kesatuan lahan serta aktor-aktor dan jaringan
Pengelolaan Hutan (KPH) sangat penting yang menguasai lahan tersebut
dalam pengumpulan informasi kondisi e. Kelompokkan lahan berdasarkan status
biofisik dan sosial ekonomi masyarakat dan sejarah penguasaannya. Tanah yang
sekitar hutan. KPH adalah institusi terdepat diasai oleh masyarakat lebih dari dua
yang paling dekat dan paling tahu kondisi puluh tahun dan yang kurang dari dua
wilayahnya. Semakin detail informasi pulun tahun dan tanah dengan status
yang berhasil dikumpulkan oleh KPH, tradisional hanya dengan bukti-bukti
akan semakin baik dokumen perencanaan alam (tradisi) dan yang berstatus Surat
pengelolaan hutan yang akan disusun. Keterangan Tanah dan Surat Keterangan
Tanah Adat serta sertifikat.
48 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

f. Melakukan dialog dengan desa yang Istilah yang sama dengan identifikasi dan
melibatkan seluruh warga, termasuk sering digunakan adalah determinasi yang
kaum perempuan. artinya penentuan. Kunci Pengenalan/
g. Proses dialog digunakan berbagai determinasi jenis pohon merupakan
media atau forum sebagai arena untuk cara analitis buatan yang memungkinkan
menyerap aspirasi kepentingan warga, pengenalan tumbuh-tumbuhan berdasar-
misalnya arisan, PKK, Karang Taruna, kan sifat-sifat yang penting dengan
Kelompok Tani dll. jalan memilih di antara sifat-sifat yang
h. Memetakan lahan-lahan masyarakat dipertentangkan, mana yang sesuai
secara partisipatif untuk memperjelas (digunakan) dan mana yang tidak sesuai
tenurial yang bermanfaat bagi (tidak digunakan).
perencanaan bila lahan tersebut belum
dipetakan. Hal-hal yang diperhatikan dalam menyusun
i. Menawarkan skema-skema yang ada, kunci determinasi adalah:
seperti hutan adat, hutan tanaman a. Kunci harus bercabang dua, dimana
rakyat, hutan desa, Hkm berdasarkan pernyataan dalam setiap bait harus
karakteristik status dan pengusaan saling bertentangan
hutan yang ada. Bila tidak ada skema b. Hindari pernyataan yang terlalu umum,
daun ukuran besar dan daun ukuran
yang pas maka perlu inovasi atau
kecil
membangun skema baru yang lebih bisa
c. Kata pertama dari setiap pernyataan di
diterima oleh kedua belah pihak dengan
dalam setiap bait haruslah identik
lebih mengedepankan kepentingan
d. Dua pernyataan di dalam setiap bait
masyarakat. harus saling bertentangan
e. Hindari penggunaan ukuran yang
tumpang tindih
G. Teknologi dalam Perencanaan f. Pernyataan yang terdapat pada bait
Kehutanan yang berurutan jangan dimulai dengan
kata yang sama
Perangkat teknologi diperlukan untuk g. Menggunakan selalu sifat-sifat
mendukung terlaksananya perencanaan makroskopis
kehutanan yang baik sehingga dapat h. Setiap bait harus diberi nomor dan atau
terwujud pengelolaan hutan yang lestari. huruf
Berbagai perangkat teknologi yang
digunakan dalam perencanaan kehutanan G.2. Tabel Volume Pohon
antara lain sebagai berikut.
Perangkat pendugaan volume pohon
G.1. Kunci Pengenalan Jenis Pohon (berupa model atau rumus/persamaan
maupun tabel) adalah salah satu perangkat
Kunci pengenalan jenis pohon merupakan penting dalam perencanaan pengelolaan
perangkat awal yang akan membantu hutan. Salah satu jenis data yang diperlukan
dalam melakukan identifikasi jenis pohon di dalam perencanaan pengelolaan hutan
lapangan sebelum diambil sampelnya untuk ialah dugaan potensi atau massa tegakan.
diidentifikasi lebih lanjut di herbarium. Pengumpulan data massa tegakan
Melakukan identifikasi tumbuhan berarti dilakukan melalui kegiatan inventarisasi
mengungkapkan atau menetapkan identitas yang selalu melibatkan pendugaan volume
suatu tumbuhan yang tidak lain adalah pohon per pohon. Oleh sebab itu, dalam
menentukan nama tumbuhan secara benar setiap kegiatan pengelolaan hutan, mutlak
dan menentukan tempat secara benar dituntut tersedianya perangkat pendugaan
dalam sistem klasifikasi. volume pohon.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 49
Perencanaan Kehutanan

Oleh karena bentuk pohon bervariasi tiap kelas-diameter.


menurut jenis atau kelompok jenis dan dari
satu lokasi ke lokasi lainnya, maka dalam Apabila memungkinkan jumlah pohon
penyusunan perangkat pendugaan volume contoh pada tiap kelas-diameter boleh
pohon perlu memperhatikan karakteristik lebih dan 4 pohon. Dengan menetapkan
tersebut. Perangkat pendugaan volume banyaknya pohon pada setiap kelas
pohon yang bersifat umum untuk berbagai diameter di atas, maka sebaran (rincian)
jenis dan lokasi hutan dapat menyebabkan pohon contoh pada setiap kelas diameter
hasil dugaan yang kurang teliti, tidak dapat dilihat pada Tabel 3.4.
akurat atau bias, sehingga informasi massa
tegakan yang dihasilkan bisa under atau Tabel 3.4. Sebaran contoh pohon
over-estimate. No Kelas Jumlah Pohon Contoh
Diameter
Penyusunan tabel volume bertujuan untuk
menyediakan perangkat pendugaan volume 1 20-29 4
pohon berdiri untuk keperluan inventarisasi 2 30-39 4
massa tegakan. Tahapan pembuatan tabel 3 40-49 4
volume pohon meliputi: 4 50-59 6
5 60-69 5
a. Pemilihan Pohon Contoh
1) Pemilihan pohon contoh pada hutan .
alam . 140-149 3
dst 150-159 2
Untuk menyusun model pendugaan volume
pohon diperlukan sejumlah pohon contoh Jumlah Harus lebih dari 50 pohon
dari jenis atau kelompok jenis yang akan (lebih banyak, lebih baik)
disusun modelnya. Agar mewakili sebaran
diameter dari jenis atau kelompok jenis Suatu hal yang juga perlu dipertimbangkan
yang bersangkutan, maka pohon-pohon dalam penentuan jumlah pohon contoh
contoh harus dipilih sedemikian rupa pada tiap kelas-diameter adalah kondisi
sehingga setiap kelas-diameter terwakili. alami dari sebaran diameter pada hutan
Kelas-diameter dibuat dengan lebar kelas alam yang umumnya berbentuk huruf
10 cm. “J-terbalik” yaitu jumlah pohon semakin
sedikit seiring dengan naiknya kelas-
Jumlah seluruh pohon contoh yang diambil diameter.
untuk satu jenis atau kelompok jenis
minimal 50 pohon. Data diameter terbesar Berkaitan dengan keadaan tersebut, maka
dari jenis yang akan disusun modelnya biasanya dalam pencarian pohon contoh di
dapat diturunkan dari Laporan Hasil lapangan akan semakin sulit menemukan
Cruising (LHC) setempat. pohon-pohon yang berdiameter besar
(semakin mendekati diameter maksimum
Misalkan dari data LHC diketahui bahwa semakin sulit). Untuk mengatasi hal ini.
diameter terbesar dari jenis atau kelompok jumlah pohon contoh pada kelas-kelas
jenis yang bersangkutan ialah 156 cm. diameter yang besar dapat dikurangi
Dengan lebar kelas 10 cm akan ada (tetapi diusahakan tiap kelas-diameter
sebanyak: (156-20)/10 = 13,6 => dibulatkan jangan kurang dari 2 pohon contoh), dan
menjadi 14 kelas-diameter. Agar jumlah untuk mengimbangi pengurangan tersebut
pohon contoh minimal 50 pohon, maka maka pada kelas-kelas diameter menengah
tiap kelas-diameter minimal diwakili oleh: jumlah pohon contoh ditambah. Pada Tabel
50/14 = 3,5 => dibulatkan menjadi 4 pohon 3.4, terlihat pada kelas-diameter 130 cm ke
50 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

atas jumlah pohon contoh kurang dari rata- didasarkan pada umur secara berselang.
rata yang ditentukan (4 pohon), tetapi pada Misalkan tersedia tanaman berumur 2,
kelas menengah (50-100 cm) diperbanyak 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 tahun, maka obyek
lebih dari rata-rata. penelitian dipilih tanaman berumur 2, 4, 6,
8, dan 9 tahun.
2) Pemilihan pohon contoh pada hutan Agar data yang terkumpul dapat
tanaman (HTI) menampung keragaman kondisi tegakan
dan kondisi tempat tumbuh, prosedur
Pada unit-unit HTI, sebaiknya penyusunan pemilihan pohon-pohon contoh dilakukan
tabel volume dilaksanakan pada unit sebagai berikut. Pada setiap tanaman yang
pengelolaan yang sudah mempunyai sudah ditentukan sebagai obyek penelitian,
tanaman dengan sebaran umur dari muda dibuat 2 buah petak ukur berukuran 50 m
sampai “tua”. Sebaran pohon dengan umur x 50 m. Petak ukur pertama dibuat pada
“tua” bergantung pada jenis tanaman bagian areal yang berisi tegakan dengan
yang dikembangkan. Misalnya untuk kondisi pertumbuhan “baik”, dan petak
jenis eucalyptus yang ditujukan untuk ukur lainnya pada bagian tegakan dengan
pengusahaan industri pulp atau chip, kondisi pertumbuhan “rata-rata”. Pada
tanaman berumur 6 (enam) tahun atau semua pohon yang ada di dalam petak ukur
lebih sudah dapat dikategorikan sebagai dilakukan pengukuran diameter setinggi
tanaman berumur tua. dada (dbh) dan tinggi pohon.
Pemilihan obyek penelitian (tanaman yang Apabila unit HTI yang bersangkutan telah
dijadikan “sumber” pohon contoh) harus melaksanakan pembuatan dan pengukuran
mempertimbangkan daya guna dari tabel Petak Ukur Permanen (PUP) untuk
volume yang akan tersusun, yaitu agar pemantauan pertumbuhan tegakan, maka
tabel volume tersebut dapat digunakan data PUP tersebut dapat digunakan sebagai
untuk menduga massa tegakan di berbagai dasar pertimbangan pemilihan dimensi-
umur tegakan dan berbagai kondisi tempat dimensi (diameter dan tinggi) pohon-pohon
tumbuh. contoh.
Apabila tersedia 4 (empat) macam atau Berdasar data pengukuran pohon-pohon
kurang umur tanaman (misalkan 2, 3, 5, dan dalam petak-petak ukur (atau PUP) yang
7 tahun), maka semua tanaman tersebut dibuat dalam 1 obyek penelitian (satu umur
dijadikan obyek penelitian. Apabila tersedia tanaman), disusun grafik sebaran diameter
banyak umur tanaman secara berurutan dan tinggi pohon (Gambar 3.18).
maka pemilihan obyek penelitian

Gambar 3.18. Contoh grafik sebaran pohon menurut diameter dan tinggi, yang dijadikan
sebagai dasar dalam penentuan diameter dan tinggi pohon-pohon contoh
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 51
Perencanaan Kehutanan

Pada Gambar 3.18., titik-titik kecil adalah panjang 0,5 m atau 0,6 m atau 0,7 m
menggambarkan sebaran pohon menurut atau 0,8 m atau 0,9 m.
diameter dan tingginya, sedangkan garis 4) Tiap titik ujung seksi (disebut dengan
lengkung adalah grafik sebaran diameter titik pengukuran) diberi tanda dengan
dan tinggi pohon yang ditarik dengan cara kapur pohon atau cat. Ingat: pembuatan
tangan bebas (freehand method). Grafik seksi tidak dengan memotong, tetapi
sebaran diameter dan tinggi pohon dibagi hanya berupa tanda dengan kapur atau
menjadi 3 atau 4 atau 5 bagian (lihat contoh cat atau spidol.
Gambar 3.18). Patokan yang dijadikan 5) Dalam tallysheet titik-titik pengukuran
dasar dari pembagian grafik tersebut sepanjang batang diberi kode: Pxx-Byy.
adalah bahwa jumlah pohon contoh dimana xx = nomor pohon contoh, yy
yang harus dikumpulkan dari 1 lokasi = nomor titik pengukuran sepanjang
penelitian (1 unit HTI) minimal 50 pohon batang. Jadi untuk pohon contoh no. 1.
serta memperhatikan pula jumlah macam pengukuran pada pangkal diberi kode:
umur tanaman yang akan dijadikan obyek P01-B00. Titik pengukuran berikutnya
penelitian. diberi kode: P01-B01. P01-B02. P01-B03,
dan seterusnya.
6) Bagian batang di atas bebas cabang
b. Pengukuran Pohon Contoh
hingga diameter “ujung” juga dibagi
Pada setiap pohon contoh dilakukan menjadi seksi-seksi dan diukur serta
pengukuran diameter, tinggi pohon (sampai dinomori dengan cara dan ketentuan
pucuk), tinggi batang bebas cabang, dan yang sama. Kodenya meneruskan kode
diameter proyeksi tajuk. Pohon-pohon batang bebas cabang. Pada hutan alam
contoh kemudian ditebang, dan selanjutnya yang dimaksud dengan diameter “ujung”
dilakukan pengukuran tinggi tonggak adalah kayu sampai berdiameter 10 cm;
dan diameter seksi-seksi batang dengan sedangkan pada hutan tanaman (HTI)
langkah-langkah sebagai berikut: adalah sampai berdiameter 7 cm yang
1) Tinggi tonggak diukur dari permukaan dalam ilmu ukur kayu biasa dikenal
tanah. dengan sebutan ukuran “kayu tebal”
2) Di sepanjang batang yang sudah rebah (thick-wood sortimen).
dibentangkan meteran dari pangkal 7) Pengukuran seksi-seksi juga dilakukan
sampai ujung. pada cabang-cabang yang diameternya
3) Batang pokok bebas cabang “dibagi” lebih dari 10 cm (hutan alam) atau 7 cm
menjadi seksi-seksi sepanjang 1 m. (hutan tanaman). Titik-titik pengukuran
Panjang seksi terakhir (paling ujung) pada cabang ini diberi nama: Pxx-Czz-rr
bisa kurang atau lebih dari l m dan dimana xx = nomor pohon contoh, zz =
diukur dalam satuan sepersepuluh nomor cabang (diurutkan mulai cabang
meter, misalnya 0,5 m; 0,6 m; 0,7 m; terendah), rr = nomor titik pengukuran.
0,8 m; 0,9 m; 1,0 m; 1,1 m; 1,2 m; 1,3 8) Pengukuran diameter dilakukan
m; atau 1,4 m. Ketentuannya adalah menggunakan kaliper. Setiap diameter
sebagai berikut: diukur dua kali dengan ketentuan
(a) Apabila panjangnya kurang dari atau sebagai berikut: diameter terpendek
sama dengan 0,4 m digabungkan diukur terlebih dahulu, diameter kedua
dengan seksi sebelumnya, sehingga diukur dengan arah tegak lurus dari
seksi terakhir panjangnya bisa 1,1 m arah diameter terpendek. Kedua hasil
atau 1,2 m atau 1,3 m atau 1,4 m. pengukuran dicatat dalam tallysheet.
(b) Apabila panjangnya lebih dari 0,4 m, 9) Pada tiap titik pengukuran diameter
dijadikan satu seksi tersendiri dengan (baik batang maupun cabang),
52 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

dilakukan pengukuran tebal kulit pada dari luas bidang dasar dan panjang
4 (empat) sisi. Pengukuran tebal kulit batang dengan (sudah barang tentu)
dilakukan dengan”mencongkel” kulit memperhatikan suatu faktor tertentu
menggunakan parang atau kapak sebagai koreksi karena batang pohon
kemudian “congkelan” kulit diukur tidak betul-betul berbentuk silindris.
dengan menggunakan sigmat (kaliper Dalam cara ini volume pohon dinyatakan
kecil). sebagai fungsi dari diameter (D) dan
10) Tebal kulit diukur dan dicatat dalam tinggi pohon (H) atau V = f( D, H)
satuan milimeter.
Kemudian karena pada umumnya
terdapat hubungan yang erat antara
c. Pengolahan Data tinggi dengan diameter, maka seringkali
volume pohon dapat diduga berdasarkan
1) Apabila pengukuran diameter dilakukan diameternya saja.
dengan mengukur keliling menggunakan
pita ukur, maka besarnya diameter diisi V = f (D)
dengan hasil transformasi menggunakan
rumus: 7) Penilaian ketelitian model pendugaan
volume pohon didasarkan pada
diameter = keliling/π atau keliling/3,14159 besarnya simpangan agregatif (SA) dan
rataan persentase simpangan rata-rata
2) Apabila pengukuran diameter dilakukan (SR). Perhitungan SA dan SR adalah
dengan menggunakan kaliper dimana sebagai berikut:
pengukuran dilakukan dua kali, maka
harus dihitung “diameter rata-rata”: SA = {(ƩVd -ƩVa) / ƩVd } x 100%
SR=[Ʃ|(Vd-Va)/ Vd x 100%] / N
diameter rata-rata= (diameter terpendek +
diameter arah tegak lurusnya)/2 di mana:
3) Dilakukan penghitungan “bidang dasar” Vd: volume dugaan (berdasar model
pada tiap titik pangkal dan ujung seksi pendugaan isi pohon),
batang dengan menggunakan rumus: Va: volume aktual (berdasar data),
N : jumlah data
G = 0,7854 x D2
Model pendugaan volume pohon yang baik
4) Isi tiap seksi batang dihitung dengan adalah persamaan yang mempunyai SA
menggunakan rumus: (G1 +G2)/2 xL kurang dari 1% dan SR kurang dari 10%.
Di mana G1 adalah bidang dasar dengan kulit 8) Setiap model pendugaan volume pohon
baris sebelumnya, G2 adalah bidang dasar yang dihasilkan dapat digunakan untuk
dengan kulit baris yang bersangkutan, dan menyusun tabel volume. Apabila model
L adalah panjang seksi yang bersangkutan. yang digunakan ialah model pendugaan
volume batang bebas cabang, maka
5) Isi pohon dihitung dengan yang dihasilkan ialah tabel volume
menjumlahkan isi semua seksi yang batang bebas cabang. Apabila model
menyusun pohon yang bersangkutan. yang digunakan ialah model pendugaan
volume seluruh pohon (sampai diameter
6) Model pendugaan volume pohon ujung tertentu misalnya 10 cm), maka
disusun dengan cara regresi yang yang dihasilkan ialah tabel volume
berangkat dari hubungan matematik seluruh pohon.
bahwa volume pohon merupakan fungsi
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 53
Perencanaan Kehutanan

G.3. Tabel Tegakan Faktor-faktor yang mempengaruhi etat


tebangan adalah:
Tabel tegakan adalah tabel yang a. Sistem silvikultur yang digunakan
menunjukkan besarnya hasil yang
b. Rotasi tebangan yang digunakan
diharapkan dari suatu tegakan hutan
menurut umur atau kelas indeks tempat c. Diameter minimum yang diijinkan untuk
tumbuh, dan umumnya mencakup informasi ditebang
tentang diameter rata-rata, peninggi, d. Luas areal berhutan yang dapat
jumlah batang, bidang dasar, volume kayu dilakukan penebangan
berdiri, volume kayu penjarangan, dsb. e. Massa tegakan
f. Jenis pohon
Penggunaan tabel tegakan antara lain g. Kriteria pohon inti
untuk perencanaan penjarangan dan untuk
h. Kriteria pohon induk
penentuan massa tegakan (standing stok),
baik massa tegakan saat itu maupun massa i. Faktor pengaman (fp) dan faktor
tegakan di masa mendatang (forecasting) eksploitasi (fe)
seperti dilakukan pada penataan hutan.
Contoh tabel tegakan hutan adalah tabel Untuk menentukan etat luas dalam sistem
tegakan 10 jenis kayu industri, yang silvikultur TPTI untuk HPH baru digunakan
merupakan tabel tegakan jenis-jenis rumus berikut:
kayu yang ditanam di Indonesia pada
umumnya dan jenis-jenis kayu industri Etat Luas = (luas areal berhutan-luas
pada khususnya, didasarkan kepada hasil- kawasan lindung dalam areal berhutan)/
hasil pengukuran dan observasi dalam rotasi tebang
petak-petak coba permanen yang tersebar
di Pulau Jawa. Sedangkan untuk menentukan etat luas
dalam sistem silvikultur TPTI untuk SK HPH
Addendum penambahan/pengurangan
G. 4. Pengaturan Produksi digunakan rumus:
Inti dari pengaturan produksi adalah Etat Luas = (luas virgin forest-luas kawasan
penentuan etat. Etat adalah besarnya porsi lindung dalam virgin fores)/(rotasi tebang-
luas atau massa kayu atau jumlah batang umur perusahaan)
yang boleh dipungut setiap tahun selama
jangka pengusahaan yang menjamin Selanjutnya penentuan Etat Jumlah Batang
kelestarian produksi dan sumber daya. dan Etat Volume digunakan rumus berikut:
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan Etat Jumlah Batang = Etat luas x Jumlah
dalam kegiatan penebangan untuk produksi batang tiap ha x fp x fe
kayu adalah:
a. Etat volume tidak diperkenankan Etat Volume = Etat luas x Volume kayu tiap
melebihi pertumbuhan tegakan (riap) ha x fp x fe
b. Pemanfaatan semua jenis kayu komersil Keterangan:
secara optimal fp= faktor pengaman
c. Menjamin kelestarian produksi dan fe= faktor eksploitasi
kelestarian hutan
d. Memperhatikan kebijaksanaan peme-
rintah di bidang pengusahaan hutan
e. Menjamin fungsi perlindungan hutan.
54 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

G. 5. Teknologi Perpetaan jauh (inderaja/remote sensing) yang cepat


sangat berguna dalam pengelolaan kawasan
Kebutuhan data geospasial (DG) dan hutan, terutama untuk mendapatkan data
informasi geospasial (IG) semakin dan informasi yang mendekati waktu terkini
meningkat dan harus tersedia secara (near real time) yang penting dalam proses
cepat sehingga perkembangan teknologi pengambilan keputusan.
pemetaan memberikan kontribusi penting
dalam mewujudkan kebijakan satu data Saat ini telah tersedia berbagai data citra
Indonesia (Peraturan Presiden Nomor 38 satelit optik, radar, LiDAR dari berbagai
Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia). tingkat resolusi yang tersedia secara
gratis (resolusi rendah-medium), seperti
Pemetaan adalah proses penggambaran LANDSAT, Sentinel maupun resolusi tinggi
informasi yang ada di permukaan bumi yang berbayar. Teknologi pengolahan data
mulai dari pengambilan data secara terestris citra satelit ini juga semakin berkembang,
maupun penginderaan jauh, pengolahan diantaranya melalui teknologi cloud
data dengan metode dan acuan tertentu computing untuk mengatasi kapasitas
serta penyajian data berupa peta secara penyimpanan, sharing dan akses data atau
manual ataupun digital. Dengen demikian, penggunaan teknologi machine learning
secara umum peta dapat didefinisikan dalam pengolahan data.
sebagai output dari kegiatan pemetaan
yang merupakan gambaran dari permukaan Drone atau pesawat udara tanpa awak
bumi pada suatu bidang datar yang dibuat merupakan salah satu teknologi pemetaan
secara kartografis menurut proyeksi dan saat ini sebagai alternatif pemetaan
skala tertentu dengan menyajikan unsur- penginderaan jauh menggunakan citra
unsur alam dan buatan serta informasi lain satelit, yang kadang menghadapi beberapa
yang diinginkan. kendala. Meskipun demikian, drone tidak
serta merta menggantikan satelit karena
Kegiatan pemetaan hutan ditujukan untuk keterbatasan mencakup area yang sangat
membuat atau mengadakan peta dasar luas.
maupun peta tematik sebagai salah satu
dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, Pengoperasian drone untuk kegiatan
dan pengendalian kegiatan dalam bidang kehutanan dalam ruang lingkup
kehutanan. Salah satu teknologi untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan
mendukung kegiatan pemetaan adalah Kehutanan diatur melalui PermenLHK
Sistem Informasi Geografis (SIG). Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/KKL.1/2018
tentang Pengoperasian Pesawat Udara
SIG digunakan sebagai alat bantu untuk Tanpa Awak Lingkup Kementerian
membentuk basis data kehutanan yang Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tahapan
mantap sebagai bahan pengambilan pengoperasian drone ini secara umum
keputusan kebijakan yang berkaitan dengan terdiri atas:
areal atau kawasan hutan. Dengan adanya a. Perencanaan penerbangan, yaitu
SIG maka data daan informasi kehutanan menentukan titik terbang baik titik
baik yang bersifat deskriptif maupun landing maupun take off serta wilayah
numerik/angka akan tertata dengan baik yang akan diambil data photonya;
dan terpetakan secara rapi menggunakan
b. Persiapan take off, yaitu memperhatikan
teknologi digital, serta mempergunakannya
kondisi lingkungan sekitar seperti arah
secara akurat dan cepat untuk keperluan
angin dan ganguan lain yang menggangu
analisis.
penerbangan;
Perkembangan teknologi penginderaan c. Pengambilan data sesuai dengan jalur
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 55
Perencanaan Kehutanan

terbang yang telah direncanakan; 2) Penyajian Peta secara Manual


d. Persiapan landing, mempersiapkan a) Peralatan: rapidograph/isograph,
bahwa lokasi landing harus benar benar sablon, lettering set (manual atau
clear area; elektronis), penggaris panjang,
e. Setelah kegiatan dilapangan selesai, penggaris segitiga (siku-siku)
selanjutnya dilakukan pengolahan dengan berbagai ukuran, klise peta
data dengan software pengolahannya menggunakan drafting film
untuk menggabungkan semua data b) Penggambaran peta di atas
hasil rekaman menjadi produk-produk drafting baik penggambaran isi
pemetaan seperti Digital Elevation peta maupun penggambaran peta
Model (DEM), tutupan lahan. kehutanan terdiri dari:
• Merancang isi peta dan informasi
Berbagai standar secara nasional (SNI) isi peta yang meliputi ukuran
terkait perpetaan telah disusun, begitu lembar peta, simbol, pembagian
juga halnya peraturan dan pedoman lembar peta dan rancangan tata
dalam melakukan kegiatan pemetaan pada letak.
lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan • Penggandaan peta: dengan alat
Kehutanan. mesin “lichtdruk” diatas bahan
kertas ozalid atau dengan alat
a. Tahapan Kegiatan Pemetaan cetak offset.
• Pewarnaan: secara manual
1) Pembuatan Peta Tematik dengan menggunakan cat warna/
a) Peta dasar yang digunakan adalah ekoline atau dengan cetak offset
peta dasar yang telah ditetapkan mengikuti standar warna ITC
dan jelas sumbernya. colour chart.
b) Isi peta harus relevan agar informasi
sesuai dengan tema yang akan 3) Penyajian Peta secara Digital
dibuat a) Diperlukan peralatan komputer
c) Unsur pada peta dasar tidak perlu (PC) yang mampu dilengkapi
disalin atau digambar seluruhya perangkat lunak pemetaan digital.
(dapat digeneralisir) b) Peta manuskrip didigitasi dengan
d) Kaidah-kaidah kartografi yang alat digitilizer.
tercantum dalam petunjuk c) Digiting dengan memperhatikan
penyajian dan penggambaran kaidah kartografi, disesuaikan
kehutanan dengan fasilitas yang ada dalam
e) Pemancangan dan pembuatan program perangkat lunak.
koordinat suatu titik kontrol di d) Pencetakan menggunakan alat
permukaan bumi dapat dilakukan ploter atau pun printer, baik di atas
secara Global Positioning Systems kertas klise (drafting film) maupun
(GPS) kertas biasa (HVS) dan sekaligus
f) Pengukuran azimuth, jarak dan beda pewarnaannya.
tinggi antara titik-titik dipermukaan
bumi dapat digunakan alat kopos b. Tahapan Kegiatan SIG
atau theodolit sesuai dengan
keperluan dan diikatkan terhadap Prosedur input data secara digital dalam SIG
titik kontrol atau titik markam adalah persiapan, digitasi, edgematching,
terdekat. editing, dan attributing.
1) Persiapan, meliputi pengecekan
56 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

peta, pengecekan antar lembar peta, Penyusunan peta digital dilakukan melalui
mempersiapkan titik ikat beserta tahapan-tahapan berikut:
koordinat, pemilahan layer, menyiapkan 1) Penyiapan coverage, penyiapan info
kodifikasi pada setiap layer, dan look up table dan filter keterangan
penyiapan sistematika penyimpanan legenda
coverage.
2) Penyusunan komposisi peta yang
2) Digitasi, dengan metode streamline meliputi setting peta, layout peta,
atau metode point. penampilan unsur coverage dalam
3) Edgematching atau penyambungan sisi komposisi peta, penampilan simbol
peta yang satu dengan sisi peta lainnya. (garis, titik, luasan dan teks), pengaturan
4) Editing, untuk mengkoreksi poligon legenda dan editing elemen komposisi
dan garis, penyusunan topologi, dan peta
pengecekan label error. 3) Penyusunan file plot
5) Atributing, yaitu memasukkan data non-
spasial yang berkaitan dengan kodifikasi
penampakan (legenda) G. 6. Sistem Informasi Manajemen
Kehutanan
Cara kerja SIG kurang lebih sama dengan
cara kerja penimpalan (overlaying) Dalam sistem pengelolaan bidang
berbagai jenis peta tematik untuk kehutanan ke depan, penggunaan
mengetahui informasi suatu wilayah. Teknologi Informasi lebih dioptimalkan
Dalam sistem ini tiap jenis atau tema data sebagai lembaga yang adaptif terhadap
akan disimpan dalam bentuk layer atau perkembangan industri 4.0. Karena
lapisan peta secara digital, sehingga untuk fungsi Teknologi Informasi adalah sebagai
keperluan pengelolaan kawasan hutan di supporting agency, maka pengembangan
suatu unit administrasi pengelolaan hutan dan penerapannya akan menyebar ke
akan terdapat layer yang masing-masing seluruh fungsi organisasi. Penerapan
memberikan informasi seperti yang ada Internet of Things (IoT) bagian dari
pada sebuah peta tematik. Industri 4.0 telah terwujud dan menjadi
kenyataan yang masih perlu ditingkatkan
Sebagai contoh SIG suatu provinsi kualitasnya. Melakukan pengumpulan
mempunyai layer yang berisi informasi dan penggunaan informasi dari berbagai
mengenai kerja HPH, areal kerja HTI, sumber dalam bentuk big data sebagai
perkebunan, transmigrasi dan pemukiman; bahan untuk membuat keputusan yang
sehingga bila kita ingin mengatahui areal lebih baik. Pengembangan teknologi
transmigrasi dan pemukiman yang berada untuk pengenalan jenis kayu, pemetaan,
diareal kerja HPH atau HTI maka SIG dapat pemanfaatan drone, pemanfaatan sensor-
membantu mengadakan overlaying dengan sensor untuk pengembangan robot
cepat dan akurat untuk mendapatkan dan dan citra satelit beresolusi tinggi serta
luas dan lokasi areal tersebut. pengembangan aplikasi akan ditingkatkan
untuk mendukung sistem pengelolaan
Dalam SIG perpetaan yang dimaksudkan bidang kehutanan.
adalah hasil dari digitalisasi peta manual
menjadi peta atau data geografis digital. Sistem informasi manajemen
Peta atau data geografis digital. Peta atau kehutanan berbasis WEB/WEB GIS
data geografis digital ini bisa berbentuk file merupakan perangkat yang mendukung
plot atau hasil cetakan jadi (hard copy). tersampaikannya informasi secara cepat
dan mudah diakses. Melalui pengembangan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 57
Perencanaan Kehutanan

sistem informasi manajemen kehutanan Secara khusus sistem informasi


berbasis web akan mengoptimalkan geospasial lingkup KLHK diatur melalui
pemanfaatan teknologi informasi untuk PermenLHK Nomor P.28/MenLHK/Setjen/
mendukung perencanaan kehutanan. KUM.1/2/2016, yaitu untuk mewujudkan
Sistem informasi kehutanan diatur melalui optimalisasi penyelenggaraan sistem
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/ informasi geospasial lingkup KLHK yang
Menhut-II/2010. terintegrasi, akurat, aman dan transparan
dalam rangka mendukung pengurusan
Berbagai sistem informasi manajemen hutan lestari dan pengelolaan lingkungan
kehutanan telah dikembangkan, seperti hidup.
SIMONTANA, SiPongi, SiMATAG-0,4m,
INCAS. SIMONTANA (Sistem Monitoring
Kehutanan Nasional) adalah sistem yang G. 7. Aplikasi Android
dikembangkan oleh Direktorat Jenderal
Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Perkembangan teknologi smartphone
Kementerian Lingkungan Hidup dan sangat cepat, dan hal ini memberikan
Kehutanan untuk menyediakan data dan manfaat yang sangat penting dalam bidang
informasi sumber daya hutan berbasis kehutanan. Android merupakan platform
spasial yang andal, terkini, dan terpercaya open source yang saat ini banyak digunakan
secara transparan dalam pengurusan hutan pada sebagian besar smartphone di
nasional yang lebih baik dan meningkatkan masyarakat. Memiliki keunggulan dalam
kualitas lingkungan hidup. menyediakan tools dan frameworks yang
lengkap untuk pengembangan aplikasi
SiPongi adalah sistem informasi mobile. Sistem android menggunakan
yang dikembangkan oleh Direktorat database untuk menyimpan informasi
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, penting yang diperlukan agar tetap
Kementerian Lingkungan Hidup dan tersimpan meskipun device dimatikan.
Kehutanan untuk deteksi dini pengendalian Sistem penyimpanan data pada database,
kebakaran hutan dan lahan yang berbasis sistem android menggunakan SQLite yang
aplikasi dan web. merupakan suatu open source database
yang cukup stabil dan banyak digunakan
SiMATAG-0,4m (Sistem Informasi Muka pada banyak device berukuran kecil.
Air Tanah Gambut 0,4 meter) merupakan
sistem yang dikembangkan oleh Direktorat Teknologi android ini digunakan sebagai
Jenderal Pengendalian Pencemaran dan perangkat sistem informasi atau aplikasi
Kerusakan Lingkungan, Kementerian berbasis android. Berbagai aplikasi berbasis
Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai android yang mendukung kemudahan
upaya monitoring tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan-kegiatan kehutanan
pelaksanaan pemulihan fungsi Ekosistem telah dikembangkan dan dapat diunduh
Gambut melalui pengumpulan database di playstore, seperti pengukuran tinggi,
pemantauan Tinggi Muka Air Tanah diameter, tutupan tajuk, geospasial, Alat
(TMAT) dan curah hujan di areal konsesi Identifikasi Kayu Otomatis-Kementerian
maupun lahan masyarakat. INCAS Lingkungan Hidup dan Kehutanan (AIKO-
(Indonesia National Carbon Accounting KLHK) yang dikembangkan oleh Pusat
System) adalah sistem perhitungan karbon Litbang Hasil Hutan, BLI KLHK. Sedangkan
nasional yang dikembangkan oleh Pusat sebagai sistem informasi diantaranya
Litbang Hutan Badan Litbang dan Inovasi sebagai perangkat KTP Pohon (kartu
(BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan identitas pohon) yang dikembangkan oleh
Kehutanan (KLHK). Pusat Litbang Hutan, BLI KLHK.
58 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

Bahan Bacaan

Badan Litbang dan Inovasi. (2019). Peraturan Kepala Badan Litbang dan Inovasi Nomor P.4/
LITBANG/SET/PLA.2/2/2019 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta: Badan Litbang dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Balitbanghutbun. (1998). Buku tatanan praktek pengelolaan hutan Indonesia. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan (BALITBANGHUTBUN).
Biro Perencanaan dan Keuangan. (2007). Desentralisasi kehutanan Indonesia. Jakarta: Sekretariat
Jenderal Departemen Kehutanan.
Bruce, J. (1993). Do indigenous tenure systems constrain agricultural development? Dalam T.
Bassett, & D. Crummey (Penyunt.), Land in African agrarian system. Madison: University of
Wisconsin Press.
Budiningsih, K., Ekawati, S., Sylviani, Suryandari, E. Y., & Gamin. (t.thn.). Tipologi KPH. Laporan
Penelitian, Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan.
Burley, J., Evans, J., & Youngquist, J. A. (Penyunt.). (2004). Encyclopedia of forest sciences. UK:
Elsevier Ltd.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. (1999). Panduan kehutanan Indonesia. Jakarta:
Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia.
Departemen Kehutanan. (1992). Manual kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik
Indonesia.
Departemen Kehutanan. (2006). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.10/Menhut-II/2006
tentang Inventarisasi Hutan Produksi Tingkat Unit Pengelolaan Hutan. Jakarta: Departemen
Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2010). Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan upaya mitigasi terhadap
perubahan iklim. Dipetik April 1, 2010, dari www.dephut.go.id.
Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Hutan. (2013). Potensi land swap. Workshop Penanganan
Akar Masalah Deforestasi dan Degradasi Hutan dalam Implementasi REDD+ dan RAN GRK
Sektor Kehutanan. Jakarta: Direktorat Jenderal Planologi.
Direktorat Jenderal Kehutanan. (1976). Vademecum kehutanan Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian.
Dirjen Planologi Kehutanan. (2010). Gambaran umum pembangunan KPH. Jakarta: Direktorat
Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Dirjen Planologi.
Dirjen Planologi Kehutanan. (2013). Data KPH update sampai Januari 2013. Diambil kembali dari
www.kph.dephut.go.id.
Ekawati, S. (2013). Desentralisasi pengelolaan hutan lindung: Proses pembuatan dan implementasi
kebijakan. Dalam H. Kartodihardjo (Penyunt.), Kembali ke jalan lurus: Kritik penggunaan
ilmu dan praktek kehutanan Indonesia. Yogyakarta: Forci Development bekerjasama
dengan Tanah Air Beta.
FAO. ( 2000). Definition and basic principles of sustainable forest management in relation to criteria
and indicators. Dipetik Februari 2014, 2014, dari http://www.fao.org.
FAO. (2002). The state of food insecurity in the World 2002. Diambil kembali dari http://www. fao.
org/DOCREP/OO5/Y7352E/y7352e05.htm.
Franklin, S. E. (2001). Remote sensing for sustainable forest management. USA: CRC Press LLC.
Hernowo, B. (2011). Pembangunan KPH sebagai prioritas nasional. Peluncuran Buku KPH, 2
Desember. Jakarta: Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Kementerian
PPN/ BAPPENAS.
ITTO. (2003). Philipine set of criteria and indicator for sustainable forest management: Manual and
reporting framework. International Tropical Timber Organization (ITTO).
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 59
Perencanaan Kehutanan

Julian, & Dunster, K. (1996). Dictionary of natural resource management: The Comprehensive,
single source guide to natural resources management terms. Canada: UBC Press.
Kangas, A., & Maltamo, M. (Penyunt.). (2006). Forest inventory : Methodology and application.
Netherlands: Springer.
Kanninen, M., Murdiyarso, D., Seymour, F., Angelson, A., Wunder, S., & German, L. (2007). Do trees
grow on money? The implications of deforestation research for policies to promote REDD.
Forest Perspectives(4).
Karsudi, Rinekso, S., & Kartodihardjo. (2010, Agustus). Model pengembangan kelembagaan
pembentukan wilayah kesatuan pengelolaan hutan di provinsi Papua. JMHT, XVI(2), 92-100.
Kartodihardjo, H. (2008). Kerangka hubungan kerja antar lembaga sebelum dan setelah adanya
KPH: Upaya peningkatan investasi dan efektivitaspengelolaan hutan. Jakarta: GTZ.
Kartodihardjo, H., Bramastho, N., & Hariyanto, R. P. (2011). Pembangunan kesatuan pengelolaan
hutan (KPH): Konsep, peraturan perundangan dan implementasi. Jakarta: Direktorat
Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Direktorat Jenderal
Planologi.
Kartodihardjo, H., Bramastho, N., & Hariyanto, R. P. (2013). Memahami politik adopsi hasil
penelitian sebagai strategi pengembangan KPH: Studi literatur dan pengalaman empiris.
Materi pada Ekspose Hasil Penelitian di Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru, 19
September . Banjarbaru: Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. 2020. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.11/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2020 tentang
Hutan Tanaman Rakyat.  Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Kementerian Kehutanan (2011). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.5/Menhut-II/2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut-II/2009 tentang
Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu pada Hutan Produksi. Jakarta: Kementerian Kehutanan
Kementerian Kehutanan. (2006). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.67/Menhut-II/2006
tentang Kriteria dan Standar Inventarisasi Hutan. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan RI.
Kementerian Kehutanan. (2009). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.33/Menhut-II/2009
tanggal 11 Mei 2009 tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB)
pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Produksi. Jakarta: Kementerian
Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2010). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010
tentang Sistem Perencanaan Kehutanan. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 460.
Kementerian Kehutanan. (2010). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/Menhut-II/2010
tentang Sistem Informasi Kehutanan. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2011). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.49/Menhut-II/2011
tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) tahun 2011-2030. Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 381.
Kementerian Kehutanan. (2012). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/Menhut-II/2012
tentang Pengukuhan Kawasan Hutan. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
1242.
Kementerian Kehutanan. (2012). Perbaikan tata kelola kehutanan Indonesia melalui pembangunan
KPH. Dipetik Februari 25, 2014, dari http://www.kph.dephut.go.id/.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/KKL.1/2018 tentang Pengoperasian Pesawat
Udara Tanpa Awak Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
60 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perencanaan Kehutanan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor P.41/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 tentang Rencana Kehutanan
Tingkat Nasional Tahun 2011-2030. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kencana, I. ( 1997). Ilmu administrasi publik. Jakarta: Rineka Cipta.
Kohl, M., Magnussen, S., & Marchetti, M. (2006). Sampling methods, remote sensing and GIS
multiresource forest inventory. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Korf, B. (2002). Ethnicised entitlements in land tenure of protracted conflicts: the case of Sri Lanka.
9th Biennial IASCP Conference “ The Commons in an Age of Globalization’ . Victoria Falls,
Zimbabwe.
KPK. (2013). Nota kesepakatan bersama rencana aksi percepatan pengukuhan kawasan hutan,
Lampiran 3 : Resolusi konflik. Dipetik Februari 25, 2014, dari http://www.kpk.go.id.
Laar, A. V., & Akca, A. (Penyunt.). (2007). Forest mensuration. Netherlands: Springer.
Lestiawati, Y. (2005, Februari). Kehutanan daerah di era desentralisasi penghambat koordinasi ?
Governance Brief(5).
Mandallaz, D. (2007). Sampling techniques for forest inventories. Florida: Chapman & Hall/CRC.
Montagnini, F., & Jordan, C. F. (2005). Tropical forest ecology : The basis for conservation and
management. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Nasir, M. M. (2012). Resolusi konflik terhadap sengketa penguasaan lahan dan pengelolaan sumber
daya alam. Kertas Kerja EPISTEMA (3).
Ngakan, P. O., Komarudin, H., & Moeliono, M. (2008). Menerawang kesatuan pengelolaan hutan di
era otonomi daerah. Governace Brief (38).
Nugroho, B., Kartodihardjo, H., & Soedarso, S. (2013). Pola pengelolaan keuangan badan layanan
umum daerah menuju kemandirian KPH. Jakarta: Direktorat Wilayah Pengelolaan dan
Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Direktorat Jenderal Planologi.
Ontario Ministry of Natural Resources. (2003). Management units in Ontario: What are
management units. Dipetik Februari 25, 2014, dari www.mnr.gov.on.ca.
Republik Indonesia. (2004). Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Kehutanan. Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 146.
Republik Indonesia. (2007). Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82.
Republik Indonesia. (2007). Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22.
Republik Indonesia. (2008). Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 No. 16.
Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Lembaran Negara No. 244.
Republik Indonesia. (2019). Peraturan Presiden R.I Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data
Indonesia. Lembaran Negara No. 112.
Robinson, B. E., Holland, M. B., & Naughton-Treves, L. (2011). Does Secure Land Tenure save
Forests? A review of the relationship between land tenure and tropical deforestation.
CCAFS Working Paper(7).
Safitri, M. A. (2010). Forest tenure in Indonesia: The socio-legal challenges of securing communities’
rights. Leiden: Leiden University.
Safitri, M. A. (2012). Pengelolaan hutan berbasis masyarakat, konflik kehutanan dan keadilan
tenurial: Peluang dan limitasi. Makalah disampaikan dalam Semiloka Menuju Kawasan
Hutan yang Berkepastian Hukum dan Berkeadilan.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 61
Perencanaan Kehutanan

Safitri. M.A. (2018). Keadilan Agraria di Kawasan Hutan: Menafsirkan Tanggung Jawab Negara
terhadap Reforma Agraria. Dalam Reforma Agraria di Kehutanan: Ragam Masalah dan
Tantangan. Edisi Revisi. Cahyo, E., Hakim, I., Wibowo, L. dan Ginoga, K (eds). Bogor. IPB
Press.
Scale up. (2011). KPH dan pengelolaan hutan kolaboratif. Dipetik Februari 24, 2014, dari http://
www.scaleup.go.id.
Shivje, I. G., Moyo, S., Gunby, D., & Ncube, W. (1998). National land policy framework. Draft
discussion paper, Ministry of Lands and Agriculture, Harare.
Silpakar, S. (2008). Implications of land tenure on food sufficiency in Dang District. MSc thesis
submitted to Purbanchal University.
Simon, H. (1996). Metode inventore hutan. Yogyakarta : Aditya media.
Suhendang, E. (2007). Arah dan skenario pengembangan pemantapan kawasan hutan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Supratman. (2008). Desain model pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Kabupaten
Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Jurnal Perenial, 5(1).
Suprianto, T. (2012). Kesatuan pengelolaan hutan menuju pemanfaatan hutan lestari. Jakarta:
UNREDD.
Vanclay, J. K. (1994). Modelling forest growth and yield : Applications to mixed tropical forests.
Wallingford UK: CAB International.
West, P. (2009). Tree and forest measurement. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Westoby , J., & Leslie, A. (1987). The Purpose of forest : The Follies of development. Oxford : Basil
Blackwell.
World Bank. (2013). Forest investment program kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dokumen
Informasi Proyek (Project Information Document).
Yuwono, T. (2008). 2011: Finalisasi pembentukan KPH, mungkinkah? Berkaca dari pembentukan
Houtvesterij di Jawa. Diambil kembaali dari https://komunitashijauhitam.wordpress.
com/2008/11/12/2011-finalisasi-pembentukan-kph-mungkinkahby-teguh-yuwono/
Semburat Mentari di Hutan Penelitian Arcamanik
Ujung Berung, Kabupaten Bandung
Herman Prasetyo
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 63
Pengelolaan Hutan

BAB IV
PENGELOLAAN
HUTAN

A. Ruang Lingkup
Pengelolaan hutan ditujukan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat sesuai
dengan amanat Undang-Undang Dasar
1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Pengelolaan hutan di
Indonesia di atur dalam Undang-Undang
Mengukur Diameter
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Herman Prasetyo
pada Bab V. Ruang lingkup pengelolaan
hutan sesuai pasal 21 meliputi kegiatan:
1. Tata hutan dan penyusunan rencana juga tanggung jawab semua orang, mulai
pengelolaan hutan; dari sektor swasta sampai dengan anggota
2. Pemanfaatan hutan dan penggunaan masyarakat akar rumput. Pengelolaan
kawasan hutan; hutan bukan hanya mengenai ekonomi
3. Rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan kayu, atau konservasi keanekaragaman
4. Perlindungan hutan dan konservasi alam. hayati, flora atau fauna, tetapi juga
mengenai keseluruhan pengelolaan hutan.
Sejak tahun 2015 telah dilakukan perubahan Hutan dengan berbagai fungsinya harus
kebijakan untuk meningkatkan partisipasi memberikan manfaat bagi kehidupan dan
masyarakat dalam pengelolaan hutan kesejahteraan jutaan rakyat Indonesia.
dengan menciptakan struktur kepemilikan
lahan yang adil dan mengutamakan sumber Pengelolaan hutan yang awalnya
daya hutan untuk kesejahteraan rakyat berfokus pada pengelolaan kayu telah
Indonesia, seperti program Tanah Obyek dilakukan perubahan ke arah pengelolaan
Reforma Agraria (TORA) dan aktualisasi ekosistem bentang alam hutan secara
Perhutanan Sosial (PS) secara utuh dan holistik, yang mencakup perhutanan
luas, mengakui eksistensi dan memberikan sosial dan pengelolaan hutan berbasis
ruang lebih kepada Masyarakat Hukum Adat masyarakat. Kombinasi pengelolaan hutan
(MHA) untuk mengelola hutan dan sumber dan penggunaan lahan yang lebih baik
daya alam sekitarnya sesuai kearifan lokal merupakan reorientasi strategis menuju
dan pengetahuan tradisionalnya yang pengelolaan hutan yang lebih bijaksana
telah berlangsung secara turun temurun, dengan mempertimbangkan nilai-nilai adat,
serta mendorong perusahaan swasta perhutanan sosial, unsur-unsur reforma
untuk melibatkan atau bermitra dengan agraria, dan penegakan hukum.
masyarakat.
Dalam pengelolaan hutan Indonesia
Tanggung jawab pengelolaan hutan bukan terdapat istilah kawasan hutan dan
hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi area berhutan. Kawasan hutan adalah
64 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

suatu lahan yang ditunjuk sebagai hutan mana seluruh kawasan hutan di Indonesia
tetap. Pada kondisi ini lahan tersebut akan terbagi dalam wilayah-wilayah
tidak harus bervegetasikan pohon tapi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) serta
memiliki fungsi konservasi, lindung, dan akan menjadi bagian penguatan sistem
produksi yang sesuai dengan rencana tata pengurusan hutan.
ruang. Sementara area berhutan adalah
suatu lahan yang bervegetasi pohon baik Kegiatan tata hutan di KPH ini terdiri tata
terdapat di dalam kawasan hutan maupun batas, inventarisasi hutan, pembagian ke
di luar kawasan hutan. Area berhutan dapat dalam blok atau zona, pembagian petak
berupa hutan yang tumbuh secara alami dan anak petak, dan pemetaan. Tata hutan
maupun hutan buatan. ini kemudian digunakan untuk menyusun
Rencana Pengelolaan Hutan untuk jangka
Klasifikasi hutan ini berdampak pada waktu tertentu, yaitu rencana pengelolaan
kepengurusan hutan. Kegiatan Tata Hutan hutan jangka panjang dan rencana
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan pengelolaan hutan jangka pendek.
Hutan, serta Pemanfaatan Hutan dalam
rangka pengelolaan hutan diatur pada Secara teknis kegiatan tata hutan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun penyusunan rencana pengelolaan hutan
2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan khususnya pada KPH Lindung dan KPH
Rencana Pengelolaan Hutan, serta Produksi diatur dalam Peraturan Dirjen
Pemanfaatan Hutan, sebagaimana telah Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-
diubah dengan Peraturan Pemerintah WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis
Nomor 3 Tahun 2008. Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan pada Kesatuan
Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan
unit pengelolaan hutan, dengan tujuan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
untuk memperoleh manfaat yang sebesar- (KPHP).
besarnya bagi masyarakat secara lestari.
Pembentukan wilayah pengelolaan hutan Pemanfaatan kawasan hutan dapat
tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dilakukan pada semua kawasan hutan
dengan mempertimbangkan karakteristik kecuali pada hutan cagar alam serta zona
lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi inti dan zona rimba pada taman nasional.
daerah aliran sungai, sosial budaya, Upaya untuk mendorong perbaikan
ekonomi, kelembagaan masyarakat pengelolaan hutan juga diwujudkan
setempat termasuk masyarakat hukum melalui reorientasi pemanfaatan hasil
adat dan batas administrasi pemerintahan. hutan melalui optimasi multiguna hutan
Selain itu, pengelolaan hutan juga harus dengan memanfaatkan semua potensi
mempertimbangkan hubungan antara yang terdapat di dalam hutan produksi,
masyarakat dengan hutan, aspirasi, dan baik berupa kayu, hasil hutan bukan kayu
kearifan tradisional masyarakat. maupun jasa lingkungan, sehingga hutan
produksi dapat mendukung ketahanan
Pembentukan unit pengelolaan hutan yang pangan, ketahanan energi dan ketersediaan
melampaui batas administrasi pemerintahan air yang layak konsumsi. Moratorium atas
karena kondisi dan karakteristik serta izin-izin baru, tersedianya suatu sistem
tipe hutan, penetapannya diatur secara untuk sertifikasi Pengelolaan Hutan
khusus oleh Menteri. Pembentukan unit Produksi Lestari (PHPL) yang bertujuan
pengelolaan hutan didasarkan pada kriteria untuk menghentikan pembalakan liar serta
dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri sistem lacak balak (chain of custody) yang
(pasal 17 UU Nomor 41 tahun 1999) di menjamin legalitas kayu, yang dikenal
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 65
Pengelolaan Hutan

dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999


(SVLK) dan sistem untuk menyelesaikan tentang Kehutanan dapat dilaksanakan
konflik-konflik yang berkaitan dengan untuk tingkat propinsi, kabupaten/kota, dan
penguasaan hutan dengan melibatkan unit pengelolaan. Namun sejak penetapan
masyarakat dan daerah-daerah sekitar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
hutan, termasuk masyarakat Adat. tentang Pemerintahan Daerah mengubah
pola pengelolaan sumber daya alam (SDA)
Secara umum, arahan makro pemanfaatan termasuk sumber daya hutan yang awalnya
kawasan hutan terdiri atas kawasan untuk sampai ke tingkat kabupaten/kota menjadi
konservasi, kawasan untuk perlindungan hanya sampai ke tingkat provinsi.
hutan alam dan lahan gambut, kawasan
untuk rehabilitasi, kawasan untuk B. Pengelolaan Hutan Produksi
pengusahaan skala besar dan skala kecil/
masyarakat, serta kawasan untuk non B.1. Pengertian
kehutanan. Pengelolaan hutan lestari (PHL) adalah
Pengelolaan melalui rehabilitasi hutan dan pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip-
lahan dimaksudkan untuk memulihkan, prinsip pembangunan berkelanjutan.
mempertahankan, dan meningkatkan Konsep ini bermula dari kelestarian hasil
fungsi hutan dan lahan sehingga daya produksi, panen yang terukur berdasarkan
dukung, produktivitas, dan peranannya hasil panen yang sama dari tahun ke tahun,
dalam mendukung sistem penyangga tidak menurun atau panenan progresif.
kehidupan tetap terjaga. Pengelolaan hutan Sesuai perkembangan lingkungan hidup dan
juga dilakukan melalui penyelenggaraan kelestarian sumber daya alam, maka sistem
perlindungan hutan dan konservasi alam pengelolaan hutan harus dapat menjamin
bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan kelestarian multidimensi, yaitu kelestarian
dan lingkungannya, agar fungsi lindung, sumber daya alam, kelestarian hutan dan
fungsi konservasi, dan fungsi produksi, hasil hutan, kelestarian fungsi lingkungan,
tercapai secara optimal dan lestari. dan kelestarian manfaat bagi masyarakat.
Kepengurusan atau kewenangan Pemerintah Indonesia bersama-sama para
pengelolaan hutan berada di pemerintah pemangku kepentingan di bidang kehutanan
pusat dan atau pemerintah daerah. merumuskan standar Pengelolaan Hutan
Namun dengan beragam kekhasan daerah Produksi Lestari (PHPL). Standar ini untuk
serta kondisi sosial lingkungan yang menjamin bahwa produksi hasil hutan
membutuhkan kemampuan pengelolaan yang beredar adalah legal serta menjamin
secara khusus, maka pengelolaan hutan di kelestarian hutan dan ekologi di sekitarnya.
wilayah tertentu dapat dilimpahkan kepada
BUMN yang bergerak di bidang kehutanan Proses produksi dari hutan merupakan satu
yang pembinaannya di bawah menteri. rangkaian kegiatan yang lengkap dalam
BUMN yang dapat diberi kewenangan sistem silvikultur yang dimulai kegiatan
pengelolan hutan diantaranya perusahaan penanaman, pemeliharaan tegakan hutan
umum (Perum), perusahaan jawatan sampai memperoleh tegakan hutan yang
(Perjan), maupun perusahaan perseroan siap dipanen dan dilakukan pemanenan.
(Persero). Selanjutnya setelah dipanen, pada rotasi
berikutnya akan dilakukan tindakan
Kewenangan pengelola hutan berada pada silvikultur sesuai dengan tahapan dalam
wilayah tertentu melalui pembentukan rangkaian sistem silvikultur sampai tegakan
wilayah pengelolaan hutan. Pembentukan siap panen, dan begitu seterusnya.
wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan
66 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Dalam konsep proses produksi ini, maka alam hingga kondisi potensi tegakannya
hutan sebagai pabrik dan sekaligus sebagai optimal untuk ditebang berikutnya. Cara
luaran (output) dari proses produksi. Oleh pemulihannya bisa menerapkan salah
karena itu, upaya yang dilakukan dalam satu sistem silvikultur atau kombinasi dua
proses produksi melalui penerapan teknik atau lebih sistem silvikultur sesuai dengan
silvikultur tertentu termasuk pemberian karakteritik hutan dan lahan. Ada beberapa
masukan teknologi tertentu yang dianggap sistem silvikultur dalam pengelolaan hutan
paling tepat merupakan upaya dalam proses produksi antara lain sistem silvikultur TPTI,
produksi untuk menghasilkan tegakan Tebang Pilih Tanam Jalur dengan Teknik
hutan yang paling mendekati tegakan Silvikultur Intensif (TPTJ-Silin), Tebang Pilih
hutan ideal yang dapat dibangun di tempat Tanam Rumpang (TPTR), Tebang Habis
tersebut. Tegakan ideal berdasarkan konsep Permudaan Buatan. Jika penerapan dua
pengelolaan hutan seperti ini merupakan atau lebih sistem silvikultur dalam satu unit
hutan tanaman monokultur dan satu umur manajemen, maka sistem silvikulturnya
(even aged) yang dimungkinkan memiliki disebut Multisistem Silvikultur.
pertumbuhan tegakan tertinggi, bentuk
dan kesehatan pohon yang terbaik dengan B.2. Jenis-jenis Pengelolaan Hutan Produksi
menerapkan perlakuan silvikultur terbaik Bentuk pengelolaan hutan produksi di
dan tepat di tempat tersebut. Indonesia diterapkan dalam bentuk sistem
Cara pemanenan kayu yang lazim diterapkan silvikultur. Sistem silvikultur adalah proses
dalam setiap tegakan menggunakan cara pemanenan sesuai tapak/tempat tumbuh
tebang habis, sedangkan cara peremajaan berdasarkan formasi terbentuknya hutan
permudaannya dilakukan dengan cara yaitu proses klimatis dan edaphis dari tipe-
permudaan buatan atau permudaan tipe hutan yang terbentuk dalam rangka
alami. Oleh karena itu, cara penebangan pengelolaan hutan lestari atau teknik
dan permudaan seperti ini dalam sistem bercocok tanaman hutan mulai dari memilih
silvikultur diterapkan Sistem Tebang Habis benih atau bibit, menyemai, menanam,
dengan Permudaan Buatan (THPB) atau memelihara tanaman dan memanen.
Tebang Habis dengan Permudaan Alam. Sesuai dengan asas kelestarian hasil yang
mendasari pengelolaan hutan, maka
Penggabungan prinsip pemanenan dan pemilihan sistem silvikultur memerlukan
permudaan ini diterapkan pada sistem pertimbangan yang seksama, mencakup
silvikultur di hutan alam tropika Indonesia keadaan/tipe hutan, sifat silvik, struktur,
yang kondisi tegakan hutannya berupa komposisi, tanah, topografi, pengetahuan
hutan campuran (heterogen) dan tidak profesional rimbawan, dan kemampuan
seumur (uneven-aged) yang tumbuh secara pembiayaan.
alami dengan kondisi yang masih baik. Cara
penebangan dilakukan dengan cara tebang Hutan tropika basah untuk fungsi produksi
pilih dengan limit diameter tertentu, di Indonesia, dari segi pembentukkannya
hal ini menunjukkan tebang habis untuk secara alam dan pengaruh aktifitas manusia
kondisi pohon yang berdiameter di atas terdiri atas ekosistem alam dan ekosistem
yang ditetapkan. Cara permudaannya bisa buatan yang meliputi berbagai ekosistem
diterapkan sistem permudaan alami seperti hutan yaitu:
pada sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam a. Ekosistem alam seperti hutan hujan
Indonesia (TPTI). tropika, hutan musim, hutan rawa, hutan
gambut, hutan kerangas dan Hutan
Hutan alam produksi yang kondisinya rusak, Mangrove.
maka perlu dikembalikan kondisi hutan b. Ekosistem buatan pada kawasan hutan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 67
Pengelolaan Hutan

seperti hutan tanaman industri dan ekologi dan dampak positif bagi sosial
hutan tanaman rakyat ekonomi termasuk mempertahankan dan
meningkatkan produktivitas hutan.
Pada kawasan hutan produksi ekosistem
alam, diberikan Izin Usaha Pemanfaatan a. Tebang Pilih Indonesia (TPI)
Hasil Hutan Kayu Hutan Alam yang
selanjutnya disingkat IUPHHK-HA. Ini Sistem silvikultur TPI merupakan suatu
adalah izin usaha yang diberikan untuk sistem silvikultur meliputi cara penebangan
memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan permudaan hutan perpaduan antara:
dalam hutan alam pada hutan produksi (1) tebang dengan batas minimum diameter
melalui kegiatan pemanenan atau dari Indonesia, (2) tebang pilih Philipina
penebangan, pengayaan, pemeliharaan (selective logging), (3) penyempurnaan
dan pemasaran. hutan dengan pengayaan tanaman,
dan (4) pembinaan permudaan dengan
Sistem silvikultur yang pernah diterapkan pembebasan dari tumbuhan pengganggu.
pada kawasan hutan alam produksi di
Indonesia yaitu Sistem silvikultur TPI (Tebang Dalam TPI ini harus ada pohon inti yaitu
Pilih Indonesia, 1972-1989), TPTI (Tebang pohon-pohon yang akan membentuk
Pilih Tanam Indonesia, 1989-Sekarang), tegakan utama akan ditebang pada rotasi
Sistem TPTJ (Tebang Pilih Tanam Jalur) berikutnya. Pohon inti juga berfungsi
dan Tebang Pilih Tanam Indonesia sebagai pohon induk yang menghasilkan
Intensif (Teknik Silvikultur Intensif/SILIN). benih untuk regenerasi hutan. Pada
Sedangkan sistem silvikultur yang belum pelaksanaan penerapan di lapangan, terjadi
diterapkan adalah Sistem THPA (Tebang permasalahan kurangnya jumlah pohon
Habis dengan permudaan Alam) dan Sistem inti pada bagian-bagian tertentu karena
TPTR (Tebang Pilih Tanam Rumpang). bervariasinya kondisi hutan alam produksi.
Oleh karena itu, Direktorat Reboisasi dan
Pada kawasan hutan produksi ekosistem Rehabilitasi pada tahun 1980 mengadakan
buatan, diberikan Ijin Usaha Pemanfaatan penyempurnaan pedoman TPI khususnya
Hutan Kayu–Hutan Tanaman yang tentang pohon inti.
selanjutnya disingkat IUPHHK-HT. Ini
merupakan izin usaha yang diberikan b. Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)
untuk memanfaatkan hasil hutan berupa Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)
kayu pada hutan produksi melalui kegiatan adalah salah satu sistem silvikultur yang
penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, diterapkan pada hutan-hutan alam yang tak
pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran. seumur di Indonesia. Tujuan TPTI adalah
Sistem silvikultur yang pada saat ini telah meningkatkan produktivitas hutan alam
diterapkan pada kawasan tersebut adalah tegakan tidak seumur melalui tebang pilih
Sistem Tebang Habis dengan Permudaan dan pembinaan tegakan tinggal dalam
Buatan (THPB) yang saat ini diterapkan rangka memperoleh panenan yang lestari.
pada Hutan Jati dan HTI (Hutan Tanaman Sasaran TPTI adalah pada hutan alam
Industri). produksi di areal IUPHHK atau KPHP.
B.3. Sistem Silvikultur yang Pernah Prinsip TPTI adalah 1) sistem silvikultur
Diterapkan pada Hutan Alam Produksi untuk tegakan tidak seumur, 2) teknik
(IUPHHK HA) pemanenan dengan tebang pilih, 3)
Sistem silvikultur di hutan alam merupakan meningkatkan riap sebagai aset, dan 4)
salah satu bagian penting dari sistem PHPL mempertahankan keanekaragaman hayati.
yang dapat menjamin kelestarian produksi, Tahapan kegiatan TPTI mencakup penataan
68 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

areal kerja (PAK); inventarisasi tegakan Dengan cara demikian, areal hutan yang
sebelum penebangan (ITSP); pembukaan telah ditebang itu pada siklus tebang
wilayah hutan (PWH); pemanenan; berikutnya dapat tumbuh kembali menjadi
penanaman dan pemeliharaan tanaman tegakan hutan baru yang bernilai tinggi,
pengayaan; pembebasan pohon binaan; dengan komposisi jenis kurang lebih
serta; perlindungan dan pengamanan seperti hutan semula. Sedangkan potensi
hutan. alam lainnya dalam hutan, termasuk
Sistem silvikultur dipandang TPTI paling faktor lingkungan yang sehat dapat
sesuai untuk menjamin kelestarian manfaat dipertahankan. Wilayah hutan payau yang
jangka panjang melalui rotasi tebang serta diperbolehkan untuk diusahakan adalah
kesuburan tanah melalui siklus hara. Rotasi bagian hutan produksi, mulai dari suatu
Tebang pada TPTI 35 tahun dengan asumsi garis yang terletak pada jarak 50 m dari tepi
riap diameter 1 (satu) cm/tahun. hutan yang menghadap arah pantai, dan 10
m dari tepi hutan yang menghadap ke arah
Penerapan TPTI yaitu (a) pada hutan tepi sungai, alur air, dan jalan raya. Jalur
daratan tanah kering rotasi tebang di hutan hutan tersebut merupakan areal pelindung
30 tahun untuk diameter pohon yang yang berfungsi sebagai pelindung tanah
ditebang ≥ 40 cm pada Hutan Produksi terhadap erosi pantai, terhadap habitat
Tetap dan diameter pohon yang ditebang biota perairan seperti ikan, udang, dan
≥ 50 cm pada Hutan Produksi Terbatas; (b) sebagai sumber biji, dan lain-lain.
pada hutan rawa rotasi tebang 40 tahun
untuk diameter pohon yang ditebang ≥ 30 Rangkaian kegiatan sistem ini, adalah:
cm. Tingkat produktivitas hutan alam antara 1) Inventarisasi dan penataan hutan,
lokasi yang satu dengan lokasi lainnya
2) Penetapan letak sarana dan prasarana,
beragam. Oleh karena itu, penetapan
jatah tebangan tahunan (etat) di setiap 3) Penunjukan pohon induk dan
lokasi sesuai dengan tingkat produktivitas penyusunan rencana kerja,
tegakannya. 4) Penebangan dilaksanakan berdasarkan
siklus tebang 30 tahun dengan limit
c. Pedoman Sistem Silvikultur Hutan Payau diameter 10 cm keatas pada ketinggian
20 cm di atas pangkal akar tunjang, atau
Hutan payau atau hutan mangrove banir yang teratas. Sejumlah 40 batang
merupakan tipe hutan yang terdapat
pohon induk yang berdiamater 20 cm
di sepanjang pantai atau muara sungai,
di atas pangkal banir, berbatang lurus
yang dipengaruhi pasang surut air laut,
yaitu tergenang air laut pada waktu dengan tajuk lebat dan sehat harus
pasang, dan bebas dari genangan pada ditinggalkan pada setiap hektarnya, atau
waktu surut. Sistem Silvikultur yang dengan jarak antar pohon ± 17 m.
dipakai dalam pengusahaan hutan payau 5) Setelah penebangan, areal bekas
ialah Sistem Pohon Induk (Seed Tree tebangan yang terdapat pohon induk
Method). Penebangan dilakukan dengan harus ditutup terhadap penebangan.
meninggalkan sejumlah pohon induk 6) Pada umur 15-20 tahun setelah
sebagai usaha peremajaan hutan secara penebangan dilakukan penjarangan satu
alami, khususnya jenis pohon dalam famili kali dengan meninggalkan 1.100 pohon
Rhizophoraceae antara lain Rhizophora tiap hektarnya, dengan jarak rata-rata
spp, Bruguiera spp dan Ceriops spp. antar pohon 3 meter. Setelah itu areal
Sistem ini mengatur cara penebangan ditutup terhadap penebangan sampai
dan pemeliharaan hutan payau serta tahun ke-30.
penanaman tambahan dan perlindungan
6) Pada areal hutan payau bekas tebangan
hutan.
yang tidak teratur dapat dilakukan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 69
Pengelolaan Hutan

penebangan tanpa meninggalkan pohon manajemen, teknik, ekologi, bahaya api,


induk, jika hutannya telah mempunyai ekonomi dan penduduk setempat.
permudaan tingkat semai dengan jarak
satu sama lainnya dua meter atau kurang. Penerapan sistem silvikultur Tebang
Setelah itu areal tertutup terhadap Rumpang adalah:
penebangan sampai berumur 30 tahun, 1) Seluas 50% areal tidak dibalak/ditebang
kecuali untuk penjarangan sekali pada sebagai kantong pelestarian, yang
umur 20-30 tahun. dibalak hanya 50%.
2) Tidak menebang diameter pohon
d. Tebang Rumpang tertentu.
3) Tidak menebang jenis pohon tertentu.
Dalam rangka mengelola hutan produksi 4) Tempat tebangan berbentuk rumpang
untuk misi ekologi dan ekonomi yang (membulat/lingkaran) dengan lebar
sama pentingnya, maka sistem silvikultur 1-1,5 tinggi pohon tepi atau 2.000-2.500
Tebang Rumpang (TR) merupakan sistem m2 (tergantung kondisi tegakan di lahan
silvikultur yang bisa diterapkan. Sistem tersebut).
siviklutur Tebang Rumpang (TR) adalah 5) Semua pohon di dalam rumpang
suatu sistem silvikultur yang menerapkan ditebang habis, kecuali tingkat semai
tebang habis dalam rumpang, baik hasil semua jenis tinggi 1,5 m kebawah yang
hutan kayu maupun hasil hutan bukan digunakan sebagai material tegakan.
kayu. Pada sistem ini jarak rumpang harus 6) Jatah tebangan berdasarkan luas
diatur secara sistematik pada jalan sarad areal, bukan berdasarkan riap tegakan.
berbentuk tanduk rusa. Semua hasil hutan Luas petak antara 100 – 500 hektar
kayu dan hasil hutan bukan kayu yang (tergantung pada batas yang ada di
berada dalam rumpang tebangan dipanen lapangan).
sekaligus. Jadi tidak ada aturan yang khusus
untuk memanen organisme tertentu baik Namun demikian, sampai tahun 2020
memanen pohon besar, memanen rotan, sistem silvikultur Tebang Rumpang belum
memanen tumbuhan obat dan sebagainya. dilaksanakan oleh pemegang IUPHHK.
Keuntungan Tebang Rumpang adalah (1) e. Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)
unsur tanah, iklim mikro, bahan bakar
dan seresah sudah terkelola, (2) areal Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah
tebangan bisa dikelola karena mempunyai sistem silvikultur dengan tebang persiapan
unit homogen, (3) manajemen mempunyai dengan menebang pohon pada areal LOA
kepastian, (4) sistem ekologi hutan tidak TPTI, dan dilakukan dengan Tebang Pilih
rusak sebab proses rumpang adalah dengan Limit diameter 40 cm diikuti dengan
bagian dari sistem ekologi hutan, (5) areal pembuatan jalur bersih, dengan lebar
tebangan tidak rawan kebakaran karena jalur 3 (tiga) meter dan lebar jalur kotor
pada kondisi iklim mikro rumpang populasi 22 m. Pada poros jalur bersih dilakukan
rumput tidak melonjak, (6) tidak akan penanaman jenis-jenis pohon komersial
terjadi erosi/kepunahan genetik sebab tidak dengan jarak tanam 5 m, sehingga jarak
melakukan tebang pilih, (7) penyebaran tanaman menjadi 5 x 25 m.
jenis mudah dipetakan, (8) kayu besar Pengadaan bibit dapat berasal dari biji/
untuk pabrik plywood, kayu ukuran sedang benih (biji dan cabutan anakan alam), serta
untuk penggergajian lokal, sedangkan kayu dari stek, baik stek pucuk jenis-jenis pohon
kecil, rotan, anggrek, tumbuhan obat untuk dari famili Dipterocarpaceae maupun jenis
penduduk setempat. Jadi kuvio bentuk komersial lainnya.
rumpang dapat diterima baik dari segi
70 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

f. Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif pengayaan dengan jenis-jenis unggulan


(SILIN) dengan jarak tanam 21/2 m sehingga jarak
tanam menjadi 21/2 x 20 m2.
Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia
Intensif (TPTII) atau dikenal dengan Sistem TPTJ dengan SILIN, sebaiknya
SILIN adalah bukan merupakan regim diterapkan pada hutan rawang dan bekas
atau sistem silvikultur, tetapi merupakan illegal logging di areal hutan produksi
teknik silvikultur yang mengharuskan dan tidak diterapkan pada hutan produksi
adanya tanaman pengkayaan pada areal hutan primer dan Hutan bekas Tebangan
pasca penebangan secara jalur, tanpa (LOA) TPTI, demikian pula tidak diterapkan
memperhatikan cukup atau tidaknya pada Hutan Produksi Terbatas. Pada areal
anakan yang tersedia dalam tegakan tinggal. hutan ini sebaiknya dilaksanakan TPTI. Oleh
karena itu, hasil kajian disarankan untuk
Kelebihan TPTII (SILIN) yaitu penanaman memperjelas persyaratan areal yang akan
pengayaan (enrichment planting) dilakukan untuk sistem silvikultur TPTJ-
dengan jenis-jenis unggulan diwajibkan SILIN mengingat pada sistem silvikultur ini
dilaksanakan segera setelah dilaksanakan diperlukan pembukaan tajuk yang cukup
penebangan yaitu pada LOA (log ever area) ekstrem (60%) yang diperlukan untuk
yang berumur 0 tahun (ET+0) sehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman di
mudah dikontrol. Sedangkan pada TPTI, jalur tanam.
penanaman pengayaan dilaksanakan pada
areal LOA yang berumur 3 tahun (ET+3) Menurut Darwo (2020) bahwa penerapan
dengan permudaan tingkat semai yang TPTJ-SILIN tidak tepat diterapkan pada LOA
masih kurang mencukupi (penyebaran / yang masih baik karena jenis yang ditanam
frekuensi < 40%) sehingga tidak mudah hanya mampu tumbuh baik sampai umur 4
dikontrol. tahun. Hal ini akibat pohon-pohon di kiri-
kanan jalur tanam telah menutupi jalur
Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif tanam. Jika melakukan pelebaran jalur
dilakukan melalui rekayasa genetik, rekayasa tanam, maka kegiatan tersebut tidak efektif
lingkungan dan perlindungan tanaman dari dan justru akan menambah kerusakan
hama dan penyakit (pest and desease) tegakan yang ada di sekitarnya. Untuk itu
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan menurut Darwo (2020) bahwa TPTJ-SILIN
kayu jenis hutan alam khususnya jenis-jenis lebih tepat diterapkan di kondisi LOA yang
pohon dari famili Dipterocarpaceae pada rusak.
masa yang akan datang.
Selain dilakukan pada LOA yang rusak,
SILIN merupakan teknik silvikultur yang maka salah satu persyaratan yang mutlak
merupakan pengembangan dari sistem adalah topografi cukup datar dengan lereng
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan maksimal 25%. Apabila terdapat suatu
penanaman pengayaan (enrichment bagian areal yang mempunyai lereng >
planting) dari sistem TPTI. Meliputi 25%, maka untuk menghindari penerapan
penebangan persiapan pada seluruh blok TPTJ-Silin. Hal ini untuk menghindari resiko
(petak-petak tebang) sesuai RKT SILIN tahun yang mungkin terjadi khususnya erosi dan
berjalan, penebangan dilakukan dengan kerusakan lingkungan lainnya yang lebih
limit diameter 40 cm ke atas. Pada LOA hasil parah.
dari tebang persiapan dilakukan tebang
jalur bersih selebar 3 meter dan jalur kotor Jenis-jenis pohon dari famili
yang ditinggalkan berupa vegetasi LOA hasil Dipterocarpaceae unggulan yang
tebang persiapan dengan lebar 17 m. Pada disarankan dan dapat merupakan pilihan
poros jalur bersih dilakukan penanaman adalah jenis-jenis pohon hasil uji jenis
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 71
Pengelolaan Hutan

dengan teknik Silvikultur yaitu Shorea banyak tenaga kerja; dan (g) pengawasan
leprosula, S. parvifolia, S. johorensis, S. lebih mudah.
smithiana, S. ovalis, S. platyclados, S.
selanica, S. macrophylla, S. javanica, S. Namun demikian sistem silvikultur THPB
palembanica, Dryobalanops sp. memiliki kelemahan seperti (a) nilai
keragaman rendah karena sifatnya yang
Daur ekonomis jenis-jenis unggulan (jenis monokultur; (b) rentan terhadap hama
target) adalah 25 tahun. Produktivitas penyakit; dan (c) dapat menimbulkan
tegakan meranti yang ditanam bisa perubahan iklim mikro akibat perubahan
mencapai di atas 3 m3/ha/tahun. Menurut vegetasi.
Darwo (2020) apabila TPTJ-SILIN dilakukan
di LOA yang rusak, maka dalam siklus tebang Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
25 tahun dengan target volume tegakan 75 tersebut dapat menempuh langkah-langkah
m3/ha dengan penanaman seluas 100.000 (a) memperkaya keanekaragaman jenis
ha/tahun akan menghasilkan volume dan penggunaan benih unggul genetik;
kayu sebesar 7,5 juta m3/tahun. Adanya (b) konsistensi alokasi kawasan lindung,
penambahan produksi kayu sebesar 7,5 tanaman jenis unggulan dan tanaman
juta m3/tahun tersebut, maka produktivitas kehidupan; (c) meningkatkan penelitian
hutan alam bisa meningkat 1,5 kali pada dan pengembangan untuk mendapatkan
saat ini. bibit-bibit tanaman yang tahan hama
penyakit; dan (d) mempercepat penanaman
B.4. Sistem silvikultur yang Diterapkan kembali areal yang telah ditebang habis/
pada Hutan Tanaman Produksi (IUPHHK menghindari masa bera.
HT)
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
a. Tebang Habis dengan Permudaan dalam penentuan sistem silvikultur THPB
Buatan (THPB) untuk pembangunan Hutan Tanaman
Industri (HTI) adalah (a) kondisi tipologi
Pada sistem silvikultur Tebang Habis dengan lahan/tapak terutama yang menyangkut
Permudaan Buatan (THPB), semua pohon tipe kelas lahan, tingkat kesuburan, kondisi
dalam satu areal ditebang habis yang fisiogeografi, hidrologi, dan jenis tanah; (b)
kemudian ditanami kembali dengan bibit ketersediaan jenis bibit tanaman atau bahan
atau biji. Kegiatan penghutanan pada areal baku pendukung lainnya; (c) kebijakan dan
bekas tebang habis dimaksudkan untuk peraturan pemerintah yang menyangkut
memperoleh tegakan hutan baru yang teknis silvikultur pengelolaan hutan; (d)
seumur dan bernilai tinggi dengan tujuan tujuan kelas perusahaan yang terdiri
perusahaan. dari kelas perusahaan kayu pertukangan,
Sistem silvikultur THPB terpilih karena kayu serat/pulp, kayu energi, dan kelas
memiliki keunggulan (a) operasi pembalakan perusahaan hasil hutan bukan kayu; (e)
terkonsentrasi di areal kecil tetapi volume ketersediaan sumber daya teknologi,
kayu besar, biaya pembalakan per m3 sumber daya manusia dan sumber daya
lebih murah; (b) tanaman baru terdiri dari pasar yang baik.
jenis intoleran, bebas persaingan dengan 1) Pembangunan HTI dengan Sistem THPB
tegakan tua; (c) metodenya sederhana,
praktis dan mudah; (d) tegakan seumur, Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah hutan
murni, teratur, tumbuh cepat; (e) dapat tanaman yang dikelola dan diusahakan
dilakukan dengan sistem tumpang sari, berdasarkan asas kelestarian, asas manfaat
sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan asas perusahaan dalam rangka
masyarakat sekitar hutan; (f) menyerap meningkatkan potensi dan kualitas hutan
72 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

produksi dengan menerapkan silvikultur (1) Penataan areal kerja adalah


intensif untuk memenuhi kebutuhan pembagian areal kerja yang menjadi
bahan baku industri hasil hutan. Unit bagian-bagian areal sesuai dengan
HTI merupakan unit pengusahaan hutan peruntukannya untuk keperluan
tanaman di kawasan hutan produksi. penyusunan perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan pengawasan kegiatan
Ciri-ciri pokok HTI adalah: pengusahaan hutan. Hal ini dimaksudkan
• Sistem silvikultur yang diterapkan adalah untuk untuk memberikan kepastian batas
tebang habis dengan permudaan buatan. areal kegiatan kerja dengan memberikan
• Komposisi jenis murni atau campuran. tanda batas yang jelas dengan tujuan
• Potensi produksi tinggi baik kuantitas memudahkan pengaturan administrasi
maupun kualitas, melalui penerapan pelaksanaan pemantauan.
silvikultur intensif.
• Pengusahaan HTI adalah pengusahaan (2) Pembagian lahan menurut unit lahan.
di kawasan hutan produksi, meliputi Tata ruang areal HTI terbagi ke dalam 3
kegiatan penanaman, pemeliharaan penggunaan. Pertama untuk penggunaan
tegakan, pemungutan hasil hutan, tanaman pokok dengan luas ± 70% dari
pengolahan dan pemasaran. seluruh areal HTI. Kedua untuk tanaman
• Berdasarkan tujuan peruntukannya, pohon kehidupan/serbaguna luasnya ±
pengusahaan HTI terdiri dari: kelas 15% dari luas areal HTI yaitu pada batas
perusahaan kayu pertukangan, kayu luar areal HTI yang berbatasan dengan
serat, kayu energi, dan hasil hutan bukan pemukiman penduduk (sebagai buffer
kayu. zone), berfungsi sebagai pengamanan
• Pelaksana Pembangunan HTI: Badan melalui fungsi sosial ekonomi. Ketiga
Usaha Milik Negara (BUMN), Swasta yang untuk areal perlindungan setempat
berbentuk perseroan terbatas, koperasi ditetapkan luasnya ± 10% dari luas
yang berbadan hukum, dan instansi lain areal HTI. Keempat untuk sarana dan
yang ditunjuk. prasarana, luasnya ± 5% dari luas areal
HTI yaitu untuk base camp, jalan utama,
HTI dapat dibangun pada kawasan hutan jalan cabang, kanal, jalan inspeksi,
produksi tetap yang tidak produktif sekat bakar, sarana pengendalian
atau kawasan hutan lainnya yang dapat kebakaran hutan, sarana penelitian dan
ditetapkan menjadi hutan produksi tetap. pengembangan, sarana pendidikan dan
Diprioritaskan pada lahan kosong, padang latihan.
alang-alang, semak belukar dan hutan
rawang. Hutan produksi yang masih (3) Penilaian Kesesuaian Lahan
produktif hanya dapat diperuntukan Penanaman pada calon areal HTI
menjadi areal HTI apabila seluruh hasil
penebangannya dimanfaatkan untuk bahan (4) Pembukaan Wilayah Hutan (PWH).
baku industri kayu serat. Ini merupakan kegiataan penyediaan
prasarana jalan dan bangunan lainnya
Uraian kegiatan pembangunan HTI secara seperti pembangunan base camp,
garis besar sesuai tahapan dan tata waktu pembuatan tempat penimbunan kayu
kegiatan di atas dengan menggunakan (TPK) dan tempat penumpukan kayu
sistem silvikultur THPB sebagai berikut: sementara (TPn) untuk menunjang
kelancaran kegiatan pembangunan
a) Perencanaan. Tahap ini meliputi dan pembinaan hutan tanaman serta
penataan areal dan pembagian lahan kegiatan produksi hasil hutan. Kegiatan
menurut unit lahan. PWH meliputi:
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 73
Pengelolaan Hutan

Tabel 4.1. Tahapan dan tata waktu pelaksanaan pembangunan HTI


No Tahapan Waktu Pelaksanaan
1 Perencanaan Ep – 1 s/d Ep – 2
a. Penetapan areal Ep – 2
b. Pembagian lahan menurut unit lahan Ep – 1
c. Peniliain kesesuain lahan Ep – 1
d. Penataan areal Ep – 2 s/d Ep – 1
e. Pembukaan wilayah Ep – 2 s/d Ep – 1
f. Pembentukan organisasi dan pengadaan tenaga Ep – 1
2. Persiapan
a. Persiapan Ep – 1
b. Pengadaan benih Ep – 1
3. Penanaman:
a. Persiapan lahan penanaman Ep – 1
b. Pengangkutan bibit Ep
c. Waktu menanam Ep
4. Pemeliharaan Ep + ¼ dan Ep ½
a. Pemupukan Ep + pm (setiap kali sesudah
1) Pupuk dasar penjarangan tegakan pada
2) Pupuk lanjutan HTI kayu pertukangan dan
setelah tajuk bersinggungan
pada HTI pulp)
b. Penyulaman Ep + 1 s/d 2
c. Pendangiran Ep + 1 s/d 2
d. Penyiangan/pengendalian hama Ep + 1 s/d 2
e. Singling Ep + ¼ s/d ½
f. Pemangkasan cabang *) Ep + pm
g. Penjarangan *) Ep + pm
5. Perlindungan HTI
- Pengendalian hama penyakit Ep + trus menerus
- Pengendalian kebakaran Ep + trus menerus
- Pengamanan hutan Ep + trus menerus
6. Pembinaan masyarakat sekitar hutan Ep + trus menerus
7. Penelitian dan diklat Ep + trus menerus
8. Evaluasi dan monitoring Ep + trus menerus
Keterangan: *) Khusus untuk tujuan kayu pertukangan
Ep : waktu menanam pada permulaan musim hujan

(1) Pembuatan jalan: Pembuatan jalan tahun.


angkutan meliputi perintisan jalan,
(2) Base camp: Base camp merupakan
pelebaran jalur jalan, pembuatan badan
tempat kegiatan administrasi dan
jalan, tebang matahari, penyebaran
manajemen yang mengendalikan semua
bahan pengeras, pembentukan dan
kegiatan di lapangan. Bangunan base
penghalusan jalan. Jalan utama perlu
camp berupa kantor dan perumahan
diperkeras karena akan digunakan
serta fasilitas lain yang mendukung
sepanjang tahun, sedangkan jalan
kegiatan, seperti pondok atau barak
cabang tidak dipergunakan sepanjang
74 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

kerja dan MCK. • Lebar jalan berikut bahu 8 m


• Tanjakan menguntungkan maksimum
(3) TPK dan TPn: TPK dan TPn dibuat
10 m
pada saat akan dilaksanakan kegiatan
• Tanjakan merugikan maksimum 8%
pemanenan kayu.
• Jari-jari belokan minimum 50 - 60 m
Beberapa kriteria spesifikasi teknis jalan • Kapasitas muatan minimum 60 ton
hutan adalah:
(5) Jalan pemeriksaan dengan lebar 2 - 3
(1) Jalan induk dengan pengerasan m dibuat melintas petak-petak tanaman.
mempunyai spesifikasi:
(6) Mempersiapkan peralatan yang
• Umur permanen
diperlukan dalam perencanaan dan
• Sifat segala cuaca
pelaksanaan pembukaan wilayah hutan
• Lebar jalan berikut bahu 12 m
antara lain:
• Lebar permukaan diperkeras 6-8 m
• Peta kerja skala 1 : 25.000 atau 1 :
• Tebal pengerasan 20 - 50 m
20.000 atau 1 : 10.000
• Tanjakan menguntungkan maksimum
• Peralatan survei meliputi buku survei,
10%
alat-alat tulis, kompas, tambang
• Tanjakan merugikan maksimum 8%
plastik, cat, parang, obat-obatan dan
• Jari-jari belokan minimum 50 - 60 m
lain-lain.
• Kapasitas muatan minimum 60 ton
• Peralatan untuk membuat jalan.
(2) Jalan induk tanpa pengerasan dengan
(7) Membuat perencanaan kegiatan
spesifikasi:
pembukaan wilayah hutan.
• Umur 8 tahun
• Menyusun rencana kegiatan termasuk
• Sifat musim kering
rencana jumlah hari kerja dan
• Lebar jalan berikut bahu 12 m
anggaran yang dibutuhkan untuk
• Tanjakan menguntungkan maksimum
seluruh kegiatan pembukaan wilayah
10%
hutan.
• Tanjakan merugikan maksimum 8%
• Menetapkan regu survei yang akan
• Jari-jari belokan minimum 50 - 60 m
melaksanakan survei pembukaan
• Kapasitas muatan minimum 60 ton
wilayah hutan.
(3) Jalan cabang dengan pengerasan, • Menetapkan pelaksanaan pembuatan
spesifikasi: jalan angkutan dan bangunan lainnya.
• Umur 5 tahun • Menentukan titik ikat (starting point)
• Sifat segala musim di peta untuk titik awal pembuatan
• Lebar jalan berikut bahu 8 m jalan angkutan, berdasarkan peta
• Lebar permukaan yang diperkeras 4 m kerja yang ada serta data lapangan
• Tebal pengerasan 10 - 20 cm dan lain-lain.
• Tanjakan menguntungkan maksimurn
(8) Menetapkan di peta lokasi bangunan
12 %
lain, seperti lokasi instalasi persemaian,
• Tanjakan merugikan maksimum 10 %
base camp, kebun benih, hutan untuk
• Jari-jari belokan minimum 50 m
perlindungan (jurang, mata air, tepi
• Kapasitas muatan minimum 60 ton
sungai dan lain-lain).
(4) Jalan cabang tanpa pengerasan
(9) Pelaksanaan lapangan:
dengan spesifikasi:
• Melakukan survei rencana jalan
• Umur 5 tahun
angkutan berdasarkan keadaan
• Sifat musim kering
tegakan dan lapangan.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 75
Pengelolaan Hutan

• Mengadakan pengukuran dan d) Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan


pencatatan trase jalan angkutan di meliputi pemupukan, penyulaman,
lapangan dimulai dari titik ikat yang pendangiran, penyiangan, pewiwilan,
sudah ditetapkan sebelumnya. pemangkasan dan penjarangan, secara
• Menyelesaikan perizinan pembuatan detail dapat dilihat pada Sub Bab Teknik
jalan angkutan bila jalan angkutan di Silvikultur.
luar areal Hak Pengusahaan Hutan
kepada instansi kehutanan terkait. e) Perlindungan Hutan. Terdiri atas
• Menebang pohon-pohon yang ada perlindungan terhadap hama dan
dalam jalur, rencana jalan angkutan penyakit, pengendalian kebakaran,
baik jalan angkutan utama maupun secara detail dapat dilihat pada “Bab VI
jalan cabang. Perlindungan Hutan”.
• Melaksanakan pembuatan jalan
angkutan dan memasang rambu- Pengamanan hutan bertujuan
rambu lalu lintas sesuai dengan untuk mencegah kerusakan yang
kepentingannya. disebabkan oleh manusia dapat berupa
• Melaksanakan pembuatan instalasi penyerobotan lahan hutan, penebangan
persemaian dan kantor serta liar, penggembalaan liar dan kebakaran
bangunan lain yang dipandang perlu. hutan.
• Menetapkan atau membuat hutan
untuk perlindungan jurang, mata air, Upaya penanggulangan dilakukan
bukit dan sebaginya. sebagai berikut :
• Menetapkan di lapangan lokasi kebun (1) Pencurian kayu. Penanggulangan
benih, areal untuk hutan penelitian pencurian kayu akibat faktor desakan
dan untuk keperluan lain yang ekonomi dapat ditempuh dengan
dipandang perlu untuk menunjang melibatkan masyarakat sekitar lokasi
kelancaran pembangunan dan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan
pengelolaan HTI. hutan tanaman, sedangkan
• Menetapkan hasil pembuatan jalan permasalahan karena faktor desakan
angkutan dan bangunan lainnya kebutuhan bahan baku dapat melalui
kedalam peta skala 1 : 10.000. koordinasi dengan tokoh masyarakat
baik formal maupun informal disertai
b) Persiapan. Kegiatan persiapan meliputi dengan penyuluhan akan sanksi hukum
pemilihan jenis ditinjau dari aspek dan penerapan sanksi hukum yang tegas.
ekologi, ekonomi, dan sosial; pengadaan
(2) Perburuan liar: penanggulangan
benih dan bibit unggul baik kualitas
perburuan liar dapat dilakukan melalui
maupun kuantitas, yang bertujuan
aktivitas penyuluhan kepada masyarakat
untuk mendapatkan tegakan dengan
tentang flora dan fauna yang dilindungi
produktivitas yang tinggi sesuai dengan
oleh undang-undang beserta sanksi
tujuan perusahaan. Teknik pemilihan
hukum bagi pelanggar dan melalui
jenis, pengadaan benih dan bibit secara
pemasangan papan peringatan di tempat
detail dapat lihat pada Sub Bab Teknik
strategis.
Silvikultur.
(3) Perambahan hutan. Untuk
c) Penanaman. Kegiatan penanaman menanggulangi perambahan hutan
meliputi persiapan lahan penanaman, dapat melalui aktivitas pembinaan
pengangukutan bibit, pola tanam dan masyarakat di sekitar hutan antara
waktu tanam. Secara detail dapat lihat lain pendidikan/pelatihan (untuk
pada Sub Bab Teknik Silvikultur. meningkatkan ketrampilan budidaya/
76 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

produksi, pemasaran hasil produksi), (3) Penyerapan tenaga kerja. Masyarakat


penyediaan sarana prasarana sosial setempat merupakan sumber pemasok
dan penyuluhan untuk meningkatkan tenaga kerja yang cukup potensial dalam
kesadaran konservasi dan perilaku positif rangka pembangunan hutan tanaman.
dalam pelestarian sumber daya hutan. Keuntungan yang akan diperoleh
perusahaan dengan menyerap tenaga
e) Pembinaan masyarakat sekitar kerja setempat adalah dapat menekan
hutan. Kegiatan ini adalah upaya konflik sosial dengan masyarakat
yang dilaksanakan oleh pengusaha setempat, meningkatkan rasa memiliki
hutan tanaman berkaitan dengan terhadap aset perusahaan sehingga
pengembangan potensi sosial ekonomi ikut mengamankan, meningkatkan
masyarakat setempat sehingga terjadi kesejahteraan masyarakat sehingga
korelasi yang harmonis dan saling akan mengurangi gangguan terhadap
menguntungkan antara kepentingan kepentingan perusahaan, dan akan
usaha pembangunan hutan tanaman terjalin hubungan kemitraan yang saling
industri dengan kepentingan masyarakat. menguntungkan dengan masyarakat
Pelaksanaan kegiatan pembinaan setempat terutama sebagai pemasok
masyarakat dapat ditempuh dengan kebutuhan perusahaan.
langkah-langkah sebagai berikut : (4) Membangun sarana umum
(1) Pengumpulan informasi. pemukiman. Pada umumnya sarana
umum dan infrastruktur masyarakat
Pengumpulan informasi mengenai kondisi sekitar kawasan hutan kondisinya sangat
masyarakat terhadap nilai-nilai yang tidak memadai. Bantuan perusahaan
tumbuh dan dipertahankan masyarakat, dalam pembangunan atau perbaikan
pola kepemimpinan, pola kehidupan, sarana umum tersebut antara lain: sarana
tingkat kecepatan proses inovasi, akses jalan pemukiman, sarana peribadatan,
ke masyarakat luar, proses produksi sarana olah raga, sarana pendidikan dan
ekonomi, agama dan kepercayaan, sarana lain yang dianggap perlu.
tingkat kebutuhan dan kondisi demografi
serta areal yang dikuasai masyarakat (5) Pendekatan terhadap tokoh
agar ditempuh langkah-langkah ganti masyarakat. Upaya pendekatan dengan
rugi atau enclave dan di tata batas. pimpinan informal sangat strategis untuk
dilaksanakan oleh perusahaan dalam
rangka mengerahkan masyarakat kepada
(2) Pembinaan kegiatan produksi. kepentingan pembangunan hutan
Kegiatan pembinaan usaha masyarakat tanaman dengan cara mengadakan
setempat dengan cara antara lain pertemuan secara intensif dan
peningkatan ketrampilan (kursus), mengangkat tokoh masyarakat menjadi
pengembangan akses pasar, bantuan tenaga kerja dalam pembangunan hutan
permodalan, pemberian pelayanan/ tanaman.
bimbingan teknis, bantuan sarana (6) Penyelamatan tempat-tempat
produksi, pengamanan bahan baku yang mempunyai nilai kepercayaan
produksi. Pembentukan koperasi bagi dan kultural. Tempat-tempat yang
yang belum memiliki akan sangat dikeramatkan seperti pohon besar,
membantu dalam pengembangan batu besar, gua, kuburan, peninggalan
perekonomian masyarakat setempat purbakala, danau, mata air dan lain-
dan korelasi yang harmonis saling lain perlu dilestarikan dan diamankan
menguntungkan kedua belah pihak akan keberadaannya agar konflik dengan
cepat terjalin. masyarakat tidak terjadi.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 77
Pengelolaan Hutan

(7) Membangun keterkaitan. Dalam f) Penelitian dan pengembangan,


jangka panjang dibangun keterkaitan pendidikan dan latihan. Penelitian
antara masyarakat dengan perusahaan dan pengembangan adalah suatu
dalam bentuk yaitu: kegiatan yang dilakukan untuk mengkaji
• Membangun mekanisme supply- dan mengembangkan serta untuk
demand antara produksi masyarakat menyediakan data dan informasi untuk
dibeli oleh perusahaan atau disalurkan menunjang kegiatan operasional. Data
pemasarannya. dan informasi hasil-hasil penelitian
• Beberapa komponen kegiatan tersebut sangat penting sebagai landasan
pembangunan hutan tanaman dan sekaligus menjadi pegangan teknis
diserahkan kepada masyarakat antara ilmiah dalam upaya mencari terobosan
lain pembuatan bibit, penanaman dan baru serta menetapkan/menemukan
lain-lain. alternatif dalam pemecahan masalah.
• Perusahaan sebagai pemasok barang-
barang koperasi. Tujuan penelitian dan pengembangan
• Pemberian kesempatan kepada untuk menyediakan informasi, data
masyarakat sebagai pemilik saham dan teknologi tepat guna yang dapat
perusahaan. dijadikan landasan teknis ilmiah bagi
• Menciptakan sistem imbal jasa yang keperluan pengelolaan pembangunan
adil dan kondusif. hutan tanaman. Dalam pelaksanaannya
diperlukan kerjasama dengan Badan
(8) Monitoring perkembangan Penelitian dan Pengembangan
sosial. Monitoring proses sosial dalam Kehutanan dan Perguruan Tinggi di
masyarakat diperlukan berkaitan dengan bawah koordinasi Badan Penelitian dan
perubahan/pergeseran nilai sosial. Pengembangan Kehutanan.
Perubahan yang perlu diperhatikan
adalah perubahan sosial yang direkayasa Pendidikan dan pelatihan diadakan secara
oleh pihak tertentu untuk suatu periodik sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan tertentu. masalah yang dihadapi yang bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan
(9) Pembangunan usaha tumpang sari: dan ketrampilan para karyawan di
Kegiatan pertanian dalam masyarakat bidang pembangunan dan pengelolaan
tradisional pada umumnya merupakan hutan tanaman. Pelaksanaan diklat
mata pencaharian utama. Pengembangan bekerjasama dengan Pusat Pendidikan
usaha tani dapat dilakukan dengan dan Latihan Kementerian Kehutanan
penyediaan lahan dengan sistem atau Perguruan Tinggi setempat di
tumpang sari. Beberapa keuntungan bawah koordinasi Pusat Pendidikan dan
yang diperoleh dari pengembangan Latihan Kementerian Kehutanan.
tumpang sari adalah tanaman pokok akan
lebih terpelihara dari gangguan gulma, B.5. Penerapan Beberapa Sistem Slvikultur
meningkatkan keamanan tanaman dari yang Tepat di Hutan Produksi
gangguan luar, pertumbuhan tanaman Pengelolaan hutan sejak HPH dan HTI
pokok lebih cepat, sebagai pemasok beroperasi baik pada IUPHHK Hutan Alam
kebutuhan pangan bagi base camp, maupun IUPHHK Hutan Tanaman (HTI)
kejadian kebakaran akan lebih dini sampai saat ini umumnya dilakukan dengan
diketahui, meningkatkan keterkaitan satu sistem silvikultur. Pengelolaan hutan
masyarakat terhadap perusahaan serta dengan satu sistem silvikultur sudah tidak
meningkatkan kesejahteraan masyarakat cocok lagi dengan kenyataan di lapangan,
peserta tumpang sari.
78 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Areal Hutan Produksi telah terfragmentasi Legalitas penerapan Multisistem Silvikultur


untuk berbagai kepentingan seperti di kawasan hutan mengacu pada Peraturan
pertambangan, perkebunan, okupasi Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 Pasal 38
masyarakat dan pemekaran wilayah yang ayat 1 yang berbunyi pada hutan produksi,
demikian cepatnya di Indonesia. Dimana pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI
areal hutan produksi khususnya pada dalam hutan tanaman sebagaimana
IUPHHK hutan alam telah terftragmentasi dimaksud pada pasal 37 huruf a, dapat
menjadi berbagai tutupan lahan sesuai dilakukan dengan satu atau lebih sistem
dengan tingkat degradasi Hutan. silvikultur sesuai dengan karakteristik
Fragmentasi habitat pada areal IUPHHK sumber daya hutan dengan lingkungannya.
membutuhkan adanya fleksibilitas
pengelolaan yang dapat menyesuaikan Sistem silvikultur yang digunakan pada suatu
dengan kondisi hutan serta berbagai areal IUPHHK perlu disesuaikan dengan
tuntutan terhadap hutan tersebut. Pada kondisi tapak habitat pada kawasan hutan
areal tersebut sangat membutuhkan di areal tersebut baik pada IUPHHK Hutan
penerapan multisistem silvikultur. Alam maupun IUPHHK Hutan Tanaman. Hal
ini sejalan dengan pasal 42 ayat 1 pada UU
Multisistem Silvikultur adalah sistem 41 tahun tahun 1999 tentang Kehutanan
pengelolaan hutan produksi lestari yang yang menyatakan bahwa Rehabilitasi Hutan
terdiri dari dua atau lebih Sistem Silvikultur dan Lahan berdasarkan kondisi biofisik.
yang diterapkan pada suatu IUPHHK dan Pemilihan jenis pohon harus sesuai dengan
merupakan multiusaha dengan tujuan: keadaan habitat dan ekologi jenis pohon
mempertahankan dan meningkatkan terpilih.
produksi kayu dan hasil hutan lainnya serta
dapat mempertahankan kepastian kawasan Hal tersebut mendasari perlunya
hutan produksi. penyesuaian sistem silvikultur yang
berbasis pada kondisi kawasan hutan
Multisistem silvikultur memanfaatkan dan karakteristik lingkungan setempat.
berbagai habitat pada suatu unit IUPHHK Sistem tersebut harus berpedoman pada
baik hutan alam primer dan LOA TPTI yang prinsip pengelolaan hutan lestari, yaitu
masih baik potensinya maupun hutan alam ekonomis menguntungkan, ekologis dapat
yang sudah terdegradasi menjadi hutan dipertanggungjawabkan, secara sosial
sekunder yang tidak produktif, semak kondusif dan tetap realistik mengarah
belukar dan alang-alang. Pemilihan jenis pada kelestarian hutan, teknik pelaksanaan
pohon yang cocok dan sesuai dengan tapak di lapangan sederhana, memiliki fungsi
habitat tempat tumbuh dan keadaan perlindungan terhadap lingkungan, dan
ekologi jenis-jenis pohon terpilih akan lebih memungkinkan adanya pengawasan di
efisien dan intensif dalam pemanfaatan lapangan yang bisa dilaksanakan.
berbagai habitat lahan pada suatu unit
areal IUPHHK. Sistem silvikultur yang disarankan dapat
digunakan pada penerapan Multisistem
Melalui strategi ini, diharapkan potensi Silvikultur pada areal hutan produksi di
hutan alam produksi di areal kerja IUPHHK areal IUPHHK terdiri dari TPTI, TPTJ, TPTII/
dapat dipertahankan dan ditingkatkan Silin, THPB dan THPB pola Agroforestri.
sehingga mampu menghasilkan kayu dan
hasil hutan lainnya secara lestari tanpa
mengabaikan kelestarian fungsi ekologi dan
fungsi sosial.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 79
Pengelolaan Hutan

C. Pengelolaan Hutan Lindung 1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor


kelas lereng, jenis tanah dan intensitas
C.1. Pengertian dan Kriteria hujan setelah masing-masing dikalikan
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun dengan angka penimbang mempunyai
1999 tentang Kehutanan, hutan lindung jumlah nilai (skor) 175 (seratus tujuh
adalah kawasan hutan yang mempunyai puluh lima) atau lebih;
fungsi pokok sebagai perlindungan sistem 2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng
penyangga kehidupan untuk mengatur tata lapangan 40% (empat puluh per seratus)
air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, atau lebih;
mencegah intrusi air laut, dan memelihara 3. Kawasan hutan yang berada pada
kesuburan tanah. ketinggian 2.000 (dua ribu) meter atau
lebih di atas permukaan laut;
Suatu kawasan ditetapkan menjadi hutan 4. Kawasan hutan yang mempunyai tanah
lindung dimaksudkan untuk menjaga sangat peka terhadap erosi dengan
kestabilan ekosistem sekitarnya berdasarkan lereng lapangan lebih dari 15% (lima
peran penting dari fungsi keberadaan hutan belas per seratus);
lindung untuk pembangunan nasional 5. Kawasan hutan yang merupakan daerah
yang berkelanjutan. Manfaat fungsi hutan resapan air;
lindung yang optimum dan lestari bisa 6. Kawasan hutan yang merupakan daerah
diwujudkan melalui pengelolaan yang perlindungan pantai.
efektif dan efisien dan pengukuhannya
diselenggarakan oleh menteri untuk Nilai/skor dalam penetapan kriteria kawasan
memberikan kepastian mengenai status/ hutan lindung masih didasarkan pada Surat
fungsi, letak, batas dan luas kawasan hutan. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/
Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata
Menurut Keputusan Presiden Nomor 32 Cara Penetapan Hutan Lindung. Kriteria
tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan penetapan tersebut memperhitungkan tiga
Lindung, dan Peraturan Pemerintah No. 26 faktor yaitu lereng lapangan, jenis tanah
tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang menurut kepekaannya terhadap erosi,
Wilayah Nasional, hutan lindung termasuk dan intensitas hujan dari wilayah yang
kawasan yang memberikan perlindungan bersangkutan.
terhadap kawasan di bawahnya dan
ditetapkan jika memenuhi satu atau lebih Lereng lapangan terbagi ke dalam kelas-
dari kriteria berikut: kelas sebagai berikut:
1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor 1. Kelerengan 0-8% : datar
lereng lapangan, jenis tanah, intensitas 2. Kelerengan 8-15% : landai
hujan yang melebihi nilai skor 175, dan/ 3. Kelerengan 15-25% : agak curam
atau; 4. Kelerengan 25-45% : curam
2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng 5. Kelerengan >45% : sangat curam
lapangan 40% atau lebih, dan/atau;
3. Kawasan hutan yang mempunyai Pembagian jenis tanah menurut
ketinggian di atas permukaan laut 2.000 kepekaannya terhadap erosi, adalah:
meter atau lebih. 1. Jenis tanah aluvial, tanah glei planosol
hidromorf kelabu, literita air tanah (tidak
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 peka)
tahun 2004 tentang Perencanaan Hutan, 2. Jenis tanah latosol (agak peka)
suatu kawasan hutan ditetapkan sebagai 3. Jenis tanah brown forest soil, non calcis
hutan lindung jika memenuhi salah satu brown, mediteran (agak peka)
kriteria berikut ini: 4. Jenis tanah andosol, laterit, grumosol,
80 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

podsol, podsolik (peka) No. 32 tahun 1990)


5. Jenis tanah regosol, litosol, organosol, 2. Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu
renzina (sangat peka) jenis tanah regosol, litosol, organosol
dan renzina dengan lereng lapangan
Untuk jenis tanah kompleks, kelasnya lebih dari 15%;
adalah sama dengan kelas dari jenis tanah 3. Merupakan jalur pengamanan aliran
yang peka terhadap erosi yang terdapat sungai/air, sekurang-kurangnya 100
dalam jenis tanah kompleks tersebut. meter di kanan-kiri sungai/aliran air
tersebut dan sekurang-kurangnya
Intensitas hujan yaitu rata-rata curah hujan dengan jari-jari 200 meter di sekeliling
dalam mm setahun dibagi dengan rata-rata mata air tersebut;
jumlah hari hujan setahun, terbagi dalam 4. Merupakan pelindung mata air,
kelas-kelas sebagai berikut: sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200
1. Intensitas hujan (mm/hari hujan) <13,6 meter di sekeliling mata air tersebut;
(sangat rendah) 5. Mempunyai ketinggian di atas
2. Intensitas hujan (mm/hari hujan) 13,6- permukaan laut 2.000 meter atau lebih;
20,7 (rendah) 6. Guna keperluan/kepentingan khusus,
3. Intensitas hujan (mm/hari hujan) 20,7- ditetapkan oleh Menteri Pertanian
27.7 (sedang) sebagai hutan lindung.
4. Intensitas hujan (mm/hari hujan) 27,7-
34,8 (tinggi)
5. Intensitas hujan (mm/hari hujan) >34,8 C.2. Pemanfaatan dan Pengelolaan Hutan
(sangat tinggi) Lindung
a. Jenis/skema pemanfaatan hutan lindung
Untuk menetapkan perlunya hutan (oleh kelompok masyarakat/masyarakat
lindung dalam suatu wilayah, maka nilai adat/swasta/badan usaha lainnya)
dari sejumlah faktor dijumlahkan setelah
masing-masing dikalikan dengan nilai Hutan lindung bisa dimanfaatkan untuk
timbang sesuai dengan besarnya pengaruh hal-hal tertentu, seperti diatur dalam
relatif terhadap erosi. Nilai timbangan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 jo
adalah 20 untuk lereng lapangan, 15 untuk Undang-Undang 19 Tahun 2004, Peraturan
jenis tanah dan 10 untuk intensitas hujan. Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo
Cara perhitungannya adalah: Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
2008.
Skor = (20 x kelas lereng) + (15 x kelas tanah)
+ (10 x kelas intensitas hujan) Dalam Permenhut Nomor 89/Menhut-
II/2014 tentang Hutan Desa, pemanfaatan
Hasil penjumlahan yang sama dengan atau hutan lindung oleh masyarakat desa dapat
lebih dari 175 menunjukan bahwa wilayah dilakukan melalui kegiatan 1) pemanfaatan
yang bersangkutan perlu dijadikan, dibina kawasan; 2) pemanfaatan jasa lingkungan;
dan dipertahankan sebagai hutan lindung. 3) pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.
Surat Keputusan Menteri Pertanian Namun pada blok perlindungan pada hutan
tersebut juga mengatur ketentuan lain lindung, dilarang melakukan kegiatan
dari hal di atas yaitu suatu wilayah perlu pemanfaatan hutan seperti di atas.
dibina dan dipertahankan sebagai hutan
Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung
lindung, apabila memenuhi salah satu atau
dilakukan antara lain melalui kegiatan:
beberapa syarat sebagai berikut :
a) Budidaya tanaman obat; b) Budidaya
1. Mempunyai lereng lapangan lebih besar
tanaman hias; c) Budidaya jamur; d)
dari 45% (40% atau lebih dalam Keppres
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 81
Pengelolaan Hutan

Budidaya lebah; e) Penangkaran satwa dengan ketentuan: 1) Paling luas 50 (lima


liar; f) Rehabilitasi satwa; g) Budidaya puluh) hektar untuk setiap izin; 2) Paling
hijauan makanan ternak atau sejenisnya. banyak 2 (dua) izin untuk setiap perorangan
Sedangkan pemanfaatan jasa lingkungan atau koperasi dalam setiap kabupaten/kota.
pada hutan lindung dilakukan antara lain
melalui kegiatan usaha: a) pemanfaatan Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan
jasa aliran air; b) pemanfaatan air; c) wisata lindung dapat mencakup 1) Pemanfaatan
alam; d) perlindungan keanekaragaman aliran air, 2) Pemanfaatan air, 3) W i s a t a
hayati; e) penyelamatan dan perlindungan alam, 4) Perlindungan keanekaragaman
lingkungan; atau f) penyerapan dan/atau hayati, 5) Penyelamatan dan perlindungan
penyimpanan karbon. Kegiatan usaha lingkungan, 6) Penyerapan dan/atau
pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan penyimpanan karbon
lindung, dilakukan dengan ketentuan b. Kegiatan Pengelolaan Hutan Lindung
tidak: a) mengurangi, mengubah atau
menghilangkan fungsi utamanya; b) Secara ringkas tahapan kegiatan
mengubah bentang alam; dan c) merusak pengelolaan hutan lindung meliputi: (1)
keseimbangan unsur lingkungan. penentuan batas-batas hutan yang ditata; (2)
inventarisasi, identifikasi, dan perisalahan
Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada kondisi kawasan hutan; (3) pengumpulan
hutan lindung antara lain berupa: rotan, data sosial, ekonomi dan budaya di hutan
madu, getah, buah, daun, kulit, jamur, dan sekitarnya; (4) pembagian hutan ke
sarang burung walet atau sejenisnya. dalam blok-blok; (5) registrasi; dan (6)
Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada pengukuran dan pemetaan.
hutan lindung dilakukan dengan ketentuan:
1) hasil hutan bukan kayu yang merupakan Desentralisasi telah mengharuskan
hasil reboisasi dan/atau tersedia secara pemerintah pusat untuk menyerahkan
alami; 2) tidak merusak lingkungan; dan sebagian kewenangannya kepada daerah.
3) tidak mengurangi, mengubah atau Oleh karenanya, sejak tahun 2000,
menghilangkan fungsi utamanya. pengelolaan hutan lindung di wilayah Pulau
Jawa dilaksanakan oleh Perum Perhutani
Ketentuan bagi pemungutan hasil hutan sedangkan untuk wilayah luar Jawa oleh
bukan kayu pada hutan lindung adalah Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) dan Dinas
hanya boleh dilakukan oleh masyarakat Kehutanan Provinsi.
di sekitar hutan. Sedangkan hal yang
dilarang pada hutan lindung adalah: 1) Standar Nasional Indonesia (SNI) berkaitan
bila memungut hasil hutan bukan kayu pengelolaan hutan lindung lestari yaitu
yang banyaknya melebihi kemampuan SNI 7848:2013. Standar tersebut menjadi
produktivitas lestarinya; 2) bila memungut acuan dalam pengelolaan hutan lindung
beberapa jenis hasil hutan yang dilindungi guna mewujudkan kelestarian fungsi hutan
oleh undang-undang. lindung. Prinsip, kriteria dan indikator
pengelolaan hutan lindung lestari menjadi
Jangka waktu Izin Usaha Pemanfaatan panduan untuk digunakan pemangku
Kawasan (IUPK) pada hutan lindung kepentingan.
sesuai dengan jenis usahanya, diberikan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat Adapun 9 kriteria dan masing-masing
diperpanjang. IUPK pada hutan lindung indikatornya dalam pengelolaan hutan
dapat diperpanjang, berdasarkan evaluasi lindung lestari meliputi:
yang dilakukan secara berkala setiap 1(satu) 1. Terpeliharanya sumber daya hutan
tahun oleh pemberi izin. IUPK diberikan lindung
82 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

a. Telah ditetapkan sebagai kawasan c. Terdapat prosedur yang


hutan lindung diimplementasikan untuk pengelolaan
b. Terdapat hasil inventarisasi sumber flora dan fauna penting (endemik/
daya hutan lindung lengkap meliputi langka/dilindungi) dan habitatnya
kondisi fisik, biologi dan sosial d. Terdapat prosedur yang
c. Pembagian blok untuk dipetakan diimplementasikan untuk pengelolaan
secara jelas serta ditandai dengan jasa lingkungan lainnya
jelas di lapangan e. Habitat flora dan fauna penting
d. Terdapat prosedur pengamanan (endemik/langka/dilindungi) dan jasa
kawasan hutan lindung yang lingkungan lainnya tidak mengalami
menekankan pada pelibatan penurunan fungsi
masyarakat
e. Terdapat sarana prasarana 4. Terpeliharanya akses pengelolaan dan
pengamanan pemanfaatan masyarakat yang adil.
f. Capaian penyelesaian masalah a. Proses pengukuhan kawasan
gangguan terhadap hutan lindung dilakukan secara partisipatif dan
g. Terdapat prosedur identifikasi dan menghargai hak-hak masyarakat di
penanganan dampak-dampak negatif dalam dan/atau di sekitarnya
kegiatan pemanfaatan b. Pembagian blok fungsi kawasan hutan
h. Laporan implementasi prosedur lindung dilakukan secara partisipartif
identifikasi dan penanganan dan menghargai hak-hak masyarakat
dampak-dampak negatif kegiatan di dalam dan/atau di sekitarnya
pemanfaatan, dan hasil-hasilnya c. Tingkat keterlibatan masyarakat dalam
upaya-upaya pengamanan kawasan
2. Terpeliharanya fungsi tata air dan sumber daya hutan lindung baik
a. Pembagian blok Kawasan hutan d. Terdapat mekanisme pemberian
lindung untuk pemeliharaan fungsi akses pemanfaatan yang adil bagi
tata air memperhatikan karakteristik masyarakat
fisik, tutupan lahan dan struktur
vegetasinya. 5. Terpeliharanya sumber-sumber ekonomi
b. Tingkat gangguan terhadap kawasan masyarakat
yang dapat menurunkan fungisnya a. Pembagian blok kawasan hutan
sebagai pengatur tata air dapat lindung untuk kepentingan sumber-
dikendalikan sumber ekonomi masyarakat
c. Terdapat prosedur pengelolaan fungsi memperhatikan jenis dan tingkat
tata air dan diimplementasikan pemanfaatan saat ini yang
d. Fungsi tata air berjalan baik dan/atau diperbolehkan dan potensi sumber
mengalami peningkatan daya untuk pemanfaatan ke depan.
b. Tingkat pemanfaatan sumber daya
3. Terpeliharanya fungsi lingkungan lainnya ditentukan atas hasil analisis potensi
a. Pembagian blok kawasan hutan yang ada dan tidak melebihi daya
lindung untuk pemeliharaan fungsi dukungnya
lingkungan lainnya memperhatikan c. Terdapat mekanisme pengaturan
karakteristik keanekaragaman hayati dan pemanfaatan terhadap sumber-
dan potensi jasa lingkungan lain dari sumber ekonomi masyarakat
kawasan hutan lindung d. Terdapat upaya-upaya rehabilitasi
b. Tingkat gangguan pada jenis-jenis atas sumber daya yang dimanfaatkan
flora dan fauna penting (endemik/ masyarakat
langka/dilindungi) dapat dikendalikan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 83
Pengelolaan Hutan

6. Terpeliharanya integrasi sosisl budaya 9. Dukungan pendanaan


masyarakat a. Tersedia sumber pendanaan yang
a. Pembagian blok kawasan hutan cukup dan berkelanjutan untuk
lindung untuk kepentingan sosial kepentingan pengelolaan fungsi-
budaya masyarakat memberikan fungsi sumber daya hutan lindung,
jenis pemanfaatan untuk kepentingan fungsi tata air, fungsi lingkungan
sosial budaya yang ada lainnya, akses masyarakat, manfaat
b. Terdapat mekanisme penyelesaian ekonomi, integrasi sosial-budaya
konflik atas kawasan dan sumber daya masyarakat serta fungsi monitoring
yang adil dan efektif yang dirumuskan dan evaluasi.
secara partisipatif b. Pemanfaatan dana dilakukan dengan
c. Teknik produksi menggunakan cara- efektif.
cara ramah lingkungan dan/atau
sesuai kearifan tradisional setempat c. Perizinan Berusaha dalam Hutan Lindung
Dalam rangka percepatan dan peningkatan
7. Penataan organisasi penanaman modal dan berusaha,
a. Struktur organisasi pengelola yang pemerintah menerapkan Online Single
partisipatif mendukung pelaksanaan Submission (OSS) yang ditetapkan dalam
fungsi-fungsi pemeliharaan: sumber Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun
daya hutan lindung, fungsi tata air, 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
fungsi lingkungan lainnya, akses Terintegrasi Secara Elektronik.
masyarakat, manfaat ekonomi,
integrasi sosial budaya masyarkat Pelaksanaan reformasi peraturan Perizinan
serta fungsi monitoring dan evaluasi. berusaha ini juga dilakukan pada sektor
b. Terdapat organisasi masyarakat lingkungan hidup dan kehutanan dengan
pemanfaatan sumber daya hutan dikeluarkannya PermenLHK Nomor P.22/
lindung MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2018 tentang
c. Mekanisme monitoring dan evaluasi Norma, standar, prosedur, dan kriteria
berjalan efektif yang ditujukan oleh pelayanan perizinan terintegrasi secara
tindakan tepat atas umpan balik hasil elektronik lingkup KLHK. Pada kawasan
kegiatan monitoring dan evaluasi. hutan lindung, telah diatur prosedur
perizinannya yang meliputi:
8. Penyiapan sumber daya manusia
1. Bidang Pemanfaatan Hutan
a. Tersedia sumber daya manusia yang
a. Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan Silvo
memadai untuk menangani fungsi-
Pastura (IUPK Silvopastura)
fungsi pemeliharaan sumber daya
b. Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan Silvo
hutan lindung, fungsi tata air, fungsi
Fishery (IUPK Silvo Fishery)
lingkungan lainnya, akses masyarakat,
c. Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan
manfaat ekonomi, integrasi sosial
Kayu
budaya masyarakat, penanganan
d. Izin Usaha Pemanfaatan Penyerapan
pengamanan kawasan serta fungsi
dan/atau Penyimpanan Karbon
monitoring dan evaluasi.
e. Izin Usaha Pemanfaatan Jasa
b. Tempat upaya-upaya peningkatan
Lingkungan
kapasitas organisasi masyarakat
pemanfaatan sumber daya hutan 2. Bidang Penggunaan Kawasan Hutan,
lindung untuk mendukung tujuan berupa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
kelestarian manfaat hutan lindung.
84 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

D. Pengelolaan Hutan Konservasi menunjang pengelolaan secara efektif


dan menjamin berlangsungnya proses
D.1. Pengertian dan Kriteria ekologis secara alami; dan/atau
Hutan konservasi adalah kawasan hutan • mempunyai ciri khas potensi dan
dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai dapat merupakan contoh ekosistem
fungsi pokok pengawetan keanekaragaman yang keberadaannya memerlukan
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. upaya konservasi.
Hutan konservasi terdiri atas (1) kawasan 2) Suaka Margasatwa adalah KSA yang
hutan suaka alam; (2) kawasan hutan mempunyai kekhasan/keunikan jenis
pelestarian alam, dan (3) taman buru. satwa liar dan/atau keanekaragaman
a. Kawasan Suaka Alam (KSA) satwa liar yang untuk kelangsungan
hidupnya memerlukan upaya
KSA adalah kawasan dengan ciri khas perlindungan dan pembinaan terhadap
tertentu, baik di daratan maupun populasi dan habitatnya.
di perairan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai kawasan pengawetan Kriteria suaka margasatwa meliputi:
keanekaragaman tumbuhan dan satwa • merupakan tempat hidup dan
serta ekosistemnya yang juga berfungsi berkembang biak satu atau beberapa
sebagai wilayah sistem penyangga jenis satwa langka dan/atau hampir
kehidupan. KSA terdiri dari Cagar Alam punah;
(CA) dan Suaka Margsatwa (SM). • memiliki keanekaragaman dan
populasi satwa yang tinggi;
1) Cagar Alam adalah KSA yang karena • merupakan tempat dan kehidupan
keadaan alamnya mempunyai kekhasan/ bagi jenis satwa migrasi tertentu; dan/
keunikan jenis tumbuhan dan/atau atau
keanekaragaman tumbuhan beserta • mempunyai luas yang cukup sebagai
gejala alam dan ekosistemnya yang habitat jenis satwa.
memerlukan upaya perlindungan
dan pelestarian agar keberadaan dan b. Kawasan Pelestarian Alam (KPA)
perkembangannya dapat berlangsung KPA adalah kawasan dengan ciri
secara alami. khas tertentu, baik di daratan
Kriteria cagar alam meliputi: maupun di perairan yang mempunyai
• memiliki keanekaragaman jenis fungsi pokok perlindungan sistem
tumbuhan dan/atau satwa liar yang penyangga kehidupan, pengawetan
tergabung dalam suatu tipe ekosistem; keanekaragaman jenis tumbuhan
• mempunyai kondisi alam, baik dan satwa, serta pemanfaatan secara
tumbuhan dan/atau satwa liar yang lestari Sumber Daya Alam Hayati dan
secara fisik masih asli dan belum ekosistemnya. KSA terdiri dari Taman
terganggu; Nasional (TN), Taman Hutan Raya
• terdapat komunitas tumbuhan dan/ (TAHURA) dan Taman Wisata Alam
atau satwa beserta ekosistemnya (TWA).
yang langka dan/atau keberadaannya 1) Taman Nasional adalah KPA yang
terancam punah; mempunyai Ekosistem asli, dikelola
• memiliki formasi biota tertentu dan/ dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan
atau unit-unit penyusunnya; untuk tujuan penelitian, ilmu
• mempunyai luas yang cukup pengetahuan, pendidikan, menunjang
dan bentuk tertentu yang dapat budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 85
Pengelolaan Hutan

Kriteria taman nasional meliputi: • kondisi lingkungan di sekitarnya


• memiliki sumber daya alam hayati dan mendukung upaya pengembangan
ekosistem yang khas dan unik yang pariwisata alam.
masih utuh dan alami serta gejala
alam yang unik; c. Taman Buru (TB)
• memiliki satu atau beberapa
ekosistem yang masih utuh; TB adalah kawasan hutan yang ditetapkan
• mempunyai luas yang cukup untuk sebagai tempat wisata berburu, dengan
menjamin kelangsungan proses kriteria:
ekologis secara alami; dan • areal yang ditunjuk mempunyai luas
• merupakan wilayah yang dapat dibagi yang cukup dan lapangannya tidak
ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, membahayakan; dan/atau
zona rimba, dan/atau zona lainnya • kawasan yang terdapat satwa buru
sesuai dengan keperluan. yang dikembangbiakkan sehingga
memungkinkan perburuan secara
2) Taman Hutan Raya adalah KPA untuk teratur dengan mengutamakan segi
tujuan koleksi tumbuhan dan/atau rekreasi, olahraga dan kelestarian
satwa yang alami atau bukan alami, satwa.
jenis asli dan/atau bukan jenis asli,
yang tidak invasif dan dimanfaatkan
untuk kepentingan penelitian, ilmu D. 2. Pengelolaan KSA, KPA dan Taman Buru
pengetahuan, pendidikan, menunjang Pengelolaan KSA dan KPA adalah upaya
budidaya, budaya, pariwisata, dan sistematis yang dilakukan untuk mengelola
rekreasi. kawasan melalui kegiatan perencanaan,
Kriteria taman hutan raya meliputi: perlindungan, pengawetan, pemanfaatan,
• memiliki keindahan alam dan/atau pengawasan, dan pengendalian.
gejala alam; Pengelolaan KSA dan KPA bertujuan untuk
• mempunyai luas wilayah yang mengawetkan keanekaragaman tumbuhan
memungkinkan untuk pengembangan dan satwa dalam rangka mencegah
koleksi tumbuhan dan/atau satwa; kepunahan spesies, melindungi sistem
dan penyangga kehidupan, dan pemanfaatan
• merupakan wilayah dengan ciri khas keanekaragaman hayati secara lestari.
baik asli maupun buatan, pada wilayah
yang ekosistemnya masih utuh Penyelenggaraan KSA dan KPA meliputi
kegiatan:
3) Taman Wisata Alam adalah KPA • perencanaan;
yang dimanfaatkan terutama untuk • perlindungan;
kepentingan pariwisata alam dan • pengawetan;
rekreasi. • pemanfaatan; dan
Kriteria taman wisata alam meliputi: • evaluasi kesesuaian fungsi.
• mempunyai daya tarik alam berupa
tumbuhan, satwa atau bentang alam, Penyelenggaraan pengelolaan untuk
gejala alam serta formasi geologi yang masing-masing unit KSA, KPA dan TB adalah
unik; sebagai berikut:
• mempunyai luas yang cukup untuk a. Balai Konservasi Sumber Daya Alam
menjamin kelestarian potensi dan menyelenggarakan pengelolaan Suaka
daya tarik alam untuk dimanfaatkan Margasatwa, Cagar Alam, Taman Wisata
bagi pariwisata dan rekreasi alam; dan Alam dan Taman Buru.
86 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

b. Balai Taman Nasional menyelenggarakan • Di dalam zona pemanfaatan taman


pengelolaan Taman Nasional nasional, taman hutan raya, dan taman
c. Unit Pelaksana Teknis Daerah (Provinsi) wisata alam dapat dibangun sarana
Taman Hutan Raya menyelenggarakan kepariwisataan berdasarkan rencana
pengelolaan Taman Hutan Raya. pengelolaan.
• Untuk kegiatan kepariwisataan dan
a. Pengelolaan KSA rekreasi, Pemerintah dapat memberikan
Pengelolaan kawasan suaka alam hak pengusahaan atas zona pemanfaatan
dilaksanakan oleh Pemerintah sebagai taman nasional, taman hutan raya,
upaya pengawetan keanekaragaman dan taman wisata alam dengan
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. mengikutsertakan rakyat.
• Di dalam cagar alam dapat dilakukan c. Pengelolaan Taman Buru
kegiatan untuk kepentingan penelitian
dan pengembangan, ilmu pengetahuan, Perburuan satwa buru diselenggarakan
pendidikan, dan kegiatan lainnya yang berdasarkan asas kelestarian manfaat
menunjang budidaya. dengan memperhatikan populasi, daya
• Di dalam suaka margasatwa dapat dukung habitat, dan keseimbangan
dilakukan kegiatan untuk kepentingan ekosistem.
penelitian dan pengembangan, ilmu
pengetahuan, pendidikan, wisata Satwa buru adalah jenis satwa liar tertentu
terbatas, dan kegiatan lainnya yang yang ditetapkan dapat diburu. Satwa buru
menunjang budidaya. pada dasarnya adalah satwa liar yang
• Dalam rangka kerja sama konservasi tidak dilindungi. Satwa buru digolongkan
internasional, kawasan suaka alam menjadi :
dan kawasan tertentu lainnya dapat a. burung;
ditetapkan sebagai cagar biosfer. b. satwa kecil;
c. satwa besar.
b. Pengelolaan KPA
Tempat berburu terdiri dari :
Kawasan pelestarian alam mempunyai a. Taman Buru, yaitu kawasan hutan
fungsi perlindungan sistem penyangga yang ditetapkan sebagai tempat
kehidupan, pengawetan keanekaragaman diselenggarakan perburuan secara
jenis tumbuhan dan satwa, serta teratur.
pemanfaatan secara lestari sumber daya
b. Areal Buru yaitu areal di luar taman
alam hayati dan ekosistemnya.
buru dan kebun buru yang di dalamnya
• Di dalam taman nasional, taman hutan
terdapat satwa buru yang dapat
raya, dan taman wisata alam dapat
diselenggarakan perburuan.
dilakukan kegiatan untuk kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan, c. Kebun Buru yaitu lahan di luar kawasan
pendidikan, menunjang budidaya, hutan yang diusahakan oleh badan usaha
budaya, dan wisata alam. dengan sesuatu alas hak, untuk kegiatan
• Kawasan taman nasional dikelola dengan perburuan.
sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, Berburu di taman buru dan areal buru
zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai hanya dapat dilakukan pada musim berburu
dengan keperluan. yaitu waktu tertentu yang ditetapkan oleh
• Pengelolaan taman nasional, taman Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya
hutan raya, dan taman wisata alam untuk dapat diselenggarakan kegiatan
dilaksanakan oleh Pemerintah. berburu. Penetapan musim berburu
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 87
Pengelolaan Hutan

dilakukan dengan persyaratan sebagai D. 3. Pemanfaatan KSA, KPA dan Taman


berikut : Buru
a. keadaan populasi dan jenis satwa buru;
b. musim kawin; Pemanfaatan hutan bertujuan untuk
c. musim beranak/bertelur; memperoleh manfaat yang optimal
d. perbandingan jantan betina; bagi kesejahteraan seluruh masyarakat
e. umur satwa buru. secara berkeadilan dengan tetap menjaga
kelestariannya. Pemanfaatan kawasan
Alat berburu terdiri dari : hutan dapat dilakukan pada semua
a. senjata api buru; kawasan hutan kecuali pada hutan cagar
b. senjata angin; alam serta zona inti dan zona rimba pada
c. alat berburu tradisional; taman nasional.
d. alat berburu lainnya.
Pemanfaatan KSA dan KPA dapat dilakukan
Berburu hanya dapat dilakukan setelah pada semua KSA dan KPA. Kegiatan
pemburu mendapat surat izin berburu pemanfaatan KSA dan KPA dilakukan
yaitu surat yang diberikan oleh Menteri dengan tidak merusak bentang alam dan
atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang mengubah fungsi KSA dan KPA. Kegiatan
menyebut pemberian hak untuk berburu pemanfaatan KSA dan KPA terdiri atas:
kepada orang yang namanya tercantum di • pemanfaatan kondisi lingkungan; dan
dalamnya. Surat izin berburu memuat hal- • pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa
hal sebagai berikut : liar.
a. nomor akta buru;
b. identitas pemburu; Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa
c. jenis dan jumlah satwa buru yang akan Liar adalah pemanfaatan jenis tumbuhan
diburu; dan satwa dengan memperhatikan
d. alat berburu; kelangsungan potensi, daya dukung, dan
e. tempat berburu; keanekaragaman jenis tumbuhan dan
f. masa berlaku izin berburu; satwa liar. Pemanfaatan KSA dan KPA
g. ketentuan larangan dan sanksi bagi untuk wisata alam serta Pemanfaatan Jenis
pemburu. Tumbuhan dan Satwa Liar dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
Untuk memperoleh surat izin berburu harus undangan.
memenuhi persyaratan:
a. memiliki akta buru yaitu akta otentik Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah
yang menyatakan bahwa seseorang telah pemanfaatan kondisi lingkungan berupa
memiliki/ menguasai kemampuan dan pemanfaatan potensi Ekosistem, keadaan
ketrampilan berburu satwa buru. iklim, fenomena alam, kekhasan jenis, dan
b. membayar pungutan izin berburu. peninggalan budaya yang berada dalam
KSA dan KPA, yang diwujudkan dalam
Akta buru terdiri dari : bentuk kegiatan wisata alam, pemanfaatan
a. akta buru burung; air, energi air, penyimpanan dan/atau
b. akta buru satwa kecil; penyerapan karbon, pemanfaatan panas
c. akta buru satwa besar. matahari, angin, dan pemanfaatan
panas bumi untuk memenuhi kebutuhan
Bagi masyarakat setempat yang listrik. Ketentuan lebih lanjut mengenai
melaksanakan pemburuan tradisional tidak pemanfaatan KSA dan KPA untuk
perlu memiliki akta buru, pemandu buru, penyimpanan dan/atau penyerapan
dan membayar pungutan izin berburu. karbon, pemanfaatan air, energi air, angin,
panas matahari, panas bumi, dan wisata
88 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

alam diatur dengan Peraturan Menteri. • pendidikan dan peningkatan


kesadartahuan konservasi;
Cagar alam dapat dimanfaatkan untuk • koleksi kekayaan keanekaragaman
kegiatan: hayati;
• penelitian dan pengembangan ilmu • penyimpanan dan/atau penyerapan
pengetahuan; karbon, pemanfaatan air, energi air,
• pendidikan dan peningkatan angin, panas matahari, panas bumi, dan
kesadartahuan konservasi alam; wisata alam; pemanfaatan tumbuhan
• penyerapan dan/atau penyimpanan dan Satwa Liar dalam rangka menunjang
karbon; dan budidaya dalam bentuk penyediaan
• pemanfaatan sumber plasma nutfah plasma nutfah;
untuk penunjang budidaya. • pemanfaatan tradisional oleh masyarakat
Suaka margasatwa dapat dimanfaatkan setempat. Pemanfaatan tradisional
untuk kegiatan: dapat berupa kegiatan pemungutan hasil
• penelitian dan pengembangan ilmu hutan bukan kayu, budidaya tradisional,
pengetahuan; serta perburuan tradisional terbatas
• pendidikan dan peningkatan untuk jenis yang tidak dilindungi.
kesadartahuan konservasi alam; • pembinaan populasi melalui penangkaran
• penyimpanan dan/atau penyerapan dalam rangka pengembangbiakan satwa
karbon, pemanfaatan air serta energi atau perbanyakan tumbuhan secara
air, panas, dan angin serta wisata alam buatan dalam lingkungan yang semi
terbatas; dan alami.
• pemanfaatan sumber plasma nutfah Taman Wisata Alam dapat dimanfaatkan
untuk penunjang budidaya. untuk kegiatan:
Taman nasional dapat dimanfaatkan untuk • penyimpanan dan/atau penyerapan
kegiatan: karbon, pemanfaatan air, energi air,
• penelitian dan pengembangan ilmu angin, panas matahari, panas bumi, dan
pengetahuan; wisata alam;
• pendidikan dan peningkatan • penelitian dan pengembangan ilmu
kesadartahuan konservasi alam; pengetahuan;
• penyimpanan dan/atau penyerapan • pendidikan dan peningkatan
karbon, pemanfaatan air, energi air, kesadartahuan konservasi alam;
angin, panas matahari, panas bumi, dan • pemanfaatan sumber Plasma Nutfah
wisata alam; untuk penunjang budidaya;
• pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar; • pembinaan populasi dalam rangka
• pemanfaatan sumber Plasma Nutfah penetasan telur dan/atau pembesaran
untuk penunjang budidaya; dan anakan yang diambil dari alam; dan
• pemanfaatan tradisional oleh masyarakat • pemanfaatan tradisional oleh masyarakat
setempat. Pemanfaatan tradisional setempat.
dapat berupa kegiatan pemungutan hasil a. Kerjasama Penyelenggaraan KSA dan KPA
hutan bukan kayu, budidaya tradisional,
serta perburuan tradisional terbatas Kerjasama penyelenggaraan KSA dan KPA
untuk jenis yang tidak dilindungi. adalah kegiatan bersama para pihak yang
dibangun atas kepentingan bersama untuk
Taman Hutan Raya dapat dimanfaatkan optimalisasi dan efektifitas pengelolaan
untuk kegiatan: kawasan atau karena adanya pertimbangan
• penelitian dan pengembangan ilmu khusus bagi penguatan ketahanan nasional.
pengetahuan dan teknologi;
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 89
Pengelolaan Hutan

Kerjasama penyelenggaraan KSA dan KPA • pemanfaatan dan pengembangan


bertujuan untuk mewujudkan penguatan transportasi terbatas; atau
tata kelola pengelolaan kawasan dan • pemanfaatan dan pengembangan energi
konservasi keanekaragaman hayati. baru dan terbarukan serta jaringan listrik
Kerjasama penyelenggaraan KSA dan KPA untuk kepentingan nasional.
dapat meliputi:
• penguatan fungsi KSA dan KPA serta Kerjasama yang mempunyai pengaruh
konservasi keanekaragaman hayati. penting terhadap kedaulatan negara dan
• pembangunan strategis yang tidak dapat pertahanan keamanan negara, antara lain
dielakkan. berupa:
• pemetaan dan pemasangan patok batas
Ruang lingkup kegiatan kerjasama dalam negara;
penyelenggaraan KSA dan KPA, meliputi: • pembangunan dan/atau pemeliharaan
mitra kerjasama; penguatan fungsi KSA jalan/pos lintas batas;
dan KPA serta konservasi keanekaragaman • pembangunan dan/atau pemeliharaan
hayati; pembangunan strategis yang tidak dermaga kapal patroli perbatasan;
dapat dielakkan; kewajiban; tata cara • pembangunan dan/atau pemeliharaan
kerjasama; dan monitoring, evaluasi dan menara komunikasi pertahanan negara;
pelaporan. • pembangunan dan/atau pemeliharaan
radar;
Mitra kerjasama dalam penyelenggaraan • pembangunan dan/atau pemeliharaan
KSA dan KPA meliputi: helipad;
• badan usaha; • area latihan militer.
• lembaga internasional; atau
• pihak lainnya, antara lain: instansi b. Kolaborasi Pengalolaan KSA dan KPA
pemerintah/lembaga negara;
pemerintah daerah provinsi/kabupaten/ Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka
kota; kelompok masyarakat; lembaga Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
swadaya masyarakat; perorangan; adalah pelaksanaan suatu kegiatan atau
lembaga pendidikan; atau yayasan penanganan suatu masalah dalam rangka
membantu meningkatkan efektivitas
Kerjasama dalam rangka penguatan pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan
fungsi KSA dan KPA serta konservasi Kawasan Pelestarian Alam secara bersama
keanekaragaman hayati, antara lain berupa: dan sinergis oleh para pihak atas dasar
• kerjasama penguatan kelembagaan; kesepahaman dan kesepakatan bersama
• kerjasama perlindungan kawasan; sesuai dengan peraturan perundang-
• kerjasama pengawetan flora dan fauna; undangan yang berlaku.
• kerjasama pemulihan ekosistem;
• kerjasama pengembangan wisata alam; Para pihak dalam kolaborsai adalah semua
atau pihak yang memiliki minat, kepedulian, atau
• kerjasama pemberdayaan masyarakat. kepentingan dengan upaya konservasi KPA
dan KSA, antara lain Lembaga pemerintah
Kerjasama dalam rangka pembangunan pusat, Lembaga pemerintah daerah
strategis yang tidak dapat dielakkan (eksekutif dan legislatif), masyarakat
meliputi: setempat, LSM, BUMN, BUD, swasta
• kegiatan yang mempunyai pengaruh nasional, perorangan maupun masyarakat
terhadap kedaulatan negara dan internasional, Perguruan Tinggi/
pertahanan keamanan negara; Universitas/ Lembaga Pendidikan/Lembaga
• pemanfaatan dan pengembangan sarana Ilmiah.
komunikasi;
90 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Kolaborasi dalam rangka pengelolaan • pengembangan Desa Konservasi;


Kawasan Suaka Alam dan Kawasan • pemberian akses;
Pelestarian Alam adalah proses kerjasama • fasilitasi kemitraan;
yang dilakukan oleh para pihak yang • pemberian izin pengusahaan jasa wisata
bersepakat atas dasar prinsip-prinsip alam; dan
saling menghormati, saling menghargai, • pembangunan pondok wisata.
saling percaya dan saling memberikan
kemanfaatan. Desa Konservasi adalah desa atau sebutan
lain yang berada di sekitar KSA/KPA dan
Kolaborasi pengelolaan KSA dan KPA harus ditunjuk/ditetapkan oleh pengelola KSA/
memenuhi ketentuan (1) Tidak mengubah KPA sebagai sasaran Pemberdayaan
statusnya sebagai kawasan konservasi, (2) Masyarakat.
Kewenangan penyelenggaraan pengelolaan
KSA dan KPA tetap berada pada Menteri Desa Konservasi yang telah ditetapkan
Kehutanan, (3) Pelaksanaan kegiatan mendapat prioritas untuk dikembangkan:
dalam rangka kolaborasi yang dilakukan • sebagai prioritas lokasi program/kegiatan
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pembangunan kehutanan; dan
kolaborasi dan peraturan perundang- • menjadi mitra pemerintah dalam
undangan yang berlaku di bidang pengembangan kegiatan konservasi.
konservasi. Pemberian akses terdiri atas:
c. Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar KSA • pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu,
dan KPA meliputi pengambilan getah, rumput,
rotan, madu, tumbuhan obat, jamur dan
Pemberdayaan Masyarakat adalah buah-buahan.
upaya mengembangkan kemandirian • budidaya tradisional antara lain budidaya
dan kesejahteraan masyarakat dengan tanaman obat, dan budidaya tanaman
meningkatkan pengetahuan, sikap, untuk pemenuhan kebutuhan sehari-
keterampilan, perilaku, kemampuan, hari.
kesadaran, serta memanfaatkan sumber • perburuan tradisional terbatas untuk
daya melalui penetapan kebijakan, jenis yang tidak dilindungi yaitu jenis
program, kegiatan, dan pendampingan tumbuhan dan satwa yang tidak
yang sesuai dengan esensi masalah dan dilindungi.
prioritas kebutuhan masyarakat. • pemanfaatan sumber daya perairan
terbatas untuk jenis-jenis yang tidak
Pemberdayaan Masyarakat di sekitar KSA dilindungi; atau
dan KPA bertujuan untuk mengembangkan • wisata alam terbatas yaitu kegiatan
kemandirian dan kesejahteraan Masyarakat wisata alam yang terkait Pemanfaatan
di sekitar kawasan KSA dan KPA untuk Tradisional.
mendukung kelestarian KSA dan KPA.
d. Zonasi dan Pembagian Blok Pengelolaan
Masyarakat adalah orang perseorangan
atau kelompok orang termasuk masyarakat Penataan kawasan dalam KSA dan KPA
hukum adat yang tinggal di sekitar KSA/ dilakukan dengan perencanaan dengan
KPA atau yang kehidupannya memiliki membagi kawasan ke dalam zona
keterkaitan dan ketergantungan pada pengelolaan atau blok pengelolaan sesuai
potensi dan sumber daya alam di KSA/KPA. dengan hasil inventarisasi potensi kawasan
serta mempertimbangkan prioritas
Pemberdayaan Masyarakat di sekitar KSA pengelolaan kawasan, yang mencakup :
dan KPA meliputi: • zona pengelolaan pada TN;
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 91
Pengelolaan Hutan

• blok pengelolaan pada CA, SM, TAHURA, tidak diperbolehkan adanya perubahan
dan TWA. berupa mengurangi, menghilangkan
fungsi dan menambah jenis tumbuhan
Zona pengelolaan pada TN terdiri atas : dan satwa lain yang tidak asli.
a. zona inti;
2. Zona Rimba adalah bagian TN yang
b. zona rimba;
ditetapkan karena letak, kondisi dan
c. zona pemanfaatan; dan/atau
potensinya mampu mendukung
d. zona lainnya sesuai dengan keperluan,
kepentingan pelestarian pada zona inti
terdiri atas :
dan zona pemanfaatan.
• zona perlindungan bahari;
• zona tradisional; 3. Zona Pemanfaatan adalah bagian dari
• zona rehabilitasi; TN yang ditetapkan karena letak, kondisi
• zona religi, budaya dan sejarah; dan/ dan potensi alamnya yang terutama
atau dimanfaatkan untuk kepentingan
• zona khusus. pariwisata alam dan kondisi lingkungan
lainnya.
Blok pengelolaan pada CA meliputi : 4. Blok Perlindungan adalah bagian
a. blok perlindungan/perlindungan bahari; dari kawasan yang ditetapkan
dan sebagai areal untuk perlindungan
b. blok lainnya. meliputi : keterwakilan keanekaragaman hayati
• blok rehabilitasi; dan ekosistemnya pada kawasan selain
• blok religi, budaya dan sejarah; dan/atau taman nasional.
• blok khusus
5. Blok Pemanfaatan adalah bagian dari
Blok pengelolaan pada SM terdiri atas : SM, TWA dan TAHURA yang ditetapkan
a. blok perlindungan/perlindungan bahari; karena letak, kondisi dan potensi
b. blok pemanfaatan; dan/atau alamnya yang terutama dimanfaatkan
c. blok lainnya. terdiri atas : untuk kepentingan pariwisata alam dan
• blok rehabilitasi; kondisi lingkungan lainnya.
• blok religi, budaya dan sejarah; dan/ 6. Zona/Blok Perlindungan bahari adalah
atau bagian dari kawasan perairan laut yang
• blok khusus. ditetapkan sebagai areal perlindungan
jenis tumbuhan, satwa dan ekosistem
Blok pengelolaan pada kawasan TAHURA serta sistem penyangga kehidupan.
dan TWA terdiri atas :
a. blok perlindungan/perlindungan bahari; 7. Blok Koleksi tumbuhan dan/atau satwa
b. blok pemanfaatan; dan/atau adalah bagian dari TAHURA yang
c. blok lainnya terdiri atas : ditetapkan sebagai areal untuk koleksi
• blok tradisional; tumbuhan dan/atau satwa.
• blok rehabilitasi; 8. Zona/Blok Tradisional adalah bagian dari
• blok religi, budaya dan sejarah; dan/ KPA yang ditetapkan sebagai areal untuk
atau kepentingan pemanfaatan tradisional
• blok khusus. oleh masyarakat yang secara turun-
temurun mempunyai ketergantungan
Pengertian zona pengelolaan taman dengan sumber daya alam.
nasional dan blok pengelolaan cagar alam, 9. Zona/Blok Rehabilitasi adalah bagian
suaka margasatwa, taman hutan raya dan dari KSA/KPA yang ditetapkan sebagai
taman wisata alam. areal untuk pemulihan komunitas hayati
1. Zona Inti adalah kawasan taman dan ekosistemnya yang mengalami
nasional yang mutlak dilindungi dan kerusakan.
92 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

10. Zona/Blok Religi, Budaya dan Sejarah Mekanisme alam adalah suatu tindakan
adalah bagian dari KSA/KPA yang pemulihan terhadap ekosistem yang
ditetapkan sebagai areal untuk kegiatan terindikasi mengalami penurunan fungsi
keagamaan, kegiatan adat-budaya, melalui tindakan perlindungan terhadap
perlindungan nilai-nilai budaya atau kelangsungan proses alami, untuk tujuan
sejarah. tercapainya keseimbangan sumber daya
11. Zona/Blok Khusus adalah bagian dari alam hayati dan ekosistemnya mendekati
KSA/KPA yang ditetapkan sebagai areal kondisi aslinya.
untuk pemukiman kelompok masyarakat Rehabilitasi ekosistem adalah suatu
dan aktivitas kehidupannya dan/atau tindakan pemulihan terhadap ekosistem
bagi kepentingan pembangunan sarana yang mengalami kerusakan fungsi berupa
telekomunikasi dan listrik, fasilitas berkurangnya penutupan lahan, kerusakan
transportasi dan lain-lain yang bersifat badan air atau bentang alam laut melalui
strategis. tindakan penanaman, rehabilitasi badan
air atau rehabilitasi bentang alam laut
e. Pemulihan Ekosistem Kawasan Konservasi
untuk tujuan tercapainya keseimbangan
Pemulihan ekosistem adalah kegiatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
pemulihan ekosistem KSA/KPA termasuk mendekati kondisi aslinya.
didalamnya pemulihan terhadap alam
Restorasi ekosistem adalah suatu tindakan
hayatinya sehingga terwujud keseimbangan
pemulihan terhadap ekosistem yang
alam hayati dan ekosistemnya di kawasan mengalami kerusakan fungsi berupa
tersebut. berkurangnya penutupan lahan, kerusakan
Pemulihan ekosistem penyusun KSA dan badan air atau bentang alam laut serta
KPA bertujuan untuk mengembalikan terganggunya status satwa liar, biota
sepenuhnya integritas ekosistem: air, atau biota laut melalui tindakan
a. kembali ke tingkat/kondisi aslinya; penanaman, rehabilitasi badan air atau
b. kepada kondisi masa depan tertentu rehabilitasi bentang alam laut, pembinaan
(Desired Future Condition/DFC) sesuai habitat dan populasi untuk tujuan
dengan tujuan pengelolaan kawasan. tercapainya keseimbangan sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya mendekati
Pemulihan ekosistem penyusun KSA atau kondisi aslinya.
KPA, antara lain meliputi kegiatan:
Pelaksanaan pemulihan ekosistem
a. perlindungan dan pengamanan KSA atau
dilakukan oleh unit pengelola dan/
KPA termasuk koridor bagi penyebaran
atau dapat dilakukan oleh pemegang
satwa liar dan transfer materi genetik;
izin setelah mendapat izin dari Menteri
b. pemulihan habitat bagi spesies satwa
dengan melibatkan masyarakat setempat.
atau tumbuhan asli atau endemik;
Pelibatan masyarakat setempat dilakukan
c. mempertahankan dan memulihkan
dalam rangka peningkatan sosial ekonomi
dinamika populasi dan struktur vegetasi; masyarakat setempat sebagai upaya
d. mengurangi atau menghilangkan keberlanjutan pemulihan ekosistem.
ancaman terhadap kerusakan ekosistem.
Pelaksanaan pemulihan ekosistem ditujukan
Pemulihan ekosistem dilakukan dengan untuk terwujudnya kondisi ekosistem asli
cara: atau kondisi masa depan yang diinginkan
a. mekanisme alam; sesuai dengan tujuan pengelolaan. Untuk
b. rehabilitasi; atau mewujudkan kondisi ekosistem asli atau
c. restorasi. kondisi masa depan yang diinginkan,
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 93
Pengelolaan Hutan

ditetapkan ekosistem referensi. Pemulihan ekosistem dengan cara


rehabilitasi, dilakukan melalui kegiatan:
Kondisi asli adalah kondisi alamiah dari • perlindungan dan pengamanan;
suatu ekosistem yang belum mengalami • penanaman;
perubahan atau kerusakan serta komponen- • pengkayaan jenis; dan
komponennya berada dalam kondisi yang • pembinaan populasi.
seimbang dan dinamis.
Ekosistem yang akan dipulihkan melalui
Kondisi masa depan tertentu yang restorasi, merupakan ekosistem yang
diinginkan (desired future condition) mengalami kerusakan berat atau
adalah kondisi tertentu ekosistem dimasa terdekstruksi maupun areal yang struktur
yang akan datang sesuai dengan tujuan
vegetasi dan dinamika populasinya berubah
pengelolaan, antara lain untuk tujuan
secara nyata yang mengurangi integritas
pengelolaan habitat jenis satwa langka
serta kesehatan ekologis kawasan.
tertentu atau sebagai lokasi sumber plasma
nutfah, atau untuk tujuan rekreasi. Pemulihan ekosistem dengan cara restorasi,
dilakukan melalui kegiatan:
Ekosistem referensi adalah ekosistem
• perlindungan dan pengamanan;
tak terganggu yang berada di sekitar
• pembinaan habitat, ruang jelajah atau
areal yang akan dipulihkan atau deskripsi
ekologis berupa laporan survey, jurnal, foto pembinaan obyek wisata alam;
udara atau citra satelit, suatu ekosistem • penanaman; dan
yang memiliki kemiripan ekologis dengan • pembinaan populasi.
ekosistem yang akan dipulihkan dan
merupakan referensi sementara untuk Selain kawasan konservasi yang ada, juga
mencapai tujuan pemulihan, dimana unsur- telah ditetapkan Kesatuan Pemangkuan
unsur ekosistem referensi dapat menjadi Hutan Konservasi non Taman Nasional .
contoh (template) bagi kegiatan pemulihan. Selain itu beberapa unit kawasan konservasi
juga mendapatkan penetapan internasional
Ekosistem yang akan dipulihkan melalui sebagai Cagar Biosfer, Situs Warisan Dunia,
mekanisme alam, merupakan ekosistem Situs Ramsar, dan ASEAN Heritage Park.
yang mengalami kerusakan ringan atau
terdegradasi maupun areal yang berubah D.4. Ekosistem Esensial
secara ringan atau gradual tetapi telah
mengurangi integritas dan kesehatan Dasar hukum penyelenggaraan Kawasan
ekologis kawasan. Ekosistem Esensisal (KEE) adalah:
• Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5
Pemulihan ekosistem dengan cara Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
mekanisme alam dilakukan melalui kegiatan Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; dan
perlindungan dan pengamanan terhadap • Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah
proses suksesi alam untuk mencegah Nomor 28 Tahun 2011 tentang
kerusakan lebih lanjut akibat aktivitas Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan
manusia. Kawasan Pelestarian Alam
Ekosistem yang akan dipulihkan melalui
rehabilitasi, merupakan ekosistem yang Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), tersirat
mengalami kerusakan sedang atau dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun
terganggumaupun areal yang struktur 1990 tentang konservasi sumber daya alam
vegetasinya berubah secara nyata dan hayati dan ekosistemnya dan termasuk
mengurangi integritas serta kesehatan dalam wilayah perlindungan sistem
ekologis kawasan. penyangga kehidupan.
94 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Pengelolaan KEE dikoordinasikan oleh esensial tersebut berupa jasa terjaminnya


Direktorat Jenderal Konservasi Sumber keberlangsungan proses dinamika
Daya Alam dan Ekosistemnya (Ditjen kehidupan pada komunitas hayati dan
KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan nirhayati di dalamnya. Jika pilar-pilar
Kehutanan (KLHK). tersebut terganggu sehingga menjadi
roboh, maka makna esensi jasa ekosistem
Kawasan ekosistem esensial adalah komunitas yang menunjang proses
eksosistem di luar kawasan konservasi yang kehidupan menjadi terganggu, rusak dan
secara ekologis penting bagi konservasi hilang atau menjadi punah fungsinya.
keanekaragaman hayati yang mencakup
ekosistem alami dan buatan yang berada di Oleh karenanya, kawasan ekosistem esensial
dalam dan di luar kawasan hutan. harus diartikan sebagai kawasan yang tidak
saja penting, tetapi keberadaannya mutlak
Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) dikenal adanya.
dengan beberapa tipe yaitu:
• Tipe ekologis penting atau nilai Keberadaan kawasan esensial dan fungsinya
konservasi tinggi didalamnya termasuk juga mutlak diketahui oleh masyarakat.
kawasan mangrove, karst, gambut dan masyarakat dan seluruh pemangku
perairan darat/lahan basah (danau, kepentingan dipersyaratkan untuk ikut
sungai, rawa, payau, dan wilayah pasang ambil bagian dalam proses perencanaan
surut yang tidak lebih dari 6 meter), dan pemantauan.
• Tipe landscape didalamnya termasuk
habitat endemik dan lintasan satwa liar Untuk mengelola kawasan dengan
dan, pendekatan berbasis ekosistem ini, perlu
• Tipe pencadangan sumber daya mengadopsi beberapa prinsip berikut:
alam di dalamnya termasuk taman 1. Keadilan lintas generasi
keanekaragaman hayati (kehati). 2. Kelestarian fungsi ekologi lansekap
sebagai penentu kualitas penyangga
Kawasan ekosistem esensial merupakan kehidupan (dalam berbagai batasan
inovasi dalam pengelolaan keanekaragaman kontekstual), prinsip ini menunjukkan
hayati, merupakan upaya kolaboratif pentingnya daya dukung dan daya
pengelolaan keragaman hayati antara tampung lansekap untuk menopang
pemerintah, swasta dan masyarakat dinamika sosial ekonomi wilayah tanpa
dengan mengutamakan masyarakat namun mengesampingkan fungsi ekologi
bersinergi dengan konservasi keragaman lansekap untuk memproduksi jasa
hayati. ekosistem yang sehat
3. Penerapan prinsip kehati-hatian,
Kawasan ekosistem esensial menjadi kunci sehingga mendorong dijalankannya
dan pedoman bagi keberlanjutan kehidupan “adaptive management over space and
dan keberlanjutan pembangunan. Kawasan time” oleh seluruh masyarakat
ini boleh jadi juga menjadi kawasan koridor 4. Optimasi manfaat sosialbudaya-
yang menghubungkan berbagai kawasan ekonomi kawasan pada beragam skala
konservasi sehingga dapat mengatasi kontekstual;
fragmentasi dan mencegah punahnya jenis. 5. Institusi pengelolaan berbasis jejaring
Kawasan ekosistem esensial boleh jadi juga dan “fit-in” dalam konteks lokal, skala
sebagai penyangga untuk mengatasi lansekap, regional dan nasional (good
tekanan pada kawasan-kawasan konservasi. governance)
6. “Continual Improvement” dari sistem
Esensi makna unik dan penting ekosistem manajemen seluruh elemen lansekap
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 95
Pengelolaan Hutan

D.5. Lembaga Konservasi situ), baik berupa lembaga pemerintah


maupun lembaga non-pemerintah yang
Lembaga konservasi adalah lembaga yang dalam peruntukan dan pengelolaannya
bergerak di bidang konservasi tumbuhan difokuskan pada fungsi penyelamatan
dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ex- atau rehabilitasi satwa. Bentuk lembaga
situ), baik berupa lembaga pemerintah konservasi untuk kepentingan khusus
maupun lembaga non-pemerintah. meliputi:
Lembaga Konservasi mempunyai fungsi
1) Pusat penyelamatan satwa;
utama pengembangbiakan terkontrol dan/
atau penyelamatan tumbuhan dan satwa 2) Pusat latihan satwa khusus; dan
dengan tetap mempertahankan kemurnian 3) Pusat rehabilitasi satwa.
jenisnya.
b. Lembaga konservasi untuk kepentingan
lembaga konservasi juga mempunyai fungsi umum adalah lembaga yang bergerak
sebagai tempat pendidikan, peragaan, di bidang konservasi tumbuhan dan/
penitipan sementara, sumber indukan atau satwa liar di luar habitatnya (ex-
dan cadangan genetik untuk mendukung situ), baik berupa lembaga pemerintah
populasi in-situ, sarana rekreasi yang sehat maupun lembaga non-pemerintah yang
serta penelitian dan pengembangan ilmu dalam peruntukan dan pengelolaannya
pengetahuan. mempunyai fungsi utama dan fungsi
lain untuk kepentingan umum. Bentuk
Pengelolaan lembaga konservasi lembaga konservasi untuk kepentingan
dilakukan berdasarkan prinsip etika dan umum meliputi:
kesejahteraan satwa. Ketentuan lebih lanjut 1) Kebun binatang;
mengenai etika dan kesejahteraan satwa 2) Taman safari;
adalah melalui Peraturan Direktur Jenderal 3) Taman satwa;
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 4) Taman satwa khusus;
Nomor P.9/IV-SET/2011 tentang Pedoman 5) Museum zoologi;
Etika dan Kesejahteraan Satwa di Lembaga 6) Kebun botani;
Konservasi. 7) Taman tumbuhan khusus; dan
Lembaga konservasi dapat berbentuk: 8) Herbarium.
a. Pusat penyelamatan satwa; Kebun binatang adalah tempat
b. Pusat latihan satwa khusus; pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya
c. Pusat rehabilitasi satwa; 3 (tiga) kelas taksa pada areal dengan
d. kebun binatang; luasan sekurang-kurangnya 15 (lima belas)
e. Taman safari; hektar dan pengunjung tidak menggunakan
f. Taman satwa; kendaraan bermotor (motor atau mobil).
g. Taman satwa khusus;
h. Museum zoologi; Taman satwa adalah tempat pemeliharaan
i. Kebun botani; satwa sekurang-kurangnya 2 (dua) kelas
j. Taman tumbuhan khusus; atau taksa pada areal dengan luasan sekurang-
k. Herbarium. kurangnya 2 (dua) hektar.
Bentuk Lembaga konservasi dikelompokkan Taman satwa khusus adalah tempat
menjadi dua yaitu: pemeliharaan jenis satwa tertentu atau
a. Lembaga konservasi untuk kepentingan kelas taksa satwa tertentu pada areal
khusus adalah lembaga yang bergerak sekurang-kurangnya 2 (dua) hektar.
di bidang konservasi tumbuhan dan/
Taman safari adalah tempat pemeliharaan
atau satwa liar di luar habitatnya (ex-
96 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

satwa sekurang-kurangnya 3 (tiga) kelas tertentu atau kelas taksa tumbuhan liar
taksa pada areal terbuka dengan luasan tertentu, untuk kepentingan sebagai
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) hektar, sumber cadangan genetik, pendidikan,
yang bisa dikunjungi dengan menggunakan budidaya, penelitian dan pengembangan
kendaraan roda empat (mobil) pribadi bioteknologi.
dan/atau kendaraan roda empat (mobil)
yang disediakan pengelola yang aman dari Kebun Raya dapat dikelompokkan
jangkauan satwa. sebagai Kebun Botani, namun karena
pengelolaannya berada di bawah Lembaga
Kebun botani adalah lokasi pemeliharaan Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan
berbagai jenis tumbuhan tertentu, untuk penyelenggaraannya diatur tersendiri oleh
dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, Peraturan Presiden Republik Indonesia
penelitian dan pengembangan bioteknologi, Nomor 93 Tahun 2011 Tentang Kebun
rekreasi dan budidaya. Raya, maka tidak termasuk yang diatur
Pusat rehabilitasi satwa (PRS) adalah tempat di Kementerian Lingkungan Hidup dan
untuk melakukan proses rehabilitasi, Kehutanan. Pembangunan dan pengelolaan
adaptasi satwa dan pelepasliaran ke habitat kebun raya mengacu pada Peraturan
alaminya. Presiden Republik Indonesia Nomor 93
Tahun 2011 tersebut.
Pusat penyelamatan satwa (PPS) adalah
tempat untuk melakukan kegiatan Kebun Raya adalah kawasan konservasi
pemeliharaan satwa hasil sitaan atau tumbuhan secara ex situ yang memiliki
temuan atau penyerahan dari masyarakat koleksi tumbuhan terdokumentasi
yang pengelolaannya bersifat sementara dan ditata berdasarkan pola klasifikasi
sebelum adanya penetapan penyaluran taksonomi, bioregion, tematik, atau
satwa (animal disposal) lebih lanjut oleh kombinasi dari pola-pola tersebut untuk
Pemerintah. tujuan kegiatan konservasi, penelitian,
pendidikan, wisata dan jasa lingkungan.
Pusat latihan satwa khusus (PLS) adalah Kebun Raya terdiri dari:
tempat melatih satwa khusus spesies gajah a. Kebun Raya yang menjadi kewenangan
agar menjadi terampil sehingga dapat Pemerintah Pusat;
dimanfaatkan antara lain untuk kegiatan b. Kebun Raya yang menjadi kewenangan
peragaan di dalam areal pusat latihan Pemerintah Daerah Provinsi; dan
gajah, patroli pengamanan kawasan hutan, c. Kebun Raya yang menjadi kewenangan
sumber satwa bagi lembaga konservasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
lainnya dan/atau membantu kegiatan
kemanusiaan dan pendidikan.
E. Konservasi Keanekaragaman Hayati
Museum zoologi adalah tempat koleksi
berbagai spesimen satwa dalam keadaan E.1. Pengertian
mati, untuk kepentingan pendidikan dan
penelitian. Keanekaragaman hayati atau kehati
diterjemahkan sebagai semua makhluk
Herbarium adalah tempat koleksi berbagai yang hidup di bumi, termasuk semua
spesimen tumbuhan dalam keadaan jenis tumbuhan, binatang dan mikroba.
mati untuk kepentingan pendidikan dan Keanekaragaman hayati juga dapat dimaknai
penelitian. sebagai variabilitas di antara organisme
hidup dari semua sumber termasuk
Taman tumbuhan khusus adalah tempat ekosistem darat, laut dan perairan lainnya;
pemeliharaan jenis tumbuhan liar
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 97
Pengelolaan Hutan

serta kompleksitas ekologis dimana mereka kemampuan dan pemanfaatan sumber


menjadi bagian di dalamnya, termasuk 1) daya alam hayati dalam ekosistemnya
keanekaragaman dalam spesies (genetik), secara serasi dan seimbang
2) keanekaragaman antar spesies, dan 3) 2. Konservasi sumber daya alam hayati dan
keanekaragaman ekosistem. ekosistemnya bertujuan mengusahakan
terwujudnya kelestarian sumber
Keanekaragaman genetik adalah daya alam hayati serta keseimbangan
keanekaragaman individu di dalam suatu ekosistemnya sehingga dapat lebih
jenis. Keanekaragaman ini disebabkan oleh mendukung upaya peningkatan
perbedaan genetis antar individu, dimana kesejahteraan masyarakat dan mutu
individu di dalam satu jenis membawa kehidupan manusia
susunan gen yang berbeda dengan individu 3. Konservasi sumber daya alam hayati
lainnya. Keanekaragaman jenis adalah dan ekosistemnya merupakan
keanekaragaman jenis organisme yang tanggungjawab dan kewajiban
menempati suatu ekosistem, di darat pemerintah dan masyarakat
maupun di perairan. Masing-masing 4. Konservasi sumber daya alam hayati
organisme memiliki ciri yang berbeda dan ekosistemnya dilakukan melalui
satu sama lain dan keanekaragamannya kegiatan:
tidak hanya diukur dari banyaknya jenis a. Perlindungan sistem penyangga
di suatu daerah tertentu tetapi juga kehidupan
dari keanekaragaman takson (kelompok b. Pengawetan keanekaragaman
taksonomi). Keanekaragaman ekosistem jenis tumbuhan dan satwa beserta
adalah keanekaragaman bentuk dan ekosistemnya
susunan bentang alam, daratan maupun c. Pemanfaatan secara lestari sumber
perairan dimana makhluk atau organisme daya alam hayati dan ekosistemnya.
hidup berinteraksi, dan membentuk
keterkaitan dengan lingkungan fisiknya. Konservasi keanekaragaman hayati juga
diatur dalam Undang-Undang Nomor 41
Ketiga kategori keanekaragaman hayati Tahun 1999 tentang Kehutanan, dengan
tersebut saling terkait satu sama lain, menyelenggarakan perlindungan hutan
sehingga kawasan yang mempunyai dan konservasi alam yang bertujuan
keanekaragaman ekosistem yang tinggi, menjaga hutan, kawasan hutan dan
biasanya juga memiliki keanekaragaman lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi
jenis dan variasi genetis yang tinggi pula. konservasi, dan fungsi produksi, tercapai
Konservasi keanekaragaman hayati adalah secara optimal dan lestari. Setiap orang
pengelolaan sumber daya alam hayati dilarang mengeluarkan, membawa, dan
yang pemanfaatannya dilakukan secara mengangkut tumbuhan dan satwa liar
bijaksana untuk menjamin kesinambungan yang tidak dilindungi undang-undang
persediaannya dengan tetap memelihara yang berasal dari kawasan hutan tanpa
dan meningkatkan kualitas keanekaragaman izin pejabat yang berwenang. Ketentuan
dan nilainya. Konservasi keanekaragaman tentang mengeluarkan, membawa, dan
hayati di Indonesia diatur oleh Undang atau mengangkut tumbuhan dan atau
Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan peraturan perundang-undangan yang
Ekosistemnya. Dalam undang-undang ini berlaku.
dinyatakan bahwa: Secara global, komitmen Indonesia dalam
1. Konservasi sumber daya alam hayati dan konservasi keanekaragaman hayati adalah
ekosistemnya berasaskan pelestarian terlibat secara aktif bersama negara lain
98 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

di dunia dalam perjanjian internasional, dan meningkatkan pemanfaatan secara


Convention on Biological Diversity (CBD). berkelanjutan ekosistem darat, mengelola
CBD merupakan konsensus negara-negara hutan, memerangi desertifikasi, dan
di dunia yang memiliki perhatian yang sama menghentikan dan memulihkan degradasi
terhadap keanekaragaman hayati. lahan dan menghentikan hilangnya
keanekaragaman hayati’.
Komitmen Indonesia dituangkan dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 E.2. Manfaat Keanekaragaman Hayati
tentang Pengesahan United Nations
Convention on Biological Diversity/CBD Keanekaragaman hayati memiliki banyak
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa manfaat bagi manusia, dari aspek
Mengenai Keanekaragaman Hayati). Dengan bioekologi, ekonomi, sosial dan budaya.
meratifikasi Konvensi ini, Indonesia tidak Secara bioekologi, keanekaragaman
akan kehilangan kedaulatan atas sumber hayati memiliki manfaat sebagai sumber
daya alam keanekaragaman hayati yang makanan, obat-obatan dan farmasi, hasil
dimiliki karena konvensi ini tetap mengakui kayu, tanaman hias, stok benih, sumber
bahwa negara-negara, sesuai dengan daya genetik, spesies, dan ekosistem.
Piagam perserikatan Bangsa-Bangsa dan Jasa lingkungan yang diberikan oleh
prinsip hukum Internasional, mempunyai keanekaragaman hayati antara lain
hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber sumber perlindungan air, tanah, simpanan
daya alam keanekaragaman hayati secara dan siklus nutrisi, penyerap polusi,
berkelanjutan sejalan dengan keadaan berkontribusi sebagai penstabil iklim, dan
lingkungan serta sesuai dengan kebijakan pemulihan terhadap bencana. Secara sosial,
pembangunan dan tangggung jawab keanekaragaman hayati juga bermanfaat
masing-masing sehingga tidak merusak sebagai sarana penelitian, pendidikan, dan
lingkungan. Undang-Undang ini mengatur monitoring, rekreasi, wisata alam, dan nilai-
mengenai Identifikasi dan Pemantauan, nilai budaya.
Arbitase dan Konsiliasi. Jika semua manfaat tersebut
Dalam CBD, Indonesia memiliki beberapa dikategorikan, maka manfaat keberadaan
target keanekaragaman hayati yang harus keanekaragaman hayati memberikan
dicapai hingga 2020. Target yang dikenal nilai manfaat secara langsung atau tidak
dengan Aichi Biodiversity Target tersebut, langsung terhadap kesejahteraan manusia.
secara spesifik menyebutkan 22 target Manfaat keanekaragaman hayati yang
nasional Indonesia dalam keanekaragaman merepresentasikan sebagian dari nilai
hayati. Target konservasi keanekaragaman ekonomi total tersebut terbagi atas 1) nilai
hayati secara spesifik tercantum pada guna: yaitu nilai guna langsung (barang) dan
target 11 dan target 12, mengenai area tidak langsung (jasa), dan 2) nilai nonguna.
konservasi dan spesies dilindungi sebagai Nilai guna langsung terdiri dari nilai
prioritas konservasi nasional. konsumsi dan produksi. Nilai konsumsi
Komitmen Indonesia dalam Konservasi merupakan manfaat langsung yang dapat
Keanekaragaman Hayati juga sejalan diperoleh dari keanekaragaman hayati,
dengan Tujuan Pembangunan misalnya pangan, sandang dan papan.
Berkelanjutan (Sustainable Development Nilai produksi adalah nilai pasar yang
Goals/SDG’s) sebagaimana dalam dokumen didapat dari pengolahan dan perdagangan
Transforming Our World: The 2030 Agenda keanekaragaman hayati di pasar lokal,
for Sustainable Development dan tujuan ke nasional, maupun internasional, misalnya
15 dari SDG’s yaitu ‘melindungi, memulihkan keuntungan ekonomi dari pengelolaan
terumbu karang untuk berbagai
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 99
Pengelolaan Hutan

pemanfaatan. hukum jika mengadopsi status konservasi


tersebut dalam sistem hukum negaranya.
Nilai guna tidak langsung atau jasa
lingkungan adalah nilai yang diberikan Didirikan pada tahun 1964, IUCN Red List
keanekaragaman hayati dengan adanya of Threatened Species telah berkembang
formasi ekosistem dengan keunikan menjadi sumber informasi terlengkap di
keanekaragaman di dalamnya, misalnya dunia tentang status konservasi global
jasa sekuestrasi karbon dari ekosistem spesies hewan, jamur dan tumbuhan.
hutan, padang lamun, dan lain-lain. Daftar Merah IUCN adalah indikator
kritis kesehatan keanekaragaman hayati
Nilai nonguna terdiri dari nilai pilihan dan dunia, sebagai alat yang ampuh untuk
warisan. Nilai pilihan atau nilai potensi menginformasikan dan mengkatalisasi
merupakan nilai yang terkait dengan potensi tindakan untuk konservasi keanekaragaman
kehati dalam memberikan keuntungan hayati dan perubahan kebijakan, yang
bagi masyarakat di masa depan, misalnya penting untuk melindungi sumber daya
potensi koleksi tumbuhan di kebun raya alam yang kita butuhkan untuk bertahan
sebagai obat-obatan atau sumber materi hidup. IUCN Red List of Threatened
genetik di masa depan. Nilai eksistensi Species memberikan informasi tentang
adalah nilai yang diimiliki oleh kehati wilayah sebaran, ukuran populasi,
karena keberadaannya di suatu tempat. habitat dan ekologi, penggunaan dan/
Nilai ini tidak berkaitan dengan potensi atau perdagangan, ancaman, dan
manfaat dan jasa suatu organisme tertentu tindakan konservasi yang akan membantu
secara langsung, tetapi berkaitan dengan menginformasikan keputusan konservasi
“memanfaatkan” hak hidup dan eksistensi yang diperlukan.
kehati sebagai salah satu bagian dari
alam, misalnya nilai keberadaan kawasan Status konservasi dalam IUCN Red List of
konservasi. Threatened Species terdiri dari sembilan
kategori, yaitu:
E.3. Jenis-Jenis Flora dan Fauna Dilindungi
1. Extinct/EX atau Punah: Sebuah taxa
Status konservasi adalah kategori yang disebut Extinct jika tidak ada keraguan
digunakan dalam klasifikasi tingkat bahwa individu terakhir telah mati.
keterancaman kepunahan spesies makhluk Sebuah taxa diasumsikan Extinct jika
hidup. Secara global ada acuan yang biasa survei yang lengkap pada habitat yang
digunakan dalam menentukan tingkat dikenal atau diharapkan pada waktu
keterancaman suatu spesies yaitu IUCN Red tertentu (harian, musiman, tahunan)
List of Threatened Species. pada wilayah historisnya telah gagal
untuk menemukan individunya. Survei
IUCN atau International Union for the harus dilakukan pada kerangka waktu
Conservation of Nature and Natural yang sesuai dengan siklus hidup dan
Resources adalah lembaga yang bentuk hidup taxa tersebut.
beranggotakan pemerintah dari berbagai 2. Extinct in the Wild/EW atau Punah Alam
negara serta organisasi masyarakat Liar: Sebuah taxa disebut Extinct in the
sipil yang mengeluarkan daftar status Wild jika hanya bertahan di pembibitan,
kelangkaan suatu spesies. Kategori status penangkaran atau sebagai populasi
konservasi yang terdapat dalam IUCN yang dinaturalisasi dengan baik di luar
Red Data List digunakan oleh IUCN untuk dari wilayah sebaran sebelumnya.
melakukan klasifikasi terhadap berbagai Sebuah taxa diasumsikan Extinct in The
spesies makhluk hidup yang terancam wild k etika survey yang lengkap pada
punah. Suatu negara akan terikat secara habitat yang dikenal atau diharapkan
100 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

pada waktu tertentu (harian, musiman, distribusi dan/atau status populasinya.


tahunan) pada wilayah historisnya telah Sebuah taxa yang masuk kategori ini
gagal untuk menemukan individunya. bisa saja telah dipelajari dan biologinya
Survei harus dilakukan pada kerangka diketahui dengan baik, namun data yang
waktu yang sesuai dengan siklus hidup memadai mengenai kelimpahan dan/
dan bentuk hidup taxa tersebut. atau distribusinya terbatas.
3. Critically Endangered/CR atau Kritis: 9. Not Evaluated/NE atau Belum Dievaluasi:
Sebuah taxa disebut Critically Endangered Sebuah taxa disebut Not Evaluated jika
jika bukti terbaik yang tersedia sesuai kategori status konservasi yang tidak
dengan salah satu kriteria A-E untuk dievaluasi berdasarkan kriteria-kriteria
Critically Endangered, sehingga dianggap IUCN.
menghadapi resiko kepunahan yang
sangat ekstrim di alam. Di Indonesia, pengaturan spesies dilindungi
dilakukan berdasarkan Undang-undang
4. Endangered/EN atau Terancam: Sebuah
No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi
taxa disebut Endangered jika bukti
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem
terbaik yang tersedia sesuai dengan
yang menetapkan dua status konservasi
salah satu kriteria A-E untuk Endangared,
tumbuhan dan satwa yaitu dilindungi dan
sehingga dianggap menghadapi resiko
tidak dilindungi. Penetapan jenis flora dan
kepunahan yang sangat tinggi di alam.
fauna dilindungi mengacu pada Peraturan
5. Vulnerable/VU atau Rentan: Sebuah taxa Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang
disebut Vulnerable jika bukti terbaik Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
yang tersedia sesuai dengan salah satu Pengawetan adalah upaya untuk menjaga
kriteria A-E untuk Vulnerable sehingga agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan
dianggap menghadapi resiko kepunahan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam
yang tinggi di alam. maupun di luar habiatnya tidak punah.
6. Near Threatened/NT atau Hampir Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa
Terancam: Sebuah taxa disebut Near ini bertujuan untuk a) menghindarkan
Threatened jika telah dievaluasi dengan jenis tumbuhan dan satwa dari bahaya
kriteria Red List dan tidak cukup kepunahan, b) menjaga kemurnian genetik
untuk dikategorikan menjadi Critically dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
Endangered atau Vulnerable, tapi sangat satwa, dan c) memelihara keseimbangan
dekat untuk dikualifikasikan atau dapat dan kemantapan ekosistem yang ada agar
dikualifikasikan dalam waktu dekat ke dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan
dalam kategori terancam. manusia secara berkelanjutan.
7. Least Concern/LC atau Risiko Rendah):
Tumbuhan dan satwa ditetapkan atas
Sebuah taxa disebut Least Concern jika
dasar golongan: tumbuhan dan satwa
telah dievaluasi dengan kriteria Red List
dilindungi, serta tumbuhan dan satwa tidak
dan tidak cukup untuk dikategorikan
dilindungi. Penetapan jenis tumbuhan
menjadi salah satu dari Critically
dan satwa yang dilindungi diatur melalui
Endangered, Endangered, vulnerable,
Peraturan Menteri. Ada tiga kali penetapan
atau Near Threatened.
yang pernah dilakukan dengan kronologis
8. Data Deficient/DD atau Informasi Kurang: sebagai berikut:
Sebuah taxa disebut Data Deficient 1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
jika tidak tersedia data yang cukup dan Kehutanan Nomor P.20 Tahun 2018
untuk membuat penilaian langsung tentang Jenis Tumbuhan dan satwa
maupun tidak langsung terhadap Dilindungi.
resiko keterancamannya berdasarkan 2. Peraturan Menteri Lingkungan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 101
Pengelolaan Hutan

Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.92 Penetapan khusus terhadap jenis


Tahun 2018 tentang Perubahan atas satwa burung memperhatikan kondisi
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup di masyarakat, yaitu a) banyaknya
dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/ penangkaran, b) banyaknya pemeliharaan
SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis untuk kepentingan hobi dan dukungan
Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi. dalam kehidupan masyarakat, dan/atau c)
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup lomba/kontes.
dan Kehutanan RI Nomor P.106/
MENLHK/Setjen/Kum.1/12/2018 Tahun Satwa burung yang dilindungi maupun tidak
2018 tentang Perubahan Kedua atas dilindungi sebagaimana dimaksud untuk
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup pengawetan dan pemanfaatan sumber
dan Kehutanan Nomor P.20/ MENLHK/ daya alam hayati dilakukan pembinaan
SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis oleh pemerintah, melalui: a) pendataan
Tumbuhan dan satwa Dilindungi. bertahap yang dilakukan secara wajib
dan sukarela, b) pendataan secara wajib
Penetapan tumbuhan dan satwa yang dilakukan bagi satwa yang dilindungi, dan c)
dilindungi menjadi satwa yang tidak pendataan secara sukarela bagi satwa yang
dilindungi dan sebaliknya ditetapkan oleh tidak dilindungi.
Menteri setelah mendapat pertimbangan
Otoritas Keilmuan (Scientific Authority) Bagi seseorang yang dengan sukarela
dalam hal ini Lembaga Ilmu Pengetahuan melakukan pendaftaran terhadap satwa
Indonesia (LIPI). Penetapan jenis tumbuhan burung yang dilindungi maupun tidak
mempertimbangkan: dilindungi, diberikan penghargaan melalui
a. banyaknya izin Usaha Pemanfaatan Hasil pemberian insentif: a) pemberian izin
Hutan Kayu pada Hutan Alam yang sudah penangkaran, b) pemberian penandaan, c)
menebang jenis tumbuhan/pohon yang pemeriksaan satwa dari petugas sebanyak
dilindungi, 3 (tiga) kali.
b. banyaknya tumbuhan/pohon yang Jumlah jenis Flora dan Fauna Dilindungi
dilindungi, terkendala dalam proses sebagaimana tercantum dalam Permenhut
penata usahaan hasil hutan, sehingga Nomor 92 Tahun 2018 adalah 914 jenis,
tidak bisa keluar atau dipasarkan yang terdiri dari 137 jenis Mamalia, 557
c. adanya permasalahan hukum ketika jenis Burung, 1 jenis Amphibi, 37 jenis
pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Reptilia, 20 jenis Ikan, 26 jenis Serangga,
Hutan Kayu pada Hutan Alam melakukan 1 jenis Crustacea, 5 jenis Moluska, 3 jenis
penebangan di areal kerjanya atas Xiphosura (Ketam tapal kuda), dan 127 jenis
tumbuhan/pohon yang dilindungi tumbuhan.
d. banyaknya Industri Primer Hasil Hutan
yang menerima dan mempunyai stok/ E.4. Pengelolaan Konservasi Kehati
persediaan baik dalam bentuk kayu bulat
maupun kayu olahan jenis tumbuhan/ a. Perencanaan
pohon yang dilindungi, tidak dapat
Perencanaan pengelolaan keanekaragaman
dipasarkan dan pasokan bahan baku
hayati Indonesia terdapat dalam Strategi dan
industri menjadi terkendala, dan/atau
Rencana Aksi Pengelolaan Keanekaragaman
e. banyaknya Dokumen Surat Keterangan
Hayati Indonesia atau Indonesia Biodiversity
Sahnya Hasil Hutan Kayu Bulat yang terbit
Strategy and Action Plan/IBSAP 2015-
dan statusnya masih dalam perjalanan
2020. IBSAP memuat visi pengelolaan
menjadi tidak tidak berlaku padahal kayu
kehati Indonesia, yaitu: “Terpeliharanya
bulat tersebut berasal dari Rencana Kerja
kehati milik Indonesia, serta terwujudnya
Tahunan yang telah disahkan.
102 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

pengembangan kehati dalam menyumbang spesies disusun Strategi dan Rencana Aksi
daya saing bangsa dan pemanfaatannya Konservasi (SRAK) yang memuat kondisi
secara adil dan berkelanjutan untuk spesies terkini, visi, sasaran, strategi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat rencana aksi nasional konservasi masing-
saat ini dan generasi mendatang”. Untuk masing spesies.
mewujudkan visi tersebut, dirumuskan 4
(empat) misi berdasarkan arah kebijakan Beberapa SRAK yang telah ditetapkan
dalam mendukung pencapaian pengelolaan peraturannya diantaranya adalah:
kehati. 1. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
Banteng (Bos Javanicus) Tahun 2010-
Misi pengelolaan kehati tahun 2015-2020 2020 yang ditetapkan dengan Peraturan
adalah: Menteri Kehutanan Nomor P.58/
1. Meningkatkan penguasaan kehati Menhut-II/2011 Tahun 2011
Indonesia menjadi milik bangsa 2. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
Indonesia. Anoa (Bubalus depressicornis dan
2. Menjadikan kehati sebagai sumber Bubalus quarlesi) Tahun 2013-2022 yang
kesejahteraan dan keberlanjutan ditetapkan dengan Peraturan Menteri
kehidupan bangsa Indonesia. Kehutanan Nomor P.54/Menhut-II/2013
3. Mengelola kehati secara Tahun 2013
bertanggungjawab demi keberlanjutan 3. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
kehidupan dunia. Tapir (Tapirus indicus) Tahun 2013-
2022 yang ditetapkan dengan Peraturan
Sasaran pencapaian berbagai sasaran Menteri Kehutanan Nomor P.57/
dan strategi disusun dalam bentuk 22 Menhut-II/2013 Tahun 2013
target nasional yang diselaraskan dengan 4. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
kebutuhan nasional dan target pengelolaan Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) Tahun
keanekaragaman hayati di dunia sebagai 2013-2022 yang ditetapkan dengan
acuan bersama yang dikenal dengan Aichi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
Biodiversity Target (AT). Kebijakan, strategi P.58/Menhut-II/2013 Tahun 2013
dan target nasional ini menjadi dasar 5. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
penyusunan rencana aksi pengelolaan Babirusa (Babyrusa babyrusa) Tahun
kehati 2015-2020. 2013-2022 yang ditetapkan dengan
Selain itu, disusun visi pengelolaan kehati Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
paska 2020 yang diselaraskan dengan P.55/Menhut-II/2013 Tahun 2013
visi Aichi Target 2050. Visi pengelolaan 6. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
kehati nasional pasca 2020 adalah: Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb)
“pada tahun 2050 sudah terwujudnya Tahun 2013-2022 yang ditetapkan
pengelolaan keanekaragaman hayati dalam dengan Peraturan Menteri Kehutanan
mendukung upaya pelestarian bumi yang Nomor P.56/Menhut-II/2013 Tahun
bisa memberikan manfaat penting bagi 2013
semua orang, melalui keanekaragaman 7. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
hayati yang sudah dihargai, dilestarikan, Macan Tutul Jawa (Panthera pardus
dipulihkan dan digunakan secara bijaksana, melas) 2016-2026, berdasarkan
serta sudah dilaksanakannya pemeliharaan Peraturan Menteri LHK Nomor P.56.
jasa ekosistem”. MenLHK/Kum.1/2016
8. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
Untuk melindungi spesies dilindungi, Rangkong Gading Indonesia Tahun 2018-
Pemerintah telah menetapkan spesies 2028 yang ditetapkan dengan Keputusan
prioritas. Perencanaan konservasi setiap Menteri LHK SK.215/MENLHK/KSDAE/
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 103
Pengelolaan Hutan

KSA.2/5/2018 penanggulangan konflik, perlindungan dan


9. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi pengamanan, penyadartahuan, rehabilitasi
Orang Utan Indonesia 2019-2029 yang dan pelepas-liaran, serta pengelolaan dan
ditetapkan dengan Keputusan Menteri pengambangan pangkalan data.
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor. SK 308/MENLHK/KSDAE/ Pelaksanaan dan monitoring konservasi
KSA.2/4/2019. keanekaragaman hayati di Indonesia
10. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi dilakukan oleh Balai Besar/Balai Konservasi
Monyet Hitam (Macaca nigra) 2019- Sumber Daya Alam/Taman Nasional
2028 (peraturan dalam proses revisi) dan dalam pelaksanaannya dapat
11. (Strategi dan Rencana Aksi Konservasi berkolaborasi dengan mitra terkait serta
Harimau (Panthera tigris sumatrae) berkoordinasi dengan Direktorat Konservasi
2019-2028 (peraturan dalam proses Keanekaragaman Hayati, Kementerian
revisi) Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
12. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Beberapa mitra adalah:
Gajah Sumatra dan Gajah Kalimantan 1. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(peraturan dalam proses revisi) 2. Kementrian Perikanan dan Kelautan
b. Pelaksanaan dan Monitoring 3. Kementerian Pertanian
4. Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN
Pelaksanaan konservasi keanekaragaman 5. Perguruan Tinggi
hayati dilakukan dengan dua pendekatan, 6. Lembaga Riset
yaitu in situ dan ex situ. Konservasi 7. Organisasi Masyarakat Sipil Nasional dan
insitu yaitu upaya melindungi ekosistem Internasional
dan habitat alami untuk konservasi
keanekaragaman jenis dan genetika. c. Sistem Informasi

Konservasi ex situ yaitu upaya melindungi Indonesia memiliki sistem informasi di


dan mengelola keanekaragaman hayati bidang koonservasi yang disebut Sistem
di luar habitat. Pengelolaan ini dapat Informasi dan Data Konservasi Sumber
dilakukan oleh Lembaga Konservasi Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
yaitu lembaga yang bergerak di bidang (SIDAK). SIDAK adalah sistem informasi
konservasi tumbuhan dan/atau satwa liar dan data yang dikelola oleh Direktorat
di luar habitatnya, baik berupa lembaga Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan
pemerintah maupun lembaga non- Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup
pemerintah. Konservasi ex situ diatur oleh dan Kehutanan beserta seluruh satuan kerja
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun di bawahnya yang memuat informasi dan
1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan data terkait upaya konservasi sumber daya
dan Satwa, Peraturan Pemerintah Nomor alam hayati dan ekosistemnya, baik insitu
8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan maupun eksitu. Penetapan SIDAK bertujuan
Tumbuhan dan Satwa Liar, serta Permenhut untuk terselenggaranya sistem informasi
Nomor P.31/Menhut-II/2012 tentang dan data lingkup Direktorat Jenderal KSDAE
Lembaga Konservasi. beserta seluruh satuan kerjanya secara
terkoordinasi dan terintegrasi, efektif
Selain itu, konservasi juga dilakukan di kebun dan efisien, komprehensif, akurat, serta
raya, taman kehati, pusat referensi, koleksi dapat dipertanggungjawabkan, sebagai
referensi specimen flora, koleksi referensi pendukung dalam proses pengambilan
kultur mikroba. Spesies dikelola dengan keputusan serta peningkatan pelayanan
melakukan kegiatan pembinaan populasi, bagi publik dan dunia usaha.
104 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

SIDAK diatur dalam Peraturan Dirjen KSDAE penebangan liar di kawasan konservasi,
Nomor P.13/KSDAE/SET/Ren.0/12/2018. t) gangguan perburuan liar di kawasan
Jenis data dalam penyelenggaraan SIDAK konservasi, u) gangguan pengambilan
adalah: hasil hutan lainnya di kawasan konservasi,
1. Data bidang pemolaan dan informasi v) penggunaan kawasan konservasi
konservasi alam tanpa izin untuk kegiatan perkebunan,
2. Data bidang kawasan konservasi w) penggunaan kawasan konservasi
3. Data bidang konservasi spesies dan tanpa izin untuk keperluan pemukiman,
genetik persawahan dan kebun campur, x)
4. Data bidang pemanfaatan jasa penggunaan kawasan konservasi tanpa
lingkungan hutan konservasi izin untuk pembangunan infrastruktur, y)
5. Data bidang bina pengelolaan ekosistem penggunaan kawasan konservasi tanpa
esensial izin untuk kegiatan pertambangan, z) hasil
6. Data bidang kesekretariatan operasi pengamanan kawasan konservasi,
aa) hasil operasi pengamanan peredaran
Ada dua jenis data yang terkait secara tumbuhan dan satwaliar, bb) penanganan
langsung maupun tidak langsung dengan perkara tindak pidana, cc) tenaga
konservasi keanekaragaman hayati, yaitu: pengamanan hutan per satuan kerja, dd)
1. Data bidang kawasan konservasi meliputi: tenaga pengamanan hutan pada kawasan
a) perencanaan pengelolaan kawasan konservasi, ee) sarana pengamanan hutan,
konservasi, b) kawasan konservasi yang ff) sebaran titik panas (hotspot) di kawasan
mendapat penetapan status internasional konservasi, gg) kebakaran hutan di kawasan
sebagai cagar biosfer, c) kawasan konservasi konservasi, hh) tenaga pengendalian
yang mendapat penetapan status kebakaran hutan, ii) peralatan tangan
internasional sebagai Situs Warisan Dunia, pengendalian kebakaran hutan, jj) peralatan
d) kawasan konservasi yang mendapat transportasi pengendalian kebakaran
penetapan status internasional sebagai hutan, kk) peralatan mesin pompa
Situs Ramsar, e) kawasan konservasi yang dan kelengkapannya untuk kebutuhan
mendapat penetapan status internasional pengendalian kebakaran hutan.
sebagai ASEAN Heritage Park, f) kawasan 2. Data bidang konservasi spesies dan
konservasi yang mendapat penetapan genetik meliputi: a) perjumpaan satwliar
status internasional sebagai UNESCO pada kawasan konservasi, b) perjumpaan
Global Geopark, g) penetapan batas tumbuhan alam pada kawasan konservasi,
kawasan konservasi, h) rekonstruksi batas c) lembaga konservasi umum, d) lembaga
kawasan konservasi, i) pemeliharaan konservasi khusus, e) penangkaran
batas kawasan konservasi, j) perencanaan tumbuhan dan satwaliar, f) pengedar
pemulihan ekosistem kawasan konservasi, tumbuhan dan satwa liar dalam negeri, g)
k) rencana dan realisasi pemulihan pengedar tumbuhan dan satwa liar luar
ekosistem kawasan konservasi, l). daerah negeri, h) kuota pemanfaatan tumbuhan
penyangga kawasan konservasi, m) desa dan satwaliar (appendiks dan non
binaan di daerah penyangga kawasan appendiks CITES), i) realisasi pemanfaatan
konservasi, n) pembinaan usaha ekonomi tumbuhan dan satwa liar (appendiks dan
produktif pada daerah penyangga kawasan non appendiks CITES), j) realisasi ekspor
konservasi, o) zona dan blok tradisional tumbuhan dan satwa liar hasil penangkaran,
kawasan konservasi, p) pemanfaatan zona k) realisasi ekspor tumbuhan dan satwa
dan blok tradisional kawasan konservasi, liar hasil pengambilan dari alam, l) PNBP
q) kemitraan konservasi, r) permasalahan dari kegiatan pemanfaatan tumbuhan
kawasan konservasi, s) gangguan dan satwa liar, m) penerimaan devisa dari
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 105
Pengelolaan Hutan

ekspor tumbuhan dan satwa liar, n) hasil 3. Hasil pengkajian, penelitian dan
assessmen aman lingkungan terhadap pengembangan jenis tumbuhan
produk rekayasa genetic, o) konflik satwa dan satwa liar yang dilindungi wajib
dan manusia, p) realisasi penggunaan diberitahukan kepada pemerintah.
SATS-DN, q) rekapitulasi kelahiran satwa 4. Pemerintah menetapkan lembaga
liar, r) rekapitulasi kematian satwa liar, s) penelitian dan atau lembaga
rekapitulasi pelepasliaran kembali satwa, t) konservasi yang bertugas
rekapitulasi sitaan satwa liar. mendokumentasikan, memelihara,
dan mengelola hasil pengkajian,
E.5. Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar penelitian dan pengembangan
Pemanfaatan jenis adalah penggunaan 5. Ketentuan tentang pengkajian,
sumber daya alam baik tumbuhan maupun penelitian dan pengembangan
satwa liar (TSL) dan atau bagian-bagiannya terhadap jenis tumbuhan dan satwa
serta hasil dari padanya dalam bentuk liar oleh orang asing di Indonesia
pengkajian, penelitian dan pengembangan; dilakukan sesuai dengan ketentuan
penangkaran; perburuan; perdagangan; peraturan perundang-undangan yang
peragaan; pertukaran; budi daya tanaman berlaku.
obat-obatan; dan pemeliharaan untuk 6. Pengkajian, penelitian dan
kesenangan. pengembangan terhadap jenis
tumbuhan dan satwa liar Indonesia
Tujuannya agar jenis tumbuhan dan satwa yang dilakukan di luar negeri dapat
liar dapat didayagunakan secara lestari dilakukan setelah memperoleh
untuk sebesar besarnya kemakmuran rekomendasi Otoritas Keilmuan.
rakyat. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan
satwa liar dilaksanakan dalam bentuk: a) b. Penangkaran
Pengkajian, penelitian dan pengembangan, 1. Penangkaran untuk tujuan
b) penangkaran, c) perburuan, d) pemanfaatan jenis dilakukan melalui
perdagangan, e) peragaan, f) pertukaran, kegiatan:
g) budi daya tanaman obat-obatan, dan a. pengembangbiakan satwa
h) pemeliharaan untuk kesenangan. atau perbanyakan tumbuhan
Pemanfatan tumbuhan dan satwa liar secara buatan dalam lingkungan
di Indonesia diatur dalam Peraturan terkontrol; dan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999. b. penetasan telur dan atau
pembesaran anakan yang diambil
Beberapa hal penting dari setiap bentuk dari alam.
pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar 2. Penangkaran dapat dilakukan
adalah sebagai berikut: terhadap jenis tumbuhan dan
satwa liar yang dilindungi atau tidak
a. Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan dilindungi.
1. Pengkajian, penelitian dan 3. Dengan tidak mengurangi ketentuan
pengembangan dapat dilakukan yang diatur dalam Peraturan
terhadap jenis tumbuhan dan satwa Pemerintah ini, penangkaran jenis
liar yang dilindungi atau yang tidak tumbuhan dan satwa liar yang
dilindungi. dilindungi terikat juga kepada
2. Penggunaan jenis tumbuhan dan ketentuan yang berlaku bagi
satwa liar yang dilindungi untuk pengawetan jenis tumbuhan dan
kepentingan pengkajian, penelitian satwa.
dan pengembangan harus dengan izin 4. Jenis tumbuhan dan satwa liar untuk
Menteri. keperluan penangkaran diperoleh dari
106 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

habitat alam atau sumber-sumber untuk dilepas ke alam.


lain yang sah menurut ketentuan 13.Penangkar wajib memberi
Peraturan Pemerintah ini. penandaan dan atau sertifikasi atas
5. Setiap orang, Badan Hukum, Koperasi hasil tumbuhan dan satwa liar yang
atau Lembaga Konservasi dapat ditangkarkan.
melakukan kegiatan penangkaran 14.Setiap orang, Badan Hukum,
jenis tumbuhan dan satwa liar atas Koperasi, dan Lembaga Konservasi
izin Menteri. yang mengajukan permohonan untuk
6. Izin penangkaran dari Menteri tersebut melakukan kegiatan penangkaran,
sekaligus juga merupakan izin untuk wajib memenuhi syarat-syarat:
dapat menjual hasil penangkaran a. mempekerjakan dan memiliki
setelah memenuhi standar kualifikasi tenaga ahli di bidang penangkaran
penangkaran tertentu, dengan dasar jenis yang bersangkutan;
pertimbangan: b. memiliki tempat dan fasilitas
a. batas jumlah populasi jenis penangkaran yang memenuhi
tumbuhan dan satwa hasil syarat-syarat teknis;
penangkaran; c. membuat dan menyerahkan
b. profesionalisme kegiatan proposal kerja.
penangkaran; 15.Dalam menyelenggarakan kegi-
c. tingkat kelangkaan jenis tumbuhan atan penangkaran, penangkar
dan satwa yang ditangkarkan. berkewajiban untuk:
7. Hasil penangkaran tumbuhan liar a. membuat buku induk tumbuhan
yang dilindungi dapat digunakan atau satwa liar yang ditangkarkan;
untuk keperluan perdagangan dan b. melaksanakan sistem penandaan
dinyatakan sebagai tumbuhan yang dan atau sertifikasi terhadap
tidak dilindungi. individu jenis yang ditangkarkan;
8. Hasil penangkaran satwa liar yang c. membuat dan menyampaikan
dilindungi yang dapat digunakan laporan berkala kepada pemerintah.
untuk keperluan perdagangan adalah 16.Satwa liar yang dilindungi yang
satwa liar generasi kedua dan generasi diperoleh dari habitat alam untuk
berikutnya. keperluan penangkaran dinyatakan
9. Generasi kedua dan generasi sebagai satwa titipan negara.
berikutnya dari hasil penangkaran
jenis satwa liar yang dilindungi, c. Perburuan
dinyatakan sebagai jenis satwa liar Perburuan jenis satwa liar dilakukan
yang tidak dilindungi. untuk keperluan olah raga (sport hunting),
10.Penangkaran wajib menjaga perolehan trofi (hunting trophy), dan
kemurnian jenis satwa liar yang perburuan tradisional oleh masyarakat
dilindungi sampai pada generasi setempat. Perburuan diatur dalam
pertama. Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1994
11.Hasil penangkaran untuk persilangan tentang Perburuan Satwa Buru.
hanya dapat dilakukan setelah
generasi kedua bagi satwa liar yang d. Perdagangan
dilindungi, dan setelah generasi 1. Tumbuhan dan satwa liar yang dapat
pertama bagi satwa liar yang tidak diperdagangkan adalah jenis satwa
dilindungi, serta setelah mengalami liar yang tidak dilindungi.
perbanyakan bagi tumbuhan yang 2. Tumbuhan dan satwa liar untuk
dilindungi. keperluan perdagangan diperoleh
12.Hasil persilangan satwa liar dilarang
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 107
Pengelolaan Hutan

dari: apabila telah memenuhi syarat-syarat


a. hasil penangkaran; sebagai berikut:
b. pengambilan atau penangkapan a. memiliki dokumen pengiriman dan
dari alam. pengangkutan;
3. Perdagangan jenis tumbuhan dan b. izin ekspor, re-ekspor, atau impor;
satwa liar dapat dilakukan oleh Badan c. rekomendasi otoritas keilmuan
Usaha yang didirikan menurut hukum (Scientific Authority).
Indonesia setelah mendapatkan 11.Tumbuhan dan satwa liar yang
rekomendasi Menteri. diekspor, re-ekspor, atau impor, wajib
4. Dikecualikan, perdagangan dalam dilakukan tindak karantina.
skala terbatas dapat dilakukan oleh 12.Dalam melakukan tindak karantina,
masyarakat yang tinggal di dalam dan petugas karantina wajib memeriksa
di sekitar Areal Buru dan di sekitar kesehatan jenis tumbuhan dan satwa
Taman Buru sebagaimana diatur dalam liar serta kelengkapan dan kesesuaian
ketentuan peraturan perundang- spesimen dengan dokumen.
undangan tentang perburuan satwa 13.Ekspor, re-ekspor, atau impor jenis
buru tumbuhan dan satwa liar tanpa
5. Badan usaha yang melakukan dokumen atau memalsukan dokumen
perdagangan jenis tumbuhan dan atau menyimpang dari syarat-syarat
satwa liar wajib: dokumen termasuk dalam pengertian
a. memiliki tempat dan fasilitas penyelundupan.
penampungan tumbuhan dan
satwa liar yang memenuhi syarat- e. Peragaan
syarat teknis; 1. Peragaan jenis tumbuhan dan satwa
b. menyusun rencana kerja tahunan liar dapat berupa koleksi hidup
usaha perdagangan tumbuhan dan atau koleksi mati termasuk bagian-
satwa; bagiannya serta hasil dari padanya.
c. menyampaikan laporan tiap- 2. Peragaan jenis tumbuhan dan satwa
tiap pelaksanaan perdagangan liar dapat dilakukan oleh lembaga
tumbuhan dan satwa. konservasi dan lembaga-lembaga
6. Badan usaha yang melakukan pendidikan formal.
perdagangan dan satwa liar wajib 3. Peragaan yang dilakukan oleh
membayar pungutan yang ditetapkan orang atau Badan di luar lembaga
menurut ketentuan peraturan sebagaimana dimaksud di atas harus
perundang-undangan yang berlaku. dengan izin Menteri.
7. Perdagangan tumbuhan dan satwa 4. Perolehan dan penggunaan jenis
liar diatur berdasarkan lingkup tumbuhan dan satwa liar yang
perdagangan: dilindungi untuk keperluan peragaan
a. dalam negeri; diatur lebih lanjut dengan Keputusan
b. ekspor, re-ekspor, atau impor Menteri.
8. Tiap-tiap perdagangan tumbuhan dan 5. Lembaga, badan atau orang yang
satwa liar wajib dilengkapi dengan melakukan peragaan tumbuhan dan
dokumen yang sah. satwa liar bertanggung jawab atas
9. Tiap-tiap perdagangan tumbuhan kesehatan dan keamanan tumbuhan
dan satwa liar untuk tujuan ekspor, dan satwa liar yang diperagakan.
re-ekspor, atau impor dilakukan atas 6. Menteri mengatur standar teknis
dasar izin Menteri. kesehatan dan keamanan tumbuhan
10.Dokumen perdagangan untuk tujuan dan satwa liar untuk keperluan
ekspor, re-ekspor, dan impor, sah peragaan.
108 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Peragaan Jenis tumbuhan dan Satwa liar g. Budidaya Tanaman Obat-obatan


Dilindungi juga berdasarkan PermenLHK
P.40/MenHut-II/2012. Pemanfaatan jenis tumbuhan liar yang
berasal dari habitat alam untuk keperluan
f. Pertukaran budi daya tanaman obat-obatan dilakukan
1.
Pertukaran jenis tumbuhan dan dengan tetap memelihara kelangsungan
satwa liar dilakukan dengan potensi, populasi, daya dukung, dan
tujuan untuk mempertahankan keanekaragaman jenis tumbuhan liar.
atau meningkatkan populasi,
memperkaya keanekaragaman jenis, h. Pemeliharaan untuk Kesenangan
penelitian dan ilmu pengetahuan, 1. Setiap orang dapat memelihara jenis
dan atau penyelamatan jenis yang tumbuhan dan satwa liar untuk tujuan
bersangkutan. kesenangan.
2. Tumbuhan dan satwa liar untuk
2.
Pertukaran dilakukan atas dasar
keperluan pemeliharaan untuk
keseimbangan nilai konservasi jenis
kesenangan hanya dapat dilakukan
tumbuhan dan satwa liar yang
terhadap jenis yang tidak dilindungi.
bersangkutan.
3. Menteri menetapkan batas maksimum
3.
Penilaian atas keseimbangan nilai jumlah tumbuhan dan satwa liar yang
konservasi sebagaimana dimaksud dapat dipelihara untuk kesenangan.
dalam ayat (2) dilakukan oleh sebuah 4. Tumbuhan dan satwa liar untuk
tim penilai yang pembentukan dan keperluan pemeliharaan untuk
tata kerjanya ditetapkan dengan kesenangan diperoleh dari hasil
Keputusan Menteri. penangkaran, perdagangan yang sah,
4. Tumbuhan liar jenis Raflesia dan satwa atau dari habitat alam.
liar jenis: 5. Pemelihara jenis tumbuhan dan satwa
a. Anoa (Anoa depressicomis, Anoa liar untuk kesenangan, wajib:
quarlesi); a. memelihara kesehatan, kenya-
b. Babi rusa (Babyrousa babyrussa); manan, dan keamanan jenis
c. Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus); tumbuhan atau satwa liar
d. Badak Sumatra (Dicerorhinus peliharaannya;
sumatrensis); b. menyediakan tempat dan
e. Biawak Komodo (Varanus fasilitas yang memenuhi standar
komodoensis); pemeliharaan jenis tumbuhan dan
f. Cendrawasih (Seluruh jenis dari satwa liar.
famili Paradiseidae); 6. Pemerintah setiap 5 (lima) tahun
g. Elang Jawa, Elang Garuda (Spizaetus mengevaluasi kecakapan atau
bartelsi); kemampuan seseorang atau
lembaga atas kegiatannya melakukan
h. Harimau Sumatra (Panthera tigris
pemeliharaan satwa liar untuk
Sumatrae);
kesenangan.
i. Lutung Mentawai (Presbytis
7. Untuk keperluan evaluasi tersebut,
potenziani);
pemelihara satwa liar wajib
j. Orangutan (Pongo pygmaeus); menyampaikan laporan berkala
k. Owa Jawa (Hylobates moloch); pemeliharaan satwa sesuai dengan
hanya dapat dipertukarkan atas ketentuan yang ditetapkan oleh
persetujuan Presiden. Menteri.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 109
Pengelolaan Hutan

i. Pengiriman atau Pengangkutan Tumbuhan tahun dan merupakan pedoman


dan Satwa Liar (TSL) untuk memenuhi kebutuhan seluruh
1. Pengiriman atau pengangkutan jenis bentuk pemanfaatan jenis tumbuhan
TSL dari satu wilayah habitat ke dan satwa liar yang diperoleh dari
wilayah habitat lainnya di Indonesia, alam.
atau dari dan ke luar wilayah Indonesia, 4. Penetapan kuota pengambilan dan
wajib dilengkapi dengan dokumen penangkapan wajib memperhatikan
pengiriman atau pengangkutan. pertumbuhan populasi tumbuhan dan
2. Dokumen dinyatakan sah, apabila satwa liar pada wilayah habitat yang
telah memenuhi syarat-syarat sebagai bersangkutan.
berikut: 5. Wilayah habitat ditetapkan dengan
a. standar teknis pengangkutan; Keputusan Menteri.
b. izin pengiriman; 6. Kuota penangkapan meliputi juga
c. izin penangkaran bagi satwa hasil hasil perburuan satwa liar secara
penangkaran; tradisional yang dilakukan oleh
d. sertifikat kesehatan satwa dari masyarakat yang tinggal di sekitar
pejabat yang berwenang. TB di dalam atau di sekitar Areal
3. Izin pengiriman sebagaimana Buru dengan menggunakan alat-alat
dimaksud dalam ayat (2) huruf b wajib tradisional.
memuat keterangan tentang:
7. Pemerintah menetapkan kuota
a. jenis dan jumlah TSL;
setiap jenis dan jumlah TSL yang
b. pelabuhan pemberangkatan dan
tidak dilindungi untuk keperluan
pelabuhan tujuan;
perdagangan dalam setiap kurun
c. identitas Orang atau Badan yang
waktu 1 (satu) tahun.
mengirim dan menerima tumbuhan
dan satwa; 8. Sumber tumbuhan dan satwa liar
d. peruntukan pemanfaatan untuk keperluan penetapan kuota
tumbuhan dan satwa. perdagangan berasal dari kuota
pengambilan dan penangkapan dari
j. Daftar Klasifikasi dan Kuota alam dan hasil penangkaran.
1. Pemerintah menetapkan daftar jenis 9. Kuota perdagangan ditetapkan atas
TSL yang tidak dilindungi atas dasar dasar kebutuhan perdagangan dalam
klasifikasi yang boleh dan yang tidak negeri dan untuk tujuan ekspor, re-
boleh diperdagangkan. ekspor, atau impor.
2. Penetapan daftar klasifikasi tersebut 10.Pemerintah mengendalikan impor
wajib memperhatikan: setiap jenis tumbuhan dan satwa liar
a. perkembangan upaya perlindungan yang dapat dimasukkan ke Indonesia.
jenis tumbuhan dan satwa liar 11.Pengendalian impor wajib
yang disepakati dalam konvensi memperhatikan upaya perlindungan
internasional; tumbuhan dan satwa liar sejenis di
b. upaya-upaya konservasi yang Indonesia dan ketentuan konvensi
dilakukan di Indonesia; dan internasional tentang impor TSL
c. kepentingan pemanfaatan jenis 12.Penetapan daftar klasifikasi, kuota
tumbuhan dan satwa liar. pengambilan dan penangkapan,
3. Pemerintah menetapkan kuota dan kuota perdagangan, dilakukan
pengambilan dan penangkapan setiap oleh Menteri setelah mendapat
jenis dan jumlah TSL yang dapat rekomendasi dari Otoritas Keilmuan
diambil atau ditangkap dari alam (Scientific Authority).
untuk setiap kurun waktu 1 (satu)
110 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

k. Pemanfaatan Sumber Daya Genetik pengendaliannya tidak mengakibatkan


kerugian bagi lingkungan hidup negara lain
Pemanfaatan sumber daya genetik atau wilayah di luar batas yurisdiksi negara
mencakup sumber daya genetik dan yang bersangkutan. Protokol Nagoya
pengetahuan tradisional yang berkaitan berlaku untuk sumber daya genetik yang
dengan sumber daya genetik. Sumber daya dicakup oleh CBD, dan manfaat yang timbul
genetik (SDG) adalah semua materi dan/ dari pemanfaatannya. Protokol Nagoya juga
atau informasi genetik dan/atau informasi mencakup pengetahuan tradisional (TK)
kimia dari tumbuhan, binatang, jasad yang terkait dengan sumber daya genetik
renik, atau asal lain termasuk derivatifnya yang dicakup oleh CBD dan manfaat yang
yang mengandung unit-unit fungsional timbul dari pemanfaatannya.
pewarisan sifat yang mempunyai nilai
nyata dan/atau potensial. Pengetahuan Indonesia mengimplentasikan Protokol
tradisional yang berkaitan dengan SDG Nagoya dalam bentuk Undang-Undang
adalah pengetahuan, keterampilan, inovasi Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan
atau praktek individu maupun kolektif dari Protokol Nagoya Tentang Akses Pada
masyarakat hukum adat atau masyarakat Sumber Daya Genetik dan Pembagian
lokal, terkait dengan sumber daya genetik Keuntungan Yang Adil dan Seimbang Yang
atau derivatifnya, yang mempunyai nilai Timbul dari Pemanfaatannya Atas Konvensi
nyata dan/atau potensial. Keanekaragaman Hayati. Pengaturan
lebih lanjut ditetapkan dalam Peraturan
Pemanfaatan genetika tumbuhan dan Menteri Kehutanan dan LHK Nomor P.2/
satwa liar di Indonesia mengacu pada MenLHK/SETJEN/KUM.1/1/2018 tentang
Protokol Nagoya. Protokol Nagoya tentang Akses Pada Sumber Daya Genetik Spesies
Akses ke Sumber Daya Genetik dan Liar dan Pembagian Keuntungan atas
Pembagian Manfaat yang Adil dan Setara Pemanfataannya.
dari Pemanfaatannya (ABS) ke Konvensi
Keanekaragaman Hayati adalah perjanjian l. Keamanan Hayati
tambahan untuk Konvensi Keanekaragaman
Hayati. Protokol Nagoya tentang ABS Protokol Cartagena tentang Keamanan
diadopsi pada tanggal 29 Oktober 2010 di Hayati pada Konvensi Keanekaragaman
Nagoya, Jepang dan mulai berlaku pada 12 Hayati adalah perjanjian internasional
Oktober 2014, 90 hari setelah penyimpanan yang mengatur pergerakan organisme hasil
instrumen kelima puluh ratifikasi. modifikasi genetik (LMO) yang dihasilkan
Tujuannya adalah pembagian keuntungan dari bioteknologi modern dari satu negara
yang adil dan merata yang timbul dari ke negara lain. Protokol ini diadopsi pada 29
pemanfaatan sumber daya genetik, Januari 2000 sebagai perjanjian tambahan
sehingga berkontribusi pada konservasi untuk Konvensi Keanekaragaman Hayati
dan pemanfaatan keanekaragaman hayati (CBD) dan mulai berlaku pada 11 September
secara berkelanjutan. 2003.

Protokol Nagoya disusun berdasarkan Protokol berusaha melindungi


prinsip hukum internasional, yaitu negara keanekaragaman hayati dari potensi risiko
mempunyai kedaulatan dan hak berdaulat yang ditimbulkan oleh organisme hasil
untuk mengeksploitasi sumber daya alam modifikasi genetik yang dihasilkan dari
sesuai dengan kebijakan lingkungan hidup bioteknologi modern. Ini menetapkan
dan pembangunannya serta mempunyai prosedur perjanjian yang diinformasikan
tanggungjawab untuk menjamin bahwa sebelumnya (AIA) untuk memastikan
kegiatan di dalam yurisdiksinya atau bahwa negara-negara diberikan informasi
yang diperlukan untuk membuat keputusan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 111
Pengelolaan Hutan

yang tepat sebelum menyetujui impor Penangkaran tumbuhan dan satwa liar
organisme tersebut ke wilayah mereka. bertujuan untuk:
Protokol berisi rujukan pada pendekatan 1. Mendapatkan spesimen tumbuhan
kehati-hatian dan menegaskan kembali dan satwa liar dalam jumlah, mutu,
bahasa kehati-hatian dalam Prinsip 15 kemurnian jenis dan keanekaragaman
Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan genetik yang terjamin, untuk kepentingan
Pembangunan. Protokol juga membentuk pemanfaatan sehingga mengurangi
Balai Kliring Keamanan Hayati untuk tekanan langsung terhadap populasi di
memfasilitasi pertukaran informasi tentang alam;
organisme hasil modifikasi genetik dan 2. Mendapatkan kepastian secara
untuk membantu negara-negara dalam administratif maupun secara fisik
pelaksanaan Protokol. mengenai pemanfaatan spesimen
tumbuhan atau satwa liar
Indonesia telah meratifikasi Protokol
tersebut melalui Undang-Undang Republik Salah satu bentuk pemanfaatan Flora dan
Indonesia Nomor 21 Tahun 2004 tentang Fauna adalah Penangkaran. Penangkaran
Pengesahan Cartagena, Protokol Cartagena adalah upaya perbanyakan melalui
tentang Keamanan Hayati Atas Konvensi pengembangbiakan dan pembesaran
TentangKeanekaragaman Hayati. Peraturan tumbuhan dan satwa liar dengan tetap
Presiden Nomor 39 Tahun 2010 tentang mempertahankan kemurnian jenisnya.
Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa
Genetik (KKH PRG) memandatkan Balai Penangkaran tumbuhan dan satwa liar
Kliring Keamanan Hayati (BKKH) Indonesia bertujuan untuk:
secara organisasi berkedudukan di 1. Mendapatkan spesimen tumbuhan
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang dan satwa liar dalam jumlah, mutu,
sebelumnya dikelola oleh LIPI sehingga kemurnian jenis dan keanekaragaman
seluruh kegiatan BKKH menjadi tanggung genetik yang terjamin, untuk kepentingan
jawab KLH. pemanfaatan sehingga mengurangi
tekanan langsung terhadap populasi di
Protokol Cartagena disusun berdasarkan alam;
prinsip “pendekatan kehati-hatian” 2. Mendapatkan kepastian secara
(precautionary approach) yang berarti bila administratif maupun secara fisik
terdapat ancaman serius atau kerusakan mengenai pemanfaatan spesimen
yang tidak dapat dipulihkan, kekurangan tumbuhan atau satwa liar
ilmu pengetahuan seharusnya tidak
dipakai sebagai alasan menunda langkah Penangkaran tumbuhan dan satwa liar
pengefektifan biaya (cost effective) untuk berbentuk:
mencegah kerusakan lingkungan. 1. Pengembangbiakan satwa; yang terdiri
dari a) pengembangbiakan satwa dalam
E.6. Tata Cara Penangkaran Flora dan Fauna lingkungan terkontrol (captive breeding),
dan b) pengembangan populasi
a. Penangkaran TSL berbasis alam (wild based population
Salah satu bentuk pemanfaatan flora dan management)
fauna adalah penangkaran. Penangkaran 2. Pembesaran satwa, yang merupakan
adalah upaya perbanyakan melalui pembesaran anakan dari telur yang
pengembangbiakan dan pembesaran diambil dari habitat alam yang ditetaskan
tumbuhan dan satwa liar (TSL) dengan tetap di dalam lingkungan terkontrol dan atau
mempertahankan kemurnian jenisnya. dari anakan yang diambil dari alam
(Ranching/Rearing);
112 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

3. Perbanyakan tumbuhan secara buatan penangkaran tumbuhan dan satwa liar.


dalam kondisi yang terkontrol (artificial
propagation). Hal ini diatur dalam Perdirjen KSDAE
Nomor P.4/KSDAE/SET.KUM.1/9/2017
Pengembangbiakan satwa dalam tentang Pedoman Tata Cara Pembuatan
lingkungan terkontrol (captive breeding) Buku Induk (Studbook) dan Buku
mengatur mengenai: a) konsep dan Catatan Harian (Logbook) Penangkaran
pengertian dalam pengembangbiakan, Tumbuhan dan Satwaliar.
b) Pengadaan legalitas asal induk, c)
pelaksanaan pengembangbiakan, dan d) Studbook adalah buku catatan/rekaman/
pemanfaatan hasil pengembiakan. silsilah dan sejarah suatu individu
tumbuhan dan atau satwaliar di suatu
Pengembangan populasi berbasis alam unit penangkaran, dan wajib dibuat oleh
(wild based population management) pemegang izin penangkaran.
mengatur mengenai a) konsep dan
pengertian, b) Pengadaan legalitas asal Buku harian (logbook) merupakan
induk, c) Pelaksanaan Pengembangan catatan harian (rutin) yang berisi
Populasi Berbasis Alam, d) Pemantauan aktifitas harian (rutin) pemeliharaan/
(Monitoring) Pengembangan Populasi perawatan tumbuhan dan satwaliar
Berbasis Alam, dan e) Pemanfaatan Hasil yang ditangkarkan pada suatu unit
Pengembangan Populasi Berbasis Alam penangkaran yang wajib dibuat oleh
pemegang izin penangkaran TSL.
Pembesaran satwa (Ranching) mengatur
mengenai: a) konsep dan pengertian, b) 2.
Standar pembuatan kandang yang
legalitas asal spesimen bibit, c) pemantauan digunakan dalam pengelolaan
populasi, d) pemanfaatan hasil pembesaran. penangkaran seperti dalam kegiatan
transport.
Perbanyakan tumbuhan secara buatan
dalam kondisi yang terkontrol (Artificial Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri
Propagation) mengatur mengenai: a) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
konsep dan pengertian, b) legalitas asal P.20/MenLHK/Setjen/Kum.1/4/2019
benih/bibit, dan c) kriteria spesimen hasil tentang Spesifikasi Teknis Kandang
perbanyakan tumbuhan Transport dan Kandang Transit Satwaliar.
Kandang transport adalah kandang
Penandaan dan Sertifikasi mengatur yang digunakan untuk mengangkut,
mengenai a) konsep dan pengertian, membawa, memindahkan dan/atau
b) bentuk dan tata cara penandaan, c) mengungsikan, atau evakuasi satwa dari
sertifikasi hasil penangkaran suatu tempat ke tempat lain.
Selain itu, juga diatur mengenai Standar Peraturan ini mengatur tentang a) prinsip
Kualifikasi Penangkaran yang mengatur dasar dan prinsip teknis, b) kriteria dan
mengenai: a) konsep dan pengertian, b) persyaratan teknis kandang transport
audit, Status dan kode hasil penangkaran satwaliar, c) kriteria dan persyaratan
dan pengembalian ke habitat alam dan teknis kandang transit satwa liar.
status satwa purna penangkaran, serta Izin
penangkaran. Prinsip dasar kandang transport
dan kandang transit terdiri atas:
Teknis penangkaran juga mengatur a) prinsip penyelamatan satwa liar
mengenai beberapa aspek pengelolaan, sebagai sumber plasma nutfah, dan b)
diantaranya: prinsip pemanfaatan satwa liar secara
1. Pembuatan buku induk dan buku catatan berkelanjutan.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 113
Pengelolaan Hutan

Prinsip teknis pembuatan dan/atau yang secara ekonomis menguntungkan,


penyediaan kandang transport dan secara ekologis sehat, dan secara sosial
kandang transit satwa liar terdiri atas: a) bermanfaat bagi masyarakat setempat.
prinsip etika dan kesejahteraan satwa, Hutan Tanaman dibangun dalam rangka
dan b) prinsip manajemen kandang. meningkatkan potensi dan kualitas
hutan produksi dengan menerapkan
b. Taman Kehati sistem silvikultur intensif. Berdasarkan
Taman Keanekaragaman hayati (Taman definisi tersebut, maka pada dasarnya
kehati) adalah suatu kawasan pencadangan pembangunan Hutan Tanaman bertujuan
sumber daya alam hayati lokal di luar untuk meningkatkan suplai bahan baku bagi
kawasan hutan yang mempunyai industri perkayuan secara berkelanjutan
fungsi konservasi in situ dan/atau ex- yang tidak bisa dipenuhi dari hutan alam.
situ, khususnya bagi tumbuhan yang Pengembangan Hutan Tanaman dapat
penyerbukan dan/atau pemencaran dilakukan dalam bentuk Hutan Tanaman
bijinya harus dibantu oleh satwa dengan Industri (HTI) dan Hutan Tanaman Rakyat
struktur dan komposisi vegetasinya dapat (HTR). Hutan Tanaman ditujukan untuk
mendukung kelestarian satwa penyerbuk menunjang pengembangan perekonomian
dan pemencar biji. negara dalam bidang industri dan juga
Taman kehati dimanfaatkan untuk: a) penyediaan lapangan pekerjaaan bagi
koleksi, b) pengembangbiakan tumbuhan masyarakat yang tinggal di sekitar Hutan
dan satwa pendukung penyedia bibit, c) Tanaman tersebut. Selain fungsi tersebut,
sumber genetik tumbuhan dan tanaman masyarakat dapat memperoleh manfaat
lokal, d) sarana pendidikan, penelitian, jasa lingkungan dan sosial budaya dari
pengembangan ilmu pengetahuan dan adanya hutan tersebut.
ekowisata, e) sumber bibit dan benih, Landasan hukum yang dapat digunakan
f) ruang terbuka hijau, g) dan/atau sebagai dasar pembangunan Hutan
penambahan tutupan vegetasi. Tanaman baik dalam bentuk HTI, HR atau
Program Taman Kehati diikuti oleh a) HTR adalah sebagai berikut:
pemerintah daerah provinsi; b) pemerintah 1. Peraturan Menteri Kehutanan Republik
daerah kabupaten/kota; dan/atau c) setiap Indonesia Nomor P.31/MENHUT-II/2013
orang. tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.55/
Pengelolaan Taman Kehati ini dilandasi oleh MENHUT-II/2011 tentang Permohonan
PermenLH Nomor 3 tahun 2012 tentang izin usaha pemanfaatan hasil hutan
Taman Keanekaragaman Hayati. Taman kayu pada Hutan Tanaman Rakyat dalam
kehati dikelola oleh unit pengelola Taman Hutan Tanaman.
kehati yang dibentuk oleh Gubernur atau 2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Bupati/Walikota. Ada dua tipe Taman Dan Kehutanan Nomor P.62/MENLHK/
Kehati, yaitu Taman Kehati Kota dan SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang
Kabupaten. Pembangunan Hutan Tanaman Industri.
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
F. Pengelolaan Hutan Tanaman dan Kehutanan Nomor P.11/MENLHK/
SETJEN/KUM.1/5/2020 tentang Hutan
F.1. Pengertian
Tanaman Rakyat.
Hutan Tanaman merupakan ekosistem
Dalam pemanfaatan hutan tanaman
hutan yang dibuat oleh manusia dengan
sangat diperlukan sistem pengelolaan yang
cara ditanami. Membangun hutan tanaman
114 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

berkelanjutan, yaitu disamping pengelolaan Industri (HPHTI). Tujuan Pembangunan HTI


yang bertujuan untuk mendapatkan hasil dalam PP No. 6 Tahun 1999 adalah untuk
produksi yang tinggi dari hutan tersebut, memperbaiki potensi hutan yang terlanjur
juga memperhatikan aspek konservasi dan rusak, dan untuk memenuhi bahan baku
kelestarian dari lingkungan serta sumber industri, sehingga membangun HTI sama
daya genetik yang ada di dalam Hutan dengan merehabilitasi kawasan hutan
Tanaman tersebut. Sistem pengelolaan produksi yang kritis dan tidak produktif.
yang berkelanjutan ini dikenal dengan
istilah Sustainable Forest Management / Dalam Peraturan Pemerintah Nomor
SFM. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
Pada pembangunan Hutan Tanaman Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan
Industri (HTI), penerapan dari SFM ini antara Kawasan Hutan disebutkan bahwa sasaran
lain dengan pemilihan jenis-jenis tanaman pembangunan hutan tanaman adalah pada
yang dapat membentuk tegakan hutan yang lahan kosong, padang alang-alang dan
memiliki produktivitas (biomassa) tinggi hutan rawang (potensi kurang dari 20 m3/
sesuai dengan peruntukkannya, dapat ha).
berperan menjaga lingkungan (mencegah
erosi, mengatur tata air, memelihara Hutan Tanaman Industri adalah hutan
kesuburan tapak, dan juga membantu tanaman yang dikelola dan diusahakan
penyerapan karbon dari udara). berdasarkan asas kelestarian, asas manfaat
dan asas perusahaan dalam rangka
Salah satu program Nawa Cita Pemerintah meningkatkan potensi dan kualitas hutan
yaitu Pembangunan Masyarakat Desa, produksi dengan menerapkan silvikultur
maka guna mendukung program intensif untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, Kementerian Lingkungan bahan baku industri hasil hutan. Unit
Hidup dan Kehutanan telah menerapkan HTI merupakan unit pengusahaan hutan
pelibatan masyarakat secara aktif tanaman di kawasan hutan produksi.
dalam pengembangan Hutan Tanaman
melalui pengelolaan hutan berbasis Ciri-ciri pokok HTI adalah:
masyarakat atau Community-Based Forest 1. Sistem silvikultur yang diterapkan adalah
Management (CBFM) (Bastaman, 2017). tebang habis dengan permudaan buatan.
CBFM ini telah memberi landasan yang Selain itu dapat juga diterapkan sistem
kuat bagi masyarakat pedesaan untuk silvikultur lainnya seperti TPTI, TPTJ, TR,
mendapatkan akses ke kawasan hutan dan TJTI.
negara dengan tujuan menjadi mitra dalam 2. Komposisi jenis murni atau campuran
pengelolaan sumber daya dan kekayaan (dengan sistem agroforestri)
yang dapat dihasilkan oleh pertumbuhan 3. Potensi produksi tinggi baik kuantitas
Hutan Tanaman yang dikelola dengan maupun kualitas, melalui penerapan
baik. Selain itu pula, program CBFM ini silvikultur intensif.
merupakan salah satu upaya penting guna 4. Pengusahaan HTI adalah pengusahaan
mengendalikan deforestasi. di kawasan hutan produksi, meliputi
kegiatan penanaman, pemeliharaan
F.2. Jenis-Jenis Hutan Tanaman tegakan, pemungutan hasil hutan,
pengolahan dan pemasaran.
a. Hutan Tanaman Industri (HTI) 5. Berdasarkan tujuan peruntukannya,
Pembangunan HTI dimulai dengan terbitnya pengusahaan HTI terdiri dari: kelas
Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1990 perusahaan kayu pertukangan, kayu
tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman serat, kayu energi, dan HHBK.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 115
Pengelolaan Hutan

6. Pelaksana Pembangunan HTI: Badan dijadikan sebagai suatu program


Usaha Milik Negara (BUMN), Swasta yang pemberdayaan hutan masyarakat yang
berbentuk perseroan terbatas, koperasi dapat memberikan peranan antara
yang berbadan hukum, dan instansi lain lain, meningkatkan pendapatan petani,
yang ditunjuk. memanfaatkan secara maksimal dan
lestari lahan-lahan yang tidak produktif,
Kawasan hutan produksi tetap yang tidak menghasilkan kayu bakar, menghasilkan
produktif atau kawasan hutan lainnya yang kayu bahan bangunan dan bahan baku
dapat ditetapkan menjadi hutan produksi industry, mempercepat usaha rehabilitasi
tetap. Diprioritaskan pada lahan kosong, lahan, menghasilkan buah-buahan, umbi-
padang alang-alang, semak belukar dan umbian, bahan obat-obatan, sayuran dan
hutan rawang. Hutan produksi yang pakan ternak.
masih produktif hanya dapat diperuntukan
menjadi areal HTI apabila seluruh hasil Pola HTR terdiri dari:
penebangannya dimanfaatkan untuk bahan 1. HTR Pola Mandiri adalah HTR yang
baku industri kayu serat. dibangun oleh Kepala Keluarga
pemegang IUPHHK-HTR.
Jenis pohon yang diusahakan dalam 2. HTR Pola Kemitraan adalah HTR yang
pembangunan HTI diupayakan memenuhi dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang
kriteria sebagai berikut: IUPHHK-HTR bersama dengan mitranya
1. Kesesuaian dengan tempat tumbuhnya berdasarkan kesepakatan bersama
(iklim, tipe tanah, kesuburan tapak). dengan difasilitasi oleh pemerintah
Kayunya sesuai dengan kebutuhan agar terselenggara kemitraan yang
industri yang akan dipasok. Memiliki riap menguntungkan kedua pihak.
tinggi dan diharapkan cepat tumbuhnya. 3. HTR Pola Developer adalah HTR yang
2. Dikuasai teknologi budidayanya sebagai dibangun oleh BUMN atau BUMS dan
acuan beberapa jenis pohon yang dapat selanjutnya diserahkan oleh Pemerintah
digunakan dalam pembangunan HTI. kepada Kepala Keluarga pemohon
3. Dalam pengusahaan HTI dapat IUPHHK-HTR dan biaya pembangunannya
dikembangkan komoditi hasil hutan menjadi tanggung jawab pemegang ijin
bukan kayu sebagai hasil sampingan atau dan dikembalikan secara mengangsur
pun sebagai hasil pokok. sejak Surat Keputusan IUPHHKHTR
4. Izin pengusahaan HTI diberikan dalam diterbitkan.
bentuk Hak Pengusahaan HTI oleh
Menteri Kehutanan Dasar Hukum
1. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
b. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) P.5/Menhut- II/2008 tentang Perubahan
Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
disingkat HTR adalah hutan tanaman P.23/Menhut-II/2007 tentang Tata Cara
pada hutan produksi yang dibangun oleh Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan
kelompok masyarakat untuk meningkatkan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman
potensi dan kualitas hutan produksi dengan Rakyat Dalam Hutan Tanaman;
menerapkan silvikultur dalam rangka 2. Peraturan Menteri Kehutanan
menjamin kelestarian sumber daya hutan. Nomor P.9/Menhut- II/2008 Tentang
Persyaratan Kelompok Tani Hutan Untuk
Hutan tanaman rakyat merupakan suatu Mendapatkan Pinjaman Dana Bergulir
lahan yang diberikan kepada perorangan Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat;
atau kelompok untuk produksi dengan 3. Peraturan Menteri Kehutanan Direktorat
luasan tertentu. Yang nantinya dapat Jenderal Bina Produksi Kehutanan P.05/
116 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

VI-BPHT/2008 tentang Perubahan HTR Skala 1: 50.000


Peraturan Menteri Kehutanan Direktorat 7. Bupati/Walikota menyampaikan usulan
Jenderal Bina Produksi Kehutanan P.06/ rencana pembangunan HTR kepada
VI-BPHT/2007 tentang Petunjuk Teknis Menteri Kehutanan dilampiri peta
Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat usulan lokasi HTR Skala 1: 50.000 yang
(HTR); ditembuskan kepada Dirjen PHPL dan
4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor Dirjen PKTL.
P.62/Menhut-II/2008 tentang Rencana 8. Dirjen PKTL melakukan verifikasi peta
Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan usulan lokasi HTR lalu menyiapkan lokasi
Kayu Hutan Tanaman Industri dan Hutan pencadangan areal HTR dan hasilnya
Tanaman Rakyat. Sumber: BPPHP Wil. IV disampaikan kepada Dirjen PHPL.
Jambi 9. Dirjen PHPL melakukan verifikasi
administrasi dan teknis lalu menyiapkan
Mekanisme Penetapan Pencadangan Lokasi konsep keputusan Menteri Lingkungan
HTR Hidup dan Kehutanan tentang penetapan
1. Alokasi dan Penetapan Areal lokasi pencadangan areal HTR dan
Pembangunan HTR dilakukan oleh dilampiri peta pencadangan areal HTR
Menteri Kehutanan dengan Kriteria : serta mengusulkannya kepada Menteri
Kawasan HP yang tidak produktif, tidak LHK.
dibebani izin/hak dan diutamakan dekat 10.Menteri Kehutanan menerbitkan
dengan Industri Hasil Hutan. pencadangan areal untuk pembangunan
2. Untuk pembangunan HTR, Dirjen HTR dan disampaikan kepada Bupati/
PKTL atas nama Menteri Kehutanan Walikota dengan tembusan Gubernur
menyampaikan peta arahan indikatif 11.Bupati/Walikota menyampaikan
lokasi HTR per provinsi kepada Bupati sosialisasi ke desa/masyarakat, bisa
dengan tembusan kepada : Dirjen melalui LSM pusat, provinsi atau
BPK, Sekjen, Gubernur, Kepala Dinas kabupaten/kota.
Kehutanan Provinsi, Kepala Dinas
Kehutanan Kabupaten/Kota dan Kepala Mekanisme Penetapan Perizinan
Balai BPKH. Pembangunan HTR
3. Dirjen PHPL melakukan sosialisasi
program Pembangunan HTR dan peta 1. Perorangan atau Kelompok Tani
arahan indikatif lokasi HTR kepada a. Pemohon (perorangan atau kelompok
Gubernur dan Bupati/Walikota. tani) mengajukan permohonan
4. Sekjen Kementerian LHK melaksanakan IUPHHKHTR kepada Bupati/Walikota
sosialisasi tentang Pembiayaan melalui Kepala Desa, pada areal yang
Pembangunan HTR melalui BLU cq. Pusat telah dialokasikan dan ditetapkan
Pembiayaan Pembangunan Kehutanan oleh Menteri Kehutanan
kepada Gubernur dan Bupati/Walikota. b. Persyaratan permohonan yang
5. Kepala BPKH memberikan asistensi diajukan oleh Pemohon yakni Foto
teknis kepada Dinas Kehutanan provinsi/ copy KTP, Surat Keterangan dari
kabupaten/kota berdasarkan petunjuk Kepala Desa bahwa benar pemohon
teknis dari Kepala Baplan. berdomisili di desa tersebut dan
6. Kepala Dinas Kehutanan kabupaten/kota Sketsa areal yang dimohon dilampiri
menyampaikan pertimbangan teknis dengan susunan anggota Kelompok.
kawasan areal tumpang tindih perizinan, c. Kepala Desa melakukan verifikasi
rehabilitasi dan reboisasi, program keabsahan persyaratan permohonan
pembangunan daerah kepada Bupati/ oleh perorangan atau Kelompok Tani
Walikota dilampiri dengan peta lokasi dan membuat rekomendasi kepada
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 117
Pengelolaan Hutan

Bupati/Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Bupati/Walikota


kepada Camat dan Kepala BP2HP sebagai pertimbangan teknis.
d. Kepala BP2HP melakukan verifikasi e. Kepala BPKH atau pihak lain yang
persyaratan administrasi dan sketsa/ mewakili melakukan pengukuran,
peta areal yang dimohon hasilnya verifikasi lahan dan perpetaan dan
disampaikan kepada Bupati sebagai hasilnya disampaikan kepada Bupati/
pertimbangan teknis. Walikota sebagai pertimbangan
e. Kepala BPKH atau pihak lain yang teknis.
mewakili melakukan pengukuran, f. Bupati/ Walikota menerbitkan
verifikasi lahan dan perpetaan dan Keputusan IUPHHK-HTR kepada
hasilnya disampaikan kepada Bupati koperasi atas nama Menteri LHK
sebagai pertimbangan teknis. yang dilampiri peta areal kerja skala
f. Bupati/ Walikota menerbitkan 1: 50.000 dengan tembusan Menteri
Keputusan IUPHHK-HTR kepada LHK, Dirjen PHPL, Dirjen PKTL dan
perorangan atau Kelompok atas nama Gubernur.
Menteri LHK yang dilampiri peta areal g. Kepala Dinas Propinsi/Kabupaten/
kerja skala 1: 50.000 dengan tembusan Kota yang menangani bidang
Menteri LHK, Dirjen PHPL, Dirjen PKTL kehutanan melaporkan kepada
dan Gubernur. Menteri LHK, rekapitulasi penerbitan
g. Kepala Dinas Propinsi/Kabupaten/ Keputusan IUPHHK-HTR secara
Kota yang menangani bidang periodik tiap 3 (tiga) bulan
kehutanan melaporkan kepada
Menteri kehutanan, rekapitulasi F. 3. Jenis-Jenis Pohon untuk Hutan Tanaman
penerbitan Keputusan IUPHHK-HTR Dalam melakukan pembangunan hutan
secara periodik tiap 3 (tiga) bulan. tanaman, pemilihan jenis pohon yang akan
2. Koperasi ditanam dalam suatu areal atau lahan
a. Pemohon mengajukan permohonan hutan merupakan salah satu faktor penting.
IUPHHK-HTR kepada Bupati/Walikota Kekeliruan dalam memilih jenis pohon yang
pada areal yang telah dialokasikan akan dikembangkan di lahan terdegradasi
dan ditetapkan oleh Menteri LHK dari segi ekologi dapat menyebabkan
b. Persyaratan permohonan yang kegagalan atau minimal dapat menurunkan
diajukan oleh Pemohon yakni Foto produktivitasnya. Keberhasilan menentukan
copy Akte Pendirian koperasi, Surat pilihan jenis yang akan dikembangkan dari
Keterangan dari Kepala Desa bahwa segi ekologis merupakan awal yang baik
benar Koperasi dibentuk di desa agar produktivitas hutan tanaman dan hasil
tersebut dan Peta areal yang dimohon yang diperoleh sesuai dengan harapan,
dilampiri dengan Skala 1:5000 atau sehingga pemasaran jenis-jenis tersebut
1:10.000 serta dilampiri dengan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
susunan anggota Koperasi. Dalam memilih jenis yang akan
c. Kepala Desa melakukan verifikasi dikembangkan untuk hutan tanaman,
keabsahan persyaratan permohonan beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu
oleh koperasi dan membuat tujuan penanaman dan persyaratan tempat
rekomendasi kepada Bupati/Walikota tumbuh dan kesesuaian jenis tanaman
dengan tembusan kepada Camat dan dengan tapak. Penetapan kecocokan suatu
Kepala BP2HP jenis terhadap lahan dilakukan dengan
d. Kepala BP2HP melakukan verifikasi menyerasikan antara persyaratan tempat
persyaratan administrasi dan sketsa/ tumbuh jenis pohon tersebut dengan
peta areal yang dimohon hasilnya
118 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

karakteristik lahan yang akan ditanami. Dalam melakukan pemilihan jenis pohon
Oleh karena itu, persyaratan tumbuh atau tanaman yang akan dikembangkan
harus sudah diketahui sebelum melakukan dalam hutan tanaman harus didasarkan
pengembangan suatu jenis pohon secara pada tujuan penanaman yang akan
luas (Mindawati,2019). dilakukan. Tujuan penanaman untuk
hutan tanaman umumnya untuk kayu
Hutan tanaman memiliki berbagai pertukangan, kayu serat, kayu energi
keunggulan dibandingkan dengan hutan serta hasil hutan bukan kayu (HHBK).
alam, diantaranya ialah : Kayu pertukangan termasuk kayu lapis,
a. Produktivitas tegakan tinggi, dengan kayu gergajian, ukiran dan sebagainya.
jumlah tanaman pada akhir panen 200- Kayu serat meliputi bahan baku pulp dan
400 pohon per ha dapat dihasilkan kayu kertas, sedangkan kayu energi meliputi
150-250 m3 per hektar melalui teknik wood pellet, kayu bakar, arang, arang aktif
Silvikultur Intensif (SILIN); dan sebagainya. Hasil Hutan Bukan Kayu
b. Kayu yang dihasilkan seragam meliputi (HHBK) diantaranya rotan, sagu, penghasil
jenis yang seragam, ukuran kayu pada getah, penghasil buah, penghasil kulit,
saat panen yang relatif sama besarnya minyak atsiri dan lain-lain. Pemanfaatan
sehingga memudahkan untuk bahan Jenis Andalan Setempat sangat disarankan
baku industri perkayuan; khususnya untuk kayu konstruksi, energi
c. Menyediakan lapangan kerja yang cukup dan pulp.
banyak mulai dari persiapan lahan,
penanaman pohon, pemeliharaan Sehubungan dengan tujuan penanaman,
sampai penebangan. Tenaga kerja maka sebelum melakukan pengembangan
yang diserap khususnya tenaga kasar suatu jenis pohon secara luas harus
(buruh) cukup banyak sehingga dapat sudah diketahui persyaratan tumbuhnya.
mengurangi pengangguran; dan Setiap spesies tumbuhan memerlukan
d. Dampak pembangunan hutan tanaman persyaratan tempat tumbuh yang berbeda-
baik langsung maupun tidak langsung beda agar mampu tumbuh secara optimal,
dapat menggerakkan perekonomian di karena masing-masing spesies mengalami
suatu lokasi. keragaman dalam pertumbuhannya (Sari &
Karmilasanti, 2015). Untuk itu pengetahuan
a. Pemilihan Jenis mengenai persyaratan tumbuh bagi suatu
Persyaratan utama dalam pemilihan jenis spesies sangat diperlukan untuk menjamin
adalah kecocokan antara persyaratan keberhasilan pengusahaan hutan.
ekologis jenis tanaman dengan sifat Informasi persyaratan tempat tumbuh
tempat tumbuhnya. Hal ini merupakan untuk jenis-jenis pohon andalan setempat
faktor penting yang perlu diperhatikan untuk rehabilitasi hutan dan lahan serta
dalam menetapkan jenis yang sesuai silvikulturnya dapat dilihat pada Atlas
untuk dikembangkan di suatu lahan. Jenis-jenis Pohon Andalan Setempat untuk
Persyaratan tempat tumbuh tersebut Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Indonesia
meliputi: ketinggian di atas permukaan (Pratiwi, Narendra, Hartoyo, Kalima, &
laut (altitude), sifat-sifat tanah (pH, Pradjadinata, 2014).
tekstur, drainase) dan iklim (curah hujan, Dalam pembangunan hutan tanaman untuk
temperatur) yang diperlukan untuk memperoleh hasil sesuai yang diharapkan,
menunjang pertumbuhannya (Pratiwi, seperti produktivitas yang tinggi, tumbuh
2006). Selain itu ketersediaan benih dalam secara baik dan normal serta daur yang
jumlah yang cukup dan penguasaan teknik ekonomis, semua jenis pohon yang akan
budidaya perlu diperhatikan. ditanam harus sesuai dengan tapak (species
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 119
Pengelolaan Hutan

Gambar 4.1. Strategi pemilihan jenis tanaman

site matching). Jenis yang tumbuh di areal 3. Sedikit biaya dan waktu untuk
rawa tidak akan cocok ketika ditanam pengolahan;
di lahan kering. Begitu pula jenis pohon 4. Tahan terhadap kekeringan dan tekanan
yang tumbuh di dataran rendah tidak iklim lainnya;
akan tumbuh maksimal ketika ditanam di 5. Toleran terhadap perlakuan
dataran tinggi. Jenis pohon di daerah tropik pemangkasan dan trubusan;
umumnya tumbuh kurang baik di daerah 6. Memiliki pertumbuhan awal yang cepat;
temperate dan jenis pohon yang tumbuh 7. Mempunyai percabangan rendah yang
pada daerah-daerah dengan curah hujan dapat dengan mudah dipotong dengan
tinggi kurang cocok ditanam pada daerah peralatan sederhana dan mudah
dengan curah hujan yang rendah (Khalwani, diangkut;
2012). Strategi dalam pemilihan jenis 8. Mempunyai kadar air kayu yang rendah
tanaman untuk dikembangkan di suatu sehingga mudah dikeringkan;
lahan, baik HTI, HTR maupun hutan rakyat 9. Mempunyai kegunaan lain yang dapat
dapat dilihat pada Gambar 4.1. menyokong kehidupan petani; dan
10.Mempunyai karakteristik akar yang baik
Kriteria umum dalam pemilihan jenis
untuk ditanam (Khalwani, 2012; Winrock
International, 1992), yaitu : Informasi tentang persyaratan tempat
1. Mudah beradaptasi terhadap kondisi tumbuh beberapa jenis pohon yang dapat
tanah dan iklim yang ada; dikembangkan di lahan asam, lahan basah
2. Tahan terhadap hama dan penyakit; dan lainnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
120 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

b. Hubungan Asosiasi Antar Jenis kehadiran jenis lain (A) di dalam petak 20 x
20 m dan jenis pohon terpilih (B). Kemudian
Dalam pemilihan jenis, persyaratan tempat analisa untuk mengetahui adanya
tumbuh juga memerlukan informasi asosiasi jenis-jenis pohon dibuat dengan
mengenai hubungan asosiasi antar jenis. menggunakan metode 2x2 Contingency
Hal ini dikarenakan suatu jenis yang berada Table Mueller-Dumbois & H. Ellenberg
di hutan alam bersifat toleran atau intoleran (1974) atau disebut juga Tabel Contingency
terhadap kehadiran jenis lain, namun juga seperti berikut:
dapat terjadi interaksi hubungan yang
erat dengan satu jenis atau lebih (Sari & 1)1. Korelasi
Korelasi antar dua jenis
antar dua jenis
Maharani, 2016). Asosiasi jenis juga biasa Tabel 2.Bentuk tabel Contingency
1. Korelasi antar dua jenis
digunakan sebagai dasar dalam melakukan Tabel 4.2.Bentuk tabel contingency
Tabel 2.Bentuk tabel Contingency
klasifikasi vegetasi. Jenis A
+ -
Jenis B
Suatu jenis tumbuhan yang di tanam + a b a+b
- Jenis A c d c+d
pada lahan hutan tanaman diharapkan + -
tidak memiliki pengaruh negatif terhadap Jenis B a+c b+d N=a+b+c+d

jenis lainnya dalam satu komunitas + a b a+b


Keterangan
- : c d c+d
pertumbuhan, sehingga jenis tumbuhan Keterangan :
yang ditanam tumbuh dengan baik tanpa a:a Jumlah petak
: Jumlah petakyang
ayang mengandung
b + d jenis ANjenis
+ c mengandung dan + AbB+ c + d
= ajenis
b dan: jenis
JumlahBpetak yang mengandung jenis A saja, jenis B tidak
terjadi kompetisi dalam perebutan unsur b:c Jumlah petak
: Jumlah petak yang mengandung
yang mengandung jenisjenis
jenis B saja, A A tidak
hara dan cahaya matahari. Persaingan Keterangan
saja, jenis: B tidak
c:d : Jumlah petakyang
yang tidak mengandung jenis A dan jenis B (diluar
yang terjadi antar jenis ataupun lebih akan a Jumlah
: Jumlahpetak petak yang mengandung
mengandungjenis jenis A B dan jenis B
menimbulkan efek yang sangat merugikan saja, dan
jenis AB)tidak
jenis
bagi percepatan pertumbuhan, karena d:
bNJumlah petak
:: Jumlah
Jumlah yang
petak
semua tidakmengandung
yang
petak mengadungjenis jenis A saja, jenis B ti
A dan jenis B (diluar jenis A dan jenis B)
jenis-jenis yang bersaing akan saling c Jumlah
N: : Selanjutnya
Jumlah
semua petak yang
dilakukan
petak mengandung
perhitungan jenis
langsung B saja,
tanpa jenis A
menghitung ti
nilai
menyingkirkan untuk dapat bertahan hidup dyaitu: dengan
2
menggunakan rumus perhitungan Chi Square (X ) hitung sepe
Jumlah petak yang tidak mengandung jenis A dan jen
(Sari, Karmilasanti, & Handayani, 2013). ini:
dan jenis
Selanjutnya B)
dilakukan
(ad – bc)2 xperhitungan
N langsung
Oleh karena itu, untuk melakukan tanpa
N : menghitung
Jumlah
X 2= semua nilai
petak observasi, yaitu
pembangunan hutan tanaman dapat (a+b)(c+d)(a+c)(b+d)
denganSelanjutnya
menggunakan rumus perhitungan
dilakukan penanaman terlebih dahulu dilakukan perhitungan langsung tanpa men
Chi Square (X2) hitung seperti berikut ini:
jenis-jenis yang berasosiasi positif dengan yaitu dengan menggunakan rumus perhitungan Chi Square (X
2
jenis-jenis terpilih dan menghindari Untuk menghindari nilai Chi Square (X ) yang bias bila nilai a, b, c ata
ini:
penanaman jenis yang intoleran atau tidak tabel Contingency ada yang kurang atau sama dengan 5 (lima), maka p
berasosiasi, sehingga proses terbentuknya (ad – bc)2rumus
dilakukan dengan menggunakan x N berikut:
kondisi hutan menjadi lebih cepat seperti X =
2

yang diharapkan. (a+b)(c+d)(a+c)(b+d)


{(ad – bc) – N/2 }2 x N
X 2=
Untuk menentukan apakah jenis pohon (a+b)(c+d)(a+c)(b+d)
dalam suatu kawasan memiliki hubungan Untuk menghindari nilai Chi Square (X22) yang bias bila
yang erat atau tidak dengan jenis lainnya Untuk menghindari nilai Chi Square (X )
dan juga untuk mengetahui hubungan tabel Contingency
yang bias
Setelahbila ada
nilai
didapat a,yang
besarnya b,nilaickurang
atau
Chi datau
Square sama
dalam
hitung dengan
kemudian 5 (li
dilakukan
antar jenis tersebut dibuat petak-petak tabel
dilakukan Contingency ada
dengan menggunakan
dengan membandingkan yang
antara Chi Square kurang
rumushitung atau
berikut: 2
( X hitung ) dengan C
pengamatan 100 m x 100 m dengan anak sama dengan
tabel ( X2 5 (lima),
tabel ) pada maka
derajat bebas perhitungan
(df) sama dengan 1 (satu) pada tingkat 5%
petak sebanyak 25 petak dengan ukuran 20 dilakukan dengan menggunakan rumus
m x 20 m, melakukan inventarisasi semua berikut:
{(ad – bc) – N/2 } x N 2
jenis pada tingkat pohon dan mengukur X 2=
diameter, hal ini dilakukan untuk melihat (a+b)(c+d)(a+c)(b+d)

Setelah didapat besarnya nilai Chi Square hitung kemud


dengan membandingkan antara Chi Square hitung ( X2 hitun
Untuk menghindari nilai Chi Square (X2) yang bias bila nilai a, b, c atau d dalam
Vademecum
tabel Contingency ada yang kurang atau sama dengan 5 (lima), maka perhitungan
Kehutanan Indonesia 2020 121
Pengelolaan Hutan
dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
sangat nyata, bila X2 hitung yang diuji lebih
besar atau sama dengan X2 tabel pada
{(ad – bc) – N/2 } x N
2 tingkat 5% berarti terjadi asosiasi nyata
X 2= dan apabila X2 hitung yang diuji lebih kecil
(a+b)(c+d)(a+c)(b+d) dari X2 tabel pada tingkat 5% berarti tidak
dan tingkat 1% ( 6,635 ) untuk mengetahui hubungan antar jenis. Bila X2 hitung yang
terjadi asosiasi atau asosiasi tidak nyata.
diuji lebih besar atau sama dengan X2 tabel pada tingkat 1% berarti terjadi asosiasi
Setelah didapat
Setelah didapatbesarnya
besarnya nilai
2 Chi
nilai Squarehitung 2) Koefisien
kemudian
Asosiasipengujian
(C)
sangat nyata, bila X Chi Square
hitung yang diuji lebih besardilakukan
atau sama dengan X2 tabel pada
hitung kemudian dilakukan pengujian 2Untuk menghitung besarnya nilai hubungan
dengan
dengan membandingkan antara
tingkat 5% berarti
membandingkan Chi Square
terjadi
antara hitung
asosiasi
Chi Square X hitung
nyata( dan apabila) Xdengan
2 Chiyang
hitung Square
diuji lebih kecil dari
hitung antar dua jenis dalam satu komunitas hutan
tabel ( X (tabel
2
XXhitung
2
2 ) pada)derajat
dengan Chi
bebas Square
(df) sama tabel
dengan
tabel pada tingkat 5% berarti tidak terjadi1 (satu) pada tingkat
asosiasipositif 5% (
atau asosiasi3, 841 ) nyata.
(X2 tabel) pada derajat bebas (df) sama (asosiasi atau tidak
negatif) dilakukan
dengan 12.(satu)Koefisien
padaAsosiasi
tingkat (5% C ) (3, 841) perhitungan Koefisien Asosiasi (C) atau nilai
dan tingkat 1% Untuk (6,635) menghitung
untuk mengetahui kekerabatan dengan menggunakan rumus
besarnya nilai yang hubungan
dikemukakan antar oleh
dua jenis
(Ludwigdalam
& J.satu
F.
hubungan antar jenis. Bila X hitung yang
2

komunitas hutan (asosiasi


diuji lebih besar atau sama dengan X tabel positif
2 atau Reynolds,
negatif) 1988),
dilakukan yaitu:
perhitungan Koefisien Asosiasi
pada tingkat
(C) atau1% nilai
berartikekerabatan
terjadi asosiasi
dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh
(Ludwig & J. F. Reynolds, 1988), yaitu:
ad - bc
a) Bila ad > bc, maka C =
(a + b)(b + d)

ad - bc
b) Bila bc > ad dan d > a, maka C =
(a + b)(b + c)

ad - bc
c) Bila bc > ad dan a > c, maka C =
(a + d)(c + d)

Nilai positif atau negatif dari hasil perhitungan menunjukkan asosiasi


positif atau negatif antar dua jenis. Asosiasi positif berarti secara tidak langsung
Nilai positif atau negatif dari hasil c. Kesesuaian Lahan
beberapa jenis
perhitungan menunjukkan berhubungan
asosiasi positif baik atau ketergantungan antara satu dengan yang
atau negatif antar dua jenis.
lainnya, positif negatifCara
Asosiasiasosiasi
sedangkan
menilai kesesuaian lahan terhadap jenis
berartiterpilih
secara tidak
berarti secara tidak langsung beberapa jenis pohon yanglangsung beberapa jenis
akan dikembangkan
berhubungan baik mempunyai kecenderungan untuk dapat
atau ketergantungan dilakukan
meniadakan ataudengan dua carayang
mengeluarkan yaitu:
lainnya
antara satu atau dengan yang dualainnya,
juga berarti jenis mempunyai pengaruh atau reaksi
1) Membandingkan yang berbedaantara
(matching) dalam
sedangkan asosiasi negatif berarti secara
lingkungannya
tidak langsung beberapa jenis (Sari & Karmilasanti, persyaratan
mempunyai 2015; Whittaker,tumbuh
1975). pohon dengan
kualitas/sifat lahan yang dipunyai di
kecenderungan untuk meniadakan atau lokasi/areal penanaman.
mengeluarkan yang lainnya
3.3. Kesesuaian atau juga berarti
lahan
dua jenis mempunyai
Cara pengaruh atau reaksilahan terhadap
menilai kesesuaian Faktor-faktor lingkungan
jenis pohon terpilihyang
yang perlu
akan
yang berbeda dalam lingkungannya (Sari & dinilai yaitu kondisi topografi, kondisi
dikembangkan
Karmilasanti, dapat dilakukan
2015; Whittaker, 1975). dengan dua cara yaitu:
iklim, tanah, gangguan keamanan hutan
a. Membandingkan (matching) antara persyaratan dan kondisi
tumbuhatmosfir:
pohon dengan kualitas/sifat
lahan yang dipunyai di lokasi/areal penanaman.
122 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

a) Faktor topografi yang perlu dinilai 2) Kelas S2 (cukup sesuai/moderately


dari segi kondisi topografinya seperti suitable). Lahan ini memiliki faktor
letak tinggi dari permukaan laut, pembatas sedang. Lahan mampu
darajat kemiringan. lereng dan kondisi berproduksi 50 - 75% dari produksi
batuan yang terdapat dan muncul optimal.
dipermukaan lahan; 3) Kelas S3 (sesuai marginal/marginally
b) Kondisi iklim yang mempengaruhi suitable). Lahan ini memiliki faktor
pertumbuhan pohon antara. lain pembatas sedang agak berat. Lahan
jumlah dan distribusi curah hujan, mampu berproduksi 25 - 50% dari
rata-rata temperatur udara tahunan, produksi optimal.
temperatur udara maksimum dan 4) Kelas N (tidak sesuai). Lahan ini memiliki
minimum, kelembaban udara dan faktor pembatas berat yang tidak
keccpatan angin. Pengumpulan data- mungkin diperbaiki : N1 Tidak sesuai
data dari stasiun pengamatan cuaca pada saat ini (currently not suitable)
untuk jangka pengamatan selama dan N2 Tidak sesuai untuk selamanya
5-10 tahun terakhir; (permanently not suitable)
c) Sifat fisik tanah yang terpenting yang
perlu dikaji antara lain kedalaman Soil Clasification Service (SCS) USDA/Soil
tanah, tekstur dan drainase. Taxonomy USDA (1975) telah digunakan
Sedangkan sifat kimia tanah antara di Indonesia, terutama di Lembaga
lain reaksi tanah (pH), nilai tukar Penelitian dan Perguruan Tinggi. Klasifikasi
kation (KTK), kandungan unsur hara kemampuan lahan (land capability)
dan unsur yang bersifat racun pada menurut sistem USDA dibagi menjadi 8
tanaman; (delapan) kelas sebagai berikut:
d) Dalam pemilihan lokasi untuk 1) Kelas I (Baik sekali untuk segala macam
penanaman, perlu diadakan usaha penanaman).
inventarisasi dan penilaian terhadap • Mempunyai sedikit faktor pembatas
kemungkinan timbulnya berbagai jenis dalam penggunaannya, mempunyai
gangguan yang dapat menimbulkan kemampuan paling tinggi tanpa
kerusakan pada tanaman seperti memerlukan pengawetan tanah.
penggembalaan dan perladangan liar;
dan • Tanah datar, dalam, bertekstur agak
halus atau sedang, drainase baik,
e) Kelas kesesuaian lahan ditentukan mudah diolah, responsif terhadap
oleh faktor pembatas yang terberat pemupukan.
atau yang paling sulit diatasi (faktor
minimum) dan faktor pembatas ini 2) Kelas II (Baik untuk usaha pertanian
digunakan sebagai pembeda kelas dengan investasi ). Mempunyai beberapa
tingkat kesesuaian lahan. penghambat yang dapat mengurangi
pilihan jenis tanaman yang diusahakan
Klasifikasi kesesuaian lahan (land suitability) atau memerlukan usaha pengawetan
menurut FAO dibedakan menjadi 4 kelas tanah dan pemupukan.
yaitu (FAO/UNESCO, 1976):
1) Kelas SI (sangat sesuai/highly suitable). 3) Kelas III (Agak baik, punya penghambat,
Lahan ini tidak memiliki faktor pembatas mudah diatasi). Penghambat agak berat
atau memiliki faktor pembatas ringan yang dapat mengurangi pilihan jenis
Lahan mampu berproduksi > 75% dari yang diusahakan, perlu pemupukan dan
produksi optimal. terasering.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 123
Pengelolaan Hutan

4) Kelas IV (Sedang, bahaya erosi, kesalahan dalam memilih pohon, maka


pemupukan, terasering). Faktor perlu mempertimbangkan berbagai
pembatas sangat kuat yang membatasi aspek (sosial, ekonomi, budaya dan
pemilihan tanaman sehingga lingkungan) dalam menentukan pohon
memerlukan pengelolaan yang cermat yang akan ditanam, terutama untuk
dan hati-hati. tujuan pengusahaan di antaranya:
a) Persyaratan tumbuh pohon yang
5) Kelas V (Agak jelek). Mempunyai
dipilih sesuai dengan kondisi areal
sedikit atau tanpa bahaya erosi tetapi
yang akan ditanami.
mempunyai penghambat lain yang
praktis sukar dihilangkan. b) Produk yang dihasilkan harus sesuai
dengan tujuan penanaman .
6) Kelas VI (Jelek). Mempunyai penghambat c) Produktivitas tegakan jenis yang
yang sangat berat sehingga tidak sesuai dipilih tinggi.
untuk semusim dan hanya sesuai untuk
d) Mudah dalam pengadaan benih dan
rumput ternak atau dihutankan.
bibit yang berkualitas.
7) Kelas VII (Jelek sekali s). Faktor pembatas e) Teknik silvikultur atau budidaya telah
sangat kuat, tidak sesuai untuk usaha diketahui.
tani tanaman semusim dan hanya sesuai f) Tersedianya pasar dengan harga yang
untuk padang penggembalaan atau layak
dihutankan.
Sedangkan untuk tujuan rehabilitasi,
8) Kelas VIII (Amat jelek sekali). Tidak sesuai beberapa kriteria pemilihan jenis pohon
untuk produksi pertanian, dan harus terpilih untuk dikembangkan di tempat
dibiarkan dalam keadaan alami atau terbuka seperti lahan kritis dan padang
dibawah vegetasi alam. alang-alang adalah:
a) Mampu tumbuh di tempat terbuka
2) Menggunakan Data Hasil Uji Jenis Pohon di bawah sinar matahari penuh (jenis
pionir dan pohon intoleran)
Uji jenis pohon dilakukan dengan cara: b) Mampu bersaing dengan alang-alang
setelah kondisi lingkungannya (lahan) dan gulma, jenis cepat tumbuh tinggi
dibagi-bagi kedalam unit-unit areal yang dan agresif
memiliki karakteristik lahan yang sama. c) Mudah bertunas
Pada setiap unit areal ditanam beberapa
jenis pohon yang dipandang memiliki d) Tahan kekeringan dan sesuai di tanah
prospek. Benih dari jenis-jenis pohon marjinal
yang ditanam tersebut harus diketahui e) Biji atau benih mudah diperoleh dan
asal-usulnya dan berasal dari pohon mudah disimpan
seleksi atau tegakan benih. Percobaan f) Disenangi masyarakat, khususnya
jenis yang dilakukan hendaknya untuk penghijauan
dikombinasikan dengan uji provenan.
Jarak tanam yang digunakan 3 x 3 m, 3 x Kesesuaian lahan beberapa jenis pohon
1 m, dan 3 x 2 m. untuk hutan tanaman berdasarkan
klasifikasi FAO disajikan pada Lampiran 2.
Kesalahan dalam memilih jenis pohon
akan membuang waktu, biaya dan
tenaga karena hasilnya tidak akan
optimal. Untuk mengurangi terjadinya
124 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

d. Jenis-jenis Pohon Kehutanan Daur Cepat, kedalam jenis pohon tumbuh cepat
Sedang dan Lambat umumnya mempunyai daur tebang atau
panen pohon dalam waktu kurang dari 10
Kecepatan tumbuh suatu spesies tanaman tahun. Indonesia memiliki banyak jenis-
pokok atau pohon merupakan kriteria jenis pohon asli yang tumbuhnya cepat
penting dalam dasar pemilihan jenis bahkan sangat cepat bila menggunakan
karena berhubungan dengan kecepatan teknik penanaman yang tepat. Masa panen
masa panen atau kelestarian produksi. Jika atau daur tebang jenis pohon tumbuh
dilihat dari kecepatan daur tumbuhnya, sedang berkisar antara 10-30 tahun dan
spesies tanaman pokok atau pohon jenis pohon tumbuh lambat mempunyai
dapat dibedakan menjadi jenis-jenis daur tebang lebih dari 30 tahun. Umumnya
pertumbuhan cepat (fast growing spesies), kayu pertukangan, kayu untuk mebel
jenis-jenis pertumbuhan sedang dan lambat dan ukiran termasuk dalam jenis tumbuh
(moderate and slow growing) (Table 4.3). sedang dan lambat.
Jenis-jenis pohon yang dikategorikan

Tabel 4.3. Jenis pohon tumbuh cepat, sedang dan lambat


Contoh Jenis-Jenis Pohon Contoh Jenis-Jenis Pohon Contoh Jenis Pohon
Tumbuh Cepat – Fast Tumbuh Sedang – Tumbuh Lambat – Slow
Moderate
Meranti merah
Sengon Ulin
(Shorea leprosula, S.
(Falcataria moluccana) (Eusideroxylon zwageri)
parvifolia, S. johorensis)
Kapur
Mangium Eboni
(Dryobalanops lanceolata,
(Acacia mangium Wild) (Diospyros celebica)
D.aromatica)
Ekaliptus Pulai
Jati
(Eucalyptus pellita, (Alstonia scholaris,
E.urolhylla, E.eurograndis) A.sngustiloba)
(Tectona grandis L.f)
Nyawai Mahoni Tembesu
(Ficus variegate) (Swietenia macrophylla) (Fagraea fragrans)
Sungkai
Jabon Kayu bawang
(Peronema
(Anthocephalus cadamba) (Disoxylum molissinum)
canescens Jack)
Manglid Bambang lanang Bangkirai
(Manglietia glauca Bl.) (Michelia champaka) (Shorea laevi)s
Tisuk
Cempaka Sonokeling
(Hibiscus
(Elmerillia champaca) (Dalbergia latifolia)
macrophyllus Roxb.)
Jelutung
– (Dyera polyohylla Miq.) –
Mahoni Afrika
– (Khaya anthorheca) –
Kayu Afrika
– (Maesopsis eminii Engl.) –
Pinus
– (Pinus merkusii) –
Sumber: Khalwani (2012)
Sumber : (Khalwani, 2012)

Daftar Pustaka
Darwo, Napitupulu, B., Harianja, A. H., & Sembiring, S. (2005). Informasi teknis
faktor-faktor keberhasilan GERHAN di Sumatera Utara. Bogor: Pusat
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 125
Pengelolaan Hutan

F. 4. Perbenihan Tanaman Hutan Pada fase awal program pemuliaan dibuat,


dengan keterbatasan yang ada sebaiknya
Benih tanaman hutan adalah bahan diarahkan dengan membuat strategi jangka
tanaman yang berupa bahan generatif (biji) pendek untuk memperoleh peningkatan
atau bahan vegetatif yang digunakan untuk produksi sebesar mungkin melalui seleksi
mengembangbiakkan tanaman hutan, pada variasi alami yang tersedia. Hal
sedangkan benih bermutu adalah benih ini juga sebagai langkah internal untuk
yang mempunyai mutu genetik, mutu fisik memenuhi kebutuhan benih yang besar
dan mutu fisiologik tinggi. Perbanyakan dengan menunjuk/membuat sumber
benih tanaman hutan sebagai penyedia benih pada tingkat tegakan benih dan
bibit unggul dilakukan melalui beberapa areal produksi benih. Sedangkan dalam
kegiatan, yaitu: jangka panjang dapat ditingkatkan dengan
a. Pemuliaan cara menjaga variabilitas genetik untuk
mendapatkan peningkatan produksi yang
Pemuliaan tanaman hutan merupakan berkesinambungan dan keberhasilan
aplikasi dari perpaduan prinsip-prinsip seleksi dimasa mendatang. Strategi jangka
genetika hutan dan silvikultur untuk panjang dibuat untuk memproduksi benih
menghasilkan tanaman hutan dengan unggul melalui kebun benih dan kebun
produktivitas yang tinggi, kompetitif, sehat pangkas dengan menggunakan individu-
dan dapat dipanen secara lestari. Untuk individu superior sesuai dengan karakter
memperoleh perpaduan yang optimal dari yang diinginkan.
kedua elemen dasar tersebut maka perlu
adanya program pemuliaan yang mana Untuk mencapai tujuan, maka program
strategi, rancangan dan intensitasnya pemuliaan yang dikembangkan agar efektif
bergantung pada beberapa pertimbangan dan efisien sejauh mungkin memanfaatkan
diantaranya adalah besar kecilnya variasi tiga level variasi yang terdapat pada pohon
genetik dari spesies yang akan ditangani, hutan, yaitu: variasi interspesifik yang
tindakan silvikultur yang dilakukan, produk diuji dalam uji species; variasi intraspesifik
akhir yang ingin dicapai serta pertimbangan yang diuji dalam uji provenan; dan variasi
ekonomi. Untuk mencapai hal tesebut individu pohon - diuji dalam uji keturunan.
maka diperlukan program pemuliaan yang Pemanfaatan tiga level variasi tersebut
tepat dan berkesinambungan. bertautan erat, tujuannya adalah untuk
memilih spesies terbaik, provenan terbaik
Program pemulian diperlukan untuk dari spesies terbaik, famili terbaik dalam
membuat strategi yang tepat untuk suatu provenan terbaik dan individu terbaik.
jenis sesuai dengan tujuan pengusahaan. Dalam strategi pemuliaan, pemanfaatan
Strategi pemuliaan merupakan dasar tersebut dapat dilakukan melalui uji
pengembangan yang diperlukan untuk introduksi (uji spesies dan uji provenan)
meningkatkan produksi hasil hutan dan uji keturunan.
persatuan unit sesuai dengan tujuan
yang diharapkan secara ekonomis. Dalam 1) Uji Introduksi (Uji Species dan Uji
pembuatan strategi untuk program Provenan)
pemuliaan, perlu memperhatikan Uji species (species trial) dan uji
baik tujuan jangka pendek maupun provenan (provenance trial) merupakan
jangka panjang, sesuai dengan potensi salah satu tindakan awal dalam program
dan informasi yang diperoleh. Hal ini pemuliaan, dimana dalam kegiatan ini
dimaksudkan agar dalam pengusahaan akan diseleksi jenis-jenis atau provenan
hutan akan diperoleh tegakan dengan dari suatu jenis yang memiliki potensi
kinerja yang semakin meningkat dari satu yang tinggi. Pada umumnya kedua uji
rotasi ke rotasi berikutnya. ini dilakukan dengan mendatangkan
126 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

jenis atau provenan suatu jenis di luar berulang-ulang dari satu generasi ke
sebaran alaminya sehingga sering generasi berikutnya.
dikategorikan sebagai uji introduksi. Hal
ini disebabkan beberapa jenis belum Strategi pemuliaan yang efektif akan
dikuasai teknik silvikulturnya sedangkan melibatkan adanya 4 (empat) populasi
jenis-jenis eksotik lebih mudah ditangani untuk domestikasi jenis tanaman
dan hasilnya sudah diketahui dengan hutan, yaitu: populasi dasar, populasi
baik serta telah memenuhi persyaratan pemuliaan, populasi perbanyakan
industri. dan populasi produksi. Tujuan dari
strategi pemuliaan pohon suatu jenis
Kedua uji tersebut pada dasarnya adalah memuliakan secara progresif
bertujuan untuk mereduksi jumlah populasi dasar dan populasi pemuliaan;
spesies atau provenan menjadi membiakkan material genetik yang telah
beberapa spesies atau provenan yang dimuliakan untuk mengembangkan
telah teruji sesuai dengan tujuan yang populasi produksi; menjaga variabilitas
diinginkan pada tempat tertentu. Jenis dan ukuran populasi pada populasi dasar
atau provenan yang paling sesuai tidak dan populasi pemuliaan; dan mencapai
selalu tumbuh paling cepat dalam tujuan tersebut secara ekonomis. Dengan
kondisi tertentu, faktor lain yang dapat strategi ini, material genetik mengalami
menentukan adalah kemampuan untuk peningkatan kualitas genetiknya dari
menyesuaikan pada kondisi ekstrim, generasi ke generasi melalui proses
ketahanan terhadap serangan hama seleksi dan persilangan sehingga dapat
dan penyakit atau kemampuan untuk memenuhi permintaan benih unggul.
memproduksi benih.
a) Populasi dasar (base population)
2) Uji Keturunan (Progeny Test)
Populasi dasar adalah suatu populasi
Uji keturunan merupakan suatu cara yang terdiri dari ribuan pohon yang
untuk mengevaluasi individu melalui darinya sejumlah pohon induk dalam
perbandingan keturunan dalam suatu suatu siklus pemuliaan dapat diseleksi.
eksperimen. Hasil dari uji keturunan Semakin luas populasi dasar, akan
tersebut akan digunakan sebagai material semakin besar variasi yang dimilikinya
dasar pembangunan kebun benih yang dan akan semakin besar pula peluang
tersusun dari individu-individu terseleksi peningkatan produktivitasnya,
untuk menghasilkan benih unggul. karenanya keberhasilan program
Pengembangan dari uji keturunan pemuliaan akan sangat tergantung
dengan menggunakan materi vegetatif pada populasi dasarnya. Populasi
disebut dengan uji klon (clonal test) yang ini dapat berupa hutan alam atau
akan digunakan sebagai material dasar tanaman dimana seleksi dapat
pembangunan kebun pangkas. dilakukan. Untuk program pemuliaan,
Dalam strategi pemuliaan, uji keturunan populasi dasar hendaknya berbasis
merupakan populasi pemuliaan genetik luas.
(breeding population) yang menjadi b) Populasi pemuliaan (breeding
pusat kegiatan strategi pemuliaan population)
dari jenis yang akan dikembangkan.
Populasi pemuliaan terdiri dari pohon- Populasi pemuliaan adalah hasil
pohon terpilih dan keturunannya dalam seleksi individu pohon dari seluruh
suatu seri uji keturunan dimana siklus populasi terseleksi yang didasarkan
seleksi dan penyilangan akan dilakukan atas hasil uji genetik. Seluruh individu
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 127
Pengelolaan Hutan

pada populasi pemuliaan ini kemudian d) Populasi produksi (production


saling disilangkan untuk membentuk population)
populasi dasar pada siklus pemuliaan
tahap berikutnya. Penyilangan antar Populasi produksi merupakan hutan
individu yang memfasilitasi terjadinya tanaman untuk produksi yang berasal
rekombinasi gen ini sangat penting dari populasi perbanyakan, baik
karena akan dapat meciptakan menggunakan materi biji (generatif)
individu-individu baru dengan maupun dengan bagian vegetatifnya.
variasi yang berbeda dari populasi Infusi genetik atau genotipe dari
sebelumnya. populasi baru (external population)
Populasi pemuliaan akan menjadi kedalam populasi pemuliaan sangat
pusat kegiatan dari strategi pemuliaan diperlukan untuk memperluas
pohon hutan. Keberhasilan dari keragaman genetik pada populasi
strategi ini bergantung pada informasi dasar dan untuk memperbaiki sifat
parameter genetik dari sifat-sifat spesifik untuk siklus pemuliaan
yang diukur dan metode seleksi berikutnya. Sehubungan dengan
yang dilakukan pada setiap tahapan perlunya infusi genetik inilah maka
seleksi. Populasi ini merupakan seri konservasi genetik baik ex-situ
uji keturunan (generatif) atau uji klon maupun in-situ menjadi penting.
(vegetatif) yang tersusun dari individu- Aplikasi bioteknologi melalui analisa
individu terpilih dari setiap jenis yang DNA dan teknik pembiakan vegetatif
dikembangkan. secara in-vitro akan mempercepat
proses seleksi dan melimpahkan
c) Populasi perbanyakan (propagation produksi bibit yang homogen dan
population) melimpah.
Populasi ini terdiri dari populasi atau b. Sumber Benih
individu terpilih/terseleksi dalam
sumber benih yang dibangun atau Sumber benih merupakan tegakan di dalam
area perbanyakan dimana kombinasi kawasan hutan dan di luar kawasan hutan
gen yang terpilih dalam populasi yang dikelola guna memproduksi benih
pemuliaan diproduksi secara masal berkualitas. Sumber benih dapat ditunjuk
sebagai benih unggul. Populasi ini dan dibangun sesuai dengan kaidah-kaidah
dapat dibangun dengan bentuk yang yang berlaku terkait dengan pengetahuan
lebih besar berdasarkan informasi dari tentang sumber benih. Sumber benih yang
populasi pemuliaan untuk memenuhi ditunjuk dapat diperoleh dari hutan alam
kebutuhan benih yang berlimpah. atau hutan tanaman yang pada awalnya
tidak ditujukan sebagai sumber benih.
Bentuk populasi perbanyakan
dari hasil informasi pada populasi Penunjukan sumber benih ini dilakukan
pemuliaan dapat berupa Tegakan karena belum tersedianya sumber benih
Benih Provenan (TBP), Kebun Benih unggul untuk jenis yang diinginkan dan
Semai (KBS), Kebun Benih Klon (KBK) kebutuhan benih yang mendesak serta
dari populasi atau individu-individu terbatas. Sedangkan melalui pembangunan,
terseleksi, atau berupa Kebun Pangkas tegakan sejak semula telah diputuskan
(KP) dari klon-klon terpilih dengan bahwa tujuan utama pembangunannya
teknik perbanyakan vegetatif yang adalah untuk sumber benih sesuai dengan
sesuai dengan tujuan pengusahaan. tujuan pengusahaannya, misalnya untuk
meningkatkan riap volume dan kualitas
128 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

kayu, meningkatkan kelimpahan produksi a) Tegakan alam atau tanaman


buah/ biji dan kualitas minyak yang yang didominasi species target,
dihasilkan, dan lain-lain. diidentifikasi dan didiskripsi baik
kondisi tegakannya, produksi buahnya
Berdasarkan PermenLHK Nomor P.3/ maupun kondisi lingkungannya.
MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2020 tentang b) Hasil identifikasi dan diskripsi
Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman digunakan sebagai bahan
Hutan, sumber benih terbagi atas: Tegakan pertimbangan untuk menunjuk
benih teridentifikasi; Tegakan benih tegakan tersebut sebagai sumber
terseleksi; Areal produksi benih; Tegakan benih (TBT), antara lain ditentukan
benih provenan; Kebun benih semai; oleh: kesehatan tegakan, aksesibilitas
Kebun benih klon; dan Kebun pangkas. (kemudahan mencapai lokasi), luas
Urutan klasifikasi sumber benih tersebut areal, topografi, keamanan, dll.
didasarkan atas kualitas genetik dari benih c) Benih dari pohon-pohon induk
yang dihasilkan. Kualitas benih dari masing- penyusunnya dikumpulkan untuk
masing sumber benih tersebut bergantung program hutan tanaman.
dari perlakuan dan seleksi yang telah
diterapkan pada tegakan dimaksud. 2) Tegakan Benih Terseleksi (TBS)
Penunjukan sumber benih dilakukan Sumber benih ini merupakan peningkatan
karena belum tersedianya sumber benih kualitas dari TBT dengan menyeleksi
unggul disamping kebutuhan benih yang tegakan lain dari jenis yang sama karena
mendesak untuk segera dipenuhi. Dengan kualitas tegakannya diatas rata-rata
pertimbangan tersebut maka tegakan alam atau diketahui lebih baik dibandingkan
atau tanaman dapat dikonversi menjadi tegakan yang lain. Batas-batas tegakan
sumber benih. Sumber benih yang masuk juga harus dapat diidentifikasi dengan
dalam klasifikasi sumber benih tersebut mudah di lapangan. Tahapan penunjukan
meliputi: Tegakan benih teridentifikasi, TBS adalah sebagai berikut:
Tegakan benih terseleksi, dan Areal produksi a) Tegakan alam atau tanaman
benih. yang didominasi species target,
diidentifikasi dan didiskripsi baik
1) Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) kondisi tegakannya maupun kondisi
Syarat untuk menunjuk sumber benih ini lingkungannya.
adalah telah diketahui batas areal dan b) Hasil identifikasi dan diskripsi
komposisi jenisnya, namun jalur isolasi digunakan sebagai bahan
belum diperlukan. Tegakan tersebut pertimbangan dalam menyeleksi
harus didominasi oleh jenis yang tegakan untuk ditunjuk sebagai
ditunjuk atau diinginkan (species target) sumber benih (TBS). Tegakan benih
namun tindakan silvikultur yang intensif selain ditentukan oleh persyaratan TBT
belum dilakukan, seperti: penjarangan, (kesehatan tegakan, aksesibilitas, luas
stimulasi pembungaan, dll. Jumlah areal, topografi) juga ditentukan oleh
pohon induk pada tegakan ini minimal penampilan tegakan yang di atas rata-
berjumlah 25 pohon untuk menjaga rata tegakan lainnya (pertumbuhan,
keragaman genetik. produksi buah, dll.).
c) Benih dari pohon-pohon induk
TBT harus masih produktif sehingga penyusunnya dikumpulkan untuk
mampu memproduksi benih dalam program hutan tanaman.
jumlah yang cukup. Tahapan penunjukan
TBT adalah sebagai berikut:
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 129
Pengelolaan Hutan

3) Areal Produksi Benih (APB) (penyiangan, pemupukan, pengen-


dalian hama dan penyakit, dll.) dan
Sumber benih ini merupakan peningkatan bila diperlukan dengan stimulasi
kualitas dari TBT maupun TBS dengan pembungaan.
penerapan tindakan silvikultur yang f) Benih dari pohon-pohon induk
lebih intensif seperti pemeliharaan penyusunnya dikumpulkan untuk
(penyiangan, pemupukan, pengendalian program hutan tanaman.
hama dan penyakit,dan lain-lain),
penjarangan dan bila diperlukan dengan Pembangunan sumber benih merupakan
stimulasi pembungaan agar cepat penanaman suatu tegakan yang sejak
berbunga dan berbuah sehingga dapat semula telah diputuskan bahwa tujuan
memproduksi benih secara berlimpah. utama pembangunannya adalah untuk
Selain itu, pada APB harus dibuat jalur sumber benih. Pembangunan sumber
isolasi untuk menghindari terjadinya benih dalam kelompok ini didasarkan
kontaminasi tepung sari dari pohon- pada hasil-hasil uji pemuliaan tanaman
pohon yang tidak dikehendaki. Tahapan hutan untuk mendapatkan informasi
penunjukan APB adalah sebagai berikut: populasi atau individu yang telah
a) Tegakan alam atau tanaman teruji sesuai dengan klasifikasi sumber
yang didominasi species target, benih yang akan dibangun, seperti: uji
diidentifikasi dan didiskripsi baik provenan, uji keturunan dan uji klon. Oleh
kondisi tegakannya maupun kondisi karena telah melalui proses uji genetik,
lingkungannya. benih yang dihasilkan dari kelompok
b) Hasil identifikasi dan diskripsi sumber benih ini dikategorikan sebagai
digunakan sebagai bahan benih unggul.
pertimbangan dalam menyeleksi
tegakan untuk ditunjuk sebagai Sumber benih yang masuk di dalam
sumber benih (APB). Persyaratan klasifikasi sumber benih ini meliputi:
tegakan untuk APB sebagaimana TBS a) Tegakan Benih Provenan, b) Kebun
(kesehatan tegakan, aksesibilitas, Benih Semai, c) Kebun Benih Klon, dan d)
luas areal, topografi, pertumbuhan, Kebun Pangkas.
produksi buah, dan lain-lain). 4) Tegakan Benih Provenan (TBP)
c) Tegakan yang telah terseleksi
dilanjutkan dengan penjarangan TBP adalah sumber benih yang dibangun
dengan membuang pohon-pohon dari benih yang provenannya telah
yang jelek dan produksi buahnya diketahui keunggulannya terhadap sifat-
rendah, untuk mengatur jarak tanam sifat yang diinginkan (pertumbuhan,
yang optimal agar dapat meningkatkan produksi buah, rendemen dan kualitas
produksi buah. minyak yang dihasilkan, dll.) melalui
d) Jalur isolasi dibuat untuk menghindari uji provenan yang telah dilakukan
kontaminasi tepung sari dari pohon- sebelumnya. Uji provenan merupakan
pohon yang tidak dikehendaki. Jalur uji yang membandingkan sumber benih
isolasi dibuat minimal selebar 50 alami (ras geografik) dan terkadang
m mengelilingi APB. Jalur isolasi ini melibatkan ras lahan (tanaman) dari
dapat lebih lebar tergantung dari out suatu jenis tanaman untuk mendapatkan
crossing rate dari species target. informasi provenan/ras lahan terbaik
e) Untuk meningkatkan produksi buah pada lokasi pengembangan.
dilakukan tindakan silvikultur yang
lebih intensif seperti pemeliharaan Oleh karena tegakan tersebut sejak
awal ditujukan untuk produksi benih,
130 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

maka tegakan dapat ditanam pada (materi generatif) dari induk-induk


tapak yang kondusif bagi produksi benih terseleksi yang dikelola dan diisolasi
dan diperlakukan untuk menstimulasi untuk menghindari atau mengurangi
produksi benih yang berlimpah serta penyerbukan dari tepung sari yang
penebangan pohon-pohon yang jelek tidak diinginkan serta dikelola untuk
dilakukan melalui penjarangan seleksi memproduksi benih (materi generatif)
hingga jarak antar pohon optimal untuk yang secara genetik bermutu dan
persilangan. Manajemen untuk TBP sejak berlimpah.
awal diarahkan untuk produksi benih
sehingga pemilihan lokasi, tindakan Oleh karena KBS dibangun dengan
silvikultur, penjarangan seleksi dan tujuan untuk produksi benih, maka KBS
penanganan benih yang akan dilakukan pada dasarnya menyerupai TBP, namun
telah dipersiapkan lebih baik dan lebih intensitas seleksi pohon induk yang
terencana. diterapkan jauh lebih tinggi. Apabila TBP
dibangun berdasarkan informasi dari
Tahapan pembangunan TBP adalah hasil uji provenan pada tingkat populasi,
sebagai berikut: maka KBS dibangun berdasarkan
a) Pengumpulan benih sebagai materi pada hasil uji keturunan pada tingkat
pembangunan TBP berasal dari individu. Uji keturunan merupakan
provenan terbaik dari hasil uji suatu cara untuk mengevaluasi individu
provenan yang telah dilakukan melalui perbandingan keturunan dalam
sebelumnya. Benih dikumpulkan suatu eksperimen. Seleksi pada TBP
minimal dari 25 pohon induk pada dilakukan berdasarkan fenotipenya
tegakan provenan terbaik. tanpa mempertimbangkan hubungan
b) TBP dibangun dengan menanam bibit kekerabatan individu penyusunnya.
dari provenan terbaik dengan jarak Sedangkan KBS didasarkan pada
tanam awal yang lebih dekat sehingga informasi penampilan pohon induk
setelah dilakukan penjaraangan akan (famili) dari keturunannya dan nilai
dihasilkan jarak antar pohon yang parameter genetiknya.
optimal untuk produksi buah.
c) Penjarangan dilakukan setelah tajuk Pada umumnya KBS dibangun dengan
bersinggungan dengan membuang cara mengkonversi uji keturunan,
pohon-pohon yang jelek dan produksi sehingga dalam waktu yang bersamaan
buahnya rendah, untuk mengatur selain diperoleh informasi parameter
jarak tanam yang optimal agar dapat genetik dari sifat yang akan dikembangkan
meningkatkan produksi buah. sekaligus dapat memproduksi benih
d) Jalur isolasi dibuat sebagaimana pada unggul dari individu-individu superior
APB. dan famili-famili terbaik setelah dilakukan
e) Untuk meningkatkan produksi seleksi. Benih dapat diproduksi setelah
buah dilakukan tindakan silvikultur seleksi selesai dilakukan yaitu setelah 1
sebagaimana pada APB. pohon terbaik dari setiap plot dari famili-
f) Benih dari pohon-pohon induk famili terseleksi. Tahapan pembangunan
penyusunnya dikumpulkan untuk KBS adalah sebagai berikut:
program hutan tanaman. a) Pengumpulan benih sebagai materi
pembangunan KBS berasal dari pohon
5) Kebun Benih Semai (KBS) induk (famili) dari hutan alam atau
tanaman, atau dari pohon plus hasil
KBS merupakan kebun benih yang
uji keturunan yang telah dilakukan
dibangun dengan menggunakan benih
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 131
Pengelolaan Hutan

sebelumnya. Benih dikumpulkan Pada prinsipnya KBK merupakan duplikat


minimal dari 25 pohon induk. dari pohon plus hasil uji keturunan yang
b) Uji keturunan dibangun dengan dibangun dengan replikasi dan luasan
rancangan tertentu dengan menanam tertentu sebagai populasi perbanyakan,
bibit dari masing-masing famili dengan sehingga dapat menghasilan benih
jarak tanam awal yang lebih pendek. dengan kualitas tinggi dan dalam jumlah
Identitas dari masing-masing famili yang berlimpah serta mudah dalam
harus tetap terjaga hingga seleksi pengunduhannya.
selesai dilakukan.
Tahapan pembangunan KBK adalah
c) Penjarangan seleksi dilakukan dengan sebagai berikut:
membuang pohon-pohon yang
a) Pengumpulan benih sebagai materi
jelek dan rendah produksi buahnya.
pembangunan KBK berasal dari
Seleksi dilakukan di dalam famili atau
pohon plus hasil uji keturunan yang
antar famili bila diperlukan sehingga
telah dilakukan sebelumnya. Materi
tertinggal pohon-pohon dari famili
vegetatif dikumpulkan minimal dari
terbaik yang dapat memproduksi
25 pohon plus.
buah berlimpah.
b) KBK dibangun dengan rancangan
d) Jalur isolasi dibuat sebagaimana pada
sistematik, dengan menggunakan
TBP.
jarak tanam yang sama dengan
e) Untuk meningkatkan produksi menanam bibit dari masing-masing
buah dilakukan tindakan silvikultur klon dengan jarak tanam optimal
sebagaimana pada TBP. untuk produksi buah.
f) Benih dari pohon-pohon induk c) KBK juga dapat dibangun dari konversi
penyusunnya dikumpulkan untuk uji klon dengan jumlah klon terbaik
program hutan tanaman. minimal 25 klon.
6) Kebun Benih Klon (KBK) d) Pemangkasan pucuk (top prunning)
dapat diterapkan untuk memperlebar
KBK adalah kebun benih yang dibangun tajuk dan meningkatkan produksi
dengan bahan vegetatif, antara lain buah, namun harus dilakukan dengan
ranting, tunas dan mata tunas yang hati-hati agar tidak rusak atau mati.
berasal dari pohon plus hasil uji keturunan e) Jalur isolasi dibuat sebagaimana pada
untuk memproduksi materi generatif KBS.
(biji). KBK pada dasarnya menyerupai
f) Untuk meningkatkan produksi
KBS, perbedaannya terletak pada materi
buah dilakukan tindakan silvikultur
yang digunakan untuk membangun
sebagaimana pada KBS.
kedua kebun benih tersebut yaitu dari
bagian generatif (KBS) dan dari bagian g) Benih dari klon penyusunnya
vegetatif (KBK). Keduanya dibangun dikumpulkan untuk program hutan
berdasarkan hasil uji keturunan dan tanaman.
dengan tujuan untuk menghasilkan
7) Kebun Pangkas (KP)
materi generatif. Oleh karena itu, untuk
membangun KBK diperlukan penguasaan Kebun pangkas merupakan sumber benih
teknik pembiakan vegetatif dari species dengan kualitas tertinggi yang dibangun
target sehingga dapat tumbuh dengan dari bahan yang telah teruji melalui
baik dan dapat menghasilkan buah yang uji klon untuk memproduksi materi
berlimpah. vegetatif berupa stek, tunas, akar, daun,
132 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

jaringan tanaman guna perbanyakan tumbuhnya.


bibit unggul tanaman. KP berasal dari c) Klon unggul dari hasil evaluasi uji
hasil pembiakan vegetatif dari klon klon, digunakan sebagai materi
yang jelas asal-usulnya serta memiliki pembangunan KP sebagai sumber
keunggulan tertentu sesuai dengan benih.
kaidah penyelenggaraan pemuliaan d) KP dibangun dengan menggunakan
tanaman hutan. Klon yang dilibatkan materi vegetatif dari klon unggul.
dalam uji klon tersebut dapat berasal e) KP dapat dibangun di lapang, rumah
dari pohon plus hasil uji keturunan kaca atau bedeng persemaian dengan
maupun dari tegakan alam/tanaman. jarak tanam atau antar ramet yang
rapat (misal: 1 x 1 m).
Oleh karena KP dibangun dengan tujuan f) Untuk meningkatkan produksi
untuk memproduksi materi vegetatif benih (vegetatif) dilakukan tindakan
(stek), maka klon yang digunakan silvikultur seperti pemeliharaan
dalam KP harus bersifat mudah (penyiangan, pemupukan, pengen-
diperbanyak secara masal melalui dalian hama dan penyakit, dll.),
pembiakan vegetatif. Dengan demikian pemangkasan pucuk dan permudaan
KP dibangun dengan menggunakan tanaman.
jenis tanaman dan klon unggul yang g) Benih (vegetatif) dari setiap klon
mempunyai kemampuan tinggi untuk diproduksi untuk program hutan
diperbanyak secara vegetatif. Hal ini yang tanaman.
menyebabkan KP mempunyai kualitas
genetik tertinggi karena diperoleh dari c. Penanganan Benih
hasil seleksi uji klon dan diturunkan
melalui pembiakan vegetatif untuk Teknologi penanganan benih bertujuan
mempertahankan keunggulan klon pada mendapatkan keberhasilan tumbuh yang
keturunannya. tinggi; mencakup serangkaian prosedur;
dimulai dari pemanenan benih (meliputi
Untuk meningkatkan produksi materi penentuan masak buah hingga cara
stek, maka KP harus dikelola dengan pengumpulan), penanganan pasca panen
menerapkan teknik pengelolaan KP (meliputi cara ekstraksi, pengeringan,
yang intensif seperti: pemangkasan, penyimpanan dan pengendalian hama
pemupukan, pembersihan gulma, penyakit) hingga perlakuan awal terhadap
pemberantasan hama dan penyakit, dan perkecambahan (pematahan dormansi dan
perlakuan lainnya. teknik priming) serta teknik persemaian.

Tahapan pembangunan KP adalah Cara penanganan yang tepat akan


sebagai berikut: meningkatkan perolehan hasil, baik
a) Pengumpulan materi genetik (klon) terhadap perkecambahan, pembibitan
untuk pembangunan KP dapat berasal maupun kualitas tegakan. Setiap elemen
dari pohon plus hasil uji keturunan dari kegiatan penanganan sangat
yang telah dilakukan sebelumnya menentukan derajat kualitas genetik yang
untuk membangun uji klon atau diembannya.
dari hutan alam/tanaman yang
mempunyai keunggulan tertentu. Metode penanganan sangat dipengaruhi
b) Uji klon dapat dibangun dengan watak benih, yaitu apakah benih tersebut
menggunakan beberapa klon untuk berwatak ortodoks, intermediate atau
membandingkan klon-klon terseleksi rekalsitran. Benih ortodoks adalah benih
untuk melihat kemampuan berakar yang dapat disimpan lama pada tingkat
kadar air rendah dan memiliki dormansi.
dan beradaptasi pada lingkungan
Benih intermediate adalah benih yang
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 133
Pengelolaan Hutan

dapat dikeringkan sampai pada kadar air tinggi serta diaplikasikan pada tipe
rendah sesuai klasifikasi ortodoks, tetapi buah/benih berukuran kecil hingga
peka terhadap suhu rendah. besar atau termasuk dalam buah
kering pecah (indihischent) seperti
Benih rekalsitran adalah benih yang cepat buah kapsul (misalnya: eucalyptus,
menurun viabilitasnya, saat penyimpanan benuang, puspa), buah polong
memerlukan kadar air tinggi atau sama (misalnya: sengon, jelutung, pulai)
dengan kadar air benih segar. Benih dan kerucut (misalnya: agathis,
rekalsitran tetap akan menurun viabilitasnya pinus). Pemanjatan dilakukan
dalam penyimpanan dalam media apapun. oleh pemanjat terlatih dengan
Benih rekalsitran hanya dapat disimpan menggunakan perlengkapan
sementara (maksimal 4 minggu). Sebaiknya keamanan yang memadai
setelah pengunduhan dan penanganan biji, seperti: ikat pinggang/safety
benih ini segera disemai di persemaian. belt, pengekang/harness, tali
Contoh penanganan benih jenis ortodoks, pengaman/safety line, sepatu
intermediate dan rekalsitran dapat dilihat berpaku/spikes dan helm.
pada Lampiran 2, 3 dan 4. • Pengumpulan buah di lantai hutan
digunakan untuk buah/benih
1) Pengunduhan dan pengumpulan buah
yang jatuh di bawah pohon dan
a) Waktu pengumpulan buah tidak mudah dimakan pemangsa,
tidak mudah tersebar/terbang,
Pengumpulan buah harus tidak cepat berkecambah dan
mempertimbangkan kondisi tidak cepat rusak serta berukuran
pembuahan dan indikator kemasakan. besar. Sebelum pengumpulan
Indikator kemasakan buah dapat buah terlebih dahulu lantai hutan
diketahui dengan melihat perubahan dibersihkan dan dibentangkan
warna kulit buah, bau, kelunakan lembaran plastik/jaring/terpal
buah, berat jenis, kadar air benih dan sebagai penampung. Pengumpulan
jatuhnya buah secara alami. Informasi dilakukan segera setelah buah
musim berbuah dan puncak buah jatuh dan sebelum buah terbuka,
masak beberapa tanaman hutan rusak atau berkecambah.
dapat dilihat pada Lampiran 5.
c) Penyimpanan sementara
b) Cara pengunduhan
Penyimpanan sementara dilakukan
Pengunduhan dapat dilakukan melalui jika pengumpulan buah berjangka
perontokan, pemanjatan/pemetikan, waktu panjang serta lokasi
pengumpulan buah secara khusus pengunduhan yang cukup jauh dari
atau pengumpulan buah di lantai tempat pemrosesan. Wadah yang
hutan. digunakan pada saat penyimpanan
• Perontokan buah dilakukan pada sementara adalah wadah yang berpori
buah atau biji yang berukuran (misalnya: karung goni atau keranjang).
besar dan buah yang mudah rontok Lingkungan tempat penyimpanan
serta waktu panen yang singkat, sementara harus memiliki sirkulasi
dengan cara menggoyang batang udara yang baik, terjaga dari
utama atau menggoyang cabang organisme pengganggu, terlindung
yang berbuah dengan bantuan dari hujan dan sinar matahari langsung
galah berkait dan alat lainnya. (di bawah naungan/atap).
• Pemanjatan/pemetikan buah
dilakukan pada pohon berukuran
134 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

2) Penanganan buah atau benih sebelum • Pembersihan benih hasil ekstraksi


ekstraksi kering dilakukan dengan cara
manual yaitu ditampi atau disaring
Penanganan benih sebelum ekstraksi atau dengan cara perendaman dan
dilakukan untuk memperoleh benih penjemuran, atau semi mekanis
bersih dan murni dengan kualitas fisik dengan menggunakan hembusan
fisiologis yang baik, dengan cara: angin (blower).
a) Pemasakan buatan (pemeraman/
curing) yaitu benih yang belum b) Ekstraksi basah
mencapai tingkat kemasakan
sempurna (kulit buah yang belum Ekstraksi basah ditujukan pada buah
matang) (seperti pinus). berdaging dan memiliki kulit benih
b) Pemasakan lanjutan (after ripening) yang keras, dengan cara manual
yaitu benih yang telah masak namun atau semi mekanis. Ekstraksi basah
embrionya belum berkembang maka dilakukan dengan cara:
perlu dilakukan pemasakan lanjutan • Perendaman buah dalam bak berisi
hingga embrio matang sempurna air hingga daging buah melunak
(seperti mahoni, kesambi, jati). atau benih mudah dikeluarkan dari
c) Benih yang tidak memerlukan buah
pemeraman dan after ripening dapat • Kulit buah dikelupas dan kulit
langsung diekstraksi. benih dibersihkan dari daging buah
dengan menggunakan pasir halus
3) Ekstraksi dan pembersihan benih
atau bahan lainnya pada air yang
Ekstraksi benih adalah kegiatan mengalir;
mengeluarkan benih dari cangkang • Pengeringan permukaan kulit benih
atau buah, ada dua cara ekstraksi yang dilakukan dengan cara diangin-
tergantung pada tipe buah, yaitu kering anginkan dalam ruang kamar atau
dan basah. dijemur.
• Pembersihan benih hasil ekstraksi
a) Ekstraksi kering basah, dilakukan dengan cara
Ekstraksi kering ditujukan pada buah pencucian
yang tidak berdaging, berbentuk 4) Pengeringan benih
polong atau kerucut/bersisik dengan
cara manual atau semi mekanis. Pengeringan benih hanya ditujukan untuk
Ekstraksi kering dapat dilakukan benih intermediate dan benih ortodoks.
dengan cara: Pengeringan benih intermediate
• Penjemuran dilakukan pada lantai dilakukan dengan cara diangin-anginkan
jemur atau menggunakan alas pada suhu kamar sampai mencapai
jemur (terpal). kadar air kesetimbangan (8%-12%).
• Penjemuran di bawah sinar Pengeringan benih ortodoks dilakukan
matahari selama 1-3 hari, atau secara mekanis atau dijemur sampai
dapat menggunakan alat pengering mencapai kadar air kesetimbangan
benih (seed dryer) pada temperatur (4%-8%). Selama proses pengeringan,
350C - 380C selama 12-24 jam. sebelum benih mencapai kondisi kadar
• Penjemuran atau pemanasan air kesetimbangan harus diletakkan pada
dihentikan ketika buah telah suhu kamar dengan aerasi/pertukaran
merekah, dan benih mudah untuk udara yang cukup.
dikeluarkan dari buah
temperatur rendah 103±2°C selama 24 jam. Kandungan air yang hilang
mencerminkan kadar air benih. Tahapan yang dilakukan dal
pengukuran kadar air adalah:
a) Wadah tahan panas termasuk tutupnya ditimbang (M1)
b) BenihVademecum
ditempatkanKehutanan
pada wadah dan ditimbang
Indonesia 2020 135
bersama wadahn
(M2) Pengelolaan Hutan
c) Benih ditempatkan pada oven pada suhu temperatur rendah 103±2
selama 24 jam.
5) Seleksi dan sortasi benih Kadar air dinyatakan dalam persen
d) Setelah selesai pengeringan benih diletakkan dalam desikator un
a) Seleksi benih dilakukan untuk pendinginan,berat dan ditimbang
kemudian dihitung (M3).
dalam 1 desimal
memisahkan benih berisi dari benih Kadar airterdekat (ISTA, 2006)
dinyatakan dalam persen dengan
berat rumus
dan dihitung dalam
kosong, kotoran dan benih jenis lain.desimal terdekat
sebagai berikut:
(ISTA, 2006) dengan rumus sebagai berikut :
b) Sortasi benih dilakukan berdasarkan
ukuran benih (berat dan dimensi) Kadar air = (M2 - M3) x 100%
c) Seleksi dan sortasi dapat menggunakan (M2 - M1)
seed gravity table (SGT), saringan Keterangan:
dengan ukuran tertentu, teknik M1: beratKeterangan: wadah dan penutup dalam gram;
pengapungan/perendaman dan M2: beratM1: berat wadah dan benih
wadah, penutup, penutup dalampengeringan;
sebelum
M3: berat grampenutup, dan benih sesudah pengeringan.
wadah,
blower. M2: berat wadah, penutup, dan benih
d) Kegiatan pembersihan, pengeringan, sebelum pengeringan 3 ulangan @ 5 gram ben
Pengujian kadar air menggunakan
seleksi dan sortasi dapat dilakukan Benih ortodok M3: berat
merupakanwadah,
benih penutup, dan benih
toleran terhadap penurunan kadar
secara bersamaan. sesudah pengeringan.
(kurang dari 10%) dan viabilitasnya dapat dipertahankan sela
penyimpanan pada suhu rendah.
6) Pengujian benih
Pengujian benih meliputi pengujian Pengujian kadar air menggunakan
2) Kemurnian benih
kadar air benih, kemurnian benih, berat 3 ulangan @ 5 gram benih. Benih
1000 butir serta viabilitas. Pengujian ortodok merupakan benih toleran
viabilitas dapat dilakukan melalui uji terhadap penurunan kadar air (<10%)
langsung dan uji tak langsung. dan viabilitasnya dapat dipertahankan
selama penyimpanan pada suhu
a) Pengujian kadar air rendah.
Kadar air merupakan hal penting b) Kemurnian benih
dalam hubungannya dengan
penyimpanan dan daya hidup benih. Kemurnian benih adalah menentukan
Pengujian kadar air di laboratorium komposisi benih murni, benih lain
menggunakan metode oven. dan kotoran dari contoh benih yang
Penentuan kadar air menggunakan mewakili kelompok benih. Persentase
metode temperatur rendah 103±2°C masing-masing
Kemurnian benih adalahbagian
menentukandihitung
komposisi benih mu
selama 24 jam. Kandungan air yang lain dan berdasarkan
kotoran dari beratnya.
contoh benih yang mewakili kelompo
Penghitungan
hilang ini mencerminkan kadar air Persentasepersentase
masing-masing bagian dihitung
masing-masing bagianberdasarkan
Penghitungan persentase masing-masing
dihitung dengan rumus: bagian dihitung dengan
benih. Tahapan yang dilakukan dalam
pengukuran kadar air adalah: Benih murni (%) = k1 X 100 %
• Wadah tahan panas termasuk k1+k2+k3
tutupnya ditimbang (M1) Benih lain (%) = k2 X 100 %
• Benih ditempatkan pada wadah k1+k2+k3
dan ditimbang bersama wadahnya Kotoran (%) = k3 X 100 %
(M2) k1+k2+k3
• Benih ditempatkan pada oven pada dimana :
Keterangan:
suhu temperatur rendah 103±2°C k1 adalah
k1: nilai benih
nilai berat berat benih
murnimurni dinyatakan dalam gra
dinyatakan
selama 24 jam. k2 adalah
dalam nilai
gramberat
(g) benih lain dinyatakan dalam gram
• Setelah selesai pengeringan benih k3 adalah
k2: nilai berat
nilai berat benihkotoran dinyatakan dalam gram (g
lain dinyatakan
dalam gram (g)
diletakkan dalam desikator untuk k3: nilai berat kotoran dinyatakan
pendinginan, kemudian ditimbang 3) Berat 1000 butir
dalam gram (g) dapat digunakan untuk mempredik
Berat 1000 butir benih
(M3). benih perkilogram. Penentuan berat 1000 butir dilakukan d
ulangan x 100 butir, dimana masing-masing ulangan terdiri
butir. Penimbangan dilakukan pada tiap ulangan (dalam
Penghitungan keragaman, simpangan baku dan koefisien keragam
sebagai berikut:
Benih murni (%) = k1 X 100 %
k1+k2+k3
Benih lain (%) = k2 X 100 %
136 Vademecum Kehutanan k1+k2+kIndonesia
3 2020
Pengelolaan Hutan
Kotoran (%) = k3 X 100 %
k1+k2+k3
c) Berat 1000 butir benih dalam penanaman. Jumlah
dimana
Berat : 1000 butir benih dapat benih per kg (butir) beberapa
k adalah
digunakan
1 nilai berat benih murni
untuk memprediksi dinyatakan dalam tanaman
gram (g) hutan dapat dilihat pada
k
jumlah
2 adalah nilai
benihberat benih lain dinyatakan
perkilogram. dalam Lampiran
gram (g) 6.
k adalah nilai berat
Penentuan berat 1000 butir
3 kotoran dinyatakan dalam gram (g)
dilakukan dengan 8 ulangan 7) Pengemasan
3) Berat 1000 butir
x 100 butir, dimana masing- a) Wadah pengemasan benih. Wadah
Berat 1000 butir benih dapat digunakan untuk memprediksi jumlah
masing ulangan terdiri dari 100 ini menggunakan wadah berpori
benih perkilogram. Penentuan berat 1000 butir dilakukan dengan 8
butir. Penimbangan dilakukan hingga semi permeabel terhadap uap
ulangan x 100 butir, dimana masing-masing ulangan terdiri dari 100
butir. pada tiap ulangan (dalam gram).
Penimbangan dilakukan pada tiap ulangan (dalam air dan gas (seperti kantong plastik
gram).
Penghitungan keragaman, simpangan baku dan koefisien keragaman, yaitu ketebalan 0,1-0,25 mm,
Penghitungan keragaman, tipis dengan
simpangan baku dan koefisien
sebagai berikut: karung goni, karung katun, kotak
keragaman, yaitu sebagai berikut: kayu, keranjang). Sedangkan wadah
kemas untuk benih intermediate dan
n(∑x ) - (∑x)
2 2 ortodoks menggunakan wadah kedap
Keragaman = terhadap uap air dan gas (seperti
n (n-1) kaleng aluminium atau timah, plastik
tebal, drum, botol kaca, jerigen).
Keterangan: b) Bahan pencampur, digunakan
x = berat setiap ulangan dalam gram untuk penyimpanan dan pengiriman
n = jumlah ulangan benih rekalsitran. Bahan pencampur
∑= jumlah digunakan untuk menjaga kelembaban
Simpangan baku (s) = √ keragaman agar kadar air benih tetap terjaga/
tidak terjadi penurunan, mengurangi
s kerusakan benih, meredam panas
Koefisien keragaman = x 100 serta mengendalikan hama dan
x penyakit. Bahan pencampur (seperti
Keterangan:
serbuk kayu, serbuk arang, serbuk
x = rata-rata berat 100 butir
sabut kelapa) harus lembab dengan
kadar air yang sama dengan kadar
Koefisien keragaman tidak boleh 45
air benihnya. Perbandingan volume
lebih dari 6,0 untuk benih rumput bahan pencampur dengan benih
atau 4,0 untuk benih lainnya. adalah 2 : 1.
Apabila koefisien keragaman lebih
dari nilai tersebut, hitung berat 8) Penyimpanan
100 butir sebanyak 8 ulangan lagi
Penyimpanan benih hanya dapat
dan selanjutnya hitung simpangan
dilakukan pada benih intermediate dan
baku untuk 16 ulangan. Hapuskan
ortodoks, sedangkan benih rekalsitran
ulangan yang menyimpang dari
hanya dapat disimpan sementara
rata-rata sebanyak 2 kali simpangan
(maksimal 4 minggu). Ruang simpan
baku kemudian hitung lagi rata-
benih intermediate dan ruang simpan
ratanya. Berat 1000 butir benih
sementara benih rekalsitran dapat
diperoleh dengan mengalikan berat
menggunakan ruang simpan suhu kamar
rata-rata 100 benih (x) dengan nilai
(suhu 25-300C, kelembaban nisbi 70-
10. Berat 1000 butir benih dan
80%) dan ruang simpan kering sejuk/Air
jumlah benih per kilogram sangat
Conditioning (suhu 18-200C, kelembaban
penting diketahui sebagai informasi
nisbi 70%).
yang mendasar untuk pengadaan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 137
Pengelolaan Hutan

Ruang simpan benih ortodoks dapat lain: natrium hipoklorit 1%, ethanol
menggunakan: 70% dan pestisida nabati dengan lama
a) Ruang simpan suhu kamar (suhu 25- perendaman berkisar 5-10 menit.
300C, kelembaban nisbi 70-80%).
b) Ruang simpan kering sejuk/Air 11)Pematahan dormansi atau perlakuan
Conditioning (ssuhu 18-200C, pendahuluan
kelembaban nisbi 70%). Untuk benih yang memiliki sifat
c) Ruang simpan lembab dingin/cold dormansi diperlukan perlakuan
storage (suhu 4-80C, kelembaban nisbi pendahuluan terlebih dahulu sebelum
50-60%). dikecambahkan. Dormansi adalah suatu
d) Ruang simpan kering dingin/drycold masa dimana bagian tanaman yang
storage (suhu 4-80C, kelembaban nisbi hidup, tidak tumbuh atau berkembang
40-50%). walaupun telah mendapatkan kondisi
e) Ruang simpan lemari pendingin/ lingkungan yang optimum.
refrigerator (suhu 4-60C, kelembaban
nisbi 40-50%). Terdapat beberapa tipe dormansi, yaitu:
a) Dormansi embrio: Benih dengan
9) Priming embrio yang belum berkembang
Priming dapat dilakukan pada benih optimal pada saat penyebaran benih,
berukuran kecil hingga besar terutama sehingga tidak dapat berkecambah
pada benih-benih yang sudah menurun normal dan disebut pula dengan
vigor dan viabilitasnya. Priming dapat dormansi morfologis
diterapkan pada awal, tengah atau b) Dormansi mekanis atau fisik: Embrio
akhir periode simpan. Tahap perlakuan tidak berkecambah karena terhalang
priming meliputi: pelembaban, kontrol oleh struktur penutup yang keras,
kelembaban, pengeringan antara, sehingga imbibisi air dan gas terhalang
pencucian, pengeringan akhir dan
pengemasan sesuai Tabel 4.4. Adapun metode pematahan dormansi
yang umum digunakan adalah:
10) Pengendalian hama dan penyakit a) Skarifikasi: pematahan dormansi
dengan melakukan pelukaan pada
Pengendalian hama dan penyakit benih
kulit benih yang keras, yaitu dengan
dimulai sejak pengumpulan buah, yaitu
peretakan dan pengikiran, metode ini
pengumpulan buah dilakukan di awal
tepat digunakan untuk tipe dormansi
musim panen, pengumpulan buah dari
fisik
lantai hutan harus menggunakan alas
b) Stratifikasi: perendaman dalam
serta menyeleksi kondisi buah serta
air panas dan dilanjutkan dengan
memisahkan benih dari benih rusak
perendaman dalam air dingin atau
dan kotoran. Pengendalian hama
pemanasan atau pembakaran yang
dan penyakit pada saat penyimpanan
dilanjutkan dengan pendinginan
dilakukan dengan mempertahankan
c) Perlakuan dengan larutan asam:
kadar air aman benih dan fumigasi serta
menggunakan asam sulfat (H2SO4),
pemeriksaan kesehatan benih secara
dengan cara merendam benih antara
berkala. Fumigasi dilakukan secara
5-45 menit.
berkala minimal 6 bulan sekali pada
d) After ripening: perlakuan lembab dan
wadah dan ruang simpan.
panas, metode ini tepat digunakan
Sterilisasi benih dilakukan sebelum untuk tipe dormansi embrio
perkecambahan menggunakan antara e) Perlakuan biologis: menggunakan
mikroba untuk melunakkan kulit benih
138 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Tabel 4.4. Tahap priming dan perlakuan pengkondisian benih

Metode Priming
Tahap kegiatan
Osmoconditioning Matriconditioning Hidrasi-Dehidrasi
1 Pelembapan benih diletakkan dalam wadah benih diletakkan
dalam wadah tertutup, berisi abu dalam wadah tertutup
tertutup yang telah gosok/serbuk gergaji yang telah berisi
berisi kertas merang + benih + air (v/v = kertas merang
berlapis jenuh 0,4 : 1 : 1) kemudian berlapis jenuh air,
larutan, dilembapkan diaduk secara dilembapkan selama
selama 72 jam merata 72 jam
2 Kontrol  setiap 6 jam benih  setiap 6 jam benih  setiap 6 jam benih
kelembapan diaduk secara diaduk secara diaduk secara
merata selama 3 merata selama 3 merata selama 3
menit menit menit
 setiap 24 jam,  setiap 24 jam,  setiap 24 jam,
substrat diperiksa substrat diperiksa substrat diperiksa
kelembapannya dan kelembapannya kelembapannya dan
segera tambahkan dan segera segera tambahkan
larutan agar tambahkan air air agar substrat
substrat tetap agar substrat tetap tetap lembab
lembab lembab
3 Pengeringan dikeringkan pada tidak dilakukan dikeringkan pada
antara suhu kamar selama suhu kamar selama 72
72 jam jam
4 Pencucian air mengalir air mengalir air mengalir
5 Pengeringan  dikeringanginkan  dikeringanginkan  dikeringanginkan
akhir dan pada suhu kamar pada suhu kamar pada suhu kamar
pengemasan selama 120 jam selama 120 jam selama 120 jam
 dikemas dalam  dikemas dalam  dikemas dalam
wadah yang sesuai wadah yang sesuai wadah yang sesuai
dengan karakter dengan karakter dengan karakter
benih benih benih
Keterangan : khusus pada perlakuan hidrasi – dehidrasi, tahap 1 sampai dengan 3 diulang
sebanyak 2 kali

j. Pengendalian hama dan penyakit


Pengendalian hama dan penyakit benih dimulai sejak pengumpulan
buah,
d. Persemaian danyaitu pengumpulan buah dilakukan
Pembibitan di awalBenih
1) Penaburan. musim panen, pada media
ditaburkan
pengumpulan buah dari lantai hutan harus menggunakan alas serta air misalnya
yang steril, berpori, mengikat
menyeleksi kondisi buah
Persemaian merupakan tempat atau serta memisahkan benih dari benih rusak
tanah, pasir, gambut halus, danzeolit, serbuk
areal untuk kegiatan memproses benih sabut kelapa. Bedeng tabur/bak
48
tabur
atau bagian tanaman lain menjadi bibit untuk benih kecil yang berukuran halus
siap ditanam ke lapangan. Tahapan yang (seperti jabon, ekaliptus, benuang, kayu
harus dilakukan sampai bibit siap tanam putih) ditutup plastik transparan hingga
di lapangan adalah dimulai dengan: keluar sepasang daun. Penempatan
penaburan, penyapihan, dan pembibitan bedeng tabur/bak tabur dilakukan pada
menggunakan cabutan/stump. kondisi ruang atau tempat dengan suhu
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 139
Pengelolaan Hutan

cukup tinggi (29-32OC) dan kelembaban vegetatif tanaman seperti tunas, batang
tinggi (>75%). Apabila suhu udara terlalu dan akar. Tujuan dari perbanyakan
rendah, bedeng/bak tabur ditutup tanaman secara vegetatif adalah apabila
sungkup plastik. terdapat kendala dalam perbanyakan
dari biji (generatif) atau apabila ingin
2) Penyapihan. Dimulai dengan penyiapan diperoleh turunan yang mempunyai
media dalam polybag, selanjutnya semai sifat-sifat yang sama dengan induknya.
dipindahkan dari bak/bedeng tabur
ke polybag, dengan cara mencungkil Kelebihan dari benih hasil biakan
media disekitar dan di bawah semai vegetatif secara garis besar adalah benih
beserta akar-akarnya. Semai yang siap yang dihasilkan bersifat homogen, benih
disapih adalah yang telah memiliki dapat diproduksi setiap saat tanpa
minimal sepasang daun muda yang telah dipengaruhi musim, dan dapat digunakan
membuka penuh. untuk memperbanyak genotipa-genotipa
yang unggul dari satu pohon tertentu.
3) Pembibitan menggunakan cabutan/ Terdapat berbagai metode perbanyakan
stump. Bahan cabutan berupa anakan vegetatif, seperti stek, grafting, okulasi,
alam dengan tinggi 10-20 cm atau cangkok serta kultur jaringan.
memiliki 2-3 pasang daun. Anakan
sebaiknya dicabut pada musim hujan. a) Stek
Untuk mengurangi penguapan, bagian
akar diberi bahan pelembab seperti Merupakan teknik pembiakan
lumut, serbuk sabut kelapa atau arang vegetatif dengan cara perlakuan
sekam padi basah kemudian dibungkus pemotongan pada bagian vegetatif
dengan pelepah pisang atau karung. untuk ditumbuhkan sehingga dapat
Sebelum disapih ke dalam polybag, akar tumbuh dan berkembang menjadi
dan daunnya dipotong dan disisakan tanaman dewasa secara mandiri
sepertiga bagian. Letakkan pada tempat dan terlepas dari tanaman induknya.
yang teduh, atau intensitas naungan Penggolongan stek berdasarkan bahan
50%. Setelah berumur 3-4 bulan di tanaman terdiri atas stek pucuk, stek
persemaian bibit siap ditanam. batang, dan stek akar.
Faktor yang mempengaruhi
e. Perbanyakan Generatif dan Vegetatif perbanyakan stek diantaranya bahan
tanaman, asal bahan tanaman, umur
1) Perbanyakan generatif. Perbanyakan tanaman; komposisi media perakaran;
tanaman secara generatif adalah kondisi lingkungan pertumbuhan;
perbanyakan melalui biji, yang zat pengatur tumbuh dan teknik
merupakan hasil perkawinan, yaitu pelaksanaannya.
bertemunya serbuk sari (polen) dengan • Asal bahan stek: berpengaruh
sel telur (ovum), sehingga menghasilkan terhadap kemampuan berakar
zygote yang terus berkembang menjadi stek dan pertumbuhan biakannya.
biji. Biji yang telah masak fisiologis apabila Bahan stek yang masih juvenil
disemaikan akan menjadi kecambah dan (muda secara fisiologis) memiliki
terus berkembang menjadi bibit siap kemampuan berakar yang lebih
tanam. baik dari pada biakan stek yang
telah tua). Bahan tanaman yang
2) Perbanyakan vegetatif. Perbanyakan
berasal dari bagian tanaman dekat
tanaman secara vegetatif adalah
dengan akar lebih juvenil dari pada
perbanyakan melalui bagian-bagian
140 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

bahan tanaman yang berada pada tahan terhadap hama atau penyakit,
tajuk yang lebih tinggi sedangkan scions berasal dari mata
• Media perakaran: dapat berupa tunas yang akan ditempelkan (okulasi)
media padat ataupun cair. Syarat atau ranting yang akan disambungkan
utama media padat untuk (penyambungan) yang berasal dari
pengakaran harus porus, drainase tanaman yang memiliki sifat unggul
dan aerasi baik, serta steril. yang diinginkan, ke bagian root stocks.
Media pengakaran stek dapat • Okulasi, setelah dilakukan
menggunakan pasir, cocopeat, penyisipan atau penempelan mata
dan vermikulit. Pembiakan stek tunas pada root stocks, dilanjutkan
juga dapat dilakukan dengan dengan pengikatan tempelan,
menggunakan media air, yang bagian atas (pucuk) dari root stock
dikenal dengan sistem water dibiarkan tumbuh. Ada beberapa
rooting. Untuk memberikan jenis yang membutuhkan sungkup
oksigen yang diperlukan dalam untuk menjaga kelembaban.
proses pembentukan akar ke dalam Sungkup bisa menggunakan
air digunakan kompresor sebagai kantong plastik putih transparan
sistem aerasinya. Sedangkan bak agar dapat dikontrol tanpa harus
airnya dapat digunakan bak yang membuka sungkupnya. Setelah
terbuat dari semen. beberapa minggu, apabila mata
• Kondisi lingkungan pertumbuhan tunas sudah terlihat menempel
meliputi suhu, cahaya dan dengan ditandai pecahnya mata
kelembaban yang paling optimal tunas atau paling tidak masih
untuk pertumbuhan perakaran. berwarna hijau dan segar maka
Umumnya digunakan sungkup batang bagian atas dari root
untuk pembuatan stek stocks dipotong guna memberi
kesempatan kepada tunas baru
• Zat Pengatur Tumbuh (ZPT): untuk
untuk tumbuh sempurna. Apabila
menstimulir pertumbuhan akar
mata tunas sudah terlihat tumbuh
dan tunas, bagian pangkas stek
sempurna sungkup dapat dibuka
diberi zat pengatur tumbuh dari
untuk memberi kesempatan
kelompok auxin (IBA, IAA, NAA)
beradaptasi dengan lingkungan.
sedang dari kelompok sitokinin
Setelah tunas-tunas baru tumbuh
adalah kinetin, adenin, zeatin. Cara
dengan baik dan berkayu, maka
pemberian ZPT dapat mengunakan
tanaman ini sudah siap untuk di
cara oles, celup, dan perendaman
tanam di lapangan.
b) Okulasi dan sambungan (grafting) • Sambungan (grafting): adalah
menyambungkan batang bawah
Sistem okulasi dikenal dengan sebutan dan batang atas dari tanaman
menempel atau budding dimana yang berbeda sehingga tercapai
memadukan dua sumber tanaman persenyawaan sehingga terbentuk
yang berbeda dan akan membentuk tanaman baru. Ada beberapa
tanaman baru. Dalam teknik ini tahap proses pertumbuhan pada
diperlukan sumber tanaman bawah sambungan, yaitu pada kambium
(root stocks) dan sumber tanaman batang atas dan batang bawah
bagian atas (scions). Root stock pada sambungan akan terbentuk
merupakan bibit yang mempunyai kalus (sel parenchyma). Kalus
sistem perakaran yang kuat dan tersebut bersatu membentuk
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 141
Pengelolaan Hutan

kesatuan yang saling mengikat penggunaan tanah, terutama tanah


(compatibility). Kemudian kalus mentah karena jika kering tanah
mengalami differensiasi sel akan mengeras dan berat sehingga
menjadi sel kambium baru, yang dapat mematahkan cabang
menggabungkan kambium batang cangkokan.
bawah dan batang atas. Teknik • Waktu pencangkokan sebaiknya
penyambungan yang umum dilaksanakan pada musim
digunakan adalah sambung pucuk penghujan agar medianya tidak
dimana dapat dilakukan dengan mengalami kekeringan. Apabila
cara (a) sambung baji (cleft dilakukan pada musim panas atau
grafting) dan (b) sambung pelana di daerah yang curah hujannya
(side grafting). rendah perlu penyiraman langsung
atau sistem infus.
c) Cangkok
• Bahan pembungkus cangkok dapat
Mencangkok atau dikenal dengan menggunakan plastik transparan
istilah air layerage dilakukan terhadap • Hormon dan pupuk: Untuk
batang tanaman dewasa yang sudah mempercepat terbentuknya akar,
diketahui sifat unggulnya. Adapun biasanya pada luka yang akan
beberapa macam cara mencangkok tumbuh akar diolesi dengan zat
yaitu cangkok sayat dan cangkok belah. pengatur tumbuh dari kelompok
Prinsip utama pembuatan cangkok auxin. Pupuk juga perlu diberikan
adalah merangsang bagian batang pada media cangkok agar dapat
tanaman untuk berakar dengan cara mempercepat pembentukan akar.
memutus sistem kambiumnya. Jenis pupuk dapat menggunakan
• Bahan cangkok sebaiknya dari NPK dengan perbandingan
pohon induk yang terpilih: unggul, 15:15:15 atau 13:13:21 sebanyak
nampak kuat, subur, memiliki 5 gram pupuk dalam satu kilogram
penampilan fenotipa bagus, tidak media
terserang hama penyakit, dan • Penyapihan dan penanaman:
cukup umur. Pohon induk sebaiknya Apabila perakarannya telah
tidak terlau muda dan juga tidak sempurna, batang cangkok dapat
terlalu tua. Pada pohon yang terlalu disapih dari pohon induknya
tua, relatif sulit untuk didapatkan dengan cara memotong batang
bahan cangkok yang memenuhi pada arah batang induknya. Setelah
syarat, sedangkan pohon yang itu ditanam pada polybag dengan
terlalu muda belum diketahui ukuran yang sudah disesuaikan
kualitas pohonnya dengan jelas. dengan ukuran cangkoknya,
Cabang yang terlalu muda hanya biasanya polybag berukuran
mempunyai sedikit persediaan diameter lebih dari 30 cm dan
makanan, sehingga pertumbuhan disimpan dibawah naungan untuk
akar cangkok kurang optimal. mencegah respirasi berlebihan.
Dipilih cabang yang autotrop yang Cangkok dapat ditanam di
sehat, segar dan telah berkayu. lapangan apabila tunas-tunas baru
• Media cangkok yang digunakan sudah tumbuh dengan baik dan
media porous, cukup air dan hara, penampakan tanaman sudah sehat
seperti mos, serbuk sabut kelapa, (vigor).
pupuk kandang, kompos. Hindari
142 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

d) Kultur jaringan dan inhibitor serta etilin. Efektifitas


hormon tumbuh tergantung
Sistem perbanyakan dengan metoda jenis dan konsentrasi yang
kultur jaringan ini menggunakan digunakan. Untuk pembentukan
bagian jaringan atau organ dari akar dan perpanjangan tunas
suatu tanaman yang ditanam secara dapat digunakan hormon tumbuh
suci hama (steril) di dalam ruangan golongan auksin diantaranya: Indole
maupun media khusus (in vitro) dan acetic acid (IAA), Indole butryric acid
akan menghasilkan tanaman dalam (IBA), dan Naphthalena acetic acid
jumlah banyak sampai ribuan dengan (NAA), 2,4-Dichorophenoxyacetic
sifat yang sama dengan induknya. acid (2,4-D). Sitokinin termasuk
Dalam kegiatan kultur jaringan ada hormon yang dapat menyebabkan
beberapa hal yang perlu diperhatikan pembelahan sel dan pertumbuhan
yaitu pemilihan bahan tanaman yang tunas. Beberapa senyawa yang
juvenil (muda), pH media, konsentrasi termasuk golongan sitokinin
dan jenis zat pengatur tumbuh yang diantaranya adalah: purine,
akan digunakan, dan yang utama adenine, kinetin, 6- Benzylamino
adalah sterilisasi dari keseluruhan purine (BA), Zeatin.
tahapan kerja. • Sarana dan kondisi lingkungan.
• Bahan tanaman (explant): jaringan Faktor-faktor fisik yang berpengaruh
embrionik mempunyai kapasitas pada keberhasilan kultur jaringan
regenerasi yang tinggi. Untuk adalah cahaya (komposisi dan lama
itu bahan kultur jaringan yang pencahayaan). Temperatur pada
digunakan sebaiknya adalah jenis-jenis tropis dijaga pada 28-
bahan yang juvenil. Jaringan yang 29°C. Kelembaban udara harus
masih muda dan lunak (tidak dijaga pada ruang pertumbuhan
berkayu) biasanya lebih baik untuk in vitro, ketersediaan air, oksigen,
dikulturkan dari pada jaringan carbon dioksida. Semua alat dan
berkayu yang lebih tua. bahan yang digunakan harus steril
• Media: Media yang digunakan
mengandung garam mineral, asam f. Sertifikasi Benih dan Bibit
amino, gula, vitamin dan hormon
tumbuh biasanya ditambahkan Prosedur sistem sertifikasi sumber benih,
agar-agar supaya bahan tanaman mutu benih dan mutu bibit tanaman hutan
(eksplan) dapat berdiri. Ada pula diatur dalam PermenLHK Nomor P.3/
media cair tanpa penambahan Menlhk/setjen/kum.1/1/2020 tentang
agar-agar, hal ini dibedakan sesuai Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman
dengan tujuan produk yang akan Hutan
dicapai
• Zat pengatur tumbuh (hormon Sertifikasi benih dan bibit meliputi 1)
tumbuh): Hormon tumbuh sertifikasi sumber benih; dan 2) sertifikasi
(fitohormon) bermanfaat untuk mutu benih dan bibit. Sertifikasi sumber
memacu terbentuknya jaringan benih dimaksudkan untuk menjamin
tertentu dari sel-sel kalus yang kebenaran klasifikasi sumber benih. Standar
belum terdiferensiasi. Dewasa ini kualitas atau mutu benih atau bibit terdiri
dikenal beberapa golongan zat atas 1) standar mutu fisik-fisiologis benih
yang temasuk hormon tumbuh, atau bibit; dan 2) standar mutu genetik
yaitu auksin, giberelin, sitokinin, benih atau bibit.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 143
Pengelolaan Hutan

F.5. Teknik Budidaya Tanaman Hutan dan semi toleran. Jenis-jenis pohon
Penghasil Kayu yang tergolong intoleran membutuhkan
cahaya penuh untuk tumbuhnya
Teknik silvikultur adalah rangkaian perlakuan sehingga diperlukan pembersihan lahan
terhadap hutan untuk mempertahankan secara total. Jenis-jenis pohon yang
dan meningkatkan produktivitas hutan. tergolong semi toleran (seperti jenis-
jenis pohon Dipterokarpa) memerlukan
a. Pemilihan Jenis naungan ringan di waktu muda, dan jenis
toleran sangat membutuhkan naungan
Pemilihan jenis tanaman yang akan sehingga akan tumbuh dengan baik di
dikembangkan dalam suatu areal atau bawah naungan. Untuk jenis semi toleran
lahan hutan sangat penting karena dan toleran perlu diciptakan pra kondisi
kesalahan dalam memilih jenis dari segi iklim mikro yaitu dengan menanam
ekologi dapat menyebabkan kegagalan jenis-jenis pohon peneduh yang bertajuk
pertumbuhan jenis terpilih di lapangan. ringan terlebih dahulu sebelum tanaman
Persyaratan utama dalam pemilihan jenis pokok ditanam atau persiapan lahannya
adalah kecocokan antara persyaratan melalui pembuatan jalur-jalur tanam 2-3
ekologis jenis tanaman dengan sifat tempat meter jika lahan tanam berupa semak
tumbuhnya seperti ketinggian tempat, belukar dan padang alang-alang.
iklim: suhu, curah hujan toleransi jenis
pohon terhadap sinar matahari dan sifat- Beberapa tahapan persiapan lapangan
sifat tanah, serta ketersediaan benih dalam adalah:
jumlah yang cukup dan telah dikuasai teknik a) Pembuatan blok, petak dan anak
budidayanya. petak. Sebelum penanaman dimulai,
lahan dibagi kedalam blok berdasarkan
b. Penanaman luasan yang telah ditentukan dalam
perencanaan penanaman. Setiap blok
Penanaman tanaman hutan disesuaikan dibagi lagi kedalam petak atau anak
dengan tipe vegetasi atau kondisi tapak petak dengan luasan tertentu.
areal penanaman, sedangkan pemilihan b) Pembersihan gulma dan vegetasi
jenis pohon harus disesuaikan antara pengganggu lainnya.
persyaratan ekologis jenis terpilih dengan • Semua jenis gulma dan vegetasi
kondisi ekologis areal tanam. Persyaratan yang diduga akan mengganggu
tumbuh beberapa jenis pohon dan pertumbuhan tanaman
kesesuaian lahan dapat dilihat pada harus dikeluarkan dari areal
Lampiran 1 dan 2. Tahapan penanaman di penanaman agar tanaman bebas
lapangan umumnya terdiri dari beberapa gangguan. Cara pembersihannya
hal berikut: dapat dilakukan dengan cara
manual, kimia dan mekanis atau
1) Persiapan lapangan kombinasinya.
Persiapan lapangan bertujuan • Pembersihan lahan secara manual
untuk menciptakan prakondisi dapat dilakukan pada kondisi
bagi pertumbuhan tanaman untuk areal mulai dari fisiografi datar
meningkatkan persentase hidup.. sampai dengan agak curam
Persiapan lahan kegiatannya akan kelerengan maksimal 25%, dengan
berbeda tergantung pada sifat jenis cara menebas, mencincang
pohon yang diusahakan. Sifat jenis dan menumpuk semak belukar
pohon terdiri dari jenis intoleran, toleran serta menebang pohon-pohon
144 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

berdiameter kecil yang tidak dilakukan pengolahan tanah secara


diusahakan. terbatas (minimum tilliage) di sekitar
• Pembersihan cara mekan hanya lobang tanam.
dilakukan pada areal dengan
kelerengan dibawah 15%, e) Pengaturan drainase. Kegiatan ini
dengan menggunakan traktor sangat diperlukan untuk areal yang
yang dilengkapi pisau pengupas luas dan sering tergenang di musim
tanah. Pada areal alang-alang hujan dengan cara pembuatan
tanpa adanya semak belukar maka saluran-saluran drainase sebab
pembersihan lahan dilakukan genangan air dalam areal penanaman
bersamaan dengan pembajakan. akan mengakibatkan akar tanaman
Sedangkan pada areal alang-alang kekurangan oksigen. Pada lokasi
yang bervegetasi belukar atau bekas tambak atau areal yang airnya
hutan sekunder, pembersihan lahan menggenang, aliran pasang surut
dilakukan dengan cara mendorong harus bisa mengalir keluar masuk
vegetasi tersebut dengan traktor dengan lancar. Sedangkan pada lahan
dan dikumpulkan disuatu tempat gambut, untuk menyiasati genangan
yang tidak digunakan sebagai areal yang berlebihan maka dibuat
tanam. Untuk areal yang miring gundukan buatan (artificial mound)
sisa-sisa vegetasi terutama cabang, dengan tujuan bibit yang ditanam
batang digunakan sebagai anggelan dapat terhindar dari bahaya banjir
untuk keperluan konservasi tanah sehingga bertahan hidup. Pembuatan
gundukan dilakukan pada musim
kemarau atau 1-2 bulan sebelum
c) Pembersihan secara kimiawi penanaman agar gundukan tersebut
sasarannya adalah padang alang- lebih kompak dan kuat saat terjadi
alang yang cukup luas dan tidak genangan. Pembuatan gundukan
mungkin dilakukan pembersihan harus memperhatikan fluktuasi muka
secara mekanis. Pembersihan air tanah di lokasi penanaman, jangan
dilakukan dengan menggunakan terlalu rendah atau jangan terlalu
herbisida ramah lingkungan dengan tinggi karena jika terlalu rendah akan
dosis sesuai aturan dan dilakukan tergenang saat musim hujan, dan jika
pada saat tidak ada hujan dan angin terlalu tinggi bibit akan kekeringan/
kencang. Penyemprotan dilakukan kekurangan air pada musim kemarau.
pada seluruh areal secara total atau
jalur. Dilarang melakukan pembakaran f) Pengangkutan bibit. Sebelum bibit
terhadap sisa-sisa vegetasi/gulma, diangkut lakukan seleksi bibit untuk
sebaiknya dimanfaatkan secara memilih bibit yang berkualitas baik dan
maksimal. disiram terlebih dahulu. Pengangkutan
bibit dilakukan pagi, sore dan malam
d) Perbaikan sifat fisik tanah. Kegiatan hari. Untuk mempermudah dalam
ini tanah dapat dilakukan melalui transportasi dianjurkan memakai
pengolahan tanah. Pengolahan tanah kotak kayu yang disusun diatas rak
secara mekanis seperti pembajakan untuk menghindarkan kerusakan bibit
dan penggaruan dapat dilakukan waktu pengangkutan. Pengangkutan
pada areal yang memiliki kemiringan bibit ke lobang tanam harus dilakukan
dibawah 10% dengan mengolah tanah dengan hati-hati dengan memakai
sedalam 30 cm. Pada jenis tanah kotak bibit yang dibuat dari papan
podsolik merah kuning sebaiknya atau keranjang. Apabila bibit tidak
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 145
Pengelolaan Hutan

segera ditanam, bibit tersebut harus pantai atau melintang arah


diperlakukan seperti dipersemaian, pasang surut. Untuk memudahkan
artinya diletakkan berdiri tegak pembuatan jalur penanaman dapat
dibawah naungan dan disiram. menggunakan tali yang ujungnya
diikatkan pada sepotong bambu
g) Pola penanaman. Kegiatan ini dalam atau tongkat kayu. Tempat titik
pembangunan hutan tanaman dapat penanaman ditandai dengan
berbentuk hutan tanaman murni membuat ikatan pada tali jalur
(monokultur) atau hutan tanaman penanaman yang kemudian diberi
campuran (polikultur). Hutan ajir. Pemasangan ajir dilaksanakan
tanaman murni terdiri dari satu jenis, setelah areal tanam bersih dan
sedangkan hutan campuran dapat mengikuti arah larikan dan jarak
berupa campuran lebih dari satu jenis tanam yang telah ditetapkan.
pohon atau antar jenis pohon dengan
• Penentuan jarak tanam: Jarak tanam
tanaman pertanian (tumpangsari/
disesuaikan dengan kesuburan
agroforestry), tergantung pada kondisi
tanah, kecepatan tumbuh dari
kesuburan tanah dan ketersediaan
jenis pohon yang ditanam,
tenaga kerja. Pada tanah-tanah subur
kemampuan daya pengguguran
dapat digunakan sistem tumpangsari.
ranting (self prunning) dan
Jenis tanaman tumpangsarinya
pertimbangan ekonomis sesuai
disesuaikan dengan kondisi lahan.
tujuan penanaman. Untuk
Pengembangan hutan tanaman
lahan yang subur dan jenis yang
campuran akan lebih mudah dalam
diusahakan mempunyai sifat cepat
pengelolaannya jika pencampuran
tumbuh dan kemampuan self
dalam bentuk jalur atau blok.
pruningnya cukup tinggi, maka
Pemilihan jenis yang akan diusahakan
gunakan jarak yang lebar (5 x 5 m).
disarankan dari jenis-jenis berdaur
Untuk lahan yang kurang subur
sama agar mudah dalam pemanenan;
dan saingan gulmanya tinggi, maka
mempunyai sifat perakarannya yang
gunakan jarak tanam sempit (2
berbeda agar tidak terjadi persaingan
x 2 m ; 3 X 2 m) agar tajuk cepat
dalam menyerap air dan hara; dan
menutupi. Sebagai acuan dapat
berbeda jenis hama penyakitnya agar
digunakan kisaran jarak tanam
hama dan penyakit yang menyerang
untuk kayu pertukangan 3 - 5 m,
tidak menyebar pada semua jenis
kayu pulp 2 - 3 m dan kayu energi 1
yang ditanam.
- 2 m. Sedangkan jika menggunakan
Beberapa tahapan kegiatan pola agroforestri, maka jarak tanam
penanaman adalah : lebih lebar sekitar 4-8 m tergantung
• Pengaturan larikan dan tujuannya.
pemasangan ajir: Larikan tanaman • Pembuatan lubang tanam:
dibuat berdasarkan topografi Pembuatan lubang tanam
lahan. Pada lahan datar arah dilakukan disamping ajir, dengan
larikan tanaman diusahakan ukuran lubang harus lebih besar
utara selatan agar mendapatkan dari ukuran wadah bibit. Ukuran
cahaya yang sama, sedangkan pada lubang tanam minimal 30 cm x
lahan miring arah larikan sejajar 30 cm x 30 cm pada lahan normal
kontour. Pada lahan mangrove sedangkan pada lahan ekstrim
larikan penanaman searah garis seperti bekas jalan sarad atau tanah
padat berbatu lubang tanam harus
146 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

lebih dalam, minimal 50 cm x 50 cm (4) Penanaman di lahan mangrove


x 50 cm. pada kondisi tapak khusus, adalah:
• Penanaman tanaman pokok. Bibit • Tapak yang berombak besar:
terlebih dahulu dikeluarkan dari penanaman dapat menggunakan
wadahnya dan ditanam dengan bibit jenis Rhizophora spp.,
posisi tegak sedalam leher akar. terutama R. mucronata dengan
Tanah yang mengisi lubang jarak tanam rapat (1 m x 1 m atau
hendaknya gembur. Jika terdapat lebih rapat), berselang-seling,
akar cabang yang menerobos membentuk pola untu walang
keluar dari dalam wadah bibit, (zig-zag). Anakan diikatkan
akar tersebut dipotong agar tidak pada tiang pancang/bambu dan
terlipat karena menanam bibit dibuatkan penghalang ombak
dengan akar tunggang terlipat tidak water break di depan lahan yang
dibenarkan. ditanami. Tiang pancang terbuat
dari bambu atau kayu (diameter
Khusus Penanaman di areal mangrove minimal 7,5 cm, panjang 1 m,
dapat dilakukan sebagai berikut: dan runcing di bagian bawah)
(1) Penanaman dengan propagul. ditancapkan ke dalam lumpur
Umumnya dilakukan pada areal sedalam 0.5 m disamping
berlumpur. Penanaman dilakukan mangrove yang ditanam. Semai
dengan cara membenamkan atau anakan diikatkan pada
seperempat sampai sepertiga tiang pancang. Sedangkan jika
panjang propagul ke dalam menggunakan ruas bambu
lumpur secara tegak dengan bakal besar dapat dilakukan dengan
kecambah menghadap ke atas. cara memilih bambu diameter
Apabila arealnya tanah lumpur ruas 20-25 cm dan tinggi 1 m,
yang kurang lembek, maka dibuat ditancapkan ke dalam lumpur
lubang tanam dengan tugal (galah 0.5 m di tempat anakan ditanam.
kayu yang diruncingkan ujungnya) Ruas dalam bambu dilubangi dan
(2) Penanaman dengan bibit. di bagian bawahnya diruncingkan.
Sebaiknya bibit diikatkan pada ajir Bambu diisi dengan lumpur,
agar tanaman kokoh kedudukannya semai ditanam di dalam bambu.
dan tidak mudah terbawa arus. • Tapak yang berlumpur dalam:
Kedudukam ajir harus kokoh di penanaman dapat menggunakan
substrat mangrove agar tidak bibit atau propagul R. mucronata
membebani tanaman itu sendiri yang ditanam dan diikatkan pada
sehingga bibit tidak mudah hanyut. tiang pancang atau dimasukkan
ke dalam ruas bambu besar
(3) Sistem tanam: sistem penanaman
dengan jarak tanam yang rapat
mangrove yang umum dilakukan
(maksimal 1 m x 1 m).
ada 2, yaitu: sistem banjar harian
(penanaman seluruh areal) dan
h) Waktu penanaman. Pada lahan kering,
sistem tumpang sari (wanawina/
waktu penanaman terbaik yaitu
silvofishery). Hal yang membedakan
pada awal musim penghujan setelah
dari sistem tanam tersebut adalah
hujan turun merata atau kelembaban
adanya tambahan kegiatan
tanah mencapai kapasitas lapang
pembuatan konstruksi tambak,
yang ditandai tanah telah basah
saluran air dan tapak tanam.
sedalam 30 cm. Untuk mengurangi
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 147
Pengelolaan Hutan

evapotranspirasi penanaman intensitas penyulaman tergantung


dilakukan pada pagi hari sampai jam pada persentase jadi tanaman, seperti
10.00 atau sore mulai jam 15.00 atau pada Tabel 4.5
pada saat langit berawan mendung,
cuaca basah dan teduh. Pada Tipe Cara penyulaman adalah:
vegetasi yang dipengaruhi tanah dan a) Mengiventarisasi seluruh tanaman
air, seperti Hutan Mangrove, Hutan yang mati di setiap jalur tanaman,
Rawa dan Hutan Gambut penanaman kegiatan ini dilakukan pada tahun
sebaiknya pada musim kemarau pertama dan kedua sebelum kegiatan
karena pada musim hujan tapak akan penyulaman.
terendam air. b) Memberi tanda pada setiap tempat
yang akan di sulam/ditanami kembali.
c) Tanaman yang disulam adalah
c. Pemeliharaan tanaman mati, tanaman tidak sehat/
kena penyakit tanaman jelek (patah,
1) Penyulaman tanaman bengkok, daun gundul) dan yang tidak
ada tanamannya (kosong)
Penyulaman bertujuan untuk d) Menggunakan bibit dari persemaian
meningkatkan persen jadi tanaman yang seumur dan sehat. Untuk
dalam satu kesatuan luas tertentu penyulaman tahun kedua digunakan
dalam rangka memenuhi jumlah bibit yang lebih tinggi atau lebih
tanaman per hektar sesuai dengan tua umurnya dari pada bibit yang
jarak tanam dengan menanami kembali digunakan tahun pertama.
tempat-tempat dimana tanamannya
mati. Penyulaman tanaman dilakukan 2) Penyiangan /pengendalian gulma
pada sore hari atau pagi hari dalam
musim hujan. Penyulaman tanaman Penyiangan adalah kegiatan membuang
pokok hanya dilakukan maksimal dua rumput atau gulma disekitar tanaman
kali selama daur yaitu 1 sampai 2 bulan bertujuan memberikan ruang tumbuh
sesudah penanaman pada tahun pada tanaman pokok yang lebih
pertama dan pada akhir tahun kedua atau baik dalam upaya meningkatkan
awal tahun ketiga, selama hujan masih pertumbuhan dan persen jadi tanaman.
turun. Penyulaman tanaman sekat bakar Penyiangan dilaksanakan baik pada
dan pengisi/sela tidak terbatas sampai waktu musim kemarau maupun musim
tanaman tidak ada yang mati. Besarnya penghujan. Tanaman perlu disiangi

Tabel 5.1. Presentasi dan intensitas penyulaman


Tabel 4.5. Presentasi dan intensitas penyulaman

Persentasi Jadi Klasifikasi


Intensitas Penyulaman
Tanaman Hutan Kebersihan
80 – 100 % Baik Sulaman ringan maksimum pada tahun pertama 20
% dan tahun kedua 4 %
60 – 80 % Cukup Sulaman intensif maksimum pada tahun pertama
40% dan kedua 16%
Dibawah 60 % Kurang Diulangi menanam
Sumber: Badan Litbang Kehutanan (1999)
Sumber : Badan Litbang Kehutanan, 1999
148 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

pada saat 40-50% dari tanaman pokok c) Pengendalian gulma secara kimiawi
tertutup oleh tumbuhan liar (rumput, dapat digunakan herbisida dengan
alang-alang dan belukar lainnya) hingga bahan aktif yang ramah lingkungan
sekeliling tanaman pada jarak 1 m dan jenis herbisida yang digunakan
harus bebas dari gulma. Penyiangan tergantung jenis gulma yang
dilaksanakan minimal 3-4 bulan sekali ada. Pelaksanaanya dengan cara
dalam satu tahun sampai dengan umur disemprotkan sepanjang jalur lebar
1-2 tahun, kemudian setiap 6-12 bulan 1-2 meter, dimana tanaman pokok
sekali sampai tanaman pokok lebih tinggi sebagai porosnya. Khusus untuk
dan mampu bersaing dengan tumbuhan gulma yang melilit pertama-tama
liar terutama untuk memperoleh cahaya perlu dipotong dulu dekat permukaan
matahari. Pada umumnya untuk jenis tanah, kemudian yang terpangkas
cepat tumbuh mampu bersaing dengan disemprot herbisida. Penyiangan
tanaman pengganggu setelah umur 2-3 dengan kimiawi/penggunaan
tahun dan untuk jenis lambat tumbuh herbisida bila tanaman pokok sudah
dicapai pada umur 3-4 tahun. memiliki ukuran cukup tinggi (berumur
diatas 2 tahun). Penggunaan herbisida
Cara penyiangan tanaman pengganggu harus hati-hati agar tanaman tidak
adalah sebagai berikut: terkena kabut semprotan. Dosis yang
a) Penyiangan dengan cara manual digunakan untuk gulma rerumputan 5
menggunakan sistem piringan liter / ha.
berdiameter 1-2 meter atau sistem
jalur lebar 1-2 meter, dengan tanaman 3) Pendangiran
pokok sebagai porosnya. Semua Pendangiran adalah menggemburkan
gulma yang ada dalam piringan tanah disekitar tanaman bertujuan
atau jalur dibersihkan dengan alat untuk memacu pertumbuhan tanaman.
sederhana seperti kored, cangkul, Pendangiran dilakukan pada tanaman
parang dll. Cara pembersihannya yang sudah berumur 1-3 tahun dan
dapat dilakukan dengan pembabadan diutamakan pada tanaman yang
dan pengolahan tanah. Hasil babadan mengalami stagnasi pertumbuhan,
disingkirkan dibagian luar jalur/ pada tanah bertekstur berat, tanah
piringan atau ditumpuk sekeliling yang mengandung liat tinggi dan pada
batang. Untuk gulma yang merambat, lahan-lahan yang persiapan lahannya
penyiangannya dengan memotong tidak melalui pengolahan tanah.
gulma diatas permukaan tanah. Pendangiran dilaksanakan pada waktu
b) Penyiangan gulma cara semi mekanis musim kemarau menjelang musim hujan
menggunakan cara jalur lebar 1-2 tiba dan dilaksanakan 1-2 kali dalam
meter dengan tanaman pokok sebagai satu tahun tergantung pada tingkat
porosnya. Alat yang digunakan antara tekstur tanahnya. Makin berat tekstur
lain brush cutter (Motorized Clearing tanahnya makin sering pendangiran
Saw). Alat ini dapat digunakan untuk harus dilakukan. Cara pendangiran dapat
membersihkan gulma berupa semak dilakukan secara manual pada sekitar
dan alang-alang. Caranya adalah tanaman dengan radius 25 – 50 cm.
mengayunkan alat tersebut kekanan
dan kekiri. Agar diperoleh jumlah 4) Pemupukan tanaman
potongan yang banyak, pada saat Pemupukan tanaman hutan bertujuan
pemotong bilah gergaji dimiringkan untuk memperbaiki tingkat kesuburan
membentuk sudut 10 - 20 derajat. tanah agar tanaman mendapatkan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 149
Pengelolaan Hutan

nutrisi yang cukup untuk meningkatkan pemupukan diperlukan untuk


pertumbuhan tanaman. Beberapa yang meningkatkan riap volume maka
harus diperhatikan sebelum pemupukan pemupukan berikutnya setelah
dilakukan adalah: penjarangan pertama (saat tajuk
a) Penggunaan pupuk bersinggungan).
• Pemupukan tanaman dilakukan • Dosis pupuk yang diberikan
pada tanah miskin hara, tanaman tergantung jenis lahan dan jenis
yang pertumbuhannya terlihat tanaman. Untuk menentukan
lambat walaupun sudah dilakukan dosis pupuk sebaiknya lakukan
penyiangan dan pada tanaman analisa tanah terlebih dahulu
yang terlihat adanya gejala agar mengetahui jenis unsur hara
kekurangan unsur hara (Tabel yang kurang. Disarankan setiap
5.10). Selain itu, pemupukan melakukan penanaman perlu
dilakukan untuk tanaman yang diberikan pupuk dasar berupa
perlu dipercepat pertumbuhannya pupuk organik 1–2 kg/tanaman dan
agar meningkatkan riap volume pupuk anorganik (NPK) 50 sampai
persatuan luas pada akhir daur. 100 gr per anakan tergantung unsur
• Jenis pupuk yang digunakan hara yang kurang. Selain itu dapat
umumnya yang mengandung pula digunakan pupuk tunggal
unsur hara primer (N, P, K). untuk pupuk dasar seperti pupuk
Namun demikian tidak menutup Fosfor (TSP, fosfat alam) tergantung
kemungkinan tanaman kekurangan kondisi tanahnya.
unsur hara lainnya. • Cara pemupukan. Pupuk dasar
• Sebelum pemupukan sebaiknya diberikan bersamaan dengan
pH tanah diketahui dan tanah penanaman atau sebelum tanam
yang pH-nya asam perlu diberi dengan mencampurkan pupuk
kapur dolomit (Ca MgO3) agar pH dengan tanah galian lubang
tanah naik sehingga pemupukan tanam untuk pengurugan setelah
memberikan respon maksimal. bibit dimasukan ke dalam lubang
tanam. Sedangkan pupuk lanjutan
b) Waktu, frekuensi, dosis dan cara diberikan dengan cara tanah
pemupukan disekeliling tanaman disiangi dan
• Waktu pemupukan tergantung dibuat lobang melingkar (lorakan)
pada kondisi iklim dan dilakukan sekeliling batas tajuk tanaman
menjelang atau awal musim hujan. sedalam 5-10 cm. Pupuk disebar
Kalau diperlukan pupuk tambahan dalam lorakan secara merata,
pada tahun yang sama maka kemudian ditutup dengan tanah
dilakukan menjelang akhir musim untuk menghindarkan adanya
hujan. fiksasi untuk pupuk fosfat dan
• Pemupukan dilakukan umumnya kalium.
pada saat tanam atau saat
tanaman umur 1-3 bulan. Semakin 5) Pemangkasan
jelek tingkat kesuburan tanah Pemangkasan cabang bertujuan untuk
pemupukan harus dilakukan lebih meningkatkan kualitas kayu agar
awal. Kemudian pemupukan memperoleh manfaat ekonomi secara
diulangi pada umur 6-12 bulan optimal, memperbaiki kesuburan
sampai tinggi tanaman pokok lahan hutan, dan mengendalikan
melampaui tinggi gulma. Apabila kebakaran tajuk. Pemangkasan cabang
150 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

hanya dilakukan pada hutan tanaman seluruh atau sebagian besar, berada
yang diperuntukan sebagai penghasil dibawah tajuk pohon lain dan tingginya
kayu pertukangan. Waktu, frekuensi, kurang dari 3/4 tinggi rata-rata.
intensitas dan cara pemangkasan adalah:
a) Waktu pemangkasan cabang dilakukan Waktu, frekuensi, intensitas dan metode
bersamaan dengan pelaksanaan penjarangan adalah:
penjarangan tegakan pada musim a) Waktu penjarangan dilakukan pada
kemarau. musim kemarau karena sifatnya
b) Frekuensi setiap kali dilakukan penebangan. Kriteria yang dapat
pemangkasan cabang digunakan dipakai dalam menetapkan waktu
intensitas 30% artinya 30% tinggi penjarangan yaitu dengan melihat
tajuk yang dibuang/dipangkas dan perbandingan tajuk yang masih aktif
tinggi tajuk yang tinggal setelah yaitu antara tinggi tajuk sampai batas
pemangkasan 70% dari tinggi tajuk cabang hidup (masih berperan dalam
sebelum dipangkas. fotosintesa) dengan tinggi total pohon.
c) Cara Pemangkasan: pemangkasan Untuk jenis daun lebar penjarangan
cabang harus rata dengan batang perlu dilakukan sebelum tajuk
yaitu pada letak sambungan pangkal mengecil pada saat perbandingan
cabang dengan batang pohon. Luka tajuk aktif 30-40% dan untuk jenis
bekas pangkasan sebaiknya ditutup daun jarum 40-50%. Penjarangan
dengan bahan penutup luka seperti harus dilakukan setelah beberapa saat
ter, perapin dan lain-lain untuk tajuk pohon menutup.
menghindari kontak dengan penyakit. b) Untuk jenis cepat tumbuh penjarangan
Pemangkasan cabang terlalu dalam pertama dilakukan pada kisaran
atau masih menempelnya cabang umur antara 3-4 tahun dan untuk
pada batang akan menyebabkan cacat jenis medium/menengah dan lambat
kayu atau bagian mata kayu busuk, tumbuh penjarangan dilakukan pada
dan mudah terserang penyakit. kisaran umur 5-10 tahun.
c) Frekuensi penjarangan tergantung
6) Penjarangan pada ruang tumbuh optimal yang
Penjarangan tegakan bertujuan untuk dibutuhkan tegakan. Pada umur
memacu pertumbuhan dan kualitas muda penjarangan dilakukan dengan
tegakan agar diperoleh produktivitas intensitas lemah dan berangsur-
yang tinggi. Penjarangan tegakan angsur mengarah pada penjarangan
dilakukan terutama terhadap jenis keras.
tanaman untuk tujuan produksi kayu d) Untuk menetapkan besarnya
pertukangan. Pohon-pohon yang intensitas penjarangan ada dua cara:
dimatikan dalam penjarangan terdiri • Berdasarkan intensitas penja-
dari: pohon dengan batang cacat atau rangan marginal yaitu penjarangan
sakit (bengkok angin, pangkal batang tidak mengakibatkan penurunan
berlubang atau cacat, luka terbakar, kumulatif produksi kayu
luka tebangan, benjol inger-inger, pertukangan. Untuk itu diperlukan
lubang oleng, dan sebagainya); pohon- informasi rata-rata batas
pohon yang kurang baik bentuknya maksimum bidang dasar pada
atau kualitasnya (menggarpu, bengkok, peninggi tegakan tertentu dan rata-
benjol, muntir, beralur dan bergerigi rata riap volume tegakan.
dalam); dan terhadap pohon-pohon e) Berdasarkan penjarangan menurut
tertekan yaitu pohon yang tajuknya, HART dimana dasar pertimbangannya
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 151
Pengelolaan Hutan

adalah tegakan sisa/terpilih dapat menyaingi pohon yang terpilih


melebarkan tajuknya secara termasuk sekalipun pohon yang
maksimal agar pertumbuhan optimal. dominan harus ditebang. Pohon
Dalam sistem ini derajat kekerasan terpilih yang sudah ditetapkan
penjarangan dinyatakan dalam persen tersebut harus tersebar merata
sela (S%). diseluruh areal dan tidak saling
menyaingi.
S% yaitu rata-rata antara pohon yang
dinyatakan dalam persen rata-rata
peninggi pohon (rata-rata 100 pohon F.6. Teknik Budidaya Tanaman Hutan
tertinggi per ha dalam tegakan). S% Penghasil HHBK
optimal memberikan ruang tumbuh
optimal bagi pohon dalam tegakan Teknik budidaya kelompok tumbuhan Hasil
sampai saat penjarangan berikutnya. Hutan Bukan Kayu (HHBK) berdasarkan
Untuk menetapkan S% optimal jenis produk, organ penghasil dan manfaat
diperlukan data pertumbuhan pohon produk adalah sebagai berikut:
pada setiap umur tegakan. Besarnya
S% pada akhir penjarangan beragam a. Jenis Penghasil Minyak Atsiri
menurut jenis, umumnya berkisar
antra 15 - 35 %. Metode penjarangan Jenis penghasil minyak atsiri diantaranya
yang dapat dipilih diantaranya yaitu : adalah krangean/kilemo, penghasil gaharu,
• Penjarangan sistematik: Dasar cendana dan kayu putih. Manfaat dan
pertimbangan adalah kebutuhan persyaratan tempat tumbuh penghasil
kayu dan keuntungannya dapat minyak atsiri dapat dilihat pada Tabel 4.6
diperoleh dari hasil penjarangan. dan 4.7.
Pelaksanaan penjarangannya
dilakukan dalam jalur atau larikan. Informasi tentang pengenalan jenis;
• Penjarangan seleksi rendah sebaran alami; habitus dan teknik budidaya
(selective low thinning): Dasar dari jenis penghasil minyak atsiri adalah
pertimbangan adalah memacu sebagai berikut:
pertumbuhan dan meningkatkan
kualitas tegakan tinggal, dengan 1) Kilemo/Krangean (Litsea cubeba L.
cara semua pohon berukuran kecil Persoon.)
yang pertumbuhannya kurang
baik atau tertekan ditebang. (a) Pengenalan jenis. Krangean/Kilemo
f) Tipe penjarangan tajuk: Dua tipe (L.cubeba L. Person) merupakan
penjarangan tajuk yang dapat tanaman pegunungan dari marga
dipergunakan yaitu: Lauraceae yang dikenal dengan
• Penjarangan tajuk ringan: Semua sebutan “Mountain pepper” atau
pohon yang mati kena penyakit “Lada Gunung”. Ada beberapa nama
dan pohon yang menduduki lapisan daerah dari jenis ini yaitu kilemo
tajuk teratas (wolf trees) dijarangi. (Sunda), krangean (Jawa), antarasa
Pohon yang ditinggalkan terdiri (Batak Toba), Apokayan (Malinau,
dari pohon yang termasuk kelas Kalimantan Timur).
kodominan dan dominan. Susunan minyak atsiri dari L. cubeba
• Penjarangan tajuk berat: Hampir asal Indonesia rata- rata mengandung:
sama dengan penjarangan tajuk sineol 30%, sitronellal 0,94%, linallol
ringan bedanya semua pohon yang 8,95% dan sitral 16,02%. Kandungan
152 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Tabel 5.12. Manfaat dari jenis penghasil minyak atsiri berdasarkan organ penghasil
Tabel 4.6. Manfaat dari jenis penghasil minyak atsiri berdasarkan organ penghasil
TabelJenis
5.12. Manfaat dari jenis penghasil minyakOrgan
atsiriPenghasil
berdasarkan organ penghasil
Penghasil Gubal/Ampas/ Batang/Kayu/ Akar/ Daun/ Buah/Biji/
Minyak
JenisAtsiri Getah/Resin Kulit Kayu OrganRebung
Penghasil Tangkai Daun Bunga
Penghasil Gubal/Ampas/ minyak atsiri,
Batang/Kayu/ obatAkar/
(pencer- bahan minyak
Daun/ bahan minyak
Buah/Biji/
Minyak Atsiri Getah/Resin bahan
Kulitparem,
Kayu naan, sakit
Rebung atsiri,
Tangkai Daun atsiri,Bunga
obat (penurun kepala, otot, obat demam, buah muda 
minyaksakit
panas, atsiri, obatmens-
saat (pencer- bahansakit
obat minyak bahan sambal,
bahan minyak
Krangean/ bahan tonikum
parem, ) truasi,
naan, sakit atsiri, atsiri,
perut, perut bumbu
Kilemo obat (penurun kepala, per-
otot, obat demam, buah muda 
penawar racun mabuk penawar racun bandrek,
panas, sakit
batang untuk saat mens-
jalanan). obat sakit bahan jamu
bahan sambal,
Krangean/
perut, tonikum
mengusir hewan) truasi, perut bumbu &
(vertigo
Kilemo
penawar racun
berbisa mabuk per- penawar racun bandrek,
lemas otot)
bahan campuran batang untuk jalanan).
bahan bahan bahan jamu
bahan
obat tradisional mengusir hewan campuran campuran obat (vertigo & obat
campuran
(jamu-jamuan), berbisa obat tradisional, lemas otot)
tradisional,
Penghasil bahan parfum,
bahan campuran bahan
tradisional, bahanparfum
fixatif bahanparfum
fixatif
Gaharu obat pengikat
atau tradisional campuran
fixatif campuran obat
kosmetika campuran obat
kosmetika
(jamu-jamuan),
(fixatif) berbagai obat
parfum tradisional, tradisional,
Penghasil bahanparfum
jenis parfum, tradisional,
kosmetika fixatif parfum fixatif parfum
Gaharu atau pengikat
bahan kos-metika fixatif kosmetika kosmetika
(fixatif) berbagai fixatif industri parfum
fiksatif
jenis parfum parfum, kosmetika
parfum,
Cendana bahan kos-metika bahan bahan
fixatif industri
kosmetika, fiksatif
kosmetika
parfum,
bahan kerajinan parfum,
Cendana bahan bahan obat (batuk,
kosmetika, kosmetika stomatik, anti-
bahan kerajinan spasmodik,saki
Kayu Putih tobat (batuk,
perut, kepala
stomatik,
pusing, anti-
encok,
spasmodik,saki
sakit gigi dan
Kayu Putih t perut, kepala
asma)
pusing, encok,
sakit gigi dan
Tabel 5.13. Persyaratan tempat tumbuh jenis penghasil minyak atsiri asma)

Tabel5.13.
Tabel 4.7. Persyaratan
Persyaratan tempat
tempat tumbuh
tumbuh jenis jenis penghasil
penghasil minyak
Persyaratan
minyak atsiri atsiri
Tumbuh
Jenis
Penghasil Minyak Tipe Iklim/
Ketinggian Temperatur
Atsiri Curah Hujan Persyaratan TumbuhKelembaban Tanah
Jenis (M Dpl) Udara (°C)
(Mm/Thn)
Tipe Iklim/
Penghasil Minyak Ketinggian Temperatur
Atsiri Curah Hujan Kelembaban
maks. Tanah
(M Dpl) Udara (°C)
(Mm/Thn)
A-B 35,12-85,99 Andosol, alluvial
Krangean/kilemo 700 - 2.300 22 – 42
3556 min.
maks. sedikit berpasir
A-B 26,77-76,69
35,12-85,99 Andosol, alluvial
Krangean/kilemo 700 - 2.300 22 – 42
3556 min. sedikit berpasir
A dan B tanah liat,
Penghasil Gaharu 0 – 2.400 28 – 34 26,77-76,69
80 - 90
1.000 – 2.000 lempung berpasir
A dan B tanah liat,
Penghasil Gaharu 0 – 2.400 28 – 34 80 - 90 tanah alkalis
D dan
1.000 E
– 2.000 lempung berpasir
Cendana 0 – 1200 10 – 35 50 - 60 solum tanah tipis
625 - 1625
dalam
tanah alkalis
D dan E
Cendana 0 – 1200 10 – 35 50 - 60 dapattanah
solum tumbuh
tipis
625 - 1625
Kayu Putih 400 1.500 – 3.000 baikdalam
di tanah
tandus/marginal
dapat tumbuh
Kayu Putih 400 1.500 – 3.000 baik di tanah
Informasi tentang pengenalan jenis; sebaran alami; habitus dan tekniktandus/marginal
budidaya dari
jenis penghasil minyak atsiri adalah sebagai berikut.
Informasi tentang pengenalan jenis; sebaran alami; habitus dan teknik budidaya dari
jenis penghasil minyak atsiri adalah sebagai berikut.
110

110
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 153
Pengelolaan Hutan

zat antiparalitik berkhasiat untuk buah diekstraksi melalui proses


mengobati lemas otot, antisepalagik perendaman selama 24 jam
untuk anti sakit kepala, splasmolitik kemudian permukaan buah yang
(anti kejang), diuretik untuk pelancar agak kasar digosok hingga kulit
urine dan karsinostatik (zat anti buah terpisah dari biji. Setelah biji
kanker). dibersihkan segera dikecambahkan
karena sifat benih kilemo semi
(b) Sebaran alami. Di Indonesia, rekalsitran dan tidak bisa disimpan
penyebaran alami L. cubeba terdapat dalam jangka waktu yang lama.
di Pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan • Teknik perkecambahan. Sebelum
Timur. Di Pulau Jawa terdapat di Jawa dikecambahkan, biji direndam
Barat dan Banten terutama di sekitar dalam larutan Asam giberelin
Gunung Salak, Gede, Pangrango, (GA3) dengan konsentrasi 200
Patuha, Tangkuban Perahu, dan ppm selama 48 jam. Benih mulai
Ciremai. Di Sumatra terdapat di sekitar berkecambah pada hari ke 21
Danau Toba mulai dari Balige, Parapat dengan persen perkecambahan
sampai Kabanjahe. Jenis ini umumnya sebesar 81%.
hidup di tempat-tempat terbuka, di • Teknik pembibitan vegetatif jenis
hutan sekunder, di ladang-ladang L. cubeba dapat dilakukan secara
dan di pinggir hutan. vegetatif dengan setek. Bahan setek
(c) Habitus. L. cubeba berupa perdu atau berupa semai (tanaman muda).
pohon kecil dengan tinggi 5-12 m Untuk meningkatkan keberhasilan,
namun dapat juga mencapai tinggi bahan setek diberi tambahan
14,6 m ± 3,1 (di kawasan hutan lindung hormon atau zat pengatur tumbuh
Dusun Sibodiala, Desa Silalahi Pagar IBA dengan konsentrasi 1000 ppm
Batu, Kecamatan Balige, Kabupaten melalui metode rendam. Media
Toba Samosir) dan diameter antara perakaran setek yang digunakan
6-20 cm. berupa campuran homogen sabut
kelapa dan arang sekam padi
L. cubeba merupakan jenis tanaman dengan perbandingan 2 : 1.
yang berbunga sepanjang tahun • Pembibitan melalui teknik kultur
dengan masa berbuah terbanyak jaringan, sebaiknya menggunakan
pada bulan Juli hingga akhir Agustus. tunas apeks. Untuk menghasilkan
Namun di Ciwidey (Jawa Barat) musim tunas dianjurkan penggunaan
berbuahnya terjadi pada bulan media dengan interaksi antara BAP
Januari – Februari. 1 mg/l dengan kombinasi NAA (0,01
mg/l; 0,05 mg/l dan 0,1 mg/l).
Buah L. cubeba berbentuk bulat
berwarna hijau berukuran kecil
berbentuk berry. Bijinya menyerupai 2) Gaharu
biji merica dengan ciri masak fisiologis
buah berwarna hitam dengan berat (a) Pengenalan jenis. Gaharu atau
buah 0,194 gram, jumlah buah per-kg chenxiang, atau aloeswood, atau
mencapai 10.000-12.000 buah. agalloch, atau eaglewood, atau
jinkoh, atau kanankoh, atau agarwood
(d) Teknik budidaya kilemo merupakan resin berbentuk gumpalan
• Penanganan benih. buah L. cubeba padat, berwarna coklat kehitaman
tergolong tipe buah berdaging. sampai hitam dan berbau harum.
Untuk mendapatkan benihnya, Gaharu terbentuk pada bagian kayu
154 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

dibagian batang, cabang dan akar Sebaran pohon penghasil gaharu hasil
dari jenis tumbuhan penghasil gaharu budidaya ditemukan di 21 provinsi
sebagai respon pertahanan diri akibat di Indonesia, jenis A. malaccensis
pelukaan, dan mikroba pathogen (45%), Gyrinops versteegii (43%),
sehingga terjadi infeksi pada jaringan A. microcarpa (8%), dan 4% sisanya
kayu. adalah Aquilaria beccariana, Aquilaria
hirta, A. subsintegra, dan A. crassna.
Resin gaharu tersusun dari senyawa A. malaccensis menjadi jenis pohon
kimia utama dari kelompok penghasil gaharu yang populer
sesquiterpen dan chromones. dibudidayakan di Indonesia bagian
Senyawa sesquiterpen dan Barat, sementara di Indonesia bagian
chromones secara bersama-sama Timur adalah G. Versteegii (Turjaman
akan mengeluarkan bau khas gaharu, & Hidayat, 2017).
jika dibakar. Pohon penghasil gaharu
berasal dari famili Thymelacaceae, (c) Habitus jenis-jenis penghasil gaharu
Euphorbiaceae dan Fabaceae; genus potensial.
Aquilaria, Wikstroemia, Enkleia,
Aetoxylon, Gonystylus, dan Gyrinops. Jenis asli atau lokal pohon penghasil
gaharu yang paling banyak
(b) Sebaran alami. Secara ekologis dibudidayakan di Indonesia adalah
sebaran alami pohon penghasil gaharu sebagai berikut:
di Indonesia tersebar di wilayah hutan
Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, (1) Aquilaria malaccensis
Maluku, Sulawesi, Halmahera, Bangka Nama lokal/daerah, nama yang
dan Papua. Sedikitnya 26 jenis dikenal oleh masyarakat adalah Alim
pohon penghasil gaharu ditemukan (Batak), Halim (Lampung), Kareh
di Indonesia dari 33 jenis yang ada (Minangkabau). Pohon mencapai
di Asia. Namun, hasil observasi tinggi 40 m dan berdiameter 60 cm,
ulang menyangkut tata nama jenis, kulit batang licin berwarna keputihan.
ditemukan beberapa jenis yang jenis Daun berseling, oval sampai lanset,
sinonim. Hasil eksplorasi beberapa pangkal daun tumpul sampai runcing,
peneliti gaharu, Indonesia hanya ujung daun meruncing, permukaan
memiliki 6 dari 15 jenis Aquilaria, dan atas dan bawah daun mengkilap
7 dari 8 jenis Gyrinops, yang keduanya ukuran 7,5-12 cm x 2-5 cm, urat
telah masuk CITES Appendix II. daun bagian bawah berbulu halus,
urat daun sekunder menyirip tidak
Sebaran penghasil gaharu alam beraturan berjumlah 12-16 pasang,
terbesar di Indonesia yang sampai panjang tangkai daun 4-6 mm. Bunga
saat ini ditemukan di Papua, Papua berwarna hijau sampai kuning kusam,
Barat, dan Kalimantan. Wilayah perbungaan muncul di ketiak daun
ini menyumbang hampir 70-98% berbentuk malai, kelopak bunga
produksi nasional setiap tahunnya. berbentuk bulat telur sampai oblong
Jenis gaharu alam yang berasal dari berukuran 2-3 mm. Buah bulat telur
Kalimantan adalah jenis Aquilaria dengan bagian ujung buah membulat,
malaccensis, A. microcarpa, A. mengecil di bagian pangkal buah,
beccariana, dan A. hirta, sedangkan ukuran 3-4 x 2,5 cm, daging buah
dari Papua dan Papua Barat adalah keras (berkayu). Biji berbentuk oval
dari jenis-jenis Gyrinops spp. berbulu kemerahan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 155
Pengelolaan Hutan

(2) Aquilaria microcarpa kebagian ujungnya (menggelendong).


Nama lokal/daerah, nama yang dikenal Biji berbulat telur berwarna hitam
oleh masyarakat adalah Tengkaras berukuran 10 x 5 mm berbulu
(Malaysia), Hepang (Bangka), Engkaras halus berwarna coklat kemerahan,
(Kalimantan). Pohon mencapai meruncing pada bagian ujungnya.
tinggi 40 m dengan diameter 80
cm, batang berkulit kelabu, beralur (4) Aquilaria hirta
dangkal hingga pecah- pecah, berserat Nama lokal/daerah, nama yang
panjang. Daun berseling, oval sampai dikenal oleh masyarakat adalah
oblong, ukuran 4,5-10 x 1,5- 4,5 cm, Chamdan, kayu chandan (Malaya),
pangkal daun menyempit, ujung karas (Sumatra). Pohon setinggi 14
runcing hingga meruncing, urat daun m, kulit batang berwarna keputihan
sekunder berjumlah 12-19 pasang, dan agak licin, ranting berbulu halus
nampak jelas pada permukaan bawah rapat berwarna coklat terang. Daun
daun, panjang tangkai daun 3-5 mm. berbentuk lonjong sampai oblong,
Perbungaan di ketiak atas daun, ada juga bulat telur sampai lonjong
jumlah 6-11 bunga. Bunga berupa berukuran 6,5-14 x 2,5-5,5 cm,
tabung, warna putih kekuningan, permukaan atas dan bawah daun
panjang sekitar 5 mm, berbulu rapat. mengkilap berbulu halus terutama
Buah bulat lonjong mendekati bentuk pada pertulangan daunnya, urat
hati agak pipih berukuran 8-12 mm x daun sekunder melengkung kearah
10-12 mm. Biji berukuran 6 x 4 mm, tepi daun berjumlah 16-30 pasang,
berwarna kecoklatan, berbulu halus, pangkal daun membaji-tumpul
berjumlah 2 buah. hingga membulat, ujung daun runcing
sampai meruncing. Bunga berwarna
(3) Aquilaria beccariana putih atau kuning muda, mahkota
Nama lokal/daerah, nama yang berbentuk tabung dengan panjang
dikenal oleh masyarakat adalah 6-8 mm. Buah menonjol dari tabung
mengkaras puti (Pulau Sumatra), dan bunga, lonjong sungsang, runcing
Tanduk atau garu (Pulau kalimantan). di ujung, menipis ke dasar, buah
Pohon tinggi sampai 20 m dengan diselimuti bulu-bulu halus, berukuran
diameter 36 cm, kulit batang licin, 5 x 1 cm. Biji bulat telur, 10 x 6 mm,
berwarna kelabu. Daun elips sampai berparuh pendek, meruncing di dasar,
lanset berukuran 11 - 27 x 6 - 8,5 hitam mengkilap.
cm, pangkal daun membaji, ujung
runcing sampai meruncing, urat (5) Aquilaria cumingiana
daun sekunder melengkung naik ke Nama lokal/daerah, nama yang
arah tepi daun dan berjumlah 15-25 dikenal oleh masyarakat adalah
pasang, panjang tangkai daun 5-7 gaharu. Habitus pohon kecil - sedang,
mm. Perbungaan pada ketiak daun, tinggi 5-20 m, diameter hingga
bunga berupa tabung memanjang 40 cm. Batang luar coklat kelabu,
sekitar 7-12 mm, bunga berwarna dengan bintik-bintik halus, berserat
kekuningan atau putih kekuningan. panjang yang sangat kuat sehingga
Buah berukuran 2-3,5 x 1,75 cm dimanfaatkan untuk tali. Daun
berbentuk bulat telur hingga lonjong, lonjong-lanset, jorong-lonjong atau
pangkal buah menyempit sepanjang bundar telur-lonjong, ukuran 14-18 x
1,5 cm, pada bagian tengah buah 2–8,5 cm, tersusun berseling, pangkal
berlekuk kemudian meruncing menyempit, ujung luncip, warna hijau,
156 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

kedua permukaan daun licin; tulang (7) Gyrinops versteegii


daun sekunder berjumlah 12-18 Nama lokal/daerah, nama yang
pasang, terlihat jelas pada permukaan dikenal oleh masyarakat adalah
bawah, panjang tangkai daun 4-6 mm. ketimunan. Habitus pohon kecil
Perbungaan bentuk payung, muncul hingga besar, tinggi 6–25 m,
pada ketiak daun dan menempel diameter 40-65 cm. Batang tegak,
pada batang dengan jumlah sangat lurus, silindris, kulit batang bagian
banyak, tangkai perbungaan 3 mm. luar agak kasar, kadang beralur dan
Bunga bentuk tabung, warna hijau, kayunya keras, tidak bergetah, warna
panjang bunga 13-16 mm, tabung coklat keputih-putihan, bagian kulit
bunga bagian luar berbulu lebat dan dalam berwarna putih. Daun jorong-
di dalam tidak berbulu, biasanya lonjong, berukuran 5-20 cm x 1,5-5
terdapat bintik-bintik kelenjar seperti cm, pangkal daun bentuk pasak, ujung
kutil yang tersebar. Buah bulat sedikit daun meluncip; tulang daun sekunder
bulat telur sungsang atau jorong, sejajar (pararel) jumlah 12-16 pasang,
berlekuk 4, keriput, buah muncul dari warna daun permukaan bawah hijau
celah lateral tabung bunga, warna kusam dan atas licin mengkilap,
hijau berubah kuning pada waktu daun kering pada permukaan bawah
matang, berukuran sekitar 1,5-2 cm. warna coklat kekuningan, dan coklat
Biji bulat telur atau bundar pipih, kemerah-merahan pada permukaan
jumlah 1-2 biji, pada bagian pangkal atas; tangkai daun pendek (3-5 mm).
terdapat sumbat lembaga warna Perbungaan bentuk payung, muncul di
putih. Tidak ditemukan anakan. ujung ranting dan bawah ketiak daun,
tangkai perbungaan 1-3 mm (hampir
(6) Aquilaria filaria tidak bertangkai), jumlah 6-8 bunga.
Nama lokal/daerah, nama yang Bunga bentuk tabung/corong dengan
dikenal oleh masyarakat adalah Age 5 cuping, tangkai bunga 1-3 mm;
(Sorong), lason (Seram). Pohon ini warna putih kekuningan, atau hijau
dapat mencapai tinggi 17 meter kekuningan, panjang 10-18 mm. Bakal
dengan diameter 50 cm. Percabangan buah bulat telur, berlekuk 2, panjang 1
muda berwarna coklat cerah, berbulu mm, menyempit ke ujung. Buah hijau
halus sampai kasar. Daun berbentuk berubah kuning pada waktu matang,
oblong sampai lanset berukuran 10- bentuk bulat telur sungsang atau
20 x 3- 5,5 cm. Pangkal daun tumpul jorong, menyempit di bagian basal,
sampai membaji, ujung daun sedikit berukuran 1-1,5 cm x 1 cm, meluncip
meruncing. Pertulangan daun timbul ke atas. Biji bulat telur, bulat pipih,
dan nampak jelas pada bagian bawah berukuran 6-9 mm, jumlah 1-2 biji,
permukaan daun, panjang tangkai pada bagian pangkal biji terdapat
daun 3-5 mm. Bunga berwarna hijau sumbat lembaga, warna putih, tebal
kekuningan atau putih berbentuk 2 mm. Anakan jenis ini, bentuk daun
tabung dengan panjang 5-6,5 mm. lonjong, tersusun berhadapan.
Panjang tangkai bunga 2-5 mm dan
berbulu halus. Buah berukuran 1,25- (d) Teknik budidaya gaharu
1,5 x 1,25 cm berbentuk elip sampai
oval atau agak bundar sedikit pipih (1) Teknik pembibitan secara generatif
(gepeng) dan berkerut. Biji bentuk • Penanganan benih. Benih
delta, cembung dan berwarna hitam diperoleh dengan cara memungut
berukuran 7,5x7,5 mm. buah jatuh di lantai hutan atau
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 157
Pengelolaan Hutan

dengan memasang jaring. Buah polybag. Bibit ditempatkan


hasil panen dikeringkan di lantai dalam rumah kaca atau di tempat
sampai buah pecah. Buah bersifat terbuka yang diberi naungan atau
rekalsitran (cepat menurun paranet 60%. Bibit siap tanam
kadar airnya), sehingga harus setelah mencapai rata-rata tinggi
cepat dikecambahkan. Untuk 30 cm atau berumur ± 6-7 bulan.
menjaga kelembaban benih
dalam pengiriman, benih harus (2) Teknik pembibitan secara
dicampur dengan serbuk gergaji. vegetatif. Teknik ini dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu cangkok dan
• Teknik perkecambahan stek. Cara membuat cangkok sama
- Bak semai seperti pencangkokan tanaman pada
Media yang digunakan untuk umumnya. Bahan untuk pembuatan
mengecambahkan benih adalah setek menggunakan tanaman muda
campuran tanah dengan kompos dan untuk meningkatkan keberhasilan
organik (1:2), diaduk secara pembentukan akar setek diberi
merata dan dimasukkan dalam tambahan hormon IBA konsentrasi
bak semai. Benih yang sudah 1000 ppm dengan metode rendam
direndam dalam pestisida dan atau dioles hormon penumbuh akar
hormon, diinokulasi mikoriza rootone-F. Setek ditanam pada media
kemudian ditaburkan dalam bak campuran sabut kelapa dan arang
semai dan selanjutnya ditutup sekam padi dengan perbandingan 2 :
dengan pasir zeolit. 1. Penyiraman setek dilakukan satu kali
sehari atau dua hari sekali tergantung
- Bedeng tabur kondisi kelembaban media.
Media yang digunakan adalah
campuran tanah, kompos organik (3) Teknik penanaman. Pohon
dan pasir halus yang bersih dan penghasil gaharu dapat ditanam
sudah steril. Kemudian media secara monokultur maupun
dijemur di bawah sinar matahari campuran. Pola tanam campuran
selama 2 – 3 hari. Taburkan dapat dilakukan di hutan produksi
bibit pada media secara merata (sebagai tanaman sela), di hutan
kemudian ditutup dengan media rakyat (bersamaan dengan tanaman
dengan tebal 1 cm. Pemberian penghasil kayu dan buah-buahan)
pestisida dilakukan dengan cara atau di lahan perkebunan (dengan
disiram kemudian tutup media jenis karet, kelapa atau kelapa sawit).
dengan plastik transparan.
Pemeliharaan dilakukan dengan Pohon penghasil gaharu bersifat
cara penyiraman benih sehari toleran terhadap naungan dengan
sekali untuk menjaga kelembaban. intensitas cahaya yang masuk sekitar
Plastik dibuka setelah benih 60%, sehingga penanaman gaharu
mulai berkecambah. Bibit disapih secara campuran dapat dilakukan
setelah tumbuh 3 – 4 helai daun. pada perkebunan karet dan kelapa
sawit yang telah berumur ≥ 5 tahun,
- Penyapihan bibit atau dengan tanaman kelapa umur
Bibit disapih pada media 5 – 7 tahun. Jarak tanam disesuaikan
campuran tanah top soil dan dengan ruang di antara tanaman
kompos organik (1:1) dalam yang sudah ada. Idealnya jarak tanam
158 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

pohon penghasil gaharu dengan pola berhadapan, agak bersilangan,


agroforestri maupun hutan campuran bertangkai daun, gundul, bentuk
adalah 4 m x 5 m (500 tanaman/ha) elips, tepi rata, ujung runcing tetapi
atau 5 m x 5 m (400 tanaman/ha), kadang-kadang tumpul atau bulat.
sedangkan jarak tanam pada pola Perbungaan terminal atau aksiler,
monokultur adalah 2 m x 3 m atau 3 recimusarticulatus, bunga pedicel
m x 3 m (1000 – 1600 tanaman/ha). 3-5 cm, gundul, tabung perigonium
berbentuk campanulatus, panjang 3
(4) Teknik pemeliharaan. Untuk mm dan diameter ±2 mm, memiliki
memperoleh volume kayu yang erat 4 cuping perigonium, bentuk segi
kaitannya dengan produksi gaharu, tiga, tumpul pada bagian ujung dan
pemeliharaan pohon penghasil gaharu kedua permukaan gundul. Bunga
harus dilakukan sampai berumur muncul di ujung dan atau di ketiak
5 tahun. Pemeliharaan berupa daun. Buah cendana tergolong buah
penyiangan dan penggemburan pada batu dan berbentuk bulat, waktu
area radius 50 cm sekitar tanaman, masak daging kulit buah berwarna
serta pemupukan organik dan hitam, mempunyai lapisan eksocarp,
anorganik dengan dosis sesuai umur mesocarp berdaging, endocarp keras
tanaman. dengan garis dari ujung ke pangkal.
L. cubeba merupakan jenis tanaman
3) Cendana (Santalum album Linn.) yang berbunga sepanjang tahun
dengan masa berbuah terbanyak
(a) Pengenalan jenis. Cendana (Santalum pada bulan Juli hingga akhir Agustus.
album Linn.) adalah tanaman Namun di Ciwidey (Jawa Barat) musim
penghasil minyak atsiri cendana yang berbuahnya terjadi pada bulan
berbau harum. Jenis ini merupakan Januari – Februari.
andalan komoditas hutan dari Nusa
Tenggara Timur (NTT). (d) Teknik budidaya cendana

(b) Sebaran alami. Cendana merupakan Tanaman cendana memerlukan


spesies asli Indonesia yang tumbuh inang primer dan sekunder untuk
di Propinsi NTT seperti P. Timor, P. pertumbuhan. Syarat untuk inang
Sumba, P. Alor, P. Solor, P. Pantar, P. primer adalah jenis yang tidak
Flores, P. Rote dan pulau lainnya. menyebabkan persaingan, bertajuk
Selain di NTT, cendana juga dijumpai kecil, akar succulen, mudah tumbuh
di Gunung Kidul, Imogiri, Kulon Progo kembali setelah dipangkas, tidak
(DIY), Bondowoso (Jawa Timur), dan berumur pendek, mudah didapat
Sulawesi. Selain di Indonesia tanaman dan berfungsi membantu menyerap
ini juga tumbuh di India bagian Selatan unsur hara. Inang primer yang
serta Australia bagian Utara dan Barat. biasanya digunakan adalah jenis
krokot hijau (Althernanthera
(c) Habitus. Secara morfologis, pohon sp.), Desmanthusvirgatus dan
cendana memiliki ciri-ciri seperti Crotalariajuncea. Inang sekunder
berikut: pohon kecil sampai sedang, ditanam setahun sebelum penanaman
menggugurkan daun, dapat mencapai cendana. Ini bertujuan agar akar inang
tinggi 20 m dan diameter 40 cm, tajuk telah cukup berkembang sehingga
ramping atau melebar dengan batang dapat mempercepat terjadinya kontak
bulat agak berlekuk-lekuk serta dengan akar cendana, selain itu juga
akarnya tanpa banir. Daun tunggal, dapat berfungsi sebagai penaung.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 159
Pengelolaan Hutan

(1) Penanganan benih 4) Kayu putih (Melaleuca cajuput sub sp


• Biji cendana mengalami cajuput)
tingkat dormansi cukup lama
yaitu mencapai 1,5–2 bulan. (a) Pengenalan jenis. Kayu Putih
Ekstraksi biji dilakukan dengan (Melaleuca cajuput sub sp cajuput)
perendaman buah dalam air adalah tanaman yang berasal dari
dingin, kemudian diremas-remas suku Myrtaceae. Nama daerahnya
hingga daging buah terpisah adalah Inggolom (Batak), Gelam,
dari bijinya lalu dibilas dengan Kayu Gelang, Kayu Putih (Melayu),
air bersih. Biji yang telah bersih Gelam (Sunda; Jawa), Ghelam
kemudian dikeringkan di tempat (Madura), Calam (Dayak), Baru Galang
yang teduh selama 4-5 hari atau (Makasar), Waru Gelang (Bugis),
dengan alat pengering pada Ngglelak, Nglak (Rote, Nusa Tenggara),
suhu 40°C sampai kadar air 5-8% Iren, Sakelan (Piru, Maluku), Irano
dan diberi desinfektan. Benih (Amahai, Maluku), Aikelane (Hila,
dimasukkan dalam kantong Maluku), Irono (Haruku, Maluku),
plastik atau botol kedap udara Ilano (Nusalaut; Saparua Maluku),
kemudian disimpan pada ruang Elan (Buru, Maluku).
simpan dengan suhu 4°C dan
kelembaban udara nisbi 40-50%, Tanaman yang sering disebut
atau ruangan AC yang bersuhu dengan Melaleuca leucadendron ini
20-22°C dan kelembaban udara merupakan tanaman asli Indonesia
50-60%. yang cukup penting bagi industri
• Sebelum ditabur, perlu dilakukan minyak atsiri. Minyak kayu putih
skarifikasi benih dengan cara mengandung 1,8 cineole, salah
merendam benih dalam larutan satu jenis monoterpenes dari jenis
asam giberelik 0,05% selama 1 monocyclic. Kadar 1,8 cineole dalam
jam atau dalam air selama 12 jumlah besar (15-60%) mempunyai
jam. fungsi pengobatan. Di samping itu
juga minyak kayu putih mengandung
(2) Teknik perkecambahan. Setelah sesquiterpentene alcohols globulol,
benih berkecambah (umur 1-2 bulan) viridiflorol dan spathulenol sebagai
atau telah keluar 2 helai daun, semai minyak essensial utama.
dapat dipindahkan ke polybag yang
telah ditanami inang primer. Bibit (b) Sebaran alami. Berdasarkan sebaran
cendana memerlukan naungan 50% alaminya, jenis ini dibagi menjadi 3
dan setelah bibit berumur 4 bulan subspecies yaitu: (1) subsp. cajuputi
dilakukan pembukaan naungan Powell tumbuh di bagian barat daya
(penyinaran 100%). Penyiraman semai Australia dan Indonesia bagian timur
dilakukan 2 hari sekali. (Kepulauan Maluku dan Timor), (2)
Subsp. cumingiana Barlow tumbuh
(3) Teknik pembibitan vegetatif dapat
di bagian barat Indonesia (Sumatra,
dilakukan dengan tunas akar
Jawa Barat dan Kalimantan bagian
(4) Teknik penanaman. Penanaman Selatan), Malaysia, Myanmar,
cendana dan inangnya harus dilakukan Thailand dan Vietnam; dan (3) subsp.
dengan komposisi seimbang (cendana platyphylla Barlow tumbuh di bagian
50% dan inang 50%). Jarak tanam utara Queensland/Australia, bagian
yang digunakan adalah 3 x 3 m. barat laut Papua New Guinea, bagian
160 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

selatan Papua, Kep. Aru dan Kep. Jarak tanam yang digunakan untuk
Tanibar. pembangunan kebun benih kayu putih
adalah 3 x 1 m, sehingga dengan luasan
(c) Habitus. Pohon tinggi 10–20 m, 3 ha membutuhkan bibit sekitar 9900
pepagan berkeping-keping tidak bibit. Kebun benih tersebut mampu
teratur. Daun berbentuk jorong atau memproduksi benih 3 kg per tahun,
lanset, panjang 4,5 – 15 cm, lebar dengan viabilitas benih sebesar 80%.
0,75–4 cm, melancip di bagian pangkal Rata-rata setiap 1 gram benih berisi
atau agak bundar. Daun atau kulit jika 6000-8000 benih kayu putih.
memar akan menimbulkan bau khas
kayu putih. Perbungaan berbentuk
mayang, berbulu atau tidak berbulu; b. Jenis Penghasil Resin
kelopak bunga berbentuk mangkok,
panjang 1,5–2,5 mm; mahkota bunga Jenis penghasil resin diantaranya adalah
bundar telur, panjang 2–3 mm, rotan jernang, kesambi, damar mata kucing
berkelenjar minyak berwarna kuning; dan kemenyan. Manfaat dan persyaratan
tangkai sari bergabung 5-9 helai, tempat tumbuh dapat dilihat pada Tabel
panjang 5–10 cm; panjang tangkai 4.8 dan 4.9.
putik 7–10 mm. Buah berbentuk Pengenalan jenis, sebaran alami, habitus
lonceng dengan panjang 2,5–3 mm dan teknik budidaya jenis penghasil resin
dan lebar 3–4 mm. adalah sebagai berikut.
(d) Teknik budidaya kayu putih.
Pembiakan vegetatif dapat dilakukan 1) Rotan jernang (Daemonorops spp.)
dengan stek dan sambungan
(grafting). Pembiakan massal dengan (a) Pengenalan jenis. Rotan dari keluarga
stek dapat dilakukan untuk M.cajuputi Daemonorops (antara lain D. draco,
subsp. Cajuputi. Stek dapat berasal D. didymophylla, D. micracantha, D.
dari akar atau pucuk. Melalui mattanensis, dan D. Rubra) tergolong
pembiakan vegetatif akan dapat sebagai penghasil resin jernang.
dicapai peningkatan genetik yang Jenis D. draco merupakan jenis rotan
lebih baik daripada dengan biji dari penghasil resin jernang yang potensial
kebun benih hasil penyerbukan alam. serta bernilai komersial tinggi dari
lima jenis pohon penghasil resin
Untuk mendapatkan kadar 1,8 jernang tersebut. Resin jernang dalam
cineole dan rendemen minyak perdagangan dunia dikenal dengan
yang tinggi dilakukan persilangan nama dagang “darah naga” (dragon”s
terkendali dengan bibit berasal dari blood).
provenans Maluku. Rekomendasi ini
berdasarkan hasil pemuliaan jenis (b) Sebaran alami. Rotan penghasil
M.cajuputi subsp. Cajuputi. di kebun resin jernang sebagian besar dapat
benih Paliyan, Ponorogo, Cepu dan dijumpai terbatas dalam kawasan
Gundih yang menggunakan 82 famili hutan alam produksi dataran rendah
dari provenans Maluku, yang mampu dan pegunungan. Sebagian besar
menghasilkan kayu putih dengan hanya dijumpai di wilayah hutan
kadar 1,8-cineole berkisar antara 65– Sumatra dan Kalimantan. Di wilayah
73% dan rendemen minyak sebesar hutan Sumatra terdapat di provinsi
2,05 – 4,7%. Jambi, Riau, Sumatra Barat, Aceh,
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 161
Pengelolaan Hutan

Tabel 4.8. Manfaat dari jenis penghasil resin berdasarkan organ penghasil
Tabel 5.15. Manfaat dari jenis penghasil resin berdasarkan organ penghasil

Organ Penghasil
Jenis Daun/
Gubal/Ampas/ Batang/Kayu/
Tangkai Buah/Biji/Bunga
Getah/Resin Kulit Kayu
Daun
Rotan Resin :
Jernang - bahan pewarna (pakaian,
porcelain, kerajinan)
- penyamak kulit,
- bahan obat (luka luar, liver,
pendarahan)
- bahan kosmetika
Kesambi Kayu : Daun muda Buah  makanan
- penyamakan kulit, untuk sayur
- pembersih kulit Biji :
sebelum mandi, - bahan baku biofuel,
- rebusan kulit batang - kosmetik,
untuk obat - tekstil
penghelat ulcera - farmasi,
cruris, - obat sakit punggung dan dada
- obat kudis dan saat batuk,
penyakit kulit - minyak rambut,
Batang: - bahan pembuatan dupa untuk
- bahan bakar (arang upacara kematian,
kayu), terutama - campuran mengharumkan
pem-bakaran kapur rokok
Damar Getah:
Mata - bahan baku industri (cat,
Kucing lak, ban, plastik, resin,
vernis, cam-puran resin
alkid & resin nitorselulosa),
- perekat, bahan pengisi
kertas, lilin, linoleum, batik,
- larutan pengawet, korek
api,
- bahan obat-obatan
berbentuk salep
Kemenyan Batang:
- industri farmasi,
- bahan pengawet,
- parfum,
- kosmetik,
- aromatheraphy,
- dupa,
- campuran rokok
kretek
- fiksatif industri
parfum,
- furniture
- bahan konstruksi

121
162 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Tabel 5.16. Persyaratan tempat tumbuh jenis penghasil resin


Tabel 4.9. Persyaratan tempat tumbuh jenis penghasil resin
Persyaratan Tumbuh
Jenis Penghasil Tipe Iklim/
Resin Ketinggian Kelembaban
Curah Hujan Suhu Udara (°C) Tanah
(M Dpl) Udara (%)
(Mm/Thn)
Podsolik merah
Rotan Jernang 150 – 200 1450 - 2000 22 – 32 81
kuning (PMK)
tanah kering, hingga
terkadang
maks.35 – 47,5
Kesambi 0 - 600 750 - 2500 50 - 60 pada tanah yang
min. 2,5
berawa, tanah yang
sedikit masam
Damar Mata
0 – 200 2000 - 3000 21,2 – 33,2 80 - 84,3 alluvial
Kucing
Podzolik, andosol,
A dan B latosol, regosol,
Kemenyan 800 - 1700 17 – 29 85
1916 - 2395 ph 4 – 7
tidak tahan genangan

Pengenalandijenis,
sedangkan sebaran terdapat
Kalimantan alami, habitus
di dan teknik budidaya
ujung daun jenis
sertapenghasil
bagian resin
batang.
adalah sebagai berikut.
wilayah hutan provinsi Kalimantan Ukuran duri tergantung kepada letak
Tengah, Timur, Selatan dan Barat. duri. Duri yang terdapat dibagian
a. Rotan jernang (Daemonorops spp.)
1) PengenalanRotan
jenis jernang memiliki bawah tulang daun tersusun berjejer
(c) Habitus. sepanjang tulang daun dan berukuran
Rotan dari bulat
buah berbentuk keluarga
lonjong seperti (antara lain
Daemonorops D. draco, D. didymophylla, D.
micracantha, D. mattanensis, dan D. Rubra) sangat
tergolong kecil
sebagai sekitar
penghasil 0,5-1
resincm. Duri yang
jernang.
telur di bagian bawah dan sedikit
Jenis D. draco merupakan jenis rotan penghasil terdapat pada yang
resin jernang pelepah sangatserta
potensial runcing
mengerucut seperti buah salak di
bernilai komersial tinggi dari lima jenis pohon penghasil resin jernang tersebut. Resin ini
dengan panjang 1-2 cm. Duri
bagian atas. Umumnya berwarna terdiri dari dagang
dua pasang yangnaga”
terdapat
jernang dalam perdagangan dunia dikenal dengan nama “darah
coklat tua blood).
(dragon”s jika sudah matang. Buah di kedua bagian pelepah, tersusun
2)rotannya sendiri terdiri dari kulit luar
Sebaran alami secara alternate. Sedangkan duri yang
buah Rotan
yang berbentuk sisikjernang
penghasil resin sepertisebagian besar terdapat
dapat pada bagian
dijumpai batangdalam
terbatas tersusun
salak; kulithutan
kawasan bagian dalam;
alam daging
produksi buah rendah dan mengelilingi
dataran batang dengan
pegunungan. Sebagian panjang
besar hanya
dan biji. Getah
dijumpai rotanhutan
di wilayah jernang yang dan Kalimantan.
Sumatera 2-3 cm.Di wilayah hutan Sumatera
berwarna
terdapat dimerah
provinsitersebut terdapat
Jambi, Riau, Sumatera Barat, Aceh, sedangkan di Kalimantan
pada bagian
terdapat kulit hutan
di wilayah bagian luar Kalimantan
provinsi dan (d) Teknik
Tengah, budidaya
Timur, Selatanrotan jernang
dan Barat.
3)daging
Habitusbuah. (1) Penanganan benih
Rotan jernang memiliki buah berbentuk bulat Rotan jernang
lonjong memiliki
seperti telur di masa tanam
bagian
Daun
bawah dan bersifat majemuk seperti
sedikit mengerucut dan buah salak di bagian enam
selama atas. Umumnya
tahun berwarna
dan panen
berpelepah
coklat tua jikamenutupi
sudah matang.permukaan
Buah rotannya sendiri terdiri dari
dilakukan padakulit luarke
tahun buah yangmasa
tujuh,
ruas batang membentuk
berbentuk sisik seperti salak; kulittabung,
bagian dalam; panen
daging raya
buah dan biji. pertama)
(panen Getah rotanpada
pada
jernangmasa
yangpertumbuhan
berwarna merah vegetatif
tersebut terdapat pada
bulanbagian
Agustus kulit
danbagian luar dan
pada masa panen
dan tumbuhan
daging buah. rotan dapat berdiri selang (panen kedua) pada bulan
tegak, Daun
pada bersifat
satuan daun
majemukbagiandan keberpelepah menutupi
Desember.permukaan
Ciri buah yangruastelah
batang
masak
membentuk
ujung tabung, pada masa
akan termodifikasi menjadipertumbuhan
duri vegetatif dan tumbuhan rotan dapat
di pohon adalah buah telah dimakan berdiri
tegak,
kait padabantu
untuk satuan daun dan
pohon bagian ke ujung akan termodifikasi
tegaknya oleh binatang menjadi durikera,
seperti kait tupai
untuk dan
bantu pohon dan tegaknya batang.
batang. lain-lain. Hal ini diketahui dengan
Duri rotan terdapat pada bagian bawah tulang daun, pelepah dan ujung daun serta
Duri banyaknya kulit buah yang berserakan
bagianrotan
batang.terdapat pada
Ukuran duri bagian kepada letak
tergantung duri. Duri yang terdapat dibagian
bawah tulang daun, pelepah dan di bawah pohon, artinya tandan buah
sudah bisa dipanen.
122
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 163
Pengelolaan Hutan

Pembersihan kulit dan daging buah (3) Teknik penanaman


dapat dilakukan dengan cara:
• buah diperam selama 5-7 hari Secara biologis, rotan tumbuh
• buah direndam dalam bak dan merambat (liana) sehingga
dilakukan penggantian air setiap memerlukan pohon lain untuk tempat
hari selama seminggu. Setelah merambat. Secara fisiologis pada fase
daging buah lunak, kulit dan pertumbuhan vegetatif hingga umur
daging buah dibersihkan dengan 5 tahun, rotan memerlukan cahaya
cara dimasukan dalam karung dan sekitar 60 %, tetapi setelah memasuki
diinjak-injak atau dipukul-pukul fase pertumbuhan generatif
dengan kayu. Selanjutnya, buah memerlukan kapasitas cahaya yang
dibersihkan kembali khususnya cukup tinggi yaitu sekitar 80–100 %.
pada bagian permukaan embrio
Lahan yang digunakan untuk budidaya
benih.
rotan jernang tidak memerlukan
pengolahan secara intensif, cukup
(2) Teknik perkecambahan buah rotan
dengan melakukan pengelolaan pada
jernang dapat dilakukan dalam 2 cara:
areal tanam. Persiapan lahan meliputi
• Bedeng/bak tabur. Benih bersih
kegiatan pemilihan lahan, penentuan
ditebarkan dalam bedeng tabur
letak tanam dan pemasangan ajir.
dengan media kompos organik dan
Penentuan letak tanam, dengan
sekam padi dengan perbandingan
memperhatikan letak pohon untuk
2:1. Setelah 30-45 hari, benih akan
perambat rotan.
berkecambah dan menghasilkan
akar serta calon tunas. Setelah bibit berumur 8-9 bulan
• Teknik penyekapan. Benih bersih (panjang 30–50 cm), tumbuh normal,
direndam 2 x 24 jam dan ditiriskan. daunnya hijau dan subur, tidak
Hasil tirisan dimasukkan ke dalam terserang hama penyakit, maka bibit
kantung plastik bening atau toples siap ditanam di lapangan. Idealnya
dan ditutup rapat. Penyimpanan areal penanaman untuk pertumbuhan
dilakukan pada tempat yang tidak jernang seperti habitat alaminya
terkena cahaya matahari secara (sesuai aspek ekologi, iklim, topografi
langsung. Dalam jangka waktu 15- dan tanah).
55 hari, kecambah akan tumbuh
dan menghasilkan. Tunas serta akar Penanaman dengan sistem jalur
primer. untuk memudahkan pengontrolan
dengan jarak tanam 5x3 m. Setiap
Agar benih dapat berkecambah lubang tanam (40x40x40 cm) diberi
dengan cepat, perlu diberi cairan pupuk kandang sebanyak 2-3 kg.
diatonik untuk mempercepat Penanamannya sendiri bisa dilakukan
pertumbuhan tunas. Kecambah yang secara tumpangsari dengan karet dan
menghasilkan tunas dan akar primer, tanaman penghasil gaharu sebagai
dapat dipindahkan ke dalam polybag tanaman inang.
yang telah berisi media campuran
tanah dengan kompos organik 2) Kesambi (Schleichera oleosa Merr.)
dengan perbandingan (1:1). Proses
perkecambahan akan lebih baik jika (a) Pengenalan jenis. Kesambi (Schleichera
diinokulasi dengan “endomikoriza”. oleosa Merr.) syn Schleicheratrijuga
Biasanya bibit yang telah berumur Willd. adalah salah satu jenis pohon
±2,5 bulan atau berukuran panjang ±5 dari famili Sapindaceae. Di beberapa
cm sudah siap ditanam. daerah dikenal dengan nama Kusambi
164 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

(Sunda), Kesambi (Jawa), Kesambi, m, diameter 60-175 cm. Batangnya


Kusambi, Sambi (Madura), Sambi hampir selalu bengkok dan bermata
(Bima, Sumba), Kakumba Ba’do kayu, biasanya dengan banir (akar)
(Makassar), Ading (Bugis), Kule, Ule kecil yang rendah dan beralur banyak.
(Rote), usapi, kusambi (Timor). Nama Buah kesambi berbentuk bulat, lunak,
perdagangan untuk jenis ini adalah berwarna hijau dengan ukuran biji 1,5
Macassar oil tree, Gum-lac tree, cm.
Ceylon oak (Inggris); Qennettier-rose,
pongro (Perancis); Kosambi, kasambi (d) Teknik budidaya kesambi
(Indonesia); Kusambi (Malaysia); (1) Penanganan benih
Pongro (Kamboja); Machok, takhro
(Thailand); c[aa]y van rao, pongro Benih kesambi termasuk dalam
(Vietnam). kelompok benih ortodok. Benih yang
telah dibersihkan dijemur di bawah
Di Indonesia didapatkan 3 jenis sinar matahari sampai kering udara
kesambi yaitu kesambi kerikil, (kadar air awal 5 – 8%), kemudian
kesambi kebo dan kesambi campuran disimpan selama 8 – 10 bulan dalam
(kesambi kebo dan kerikil). Kesambi wadah tertutup agar tidak diserang
kerikil mempunyai sifat dapat hidup jamur (sebaiknya disimpan dalam
pada tanah kritis, tahan terhadap ruang AC). Walaupun termasuk
suhu tinggi, tidak menggugurkan daun benih ortodok, namun penyimpanan
tetapi mempunyai kulit kayu yang tipis benih dalam jangka waktu lebih
dan keras serta sedikit mengandung dari 10 bulan, daya kecambahnya
kadar air. Sedangkan kesambi kebo hanya tinggal 10 %. Benih kesambi
mempunyai kulit tebal, kadar air mengandung minyak lemak nabati,
yang cukup banyak namun jenis ini sehingga sebelum dikecambahkan
membutuhkan persyaratan hidup perlu perlakuan pendahuluan dengan
yang kompleks. perendaman dalam air dingin selama
24 jam.
(b) Sebaran alami. Penyebaran geografis
jenis ini dari mulai kaki pegunungan (2) Teknik pembibitan vegetatif
Himalaya sampai Sri Lanka dan Indo-
Cina. Sebaran alami di Indonesia Kesambi dapat diperbanyak secara
di pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, stek pucuk dan cangkok. Pembiakan
Sulawesi, Maluku dan Seram dan stek pucuk dilakukan dengan
kemudian diintroduksi ke Malaysia. pemberian hormon tumbuh IBA
dengan dosis 1000 ppm. Stek pucuk
Potensi tanaman kesambi di Alor ditanam pada media pasir dan ruang
sangat tinggi antara 30–365 pohon/ pengakaran (dalam sungkup plastik
ha dengan luas areal berkisar antara yang memiliki sistem pengkabutan).
420–32.150 ha. Tanaman kesambi
tersebar hampir di seluruh kabupaten (3) Teknik penanaman
di NTT dan yang paling luas terdapat di Kesambi merupakan inang kutu
Kabupaten Sumba Timur yaitu seluas lak, sehingga untuk penanaman
memerlukan teknik tersendiri. Jarak
32.150 ha dan terluas kedua adalah
tanam kesambi untuk industri lak
kabupaten Kupang yaitu 11.520 ha.
yang diterapkan oleh Perum Perhutani
(c) Habitus. Kesambi berbentuk pohon Unit II Jawa Timur di KPH Probolinggo
dengan tinggi dapat mencapai 40 adalah 3 m x 3 m dan 3 m x 4 m. Hal
ini dimaksudkan agar cabang-cabang
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 165
Pengelolaan Hutan

pohon sebagai tempat hidup kutu 3) Damar mata kucing (Shorea javanica
lak dapat dikelola untuk menetapkan K&V)
berapa banyak bibit kutu lak ditularkan
pada pohon-pohon kesambi tersebut (a) Pengenalan jenis. Shorea javanica
(manajemen pohon per pohon). termasuk dalam divisi Spermatophyta
dan marga Shorea. Dalam dunia
(4) Teknik Pemeliharaan
perdagangan kayu jenis ini tergolong
Pemeliharaan untuk tanaman dalam kelompok kayu yang dikenal
kesambi ditujukan untuk dengan meranti putih. S. javanica
membentuk percabangan optimal dikenal dengan berbagai macam
dan memelihara kondisi iklim mikro nama daerah, yakni pelapar atau
di sekitar percabangan pohon. kelalar (Jawa Tengah dan Jawa Timur),
Pemeliharaan yang sangat penting wuluh atau lengah atau kapur (Subah
dilakukan pada tanaman kesambi – Pekalongan), damar puteh (Aceh),
adalah pemangkasan. Pemangkasan damar soboga (Tapanuli), damar saga
terutama dimaksudkan agar dapat (Sumatra Barat), damar kaca atau
diperoleh bentuk tanaman yang damar mata kucing (Sumatra Selatan
banyak percabangan dan ranting yang dan Lampung).
baik dan segar, serta menyediakan
(b) Sebaran alami. Penyebaran alaminya
trubusan muda yang letaknya relatif
terdapat di Pulau Jawa, Sumatra dan
rendah dari permukaan.
Kalimantan. Di pulau Jawa terdapat di
Pemangkasan yang dilakukan: (1) daerah Subah, Pekalongan; di Sumatra
Pemangkasan I dilakukan pada umur mempunyai daerah penyebaran yang
pohon 6 tahun, (2) Pemangkasan relatif luas, yaitu di Lampung, Sumatra
II dilakukan pada umur pohon 9 Barat, Riau, Sumatra Utara dan di
tahun, (3) Pemangkasan III dilakukan Kalimantan Barat. Persyaratan tempat
paling lama pada umur 10 tahun dan tumbuh damar juga terbilang mudah,
untuk selanjutnya dapat dilakukan tidak memerlukan tanah yang subur,
penularan pertama kutu lak. Teknik dapat tumbuh pada tanah yang miskin
pemangkasan cabang dapat dilakukan dan padat.
sebagai berikut:
(c) Habitus. Tanaman ini merupakan
• Cabang yang berdiameter 2 – 2,5
tanaman yang toleran terhadap tingkat
cm dilakukan pemangkasan batang,
cahaya tinggi, tapi pada tahap awal
sedang yang berdiameter ¾ - 2 cm
pertumbuhan tanaman memerlukan
pemangkasan dilakukan dekat
naungan sebagai syarat tumbuh yang
pangkal dahan. Bekas pangkasan
baik. Dari penampakannya pohon
tidak boleh pecah, agar tidak
damar merupakan raksasa rimba
menjadi sarang hama dan penyakit.
dengan tinggi mencapai tinggi 17-50
• Cabang yang mati atau sakit harus
m, diameter 210 cm dan berbanir.
dibuang atau dibenamkan
Bentuk batang pada umumnya
• Pemangkasan dilakukan pada
silindris dan lurus, tinggi batang bebas
awal musim hujan, sehingga
cabang dapat mencapai sekitar 60%
terubusan dapat cepat tumbuh
dari tinggi total. Batangnya berwarna
dan pemangkasan setinggi dada
kelabu tua sampai sawo matang,
dilakukan pada pohon yang
beralur dangkal, sedikit mengelupas,
mempunyai tinggi 6 - 10 m.
kulit hidup berwarna kuning. Pada
umur muda tajuknya relatif sangat
166 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

rimbun, namun kemudian berubah bentuk semaian tanaman di bedeng


menjadi tipis pada umur tua. Damar persemaian atau di bawah tegakan
berwarna kelabu putih atau kuning hutan. Cara ini dilakukan untuk
putih. Daun agak tebal, berbentuk memperlambat pertumbuhan
jorong atau bulat telur memanjang, anakan damar. Selain itu dapat
panjang 8-15 cm, lebar 4-7 cm, ujung memperkuat kepekaan tanaman
sedikit meruncing, pangkal sedikit pada cahaya matahari dan
melekuk atau tumpul, belaian daun memperkuat ketahanan terhadap
tangkal panjang 1,5-2,5 cm. fluktasi kelembaban saat bibit
ditanam di lapangan. Cara ini akan
(d) Teknik budidaya damar mata kucing membuat anakan damar bertahan
3-4 tahun dengan angka kematian
(1) Penanganan benih kecil.
Untuk menjaga kualitas pertumbuhan (3) Teknik penanaman
atau memperpanjang masa dormansi,
maka biji damar mata kucing Penanaman damar mata kucing
disimpan dalam butiran-butiran atau dianjurkan menggunakan sistem
serbuk arang kayu. Arang kayu di sini agroforestri. Budidaya dan
berfungsi mengendalikan kelembaban pengembangan hutan damar telah
air. Selain itu untuk mempertahankan berhasil dilakukan oleh masyarakat
kemampuan hidup biji, arang kayu petani di sekitar hutan di daerah
menjadi tempat bersarangnya pesisir Krui, pantai barat Lampung
bakteri berguna. Teknik ini bisa Barat. Pola agroforestri tersebut dapat
memperpanjang masa dormasi 2 memberikan manfaat sosial ekonomi
minggu lebih lama atau sekitar 3 yaitu mata pencaharian yang tetap
minggu setelah buah atau biji jatuh dan meningkatkan pendapatan.
dari pohon.
4) Kemenyan (Sytrax benzoine DRYAND)
(2) Teknik pembibitan vegetatif
• Stek pucuk: perlakuan awal adalah (a) Pengenalan jenis. Kemenyan diperoleh
pemberian Rootone-F pada stek dari penyadapan getah pada bagian
yang telah disiapkan. Rootone F kulit pohon kemenyan (Sytrax spp.).
tidak disarankan untuk bahan setek Pohon kemenyan termasuk ke dalam
yang berasal dari semai (juvenil). ordo Ebenales, famili Styracaceae
Selanjutnya stek ditanam pada dan genus styrax. Terdapat 7 (tujuh)
pot-tray dan ditempatkan dalam jenis kemenyan yang menghasilkan
boks propagasi tanpa pengabutan. getah tetapi hanya 4 jenis yang secara
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari umum lebih dikenal dan bernilai
dengan menggunakan gembor. ekonomis yaitu: 1) kemenyan durame
Suhu maksimum dan minimum (S. benzoine DRYAND), 2) kemenyan
berkisar 28–31°C dan 19–21°C. bulu (S. benzoine var. hiliferum),
Intensitas cahaya pada langit cerah 3) kemenyan toba (S. sumatrana
pukul 12 siang berkisar 6.800– J.J.Sm) dan 4) kemenyan siam (S.
8.400 lux. Keberhasilan metode tokinensis). Tetapi jenis kemenyan
ini terhadap persen perakaran toba dan durame yang paling umum
mencapai 70%, dan setek siap dibudidayakan secara luas di Sumatra
dipindahkan ke lapangan setelah 6 Utara.
bulan di persemaian.
• Penyimpanan bibit: bibit disediakan S. sumatrana J.J.Sm adalah jenis
dengan cara menyimpan dalam pohon kemenyan yang pada umumnya
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 167
Pengelolaan Hutan

tumbuh di daerah kabupaten Tapanuli berdiameter 2-3,8 cm


Utara dan Tapanuli Tengah yang
hasilnya dikenal dengan nama daerah Buah kemenyan berbentuk bulat
“haminjon” atau kemenyan toba. gepeng dan lonjong berukuran 2,5-
Kemenyan toba biasa dikenal juga 3 cm. Biji kemenyan berukuran 15-
dengan Styrax paralleloneurum. 19 mm, bijinya berwarna coklat
keputihan. Biji kemenyan toba
warna coklat tua dan lebih gelap
(b) Sebaran alami. Pohon kemenyan dibandingkan jenis durame maupun
tersebar di beberapa negara antara bulu. Bentuk buah dan biji dapat
lain Malaysia, Thailand, Indonesia dan digunakan untuk membedakan jenis
Laos. Di Indonesia jenis ini terdapat di kemenyan dibandingkan bagian
Sumatra, Jawa dan Kalimantan Barat. tanaman kemenyan lainnya (daun,
Di pulau Sumatra kemenyan dijumpai batang dan sebagainya).
secara alami di pantai barat, hidupnya
berkelompok dan berasosiasi (d) Teknik budidaya kemenyan
dengan pohon lain. Selain itu pohon
ini dijumpai di Sumatra Utara dan (1) Teknik pembibitan vegetatif.
Sumatra Selatan. Di Sumatra Utara Perbanyakan tanaman kemenyan
jenis kemenyan sampai saat ini masih secara vegetatif dapat dilakukan
dibudidayakan secara luas di daerah dengan menggunakan setek pucuk.
Tapanuli (Tapanuli Utara, Tapanuli Teknik perbanyakan tanaman dengan
Selatan, Tapanuli Tengah) dan setek pucuk menggunakan hormon
Kabupaten Dairi. tumbuh seperti Rootone F. Panjang
stek yang digunakan adalah 4 – 7 cm (2
(c) Habitus. Pohon kemenyan termasuk
ruas) dengan diameter 0,2 – 0,5 mm,
pohon besar, tinggi dapat mencapai
setiap daun pada stek dipotong 2/3
24-40 m dengan diameter 60-100 cm.
Batang lurus dengan percabangan nya. Setek ditanam dalam polytube
sedikit. Kulit beralur tidak terlalu yang telah diisi media tumbuh berupa
dalam (3-7 mm) dan kulit berwarna tanah top soil yang diambil dari bawah
merah anggur. Kulit luar halus sampai tegakan kemenyan dan dicampur
retak-retak ke arah vertikal atau kompos dengan perbandingan 2 : 1.
berlekuk halus. Kulit bagian dalam Polytube disimpan dalam ruangan
lunak, berwarna coklat sampai merah, dengan rata-rata kelembaban 87% -
merah muda atau merah keunguan. 92%.
Kayu gubalnya berwarna putih
Media yang digunakan untuk
Daunnya tunggal dan tersusun secara meningkatkan pertumbuhan bibit
spiral, daun berbentuk oval bulat, kemenyan adalah media campuran
bulat memanjang (ellips) dengan tanah + arang sekam padi dengan
dasar daun bulat dan ujung runcing. perbandingan 3 : 1. Bibit disimpan
Bunga kemenyan berkelamin dua dalam bedengan yang diberi naungan
dimana bunganya bertangkai panjang 25%. Pengadaan bibit kemenyan
antara 6-11 cm, daun mahkota bunga dapat juga menggunakan media semai
9-12 helai dengan ukuran 2-3,5 mm. tanah sub soil yang diinokulasi dengan
Kemenyan berbunga secara teratur mikoriza 5 gram dan pemberian pupuk
1 kali setiap tahun. Bunga majemuk, NPK 0,5 gram untuk membanyak akar.
berbentuk tandan atau malai pada
ujung atau ketiak daun. Buah masak (2) Teknik pembibitan melalui kultur
berbentuk bulat sampai agak gepeng, jaringan. Teknik kultur jaringan
168 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

kemenyan dalam tahap multiplikasi c. Jenis Penghasil Minyak Lemak/Nabati


dapat menggunakan aplikasi
3. kombinasi
Jenis Penghasil
BAP Minyak/Lemak
0,5 ppm + NAANabati
0,01 Jenis penghasil minyak/lemak nabati
ppm. diantaranya adalah tengkawang, kemiri,
Jenis penghasil minyak/lemak nabati diantaranya adalah tengkawang, kemiri,
nyamplung dan kranji/malapari. Manfaat
nyamplung dan kranji/malapari. Manfaat dan persyaratan tempat tumbuh dapat dilihat pada
Tabel 5.19 dan 5.20.

Tabel 5.18. Manfaat dari jenis penghasil minyak nabati berdasarkan organ penghasil
Tabel 4.10. Manfaat dari jenis penghasil minyak lemak/nabati berdasarkan organ penghasil
Organ Penghasil
Jenis Gubal/Ampas/ Batang/Kayu/ Daun/
Buah/Biji/Bunga
Getah/Resin Kulit Kayu Tangkai Daun
Tengkawang - industri makanan (margarin,
coklat, permen), obat-obatan,
- bahan pembuat lilin &
kosmetika
Kemiri Buah :
- bumbu masak, industri
- kosmetika
- farmasi,
- pengganti minyak cat, pernis
dan tinta,
- bahan bakar penerangan
- pencegah rambut rontok
(minyak rambut),
- obat sakit perut
- industri batik
biji :
- pupuk, campuran
- obat nyamuk
- dapat dibuat arang dan
arang aktif
Nyamplung Getah untuk - obat oles (sakit Biji:
menekan encok, luka - pelitur,
pertumbuhan baker, luka - minyak rambut
virus HIV potong) - minyak urut,
- bahan - obat (urus-urus, rematik).
kosmetik untuk - minyak bijinya buat biofuel
perawatan kulit Bunga:
- campuran untuk minyak
rambut
Kranji/ - bahan - pupuk hijau, Biji :
Malapari pembuatan - pakan ternak. - biodiesel,
benang atau - Ekstrak daun, - pelumas industri peny-
tali, pegagan dan samakan kulit tra-disional
- obat luka biji merupakan - pembuatan sabun, pernis,
akibat anti-septik dan cat,
sengatan penyakit kulit & - pupuk hijau
ikan beracun rematik - pakan ternak
Bunga :
- pupuk hijau, pakan ternak

129
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 169
Pengelolaan Hutan

Tabel 5.19. Persyaratan tempat tumbuh jenis penghasil minyak nabati


Tabel 4.11. Persyaratan tempat tumbuh jenis penghasil minyak lemak/nabati
Persyaratan Tempat Tumbuh
Jenis Ketinggian Tipe Iklim/ Curah Temperatur
Tanah
(M Dpl) Hujan Udara (°C)

latosol, podsolik merah


Tengkawang 1300 A dan B 21 – 23
kuning dan podsolik kuning

kapur, berpasir, podsolik,


Kemiri 0 - 800 1500 - 2400 20 - 27
latosol

A dan B
Nyamplung 0 - 200 18 - 33 PH 4 - 7,4
1000 - 4100

Liat berpasir, tanah berpasir


dan tanah liat yang
maks.27 – 38;
Kranji/Malapari 0 - 1200 500 - 2500 bergumpal-gumpal pada
min.1 – 16°C
kondisi masam atau
alkalinitas

dan persyaratan
Pengenalan tempat tumbuhalami,
jenis, sebaran dapathabitus (b) Sebaran
dan teknik alami.budidayaDaerah
jenis penyebaran
penghasil
minyak/lemak
dilihat nabati
pada Tabel 4.10antara lain sebagai berikut.
dan 4.11. jenis-jenis pohon penghasil
tengkawang di Asia meliputi India,
Pengenalan
a. Tengkawang jenis,(Shorea
sebaran alami, habitus
spp.) Thailand, dan Malaysia. Sedangkan di
dan1)teknik budidaya
Pengenalan jenis penghasil minyak/
jenis Indonesia, tengkawang sebagian besar
lemak nabatiAda antara lain sebagai
14 jenis Shorea berikut.
yang dapat menghasilkan buah di
terdapat tengkawang
Kalimantan yaitu: Shorea
Barat, dan
beccariana Burck (tengkawang tengkal), Shorea lepidota sebagian (Korth.)
lainnya Blume
di (tengkawang
Kalimantan Timur,
1) Tengkawang
gunung), (Shorea spp.) (de Vriese) P.S. Ashton (tengkawang
Shorea macrophylla Kalimantan tengahhantelok),
dan Sumatra. Shorea
mecystopteryx Ridl. (tengkawang layar), Shorea palembanica Miq. (tengkawang
(a) Pengenalan
majau), Shorea jenis.pinanga
Ada 14 jenis Shorea
Scheff. (tengkawang(c) Habitus. Salah seminis
rambai), Shorea satu jenis Shorea
(de Vriese)
yang dapat menghasilkan
V.Slooten (tengkawang terendak), buahShorea singkawang
penghasil(Miq.)
tengkawang yaitu Shorea
Miq. (tengkawang
tengkawang
pinang), Shorea yaitu:stenoptera
Shorea beccariana
Burck (tengkawang stenoptera memiliki
tungkul), Shorea tinggi forma,
stenoptera pohon
Burck (tengkawang
Shorea Gybersiana, Shorea tengkal), Shorea Shorea martiana,
compressa, sampai Shorea
30 m micrantha
dengan garis Hkl. tengah
2)lepidota (Korth.) Blume (tengkawang
Sebaran alami sekitar 60 cm. Batang tegak, lurus,
gunung),
Daerah Shorea macrophylla
penyebaran (de pohon penghasil
jenis-jenis tidak tengkawang di Asia meliputi
berbanir. Permukaan batang
Vriese) P.S. Ashton
India, Thailand, (tengkawang
dan Malaysia. Sedangkan di Indonesia,
berwarnatengkawang
abu-abu sertasebagian besar
berbercak-
hantelok), Shorea mecystopteryx
terdapat di Kalimantan Barat, dan sebagian lainnya di Kalimantan
bercak. Timur, Kalimantan
Warna pepagan coklat muda.
Ridl.
tengah dan Sumatera. layar), Shorea
(tengkawang Tajuk lebat. Daun tunggal, tebal, kaku,
3)palembanica
Habitus Miq. (tengkawang besar, bulat panjang. Perbungaan
majau),Salah Shorea pinanga
satu jenis Scheff. tengkawang
Shorea penghasil yaitu Shorea
bentuk terdapat memiliki
mulai stenoptera di ujung
(tengkawang
tinggi pohon rambai),
sampai 30Shorea seminis
m dengan garis tengah sekitar 60 cm. Batang
ranting atau di ketiak tegak, lurus,
daun. tidak
Buahnya
(de Vriese)
berbanir. V.Slooten
Permukaan (tengkawang
batang berwarna abu-abu serta berbercak-bercak. Warna pepagan
bundar telur, berbulu tebal, bersayap
terendak),
coklat muda. Shorea
Tajuksingkawang
lebat. Daun (Miq.)
tunggal, tebal, kaku,
5 (3besar,
sayapbulat panjang.
besar, 2 sayap Perbungaan
kecil) Buah
Miq.
bentuk(tengkawang
mulai terdapat pinang),
di ujungShorea
ranting atau di tengkawang
ketiak daun. Buahnya
umumnya terdiritelur,
bundar dari
stenoptera Burck (tengkawang kelopak (calyx), kulit (shell), dan biji
tungkul), Shorea stenoptera forma, (kernel). 130
Shorea Gybersiana, Shorea compressa,
Shorea martiana, Shorea micrantha
Hkl.
170 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

(d) Teknik budidaya tengkawang. Teknik (d) Teknik budidaya kemiri


budidaya jenis-jenis tengkawang untuk
meningkatkan produksi buah belum (1) Penanganan benih
dilakukan. Budidaya tengkawang masih Biji kemiri mempunyai kulit yang
mengacu pada teknik silvikultur pada tebal dan keras sehingga apabila
jenis tengkawang untuk produksi kayu langsung disemaikan tidak dapat
kemenyan. cepat berkecambah. Oleh sebab itu
harus dilakukan skarifikasi pada buah
2) Kemiri (Aleurites mollucana Willd)
kemiri dengan cara meretakkan kulit
(a) Pengenalan jenis. Kemiri (Aleurites biji kemiri meggunakan kayu, batu
moluccana) mempunyai umur atau besi secara perlahan. Teknik ini
produktif 25 - 40 tahun. Tanaman ini membuat benih dapat berkecambah
termasuk dalam famili Euphorbiaceae pada hari ke 5 – 7 dengan persentase
(jarak-jarakan). Tumbuhan ini masih kecambah 85 – 95%. Cara lain untuk
berkerabat dengan singkong. Dalam mempercepat perkecambahan biji
perdagangan antar negara dikenal kemiri adalah dengan cara mengikir
sekeliling kulit biji kemiri, dengan cara
sebagai candleberry, indian walnut,
ini benih dapat berkecambah dalam
serta candlenut dan di Malaysia
10 hari dan daya kecambah sekitar
disebut buah keras. Pohonnya disebut 80%.
sebagai varnish tree atau kukui nut
tree. Minyak yang diekstrak dari Bibit kemiri sebaiknya ditanam
bijinya dikenal sebagai tung oil. pada wadah berukuran 2–4 liter
(1/2–1 galon) untuk mempermudah
(b) Sebaran alami. Pohon kemiri terdapat perkembangan akar, mengingat
di daerah-daerah tropik dan subtropik, ukuran akarnya yang besar dan tebal.
tumbuh secara alam maupun ditanam. Media yang digunakan sebaiknya
Di Indonesia kemiri tersebar hampir di cukup sarang dan dicampur dengan
seluruh wilayah Nusantara dan yang sedikit kompos, kapur dolomit dan
terbanyak adalah di Sulawesi Selatan, pupuk yang mudah larut. Apabila
Jawa, Maluku, Sumatra Utara dan NTT. kemiri akan ditanam di areal yang
Jenis A. moluccana Willd yang banyak sudah terdegradasi, media yang
dikembangkan di Indonesia berasal digunakan sebaiknya diinokulasikan
dari Malaysia (Semenanjung Malaka). dengan jamur mikoriza. Jamur yang
tumbuh pada kulit biji mungkin juga
(c) Habitus. Pohon kemiri berbatang besar bisa menjadi masalah dalam proses
tidak berbanir dengan perakaran yang perkecambahan, sehingga benih
dalam. Diameter batang mencapai perlu diberi fungisida. Bibit dapat
105 cm atau lebih, dengan tinggi ditransplantasikan ke lapangan setelah
pohon mencapai 40 m atau lebih. 3–4 bulan ketika sudah mencapai
Bentuk batang pohon ada yang sudah ketinggian sekitar 25 cm dan diameter
mulai bercabang pada ketinggian 1 m sekitar 12 mm. Bibit kemiri dapat
di atas permukaan tanah tetapi ada juga dipindahkan ke lapangan setelah
juga yang berbatang lurus dan bulat perkecambahan sekitar 6 bulan
dengan batang bebas cabang 20 cm dengan ketinggian mencapai sekitar
atau lebih. Kemiri merupakan jenis 60 cm dan diameter batang 80 mm
tanaman cepat tumbuh dan sudah dengan daun yang sehat dan hijau.
mulai dapat berbunga dan berbuah (2) Teknik penanaman
pada umur 3 – 4 tahun.
Jarak tanam kemiri tergantung
dari tujuan produksi. Di Hawaii,
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 171
Pengelolaan Hutan

penanaman kemiri dengan kerapatan Pananjung Pangandaran, Kawasan


sekitar 200–300 pohon per ha Wisata (KW) Batu Karas, Pantai Carita
umumnya digunakan untuk tujuan Banten, P. Yapen, Jayapura, Biak,
produksi minyak. Di Indonesia, Nabire, Manokwari, Sorong, Fakfak
beberapa ukuran jarak tanam telah (wilayah Papua), Halmahera dan
digunakan. Jarak tanam 6 m × 6 m Ternate (Maluku Utara), TN Berbak
dan 8 m × 8 m telah disarankan untuk (Pantai Barat Sumatra).
penanaman kemiri dengan sistem
wanatani (tumpangsari dengan jenis (c) Habitus. Pohon bertajuk rimbun-
pohon lain atau tanaman pertanian menghijau (evergreen trees) dengan
tahunan). Untuk penanaman kemiri akar tunjang. Tinggi pohon dapat
pola monokultur, jarak tanam yang mencapai 25 m dengan tinggi bebas
umum digunakan adalah 3 m × 3 m cabang 4-10 m, diameter dapat
dan 4 m × 4 m. Jarak tanam 4 m × 4 mencapai 150 cm. Batang berkayu
m dan 10 m × 10 m juga disarankan, dengan percabangan mendatar dan
masing-masing untuk produksi kayu jarang berbanir, kulit batang bagian
pulp dan minyak. Apabila tujuan luar berwarna kelabu atau putih,
penanaman kemiri adalah untuk beralur dangkal dan mengelupas
penahan angin, misalnya pada lahan
besar-besar tipis, pada kulit kayu
pertanian, jarak tanam yang umum
terdapat saluran getah berwarna
digunakan adalah 3 m × 4 m. Di Tonga
dan Hawaii, kemiri ditanam sebagai kuning.
pagar hidup atau sebagai tanda batas Daun tunggal bersilang berhadapan
dengan jarak tanam 2 m × 2 m atau 3 bulat memanjang atau bulat telur,
m × 3 m. ujung tumpul, pangkal membulat, tepi
3) Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) rata, pertulangan menyirip, panjang
20-21 cm, lebar 6-11 cm, tangkai 1,5-
(a) Pengenalan jenis. Nama perdagangan 2,5 cm, daging daun seperti kulit/
untuk jenis ini adalah Alexandrian belulang, warna hijau.
laurel, Beach mahogany, beauty leaf, oil
nut tree (Inggris); Ponyal (Bangladesh); Bunga majemuk, bentuk tandan di
polanga, pinnai (India); ponnyet, ketiak daun yang teratas, berkelamin
p’hông (Myanmar); bintangor laut, dua, diameter 2-3 cm, tujuh sampai
penaga laut (Malaysia); tamanu, dilo, tiga belas, daun kelopak empat tidak
kamani, kamanu (Hawaii), portia tree, beraturan, benang sari banyak, tangkai
rekich (Kepulauan Pasifik); palo maria, putik membengkok, kepala putik
bitaog (Filipina); krathing, saraphee berbentuk perisai, daun mahkota
naea, naowakan (Thailand); beach empat, lonjong, putih.
calophyllum, poon (Papua Nugini). Buah muda berwarna hijau dan
(b) Sebaran alami. Nyamplung tersebar di yang sudah tua berwarna kekuning-
Asia Tenggara, India, Afrika, Australia kuningan, apabila dibiarkan lama
Utara, Quessland Utara dan lain- buah berwarna seperti kayu, buah
lain. Di Indonesia dijumpai hampir termasuk kategori buah batu, bulat
di seluruh daerah terutama pada seperti peluru dengan mancung
daerah pesisir pantai antara lain: kecil di depannya, diameter antara
Taman Nasional (TN) Alas Purwo, 2,5-5 cm. Biji berbentuk bulat tebal
TN Kepulauan Seribu, TN Baluran, dan keras, berukuran relatif besar
TN Ujung Kulon, Cagar Alam (CA) berdiameter 2,5-4 cm, daging biji
tipis dan biji yang telah kering dapat
172 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

tahan disimpan selama 1 bulan, inti < 10 cm). Bahan stek dipotong
biji mengandung minyak berwarna sepanjang 10 cm – 12 cm (minimal
kuning kecoklatan. 2 nodus). Ujung batangnya diolesi
dengan Rootone F pasta kemudian
(d) Teknik budidaya nyamplung ditanam dalam potray yang berisi
media campuran sabut kelapa dan
(1) Penanganan benih sekam padi (2:1) (v:v). Potray yang
Ekstraksi dapat dilakukan dengan 2 telah berisi setek ditempatkan pada
cara yaitu direndam dan diperam. ruang tumbuh dengan suhu < 300C
Apabila buah hasil pengumpulan dan kelembaban > 90% (menggunakan
sudah kering, maka ekstraksi dilakukan KOFFCO System).
dengan cara merendam buah selama (3) Teknik penanaman
48 jam hingga lunak. Apabila buah
yang dikumpulkan masih segar, maka Nyamplung sebaiknya ditanam mulai
ekstraksi dilakukan dengan cara jarak 50 m dari bibir pantai yang
diperam selama 2 hari sampai daging landai. Hal tersebut dilakukan dengan
buah lunak. Buah hasil perendaman pertimbangan kandungan unsur hara
atau pengeraman kemudian digosok (mengandung tanah mineral), juga
menggunakan tangan sampai pertimbangan terpaan angin dan
daging buah yang bersabut terlepas, gelombang laut yang lebih besar
selanjutnya dicuci dan dikering dibandingkan posisi di bawah jarak
anginkan pada suhu kamar selama tersebut. Pola tanam yang baik adalah
dua hari. sistem tumpang sari menggunakan
jenis tanaman semusim seperti:
Benih nyamplung memiliki kulit jagung, semangka dan kacang-
dengan tempurung yang keras, kacangan, serta ubi jalar.
sehingga perlu dilakukan skarifikasi
dengan memukul kulit tempurung Agar tanaman muda bisa bertahan dari
menggunakan alat pemukul. Dengan tiupan angin maka perlu pengikatan
cara ini benih nyamplung mulai bibit dengan seutas tali pada ajir dan
berkecambah pada hari ke 7. Benih dilindungi dengan keranjang bambu/
nyamplung yang dikecambahkan bronjong. Telah dibuat rancangan
tanpa perlakuan apapun akan bentuk bronjong yang secara
memerlukan waktu berkecambah ekonomis sesuai untuk penerapan
hingga lebih dari 30 hari. penanaman dalam skala luas (Gambar
5.6). Konsep ini telah diaplikasikan
Pembersihan dilakukan secara manual pada demplot penanaman nyamplung
untuk memisahkan benih dari kotoran pada Desa Mandiri Energi di
yang mungkin terbawa selama proses Purworejo dan Banyuwangi, karena
ekstraksi, baik berupa ranting, sayap, lahan yang ditanami pada umumnya
kulit buah, dll. Seleksi atau sortasi dalam kondisi terbuka (berhadapan
adalah memilih benih yang bernas dengan laut lepas).
(berisi), sehat (tidak terlihat adanya
bekas serangan hama/penyakit) dan 4) Kranji/Malapari (Pongamia pinnata L.)
berukuran relatif sama.
(a) Pengenalan jenis. Kranji/Malapari
(2) Teknik pembibitan vegetatif (Pongamia pinnata L.) tergolong
dalam famili leguminaceae. Nama
Bahan setek berasal dari anakan alam
dengan tinggi minimal 50 cm atau lainnya adalah: mabai (Bangka),
tanaman tingkat pancang (diameter kipahang laut (Jawa Barat), keranji
(Madura), keik (Jawa), hatehira
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 173
Pengelolaan Hutan

(Ternate), butis (Sikam Timur). Selain serta memiliki gigi tumpul yang sangat
itu sering juga disebut pongam, indian pendek.
beech, karanja, karanj, honge.
Buah berbentuk polong, berbentuk
(b) Sebaran alami. Malapari dijumpai lonjong menyerong hingga menjorong,
secara alami di Pakistan, India dan tipis berukuran 5 – 8 cm x 2 – 3,5 cm x
Sri Lanka serta seluruh Asia Tenggara 1 – 1,5 cm, halus, berkulit tebal hingga
termasuk Indonesia sampai timur laut agak mengayu, berparuh, bertangkai
Australia, Fiji dan Jepang. Tanaman pendek, merekah lambat, berisi 1 – 2
ini diintroduksi di Mesir dan Amerika biji, mesokarp berserabut, biji bulat
Serikat (Florida, Hawaii) (Anonimous, telur gepeng berukuran 1,5 – 2,5 cm
2007). Di Indonesia ditemukan x 1,2 – 2 cm x 0,8 cm, dan bermantel
tersebar luas di Pulau Sumatra bagian rapuh. Polong tidak membuka ketika
Timur (TN Berbak, Teluk Berikat masak.
– Pulau Bangka), di sekitar Pantai
Tanjung Lesung (Banten), Pantai Batu (d) Teknik budidaya malapari
Karas (Ciamis), Ujung Blambangan (TN Untuk meningkatkan pertumbuhan
Alas Purwo), Pantai Lovina (Bali Utara), bibit malapari di persemaian yang
Pantai Sembelia (Lombok Timur), dan menggunakan media tanah sub soil,
Pantai Barat Pulau Seram (Maluku). maka dilakukan inokulasi mikoriza.
(c) Habitus. Tanaman malapari Mikoriza yang digunakan adalah
berupa perdu atau pohon yang endomikoriza (Fungi Mikoriza
menggugurkan daunnya dengan Arbuskula / FMA) campuran dari jenis
percabangan tersebar. Tinggi pohon Glomus sp + Acaulospora + Gigaspora
ini berkisar antara 15 – 25 m dengan sebanyak 5 gram, inokulasi mikoriza
diameter batang mencapai 80 cm. tersebut dikombinasikan dengan
Batang berwarna abu-abu berbentuk pemberian pupuk NPK sebanyak 0,5
tegak lurus, cabang pada umumnya g per polybagPembersihan dilakukan
tidak memiliki rambut atau urat. secara manual untuk memisahkan
benih dari kotoran yang mungkin
Daun majemuk bersilangan, terbawa selama proses ekstraksi, baik
berbentuk bulat telur, menjorong atau berupa ranting, sayap, kulit buah, dll.
lonjong (elips) berukuran 5 – 22,5 cm Seleksi atau sortasi adalah memilih
x 2,5 – 15 cm, pangkalnya membundar benih yang bernas (berisi), sehat
hingga membaji, dan ujung daun (tidak terlihat adanya bekas serangan
menumpul – meruncing. Bunga hama/penyakit) dan berukuran relatif
berbau menyengat, berwarna putih sama.
hingga merah muda, bagian dalam
berwarna ungu dengan ruam hijau di d. Jenis Penghasil Nira dan Pati
tengah, dan terdapat urat kecoklatan
di bagian luarnya. Tangkai bunga Jenis penghasil nira dan pati diantaranya
berukuran 7-15 mm ditutupi oleh adalah aren, lontar, nipah dan sagu.
pinak daun yang halus dan berambut Manfaat dan persyaratan tempat tumbuh
pendek. Mahkota daun berbentuk dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan 4.13.
bulat telur terbalik dengan panjang 11
– 18 mm. Kelopak bunga berbentuk Pengenalan jenis, sebaran alami, habitus
cangkir, panjangnya 4-5 mm, ditutupi dan teknik budidaya jenis penghasil nira
oleh rambut yang pendek dan halus dan pati antara lain sebagai berikut.
174 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Tabel 4.12 Manfaat dari jenis penghasil nira dan pati berdasarkan organ penghasil
Organ Penghasil
Jenis
Penghasil Gubal/ Batang/Kayu/ Akar/ Daun/
Nira dan Pati Ampas/ Kulit Kayu Rebung Tangkai Daun Buah/Biji/Bunga

Aren - Batang muda (± - akar segar - Daun muda, Buah:


umur 8 tahun) bisa menghasilkan tulang daun dan bahan makanan
diambil arak untuk pelepah daunnya
pati/sagunya untuk obat untuk Bunga :
bahan pangan tradisional pembungkus Tangkai bunga jika dipotong
alternatif, (paru rokok, menghasilkan cairan berupa
- ujung batang muda - paru, sembelit, - sapu lidi dan nira yang mengandung zat
(umbut) sebagai dan disentri) tutup botol gula dan dapat diolah
sayur mayur pengganti gabus menjadi gula aren atau tuak
- batang tua dan
keras sebagai bahan
pembuatan alat-alat
rumah tangga,
bahan bangunan
Lontar Batang: ekstrak akar Daun : - Di India kecambah biji
- bahan bangunan, muda untuk - kertas untuk lontar dijadikan sayuran
- perahu & jembatan. melancarkan menulis, klontara yang banyak
air seni dan - kerajinan tangan, mengandung karbohidrat.
- arang dari kulit obat cacing
batangnya untuk - bahan alat musik - Buah muda untuk bahan
obat (sakit gigi dan sasando minuman,
pembersih mulut). - bahan atap - Buah tua untuk pewangi
rumah, dalam pembuatan kue
- cetakan untuk - Nira lontar untuk gula
gula lontar (lontar, lempeng, semut),
- pembungkus obat (batuk ber-dahak,
rokok. batuk berdarah dan
disentri), laru, sopie, kecap
Tangkai daun cuka, pencampur ransum
makanan ternak, etanol.
- kerajinan. - Tandan bunga untuk obat
- ganti rotan. pegal-pegal
Getah dari pelepah
daun  perekat
dan serabutnya
dibuat sikat.
Nipah arang dari akar - atap rumah, - Umbut nipah dan buah
nipah kerajinan, muda dapat dimakan,
digunakan - daun nipah - biji buah nipah muda
untuk obat muda untuk untuk makanan, buah
sakit gigi dan daun yang tua bisa ditumbuk
sakit kepala pembungkus jadi tepung
rokok - Tandan bunga yang
- Tangkai daun belum mekar disadap
dan pelepah untuk diambil air niranya
nipah untuk untuk gula nira,
bahan kayu difermentasi menjadi
bakar, bahan cuka dan tuak, bahan
baku pem- baku etanol.
buatan pulp
(bubur kertas).
Sagu Ampas Kulit batang: Tangkai daun
sagu - bahan bakar, wadah - dinding dan
dijadikan pengendapan pati plafon rumah,
etanol sagu pagar,
- pelampung rakit
Pati sagu: - peti.
- bioetanol, Kulit tangkai daun
- bahan pangan. di daerah Maluku
untuk membuat
tikar.

136
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 175
Pengelolaan Hutan

Tabel4.13.
Tabel 5.21.Persyaratan
Persyaratantempat
tumbuhtumbuh
jenis penghasil nira dan nira
jenis penghasil pati dan pati

Persyaratan Tempat Tumbuh


Jenis Penghasil Kelembaban
Nira dan Pati Ketinggian Tipe Iklim/ Suhu Udara
Udara Tanah
(M Dpl) Curah Hujan (°C)
(%)
Aren 500 - 1500 1200 25

Lontar 100 - 500 1000 - 2000 60 - 80 Tanah alluvial


hidromorf, alluvial
kelabu tua, kelabu
kuning, latosol merah
dan latosol coklat
kemerahan dengan ph
tanah 5,5
Nipah 0 -10 iklim basah 20 -35 80 - 90 Tanah Lumpur halus
dipengaruhi yang berair payau, ph 6
pasang surut air – 6,5 dan kadar
laut dan cukup salinitas 50 – 100
mengandung mmosh/cm3
bahan organik
Sagu 0 - 700 2000 – 4000 24 - 29 90 tanah berlumpur, air
tanah berwar-na coklat
dan bereaksi agak asam
dan sangat toleran thd
pH 3,5 – 6,5.; dapat
tumbuh di tanah
gambut;
butuh sinar matahari
penuh (900 J/cm2
/hari)

Pengenalan jenis, sebaran alami, habitus dan teknik budidaya jenis penghasil nira dan
pati antara lain sebagai
1) Aren (Arenga berikut.
pinnata) pinnata (Wurmb), A. Undulatifolia
Bree, A. Westerhoutii Gift dan A.
a. Aren (Arenga pinnata)
(a) Pengenalan jenis. Aren termasuk Ambacang Becc. Diantara keempat
1)suku
Pengenalan jenis (pinang-pinangan).
Aracaceae jenis tersebut, A. pinnata (Wurmb)
TanamannyaAren termasuk suku Aracaceae
mirip dengan kelapa, (pinang-pinangan). Tanamannya mirip dengan
kelapa, hanya saja batang lebih terlihat kotor merupakan
dibanding kelapa jenis yang
karena paling
terbalut denganbanyak
hanya saja batang lebih terlihat kotor dikenal dan paling luas penyebaran.
ijuk sehingga pelepah daun yang sudah tua sulit diambil atau terlepas. Tanaman ini
dibanding kelapa karena terbalut A. pinnata (Wurmb) ini dikenal dengan
mempunyai banyak nama daerah seperti: bakjuk/bakjok (Aceh), pola/paula (Karo),
dengan ijuk sehingga pelepah daun nama(Sumatera
aren atauBarat),
enau. anau/hanau
bagot (Toba), agaton/bargat (Mandailing), anau/beluluk
yang sudah tua
(Lampung), sulit diambil atau
aren/lirang/nanggong (Jawa), aren/kawung (Sunda), hanau (Dayak,
terlepas. Tanaman
Kalimantan), onau (Toraja,ini mempunyai
Sulawesi), maka/nawa (b) Sebaran
– nawa (Ambon, alami.Maluku).
Wilayah penyebaran
banyakJenisnama daerah seperti: aren terletak
aren yang sudah dikenal masyarakat ada 4 jenis yaitu: Arenga antara garis lintang
pinnata20°LU
bakjuk/bakjok (Aceh), Bree,
(Wurmb), A. Undulatifolia pola/paula
A. Westerhoutii Gift– 11°LS
dan A.yaitu meliputi
Ambacang India,
Becc. Srilangka,
Diantara
(Karo),
keempat bagot
jenis (Toba),
tersebut,agaton/bargat
A. pinnata (Wurmb) merupakan Bangladesh,jenis Burma, Thailand,
yang paling banyak Laos,
(Mandailing), anau/beluluk
dikenal dan paling (Sumatra
luas penyebaran. Malaysia,
A. pinnata (Wurmb) Indonesia,
ini dikenal denganVietnam,
nama aren Hawai,
Barat), anau/hanau (Lampung), aren/
atau enau. Philipina, Guam dan berbagai pulau di
2)lirang/nanggong
Sebaran alami (Jawa), aren/kawung sekitar Pasifik. Di Indonesia tanaman
(Sunda), Wilayah
hanau penyebarannya terletak antara garis
(Dayak, Kalimantan), arenlintang 20°LUterdapat
ini banyak – 11°LS danyaitu
tersebar
meliputi India, Srilangka,
onau (Toraja, Sulawesi), maka/nawa –Bangladesh, Burma, Thailand, Laos, Malaysia, Indonesia,
hampir di seluruh wilayah nusantara,
nawaVietnam,
(Ambon,Hawai, Philipina, Guam dan berbagai pulau
Maluku). di sekitardiPasifik.
khususnya daerahDiperbukitan
Indonesia dan
lembah.
Jenis aren yang sudah dikenal
masyarakat ada 4 jenis yaitu: Arenga (c) Habitus. Tanaman aren mempunyai
137
176 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

sistem perakaran serabut. Tinggi hanya 4-6 tandan dengan masa


batang tanaman aren berkisar antara sadap 2-3 bulan. Dengan demikian,
8-20 m sehingga untuk menyadap nira masa sadap aren berkisar 8-18 bulan.
diperlukan tangga. Batang berkulit Setelah itu, bunga jantan masih
keras yang membungkus jaringan keluar, tetapi kurang produktif. Nira
gabus yang mengandung pati. aren mengandung gula yang tinggi,
Kandungan pati mencapai maksimum hingga 12%. Tanaman aren akan mati
sebelum tanaman berbunga dan 5 tahun setelah berbunga. Seluruh
menurun drastis ketika tanaman bunga betina akan masak dalam 1- 3
disadap. Panen pati dapat dilakukan tahun. Bunga betina yang masih muda
jika tanaman tidak disadap. dapat diolah menjadi kolangkaling.
Dalam satu tandan, buah masak
Daun aren berbentuk sirip, anak-anak tidak serempak. Bunga betina masak
daun panjangnya dapat mencapai mengandung 2-3 biji dengan kulit yang
150 cm, helaian daun panjangnya keras. Jumlah bunga betina berkisar
dapat mencapai 145 cm, lebar 7 antara 5-8 ribu biji per tandan. Bunga
cm berbentuk garis dengan bagian aren dikelompokkan sebagai jenis
ujungnya bergerigi. Anak-anak daun buni, berbentuk bulat peluru atau
aren yang terdapat pada pelepahnya lonjong dengan ujung pesok ke dalam.
tumbuh sejajar. Panjang tiap pelepah Garis tengah buah ± 4-5 cm, biasanya
daun aren mencapai 5 m dan bagian mempunyai 3 ruang sebagai tempat
bawah pangkal pelepahnya diselimuti mangkalnya biji. Pada saat buah masih
ijuk berwarna hitam kelam. Pada muda, biji aren memiliki tekstur yang
bagian atasnya terkumpul suatu lembek dan berwarna putih bening.
massa yang mirip seperti kapas tapi Biji muda inilah yang dinamakan orang
warnanya coklat dan sangat halus yang sebagai kolang kaling. Kulit buah aren
sifatnya mudah terbakar. Pada bagian diketahui mengandung kristal-kristal
bawah daun ada lapisan lilinnya. oksalat yang dapat mengakibatkan
Perbungaan berupa tandan dengan gatal bila terkena kulit.
rangkaian bunga yang menggantung. Pohon aren mulai berbunga umur
Bunga ini tumbuh pada ruas-ruas 6 – 12 tahun, masa berbuah (masa
batangnya. Tunas bunga tersebut produktif) pohon aren umumnya
mula-mula mumcul dari pucuk disusul berlangsung 2 – 5 tahun sampai
oleh tunas-tunas berikutnya ke arah mati. Aren termasuk tumbuhan
bawah. Bunga di bagian atas terdiri berbiji tertutup atau biji buahnya
dari bunga jantan dan betina secara terbungkus daging buah. Buah aren
berselingan. Bunga pada tandan berbentuk bulat, kulit pada waktu
pertama hingga kelima atau enam muda berwarna hijau dan setelah
adalah bunga betina, baru disusul tua berwarna kekuning-kuningan dan
bunga jantan yang muncul secara lunak.
bertahap hingga ke pangkal batang,
atau 2-3 m di atas tanah. Tandan bunga (d) Teknik budidaya aren
yang disadap adalah tandan bunga
jantan. Tongkol betina dan jantan (1) Penanganan benih
pangkalnya sekitar 250 cm. Bunga Pengambilan biji dari dalam buah aren
jantan berpasangan dengan benang harus menggunakan sarung tangan
sari banyak dan bunga betina berdiri karena buah aren mengandung asam
sendiri. Jumlah tandan produktif oksalat yang akan menimbulkan rasa
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 177
Pengelolaan Hutan

gatal apabila kena kulit. Biji aren di India dan Sulawesi Selatan adalah
juga bisa diperoleh dengan cara jenis yang sama. Di Jawa tumbuhan ini
memeram buah-buah aren yang disebut ‘rontal’ yang mungkin berasal
telah dikumpulkan sampai kulit buah dari kata ‘ron’ yang berarti daun dan
menjadi busuk sehingga biji telah ‘tal’, jadi artinya ‘daun tal. Tergolong
terpisah dari daging buah. dalam kelas Monocotyledonae, Ordo
Plantae, Famili Arecaceae (Palmae)
Benih aren memiliki masa dormansi
yang lama. Agar cepat berkecambah, dan spesies Borassus flabellifer L,
benih direndam dalam air hangat Borassus sundaica Becc.
(suhu 50°C) selama 3 menit dan (b) Sebaran alami. Penyebaran lontar
bagian yang lunak tempat keluarnya meliputi seperempat garis keliling
tunas dikikis.
bumi dari Afrika hingga Irian Timur,
(2) Teknik penanaman mulai 10°LS (P. Rote, NTT) sampai
30°LS (India). Pada tahun 1913,
Aren mempunyai daya toleransi yang Beccari telah menetapkan 7 species
tinggi terhadap intensitas cahaya yang lontar yang berbeda di seluruh Afrika
rendah sehingga dapat berproduksi dan Asia Tenggara menurut distribusi
normal di bawah naungan. Oleh geografisnya: Borassus flabellifer
karena itu, jika ditanam di lahan L, (pesisir pantai India, Sri Lanka
terbuka, bibit yang baru ditanam dan Laos); Borassus sundaica Becc.
perlu diberi pelindung dari daun (Malaysia, Indonesia dan Bogor);
aren atau anyaman bambu. Dapat Borassus aethiopum Mart. (Pantai
pula aren ditanam bersama tanaman
Gading, Kongo dan Nigeria); Borassus
kayu-kayuan yang berfungsi
aethiopum Var. senegalenesis Becc.
sebagai peneduh pada tahap awal
pertumbuhan aren dan selanjutnya (Senegal, Mali dan Keyes); Borassus
dipelihara secara terpadu. aethiopum Var . bagamojensis Becc.
(Tanzania dan Bagamojo); Borassus
Masa produktif tanaman aren hanya deleb Becc., (Sudan tepatnya daerah
2-3 tahun. Agar produksi nira sebagai Nubia); Borassus sambiranensis
bahan baku bioetanol kontinu, aren Jum. Et perreier de la Bathie. (Utara
ditanam dalam barisan dengan selang – Barat Madagaskar); Borassus
waktu tanam antar baris 2 tahun. madagascariensis Bojer ex Jum. Et
Barisan tanaman yang tidak produktif perreier de la Bathie. (Madagaskar
diremajakan diikuti barisan berikutnya yaitu daerah sungai Morovoay, Teluk
sehingga kontinuitas produksi nira Bambetok dan Majunga); Borassus
terjamin. heineanu Becc.(New Guinea).
(c) Habitus. Pohonnya tunggal, berbatang
2) Lontar (Borassus flabellifer L, Borassus lurus, dapat mencapai tinggi 30 m atau
sundaica Becc.) lebih. Diameter batang rata-rata 1 m
dan secara keseluruhan batang sama
(a) Pengenalan jenis. Lontar, rontal, besarnya dengan rata-rata 40-50 cm
siwalan atau ental adalah jenis palem ke atas. Permukaan batang lebih halus
yang umum dikenal masyarakat. dan berwarna agak kehitam-hitaman.
Jenis ini di India disebut ‘tala’, persis Akarnya serabut, dan semuanya
sama dengan sebutan yang diberikan terdapat di dalam tanah dan hampir
masyarakat Sulawesi Selatan. Jadi tidak ada bagian akar yang terlihat.
kemungkinan besar jenis yang ada Akarnya banyak dan dapat mencapai
178 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

panjang 20 m. buah-buah tua maka daging akan


menjadi sesuatu bentuk yang berbulu
Mahkota daun dibentuk 30-60 agak halus dari serabut kelapa. Setiap
lembar daun dan rata-rata 40 lembar buah mempunyai 3 atau 2 biji.
daun yang berbentuk seperti kipas
dan berkedudukan sangat kuat (d) Teknik budidaya lontar
dengan tangkai-tangkainya panjang
pada batang. Tangkai daun-daun (1) Penanganan benih
tua panjangnya 1,5 m. Daun-daun Buah lontar hasil pengumpulan
tumbuh ke atas. Kira-kira hanya biasanya tidak langsung diekstraksi
daun yang ke-4 yang kelihatan, mulai tapi dibiarkan hingga mengering
berkembang dan membungkuk dan membentuk serabut yang lama
keluar. Tapi biasanya daun-daun yang kelamaan akan melapuk. Dengan
ke-8 yang berkembang pesat. Lontar demikian, benih yang berada
berumah 2 yaitu bunga jantan dan didalamnya juga diselimuti oleh
betina terletak pada pohon yang serabut halus yang cukup tebal. Benih
berlainan. Bunganya berkembang berserabut dilepaskan dari buah
pada ketiak daun sehingga terdapat dengan cara manual, sebagian serabut
6 tandan bunga per tahun yang benih dibuang untuk memudahkan
dihasilkan. Musim bunga terjadi pada perkecambahan. Petani di Kabupaten
akhir musim hujan atau awal musim Tuban dan Rembang biasanya
kemarau. Kebalikan pada daun, bunga mengambil buah tua (hitam) yang
sebagian besar berkembang pada jatuh kemudian dibiarkan membusuk
musim kemarau dan sedikit sekali (disebut brem) hingga kulit buah
pada musim hujan. Pada waktu masih berubah menjadi serabut dan biji
muda, bunga dilindungi oleh daun- terpisah. Proses keringnya buah dan
daun pelindung yang pendek dan kuat pelapukannya membutuhkan waktu
terhadap pengaruh luar. Bunga betina yang cukup lama yaitu antara 3-4
bulan atau lebih.
lebih pendek dan kurang bercabang
dibanding bunga jantan. Bunga betina Benih lontar kadang-kadang perlu
mempunyai 4 -6 cabang dan masing- disimpan sebelum dikecambahkan
masing cabang maksimum punya 8 untuk ditanam. Untuk
buah. Bunga jantan memiliki 5-10 mempertahankan viabilitas benih
cabang dan tiap cabang berakhir maka disarankan penyimpanan benih
dengan 2 buah ekor (malai), kecuali pada ruang dengan suhu yang rendah
cabang akhir yang memiliki 3 buah (7–9oC).
malai. Pada malai inilah duduk
sejumlah besar bunga-bunga dengan (2) Teknik perkecambahan
jumlah benangsari 6 buah. Perkecambahan lontar mempunyai
pola yang berbeda dengan tanaman
Lontar menghasilkan buah beberapa
lain pada umumnya. Tonjolan
kali dalam hidup (polycarpic). Buah
yang keluar dari benih lontar yang
tersusun bentuk tandan yang terdiri menyerupai bakal akar pada tanaman
20-24 buah setiap tandan. Pada lain disebut apikal (apocollon). Pola
waktu buah mendekati kematangan perkecambahan lontar adalah sebagai
akan berwarna coklat hitam dan jika berikut:
tua menjadi abu tua hingga hitam.
• benih lontar akan berkecambah
Di bagian dalamnya terdapat sepais
dengan urutan munculnya apikal,
daging yang hampa (mesocarp). Pada akar, koleoptil dan daun
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 179
Pengelolaan Hutan

• apikal yang tumbuh hingga dilakukan dengan kultur jaringan


kedalaman 90–125 cm. Akan yaitu menggunakan jaringan embrio.
tumbuh memanjang mencapai Untuk menstimulasi pemanjangan
ukuran tertentu dalam waktu dan pembelahan sel embrio maka
3–4 minggu dan melakukan ke dalam media tumbuh dapat
pembesaran selama 2–3 minggu. ditambahkan hormon gibberelin
• akar tumbuh dari ujung bagian (GA3) 20 ppm atau IAA 4 ppm untuk
tengah apikal, selama 7–8 minggu merangsang pertumbuhan akar.
pembentukan akar mencapai
(4) Teknik penanaman
panjang hingga 100–200 cm.
• ketika apikal mengering, maka Bibit dari polybag yang berumur
koleoptil mulai terlihat. Selama kurang lebih 1 tahun ditanam dengan
28–32 minggu koleoptil tetap jarak 3 x 6 m. Lubang tanam dibuat
berada di dalam tanah dan dengan ukuran 40 x 40 cm dan
kemudian tumbuh menjadi kedalaman >1 m. Pada umur 4-6
daun yang ditandai dengan tahun setelah penanaman biasanya
munculnya plumula (bakal daun) tumbuh roset. Pertumbuhan batang
ke permukaan tanah. sekitar 30 cm per tahun. Di Kabupaten
• daun tumbuh dan berkembang Rembang jarak tanam yang digunakan
selama 48–68 minggu. untuk menanam lontar adalah 5 x 5 m.

Benih disemaikan di bedeng


persemaian dengan media campuran 3) Nipah (Nypa fruticans)
pasir dan tanah (1:1) dengan (a) Pengenalan jenis. Nipah atau Nypa
cara membenamkan benih pada fruticans adalah salah satu pohon
kedalaman 10 cm. Benih akan anggota famili Arecaceae (palem) yang
berkecambah 45-60 hari setelah umumnya tumbuh di daerah rawa
tanam. Setelah muncul apikal,
yang berair payau atau daerah pasang
Kecambah disapih dan dipindahkan
surut di dekat pantai. Pohon nipah
ke polybag ukuran diameter 25 cm
yang telah diisi ¾ bagiannya dengan tumbuh di lingkungan hutan bakau.
tanah yang dicampur dengan pupuk Di beberapa negara lain, tumbuhan ini
kandang (1:2). Polybag diletakan dikenal dengan nama (dalam bahasa
di atas rak bambu yang renggang Inggris) Attap Palm (Singapura),
dengan ketinggian > 1 meter dari atas Nipa Palm atau losa (Filipina), atau
permukaan tanah untuk memberi umumnya disebut Nypa palm. Nama
ruang terhadap pertumbuhan ilmiahnya adalah Nypa fruticans
apikal dan akar primer. Dengan Wurmb, yang bersinonim dengan
demikian, ketika akan dipindah ke Nipa arborescens Wurmb ex H.Wendl.
lapang akar lontar tidak terganggu. dan Nipa litoralis Blanco. Sedangkan
Namun kelembaban udara bedeng dalam bahasa Inggris nipah dikenal
perlu dijaga agar tetap tinggi karena sebagai nipa palm atau mangrove palm
pertumbuhan apikal dan perakaran di dan diketahui sebagai satu-satunya
lapang memerlukan kadar air tanah anggota marga Nypa. Tumbuhan ini
yang tinggi (30,6-44,5%). merupakan satu-satunya jenis palma
dari wilayah mangrove
(3) Pembibitan melalui kultur jaringan
Di Indonesia pohon nipah mempunyai
Dalam skala penelitian, perbanyakan berbagai nama lokal seperti daon,
vegetatif tanaman lontar dapat daonan, nipah, bhunjok, lipa, buyuk
180 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

(Sunda, Jawa), buyuk (Bali), bhunyok Karangan bunga majemuk muncul di


(Madura), bobo (Menado, Ternate, ketiak daun, berumah satu, dengan
Tidore), boboro (Halmahera), palean, bunga betina terkumpul di ujung
palenei, pelene, pulene, puleanu, membentuk bola dan bunga jantan
pulenu, puleno, pureno, parinan, tersusun dalam malai serupa untai,
parenga (Maluku). merah, jingga atau kuning pada
cabang di bawahnya. Setiap untai
(b) Sebaran alami. Pohon nipah
mempunyai 4-5 bulir bunga jantan
merupakan tumbuhan asli pesisir
yang panjangnya mencapai 5 cm.
Samudera Hindia bagian timur dan
Bunga nipah jantan dilindungi oleh
Samudera Pasifik bagian barat laut
seludang bunga, namun bagian yang
dan memiliki penyebaran geografi
terisi serbuk sari tetap tersembul
yang cukup luas, mulai Sri Lanka,
keluar. Bunga nipah betina berbentuk
Bangladesh, Brunei Darussalam,
bulat peluru dan bengkok mengarah
Kamboja, China (Pulau Hainan), India,
ke samping. Panjang tangkai badan
Indonesia, Jepang (Pulau Iriomote),
bunga mencapai 100-170 cm. Tandan
Malaysia, Myanmar, Singapura,
bunga inilah yang dapat disadap Bunga
Thailand, dan Vietnam, Australia
nipah majemuk muncul dari ketiak
bagian barat laut dan timur laut,
daun dengan bunga betina terkumpul
Mikronesia, Guam, Palau, Papua New
di ujung membentuk bola dan bunga
Guinea, dan Kepulauan Solomon.
jantan tersusun dalam malai serupa
(c) Habitus. Batang nipah menjalar di untai, merah, jingga atau kuning pada
tanah membentuk rimpang yang cabang di bawahnya. Tandan bunga
terendam oleh lumpur. Hanya inilah yang dapat disadap untuk
daunnya yang muncul di atas tanah, diambil niranya. Empat hingga lima
sehingga nipah nampak seolah-olah bulan sejak keluarnya bunga nipah,
tak berbatang. Dari rimpangnya tandan bunga tersebut dapat disadap.
muncul daun-daun majemuk menyirip Pada saat ini pengisian biji sedang
khas palma, tegak atau hampir tegak, aktif, maka bila dilakukan penyadapan
menjulang hingga 9 m di atas tanah. pasti akan dapat memperoleh jumlah
Panjang tangkainya 1-1,5 m; dengan nira yang maksimal.
kulit yang mengkilap dan keras,
Buah tipe buah batu dengan mesokarp
berwarna hijau pada yang muda dan
bersabut, bulat telur terbalik dan
berangsur menjadi cokelat sampai
gepeng dengan 2-3 rusuk, coklat
cokelat tua sesuai perkembangan
kemerahan, 11 x 13 cm, terkumpul
umurnya; bagian dalamnya lunak
dalam kelompok rapat menyerupai
seperti gabus. Anak daun berbentuk
bola berdiameter sekitar 30 cm.
pita memanjang dan meruncing di
Struktur buah mirip buah kelapa,
bagian ujung, memiliki tulang daun
dengan eksokarp halus, mesokarp
yang di sebut lidi (seperti pada daun
berupa sabut dan endokarp keras yang
kelapa). Panjang anak daun dapat
disebut tempurung. Biji terlindung
mencapai 100 cm dan lebar daun
oleh tempurung dengan panjangnya
4-7 cm. Daun nipah yang sudah tua
antara 8-13 cm dan berbentuk
berwarna hijau, sedangkan daunnya
kerucut. Dalam satu tandan, buahnya
yang masih muda berwarna kuning,
dapat mencapai antara 30-50 butir,
menyerupai janur kelapa. Banyaknya
berdempetan satu dengan yang
anak daun dalam tiap ental mencapai
lainnya membentuk kumpulan buah
25-100 helai.
bundar. Buah yang masak gugur ke
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 181
Pengelolaan Hutan

air dan mengapung mengikuti arus adanya pemeliharaan rumpun rata-


pasang surut atau aliran air hingga rata per hektarnya hanya mampu
tersangkut di tempat tumbuhnya. menghasilkan malai siap sadap
sekitar 10 – 20% saja. Sehingga untuk
(d) Teknik budidaya nipah meingkatkan produktivitasnya perlu
(1) Penanganan benih dilakukan pemeliharaan seperti:
Buah nipah mempunyai lapisan • Penjarangan, merupakan kegiatan
yang sangat tebal berupa sabut pengaturan kerapatan rumpun
dan tempurung, sehingga apabila dan pohon per hektar untuk
buah nipah telah lama terendam merangsang pembungaan dan
air laut, biji nipah masih tetap dapat pembuahan. Kerapatan rumpun
berkecambah. Pengadaan benih per hektar diusahakan 500 – 1500
dilakukan satu atau dua tahun rumpun (jarak tanam 4 x 5 m
sebelum penanaman. Biasanya biji atau 3 x 2 m) dengan kerapatan
akan rontok dengan sendirinya. pohon 1 – 2 pohon per rumpun.
Setiap tandan akan menghasilkan biji Prinsipnya, semakin banyak pohon
sekitar 30 – 40 buah. Biji nipah sangat per rumpun, maka jumlah rumpun
ringan sehingga bila terjadi banjir per ha dibuat semakin jarang.
atau air sedang pasang biji mudah Penjarangan dilakukan satu tahun
hanyut terbawa air dan menempel sebelum penyadapan nira.
pada suatu tempat. Biji tersebut akan • Pemangkasan pelepah daun,
berkecambah setelah 2 – 3 minggu. dilakukan bersamaan waktunya
dengan penjarangan dan
(2) Teknik penanaman diusahakan intensitas cahaya yang
Masyarakat biasanya menanam nipah masuk pada lapisan bawah tidak
dengan cara memindahkan bibit yang kurang dari 50 – 60%, apabila
telah tumbuh dan telah berumur 6 – intensitas cahaya masuk kurang
9 bulan dan tingginya kira-kira telah dari 50%, bunga akan cepat menjadi
mencapai 50 cm, karena karakteristik busuk. Oleh karena itu usahakan
bibit tersebut menunjukan akar setiap pohon memiliki 3–5 pelepah
tanaman nipah telah kuat dan dapat daun.
cepat melekat pada tanah, sehingga • Pemeliharaan malai, adalah
kuat terhadap kikisan ombak. Pada untuk meningkatkan produksi
umumnya jarak tanam yang digunakan nira dengan cara membuang
3 x 3 m atau 2 x 2,5 m. Bibit ditanam kelopak buah dan memukul-mukul
pada lubang tanam dengan ukuran 40 malai dengan tangan. Kegiatan
x 40 x 40 cm. Bibit yang baru ditanam ini dilakukan satu bulan sebelum
harus diberi tiang penyangga agar penyadapan dan efektifnya 12 kali
tidak rebah atau hanyut terbawa air dalam 3 minggu. Setelah itu pada
laut. Daur hidup pohon Nipah ± 50 satu minggu terakhir, tangkai malai
tahun dan nipah mulai produktif pada dilengkungkan 45 derajat dengan
umur 5 – 6 tahun. tali.
(3) Teknik pemeliharaan 4) Sagu (Metroxylon sagu)
Di hutan alam kerapatan pohon
nipah setiap hektar berkisar antara (a) Pengenalan jenis. Pohon sagu
500–4000 rumpun. Setiap rumpun (Metroxylon sp), merupakan salah
rata-rata memiliki jumlah pohon 2–4 satu sumber pangan utama bagi
pohon dan setiap pohon memiliki sebagian masyarakat di beberapa
jumlah pelepah 5–9 pelepah. Tanpa bagian negara di dunia. Di Indonesia,
182 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

sagu yang dihasilkan dari pohon tua berwarna kuning kecoklatan


sagu telah menjadi bahan pangan
utama (Staple Food) bagi sebagian (d) Teknik budidaya sagu
masyarakat Papua, Maluku, Sulawesi (1) Teknik perkecambahan
Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara dan Mentawai di Sumatra Kendala yang dijumpai dalam
Barat. Potensi sagu yang bisa digarap perkecambahan benih sagu adalah
di Indonesia sangat besar dan 1) masa dormansi yang lama karena
merupakan yang terbesar di dunia. lembaganya diselubungi oleh lapisan
keras, endocarp yang tebal dan liat
(b) Sebaran alami. Sebaran terluas hutan serta kulit luar yang bersisik keras
alam sagu di Indonesia berada di dan 2) sulitnya untuk mendapatkan
Provinsi Papua dan Maluku, yang buah karena sebelum terjadi buah,
merupakan pusat keragaman sagu batang sagu telah ditebang untuk
tertinggi di dunia, juga di beberapa mendapatkan patinya.
daerah lain yang sudah mulai
dimanfaatkan potensinya (semi Ada 2 (dua) cara untuk
budidaya). Sampai saat ini informasi mengecambahkan biji sagu, yaitu:
tentang luas hutan alam sagu di • Perkecambahan melalui bak
perkecambahan. Media yang
Indonesia masih menggunakan data
dipergunakan untuk bak
tahun 1997 yaitu 1.250.000 ha, yang
perkecambahan terdiri dari pasir
tersebar di Papua (1.200.000 ha) dan dan serbuk gergaji. Setelah media
Maluku (50.000 ha) serta 148.000 siap, biji ditata dengan jarak 1 x 10
ha hutan sagu semi budidaya yang cm, 19 cm x 15 cm atau 15 x 15 cm,
tersebar di Papua, Maluku, Sulawesi, dengan posisi miring atau tegak di
Kalimantan, Sumatra, kepulauan Riau mana bagian lembaga diletakkan
dan kepulauan Mentawai. di bawah, ¾ bagian benih ditekan
dalam lapisan serbuk gergaji.
(c) Habitus. Tanaman sagu merupakan Pemeliharaan cukup dengan
tanaman monokotil, termasuk dalam menjaga kondisi kelembaban
ordo Spadiciflora, famili Palmae, genus medium antara 80 – 99%.
Metroxylon. Secara garis besar sagu • Perkecambahan di bedeng
dari genus Metroxylon digolongkan pembibitan. Perkecambahan di
dalam 2 kelompok : yaitu tanaman bedeng pembibitan hampir sama
sagu yang berbunga atau berbuah dua caranya dengan perkecambahan
kali (Pleonanthic) dengan kandungan di bak perkecambahan, hanya
pati rendah dan tanaman sagu yang saja sebelumnya memerlukan
berbunga sekali (Hepaxanthic) yang perlakuan pengolahan tanah.
mempunyai nilai ekonomis penting Sebelum biji disemaikan, bedeng
karena kandungan patinya banyak. pembibitan perlu pengolahan tanah
Sagu terdiri atas 5 varietas penting dahulu dengan menggemburkan
yaitu: M. rumphii Mart. (sagu tanah sedalam 45–60 cm
tuni), M. sagu Rottb. (sagu molat), menggunakan penambahan pupuk
M. silvester Mart. (sagu ihur), M. dasar. Pengaturan biji pada bedeng
longispinum Mart. (sagu makanaru), pembibitan ada dua cara yaitu (1)
M. micracantum Mart. (sagu duri tanpa penjarangan: biji ditanam
rotan). Buah sagu memiliki diameter dengan jarak tanam 25 x 25 cm
rata-rata 13 cm, pada waktu muda sampai 40 x 40 cm; (2) dengan
buah berwarna hijau, sedang setelah penjarangan: biji ditanam dengan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 183
Pengelolaan Hutan

jarak yang rapat dan setelah satu sagu yang berkualitas, yaitu:
bulan dijarangi (12,5 x 12,5 cm • Teknik pemisahan bibit. Bibit
menjadi 25 x 25 cm; 15 x 15 cm dipisahkan dengan cara: 1)
menjadi 30 x 30 cm; 20 x 20 cm memisahkan anakan dari pohon
menjadi 40 x 40 cm). Penggunaan induknya dengan memotong pada
ZPT Suburi Liquid pada benih tanpa daerah “leher” akar (stolon) pada
kulit lebih dianjurkan dibandingkan pohon induk (Gambar 5.9); 2)
penggunaan benih utuh. anakan ditarik dengan memegang
pelepah yang sudah tua; 3) akar
(2) Teknik persemaian
yang berlebih dapat dipangkas
Terdapat 2 (dua) bentuk persemaian sepanjang 5 cm dan pelepah tua
yang cocok dengan kebutuhan dipangkas sampai panjang pelepah
pertumbuhan bibit sagu yaitu: 30 cm.
• Persemaian kolam. Persemaian • Sumber benih bibit. Kemampuan
ini dibuat pada lahan datar dan rumpun sagu menyediakan bibit
tanah tidak bersifat porous. tergantung dari jenis sagu. Untuk
Kelebihan dari bentuk persemaian sagu Ihur dan Tuni setiap kali
ini adalah mudah dan fasilitas pengambilan dapat diperoleh
yang dibutuhkan lebih sedikit. 3–4 anakan/rumpun. Sedangkan
Namun punya kelemahan yaitu: jenis Molat hanya diperoleh 1–2
biaya pemeliharaan tinggi (perlu anakan/rumpun. Beberapa daerah
penyiraman terutama pada cuaca yang dapat dijadikan sumber
yang terlalu panas) dan bibit tidak bibit adalah: Riau (Indragiri Hilir,
bisa lama di persemaian (maksimal Bengkalis, Kampar dan Kepulauan
3 bulan). Riau), Maluku (P. Seram, Buru,
• Persemaian rakit. Persemaian ini Halmahera, Bacan, Ambon dan
dibuat pada areal penanaman yang Saparua, Ambon dan Saparua) dan
dilengkapi kanal. Bibit ditempatkan Papua (Sorong, Bintuni, Jayapura,
pada rakit dengan pangkal batang Paniai, Waropen, Membramo,
sebagian terendam dalam air. Sentani, Fakfak dan Merauke).
Kelebihan dari persemaian ini
adalah persentase tumbuh bibit (4) Teknik pembibitan melalui kultur
tinggi (karena tidak tergantung jaringan
cuaca), pemeliharaan lebih mudah
Untuk mendapatkan kalus, digunakan
dan bibit dapat diangkut oleh
eksplan jaringan pucuk meristem
sampan ke lokasi penanaman,
dari anakan muda yang dikulturkan
namun kelemahannya perlu biaya
pada medium padat modifikasi MS.
pembuatan kanal
Pembibitan dengan kultur jaringan
(3) Teknik pembibitan vegetatif ini masih terkendala tingginya
keragaman embrio somatic, sehingga
Untuk keperluan perbanyakan melalui menghasilkan ukuran, warna dan
bonggol/abut/anakan digunakan tahap perkembangan yang berbeda.
kriteria permudaan sagu. Bibit sagu Efeknya akan menghasilkan planlet
diperoleh dengan cara mengambil yang masih kurang jagur, daun planlet
anakan dalam rumpun sagu. Anakan kecil memanjang dan akar sedikit tanpa
sagu secara umum disebut sebagai bulu-bulu akar. Planlet yang kurang
bonggol atau dengan nama ilmiah jagur ini akan berpengaruh terhadap
sucker, dan di beberapa daerah rendahnya keberhasilan hidup bibit
disebut dengan nama abut. Beberapa saat diaklimatisasi. Selain faktor
tahapan untuk mendapatkan bibit kejaguran planlet saat ditransfer ke
184 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

tahap aklimatisasi, lingkungan mikro - kemungkinan kekurangan air


(suhu, cahaya, kelembaban udara) di musim kemarau pada tanah-
dan komposisi medium (tanah, pasir, tanah pasiran.
gambut, cocopeat, zeolit, kompos) - sifat perakaran tumbuhan sagu,
sangat berpengaruh terhadap daya yaitu perakaran aktif terpusat
hidup dan pertumbuhan bibit. di permukaan tanah sampai
kedalaman 50 cm dan di bawah
(5) Teknik penanaman
80 cm akar halus sudah jarang
Pada umumnya lahan sagu di kawasan ditemukan.
hutan alam sagu termasuk ke dalam • Sistem pengatusan lahan tanaman
kategori lahan rawa yang tergenang sagu. Berdasarkan pertimbangan
(sementara atau tetap) atau lahan tersebut di atas, maka diperlukan
yang dipengaruhi oleh pasang surut air pembuatan sistem pengatusan
laut bahkan lahan dengan tipe tanah tanah, saluran-saluran pengatusan
gambut. Oleh karena itu penyiapan sekaligus berfungsi sebagai
lahan untuk penanaman sagu dengan prasarana transportasi. Dengan
tipe tanah gambut dilakukan dengan demikian lebar dan dalam
sistem tebang habis (land clearing). saluran primer dan sekunder
harus dirancang sedemikian rupa
Kegiatan penanaman dilakukan sehingga dapat berfungsi sebagai
selama 2 tahun dengan kegiatan jalan air untuk kendaraan penarik
tahun pertama adalah survai petak, tual-tual sagu. Saluran primer
penebangan pohon, penebasan dan dan sekunder menjaga tinggi
perencekan. Tahapan pada tahun permukaan air tanah sesuai dengan
kedua lebih banyak, meliputi: yang direncanakan.
• Perbaikan hidrologi lahan tanaman • Pembuatan saluran air. Saluran air
sagu. Kendala pokok dalam tersebut berfungsi : 1) agar air tanah
pengembangan sagu adalah tetap tinggi seperti persyaratan
keadaan hidrologi. Lahan yang baik tumbuh yang dikehendaki tanaman
bagi sagu adalah lahan dengan lama sagu dibuat dalam setiap petak
genangan kurang dari 6 bulan dan tanam; 2) sebagai cadangan air,
jeluk air tanah lebih dari 100 cm untuk mengantisipasi terjadi
pada musim kemarau. Agar lahan kebakaran pada musim kemarau; 3)
yang kurang baik dapat ditingkatkan masyarakat dapat menanam ikan.
produksinya maka kondisi hidrologi Di kawasan gambut saluran air ini
tanahnya harus diusahakan sama digunakan juga untuk mengangkut
atau mendekati keadaan hidrologi batang sagu yang dipanen. Setiap
lahan baik. Langkah pemecahannya 500 meter dibuat saluran air
adalah dengan memperbaiki dengan kedalaman 4 – 5 meter dan
pengatusan tanah. Beberapa hal lebar 5 – 6 meter.
yang perlu dipertimbangkan pada
• Perintisan kanal. Kanal berfungsi
usaha perbaikan pengatusan tanah
sebagai batas areal konsesi dan
adalah:
batas suatu petak. Kegiatan
- kemungkinan munculnya perintisan kanal dilanjukan
keadaan kemasaman lewat batas dengan penggalian kanal dengan
(pH kurang dari 3.5) pada tanah menggunakan excavator tipe Ex
mineral sulfat atau tanah gambut. 100 dan Ex 200. Sistem kanal yang
- kemungkinan munculnya dibuat dalam areal perkebunan HTI
lempung masam ke permukaan Murni sagu adalah sistem tertutup
pada tanah gambut. yang terdiri atas kanal primer
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 185
Pengelolaan Hutan

dengan lebar 4 m dan dalam 3 m, menyilang di bagian atas stolon


kanal sekunder dengan lebar 3 m untuk menjaga posisi bibit tersebut.
dan dalam 3 m.
(6) Teknik pemeliharaan
• Pemancangan batas blok. Kegiatan
ini bertujuan membuat petak Upaya pemeliharaan yang dilakukan
kerja seluas 50 hektar/petak dan pada sagu adalah pengapuran dan
jarak antar lorongan tanaman. pemupukan, pengendalian hama,
Kegiatan pemancangan dilakukan penyiangan dan pemangkasan anakan.
menggunakan arah timur – barat Pada tanah-tanah masam, pengapuran
sepanjang 1000 m dengan jarak (dolomit, GML atau GL) merupakan
antar pancang 15 m dan utara – hal yang penting untuk menaikkan pH
selatan sepanjang 500 m dengan tanah agar tanah tersebut lebih efektif
tiap jarak 100 m. di dalam menyediakan unsur hara dan
• Pelorongan, pemasangan ajir juga kebutuhan akan kalsium dan
dan pembuatan lubang tanam. magnesium untuk tanaman. Unsur
Pelorongan dapat dilakukan secara hara utama seperti N, P, K, Ca dan
mekanis atau manual, dengan Mg umumnya diberikan 2 (dua) kali
tujuan untuk membuat jalur atau dalam setahun. Pada tanah gambut,
lorong tanaman dengan arah unsur hara mikro seperti S, Cu, Zn juga
utara - selatan. Pembuatan lorong penting untuk diberikan. Dolomit
yang dilakukan secara mekanis dan batuan fosfat (RP) biasanya
dilakukan dengan menggunakan ditaburkan, sedangkan urea dan KCl
traktor, sedang yang secara manual (MOP) dibenamkan di sekitar rumpun
menggunakan chainsaw. Jarak antar sagu.
setiap lorong atau jalur tanaman
15 m, dengan lebar 1,5 – 2,0 m. Banyak serangga hama bersifat
Kegiatan ini sekaligus dilakukan polifag, serangga hama yang merusak
dengan pembuatan lubang tanam. dan mengganggu pada tanaman
Lubang tanam untuk tanaman sagu kelapa umumnya juga menyerang
secara umum berukuran 30 x 30 pada tanaman sagu. Serangan hama
x 30 cm, namun ukuran tersebut dan penyakit pada tanaman sagu
dapat disesuaikan dengan ukuran mulai meningkat seiring dengan
bibit serta ketinggian air tanah. semakin intensifnya kegiatan
penanaman jenis tersebut. Beberapa
• Jarak tanam. Untuk mendapatkan
serangga yang merugikan menyerang
hasil yang optimal pada tahun-
tanaman sagu maupun tanaman
tahun pertama penanaman,
kelompok palma lainnya antara lain
maka digunakan jarak tanam 8 m
adalah Rhynchophorus ferrugineus
x 8 m, dengan satu anakan pada
(penyebab : lundi dan kumbang
pertumbuhan selanjutnya untuk
hama), Oryctes rhinoceros. L (kumbang
setiap 2 tahun. Jarak tanam 10
serangga hama), ulat Setoranitens,
m x 10 m juga dapat digunakan
kutu Aspidiotus destructor, ulat Darna
tergantung sistem pengelolaannya
catenatus, ulat Amathusia phidippus,
(pengaturan anakan, dosis pupuk)
kumbang Promecotheca soror.
dan jenis sagu seperti luas (bidang
pelepah). Penyiangan gulma dilakukan 2 kali
• Teknik penanaman. Bibit setahun untuk 5 tahun pertama.
ditempatkan pada lubang tanam Penyiangan rumput dikerjakan 2
dengan pangkal batangnya tahun sekali. Akan tetapi setelah 5
sebagian atau seluruhnya tertutup tahun atau lebih dan gulma telah
tanah. Dua tiang kemudian dibuat tertutup oleh kanopi tanaman sagu,
186 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

maka frekuensi penyiangan dapat 51 ruas, buku ke 1 - 11 ada lingkar akar


dikurangi. udara yang sangat menonjol. Cabang
mulai buku pertengahan sampai ujung
Pertumbuhan anakan diatur batang, 1 cabang menonjol besar,
untuk: (1) mengurangi kompetisi 4-5 cabang kecil-kecil. Daun lebar x
dengan pohon induk, (2) mengatur
panjang 3,9 x 40 cm. Rebung coklat
perkembangan anakan-anakan sagu
kemerahan, tertutup miang warna
periode berikutnya untuk persiapan
penanaman pada interval yang coklat, lidah pelepah rebung berwarna
ditetapkan. Dengan jarak tanam 8 m ungu. Dapat dimakan.
x 8 m, pertumbuhan anakan diatur (2) Sebaran alami. Sumatra, Jawa,
sehingga dengan cara pemangkasan Bali, Lombok, Sumbawa, Flores,
tersebut hanya 1 (satu) anakan saja Kalimantan, Sulawesi, Maluku.
yang dibiarkan berkembang dalam
setiap 2 tahun. (3) Tempat tumbuh. Tumbuh pada tempat
dataran rendah, daerah berbukit-
bukit mulai ketinggian 10-1000 m dpl.
Termasuk jenis tidak tahan genangan
e. Bambu air sehingga jika dibudidayakan harus
Manfaat bambu cukup banyak di antaranya dipilih di lahan kering. Pertumbuhan
sebagai bahan pangan (rebung) dan bahan paling baik pada tempat-tempat
baku lamina. dengan tipe hujan A dan B dengan
curah hujan > 2000 mm/tahun.
1) Bambu sebagai bahan pangan. Jenis
bambu yang bisa dimanfaatkan (4) Teknik budidaya bambu
rebungnya sebagai bahan pangan antara • Pertumbuhan bambu petung,
lain: bambu petung, bambu duri. dimulai dengan munculnya rebung
(tanaman bambu muda) dari dasar
a) Bambu petung (Dendrocalamus asper) rumpun atau rhizom. Pada awalnya,
(1) Pengenalan jenis. Sinonim: rebung berbentuk tunas mata tidur
Bambusa asper Schultes f.; menempel pada rhizome di dalam
Dendrocalamus flagedllifer Munro; tanah. Pada musim hujan, tunas
Gigantochloa aspera (Schultes f.) mulai tumbuh dan berkembang
Kurz.; Dendrocalamus merrillianus menjadi rebung berbentuk kerucut
(Elmer) Elmer. Nama daerah: trieng yang merupakan bentuk permulaan
dari perkembangan batang. Rebung
betong (Aceh), oloh otong (Gayo), bulu
ini terdiri dari batang yang masih
botung (Batak), lewuo guru (Nias),
pendek dan dibungkus berlapis-
bambu batueng (Minangkabau), lapis bahan makanan dan dilindungi
pering betung (Lampung), awi bitung oleh sejumlah pelepah rebung
(Sunda), pring petung, deling petung,
jajang petung (Jawa), pereng petong • Pertumbuhan batang. Rebung akan
(Madura) tiing petung (Bali), Au tumbuh memanjang menjadi batang
petung (Solor), bulo patung (Sanghai). dan mencapai tinggi maksimum
menjelang musim kemarau.
Ciri lapangan: rumpun agak jarang, Pertumbuhan dan perkembangan
batang besar, diameter pangkal rebung menjadi batang dibarengi
batang bisa mencapai 26 cm, tinggi pula pertumbuhan pelepah rebung
25 meter, warna kulit batang petung menjadi pelepah batang.
coklat, petung biru, petung hitam, ruas • Perkembangan rumpun. Setelah
berbulu coklat keabu-abuan, jumlah terbentuk batang secara lengkap,
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 187
Pengelolaan Hutan

pertumbuhan selanjutnya adalah dari 43 batang, keliling rumpun 11


pemasakan batang sampai meter dengan tingkat kerapatan
mencapai umur 4–5 tahun. 3,7 batang/m. Batang berwarna
Pada umur inilah batang-batang hijau, tegak sedikit berbengkok,
bambu petung bisa ditebang dan tinggi batang bisa mencapai 16,2 m
dimanfaatkan. Batang-batang dengan diameter 10,1 cm tergantung
bambu petung yang tidak ditebang kesuburan tanah dan curah hujan,
akan mengalami penurunan panjang ruas 20-41 cm, diameter 5,2-
fisiologinya dan mengering 10,1 cm dan tebal dinding 0,7-2,2 cm.
akhirnya lapuk. Keadaan ini Percabangan dimulai dari buku paling
tidak menguntungkan karena bawah, setiap buku dapat terdiri dari
rumpun menjadi rusak dan sulit
1-5 cabang dengan satu cabang paling
dikendalikan pemanfaatannya.
besar; Daun : panjang 9-30 cm x 1-4
Demikian pula riap jumlah batang
pertahun menjadi berkurang dan cm. Pelepah batang : mudah luruh,
batang-batang baru yang muncul ditutupi oleh bulu hijau – coklat
berukuran lebih kecil. tua; Perbungaan dan pembuahan :
pernah ditemukan. Varian : terdapat
• Setelah berumur > 6 tahun tercapai 2 jenis bambu ampel hijau yaitu
rumpun normal dimana batang yang berwarna batang hijau muda
bambu yang muncul setiap tahun dengan batang tumbuh tegak lurus
selalu berukuran sama dengan
dan ampel hijau tua yang batangnya
generasi batang sebelumnya. Di
tumbuh membengkok/melengkung.
tempat dengan kesuburan tinggi
dan tipe hujan A dapat mencapai Rebung: berwarna hijau ditutupi oleh
tinggi 26 m dengan diameter bulu coklat hingga kehijauan.
batang 26 cm. Pembungaan (2) Sebaran alami. Sumatra, Jawa,
dan munculnya biji pada bambu
Madura, Bali, Lombok, Sumbawa,
petung sering terjadi dan setelah
Kalimantan, Sulawesi, Maluku. Papua.
mengeluarkan bunga secara penuh,
rumpun akan mati yang ditandai (3) Tempat tumbuh. Tumbuh baik di
dengan mengeringnya seluruh tanah-tanah kering di pinggir sungai
batang yang ada termasuk rebung dan tanah-tanah yang tergenang air,
dan batang muda. Proses kematian pada ketinggian > 300 m dpl dengan
rumpun total berlangsung 1-2
tipe iklim A, B, C, D.
tahun. Umumnya banyak tegakan
bambu berbunga pada saat musim 2) Bambu untuk bahan baku lamina. Bambu
kemarau/panas sangat panjang. yang digunakan sebgai bahan baku
b) Bambu ampel hijau (B. vulgaris var. bambu lamina adalah bambu berukuran
vitata) besar. Beberapa jenis bambu yang
bisa dimanfaatkan antara lain: bambu
(1) Pengenalan jenis. Sinonim : petung, bambu mayan, bambu mayan,
Bambusa thouarsii Kunth; Bambusa bambu andong, bambu peting.
surinamensis Ruprecht; Leleba
vulgaris (Schrader ex Wendland) a) Bambu mayan (Gigantochloa robusta
Nakai. Nama daerah : haur, haur hejo Kurz)
(Sunda), pring ampel (Jawa), bambu (1) Pengenalan jenis. Sinonim :
ampel, bambu haur (Indonesia) Gigantochloa verticillata (Willd.)
Munro sensu Backer. Nama daerah:
Ciri lapangan : Rumpun dapat terdiri awi mayan (Sunda), pring serit (Jawa/
188 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Banyuwangi), tiying jelepung (Bali), maxima Kurz. Nama lokal : buluh


buluh riaw (Minangkabau), buloh batuang danto (Minangkabau),
poring (Tapanuli). pring surat (Jawa), awi andong, awi
gombong, awi andong kapas (besar),
Ciri lapangan: Rumpun padat, Batang
awi andong batu (kecil), awi andong
: besar, tegak lurus, tinggi 17 meter,
kekes, awi andong leyah, awi andong
diameter 12 cm, ruas-ruas lurus
tanpa bengkok-bengkok, ujung sedikit kertas (Sunda), tiying jajang surat
lengkung, kulit batang hijau – hijau (Bali).
keabu-abuan dengan garis-garis Ciri lapangan : Batang, tegak lurus, agak
putih dari pangkal batang sampai doyong, ujung sedikit melengkung,
pertengahan batang kemudian warna hijau bergaris-garis kuning
memudar. mulai dari pangkal sampai ujung,
Batang muda, ditutupi bulu coklat ruas-ruas agak membengkok-bengkok
dengan garis-garis putih. Percabangan, dan pangkal ruas bawah dan atas agak
mulai pada batang bagian tengah menggelembung. Tinggi batang dapat
sampai ujung, jumlah cabang 1-6 mencapai 16 meter dengan diameter
dengan satu cabang berukuran besar batang bagian bawah dapat mencapai
menonjol, diameter 0,5 – 1 cm. dan 12 cm, tebal dinding batang bawah 2,7
bagian ujung melengkung. Pelepah cm dengan rata-rata 1,18 cm, berat
buluh, tertutup bulu hitam, waktu batang segar 69 kg. Batang muda
umur 1 tahun tidak mudah luruh, tertutup bulu coklat yang melekat
pangkal buluh selalu melekat tetapi sampai batang tua, setelah dewasa
setelah umur 2 tahun mudah luruh, menghilang.
kuping pelepah buluh membulat
dengan bulu kejur yang mencapai 5 Pelepah batang : tertutup bulu coklat,
mm; ligula menggerigi, tinggi 1 mm mudah luruh, kuping pelepah buluh
dengan bulu kejur yang panjangnya seperti bingkai yang bergelombang;
3 mm. Daun pelepah buluh terkeluk daun pelepah terkeluk balik,
balik, menyegitiga dengan pangkal menyegitiga dengan pangkal
yang menyempit. Daun : panjang x menyempit. Percabangan, mulai dari
lebar 15-27 x 2,5 – 5 cm, permukaan buku yang terletak di ¾ batang bagian
bagian bawah berbulu; Rebung: hijau atas sampai ujung. Dari buku keluar
muda tertutup bulu coklat hingga cabang, terdiri dari banyak cabang
hitam, dapat dimakan. dengan satu cabang berukuran 1- 2
cm yang menonjol, Daun 22-25 x
(2) Sebaran alami. Sumatra, Jawa, Bali. 2,5-5 cm, gundul; kuping pelepah
(3) Tempat tumbuh. Dataran rendah buluh seperti bingkai, tinggi 1 mm,
sampai ketinggian lebih dari 1000 m gundul; ligula rata sampai menggerigi,
dpl, tipe iklim A, B, C dengan curah tinggi 2 mm, dengan bulu kejur yang
hujan > 2000 m /tahun. halus. Rebung hijau dengan garis-
garis kuning yang tertutup bulu coklat
b) Bambu andong (Gigantochloa sampai hitam, dapat dimakan.
pseudoarundinaceae (Steudel)
Widjaja) (2) Sebaran alami. Sumatra, Jawa, Bali.

(1) Pengenalan jenis. Sinonim: (3) Tempat tumbuh. Di dataran


Bambusa pseudoarundinaceae rendah sampai ketinggian > 1350 m
Steudel; Gigantochloa verticillata dpl, pada tanah-tanah kering yang
(Willd.) Munro dan Gigantochloa tidak tergenang air dan tumbuh baik
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 189
Pengelolaan Hutan

di daerah basah bertipe iklim A dan f. Rotan


B dengan curah hujan > 2.300 mm/
tahun. 1) Rotan manau (Calamus manan Miquel)
(a) Pengenalan jenis. Jenis rotan
c) Bambu peting (Gigantochloa levis tunggal (soliter), memanjat, panjang
Blanco ) mencapai 100 m. Diameter batang
(1) Pengenalan jenis. Sinonim: dengan pelepah daun 66-80 mm.
Gigantochloa verticillata (Willd.) Pelepah daun hijau tua, dilengkapi
Munro sensu Backer. Nama dengan duri yang sangat rapat. Duri
daerah : pring peting (Jawa Timur/ pipih segitiga dan tersusun dalam
kelompok-kelompok yang tersebar
Banyuwangi).
acak. Di antara duri terdapat lapisan
Ciri lapangan : Termasuk jenis lilin tipis yang berlimpah. Lutut sangat
berukuran besar, batang : diameter jelas berduri tunggal tersebar, panjang
bagian bawah 10 cm, tinggi dapat lutut sampai 8 cm, okrea tidak jelas.
mencapai 16 meter dan tebal dinding Daun bersirus sampai sekitar 8,5
1,3 cm, panjang ruas 30-40 cm, batang m panjangnya termasuk sirus 3 m
muda atau rebung tertutup rambut ditumbuhi duri-duri menyerupai
berwarna coklat, dan menjadi gundul jangkar. Panjang tangkai daun
oleh berwarna hijau terang sampai sampai sekitar 12 cm dan lebarnya
5 cm pada tumbuhan dewasa. Rakis
hijau. Buku: dilingkari akar aireal
dilengkapi duri segitiga pendek,
yang pendek-pendek, kulit batang
lebat, baik permukaan atas maupun
tertutup oleh bulu-bulu berwarna bawah, dengan indumentum kelabu
coklat keabuan dan makin ke atas kulit yang tersebar di antaranya. Anak
batang berwarna hijau mengkilap. daun berjumlah 47 di kanan dan kiri
Percabangan: dimulai dari buku batang rakis, berbentuk lanset, tersusun
pertengahan sampai ke ujung batang, secara teratur. Ukuran anak daun 43-
ada 1-5 cabang dan satu cabang 53 cm x 7,5 cm. Perbungaan masif,
besar menonjol. Pangkal cabang yang bunga jantan bercabang lebih halus
dari bunga betina, panjang sampai
menonjol terdapat akar-akar eireal
2,5 m dengan perbungaan parsial
yang dibungkus oleh pelepah cabang.
sampai 9 pasang yang panjangnya
Pelepah batang tertutup oleh bulu-
mencapai 70 cm. Buah masak bulat
bulu coklat kehitaman, panjang 20-38
sampai bulat telur, berukuran 28 x 20
cm, lebar ± 48 cm bagian bawah dan
mm, berparuh pendek, dan ditutupi
menyempit ke ujung lebar ± 10 cm; dengan 15 barisan vertikal sisik
lidah pelepah 12-18 x 2,5 cm, lanset kekuningan dengan pinggiran coklat.
– bulat telur, luncip, berbulu jarang; Biji bulat telur, sampai 18 x 12 mm,
lidah pelepah panjang 15 mm, bersikat dengan permukaan berbintik-bintik
sepanjang tepi. kuping (auricle) besar, halus; endosperma rapat dan dalam.
tegak 1,5 cm panjangnya.
(b) Sebaran alami. Rotan manau
(2) Sebaran alami. Sumatra, Jawa, Bali. (Calamus manan Miquel) banyak
(3) Tempat tumbuh. Dataran rendah tersebar di Sumatra dan Semenanjung
sampai ketinggian lebih dari 1000 m Malaya; rotan Batang/Semambu/
dpl, tipe iklim A, B, C dengan curah Katuwu (Calamus scipionum Loureiro)
hujan > 2000 m /tahun. banyak terdapat di Jawa, Sumatra,
Kalimantan serta rotan batang
susu (Daemonorops robusta Warb.
190 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

exBeccari) yang tersebar di Sulawesi segitiga, pipih, panjang duri 0,2-0,5


dan Maluku. Untuk rotan berukuran cm, warna duri coklat kehitaman.
kecil seperti rotan Irit (Calamus Panjang daun 75 cm, panjang surus 75
trachycoleus Beccari) banyak tersebar cm, panjang tangkai tumbuhan muda
di Kalimantan, dan merupakan 2 cm, setelah menjadi dewasa, daun
jenis yang endemik di Sungai Barito hampir tidak bertangkai. Okrea tidak
dan Kahayan; untuk rotan Sega jelas. Helaian anak daun berbentuk
(Calamus caesius Blume) tersebar di lanset memanjang, permukaan atas
Sumatra, Kalimantan, Filipina, dan anak daun warna hijau mengkilap,
Thailand serta rotan Tohiti (Calamus bagian bawah anak daun putih
inops Beccari) mempunyai wilayah kapur, berukuran 30 x 5 cm, jumlah
persebaran di Sulawesi. helaian anak daun 15 kanan kiri rakis,
tersusun menyirip tidak teratur. Buah
2) Rotan irit (Calamus trachycoleus Beccari) berbentuk bulat telur, berukuran
(a) Pengenalan jenis. Jenis rotan tumbuh 15 x 10 mm, ditutupi sisik vertikal
berumpun, tinggi mencapai 25 m. berjumlah 15 - 21. Buah masak
Diameter batang dengan pelepah berwarna coklat kekuning-kuningan.
daun 20 mm, warna batang hijau (b) Sebaran alami. Penyebaran jenis rotan
keabu-abuan. Pelepah daun hijau sega di Sumatra, Kalimantan, Filipina,
tua, ditumbuhi 2 tipe duri yaitu duri dan Thailand. Jenis ini tumbuh di
pendek, rapat dan duri tunggal, vegetasi hutan primer dan sekunder
tersusun jarang, bentuk segitiga dataran rendah, pinggiran sungai yang
pipih, panjang duri 1 – 10 mm, warna secara musiman tergenang banjir,
duri hitam. Lutut jelas, warna hijau, dan tepi air tawar atau tepi hutan
berduri pendek rapat. Okrea jelas, rawa gambut pada ketinggian sampai
tidak berduri. Daun bersulur, panjang 800 m di atas permukaan laut.
sulur mencapai 153 cm, ditumbuhi
duri. Tangkai daun 2 cm panjangnya. 4) Rotan tohiti (Calamus inops Blume)
Helaian anak daun berbentuk lanset,
berukuran 21 – 32 cm x 1,5 – 2,8 (a) Pengenalan jenis. Jenis rotan tunggal,
cm, helaian anak daun warna hijau, memanjat sampai tinggi mencapai 10
jumlah anak daun 31 di kanan kiri m. Batang berbentuk bulat, diameter
rakis, anak daun bagian pangkal dengan pelepah 20 - 25 mm. Pelepah
memeluk batang, anak daun tersusun daun ditutupi dengan indumentum
menyirip tidak teratur. Buah warna warna hitam, ditumbuhi duri tersusun
hijau muda, bentuk buah bulat. spiral menyerupai sisir, bentuk duri
segitiga pipih, panjang duri 11 – 20
(b) Sebaran alami. Rotan jenis ini banyak mm. Mulut pelepah daun berduri
tersebar di Kalimantan. Endemik di seperti pada duri pelepah daun. ulur
Sungai Barito dan Kahayan. panjangnya 1,5 m. Tangkai panjangnya
8-9 cm, tangkai dan rakis ditutupi
3) Rotan sega (Calamus caesius Blume)
indumentum warna hitam. Daun
(a) Pengenalan jenis. Jenis rotan panjangnya 2 m. Helaian anak daun
berumpun, memanjat sampai tinggi berbentuk lanset, berjumlah 25-50
100 m. Batang berbentuk bulat, pada satu sisi rakis, tersusun menyirip
berukuran sedang, diameter dengan teratur, sepanjang pertulangan
pelepah 25 mm. Pelepah daun permukaan helaian anak daun
memiliki lutut, berwarna hijau tua, berambut hitam 2-5 mm panjangnya
terdapat sedikit indumentum warna 2-5 mm, helaian anak daun berukuran
keputihan, ditumbuhi duri berbentuk 26-39 cm panjangnya dan lebarnya
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 191
Pengelolaan Hutan

1-3 cm. Buah yang belum masak dan Oktober.


berbentuk lonjong dengan ukuran
(b) Habitat. Penyebaran jenis rotan
panjang 1 cm dan ditutupi sisik
lambang di Sulawesi. Jenis ini tumbuh
vertikal. Buah masak mempunyai
di hutan primer dan sekunder dataran
sisa kepala putik dan berwarna putih
rendah, sampai ketinggian 650 m di
kekuning-kuningan. Perbungaan bulan
atas permukaan laut.
April, Mei, dan Oktober serta berbuah
pada bulan Juli dan Oktober. (c) Sebaran alami. Sulawesi.
(b) Habitat. Jenis ini tumbuh di hutan 6) Teknik budidaya Rotan
primer dan sekunder dataran
a) Penanganan benih
rendah, sampai pegunungan pada
tanah kering, tanah kering berpasir, • Pengunduhan buah yang matang
pada ketinggian 25 - 1500 m di atas dengan cara digoyang-goyang,
permukaan laut. dipetik atau dipanjat melalui pohon
didekatnya, bila terpaksa rotan
(c) Sebaran alami. Rotan tohiti adalah ditarik dengan pisau kait atau
jenis rotan endemik di Sulawesi. ditebang sambil dipungut batangnya.
Buah yang rontok atau masih dalam
5) Rotan lambang (Calamus ornatus var. tandan dikumpulkan dan dimasukkan
celebicus Blume)) dalam keranjang/karung.
(a) Pengenalan jenis. Jenis rotan • Rata-rata dalam 1 buah terkandung
berumpun, memanjat sampai tinggi 1 biji, kecuali untuk rotan semambu
50 m. Batang berbentuk bulat, satu buah berisi 2 – 3 biji. Buah rotan
diameter dengan pelepah 20 mm, yang baru dipungut diremuk dapat
tanpa pelepah 10-19 mm, panjang dilakukan dengan diinjak-injak atau
ruas batang antara 18-49 cm. Pelepah dibiarkan selama 1 - 2 hari, agar
daun warna hijau dengan indumentum kulitnya busuk, dan kulit tersebut
putih ke abu-abuan, ditumbuhi duri mudah dikuliti, sehingga yang
bentuk segitiga pipih, panjang duri tertinggal biji yang diliputi daging
11 – 20 mm, ujung duri warna hitam buah. Setelah itu biji bersama daging
dan pangkalnya hijau tua, duri pada buahnya dicuci dan dimasukkan ke
pelepah daun tersusun tersebar dan dalam keranjang atau kantong plastik
jarang. Lutut jelas tidak berduri. Okrea dan diletakkan di tempat yang teduh.
jelas panjangnya 5 mm. Berflagela • Khusus untuk buah rotan manau
panjang 354,5 cm, ditumbuhi duri yang yang mengandung biji yang
kelompok warna hitam pada bagian diliputi oleh banyak serabut-
tengah sampai ke bagian ujung flagella serabut, sehingga penampilan
dan bagian pangkal flagella tidak bijinya berbeda dengan biji rotan
berduri. Daun panjangnya 107 cm, yang lainnya. Karakteristik buah
panjang tangkai 36,5 cm ditumbuhi rotan manau berbeda dengan jenis
duri tunggal, tersebar, bentuk segitiga rotan pada umumnya yaitu serat
pipih. Helaian anak daun berbentuk daging buah melekat pada biji
lanset atau jorong, tersusun menyirip sehingga sulit dibersihkan. Untuk
tidak teratur atau berkelompok 2, melepaskan daging buah dari biji,
berukuran 21,6 – 47 cm x 3,5 – 6,8 cm, buah rotan ditumbuk perlahan
permukaan atas dan bawah anak daun dalam lumpang/lesung. Setelah itu
berwarna hijau, jumlah anak daun 17 benih dicuci dengan air bersih untuk
pasang pada rakis. Perbungaan pada menghilangkan sisa-sisa daging
bulan Mei. Berbuah pada bulan Mei buah yang melekat. Berdasarkan
192 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

pengalaman, 1 tandan rotan manau akar. Tanah disekitar tanaman


berisi 25 – 50 kg buah, 1 kg buah kemudian dipadatkan supaya bibit
berjumlah 100 biji. tidak bergerak
• Benih rotan mempunyai masa • Pola tanam rotan perlu
dormansi yang singkat, sehingga memperhatikan sifat jenis rotan
tidak dapat disimpan dalam waktu tunggal (soliter) atau berumpun
lama, penanganan benih harus (cluster) yang akan ditanamkan.
segera dan sesuai kondisi ekologis Untuk rotan tunggal dapat
pertumbuhannya. Benih rotan yang ditanamkan sekitar 400 batang dan
langsung dikecambahkan dapat untuk rotan berumpun sekitar 250
mencapai daya kecambah 90% batang/ha. Selain itu rotan ideal
dibandingkan dengan yang disimpan ditanam pada selang jarak tanaman
terlalu lama. Benih rotan memiliki karet berumur 8 – 10 tahun.
sifat recalsitran (daya kecambah
cepat menurun), sehingga tidak
dapat disimpan dalam waktu yang g. Murbei (Morus sp.)
lama.
1) Pengenalan Jenis
b) Teknik penanaman
Daun murbei merupakan satu-satunya
Sistem penanaman rotan ada 2 pakan bagi ulat sutera jenis Bombyx mori
macam, yaitu cemplongan dan jalur. L. karena pada daun murbei terdapat suatu
Pada cara cemplongan tanaman pokok zat perangsang yaitu glukosida, sehingga
ditanam dalam lubang tanaman dl jika tidak ada zat perangsang ini terjadi
dalam larikan yang telah disiapkan. penolakan ulat untuk memakan daun
Pembersihan hanya terbatas tersebut. Daun murbei mengandung zat-zat
disekitar tanaman pada masing- yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
masing lubang. Sedangkan tanaman perkembangan ulat sutera, yaitu air, protein,
dengan sistem jalur pelaksanaannya asam-asam amino, senyawa N yang bukan
sama dengan sistem cemplongan, protein, karbohidrat, lemak, mineral, serta
hanya pembersihan sepanjang jalur/ vitamin. Produksi dan kualitas daun murbei
larikan tanaman. Bibit yang akan 38% berpengaruh terhadap produksi dan
diangkat ke lapangan disiram dahulu. kualitas kokon yang dihasilkan. Murbei
Pengangkutan dan pembongkaran termasuk keluarga Moraceae.
bibit dilakukan dengan hati-hati agar
bibit tidak mengalami kerusakan. Tanaman murbei yang bergenus Morus ada
Teknik penanaman rotan dilakukan beberapa macam, di Indonesia diperkirakan
dengan cara: kurang lebih seratus jenis tanaman
• Kantong plastik bibit rotan ditekan murbei, antara lain M. nigra, M. alba, M.
dengan kedua tangan agar media cathayana, M. multicaulis, M. australis dan
menjadi padat dan tidak hancur M. macroura. Saat ini sudah didapatkan
ketika kantong plastik akan disobek. jenis murbei lain yang baik yaitu M. alba
• Bibit yang telah dilepaskan var. Kokuso juga M. alba var Kanva-2 yang
dari kantong plastik kemudian mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi
dimasukkan ke dalam lubang yang dan tahan di musim kemarau.
telah disiapkan. 2) Sebaran dan tempat tumbuh
• Tanah bagian atas ditimbunkan
terlebih dahulu, penimbunan Penyebaran tanaman murbei sangat luas,
dilakukan sampai setinggi leher dapat tumbuh mulai dari daerah sub
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 193
Pengelolaan Hutan

tropis sampai daerah tropis, di dataran sudah dapat dilakukan pada awal musim
rendah atau dataran tinggi. Di daerah hujan, di tempat yang tumbuh alang-
tropis, murbei dapat tumbuh sepanjang alang pencangkulan lebih dalam, agar
tahun tanpa mengalami masa istirahat, alang-alang dapat dibongkar seluruhnya
sedangkan murbei yang tumbuh di daerah dikumpulkan dan dibakar.
sub tropis mengalami masa istirahat pada
c) Penanaman, dilakukan dengan jarak
musim dingin, tetapi karena ulat sutera
tanam yang lebih rapat. Populasi yang
lebih cocok berkembang biak di tempat
disarankan 20.800 batang/ha (1,2 m x
yang beriklim sejuk, maka murbei sebagai
0,4 m) untuk pola tanam monokultur,
pakan ulat, paling ideal ditanam pada
dan minimal 10.000 batang/ha untuk
ketinggian 400–800 m di atas permukaan
pola tanam secara tumpangsari. Apabila
laut. Daerah yang mempunyai temperatur
rata-rata kepemilikan lahan masyarakat
rata-rata 21oC–23oC sangat cocok untuk
seluas 1000 m2, jumlah yang dapat
pertumbuhan murbei.
ditanam sebanyak 2.080 batang untuk
3) Teknik budidaya mendukung pemeliharaan ulat sebanyak
2 boks/periode panen daun.
Budidaya tanaman murbei merupakan dasar
d) Pemupukan. Input yang perlu
dari persuteraan alam, karena daun murbei
diperhatikan pada tanaman murbei
(Morus sp.) merupakan makanan pokok
terdiri dari pupuk kandang, urea,
ulat sutera. Kegiatan budidaya tanaman
TSP, dan KCL. Pemberian pupuk kimia
murbei mulai dari pembibitan, persiapan
dilakukan setiap enam bulan sekali
tanam, penanaman, pemeliharaan, panen
dengan perbandingan 2 urea : 1 TSP : 1
dan pasca panen yang dilakukan secara
KCL. Pada enam bulan pertama, pupuk
intensif.
diberikan sebanyak 5 g per pohon, enam
Tujuannya adalah memproduksi daun bulan kedua sebanyak 10 g per pohon,
murbei untuk pakan ulat sutera dengan dan enam bulan ke tiga dan seterusnya
produksi daun banyak dan kualitas nutrisi/ 15 g per pohon.
gizi tinggi sebagai pakan ulat, karena e) Pemanenan daun. Kebun tanaman
produksi dan kualitas tanaman murbei murbei sebagai pakan ulat diperlukan
38% berpengaruh terhadap produksi dan bukan banyaknya hasil daun, akan
kualitas kokon yang dihasilkan. tetapi kualitas daun yang berguna bagi
a) Pengadaan bibit dengan stek. Tanaman pertumbuhan dan kesehatan ulat.
murbei dapat diperbanyak dengan stek Pemanenan daun murbei pertama untuk
batang. Bahan stek yang digunakan konsumsi ulat sutera dapat dilakukan
berasal dari pohon induk umur 1 tahun sembilan bulan setelah penanaman.
lebih setelah tanam atau 3 – 4 bulan Daun untuk ulat kecil adalah daun yang
setelah pangkas, bibit dipilih dari berumur pangkas satu bulan, untuk
tanaman murbei jenis unggul yang baik, ulat besar adalah daun yang berumur
sehat, cukup umur, diameter 1 – 1,5 cm pangkas 2 – 3 bulan. Disarankan panen
dengan panjang 20 cm atau mempunyai daun dilakukan pada pagi atau sore hari
empat mata, dipotong miring 45oC dan agar daun tidak cepat kering, sebaiknya
ditanam dengan dua mata tunas di atas letak kebun dekat dengan tempat
permukaan tanah. pemeliharaan ulat.
b) Pengolahan tanah untuk penggemburan.
Sebaiknya dikerjakan pada akhir musim
kemarau sehingga penanaman murbei
194 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

F. 7. Peran Mikoriza dalam Produktivitas (Brundrett, et al, 1996 dalam Yuwati, 2019).
Hutan
Saat ini telah diketahui tujuh tipe fungi
Fungi simbiosis penting yang berperan mikoriza yang berasosiasi dengan
dalam pertumbuhan dan produktivitas tanaman, yakni Arbuscular mycorrhiza,
hutan adalah fungi mikoriza. Pengembangan Ectomycorrhiza, ectendomycorrhiza,
tumbuhan hutan berupa hutan tanaman Arbutroid mycorrhiza, Monotropoid
industri maupun hutan rakyat atau untuk mycorrhiza, Ericoid mycorrhiza, dan Orchid
rehabilitasi lahan membutuhkan bibit yang mycorrhiza (Smith & Read, 2008, dalam
berkualitas dengan perlakuan mikoriza Yuwati, 2019).
Keuntungan yang optimal terjadi bila
terdapat kesesuaian antara jenis fungi Dari tujuh tipe fungi mikoriza arbuskula
dengan jenis tanaman atau kolaborasi tersebut, yang paling banyak dikenal adalah
antara beberapa fungi atau fungi dengan dua tipe yaitu: mikoriza arbuskula (AM) dan
bakteri. ektomikoriza (ECM). Dua tipe mikoriza ini
memiliki perbedaan dalam hal morfologi
Mikoriza adalah karakteristik asosiasi dan anatomi dalam asosiasinya dengan
antara jamur dan akar tanaman yang akar. Secara umum, ciri khas pada asosiasi
memungkinkan tanaman untuk memperoleh mikoriza arbuskula adalah adanya arbuskul
air dan hara dalam kondisi lingkungan yang yang muncul pada sel korteks (Smith &
kering dan miskin unsur hara, perlindungan Read, 2008). Berbeda dengan mikoriza
dari pathogen akar dan unsur toksik secara arbuskula, ektomikoriza ditandai dengan
tidak langsung melalui perbaikan struktur adannya mantel serta hartig net pada akar
tanah. Selain berfungsi untuk memperbaiki (Gambar 4.2).
pertumbuhan tanaman di persemaian dan
lapangan serta meningkatkan resistensi Interaksi mikoriza merupakan interaksi
tanaman terhadap penyakit dan stres air, yang bersifat komplementer resiprokal
mikoriza juga melindungi tanaman dari yang memberikan keuntungan bagi fungi
pengaruh lingkungan yang kurang kondusif dan tanaman. Fungi memperoleh sumber
daya hasil fotosintesis dari tanaman untuk

Gambar 4.2. Penampang melintang akar yang berasosiasi dengan


(A) ektomikoriza dan (B) arbuskular mikoriza
(Smith & Read, 2008 dalam Yuwati, 2019)
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 195
Pengelolaan Hutan

mendukung proses metabolisme fungi fungi ektomikoriza dan atau fungi mikoriza
tersebut, sedangkan tanaman memperoleh abuskular adalah sebagai berikut :
berbagai manfaat dari keunikan morfologi a. Dapat membantu bibit dan tanaman
dan fisiologi fungi, sehingga keduanya menyerap unsur-unsur hara tanaman
dapat terus bertahan (survive) di relung terutama fosfor yang terikat atau dalam
(niche) ekologinya (Peay, 2016 dalam bentuk tidak tersedia dalam tanah.
Yuwati, 2019). Juga membantu penyerapan unsur-
unsur hara lainya seperti N, K, Ca, Mg.
Manfaat simbiosis ini bagi tanaman
b. Meningkatkan pertumbuhan bibit dan
antara lain meningkatkan penyerapan air
tanaman pada tanah-tanah yang kurang
dan toleransi terhadap kekeringan dan
subur/marginal.
meningkatkan mobilisasi dan transfer
c. Meningkatkan persentase bibit tanaman
nutrisi. Dengan kemampuan metabolisme
yang hidup (survival rate) di persemaian
yang dimilikinya. mikoriza dapat mengubah
dan pada saat dipindah ke lapang.
unsur-unsur yang semula dalam bentuk
d. Meningkatkan ketahanan bibit dan
molekul yang tidak dapat diserap menjadi
tanaman terhadap penyakit-penyakit
ionion mineral yang mudah diserap
tular tanah.
oleh akar tanaman. Mikoriza juga dapat
e. Meningkatkan ketahanan bibit dan
meningkatkan toleransi tanaman terhadap
tanaman terhadap cekaman air.
salinitas (Yuwati, 2019).
Waktu inokulasi fungi ektomikoriza dan
Tanaman kehutanan berasosiasi simbiotik
fungi mikoriza arbuskular yang tepat
dengan fungi ektomikoriza, fungi arbuskula
adalah pada saat penyapihan (overspin)
mikoriza atau kedua-duanya. Tanaman-
dari bak perkecambahan ke dalam polybag
tanaman yang bersimbiosis dengan
atau polytube di persemaian. Inokulan
fungi ektomikoriza antara lain yaitu
ektomikoriza pada awalnya menggunakan
Dipterokarp, Pinus, Eucalyptus, Acacia
lapisan top soil, karena dirasa kurang efisien
dll. Fungi ektomikoriza yang bersimbiosis
dan efektif, maka saat ini menggunakan
dengan tanaman hutan antara lain yaitu
spora yang dikemas dalam bentuk tablet
Scleroderma sp., Pisolithus arrhizus,
atau menggunakan miselia dalam bentuk
Cantharaleus sp., Russula sp. sp. Lactarius
alginat. Sedangkan inokulan fungi mikoriza
sp. dll.
arbuskular menggunakan spora, miselia
Inokulan fungi ektomikoriza yang umum dan akar terinfeksi yang ada di dalam
digunakan dalam produksi bibit di media tumbuh yang digunakan pada saat
persemaian yaitu Scleroderma sp. dan P. perbanyakan fungi mikoriza arbuskular .
arrhizus. Sedangkan tanaman-tanaman
Pelaksanaan inokulasi fungi mikoriza
yang berasosiasi dengan fungi arbuskula
arbuskular dapat dilakukan dengan cara
mikoriza adalah sengon, acacia, jabon, jati
media tumbuh yang telah ditempatkan
dll. Beberapa fungi mikoriza arbuskula
dalam polybag atau polytube ditugal dengan
antara lain yaitu Glomus sp., Acaulopsora
stik dengan diameter 2 cm dan kedalaman
sp., Gigaspora sp. Scutellospora, dan
lubang 3-4 cm, kemudian kecambah/bibit
Entrospora sp.
dimasukkan dalam lubang dan di sekitar
Eucalyptus sp., Acacia sp., Melaleuca sp., akar bibit tersebut dimasukkan inokulan.
Leptospermum sp. merupakan tanaman Untuk ektomikoriza diberikan 1 tablet
yang dapat berasosiasi dengan kedua spora atau 10 butir alginat, sedangkan
jenis fungi tersebut di atas. Manfaat yang untuk inokulan fungi mikoriza arbuskular
diperoleh tanaman yang berasosiasi dengan sebanyak satu sendok teh per bibit.
196 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

G. Perlindungan Hutan perlindungan hutan. Kegiatan perlindungan


ini secara spesifik telah diatur oleh
G.1. Pengertian Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah
Di dalam pengelolaannya, hutan dapat No. 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan
mengalami kerusakan oleh berbagai faktor Hutan sebagaimana telah diubah menjadi
sehingga dapat berdampak terhadap Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun
pemanfaatan dan kelestarian hutan. 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Beberapa faktor penyebab kerusakan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 Tentang
hutan, di antaranya perbuatan manusia, Perlindungan Hutan.
ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama Dalam Peraturan Pemerintah No. 45
dan penyakit, serta spesies invasif asing. Tahun 2004 tersebut, perlindungan
Hama dapat didefinisikan sebagai kelompok hutan didefinisikan sebagai usaha untuk
hewan (mamalia, burung dan serangga) mencegah dan membatasi kerusakan
perusak tanaman seperti pada akar, hutan, kawasan hutan dan hasil hutan,
batang, daun atau bagian tanaman lainnya, yang disebabkan oleh perbuatan manusia,
sehingga tanaman tidak dapat tumbuh ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama
dengan sempurna atau mati. Penyakit dan penyakit, serta mempertahankan dan
dapat didefinisikan sebagai menjaga hak-hak negara, masyarakat dan
perorangan atas hutan, kawasan hutan,
kerusakan proses fisiologi yang disebabkan hasil hutan, investasi serta perangkat yang
oleh rangsangan yang terus menerus berhubungan dengan pengelolaan hutan.
dari penyebab utama (biotis atau abiotis)
melalui terhambatnya aktivitas seluler, Kegiatan perlindungan hutan ini merupakan
yang diekspresikan dalam bentuk patologi bagian dari kegiatan pengelolaan hutan
yang khas disebut gejala dan tanda. dan penyelenggaraannya bertujuan untuk
menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan
Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu dan lingkungannya, agar fungsi lindung,
keadaan dimana hutan atau lahan dilanda fungsi konservasi, dan fungsi produksi,
api sehingga mengakibatkan kerusakan tercapai secara optimal dan lestari.
hutan dan hasil hutan yang menimbulkan
kerugian ekonomi dan lingkungan. G.2. Hama dan Penyakit Tanaman Hutan

Spesies asing invasif adalah spesies yang Pada masa pertumbuhan dan
diintroduksi baik secara sengaja maupun perkembangannya, tanaman hutan sering
tidak disengaja dari luar habitat alaminya, mengalami gangguan berupa hama dan
bisa pada tingkat spesies, sub spesies, penyakit. Gangguan hama dan penyakit
varietas dan bangsa, meliputi organisme pada tanaman hutan merupakan salah
utuh, bagian-bagian tubuh, gamet, benih, satu kendala yang cukup rumit. Keberadaan
telur maupun propagul yang mampu hidup hama dan penyakit merupakan faktor yang
dan bereproduksi pada habitat barunya, dapat menghambat pertumbuhan tanaman
yang kemudian menjadi ancaman bagi dan pembentukan hasil.
biodiversitas, ekosistem, pertanian, sosial Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama dan
ekonomi maupun kesehatan manusia, penyakit pada tanaman hutan dapat secara
pada tingkat ekosistem, individu maupun langsung maupun tidak langsung. Kerusakan
genetik. secara langsung akibat serangan hama dan
Untuk meminimalkan kerusakan yang penyakit antara lain dapat merusak bagian
terjadi maka perlu dilakukan upaya-upaya tanaman yang di serangnya, menghambat
untuk melindungi hutan dengan kegiatan pertumbuhan, merusak biji dan buah
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 197
Pengelolaan Hutan

sehingga mengakibatkan menurunnya a. Hama Tanaman Hutan


kualitas hasil hutan. Sedangkan kerusakan
secara tidak langsung dapat menimbulkan Hama hutan adalah semua jenis binatang
perubahan suksesi atau komposisi tegakan, seperti kelompok mamalia (contoh : babi
menurunkan umur tegakan, menimbulkan hutan, kera dan tikus), aves (contoh : burung
kebakaran, mengurangi nilai keindahan pemakan biji, burung pelatuk dll), moluska
(estetika) dan hama juga dapat sebagai (contoh: bekicot dan siput), serangga
pembawa penyakit (Suratmo, 1979; (contoh: belalang, berbagai ulat dari jenis
Sumardi dan Widyastuti, 2004). kumbang maupun kupu-kupu), nematoda
(cacing) yang mengganggu, merusak, dan
Hama dan penyakit menyerang tanaman menimbulkan kerugian secara ekonomi,
hutan mulai dari biji, bibit di persemaian, sehingga produksi tanaman hutan
tanaman muda di lapangan, tegakan siap berkurang bahkan dapat menimbulkan
tebang, sampai pada hasil hutan yang kematian (Rahmawati, 2012).
berada di penyimpanan. Serangan hama
penyakit juga tidak memilih, hampir Beberapa ciri hama antara lain, hama dapat
seluruh bagian tanaman diserangnya mulai dilihat oleh mata telanjang. Ada pula yang
dari akar, batang, daun, buah, biji sampai menyatakan bahwa hama adalah semua
pada bunga. Akhirnya serangan hama organisme atau agen biotik yang merusak
dan penyakit sangat berdampak pada tanaman dengan cara yang bertentangan
biaya produksi yang meningkat, sehingga dengan kepentingan manusia. Pada tingkat
menimbulkan kerugian ekonomi, dan populasi yang tinggi, hewan-hewan tersebut
terganggunya rencana penanaman maupun (mungkin) akan menimbulkan kerugian
pemanenan. (secara ekonomis) pada tanaman, dan
pada saat itulah mereka dianggap sebagai
Hama dan penyakit pada tanaman hutan hama. Jadi, istilah hama bersifat relatif dan
memiliki kesamaan dimana keduanya antroposentris (berdasarkan kepentingan
merupakan penyebab terjadinya kerusakan manusia). Artinya, jika keberadaan hewan-
hutan. Sedangkan apabila dilihat dari hewan tersebut merugikan kepentingan
penyebabnya hama dan penyakit manusia, maka mereka dianggap sebagai
mempunyai perbedaan. Hama dan hama, dan sebaliknya.
penyakit pada tanaman hutan mempunyai
pengertian dan definisi yang sangat Hama pada umumnya lebih mudah
berbeda. dikendalikan atau diatasi karena hama
tampak oleh mata dan dapat dilihat secara
Namun banyak orang yang menganggap langsung. Hama dapat dianggap makhluk
bahwa hama dan penyakit itu satu hal yang hidup yang menjadi pesaing, perusak,
sama bahkan masyarakat awam sering penyebar penyakit, dan pengganggu semua
mencampur adukkan antara kerusakan sumber daya yang dibutuhkan manusia
yang diakibatkan oleh hama dan serangan dalam membudidayakan tanaman hutan.
yang diakibatkan oleh penyakit.
Para ahli hama hutan membagi hama hutan
Agar tidak terjadi kesalahan dalam cara dengan dasar pembagian yang berbeda-
pengendalian (pengelolaan) hama dan beda. Ada yang mengolongkan hama bila
penyakit, serta diperoleh pengertian yang dilihat dari aspek ekonomi :
sama tentang hama dan penyakit, maka a. Hama Utama, yaitu hama yang
harus diketahui terlebih dahulu perbedaan selalu menyerang tanaman dengan
definisi atau arti dari hama dan penyakit intensitas berat dalam waktu yang
pada tanaman hutan. lama pada daerah yang luas dan dapat
menyebabkan kerugian ekonomi.
198 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

b. Hama minor, merupakan spesies hama merupakan spesies yang memiliki


kurang penting karena kerusakan yang beberapa jenis tanaman inang
ditimbulkannya masih dapat ditoleransi c. Hama monofag yaitu hama yang hanya
oleh tanaman. Kelompok hama ini mempunyai satu jenis tanaman inang.
responsive terhadap perlakuan yang
diberikan pada hama utama, sehingga Penggolongan serangga hama hutan
perlu dipantau agar statusnya tidak berdasarkan bagian pohon yang dirusak/
berubah menjadi hama utama. diserang adalah sebagai berikut (Husaeni
c. Hama potensial merupakan spesies 2001):
hama dalam kondisi normal dari a. Serangga perusak daun (defoliating
ekosistem hutan dan tidak menimbulkan insects)
kerugian ekonomi yang tinggi. Hama b. Serangga pengebor kulit pohon (inner
ini umumnya bersifat herbivora dan bark boring insects)
berpotensi menjadi hama berbahaya c. Serangga pengebor batang pohon dan
apabila salah dalam perlakuan dan kayu (wood boring insects)
pengelolaan ekosistemnya. d. Serangga penghisap cairan pohon (sap
d. Hama migran yaitu spesies hama yang sucking insects)
mempunyai sifat berpindah, dapat e. Serangga perusak anakan (seedling
menimbulkan kerugian yang berarti insects)
dengan jangka waktu pendek karena f. Serangga perusak akar (root insect)
akan berpindah lagi. Sedangkan penggolongan hama hutan
Penggolongan hama dilihat dari aspek cara berdasarkan jenis pohon/tanaman yang
menyerang : diserang antara lain hama akasia, ekaliptus
a. Hama penggerek gmelina, jabon, jati, mahoni, pinus, sengon,
b. Hama pengorok daun dan lain-lain.
c. Hama penghisap Dasar pembagian yang sering digunakan
d. Hama pemakan adalah berdasarkan bagian pohon yang
Penggolongan hama dilihat dari aspek dirusak dan berdasarkan jenis pohon/
bagian tanaman yang diserang tanaman yang diserang.
a. Hama primer disebut juga hama langsung b. Penyakit Tanaman Hutan
artinya hama menyerang bagian
tanaman yang penting, misalnya hama Para ahli penyakit tanaman mendefinisikan
yang hidup, menyerang dan berkembang penyakit tanaman sebagai adanya
biak pada biji-bijian. kerusakan proses fisiologis yang disebabkan
b. Hama sekunder adalah hama yang oleh suatu tekanan/gangguan yang terus
tidak menyerang bagian tanaman yang menerus dari penyebab utama (biotik/
penting. Pada hama pasca panen, abiotik) yang mengakibatkan aktivitas
hama sekunder menjadi julukan untuk sel/jaringan menjadi abnormal, yang
hama yang tidak hidup, menyerang dan digambarkan dalam bentuk patologi yang
berkembang pada biji-bijian dan hidup khas yang disebut gejala dan tanda, gejala
pada sisa-sisa pakan hama primer. dan inilah yang memberi petunjuk apakah
tanaman sehat atau sakit. (Alexopoulos dan
Penggolongan hama dilihat dari aspek Mims, 1979; Semangun, 1996; Djafaruddin,
kisaran inang : 2000; Hadi, 2001; Agrios, 2005; Widyastuti
a. Hama polifag adalah hama yang dkk, 2005; Pracaya, 2008; Anggraeni dan
mempunyai banyak jenis tanaman inang Lelana, 2011; Rahmawati, 2012).
b. Hama oligofag yaitu hama yang
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 199
Pengelolaan Hutan

Seperti yang telah disebutkan di atas dapat dibagi menjadi tiga tipe pokok yaitu
bahwa penyebab penyakit tanaman dapat gejala nekrotik yang disebabkan karena
dikelompokkan menjadi penyebab abiotik adanya kerusakan pada sel atau bagian
dan penyebab biotik. Penyebab abiotik sel atau matinya sel (klorosis, nekrosis,
disebut penyakit abiotik atau penyakit layu, gosong, mati pucuk, busuk, rebah
fisiologis atau fisiogenis, penyebab semai, kanker, dan pendarahan); gejala
penyakitnya (patogen) disebut fisiopat, hipoplastik penghambatan atau terhentinya
contoh penyebab abiotik antara lain pertumbuhan sel (kerdil, klorosis, etiolasi
kekurangan unsur hara, suhu, kelembaban, dan lain-lain); gejala hiperplastik (sapu
kemasaman tanah (iklim). Karena penyakit setan, nyali/gall/sesidium, keriting/
yang disebabkan faktor abiotik tidak menggulung, kudis, dan lain-lain).
menular maka penyakit abiotik disebut juga
penyakit tidak menular (non infectious). Tanda adalah kenampakan makroskopis dari
patogen atau organnya yang memegang
Penyakit biotik penyebab penyakitnya peranan penting bahkan lebih penting dari
antara lain mikoplasma, protozoa, virus, gejala. Tanda-tanda umumnya terbatas
bakteri, jamur, ganggang, nematoda pada penyakit yang diakibatkan oleh jamur
dan tumbuhan parasit, penyakit biotik dan bakteri misalnya adanya miselium,
disebut juga penyakit menular (infectious) karat, tepung, cacar, bercak ter, hangus,
(Semangun, 1996; Sumardi dan Widyastuti, sklerotium, lendir, tubuh buah dan lain-lain
2004; Agrios, 2005). Ciri–ciri penyakit (Alexopoulos dan Mims, 1979; Semangun,
antara lain sebagai berikut, penyebab 1996; Sumardi dan Widyastuti, 2004;
penyakit sukar dilihat oleh mata telanjang Agrios, 2005).
dan serangan penyakit umumnya tidak
langsung sehingga tanaman mati secara Para pakar menyatakan bahwa hama
perlahan–lahan. dan penyakit dapat terjadi jika pada
suatu waktu di satu tempat terdapat (1)
Adanya serangan penyakit pada tumbuhan tanaman yang rentan, (2) hama/pathogen
digambarkan dalam bentuk patologi yang ganas/virulen dan (3) lingkungan
yang khas yang disebut gejala dan tanda, yang sesuai. Interaksi ketiga komponen
gejala dan tanda inilah yang memberikan tersebut di atas biasa di gambarkan
petunjuk apakah pohon sehat atau sakit. sebagai konsep segitiga hama/penyakit
(Alexopoulos dan Mims, 1979; Semangun, (Semangun, 1996; Agrios. 2005). Apabila
1996; Agrios, 2005; Pracaya, 2008; dalam interaksi yang digambarkan dengan
Anggraeni dan Lelana, 2011). segitiga hama/penyakit, ada manusia
yang ikut campur tangan maka konsepnya
Untuk keperluan diagnosis, maka menjadi tetrahedron/limas hama/penyakit
pengertian tentang gejala dan tanda (Semangun, 1996; Agrios. 2005).
perlu diketahui dengan baik, gejala adalah
perubahan-perubahan yang ditunjukkan Informasi dan data mengenai berbagai jenis
oleh tanaman itu sendiri akibat dari adanya hama dan penyakit pada tanaman hutan
penyebab penyakit. Gejala dapat setempat dari tahun ke tahun semakin meningkat.
(lesional) atau meluas (habital, sistemik). Sejumlah hama dan penyakit yang terkenal
Gejala dapat dibedakan yaitu gejala primer ganas mampu menghabisi hingga taraf
dan sekunder. Gejala primer terjadi pada menghancurkan pertanaman. Hama dan
bagian yang terserang oleh penyebab penyakit sifatnya dinamis, satu jenis dapat
penyakit. Gejala sekunder adalah gejala dikendalikan, dapat muncul jenis lain,
yang terjadi di tempat lain dari tanaman bahkan serangan-serangan berikutnya akan
sebagai akibat dari kerusakan pada bagian muncul kembali.
yang menunjukkan gejala primer. Gejala
200 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Milionia basalis (Lepidoptera, Geometridae), pada tanaman Pinus merkusii

A C

A. Akibat serangan hama M. basalis tanaman seperti terbakar; B. Imago; C. kepompong

Eurema sp. (Lepidoptera, Pieridae), pada tanaman sengon

A B

A. Akibat serangan larva Eurema sp.; B. Kupu kuning dan pupa

Ulat kantong (Amatissa sp., Pteroma sp., Psyche sp., Cryptothelea sp., Pagodiella sp.,
Acanthopsyche sp., Metissa plana dan Mahasena sp.)(Lepidoptera, Psyhidae), pada beberapa
tanaman hutan karena ulat kantong bersifat polifag

A B

A. Akibat serangan ulat kantong; B. Berbagai jenis ulat kantong.

Gambar 4.3. Contoh Hama Tanaman Hutan


Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 201
Pengelolaan Hutan

Tingis beesoni (Hemiptera, Tingidae), pada tanaman gmelina

A B C

A. Akibat serangan T. beesoni; B. Nimfa: C. Imago

Hypsipyla robusta (Lepidopter, Pyralidae), pada mahoni

A B

A. Lobang gerek pada pucuk pohon; B. H. Robusta

Xystrocera festiva (Coleoptera, Cerambycidae), pada sengon

B
A C

A. kerusakan pohon akibat serangan boktor; B. Larva dalam lubang gerek; C. Bentuk larva X. festiva

D. Imago X. festiva
dalam lobang gerek;
E. Bentuk imago X.
D E festiva

Gambar 4.3. Lanjutan


202 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Penyakit Bercak Daun

A B C

A. Gejala penyakit karat daun; B. Bentuk uredospora; C. Bentuk teliospora

A B

A.Gejala penyakit bercak daun; B. Bbentuk konidia Pestalotia sp.

Penyakit Karat Tumor

Gejala penyakit karat tumor pada daun, tangkai daun dan batang

Penyakit Akar Merah

A B C

A. Gejala penyakit akar merah pada batang; B. Bentuk tubuh buah; C. bentuk konidia

Gambar 4.4. Contoh Penyakit Tanaman Hutan


Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 203
Pengelolaan Hutan

c.
Pengendalian Hama dan Penyakit dikembangkan. Dua kelompok tersebut
Tanaman Hutan Secara Terpadu adalah :
a. Unsur-unsur dasar PHT yang terdiri
Pengendalian hama dan penyakit terpadu dari: Pengendalian alami, Pengambilan
dimaksudkan untuk memperbaiki kuantitas sampel, Aras ekonomik, Ekologi dan
dan kualitas hasil produksi tanaman biologi.
yang diusahakan. Sedangkan tujuan dari b. Komponen PHT yang terdiri dari:
pengendalian hama dan penyakit adalah Pengendalian Kultur Teknis,
untuk mencegah terjadinya kerugian Pengendalian Hayati, Pengendalian
ekonomis serta menaikkan nilai produksi Kimiawi, Pengendalian dengan Varietas
dari tanaman yang diusahakan. Tahan, Pengendalian Fisik dan Mekanik,
Usaha pengendalian dilakukan apabila Pengendalian Dengan Peraturan.
biaya yang dikeluarkan lebih kecil daripada Adapun selengkapnya cara-cara
kerugian yang terjadi akibat serangan hama pengendalian tersebut adalah:
dan penyakit. Metode pengendalian hama
dan penyakit sangat bervariasi, tergantung a. Kultur Teknis (cara bercocok tanam) :
dari jenis hama, patogen dan tanaman • Mengatur komposisi tegakan (hutan
inangnya. campuran)
• Kerapatan tegakan
Dalam prakteknya pengendalian hama dan • Kesehatan pohon
penyakit dapat berupa : • Memilih jenis pohon yang resisten
1. Pencegahan (preventive) artinya kita terhadap hama dan penyakit.
melakukan suatu tindakan atau usaha
agar tanaman yang masih sehat terhindar b. Pengendalian Hayati
dari hama dan penyakit (sebelum adanya • Meningkatkan populasi musuh alam
hama dan penyakit). (parasitoid, predator, cendawan
2. Pengendalian kuratif (control) artinya entomopatogenik, cendawan dan
kita mengusahakan atau melakukan bakteri antagonis
tindakan-tindakan terhadap tanaman • Penggunaan pestisida nabati.
yang sudah terserang hama dan penyakit,
dengan harapan agar tanaman itu akan c. Pengendalian Kimiawi
sembuh dan normal kembali. • Penggunaan pestisida selektif baik
jenis maupun teknik aplikasi
Saat ini semua usaha pengendalian • Penggunaan pestisida sistemik
terhadap hama dan penyakit tanaman
diarahkan pada konsep pengelolaan hama d. Pengendalian Fisik dan Mekanik
dan penyakit secara terpadu (PHT), begitu • Mematikan langsung hama dan
pula sektor kehutanan mengadopsi dari bagian tanaman yang terserang.
sektor pertanian. Dimana pemerintah telah Sanitasi tegakan atau pemangkasan
menetapkan bahwa PHT sebagai kebijakan bagian tanaman yang terserang atau
dasar bagi setiap program perlindungan pemusnahan pohon yang terserang.
tanaman. Karena sifat penerapan PHT • Membuat perangkap (terutama untuk
dinamik maka perlu dilandasi oleh informasi hama) dan pembuatan barier.
dasar tentang ekosistem mau pun sistem • Merusak habitat dari hama sehingga
sosial ekonomi setempat. siklus hidupnya terputus, yaitu dengan
memusnahkan tumbuhan liar yang
Oleh karena itu dalam konsep PHT menjadi inang antara hama tersebut.
dibedakan dua kelompok pengetahuan • Penggunaan suhu tinggi, suhu rendah,
dan informasi yang perlu diketahui dan cahaya, kelembaban (mengubah
204 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

lingkungan agar hama dan penyakit diantaranya yaitu bagaimana sifat-sifat


tidak dapat berkembang. api, dari mana asal terjadinya kebakaran,
bagaimana teknologi yang harus diterapkan
e.
Pengendalian dengan Peraturan untuk penanggulangan serta berbagai
(Karantina) lembaga apa saja baik dari pemerintah
• Karantina tumbuhan asing dan maupun swasta dan masyarakat yang
domestik harus terlibat di dalam pencegahan dan
• Eradikasi atau pengendalian kawasan penanggulangan kebakaran hutan.
melalui peraturan.
Dalam konteks penanggulangan kebakaran,
Aplikasi di lapangan untuk pengendalian manusia hanya dapat melakukan dua
hama dan penyakit secara terpadu ini adalah hal yaitu melakukan pencegahan dan
penggunaan cara-cara pengendalian yang memadamkan api secara dini. Kebakaran
terpilih yang dipadukan (diintegrasikan) yang terlanjur besar hanya padam jika
secara harmonis dalam suatu tindakan bahan bakar telah habis atau terjadi
gabungan dan dapat menjamin hasil pada turunnya hujan minimal dua minggu secara
tingkat yang dapat dipertanggung jawabkan berturut-turut.
dari segi ekonomi, ekologi, sosiologi dan
dapat diterima serta terjangkau masyarakat a. Api dan Kebakaran Hutan
pengelola hutan.
Kebakaran tidak mungkin timbul tanpa
G.3. Kebakaran Hutan adanya api, sedangkan terjadinya api adalah
akibat proses fisika dan kimia. Di dalam
Kebakaran hutan didefinisikan sebagai proses terjadinya api, ada tiga komponen
suatu proses pembakaran bahan organik yang saling berhubungan yaitu bahan
yang menyebar secara bebas (wild fire) bakar, oksigen dan panas (Gambar 4.5). Jika
dengan mengkonsumsi bahan bakar alam ketiga komponen tersebut telah mengalami
hutan meliputi serasah, humus, tanah proses pemanasan hingga mencapai titik
gambut, rumput, ranting-ranting, gulma, bakar maka akan keluar nyala api termasuk
semak, dedaunan serta pohon-pohon segar. lidah api. Sebaliknya apabila ketiga faktor
Pengertian kebakaran hutan dan lahan penyebab terjadinya api tersebut tidak
adalah suatu keadaan dimana hutan atau sampai kepada suhu titik bakarnya maka ia
lahan dilanda api sehingga mengakibatkan tidak akan menjadi nyala api.
kerusakan hutan dan hasil hutan yang
menimbulkan kerugian ekonomi dan
lingkungan. Kebakaran hutan dan atau lahan
merupakan salah satu penyebab kerusakan
dan atau pencemaran lingkungan hidup,
baik berasal dari lokasi maupun dari luar
lokasi usaha dan kegiatan.
Kebakaran merupakan salah satu faktor
perusak hutan yang paling cepat dan
berdampak negatif selain terhadap
Gambar 4.5. Segitiga Api
sumber daya hutan itu sendiri, juga telah
mengganggu kesehatan manusia, sektor Untuk membuat pemanasan mencapai
ekonomi bahkan politik. titik bakar inilah yang banyak berhubungan
Dari kasus-kasus kebakaran yang terjadi dengan aktivitas manusia. Suhu titik bakar
ternyata beberapa hal yang perlu diketahui hampir 99 % dipicu oleh adanya penyulutan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 205
Pengelolaan Hutan

atau pembakaran awal oleh manusia. api perladangan pada saat pembakaran
Selanjutnya api yang telah terjadi tersebut pembukaan lahan yang lalai dan tak
melalui proses konveksi, konduksi dan terkendali.
radiasi menghasilkan ignisiasi atau
pemanasan terhadap bahan bakar lain di Ketiga komponen api yang saling
sekitarnya sehingga api akan terus menyala berhubungan yaitu bahan bakar, oksigen
selama bahan bakar masih ada. dan panas dapat diterangkan sebagai
berikut (1) Bahan bakar adalah semua
Pembakaran awal ini biasanya akibat bahan organik hidup atau mati yang mana
pembakaran ladang tak terkendali untuk karena sifat fisik dan kimianya sewaktu-
bertani, pembakaran peremajaan rumput waktu dapat terbakar. (2) oksigen adalah
untuk pakan ternak tak terkendali dan salah satu dari komponen udara. Ia
pembakaran lahan-lahan tidur di lahan merupakan gas tidak berwarna dan tidak
gambut untuk menunjukkan kepemilikan. berbau yang menempati sekitar 21% dari
Sebab-sebab lain yang dapat memicu volume udara yang ada di alam ini. (3)
terjadinya api awal adalah akibat panas merupakan energi yang dihasilkan
pelanggaran aturan disiplin lingkungan baik secara alami seperti energi matahari/
baik oleh perusahaan maupun masyarakat kilat/petir/halilintar ataupun hasil dari
secara perorangan. aktivitas manusia melalui penyulutan
secara langsung menggunakan korek api. Di
Contoh-contoh kasus seperti ini misalnya Indonesia, pemanasan banyak ditimbulkan
pembakaran pembukaan lahan (land oleh perlakuan manusia.
clearing) oleh perusahaan hutan tanaman
dan perkebunan, pembuangan puntung Terdapat tiga faktor kunci yang
rokok masih menyala pada saat bahan bakar mempengaruhi tingkah laku api yaitu
sangat kering oleh masyarakat, pembakaran 1) cuaca (angin, temperatur, kadar air,
untuk memasak ikan hasil pancingan dan kelembaban relatif, curah hujan), 2)
mengusir nyamuk oleh pemancing ikan dan topografi (kemiringan, aspek, deskripsi
pencari kayu galam di saat musim kemarau. lokasi, daerah ), dan 3) bahan bakar (kadar
air, spasi/jarak, tipe, volume, potensi).
Pemanasan awal akibat gejala alam pada
umumnya tidak sampai kepada tercapainya b. Intensitas Kebakaran
suhu titik bakar suatu bahan bakar karena
kadar air bahan bakar yang tinggi (> 20%). Intensitas kebakaran merupakan
Sebagai contoh, halilintar di Indonesia pada parameter penting yang digunakan untuk
umumnya terjadi di musim penghujan menentukan tingkat besarnya kebakaran
sehingga pijaran api yang terjadi dari dimana pada dasarnya ia merupakan
halilintar tidak sempat menghasilkan energi panas yang dihasilkan dari suatu
pembakaran sempurna karena kadar air kebakaran per unit panjang dari api. Untuk
bahan bakar tinggi. Untuk daerah nirtropis menghitung intensitas suatu kebakaran,
mungkin saja itu terjadi karena halilintar dapat digunakan rumus Byram yang sering
dapat terjadi di musim kering. disebut “ Intensitas Byram “.

Keberadaan api dari batubara di bawah I = 273 (h)2,17


permukaan tanah di Kalimantan Timur Dimana :
sesungguhnya tidak menyebabkan I = Intensitas api/kebakaran (Kw/m)
pembakaran secara langsung, melainkan h = Tinggi nyala api (meter)
ia hanya menghasilkan pemanasan awal Kandungan panas (H) (cal/g) dihitung
dan mengeringkan bahan bakar. Api yang menggunakan rumus: H = I/0,007 WR
terjadi selalu berawal dari penyulutan
206 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Variabel ”W” adalah bahan bakar dalam permukaan di lahan gambut maka api
ton/ha, dan “R” adalah laju penjalaran api menjalar ke bawah permukaan. Api di bawah
(m/menit), sedangkan panas per unit area permukaan gambut lebih sulit dipadamkan
(HA) dihitung dengan rumus HA = I/R (kJ/m) daripada api di lahan kering. Demikian pula
yang terjadi di lahan batubara. Mula-mula
Intensitas kebakaran berhubungan dengan api timbul akibat aktivitas manusia yang
kerusakan hutan. Semakin tinggi intensitas lalai baik melalui pembakaran ladang tak
kebakaran hutan, semakin tinggi juga terkendali maupun kelalaian membakar dari
kerusakan hutan yang dibakarnya. Di sisi lain penduduk pendatang yang lewat melalui
intensitas api kebakaran juga berhubungan kendaraan bermotor atau berjalan kaki.
dengan kemampuan pemadaman dari regu Selanjutnya api membesar sesuai bahan
dan alat pemadam yang digunakan. bakar alang-alang dan semak belukar yang
Sifat api berbeda pada kondisi dan tipe ada. Kemudian bahan bakar permukaan
bahan bakar yang berbeda. Sifat api alang- yang terus menyala membakar lapisan
alang dan Chromolaena odorata tergolong batubara yang terbuka di permukaan dan
api kecil (< 3 m). Kecepatan menjalar api meneruskan api tersebut kedalam lapisan
permukaan di lahan gambut bervegetasi yang lebih dalam. Setelah api masuk
pakis dengan volume bobot bahan bakar kedalam lapisan batubara, selanjutnya api
12,3 kg/m2 adalah 2,6-5,2 m2/menit. menembus hingga ke lapisan batubara yang
Untuk bobot bahan bakar 15-90 kg/m2 sangat dalam. Jika telah terjadi demikian
adalah 10-18 m2/menit. maka banyak orang menganggap api
berasal dari alam, padahal api tetap berasal
Kecepatan menjalar api bawah permukaan dari kelalaian manusia di atas permukaan
gambut antara 50-150 cm/hari. Kecepatan tanah.
menjalar api permukaan di lahan gambut
bervegetasi semak belukar 6-10 m2/menit. Kebakaran permukaan (surface fire)
Pada kondisi bahan bakar sangat kering, membakar bahan-bahan yang tersebar
kecepatan menjalar api di lahan alang-alang pada permukaan lantai hutan, misalnya
adalah 250 m2/menit. Faktor-faktor yang serasah, cabang dan ranting mati yang
mempengaruhi perilaku kebakaran hutan gugur, dan tumbuhan bawah. Dalam
adalah kadar air bahan bakar, kuantitas kondisi keberadaan oksigen (O2) sangat
bahan bakar, ukuran dan susunan bahan berlimpah, terlebih dibantu adanya angin,
bakar, suhu bahan bakar, kelembaban kebakaran permukaan disertai nyala api
udara dan curah hujan, angin dan topografi. cukup besar berbentuk agak lonjong.
Keperluan air untuk pemadaman di tanah Api permukaan bergerak relatif cepat
mineral 2 lt/m2 sedangkan di lahan gambut sehingga tidak membakar semua bahan
memerlukan 800 liter air/m3. yang ada, terutama humus. Kelembaban
yang tinggi pada lapisan humus di bawah
c. Tipe Kebakaran serasah kering menyebabkan kebakaran
permukaan tidak membakar lapisan humus
Jika dikelompokan ada tiga tipe kebakaran tersebut. Kebakaran permukaan juga tidak
yaitu : (1) Kebakaran bawah (ground or meningkatkan suhu pada lapisan bahan
subsurface fire), (2) kebakaran permukaan organik dan horizon tanah di bawahnya,
(surface fire) dan (3) kebakaran tajuk (crown sehingga organisme renik di dalamnya
fire). tidak mati. Kenaikan suhu tinggi hanya
terjadi pada bagian nyala api dan itupun
Kebakaran bawah (ground fire) umumnya
tidak bertahan lama pada suatu titik
terjadi di lahan bergambut atau bahan
tertentu sehingga tidak mematikan jaringan
organik. Akibat lamanya terjadi api
batang-batang pohon hutan yang besar.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 207
Pengelolaan Hutan

Pada pohon-pohon kecil dan perdu, api pada bagian tepi dan ekor api akan lebih
permukaan dapat mematikan bagian kulit efektif dengan menggunakan peralatan
kayu dan bagian kayu masih tetap hidup. tangan.
Tumbuhan dengan kerusakan semacam 3) Api Kebakaran Permukaan Sedang.
ini dapat bertunas dan tumbuh kembali Api ini memiliki tinggi lidah api sudah
setelah kebakaran permukaan berakhir, mencapai 2 meter. Biasanya api pada
kecuali kebakaran terjadi berkali-kali. intensitas sedang sudah mulai menjilat-
jilat batang pohon ukuran sapling
Kebakaran tajuk (crown fire) terjadi berasal
hingga tiang (pole). Intensitas panas
dari kebakaran permukaan. Kebakaran ini
mulai meninggi, regu tidak mungkin
terjadi jika lantai hutan memiliki tumbuhan
lagi mendekatinya untuk memadamkan
bawah yang tebal dan kering ditambah
secara langsung. Pemadaman langsung
banyaknya ranting-ranting dan dahan kering
hanya mungkin dilakukan dengan
tidak dipangkas termasuk kayu-kayu sisa
menunggu api merendah dan pada
tebangan. Api permukaan akan membakar
saat itulah api dipadamkan dengan
bagian-bagian atas hutan sehingga terjadi
cepat. Di dalam pemadaman secara
penyalaan api sampai ke tajuk pohon. Pada
langsung biasanya digunakan alat
jenis tanaman berdaun jarum, kebakaran
pemadam pompa. Pemadaman tidak
tajuk terjadi sangat mudah karena
langsung adalah dengan cara melokalisir
kandungan resin yang tinggi pada bagian-
api menggunakan sekat-sekat bakar
bagian pohonnya. Dengan kondisi oksigen
dadakan.
melimpah, kebakaran menimbulkan nyala
api yang besar dan dengan mudah bergerak 4) Api Kebakaran Permukaan Tinggi. Api
dari satu tajuk ke tajuk di dekatnya. Panas kelas ini memiliki tinggi lidah api hampir
yang ditimbulkan oleh nyala api yang besar mencapai tajuk pohon. Sebagian besar
dapat menurunkan kadar air bahan-nahan api telah membakar ranting-ranting
tumbuhan di dekatnya sehingga menambah pohon. Walaupun belum mencapai tajuk
kecepatan bagian-bagian tersebut terbakar, kebakaran ini sudah mematikan pohon-
menjadi kebakaran berbentuk elips yang pohon. Pemadaman secara langsung
besar. Kebakaran tajuk mematikan pohon- tidak dapat dilakukan dengan peralatan
pohon dan semak serta tumbuhan bawah tangan melainkan alat pemadam
termasuk lapisan bahan organik. pompa bertekanan tinggi disertai upaya
melokalisir areal terbakar. Pada kondisi
d. Kelas Intensitas Kebakaran tersebut api hanya akan mati setelah
bahan-bakar habis.
Jika dikelompokan, besarnya kebakaran
dapat dikelompokan sebagai berikut: 5) Api Kebakaran Tajuk. Api kebakaran tajuk
biasanya sudah membakar tajuk secara
1) Api Kebakaran Kecil. Api yang terjadi keseluruhan. Kebakaran seperti ini sudah
memiliki tinggi lidah api kurang dari 0,5 tidak bisa dipadamkan lagi walaupun
meter. Api seperti ini dapat dipadamkan dengan bantuan pesawat udara dengan
langsung pada muka dan pinggiran api bom air (water bomb). Sifat api seperti ini
dengan menggunakan peralatan tangan sangat membahayakan karena apa saja
(hand tools). yang ada di sekitarnya dapat terbakar.
2) Api Kebakaran Permukaan Rendah. Api Pada kondisi intensitas kebakaran seperti
ini memiliki tinggi lidah api mencapai 1 ini, upaya bakar balas pun sudah tidak
meter. Kombinasi pemadaman antara berlaku.
secara langsung dengan tidak langsung
dapat diterapkan sesuai dengan kondisi
lapangan. Pemadaman langsung dimulai
208 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

e. Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan di akibat gejala alam El-NINO, rendahnya


Indonesia kesadaran masyarakat didalam mematikan
api liar secara dini dan rendahnya
Hasil beberapa kajian sosioanthropologis pengetahuan masyarakat sekitar hutan
penyebab kebakaran hutan di daerah- tentang pentingnya hutan dan lingkungan
daerah terpilih seperti Kalimantan Tengah, juga telah menjadi faktor pendukung
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, sehingga mudah terjadi kebakaran hutan.
Kalimantan Barat, Sumatra Utara, Riau,
Jambi, Sumatra Selatan, Nusa Tenggara dan g. Deteksi Dini dan Pencegahan Terjadinya
Papua ternyata penyebab kebakaran tidak Kebakaran
jauh berbeda.
Upaya-upaya berbagai kalangan khususnya
Beberapa penyebab kebakaran hutan di pemerintah dalam menanggulangi bahaya
antaranya: kebakaran di Indonesia telah dilakukan.
a. Penggunaan Api untuk Berladang Aktivitas pertama yang dilakukan didalam
b. Pengunaan Api untuk Peremajaan penanggulangan kebakaran adalah
Rumput Pakan Ternak melakukan deteksi dini dan pencegahan
c. Penggunaan Api Untuk Pembukaan kebakaran. Keberhasilan pengelolaan
Lahan Perkebunan, Hutan Tanaman dan kebakaran sangat ditentukan oleh kegiatan
tujuan kepemilikan pencegahan terjadinya kebakaran yang
d. Pembakaran pada saat berburu efektif. Deteksi dini sangat menentukan
e. Pembakaran pada saat memancing ikan keberhasilan pemadaman pada saat api
f. Pembakaran sampah pertanian dan telah terjadi. Umumnya api yang terlanjur
rumah tangga besar dan luas sangat sulit dikendalikan
g. Pembakaran mengusir nyamuk oleh apalagi dipadamkan. Api hanya padam
pencari kayu galam (Malaleuca apabila bahan bakar telah habis atau terjadi
leucodendron) penurunan temperatur secara serentak
h. Penyebab lain akibat kelalaian pengguna akibat turun hujan.
api
Keberhasilan kegiatan pencegahan
f. Faktor-Faktor Pendukung Terjadinya kebakaran ditentukan oleh beberapa tahap
Kebakaran Hutan aksi sebagai berikut:
a. Menganalisis penyebab kebakaran hutan
Sebagian kalangan pengamat kebakaran b. Pemantauan Titik Panas (Hotspot)
hutan menganggap bahwa kebakaran hutan c. Aplikasi Hujan Buatan
merupakan gejala pengelolaan hutan yang d. Teknik Peramalan Kerawanan Kebakaran
tidak bijaksana. Pada dasarnya anggapan e. Menyusun Rencana Pengelolaan
ini berhubungan dengan adanya faktor- Kebakaran (Fire Management Plan)
faktor pendukung terjadinya kebakaran f. Membangkitkan Kesadaran Masyarakat
hutan dan lahan di Indonesia. Unsur- g. Membangun hutan tanaman berisiko
unsur gejala tidak optimalnya pengelolaan kecil kebakaran
hutan sesungguhnya telah menjadi faktor h. Pola Persiapan Melakukan Pemadaman
pendukung terus berulangnya peristiwa i. Pola Pemadaman Saat Terjadi Kebakaran
kebakaran hutan. Faktor-faktor tersebut 1) Teknik Pemadaman Dengan
adalah meliputi : Penguasaan lahan, alokasi Penyemprot Punggung dan Kepyok
penggunaan lahan, degradasi hutan dan 2) Teknik Pemadaman Api di lahan
lahan, pertimbangan ekonomi lahan, gambut dengan Pompa diam
dan dampak perubahan karakteristik 3) Teknik Pemadaman di Lahan Gambut
kependudukan. Selain itu adanya faktor- dengan Bomtik (Bom plastik)
faktor alam seperti musim kemarau panjang
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 209
Pengelolaan Hutan

4) Teknik Pemadaman Tidak Langsung dan berdampak negatif terhadap


5) Teknik pemadaman dengan pesawat keanekaragaman hayati. Proses invasi
terbang dan hujan buatan jenis asing secara biologi terhadap habitat
6) Peralatan dan Fasilitas Pengendalian yang baru juga dipengaruhi oleh aktivitas
Kebakaran Hutan dan Lahan manusia (Catford, 2009).
j. Aktivitas Pasca Kebakaran
1) Inventarisasi Areal Terbakar Pertumbuhan ekonomi Indonesia
2) Teknik Rehabilitasi Lahan berbanding lurus dengan meningkatnya
3) Upaya Penegakan Hukum jalur transportasi dan perdagangan
k. Kearifan Lokal Pengendalian Kebakaran internasional yang menyebabkan
l. Sistem Kelembagaan Pengendalian meningkatnya peluang jenis-jenis asing
Kebakaran Hutan masuk ke wilayah Indonesia. Tercatat
sekitar 2,000 spesies asing telah masuk
G.4. Ancaman Jenis Asing Invasif melalui proses impor baik yang disengaja
maupun tidak. Upaya untuk mengatasi
Jenis Asing Invasif (JAI) atau dikenal dengan permasalah masuk dan berkembangnya
IAS (Invasive Alien Species) bukanlah jenis asing invasif dapat dilakukan melalui
istilah baru karena sudah lama dibicarakan perencanaan dan pelaksanaan manajemen
di beberapa negara kepulauan seperti berskala nasional. Strategi nasional
Australia, New Zealand, Madagascar, pengelolaan jenis tumbuhan asing invasif
Hawaiian Archipelago, dan Galapagos yang meliputi beberapa program pencegahan,
memiliki proporsi flora dan fauna endemik deteksi dini dan respon cepat, pengendalian
dan terspesialisasi yang tinggi. Karena dan pengelolaan, peningkatan kapasitas,
posisi geografisnya, migrasi spesies baru rehabilitasi dan pemulihan.
sangat terbatas dan hal ini menyebabkan
spesies yang sudah mapan menjadi lebih Dalam melakukan pengelolaan JAI secara
kuat dengan memiliki sedikit pesaing dan tepat perlu didukung dengan survei
predator yang kuat. Karena pulau-pulau keberadaan dan persebarannya di lapang.
terpencil ini lebih rentan terhadap invasi, Survei yang dimaksud adalah pengumpulan
aktivitas manusia yang keluar-masuk pulau informasi tentang jenis dan keberadaan
menjadi sumber kepunahan spesies yang JAI. Dalam kegiatan survei disini digunakan
paling berbahaya. Terlebih lahan-lahan istilah yang dikembangkan oleh ISPM
terpencil tersebut memiliki akses yang (International Standard for Phytosanitary
sulit dan juga relung ekologis yang belum Measures). Meskipun survei dalam ISPM
ditempati karena jauh dari populasi jenis lebih umum yang bisa mencakup hama
penjajah sehingga mudah diserbu oleh (vertebrata dan invertebrata), pathogen,
spesies baru. gulma dan JAI (Tjitrosoedirdjo et.al., 2020).
JAI meliputi hewan, tumbuhan, dan Pengelolaan JAI juga harus didasari oleh
mikroorgaisme, serta jenis tumbuhan penilaian risiko invasi sehingga dapat
asing invasif, menurut definisi tumbuhan meminimalisir kemungkinan terjadinya
yang tumbuh di luar sebaran alaminya, invasif yang spesifik pada lokasi tertentu.
ternaturalisasi, mendominasi, menyebar Pengembangan penilaian analisis risiko
dan merusak lingkungan, sistem produksi, berkaitan dengan penilaian secara
dan kesehatan. Oleh karena itu, menurut kuantitatif dari proses invasi JAI. Identifikasi
definisi juga merupakan gulma dan spesies kriteria invasi harus didasarkan pada
tumbuhan invasif seperti Chromolaena pengetahuan yang mendalam tentang
odorata juga dikenal sebagai gulma pada sejarah masuknya jenis tersebut pada area
lahan perkebunan. JAI sangat mengancam yang baru dan kondisi lingkungan yang
210 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

sesuai dengan pertumbuhannya. mudah dihubungi yang bersedia membantu


mengenali jenis target survei. Usahakan
Tata cara untuk melakukan analisa resiko untuk memperoleh informasi morfologi
dituangkan dalam Peraturan Direktur daun, bunga, buah atau proporsi usia muda
Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan dewasa. Jika perlu, komunikasi dengan
dan Ekosistem No. P.4/KSDAE/SET/ penduduk setempat untuk memperoleh
KSA.2/11/2019 tentang Tata Cara Analisa informasi lebih lanjut. Akan lebih baik
Risiko Jenis Tumbuhan Invasif pada Kawasan lagi jika petugas lapang membawa
Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan buku referensi untuk mencocokan atau
Taman Buru. mendeteksi jenis yang belum pernah
Sebuah studi tentang spesies invasif non- ditemui sebelumnya. Sangat disarankan
asli di Asia Tenggara mengidentifikasi untuk membuat dokumentasi (kamera
bahwa dampak utama IAS terhadap digital).
keanekaragaman hayati adalah: Lembar Informasi JTAI:
perpindahan biota asli; modifikasi 1. Nama umum dan ilmiah tumbuhan asing
ekosistem; hibridisasi; gangguan invasif.
lingkungan, dan; kerugian ekonomi. 2. Symptom dan morfologi
JAI juga merupakan ancaman yang serius 3. Foto berwarna atau diagram yang
terhadap keanekaragaman hayati diikuti memperlihatkan morfologi bunga, buah,
oleh ancaman lainnya. Ancaman JAI dapat biji, daun, batang (karakter khusus)
diperparah dengan adanya perubahan iklim. warna, pola retakan dan sebagainya
Hal tersebut dapat meningkatkan distribusi 4. Habitat yang disukai – dipinggir sungai
spesies yang ada, dan berkontribusi pada atau saluran air.
peningkatan pertumbuhan dan reproduksi 5. Kalau sesuai, sisipkan detil tumbuhan
JAI. Degradasi hutan dan pengelolaan lain yang mirip agar tidak keliru.
kawasan hutan produksi yang tidak lestari 6. Untuk gulma dan tumbuhan invasif
juga dapat memfasilitasi masuk dan harus menyertakan gambar saat semai
berkembangnya spesies invasif yang dapat (anakan) dan ketika gulma itu sudah
menghambat regenerasi alami hutan dewasa, dan disertai dengan bagian
sekunder serta berkontribusi pada hilangnya diagnostik seperti bunga, daun, dan
keanekaragaman hayati. Karakteristik tunas secara detail.
utama dari spesies yang benar-benar invasif Untuk membaca lebih lengkap terkait
adalah bahwa mereka dapat mengubah penduan melakukan survei jenis tumbuhan
kondisi ekosistem sehingga jenis asli tidak invasif dan tidak hanya untuk tumbuhan
dapat bertahan terhadap perubahan iklim. tetapi juga hama, pathogen dan gulma
a. Identifikasi Jenis Tumbuhan Asing Invasif pertanian, pengelola kawasan ataupun
(JTAI) di Lapangan perorangan dapat memperoleh informasi
langsung dari buku Panduan Melakukan
Pengenalan jenis atau identifikasi ketika Survei Tumbuhan Invasif yang diterbitkan
survei lapangan dapat dilakukan dengan oleh SEAMEO-Biotrop.
berbagai cara. Bagi JTAI (Jenis Tumbuhan
Asing Invasif) yang sudah ada di Indonesia, G.5. Gangguan Ternak
informasi lebih mudah diperoleh karena Penggembalaan ternak menjadi salah satu
pada umumnya banyak ahli tumbuhan yang penyebab terjadinya kerusakan hutan.
sudah mengenalnya, terutama ahli/pakar Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
gulma atau botani taksonomi. Sebaiknya penggembalaan di hutan tersebut di
disiapkan dahulu daftar para ahli yang bisa antaranya:
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 211
Pengelolaan Hutan

1. Populasi ternak di sekitar kawasan hutan. liar di dalam kawasan hutan. Teknik
Populasi ternak yang ada di sekitar hutan komunikasi sosial ini disesuaikan dengan
akan membutuhkan ketersediaan pakan kemampuan penyuluh. Bisa dilakukan
yang banyak. Semakin banyak populasi dengan mengumpulkan pemilik-pemilik
ternak maka penggembalaan ternak ternak dalam satu tempat yang sama,
di hutan juga akan meningkat untuk kemudian dilakukan penyuluhan atau
memenuhi kebutuhan pakannya. dengan cara mendatangi satu-persatu
2. Jumlah hijauan ternak yang mampu masyarakat yang memiliki hewan ternak
dihasilkan di desa sekitar hutan. (anjangsana). Kemudian mulai memberikan
Keterbatasan lahan di desa untuk pengarahan mengenai dampak
menyediakan pakan ternak yang cukup pengembalaan liar di dalam kawasan hutan
menyebabkan pemilik ternak, baik terutama kawasan yang masih memiliki
sendiri maupun bersama ternaknya, tumbuhan muda. Setelah itu memberikan
masuk ke hutan untuk mencari pakan solusi untuk menangani penggembalaan
ternak. liar di dalam kawasan, seperti menyediakan
3. Teknik memelihara ternak yang dilakukan pakan sendiri yang diambil pemilik ternak
oleh masyarakat. Secara umum, masih dari dalam kawasan tanpa membiarkan
banyak masyarakat yang menerapkan ternaknya masuk ke dalam kawasan hutan
peternakan sistem lepas, sehingga terutama hutan yang masih memiliki
penggembalaan ternak di hutan masih tanaman muda.
banyak dijumpai.
4. Intensitas pengawasan oleh pengelola Komunikasi sosial ini dapat dilakukan oleh
kawasan hutan. Pengelola kawasan siapa saja yang memilki peran penting
hutan mempunyai keterbatasan dalam dalam pengelolaan hutan. Komunikasi
mengawasi masuknya ternak di hutan. sosial dapat dilakukan oleh Mantri, Polhut,
Kepala desa, maupun LMDH (Lembaga
Penggembalaan liar pada dasarnya Masyarakat Desa Hutan). Komunikasi
dapat menurunkan tingkat kesuburan sosial kepada pemilik ternak dilakukan
lahan dan bertambahnya lahan kritis dengan cara persuasif tanpa ada unsur
yang dipercepat oleh tekanan penduduk kekerasan ataupun dibawah penekanan.
terhadap lahan, untuk keperluan pertanian Komuniasi sosial merupakan salah satu
dan peternakan. Hal ini karena sebagian cara efektif dalam mengurangi dampak
besar mata pencaharian penduduk bertambahnya penggembalaan liar.
beternak dengan pola penggembalaan liar Sehingga pada akhirnya masyarakat dapat
serta bertani dengan pola perladangan mengetahui dampak penggembalaan liar
berpindah dengan sistem tebas bakar. dan mengurangi aktifitas penggembalaan
Dalam mengantisipasi gangguan ternak liar di dalam hutan.
maka perlu adanya penghalauan hewan
ternak yang masuk ke dalam area hutan, Menurut Sila dan Nuraeni (2009),
salah satu upaya pengusiran ternak yaitu Penggembalaan liar dimungkinkan oleh
dengan Metode Represif. Metode represif kurangnya tegal pekarangan petani
adalah pengusiran ternak dari tanaman yang dapat dipakai sebagai tempat
muda dengan tujuan memberikan efek penggembalaan yang mampu menampung
jera kepada pengembala untuk tidak pertumbuhan jumlah ternak. Hutan
mengembala di sembarang tempat (Surata, merupakan satu-satunya pilihan, selain
1999). karena tersedianya rerumputan liar
sebagai hasil dari gugurnya daun di hutan
Komunikasi Sosial (Komsos) merupakan cara dan pemanenan kayu juga karena dengan
untuk mengurangi adanya pengembalaan cara ini relatif lebih murah dibandingkan
212 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

dengan cara memelihara ternak dalam yang menyebabkan kualitas dan produksi
kandang. Penggembalaan liar adalah kayu rendah, kebiasaan penggembala
kegiatan menggembalaan/menggiring yang menginginkan hijauan muda dengan
hewan ternak untuk mencari pakan di membakar hutan, akan sangat merugikan,
dalam kawasan hutan. Pengertian lain yaitu (3) Anak-anak gembala tidak cukup waktu
penggiringan hewan ternak dari kandang untuk sekolah, (4) Bagi ternak itu sendiri
ke lokasi kawasan hutan tersebut dilakukan kerugiannya adalah kesehatannya yang
oleh seseorang/kelompok dan setelah kurang terjamin karena ternak-ternak itu
masuk di kawasan hutan kelompok hewan bebas berkeliaran di hutan dan makan apa
ternak tersebut ditunggui oleh pemiliknya/ saja yang dijumpai. Sehingga dapat mudah
penggembala. Kelompok hewan ternak terserang penyakit dan juga tidak dapat
tersebut ditinggalkan oleh pemiliknya mengatur perkawinan dalam mencari
sehingga ternak-ternak tersebut bebas turunan bibit unggul. Hal ini menyebabkan
berkeliaran dan ada kemungkinan masuk mutu ternak menjadi rendah.
di tanaman muda maupun tutupan. Dan
penggembalaan model ini cenderung Penggembalaan liar ini dapat diminimalisasi
berpotensi untuk menimbulkan kerusakan. dampak kerugiannya, dengan cara
memberikan penyuluhan kepada
Jika ditinjau kembali Standar Oprasional masyarakat desa di sekitar hutan tentang hal
Prosedur (SOP) yang mengatur yang berkaitan dengan kerugian-kerugian
penggembalaan di dalam kawasan yang dapat ditimbulkan akibat adanya
menyatakan bahwa penggembalaan tidak penggembalaan liar. Selain itu perlu adanya
diperbolehkan di dalam kawasan hutan ketegasan dari pihak pengelola hutan dalam
tersebut, kecuali kawasan yang memiliki menetapkan daerah-daerah yang tidak
tegakan yang umurnya dewasa, sedangkan diperbolehkan adanya penggembalaan liar.
pada tegakan muda tidak sama sekali Dengan demikian peran pihak pengelola
diperbolehkan adanya penggembalaan liar. hutan dalam berkomunikasi dengan
masyarakat desa di sekitar hutan sangatlah
Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang penting, untuk menunjang keberhasilan
Pengembalaan liar dalam aturan Perhutani dalam pengelolaan hutannya, serta
(2012), terdapat sistem pelaporan jika keberhasilan dalam membina masyarakat
terjadi pengembalaan liar di hutan muda desa di sekitar hutan tersebut.
atau tutupan yaitu : (1) Nomor/huruf , (2)
Tanggal dan waktu kejadian, (3) Petak yang Akibat yang ditimbulkan oleh adanya
rusak akibat penggembalaan, (4) Luas baku/ pengembalaan liar antara lain adalah bila
Ha, (5) Tanaman yang rusak, tanaman yang pengembalaan tersebut dilakukan pada
rusak meliputi jenis tanaman, jumlah pohon petak yang masih merupakan tanaman
dan luasan areal/Ha, (6) Besar kerugian muda yang dapat menimbulkan kerusakan
kawasan, (7) Penyebab kejadian, penyebab batang dan menurunkan kualitas batang.
kejadian meliputi nama penggembala, Akibat yang lain dari pengembalaan liar
jenis/jumlah hewan dan asal desa dan (8) di hutan adalah dapat menyebabkan
Kronologis kejadian penggembalaan liar. pemadatan tanah sehingga drainase tanah
menjadi buruk dan akan menghambat
Kerusakan yang diakibatkan penggembalaan pertumbuhan tanaman.
liar dapat berupa : (1) Injakan-injakan kaki
ternak yang menyebabkan tanah menjadi Untuk mengatasi kasus gangguan ternak
padat dan tidak mampu lagi menyerap (penggembalaan liar) di kawasan yang
air sehingga menimbulkan erosi yang dilindungi disarankan melakukan hal
terutama pada tanah miring, tanah longsor, berikut 1) Perlu adanya patroli rutin
serta menggagalkan usaha reboisasi, (2) untuk mengurangi adanya aktifitas
Rusaknya tegakan dan tanaman antara penggembalaan liar di dalam kawasan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 213
Pengelolaan Hutan

perlindungan setempat atau pun kerugian akibat serangan rayap di Indonesia


hutan. 2) Perlu adanya fasilitas yang mencapai 2,8 triliun rupiah setiap tahunnya
mendukung dalam melaksanakan (ASPPHAMI, 2018). Dua kelompok genera
patroli penggembalaan seperti plang rayap yang paling merusak hasil hutan
pemberitahuan larangan menggembala adalah Coptotermes dan Cryptotermes.
dan pos pemantauan penggembalaan liar.
Sekitar 110 spesies rayap dari genera
Coptotermes (Coptotermitinae:
Rhinotermitidae: Blattodea) telah
G.6. Perlindungan Hutan Atas Hasil Hutan terkonfirmasi berdasarkan International
Code of Zoological Nomenclature (ICZN)
Kerusakan akibat serangan hama dan
(Krishna et.al., 2013) dan sedikitnya 14
penyakit tidak hanya terjadi pada tanaman
spesies Coptotermes dapat ditemukan di
yang hidup namun juga menjadi masalah
Indonesia. Meskipun demikian beberapa
terhadap hasil hutan utamanya, terutama
di antaranya terindikasi non valid dan
kayu. Kemunculannya menjadi semakin
mengalami sinonimi. Dua spesies yang paling
mudah ditemukan seiring dengan semakin
populer sebagai hama yang menimbulkan
dekatnya asosiasi antara organisme
kerugian serius khususnya pada bahan
tersebut dengan kehidupan manusia
bangunan yang terbuat dari kayu adalah
sehari-hari melalui pemanfaatan produk
Coptotermes formosanus dan C. gestroi.
hasil hutan sebagai bahan bangunan,
Rayap Coptotermes membangun sarang
mebel, kerajinan dan bahan industri lain.
di dalam tanah, membangun terowongan
Kerugian akibat serangan hama menuntut
dari lumpur yang menghubungkan sarang
upaya perlindungan atas hasil hutan karena
dengan sumber makanannya. Terowongan
kerugian secara ekonomi yang disebabkan
ini juga berfungsi melindungi diri dari
olehnya cukup nyata.
predator dan kekeringan karena jenis
a. Rayap (termite) rayap ini rentan terhadap kekeringan
apabila terpapar udara. Biasanya rayap ini
Serangga yang berkerabat dekat dengan beraktivitas di atas permukaan tanah.
kecoak dan mantis ini memiliki anggota
spesies sekitar 2870 (Scheffrahn, 2018), Koloni rayap kayu kering Cryptotermes
sekitar 435 spesies berada di Asia (Krishna, (Kalotermitidae: Blattodea) menghuni
Grimaldi, Krishna, & Engel, 2013), termasuk bagian dalam kayu. Spesies Cryptotermes
Indonesia. Rayap secara umum terbagi tiga yang ada di Jawa; Cryptotermes domesticus
kelompok yaitu rayap tanah (subterranean (Hav.), C. dudleyi Banks dan C. cynocephalus
termites) yang tinggal di bawah tanah, rayap Light (Kalshoven, 1960). Seperti halnya
kayu kering (drywood termites) yang tidak namanya, jenis rayap ini menyerang kayu
memerlukan kontak langsung dengan tanah kering yang biasanya berada di dalam
dan menyukai kayu kering dan rayap kayu rumah dan terlindung atap misalnya
basah (dampwood termites) yang tinggal di struktur bangaunan, perabot, pintu, meja
tempat lembab dan bersinggungan dengan kursi dan lain-lain. Kerusakan akibat rayap
permukaan tanah (Brauman et al., 2015). jenis ini sulit terdeteksi karena serangan
tidak tampak dari luar. Koloni memakan
Tidak hanya menimbulkan masalah pada kayu dari dalam dan meninggalkan galeri
tanaman di hutan, produk kehutanan atau lorong-lorong di dalam kayu dan
baik yang berupa log maupun yang sudah menyisakan lapisan luar kayu. Umumnya
berupa produk seperti bahan bangunan serangan terdeteksi ketika sudah terlambat
dan mebel juga mengalami serangan rayap. dengan tanda kotoran dari koloni yang
Umumnya serangan pada hasil hutan keluar dari galeri.
dilakukan oleh kelompok rayap tanah dan
rayap kayu kering. Secara nasional nilai Pengendalian rayap Coptotermes dilakukan
214 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

melalui pendekatan fisik, kimia dan biologis. kumbang bubuk kayu kering karena
Pengendalian secara kimia selama beberapa karakternya yang mampu menghasilkan
dekade sempat digunakan dengan cara bubuk kering pada kayu atau bambu dan
ekspose bahan kimia di dalam tanah di menyisakan lapisan tipis permukaan luarnya
sekitar bahan bangunan. Namun hal ini baik larva maupun dewasanya. Kelompok
dinilai kurang efisien jika diterapkan dalam serangga ini tergolong hama penting pada
skala luas, terlebih lagi jika memperhatikan hasil hutan kayu dan olahannya seperti
aspek dampak lingkungan akibat paparan mebel dan barang kerajinan, termasuk
bahan kimia di tanah. Belakangan teknik bambu dan rotan, beberapa spesiesnya
umpan beracun banyak digunakan dan juga merusak biji-bijian dan umbi-umbian.
dinilai layak diterapkan. Pendekatan fisik Sebarannya luas menyerang di daerah
dilakukan dengan membangun penghalang tropis dan sub tropis. Faktor pembatas
fisik yang sulit ditembus oleh koloni serangan hama ini pada hasil hutan adalah
seperti bahan yang tidak mudah ditembus kandungan pati. Meskipun demikian
(Kuswanto, Ahmad, & Dungani, 2015). beberapa faktor lain seperti ukuran pori,
dan suhu serta kelembaban juga dapat
Adapun pendekatan biologis memanfaatkan memengaruhi tingkat serangan kumbang ini
musuh alami berupa mikroba patogen (Jasni & Sumarni, 2011) (Jasni, Krisdianto, &
seperti Metarhizium anisopliae dan Ozarska, 2013) (Jasni & Sumarni, 1990).
Metarhizium brunneum, Myrothecium
roridum, Beauveria bassiana (Bals.), Kumbang bubuk kayu kering mudah
Aspergillus flavus (Link), Aspergillus niger, terintersepsi pada produk hasil hutan
Aspergillus sp., Rhizopus sp., Acremonium seperti kayu, rotan atau produk lain
sp. dan Penicillium sp. (Milner & Staples, sehingga ikut tersebar ke berbagai daerah
1996) (Desyanti & Zulmardi, 2011) Selain lain. Spesies utama kumbang bubuk kayu
fungi patogen nematoda dari famili kering yang menyerang kayu di Indonesia
Steinernematidae dan Heterorhabditidae adalah Heterobostrychus aequalis Wat.
juga memberikan pengaruh terhadap Spesies lainnya adalah Sinoxylon anale L.,
rayap. Meskipun demikian, kontrol biologis Minthea rugicolis L., Lyctus bruneus Steph.,
belum terbukti secara empiris di lapangan dan Dinoderus minutus Fabr. (Jasni &
dan hanya berdasar uji laboratorium. Sumarni, 1990) (Martawijaya, 1996) (Jasni
et.al., 2013). Beberapa langkah yang dapat
Kontrol Cryptotermes dilakukan melalui dilakukan untuk menangani kumbang bubuk
pencegahan menggunakan bahan kimia kayu kering adalah dengan cara inspeksi dan
yang diaplikasikan ke material menggunakan pelapisan produk seperti cat, vernis dan
bahan kimia seperti disodium octaborate sejenisnya. Pengutipan produk atau bagian
tetrahydrate (DOT) dan chromium produk yang kecil dapat dilakukan manakala
copper arsenate (CCA) (Scheffrahn et.al., ditemukan adanya indikasi serangan
1998) dan asam borat (Barly, Ismanto, sehingga mencegah serangan yang lebih
& Martono, 2011). Perlakuan fumigasi besar. Selain itu dapat dilakukan pengaturan
juga bisa diterapkan untuk pengendalian suhu dan kelembaban di lingkungan sekitar
rayap Coptotermes maupun Cryptotermes penyimpanan produk, pemanasan kayu
(Bess, 1971). Selain itu perlakuan termal sampai suhu letal bagi kumbang sebelum
juga dapat dilakukan sebagai alternatif penggunaan atau transportasi, perlakuan
pengendalian (Woodrow & Grace, 1998). insektisida dan pilihan terakhir adalah
fumigasi (Potter, 2020)
b. Kumbang Bubuk Kayu Kering (Powder-
Post Beetle) c. Kumbang Ambrosia
Kelompok serangga ini termasuk kumbang Tidak seperti kumbang bubuk kayu kering,
dari famili Bostrichidae: Coleoptera yang kelompok kumbang ambrosia menyukai
terdiri dari sekitar 500 spesies. Disebut
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 215
Pengelolaan Hutan

pohon yang mengalami cekaman, stres atau kayu, jamur pewarna merusak warna kayu
kayu basah yang baru dipanen. Kayu berupa setelah beberapa saat permukaannya
log dari hutan rentan terserang kumbang terekspose udara. Blue stain atau jamur
ambrosia. Hampir semua jenis kayu rentan biru adalah jamur yang menyerang
serangan hama kumbang ambrosia yang permukaan kayu segar (baru ditebang).
berakibat cacat kayu berupa saluran Akibatnya permukaan kayu menjadi
lubang-lubang yang cukup rapat pada kayu. terkesan kotor, berwarna biru kehitaman
Beberapa spesies kumbang penggerek dan dan sulit dihilangkan sehingga
umumnya adalah dari Famili Scolytidae mengganggu tampilan. Penggunaan bahan
seperti Xyleborus sp., Stephanoderes kimia asam borat dan fungisida komersial
dimorphis, Poecilips sp. yang menyukai dapat digunakan untuk menghambat
log basah/segardan kelompok kumbang pertumbuhan dan serangan jamur biru
Platipodidae (Crossotarsus wallacei, (Purwanto, 2009) (Luhan, Damiri, Gustaf, &
Platypus insularis, P. trepanatus, P. biuncus) Lambung, 2017) (Barly et al., 2011).
(Noerdjito & Amir, 1986) (Sukartana, 1988).
Pencegahan serangan kumbang ambrosia f. Jamur Perusak Kayu
dapat dilakukan menggunakan insektisida
Selain degradasi warna, serangan jamur
sipermetrin (Sukartana, Martawijaya, &
pada kayu menyebabkan kerusakan
Martono, 1989).
kayu. Ada beberapa kelompok jamur
d. Penggerek Laut (Marine Borer) yang merusakkan kayu seperti pelunak,
pembusuk putih dan coklat. Jamur
Kayu yang digunakan di wilayah perairan, pembusuk menyerang selulosa dan lignin
terutama di laut dan perairan payau sebagai komponen utama bahan organik
rentan terserang organisme penggerek laut kayu. Kerusakan bagian ini menyebabkan
(marine borer). Tidak hanya kayu material kayu kehilangan kekuatan dan mudah
bambu juga rentan terserang organisme lapuk. Umumnya serangan ini terjadi di
penggerek laut (Muslich & Rulliaty, 2014). tempat yang lembab. Beberapa jenis jamur
Organisme penggerek laut berasal dari perusak yang penting pada kayu diantaranya
kelompok Molluska dari Famili Teredinidae adalah Tyromyces palustris, Polyporus sp.,
(Teredo, Bankia) yang disebut cacing kapal Pycnoporus sanguineus, Schizophyllum
dan Pholadidae (Martesia, Xylophaga). commune (Suprapti & Krisdiyanto, 2006).
Sedangkan dari kelompok Krustacea Selain itu masih ada beberapa jenis jamur
terdapat genera Limnoria, Chelura, dan yang dapat merusak hasil hutan kayu.
Sphaeroma. Kerusakan pada material Beberapa penelitian perlindungan kayu
kayu terjadi karena organisme tersebut terhadap jamur perusak menggunakan
menggunakan material kayu sebagai bahan bahan kimia menunjukkan retensi yang
makanan atau sebagai media tempat cukup tinggi sehingga kurang efisien (Barly,
tinggal (Arsyad, 2018). Upaya pencegahan Lelana, & Ismanto, 2010; Lelana, Barly, &
serangan penggerek laut dapat dilakukan Ismanto, 2011).
dengan menggunakan bahan pengawet
berbasis asam borat (CCB) (Muslich &
G.7. Perlindungan Hutan dari Daya Alam
Hadjib, 2008) (Muslich & Rulliaty, 2010)
Perlindungan hutan dari daya-daya alam
e. Jamur Pewarna Kayu
yaitu untuk mencegah dan membatasi
Selain organisme serangga, hasil hutan kerusakan pada kawasan hutan yang
utamanya kayu juga rentan terserang disebababkan oleh beberapa aktifitas
organisme yang berupa jamur pewarna alam seperti letusan gunung berapi, tanah
kayu. Meskipun tidak menyebabkan longsor, banjir, badai, kekeringan, dan
kerusakan fisik atau pembusukan pada gempa.
216 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

a. Letusan Gunung Berapi No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan


Hutan yaitu sebagai berikut:
Secara geografis, letak wilayah Indonesia 1. Membuat teras permanen atau semi
berada pada pertemuan lempeng tektonik permanen pada lahan-lahan yang miring
yang memiliki barisan gunung berapi aktif atau curam;
yang lebih dikenal dengan sebutan cincin 2. Menanam jenis-jenis pohon yang
api (the ring of fire). Indonesia memiliki mempunyai daya transpirasi yang tinggi
13% dari total gunung apa yang ada di dan mempunyai perakaran yang dalam
dunia yaitu terdapat129 gunung api dengan dan melebar pada lahan-lahan yang
status aktif dan 500 gunung api dengan miring atau curam.
status tidak aktif, dengan 60% dari jumlah
gunung api tersebut memiliki potensi c. Banjir
ledakan yang cukup tinggi (Gosal, Tarore, &
Karongkong, 2018). Banjir dapat terjadi sebagai akibat dari
naiknya permukaan air yang disebabkan
Upaya perlindungan hutan dari letusan oleh peningkatan curah hujan diatas
gunung berapi berdasarkan Peraturan normal, perubahan suhu, tanggul/
Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang bendungan yang bobol, pencairan salju
Perlindungan Hutan yaitu sebagai berikut: yang cepat, dan terhambatnya aliran air di
1. Mengadakan kerjasama dengan instansi daerah lain (Sebastian, 2008).
yang terkait dalam rangka pemantauan
Dalam bencana banjir penting adanya
gunung berapi, peramalan perusakan
data sejarah yang dapat dipelajari dan
yang mungkin terjadi dan usaha-usaha
diperbaharui setiap ada kejadian baru
untuk menguranginya;
yang dapat dijadikan sebagai perbandingan
2. Melindungi dan memantau proses-
dengan peristiwa banjir terdahulu. Selain
proses alami yang menunjang rehabilitasi
itu juga data sejarah dapat dijadikan
hutan yang rusak oleh letusan gunung
sebagai informasi resiko banjir yang
berapi;
meliputi : 1). Analisis kekerapan banjir, 2).
3. Normalisasi saluran/aliran lahar dingin.
Pemetaan tinggi rendahnya permukaan
b. Tanah Longsor tanah (topografi), 3). Pemetaan bentang
daerah aliran sungai (kontur sekitar daerah
Tanah longsor merupakan pergerakan aliran sungai), 4). Kemampuan tanah dalam
tanah, batuan, kerikil, atau percampuran menyerap air, 5). Catatan pasang surut
keduanya yang menuruni lereng akibat air laut, 6). Kekerapan badai, 7). Geografi
dari terganggunya kestabilan tanah, pada pesisir/pantai, dan 8). Ciri-ciri banjir
umumnya penyebab tanah longsor yaitu (Sebastian 2008).
meliputi faktor dakhil, faktor kondisi luar dari
suatu medan, serta faktor pemicu lainnya. Upaya perlindungan hutan dari banjir
Faktor dakhil meliputi struktur geologi, berdasarkan PP No. 45 Tahun 2004 tentang
permeabilitas tanah, dan kedalaman Perlindungan Hutan yaitu sebagai berikut:
pelapukan batuan; faktor kondisi luar 1. Mengadakan kerjasama antar instansi
meliputi kemiringan, penggunaan lahan, yang berwenang dalam penanganan
dan banyaknya dinding terjal; sedangkan masalah sumber daya air terutama
faktor lainnya yaitu curah hujan yang tinggi dalam hal pemantauan perilaku air
dan gempa bumi (Fatiatun, Firdaus, Jumini sungai, peramalan banjir dan kerusakan
& Adi, 2019). yang diakibatkannya serta normalisasi
aliran sungai;
Upaya perlindungan hutan dari tanah 2. Melaksanakan penghijauan dan
longsor berdasarkan Peraturan Pemerintah reboisasi tanah-tanah yang hidroologis
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 217
Pengelolaan Hutan

kritis dengan jenis-jenis tanaman atau daerah tangkapan air;


pohon yang cepat tumbuh dengan 2. Membuat cek dam, embung air, waduk;
memperhatikan kesesuaian antara jenis 3. Membuat ilaran api pada hutan yang
dengan tempat tumbuh. rawan kebakaran.
d. Badai f. Gempa
Adalah angin kencang yang sangat kuat Gempa bumi tektonik adalah gerakan atau
dengan pusaran angin yang memiliki hentakan bumi secara tiba-tiba akibat
kecepatan 120 km/jam atau lebih (BNPB, pelepasan energi terakumulasi yang
2012). Upaya perlindungan hutan dari disebabkan oleh tumbukan lempeng litosfer,
badai berdasarkan Peraturan Pemerintah pergeseran sesar dari lepasan akumulasi
No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan energi di dalam bumi yang sifatnya sangat
Hutan yaitu sebagai berikut: merusak, untuk suatu jangka waktu
1. Melindungi tegakan hutan terutama tertentu yang berasal dari suatu wilayah
tegakan hutan muda, yang bernilai yang terbatas dan menyebarkan dari satu
ekonomis tinggi dari ancaman badai titik ke segala arah dengan peringatan dini
dengan cara membagi tegakan dalam yang sangat kecil (Thene, 2016).
blok-blok yang satu sama lain dipisahkan
Upaya perlindungan hutan dari gempa
oleh jalur penahan angin;
berdasarkan PP No. 45 Tahun 2004 tentang
2. Menanam pohon sebagai jalur penahan
Perlindungan Hutan yaitu sebagai berikut:
angin yang lebih rapat yang bertajuk
1. Identifikasi lokasi rawan gempa dan
berlapis-lapis di bagian tepi hutan yang
resiko dampak;
berbatasan dengan lahan terbuka.
2. Penyediaan peta rawan gempa pada
e. Kekeringan kawasan hutan termasuk kawasan suaka
alam dan kawasan pelestarian alam;
Kekeringan merupakan ketersediaan air 3. Menghindari pembangunan sarana dan
yang jauh di bawah kebutuhan air untuk prasarana permanen di daerah rawan
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan gempa.
ekonomi, dan lingkungan. Bencana
kekeringan ditandai dengan adanya gejala Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
sebagai berikut : 1). Menurunnya tingkat dalam usaha mencegah dan membatasi
curah hujan di bawah normal dalam kerusakan hutan yang disebabkan oleh
satu musim. Pengukuran kekeringan daya alam yang berupa gunung meletus,
Metrologis merupakan indikasi pertama tanah longsor, gempa, badai, banjir dan
adanya bencana kekeringan; 2). Terjadinya kekeringan berdasarkan PP No. 45 Tahun
kekurangan pasokan air permukaan dan air 2004 tentang Perlindungan Hutan adalah
tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan sebagai berikut
elevasi muka air sungai, waduk, danau a. Memantau bio-fisik lingkungan yang
dan air tanah; 3). Kekeringan pada lahan berpotensi menimbulkan bencana alam;
pertanian ditandai dengan kekurangan b. Membuat peta lokasi kerawanan
lengas tanah (kandungan air dalam tanah. bencana;
(BNPB, 2012). c. Membangun bangunan civil teknis;
d. Melakukan pembinaan kesadaran dan
Upaya perlindungan hutan dari kekeringan penyuluhan kepada masyarakat;
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 e. Menjaga kelestarian nilai dan fungsi
Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan hutan serta lingkungan; dan atau
yaitu sebagai berikut: f. Menjaga mutu, nilai dan kegunaan hasil
1. Melindungi sumber-sumber air dan hutan.
218 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

H. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai tata ruang yang kurang sesuai dapat
menimbulkan bencana hidrometerologi
H.1. Pengertian seperti banjir, kekeringan, dan tanah
longsor. Unit DAS adalah unit yang
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya paling sesuai untuk analisis dan mitigasi
disebut DAS adalah suatu wilayah daratan bencana hidrometeorologi. Mitigasi adalah
yang merupakan satu kesatuan dengan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
sungai dan anak-anak sungainya, yang bencana, baik melalui pembangunan fisik
berfungsi menampung, menyimpan, dan maupun penyadaran dan peningkatan
mengalirkan air yang berasal dari curah kemampuan menghadapi ancaman
hujan ke danau atau ke laut secara alami, bencana (UU No 24 Tahun 2007).
yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan Pengelolaan DAS melibatkan banyak
daerah perairan yang masih terpengaruh sektor sehingga harus disinkronkan
aktivitas daratan (PP No. 37 Tahun 2012). dengan Undang-Undang sektor terkait.
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia Undang-Undang yang terkait dengan
dalam mengatur hubungan timbal balik Pengelolaan DAS antara lain: Pengelolaan
antara sumber daya alam dengan manusia Sumber Daya Air (UU No. 17 Tahun 2009),
di dalam DAS dan segala aktivitasnya, Penataan Ruang (UU No. 26 Tahun 2007),
agar terwujud kelestarian dan keserasian Pemerintahan Daerah (UU No. 23 Tahun
ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan 2014), Konservasi Tanah dan Air (UU No.
sumber daya alam bagi manusia secara 37 Tahun 2014), Penanggulangan Bencana
berkelanjutan (PP No. 37 Tahun 2012). (UU No. 24 Tahun 2007), Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Seluruh daratan terbagi habis dalam (UU No. 32 Tahun 2009), serta Undang-
DAS sehingga pengelolaan DAS harus Undang Kehutanan yang menyebutkan
memperhatikan tata ruang yang ada di secara eksplisit bahwa “Penyelenggaraan
dalamnya. Ruang adalah wadah yang kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar
meliputi ruang darat, ruang laut, dan kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam berkelanjutan dengan : meningkatkan daya
bumi sebagai satu kesatuan wilayah, dukung daerah aliran sungai” (UU No. 41
tempat manusia, dan makhluk lain hidup, Tahun 1999 Pasal 3.c). Disamping Undang-
melakukan kegiatan, dan memelihara Undang dari sektor terkait di atas masih ada
kelangsungan hidupnya (UU No. 26 Tahun beberapa Peraturan Pemerintah (PP) yang
2007). terkait dengan Pengelolaan DAS antara lain
tentang Pengelolaan DAS (PP No. 37 Tahun
Tata ruang adalah wujud struktur ruang
2012), Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
dan pola ruang. Struktur ruang adalah
(PP No. 26 Tahun 2020).
susunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana dan sarana yang Sebagai tindak lanjut dari Undang-
berfungsi sebagai pendukung kegiatan Undang dan Peraturan Pemerintah maka
sosial ekonomi masyarakat yang secara dikeluarkan Peraturan Menteri yang terkait
hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pengelolaan DAS antara lain tentang
Pola ruang adalah distribusi peruntukan Perencanaan Pengelolaan DAS (Permenhut
ruang dalam suatu wilayah yang meliputi No. 60 Tahun 2013), Kriteria Penetapan
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan Klasifikasi DAS (Permenhut No. 60 Tahun
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. 2014), Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan
Penataan ruang adalah suatu sistem proses DAS (Permenhut No. 61 Tahun 2014), Sistem
perencanaan tata ruang, pemanfaatan Informasi Pengelolaan DAS (Permenhut No.
ruang, dan pengendalian pemanfaatan 67 Tahun 2014), Pemberdayaan Masyarakat
ruang (UU No. 26 Tahun 2007). Pengaturan dalam Pengelolaan DAS (Permenhut No. 17
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 219
Pengelolaan Hutan

Tahun 2014), Pelimpahan Sebagian Urusan dari identifikasi masalah yang terjadi baik
Pemerintah Bidang Kehutanan (Permenhut masalah tata air, lahan, dan sosial ekonomi.
No. 1 Tahun 2014), dan Pedoman Selain itu identifikasi juga dilakukan untuk
Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan mengetahui potensi yang ada di DAS
Lahan (Permenhut No. 12 Tahun 2011). tersebut ditinjau dari aspek tata air, lahan,
dan sosial ekonomi.
Pengelolaan DAS sangat erat hubunganya
dengan pengaturan tata ruang atau Identifikasi masalah dan potensi ini bisa
penggunaan ruang/lahan dalam suatu dilakukan dengan analisis tipologi DAS
bentang lahan (landscape) yang dibatasi yang terdiri dari tipologi banjir yang
oleh batas-batas topografis. Dengan merupakan resultan dari potensi banjir
demikian aspek spasial dan temporal sangat dan daerah kebanjiran, tipologi lahan yang
menonjol. Perangkat Sistem Informasi merupakan resultan dari sistem lahan dan
Geografis (SIG) dapat diaplikasikan karena penutupan lahan, tipologi sosial ekonomi
akan sangat membantu pada setiap proses yang merupakan resultan dari kerentanan
pengelolaan (perencanaan, pelaksanaan, penduduk dan kerentanan ekonomi,
monitoring, dan evaluasi). Secara spasial tipologi Daerah Tangkapan Air (DTA) yang
dan temporal SIG dapat dengan mudah merupakan resultan dari tipologi lahan
memberi gambaran tentang kondisi DAS dan tipologi sosial ekonomi, tipologi DAS
pada saat tertentu, dan apabila diperlukan yang merupakan resultan dari tipologi
dapat digunakan untuk proses-proses banjir dan tipologi DTA, tipologi wilayah
tersebut secara berulang (looping). yang merupakan resultan dari luas DAS dan
wilayah administrasi dalam DAS tersebut,
H.2. Perencanaan dan terakhir adalah tipologi pengelolaan
DAS yang merupakan resultan dari tipologi
a. Identifikasi Masalah dan Potensi DAS
DAS dan tipologi wilayah seperti yang
Perencanaan pengelolaan DAS dimulai terlihat pada Gambar 4.6.

Daerah Kebanjiran

Tipologi Banjir
Hujan Potensi Banjir

Sistem Lahan
Tipologi DAS
Tipologi Lahan
Penutupan Lahan
Tipologi DTA
Kepadatan Penduduk
Kerentanan Penduduk

Struktur Ekonomi
Tipologi
Tipologi Sosial Ekonomi
Pengelolaan
Pendapatan
DAS
Kerentanan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi

Luas DAS

Tipologi Wilayah

Wilayah DAS

Gambar
Gambar4.6
1. .Diagram
Diagram alir
aliranalisis
analisistipologi DAS
tipologi DAS
(Paimin, et al, 2012)
Sumber (Source): Paimin et al. 2012.

b. Penyusunan rencana pengelolaan DAS


220 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

b. Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Setelah dirumuskan tujuan dan sasaran


rencana pengelolaan DAS maka langkah
Penyusunan rencana pengelolaan DAS yang dilakukan berikutnya adalah
didasarkan atas hasil analisis masalah menyusun konsep usulan penyelesaian
dan potensi DAS. Identifikasi masalah masalah dan pemanfaatan potensi DAS.
dan potensi di dalam DAS dilihat dari Dalam penyusunan usulan ini juga harus
aspek lahan, tata air, sosial ekonomi, dan memperhatikan RTRW yang sudah ada.
kelembagaan. Hasil identifikasi dan potensi Usulan ini jika sudah disetujui oleh para
DAS dibawa ke forum FGD para pihak untuk pihak terkait kemudian diperinci dalam: 1)
mendapatkan justifikasi dan pengayaan kebijakan, 2) program, 3) kegiatan, dan 4)
dari para stakeholder. Dalam FGD peran para pihak.
tersebut diperhatikan juga RTRW wilayah
administrasi yang berada dalam wilayah Setelah tersusun maka rencana kegiatan
DAS tersebut, sehingga masalah dan tersebut perlu disusun prioritas
potensi tersebut terkait dengan masalah penanganan yang kemudian dilaksanakan
dan potensi RTRW. secara terintegrasi. Sebagai contoh, karena
keterbatasan anggaran maka dipilih lokasi
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa yang prioritas, kemudian masing-masing
rencana pengelolaan DAS kadang-kadang stakeholder harus melakukan kegiatan di
tidak sinkron dengan RTRW karena rencana tempat tersebut dan saling mendukung
pengelolaan DAS lebih menitikberatkan satu dengan lainnya. Setelah itu disusun
aspek konservasi sedangkan RTRW rencana teknis oleh stakeholder terkait
lebih menitikberatkan aspek ekonomi. dan dilanjutkan dengan implementasinya.
Untuk mengatasi hal tersebut, rencana Hasil implementasi ini perlu dilakukan
pengelolaan DAS bisa dijadikan salah satu monitoring dan evaluasi untuk melihat
bahan masukan untuk merevisi RTRW yang kesesuaian dengan tujuan dan sasaran
biasanya dilakukan 5 tahun sekali. rencana pengelolaan DAS. Perinciannya
dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Selain itu rencana pengelolaan DAS
sebaiknya juga memasukkan rencana c. Penetapan Rencana Pengelolaan DAS
pengembangan yang berdampak pada nilai
ekonomi seperti pemanfaatan air sungai Sesuai perundang-undangan yang berlaku
sebagai pembangkit tenaga listrik (mikro (PP No. 37 Tahun 2012 dan UU No. 32 Tahun
hidro), penyediaan air untuk kebutuhan 2014) maka rencana pengelolaan DAS harus
sehari-hari dan untuk irigasi, penggunaan ditetapkan oleh Gubernur. Namun sebelum
air yang efisien, pengelolaan kualitas air, ditetapkan oleh Gubernur, rencana
pembagian air untuk berbagai alokasi, pengelolaan DAS tersebut harus ditelaah
serta pemanfaatan sungai sebagai kegiatan lagi oleh Bappeda. Bappeda mengundang
ekowisata. stakeholder terkait untuk membahas
rencana pengelolaan DAS tersebut. Para
Hasil identifikasi dan perumusan stakeholder diminta mencermati rencana
masalah kemudian dijadikan dasar dalam pengelolaan DAS yang telah disusun
merumuskan rencana pengelolaan DAS. termasuk mekanisme sinergi antar
Rencana pengelolaan DAS ini meliputi stakeholders. Setelah dicermati oleh semua
tujuan pengelolaan DAS yang biasanya stakeholder maka Rencana Pengelolaan
meliputi kelestarian tata air, kelestarian DAS tersebut diajukan ke Gubernur untuk
produktivitas lahan, dan peningkatan mendapatkan pengesahan. Rencana
kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari Pengelolaan DAS yang sudah disahkan
masing-masing aspek tersebut dibagi dalam tersebut diharapkan dijadikan acuan oleh
bidang perlindungan, pengembangan, dan para stakeholder.
mitigasi bencana seperti yang terlihat pada
Gambar 4.7, 4.8 dan 4.9.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 221
Pengelolaan Hutan

Gambar 4.7. Tujuan dan sasaran pengelolaan DAS aspek tata air

Gambar 4.8. Tujuan dan sasaran pengelolaan DAS aspek lahan


222 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Gambar 4.9. Tujuan dan sasaran pengelolaan DAS aspek kesejahteraan masyarakat

Gambar 4.10. Siklus proses perencanaan pengelolaan DAS terpadu


Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 223
Pengelolaan Hutan

Kotak 4.1
Kerentanan banjir DAS Cisadane
Masalah utama DAS Cisadane adalah banjir. Banjir harus dilihat dari pasokan air banjir dan daerah kebanjiran. Metode untuk
menentukan tingkat kerentanan pasokan banjir menggunakan analisis peta system lahan, penutupan lahan, dan hujan harian
maksimum sedangkan untuk menentukan tingkat kebanjiran dianalisis dengan sistem lahan atau bentuk lahan. Dari hasil tump-
angsusun peta hujan, sistem lahan dan penutupan lahan diperoleh peta kerentanan pasokan banjir dan peta bahaya kebanjiran,
dapat dilihat lokasi yang diduga memberi pasokan banjir ke daerah hilir dan lokasi kebanjiran.

Peta sebaran hujan maksimal (kiri), Sebaran daerah pasokan banjir (tengah) dan rentan kebanjiran (kanan) di DAS Cisadane

Kabupaten Bogor sebagai daerah pemasok banjir dan sekaligus sebagai daerah kebanjiran yang paling tinggi dibandingkan den-
gan 7 (tujuh) kabupaten lainnya. Sebagai pemasok banjir, Kabupaten Bogor mempunyai areal lebih dari 76.105ha (50% dari
seluruh DAS) yang sangat rentan dan rentan. Kabupaten lain yang juga menjadi pemasok banjir adalah Kabupaten Sukabumi,
yaitu sebesar 7.723ha (5,10%). Sedangkan sebagai daerah yang mengalami kebanjiran, luas areal yang rentan dan sangat rentan
di Kabupaten Bogor sebesar 28.865ha atau 19% dari seluruh areal DAS Cisadane. Kabupaten lainnya adalah Kabupaten Tangerang
(18,8%) dan Kodya Tangerang (5,6%).

Dari hasil analisis terlihat bahwa karena Kabupaten Bogor selain menjadi daerah pemasok banjir serta daerah yang kebanjiran,
maka penanganan DAS Cisadane yang dipusatkan di Kabupaten Bogor dapat mengurangi banjir sekitar 50%. Sebagai daerah
pemasok banjir, daerah di hulu DAS Cisadane pada dasarnya mempunyai curah hujan harian maksimum >150 mm (sangat ting-
gi). Untuk itu maka pasokan air yang banyak tersebut harus diusahakan sebanyak mungkin dimasukkan ke dalam tanah. Selain
memperbaiki penutupan lahan, kegiatan penyimpanan air juga perlu dilakukan. Pada penutupan lahan seperti pertanian lahan
kering, pertanian lahan kering bercampur semak belukar dan hutan lahan kering sekunder dapat dibuat rorak atau embung untuk
menyimpan air hujan. Pembuatan rorak dan embung perlu memperhatikan kondisi keadaan tanah dan kemiringan lereng, karena
untuk tanah-tanah yang rentan longsor pembuatan rorak atau embung akan mempercepat terjadinya longsor. Sedangkan untuk
areal pemukiman dapat membuat sumur resapan.

Banjir yang terjadi di Kabupaten dan Kodya Tangerang disebabkan karena daerah tersebut kebanyakan datar (kemiringan lereng
< 2%) serta dengan penutupan lahan sawah. Seluruh daerah di Kabupaten Tangerang yang masuk dalam DAS Cisadane (28.446
ha atau 18,78%) sangat rentan terhadap banjir. Selain bentuk lahan yang datar, bentuk DAS yang menyempit pada ujungnya
menyebabkan aliran sungai melambat di daerah hilir dan mengakibatkan banjir. Dari peta penutupan lahan terlihat bahwa dari
28.500 ha Kabupaten Tangerang yang berada pada DAS Cisadane, sawah merupakan penutupan lahan yang paling luas, yaitu
seluas 9.479 ha atau 33% dari luas Kabupaten Tangerang pada DAS Cisadane. Penutupan lahan yang lainnya adalah pemukiman
(31,7%), tambak (11%) dan bandara (1%). Keempat penutupan lahan tersebut (76,7%), semuanyarentan terhadap banjir, baik
karena permukaan tanah yang menjadi kedap ataupun jenuh dengan air. Untuk itu tanpa bantuan teknik-teknik yang dapat mem-
percepat penyerapan air ke dalam tanah Kabupaten Tangerang akan sering kebanjiran. Seperti Kabupaten Tangerang, seluruh
Kodya Tangerang (8504,90 ha) juga sangat rentan terhadap bahaya banjir. Dari luasan tersebut 61% adalah pemukiman, 18%
sawah dan 17% bandara; sehingga dapat dimengerti apabila banjir selalu terjadi di Kodya Tangerang.

Untuk mengurangi volume banjir di Kabupaten dan Kodya Tangerang, pembangunan polder merupakan salah satu alternatif
yang sesuai untuk daerah perkotaan. Pembuatan sumur resapan di Kodya Tangerang harus memperhatikan kedalaman muka air
tanah. Jika daerah-daerah tersebut kedalaman muka air tanah lebih besar 6 meter, maka layak dibangun sumur resapan namun
jika kedalamannya kurang dari 6 meter, maka sumur resapan tidak efektif mengurangi banjir. Selain dari sungai Cisadane, Kodya
Tangerang juga menerima limpahan aliran dari sub DAS-Sub DAS di sekitarya. Akibatnya pada saat hujan deras limpahan aliran
sungai dari sub DAS tersebut tidak dapat masuk ke sungai utama (Sungai Cisadane) sehingga menyebabkan banjir di sekitarnya.
224 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

H.3. Pelaksanaan Pengelolaan DAS terhentinya kegiatan pengelolaan DAS


karena ketidaktersediaan anggaran.
a. Prinsip Pengelolaan DAS 6. Ensure that institutional arrangements
Suatu DAS dikelola dengan mempertim- are in place. Pada pelaksanaan
bangkan berbagai aspek secara menyeluruh pengelolaan DAS pembentukan dan
baik bio-fisik, sosio-ekonomi dan politik. pengaturan kelembagaan harus
Pelaksanaan pengelolaan DAS juga dilakukan secara matang, karena
dipahami tidak saja melibatkan aspek kelembagaan yang baik menjadi kunci
sumber daya alam, namun yang lebih keberhasilan pengelolaan.
penting adalah mengelola sumber daya 7. Combine bottom-up and top-
manusia untuk mendapatkan manfaat down processes. Pada saat ini
ekologi yang diinginkan (Ratna Reddy, mengombinasilkan proses pelaksanaan
Saharawat, & George, 2017). pengelolaan baik dari atas (pemerintah)
maupun dari bawah (masyarakat)
FAO (2017) menjelaskan bahwa penge- menjadi pilihan yang paling ideal
lolaan DAS meliputi berbagai kegiatan dilakukan untuk mempertemukan
pada tingkatan nasional, daerah dan kebutuhan pemerintah dan masyarakat
pada tingkatanlokal. Lebih lanjut FAO secara seimbang. Metode ini dilakukan
menjelaskan prinsip pengelolaan DAS yang mempertimbangkan kegagalan pada
selama ini mereka lakukan: masa lampau dimana proyek-proyek
1. Treat underlying causes. FAO pengelolaan DAS diatur berdasarkan
menyarankan untuk memberikan kebutuhan pemerintah saja ternyata
perhatian kepada penyebab kerusakan tidak mendapat respon positif dari
DAS dan tidak hanya fokus pada masyarakat. Akibatnya kelestarian
gejala yang diduga menjadi penyebab kegiatan tidak dapat dijamin ketika
rusaknya DAS pemerintah tidak lagi terlibat pada
2. Generate scientific evidence. Semua proyek tersebut.
tindakan yang dilakukan pada 8. Combine traditional knowledge
pengelolaan DAS dilakukan sesuai and technical advice through action
dengan hasil-hasil penelitian yang research. Penghargaan pada kearifan
komprehensif. lokal mulai diberikan tempat dengan
3. Adopt an integrated approach, didukung oleh teknik-teknik konservasi
yaitu Pelaksanaan pengelolaan berdasarkan penelitian-penelitian
DAS dilaksanakan secara integratif empiris yang sudah dilakukan.
melibatkan berbagai sektor, stakeholder 9. Reflect upstream–downstream linkages
dan pada skala yang bervariatif and compensate off-site effects. Upaya
mulaidari lokal sampai tingkat nasional. melibatkan masyarakat hulu-hilir
4. Ensure holistic planning and harus dilakukan karena pengelolaan
implementation. Perencanaan DAS tidak hanya menjadi tanggung
dan pelaksanaan dilakukan secara jawab masyarakat hulu saja, namun
menyeluruh mulai dari hulu sampai masyarakat di hilir juga harus menjadi
hilir. ujung tombak dalam pelaksanaan
5. Seek innovative low-cost solutions pengelolaan DAS. Mekanisme yang
and co-financing. Pada pelaksanaan dilakukan dapat melalui kegiatan
pengelolaan DAS pertimbangkan kompensasi yang diberikan masyarakat
langkah-langkah yang murah dalam hilir kepada masyarakat di hulu pada
pembiayaan sangat dianjurkan. Hal upaya konservasi.
ini dilakukan untuk menghindari 10. Strive for gender balance in decision-
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 225
Pengelolaan Hutan

making. Pada saat ini kesetaraan gender b. Langkah Pelaksanaan Pengelolaan DAS
perlu menjadi perhatian para pengelola Prinsip Pengelolaan DAS
DAS, karena pada umumnya justru
wanita yang melakukan pengelolaan 1. Membuat struktur organisasi. Pada
lahan. Oleh karena itu pelibatan wanita tahapan ini perlu dilakukan identifikasi
pada program-program pengelolaan semua stakeholder yang memiliki
DAS mutlak dilakukan. peranan dan kepentingan. Identifikasi
11. Include capacity development at semua asset, kemampuan, sumber
all levels. Kegiatan peningkatan daya maupun kekurangan yang dimiliki.
kemampuan dan upaya-upaya Kemudian bentuk sebuah tim/organisasi
pemberdayaan dilakukan pada semua dengan tugas dan tanggung jawab yang
tingkatan dari tingkat nasional sampai jelas dan terukur.
b. Langkah Pelaksanaan
dengan rumah tangga. Pengelolaan DAS Dasar penyusunan organisasi yakni
12. Instil aPelaksanaan
flexible, adaptive long-term Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun
pengelolaan DAS dilakukan dengan:
approach to planning and financing. 2012 tentang Pengelolaan Daerah
1. Membuat struktur organisasi
Blue-print perencanaan pengelolaan Aliran Sungai. Pasal 2 ayat 2 disebutkan
DAS dibuat Pada tahapan ini perlumungkin
sefleksibel bahwa
dilakukan identifikasi semuaPengelolaan DASmemiliki
stakeholder yang secara utuh
menyesuaikan
peranan dankondisi
kepentingan. Identifikasi semua asset, kemampuan, sumber pada
setempat sebagaimana dimaksud daya ayat
sehingga keberhasilan
maupun kekurangan bisa lebih Kemudian bentuk sebuah tim/organisasi hilir)
yang dimiliki. 1 (dilakukan dari hulu sampai
terjamin. diselenggarakan melalui tahapan:
dengan tugas dan tanggung jawab yang jelas dan terukur.
a. perencanaan; b. pelaksanaan;
Dasar penyusunan organisasi yakni Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012
Prinsip dasar kemitraan dilakukan dalam c. monitoring dan evaluasi; dan d.
tentang
pelaksanaan pengelolaan PengelolaanDASDaerah Aliran Sungai. pembinaan
adalah Pasal 2 ayatdan2 pengawasan.
disebutkan bahwa
Oleh sebab
Pengelolaanbahwa
adanya kesadaran DAS secara utuh sebagaimana dimaksud
masyarakat pada ayatorganisasi
itu penyusunan 1 (dilakukanpengelolaan
dari
memiliki hak hulu mendapatkan
sampai hilir) diselenggarakan
informasi melalui
DAStahapan:
seharusnyaa. perencanaan;
sesuai denganb. urutan
dan secarapelaksanaan;
aktif terlibat dalam proses
c. monitoring dan evaluasi; dan proses manajemen
d. pembinaan dandalam PP tersebut.
pengawasan.
pengambilanOleh keputusan. Semakin tinggi
sebab itu penyusunan organisasi pengelolaan DAS seharusnya
Perencanaan sesuai dengan
pengelolaan suatu DAS
kesadaran urutanmasyarakat terlibat dalam
proses manajemen padaPP tersebut.dilakukan oleh oleh Menteri untuk DAS
pelaksanaan Perencanaan
pengelolaanpengelolaan
DAS pada Lintasoleh
suatu DAS dilakukan Negara
oleh dan DASuntuk
Menteri LintasDAS
Propinsi,
akhirnya akan menumbuhkan sikap inisiatif,
Lintas Negara dan DAS Lintas Propinsi, oleh Gubernur untuk DAS dalam propinsipropinsi
oleh Gubernur untuk DAS dalam
sehingga proses pengelolaan DAS mulai dari atau Lintas
perencanaan, ataupelaksanaan,
Lintas Kabupaten/Kota
pengawasandan Bupati/Walikota untuk Kabupaten/Kota dan Bupati/
DAS dalam Kabupaten
Walikota untuk DAS dalam Kabupaten
(Kota) (PP No.
bahkan pembiayaan akan37 diinisiasi
Tahun 2012, Pasal 22 ayat 3) dengan membentuk Tim yang
oleh (Kota) (PP No. 37 Tahun 2012, Pasal 22
masyarakat terdiri
sendiridari instansi 2011).
(Perkins, terkait.
ayat 3) dengan membentuk Tim yang
terdiri dari instansi terkait.
Tabel 1. Organisasi, Fungsi dan Wewenang dalam Pengelolaan DAS Berdasarkan
PP. Fungsi
Tabel 4.14. Organisasi, 37 2012).
dan Wewenang dalam Pengelolaan DAS
Level DAS
Berdasarkan Penyusunan Monitoring dan
No Pengesahan Pelaksaana Pengawasan
Wilayah Perencana Evaluasi
Administrasi
1 Lintas Negara Menteri (Dirjen Menteri Menteri Menteri (Dirjen Menteri (Irjen)
/Lintas Propinsi terkait) (Dirjen terkait)
terkait)
2 Dalam Propinsi Gubernur dan Tim Gubernur Gubernur Gubernur (OPD Irwil Propinsi
atau Lintas Yang Dibentuk (OPD terkait) terkait)
Kabupaten/Kota Gubernur
3 Dalam Bupati /Walikota Bupati/ Bupati Bupati Irwil
Kabupaten/Kota dan Tim Yang Walikota /Walikota /Walikota (OPD Kabupaten
Dibentuk Gubernur (OPD terkait) terkait) /Kota

Setelah diterbitkannya UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


maka kewenangan Bupati/Walikota dipindahkan ke Gubernur dalam hal
226 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

2. Melaksanakan program. Pelaksanaan pada pelaksanaan pengelolaan DAS sebagai


program dilakukan dengan melibatkan berikut:
berbagai bidang keahlian dan kecakapan 1. Tahapan pertama berupa pembentukan
yang meliputi aspek manajemen, teknis, organisasi telah dilakukan dengan
fasilitator, analis data, dan komunikasi membentuk balai-balai pengelola
publik. Pada tahapan ini pendampingan DAS dibawah Kementerian LHK.Balai
secara teknis harus benar-benar Pengelolaan DAS bertugas melakukan
dilakukan. penyusunan rencana, pelaksanaan
Kunci dari tahapan ini adalah adanya rehabilitasi hutan dan lahan, konservasi
training dan pendampingan terhadap air dan tanah, pengembangan
pemilik lahan dan kelompok yang kelembagaan, pengendalian kerusakan
aktivitasnya dipandang memiliki perairan darat, dan evaluasi pengelolaan
dampak pada DAS, sehingga mereka daerah aliran sungai dan hutan lindung.
bersedia melakukan konservasi secara 2. Tahapan ke 2 dan 3 dilakukan dengan
lestari. penyusunan rencana jangka menengah
3. Mempersiapkan rencana kerja. Rencana (5 tahunan) yang bersifat semi detail
kerja dibuat untuk jangka panjang, pada tingkat sektor (rencana teknis per
menengah dan jangka pendek.Pada sektor). Rencana ini disusun mengacu
tahapan ini juga ditentukan mengenai pada RPDAST dan dilakukan sinkronisasi
pendanaan kegiatan, serta siapa yang dengan RPJM/Renstra SKPD. Rencana
bertanggung jawab atas pendanaan pengelolaan DAS jangka menengah
kegiatan. diharapkan dapat diimplementasikan
4.
Berbagi informasi hasil kegiatan. dalam jangka waktu 5 tahun.
Sosialisasi kegiatan pengelolaan Luasan DAS yang memungkinkan untuk
DAS dilakukan untuk meningkatkan implementasi jangka lima tahun adalah
kesadaran semua masyarakat dan DAS Mikro (1.000-5.000 ha). Dalam
kemungkinan mendapatkan masukan Peraturan Direktur Jenderal RLPS no.P.
dari masyarakat. Komunikasi yang baik 15/V-SET/2009, DAS mikro adalah
akan menjamin kredibilitas serta akan bagian dari DAS yang termasuk ordo
mendapatkan dukungan penuh dari 1-3 dan ordo 1 adalah alur sungai paling
masyarakat. hulu.Untuk itu, Rencana pengelolaan
5. Melakukan evaluasi. Setelah program jangka menengah sebaiknya dilakukan
dilaksanakan dilakukan perbagai untuk kisaran luas 1.000 – 5.000 ha atau
pengukuran, terutama pada kualitas DAS mikro.
air dan tanah. Hal ini dilakukan untuk 3. Berdasarkan rencana tersebut disusun
mendapatkan data bahwa perlakuan Rencana Tahunan RHL (RTn-RHL).RTn-
sudah dilakukan dengan benar. RHL yang disusun meliputi rencana
6.
Membuat berbagai penyesuaian. kegiatan penanaman RHL dan rencana
Pada pelaksanaan kegiatan sering kali kegiatan penerapan konservasi tanah.
berbagai penyesuaian dilakukan agar RTn-RHL itu yang kemudian dijadikan
tujuan tercapai dan luaran terpenuhi. dalam implementasi. Tahap-tahap
tersebut disajikan dalam Gambar 4.11.
Secara khusus Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki Dalam DAS, ada banyak pihak yang
tugas pokok dan fungsi melakukan mempunyai kepentingan dalam wilayah
pengelolaan DAS pada kawasan hutan dan tersebut, sehingga dalam pengelolaannya
wilayah hulu DAS. Tahapan yang dilakukan perlu ada kolaborasi dari pihak-pihak
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 227
Pengelolaan Hutan

Gambar 4.11. Flow chart pelaksanaan pengelolaan DAS

terkait baik dalam penyusunan RTn-RHL Kabupaten. Rencana pengelolaan DAS


maupun dalam implementasinya. Para Mikro disosialisasikan di Tingkat Kota/
pihak tersebut antara lain dinas terkait di Kabupaten untuk mendapatkan dukungan
kota/kabupaten, BUMN, BUMD, pemangku dari dinas terkait, BUMN, BUMD, Camat,
wilayah (kecamatan dan desa), dan sektor Desa dan swasta.
swasta. Melalui kolaborasi diharapkan akan
terbangun kelembagaan yang semakin kuat Evaluasi dilakukan pada setiap program
di tingkat para pihak. yang dilakukan.Jika didapati situasi tidak
memungkinkan program dilakukan sesuai
Partisipasi masyarakat sudah dibangun rencana, maka tahapan penyesuaian
sejak penyusunan RTn-RHL sampai dilakukan agar tujuan yang diharapkan
implementasi. Partisipasi masyarakat dapat tercapai. Ujung tombak dari kegiatan
ini dapat meningkatkan keberhasilan pengelolaan DAS adalah penerapan teknik
implementasi penanaman RHL dan konservasi tanah dan air pada masing-
penerapan konservasi tanah dan air, baik masing unit lahan. Unit lahan adalah unit
itu pada lahan milik di hulu DAS maupun terkecil lahan yang didelinasi berdasarkan
kawasan hutan. Partisipasi masyarakat jenis tanah, kelas lereng, dan curah
ini harus disertai dengan penyuluhan dan hujan.Masing-masing unit lahan memiliki
pendampingan sercara berkelanjutan. permasalahan konservasi tanah dan air
yang berbeda-beda, di sinilah penyesuaian-
Tahapan sosialisasi dilakukan dengan penyesuaian dilakukan. Penerapan teknik
mensosialisasikan RPDAST ke seluruh konservasi tanah dan air pada unit lahan
Dinas Propinsi, Kabupaten/Kota, dan yang sesuai dengan pilihan teknik konservasi
Forum DAS. RTn-RHL disosialisasikan ke tanah oleh pengelola lahan merupakan
Dinas, Camat, Forum DAS Kabupaten, dan kunci keberhasilan pengelolaan DAS.
NGO terkait dalam satu wilayah Kota/
228 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Kotak 4.2
Pelaksanaan restorasi DAS seraya hulu berbasis desa mandiri
melalui pengembangan agroforestri

Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu yang mempunyai peranan strategiskarenamerupakan hulu bagi tiga DAS, yaitu Serayu, Luk Ulo
dan Bogowonto, yang mengaliri setidaknya enam wilayah kabupaten di bawahnya, kondisinya saat ini mengalami kerusakan berat.
Permasalahan utama yang dihadapi hulu DAS Serayu adalah deforestasi dan degradasi lahan akibat pertanian lahan sayur dan pen-
ingkatan penggunaan pupuk pestisida.Pola penggunaan lahan tersebut telah menyebabkan tingginya laju erosi tanah, penurunan
produktivitas lahan, serta tingginya laju sedimentasi di Waduk Panglima Besar Jenderal Sudirman atau Waduk Mrica.Salah satu up-
aya yang dapat dilakukan untuk mengatasi degradasi lahan tersebut adalah melalui kegiatan rehabilitasi lahan dengan pendekatan
pola agroforestryyang dilakukandi Desa Mlandi dan Laranganlor.

Desa Mlandi dan Laranganlor adalah desa yang berlereng agak curam hingga sangat curam, dengan penutupan/penggunaan lahan
dominan tegalan, sehingga rentan terhadap degradasi lahan.Kondisi curah hujan tinggi dan sebagian besar wilayah kedua desa
berstatus agak kritis hingga kritis.Kesuburan tanah di lahan ini termasuk rendah dan tergantung pada masukan pupuk kandang
(CM/chicken manure) yang dilakukan pada awal-awal penanaman dan saat penanaman tanaman semusim.Masyarakat bermata-
pencaharian utama sebagai petani sayur. Kondisi kekritisan lahan di kedua desa sebagai berikut:

Pengembangan agroforestrydi kedua desa dilakukan dengan mengombinasikan penanaman tanaman pegunungan dengan tana-
mankopi, buah, dan sayuran. Metode ini dilakukan untuk memberi pembelajaran kepada masyarakat tentang usahatani konserva-
si, pengenalan usahatani dengan tanaman lain selain sayuran, serta pada akhirnyamengubah tanaman sayuran menjadi tanaman
yang lebih baik secara konservasi yang dilakukan secara bertahap.

Tanaman kayu yang dipilih merupakan jenis pohon yang secara alamnya tumbuh di daerah pegunungan (native species), sehingga
mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan tumbuh baru yang mirip dengan sebaran alamnya.Daya hidup tanaman mempunyai
nilai yang bervariasi antara 0-100%.Tanaman kehutanan (kilemo/krangean, pasang, dan picis) mempunyai adaptabilitas yang sangat
baik, yaitu sebesar 100%, baik di plot Gondang Mlandi maupun di Laranganlor.

Antusiasme petani untuk menanam kopi cukup tinggi terutama bagi mereka yang telah mengikuti sekolah lapang kopi.Petani men-
getahui bahwa nilai ekonomi kopi cukup tinggi dengan harga yang lebih stabil jika dibandingkan dengan sayuran yang harganya
fluktuatif. Petaniyang sudah mengikuti sekolah lapang kopi juga memiliki perspektif yang lebih baik dalam kaitannya dengan kon-
servasi dan menjadikan perspektif konservasisebagai motivasi utama dalam menanam kopi dibandingkan dengan pertimbangan
ekonomi.

Metode yang digunakan dalam pengembangan agroforestry adalah:


1. Pembuatan plot agroforestry
2. Pemberdayaan masyarakat
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 229
Pengelolaan Hutan

H.4. Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan ditambahkan nilai investasi bangunan dan
DAS pemanfaatan ruang wilayah. Dalam P.61/
Menhut-II/2014, selain ada penambahan
Monitoring dan evaluasi merupakan satu kriteria, juga ada perubahan (penambahan
rangkaian dalam sistem pengelolaan DAS. atau pengurangan) sub kriteria baik pada
Tujuan monitoring dan evaluasi adalah kriteria tata air, lahan maupun sosial
untuk melihat efektivitas dan keberhasilan ekonomi. Salah satu yang dikurangi
pengelolaan DAS. Monitoring terhadap adalah sub kriteria kualitas air, padahal
indikator kinerja DAS dilakukan secara kualitas air penting dalam mengevaluasi
periodik, yang kemudian menjadi dasar kesehatan DAS. UNESCO mengusulkan
evaluasi kinerja pengelolaan DAS (PP No. sub kriteria atau indikator BOD 5 untuk
37 Tahun 2012). mewakili parameter kualitas air. Selain
Tujuan pengelolaan DAS adalah 1) terjaganya itu, dalam pelaksanaan monev, ada juga
kuantitas, kualitas, dan kontinuitas aliran, kendala terkait pengumpulan data. Untuk
2) terjaganya produktivitas lahan, 3) itu, kriteria dan sub kriteria dalam monev
meningkatnya kesejahteraan masyarakat. pengelolaan DAS perlu disesuaikan agar
Agar tujuan monev tercapai maka kriteria pelaksanaanya lebih mudah, lebih murah,
untuk monev juga harus disesuaikan dengan dan mewakili kondisi aktual lapangan.
tujuan pengelolaan DAS. Pada umumnya Parameter hidrologi pada P.61/Menhut-
ada 3 (tiga) kriteria yang digunakan yaitu II/2014 yaitu KAT, Koefisien Regim Aliran
tata air, lahan, dan sosial ekonomi. Hasil (KRA), dan frekuensi banjir perlu disesuaikan
monev dapat memberikan umpan balik karena tidak mencerminan kondisi aktual
untuk penyempurnaan perencanaan dan lapangan. KRA merupakan perbandingan
pelaksanaan pengelolaan DAS. Selain antara debit sungai tertinggi pada musim
itu, hasil monev juga dapat digunakan hujan dengan debit terendah pada musim
sebagai baseline data untuk menyusun kemarau. Nilai KRA dapat mencerminkan
rencana pengelolaan DAS. Kriteria tata kondisi suatu DAS dalam meresapkan air.
air digunakan untuk melihat secara cepat Nilai KRA dapat bernilai tak terhingga pada
kondisi kesehatan DAS, sedangkan sumber sungai-sungai intermiten, yaitu sungai
dan letak penyakitnya dapat dilihat dari yang hanya mengalirkan air pada musim
kriteria lahan dan sosial ekonomi. Dari hasil hujan saja. Dalam kondisi seperrti ini KRA
monev tersebut dapat ditentukan kriteria tidak dapat mencerminkan kondisi yang
DAS yang dipulihkan (DAS sakit) atau yang dimaksud. Demikian pula halnya dengan
dipertahankan (DAS sehat). KTA dan frekuensi banjir
Kriteria dan indikator untuk monev Oleh sebab itu untuk aspek hidrologi dapat
kinerja DAS sudah mengalami beberapa menggunakan parameter kandungan
perubahan mulai dari Keputusan Menteri sedimen terlarut, ketersediaan air minimal
Kehutanan No. 52/Kpts-II/2001 tentang untuk berbagai keperluan di dalam DAS, dan
Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan pencemaran air. Selain itu penyederhanaan
Daerah Aliran Sungai, kemudian Peraturan parameter untuk analisis kualitas air, perlu
Dirjen RLPS No. P.04/V-SET/2009 dan memperhatikan penutupan lahan dominan
diperbaharui lagi dengan Peraturan Menteri serta aktivitas di dalamnya yang diduga
Kehutanan No. P.61/Menhut-II/2014. sebagai sumber polutan, misalnya:
Kriteria dalam Perdirjen RLPSP.04/V-SET/ • Pertanian: kekeruhan, BOD, fenol,
2009 terdiri dari lahan, tata air dan sosial, danCl;
ekonomi kelembagaan, sedangkan dalam • Permukiman: BOD, fenol, Cl, NO2 danE.
Permenhut No. P. 61/Menhut-II/2014, coli
230 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

• Peternakan: kekeruhan, BOD, fenol, Cl, kepentingan dalam penyelenggaraan


PO4, E.coli kegiatan pengelolaan DAS.
• Sertapada NPS: kekeruhan, BOD, Cl,
dan NO2. Dalam PP No. 37 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan DAS disebutkan bahwa
Untuk penilaian lahan yang utama dapat kegiatan pembinaan dilaksanakan pada
menggunakan parameter kemampuan semua tahapan kegiatan pengelolaan DAS
lahan dan indeks erosi. Pemanfaatan lahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
yang tidak sesuai dengan kemampuannya monitoring/evaluasi (Pasal 52 ayat 2).
dapat mengakibatkan degradasi lahan Selain itu, dinyatakan juga bahwa kegiatan
dalam hal ini adalah lahan dengan lereng pembinaan dilakukan oleh institusi
>15% yang harus mempunyai jenis tutupan pemerintah secara berjenjang (Pasal 53).
lahan vegetasi permanen. Nilai indikator Pembinaan tersebut dapat dilakukan melalui
ini dapat merepresentasikan distribusi kegiatan: (1) koordinasi, (2) pemberian
vegetasi permanen dalam suatu DAS. pedoman, petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis, (3) pemberian bimbingan,
Penilaian parameter sosial ekonomi supervisi dan konsultasi, (4) pendidikan,
dapat diwakili oleh (1) Tekanan penduduk pelatihan dan penyuluhan, (5) pemberian
terhadap lahan yang dinyatakan dengan bantuan teknis, (6) fasilitasi, (7) sosialisasi
IKL (Indeks Ketersediaan Lahan) pertanian dan diseminasi, dan/atau (8) penyediaan
dapat menunjukkan kondisi DAS dalam sarana dan prasarana (Pasal 54).
lingkup yang tidak luas, walaupun dalam
lingkup yang lebih luas indicator ini Pembinaan kegiatan pengelolaan DAS
cenderung memberikan skor sedang, bergantung pada karakteristik DAS yang
(2) Tingkat kesejahteraan, dan (3) dikelola. Dalam PP No. 37 Tahun 2012
Keberadaan dan penegakan aturan terkait dinyatakan bahwa kegiatan pengelolaan
DAS. Parameter ini dipilih karena dapat DAS yang akan dipulihkan daya dukungnya
merepresentasikan kondisi DAS. meliputi: (1) optimalisasi penggunaan
lahan sesuai dengan fungsi dan daya
H.5. Pembinaan dan Pengawasan dukung wilayah, (2) penerapan teknik KTA
Pengelolaan DAS dilakukan dalam rangka pemeliharaan
Pembinaan dan pengawasan merupakan kelangsungan daerah tangkapan air (DTA),
bagian integral dari pengelolaan DAS menjaga kualitas, kuantitas, kontinuitas,
secara terpadu, baik pada DAS yang dan distribusi air, (3) pengelolaan vegetasi
akan dipertahankan daya dukungnya dilakukan dalam rangka pelestarian
maupun DAS yang akan dipulihkan daya keanekaragaman hayati, peningkatan
dukungnya. Dalam penyelenggaraan produktivitas lahan, restorasi ekosistem,
kegiatan pengelolaan DAS yang bersifat serta rehabilitasi dan reklamasi lahan, (4)
terpadu tersebut, terdapat berbagai peningkatan kepedulian dan peran serta
macam pihak yang terlibat, meliputi instansi terkait dalam pengelolaan DAS,
institusi pemeritah, non-pemerintah/ dan/atau (5) pengembangan kelembagaan
swasta, perguruan tinggi serta masyarakat, pengelolaan DAS untuk meningkatkan
dengan beragam kepentingan serta latar koordinasi, integrasi, sinkronisasi serta
belakang pengetahuan terkait dengan sinergi lintas sektor dan wilayah administrasi
DAS. Agar tujuan dari kegiatan pengelolaan (Pasal 40).
DAS dapat tercapai, maka perlu adanya Sementara itu, pada DAS yang akan
kegiatan pembinaan. Dalam hal ini, dipertahankan daya dukungnya, kegiatan
pembinaan dilakukan untuk meningkatkan yang dilakukan meliputi: (1) menjaga dan
kapasitas dan kapabilitas para pemangku
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 231
Pengelolaan Hutan

memelihara produktivitas dan keutuhan merupakan kewenangan bupati/walikota


ekosistem dalam DAS secara berkelanjutan, menjadi wewenang gubernur. Sebagai
(2) bimbingan teknis dan fasilitasi dalam contoh, berdasarkan Perda DIY No. 11 Tahun
rangka penerapan teknik KTA demi 2016 tentang Pengelolaan DAS disebutkan
kelangsungan DTA, untuk menjaga kualitas, bahwa pembinaan dan pengawasan
kuantitas, kontinuitas dan distribusi air, kegiatan pengelolaan DAS dilakukan oleh
(3) peningkatan koordinasi, integrasi, gubernur sesuai dengan kewenangannya.
sinkronisasi dan sinergi antar sektor Namun, dalam Perda Provinsi Riau No.
dan wilayah administrasi dalam rangka 9 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
mempertahankan kelestarian vegetasi, DAS disebutkan bahwa gubernur dapat
keanekaragaman hayati dan produktivitas mendelegasikan kewenangannya dalam
lahan, dan/atau (4) peningkatan kapasitas melakukan pengawasan kepada pejabat/
kelembagaan pengelolaan DAS untuk instansi teknis yang bertanggung jawab di
meningkatkan koordinasi, integrasi, bidang pengelolaan DAS.
sinkronisasi dan sinergi antar sektor dan
wilayah administrasi (Pasal 41). Dalam Terkait dengan kewenangan pengawasan,
Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 9 pejabat pengawas mempunyai wewenang
Tahun 2014, sebagai salah satu tindak untuk: (1) melakukan pemantauan, (2)
lanjut dari PP No. 37 Tahun 2012 di tingkat membuat salinan dari dokumen dan/atau
daerah, dinyatakan bahwa pembinaan membuat catatan yang diperlukan, (3)
yang dilakukan meliputi aspek kawasan, memasuki tempat tertentu, (4) memotret,
kelembagaan dan teknis. (5) membuat rekaman audio visual,
(6) mengambil sampel, (7) memeriksa
Lebih lanjut dalam Pasal 55 (PP No. 37 Tahun peralatan, (8) memeriksa instalasi dan/
2012) disebutkan bahwa pengawasan atau alat transportasi, dan/atau (9)
bertujuan untuk mewujudkan efektivitas menghentikan pelanggaran tertentu (Pasal
dan kesesuaian pelaksanaan pengelolaan 43 Perda Provinsi Riau No. 9 Tahun 2014).
DAS dengan peraturan perundang- Dalam melaksanakan tugas pengawasan
undangan. Menteri, gubernur dan bupati/ kegiatan pengelolaan DAS tersebut, pejabat
walikota sesuai dengan kewenangannya pengawas dapat melakukan koordinasi
melakukan pengawasan terhadap dengan pejabat penyidik PNS.
pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS.
Dalam hal ini, menteri, gubernur dan Berdasarkan Pasal 56 PP. 37 Tahun 2012, tata
bupati/walikota masing-masing berwenang cara pembinaan dan pengawasan kegiatan
untuk melakukan pengawasan pengelolaan pengelolaan DAS akan diatur dengan
DAS lintas provinsi dan/atau lintas negara, peraturan menteri setelah berkoordinasi
dalam provinsi dan/atau lintas kabupaten/ dengan menteri terkait, antara lain menteri
kota dan dalam kabupaten/kota. yang diserahi tugas dan tanggung jawab di
bidang pekerjaan umum, dalam negeri, dan
Namun demikian, sejak berlakunya UU lingkungan hidup.
No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, kewenangan pengelolaan hutan Sampai saat ini peraturan menteri yang
menjadi kewenangan pemerintah provinsi. mengatur tentang tata cara pembinaan dan
Mengingat bahwa pengelolaan DAS pengawasan tersebut belum diterbitkan.
merupakan bagian tak terpisahkan dari Namun demikian, setelah terbitnya PP No.
pengelolaan hutan, dengan berlakunya 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS,
UU No. 23 Tahun 2014 tersebut, maka Menteri Kehutanan telah menerbitkan
pengawasan kegiatan pengelolaan DAS serangkaian peraturan untuk mendukung
dalam kabupaten/kota yang sebelumnya implementasi PP tersebut yang secara tidak
232 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

langsung merupakan bagian dari proses dan berkesinambungan. Sehingga peran


pembinaan melalui berbagai langkah serta masyarakat secara perorangan perlu
koordinasi untuk memberikan pedoman, ditingkatkan dengan memberi bekal dalam
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis bentuk pelatihan dan penyuluhan yang
yang diikuti dengan kegiatan sosialisasi. berkaitan dengan pengelolaan DAS (Pasal
Beberapa peraturan tersebut antara lain 59).
adalah: (1) Peraturan Menteri Kehutanan
(Permenhut) No. P.60/Menhut-II/2013
tentang Tata Cara Penyusunan dan I. Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
Penetapan Rencana Pengelolaan DAS,
(2) Permenhut No. P.60/Menhut-II/2014 Untuk menjaga kelangsungan fungsi
pokok hutan dan kondisi hutan, dilakukan
tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi
upaya rehabilitasi dan reklamasi hutan
DAS, (3) Permenhut No. P.61/Menhut-
sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan
II/2014 tentang Monitoring dan Evaluasi
hutan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
Pengelolaan DAS, dan (4) Permenhut memulihkan, mempertahankan dan
No. P.67/Menhut-II/2014 tentang Sistem meningkatkan fungsi hutan dan lahan
Informasi Pengelolaan DAS. sehingga daya dukung, produktivitas, dan
Meskipun secara tata aturan belum peranannya dalam mendukung sistem
tersedia, namun kegiatan pembinaan penyangga kehidupan tetap terjaga.
telah banyak dilakukan oleh berbagai Penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi
pihak, bukan hanya dari pemerintah tapi hutan diutamakan pelaksanaannya
juga oleh perguruan tinggi. Peningkatan melalui pendekatan partisipatif dalam
kapasitas dan kapabilitas pemangku rangka mengembangkan potensi
kepentingan dilakukan melalui kegiatan dan memberdayakan masyarakat.
diseminasi dan sosialisasi hasil penelitian Keberhasilannya ditentukan oleh besar
dan pengembangan (litbang), kegiatan kecilnya partisipasi masyarakat.
pendidikan, pelatihan dan penyuluhan,
bimbingan teknis, serta pemberdayaan Rehabilitasi diselenggarakan melalui
masyarakat. kegiatan reboisasi, penghijauan, dan
penerapan teknik konservasi tanah secara
Kegiatan diseminasi hasil litbang terkait vegetatif, sipil teknis, dan kimiawi pada
pengelolaan DAS melalui seminar, ekspose lahan kritis dan tidak produktif. Untuk
atau workshop secara rutin dilakukan oleh kepentingan pembangunan bersifat
perguruan tinggi maupun unit pelaksana strategis atau menyangkut kepentingan
teknis (UPT) Badan Litbang dan Inovasi umum yang harus menggunakan kawasan
KLHK, misalnya Balai Litbang Teknologi hutan, kegiatannya harus diimbangi dengan
Pengelolaan DAS. Kegiatan tersebut selain upaya reklamasi. Kegiatan reklamasi hutan
sebagai media untuk menyampaikan hasil- yang meliputi usaha untuk memperbaiki
hasil litbang yang telah diperoleh juga atau memulihkan kembali lahan dengan
menjadi wadah bertemunya berbagai vegetasi hutan yang rusak agar dapat
pemangku kepentingan untuk berdiskusi berfungsi secara optimal sesuai dengan
peruntukannya.
terkait pengelolaan DAS.
Penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi
Keterlibatan masyarakat dalam proses
hutan mengacu pada Peraturan Pemerintah
pembinaan dan pengawasan pengelolaan
Nomor 26 Tahun 2020. Peraturan ini
DAS sangatlah penting, karena mereka yang landasan hukum bagi pelaksanaan
akan secara langsung menikmati kualitas rehabilitasi dan reklamasi hutan yang
lingkungan dan ekosistem DAS yang sehat berkeadilan. Peraturan ini mengatur
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 233
Pengelolaan Hutan

tentang pola umum, kriteria dan standar, Kriteria dan standar RRH meliputi aspek
perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi kawasan, kelembagaan, dan teknologi.
hutan dan lahan (RHL), reklamasi hutan, Aspek kawasan digunakan untuk
peran serta masyarakat, pembinaan dan menentukan penanganan kawasan
pengendalian hingga pendanaan. melalui analisis perencanaan berdasarkan
ekosistem DAS;) kejelasan status
penguasaan lahan; dan fungsi kawasan.
I. 1. Pola Umum, Kriteria dan Standar
Sementara aspek kelembagaan meliputi
a. Pola Umum sumber daya manusia yang kompeten;
organisasi yang efektif menurut kerangka
Pola umum merupakan kerangka dasar kewenangan masing-masing; dan tata
dalam penyelenggaraan rehabilitasi hubungan kerja. Aspek teknologi berupa
dan Reklamasi Hutan (RRH). Pola penerapan teknologi yang ditentukan oleh
umum tersebut mencakup prinsip dan kesesuaian lahan atau tapak setempat,
pendekatan penyelenggaraan RRH. tingkat partisipasi masyarakat, dan
Prinsip penyelenggaran RRH meliputi pemilihan jenis tanaman.
transparansi dan akuntabilitas; kejelasan
kewenangan; sistem penganggaran Selain ketiga aspek di atas, kegiatan RRH
yang berkesinambungan (multiyears); harus memenuhi aspek karakteristik lokasi
partisipatif; pemberdayaan masyarakat kegiatan; jenis kegiatan; penataan lahan;
dan kapasitas kelembagaan; pemahaman pengendalian erosi dan pencemaran air;
sistem tenurial (kepastian hak atas tanah); revegetasi; dan pengembangan sosial
andil biaya (cost sharing); dan penerapan ekonomi.
sistem insentif.
I. 2. Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Pendekatan penyelenggaran RRH meliputi
aspek politik, sosial, ekonomi, dan Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL)
ekosistem. Aspek politik dilaksanakan diprioritaskan pada lahan kritis melalui
dengan cara menjadikan isu pemanasan kegiatan rehabilitasi Hutan dan rehabilitasi
global, bencana alam, banjir, longsor, dan lahan. Rehabilitasi Hutan dilakukan pada
kekeringan untuk memperkuat kegiatan Kawasan Hutan kecuali cagar alam dan zona
RHH sebagai program prioritas dalam inti taman nasional. Sedangkan Rehabilitasi
pembangunan nasional. Aspek sosial lahan dilakukan di luar Kawasan Hutan
dan ekonomi adalah bahwa kegiatan berupa hutan dan lahan.
RRH diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi peningkatan ekonomi Rehabilitasi hutan dilaksanakan oleh:
kesejahteraan masyarakat, terutama di a. Menteri untuk kawasan hutan yang
sekitar Hutan. Aspek ekosistem adalah meliputi hutan konservasi, hutan lindung
bahwa dalam rangka pengelolaan DAS dan hutan produksi yang tidak dibebani
dengan memperhatikan daya dukung lahan hak pengelolaan atau izin pernanfaatan;
(land capability) dan kesesuaian lahan b. Gubernur atau bupati/wali kota untuk
(land suitability) serta memperhatikan taman hutan raya sesuai dengan
keanekaragaman jenis dan tingkat kewenangannya;
kerentanan terhadap hama penyakit. c. Pemegang hak pengelolaan atau
b. Kriteria dan Standar pemegang izin pemanfaatan untuk
rehabilitasi pada kawasan hutan yang
Kriteria dan standar dijadikan sebagai dibebani hak pengelolaan atau izin
pedoman, acuan, dan ukuran dalam pernanfaatan; dan
penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi c. Pemegang izin pinjam pakai kawasan
hutan. hutan atau pemegang keputusan
234 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

menteri tentang pelepasan kawasan danau prioritas;


hutan akibat tukar menukar kawasan 4) peta bertema DTA bangunan
hutan yang dibebani kewajiban untuk infrastruktur; dan atau
melakukan rehabilitasi. 4) peta bertema daerah rawan dan pasca
bencana.
Rehabilitasi lahan dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi pada lahan b. Pelaksanaan RHL
yang tidak dibebani hak; dan pemegang hak
pada lahan yang dibebani hak. RHL dilaksanakan sesuai rencana tahunan
rehabilitasi hutan dan atau rencana tahunan
a. Perencanaan RHL rehabilitasi lahan.
Perencanaan RHLterdiri atas rencana umum Rehabilitasi hutan dilaksanakan pada:
RHL DAS dan rencana tahunan RHL. Rencana 1) Kawasan hutan konservasi, ditujukan
umum RHL DAS ditetapkan oleh menteri untuk pemulihan ekosistem,
LHK dan berlaku untuk jangka waktu 10 pembinaan habitat dan peningkatan
(sepuluh) tahun, dan dapat ditinjau kembali keanekaragaman hayati;
setiap 5 (lima) tahun.
2) Kawasan hutan lindung, ditujukan untuk
Rencana umum RHL DAS disusun dengan memulihkan fungsi hidrologis DAS dan
mengacu pada rencana kehutanan tingkat meningkatkan produksi hasil hutan
nasional, rencana pengelolaan DAS, bukan kayu serta jasa lingkungan; dan
rencana pengelolaan sumber daya air, 3) Kawasan hutan produksi, ditujukan untuk
rencana tata ruang, peta lahan kritis, peta meningkatkan produktivitas kawasan
mangrove, peta cekungan air tanah, dan hutan produksi.
peta penutup lahan.
Rehabilitasi hutan diselenggarakan melalui
Rencana umum RHL DASs paling sedikit kegiatan reboisasi; dan/atau penerapan
memuat tentang: teknik konservasi tanah. Reboisasi
1) Rencana pemulihan hutan dan lahan; dilakukan dengan pola intensif dan
2) Pola pelaksanaan kegiatan RHL; agroforestri. Reboisasi intensif dilakukan
pada lahan kritis dengan tutupan lahan
3) Pengendalian erosi dan sedimentasi;
terbuka, semak belukar dan tidak terdapat
4) Pengembangan sumber daya air; aktivitas pertanian masyarakat. Reboisasi
5) Kelembagaan; dan agroforestri dilakukan pada lahan kritis
6) Monitoring dan evaluasi. dengan tutupan lahan terbuka, semak
belukar, kebun, kebun campuran, pertanian
Rencana tahunan RHL terdiri atas rencana lahan kering dan terdapat aktivitas
tahunan rehabilitasi hutan, dan rencana pertanian masyarakat. Penerapan teknik
tahunan rehabilitasi lahan. Rencana konservasi tanah dilakukan secara sipil
tahunan RHL disusun untuk jangka waktu 1 teknis,vegetatif, dan/atau teknik kimiawi.
(satu) tahun mengacu pada rencana umum
RHL DAS. Rencana ini paling sedikit memuat Penerapan teknik konservasi tanah secara
informasi jenis kegiatan, lokasi, volume, sipil teknis dilakukan melalui pembuatan
dan pembiayaan. bangunan struktur dan bangunan
nonstruktur. Penerapan teknik konservasi
Dalam hal rencana umum RHL DAS belum tanah secara vegetatif dilakukan melalui
disusun, rencana tahunan RHL mengacu penanaman strip rumput, budidaya
pada: tanaman lorong, penanaman kanan kiri
1) peta lahan kritis; sungai; dan/atau tanaman penutup tanah
2) peta klasifikasi DAS; lainnya.Penerapan teknik konservasi tanah
3) peta bertema daerah tangkapan air (DTA secara teknik kimiawi dilakukan melalui
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 235
Pengelolaan Hutan

pemberian amelioran. biofisik dan sosial ekonomi, serta rencana


kerja penggunaan kawasan hutan. Kegiatan
Rehabilitasi lahan diselenggarakan melalui inventarisasi menghasilkan data numerik
kegiatan penghijauan; dan/atau penerapan dan data spasial seluruh areal kawasan
teknik konservasi tanah. Penghijauan hutan yang akan terganggu dan atau
dilakukan melalui kegiatan pembangunan terganggu akibat penggunaan kawasan
hutan hak, penghijauan lingkungan, dan hutan.
pembangunan hutan kota.
2) Penetapan Lokasi Reklamasi Hutan
Pembangunan hutan hak dan penghijauan
lingkungan dapat dilakukan dengan cara Penetapan lokasi merupakan kegiatan
agroforestri dan/atau murni. Pembangunan pemilihan dan penunjukan lokasi yang
hutan kota dilaksanakan sesuai dengan terganggu sebagai akibat penggunaan
tipe dan bentuk hutan kota. Tipe hutan kawasan hutan yang siap direklamasi.
kota meliputi tipe kawasan permukiman, Penetapan lokasi dan luasnya dilakukan
tipe kawasan industri, tipe rekreasi, dengan cara menganalisis dan mengevaluasi
tipe pelestarian plasma nutfah, tipe data spasial dan numerik hasil inventarisasi
perlindungan, dan tipe pengamanan. lokasi.
Bentuk hutan kota meliputi jalur,
mengelompok, menyebar. 3) Perencanaan Reklamasi Hutan

Dalam melaksanakan kegiatan RHL dapat Rencana reklamasi hutan disusun


dilakukan kegiatan pendukung RHL yang berdasarkan inventarisasi lokasi dan
meliputi prakondisi, pengembangan penetapan lokasi. Rencana reklamasi hutan
perbenihan, pengembangan teknologi, meliputi rencana umum, dan rencana
pencegahan dan penanggulangan tahunan. Rencana umum disusun untuk
kebakaran, pengamanan dan perlindungan jangka waktu selama izin pinjam pakai
tanaman; dan atau pengembangan kawasan hutan, yang memuat:
kelembagaan. 1) Kondisi kawasan hutan sebelum dan
sesudah aktivitas;
2) Rencana pembukaan kawasan hutan;
I. 3. Reklamasi Hutan
3) Program reklamasi hutan;
Reklamasi hutan dilakukan pada kawasan 4) Rancangan teknis reklamasi hutan;
hutan rusak yang telah mengalami 5) Tata waktu pelaksanaan;
perubahan permukaan tanah dan 6) Rencana biaya; dan
perubahan penutupan tanah akibat 7) Peta lokasi dan peta rencana kegiatan
penggunaan kawasan hutan atau bencana. reklamasi.
a. Reklamasi Hutan Akibat Penggunaan Rencana tahunan disusun berdasarkan
Kawasan Hutan rencana umum reklamasi hutan untuk
Reklamasi hutan akibat penggunaan jangka waktu 1 (satu) tahun.
kawasan hutan dilaksanakan melalui 4) Pelaksanaan Reklamasi Hutan
kegiatan inventarisasi lokasi, penetapan
lokasi, perencanaan, dan pelaksanaan Pelaksanaan reklamasi hutan dilakukan
reklamasi. oleh pemegang izin pinjam pakai Kawasan
hutan, meliputi tahapan kegiatan penataan
1) Inventarisasi Lokasi Reklamasi Hutan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi,
Inventarisasi lokasi dilakukan melalui survei dan revegetasi. Pelaksanaan reklamasi
untuk memperoleh data primer maupun hutan dilakukan pada areal pinjam pakai
pengumpulan data sekunder berupa data kawasan hutan yang mengalami perubahan
236 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

permukaan tanah dan perubahan bentuk lereng dan pengaturan saluran


penutupan tanah. Dalam hal areal pinjam air. Revegetasi dilakukan melalui kegiatan
pakai kawasan hutan hanya mengalami persiapan lapangan, persemaian dan/atau
perubahan penutupan tanah, reklamasi pengadaan bibit, pelaksanaan penanaman,
hutan dilakukan dengan tahapan kegiatan dan pemeliharaan tanaman.
pengendalian erosi dan sedimentasi dan
revegetasi.
I. 4. Peran Serta Masyarakat
b. Reklamasi Hutan Akibat Bencana
Masyarakat dapat berperan serta dalam
Bencana dapat terjadi akibat faktor alam kegiatan rehabilitasi dan reklamasi hutan
atau kelalaian pemegang hak pengelolaan, (RRH), dengan tujuan untuk:
pemegang izin pemanfaatan hutan atau a.
mewujudkan pelaksanaan kegiatan
pemegang izin pinjam pakai Kawasan rehabilitasi dan reklamasi hutan yang
Hutan. Penentuan penyebab bencana transparan, efektif, akuntabel, dan
tersebut dilakukan melalui identifikasi, berkualitas; dan
observasi, dan verifikasi di lapangan yang b.
meningkatkan kualitas pengambilan
dilakukan oleh tim evaluasi yang dibentuk kebijakan dalam penyelenggaraan
oleh Menteri. rehabilitasi dan reklamasi hutan.
Reklamasi hutan pada areal bencana Peran serta masyarakat dalam kegiatan RRH
akibat faktor alam menjadi tanggung jawab dapat dilakukan melalui konsultasi publik
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyusunan peraturan dan kebijakan
sesuai dengan kewenangannya. Sedangkan terkait RRH, penyampaian aspirasi,
reklamasi hutan pada areal bencana sosialisasi, dan/atau seminar, lokakarya,
akibat kelalaian menjadi tanggung jawab dan atau diskusi. Peran serta tersebut dapat
pemegang hak pengelolaan, pemegang izin dilakukan dalam:
pemanfaatan hutan atau pemegang izin a. penyusunan perencanaan;
pinjam pakai kawasan hutan. b. pelaksanaan;
Reklamasi hutan pada areal sebagai akibat c. pengawasan; dan/atau
bencana diselenggarakan melalui kegiatan d. pendanaan.
penetapan lokasi, perencanaan, dan
pelaksanaan reklamasi. I. 5. Pembinaan, Pengendalian, dan
Pendanaan
Data spasial dan numerik Kawasan
Hutan yang terganggu dianalisis dan Untuk menjamin tertibnya penyelenggaraan
dievaluasi, yang kemudian ditetapkan oleh RRH, a) Menteri melakukan pembinaan dan
Menteri sebagai lokasi reklamasi hutan. pengendalian terhadap kebijakan gubernur;
Perencanaan Reklamasi Hutan pada areal dan ) gubernur melakukan pembinaan dan
sebagai akibat bencana alam dibuat dalam pengendalian terhadap kebijakan bupati/
bentuk rancangan teknis yang merupakan wali kota.
desain detail dari rancangan penataan
lahan, rancangan tanaman maupun Pembinaan meliputi pemberian pedoman,
rancangan bangunan konservasi tanah. bimbingan, pelatihan, arahan, dan/atau
supervisi. Pengendalian meliputi kegiatan
Pelaksanaan reklamasi hutan pada areal monitoring, evaluasi, pelaporan, dan tindak
sebagai akibat bencana alam dilakukan lanjut.
melalui tahapan penataan lahan dan
revegetasi. Penataan lahan disesuaikan Sumber dana untuk penyelenggaraan RRH
dengan kondisi topografi, jenis tanah berasal dari anggaran pendapatan dan
dan iklim setempat, meliputi pengaturan belanja negara, anggaran pendapatan dan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 237
Pengelolaan Hutan

belanja daerah, dan/atau sumber dana a. Kelompok legum: jenis dari kelompok
lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai legum dipilih untuk rehabilitasi
dengan ketentuan peraturan perundang- kesuburan tanah (soil building and soil
undangan. improvement).
b. Jenis kayu bakar dipilh berdasarkan nilai
I. 6. Pemilihan Jenis Tanaman kalori yang tinggi, cepat tumbuh, tahan
pangkasan berat dan trubus banyak dan
Jenis tanaman yang dipilih disesuaikan cepat tumbuh. Jenis yang disarankan
dengan kondisi lahan dan tujuan antara lain lamtorogung, akasia,
penanaman. Untuk penanaman dalam kaliandra dan gamal.
kawasan hutan, jenis tanaman dipilih c. Jenis untuk keperluan hidro-orologis:
berdasarkan fungsi hutannya seperti dipilih jenis cepat tumbuh, bertajuk
tercantum pada Tabel 4.15. lebat, menghasilkan serasah yang
banyak, dapat tumbuh di lahan kritis,
Untuk memenuhi kepentingan ekologi, sistem perakaran dalam, melebar
ekonomi dan sosial maka pemilihan jenis dan kuat, menghasilkan trubusan bila
pada kegiatan rehabilitasi dalam kawasan dipangkas. Jenis yang dianjurkan adalah
hutan dapat dilakukan pencampuran trembesi, akasia, mahoni, asam, puspa.
tanaman antara jenis kayu-kayuan dan jenis d. Jenis untuk penanggulangan sosial-
serbaguna (Multi Purposes Tree Species- ekonomi:
MPTS), dengan komposisi mengacu pada • jenis yang baik untuk kayu perkakas
peraturan perundangan yang berlaku. seperti sengon, mahoni, jati, rasamala,
Pemilihan jenis bergantung kepada maksud dan sonokeling
dan tujuan rehabilitasi, dengan klasifikasi • jenis untuk penghara industri
berikut (Sabarnurdin, 2008): seperti sengon, gmelina, akasia,

Tabel 7.1. Persyaratan tanaman untuk rehabilitasi dalam kawasan hutan


Tabel 4.15. Persyaratan tanaman untuk rehabilitasi dalam kawasan hutan
No. Fungsi Hutan Persyaratan Tanaman
1 Hutan lindung a. Berdaur panjang
b. Perakaran dalam
c. Evapotranspirasi rendah
d. Penghasil kayu/getah/kulit/buah
2 Hutan konservasi a. Berdaur panjang
b. Perakaran dalam
c. Evapotranspirasi rendah.
d. Berasal dari anakan/biji/stek jenis yang berada di
kawasan konservasi yang bersangkutan, atau dari
persemaian jenis yang sama dan pernah ada dari
tumbuhan di kawasan konservasi yang bersangkutan;
e. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada
huruf d tidak terpenuhi, maka jenis bibit dapat berasal
dari habitat setempat atau bibit yang sejenis dengan
tanaman setempat dari lokasi lain.
3 Hutan produksi a. Pertumbuhannya cepat
b. Nilai komersialnya tinggi
c. Teknik silvikulturnya telah dikuasai
d. Mudah pengadaan benih dan bibit yang berkualitas
e. Disesuaikan dengan kebutuhan pasar

Untuk memenuhi kepentingan ekologi, ekonomi dan sosial


maka pemilihan jenis pada kegiatan rehabilitasi dalam kawasan
hutan dapat dilakukan pencampuran tanaman antara jenis kayu-
238 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

ekaliptus, khaya, pulai, damar dan Dalam hal pemilihan jenis-jenis pohon yang
pinus. Dua yang disebutkan terakhir akan digunakan dalam kegiatan pemulihan
ini dapat diandalkan untuk hutan lahan-lahan terdegradasi, disarankan
rakyat pegunungan ditanam secara menggunakan jenis-jenis lokal atau andalan
campuran dengan tanaman kopi atau setempat. Hal ini merupakan salah satu
lainnya, dan hanya dipakai sebagai upaya untuk mengurangi kegagalan
penghasil getah. pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan
asumsi bahwa jenis-jenis tersebut dianggap
Disamping jenis pohon-pohonan, maka memiliki kemampuan yang cukup untuk
jenis-jenis pangan masih perlu ditanam dapat tumbuh baik di lingkungannya. Di sisi
di antara pohon-pohonan. Penanaman lain jika ingin menggunakan jenis-jenis yang
dikombinasi dengan penanaman rumput eksotik sebaiknya dipilih jenis pohon yang
untuk memperkecil laju aliran permukaan sudah didomestikasi.
dan mengurangi erosi terutama pada lahan
miring, dimana pengawetan tanah sangat Faktor lainnya yang perlu diperhatikan
mutlak untuk dilakukan. adalah pemilihan jenis tumbuhan bawah
atau tanaman sela yang tepat. Seringkali
Prinsipnya, jenis-jenis yang digunakan dalam kegiatan pemulihan lahan-lahan
sebaiknya mempunyai kriteria sebagai terdegradasi, yang diutamakan hanya
berikut: pemilihan jenis pohon utama sedangkan
• Termasuk jenis yang cepat tumbuh tumbuhan bawahnya terabaikan, akibatnya
• Harus mampu menghasilkan serasah erosi masih dapat terjadi. Tanaman
yang banyak penutup tanah tersebut pada dasarnya
• Bertajuk lebat, mampu hidup dengan mempunyai peranan yang cukup besar
baik ditempat tersebut untuk mengurangi erosi, dikarenakan dapat
• Sistem perakaran melebar, kuat, dalam mengurangi dispersi air hujan, mengurangi
dan berakar serabut cukup banyak kecepatan aliran permukaan serta dapat
• Mudah ditanam dan tidak memerlukan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah.
pemeliharaan Pada areal berlereng perlu diperhatikan
• Tahan terhadap hama dan penyakit berat jenis (BJ) pohon yang akan ditanam.
• Mampu memperbaiki kesuburan tanah Dihindarkan menanam pohon dengan BJ
terutama untuk kandungan nitrogen yang sangat berat agar beban tanah sebagai
• Sedapat mungkin bernilai ekonomis media penopang tidak terlalu besar.
dan dalam jangka pendek dapat Berdasarkan berat jenis (BJ), tanaman
menghasilkan bahan makanan seperti dapat dikategorikan menjadi tanaman
buah-buahan, makanan ternak dan lain- dengan BJ sangat berat ( BJ >0,9 g.cm-3),
lain berat (BJ 0,70 – 0,90 g.cm-3), agak berat
• Mampu tumbuh ditempat terbuka (BJ 0,60 – 0,75 g.cm-3) dan ringan (BJ <
dengan penyinaran penuh (jenis pioneer, 0,60 g.cm-3). Pertimbangan lain yang perlu
intoleran, beriap besar) diperhatikan adalah kedalaman perakaran.
• Dapat tumbuh dan bersaing dengan Kategori kedalaman perakaran beberapa
alang-alang serta cepat menutup tanah pohon disajikan pada Tabel 4.16.
• Mudah bertunas setelah terbakar atau Pemilihan jenis tanaman harus
dipangkas mempertimbangkan faktor kemasaman atau
• Biji atau bagian vegetatif untuk pH tanah. Tingkat kemasaman (pH tanah)
pembiakan mudah diperoleh mempengaruhi nilai kapasitas pertukaran
• Untuk tujuan penghijauan, jenis-jenis kation (KPK) tanah dan ketersediaan unsur
pohon yang dipilih harus yang disenangi hara di dalam tanah sehingga menentukan
oleh masyarakat tingkat penyerapan unsur hara oleh
0,70 – 0,90 g.cm-3), agak berat (BJ 0,60 – 0,75 g.cm-3) dan ringan (BJ
< 0,60 g.cm-3). Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan adalah
kedalaman perakaran. Kategori kedalaman perakaran beberapa pohon
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
disajikan pada Tabel 7.2. 239
Pengelolaan Hutan

Tabel 7.2. Contoh Beberapa Jenis Tanaman dengan Kedalaman Akar


Tabel 4.16. Contoh
dan Sebaran beberapa
Tajuk jenis tanaman dengan kedalaman akar dan sebaran tajuk yang
yang Berbeda
berbeda
Nama Kedalaman
Sebaran Tajuk
Tanaman Perakaran
Lamtoro Dangkal Menyebar, perlu 3-5 pangkasan per tahun
Kaliandra Sedang Menyebar, perlu 3-5 pangkasan per tahun
Gamal Dangkal Menyebar, perlu 3-5 pangkasan per tahun
Dadap Sedang Menyebar, perlu 3-5 pangkasan per tahun
tetapi kurang tahan terhadap pangkasan
Petaian Dalam Terpusat di tengah, pangkasan maksimal 3
kali per tahun
Sungkai Sangat dangkal Sempit
Jengkol Dangkal Sedang
Petai Dangkal Menyebar
Sengon Dangkal Menyebar
Jambu air Dangkal Sedang
Melinjo Dangkal Sempit
Kapuk Dalam Menyebar
Jambu mete Dalam Sedang
Nangka Sangat dalam Sedang
Mangga Sangat dalam Sedang
Durian Sangat dalam Sedang
Sumber: Hairiah et al, 2000a

tanaman. Pemilihan
Secara umum jenis
unsurtanaman harus mempertimbangkan
hara tersedia kemasaman tanah yang faktor
mampu bertahan
dalam jumlah maksimal
kemasaman atau pH dan mudah
tanah. diserap
Tingkat hidup di tanah masam.
kemasaman (pH tanah)
tanaman
mempengaruhipada pH nilaisekitar netral.pertukaran
kapasitas Pada kation (KPK)
tanah masam yang banyak mengandung Beberapa contohtanah jenisdantanaman yang
ketersediaan unsur hara di dalam
Aluminium (Al) maupun Besi (Fe), unsur
tanah sehingga
toleran terhadap tingkat
menentukan tingkat kemasaman
penyerapan
fosfor (P) akanunsur hara olehbagi
sulit tersedia tanaman.
tanamanSecaratinggi
umumyang unsur haradipertimbangkan
dapat tersedia untuk
dalam diikat
karena jumlaholehmaksimal
Al dan Fe.dan mudah
Artinya, diserap tanaman pada pH sekitar
pada rehabilitasi lahan pada tanah-tanah masam,
netral. masam,
kondisi Pada tanah masamunsur
penyerapan yangP banyak dapat dilihat
dalam mengandung pada Tabel (Al)
Aluminium 4.17.
maupun
bentuk ionBesi
fosfat(Fe), unsur
(H2PO4-) fosfor
akan (P) akan sulit
terhambat.
Gunatersedia bagi tanaman
menunjang keberhasilan kegiatan
Hal ini berdampak
karena buruk Al
diikat oleh bagidan
pertumbuhan
Fe. Artinya, pada kondisi masam,
pemulihan lahan-lahan yang terdegradasi
tanaman karena ion fosfat merupakan
penyerapan unsur P dalam bentuk ion fosfatatau (H2PO 4-) akan
lahan kritis,terhambat.
faktor lain yang perlu
unsur hara makro esensial bagi tanaman.
Hal ini berdampak buruk bagi pertumbuhan diperhatikan
Demikian juga muatan koloid humus
tanaman karena yaituion adanya
fosfat kesesuaian
antara kualitas lahan yang tersedia dengan
bersifat berubah-ubah tergantung dari nilai
persyaratan tumbuh jenis yang terpilih.
pH tanah. 457 yang utama,
Persyaratan tempat tumbuh
Dalam suasana sangat masam (pH rendah), yaitu meliputi : tinggi tempat, curah hujan,
koloid yang bermuatan negatif menjadi temperatur, tekstur tanah/jenis tanah, pH,
rendah, akibatnya KPK turun. Sebaliknya drainase dan toleransi tanaman terhadap
dalam suasana alkali (pH tinggi) akan cahaya.
terjadi peningkatan muatan negatif,
Penambahan bahan organik merupakan hal
sehingga KPK meningkat (Parfit, 1980
yang terpenting dalam upaya pemulihan
dalam Atmojo,2003). Peningkatan KPK akan
lahan kritis. Diantaranya diperoleh dari
menghasilkan pertumbuhan yang lebih
pupuk kompos, pupuk hijau dan pupuk
baik untuk tanaman. Oleh sebab itu, hanya
kandang.
tanaman yang memiliki toleransi terhadap
240 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Tabel 7.3. Beberapa contoh jenis tanaman yang toleran terhadap tanah
Tabel 4.17. Beberapa contoh jenis tanaman yang toleran terhadap tanah dengan tingkat
dengan tingkatkemasaman tinggi
kemasaman tinggi
Kelompok Nama lokal Nama ilmiah
Tanaman Padi, nanas Zea mays, Ananas comosus
Pangan
Palawija Kacang tanah Arachis hypogea
Kacang tunggak Vigna unguiculata
Gude Cajanus cajan
Tanaman keras Kopi Coffea canephora
(cash crop) Teh Thea sinensis=Camelia sinensis
Kepala sawit Elaeis guinensis
Karet Hevea brassiliensis
Pohon buah- Rambutan Nephelium lappaceum
buahan Nangka Arthpcarpus heterophyllus
Duren Durio zibethinus
Cempedak Arthocarpus integer
Duku Lansium domesticum
Mangga Garcinia mangostana
Jambu air Syzigium aqueum
Jambu biji Psidium guajava
Jambu mente Anacardium occidantale
Mangga Mangifera indica
Sirsak Anona muricata
Pete Parkia speciosa
Jengkol Pithecellobium jiringa
Pohon Sungkai/jati seberang Perunema inerme
penghasil kayu Pulai Alstonia spp
Bulangan Gmelina arborea
Sengon putih Paraserienthes falcataria
Mahoni Swietenia mahogany
Mangium Acacia mangium
Tanaman pagar Petaian Peltophorum dasyrrachis
Gamal Gliricidia sepium
Flemingia Flemingia congesta
Lamtoro Leucaena leucocephala
Tanaman Orok-orok Crotalaria juncea
legume Calopo Calopogonium muconoides
penutup tanah Calopogonium caeruleum
(Legume Crops Centro Centrosema pubescens
Cover) Kacang asu Pueraria phaseoloides
Kacang benguk Mucuna pruriens var. utilis
Tanaman liar Melastoma Melastoma sp.
kirinyuh Chromalaena odorata
Sumber: Hairiah et al. (2000b)

459
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 241
Pengelolaan Hutan

Kotak 4.3
Hasil uji coba rehabilitasi lahan bekas tambang

Ujicoba rehabilitasi lahan bekas tambang di beberapa lokasi telah menghasilkan rekomendasi teknik
rehabilitasi sebagai berikut:
A.Tambang emas
Permasalahan utama dalam tambang emas adalah hasil pemisahan bijih emas dengan bahan-bahan
lainnya menghasilkan lumpur yang memiliki kandungan logam berat cukup tinggi dan beracun seperti:
Pb,Cu,Zn dan Fe. Limbah ini ditampung di dalam dam yang cukup luas yang disebut sebagai tailing
dam. Persoalan lain yang muncul adalah adanya beberapa tanah longsor di sekitar dam yang dikhawa-
tirkan akan menambah sedimentasi di dalam dam tersebut. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk
mengurangi lumpur tailing tersebut dan merehabilitasi daerah-daerah yang longsor di sekitar dam.
Lumpur tailing sebagai hasil limbah pengolahan emas dapat dijadikan sebagai filler/pengisi media
tanam. Lumpur tailing tersebut harus dicampur dengan pupuk kandang atau bahan organik lainnya
untuk menekan kandungan logam berat Pb, Cu, Mn dan Fe. Ujicoba terhadap tanaman Paraserian-
thes falcataria dengan cara penambahan pupuk organik dan penggunaan cendawan endomikorhiza
ke dalam media tailing menunjukkan bahwa komposisi media (tailing : pupuk organik kascing, rasio
1:1, v/v) memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter dan berat
kering total masing-masing sebesar 15,7 cm, 0,5 cm dan 9,2 gr. Tahapan penanamannya adalah se-
bagai berikut:
• Pembuatan lubang tanaman dalam bentuk pot dengan ukuran 50cmx50cmx50cm ;
• Pengisian media lumpur tailing dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 ;
• Lubang tanam dibiarkan seminggu agar media dapat beradaptasi ;
• Penanaman semai tanaman dengan tinggi 50 cm dengan jarak tanam 3mx2m ; dan
• Pemeliharaan tanaman seperti pembersihan gulma dan pemupukan dasar NPK tiap 3 bulan.
Jenis-jenis yang akan ditanam sebaiknya menggunakan jenis lokal yang telah cocok dengan kondisi
iklim dan geografis setempat. Jenis manglid (Michelia montana) menunjukkanpertumbuhan yang ba-
gus. Selain itu, jenis tanaman tersebut merupakan jenis lokal yang adaptif dengan kondisi setempat.
Jenis tanaman lain seperti: suren (Toona sureni) dan sonokeling(Dalbergia latifolia) juga memberikan
pertumbuhan cukup bagus dan mampu menyerap logam berat Cu dan Pb secara optimal.

B.Tambang Timah
Pertambangan timah meninggalkan lahan-lahan berupa hamparan tailing pasir kuarsa dan campuran
bahan-bahan overburden dengan kandungan unsur hara yang rendah sehingga tingkat kesuburannya
rendah. Hal ini disebabkan tailing kuarsa mengandung lebih dari 95 % pasir kuarsa, sedangkan partikel
liat serta bahan organiknya sangat rendah, menyebabkan kapasitas sangga (buffer capacity) tailing ini
menjadi sangat rendah. Overburden yang dihamparkan di beberapa area juga menunjukkan tingkat
kesuburan yang rendah. Bahan ini mempunyai pH 3,5 karena adanya bahan sulfidic (mineral pirit/
calco pirit).
Dalam mereklamasi bekas tambang timah telah didapatkan media tanam untuk diaplikasikan pada
lubang tanam yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman, dengan komposisi:
• Kombinasi 20% bahan organik + 20% top soil + 5% kapur + 1% NPK + 54% tailing kuarsa terbukti
mampu memberikan pertumbuhan yang bagus untuk tanaman Eucalyptus urophylla, uba (Eu-
genia garcinaefolia), sengon buto (Enterolobium cyclocarpum) dan trembesi (Samanea saman).
• Kombinasi 20% bahan organik + 20% top soil + 10% kapur + 1% NPK + 49 % bahan campuran over-
burden mampumemberikan pertumbuhan yang bagus untuk tanaman E. urophylla, uba (Eugenia
garcinaefolia), dan sengon buto (Enterolobium cyclocarpum)
242 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Kotak 4.3
lanjutan

Pemeliharaan tanaman seperti pembersihan gulma dan pemupukan dasar NPK dilakukan tiap tiap 3
bulan. Selain perbaikan media tanam, pemberian mikoriza pada waktu pembuatan persemaian ter-
bukti menghasilkan pertumbuhan yang lebih bagus dibandingkan tanpa mikoriza terhadap lima je-
nis tanaman di persemaian yaitu: ekaliptus (Eucalyptus urophylla), jabon (Anthocephalus cadamba),
trembesi (Samanea saman), uba (Eugenia garcinaefolia) dan sengon (Paraserianthes falcataria). Hasil
uji kompatibilitas menunjukkan jenis mikoriza Glomus sp. memberikan pertumbuhan relatif lebih baik
dibandingkan tanpa perlakuan atau mikoriza jenis Gigaspora sp. pada tanaman jabon (Anthocephalus
cadamba) dan balsa (Ochroma bicolor).

C.Tambang Batubara
Bekas tambang batubara meninggalkan timbunan bahan-bahan overburden dalam jumlah besar. Ba-
han-bahan tersebut terdiri dari campuran tanah dan bahan induk tanah seperti batuliat (claystone),
batu lanau (siltstone), batu pasir (sandstone) atau tufa volkan, yang memiliki sifat fisik dan kimia jelek,
dan seringkali mengandung unsur-unsur beracun. Pada daerah-daerah yang overburdennya mengand-
ung batuan pirit sering dijumpai adanya fenomena air asam tambang Acid Mined Drainage-AMD). Jika
pirit ini teroksidasi, akan menghasilkan Fe+3 dan SO4-2. SO4-2 bersifat masam dan mengakibatkan pH
menjadi sekitar 3. Akibatnya tanah menjadi masam (pH sekitar 3), dan kelarutan unsur-unsur logam
meningkat (Al, Fe, Mn, dan sebagainya) sehingga akan meracuni tumbuhan.
Kualitas tanah bekas tambang batubara ditingkatkan dengan memanfaatkan kompos dan asam humat
(di persemaian) dan arang kelapa sawit (di lapangan). Pemanfaatan kompos dan asam humat di perse-
maian dilakukan dengan mencampurkan kompos dan tanah bekas tambang dengan perbandingan 1:2
dan pemberian asam humat 100 ml per polibag (ukuran diameter 5 cm dan tinggi 10 cm) yang meng-
hasilkan pertumbuhan terbaik terhadap jenis tanaman Pentace sp. Pemanfaatan arang aktif kelapa
sawit pada lubang tanam dilakukan dengan menambahkan arang kelapa sawit sebanyak 1 sampai 3,5
liter per lubang tanam berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Dengan dosis ini, tanaman Ficus variegata
menghasilkan pertambahan tinggi, pertambahan diameter, dan kemampuan hidup tanaman yang leb-
ih baik dibanding kontrol/tanpa pemberian arang hayati kelapa sawit.
Dalam pemilihan jenis tanaman, pada fase awal sebaiknya menggunakan jenis pioner seperti: waru
gunung (Hibiscus sp.), gmelina (Gmelina arborea), trembesi (Samania saman), johar (Cassia sp.) dan
sengon buto (Enterolobium cyclocarpum). Setelah tanaman pelindung ini bertajuk cukup rindang, yai-
tu setelah tanaman berumur sekitar 4 tahun, dimana iklim mikro telah mengalami perbaikan, maka
dapat dilakukan penanaman jenis-jenis Dipterocarpa seperti: Shorea artinervosa, S. agamii, S. balan-
geran, Parashorea smythiesii dan Cotylelobium burkii. Jenis mahang (Macaranga sp.), pulai (Alstonia
sp.), laban (Vitex pinnata), nyawai (Ficus variegata), puspa (Schima wallichi), Ficus sp., medang (Lits-
ea sp.), dao/sengkuang (Dracontomelon dao), dan salam (Syzygium sp.) menunjukkan kemampuan
hidup di atas 80% pada lahan bekas tambang batubara. Sedangkan terap (Arthocarpus dadah) dapat
tumbuh dengan kemampuan hidup diatas 75 %. Untuk mengatasi masalah pemadatan tanah perlu
dilakukan penambahan bahan organik tanah (pupuk kandang maupun mulsa) secara teratur yang juga
bermanfaat untuk melindungi tanaman dari kekeringan.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 243
Pengelolaan Hutan

J. Hutan Kota dan Ruang Terbuka Hijau hutan kota yang sejak tahun 2002
telah memiliki kekuatan hukum dengan
Pembangunan perkotaan cenderung diterbitkannya Peraturan Pemerintah
meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.
terbuka hijau dialih fungsikan menjadi
kawasan pemukiman, perdagangan, Hutan Kota adalah suatu hamparan
kawasan industri, jaringan transportasi, lahan yang bertumbuhan pohon-pohon
serta prasarana dan sarana perkotaan yang kompak dan rapat di dalam wilayah
lainnya. Lingkungan perkotaan akhirnya perkotaan baik pada tanah negara maupun
hanya berkembang secara ekonomi, tetapi tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan
secara ekologi menurun. kota oleh pejabat yang berwenang.
Kondisi tersebut menyebabkan Tujuan penyelenggaraan hutan kota
terganggunya keseimbangan ekosistem adalah untuk kelestarian, keserasian dan
perkotaan yang ditandai dengan keseimbangan ekosistem perkotaan yang
meningkatnya suhu udara, pencemaran meliputi unsur lingkungan, sosial dan
udara (meningkatnya kadar CO, ozon, budaya. Penyelenggaraan hutan kota
karbon-dioksida, oksida nitrogen dan dimaksudkan untuk:
belerang, debu, suasana yang gersang, 1. Menekan/mengurangi peningkatan suhu
monoton, bising dan kotor), banjir, intrusi udara di perkotaan;
air laut, kandungan logam berat tanah 2. Menekan/mengurangi pencemaran
meningkat, dan menurunnya permukaan udara (kadar karbonmonoksida, ozon,
air tanah. karbondioksida, oksida nitrogen,
belerang dan debu);
Permasalahan ekosistem perkotaan yang 3. Mencegah terjadinya penurunan air
demikian kompleks telah mendorong tanah dan permukaan tanah; dan
BLI KLHK untuk secara konsisten 4. Mencegah terjadinya banjir atau
mengembangkan ilmu pengetahuan dan genangan, kekeringan, intrusi air laut,
teknologi dalam rangka memperbaiki meningkatnya kandungan logam berat
kerusakan ekosistem di perkotaan melalui dalam air.
kegiatan penelitian pengembangan lanskap
perkotaan. Dibutuhkan sumber daya untuk Fungsi hutan kota adalah untuk :
memenuhi kebutuhan tersebut, antara lain 1. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro
lahan dan kecermatan dalam pengaturan dan nilai estetika;
tata ruang baik jangka pendek dan panjang. 2. Meresapkan air;
3. Menciptakan keseimbangan dan
Wilayah perkotaan di Indonesia, terutama keserasian lingkungan fisik kota; dan
kota-kota pantai seperti Jakarta, Surabaya, 4. Mendukung pelestarian
Semarang dan Makasar, dicirikan oleh tiga keanekaragaman hayati indonesia.
kriteria yaitu a) terdegradasinya wilayah
daratan dalam bentuk zona (region) wilayah Penyelenggaraan hutan kota meliputi :
“intrusi air laut”; wilayah “pengendapan” 1. Penunjukan; terdiri dari penunjukan
dan wilayah “kikisan”; b) meningkatnya lokasi hutan kota dan penunjukan luas
kutub-kutub panas kota, dan c) semakin hutan kota.
terdesaknya kawasan hijau akibat 2. Pembangunan;
lajunya pertumbuhan wilayah perkotaan 3. Penetapan; dan
(Samsoedin dan Waryono, 2010). 4. Pengelolaan.
Salah satu upaya yang berdampak positif Penunjukan lokasi dan luas hutan kota
dalam mengatasi permasalahan ini adalah dilakukan oleh Walikota atau Bupati
melalui pembangunan dan pengembangan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
244 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Perkotaan. Untuk Daerah Khusus Ibukota (2) ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit
Jakarta, penunjukan lokasi dan luas hutan 30% dari luasan pulau/kepulauan; dan/
kota dilakukan oleh Gubernur Daerah atau
Khusus Ibukota Jakarta berdasarkan (3) menanam dan memelihara pohon
Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah di luar kawasan hutan, khususnya
Khusus Ibukota Jakarta. Lokasi hutan kota tanaman langka
merupakan bagian dari Ruang Terbuka
Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Bentuk Ruang terbuka hijau adalah area
hutan kota terdiri atas jalur, mengelompok memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
dan menyebar. yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
Hutan kota dapat dimanfaatkan untuk yang tumbuh secara alamiah maupun
keperluan : yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau
1. Pariwisata alam, rekreasi dan atau olah sebagaimana dimaksud dalam undang-
raga; undang terdiri dari ruang terbuka hijau
2. Penelitian dan pengembangan; publik dan ruang terbuka hijau privat.
3. Pendidikan;
4. Pelestarian plasma nutfah; dan atau Baik RTH publik maupun privat memiliki
5. Budidaya hasil hutan bukan kayu. beberapa fungsi utama seperti fungsi
ekologis serta fungsi tambahan, yaitu sosial
Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki budaya, ekonomi, estetika/arsitektural.
fungsi dan manfaat ekologis sebagaimana Khusus untuk RTH dengan fungsi sosial
kawasan hutan. Penyelenggaraan Ruang seperti tempat istirahat, sarana olahraga
Terbuka Hijau diatur dalam: dan atau area bermain, maka RTH ini harus
• Undang-Undang Republik Indonesia memiliki aksesibilitas yang baik untuk
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan semua orang, termasuk aksesibilitas bagi
Ruang. penyandang cacat.
• Undang-Undang Republik
IndonesiaNomor 32 Tahun 2009 Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah
tentang Perlindungan dan Pengelolaan kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen
Lingkungan Hidup. dari luas wilayah kota. Proporsi ruang
• Peraturan Pemerintah Republik terbuka hijau publik pada wilayah kota
Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional luas wilayah kota.
• Peraturan Pemerintah Republik
Tujuan penyelenggaraan RTH adalah:
Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 tentang
(1) Menjaga ketersediaan lahan sebagai
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
kawasan resapan air;
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
(2) Menciptakan aspek planologis perkotaan
Tata Ruang Wilayah Nasional
melalui keseimbangan antara lingkungan
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
alam dan lingkungan binaan yang
Nomor : 05/Prt/M/2008 tentang
berguna untuk kepentingan masyarakat;
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
(3) Meningkatkan keserasian lingkungan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
perkotaan sebagai sarana pengaman
Perkotaan.
lingkungan perkotaan yang aman,
Untuk melaksanakan pencadangan sumber nyaman, segar, indah, dan bersih.
daya alam, Pemerintah, pemerintah
Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi
provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota
ekologis:
dan perseorangan dapat membangun:
(1) memberi jaminan pengadaan RTH
(1) taman keanekaragaman hayati di luar
menjadi bagian dari sistem sirkulasi
kawasan hutan;
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 245
Pengelolaan Hutan

udara (paru-paru kota); Manfaat RTH berdasarkan fungsinya yaitu:


(2) pengatur iklim mikro agar sistem (1) Manfaat langsung (dalam pengertian
sirkulasi udara dan air secara alami dapat cepat dan bersifat tangible),
berlangsung lancar; yaitu membentuk keindahan dan
(3) sebagai peneduh; kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan
(4) produsen oksigen; mendapatkan bahan-bahan untuk
(5) penyerap air hujan; dijual (kayu, daun, bunga, buah);
(6) penyedia habitat satwa; (2) Manfaat tidak langsung (berjangka
(7) penyerap polutan media udara, air dan panjang dan bersifat intangible), yaitu
tanah, serta; pembersih udara yang sangat efektif,
(8) penahan angin. pemeliharaan akan kelangsungan
persediaan air tanah, pelestarian fungsi
Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu: lingkungan beserta segala isi flora dan
(1) Fungsi sosial dan budaya: fauna yang ada (konservasi hayati atau
• menggambarkan ekspresi budaya keanekaragaman hayati).
lokal;
• merupakan media komunikasi warga
kota; J 1. Penentuan Jenis Pohon untuk
• tempat rekreasi; Penjerapan Timbal dan Debu
• wadah dan objek pendidikan,
Untuk penentuan jenis pohon yang sesuai
penelitian, dan pelatihan dalam
khususnya untuk menyerap polutan harus
mempelajari alam.
mengetahui sifat fisiologi daun dengan
(2) Fungsi ekonomi:
memperhatikan sifat-sifat khas dari daun
• sumber produk yang bisa dijual,
tersebut, misalnya daun kasar, adanya
seperti tanaman bunga, buah, daun,
rambut (bulu-bulu halus) pada permukaan
sayur mayur;
daun serta sifat khas yang dimiliki daun
• bisa menjadi bagian dari usaha
tersebut yaitu permukaan kesat, agak kesat
pertanian, perkebunan, kehutanan
atau licin.
dan lain-lain.
(3) Fungsi estetika: Penentuan sifat-sifat khas permukaan daun
• meningkatkan kenyamanan, tersebut yaitu berdasarkan pengamatan
memperindah lingkungan kota baik visual, yakni berdasarkan kesan raba
dari skala mikro: halaman rumah, permukaan daun tersebut dengan
lingkungan permukimam, maupun menentukan salah satu jenis sebagai
makro: lansekap kota secara landasan pembanding. Berdasarkan
keseluruhan; luasan daun per cm2 pada umumnya jenis
• menstimulasi kreatifitas dan pohon yang menjerap debu dan sekaligus
produktifitas warga kota; berkemampuan logam Pb adalah jenis
• pembentuk faktor keindahan pohon yang umumnya mempunyai luas
arsitektural; penampang pohon yang relatif kecil yaitu
• menciptakan suasana serasi dan ukuran 1,15 cm2 - 29,32 cm2 (Samsoedin,
seimbang antara area terbangun dan 2010 dalam Subarudi et al, 2015).
tidak terbangun. Hasil penelitian Subarudi et al (2015)
menyarankan jenis-jenis pohon dengan
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat
kemampuan penjerapan timbal dan debu
fungsi utama ini dapat dikombinasikan
tertinggi pada Tabel 4.18, Tabel 4.19, dan
sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan
Tabel 4.20 untuk ditanam di pinggir jalan,
keberlanjutan kota seperti perlindungan
karena dapat menyerap dan menjerap
tata air, keseimbangan ekologi dan
timbal hasil pembakaran kendaraan
konservasi hayati.
bermotor serta debu.
246 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Tabel 4.18. Rangking 1-10 jenis pohon Tabel 4.19. Rangking 1-10 jenis pohon
di Surabaya, yang banyak menjerap logam Pb di Surabaya, yang menyerap logam Pb

Tabel 4.20. Rangking 1-10 jenis pohon


di Surabaya, banyak menjerap debu
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 247
Pengelolaan Hutan

Bahan Bacaan

Abdulah, L., & Darwo. (2014). Model riap tegakan hutan alam produksi di Pulau Buru-Maluku.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.11(4).
Adelina, N. (2004). Aquilaria malaccensis Lamk. .Informasi Singkat Benih (33).
Agrios, G.N. (2005). Plant Pathology. 5th eds. Elsevier Academic Press. USA.
Alexopoulos, C.J. dan C.W. Mims. (1979). Introductory Mycology. John Wiley & Sons.
Al-Hadad, M.F.  (2017).  Estimasi riap tegakan sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)
di IUPHHK-HTI Trans PT Belantara Subur, Kalimantan Timur. Skripsi. Departemen
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 
Alrasjid, H. (1999). Pedoman pengelolaan hutan nipah (Nipa fruticans) secara lestari. Bogor:
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.
Andersen MC., Adams H., Hope B., Powell M. (2004). Risk assessment for invasive species.
Risk Analysis.  24, 787–793.
Andikarya, O., & Nunuh, A. (2002). Pedoman teknis budidaya murbei. Bandung: Samba
Project. A CARE UNBAR Collaborative program of USAID funded Project for BDSs and
MFLs Development on Silk Industry in West Java.
Anonim. (1994). Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures.
Annex 1. Geneva: World Trade Organization.
Anonim. (1995). International Standards for Phytosanitary Measures. Section 1. Guidelines
forPest Risk Analysis (Draft Standard). Rome: FAO.
Anonim. (2020). Kerusakan hutan akibat penggembalaan ternak dan satwa liar. Dipetik
Oktober 2020, darihttps://abkargm18.wordpress.com/2014/09/24/kerusakan-hutan-
akibat-penggembalaan-ternak-dan-satwa-liar/.
Anonim. (n.d). Convention on Biological Diversity.  Dipetik dari https://www.cbd.int/countries/
profile/?country=id#facts. 
Anonim. (n.d). International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources
(IUCN). Dipetik dari https://www.iucnredlist.org/
Anonim. (n.d). International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources
(IUCN). Dipetik dari https://www.iucnredlist.org/
Anonim. (n.d).Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora (CITES). Dipetik dari https://www.cites.org/eng
Anonim. Risk Management. 3rd edn. AS/NZS 4360. (2004). Standards Australia International
Ltd and Standards New Zealand, Sydney, Australia; 
Anton. (2013). Persuteraan alam Provinsi Jawa Barat. Temu Usaha Persuteraan Alam Di Cianjur
Provinsi Jawa Barat, tanggal 2 April 2013. Balai Persuteraan Alam Sulawesi Selatan.
Ariany, R. (2009). Planchonia valida (Blume). Informasi Singkat Benih(92).
Arifin, A. (2001). Hutan dan kehutanan. Yogyakarta: Kanisius.
Arsyad, W. O. M. (2018). Pengembangan model prediksi masa pakai dan ketahanan kayu
terhadap serangan organisme penggerek laut. Forpro, 7(1), 1–10.
ASPPHAMI. (2018). Kerugian akibat rayap ditaksir capai triliunan rupiah. Retrieved October
16, 2020, from https://aspphami.or.id/kerugian-akibat-rayap-ditaksir-capai-triliunan-
rupiah/
Atmojo, S. W. (2003). Peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah dan upaya
pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
248 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Atmojo, S. W. (2008). Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor DAS.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Baadsgaard, J., & Stubsgaard, F. (1989, April). Seed collection . Lecture Note(No. C- 4).
Bachli, Y. (2007). Tanaman kesambi : manfaat dan kegunaannya. Makassar: Balai Pengelolaan
DAS Sungai Jeneberang-Bilawalanae.
Badan Litbang Kehutanan. (1999). Panduan Kehutanan. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan.
Badan Litbang Kehutanan. (2003). Teknik persemaian dan informasi benih cendana. Yogyakarta:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Badan Penanggulangan Bencana Nasional. (2012). Buku saku tanggap tangkas tanggung
menghadapi bencana. Jakarta: Badan Penanggulangan Bencana Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2006). SNI 01-3751-2006 tentang Prosedur uji penetapan
kelarutan tepung. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. (2006a). SNI -04-7182-2006 Biodisel. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. (2013). SNI 01-5006.12-2003 Tanaman kehutanan bagian 12 :
Penanganan benih generatif tanaman hutan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Badrunnasar, A. (2013). Empat (4) jenis pohon inang penghasil gaharu. Arboretum Balai
Penelitian Teknologi Agroforestri. Ciamis: Balai Penelitian Teknologi Agroforestri.
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. (2000). Atlas benih tanaman hutan Indonesia Jilid I.
Publikasi Khusus, 3(8).
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. (2001). Atlas benih tanaman hutan Indonesia Jilid II.
Publikasi Khusus, 2(6).
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. (2002). Atlas benih tanaman hutan Indonesia Jilid III.
Publikasi Khusus, 2(8).
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. (2002a). Atlas benih tanaman hutan Indonesia Jilid IV.
Publikasi Khusus, 2(9).
Bandini, Y. (1996). Nipah pemanis alami baru. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
Barber, C. (1997). The Case study of Indonesia, project on environmental scarcities, state
capacity, and civil violence. Retrieved Juli 21, 2005, from Http://www.edcnews.se/
Reviews/Barber1997-html.
Barly, B., Ismanto, A., & Martono, D. (2011). Dayaguna campuran soda abu - boraks sebagai
anti jamur biru dan rayap. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 29(2), 179–188. https://doi.
org/10.20886/jphh.2011.29.2.179-188
Barly, Lelana, N. E., & Ismanto, A. (2010). Keefektifan campuran garam tembaga-khromium-
boron terhadap rayap dan jamur perusak kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 28(3),
222–230.
Barner, H., Olesen, K., & Wellendroff, H. (1992). Classification and selection of seed sources.
Lecture Note.
Baser, K., & Buchbawer, G. (2010). Hand book of essential oil: Science technology and
application. Boca Rotan, USA: Taylor and Francis Group.
Bess, H. enry A. (1971). Control of the Drywood termite, Cryptotermes brevis, in Hawaii.
Technical Bulletin No. 87. Hawaii Agricultural Experiment Station, University of Hawaii.
Blossey B.(1999).  Before, during and after: the need for long-term monitoring in invasive
species management. Biological Invasions 1, 301–311.
Bogidarmanti, R., Mindawati, N., Nuroniah, H. S., & Kosasih, A. S. (2003). Pemilihan jenis
pohon potensial untuk konservasi lahan terdegradasi. Prosiding ekspose hasil-hasil
penelitian (pp. 86-96). Bogor: Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 249
Pengelolaan Hutan

Bonner, F. T., Vozzo, J. A., Elam, W. W., & Land, S. J. (1994). Tree seed technology. Training
course. Instructor’s manual. New Orleans, Lousiana: United State Department
Agriculture. Forest Service. Southern Forest Experiment Station.
Borror, D.J, C.A. Triplehorn and N.F. Johnson. (1989). An Introduction to the Study of
Insect. Sounders College Publs. USA (Pengenalan Pelajaran Serangga – penerjemah
Patosoedjono, S dan M.D. Brotowidjoyo. 1992. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Brauman, A., Majeed, M. Z., Buatois, B., Robert, A., Pablo, A.-L., & Miambi, E. (2015). Nitrous
oxide (N2O) emissions by termites: does the feeding guild matter? PLoS ONE, 10,
e0144340.
Burdon, R. D., & Namkoong, G. (1983). Multiple population and sub lines. Silvae Genetica(32),
221-222.
Burley, J., & Wood, P. J. (1996). A manual on species and provenance research with particular
reference to the tropics. Tropical Forestry Paper, 10.
Catford, Jane A, R. Jansson and C.  Nilsson. 2009.  Reducing redundancy in invasion ecology by
integrating hypotheses into a single theoretical framework. Diversity and Distributions,
(Diversity Distrib.) 15, 22–40
Chouvenc, T., et.al. (2016). Revisiting Coptotermes (Isoptera: Rhinotermitidae): A global
taxonomic road map for species validity and distribution of an economically important
subterranean termite genus. Systematic Entomology, 41(2), 299–306. https://doi.
org/10.1111/syen.12157
Copeland, L. (1976). Principles of seed science and technology. Minneapolis, Minnesota:
Burcess Publishing Co.
Daehler CC, Denslow JS, Ansari S, Kuo H.(2004).  A risk assessment system for screening out
invasive pest plants from Hawaii and other Pacific islands. Conservation Biology 18,
360–8.
Daehler CC, Virtue JG. (2010). Likelihood and consequences: reframing the Australian weed
risk assessment to reflect a standard model of risk. Plant Protection Quarterly  25(2),
52–55.
Daniel, M. (2006). Medicinal plants: Cemistry and properties. Enfield, NH, USA: Science
Publisher.
Daniel, T. W., Helms, J. A., & Baker, F. (1979). Principles of silviculture. New York: Mc.Graw-Hill
Inc.
Danu, Pramono, A. P., & Siregar, N. (2006). Perbanyakan vegetatif beberapa jenis tanaman
hutan. In Atlas benih Jilid VI. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Perbenihan.
Danu. ( 2001). Kesambi (Schleichera oleosa). In Atlas benih tanaman hutan indonesia Jilid II.
Bogor: Balai Teknologi Perbenihan.
Darwo, & Effendi, R.  (2013).  Tingkat pertumbuhan dan hasil tegakan nyawai (Ficus variegata
Bl.) sampai umur 4 tahun di KHDTK Cikampek, Jawa Barat.  Dalam: Optimalisasi Peran
Silvikultur untuk Menjawab Tantangan Kehutanan Masa Depan (270-284).  Prosiding
Seminar Nasional Silvikultur I & Pertemuan Ilmiah Tahunan Masyarakat Silvikultur
Indonesia.  Makasar.
Darwo, Amperawati, T., Suhada, D. A., Manik, W. S., & Tobing, S. L. (2004). Model pertumbuhan
dan hasil hutan tanaman di Sumatera Utara. Aek Nauli: Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Sumatera.
Darwo, Amperawati, T., Suhada, D. A., Manik, W. S., & Tobing, S. L. (2004). Model pertumbuhan
dan hasil hutan tanaman di Sumatera Utara. Aek Nauli: Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Sumatera.
250 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Darwo, et al. (2012). Kuantifikasi kualitas tempat tumbuh dan produktivitas tegakan untuk
hutan tanamn eukaliptus di kabupaten simalungun, Sumatera Utara. Jurnal Penelitian
Hutan Tanaman Vol. 9(2), 83-93.
Darwo, Lisnawati, Y., & Mindawati.  (2019).  Pertumbuhan Hasil tegakan Trema (Trema
orientalis (L.) Blume). DalamBunga Rampai Prospek Pengembangan Trema orientalis
sebagai Alternatif Pengganti Sengon. Editor: Supriyanto, Lisnawati, Y., & Mindawati. 
Bogor: IPB Press.
Darwo, Napitupulu, B., Harianja, A. H., & Sembiring, S. (2005). Informasi teknis faktor-faktor
keberhasilan GERHAN di Sumatera Utara. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan dan Konservasi Alam.
Darwo. (2012). Pertumbuhan dan hasil tegakan hutan tanaman Acacia mangium Willd. di
Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Tekno Hutan Tanaman Vol. 5(2), 53-60.
Darwo. (2012b). Evaluasi pertumbuhan dan hasil tegakan jabon putih (Anthocephalus
cadamba (Roxb.) Miq.).  Mitra Hutan Tanaman, 7(3), 102-108.
Darwo.  (2012a).  Pertumbuhan dan hasil hutan tanaman Acacia mangium Willd. di Kabupaten
Padang Lawas, Sumatera Utara.  Tekno Hutan Tanaman, 5(2), 53-60.
Darwo.  (2020).  Peningkatan Produktivitas Hutan Alam Tidak Produktif dengan Penerapan
TPTJ-Silin.  Policy Brief, 14(3). Bogor: Pusat Penelian dan Pengembangan Sosial,
Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim. 
Davidson, J. (1992). Tree breeding and propagation-some concepts. Proc. of The Regional
Workshop on Tree Breeding and Propagation. Bangkok, Thailand.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. (1998). Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No. 201/Kpts-II/1998. Jakarta: Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
Departemen Kehutanan. (1992). Manual Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (1992). Manual kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (1997). Keputusan Menteri Kehutanan No. 435/Kpts-II/1997 dan SK
Menhutbun No. 625/KptsII/1998 tanggal 10 September 1998 tentang Sistem Silvikultur
Tebang Pilih dan TanamJalur dalam pengelolaan hutan produksi. Jakarta: Departemen
Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (1998). Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 201/
Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan
dengan sistem silvikultur TPTJ kepada PT. Sari Bumi Kusuma. Jakarta: Departemen
Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (1999). Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 15/Kpts/
IV/1999 tanggal 18 Januari 1999 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan dengan
Sistem Silvikultur TPTJ kepada PT. Erna Juliawati. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2001). Keputusan Menteri Kehutanan No.32/Kpts-II/2001 tentang
Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2001a). Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/2001 tentang
Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan fungsi kawasan hutan. Jakarta:
Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2002). Keputusan Menteri Kehutanan No. 10172/Kpts-II/2002
tentang Perubahan Kepmenhutbun No. 309/Kpts-II/1999. Jakarta: Departemen
Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2002a). Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan
Penggunaan Kawasan Hutan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2004). Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2004 tentang
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 251
Pengelolaan Hutan

Perencanaan Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan.


Departemen Kehutanan. (2005). Peraturan Menteri Kehutanan No. P 30/Menhut-II/2005,
tentang Keputusan Menteri Kehutanan No. 10172/Kpts-II/2002 dinyatakan tidak
berlaku lagi. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2007). Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan
Perhutanan Sosial Nomor : P.03/V-PTH /2007 tentang Pedoman sertifikasi sumber
benih tanaman hutan. Jakarta: Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial.
Departemen Kehutanan. (2007).Peraturan Menteri Kehutanan No. : P.35 / Menhut-II/2007
tentang Hasil hutan bukan kayu. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2007a).Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial Nomor : P. 04 /V- PTH/2007 tentang Pedoman sertifikasi mutu benih
tanaman hutan. (2007). Jakarta: Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial.
Departemen Kehutanan. (2009). Peraturan Menteri Kehutanan No: P.01/Menhut-II/2009 yang
telah direvisi dengan No:P.72/Menhut-II/2009 tentang Penyelenggaraan perbenihan
tanaman hutan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2009a). Peraturan Menteri Kehutanan No. P 11/Menhut-II/2009,
tentang Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada
Hutan Produksi. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2009b). Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.38/Menhut-II/2009,
tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak. Jakarta:
Kementerian Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2012). Buku Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2010.
Jakarta: Direktorat Jendral Planologi Kehutanan.
Departemen Kehutanan. 1999. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Departemen Kehutanan Jakarta. 
Departemen Pertanian. (1980). Keputusan Menteri Pertanian. No. 837/Kpts/Um/11/1980.
Tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Jakarta: Departemen
Pertanian.
Desyanti, Y., & Zulmardi. (2011). Pathogenicity of the entomopathogenic fungus Myrothecium
roridum Tode Ex Steudel, Beauveria bassiana (Bals.) Vuill and Metarhizium sp. from
natural in West Sumatera Indonesia against Coptotermes gestroi Wasmann (Blattodea:
Rhinotermitidae). In Proceedings of the 8th Conference of the Pacific Rim Termite
Research Group. Bangkok, Thailand.
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat. (2003). Petunjuk teknis usaha pengembangan
tanaman aren. Jakarta: Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat Dirjen RLPS.
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. (2012). Peraturan Dirjen Planologi Kehutanan No
P.5/VII-WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Jakarta: Departemen Kehutanan.
Direktorat Jenderal Kehutanan. (1972). Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 35/Kpts/
DD/1972, tentang Tebang Pilih Indonesia, Tebang Habis dengan Penanaman, Tebang
Habis dengan Permudaan Alam dan Pedoman-pedoman Pengawasannya. Jakarta:
Direktorat Jenderal Kehutanan, Kementerian Pertanian.
Direktorat Jenderal KSDAE (2011). Keputusan Dirjen KSDAE Nomor P.9/IV-SET/2011 tentang
Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satwa di Lembaga Konservasi. Jakarta: Kementerian
252 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


Direktorat Jenderal KSDAE. (2017). Peraturan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistemnya Nomor P.11/KSDAE/SET/KUM.1/11/2017 tentang Pedoman Pemantauan
Populasi Harimau Sumatera. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (1989). Vademekum bahan obat alam.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. (1989). Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan
Hutan No. 564/Kpts/IV-BPHH/1989, tentang Tebang Pilih Tanam Indonesia. Direktorat
Jenderal Pengusahaan Hutan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan,
Kementerian Kehutanan.
Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. (1993). Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan
Hutan No. 40/Kpts/IV-BPHH/1993, tentang Pedoman Pelaksanaan Uji Coba Tebang
Jalur Tanam Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen
Kehutanan.
Direktorat Jenderal RLPS. (2003). Rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial: Dari masa ke
masa. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi. (1980). Pedoman Tebang Pilih Indonesia: Penentuan
Sistem Silvikultur, Pelaksanaan dan Pengawasan. Jakarta: Direktorat Reboisasi dan
Rehabilitasi Departemen Kehutanan.
Djafaruddin, 2000. Dasar-dasar pengendalian penyakit tanaman. Jakarta. Bumi Aksara.
  Downey PO, et al. (2010) Managing alien plants for biodiversity outcomes – the need for
triage. Invasive Plant Science and Management3, 1–11.
Downey PO, Sheppard AW. (2006). Site- versus species-based approaches to weed management
in Australia. In: Preston C, Watts JH, Crossman ND, editors. Fifteen Australian Weeds
Conference Proceedings. Weed Management Society of South Australia(p. 264–267).
Australia: Adelaide.
Downey,P.O., S.B. Johnson, J. G. Virtue and P. A. Williams. (2010). Assessing risk across the
spectrum of weed management. CAB Reviews: Perspectives in Agriculture, Veterinary
Science, Nutrition and Natural Resources5 (038).
Dransfield, J., & Manokaran, N. (1996). Sumberdaya nabati Asia Tenggara 6: Rotan. Yogyakarta:
Gajah Mada Univ. Press - PROSEA Indonesia.
Esler, A. E., Leifting, L. W. and Champion, P. D. (1993). Biological Success and Weediness of
theNoxious Plants of NewZealand. Auckland: MAF Quality Management.
Esman, M. J., & Uphoff, N. T. (1992). Local organization and rural development: The State of
the art. Ithaca, NY: Rural Development Committee Cornell.
Faiatun., Firdaus., Jumini, S., & Adi, N.P. 2019. Analisis Bencana Tanah Longsor serta
Mitigasinya. Jurnal Kajian Pendidikan Sains. Vol 5(2): 134-139.
FAO (2011). Procedures For Post-Border Weed Risk Management, 2nd Ed. FAO Rome: Plant
Production and Protection.
FAO.(1999). SD Dimensions Global Climate Maps. Retrievel from www.fao.org/sd/EIdirect/
climate/EIsp0002.htm
Fisher, R. F., & Binkley, D. (2000). Ecology and management of forest soil. John Willey & Sons,
Inc.
Fox ,A.M, Gordon D.R. (2009).  Approaches for assessing the status of nonnative plants: a
comparative analysis. Invasive Plant Science and Management2, 166–184.
Foxcroft LC, Downey PO. (2008). Protecting biodiversity by managing alien plants in National
Parks: perspectives from South Africa and Australia. In: Tokarska-Guzik B, Brock J,
Brundu G, Child L, Daehler C, Pysˇek P, editors. Plant invasion: Human perception,
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 253
Pengelolaan Hutan

ecological impacts andmanagement (p. 387–403). The Netherlands: Backhuys


Publishers, Leiden,.
Freedman, B., Pryd, E. H., & Mouts, T. L. (1984). Variables affecting the yields of fatty esters
from transesferified vegetable oil. Journal of America Oil Chemists Society, 61(10),
1638-2643.
Gasso´ N, Basnou C, Vila` M.(2010). Predicting plant invaders in the Mediterranean through a
weed risk assessment system. Biological Invasions12(3), 463–76.
Giertych, M. (1975). Seed orchard design. In E. Faulkner, Seed Orchard (Vol. Forest Commision
Bulletin No.54). USDA Forest Service.
Gintings, A. N., Siregar, C. A., & Pratiwi. (2001). Pedoman pengelolaan tanah podsolik merah
kuning untuk hutan tanaman. Info Hutan(147).
Gooden B, French K, Turner PJ, Downey PO. (2009). Impact threshold for an alien plant
invader, Lantana camara L., on native plant communities. Biological Conservation142,
2631–41.
Gooden B, French K, Turner PJ, Downey PO. (2009). Impact threshold for an alien plant
invader, Lantana camara L., on native plant communities. Biological Conservation142,
2631–41.
Gordon D.R., (et al). 2010, Guidance for addressing the Australian Weed Risk Assessment
questions. Plant Protection Quarterly 25(2), 56–74.
Gordon DR, Onderdonk DA, Fox AM, Stocker RK. (2008). Consistent  accuracy of the Australian
weed risk assessment system across varied geographies. Diversity and Distributions,
14, 234–42
Gordon, D.R., et.al. (2008b). International WRA workshop 2007 protocol: guidance for
answering the Australian weed risk assessment questions. In: Proceedings of the
Second International WRA Workshop, Sept. 14–15,. Perth, Australia
Gordon, D.R., Onderdonk, D.A., Fox, A.M., Stocker, R.K. (2008a). Consistent accuracy of the
Australian weed risk assessment system across varied geographies. Diversity and
Distributions14, 234–242.
Gosal, L.C., Tarote, R.Ch., & Karongkong, H.H. (2018). Analisis Spasial Tingkat Kerentanan
Bencana Gunung Api Lokon di Kota Tomohon. Jurnal Spasial Vol. 5(2): 229-237.
Hadi, S. (2001). Patologi Hutan. Perkembangannya di Indonesia. Bogor: Fahutan IPB.  
Hadikusumo, S. A. (1988). Properties and potensial uses of unexploited rattan in Indonesian:
Final Report Rattan Indonesian Project 1984 – 1988. IRDC – and Departemen of
Forestry.
Hairiah, K., et al. (2000a). Agroforestri pada tanah masam di daerah tropika basah: pengelolaan
interaksi antara pohon-tanaman semusim. Bogor: International Centre for Research in
Agroforestry (ICRAF).
Hairiah, K., Utami, S. R., Suprayogo, D., Widianto, Sitompul, S. M., Sunaryo, B., et al. (2000b).
Pengelolaan tanah masam secara biologi. Bogor: International Centre for Research in
Agroforestry (ICRAF).
Hambali, E., Mujdalipah, S., Tambunan, A., Pattiwiri, & Hendroko, R. (2007). Teknologi
bioenergi. Jakarta: Agro Media.
Hamzah, Z. (1976). Sifat silvika dan silvikultur cendana (Santalum album) di Pulou Timur:
Laporan No 227 LPH. Bogor: Lembaga Penelitian Hutan (LPH).
Harjowigeno, S. (2010). Ilmu tanah. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
Hazard,W. H. L. (1988). Introducing crop, pasture and ornamental species into Australia: The
risk of introducing new 
Hendromono, & Bustomi, S. (2008). Kesesuaian lahan untuk tanaman hutan dan MPTS.
254 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Bogor: PT Sarbi.
Hendromono, Mindawati, N., & Heryati, Y. (2006). Review silvikultur hutan tanaman. Bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman.
Herawati, T. (2005). Kondisi Pengelolaan Lak di Indonesia dan Peluang Pengembangannya di
Nusa Tenggara Timur. Info Hutan, II(3), 231-237.
Hiebert RD, Stubbendieck J. (1993). Handbook for Ranking Exotic Plants for Management
and Control.Natural Resources Report 93/08. Washington, DC: US Department of the
Interior, National Park Service.
Hobbs RJ, Kristjanson LJ. (2003). Triage: how do we prioritize health care for landscapes?
Ecological Management and Restoration4, 539–535.
Hughes NK, Burley AL, King SA, Downey PO. (2009).Monitoring manual: for bitou bush control
and native plant recovery. Sydney, Australia: Department of Environment, Climate
Change and Water.
Husaeni, E. 2001. Hama hutan tanaman. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
IAGFRA. (1985). Techniques in seed production: A simplified guide. Philippines: Inter Agency
for Forestry Research Aplication.
Indrawan, A. (2008). Sejarah perkembangan sistem silvikultur di Indonesia. Prosiding Lokakarya
Nasional Penerapan Multisistem Silvikultur pada Pengusahaan Hutan Produksi dalam
Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan. Bogor: Kerjasama
antara Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dengan DirektoratJenderal Bina
Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Indrawan, A. (2010). Konsep dan filosofi multisistem silvikultur. Dipresentasikan pada
Workshop Multisistem Silvikultur: Optimasi Pemanfaatan Kawasan Hutan Produksi
Melalui Multisistem Silvikultur. Pontianak: Kerjasama antara Balai Besar Penelitian
Dipterocarpa dengan Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah X.
Indrawan, A. (2013). Kebijakan pengelolaan ekosistem hutan produksi lestari di Indonesia
berdasarkan multisistem silvikultur. Paper pada Seminar Nasional Silvikultur. Makasar:
Fakultas Kehutanan Universitas Hasanudin.
Indrawan, A. (2013). Pengelolaan ekosistem hutan produksi lestari di Indonesia dengan
penerapan multisistem silvikultur. In D. Suharjito, & H. R. Putro, Pembangunan
kehutanan indonesia baru: Refleksi dan inovasi pemikiran.Bogor: IPB Press.
Indriyanto. (2006). Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.
International Seed Testing Association (ISTA). (2010). International rules for seed testing (2006
ed.). Bassersdorf, Switzerland: The International Seed Testing Association.
Jasni, & Sumarni, G. (1990). Pengaruh kelembaban terhadap pertumbuhan larva
Heterobostrychus aequalis Wat dan komunitas bubuk kayu kering. Konggres I
Himpunan Perlindungan Tanaman Indonesia.
Jasni, & Sumarni, G. (2011). Pencegahan bubuk kayu kering (Heterobostrychus aequalis Wat.)
pada kayu karet dengan bahan pengawet sipemetrin dan bifentrin. Dalam Prosiding
Seminar Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia, XIV. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Jasni, Krisdianto, & Ozarska, B. (2013). Beberapa jenis serangga yang menyerang kayu di
industri mebel Jepara. Forpro, 2(2), 36-39.
Joker, D. (2001). Acacia auriculiformis Cunn. Ex Benth. Informasi singkat benih (8).
Joker, D. (2001a). Senna siamea (Lam.) Irwin et Barneby. Informasi singkat benih (11).
Joker, D. (2006). Calophyllum inophyllum L. Informasi singkat benih (64).
Jupp P, Warren P, Secomb N. (2002). The branched broomrape eradication program:
methodologies, problems encountered and lessons learnt. In: Spafford Jacob H,
Dodd J, Moore JH,editors. Thirteenth Australian Weeds Conference Proceedings, 8–13
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 255
Pengelolaan Hutan

September. Plant Protection Society of Western Australia (p. 270-273). Perth, Australia.
Justice, O. L., & Bass, L. N. (1978). Principles and practices of seed storage. Washington D.C.:
V.S. Government Printing Office.
Kalshoven, L. G. E. (1960). Biological notes on the Cryptotermes species of Indonesia. Acta
Tropica, 17(3), 263–272.
Kamra, S. K. (1985). Situation pertaining to forestry seed in some developing countries in asia
and measures for improvement in “Seed Problem”. Proceeding of the International
Symposium on Seed Problem under Stressful Condition (pp. 228-236). Vienna and
Gmunden, Austria: International Union of Forest Research Organization.
Kaomini, & Andadari, L. (2009). Teknologi peningkatan produktivitas dan kualitas produk ulat
sutera: Sintesis hasil penelitian. Bogor: Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi.
Kaomini, M. (2002). Pedoman teknis pemeliharaan ulat sutera. Bandung: Samba Project.
Kartiko, H. D. (1997). Pengawasan terhadap mutu benih yang diperdagangkan. Tekno Benih,
II(1).
Kartiko, H. D. (2001). Pengumpulan dan pengolahan lepas panen benih tanaman hutan. Tekno
Benih, VI(1).
Kasmudjo. (2011). Hasil hutan non kayu, suatu pengantar: klasifikasi, potensi, pemungutan,
pengolahan, kualitas dan kegunaan. Cakrawala Media.
Kato H, Hata K, Yamamoto H, Yoshioka T. (2006). Effectiveness of the weed risk assessment
system for the Bonin Islands. In: Koike F, Clout MN, Kawamichi M, De Poorter M,
Iwatsuki K, editors. Assessment and Control of Biological Invasion Risk (65–72).
Shoukadoh Book Kyoto, Japan : Sellers and IUCN.
Kementerian Kehutanan (2013a). Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.42/Menhut-II/2013,
tentang Perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-
II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi
Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak. Jakarta:
Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (1978). Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978 tentang Mengesahkan
Convention on International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flora.
Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (1994). Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1994 tentang Perburuan
Satwa Buru. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (1999). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar. Jakarta: Kementerian
Kehutanan
Kementerian Kehutanan. (2003). Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 355/Kpts/2003
tentang Penandaan Spesiemen Tumbuhan dan Satwaliar. Jakarta: Kementerian
Kehutanan. 
Kementerian Kehutanan. (2005). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2005
tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2008). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P.57/Menhut-
II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018. Jakarta:
Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2011). Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 12/
Menhut-II/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2011a). Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.68/Menhut-II/2011,
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009
256 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak. Jakarta:
Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2012). Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.45/Menhut-II/2012,
tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-
II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi
Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Peme. Jakarta: Kementerian Kehutana.
Kementerian Kehutanan. (2012a). Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.31/Menhut-II/2012 Tentang Lembaga Konservasi. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2012c). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.40/MenHut-II/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.52/Menhut-Ii/2006 tentang Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi.
Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2013). Peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan hutan
lindung. Jakarta: Direktorat Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung, Kementerian
Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2013f). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.63/MENHUT-II/2013
tentang Tata Cara Memperoleh Spesimen Tumbuhan dan Satwaliar untuk Lembaga
Konservasi. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2013g). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.69/Menhut-II/2013
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 19/Menhut-II/2005
tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2013h). Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.60/
Menhut-II/2013 tentang PerencanaanPengelolaan Daerah Aliran Sungai.Jakarta:
Kementerian Kehutanan
Kementerian Kehutanan. (2014). Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.1/
Menhut-II/2014 tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintah Bidang Kehutanan.
Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2014a). Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.17/
Menhut-II/2014 tentang Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan DAS. Jakarta:
Kementerian Kehutanan
Kementerian Kehutanan. (2014b). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.53/MENHUT-
II/2014 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwaliar.
Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2014c). Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.60/
Menhut-II/2014 tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi DAS. Jakarta: Kementerian
Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2014d). Peraturan Menteri Kehutanan No. P.61/Menhut-
II/2014 tentang Monitoirng dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jakarta:
Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2014e). Peraturan Menteri Kehutanan No. P.67/Menhut-II/2014
tentang Sistem Informasi Pengelolaan DAS. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2014f). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.83/MENHUT-II/2014
tentang Peminjaman Jenis Satwa Liar Dilindungi Ke Luar Negri Untuk Kepentingan
Pengembangbiakan (Breeding Loan). Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2015). Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam
dan Ekosistem Nomor 180 tahun 2015 tentang Penetapan 25Satwa Terancam Punah
Prioritas untuk Ditingkatkan Populasinya Sebesar 10% pada Tahun 2015-2019. Jakarta:
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 257
Pengelolaan Hutan

Kementerian Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2018e). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan RI Nomor P.106/MENLHK/Setjen/Kum.1/12/2018 Tahun 2018 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.20/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2017). Peraturan Dirjen KSDAE Nomor
P.4/KSDAE/SET.KUM.1/9/2017 tentang Pedoman Tata Cara Pembuatan Buku Induk
(Studybook) dan Buku Catatan Harian (Logbook) Penangkaran Tumbuhan dan
Satwaliar. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018a). Peraturan Dirjen KSDAE Nomor P.13/
KSDAE/SET/Ren.0/12/2018 tentang Sistem Informasi dan Data Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018b). Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor P.2/MenLHK/SETJEN/KUM.1/1/2018 tentang Akses pada
Sumber Daya Genetik Spesies Liar dan Pembagian Keuntungan atas Pemanfataannya.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018c). Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor P.20 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa
Dilindungi. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018d). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan RI Nomor P.92 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018
tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Jakarta: Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019). Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor. SK 308/MENLHK/KSDAE/KSA.2/4/2019 tentang Strategi dan
Rencana Aksi Konservasi Orang Utan Indonesia 2019-2029. Jakarta: Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019a). Kumpulan peraturan teknis
pemungutan dan penatausahaan HHBK di hutan lindung. Jakarta: Direktorat Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung, KLHK.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019b). Peraturan teknis pengelolaan wisata
alam di hutan lindung dan hutan produksi. Jakarta: Direktorat Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung, KLHK.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019c). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor P.20/MenLHK/Setjen/Kum.1/4/2019 tentang Spesifikasi Teknis
Kandang Transpor dan Kandang Transit Satwaliar. Jakarta: Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2020). Kontribusi Indonesia dalam
Pencapaian Target Keanekaragaman Hayati Global. Siaran Pers PPID Nomor: SP.413/
HUMAS/PP/HMS.3/9/2020.
Kementerian Lingkungan Hidup. (2012b). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 tahun
2012 tentang Taman Keanekaragaman Hayati. Jakarta: Kementerian Lingkungan
Hidup.
Kementerian Perdagangan. (2012). Peraturan Menteri Perdagangan No.20/M-DAG/
PER/5/2008 Direvisi Menjadi Permendag No. 64/M-DAG/PER/10/2012, tentang
258 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Jakarta: Kementerian Perdagangan.


Kementrian Kehutanan. (2011c). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.58/Menhut-II/2011
Tahun 2011 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Banteng (Bos Javanicus)
Tahun 2010-2020. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementrian Kehutanan. (2013). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.54/Menhut-II/2013
Tahun 2013 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Anoa (Bubalus depressicornis
dan Bubalus Quarlesi) Tahun 2013-2022. Jakarta: Kementrian Kehutanan.
Kementrian Kehutanan. (2013b). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2013
Tahun 2013 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Babirusa (Babyrusa
babyrusa) Tahun 2013-2022. Jakarta: Kementrian Kehutanan.
Kementrian Kehutanan. (2013c). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2013
Tahun 2013 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus
Wurmb) Tahun 2013-2022. Jakarta: Kementrian Kehutanan.
Kementrian Kehutanan. (2013d). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.57/Menhut-II/2013
Tahun 2013 Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Tapir (Tapirus indicus) Tahun 2013-
2022. Jakarta: Kementrian Kehutanan.
Kementrian Kehutanan. (2013e). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.58/Menhut-II/2013
Tahun 2013 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Elang Jawa (Spizaetus
bartelsi) Tahun 2013-2022. Jakarta: Kementrian Kehutanan.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2016). Peraturan Menteri LHK Nomor P.56.
MenLHK/Kum.1/2016 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Macan Tutul
Jawa (Panthera pardus melas) 2016-2026. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018). Keputusan Menteri LHK SK.215/
MENLHK/KSDAE/KSA.2/5/2018 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
Rangkong Gading Indonesia Tahun 2018-2028. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan.
Khalwani, K. M. (2012). Kriteria pemilihan jenis pohon dalam pembangunan hutan tanaman
industri di Indonesia. Retrieved from https://khulfi.wordpress.com/2012/10/11/
kriteria-pemilihan-jenis-pohon-pembangunan-hutan-tanaman-industri-di-indonesia/
King SA, Downey PO. (2008). Assessing the recovery of native plant species following bitou
bush control – the need for monitoring. Plant Protection Quarterly23, 40–41.
Kovoor, A. (1983). The Palmyrah palm : Potential and perspective. FAO Plant Production and
Protection Papers(52). Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Krishna, K., Grimaldi, D. A., Krishna, V., & Engel, M. S. (2013). Treatise on the Isoptera of the
world. Bulletin of the American Museum of Natural History, 377, 1–200.
Krishnapillay, B., & Tompsett, P. B. (1998). Seed handling. In S. Appanah, & J. M. Turnbull,
A Review of dipterocarps: Taxonomy, ecology and silviculture. Bogor: Center for
International Forestry Research (CIFOR).
Krisnawati, M., & Kanninen, M. (2011). Anthocepalus cadamba Miq. Ekologi, Silvikultur dan
Produktivitas. Bogor: Center for International Forestry Research.
Kurniaty, R., & Danu. (2012). Teknik persemaian. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan.
Kurniaty, R., Syamsuwida, D., Danu, & Damayanti, R. U. (2010). Nyamplung (Calophyllum
inophyllum L.). Seri Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan.
Kusmana, C., Istomo, Wibowo, C., Budi, S. W., Siregar, I. Z., Tiryana, T., et al. (2008). Manual
silvikultur mangrove di Indonesia. Jakarta: Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial dan Korea International Cooperation Project (KOICA).
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 259
Pengelolaan Hutan

Kuswanto, E., Ahmad, I., & Dungani, R. (2015). Threat of subterranean termites attack in the
asian countries and their control: A review. Asian Journal of Applied Sciences, 8(4),
227–239. https://doi.org/10.3923/ajaps.2015.227.239
Labrada, R. (2011). The need for Weed Risk Assessment. Lecture note. Training Course on
Invasive Alien Plant Species Management. Bogor: SEAMEO BIOTROP.
Lahiya A, A. (1983). Beberapa tanaman yang berguna untuk tanah-tanah yang kesuburannya
terbatas: Budidaya tanaman lontar dan siwalan di beberapa daerah tertentu di
Indonesia (Vol. II). Bandung.
Lauridsen, E. B. (1992). Seed source management. Lecture Note. Danida Forest Seed Centre.
Leksono, B. (2001). Teknik pembangunan kebun benih semai uji keturunan generasi kedua.
Wana Benih, IV(1).
Leksono, B. (2003). Teknik penunjukan dan pembangunan sumber benih. Informasi teknis,
1(1).
Leksono, B., Kurinobu, & Ide, Y. (2011). A breeding strategy for the tropical Eucalyptus: Findings
and lessons acquired from the multi-generation tree breeding of Eucalyptus pellita in
Indonesia. Germany: LAP Lambert Academic Publishing GmbH & Co.KG.
Lelana, N. E., Barly, & Ismanto, A. (2011). Toksisitas bahan pengawet boron-kromium terhadap
serangga dan jamur pelapuk kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 29(2), 142–154.
Ludwig, J. A., & J. F. Reynolds. (1988). Statistical Ecology. 2nd ed. London: Edward Arnold
(Publisher) Co. Ltd.
Luhan, G., Damiri, M., Gustaf, J. F., & Lambung, M. (2017). Efektivitas microcide 100/100 ec
terhadap serangan jamur biru pada kayu karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.). Jurnal
Hutan Tropika, XII(2), 32–38.
Mack RN, Lonsdale WM. (2002). Eradicating invasive plants: hard-won lessons for islands.
In: Veitch CR, Clout MN, editors. Turning the Tide: Eradication of Invasive Species(p.
164–72). Gland, Switzerland : IUCN.
Mairi, K. (2005). Strategi pemberdayaan masyarakat dalam upaya rehabilitasi hutan dan
lahan. Makassar: Balai Litbang Teknologi Pengelolaan DAS Indonesia bagian Timur.
Martawijaya, A. (1996). Keawetan kayu dan faktor yang mempengaruhinya. Bogor, Indonesia:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan.
Martono, D. (2012). Teknik pembuatan dekstrin secara enximatis dari tepung buah sukun.
Seminar Hasil-hasil Penelitian Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan
Hasil Hutan. Bogor: Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.
Marzalina, M., Baskara, K., & Yap, S. K. (1993). Collection seed of tropical rain forest tree:
Problem and solution. In R. M. Drydale, & et al (Ed.), Proceedings International
Symposium on Genetic Conservation and Production of Tropical Forest Tree Seed.
Thailand: ASEAN-Canada Forest Tree Seed Centre Project.
Mathenson, A. C. (1990). Breeding strategies for MPTS tree improvement of multiporpose
species. Winrock International.
Meher, L. C., Sagar, D. V., & Naik, S. N. (2006). Technical aspects of biodiesel production by
transestrification-a Review. Renew Sustain Energy Reviews, 10(3), 248-268.
Milner, R. J., & Staples, J. A. (1996). Biological control of termites: Results and experiences
within a CSIRO-project in Australia. Biocontrol Science and Technology, 6, 3–9.
Mindawati, N., & Heryati, Y. (2006, Mei). Pengaruh frekuensi pemeliharaan tanaman muda
terhadap pertumbuhan meranti di lapangan. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 3(2).
Mindawati, N., & Kosasih, A. S. (2012). Strategi pemilihan jenis dan budidaya hutan tanaman
penghasil kayu untuk pengembangan hutan rakyat. Gelar teknologi peningkatan
produktivitas hutan rakyat. Bogor: PUSPROHUT.
260 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Mindawati, N., & Subiakto, A. (2003). Perbanyakan bibit tanaman hutan untuk gerhan.
Prosiding ekspose penerapan hasil litbang. Bogor: Pusat Litbang Hutan dan Konservasi
Alam.
Mindawati, N., Kosasih, A. S., & Heryati, Y. (2005). Pemilihan jenis pohon untuk hutan tanaman
campuran dalam rangka kegiatan rehabilitasi lahan didataran tinggi Cikole, Jawa Barat.
Info Hutan, II(3).
Mindawati, Nina. (2019). Teknik Silvikultur Ramah Lingkungan dalam merehabilitasi lahan
terdegradasi. Bunga rampai. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mueller-Dumbois, D., & H. Ellenberg. (1974). Aims and Methode of Vegetation Ecology. John
Willey and Sons. New York, London, Sydney, Toronto.
Mursidin, et al. (1997). 35 tahun penghijauan di Indonesia. Jakarta: Presidium Kelompok
Pelestari Sumberdaya Alam, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan
Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Departemen
Dalam Negeri.
Muslich, M., & Hadjib, N. (2008). The possibility of using timber from plantation forest treated
with plastic and CCB for marine onstruction. Indonesian Journal of Forestry Research,
5(1), 65–72. https://doi.org/10.20886/ijfr.2008.5.1.65-72
Muslich, M., & Rulliaty, S. (2010). Durabilty of 25 local specific wood species from Java
preserved with CCB against marine borers attack. Indonesian Journal of Forestry
Research, 7(2), 144–154. https://doi.org/10.20886/ijfr.2010.7.2.144-154
Muslich, M., & Rulliaty, S. (2014). Ketahanan bambu petung (Dendrocalamus asper backer )
serangan penggerek di laut. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 32(3), 199–208.
Musriati, Najamudin, Hartati, R. A., & Arianto, D. (2004). Elmerrillia ovalis (Miq.) Dandy.
Informasi Singkat Benih(42).
Myers JH, Simberloff D, Kuris AM, Carey JR. (2000).  Eradication revisited: dealing with exotic
species. Trends in Ecology and Evolution15, 316–320.
Namkoong, G., Barnes, R. D., & Burley, J. ( 1980). A phylosophy of breeding strategy for tropical
forest trees. England: Unit of Tropical Silviculture Commonwealth Forestry Institute,
University of Oxford.
Nasi, R. (1994). Planting sandalwood, the New Caledonian eksperience. In: Sandalwood
seed nursery and technology. Proceeding of regional workshop for Fasific island
countries,1-11 August. Neumea, New Caledonia.
National Invasive Species Council 2005.  Guidelines for Ranking Invasive Species Control
Projects. Version 1. Washington, DC: National Invasive Species Council.
Nawir, A. A., Murniati, & Rumboko, L. (2008). Rehabilitasi hutan di Indonesia: Akan kemanakah
arahnya setelah lebih dari tiga dasawarsa? Bogor: Center for International Forestry
Research.
Nikles, G. (1970). Breeding for growth and yield. Unasylva(24), 9-12.
Noerdjito, W. A., & Amir, M. (1986). Kumbang penggerek pada beberapa jenis kayu
leguminosae. Berita Biologi, 3(4), 159–162.
Nurhasybi, Danu, Sudradjat, D. S., & Djam’an, D. F. (2003). Kajian komprehensif benih tanaman
hutan jenis-jenis Dipterocarpaceae. Publikasi Khusus, 32(4).
Nurhasybi. (1996). Penanganan benih mahoni (Swietenia macrophylla King). Tekno Benih, I(2).
Owen SJ. 1999. Department of Conservation Strategic Plan for Managing Invasive Weeds.
Wellington, New Zealand: Department of Conservation. 
Paimin, Pramono, I. B., Purwanto, & Indrawati, D. R. (2012). Sistem perencanaan pengelolaan
daerah aliran sungai. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan
Rehabilitasi.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 261
Pengelolaan Hutan

Panetta FD. 2009.  Weed eradication – an economic perspective. Invasive Plant Science and
Management2, 360–368.
Panetta, F. D. (1993). A system of assessing proposed plant introductions for weed potential.
Plant Protection Quarterly 8, 10–14.
Parker IM.et al. (1999).  Impact: towards a framework for understanding the ecological effects
of invaders. Biological Invasions1, 3–19.
Parkes JP, Panetta FD. (2009). Eradication of invasive species: progress and emerging issues in
the 21st century. In: Clout MN, Williams PA, editors. Invasive Species Management (p.
47–60). London, UK: Oxford University Press.
Perhutani. (2012). Buku Rancangan KPH Mandiri. Jawa Tengah: KPH Randublatung.
Perkins, P. E. E. (2011). Public participation in watershed management : International
practices for inclusiveness q. 36, 204–212. https://doi.org/10.1016/j.pce.2010.02.004
Perrings C. Mitigation and adaptation strategies for the control of biological invasions. (2005).
Ecological Economics52, 315–325.
Pheloung PC, Williams PA, Halloy SR. (1999). A weed risk assessment model for use as a
biosecurity tool evaluating plant introductions. Journal of Environmental Management;
57, 239–51.
Platt S, Adair R, White M, Sinclair S. (2005) Regional priority-setting for weed management on
public land in Victoria. In: Second Victorian Weeds Conference, Bendigo. Weed Society
of Victoria. R.G. and F.J. Richardson, Melbourne, Australia p. 89–98.
Ponoy, B. (1994). Interim seed production, individual tree, seed stand and seed production
area. Muak Leak, Saraburi, Thailand: Asean Forest Tree Seed Centre.
Potter, M. F. (2020). Powderpost beetles. Lexington: University of Kentucky College of
Agriculture.
Pracaya. (2008). Hama dan Penyakit Tanaman(edisi revisi). Jakarta: Penerbit Swadaya.
Praharasari, A. N. (2005). Dysoxylum parasiticum (Osbeck) Kosterm . Informasi singkat
benih(47).
Pramono, I. B., & Wahyuningrum, N. (2010). Luas optimal hutan jati sebagai pengatur tata air
di DAS berbahan induk kapur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 7(5).
Pramono, I. B., Adi, N. A., & Supangat, A. B. (2008). Variasi luas hutan pinus dan pengeruhnya
terhadap debit puncak dan konsentrasi sedimen terlarut aliran sungai: Studi
pendahuluan di Sub DAS Kedungbulus, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Prosiding
workshop sintesa hasil penelitian hutan tanaman, 19 Desember. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman.
Pratiwi (2000). Jenis-jenis pohon andalan setempat di pulau Jawa dan Sumatera bagian
selatan. sebaran dan beberapa data dasarnya. Info Hutan, 123.
Pratiwi, Narendra, B. H., Hartoyo, G. M. E., Kalima, T., & Pradjadinata, S. (2014). Atlas Jenis-
jenis Pohon Andalan Setempat untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Indonesia.
Forda Press. 81 p.
Pratiwi. (2006). Rehabilitasi Lahan Kritis di Wilayah Nusa Tenggara Timur. Prosiding Sosialisasi
Hasil Litbang Kepada Pengguna. Bogor: Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.
Pratiwi., Narendra, B.H. dan Wardhani, M. (2020). Pemilihan jenis-jenis pohon untuk konservasi
tanah dan air dalam rangka pemulihan fungsi DAS. Dalam: Pratiwi, Narendra, B.H
dan Pamungkas, A.G. Bunga Rampai. Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan
dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungai. 
Prosea. (1997). Scleichera oleosa (Lour) Oken. Auxiliary Plants.Plant Resources of South-East
Asia, No. 11. Bogor: Prosea.
PT. Capricorn Indonesia Consult. ( 1988). A Study on the prospects on the rattan industry and
262 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

market. Jakarta: PT. Capricorn Indonesia Consult. Inc.


Purwaning, D. (2005). Wrightia pubescens R.Br. . Informasi Singkat Benih(46).
Purwanto, D. (2009). Pencegahan serangan jamur biru pada kayu karet di lokasi penebangan.
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan, 1(2), 13–18.
Putri, H. A., Soejono, & Arisoesilaningsih, E. (2010). Diversitas tanaman lokal cepat tumbuh
untuk penghijauan dan penghasil kayu bakar dengan kualitas bara api tinggi. Malang:
Universitas Brawijaya.
Qirom, M.A.  (2013).  Sintesa Hasil Penelitian: Pertumbuhan dan hasil jenis jelutung rawa dan
nyawai.  Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.  Banjarbaru.
Rachman, A. K., & Sudarto, Y. (1995). Nipah sumber pemanis baru. Yogyakarta: Kanisius.
Ratna Reddy, V., Saharawat, Y. S., & George, B. (2017). Watershed management in
South Asia: A synoptic review. Journal of Hydrology, 551(May), 4–13. https://doi.
org/10.1016/j.jhydrol.2017.05.043
Reichard, S. E. (1996). Prevention of invasive plant introductions on national and local levels.
In Assessment and Management of Plant Invasions (J. O. Lucken and J. W. Thieret, eds,
(pp. 215–228). New York: Springer.
Reichard, S. E. and Hamilton, C. W. (1997). Predicting invasions of woody plants introduced
into north America. Conservation Biology 11, 193–203.
Reid AM, Morin L, Downey PO, French K, Virtue JG. (2009). Does invasive plant management
aid the restoration of natural ecosystems? Biological Conservation142, 2342–2349.
Rejmanek M, Pitcairn MJ. (2002). When is eradication of exotic pest plants a realistic goal? In:
Veitch CR, Clout MN, editors. Turning the Tide: the Eradication of Invasive Species (p.
249–253). Gland, Switzerland: IUCN.
Rejmanek, M. (1995). What makes a species invasive. In P. Pysek, K. Prach, M. Rejmanek
and M. Wade. Ed. (pp. 3–13). Plant Invasions–General Aspectsand Special Problems.
Amsterdam: Academic Publishing.
Rejmanek, M. and Richardson, D. M. (1996). What attributes make some plant species
moreinvasive? Ecology 77, 1655–1661.
Republik Indonesia. (1945). Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia. (1990). Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Republik Indonesia. (1992 ).Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem budidaya
tanaman.
Republik Indonesia. (1994). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United
Nations Convention on Biological Diversity/CBD (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Mengenai Keanekaragaman Hayati).
Republik Indonesia. (1995). Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1995 tentang perbenihan
tanaman. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Republik Indonesia. (1999). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999
tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Dan Satwaliar. Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 5.
Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan.
Republik Indonesia. (2004). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No.
147.
Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2004
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 263
Pengelolaan Hutan

tentang Pengesahan Cartagena, Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati Atas


Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati. Jakarta. Republik Indonesia.
Republik Indonesia. (2007). Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 22.
Republik Indonesia. (2007a). Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No.66 dan
4723.
Republik Indonesia. (2007b). Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No. 4725.
Republik Indonesia. (2007c). Undang-Undang No.32 tahun 2007 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Republik Indonesia. (2008). Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 22.
Republik Indonesia. (2009). Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaandan
Perlindungan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
No. 140.
Republik Indonesia. (2013). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan
Protokol Nagoya tentang akses pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian
Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi
Keanekaragaman Hayati. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Republik Indonesia. (2014). Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentangPemerintahan Daerah.
TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 No. 244.
Republik Indonesia. (2014a). Undang-Undang No.37 tahun 2014 tentangKonservasi Tanah
dan Air.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 No. 299.
Republik Indonesia. (2014b). Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 9 Tahun 2014
tentangPengelolaan DAS
Republik Indonesia. (2016). Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No. 11 Tahun 2016
tentangPengelolaan DAS
Republik Indonesia. (2019). Undang-undang No. 17 Tahun 2019 tentangSumberdaya Air.
TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019No. 6405.
Richardson, D.M., Cowling, R. M., LeMaitre, D. C. (1990). Assessing the risk of invasive success
in Pinus and Banksia in South African mountain fynbos. Journal of Vegetation Science
1, 629–642.
Rimbawanto, A.  2008.  Pemuliaan tanaman dan   ketahanan   penyakit   pada   sengon. 
Makalah  workshop  penanggulangan  serangan  karat  puru  pada  tanaman  sengon. 
Balai Besar  Penelitian  Bioteknologi  dan  Pemuliaan  Tanaman  Hutan.  (1-5).
Rismawaty. (2011). Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Miq. . Informasi singkat benih(126).
Riyanto, H.D., & Pamungkas, B.P.  (2010).  Model pertumbuhan tegakan hutan tanaman
sengon untuk pengelolaan hutan.  Tekno Hutan Tanaman, 3(3), 113-120.
Robert, E. H. (1983). Loss of seed viability during storage. Advances in Research and Technology
of Seed(8).
Rudjiman. (1987). Santalum album Linn: Taksonomi dan model arsitekturnya. Makalah pada
diskusi cendana 18 Juli 1987. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Sabarnurdin, M. S. (2008). Silvikultur dalam sejarah rehabilitasi hutan Indonesia. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
264 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

Salazar, R., & Joker, D. (2001). Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Informasi Singkat Benih (9).
Sari, N., & Karmilasanti, K. (2015). Kajian Tempat Tumbuh Jenis Shorea Smithiana, S. Johorensis
dan S. Leprosula di PT ITCI Hutani Manunggal, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian
Ekosistem Dipterokarpa, 1(1), 15–28. https://doi.org/https://doi.org/10.20886/
jped.2015.1.1.15-28
Sari, N., & Maharani, R. (2016). Asosiasi Jenis Ulin (Eusyderoxilon zwageri) Dengan Jenis Pohon
Dominan di Kawasan Konservasi Sangkima, Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur.
Penelitian Ekosistem Dipterokarpa, 2, 8. https://doi.org/https://doi.org/10.20886/
jped.2016.2.2.83-94
Sari, N., Karmilasanti, & Handayani, R. (2013). Kondisi tempat tumbuh tegakan alam jenis
shorea leprosula, shorea smithiana dan shorea johorensis. Restorasi Ekosistem
Dipterokarpa Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Hutan. Samarinda: Balai
Besar Penelitian Dipterokarpa.
Sastrapraja, S., Mogea, J. P., Sangat, H. M., & Afriastni, J. J. (1980). Palem Indonesia. Jakarta :
Lembaga Nasional LIPI - Balai Pustaka.
Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia minyak atsiri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sastroutomo,S.S. and Sri.S.Tjitrosoedirdjo. (2011). Risk Assessment of Indonesian Invasive
Plant Species. Proceedings of Regional Symposium & Workshop on the Management
of Invasive Alien Plant Species, Bogor 24 – 24 October.
Savitri E dan Pramono IB. (2017). Reklasifikasi peta penutupan lahan untuk meningkatkan
akurasi kerentanan lahan. Jurnal Wilayah danLingkungan 5 (2): 83-94.
Scheffrahn, R. H. (2018). Termites (Isoptera). In J. L. Capinera (Ed.), Encyclopedia of Entomology.
Dordrecht: Springer. https://doi.org/10.1007/978-1-4020-6359-6_2400
Scheffrahn, R. H., Su, N. Y., Krecek, J., Van Liempt, A., Maharajh, B., & Wheeler, G. S. (1998).
Prevention of colony foundation by Cryptotermes brevis and remedial control of
drywood termites (Isoptera: Kalotermitidae) with selected chemical treatments.
Journal of Economic Entomology, 91(6), 1387–1396. https://doi.org/10.1093/
jee/91.6.1387
Schmidt, L. (2002). Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan sub tropis. Jakarta:
Ditjen RLPS dan Indonesia Forest Seed Project (IFSP).
Scott, J. K. and Panetta, F. D. (1993). Predicting the Australian weed status of southern African
plants. Journal of Biogeography 20, 87–93.
Sebastian, L. (2008). Pendekatan pencegahan dan penanggulangan banjir. Dinamika Teknik
Sipil, 8(2): 162-169.
Semangun, H. (1996). Pengantar ilmu penyakit tumbuhan.  Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Setiawan, A. I. (1995). Penghijauan lahan kritis. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sila, M dan Sitti Nuraeni. (2009). Buku ajar perlindungan dan pengamanan hutan. Makassar :
Laboratorium Perlindungan dan Serangga Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas
Hasanudin.
Simberloff D.2003.  How much information on population biology is needed to manage
introduced species? Conservation Biology17:83–92.
Simon, H. (1995). Strategi pengembangan pengelolaan hutan rakyat. Direktorat Jenderal
Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Singh, A. K. (2008). Development of heterogenously catalyzed chemical process to produce
biodiesel. Desertasi. Missisipi: Missisipi State University.
Soekotjo, Subiakto, A., & Warsito, S. (2005). Project completion report ITTO. PD 41. Yogyakarta:
Faculty of Forestry of Gajah Mada University.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 265
Pengelolaan Hutan

Soekotjo. (2009). Teknik silvikultur intensif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Soemitro, A.  (2004).  Prospek investasi dan analisis finansial ekonomi hutan tanaman. 
Dalam: Hardiyanto, E.B., & Arisman, H. (2004).  Pembangunan hutan tanaman Acacia
mangium pengalaman di PT Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan.  Palembang: PT.
Musi Hutan Persada. 
Soepardi, G. (1992). Kesuburan tanah. Bogor: Program studi ilmu tanah Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor.
Soeratmo, F.G. (1979). Ilmu perlindungan hutan. Bogor: Bagian Perlindungan Hutan Fahutan
IPB.
Soerjani, M. (19770. Weed Management and Weed Science Development in Indonesia.
Proceedings of Sixth Asian Pacific Weed Science Conference , Jakarta, Indonesia, 11-17
July 1977.
Soeseno, S. (1993). Bertanam aren. Jakarta: Penebar Swadaya.
Standards Australia and Standards New Zealand. (2006). National Post-border Weed Risk
Management Protocol. HB 294. Australia: Standards Australia, Standards New Zealand,
and Cooperative Research Centre for Australian Weed Management.
Staples, G. W., & Elevitch, C. R. (2006). Samanea saman, ver 2.I. Species Profiles for Pacific
Island Agroforestry., Holualoa, Hawai. (C. R. Elevitch, Ed.) Retrieved April 16, 2013,
from (http://www.traditionaltree.org.
Subarudi, et.al. (2015). Sintesis penelitian integratif: Pengembangan hutan kota pada lanskap
perkotaan. (cet.2). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi,
Kebijakan dan Perubahan Iklim.
Sudimaryono, Daris, E. N., Budi, A., & Arianto, D. (2004). Eusideroxylon zwageri Teijsm. &
Binnend. Informasi Singkat Benih(43).
Sudirman, D., Massiri, & Yusron. (2007). Peningkatan perkecambahan benih lontar yang diberi
perlakuan fisika dan kimia. Palu: Lembaga Penelitian Universitas Tadulako.
Suhartati, & Rahmayanti, S. (2013). Evaluasi pertumbuhan asal sumber benih Acacia mangium
dan Eucalyptus pellita di Kalimantan Selatan. Tekno Hutan Tanaman, 6(2), 47-54.
Suhendang, E. (2013). Perkembangan paradigma kehutanan. In D. Suharjito, & H. R. Putro,
Pembangunan kehutanan indonesia baru: refleksi dan inovasi pemikiran. Bogor: IPB
Press.
Sujatmiko, S. (2005). Teknik Budidaya Kutu Lak dan Prospek Pengembangannya di Nusa
Tenggara Timur. Prosiding Gelar Teknologi dan Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan
Bali dan Nusa Tenggara, Ende, 30 November (pp. 77 - 85). Kupang: Balai Penelitian
Kehutanan Kupang.
Sukartana, P. (1988). Serangan kumbang ambrosia Platypus trepanatus pada dolok ramin.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 5(2), 68–70.
Sukartana, P., Martawijaya, A., & Martono, D. (1989). Respons kumbang ambrosia terhadap
perlakuan dengan pestisida. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 6(1), 12–17.
Sulistiyani, A. T. (2004). Kemitraan dan model-model pemberdayaan. Yogyakarta: Gava Media.
Sumarna, Y. (2009). Budidaya gaharu dan rekayasa produksi. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Sumirat, F. Y. (2009). Casuarina junghuhniana Miq. . Informasi singkat benih (93).
Sunarti, R., & Isdijoso, S. H. (1983). Siwalan tanaman serba guna. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Suprapti, S., & Krisdiyanto. (2006). Ketahanan empat jenis kayu hutan tanaman terhadap
beberapa jamur perusak kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 24(4), 267–274.
Suprapti, S., Djarwanto, & Hudiansyah. (2007). Ketahanan lima jenis kayu terhadap tigabelas
266 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Pengelolaan Hutan

jamur perusak kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 25(1), 75–83.


Surata, I, K. (2009). Pengaruh ukuran lubang tanam dan kompos kotoran sapi untuk penanaman
lahan kritis di daerah savana di pulau sumba. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam, VI( 2),147-157.
Suryanto, Nurrochmat, D. R., Prijono, H., Suryana, A., & Budiman, A. (2010). Multisistem
silvikultur menjadikan pemanfaatan kawasan hutan produksi menjadi lebih baik.
Police Brief, 4(4).
Suryanto. (2009). Model dan simulasi dalam pengambilan keputusan sistem silvikutur dan
aspek kebijakannya. Paper pada Seminar Gelar Teknologi Kehutanan. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Sutarno, H., & Admowidjojo. (2000). Potensi dan tata cara pemanfaatan bahan tanaman
obat. Bogor: Prosea Indonesia-Yayasan Prosea.
Thene, J. (2016). Mitigasi Bencana Gempa Bumi Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Rote
Kabupaten Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Teori dan Praktis
Pembelajaran IPS1 (2), 102-106.
Timmins SM, Owen S-J. (2001. Sc)ary species, superlative sites: assessing weed risk in New
Zealand’s protected natural areas. In: Groves RH, Panetta FD, Virtue JG, editors (p.
217–27). Weed Risk Assessment. Melbourne, Australia: CSIRO Publishing,
Tjitrosoedirdjo et al, (2010). Allocating priorities to invasive plant species for their management
in Indonesia. Jurnal & Tumbuhan Invasif Tropika2(1), 20-27.
Tjitrosoedirdjo, S., Setyawati, T and S.S Tjitrosoedirdjo. (2020).  Panduan Melakukan Survei
Tumbuhan Invasif.  Bogor: SEAMEO_Biotrop. 
Tucker, K. C. and Richardson, D. M. (1995). An expert systemfor screening potentially invasive
alien plants in South African fynbos. Journal of Environmental Management 44, 309–
338.
Van Stenis, C. G., Den Hoed, D., Bloembegen, S., & Eyma, P. J. (1981). Flora untuk sekolah di
Indonesia. Jakarta: Paranya Parmita.
Virtue JG. (2010). South Australia’s weed risk management system. Plant Protection
Quarterly25, 75–9.
Virtue, J. G. and Melland, R. L. (2003). The Environmental Weed Risk of Revegetation and
Forestry Plants. DWLBC Report 2003/02. The Department of Water, Land and
Biodiversity Conservation. Retrievel from Available at www.dwlbc.sa.gov.au
Wahjono, D. (2007). Pertumbuhan dan riap tegakan tinggal di beberapa unit pengelolaan
hutan alam produksi. Info Hutan, IV(5), 419-248.
Wahyudi.  (2012).  Analsis pertumbuhan dan hasil tanaman jabon (Anthocepallus cadamba). 
Jurnal Perennial, 8(1), 19-24. 
Walton CS. (2001). Implementation of a permitted list approach to plant introductions to
Australia. In: Groves RH, Panetta FD, Virtue JG, editors. Weed risk Assessment (p. 93–
9). Melbourne, Australia: CSIROPublishing,
Walton, C. and Parnell, T. (1996). Weeds as quarantine pests. Proceedings Eleventh Australian
Weeds Conference. Frankston: Weed Science Society of Victoria Inc.
Weber E, Gut D. (2004). Assessing the risk of potentially invasive plant species in central
Europe. Journal for Nature Conservation12, 171–179.
Whittaker, R. H. (1975). Communities and Ecosystems (2nd ed.). New York: Macmillan
Publishing.
Wibisono, ITC, Siboro, L., & Suryadiputra, I. N. (2005). Panduan rehabilitasi dan teknik
silvikultur di lahan gambut. Bogor: Wetlands International – Indonesia Programme.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 267
Pengelolaan Hutan

Wibowo, S. (2006). Rehabilitasi hutan pasca operasi illegal logging. Jakarta: Wana Aksara.
Widiarti, A., & Mindawati, N. (2007). Dasar pemilihan jenis pohon hutan rakyat. Prosiding
gelar teknologi pemanfaatan IPTEK, Purworejo, 30-31 Oktober (pp. 217-236). Bogor:
Pusat Litbang Hutan Tanaman.
Widyastuti, SM., Sumardi dan Harjono. (2005). Patologi Hutan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Wiliam, R. L. (1985). A guide to forest seed handling. Roma: FAO.
Williams PA. (2003).Proposed guidelines for weed-risk assessment in developing countries.
In: Labrada R, editor. Expert Consultation on Weed Risk Assessment. Rome, Italy: Food
and Agricultural Organisation of the United Nations. Retrievel from ftp://ftp.fao.org/
docrep/fao/009/y5885e/y5885e00.pdf.
Williamson, M. (1993). Invaders, weeds and the risk from genetically manipulated organisms.
Experientia 49, 219–224.
Williamson, M. and Fitter, A. (1996). The characteristics of successful invaders. Biological
Conservation 78, 163–170.
Winrock International. (1992). Assessment of Animal Agriculture in Sub-Saharan Africa.
Winrock International Institute for Agricultural Development, Morrilton.
Wolter, P. (2017). Watershed management in action: Lessons learned from FAO field project
Woodrow, R. J., & Grace, J. K. (1998). Laboratory Evaluation of High Temperatures to Control
Cryptotermes brevis (Isoptera: Kalotermitidae). Journal of Economic Entomology,
91(4), 905–909. https://doi.org/10.1093/jee/91.4.905
Wright, J. W. (1976). Introduction to forest genetics. New York, San Fransisco, London:
Academic Press Inc.
Yudistira, I. (2004). Pengorganisasian data riap diameter jenis-jenis famili Dipterocarpaceae
di Indonesia. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor:
Fakultas Kehutanan IPB. Tidak diterbitkan.
Yuniarti, N., & Djam’an, D. F. (2011). Panggal buaya (Zanthoxyllum rhetsa (Roxburgh) DC.). Seri
Teknologi perbenihan tanaman hutan.
Yuniarti, N., Syamsuwida, D., Sudrajat, Zanzibar, M., Djam’an, D. F., Muharam, A., et al. (2002).
Teknik penanganan benih orthodoks jenis AYU (2 Jenis) : Kenari dan Kourbaril. Laporan
Hasil Penelitian No. 359. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor.
Yuwati, T.W. (2019). Bioprospeksi mikoriza arbuskula asli gambut sebagai pupuk hayati. Dalam
Bunga rampai pengelolaan lingkungan kehati untuk pemanfaatan berkelanjutan.
Bogor: IPB Press.
Zanzibar, M. (2010). Peningkatan mutu fisiologis benih suren dengan cara priming.  Jurnal
Standardisasi, 12(1), 1-6.
Zanzibar, M., & Siregar, I. Z. (1991). Penentuan tingkat kemasakan, kondisi ruang simpan dan
periode simpan benih Cendana (Santalum album). Laporan Uji Coba No. 99. Bogor:
Balai Teknologi Perbenihan.
Zobel, B. J., & Talber, J. T. (1984). Applied forest tree improvement. Canada: John Wiley & Sons
Inc.
Zobel, B. J., Van-Wyk, G., & Stahl, P. (1987). Growing exotic forests. Canada: John Wiley & Sons
Inc.
Zulkarnain. (2013). Analisis penetapan kriteria kawasan hutan. Jurnal AGRIFOR, 12(2).
Penampang Melintang Makroskopis
Alangium kurzii (Kayu Melaku)
Laboratorium Anatomi Kayu, P3HH
BAB V
TEKNOLOGI
DAN INDUSTRI AIKO-KLHK
Alat Identifikasi Kayu Otomatis

KEHUTANAN Deden Nurhayadi

A. Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan keterlibatan peralatan, tenaga kerja dan
dana yang diperlukan; (6) memberi arahan
A.1. Pengertian penjadwalan kegiatan; dan (7) memberi
gambaran tentang perkiraan keuntungan
Keteknikan hutan adalah aplikasi teknologi
yang mungkin bisa diperoleh.
keteknikan ke dalam suatu sistem
vegetasi, tanah, air dan kehidupan liar Rencana operasional pemanenan
untuk menjamin pemanfaatan hutan yang kayu (ROPK) disusun berdasarkan
sepenuhnya bagi manusia. Keteknikan hasil inventarisasi tegakan sebelum
hutan mencakup pemanenan kayu, penebangan (ITSP). Kegiatan inventarisasi
ergonomi dan pembukaan wilayah hutan. yang akurat sangat penting bagi rencana
Melalui penerapan keteknikan hutan yang pemanenan kayu yang secara langsung
tepat diharapkan bisa diperoleh hasil kayu akan berpengaruh terhadap efektivitas
yang berkualitas dan kuantitas tinggi, tepat capaian perolehan volume produksi kayu
waktu, efektif dan efisien. bulat. Hasil ITSP yang dituangkan menjadi
laporan hasil cruising (LHC) sering dijumpai
Pemanenan hasil hutan, selanjutnya
berbeda dengan laporan hasil produksi
disebut pemanenan kayu merupakan
(LHP) kayu bulat. Ada banyak faktor
kegiatan mengubah pohon di hutan untuk
yang mempengaruhi akurasi LHC, selain
dimanfaatkan menjadi kayu bundar yang
keterampilan tenaga pengenal pohon
siap untuk dipasarkan melalui tahap
(timber cruiser), bentuk dan ukuran pohon,
kegiatan penebangan, penyaradan, muat
kondisi topografi, kerapatan tegakan juga
bongkar dan pengangkutan kayu.
alat ukur diameter pohon yang digunakan,
A.2. Keteknikan Hutan serta ketiadaan alat untuk mendeksi pohon
berlubang.
a. Rencana Pemanenan Kayu
Selama ini, phi-ban digunakan sebagai alat
Tujuan perencanaan pemanenan kayu ukur diameter pohon, namun di lapangan
yaitu (1) memberikan arahan berapa menuntut cara pengukuran yang hati-hati
banyak kayu dapat dipanen secara dan cermat, akibat kesulitan khususnya
berkelanjutan; (2) memberikan arahan untuk pohon berdiameter besar (ø ≥ 50 cm)
tentang metode/sistem pemanenan kayu dan berbanir tinggi (≥ 1,8 m). Pada kondisi
yang tepat; (3) memilih peralatan yang pohon dan topografi yang ekstrim, malah
cocok untuk digunakan; (4) memberikan diperlukan lebih dari 2 orang, sehingga
arahan pelaksanaan pemanenan yang waktu ukur relatif lebih lama.
menjamin keselamatan pekerja dan
lingkungan; (5) memberi gambaran tentang Untuk mendeteksi pohon berlubang,
volume pekerjaan yang akan dilaksanakan cara konvensional dilakukan dengan cara
pada tahun rencana, serta gambaran memukul-mukul pohon menggunakan
parang, namun akurasinya tidak dapat
270 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

dipastikan. Berdasarkan pengamatan mengukur diameter pohon pada ketinggian


di lapangan diketahui bahwa jumlah 1,30 meter diatas tanah atau kurang lebih
pohon yang tidak ditebang karena diduga setinggi dada dan dapat digunakan pada
berlubang mencapai ±20%. Mengingat pohon dengan diameter ≥50 cm tidak
kondisi seperti itu, maka kedua peranan memiliki banir dan berbanir dengan tinggi
alat tersebut menjadi semakin penting. banir ≥ 1,8 meter yang diukur pada 5-0 cm
diatas banir.
Saat ini telah dibuat alat ukur diameter
pohon Wesyano (Gambar 5.1) dan alat Penampilan Wesyano berupa penjepit yang
deteksi gerowong Algromek (Gambar diberi skala dengan perbandingan 1:5,
5.2) yang untuk mendukung kegiatan terbuat dari bahan alumunim berukuran
inventarisasi hutanberdiameter
yang baik. cukup besar (≥diameter
50 – 1001”. Kelebihan
cm) alat tersebut
dan apalagi yaitu tinggi
yang berbanir
(≥ 1,8digunakan
m) denganuntuk ringan, mudah dalam pemakaian dan
akurasi cukup tinggi, efisien dan biaya murah. dapat
Alat ukur Wesyano dipendekkan/dilipat, serta ergonomis bagi

A B
Gambar 5.1. A=Alat Ukur Diameter Pohon Wesyano; B=Pengukuran Diameter dengan Wesyano
Gambar 1. A = Alat ukur diameter pohon Wesyano; B = Pengukuran
diameter denganKotak 5.1.Wesyano
Bahan Wesyano-Alat Ukur Diameter Pohon

Bahan: - Pipa alumunium kosong dan isi berbagai ukuran;


• Pipa alumunium
- Pipakosongbesi dan
untukisi berbagai
rumahukuran;
tongkat alumunium;
• Pipa besi untuk rumah tongkat alumunium;
- Platuntuk
• Plat alumunium alumunium
pembuatanuntuk skala; pembuatan skala;
- Tongsi, mur, baut, kawat
• Tongsi, mur, baut, kawat las, ampelas, gerindalas, ampelas,
potong gerinda
dan penghalus sertapotong
bor besi; dan penghalus

Spesifikasi Alat: serta bor besi;


Spesifikasi
• Pipa alumunium panjangAlat
100 cm diameter 5/8 inch;
• Pipa alumunium diameter 1 inch
• Busur baca Pipa alumunium
- terbuat panjang 100
dari stainless steel/plastik, lebarcm
3 cmdiameter 5/8
dengan skala inch;
tiap strip 1 cm;
- Pipa
• Tanda petunjuk alumunium diameter 1 inch
baca;
• Knop berfungsi untuk memperpanjang atau memperpendek kaki alat ukur diameter;
Busur
• Baut titik-pusat baca
gerakan alatterbuat dari stainless steel/plastik, lebar 3 cm dengan skala
ukur diameter;
• 8 jarum/bauttiapuntukstrip 1 cm;
penjepit pohon berfungsi untuk kalibrasi ukuran;
• Alat ini dibuat dalam bentuk penjepit yang diberi skala dengan perbandingan 1:5
- Tanda petunjuk baca;
- Knop berfungsi untuk memperpanjang atau memperpendek kaki alat
ukur diameter;
- Baut titik pusat gerakan alat ukur diameter;
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 271
Teknologi dan Industri Kehutanan

kegiatan pengukuran pohon-pohon besar 0,978 terhadap pita ukur baik untuk satu
di hutan alam. Hal ini karena Wesyano kali pengukuran maupun untuk dua kali
mampu mengukur diameter pohon besar pengukuran (r= 0,982).
berbanir tinggi sampai tinggi 2,5 m di atas
tanah. Pengukuran juga lebih praktis dan Tidak ada perbedaan signifikan antara
cepat karena tidak perlu memeluk pohon pengukuran Wesyano dengan satu atau
Validasi dilakukan pada sejumlah
terutama yang berdiameter diatas 50 cm pohon dengan
dua kali terlebih dahulu
pengukuran. dilakukan
Alat ukur Wesyano
pengukuran
dan memiliki banir. diameter pohon, pertama dengan
dapat alat
dipakai ukur
sebagai Wesyano,
alternatif pengganti
selanjutnya pengukuran keliling pohon dengan pipa diameter sebagaikegiatan
pita ukur dan sangat berguna bagi
Hasil kontrol.
penelitian Endom dilakukan
Pengukuran & Soenarno inventarisasi
pada kelas 20cm keatas. hutan yang masih memiliki
(2018) menunjukkan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutanberdiameter
nilai bobot akurasi pohon-pohon sejak tahuncukup
2015 besar
Wesyano berkisar 0,98–0,99 dengan nilai (≥ 50–100 cm) dan
telah mengembangka prototipe alat deteksi pohon gerowong secara apalagi yang berbanir
bobot efisiensinya antara 1–4 kali lebih tinggi (≥ 1,8 m) dengan akurasi cukup tinggi,
mekanis atau yang disebut “Algromek”.efisien
cepat dibanding pengukuran dengan pita
Alat dan
tersebut sederhana, praktis
biaya murah.
dan dapat
ukur. Hasil validasimengukur
Wesyano diameter
memiliki gerowong secara akurat dan cepat.
Algromek ini dibuat dengan
nilai keeratan hubungan (r) sebesar memodifikasi mesindirancang
Algromek potong rumput
untuk pada
membantu
bagian ujung batang penghantar pemotong rumput, seperti pada Gambar 2.

A B
Gambar 5.2. A=Alat Deteksi Gerowong Algromek; B=Aplikasi Penggunaan Alat di Lapangan

Gambar 2. A = Alat deteksi gerowong Algromek; B = Aplikasi penggunaan


petugas ITSP dalam alat di lapangang lubang
mendeteksi Hasil pengujian di lapangan (KemenLHK,
gerowongSpesifikasi alat : berdiri. Alat ini
pada pohon 2018) menunjukkan bahwa dari
dibuat 1. dengan
Tangki bahan bakar
memodifikasi mesin sebanyak 20% pohon berlabel IDbarcode
potong2.rumput padadengan
Mata bor bagianbagian
ujung batang
batang berulir
tidak
untukditebang
memudahkan setelah dicek
serbuk kayudengan
penghantar pemotong rumput. Selain
3. Konstruksi untuk dudukan mata bor algromek maka 34% sebenarnya masih
sederhana, alat ini juga praktis dan dapat
4. Pegangan tangan untuk menekan mata bor dapat dimanfaatkan kerena diameter
mengukur diameter gerowong secara gerowongnya < 20%. Waktu yang diperlukan
5. Handle penahan gas
akurat dan cepat. untuk mengetahui diameter gerowong
Prosedur sebelum menggunakan Algromek yaitu :
berkisar antara 1-4 menit tergantung
Algromek - Mengisi
berkekuatantangki bahan
1 HP bakar dengan bensin
(horsepower), campurkekerasan
dari tingkat dan membersihkan
pohon, diameter
sisa bahan
dengan panjang bakar
tangkai 115yang
cm, menempel
diameter pada bodi tangki
gerowong dan kondisi topografi lapangan.
bor 5 mm dan kedalamanmata
- Memasang bor dalam
bor pohon
pada bagian dudukan mata bor dan
lebih dari mengencangkan
50 cm. Untuk mengoperasikan
hingga ketat dengan 1) Tahapan
kunci pas Rencana Pemanenan Kayu
alat ini dibutuhkan bahan bakar bensin 1,5
- Menghidupkan mesin pada kondisi gas normal (idle) kemudian secararencana
liter untuk 200 pohon. Sesuai dengan tujuan, penyusunan
hati-hati digendong ke punggung
272 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Kotak 5.2.
Algromek-Alat Deteksi Gerowong Kayu

Spesifikasi Alat:
• Tangki bahan bakar
• Mata bor dengan bagian batang berulir untuk memudahkan serbuk kayu
• Konstruksi untuk dudukan mata bor
• Pegangan tangan untuk menekan mata bor
• Handle penahan gas

Prosedur Penggunaan:
• Mengisi tangki bahan bakar dengan bensin campur dan membersihkan sisa bahan
bakar yang menempel pada bodi tangki
• Memasang mata bor pada bagian dudukan mata bor dan mengencangkan hingga
ketat dengan kunci pas
• Menghidupkan mesin pada kondisi gas normal (idle) kemudian secara hati-hati digen-
dong ke punggung
• Menentukan lokasi bagian batang yang akar di bor (± 50 cm atau disesuaikan dengan
ketinggian takik tebang yaitu ± ½ diameter pohon)
• Memastikan posisi mata bor tegak lurus dengan batang pohon

pemanenan kayu secara garis besar berisi : d) Rencana penentuan petak tebang dan
a) Deskripsi tentang faktor-faktor input urutan pengerjaannya.
yang tersedia, meliputi: e) Jumlah, jenis/spesifikasi dan tingkat
(1) Kondisi hutan: potensi hutan, kehandalan peralatan yang diperlukan .
topografi, geologi dan tanah, iklim f) Jumlah dan tingkat keahlian tenaga
dan areal-areal yang spesifik perlu kerja yang diperlukan, serta sistem
dilindungi, pengorganisasiannya.
(2) Peralatan: jenis dan jumlah yang g) Jadwal pengerahan alat, tenaga kerja
tersedia, tingkat kehandalan alat, dan dana yang dilibatkan.
(3) Jumlah dan tingkat keahlian tenaga h) Estimasi keuntungan.
kerja yang dimiliki dan diperlukan,
(4) Catatan tentang standar biaya dan Secara garis besar penyusunan rencana
produktivitas tenaga kerja dan kegiatan pemanenan kayu terdiri dari
peralatan, dan tiga tahap yaitu a) pengumpulan dan
(5) Peraturan-peraturan yang berkaitan pengolahan data, b) perancangan alternatif
dengan kegiatan pemanenan kayu. dan penetapan alternatif, serta c) formulasi
b) Rancangan pemungutan produksi kayu rencana.
lestari yang akan diperoleh. a) Pengumpulan dan pengolahan data yang
c) Pemilihan alternatif metode pemanenan meliputi:
kayu, meliputi: (1) Potensi tegakan meliputi jumlah,
(1) Alternatif-alternatif yang tersedia, volume dan jenis-jenis yang
(2) Faktor-faktor pembatas pada masing- potensial ditebang dan yang
masing alternatif : produktivitas mungkin ditinggalkan sebagai
lahan hutan, kondisi tapak dan akibat diterapkan suatu sistem
lingkungan hutan, faktor keamanan silvikultur tertentu seperti pada
baik bagi tenaga kerja maupun sistem TPTI. Data potensi diperoleh
lingkungan, peraturan perundangan dari kegiatan inventarisasi hutan.
yang berlaku, dan Data ini diperlukan untuk membuat
(3) Formulasi alternatif terpilih. rencana produksi kayu yang lestari,
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 273
Teknologi dan Industri Kehutanan

menentukan kebutuhan peralatan, hari kerja efektif yang dapat


tenaga kerja dan biaya, menentukan dimanfaatkan untuk pelaksanaan
perkiraan pendapatan dsb. pekerjaan sehingga target volume
pekerjaan yang direncanakan
(2) Peta-peta dapat terealisasi dengan baik.
(a) Peta topografi (1) memuat (e)
Peta hidrologi: (1) mencakup
informasi tentang kontur yaitu jaringan sungai baik yang dapat
garis-garis yang menghubungkan dilayari maupun anak-anak
titik dengan ketinggian yang sungai, sumber-sumber mata air,
sama, (2) menentukan trase jalan daerah-daerah “torent” (rawan
angkutan dan jalan sarad yang banjir), dsb; (2) untuk (a) melihat
memenuhi syarat keamananan kemungkinan pemanfaatan
dan kemampuan alat angkut yang sungai sebagai sarana angkutan
melaluinya, serta menentukan kayu, (b) melihat kemungkinan
sistem penyaradan kayu yang pembuatan jembatan dan gorong-
paling cocok diterapkan pada areal gorong jika jalan harus melalui
tertentu. sungai dan anak sungai, (c)
(b) Peta vegetasi: (1) memuat mengetahui penyebaran mata air
informasi tentang gambaran dan sungai-sungai yang menurut
batas-batas tipe hutan, komposisi peraturan perlu dilindungi, dan (d)
jenis, penyebaran jenis pohon pemanfaatannya bagi keperluan
dan ukuran dimensinya serta pekerja hutan camp/kemah perlu
kelas-kelas kerapatan dan potensi dibuat di lapangan.
kayunya (2) merencanakan arah (f)
Peta kadaster: (1) memuat
rebah pohon yang akan ditebang, informasi pemilikan lahan, (2)
trase jalan sarad/angkutan, menghindari tumpang tindih
serta untuk menentukan urutan kepemilikan, sehingga areal yang
prioritas pengerjaan petak tebang. dipanen maupun sarana yang
(c) Peta geologi dan tanah: (1) dibutuhkan benar-benar berada
untuk mendapatkan informasi dalam kawasan sendiri.
tentang daerah-derah yang
menguntungkan dilalui jalan (3) Risalah/catatan survai : (1) Data-data
angkutan (stabilitas tanahnya yang perlu dicatat meliputi kondisi
tinggi, tidak tergenang air, topografi, aliran-aliran sungai, lokasi-
mempunyai drainase yang baik, lokasi yang spesifik seperti habitat
mudah mendapatkan bahan flora dan fauna langka, mata air,
pengerasan jalan, dsb) dan daerah- danau, rawa atau daerah genangan,
daerah yang perlu dihindari daerah-daerah rawan longsor, dsb.
(daerah yang rawan longsor, Untuk menentukan areal-areal yang
daerah-daerah genangan yang harus dilindungi dan untuk peletakan
sifatnya musiman), (2) peta tanah TPn, trase jalan sarad dan jalan
bersama dengan peta kelas lereng angkutan.
dan peta iklim dapat dijadikan (4) Catatan biaya dan produktivitas alat
acuan untuk menentukan fungsi dan tenaga kerja Untuk membuat
hutan. rancangan kebutuhan alat, tenaga
(d) Peta iklim: (1) peta yang kerja dan biaya pelaksanaan
berhubungan dengan jumlah dan pemanenan kayu.
intensitas hujan dan hari hujan,
(5) Peraturan-peraturan pemerintah dan
(2) membuat perkiraan jumlah
kebijakan perusahaan.
274 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Agar perencanaan kegiatan dan kombinasi biaya penyaradan,


pelaksanaannya tidak bertentangan pengangkutan, pembuatan jalan dan
dengan peraturan yang berlaku dan pemeliharaannya per satuan volume
sejalan dengan kebijakan perusahaan produksi yang terendah merupakan
maka hal-hal yang perlu diketahui pilihan yang ideal.
mencakup: (4) Peraturan-peraturan kehutanan:
(1) Sistem silvikultur yang diperkenankan Peraturan tentang perlindungan
diterapkan pada areal yang hutan, konservasi tanah dan air,
direncanakan. Misal pada sistem perlindungan terhadap tegakan
tebang pilih, perlu diketahui berapa tinggal dan areal perlindungan.
banyak pohon yang dapat ditebang, (5) Keamanan kerja : Misalnya standar
berapa banyak pohon inti dan pohon jalan (kelerengan, belokan, lebar,
induk yang perlu ditinggalkan, berapa spasi jalan) yang akan dibangun perlu
banyak anakan, pancang dan tiang mengikuti kaidah-kaidah keamanan
yang harus dipertahankan. Pada transportasi.
sistem tebang habis, selain volume (6) Perlindungan terhadap lingkungan.
yang diperkenankan diproduksi, (7) Estetika.
sistem pemanenan yang cocok
diterapkan perlu pula diketahui, c) Formulasi rencana. Setelah alternatif
apakah dengan strip, progressive terpilih diperoleh, langkah berikutnya
strip cutting atau dengan metode adalah menyiapkan rencana alternatif
lainnya. dalam buku kegiatan dengan prosedur
(2) Peraturan yang mengatur tentang memformulasikan secara garis besar
metode pemanenan yang kegiatan sebagai berikut:
diperkenankan, kebijakan perusahaan (1) Pendelinasian batas areal yang
tentang alat-alat apa dan merek apa cocok untuk suatu metode: Kegiatan
yang diperkenankan digunakan serta ini dimaksudkan untuk memilah-
kebijakan tentang jarak sarad terjauh. milah areal hutan yang aman untuk
(3) Peraturan tentang penggunaan jalan dipanen ke dalam satuan-satuan
umum, seperti kapasitas muatan yang lebih kecil yang dicirikan dengan
dan kecepatan maksimum yang metode pemanenan kayu atau sistem
diperkenankan. silvikultur yang diambil. Pada suatu
(4) Peraturan tentang standar jalan yang areal akan bisa terdapat variasi
diperkenankan bagi bangunan jalan pembagian satuan areal sebagai
hutan. berikut:
(a) Sistem mekanis dengan traktor,
b) Perancangan alternatif. Beberapa hal sistem silvikultur tebang pilih
yang diperlukan pada perancangan (b) Sistem mekanis dengan kabel,
alternatif antara lain: sistem silvikultur tebang pilih
(1) Kemampuan hutan dalam (c) Sistem mekanis dengan traktor,
menghasilkan kayu. Kelestarian hasil sistem silvikultur tebang habis
akan didapat jika pemanean kayu (d) Sistem mekanis dengan kabel,
tidak melebihi riapnya. sistem silvikultur tebang habis
(2) Persyaratan fisik pada masing-masing (e) Sistem manual, sistem silvikultur
metode pemanenan: Apakah sistem tebang pilih
penyaradan dengan sistem kabel, (f) Sistem manual, sistem silvikultur
sistem traktor atau sistem manual tebang habis, dll.
cocok pada areal tersebut.
(2) Penentuan urutan prioritas areal
(3) Pola jalan dan spasinya: Pola jalan
yang akan dikerjakan: (a) Ditentukan
dan spasi jalan yang memberikan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 275
Teknologi dan Industri Kehutanan

berdasarkan kondisi tegakannya, dapat tersedia pada waktu yang telah


misalnya areal hutan yang rusak atau direncanakan.
yang tidak produktif terlebih dahulu,
selanjutnya areal bertegakan yang 2) Rencana Produksi Kayu
lebih baik, (b) Ditentukan berdasarkan
Salah satu fungsi perencanaan pemanenan
aksessibilitasnya, misalnya areal yang
dekat dengan jalan terlebih dahulu kayu adalah menentukan tingkat produksi
atau sebaliknya yang terjauh yang kayu yang lestari, baik lestari sumberdaya
didahulukan. hutannya maupun pengusahaannya. Untuk
kelestarian sumberdaya hutannya, maka
(3) Proyeksi jalan angkutan, meliputi kayu yang dipanen harus tidak melebihi
proyeksi pola jalan yang terbaik sesuai produktivitas (riap) hutan yang akan
kondisi topografinya dan proyeksi
dipanen. Oleh karena itu untuk menjamin
spasi jalan cabang serta letak tempat
agar pengusahaan hutan dapat lestari,
pengumpulan kayu sementara (TPn)
maka perlu diupayakan agar jumlah kayu
nya.
yang dihasilkan minimal sama dengan biaya
(4) Penentuan petak tebang dan urutan- yang dikeluarkan.
urutan pekerjaannya : (a) Setelah
didapatkan pilihan pola jalan yang Berdasarkan data inventarisasi dengan
terbaik, spasi jalan dan jarak antar intensitas sampling (IS) 100% di mana
TPn yang optimum, selanjutnya seluruh jenis pada seluruh tingkat
dibuat rancangan petak tebang. pertumbuhan pohon diinventarisir
Petak tebang tersebut merupakan selanjutnya dapat dilakukan kegiatan
petak areal yang dapat dilayani oleh sebagai berikut:
satu TPn, (b) Petak tebang dapat • Menghitung jumlah volume dan
dibatasi atau dilalui jalan cabang jumlah batang per hektar areal yang
dan perlu diingat bahwa TPn harus direncanakan dipanen kayunya,
dilalui jalan angkutan. Untuk efisiensi berdasarkan data inventarisasi yang ada.
pelaksanaannya, masing-masing • Menentukan pohon-pohon yang dapat
petak tebang diberi kode yang dipanen (berdasarkan limit diameter
menunjukkan urutan pengerjaan pohon yang boleh ditebang)
pemanenan kayunya. • Menentukan pohon inti
(5) Menyusun kebutuhan peralatan, • Memproyeksikan pembagian batang,
tenaga kerja dan biaya dan sesuai dengan peruntukkannya.
penjadwalannya : (a) Untuk dapat • Perkiraan volume kayu yang dapat
menyusun kebutuhan peralatan dikeluarkan. Selain dapat digunakan
perlu diketahui produksi kayu untuk pendugaan produksi yang lestari
yang ingin dicapai dan target dan menguntungkan, juga sangat
volume pekerja serta produktivitas berguna untuk menentukan: sarana
alat yang digunakan (b) Setelah produksi (truk, chainsaw, dan traktor),
jumlah kebutuhan alat, kemudian prasarana (bangunan kantor, base camp,
ditentukan jumlah operator dan jalan, dsb) dan tenaga kerja (tenaga
pembantunya yang akan menangani
teknis).
peralatan tersebut, (c) Di dalam
perencanaan yang baik selain jumlah
a)
Jatah Produksi Minimal. Tingkat
fisik kebutuhan peralatan, tenaga
produksi yang diperbolehkan dibedakan
kerja dan biaya, perlu pula dibuat
arahan jadwal penyediaannya. Hal ini berdasarkan luas dan volume.
dimaksudkan agar peralatan, tenaga (1) Etat luas, yakni luas hutan yang
kerja dan biaya yang diperlukan
276 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

diperkenankan untuk ditebang setiap c) Struktur dan Prosedur Perencanaan


tahun (L) dihitung berdasarkan rumus Pemanenan Kayu. Kegiatan ini terdiri
sebagai berikut: atas tiga tingkatan, yakni :
(1) Perencanaan Strategis. Dalam
TA – TB – NP
L = pengelolaan hutan tropis Indonesia
35 tahun perencanaan strategis ini disebut
Rencana Karya Pengusahaan Hutan
Keterangan:
=TA Luas
(RKPH) yang berjangka 35 tahun dan
L – TBareal
– NPyang dapat ditebang per tahun
L = = Total areal konsesi (ha)
TA Rencana Karya Lima Tahunan (RKL)
TB 35 tahun
= Luas areal tidak berhutan (ha) (2) Perencanaan Taktis/Operasional atau
NP = Luas areal non produksi disebut Rencana Karya Tahunan (RKT)
Keterangan:
(3) Perencanaan Tugas (Task Plans).
(2) L Etat volume
= Luas areal yang dapat ditebang per tahun
TA = Total
Volume arealper
tebangan konsesi (ha)diperkenankan (V) dihitung dengan rumus
tahun yang Ini merupakan rencana karya yang
TBsebagai berikut: TA – TB –
= Luas areal tidak berhutan (ha) NP dipersiapkan setelah perencanaan
NP(2) Etat = L Luas = areal non
volume, yaitu volume
produksi tebangan operasional dibangun.
V35= Ltahun
x P x FP x FE
per tahun
Keterangan :
yang diperkenankan (V)
(2) Etat volume
dihitung dengan yang rumus
d) Perencanaan Taktis/Operasional. Tahap
V =VolumeKeterangan:
Volume kayu
tebangan peryang
tahundapat ditebang sebagai
diperkenankan (V) dihitung dengan rumus
berikut:
sebagai berikut:
L per tahun = (m Luas
3 areal yang dapat ditebang per tahun
/th) ini dinilai sebagai tahap yang paling
L = TA Luas areal= yang Totaldapat
areal ditebang
konsesi (ha) penting. Perencanaan ini dituangkan
TBper tahun = V (ha)
=Luas
L x Pareal
x FPtidak
x FE berhutan (ha) dalam bentuk penulisan deskripsi kerja
Keterangan
P = NP : =kayu Luas areallimit
nondiameter
produksiyang
Potensi sesuai perencanaan aksi dan dalam bentuk
V = Volume kayu yangditebang
diperkenankan dapat ditebang
pada setiap
(2) perEtat tahun
volume (m3/th) skala peta yang besar. Perencanaan
fungsi hutan (m3/th)
L FP= = Luas Faktor
Volume
areal tebangan
yang dapat
pengaman
per tahun
ditebang
(yang
yang diperkenankan
digunakan saat ini 0,8)
(V) dihitung taktisrumus
dengan paling tidak berisi:
sebagai berikut:
per tahun
FE = Faktor eksploitasi (ha) (1) Deskripsi areal kerja/blok kerja
P = Potensi kayu sesuai limit diameter yang
V = L x P x FP x FE sebagai areal perencanaan
diperkenankan ditebang pada setiap kerja tahunan (lokasi, subblok,
Keterangan : 3
b) Tingkat Produksi fungsi hutan (m /th)
Minimal
FPUntuk
V
= Faktor
= Volume
pengaman
mendapatkan
kayu
(yang
keuntungan,
yang dapat
digunakan
maka
ditebang
pendapatansaat ini mampu
harus 0,8) melebihi biaya
kompartemen, dll.) dan garis besar
produksi. Kondisi di perjumlah
mana tahunbiaya(m3/th)
yang sama dengan pendapatan disebut kondisi yang menggambarkan topografi dan
FE = Faktor eksploitasi
L =EvenLuas
pulang pokok (Break areal yang
Point/BEP). dapat
Kondisi ditebang
tersebut digambarkan sbb :
panorama alam.
per tahun (ha)
Pendapatan =PBiaya Produksi
= Potensi kayu sesuai limit diameter yang (2) Potensi hutan (areal-areal yang tidak
b) Tingkat Produksi Minimal
mampu melebihi biaya efektif dan areal-areal yang efektif
NH =UntukF + Nmendapatkan
.V diperkenankan
keuntungan, makaditebang
pendapatan pada setiap
harus
NH –b)
N Tingkat
produksi. V = F di manaProduksi
.Kondisi fungsi
jumlahhutan (mMinimal.
biaya yang /th) Untuk
3 sama dengan pendapatan disebut kondisi untuk dipanen, jenis-jenis dominan
pulang
N = F/(H mendapatkan
pokok –(Break
V)FP Even Point/BEP).
= Faktor keuntungan,
Kondisi tersebut
pengaman (yang digunakan maka
digambarkan sbb :ini 0,8)
saat dan volume/ukuran kayu yang dapat
pendapatan
FE = Faktor
Pendapatan = Biaya Produksi harus mampu
eksploitasi melebihi biaya dipanen).
NH = F +produksi.
Keterangan : Kondisi di mana jumlah biaya
N.V
N = Tingkat produksi minimal yang harus (3) Areal-areal yang dikeluarkan dari
.Vyang
NH – Nb)dilampaui
= F sama dengan pendapatan disebut pemanenan kayu karena alasan flora
per satuan
Tingkat Produksi Minimal waktu produksi
NF = F/(H kondisi
= Biaya– V)tetapUntukpulang pokok
mendapatkan
(Rp/unit waktu (Breakmaka
keuntungan,
produksi) Even Point/
pendapatan harus mampu melebihi dan
biayafauna yang dilindungi, mata air,
V = Biaya BEP). Kondisi
variabel
pulang
tersebut
(Rp/unit
pokok (Break Evenproduksi)
digambarkan:
produksi. Kondisi di mana jumlah biaya yang sama dengan pendapatan disebut kondisi
Point/BEP). Kondisi tersebut digambarkan sbb : dan alasan-alasan lain.
Keterangan :
H = Harga jual produk (Rp/unit produksi)
N = Tingkat produksi=minimal yang harus (4) Perencanaan pembukaan wilayah
Pendapatan Biaya Produksi
dilampaui hutan (lokasi, desain, pembuatan dan
NH = Fper + Nsatuan
. V waktu produksi
F = Biaya tetap (Rp/unit waktu produksi)
NH – N . V = F daerah pemeliharaan jalan, TPn, log
V = Biaya variabel (Rp/unit produksi)
N = F/(H – V) pond, jembatan, dan jaringan jalan
H = Harga jual produk (Rp/unit produksi) sarad atau pun sistem pengangkutan
Keterangan : kayu).
N = Tingkat produksi minimal yang harus (5) Peralatan pemanenan kayu yang
dilampaui per satuan waktu produksi
diperlukan dan skedul aktifitas.
F = Biaya tetap (Rp/unit waktu produksi)
V = Biaya variabel (Rp/unit produksi) (6) Perencanaan rehabilitasi setelah
H = Harga jual produk (Rp/unit produksi) pemanenan.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 277
Teknologi dan Industri Kehutanan

Rencana karya pengusahaan hutan


(RKPH)

Rencana karya lima tahun (RKL)

Rencana Kerja Tahunan (RKT)

Petak tebang Petak Petak Petak Petak


1 tebang 2 tebang 3 tebang 4 tebang x

Penebangan Pembuatan Pengangkutan Inspeksi Lain-lain


dan dan kayu blok
penyaradan perencanaan
jalan

Gambar 5.3. Struktur Perencanaan Pemanenan Kayu

Gambar 3. Struktur perencanaan pemanenan kayu


e)
Peta Perencanaan Pemanenan. Peta (12) Sistem transportasi kayu.
c) Struktur
skala 1:10.000 sebagaidan Prosedur
peta Perencanaan
dasar dan Pemanenan
(13) Jembatan Kayu (permanen atau
skala 1 :2.000 sebagaiPerencanaan pemanenan terdirisementara).
peta rencana dari tiga tingkatan, yakni :
kerja, berisi:(1) Perencanaan Strategis
(1) Tata batas kepemilikan lahan. f) Pengembangan Perencanaan Taktis.
Perencanaan strategis di dalam pengelolaan hutan tropis
(2) Areal-areal yang dilindungi. Langkah-langkahnya meliputi:
Indonesia disebut Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH)
(3) Areal yang akan (1) Gambar peta kontur. Peta berdasarkan
yangdipanen, termasuk
berjangka 35 tahun dan Rencana Karya Lima Tahunan
lokasi dan batas-batasnya. survai lapangan atau foto udara dan
(RKL).
(4) Areal yang dilindungi, termasuk checking daratan. Skala peta berkisar
(2)batas-batasnya.
lokasi dan Perencanaan Taktis/Operasionalantara 1:1.000 dan 1:10.000 dengan
(5) Garis kontur (dengan Perencanaan
interval 5 mtaktis/operasional ini disebut
jarak antar garis kontur 5 dan 10 m.
di daerah yang RencanaKarya
datar dan 10Tahunan
m di (RKT).(2) Deliniasi areal yang dilindungi. Areal
(3) Perencanaan Tugas (Task Plans)yang dilindungi dideliniasi di atas
daerah pegunungan/berbukit).
(6) Jaringan jalan yangTask sudahplans
ada dan
merupakan rencana karya
peta kontur yang membatasi
dengan dipersiapkan
areal
yang akan dibuat. yang dikeluarkan di
setelah perencanaan taktis/operasional dibangun. Perencanaan areal kerja sesuai
(7) Lokasi TPn, log yard menggambarkan
taktis dan log pond. dengantanggung
secara detail peraturan yang
jawab berlaku.
staf dan
(8) Jaringan jalan sarad dan arah (3) Pengembangan peta penyebaran
penyaradan.
kelompok kerja dan arahan-arahan detail bagaimana pekerjaan
dilakukan. pohon. Peta ini dibuat di atas peta
(9) Sungai sebagai jalur transportasi. kontur skala 1:2.000 berdasarkan
(10) Lokasi daerah yang basah dan hasil ITSP. Pohon-pohon yang
kering. dipetakan adalah pohon yang
(11) Penyebaran (letak pohon) dan arah berdiameter >20 cm. Pohon-pohon
rebah pohon yang direncanakan.
278 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

yang dapat ditebang, pohon yang penyaradan dengan operator


dilindungi dan pohon inti ditandai di penebang dan penyarad diadakan
peta sesuai dengan petunjuk TPTI. setiap pagi (morning talk).
(4) Pengembangan lay out sistem
penyaradan dan pengangkutan. Lay
out dibuat di atas peta penyebaran b. Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)
pohon dan peta kontur, meliputi jalan Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) adalah
angkutan, landing (TPn) dan jaringan kegiatan menyediakan prasarana untuk
jalan sarad. melancarkan kegiatan pembinaan hutan,
(5) Pengembangan arah rebah pohon. perlindungan hutan, dan kegiatan produksi
Arah rebah pohon ditentukan hutan dengan cara membuat jaringan jalan
dengan menggunakan lay out rute (jalan utama, jalan cabang, jalan ranting
jalan sarad dan sistem transportasi dan jalan sarad), TPn, dan TPK.
sebagai arahan, bersama dengan
penyebaran pohon inti dan pohon Pada Pengelolaan Hutan Alam Produksi
yang dilindungi. Arah rebah yang Lestari (PHAPL), PWH yang dibangun harus
telah direncanakan ditandai di atas dapat digunakan pada masa kini maupun
peta perencanaan pemanenan kayu. masa yang akan datang. PWH yang baik
Peta perencanaan pemanenan kayu adalah PWH yang mempunyai keterbukaan
ini penting agar terjadi kesesuaian hutan yang rendah serta dapat mengangkut
antara perencanaan arah rebah, arah hasil hutan secara maksimal.
sarad, jaringan jalan sarad dan arah
pengangkutan. Wujud dari PWH adalah tersedianya
prasarana atau infrastruktur berupa
(6) Diskusi akhir atas perencanaan jaringan jalan (jalan utama, jalan cabang,
pemanenan kayu. Sebelum jalan ranting dan jalan sarad), tempat
perencanaan dilaksanakan, mandor penimbunan kayu, log pond, base camp,
produksi, operator chainsaw dan jembatan dan gorong-gorong, menara
operator traktor melakukan diskusi pengawas, barak kerja, dan lain-lain.
tentang rencana yang sudah disusun.
(7) Informasi mengenai perencanaan Parameter utama dari PWH adalah
pemanenan kayu. Sebelum intensitas pembukaan wilayah hutan
pelaksanaan pemanenan kayu, (IPWH), yaitu perbandingan antara panjang
semua anggota yang terlibat jalan (m) dengan luas areal (ha) suatu unit
dalam kegiatan pemanenan kayu kerja (daerah kerja produksi). Besarnya
harus diinformasikan tentang IPWH tergantung pada peralatan yang
perencanaan pemanenan kayu yang dipergunakan, biaya pembuatan jalan, dan
dibuat, sehingga setiap individu volume tegakan hutan (riap dan umur).
yang terlibat mengetahui tanggung
Intensitas PWH digunakan untuk memenuhi
jawabnya, apa yang diperlukan,
tuntutan mewujudkan prasyarat-prasyarat
prosedur-prosedur kerja, apa yang
pengelolaan hutan secara lestari. Tingkat
harus dilakukan termasuk standar
IPWH dapat dilihat pada Tabel 5.1.
kerja yang diharapkan, hubungan
antara organisasi antar tahap Hubungan IPWH yang berkaitan dengan
perencanaan, pembangunan jalan kerapatan jalan, jarak sarad rata-rata, dan
sarad, penebangan, penyaradan, gali- faktor efisiensi jalan adalah:
timbun jalan. Frekuensi pertemuan
diperlukan, misalnya pertemuan D = a/S
antara mandor penebangan dan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 279
Teknologi dan Industri Kehutanan

Keterangan: b) Mencari trase yang telah dibuat


D=kerapatan jalan (m/ha); S=jarak sarad rata-rata tersebut di lapangan
(km); a=faktor efisiensi jalan (5 hingga 6 untuk c) Pengukuran dan penggambaran trase
lapangan bergelombang, miring; dan 7 hingga 8 d) Arah trase ditunjukkan pengukuran
untuk lapangan sangat miring dan tidak teratur) azimuth pada setiap tempat
pengukuran
e) Naik turun dan kemiringan lapangan
IPWH sebesar 22 m/ha dapat digunakan ditunjukkan dengan jarak miring, jarak
sebagai petunjuk pembukaan wilayah hutan tegak lurus/ beda tinggi, jarak datar
apabila ditinjau dari segi kepentingan dan sudut kemiringan.
penataan hutan. Dari segi pengelolaan
operasional pemungutan, dapat dibuat Pelaksanaan pembuatan jalan umum
pedoman IPWH sebagai berikut: meliputi kegiatan:
a) Persiapan (mempelajari rencana,
1) Pembuatan Jalan Mobil mempelajari lapangan dan
Perencanaan operasional pembuatan mempersiapkan peralatan dan
jalan meliputi kegiatan sebagai berikut: operator)
a) Pembuatan rencana trase di atas b) Membuka jalan (piloting)
peta topografi c) Membuat badan jalan.

Tabel 5.1. Tingkat intensitas pembukaan wilayah hutan (IPWH)


Jenis Besarnya IPWH Jarak Sarad Volume Rata-Rata
IPWH (m/ha) Rata-Rata (m) per ha (m3/ha)
Intensif >30 <150 >70
Sedang 15-30 150-300 40-70
Kurang <15 >300 <40
Sumber: Dephutbun (1999)
Sumber: Dephutbun (1999)

IPWH sebesar 22 m/Ha dapat digunakan sebagai petunjuk pembukaan


d) Pembuatan saluran air dan jembatan atau menuju blok/petak tebang
wilayah hutan apabila ditinjau dari segi kepentingan penataan hutan. Dari
kalau ada segi pengelolaan operasional pemungutan bisa direncanakan
dibuat pedoman IPWH dan diupayakan
e) Penyelesaian permukaan
sebagai berikut: jalan sebagai jalan angkutan dengan jarak
f) Tebang matahari/tebang bayang terpendek.
g) Pengerasan 1) jalan.
Pembuatan Jalan Mobil b) Pembuatan jalan angkutan di luar
blok tebangan pada periode RKT
Klasifikasi kelas Jalan:Perencanaan operasional pembuatantahun jalan meliputi kegiatan
berjalan diminta agar tetap
a) Jalan utama/induksebagaidengan
berikut:perkerasan
mengikuti
a) Pembuatan rencana trase di atas peta topografi ketentuan teknis dan
b) Jalan utama/ b) induk tanpa perkerasan
Mencari trase yang telah dibuat tersebutadministratif
di lapangan yang berlaku (yaitu
c) Jalan cabang/ranting
c) Pengukuran dan dengan
penggambaran trase antara lain melaporkan rencana
perkerasan d) Arah trase ditunjukkan pengukuran azimuth pada setiap
pembuatan jalantempat
tersebut kepada
d) Jalan cabang/ranting tanpa perkerasan
pengukuran instansi kehutanan di daerah).
e) Naik turun dan kemiringan lapangan ditunjukkan dengan jarak
Spesifikasi jalan hutanmiring,yang
jarakditetapkan
c) Pembuatan jalan
tegak lurus/ beda tinggi, jarak datar dan sudut
angkutan di
untuk setiap jalan kemiringan.
induk dan jalan luar areal Izin Usaha Pemanfaatn
cabang seperti pada Tabel 5.2. Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam
(IUPHHK-HA) atau koridor dapat
Tabel 2. Spesifikasi Jalan
Hal- hal penting berkaitan dengan Jalan Induk
jalan dilaksanakan setelah melaporkan
Jalan cabang/ranting
No Spesifikasi Tanpa Tanpa
angkutan: Diperkeras untuk
Pengerasan mendapatkan
Diperkeras persetujuan dari
Pengerasan
a) Jalan angkutan yang dibuat untuk Kementerian Kehutanan cq. Direktorat
pengangkutan kayu bulat/log dari Jenderal Bina Usaha Kehutanan.
280 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 Tabel 2. Spesifikasi Jalan
Teknologi dan Industri Kehutanan

Tabel 5.2. Spesifikasi jalan hutan


Jalan Induk Jalan Cabang/Ranting
No Spesifikasi Tanpa Tanpa
Diperkeras Diperkeras
Pengerasan Pengerasan
1 Umur Permanen 5 tahun 5 tahun 5 tahun
2 Sifat Segala cuaca Musim kering Segala musim Musim kering
3 Lebar jalan + bahu 12 m 12 m 8m 12 m
4 Lebar permukaan diperkeras 6-8 m - 4m -
5 Tebal pengerasan 20-58 cm - 20-50 cm -
6 Tanjakan menguntungkan max 10% 10% 12% 10%
7 Tanjakan merugikan min 8% 8% 10% 8%
8 Jari-jari belokan min 50-60 m 50-60 m 50m 50-60 cm
9 Kapasitas muatan min 60 ton 60 ton 60 ton 60 ton
sumber: Dephutbun (1999)
Sumber: Dephutbun (1999)
d) Pembuatan jalan angkutan tidak usaha kayu (TUK).
diperkenankan melalui areal hutan
lindung atau kawasan konservasi Pada setiap tanah longsor yang terjadi
(Taman Nasional, Suaka Alam dll) di pinggir jalan angkutan hasil hutan
sesuai peraturan yang berlaku kecuali harus diupayakan perbaikan untuk
dengan ijin Menteri Kehutanan. mengatasi tanah longsor tersebut.
e) Pada sisi kiri dan kanan jalan angkutan Pada pembukaan wilayah dibuat dengan
harus dibuatkan drainase/saluran skala 1:10.000 yang menggambarkan :
pembuangan air. a) Rencana jalan induk, jalan cabang,
f) Pada tempat-tempat tertentu di jalan sarad, TPn, TPK
pinggir jalan angkuatan dibuatkan b) Jalan induk dan jalan cabang yang
tanda-tanda/rambu-rambu lalu lintas telah dibuat
sesuai dengan kepentingannya, yaitu c) Jalan sarad, TPn, TPK, log yard dan
antara lain: kemah kerja
(1) Pada setiap belokan tunggal atau
belokan ganda 2) Pembuatan Jalan Rel di Hutan Rawa
(2) Pada daerah lalu lintas binatang
yang dilindungi berdasarkan Tahapan pembuatan jalan rel mencakup:
undang- undang yang berlaku a) Perencanaan trase jalan rel di atas
(3) Pada setiap jarak 1 km atau pada peta
jarak tertentu (misalnya setiap b) Penandaan rencana trase jalan rel di
jarak 100 m, 200 m.dst) lapangan
(4) Pada badan- badan jalan yang c) Pembuatan jalan rel
sempit
Jalan rel yang digunakan, dibuat 1 tahun
(5) Pada setiap lokasi tanah-tanah
sebelum penebangan (Et-1), dimulai
longsor
dengan perencanaan trase atas peta
(6) Pada setiap tanjakan atau turunan
berskala 1:1.000 sampai 1: 0.000 dan
(7) Pada setiap ada jembatan
pemindahan trase ke lapangan.
Untuk membuat jembatan atau gorong
Pemindahan trase jalan ke lapangan
gorong dapat dipakai kayu-kayu dari
dilakukan dengan kompas dimulai dari
jenis- jenis tak komersial, atau apabila
titik ikat/pasti, membuat rintisan trase
terpaksa harus memakai kayu- kayu
dan menandai trase dengan cat merah
jenis komersial, maka harus mengikuti
di tengah-tengah trase. Didapatkan
ketentuan yang berlaku dalam tata
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 281
Teknologi dan Industri Kehutanan

juga informasi bahan baku kayu untuk yang tinggi, khususnya untuk jalan
pembuatan jalan rel. utama yang dipakai jangka waktu
cukup lama, misalnya kayu klako/
Pembuatan trase meliputi beberapa rengas (Gluta renghas). Hal tersebut
tahapan kegiatan, yaitu: sangat mempengaruhi : masa pakai
a) Membuka trase jalan rel jalan rel, biaya pemeliharaan jalan rel,
b) Membuat bantalan dan bujuran kelancaran pengangkutan kayu.
c) Membuat dan memasang perancak
dan kaki b)
Kebutuhan bahan baku kayu
d) Memasang bujuran dan bantalan pembuatan jalan rel dipengaruhi
e) Pemasangan rel besi oleh keadaan tanah rawa dan
kerataan permukaan tanah. Kayu yang
Jalan rel terdiri dari jalan utama dan dibutuhkan untuk pembuatan jalan
jalan cabang. Jalan utama dibuat untuk rel berkisar 225-350 m3/km, rata-rata
menghubungkan tiap-tiap bagian hutan 275 m3/km. Bahan kayu:
atau blok RKL dan blok RKT. Jalan cabang (1) Lapisan 1 : tidak tercantum
berfungsi untuk menghubungkan petak- (2) Lapisan 2 (kayu bulat, diameter 20
petak tebangan dengan jalan utama. cm, pj 3 m) : 134,6 m3
Umumnya jalan cabang dibuat tidak (3) Lapisan 3 (0,2 x 0,2 x 5 m) : 80 m3
permanen dan dipindahkan setiap tahun atau 400 batang
ke petak tebangan RKT baru. (4) Lapisan 4 (0,2 x 0,1 x 1,5) : 60 m3
a) Bahan-bahan untuk pembuatan jalan atau 200 batang
rel meliputi rel besi, umumnya ukuran (5) Total kebutuhan kayu : 414,6 m3
65/7 (tinggi 65 mm; brt = 7 kg/m, pj. kayu bulat
= 9 m); plat sambungan rel; mur dan c) Struktur dan spesifikasi jalan rel
baut; paku rel berbentuk L; kayu di hutan rawa berbeda dengan
untuk konstruksi bagian bawah jalan spesifikasi jalan di hutan jati.
rel terdiri atas:
(1) Lapisan1: perancak (pelancar/laci- (1) Struktur jalan rel adalah sebagai
laci/sepatu): menggunakan kayu berikut: di bawah rel = bantalan
Ø 10-15 cm (lapisan 4), di bawah bantalan
(2) Lapisan 2: kaki menggunakan kayu = bujuran (lapisan 3), dapat
Ø 20-30 cm, panjang 5 m berlapis-lapis , di bawah bujuran
(3) Lapisan 3: bujuran (salur/ = kaki (lapisan 2), di bawah kaki =
cemplong) perancak (lapisan 1).
(4) Jalan utama: kayu balok (segi 4)
ukuran 0,2x0,2x5,0 m Struktur kayu di bagian bawah
(5) Jalan cabang: kayu bulat kecil Ø 10- jalan rel mempunyai fungsi: lapisan
20 cm, pj 5-6 m 1 perancak (pelancar, laci-laci,
(6) Lapisan 4: bantalan (jari-jari/ sepatu) untuk menstabilkan tanah
galang) rawa yang lembek/lunak/paya
(7) Jalan utama: balok ukuran dan meratakan permukaan tanah
0,2x0,1x1,5 m agar memudahkan penyusunan
(8) Jalan cabang: kayu bulat kecil Ø 10- lapisan 2 dan 3; lapisan 2 dan 3
15 cm, pj. 1,5 m untuk menerima dan meneruskan
beban dari lapisan di atasnya
Kayu pembuatan jalan rel harus untuk disebarkan secara merata
mempunyai kelas awet dan kelas kuat ke lapisan di bawahnya; lapisan 4
- Lapisan 1 : cabang-cabang pohon (Ø 10 – 15 cm)
- Lapisan 2 : kayu bulat Ø 20 – 30 cm, pj 2,5 m, jarak antar batang
70 cm
- Lapisan 3: Jalan utama : balok 0,2 x 0,2 x 5 m
282 Vademecum Kehutanan - Jalan cabang:
Indonesia 2020kayu bulat kecil Ø 10 – 20 cm, pj 5-6 m, jarak ke-
Teknologi dan Industri2Kehutanan
batang sejajar 100 cm
- Lapisan 4: Jalan utama: Balok 0,2 x 0,1 x 1,5 m/ 0,12 x 0,12 x
bantalan (jari-jari, galang) 1,5m untuk dan ke samping akibat beban
menerima/menahan (6) Jalan cabangdari
beban : menggunakan kayu bulatditerimanya
yang kecil Ø 10 – 15daricm,kendaraan
pj 1,5m,
rel besi untuk diteruskanjarak dua bantalan
dan 50 cm. pengangkut kayu.
disebarkan ke Hasil setiappenelitian
unit beban Dulsalam & Sianturi (1986) menunjukkan bahwa
banyaknya kayu yang digunakan (2) dalam konstruksi
Spesifikasi jalan
jalan relreldibesi adalah
hutan rawa
sepanjang bantalan ke struktur/
berkisar 208,3 m3/km-276,3 m3/km.adalah Banyaknya
sebagai kayu pada: masing-
berikut
lapisan kayu di masing
bawahnya. lapisan bantalan jalan rel besi adalah pembukaan
berkisar 31,1trasem3-93,1
(a) Lebar jalan
m 3
/km.
Fungsi keseluruhan struktur bagian 4-5 m
bawah jalan rel adalah untuk (b) Lebar struktur jalan bagian
3) Pembuatan
menstabilkan kanaltidak
rel besi agar di hutan rawa gambutbawah 2,5 m, bagian atas 1,5
mengalami a) Spesifikasikedan
pergerakan Kegunaan Kanal
depan m
Tabel 3. Fungsi dan ukuran kanal
Tabel 5.3. Fungsi dan ukuran kanal
No Nama Kanal Ukuran Kanal Fungsi Kanal
1 Primer 12 m x 9 m x 3 m Sebagai pengendali permukaan air, angkutan
kayu hasil tebangan, angkutan bibit,
transportasi karyawan
2 Sekunder 8mx5mx3m Sebagai pengendali permukaan air, Sarana
10 m x 8 m x 3m angkutan kayu hasil tebangan, angkutan bibit,
transportasi karyawan
3 Kolektor 2mx1mx2m Pengontrol air dan batas petak
2mx2mx2m
4 Tersier 2mx1mx2m Pengontrol tinggi permukaan air
1mx1mx1m
Keterangan: Ukuran kanal (lebar atas x lebar bawah x dalam) Suhartana et al., (2010, 2013a, 2013b)

(c) Jarak antar pemasangan rel kayu bulat kecil Ø 10 – 15 cm,


besi 60 cm pj 1,5m, jarak dua bantalan 50
(d) Ukuran rel besi 65/7 (tinggi 65 cm
mm, berat 7 kg/m)
(e) Ukuran kayu: Hasil penelitian Dulsalam & Sianturi
• Lapisan 1: cabang-cabang (1986) menunjukkan bahwa
pohon (Ø 10 – 15 cm) banyaknya kayu yang digunakan
• Lapisan 2: kayu bulat Ø 20- dalam konstruksi jalan rel besi adalah
30 cm, pj 2,5 m, jarak antar berkisar 208,3 m3/km-276,3 m3/km.
batang 70 cm Banyaknya kayu pada masing-masing
• Lapisan 3: jalan utama : lapisan bantalan jalan rel besi adalah
balok 0,2 x 0,2 x 5 m berkisar 31,1 m3 hingga 93,1 m3/km.
• Jalan cabang: kayu bulat 3) Pembuatan Kanal di Hutan Rawa Gambut
kecil Ø 10-20 cm, pj 5-6 m,
jarak ke-2 batang sejajar 100 a) Spesifikasi dan Kegunaan Kanal.
cm Terdapat 4 jenis kanal yaitu kanal
• Lapisan 4: jalan utama balok primer, sekunder, kolektor, dan tersier
0,2 x 0,1 x 1,5 m/ 0,12 x 0,12 (Tabel 5.3)
x 1,5 m
(f) Jalan cabang: menggunakan b) Prosedur Penggalian Kanal
(1) Mengecek ulang jalur rintisan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 283
Teknologi dan Industri Kehutanan

saat pekerjaan akan dimulai • Penggalian kanal harus


dengan menggunakan kompas mengikuti kontur lapangan,
sebagai alat bantu hal ini untuk menghindari
(2) Beri tanda pada patok/pohon terjadinya genangan air di jalur
untuk memudahkan arah kerja kanal
saat penggalian dimulai (5) Setelah lokasi kanal digali, maka
(3) Selanjutnya dilakukan pekerjaan yang harus diperhatikan adalah
land clearing yaitu: sebagai berikut:
• Dengan menggunakan • Ukur galian pertama sesuai
chainsaw untuk penebangan dengan kedalaman dan lebar
kayu yang besar, sesuai yang diinginkan dengan
dengan jalur rintisan dan kayu menggunakan kayu ukur yang
berdiameter 30 cm up disusun dibuat di lapangan, sebagai
di sisi galian kanal pedoman kerja selanjutnya.
• Bersamaan dengan pekerjaan • Arah galian kanal harus lurus
tersebut, ekskavator digunakan sesuai dengan peta rencana
untuk menumbangkan pohon kerja.
dan sekaligus membersihkan • Saluran dibuat miring sesuai
lokasi hasil tebangan dan dengan ukuran kanal untuk
penggalian kanal menghindari terjadinya erosi
• Pada saat menumbangkan ataupun longsor
pohon, jarak antara operator • Bekas galian kanal diserakkan
dan alat harus diperhatikan atau diratakan dan dibuang
untuk menghindari kecelakaan pada sisi kanal yang telah
kerja akibat tertimpa pohon ditentukan, dengan jarak 1-2
(4) Setelah pekerjaan land clearing m dari pinggir kanal atau bahu
selesai, pekerjaan penggalian kanal
dapat dimulai: • Elevasi dasar saluran dan muka
• Sebelum penggalian kanal tanah galian diperhitungkan
dimulai maka terlebih dahulu tidak terlalu tinggi, agar galian
harus diberi tanda (kiri/kanan) tidak terlalu dalam
pada jalur yang akan digali (6) Setelah pekerjaan gali kanal
sesuai dengan spesifikasi kanal selesai, maka langkah selanjutnya
• Saat beroperasi di rawa adalah pemeliharaan kanal agar
landasan ekskavator harus dapat berfungsi dengan baik.
bertumpu pada kayu agar Untuk perawatan kanal yang
posisi alat stabil dalam dan lebar (≥8m), harus
• Penggalian kanal selalu menggunakan ekskavator long
diiringi pembuatan jalan di arm agar alat tidak terperangkap
samping galian kanal, untuk longsoran tanah dan hasilnya
memudahkan kerjanya alat lebih baik
dan pemeliharaan kanal (7) Utamakan keselamatan kerja
• Ranting kayu ataupun sampah dan gunakan alat-alat K3
hasil penggalian kanal dapat (keselamatan dan kesehatan
ditimbun atau dipadatkan kerja)
di sela-sela antara susunan
galaran ataupun ranting kayu
tersebut dengan sejajar
284 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

A.3. Pemanenan Hasil Hutan gergaji rantai (chainsaw). Di hutan tanaman


yang mempunyai ukuran kayu kecil, kegiatan
a. Penebangan penebangan sebaiknya menggunakan
Penebangan adalah kegiatan merobohkan chainsaw yang berukuran kecil.
pohon dalam tegakan, yang berdiameter Keuntungan penggunaan chainsaw yang
sama dengan atau lebih besar dari berukuran kecil adalah sebagai berikut:
diameter batas yang ditentukan. Kegiatan • Menghemat tenaga dalam transportasi
penebangan meliputi penentuan dan pengoperasiannya
arah rebah, pelaksanaan penebangan, • Memudahkan dalam membuat takik
pembagian batang, penyadaran, rebah dan takik balas
pengupasan dan pengangkutan kayu bulat • Dapat menebang pohon dengan rendah
dari tempat pengumpulan sementara tunggak
(TPn) ke tempat penimbunan kayu (TPK). • Biaya operasional relatif lebih murah
Rangkaian kegiatan penebangan juga • Berpindah tempat lebih cepat
mencakup kegiatan memotong ujung dan
pangkal batang setelah pohon rebah serta 1) Teknis Penebangan
membersihkan batang dari cabang-cabang
menjadi sortimen-sortimen tertentu Pada dasarnya kegiatan penebangan
sehingga batang siap untuk disarad. pohon terdiri dari 3 kegiatan, yaitu a)
persiapan penebangan; b) penentuan
Penebangan dilakukan oleh satu arah rebah; dan c) pembuatan takik
regu tebang dan menggunakan alat rebah dan takik balas.
penebangan. Regu penebang terdiri dari
seorang operator dan seorang pembantu Sebelum menebang, berikut langkah-
yang merupakan pasangan tetap. Alat yang langkah yang harus dilakukan (1)
digunakan adalah gergaji mesin dengan menentukan arah rebah, (2) memeriksa
ukuran sedang sampai berat. Setiap pohon bawah pohon dan membersihkan
yang telah ditebang langsung dipotong kotoran serta kulit kayu untuk persiapan
tajuknya oleh regu penebang di dalam blok chainsaw, (3) selalu memotong liana
tebangan. Pembagian batang diusahakan yang menempel pada pohon, (4)
seoptimal mungkin. membersihkan tumbuhan di sekitar
pohon dan jalur keselamatan, (5)
Penebangan sebaiknya dilakukan mengikuti memulai undercut pada sudut yang
prosedur, antara lain menyangkut benar untuk arah rebah yang diinginkan
penentuan arah rebah, pembuatan takik (Gambar 5.4).
rebah dan takik balas. Kedalaman takik
rebah berkisar antara 1/3-1/4 diameter a) Persiapan penebangan
batang dengan sudut 45o. Sedangkan takik (1)
Prakondisi alat penebangan.
balas dibuat dengan ketinggian sekitar Pemeriksaan kondisi gergaji rantai
1/10 diameter batang di atas takik rebah. sebaiknya dilakukan secara berkala
yaitu harian (sebelum dan sesudah
Berkaitan dengan cara penarikan kayu di selesai pekerjaan), mingguan
pinggir jalan maka cara penebangan dapat dan bulanan. Namun demikian,
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu pemeriksaan juga dapat dilakukan
paralel, tegak lurus dan condong pada alur sewaktu-waktu apabila dirasakan
jalan. Berdasarkan alat yang digunakan mesin gergaji rantai sudah
penebangan dapat dilakukan dengan tidak bekerja dengan optimal
menggunakan kapak, gergaji tangan dan atau mengalami kerusakan.
Pada dasarnya kegiatan penebangan pohon terdiri dari 3 kegiata
yaitu : a) Persiapan penebangan; b) Penentuan arah rebah; dan
Pembuatan takik rebah dan takik balas.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 285
Teknologi dan Industri Kehutanan

dengan volume pohon yang akan


ditampung (Klassen 2006a). TPn
harus berada pada tanah yang
agak landai, lebih baik pada puncak
punggung bukit dengan drainase
yang baik dan tidak berada pada
zona penyangga. TPn harus berada
setidaknya 50 m dari kawasan
lindung.
(3)
Persiapan dan pembersihan
tumbuhan bawah, untuk
mempermudah kegiatan
penebangan dan mencegah
Gambar 5.4. Kegiatan sebelum penebangan terjadinya kecelakaan selama
Sumber: Klassen (2006b) kegiatan penebangan.
b) Penentuan arah rebah pohon

Pemeliharaan gergaji rantai sangat Sebelum penebangan dimulai perlu


penting guna kelancaran kerja dan dilakukan penandaan terhadap pohon
mencegah bahaya kecelakaan. yang akan ditebang dan pohon yang
(2) Pembuatan jalan sarad dan TPn, tidak boleh ditebang. Penandaan ini
merupakan prakondisi areal kerja. harus dilakukan pada setiap pohon
Hal ini diperlukan untuk kelancaran yang dimaksud dengan menggunakan
pelaksanaan penebangan pohon, cat atau bahan lain yang tahan lama.
penyaradan kayu dan untuk Terdapat beberapa hal yang penting
meminimalkan kerusakan tegakan yang perlu diperhatikan dalam
tinggal. Berdasarkan pedoman menentukan arah rebah pohon, yaitu :
Reduced Impact Logging (RIL), peta (1)
Kondisi pohon adalah posisi
rencana operasional pemanenan pohon (normal atau miring);
kayu (ROPK) dibuat selain memuat kesehatan pohon (gerowong atau
rencana lokasi TPn dan jaringan terdapat cacat-cacat lain yang
jalan, juga posisi pohon yang mempengaruhi rebahnya pohon);
boleh ditebang dan pohon jenis bentuk tajuk dan keberadaan
komersial berdiameter 20 cm dan banir.
ke atas. Pembukaan jalan sarad
dilakukan sebelum penebangan (2) Kondisi lapangan di sekitar pohon
untuk memudahkan penebang meliputi keadaan vegetasi di
masuk ke dalam petak tebang sekitar pohon yang akan ditebang,
dan membantu menentukan arah termasuk keadaan tumbuhan
rebah pohon sehingga penyaradan bawah, lereng, rintangan (jenis-
lebih efisien. jenis pemanjat, tunggak dan batu-
batuan).
Secara teknis, pembukaan jalan
sarad harus mengikuti kaidah- (3)
Keadaan cuaca pada saat
kaidah dalam RIL. Ukuran TPn penebangan. Apabila hujan turun
dibuat sekecil mungkin (tidak lebih dan angin kencang, maka semua
dari 900 m2) atau disesuaikan kegiatan harus dihentikan.
286 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Keberhasilan penebangan sangat takik balas ini yang akan menentukan


ditentukan oleh arah rebah pohon. arah robohnya pohon. Tipe-tipe takik
Arah rebah yang benar akan rebah yang dapat digunakan antara
menghasilkan kayu sesuai dengan yang lain (a) tipe biasa, (b) tipe humbolt,
diinginkan dan kecelakaan kerja dapat (c) dan (d) tipe takik rebah yang
dihindari serta kerusakan terhadap digunakan untuk pohon yang besar.
lingkungan dapat ditekan, sedangkan
apabila arah rebah yang ditentukan Sebelum takik rebah dibuat, untuk
tidak benar, maka kayu akan rusak dan pohon-pohon yang mempunyai
kemungkinan terjadinya kecelakaan banir perlu dilakukan pemotongan
sangat besar serta pohon yang rebah (pengeprasan) banir, yaitu memotong
akan merusak lingkungan sekitarnya. banir sehingga diameter pangkal
mendekati diameter batang kayu.
Beberapa ketentuan arah rebah yang Tujuan dari pengeprasan banir adalah
benar adalah sebagai berikut : untuk memudahkan pembuatan takik
(1)
Sedapat mungkin menghindari rebah dan takik balas. Pembuatan
arah rebah yang banyak dijumpai takik rebah dan takik balas dapat
rintangan, seperti batu-batuan, dilakukan dengan menggunakan alat-
tunggak, pohon roboh dan parit. alat konvensional (gergaji tangan,
Jika pohon terletak di lereng atau kapak) dan peralatan mekanis
tebing, maka arah rebah diarahkan (chainsaw).
ke puncak lereng.
(2) Diusahakan menuju tempat yang
tegakan tinggalnya relatif sedikit.
Arah rebah diupayakan disesuaikan
dengan arah penyaradan kayu
atau ke arah yang memudahkan
penyaradan kayu. Pada daerah
yang datar, arah rebah pohon
disesuaikan dengan bentuk tajuk
dan posisi pohon.
Selain menentukan arah rebah
pohon, perlu juga ditentukan arah Gambar 5.5. Penentuan arah
Sumber : Ruslandi rebah pohon
(2013)
keselamatan bagi regu penebang. Gambar 5. Penentuan arah rebah pohon
Sumber: Ruslandi (2013)
Apabila sebatang pohon akan
ditebang, luas daerah berbahaya
diperkirakan 2x tinggi pohon yang c) Membuat takik rebah dan takik balas
(2) Diusahakan menuju tempat yang tegakan tinggalnya relatif
bersangkutan. Untuk menjamin Takik
sedikit.rebah
Arah rebahadalah
diupayakan kowakan
disesuaikan denganyang
arah
penyaradan kayu atau ke arah yang memudahkan penyaradan
keselamatan penebang, maka daerah dibuat
kayu. Padaserendah mungkin
daerah yang datar, arah pada
rebah pohon disesuaikan
dengan bentuk tajuk dan posisi pohon.
yang aman berada pada sudut 45o di pangkalSelainbatang, agar
menentukan arah rebah sisi
pohon, bagian
perlu juga
kiri dan kanan garis lurus arah rebah ditentukan arah keselamatan bagi regu penebang. Apabila
tersebut
sebatang pohon manjadi
akan ditebang, lemah
luas daerahsampai
berbahaya
pohon yang ditentukan. diperkirakan 2 x tinggi pohon yang bersangkutan. Demi
kehilangan daya penunjangnya
menjamin keselamatan penebang, maka daerah yang aman
sehingga pohon mudah rebah. Takik
Selain arah rebah pohon, faktor rebah terdiri dari alas takik rebah
yang menentukan keberhasilan yang dibuat dengan pemotongan arah
penebangan adalah pembuatan takik mendatar, atap takik rebah dibuat arah
rebah dan takik balas. Takik rebah dan pemotongan miring hingga bertemu
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 287
Teknologi dan Industri Kehutanan

dengan alas takik. Secara skematis, umumnya penebangan dilakukan


bentuk dan ukuran takik rebah seperti tanpa membuat takik rebah seperti di
pada Gambar 5.6. atas, tetapi cukup dengan menebang
pohon secara horizontal hingga pohon
yang bersangkutan rebah.
Pembuatan takik rebah yang tidak
benar akan mengakibatkan pohon
tidak rebah ke arah yang sudah
ditentukan. Selain itu takik rebah yang
terlalu dalam akan mengakibatkan
kayu rebah sebelum waktunya dan
terjadi unusan, yaitu potongan kayu
yang terjulur di atas tunggak sebagai
akibat kesalahan dalam pembuatan
takik rebah.
Keterangan: A=mulut takik; B=alas takik; C=atap
takik rebah; (A:B=1:1); D=diameter
Takik balas adalah keratan datar yang
dibuat berlawanan arah dengan takik
Gambar 5.6. Bentuk dan ukuran takik rebah rebah, dengan tujuan agar kekuatan
serat kayu menjadi lemah sehingga
mempermudah pohon rebah. Takik
Secara umum urutan pembuatan takik balas dibuat setelah takik rebah
rebah adalah sebagai berikut: selesai dibuat.
(1) Menghidupkan mesin gergaji rantai
Tinggi takik balas diperkirakan 1/10
dengan posisi yang benar
diameter pohon dari garis perpanjang
(2) Membuat potongan datar (alas
alas takik. Takik balas dibuat dengan
takik rebah) hingga kedalaman
cara memotong pohon secara
1/3-1/2 diameter pohon pada
horizontal pada ketinggian di atas
ketinggian maksimum 30 cm di
sampai kayu engsel. Kayu engsel
atas permukaan tanah
merupakan bagian kayu antara
(3) Membuat potongan atap takik
takik balas dan takik rebah. Kayu ini
rebah dengan sudut 45o terhadap
lebarnya kurang lebih 1/10 diameter.
alas takik rebah hingga memotong
Fungsi dari kayu engsel adalah sebagai
alas takik
kemudi dalam mengarahkan rebahnya
pohon. Gambar 5.7. memperlihatkan
Cara pembuatan takik rebah dengan
takik rebah dan takik balas.
menggunakan gergaji rantai untuk
pohon yang berdiameter besar 2) Peralatan Penebangan
berbeda dengan cara pembuatan takik
rebah untuk pohon yang berdiameter a) Peralatan non mekanis
kecil. Pohon kecil yang dimaksud
adalah diameter pohon lebih kecil (1) Gergaji tangan untuk 2 orang.
dari panjang bilah gergaji yang Gergaji ini dapat dibedakan
digunakan, sedangkan pohon besar berdasarkan bentuk geriginya,
adalah jika diameter pohon lebih yakni bentuk segitiga selang datar
besar dari panjang bilah gergaji yang dan segitiga selang lengkung.
digunakan. Pada kegiatan penjarangan
288 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Gambar 9. Gergaji rantai


(Lab Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan, 2000)

Keterangan: A=atap takik rebah; B=alas takik


rebah; C=takik balas, D=diameter pohon;
E=bagian kayu engsel; T=tinggi tunggak
Gambar 5.8. Pembuatan takik rebah dan takik balas pada
Gambar
Gambar 5.7. Takik tebang dan 10. Pembuatan
takik balas takikdirebah
penebangan hutan dan
alamtakik balastanaman
dan hutan pada penebangan
di Jambi di
Ward (2011) hutan alam dan hutan tanaman
(Soenarno et al., di Jambi
2016; (Soenarno,
Suhartana, 2008) et al. 2016;
Suhartana, 2008)

bermata dua. Alat ini biasanya


digunakan untuk pengeprasan
banir, membuat mulut takik,
membersihkan cabang dan
kadang-kadang berfungsi sebagai
pemukul baji.
(3) Baji, adalah suatu alat berbentuk
Gambar 5.9. Gergaji Selang Lengkung segi empat dengan mata yang tidak
(Koleksi Lab. Keteknikan dan Pemanenan Hasil tajam. Bagian punggungnya lebih
Hutan) tebal dari bagian matanya. Alat
ini dapat dibuat dari kayu, plastik,
besi atau aluminium. Kegunaannya
(2)
Kapak. Tipe kapak dapat ntara lain adalah untuk membantu
dibedakan berdasarkan bobot dalam penebangan.
kapak dan jumlah mata kapak. (4) Kikir. Fungsinya untuk menajamkan
Berdasarkan bobotnya kapak dan merawat gigi gergaji. Bentuk
dapat diklasifikasikan sebagai kikir dapat dibedakan menjadi dua,
berikut: yaitu kikir bulat dan kikir segitiga.
• Kapak yang beratnya lebih dari
1400 gram b) Peralatan mekanis
• Kapak yang sedang antara
1200-1400 gram (1) Gergaji rantai, rantai digunakan
• Kapak yang ringan, beratnya untuk membuat takik rebah dan
kurang dari 1200 gram takik balas, dan untuk memotong
bagian-bagian pohon lainnya,
Berdasarkan jumlah mata kapak, baik dalam kegiatan pembersihan
dikenal kapak bermata satu dan cabang, penebangan maupun
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 289
Teknologi dan Industri Kehutanan

pembagian batang. Pada dasarnya dengan peralatan pemotongan


gergaji terdiri dari 3 bagian utama, kayu secara mekanis, dan biasanya
yaitu mesin penggerak, bilah hanya digunakan untuk menebang
penghantar dan rantai gergaji. pohon.
Gergaji rantai buatan Eropa (3) Harvester. Sama dengan feller,
merupakan gergaji yang relatif tetapi dirancang untuk menebang,
ringan dan kecil, sehingga relatif membersihkan cabang dan
sesuai untuk ukuran tubuh orang membagi batang secara otomatis.
Asia. Merek-merek gergaji buatan
Eropa antara lain adalah STIHL,
Dolmar, Husqvarna, Uran, dan
lain-lain. Pada saat ini model
yang paling umum adalah gergaji
yang terbuat dari bahan ringan,
kekuatan mesin berkisar antara
10-12 HP dan panjang bilah
penghantarnya antara 24-30 inchi.

Gambar 5.11. Timber Harvester di


IUPHHK-HT Eucalyptus sp di Jambi
(Suhartana, 2008)

(4) Feller Bunchers. Sama dengan


feller, tetapi berfungsi juga untuk
Gambar 5.10. Gergaji Rantai
mengumpulkan kayu yang rebah
(Koleksi Lab. Keteknikan dan Pemanenan Hasil ke tempat pengumpulan.
Hutan)
(5) Clipping dan Shearing Tools.
Alat pemotong dari alat tebang
Untuk menjaga keselamatan ini berupa pisau atau gunting.
selama bekerja, seorang Kegunaan alat ini terutama untuk
penebang seharusnya memakai memotong pohon dalam rangka
perlengkapan penebangan yang membuat jalan strip.
lengkap. Perlengkapan tersebut
3) Ketentuan Penebangan dalam Tebang
antara lain jaket (pakaian) khusus
Pilih Tanam Indonesia (TPTI)
yang dirancang untuk kegiatan
pemotongan kayu, celana panjang, Dalam kegiatan penebangan di hutan
sepatu lapangan, helm pengaman, alam di luar Jawa perlu diperhatikan
pelindung muka, penutup telinga, ketentuan-ketentuan yang telah berlaku.
dan sarung tangan. Berdasarkan petunjuk teknis pelaksanaan
Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI),
(2) Feller (penebang). Alat ini adalah
disebutkan bahwa pohon yang ditebang
alat penebang modern, yaitu
adalah pohon-pohon jenis komersial
berupa traktor yang dilengkapi
(seperti meranti, agathis, dll). Batas
290 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

diameter yang diizinkan ditebang adalah yang tidak dikuliti harus dilabur pada
40 cm ke atas untuk hutan produksi tetap kedua bontosnya.
dan 50 cm ke atas untuk hutan produksi
terbatas. Pembagian batang dimaksudkan untuk
membuat sortimen berkualitas baik
Pohon-pohon yang akan ditebang ini sesuai dengan persyaratan yang telah
harus diberi tanda silang warna merah ditentukan. Pemotongan kayu menjadi
dan tanda arah rebah pada pohon yang sortimen kayu dimulai dari ujung ke
bersangkutan. Selain itu pohon-pohon pangkal batang. Pemotongan batang
tersebut berada pada RKT yang telah diupayakan sesuai dengan alat angkutan
disahkan dan dilakukan pada setiap blok dan syarat yang ditentukan oleh pasar.
secara berurutan. Dengan demikian
tidak diperkenanankan melakukan 5) Produktivitas Penebangan
penebangan di luar RKT yang telah a) Penebangan di hutan alam. Beberapa
disahkan. hasil penelitian terkait produktivitas
Sedangkan pohon-pohon yang tidak penebangan di hutan alam antara lain:
boleh ditebang adalah sebagai berikut: • Dulsalam, et al (2018) dengan hasil
a) Pohon inti (diberi tanda dengan cat penelitian di PT.A Kalimantan Timur
warna kuning) menunjukkan bahwa produktivitas
b) Pohon-pohon yang dilindungi teknik penebangan secara
c) Pohon-pohon yang dianggap keramat konvensional berkisar antara 33,4-
oleh masyarakat sekitar hutan 39,7 m3/jam dengan rata-rata 36,4
m3/jam, lebih tinggi dari teknik
d) Pohon-pohon yang tidak diberi
penebangan berdampak rendah
tanda silang, yaitu semua pohon
yang berkisar antara 28,3-36,23 m3/
yang berjarak (radius) 50 m dari
jam dengan rata-rata 32,8 m3/jam.
sumber mata air, suaka alam atau
Efisiensi penebangan pada teknik
suaka margasatwa, jalur vegetasi
penebangan secara konvensional
sepanjang jalan raya/propinsi; pohon-
bervariasi antara 84,3 – 88% dengan
pohon pada jarak 100 m dari daerah
rata-rata 86,56% lebih rendah dari
yang mengandung nilai estetika
teknik penebangan berdampak
(keindahan) dan semua pohon pada
rendah yang bervariasi antara 88,5-
jarak 200 m dari tepi sungai/pantai.
90,12% dengan rata-rata 89,36%;
4) Pembagian Batang
• Soenarno & Yuniawati (2019)
Setelah penebangan, cabang, ranting penelitian di PT.B Kalimantan
dan benjolan dipapras rata, kemudian Tengah menunjukkan bahwa
dilakukan pembagian batang dan efisiensi pemanfaatan kayu IBM/
pengupasan kulit. Untuk jenis yang metode perbaikan meningkat
mudah terserang jamur biru dan menjadi 93,1% dibandingkan
kumbang ambrosia tidak harus dikuliti. metode CV/konvensional sebesar
Pembagian batang dilakukan dengan 85,4%. Produktivitas penebangan
memperhatikan asas peningkatan mutu rata-rata IBM adalah 27,161 m3/
dan peruntukkannya. Bontos dipotong jam dan metode konvensional
siku dan rata. Kayu bundar yang mudah sebesar 32,847 m3/jam;
terserang jamur dan serangga penggerek,
• Soenarno (2017) penelitian di 2
segera diawetkan dengan pestisida. Kayu
IUPHHK-HA Kalimantan tengah
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 291
Teknologi dan Industri Kehutanan

menunjukkan bahwa produktivitas pemotongan batang tingkat pertama ke


penebangan rata-rata di PT. A tempat pengumpulan kayu melalui jalan
adalah sebesar 16,041 m3/jam dan sarad yang tidak dipersiapkan secara
di PT. B sebesar 9,621 m3/jam; dan maksimal. Penyaradan kayu dilakukan oleh
satu regu penyarad dengan menggunakan
• Suhartana & Yuniawati (2019) alat penyarad kayu.
penelitian di IUPHHK-HA Kalimantan
Timur menunjukkan bahwa rata- Dalam penyaradan sebaiknya dilakukan hal-
rata produktivitas penebangan hal berikut:
menggunakan Chainsaw Stihl 070 • Mengikuti rencana penyaradan yang
adalah 27,74 m3/jam. telah dibuat
• Mengupayakan agar penyaradan
b)
Penebangan di hutan tanaman. dilakukan ke arah atas lereng
Beberapa hasil penelitian terkait • Kegiatan penarikan kayu ke
produktivitas penebangan di hutan badan traktor diusahakan dengan
tanaman antara lain: menggunakan kabel yang sepanjang
• Suhartana & Yuniawati (2016) mungkin
penelitian di hutan tanaman rawa • Tanjakan maksimum adalah 50%
gambut PT.A dengan tegakan Acacia • Apabila penyaradan harus memotong
crasicarpa menunjukkan bahwa lereng maka sudut jalur sarad terhadap
rata-rata produktivitas penebangan kontur tidak melebihi 45o;
menggunakan Stihl MS-381 adalah • Penyaradan dilakukan sewaktu tanah
8 m3/jam; dalam keadaan kering
• Penyisiran atau pemotongan bukit
• Sukadaryati, et al (2018) penelitian dalam penyaradan tidak boleh melebihi
di hutan tanaman rakyat Ciamis 25%
menunjukkan bahwa kegiatan • Jari-jari belokan sedikit lebih besar
penebangan pohon di hutan rakyat untuk menghindari kerusakan tegakan
dilakukan menggunakan alat tinggal
tebang chainsaw dengan kisaran • Membuat sodetan air pada tempat
produktivitas penebangan 4,880 jalan sarad yang diperkirakan akan
m3/jam–8,578 m3/jam; dan terjadi genangan air yang lebih besar
• Untuk penyaradan yang terpaksa
• Suhartana, et al (2014) penebangan melalui aliran air, harus dibuat aliran
kayu Acacia mangium menunjukkan pembagi dan pada musim kemarau
bahwa rata-rata produktivitas harus dibuat jembatan
penebangan dengan teknik RIL dan • Menggunakan jembatan dari jenis kayu
teknik setempat masing-masing tidak komersial
adalah 12,386 m3/jam dan 10,507 • Menghindari dorongan tanah ke arah
m3/jam, efisiensi pemanfaatan pinggir sungai
kayu dengan teknik RIL dan teknik • Menghindari lahan yang bertanah
setempat masing-masing adalah lembek
98,4% dan 96%. • Mengoptimalkan daya mesin
b. Penyaradan Penyaradan secara manual dilakukan
dengan menggunakan tenaga manusia
Penyaradan kayu merupakan kegiatan
dan tenaga hewan (gajah, kerbau, sapi
pemindahan kayu dari tempat di mana
atau kuda). Penyaradan secara mekanis
pohon ditebang dan telah mengalami
dilakukan dengan menggunakan alat yarder
292 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

(sisem kabel), feller buncher, forwader, yarder, tiang penyangga, kabel utama
traktor berban karet (wheel skidder) dan dan kabel penarik kembali seperti
traktor bulldozer. Gambar 5.13 dan 5.14.
1) Penyaradan dengan gaya gravitasi b) Kabel layang (Skyline). Sistem ini
mempunyai dua tiang penyangga,
Penyaradan kayu dengan cara ini yaitu head tree dan tail tree. Kayu
adalah memanfaatkan gaya gravitasi yang disarad menggantung di
bumi. Penyaradan ini dilakukan dengan bawah kereta yang berpijak pada
cara peluncuran dan dengan kabel. kabel layang (skyline). Brown (1958)
Penyaradan dengan peluncuran hanya menyatakan bahwa peralatan utama
dapat dilakukan pada daerah yang yang diperlukan dalam sistem kabel:
mempunyai kelerengan curam, yaitu • Unit mesin penggerak yang
lebih dari 40%. Ukuran kayu yang berfungsi sebagai sumber tenaga
diluncurkan sangat terbatas dengan seluruh sistem kabel
panjang berkisar antara 4 – 6 m dengan • Kabel baja dan pengikatnya
diameter kurang dari 40 cm. termasuk penjepit dan macam-
Jarak sarad pada cara penyaradan macam perlengkapan untuk saling
dengan peluncuran tidak lebih dari 300 menghubungkannya
m. Peluncur dapat berupa kayu, plastik, • Kereta yang berfungsi untuk
fiber glass dan logam. Cara penyaradan mengarahkan perpindahan kayu
yang dilakukan menggunakan media dan diletakkan berhubungan
kabel sebagai jalannya peluncuran dengan kabel-kabel
dengan gaya gravitasi seperti terlihat Metode kabel layang merupakan
(2) 5.12.
pada Gambar Total volume setiap hektar yang akan dikeluarkan pada sebuah
metode mekanis yang makin
lokasi penebangan; berkembang dan menjadi paling
2) Sistem Kabel
(3) Areal unit penebangan yang lengkap belumdaridikeluarkan
pengeluaran hasilnya.
kayu sistem
(4) systems.
a) Highlead JumlahSistem
hari kerja kabel. Metode
efektif dalam satu tahun;
ini hanya ini dapat dimodifikasi
menggunakan satu tiang penyangga berdasarkan cara pemasangan kabel
(5) Ukuran dari kayu yang
dan paling sesuai untuk tebang habis.
akan dikeluarkan;
layang, kereta dan penggunaan kabel
(6)terdiri
Alat ini Jarak pengeluaran
dari kayu.
3 bagian yaitu pelengkapnya. Penggunaan metode

Gambar 5.12. Pengeluaran Kayu dengan Gaya Berat pada Uji Coba di Kampung Cigalasar
(Endom, 2009)

Gambar 12. Pengeluaran kayu dengan gaya berat pada uji coba di
Gambar 12. Pengeluaran kayu dengan gaya berat pada uji coba di
Kampung CigalasarVademecum
293
(Endom, 2009)
Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keterangan:
Gambar
1=yarder; 2=kabel utama (main 13. Skema
line); 3=kabel penarikHighlead
kembali (hul system
back line); 4=tiang penyangga, 5=katrol
Keterangan:
kabel utama pada tiang penyangga; 6=katrol kabel penarik kembali pada tiang penyangga; 7=katrol kabel
1 =kembali
penarik 2 =tiang
yarder;pada Kabel utama 8=kereta
pancang; (main line); 3 = 9=kayu
dan kait, kabel penarik kembali (hul back line);4
yang disarad
= tiang penyangga, 5 = katrol kabel utama pada tiang penyangga; 6 = katrol kabel
penarik kembali pada tiangGambar
penyangga; 7 = katrol
5.13. Skema kabel
Highlead penarik kembali pada tiang
System
pancang; 8 = Kereta dan kait, 9 = kayu yang disarad.
kabel layang berubah berdasarkan • Pada sistem sarad pendek biasa
kebutuhan medan yang dihadapi dan menggunakan alat bantu yang
perubahan modifikasinya tergantung disebut “Sampan Darat”
pada cara pemakaiannya bukan pada • Isilah sampan darat dengan kayu
peralatan yang dipergunakannya. bahan baku serpih (BBS) yang
sudah dipotong pendek
Penggunaan sistem kabel layang • Tarik sampan darat yang sudah
dipengaruhi oleh beberapa faktor terisi dengan alat berat melalui
antara lain: jalur sarad/matting yang telah
• Konversi dari nilai kayu yang ditentukan ke TPn tepi kanal/jalan
dikeluarkan • Pada sistem tarik panjang dengan
• Total volume setiap hektar yang menggunakan seling alat berat
akan dikeluarkan pada sebuah menarik sekumpulan kayu ke TPn
lokasi penebangan tepi kanal/jalan
• Areal unit penebangan yang belum • Alat berat tidak boleh keluar dari
dikeluarkan hasilnya jalur sarad yang sudah ditentukan
• Jumlah hari kerja efektif dalam guna mencegah terjadinya
satu tahun genangan air akibat lintasan alat
• Ukuran dari kayu yang akan berat
dikeluarkan • Apabila alat berat yang digunakan
• Jarak pengeluaran kayu adalah bulldozer, pada saat
3) Sistem Traktor penarikan kayu, pisau harus
diangkat sehingga tidak mengikis
a) Ekskavator, dilengkapi dengan alat topsoil dan menggunakan seling
bantu berupa sampan darat dapat dalam jangkauan optimal
digunakan untuk kegiatan penyaradan • Penarikan kayu dilaksanakan petak
kayu di hutan rawa gambut. Kegiatan per petak secara sistematis sesuai
penyaradan kayu dilakukan sebagai dengan target kerja
berikut: • Apabila masih ada cabang dan
294 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Gambar 5.14. Skyline System


(Endom, 2012)

ranting yang belum ditarik ke jalur Jack G10 adalah 80 HP dan Timber
kotor, cabang dan ranting tersebut Jack 1010B adalah 83 HP.
harus dipotong dan diserak dengan
ketebalan maksimal 10 cm c) Traktor berban karet (wheel skidder).
• Gulma dan anakan kayu ditebas Alat ini dipergunakan untuk menyarad
habis dengan ketinggian maksimal log (kayu gelondongan) dengan sistem
10 cm arch skidding (menyudut), dimana
• Laksanakan leles kayu yang masih bagian depan ujung log akan terangkat
tersisa di dalam lahan tebangan sehingga tahanan geser/sarad dari
pada akhir pekerjaan sehingga log yang ditarik menjadi kecil. Hal
lahan dalam keadaan bersih dan ini memungkinkan skidder mampu
kayu dapat dimanfaatkan secara menarik log yang lebih berat. Wheel
optimal skidder dilengkapi roda ban karet
• Volume sisa kayu yang tertinggal memiliki tingkat kecepatan, manuver
maksimal 1.0 m3/ha dan mobilitas lebih baik, sesuai untuk
• Toleransi spot air akibat lintasan medan kerja yang relatif datar sampai
alat berat dan pencabutan batang / bergelombang dengan kemiringan
tunggak adalah 5% dari total areal maksimum 15% (United Tractor, 2020
yang dikerjakan
d) Traktor berban rantai baja (crawler
• Batas maksimal penutupan gulma,
cabang dan ranting yang tidak tractor). Alat ini biasanya digunakan
standar adalah 25% dari luas areal untuk penyaradan kayu di hutan alam.
yang dikerjakan Ada dua merek traktor yang biasa
digunakan, yaitu merek Caterpillar
b) Forwarder, terdiri atas dua merek, dan Komatsu.
yaitu Timber Jack G10 dan Timber
Jack 1010B. Tenaga motor dari Timber
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 295
Teknologi dan Industri Kehutanan

Gambar 5.15. Penyadaran Kayu dengan Gambar 5.16. Penyadaran Kayu dengan
Ekskavator di Hutan Rawa Gambut Forwader
(Suhartana, 2013) (Dulsalam, 1999)

Gambar 5.17. Penyaradan Kayu dengan Winch Gambar 5.18. Penyadaran Kayu dengan
Wheel Skidder Traktor Berban Rantai Baja
(Dulsalam, 1999) (Dulsalam, 1998)

4) Sistem Kuda-Kuda jalan rel dengan ukuran 25x50 m.


Betau berukuran 15x3,5 m, terdiri atas
Sistem kuda-kuda merupakan sistem susunan kayu bulat Ø 15- 20 cm disusun
penyaradan dengan penarikan kayu bulat melintang dan membujur, menyerupai
yang menggunakan tenaga manusia. tangga. Jumlah betau 1 petak tebang
Kayu bulat diletakkan di atas alat yang (100 ha) adalah 8-12 buah, tergantung
terbuat dari kayu yang disebut kuda- potensi kayu.
kuda, disebut penyaradan dengan sistem
kuda-kuda. Pembuatan jalan sarad dari betau
Umumnya menggunakan kayu potongan
pendek (short-wood system) dan
kadang kayu potongan panjang (long-
woodsystem). Kegiatan penyaradan
di hutan rawa terdiri dari 3 tahap
yaitu membuat betau sebagai tempat
pengumpulan kayu (TPn); membuat
jalan sarad; dan menyarad kayu, menarik
kayu dari petak tebang ke betau.
Gambar 5.19. Penyadaran Kayu dengan Sistem
Pembuatan betau dapat dilakukan Kuda-Kuda di Hutan Rawa Gambut
dengan membersihkan areal dekat (Suhartana, 2008)
296 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

menuju ke tunggak dapat dilakukan yang berjumlah 8 orang. Kayu disusun


dengan membuat jalan sarad dari kayu rapi agar memudahkan pengukuran
bulat kecil Ø 5-20 cm yang terdiri dari jari- dan penomoran serta pemuatan kayu
jari (Ø 5-10 cm, pj. 1,5 m) dan bujuran ke atas lori untuk pengangkutan jarak
(Ø 10-20 cm, pj. 3-6 m). Peralatan jauh dengan loko traksi. Kayu yang telah
penyaradan kuda-kuda, kampak, tali tersusun rapi di betau, dikuliti. Pengulitan
plastik, pengungkit/penahan dan locak/ menggunakan linggis.
kait.
b) Keunggulan sistem kuda-kuda
a)
Siklus penyaradan dengan sistem • Padat karya, banyak memakai
kuda-kuda tenaga kerja
• Regu penyarad berjalan menuju • Biaya relatif murah jika dibandingkan
ke kayu yang akan disarad sambil dengan cara penyaradan lainnya
menarik kuda-kuda, dilakukan oleh • Investasi awal rendah
dua orang • Sederhana dan tidak banyak
• Memuat adalah elemen kerja memerlukan tenaga terampil
menaikkan kayu bulat ke atas kuda- • Tidak peka terhadap perubahan
kuda, kayu bulat tersebut diikat cuaca
dengan tali plastik pada bagian • Pengawasan minimal
tengah kuda-kuda dan pemasangan
paku pada ujung bagian belakang c) Kelemahan-kelemahan sistem kuda-
kayu yang akan disarad sebagai kuda
tempat mengaitkan tali plastik yang • Tenaga kerja sulit diperoleh
berfungsi untuk menarik kayu. dan perlu didatangkan khusus
Pemuatan dilakukan oleh regu dari daerah tertentu, misalnya
sarad yang berjumlah 6-10 orang Kalimantan Barat.
• Menyarad adalah kegiatan menarik • Produktivitas penyaradan rendah
kayu bulat di atas kuda-kuda dari karena dilakukan secara manual.
tunggak sampai betau melalui • Produktivitas tidak teratur karena
jalan sarad. Agar penyaradan dipengaruhi kecenderungan
dapat berjalan dengan lancar, pada pekerja yang sering berpindah
jalan sarad diberi sabun dan oli. tempat.
Penyaradan dilakukan oleh satu • Banyak pohon-pohon kecil yang
regu sarad yang terdiri dari 6-10 terpaksa ditebang untuk membuat
orang. Jarak penyaradan berkisar jalan sarad.
50-300 m Penyaradan kayu gelondongan hasil
• Membongkar. Setelah kayu yang penebangan dapat dilakukan dengan
disarad sampai di betau, paku traktor (pada lahan kering), dengan
dan ikatan kayu pada kuda-kuda kuda-kuda pada lahan rawa, sistem
dilepas, lalu memasang ender- yarding pada lahan berkemiringan berat.
ender/landasan antar kuda-kuda
dan betau, mendorong kayu Penyaradan kayu dilakukan setelah
dengan locak ke atas betau tajuk pohon dipotong; dilakukan pada
• Menyusun/menumpuk kayu di jalan sarad yang telah direncanakan;
betau diusahakan seminimal mungkin
kerusakan pohon tinggal dan kerusakan
Penyusunan dan pengaturan posisi tanah.
kayu di atas betau dilakukan dengan
alat locak dan didorong oleh 1 regu
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 297
Teknologi dan Industri Kehutanan

5) Penyaradan dengan hewan pemasangan rantai penyaradan


ke leher dan punggung gajah.
Jenis hewan yang dapat digunakan Apabila menggunakan alat bantu
untuk menyarad kayu antara lain sapi, penyaradan maka pada pangkal
kuda, gajah dan kerbau. Penyaradan rantai tersebut terdapat alat bantu
kayu dengan sapi telah lama dilakukan penyaradan. Setelah gajah, rantai
di hutan jati di Jawa. Ukuran kayu yang penyaradan, pawang beserta tenaga
disarad antara 2-4 m dengan jarak sarad kerjanya dipersiapkan maka kegiatan
kurang dari 750 m. penyaradan kayu dapat dimulai.
Penyaradan dengan sapi menggunakan Penyaradan kayu dapat dilakukan
alat bantu keser dan rakitan. Keser dua cara, yaitu tanpa alat bantu dan
adalah alat bantu yang digunakan untuk menggunakan alat bantu. Alat bantu
menopang salah satu ujung kayu yang dibuat sedemikian rupa sehingga
disarad. Penyaradan kayu dengan sapi dapat mengurangi hambatan proses
dapat menggunakan satu ekor atau penyaradan kayu. Penyaradan kayu
berpasangan. Produktivitas penyaradan dengan gajah dapat dibagi ke dalam
kayu dengan sapi relatif rendah yaitu empat unsur kerja yaitu ambil muatan,
berkisar 0,75-0,85 m3/jam dengan ikat muatan, menarik muatan dan
jarak 400-600 m. Sapi termasuk hewan melepas muatan.
yang kurang tahan panas, sehingga
penggunaan sapi tidak sampai sepanjang Kegiatan penyaradan kayu dengan
hari pada umumnya hanya sampai pada gajah dimulai dengan kegiatan ambil
jam 11.00. muatan yaitu gajah menuju ke bidang
tebangan di mana pohon telah ditebang
a)
Penyaradan kayu dengan gajah dan telah dilakukan pembagian
(Elephas maximus) batang. Apabila menggunakan alat
Penyaradan dengan gajah dapat bantu penyaradan, agar jalannya
dilakukan tiga orang, yang terdiri gajah tidak terganggu maka alat bantu
dari seorang pawang gajah dan dua tersebut dapat dibawa oleh gajah
orang tenaga kerja. Pawang gajah dengan menggunakan belalainya.
bertugas memberi aba-aba agar gajah Dalam kegiatan ambil muatan ini
melakukan sesuatu sesuai dengan pawang gajah harus sudah tahu
kegiatan penyaradan kayu, sedang persis di mana letak kayu yang akan
dua orang tenaga kerja bertugas untuk disarad sehingga jarak sarad dipilih
mengikatkan rantai gajah ke kayu yang
akan disarad atau melepaskan ikatan
rantai gajah dari kayu yang telah
disarad. Untuk menjaga keselamatan
tenaga kerja tersebut memakai
pakaian kerja yang memadai. Tugas
pawang juga merawat gajah.
Sebelum kegiatan penyaradan
dimulai maka baik gajah maupun
pawang beserta tenaga kerjanya
dipersiapkan terlebih dahulu. Tahap
pertama yang perlu dilakukan adalah Gambar 5.20. Penyadaran Kayu dengan Gajah
(Dulsalam, 1996)
298 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

yang sependek-pendeknya dengan untuk menyarad kayu. Kemampuan


tetap mempertimbangkan topografi gajah untuk menyarad kayu adalah
dan kondisi lapangan. Gambar 20 tergantung berat gajah yang
menunjukkan bagaimana gajah ambil bersangkutan. Semakin besar gajah
muatan ke bidang tebangan sambil yang berarti semakin berat gajah
membawa alat bantu penyaradan tersebut, mempunyai kemampuan
dengan belalainya. menyarad kayu yang semakin besar
pula demikian juga sebaliknya. Ada
Setelah sampai di tempat tebangan di sementara teori yang menyebutkan
mana kayu telah ditebang dan telah bahwa kemampuan maksimal gajah
mengalami pembagian batang, maka untuk menarik kayu adalah seberat
rantai penyaradan diikatkan pada setengah dari berat gajah yang
batang tersebut. Untuk penyaradan bersangkutan. Kegiatan penarikan
yang menggunakan alat bantu maka kayu berhenti setelah gajah sampai di
ujung batang tersebut harus masuk TPn.
pada alat bantu sehingga ujung batang
tersebut waktu kegiatan penyaradan Setelah sampai di TPn maka ikatan
dilakukan tidak menggusur tanah. rantai penyaradan yang ada pada
Dalam kegiatan penyaradan ini ujung kayu yang disarad dilepas. Sebelum
batang kayu terletak di depan dan kembali ke bidang tebangan, kayu
pangkal kayu terletak di belakang. yang telah disarad tersebut disusun di
Hal ini dimaksudkan agar batang TPn. Setelah kayu yang ada di tempat
yang disarad tidak terlalu menggusur pengumpulan rapi maka gajah
tanah. kembali ke tempat tebangan untuk
mengambil muatan seperti yang telah
Setelah kayu diikatkan pada rantai diterangkan sebelumnya. Kegiatan
penyaradan maka kegiatan penarikan penyaradan kayu dengan gajah seperti
muatan dapat dilakukan. Kegiatan dapat dilihat pada Gambar 20.
penarikan muatan yang biasa disebut
kegiatan penyaradan kayu melalui b) Penyaradan kayu dengan kerbau
jalan yang sebelumnya sudah dilalui
atau ditentukan. Jalan penyaradan Yang perlu dipersiapkan dalam
kayu ini harus mempertimbangkan penyaradan kayu dengan kerbau
kelerengan dan kondisi lapangan. adalah kerbau, alat bantu penyaradan
Penyaradan kayu dengan gajah ini (keser), paku U, parang dan rantai
hanya dapat dilakukan pada areal yang besi untuk mengikat muatan dan
bertopografi ringan sampai sedang cambuk. Setelah kerbau beserta alat
yaitu dengan kelerengan lapangan perlengkapannya sampai di tempat
tidak melebihi 15 %. tebangan, alat bantu dipasang dengan
cara mengalungkan alat bantu bagian
Pada kondisi kelerengan yang berat, depan ke pundak kerbau berserta
penyaradan kayu dengan gajah sulit alat bantunya bergerak menuju ke
dilakukan karena di waktu turun tempat kayu akan disarad. Kerbau
gajah dapat terdorong oleh kayu yang digunakan untuk penyaradan
yang disarad sedang pada waktu naik kayu adalah kerbau yang sudah biasa
lereng, gajah tidak mampu menarik digunakan untuk menarik kayu oleh
kayu yang disarad, Dalam kegiatan masyarakat.
penarikan kayu ini, pawang harus
tahu berapa kemampuan gajah
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 299
Teknologi dan Industri Kehutanan

jam dengan biaya produksi rata-


rata Rp 48.883,45/m3
• Idris & Soenarno (2015) di IUPHHK-
HA Kalimantan menggunakan
Catterpillar D7G menunjukkan
bahwa produktivitas penyaradan
metode tree length logging
berkisar antara 21,127-23,893 m3
/jam dengan rata-rata 22,217 m3/
jam, tergantung jarak sarad
Gambar 5.21. Penyadaran Kayu dengan Kerbau b) Penyaradan kayu di hutan tanaman
(Dulsalam, 2000) Beberapa hasil penelitian terkait
penyaradan kayu di hutan tanaman
adalah:
6) Penimbunan kayu • Sukadaryati, et al. (2018) penelitian
di hutan tanaman rakyat Ciamis
Setelah penyaradan, kayu gelondongan
menunjukkan bahwa kegiatan
perlu dikupas kulitnya di tempat
pengeluaran kayu di hutan rakyat
pengumpulan kayu hasil tebangan
dilakukan menggunakan sepeda
di sekitar tempat tebangan yang
motor yang dimodifikasi dengan
bersangkutan (TPn). Kemudian dilakukan
kisaran produktivitas 0,753 m3/
pengukuran dan pengujian kayu untuk
jam sampai 0,506 m3/jam, dengan
membuat Laporan Hasil Produksi (LHP).
kisaran jarak pengeluaran kayu ke
Kayu kemudian diangkut ke TPK (tempat
pinggir hutan 115–161 m
penimbunan kayu).
• Suhartana & Yuniawati (2015)
TPK adalah tempat untuk menimbun penelitian di IUPHHK-HT Kalimantan
kayu dari berbagai TPn. TPn Industri Barat menggunakan ekskavator
Pengolahan Kayu Hulu (IPKH) adalah merek Hitachi tipe Zaxis PC 210
tempat penimbunan kayu di IPKH yang menunjukkan bahwa penerapan
berfungsi menerima, menimbun dan RIL dalam penyaradan kayu Acacia
mengeluarkan kayu bulat dan atau bahan crassicarpa dapat meningkatkan
baku serpih di TPK IPKH. produktivitas 11,59% dan
menurunkan biaya sarad sebesar
7) Produktivitas penyaradan kayu 10,59%
a) Penyaradan kayu di hutan alam • Suhartana & Yuniawati (2016)
penelitian di IUPHHK-HT PT.B
Beberapa hasil penelitian terkait menunjukkan bahwa rata-
penyaradan kayu di hutan alam rata produktivitas penyaradan
adalah: menggunakan ekskavator Hitachi
• Suhartana & Yuniawati (2019) Zaxis 110 adalah 5,899 m3/jam
penelitian di IUPHHK-HA PT.A
c. Muat Bongkar
menggunakan traktor caterpillar
Komatsu D855-ESS menunjukkan Kegiatan muat bongkar dilakukan secara
bahwa teknik penyaradan RIL manual dengan tenaga manusia dan secara
yang diterapkan menghasilkan mekanis dengan menggunakan traktor
produktivitas rata-rata 15,070 m3/ pemuat kayu dan ekskavator. Kegiatan
300 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

muat-bongkar di hutan alam dilakukan


dengan menggunakan traktor pemuat
berban karet dan traktor pemuat berban
rantai baja. Di hutan tanaman, kegiatan
muat-bongkar selain dilakukan dengan
menggunakan ekskavator juga secara
manual.
Beberapa hasil penelitian muat bongkar
yaitu:
• Suhartana & Yuniawati (2016) penelitian
Gambar 5.23. Muat bongkar kayu di hutan
di IUPHHK-HT menunjukkan bahwa rata-
tanaman rawa gambut
rata produktivitas muat dan bongkar (Yuniawati, 2010)
menggunakan ekskavator Kobelco SK
200-8 dan ekskavator Komatsu PC 300
masing-masing adalah 87,292 m3/jam kayu atau tempat pemasaran.
dan 88,735 m3/jam
• Yuniawati, et al. (2014) penelitian di hutan Kegiatan pengangkutan terdiri dari ambil
tanaman rawa gambut menunjukkan muatan, muat, angkut muatan dan bongkar
bahwa rata-rata produktivitas dan biaya muatan. Pengangkutan kayu di hutan
muat dengan teknik RIL dan setempat alam biasanya menggunakan truk semi
berturut-turut sebesar 349,029 m3.m/ gandengan dengan kapasitas dari 40-60 ton.
jam, 339,612 m3.m/jam, Rp 927,5/m3, Pada hutan tanaman pengangkutan kayu
dan Rp 953,2/m3. Rata-rata produktivitas biasanya dilakukan dengan truk berukuran
dan biaya bongkar dengan teknik RIL relatif kecil berkisar antara 15-40 ton/rit.
dan setempat berturut-turut sebesar 1) Pengangkutan Jalan Darat
419,483 m3.m/jam, 410,273 m3.m/jam,
Rp 771,9/m3, dan Rp 788,6/m3 a) Jalan mobil

Gambar 5.22. Pemuatan Kayu dengan Ekskavator Gambar 5.24. Truk Bermuatan Kayu
ke Atas Truk di Jambi di Hutan Alam
(Suhartana, 2010) (Yuniawati, 2019)

d. Pengangkutan Kayu Pemanenan Hasil b) Jalan rel. Pengangkutan kayu ke luar


Hutan hutan rawa menggunakan lokotraksi
yang berjalan di atas rel. Alternatif
Pengangkutan kayu merupakan kegiatan lain (lewat jalan tanah dengan truk,
pemindahan kayu dari tempat pengumpulan lewat aliran air dengan rakit dll)
sementara di hutan ke tempat pengolahan tidak memungkinkan, mengingat
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 301
Teknologi dan Industri Kehutanan

pembuatan jalan tanah dan saluran • M emasang 2 buah pancang yang


air di hutan rawa sangat mahal. terbuat dari kayu bulat kecil
• Mendorong kayu di atas betau ke
(1) Keuntungan
atas lori
• Kapasitas angkutan relatif besar
• Mengatur posisi kayu di atas lori
• Pengangkutan kayu relatif teratur dan memasang ganjal
• Tidak terganggu musim dan cuaca • Mengikat kayu yang telah dimuat
• Biaya angkutan dan pemeliharaan di atas lori
jalan relatif murah • Selama pemuatan mesin loko
(2) Kelemahan tetap dalam keadaan hidup
• Tanjakan masimum 3% (3) Perjalanan bermuatan
• Memerlukan volume besar tiap • Persiapan: mengambil air untuk
rit secara berkesinam-bungan membasahi roda lori agar gesekan
untuk membuatnya ekonomis roda lori dengan rel menjadi
• Sarana dan prasarana PWH-nya kecil, mengemasi perlengkapan,
tidak bisa digunakan oleh umum memeriksa ulang posisi kayu di
• Investasi untuk jalan rel cukup atas lori.
tinggi • Berjalan bermuatan, selama di
perjalanan yang dilakukan adalah
Rangkaian lori yang didorong/ditarik memberi pasir pada jalan rel,
dapat sampai 15 lori dengan muatan menaikkan lori jika keluar dari
40 m3. Lokotraksi dan rangkaiannya jalan rel (jatuh), mengatur posisi
dilayani 1 tim yang terdiri dari 6-7 lori di TPK sebelum dibongkar.
orang dan 1 orang menjadi operator • Membongkar muatan, mulai
lokotraksi. dengan membuka tali pengikat
dan melepas kayu pengganjal,
mendorong kayu dengan
Tahapan kegiatan pengangkutan kayu menggunakan locak dan
dengan lokotraksi: pengungkit ke TPK. Selama
pembongkaran mesin loko tetap
(1) Perjalanan kosong menuju betau, hidup.
tahapannya antara lain:
• Memeriksa mesin lokotraksi,
isi bahan bakar dan pelumas, 2) Pengangkutan kayu melalui air
mengambil pasir, mengumpulkan Pengangkutan melalui air dapat
peralatan dilakukan dengan rakit, tongkang dan
• Berjalan kosong menuju betau ponton. Pada cara perakitan, kayu
• Mengatur posisi lori di depan dirakit sedemikian rupa sehingga satu
betau rakit dapat mencapai volume 1000-1500
m3.
(2) Pemuatan kayu, tahapannya:
• Memasang landasan (ender- Pengangkutan dengan tongkang dan
ender) ponton kayu diletakkan di atas tongkang
atau ponton biasanya berupa rangkaian
• Membuka ganjal penahan (jika
dan ditarik tug boat melalui sungai atau
ada) di atas betau
laut.
302 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

produk (6 kegiatan), serta Penyempurnaan


Sifat dan Mutu Kayu (3 kegiatan). Sifat
dasar kayu adalah sifat yang melekat
pada kayu secara alami, penting untuk
diketahui sebagai dasar dalam menentukan
peruntukan suatu jenis kayu secara
luas. Pengolahan kayu adalah kegiatan
mengubah kayu dari bentuk kayu bulat
(dolok) menjadi kayu gergajian atau venir
(pengolahan primer) untuk bahan baku
Gambar 5.25. Pengangkutan Kayu dengan Ponton produk kayu solid ataupun produk kayu
(Suhartana, 2009) komposit. Pengolahan kayu juga termasuk
mengubah limbah kayu atau kayu inferior
menjadi berbagai kayu komposit, kayu
3) Produktivitas pengangkutan kayu serat, pulp- kertas, dan turunan selulosa
lain, sedangkan penyempurnaan sifat lebih
Beberapa hasil penelitian terkait rata-
ditujukan pada kayu yang memiliki sifat
rata produktivitas pengangkutan kayu
inferior dalam hal fisik, mekanis, ataupun
yaitu:
ketahanannya terhadap organisme perusak.
• Yuniawati, et al. (2015) penelitian
pengangkutan kayu jati di hutan
tanaman Jawa Barat menunjukkan B.2. Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu
bahwa produktivitas pengangkutan
Kayu adalah material atau bahan
kayu jati dengan menggunakan alat
lignoselulosa alami, terutama diperoleh
bantu pada kelas kelerengan 0-8%,
dari bagian batang pohon. Material ini
9-15% dan 16-25% masing-masing
memiliki keragaman sifat dasar yang nyata,
sebesar 92,02 m3.km/jam; 89,07
terkait dengan struktur anatomi, sifat
m3km/jam dan 83,59 m3.km/jam dan
kimia, sifat fisis dan mekanis dalam kayu,
biaya produksi pengangkutan kayu jati
serta ketahanan kayu terhadap organisme
masing-masing sebesar Rp 2.640,01/
perusak (keawetan kayu) baik antar spesies,
m3.km, Rp 2.737,92/m3.km dan Rp
antar pohon, maupun dalam satu pohon
2.917,27/m3.km
yang sama yang dapat menimbulkan
• Suhartana & Yuniawati (2016) beberapa kesulitan dalam penggunaan
penelitian di IUPHHK-HT menunjukkan kayu.
bahwa rata-rata produktivitas
pengangkutan kayu dengan sampan Sejak tahun 1914, untuk mengenal
besi dan ponton 116,379 m3/jam serta jenis kayu yang terdapat di Indonesia
menggunakan truk 111,602 m3/jam telah dilakukan pengumpulan material
herbarium dan contoh kayu yang autentik
di Xylarium Bogoriense 1915, Pusat Litbang
Hasil Hutan (P3HH). Material diperoleh
B. Sifat dan Pengolahan Hasil Hutan Kayu
dari berbagai petak contoh yang sengaja
B.1. Pengertian dibuat di beberapa wilayah hutan tertentu,
maupun dari kegiatan ekspedisi ke seluruh
Sifat dan Pengolahan Hasil Hutan Kayu pelosok tanah air. Kegiatan tersebut masih
yang akan dikupas mencakup Sifat Dasar berlangsung hingga saat ini.
Kayu (4 kegiatan), Pengolahan Kayu untuk
Jumlah koleksi di Xylarium Bogoriense
menghasilkan bahan baku pembuatan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 303
Teknologi dan Industri Kehutanan

1915 saat ini lebih dari 200.000 spesimen perbesaran.


kayu yang tergolong ke dalam 110 suku,
785 marga, dan 3,668 jenis kayu. Selain itu Struktur anatomi kayu dapat dilihat pada
juga terdapat 4.000 spesimen koleksi kayu tiga bidang orientasi atau penampang,
dari luar negeri dari proses tukar menukar yaitu bidang aksial, radial, dan tangensial
specimen kayu dengan xylarium di negara (Gambar 5.26) dengan ukuran selnya
lain. Saat ini, Xylarium Bogoriense juga milimeter ke atas. Pengamatan ciri
telah mengumpulkan koleksi bambu dan makroskopis dilakukan langsung pada
rotan sebanyak lebih dari 100 jenis. Sejak contoh uji yang telah diketam. Ciri
tahun 2018, Xylarium Bogoriense 1915 makroskopis atau ciri umum yang diamati
telah menjadi xylarium terbesar di dunia dengan mata telanjang atau dengan
untuk kategori jumlah koleksinya. bantuan loup dengan perbesaran 5-10 kali
meliputi warna, corak, tekstur, arah serat,
Sifat dasar kayu terdiri dari sifat anatomi, kesan raba, kilap, kekerasan, bau, dan ciri
keawetan, keterawetan, fisis mekanis, khusus lainnya (Mandang & Pandit, 1997).
pengeringan dan kimia kayu. Sifat
dasar tersebut digunakan sebagai dasar Pengamatan ciri mikroskopis dilakukan
penentuan kualitas kayu untuk tujuan pada sayatan mikrotom yang dibuat
penggunaan yang tepat. menggunakan metode (Sass, 1961) dan
preparat maserasi untuk pengukuran
a. Anatomi Kayu dimensi serat yang dipersiapkan secara
khusus menggunakan metode Forest
Pengamatan struktur anatomi kayu sangat Product Laboratory (Rulliaty, 1994).
penting sebagai dasar penentuan jenis Pengamatan ciri anatomi kayu dilakukan
kayu. Berdasarkan metode pengamatan, berdasarkan standard dari International
struktur anatomi kayu terdiri atas: Association of Wood Anatomists (IAWA)
Pengamatan
1) Struktur makroskopis, yaitu ciri anatomi
struktur kayu kayu dilakukan
yaitu (Wheeler et al., 1989) berdasarkan
untuk kayustandard d
yang dapat diamati dengan kasat mata
International Association daun of Wood
lebar dan Anatomists (IAWA)
(Baas et al., 2004) yaitu (Whee
untuk
atau dengan bantuan kaca pembesar kayu daun jarum.
et al., 1989) untuk kayu daun lebar dan (Baas et al., 2004) untuk k
(loupe, 10-15 kali perbesaran)
daunstruktur
2) Struktur mikroskopis, yaitu jarum. kayu
yang dapat diamati dengan jelas dengan
menggunakan mikroskop cahaya (100- Empulur
500 kali perbesaran) Kayu gubal Kayu teras
3) Struktur submikroskopis, yaitu struktur
kayu yang dapat diamati melalui
mikroskop elektron (1000-10.000 kali
perbesaran)
4) Struktur nano, yaitu struktur
submikroskopis yang hanya dapat
diamati dengan tambahan peralatan
sehingga perbesarannya dapat mencapai
sejuta kali perbesaran
5) Struktur molekuler, yaitu struktur
submikroskopis yang dapat diamati
dengan tambahan satu atau lebih
peralatan sehingga perbesarannya Gambar 5.26. Bidang orientasi kayu
dapat mencapai lebih dari sejuta Gambarkali 1. Bidang orientasi kayu
(Schoch (Schoch
et al., 2004) et al 2004)

Penetapan dimensi serat dan perhitungan nilai turunnya dilakuk


berdasarkan Silitonga et al. (1972), sedangkan kualitas seratnya ditetapk
Pengamatan ciri anatomi kayu dilakukan berdasarkan standard dari
International Association of Wood Anatomists (IAWA) yaitu (Wheeler

Vademecum
et al., 1989) untuk kayu daun lebar dan (Baas et al., 2004) untuk kayu
304
ciri anatomi kayu dilakukandaun jarum.
berdasarkan standard dari
Kehutanan Indonesia 2020
Association of Wood Anatomists (IAWA)Teknologi dan Industri Kehutanan
yaitu (Wheeler
untuk kayu daun lebar dan (Baas et al., 2004) untuk
Kayukayu
gubal
Empulur
Kayu teras

Penetapan dimensi serat dan perhitungan 25-1000 kali meliputi:


Kayu gubal nilai turunnya dilakukan berdasarkan a) Pori/pembuluh: susunan, bentuk,
Empulur
Kayu teras
Silitonga et al. (1972), sedangkan kualitas sebaran, diameter, frekuensi, tipe
seratnya ditetapkan dengan mengikuti bidang porforasi, dan tipe ceruk
laporan Rachman dan Siagian (1976). b) Jari-jari: tipe, ukuran, frekuensi, isi sel,
Turunan dimensi serat meliputi Runkel dan ada tidaknya susunan bertingkat
Ratio (RR), Felting Power (FP), Muhlsteph c) Parenkim: tipe, bentuk, frekuensi, isi
Ratio (MR), Gambar
Coefficient Rigidity (CR), dan
1. Bidang orientasi kayu (Schoch et al 2004)
sel, dan tipe ceruk
Flexibility Ratio (FR). d) Saluran interselular, ukuran, susunan,
Penetapan dimensi serat dan perhitungan nilai turunnya dilakukan dan isi
Kualitas
ar 1. Bidang orientasi serat
kayu (Schoch diklasifikasikan
et al 2004) berdasarkan e) Dimensi
berdasarkan Silitonga et al. (1972), sedangkan kualitas seratnya ditetapkan serat
kriteriadenganyang
mengikutidisajikan padadanTabel
laporan Rachman 5.4. Turunan dimensi
Siagian (1976).
Rumus
dimensi serat dan serat yang
perhitunganmeliputi digunakan
nilai turunnya adalah
(RR),
dilakukan
Runkel Ratio Felting sebagai
Power (FP), Muhlsteph Ratio
onga et al. (1972), (MR),kualitas
sedangkan seratnya
Coefficient (CR), dan Flexibility Ratio (FR).
ditetapkan
Rigidity
berikut: 2) Anatomi Kayu Daun Jarum
i laporan Rachman dan Rumus Siagian yang digunakan
(1976). Turunanadalah sebagai berikut:
dimensi
unkel Ratio (RR), Felting Power 2w (FP), Muhlsteph Ratio (d 2  l 2 ) l
RR  Ratio (FR).
Rigidity (CR), dan Flexibility FP 
L
MR   100% CR 
w Kayu
FR  daun jarum juga memiliki sel-
l d d2 d d
nakan adalah sebagai berikut: sel yang bersifat prosenkim maupun
dimana, w: tebal dinding; l: diameter lumen; L: panjang serat; d : diameter
L (d 2  l 2 ) w l parenkim, namun strukturnya lebih
 MR   100% CR  FR 
d d
d 2 Kualitas serat diklasifikasikan d
berdasarkan kriteria yang disajikansederhana
pada dibanding struktur kayu
Tabel
Keterangan:
l dinding; l: diameter lumen; L: 2.
panjang serat; d : diameter daun lebar. Susunan arah longitudinal
w: tebal dinding; l: diameter lumen;
klasifikasikan berdasarkan kriteria yang disajikan pada
yang bersifat prosenkim terdiri atas sel
L: panjang serat; d : diameter trakeid, trakeid berdamar, trakeid rantai,
sedangkan sel yang bersifat parenkim
terdiri atas sel parenkim aksial dan
1) Anatomi Kayu Daun Lebar sel 4 epitel. Susunan arah transversal
Sel-sel penyusun kayu daun lebar terdiri yang bersifat prosenkim terdiri atas
dari lima macam sel pokok, 4 yaitu sel trakeid jari-jari, sedangkan yang bersifat
pembuluh, sel serabut, sel parenkim, sel parenkim tersusun atas sel parenkim
trakeid, dan sel jari-jari. Lima macam sel jari-jari dan sel epithel jari-jari.
tersebut sangat penting dan berfungsi Khusus untuk praktek identifikasi
sebagai objek pengamatan ciri-ciri secara mikroskopis pada kayu daun
anatomi dalam mengidentifikasi jenis jarum, bentuk/tipe percerukan pada
kayu daun lebar bidang silang antara jari-jari dengan
Pengamatan ciri mikroskopis dilakukan sel trakeid sangat membantu dalam
dengan bantuan mikroskop perbesaran mengidentifikasi jenis. Tipe percerukan

Tabel 1. Kriteria kualitas serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas
Tabel 5.4. Kriteria kualitas serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas
Kelas I Kelas II Kelas III
Kriteria
Syarat Nilai Syarat Nilai Syarat Nilai
L (mm) > 2.000 100 1.000-2.000 50 < 1.000 25
RR < 0,25 100 0,25-0,50 50 0,50-1,0 25
FP > 90 100 50-90 50 < 50 25
MR < 30 100 30-60 50 60-80 25
FR > 0,80 100 0,50-0,80 50 < 0,50 25
CR < 0,10 100 0,10-0,15 50 > 0,15 25
Interval 450-600 225-449 < 225
sumber: Rachman dan Siagian (1976)

Sumber: Rachman dan Siagian (1976)

1) Anatomi kayu daun lebar


Sel-sel penyusun kayu daun lebar terdiri dari lima macam sel
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 305
Teknologi dan Industri Kehutanan

tersebut, yaitu: oval, lebih besar daripada halaman


a) Fenestriform atau bentuk seperti noktah dan included. Contohnya
jendela, cirinya berupa noktah (pith) seperti pada jenis kayu dari suku
dan apertur besar berbentuk persegi. Taxodiaceae, Pinaceae (Abies sp.,
Contohnya terdapat pada soft pines, Cedrus sp.), Cupressaceae (Thuja sp.),
redpines, Pinus strobus, dan Pinus dan Podocarpaceae.
sylvestris f) Araucarioid, cirinya noktah individu
b) Pinoid, cirinya berupa noktah lebih umumnya cupressoid, susunan noktah
kecil, ada atau tidak ada halaman. selang-seling dan biasanya terdiri dari
Contohnya banyak terdapat pada tiga atau lebih noktah yang cenderung
Pinus resinosa dan Pinus ponderosa bergerombol, noktah individu
c) Piceoid, cirinya bentuk noktah elip, sering memiliki bentuk poligonal
halaman lebih luas, arpertur sempit (bersudut). Contohnya terdapat
dan extended (keluar). Contohnya pada Araucariaceae (Aaraucaria sp.,
terdapat pada Picea spp., Larix spp., Agathis sp., Wollemia sp.).
Pseudotsuga spp., dan Tsuga spp.
d) Cupressoid, cirinya berupa bentuk Contoh diskripsi ciri umum dan anatomi
noktah elip, arpetur elip, apertur kayu, disajikan pada Tabel 5.5.
included (ke dalam). Misalnya b. Identifikasi Kayu
terdapat pada jenis kayu anggota
suku Cupressaceae, Podocarpaceae, Indonesia adalah negara mega-biodiversitas
Taxaceae dan Araucariaceae. dengan sekitar 4.000 jenis pohon penghasil
e) Taxodioid, cirinya berupa apertur kayu. Setiap kayu memiliki karakter
sangat besar, bentuk bulat sampai berbeda sehingga penggunaan kayu yang
Tabel 2.1. Contoh diskripsi ciri umum dan anatomi kayu
Tabel 5.5. Contoh diskripsi ciri umum dan anatomi kayu
Jenis Kayu/ Nama Deskripsi Penampang Lintang
Ilmiah/Famili Ciri Umum Ciri Anatomi Makroskopis
Agathis (damar)/ Warna putih sampai kuning Pembuluh tidak ada, parenkim
Agathis sp. jarami, corak polos, sangat tidak ada atau jarang, jari-jari
(Araucariaceae) halus, arah serat lurus, sempit dan jarang hingga agak
mengkilap, licin, agak lunak jarang serta ukurannya
hingga agak keras pendek sekali, jari-jari berisi
damar sehingga timbul bintik
coklat pada penampang radial
Akasia/ Acacia sp. Warna coklat berbatas Pori soliter dan berganda
(Leguminosae) tegas dengan gubal radial (2-3 pori), parenkim
berwarna kuning pucat, selubung, terkadang bentuk
corak polos, halus hingga sayap, jari-jari sempit, pendek
kasar, arah serat lurus, agak dan jarang
mengkilap, licin, agak keras
hingga keras

Ara/ Ficus sp. Warna putih hingga kuning Pembuluh soliter dan
(Moraceae) coklat dan muda keabuan, berganda radial (2-3 (6))
corak polos atau bergaris, dengan ukuran besar hingga
serat lurus dan berpadu, sangat besar, parenkim
agak kasar hingga kasar, selubung dan pita panjang
tidak mengkilap dan agak yang tebal dan berjarak
lunak teratur, jari-jari agak lebar,
saluran radial ada dalam jari-
jari
306 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Tabel 5.5. (lanjutan)


Jenis Kayu/ Nama Deskripsi Penampang Lintang
Ilmiah/Famili Ciri Umum Ciri Anatomi Makroskopis
Balau/ Shorea sp. Warna kuning kecoklatan, Pori sebagian besar soliter dan
(Dipterocarpaceae) batas tegas dengan gubal lainnya berganda radial (2-3),
berwarna lebih muda, corak tilosis banyak/jarang,
polos atau berjalur-jalur, parenkim selubung dan
halus hingga kasar, serat bentuk sayap hingga konfluen,
lurus hingga terpilin atau saluran aksial dalam deret
berpadu, keras hingga tangensial pendek hingga
sangat keras panjang, jari-jari agak sempit,
jarang dan ukurannya pendek

Bayur/ Warna merah muda hingga Pori umumnya berganda


Pterospermum sp. coklat ungu dengan gubal radial (2-3), parenkim baur
(Sterculiaceae) putih kelabu, corak polos, atau kelompok baur, jari-jari
arah serat hinggaberpadu, dua macam (lebar dan agak
agak kasar, agak kusam sempit), ada tanda krinyut
hingga mengkilap, agak pada bidang tangensial
lunak hingga agak keras

Bentawas/ Warna putih hingga kuning Pori umumnya bererganda


Wrightia sp. pucat, halus, lurus dan agak radial (2-3) ada yang 8,
(Apocynaceae) berpadu, agak mengkilap, parenkim kelompok baur atau
licin, agak lunak hingga agak garis tangensial pendek, jari-
keras jari agak sempit pendek dan
banyak

Eboni/ Diospyros Warna hitam dengan gubal Pori soliter dan berganda
sp. (Ebenaceae) putih, polos hitam ada yang radial (2-5) terkadang 7 dan
bercorak garis, halus hingga terkadang ada tilosis,
agak kasar, serat lurus atau parenkim paratrakea jarang
agak berpadu, keras hingga membentuk jala dengan jari-
sangat keras jari, jari-jari sempit pendek
dan banyak

Gaharu/ Aquilaria Warna putih krem, polos, Pori sebagian besar ganda
sp. Thymeleaceae) arh serat lurus, agak halus, radial (2-3) terkadang 4 dan
agak mengkilap dan lunak agak jarang, parenkim
paratrakea jarang, jari-jari
sempit, kulit tersisip banyak
tersebar

Jati/ Tectona Warna kuning emas Pori tata lingkar sebagian


grandis kecoklatan hingga coklat berisi deposit warna putih dan
(Limiaceae; d/h kemerahan dengan gubal ada tilosis, parenkim selubung
Verbenaceae) putih agak keabu-abuan, tipis hingga pita marjinal, jari-
dekoratif dan berminyak, jari lebar
agak kasar hingga kasar,
serat lurus, bergelombang
hingga agak berpadu,
lingkar tumbuh sangat jelas

Sumber: Database Xylarium Bogoriense 1915, P3HH


Sumber : Database Xylarium Bogoriense, P3HH

b. Identifikasi kayu (Ratih Damayanti)

8
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 307
Teknologi dan Industri Kehutanan

tidak sesuai sifatnya akan menyebabkan kayu yang tepat.


kerugian dan kerusakan pada hutan akibat
pemborosan penggunaan kayu. Dalam proses pengolahan di industri,
tidak dapat dilakukan pencampuran
Penentuan jenis kayu yang tepat juga kayu yang mudah dengan kayu yang
merupakan aspek penting untuk penegakan sulit diawetkan. Hal ini karena perlakuan
hukum sektor lingkungan hidup dan yang sama akan menyebabkan kayu
kehutanan. Kesalahan penentuan jenis yang susah diawetkan belum mencapai
kayu baik disengaja maupun tidak dapat kondisi optimum sehingga dalam
menimbulkan kerugian finansial baik bagi penggunaannya, umur pakai kayu tidak
negara maupun pengusaha. sesuai dengan yang diharapkan.
Secara ekonomi, mengetahui jenis kayu Dalam proses pengeringan kayu, berbagai
secara tepat memungkinkan pemanfaatan jenis kayu tidak dapat dicampur karena
kayu secara efektif dan efisien. Misal untuk setiap jenis membutuhkan perlakuan
penggunaan sebagai palet, dibutuhkan kayu suhu dan kelembaban berbeda.
dalam kelas kuat dan kelas awet sedang. Mengeringkan kayu bersama-sama
Penggunaan kayu bagus justru merupakan sekaligus akan menyebabkan kayu yang
pemborosan sumber daya alam. tidak toleran pada perlakuan tersebut
akan mengalami kerusakan permanen,
Dengan mengenal jenis kayu, tidak hanya yang tentu saja menimbulkan kerugian
akan diketahui bahwa menggunakan yang besar secara finansial.
kayu sengon yang tidak diawetkan untuk
membangun rumah adalah berbahaya, 2) Mengantisipasi pemalsuan tanaman
namun juga dapat merekonstruksi obat sehingga dapat memberikan
ekosistem hutan saat dinosaurus dulu manfaat kesehatan yang optimal
hidup.
Tanpa pengetahuan identifikasi kayu,
Definisi identifikasi kayu berdasarkan cukup sulit untuk membedakan kayu
Standar Nasional Indonesia (SNI) 8491- pasak bumi yang palsu maupun
2018: Identifikasi Jenis Kayu Secara tiruannya (Gambar 5.27). Tampilan yang
Makroskopis, adalah penetapan nama mirip namun khasiat yang berbeda,
suatu jenis kayu berdasarkan struktur dapat membuat pembeli harus merogoh
anatomi. Sedangkan teknik identifikasi kayu kocek mahal untuk membayar kayu
adalah tata cara penetapan nama suatu bidara laut, namun saat digunakan, tidak
jenis kayu berdasarkan struktur anatomi. memberikan khasiat sebagai obat kuat
sesuai yang diharapkan.
Dalam SNI tersebut dibahas secara detail
mengenai penggolongan kayu, berbagai Penelitian struktur anatomi kayu
bidang pengamatan kayu, definisi dan berkhasiat obat telah dilakukan sejak
contoh ciri umum dan ciri makroskopis, tahun 1980-an oleh peneliti anatomi
serta bagaimana melakukan teknik-teknik kayu P3HH untuk dasar pemilahannya.
melalukan identifikasi kayu.
Identifikasi kayu sangat penting karena:
3)
Mendukung studi Paleobotani untuk
1) Untuk mendukung industri perkayuan. rekonstruksi iklim masa lampau
Setiap jenis kayu memiliki karakter
berbeda sehingga identifikasi kayu Berbagai penelitian telah dilakukan
memungkinkan metode pengolahan peneliti anatomi kayu P3HH untuk
308 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

masa lalu, hutan Jawa didominasi kayu-


kayu dari Famili Dipterocarpaceae yang
saat ini sudah punah. Hasil penelitian
tersebut memperkuat teori bahwa pulau
Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Asia
dulunya bersatu.
Dari penelitian Paleobotani tersebut,
muncul keprihatinan yang diwujudkan
dalam Policy Brief oleh KLHK tahun
2017 mengenai Penyelamatan Sejarah
Hutan Tropis Purba melalui Konservasi
Fosil Kayu. Ini bertujuan untuk
mengendalikan perdagangan fosil kayu
yang saat ini telah dieksploitasi besar-
besaran untuk diperjualbelikan, tanpa
sempat mendapatkan informasi ilmiah di
dalamnya.

Gambar 5.27. Atas: Produk Pasak Bumi Asli dan 4) Arkeologi


Palsu yang Beredar di Pasaran; Bawah: Wajah
Makroskopis Kayu Pasak Bumi Asli (Kiri),
Mengidentifikasi jenis kayu yang
Wajah kayu pasa bumi asli (kiri), dan wajah kayu pasak bumi
dan Palsu (Kayu Bidara Laut, Kanan)
palsu digunakan perahu kuno dapat menguak
(kayu bidara laut)
(Sumber: Lab. Anatomi Lignoselulosa P3HH) sejarah perdagangan di masa lalu.
(Dok. Lab. Anatomi Lignoselulosa P3HH) Identifikasi kayu pada bangunan kuno
• Mendukung studi Paleobotani untuk rekonstruksi iklim masa juga memungkinkan restorasi bangunan
mengidentifikasi fosil kayu. Diawali
lampau yang membutuhkan penggunaan jenis
tahun 1990-an oleh anatomiwan kayu kayu yang sama.
Indonesia, YI Mandang, pengetahuan
identifikasi fosil kayu dapat membantu
11 Hasil identifikasi kayu pada perahu kuno
analisis distribusi tumbuhan saat ini dan yang ditemukan di Bojonegoro tahun
masa lampau. Terkuak fakta bahwa pada 2005 menunjukkan bahwa kerangka
dan dinding perahu dibuat dari kayu jati

Gambar 5.28. Fosil Kayu di Daerah Leuwiliang, Jawa Barat


(Sumber: Lab. Anatomi Lignoselulosa P3HH)
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 309
Teknologi dan Industri Kehutanan

(Tectona grandis) dan pasaknya dari kayu perdagangan Indonesia untuk penentuan
jambu jine (Flidersia sp. – Rubiaceae). pajak kayu perdagangan
Jambu jine ini hanya terdapat di bagian
timur Indonesia. Hasil penelitian Pada tahun 2016, P3HH mengadakan
menunjukkan bahwa perahu digunakan studi untuk merevisi Surat Keputusan
pada jaman Kesultanan Gowa di Sulawesi Menteri Kehutanan (Kepmenhut)
dan Kesultanan Mataram di Jawa. Perahu Nomor 163/Kpts-II/2003 tentang
dibuat di Sulawesi dimana spesies jati Pengelompokan Jenis Kayu sebagai
dan jambu jine ada di sana, kemudian Dasar Pengenaan Iuran Kehutanan.
berlayar ke Jawa lalu tenggelam di Dalam Kepmenhut tersebut masih
Bojonegoro. ditemui kriteria yang kurang jelas, salah
satunya mengenai pengelompokan kayu
5) Mendukung studi tentang kualitas dan berdasarkan parameter keindahan.
pemanfaatan kayu Hasil studi dituangkan dalam buku
Pengelompokan Jenis Kayu Perdagangan
Studi pencarian pengganti kayu jelutung Indonesia dan Policy Brief oleh Djarwanto
untuk bahan baku batang pensil pada dkk.
tahun 1996 dan 2003 oleh Mandang
dan Suhendra menuju pada suatu 7) Bio-forensik
kesimpulan bahwa mudah tidaknya
kayu diserut dipengaruhi oleh struktur Bagi petugas penegak hukum di
anatomi kayu dan kerapatan kayunya. lapangan, masa penahanan tersangka
Kayu yang memiliki parenkim bentuk
jala atau garis-garis tangensial pendek
berjarak rapat lebih mudah diserut.
Hasil pengukuran dimensi serat dan nilai
turunannya memungkinkan diketahui
kualitas kayu untuk bahan baku pulp dan
kertas, baik kertas tulis, kertas bungkus,
hingga karton pengepak.
Pengetahuan identifikasi kayu juga Djarwanto
Ratih Damayanti
memungkinkan mencari pengganti kayu Jamal Balfas
Efrida Basri
pok, Guaiacum officinale asal Brasil Jasni
I.M. Sulastiningsih
yang memiliki karakter sangat berat dan Andianto
D. Martono

mengandung 25% resin yang berfungsi Gustan Pari


Adang Sopandi

sebagai pelumas. Kayu pok digunakan Mardiansyah


Krisdianto

sebagai penyangga propeller baling-


baling kapal laut. Kayu dengan sifat Penerbit
FORDA PRESS
seperti itu tidak ada di Indonesia.
Penerbitan untuk:

Hasil penelitian Mandang dan


Barly (1996) menunjukkan bahwa Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi

kayu Elateriospermum tapos dan


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Xantophyllum stipitatum yang memiliki Gambar 5.29. Penetapan Kriteria Baru untuk
berat jenis tinggi dapat diimpregnasi Pengelompokan Jenis Kayu Perdagangan
secara mudah karena memiliki parenkim Indonesia
pita bentuk rapat. (Djarwanto et.al., 2017)

6)
Dasar pengelompokan jenis kayu
310 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

maksimal hanya 24 jam. Apabila petugas Anatomi Lignoseluloa P3HH yaitu:


tidak dapat membuktikan bahwa kayu • Pemeriksaan kayu di pelabuhan
yang ditebang atau diperdagangkan bersama Bea Cukai
statusnya illegal, maka tersangka harus • Pemeriksaan jenis fosil kayu di
dilepas. Apabila memang kayu tersebut Museum Geologi
illegal, maka negara dirugikan. • Pemeriksaan jenis kayu yang
digunakan dalam proyek pengadaan
Peneliti anatomi kayu P3HH banyak perahu di Wakatobi
membantu Badan Revitalisasi Industri • Pemeriksaan jenis kayu di Kedutaan
Kehutanan (BRIK), Bea Cukai, dan Qatar
Direktorat Jendral Penegakan Hukum
KLHK dalam mengidentifikasi kayu Metode identifikasi kayu yang digunakan
yang akan diekspor untuk mencegah dalam pengujian identifikasi kayu oleh
penyelundupan serta berbagai kasus Laboratorium Anatomi Lignoselulosa
penebangan liar lainnya. P3HH seperti yang disajikan pada
Gambar 5.30.
Kasus lain yang pernah ditangani
umumnya karena ketidakcocokan Identifikasi kayu merupakan salah
penulisan jenis kayu dalam dokumen satu tupoksi P3HH, satu-satunya
keterangan sahnya hasil hutan, dokumen institusi dengan kompetensi kepakaran
kontrak renovasi perumahan dan yang didukung Xylarium Bogoriense
gedung, dokumen kontrak pengadaan 1915, pusat koleksi kayu terbesar
perahu, serta janji penggunaan jenis di dunia sebagai sumber referensi
kayu tertentu seperti yang tertera di akurat identifikasi kayu. Keterbatasan
brosur-brosur pengembang perumahan. teknologi dan kemampuan SDM yang
Kesalahan penggunaan kayu yang ada menyebabkan identifikasi kayu
tidak tepat bahkan dapat mengancam hanya dapat dilakukan oleh peneliti atau
jiwa terutama jika kayu-kayu tersebut petugas terlatih dan berpengalaman
digunakan pada bagian yang vital dalam telah mendorong P3HH menginisiasi
rumah, misal bagian atap. inovasi pengembangan alat identifikasi
kayu otomatis sejak 2011.
Pada dokumen V-Legal SVLK (Sistem
Verifikasi Legalitas Kayu) untuk ekspor Diberi nama Alat Identifikasi Kayu
kayu, pengisian kolom jenis kayu selama Otomatis-Kementerian Lingkungan
ini jarang bisa dilakukan secara tepat Hidup dan Kehutanan, atau disingkat
karena kesulitan dalam penentuan AIKO-KLHK, inovasi ini memuat 823
jenis. Kesalahan jenis dapat merugikan jenis kayu perdagangan Indonesia
negara terutama jika kayu tersebut termasuk jenis kayu tertentu sesuai
termasuk kayu mewah namun dituliskan permintaan Bea Cukai. Aplikasi ini telah
sebagai kayu rimba campuran yang dimanfaatkan publik sebagai alat bantu
pajaknya rendah. Kesalahan penulisan dalam pembelajaran dan penyelesaian
jenis juga menyebabkan turunnya permasalahan di lapangan terkait
kredibilitas dokumen V-Legal yang dapat perdagangan kayu, tertib peredaran,
menimbulkan pemberian sanksi oleh dan tata usaha kayu. Tercatat 1.835
negera tujuan ekspor. pengguna yang telah memanfaatkan
AIKO-KLHK (rating 4,75; 1-5). Pada 2020
Beberapa pengujian identifikasi kayu ditambahkan 350 jenis kayu dengan
yang berhubungan dengan penegakan penyajian informasi dalam dua bahasa.
hukum yang dilakukan oleh Laboratorium
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 311
Teknologi dan Industri Kehutanan

Gambar 5.30. Metode Identifikasi Kayu


(Sumber: Lab. Anatomi Lignoselulosa P3HH)

Pengembangan AIKO-KLHK dimaksudkan sistem Android dimana Malaysia


untuk memindahkan kemampuan ‘otak menggunakan IOS dan lensa yang lebih
manusia’ pada sebuah sistem yang dapat mahal (Malaysia mengembangkan
mengenali kayu melalui serangkaian sejak 2015), Jepang mengembangkan
proses pelatihan pengenalan wajah berdasarkan citra mikroskopis (AIKO-
kayu. Inovasi ini diharapkan dapat KLHK menggunakan citra makroskopis)
mempercepat proses identifikasi jenis sehingga proses penyiapan sampel lebih
kayu agar dapat memberikan layanan sulit, lebih lama dan lebih mahal, dan
uji identifikasi secara cepat dan mandiri belum pada tahap aplikasi portable. USA
kepada para pemangku kepentingan telah mengembangkan Xylotron, namun
yang terus meningkat setiap tahun. penggunaannya tidak sepraktis AIKO-
KLHK karena sensor harus dilakukan
Inovasi ini asli yang dikembangkan sejak pada tiga penampang, sedangkan AIKO-
tahun 2011 oleh P3HH bekerjasama KLHK cukup satu penampang yaitu
dengan berbagai pihak. Negara lain penampang melintang kayu.
seperti Malaysia, Jepang dan Amerika
Serikat juga mengembangkan teknologi AIKO-KLHK memberikan informasi visual
identifikasi kayu, namun kebaruan wajah kayu sebagai acuan petugas
dari AIKO-KLHK adalah menggunakan lapangan memeriksa kebenaran jenis

Gambar 5.31. Koleksi Kayu dan fosil kayu Xylarium Bogoriense 1915 P3HH
(Sumber: Lab. Anatomi Lignoselulosa P3HH)
Koleksi kayu dan fosil kayu Xylarium Bogoriense 1915 P3HH
(Dok. Lab. Anatomi Lignoselulosa P3HH)
312 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

kayu yang diperdagangkan. Informasi keberlangsungan dan kemanfaatannya.


status konservasi berdasarkan
PermenLHK, CITES (Convention on Secara ekonomi, AIKO-KLHK dapat
International Trade in Endangered membantu meningkatkan kinerja
Species) dan IUCN (International industri perkayuan melalui pemanfaatan
Union for Conservation of Nature and kayu secara tepat. Penggolongan
Natural Resources) dapat menjadi filter kelas komersial kayu yang tepat dapat
perdagangan kayu dilindungi. membantu meningkatkan pendapatan
negara dari PNBP yang dibayarkan atas
Pengguna dapat mengetahui apakah kayu produk hasil hutan yang diperjualbelikan.
tersebut boleh diperdagangkan sekaligus Penggunaan AIKO-KLHK oleh petugas Bea
mengetahui status kelangkaannya Cukai di pelabuhan dapat mempercepat
di alam. AIKO-KLHK membantu keputusan masa tunggu kontainer
mempercepat proses penegakan hukum sehingga dapat memangkas biaya.
LHK serta meningkatkan kredibilitas
Dokumen V-Legal SVLK yang merupakan Dari aspek sosial, AIKO-KLHK membantu
dasar perdagangan kayu legal. mempercepat proses penegakan hukum
lingkungan hidup, dapat membantu
Ke depan, AIKO-KLHK dapat memastikan akurasi dan meningkatkan
mengintegrasikan jenis kayu dari berbagai kredibilitas dokumen V-Legal dalam
wilayah untuk acuan pendataan/ Timber Legality Assurance System. Di
pemetaan jenis kayu di Indonesia. AIKO- mata internasional, kredibilitas dokumen
KLHK berkembang untuk membedakan ini sangat penting untuk meningkatkan
asal lokasi geografis, tempat tumbuh perdagangan kayu legal. Produk
(hutanKoleksi
alam/hutan tanaman), hingga
kayu dan fosil kayu Xylarium kayu yang memenuhi
Bogoriense syarat legalitas
1915 P3HH
kapan pohon ditebang. Hal ini penting kayu memiliki daya tawar yang tinggi
(Dok. Lab. Anatomi Lignoselulosa
untuk mendukung perdagangan kayu
P3HH)
khususnya untuk negara maju.
legal, mengurangi illegal logging, dan
menjaga kelestarian hutan. Dari aspek lingkungan, informasi status
Pengembangan AIKO-KLHK dimaksudkan untukkayu memindahkan
konservasi suatu juga membantu
AIKO-KLHK mudah dibawa dan upaya perlindungan kayu tersebut dari
kemampuan ‘otak manusia’ pada sebuah sistem
digunakan, dan dapat diperoleh secara
yang dapat mengenali kayu
kepunahan. Penggunaan kayu secara
melalui serangkaian
gratis sehingga prosespengguna
menjangkau pelatihan pengenalan
tepat dapat wajah kayu. Inovasi
menghemat ini
sumber daya
secara lebihdapat
diharapkan luas. mempercepat
Penambahan data alam.
proses identifikasi Pengembangan
jenis kayu agar AIKO-KLHK
dapat
dan penyempurnaan dilakukan untuk dapat membedakan kayu dari
memberikan
terus-meneruslayananuntukuji identifikasi
menjamin secarahutancepat dan mandiri
tanaman dan hutankepada para
alam dapat
pemangku kepentingan yang terus meningkat setiap tahun.

Gambar 5.32. Alat Identifikasi Kayu Otomatis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (AIKO-KLHK)
(Sumber: Lab. Anatomi Lignoselulosa P3HH)
Alat Identifikasi Kayu Otomatis Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (AIKO-KLHK)
(Dok. Lab. Anatomi Lignoselulosa P3HH)
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 313
Teknologi dan Industri Kehutanan

membantu memastikan kelestarian membentuk kerangka yang dikelilingi oleh


sumber daya hutan untuk menggunakan senyawa-senyawa lain yang berfungsi
kayu hasil budidaya serta menurunkan sebagai matriks (hemiselulosa) dan bahan-
illegal logging. Secara ekonomi, sosial, bahan yang melapisi (lignin), sementara zat
dan lingkungan, inovasi ini sangat ekstraktif merupakan bagian terkecil dari
bermanfaat dan akan terus dibutuhkan. kayu yang mengisi rongga sel kayu.
Metode identifikasi kayu akan terus a)
Selulosa, merupakan komponen
berkembang dengan memanfaatkan terbesar dari kayu, kurang lebih
berbagai teknologi karakterisasi material. setengah dari komponen kayu.
Berbagai metode yang telah dan Selulosa merupakan polimer linier
kemungkinan dapat digunakan adalah dengan berat molekul tinggi yang
seperti ilustrasi pada Gambar 5.33. tersusun seluruhnya atas β-D-glukosa.
Karena sifat-sifat kimia dan fisikanya
maupun struktur supramolekulnya
c. Kimia dan Kalor maka ia dapat memenuhi fungsinya
sebagai komponen struktur utama
Pengujian kimia dan kalor kayu telah dinding sel tumbuhan.
dilakukan di Kementerian Kehutanan sejak
tahun 1911. Tujuannya untuk mengetahui Selulosa berwarna putih, tidak larut
komponen kimia dan nilai kalor suatu jenis dalam pelarut organik netral seperti
kayu serta kemungkinan penggunaannya. air, eter, benzena dan etil alkohol,
1) Kimia kayu. Kandungan kimia kayu terdiri tetapi mudah larut dalam larutan asam
atas selulosa, hemiselulosa, lignin, zat sulfat 72%, larutan cupri amonium dan
ekstraktif organik dan anorganik. Selulosa larutan besi (III) tartrat. Berat molekul
selulosa bervariasi dari 50.000-2,5

Gambar 5.33. Perkembangan Metode Identifikasi Kayu


(Sumber: Lab. Anatomi Lignoselulosa P3HH)
314 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

juta tergantung pada sampel. Selulosa Penggunaan selulosa asetat


merupakan polimer linier dengan dengan pelarut 2-metoksietanol
unit-unit dan ikatan yang seragam digunakan pada industri
dan ukuran rantai molekul dinyatakan plastik dan cat laker, dengan
dengan derajat polimerisasi yaitu pelarut aseton digunakan pada
perbandingan antara berat molekul pembuatan benang dan film
selulosa dengan barat molekul satu fotografi dan dengan pelarut
unit glukosa. Derajat polimerisasi kloroform digunakan pada
selulosa berkisar 7.000-15.000. industri kain dan benang.
Selulosa dapat menghasilkan berbagai Metil selulosa digunakan pada
macam produk yaitu: industri farmasi sebagai zat
pendispersi, dan pengental,
(1) Turunan-turunan dari selulosa emulgator dan pembasah
tergantung dari pereaksi yang yang digunakan pada tetes
digunakan sebagaimana pada mata, kosmetik dan pasta gigi.
Tabel 5.6. Carboxy metil selulosa (CMC)
Turunan selulosa yang paling digunakan pada industri pangan
penting adalah ester selulosa sebagai penstabil, pengental dan
(contoh: selulosa asetat dan pengemulsi pada bahan pangan
selulosa nitrat) dan eter selulosa seperti pada industri pembuatan
(contoh: metil selulosa, etil es krim.
selulosa, hidroksietil selulosa). (2) Pulp dan kertas. Pulp didefinisikan
Penggunaan selulosa nitrat sebagai kumpulan serat individu
dengan pelarut etanol digunakan yang diperoleh melalui perlakuan
pada industri plastik dan cat laker, khusus (mekanis, kimia, panas,
dengan pelarut methanol, ester atau kombinasinya) terhadap kayu
aseton, metal etil keton digunakan atau bahan serat berlignoselulosa
sebagai perekat, dan penggunaan lain. Aspek pulp sering dikaitkan
pelarut aseton digunakan sebagai dengan kertas, dan sesungguhnya
bahan peledak. pulp merupakan bentuk
setengah jadi, sedangkan kertas

Tabel 5.6. Turunan selulosa berdasarkan zat pereaksi

Bahan Pereaksi Produk Contoh


Asam anorganik Ester selulosa Selulosa nitrat
Asam organik Ester selulosa Selulosa asetat
Alkali Alkali selulosa Na-selulosa
Logam alkali NH3 Selulosat Na-selulosat
Alkali+CS2 Tioester selulosa Selulosa xantat
Selulosa
Alkali+alkena oksida Eter selulosa Hidroksietil selulosa
Vinil monomer+ Kopolimer graft Poliakrilonitril selulosa
katalisator
Kompleks logam Kompleks logam Kompleks kadoksena
selulosa selulosa

Turunan selulosa yang paling penting adalah ester selulosa


(contoh: selulosa asetat dan selulosa nitrat) dan eter selulosa
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 315
Teknologi dan Industri Kehutanan

(termasuk karton) merupakan dan menurunkan kristalisasi


salah satu macam bentuk jadi selulosa.
(produk turunan pulp). Detail
pada subbagian pulp dan kertas Pretreatment dapat dilakukan
(halaman 340). secara mekanis dengan
memperkecil ukuran untuk
(3) Bioetanol. Bahan utama memperluas permukaan dan pori,
pembuatan bioetanol generasi secara kimia dengan penggunaan
kedua (dari lignoselulosa) adalah asam atau basa dan secara
selulosa. Proses pembuatan biologis dengan menggunakan
selulosa dapat dilihat pada mikroorganisme seperti jamur
Gambar 5.34. untuk mendegradasi lignin.
Bahan baku yang mengandung Hidrolisis dimaksudkan untuk
selulosa dilakukan pretreatment memecah selulosa menjadi gula
untuk mendegradasi lignin, monomernya yaitu glukosa bisa
memperbesar luas permukaan, dilakukan secara kimia dengan
menurunkan derajat polimerisasi menggunakan asam encer atau

Bahan Baku

Pretreatment

Mekanis Kimia Biologi

Hidrolisis

Asam Enzim

Fermentasi

Distilasi

Pemurnian

Produk
Gambar 5.34. Proses pembuatan selulosa
(Sumber: Lab. Anatomi Lignoselulosa P3HH)
Bahan baku yang mengandung selulosa dilakukan pretreatment
untuk mendegradasi lignin, memperbesar luas permukaan,
menurunkan derajat polimerisasi dan menurunkan kristalisasi
selulosa. Pretreatment dapat dilakukan secara mekanis dengan
316 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

asam pekat maupun dengan pelarut selektif terhadap minyak


enzim selulase. Glukosa yang bumi yang berfungsi mengambil
dihasilkan dilakukan fermentasi senyawa aromatis, olefin dan
dengan mikroorganisme atau sulfur, meningkatkan stabilitas
yeast seperti Saccharomyces dan menghasilkan bahan bakar
cerevisiae untuk menjadi etanol. dengan kualitas tinggi. Selain itu
Etanol yang dihasilkan dilakukan furfural juga dapat digunakan
pemurnian sampai kadar 99,5%. sebagai bahan baku pembuatan
insektisida, herbisida dan
(4) Senyawa-senyawa lain seperti fungisida
sorbitol, hidroksimetil furfural, (2) Xilitol. Hidrolisis hemiselulosa
aseton, asam asetat, asam laktat menjadi xilosa dan dilanjutkan
dengan hidrogenasi xilosa akan
b)
Hemiselulosa, adalah rantai menghasilkan xilitol yaitu senyawa
polimer bercabang dari berbagai organik yang digunakan sebagai
jenis monomer (monosakarida) pemanis buatan pengganti
yang berbeda atau sering disebut gula. Selain itu xilitol tidak
heteropolimer. menyebabkan kerusakan gigi,
meningkatkan kepadatan tulang,
Monomer-monomer hemiselulosa menghambat pertumbuhan
antara lain D-glukosa, D-manosa, bakteri dan jamur pada infeksi
D-galaktosa, D-xilosa, L-arabinosa (3) Bioetanol. Proses pembuatan
dan sedikit L-ramnosa. Kebanyakan bioetanol dari hemiselulosa
hemiselulosa mempunyai derajat hampir sama dengan pembuatan
polimerisasi 100-200. Seperti halnya bioetanol dari selulosa,
selulosa, kebanyakan hemiselulosa Perbedaannya pada proses
berfungsi sebagai bahan pendukung fermentasi dengan menggunakan
dalam dinding-dinding sel. Jumlah bakteri/yeast yang dapat
hemiselulosa dari berat kering kayu memecah gula dengan atom
biasanya antara 20-30%. karbon 5 (gula C5) menjadi
monomernya seperti Pichia
Hemiselulosa juga bersifat tidak mudah stipitis, Candida shehatae, C.
larut di dalam air, akan tetapi dapat tenuis, Kluyveromyces marxianus,
larut dalam basa kuat. Hemiselulosa Pachysolen tannophilus
lebih mudah terhidrolisis dalam asam
dibanding selulosa, hal ini karena c)
Lignin, merupakan polifenol yang
struktur hemiselulosa yang amorfous strukturnya tiga dimensi dan
dan derajat polimerisasinya yang lebih bercabang banyak. Strukturnya
rendah dibanding selulosa. kompleks dengan berat molekul
tinggi. Lignin merupakan suatu
Hemiselulosa dapat menghasilkan senyawa poliaromatik yang terdapat
berbagai macam produk diantaranya: pada bagian lamella tengah sel kayu.
(1) Furfural dan turunannya seperti
furan, furfuril alkohol, asam Lignin berfungsi sebagai perekat untuk
karbonat furan. Hidrolisis mengikat sel-sel secara bersama-
lanjutan hemiselulosa dengan sama. Dalam dinding sel, lignin sangat
menggunakan asam akan erat hubungannya dengan selulosa
menghasilkan furfural. Furfural dan berfungsi untuk memberikan
memiliki kegunaan sebagai ketegaran pada sel. Lignin juga
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 317
Teknologi dan Industri Kehutanan

berpengaruh dalam memperkecil berbagai garam yang diendapkan


perubahan dimensi karena perubahan dalam dinding sel dan lumen.
kondisi air. Lignin juga mempertinggi Komponen abu utama dalam kayu
sifat ketahanan dalam kayu yang adalah Ca (hingga 50%), K dan Mg,
membuat kayu tahan terhadap yang diikuti oleh Mn, Na, P dan Cl.
serangan cendawan dan serangga.
Penggunaan zat ekstraktif sangat luas:
Kandungan lignin dalam tumbuhan (1) Pada pohon, perlakuan ekstraksi
sangat bervariasi berkisar 20-40%. tunggak dan penyadapan akan
Kadar lignin yang tinggi tidak disukai menghasilkan resin dan terpentin
dalam pembuatan pulp dan kertas (2) Pada kulit, penyadapan akan
serta pembuatan bioetanol, akan menghasilkan karet alam, ekstraksi
tetapi sangat bagus dalam pembuatan dengan pelarut menghasilkan
wood pellet. senyawa tannin, asam, fenolat
dan lilin
Pemanfaatan lignin di antaranya: (3) Pada kayu, ekstraksi dengan
(1) Pirolisis lignin pada suhu 400- pelarut menghasilkan tannin,
5000C akan menghasilkan terpena, lignin dan zat warna
fenol, metana, CO dan arang. (4) Pada daun, destilasi uap
Pirolisis pada suhu 700-10000C menghasilkan minyak atsiri,
menghasilkan gas, etena, benzene ekstraksi dengan pelarut
dan arang menghasilkan klorofil dan
(2) Energi yang dihasilkan dari proses karotenoid.
pembakaran
(3) Perekat dan komponen resin Beberapa hasil analisis komponen kimia
(4) Hidrogenolisis menghasilkan fenol kayu yang dilakukan di Laboratorium Kimia
dan benzene dan Energi P3HH seperti pada Tabel 5.7.
d) Zat ekstraktif. Kadar zat ekstraktif 2)
Kalor. Penentuan nilai kalor dan
adalah banyaknya bahan yang kandungan arang serta destilat dilakukan
dapat dipisahkan dari kayu dengan dengan proses destilasi kering kayu.
menggunakan pelarut netral seperti Penentuan nilai kalor, kandungan arang
air, benzena, eter dan etilalkohol. dan destilat penting untuk mengetahui
Zat ekstraktif yang larut dalam air kemungkinan penggunaan kayu sebagai
adalah gula, zat warna, tanin, gum bahan baku energi, arang aktif, cuka
dan pati. Sedangkan yang larut dalam kayu dan material maju (nano karbon)
pelarut organik meliputi resin, lemak, yang sekarang banyak berkembang.
asam lemak, lilin, minyak dan tanin. Proses destilasi kering dilakukan dalam
Kayu teras secara khas mengandung suatu retor yang terbuat dari baja tahan
zat ekstraktif jauh lebih banyak dari karat yang dilengkapi dengan elemen
pada kayu gubal. listrik sebagai sumber panas, kondensor
Kandungan zat ekstraktif dalam kayu dan penampung destilat yang terletak di
biasanya kurang dari 10%. Kayu juga bagian bawah dan termokopel sebagai
mengandung komponen-komponen pengontrol suhu dalam retor. Bahan
anorganik. Komponen ini diukur baku dimasukkan ke dalam retor dan
sebagai kadar abu yang jumlahnya dipanaskan sampai suhu 5000C selama
jarang melebihi 1% dari berat kering 4-5 jam. Arang, hasil destilat dan ter diuji
kayu. Abu ini berasal terutama dari kualitasnya.
318
Tabel 1. Komponen kimia kayu beberapa jenis kayu
Tabel 5.7. Komponen kimia beberapa jenis kayu
Kelarutan dalam (Solubility in), %
Jenis Kayu/ Nama Lignin Pentosan Selulosa Air Abu Silika Alkohol
No Air dingin Air Panas NaOH 1%
Botani % % % % % % Benzene
% % %
%
1 Pangsor 32,15 15,36 53,18 3,95 2,48 0,84 4,80 10,99 3,06 20,75
(Ficus callosa Willd.)
2 Jering 31,17 17,15 48,57 4,01 0,56 0,14 3,78 6,17 3,77 19,75
(Pithecellobium
rosulatum Kosterm.)
3 Petai 31,58 16,07 54,86 4,20 1,04 0,38 3,60 6,99 2,95 20,03
(Parkia speciosa Hasak)
4 Manii 26,74 16,68 42,03 8,07 0,47 0,12 3,52 6,24 3,53 20,96
Teknologi dan Industri Kehutanan

(Maesopsis eminii Engl.)


5 Balsa 30,81 16,30 48,53 4,99 0,84 0,13 1,29 6,03 3,75 22,89
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

(Ochroma grandiflora
Rowlee)
6 Ki cauk 31,77 16,93 54,95 10,42 2,53 0,549 5,50 9,32 4,60 19,20
(Pisonia umbellifera
(Forst.) Seem.)
7 Huru manuk 35,20 16,74 50,98 9,59 0,97 0,104 2,71 4,41 3,85 10,35
(Litsea monopelata
Pers.)
8 Ki rengas 22,66 16,33 51,64 10,91 0,89 0,153 3,50 5,37 3,68 15,52
(Buchanania
arborescens Blume.)
9 Ki bonen 28,41 16,22 44,39 10,80 1,03 0,284 5,40 11,19 4,14 22,17
(Crypteronia paniculata
Blume)
10 Ki hampelas 25,04 16,71 46,28 10,99 2,89 0,677 4,21 5,80 3,43 16,01
(Ficus ampelas Burn F.)

1
Secara umum pohon yang ditanam di Indonesia menghasilkan kayu dengan
kadar selulosa dengan kelas komponen tinggi tingg, lignin, pentosan dan
kadar zat kstraktif termasuk kelas Vademecum
sedang. Kehutanan Indonesia 2020 319
Teknologi dan Industri Kehutanan

Tabel 2 . Klasifikasi Komponen Kimia Kayu Daun Lebar Indonesia


Tabel 5.8. Klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia
Komponen kimia Kelas Komponen
% Tinggi Sedang Rendah
Selulosa >45 40-45 <40
Lignin >33 18-33 <18
Pentosan >24 21-24 <21
Zat ekstraktif >4 2-4 <2
Abu >6 0,2-6 <0,2

3) Kalor
Klasifikasi komponen kayu distilasi kering tinggi kadar zat ekstraktif, semakin tinggi
Penentuan nilai kalor dan kandungan arang serta destilat dilakukan
disajikan pada Tabel 5.9. dan klasifikasi
dengan proses destilasi kering kayu. pulaPenentuan
kadar ter.nilai kalor, kandungan
komponen arang kayuarang pada Tabel penting
dan destilat 5.10. untuk mengetahui kemungkinan penggunaan
Data dari kedua kayutabelsebagai
tersebut diolah Komponen utama dari destilat kayu
bahan baku energi, arang aktif, cuka kayu dan material
dari data Hasil Penelitian
maju (nanoSifatkarbon) dan sekarang adalah
Dasaryang asam
banyak berkembang. asetat, sementara
Kegunaan Kayu P3HH tahun Proses2003-2013. komponen lainnya adalah
destilasi kering dilakukan dalam suatu retor yang terbuat asam butirat,
dari baja tahan karat yang dilengkapi asam crotonat, etil phenol,
dengan elemen listrik acetovanilon,
sebagai
Rendemen arangsumber yang panas,
tinggikondensor
diduga dan penampung
furfuraldestilat
dan yang pentan-5-olide.
terletak di bagianTinggi
disebabkan oleh bawah
besarnyadan kadar
termokopellignin rendahnya
sebagai pengontrol suhukadar
dalamdestilat kayu bergantung
retor. Bahan baku
dari kayu tersebut.dimasukkan ke dalam retor dan dipanaskan
Kayu yang mempunyai sampai suhu
pada kandungan 5000C selama
hemiselulosa dan4- kadar
5 jam. Arang,
rendemen arang yang tinggi dapat hasil destilat dan ter diuji kualitasnya. Klasifikasi
air kayu. Kadar ter dan destilat yang
digunakan untukkomponenpembuatankayu distilasi
briket kering disajikan pada digunakan
tinggi baik Tabel 2.4. dan klasifikasi
sebagai koagulan,
komponen arang kayu pada Tabel 2.5. Data dari kedua tabel tersebut
arang, arang aktif, dan nano karbon. desinfektan, pupuk organik, dsb.
diolah dari data Hasil Penelitian Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu
Komponen utamaPustekolah tahun 2003-2013.
yang terdapat dalam Besarnya nilai kalor kayu dipengaruhi
ter adalah phenol dan turunannya seperti oleh kadar lignin dan zat ekstraktif,
guaiacol, cresol, 2,6-xylenol, 3,5-xylenol, terutama yang larut dalam alkohol-
4-propil syrtingol yang dapat digunakan benzen. Makin tinggi kadar lignin dan zat
sebagai insektisida. Faktor utama yang ekstraktif maka semakin tinggi nilai kalor
mempengaruhiTabel kadar
2.2. Klasifikasi Komponen Kayukayu.
ter dalam kayu Nilai kalor
pada Distilasi kayu yang tinggi baik
Kering
adalah lignin dan zat ekstraktif. Semakin digunakan untuk bahan baku pembuatan

Tabel 2.2. Klasifikasi Komponen Kayu pada


Kelas Distilasi Kering
Komponen
Komponen
Tabel 5.9. Klasifikasi komponen
Tinggi kayu pada distilasi kering
Sedang Rendah
1
Arang (%) >32 28-32
Kelas Komponen <28
Komponen
Ter (%) >8 6-8 <6
Tinggi Sedang Rendah
Distilat
Arang (%)(%) >54
>32 47-54
28-32 <47
<28
Nilai(%)
Ter kalor (kkal/g) >4.400
>8 4200-4.400
6-8 <4.200
<6
Distilat (%) >54 47-54 <47
Nilai kalor (kkal/g) >4.400 4200-4.400 <4.200
Tabel 2.3. Klasifikasi Komponen Arang Kayu
Tabel 5.10. klasifikasi komponen arang kayu
Tabel 2.3. Klasifikasi Komponen
KelasArang Kayu
Komponen
Komponen
Tinggi Sedang Rendah
Karbon terikat (%) >80 77-80
Kelas Komponen <77
Komponen
Zat terbang (%) >20 18-20 <18
Tinggi Sedang Rendah
Kadar abu (%)
Karbon terikat (%) >3
>80 2-3
77-80 <2
<77
Nilai kalor (kkal/g)
Zat terbang (%) >6.700
>20 6.500-6.700
18-20 <6.500
<18
Kadar abu (%) >3 2-3 <2
Nilai kalor (kkal/g) >6.700 6.500-6.700 <6.500
Rendemen arang yang tinggi diduga disebabkan oleh besarnya
kadar lignin dari kayu tersebut. Kayu yang mempunyai rendemen arang
320 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

pelet kayu. oleh banyak/sedikitnya air yang


dapat diikat oleh kayu. Kadar air (KA)
Besarnya nilai kalor arang juga dihitung berdasarkan rumus:
dipengaruhi kadar lignin dan zat
ekstraktif. Nilai kalor arang yang tinggi
baik digunakan dalam pembuatan arang
aktif maupun produk nano karbon seperti
biosensor, baterei, dan sebagainya. Keterangan: KA=kadar air; Bb = berat basah;
Bk =berat kering oven
Kadar karbon terikat banyak dipengaruhi
oleh kadar zat terbang dan kadar abu Salah satu akibat dari perubahan
serta senyawa hidrokarbon yang masih kadar air adalah terjadinya perubahan
menempel pada permukaan arang. Kadar dimensi kayu, yaitu pengembangan
zat terbang disebabkan senyawa CO, H2, dan penyusutan. Penyusutan pada
CH4 dan CO2 yang tidak sempat menguap sepotong kayu umumnya dimulai
dalam proses karbonisasi, sehingga pada kadar air titik jenuh serat (TJS)
senyawa tersebut menempel pada dan berlanjut secara bertahap sampai
permukaan arang. Besarnya kadar abu kadar air dalam kayu sesuai dengan
dipengaruhi oleh garam-garam karbonat keadaan suhu dan kelembaban udara
dari kalium, kalsium, magnesium, dan di lingkungannya, yang dikenal dengan
silika dalam kayu. kadar air kesetimbangan (KAK).
Kadar air kayu selain mempengaruhi
d. Sifat Fisis Mekanis sifat kembang-susut kayu, juga
terhadap kekuatan kayu. Sehubungan
Sifat fisis dan mekanis kayu yang penting dengan itu, kayu harus dikeringkan
diketahui adalah berat jenis (BJ), kembang sebelum diolah lebih lanjut sampai
susut, kadar air, dan kekuatannya. Kayu mencapai kadar air yang sesuai
merupakan bahan yang bersifat higroskopis, dengan tempat dimana kayu tersebut
yaitu mudah menyerap dan mengeluarkan akan dipasang/digunakan (Tabel
air akibat perubahan kelembaban dan suhu 5.11). Hal ini penting agar selama
udara di sekitarnya. Selain sifat higroskopis, dalam pemakaian produk kayu tidak
kayu juga mempunyai sifat anisotropis, mengalami cacat seperti retak, pecah
yaitu perbedaan sifat jika diuji menurut dan perubahan bentuk.
tiga arah sumbu utamanya (longitudinal,
tangensial, dan radial) yang disebabkan Sifat-sifat fisis dan mekanis kayu,
karena struktur dan orientasi sel serta ketahanan terhadap perusak biologis,
pengaturan sel terhadap sumbu vertikal dan kestabilan dimensi produk sangat
dan horizontal pada batang pohon. dipengaruhi oleh jumlah air yang ada
dalam kayu.
1) Sifat fisis kayu, yang penting diketahui
adalah BJ, kembang susut, dan kadar b) Berat jenis kayu, merupakan
airnya. perbandingan antara kerapatan kayu
dengan kerapatan benda standar,
a) Kadar air kayu, didefinisikan sebagai yaitu air pada suhu 4oC, sedangkan
perbandingan antara berat air yang kerapatan kayu merupakan
terdapat dalam kayu dengan berat perbandingan antara berat dan
kering kayu tersebut. Kadar air kayu volume kayu pada kadar air yang
dinyatakan dalam persen. Banyaknya sama. BJ kayu dinyatakan sebagai
air di dalam kayu sangat dipengaruhi perbandingan berat kering oven (berat
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 321
Teknologi dan Industri Kehutanan
Tabel 2.5. Batas Kadar Air Kayu untuk Beberapa Peruntukan
Tabel 5.11. Batas kadar air kayu untuk beberapa peruntukan
Kadar air Penggunaan/Penempatan
20% Kayu terhindar dari serangan jamur pewarna
15% Kayu untuk kegunaan umum
< 12 % Mebel kayu, lantai dan barang-barang kayu
dalam ruangan ber-AC atau berpemanas
≤ 10% Bahan kemasan dan peralatan musik

Sumber: Desch
konstan) terhadap (1968) kondisi
volume dalam Basri dan Rahmat (2001)
berdasarkan rumus:
basah 1) (segar).
Berat jenisUntuk keperluan
praktek, BJ kayuBerat dinyatakan sebagai
jenis (BJ) kayu merupakan perbandingan antara kerapatan
perbandingan berat kayu dengan
kayu dengan kerapatan benda standar, yaitu air pada suhu 4oC,
berat air sedangkan
sebesar volume air yang
kerapatan kayu merupakanKeterangan:
perbandingan antara dari
P=Penyusutan berat dan
Db (dimensi
dipindahkan.volume kayu pada kadar air yang sama. BJ kayu dinyatakan
basah) sebagai
ke Dk (dimensi kering)
perbandingan berat kering oven (berat konstan) terhadap volume
BJ dan kerapatan kayu sering
digunakan kondisi basah (segar).
sebagai Untuk keperluan praktek, BJ kayu dinyatakan
kriteria Perbedaan nilaisebesar
penyusutan tangensial
peruntukan kayu karena BJ dan kayu dengan
sebagai perbandingan berat berat air
terhadap radial
volume air
mengindikasikan
yang dipindahkan.
kerapatan kayu mempengaruhi sifat- BJ dan kerapatan kayu sering digunakan sebagai
dimensiBJ kayu
dan stabil atau tidak.
kayuKayu
sifat kayu kriteria peruntukan
lainnya, seperti kekuatan kayu karena diindikasikan
kerapatan
mempengaruhi
dan penyusutan kayu. Semakinsifat-sifat
tinggi kayu lainnya, seperti kekuatan dan jika
stabil dimensinya
penyusutan nilai rasio penyusutan tangensial
BJ kayu, makin kuat kayu. Semakin tinggi
kayu tersebut BJ kayu,
penyusutan
terhadap
makin
kayu berbeda
radial
kuatuntuk
kayusetiap
(rasio T/R)
tersebut
arah serat (radial, t
mendekati
namun penyusutannya
namun penyusutannya juga makin dan longitudinal) serta bergantung
juga makin tinggi. BJ kayu yang digunakan pada jenis kayu. Penyusu
dalam penentuan satu.
ditentukan berdasarkan rumus :
tinggi. BJ kayu yang digunakankelas
dalamkuat didasarkan pada perbandingan berat
penentuanterhadap
kelas kuat volume
didasarkan kayu
padapada kondisi kering nilai
Klasifikasi udara, menggunakan
penyusutan tangensial
perbandinganrumus:
berat terhadap volume suatu jenis kayu dari kondisi basah
kayu pada kondisi kering udara, ke kadar air kering udara, disajikan
dimana P : Penyusutan dari (dimensi basah) ke
menggunakan rumus: pada Tabel 5.12, sedangkan hasil
kering)
pengukuran nilai kerapatan dan
penyusutan beberapa jenis kayu
Perbedaan nilai penyusutan tangensial terhada
Indonesia disajikan
mengindikasikan dimensi kayu padastabil
Lampiran 8. Kayu diin
atau tidak.
stabil dimensinya jika nilai rasio penyusutan tangensial terhad
2) Sifat mekanis kayu, adalah sifat kayu
(rasio T/R) mendekati satu.
2) Kembang susut (swelling-shrinkage) yang berhubungan dengan kekuatan
c) Kembang susut Penyusutan
(swelling-shrinkage).
merupakan proses Klasifikasi nilai dimensi
pengurangan penyusutan tangensial
kayu bilakayusuatu jenis k
merupakan
kondisi basah ke ukuran
kadar airkemampuan
kering udara, disajikan pada T
Penyusutanterjadi
merupakan proses
penurunan kadar air di bawah
untuktitik jenuh serat
menahan gaya(TJS). Dalam
darikerapatan
luar yang
pengurangan dimensi kayu bila terjadi sedangkan hasil pengukuran nilai dan penyusutan
praktek, penyusutan memegang bekerja perananpadanya.
pentingYang karena dapatgaya
dimaksud
penurunan kadar air di bawah titik jenis kayu Indonesia disajikan pada Lampiran 2.1
menimbulkan retak, pecah, dan perubahan bentuk
luar adalah pada
gaya kayu.
yang Besarnya
datang dari luar
jenuh serat (TJS). Dalam praktek,
Tabel 2.6. Klasifikasi Penyusutan Kayu
penyusutan memegang peranan
penting karena dapat menimbulkan Tabel 5.12. Klasifikasi penyusutan kayu 5
retak, pecah, dan perubahan bentuk Kelas Susut Tangensial (%)
pada kayu. Besarnya penyusutan Berat sekali > 6,0
kayu berbeda untuk setiap arah serat Agak berat 5,0 - 6,0
(radial, tangensial dan longitudinal) Sedang 4,0 – 5,0
serta bergantung pada jenis kayu. Ringan 3,0 – 4,0
Penyusutan kayu ditentukan Sangat ringan <3,0

Sumber: Chudnoff (2007)

a. Sifat mekanis
322 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

benda bersangkutan yang bekerja dan pengujian pada skala pemakaian


pada benda tersebut dan cenderung (full scale). Pengujian ukuran pemakaian
mengubah ukuran atau bentuk benda dapat dilakukan dengan metode
tersebut. destructive dan non-destructive.
Sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh Penelitian yang dilakukan di laboratorium
beberapa faktor seperti jenis kayu, memungkinkan untuk melakukan
umur, tempat tumbuh, dan posisi kayu kontrol terhadap faktor-faktor luar yang
di dalam pohon. Sifat mekanis kayu sangat berpengaruh dibandingkan bila
juga dipengaruhi oleh sifat dasar kayu pengujian dilakukan di lapangan. Salah
itu sendiri, seperti kadar air, berat jenis satu tujuan pengujian laboratoris untuk
dan cacat kayu (miring serat, mata kayu, mendapatkan nilai kekuatan tertentu
dan lain-lain). Kadar air kayu sangat pada satuan luas dari bermacam-
mempengaruhi kekuatan kayu. Kayu macam sifat mekanis kayu. Karena
kering udara biasanya memiliki angka struktur kayu sangat kompleks, maka
kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan nilai pengujian suatu sifat kekuatan kayu
kayu basahnya. tidak akan dapat konstan walaupun cara
pengujiannya sama dan sudah betul,
BJ kayu erat hubungannya dengan sehingga nilai yang dapat dihasilkan
kekuatan kayu, di mana semakin tinggi adalah nilai rata-rata dari beberapa kali
BJ kayu makin tinggi pula kekuatannya. pengujian.
Besarnya BJ kayu berbeda sesuai dengan
perbedaan dalam struktur kayu dan Pemanfaatan kayu untuk konstruksi,
perbandingan antara jumlah dinding sel selain menggunakan klasifikasi kekuatan
dengan rongga sel kayu. kayu yang selama ini digunakan (Tabel
5.13), juga dikembangkan berdasarkan
Sifat mekanis kayu yang ada antara lain tegangan ijin (Allowable Stress
adalah: Design/ASD). Saat ini para perancang
• Keteguhan tarik (tensile strength) menggunakan nilai kuat acuan berdasar
• Keteguhan tekan (compression pada besarnya Load Resistance Factor
strength) Design/LRFD, yang dinilai lebih realistis
• Keteguhan geser (shearing strength) dan menghemat bahan. Nilai tersebut
disajikan pada Tabel 5.14.
• Keteguhan lentur (bending strength)
• Sifat kekakuan (stiffness) Persyaratan teknis kayu untuk penggunaan
• Sifat keuletan (toughness) sebagai bahan baku kayu pertukangan
dan konstruksi berdasarkan sifat-
• Sifat kekerasan (hardness)
sifat kayu, disajikan pada Lampiran 9.,
• Keteguhan belah (cleavage resistance) sedangkan peruntukan beberapa jenis
kayu perdagangan Indonesia berdasarkan
Pengujian sifat mekanis kayu umumnya
persyaratan teknisnya, disajikan pada
mengacu kepada salah satu standar
Lampiran 10.
pengujian yang berlaku, seperti ASTM,
British Standard, ISO atau standar
lainnya. Pengujian sifat kekuatan e. Keawetan
kayu dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu pengujian pada contoh Keawetan kayu berhubungan dengan daya
kayu di laboratorium dimana yang diuji tahan kayu secara alami terhadap serangan
merupakan contoh uji kecil bebas cacat, organisme perusak. Dalam batas tertentu
Tabel 2. 7. Klasifikasi kekuatan kayu

Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 323


Teknologi dan Industri Kehutanan
Kelas Tabel 2. 7. Klasifikasi kekuatan
Modulus
kayu Patah Keteguhan Tekan Sejajar
Kerapatan
Kuat (kg/cm2) Serat Maksimum (kg/cm2)
Tabel
I 5.13. Klasifikasi
>0,9 kekuatan>1.100 kayu >650
IIKelas 0,6-0,9 725-1.100
Modulus Patah Keteguhan425-650
Tekan Sejajar
Kerapatan
IIIKuat 0,4-0,6 500-725
(kg/cm2) 300-425
Serat Maksimum (kg/cm2)
IV I 0,3-0,4
>0,9 300-500
>1.100 215-300
>650
V II 0,6-0,9
<0,3 725-1.100
<300 425-650
<215
III 0,4-0,6 500-725 300-425
IV 0,3-0,4 300-500 215-300
Sumber : Oey (1990)
V <0,3 <300 <215
Sumber: Oey (1990)
Sumber : Oey (1990) Tabel 2.8. Nilai desain kuat acuan
Tabel 5.14. Nilai desain kuat acuan
Tabel 2.8. Nilai desain kuat acuan
Kode Tegangan Acuan (MPa) MOE (MPa)
Mutu Lentur Tarik Tekan Geser Tekan E Emin
E25Kode 26,0 Tegangan
22,9 Acuan (MPa)
22,9 3,06 6,11 MOE (MPa)12500
25000
Mutu Lentur Tarik Tekan Geser Tekan E E
E24 24,4 21,5 21,5 2,87 5,74 24000 min12000
E25 26,0 22,9 22,9 3,06 6,11 25000 12500
E23 23,2 20,5 20,5 2,73 5,46 23000 11500
E24 24,4 21,5 21,5 2,87 5,74 24000 12000
E22E23 22,0
23,2 19,4
20,5 19,4
20,5 2,59
2,73 5,19
5,46 22000
23000 11000
11500
E21E22 21,3
22,0 18,8
19,4 18,8
19,4 2,5
2,59 5,195 21000 11000
22000 10500
E20E21 19,7
21,3 17,4
18,8 17,4
18,8 2,31
2,5 4,63
5 20000 10500
21000 10000
E19 E20 18,5
19,7 16,3
17,4 16,3
17,4 2,18
2,31 4,35
4,63 19000
20000 9500
10000
E18E19 17,3
18,5 16,3
15,3 16,3
15,3 2,18
2,04 4,35
4,07 19000
18000 9500
9000
E17E18 16,5
17,3 15,3
14,6 15,3
14,6 2,04
1,94 4,07
3,89 18000
17000 9000
8500
E16 E17 16,5
15,0 14,6
13,2 14,6
13,2 1,94
1,76 3,89
3,52 17000
16000 8500
8000
E16 15,0 13,2 13,2 1,76 3,52 16000 8000
E15 13,8 12,2 12,2 1,62 3,24 15000 7500
E15 13,8 12,2 12,2 1,62 3,24 15000 7500
E14 12,6 11,1 11,1 1,48 2,96 14000 7000
E14 12,6 11,1 11,1 1,48 2,96 14000 7000
E13E13 11,8
11,8 10,4
10,4 10,4
10,4 1,39
1,39 2,78 13000
2,78 13000 6500
6500
E12E12 10,6
10,6 9,4
9,4 9,4
9,4 1,25
1,25 2,5
2,5 12000
12000 6000
6000
E11E11 9,19,1 88 88 1,06
1,06 2,13 11000
2,13 11000 5500
5500
E10E10 7,97,9 6,9
6,9 6,9
6,9 0,93
0,93 1,85 10000
1,85 10000 5000
5000
E9 E9 7,17,1 6,3
6,3 6,3
6,3 0,83
0,83 1,67
1,67 90009000 45004500
E8 E8 5,55,5 4,9
4,9 4,9
4,9 0,65
0,65 1,3
1,3 8000
8000 4000
4000
E7 E7 4,34,3 3,8
3,8 3,8
3,8 0,51
0,51 1,02
1,02 70007000 35003500
E6 3,1 2,8 2,8 0,37 0,74 6000 3000
E6 3,1 2,8 2,8 0,37 0,74 6000 3000
E5 2,0 1,7 1,7 0,23 0,46 5000 2500
E5 2,0 1,7 1,7 0,23 0,46 5000 2500
Sumber
Sumber: SNI: SNI (2013)
(2013)
Sumber : SNINilai
Keterangan
Keterangan: (2013)
: Nilai desain
desain kuatkuat acuan
acuan untukjenis
untuk jenisdan
dan mutu
mutu kayu
kayu yang
yang tidak
tidaktercantum
tercantumpada Tabel 2.10, harus
Keterangan ditetapkan
: Nilai desain
sesuaikuat acuan
standard untuk
yang jenis dan mutu kayu yang tidak tercantum pada Tabel 2.10, harus
berlaku.
pada Tabel 5.14, harus ditetapkan sesuai standar yang berlaku.
Persyaratan
ditetapkan teknis
sesuai kayuyang
standard untuk penggunaan sebagai bahan baku kayu pertukangan dan
berlaku.
Persyaratan
konstruksi teknis sifat-sifat
berdasarkan kayu untuk penggunaan
kayu, sebagai
disajikan pada bahan
Lampiran 2.2,baku kayu pertukangan
sedangkan peruntukan dan
beberapa
konstruksi jenis kayu
berdasarkan
kayu dapat menahan serangan organismeperdagangan
sifat-sifat Indonesia
kayu, berdasarkan
disajikan pada persyaratan
Lampiran
dan mebel, sebagai berikut: 2.2, teknisnya,
sedangkan disajikan
peruntukan
pada Lampiran
beberapa jenis 2.3. perdagangan Indonesia berdasarkan persyaratan teknisnya, disajikan
kayu
perusak, meskipun dalam praktek tidak ada
satu jenis pada
kayu Lampiran
pun yang 2.3.
mampu bertahan 1) Perusak Kayu Segar. Kayu yang baru
e. Keawetan ditebang mudah sekali diserang oleh
terhadap semua jenis perusak kayu.
Keawetan kayu berhubungan dengan daya
e. Keawetan
Organisme perusak yang sering menyerang jamurtahan
birukayu
(bluesecara
stain)alami terhadapkayu
dan bubuk serangan
organisme perusak. Dalam batas tertentu kayu dapat menahan serangan organisme perusak,
bangunan kayu, Keawetan
barangkayu lantai, dengan basah
berhubungan
kerajinan, atau kumbang
daya tahan kayu secaraambrosia
alami (Pinhole
terhadap serangan
meskipun dalam praktek tidak ada satu jenis kayu pun yang mampu bertahan terhadap semua
organisme perusak. Dalam batas tertentu kayu dapat menahan serangan organisme perusak,
meskipun dalam praktek tidak ada satu jenis kayu pun yang mampu bertahan terhadap semua
6
324 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

borer). Kandungan gula sederhana, pati, beetle (kumbang ambrosia), digolongkan


selulosa dan kadar air yang cukup dalam ke dalam famili Platypodidae dan
kayu merupakan media yang baik bagi Scolytidae. Kumbang ini termasuk
pertumbuhan jamur biru dan bubuk kayu kelompok Xylomycetophagy yaitu
basah. kelompok kumbang yang membuat
lubang gerek pada kayu, hidup dari
a) Jamur biru sejenis jamur yang tumbuh pada dinding
lubang gerek sebagai makanannya.
Jamur biru jika menyerang kayu akan Kumbang tersebut menyerang kayu yang
menimbulkan noda berwarna biru baru ditebang atau yang kadar airnya di
kehitaman. Jamur ini dikelompokkan atas 40 persen. Jika kadar air kayu sudah
ke dalam kelas Ascomycetes dari genus di bawah 25 persen, binatang tersebut
Ceratocytis dan Diplodia. Jamur tersebut akan mati. Kumbang bubuk basah
mula-mula tumbuh pada permukaan menyerang kayu karena tertarik oleh
potongan kayu ataupun pada permukaan atraktan yang keluar dari dalam kayu
kulit yang terkelupas. Selanjutnya pada saat penebangan. Dinding lubang
dengan cepat menembus ke dalam kayu gerek akan ditumbuhi jamur sehingga
dan apabila kayu dibelah akan tampak menjadi kotor. Hal ini sangat menurunkan
warna kebiruan sampai kehitaman. penampilan produk kayu.
Jamur Ascomycetes perkembangannya
Intensitas serangan kumbang bubuk
sangat bergantung pada kadar air dalam
pada musim penghujan lebih besar
jaringan sel kayu.
dibandingkan dengan serangan pada
Kayu dengan kandungan air sudah musim kemarau. Intensitas serangan
mencapai 18% masih bisa diserang jamur kumbang tersebut dipengaruhi oleh
tersebut. Perkembangan jamur tersebut faktor lingkungan, khususnya temperatur
juga dipengaruhi oleh oksigen bebas, dan kelembaban. Umumnya serangan
temperatur dan kelembaban udara kumbang ambrosia berlangsung pada
pagi hari dan sore hari ataupun pada
di sekelilingnya. Oleh karena itu pada
siang hari dalam keadaan mendung. Pada
musim penghujan dengan kelembaban
musim penghujan dengan kelembaban
relatif tinggi berpeluang besar terjadinya
tinggi, intensitas serangan akan lebih
serangan jamur biru pada kayu. tinggi dibandingkan pada musim
Serangan jamur biru tidak menurunkan kemarau.
sifat fisis maupun mekanis kayu, karena 2) Perusak Kayu Kering. Organisme perusak
makanan jamur biru hanya pada zat kayu kering dapat dibedakan menjadi
pengisi sel dan tidak mempunyai enzim tiga kelompok. Kelompok pertama yaitu
yang dapat menghancurkan dinding sel. jamur dari kelas Basidiomycetes yang
Namun karena noda warna biru yang sering dikenal sebagai jamur pelapuk dan
ditinggalkan pada permukaan kayu, pelunak. Kelompok kedua yaitu serangga
maka kayu yang diserang jamur biru golongan rayap kayu kering, rayap
dapat menurun kualitasnya. tanah dan kumbang bubuk kayu kering.
Kelompok ketiga adalah penggerek kayu
di laut (marine borrer).
b) Kumbang bubuk basah a) Jamur pelapuk dan pelunak
Kumbang bubuk basah sering disebut Jamur pelapuk mempunyai enzym yang
dengan Pinhole borer atau Ambrosia
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 325
Teknologi dan Industri Kehutanan

mampu menghancurkan lignin dan kayu kering yang disebabkan oleh rayap
selulosa atau selulosa saja pada kayu. kayu kering biasanya hanya mencapai
Jamur pelapuk yang menyerang lignin derajat serangan 90, hal ini disebabkan
dan selulosa dikenal sebagai white rot, rayap kayu kering menjadikan kayu
sedangkan yang menyerang selulosa selain sumber pakan juga sebagai
saja dikenal sebagai brown rot. Contoh tempat tinggal. Jenis rayap kayu kering
white rot adalah Polyporus versicolor, yang sering dijumpai diantaranya
sedangkan brown rot adalah Poria adalah Cryptotermes cynochepalus dan
monticola. Serangan dari jamur pelapuk Cryptotermes dudleyi yang termasuk ke
akan menurunkan sifat mekanis kayu dalam familia Kalotermitidae.
karena komponen yang menguatkan
dinding sel dapat dihancurkan. c) Rayap tanah
Dibandingkan white rot, serangan brown Rayap tanah merupakan jenis rayap yang
rot umumnya lebih cepat menurunkan menyebabkan kerusakan terbesar secara
kekuatan kayu. ekonomi. Keberadaan rayap tanah
Berbeda dengan jamur pelapuk, jamur ditandai dengan adanya liang kembara
pelunak tumbuh di dalam dinding sel dan yang tertutup tanah. Selulosa pada
akan menembus dinding sel bilamana kayu merupakan makanan utamanya.
memasuki sel lain yang berdekatan. Kayu yang diserang oleh rayap tanah
Meskipun serangannya timbul lebih dapat mencapai derajat serangan 100
lambat daripada jamur pelapuk, namun (kayu hancur), hal ini disebabkan rayap
kerusakan yang diakibatkan lebih hebat. tanah menjadikan kayu sebagai sumber
Jamur pelunak menyerang kayu yang pangan, sedangkan sarang mereka
berhubungan langsung dengan tanah. sebagian besar jenis rayap tanah berada
Bagian-bagian yang diserang jamur di dalam tanah. Rayap tanah biasanya
tersebut yaitu sepanjang potongan kayu merusak kayu yang berhubungan
yang berhubungan dengan permukaan langsung dengan tanah. Pada kayu yang
tanah. Salah satu jenis jamur pelunak tidak berhubungan langsung dengan
yang terkenal dan yang sering kita jumpai tanah, rayap tersebut akan menyerang
yaitu Chaetomium globosum. melalui celah yang ada. Celah tersebut
biasanya terdapat pada permukaan
b) Rayap kayu kering kayu bahkan tembok bangunan. Jenis
rayap tanah yang banyak menyerang
Rayap ini menyerang kayu yang berada kayu adalah Coptotermes curvignathus
dalam keadaan kering dengan kadar air di (fam Rhinotermitidae) dan Macrotermes
bawah 20%, biasanya pada barang yang gilvus (fam. Termitidae).
sudah jadi atau yang sedang dipakai baik
furnitur maupun kayu konstruksi rumah. d) Kumbang bubuk kayu kering
Serangannya tidak tampak karena terjadi
pada bagian dalam kayu yang berupa Serangan kumbang bubuk kayu kering
saluran-saluran lubang gerek. Tanda pada kayu ditandai dengan adanya
serangan yang tampak pada permukaan kotoran berupa tepung halus yang keluar
kayu hanya berupa lubang halus sebesar dari lubang gereknya. Lubang gerek
ujung jarum. Ciri khas serangan rayap tersebut dibuat oleh larvanya, arahnya
ini adalah adanya kotoran berbentuk sejajar dengan serat kayu. Sedangkan
butiran halus yang keluar dari lubang lubang gerek pada permukaan
gerek. Kerusakan yang terjadi pada kayu merupakan lubang keluar bagi
serangga dewasa. Kumbang bubuk
326 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

kayu kering yang sering kita jumpai kayu (longitudinal). Pada permukaan
yaitu Heterobostrychus aequalis (fam. kayu yang diserang shipworm ditemukan
Bostrichidae), Dinoderus minutus (fam. sedikit lubang, namun di bagian dalam
Bostrichidae) dan Lyctus bruneus (fam. kayu bisa berlubang besar menyerupai
Lyctidae). sarang lebah (Hunt & Garrat, 1967;
Turner, 1971). Martesia dan Xylophaga
3) Penggerek Kayu di Laut (Marine Borer). termasuk famili Pholadidae.
Penggerek ini merupakan invertebrata
yang menggerek kayu serta benda- Famili Pholadidae merusak kayu dengan
benda keras lainnya di laut dan perairan menjadikannya sebagai tempat tinggal
payau sebagai habitat tempat menempel (Muslich & Sumarni, 2005). Limnoria
dan mencari makan (Muslich, 1988). termasuk Crustaceae banyak dijumpai
Lama hidup penggerek kayu di laut menyerang kayu yang berada pada batas
berkisar antara 1 hingga beberapa tahun pasang surut air laut. Contoh jenis kayu
tergantung spesiesnya (Hunt & Garrat, yang sering diserang oleh Crustaceae
1967; Widagdo, 1993). Penggerek kayu adalah kayu yang dipergunakan secara
di laut jenisnya sangat banyak, beberapa vertikal seperti tiang dermaga dan tiang
genera yang terpenting dari Mollusca pancang pelabuhan (Cragg et al., 1999).
yaitu Bankia, Teredo, Martesia dan
Xylophaga. Berdasarkan sifat keawetan atau sifat
ketahanan terhadap organisme maka
Teredo dan Bankia termasuk famili kayu digolongkan ke dalam lima kelas
Teredinidae, jenis ini disebut juga cacing ketahanan sesuai organisme yang
kapal (shipworm). Pola serangan adalah menyerangnya seperti tercantum pada
pola serangan sejajar bagian melintang Tabel 5.15 sampai Tabel 5.19.

Tabel 5.15. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering


berdasarkan penurunan berat sesuai SNI 7207:2014
Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)
I Sangat tahan < 2,0
II Tahan 2,0 – 4,4
III Sedang 4,4 – 8,2
IV Tidak tahan 8,2 – 28,1
V Sangat tidak tahan >28,1

Tabel 5.16. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan


penurunan berat sesuai SNI 7207:2014
Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)
I Sangat tahan < 3,52
II Tahan 3,52 – 7,50
III Sedang 7,50 – 10,96
IV Tidak tahan 10,96 – 18,94
V Sangat tidak tahan >18,94

Tabel 5.17. Kelas keawetan kayu berdasarkan umur rata-rata pemakaian


Kelas Keawetan Umur Rata-Rata (tahun)
I Sangat awet >8
II Awet 5–8
III Sedang 3–5
Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)
I Sangat tahan < 3,52
II Tahan 3,52 – 7,50

Vademecum
III Sedang 7,50 – 10,96
327
IV Tidak tahan 10,96 – 18,94 Indonesia 2020
Kehutanan
Teknologi dan Industri Kehutanan
V Sangat tidak tahan >18,94

Tabel 5.17. Kelas keawetan kayu berdasarkan umur rata-rata pemakaian


Kelas Keawetan Umur Rata-Rata (tahun)
I Sangat awet >8
II Awet 5–8
III Sedang 3–5
IV Kurang awet 1,5 – 3
V Tidak awet < 1,5

Tabel 5.18. Kelas ketahanan kayu terhadap jamur sesuai SNI 7207:2014
Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)
I Sangat tahan < 0,5
II Tahan 0,5 - < 5
III Agak tahan 5 - < 10
IV Tidak tahan 10 – 30
V Sangat tidak tahan >30

Tabel 5.19. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap penggerek kayu


di laut sesuai SNI 7207:2014
Kelas Intensitas Serangan (%) Selang Intensitas Serangan
I < 7,3 Sangat tahan
II 7,3 - 27,1 Tahan
III 27,1 - 54,8 Sedang
IV 54,8 - 79,1 Buruk
V > 79,1 Sangat buruk

B.3. Pengolahan Kayu 1)


Proses Penggergajian. Konversi kayu
bulat (dolok/log) menjadi kayu persegian
a. Penggergajian pada industri kayu gergajian skala besar
umumnya melalui beberapa tahapan,
Penggergajian kayu adalah kegiatan
sebagai berikut:
mengubah bentuk kayu bulat (gelondongan)
a) Pemotongan dolok; penyesuaian
menjadi kayu persegi untuk kegunaan
ukuran panjang kayu persegian
tertentu. Penggergajian kayu dapat juga
b) Pembersihan/pengulitan dolok;
berarti satu unit usaha yang menggunakan
pembersihan dolok dari kulit, kotoran
bahan baku berupa kayu bulat yang diolah
3. Pengolahan Kayu dengan dan benda lainnya
menjadi produk kayu persegian
c) Pemuatan dolok pada kereta (carriage)
menggunakana.mesin dan peralatan gergaji.
Penggergajian mesin gergaji utama
Proses konversi batang pohon menjadi d) Pembelahan dolok pada mesin gergaji
kayu persegian merupakan proses awal utama (headrig)
dalam tahapan pengolahan kayu utuh e) Perajangan pada mesin gergaji
(solid wood). Oleh karena itu proses pembantu (resaw dan edger)
penggergajian juga sering disebut proses f) Pemotongan sortimen (trimming)
primer dan industrinya dimasukkan dalam pada bagian ujung atau bagian yang
kelompok industri primer. mengandung cacat
328 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

g) Sortasi sortimen kayu gergajian gergajian. Nilai rendemen menunjukkan


menurut kualitas (grading). besaran relatif antara volume kayu
gergajian yang dihasilkan (output)
Tahapan proses penggergajian di atas terhadap volume kayu bulat (input) yang
memerlukan beberapa jenis mesin dinyatakan dalam satuan persen (%).
gergaji, yaitu breakdown saw atau Nilai rendemen seringkali digunakan
headrig untuk pembelahan awal, resaw untuk menunjukkan efisiensi industri
untuk pembelahan lanjutan, edger untuk penggergajian secara kumulatif menurut
pembelahan bagian sisi sortimen, dan kumpulan bahan baku (lot), periode
cross-cutter untuk pemotongan panjang pengolahan ataupun menurut jenis kayu
sortimen. yang digergaji. Besaran nilai rendemen
secara langsung dapat menunjukkan
Pada kilang penggergajian skala kecil,
berapa banyak sortimen kayu gergajian
proses pembelahan dolok umumnya
beserta limbah yang dihasilkan oleh suatu
hanya menggunakan satu atau dua jenis
industri penggergajian. Nilai rendemen
mesin gergaji, yaitu mesin pembelah
biasa digunakan dalam penentuan biaya
berupa bandsaw atau circularsaw, serta
produksi kayu gergajian. Nilai rendemen
mesin cross-cutter untuk pemotongan
bersifat relatif karena dipengaruhi oleh
panjang sortimen.
banyak faktor, seperti jenis kayu, bentuk
2)
Pola Penggergajian. Secara umum dolok, dimensi dolok, dimensi kayu
terdapat 4 bentuk pola penggergajian, gergajian, pola penggergajian, mesin
yaitu pola penggergajian satu sisi gergaji yang digunakan, dan operator
(through and through sawing atau live mesin.
sawing), pola penggergajian berguling
Pengukuran rendemen dapat dilakukan
(round sawing), pola penggergajian taper
dengan cara :
(taper sawing) dan pola penggergajian
perempatan (quarter sawing). Pola a) Percobaan penggergajian pada
penggergajian satu sisi merupakan kilang penggergajian. Dengan cara
pola penggergajian yang paling umum ini hasil yang diperoleh cukup teliti
dijumpai dan digunakan oleh kilang dan dapat diperinci sampai kepada
penggergajian skala kecil dan menengah, nilai rendemen menurut komposisi
karena alasan praktis dan nilai efisiensi sortimen yang dihasilkan (papan,
yang cukup tinggi. balok, usuk, reng dan lain-lain).
Untuk mendapat nilai rendemen yang
3) Rendemen dan Kapasitas Penggergajian. representatif sekurang-kurangnya
Nilai efisiensi dalam proses konversi digunakan 100 dolok.
kayu bulat menjadi kayu gergajian biasa b) Perhitungan dari catatan pembukaan
disebut dengan istilah rendemen kayu

sisa dolok akhir tahun lalu : ………..a………..


pembelian dolok s/ d bulan ini : ………. b………. +
total dolok s/d bulan ini : ……..( a + b )…...
sisa dolok s/d bulan ini : ………..c………. –
dolok yang diolah s/d bulan ini : ..…( a + b ) – c….
stok kayu gergajian s/d bulan ini : …………x..…….
sisa kayu gergajian akhir tahun ini : …………y……… -
Produksi kayu gergajian s/d bulan ini : …….( x – y ) ……

Prod. kayu gergajian s/d bln. ini (= x-y)


Rendemen = x 100 %
Dolok yang diolah s/d bulan ini (= a+b-c)

3. Skema penggergajian. Dengan skema penggergajian rendemen yang


diproleh didasarkan kepada banyaknya kayu gergajian yang mungkin
dapat diproleh dari dolok melalui skema yang diplot melalui penampang
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 329
Teknologi dan Industri Kehutanan

tata usaha kayu sebagai berikut: disusun oleh Kementerian Kehutanan.


c) Skema penggergajian. Dengan skema Standar ini dalam perdagangan dikenal
penggergajian rendemen yang dengan istilah SNI (Standar Nasional
diproleh didasarkan kepada banyaknya Indonesia) yang memuat prosedur
kayu gergajian yang mungkin dapat pengujian kualitas yang dikenal dengan
diproleh dari dolok melalui skema istilah Indonesian Grading Rule (IGR).
yang diplot melalui penampang
Dalam IGR terdapat dua kelompok
lintangnya. Pada hakekatnya cara
sortimen, yaitu sortimen Spesifikasi
ini merupakan awal teknik simulasi.
Pasaran Umum (GMS) dan sortimen
Rendemen yang diproleh dengan cara
Spesifikasi Pasaran Khusus (SMS). Pada
ini belum akurat.
spesifikasi GMS terdapat 6 tingkatan
Kemampuan suatu kilang penggergajian kualitas sortimen, yaitu: prima (prime),
untuk mengolah kayu bulat atau kualitas I (first), kualitas II (second),
menghasilkan kayu gergajian dalam sound, kualitas III (third), dan kualitas
periode waktu tertentu biasa disebut lokal (local), sedangkan pada spesifikasi
kapasitas penggergajian. Istilah ini dapat SMS terdapat 3 tingkatan kualitas, yaitu:
dinyatakan dalam satuan volume (m3) prima (prime), kualitas I (first), dan
per jam, per hari, per minggu, per bulan kualitas lokal (local).
ataupun per tahun. Terdapat beberapa
istilah kapasitas produksi, yaitu kapasitas
terpasang (design capacity), kapasitas b. Moulding
sebenarnya (real capacity) dan kapasitas
penuh (full capacity). Moulding atau kayu bentukan adalah kayu
gergajian yang dikerjakan sedemikian rupa
d. Pengujian dan Standardisasi Sortimen sehingga seluruh permukaannya halus dan
Kayu Gergajian. Sortimen kayu gergajian satu atau lebih permukaan memanjangnya
memiliki keragaman ukuran dalam mempunyai alur, berkadar air kering udara
hal tebal, lebar dan panjang. Dimensi maksimum 16% serta mempunyai tujuan
kayu gergajian dapat dibuat menurut penggunaan akhir yang jelas.
kebutuhan pengguna dalam bentuk
papan, balok, kaso, reng, dan lain Semua moulding yang diproduksi
sebagainya. Pada sisi lain, kualitas oleh industri atau yang ditemui dalam
sortimen kayu gergajian juga beragam perdagangan pada dasarnya dapat
menurut kehadiran cacat yang terdapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:
pada sortimen kayu dalam bentuk kelompok bahan mebel (furniture stock)
mata kayu, serangan jamur, serangan dan kelompok bahan bangunan (building
rayap, kerusakan fisis (pecah/retak) dan material) atau disebut juga (carpentry
lain sebagainya. Besarnya keragaman stock). Kelompok yang disebut pertama
menurut dimensi dan kualitas yang dapat difungsikan untuk komponen yang
dijumpai dalam penanganan kayu tidak memikul beban terlalu berat, yaitu
gergajian menuntut adanya suatu berupa rangka gambar (picture frame),
panduan umum dalam penentuan sisi laci (drawer side atau drawer back),
kualitas kayu gergajian. komponen kursi dan tempat tidur (wooden
chair components dan bed components)
Standardisasi kualitas dan metode dan sebagainya.
pengujian kayu gergajian di Indonesia
dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Adapun kelompok yang disebut terakhir
Nasional (BSN) yang rancangannya dapat difungsikan untuk komponen yang
330 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

memikul beban lebih berat, yaitu berupa dilakukan dengan mesin kupas. Mesin
rangka pintu, rangka jendela, komponen kupas ada yang mempunyai cakar dan
pintu (door components terutama door ada yang tanpa cakar. Pembuatan venir
rail, door stile), komponen dinding, casing, dengan mesin kupas dapat dilakukan
komponen tangga (stairs components secara sentris (cakar ada di bagian pusat
terutama untuk hand rail) dan lain-lain. kayu) atau secara eksentris (cakar ada
di bagian tepi kayu). Semua pabrik kayu
Persyaratan kayu, terutama sifat fisis lapis menggunakan mesin kupas yang
mekanis kayu untuk molding yang akan mempunyai cakar.
digunakan sebagai bahan bangunan
(carpentry stock) harus lebih tinggi dari Pembuatan venir secara penyayatan
pada persyaratan kayu untuk bahan mebel dilakukan dengan mesin sayat. Ada
(furniture stock). empat macam mesin sayat, yaitu mesin
sayat horizontal, mesin sayat miring,
Untuk memproduksi molding dapat mesin sayat vertikal, dan mesin sayat
dilakukan dengan dua cara, yaitu: cara memanjang yang semuanya sudah
konvensional dan cara moderen. Pada cara dipakai di Indonesia. Mesin sayat
stock) harus lebih tinggi dari pada persyaratan kayu untuk bahan
konvensional
mebel (furniture stock). kayu gergajian yang sudah horizontal merupakan mesin sayat
cukup
Untuk kering, molding
memproduksi sekurang-kurangnya keringdua
dapat dilakukan dengan yang paling banyak dipakai. Mesin
udara,
cara, yaitu: cara diketam duadanmuka
konvensional cara dengan mesincara
moderen. Pada
sayat digunakan untuk membuat venir
konvensional
ketamkayu gergajian
(double yang sudah
planer) cukup kering,
kemudian sekurang -
langsung
kurangnya kering udara, diketam dua muka dengan mesin ketam yang tipis (tebalnya kurang dari 1 mm,
diumpankan ke dalam mesin pembentuk
(double planer) kemudian langsung diumpankan ke dalam mesin umumnya 0,20 mm) guna pembuatan
(shaper
pembentuk (shaperatau moulder)
atau moulder) yangyang memiliki
memiliki satu buahsatu
kepala kayu lapis indah.
buah
pisau yang kepala
berputar pisaujugayang
atau disebut berputar
cutter block (Gambaratau
….)
disebut juga cutter block (Gambar 5.35). 2) Kayu Lapis atau sering disebut plywood,
mempunyai pengertian sempit dan luas.
Dalam pengertian sempit kayu lapis
adalah suatu produk yang diperoleh
dengan cara menyusun bersilangan tegak
lurus lembaran venir yang diikat dengan
perekat. Dalam hal ini kayu lapis terbuat
dari venir semua. Dalam pengertian
luas inti kayu lapis tidak harus berupa
Gambar 5.35. Mesin pembentuk (moulder) venir melainkan dapat berupa bilah
kayu gergajian sebagai core (lumber
core plywood) yang lebih dikenal dengan
Gambar …. Mesin pembentuk (molder) istilah papan blok (blockboard), papan
partikel sebagai core (particleboard core
c. Venir dan Kayu Lapis plywood) atau papan serat sebagai core
c. Venir dan Kayu Lapis (fiberboard core plywood).
1) Venir, adalah lembaran tipis kayu sebagai
a. Venir hasil pengupasan, penyayatan atau Industri kayu lapis di Indonesia sudah
Venir adalah lembaran tipis kayu sebagai hasil pengupasan,
penyayatan penggergajian. Tebal
atau penggergajian. Tebal venirantaraberkisar
venir berkisar 0,1 mm – 6 dikenal sejak sebelum Perang Dunia II.
antaravenir0,1-6,0
mm. Penggunaan terutama mm. Penggunaan
untuk pembuatan venirJuga
kayu lapis.
Pada saat itu sudah ada dua buah pabrik
digunakan untuk venir lamina, korek api, sumpit dan tusuk gigi.
terutama untuk pembuatan kayu lapis. kayu lapis di Sumatra yang didirikan pada
Juga digunakan untuk venir lamina, korek tahun 1920 dan 1927. Di Jawa pabrik kayu
api, sumpit dan tusuk gigi. 18 lapis mulai dibangun pada tahun 1950.
Pembuatan venir secara pengupasan Teknologi yang dipergunakan masih
sederhana. Tahun 1960-an merupakan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 331
Teknologi dan Industri Kehutanan

awal yang baik bagi perkembangan tahun 1971 dengan memakai jati. Pada
industri kayu lapis berkenaan dengan tahun 1976 mulai dibuat tripleks yang
bantuan Jepang dalam rangka rampasan diberi lapisan cat. Pemberian lapisan
perang. Waktu itu mulai dibangun dua polivinil chlorid mulai diberlakukan
buah pabrik kayu lapis di Sulawesi dan pada tahun 1978. Sejak tahun 1983 ada
Kalimantan. Teknologi yang dipakai pabrik kayu lapis yang memiliki mesin
sudah termasuk modern pada saat itu. kupas berukuran 3,35 m sehingga dapat
Karena berbagai hal kedua pabrik itu diperoleh kayu lapis berukuran 300 cm
baru berproduksi pada tahun 1970. x 150 cm. Sedangkan tebal kayu lapis
bervariasi antara 2,5 mm hingga 25 mm.
Perkembangan yang berarti terjadi pada Pada tahun 1985 dibuat juga papan
tahun 1970-an dan melonjak pada tahun blok yang 3 lapis. Corak dari lapisan ini
1980-an sejalan dengan peningkatan bukan berupa kayu. Pada garis besarnya
kegiatan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). ada dua macam corak yaitu polos dan
Di samping itu Pemerintah mendorong bercorak kayu. Pemberian poliuretan
berdirinya industri pengolahan dimulai pada tahun 1990.
kayu terpadu. Selain jumlah pabrik
yang bertambah banyak, terdapat Macam produk kayu lapis dapat
penambahan dari macam produk digolongkan berdasarkan ukuran, jumlah
yang dihasilkan. Penggunaannya pun lapisan, bahan inti, ikatan perekat, bahan
bertambah luas, mulai dari peti teh, laminasi, penggunaan dan bentuknya.
mebel, komponen rumah sampai ke Berdasarkan ukurannya akan diperoleh
cetakan beton. kayu lapis dengan ukuran panjang dan
lebar kurang dari 1 m, misalnya 60 cm x
Pada tahun 1992 terdapat 118 buah 40 cm dan 40 cm x 40 cm yaitu sebagai
pabrik kayu lapis yang termasuk industri bahan peti teh.
besar dan tersebar di Jawa, Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Berdasarkan jumlah lapisannya, kayu
Papua, dengan kapasitas lebih dari 10 lapis dikenal dengan nama tripleks
juta m3/tahun dan produksinya lebih yang terdiri atas tiga lembar venir yang
dari 9 juta m3/tahun. Sementara itu disusun bersilangan tegak lurus dan
terdapat 5 buah pabrik kayu lapis yang multipleks yang terdiri atas 5 lembar
termasuk industri kecil yang hasilnya venir atau lebih akan tetapi jumlahnya
untuk keperluan domestik. selalu ganjil. Pernah pula dibuat dupleks
yang terdiri atas dua lembar venir yang
Pemasaran kayu lapis semula untuk direkat dengan arah serat bersilangan
keperluan domestik. Mulai tahun 1973 tegak lurus.
Indonesia mengekspor kayu lapis dan
jumlahnya terus meningkat melebihi Berdasarkan bahan intinya akan
setengah dari kapasitas industri kayu diperoleh kayu lapis yang berintikan
lapis pada tahun 1984. Pada awal tahun venir sehingga semua lapisan pada kayu
1990-an ekspor kayu lapis dari Indonesia lapis tersebut dibuat dari venir. Ada kayu
lebih dari 8 juta m3/tahun. lapis yang berintikan kayu gergajian
berupa bilah atau yang disebut papan
Sejak 1968 telah dimulai pembuatan blok, jumlah lapisannya ada 5 yang
kayu lapis dengan ukuran 244 cm x 122 terdiri atas 4 lapis venir dan satu lapis
cm. Untuk keperluan khusus dibuat kayu kayu gergajian. Bahan inti kayu lapis
lapis berukuran 213 cm x 91 cm atau 250 dapat juga berupa sisa pemotongan kayu
cm x 125 cm. Pembuatan kayu lapis yang lapis dan papan blok yang dibuat bilah.
diberi laminasi venir indah dimulai pada
332 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Untuk yang bahan intinya berupa sisa venir kayu indah, cat, kertas, polivinil
pemotongan kayu lapis, jumlah lapisan chlorid dan poliuretan. Venir kayu lapis
dapat 9 lapis dan 11 lapis, yaitu jumlah indah yang digunakan antara lain jati,
lapisan awal ditambah dengan lapisan sungkai, dan sonokeling. Sedangkan
yang baru. Bilah dari sisa pemotongan bahan laminasi kertas yang digunakan
kayu lapis ini dapat disusun berbaring mempunyai beraneka macam corak
atau berdiri. Untuk bahan intinya berupa baik yang bercorak kayu maupun bukan.
sisa pemotongan papan blok, jumlah Setelah diberi lapisan kertas kemudian
lapisannya menjadi 9 lapis, 5 lapis dapat diberi bahan pengilap. Ada
berasal dari sisa pemotongan papan blok kertas yang sudah diimpregnasi dengan
dan tambahannya 4 lapis. perekat fenol atau melamin formaldehid.
Berdasarkan penggunaannya, kayu lapis
Berdasarkan kekuatan ikatan perekat, dibagi menjadi dua golongan yaitu
kayu lapis dibagi menjadi dua golongan penggunaan umum dan penggunaan
besar, yaitu kayu lapis eksterior dan khusus. Kayu lapis untuk penggunaan
interior. Kayu lapis eksterior adalah kayu khusus dapat dibedakan dari macam
lapis yang tahan terhadap keadaan di penggunaannya, seperti kayu lapis
luar ruangan atau yang menyerupai konstruksi atau struktural dan kayu lapis
keadaan tersebut. cetakan beton. Salah satu ciri dari kayu
Kayu lapis interior adalah kayu lapis lapis ini adalah tebal lapisan luarnya.
yang hanya tahan terhadap keadaan di Menurut standar Jepang tebal minimum
dalam ruangan saja. Kayu lapis eksterior dari venir luar tersebut adalah 1,5 mm.
dapat dibagi lagi menjadi dua golongan, Berdasarkan bentuknya, kayu lapis dibagi
yaitu yang tahan terhadap air panas dan menjadi dua golongan yaitu kayu lapis
tahan terhadap cuaca (eksterior I) dan datar dan kayu lapis lengkung. Kayu lapis
yang tahan terhadap air panas tetapi yang datar dapat dilengkungkan pada
terbatas ketahanannya terhadap cuaca saat pemakaian. Pada pembuatan kayu
(eksterior II). Menurut Standar Inggris lapis tersebut dipakai mesin kempa yang
kedua golongan tersebut dinamakan platnya datar. Bila plat mesin kempa tidak
WBP (Weather an Boil Proof) dan BR datar melainkan melengkung misalnya
(Boil Resistant) atau CBR (Cyclic Boil berbentuk sandaran kursi, asbak, baki
Resistant). dan lain-lain maka akan dihasilkan
Kayu lapis interior dapat dibagi lagi kayu lapis lengkung. Pembuatannya
menjadi dua golongan, yaitu yang tahan tergantung pada bentuk acuannya dan
terhadap kelembaban tinggi (interior masih terbatas pada barang keperluan
I) dan yang hanya tahan terhadap rumah tangga seperti asbak, baki, cawan
kelembaban rendah (interior II). dan lain-lain.
Menurut standar Inggris kedua golongan
Pada saat ini kayu lapis banyak digunakan
itu disebut MR (Moisture Resistant)
sebagai bahan bangunan, karoseri mobil
dan INT (Interrior). Perekat yang paling
kerajinan tangan dan mebel. Keunggulan
banyak dipakai untuk membuat kayu
kayu lapis dibandingkan kayu gergajian
lapis interior II adalah urea formaldehida,
adalah dapat diperoleh dalam ukuran
sedangkan perekat yang sedikit dipakai
lebar, sifat kembang susutnya kecil (relatif
untuk membuat kayu lapis eksterior I
stabil), mudah pengerjaannya, dan relatif
adalah fenol formaldehida.
ringan. Selain itu ada beberapa pabrik
Berdasarkan bahan laminasi yang pengerjaan kayu yang mempunyai unit
digunakan, kayu lapis ada yang dilapisi pembuatan kayu lapis untuk membuat
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 333
Teknologi dan Industri Kehutanan

komponen mebel. perekat, papan tipe ini yang terbaik.


c) Papan partikel berkerapatan tinggi,
c. Papan Partikel yaitu yang kerapatannya 0,80 g/cm3
Papan partikel adalah lembaran hasil atau lebih (high density particleboard).
pengempaan panas campuran partikel Papan tipe ini terutama digunakan
kayu atau bahan berlignoselulosa lain untuk panel yang memerlukan
dengan perekat organik dan bahan lainnya. kekuatan.
Pabrik papan partikel yang pertama di 3) Perekat Standar Jepang
Indonesia didirikan pada 1974 tetapi a) Papan partikel yang menggunakan
perkembangannya mulai 1980-an. Bahan perekat urea formaldehida atau yang
kayu yang dipakai umumnya limbah industri sepadan atau yang lebih baik (tipe U
kayu lapis dan kayu gergajian dan sedikit particleboard).
yang memakai kayu karet. Semua pabrik b) Papan partikel yang menggunakan
menggunakan perekat urea formaldehida. perekat urea melamin formaldehida
Berdasarkan proses pengempaan, atau yang sepadan atau yang lebih
kerapatan, sampai dengan keteguhan baik (tipe M particleboard).
lenturnya, maka penggolongan papan c) Papan partikel yang menggunakan
partikel sebagai berikut: perekat fenol formaldehida atau yang
sepadan atau yang lebih baik (tipe P
1) Proses Pengempaan particleboard).
a) Papan partikel datar, adalah
papan partikel yang dibuat dengan 4) Perekat Standar Indonesia
pengempaan datar sehingga orientasi a) Papan partikel mutu I adalah papan
partikel sejajar dengan permukaan partikel yang dalam penggunaannya
papan partikel. memerlukan sifat ketahanan terhadap
b) Papan partikel ekstrusi, adalah kelembaban tinggi.
papan partikel yang dibuat dengan b) Papan partikel datar mutu II adalah
pengempaan ekstrusi sehingga papan partikel datar yang dalam
orientasi partikel tegak lurus dengan penggunaannya tidak memerlukan
permukaan papan partikel. sifat ketahanan terhadap kelembaban
tinggi.
2) Kerapatan, menurut FAO digolongkan
menjadi tiga: 5) Berdasarkan Susunan Partikel
a) Papan partikel berkerapatan rendah, a) Papan partikel yang homogen (single
yaitu yang kerapatannya kurang dari layer atau homogenous board).
0,40 g/cm3 (low density particleboard). Pada papan ini tidak ada perbedaan
Papan tipe ini mempunyai sifat sebagai ukuran partikel kayu antara bagian
isolator terhadap panas dan suara tengah dengan permukaannya.
serta dapat digunakan untuk mebel Pembuatannya dapat dilakukan
yang tidak memerlukan kekuatan yang dengan cara pengempaan datar atau
tinggi. ekstrusi.
b) Papan artikel berkerapatan sedang, b) Papan partikel berlapis tiga (three
yaitu yang kerapatannya antara 0,40 layers atau sandwich type board).
g/cm3 sampai kurang dari 0,8 g/ Ukuran partikel kayu untuk bagian
cm3 (medium density particleboard). tengah dan permukaan berbeda.
Papan ini terutama digunakan untuk Bagian tengah menggunakan partikel
panel dan mebel. Ditinjau dari sudut yang lebih besar (kasar), dibandingkan
kekuatannya dan pemakaian bahan dengan bagian permukaan.
334 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

c) Papan partikel berlapis bertingkat dalam ukuran yang lebar dan panjang tetapi
tiga (graduated three layers board kekuatannya lebih rendah daripada kayu
atau graded density board). Papan ini lapis. Harga papan partikel lebih rendah
mempunyai ukuran partikel berbeda daripada kayu lapis. Penggunaan yang
antara bagian permukaan dan bagian utama adalah untuk mebel, kabinet televisi,
tengahnya secara bertahap. serta kabinet pengeras suara.
6) Berdasarkan Bahan Laminasi d. Papan Mineral
a) Papan partikel yang dilapisi venir.
Papan partikel yang bagian muka Papan mineral yang akan diulas mencakup
dan belakangnya dilapisi venir. Papan papan semen dan papan gipsum. Papan
partikel yang satu lapis atau dua lapis. semen (cement-bonded board) adalah
Dapat pula hanya satu permukaannya suatu papan tiruan yang dibuat dari kayu
yang dilapisi venir. atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan
b) Papan partikel yang dilapisi kertas semen sebagai bahan perekatnya. Papan
pada satu atau dua permukaannya. gipsum adalah papan tiruan yang dibuat dari
Kertas yang dipakai dapat polos atau partikel kayu atau bahan berlignoselulosa
bercorak dan kemudian dapat diberi lainnya dengan menggunakan perekat
bahan pengilap. Selain itu dapat gipsum. Papan gipsum merupakan salah
digunakan pula kertas yang sudah satu jenis papan mineral karena perekatnya
diimpregnasi dengan perekat misalnya termasuk perekat anorganik.
melamin formaldehida. 1) Papan Semen. Bahan baku papan
serat berupa potongan kecil kayu
7) Berdasarkan Keteguhan Lentur. Menurut
yang bentuknya bermacam-macam,
standar Jepang ada 3 macam:
seperti wol kayu, selumbar, serutan,
a) Papan partikel tipe 200 (tipe 200
serbuk dan serat. Bila memakai wol
particleboard) yaitu papan partikel
kayu disebut papan semen wol kayu
yang mempunyai keteguhan lentur
atau secara umum disebut papan wol
180 kg/cm2 atau lebih.
kayu. Kalau menggunakan serat yang
b) Papan partikel tipe 150 (tipe 150
berasal dari pulp disebut papan semen
particleboard) yaitu papan partikel
pulp. Sedangkan yang lainnya disebut
yang mempunyai keteguhan lentur
papan semen partikel. Karena memakai
130 kg/cm2 atau lebih.
semen sebagai perekatnya, maka produk
c) Papan partikel tipe 100 (tipe 100
yang dihasilkan dari papan semen
particleboard) yaitu papan partikel
tahan terhadap rayap, jamur, api dan
yang mempunyai keteguhan lentur 80
air. Kegunaan papan semen, terutama
kg/cm2 atau lebih.
adalah untuk dinding dan plafon.
Sifat papan partikel yang diuji meliputi Tidak semua jenis kayu cocok untuk
kadar air, kerapatan, pengembangan tebal, dijadikan papan semen karena ada zat
penyerapan air, keteguhan rekat internal, ekstraktif yang dapat menghambat
modulus patah (MOR), modulus elastis pengerasan semen. Zat ekstraktif ini
(MOE) dan kuat cabut skrup. Faktor-faktor dapat dikurangi, misalnya melalui
yang mempengaruhi papan partikel antara perendaman. Untuk itu perlu diadakan
lain jenis kayu, zat ekstraktif kayu, perekat, pengujian hidratasi yang bertujuan untuk
ukuran partikel dan pengolahan. mengetahui atau menduga baik tidaknya
suatu jenis kayu sebagai bahan baku
Papan partikel mempunyai sifat relatif
papan semen. Dalam pengujian papan
ringan, mudah dikerjakan, dapat diperoleh
semen diukur suhu maksimum dan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 335
Teknologi dan Industri Kehutanan

waktu yang diperlukan untuk mencapai sumbu longitudinal balok glulamnya, dan
suhu tersebut. dilekatkan satu sama lain dengan bahan
perekat, sehingga membentuk satu balok
Berdasarkan suhu maksimum dibuat berukuran lebih besar, baik berbentuk lurus
penggolongan kayu untuk papan semen. maupun lengkung.
Suhu maksimum di atas 41OC termasuk
baik, misalnya tusam (Pinus merkusii), Dari segi efisiensi, kayu laminasi lebih baik
meranti merah (Shorea leprosula). Suhu dibanding kayu solid karena dapat dibuat
maksimum 36OC–41OC termasuk sedang, dari kayu berukuran kecil, bermutu rendah
misalnya sengon (Falcataria moluccana) atau kombinasi mutu rendah dan mutu
dan jati (Tectona grandis). Suhu tinggi.
maksimum kurang dari 36OC termasuk
tidak baik, misalnya mersawa (Anisoptera Bentuk-bentuk kayu laminasi bervariasi
marginata) dan jabon (Anthocephalus dalam jenis, jumlah lapisan, ukuran,
cadamba). bentuk dan ketebalan. Beberapa contoh
bentuk balok laminasi dilihat dari cara
Industri papan semen di Indonesia mulai penempatannya terhadap beban yaitu
berdiri pada 1953 di Pontianak dengan balok laminasi vertikal dan horizontal.
memakai serbuk gergaji sebagai bahan
bakunya. Pada 1956 berdiri sebuah Berdasarkan bentuk penampangnya, kayu
pabrik papan semen di Palembang yang laminasi dapat dibedakan antara lain balok
menggunakan serbuk gergaji dan tatal. I, balok T, balok pipa, dan balok segi empat.
Pada 1970-an berdiri 6 buah pabrik papan Kayu laminasi terbagi menjadi beberapa
semen, 4 buah di antaranya memakai kategori berikut:
wol kayu dan sisanya menggunakan 1) Kayu Laminasi Struktural dan Bukan
serpih. Pada 1983 berdiri sebuah pabrik Struktural
papan semen yang memakai wol kayu.
Semua pabrik tersebut terletak di Jawa, Kayu laminasi struktural adalah kayu
Sumatra dan Kalimantan serta hanya laminasi yang digunakan untuk bahan
berproduksi selama beberapa tahun struktur bangunan yang memikul beban
karena tidak mampu bersaing dengan tinggi seperti struktur tiang, balok, kuda-
bahan bangunan konvensional. kuda, dan rangka atap pada bangunan
rumah dan gedung. Kayu laminasi bukan
2) Papan Gipsum. Ditinjau dari struktural adalah kayu laminasi yang
ketahanannya pada pengaruh cuaca, digunakan untuk bahan bangunan yang
papan gipsum termasuk bermutu memikul beban ringan seperti kusen,
interior. Penggunaannya terutama untuk jendela dan komponen bangunan
dinding dan plafon. Seperti halnya papan bangunan lainnya. Secara lebih luas kayu
mineral lainnya, papan gipsum tahan laminasi ukuran kecil dapat digunakan
terhadap rayap, jamur, dan api. sebagai bahan komponen mebel dan
furnitur.

e. Kayu Laminasi 2)
Kayu Laminasi Homogen dan Tidak
Homogen
Kayu laminasi atau Glued Laminated Timber
(Glulam) adalah komponen struktural Kayu laminasi dapat dibuat dari jenis
yang terbuat dari lebih dari dua kayu kayu/papan gergajian yang sama
pelapis atau lamina, berukuran lebih kecil, maupun berbeda berdasarkan mutu
yang disusun dengan arah sejajar pada dan dimensi kayunya. Kayu laminasi
336 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

homogen terbuat dari jenis, mutu dan pesawat, aula atau ruang pameran
ukuran yang sama (seragam), sedangkan biasanya dibuat kayu laminasi lengkung.
kayu laminasi tidak homogen terbuat dari
campuran jenis kayu, mutu dan ukuran Bahan baku kayu yang digunakan pada
yang berbeda. Pada pembuatannya pembuatan kayu laminasi bisa dari
berbagai jenis kayu, baik kayu berkualitas
didasarkan atas mutu kekakuan lentur
tinggi maupun kayu berkualitas rendah
(Modulus Elastisitas, MOE) dan kekuatan
yang bersumber dari hutan alam
lentur maksimum (Modulus of Rupture, maupun hutan tanaman. Pada proses
MOR) kayunya. pembuatannya papan laminasi harus
3) Kayu Laminasi Horizontal dan Vertikal bebas cacat terutama cacat mata kayu.
Nilai MOE dan MOR papan laminasi
Berdasarkan cara penempatannya diperoleh melalui pengujian tanpa
terhadap beban, dikelompokkan sebagai merusak papan (non destructive test).
balok laminasi (glulam) horizontal dan
Pada konstruksi kayu lapis majemuk,
balok laminasi (glulam) vertikal. Balok mutu perekat berperan penting. Baik-
laminasi horizontal adalah komponen buruknya sambungan kayu laminasi
struktur glulam yang dirancang menahan bergantung pada tempat sambungan dan
beban lentur, yang bekerja tegak lurus kekuatan perekat dalam menjalankan
terhadap bidang lebar laminanya, fungsinya.
sedangkan balok laminasi vertikal
adalah komponen struktur glulam yang Melekatnya dua lapisan kayu yang
dirancang untuk menahan beban lentur direkat, disebabkan adanya gaya tarik
yang bekerja sejajar bidang laminanya, menarik antara molekul-molekul perekat
seperti pada Gambar 5.36. dan antara molekul perekat dengan kayu.
Sebelum terjadi proses ikatan yang kuat,
4) Kayu Laminasi Berbentuk Lurus dan perekat mengalami berbagai fase, yaitu:
Lengkung a) Perekat mengalir secara merata pada
bidang yang direkat.
Pada kayu laminasi struktural kayu b) Adanya perpindahan perekat dari satu
laminasi dapat dibuat berbentuk lurus permukaan ke permukaan yang lain.
maupun lengkung
terhadap berdasarkan
bidang bentuk sedangkan
lebar laminanya, balok
c) Adanya laminasiperekat
penetrasi vertikalmelalui
adalah komponen
arsitektur
glulamdanyang
fungsi dari struktur
dirancang untuk menahan permukaan.
beban lentur yang bekerja sejajar bidang la
bangunan. Untuk bangunan hanggar d) Adanya pembasahan perekat pada
seperti pada Gambar 2.7.

P
L
P
h
h
h
b
b b

(a) Perspektif Glulam (b) Glulam Horizontal (c) Glulam Vertikal


Keterangan: b lebar, h=tinggi, L=panjang, P=beban lentur yang bekerja pada glulam
Keterangan :Gambar
b = lebar, h =Kayu
5.36. tinggi, L = panjang,
laminasi (glulam) P = Beban lentur yang bekerja pada glulam

Gambar 2.2. Kayu laminasi (glulam) vertical.


d. Kayu laminasi berbentuk lurus dan lengkung
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 337
Teknologi dan Industri Kehutanan

permukaan yang akan direkat. Peralatan utama yang diperlukan dalam


e) Terjadinya proses pengerasan. pembuatan kayu laminasi adalah mesin
f) Sedangkan proses perekatan itu gergaji bandsaw, mesin gergaji resaw,
sendiri ada dua macam, yaitu : mesin ketam, mesin ampelas, mesin press
g) Perekatan spesifik adalah perekatan dingin (cold press machine), dan mesin
yang terjadi karena adanya gaya tarik pemilah kayu (papan sorter).
menarik molekul-molekul atau atom-
atom antara perekat dan kayu. Ada tiga jenis sambungan ujung lamina
h) Perekatan mekanis, adalah perekatan yang sering dipakai untuk menyambung
yang terjadi apabila cairan perekat agar mencapai panjang yang sesuai dengan
masuk ke dalam pori-pori kayu, panjang balok laminasi yang direncanakan,
kemudian mengeras sehingga yaitu:
mengikat kedua kayu yang direkatkan. 1) Sambungan ujung tumpu (butt joint)
(Gambar 5.37) merupakan sambungan
Kayu yang lebih lunak dan banyak yang terlemah, terutama terhadap
porinya biasanya lebih mudah direkat gaya tarik (aksial/lentur) karena itu
dibandingkan kayu yang keras karena kekuatannya diabaikan di dalam
proses perekatannya relatif sudah cukup perhitungan tegangan, ini berarti
menghasilkan ikatan yang baik. Pemilihan tidak ekonomis. Sambungan ini masih
perekat untuk pembuatan kayu laminasi dapat dipakai untuk kayu laminasi yang
harus memperhatikan beberapa faktor, menerima gaya tekan (aksial/lentur)
seperti macam dan sifat perekat, jenis kayu tetapi tidak disarankan untuk lapisan/
yang direkatkan, kondisi tempat produk serat terluar.
yang digunakan, proses dan alat yang 2) Sambungan ujung lidah miring (scarf
digunakan serta biaya perekatan. joint), dapat dan sering dipakai untuk
sambungan tarik maupun tekan.
Perekat yang ideal untuk kayu adalah yang Kekuatan sambungan ini dipengaruhi
berharga murah, waktu kadaluwarsa lama, oleh rasio kemiringan sambungan
cepat mengeras dan cepat matang dengan dengan tebal lamina (ls/t) seperti pada
suhu yang rendah, mempunyai daya tahan Gambar 5.38.
yang tinggi terhadap kelembaban, pelarut, 3) Sambungan ujung bergigi/berjari (finger
panas dan jasad renik perusak serta dapat joint), (Gambar 5.39) lebih hemat
digunakan untuk berbagai keperluan. dalam pemakaian kayu dibandingkan
dengan sambungan ujung lidah miring,
Penggolongan perekat berdasarkan cara
tetapi pembuatannya memerlukan alat
pengerasannya, sebagai berikut:
khusus. Kayu yang berkualitas tinggi
1) Perekat Termoplastik. Perekat ini tidak diperkenankan menggunakan
sifatnya agak kering dan menjadi lunak sambungan ini.
jika terkena panas atau suhu tinggi,
Tahapan proses pembuatan kayu laminasi,
sehingga daya ikatnya menurun bahkan
sebagai berikut:
hilang. Sebaliknya jika suhu turun
1) Log dibelah menjadi papan-papan
akan mengeras dan daya ikatnya akan
dengan ketebalan sesuai rencana
semakin meningkat. Contoh perekat tipe
ditambah dengan toleransi ±4 mm.
ini adalah polivinil asetat.
2) Papan dikeringkan di dalam kiln drying
2) Perekat Termoseting. Perekat ini akan atau di ruangan terbuka dengan posisi
mengeras jika terkena panas atau reaksi berdiri sampai kadar airnya mencapai
kimia dengan sebuah katalisator yang 10-12%.
disebut hardener. Contoh perekat ini
adalah urea formaldehida. 3) Papan diseleksi dari cacat secara visual
dan di-grading untuk mendapatkan
338 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Gambar 5.37. Sambungan ujung tumpu (butt joint)

ls

Gambar 5.38. Sambungan ujung lidah miring(scarf joint)

Gambar 5.39. Sambungan ujung bergigi/berjari (finger joint).

Tahapan
Tabel 5.20. proses pembuatan
Penggunaan kayu laminasi,
Struktur Glulam sebagai berikut:
pada Konstruksi Berat
a) Log dibelah menjadi papan-papan dengan ketebalan sesuai rencana
No. Bentang
ditambah (L),toleransi
dengan m ±4 mm. Penggunaan
b)1.Papan dikeringkan
6 ~39 Balok kiln drying atau di ruangan terbuka
di dalam
2.dengan posisi
15 ~ 60 Kuda-kuda
berdiri sampai Bowstring
kadar airnya mencapai 10 – 12%.
c)3.Papan diseleksi
15 ~ 27 dari cacat secaramiring
Kuda-kuda visual dan di-grading untuk
4.mendapatkan nilai MOE
15 ~ 45 masing-masing
Kuda-kuda papan sejajar/rata
batang tekan dan dicantumkan
5.nilainya untuk
9 ~ 90penyusunan posisi laminasi.
Pelengkung
d)6.Papan yang10 ~ 105akan dilaminasi
Domes diserut dan diampelas sampai
ketebalannya sesuai rencana.
e) Cacat
Tabel 5.21.fisik
Kelasberupa
Mutu mata
Glulamkayu, serat tersisip
Berdasarkan dan cacat
MOE yang Diukurlain yang
terdapat dengan
pada papan dibuang,
Mesin Grading kemudian disambung dengan tipe
sambungan yang sesuai dengan jenis dan kualitas kayu.
Mutu untuk
f) Papan-papan glulamlaminasi disusun sesuai
MOE (10 3 kgf/cm2)
urutan nilai MOE dari
L200 200
L180 180 30
L160 160
L140 140
L125 125
L110 110
L100 100
L90 90
L80 80
L70 70
L60 60
L50 50
Sumber: JAS (1996)

Tabel 5.22. Mutu Glulam Berdasarkan Pengujian Secara Mekanis


Kekuatan Lentur (kgf/cm2)
Mutu glulam
Rata-rata Minimum
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 339
Teknologi dan Industri Kehutanan

nilai MOE masing-masing papan dan tinggi mutu kayu, semakin tinggi
dicantumkan nilainya untuk penyusunan kekuatan glulam yang dihasilkan.
posisi laminasi. 2) Mata Kayu. Besarnya ukuran mata
4) Papan yang akan dilaminasi diserut dan kayu relatif terhadap lebar kayu lamina
diampelas sampai ketebalannya sesuai dan posisinya terhadap sumbu glulam
rencana. akan dapat menurunkan kekuatan
5) Cacat fisik berupa mata kayu, serat glulam secara keseluruhan. Mata kayu
tersisip dan cacat lain yang terdapat pada mengganggu arah serat di sekitar lokasi
papan dibuang, kemudian disambung mata kayu dan dapat memperlemah sifat
Tabel 5.20. Penggunaan
dengan tipe sambungan yang sesuaiStruktur Glulamketeguhan
pada Konstruksi Berattarik, dan tekan sejajar
lentur,
dengan jenis dan kualitas
No. kayu. (L), m
Bentang serat.
Penggunaan
6) Papan-papan untuk 1. laminasi 6 ~39 disusun Balok 3) Kemiringan Arah Serat Kayu. Arah serat
sesuai urutan nilai2.MOE dari 15 ~sisi
60 terluar kayu lamina yang miring juga mengurangi
Kuda-kuda Bowstring
menuju garis netral 3. 15 ~ 27 bagian
(lamina Kuda-kuda miring
sifat keteguhan lentur, tarik, dan tekan
tengah) dengan 4.urutan 15 nilai ~ 45 MOE Kuda-kuda batang tekan
sejajar sejajar/rata
serat yang akhirnya juga dapat
5. 9 ~ 90 Pelengkung
terbesar pada bagian sisi terluar. menurunkan kekuatan glulam. Namun
6. 10 ~ 105 Domes
7) Berikutnya, papan-papan tersebut hal tersebut dapat dihindari melalui
direkat untuk menjadi kayu laminasi
Tabel 5.21. Kelas Mutu Glulam Berdasarkanpengaturan dan pemilahan kayu untuk
MOE yang Diukur
dengan mesin kempa dingin atauMesin
dengan denganGrading dilaminasi.
alat kempa sederhana selama minimum 4) Retak Sejajar Serat dan Pecah. Cacat
Mutu glulam MOE (103 kgf/cm2)
4 jam (tergantung jenis perekat yang retak pada kayu dapat menurunkan
L200 200
digunakan) pada tekanan kempa 10 kg/ keteguhan geser seperti halnya pada
cm .
2 L180 180 karena cacat ini mengurangi
kayu solid,
L160
8) Kayu laminasi dibiarkan (conditioning) 160 menahan geser dan merusak
bidang yang
selama 1 minggu. L140 140 keteguhan totalnya. Namun
integritas
L125
9) Perataan sisi menggunakan mesin gergaji 125
cacat tersebut jarang terjadi dan dapat
bundar (circular saw) dan diketam. L110 dihindari110dengan meletakkan posisi kayu
L100 laminasi100tersebut pada zona geser yang
Faktor-faktor yang mempengaruhi L90kekuatan lebih rendah
90 sewaktu membuat glulam.
kayu laminasi (glulam), sebagai berikut:
L80 80
1) Jenis dan Mutu Kayu. Kayu L70 yang Penggunaan 70 struktur glulam pada
dipakai untuk lembar pelapisL60(lamina), konstruksi 60berat disajikan pada Tabel 5.20.
merupakan faktor paling menentukan L50 Kelas mutu50papan lamina berdasarkan MOE
terhadap kekuatan Sumber:glulam.
JAS (1996) Semakin yang diukur dengan mesin grading disajikan

Tabel 5.22. Mutu Glulam Berdasarkan Pengujian Secara Mekanis


Kekuatan Lentur (kgf/cm2)
Mutu glulam
Rata-rata Minimum

L200 810 610


L180 720 540
L160 630 475
L140 540 405
L125 485 365
L110 450 340
L100 420 315
L90 390 295
L80 360 270
L70 330 250
Sumber: JAS (2003)

f. Modifikasi Kayu Solid


340 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

pada Tabel 5.21. Mutu papan gergajian Pulp didefinisikan sebagai kumpulan serat
berdasarkan pengujian secara mekanis individu yang diperoleh melalui perlakuan
pada Tabel 5.22. khusus (mekanis, kimia, panas, atau
kombinasinya) terhadap kayu atau bahan
f. Modifikasi Kayu Solid serat berlignoselulosa lain. Aspek pulp
Produksi kayu dari hutan tanaman secara biasanya sering dikaitkan dengan kertas,
kuantitas semakin meningkat bahkan telah dan sesungguhnya pulp merupakan bentuk
melampaui produksi kayu dari hutan alam. setengah jadi, sedangkan kertas (termasuk
Pada umumnya, kayu dari hutan tanaman karton) merupakan salah satu macam
berasal dari jenis-jenis cepat tumbuh atau bentuk jadi (produk turunan pulp).
dipanen lebih cepat. Oleh karena itu, sifat- Perbedaan antara kertas dan karton
sifat kayu dari hutan tanaman dari jenis terletak pada berat dasar (gramatur) dan
cepat tumbuh tersebut seringkali tidak tebalnya. Lembaran dengan tebal dan
memenuhi persyaratan bahan baku untuk gramatur berturut-turut di bawah 224
produk tertentu seperti furnitur dan produk gram/m2 dan 0,3 mm dikategorikan sebagai
kayu solid lainnya. kertas, sedangkan di atas nilai-nilai tersebut
Hal ini terutama dikarenakan karakteristik sebagai karton. Bentuk jadi lain turunan
kayu muda (juvenile) yang tidak diinginkan pulp di antaranya adalah papan serat,
yaitu kepadatan rendah, keawetan rendah, rayon (sutera tiruan), selulosa nitrat (untuk
kekuatan rendah, dan ketidakstabilan bahan peledak), selulosa asetat (bahan film
dimensinya. Untuk mengatasi berbagai dan plastik untuk boneka), dan selulosa
kelemahan sifat tersebut dan agar kayu fosfat (sebagai bahan penghambat gerakan
cepat tumbuh dari hutan tanaman nyala api dan banyak pula digunakan untuk
memenuhi persyaratan untuk produk ramuan tekstil).
tertentu maka diperlukan modifikasi. Hingga kini kayu masih merupakan penyedia
Modifikasi kayu solid merupakan proses utama (sekitar 93%) pembuatan pulp
untuk memperbaiki kelemahan pada sifat- dan produk turunannya, sedang sisanya
sifat kayu sehingga kayu tersebut meningkat adalah bahan berserat lignoselulosa lain
kualitasnya. Teknik dan/atau metode yang (seperti bagasse/ampas tebu, merang padi,
bisa dilakukan cukup bervariasi, mulai dari bambu, serat kenaf, dan serat abaka). Serat
yang sederhana (hanya menggunakan tersebut dikenal dengan istilah serat alami.
tekanan mekanis tanpa bahan kimia) hingga Di samping itu terdapat serat sebagai bahan
yang kompleks (menggunakan tekanan dan/ baku pulp yang disebut serat sekunder yaitu
atau menggunakan bahan kimia), termasuk serat-serat dari kertas bekas dan produk
kombinasi di antara keduanya. industri pulp/kertas yang dianggap tidak
memenuhi syarat.
Perlakuan yang dapat meningkatkan berat
jenis atau kepadatan kayu olahan adalah Kayu dan serat lignoselulosa lain memiliki
impregnasi, kompresi dan kombinasi kelemahan yaitu proses pembentukan
keduanya. Berbagai penelitian telah serat secara alamiah memerlukan waktu
dilakukan tentang peningkatan kerapatan lama, sehingga menghadapi saingan
spesies kayu yang berbeda dengan dari serat sintetis yang dapat diproduksi
menggunakan metode yang berbeda. secara cepat (antara lain glass, nylon,
dan dacron). Meskipun demikian, serat
sintetis masih dipertanyakan mengenai
sifat terbarukannya (renewability) serta
g. Pulp, Kertas dan Turunan Selulosa Lain keramahan prosesnya terhadap lingkungan.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 341
Teknologi dan Industri Kehutanan

Industri pulp/kertas/produk lain turunan dengan berat jenis tinggi cenderung


pulp termasuk boros dalam pemakaian mengkonsumsi energi lebih besar
bahan baku, yaitu sekitar 4 m3 kayu dalam proses pengolahan pulp, dan
(sebagai bahan serat konvensional) untuk memungkinkan terjadinya lebih banyak
menghasilkan 1 ton pulp. Hal tersebut kerusakan terhadap struktur kayu. Berat
dapat menguras sumber daya alam yang jenis kayu dipengaruhi oleh struktur
ada. anatomi, dimensi serat, nilai turunannya,
serta komposisi kimianya. Struktur
Di samping itu, industri pulp/bentuk anatomi mencakup macam dan porsi
turunannya paling banyak mengkonsumsi sel-sel atau jaringan penyusun kayu,
air dan energi, dan paling banyak pula seperti sel serat, sel parenkhim, dan sel
menghasilkan limbah yaitu berupa limbah pembuluh.
cair (60-150 kiloliter/ton produk dengan
rincian kandungan padatan berupa BOD Dimensi serat mencakup panjang serat
1000-2000 ppm, COD 3000-4500 ppm, (L), diameter serat (d), dan diameter
TSS 2500-4500 ppm, 7,5-10 ton klorine lumen (l). Serat KDJ relatif panjang,
organik/AOX per ton produk); limbah padat sedang serat KDL lebih pendek. Diameter
(sludge) 100-250 kg/ton produk); limbah serat KDL cenderung lebih besar
pencemaran udara (150-200 kg partikel dibandingkan KDJ, sedang tebal dinding
padatan berukuran kecil/asap, 2,5-3,0 serat relatif sama.
ton gas rumah kaca/CO2 dan 30-40 kg gas
berupa senyawa mengandung sulfur yang Pada pengolahan pulp menjadi kertas,
berbau tidak sedap, masing-masing per ton jenis kayu yang berserat panjang,
produk). Limbah tersebut bersifat racun, berdiameter lebar, dan berdinding
korosif, dan bisa mengganggu kesehatan tipis lebih dikehendaki, sebab seratnya
manusia dan membahayakan kehidupan mudah menggepeng sehingga dihasilkan
mahluk lain. kertas dengan sifat fisik dan kekuatan
tinggi.
Karakteristik atau sifat dasar bahan baku
serat, pengolahan bahan serat konvensional Dimensi serat bahan lignoselulosa lain
menjadi produk/produk turunannya, bervariasi tergantung dari macam bahan
modifikasi pengolahan serat dan informasi tersebut antara lain merang padi (L=0,5
terakhir teknologi pengolahan tersebut, mm; d=9 mm), ampas tebu/bagasse
berikut kemungkinan pengembangan dan (p=1,7 mm; d=20 mm), bambu (p=2,8
keterkaitannya dengan aspek lingkungan, mm; d=15 mm), batang pisang abaka
akan diuraikan di bawah. (p=6 mm; d = 24 mm), serat daun nenas
(p=6-8 mm, d=23 mm), dan serat tandan
1) Karakteristik Bahan Serat Berligno- kosong kelapa sawit (p=0,77-1.60 mm;
selulosa d=12,66 mm).
Sifat dasar atau karakteristik bahan baku Nilai turunan dimensi serat mencakup
serat mencakup aspek anatomi, berat antara lain bilangan Runkel, daya tenun,
jenis, kimia, dimensi serat dan nilai perbandingan Muhlstep, kekakuan
turunannya. Kayu sebagai salah satu serat, dan fleksibilitas serat. Semakin
bahan serat berlignoselulosa terdiri dari rendah bilangan Runkel, perbandingan
dua macam, yaitu kayu daun jarum (KDJ) Muhlstep, dan kekakuan serat, serta
dan kayu daun lebar (KDL). semakin tinggi daya tenun dan
fleksibilitas serat, memberi indikasi
Berat jenis KDJ (0,33-0,55) umumnya bahan tersebut mudah menggepeng,
lebih rendah dari KDL (0,30->0,65). Kayu
342 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

anyaman serat lebih kompak, dan serat komposisi kimia pulp mekanis tidak
mudah dibentuk selama pembentukan banyak berubah dari asalnya.
lembaran, sehingga berpengaruh positif
terhadap sifat fisik dan kekuatan kertas. Modifikasi proses mekanis antara lain
adalah proses kimia-mekanis, termo-
Umur pohon sebagai sumber serat mekanis (TMP), dan termo-kimia-
perlu diperhatikan. Karakteristik kayu mekanis (TCMP), di mana bahan kayu
yang dibentuk jaringan kambium pada mengalami perlakuan pendahuluan
saat umur pohon masih muda berbeda secara kimia, panas, atau kombinasinya
dengan karakteristik saat umur pohon untuk melunakkan lignin, sehingga
sudah dewasa. Untuk aspek pertama, memudahkan perlakuan mekanis.
kayu tersebut disebut kayu muda Bahan kimia yang dipakai untuk tujuan
(juvenile wood), sedang pada aspek tersebut umumnya adalah alkali
berikutnya adalah kayu dewasa (mature (NaOH) atau natrium sulfit (Na2SO3)
wood). Kayu muda berkarakteristik dengan konsentrasi sekitar 5-8%,
panjang serat lebih pendek, kekuatan sedangkan perlakuan panas lazimnya
dan kadar selulosa lebih rendah, serta menggunakan uap super heated
kadar lignin lebih tinggi dibandingkan (bersuhu >100oC), selama 20-30 menit
kayu dewasa. Keadaan ini membuat sifat (pada sistem batch). Pulp mekanis
dan kualitas pulp yang dihasilkan dari banyak digunakan untuk kertas hisap,
kayu muda lebih rendah. karton, kertas cetak, kertas tissue,
katalog, dan produk kertas lain yang
2)
Pengolahan bahan Serat Secara tidak memerlukan sifat kekuatan dan
Konvensional stabilisasi warna yang tinggi.
Pengolahan bahan serat secara Pada proses kimia, kayu atau
konvensional meliputi persiapan lignoselulosa lain diubah menjadi serat-
bahan baku, pengolahan pulp, dan serat pulp dengan mendegradasi dan
pembentukan produk jadi. Macam melarutkan lignin. Bersamaan dengan
produk jadi dari pulp adalah kertas/ itu secara selektif menyelamatkan
karton, papan serat, dan produk lain senyawa selulosa dan hemiselulosa.
turunan pulp berderajat kemurnian Proses tersebut menggunakan ketel
selulosa tinggi (dissolving pulp). pemasak dengan tekanan di atas 1
a)
Persiapan bahan baku. Tahapan atmosfir, suhu tinggi (120-160oC)
persiapan khusus untuk kayu dan waktu 2-4 jam. Rendemen pulp
mencakup pemotongan dolok, kimia berkisar 40-50%, akan tetapi
pembuangan kulit, dan penyerpihan. sifat kekuatan dan stabilisasi warna
pulp kimia lebih tinggi dari pada pulp
b)
Proses Pengolahan Pulp. Secara mekanis. Pulp kimia banyak ditujukan
konvensional proses ini umumnya untuk membuat kertas tulis/buku,
terdiri dari 3 macam proses utama majalah, produk kertas dengan sifat
yaitu mekanis, semi kimia, dan kekuatan dan stabilitas warna tinggi,
kimia. Proses mekanis bertujuan serta turunan pulp lain dengan derajat
mendapatkan serat terpisah (pulp) kemurnian selulosa tinggi yaitu >95%
yang umumnya dilakukan secara (dissolving pulp).
mekanis. Rendemen pulp mekanis
relatif tinggi (85-95%), tetapi sifat Berdasarkan derajat keasaman (pH),
kekuatannya rendah. Kandungan terdapat dua macam proses kimia
lignin masih relatif tinggi atau larutan pemasak yaitu cara asam
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 343
Teknologi dan Industri Kehutanan

(proses sulfit, pH sekitar 3-4) dan cara dan sifat kekuatan lebih tinggi dari
alkali (proses soda dan sulfat/kraft, pH pada proses soda atau proses sulfit.
di atas 7). Reaksi proses sulfat terutama terjadi
dengan pemutusan ikatan α-O-4 dan
Bahan kimia proses sulfit adalah β-O-4 pada lignin, sehingga mudah
campuran larutan asam sulfit (H2SO3) larut.
dan ion bisulfit (HSO3-) dengan
kation tertentu (Na+, NH4+, Ca+2, Sama halnya dengan proses
atau Mg+2), sehingga terjadi reaksi sulfit, variasi kondisi proses sulfat
sulfonasi terhadap lignin dengan dipengaruhi oleh macam bahan serat
mekanisme pemutusan benzyl-aryl- dan macam produk yang dikehendaki.
ether (α-O-4) sehingga terlarut dalam Lebih lanjut, teknologi daur ulang
bentuk asam ligno-sulfonat. bahan kimia dari cairan bekas pemasak
(black liquor) pada proses sulfat (kraft)
Kondisi proses sulfit yang umum sudah sangat lama dilakukan, guna
adalah konsentrasi bahan kimia menghemat pemakaian bahan kimia
150-300 mM/liter (sebagai total SO2 dan energi.
ekivalen), suhu maksimum 130-150oC
(selama 2-3 jam), dan ratio bahan serat Modifikasi proses kimia (khususnya
(serpih kayu atau serat lignoselulosa proses sulfat), di mana sebelum
lain) dengan larutan pemasak sekitar kondisi proses tersebut diterapkan,
1:4 hingga 1:5. Tergantung dari macam dilakukan perlakuan pendahuluan
produknya, dengan urutan kertas terhadap kayu atau bahan serat
tahan minyak, kertas tulis/cetak, berlignin-selulosa menggunakan
dan dissolving pulp, membutuhkan asam mineral (umumnya HCl) pada
kondisi proses lebih keras (suhu, konsentrasi rendah (sekitar 1-2%)
waktu, dan konsentrasi bahan kimia dan diberi perlakuan panas secara
lebih tinggi). Variasi kondisi proses singkat (lazimnya uap superheated).
sulfit dipengaruhi oleh jenis kayu Tujuannya adalah menghidrolisa
atau bahan serat berlignoselulosa hemiselulosa sehingga terdegradasi
yang diolah. Proses sulfit tidak banyak dan diperoleh produk pulp
digunakan lagi karena membutuhkan berderajat kemurnian selulosa tinggi
peralatan berkonstruksi logam khusus >95%. Produk ini ditujukan untuk
tahan karat dan suasana asam ikut menghasilkan dissolving pulp.
mendegradasi fraksi karbohidrat
kayu yaitu selulosa dan hemiselulosa, Modifikasi proses kimia lain adalah
sehingga menurunkan rendemen yang disebut proses soda atau
pulp. proses sulfat dengan penambahan
antrakinon (AQ). Banyaknya AQ
Pada cara alkali (pH 10-12), proses kraft yang ditambahkan biasanya berkisar
sebagai modifikasi proses soda (hanya 1-3% dari berat kering kayu (bahan
menggunakan NaOH) paling dominan serat). Ternyata AQ selain berperan
dilakukan menggunakan bahan kimia terhadap delignifikasi yang lebih
campuran soda (NaOH) dan natrium selektif, juga mengurangi degradasi
sulfide (Na2S). Penggunaan Na2S karbohidrat serat. Modifikasi tersebut
ternyata mempertinggi keselektifan menghasilkan pulp yang lebih kuat dan
delignifikasi dan mengurangi berendemen lebih tinggi, mengurangi
degradasi karbohidrat, sehingga konsumsi bahan kimia (alkali), dan
menghasilkan pulp dengan rendemen mempersingkat waktu proses.
344 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Proses pengolahan pulp semi kimia selektif. Diantara macam organisme


merupakan gabungan cara kimia dan yang umum digunakan adalah jamur
mekanis, dimana penggunaan bahan pelapuk putih (white-rot fungi).
kimia bertujuan melunakkan struktur Penggunaan jamur tersebut pada
kayu atau lignoselulosa lain dengan pengolahan pulp baik secara kimia,
mendegradasi lignin secara parsial, semi kimia, atau mekanis. Umumnya
sehingga memudahkan perlakukan jamur digunakan pada perlakuan
tahap berikutnya (mekanis). pendahuluan guna melunakkan
struktur kayu atau lignoselulosa lain,
Pemasakan pada proses semi kimia sehingga memudahkan tahapan
juga berlangsung pada suhu dan pengerjaan berikutnya secara
tekanan tinggi, tetapi waktunya lebih konvensional (kimia, semi kimia, dan
singkat dibandingkan proses kimia. mekanis). Proses biopulping dapat
Sifat pulp semi kimia yang dihasilkan, menghemat pemakaian energi, bahan
kualitasnya terletak di antara sifat pulp kimia, mengurangi pencemaran
kimia dan sifat pulp mekanis, antara lingkungan, dan meningkatkan sifat
lain rendemen berkisar 60-85%. pengolahan dan kekuatan pulp.
Macam proses semi kimia yang umum
proses semi kimia sulfit netral atau Pengolahan pulp bisa dilakukan
neutral sulfite semi-chemical (NSSC). dengan memanfaatkan kembali
Macam proses semi kimia lain adalah kertas bekas. Tahapan yang umum
high-yield sulfite, dan high-yield diterapkan adalah pembersihan kertas
kraft. Untuk proses high-yield sulfite, dari bahan asing, penceraiberaian
mekanisme reaksi pengolahan pulp kertas bekas menjadi pulp (repulping),
sama dengan proses kimia sulfit yaitu penyaringan (screening), pembersihan
terjadi sulfonasi, sedangkan pada (cleaning), penghilangan warna
proses NSSC mekanisme sulfonasinya (deinking), dispersi, dan pemisahan
juga hampir serupa akan tetapi selain penyempurnaan serat (deflaking),
terjadi pemutusan ikatan α-O-4 juga sehingga menghasilkan pulp yang
terjadi pemutusan ikatan β-O-4. siap diolah menjadi kertas atau
Untuk high-yield kraft, mekanisme turunan selulosa lain. Kertas bekas
reaksinya serupa dengan proses sulfat yang didaur ulang secara berulang-
konvensional. ulang mengakibatkan melemahnya
struktur internal individu, sehingga
Pulp proses semi kimia banyak berpengaruh negatif terhadap mutu
ditujukan antara lain untuk kertas produk.
karton, karton gelombang (corrugating
board), kertas bungkus, dan sampul Pengolahan pulp menjadi produk jadi
buku/majalah. Disamping itu pulp melalui beberapa tahap, sebagai berikut:
semi kimia (termasuk pulp TMP, TCMP,
dan semacamnya) banyak digunakan a)
Penyaringan, pencucian, dan
untuk pembentukan produk turunan pembersihan pulp. Tahapan ini
selulosa lain khususnya papan serat. bertujuan mendapatkan pulp
bebas dari bahan tak dikehendaki.
Pengolahan pulp bisa juga Penyaringan untuk memisahkan pulp
dengan bantuan mikroorganisme dari fraksi kasar (knots, gumpalan
(biopulping), di mana organisme serat) dan juga bahan asing (pasir,
tersebut mampu mendegradasi lignin tanah, potongan logam). Pencucian
kayu atau lignoselulosa lain secara bertujuan membersihkan pulp dari
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 345
Teknologi dan Industri Kehutanan

sisa bahan kimia menggunakan alat sulfite (Na2SO3), sodium hydrosulfite/


bersistem gaya sentrifugal guna lebih sodium dithionite (Na2S2O4), dan
menyempurnakan pembersihan serat. sodium borohydride (NaBH4).
b) Proses pemutihan pulp. Pulp dari Pemutihan dengan cara ini bisa
proses mekanis, kimia, atau proses dilakukan secara satu tahap atau
semi kimia masih berwarna gelap bertahap (umumnya hanya 2 tahap).
karena masih terdapat sisa lignin Pemutihan cara ini umumnya
dan bahan ekstraktif. Untuk tujuan ditujukan untuk pulp semi kimia atau
pembuatan produk tertentu (antara pulp mekanis. Stabilisasi warna pulp
lain kertas tulis/cetak, kertas untuk ini rendah, dan rentan oleh cahaya
laboratorium, dan dissolving pulp), dan suhu tinggi.
pulp perlu diputihkan.
Pemutihan pulp di samping
Ada juga produk yang tidak menggunakan bahan kimia, juga bisa
memerlukan pemutihan pulp (seperti dengan bantuan mikroorganisme
kertas bungkus, kertas karton, dan (bio-bleaching). Organisme tersebut
papan serat). Pemutihan pulp ada berfungsi mendegradasi sisa lignin dan
dua macam yaitu (1) pemutihan bahan ekstraktif yang masih terdapat
menggunakan bahan kimia tertentu dalam pulp yang akan diputihkan.
dengan cara mendelignifikasi dan Organisme yang umum digunakan
menyingkirkan bahan ekstraktif, adalah jamur pelapuk putih dan
sehingga mempertinggi kemurnian bio-enzim. Penerapan bio-bleaching
selulosa dalam pulp; dan (2) juga dapat menghemat pemakaian
pemutihan dengan tujuan menetralisir energi dan bahan kimia pemutih,
gugusan warna dan secara bersamaan mengurangi pencemaran lingkungan,
tetap mentolerir keberadaan lignin. dan meningkatkan rendemen serta
sifat kekuatan pulp putih.
Pemutihan pulp dilakukan dengan
cara (1) umumnya menggunakan 3) Pembentukan Produk Jadi dari Pulp.
bahan oksidator kuat seperti khlorin Produk jadi dari pulp terdiri dari kertas/
(C), khlorin dioksida (D), hipokhlorit karton, dissolving pulp, dan papan
(H), oksigen (O), ozon (Z), dan alkali serat. Sebelum pulp dibentuk menjadi
(NaOH) untuk ekstraksi (E) produk lembaran kertas/karton atau papan
degradasi oleh bahan kimia pemutih serat, pulp perlu mengalami perlakuan
tersebut. Agar proses pemutihan mekanis yaitu yang disebut penghalusan
berjalan efektif dan secara bersamaan dan penyeragaman serat (beating atau
degradasi karbohidrat (selulosa) refining).
pulp minimal, maka proses tersebut
biasanya dilakukan secara bertahap Beating/refining bertujuan untuk
seperti CEDED, CEHDED, CEHDP, menyempurnakan pemisahan serat,
DEODD, dan OZEP. Pemutihan cara ini penipisan dinding serat, fibrillisasi,
umum dilakukan terhadap pulp kimia. dan meningkatkan sifat hidrasi serat.
Semua faktor tersebut berpengaruh
Pemutihan pulp dengan cara (2) yang positif terhadap sifat kekuatan lembaran
tetap mentolerir keberadaan lignin, kertas/karton atau papan serat yang
biasanya menggunakan oksidator terbentuk. Perlu ada penilaian seberapa
lemah dan/atau reduktor seperti jauh beating/refining perlu dilakukan,
peroksida (Na2O2 atau H2O2), sodium dan salah satu kriteria adalah derajat
346 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

kehalusan (freeness). efektif dengan serat baik secara


external dan internal, maka perlu
a) Kertas atau karton. Kriteria derajat bahan yang membantu kontak/
kehalusan pulp untuk kertas umumnya ikatan tersebut yaitu yang disebut
sekitar 40-45oSR (Schopper Riegler) koagulan (retention aids), dan yang
atau 250-300 ml CSF (Canadian umum digunakan adalah tawas
Standard Freeness). Untuk karton, (K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O); macam
maka derajat kehalusan pulpnya lainnya yaitu alum agak basa
harus lebih rendah (tekstur serat (Al2(SO4)3.18H2O), ferisulfat (Fe2SO4)3),
lebih kasar) yaitu 35-40oSR atau 300- dan natrium aluminate (Na2Al2O4).
350 ml CSF. Pulp untuk jenis kertas Mekanisme koagulan/retention aids
tertentu (tissue paper), biasanya tidak tersebut sedemikian rupa sehingga
memerlukan penggilingan. partikel bermuatan positif dan partikel
Setelah derajat kehalusan pulp bermuatan negatif dalam sistem
tercapai, bahan aditif ditambahkan penggunaan aditif memiliki jumlah
pada suspensi pulp guna memperbaiki keseluruhan muatan yang mendekati
sifat tertentu kertas seperti ketahanan nol atau near zero.
terhadap cairan, opasitas (sifat Pembentukan lembaran kertas/
tidak tembus cahaya), warna, dan karton adalah memisahkan fraksi air
kekuatan, dengan porsi sekitar 1-8% (dehidrasi) dari suspensi pulp, dengan
dari berat kering pulp tersebut. Bahan bantuan tekanan (vacuum/suction),
aditif guna meningkatkan ketahanan dilanjutkan dengan pengepresan,
kertas terhadap cairan (tinta, air, dan pengeringan, penyeterikaan
sebagainya) disebut sizing agent, (calendering), pemotongan, dan
antara lain rosin, lilin, emulsi aspal, penyelesaian (finishing). Terbentuknya
dan bahan sintetis. lembaran kertas terjadi akibat
Macam bahan aditif pengisi (filler) adanya ikatan antar serat (hydrogen
berfungsi mengisi rongga-rongga bonding) dengan dibantu bahan
kosong pada struktur anyaman dan tertentu (terutama yang berperan
ikatan antar sarat dalam lembaran sebagai perekat) bersamaan dengan
kertas/karton, sehingga memperbaiki penurunan kandungan air suspensi
kerapatan, opasitas, dan mengurangi pulp secara berangsur-angsur.
kekasaran permukaan kertas/karton Kertas/karton tertentu memerlukan
tersebut. perlakuan lanjut guna penyempurnaan
Macam pengisi tersebut antara lain sifatnya sesuai dengan kehendak
kaolin (clay), kapur (CaCO3), dan pengguna seperti impregnasi dan
titanium dioksida (TiO2). Bahan warna laminasi (coating). Tujuan coating
(pigment) berfungsi memberi warna adalah meningkatkan ketahanan
tertentu pada produk kertas sesuai produk kertas terhadap penetrasi
dengan yang dikehendaki pemakai. suatu cairan, dan memperbaiki
Bahan aditif guna memperbaiki sifat sifat fisis/kekuatan kertas baik pada
kekuatan kertas adalah pati, perekat permukaannya ataupun internalnya.
alam, dan perekat sintetis (urea Untuk bahan laminasi (coating)
formaldehida, fenol formaldehida, mencakup kaolin, titanium dioksida,
poliamida, dan sebagainya). kapur, yang dikombinasikan perekat
(lateks, pati). Untuk laminasi, bahan
Agar bahan dapat berikatan secara yang umum digunakan adalah resin
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 347
Teknologi dan Industri Kehutanan

polyethylene, sehingga diperoleh tertentu seperti viscose-rayon (sutera


kertas/karton yang tahan cairan tiruan), cellophane (bahan film yang
(seperti untuk tujuan pembuatan transparan), celluloid (bahan plastik
wadah susu, minuman/makanan, untuk boneka), selulosa asetat (untuk
sabun, dan sebagainya). film fotografi), selulosa nitrat (bahan
peledak dan ramuan cat kuku),
Produk pulp dan kertas perlu diperiksa carboxymethyl cellulose/CMC (bahan
sifatnya guna menjamin kepercayaan aditif dalam pembentukan lembaran
konsumen. Pemeriksaan sifat kertas guna mengurangi sifat
pulp umum mencakup rendemen, porositas, memperbaiki kekompakan
konsumsi pemakaian bahan kimia, dan toughness, dan meningkatkan
kebutuhan bahan pemutih, dan gramatur/berat dasar dan ketahanan
derajat kehalusan serta waktu yang lipat lembaran tersebut), dan cellulose
diperlukan guna mencapai derajat phosphate (bahan untuk menghambat
kehalusan tersebut. Pemeriksaan sifat nyala api).
kertas mencakup sifat fisik (gramatur/
berat dasar riil, tebal, kadar air, daya Viscose-rayon merupakan produk yang
serap air), sifat mekanis dan sifat optik terbesar mengkonsumsi dissolving
(derajat kecerahan, opasitas). pulp. Pada proses pembuatan viscose-
rayon ini, pulp kimia direndam dalam
b) Dissolving pulp larutan NaOH (alkali) 17-18% sehingga
Berbeda dengan pulp untuk kertas, terbentuk fraksi tak larut yaitu
di mana kekuatan serat individu dan alfa-selulosa, sedangkan selulosa
ikatan antar serat diperlukan, untuk dengan derajat polimerisasi lebih
dissolving pulp yang lebih diperlukan rendah akan terlarut. Pada proses
adalah pulp dengan derajat kemurnian tersebut selulosa dapat diperoleh
selulosa tinggi (kadar α-selulosa >90%) kembali tidak lagi dalam bentuk
dan distribusi derajat polimerisasi serat, tetapi berupa benang-benang
(berat molekul) seragam. Dengan halus (filaments). Filaments tersebut
demikian pembuatan dissolving dengan dilalukan alat extruder akan
pulp tidak memerlukan tahapan menghasilkan bentuk seperti benang
penggilingan dan penambahan aditif. yang disebut yarn (terdiri dari 40-
Demikian pula bahan untuk dissolving 60 kelompok filaments yang saling
pulp lazimnya adalah pulp kimia (sulfit sejajar satu terhadap lainnya). Jika
atau sulfat), di mana pembuatannya filaments tersebut diextrude melalui
melalui tahapan pemrosesan khusus. alat bercelah sempit, akan terbentuk
suatu film tipis transparan yang
Untuk kayu dengan berat jenis atau disebut cellophane, yang banyak
kadar hemiselulosa tinggi, kadang- digunakan untuk plastik fotografi dan
kadang diperlukan perlakuan bahan pembuatan boneka.
pendahuluan mengggunakan
asam kuat berkonsentrasi rendah c) Papan serat
(prehidrolisis) supaya dihasilkan Bahan perekat untuk papan serat bisa
dissolving pulp dengan kadar berasal dari komponen kimia serat
α-selulosa tetap tinggi, tetapi (terutama lignin). Tahapan proses
degradasi selulosa minimal. Melalui pembuatan papan serat melibatkan
konversi kimia lebih lanjut terhadap persiapan bahan baku, pengolahan
dissolving pulp, diperoleh produk pulp, pembentukan lembaran,
348 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

dan finishing. Kondisi pengolahan Cara kering menggunakan media


pulp untuk papan serat lebih lunak udara untuk transportasi pulp, media
dibandingkan untuk kertas/karton reaksi dengan bahan aditif, dan
dan dissolving pulp; menggunakan pembentukan lembaran. Agar media
proses pengolahan pulp semi kimia udara bisa berfungsi maka setelah
dengan tekanan udara terbuka, dan selesai proses pengolahan pulp, pulp
bahan kimia yang umum adalah soda tersebut harus dikeringkan. Cara
api (NaOH) dan soda abu (Na2CO3) kering digunakan untuk menghasilkan
pada konsentrasi relatif rendah. papan serat dengan dua permukaan
Ini karena lignin dalam pulp masih halus (S-2-S), sedang cara basah untuk
diperlukan sebagai bahan pengikat papan serat dengan satu permukaaan
pada pembentukan lembaran papan halus dan satu berpermukaan kasar
serat. (S-1-S).
Setelah pengolahan pulp, tahapan Berdasarkan kerapatan, papan serat
berikutnya juga hampir serupa seperti diklasifikasikan menjadi 3 macam,
pada pembuatan kertas/karton, yaitu yaitu papan serat berkerapatan rendah
antara lain pembersihan serat pulp (PSKR) (<0,35 gram/cm3), papan serat
dan penggilingan. Derajat kehalusan berkerapatan sedang (PSKS) atau MDF
pulp untuk papan serat lebih rendah (0,35-0,80 gram/cm3), dan papan
dibandingkan untuk kertas/karton, serat berkerapatan tinggi (PSKT) atau
biasanya sekitar 650-700 ml CSF (15- hardboard (0,80-1,20 gram/cm3).
16oSR). Sesudah penggilingan dan
pembentukan lembaran, bahan aditif Papan serat banyak digunakan untuk
dapat ditambahkan pada suspensi pulp bahan isolasi (peredam suara),
papan serat. Bahan aditif, antara lain dinding penyekat, produk furniture,
berupa perekat thermosetting (urea bagian peralatan listrik, bagian interior
formaldehida, fenol formaldehida, kendaraan bermotor, dan konstruksi
dan melanin formaldehida), emulsi ringan hingga berat. Macam kegunaan
lilin/aspal, bahan pengawet, dan papan serat tersebut ada kaitannya
bahan tahan api berfungsi untuk dengan kerapatannya. Agar papan
memperbaiki sifat-sifat papan serat serat memiliki sifat yang baik, perlu
seperti kekuatan, keteguhan rekat, diuji sifatnya terutama aspek fisik dan
serta ketahanan terhadap air dan api. kekuatan, mencakup kerapatan riil,
pengembangan tebal, penyerapan air,
Pembentukan lembaran papan serat modulus elastisitas (MOE), modulus
dari suspensi pulp (dengan atau tanpa patah (MOR), keteguhan internal (IB),
bahan aditif) bisa menggunakan dan daya hantaran panas.
media air (proses pembentukan
basah) atau media udara (proses 4) Modifikasi Pengolahan Serat,
kering). Pada cara basah, tahapannya Inovasi Terakhir, dan Kemungkinan
hampir serupa pada pembentukan Pengembangannya. Modifikasi ini untuk
lembaran kertas, yaitu terdapat masa mendatang sebaiknya disesuaikan
pemisahan fraksi air dari suspensi dengan aspek seperti kecenderungan
pulp (dehidrasi), pemvakuman penghematan pemakaian bahan baku
(suction), pengepresan/pengempaan, (kayu dan bahan serat berlignoselulosa
pengeringan, pemotongan dan lain), bahan proses (bahan kimia utama,
penyelesaian (finishing). bahan aditif alternatif, air proses, energi),
modifikasi proses, mempertinggi masa
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 349
Teknologi dan Industri Kehutanan

pakai alat dan dampak pencemaran Di antara bahan yang dapat


lingkungan minimum (limbah proses, mengatasi atau mengurangi
polusi, bau). dampak negatif tersebut antara
lain antrakinon (AQ), oksigen (O2),
Dengan teknologi ini, rendemen dan polisulfida (PS), dan chelating agent
mutu produk (pulp, kertas, karton, papan (CA). Bahan tersebut ditambahkan
serat, dan turunan selulosa lain) tetap dalam jumlah relatif kecil pada
memenuhi syarat atau bahkan lebih bahan pemasak pengolahan pulp
baik dibandingkan teknologi pengolahan konvensional (misalnya alkali),
konvensional. yaitu diantaranya menjadi: alkali/
a) Bahan serat alternatif (ligno selulosa soda (NaOH) + AQ, NaOH + PS, dan
lain) NaOH + PS.

Aspek ini ditekankan pada usaha Mengenai proses soda+AQ,


untuk mengurangi ketergantungan senyawa AQ berkemampuan
pada bahan baku kayu hutan mempercepat delignifikasi dan
alam. Penelitiannya akan terus secara bersamaan menstabilkan
disempurnakan dan dikembangkan fraksi karbohidrat kayu (atau
pada penggunaan bahan alternatif bahan serat berlignoselulosa lain)
atau serat lignoselulosa lain seperti terhadap degradasi oleh alkali.
kayu hutan tanaman dan seluruh Pada pelaksanaannya, senyawa AQ
bagian tanaman termasuk akar, dapat mensubsitusi senyawa sulfida
ranting, dan kulit; kertas bekas; limbah secara parsial atau menyeluruh
pembalakan hutan; limbah industri dengan cara menambahkan AQ
perkayuan, pertanian, perkebunan tersebut pada larutan pemasak
serta serat non-kayu (serat daun soda atau sulfat (kraft).
nenas, tandan kosong kelapa sawit, (2)
Kemungkinan pengolahan pulp
sabut kelapa, dsb); kertas bekas; bermedia pemasak alkohol
selulosa mikrobial; dan sebagainya.
Untuk itu perlu dicermati proses Ini merupakan salah satu
pengolahan bahan yang sesuai untuk usaha pengolahan pulp dari
mengolah bahan alternatif tersebut. jenis kayu tertentu (atau serat
berlignoselulosa lain) yang rentan
b) Modifikasi proses dan inovasi terakhir, terhadap kondisi keras pada
mencakup antara lain: proses pulping konvensional
(1)
Pengolahan pulp dengan bahan (menggunakan media pemasak
kimia ramah lingkungan air), seperti kayu hutan tanaman,
kulit kayu, dan serat bukan kayu.
Ini ditujukan untuk mengurangi
polusi bahan kimia terutama yang Alkohol yang dapat disarankan
mengandung sulfur baik bentuk adalah metanol dan etanol. Alkohol
gas atau cairan pada pengolahan tersebut dapat mendepolimerisasi
pulp konvensional kraft. Polutan lignin melalui proses metilasi
mengandung sulfur selain bersifat atau etilasi terhadap lignin, titik
racun, juga mengakibatkan korosi didih lebih rendah dari pada air,
pada peralatan logam pengolahan sehingga kondisi pemasakan pulp
pulp/kertas dan menimbulkan bau bermedia alkohol bisa lebih lunak
tidak sedap. dibandingkan media pemasak
350 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

air. Akibatnya dapat mengurangi menyebabkan terbentuknya


degradasi karbohidrat serat. senyawa polychlorinated dioxin
Dengan begitu bisa menghasilkan dan dibenzofurams yang terbawa
rendemen dan kekuatan pulp yang bersama limbah pemutihan
tinggi. tersebut. Senyawa tersebut
beracun dan dicurigai dapat
(3)
Pengolahan pulp dengan cara menimbulkan penyakit kanker
extended delignification
Salah satu senyawa kimia bebas
Cara ini merupakan modifikasi khlor-elementer yang bisa
pengolahan pulp kimia khususnya dianjurkan adalah khlorin dioksida
proses sulfat (kraft) dengan (ClO2). Meskipun ClO2 lebih mahal
tujuan utama penghematan dari Cl2, namun lebih selektif
energi, delignifikasi lebih efektif, sehingga menurunkan tingkat
menghasilkan pulp mudah degradasi karbohidrat pulp dan
diputihkan dan berkekuatan tinggi, intensitas kekeruhan warna limbah
meningkatkan produktifitas pulp, cair pemutihan lebih rendah. Di
dan mengurangi beban limbah Indonesia percobaan pemutihan
buangan. dengan ClO2 telah banyak dilakukan
Salah satu teknik extended dan terus dikembangkan untuk
delignification adalah rapid pemutihan pulp dari beragam jenis
displacement heating (RDH). kayu (atau serat berlignoselulosa
Prinsip yang diterapkan pada lain).
proses RDH adalah memanfaatkan c) Pemutihan pulp dengan bahan kimia
panas larutan bekas pemasak bebas khlor menyeluruh (totally
untuk pemanasan awal larutan chlorine-free bleachingagent/TCF).
pemasak (white liquor), yang
memanfaatkan black liquor untuk Gagasan ini timbul dalam usaha
pelunakan awal kayu atau bahan pemutihan pulp mengunakan bahan
serat, dan mencampurkan black pemutih yang beresiko menghasilkan
liquor dengan white liquor sebagai senyawa AOX yang beracun. Bahan
larutan pemasak dari campuran pemutih ClO2 memang lebih selektif
2 macam liquor tersebut untuk dari pada Cl2, tetapi masih tetap
proses pulping. Proses RDH berpotensi menghasilkan AOX.
belum banyak diterapkan pada
jenis kayu Indonesia, dan ini perlu Timbul usaha melakukan pemutihan
dikembangkan mengingat makin dengan bahan bebas khlor (TCF). Di
gencarnya kekhawatiran pada antara bahan yang dianjurkan adalah
pencemaran lingkungan. oksigen (O2), ozon (O3), peroksida
(H2O2 atau Na2O2), prenoks (NO2),
(4) Pemutihan pulp dengan bahan monox-L, sodium hydrosulfite
kimia bebas khlor-elementer (Na2S2O3), sodium tripolyphosphate
(elemental chlorine-free/ECF) (Na3P3O10), sodiumborohydride
(NaBH4), dan pressurized preoxygen
Secara historis, pemutihan pulp washer (W).
berlangsung menggunakan khlor
(Cl2) yang biasanya dikombinasikan Beberapa percobaan pemutihan
dengan ekstraksi alkali. Pemutihan pulp dengan TCF menunjukkan hasil
pulp dengan Cl2 diindikasikan yang prospektif, sehingga perlu
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 351
Teknologi dan Industri Kehutanan

dipertimbangkan untuk dikembangkan korosi logam peralatan pulp/kertas.


lebih lanjut menggunakan berbagai Perubahan suasana asam menjadi
jenis kayu Indonesia. netral/alkali diharapkan dapat
mengatasi hal tersebut. Bahan
(1) Pemutihan pulp dengan sistem aditif/retensi bersuasana netral/
tertutup. alkali antara lain alkyl ketene dimer
Pemikiran ini timbul sebagai (AKD), cationic starches, fatty-
salah satu usaha mengurangi acid anhydride (FAA), cationic
pencemaran akibat limbah proses starches, larutan stearato chromic
pemutihan pulp khususnya yang chloride (SCC) dalam isopropyl
menggunakan bahan pemutih alcohol, larutan perfluoro cuprylic
mengandung khlor (limbah AOX). acid (PCA) dan chromium dalam
Sistem tertutup ini juga memberi isopropyl alcohol, dan alkenyl
manfaat antara lain daur ulang succinic anhydride (ASA).
bahan kimianya dapat menghasilkan Suasana netral memungkinkan
energi tambahan serta menghemat penggunaan filler yang tidak tahan
pemakaian bahan pemutih dan asam (CaCO3), memperpanjang
air proses. Pemutihan pulp sistem umur pakai mesin pulp/
tertutup dikombinasikan dengan kertas, peningkatan retensi
pengolahan pulp sulfat perlu bahan aditif, dan mengurangi
dicermati dan dikembangkan agar degradasi karbohidrat, sehingga
diterapkan untuk penggunaan meningkatkan sifat kekuatan pulp
jenis kayu Indonesia yang beraneka dan kecepatan produksi pulp/
ragam. kertas. Di Indonesia penerapan
(2)
Pembentukan lembaran kertas suasana netral/alkali perlu
pada suasana netral atau alkali. dipertimbangkan, karena suatu saat
kebutuhan pulp/kertas domestik
Selama ini proses pembentukan akan meningkat terus, sehingga
lembaran kertas dan penambahan memerlukan proses dengan
retensi (alum) serta aditif (filler, produksi cepat dan berkualitas
sizing, perekat) berlangsung pada tinggi.
suasana asam (pH sekitar 4-5). Pada
kondisi tersebut memungkinkan (3) Penerapan teknologi nano pada
terjadi tarik menarik antara muatan pembentukan lembaran kertas
positif partikel alum dengan bersuasana alkali.
muatan negatif permukaan, dan Penerapan teknologi ini pada
juga tarik menarik antara muatan suasana alkali selain memungkinkan
positif partikel alum dan muatan penggunakan bahan filler yang tidak
negatif dengan keseluruhan tahan asam, juga meningkatkan
muatan negatif pada sistem retensi bahan filler dan sifat
tersebut menjadi minimum. pembentukan lembaran.
Keadaan ini dikenal dengan Percobaan telah dilakukan
isitilah near-zero zeta potential dengan menggunakan filler yaitu
sebagaimana diutarakan partikel bentonite dan koloid silika
sebelumnya. Akan tetapi, suasana berukuran nano. Ternyata dari hasil
asam berakibat terjadi degradasi pembentukan lembaran diperoleh
karbohidrat pulp dan mempercepat
352 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

hal-hal positif yaitu peningkatan terbatas dan juga tekanan dari


kecepatan pembentukan lembaran, pemerhati lingkungan.
pelepasan air dari lembaran,
dan retensi filler. Peningkatan (5) Penggunaan bahan aditif alternatif
retensi filler berakibat kadar abu Ini bertujuan menggantikan bahan
kertas bisa mencapai 5-10% lebih aditif konvensional. Diantara
tinggi dibandingkan kadar abu bahan aditif alternatif adalah alkyl
dengan penggunaan bahan filler ketene dimer (AKD), fatty-acid
konvensional (tidak berukuran anhydride (FAA), stearato chromic
nano) tanpa menyebabkan chloride (SCC), senyawa kompleks
penurunan kekuatan kertas. perfluoro cuprylic acid (PCA)
Pada penggunaan filler dengan chromium juga dilarutkan
konvensional, peningkatan kadar dalam isopropyl alcohol, dan alkenyl
abu hanya sebesar 1% dari batas succinic anhydride (ASA), dimana
optimal mengakibatkan penurunan dapat berperan sebagai retensi
kekuatan lembaran kertas. Hal ini yang efektif pada pembentukan
perlu mendapat perhatian lebih lembaran kertas bersuasana netral/
lanjut karena terkait erat dengan alkali.
kecepatan pembentukan dan Hal tersebut dapat mengurangi
produksi lembaran kertas. pemakaian bahan aditif/sizing
(4)
Pembentukan lembaran kertas konvensional (rosin soap, emulsi
dengan sistem tertutup. lilin, dan emulsi aspal) dan
bahan retensi konvensional
Mesin kertas secara tradisional (tawas) yang bersuasana asam
beroperasi dengan membuang pada pembentukan lembaran
saja cairan bekas pembentukan kertas. Macam aditif lain yang
lembaran kertas (white water), bisa berperan sebagai perekat
sehingga timbul pemikiran dalam pembentukan lembaran
menerapkan sistem tertutup kertas adalah bahan khitin yang
guna mendaur ulang white terdapat pada limbah cangkang
water. Hal ini bertujuan untuk udang, sehingga diharapkan
mengurangi pemakaian fresh mengurangi pemakaian bahan
water, menghemat biaya waste- perekat tradisional tapioka. Di
water treatment, dan menurunkan Indonesia, bahan aditif alternatif
tingkat pencemaran lingkungan. tersebut perlu dipertimbangkan
Sistem ini juga ikut mendaur ulang dan dikembangkan penggunannya.
sisa serat dan sebagian bahan
aditif (retensi, sizing, dan filler), d) Pengolahan pulp dan kertas dengan
sehingga dapat dimanfaatkan mendaur ulang keseluruhan air bekas
kembali. Penerapan sistem ini di proses.
Indonesia perlu dipertimbangkan Pengolahan pulp dan kertas
karena suatu saat konsumsi mengkonsumsi sejumlah besar air
pulp/kertas domestik cenderung proses sekitar 200-245 kiloliter/
meningkat, yang mengakibatkan ton produk. Air digunakan untuk
pula peningkatan kebutuhan bahan pengulitan kayu, pemasakan serpih,
pembantu (air proses dan bahan pencucian pulp, pemutihan pulp,
serat) yang potensinya semakin penggilingan pulp, penambahan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 353
Teknologi dan Industri Kehutanan

bahan aditif, pembentukan lembaran dengan media pemasak alkohol,


kertas, dan ketel uap (boiler) pemanfaatan seluruh bahan serat
pembangkit listrik. pohon, extended delignification,
penggunaan bahan pemutih
Masalah penggunaan air yang lebih efektif dan selektif, serta
besar sudah lama dirasakan oleh pembentukan lembaran kertas
negara-negara subtropis karena pada suasana netral/alkali.
pada musim dingin sumber air
umumnya membeku. Daur ulang air (2)
Pengolahan bahan serat hingga
bekas proses pengolahan dan hasil produk akhir. Pengolahan serat
kondensasi uap merupakan sebuah selain menghasilkan produk (pulp,
usaha mengatasinya. Di Indonesia kertas, papan serat, dan turunan
karena terletak di daerah tropis, tidak selulosa lainnya) juga menyebabkan
terlalu bermasalah, tetapi gencarnya polusi terhadap udara, air, dan
kekhawatiran lingkungan, industri darat. Polusi udara dapat berupa
pulp/kertas domestik perlu pula padatan seperti partikel natrium
memikirkan usaha meminimalisasi air dan abu, gas tidak terkondensasi
proses. (antara lain senyawa mengandung
sulfur dan nitrogen), dan senyawa
Pengolahan bahan serat menjadi gas organik terkondensasi yang
pulp, kertas dan produk lain keluar dari ketel pemasak dan lindi
turunannya banyak berkaitan erat hitam (sisa cairan pemasak).
dengan aspek lingkungan. Dampak
tersebut terjadi mulai dari tahapan Bahan polutan udara tersebut selain
mendapatkan bahan serat, tahapan beracun juga dapat mengganggu
pengolahan, hingga tahapan finishing. sistem pernapasan dan penglihatan
Keseluruhan tahapan tersebut bisa manusia. Ini perlu diatasi antara
berdampak negatif karena berperan lain dengan penambahan bahan
pada pemanasan global, pencemaran seperti antrakinon yang secara
lingkungan, dan terbentuknya parsial dapat mensubsitasi bahan
limbah pengolahan. Oleh sebab itu pemasak mengandung sulfur
perlu adanya tindakan efektif guna (Na2S), pengawasan kemungkinan
mengatasi dampak negatif tersebut. kebocoran, penggunaan alat
penangkap atau pengikat seperti
(1) Bahan baku serat. Dengan makin karbon atau arang aktif, dan alat
terbatasnya pasokan kayu dari penyaring.
hutan alam, perlu dimanfaatkan
bahan serat alternatif seperti kayu Polusi cairan akibat limbah
hutan tanaman, limbah pembalakan buangan pengolahan pulp dan
hutan, kayu perkebunan, dan bahan kertas berasal dari berbagai
serat bukan kayu (seperti bambu, sumber dan yang utama adalah
jerami, tandan kosong kelapa sawit, cairan bekas penanganan dolok,
serat sisal dan serat daun nenas), ketel pemasak dan kondensasi
sludge, dan kertas bekas. evaporator, cairan bekas proses
penyaringan, dan pemutihan pulp.
Usaha lain yang bisa dilakukan Penanganan terhadap limbah
adalah memperbaiki efisiensi buangan perlu kehati-hatian
pengolahan dengan menerapkan karena membahayakan kesehatan
pengolahan pulp organosolv manusia dan mahluk hidup lainnya.
354 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Limbah buangan tersebut memiliki Kayu memiliki beberapa kelemahan


karakteristik tertentu yang perlu antara lain dapat mengembang atau
dicermati seperti pH, warna, total menyusut yang mengakibatkan dimensinya
solid, suspended solid, dissolved berubah, sehingga menjadi retak, pecah,
solid, BOD (biological oxygen dan berubah bentuk. Usaha mengurangi
demand), dan COD (chemical sifat mengembang dan menyusut kayu
oxygen demand). BOD dan COD dalam batas tertentu dapat dicapai
terkait dengan banyaknya bahan dengan mengeringkan kayu hingga kadar
organik dalam limbah buangan. airnya seimbang dengan kadar air di
lingkungannya.
Sebelum limbah cair dibuang,
perlu mendapatkan perlakuan Oleh karena itu, semua kayu yang akan
khusus agar tidak membahayakan dijadikan produk, baik produk solid maupun
lingkungan. Perlakuan tersebut komposit, termasuk kayu laminasi harus
seperti memisahkan fraksi padatan sudah kering dan memenuhi standar kadar
dan gas di dalamnya melalui cara air peruntukan. Pengeringan kayu yang
penyaringan, sedimentasi, floatasi, dilakukan dengan tepat dapat memperbaiki
volatilisasi, dan tindakan biologis. kualitas pemesinan, pengeleman, dan
Fraksi padat/sludge, mengandung pengerjaan akhir (finishing) dari suatu
sisa serat, serat terfragmentasi, produk.
sisa komponen kimia serat, dan sisa
bahan aditif. Limbah padatan lain Kayu memiliki sifat pengeringan yang
juga bisa terbentuk selama proses berbeda untuk setiap jenis. Pada jenis yang
pembentukan lembaran kertas sama, sifat pengeringan kayu dari tanaman
hingga tahap akhir. Penanganannya umur muda (young-wood) berbeda dengan
bisa dengan mendaur ulang limbah kayu dari tanaman yang lebih tua (mature-
menjadi pulp dan produk jadi. wood). Salah satu cara untuk mengetahui
sifat dan kualitas pengeringan suatu jenis
B.4. Penyempurnaan Sifat Kayu kayu adalah dengan metode pengeringan
suhu tinggi (quick drying test). Metode ini
Kayu adalah material atau bahan dikembangkan oleh Profesor Shin Terazawa
lignoselulosa alami yang terutama diperoleh dari Nagoya University.
dari bagian batang pohon. Material ini
memiliki keragaman sifat dasar yang nyata, Dalam perkembangannya metode tersebut
baik antar species, antar pohon, maupun dimodifikasi lagi sesuai dengan kondisi kayu
dalam satu pohon yang sama. Keragaman saat ini. Cara pengujiannya adalah dengan
ini dapat menimbulkan beberapa kesulitan mengeringkan contoh uji kecil kayu basah
dalam penggunaan kayu. menggunakan suhu 100oC sampai kadar air
dalam kayu (2±1)%. Kehadiran tiga macam
Kayu secara alami memiliki beberapa cacat, yaitu pecah ujung & permukaan,
kelemahan dalam sifat dasarnya, yaitu tidak deformasi (perubahan bentuk), serta pecah
stabil, serta mudah mengalami kerusakan pada bagian dalam kayu dinilai tingkat
akibat serangan biologis terutama jamur kerusakannya. Semakin parah kerusakan
dan serangga. Perbaikan terhadap sifat contoh uji, makin rendah penetapan suhu
kayu dapat dilakukan melalui perlakuan minimum-maksimumnya (Tabel 5.23).
pengeringan, pengawetan, maupun dengan
memodifikasi kayu. Pendugaan bagan pengeringan kayu
berdasarkan sifat pengeringannya, cara dan
a. Pengeringan Kayu teknik pengeringan, maupun penyimpanan
mengeringkan contoh uji kecil kayu basah menggunakan suhu 100 C sampai kadar air dalam kayu
(2±1)%. Kehadiran tiga macam cacat, yaitu pecah ujung & permukaan, deformasi (perubahan
bentuk), serta pecah pada bagian dalam kayu dinilai tingkat kerusakannya. Semakin parah
kerusakan contoh uji, makin rendah penetapan suhu minimum-maksimumnya (Tabel 2.14).
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 355
2.9. Suhu minimum - maksimum pengeringanTeknologi
berdasarkan tingkat kerusakan kayu
dan Industri Kehutanan

Tabel 5.23. Suhu minimum-maksimum pengeringan berdasarkan tingkat kerusakan kayu


Kondisi Pengeringan Tingkat Cacat (Kerusakan Kayu)
Tipe Cacat
(Oc) 1 2 3 4 5 6 7
A. Pecah ujung Suhu minimum 70 65 60 55 50 40 38
dan permukaan
Depresi suhu bola basah 6.5 5.5 4 4 3 2 2
Suhu maksimum 95 90 85 80 70 65 50
B. Deformasi Suhu minimum 70 66 58 54 50 40 38
(perubahan Depresi suhu bola basah 6.5 6 5 4 4 3 3
bentuk)
Suhu maksimum 95 88 83 80 70 65 50
C. Pecah pada Suhu minimum 70 55 50 48 48 40 -
bagian dalam Depresi suhu bola basah 6.5 4.5 4 3 3 2.5 -
(
Suhu maksimum 95 83 77 73 71 70 -
1) Modifikasi dari Metode Terazawa (Basri, 2011)
1)
Modifikasi 1=0-5%,
Keterangan: dari Metoda Terazawa
2=>5-10%, (Basri, 2011)
3=>10-20%, 4=>20-30%, 5=>30-50%, 6=>50-70%, 7=>70%
Ket: 1 = 0-5%, 2 = >5-10%, 3 = >10-20%, 4 => 20-30%, 5 = >30-50%, 6 = >50-70%, 7= >70%.

kayu setelah dikeringkan akan diuraikan di Pada aplikasinya, bagan pengeringan


bawah ini. tersebut di atas, dapat dimodifikasi lagi
disesuaikan dengan tipe dan kondisi alat
1) Pendugaan Bagan Pengeringan pengering yang digunakan. 31
Bagan pengeringan adalah suatu 2) Cara Pengeringan
pedoman dalam menetapkan suhu
dan kelembaban nisbi udara (relative Saat ini cara pengeringan yang lazim
humidity) suatu jenis kayu serta langkah dilakukan di industri pengolahan kayu di
perubahannya berdasarkan tingkat Indonesia adalah pengeringan alami dan
kadar air rata-rata kayu selama proses pengeringan dalam dapur pengering.
pengeringan dalam dapur pengering. Pengeringan alami biasanya dilakukan
Bagan pengeringan berbasis kadar air di industri skala kecil atau industri
terutama ditentukan berdasarkan sifat rumahan (home industry). Pada industri
pengeringannya. skala besar, pengeringan alami hanya
sebagai antara (predrying) sebelum kayu
Dengan bantuan tabel suhu bola basah dikeringkan dalam dapur pengering.
dan suhu bola kering yang dikeluarkan Perbedaan antara cara pengeringan
oleh Forest Products Laboratory alami dan cara pengeringan dalam dapur
Madison (dimodifikasi), maka ditetapkan pengering, dapat dilihat dalam Tabel
bagan pengeringan dasar suatu jenis 5.25.
kayu. Penggunaan bagan pengeringan
yang tepat dapat mempercepat waktu Dalam praktek ada dua tipe dapur
pengeringan tanpa menurunkan kualitas pengering, yaitu dapur pengering
kayu. Bagan pengeringan yang dianjurkan sederhana (sumber panas dari tungku
untuk beberapa jenis kayu Indonesia, bakar atau kombinasi dengan panas
dapat dilhat pada Tabel 5.24. matahari yang ditampung) dan dapur
pengering konvensional (kiln drying)
Bagan pengeringan yang dianjurkan yang dilengkapi dengan ketel uap (boiler)
untuk 80 jenis kayu Indonesia hasil sebagai sumber panas pengeringan.
penelitian di laboratorium pengeringan
P3HH disajikan dalam Lampiran 11. a) Dapur pengering kombinasi panas
356 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Tabel 5.24. Bagan pengeringan kayu berbasis air


Bagan pengeringan
Bagan pengeringan
1 1 Bagan pengeringan
Bagan pengeringan
6 6
Kadar Air KadarSuhu
Air Suhu
KelembabanKelembaban Kadar Air Kadar Suhu
Air Suhu
KelembabanKelembaban
(%) (%)(oC) (oC)Nisbi (%) Nisbi (%) (%) (%) (oC) (oC)
Nisbi (%) Nisbi (%)
≤ 50– 30 ≤ 50– 30
38 38 88 88 ≤ 50– 30 ≤ 50– 3050 50 80 80
30 – 25 30 – 2542 42 83 83 30 – 25 30 – 2555 55 72 72
25 - 20 25 - 2042 42 72 72 25 - 20 25 - 2060 60 62 62
20 – 15 20 – 1545 45 60 60 20 – 15 20 – 1565 65 45 45
< 15 < 1550 50 29 29 < 15 < 15 80 80 29 29

Bagan pengeringan
Bagan pengeringan
2 2 Bagan pengeringan
Bagan pengeringan
7 7
Kadar Air Kadar Suhu
Air Suhu
KelembabanKelembaban Kadar Air Kadar Suhu
Air Suhu
KelembabanKelembaban
(%) (%) (oC) (oC)
Nisbi (%) Nisbi (%) (%) (%) (oC) (oC)
Nisbi (%) Nisbi (%)
≤ 50– 30 ≤ 50– 3040 40 83 83 ≤ 50– 30 ≤ 50– 3055 55 81 81
30 – 25 30 – 2545 45 78 78 30 – 25 30 – 2565 65 74 74
25 - 20 25 - 2050 50 71 71 25 - 20 25 - 2070 70 65 65
20 – 15 20 – 1555 55 57 57 20 – 15 20 – 1575 75 49 49
< 15 < 15 65 65 36 36 < 15 < 15 80 80 29 29

Bagan pengeringan
Bagan pengeringan
3 3 Bagan pengeringan
Bagan pengeringan
8 8
Kadar Air Kadar Suhu
Air Suhu
KelembabanKelembaban Kadar Air Kadar Suhu
Air Suhu
KelembabanKelembaban
(%) (%) (oC) (oC)
Nisbi (%) Nisbi (%) (%) (%) (oC) (oC)
Nisbi (%) Nisbi (%)
≤ 50– 30 ≤ 50– 3045 45 83 83 ≤ 50– 30 ≤ 50– 3055 55 72 72
30 – 25 30 – 2550 50 80 80 30 – 25 30 – 2565 65 74 74
25 - 20 25 - 2055 55 72 72 25 - 20 25 - 2070 70 65 65
20 – 15 20 – 1560 60 54 54 20 – 15 20 – 1575 75 49 49
< 15 < 15 70 70 40 40 < 15 < 15 85 85 24 24

Bagan pengeringan
Bagan pengeringan
4 4 Bagan pengeringan
Bagan pengeringan
9 9
Kadar Air Kadar Suhu
Air Suhu
KelembabanKelembaban Kadar Air Kadar Suhu
Air Suhu
Kelembaban Kelembaban
(%) (%) (oC) (oC)
Nisbi (%) Nisbi (%) (%) (%) (oC) (oC)Nisbi (%) Nisbi (%)
≤ 50– 30 ≤ 50– 3050 50 83 83 ≤ 50– 30 ≤ 50– 3065 65 74 74
30 – 25 30 – 2555 55 80 80 30 - 25 30 - 2575 75 70 70
25 - 20 25 - 2060 60 72 72 25 - 20 25 - 2080 80 59 59
20 – 15 20 – 1565 65 54 54 20 – 15 20 – 1580 80 39 39
< 15 < 15 70 70 40 40 < 15 < 15 85 85 24 24

Bagan pengeringan
Bagan pengeringan
5 5
Kadar Air Kadar Suhu
Air Suhu
KelembabanKelembaban
(%) (%) (oC) (oC)
Nisbi (%) Nisbi (%)
≤ 50– 30 ≤ 50– 3050 50 80 80
30 – 25 30 – 2555 55 72 72
25 - 20 25 - 2060 60 62 62
20 – 15 20 – 1565 65 45 45
< 15 < 15 75 75 27 27
Sumber: Modifikasi dari Forest Products Laboratory Madison
dilakukan di industri skala kecil atau industri rumahan (home industry). Pada industri skala besar,
pengeringan alami hanya sebagai antara (predrying) sebelum kayu dikeringkan dalam dapur
pengering. Perbedaan antara cara pengeringan alami dan cara pengeringan dalam dapur

Vademecum
pengering, dapat dilihat dalam Tabel 2.15.
357
Tabel 2.10. Perbedaan pengeringan kayu secara alami dan pengeringan
Kehutanan dalam2020
Indonesia dapur
Teknologi dan Industri Kehutanan
pengering
Tabel 5.25. Perbedaan pengeringan kayu secara alami dan pengeringan dalam dapur pengering
Pengeringan Dalam Dapur Pengering
Keterangan Pengeringan Alami
Sederhana Konvensional
Suhu, kelembaban dan Tergantung alam, Peralatan kontrol, Dapat diatur sesuai bagan
kecepatan udara tidak dapat diatur terutama kelembaban pengeringan yang
masih secara manual digunakan
Waktu pengeringan Satu minggu sampai 3 hari sampai 1 hari sampai beberapa
beberapa bulan beberapa minggu minggu
Kadar air akhir Kering udara, berkisar Sesuai kadar air yang Sesuai kadar air yang
antara 12 – 18% diinginkan diinginkan
Cacat kayu Sulit dihindari dan Dapat dihindari Dapat dihindari dan
tidak dapat diperbaiki beberapa jenis cacat dapat
diperbaiki
Kontinuitas produksi Tidak tentu, Dijamin Dijamin
bergantung suplai
kayu dan permintaan,
mengikat modal
Investasi modal Kecil, tidak Menengah, Lebih besar,memerlukan
memerlukan peralatan memerlukan beberapa peralatan yang mahal
yang mahal peralatan
Tempat Memerlukan lahan Tidak memerlukan Tidak memerlukan lahan
luas lahan yang luas yang luas

matahari dan tungku bakar P3HH di Bogor.


Dalam praktek ada dua tipe dapur pengering, yaitu dapur pengering sederhana (sumber
panas
Sistemdariini
tungku bakar atau kombinasi
mengkombinasikan panasdengan panas matahari
b) Dapur yang ditampung)
pengering konvensionaldan dapur
(kiln
pengering konvensional (kiln
dari tungku bakar dan panas dari drying) yang dilengkapi dengan
drying) ketel uap (boiler) sebagai sumber
panas
sinarpengeringan.
matahari. Pada siang hari
1)menggunakan
Dapur pengering kombinasi
panas panas
matahari matahari dan tungku
yang Sistem bakarini menggunakan pipa-
Sistem ini mengkombinasikan panas dari tungku pipa bakar dan panas
pemanas dari sinar
(heating matahari.
coils) yang
telah dikondisikan dan pada malam
Pada siang hari menggunakan panas matahari yang menyebabkantelah dikondisikan dan
udara pada
dalam malam hari
ruangan
hari menggunakan panas dari
menggunakan panas dari tungku. Dengan adanya subsidi panas matahari
terinduksi panas, kemudian udara maka biaya
tungku. Dengan adanya subsidi panas
pengeringan akan lebih murah. Pengeringan dengan metode ini lebih efektif jika ruang
matahari maka biaya pengeringan panas disirkulasikan oleh kipas-kipas
pengeringnya tidak terlalu besar, sehingga cocok untuk usaha kecil menengah (UKM)
(fans) dan diarahkan ke plafon antara atau
akan
perajin lebih murah.
kayu yang Pengeringan
kemampuan modal, tenaga kerja, serta bahan baku ini
kayu yang diolah
dengan (sub-ceiling). Sistem juga dilengkapi
terbatas metode
dan tidakinimenentu.
lebih efektif jika sederhana ini sudah dikembangkan di berbagai
Pengeringan dengan ventilasi yang bekerja secara
ruang pengeringnya tidak terlalu
wilayah Indonesia dari Sabang (Kab. Aceh Barat) sampai Merauke (Kota Jayapura).
besar, Pada
sehingga cocok otomatis (automatic ventilators)
Gambar 2.11,untuk
tampakusaha
prototipe alat pengering kombinasi panas matahari dan
kecil menengah (UKM) atau perajin untuk mengeluarkan udara lembab
tungku bakar berkapasitas ± 5 m3 yang dikembangkan Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan
kayu yang kemampuan
dan Pengolahan modal,
Hasil Hutan tenaga Bogor. (basah) dari dalam ruang pengering
(Pustekolah)
kerja, serta bahan baku kayu yang jika sudah jenuh dengan uap air.
diolah terbatas dan tidak menentu. Sumber panas untuk pengeringan2
Pengeringan sederhana ini sudah biasanya dari ketel uap (boiler).
dikembangkan di berbagai wilayah Sistem pengeringan ini cukup bagus
Indonesia dari Sabang (Aceh Barat) karena dilengkapi dengan alat untuk
sampai Merauke (Kota Jayapura). menyemburkan uap (steam spray)
serta pengatur suhu dan kelembaban
Pada Gambar 5.40, tampak sesuai kebutuhan pengeringan.
prototipe alat pengering kombinasi Namun, alat pengering kiln drying
panas matahari dan tungku bakar hanya cocok bila diterapkan di industri
berkapasitas ±5m3 yang dikembangkan besar karena harganya sangat mahal
358 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Tenaga Pipa pemanas


surya
Tungku II

Tungku I

Heater Kayu solid


Venir

Gambar 5.40. . Prototype bangunan pengering tenaga surya dan tungku tipe I dan tipe II yang
dikembangkan P3HH, di Bogor (Sumber: P3HH)
Gambar 2.3. Prototype bangunan pengering tenaga surya dan tungku tipe I dan tipe II.
(Lokasi: Pustekolah, Bogor)
2) Dapur pengering konvensional (kiln drying)
Sistem ini menggunakan pipa-pipa pemanas (heating coils) yang menyebabkan udara
dalam ruangan terinduksi panas, kemudian udara panas disirkulasikan oleh kipas-kipas (fans)
dan diarahkan ke plafon antara (sub-ceiling). Sistem ini juga dilengkapi dengan ventilasi yang
bekerja secara otomatis (automatic ventilators) untuk mengeluarkan udara lembab (basah)
dari dalam ruang pengering jika sudah jenuh dengan uap air. Sumber panas untuk
pengeringan biasanya dari ketel uap (boiler). Sistem pengeringan ini cukup bagus karena
dilengkapi dengan alat untuk menyemburkan uap (steam spray) serta pengatur suhu dan
kelembaban sesuai kebutuhan pengeringan. Namun, alat pengering ‘kiln drying’ hanya cocok
bila diterapkan di industri besar karena harganya sangat mahal dan biaya operasionalnya
menjadi efisien jika volume (kapasitas) kayu yang dikeringkan banyak. Gambar 2.12,
memperlihatkan salah satu prototipe sistem pengeringan kiln drying yang umumnya dimiliki
industri perkayuan skala besar.

Gambar 5.41. Kiln drying dengan posisi kipas yang dikoneksikan ke motor penggerak.
Udara dialirkan langsung ke setiap permukaan kayu
(Simpson, 1991)
dengan kayu yang akan dikeringkan, lurus, bebas mata ka
mengering tanpa mengalami cacat bentuk dan noda warna
1 m tumpukan diberi ganjal pembatas dengan tumpuk
kosong antara kayu dengan dinding dan langit-langit
Vademecum
tumpukan paling atas
Kehutanan juga diberi
Indonesia 2020beban/pemberat,
359 yang b
besi agar
Teknologi dansortimen paling atas tidak berubah bentuk.
Industri Kehutanan
Jarak kayu dari dinding ruang pengering relatif,
karena akan menghambat sirkulasi panas ke setiap bag
dan biaya operasionalnya menjadi Ganjal
kayu. Jarak sebaiknya dibuatatasdari
tumpukan paling kayu
dengan atap dibuat seki
efisien jika volume (kapasitas) kayu sejenis dengan kayu
untuk pengontrolan dalam ruangan. yang akan
yang dikeringkan banyak. Gambar dikeringkan, lurus, bebas mata kayu,
5.41, memperlihatkan salah satu kering dan awet agar kayu dapat
prototipe sistem pengeringan kiln mengering tanpa mengalami cacat
drying yang umumnya dimiliki industri bentuk dan noda warna. Selain itu,
perkayuan skala besar. juga diupayakan pada setiap tinggi 1
m tumpukan diberi ganjal pembatas
3) Teknik Pengeringan dengan tumpukan di atasnya dan
Kayu dapat mengering dengan cepat harus ada ruang kosong antara kayu
Gambar dinding
dengan 2.5. Teknik dan
penumpukan horizontal
langit-langit
tanpa menurunkan kualitasnya,
bergantung pada kondisi alat ruang pengering. Permukaan Sumber: pada Budianto (2000
pengeringan, teknik penumpukan, tumpukan paling atas juga diberi
dan penggunaan bagan pengeringan. pemberat, yang bisa dari balok-balok
Pelaksanaan pengeringan meliputi kayu keras atau besi agar sortimen
paling atas tidak berubah bentuk.
kegiatan persiapan, pengamatan proses Tabel 2.11. Hubungan
pengeringan, dan pencegahan cacat. Tabel 5.26. Hubungan antara antara tebal kayu dengan tebal
tebal kayu
dengan tebal dan jarak ganjal
a) Persiapan
Tebal Kayu Tebal Ganjal Jarak Antar
Kayu yang akan dikeringkan bisa (cm) (cm) Ganjal (cm)
2,0 2,0 50
disusun secara vertikal (tumpukan
2,5 2,5 50
silang) umum untuk pengeringan 3,0 2,5 60
alami, dan secara horizontal (Gambar ≥ 4,0 3,0 – 3,5 60 - 90
5.41). Pada penyusunan horizontal,
agar sirkulasi udara dapat bebas dan 2) Proses pengeringan
merata mengenai seluruh permukaan Pengeringan dalam dapur pengering memerlukan bi
kayu, maka antar sortimen atau menghemat
Jarak kayuenergi, disarankan
dari dinding sortimen kayu yang akan
ruang
tumpukan diberi ganjal (sticker) pengering relatif, yang pentingmencapai sek
setengah kering atau kadar airnya sudah
pembatas dengan ukuran yang lazim kayu mudah mengering secara alami pada kadar air di ata
jangan terlalu dekat karena akan
digunakan, seperti tercantum pada tingkat kesulitan tinggi jika dikeringkan terlalu cepa
menghambat sirkulasi panas ke setiap
menurun kualitasnya.
Tabel 5.26. bagian kayu,
Urutan terutama
kegiatan pada pada arah dalam dap
pengeringan
lebar kayu. Jarak tumpukan paling
(horizontal, persegi), penetapan lokasi contoh pengamat
atas dengan
pengawasan atap
suhu dandibuat sekitar
kelembaban 30-sesuai bagan p
udara
40 cm dan upayakan ada jalan untuk
pengontrolan dalam ruangan.
b) Proses pengeringan
Pengeringan dalam dapur pengering
memerlukan biaya energi yang cukup
tinggi. Untuk menghemat energi,
disarankan sortimen kayu yang akan
dikeringkan sudah dalam kondisi
setengah kering atau kadar airnya
sudah mencapai sekitar 40%. Hal
ini karena umumnya kayu mudah
mengering secara alami pada kadar
air di atas 40%. Disamping itu kayu
Gambar 5.42. Teknik penumpukan horizontal
dengan tingkat kesulitan tinggi jika
(Budianto, 2000)
diinginkan dapat dicapai dan dipertahankan dengan cara mengatur volume bahan bakar atau
besar kecilnya pengapian di tungku.
Dalam setiap proses pengeringan kayu keras atau yang berberat jenis (BJ) tinggi sering
terjadi pengerasan kulit (casehardening) pada bagian permukaan kayu. Hal ini karena kayu
360 yangVademecum
masih basah jika dikeringkan
Kehutanan Indonesia 2020secara cepat bisa menimbulkan tegangan dalam kayu.
PengerasanTeknologi
kulit dan
dapat
Industridiketahui
Kehutanan dengan membuat garpu uji yang diambil dari contoh
pengamatan (Gambar 2.14).

L
L
T
T a b c

Keterangan: a=tanpa pengerasan kulit; b dan c=terjadi pengerasan kulit; T=tebal; L=lebar
Gambar Gambar
2.6. Cara pembuatan
5.43. garpu
Cara pembuatan uji dari
garpu contoh
uji dari contohpengamatan
pengamatan
Keterangan: a = Tanpa pengerasan kulit; b dan c = Terjadi pengerasan kulit; T = Tebal; L = lebar
Dapur pengeringan
dikeringkan terlalu cepat konvensional
pada seperti kiln drying
(tanpa yang dilengkapi
alat kontrol dengan
kelembaban), bilaperalatan
kondisi sangat
pengontrol suhubasah
dan akan menurun
kelembaban nisbi udara, suhu ruangankulit
pengerasan terlalu
dapatkering, maka dengan
dihilangkan
kualitasnya.
menaikkan kelembaban di atas 80% dan suhu perlupengeringan
mengaktifkansekitar
kipas pembuang
80oC. Kondisi ini
dipertahankan selama sekitar 3 jam untuk tebaludara kayu basah
sampai(exhaust fan) dari ruang
4 cm, bergantung pada tingkat
Urutan kegiatan pada pengeringan pengering ke udara bebas, dan atau
keparahan pengerasan kulit. Namun untuk dapur pengeringan sederhana, pengerasan kulit
dalam dapur pengering adalah
dapat ditekan (horizontal,
dengan mengukus melakukan penyemprotan dengan air.kayu dan
penumpukan persegi),kayu
o
sebelum
Suhu
dikeringkan
tungku yang
atau membasahi
diinginkan dapat
menaikkanlokasi
penetapan suhu ruangannya sampai 80 C. Pengerasan kulit lazim terjadi pada kayu
contoh pengamatan, dari hutan
alam, terutamakadar
yang memiliki dicapai dan dipertahankan dengan
pengukuran air awal,BJ dan
tinggi (kayu keras).
cara mengatur volume bahan bakar
3) pengawasan
Cacat pengeringan
suhu dandan kelembaban
pencegahan
atau besar kecilnya pengapian di
udara Cacat
sesuaipengeringan adalah kerusakan yang terjadi pada kayu sebagai hasil dari kegiatan
bagan pengeringan
tungku.
pengeringan
(drying yang bisa
schedule) yang menurunkan
digunakan. kekuatan, keawetan (terhadap jamur dan bubuk kayu
Contoh pengamatan
basah), dan nilai kayu.sebagai wakilyang umumnya
Cacat kayu Dalamterjadi selama
setiap pengeringan
proses adalah retak-
pengeringan
dari
pecahkayu yang dikeringkan
permukaan, pecah ujung,secara
pecah bontos, pecah
kayudikeras
bagian dalam
atau yangkayu (Gambar
berberat jenis2.15), dan
berkala
berbagai diamati dan (Gambar
cacat bentuk diukur kadar
2.16). (BJ) tinggi sering terjadi pengerasan
airnya, sehingga perkembangan kulit (casehardening) pada bagian
jalannya pengeringan dapat diikuti permukaan kayu. Hal ini karena kayu
setiap saat. Cara penempatan contoh yang masih basah jika dikeringkan
pengamatan dalam satu tumpukan secara cepat bisa menimbulkan
kayu adalah di bagian kiri/kanan tegangan dalam kayu. Pengerasan
atas tumpukan, bagian dalam atau
tengah, dan bagian bawah tumpukan.
Banyaknya contoh pengamatan untuk
setiap muatan kayu yang dikeringkan,
minimal 5 buah.
Pada proses
Gambar pengeringan
2.7. Pecah pada kayuyang
berpegangan pada bagan pengeringan
Keterangan: A. Pecah permukaan; B. Pecah ujung, kolaps sampai pecah dalam kayu
maka diawal proses harus
menggunakan suhu yang rendah
5
dan kelembaban yang tinggi. Suhu
dinaikkan dan kelembaban diturunkan
secara bertahap, disesuaikan dengan
tingkat penurunan kadar air. Selama
proses pengeringan perlu pengawasan Keterangan: A. Pecah permukaan; B. Pecah ujung,
kolaps sampai pecah dalam kayu
selama 24 jam agar perubahan kadar
air dan kualitas kayu bisa diketahui.
Gambar 5.44. Pecah pada kayu
Pada dapur pengering sederhana (S & W Report, 2005)
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 361
Teknologi dan Industri Kehutanan

Keterangan: Bow (membusur); Crook (membungkuk/melengkung);


Twist (menggelinjang); Cup (memangkuk)
Gambar 5.45. Cacat perubahan bentuk pada kayu
(S & W Report, 2005)

kulit dapat diketahui dengan membuat ujung, pecah bontos, pecah di bagian
garpu uji yang diambil dari contoh dalam kayu (Gambar 5.44), dan
pengamatan (Gambar 5.43). berbagai cacat bentuk (Gambar 5.45).
Dapur pengeringan konvensional Untuk jenis kayu yang mudah pecah,
seperti kiln drying yang dilengkapi disarankan menggunakan suhu rendah
dengan peralatan pengontrol pada awal pengeringan, sebagaimana
suhu dan kelembaban nisbi udara, telah dijelaskan sebelumnya. Untuk
pengerasan kulit dapat dihilangkan mencegah pecah ujung disarankan
dengan menaikkan kelembaban di pada kedua permukaan ujung kayu
atas 80% dan suhu pengeringan dilapisi atau diflinkut, sedangkan
sekitar 80oC. Kondisi ini dipertahankan untuk mencegah pecah permukaan
selama sekitar 3 jam untuk tebal kayu atau pecah di bagian dalam kayu
sampai 4 cm, bergantung pada tingkat bisa dilakukan dengan mengukus
keparahan pengerasan kulit. Namun atau menguapi kayu sebelum proses
untuk dapur pengeringan sederhana, pengeringan.
pengerasan kulit dapat ditekan
dengan mengukus kayu sebelum Untuk jenis kayu yang kecenderungan
dikeringkan atau membasahi kayu dan cacat bentuknya tinggi dapat dikurangi,
menaikkan suhu ruangannya sampai antara lain dengan pengaturan pola
80oC. Pengerasan kulit lazim terjadi
pada kayu dari hutan alam, terutama
yang memiliki BJ tinggi (kayu keras).
c) Cacat pengeringan dan pencegahan
Cacat pengeringan adalah kerusakan
yang terjadi pada kayu sebagai hasil
dari kegiatan pengeringan yang bisa
menurunkan kekuatan, keawetan
(terhadap jamur dan bubuk kayu
basah), dan nilai kayu. Cacat kayu yang Gambar 5.46 Teknik penyusunan kayu
umumnya terjadi selama pengeringan yang sudah kering
adalah retak-pecah permukaan, pecah (FWPRDC Project, 2003)
362 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

penggergajian, teknik penyusunan yang bahan atau plastik yang kedap air.
tepat dengan menggunakan kriteria
b. Pengawetan Kayu
ganjal sebagaimana ditunjukkan dalam
Tabel 5.26, serta memberi beban yang Pengawetan kayu merupakan salah satu
cukup pada permukaan tumpukan paling upaya penyempurnaan sifat kerentanan
atas. Pencegahan terjadinya retak, pecah kayu terhadap organisme perusak,
dan perubahan bentuk terhadap jenis- sehingga kayu tersebut meningkat kelas
jenis kayu yang sulit dikeringkan selain keawetannya. Tidak semua kayu harus
melakukan penumpukan yang benar, diawetkan, akan tetapi dianjurkan untuk
juga dengan mengukus kayu selama kayu dengan kelas awet III-V yaitu kayu
beberapa waktu, kemudian menutupi yang rentan sampai sangat rentan terhadap
kedua ujungnya dengan flinkut. serangan organisme perusak kayu.
Kegiatan ini dilakukan sebelum proses
pengeringan. Untuk jenis kayu yang Pengawetan kayu adalah suatu upaya untuk
peka terhadap jamur, supaya dikeringkan memasukkan bahan pengawet ke dalam
segera menggunakan suhu di atas 50oC. kayu agar tidak diserang organisme perusak
sehingga umur pakai kayu menjadi lebih
4) Penyimpanan Kayu Kering
panjang. Pengawetan kayu hanya dapat
Kayu yang telah kering harus ditempatkan memperbaiki sifat keawetan kayu dan
dalam gudang atau bangsal yang terpisah tidak dapat memperbaiki sifat keteguhan
dari penempatan kayu yang belum ataupun kekerasan kayu. Hasil pengawetan
dikeringkan. Hal ini penting karena kayu sangat tergantung pada jenis kayu,
sifat kayu yang higroskopis, yaitu dapat keadaan kayu, bahan pengawet yang
menyerap dan mengeluarkan air kembali dipakai dan cara pengawetannya. Setiap
sesuai dengan suhu dan kelembaban di jenis kayu mempunyai sifat dasar yang
lingkungannya. Cara mempertahankan berbeda dengan jenis kayu lainnya dan sifat
tingkat kekeringan dan kualitas kayu dasar tersebut sangat menentukan mudah
yang sudah kering sangat bergantung dan tidaknya kayu diawetkan.
pada kondisi gudang penyimpanan dan
penumpukan atau penataan kayu. Salah satu sifat dasar kayu yang berkaitan
dengan proses pengawetan yaitu sifat
Beberapa tips untuk mempertahankan keterawetan, yang menunjukkan mudah
kadar air kayu kering: atau tidaknya suatu jenis kayu dimasuki
• Atap bangunan terbuat dari seng, larutan bahan pengawet. Sifat keterawetan
dinding berventilasi udara cukup, kayu ditentukan oleh beberapa faktor yaitu
serta lantai datar dan kering. sifat kayu itu sendiri, teknik pengawetan,
• Pada musim penghujan, jika kondisi kayu pada saat diawetkan dan
memungkinkan memasang pemanas bahan pengawet yang dipakai. Sifat
atau mengaktifkan exhaust fan dalam keterawetan kayu daun lebar penting
ruang penyimpanan. diketahui karena sebagian besar kayu tropis
• Kayu ditumpuk atau disusun secara adalah dari kelompok kayu daun lebar yang
horizontal dan diberi ganjal (Gambar pada umumnya lebih sukar diawetkan dari
5.46) pada kayu daun jarum.
• Menutupi permukaan kedua ujung
kayu dengan flinkut atau cat agar air Berdasarkan sifat mudah atau sukar suatu
tidak masuk melalui kedua ujung jenis kayu diawetkan, maka dikelompokkan
tersebut ke dalam lima kelas sesuai Tabel 5.27.
• Kayu atau produk kayu yang akan
diekspor, dibungkus rapat dengan 1) Tujuan Pengawetan. Berdasarkan tujuan,
wetan kayu ditentukan oleh beberapa faktor yaitu sifat kayu itu sendiri, teknik pengawetan,
kayu pada saat diawetkan dan bahan pengawet yang dipakai. Sifat keterawetan kayu daun
enting diketahui karena sebagian besar kayu tropis adalah dari kelompok kayu daun lebar
ada umumnya lebih sukar diawetkan dari pada kayu daun jarum.
erdasarkan sifat mudah atau sukar suatu jenis kayu diawetkan maka Vademecum
dikelompokkanKehutanan
ke Indonesia 2020 363
ima kelas sesuai tabel, yaitu: Teknologi dan Industri Kehutanan

Tabel kayu
Klasifikasi keterawetan 5.27. Klasifikasi keterawetan kayu dolok dan kayu gergajian disajikan
pada Tabel 5.28.
Kelas Keterawetan Luas Penetrasi (%)
I Mudah >90 Proteksi dolok dapat dilakukan dengan
II Sedang 50-90 cara melabur atau menyemprot
III Sukar 10-50 semua bagian yang terbuka atau
IV Sangat sukar <10 bagian kulit yang terkelupas dengan
larutan bahan pengawet sebanyak
ujuan, metode atau maka pengawetan
cara pengawetan, bisakonsentrasi
maupun dilakukanbahan
untuk 150-200 dig/m2. Sedangkan untuk kayu
pengawet akan diuraikan
pencegahan sementara (propilactic gergajian dapat dilakukan dengan
treatment) dan untuk jangka panjang mencelupkan papan ke dalam larutan
1) Tujuan pengawetan
(permanent). bahan pengawet selama beberapa
Berdasarkan tujuannya, maka pengawetan bisa dilakukan untuk pencegahan sementara
detik atau menit. Kayu gergajian yang
pilactic treatment) dan bisa juga untuk jangka panjang (permanen), bergantung pada
a) Pengawetan untuk pencegahan sudah dicelup selanjutnya disusun
annya.
sementara. Pencegahan atau proteksi dengan menggunakan ganjal (sticker).
a) Pengawetan untuk sementara
pencegahandilakukan
sementara pada dolok
dan kayu gergajian segar atau basah, b) Pengawetan jangka panjang,
Pencegahan atau proteksi sementara dilakukan pada dolok dan kayu gergajian segar atau
dimaksudkan untuk mencegah bertujuan agar kayu tidak diserang
asah, dimaksudkan untuk mencegah serangan jamur biru dan kumbang ambrosia.
serangan jamur biru dan kumbang oleh organisme perusak sehingga
ambrosia. Pencegahan tersebut tidak dapat menambah umur pakai kayu.
harus dilakukan bilamana kayu segera Pengawetan7 jangka panjang biasanya
diproses, diolah, dan dikeringkan. dilakukan untuk kayu gergajian atau
sortimen sebelum diolah menjadi
BahanPencegahan
pengawettersebut
yang tidak harus dilakukan bilamana
diperlukan produk.kayu
Namun,segera diproses,
metode diolah,juga
tersebut dan
untukdikeringkan.
proteksi dolok segar adalah dilakukan pada kayu bulat berdiameter
pestisida dan
Bahanfungisida
pengawet yang
yang dapat
diperlukan untuk proteksi doloktiang
kecil untuk segarpancang
adalah pestisida
atau tiang dan
mencegah
fungisidaserangan
yang dapat jamur
mencegahdanserangan jamurlistrik.
dan kumbang ambrosia,sedangkan
Pengawetan permanen dapat untuk
kumbang
proteksi ambrosia,
kayu gergajian, sedangkan
hanya diperlukan pestisida yang efektif
dilakukan dapat mencegah
dengan proses serangan
tanpa
untukhama.
proteksi kayuyang
Pestisida gergajian, hanya untuk proteksi
dapat digunakan dolok dan kayu gergajian
tekanan (cara sederhana) disajikan
sampai pada
diperlukan pestisida yang efektif dapat
Tabel 2.17. dengan proses tekanan, bergantung
mencegah serangan hama. Pestisida pada persyaratan retensi dan
yang dapat digunakan untuk proteksi penetrasi yang dikehendaki atau
Tabel 2.12. Pestisida untuk pencegahan sementara untuk dolok dan kayu gergajian

Tabel 5.28. Pestisida untuk pencegahan sementara untuk dolok dan kayu gergajian
No. Pestisida Konsentrasi (%) Kelas Efikasi Organisme
1 Decamethrin 0,025 sangat baik Serangga
2 Cypermethrin 0,05 sangat baik Serangga
3 Cyhalomethrin 0.05 sangat baik Serangga
4 Permethrin 0,3 sangat baik Serangga
5 Dichlofluanid - sedang Jamur
6 Bromodiclorophenol - sedang jamur
7 Tributyltinasetat - sedang Jamur
8 Copper-8 6 sangat baik Jamur
9 TCMTB/MTC 1 sangat baik Jamur
10 MBT 1 sangat baik Jamur
11 TCMTB + boraks 0,5 sangat baik Jamur & Serangga
12 TCMTB + decamethrin 0,125 sangat baik Jamur & Serangga
Sumber: Martawijaya (1988)
Sumber: Martawijaya (1988)

Proteksi dolok dapat dilakukan dengan cara melabur atau menyemprot semua bagian
yang terbuka atau bagian kulit yang terkelupas dengan larutan bahan pengawet sebanyak 150-
200 g/m2. Sedangkan untuk kayu gergajian dapat dilakukan dengan mencelupkan papan ke
364 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

dipersyaratkan. Banyaknya bahan bahan pengawet selama beberapa


pengawet yang masuk ke dalam kayu detik sampai beberapa menit.
(retensi) dinyatakan dalam satuan kg/
m3 dan kedalaman penembusannya (3) Penyemprotan. Cara ini membu-
(penetrasi) dalam kayu dinyatakan tuhkan peralatan berupa bak
dalam satuan mm atau persen. pencampur larutan bahan
pengawet. Bahan pengawet
2) Metode Pengawetan, dapat dikelom- yang diperlukan sama dengan
pokkan menjadi 2, yaitu proses tanpa pada proses pelaburan maupun
tekanan dan proses dengan tekanan. pencelupan. Permukaan kayu
disemprot secara merata dengan
a) Proses tanpa tekanan. Pengawetan bahan pengawet dalam jarak 30
tanpa tekanan ditujukan terhadap cm agar bahan pengawet tidak
jenis-jenis kayu yang mudah diawetkan tercecer. Penyemprotan dapat
atau yang nilai keterawetannya tinggi. dilakukan secara manual ataupun
Pengawetan tanpa tekanan bisa alat khusus.
dilakukan dengan beberapa cara,
sebagai berikut: (4) Perendaman. Terdapat dua proses
rendaman, yaitu rendaman dingin
(1) Pelaburan. Cara ini dapat dilakukan dan rendaman panas-dingin. Pada
pada kayu yang sudah kering prinsipnya pelaksanaannya sama,
misalnya pada barang yang sudah hanya pada rendaman panas-
jadi sebelum finishing. Cara ini dingin diperlukan pemanasan pada
paling sederhana dan mudah bak pengawet dengan suhu lebih
dilakukan. Bahan pengawet yang kurang 70oC dan dipertahankan
masuk ke dalam kayu relatif hanya sampai beberapa jam sampai
sedikit, oleh karena itu perlu diulang tidak ada gelembung udara yang
secara periodik dengan tenggang keluar, kemudian dibiarkan selama
waktu 1-3 tahun tergantung 24 jam. Bahan pengawet yang
efektifitas bahan pengawet yang dipakai yaitu borax+asam borat
dipakai. dengan konsentrasi 2-7% dengan
Bahan pengawet yang dapat persyaratan retensi 6 kg/m3 atau
dipakai untuk proses pelaburan boron+fluor dengan konsentrasi
yaitu borax + asam borat, boron yang sama.
+fluor, decamethrin, cyhalothrin, (5) Difusi. Proses difusi terdiri dua
fenitrotion, permethrin, pirimiphos fase yaitu fase pengawetan yang
methyl dan xylamon (silfurin + dilakukan dengan pencelupan atau
dichlofuanid). Kayu yang akan pelaburan, kemudian diikuti dengan
dilabur harus bersih dari minyak dan fase penyimpanan. Proses difusi
kotoran, serta dilakukan beberapa dilakukan terhadap kayu yang masih
kali setelah bahan pengawetnya basah (kadar air minimum 40%).
kering. Bahan pengawet yang digunakan
(2) Pencelupan. Cara ini memerlukan adalah borax+asam borax atau
peralatan berupa bak pencampur boron+fluor dengan konsentrasi 15
dan bak pencelup. Bahan pengawet – 20% yang dilarutkan dengan air
yang digunakan sama seperti yang panas. Kayu yang sudah dicelupkan
digunakan pada proses pelaburan. dalam bak pengawet, ditumpuk
Permukaan kayu dicelupkan dalam tanpa ganjal dan ditutupi dengan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 365
Teknologi dan Industri Kehutanan

plastik kemudian disimpan selama • b agian bontos diletakkan sedikit


4 – 8 minggu. miring keatas, dibuat beberapa
lubang untuk memungkinkan
(6) Stepping. Metode ini diterapkan penyebaran bahan pengawet
pada pohon yang mempunyai • bagian bontos ditutup dengan
diameter kecil. Kayu yang selubung yang kedap air dan
diawetkan dengan cara ini dapat disambungkan pada pipa-
digunakan untuk tiang pancang. pipa yang berisi larutan bahan
Persyaratan yang harus dipenuhi pengawet dari tangki yang
sebagai berikut: diletakkan 8 sampai 10 m di atas
• pohon yang baru ditebang dan tanah
yang dapat disandarkan pada • tekanan hidrostatik cairan
pohon lain pada bontos akan mendorong
• cabang, ranting dan daun masih larutan bahan pengawet masuk
utuh sepanjang batang melalui
• bagian bontos dikuliti sepanjang bagian gubal kayu.
10 cm, kemudian dimasukkan
ke dalam bak yang berisi bahan (2) Metode vakum-tekan (sel penuh.
pengawet Peralatan dan bahan pengawet
• bahan pengawet yang dipakai yang diperlukan pada pengawetan
yaitu bahan pengawet yang dengan cara vakum-tekan yaitu:
dapat berdifusi dengan baik • tangki pengawet berbentuk
misalnya tembaga-khrom-boron silinder dilengkapi dengan
• pengawetan diakhiri setelah tutupnya, untuk kapasitas
daun dan ranting mengering besar dilengkapi dengan lori
• tangki pengukur, untuk
mengetahui banyaknya larutan
b) Proses dengan tekanan. Kayu yang yang terpakai
sulit ditembus bahan pengawet jika • tangki/bak persediaan untuk
menggunakan proses tanpa tekanan menampung larutan bahan
atau yang memerlukan retensi dan pengawet yang siap pakai
penetrasi bahan pengawet yang tinggi • tangki/bak pencampur untuk
memerlukan metode pengawetan membuat dan mengaduk
dengan proses tekanan. Pengawetan larutan bahan pengawet
dengan proses tekanan bisa dilakukan • pompa vakum untuk
dengan beberapa cara, sebagai menghisap udara dari dalam
berikut: kayu yang ada dalam tangki
pengawet
(1) Metode Boucherie atau sap • pompa tekan hidroulik, untuk
Replecement. Proses pengawetan menekan larutan supaya dapat
yang menggunakan tekanan yang masuk dalam kayu yang ada
kayunya tidak berada di dalam dalam tangki pengawet
silinder. Cara ini cocok digunakan • pompa pemindah larutan
untuk tiang listrik dan tiang • kompresor
pancang. Beberapa hal yang harus • bahan pengawet yang dapat
diperhatikan pada proses ini yaitu: digunakan yaitu borax + asam
• dilakukan pada kayu yang baru borat atau boron + fluor
ditebang dan tidak dikuliti dengan konsentrasi 2-3%
366 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Instalasi tersebut harus dilengkapi • k ayu dikeluarkan dari tangki


dengan monometer, termometer dan pengawet
skala pengukur volume. Alat-alat ini
diperlukan untuk mengamati kondisi (3) Metode OPM (oscillating pressure
di dalam tangki pengawet selama method)
berlangsung proses pengawetan Peralatan yang digunakan dalam
yaitu untuk memantau vakum, metode OPM sama dengan
tekanan dan suhu dalam tangki serta peralatan yang digunakan dalam
banyaknya larutan yang masuk di metode vakum-tekan. Namun,
dalam kayu. Selain itu juga diperlukan pompa vakum dan tekanannya
alat pembantu berupa areometer mempunyai respon yang cepat
(hidrometer) dan gelas ukur untuk karena proses antara keadaan
menetapkan konsentrasi larutan vakum dan keadaan tekanan harus
bahan pengawet, alat pengukur kadar dicapai dengan cepat.
air, gergaji bor riap dan timbangan.
Bahan pengawet yang digunakan
Kayu yang akan diawetkan dengan sama seperti yang digunakan
metode vakum tekan, kadar air pada proses vakum tekan. Kayu
harus dibawah kadar titik jenuh serat yang akan diawetkan bisa dalam
berkisar 30-35%. Kadar air tidak keadaan basah dengan kadar air di
boleh melebihi 30% untuk kayu yang atas 35%. Tahap-tahap pelaksanaan
berat jenisnya 0,60 atau lebih. Tahap- pengawetan kayu dengan metode
tahap pelaksanaan pengawetan kayu OPM adalah sebagai berikut:
dengan metode vakum-tekan adalah • kayu yang akan diawetkan
sebagai berikut: dimasukkan ke dalam tangki
• tangki pengawet dalam keadaan pengawet
kosong, tangki persediaan penuh • vakum awal dimulai sebesar
larutan bahan pengawet 60 cm Hg dan dipertahankan
• kayu dimasukkan ke dalam tangki selama 30 menit
pengawet • vakum awal dihentikan dan
• vakum awal dimulai sebesar 60 cm larutan bahan pengawet dari
Hg dan dipertahankan selama 30 tangki persediaan dialirkan ke
menit tangki pengawet
• vakum awal dihentikan dan larutan • tekanan hidraulik dimulai pada
bahan pengawet dari tangki 10-12 atmospher selama 10
persediaan dialirkan ke tangki menit
pengawet • tekanan dilepaskan dan
• tekanan hidraulik dimulai pada langsung divakum selama 5
tekanan 10-12 atmosphir selama menit dan ditekan lagi selama 5
1,5 hingga 2 jam sampai retensi menit
yang diinginkan tercapai • tekanan diulang beberapa kali
• tekanan dihentikan dan larutan bergantung pada jenis kayu
bahan pengawet dialirkan kembali dan retensi yang diinginkan
ke tangki persediaan (tekanan tidak boleh kurang
• vakum akhir dimulai sebesar 60 cm dari 10 atmosphere)
Hg dan dipertahankan selama 15 • tekanan dihentikan dan larutan
menit bahan pengawet dialirkan
• vakum akhir dihentikan kembali ke tangki persediaan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 367
Teknologi dan Industri Kehutanan

• v akum akhir dimulai dan perlu diketahui dulu konsentrasi bahan


dipertahankan pada 60 cm Hg aktif dalam bahan pengawet yang akan
selama 15 menit dipakai. Konsentrasi larutan yang akan
• vakum akhir dihentikan dan dibuat dinyatakan dalam persen bahan
kayu dikeluarkan dari tangki aktif yang dikandungnya. Demikian
pengawetan pula retensi bahan pengawet di dalam
kayu, dihitung berdasarkan banyaknya
4) Metode APM (alternating pressure bahan pengawet kering yang diserap di
method) dalam kayu tersebut. Konsentrasi bahan
Peralatan yang digunakan dalam pengawet biasanya telah tercantum
metode ini sama dengan peralatan dalam merk dagang dari pabrik
yang digunakan dalam metode pembuatnya.
vakum-tekan akan tetapi pompa Dalam membuat larutan, dianjurkan
vakum dan pompa tekannya melarutkan seluruh isi kemasan bahan
mempunyai respon yang cepat. pengawet untuk menghindari terjadinya
Bahan pengawet yang digunakan, perbedaan komposisi formulasi. Jika
sama dengan proses vakum-tekan. ingin melarutkan bahan pengawet yang
Kayu yang akan diawetkan bisa kurang dari satu kemasan, maka bahan
dalam keadaan basah dengan kadar pengawet dalam kemasan tersebut
air di atas 35%. sebelum ditimbang harus diaduk lebih
Tahapan pelaksanaan pengawetan dahulu sampai merata. Konsentrasi
kayu dengan metode APM sama larutan dapat dinyatakan dalam dua
dengan tahapan pelaksanaan pada macam satuan yaitu dalam satuan
metode OPM, hanya pada metode persentase berdasarkan perhitungan
ini tekanan dilakukan secara berat bahan aktif dibagi volume larutan
berulang. Proses vakum hanya (%W/V) atau dalam satuan persentasi
dilakukan pada vakum awal dan berdasarkan perhitungan berat bahan
akhir. aktif dibagi berat larutan (%W/W).

3) Konsentrasi Bahan Pengawet Sebagai contoh untuk membuat 1000


liter larutan bahan pengawet dengan
Selain metode yang digunakan, konsentrasi 5% W/W, sebagai berikut:
konsentrasi bahan pengawet juga perlu
a) Untuk bahan pengawet yang
ditetapkan sewaktu akan mengawetkan
mengandung bahan aktif 100%,
suatu jenis kayu sesuai peruntukannya.
maka ditimbang sebanyak 50 kg.
Konsentrasi dalam formulasi setiap
Kemudian dimasukkan sedikit demi
bahan pengawet dapat berbeda-
sedikit sambil diaduk ke dalam bak
beda, tergantung pada nama dagang
pencampur yang berisi sekitar 800
atau pabrik yang membuatnya. Bahan
liter. Jika bahan pengawet telah larut
pengawet yang berbentuk pasta,
semuanya, ditambahkan lagi air
konsentrasinya sudah jelas mempunyai
sampai volumenya mencapai 1000
bahan aktif kurang dari 100% misalnya
liter dan larutan diaduk terus sampai
formulasi pasta bahan pengawet CCB
merata.
(Cooper-Chrome-Boron). Demikian pula
halnya pada formulasi bahan pengawet b) Untuk membuat larutan dengan
yang berbentuk kering dapat juga konsentrasi 5% W/W, bahan pengawet
bahan aktifnya kurang dari 100%. Oleh dengan kandungan bahan aktif 100%
karena itu sebelum membuat larutan yang beratnya 50 kg ditambahkan ke
dalam air yang beratnya 950 kg atau
368 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

setara dengan 950 liter. Untuk menguji penetrasi bahan


c) Untuk membuat bahan pengawet yang pengawet dengan cara memilih secara
kandungan bahan aktifnya kurang dari acak 10 potong kayu dari setiap muatan
100% untuk memperoleh konsentrasi kayu yang diawetkan yang kira-kira
larutan yang sama, maka timbangan mewakili semua kayu yang ada dalam
perlu dikoreksi dengan konsentrasi muatan tersebut. Pengambilan contoh
bahan aktif yang bersangkutan. Jika uji pada kayu yang penampangnya relatif
misalnya konsentrasi bahan aktifnya kecil, seperti papan, reng dan kaso,
95%, 90%, 85%, 80% dan seterusnya. dilakukan dengan membuat potongan
Tabel 5.29. menyajikan konsentrasi melintang setebal satu cm, sedangkan
pada kayu tebal yang penampangnya
bahan pengawet berdasarkan berat
relatif besar, seperti balok dan kusen,
bahan yang dilarutkan dalam pelarut.
dilakukan dengan pemboran memakai
d) Konsentrasi larutan dalam satuan % bor riap yang berdiameter 0,5 inch.
W/W dapat dihitung dari satuan %
W/VDalamdengan koreksi
membuat beratdianjurkan
larutan, jenis (BJ)melarutkan Pada
seluruh kayu yangbahan
isi kemasan diawetkan
pengawet dengan
untuk
larutan sebagai
menghindari terjadinyaberikut:%
perbedaan W/W proses vakum-tekan pemotongan
= formulasi. Jika ingin melarutkan bahan pengawet
komposisi dan
(%W/V
yang : BJ) atau
kurang % W/V
dari satu = (% W/W)
kemasan,
pemboran dilakukan paling
maka xbahan pengawet dalam kemasan tersebut sebelum
sedikit 45
BJ) cm dari ujung kayu, sedangkan pada
ditimbang harus diaduk lebih dahulu sampai merata. Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dalam
kayu yang diawetkan dengan proses
e) Berat jenissatuan
dua macam yaitu
(BJ) dan dalam satuan
konsentrasi persentase berdasarkan
larutan rendaman perhitungan berat bahan panas-
dingin, rendaman aktif
dapatvolume
dibagi diukurlarutan
dengan menggunakan
(%W/V) atau dalam satuan dingin
persentasi
dan berdasarkan
difusi palingperhitungan
sedikit 30 cm berat
dari
hydrometer
bahan aktif dibagi (acrometer).
berat larutan (%W/W). ujung. Pemboran harus dilakukan pada
Sebagai contoh untuk membuat 1000 liter larutan bahan tengah
bagian pengawetsisidengan
kayukonsentrasi 5%
yang terlebar
Retensi bahan pengawet ditetapkan
W/W adalah sebagai berikut: dan diarahkan tegak lurus terhadap
berdasarkan selisih berat contoh uji kayu
1) Untuk bahan pengawet yang mengandung bahan aktif permukaan
100%, maka kayu.
ditimbang sebanyak 50 kg.
sebelum dan sesudah diawetkan dibagi
Kemudian dimasukksn sedikit demi sedikit sambil diaduk ke dalam bak pencampur yang
volumenya dan dikalikan konsentrasi Kedalaman penetrasi bahan pengawet
berisi sekitar 800 liter. Jika bahan pengawet telah larut dapatsemuanya,
diamatiditambahkan lagi air sampai
dengan menyemprotkan
bahan pengawet. Retensi bahan
volumenya mencapai 1000
pengawet dapat dihitung dengan rumus: liter dan larutan diaduk terus sampai merata.
atau melaburkan pereaksi yang sesuai
2) Untuk membuat larutan dengan konsentrasi 5% W/W, pada bahan pengawet
penampang dengan kandungan
melintang contoh uji
bahanBa aktif
- Bo 100% yang beratnya 50 kg ditambahkan ke dalam
hasil air yang beratnya
pemotongan. Pereaksi950 yangkg sesuai
atau
Rsetara
= -----------
dengan x K 950 liter. dengan bahan pengawet sebagai berikut:
3) UntukVmembuat bahan pengawet yang kandungan bahan aktifnya kurang dari 100% untuk
a) Uji penetrasi tembaga dengan khrom
memperoleh konsentrasi larutan yang sama, maka timbangan perlu dikoreksi dengan
Dimana Ba = berat sesudah diawetkan (kg) azurol. Pereaksi terdiri dari 0,5 g
konsentrasi bahan aktif yang bersangkutan. Jika misalnya konsentrasi bahan aktifnya 95%,
Bo = berat sebelum diawetkan (kg) konsentrat khrom azurol, 5 g natrium
90%, R85%, 80%
= retensi bahandan seterusnya.
pengawet (kg/m3) Tabel 2.18, menyajikan
acetat dankonsentrasi
80 ml air. bahan pengawet
Semprotkan atau
berdasarkan berat
V = volume (mbahan
3)
yang dilarutkan dalam pelarut.laburkan larutan pada penampang
K = konsentrasi bahan pengawet (% w/w)
melintang potongan contoh uji.
Tabel 2.13. Konsentrasi bahan pengawet berdasarkan berat bahan yang dilarutkan
Untuk menguji
dalam penetrasi bahan pengawet dengan cara memilih secara acak 10 potong kayu
pelarut
Tabel
dari setiap muatan5.29.
kayuKonsentrasi
yang diawetkanbahan pengawet
yang kira-kira berdasarkan
mewakili semua kayuberat bahan
yang ada dalamyang
dilarutkan
muatan tersebut. Pengambilan contohdalam
uji padapelarut
kayu yang penampangnya relatif kecil, seperti
papan, reng dan kaso, dilakukan dengan membuat potongan melintang setebal satu cm,
Konsentrasi
sedangkan pada Bahan
kayu tebal yang Berat
penampangnya Bahan
relatif besar,Pengawet
seperti balok(Kg)
dan yang
kusen,Dilarutkan
dilakukan untuk
dengan pemboran Pengawet ( %riap
memakai bor ) yang berdiameter 0,5Membuat
inch. 1000 Liter Larutan 5%
Pada kayu yang diawetkan dengan proses vakum-tekan pemotongan dan pemboran
95 (100/95) x 50 = 52,6
dilakukan paling sedikit 45 cm dari ujung kayu, sedangkan pada kayu yang diawetkan dengan
90 (100/90) x 50 = 55,6
proses rendaman dingin, rendaman panas-dingin dan diffusi paling sedikit 30 cm dari ujung.
85 (100/90)
Pemboran harus dilakukan pada bagian tengah sisi kayu yang terlebar dan xdiarahkan
50 = 58,8tegak lurus
terhadap permukaan kayu. 80 (100/80) x 50 = 62,5
dst bahan pengawet dapat diamati dengan dst
Kedalaman penetrasi menyemprotkan atau
melaburkan pereaksi yang sesuai pada penampang melintang contoh uji hasil pemotongan.
Pereaksi yang sesuai dengan bahan pengawet sebagai berikut:
4) Konsentrasi larutan dalam satuan % W/W dapat dihitung dari satuan % W/V dengan koreksi
1) Uji penetrasi tembaga dengan khrom azurol
berat jenis
Pereaksi terdiri (BJ)
dari larutan sebagai khrom
0,5 g konsentrat berikut:%
azurol,W/W = (%W/V
5 g natrium acetat: dan
BJ) 80
atau % W/V = (% W/W) x
ml air.
BJ)
Semprotkan atau laburkan larutan pada penampang melintang potongan contoh uji. Adanya
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 369
Teknologi dan Industri Kehutanan

Adanya unsur tembaga ditunjukkan memenuhi persyaratan untuk produk


oleh warna biru, sedangkan bagian tertentu maka diperlukan modifikasi.
yang tidak mengandung tembaga
berwarna jingga. Modifikasi kayu merupakan upaya yang
dilakukan dalam rangka peningkatan mutu
b) Uji penetrasi boron. Pereaksi larutan kayu dapat dilakukan dengan beberapa
(1) 2 g ekstrak curcuma dalam 100 ml teknik dan/atau metode, mulai dari yang
alkohol (2) 20 ml asam khlorida pekat, sederhana (hanya menggunakan tekanan
80 ml alkohol dan dijenuhkan dengan mekanis tanpa bahan kimia) hingga
asam salisilat (13 g per 100 ml). yang komplek (menggunakan tekanan
dan/atau menggunakan bahan kimia),
Semprotkan atau laburkan larutan (1) termasuk kombinasi di antara keduanya.
pada penampang melintang potongan Upaya tersebut dilakukan dalam rangka
contoh uji. Biarkan agak mengering. penyempurnaan terhadap satu atau
Kemudian semprotkan larutan (2). beberapa kelemahan sifat pada kayu yaitu
Adanya boron ditunjukkan oleh warna sifat fisik-mekanik, ketidakstabilan dimensi
merah jambu, sedangkan bagian yang dan keawetan.
tidak mengandung boron berwarna
kuning. 1) Modifikasi Fisis. Modifikasi kayu secara
fisis umumnya menggunakan energi
c) Uji penetrasi cypermethrin. Pereaksi panas atau gelombang mikro untuk
5% kaliumiyodida (KI) dalam alkohol mengubah struktur kimia dalam kayu
0,25% peraknitrat dalam air. Warna sehingga menimbulkan penyempurnaan
kuning menunjukkan reaksi warna pada sifat keawetan, higroskopisitas dan
positif, sedangkan tidak berwarna stabilitas dimensi. Energi panas yang
menunjukkan warna yang negatif digunakan dalam perlakuan ini dapat
(tidak terkena bahan pengawet). berupa udara panas kering dengan
Keterawetan 96 jenis kayu terhadap bahan atau tanpa tekanan maupun udara
pengawet disajikan pada Lampiran 12. basah berupa uap panas bertekanan.
Penggunaan teknik hidrotermolisis
seperti dalam produksi Plato Wood
c. Modifikasi Kayu dapat menyempurnakan banyak sifat
pada kayu, seperti keteguhan, keawetan,
Produksi kayu dari hutan tanaman secara stabilitas dimensi dan kemudahan
kuantitas semakin meningkat bahkan telah pengerjaan akhir (finishing).
melampaui produksi kayu dari hutan alam.
Pada umumnya, kayu dari hutan tanaman 2) Modifikasi Mekanis. Densifikasi
berasal dari jenis-jenis cepat tumbuh atau (pemadatan) struktur kayu dengan
dipanen lebih cepat. Oleh karena itu, sifat- menggunakan tekanan mekanis
sifat kayu dari hutan tanaman dari jenis umumnya dilakukan pada jenis kayu
cepat tumbuh tersebut seringkali tidak berkerapatan rendah dengan tujuan
memenuhi persyaratan bahan baku untuk peningkatan sifat keteguhan, stabilitas
produk tertentu seperti furnitur dan produk dimensi serta perbaikan sifat perekatan
kayu solid lainnya. dan pengerjaan akhir.
Hal ini terutama dikarenakan karakteristik 3) Modifikasi Kimia. Metode modifikasi
kayu muda (juvenile) yang tidak diinginkan secara kimia merupakan cara
yaitu kepadatan rendah, keawetan rendah, penyempurnaan sifat kayu paling luas
kekuatan rendah, dan ketidakstabilan dan beragam dilakukan di seluruh
dimensinya. Untuk mengatasi berbagai dunia. Metode ini mencakup perlakuan
kelemahan sifat tersebut dan agar kayu kimia permukaan untuk perbaikan
cepat tumbuh dari hutan tanaman kualitas perekatan dan pengerjaan akhir,
370 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

impregnasi resin atau senyawa kimia dinding sel kayu, sehingga menghasilkan
kedalam struktur sel untuk perbaikan sifat baru yang lebih baik dari sifat
keawetan, keteguhan, stabilitas dimensi asalnya. Modifikasi kimia dengan
dan ketahanan cuaca (weathering). mekanisme tersebut diantaranya adalah
Modifikasi kimia kayu pada dasarnya perlakuan asetilasi, furfurilasi, perlakuan
adalah memasukkan senyawa kimia dengan asam klorida, isosianat, alkil
kedalam struktur kayu, yang kemudian halida, senyawa aldehida dan senyawa
dapat bereaksi dengan gugus hidroksil epoksida.
pada polimer dinding sel kayu. Reaksi ini
dapat membentuk ikatan tunggal dengan Metode modifikasi kimia lainnya adalah
satu gugus hidroksil, atau terbentuk impregnasi bahan monomer atau resin
ikatan silang antara dua atau lebih kedalam dinding sel kayu, kemudian
gugus hidroksil. Perubahan ikatan ini diikuti dengan proses polimerisasi,
menyebabkan perubahan pada polimer sehingga kekuatan kompresi kayu

(a)
(a)

(b)
(b)
Gambar Gambar
5.47. (a)
5.46.Mekanisme
(a) Mekanismeteknik impregnasi
teknik impregnasi menggunakan
menggunakan impregnanimpregnan
PME; PME;
Gambar 5.46. (a)
b) Mekanisme
b) Mekanisme Mekanisme
kimiawi pada
kimiawi teknik
pada impregnasi
proses
proses menggunakan
impregnasi
impregnasi impregnan
dengan
dengan PME PME
(Malik, PME;
(Malik, 2019)
2019)
b) Mekanisme kimiawi pada proses impregnasi dengan PME (Malik, 2019)

Gambar 5.47. Tampak visual dari kayu jabon tanpa perlakuan impregnasi (UT), dengan perlakuan
Gambar 5.47.
impregnasi Tampak
ekstrak visualtipe-1
dari kayu jabon tanpa perlakuan impregnasi
impregnasi(UT), dengan perlakuan
Gambar 5.48. Tampak visual darimerbau
kayu jabon (T1) dan dengan
tanpa perlakuan
perlakuan impregnasi ekstrak
(UT), merbau
dengan tipe-2 (T2).
perlakuan
impregnasi ekstrak merbau tipe-1 (T1) dan dengan perlakuan impregnasi ekstrak merbau tipe-2 (T2).
impreg-
nasi ekstrak merbau tipe-1 (T1) dan dengan perlakuan impregnasi ekstrak merbau tipe-2 (T2)
d. Modifikasi biologis
d. Modifikasi biologis
77
77
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 371
Teknologi dan Industri Kehutanan

meningkat sesuai dengan yang diinginkan. 4) Modifikasi Biologis. Modifikasi secara


Penyempurnaan sifat kayu pada metode biologis lebih banyak dilakukan pada upaya
ini terutama disebabkan oleh pengaruh penyempurnaan kualitas rekatan serat atau
sumbatan (bulking) bahan impregnan kayu. Degradasi lignin pada sel kayu dengan
pada dinding sel kayu. Perlakuan menggunakan jamur dapat menghasilkan
modifikasi pada kelompok ini termasuk oksigen radikal yang berperan dalam
impregnasi resin urea formaldehida, keteguhan ikatan serat. Penggunaan
fenol formaldehida, melamin enzim laccase dari Trametes villosa pada
formaldehida, gliserol, senyawa silicon, perlakuan permukaan serat kayu dapat
senyawa monomer dan polimer lainnya. menyempurnakan sifat keteguhan (MOE
Perlakuan resin mampu mengurangi sifat dan MOR) pada produk komposit yang
higroskopis dan meningkatkan kestabilan dihasilkan
dimensi kayu kelapa.
Impregnasi juga dapat dilakukan C. Sifat dan Pengolahan HHBK
dengan memasukkan bahan resin ke
dalam struktur rongga kayu. Bahan C.1. Pengertian
resin tersebut berperan sebagai bahan
pengisi (bulking agent). Deposisi resin Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah
dalam struktur kayu dapat menutup hasil hutan hayati baik nabati maupun
sebagian besar tempat ikatan air pada hewani beserta produk turunannya dan
polimer kayu, sehingga kayu tidak budidaya kecuali kayu yang berasal dari
mudah menyerap air atau mengalami hutan. Beberapa perbedaan mendasar dari
pengembangan pada saat digunakan di karakteristik HHBK dibandingkan dengan
lingkungan lembab atau basah, dan lebih hasil hutan berupa kayu adalah seperti
padat. tercantum pada Lampiran 13.
Perlakuan yang dapat meningkatkan Pemanenan HHBK sangat beragam
berat jenis atau kepadatan kayu olahan tergantung apa jenis HHBK yang akan kita
adalah impregnasi, kompresi dan panen. Hal ini berbeda dengan pemanenan
kombinasi keduanya. Berbagai penelitian kayu yaitu hanya satu teknik yaitu dengan
telah dilakukan tentang peningkatan jalan menebang pohon. Pemanenan HHBK
kerapatan spesies kayu yang berbeda
dengan teknik yang berbeda sesuai dengan
dengan menggunakan metode yang
jenis HHBKnya.
berbeda. Perlakuan impregnasi
merupakan teknik modifikasi yang paling Salah satu faktor penentu besaran
banyak dipakai dengan menggunakan produktivitas dan kualitas suatu produk
bahan kimia tertentu. Gambar 5.47 (a) HHBK adalah tahap pemanenan. Penentu
menunjukkan prinsip teknik impergnasi pemanenan dapat diuraikan menjadi
dan Gambar 5.47 (b) mekanisme
beberapa faktor seperti saat panen, cara
kimiawi pada proses impregnasi dengan
dan alat panen selain ketrampilan para
bahan ramah lingkungan terbuat dari
ekstrak kayu merbau terpolimerisasi pemanen. Disebabkan HHBK banyak
(PME). Teknik impregnasi bahkan dapat sekali ragamnya maka pemanenan pun
menghasilkan kayu yang berbeda sifat- sangat beragam.Secara garis besar macam
sifatnya dari kayu aslinya, sehingga pemanenan dapat dirinci sebagai uraian
seakan-akan menjadi “kayu baru”. berikut.
Gambar 5.48 adalah perubahan kayu
a. Penyadapan
Jabon (Anthocephalus cadamba) setelah
diimpregnasi dengan PME. Berdasarkan bagian pohon yang disadap,
372 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

terdapat 3 macam penyadapan yaitu b. Pemangkasan


penyadapan pada batang pohon,
penyadapan terhadap malai bunga/ Pemangkasan biasanya dilakukan pada
buah dan penyadapan terhadap buah. pemanenan untuk memperoleh:
Penyadapan terhadap batang dilakukan 1) daun seperti pada panen daun kayu
pada pohon pinus, damar, shorea, jelutung putih, gambin, nilam, ekaliptus, perca,
dan kemenyan. kilemo; sereh, nimba, perca dan daun
lain sebagai bahan obat-obatan
Penyadapan pada malai dilakukan seperti 2) buah seperti jernang, pinang, aren,
pada pohon aren, kelapa, nipah (Nipa 3) cabang atau ranting pohon dilakukan
fruticans), gebang (Coypha elata), lontar pemanenan pohon inang yang
(Borassus flabellifer) dan langkap (Arenga mengandung lak
obtusifolia) dengan hasil nira sebagai bahan
pembuatan gula. Sedang penyadapan pada Pengelolaan pemanenan utamanya adalah
buah dilakukan pada buah pepaya sebelum berdasarkan awal pemanenan, jangka
matang, hasilnya adalah papain yang waktu antar panen, banyaknya bahan yang
diperlukan sebagai bahan pelunak daging. dipanen dan saat panen (subuh, siang atau
Produktivitas pohon yang disadap sore hari). Pengelolaan yang baik akan
dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu faktor menghasilkan produksi dan kualitas hasil
statis (genotip, umur, kerapatan pohon, yang bernilai tinggi.
elevasi, kesuburan tanah dan iklim) serta
Sebagai contoh pemanenan nilam harus
faktor dinamis (cara, alat, lama dan rentang
dilakukan pada umur pohon yang tepat
penyadapan, macam dan kadar stimulan
serta ketrampilan tenaga penyadap). karena daun muda atau daun yang terlalu
tua akan menghasilkan produksi minyak
Penyadapan pohon shorea (Shorea yang rendah. Pemanenan sebaiknya
javanensis) telah lama dilakukan oleh dilakukan sebelum matahari terbit atau
masyarakat Krui, Lampung yaitu dengan cara sepagi mungkin. Awal pemanenan dilakukan
tradisional. Dalam penyadapan ini, sadapan pada tanaman nilam berumur 6-8 bulan
terlalu dalam, rapat dan terlalu banyak, dan panen berikutnya dilakukan setiap 3-4
karenanya pohon yang disadap menjadi bulan sekali sampai produksi daun tidak
merana dan tumbang pada umur muda ekonomis lagi untuk dipanen.
(diameter 50-60 cm). Beberapa pohon bila
disadap dengan cara yang memadai akan
terus hidup hingga mencapai diameter c. Pengutipan
besar (80-100 cm), yang dapat diartikan
umur pohon dapat mencapai umur tua. Biasanya dilakukan pada panen beberapa
macam HHBK dengan cara mengutip produk
Untuk menanggulangi masalah ini, P3HH yang terdapat pada media seperti:
telah menyusun Pedoman Penyadapan 1) buah matang yang jatuh secara alami
Damar (Sumadiwangsa & Dahlian, 2002). (kemiri, tengkawang dan kenari)
Bila pedoman ini telah ditetapkan oleh 2) komoditi yang terbentuk atau jatuh pada
masyarakat Krui, maka diharapkan lahan hutan seperti damar dan kopal
penyadapan akan ramah pohon sehingga tertentu
jangka waktu penyadapan lebih panjang 3) dikutip dari pohon, batang (ijuk, jamur,
atau durasi produksi damar juga akan lebih burahol)
panjang. Selain itu pada akhir produksi 4) dikutip dari lahan hutan atau kayu seperti
damar dapat diperoleh tambahan hasil aneka jamur, damar dan kopal tertentu
berupa kayu.
Buah tengkawang yang telah matang akan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 373
Teknologi dan Industri Kehutanan

jatuh secara alami di atas lahan hutan. e. Penebangan


Bila tidak cepat dikutip (diambil), maka
buah tengkawang dengan cepat akan Penebangan dilakukan pada beberapa
menjadi kecambah atau dimakan hewan produk HHBK untuk memanfaatkan bagian
pemakan tengkawang seperti kera, dan batang pohon seperti rotan, bambu, sagu,
bajing, sehingga perlu segera dipungut. gaharu, cendana; bagian kulit batang seperti
Pada musim panen raya buah yang kulit masoi, lawang, gemor, kayu manis,
berjatuhan sangat berlimpah sehingga kulilawang, lame, kilemo dan nimba. Untuk
diperlukan banyak sekali tenaga pemungut memperpanjang jangka waktu pemungutan
sampai murid sekolah pun diliburkan kulit sebaiknya dilakukan dengan proses
untuk memaksimalkan pemanfaatan buah pengubakan/pengupasan kulit pada pohon
tengkawang. hidup.

d. Pemetikan
f. Pengupasan Kulit
Biasanya dilakukan untuk memanen bunga,
buah, daun yang dipungut satu persatu Pemanfaatan kulit pohon biasanya dilakukan
pada pohon penghasil; atau terkadang dengan cara penebangan. Kemudian pada
untuk memungut resin tertentu yang terjadi batang yang telah tumbang, dilakukan
secara alami. Pemetikan bunga dilakukan pengupasan (menguliti) untuk memperoleh
misalnya untuk memanen bunga kenanga, produk kulit batang. Dengan cara ini
ilang-ilang, melati atau bunga gambir. Selain pemanenan hanya dapat dilakukan satu
itu pemetikan dilakukan untuk memungut kali, untuk memperoleh produk selanjutnya
bebuahan seperti asam, makadamia, diperlukan tahap menanam dan menunggui
matoa, duku, burahol, pala, sukun, mente, sampai saatnya pohon dapat dipanen
jarak, saga, kemang; serta untuk memanen kembali. Proses penanaman memerlukan
aneka ragam daun yang akan digunakan biaya dan jangka waktu yang lama biasanya
sebagai bahan obat. tahunan.
Untuk memperpanjang jangka waktu

a b c

Keterangan: Ikatan pembuluh Tipe II (a), Tipe III (b) dan Tipe IV (c)
Gambar Gambar
1. Struktur
5.49. anatomi penampang
Struktur anatomi melintang
penampang batang
melintang bambu
batang (Ikatan
bambu
pembuluh Tipe II (a), Tipe III (Foto: Ratih Damayanti)
(b) dan Tipe IV (c))

Keterangan: 1) Berkas serat; 2) Metaxylem; 3) Floem; 4) Ruang interseluler (hasil


peleburan dari protoksilem); 5) Berkas sklerenkim; 6) Parenkim dasar (Foto: Ratih
374 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

produksi hasil pemungutan dapat dilakukan tidak mempunyai cabang, berimpang dan
dengan cara mengubak/mengupas/ mempunyai buluh yang menonjol (Widjaja,
menguliti batang pohon hidup. Faktor 2001; Zulkarnaen & Andila, 2015).
utama yang perlu diperhatikan adalah
ukuran kubakan disesuaikan dengan besar Bambu tumbuh tiga kali lebih cepat
diameter pohon. Ukuran kupasan yang dibandingkan kayu dan dapat dipanen
terlalu kecil, hanya sedikit berpengaruh pada umur 3 sampai 5 tahun. Produk
pada daya hidup pohon tetapi akan diikuti bambu selalu berhubungan erat dengan
produksi yang rendah dan biaya pungut perkembangan budaya Indonesia. Sharma,
yang tinggi. Sebaliknya bila ukuran kupasan Dhinakaran & Mehta (2014) menyatakan
terlalu besar, produksi tinggi biaya pungut bahwa sejak zaman dahulu masyarakat
rendah tetapi akan diikuti daya hidup pohon sudah mengembangkan bambu terutama di
rendah sehingga besar kemungkinan pohon pedesaan, bahkan sebagai tulang punggung
menjadi mati. Karenanya pengupasan penghasilan bagi masyarakat.
harus dilakukan secara optimali dan ramah Bambu merupakan bahan berlignoselulosa
pohon, dimana jumlah produk kulit batang yang dapat digunakan sebagai substitusi
optimum dan pohon tetap berdaya hidup kayu. Batangnya bisa dimanfaatkan untuk
wajar. berbagai keperluan mulai dari pangan
g. Pencabutan dengan rebungnya yang dapat dimakan,
alat rumah tangga, bahan pembuat
Beberapa produk HHBK dipungut dengan kertas, kerajinan, sampai mebeler bahkan
cara pencabutan yaitu untuk mendapatkan konstruksi pemukiman, dan kebutuhan
aneka umbi (ubi, talas, iles-iles, garut, suweg, konsumen lainnya (Widjaja, 2012;
ketela, bawang kapal); aneka akar (akar Nurkertamanda et al., 2011; Sharma et al.,
wangi, ginseng, pasak bumi, alang-alang), 2014; Dhinakaran & Chandana 2016).
aneka rimpang (jahe, lempuyang, temu-
temuan, jajalakan, brojo-lintang), daun Tanaman bambu juga tahan terhadap
(pakis) dan tumbuhan utuh yang dicabut kekuatan angin dan seismik yang
(rebung). Untuk memperoleh produksi dan tinggi, serta mampu mengurangi polusi
mutu produk yang tinggi, pencabutan harus lingkungan karena menyerap nitrogen
dilakukan pada saat umur tumbuhan yang dan karbon dioksida (CO2) dalam jumlah
tepat. Pada umur muda produksi rendah, yang tinggi (Leelatanon, Srivaro, & Matan,
sedang pada umur yang terlalu tua kualitas 2010). Menurut Artiningsih (2012), dalam
produk terlalu rendah. pertumbuhannya jumlah CO2 yang diserap
bambu bisa mencapai 12 ton per hektar,
sementara gas oksigen (O2) yang dihasilkan
30% lebih tinggi dari O2 yang dihasilkan
C.2. Sifat Dasar HHBK pohon. Hal ini membuat tanaman tersebut
a. Bambu dikenal sebagai pengisi ulang udara segar
yang efisien.
Bambu merupakan sumber daya terbarukan
dan serbaguna, cepat tumbuh, serta mudah Di Bali, bambu digunakan untuk pembuatan
dikerjakan dengan menggunakan alat-alat tumpang salu dalam prosesi pengabenan.
sederhana. Bambu yang dikenal sebagai Tumpang salu adalah sejenis bale/dipan
rumput raksasa termasuk Famili Poacea. yang khusus dibuat untuk meletakkan
Tanaman bambu umumnya tumbuh mayat yang akan diaben sebelum diadakan
berumpun, batang berkayu, memiliki upacara pembakaran. Selain itu bambu
ruas, berbuku-buku, tengahnya berongga, juga diperlukan pada pembuatan bale
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 375
Teknologi dan Industri Kehutanan

gading yang biasa digunakan dalam yang terdiri atas holoselulosa, hemiselulosa,
upacara potong gigi, menek bayang pada dan lignin, memiliki sifat fisik mekanik yang
upacara menginjak akil balik, pembuatan unik sehingga batang atau buluhnya dapat
damar kurung pada lampu minyak kelapa digunakan sebagai material substitusi kayu
dalam upacara pengabenan, dimana hal pertukangan, bahan bangunan, jembatan,
ini disimbolkan sebagai lambang kesucian mebel, kerajinan tangan, alat-alat pertanian
dan kemakmuran (Arinasa & Peneng, dan perikanan, alat rumah tangga, pipa
2013). Martawijaya (1977) dalam Nandika, air, tangkai bunga, alat musik tradisional,
Matangaran & Darma (1994) menyatakan askaboard, bambu lapis, lantai bambu,
bahwa 80% bambu di Indonesia digunakan pulp kertas, bambu komposit, arang, arang
untuk konstruksi (termasuk mebel), 10% aktif dan arang nano, sedangkan bagian
untuk pembungkus, 5% untuk bahan baku akarnya dapat digunakan untuk ukiran,
kerajinan (industri kecil), serta 5% untuk sebagai penahan erosi guna mencegah
sarana pertanian dan lain-lain. bahaya kebanjiran, dan rebungnya untuk
makanan (Widjaja, 2011; Nurkertamanda et
Tanaman bambu di dunia diperkirakan al., 2011; Arinasa & Peneng, 2013; Sharma
sekitar 1.200 jenis yang terdiri atas lebih et al. 2014; Dhinakaran & Chandana 2016;
dari 70 genera dengan luas tanaman sekitar Pari et al., 2016). Bambu sebagai produk
22 juta ha2 yang tersebar di Asia, Afrika, dan serbaguna, diperlukan persyaratan antara
Amerika Latin (Widjaja, 2011; Susilaning lain sifat kekuatan dan sifat keawetan
& Suheryanto, 2012; Sharma et al., 2014; karena secara alami ketahanan setiap jenis
Dhinakaran & Chandana 2016). Di Indonesia bambu berbeda, demikian juga ketahanan
ditemukan sekitar 160 jenis bambu; 38 jenis terhadap jamur maupun serangga (JitKaur,
di antaranya merupakan jenis introduksi 2015).
dan 122 jenis merupakan tanaman asli
Indonesia. Di antara 160 jenis ini, sebanyak 1) Struktur Anatomi
88 jenis termasuk endemik, dan 76 jenis
lainnya digunakan oleh masyarakat lokal Pertelaan struktur anatomi batang
untuk bahan kerajinan (27 jenis), sayuran (7 bambu dikelompokkan dalam dua ciri,
jenis), dan untuk kegunaan lain (42 jenis). yaitu ciri umum dan ciri anatomi. Ciri
umum ditetapkan berdasarkan hasil
Bambu sebagai bahan berlignoleslulosa pengamatan secara makroskopis yang
Tabel 5.30. Klasifikasi daya tahan bambu terhadap rayap tanah
TabelKelas
5.30. Klasifikasi daya tahanBerat
Pengurangan bambu(%)terhadap rayap tanah
Ketahanan
I
Kelas < 9,0Berat (%)
Pengurangan Sangat tahan
Ketahanan
III 9,0–14,93
< 9,0 Tahan
Sangat tahan
III
II 14,92– 20,79
9,0–14,93 Sedang
Tahan
IV
III 20,78–26,66
14,92– 20,79 Tidak tahan
Sedang
V
IV > 26,66
20,78–26,66 Sangat tidak
Tidak tahan
tahan
V > 26,66 Sangat tidak tahan

Tabel 5.31. Klasifikasi daya tahan bambu terhadap rayap kayu kering
TabelKelas
5.31. Klasifikasi daya tahanBerat
Pengurangan bambu(%)terhadap rayap kayu kering
Ketahanan
I
Kelas < 6,10Berat (%)
Pengurangan Sangat tahan
Ketahanan
III 6,10–10,41
< 6,10 Tahan
Sangat tahan
III
II 10,40–14,72
6,10–10,41 Sedang
Tahan
IV
III 14,71–19,03
10,40–14,72 Tidak tahan
Sedang
V
IV > 19,03
14,71–19,03 Sangat tidak
Tidak tahan
tahan
V > 19,03 Sangat tidak tahan

Tabel 5.32. Klasifikasi daya tahan bambu terhadap jamur pelapuk


TabelKelas
5.32. Klasifikasi daya tahanBerat
Pengurangan bambu(%)terhadap jamur pelapuk
Ketahanan
I < 6,10 Sangat tahan
II 6,10–10,41 Tahan
III 10,40–14,72 Sedang
IV 14,71–19,03 Tidak tahan
376 Vademecum
V Kehutanan Indonesia
> 19,03
2020 Sangat tidak tahan
Teknologi dan Industri Kehutanan

Tabel 5.32. Klasifikasi daya tahan bambu terhadap jamur pelapuk


Kelas Pengurangan Berat (%) Ketahanan
I < 0,5 Sangat tahan
II 0,5-4,9 Tahan
III 5,0-9,9 Sedang
IV 10,0-30,0 Tidak tahan
V >30,09 Sangat tidak tahan

Informasi keawetan bambu diperoleh dari pengujian di laboratorium Puslitbang Hasil


meliputi panjang batang, diameter larut dalam pelarut organik netral seperti
Hutan tahun 2010–2014 dalam Rulliaty et al. (2015), dan Jasni et al. (2017a dan 2017b).
batang tanpa pelepah dan panjang air, eter, benzena dan etil alcohol, tetapi
ruas. Ciri anatomi yang disajikan dapat mudah larut dalam larutan asam sulfat
5) Keterawetan
berbeda bergantung kepada data yang 72%, larutan cupri amonium dan larutan
Metoda yang digunakan dalam pengujian keterawetan bambu adalah metoda Boucherie
diperoleh dari berbagai pustaka. besi (III) tartrat. Selulosa dapat digunakan
yang dimodifikasi (Muslich & Rulliaty, 2014). untuk Penetrasi
keperluan(kedalaman penembusan)
berbagai industri sepertibahan
BerdasarkanpengawetLiesediamati
(1985), terdapat
dengan menyemprotkanindustri
atau melaburkan pereaksi yang sesuai pada
rayon, kertas, film dan lain-lain.
empat tipe ikatan pembuluh
penampang melintang yaitu
contohTipe
uji hasil pemotongan,
Kadar selulosa ditentukan berdasarkanazurol
menggunakan pereaksi krom
I–tipe terbuka; Tipe
sulfat. Cara II–tipe pinggang
pembuatannya mengikuti Barlystandar
& Abdurrochim
Norman(1996).
dan Informasi keterawetan
Jenkins (Wise,
ketat; Tipe III–tipe pinggang terpisah;
bambu ini mengacu pada hasil penelitian yang 1944).dilakukan di Puslitbang Hasil Hutan Tahun
dan Tipe 20102014,
IV–tipe duaseperti
pinggang terpisah. Rulliaty et al. (2015) dan Muslich & Rulliaty (2014).
yang dilaporkan
Tipe I jarang dimiliki oleh jenis-jenis Penetapan kadar lignin dilakukan
bambu yang ada di Indonesia. Gambar
6) Pengeringan mengacu pada SNI 14-0492-1989
5.49 menyajikan Prosedurstruktur
pembuatananatomi (Badan Standardisasi
contoh uji dan pengujian Nasional,
sifat pengeringan 1989a). pada
bambu mengacu
penampang aksial batang bambu secara Lignin merupakan suatu
metode Terazawa untuk pengujian kayu yang telah disesuaikan dengan sifat dan morfologi senyawa
umum dan contoh
bambu tipedan
(Basri ikatan pembuluh.
Saefudin, poliaromatik
2004). Informasi pengeringan yang terdapat
bambu pada bagian
ini mengacu pada hasil
Nilai turunan
penelitian yang dilakukan di Puslitbang Hasil Hutan dalam Basri & Saefudin (2004Kadar
dimensi dan kualitas serat lamella tengah sel tumbuhan. dan 2013),
dihitung berdasarkan
Rulliaty et al. Rachman
(2015), dan&Basri
Siagian Pentosan dihitung menurut standar
& Pari (2017).
(1976). TAPPI T 19 m-50 (TAPPI, 1992). Pentosan
7) Sifat Perekatan jika dihidrolisis akan menghasilkan
Struktur anatomi dinding sel berbeda- pentosadengan
Penelitian sifat perekatan bambu dilakukan dan bila dipanaskan
mempelajari respondengan
suatu jenis
beda tergantung pada jenis. Seluruh HCl 12% akan berubah menjadi furfural
bambu terhadap perekat urea formaldehida (UF). Respon tersebut dipelajari dari keteguhan
jaringannya terbentuk oleh aktivitas yangblokmerupakan bahantekan.
dasar dalam sifat
rekat bambu dengan menggunakan uji geser atau uji geser Pengujian
meristem pucuk dan terkadang meristem pembuatan poliester, nilon, serat sintesis
buku intercalary (Hsiung et al. 1980 dalam dan lain-lain.
Alvin & Murphy 1988). Menurut Liese 41
(1985), pada ruas bambu mengandung Kadar abu dan silika ditentukan menurut
serat sekitar 40% dan jaringan parenkim standar SNI 14-1031-1989 (Badan
dasar sekitar 50%, sementara sisanya Standardisasi Nasional, 1989b). Kadar
diisi jaringan perantara, korteks tipis dan abu dan silika berkisar antara 0,38-
epidermis. Data ciri anatomi diperoleh 2,13% dan 0,12-1,91%. Pada umumnya
dari berbagai pustaka seperti Rulliaty unsur yang terdapat dalam abu adalah
(1994) dan Rulliaty et al. (2015). SiO2, Al2O3, TiO2, Fe2O3, CaO, MgO,
Na2O dan K2O. Unsur logam oksida CaO
2) Komponen Kimia merupakan unsur yang terbanyak dalam
Komponen kimia batang bambu meliputi abu yang dapat mencapai setengah atau
kadar selulosa, lignin, pentosan, kadar tiga perempat bagian dari keseluruhan
abu dan silika, kemudian kandungan kandungan abu.
ekstraktif. Selulosa berwama putih, tidak Kelarutan dalam alkohol benzena
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 377
Teknologi dan Industri Kehutanan

ditentukan menurut standar SNI 14- (2007). Data dan informasi mengenai
1032-1989 (Badan Standardisasi sifat fisis mekanis ini mengacu pada hasil
Nasional, 1989c). Kelarutan dalam air penelitian P3HH, 2010-2014 seperti yang
dingin dan panas menurut standar SNI dilaporkan Rulliaty et al. (2015).
14-1305-1989 (Badan Standardisasi
Nasional, 1989d). Kelarutan dalan NaOH 4) Keawetan
1% menurut standar SNI 14-1838-1990 Sifat keawetan yang disajikan meliputi
(Badan Standardisasi Nasional, 1990). data keawetan terhadap rayap tanah
Kelarutan dalam air dingin berkisar (Coptotermes curvignathus Holmgren.),
antara 2,71-8,42%, dalam air panas 2,87 rayap kayu kering (Cryptotermes
-8,92% dan kelarutan dalam alkohol cynocephalus Light.), dan jamur pelapuk
benzena (1:2) 2,42-11,86%. Kadar zat coklat (Dacryopinax spathularia,
ekstraktif adalah banyaknya zat yang Polyporus sp., Tyromyces palustris)
terlarut dari kayu dengan menggunakan dan jamur pelapuk putih (Pycnoporus
pelarut netral seperti air, benzena, eter sanguineus, Schizophylulum commune).
dan alkohol. Zat ekstraktif yang larut Pengujian ini mengacu pada SNI 01-
dalam air adalah gula zat wania, tanin, 7207-2006 (Badan Standardisasi
gum dan pati, sedangkan yang larut Nasional, 2006), dan SNI 7207:2014
dalam pelarut organik adalah resin, (Badan Standardisasi Nasional, 2014)
lemak, lilin dan tanin Informasi mengenai yang dimodifikasi.
komponen kimia batang bambu mengacu
pada beberapa hasil penelitian yaitu Untuk klasifikasi ketahanan terhadap
Rulliaty et al. (2015), Gusmailina dan rayap tanah mengacu kepada Jasni,
Sumadiwangsa (1988). Damayanti & Pari (2017) pada Tabel
5.30. Untuk rayap kayu kering mengacu
3) Fisis Mekanis pada Jasni, Damayanti & Sulastiningsih
Sifat fisis dan mekanis merupakan sifat (2017) pada Tabel 5.31., dan jamur
penting yang digunakan untuk menduga pelapuk mengacu pada (Suprapti 2010),
kegunaan suatu jenis bambu. Sifat fisis SNI 01-7207-2006 (Badan Standardisasi
yang dicantumkan berupa data kadar Nasional, 2006), dan SNI 7207:2014
air dan berat jenis batang bambu kering (Badan Standardisasi Nasional, 2014).
udara. Sifat fisis diuji berdasarkan Standar Informasi keawetan bambu diperoleh
India IS 6874-2008 (Basri & Pari, 2017). dari pengujian di laboratorium P3HH
Sifat mekanis yang disajikan meliputi 2010–2014 dalam Rulliaty et al. (2015),
Modulus of Rupture (MOR), Modulus dan Jasni et al. (2017a dan 2017b).
of Elasticity (MOE), dan keteguhan 5) Keterawetan
tarik bilah bambu sejajar serat, yang
merupakan nilai rata-rata keteguhannya Metode yang digunakan dalam pengujian
dalam kondisi kering udara. Nilai keterawetan bambu adalah metode
keteguhan diperoleh dari hasil pengujian Boucherie yang dimodifikasi (Muslich
contoh uji berukuran kecil bebas cacat & Rulliaty, 2014). Penetrasi (kedalaman
berdasarkan ISO 22157-1:2004 (Bamboo penembusan) bahan pengawet
determination of physical and mechanical diamati dengan menyemprotkan atau
properties Part I. Requirements) dan ISO/ melaburkan pereaksi yang sesuai pada
TR 22157-2: 2004 (Bamboo determination penampang melintang contoh uji hasil
of physical and mechanical properties pemotongan, menggunakan pereaksi
Part II. Laboratory Manual) dalam BSN krom azurol sulfat. Cara pembuatannya
378 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

mengikuti Barly & Abdurrochim (1996). kering, pH, warna dan transparansi
Informasi keterawetan bambu ini (Komarayati & Wibowo, 2015).
mengacu pada hasil penelitian yang
dilakukan di P3HH 2010-2014, seperti 9) Pemanfaatan Bambu
yang dilaporkan Rulliaty et al. (2015) dan
Muslich & Rulliaty (2014). Data dan informasi pemanfaatan batang
bambu jenis tertentu adalah hasil
6) Pengeringan wawancara dengan masyarakat di lokasi
bambu ditemukan, dan berdasarkan
Prosedur pembuatan contoh uji dan
data yang telah dipublikasikan oleh
pengujian sifat pengeringan bambu
Sastrapradja et al. (1977); Widjaja (2001),
mengacu pada metode Terazawa untuk
Dransfield & Widjaja (1995), Arinasa dan
pengujian kayu yang telah disesuaikan
Peneng (2013), Rulliaty et al. (2015), dan
dengan sifat dan morfologi bambu
Sulastiningsih (2014).
(Basri dan Saefudin, 2004). Informasi
pengeringan bambu ini mengacu pada Menurut Kementerian Perindustrian
hasil penelitian yang dilakukan di (2013) pemanfaatan bambu untuk
Puslitbang Hasil Hutan dalam Basri & industri berdasarkan KBLUI (Kelompok
Saefudin (2004 dan 2013), Rulliaty et al. Baku Lapangan Usaha Industri) adalah
(2015), dan Basri & Pari (2017). untuk industri bambu, moulding, kertas
7) Sifat Perekatan industri, mebel, anyaman, alat rumah
tangga, musik tradisional, olahraga, alat
Penelitian sifat perekatan bambu permainan, industri mainan, alat tulis
dilakukan dengan mempelajari respon dan gambar termasuk perlengkapannya.
suatu jenis bambu terhadap perekat
urea formaldehida (UF). Respon tersebut Widiastuti (2014) memberikan informasi
dipelajari dari keteguhan rekat bambu penggunaan bambu secara total
dengan menggunakan uji geser blok mulai dari akar hingga daun. Bagian
atau uji geser tekan. Pengujian sifat akar digunakan untuk arang (sebagai
perekatan bambu untuk masing-masing kerajinan dan arang aktif), asap cair, dan
jenis dilakukan menurut Standar Jepang kerajinan. Bagian rebung dimanfaatkan
(Japan Plywood Inspection Corporation, untuk sumber pangan dan obat-obatan.
2003). Informasi sifat perekatan bambu Batang digunakan papan serat, pulp
ini mengacu pada hasil penelitian yang (kertas dan rayon), konstruksi bangunan,
dilakukan di P3HH 2010-2014 seperti mainan tradisional dan alat pendidikan,
yang dilaporkan Rulliaty et al. (2015). peralatan olahraga, alat tulis dan alat
gambar, peralatan rumah tangga,
8) Pengujian Asap Cair furniture, papan laminasi (konstruksi,
flooring dan mebel), gedek (dinding), dan
Penelitian asap cair dari bambu alat musik. Bagian cabang dimanfaatkan
menggunakan metode tungku dan drum untuk barang kerajinan, dan bagian daun
serta pendingin sistem turbulex seperti untuk obat-obatan, kertas seni, pupuk,
yang mengacu pada Hendra (2011). dan makanan ternak. Limbah bambu
Penentuan komponen kimia asap cair juga berguna untuk pulp, papan serat,
dan kualitasnya dibandingkan dengan kerajinan, biomas dan bahan bakar.
Standar Jepang (Yatagai, 2002). Informasi
yang disajikan meliputi produksi per- 10) Bambu Lamina
1000 kg bahan basah, berat jenis, asam
asetat, metanol, fenol, rendemen berat Bambu lamina adalah suatu produk
yang dibuat dari beberapa bilah bambu
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 379
Teknologi dan Industri Kehutanan

yang direkat dengan arah serat sejajar. yang cukup tebal. Pada prinsipnya proses
Perekatan dilakukan kearah lebar pembuatan bambu lamina adalah
(horizontal) dan kearah tebal (vertikal). sebagai berikut :
Hasil perekatan tersebut dapat berupa
papan atau balok tergantung dari ukuran a) Pemotongan bambu
tebal dan lebarnya. Bambu ± 50-80 cm dari permukaan
tanah (tergantung kondisi bambu
Keunikan serat bambu serta adanya buku
tersebut) untuk menghilangkan bagian
pada bilah bambu penyusun bambu
batang yang tidak lurus (cacat) dan
lamina memberi penampilan yang
panjang ruas yang tidak beraturan.
unik dan sangat indah sehingga produk
Setelah ditebang, bambu tersebut
tersebut sesuai untuk mebel, lantai,
dipotong menjadi beberapa bagian
dinding penyekat dan bahan untuk
dengan panjang ±1,2-2 m tergantung
desain interior lainnya. Di samping itu
dari kelurusan batang bambu dan
penggunaan bambu lamina untuk mebel
tebal dinding bambu. Hasil potongan
dan desain interior dapat menyediakan
bambu harus lurus, silindris dan
pilihan motif penampilan yang berbeda
dinding bambunya cukup tebal.
dibanding motif penampilan bahan baku
kayu dan bambu yang digunakan saat ini. b) Pembuatan Bilah Bambu
Kecantikan penampilan bambu lamina Potongan bambu yang telah
dapat diatur sesuai dengan selera atau dipersiapkan dan dipilih kemudian
keinginan pengguna. Warna bambu dibuat bilah dengan menggunakan
lamina yang dibuat bisa warna alami alat pembelah bambu hasil rekayasa
seperti wama asli bilah penyusunnya, P3HH tahun 2003. Pembelahan
berwama putih atau coklat. Untuk batang bambu dilakukan dengan
mendapatkan warna putih maka perIu memperhatikan bagian batang
dilakukan proses pemutihan (bleaching) bambu yang berdiameter lebih kecil
pada bilah bambu, sedangkan untuk digunakan sebagai acuan lintasan
mendapatkan warna coklat maka perIu pembelahan. Bilah bambu yang
dilakukan proses karbonasi pada bilah digunakan adalah yang betul-betul
bambu. lurus pada kedua sisi panjangnya.
Selanjutnya bilah tersebut diserut
Agar produk bambu lamina tahan lama pada kedua permukaannya untuk
maka bilah bambu penyusun bambu mendapatkan permukaan bilah yang
lamina perIu diawetkan terlebih dahulu rata. Bilah bambu yang telah diserut
karena bambu mudah sekali diserang kedua permukaannya kemudian
oleh bubuk kayu kering. Pengawetan dibiarkan mengering atau dikeringkan
bilah bambu dapat dilakukan dengan cara dengan sinar matahari.
sederhana yaitu dengan cara rendaman
dan dapat dilakukan bersama-sama c) Pengawetan Bilah Bambu
dengan proses pemutihan. Untuk tujuan Seperti kita ketahui bahwa bambu
tertentu (efisiensi bahan baku) komposisi mudah sekali diserang oleh bubuk
lapisan penyusun bambu lamina dapat kayu kering karena bambu mempunyai
diatur dan dikombinasikan dengan kayu. kandungan pati yang cukup tinggi.
Bambu yang digunakan untuk bambu Oleh karena itu untuk memperpanjang
lamina harus mempunyai diameter yang umur pakainya maka perlu
cukup besar dan dinding bambunya dilakukan pengawetan bambu. Cara
tebal sehingga diperoleh bilah bambu pengawetan bambu telah diuraikan
380 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

dengan jelas oleh Barly (1999). Cara dan dimasukkan dalam tangki
pengawetan yang bisa diterapkan karbonasi. Warna coklat diperoleh
untuk bilah bambu kering adalah mengalirkan uap panas dalam tangki
proses rendaman dingin atau proses dengan tekanan 3-4 kg/cm2 selama 2
rendaman panas-dingin. Dalam proses jam. Setelah proses karbonasi bilah
pengawetan bilah bambu kering ini, bambu dikeluarkan dan selanjutnya
hal yang harus diperhatikan adalah dikeringkan dalam dapur pengering
bilah bambu yang akan diawetkan hingga kadar airnya mencapai ±12%.
harus siap pakai sehingga setelah
diawetkan bilah bambu tersebut tidak f) Perekatan Bilah Bambu
memerlukan proses pemotongan lagi. Pada tahap ini perlu dilakukan kegiatan
Bilah bambu yang telah diawetkan penyiapan perekat. Jenis perekat
selanjutnya dikeringkan dengan sinar yang digunakan tergantung pada
matahari atau dikeringkan dalam tujuan penggunaannya. Jenis perekat
dapur pengering hingga kadar airnya yang bisa digunakan adalah polivinil
mencapai 10-12%. asetat, urea formaldehida, melamin
d) Pemutihan Bilah Bambu formaldehida, fenol formaldehida,
fenol resorsinol formaldehida atau
Warna bambu lamina dapat dibuat tanin resorsinol formaldehida dan
berwarna alami seperti warna asli isosianat. Perekat dan bahan lain
bilah bambu atau berwarna putih (ekstender, pengisi, pengeras dan
pucat. Untuk mendapatkan bambu air) disiapkan dan ditimbang sesuai
lamina dengan warna putih (putih dengan komposisi yang dikehendaki.
kekuningan) maka perlu dilakukan Bahan tersebut selanjutnya diaduk
proses bleaching. Bahan yang dalam mesin pengaduk perekat dan
digunakan dalam proses ini adalah pengadukan harus merata.
H2O2 dengan konsentrasi larutan 15%.
Proses pemutihan bisa dilakukan Perekatan bilah bambu bisa dilakukan
dengan cara rendaman panas maupun secara vertikal atau horizontal.
dingin. Bilah bambu dimasukkan Beberapa bilah bambu yang telah
dalam bak perendaman yang telah disiapkan dan dipilih kemudian direkat
berisi larutan H2O2 dan proses kearah lebar dengan menggunakan
pemutihan dipertahankan selama 5 perekat yang telah disiapkan dengan
jam untuk rendaman dingin atau 2 berat labur sesuai dengan anjuran
jam untuk rendaman panas. Setelah pabrik pembuat perekat atau
proses pemutihan, bilah bambu berdasarkan hasil penelitian. Bilah
ditiriskan dan lalu dikeringkan dalam bambu yang telah dilaburi perekat
dapur pengering hingga kadar airnya pada bagian sisi panjangnya dan
mencapai ±12%. direkat ke arah lebar, lalu dikempa
dingin atau dikempa panas dalam
e) Karbonasi Bilah Bambu waktu tertentu tergantung dari jenis
perekat dan anjuran pabrik pembuat
Selain warna alami dan putih, bambu perekat yang digunakan. Proses
lamina yang dibuat bisa berwarna pengempaan dapat dilakukan dengan
coklat. Untuk mendapatkan bambu kempa dingin atau kempa panas
lamina berwarna coklat, perlu tergantung dari jenis perekat yang
dilakukan proses karbonasi. Dalam digunakan dan mesin yang tersedia.
proses ini bilah bambu disusun
seperti dalam proses pengeringan Hasil perekatan tersebut bisa berupa
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 381
Teknologi dan Industri Kehutanan

papan bambu tipis dengan tebal ±10 telah dipersiapkan), setelah dilaburi
mm (apabila beberapa bilah bambu perekat disusun sedemikian rupa dan
dikempa secara horizontal) atau diikat dengan tali rafia agar menjadi
papan bambu dengan tebal sekitar satu kesatuan sebelum dikempa
20 mm yaitu sama dengan lebar panas. Setelah bahan bambu lamina
bilah bambu (apabila beberapa bilah dikempa panas, maka bambu lamina
bambu dikempa secara vertikal). yang dihasilkan kemudian dibiarkan
selama beberapa waktu untuk
g) Pembuatan Bambu Lamina proses penyesuaian dengan kondisi
Bambu lamina yang dibuat terdiri lingkungan.
dari beberapa lapis papan bambu h) Penyelesaian Akhir
tipis. Jumlah lapisan dapat bervariasi
tergantung dari tujuan penggunaan Bambu lamina yang telah dibuat
serta pertimbangan teknis dan selanjutnya dipotong pada keempat
ekonomis. Komposisi lapisan bambu sisinya untuk mendapatkan ukuran
lamina dapat dikombinasikan dengan yang ditargetkan. Pemotongan
kayu atau produk kayu (papan harus benar-benar siku untuk
sambung, kayu lapis dll). Bambu mempermudah proses selanjutnya.
lamina dibuat dengan merekatkan Setelah diperoleh ukuran yang
beberapa buah papan bambu tipis diinginkan, proses selanjutnya adalah
(hasil perekatan bilah bambu kearah pengampelasan. Pengampelasan
lebar) dengan arah serat sejajar. dilakukan untuk menghaluskan
Banyaknya lapisan bambu lamina permukaan bambu lamina dengan
tergantung dari target ketebalan menggunakan mesin ampelas.
yang direncanakan. Perekat yang Pengampelasan dilakukan pada kedua
telah dipersiapkan dilaburkan pada permukaan bambu lamina.
permukaan papan yang akan direkat
dengan berat labur dan komposisi 11) Papan Partikel Bambu
perekat seperti tersebut pada butir
6 di atas. Bahan bambu lamina Papan partikel bambu adalah hasil
tersebut kemudian dikempa dingin pengempaan panas campuran partikel
atau dikempa panas dalam waktu bambu dengan perekat organik dan
tertentu sesuai dengan jenis perekat bahan lainnya. Proses pembuatan
yang digunakan, mesin kempa yang papan partikel bambu secara garis besar
tersedia dan tebal bahan yang terdiri dari pembuatan partikel bambu,
dikempa. pengeringan partikel, pengayakan
partikel, pencampuran partikel dengan
Jika mesin kempa panas yang tersedia perekat, pembentukan hamparan,
dapat melakukan pengempaan pengempaan dan penyelesaian akhir.
secara vertikal dan horizontal dalam
waktu yang bersamaan, maka proses a) Pembuatan partikel bambu
perekatan bilah kearah lebar dan
Bagian batang bambu yang tidak dapat
perekatan beberapa lapis papan
digunakan untuk membuat bambu lapis
bambu menjadi bambu lamina dapat
atau bambu lamina dapat dimanfaatkan
dilakukan sekaligus sehingga waktu
sebagai bahan baku papan partikel.
yang diperlukan lebih singkat. Pada
Dengan menggunakan mesin pembuat
kondisi tersebut maka bahan bambu
partikel maka bentuk partikel yang
lamina (sejumlah bilah bambu yang
dihasilkan dapat berupa wafer, untai atau
382 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

selumbar. Limbah industri pengolahan dengan perekat dibedakan antara partikel


bambu yang dapat langsung digunakan halus dan partikel kasar, sedangkan pada
sebagai bahan papan partikel adalah pembuatan papan partikel homogen
limbah berupa partikel bambu yang tidak dilakukan pemisahan antara
dihasilkan dari proses penyerutan bilah partikel halus dan kasar.
bambu. Partikel bambu yang tersedia
kemudian disimpan di dalam silo atau di d)
Pembentukan hamparan dan
suatu ruangan. pengempaan

b) Pengeringan dan pengayakan partikel Papan partikel bambu dibuat dengan


bambu target kerapatan tertentu (0,5-0,8 g/
cm3). Dalam proses pembentukan
Partikel bambu yang telah tersedia hamparan maka partikel bambu yang
dikeringkan dengan alat pengering berukuran halus dan telah dicampur
partikel (horizontal dryer) hingga kadar perekat ditimbang sesuai dengan
airnya mencapai ±4%. Selanjutnya target kerapatan papan partikel yang
partikel diayak untuk memisahkan akan dibuat demikian juga dengan
partikel kasar dan partikel halus. Partikel partikel bambu yang berukuran kasar.
halus digunakan untuk lapisan luar Sejumlah partikel bambu halus tersebut
sedangkan partikel kasar digunakan kemudian dihamparkan secara merata
untuk lapisan dalam. pada lempengan baja dalam suatu
cetakan kemudian sejumlah partikel
c) Pencampuran partikel bambu dengan bambu berukuran kasar dihamparkan
perekat secara merata diatas hamparan partikel
Perekat yang digunakan dalam halus tersebut dan selanjutnya diatas
pembuatan papan partikel bambu hamparan partikel bambu berukuran
adalah perekat organik seperti urea kasar tersebut dihamparkan lagi secara
formaldehida, melamin formaldehida merata partikel bambu yang berukuran
atau phenol formaldehida. Untuk halus kemudian hamparan tersebut
penggunaan di dalam ruangan maka dikempa dingin sehingga diperoleh tiga
perekat yang digunakan adalah urea lapisan hamparan partikel bambu berupa
formaldehida. Ke dalam perekat yang matras dan selanjutnya dikempa panas
digunakan bisa dicampurkan bahan lain pada suhu (1300C – 1750C), tekanan
seperti bahan pengawet, penghambat api spesifik (25 – 40 kg/cm2) dan lama waktu
dan emulsi parafin untuk meningkatkan pengempaan (5–15 menit) tertentu
stabilitas dimensi papan partikel. tergantung dari jenis perekat yang
digunakan, tebal dan target kerapatan
Pada papan partikel tiga lapis kadar papan partikel bambu yang dibuat.
perekat untuk lapisan luar sekitar 12%
sedangkan untuk lapisan dalam atau 5) Penyelesaian akhir
tengah sekitar 10% dari berat kering Papan partikel bambu yang telah
partikel bambu. Sejumlah partikel dikempa panas selanjutnya didinginkan
bambu yang telah ditimbang dimasukkan kemudian dipotong pada keempat
kedalam blender kemudian diputar dan sisinya untuk mendapatkan ukuran yang
sejumlah perekat yang telah ditimbang diinginkan. Pemotongan harus benar-
disemprotkan pada partikel bambu benar siku untuk mempermudah proses
dalam blender tersebut sambil terus selanjutnya. Setelah diperoleh ukuran
diputar hingga pencampuran merata. yang diinginkan maka proses selanjutnya
Proses pencampuran partikel bambu adalah pengampelasan. Pengampelasan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 383
Teknologi dan Industri Kehutanan

dilakukan untuk menghaluskan dari Indonesia, sisanya dari negara Filipina,


permukaan papan partikel bambu Vietnam, dan negara Asia lain (Retraubun,
dengan menggunakan mesin ampelas. 2013). Indonesia memiliki 314 jenis rotan,
Pengampelasan dilakukan pada kedua sedangkan Filipina 70 jenis, Semenanjung
permukaan papan partikel bambu. Malaya 146 jenis, Thailand 71 jenis, Brunei
150 jenis dan Lao PDR 37 jenis (Dransfield,
1974; Vongkaluang, 1984; Salita, 1984;
b. Rotan Sumarna, 1986; Mogea, 1990; Nangkat et
Rotan merupakan salah satu kelompok al., 1997; Evans et al., 2001; Rachman &
tumbuhan berbunga yang termasuk dalam Jasni, 2013).
suku Palmae. Sebutan lain untuk rotan yang Pemanfaatan rotan sebagai komoditi
tumbuh merambat ini adalah suku pinang- perdagangan dunia juga diikuti oleh
pinangan atau Arecaceae. penelitian tentang sifat-sifat dan kegunaan
Tumbuhan rotan memiliki batang beruas rotan oleh berbagai pihak, seperti lembaga
yang bagian tengahnya berisi dan tidak penelitian, perguruan tinggi dan beberapa
berongga seperti bambu. Sebagai bagian industri yang berkecimpung langsung dalam
dari kelompok besar monokotil, batang pemanfaatan rotan. Penelitian tentang
rotan tersusun atas ikatan pembuluh yang rotan meliputi pengetahuan tentang
tersebar dalam jaringan parenkima dasar. Di botani, silvikultur, struktur anatomi, fisis
dalam ikatan pembuluh tersebut terdapat mekanis, komponen kimia, ketahanan
pembuluh metaksilem, protoksilem, floem, terhadap serangga dan pengolahan serta
dan ikatan serat yang menopang kekuatan aspek ekonomi dan perdagangannya.
batang rotan. Namun demikian, informasi hasil penelitian
Bentuk, ukuran diameter dan panjang ruas tersebut belum terpusat sehingga data
rotan bervariasi bergantung pada jenisnya. dan informasinya terpisah satu dengan
Rotan umumnya dibedakan berdasarkan yang lain. Salah satu upaya menyatukan
ukuran diameter batangnya. Secara alami data dan informasi penelitian rotan adalah
rotan yang memiliki diameter terkecil dengan menyusun Atlas Rotan Indonesia
(Calamus ciliaris Blume sensu Ridley) yang berisi data dan informasi sifat-sifat
dengan diameter batang rata-rata 3 mm dan dasar batang rotan dan kemungkinan
yang terbesar diameter batang mencapai penggunaannya. Data dan informasi sifat-
100 mm dijumpai batang jenis (Plectocomia sifat batang rotan tersebut dapat dijadikan
elongata Blume). Daun rotan umumnya dasar penggunaan rotan oleh masyarakat,
berduri mulai dari pelepah, tangkai, tulang industri, dan pemerintah dalam mengambil
daun, arkis dan flagelum. Duri-duri yang kebijakan tentang komoditas rotan.
terdapat dalam flagelum, kucir, dan rakhis 1) Struktur Anatomi
berfungsi untuk mencari tambatan untuk
selanjutnya tumbuh merambat, umumnya Pertelaan struktur anatomi batang
merambat pada batang utama atau cabang rotan dikelompokkan dalam dua ciri
suatu pohon. yaitu: ciri umum dan ciri anatomi.
Ciri umum ditetapkan berdasarkan
Rotan merupakan salah satu hasil hutan hasil pengamatan secara makroskopis
yang memiliki nilai ekonomi kedua tertinggi yang meliputi warna batang, diameter
setelah kayu. Indonesia dikenal sebagai batang tanpa pelepah, panjang
penghasil rotan terbesar di dunia, 85% ruas, kerapatan ikatan pembuluh
pasokan rotan di seluruh dunia berasal (KIP) dan tinggi buku. Penetapan ciri
1) Struktur Anatomi
Pertelaan struktur anatomi batang rotan dikelompokkan dalam dua ciri yaitu: ciri
Ciri anatomi batang rotan ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran
umum dan ciri anatomi. Ciri umum ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan secara
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
penampang lintang batang rotan secara mikroskopis yang meliputi dimensi ikatan pembuluh,
makroskopis
384 yang meliputi warna batang, diameter batang tanpa pelepah,
berkas serat, serat, panjang
pembuluh ruas,
metaksilim, protoksiliem, dan floem.
kerapatan ikatan pembuluh (KIP)
Teknologi dan danKehutanan
Industri tinggi buku. Penetapan ciri umum berdasarkan
pengamatan dan pengukuran secara visual dan dengan bantuan lup. Penetapan KIP dilakukan
melalui penghitungan jumlah ikatan pembuluh dalam bidang 2 x 2 mm pada penampang
umum berdasarkan pengamatan dan
lintang batang rotan dengan menggunakan lup. Umumnya contoh uji berukuran panjang 5
pengukuran secara visual dan dengan
cm dan diameter tergantung diameter rotan yang diukur. Pengukuran dilakukan pada bidang
bantuan lup. Penetapan KIP dilakukan
seluas 2 x 2 mm, masing-masing di bagian tepi, tengah dan pusat rotan (Gambar 3 1). Hasil
melalui penghitungan jumlah ikatan 1 4
pengukuran ketiga bagian sampel dijumlahkan, kemudian ditetapkan banyaknya ikatan
pembuluh
pembuluh per mmdalam
2
denganbidang 2 x 2 mm
rumus (Rachman pada 2013).
& Jasni,
penampang lintang batang rotan dengan
2
menggunakan
KIP = Pilup.
+ Te + Pu
(Retraubun, 2013). Indonesia memiliki 314 jenis rotan, sedangkan Filipina 5 70 jenis,
Semenanjung Malaya 146 12 Thailand 71 jenis, Brunei 150 jenis dan Lao PDR
jenis, 37 jenis
Umumnya contoh uji berukuran panjang
Keterangan:
(Dransfield, 1974, Vongkaluang,1984, Salita, 1984, Sumarna, 1986, Mogea, 1990, Keterangan:
Nangkat et 1=metaksilim; 2=floem;
5 cm dan diameter tergantung diameter (Foto: Ratih Damayanti)
3=protoksilim; 4=berkas serabut;
al.,
KIP1997, Evans et al.,
= Kerapatan 2001,pembuluh
ikatan Rachman & Jasni,
tiap 1 mm2013).
2
rotan yang diukur.
Pemanfaatan rotan
Pengukuran
sebagai komoditi
dilakukanKeterangan:
perdagangan dunia
1=Metaksilim;juga diikuti
2= Floem; oleh 5=jaringan
penelitian
3=Protoksilim; parenkim dasar
4= Berkas serabut;
Pi = Banyaknya ikatan pembuluh pada bagian pinggir
tentangpada bidang
sifat-sifat seluasrotan
dan kegunaan 2 x oleh
2 mm, masing-
berbagai
5= Jaringan parenkim dasar
pihak, seperti lembaga penelitian, perguruan
Te =masing
Banyaknya ikatan
di bagian pembuluh pada
tepi,berkecimpung
tengah dan bagian tengah
pusatdalam pemanfaatan Gambar 5.51. Ciri anatomi batang rotan
tinggi dan beberapa industri yang langsung 2) rotan.
Komponen Penelitian
Kimia
Pu
tentang= Banyaknya
rotan
rotan (Gambar ikatan pembuluh pada bagian pusat
5.50) . tentang botani, silvikultur, struktur
meliputi pengetahuan anatomi,
Komponen kimiafisis
batang(Foto:
rotan Ratih
mekanis, Damayanti)
yang disajikan meliputi kadar selulosa, lignin dan kadar
komponen kimia, ketahanan terhadap serangga dan pengolahan pati. Penentuan
serta aspek kadarekonomi
selulosa mengikuti
dan prosedur Penetapan kadar selulosa dilakukan
menurut metode Norman dan Jenkins (Wise, 1944). Penetapan kadar lignin dilakukan
perdagangannya. Namun demikian, informasi hasil penelitian tersebut 2) Komponen
belum terpusatKimia sehingga
mengacu SNI 14-0492-1989 dan penetapan kadar pati mengacu SII-70-1979. Informasi
tepi
data dan informasinya terpisah satu dengan yang lain. Salah satu upaya menyatukan data dan
mengenai persentase komponen kimia berpengaruh pada sifat-sifat batang rotan, misalnya
informasi penelitian rotan adalah dengan menyusun Atlas Rotan semakin Komponen
Indonesia
tinggiyang
kadarberisi kimia
data
selulosa batang
danterdapat
yang dalam rotan
rotan makayang
keteguhan lenturnya juga
informasi sifat-sifat dasar batang rotan dan kemungkinan penggunaannya.
tengah disajikan
makin tinggi. meliputi
Data dan informasi kadar selulosa,
sifat-sifat batang rotan tersebut dapat dijadikan dasar penggunaan rotan
lignin
Lignin olehdan
merupakan masyarakat,
kadar pati. Penentuan
polimer fenolik berbentuk amorf yang berfungsi sebagai bahan
industri, dan pemerintah dalam mengambil kebijakan tentang komoditas perekat yang menyatukan serat. Penetapannya dilakukan berdasarkan SNI 14-0492-1989
rotan.
kadar
(BSN, 1989). selulosa
Lignin diduga mengikuti
dapat menentukan prosedur
kekuatan pada batang karena semakin tinggi
pusat
1) Struktur Anatomi
Penetapan
kadar lignin dalam rotan maka kadar
rotan makin selulosa
kuat sehinggadilakukan
ikatan antar serat juga makin kuat.
Kadar pati merupakan kandungan zat pati di dalam batang rotan. Pati yang merupakan
Pertelaan struktur anatomi batang rotan dikelompokkan cadangan
menurut
dalam dua ciri
karbohidrat
metode
pada yaitu:
tumbuhan
Norman
ciritingkat dan Jenkins
tinggi, merupakan makanan utama bagi serangga
umum dan ciri anatomi. Ciri umum ditetapkan berdasarkan (Wise,
hasil 1944).
pengamatan Penetapan
secara kadar
bubuk rotan kering sehingga semakin banyak kadarnya di dalam lignin
batang rotan menjadikan
Gambar
Gambar
makroskopis 5.50.
yangPembagian
1. Pembagian meliputi daerah
daerah tepi,
warnatengahtepi,
batang, tengah
dandiameter
pusat pada penampang
batang tanpa
rotan lebih lintang
dilakukan
pelepah,
mudah rotan
panjang
terserang untuk
mengacu
oleh ruas, SNI rotan
seranga bubuk 14-0492-1989
kering. Data dan informasi kadar pati
dan pusat padapembuluh
penampang lintang
penghitungan rotan
tinggi untuk
kerapatan ikatan
buku. pembuluh
penting untuk
ciri mengetahui ketahanan atau keawetan rotan. Penetapan kadar pati batang rotan
kerapatan ikatan (KIP) dan
penghitungan kerapatan ikatan pembuluh
Penetapan dan penetapan
umum kadar pati mengacu SII-
berdasarkan
dilakukan dengan metode Standar SII 070-1979 (Anonim, 1979).
pengamatan dan pengukuran secara visual dan dengan bantuan lup. Penetapan
70-1979. KIP dilakukan mengenai persentase
Informasi
Informasi mengenai komponen kimia batang rotan mengacu pada beberapa hasil
melalui penghitungan jumlah ikatan pembuluh dalam bidang 2 x 2yaitu
mmTellupada(1992);
penampang
Hasil pengukuran ketiga bagian sampel penelitiankomponen kimia berpengaruh
Hadikusumo pada (1996);
(1994); Rachman sifat- Rachman dan Jasni
lintang batang rotan dengan menggunakan lup. Umumnya (2008) contohdanujiJasni
berukuran panjang
et al (2007, 5 b, 2011, 2013, 2016), Winarni dan Jasni, 2011).
2010a, 2011
cmdijumlahkan, kemudian
dan diameter tergantung diameter rotanditetapkan
sifat batang rotan, misalnya semakin
yang diukur. Pengukuran dilakukan pada bidang 43
banyaknya
seluas 2 x 2 mm, ikatan pembuluh
masing-masing di bagianper
tepi, mm
2 tinggi 3) kadar
Fisis Mekanis
tengah dan pusat rotan (Gambar 1). Hasil selulosa yang terdapat
dengan ketiga
pengukuran rumusbagian
(Rachman
sampel & Jasni, 2013):
dijumlahkan, dalam
Sifat fisis yangrotan
kemudian ditetapkan banyaknya ikatan maka
dicantumkan keteguhan
berupa data kadar air lenturnya
kering udara dan berat jenis batang
rotan. Sedangkan sifat mekanis yang disajikan meliputi Modulus of Rupture (MOR), Modulus
2
pembuluh per mm dengan rumus (Rachman & Jasni, 2013).of Elasticity juga(MOE)makin dan tinggi.
keteguhan tarik sejajar serat, yang merupakan nilai rata-rata
keteguhannya dalam kondisi kering udara. Nilai keteguhan diperoleh dari hasil pengujian
KIP = Pi + Te + Pu Lignin merupakan polimer fenolik
12 berbentuk amorf yang berfungsi sebagai 44
Keterangan: bahan perekat yang menyatukan serat.
KIP = Kerapatan ikatan pembuluh tiap 1 mm2 Penetapannya dilakukan berdasarkan
Pi = Banyaknya ikatan pembuluh pada bagian pinggir SNI 14-0492-1989 (BSN, 1989). Lignin
Te = Banyaknya ikatan pembuluh pada bagian tengah diduga dapat menentukan kekuatan
Pu = Banyaknya ikatan pembuluh pada bagian pusat
pada batang karena semakin tinggi kadar
lignin dalam rotan maka rotan makin
tepi kuat sehingga ikatan antar serat juga
Ciri anatomi batang rotan ditetapkan makin kuat.
berdasarkan hasil pengamatan tengah dan
Kadar pati merupakan kandungan zat
pengukuran penampang lintang batang
pati di dalam batang rotan. Pati yang
rotan secara mikroskopis yangpusat meliputi
merupakan cadangan karbohidrat pada
dimensi ikatan pembuluh, berkas
tumbuhan tingkat tinggi, merupakan
serat, serat, pembuluh metaksilim,
makanan utama bagi serangga bubuk
protoksiliem,
Gambar 1. Pembagiandan floem.
daerah tepi, tengah dan pusat pada penampang lintang rotan untuk
penghitungan kerapatan ikatan pembuluh rotan kering sehingga semakin banyak

43
berat rotan kering tanur dan dinyatakan dalam perse
digunakan adalah kadar air kering udara yang dihitung
pada kondisi kering udara dengan berat kering tanur.
teliti harus dilakukan di laboratorium dengan menggun
Vademecum
kadar air rotan dihitung
Kehutanan menurut
Indonesia 385
2020 rumus:
Teknologi dan Industri Kehutanan

kadarnya di dalam batang rotan berdasarkan perbandingan berat rotan


menjadikan rotan lebih mudah terserang pada kondisi kering udara BKU – dengan
BKT
oleh serangga bubuk rotan kering. Data berat keringKAtanur.
(%) =Untuk menghitung
BKT
dan informasi kadar pati penting untuk kadar air secara teliti harus dilakukan
mengetahui ketahanan atau keawetan di laboratorium dengan menggunakan
Keterangan:
timbangan dan oven. Besarnya kadar
rotan. Penetapan kadar pati batang
BKU =dihitung
air rotan Berat kering udara rumus:
menurut
rotan dilakukan dengan metode Standar
SII 070-1979 (Anonim, 1979). BKT = Berat kering tanur
KA (%)= (BKU-BKT)/BKT
Informasi mengenai komponen kimia b) Berat Jenis
Keterangan:
batang rotan mengacu pada beberapa Berat
BKU= Berat Jenis
kering (BJ) adalah perbandingan antara
udara
hasil penelitian yaitu Tellu (1992); BKT = Berat kering tanur volume air, dihitung menurut ru
perbandingan berat dan
Hadikusumo (1994); Rachman (1996);
Rachman dan Jasni (2008) dan Jasni et al b) Berat Jenis (BJ), adalah perbandingan
(2007, 2010a, 2011 b, 2011, 2013, 2016), Br/Vr
antara berat dan volume rotan dengan
Winarni dan Jasni, 2011). BJ =
perbandingan berat dan volume air,
Ba/Va rumus:
dihitung menurut
3) Fisis Mekanis
Keterangan:
BJ=(Br/Vr)/(Ba/Va)
Sifat fisis yang dicantumkan berupa data
kadar air kering udara dan berat jenis Br = Berat rotan
Keterangan:
batang rotan. Sedangkan sifat mekanis Vr = rotan
Br=Berat Volume rotan
yang disajikan meliputi Modulus of Vr =Volume rotanair
Ba = Berat
Va = air
Ba =Berat Volume air
Rupture (MOR), Modulus of Elasticity
(MOE) dan keteguhan tarik sejajar Va =Volume air
serat, yang merupakan nilai rata-rata Klasifikasi berat jenis berat
(kerapatan)
Tabel 5.33. Klasifikasi jenis rotan
rotansebagai berikut:
keteguhannya dalam kondisi kering
udara. Nilai keteguhan diperoleh dari Kelas Kerapatan Karakteristik
hasil pengujian contoh uji berukuran I 0,61- 0,68 Sangat baik
kecil yang bebas cacat. Sifat mekanis II 0,53 - 0,60 Baik
merupakan salah satu sifat penting yang III 0,44 - 0,52 Sedang
digunakan untuk menduga kegunaan IV 0,35 - 0,43 Rendah
suatu jenis rotan.
c) Kekuatan Lentur Statis
Selain hasil penelitian dan pengujian di c) Kekuatan Lentur Statis
P3HH, data dan informasi mengenai sifat
fisis mekanis ini juga mengacu pada hasil Kekuatan lentur statis rotan adalah
penelitian Nasa (1989); Hadikusumo ukuran kemampuan rotan menahan
(1994); Rachman (1996); SNI 01-7208 beban yang menyebabkan terjadinya
(Anonim, 2006); Rachman dan Jasni perubahan bentuk. Pada pengujian
(2013), Jasni et al. (2007, 2010a, 2011b, lentur statis diperoleh besaran MOE
2013); Abdurachman dan Jasni (2015). dan MOR. Pengujian dilakukan
dengan cara memberikan beban statis
a)
Kadar Air (KA). Kadar air rotan di tengah bentang contoh uji dengan
adalah perbandingan jumlah air yang jarak sangga tertentu menggunakan
terkandung dalam rotan dengan berat mesin uji UTM seperti pada Gambar
rotan kering tanur dan dinyatakan 5.52a. Kedua besaran itu diperoleh
dalam persen. Pada risalah ini, dari grafik hubungan tegangan dengan
kadar air yang digunakan adalah regangan atau hubungan beban
kadar air kering udara yang dihitung dengan defleksi seperti Gambar 5.52b.
Kekuatan lentur statis rotan adalah ukuran kemampuan rotan menahan beban yang
menyebabkan terjadinya perubahan bentuk. Pada pengujian lentur statis diperoleh besaran
Kekuatan lentur
MOE statis
dan rotan
MOR.adalah ukurandilakukan
Pengujian kemampuan rotan menahan
dengan beban yangbeban statis di tengah
cara memberikan
menyebabkan
KekuatanKekuatan lentur terjadinya
lentur statis statis
rotan rotanperubahan
adalahadalah bentuk.
ukuran
ukuran Pada
jarakpengujian
kemampuan
kemampuan lentur
rotantertentu
rotan menahan
menahanstatis diperoleh
beban
beban yang
yangbesaran
Vademecum
bentang contoh uji dengan sangga menggunakan mesin uji UTM seperti pada
386 MOE
menyebabkan dan MOR.
Kekuatan
terjadinya Pengujian
lentur statis
perubahan dilakukan
rotan
bentuk. adalah
Pada dengan
ukuran cara
pengujian memberikan
kemampuan
lentur rotan
statis beban
menahan
diperoleh statis di
beban
besaran tengah
yang
menyebabkan terjadinya perubahanGambar bentuk.
2a. Kedua
Kehutanan Pada besaran
pengujian
Indonesia 2020 lentur statis
itu diperoleh daridiperoleh besaran
grafik hubungan tegangan dengan regangan
MOE danbentang
MOR.contoh
menyebabkan uji dengan
terjadinya
Teknologi
Pengujian jarak Kehutanan
danperubahan
Industri
dilakukan sangga
dengan tertentu
bentuk.
caraPada menggunakan
pengujian beban
memberikan mesin
lentur uji UTM
statis
statis seperti
diperoleh
di tengah pada
besaran
MOE dan MOR. Pengujian dilakukanatau hubungan denganbebancara
dengan defleksi seperti
memberikan beban pada Gambar
statis 2b.
di tengah
Gambar
bentang MOE 2a.dengan
contohdan
uji KeduaPengujian
MOR. besaran
jarak itu diperoleh
dilakukan
sangga dari grafik
dengan cara hubungan
tertentu menggunakan mesin uji tegangan
memberikan beban
UTM dengan
statis
seperti diregangan
pada tengah
bentang contoh uji
ataudengan
Gambarbentang
jarak
hubungan
contoh
2a. Kedua bebansangga
dengan
uji dengan
besaran itu
tertentu
defleksi
jarak
diperoleh sanggamenggunakan
dariseperti pada
tertentu
grafik
mesin
Gambar 2b. uji
menggunakan
hubungan
UTM
mesin
tegangan uji seperti
dengan UTM pada pada
seperti
regangan
Gambar 2a. Kedua besaran itu diperoleh dari P hubungan tegangan dengan regangan
grafik
Gambarbeban
atau hubungan 2a. Kedua
denganbesaran
defleksiitu diperoleh
seperti dari grafik
pada Gambar 2b. hubungan tegangan
Beban (kg) dengan regangan
atau hubungan beban dengan beban
atau hubungan defleksi seperti
Pdengan padaseperti
defleksi Gambar pada2b.
Gambar 2b.
Beban (kg)
P Garis linear
Beban (kg)
P P Garis linear P
Beban (kg) Beban (kg)
Garis linear P
Fe
Garis linear
P
Garis linear Pe
Fe
Pe P Defleksi (cm)
Fe (a) L P (b)
Fe (cm)
Defleksi
(a) L Fe Pe Fe (b)
Fe Pe Defleksi (cm)
(a) L Fe (b)
Pe Defleksi (cm)
(a) L (a) = Sistem pembebanan;
Fe (b)(b) = Grafik hubungan beban dan kelengkungan
Defleksi (cm)
(a) = Sistem pembebanan; (b) = Grafik hubungan beban dan kelengkungan
(a) L (b) pada pengujian lentur statik rotan
Gambar 5.52. Pembebanan
Fe
(a) = Sistem pembebanan; (b) = Grafik hubungan beban dan kelengkungan
Gambar 2. Pembebanan pada pengujian lentur statik rotan
Gambar
(a) = Sistem 2. Pembebanan
pembebanan; pada pengujian
(b) = Grafik hubunganlentur
bebanstatik rotan
dan kelengkungan
Gambar 2. Pembebanan
MOE dan pada pengujian
MOR lentur statik
dinyatakan dalam rotan
kg/cm2 dihitung menurut rumus dari ASTM D 143-94 yang telah
(a) =MOE dan
Sistem MOE MOR
dan MORdinyatakan
pembebanan; (b) dalam
= Grafikdalam
dinyatakan hubungan kg/ danmenurut
kg/cm2beban
dihitung d) Kekuatan
kelengkungan
rumus dari ASTM Tarik
Gambar 2. Pembebanan pada pengujian lentur statik rotan
Sejajar
D 143-94 Serat
yang telah
dimodifikasi (Rachman, 1996) sebagai berikut:
cm
MOE dandihitung
dimodifikasi
MOR(Rachman,
2
menurut
1996)
dinyatakan sebagai
dalam kg/cmrumus
berikut:
2
dari rumus dari ASTM D 143-94 yang telah
dihitung menurut
ASTM
dimodifikasi D 143-94
(Rachman,
MOE
Gambar 1996) yang
sebagai
danPembebanan
2. MOR telah
berikut:
dinyatakan dimodifikasi
padadalam kg/cmlentur
pengujian
2
dihitung menurut
statik
Kekuatan tarik sejajar
rotan rumus dari ASTM D 143-94 yang telah
serat rotan
dimodifikasi
0,424 Pe(Rachman,
(Rachman, 1996) L3 0,424sebagai
1996) Pe L3 berikut:
sebagai berikut:
Keterangan: adalah ketahanan batang
Keterangan: rotan dalam
MOE = L3dinyatakan MOE = 2) Keterangan:
(kg/cm (kg/cm
Pe
2
) elastis (kg)Pe = Beban
= Beban elastis (kg)
menahan beban tarik terutama
MOE dan MOR
0,424 Pe dalam kg/cm 2
dihitung menurut rumus dari ASTM D 143-94 yang telah
D4 Fe 23 D4 Fe Fe = Defleksi elastis (cm) Fe = Defleksi elastis (cm)
MOE =(Rachman,0,424
dimodifikasi (kg/cm
1996) L)
Pesebagai berikut:Pe = Beban elastis (kg)
Keterangan:
P = Beban(cm) pada
maksimumP(kg)= Beban maksimum (kg)rotan berdiameter kecil yang
D4 Fe
MOE = (kg/cm2) Fe = Defleksi Pe =elastis
Beban elastis (kg)
D4 Fe P = Beban D maksimum
Fe == Defleksi
Diameterelastis
rotan(cm)
(kg) (cm) digunakan
D = Diameter rotan (cm) sebagai komponen mebel
0,424 Pe L3 Keterangan:
D = Diameter PL == Beban
Jarak
rotan sangga
(cm) (cm)L(kg)= Jarakyang
maksimum sangga (cm)mengalami tarikan seperti
MOE = (kg/cm1,273
MOR =
2
) PL
(kg/cm2)
Pe = LBeban
1,273 P= LJarak sangga
elastis
D = (kg) (cm) rotan (cm)
Diameter landasan tempat duduk, sandaran,
D4 Fe 1,273 P L D3 MOR =Fe = Defleksi(kg/cm 2
)(cm)
Lelastis
= Jarak sangga (cm) pengikat dan lain-lain. Pengujian
P2 =DBeban maksimum (kg)
MOR = (kg/cm
1,273 P L)
2 3

D =
MOR
3
(kg/cm ) dilakukan di laboratorium dengan cara
Klasifikasi mutuDrotan= Diameter
berdasarkanrotan kekakuan(cm)(MOE) dan kekuatan/kelenturan (MOR) seperti berikut:
D 3
Klasifikasi mutu rotan berdasarkand) memberikan
Kekuatan
kekakuan (MOE) Tarik gaya tarik
Sejajar padaseperti
Serat(MOR)
dan kekuatan/kelenturan rotan
berikut:
Klasifikasi
Klasifikasi mutu
mutu rotan L rotan
= Jarak
berdasarkan sangga (cm) dan kekuatan/kelenturan
berdasarkan
kekakuan (MOE) (MOR) seperti berikut:
Tabel 5.34. Klasifikasi mutu rotan berdasarkan seperti pada Gambar 5.53.
1,273 P L
kekakuan Klasifikasi mutu rotan berdasarkan kekakuan (MOE) dan kekuatan/kelenturan
(MOE) dan Tabel kekuatan/
5.34. Kekuatan(MOR)tarik seperti
sejajarberikut:
serat rotan adalah ketahanan batang ro
MOR = (kg/cm 2
) 5.34. Klasifikasikekakuan
Tabel mutu rotan (MOE ) Klasifikasi mutu rotan berdasarkan
berdasarkan
kelenturan (MOR) seperti pada Tabel
kekakuan (MOE) tarik terutama
Data pada
dan rotan berdiameter
informasi sifat kecil
fisisyang
dandigunakan sebag
D3 Kelas 5.34.Kekakuan
kekakuan
Tabel (MOE
Klasifikasi) kg/cm
mutu 2
rotanKarakteristik
berdasarkan
2mengalamimekanis tarikan seperti
rotan landasan
diperoleh tempat duduk, sandaran,
dari
5.34Kelasdan .35. I
Kekakuan kekakuan
32.838-42.470
kg/cm 2 Kelas
(MOE ) Kekakuan
Karakteristik kg/cm
Sangat baik Karakteristik
Klasifikasi mutu rotan berdasarkan
II
Kelas kekakuan
23.204-32.837
Kekakuan kg/cm I Sangat dan
(MOE)2 32.838-42.470 Pengujian
kekuatan/kelenturan
Baik
Karakteristik
dilakukan
pengujian
Sangat
(MOR) baik di di laboratorium
laboratorium
seperti berikut:
dengan
P3HH cara
dan memberikan gay
I 32.838-42.470 baik
II III
I
23.204-32.83713.570-23.203
32.838-42.470 II Baik23.204-32.837
Sedang
Sangat baik pada Gambar
informasi
Baik 3. dari publikasi Hadikusumo
Tabel 5.34. IIIKlasifikasi II mutu
IV
13.570-23.203 rotan berdasarkan
9.360-13.569
23.204-32.837 III Sedang 13.570-23.203
Rendah
Baik (1994),
Sedang Rachman dan Jasni (2013)
IVkekakuan III (MOE
Sumber: )
13.570-23.203
Abdurachman
9.360-13.569 IV Jasni
dan Rendah Sedang
9.360-13.569
(2015) dan
RendahJasni et al. (2007, 2010a, 2011b;
Sumber:
Kelas Kekakuan kg/cm IV
Abdurachman 9.360-13.569
2dan Jasni (2015)
Karakteristik
Sumber: Rendah
Abdurachman dan Jasni Abdurahman
(2015) dan Jasni, 2015).
Tabel 5.35.
Sumber: Klasifikasidan
Abdurachman mutu rotan
Jasni berdasarkan
(2015) P
I 32.838-42.470 Sangat baik
Tabel 5.35. Klasifikasikelenturan
mutu rotan (MOR)
berdasarkan
Tabel 5.35. Klasifikasi mutu rotan berdasarkan
II 23.204-32.837
Kelas 5.35.Kekakuan
kelenturan
Tabel (MOR)kg/cm
Klasifikasi Baik
mutu
2
Karakteristik
rotankelenturan
berdasarkan (MOR)
III 13.570-23.203
Kelas I
Kekakuan 775-2 960Sedang
kelenturan
kg/cm (MOR)
KarakteristikSangat baik
Kelas2 Kekakuan kg/cm2 Karakteristik d
IV II 775-Kekakuan
Kelas
I9.360-13.569 960589- 774 kg/cm
Rendah Baik
Karakteristik
Sangat baik
I 775- 960 Sangat baik
II
Sumber: Abdurachman III
I 589-
dan 774
Jasni403-587
775- 960
(2015) Sedang
Baik Sangat baik
IV 216-402
II 589- 774 Baik
III II 403-587 589- 774 Sedang Rendah
Baik 20 cm 10 d t
III 216-402
Sumber: 403-587
Abdurachman III
dan Jasni 403-587
(2015)Sedang Sedang ddcm R
Tabel 5.35.IV
Klasifikasi mutu rotan Rendah
berdasarkan
Sumber: IV (MOR)
Abdurachman 216-402
dan IV
Jasni (2015) 216-402
Rendah Rendah
kelenturan 46
Sumber: Abdurachman Sumber:
dan Jasni Abdurachman
(2015) dan Jasni (2015)
Kelas Kekakuan kg/cm2 Karakteristik 46
I 775- 960 Sangat baik 46 46
II 589- 774 Baik
III 403-587 Sedang P
IV 216-402 Rendah
Sumber: Abdurachman dan Jasni (2015)
Gambar 5.53. Bentuk contoh uji kuat
tarik sejajar serat
Gambar 3. Bentuk contoh uji kuat tarik sejajar ser
46
Kekuatan tarik sejajar serat rotan dihitung menurut rumus:

Kuat tarik // serat (kg/cm2) = P/A


Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 387
Teknologi dan Industri Kehutanan

4) Pelengkungan Rotan diperoleh dari pengujian di laboratorium


P3HH dan industri rotan serta informasi
Data dan informasi sifat pelengkungan yang diperoleh dari hasil penelitian yang
batang rotan sangat diperlukan telah dipublikasikan seperti Hadikusumo
terutama sebagai dasar untuk (1994), Rachman (2000), Rachman et
melengkungkan batang rotan untuk al. (2006) dan Jasni et al. (2007, 2010a,
komponen mebel. Secara alami, rotan 2011b, 2013). Informasi yang disajikan
dapat dilengkungkan, namun hasilnya berupa radius pelengkungan dan waktu
sangat tergantung dari jenis dan cara pengukusan/perebusan yang dianjurkan.
melengkungkannya. Untuk menghindari Klasifikasi mutu rotan berdasarkan
cacat dan rusak akibat dilengkungkan, kemampuannya dilengkungkan seperti
batang rotan memerlukan perlakuan pada Tabel 5.36.
pendahuluan. Perlakuan pendahuluan
yang lazim dilakukan adalah pengukusan 5) Ketahanan Terhadap Organisme Perusak
(steaming) batang rotan dalam waktu
tertentu sebelum dilengkungkan. a) Kumbang bubuk rotan kering
Selain cara tersebut, terdapat beberapa Data ketahanan terhadap bubuk yang
metode perlakuan pendahuluan yang disajikan merupakan hasil pengujian
masih dalam tahap penelitian seperti di laboratorium terhadap bubuk rotan
penggunaan bahan kimia tertentu dan kering (Dinoderus minutus Fabr.).
pemanasan dengan gelombang mikro Pengujian dapat dikelompokkan
(microwave). menjadi dua yaitu terhadap rotan
Data dan informasi pelengkungan besar (d>18 mm) dan rotan kecil
rotan yang disajikan dalam buku ini (d<18 mm).
adalah hasilbeberapa
terdapat pengujian
metode pada batang
perlakuan pendahuluan yang masih dalam tahap penelitian seperti
Untuk rotan besar, pengujian
rotanpenggunaan
berdiameter besartertentu
bahan kimia (>18danmm),
pemanasan dengan gelombang mikro (microwave).
dilakukan dengan menggunakan
dengan perlakuan pendahuluan
Data dan informasi beruparotan yang disajikan
pelengkungan dalam buku ini adalah hasil
contoh uji berukuran panjang 2 cm
pengukusan
pengujiandan padaatau perebusan
batang selama besar (> 18 mm),
rotan berdiameter dengan perlakuan pendahuluan
dan lebar tergantung diameternya.
30 menit.
berupa Pelengkungan
pengukusan dan batang rotan selama 30 Pada
atau perebusan menit. Pelengkungan batang rotan
salah satu sisi terlebar dipasang
dilakukan dengan bantuan mal (jig)
dilakukan dengan bantuan mal (jig) dengan variasi diameter dari 5 – 50 cm. Rotan
semprong kaca berdiameter 1,3 cm
dengan variasi diameter
dilengkungkan dengan dari 5–50
bantuan cm. (clamp-C). dan
penjepit Batang rotan dinyatakan mampu
tinggi 3 cm. Kemudian ke dalam
Rotandilengkungkan
dilengkungkan dengan
pada radius bantuan
tertentu jika kerusakan yang terjadi tidak lebih dari 5% jumlah
semprong kaca tersebut dimasukkan
penjepit (clamp-C).2000).Batang rotan
sampel (Rachman,
bubuk dewasa yang sehat dan aktif
dinyatakanDatamampu dilengkungkan
dan informasi pada rotan diperoleh
pelengkungan dari pengujian di laboratorium
sebanyak 10 ekor.
radiusPustekolah
tertentu dan jika
industrikerusakan yang yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah
rotan serta informasi
terjadi tidak lebih seperti
dipublikasikan dari 5% jumlah sampel
Hadikusumo (1994), Rachman (2000),
ContohRachman
uji etberikut
al. (2006)semprong
dan Jasni dan
(Rachman, 2000).
et al. (2007, 2010a, 2011b, 2013). Informasi yang disajikan bubuk tersebut
berupa dimasukkan dan
radius pelengkungan ke dalam
waktu pengukusan/perebusan yang dianjurkan. Klasifikasi tabung plastik
mutu berdiameter 4 cm dan
rotan berdasarkan
Data kemampuannya
dan informasidilengkungkan
pelengkungan rotan
seperti berikut: tinggi 7 cm, kemudian ditutup.

Klasifikasi
Tabel 5.36. Klasifikasi radiuslengkung
radius lengkungrotan
rotan

Radius Lengkung (cm) Kelas Mutu


< 10 I Sangat baik
10 - < 20 II Baik
20 - < 30 III Sedang
30 - < 40 IV Kurang
≥ 40 V Sangat kurang
Sumber: Rahman (2000)
Sumber: Rachman (2000)

5) Ketahanan Terhadap Organisme Perusak


a) Kumbang bubuk rotan kering
Data ketahanan terhadap bubuk yang disajikan merupakan hasil pengujian di
388 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Pengamatan dilakukan setelah 5 b) Rayap Tanah


minggu pengujian berlangsung.
Pengurangan berat contoh uji setelah Data ketahanan terhadap rayap
dibiarkan selama 5 minggu dipakai tanah yang disajikan merupakan
sebagai ukuran untuk menetapkan hasil pengujian di laboratorium
daya tahan terhadap bubuk. terhadap rayap tanah (Coptotermes
curvignathus Holmgren). Contoh uji
Untuk rotan berdiameter kecil, berukuran panjang 2 cm dan lebar
pengujian dilakukan dengan tergantung diameternya dimasukkan
menggunakan contoh uji berukuran ke dalam jampot, diletakan dengan
panjang 5 cm dengan lebar tergantung cara berdiri pada dasar jampot dan
diameternya. Contoh uji dibelah dua menyentuh dinding jampot. Ke dalam
dan dimasukkan ke dalam botol plastik. jampot dimasukkan 200 gram pasir
Kemudian ke dalam botol tersebut lembab yang mempunyai kadar air
dimasukkan bubuk dewasa yang +7% dibawah kapasitas menahan air
sehat dan aktif sebanyak 10 ekor, dan (water holding capacity). Selanjutnya
ditutup dengan tutup botol tersebut. ke dalam setiap jampot dimasukkan
Pengamatan dilakukan setelah 5 rayap tanah sebanyak 200 ekor,
minggu pengujian yang nantinya
kemudian contoh uji tersebut
ditentukan persen pengurangan berat
disimpan di tempat gelap selama 4
dengan rumus:
minggu.
Bu – Bs Setiap minggu aktivitas rayap dalam
Pengurangan berat = x 100% jampot diamati dan masing-masing
Bu jampot ditimbang. Jika kadar air pasir
turun 2% atau lebih, maka ke dalam
Keterangan: Bu=berat sebelum uji jampot tersebut ditambahkan air
Bs= berat setelah uji secukupnya sehingga kadar airnya
kembali seperti semula (SNI 01-7207-
Sementara klasifikasi ketahanan rotan
Klasifikasi ketahanan rotan terhadap kumbang bubuk rotan seperti berikut:
2006).
terhadap kumbang bubuk rotan seperti
Klasifikasi daya tahan rotan terhadap kumbang bubuk
pada Tabel 5.37. Data dan informasi Pengamatan dilakukan setelah 4
Bu – Bs
mengenai ketahanan terhadap minggu pengujian yang nantinya
Kelas Pengurangan
Penguranganberat = (%) x 100%
bubuk mengacuBerat hasil pengujian
Bu
Ketahanan
di ditentukan persentase pengurangan
I laboratorium <0,81
dan hasil penelitian Sangat
yangtahan berat dengan rumus:
II telah dipublikasikan
0,82 – 1,33 seperti Jasni Tahan
Keterangan: Bu=berat sebelum ujidan
III Roliadi (2011a, 2011b)
1,34 – 1,98 Rachman
Bs= berat dan
setelah ujiSedang Bu – Bs
IV Jasni (2013) serta Jasni
1,99 – 2,76 et al. 2016.
Tidak tahan Pengurangan berat = x 100%
V >2,76
Klasifikasi ketahanan Sangat
rotan terhadap tidak tahan
kumbang bubuk rotan seperti berikut: Bu
Tabel 5.37. Klasifikasi Klasifikasi
daya tahandaya
rotan
tahan rotan terhadap kumbang bubuk
terhadap kumbang bubuk Keterangan: Bu=berat sebelum uji
Sumber: Jasni dan Rolihadi (2011) Bs= berat setelah uji
Pengurangan
Kelas Ketahanan
Berat (%)
Data dan informasi mengenai ketahanan terhadap bubuk mengacu hasil pengujian di
I <0,81 Sangat tahan Klasifikasi ketahanan rotan terhadap kumbang bubuk rotan se
laboratorium dan hasil penelitian yang telah dipublikasikan Sementara klasifikasi
seperti Jasni ketahanan
dan Roliadi
Klasifikasi daya tahan rotan
(2011a,
rotan terhadap kumba
II 0,82 – 1,33 Tahan
2011b) Rachman dan Jasni (2013) serta Jasni et al. 2016. terhadap terhadap rayap tanah seperti
III 1,34 – 1,98 Sedang
pada Tabel 5.38. Data dan informasi
IV 1,99 – 2,76 Tidak tahan Kelas Pengurangan Berat (%) Ketahanan
mengenai ketahanan terhadap rayap
V b) Rayap >2,76
Tanah Sangat tidak tahan I <0,81 Sangat tahan
tanah mengacu pada Jasni dan Roliadi
Sumber: Jasni II (2010b, 2011b)
0,82 – 1,33
dan Jasni et al. di Tahan
(2016).
Datadan Rolihadi (2011)
ketahanan terhadap rayap tanah yang disajikan merupakan hasil pengujian
laboratorium terhadap III 1,34 – 1,98
rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren.). Contoh uji Sedang
Sumber: Jasni dan Rolihadi (2011)
berukuran panjang 2 cm dan lebar tergantung diameternya IV 1,99 – 2,76
.dimasukkan ke dalam jampot, Tidak tahan
Data dan
diletakan dengan carainformasi mengenai
berdiri pada dasarketahanan
jempot danterhadap bubuk dinding
V menyentuh mengacu hasil pengujian
>2,76jampot. Ke dalam di tidak tahan
Sangat
laboratorium
jampot dimasukkan dan 200
hasil gram
penelitian yang
pasir telah dipublikasikan
lembab yang mempunyai sepertikadar
Jasni dan
air Roliadi (2011a,
+7% dibawah
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 389
Teknologi dan Industri Kehutanan

Klasifikasi ketahanan rotan terhadap rayap tanah seperti berikut:


Tabel 5.38. Klasifikasi daya tahan rotan
Klasifikasi • S. lepidota
daya tahan rotan terhadap (Korth.) Blume (tengkawang
rayap tanah
terhadap rayap tanah gunung)
Kelas Pengurangan Ketahanan • S. macrophylla (de Vriese) P.S. Ashton
Berat (%) (tengkawang hantelok)
I < 17 Sangat tahan • S. mecystopteryx Ridl. (tengkawang layar)
II 17 – 24 Tahan • S. palembanica Miq. (tengkawang majau)
III 24 – 31,7 Sedang • S. pinanga Scheff. (tengkawang rambai)
IV 31,8 – 39,8 Tidak tahan • S. seminis (de Vriese) V. Slooten
V > 39,8 Sangat tidak tahan (tengkawang terendak)
Sumber: Jasni dan Rolihadi (2010)
• S. singkawang (Miq.) Miq. (tengkawang
pinang)
Sumber: Jasni dan Roliadi (2010). • S. stenoptera Burck (tengkawang tungkul)
6) Pemanfaatan • S. stenoptera forma
Data dan Rotan
informasi mengenai ketahanan terhadap rayap tanah mengacu pada tulisan Jasni
• S. Gybersiana
dan Roliadirotan
Pemanfaatan (2010b,terutama
2011b) dan Jasni
adalahet al. (2016).
• S. compressa
sebagai bahan baku meubel,
6) Pemanfaatan Rotan
misalnya • S. martiana
kursi, mejaData tamu, rak buku, keranjang
dan informasi pemanfaatan batang • rotan S. micrantha
adalah hasilHkl
dari wawancara dengan
hantaran dan souvenir, kerajinan tangan,
masyarakat di daerah dimana rotan ditemukan dan berdasarkan data yang telah
dekorasi dll. Rotan
dipublikasikan olehmemiliki
Dransfieldbeberapa
dan Manokaran (1994, 1996), SNI 01-7208-2006, Rachma
keunggulan daripada kayu, seperti 1) Sebaran
dan Jasni (2013) dan Jasni et al. (2007, 2010 a, 2011b, 2013).
ringan, kuat, elastis / mudah dibentuk,
Daerah penyebaran jenis-jenis pohon
serta relatif murah.
3. Tengkawang (Shorea spp.) penghasil tengkawang di Asia meliputi
Selain itu, getah
Manfaat, (resin)
persyaratan tumbuh, daripengenalan India,alami,
tangkai jenis, sebaran Thailand, dandan
habitus Malaysia. Sedangkan
teknik budidaya
bunganya telah
Tengkawang dapat dimanfaatkan.
dijelaskan di Buku II Sub bab budidayadi
Getah hasilIndonesia, tengkawang sebagian
hutan bukan kayu.
Jenis pohon Shorea
ini berwarna merahyang dan dapat menghasilkan
dikenal di buah tengkawang diantaranya
besar terdapat sebagai berikut
di Kalimantan : dan
Barat,
- Shorea beccariana Burck
perdagangan sebagai dragon’s blood. (tengkawang tengkal) sebagian lainnya di Kalimantan Timur,
- S. lepidota (Korth.) Blume (tengkawang gunung)
Resin berwarna merah ini telah sejak Kalimantan Tengah dan Sumatra.
- S. macrophylla (de Vriese) P.S. Ashton (tengkawang hantelok)
lama diperdagangkan dan dimanfaatkan
- S. mecystopteryx Ridl. (tengkawang layar)
sebagai bahan pewarna, dupa,majau)
dan 2) Manfaat
- S. palembanica Miq. (tengkawang
bahan obat tradisional.
- S. pinanga Scheff. (tengkawang rambai) Pohon tengkawang memiliki manfaat
- S. seminis (de Vriese) V.Slooten (tengkawang terendak)
Data
- S.dan informasi
singkawang pemanfaatan
(Miq.) batangpinang)
Miq. (tengkawang
dari batang kayunya sebagai bahan baku
rotan adalah hasil dari wawancara
- S. stenoptera Burck (tengkawang tungkul) industri penggergajian dan kayu lapis.
dengan masyarakat
- S. stenoptera forma di daerah dimana Buah tengkawang yang diolah menjadi
- S. ditemukan
rotan Gybersiana dan berdasarkan data lemak tengkawang. Kandungan lemak
- S.telah
yang compressa
dipublikasikan oleh Dransfield tengkawang dengan kadar yang berbeda-
- S. martiana beda tergantung dari jenis dan mutu
dan Manokaran (1994, 1996), Rachma
- S. micrantha Hkl
dan Jasni (2013) dan Jasni et al. (2007, biji. Umumnya berkisar antara 50-70%.
2010
1. a, 2011b, 2013), SNI 01-7208-2017.
Sebaran
Lemak tengkawang disebut green buffer
atau borneo
Daerah penyebaran jenis-jenis pohon penghail tengkawang tallow India,
di Asia meliputi dan Thailand,
mempunyai
sifat besar
dan Malaysia. Sedangkan di Indonesia, tengkawang sebagian khas, banyak
terdapat digunakan
di Kalimantan dalam
Barat,
c. dan sebagian lainnya
Tengkawang di Kalimantan
(Shorea spp.) industri
Timur, Kalimantan Tengah makanan (margarin, coklat,
dan Sumatera.
permen), obat-obatan, bahan pembuat
2. Manfaat
Jenis pohon Shorea yang dapat lilin dan kosmetika. Lemak tengkawang
Pohon tengkawang
menghasilkan buah memiliki manfaat di
tengkawang dari batang kayunya sebagai bahan baku industri
juga dapat digunakan sebagai bahan
penggergajian dan kayu lapis. Buah tengkawang yang diolah menjadi lemak tengkawang.
antaranya sebagai berikut: makanan
Kandungan lemak tengkawang dengan kadar yang berbeda-beda coklatdari
tergantung yang
jenismemberikan
dan mutu biji. sifat
• Shorea beccariana Burck (tengkawang tidak meleleh pada suhu udara tropis.
tengkal)
50
390 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

3) Pengolahan dengan adanya bunyi retak pada buah.


a) Pengolahan buah tengkawang b)
Pengolahan buah menjadi minyak
tengkawang
Buah tengkawang umumnya terdiri
dari kelopak (calyx), kulit (shell), dan Buah tengkawang kering dapat
biji (kernel) (Gambar 5.51.). Bagian diolah menjadi lemak melalui proses
yang mengandung lemak dalam buah ekstraksi. Proses ekstraksi ini dapat
tengkawang adalah bijinya. Buah dilakukan dengan tiga cara, yaitu
berukuran besar lebih disukai karena perendaman, pengempaan (mekanis)
menghasilkan lemak lebih banyak. dan pelarutan dengan menggunakan
pelarut organik. Masyarakat
Umumnya periode 4-5 tahun sekali tradisional umumnya menggunakan
terjadi produksi buah yang melimpah proses ekstraksi dengan metode
pada masing-masing pohon. Periode perendaman. Buah tengkawang
ini dikenal dengan istilah panen direndam dalam air yang dipanaskan.
raya. Pengolahan buah tengkawang Minyak yang keluar akan mengapung
umumnya dilakukan oleh masyarakat di atas air. Minyak tersebut lalu
dengan pengeringan. dipisahkan dengan air lalu disimpan di
dalam wadah.
Proses pengeringan buah tengkawang Metode ekstraksi pada prinsipnya
umumnya dilakukan dengan dua cara memaksa minyak keluar dengan cara
yaitu pengeringan dengan cara dijemur menekan buah dengan bantuan alat
dan diasap atau disalai. Pengeringan kempa. Rendemen yang dihasilkan
dengan dijemur dilakukan dengan cara dengan metode ini umumnya sekitar
menghamparkan tengkawang di lahan 40%. Cara lainnya dengan metode
bebas dengan memanfaatkan energi kimia menggunakan pelarut organik.
panas matahari. Proses pengeringan Ekstraksi ini berlangsung selama 6
cara ini memerlukan waktu sekitar 7-8 jam dengan menggunakan alat kimia
hari untuk mencapai kadar air yang sokhlet.
diinginkan. Metode ini bergantung
Rendemen minyak yang dihasilkan
pada intensitas cahaya matahari.
dipengaruhi oleh jenis pelarut yang
Teknik pengeringan yang lebih modern digunakan. Hal ini dikarenakan minyak
dilakukan dengan pengasapan dengan dan lemak merupakan zat non polar
alat pengering yang oleh masyarakat yang hanya dapat larut dalam pelarut
Kalimantan Barat disebut “salai”.
Pengasapan ini menggunakan sumber
panas berupa kayu bakar. Buah
tengkawang diletakkan di atas rak
dari besi yang di letakkan diatas kayu
bakar sehingga asap yang dihasilkan
dari pembakaran kayu bakar bergerak
keatas menuju tumpukan tengkawang.
Penyebaran asap dibantu dengan
kipas angin. Pengeringan dengan
cara ini dapat mengeringkan buah
tengkawang sebanyak 2 ton hanya
dalam waktu 30 jam. Indikator buah Gambar 5.54. Buah tengkawang dari jenis
tengkawang telah kering ditandai Shorea stenoptera
Masyarakat tradisional umumnya menggunakan proses ekstraksi dengan metode
perendaman. Buah tengkawang direndam didalam air yang dipanaskan. Minyak yang keluar akan
Masyarakat tradisional umumnya menggunakan proses ekstraksi dengan metode
mengapung diatas air. Minyak tersebut kemudian dipisahkan dengan air lalu disimpan didalam
perendaman. Buah tengkawang direndam didalam air yang dipanaskan. Minyak yang keluar akan
wadah.
Metode ekstraksi mekanis pada prinsipnya Vademecum
mengapung diatas air. Minyak tersebut kemudian dipisahkan dengan air lalu disimpan didalam
memaksa minyak keluar dengan cara menekan 391
wadah. Kehutanan Indonesia 2020
(press) buah dengan bantuan alat kempa. Rendemen yangdandihasilkan
Teknologi dengan metode ini
Industri Kehutanan
Metode ekstraksi mekanis pada prinsipnya memaksa minyak keluar dengan cara menekan
umumnya sekitar 40%.
(press) buah dengan bantuan alat kempa. Rendemen yang dihasilkan dengan metode ini
Cara lainnya yaitu dengan metode kimia menggunakan pelarut organik. Ekstraksi ini
umumnya sekitar 40%.
yang memiliki
berlangsung selamanilai
6 jamkepolaran yang
dengan menggunakan alat kamar
kimia sokhlet. namun Rendemen meleleh
minyak yang pada
sama.Cara Umumnya
lainnya yaiturendemen
dengan metode yang kimia menggunakan
suhu pelarut organik.
tubuh. Ekstraksilemak
Karakteristik ini
dihasilkan dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan. Hal ini dikarenakan minyak dan lemak
berlangsung
dihasilkan selama
dengan 6metode
jam denganini menggunakan alat kimia
berkisar sokhlet. lebih
tengkawang Rendemen minyak
lengkap yang
disajikan
merupakan zat non polar yang hanya dapat larut dalam pelarut yang memiliki nilai kepolaran
dihasilkan
50-60%. dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan. Hal ini dikarenakan minyak dan lemak
yang sama. Umumnya rendemen yang dihasilkan denganpada metode Tabel 5.39.Asam
ini berkisar 50-60%. lemak jenuh
merupakan zat non polar yang hanya dapat larut dalam pelarut yang memiliki nilai kepolaran
dan tidak jenuh yang dalam lemak
c.c)Karakteristik
Karakteristik minyakrendemen
tengkawang
yang sama. Umumnya yang dihasilkan dengan metode ini berkisar 50-60%.
minyak tengkawang tengkawang disajikan pada Tabel
Lemak Lemak tengkawang
tengkawang dikenal
dikenal dengan istilah Coconut
dengan 5.40. Butter Substitutes
Kandungan (CBS) karena
komponen kimia
c. Karakteristik
memiliki sifat minyak tengkawang
yang hampir sama dengan lemak coklat, padayaitu berbentuk padat pada suhudianalisis
kamar
istilah Coconut Butter Substitutes lemak
Lemak tengkawang dikenal dengan istilah Coconut Butter Substitutes (CBS) karena tengkawang
namun meleleh pada suhu tubuh. Karakteristik lemak tengkawang lebih alat
lengkap disajikan pada
lemak coklat, menggunakan GC-MS suhupyrolysis.
Tabel 3.2.karena
(CBS) sifat yangmemiliki
Asam lemak jenuhsifat yang
memiliki hampir sama dengan yaitu berbentuk padat pada kamar
dan tidak jenuh yang terkandung didalam lemak tengkawang
namun
hampir meleleh
disajikan samapada
pada
suhu tubuh.
dengan
Tabel 3.3. lemak
Karakteristik
Kandungancoklat, Analisis kandungan
lemak tengkawang lebih lengkap
komponen kimia pada lemak tengkawang dianalisis
komponen
disajikan padakimia
Tabel
yaitu 3.2. Asam lemak
berbentuk jenuhpada
padat dan tidak
suhu disajikan
jenuh yang terkandung pada
didalam
menggunakan alat GC-MS pyrolysis. Secara lengkap analisis kandungan komponen kimia Lampiran
lemak 14.tengkawang
disajikan pada Tabel 3.3. Kandungan komponen kimia pada lemak tengkawang dianalisis
disajikan pada Tabel 3.4.
menggunakan alat GC-MS pyrolysis. Secara lengkap analisis kandungan komponen kimia
disajikanTabel
pada5.39.
TabelSifat
3.4. fisika-kimia lemak tengkawang dari beberapa jenis pohon
Tabel 5.39. Sifat fisiko-kimia lemak tengkawang dari beberapa jenis pohon
Tabel 5.39. Sifat fisiko-kimia lemak tengkawang dari
Jenis beberapa
Pohon jenis Tengkawang
Induk Buah pohon
Parameter
S. stenoptera JenisS.Pohon Induk Buah
pinanga Tengkawang
S. mecisopteryx S. parvifolia
Parameter
Kadar air (%) 64,44
S. stenoptera 31,62
S. pinanga 46,33
S. mecisopteryx 7,40
S. parvifolia
Rendemen (%) 5,71 15,72 9,13 38,41
Kadar air (%) 64,44 31,62 46,33 7,40
Bilangan Asam 6,5 4,06 6,69 1,85
Rendemen (%) 5,71 15,72 9,13 38,41
Kadar Asam Lemak Bebas
Bilangan Asam 2,10
6,5 1,44
4,06 2,39
6,69 0,66
1,85
(FFA) (%)
Kadar Asam Lemak Bebas
Bilangan Iod 35,01
2,10 6,62
1,44 -
2,39 2,39
0,66
(FFA) (%) 0
Titik leleh, C 38 38 38 38
Bilangan Iod 35,01 6,62 - 2,39
Titik leleh, 0C 38 38 38 38
Tabel 5.40. Analisis asam lemak tengkawang dari berbagai jenis pohon
TabelJenisTabel
Asam
5.40. 5.40.
Lemak
Analisis Analisis
asam lemakasam lemak tengkawang
tengkawangJenis
dariPohon dari
Induk
berbagai berbagai
Buah
jenis jenis pohon
Tengkawang
pohon
(%) S. stenoptera S. pinanga S. mecisopteryx
Jenis Asam Lemak Jenis Pohon Induk Buah Tengkawang
Jenuh
(%) S. stenoptera S. pinanga S. mecisopteryx
Palmitat 14,28 11,78 14,51
Jenuh
Stearat 0,51 1,56 0,80
Palmitat 14,28 11,78 14,51
Tidak jenuh
Stearat 0,51 1,56 0,80
Oleat 59,60 42,79 31,28
Tidak jenuh
Linoleat 5,53 22,04 27,05
Oleat 59,60 42,79 31,28
Linoleat 5,53 22,04 27,05

d. Persuteraan Alam Usaha ini termasuk pada usaha industri


rumah tangga yang relatif mudah
Sutera alam merupakan salah satu komoditi dikerjakan, berteknologi sederhana,
untuk memenuhi kebutuhan didalam negeri bersifat padat karya, cepat menghasilkan
maupun untuk pengembangan ekspor, baik dan bernilai ekonomis tinggi. Kegiatan 52
berupa kokon, benang maupun barang jadi. persuteraan alam juga merupakan salah
Persuteraan alam merupakan rangkaian 52
satu upaya rehabilitasi lahan dan konservasi
kegiatan agroindustri yang dimulai dari tanah, serta merupakan salah satu kegiatan
penanaman murbei, pembibitan dan yang dapat meningkatkan daya dukung dan
pemeliharaan ulat sutera (Bombyx mori. produktivitas lahan terutama pada lahan-
L), permintalan benang, penenunan kain, lahan yang belum optimal dimanfaatkan.
sampai pada pemasaran kain sutera.
392 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Untuk memperoleh hasil yang cukup pakan 38,2%, jenis ulat 4,2%, kualitas
maksimal kegiatan tersebut perlu ditunjang telur 3,1%, teknik pemeliharaan ulat
oleh pengadaan sarana yang cukup, teknik 9,3% dan faktor lain 8,2%.
yang memadai dan pemasaran yang
terjamin, sehingga keterlibatan pemerintah, 2) Penanaman Murbei
swasta maupun petani sangat diharapkan. Budidaya tanaman murbei merupakan
Kegiatan persuteraan alam merupakan dasar dari persuteraan alam, karena daun
usaha yang memiliki prospek sangat baik. murbei (Morus sp) merupakan makanan
Permintaan benang sutera alam di pasaran pokok ulat sutera yang merupakan
dunia makin meningkat termasuk Indonesia kegiatan usaha dari mulai pembibitan,
dan belum dapat terpenuhi oleh negara- persiapan tanam, penanaman,
negara produsen benang sutera alam. Oleh pemeliharaan, panen dan pasca panen
karenanya, usaha persuteraan alam ini tanaman murbei yang dilakukan secara
sangat prospektif dan merupakan peluang intensif.
besar bagi Indonesia yang memiliki potensi Tujuan penanaman adalah memproduksi
dalam pengembangan persuteraan alam daun murbei untuk pakan ulat sutera
nasional. dengan produksi daun banyak dan
1) Persyaratan lokasi kegiatan persuteraan kualitas nutrisi tinggi sebagai pakan
alam ulat, karena produksi dan kualitas
tanaman murbei 38% berpengaruh
Persyaratan lokasi kegiatan persuteraan terhadap produksi dan kualitas kokon
alam dari segi teknis adalah tanah subur yang dihasilkan. Sistem penanaman yang
dan tidak berbatu, relatif datar, ketinggian dilakukan monokultur atau polikultur/
lokasi antara 400-800 m dpl, suhu udara tumpang sari. Pemeliharaan satu boks
rata-rata 25-30oC, kelembaban 60-90%, ulat sutra (±20.000 ekor) memerlukan
tipe iklim A atau B curah hujan 2500- daun murbei sekitar 1000 kg untuk setiap
3000 mm/tahun terbagi merata 8 bulan periode produksi.
basah dan 4 bulan kering, mendapat
sinar matahari penuh dari pagi sampai Tanaman ini terdiri dari beberapa jenis,
sore, serta memenuhi persyaratan untuk baik yang berdaun lebar maupun daun
pertumbuhan tanaman murbei dan ulat kecil. Sebagai pendukung produksi
sutera. kokon, petani disarankan untuk memilih
dan membudidayakan tanaman murbei
Persyaratan lokasi persuteraan alam dari jenis unggul (berdaun lebar) agar
segi non teknis adalah harus didukung produktivitas daunnya lebih banyak.
oleh sosial budaya masyarakat, tersedia Beberapa tanaman murbei jenis unggul
sarana transportasi yang memadai, yang dikenal antara lain Morus cathayana,
tersedianya pasar lokal atau ada akses M. multicaulis dan M. alba var Kanva 2.
pasar yang jelas. Prasarana jalan akan Penanaman murbei mencakup kegiatan :
mempercepat pemasaran produksi,
mendapatkan bibit/telur ulat sutera dan a)
Pengolahan tanah untuk
memperlancar aktivitas petani dalam penggemburan
mengelola usahatani persuteraan alam. Sebaiknya dikerjakan pada akhir
Lokasi pengembangan sutera 37,0% musim kemarau sehingga penanaman
berpengaruh terhadap keberhasilan murbei sudah dapat dilakukan pada
usaha persuteraan alam, selain itu ada awal musim hujan, di tempat yang
faktor-faktor lain yang juga berpengaruh tumbuh alang-alang pencangkulan
antara lain tanaman murbei sebagai lebih dalam, agar alang-alang dapat
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 393
Teknologi dan Industri Kehutanan

dibongkar seluruhnya dikumpulkan bulan setelah penanaman. Daun untuk


dan dibakar. ulat kecil adalah daun yang berumur
pangkas satu bulan, untuk ulat besar
b) Pengadaan bibit/stek murbei adalah daun yang berumur pangkas 2–3
Pohon induk yang dipakai umur 1 bulan. Disarankan panen daun dilakukan
tahun lebih setelah tanam atau 3-4 pada pagi atau sore hari agar daun tidak
bulan setelah pangkas, bibit dipilih cepat kering, sebaiknya letak kebun
dari tanaman murbei jenis unggul yang dekat dengan tempat pemeliharaan ulat.
baik, sehat, cukup umur, diameter 5) Pemeliharaan Ulat Sutera
1-1,5 cm dengan panjang 20 cm atau
mempunyai empat mata, dipotong Dalam kaitannya dengan pemeliharaan
miring 45oC dan ditanam dengan dua ulat sutera, ada beberapa hal yang perlu
mata tunas di atas permukaan tanah. diperhatikan yaitu :
c) Penanaman a)
Ruangan dan semua peralatan/
perlengkapan harus dibersihkan,
Penanaman dilakukan dengan jarak dikeringkan, dan disemprot dengan
tanam yang lebih rapat. Populasi yang desinfektan (formalin/kaporit)
disarankan 20.800 batang/ha (1,2 sebelum pemeliharaan ulat sutera
m x 0,4 m) untuk tanaman murni, dimulai. Sebaiknya setiap fase
dan minimal 10.000 batang/ha pada pemeliharaan selesai, seluruh
tanaman tumpangsari. Apabila rata- peralatan pun harus dicuci dan
rata kepemilikan lahan masyarakat dibersihkan dari bekas makanan, bulu-
seluas 1000 m2, jumlah yang dapat bulu kokon (floss) atau debu, kemudian
ditanam sebanyak 2.080 batang disemprot dengan desinfektan.
untuk mendukung pemeliharaan ulat
b) Peralatan yang tidak digunakan harus
sebanyak 2 boks/periode panen daun.
disimpan diruangan lain dan disusun
3) Pemupukan rapi;
Input yang perlu diperhatikan pada c) Orang-orang yang keluar masuk
tanaman murbei terdiri dari pupuk ruangan pemeliharaan harus dibatasi
kandang, urea, TSP, dan KCL. Pemberian seminimal mungkin;
pupuk kimia dilakukan setiap enam d)
Apabila akan masuk ruangan
bulan sekali dengan perbandingan 2 pemeliharaan, sepatu/sandal harus
urea : 1 TSP : 1 KCL. Pada enam bulan dilepas dan diganti dengan sandal
pertama, pupuk diberikan sebanyak 5 g khusus yang tersedia dalam ruangan
per pohon, enam bulan kedua sebanyak dan harus menginjak keset atau
10 g per pohon, dan enam bulan ke tiga karung yang telah dibasahi dengan
dan seterusnya 15 g per pohon. larutan formalin atau creolin 5%;
4) Pemanenan Daun e) Sebelum melakukan pekerjaan dalam
ruangan pemeliharaan, tangan harus
Kebun tanaman murbei sebagai pakan dicelup dalam larutan desinfektan
ulat diperlukan bukan banyaknya (creolin/formalin/juphecol), lalu
hasil daun, akan tetapi kualitas daun dibasuh dengan air bersih dan
yang berguna bagi pertumbuhan dan dikeringkan dengan kain lap yang
kesehatan ulat. Pemanenan daun telah tersedia;
adalah pengambilan daun murbei untuk
konsumsi ulat sutera. Panen daun yang f) Para pekerja (pemelihara ulat) harus
pertama kali dapat dilakukan sembilan mengenakan baju kerja yang tetap
394 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

dan selalu di simpan di ruangan kerja sistem pembayaran 30%:70% dari


masing-masing; jumlah penghasilan pada saat penjualan
g) Para pekerja atau tamu tidak boleh kokon (angka 30% adalah besarnya
makan, minum, atau merokok di ruang persentase biaya pemeliharaan). Bahan-
pemeliharaan; bahan desinfektan tersebut meliputu
kapur, pafsol dan kaporit. Banyaknya
h)
Tempat pembuangan atau desinfektan yang diberikan pada anggota
pembakaran sampah, baik berupa disesuaikan dengan jumlah ulat yang
sisa-sisa makanan atau kotoran dari dipelihara.
ruangan pemeliharaan maupun dari
kegiatan lain, harus diusahakan sejauh Setiap periode pemeliharaan, ketua
mungkin dari ruangan pemeliharaan. kelompok sebaiknya selalu memelihara
ulat besar 0,25 boks sebagai kontrol.
6)
Pemeliharaan Ulat Sutera (Produksi Penanganan pemeliharaan mencakup:
Kokon)
a) Cara inkubasi telur
Dalam pemeliharaan ulat sutera
diperlukan kebersihan lingkungan. Telur yang diterima dikeluarkan dari
Oleh karena itu kebersihan merupakan boksnya, kemudian dipindahkan ke
faktor yang penting dan berpengaruh kotak penetasan yang berukuran
terhadap besarnya produksi kokon yang 10x20 cm yang terbuat dari kayu/
dihasilkan. Untuk keperluan tersebut, triplek kemudian ditutupi dan dilapisi
sebelum dan pada saat pemeliharaan kertas paraffin simpan pada suhu 24–
dilaksanakan diperlukan desinfeksi, baik 25oC dan kelembaban nisbi 75-85%
untuk lingkungan pemeliharaan ataupun konstan pada siang hari. Telur akan
terhadap tubuh ulat. menetas sekitar 7-8 hari dari masa
inkubasi. Dua hari sebelum menetas
Pemeliharaan ulat terbagi menjadi dua telur dipindah ke tempat yang gelap
bagian yaitu pemeliharaan ulat kecil dan ditutup dengan kain hitam, agar
(instar I sampai III). Apabila sistem penetasan telur merata.
pemeliharaan dilakukan oleh kelompok
tani, seperti yang dilakukan kelompok b) Pemeliharaan ulat kecil
tani Cianjur dan beberapa daerah lainnya
Ulat yang baru menetas diletakkan
di Jawa Barat. Pemeliharaan ulat kecil
pada sasak yang diberi alas kertas
cukup dilakukan oleh ketua kelompok,
paraffin (kertas minyak), kemudian
sedangkan pemeliharaan ulat besar
diberi makan secukupnya, setelah
dilaksanakan oleh petani anggota.
selesai pemberian makan, untuk
Model pemeliharaan seperti ini akan
mempertahankan temperatur dan
mengurangi biaya produksi bagi petani.
kelembaban yang dibutuhkan, sasak
Keuntungan lainnya mutu ulat akan lebih
ditutup lagi dengan kertas paraffin.
terjamin apabila ditangani oleh satu
orang berpengalaman, mengingat ulat Pemeliharaan ulat kecil memerlukan
kecil sangat rentan terhadap penyakit penanganan yang intensif karena ulat
dan memerlukan pemeliharaan yang kecil mudah terkena gangguan hama
lebih teliti dan higenies. dan penyakit. Pemberian makan ulat
kecil berupa daun muda yang segar
Untuk memperlancar kegiatan, ketua
umur pangkas ± 1 bulan, pemberian
kelompok petani sutera menyediakan
pakan dilakukan 3-4 kali sehari dengan
bahan-bahan desinfeksi yang diberikan
daun yang sudah dirajang. Umur ulat
pada saat pengiriman ulat dengan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 395
Teknologi dan Industri Kehutanan

instar I sekitar 4 hari, instar II sekitar dari alat pengokonan. Panen kokon
3 hari dan ulat instar III sekitar 4 dilakukan pada hari ke-5 atau ke-6
hari. Setelah selesai instar 3 ulat setelah ulat mengokon, pada saat pupa
dipindahkan ke tempat pemeliharaan di dalam kokon kulitnya berwarna coklat
ulat besar. Pemindahan dilakukan gelap. Untuk memastikannya dilakukan
siang atau sore hari, sewaktu udara pemeriksaan sampel beberapa butir
tidak panas. Ulat yang sedang tidur kokon.
digulung dengan kertas alas dan Panen kokon terlalu awal dapat merusak
dibawa ke petani, setelah sampai pupa yang masih muda sehingga terluka
harus segera dibuka, diratakan dan kemudian membusuk dan menimbulkan
ditaburi dengan kapur. kokon cacat pintal, bahkan mungkin masih
berupa ulat sehingga kalkulasi rendemen
c. Pemeliharaan ulat besar
pintalnya akan rendah. Sebaliknya jika
Pemeliharaan ulat besar ditujukan terlambat dipanen maka waktu yang
untuk memproduksi kokon. Ulat besar tersedia untuk pengurusan pasca panen
adalah ulat instar IV berumur 5 hari dan (seleksi, pengeringan) terlalu singkat
ulat instar V berumur sekitar 7 hari. sehingga jika tidak terselesaikan, pupa
Pada tempat yang lebih dingin umur sudah berubah menjadi kupu yang akan
ulat akan lebih panjang. Sejumlah menerobos kulit kokon sehingga tidak
20.000 ulat besar (hasil dari 1 boks dapat dipintal.
telur) membutuhkan 1.000 kg daun
9) Pengolahan Kokon
beserta cabang dengan umur pangkas
2-2,5 bulan. Pemberian makan Tahap kegiatan pengolahan kokon adalah
dilakukan 3-4 kali sehari. Ulat besar seleksi kokon, pengeringan kokon dan
memerlukan tempat pemeliharaan pemintalan.
yang luas. Sehingga bangunan yang a) Seleksi kokon adalah memisahkan
diperlukan juga lebih luas. antara kokon baik yang dapat dipintal
dan kokon jelek, yang nantinya akan
7) Mengkokonkan Ulat menentukan mutu benang. Kokon
Ulat mulai mengokon pada hari ke 6 baik adalah kokon tunggal yang
atau ke 7 dengan tanda – tanda sebagai bersih, tidak cacat dan dapat dipintal.
berikut: Sedangkan kokon jelek adalah kokon
a) Nafsu makan berkurang atau berhenti yang tidak dapat dipintal seperti kokon
makan dobel, berujung tipis dan bentuknya
b) Tubuh ulat menjadi bening kekuning- tidak beraturan.
kuningan b) Pengeringan kokon bertujuan untuk
c) Ulat cenderung jalan ke pinggir mematikan pupa yang ada didalam
d) Dari mulutnya keluar serat sutera agar tidak berubah menjadi kupu-
kupu. Kokon yang akan dipintal
Setelah terlihat tanda-tanda di atas kemudian hari, harus diawetkan
maka ulat dikumpulkan ke dalam alat dengan jalan dikeringkan, pengeringan
pengokonan dengan menaburkan secara kokon dapat dilakukan secara alami
merata. Alat pengokonan yang dapat di bawah sinar matahari selama 3
dilakukan adalah rotary, seriframe atau hari masing-masing 1,5 jam atau di
bentuk sisir (alat pengokonan bambu). oven dengan suhu 100-150oC selama
5 jam. Kokon yang pengeringannya
8) Pemanenan kokon dengan cara alami lama penyimpanan
Panen kokon adalah pengambilan kokon hanya 7 hari sedangkan kokon yang
396 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

pengeringannya dengan oven dapat Tidak larut dalam air, larut dalam
disimpan sampai 1 bulan. alkohol, khloroform, eter, karbon
c) Kokon yang langsung dipintal tidak disulfida, benzena, sebagian larut
perlu dikeringkan tetapi dapat dalam terpentin.
langsung dipintal. Pemintalan dapat e) Kegunaan: untuk korek api, kembang
menggunakan alat pintal tradisional, api, plastik, plester, vernis, dan lain-
semi otomatis dan otomatis. Kualitas lain.
benang sutera yang dihasilkan akan f) Klasifikasi mutu khususnya damar
tergantung dengan alat pintalnya. mata kucing berdasarkan SNI
2900.1:2012. Damar mata kucing-
Bagian I: klasifikasi dan persyaratan
e. Kelompok Resin mutu berdasarkan uji visual (Tabel
5.41)
Resin atau harsa adalah bahan yang
merupakan suatu kelompok bahan kimia
2) Gondorukem, merupakan residu proses
yang diperoleh sebagai hasil sekresi
pengolahan getah pinus/tusam.
tanaman dimana susunan kimianya sangat
a) Nama lain: pine resin, resin, colophony,
kompleks, sifat fisiknya hampir sama satu
siongka.
jenis dengan jenis lainnya dan tidak larut
b) Sumber penghasil: Pinus merkusii
dalam air. 7. Kelompok Resin
c) Daerah penghasil: tersebar di daerah
pegunungan di Indonesia terutama di
1) Damar Resin atau harsa adalah bahan yang merupakan suatu Jawa,
Sumatra, kelompok bahan kimia
Sulawesi yang diperoleh
dan Bali.
sebagai hasil sekresi tanaman dimana susunan kimianya sangat kompleks, sifat fisiknya hampir
a) Nama lain: gum damar, resin damar, d) Komposisi dan sifat fisika-kimia:
sama satu jenis dengan jenis lainnya dan tidak larut dalam air.
damar, harsa, damar mata kucing Komponen utama gondorukem adalah
b) Sumber1. penghasil:
Damar hasil sekresi pohon bentuk isomer dari anhidrida asam
shorea, vatica, dryobalanops dan abietat (C19H29COOH) dan asam-asam
lain-lain jenis yang termasuk famili
a. Nama lain: gum damar, resin damar, damar, harsa, lainnya
damarseperti asam resin. Selain itu
mata kucing
Dipterocarpaceae. Khusushasil
b. Sumber penghasil: damar daripohon Shorea,
sekresi terdapat abietat anhidrida
Vatica, Dryobalanops (C40H58jenis
dan lain-lain O3) yang
Shorea javanica
termasuk K&V.
famili disebut damar Khusus damar
Dipterocarpaceae. dan dari
hidrokarbon. Warnanya
Shorea javanica K&V. bening,
disebut damar
mata kucing.
mata kucing. tak larut dalam air, larut dalam
c) Daerah Daerah
c. penghasil:
penghasil: Aceh,Aceh,Sumatra
Sumatera Utara, Sumatera
alkohol,Barat, Bengkulu,
benzena, Riau,
eter, asamSumatera
asetat,Selatan,
Lampung, Kalimantan
Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, dan Sulawesi Selatan. glacial, karbon disulfida, dan lain-lain.
Riau, d.Sumatra
Komposisi dan sifat fisiko-kimia: asam damar, damar resin, damar resence, warna putih hingga
Selatan, Lampung, e) Kegunaan:
0 digunakan dalam industri
kuning, berat jenis 1,04-1,12, titik lunak 75 C, bilangan asam 33-72, bilangan ester 0-1,5. Tidak
Kalimantan dan Sulawesi Selatan. batik, sabun, cat, vernis,
larut dalam air, larut dalam alkohol, khloroform, eter, karbon disulfida, plastik,
benzena, tinta larut
sebagian
d) Komposisidalamdan terpentin.
sifat fisika-kimia: asam cetak, kembang api, dan lain-lain.
damar,e.damar resin,
Kegunaan: untukdamar resence,
korek api, f) Klasifikasi
kembang api, plastik, plester, vernis,mutu gondorukem
dan lain-lain.
warna f.putih hingga mutu
Klasifikasi kuning, berat jenis
khususnya damar mata kucingberdasarkan
berdasarkanSNISNI 7637:2010
2900.1:2012. (Tabel
Damar mata
1,04-1,12,kucing-Bagian
titik lunak I:750C, bilangan
klasifikasi 5.42-5.44)
dan persyaratan mutu berdasarkan uji visual.
asam 33-72, bilangan ester 0-1,5.
Tabel 3.4. Syarat mutu damar mata kucing berdasarkan penampilan (visual)
Tabel 5.41. Syarat mutu damar mata kucing secara visual
Mutu Warna Tidak Lolos Lubang Saringan
A Kuning bening (3X3)cm2
B Putih kekuningan (2X2)cm2
C Putih kekuningan (2X2)cm2
D Kecoklatan (0,5X0,5)cm2
E Kehitaman (0,3X0,3)cm2
Bubuk/Abu ---- <(0,3X00,3)cm2
Keterangan: klasifikasi mutu di atas dapat bervariasi sesuai kesepakatan
Keterangan:penjual
klasifikasi
dan mutu di atas
pembeli, misaldapat bervariasi
mutu AB, BC, dansesuai kesepakatan penjual dan pembeli,
lain-lain.
misal mutu AB, BC, dan lain-lain.
Sulawesi dan Bali.
d. Komposisi dan sifat fisiko-kimia: Komponen utama gondorukem adalah bentuk isomer dar
anhidrida asam abietat (C19H29COOH) dan asam-asam lainnya seperti asam resin. Selain itu
terdapat abietat anhidrida (C40H58O3) dan hidrokarbon. Warnanya bening. Kelarutan tak laru
Vademecum
dalam air, larut dalam alkohol, benzena, eter, asamKehutanan
asetat, glacial, karbon
Indonesia 397dan lain-lain.
disulfida,
2020
Teknologi dan Industri Kehutanan
e. Kegunaan: digunakan dalam industri batik, sabun, cat, vernis, plastik, tinta cetak, kembang api
dan lain-lain.
f. Klasifikasi mutu gondorukem berdasarkan SNI 7637:2010. Gondorukem.

Tabel 5.42. Klasifikasi mutu


Tanda Mutu
No. Klasifikasi mutu
Dokumen Kemasan
1 Utama (U) X X
2 Pertama (P) WW WW
3 Kedua (D) WG WG
4 Ketiga (T) N N

Tabel 5.43. Spesifikasi persyaratan mutu (syarat umum)


No. Uraian mutu Mutu U
1 Bilangan asam 160-190
2 Bilangan penyabunan 170-220
3 Bilangan iod 5-25

Tabel 5.44 Spesifikasi persyaratan mutu (syarat khusus)


Persyaratan
No. Uraian Satuan
Mutu U Mutu P Mutu D Mutu T
1 Warna
a.Metode Lovibond -- X WW WG N
b.Metode Gardner -- <6 <7 <8 <9
2 Titik lunak 0C > 78 > 78 > 76 > 74
3 Kotoran % < 0,02 < 0,05 < 0,07 < 0,010
4 Abu % < 0,02 < 0,04 < 0,05 < 0,08
5 Bagian yang % <2 <2 < 2,5 <3
menguap

3) Kopal vernis, plastik, water proofing, tinta


a) Nama lain: resin kopal, kopal kauri, cetak, perekat, dan lain-lain.
kopal manila, damar daging, dll f) Klasifikasi mutu kopal berdasarkan SNI
b) Sumber penghasil: kopal merupakan 7634:2011 (Tabel 5.45 dan 5.46)
resin hasil sadapan pohon Agathis
alba Lamk; Agathis dammara Warb.; 4) Shellak
Agathis labillardier Warb.; Agathis a) Nama lain: shellack, lak, dan lain-lain.
robusta C.Moore.; Agathis borneensis b) Sumber penghasil: shellak diperoleh
Warb.; dll dari hasil sekresi serangga lak
c) Daerah penghasil: Amerika, Australia, (Tachardia lacca Kerr.) famili Coccidae
Philipina. Di Indonesia terdapat di yang hidup pada pohon inang seperti
Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan kosambi (Schleichera oleosa Merr.)
Jawa c) Di Indonesia dihasilkan dari daerah
d) Komposisi dan sifat fisika-kimia Jawa Timur, Yogyakarta, Nusa Tenggara 73
terdiri atas pinena, alkohol, kaurin, Barat dan Nusa Tenggara Timur
asam damarat, dll. Warna kuning d) Komposisi dan sifat fisika-kimia:
hingga merah. Sebagian larut alkohol, lilin, pigneb laccin, asam laccainat
khloroform, asam asetat, terpentin, dll (C16H12O8), crythrolaccin (C15H10O5),
e) Kegunaan: sebagai bahan baku cat, dan lain-lain. Tidak larut dalam air.
d.2Komposisi
Pertama dan sifat fisiko-kimia terdiriPdari: pinena, alkohol, P kaurin, asam damarat, dan lain-
lain. Warna kuning hingga merah. Sebagian larut alkohol, khloroform, asam asetat, terpentin, dan
Tabel 5.46. Spesifikasi persyaratan mutu (persyaratan khusus)
lain-lain.
e. Kegunaan: sebagai bahan baku cat, vernis, plastik, water proofing, tintaa cetak, perekat, dan lain-
Vademecum
Persyaratan
398 No.lain. Jenis Uji Satuan
Kehutanan Indonesia 2020 Mutu U Mutu P
f. 1Klasifikasi mutu
Teknologi dan
Keadaan kopal
Industri berdasarkan
Kehutanan
-- SNI 7634:2011.
Kering udaraKopal. ---
2 Warna -- Kuning bening s/d ---
Tabel 5.45. Klasifikasi mutu kuning pucat
3 Ukuran butir: lolos Tidak lolosMutu Lolos ayakan
Tanda
No. Mutu
ayakan ukuran 5 x 5 mm ayakan
Dokumen Kemasan
41 Kadar
Utamakotoran (b/b) % U <3 > 3-5
U
52 Abu
Pertama % P < 0,3 >P0,3-5

4. Shellak
Tabel 5.46. Spesifikasi persyaratan mutu (persyaratan khusus)
a. Nama lain: shellack, lak, dan lain-lain. Persyaratan
No. Jenis Uji Satuan
b. Sumber penghasil: Shellak diperoleh dari hasil Mutu sekresi
U serangga
Mutu Plak (Tachardia lacca Kerr.)
famili
1 Coccidae yang hidup pada pohon
Keadaan -- inang seperti
Kering udarakosambi (Schleichera
--- oleosa Merr.)
c. Daerah
2 penghasil: Terutama di --India.Kuning
Warna Di bening
Indonesia
s/d dihasilkan
--- dari daerah Jawa Timur,
Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat dan Timur. kuning pucat
d. Komposisi
3 Ukurandan sifat
butir: fisiko-kimia: lilin, pigneb
lolos Tidaklaccin,
lolos asamLolos
laccainat (C16H12O8), crythrolaccin
ayakan
(C15H10O5), dan 5lain-lain.
ayakan ukuran x 5 mm Tidak larut dalam ayakanair. Larut dalam metil dan etil alkohol, asam
asetat,
4 dan kotoran
Kadar lain-lain.(b/b)
Larut sebagian
% dalam eter,<etil 3 asetat, khloroform,
> 3-5 aseton, dan lain-lain.
e. Kegunaan:
5 Abu sebagai bahan baku industri % vernis,<isolasi
0,3 listrik, kembang
> 0,3-5 api, dan lain-lain.
f. Klasifikasi mutu shellak berdasarkan SNI 7632:2011. Lak butiran (seed lak)
4. Shellak
Tabel 5.47. Persyaratan mutu lak butiran
a. Nama lain: shellack, lak, dan lain-lain.
b.No.Sumber penghasil: Shellak diperoleh dari Mutu
Karakteristik hasil sekresi serangga lak (Tachardia lacca Kerr.)
famili Coccidae yang hidup padaPpohon inang seperti kosambi D
(Schleichera oleosa Merr.)
1 Kebersihan Diperkenankan terdapat Diperkenankan terdapat
c. Daerah penghasil: Terutama di India. Di Indonesia dihasilkan dari daerah Jawa Timur,
serpihan ranting, debu lak serpihan ranting, debu lak
Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat dan Timur.
dan bahan lain < 2% dan bahan lain 2,1 – 4%
d. Komposisi dan sifat fisiko-kimia: lilin, pigneb laccin, asam laccainat (C16H12O8), crythrolaccin
2 Warna Kuning kecoklatan Coklat kehitaman
(C15H10O5), dan lain-lain. Tidak larut dalam air. Larut dalam metil dan etil alkohol, asam
3 Besar butiran 0,1 cm s/d 0,6 cm Tidak dibatasi
asetat, dan lain-lain. Larut sebagian dalam eter, etil asetat, khloroform, aseton, dan lain-lain.
e. Kegunaan: sebagai bahan baku industri vernis, isolasi listrik, kembang api, dan lain-lain.
f. 8. Minyakmutu
Klasifikasi Atsiri
shellak berdasarkan SNI 7632:2011. Lak butiran (seed lak)
Larut dalam metil dan etil alkohol, api langsung atau tidak, tekanan sama
asam asetat, dan lain-lain. Larut dengan udara luar. 74
Tabel 5.47. Persyaratan mutu lak butiran
sebagian dalam eter, etil asetat, 2) Penyulingan langsung dengan uap
khloroform, aseton, dan lain-lain. Mutu destillation). Uap air dibuat pada
(steam
No. Karakteristik
e) Kegunaan: sebagai bahan baku P D
ketel lain yang terpisah dengan bahan,
1 Kebersihan Diperkenankan
industri vernis, isolasi listrik, kembang terdapat Diperkenankan terdapat dan tekanan
pemanasan tidak langsung
api, dan lain-lain. serpihan ranting, debu lak diatur
bisa serpihan ranting,kebutuhan.
menurut debu lak
dan bahan lain < 2% dan bahan lain 2,1 – 4%
f) Klasifikasi mutu shellak berdasarkan 3) Penyulingan dengan air dan uap (water
2 Warna Kuning kecoklatan Coklat kehitaman
SNI 7632:2011 Lak Butiran (Tabel 5.47) and steam destilation). Bahan dan air
3 Besar butiran 0,1 cm s/d 0,6 cm Tidak dibatasi
terpisah oleh sekat dalam satu ketel.
f. Minyak Atsiri Tekanan dalam ketel sama dengan
8. Minyak Atsiri
tekanan udara luar.
Minyak atsiri adalah minyak yang diperoleh 4) Pengepresan (pressing). Umumnya
dari proses ekstraksi dari bagian pohon dilakukan terhadap bahan berupa biji, 74
(daun, ranting, akar, kulit, getah, bunga buah dan kulit buah. Akibat tekanan
dan buah). Minyak ini menguap pada suhu pengepresan, sel-sel yang mengandung
kamar dan mempunyai bau yang khas. minyak akan pecah dan minyak akan
mengalir ke permukaan bahan.
Proses ekstraksi minyak atsiri terdiri atas:
5) Ekstraksi dengan pelarut menguap
1) Penyulingan dengan air (water
(solvent extraction). Prinsipnya adalah
destillation). Bahan dan air dicampur
melarutkan minyak atsiri dalam bahan
dalam satu ketel, pemanasan dengan
dengan menggunakan pelarut organik.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 399
Teknologi dan Industri Kehutanan

12)Minyak kenanga (Cananga odoratum).


Jenis, bahan aktif dan kegunaan minyak Bahan aktif: β-linalool, geraniol, eugenol,
atsiri antara lain: α-kariofilena, β-kariofilena, pinena dan
1) Minyak akar wangi (Andropogo- kadinena. Sebagai aromaterapi dan
naciculatus). Bahan aktif sitral dan keperluan kosmetik
sitronella. Sebagai bahan pengikat 13)Minyak keruing (Dipterocarpus sp..
(fixatif) dalam pembuatan minyak wangi, Bahan aktif α-gurjune. Sebagai fiksatif
pewangi sabun mandi, obat gosok dan bahan dasar industri sabun wangi
rheumatik, dll. dan kosmetik.
2) Minyak cendana (Santalum album). 14)Minyak kilemo (Litsea qubeba).
Bahan aktif santalol. Sebagai anti septik, Bahan aktif citronellol, citronellal,
obat gonorhoe, fixatif minyak wangi, α-terpineol, dan sineol. Sebagai bahan
sabun mandi. industri farmasi, wangi-wangian, bahan
3) Minyak nilam (Pogostomoncablin). tambahan makanan dan minuman.
Bahan aktif parchouli alkohol. Sebagai 15)Minyak masohi (Cryptocarya masoi).
fixatif dalam industri kosmetik, obat cuci Bahan aktif: massoilakton. Sebagai
rambut, menghilangkan bau dan jamur. aprodisiak, memperlancar sirkulasi darah
4) Minyak ekaliptus (Eucalyptus sp.). Bahan dan aromaterapi.
aktif eucaliptol. Sebagai desinfektan, obat 16)Minyak pangi (Cinnamomum partheno-
gosok, parfum, insektisida, fungisida, xylon). Bahan aktif safrol. Sebagai bahan
pembersih pakaian, dll. minyak wangi.
5) Minyak gandapura (Gaulsheria fragan- 17)Minyak sintok (Cinnamomum sintoc).
tisisima). Bahan aktif metilsalisilat. Bahan aktif safrol, eugenol dan linalool.
Dipakai sebagai obat gosok, industri Sebagai antiinflamasi, aromatik dan
farmasi pengobatan.
6) Minyak kamper (Cinnamomum camphora 18)Minyak trawas (Litsea odorifera). Bahan
dan Dryobalanops aromatica). Bahan aktif sineol dan senyawa aldehida.
aktif borneol. Dipakai dalam industri Sebagai penambah nafsu makan,
farmasi, sebagai desinfektan. karminatif, sariawan, pelancar ASI, dan
7) Minyak kayu manis (Cinnamomum obat bisul
zeylanicum, C.burmanii, dll). Bahan aktif 19)Minyak ylang-ylang (Cananga latifolia).
eugenol dan safrol. Dipakai sebagai Bahan aktif: beta-kariofilen, alfa-
bumbu masakan, industri kosmetik, terpineol, benzil asetat, dan benzil
farmasi, dll. alkohol. Sebagai aromaterapi, obat
8) Minyak kayu putih (Melaleuca cajuputi). demam, malaria.
Bahan aktif sineol. Sebagai obat-obatan,
obat gosok, bahan parfum, insektisida
dll. g. Perekat Nabati (Bio-adhesive)
9) Minyak lawang (Cinnamomum cullila-
wan). Bahan aktif eugenol dan safrol. Perekat merupakan suatu bahan yang dapat
Sebagai obat gosok dan aromaterapi. menahan 2 buah benda berdasarkan ikatan
10)Minyak terpentin (Pinus merkusii). permukaan. Dalam kaitan dengan produk
Bahan aktif alfa pinene, beta pinena dan hasil hutan, yang dimaksud dengan perekat
3-karen. Sebagai pelarut minyak organik, adalah bahan yang dapat mempersatukan
pelarut resin, dipakai dalam industri cat, kayu atau partikel kayu atau bahan
semir sepatu, logam, kayu dan sebagai berlignoselulosa lainnya berdasarkan ikatan
bahan baku kamper sintetis. permukaan.
11) Minyak gaharu (Aquilaria spp, Gyrinops
Sedangkan istilah perekatan mempunyai
spp, Gonystylus spp). Bahan aktif
pengertian (1) suatu keadaan atau kondisi
sesquiterpena dan kromon. Sebagai obat
ikatan di mana dua permukaan menjadi
dan keperluan kosmetik
400 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

satu karena adanya gaya-gaya pengikat perekat resin alam (shellak), dan yang
antar permukaan, yaitu gaya valensi bersifat eksterior (perekat fenolik).
atau gaya ikatan ion dan gaya saling
mencengkeram antara perekat dengan Sumber daya perekat hayati yang komponen
bahan yang direkat atau interlocking forces. utamanya senyawa fenolik (fenol, resorsinol
(2) suatu sistem yang terdiri atas gaya- dan sejenisnya) adalah tanin dari ekstrak
gaya ikatan yang berbeda yang berasosiasi kulit pohon bakau (Rhizopora) dan
bersama membentuk suatu ikatan antara tancang (Bruguiera), Acacia mollissima
garis perekat dengan bahan yang direkat, dan Eucalyptus, quebracho (Schinopsis
sedang garis perekat sendiri dipengaruhi spp.), akasia (A. mangium, A. decurrens,
oleh mobilitas bahan perekat dan kondisi A. leucophoe, dan A. mernsii), Switenia
permukaan perekat. macrophylla, Adenanthera microsperm,
mahoni (Mahogany sp.) dan beberapa jenis
Sistem perekatan merupakan hasil pinus dan gambir (Trigonopleura malayana).
kerja dua buah gaya perekatan, yaitu Selain itu, sumber senyawa fenolik juga
perekatan spesifik dan perekatan mekanik. terdapat dalam lignin, yang terdapat pada
Gaya perekatan mekanik terbentuk semua jenis kayu dan merupakan komponen
karena meresapnya perekat ke dalam kimia utama penyusun kayu selain selulosa.
rongga sel kayu membentuk akar-akar
perekat sehingga menimbulkan gaya 1) Proses Produksi Isolat Senyawa Fenolik
pencengkeraman (interlocking forces). dari Bagian Tumbuhan

Gaya spesifik timbul karena adanya gaya Untuk memperoleh senyawa fenolik
tarik menarik antara atom atau molekul bisa dengan cara mengekstrak kulit/
perekat dan permukaan bahan yang direkat. serbuk gergajian/daun jenis pohon–
Keteguhan rekat merupakan total gaya pohon tersebut pada suhu sekitar
perekatan mekanika dan gaya perekatan 80-90oC. Ekstrak tanin yang diperoleh
spesifik. selanjutnya dicuci dengan air panas atau
dengan larutan encer natrium sulfit atau
Jenis perekat ada 2 yaitu (1) perekat metabisulfit yang selanjutnya dikeringkan
sintetik, perekat yang bahan baku utamanya pada suhu 80oC sampai diperoleh isolat
berasal sumber minyak bumi, seperti urea padat. Ekstrak ini merupakan campuran
formaldehida, melamin formaldehida, senyawa polifenol yang sangat kompleks
phenol formaldehida dan resorsinol dengan tingkat kemurnian yang amat
formaldehida, dan (2) perekat alam yang beragam (70-80% bahan fenolik aktif),
dipakai sebelum adanya perekat sintetik, kristalnya berbentuk amorf dan dapat
perekat yang bahan baku utamanya berasal larut dalam air.
bagian hewan (seperti perekat protein,
perekat tulang) atau tumbuhan (seperti 2) Proses Produksi Perekat Tipe Eksterior
perekat dari ekstrak kulit pohon, kedelai, (Fenolik)
ekstrak serbuk gergajian kayu, dan ekstrak
Perekat ini dibuat dengan reaksi
daun), perekat karbohidrat (amilum),
kopolimerisasi ekstrak cair atau isolat
perekat soda silikat dan perekat resin alam
senyawa fenolik dengan resorsinol
(shellak). Perekat Alami yang berasal dari
pada nisbah persen bobot 100:(2,5-
bagian tumbuhan tersebut dikenal sebagai
5,0), dengan katalis basa (NaOH/KOH).
Perekat Hayati (Bioadhesive).
Kopolimer ini terdiri atas dua komponen
Perekat yang dibuat dari bagian tumbuh- yang berbentuk cairan, masing-masing
tumbuhan ada yang bersifat interior berwarna merah-cokelat pekat dan sindur.
(perekat protein (dari tulang, kulit, kedelai, Dalam aplikasinya kedua komponen
dll), perekat karbohidrat (amilum) dan tersebut dicampurkan satu dengan yang
lain pada suhu kamar dengan nisbah
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 401
Teknologi dan Industri Kehutanan

bobot 10:1, dan akan membentuk resin Untuk pengujian Emisi formaldehida bisa
berwarna merah kecokelatan, berbau digunakan cara desikator 2 jam (IHPA), 24
khas fenol. Campuran komposisi perekat jam (JAS), WKI, chamber, menggunakan alat
tersebut memiliki pH akhir reaksi 10. spektrofotometer.
3) Aplikasi Perekat
h. Bioenergi - Pengolahan Bahan Bakar
Jenis perekat dua komponen ini adalah Nabati Berbasis Lemak dan Minyak
untuk penggunaan dalam pembuatan (Biodiesel)
kayu komposit dengan proses kempa
dingin dengan kualitas setara dengan Biodiesel (fatty acid methyl ester/FAME)
perekat resorsinol formaldehida (RF) atau merupakan bioenergi atau bahan bakar
resorsinol phenol formaldehida (RPF), alternatif pengganti minyak diesel (minyak
digunakan dalam pembuatan produk fosil), yang dibuat dari bahan minyak nabati
perekatan untuk keperluan konstruksi, maupun hewani. Minyak nabati bersifat
seperti balok lamina dari kayu, bambu lebih kental dan angka setananya (cetane
maupun batang kelapa, venir lamina number) lebih rendah dibandingkan dengan
(Laminated Veneer Lumber, LVL) dan minyak solar, sehingga lebih sulit untuk
balok sambung, flooring parquet, Cross diaplikasikan langsung ke dalam mesin
laminated Timber (CLT) dan produk- diesel, sehingga perlu diubah menjadi
produk sejenis. Perekat ini diciptakan biodiesel.
guna mensubstitusi perekat berbasis
Proses umum yang digunakan untuk
resorsinol (impor).
mengubah minyak nabati menjadi
4) Pengujian Sifat Perekat biodiesel adalah dengan melakukan reaksi
esterifikasi dan transesterifikasi, baik
Setiap pabrik perekat memberitahukan menggunakan katalis asam maupun katalis
sifat perekat yang dibuatnya. Pengujian basa, tergantung dari kandungan asam
dilakukan pada perekat yang belum lemak bebas dalam minyak. Selain itu,
dicampur dan yang sudah dicampur. telah dikembangkan beberapa metode baru
Sifat perekat dapat mempengaruhi sifat dalam pembuatan biodiesel. Diantaranya
keteguhan rekat produk perekatannya. dengan proses non-katalitik (menggunakan
Pengujian perekat meliputi: metanol super kritik), proses in-situ, serta
a) Rupa: warna, keadaan dan adanya menggunakan proses biologis/enzimatis
benda asing (pengotor), pengujian
dilakukan secara visual Berdasarkan kandungan asam lemak bebas
b) Bobot jenis: dilakukan dengan cara (ALB/free fatty acid) didalamnya, minyak
piknometer nabati dapat dibagi menjadi tiga, sebagai
c) Kadar padat: dilakukan dengan cara berikut:
gravimetri 1) Refined oils, yaitu minyak nabati yang
d) Kekentalan: dilakukan dengan telah dimurnikan sehingga kandungan
viskotester (sistem rotor berputar), ALB-nya turun mencapai <1,5 %.
sistem bola jatuh (stoke) atau 2) Minyak nabati yang kandungan ALB-nya
viskosimeter (ostwald) <4 %
e) Lamanya pengerasan (gelatinous 3) Minyak nabati dengan kandungan ALB
time) >20 %.
f) Keasaman (pH): dilakukan dengan Minyak nabati yang memiliki kandungan
melalui kertas lakmus atau dengan ALB sangat rendah (<0,5%) dapat
pH-meter diolah menggunakan 1 tahap reaksi
g) Keteguhan rekat: menggunakan alat transesterifikasi menggunakan katalis
UTM basa. Jika ALB minyak mencapai 2%,
402 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

reaksi menggunakan katalis basa tidak Metode transesterifikasi bertujuan untuk


dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan ALB mengkonversi trigliserida menjadi alkil
akan bereaksi dengan katalis basa. Oleh ester. Reaksi ini berlangsung lambat tanpa
karena itu perlu dilakukan penurunan ALB bantuan katalis. Hal ini disebabkan sifat
transesterifikasi menggunakan katalis asam, metanol dan minyak yang tidak dapat
atau bisa disebut reaksi esterifikasi. becampur (immiscible). Oleh karena itu
dibutuhkan katalis yang bertindak dalam
Metode esterifikasi menggunakan katalis menyediakan ion untuk pertukaran ion
asam bertujuan untuk mengkonversi asam antara kedua fase metanol dan minyak serta
lemak bebas (ALB) dari minyak menjadi menurunkan energi aktivasi, sehingga reaksi
mester ester, dan kemudian mengkonversi berlangsung lebih cepat. Katalis basa yang
trigliserida (reaksi lambat) menjadi metil umum digunakan dalam transesterifikasi
ester. Hal ini dapat terjadi, karena ALB adalah NaOH dan KOH. Katalis NaOH lebih
bereaksi dengan metanol membentuk metil mudah diperoleh dan lebih mudah murah,
ester dan air. serta menghasilkan waktu reaksi yang lebih
singkat dibandingkan penggunaan katalis
Jika metode ini tidak dilakukan (melainkan
KOH. Secara skematis reaksi transesterifikasi
dengan melangsungkan transesterifikasi
dapat dilihat pada Gambar 5.55.
berkatalis basa), ALB yang ada akan
bereaksi dengan katalis basa sehingga Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi
akan menurunkan aktifitas katalitik. Selain alkil ester terbagi menjadi tiga reaksi, dengan
itu, rekasi antara ALB dengan katalis basa monogliserida dan gliserida sebagai hasil
akan membentuk emulasi sabun, bahkan reaksi parsial. Pertama-tama trigliserida
pada konsentrasi ALB >5% akan terjadi bereaksi dengan metanol membentuk
pembentukan gel. Emulasi sabun tersebut digliserida dan metil ester pertama. Hal
akan menyulitkan dalam proses pemisahan ini dapat terjadi dengan pembentukan
metil ester dengan gliserol sehingga katalis yang telah terprotonasi (BH+) dan
mengurangi yield biodisel yang dihasilkan. metoksida (RO-) hasil reaksi metanol
Selain itu, jika ALB masih terdapat dalam dengan katalis basa. Setelah hasil reaksi
biodisel, akan meningkatkan nilai bilangan diatas terjadi, selanjutnya nukleofilik
asam di atas standar sehingga dapat dari metoksida menyerang trigliserida
mengakibatkan korosi pada mesin diesel. untuk reaksi membentuk metil ester dan
digliserida. Hal ini juga berlangsung pada
Katalis yang digunakan pada metode
digliserida untuk reaksi serupa, membentuk
esterifikasi adalah katalis asam, misalnya
metil ester dan monogliserida serta
H2SO4 ataupun HCl. Katalis asam tersebut
kepada monogliserida untuk membentuk
selain mengesterifikasi asam lemak bebas
metil ester dan gliserol. Hasil akhir yang
juga mengkonversi trigliserida menjadi
diperoleh adalah tiga molekul metil ester
metil ester tetapi dengan kecepatan
dan 1 molekul gliserol dari reaksi 1 molekul
yang lebih rendah dibandingkan dengan
trigliserida dan 3 molekul metanol.
transesterifikasi menggunakan katalis basa.
Selain katalis homogen yang sudah
Penggunaan katalis asam klorida pro-analis
dijelaskan diatas, terdapat jenis katalis
(5%b/b) pada reaksi esterifikasi minyak
heterogen yang sifatnya berbeda fase
dedak padi (yang tinggi kandungan asam
dengan reaktan maupun produk, serta
oleat dan asam linoleatnya) dengan ALB
dapat digunakan berulang kali. Katalis
tinggi (15%, 60%, dan 70%) akan membantu
heterogen tersebut umumnya berasal
dalam mempercepat reaksi esterifikasi
dari senyawa kimia golongan IIA pada
asam lemak menjadi metil ester. Disisi lain,
unsur periodik kimia, seperti Mg, CA, Sr,
konversi trigliserida menjadi metil ester
dan Ba. Kekuatan ion yang disumbangkan
pada minyak tersebut menjadi lebih lambat.
oleh senyawa oksidanya berturut-turut
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 403
Teknologi dan Industri Kehutanan

Gambar 5.55. Reaksi transesterifikasi dengan bantuan katalis basa

meningkat mulai dari yang paling lemah Penggunaan metanol mampu menghasilkan
adalah oksida Mg<Ca<Sr<Ba. Penggunaan biodisel dengan randemen dan kemurnian
katalis heterogen memungkinkan output yang paling tinggi karena reaktivitasnya yang
dari proses produksi biodiesel lebih ramah tinggi (disebabkan rantainya paling pendek
lingkungan, tidak membutuhkan banyak dibandingkan jenis alkohol yang lain), lebih
air pencuci, dan menghasilkan glisero yang cepat bereaksi dibandingkan etanol, murah
lebih bersih. dan dapat dengan mudah dipisahkan dari
gliserol. Selain itu metanol memiliki afinitas
Alkohol digunakan sebagai pereaksi untuk yang rendah terhadap penyerapan uap air
membentuk alkil ester. Alkil ester yang udara, serta kadar airnya mudah dipisahkan
terbentuk dapat berupa metil ester, etil melalui destilasi sederhana sehingga dapat
ester dan sebagainya tergantung dari jenis diperoleh dalam bentuk anhidrat. Namun
alkohol yang digunakan. Jika alkohol yang metanol bersifat lebih toksik dibandingkan
digunakan adalah metanol (metil alkohol) dengan etanol, serta kurang ramah
maka biodisel/alkil ester yang terbentuk lingkungan dibandingkan dengan etanol.
berupa metil ester. Kelarutan minyak di
dalam alkohol meningkat dengan semakin Etanol sebagai reaktan dalam pembentukan
panjangnya jumlah atom karbon alkohol, biodisel memiliki kelebihan dibandingkan
namun jenis alkohol yang umum digunakan dengan metanol, yaitu adanya kadar karbon
dalam produksi biodisel adalah alkohol tambahan menyebabkan biodisel yang
rantai pendek, yaitu etanol dan metanol. dihasilkan memiliki bilangan yang lebih
Kedua jenis alkohol tersebut memiliki tinggi. Adapun kekurangan dari penggunaan
kelemahan dan kelebihan masing-masing. etanol adalah menyebabkan pemisahan
404 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

fase gliserol dari fase etil ester, lebih sensitif jumlah pereaksi, (metanol dan asam
dalam menyerap uap air, serta tingkat lemak bebas), waktu reaksi, suhu,
konversi yang lebih rendah dibandingkan konsentrasi katalis, dan kandungan
dengan metanol. air pada minyak. Esterifikasi dengan
katalis HCl dan H2SO4 mempunyai
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kecenderungan yang sama, akan tetapi
biodisel dapat diolah dari beragam jenis penggunaan katalis H2SO4 dengan nisbah
minyak nabati. Jenis minyak yang digunakan molar asam lemak bebas terhadap
akan mempengaruhi beberapa parameter alkohol 1:1 kurang baik dibandingkan
biodisel, seperti densitas, bilangan setana, dengan HCl. Esterifikasi dengan katalis
dan kandungan sulfur. Oleh karena itu, untuk asam terhadap minyak kadar ALB tinggi
menjamin keseragaman kualitas biodisel dan telah dikeringkan terlebih dahulu
yang dihasilkan, dan agar tidak mengganggu memerlukan alkohol tinggi 20:1, suhu
kinerja mesin disel, pemerintah beberapa 60oC, waktu 1-2 jam. Esterifikasi minyak
negara telah menerbitkan standard biodisel. kedele yang mengandung ALB asam
Standar yang mengatur parameter mutu palmitat 20% dengan menggunakan
biodisel di Indonesia dijelaskan dalam SNI nisbah molar metanol 9:1 dan katalis
Biodisel SNI 7182:2015. asam sulfat 5% dan 15%, menunjukkan
bahwa semakin lama waktu esterifikasi
1) Produksi Biodiesel
sampai dengan 0,5 jam penurunan kadar
Teknologi proses produksi biodiesel ALB semakin besar, akan tetapi antara 0,5
satu tahap tidak cocok digunakan untuk jam dengan 1 jam tidak ada perbedaan.
memproduksi bahan yang mempunyai
Reaksi transesterifiksi dipengaruhi oleh
bilangan asam tinggi. Transesterifikasi
faktor internal misalnya kandungan
hanya bekerja secara baik terhadap
air, kandungan asam lemak bebas dan
minyak yang mempunyai kualitas baik
kandungan zat terlarut maupun tak
yaitu minyak dengan asam lemak bebas
terlarut serta faktor internal seperti
relatif kecil.
suhu, waktu, kecepatan pengadukan,
Apabila minyak mengandung asam jenis dan konsentrasi katalis dan jumlah
lemak bebas tinggi akan menghasilkan nisbah molar metanol terhadap minyak.
emulsi sabun akan menyulitkan proses Reaksi metanolisis mempunyai syarat
pencucian. Minyak yang mengandung yaitu minyak harus bersih, tanpa air
asam lemak bebas 4% sulit diproses dan netral, minyak yang mempunyai
menjadi biodiesel. Rendemen biodiesel kandungan asam lemak bebas tinggi akan
dapat ditingkatkan dari 25% menjadi menghasilkan sabun dan membentuk
96% dengan menurunkan kadar asam lapisan gel yang dapat mempersulit
lemak bebas dari 10% menjadi 0,23 % pemisahan dan pengendapan gliserol.
dan air dari 0,2 % menjadi 0,02 %.
2) Biji Tanaman Kehutanan Sebagai Bahan
Esterifikasi betujuan menurunkan Baku Biodiesel
kandungan asam lemak bebas dan
a) Pengupasan dan Pengeringan
transesterifikasi bertujuan mengubah
trigliserida menjadi metil ester, proses Biji yang masih ada tempurungnya,
dua tahap ini menghasilkan biodiesel dikupas terlebih dahulu tempurung-
dengan bilangan asam dan viskositas nya, kemudian biji tanpa tempurung
yang memenuhi standar ASTM dan dikeringkan lagi dibawah sinar
biodiesel komersial. matahari. Pengeringan biji tanpa
tempurung bisa juga dilakukan dengan
Reaksi esterifikasi dipengaruhi oleh
cara digoreng tanpa minyak (sangrai)
beberapa faktor diantaranya adalah
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 405
Teknologi dan Industri Kehutanan

atau dengan mesin pengering biji. d) Esterifikasi


Pengeringan dilakukan sampai biji
berwarna coklat kemerahan. Tahapan Proses esterifikasi dilakukan dengan
pengeringan ini sangat penting, karena menambahkan metanol teknis dalam
menentukan besarnya rendemen yang perbandingan molar metanol terhadap
dihasilkan. berat FFA 20:1, dan menggunakan
katalis HCl atau H2SO4 teknis 1%,
b) Pengepresan / Ekstraksi dipanaskan pada suhu 60oC selama
1 jam dengan disertai pengadukan
Alat yang digunakan untuk dimulai dengan kecepatan rendah
mengekstrak minyak dari bijinya ada sampai tinggi di dalam reaktor
2 tipe yaitu (1) mesin press hidrolik estrans yang terbuat dari baja tahan
manual dan (2) mesin press ekstruder karat (stainless stell) yang dilengkapi
atau ulir. Mesin type hidrolik sesuai dengan sistem pendingin metanol.
digunakan untuk sekala rumah tangga Selanjutnya setelah selesai, terhadap
atau rakyat, sedangkan tipe ekstruder refined oil dilanjutkan dengan
digunakan untuk skala menengah ke proses transesterifikasi seperti
atas. yang diterangkan dalam paragraf
sebelumnya.
Hasil pengepresan selain minyak
adalah limbah berupa bungkil yang Proses ini digunakan apabila kadar
terdiri dari daging biji dan sisa FFA (Free Fatty Acid) dari refined
minyaknya. Oleh karena itu, pabrik oil cukup tinggi, karena apabila
pengolahan minyak mentah (crude proses yang digunakan langsung
oil) harus disertai dengan pengolahan transesterifikasi maka asam lemak
limbah bungkil menjadi briket/pelet bebas bukan diubah menjadi biodisel,
bungkil. tetapi menjadi sabun. Prinsip proses
ini adalah melakukan terlebih dahulu
c) Pemisahan Kotoran/Getah
proses esterifikasi sebelum proses
Minyak yang keluar dari mesin transesterifikasi.
ekstraksi umumnya berwarna gelap,
e) Transesterifikasi
karena banyak mengandung kotoran
yang berasal dari senyawa kimia Proses transesterifkasi, prinsipnya
seperti alkaloid, fosfatida, karotenoid, adalah mereaksikan refined oil dengan
khlorofil dan lain-lain yang berwarna metanol teknis dalam perbandingan
gelap. Proses pemisahan kotoran/ molar metanol terhadap berat refined
getah (degumming) adalah untuk oil 10:1 dengan menggunakan katalis
memisahkan kotoran dari minyak, NaOH/KOH 0,5% dan dipanaskan
dilakukan pada suhu 800C selama pada suhu 60oC selama 0,5 jam
30 menit, kemudian endapan yang disertai pengadukan di dalam reaktor
terjadi dipisahkan dari minyaknya. estrans yang terbuat stainless stell
Proses degumming dilakukan dengan (baja tahan karat) yang tertutup
menambahkan asam fosfat teknis, rapat yang dilengkapi dengan sistem
sehingga akan terbentuk senyawa pendingin metanol. Setelah proses
fosfatida yang mudah terpisah dari selesai, biodiesel yang dihasilkan
minyak, dan selanjutnya senyawa dienapkan selama 3–4 jam untuk
tersebut dipisahkan berdasarkan memisahkan gliserol yang terbentuk
pemisahan berat jenis yaitu senyawa dari pembuatan biodiesel tersebut.
fosfatida berada dibagian bawah dari
minyak tersebut.
406 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

f) Pencucian dan Pemurnian deksikator selama ½ jam, lalu


ditimbang dan dicatat bobotnya.
Hasil biodiesel proses esterifikasi Sampel ditimbang sebanyak 5 g pada
dilakukan pencucian dengan cawan porselen yang sudah diperoleh
menggunakan air yang mengandung bobot konstannya dan dipanaskan
natrium hidrogen karbonat NaHCO3 dalam oven pada suhu 105°C selama
0,01% untuk mengikat HCl yang 1 jam. Setelah itu, didinginkan dalam
berlebihan yang dapat mengganggu deksikator selama ½ jam dan ditimbang
analisis bilangan asam. Setelah itu cawan yang berisi sampel tersebut.
dicuci kembali dengan air hangat Proses pemanasan dan penimbangan
sebanyak 3 kali sampai air cucian diulang sampai diperoleh bobot tetap.
netral (pH = 7).
Analisis kadar air bertujuan untuk
Hasil biodiesel proses transesterifikasi mengetahui tingkat kandungan
dilakukan pencucian dengan air di dalam biodiesel yang dapat
menggunakan air yang mengandung menyebabkan terjadinya hidrolisis
asam asetat 0,01% untuk mengikat dan meningkatnya bilangan asam
NaOH berlebih, kemudian dicuci biodiesel.
kembali dengan air hangat sampai air
cucian netral (pH = 7). b) Viskositas Metode Brookfield
Pengeringan dilakukan dengan cara Stop kontak dipasang dan spindel no.1
vakum pada suhu 800C. Sisa air dalam sesuai dengan kekentalan sampel.
biodiesel diserap dengan natrium Kemudian gelas piala berisi sampel
sulfat anhidrat. diletakkan dibawah spindel yang
telah terpasang pada alat, tombol
g) Filterisasi kearah depan atau ke belakang pada
batang penyangga badan alat diputar
Filterisasi/penyaringan dilakukan
untuk menaik turunkan badan, diatur
apabila hasil biodiesel masih
sedemikian rupa sehingga spindel
terdapat kotoran-kotoran yang tidak terendam dalam sampel hingga tanda
dikehendaki. batas spindel berada ditengah-tengah
h) Pengemasan sampel dan tidak boleh menyentuh
dasar gelas piala.
Biodiesel hasil pemurnian dikemas
menggunakan kemasan plastik dan Alat dijalankan dengan menggerakkan
ditutup rapat. Agar tidak terjadi tombol on ke depan yang terdapat
oksidasi untuk menghindarkan pada sisi kanan badan alat. Biarkan
terjadinya oksidasi dapat pula jarum yang menunjukkan angka pada
diberikan bahan antioksidan sebanyak skala yang terbaca berputar sebanyak
0,3% (b/v) berupa BHT, BHA atau 12 kali, lalu tombol on dikembalikan
NDGA. pada posisi semula dan biarkan jarum
stabil. Tombol yang berada di belakang
3) Pengujian Kualitas Biodiesel badan alat dinaikkan sehingga angka
yang ditunjuk oleh jarum dapat
a. Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891- terbaca dengan jelas.
1992)
Analisis viskositas bertujuan untuk
Cawan porselin yang berisi kertas mengetahui tingkat kekentalan
saring berlipat dipanaskan pada biodiesel agar dapat menghindarkan
oven dengan suhu 105°C selama 1 terhambatnya laju alir biodiesel di
jam. Kemudian didinginkan dalam dalam pemesinan.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 407
Teknologi dan Industri Kehutanan

c) Densitas Metode Piknometer fenolftalein ke dalam larutan tersebut


dan dititrasi dengan HCl 0,5 N yang
Piknometer 10 ml dibersihkan dan sudah distandardisasi sampai warna
dikeringkan lalu ditimbang bobot larutan berubah dari merah muda
kosongnya, kemudian diisi dengan menjadi tidak berwarna. Penetapan
akuades hingga penuh, ditutup, dan blanko juga dilakukan dengan tidak
dilihat tidak terbentuk gelembung memasukkan sampel ke dalam
udara. Piknometer yang telah larutan.
tertutup, direndam dalam wadah
berisi air dengan suhu 25°C dan Bilangan penyabunan pada minyak
dibiarkan pada suhu tetap selama atau biodiesel adalah untuk
30 menit. Setelah itu, ditimbang dan mengetahui kadar asam lemak total
dikeringkan kembali untuk mengukur yang akan bisa dikonversi menjadi
densitas sampel dengan cara yang metil ester (biodiesel).
sama seperti pada akuades.
f) Bilangan Ester
Analisis densitas bertujuan untuk
mengetahui tingkat kekentalan Bilangan ester dilakukan secara
biodiesel agar dapat menghindarkan teoritis yaitu dihitung sebagai selisih
terhambatnya laju alir biodiesel di antara bilangan penyabunan dengan
dalam pemesinan. bilangan asam. Bilangan ester di dalam
biodiesel menunjukkan jumlah asam
d) Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (SNI lemak yang telah dikonversi menjadi
01-3555-1998) metil ester.
Sampel ditimbang sebanyak 2-5 g di g) Bilangan Iod Metode Wijs (IUPAC
dalam erlemeyer 250 ml, kemudian 1979)
ke dalam sampel ditambahkan etanol
netral 95% sebanyak 50 ml. Kemudian Sampel ditimbang 0,2 g ke dalam
dipanaskan di pemanas air selama erlenmeyer bertutup asah,
10 menit sambil diaduk. Selanjutnya ditambahkan 15 ml karbon tetraklorida
ditambahkan 3-5 tetes indikator p.a (CCl4) dengan menggunakan gelas
fenolftalein, dan dititrasi dengan ukur, dan ditambahkan dengan tepat
larutan standar KOH 0,1 N hingga 25 ml larutan Wijs, kemudian ditutup
berwarna merah muda konstan (tidak rapat. Larutan disimpan dalam ruang
berubah selama 15 detik). Jumlah KOH gelap selama 2 jam. Setelah itu,
yang digunakan untuk titrasi dicatat ditambahkan 10 ml larutan KI 20% dan
untuk menghitung kadar asam lemak 100 ml akuades. Erlenmeyer ditutup
bebas. dan dikocok, lalu diberi indikator kanji
0,5% dan dititrasi dengan larutan
e) Bilangan Penyabunan (IUPAC 1979) natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0.1 N yang
Sampel ditimbang 2 g dan dimasukkan sudah distandardisasi. Penetapan
ke dalam erlenmeyer bertutup asah. blanko dilakukan juga.
Kemudian ditambahkan 25 ml KOH
Bilangan iod dalam minyak dan
alkohol 0,5 N dan beberapa batu
bioidiesel menunjukkan jumlah ikatan
didih. Erlenmeyer dihubungkan
rangkap yang berhubungan dengan
dengan pendingin tegak dan didihkan
tingkat kerawanan terhadap proses
di atas pemanas listrik selama 1 jam.
hidrolisa atau menjadikan biodiesel
Setelah itu, ditambahkan indikator
itu menjadi asam.
408 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

h) Bilangan Peroksida (IUPAC 1979) memantapkan posisi tabung sampel


dalam jacket. Tujuan pemasangan
Sampel ditimbang sebanyak 0,3-5,0g, gasket adalah untuk mencegah
lalu ditambahkan 30 ml campuran tabung sampel menyentuh dinding
larutan dari 20 ml asam asetat p.a, 25 jacket.
ml etanol 95%, dan 55 ml kloroform • Cooling bath, untuk mendinginkan
p.a. Sebanyak 1 g kristal kalium sampel. Suhu bath dipertahankan
iodida (KI) dimasukkan dan disimpan dengan menggunakan pendingin
di tempat gelap selama 30 menit. sebagai berikut: air dan es untuk
Kemudian ditambahkan 50 ml akuades suhu 10oC; es dan kristal NaCl untuk
bebas CO2 dan ditambahkan indikator suhu -120C; es dan kristal CaC12
kanji lalu dititrasi dengan larutan untuk suhu -26oC; aseton, metano
standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) atau etanol yang didinginkan
0,02 N. Penetapan blanko dilakukan dengan campuran es – garam
juga. sampai -12oC, dengan CO2 padat
(es kering) untuk mencapai suhu
Bilangan peroksida menunjukkan
yang diinginkan (sampai -57oC).
reaksi lebih lanjut dari hidrolisa
sehingga keluar gugus peroksida, Prosedur pengujian titik kabut dan
sehingga minyak menjadi tengik dan titik ruang antara lain sebagai berikut:
tidak bisa lagi dikonversi menjadi
biodiesel. (1) Prosedur Pengujian Titik Kabut
• Kondisikan sampel pada suhu
i) Analisis Titik Kabut (ASTM D 2500) dan minimal 14OC diatas titik kabut
Titik Tuang (ASTM D 97-98) Biodiesel yang diperkirakan. Buang uap
air yang tersisa dengan cara
Peralatan yang digunakan antara lain:
penyaringan dengan kertas
• Tabung sampel berbentuk silinder,
saring sampai sampel benar-
bagian dasar rata, diamter luar 33,2
benar kering.
mm dan tinggi 115-125 mm.
• Tuangkan sampel kedalam
• Termometer, dengan rentang suhu
tabung sampel.
-38 sampai +50oC (untuk HIGH
• Tutup tabung sampel dengan
CLOUD dan pour biodisel), atau -80
cork (dan termometer) dengan
sampai +20oC (untuk low cloud dan
posisi termometer menyentuh
pour biodisel)
dasar dan sejajar dengan tabung
• Cork, untuk mengatur posisi tabing
sampel.
sampel
• Letakan disk didasar jacket, lalu
• Jacket, dari bahan dan metal atau
letakan jacket dalam medium
gelas, kedap air, bagian dasar rata,
pendingin minimal 10 menit
dengan ukuran tinggi 115 mm,
sebelum pengujian. Disk, jacket,
diameter dalam 44,2-45,8 mm.
dan sebagian dalam jacket harus
Jacket harus disangga dengan
dikeringkan sebelum digunakan.
penyangga yang kuat untuk
Gasket diletakan 250 mm dari
menghindari getaran dari cooling
dasar jacket, lalu dimasukan
bath.
botol sampel kedalam jacket.
• Disk, dengan tebal 6 mm,
• Pertahankan suhu pendingin
diletakan dalam dasar jacket untuk
pada suhu -1 sampai 2OC.
menyangga tabung sampel.
• Pada setiap perubahan suhu
• Gasket, bentuknya cincin,
termometer 1OC, keluarkan
dengan ketebalan 5 mm, untuk
tabung sanoel dari jacket dengan
(7)Aseton, metano atau etanol yang didinginkan dengan campuran es – garam sampai
-120C, dengan CO2 padat (es kering) untuk mencapai suhu yang diinginkan (sampai
-570C).
Prosedur pengujian titik kabut dan titik ruang antara lain sebagai berikut:

a) Kondisikan sampel pada suhu minimal 140C diatas titik kabut yangVademecum
1) Prosedur Pengujian Titik Kabut
diperkirakan. Buang
Kehutanan Indonesia 2020 409
uap air yang tersisa dengan cara penyaringan dengan kertas saring sampaiTeknologi sampel dan
benar-
Industri Kehutanan
benar kering.
b) Tuangkan sampel kedalam tabung sampel.
c) Tutup tabung sampelcepat, amati
dengan cork (danapakah
termometer)terbentuk
dengan posisi termometer menyentuh titik tuang (minimal 480C).
awan
dasar dan sejajar dengan tabungkristal,
sampel. lalu kembalikan Pindahkan tabung sampel
d) Letakan disk didasarkedalam
jacket, lalujacket.
letakanLangkah ini harus
jacket didalam medium pendingin minimalke10 dalam water bath yang
menit sebelum pengujian. Disk, dalam
dilakukan jacket, 3 dan sebagian
detik. dalam jacket harus dikeringkan
Apabila dipertahankan pada suhu 540C
sebelum digunakan. Gasket diletakan 250 mm dari dasar jacket, lalu dimasukan botol
sampel kedalam jacket.kabut kristal belum terbentuk dan mulai amati titik tuang.
sampaipadasuhu
e) Pertahankan suhu pendingin suhu -110
0
C, pindahkan
sampai 20C. * Apabila titik tuang dibawah
f) Pada setiap perubahan jacket dan tabung
suhu termometer sampeltabung
10C, keluarkan ke sanoel dari jacket dengan -330C, panaskan sampel
cepat, amati apakah terbentuk awan kristal, lalu
dalam pendingin kedua4) Jacket, kembalikan kedalam jacket. Langkah
dan dari bahan dan metaltanpa ini gelas,pengadukan
atau kedap air, bagian sampai
dasar rata, dengan uku
0
harus dilakukan dalam 3 detik. Apabila kabut kristal belum mm,terbentuk
diametersampai
dalam suhu
44,2 10 C, mm.0 Jacket harus disangga dengan penyang
seterusnya dengan rentang suhu
pindahkan jacket dan tabung sampel ke dalam pendingin kedua dan seterusnya dengan
-suhu
45,8 45 C dalam bath yang
untuk menghindari getaran dari cooling bath. pada suhu 480C
rentang suhu sebagai sebagai
berikut : berikut: dipertahankan
5) Disk, dengan tebal 6 mm, diletakan dalam dasar jacket untuk menyangga tabung
• dan dinginkan sampai 120C
6) Gasket, bentunya cincin, dengan ketebalan 5 mm, untuk memantapkan posisi t
Suhu Sampel (0C) Suhu Bath (0C)
dalam jacket. Tujuan pemasangan dalamgasket air yangadalahdipertahankan
untuk mencegah tabung samp
+27 0 dinding jacket. pada suhu 60C.
+9 -18 7) Cooling bath, untuk mendinginkan sampel. Suhu bath dipertahankan dengan
-6 -33 pendingin sebagai berikut :
• Keringkan disk, gasket, dan
-24 -51 (4)Air dan Es untukbagian 0
suhu 10dalam C
-42 -69
jacket. Letakan disk
(5)Es dan kristal NaCl untuk suhu -120C
(6)Es dan kristal CaC12 untuk suhu -260C dan gasket di
pada dasar jacket
(7)Aseton, metano sekeliling
atau etanol tabung sampeldengan
yang didinginkan sekitar campuran es –
• Titik kabut (0adalah
Suhu Sampel C) Suhu suhu
Bath (0pada
C) -120C, dengan CO 252 padat
mm (esdari dasar.
kering) untuk Masukkan
mencapai suhu yang diing
saat terbentuk
+27 kabut kristal0 pada -570C). tabung sampel kedalam jacket.
+9
dasar tabung sampel, dengan -18 Prosedur pengujian• titik kabut dan titik ruang
Dinginkan sampel antara lain sebagai berikut:
hingga
-6 -33 1)O Prosedur Pengujian Titik Kabut
pendekatan suhu sebesar 1 Ca) Kondisikan sampel pada terbentuk cairan kental, jaga
suhu minimal 140C diatas titik kabut yang diperk
-24 -51
uap air yang tersisa agar sampel
dengan cara tidak terganggu
penyaringan olehsaring sampai
dengan kertas
(2) Prosedur-42 Pengujian Titik Tuang -69
benar kering. pergeseran termometer.
• Masukan sampel minyak kedalam
g) Titik kabut adalah suhu pada saat terbentuk kabut kristal pada b) Tuangkan sampel
dasar tabung • Lakukan
kedalam
sampel, denhan pengamatan pada
tabung sampel.
tabung
pendekatan suhu sebesar 10C sampel. Sebelumnya, c) Tutup tabung sampel denganrentang corksuhu
(dan termometer)
30C. Pengamatandengan posisi termome
2) Prosedur Pengujian Titikpanaskan
Tuang minyak dalam water dasar dan sejajar dengan tabung sampel.
mulai dilakukan pada suhu 90C
a) Masukan sampel minyak bathkedalam
sehingga tabungcukup
sampel.cair d) Letakan
untuk
Sebelumnya, disk didasar
panaskan munyakjacket,
dalam lalu letakan jacket didalam medium pendingi
menittabung
sebelum diatasDisk,
pengujian. perkiraan
jacket, titik tuang: dalam jacket haru
dan sebagian
water bath sehinggadituangkan
cukup cair untuk dituangkantabung
kedalam kedalam sampel. Apabila
0 sebelum digunakan. Gasket
sebelumnya sampel telah dipanaskan pada suhu diatas 45 C, maka diamkan sampel pada * Setiap suhu
diletakan 250 3 0
mmC, keluarkan
dari dasar jacket, lalu dim
sampel. Apabila sebelumnya
suhu ruang selama 24 jam sebelum pengujian sampel kedalam jacket. tabung sampel dari dalam
sampel telah dipanaskan pada e) Pertahankan suhu pendingin pada suhu
jacket, -1 sampai
sisipkan uap20C.
air yang
suhu diatas 45OC, maka diamkan f) Pada setiap perubahan suhu 85termometer
menempel pada 10C, keluarkan tabung sanoel dari
dinding
sampel pada suhu ruang selama cepat, amati apakah terbentuk awan kristal, lalu kembalikan kedalam jacke
harus dilakukan dalam 3 tabung,
detik. Apabila miringkan
kabut kristal tabung
belum terbentuk samp
24 jam sebelum pengujian pindahkan jacket dan tabung dan sampel
perhatikanke dalamapakah terjadi
pendingin kedua dan seter
• Tutup tabung sampel dengan rentang suhu sebagai berikut pergerakan
: sampel dalam
cork (dan termometer). Posisi tabung. Prosedur ini harus
termometer koaksial dengan dilakukan
Suhu Sampel (0dalam
C) 3 detik.
Suhu Bath (0C)
tabung sampel, dan termometer * Apabila sampel tidak0berhenti
+27
terendam dalam sampel, dengan +9
mengalir pada suhu-18 270C,
kapilernya terletak 3 mm maka pindahkan -33 tabung
-6
dibawah permukaan sampel. -24 -51
sampel ke dalam bath yang
-42 -69
• Pengujian titik tuang: memiliki suhu lebih rendah
* Apabila titik tuang sampel
diatas -330C, panaskan Suhu Sampel (0C) Suhu Bath (0C)
sampel tanpa pengadukan 90C +27 0
diatas perkiraan titik tuang, +9 -18
minimum sampai 450C dalam -6 -33
water bath yang pertahankan -24 -51
pada suhu 120C di atas -42 -69

g) Titik kabut adalah suhu pada saat terbentuk kabut kristal pada dasar tabung sa
pendekatan suhu sebesar 10C
2) Prosedur Pengujian Titik Tuang
a) Masukan sampel minyak kedalam tabung sampel. Sebelumnya, panaskan m
water bath sehingga cukup cair untuk dituangkan kedalam tabung sam
410 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

dengan rentang sebagai Penelitian dan pengembangan pembuatan


berikut: arang diteruskan sampai sekarang
* Pada saat sampel dalam disesuaikan dengan perkembangan ilmu
tabung mulai tidak mengalir, pengetahuan dan teknologi serta keadaan
letakan tabung pada posisi di lapangan, seperti briket arang, arang
horizontal slama 5 detik dan aktif dan arang nano. Produksi arang
amati dengan teliti. Apabila dapat menggunakan semua jenis kayu dan
terjadi pergerakan sampel, biomasa lainnya dari kehutanan, pertanian
maka kem balikan tabung dan perkebunan. Secara umum arang
kedalam jacket dan teruskan adalah hasil proses karbonisasi dari bahan
pengujian. berlignoselulosa yang di karbonisasi pada
• Lanjutkan pengujian sampai suhu 400-500oC dan keaktifannya masih
sampel dalam tabung tidak rendah, sedangkan arang aktif adalah
mengalami pergerakan arang yang diproses lebih lanjut pada
jika diletakan pada posisi suhu 700-900oC sehingga pori arang lebih
horizontal selama 5 detik. terbuka dan permukaannya relatif bersih
Pada saat itu, suhu yang dari senyawa hidrokarbon yang menutupi
terbaca pada termometer pusat aktif, dan arang nano adalah arang
merupakan titik tuang sampel. aktif dengan tingkat kemurnian karbon
tinggi yang disintering pada suhu 900-
i. Arang 3000oC sambil di alirkan arus plasma pada
keadaan vakum dengan tekanan tinggi dan
Pengolahan kayu menjadi arang merupakan
sistem buka tutup (on-off).
salah satu proses yang paling tua yang
dilakukan oleh umat manusia. Penggunaan Secara spesifik arang yang aktif adalah arang
arang pertama yang tercatat berasal dari yang elektron bebasnya aktif mengelilingi
pigmen hitam yang digunakan dalam atom karbon yang mempunyai kemurnian
lukisan gua Eropa yang berasal dari sekitar tinggi dan atom karbonnya teraktifkan
32.000 tahun yang lalu. Tetapi tidak sehingga dapat melakukan interkalasi
diketahui apakah arang ini diproduksi dengan atom lain seperti Li, Ni, Zn, Al, Si.
dengan sengaja atau tidak. Sementara itu Dengan demikian dalam penerapannya tidak
penggunaan arang paling awal sebagai hanya digunakan di industri farmasi, kimia,
energi bahan bakar dimulai lebih dari 5500 pertanian, peternakan dan perminyakan
tahun yang lalu di Eropa dan Timur Tengah tetapi juga digunakan di dunia elektronik
dalam peleburan tembaga dan besi untuk seperti untuk biosensor, dan bioenergi.
keperluan pembuatan pedang, kapak,
peralatan dan perhiasan. Tungku karbonisasi umumnya
menggunakan lubang tanah (earth pit),
Penanganan masalah arang sudah lama yaitu membuat lubang pada tanah, kayu
dilakukan oleh pihak kehutanan, yaitu sejak disusun sedemikian rupa, ditutup tanah
zaman kolonial Belanda yang dimulai pada dan dedaunan, lalu dikarbonisasi. Tungku
1911 yang hasil penelitiannya dimuat dalam kubah, yaitu ruang pembakaran berbentuk
majalah TECTONA. Penelitian arang ini kubah yang dibangun menggunakan batu
terus dilanjutkan oleh Jawatan Kehutanan atau batu bata dan tanah lempung, yang
(JK), lalu oleh Balai Penyelidikan Kehutanan disusun membentuk kubah.
(BPK) yang melakukan penelitian mengenai
karbonisasi kayu yang hasilnya dimuat Teknologi saat ini kubah dibangun
dalam Pengumuman BPK Nomor 32, 1950. menggunakan bata dan semen tahan
Penelitian tersebut meliputi 17 jenis kayu api. Tungku drum atau plat logam, yaitu
dan data yang disampaikan antara lain hasil tunggu pembakaran menggunakan drum
karbonisasi berupa arang, destilat dan ter. bekas (tidak tanah lama) atau modifikasi
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 411
Teknologi dan Industri Kehutanan

menggunakan logam stainlees steel, atau a) Pembuatan arang dangan tungku


kombinasi batu bata dan logam. Tungku drum hasil modifikasi
bak, yaitu tungku pembakaran berupa bak
terbuka, terbuat dari batu bata berlapis, Limbah pembalakan, sabetan dan
berbentuk persegi atau lingkaran. Tungku potongan ujung dari limbah industri
ini umumnya digunakan untuk karbonisasi pengolahan kayu diarangkan dalam
bahan berukuran kecil dan keras seperti tungku drum hasil modifikasi yang
tempurung sawit. Semua jenis tungku ini terbuat dari drum bekas pakai.
dapat dilengkapi dengan alat kondenser Tungku drum terdiri dari 4 bagian yaitu
untuk menangkap asap yang dihasilkan badan drum yang dibuka salah satu
menjadi asap cair. ujungnya, tutup kiln atas, cerobong
asap dan lubang udara pada bagian
Dalam proses produksinya, kayu atau bawah drum, lubang- udara pada
biomasa lainnya dimasukkan ke dalam bagian bawah drum juga berfungsi
tungku dan disusun sedemikian rupa, lalu sebagai tempat pembakaran pertama.
ditutup rapat, celah yang masih ada ditutup
menggunakan tanah lempung atau pasir, Limbah industri pengolahan kayu
selanjutnya lubang pengumpan api dibakar. dipotong dengan ukuran panjang
Proses dapat berlangsung beberapa jam maksimum 20 cm, lalu dimasukkan
sampai beberapa hari tergantung jumlah ke dalam tungku drum pada bagian
bahan yang dikarbonisasi. Setelah tungku atas dan ditata-tata sedemikian
dingin, arang dibongkar dan bahan baku rupa, kemudian dinyalakan dengan
baru dimasukkan kembali ke dalam tungku. cara membakar bagian lubang udara
dengan umpan bakar ranting kayu.
1) Teknologi Pembuatan Arang Sesudah bahan baku menyala dan
diperkirakan tidak akan padam maka
Arang adalah produk hasil karbonisasi kiln ditutup dan cerobong asap
atau dekomposisi kayu pada suhu tinggi dipasang. Pengarangan dianggap
dengan keadaan tanpa oksigen atau selesai apabila asap yang keluar dari
oksigen terbatas. Proses karbonisasi yang cerobong menipis dan berwarna
umum dilakukan adalah destilasi kering. kebiru-biruan, selanjutnya tungku
Bahan baku yang dapat dibuat arang diturunkan sejajar dengan tanah dan
adalah semua bahan yang mengandung cerobong asap ditutup dengan kertas
karbon seperti kayu, daun, tulang, sekam, atau kain yang sebelumnya dibasahi
tempurung kelapa, tempurung biji kemiri dengan air.
dan tempurung biji-bijian lainnya.
Rendemen yang dihasilkan sebesar
Arang dapat dibedakan dalam 3 jenis 24% dengan kadar air 5,5%, abu 2,4%,
yaitu arang hitam yang dibuat pada suhu zat terbang 11,6% dan kadar karbon
karbonisasi 400- 7000C, arang putih yang tertambat sebesar 85,9%.
dibuat pada suhu karbonisasi di atas
700-12000C dan arang lunak yang dibuat b) Pembuatan arang dari sekam padi
pada suhu karbonisasi 350-5000C. Arang dengan tungku semi kontinyu
yang dihasilkan selain dapat digunakan
sebagai sumber energi, peleburan baja, Serkam padi atau rebuk gergajian
pandai besi , bahan baku briket arang, kayu diarangkan dalam tungku semi
arang aktif dan arang nano, juga dapat kontinyu yang tebuat dari logam,
digunakan sebagai media semai tanaman serbuk kayu gergajian dimasukkan ke
atau sebagai pembangun kesuburan dalam tungku yang bagian bawahnya
tanah terutama pada tanah miskin hara. dilengkapi dengan rak yang terbuat
dari besi behel ukuran 10 dan 12
412 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

mm berbentuk persegi panjang. keluar dari cerobong sudah menipis


Proses pengarangan dilakukan di dan berwarna kebiru-biruan. Semua
bagian bawah tungku dengan cara lubang udara ditutup dan cerobong
mengaduk serbuk yang turun pada diangkat. Rendemen yang dihasilkan
bagian atasnya. Arang yang dihasilkan sebesar 20% dengan kadar air 4,7%,
dimatikan dengan cara melewatkan abu 2,3%, zat terbang 17,6% dan kadar
arang membara ke dalam bak yang karbon tertambat sebesar 80,1%.
berisi air. Dalam satu hari (9 jam)
dapat mengarangkan sekam sebanyak d) Pengarangan serbuk kayu gergajian
150-200 kg yang menghasilkan dengan tungku bak (skala industri)
rendemen arang antara 20-24%.
Serbuk kayu gergajian diarangkan
Kadar air 3,49%, kadar abu 5,19%,
dengan tungku bak yang terbuat
kadar zat terbang 28,93% dan kadar
dari bata merah yang dilengkapi
karbon sebesar 65,88%.
dengan sirkulasi udara, cerobong
c)
Pembuatan arang dengan tungku asap dan ruang penarik asap, pada
tradisional hasil modifikasi tahap pertama diberi amparan
ranting kayu kering diameter 2-5
Pembuatan arang secara sederhana cm, kemudian serbuk kayu gergajian
dapat dilakukan dengan cara sistem di taburkan ke dalam bak secara
timbun dengan tanah (cara tradisional merata dengan ketebalan 5-10 cm.
yang dimodifikasi), tahap pertama Serbuk dibakar dengan beberapa titik
pembuatan tungku tanah dengan pembakaran. Untuk mempercepat
ukuran 300x200 cm dengan ke- proses karbonisasi pada bagian bawah
miringan tanah 100 dengan kedalaman cerobong dipanaskan dengan cara
tanah bagian depan 50 cm dan bagian dibakar dan selanjutnya dilakukan
belakang 20 cm. Di bagian tengah penambahan serbuk kayu gergajian
dibuat jalur yang berfungsi sebagai jika sudah terlihat warna serbuk
lubang udara yang berukuran 5x15 menjadi hitam setiap 3 jam sekali dan
cm sebanyak tiga jalur yang arahnya seterusnya sampai penuh. Proses ini
memanjang. Ketiga jalur tersebut dapat dilakukan non-stop.
saling berhubungan di bagian ujung,
yang kemudian dihubungkan dengan Rendemen yang dihasilkan sebesar
sebuah cerobong asap yang fungsinya 14% dengan kadar air 3,2%, abu 4,8%,
untuk menyalurkan asap, jalur tengah zat terbang 23,1% dan kadar karbon
digunakan untuk tempat pembakaran tertambat sebesar 72,1%.
awal sedangkan jalur bagian kiri dan
e) Cara pembuatan arang dengan cara
kanan digunakan untuk sirkulasi
kubah
udara.
Pada prinsipnya proses karbonisasi
Tahapan selanjutnya memasukkan
cara pembuatan arang dengan tungku
umpan bakar berupa ranting atau kayu
kubah ini tidak beda jauh dengan cara
bakar kering pada tempat pembakaran
drum, yang berbeda adalah kapasitas,
awal yang ada dibagian depan sejajar
ukuran bahan baku, lamanya proses
dengan jalur tengah dan pembakaran
karbonisasi dan konstruksi tungku
selanjutnya dinyalakan lalu dibiarkan
yang terbuat dari bata merah yang
sampai membara dan sampai terlihat
dipelester dengan tanah liat. Bahan
asap keluar dari cerobong, kemudian
baku yang digunakan umumnya kayu
lubang pembakaran dan lubang
dengan diameter kurang dari 7 cm dan
udara ditutup sebagian. Pengarangan
bambu. Rendemen yang dihasilkan
dianggap selesai apabila asap yang
sebesar 23,0% dengan kadar air 4,9%,
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 413
Teknologi dan Industri Kehutanan

Tabel 2. Syarat Mutu Arang Kayu (SNI 01-1683-1989)


Tabel 5.48. Syarat mutu arang kayu (SNI 01-1683-1989)
No Uraian Satuan Persyaratan
1 Kadar Air % b/b maks 6,0
2 Kadar Abu % b/b maks 4,0
3 Zat terbang % b/b maks 30,0
4 Karbon murni % b/b min 60,0
5 Tertahan ayakan berlobang 6,35 cm %b/b min 90,0
6 Lolos ayakan berlobang 3,18 cm % b/b maks 2,0
7 Benda asing %b/b maks 1,0

b. Teknologi Pembuatan Briket Arang


abu 2,3%, zat terbang 17,2% dan kadar manual.
Briket arang adalah bentuk lain dari arang yang fungsinya sama dengan arang sebagai
karbon tertambat sebesar 80,4%.
sumber energi rumah tangga dan shisa. Bahan baku utama25-50
Sebanyak untuk gram
membuat briket
contoh arang ini
(tergan-
Adapun syarat mutu arang kayu (SNI
adalah limbah arang yang berupa serbuk dan serbuk gergajian kayu. Namun demikian
tung dari berat bahan), blok cetakan ada juga
01-1683-1989) seperti pada Tabel 5.48.
yang membuat briket arang dari arang bongkah yang ditutup dan alat kempa dinaikkan
dijadikan serbuk arang kemudian di cetak.
2) Teknologi Pembuatan
Teknologi Briketbriket
pembuatan Arang arang pada prinsipnyadengan
ada tiga tekanan
cara yaitu:1,25 ton. Alat kempa
dibiarkan selama 5-10 menit agar
Briket arang adalah bentuk lain dari
1) Pembuatan arang briket tekanan
dari serbuk arangdiberikan merata,
yang
arang yangArang
fungsinya sama digiling
bongkahan denganmenjadi
arang serbuk arang dan disaring
sehingga tidakuntuk memperoleh
mudah pecah.ukuran
Proses20 -
sebagai sumber
40 mesh.energi rumahdengan
Pencampuran tanggaserbuk arang yangterakhir adalah
lebih halus dari pengeringan arang
40 mesh dapat dilakukan
dan shisa.asalBahan baku tidak
proporsinya utama lebihuntuk
dari 30% volume, briket
karenadalam
ukuran oven
serbukpada suhu
dapat 60oC
berpengaruh
membuat terhadap
briket arang ini adalah limbah
keteguhan tekan dan kecepatan pembakaran. selama Serbuk
24 jam atau
arang untuk dicampur
selanjutnya skala
arang yang berupa
dengan serbuk
perekat kanjidandalamserbuk
jumlah 3 - 4 %besar dapat
berat dari dikeringkan
serbuk dalamdiperoleh
arang. Setelah kiln
gergajian campuran
kayu. Namun serbuk demikian
arang dan ada kanji yang merata pengering tenaga semi
dan bertekstur surya atau
solid, kiln
selanjutnya
juga yang membuat briket arang dari dengan
dimasukkan ke dalam cetakan alat kempa dengan sistembahan bakar
hidrolik pressminyak
manual.bumi atau
arang bongkah yang dijadikan serbuk biomassa. Arang briket dinyatakan
Sebanyak 25 - 50 gram contoh (tergantung dari berat bahan), blok cetakan ditutup dan alat
arang kemudian di cetak. Teknologi kering apabila kadar airnya kurang
kempa dinaikkan dengan
pembuatan briket arang pada prinsipnya tekanan 1,25 ton. Alat kempa dibiarkan selama 5 - 10 menit agar
dari 4%.
tekanan
ada tiga cara yaitu:yang diberikan merata, sehingga tidak mudah pecah. Proses terakhir adalah
pengeringan arang briket dalam oven pada suhu 60oC selamaarang
b) Pembuatan 24 jambriket dari skala
atau untuk serbukbesar
a) Pembuatan
dapat arang briketdalam
dikeringkan dari kiln
serbuk
pengering tenagakayu surya atau kiln dengan bahan bakar minyak
arang bumi atau biomassa. Arang briket dinyatakan kering apabila kadar airnya kurang dari 4%.
Serbuk kayu disaring untuk
Arang bongkahan digiling menjadi memisahkan serbuk yang terlalu kasar
serbuk arang dan disaring untuk dan halus. ukuran serbuk yang ideal
memperoleh ukuran 2) Pembuatan
20-40 mesh. arang briket dari serbuk kayu
adalah 20-40 mesh. Apabila ukuran
Pencampuran Serbuk dengan kayu disaringarang
serbuk untuk memisahkan serbuk yang terlalu kasar dan halus. ukuran
serbuk terlalu terlalu kasar atau halus,
serbuk
yang lebih halusyang ideal
dari 40adalah
mesh 20 - 40 mesh. Apabila ukuran serbuk terlalu terlalu kasar atau
dapat maka kualitas briket yang dihasilkan
dilakukanhalus,
asal maka kualitastidak
proporsinya briketlebih
yang dihasilkan mudah retak.
mudah retak. Tahap
Tahapselanjutnya
selanjutnya adalah
pengeringan serbuk
dari 30% volume, karena ukuran kayu sampai kadar air 6 - 8%. Untuk serbuk kayu,
adalah pengeringan serbuk kayu pengeringan dengan
serbuk dapat berpengaruh terhadap sampai kadar air 6-8%. 89
keteguhan tekan dan kecepatan
pembakaran. Serbuk arang selanjutnya Untuk serbuk kayu, pengeringan
dicampur dengan perekat kanji dalam dengan sistem drum berputar. Proses
jumlah 3-4% berat dari serbuk arang. pengeringan ini sangat penting,
Setelah diperoleh campuran serbuk setelah serbuk menjadi kering, serbuk
arang dan kanji yang merata dan tersebut dimasukkan kebagian proses
bertekstur semi solid, selanjutnya pembuatan briket dengan sistem ulir
dimasukkan ke dalam cetakan alat dan tekanan tinggi yang pada bagian
kempa dengan sistem hidrolik press keluar dilengkapi pemanas pada
arang
dicampur dengan yang dihasilkan
perekat kanji danselanjutnya diayak, sehingga
diaduk sampai merata, didapat serbuk
kemudian arang berukuran
dimasukkan 20 - 40
ke dalam
mesh. Proses selanjutnya adalah pengepresan seperti cara pertama yaitu
cetakan briket dan dikempa dengan tekanan 1,25 ton. Karena briket arang yang dihasilkan arang serbuk
dicampur dengan perekat kanji dan diaduk sampai merata, kemudian dimasukkan ke dalam
masih basah maka perlu dilakukan pengeringan pada suhu 60oC selama 24 jam.
cetakan briket dan dikempa dengan tekanan 1,25 ton. Karena briket arang yang dihasilkan
414 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
masih basah
Teknologi makaKehutanan
dan Industri pengeringan pada suhu 60oC selama 24 jam.
perlu dilakukan

Gambar
Gambar 5.56. 1.briket
Mesin Mesin briket
kempa kempa
semi semi kontinyu
kontinyu
Gambar 1. Mesin briket kempa semi kontinyu
Tabel 2. Syarat Mutu Briket Arang Kayu (SNI 01-6235-2000)
Tabel 2. Syarat Mutu Briket Arang Kayu (SNI 01-6235-2000)
Tabel 5.49. Syarat mutu briket arang kayu (SNI 01-6235-2000)Persyaratan
No Uraian Satuan
1 Kadar Air % b/b maks 8,0
No 2 U r a i a n
Kadar Abu Satuan % b/b Persyaratan
maks 8,0
1 Kadar Air 3 Zat terbang % b/b % b/b maks maks 8,0 15,0
2 Kadar Abu4 Karbon murni % b/b % b/b maks 8,0 min 69,0
3 Zat terbang5 Nilai kalor % b/b kal/gr maks 15,0 5.000
maks
4 Karbon murni % b/b min 69,0
5 Nilai suhu c. 0Teknologi Pembuatan Arang
kalor300 Aktif
kal/gr
C agar lignin yang terdapat serbuk arang5.000
maks berukuran 20-40 mesh.
dalam kayu Arang aktifyang
meleleh adalah arang yang di proses lebih lanjut sehingga pori-porinya terbuka, dan
berfungsi
sebegailuas permukaannya
perekat alami untuk bertambah m2/g pada arang
briket itubesar dari 2Proses selanjutnya
menjadi 300-2000adalahm2/g, dengan
c. Teknologi Pembuatan
sendiri.kadar karbon
Serbuk danArang
briket keaktifan
kayu Aktif
yang bervariasi,pengepresan
tersebut tergantung pada seperti cara pertama
suhu aktivasi dan lamanya waktu
selanjutnya dikarbonisasi
aktivasi yang di
diberikan.dalam
Arangkilnaktif dapat yaitu
dibuat arang
dari serbuk
Arang aktif adalah arang yang di proses lebih lanjut sehingga pori-porinya terbuka,karbon,
semua dicampur
bahan yang dengan
mengandung dan
arang. baik itu bahan yang berasal dari bahan perekat kanji dan diaduk sampai
2 organik maupun dari bahan non organik 2seperti tulang,
luas permukaannya bertambah besar dari 2 m /g pada arangkemudian
merata, menjadi dimasukkan
300-2000 mke/g, dengan
c) resin,cara
Kombinasi serbuk kayudan
pertama gergaji,
kedua sekam padi, gambut, batu bara, briket
tempurung kelapa dan tempurung
kadar karbon dan keaktifan yang bervariasi, tergantung pada suhu aktivasi
dalam cetakan dandan lamanya waktu
dikempa
biji-bijian lainnya. Teknologi pembuatan arang aktif itu sendiri pada
dengan prinsipnya dapat dilakukan
aktivasi yang diberikan.
Kenyataan Arang
dengandidualapangan, aktif
cara yaitu dapat
ternyata
cara dibuat
kimia dan dari
fisika. semuatekanan
bahan 1,25
yang ton. Karena
mengandung karbon,
briket arang yang dihasilkan
industri penggergajian kayu milik
baik itu bahan yang berasal dari bahan organik maupun masihdaribasahbahanmakanonperlu
organik seperti tulang,
dilakukan
rakyat lokasinya terpencar-pencar 90
resin, serbuk kayu gergaji, sekam padi, gambut, batu bara, tempurung kelapa dan tempurung
tetapi jumlahnya relatif banyak, maka
pengeringan pada suhu 60 o
C selama
24 jam. Adapun syarat mutu briket
biji-bijiancara
lainnya.
membuatTeknologi pembuatan
briket arangnya dapat arang aktif itu sendiri pada prinsipnya dapat dilakukan
arang kayu (SNI 01-6235-2000) seperti
dilakukan dengan cara kombinasi
dengan dua cara yaitu cara kimia dan fisika. cara pada Tabel 5.49.
pertama dan ke dua dimana serbuk
gergajian kayu dikarbonisasi terlebih 3) Teknologi Pembuatan Arang Aktif
dahulu didalam kiln drum yang 90
dimodifikasi selama 12-14 jam, setelah Arang aktif adalah arang yang di proses
semua bahan terkarbonisasi, kiln lebih lanjut sehingga pori-porinya
ditutup dan dibiarkan dingin selama terbuka, dan luas permukaannya
1 hari. Serbuk arang yang dihasilkan bertambah besar dari 2 m2/g pada arang
selanjutnya diayak, sehingga didapat menjadi 300-2000 m /g, dengan kadar
2
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 415
Teknologi dan Industri Kehutanan

karbon dan keaktifan yang bervariasi, pembentukkan pori terjadi pada


tergantung pada suhu aktivasi dan saat pengarangan bahan baku, yang
lamanya waktu aktivasi yang diberikan. dilakukan pada suhu 400-5000C.
Arang aktif dapat dibuat dari semua pengarangan di atas suhu 6000C
bahan yang mengandung karbon, baik itu akan menghasilkan arang dengan
bahan yang berasal dari bahan organik modifikasi sifat yang sukar diaktifkan,
maupun dari bahan non organik seperti sedangkan arang yang dihasilkan pada
tulang, resin, serbuk kayu gergaji, sekam suhu di bawah 6000C sangat efektif
padi, gambut, batu bara, tempurung untuk diaktivasi tetapi arang ini masih
kelapa dan tempurung biji-bijian lainnya. dilapisi oleh senyawa hidrokarbon
Teknologi pembuatan arang aktif itu sehingga menutupi pori arang aktif
sendiri pada prinsipnya dapat dilakukan yang terbentuk.
dengan 2 cara yaitu cara kimia dan fisika.
Untuk membersihkan permukaan
a) Pembuatan arang aktif secara kimia arang dari senyawaan ini dapat
dilakukan dengan jalan mengalirkan
Pada proses ini fasa pengarangan dan gas pada suhu 800-10000C. Reaksi
fasa pengaktifan berlangsung dalam pengaktifan dengan gas seperti
satu tahap. Bahan baku direndam H2O dan CO2 reaksinya berjalan
dalam larutan pengaktif seperti secara endotermis, sehingga proses
H3PO4, NH4HCO3, CaCl2, NaOH, KOH aktivasinya kurang efektif. Untuk
dan bahan kimia lainnya selama mengatasi hal ini salah satu cara
12–24 jam setelah ditiriskan, lalu yang dapat ditempuh adalah dengan
dikarbonisasi pada suhu 700-9000C. memanaskan permukaan luar dari
Dengan adanya pemanasan pada unit aktivasinya sehingga distribusi
suhu tinggi diharapkan aktivator dapat panas merata.
masuk di antara pelat heksagonal
dari kristalit arang, sehingga dapat Selama aktivasi dengan gas, pelat-
menyebabkan terjadinya pengikisan pelat karbon kristalit atau celah
pada permukaan kristalit dan menjadi tidak teratur dan mengalami
membuka permukaan arang yang pergeseran sehingga permukaan
tertutup menjadi aktif. Pemakaian kristalit atau celah-celah menjadi
bahan kimia sebagai bahan pengaktif terbuka, karena gas pengaktif
sering mengakibatkan pengotoran mendorong residu hidrokarbon seperti
pada arang aktif yang dihasilkan. Pada ter, fenol, metanol dan senyawa lain
umumnya aktivator meninggalkan yang menempel pada permukaan
sisa-sisa berupa oksida yang tidak larut arang. Pergeseran pelat-pelat karbon
dalam air pada waktu pencucian, oleh kristalit selain membentuk pori baru,
karena itu dalam beberapa proses juga untuk mengembangkan pori-
sering dilakukan pelarutan dengan pori yang sudah ada, sehingga dari
HCl untuk mengikat kembali sisa-sisa mikropori menjadi makropori.
bahan kimia yang menempel pada
permukaan arang dan kandungan abu Ditinjau dari kiln/tungku, ada dua cara
yang terdapat dalam arang aktif. pembuatan arang aktif yaitu cara kiln
tetap dan cara rotary kiln.
b) Pembuatan arang aktif secara fisika
(1) Kiln tetap
Pada proses ini terdapat dua tingkat
operasi, yaitu fasa pembentukan Cara ini menggunakan tungku
pori dan fasa pengaktifan. Fasa bata tahan api untuk proses
416 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

aktivasi arang menjadi arang aktif. (2) Rotary kiln


Pemanasan tungku dilakukan
dengan bahan bahan kayu atau Pembuatan arang aktif dengan
burner gas/solar. Suhu aktivasi rotary kiln (kiln berputar) adalah
berkisar 800 – 10000C. Setelah sistem kontinyu yang umumnya
suhu arang dalam tungku mencapai dilakukan dalam skala besar.
9000C kemudian dialiri uap air panas Teknologi sistem ini cukup rumit dan
dengan laju alir yang disesuaikan memerlukan biaya investasi yang
dengan jumlah produk arang ayng relatif cukup besar tetapi cukup
diolah dan kualitas arang aktif efisien dalam operasionalnya.
yang diharapkan. Lama pemanasan
Kiln arang untuk proses aktivasi
tergantung pada kapasitas tungku
berbentuk tabung yang dilengkapi
dan jenis bahan baku, laju alir uap
dengan ulir tetap pada selimut
dan suhu uap air.
dalam tabung. Bahan konstruksi
Tungku aktivasi dibuat dari bata dinding tabung bagian dalam
tahan api dan berbentuk empat adalah bata tahan api dan bagian
persegi panjang dengan ukuran luar adalah logam untuk penahan.
panjang 3,6 m ; tinggi 1,60 m Pemanasan arang dalam tabung
dan lebar 2,4 m dan tersusun dilakukan secara langsung dengan
seri. Kapasitas produksi minimum burner bersama uap air panas.
untuk membuat arang aktif dengan Suhu aktivasi sekitar 900-1000oC.
cara ini adalah 1 ton arang aktif/ Lamanya aktivasi sekitar 2-4 jam.
hari. Walaupun demikian, dalam Ukuran kiln tergantung pada
praktek kenyataannya dapat lebih kapasitas produksi dan lamanya
rendah. Ukuran tungku ini dapat aktivasi yang diinginkan. Umumnya
diperkecil untuk menjamin proses panjang kiln dapat mencapai 12 m
pemerataan panas dan suhu tinggi atau lebih dengan diameter tabung
pada proses aktivasi, sehingga lebih dari 1 m, lebar 2 m dan tinggi
kualitasnya dapat lebih seragam (belum termasuk cerobong) 4,3
dan daya absorpsinya dapat lebih m. Pembuatan arang aktif dengan
tinggi. Kapasitas steam boiler untuk cara rotary ini dapat dilakukan
pembangkit uap dapat disesuaikan dengan menggunakan pemanas
dengan kapasitas produksi atau listrik melalui beberapa elektroda
untuk steam boiler kapasitas lebih bertegangan tinggi.
kecil akan memerlukan aktivasi
Kapasitas produksi yang umumnya
lebih lama.
dimiliki oleh industri arang aktif
Rendemen arang aktif terhadap adalah sebesar 1 ton/hari. Mutu
bahan baku arang berkisar arang aktif yang dinyatakan
antara 30-50% dan untuk arang dengan besarnya daya jerap
yang berkadar karbon tinggi, terhadap yodium lebih besar dari
rendemennya dapat mencapai 70%. 1000 mg/g lebih disukai, terutama
Besarnya rendemen dipengaruhi untuk kepentingan dalam industri.
bahan baku, proses pengolahan Namun demikian, kenyataan di
dan daya absorpsi arang aktif yang lapangan arang aktif yang ada di
akan dihasilkan. Cara pembuatan pasaran umumnya mempunyai
arang aktif dengan kiln tetap ini daya serap antara 750 mg/g–1000
umumnya dibangun dalam skala mg/g bahkan dijumpai juga daya
industri menengah atau kecil. serap yang kurang dari 750 mg/g.
dari udara masuk. Pengemasan dalam ukuran besar dapat menggunakan karung plastik
pada bagian dalamnya dilapisi lagi dengan lembaran plastic.

5. Kualitas arang aktif


Vademecum
Berdasarkan Standar Industri Indonesia mutu arangKehutanan
aktif harus dapat memenuhi
Indonesia 417
2020 syarat sbb:
Teknologi dan Industri Kehutanan

Tabel 3. Syarat Mutu Arang Aktif Teknis (SNI 06-3730-1995)


Tabel 5.50. Syarat mutu arang aktif teknis (SNI 06-3730-1995)
No Uraian Satuan Butiran Serbuk
1 Air % b/b maks 4,5 maks 25
2 Abu % b/b maks 2,5 maks 10
3 Zat terbang % b/b maks 15 maks 25
4 Karbon aktif murni % b/b min 80 min 65
5 Daya jerap terhadap I2 mg/g min 750 min 750
6 Daya jerap benzena % min 25 min 25
7 Daya jerap biru metilena mg/g min 60 min 120
8 Lolos mesh 325 % - min 90
9 Kekerasan % 80 -
10 Berat jenis curah g/mL 0,45-0,55 0,3-0,35
11 Bagian yang tidak terarang - 0 0

Secara sederhana tahapan kerja arang aktif skala industri biasanya


pembuatan arang aktif sebagai dilakukan 24 jam agar efisiensi
berikut: panas digunakan seoptimal
(1) Pembuatan granular mungkin. Sistem yang digunakan
adalah dengan memakai kiln yang
Arang yang dihasilkan dari proses
berputar.
pengarangan dibuat menjadi
bentuk granural dengan ukuran (4) Pengemasan
sebesar krikil (Ø 2-3 cm). Untuk Arang aktif yang sudah kering
serbuk gergaji tidak memerlukan dikemas dalam karung plastik
penghalusan ukuran partikel, yang terlindung dari udara masuk.
kegiatan memperkecil bentuk Pengemasan dalam ukuran besar
arang adalah untuk memperbesar dapat menggunakan karung plastik
bidang kontak antara bahan baku pada bagian dalamnya dilapisi lagi
dengan bahan pengaktif. dengan lembaran plastik.
(2) Perendaman dalam bahan kimia
Gambar 2. c)
Retort arangarang
Kualitas aktif aktif
Arang atau bahan baku dimasukan
kedalam bak yang
d. Teknologi didalamnya
Pembuatan Nano Karbon Berdasarkan Standar Industri
sudah merisi larutan kimia seperti: Indonesia mutu arang aktif harus
CaCl2, MgCl2, KOH, NaOH, NH4HCO3, dapat memenuhi Syarat Mutu Arang
H3PO4 dalam konsentrasi tertentu Aktif Teknis (SNI 06-3730-1995) 93
tergantung dari jenis bahan. Lama seperti tercantum pada Tabel 5.50.
perendaman sekitar 12-24 jam,
kemudian ditiriskan ditempat
terbuka sambil sesekali dibalikan 4) Teknologi Pembuatan Nano Karbon
sampai air permukaan hilang.
(3) Pengaktipan dengan uap air panas Nilai tambah yang paling besar dari
pemanfaatan arang adalah pembuatan
Arang yang selesai ditiriskan
nano karbon untuk keperluan industri
dimasukan ke dalam tungku,
outomotif, elektronik, pesawat ruang
selanjutnya suhu dinaikkan
angkasa, biosensor dan kedokteran.
sesuai dengan suhu aktivasi yang
Pada prinsipnya arang yang dibuat
diinginkan (900 C), kemudian
0
masyarakat dapat diolah lebih lanjut
dialirkan uap panas dengan
dengan memanaskan kembali arang
lama waktu aktivasi yang juga
tersebut sampai suhu 8000C untuk
dikehendaki. Untuk pembuatan
418 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

mendapatkan karbon dengan kemurnian


tinggi yang selajutnya di panaskan lagi
dengan dengan teknologi Spark Plasma
Sintering (SPS) pada suhu 900-15000C.
Hasil penelitian menunjukkan arang yang
disintering pada suhu 900oC dan 1300oC,
menunjukkan derajat kristalinitasnya
meningkat dari 15,42% menjadi 72,04%
dan 79,18%. Hal ini menunjukkan adanya
perubahan struktur dari atom karbon yang
semula bersifat amorf atau strukturnya
tidak beraturan menjadi pola struktur
yang teratur dengan nilai tahanan sebesar Gambar 5.57. Spark Plasma Sintering untuk
1,2 Ω. Nano karbon ini dapat digunakan pembuatan material baru nano karbon
sebagai bahan baku untuk membuat
biosensor, bioelektroda, batere HP dan
pembungkus, dan penggunaan arang
mobil listrik.
terindikasi berpengaruh positif terhadap
Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan mutu nutrisi wortel.
bahwa nano karbon dari lignoselulosa
Hasil penelitian lain dari penggunaan
dapat dibuat biosensor berbasis pasta
arang aktif adalah dapat menjerap limbah
karbon untuk fruktosa dan melamin
cairan yang mengandung krom, hal ini
dengan sistem moleculary imprinted
dikarenakan keberadaan logam berat
polimer (MIP), Formula optimum untuk
krom dari limbah industri elektroplating
biosensor melamin yang dihasilkan terdiri
dapat membahayakan kesehatan
dari campuran 15% MIP, 40 % karbon dan
manusia, di antaranya menyebabkan
40% parafin yang menghasilkan faktor
kanker dan gagal ginjal.
nernst sebesar 49,7 mV/dekade dan limit
deteksi sebesar 1,02 x 10-6 M pada pH Untuk mengatasi masalah ini, dilakukan
optimum 4. upaya pengolahan limbah dengan
cara absorpsi menggunakan arang
Selain itu arang aktif juga dapat
aktif dari kayu. Muntingia calabura
dikombinasikan dengan kertas
dan kemampuan bakteri Escherichia
menghasilkan kertas nano karbon yang
coli melakukan biodegradasi krom (VI)
dapat digunakan sebagai dibidang pangan
menjadi krom (III) pada pengolahan
utamanya menjerap gas etilen yang
limbah krom industri elektroplating.
terdapat pada pisang dan wortel sehingga
Hasil penelitian menunjukan arang aktif
tidak cepat busuk, hasil penelitian
dari kayu kersen yang di aktivasi pada
menunjukkan
suhu 800oC dengan menggunakan uap
Kertas nano karbon yang paling efektif air sebagai aktivator mampu menjerap
untuk melindungi bahan pangan krom dengan efektivitas sebesar 86,7%
wortel adalah asal serat bambu ampel dan efektifitas biodegradasi krom (VI)
dikombinasikan dengan arang aktif, menjadi krom (III) adalah 98,6%.
karena menunjukkan penurunan berat
Secara umum dapat digambarkan yang
bahan dan menjaga kesegaran bahan
berperan dalam pembentukan struktur
yang dibungkus yang paling kecil. Secara
arang adalah atom karbon yang berasal
keseluruhan, penurunan berat bahan
dari selulosa. Hal ini ditunjukkan dengan
pangan menggunakan kertas nano karbon
jumlah lapisan aromatik yang makin
hasil percobaan lebih kecil dibandingkan
banyak dan susunan lapisannya makin
penurunan berat bahan tanpa
tinggi dengan suhu karbonisasi yang
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 419
Teknologi dan Industri Kehutanan

CHO + * CH2OH + *OH + *H + *O + *C

*CHO + * CH2OH CH3COOH


*CHO + *OH HCOOH
*OH + *H H2O
*H + *H H2
*C + *O CO
*C

Gambar 5.58. Mekanisme reaksi penguraian selulosa dan penataan ulang atom karbon

semakin tinggi. Sebaliknya


Gambar 5. Mekanismestruktur arang selulosa
reaksi penguraian keberlanjutan
dan penataan usaha, walaupun
ulang atom karbon industri ini
dari lignin lapisannya makin melebar. dapat memanfaatkan limbah kayu sebagai
bahan baku, namun tetap harus didukung
Mekanisme pembentukan struktur oleh suatu pengelolaan hutan agar
karbon yang menyerupai Faktorgrafit diawali
yang perlu diperhatikan selain masalah teknologi, industri arang, arang aktif,
perusahaan menanam sendiri bahan baku
dengan prosesserat arang
pemutusan
dan arang nano dandalam skala komersial adalah ketersediaan bahan baku yang
yang diperlukan.
pemecahan rantai ikatan kimia baik dari
cukup, sebagai jaminan keberlanjutan usaha, Walaupun industri ini dapat memanfaatkan
selulosa, hemiselulosa
limbah kayu maupun lignin
sebagai bahan baku, namun tetap harus didukung oleh suatu
Untuk itu pembangunan pengelolaan
hutan tanamanhutan
menghasilkan senyawa radikal
agar perusahaan menanamyangsendiri bahan baku yang diperlukan. Untuk itu pembangunan
industri (HTI) pertukangan, serat dan energi
hutan
tidak stabil seperti tanaman
CHO*, industri OH*,
CH2OH, (HTI) pertukangan, serat dan energi termasuk hutan kemasyarakatan
termasuk hutan kemasyarakatan penghasil
penghasil kayu
H*, O* dan C* Senyawa terpadu
ini akan (contoh kayu pertukangan dan kayu energi) harus ditingkatkan.
saling
Kebijakan Hutan baru
Tanaman
kayu terpadu (contoh kayu pertukangan
Rakyat (HTR), membuka peluang bagi pengusaha industri arang
bereaksi membentuk senyawa yang dan kayudengan
energi) harus dengan
ditingkatkan.
stabil seperti CH3untuk
COOH, mendapatkan
HCOOH, jaminan
dan H2pasokan
, bahan baku
Kebijakan Hutan
pola kemitraan
Tanaman Rakyat
masyarakat.
(HTR),
Dengan jaminan
sedangkan atom karbon akan mengalami pasokan bahan baku ini, maka investor akan datang dengan sendirinya.
Tungku untuk membuka peluang bagi pengusaha industri
proses pembuatan arang tergantung dari bahan baku yang digunakan.
penataan ulang membentuk senyawa
Tungku drum hasil modifikasi digunakan aranguntuk
untuk mendapatkan
pembuatan jaminan
arang dari ranting, pasokan
tempurung
aromatik membentuk heksagonal.
(kelapa, sawi, kemiri) dan limbah industribahan pengolahan
baku dengan kayupola kemitraan
( sebetan, dengan
potongan ujung,
(Gambar 5.58)
serutan). Tungku semi kontunyu danmasyarakat. Denganuntukjaminan
tungku datar digunakan pembuatanpasokan
arang dari
Faktor yang perluserbuk gergajian kayu.selain
diperhatikan bahantradisional
Sedangkan tungku baku ini,danmaka investor
kubah akan datang
dapat digunakan untuk
masalah teknologi,pembuatan
industriarang
arang,dari limbah dengan sendirinya.
arangpembalakan.
aktif, serat arang dan arang nano dalam
Tungku untuk proses pembuatan arang96
skala komersial adalah ketersediaan
tergantung dari bahan baku yang digunakan.
bahan baku yang cukup, sebagai jaminan
Tungku drum hasil modifikasi digunakan
420 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

fruktosa dalam madu dan melamin dalam


susu dengan sistem MIP berbasis pasta
karbon, selain itu arang aktif nano karbon
juga dapat dibuat kertas karbon yang
terdapat pada pisang dan wortel sehingga
tidak cepat busuk, selain itu dapat menjerap
logam berat seperti krom yang bersifat
racun dan dapat membahayakan manusia.

j. Asap Cair
Seperti halnya arang, penelitian dan
pengembangan asap cair atau cairan destilat
Gambar 5.59. Tungku drum yang dilengkapi
sudah dilakukan di P3HH sejak 1911. Hal ini
dengan proses kondensasi sistem sirkulasi
dikarenakan alat karbonisasi atau pyrolisis
yang dibuat sejak jaman Belanda sudah
untuk pembuatan arang dari ranting, terintegrasi yang menghasilkan arang,
tempurung (kelapa, sawi, kemiri) dan cairan destilat dan ter. Pada tahun 1950,
limbah industri pengolahan kayu (sebetan, cairan destilat sudah diaplikasikan sebagai
potongan ujung, serutan). Tungku semi koagulan lateks. Karena terdesak oleh bahan
kontunyu dan tungku datar digunakan untuk kimia, pemakaian asap cair terpinggirkan
pembuatan arang dari serbuk gergajian seperti halnya pemakaian pupuk kimia di
kayu. Sedangkan tungku tradisional dan bidang pertanian. Sedangkan asap cair
kubah dapat digunakan untuk pembuatan pertama kali diproduksi pada tahun 1880
arang dari limbah pembalakan. oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas
City yang dikembangkan dengan metode
Briket arang dapat dibuat dengan cara destilasi kering dari bahan kayu.
kempa manual dan extruder. Cara kempa
manual dapat dikembangkan untuk industri Asap cair adalah asap yang terbentuk melalui
briket arang skala kecil, sedang cara extruder proses pembakaran yang terkondensasi
untuk industri briket arang skala menengah. pada suhu dingin yang terdiri dari fase cairan
terdispersi dalam medium gas sebagai
Proses pembuatan arang aktif dapat pendispersi. Tiga komponen utama yang
dilakukan dengan cara kimia dan fisika terdapat dalam asap cair yang berasal dari
dengan sistem kiln berputar atau kiln kayu adalah asam asetat, fenol dan alkohol.
tetap pada suhu 700-9000C dengan bahan Karena lebih dari 50% komponen utamanya
kimia CaCl2 , MgCl2, KOH, NaOH, NH4HCO3, asam asetat maka dinamakan juga cuka
H3PO4. Arang aktif dapat digunakan untuk kayu. Asam asetat yang merupakan
penjernihan air, norit, sabun, cat tembok, kandungan utama dari cuka merupakan
kertas karbon. senyawa yang biasa digunakan sebagai
bahan pengawet makanan (menghambat
Arang nano dibuat dari arang yang pertumbuhan mikroorganisme yang
dikarbonisasi lagi pada suhu 13000C mungkin berkembang dalam makanan) dan
dengan teknologi sintering sehingga bekerja sebagai pelarut lipid sehingga dapat
konduktivitasnya tinggi dan dapat merusak membrane sel.
digunakan sebagai bahan biosensor, baterai
HP dan elektroda. Arang aktif nano karbon Alkohol merupakan senyawa yang berfungsi
dapat dibuat biosensor untuk mendeteksi sebagai denaturasi protein dan pelarut
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 421
Teknologi dan Industri Kehutanan

lipid sehingga dapat merusak membrane berfungsi sebagai tungku proses


sel, sedangkan fenol adalah senyawa karbonisasi dan drum yang ke dua untuk
yang berfungsi sebagai desinfektan, proses kondensasi. Teknik ini sama
denaturasi protein dan dapat menghambat dengan proses kondensasi penyulingan
aktivitas enzim. Secara umum asap cair minyak atsiri. Dengan teknologi ini asap
dapat berperan sebagai antibakteri, yang dapat dikondensasi sebanyak 40-
antifungi, antimetanogenesis, antioksidan, 50%. Hal ini berarti total rendemen
biofertilizer dan biopestisida. Karena sifatnya yang dihasilkan dalam bentuk arang dan
yang asam, asap cair dapat menghambat cairan destilat sebanyak 70-80%, sisanya
pertumbuhan mikroorganisme. sebanyak 20-30% berupa asap. Dengan
teknologi ini asap cair yang berhasil
Namun demikian apabila asap cair ini ingin dikondensasi lebih tinggi dibandingkan
digunakan sebagai cairan obat baik untuk dengan menggunakan tungku kubah
kelompok biopestisida maupun pupuk yang terbuat dari batu bata yang juga
cair organik diperlukan formulasi dengan dilengkapi dengan proses pendingin
senyawa kimia lain agar efektivitas dan sistem sirkulasi yang menghasilkan
efisiensinya meningkat. rendemen asap cair sebesar 30-40%.
1) Teknologi Kondensasi Asap Cair 2) Mutu Asap Cair
Pada prinsipnya asap cair dihasilkan/ Berikut ini disajikan mutu asap cair
diperoleh dengan cara mengkondensasi dari kayu pinus dengan kulit dan tanpa
asap yang keluar pada waktu proses kulit untuk membedakan sejauh mana
karbonisasi menjadi cairan. Tujuan utama mutu asap cair yang dihasilkan. Hasil
dari proses ini adalah untuk mengurangi analisa komponen kimia cuka kayu
asap yang keluar pada waktu pembuatan (Tabel 5.51) dari hasil karbonisasi
arang dan meningkatkan total rendemen kayu pinus dengan kulit dan cuka
yang dihasilkan. Seperti diketahui kayu tanpa kulit menunjukkan bahwa
rendemen arang umumnya berkisar kandungan asam asetat dari cuka kayu
antara 20-30%, yang berarti sebanyak pinus yang mengandung kulit lebih
70-80% berupa asap. besar dibandingkan dengan cuka kayu
pinus tanpa kulit, sedangkan untuk
Teknologi yang paling sederhana
komponen fenol dan turunannya seperti
untuk mengkondensasi asap dengan
methoxy phenol, ethyl phenol, ethyl
menggunakan bambu dengan panjang
quaiacol, methyl quaiacol lebih rendah.
3-4 meter yang bagian tengah bambu
Berdasarkan hasil ini maka cairan cuka
dilubangi sehingga asap masih bisa keluar
kayu dari kayu pinus dengan kulit akan
dan tidak menganggu proses karbonisasi.
digunakan sebagai pupuk cair organik
Batang bambu ini berfungsi juga sebagai
sedangkan cuka kayu dari kayu pinus
cerobong asap yang diletakkan pada
tanpa kulit dapat digunakan sebagai bio-
bagian atas tungku drum. Rendemen
pestisida.
asap yang dapat dikondensasi menjadi
cairan sangat rendah sekitar 10-20%. Hasil analisis unsur hara makro dan mikro
dari cuka kayu (Tabel 5.52) menunjukkan
Untuk meningkatkan rendemen
bahwa asap cair mengandung unsur hara
cairan asap, teknologi yang digunakan
makro maupun mikro yang terikat sebagai
menggunakan air sebagai pendingin
senyawa organik. Hal ini menunjukkan
dengan sistem sirkulasi. Tungku yang
bahwa cairan cuka kayu dapat berfungsi
digunakan masih menggunakan sistem
sebagai biofertilizer yang dapat diserap
double drum. Drum yang pertama
422 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Hasilanalisis
Hasil analisis
Teknologi unsur
unsur
dan Industri haramakro
hara
Kehutanan makrodan
danmikro
mikro dari
daricuka
cukakayu
kayu(Tabel
(Tabel3.22)
3.22)menunjukkan
menunjukkanbahwa
bahwa
asapcair
asap cairmengandung
mengandungunsur
unsurhara
haramakro
makromaupun
maupunmikro
mikroyang
yangterikat
terikatsebagai
sebagaisenyawa
senyawaorganik.
organik.Hal
Hal
inimenunjukkan
ini menunjukkanbahwa
bahwacairan
cairancuka
cukakayu
kayudapat
dapatberfungsi
berfungsisebagai
sebagaibiofertilizer
biofertilizeryang
yangdapat
dapatdiserap
diserap
secaracepat
secara cepatoleh
olehtanaman.
tanaman.

Tabel5.51.
Tabel 5.51.Komponen
Komponen kimia
kimiacuka
cukakayu
kayu
Tabel 5.51. Komponen kimia cuka kayu
NoNo KomponenKimia
Komponen Kimia Pinus++Kulit
Pinus Kulit PinusTanpa
Pinus TanpaKulit
Kulit
1.1. Ethanol
Ethanol 0,45
0,45 0,28
0,28
2.2. Asamasetat
Asam asetat 60,79
60,79 18.03
18.03
3.3. Propanone
Propanone 1,21
1,21 1,38
1,38
4.4. Furanon
Furanon 1,37
1,37 2.00
2.00
5.5. Butanon
Butanon 0,94
0,94 2,45
2,45
6.6. Methylfurfural
Methyl furfural 0,69
0,69 0,84
0,84
7.7. Furanmetanol
Furanmetanol 1,92
1,92 2,19
2,19
8.8. Cyclopenten
Cyclopenten 1,21
1,21 0,88
0,88
9.9. Pyran
Pyran 0,52
0,52 --
10.
10. Methoxyquaiacol
Methoxy quaiacol 2.86
2.86 3,67
3,67
11.
11. Cyclopropilcarbinol
Cyclopropil carbinol 0,69
0,69 --
12.
12. Nonadiena
Nonadiena 0,40
0,40 --
13.
13. Maltol
Maltol 0,81
0,81 0,52
0,52
14.
14. Benzeldehida
Benzeldehida 0,42
0,42 1,37
1,37
15.
15. Methylphenol
Methyl phenol 2,68
2,68 3,70
3,70
16.
16. Asampropionate
Asam propionate 0,63
0,63 0,86
0,86
17.
17. Ethylquaiacol
Ethyl quaiacol 0,69
0,69 0,76
0,76
18.
18. Vanilin
Vanilin 0,27
0,27 0,61
0,61
19.
19. Glukopiranosa
Glukopiranosa 0,35
0,35 --
20.
20. Kresol
Kresol -- 0,61
0,61
21.
21. Asampospat
Asam pospat 4,86
4,86 40,76
40,76

Tabel5.52.
Tabel 5.52.Unsur
Unsurhara
haramakro
makrodan
danmikro
mikropupuk
pupukcair
cairorganik
organikdari
daricuka
cukakayu
kayu

Tabel 5.52. Unsur hara makro dan mikro pupuk cair organik dari cuka kayu
NoNo Unsur
Unsur Satuan
Satuan Konsentrasi
Konsentrasi
1.1. Nitrogen
Nitrogen %% 0,037
0,037
2.2. Pospor
Pospor ppm
ppm 0,72
0,72
3.3. Kalium
Kalium ppm
ppm 6,28
6,28
4.4. Natrium
Natrium ppm
ppm 0,07
0,07
5.5. Kalsium
Kalsium ppm
ppm 9,66
9,66
6.6. Magnesium
Magnesium ppm
ppm 2,68
2,68
7.7. C-organik
C-organik %% 3,76
3,76
8.8. Keasaman
Keasaman pH
pH 2,72
2,72
9.9. Besi
Besi ppm
ppm 22,34
22,34
10.
10. Mangan
Mangan ppm
ppm 0,37
0,37
11.
11. Cuprum
Cuprum ppm
ppm 0,37
0,37
12.
12. Seng
Seng ppm
ppm 0,60
0,60
13.
13. Cadmium
Cadmium ppm
ppm 0,13
0,13
14.
14. Plumbum
Plumbum ppm
ppm 0,00
0,00
15.
15. Cobalt
Cobalt ppm
ppm 0,64
0,64

3.3.Aplikasi
AplikasiAsap
AsapCair
Cair

99
99
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 423
Teknologi dan Industri Kehutanan

secara cepat oleh tanaman. percobaan lainnya adalah tinggi tanaman


setelah 21 hari mengalami peningkatan
3) Aplikasi Asap Cair untuk caisin dari 19 cm menjadi 44 cm,
cabe dari 5 cm menjadi 10 cm dan sawi
Aplikasi asap cair baik untuk tanaman
dari 6 cm menjadi 10 cm.
kehutanan, pertanian dan uji anti rayap
serta anti jamur telah dilakukan. Hasil uji Uji coba secara laboratoris aplikasi cuka
coba aplikasi asap cair untuk tanaman kayu sebagai biopestisida menunjukkan
jabon dan sengon memberikan hasil bahwa cuka kayu cukup efekif untuk
yang nyata. Penambahan cuka kayu digunakan sebagai bahan pengawet kayu
sebesar 2% pada campuran biochar sehingga tidak diserang rayap kering,
dapat meningkatkan pertumbuhan terutama cairan cuka kayu yang pekat.
anakan jabon, dibandingkan dengan Namun demikian cuka kayu dengan
penambahan cuka kayu sebesar 1%, konsentrasi 2% sudah cukup untuk
sedangkan penambahan campuran arang digunakan sebagai bahan pengawet.
kompos dan cuka kayu sebesar 1% dapat Penambahan bahan pengawet borak
meningkatkan dimeter sebesar 1,3 kali. dengan tujuan untuk lebih meningkatkan
Bila dibandingkan dengan pertumbuhan keampuhan cuka kayu ternyata tidak
tanaman jabon, ternyata perkembangan begitu efektif. Hasil pengamatan
tanaman sengon memberikan respon
menunjukkan rayap kayu kering tidak
lebih lambat, walaupun sudah diberi
menjauh dari kertas selulosa yang telah
perlakuan yang sama. Hal ini terjadi
karena masing-masing jenis mempunyai direndam cairan cuka kayu.
karakteristik dan sifat yang berbeda. Hal ini menunjukkan aroma asam
Dampak lain dengan penambahan asetat dan phenol yang menyengat
asap cair pada tanaman ternyata dapat tidak menyebabkan rayap kayu kering
meningkatkan kandungan unsur hara menjauh. Dapat dikatakan disini bahwa
dalam tanah seperti phospor dari 9,4 aroma tersebut familier untuk rayap kayu
ppm menjadi 15,30 ppm; kalium dari kering yang biasa merusak kayu. Matinya
0,61 me/100g menjadi 0,85 me/100g. rayap tanah mengindikasikan bahwa
dalam cuka kayu terdapat senyawa yang
Dari beberapa penelitian lainnya terbukti memang bersifat racun seperti phenol,
juga bahwa aplikasi cuka kayu pada stek siklo heksan dan kresol yang bereaksi
pucuk eboni, pulai dan shorea dapat dan berikatan dengan selulosa. Hal ini
meningkatkan pertumbuhan tinggi
terlihat dari kertas selulosa yang tidak
sebesar 30,70%; 17,10% dan 18,50%.
direndam cairan cuka kayu, selulosanya
Campuran arang kompos dengan cuka
kayu 2% pada tanaman mengkudu, dapat dimakan rayap. Atas dasar ini cuka
meningkatkan pertumbuhan tinggi, kayu dapat digunakan sebagai bahan
diameter, panjang daun dan lebar daun pengawet kayu karena komponen seperti
sebesar 3,47 ; 2,33; 2,21 dan 2,25 kali. phenol dan asam asetat akan bereaksi
dengan selulosa yang terdapat dalam
Hasil uji coba aplikasi asap cair pada kayu berdasarkan sifat polaritasnya.
tanaman pertanian dengan media
arang kompos menunjukkan terjadi Hasil pengujian cuka bambu sebagai
peningkatan bobot biomasa dari tanaman desinfektan juga menunjukkan bahwa
caisin dari 80 gram menjadi 225 gram. cuka bambu dapat menghambat
Peningkatan ini terjadi karena adanya pertumbuhan bakteri. Cuka bambu dalam
pertumbuhan daun yang bertambah konsentrasi 1% memiliki kemampuan
baik dari jumlah maupun ukuran. Hasil lebih baik dalam menghambat
424 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

pertumbuhan bakteri dibandingkan kayu baik pada tanaman kehutanan,


etanol 70%, terlebih bila dibandingkan pertanian maupun tanaman obat dapat
salep komersil. Ini menunjukkan bahwa meningkatkan total biomas baik pada
cuka bambu sangat baik untuk dijadikan akar maupun daun dan meningkatkan
sebagai desinfektan. kandungan metabolit sekunder pada
tanaman obat. Cuka kayu juga dapat
Uji bioassay antifeedant cuka kayu digunakan sebagai antifeedant untuk
pada larva Spodoptera litura yang biasa larva S.lativa dan sebagai bahan
menyerang tanaman daun dewa juga pengawet kayu dapat mencegah
telah dilakukan. Hasilnya menunjukkan serangan rayap kayu kering. Khusus
hanya dengan konsentrasi 1% aktivitas untuk cuka bambu dapat digunakan
antifeedantnya melebihi 50% yaitu sebagai bahan desinfektan.
sebesar 62,07%. Hasil ini lebih tinggi
apabila dilarutkan dengan metanol
persentasi antifeedantnya menjadi
80,65%. Hal ini menunjukkan cuka kayu k. Pelet Kayu
dapat dimanfaatkan sebagai pestisida Biomas tidak dapat langsung digunakan
untuk menanggulangi larva S. litura. sebagai bahan bakar karena sifat fisiknya
Hasil ini diperkuat dengan data analisis yang rendah seperti kerapatan energi
probit menunjukkan nilai EI50 yang yang kecil dan permasalahan penanganan,
rendah sekitar 0,71%. penyimpanan dan transportasi sehingga
Dampak lain aplikasi cuka kayu pada perlu dilakukan diversifikasi di antaranya
dengan dibuat produk pelet. Konversi
tanaman ternyata dapat meningkatkan
biomas menjadi bentuk yang lebih baik
kandungan metabolit sekunder tanaman
dapat meningkatkan kualitasnya sebagai
daun dewa. Hasil uji aplikasi cuka kayu
bahan bakar seperti peningkatan daya
fraksi metanol pada tanaman daun dewa
bakar, efisiensi bakar, bentuk yang lebih
dengan media campuran arang aktif dan
seragam, produk yang lebih kering serta
kompos menunjukkan bahwa dalam akar
kerapatan energi yang lebih besar.
terbentuk senyawa flavanoid dan pada
daun terbentuk senyawa terpenoid. Pelet kayu (wood pellet) merupakan
Dampak lainnya adalah pertumbuhan pemadatan serbuk kayu atau biomasa
tanaman daun dewa yang diberi arang lainnya menjadi bentuk pelet dengan
aktif kompos dan cuka kayu terjadi kepadatan tinggi dibandingkan dengan
peningkatan berat biomas yaitu dari 15 kayu atau biomassa awalnya dan diperoleh
gram menjadi 44 gram untuk akar dan produk bahan bakar terbarukan dengan
untuk daun dari 14 gram menjadi 38 kandungan energi yang tinggi.
gram dengan tebal dari 0,1 cm menjadi
0,15 cm. Seperti juga energi dari arang, pelet kayu
dapat dibuat dari berbagai jenis kayu dan
Teknologi pencairan asap menjadi cair biomasa lainnya, terutama pemanfaatan
dapat dilakukan dengan sederhana, limbah industri kehutanan. Terdapat dua
yaitu dengan menggunakan bambu kelompok pemanfaatan pelet kayu, yaitu
sebagai pendingin atau sirkulasi air untuk industri (pembangkit listrik) dan
seperti pada proses penyulingan minyak pemanas (untuk boiler dan ruangan).
atsiri. Kandungan komponen kimia cuka Kualitas pelet kayu untuk industri umumnya
kayu umumnya sama, yang berbeda lebih rendah dari pemanas.
hanya persentasi asam asetat dan
turunan senyawa phenol. Aplikasi cuka Tahapan produksi secara umum adalah
penghancuran bahan baku menjadi serbuk,
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 425
Teknologi dan Industri Kehutanan

pengeringan serbuk kayu sampai diperoleh dianggap tidak menambah emisi CO2 ke
kadar air 10-15%, dan pemadatan menjadi atmosfer karena semasa pertumbuhan
pelet, pendinginan dan pengemasan. pohon telah menyerap CO2, yang bahkan
jumlah yang diserap lebih besar dari yang
Densifikasi biomas (limbah kehutanan, dilepaskan. Bahkan bisa menjadi karbon
pertanian dan perkebunan) menjadi briket negatif.
atau pelet merupakan suatu metode
pengembangan fungsi suatu sumber daya Beberapa kelemahan penggunaan biomassa
yang dapat meningkatkan kandungan energi sebagai bahan bakar dibandingkan bahan
tiap satuan volume, mengurangi jumlah bakar fosil adalah:
abu pada bahan bakar dan meningkatkan • Mempunyai kandungan panas yang lebih
kapasitas panas. Pelet merupakan hasil rendah
pengempaan biomas yang mempunyai • Mengandung kadar air yang tinggi yang
tekanan lebih besar dibandingkan briket. dapat menghambat proses pembakaran
• Densitasnya rendah
Bahan bakar pelet ini berdiameter antara • Bentuknya yang tidak homogen
3-12 mm dengan panjang antara 6-25 mm.
Pelet diproduksi dalam suatu alat dengan 1) Teknologi Pembuatan Pelet Kayu
mekanisme pemasukan bahan secara terus
menerus dan akan mendorong bahan Pada prinsipnya teknologi pembuatan
yang telah dikeringkan dan dimampatkan pelet kayu terdiri dari dua cara yaitu
melewati lingkaran baja pada beberapa cara basah yang diperuntukkan bahan
lubang yang mempunyai ukuran tertentu baku yang mempunyai kadar air tinggi
dan akan patah ketika mencapai panjang sehingga dalam pembuatannya harus
yang diinginkan. Teknologi pelet ini dikeringkan terlebih dahulu, dan cara
sudah banyak digunakan terutama untuk ke dua adalah proses kering digunakan
memproduksi pakan ternak, namun untuk bahan baku yang mempunyai
demikian khusus untuk bio-pelet dari kadar air sangat rendah.
biomas kayu di Indonesia belum banyak
dilakukan. a) Pembuatan pelet cara kering

Pelet kayu digunakan sebagai sumber Terlebih dahulu serbuk kayu disaring
energi untuk pemanas ruangan pada untuk memisahkan serbuk yang
musim dingin dan energi penghasil listrik terlalu kasar dan halus.Ukuran serbuk
(carbon for electricity). Selain itu dapat juga yang ideal adalah 60-100 mesh.
digunakan sebagai sumber energi di rumah Apabila ukuran serbuk terlalu terlalu
tangga keperluan memasak sehari-hari kasar atau halus, maka kualitas pelet
dengan emisi yang dikeluarkan relatif lebih yang dihasilkan tidak optimal. Tahap
ramah lingkungan karena pelepasan emisi selanjutnya adalah pengeringan
karbonnya rendah. Selain itu pelet kayu serbuk kayu sampai kadar air 10-
juga menghasilkan rasio panas yang relatif 12%. Untuk serbuk kayu, pengeringan
tinggi antara output dan inputnya (19:1 dengan sistem drum berputar sangat
hingga 20:1) dan energi sekitar 4,7kWh/kg. sesuai dan cepat, mudah namun
relatif mahal. Di pabrik, proses
Pelet kayu termasuk ramah lingkungan, pengeringannya dilakukan dengan
karena selain emisi CO2 yang dikeluarkan cara dikirim dengan ban berjalan ke
dari hasil pembakarannya rendah, juga lubang masuk pengering rotary dengan
berasal dari bahan baku terbarukan yang sebuah conveyor ulir yang diletakkan
bersifat carbon neutral. Pelet kayu dapat di bawah lubang pengayakan.
disebut sebagai carbon neutral karena
426 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Proses pengeringan ini sangat penting. tinggi. Serbuk gergajian kayu disaring
Usaha keras diperlukan untuk menjaga untuk memperoleh ukuran 60-100
kontrol yang ketat terhadap kadar air mesh, bahan yang tidak tersaring
dan uap yang timbul akibat tekanan dapat digiling menggunakan milling
ulir yang dapat menyebabkan tekanan dan disaring kembali. Serbuk halus
balik. Setelah serbuk menjadi kering, yang dihasilkan, selanjutnya ditambah
serbuk tersebut dimasukkan ke dalam tepung kanji dan air secukupnya
corong pengisian pembuatan pelet. sambil di aduk merata. Setelah
Bahan baku yang sudah kering masuk diperoleh campuran serbuk kayu dan
ke dalam mesin pencetak pelet. kanji yang merata dan bertekstur
Gesekan yang terjadi di dalam proses semi solid, selanjutnya dimasukkan
menghasilkan panas yang cukup untuk ke dalam cetakan alat kempa dengan
melelehkan lignin yang berfungsi sistem screw. Pelet yang dihasilkan
sebagai perekat pelet sehingga selanjutnya dikeringkan, proses
terjadi proses pengikatan bahan dan pengeringan ini dapat dilakukan
penurunan kadar air menjadi 5%. dengan cara dimasukkan ke dalam
Panas ini juga menyebabkan suhu oven atau dijemur dengan panas
pelet ketika keluar mencapai 50-700C matahari di udara terbuka.
sehingga perlu pendinginan.
Untuk skala usaha sebaiknya proses
Proses pembuatan pelet kayu cara pembuatan pelet cara basah ini
kering ini memerlukan biaya investasi menggunakan cara koperasi. Sesuai
yang cukup besar. Pabrik yang dengan namanya, tujuan pengusahaan
membuat pelet kayu dengan cara ini pelet cara koperasi adalah merupakan
sudah ada di Wonosobo, Tangerang usaha bersama suatu desa dalam
dan Semarang, yang kesemuanya memberikan kesempatan kerja kepada
menggunakan limbah serbuk gergajian warganya agar dapat meningkatkan
kayu sebagai bahan baku utamanya. taraf hidupnya. Prinsip kerja cara ini
seperti sistem plasma yaitu sebagai
Proses pembuatan pelet cara kering ini, inti adalah unit pengolahan kayu dan
pengusahaannya dengan cara pabrik plasmanya adalah pencetakan pelet.
tujuannya adalah produksi masal, oleh Pengusaha pelet dapat merangkap
karena itu prosesnya diselenggarakan sebagai eksportir dalam arti
secara masinal. Berikut ini disajikan menanggung semua biaya investasi
hasil studi pembangunan industri dan menjamin perusahaan produk.
pelet berkapasitas produksi 1 ton/jam Kewajiban dari pengrajin arang adalah
dengan bahan baku limbah industri menjual pelet kepada usaha kecil
kayu. Penjualan ditujukan ke negara menengah.
Korea, Jepang dan Eropa.
c) Kualitas Pelet
b) Pembuatan pelet cara basah
Terdapat dua jenis kualitas bahan
Kenyataan di lapangan, ternyata bakar pelet yaitu premium dan
industri penggergajian kayu milik standar. Perbedaan ke duanya
rakyat lokasinya terpencar-pencar terletak pada kadar abu. Jenis
tetapi jumlahnya relatif banyak, standar mempersyaratkan kadar
maka cara membuat peletnya lebih abu maksimal 3%, sedangkan jenis
cocok menggunakan cara basah, premium kadar abunya tidak lebih
mengingat kadar airnya yang relatif dari 1%. Perbedaan ini didasarkan atas
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 427
Teknologi dan Industri Kehutanan

sumber bahan baku yang digunakan. bevariasi.


Pelet jenis standar dibuat dari bahan
yang menghasilkan residu abu seperti b) Sistem kontinyu. Pada prinsipnya
kulit kayu dan limbah pertanian. alat untuk membuat pelet kayu
Sedangkan pelet jenis premium dibuat dengan sistem kontinyu ini untuk
dari serbuk kayu keras dan lunak yang cara basah dengan kapasitas
tidak mengandung kulit kayu. Abu produksi yang lebih besar. Dalam
merupakan komponen yang tidak satu jam bisa menghasilkan10-25 kg
diinginkan pada bahan bakar. Abu pelet, tergantung bahan baku yang
tidak dapat bereaksi dan terbakar digunakan.
serta akan menumpuk di dasar boiler c) Uji coba. Hasil uji coba pemakaian
atau terbang bersamaan dengan gas pelet kayu sebagai sumber energi di
dan juga dapat menyebabkan karat. rumah tangga menunjukkan bahwa
Faktor yang mempengaruhi kualitas 800 gram pelet kayu dalam 1 jam dapat
pelet diantaranya adalah ukuran memanaskan air minum sebanyak
bahan baku karena akan berpengaruh 12 liter sedangkan pelet limbah daun
terhadap tingkat reaksi. Ukuran
partikel yang homogen lebih efisien
daripada ukuran partikel yang
heterogen. Selain itu besar kecilnya
kadar air akan berpengaruh pada
proses pembakaran yang lambat dan
temperatur api yang rendah dan akan
meningkatkan kecepatan gas pada
zona bakar. Faktor lainnya adalah
keteguhan tekan yang menunjukkan
daya tahan atau kekompakan pelet
terhadap tekanan luar. Semakin besar
keteguhan tekan akan meningkatkan
daya tahan sehingga tidak cepat Gambar 5.60. Alat pembuatan pelet kayu
hancur. sistem manual
2) Sistem Pembuatan Pelet Kayu
a)
Sistem manual. Rancang bangun
prototipe alat pres pelet dengan
menggunakan tenaga dari
elektromotor untuk menggerakkan
Selenoid pump ke hidraulik dengan
tekanan kempa maksimum 1500 psi
yang dilengkapi dengan pemanas dari
elemen listrik untuk memanaskan
serbuk kayu menjadi pelet. Sistem
ini digunakan untuk mengetahui
suhu optimal dan waktu kempa yang
dibutuhkan oleh bahan baku serbuk
kayu mengingat kandungan lignin Gambar 5.61. Alat pembuatan pelet kayu
dan ekstraktif serta berat jenis yang sistem kontinyu
428 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

kayu putih hanya dapat memanaskan diperoleh produk dengan berat molekul
air sebanyak 5 liter air. Perbedaan ini tinggi, selain bio-oil, dihasilkan juga arang
disebabkan oleh nilai kalor dari bahan dan gas. Crude bio-oil dapat dimanfaatkan
tersebut jauh berbeda. sebagai alternatif pengganti bahan bakar
hidrokarbon untuk industri seperti untuk
Berdasarkan riset diketahui bahwa mesin pembakaran (combustion machine),
penggunaan pelet kayu sebagai bahan boiler, mesin diesel statis dan gas turbin
bakar dapat meningkatkan keuntungan dan efektif digunakan sebagai pensubstitusi
usaha dalam hal nilai tambah. Keuntungan diesel, heavy fuel oil untuk berbagai macam
dan margin yang dihasilkan adalah paling boiler. Penggunaan untuk bahan bakar
tinggi ketika menggunakan bahan bakar mesin automotive dimungkinkan dengan
sebetan dan pelet kayu, dan paling rendah proses lanjutan crude bio-oil dengan teknik
ketika menggunakan gas. hydrocracking untuk memecah fraksi berat
Pelet kayu merupakan bentuk energi masa molekul tinggi menjadi molekul rendah
depan yang dapat dibuat dengan cara seperti dalam bahan bakar bensin dan solar.
proses basah dan kering dengan teknologi Proses produksi secara umum diawali
menggunakan sistem manual maupun dengan penghancuran bahan baku menjad
kontinyu. Bahan yang dapat digunakan serbuk, pengeringan serbuk menjadi kadar
tidak hanya kayu terutama serbuk gergajian air 5-10%, pengumpanan bahan ke dalam
kayu tetapi dapat juga menggunakan bahan reaktor pirolisis, penampungan destilat
lain seperti limbah daun kayu putih hasil bio-oil, upgrade bio-oil melalui proses
penyulingan yang masih mengandung hydrocracking menjadi bahan bakar setara
ranting. minyak bumi.
Proses pembuatan pelet cara basah
diperuntukkan bahan baku yang kandungan
airnya cukup tinggi dengan menggunakan m. Gasifikasi
teknologi kontinyu. Teknologi ini dapat
dikelola oleh industri kecil, mengingat Gasifikasi adalah proses perubahan bahan
sumber bahan baku tersebar dan skalanya bakar padat (kayu dan biomasa lainnya)
kecil. Sedangkan cara kering diperuntukkan secara termokimia menjadi gas, di mana
industri besar yang sudah terintegrasi. reaksi kimia yang terjadi adalah secara
endotermis yaitu memerlukan panas
dari luar selama berlangsungnya proses.
Umumnya menggunakan media udara dan
l. Bio-oil uap dalam proses gasifikasi. Terdapat tiga
Limbah kayu dan biomasa lainnya dapat produk akhir yang dihasilkan yaitu padatan,
dimanfaatkan sebagai sumber bio-oil. Bio- cairan dan gas. Gas yang dihasilkan
oil merupakan bahan bakar cair berwarna dari gasifikasi dapat digunakan sebagai
kehitaman yang berasal dari biomassa pembangkit tenaga listrik atau keperluan
seperti kayu, kulit kayu dan biomassa untuk memasak. Untuk memperoleh
lainnya melalui teknologi pirolisis cepat produk gas ini dibutuhkan alat yang dikenal
yaitu teknologi degradasi termal pembuatan sebagai gasifier yang bisa menggunakan
arang (karbonisasi), tanpa kehadiran udara bahan baku kayu, batu bara, biomasa
(oksigen) dalam proses pembuatannya, ataupun sampah, dan gas yang dihasilkan
berlangsung pada suhu 400- 600oC dengan ramah lingkungan tanpa kandungan furan.
waktu yang relatif singkat dan proses Proses produksinya dimulai dari persiapan
pemadaman dilakukan secara cepat agar
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 429
Teknologi dan Industri Kehutanan

bahan baku yang dapat berupa potongan C.javensis; C. muricatus; C. subinermis; C.


kecil kayu dan biomas lainnya dengan kadar viminalis; Daemonorops melanochaetes;
air di bawah 15%. Bahan baku diumpankan D.periacantha; D.fissa.
ke dalam alat gasifikasi sehingga terjadi
tahap pengeringan bahan, tahap berikutnya Bagian umbi/umbi akar yang dimanfaatkan
terjadi pirolisis dimana bahan baku sebagai sumber pangan antara lain umbi
mengalami perengkahan dengan molekul porang (Amorphopallus onchopillus Prain),
besar terpecah menjadi molekul kecil umbi suweg (Amorphopalus spp), umbi
yang terjadi sampai suhu 500oC, sehingga gadung (Dioscoreahispida), umbi gembolo
dihasilkan gas berikut uap air, uap tar (Dioscorea spp), umbi uwi, dan umbi talas
dan arang. Saat suhu mencapai 600oC, Bagian bunga/hasil penyadapan tangkai
arang bereaksi dengan upa air dan CO2 bunga malai sebagai bahan pangan adalah
menghasilkan gas hidrogen dan CO. nira aren (Arenga catechu), nira nipa (Nypa
fructicans), nira lontar, nira siwalan dan
(Borassus flabelifer). Sedangkan bagian
n. Tumbuhan Hutan sebagai Sumber Pangan daun sebagai bahan pangan meliputi daun
talas kimpul muda, daun talas uwi, dan
Buah sebagai sumber pangan dan pangan daun melinjo muda. Bahan pangan berupa
alternatif antara lain: sukun (Artocarpus madu diperoleh dari bagian sari bunga/
altilis Forsberg); Buah Keluwih (A. communis nektar.
L.), cempedak (Artocarpus integer (Thumb.)
Merr., terap (A.rigidus), nangka hutan Cara pemanfaatan dan pengolahan
(Artocarpus odoratissimus Blanco), durian tumbuhan sebagai sumber pangan
(Durio zibetinus L.), manggis hutan (Garcinia dijelaskan sebagai berikut:
mangostana L), alpukat (Parkia spp),
1) Buah Sukun
langsat (Sandoricum beccarianum Bail),
duku (Lansium domesticum Correa), petai Pemanfaatan buah sukun yang
hutan, kabau (famili Caesalpineaceae), tepat dipetik saat pada bagian buah
matoa (Pometia alnifolia Radlk), sawo mengeluarkan getah, sebagai pertanda
(Achras zapota L), sawo kecik (Manilkara buah telah masak. Buah sukun ini mudah
kauki L Dubark), sawo torem (Manilkara busuk dalam waktu kurang dari 1 minggu
kanoensis H.J.L Boem.), Nam-nam /Kepel jika telah dipetik maka untuk mengolah
(Cynometra cauliflora L.), mangga hutan/ yang dapat disimpan agak lama dalam
membacang (Manggifera foetida Lour), bentuk dibuat keripik buah masih
kemiri (Aleurites molluccana Willd), kenari mentah,. Saat di iris-iris tipis diletakkan
(Canarium asperum Benth), kedondong diatas uap air panas agar bebas dari
(Spondiias dulcis Kurz), asam (Tamrindus pewarnaan coklat.
indicus L), tengkawang (Shorea laevifolia),
Gayam (Inocarpus fagifer Forst), dan Sukun setelah dibuat tepung dapat
melinjo/tangkil (Gnetum gnemon. L). dibuat dekstrin secara enzimatis dengan
enzim yang digunakan adalah dari jenis
Bagian batang sebagai sumber pangan α-amilase dengan merek dagang Sigma
antara lain batang sagu (Metroxylon A 3176 from porcine pancreas 500
sagoo L.), batang muda (umbut) nipah ku. Penelitian memberikan hasil nilai
(Nypa fructicans), batang muda/rebung rendemen bahan serpihan kering 40%
bambu petung (Dendrocalamus asper) dan rendemen tepung 14,5%-16,1%.
dan gombong (Gigantochloa verticillata), Kadar karbohidrat 84 ,4 % kadar protein
dan batang muda (umbut) rotan untuk 6,04%-7,01%, kadar air 11%-12%.
sayur yaitu Calamus.deerratus; C.egregius; Dekstrin yang dihasilkan kekentalan yaitu
430 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

1,9 cp dan kelarutan air dingin 80,68% daerah tropika yang diyakini berasal dari
kadar abu 0,25% dengan kadar air 7,35% Nusantara. Tumbuh hingga mencapai 7
dekstrosa yang terbentuk 18,20% dengan sampai 25 meter. Buahnya juga disebut
derajat putih 74, 60% warna dalam lugol manggis, berwarna merah keunguan
ungu. ketika matang, meskipun ada pula
varian yang kulitnya berwarna merah.
2) Buah Terap dan Cempedak Buah manggis dalam perdagangan
Manfaat buah terap yang berukuran dikenal sebagai “ratu buah”, sebagai
besar itu disenangi, karena daging pasangan durian, si “raja buah”. Buah
buahnya yang membungkus biji rasanya ini mengandung mempunyai aktivitas
manis, banyak mengandung sari buah antiinflamasi dan antioksidan. Sehingga
dan harum baunya, yang dapat dimakan di luar negeri buah manggis dikenal
dalam keadaan segar atau sebagai sebagai buah yang memiliki kadar
campuran dalam kue. Buahnya konon antioksidan tertinggi di dunia.
memiliki rasa yang lebih enak daripada 4) Buah Matoa
nangka. Bijinya dapat dimakan setelah
dibakar atau direbus; biji yang direbus Dikenal 2 jenis buah matoa, yaitu matoa
(selama 30 menit dalam air garam) kelapa dan matoa papeda. Ciri yang
memiliki rasa yang lebih enak. Buah membedakan keduanya adalah terdapat
muda juga dapat dimasak bersantan dan pada tekstur buahnya, matoa kelapa
dimakan sebagai sayur. dicirikan oleh daging buah yang kenyal
dan nglotok seperti rambutan aceh,
Buah (sinkarp) agak bulat, mencapai diameter buah 2,2-2,9 cm dan diameter
ukuran 16x13 cm, berwarna kuning biji 1,25-1,40 cm. Sedangkan Matoa
kehijauan, tertutup rapat oleh tonjolan- papeda dicirikan oleh daging buahnya
tonjolan bulu kaku yang panjangnya yang agak lembek dan lengket dengan
kira-kira 1 cm; kulit buah kira-kira 8 mm diamater buah 1,4-2,0 cm. Dilihat dari
tebalnya; daging buah (hiasan bunga jenis warna buahnya, baik buah matoa
yang menyandang buah) berwarna putih, kelapa maupun buah matoa papeda
mengandung banyak sari buah, harum dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu
baunya; tangkai buah 5-14 panjangnya. buah matoa merah, kuning, dan hijau.
Perikarp (termasuk biji) berbentuk
menjorong, berukuran kira-kira 12 mm x 5) Sawo Kecik
8 mm; perkecambahannya hipogeal.
Manfaat buah sawo kecik (Manilkara
3) Buah Manggis (Garcinia mangostana L) kauki) banyak yang tidak mengetahuinya.
Buah sawo kecik dipercaya mempunyai
Buah manggis selain bermanfaat sebagai khasiat sebagai pengharum tubuh yang
bahan buah yang mengandung vitamin C alami. Dengan mengonsumsi sawo kecik,
juga bagian kulitnya dapat dimanfaatkan tubuh kita akan menjadi wangi. Keringat,
sebagai bahan anti oksidan untuk bahan nafas, bahkan air kencing orang yang
baku obat herbal. Kulit buah manggis jika memakan buah ini akan tercium wangi.
dijemur kering dan dibuat tepung dapat Itulah sebabnya putri-putri keraton
dipakai untuk campuran pembuatan gula sangat menggemari buah sawo kecik.
kelapa artau gula aren untuk mencegah Tidak heran jika kita menemukan pohon
gula meleleh jika terkena panas . sawo kecik di keraton-keraton yang
Manggis (Garcinia mangostana L.) berada di Solo atau Yogjakarta.
adalah sejenis pohon hijau abadi dari
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 431
Teknologi dan Industri Kehutanan

6) Buah Nam-nam 11) Pengolahan pembuatan tepung sagu


Buah nam-nam merupakan buah yang Setelah pohon sagu ditebang bagian
banyak mengandung vitamin C yang tengah batang dikeluarkan dari batang
baik dan buah ini keluarnya pada batang yang berupa umbut/baian yang lunaknya.
pokok dan tidak terlalu tinggi karena Kemudian diparut dengan pemarut
berada di bawah cabang pertama, Daging mekanik. Jika ditumbuk hasilnya tidak
buah yang masih muda bergetah dan maksimal. Setelah diparut dicampur
rasanya pahit namun jika telah masak air untuk diperas agar keluar patinya.
manis rasanya. Setelah diendapkan 3 hari endapan
dijemur dan sebaiknya dikeringkan
7) Buah Kemiri
dengan mesin pengering oven dengan
Buah kemiri banyak dimanfaatkan dibantu pengipasan sehingga tidak
sebagai bumbu masak sayur atau sebagai terjadi browning. Tepung yang telah jadi
pengganti minyak kelapa dan rasanya diayak lagi sesuai ukuran standar yang
yang gurih sehingga cocok untuk masak disesuaikan standar tepung monohidrat.
santan karena mengandung minyak.
12) Pemanfaatan Umbi Porang
8) Buah Kenari
Dalam memanfaatkan porang yang
Buah kenari dimanfaatkan sebagai kacang pokok adalah ketepatan pemanenan,
kenari. Sering juga sebagai penyedap kebersihan, waktu perajangan dan
pada kue-kue dari tepung gamdum. Biji penjemuran untuk dibuat keripik (chips)
kenari nilai jual cukup tinggi jika cara dari warna dan kekeringannya. Berbagai
memasaknya tepat. Kacang kenari yang kegunaan porang yaitu produk makanan,
terkenal dari Ternate karena memang sashimi, konyaku, mie, jeli. Bidang farmasi
berasal dari hutan kenari di Halmahera bahan aktif disebut glukomanan sebagai
dan pulau Ternate sendiri. pengikat formula tablet, pembungkus
kapsul, pengental sirup, bahan obat-
9) Buah Tengkawang obatan, kosmetika. Bidang industri
sebagai campuran kertas agar kuat dan
Buah tengkawang dimanfaatkan untuk mengkilat, pengganti selulosa dalam
diambil minyaknya. Sering juga untuk film, bahan lem, tekstil bahkan pada
tambahan sebagai minyak sayur, tetapi masa pendudukan Jepang di Indonesia
yang sangat menguntungkan setelah digunakan untuk industri bahan peledak.
dibuat menjadi lemak dapat dibuat
sebagai bahan lip stick pemerah bibir. 13) Pengolahan Nira Aren
10) Buah Gayam Seperti halnya untuk pembuatan gula
dengan perebusan sambil diaduk agar
Buah gayam dalam pemanfaatan sebagai tidak mengental setelah cukup kental
makanan camilan setelah direbus atau dituang kedalam cetakan dapat berupa
dikukus. Buah ini mengandung protein tempurung atau potongan batang
yang tinggi namun kadar lemak rendah bambu. Untuk menjaga mutu sebaiknya
Kadar karbohidrat mencapai 70% dan tingkat kebersihan dan cara pemasakan
protein berkuisar 8-9%. Pohon dapat dengan api yang tidak terlau panas.
tahan pada tanah kering berpasir,
meskipun cocok pada tanah yang gembur 14) Pengolahan Nira Siwalan
tapi kering. Berbuah setahun sekali.
Lontar, atau siwalan, (Borassus flabellifer),
432 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

juga disebut the asian palmyra palm, kandungan air pada umbi kimpul cukup
toddy palm, sugar palm, dan cambodian tinggi yaitu 63,1 gram/100% kimpul
palm. Bahan nira siwalan dapat dibuat mentah.
sebagai gula dengan pemanasan/
perebusan seperti halnya pembuatan Kimpul termasuk jenis umbi-umbian yang
gula aren. Dapat pula dijadikan sebagai mempunyai kandungan karbohidrat yang
bahan minuman setelah difermentasikan lebih tinggi yaitu 34,2 gram/100 % dalam
dengan bahan pembuat alkohol atau umbi mentah, sehingga kemungkinan
sebagai sari larutan legen (bahan umbi kimpul dapat diolah menjadi
minuman manis). Sama halnya dengan keripik. Tujuan yang ingin dicapai adalah
kelapa, penyadapan nira lontar dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
terhadap seluruh malai bunga yang tingkat penerimaan masyarakat terhadap
belum mekar. keripik kimpul bumbu balado ditinjau
dari warna, aroma, rasa dan tekstur dan
Sementara nira enau, diambil dari untuk mendapatkan usaha keripik kimpul
pengirisan pelepah malai bunga. Kalau balado yang mempunyai prospek positif.
nira kelapa dan enau ditampung dalam
buluh bambu, maka nira lontar biasanya
ditampung dalam wadah terbuat dari o. Perlebahan
daun lontar itu sendiri. Produksi nira
lontar lebih besar dari nira kelapa, tetapi Perlebahan merupakan kegiatan agribisnis
lebih kecil dibanding dengan enau. Ke yang ramah lingkungan dan dikenal
dalam wadah penampung nira itu, harus sangat bermanfaat untuk meningkatkan
dimasukkan laru berupa kapur sirih, kesejahteraan masyarakat, khususnya
serpihan kayu nangka, atau bahan-bahan masyarakat di daerah sekitar hutan.
lain. Manfaat laru adalah untuk mencegah Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan
agar nira tidak menjadi masam. pengembangan perlebahan antara lain
dapat meningkatkan pendapatan dan
15) Pengolahan Nira Nipah mutu gizi masyarakat dari hasil-hasil
perlebahan seperti madu, tepung sari,
Bahan nira nipah secara umum dibuat
royal jelly, lilin lebah, propolis. Dalam hal
sebagai gula pengganti gula pasir dengan
pelestarian sumber daya alam, lebah madu
tingkat keputihan yang lebih rendah atau
berperan penting dalam membantu proses
dapat dibuat dekstrin.
penyerbukan tanaman. Selain itu, kegiatan
16) Batang Nipah yang Muda atau Umbut perlebahan dapat juga meningkatkan
Nipah kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi
dalam upaya pelestarian alam.
Pembuatan tepung dari bagian umbut
nipah seperti halnya pembuatan tepung 1) Karakteristik Lebah Hutan
sagu. Selain itu juga dapat langsung Lebah hutan membangun sarangnya di
dimasak sebagai sayur karena bagian ini dahan-dahan pohon dengan ketinggian
lembut. umumnya tidak kurang dari 10 m. Letak
17) Kimpul Tanaman Bawah Hutan sarang yang tinggi ini merupakan bagian
dari strategi pertahanan diri lebah Apis
Kimpul tanaman bawah hutan sering dorsata. Namun, di beberapa tempat
sudah dibudidayakan menjadi komoditi dimana kawasan hutannya terdiri
holtikultura yang mudah mengalami dari hutan sekunder yang didominasi
kerusakan mikrobiologis. Hal ini karena tumbuhan semak banyak ditemukan A.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 433
Teknologi dan Industri Kehutanan

dorsata bersarang di dahan yang rendah. perubahan iklim yang mempengaruhi


ketersediaan dan kelimpahan sumber
Koloni lebah hutan dari sub species A. pakan. Di banyak tempat, koloni A.
dorsata mempunyai kesukaan membuat dorsata hanya tinggal selama 2-3 bulan,
sarangnya bersama-sama (agregasi) setelah itu pergi ke tempat lain yang
dalam satu pohon. Oleh sebab itu tidak banyak menyediakan sumber pakan
jarang ditemukan berpuluh-puluh koloni dan kondisi iklimnya mendukung. Pola
berjejer memenuhi dahan pada sebuah dan waktu migrasi lebah hutan biasanya
pohon. Ini berbeda dengan sub species tetap dari tahun ke tahun sehingga
A. binghami yang cenderung bersarang membentuk semacam siklus tahunan.
secara soliter. Perpindahan tempat yang dilakukan
Koloni A. dorsata membangun lebah hutan dapat mencapai jarak 150-
sarangnya di tempat terbuka berupa 200 km.
satu lempengan sarang (sarang tunggal). 2) Pengelolaan Sarang Lebah Hutan
Bentuk sarang A. dorsata kurang lebih
menyerupai setengah lingkaran. Luas Usaha terbaik untuk meningkatkan
permukaan sarang bervariasi mulai potensi serta kuantitas dan kualitas
kurang dari 0,5 m2 sampai lebih dari madu lebah hutan adalah dengan
1 m2. Sarang ini dikerumuni oleh 3 memperbaiki dan meningkatkan teknik
sampai 6 lapis lebah pekerja yang selalu pengelolaannya, melalui:
siap mempertahankan sarangnya dari
serangan penggangu. a) Pengembangan Tempat Sarang Buatan

Lebah hutan tergolong lebah liar Kerusakan dan perusakan hutan


dan perilakunya cenderung sangat di banyak kawasan hutan telah
agresif. Taktik yang digunakan untuk menyebabkan pohon lebah hutan
melumpuhkan musuh yaitu dengan semakin berkurang, bahkan di
melakukan penyerangan secara bersama beberapa daerah di mana hutan
(masal) oleh ratusan hingga ribuan lebah primer telah berubah menjadi hutan
pekerja. Oleh sebab itu, A. dorsata semak belukar, pohon-pohon tersebut
memiliki jumlah penyerang yang jauh telah hilang. Dalam kondisi demikian
lebih banyak dibanding lebah madu jenis lebah hutan menjadi kehilangan
lainnya. Tidak itu saja, lebah ini juga tempat tinggal.
memiliki kemampuan menyerang musuh Upaya untuk membudidayakan A.
sampai sejauh 1,6 km, bahkan ada yang dorsata dengan sistem kandang (hive)
mencapai jarak 3,2 km. Target serangan telah dirintis berbagai pihak sejak akhir
lebah hutan tidak saja hewan penggangu tahun 1800-an, namun semuanya
seperti burung atau beruang madu, menemui kegagalan. Karakter
tetapi juga manusia. Tidak jarang pula biologis kehidupan lebah hutan yang
sasarannya adalah mereka yang tidak suka bersarang di tempat terbuka
berdosa (tidak mengganggu sarangnya) menjadikan lebah ini relatif sulit
yang kebetulan melintas dekat koloni dibudidayakan secara intensif seperti
lebah hutan yang sedang marah akibat halnya A. cerana, A. koschevnikovi,
gangguan binatang lain. A. nigrocincta, dan A. mellifera yang
Ciri khas lain dari perilaku lebah secara alami memilih bersarang di
hutan adalah kesukaannya berpindah dalam rongga.
tempat (migrasi). Migrasi lebah hutan Tempat sarang buatan yang disiapkan
berhubungan erat dengan ritme secara khusus dengan berpedoman
434 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

kepada kebiasaan hidup lebah hutan membuat sunggau bermacam-


dapat menjadi alternatif tempat tinggal macam. Pemilihan kayu tidak
lebah hutan. Pemanfaatan tempat berdasarkan kekuatan, melainkan
sarang buatan untuk memancing berdasarkan profil batang yang
datangnya lebah hutan sedikitnya relatif rata dan diameternya
telah dipraktekkan di tiga daerah yang tidak kurang dari 10 cm. Berbagai
berbeda di Indonesia yaitu di Provinsi jenis yang biasa dipakai untuk
Bangka-Belitung, Kalimantan Barat membuat sunggau antara lain
(sekitar kawasan danau Sentarum) medang (Litsea sp), samak (Eugenia
dan Kalimantan Tengah (daerah garcinaefolia), geronggang, dan
Poso). Masyarakat Belitung menyebut betor (Callophyllum pulcherrimum).
tempat sarang buatan yang mereka
kembangkan dengan nama “sunggau”. Panjang batang sunggau sekitar
Di Kalimantan Barat, tempat sarang 2 meter dengan diameter antara
buatan yang hampir sama dinamakan 10–15 cm. Tinggi sunggau sekitar
“tikung”, sedangkan di Poso disebut 1–3 m dari permukaan tanah,
“tingku”. sedangkan sudut kemiringannya
sekitar 15o–30o.
Pada dasarnya sunggau, tikung, dan
tingku adalah istilah untuk sepotong
batang/dahan pohon atau papan kayu
yang dikonstruksikan sebagai tempat
sarang lebah hutan. Kekhususan
tempat sarang buatan terletak
pada cara pembuatannya yaitu
diusahakan agar mampu memberikan
perlindungan bagi koloni, baik dari
kondisi cuaca maupun gangguan
lainnya, dengan tidak mengurangi
keleluasaan lebah untuk datang dan
pergi mencari makanan (foraging
activity).
Gambar 5.62. Bentuk konstruksi sunggau
Berikut adalah deskripsi dan cara dan cara pemasangannya
pembuatan ketiga model tempat Gambar: Amir Hamzah
sarang buatan tersebut (Hadisoesilo,
2000). 2) Tikung
1) Sunggau Konstruksi tikung pada dasarnya
sama dengan sunggau, hanya
Sunggau dibuat dari potongan
saja bahan yang digunakan
batang pohon yang diletakkan
miring di atas dua penyangga. berupa papan. Tikung dipasang
Kedua penyangga dapat berupa diantara dua pohon. Penggunaan
cabang pohon yang berbeda tonggak penyangga tidak umum
ketinggiannya atau tonggak yang dilakukan, karena lokasi tikung
dibuat dari potongan dahan pohon berada di areal pasang surut.
(Gambar 5.62). Pemasangan tikung dilakukan
dengan memperhitungkan agar
Jenis kayu yang digunakan untuk ketinggiannya tidak kurang dari
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 435
Teknologi dan Industri Kehutanan

1,5m m dari permukaan air pada 3) Tingku


saat pasang naik (Gambar 5.63).
Pada prinsipnya tingku sama
Ukuran panjang papan tikung 2–3 dengan sunggau dan tikung.
m, lebar 20 cm, dan tebal 3–4 cm. Bedanya, apabila sunggau dan
Pada kedua ujung papan diberi tikung ditempatkan langsung di
lekukan memanjang sekitar 10– dalam hutan pada ketinggian
15 cm dengan lebar 5–10 cm. Di tertentu sehingga memerlukan
kedua ujung lekukan dibuat lubang penyangga, sedangkan tingku
untuk memasukkan pasak kayu biasanya ditempatkan di lereng
untuk mengunci papan agar tidak bukit pinggiran hutan dan tidak
terlepas dari dahan tempatnya memerlukan penyangga karena
menggantung. Bagian atas papan cara pemasangannya dengan
dibuat cekungan untuk mengalirkan menancapkan salah satu ujung
air pada saat hujan. papan ke tanah (Gambar 5.64).
Tingku dibuat dari papan yang
Kayu yang digunakan dipilih yang sedikit dihaluskan atau potongan
kuat supaya dapat dipakai dalam batang/dahan pohon. Kayu
jangka panjang. Pawang setempat yang digunakan dari jenis yang
biasanya menggunakan papan memiliki nilai keawetan tinggi
kayu tembesu (Fagraea fragrans) antara lain kondongio (Dysoxillum
yang jangka waktu pemakaiannya densiflorum), ampuni (Cycas sp),
sampai bertahun-tahun. Selain angsana (Pterocarpus indicus),
kuat, kayu yang dipakai juga dipilih tembesu (F. fragrans). Penggunaan
yang tidak berbau, karena lebih kayu dengan kelas keawetan tinggi
disukai lebah hutan. ini yaitu supaya tahan lama dan
Cara pemasangan tikung yaitu dapat digunakan secara permanen.
dengan memasukkan cabang atau
dahan pohon ke masing-masing
lekukan di ujung papan tikung, lalu
dikunci dengan dengan pasak kayu.
Pemasangannya diatur sedemikian
rupa sehingga posisi tikung menjadi
miring membentuk sudut 25o–40o
terhadap bidang horizontal.

Gambar 5.64. Bentuk konstruksi tingku


Gambar: Amir Hamzah

Panjang tingku yang berada di atas


tanah berkisar antara 1,5–2,5 m
dengan lebar papan antara 10–25
cm. dan tebalnya sekitar 5–10
Gambar 5.63. Cara pemasangan tikung cm. Apabila menggunakan batang
Gambar: Amir Hamzah
436 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

pohon, diameter batang yang dengan kulit batang geronggang atau


dipilih sekitar 15–20 cm. Tinggi Melaleuca. Pengalaman di lapangan
ujung tingku dari tanah sekitar menunjukkan bahwa pengasapan
1,5–2,25 m. Sudut kemiringan tidak membuat lebah menjadi agresif,
tingku dengan permukaan lereng melainkan hanya terbang menjauh dari
sekitar 30o–60o. Untuk memberikan sarang. Sarang yang telah ditinggalkan
perlindungan terhadap koloni penghuninya dapat segera dipotong
lebah, kedua sisi diberi penutup dari untuk diambil madunya.
ranting atau semak-semak yang ada
di sekitarnya, sedangkan bagian Pemanenan madu lebah hutan
depan tingku dibuat terbuka. secara konvensional dilakukan
dengan memotong/mengambil
b) Teknik Pemanenan seluruh sarang. Cara pemanenan
seperti ini biasanya menyebabkan
Meskipun tidak dapat dibudidayakan, koloni lebah hijrah sehingga koloni
namun karena tingginya produksi hanya bisa dipanen satu kali dalam
madu yang dihasilkan, koloni A. dorsata satu musim pembungaan. Tentu
banyak diburu oleh masyarakat yang saja jumlah produksinya menjadi
tinggal di sekitar hutan untuk dipanen berkurang dibandingkan jika setiap
madunya. koloni dapat dipanen lebih dari sekali
dalam semusim. Akan tetapi, resiko
Pemanenan madu lebah hutan di yang paling besar sebetulnya adalah
tempat sarang buatan relatif lebih kelangsungan hidup koloni, karena
mudah dan aman dibandingkan kematian anakan menyebabkan
dengan pemanenan di hutan alam. perkembangan koloni terhambat.
Apabila sebagian besar pemungut Apalagi kalau dalam proses
madu di hutan alam melakukan pemanenan lebah ratunya mati, maka
pemanenan di malam hari, maka koloni tersebut tidak mempunyai
untuk panen di tempat sarang buatan kesempatan membentuk ratu baru lagi
dengan mudah dapat dilakukan di karena semua anakannya mati. Koloni
siang hari. Resiko kecelakaan pada ini akan punah dengan sendirinya
pemanenan di sarang buatan juga kalau tidak segera bergabung dengan
jauh lebih kecil dibandingkan dengan koloni yang sehat.
di hutan alam, karena posisi sarang
rendah dan tidak berdekatan dengan Praktek pemanenan dengan cara
koloni lain. Selain itu, karena pawang potong habis seperti di atas masih
tidak perlu memanjat pohon untuk banyak dilakukan sampai saat ini,
sampai ke tempat sarang maka tidak terutama yang waktu panennya malam
ada resiko jatuh dari ketinggian. Untuk hari. Kemungkinan karena gelap
mengurangi resiko serangan lebah, sehingga tidak memungkinkan bagi
pawang dapat mengenakan masker pawang untuk melihat dan memotong
dan pakaian anti sengatan lebah sarang madunya saja. Kemungkinan
(pakaian semacam ini akan terasa lain, supaya dapat bekerja lebih cepat
mengganggu apabila dikenakan untuk sehingga jumlah koloni yang dipanen
memanjat pohon). lebih banyak.

Diperlukan pengasapan dalam proses Sistem panen sunat adalah alternatif


pemanenan madu lebah hutan. Alat cara pemanenan madu lebah hutan
pengasap berupa obor yang dibuat dari yang ditujukan untuk mengurangi
ranting-ranting kering yang dicampur dampak negatif praktek pemanenan
dengan daun basah dan dibungkus sistem potong habis dan sekaligus
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 437
Teknologi dan Industri Kehutanan

meningkatkan produksi. Pada sistem itu hal yang paling mungkin dilakukan
ini, pemotongan hanya dilakukan pada pawang untuk meningkatkan kualitas
sarang madu saja sehingga sarang madu lebah hutan adalah menjaga
anakan tetap berada di tempatnya. kebersihan alat dan memperbaiki
Pemanenan juga meninggalkan proses ekstraksi madu.
sedikit sarang madu sebagai bekal
bagi anakan lebah yang akan segera Semua alat dan perlengkapan yang
menetas, sekaligus sebagai sarana digunakan dalam proses produksi
pemancing agar koloni lebah tetap madu, seperti pisau pemotong, alat
tinggal di sarang tersebut. Dalam tampung madu, alat peras, dan botol
kondisi pakan melimpah dan masa kemasan harus betul-betul bersih.
pembungaan yang panjang, sistem Tangan dan pakaian orang-orang
panen sunat dapat dilakukan secara yang terlibat dalam proses produksi
berulang pada sarang yang sama dua pun sebaiknya dalam kondisi bersih.
sampai tiga kali karena koloni tidak Apabila proses ekstraksi madu
perlu membangun sarang baru, kecuali dilakukan dengan cara peras, maka
hanya memperbaiki dan menambah sarang madu harus betul-betul bebas
sarang madu. Sementara anakan lebah dari adanya anakan lebah. Larva/
yang tetap tinggal di sarangnya akan pupa yang ikut terperas menyebabkan
berkembang menjadi lebah dewasa madu menjadi cepat masam.
untuk menjaga kelangsungan hidup
dan memperkuat populasi koloni. Cara ekstraksi madu yang terbaik yaitu
Sistem panen sunat sudah banyak dengan cara ditiriskan. Sarang madu
dipraktekan di berbagai daerah dan disayat dan dipotong-potong kecil
diakui mampu meningkatkan produksi lalu ditampung dalam sebuah drum
madu hutan. penampungan yang diberi saringan
kasar dan halus di bagian tengahnya.
c) Peningkatan Kualitas Hasil Madu Madu dibiarkan mengalir dan menetes
melalui saringan. Dengan cara ini dan
Rendahnya kualitas madu lebah hutan ditunjang dengan kebersihan alat akan
pada umumnya disebabkan oleh kadar dihasilkan madu yang lebih higienis
air yang tinggi yang menyebabkan dan jernih.
madu cepat mengalami proses
fermentasi dan kurang higienisnya D. Standardisasi Hasil Hutan
peralatan dan proses produksi.
Tingginya kadar air madu lebah hutan Standardisasi di Indonesia dimulai sejak
sebagian besar disebabkan oleh 1975. Dewan Standardisasi Nasional (DSN)
belum meratanya tingkat kematangan dibentuk tahun 1984 dengan Keputusan
madu pada saat dipanen. Madu yang Presiden Nomor 20. Susunan Dewan
matang adalah madu yang seluruh Standardisasi ditetapkan dengan Keppres
sarangnya telah tertutup lilin. Nomor 75 tahun 1985 dan disempurnakan
dengan Keppres Nomor 7 tahun 1989.
Namun, tentu saja sangat sulit untuk Kemudian pada tahun 1997 diubah menjadi
mengetahui matang-tidaknya madu Badan Standardisasi Nasional setingkat
sewaktu masih di dalam sarang menteri di bawah Presiden langsung.
lebah. Apalagi kalau pemanenannya
dilakukan malam hari, maka dapat Setiap kementerian diharapkan mempunyai
dipastikan tingkat kematangan unit kerja yang menangani tentang
madunya tidak diketahui. Oleh sebab standardisasi. Sejak 1 April 1994 standar
438 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

yang berlaku di Indonesia adalah Standar diterapkan untuk keuntungan produsen


Nasional Indonesia (SNI). dan konsumen.
Standar Nasional Indonesia adalah satu- Penomoran SNI menggunakan kode
satunya standar yang berlaku secara International Classification for Standards
nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh (ICS) dari sistem International Organization
Komite Teknis (dulu disebut sebagai Panitia for Standardization (ISO). Standar SNI
Teknis) dan ditetapkan oleh BSN disusun oleh masing-masing Panitia Teknis
(Pantek) di setiap kementerian, berupa
Produk dan komoditi yang sudah Rancangan SNI (RSNI). Penomoran SNI
mendapatkan SNI perlu dicermati setiap dapat mengadopsi ISO sehingga diberi
lima tahun. Jika ada perubahan untuk kode SNI ISO maupun standar lain seperti
penyempurnaan, maka perlu direvisi sesuai American Society for Testing and Materials
perkembangan kemajuan teknologi dan (ASTM). Dalam RSNI perlu dicantumkan
pengetahuan. Setiap tahun diharapkan metode penomoran Standar yang diadopsi
terbit/disahkan SNI baru baik terkait dan diusulkan sebelumnya ke BSN untuk
produk dan penetapan mutu dan cara penetapan ICSnya.
pengujiannya sesuai perkembangan pasar
dan perdagangan di Indonesia. Untuk mendapatkan/mengakses dokumen
Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat
Terdapat dua macam standar yaitu standar dilakukan dengan mengakses layanan dari
yang bersifat wajib (mandatory) dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) berikut:
standar yang bersifat sukarela (voluntary).
Standar wajib terkait dengan makanan/ a. Akses SNI
minuman dan barang yang dikonsumsi atau
menjadi bagian dalam proses konsumsi BSN melalui laman web https://akses-
yang menyangkut kesehatan manusia sni.bsn.go.id menyediakan kemudahan
dan keselamatan jiwa. Standar voluntary akses membaca dokumen SNI secara
terkait jika produk atau komoditi tersebut full text dalam format flip book.
memberi keuntungan, sehingga untuk Namun, untuk SNI hasil adopsi badan
menjamin suatu mutu produk SNI perlu standar asing tertentu tidak dapat
disediakan melalui laman web tersebut
Daftar SNI Komite Teknis 79-01 Hasil Hutan Kayu

Tabel
A. Kayu5.53. Daftar SNI Komite Teknis 79-01 Hasil Hutan Kayu (Kayu Bundar)
Bundar
No. Nomor SNI Judul SNI
1 SNI 7533.1:2010 Kayu bundar – Bagian 1: Istilah dan definisi
2 SNI 7534.1:2010 Kayu bundar daun lebar – Bagian 1 : Klasifikasi, persyaratan
dan penandaan
3 SNI 7534.2:2010 Kayu bundar daun lebar – Bagian 2: Cara uji
4 SNI 7535.1:2010 Kayu bundar jenis jati – Bagian 1 : Klasifikasi, pesyaratan dan
penandaan
5 SNI 7535.2:2010 Kayu bundar jenis jati – Bagian 2 : Cara uji
6 SNI 7536.1:2010 Kayu bundar daun jarum-Bagian 1 : Klasifikasi, persyaratan
dan penandaan
7 SNI 7536.2:2010 Kayu bundar daun jarum – Bagian 2 : Cara uji
8 SNI 7533.2:2011 Kayu bundar – Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi
9 SNI 7533.3:2011 Kayu bundar – Bagian 3: Pemeriksaan
10 SNI 7535.3:2016 Kayu bundar jenis jati – Bagian 3: Pengukuran dan tabel isi
Sumber: http://standardisasi.menlhk.go.id/
B. Kayu Gergajian
No. Nomor SNI Judul SNI
1 SNI 01-2028-1990 Kayu eboni olahan
2 SNI 01-3527-1994 Mutu kayu bangunan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 439
Teknologi dan Industri Kehutanan

karena terkait peraturan hak cipta dan Untuk dapat mengunduh dokumen SNI
publikasi di masing-masing Organisasi di laman tersebut diharuskan melakukan
Pengembangan Standar. Registrasi/login terlebih dahulu.
Registrasi dilakukan dengan mengisi
Untuk dapat menikmati layanan data sesuai dengan yang ada pada form
Akses SNI secara optimal diharuskan registrasi akun dengan benar.
melakukan registrasi/login terlebih
dahulu. Registrasi dilakukan dengan c. Layanan Dokumen Standar
mengisi data sesuaiDaftar SNI Komite
dengan yang Teknis
ada 79-01 Hasil Hutan Kayu
pada form registrasi akun dengan benar. BSN menyediakan layanan dokumen
A. Kayu Bundar standar berbasis e-commerce melalui
No.
b. Sistem NomorStandardisasi
Informasi SNI dan lamanJudulPestaSNIOnline (Pemesanan Standar
1 SNI 7533.1:2010
Penilaian Kesesuaian (SISPK) Kayu bundar – Bagian 1: Istilah dan definisi
Online) https://pesta.bsn.go.id dalam
2 SNI 7534.1:2010 Kayu bundar daun lebar – Bagian
rangka memudahkan1 : Klasifikasi,pengguna
persyaratan dalam
Setelah SNI ditetapkan, dokumen SNI
dan penandaan memesan dokumen SNI maupun Non-
dapat3 diunduh di laman SISPK Kayu
SNI 7534.2:2010 https://
bundar daun lebar – Bagian 2:asing/internasional).
SNI (standar Cara uji
sispk.bsn.go.id
4 (berlaku hingga satu
SNI 7535.1:2010 tahun
Kayu bundar jenis jati – Bagian 1 : Klasifikasi, pesyaratan dan
setelah SNI ditetapkan). Namun,penandaan
untuk Beberapa SNI Hasil Hutan berupa SNI
SNI 5hasilSNIadopsi
7535.2:2010
badan standar Kayu bundar jenis
asing jati – Bagian
Hasil Hutan2 :KayuCara uji(Kayu Bundar, Kayu
6 SNI 7536.1:2010 Kayu
tertentu tidak disediakan dokumennya di bundar daun jarum-Bagian
Gergajian, Panel 1 : Klasifikasi, persyaratan
Kayu, Produk Lainnya),
dan
laman tersebut karena terkait peraturan penandaan SNI Harmonisasi Terhadap Standar
hak 7ciptaSNI 7536.2:2010
dan Kayu bundar daun
publikasi di masing-masing jarum – Bagiandan
Internasional, 2 : Cara
SNIujiHasil Hutan Bukan
8 SNI 7533.2:2011 Kayu bundar – Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi
Organisasi Pengembangan Standar. Kayu dapat dilihat pada Tabel 5.53 sampai
9 SNI 7533.3:2011 Kayu bundar – Bagian 3: Pemeriksaan
5.58.
10 SNI 7535.3:2016 Kayu bundar jenis jati – Bagian 3: Pengukuran dan tabel isi

Tabel 5.54. Daftar SNI Komite Teknis 79-01 Hasil Hutan Kayu (Kayu Gergajian)
B. Kayu Gergajian
No. Nomor SNI Judul SNI
1 SNI 01-2028-1990 Kayu eboni olahan
2 SNI 01-3527-1994 Mutu kayu bangunan
3 SNI 01-5008.6-1999 Kayu cendana
4 SNI 01.5010.3-2002 Pengemasan dan penandaan kayu gergajian
5 SNI 01-7255-2006 Kayu bentukan
6 SNI 7537.1:2010 Kayu gergajian – Bagian 1 : Istilah dan definisi
7 SNI 7537.2:2010 Kayu gergajian – Bagian 2: Pengukuran dimensi
8 SNI 7539.1:2010 Kayu gergajian jenis jati – Bagian 1 : Klasifikasi, persyaratan
dan penandaan
9 SNI 7539.2:2010 Kayu gergajian jenis jati – Bagian 2 : cara uji
10 SNI 7538.1:2010 Kayu gergajian daun lebar – Bagain 1 : Klasifikasi,
persyaratan dan penandaan
11 SNI 7538.2:2010 Kayu gergajian daun lebar – Bagian 2 : cara uji
12 SNI 7540.1:2010 Kayu gergajian daun jarum – Bagian 1 : Klasifikasi,
persyaratan dan penandaan
13 SNI 7540.1:2010 Kayu gergajian daun jarum – Bagian 2 : Cara Uji
14 SNI 7537.3:2011 Kayu gergajian – Bagian 3: Pemeriksaan
15 SNI 0197:2013 Bantalan kayu rel kereta api
16 SNI 0608:2017 Kayu untuk furnitur
17 SNI 7210:2017 Jenis kayu untuk pembuatan kapal
18 SNI 0674:2017 Kayu gergajian yang diawetkan dengan senyawa boron
Sumber: http://standardisasi.menlhk.go.id/
440 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Tabel 5.55. Daftar SNI Komite Teknis 79-01 Hasil Hutan Kayu (Produk Lainnya)
D. Produk Lainnya
No. Nomor SNI Judul SNI
1 SNI 01-3592-1994 Mutu sirap
2 SNI 01-5010.6-2003 Pencegahan jamur biru pada kayu bundar dan kayu
gergajian
3 SNI 01-7205-2006 Uji bahan pengawet pada kayu dan produk kayu
4 SNI 7835.1-2012 Serpih kayu (wood chips) – Bagian 1: Istilah dan definisi
5 SNI 7835.2-2012 Serpih kayu (wood chips) – Bagian 2: Klasifikasi dan
persyaratan
6 SNI 7835.3-2012 Serpih kayu (wood chips) – Bagian 3: Cara uji
7 SNI 8021:2014 Pelet kayu
8DalamSNIrangka memberikan jaminan
7207:2014 mutu dan
Uji ketahanan keamanan
kayu terhadappangan komoditas
organisme perusakagar-agar
kayu kertas
9yangSNI
akan dipasarkan di dalamKayu
7945:2014 dan kelapa
luar negeri,
(Cocosmaka perlu
nucifera disusun suatu Standar Nasional
Linn.f.)
10Indonesia (SNI) sebagai upaya untuk
SNI 8351:2016 Nama meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan.
kayu perdagangan
11 SNI 8350:2016 Nama produk hasil hutan kayu
Daftar SNI Komite Teknis 65-02 Hasil Hutan Bukan Kayu
12 SNI 8274:2016 Kayu serut empat sisi (Kayu S4S)
Hasil Hutan Bukan Kayu
Tabel 5.56. Daftar SNI Komite Teknis 65-02 Hasil Hutan Bukan Kayu
No. Nomor SNI Judul SNI
1 SNI 01-3391-2000 Gambir
2 SNI 7631:2011 Gaharu
3 SNI 7632:2011 Lak butiran
4 SNI 7633:2011 Minyak terpentin
5 SNI 7634:2011 Kopal
6 SNI 7635:2011 Kokon segar jenis Bombyx mori L.
7 SNI 7636:2011 Gondorukem
8 SNI 2900.1:2012 Damar mata kucing – Bagian 1: Klasifikasi dan
persyaratan mutu berdasarkan uji visual
9 SNI 2900.2:2013 Damar mata kucing – Bagian 2: Klasifikasi, persyaratan,
pengujian uji laboratorium
10 SNI 3545:2013 Madu
11 SNI 7898:2013 Kulit gemor
12 SNI 7899:2013 Pengelolaan madu sebagai bahan baku
13 SNI 7938:2013 Umbi porang
14 SNI 7939:2013 Serpih porang
15 SNI 7940:2013 Kemenyan
16 SNI 7941:2013 Kulit masohi
17 SNI 7942:2013 Getah jelutung
18 SNI 3954 : 2014 Minyak kayu putih
19 SNI 2903 : 2016 Lemak tengkawang sebagai bahan baku
20 SNI 7209 : 2016 Nama tumbuhan dan satwa liar yang diperdagangkan
21 SNI 7837 : 2016 Getah pinus
22 SNI 8349 : 2016 Nama hasil hutan bukan kayu
23 SNI 8285:2016 Minyak masohi
24 SNI 8365 : 2017 Nyamplung sebagai bahan baku biodesel
25 SNI 7208 : 2017 Jenis, sifat, kegunaan dan persebaran rotan
26 SNI 7254 : 2017 Rotan sebagai bahan baku
27 SNI 8366 : 2017 Rebung sebagai bahan baku pagan
Sumber: http://standardisasi.menlhk.go.id/ 145
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 441
Teknologi dan Industri Kehutanan

Tabel
C. Panel5.57.
KayuDaftar SNI Komite Teknis 79-01 Hasil Hutan Kayu (Panel Kayu)
No. Nomor SNI Judul SNI
1 SNI 01-2024-1991 Kayu lapis cetakan beton
2 SNI 01-2104-1991 Papan semen wol kayu
3 SNI 01-2025-1996 Kayu lapis indah dan papan blok indah
4 SNI 01-4240-1996 Kayu lapis alas peti kemas
5 SNI 01-4448-1998 Kayu lapis bermuka film
6 SNI 01-6020-1999 Mutu dan cara uji papan sambung dekoratif
7 SNI 01-5008.7-1999 Kayu lapis struktural
8 SNI 01-6240-2000 Venir lamina
9 SNI 01-6243.2 -2000 Papan sambung dan bilah sambung untuk meja
10 SNI 01-6243-2000 Papan sambung dan bilah sambung untuk kusen, daun
jendela dan daun pintu
11 SNI 01-5008.12-2002 Papan blok penggunaan umum
12 SNI 01-5008.13-2002 Papan lantai kayu rimba
13 SNI 01-7140-2005 Cara uji emisi formaldehida panel kayu metode desikator
gas
14 SNI 01-7142-2005 Cara uji kadar formaldehida panel kayu metode perforator
15 SNI 01-7141-2005 Cara uji emisi formaldehida panel kayu metode ruangan
16 SNI 01-4449-2006 Papan serat
17 SNI 01-2105-2006 Papan partikel
18 SNI 01-7201-2006 Kayu lapis dan papan blok bermuka kertas indah
19 SNI 01-7211-2006 Kayu lapis untuk kapal dan perahu
20 SNI 01-7205-2006 Uji emisi formaldehida panel kayu metoda analisis gas
21 SNI 7732.1:2011 Venir jenis jati – Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan
penandaan
22 SNI 7731.1:2011 Kayu lapis indah jenis jati – Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan
dan penandaan
23 SNI 7836.1:2012 Venir – Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan
venir kupas
24 SNI 7096.1:2013 Bare core- Bagian 1: Istilah, definisi,klasifikasi,persyaratan,
pengemasan dan penandaan
25 SNI 7096.2:2013 Bare core- Bagian 2: Cara uji
26 SNI 7944-2014 Bambu lamina penggunaan umum
27 SNI 5008.2:2016 Kayu lapis penggunaan umum
28 SNI 8386:2017 Kayu lapis indah
Sumber: http://standardisasi.menlhk.go.id/
442 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Tabel 5.58. Daftar SNI Komite Teknis 79-01 Hasil Hutan Kayu (SNI Harmonisasi terhadap
Standar Internasional)
E. SNI Harmonisasi terhadap Standar Internasional
No. Nomor SNI Judul SNI
1 SNI ISO 2426-1:2008 Kayu lapis – Klasifikasi berdasarkan penampilan permukaan
– Bagian 1: Umum
2 SNI ISO 2074:2008 Kayu lapis – Istilah dan definisi
3 SNI ISO 16979:2008 Panel kayu – Penentuan kadar air
4 SNI ISO 2426-2:2008 Kayu lapis – Klasifikasi berdasarkan penampilan permukaan
– Bagian 2: Kayu daun lebar
5 SNI ISO 2426-3:2008 Kayu lapis – Klasifikasi berdasarkan penampilan permukaan
– Bagian 3: Kayu daun jarum
6 SNI ISO 3133: 2010 Kayu-Penentuan kekuatan maksimum (Ultimate) pada
lentur statis
Wood – Determination of ultimate strength in static
bending (ISO 3133:1975, IDT)
7 SNI ISO 3132:2010 Kayu-uji keteguhan tekan tegak lurus serat
Wood – Testing in compression perpendicular to grain (ISO
3132:1975, IDT)
8 SNI ISO 8906:2011 Kayu gergajian – Metode uji – Penentuan ketahanan
terhadap tekanan tegak lurus
Sawn timber–Test methods Determination of resistance to
local transverse compression (ISO 8906 – 1988, IDT)
9 SNI ISO 7630:2011 Kayu lapis-Toleransi dimensi
Plywood – Tolerances on dimensions (ISO 1954:1999, MOD)
10 SNI ISO 3129:2011 Kayu-Metode pengambilan contoh dan persyaratan umum
untuk uji fisis dan mekanis
11 SNI ISO 8905:2012 Kayu gergajian – Cara uji – Penentuan keteguhan geser
ultimat sejajar serat
Sawn timber – Test methods – Determination of ultimate
strength in shearing parallel to grain (ISO 8905:1988, IDT)
12 SNI 7835.1-2012 Serpih kayu (wood chips) – Bagian 1: Istilah dan definisi
13 SNI ISO 16999:2012 Panel kayu – Pengambilan contoh dan contoh uji
Wood-based panels – Sampling and cutting of test
pieces (ISO 16999:2003, IDT)
14 SNI ISO 10033-2:2013 Venir lamina (LVL) – Mutu perekatan – Bagian 2:
Persyaratan
(ISO 10033-2:2011 Laminated venner lumber (LVL)-Bonding
quality – Part 2: Ruquirments, IDT)
15 SNI ISO 18776-2013 Venir lamina – Spesifikasi
16 SNI ISO 5328-2013 Paving blok kayu solid-Paving blok kayu daun jarum-
Persyaratan mutu
17 SNI ISO 8032:2014 Kayu lapis – Spesifikasi
Plywood – Spesification (12465:2007,MOD)
Sumber: http://standardisasi.menlhk.go.id/
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 443
Teknologi dan Industri Kehutanan

Bahan Bacaan

Alkaline paper making. (2012). Dipetik April 30, 2012, dari http://en.wikipedia.org/wiki/Acid-free_
paper.
Alrasjid, H. (1999). Pedoman pengelolaan hutan nipah (Nipa fruticans) secara lestari. Bogor: Pusat
Litbang Hutan dan Konservasi Alam.
American Pulp and Paper Association. (1985). The Dictionary of pulp and paper (3rd ed.). New York:
American Pulp and Paper Association.
Andikarya, O. & Nunuh, A. (2002). Pedoman teknis budidaya murbei: Samba Project. Bandung: A
CARE UNBAR Collaborative program of USAID funded Project for BDSs and MFLs Development
on Silk Industry in West Java.
Anggraeni, D. (2002). Proses pemasakan soda-etanol untuk kulit dadap (Skripsi). Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Anggraeni, D., & Roliadi, H. (2011). Kemungkinan penerapan sistim tertutup pada pemutihan pulp
di Indonesia. Buletin Hasil Hutan, 17(2), 80–93.
Anton. (2013). Persuteraan Alam Provinsi Jawa Barat. Temu Usaha Persuteraan Alam Di Cianjur
Provinsi Jawa Barat. Balai Persuteraan Alam Sulawesi Selatan.
Aprianis, Y. (2010). Kemungkinan pemanfaatan kayu mahang sebagai bahan baku alternative untuk
pulp kertas. Buletin Hasil Hutan, 16(2), 141-149.
Arias, M. E., Arsenas, M., Rodriguez, J., & Soliveri, J. (2003). Kraft pulp biobleaching and mediated
oxidation of nonphenolic substrate by laccease from streptomyces cyaneeus CECT 3335.
Applied Environmental Microbiology, 69(4), 1953-1958.
Aristo, S. (2010). Modifikasi hot-blow conventional batch ke continuous batch digester. Dalam
Prosiding Seminar Teknologi Pulp dan Kertas (hal. 2-9). Bandung: Balai Besar Pulp dan Kertas.
Atmosoedarjo, H. S., Kartasubrata, J., Kaomini, M., SAleh, W., & Moerdoko, W. (2000). Sutera alam
Indonesia. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Auguste, M., Aazevedo, D., & Miller, J. D. (2000). Agglomeration and magnetic deinking for office
paper. TAPPI, 83(3), 66-72.
Australian Standard. (1997). Australian timber seasoning manual (Third ed.).
Baas, P., Blokhina, N., Fujii, T., Gasson, P., Grosser, D., Immo, H., Jugo, I., Clayton, I.-S., Jiang, X.,
Regis, M., Suzuki, M., Terrazas, T., Wheeler, E., & Wiedenhoeft, A. (2004). IAWA LIST OF
MICROSCOPIC FEATURES FOR SOFTWOOD IDENTIFICATION IAWA Committee. In IAWA
Journal (Vol. 25, Issue 1).
Bachli, Y. (2007). Tanaman Kesambi ( Manfaat dan Kegunaannya). Makasar: BPDAS Sungai
Jeneberang-Bilawalanae.
Badan Standardisasi Nasional. (1989). SNI 14-0492-1989: Cara Uji kadar lignin pulp dan kayu (
metode klason). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (1989). SNI 14-1031-1989: Cara uji kadar abu, silika dan silikat dalam
kayu dan pulp kayu. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (1989). SNI 14-1032-1989: Cara uji kadar sari (ekstrak alkohol
benzena) dalam kayu dan pulp. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (1990). SNI 14-1305-1989: Cara uji kadar kelarutan kayu dalam air
dingin dan air panas. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (1990). SNI 14-1838-1989: Cara uji kadar kelarutan kayu dan pulp
dalam larutan natrium hidroksida satu persen. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2002). SNI No 01-5009.11-2002: Mutu kokon segar. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2008). Kayu lapis-istilah dan definisi. SNI ISO 2074-2008. Jakarta:
Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2012). Papan gipsum RSNI-0. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2013). SNI 7973-2013: Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu.
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. (2006). SNI Biodisel (SNI -04-7182-2006). Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.
444 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Balfas, J. (2000). Penyempurnaan sifat kayu dengan perlakuan modifikasi JRP-2. Dalam Prosiding
Lokakarya Penelitian Hasil Hutan (pp. 325-340). Bogor: Pusat Penelitian Hasil Hutan.
Balfas, J. (2007). Perlakuan resin pada kayu kelapa (Cocos nucifera). Jurnal Penelitian Hasil Hutan,
25(2), 108-118.
Baser, K. H., & Buchbawer, G. (2010). Hand book of essential oil: Science technology and application.
Boca Raton: Taylor and Francis Group.
Basri, E. (2011). Kualitas kayu waru gunung (Hibiscus macrophyllus Roxb) pada kelompok umur dan
sifat densifikasinya untuk bahan mebel (Tesis). Universitas Gadjah Mada.
Basri, E. (2013). Pengering kayu sahabat UKM. Majalah Tropis, 7.
Basri, E., & Rahmat. (2001). Pembuatan kilang pengeringan kayu kombinasi energi surya dan tungku
(Petunjuk Teknis). Bogor: Puslitbang Teknologi Hasil Hutan.
Basri, E., Nadjib, N., & Saefudin. (2013). Effects of heat-pressure treatment on some properties of
young teak wood. Paper presented at 2nd International Conference of Indonesia Forestry
Researchers (2nd) INAFOR 2013). Jakarta: Forest Research Development Agency.
Beaver, R. A. (1976). Bark and ambrosia beetles in tropical forests. Biotrop Symposium on Forest
Pest and Diseases In Southeast Asia. Bogor.
Bharata Karya Aksara. (1982). Mematri, merekat, menyusun dan mengempa. Jakarta: Bharata Karya
Aksara.
Bjorklund, M., Gerngard, V., & Basta, J. (2004). Formation of AOX and OCl in ECF bleaching of birch
pulp. TAPPI, 3(8).
Bodig, J., & Jayne, B. A. (1982). Mechanics of wood and wood composites. New York: Van Nostrand
Reinhold.
Booker, J. E., & Sell, J. (1998). The Nano structure of the cell wall in a living tree. Hotzals Roh-und
Werkstoff, 56, 1-8.
Bowen, I. J., & Hsu, J. G. (2003). Overview of emerging technologies in pulping and bleaching. TAPPI,
2(9), 205-217.
Bowyer, J. L., Shmulsky, R., & Haygreen, J. G. (2003). Forest products and wood science: an
Intoduction. USA: IOWA State Univ. Press.
Brown, N. C. (1958). Logging. New York : John Wiley & Sons Inc.
Browne, F. G. (1976). The Biology of Malayan scolytidae and platydae. Malayan Forest Record(22).
Browning, B. L. (1979). Methods of wood chemistry. New York, London, Sydney: Interscience
Publishers.
Budianto, A. D. (2000). Seri Perkayuan Pendidikan Industri Kayu Atas (PIKA): Sistem pengeringan
kayu. Semarang: Kanisius.
Cagne, C., Barbe, M. C., & Daneault, C. (2002). Comparison of bleaching processes mechanical and
chemi-mechanical pulps. TAPPI , 1(11), 89-98.
Canacki, M., & Gerpen, J. (1999). Biodiesel production via acid catalysis. Transactions of the ASAE,
42(5), 1203-1210.
Casey, J. P. (1980). Pulp and paper chemistry and technology (Third ed., Vol. 1). New York - Brisbane
- Tokyo - London: A Wiley Interscience Publication.
Cellulose. (2012). Dipetik Mei 4, 2012, dari http://en.wikipedia.org/wiki/ Cellulose.
Chudnoff, M. (2007). Tropical timbers of the world. Dalam Agriculture handbook 607. Madison:
Department of Agriculture, Forest Service.
Corson, S. R. (2003). Wood Characteristics Influence Pine TMP Quality. TAPPI, 2(11), 135-146.
Cragg, S.M., Pitman, A.J. & Henderson, S.M. 1999. Developments in the understanding of the biology
of the marine wood boring crustaceans and in methods of controlling them. International
Biodeterioration & Biodegradation, 43, (197–205).
Crawford, M. E. (2002). Fiber optic cable. TAPPI, 1(11), 111-118.
Daniel, M. (2006). Medicinal plants: cemistry and properties (1st p.). USA: CRC Press.
Danu. (2001). Kesambi (Schleichera oleosa). Teoksessa Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia (Osa/
vuosik. II). Bogor: Balai Teknologi Perbenihan.
Darmawan, S. (2009). Kualitas papan isolasi dari campuran kayu mangium (Acacia mangium Willd).
Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 27(4), 291-302.
D’Cruz, A., MG, K., & LC, M. (2007). Syntesis of biodiesel from anola oil using heterogenous ase
catalyst. Journal of Oil & Fat Industries, 84(10), 937-943.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 445
Teknologi dan Industri Kehutanan

Departemen Kehutanan. (2007). Peraturan Menteri Kehutanan No. : P.35 / Menhut-II/2007 Tentang
Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. (1999). Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta:
Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
Departemen Perindustrian. (2006). Master plan pengembangan sutera. Jakarta: Departemen
Perindustrian.
Departemen Perindustrian. (n.d). Pengembangan industri kecil dan menengah furniture melalui
pendekatan klaster. Departemen Perindustrian.
Dewan Nasional Standardisasi Indonesia. (1991). SNI-03-2105-1996: Mutu papan partikel. Jakarta:
Dewan Nasional Standardisasi Indonesia.
Dewan Standar Nasional. (1996). SNI 03-2105-1996: Mutu papan partikel. Jakarta: Dewan Standar
Nasional.
Dewi, LM., Andianto, Damayanti, R., dan Krisdianto. (2017). Penyelamatan Sejarah Hutan Tropis
Purba Melalui Konservasi Fosil Kayu. Policy Brief Vol. 11 No. 07 Tahun 2017. http://simlit.
puspijak.org/files/other/PB_2017_Vol_11_No_7_Penyelamatan_Sejarah_Listya.pdf
Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat. (2003). Petunjuk teknis usaha pengembangan tanaman
aren. Jakarta: Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat, Dirjen RLPS.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (1989). Vademekum bahan obat alam. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dissolving pulp. (2011). Dipetik Juni 22, 2012, dari http://en.wikipedia. org/wiki/.
Djarwanto, Damayanti, R., Balfas, J., Basri, E., Jasni, Sulastiningsih, I.M., Andianto, Martono, D., Pari,
G., Sopandi, A., Mardiansyah, Krisdianto. (2017). Pengelompokan Jenis Kayu Perdagangan
Indonesia. Forda Press. http://www.pustekolah.org/index.php/detail_download/258/
pengelompokan-jenis-kayu-perdagangan-indonesia
Djarwanto, Ratih Damayanti, Jamal Balfas, Efrida Basri, Jasni, I.M. Sulastiningsih, Andianto, D. Martono,
Gustan Pari, Adang Sopandi, Mardiansyah, Krisdianto. (2018). Merevisi Pengelompokan
Jenis Kayu Perdagangan Indonesia sebagai Dasar Pengenaan Iuran Kehutanan (Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 163/Kpts-II/2003). Policy Brief Volume 12 No. 05 Tahun 2018.
http://puspijak.org/upload_files/PB_2018_Vol_12_No_05_Merevisi_Pengelompokkan_
Djarwanto_(3)_25mei_revised.pdf
Dransfield, J., & Manokaran, N. (1996). Sumberdaya nabati Asia Tenggara 6: Rotan. Yogyakarta:
Gajah Mada Univ. Press - PROSEA Indonesia.
Dulsalam dan Sianturi. (1986). Biaya konstruksi dan volume kayu pada jalan rel kayu dan besi. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan 2(4),19-23.
Dulsalam, Sukadaryati, & Yuniawati. (2018). Produktivitas, efisiensi dan biaya penebangan silvikultur
intensif pada satu perusahaan di Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 36(1),
1–12.
Dulsalam. (1996). Penyaradan kayu dengan gajah. Laporan Hasil Penelitian Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan & Sosial Ekonomi Kehutanan. Tidak Diterbitkan.
Endom, W. & Soenarno. (2018). Uji coba rekayasa alat ukur diameter pohon: Studi kasus di hutan
alam. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 36 (2), 101-112
Endom, W. (2009). Pengeluaran kayu sistem kabel layang gaya gravitasi dengan kereta pengangkut
kayu pada daerah bertopografi sulit di Sukabumi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 27(1), 167-
180.
Environmental Regulation of Pulp and Paper Mills. (2012). Dipetik Mei 10, 2013, dari http://
environmentalcomplianceinsider.com/test/ta/ environmental-regulation-of-pulp paper-
mills.
Fatriasari, W., Anita, S. H., Falah, F., & Nugroho, T. (2010). Biopulping bambu betung menggunakan
kultur jamur pelapuk putih. Berita Selulosa, 45(2), 44-56.
Fengel, D., & Wegener, G. (1995). Kayu: Kimia, ultrastruktur, reaksi-reaksi (1 ed.). (H. Sastroamidjoyo,
Penerj.) Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Findlay, W. (1985). Preservation of timber in the tropics. Dordreht: Martinus Nijhoff/Dr.W Junk
Publisher.
Freedman, B., Pryd, E. H., & Mouts, T. L. (1984). Variables affecting the yields of fatty esters from
transesferified vegetable oil. Journal of America Oil Chemists Society, 61(10), 1638-2643.
446 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Fundamentals of de-Inking technology of recycled paper. (2009). Dipetik Mei 5, 2012, dari http://
papermart.in/2009/01/20/fundamentals-of-de-inking-technology-of-recycled paper.
FWPRDC Project. (2003). Australian hardwood drying best practice manual: Part 1 & 2 FWPRDC
Project no. PN01.1307. .
Gerpen, J. V. & Knothe, G. (2005). Basic of transesterification reaction. Dalam G. Knothe, J. V.
Gerpen, & J. Krahl (eds), The Biodiesel hand book (pp. 34-49). Illinois: AOCS press.
Gess, J. M., & Lund, R. C. (2002). The Strong bond weak bond theory. TAPPI, 1(1), 111-114.
Giri, M., Simonses, J., & Rochefof, W. F. (2000). Dispersion of pulp slurries using carboxymethyl
methylcellulose. TAPPI, 83(10), 56-59.
Gong, M., & Lamason, C. (2007). Improvement of surface properties of low density wood in
mechanical modification with heat treatment: Project No. UNB 57. Canada: University of
New Brunswick.
Goodman, R. N., Kiraly, Z., & Zaitlin, M. (1967). The Biochemistry and physiology of infectious plant
disease. New York: D. Van Nostrand and Co.
Grades (Types) of Waste paper. (2005). Dipetik April 4, 2011, dari www.paperunweb.com.
Gratzl, J., Prasad, D. Y., & Chivukula, S. (2004). Extending delignification with aq and polysulfide.
TAPPI, 3(9), 151-160.
Hadikusumo, S. A. (1988). Properties and potensial uses of unexploited rattan in Indonesia: Final
Report Rattan Indonesian Project. 1984 1988. IRDC.
Hadipermata, M., Dudiyanto, A., Wiraatmaja, S., & Sugiarto, A. (2004). Efek pemutihan pulp
kraft rdh dengan proses pemutihan ecf pasca panen untuk pengembangan industri
berbasis pertanian. Prosiding Seminar Teknologi Inovatif. Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pasca Panen Pertanian.
Hadisoesilo, S., & Kuntadi. (2007). Kearifan tradisional dalam budidaya lebah hutan (Apis dorsata).
Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.
Hambali, E., Mujdalipah, S., Tambunan, A., Pattiwiri, & Hendroko, R. (2007). Teknologi bioenergi.
Jakarta: Agro Media.
Hamzah, Z. (1953). Penghasilan vascrete di pontianak dan pengharapannya di hari kemudian. Rimba
Indonesia.
Harian Kompas. (2003, April 28). Dari limbah keluarlah enzim. Harian Kompas, p.10.
Hatanaka, S., & Takahashi, Y. (2001). Sizing with saponified alkenyl succinic acid. TAPPI, 84(2), 177-
182.
Haygreen, J. G., & Bowyer, J. L. (1999). Forest products and wood science. ames, USA: Iowa State
University.
Herawati, T. (2005). Kondisi pengelolaan lak di indonesia dan peluang pengembangannya di Nusa
Tenggara Timur. Info Hutan, 2 (3), 231-237.
Hiemenz, P. C. (1996). Polymer chemistry: the basic concepts. New York: Marcel Dekker, Inc.
Hill, C. (2006). Wood modification: chemical, thermal, and other processes. England: John Wiley &
Sons.
Hoadley, R. B. (2000). Understanding wood. a craftsman’s guide to wood technology. USA: The
Taunton Press.
Hun, G. M., & Garrat, A. G. (1986). Pengawetan kayu. (M. Yusuf, & S. M, Penerj.) Jakarta: Academica
Pressindo.
Hunt, G.M., & Garrat, G.A. 1967. Pengawetan kayu. ( M. Jusuf , Penerj.) Jakarta: Akademi
Pressindo.
Ibach, R. E. (2010). Specialty treatments. Dalam Wood handbook chapter 19. Madison, Wisconsin:
Forest Products Laboratory USDA.
Idris, M.M. & Soenarno (2015). Unjuk kerja teknik penyaradan kayu dengan metode tree length
logging pada hutan alam lahan kering. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 33 (2), 153-166.
Jankunaite, D. (2010). Pulp and paper industry: Case study. Dipetik April 25, 2013, dari https://www.
google.com/#q=wastewater+from+ pulp+and+paper+industry.
Japan Internastional Standards. (2003). Japanese agricultural standard for particleboards: JIS A.
5908.2003. Tokyo: Japan Internastional Standards.
Japanese Agricultural Standard . (1996). Japanese agricultural standard for structural glued
laminated timber. Japan Plywood Inspection Corporation.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 447
Teknologi dan Industri Kehutanan

Japanese Agricultural Standard. (2003). Japanese agricultural standard for glued laminated timber.
Japanese Agricultural Standard.
Jasni, & Martono, D. (1999). Pengawetan rotan asalan. Petunjuk Teknis. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan.
Jasni, & Roliadi, H. (2010). Daya tahan 25 jenis rotan terhadap rayap tanah. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan, 28(1), 55-65.
Jasni, & Roliadi, H. (2011). Daya tahan 16 jenis rotan terhadap bubuk rotan (Dinoderus minutus
Fabr.). Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 29(2), 115-127.
Jasni, & Supriana, N. (1999). The resistance of eight rattan species against the powder post beetle
(Dinoderus minutus Farb). Dalam Proceeding of the 4th International Conference on the
Development of Wood Science, Wood Technology and Forestry. England: FPRC.
Jasni. (1996). Struktur anatomi batang dan kandungan kimia rotan serta pencegahan serangan
bubuk dinoderua minutus Fabr pada beberapa jenis rotan (Thesis). Universitas Indonesia
Jasni. (2013). Pengenalan cacat rotan. Diktat. Diklat Pengawas Tenaga Teknis Pengolahan Hutan
Produksi Lestari Pengujian Kelompok Batang (WASAGANIS-PHPL-JIPOKTANG) Wilayah III
Riau. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan
Hasil Hutan.
Jasni. (2013). Pengukuran, sortimen dan pemprosesan rotan. Diktat pada Diklat Pengawas Tenaga
Teknis Pengolahan Hutan Produksi Lestari Pengujian Kelompok Batang (WASAGANIS-
PHPL-JIPOKTANG) Wilayah III Riau. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan
Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.
Joelianningsih, Tambunan, A., Abdullah, K., Nabetani, H., & Yasuyuki, S. (2006). Perkembangan
proses pembuatan biodiesel sebagai bahan bakar nabati. Jurnal Keteknikan Pertanian, 20(3),
205-216.
Joshi, H., Moeser, B. R., Toler, J., & Walker, T. (2010). Preparation and fuel properties of mixture of
soybean oil methyl and ethyl esters. Journal Biomass and Bioenergy, 34, 14-20.
Junianto, S. E. (2011). Penggunaan recycle fiber sebagai sarana penghematan sumber daya alam.
Makalah pada Seminar Teknologi Pulp dan Kertas Mewujudkan Industri Hijau pada Produksi
Pulp dan Kertas Indonesia. Bandung: Balai Besar Pulp dan Kertas.
Kadir, K. (1973). Kadar air kayu kering udara di Bogor (Laporan No. 12). Bogor: LPHH.
Kadir, K. (1978). Kadar air yang dianjurkan dalam kayu untuk pemakaian dalam ruangan di beberapa
kota di Jawa (Laporan No. 106). Bogor: Lembaga Penelitian Hasil Hutan..
Kaomini, & Andadari, L. (2009). Teknologi peningkatan produktivitas dan kualitas produk ulat sutera:
Sintesis hasil penelitian. Bogor: Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi. .
Kaomini, M. (2002). Pedoman teknis pemeliharaan ulat sutera. Samba Project. Bandung.
Karnasudirja, S. (1989). Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan, 6(5), 281-287.
Kartasujana, I., & Martawijaya, M. (1979). Kayu perdagangan indonesia: sifat dan kegunaannya
(Penerbitan Ulang Gabungan Pengumuman No. 3 Tahun 1973 dan No. 56 Tahun 1975)
Kasmudjo. (2011). Hasil hutan non kayu, suatu pengantar: klasifikasi, potensi, pemungutan,
pengolahan, kualitas dan kegunaan. Cakrawala Media.
Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (2018). Algromek, alat deteksi pohon gerowong
mekanis. Bogor: Puslitbang Hasil Hutan. Pp. 1-6.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013). Pemanenan Hasil Hutan. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Ketjana, Y. P., Setiawan, Y., & Khadafi, M. (2010). Pemanfaatan cotton linters untuk produk membran
selulosa asetat. Dalam Prosiding Seminar Teknologi Pulp dan Kertas (hal. 80-91). Bandung:
Balai Besar Pulp dan Kertas.
Kinast, J. A. (2003). Production of biodiesel from multiple feedstock and properties of biodiesel/
diesel blends: Final Report. Colorado: National Renewable Energy Laboratory.
Klassen, A. (2006a). Operational considerations for Reduced Impact Logging. Bogor: International
Tropical Timber Organization (ITTO).
Klassen, A. (2006b). Pertimbangan dalam merencanakan pembalakan berdampak rendah. Jakarta:
Tropical Forest Foundation.
Kliwon, S., & Iskandar, M. I. (2008). Teknologi kayu lapis dan produk sekundernya. Jakarta: Badan
448 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.


Kliwon, S., & Iskandar, M. I. (2010). Produk papan partikel datar berbasis bahan baku kayu. Bogor:
Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan.
Kollmann, F. P., & Cote, W. A. (1968). Principles of wood science and technology (Osa/vuosik. I). New
York: Springer Verlag New York, Inc.
Korkut, S., & Bektas, I. (2008). The Effects of heat treatment on physical properties of Uludag fir
(Abies bornmuelleriana Mattf) and Scots pine (Pinus sylvestris L). Fores Product Journal,
58(3), 95-99.
Kovoor, A. (1983). The Palmyrah Palm : Potential And Perspective. FAO Plant Production and
Protection Papers(52). Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Kraft Process. (2012). Dikutip Mei 4, 2012, dari http://en.wikipedia.org/wiki /kraft_process.
Krassig, H. (2004). Regenerated Cellulose Fibers. TAPPI, 3(3), 93-99.
Kumagai Riki Kogyo Co. (2007). Kumagai Testing Machine Catalogue. Tokyo: Kumagai Riki Kogyo Co,
Ltd.
Kuntadi, & Hamzah, A. (2001). Uji teknik pemanenan lebah hutan Apis dorsata (Hymenoptera:
Apidae). Dalam Prosiding Seminar Nasional III :Pengelolaan Serangga yang Bijaksana Menuju
Optimasi Produksi . Bogor: Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bogor.
Kuntadi. (1993). Pengambilan madu lebah Apis dorsata di daerah Riau. Komunikasi, VIII(2), 19 - 23.
Kuntadi. (1993). The Oviposition and feedeng behavior of European honey bee Apis mellifera L.
Queens (Master Thesis). Oregon State University Corvallis.
Lembaga Penelitian Hasil Hutan. (1978). Sifat dan kualitas ampas tebu sumber serat dan energy.
Bogor: Kerjasama Lembaga Penelitian Hasil Hutan dan PN. Kertas Letjes Jawa Timur.
Liese, W. (1961). Report to the government of indonesia: development of wood preservation. FAO
Report No. 1394, FAO.
MacLeod, M. (2004). Chlorine-Free bleaching: ozone and enzymes to the rescue? TAPPI, 3(11), 204-
208.
Mahindre, D. B. (2004). Apis dorsata F The Manageable Bee. Pune: Agrotec Publication.
Maloney, T. M. (1977). Modern particleboard and dry process fibreboard manufacturing. San
Fransisco: Miller Freeman Publications.
Mandang, Y. I., & Pandit, I. K. (2002). Pedoman identifikasi jenis kayu di lapangan. Bogor : Yayasan
Prosea.
Mandang, Y. I., & Rulliyati, S. (1990). Anatomi batang rotan. Dalam Himpunan Diktat Kursus Penguji
Rotan I. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Mandang, Y., & Pandit, I. (1997). Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan PROSEA.
Martawijaya, A. (1978). Protection of freshout logs against ambrosia beetle attack in Kalimantan.
Eight World Forestry Congress. Jakarta.
Martawijaya, A. (1988). Proteksi kayu ramin terhadap kumbang ambrosia dan blue stain. Sifat dan
Kegunaan Jenis Kayu Hutan Tanaman Industri, 1, 12-18.
Martono, D. (2012). Teknik pembuatan dekstrin secara enximatis dari tepung buah sukun. Dalam
Seminar Hasil-hasil Penelitian Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil
Hutan. Bogor: Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.
Meher, L. C., Sagar, D. V., & Naik, S. N. (2006). Technical aspects of biodiesel production by
transestrification-a review. Renew Sustain Energy Reviews, 10(3), 248-268.
Metso Paper. (2005). Oxygen bleaching: pulp way for intelligent and environmentally sustainable
pulp production.. Norcross, Georgia, USA: Mestro Paper USA.
Mindawati, N., & Heryati, Y. (Mei 2006). Pengaruh frekuensi pemeliharaan tanaman muda terhadap
pertumbuhan meranti di lapangan. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 3(2).
Mittelbach, M. (1996). Diesel fuel derived from vegetable oils, VI : Spesification and cuality control
of biodiesel. Bioresource Tecnolology, 56(1), 7-11.
Mohiudidin, G., Rahman, R. M., & Razzaque, M. (2005). Biopulping of whole jute plants using soda-
anhtraquinone and kraft process. TAPPI, 4(3), 23-27.
Moreau, J. P. (2003). Cotton fibers for non-wovens. TAPPI, 2(3), 179-185.
Muslich, M. & Sumarni, G. 2005. Keawetan 200 jenis kayu Indonesia terhadap penggerek di laut.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 23(3), 163–176.
Muslich, M. 1988. Laju serangan Pholadidae dan Teredinidae pada beberapa jenis kayu. Jurnal
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 449
Teknologi dan Industri Kehutanan

Penelitian Hasil Hutan, 24(1), 61 – 70.


Nasi, R. (1994). Planting Sandalwood,the new caledonian eksperience. In Sandalwood seed nursery
and technology. Dalam Proceedings of a Regional Workshop for Pacific Island Countries.
Neumea, Newcalenonie.
Oey, D. S. (1990). Specific Gravity of wood from Indonesia and its use for practical purpose
(Publication No. 11). Bogor: Forest Products Research Center.
Oktavia, E. (2011). Aplikasi nanosilika kationik untuk meningkatkan retensi pada kertas nanopartikel
presipitat kalsium karbonat sebagai bahan pengisi kertas. Makalah pada Seminar Teknologi
Pulp dan Kertas 2011: Mewujudkan Industri Hijau pada Produksi Pulp dan Kertas Indonesia.
Bandung: Balai Besar Pulp dan Kertas.
Oldroyd, B. P., & Wongisiri, S. (2006). Asian honey bees; Biology, conservation and human
interactions. Cambridge, Massachusetts, and London, England: Harvard University Press.
Oyen, L. P., & Dung, N. D. (Toim.). (1999). Plant Resourches of South East Asia No. 19: Essential-oil
plants. Netherland: PROSEA Foundation.
Ozgul-Yucel, S., & Turkay, S. (2003). FA Monokylesters from rice bran oil by in situ. J Am Oil Chem
Soc, 80, 81-84.
Paice, M. R., Bourbonnais, R., & Reid, I. D. (2003). Bleaching kraft pulps with oxidative and alkaline
peroxide. TAPPI, 2(9), 161-169.
Pandey, K. K., Jayashree, & Nagaveni, H. C. (2009). Study of dimensional stability, decay resistance,
and light stability of phenylisothiocyanate modified rubberwood. Bioresources, 4(1), 257-
267.
Pandit, I. K., & Kurniawan, D. (2008). Struktur kayu: sifat kayu sebagai bahan baku dan ciri diagnostik
kayu perdagangan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Panshin, A. J., & de Zeeuw, C. (1980). Textbook of wood technology (Third ed., Vol. 1). New York:
McGraw-Hill Book Co.
Paper recycling. (2012). Dipetik Mei 4, 2012, dari http://en.wikipedia.org/ wiki/Paper_recycling.
Paper Trade Journal. (2001). Measuring the success of an alkaline paper making program. Paper
Trade Journal of Canada, 185(4), 57-58.
Pari, G., Setiawan, D., & Mahpudin. (2002). Menelaah sifat-sifat produk hasil destilasi kering lima
jenis kayu asal Kalimantan Timur. Buletin Penelitian Hasil Hutan, 20(2), 159-164.
Paryono. (2010). pengaruh pemutihan oksigen dua tahap terhadap kualitas pulp Acacia mangium.
Dalam Prosiding Seminar Teknologi Pulp dan Kertas (hal. 10-18). Bandung: Besar Pulp dan
Kertas.
Penniman, J., Makomin, A., & Rankin, A. (2004). The Alkaline paper making nanotechnology. Dipetik
September 9, 2011, dari http://www.tappi/org.
Polverari, M., Allen, L., & Sithole, B. (2001). The Effect of mill closure on retention efficiency and
drainage aid performance in the TMP Newsprint Manufacture. TAPPI, 84(3), 1-24.
Prentti, O. (2006). Wood: structures and properties. New York: Trans Technical Publication.
Prosea. (1997). Scleichera oleosa (Lour) Oken. Auxiliary Plants.Plant Resources of South-East Asia,
No. 11. Bogor: Prosea.
Pulp (Paper) Non-Wood Fibers. (2012). Diakses April 29, 2012, dari http://en.wikipedia.org/wiki/
Pulp_%28paper%29.
Pulp and Paper Mills - Environment and Conservation. (2012). Dipetik April 12, 2012, dari http://
www.env.gov.nl.ca/env/env_protection /ics/pulp.html.
Rachman, O. (2000). Protokol pengujian pelengkungan rotan utuh. Bogor: Laboratorium pengerjaan
kayu Puslitbang Teknologi Hasil Hutan. Tidak diterbitkan.
Rachman, O., & Hermawan. (2005). Pedoman penggorengan rotan: Suatu cara menghasilkan rotan
mutu prima. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Rachman, O., & Jasni. (2013). Rotan: Sumberdaya, sifat dan pengolahannya. Bogor: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.
Rachman, O., & Supriadi, A. (2001). Pengolahan rotan lepas panen.Seri pengembangan Prosea 6.3.
Bogor: Prosea Indonesia-Yayasan Prosea.
Rachman AN, Siagian RM. (1976). Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia Bagian III. Laporan LPHH No.
75. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangann Hasil Hutan.
Rachmaniah, O. (2004). Transesterifikasi Minyak mentah dedeak padi menjadi biodiesel dengan
450 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

katalis asam. Tesis. Surabaya : Jurusan Teknik Kimia FTI ITS.


Richter, H. G., Grosser, D., Heinz, I., & Gasson, P. E. (Penyunt.). (2004). IAWA list of microscopic
features for softwood identification. IAWA Journal, 25(1).
Rismijana, J. C. (2010). Pemanfaatan pulp tandan kosong kelapa sawit bahan baku pembuatan
kertas tulis cetak menggunakan bahan aditif AKD. Dalam Prosiding Seminar Teknologi Pulp
dan Kertas (pp. 98-105). Bandung: Balai Besar Pulp dan Kertas.
Risnasari, I. (1977). Modifkasi tanin Acacia mangium Wild dengan krom sebagai bahan pengawet
: Pengaruhnya terhadap stabilitas dimensi dan pengujian terhadap serangan rayap kayu
kering (Cryptotemescynocephalus Light).
Rowell, R. M. (2005). Handbook of wood chemistry and wood composite. Massachusetts: CRC Press.
Ruhendi, S., Koroh, D. N., Syamani, F. A., Yanti, H., Nurhaida, Saad, S.,ym. (2007). Analisis perekatan
kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Ruslandi. (2013). Petunjuk teknis penerapan pembalakan berdampak rendah-carbon (RIL-C).
Jakarta: The Nature Conservancy.
Ruttner, F. (1988). Biogeography and taxonomy of honeybees. Berlin: Springer-Verlag.
S & W Report. (2005). Sawmilling concept-part v: wood drying defects and warpage. Ontario
Woodlot, 40.
Samsijah, & Andadari, L. (1992). Petunjuk teknis budidaya ulat sutera (Bombyx mori L). Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan.
Samsijah;& Andadari, L. (1992). Teknik pengolahan kokon dan benang sutera. Bogor: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hutan.
Santoso, A. (2011). Tanin dan lignin dari Acacia mangium Willd. sebagai bahan perekat kayu
majemuk masa depan (Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Pengolahan Hasil Hutan).
Jakarta: Badan Litbang Kehutanan Kementerian Kehutanan.
Sass, J. (1961). Botanical Microtechnique. Third Edition. Iowa: The Iowa State University Press.
Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia minyak atsiri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Schoch, W., Heller, I., Schweingruber, F. H., & Kienast, F. (2004). Wood anatomy of central european
species. Dipetik November 26, 2013, dari http://www.woodanatomy.ch/macro.html.
Septiningrum, K. (2011). Pengaruh penambahan enzim xylanase pada proses pemutihan sistim ECF.
Makalah pada Seminar Teknologi Pulp dan Kertas. Bandung: Balai Besar Pulp dan Kertas.
Siau, J. F. (1971). Flow in wood. New York: Syracuse Univ. Press.
Siddiq. (1989). Penggunaan glulam untuk komponen struktur bangunan gedung dan perumahan.
Makalah pada Seminar Glued Laminated Timber. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Silitonga, T., Siagian, R., & Nurahman, A. (1972). Cara pengukuran serat kayu dan bahan berligno-
selulosa di Lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPHH) (Publikasi Khusus 12). LPHH
Simpson, W. T. (1991). Drykiln operators manual: drying defects. Dalam Agric. Handbook 188.
Madison: Department of Agriculture, Forest Prod. Laboratory.
Singh, A. K. (2008). Development of heterogenously catalyzed chemical process to produce biodiesel
(Dissertation). Missisipi State University.
Sivakrasam, S., & Saravanan, C. G. (2007). Optimazation of transesterification process for biodiesel
in a compression ignition engine. Energy and Fuelss, 21, 2998-3993.
Sjostrom. (1994). Wood Chemistry: Fundamentals and Applications. New York: Academic Press Inc.
Sjostrong, E. (1981). Wood chemistry, fundamental and application. New York: Academic Press.
Smook, G. A. (2002). Handbook for pulp and paper technologists (Third ed.). USA: Joint Textbook
Committee of the Pulp and Paper Industries.
Smook, G. A., & Kocurek, M. J. (1994). Handbook for pulp and paper technologists (Second ed.).
USA: Joint Textbook Committee of the Pulp and Paper Industries.
Soenarno & Yuniawati (2019). Pengaruh perbaikan metode pembagian batang terhadap waktu kerja
dan produktivitas penebangan hutan alam produksi: Studi kasus di PT. Dwimajaya Utama,
Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 37(1), 13-32
Soenarno (2017). Analisis biaya penebangan sistem swakelola:Studi kasus di dua IUPHHK-HA
Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 35 (2), 101-114
Soenarno, Endom, W., Basari, Z., Suhartana, S., Dulsalam, & Yuniawati. (2016). Faktor eksploitasi
hutan di Sub Region Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 34(4), 335–348.
Stephenson, J. N. (1953). Pulp and paper: preparation of stock for papermaking (Vol. 2). New York:
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 451
Teknologi dan Industri Kehutanan

McGraw-Hill Book Co.


Straton, S., Gleadow, P., & Johnson, P. (2005). Pulp mill process closure. Water Science, 50(3), 183-
194.
Sudirman, D., Massiri, & Yusron. (2007). Peningkatan perkecambahan benih lontar yang diberi
perlakuan fisika dan kimia. Palu: Lembaga Penelitian Universitas Tadulako.
Suhartana, S. & Yuniawati (2016). Produktivitas dan biaya pemanenan kayu di hutan tanaman rawa
gambut. Jurnal Hutan Tropis, 4(3), 273-281.
Suhartana, S. & Yuniawati (2019). Teknik penyaradan RIL guna meningkatkan produktivitas serta
meminimalkan biaya produksi dan kerusakan lingkungan (Studi Kasus di PT Inhutani II
Malinau). Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 8(2), 113-123
Suhartana, S. & Yuniawati. (2015). Peningkatan produktivitas penyaradan kayu Acacia crassicarpa
melalui penerapan teknik ramah lingkungan. Jurnal Hutan Tropis, 3(2), 116-123
Suhartana, S., Sukanda dan Yuniawati. (2012). Kajian luas petak tebang optimal di hutan tanaman
rawa gambut: kasus di satu perusahaan hutan di Riau. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 30(2),
114-123.
Suhartana, S., Yuniawati & Dulsalam. (2013a). Biaya dan produktivitas penyaradan dan pembuatan/
pemeliharaan kanal di HTI rawa gambut di Riau dan Jambi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan,
31(1), 36-48.
Suhartana, S., Yuniawati & Dulsalam. (2013b). Optimasi petak tebang di hutan tanaman rawa gambut
berdasarkan produktivitas dan biaya terkait. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 31(3), 200-212.
Suhartana, S., Yuniawati, & Rahmat. (2014). Peningkatan efisiensi pemanfaatan kayu Acacia
mangium melalui teknik penebangan ramah lingkungan. Jurnal Wahana Foresta 8(2), 42-52
Suhartana, S., Yuniawati, & Rahmat. (2014). Peningkatan efisiensi pemanfaatan kayu Acacia
mangium melalui teknik penebangan ramah lingkungan. Jurnal Wahana Foresta, 8(2):42-52.
Suhartana, S., Yuniawati, & Sukanda. (2010). Produktivitas dan biaya pembuatan kanal di satu
perusahaan hutan tanaman rawa gambut di Riau. Buletin Hasil Hutan 16(2), 131-139.
Sujatmiko, S. (2005). Teknik budidaya kutu lak dan prospek pengembangannya di Nusa Tenggara
Timur. Dalam Prosiding Gelar Teknologi dan Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan Bali dan Nusa
Tenggara, Ende, 30 November (pp. 77 - 85). Kupang: Balai Penelitian Kehutanan Kupang.
Sukadaryati, Dulsalam & Yuniawati. (2018). Pemanenan kayu hutan rakyat. (Studi kasus di Ciamis,
Jawa Barat), Jurnal Ilmu Kehutanan, 12, 142-155.
Sukarman. (1998). Pemeliharaan ulat sutera. Dalam Materi Pelatihan Persuteraa Alam Perum
Perhutani dengan Masyarakat Persuteraan Alam. Madiun: Perum Perhutani.
Sunarti, R., & Isdijoso, S. H. (1983). Siwalan tanaman serba guna. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Supriana, N. (1978). Intensitas dan laju serangan kumbang ambrosia pada kayu ramin (Ginostylus
bancanus Kurz.). Forum Sekolah Pasca Sarjana, 1(2)
Sur, B. (2010). Improving strength of paper and paperboard. Dalam Prosiding Seminar Teknologi
Pulp dan Kertas (pp 25-33). Bandung: Balai Besar Pulp dan Kertas.
Sutarno, H., & Admowidjojo. (2000). Potensi dan tata cara pemanfaatan bahan tanaman obat.
Bogor: Prosea Indonesia-Yayasan Prosea.
Sutigno, P. (1984). Perkembangan macam produk industri kayu lapis. Dalam Fokus Kayu Lapis.
Jakarta: Apkindo.
Sutigno, P. (1986). Perekat dan perekatan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Sutigno, P. (2001). Perekat dan perekatan. Diktat pada Pelatihan Plywood Grader Kerjasama Pusat
Diklat Kehutanan dengan PT. Focus QE.
Sutigno, P. (2008). Mutu produk papan partikel. Jakarta: APKINDO.
Sutigno, P., & Sulastiningsih, I. M. (2013). Diktat pengujian kayu lapis. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.
Sutigno, P., & Sulastiningsih, I. M. (2013). Proses pembuatan kayu lapis. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.
Sykes, M. (2004). Environmental compatibility of effluents from aspen biomechanical. TAPPI, 3(1),
160-166.
TCF vs. ECF Bleaching. (2007). Dikutip Januari 22, 2012, dari http://www.knowpulp.com/english/
demo/english/pulping/bleaching/1_general/fr_text.html.
452 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Teknologi dan Industri Kehutanan

Three things you need to know about nanotechnology in papermaking. (2011). Dipetik April 23,
2012, dari http://www.risiinfo.com /technologyarchives/papermaking/Three-things-you-
need-to know-about-nanotechnology-in-papermaking.html.
Triyono. (2003). Strategi dan rencana pengembangan usaha persuteraan alam. Temu Usaha
Persuteraan Alam. Bandung: Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat, Dinas Kehutanan
Jawa Barat, Balai Pengelolaan Das Cimanuk-Citanduy, Universitas Bandung Raya, Samba
Project dan Parasilk.
Tsoumi, G. (1993). Science and technology of wood: structure, properties, and utilization. New York:
Van Nostrand Reinhold.
Turner, R.D. 1971. Identification of marine woodboring molluscs. Dalam Jones EBG, Eltringham SK
(eds), Marine borers, fungi and fouling organisms of wood, Paris: Organisation for Economic
Cooperation and Development.
United Tractor. (2020). Manajemen alat-alat berat. Departemen Aplication Engineering. Dipetik
Setember 25, 2020 dari https://web.ipb.ac.id/erizal/alatberat/konstruksi/buku%20MAB.pdf.
Unwin, J. (2003). Progress in Reducing Water Use And Wastewater Loads in the US Paper Industry.
TAPPI, 2(8), 127-134.
Van Stenis, C. G.;Den Hoed, D.;Bloembegen, S.;& Eyma, P. J. (1981). Flora untuk sekolah di Indonesia.
Jakarta: Paranya Parmita.
Vicente, G., Martinez, M., & Aracil, J. (2004). Integrated Biodiesel Production: a comparison of
different homogenous catalysts system. Bioresource Technology, 92, 297-305.
Wahyudi, I. (2013). Hubungan struktur anatomi kayu dengan sistem kayu, kegunaan dan
pengolahannya. Dalam Kumpulan Makalah Diskusi Litbang Anatomi Kayu Indonesia..
Wallis, A. F., & Waerne, R. H. (2003). Does borate inhibit cellulose merceration during cold alkali
extraction of wood pulps? TAPPI, 2(6), 226-229.
Ward E. (2011). Chain saws- safety, operation, tree felling techniques. Kansas: Kansas Forest Service,
Kansas State University.
Wheeler, E. A., Baas, P., & Gasson, P. E. (1989). IAWA list of microscopic features for hardwood
identification.
Widagdo. 1993. Pengaruh bahan pengawet kreosot terhadap sifat fisis dan mekanis jenis kayu
melalui uji serangan marine borers. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 34(1), 59-65.
Wiener, G., & Liese, W. (1990). Rattan - stem anatomy and taxonomic implications. AWA Buletin,
11(1), 61-70.
Wilkinson, J. G. (1979). Industrial timber preservation. London: Associated Business Press.
Winston, M. L. (1988). The biology of the honey bee. Cambridge, Massachusetts, London, England:
Harvard University Press.
Wise, L. E. (1944). Wood chemistry. New York: Reinhold Publisher Corporation.
Yatagai, M., Unrinin, J. G., & Sugiura, G. (1986). By-product of wood carbonization. Mokuzai
Gakkaishi, 32(6), 467-471.
Yildiz, U. C., Yildiz, S., & Geser, E. D. (2005). Mechanical properties and decay resistance of
woodpolymer composites prepared from fast growing species in Turkey. Bioresource Tech.,
96, 1003-1011.
Yuniawati , S. Suhartana & Rahmat. (2014). Peningkatan produktivitas muat bongkar dan
pengangkutan kayu Acacia mangium melalui teknik yang ramah lingkungan. Dalam Suwinarti,
W., I.W. Kusuma, Erwin & Ismail (Eds). Prosiding Seminar Nasional MAPEKI 16: Pemanfaatan
Sumberdaya terbarukan untuk Kesejahteraan Manusia dan Kelestarian Lingkungan 6
Nopember 2013 di Balikpapan (pp. 407-414). Bogor: Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia.
Yuniawati, Dulsalam, Idris MM, Suhartana S & Sukadaryati. (2015). Alat bantu truk angkutan kayu
untuk mengurangi selip roda pada jalan hutan tanpa perkerasan. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan, 33(4), 387-395.
BAB VI
KESATUAN
PENGELOLAAN HUTAN

P engertian, jenis, kriteria, tahapan


pembangunan, dan manfaat Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH) telah dibahas
dalam Bab III, pada Subbab Pembentukan
Wilayah Pengelolaan. Pada bab ini
akan dibahas lebih detail mengenai KPH
Konservasi (KPHK), KPH Lindung (KPHL) dan
KPH Produksi (KPHP).
tentang Norma, Standar, Prosedur dan
Filosofi dibangunnya KPH sebenarnya Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada
adalah pengelolaan hutan di tingkat tapak KPH Lindung (KPHL) dan KPH Produksi
karena munculnya berbagai permasalahan (KPHP)
kehutanan ditenggarai akibat ketiadaan 8. Permendagri Nomor 61 Tahun 2010
pengelola di tingkat tapak, sehingga tentang Pedoman Organisasi dan Tata
dibaca oleh masyarakat sebagai kawasan Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan
open acces. KPH hadir sebagai ujung Lindung dan Kesatuan Pengelolaan
tombak pengelolaan hutan di Indonesia Hutan Produksi di Daerah
(Kartodihardjo 2007).
Selain itu terdapat beberapa peraturan
Landasan pembentukan KPH didasarkan perundangan teknis pendukung
terutama oleh beberapa peraturan- pembangunan KPH, yaitu:
perundangan, sebagai berikut: 1. Permenhut Nomor P.41 Tahun 2011
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 yang kemudian diubah berdasarkan
tentang Kehutanan Permenhut Nomor P.54 Tahun 2011
2. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun tentang Standar Fasilitasi Sarana dan
2004 tentang Perencanaan Kehutanan Prasarana KPHL Model dan KPHP Model
3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2. Permenhut Nomor P.42 Tahun 2011
2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor tentang Standar Kompetensi Bidang
3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan, Teknis Kehutanan pada KPHL dan KPHP
Penyusunan Rencana Pengelolaan 3. Permenhut Nomor P.46 Tahun 2013
Hutan, serta Pemanfaatan Hutan tentang Tata Cara Pengesahan Rencana
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL
2007 tentang Pembagian Urusan antara dan KPHP
Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan 4. Permenhut Nomor P.47 Tahun 2013
Pemerintah Kabupaten/Kota tentang Pedoman, Kriteria dan Standar
5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu
2007 tentang Organisasi Perangkat Pada KPHL dan KPHP.
Daerah 5. PermenLHK Nomor P.74 Tahun 2016
6. Permenhut Nomor P. 6/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Nomenklatur
tentang Pembentukan Wilayah KPH Perangkat Daerah Provinsi dan
7. Permenhut Nomor P. 6/Menhut-II/2010 Kabupaten/kota yang melaksanakan
454 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Kesatuan Pengelolaan Hutan

urusan pemerintahan bidang lingkungan Norma, standar, prosedur dan kriteria


hidup dan urusan pemerintahan bidang pengelolaan hutan pada kesatuan
kehutanan. pengelolaan hutan lindung (KPHL) dan
6. PermenLHK Nomor P.81 Tahun 2016 Kesatuan Pengelolaan Hutan produksi
tentang Kerjasama Penggunaan dan Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2010.
Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk KPHP dan KPHL dapat melakukan
Mendukung Ketahanan Pangan pemanfaatan hutan yang bertujuan untuk
7. PermenLHK Nomor P.17 Tahun 2017 memperoleh hasil dan jasa hutan secara
tentang perubahan atas Permen LHK No optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan
P.12 tahun 2015 tentang Pembangunan masyarakat.
Hutan Tanaman Industri
8. PermenLHK Nomor P.49 Tahun 2017 Pemanfaatan hutan dapat dilakukan melalui
tentang Kerjasama Pemanfaatan Hutan kegiatan:
pada KPH 1. Pemanfaatan kawasan;
9. PermenLHK No P.98 Tahun 2018 tentang 2. Pemanfaatan jasa lingkungan;
Tata Cara Penyusunan, Penilaian, dan 3. Pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan
Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan kayu; dan/atau
KPHL dan KPHP 4. Pemungutan hasil hutan kayu dan bukan
kayu.
Informasi perkembangan KPH di Indonesia
dapat diakses melalui laman Kementerian Pemanfaatan hutan pada KPHL dan KPHP
LHK pada tautan http://kph.menlhk.go.id/ yang kawasan hutannya berfungsi Hutan
sinpasdok/. Lindung (HL) hanya dapat dilakukan
kegiatan berupa pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, dan atau
pemungutan hasil hutan bukan kayu.
A. Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Sedangkan KPHL dan KPHP yang kawasan
(KPHK) hutannya berfungsi Hutan Produksi (HP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi dapat dilakukan semua jenis kegiatan
(KPHK) merupakan kesatuan pengelolaan pemanfaatan hutan. Kegiatan pemanfaatan
yang fungsi pokoknya dapat terdiri dari hutan wajib disertai izin pemanfaatan hutan
satu atau kombinasi dari Hutan Cagar Alam, yang diatur sesuai peraturan perundang-
Hutan Suaka Margasatwa, Hutan Taman undangan.
Nasional, Hutan Taman Wisata alam, Hutan Selain pemanfaatan hutan, terdapat
Suaka Margasatwa, Hutan Taman Nasional, kegiatan rehabilitasi dan reklamasi
Hutan Wisata Alam, Hutan Taman Hutan hutan di dalam kawasan hutan di bawah
Raya, dan Hutan Taman Buru. pengelolaan KPHL dan KPHP. Rehabilitasi
hutan di dalam kawasan hutan dilaksanakan
melalui kegiatan reboisasi, pemeliharaan
B. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung tanaman, pengayaan tanaman, dan
(KPHL) penerapan teknik konservasi tanah. Jika
pada wilayah KPHL dan KPHL telah dibebani
KPHL merupakan kesatuan pengelolaan izin/hak pemanfaatan hutan kepada pihak
yang fungsi pokoknya merupakan hutan ketiga, maka pelaksanaan rehabiliasi
lindung. Luas wilayah KPHL seluruh atau hutan dilakukan oleh pemagang izin/hak
sebagian besar terdiri dari kawasan hutan yang bersangkutan. Jika kawasan tersebut
lindung untuk menyangga sistem tata air tidak dibebani izin maka penyelenggaraan
tanah (hidrologis). rehabilitasi dilaksanakan KPHL dan KPHP.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 455
Kesatuan Pengelolaan Hutan

Reklamasi hutan dilakukan pada lahan Tahun 1967) telah mengubah dasar hukum
dan vegetasi hutan pada kawasan yang pembentukan Kesatuan Pengusahaan
telah mengalami perubahan permukaan Hutan Produksi di atas menjadi Kesatuan
tanah dan perubahan penutupan tanah. Pengelolaan Hutan (KPH) yang tidak hanya
Reklamasi hutan dilaksanakan dan mencakup pembentukan KPH di kawasan
menjadi tanggung jawab pemegang izin hutan produksi, tetapi meliputi seluruh
penggunaan kawasan hutan. Dalam hal kawasan dan fungsi hutan. Pemanfaatan
pemegang izin penggunaan kawasan hutan hutan pada wilayah KPHP bertujuan untuk
telah melaksanakan reklamasi hutan, maka memperoleh hasil dan jasa hutan secara
kepala KPHL dan KPHP bertanggung jawab optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan
atas pengamanan dan perlindungan atas masyarakat, dimana terkait hal ini diatur
reklamasi hutan yang bersangkutan. dalam Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma,
Perlindungan hutan di wilayah KPHL dan Standar, Prosedur dan Kriteria pengelolaan
KPHP bertujuan untuk menjaga hutan, hasil hutan pada kesatuan pengelolaan hutan
hutan, kawasan hutan dan lingkungannya lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan
agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan Hutan produksi (KPHP).
fungsi produksi tercapai secara optimal
dan lestari. Perlindungan hutan mengikuti
prinsip-prinsip: mencegah dan membatasi
kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil D. Luas Optimal KPH
hutan, yang disebabkan oleh perbuatan Hernowo dan Ekawati (2014) menjelaskan
manusia, ternak, kebakaran, bencana alam, bahwa Luas KPH optimal secara tepat
hama dan penyakit; dan mempertahankan (berapa ha) sulit ditetapkan, sehingga
dan menjaga hak-hak Negara masyarakat, dalam menentukan luas/batas wilayah
perorangan atas hutan, kawasan hutan, KPH digunakan kriteria-kriteria yang
hasil hutan, investasi serta perangkat yang dapat memberikan jaminan efisiensi
berhubungan dengan pengelolaan hutan. dan efektifitas organisasi KPH yang akan
Perlindungan hutan di wilayah KPHL dan dibentuk, antara lain :
KPHP diselenggarakan oleh KPHL dan KPHP 1. Tujuan pengelolaan
dan pihak ketiga apabila wilayahnya telah 2. Kondisi daerah aliran sungai. Dasar
dibebani izin/hak pemanfaatan kepada penentuan luas wilayah KPH seyogyanya
pihak ketiga. berdasar kepada bentang alam ekosistem
DAS namun karena kawasan hutan bukan
merupakan kertas putih DAS yang bisa
C. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi didesain dengan mudah maka modifikasi
(KPHP) perlu dilakukan dengan memperhatikan
Kesatuan pengelolaan hutan produksi kondisi lapangan( existing condition).
selanjutnya disebut KPHP adalah KPH yang 3. Batas administrasi pemerintahan
luas wilayahnya seluruh atau sebagian 4. Hamparan yang secara geografis
besar terdiri dari kawasan hutan produksi. merupakan satu kesatuan
Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi, 5. Aksesibilitas
yang sekaligus berfungsi sebagai Kesatuan 6. Rentang kendali
Perencanaan Pengusahaan Hutan Produksi Berdasarkan hasil penelitian Suhendang
diatur dengan diterbitkannya Surat (1990) dalam Samsuri (2004) luas kawasan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor hutan yang dikelola oleh suatu kesatuan
200/Kpts/1991. Pembaharuan Undang- pengelolaan hutan sebagai suatu kesatuan
Undang Pokok Kehutanan (UU Nomor 5 pengurusan kehutanan ditentukan oleh
456 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Kesatuan Pengelolaan Hutan

faktor-faktor sebagai berikut :


a. Kemampuan petugas lapangan (mandor)
b. Karakteristik pengusahaan hutan
c. Potensi sumber daya hutan
d. Aksesibilitas
e. Intensitas pengelolaan
Menurut Burhanudin dan Priyambudi
(2010) dalam Hernowo dan Ekawati (2014),
luas unit pengelolaan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Tingkat tegakan (stand level). Setiap
kegiatan teknik kehutanan (penanaman,
penjarangan, pemanenan) diusahakan Pilot Project Pengembangan Kayuputih
sepanjang tahun tidak mengalami KPHL Biak Numfor, Papua
Foto oleh: B2P2BPTH Yogyakarta
kerugian.
b. Tingkat keuntungan finansial organisasi
pengelola, dengan kriteria: 1) Span
of control (jenjang pengawasan), 2)
Keadaan kawasan hutan tersebut (antara menentukan bentuk intervensi yang perlu
lain keamanan) dan produktifitasnya dilakukan apabila suatu KPH memerlukan
(produktif atau tak produktif). intervensi Pemerintah.
c. Overhead Cost (fixed & variable cost), Kartodihadrjo et al (2011) dalam
dua daerah yang produktif tetapi Hernowo dan Ekawati (2014) secara
keamanannya rawan digabung menjadi sederhana membuat empat tipologi
satu, untuk mengurangi overhead cost. KPH dengan mempertimbangkan faktor
tahapan perkembangan KPH dan potensi
sumberdaya yang terdapat di dalam
E. Tipologi KPH kawasan hutan. Tipologi KPH tersebut
adalah:
Lebih lanjut Hernowo dan Ekawati (2014) a. KPH dalam tahap pembentukan dan
menguraikan bahwa setiap KPH juga potensi sumberdaya cukup
memiliki karakteristik yang bervariasi baik b. KPH telah terbentuk dan potensi
ditinjau dari potensi hutan yang ada (biofisik sumberdaya cukup
dan produk hutan), kapabilitas pengelola c. KPH dalam tahap pembentukan dan tidak
KPH (lembaga dan jumlah SDM), kondisi memiliki potensi sumberdaya cukup
sosial ekonomi dan budaya masyarakat d. KPH telah terbentuk dan tidak
lokal serta dukungan pemerintah daerah. Di mempunyai potensi sumberdaya cukup.
sisi lain, kebijakan pembangunan KPH yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan Sementara Budiningsih (2013) dalam
seragam untuk semua kondisi. Hernowo dan Ekawati (2014) , menyusun
tipologi KPH dengan mempertimbang
Atas dasar keragaman karakteristik yang kan beberapa faktor yakni pengetahuan
ada dirasakan perlu untuk membuat pengelola KPH (tupoksi KPH dan konsep
tipologi KPH. Tipologi KPH akan membantu pengelolaan di tingkat tapak), kapabilitas
pemilihan strategi untuk mempercepat pengelola KPH (jumlah dan kapabilitas
pembangunan KPH. Tipologi KPH diperlukan SDM), partisipasi stakeholder dalam
bukan oleh KPH namun oleh pemerintah pembangunan KPH (komitmen Pemda,
sebagai administrator/regulator untuk bisa partisipasi masyarakat dan konflik) dan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 457
Kesatuan Pengelolaan Hutan

bayi, masa anak-anak, dan masa dewasa


seperti terlihat pada Gambar 6.1. Pengguna
dari instrumen ini adalah Direktorat KPHP,
Direktorat KPHL, Dinas Kehutanan Provinsi,
dan KPH itu sendiri.
KPH merupakan sebuah organisasi publik.
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai
dalam pengukuran kinerja organisasi,
seperti KPH yaitu:
a. Untuk mengetahui tingkat ketercapaian
tujuan organisasi.
b. Memudahkan Pemerintah Pusat/
kementerian dalam merumuskan strategi
perbaikan kebijakan.
c. Memperbaiki kinerja pada periode
berikutnya.
d. Memberikan pertimbangan yang
sistematik dalam pembuatan keputusan
potensi usaha (luas KPH, potensi kayu, reward dan punishment.
potensi HHBK yang dapat dikembangkan e. Menyediakan sarana pembelajaran dan
dari KPH. Berdasarkan faktor tersebut KPH memotivasi pegawai.
dibedakan menjadi:
a. KPH tipe A : karakteristik pemahaman Kerangka kerja instrumen kinerja KPH
konsep KPH baik, SDM cukup dan terdiri dari 16 kriteria dan 44 indikator,
kapabel, dukungan stakeholder tinggi, seperti terlihat pada Tabel 6.1. Kinerja
dan potensi usaha baik. input sangat ditentukan oleh faktor lain di
b. KPH tipe B : karakteristik pemahaman luar KPH. Kinerja input disebut juga sebagai
konsep KPH sedang, jumlah dan prasyarat untuk beroperasinya KPH. Kriteria
kapabilitas SDM tersedia tapi belum dan indikator kinerja input dapat dilihat
cukup, dukungan stakeholder sedang, di Tabel 6.2. Kinerja proses merupakan
dan potensi usaha sedang. kinerja KPH beroperasi yang dimulai dari
c. KPH Tipe C: karakteristik pemahaman penyusunan dokumen rencana sampai
konsep KPH kurang, jumlah dan dengan pemanfaatan hutan. Kriteria dan
kapabilitas SDM belum cukup, dukungan indikator kinerja proses dapat dilihat pada
stakeholder kurang, dan potensi usaha Tabel 6.3. Kinerja output, hasil, manfaat
kurang. dan dampak disebut juga masa kemandirian
KPH. Kinerja ini terdiri dari tiga kriteria yaitu
F. Instrumen untuk Mengukur Kinerja KPH kelestarian ekologi, ekonomi dan sosial.
Ekawati et.al. (2019) dalam buku Informasi lengkap mengenai cara mengukur
Instrumen untuk Mengukur Kinerja KPH, kinerja KPH dapat disimak dalam buku
menyampaikan bahwa kondisi KPH saat Instrumen untuk Mengukur Kinerja KPH
ini, ada yang benar-benar baru berdiri, (Ekawati et.al., 2019). Buku ini dapat
ibarat bayi baru lahir, tetapi ada juga KPH diunduh dari laman Pusat Litbang Sosial
yang sudah maju dan sudah matang yang Ekonomi Kebijakan dan perubahan pada
mengelola pendapatan dari pengelolaan tautan http://simlit.puspijak.org/.
hutan. Ibarat manusia pertumbuhan
sebuah organisasi juga melewati masa
458 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Kesatuan Pengelolaan Hutan

Gambar 6.1. Pertumbuhan KPH sebagai sebuah organisasi publik


(sumber: Adizes (1989) dalam Raharja (2010))

Tabel 6.1. Kerangka kerja instrumen kinerja KPH

Sumber: Ekawati et al. (2019)


Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 459
Kesatuan Pengelolaan Hutan

Tabel 6.2. Kriteria dan indikator kinerja input (prasyarat)

Sumber: Ekawati et al. (2019)


460 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Kesatuan Pengelolaan Hutan

Tabel 6.3. Kriteria dan indikator kinerja proses (operasionalisasi KPH)

Sumber: Ekawati et al. (2019)


Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 461
Kesatuan Pengelolaan Hutan

Bahan Bacaan
Ekawati, S., Ramawati., Salaka, F.S., Kurniasari, D.R., Budiningsih, K. (2019). Instrumen untuk
Mengukur Kinerja KPH. Bogor: PT Penerbit IPB Press.
Hernowo, B,; Ekawati, S., (2014). Operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) : Langkah
Awal Menuju Kemandirian. Bogor: PT Kanisius.
Kartodihardjo, H. (2007). KPH dalam Politik Pembaharuan Kebijakan. Dipetik Juli 12, 2009 dari
http://repository.ipb.ac.id.
Kementerian Dalam Negeri. (2010). Permendagri Nomor 61 tahun 2010 tentang Pedoman
Organisasi dan Tata Kerja KPHL dan KPHP di Daerah. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri
Kementerian Kehutanan. (2009). Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan
wilayah KPH. Jakarta: Kementerian Kehutanan
Kementerian Kehutanan. (2010). Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPHP. Jakarta: Kementerian
Kehutanan 
Kementerian Kehutanan. (2011). Permenhut Nomor P.41/Menhut-II/2011 tentang Standar
Fasilitasi Sarana dan Prasarana KPHL Model dan KPHP Model. Jakarta: Kementerian
Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2011). PPermenhut Nomor P.54/Menhut-II/2011 tentang Perubahan
atas Permenhut Nomor. P. 41/Menlhk-II/2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana dan
Prasarana KPHL Model dan KPHP Model Standar Fasilitasi Sarana dan Prasarana KPHL
Model dan KPHP Model. Jakarta: Kementerian Kehutanan. 
Kementerian Kehutanan. (2011). Permenhut Nomor P.42/Menlhk-II/2011 tentang Standar
Kompetensi Bidang Teknis Kehutanan pada KPHL dan KPHP. Jakarta: Kementerian
Kehutanan
Kementerian Kehutanan. (2013). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.46/Menlhk-II/2013
tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL dan
KPHP. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2013). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.47/Menlhk-II/2013
tentang Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu pada KPHL
dan KPHP. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2016). PermenLHK Nomor P.74/Menlhk/Setjen/
Kum.1/2016 tahun tentang Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Provinsi dan
Kabupaten/kota yang Melaksanakan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan
Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan. Jakarta: KLHK.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2016). PermenLHK Nomor P.81/ Menlhk/Setjen/
Kum.1 tahun 2016 tentang Kerjasama Penggunaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan
untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jakarta: KLHK
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2017). PermenLHK Nomor P.17/Menlhk/Setjen/
Kum.1/2/2017 tentang perubahan atas Permen LHK No P.12/Menlhk-II/2015 tentang
Pembangunan HTI. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2017). PermenLHK Nomor P.49/ Menlhk/Setjen/
Kum.1/2017 tentang Kerjasama Pemanfaatan Hutan pada KPH. Jakarta: KLHK.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018). PermenLHK No P.98 Menlhk/Setjen/
Kum.1/2018 tentang Tata Cara Penyusunan, Penilaian, dan Pengesahan Rencana
Pengelolaan Hutan KPHL dan KPHP. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Raharja, S. (2010). Siklus hidup organisasi: Suatu analisis perkembangan organisasi. Administrasi
Bisnis, 6 (1), 94–100.
Samsuri. (2004). Perencanaan pembentukan kesatuan pengusahaan hutan produksi menggunakan
sistem informasi geografis. Diktat Program Ilmu Kehutanan. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara.
Agroforestri Kayu Bawang
(Azadirachta excelsa (Jack)) M. Jacobs
di Palembang Sumatra Selatan
Efendi Agus Waluyo
BAB VII
PERHUTANAN SOSIAL
Peserta Sosialisasi Perhutanan Sosial
di Desa Veteran Jaya Kec.Ogan Komering Ulu
Sri Lestari

A. Pengertian melalui Keputusan Menteri Kehutanan


dan Perkebunan No 865/Kpts-II/1999 yang
Perkembangan sejarah tentang Perhutanan merupakan penyempurnaan Keputusan
Sosial (PS) ini diawali dengan perubahan Menteri Kehutanan dan Perkebunan 677/
paradigma pengelolaan hutan dari Kpts-II/1998 tentang HKm.
pengelolaan hutan oleh negara (forest
management by state) ke arah pengelolaan Berbagai kebijakan ini intinya
hutan bersama masyarakat (PHBM, mengakomodir partisipasi masyarakat
community based forest management), dalam mengelola hutan sesuai fungsinya
yaitu pengelolaan hutan yang harus pada hutan produksi dan hutan lindung.
melibatkan dan mensejahterakan Pemungutan atau pemanfaatan hasil
masyarakat sekitar hutan. hutan kayu oleh masyarakat hanya dapat
dilakukan pada hutan produksi sedangkan
Pada awalnya dikenal dengan istilah pada hutan lindung, masyarakat hanya
Kehutanan Sosial (Sosial Forestry), pada dapat mengambil hasil hutan bukan kayu.
1978 ketika Kongres Kehutanan sedunia
ke-8 yang dilaksanakan di Jakarta dengan Pemerintah kemudian memperluas skema
tema besar Hutan untuk Rakyat (Forest PS/PHBM dengan program Hutan Tanaman
for People). Kehutanan Sosial adalah Rakyat (HTR) melalui Peraturan Pemerintah
satu strategi yang dititikberatkan pada Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan
pemecahan masalah-masalah penduduk dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
lokal dan pemeliharaan lingkungan. Oleh Hutan serta Pengelolaan Hutan dan
karena itu, hasil utama kehutanan tidak Program Hutan Desa melalui Peraturan
semata-mata kayu. Lebih dari itu, kehutanan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-
dapat diarahkan untuk menghasilkan II/2008 tentang Hutan Desa.
berbagai macam komoditi sesuai dengan
kebutuhan penduduk disuatu wilayah, Selanjutnya kedua skema PS/PHBM tersebut
termasuk bahan bakar, bahan makanan, diatur secara bersama dengan HKm, Hutan
pakan ternak, air, hewan alam yang liar dan Adat, dan Kemitraan Kehutanan dalam
yang menarik (Simon, 1994 dalam Santoso, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
2019). Kehutanan (PermenLHK) Nomor P.83/
MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang
Pada 1995, arah perubahan kebijakan Perhutanan Sosial.
pengelolaan hutan dari pengelolaan hutan
oleh negara (forest management by state) ke Pada tataran kebijakan kehutanan
arah PHBM dituangkan melalui Keputusan Indonesia, dukungan kebijakan nasional
Menteri Kehutanan (Kepmenhut) Nomor yang menyatakan tentang adanya unsur
622/Kpts-II/1995 tentang Pedoman “masyarakat” dan “desa” ada dalam
Hutan Kemasyarakatan (HKm). Setelah Undang-undang No. 41 tahun 1999 dalam
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 41 penjelasan Pasal 5 ayat (1) alinea 4 dan
tahun 1999 tentang Kehutanan, kebijakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun
ini disesuaikan dan kembali diperbaiki 2007 pada Pasal 84 dan Pasal 92-98, yang
464 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

mengatur tentang “hutan kemasyarakatan” Dari terminologi perhutanan sosial sesuai


(Wiratno, 2017). Sedangkan Istilah dengan PermenLHK Nomor P.83 tahun 2016
“Perhutanan Sosial” baru masuk dalam tersebut maka dapat dijelaskan bahwa
perencanaan pembangunan nasional, Perhutanan Sosial dapat diimplementasikan
yaitu dalam Rencana Pembangunan Jangka di dalam kawasan dan di luar kawasan
Menengah Nasional (RPJMN) periode 2010- hutan (lahan yang telah dibebani hak).
2014 (Wiratno, 2017). Implementasi perhutanan sosial di
dalam kawasan hutan diperlukan untuk
Berdasarkan PermenLHK No. 83 tahun mengurangi kemiskinan, pengangguran dan
2016, yang dimaksud Perhutanan Sosial ketimpangan pengelolaan/pemanfaatan
adalah sistem pengelolaan hutan lestari kawasan hutan melalui upaya pemberian
yang dilaksanakan dalam kawasan hutan akses legal kepada masyarakat berupa
negara atau hutan hak/hutan adat yang pengelolaan Hutan Desa, Izin usaha Hutan
dilaksanakan oleh masyarakat setempat Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat,
atau masyarakat hukum adat sebagai Kemitraan Kehutanan untuk kesejahteraan
pelaku utama untuk meningkatkan masyarakat dan kelestarian sumber
kesejahteraannya, keseimbangan daya hutan. Sedangkan implementasi
lingkungan dan dinamika sosial budaya perhutanan sosial di lahan yang sudah
dalam bentuk Hutan Desa, Hutan dibebani hak atas tanah atau dalam
Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, wilayah hukum adat masyarakat setempat,
Hutan Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan dilakukan melalui skema Hutan Rakyat dan
Kehutanan. Hutan Adat. Secara visual dapat dilihat pada
Gambar 7.1.

Gambar 7.1.
Skema Perhutanan Sosial
Salah satu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35 Tahun 2012 yang menegaskan hak-hak konstitusional
masyarakat hukum adat atas hutan. Dalam putusan tersebut menyebutkan bahwa hutan adat berdasarkan
statusnya tetap dibagi ke dalam dua status yaitu hutan negara dan hutan hak
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 465
Perhutanan Sosial

Dalam perhutanan sosial tersebut terdapat Peta PIAPS disusun berdasarkan data dan
tiga prinsip utama yaitu hak (right), mata informasi dari Ditjen Planologi dan Tata
pencaharian (livelihood), dan konservasi Lingkungan, Ditjen KSDAE, CSOs terkait,
(Maryudi et al., 2012 dalam Ekawati 2019). antara lain AMAN, BRWA, JKPP, KPSHK,
Ketiga prinsip tersebut harus menjadi HUMA, Epistema Institute, dan Kemitraan
perhatian untuk memastikan implementasi Partnership. PIAPS dapat diakses melalui
perhutanan sosial dapat meningkatkan situs resmi KLHK, sehingga PIAPS dapat
kesejahteraan masyarakat dan sekaligus menjadi dasar dalam pemberian izin
dapat tetap menjaga kelestarian hutan. perhutanan sosial. Penetapan PIAPS
dilakukan oleh Menteri LHK dan direvisi
Di samping itu, Program Perhutanan setiap 6 bulan sekali oleh Direktur Jenderal
Sosial juga diharapkan dapat memberikan yang membidangi Planologi Kehutanan dan
kontribusi terhadap penyelesaian Tata Lingkungan atas nama Menteri LHK.
persoalan bangsa dalam aspek keadilan,
mengurangi kesenjangan antara desa Persyaratan umum pengajuan perhutanan
dan kota, menyelesaikan konflik tenurial, sosial adalah: (1) mempunyai kelompok
meningkatkan ketahanan pangan dan iklim, masyarakat dan daftar anggota, koperasi,
serta mewujudkan pengelolaan hutan yang dana usaha milik desa, lembaga desa,
berkelanjutan (Supriyanto, 2019 dalam lembaga adat, (2) gambaran umum wilayah
Ekawati, 2019). berupa keadaan fisik, sosial ekonomi dan
potensi kawasan serta (3) peta usulan lokasi
Pelaksanaan kegiatan perhutanan sosial minimal skala 1:50.000 berupa dokumen
berpatokan pada Peta Indikatif Areal tertulis dan salinan elektronik dalam bentuk
Perhutanan Sosial (PIAPS) yang merupakan shape file.
lampiran Surat Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Persyaratan khusus akan dibahas per
Nomor 4865 tahun 2017. PIAPS dibuat masing-masing skema. Informasi umum
dengan prioritas untuk penyelesaian mengenai kategori perhutanan sosial dan
konflik, kegiatan restorasi gambut, dan/ statusnya dapat dilihat pada Tabel 7.1.
atau restorasi ekosistem dengan skala Sementara capaian kinerja perhutanan
1:250.000 yang terdiri atas 291 sheet yang sosial terkini dapat diakses melalui laman
dapat diunduh pada halaman resmi Web- https://www.menlhk.go.id/site/download
GIS Kementerian Lingkungan Hidup dan pada publikasi Laporan Kinerja KLHK atau di
Kehutanan (Web-GIS KLHK). laman Perhutanan Sosial pada http://pkps.
menlhk.go.id/.

Tabel 7,1. Kategori perhutanan sosial dan statusnya

Sumber: Ditjen PSKL-KLHK, Kantor Staf Presiden dan The Asia Foundation, 2017
466 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

B. Hutan Desa suatu marga atau hutan peramuan


B.1. Pengertian, Sejarah dan Perkembangan sebuah dusun, meskipun tidak berada
dalam hutan negara. Perbedaan konsepsi
a. Pengertian HD tradisional (misalnya hutan marga)
dan HD kontemporer selain pada status
Konsep Hutan Desa yang selanjutnya
lahan adalah bahwa HD tradisional selalu
disingkat dengan HD, merupakan salah
mengacu kepada areal yang merupakan
satu konsep perhutanan sosial yang yang
formasi hutan (Martin 2020).
memberi hak pengelolaan dan akses
kepada masyarakat desa atas areal hutan Konsepsi hutan desa di Indonesia, baik sejak
di sekitar mereka. Namun selain itu, pada istilah yang dimunculkan melalui peraturan
saat yang bersamaan juga harus melindungi perundangan, era hutan marga, hutan
hutan itu sendiri. nagari (ulayat), atau nama lain pada masa
sebelum kemerdekaan dan penerapan Tata
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6
Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun
Tahun 2007 dalam bab yang menyangkut
1982-1984, dan istilah yang hidup di desa
pemberdayaan masyarakat setempat,
untuk menunjukkan areal berhutan di dalam
mengamanahkan salah satu kegiatan untuk
wilayah desa sesungguhnya mengandung
mendapatkan manfaat sumber daya secara
dua makna yaitu teritorialitas negara dan
optimal dan adil dengan pengembangan
upaya negara memastikan penyediaan
kapasitas dan pemberian akses dalam
sumber daya untuk kesejahteraan
rangka peningkatan kesejahteraan adalah
masyarakatnya secara berkesinambungan.
melalui kegiatan HD.
Jika dirangkum, konsepsi HD mengandung
Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1979 makna politis dan ekonomis (Martin 2020).
tentang Pemerintahan Desa merupakan
Istilah HD dalam peraturan perundangan
cikal bakal pengenalan konsep desa di
di Indonesia muncul pertama kali dalam
seluruh Indonesia. Sebagai sistem hukum
penjelasan pasal 5 ayat 1 UU Nomor 41 tahun
yang diwariskan dari Pemerintahan kolonial
1999 tentang Kehutanan, yang menjelaskan
Belanda dan Jepang, maka desa, marga,
bahwa hutan berdasarkan statusnya terdiri
negeri atau nigari dan nama-nama lainnya
dari hutan negara dan hutan hak. Pada
diakui sebagai kesatuan masyarakat hukum
bagian penjelasan tertulis “....hutan negara
yang diakui sejak Indonesia merdeka.
yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan
Sebagaimana termaktub dalam penjelasan
untuk kesejahteraan desa disebut hutan
UUD 1945 (sebelum amandemen), “Dalam
desa”. Definisi legal ini mengandung tiga
territori Negara Indonesia terdapat lebih
kata kunci, yaitu hutan negara, dikelola oleh
kurang 250 zelfbesturende landchappen
desa, dan kesejahteraan desa.
dan volksgemeenschappen, seperti desa
di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, Beberapa pendapat mengenai definisi
dusun dan marga di Palembang, dan mengenai hutan desa:
sebagainya” (Martin 2020). 1. Hutan Desa dari beberapa sisi pandang
Bentuk HD yang disebut pada masa (Awang, 2003) yaitu: (a) dilihat dari
sekarang, bukanlah sebuah konsepsi aspek teritorial, HD adalah hutan yang
baru, masih sama dengan HD tradisional. masuk dalam wilayah administrasi
Spiritnya masih sama dari semangat sebuah desa definitif dan ditetapkan
pengelolaan oleh desa (pemerintah) oleh kesepakatan masyarakat, (b) dilihat
dan diperuntukkan demi kesejahteraan dari aspek status, HD adalah kawasan
desa. Karena HD ini sesungguhnya dahulu hutan negara yang terletak pada
merupakan hutan yang terdapat dalam wilayah administrasi desa tertentu dan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 467
Perhutanan Sosial

ditetapkan oleh pemerintah sebagai khusus sebagai program pemerintah


HD, (c) dilihat dari aspek pengelolaan, melalui Peraturan Menteri Kehutanan
HD adalah kawasan hutan milik (Permenhuta) Nomor P.49 Tahun 2008
rakyat dan milik pemerintah (hutan tentang HD.
negara) yang terdapat dalam satu
wilayah administrasi desa tertentu dan Kedua peraturan tersebut menambahkan
ditetapkan secara bersama-sama antara frasa “...hutan negara yang belum dibebani
pemerintah daerah dan pemerintah izin/hak” dalam definisi HD. Frasa tersebut
sebagai HD yang dikelola oleh organisasi tidak disebutkan lagi dalam peraturan
masyarakat desa. Awang sendiri lebih terakhir, yaitu PermenLHK Nomor 83 Tahun
cenderung pada pengertian (c) sebagai 2016 dan dikembalikan sesuai definisi
definisi ideal HD. dalam UU Nomor 41 Tahun 1999.
2. Hutan Desa menurut Alam (2003) Istilah HD juga muncul dalam peraturan
adalah kawasan hutan negara, hutan perundang-undangan lain yang tidak
rakyat, dan tanah negara yang berada mengacu kepada UU Nomor 41 Tahun
dalam wilayah administrasi desa yang 1999 tentang Kehutanan, yaitu Keputusan
dikelola oleh lembaga ekonomi yang ada Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
di desa dan lembaga desa tersebut akan Nomor 64 Tahun 1999 tentang Pedoman
memberikan pelayanan publik terkait Umum Pengaturan Mengenai Desa.
dengan pengurusan dan pengelolaan Regulasi ini menyebut HD sebagai bagian
hutan. Kelembagaan dimaksud antara kekayaan desa yang menjadi sumber
lain rumah tangga petani, usaha pendapatan desa. Meskipun tidak identik,
kelompok, badan usaha milik swasta, istilah HD yang dipakai oleh regulasi di
atau badan usaha milik desa yang luar Kementerian Lingkungan Hidup dan
khusus dibentuk untuk itu, dimana Kehutanan (KLHK) memiliki semangat yang
3. Hutan Desa menurut Santoso Hery sama, yaitu untuk kesejahteraan desa.
(2008) adalah hak akses desa terhadap
kawasan hutan (hutan negara) yang ada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
di dalam wilayahnya. tentang Desa memuat istilah ‘hutan milik
desa’, sebagai bagian aset desa, bagian
4. Hutan Desa adalah hutan negara yang sumber pendapatan asli desa (pasal 76).
belum dibebani izin/hak, berada dalam Hutan milik desa ini dapat diartikan sebagai
wilayah administratif desa, dikelola Hutan Desa dalam pengertian UU Nomor
oleh desa, dan dimanfaatkan untuk 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan maupun
kesejahteraan desa (Wiyono & Santoso, hutan lainnya yang dikelola oleh desa.
2009; Desmantor et al, 2016). Ini Namun demikian, kerancuan istilah dapat
merupakan definisi legal operasional saja terjadi antara HD dan hutan lainnya
tentang HD yang tercantum dalam yang secara tradisional dikelola oleh desa
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tetapi di luar hutan negara. Oleh karena itu,
dan Kehutanan (PermenLHK) No. 83 untuk memahami istilah HD, maka harus
Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial. diletakkan dalam kerangka pikir Perhutanan
b. Sejarah dan Perkembangan Sosial sebagai payung dari beragam istilah
lainnya.
Istilah HD secara spesifik pertama kali
disebut dalam batang tubuh PP Nomor 6 PermenLHK Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/
Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan
Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Sosial memuat istilah Hak Pengelolaan
Hutan. Hutan Desa kemudian diatur secara Hutan Desa (HPHD) sebagai tenurial atau
posisi legal dari suatu HD. HPHD adalah
468 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

hak pengelolaan pada kawasan hutan areal kerja (PAK) HD. Proses pengajuan/
lindung atau hutan produksi yang diberikan permohonan izin HPHD paling lama
kepada lembaga desa. HPHD diberikan oleh 180 hari
Menteri. 4. Permenhut Nomor P.89/Menhut-
II/2014 tentang Hutan Desa. Aturan
Lembaga desa dalam peraturan ini adalah ini dirancang dalam rangka menjamin
lembaga kemasyarakatan desa yang kepastian calon pemegang izin pada
bertugas untuk mengelola HD. Lembaga areal kerja HD yang telah ditetapkan
desa dapat berbentuk koperasi desa atau oleh Menteri sehingga perlu
badan usaha milik desa setempat (pasal mencantumkan nama-nama pemohon
8 ayat 2). Hal lain yang penting dalam yang diketahui oleh camat dan/atau
peraturan ini adalah bahwa lokasi HPHD kepala desa setempat. Peraturan
berada dalam wilayah administrasi desa. ini disusun untuk memberikan
Hal-hal tersebut merupakan atribut legal jaminan kepastian hukum dalam hak
yang melekat pada HD dan menjadi pengelolaan HD. Terdapat kebaruan
pembeda dengan istilah ‘hutan desa’ proses pengajuan permohonan izin
lainnya yang muncul di Indonesia. HPHD yaitu dari 180 hari menjadi paling
B.2. Prosedur, Cara Pengajuan dan Regulasi lama 34 hari sampai terbit izin

Sejak pertama kali diundangkan pada Kerumitan yang muncul dalam periode
tahun 2008, peraturan tentang HD 2008 hingga 2014 ini terjadi karena
telah mengalami lima kali perubahan aturan-aturan HD tersebut memuat
dan penyempurnaan. Ini menunjukkan dua prosedur berkelanjutan yang dalam
semangat dan kesungguhan pemerintah prosesnya terpisah secara entitas, yaitu
dan para pihak dalam mendukung penetapan areal kerja oleh Menteri
terwujudnya HD. Inti dari proses perubahan dan penerbitan HPHD oleh Gubernur/
tersebut adalah upaya untuk percepatan Bupati.
dan penyederhanaan dalam proses Hutan Desa di Indonesia, jika dipelajari
pengajuan/permohonan izin HPHD pada lebih dalam berdasarkan proses
taraf birokrasi dan kesesuaian dengan fakta pengusulan untuk mendapatkan
lapangan. tenurial, dapat dikelompokkan
1. Permenhut Nomor P.49/Menhut- menjadi dua kategori, yaitu HD periode
II/2008 mengenai Hutan Desa awal (2008-2014) dan HD periode
2. Permenhut Nomor P.14/Menhut- lanjutan (2015-sekarang). HD periode
II/2010 tentang Perubahan atas awal, berdasarkan sejarah inisiatif
Permenhut Nomor P.49/MENHUT- pengusulan, dapat dibagi menjadi
II/2008 tentang Hutan Desa. Permenhut empat kelompok, yaitu HD inisiatif
ini memuat aturan-aturan pengusulan LSM/NGO, HD inisiatif UPT Kementerian
areal kerja HD dan hak pengelolaan HD LHK (dalam banyak kasus yaitu Balai
yang jika dicermati cukup rumit dan Pengelolaan DAS), HD inisiatif Dinas
tanpa kejelasan batas waktu Kehutanan Kabupaten, dan HD inisiatif
3. Permenhut No. P.53/Menhut-II/2011 kelompok masyarakat.
tentang Perubahan Kedua atas
Permenhut Nomor P.49/MENHUT- Hutan Desa periode selanjutnya tidak
II/2008 tentang Hutan Desa. Aturan lagi melibatkan peran UPT Kementerian
ini dibuat untuk menyederhanakan Kehutanan (sekarang KLHK), namun
prosedur permohonan usulan dan selain inisiatif-inisiatif lembaga yang
verifikasi dalam rangka penetapan telah disebutkan dalam periode awal,
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 469
Perhutanan Sosial

juga menunjukkan peran besar lembaga Jika lokasi pengajuan berada di luar PIAPS
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). tetap dapat diajukan kepada Menteri dengan
Inisiatif berarti siapa yang memberi difasilitasi Pokja PPS dan sebagai bahan
gagasan kepada kelompok masyarakat revisi PIAPS. Kelompok Kerja Percepatan
dan mengawal proses. Pendampingan Perhutanan Sosial yang selanjutnya disebut
sangat menentukan cepat atau Pokja PPS adalah kelompok kerja yang
lambatnya proses tersebut, terutama membantu fasilitasi dan verifikasi kegiatan
pendampingan oleh LSM percepatan Perhutanan Sosial.
5. PermenLHK Nomor P.83/MENLHK/
SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Permohonan HPHD disertai dengan (a)
Perhutanan Sosial, mencakup semua peraturan desa tentang pembentukan
skema Perhutanan Sosial, termasuk lembaga desa atau peraturan adat
HD. atau peraturan masyarakat tentang
pembentukan lembaga adat yang diketahui
Hak Pengelolaan Hutan Desa yang oleh kepala desa/lurah, (b) keputusan
selanjutnya disingkat dengan HPHD adalah kepada desa tentang struktur organisasi
hak pengelolaan pada kawasan hutan lembaga desa, koperasi atau badan usaha
lindung atau hutan produksiyang diberikan milik desa, (c) dambaran umum wilayah
kepada lembaga desa. HPHD dapat antara lain keadaan fisik wilayah, sosial
diberikan pada: ekonomi dan potensi kawasan, (d) peta
1. Hutan produksi dan/atau hutan lindung usulan lokasi minimal skala 1:50.000 berupa
yang belum dibebani izin; dokumen tertulis dan salinan eletronik
2. Hutan lindung yang dikelola oleh Perum dalam bentuk shape file.
Perhutani dan/atau; HPHD ini diberikan oleh: (a) menteri dan
3. Wilayah tertentu dalam KPH (b) dapat didelegasikan kepada gubernur
dengan ketentuan bahwa provinsi
Permohonan HPHD diajukan oleh satu
yang bersangkutan telah memasukkan
atau beberapa lembaga desa dan diketahui
perhutanan sosial kedalam rencana
oleh satu atau beberapa kepala desa
pembangunan jangka menengah daerah
yang bersangkutan. Lembaga desa yang
atau mempuntai peraturan gubernur
dimaksud dapat berbentuk koperasi desa
mengenai perhutanan sosial dan memiliki
atau badan usaha milik desa setempat.
anggaran dalam anggaran pendapatan
Lokasi permohonan HPHD berada dalam
dan belanja daerah. Pendelegasian ini
wilayah administrasi desa dan berada
ditetapkan dengan keputusan menteri.
dalam satu kesatuan lansekap (bentang
Berikut info grafis mengenai pengajuan
alam) sebagai upaya pelestarian ekosistem
permohonan hutan desa, Gambar 7.2 untuk
dan diutamakan berada dalam PIAPS (Peta
pengajuan kepada menteri LHK dan Gambar
Indikatif Areal Perhutanan Sosial).
7.3. untuk pengajuan kepada Gubernur.
470 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

Gambar 7.2. Bagan Alir Permohonan Hutan Desa kepada Menteri LHK
(sumber: https://www.cifor.org/knowledge/publication/6589)
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 471
Perhutanan Sosial

Gambar 7.3. Bagan Alir Permohonan Hutan Desa kepada Gubernur


(sumber: https://www.cifor.org/knowledge/publication/6589)
Perhutanan Sosial

Kotak 7.1.
Hutan Desa pertama di Indonesia yaitu di
Desa Lubuk Beringin, Kecamatan Bathin
III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi. HD ini
mendapatkan SK PAK (Penetapan Areal
Kerja) dari Menteri Kehutanan dan HPHD
dari Gubernur Jambi pada tahun 2009
melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor SK.109/Menhut-II/2009. Hutan dan
masyarakat di Desa Lubuk Beringin difasilitasi
Hutan Desa di Desa Lubuk Beringin dan didampingi oleh Warsi, salah satu LSM
Foto: Tri Saputro/CIFOR
https://www.cifor.org di Jambi, dalam program Pengelolaan Hutan
Berbasis Masyarakat (PHBM).

B.3. Contoh Implementasi Hutan Desa di Di desa ini sejumlah aturan pengelolaan hutan
Indonesia telah lama disepakati dan diterapkan, seperti
aturan menjaga hutan lindung, agroforestri
Data KLHK menunjukkan capaian akses (hutan tani) karet, dan lubuk larangan
kelola HD pada periode lanjutan (2015- sebagai sumber daya alam desa. Aturan ini
2020) meningkat hampir 20 kali lipat tertuang dalam Kesepakatan Konservasi Desa
dibanding periode awal (2009-2014). yang antara lain berisi kesepakatan warga
Capaian tersebut selalu paling tinggi untuk tidak mengolah lahan-lahan miring
dibandingkan skema Perhutanan Sosial atau curam, pinggir sungai, dan hulu-hulu
lainnya. Meskipun terdapat usulan-usulan sungai, agar tidak terjadi longsor dan erosi.
HD yang ditolak KLHK karena faktor Desa Lubuk Beringin juga merupakan pionir
tumpang-tindih izin atau permohonan pada dalam pembuatan PLTKA (Pembangkit Listrik
wilayah blok KPH yang tidak diperuntukkan Tenaga Kincir Angin) yang sejak dibangun
sebagai HD (Martin 2020). pada 2005 mampu menerangi 76 unit rumah
di situ. PLTKA adalah perekat fungsi hutan
Berikut beberapa contoh implementasi
dan kebun karet campur sebagai penyedia
hutan desa yang ada di Indonesia:
air dengan kepentingan masyarakat yang
a. Hutan Desa di Desa Lubuk Beringin,
menyadari betul pentingnya mengelola dan
Muara Bungo, Jambi. Selain menjaga
melestarikan hutan serta kebun karet, karena
hutan lindung, desa ini juga menerapkan
listrik hanya akan menyala jika mendapat
agroforestri karet dan lubuk larangan
pasokan air yang cukup dari hutan.
(Kotak 7.1);
b. Hutan Desa di tiga lokasi di Kabupaten
Bantaeng (Desa Labbo, Desa seluas 23,68 ha. Kawasan hutan yang
Pattaneteang dan Kelurahan Campaga) dijadikan hutan desa merupakan
sejak tahun 2008. Berdasarkan surat kawasan hutan dengan fungsi lindung.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor Ketiga hutan desa tersebut memiliki
SK.55/Menhut-II/2010, hutan desa di karakteristik potensi dan sumber daya
Kabupaten Bantaeng ditetapkan seluas yang berbeda. Hutan desa di Labbo ini
704 ha. Pada tahap awal program merupakan tindak lanjut dari Hutan
diimplementasikan pada tiga desa Desa pertama di Dusun Lubuk Beringin
di Kecamatan Tompobulu yaitu Desa Kabupaten Bungo, Jambi. Salah satu
Labbo seluas 342 ha, Desa Pattaneteang aspek yang dikembangkan dalam hutan
seluas 339 ha dan Kelurahan Campaga desa ini adalah aspek ekonomi dalam
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 473
Perhutanan Sosial

pengembangan pasar; kayu meliputi budidaya lebah madu,


c. Hutan Desa Taba Padang dibentuk atas aren, kemiri, bambu, rotan, durian,
keprihatinan warga terhadap kerusakan kopi dan lainnya. Program unggulan
hutan lindung di sekitar desa mereka kedua yaitu pengembangan wisata alam
akibat perluasan kebun kopi dan yang mengandalkan potensi kawasan
tanaman hutan lain. Melalui Peraturan seperti air terjun, panorama alam,
Desa Nomor 2 Tahun 2011 perangkat hingga sumber air panas. Hutan desa
desa membentuk LPHD Depati Junjung yang dikelola Lembaga Pengelolaan
dengan program utama membendung Hutan Desa (LPHD) Desa Taba Padang,
laju pembukaan hutan dan mengelola Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu
kawasan untuk meningkatkan tampil sebagai juara tingkat nasional
kesejahteraan masyarakat. Hutan desa lomba Wana Lestari 2017 kategori
seluas 995 hektare lalu diusulkan ke kelompok masyarakat pengelola hutan
KLHK dan ditetapkan sebagai areal desa.
kerja hutan desa pada kawasan Hutan
Lindung Bukit Daun Register 5 melalui Selain ketiga contoh HD ini, Tabel 7.2
SK Nomor 677 tahun 2010. Kegiatan memuat rekapitulasi beberapa HD lainnya
utama HD Taba Padang antara lain yang ada di Indonesia.
pengembangan usaha hasil hutan bukan
Tabel 7.3. Implementasi Hutan Desa
Tabel 7.2. Contoh Implementasi hutan desa di Indonesia
No. Kelompok Lokasi Luas (ha) Kegiatan/Produk

1. HD Merabu Berau, Kaltim 8.425 Percontohan kampong iklim, agrosilvo


pastura
2. HD Sungai Buluh Padang Pariaman, 1.336 Ekowisata, agroforestri
Sumbar
3. HD Penepian Raya Kapuas Hulu, 1.285 Madu
Kalbar
4. HD Manjau Ketapang, Kalbar 1.070 Imbal jasa lingkungan/PES, air minum
kemasan
5. HD Punan Segah Berau, Kaltim 14.791 Agroforestri dan wisata alam
6. HD Depati Junjung Kepahiang, 995 Agroforestri, lebah madu, ekowisata
Bengkulu
7. HD Nagari Sirukam Solok, Sumbar 1.789 Agroforestri
8. HD Dayak Pitap Batangan, Kalsel 1.523 HHBK dan ekowisata
9. HD Pattaneteang Tompibulu, Sulsel 342 Agroforestri, madu, air
10. HD Jorong Solok Selatan, 650 Agroforestri, HHBK, ekowisata,
Simancuang Sumbar mikrohidro
11. HD Padang Tikar Kalbar 190 Agroforestri, HHBK, ekowisata
sumber: Kastanya et al. (2018)

C. Hutan Kemasyarakatan
Sumber: Kastanya et al 2018
memberdayakan masyarakat setempat.
Penyelenggaraan HKm dimaksudkan untuk
C.1. Pengertian, Sejarah dan Perkembangan pengembangan kapasitas dan pemberian
C. HUTAN KEMASYARAKATAN
Hutan kemasyarakatan (HKm) merupakan (Irma Yeny)
akses kepada masyarakat setempat
salah satu skemaSejarah
Perhutanan Sosial untuk mengelola kawasan hutan secara
1. Pengertian, Dan Perkembangan
(PS). HKm adalah hutan negara yang lestari guna penciptaan lapangan kerja
Hutan kemasyarakatan (HKm)
pemanfaatan utamanya ditujukan untuk dansalah
merupakan penanggulangan kemiskinan
satu skema Perhutanan serta
Sosial.
HKm adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk
memberdayakan masyarakat setempat. Penyelenggaraan HKm dimaksudkan untuk
pengembangan kapasitas dan pemberian akses kepada masyarakat setempat untuk
474 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

menyelesaikan persoalan sosial. HKm Kepmenhutbun Nomor 677/Kpts II/1998.


bertujuan meningkatkan kesejahteraan Prinsip-prinsip Hkm tersebut antara lain:
masyarakat setempat melalui pemanfaatan 1. Masyarakat sebagai pelaku utama
sumber daya hutan secara optimal, adil dalam pengambilan manfaat.
dan berkelanjutan dengan tetap menjaga 2. Masyarakat sebagai pengambil
kelestarian fungsi hutan dan lingkungan keputusan dan menentukan sistem
hidup. pengusahaan.
3. Pemerintah sebagai fasilisator dan
Program HKm merupakan kebijakan pemantau kegiatan.
kehutanan yang pertama kali digulirkan 4. Kepastian hak dan kewajiban semua
secara formal dalam mengatur pelibatan pihak.
masyarakat dalam sistem pengelolaan 5. Kelembagaan pengusahaan ditentukan
hutan dengan landasan hukum berupa oleh masyarakat.
Keputusan Menteri Kehutanan (Kepmenhut) 6. Pendekatan didasarkan pada
Nomor 622 Tahun 1995 tentang Hutan keanekaragaman hayati dan
kemasyarakatan. Selanjutnya diperbaharui keanekaragaman budaya
aturan pelaksanaannya melalui Keputusan
Menteri Kehutanan dan Perkebunan Prinsip-prinsip HKm tersebut selanjutnya
(Kepmenhutbun) Nomor 677/1998, direvisi melalui Permenhut P.37/ Menhut-
Kepmenhutbun Nomor 865 Tahun 1999 II/2007. Pembaharuan prinsip Hkm tersebut
dan Kepmenhut Nomor 31 Tahun 2001 dan adalah:
Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) 1. Tidak mengubah status dan fungsi
Nomor 37 Tahun 2007 dan terakhir diatur kawasan hutan;
Permenhut Nomor P.88/Menhut-II/2014 2. Pemanfaatan hasil hutan kayu hanya
tentang Hutan Kemasyarakatan. dapat dilakukan dari hasil kegiatan
penanaman;
Program HKm selanjutnya dikelompokkan 3. Mempertimbangkan keanekaragaman
menjadi salah satu skema pemberdayaan hayati dan keanekaragaman budaya.
masyarakat dalam program PS yang 4. Menumbuh-kembangkan
tertuang dalam PermenLHK Nomor keanekaragaman komoditas dan jasa;
P.83/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/2016. 5. Meningkatkan kesejahteraan
Berdasarkan definisinya, tidak terjadi masyarakat yang berkelanjutan;
perubahan makna HKm yang disebutkan 6. Memerankan masyarakat sebagai
pada Permenhut Nomor 37 Tahun 2007. pelaku utama;
Namun terdapat penegasan makna 7. Adanya kepastian hukum;
pemberdayaan masyarakat yang tidak saja 8. Transparansi dan akuntabilitas publik;
melalui pelibatan namun merupakan proses 9. Partisipatif dalam pengambilan
peningkatan kemampuan dan kemandirian keputusan.
masyarakat setempat untuk memanfaatkan
sumber daya hutan secara optimal dan Pada perkembangan terakhir, setelah HKm
adil melalui pengembangan kapasitas dan diatur menjadi satu dengan skema PS lainnya
pemberian akses dalam rangka peningkatan seperti tertuang dalam PermenLHK Nomor
kesejahteraan masyarakat setempat. P.83/MenLHK/Setjen.Kum.1/10/2016,
pengelolaaan PS memperhatikan prinsip-
Prinsip-prinsip HKm mengalami beberapa prinsip keadilan, keberlanjutan, kepastian
perubahan dari beberapa peraturan HKm hukum, partisipatif, dan bertanggung gugat.
yang diterbitkan. Pada awal pengembangan Prinsip yang digunakan dalam peraturan
HKm, pemerintah menetapkan prinsip- tersebut menggunakan prinsip-prinsip
prinsip HKm sepeti yang tertuang dalam good governance.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 475
Perhutanan Sosial

Bersama dangan 4 skema PS lainnya, HKm Hutan Lindung. Kawasan hutan yang perlu
juga dipilih sebagai bentuk resolusi konflik dicadangkan dengan kondisi sebagai
kawasan hutan seperti penyerobotan berikut:
hutan negara yang berubah tutupannya • Belum dibebani HPH/HPHTI dan hak
menjadi kebun masyarakat. Perubahan lainnya.
vegetasi hutan menjadi kebun masyarakat • Sudah dibebani HPH/HPHTI yang segera
mengindikasikan adanya ketergantungan berakhir masa berlakunya.
hidup masyarakat terhadap lahan hutan. • Rawan gangguan keamanan hutan
• Terdapat konflik kepentingan
Sejalan dengan meningkatnya luas hutan • Berdekatan dengan pemukiman
yang dikelola masyarakat tiap tahunnya, • Telah lama menjadi tempat tinggal
maka skema HKm menjadi salah satu solusi masyarakat (tradisional)
pemberian akses legal pemanfaatan hutan • Telah dikelola secara tradisional oleh
dalam bentuk pemanfaatan hasil hutan masyarakat setempat
kayu dan bukan kayu melalui kegiatan • Merupakan sumber mata pencaharian
pembibitan, penanaman, pemeliharaan, bagi masyarakat setempat.
pemanenan, pengolahan dan pemasaran.
Menurut Waznah, (2006) dalam Ekawati, et Pencadangan areal HKm selanjutnya
al (2020) HKm memberikan manfaat, baik dituangkan dalam Peta Indikatif Perhutanan
bagi masyarakat, pemerintah maupun bagi Sosial (PIAPS). PIAPS ditetapkan melalui
hutan, yaitu: harmonisasi peta yang dimiliki oleh KLHK
1. Bagi masyarakat, HKm dapat dengan peta yang dimiliki oleh lembaga
memberikan kepastian akses untuk swadaya masyarakat dan sumber-sumber
turut mengelola kawasan hutan, lain; dan konsultasi dengan pemerintah
menjadi sumber mata pencarian, dan provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan
menjamin ketersediaan air yang dapat para pihak terkait.
dimanfaatkan untuk rumah tangga dan
pertanian; PIAPS akan direvisi 6 bulan sekali dengan
2. Bagi pemerintah, HKm dapat memasukkan areal izin pemanfaatan dan
meningkatkan hubungan yang baik izin penggunaan kawasan hutan yang
antara pemerintah, masyarakat, berakhir masa berlakunya, atau izinnya
dan pihak terkait lainnya. HKm juga dicabut atau yang arealnya diserahkan oleh
berdampak positif pada pengamanan pemegang izin kepada pemerintah dan
hutan; areal permohonan IUPHKm yang berada
3. Bagi fungsi hutan dan restorasi habitat, diluar PIAPS. PIAPS diprioritaskan untuk
HKm mendorong terbentuknya penyelesaian konflik, kegiatan restorasi
keanekaragaman flora dan fauna. gambut/atau restorasi ekosistem.
HKm juga menjaga fungsi ekologis dan 2) Penyiapan Kondisi Masyarakat
hidrologis melalui pola tanam campuran
dan teknis konservasi lahan yang Penyiapan kondisi masyarakat merupakan
diterapkan. kegiatan awal yang penting dilaksanakan
sebelum pemberian IUPHKm. Kegiatan ini
C.2. Prosedur, Cara Pengajuan dan Regulasi merupakan suatu proses membangun dan
a. Tahapan Pengusahaan HKm memperkuat kelembagaan masyarakat
setempat yang berbasis pada infrastruktur
1) Pencadangan Areal HKm fisik, sosial, ekonomi, dan budaya setempat
untuk meningkatkan kapasitas organisasi
Hutan Kemasyarakatan dapat dicadangkan masyarakat dalam pengelolaan hutan yang
pada kawasan Hutan Produksi dan Kawasan lestari, yang meliputi fasilitasi:
476 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

• Tahap usulan permohonan, Gubernur, maka verifikasi administrasi


• Penguatan kelembangaan, dilakukan Kepala Dinas dan verifikasi teknis
• Penimgkatan kapasitas termasuk dilakukan oleh tim yang beranggotakan
manajemen usaha, Pokja PPS, kepala UPT atau UPT terkait di
• Pembentukan koperasi, Provinsi dan Kepala KPH. Terhadap usulan
• Tata batas areal kerja, yang diterima, Menteri dan atau Gubernur
• Penyusunan rencana pengelolaan hutan menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hkm
desa, (IUPHKm).
• Rencana kerja usaha,
• Rencana kerja tahunan, IUPHKm dapat diberikan kepada kelompok
• Bentuk kegiatan kemitraan kehutanan, masyarakat setempat. Ini bukan merupakan
• Pembiayaan, hak kepemilikan atas kawasan hutan
• Pasca panen, sehingga dilarang dipindahtangankan,
• Pengembangan usaha dan akses pasar diagunkan, atau untuk kepentingan lain di
luar rencana pengelolaan, serta dilarang
Fasilitasi wajib dilakukan oleh Pemerintah mengubah status dan fungsi kawasan
Kabupaten/Kota yang dapat dibantu oleh hutan.
Pokja PPS dan penyuluh kehutanan, instansi
terkait, Lembaga swadaya masyarakat dan b. Prosedur Permohonan Izin
perguruan tinggi. Pemerintah memfasilitasi Prosedur permohonan IUPHKm mengacu
program/kegiatan merehabilitasi hutan dan pada Permenhut Nomor P.88/Menhut-
lahan, konservasi tanah dan air, konservasi II/2014 tentang Hutan Kemasyarakatan
keanekaragaman hayati, pemberdayaan dan penyempurnaannya melalui Perdirjen
masyarakat berbasis konservasi, serfikitasi Perhutanan Sosial dan Kemitraan
pengelolaan hutan lestari dan/atau Lingkungan Nomor P.12/PSKL/SET/
sertifikasi legalitas kayu. PSL.0/11/2016 tentang pedoman verifikasi
3) Pemberian IUPHKm permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm). Perdirjen
Menteri melalui Direktur Jenderal yang ini menjabarkan pedoman pengajuan
membidangi Planologi Kehutanan dan permohonan IUPHKm, tata cara verifikasi
Tata Lingkungan (PKTL) menetapkan PIAPS administrasi dan tata cara verifikasi teknis.
yang dapat dijadikan acuan areal HKm
bagi pemohon. Terhadap usulan pemohon Bagan alur permohonan dapat dilihat
akan dilakukan verifikasi oleh Tim Verifikasi pada Gambar 7.3 dan 7.4. Bagan ini
yang dibentuk oleh Menteri. Verifikasi menggambarkan mekanisme pengusulan
adalah penelaahan administrasi dan teknis Izin HKm yang pada dasarnya dilakukan
terhadap permohonan IUPHKm. dengan prinsip penyelenggaraan HKm.
Adapun prinsip penyelenggaraan HKm
Terhadap permohonan kepada Menteri disajikan pada Tabel 7.3.
tersebut, maka verifikasi administrasi
dilakukan Direktur Jenderal Perhutanan
Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL).
Sementara verifikasi teknis dilakukan oleh
tim yang beranggotakan dinas provinsi
atau kabupaten/kota yang membidangi
kehutanan, UPT terkait, KPH dan anggota
Pokja PPS.
Permohonan yang diajukan kepada
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 477
Perhutanan Sosial

Gambar 7.3. Bagan Alir Permohonan IUPHKm kepada Menteri LHK


(sumber: https://www.cifor.org/knowledge/publication/6589)
478 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

Gambar 7.4. Bagan Alir Permohonan IUPHKm kepada Gubernur


(sumber: https://www.cifor.org/knowledge/publication/6589)
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 479
Perhutanan Sosial

Tabel 7.3. Prinsip Penyelenggaraan HKm

Aspek HKm
Kegiatan utama Pemberdayaan Masyarakat (Permenhut P.37/2007)
Perhutanan Sosial (PermenLHK P. 83/2016)
Organisasi pelaksana di Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, KLHK
tingkat pusat
Pemberi Izin Menteri KLHK, jika areal yang diusulkan belum masuk pada rencana jangka
menengah daerah.
Gubernur jika provinsi yang bersangkutan telah memasukkan perhutanan
sosial dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah atau
mempunyai peraturan Gubernur mengenai Perhutanan Sosial
Bentuk Izin Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm).
Lokasi 1. Hutan produksi dan/atau hutan lindung yang belum dibebani izin.
2. Hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani dan wilayah tertentu
dalam KPH.
3. Hutan konservasi, kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional.
Berada pada kesatuan lanskap atau bentang alam sebagai upaya pelestarian
ekosistem dan diutamakan yang berada dalam PIAPS atau yang diluar PIAPS
sebagai bahan revisi PIAPS
Bentuk kegiatan 1. Pemanfaatan hutan di hutan lindung berupa pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan dan pemanfaatan serta pemungutan hasil
hutan kayu,
2. Pemanfaatan hutan di hutan produksi berupa pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan
kayu dan pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu,
3. Diprioritaskan untuk penyelesaian konflik, kegiatan restorasi gambut
dan/atau restorasi ekosistem,
4. Izin HKm di hutan produksi sekaligus merupakan izin usaha pemanfaatan
hasil hutan kayu untuk pemanfaatan hasil kayu hasil kegiatan penanaman
Jangka waktu ijin 35 tahun. Perpanjangan didasarkan pada hasil evaluasi setiap 5 tahun
Pemohon Ketua kelompok masyarakat, ketua gabungan kelompok tani hutan atau ketua
koperasi

Hak Pemegang Izin 1. Mendapat perlindungan dari gangguan perusakan dan pencemaran
(PermenLHK P.83 Tahun lingkungan atau pengambilan secara sepihak oleh orang lain,
2016) 2. Mengelola dan memanfaatkan IUPHKm sesuai dengan kearifan lokal,
3. Mendapat manfaat dari sumber daya genetik yang ada di dalam
IUPHKm,
4. Mengembangkan ekonomi produktif berbasis kehutanan,
5. Mendapat pendampingan dalam mengelolan HKm serta penyelesaian
konflik,
6. Mendapat pendampingan kemitraan dalam pengembangan usahanya,
7. Mendapat pendampingan penyusunan rencana pengelolaan, rencana
kerja usaha dan renjana kerja tahunan,
8. Mendapat perlakuan adil atas dasar gender ataupun bentuk lainnya.

Kewajiban Pemegang 1. Menjaga arelnya dari perusakan dan pencemaran lingkungan,


Hak (PermenLHK P.83 2. Memberi tanda batas areal kerja,
Tahun 2016) 3. Menyusun rencana pengelolaan, rencana kerja usaha dan rencana
kerja tahunan serta menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada
pemberi hak atau izin,
4. Melakukan penanaman dan pemeliharaan hutan di areal kerjanya,
5. Melaksanakan tata usaha hasil hutan,
6. Membayar provisi sumber daya hutan,
7. Mempertahankan fungsi hutan
8. Melaksanakan perlindungan hutan.
480 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

C.3. Contoh Implementasi HKm di Indonesia Kotak 7.2.


Praktik HKm sampai saat ini telah Sejarah mencatat bahwa izin HKm yang
berkotribusi secara sosial, ekonomi dan pertama diterbitkan adalah di Provinsi
ekologi. Secara sosial, HKm telah membuka Lampung, berdasarkan Keputusan Menteri
lapangan pekerjaan, menyelesaikan Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/
konflik penyerobotan lahan hutan, serta Kpts-II/1999 tentang HKm dan IUPHKm
memberi keamanan dan kenyamanan untuk Kelompok Pengelola dan Pelestari
berusaha. Secara ekonomi, HKm terlihat Hutan (KPPH) Sumber Agung di Register
mampu menjadi sumber pendapatan 19 Gunung Betung, Tahura Wan Abdul
yang meningkatkan kesejahteraan petani. Rahman, Lampung
Secara ekologi, optimalisasi lahan hutan
dengan jenis pohon penghasil buah/
yang tumbuh (growing resources) yang
getah telah meningkatkan tutupan lahan
tidak dapat dibiarkan tumbuh tanpa
dengan berbagai strata tajuk sebagai suatu
memeliharanya. Pemeliharaan yang
ekositem hutan. Tabel 7.4 menggambarkan
sesuai dan pada saat yang tepat, dapat
beberapa Model HKm yang telah sukses.
mengarahkan pertumbuhan tegakan agar
mendapatkan hasil akhir yang diinginkan,
baik dalam kualitas maupun kuantitasnya.
D. Hutan Tanaman Rakyat Karenanya pertimbangan dalam pemilihan
D.1. Pengertian, Sejarah dan Perkembangan jenis pohon yang ditanam umumnya
terbatas dan memiliki karakteristik khas,
a. Pengertian seperti cepat tumbuh, persyaratan
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah pengelolaan yang tidak rumit dan
hutan tanaman pada hutan produksi yang produktivitas yang tinggi.
dibangun oleh kelompok masyarakat untuk Hutan tanaman telah dijadikan cara
meningkatkan potensi dan kualitas hutan untuk menghasilkan kayu bulat sekaligus
produksi dengan menerapkan silvikultur mengurangi deforestrasi. Sebesar 48%
dalam rangka menjamin kelestarian sumber pembangunan hutan tanaman dilakukan
daya hutan. untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
Hutan tanaman secara umum didefinisikan bagi industri pengolahan kayu seperti
sebagai tegakan hutan yang dibangun industri pulp dan paper serta industri
melalui kegiatan penanaman dalam rangka penggergajian, sedangkan 26% untuk
proses penghijauan atau penghutanan keperluan non industri seperti bangunan
kembali. Hutan tanaman merupakan hutan rumah tangga, kayu bakar, konservasi air
yang dibangun dan dikelola melalui kegiatan dan tanah, dan lainnya.
permudaan buatan atau penaburan/ b. Sejarah
penanaman bibit pohon dengan sengaja
(artificial forest atau man-made forest). Dalam tataran pembangunan nasional,
kebijakan HTR terkait dengan tiga agenda
Hutan tanaman merupakan tegakan hutan strategi ekonomi yang digulirkan pada
dan pohon berkayu jenis tertentu yang agenda Kabinet Indonesia Bersatu (2004-
ditanam secara khusus untuk keperluan 2009) yaitu agenda pertumbuhan ekonomi
penyediaan kayu bakar dan bahan baku (pro-growth), penyediaan lapangan kerja
untuk industri pengolahan kayu, atau (pro-job), dan pengentasan kemiskinan
menyediakan jasa untuk mencegah (pro-poor). HTR merupakan bentuk
erosi, konservasi tanah dan sebagainya. kebijakan operasional dari revitalisasi
Hutan tanaman merupakan sumber daya
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 481
Perhutanan Sosial

Tabel 7.4. Beberapa Model HKm yang Telah Berhasil

Kegiatan/ Kelembagaan/
Model HKm Nama Keterangan
Komoditas yang Pendampingan
Kelompok
Diusahakan/Luas
Rehabilitasi HKm Desa Karet, beringin, - Dikelola oleh 2 Contoh penggarapan lahan
lahan kritis Tebing Siring, mahoni, jengkol, kelompok tani tanpa bakar pada lahan alang-
(alang-alang) Tanah Laut, peternakan (sapi, ikan), - Pendamping alang untuk menghindari
Kalsel dan lebah madu kelulut JIFFRO-Jepang, kebakaran
(400 ha) Universitas
Lambung
Mangkurat, dan
PT Brigestone
Agroforestri kopi HKm Solok Kopi arabika Koperasi Produsen Kopi Solok Rajo memperoleh
Rajo, Solok, (± 3.200 ha) Serba Usaha “Solok penghargaan bergengsi di
Sumatra Barat Radjo” ajang Melbourne
International Coffee Expo 2016.
Omset yang dicapai >Rp1,5
miliar tahun 2017

HKm Sinar Jawa, Kopi, kemiri, lada, pala, Gapoktan Sidodadi - Produk turunan kopi dan
Tanggamus, durian, jengkol, dan bekerja sama dengan madu dalam bentuk
Lampung lainnya (11, 65 ha) PT Ulubelo Kofco kemasan
Abadi - Pemanfaatan jasa
lingkungan berupa aliran
sungai untuk mikrohidro
sehingga menerangi desa
secara gratis

HKm - Kopi, lada, pala, Dikelola oleh 350 - Juara 1 HKm tahun 2016
Beringin Jaya, cengkeh, kemiri, kepala keluarga (KK) - Program pengembangan
Tanggamus, pisang, madu, jahe ekonomi terpadu seperti
Lampung merah, ubi talas, optimalisasi produk HHBK
kunyit, kencur, (intensifikasi pengelolaan
lengkuas, serai, dan tanaman, pengelolaan
kapulaga pasca-panen, penyiapan
- Ekowisata air terjun, industri hilir), pembentukan
sumber air bersih, badan usaha, permodalan,
dan energi dan jaringan pasar
terbarukan (871 ha)

Agroforestri HKm Serasa, Kemiri, durian, petai, Kelompok tani Produktivitas petani mencapai
MPTS Kepahing jengkol, dan pinang 15 kg/orang/hari
Bengkulu (455,25 ha)
,
HKm - Agrofrestri MPTS 1.231 KK, SCF, - Juara 1 lomba wanawisata
Buhung Lali, seperti aren, kakao, Kemitraan kategori HKm tahun 2015
Bulukumba, kemiri, buah- - Menghasilkan produk gula
Sulawesi buahan, jambu aren (gula semut) dengan
Selatan mente produksi 300 kg/bulan
- Wisata alam seperti
pemandian, gua,
camping ground
- Potensi kayu yakni
jati lokal, mahoni,
dan gmelina (912
ha)
482 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

Tabel 7.4. (lanjutan)

Kegiatan/ Kelembagaan/
Model HKm Nama Keterangan
Komoditas yang Pendampingan
Kelompok
Diusahakan/Luas
HKM Kakao, kopi, kemiri, 285 KK, Koperasi Sertifikasi PHBML LEI
Santong, nangka, pisang, pinang, Tani Hutan Maju
Lombok Utara daun sirih, keladi, vanili, Bersama, Konsepsi,
Utara bambu, dan rebung WWF
(221 ha)

Rehabilitasi HKm Terdapat beberapa 105 KK dan 203 Ekowisata mangrove


Mangrove Seberang zona anggota dengan kegiatan tracking,
Bersatu, ekowisata: pengamatan biota laut,
Belitung, - Zona wisata minat pengamatan burung, dan
Kepulauan khusus (nusantara penanaman mangrove
Bangka Belitung tourism)
- Zona dermaga yatch
dan private tourism
- Zona wisata air tawar
- Zona wisata kebun
buah dan
peternakan
- Zona pengembangan
wisata bahari (255
ha)
HKm Aek Kawasan wisata hutan 108 KK Rehabilitasi mangrove
Berik, Lubuk mangrove
Kertang, (410 ha)
Langkat,
Sumatra Utara

Wisata alam HKm Kalibiru Kawasan wisata alam 7 KTH, LSM Javlec, - Juara 2 lomba wanalestari
landscape Kalibiru, pemandangan hutan Yayasan Damar, kategori HKm, menyerap
view Kulon Progo, DIY (air terjun, landscape Forum Komunikasi tenaga kerja 239 orang
view) dan Konsultasi HKm - Pendapatan bersih Rp1,17
(167,2 ha) miliar/tahun
- Menciptakan multiplier effect
di bidang lain seperti
industri oleh-oleh dan
kerajinan lokal
HKm Rimba - Agroforestri tanaman Anggota sebanyak Wisata alam air terjun mampu
Lestari, Lombok MPTS, perkebunan, 1.261 orang meningkatkan taraf hidup
Tengah, NTB dan obat meliputi masyarakat
durian, kemiri, aren,
nangka, aplukat,
pinang, empon-
empon, kopi dan
ketak
- Wisata alam air
terjun (840 ha)

sumber: Ekawati et al. (2020)


Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 483
Perhutanan Sosial

industri kehutanan. HTR dimaksudkan 1. Pencadangan lokasi HTR oleh Menteri


untuk menambah sumber pemasok bahan Kehutanan;
baku kayu bagi industri kehutanan. Selain 2. Penerbitan IUPHHK-HTR kepada
itu HTR juga ditujukan sebagai upaya perorangan atau koperasi, perorangan
pembangunan kehutanan yang berpihak diutamakan membentuk kelompok
pada masyarakat, dengan memberikan untuk memudahkan pelayanan dalam
peluang usaha dan bekerja sebagai proses permohonan izin dan pinjaman
pengelola sumber daya hutan. biaya pembangunan HTR;
3. Ketua kelompok mengkoordinir
Pengembangan hutan tanaman di Indonesia pelaksanaan HTR, pengajuan dan
pada awalnya merupakan bagian dari pengembalian pinjaman, pemasaran
kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan hasil hutan tanaman rakyat serta
dengan tujuan utama memperbaiki keadaan kegiatan lain termasuk pendampingan
areal kritis dalam daerah-daerah sumber anggota kelompok dari Pemerintah,
air, serta menggunakan jenis cepat tumbuh Pemerintah Daerah dan Lembaga
seperti kaliandra (Caliandra spp.), sengon Swadaya Masyarakat;
(Paraserianthes falcataria), Eukaliptus 4. Pembangunan HTR dilaksanakan sendiri
(Eucalyptus deglupta; E.uropylla), akasia oleh pemegang Izin (perorangan atau
(Acacia spp), dan lainnya. Seiring dengan koperasi) dengan biaya sendiri baik yang
semakin menurunnya kemampuan hutan berasal dari modal sendiri atau dana
alam untuk memasok kebutuhan bahan pinjaman;
baku untuk industri pengolahan kayu, maka 5. Akad kredit untuk modal yang berasal
pembangunan hutan tanaman semakin dari pinjaman dilakukan atas nama
tumbuh dan berkembang, khususnya guna perorangan atau koperasi;
memasok kebutuhan industri pulp. 6. Petani mengangsur pokok dan bunga
Hutan Tanaman Rakkyat (HTR) sebagai sampai dengan lunas setelah panen.
bentuk kebijakan Kehutanan pertama kali HTR Pola Kemitraan adalah HTR yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor dibangun oleh kepala keluarga pemegang
6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan IUPHHK-HTR bersama dengan mitranya
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, berdasarkan kesepakatan bersama
serta Pemanfaatan Hutan. Selanjutnya dengan difasilitasi oleh pemerintah
Pedoman teknis penyelenggaraan agar terselenggara kemitraan yang
pembuatan HTR diatur dalam Kepmenhut menguntungkan kedua pihak. Masyarakat
Nomor 206/Kpts-II/1995. Sedangkan tata setempat membentuk kelompok diajukan
cara permohonan izin usaha pemanfaatan oleh Bupati kepada Menteri Kehutanan.
hasil hutan kayu pad HTR dalam hutan Pemerintah kemudian menerbitkan SK-
tanaman diatur dalam Peraturan Menteri IUPHHK-HTR dan menetapkan mitra. Mitra
Kehutanan Nomor P.23/2007. Dalam bertanggung jawab atas pendampingan,
peraturan tersebut disebutkan terdapat 3 input/modal, pelatihan dan pasar.
pola yang dikembangkan dalam pelaksanaan
program HTR, yaitu; pola kemitraan, pola Beberapa tahapan yang dilalui dalam
mandiri, dan pola developer. pelaksanaan HTR Pola Kemitraan adalah
sebagai berikut:
HTR Pola Mandiri adalah HTR yang dibangun 1. Pencadangan lokasi HTR oleh Menteri
oleh kepala keluarga pemegang IUPHHK- Kehutanan;
HTR. Proses penyelenggaraan kegiatan HTR 2. Penerbitan IUPHHK-HTR kepada
dengan pola mandiri, melalui 6 ketentuan perorangan atau koperasi;
sebagai berikut: 3. Penentuan mitra (BUMN, BUMS, BUMD,
484 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

atau industri) dengan difasilitasi oleh 8. Pengalihan akad kredit dari developer
Pemerintah atau Pemerintah Daerah; kepada petani pemegang izin difasilitasi
4. Pembuatan perjanjian kerja antara oleh Pemerintah;
pemegang IUPHHK-HTR dengan 9. Petani mengangsur pokok dan bunga
mitra difasilitasi oleh Pemerintah dan sampai dengan lunas setelah panen;
Pemerintah Daerah; 10. Petani melanjutkan sendiri
5. Pembangunan HTR dilaksanakan oleh pembangunan HTR pada rotasi II dan
pemegang izin dengan biaya dari mitra; seterusnya.
6. Pemerintah dan Pemerintah Daerah
memfasilitasi kegiatan kemitraan HTR c. Perkembangan Kebijakan HTR
agar terselenggara kemitraan yang Dalam Permenhut Nomor P.23 Tahun
menguntungkan kedua belah pihak; 2007 kegiatan HTR meliputi kegiatan
7. Perusahaan mitra bertanggung jawab pemanfaatan hasil hutan kayu dalam
atas sarana produksi, pelatihan, hutan tanaman meliputi penyiapan lahan,
pendampingan dan pemasaran; pembibitan, penanaman, pemeliharaan,
8. Perjanjian kerjasama kemitraan harus pemanenan dan pemasaran. Tanaman yang
fleksibel agar bisa mengakomodir dihasilkan dari pada HTR merupakan aset
perubahan. pemegang izin usaha, dan dapat dijadikan
HTR Pola Developer adalah HTR yang agunan sepanjang izin usaha masih berlaku.
dibangun oleh BUMN atau BUMS yang Jenis tanaman pokok yang dikembangkan
selanjutnya diserahkan oleh pemerintah untuk pembangunan UPHHK-HTR terdiri
kepada kepala keluarga pemohon IUPHHK- dari tanaman sejenis dan tanaman berbagai
HTR dan biaya pembangunannya menjadi jenis.
tanggungjawab pemegang IUPHHK-HTR Tanaman pokok sejenis adalah tanaman
dan dikembalikan secara mengangsur hutan berkayu yang hanya terdiri dari
berdasarkan Surat Keputusan IUPHHK-HTR satu jenis (species) beserta varietasnya.
yang diterbitkan. Jenis tanaman pokok berbagai jenis
Beberapa ketentuan dalam pembangunan adalah tanaman hutan berkayu yang
HTR pola developer adalah: dikombinasikan dengan tanaman budidaya
1. Pencadangan lokasi HTR oleh Menteri tahunan yang berkayu, atau jenis yang
Kehutanan; lain yang ditetapkan oleh menteri. Luas
2. Penerbitan IUPHHK-HTR kepada HTR paling luas 15 Ha untuk setiap kepala
perorangan atau koperasi; keluarga pemohon atau bagi koperasi
3. Penunjukkan developer oleh pemegang luasnya disesuaikan dengan kemampuan
izin dengan difasilitasi oleh Pemerintah; usahanya. IUPHHK-HTR diberikan untuk
4. Permohonan kredit kepada BLU Pusat jangka waktu paling lama 60 tahun.
P2H (kesepakatan dengan pemegang Lahirnya PermenLHK Nomor P.83
izin dan diketahui oleh Bupati); Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial
5. Akad kredit dengan developer; selanjutnya memasukkan HTR sebagai
6. Pembangunan HTR oleh developer salah satu skema perhutanan sosial.
(sampai dengan akhir masa Beberapa prinsip HTR berubah berdasarkan
pembangunan sesuai daur atau hanya hasil evaluasi dan perkembangan dinamika
sampai tahun ketiga); lapangan. Pengaturan terkait HTR dilakukan
7. Penilaian tanaman dalam rangka penyesuaian melalui PermenLHK No.
konversi oleh tim penilai independen 1 1 / M E N L H K / S E TJ E N / KU M . 1 / 5 / 2 0 2 0
satu tahun sebelum pengalihan akad tentang Hutan Tanaman Rakyat. Peraturan
kredit; ini bertujuan mendorong masyarakat
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 485
Perhutanan Sosial

memiliki kemampuan secara mandiri berasal dari hutan tanaman dilakukan


dalam pengelolaan hutan, meningkatkan sesuai dengan ketentuan penatausahaan
kesejahteraan masyarakat, dan mendukung hasil hutan kayu yang berasal dari hutan
ketersediaan bahan baku industri hasil tanaman.
hutan.
D.2. Prosedur, Cara Pengajuan dan Regulasi
Dalam peraturan ini terdapat perbedaan
prinsip pada kegiatan HTR yang tidak Pemerintah memberikan pengakuan
terfokus pada kegiatan pemanfaatan hasil kepada masyarakat yang menjadi peserta
hutan kayu, namun kegiatan HTR meliputi program HTR dengan aspek legal berupa
kegiatan penyiapan lahan, persemaian, Surat Keterangan Izin Usaha Pemanfaatan
pembibitan, penanaman,
dengan ketentuan penatausahaanpemeliharaan,
Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat
hasil kayu yang berasal dari hutan alam. Penataan
pemanenan, pengolahan (IUPHHK-HTR).
hasil kayu yang berasal dari dan
hutan pemasaran
tanaman dilakukan sesuai dengan ketentuan
hasil hutan kayu berdasarkan asas IUPHHK-HTR adalah izin usaha untuk
penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan tanaman.
kelestarian usaha dengan menerapkan memanfaatkan hasil hutan berupa kayu
2. Prosedur,
prinsip Cara Pengajuan
silvikultur Dan Regulasi
dalam rangka menjamin dan hasil hutan ikutannya pada hutan
kelestarian
Pemerintahsumber dayapengakuan
memberikan hutan. kepada masyarakat produksiyang menjadi peserta
yang diberikan kepada kelompok
program HTR dengan aspek legal berupa Surat Keterangan Izin Usaha Pemanfaatan
Pelaksanaan kegiatan HTR tidak lagi atau perorangan dengan teknis budidaya
Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR). IUPHH-HTR
tanaman adalah yang izin
sesuai dengan tapaknya
dilakukan dengan tiga pola, namun
usaha untuk memanfaatkan hasil hutan berupa
dilakukan secara mandiri yang terintegrasi kayu dan untuk
hasil hutan menjamin
ikutannya pada kelestarian sumber
dengan industri kayu rakyat. Penatausahaan
hutan produksi yang diberikan kepada kelompok atau daya
perorangan hutan.
dengan PermenLHK
teknis Nomor P.11/
hasil hutan
budidaya kayuyang
tanaman yang berasal
sesuai dari hutan
dengan tapaknya MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2020
untuk menjamin kelestarian sumber tentang
alam dilakukan sesuai HTR mengatur tata cara permohonan dan
daya hutan. PermenLHK No.dengan ketentuan
P 11/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2020 tentang hutan
penatausahaan hasil kayu yang berasal pemberian IUPHHK-HTR yang dilakukan
tanaman rakyat mengatur tata cara permohonan dan pemberian denganIUPHHK-HTR
prinsip penyelenggaraan HTR
dari hutan alam. Penataan hasil kayu yang
sebagaimana gambar 7.9. (Gambar 7.5. dan Tabel 7.5)

HARI

HARI

HARI

HARI

Gambar 7.5. Bagan Alir


HARI HARI
Permohonan IUPHHK-HTR
kepada Menteri LHK

Gambar 7.9. Bagan Alir Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman Rakyat
Kepada Menteri LHK.
486 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

Tabel 7.5. Prinsip Penyelenggaraan HTR


Uraian HTR

Kegiatan Utama Penyiapan lahan, persemaian, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan,


pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu.
Organisasi Pelaksana Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
di Tingkat pusat
Pemberi Izin Menteri KLHK Jika areal yang diusulkan belum masuk pada rencana jangka
menengah daerah.

Bentuk Izin IUPHHK-HTR

Masa Berlaku Izin 60 tahun dan dapat diperpanjang 1 satu kali selama 35 tahun, serta dievaluasi setiap
5 tahun.

Persyaratan Areal 1. Berada pada kawasan hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap,
2. Diutamakan kawasan hutan produksi yang tidak produktif dan belum dibebani
izin atau hak pengelolaan.
3. Areal yang dicadangkan oleh Menteri melalui penetapan areal indikatif Arahan
pemanfaatan Hutan Produksi yang tidak dibebani izin untuk usaha
permanfaatan Hutan dan/atau berdasarkan PIAPS,
4. Berada pada satu landsekap sebagai upaya pelestarian ekosistem dan
diutamakan yang berada dalam PIAPS.
Pemohon 1. KTH
2. GAPOKTAN
3. KOPTANHUT
4. Profesional kehutanan atau perseorangan dengan membentuk kelompok atau
koperasi bersama masyarakat setempat.
Luas Areal HTR 1. KTH dan GAPOKTAN paling luas 15 Ha per kelapa keluarga atau paling luas 5.000
Ha per izin usaha,
2. KOPTANHUT paling luas 5.000 Ha.
Penataan Areal Kerja 1. Areal Budi daya,
2. Kawasan Lindung.
Sisten silvikultur 1. Pada areal tidak berhutan/tidak produktif dilakukan dengan sistem Tebang Habis
Permudaah Buatan (THPB),
2. Pada areal yang masih berhutan dan tidak dapat dihindari untuk diusahakan TPHP
dapat menggunakan Multi Sistem Silvikultur (MSS)
Jenis Tanaman 1. Tanaman sejenis,
2. Tanaman berbagai jenis.
Hak 1. Melakukan kegiatan dan memperoleh manfaat dari hasil usahanya,
2. Mendapatkan akses pembiayaan dari pemerintah,
3. Mendapatkan pendampingan dan pelatihan untuk penguatan kelembagaan oleh
instansi terkait,
4. Mendapatkan fasilitasi,
5. Mendapatkan bantuan tenaga teknis (GANIS)
Kewajiban 1. Menyusun RKUPHHK-HTR,
2. Menyusun RKTUPHHK-HTR,
3. Melaksanakan tata batas partisipatif, diantaranya berupa pemasangan
patok/pendanaan batas,
4. Melaksanakan perlindungan hutan di areal kerjanya,
5. Melaksanakan sistem silvikultur,
6. Melaksanakan penatausahaan hasil hutan (PUHH),
7. Melaporkan kinerja pemanfaatan hasil hutan kayu secara periodik,
8. Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 487
Perhutanan Sosial

D.3. Contoh Implementasi HTR di Indonesia Apabila petani penggarap tidak mengikuti
skema tersebut, maka lahan yang sudah
a. KMB, Kabupaten Tebo Ulu, Jambi. HTR digarap petani akan dilakukan ganti rugi
KMB berdiri pada 2009 dengan nota oleh koperasi dan selanjutnya tanaman
pendirian sesuai Surat Keputusan Nomor yang ada menjadi milik koperasi. Kondisi
32/BH/Kop-UKM/IV/2009 tanggal 14 ini sempat menimbulkan konflik antara
April 2009. Koperasi ini mendapat Surat koperasi dan petani penggarap karena
KeputusanIUPHHK-HTR 05/Dinhut/2010 komunikasi, koordinasi, dan transparansi
tanggal 22 Januari 2010 dengan luas yang masih lemah.
areal 2.263,74 ha.
b. KLL, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.
Areal IUPHHK-HTR KMB termasuk dalam Areal IUPHHK-HTR KLL di Kabupaten
Kelompok Hutan Pasir Mayang Danau Pesisir Barat merupakan Hutan Produksi
Bangko dengan keadaan lahan berupa Terbatas (HPT) yang berbatasan dengan
lahan kering (mineral) dan penutupan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,
lahan berupa semak belukar. Beberapa Areal Penggunaan Lain (APL) serta Hutan
kegiatan yang sudah dilakukan oleh Lindung. Areal ini termasuk ke dalam DAS
koperasi dalam pengelolaan HTR Way Mahnaibalak, Way Mahnaitengah,
diantaranya adalah areal IUPHHK- Way Mahnailunik dengan jenis tanah
HTR dengan topografi datar sampai terdiri dari dystropepts, tropodults,
berbukit sebagian besar sudah dibuka humitropepts, dan eutropepts.
dengan cara land clearing, pembuatan
jalan yang berfungsi sebagai sarana Kondisi penutupan lahan areal koperasi
transportasi dan batas blok dengan lebar tersebut terdiri dari hutan primer, hutan
± 6-8 m menggunakan alat berat seperti sekunder, semak belukar, dan hutan
eksavator, dan kegiatan penanaman yang ditumbuhi jenis damar (Shorea
karet (Hevea braziliensis) dan jabon spp.) yang getahnya dimanfaatkan oleh
putih (Anthocephalus cadamba) untuk 4 masyarakat dan rotan (Calamus sp.) yang
RKT masingmasing seluas 50 ha/tahun. jarang dimanfaatkan karena tidak ada
pasar. Ada sebagian masyarakat yang
Jabon dipilih dengan beberapa membuka kawasan hutan dan menanam
pertimbangan diantaranya mempunyai jenis coklat maupun karet.
pertumbuhan batang lebih cepat,
dapat dipanen pada umur 5-6 tahun, KLL yang berdiri dengan akta pendirian
permintaan pasar sangat tinggi, dan perusahaan Nomor 133/BH/X.4/
tahan terhadap. serangan hama dan II.06/XI/2010 tanggal 10 November
penyakit. Sementara karet dipilih dengan 2010 memegang IUPHHK-HTR dengan
pertimbangan mempunyai prospek yang areal seluas ± 675 ha berdasarkan
menguntungkan dan jenis ini sangat Keputusan Bupati Kabupaten Lampung
disukai oleh masyarakat Jambi. Barat Nomor B/121/KPTS/II.14/2012
tanggal 7 Maret 2012. Berdasarkan
KMB menerapkan dua skema dalam kondisi perkembangannya, pengelolaan
pengelolaan IUPHHK-HTR yakni kegiatan HTR KLL termasuk dalam
mengajak petani penggarap yang sudah kategori stagnan, yakni koperasi yang
ada untuk terlibat dan masuk dalam belum memulai aktivitasnya setelah izin
keanggotaan koperasi dengan skema diperoleh.
bagi hasil 30% (koperasi):70% (petani
penggarap). Contoh implementasi HTR di kabupaten
lain dapat dilihat pada Tabel 7.6.
488 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

Tabel 7.6. Contoh Implementasi HTR di Indonesia


Luas
No. Kelompok Lokasi Kegiatan/Produk
(Ha)
1. IUPHHK-HTR Padang Pobbo Kabupaten Barru, 270 Sengon, mahoni, akasia,
(model pengelolaan mandiri) Sulawesi Selatan jabon

2. IUPHHK-HTR Belitung Belitung, Bangka 234,04 Sengon


Belitung

3. IUPHHK-HTR Muna Muna, Sultra 1.817 Pemberantasan ilog dan


perambahan, tanaman jati
4. IUPHHK-HTR Batu Jangkin Lombok Tengah, 130 Penanaman sistim
NTB agroforestry

5. IUPHHK-HTR KLL Kabupaten Pesisir 675 Afrika, sengon, damar


Barat, Lampung

6. IUPHHK HTR KMB Kabupaten Tebo, 2.263,74 Karet dan Jabon


Jambi

7. IUPHHK-HTR Sarolangun Kabupaten 18.840 Karet


Sarolangun
8. IUPHHK-HTR Nafa Aroa Indah, Kabupaten Nabire 26.165 Agroforestry
Desa Makimi Nabire

9 IUPHHK-HTR Gedong Wani Kabupaten 30.243 Agrosilvopastura


Lampung Selatan
dan Lampung Timur
10 IUPHHK-HTR KLL Bulungan
Kalimantan Timur

E. Kemitraan Kehutanan (KHDTK, IPHPS, hutan dalam bentuk kerja sama antara
Kemitraan Konservasi)
E. KEMITRAAN KEHUTANAN (KHDTK, IPHPS, masyarakat
KEMITRAANsetempat dan pengelola
KONSERVASI)
hutan dan atau pemegang izin dalam
1. Pengertian,
E.1. Pengertian, Sejarah
Sejarah Dan Perkembangankawasan hutan. Kemitraan kehutanan ini
dan Perkembangan
Skema Skema
keempat keempat
untukuntuk mencapai
mencapai dilaksanakan
target kegiatan
target Perhutanansebagai bentukmelalui
Sosial adalah kewajiban
kegiatan tanggung jawab sosial dari pemegang hak
skemaPerhutanan
KemitraanSosial adalah melalui
Kehutanan. Kemitraan Kehutanan adalah kerjasama antara
skema kemitraan kehutanan. Kemitraan kelola atau izin atas kawasan hutan untuk
masyarakat
kehutanan setempat
adalah dengan pengelola
kerjasama antara hutan,ikutpemegang
berkontribusi dalam
izin usaha peningkatan
pemanfaatan
masyarakat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di
hutan/jasasetempat
hutan, izindengan pengelola
pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri
hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan sekitar kawasan hutan dimana pemegang
primer hasil hutan. Wiati et al., (2019) memberikan
hak kelolapengertian
maupun tentang
izin Kemitraan
itu beroperasi
hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan
hutan, atau pemegang
Kehutanan izin usaha
sebagai suatu skema industri
(Firdaus, 2018).
pemberian akses oleh pemerintah kepada masyarakat
primer hasil hutan.
sekitar hutan agar dapat melakukan pengelolaanIstilah
hutankemitraan kehutanan
dalam bentuk muncul
kerja sama dalam
antara
Wiatimasyarakat
et al., (2019) memberikan pengertian PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
setempat dan pengelola hutan dan
danatauPenyusunan
pemegang izin dalam kawasan
Rencana Pengelolaan
tentang kemitraan kehutanan sebagai
hutan.
suatu Kemitraan
skema kehutanan
pemberian ini dilaksanakan
akses oleh Hutan
sebagaiserta Pemanfaatan
bentuk Hutan, yang
kewajiban tanggung
pemerintah kepada masyarakathaksekitar kemudian direvisi menjadi PP Nomor 3
jawab sosial dari pemegang kelola atauTahun
izin atas
2008.kawasan
Ekawati hutan
et untuk
al. (2020)ikut
dalam
hutan agar dapat melakukan pengelolaan
berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan buku Bersamayang
masyarakat Membangun
tinggal di Perhutanan
sekitar
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 489
Perhutanan Sosial

Sosial menyebutkan bahwa masuknya istilah dijelaskan dengan lebih detail. Pengelola
kemitraan kehutanan dalam peraturan hutan dalam skema kemitraan ini meliputi
pemerintah pada dasarnya menunjukkan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Balai
bahwa pemerintah melaksanakan Besar/Balai Taman Nasional, Balai Besar/
kemitraan dalam pengelolaan hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam,
sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat pengelola KHDTK, UPTD Tahura, dan atau
di dalam dan sekitar hutan. BUMN atau BUMD pengelola hutan negara.
Selanjutnya terbit Permenhut Nomor Sementara yang dimaksud dengan
P. 16/Menhut-II/2011 tentang Program pemegang izin meliputi izin usaha
Nasional Pemberdayaan (PNPM) Mandiri pemanfaatan kawasan, izin usaha
Kehutanan. Peraturan ini mempertegas pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha
tentang keinginan pemerintah untuk pemanfaatan hasil hutan kayu dalam
menjalankan program pengentasan hutan alam, izin usaha pemanfaatan hasil
kemiskinan masyarakat di dalam dan di hutan kayu dalam hutan tanaman, izin
sekitar hutan produksi (HP), hutan lindung usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu
(HL) dan hutan konservasi (HK). dalam hutan alam, izin usaha pemanfaatan
hasil hutan bukan kayu dalam hutan
Peraturan lain yang secara tegas tanaman, izin usaha pemanfaatan air, izin
menyebutkan istilah kemitraan kehutanan usaha pemanfaatan energi air, izin usaha
adalah Permenhut Nomor P.39/Menhut- pemanfaatan jasa wisata alam, izin usaha
II/2013 tentang Pemberdayaan masyarakat pemanfaatan sarana wisata alam, izin
Setempat melalui Kemitraan Kehutanan. usaha pemanfaatan penyerapan karbon
Dalam peraturan ini, kemitraan kehutanan di hutan produksi dan hutan lindung, izin
diuraikan sebagai kerjasama antara usaha pemanfaatan penyimpanan karbon
masyarakat setempat dengan pemegang di hutan produksi dan hutan lindung, izin
izin pemanfaatan hutan atau pengelola penggunaan kawasan hutan, dan/atau izin
hutan, pemegang izin usaha industri usaha industri primer hasil hutan.
primer hasil hutan, dan/atau KPH dalam
pengembangan kapasitas dan pemberian Kemitraan Kehutanan dibagi menjadi 2
akses, dengan prinsip kesetaraan dan bentuk, yaitu KULIN-KK (Pengakuan dan
saling menguntungkan. Kemitraan Perlindungan Kemitraan Kehutanan) dan
kehutanan dimasukkan sebagai komponen IPHPS (Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan
pemberdayaan masyarakat dengan Sosial).
pelaku kemitraan adalah pengelola hutan,
a. KULIN KK (Pengakuan dan Perlindungan
pemegang izin, dan KPH.
Kemitraan Kehutanan)
Selanjutnya, dalam PermenLHK No. P.83/
KULIN KK merupakan izin kegiatan
MENLHK.SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang
kemitraan kehutanan di semua areal
Perhutanan Sosial menyebutkan bahwa
yang diijinkan untuk dilakukan kegiatan
yang dimaksud dengan skema kemitraan
kemitraan kehutanan. Pada pasal 43
kehutanan adalah kerjasama antara
PermenLHK Nomor P.83/MENLHK.SETJEN/
masyarakat setempat dengan pengelola
KUM.1/10/2016 disebutkan areal kemitraan
hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan
kehutanan ditetapkan dengan ketentuan:
hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan
a) areal konflik dan yang berpotensi konflik
hutan, atau pemegang izin usaha industri
di areal pengelola hutan/pemegang ijin; b)
primer hasil hutan. Dalam peraturan yang
areal yang memiliki potensi dan menjadi
lebih baru ini, pelaku kemitraan kehutanan
sumber penghidupan masyarakat setempat;
yaitu pengelola hutan dan pemegang izin
c) di areal tanaman kehidupan di wilayah
490 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

kerja IUPHHK-HTI; d) di zona pemanfaatan, Kemitraan konservasi membuka peluang


zona tradisional dan zona rehabilitasi pada masyarakat mendapatkan akses untuk
tanaman nasional atau blok pemanfaatan melakukan kegiatan di dalam kawasan
pada taman wisata alam dan taman hutan konservasi misalnya memungut HHBK (di
raya; dan/atau areal yang terdegadasi di zona tradisional atau zona pemanfaatan),
kawasan konservasi (yang jika berada di namun sekaligus berperan dalam
zona inti/zona rimba pada taman nasional pengamanan dan pemulihan ekosistem di
atau blok perlindungan pada taman hutan dalamnya.
raya dan taman wisata alam, maka sebelum
diberi kegiatan kemitraan harus dilakukan Kemitraan konservasi yang digagas
revisi zonasi dan blok sesuai dengan dalam pengelolaan kawasan konservasi
ketentuan). merupakan salah satu upaya untuk
memberdayakan masyarakat sekitar
Dalam perkembangannya, pelaksanaan kawasan konservasi dengan menyediakan
kegiatan kemitraan kehutanan dengan akses bagi masyarakat untuk memanfaatkan
bentuk SK KULIN KK diatur kembali dengan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan
peraturan yang lebih detail, antara lain di dalam kawasan konservasi. Skema ini
dengan Peraturan Dirjen KSDAE Nomor juga merupakan strategi penyelesaian
P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang konflik antara masyarakat setempat yang
Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi memanfaatkan sumber daya hutan dengan
pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan pengelola kawasan konservasi.
Pelestarian Alam, serta PermenLHK Nomor
P.37/MENLHK/Setjen/Kum.1/7/2019 Mempertimbangkan banyaknya masalah
tentang Perhutanan Sosial pada Ekosistem di kawasan konservasi, maka Dirjen
Gambut. KSDAE mengajukan cara baru pengelolaan
kawasan konservasi yang dirangkum
Selain itu, Badan Penelitian, Pengembangan dalam 10 cara baru pengelolaan kawasan
dan Inovasi sebagai instansi pengelola konservasi, yaitu: 1) Memposisikan
KHDTK (tersebar di beberapa satuan kerja masyarakat sebagai subyek atau pelaku
Eselon I BLI) juga mendapat kewajiban utama dalam pengelolaan kawasan
melaksanakan kemitraan kehutanan konservasi; 2) Penghormatan pada HAM;
dengan masyarakat di sekitar wilayahnya. 3) Kerjasama lintas eselon I; 4) Kerjasama
lintas kementerian; 5) Penghormatan
Bentuk kemitraan kehutanan yang nilai budaya dan adat; 6) Kepemimpinan
juga diatur tersendiri adalah kemitraan multilevel; 7) Pengambilan keputusan
konservasi, yang diatur dalam Peraturan berbasis sains; 8) pengelolaan berbasis
Dirjen KSDAE Nomor P.6/KSDAE/SET/ resort; 9) Penghargaan dan pendampingan;
Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk teknis dan 10) Organisasi pembelajar.
Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Lokasi areal kemitraan kehutanan yang
juga diatur detail pelaksanaannya adalah
Kemitraan kehutanan dalam kawasan kemitraan kehutanan di areal ekosistem
konservasi yang selanjutnya disebut gambut dengan PermenLHK Nomor P.37/
kemitraan konservasi adalah kerjasama MENLHK/Setjen/Kum.1/7/2019 tentang
antara kepala unit pengelolaa kawasan atau Perhutanan sosial pada Ekosistem Gambut.
pemegang izin pada kawasan konservasi Pada pasal 6 disebutkan bahwa kegiatan PS
dengan masyarakat setempat berdasarkan pada ekosistem gambut terdiri dari HPHD,
prinsip saling menghargai, saling percaya IUPHKm, kemitraan kehutanan dan hutan
dan saling menguntungkan. adat. Pemanfaatan ekosistem gambut
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 491
Perhutanan Sosial

untuk kegiatan perhutanan sosial dilakukan areal yang terbuka dengan tegakan di atas
dengan kewajiban tetap menjaga fungsi 10%.
hidrologis gambut. Kemitraan kehutanan
pada ekosistem gambut diatur dalam pasal E.2. Prosedur, Cara Pengajuan dan Regulasi
19-23. PermenLHK Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/
b. IPHPS (Izin Pemanfaatan Hutan SET.1/8/2020 tentang Rencana Strategis
Perhutanan Sosial) Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan tahun 2020-2024 menyebutkan
Akses pengelolaan hutan yang diberikan bahwa salah satu strategi dalam peningkatan
pemerintah kepada masyarakat setempat pengelolaan hutan konservasi dan upaya
di dalam wilayah Perum Perhutani di Pulau konservasi keanekaragaman hayati,
Jawa diatur dalam PermenLHK Nomor P.39/ spesies dan genetik adalah peningkatan
MENLHK/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang kemitraan konservasi dengan desa sekitar
Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum dalam rangka peningkatan usaha produktif
Perhutani dalam Bentuk Izin Pemanfaatan masyarakat.
Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS). SK IPHPS
merupakan SK izin untuk melaksanakan Dalam PermenLHK Nomor P.83/MENLHK.
kegiatan kemitraan kehutanan di areal SETJEN/KUM.1/10/ 2016, kemitraan
khusus yaitu wilayah kerja Perum Perhutani kehutanan dijelaskan pada bagian keempat
di Pulau Jawa. pasal 40-49 yang mengatur tentang
pelaku, persyaratan kemitraan, areal dan
Mengacu pada peraturan tersebut, kegiatan tata cara pelaksanaan kemitraan. Tata
PS di wilayah Perum Perhutani dapat cara pelaksanaan kemitraan (KULIN KK)
diberikan dalam bentuk IPHPS di hutan diatur pada pasal 44-46 yang antara lain
lindung dan hutan produksi (Bagian Kedua, menyebutkan bahwa prosedur dimulai
pasal 3), kecuali usaha pemanfaatan hasil dengan pengajuan permohonan oleh
hutan kayu dalam hutan tanaman hanya pengelola atau pemegang izin kepada
dapat diberikan untuk kawasan hutan Menteri dengan tembusan Dirjen dan
produksi. Gubernur, dilakukan verifikasi dokumen dan
lapangan, menyusun naskah kesepakatan
Izin kemitraan kehutanan baik dalam
kerja sama yang ditandatangani oleh
bentuk SK Kulin KK maupun IPHPS diberikan
pengelola/pemegang izin dan pihak yang
dalam jangka waktu 35 tahun, sementara
bermitra dengan diketahui oleh kepala
kerjasama kemitraan konservasi memiliki
desa atau camat atau lembaga adat
jangka waktu 5 (lima) tahun. Perbedaan
setempat. Naskah kesepakatan kerja sama
dari bentuk KULIN KK dan IPHPS antara lain
harus dilaporkan ke Dirjen PSKL dengan
adalah lokasi yang dapat diberikan SK KULIN
tembusan ke Eselon I KSDAE atau BLI atau
KK adalah kawasan hutan dengan tutupan
BP2SDM, gubernur/bupati/walikota, kepala
lahan di atas 10% dalam kurun waktu lima
dinas provinsi dan kepala UPT atau kepala
tahun berturut-turut.
UPT terkait.
Sementara SK IPHPS diberikan di wilayah
Dalam pelaksanaannya, maka pengelola
kerja Perum Perhutani di wilayah Pulau
hutan atau pemegang izin yang
Jawa dengan kriteria lokasi kawasan hutan
melaksanakan kemitraan kehutanan
dengan tutupan lahan di bawah atau sama
dengan baik dapat diberikan insentif berupa
dengan 10% dalam kurun waktu lima tahun
kemudahan pelayanan di lingkup KLHK dan
berturut-turut atau dalam kondisi sosial
bila tidak melaksanakan kegiatan kemitraan
yang memerlukan penanganan secara
dengan tidak baik maka diberikan sanksi
khusus, maka IPHPS dapat diberikan pada
sesuai ketentuan perundang-undangan.
492 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

Gambar 7.6. Bagan Alir Permohonan Persetujuan Kemitraan Kehutanan kepada Menteri LHK
(sumber: https://www.cifor.org/knowledge/publication/6589)
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 493
Perhutanan Sosial

a. KULIN KK (Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan konservasi dalam rangka


Kemitraan Kehutanan) pemberdayaan masyarakat dapat
dilaksanakan di zona/blok tradisional dan
Pada pasal 49, untuk kemitraan kehutanan blok pemanfaatan KPA atau zona/blok
di kawasan konservasi, ketentuan teknisnya yang memiliki fungsi untuk pemanfaatan
diatur lebih lanjut oleh Dirjen yang tradisional oleh masyarakat setempat di
membidangi Konservasi Sumber Daya Alam KPA perairan. Sementara dalam rangka
dan Ekosistem (KSDAE). Oleh karenanya pemulihan ekosistem, lokasinya di zona
diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal rehabilitasi taman nasional atau blok
(Perdirjen) KSDAE Nomor P.6/KSDAE/SET/ rehabilitasi suaka margasatwa, Tahura atau
Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis TWA atau areal yang mengalami kerusakan
Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka dan bukan pada areal jelajah satwa
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. dilindungi atau habitat satwa dilindungi.
Untuk kemitraan konservasi, pemberian Pemberian izin PS termasuk dengan skema
akses kepada masyarakat sekitar kawasan kemitraan kehutanan yang diatur lebih
konservasi harus mempertimbangkan detail adalah kegiatan PS di lahan gambut
dua sisi yaitu tanggung jawab pemerintah dengan PermenLHK Nomor P.37/MENLHK/
untuk memberikan kesejahteraan kepada Setjen/Kum.1/7/2019 tentang Perhutanan
masyarakat baik yang berada di dalam Sosial pada Ekosistem Gambut.
maupun di luar sekitar kawasan konservasi,
dan bahwa dalam rangka fungsi konservasi Pemanfaatan ekosistem gambut untuk
atau keamanan sumber daya hutan di PS dilakukan pada ekosistem gambut
dalam kawasan, pemerintah juga tetap dengan fungsi lindung dan ekosistem
harus membatasi akses masyarakat. gambut dengan fungsi budidaya. Untuk
kegiatan kemitraan kehutanan, maka dapat
Perdirjen tentang kemitraan konservasi dilakukan pada hutan produksi, hutan
tersebut merupakan “rangkuman” lindung dan/atau hutan konservasi.
dari beberapa peraturan sebelumnya
yang mengatur tentang pemberdayaan Sama seperti tata cara pada pengajuan KULIN
masyarakat sekitar kawasan konservasi KK yang lain, maka kemitraan kehutanan
dalam bentuk kemitraan antara pada ekosistem gambut dilaksanakan
masyarakat dan pengelola kawasan, yaitu berdasarkan naskah kesepakatan kerjasama
PermenLHK Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/ antara pengelola hutan atau pemegang
KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial, izin kehutanan dengan masyarakat
PermenLHK Nomor P.43/MENLHK/SETJEN/ calon mitra yang ditandatangani setelah
KUM.1/6/2017 tentang Pemberdayaan mendapat persetujuan Menteri. Pemberian
Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka persetujuan naskah kesepakatan kerjasama
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, oleh Menteri hanya dapat diberikan apabila
dan PermenLHK Nomor P.44/MENLHK/ pengelola hutan atau pemegang izin
SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang Perubahan kehutanan telah mendapatkan persetujuan
atas PermenLHK Nomor P.85/Menhut- rencana pemulihan ekosistem gambut.
II/2014 tentang Tata Cara Kerjasama
Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Pada naskah kesepakatan kerjasama, salah
Kawasan Pelestarian Alam. satu point yang perlu mendapat perhatian
adalah adanya ketentuan bagi hasil dari
Ruang lingkup kemitraan konservasi keuntungan bersih atas penjualan hasil
meliputi 2 (dua) hal yaitu dalam rangka budidaya yaitu:
pemberdayaan masyarakat dan dalam 1. Tanaman pokok hutan 30% (untuk KPH
rangka pemulihan ekosistem (Tabel 7.7). dan 70% untuk pemegang kemitraan
494 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

Tabel 7.7. Tahapan pelaksanaan kemitraan konservasi dalam rangka pemberdayaan


masyarakat dan pemulihan ekosistem
Kemitraan Konservasi dalam Rangka Kemitraan Konservasi dalam Rangka Pemulihan
Pemberdayaan Masyarakat Ekosistem
1. Tahap persiapan 1. Unit pengelola melakukan inventarisasi dan
 Inventarisasi dan identifikasi karakteristik identifikasi kerusakan ekosistem akibat
lokasi, penentuan dan penetapan arah perbuatan manusia di wilayah kerjanya melalui
pengelolaan dan pemanfaatan oleh Unit studi diagnostik dan/atau studi etnografi
Pengelola 2. Penyusunan rencana kemitraan dalam rangka
 Pengkajian karakteristik lokasi pemulihan ekosistem meliputi lokasi, calon
 Memfasilitasi pembentukan kelompok mitra, metode pelaksanaan, waktu kemitraan
masyarakat dan pembiayaan
 Penguatan kelembagaan kelompok 3. Sosialisasi rencana kemitraan ke calon mitra dan
masyarakat para pihak
2. Usulan rencana kegiatan oleh kelompok 4. Penyusunan perjanjian kerjasama melalui
masyarakat ke Unit Pengelola musyawarah untuk memperoleh kesepakatan
 Menyusun rencana kegiatan tentang jangka waktu kemitraan dan metode
pemanfaatan, memuat organisasi pelaksanaan
kelompok masyarakat, lokasi, jenis yang 5. Penyusunan naskah kerjasama kemitraan
dimanfaatkan dan waktu pemanfaatan konservasi pemulihan ekosistem
 Dilampiri peta lokasi permohonan 6. Naskah perjanjian kerjasama dilaporkan kepada
3. Penilaian dan persetujuan Dirjen KSDAE
 Pengelola UPT melakukan penilaian 7. Pelaksanaan pemulihan ekosistem dilaksanakan
persyaratan administratif dan kelayakan berdasarkan rencana kerja pemulihan ekosistem
pemanfaatan melalui verifikasi lapangan yang disepakati Mitra Konservasi dan UPT
 Permohonan yang memenuhi syarat, Unit
Pengelola menerbitkan persetujuan
kepada kelompok masyarakat
4. Perumusan dan penandatanganan
 Memuat latar belakang, identitas para
pihak, tujuan, ruang lingkup, lokasi
kegiatan, hak dan kewajiban para pihak,
jangka waktu dan penyelesaian sengketa
 Ditandatangani Kepala UPT/UPTD dengan
kelompok masyarakat
 Dilaporkan ke Dirjen KSDAE

Jangka waktu sampai 5 tahun ditindaklanjuti


dengan penyusunan rencana pelaksanaan
program/kegiatan sepanjang jangka waktu
kerjasama dan dijabarkan dalam RKT

Pemberian izin perhutanan sosial termasuk5. Usaha


kehutanan; dengan skema kemitraan kehutanan
jasa lingkungan 10% untuk KPH
2. Budidaya tanaman
yang diatur multiadalah
lebih detail guna/Multi dansosial
kegiatan perhutanan 90%di untuk pemegang
lahan gambut dengankemitraan
Purpose Trees Species (MPTS) 20% untuk kehutanan.
PermenLHK No. P.37/MENLHK/Setjen/Kum.1/7/2019 tentang Perhutanan sosial pada
KPH dan 80% untuk pemegang kemitraan
ekosistem gambut. Pemanfaatan Ekosistem Gambut
kehutanan; b. IPHPS
untuk (Izin Pemanfaatan
Perhutanan Hutan
Sosial dilakukan
3. Budidaya tanamangambut
semusim danfungsi
ternak Perhutanan Sosial)
pada ekosistem dengan lindung dan ekosistem gambut dengan fungsi
10% untuk KPH dan 90% untuk pemegang Bentuk kemitraan kehutanan selanjutnya
budidaya. Untuk kegiatan kemitraan kehutanan, maka dapat dilakukan pada Hutan
kemitraan kehutanan; adalah IPHPS (Izin Pemanfaatan Hutan
Produksi,
4. Budidaya Hutan Lindung dan.atau Hutan
ikan/silvofishery/tambak 30% Konservasi.
Perhutanan Sosial). Lokasi yang diberikan
untuk KPH dan 70% untuk pemegang izin adalah di hutan produksi dan hutan
kemitraan kehutanan; dan lindung. Bentuk usaha yang diberikan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 495
Perhutanan Sosial

dalam pemberian SK IPHPS adalah usaha kurang dari 10% dan tidak ada konflik
dalam bentuk pemanfaatan kawasan, yang perlu penanganan khusus, maka
pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan Dirjen PSKL melapor kepada Menteri LHK
tanaman, pemanfaatan hasil hutan bukan untuk menetapkan skema Pengakuan dan
kayu dalam hutan tanaman, pemanfaatan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (KULIN
air, pemanfaatan energi air, pemanfaatan KK).
jasa wisata alam, pemanfaatan sarana
wisata alam, pemanfaatan penyerapan Pemohon dan/atau calon penerima dan/
karbon di hutan produksi dan hutan lindung atau pemegang IPHPS dapat menunjuk
dan pemanfaatan penyimpanan karbon pendamping yang dapat berasal dari
di hutan lindung dan hutan produksi. berbagai unsur antara lain penyuluh
Selanjutnya tentang prosedur permohonan, LSM setempat, perguruan tinggi,
penunjukan dan verifikasi IPHPS diatur lembaga penelitian dll. Pendamping ini
dalam Perdirjen PSKL Nomor P.7/PSKL/ memanfaatkan lahan sebagai demplot
SET/KUM.1/9/2017 yang juga mengatur untuk percontohan dengan luas sesuai
tentang penerbitan izin, pendampingan kesepakatan kelompok pemegang IPHPS.
dan pembiayaan. E.3. Contoh Implementasi Kemitraan
Permohonan IPHPS diajukan kepada Kehutanan di Indonesia
Menteri LHK setelah ditandatangani ketua a. Kemitraan Kehutanan (Kulin-KK) KHDTK
kelompok masyarakat (ketua KTH setempat Parungpanjang
atau ketua LMDH), ketua gabungan
KTH, ketua koperasa setempat/koperasi Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
mitra BUMDes. Surat permohonan ini (KHDTK) adalah kawasan hutan yang secara
ditembuskan kepada Dirjen PSKL, Dirjen khusus diperuntukkan bagi kepentingan
PKTL, kepala dinas provinsi dan Direktur penelitian dan pengembangan kehutanan,
Utama Perum Perhutani, dengan lampiran pendidikan dan pelatihan kehutanan serta
daftar nama pemohon IPHPS, fotocopy KTP/ religi dan budaya (PermenLHK Nomor
NIK dan KK serta peta areal yang dimohon P.15 Tahun 2008). KHDTK Parungpanjang
yang mengacu pada batas petak atau anak adalah salah satu contoh KHDTK yang telah
petak KPH setempat. melaksanakan kegiatan perhutanan sosial
melalui skema Kulin-KK.
Dirjen PSKL kemudian membentuk tim
untuk melaksanakan verifikasi administrasi KHDTK Parungpanjang berlokasi di
(maksimal 5 hari kerja) dan verifikasi Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan dikelola
teknis yang meliputi keabsahan identitas oleh Balai Penelitian dan Pengembangan
pemohon IPHPS (dengan diskusi dan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
wawancara) dan kesesuaian areal yang (BP2TPTH) Ciheuleut-Bogor sebagai Unit
dimohon yang kemudian dibuat berita Pelaksana Teknis (UPT) dari Badan Litbang
acara dan disampaikan kepada Dirjen dan Inovasi (BLI), KLHK.
PSKL dengan tembusan kepada Direktur
Utama Perum Perhutani, dinas provinsi dan Sejak 2016 KHDTK Parungpanjang
masing-masing anggota Tim. telah membina para petani penggarap
(pesanggem) melalui pola tumpang sari
Selanjutnya Dirjen PSKL atas nama di dalam pengelolaan KHDTK. Kemitraan
Menteri LHK menerbitkan Keputusan Izin kehutanan merupakan salah satu skema
Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial dalam PS yang dapat digunakan sebagai
(IPHPS). Jika hasil verifikasi teknis tidak upaya penyelesaian konflik penguasaan
memenuhi kriteria lokasi tutupan lahan lahan di kawasan hutan (Weni et al., 2020).
496 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

Pada Juni 2019, KHDTK Parungpanjang yang ditanam melalui pola agroforestri
mengusulkan sebagian areal yang telah dengan penanaman tanaman semusim
dikelola oleh para petani garapan untuk di bawah tegakan pohon damar. LMDH
masuk dalam skema PS. Para petani Wono Lestari juga mengembangkan usaha
penggarap kemudian membentuk 2 peternakan seperti sapi dan kambing.
Kelompok Tani Hutan, yaitu KTH Harapan Pakan ternak yang digunakan berasal dari
Sejahtera yang beranggotakan 19 orang hijauan rumput yang ditanam di bawah
petani penggarap dan KTH Guna Bakti yang tegakan pohon damar.
beranggotakan 21 orang petani penggarap.
Pada tanggal 27 Agustus 2019 KHDTK Konsep pengelolaan lahan yang diusung
Parungpanjang memperoleh kegiatan oleh LMDH Wono Lestari adalah integrated
dengan skema Kemitraan Kehutanan forest farming system, yaitu sebuah sistem
melalui: yang memadukan antara konsep kelestarian
1. Surat Keputusan Menteri KLHK hutan dengan hutan sebagai sumber
Nomor SK.7087/MENLHK-PSKL/PKPS/ pangan. Skema kemitraan kehutanan
PSL.0/8/2019 tentang Pengakuan dan memberikan akses kepada kelompok tani
Perlindungan Kemitraan Kehutanan hutan untuk dapat mengelola lahan yang
(Kulin KK) antara KTH Harapan Sejahtera ditanami dengan tanaman semusim serta
dengan BP2TPTH Ciheuleut-Bogor seluas meningkatkan kelembagaan LMDH melalui
± 10,75 Ha pada KHDTK Parungpanjang penguatan kapasitas bagi LMDH melalui
di Desa Jagabaya, Kec. Parungpanjang, kegiatan pendampingan oleh penyuluh,
Kab. Bogor, Prov. Jawa Barat. pelatihan dan magang.
2. Surat Keputusan Menteri LHK Nomor Akses kelompok tani hutan untuk
SK.7089/MENLHK-PSKL/PKPS/ dapat mengelola lahan dituangkan
PSL.0/8/2019 tentang Pengakuan dan dlam kesepakatan legal berupa Naskah
Perlindungan Kemitraan Kehutanan Kesepakatan Kerjasama (NKK) yang disusun
(Kulin KK) antara KTH Guna Bakti dengan dalam jangka waktu lima tahun dan dapat
BP2TPTH Ciheuluet –Bogor seluas ± 8,75 diperbaharui. Di dalam NKK tertuang
Ha pada KHDTK Parungpanjang di Desa kontribusi petani penggarap dan Perhutani
Jagabaya, Kec. Parungpanjang, Kab. dengan pola bagi hasil, dimana 70 % untuk
Bogor, Prov. Jawa Barat. petani dan 30 % untuk Perhutani. Dengan
b. Kemitraan Kehutanan (Kulin-KK) LMDH adanya NKK maka petani penggarap
Wono Lestari memiliki kekuatan di mata hukum. Kedua
belah pihak duduk setara, sehingga
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) kepastian usaha menjadi lebih jelas. LMDH
Wono Lestari terbentuk pada tahun 2006. Wono Lestari dapat mengakses modal dari
Awalnya LMDH merupakan kelompok tani Bank BNI dengan total 3,3 Milyar. Modal ini
hutan yang menggarap lahan Perhutani kemudian disalurkan melalui Kredit Usaha
dengan pola Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat (KUR) dan anggota kelompok tani
Masyarakat (PHBM). LMDH Wono Lestari memanfaatkan KUR untuk menambah
berlokasi di Desa Burno, Kecamatan kepemilikan ternak sapi.
Senduro, Kabupaten Lumajang, Provinsi
Jawa Timur. c. Kemitraan Kehutanan (IPHPS) Kelompok
Tani Mina Bakti
Jenis usaha yang telah dilakukan oleh
LMDH Wono Lestari terdiri dari komoditas Wilayah kelola IPHPS Kelompok Tani Mina
pisang kirana, kopi, palawija, empon- Bakti berlokasi di Muara Gembong, Bekasi,
empon dan tanaman pertanian lainnya Jawa Barat. Muara Gembong adalah
kawasan hutan negara dengan fungsi
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 497
Perhutanan Sosial

produksi. Sebelum adanya IPHPS, kawasan di atas lahan milik rakyat, baik petani
hutan Muara Gembong hanyalah berisikan perseorangan maupun bersama-sama atau
semak belukar dan tidak dikelola dengan badan hukum.
baik.
Dalam Kepmenhut Nomor 49/Kpts-II/1997,
Pada 2017, Kelompok Tani Mina Bakti pengertian atau definisi mengenai hutan
memperoleh SK Sosial IPHPS Nomor 3767/ rakyat adalah suatu lapangan bertumbuhan
MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/7/2017 yang pohon-pohon di atas tanah milik dengan
berjumlah 38 KK dengan luasan 80,9 ha. luas minimal 0,25 ha, dan penutupan tajuk
Setiap KK memperoleh lahan garapan tanaman kayu-kayuan minimal 50% dan
seluas 2 ha. atau pada tahun pertama jumlah batang
minimal 500 batang/ha.
Setelah mendapatkan IPHPS masyarakat
mulai melakukan pemanfaatan kawasan Hutan rakyat, dalam Permenhut Nomor 9
hutan dengan mengembangkan pola Tahun 2013, adalah hutan yang tumbuh di
silvofishery melalui tambak dan kegiatan atas tanah yang dibebani hak milik maupun
konservasi mangrove sebagai bagian dari hak lainnya di luar kawasan hutan dengan
upaya perlindungan ekosistem hutan di ketentuan luas minimal 0,25 ha, penutupan
wilayahnya. Komoditas perikanan yang tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis
dikelola adalah udang vaname. tanaman lainnya lebih dari 50%.
Optimalisasi pemanfaatan lahan tambak Pengembangan hutan rakyat dimaksudkan
dilakukan dengan cara membuat dua untuk mewujudkan tanaman hutan di
kolam untuk budidaya masing-masing luar kawasan hutan negara (lahan milik
seluas 4.000 m2, satu kolam mangrove rakyat) sebagai upaya rehabilitasi lahan
6.000 m2, sedangkan sisa lahan digunakan tidak produktif (lahan kosong/kritis) di DAS
untuk jalan, tanggul, dan infrastruktur prioritas. Adapun tujuannya adalah untuk:
pendukung tambak (saung dan rumah 1. Memulihkan fungsi dan meningkatkan
genset). Tambak yang digunakan di dalam produktivitas lahan dengan berbagai
kegiatan silvofishery menggunakan pola hasil tanaman berupa kayu dan non
komplangan, yaitu luas tambak 60% kayu,
untuk budidaya perikanan dan 40% untuk 2. Memperbaiki kualitas lingkungan dan
konservasi mangrove. mengurangi tekanan penebangan liar di
dalam kawasan hutan negara
3. Memberikan peluang kesempatan
F. Hutan Rakyat kerja dan berusaha, meningkatkan
pendapatan masyarakat,
F.1. Pengertian, Sejarah dan Perkembangan 4. Menjadi alternatif sumber bahan baku
potensial bagi industri kehutanan.
a. Pengertian
Hutan rakyat menjadi salah satu potensi
Menurut penjelasan UU Nomor 5 Tahun sumber daya alam yang memegang
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok peranan penting dalam pembangunan
Kehutanan, hutan rakyat adalah sebutan sektoral di suatu daerah dan dinilai menjadi
lain untuk hutan yang berstatus hutan solusi untuk mengatasi masalah hutan
milik. Selanjutnya dalam UU Nomor 41 dan kehutanan (Rahmat, 2011; Waluyo
Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan et al., 2010). Bahkan pemerintah telah
rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas menjadikan hutan rakyat sebagai soluasi
tanah yang dibebani hak milik. Pengertian untuk mencukupi kebutuhan bahan baku
ini mencakup semua hutan yang tumbuh industri pemanfaatan hasil hutan kayu
498 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

yang selama ini berasal dari kawasan hutan dengan menanami tanah-tanah kosong
negara. Selain memproduksi kayu, hutan untuk melindungi lahan dari erosi dan
rakyat juga menghasilkan HHBK (Diniyati & meningkatkan kesuburan.
Achmad, 2015). 2. Tahun 1961-1971, Menteri Koordinator
Produksi telah membentuk Panitia
b. Sejarah dan Perkembangan
Penyelamatan Tanah dan Air yang
Hutan rakyat sudah dikenal masyarakat membuat program penanaman dengan
sejak jaman dahulu sebagai budidaya 3 sasaran yaitu a) pelaksanaan gerakan
tanaman kayu di lahan kering, di mana penghijauan secara besar-besaran,
tanaman kayu biasanya hanya ditanam b) pelaksanaan reboisasi di kawasan-
di sekeliling batas lahan agar berfungsi kawasan hutan yang gundul, dan c)
sebagai pagar hidup untuk melindungi penyelenggaraan pekan penghijauan
tanaman pangan dari gangguan hama setiap bulan Desember tiap tahun.
babi, dan ternak yang dilepas liar, seperti Gerakan ini berhasil menghijaukan tanah
sapi, kambing dan lainnya. Khususnya di perkebunan Gunung Mas di kawasan
Pulau Jawa, keadaaan ini dirusak dengan Puncak Kabupaten Bogor dengan
adanya penebangan kayu yang berlebihan tanaman Pinus merkusii.
sejak jaman penjajahan tanpa ada usaha 3. Tahun 1972–1983, muncul Gerakan
penanaman baru. Penebangan terus Gandrung Tatangkalan (Rakgantang)
berlanjut sampai pada kondisi kritis dimana tahun 1972 di daerah Jawa Barat yang
beberapa kawasan sudah kosong dan dipelopori oleh Gubernur Jawa Barat
menyebabkan bencana berupa banjir dan dengan menginstruksikan penanaman
erosi selain kekurangan bahan baku. jenis pohon jeunjing, turi, maesopsis,
tanaman buah-buahan dan jenis-
Perkembangan hutan rakyat tidak terlepas jenis kayu industri lainnya pada tanah
dari program pemerintah Belanda pada penduduk. Selanjutnya diikuti dengan
tahun 1930an dan dilanjutkan oleh Inpres penghijauan 1974–1983.
pemerintah Indonesia. Hutan rakyat mulai
mendapat perhatian yang serius sejak 4. Tahun 1988–1993, Departemen
tahun 1951 di mana seorang arsitek Belanda Kehutanan menyelenggarakan program
membangun pacuan kuda di Bogor dengan sengonisasi yang dilanjutkan dengan
menggunakan kayu sengon yang diawetkan membuat program pengendalian tanah
seluruhnya, sementara industri kertas juga kritis melalui program penghijauan
memerlukan bahan baku yang banyak nasional. Selanjutnya pemerintah dalam
sehingga pembangunan hutan dipacu di membantu masyarakat membangun
lahan-lahan milik rakyat yang sekaligus hutan mengeluarkan Kredit Usaha Hutan
merupakan usaha penanggulangan lahan Rakyat atau KUHR (Kepmenhut No. 49/
kritis dan peningkatan usaha tani. Kpts-II/1997).
5. Tahun 2003–2007, Departemen
Pengembangan hutan rakyat terus Kehutanan menyelenggarakan program
dilaksanakan dengan berbagai program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan
sebagai berikut: dan Lahan (GNRHL atau Gerhan) dengan
1. Tahun 1952-1958, merupakan langkah menanami lahan-lahan yang kritis di
awal pemerintah dalam mendorong Daerah Aliran Sungai (DAS) seluruh
pengembangan hutan rakyat terutama Indonesia dengan target 3 juta ha selama
di Jawa secara terorganisasi dengan lima tahun. Ini merupakan gerakan
lahirnya gerakan Karang Kitri. Gerakan ini nasional masyarakat sebagai upaya
dipelopori oleh Dinas Pertanian Rakyat melestarikan lingkungan dan dilakukan
secara terpadu oleh masyarakat, Badan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 499
Perhutanan Sosial

Pengendalian DAS dan Departemen sekaligus menjaga keseimbangan


Kehutanan. Untuk mendukung program lingkungan. Tidak saja untuk pasar global
dilakukan kegiatan persemaian dan juga untuk pasar dalam negeri.
bantuan kredit sampai 2007. Kegiatan 7. Tahun 2010-2013, dilakukan
persemaian yang menjadi kegiatan pengembangan hutan rakyat kemitraan
utama adalah Kebun Bibit Rakyat (KBR). di luar Jawa. Kegiatan ini didukung
Kemenhut melalui kegiatan pembuatan
Selanjutnya pada 2005, Departemen
dan penanaman Kebun Bibit Rakyat
Kehutanan menyelenggarakan
(KBR). Penanaman KBR dimulai sejak
program Kecil Menanam Dewasa
tahun 2011. Luas penanaman terbanyak
Memanen (KMDM), yang diluncurkan
terdapat pada region Jawa seluas ha
24 September 2005 dengan tujuan
(31%) diikuti region Sumatera seluas
memberikan pendidikan sejak dini
ha (26,1%) diikuti region Sulawesi ha
dalam bidang kehutanan baik aspek
(18,6%), region Bali Nusra seluas ha
lingkungan maupun aspek ekonomi agar
(12,6%), region Kalimantan seluas ha
generasi muda dapat menciptakan dan
(6,6%) dan region Maluku Papua seluas
memelihara lingkungan mereka sendiri,
ha (5,2%).
oleh mereka sendiri dan mereka sendiri
yang akan merasakan manfaatnya. 8. Tahun 2015-2019, terbit aturan bahwa
hutan hak dapat mempunyai fungsi
6. Tahun 2007, melalui PP Nomor 6 Tahun
pokok konservasi, lindung, dan produksi.
2007, Pemerintah, pemerintah provinsi,
Dalam hal hutan hak ditetapkan
atau pemerintah kabupaten/kota sesuai
berfungsi konservasi dan lindung yang
kewenangannya, wajib mengembangkan
mengakibatkan terbatasnya akses
hutan hak melalui fasilitasi, penguatan
pemangku hak pada kawasan hutan,
kelembagaan dan sistem usaha. Dari sisi
Menteri memberikan kompensasi
ekonomi melakukan fasilitasi kemitraan,
kepada pemangku hak. Besarnya
untuk akses pasar, di dalamnya termasuk
kompensasi sesuai dengan kondisi dan
penguatan kelembagaan kelompok
fungsi kawasan hutan.
tani hutan rakyat. Fasilitasi penyediaan
sarana produksi, fasilitasi dana bergulir, Kompensasi sebagaimana dimaksud
utk akses modal termasuk DAK bidang berupa prioritas untuk mendapatkan
Kehutanan, penyediaan bibit melalui program fasilitasi pengembangan
KBR, atau persemaian permanen; teknologi, bantuan permodalan dan
pemberian bimbingan teknis oleh pemasaran, serta promosi hasil hutan
penyuluh; pengaturan peredaran kayu kayu, bukan kayu dan jasa lingkungan
dari hutan hak. dan memfasilitasi pengembangan
kewirausahaan sosial. Pada 2019
Sisi ekologi melakukan fasilitasi
dikeluarkan pengganti aturan tahun
Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari,
2015. Perubahan dibagian kompesasi
Fasilitasi Sertifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
ditambahkan subsidi pinjaman lunak,
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)
dalam hal hutan hak ditetapkan
diterapkan di hutan rakyat bertujuan
menjadi kawasan hutan lindung atau
untuk memastikan agar semua
kawasan hutan konservasi Pemerintah
produk kayu rakyat yang beredar dan
memberikan ganti rugi kepada
diperdagangkan di memiliki dukungan
pemegang hak dan bila telah ditetapkan
legalitas yang jelas. Sistem ini diharapkan
tidak dapat mengubah fungsi hutan
dapat menjamin kelestarian pengelolaan
tanpa persetujuan Menteri. Perubahan
hutan rakyat. Manfaat lain untuk
fungsi sebagaimana dimaksud pada
meningkatkan pendapatan masyarakat
500 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai sendiri atau mengalihkan hak pemanfaatan
dengan ketentuan peraturan perundang- hutan itu pada pihak lain dan si pemilik juga
undangan mengenai perubahan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
peruntukan dan fungsi kawasan hutan.
Dalam hal pengelolaan hutan hak rakyat
Berdasarkan hal tersebut maka secara tidak ada rujukan prosedur dan pengajuan
umum perkembangan hutan rakyat telah yang secara tegas baik dari pemerintah
melewati orientasi pengembangan, yaitu dan pemerintah daerah dalam hal
(1) pembangunan hutan rakyat untuk pengelolaannya. Oleh karena itu hutan yang
menyelesaikan permasalahan lingkungan dikelola oleh masyarakat tidak sepenuhnya
khususnya lahan kritis dan konservasi bergantung pada hukum formal akan tetapi
lahan; (2) pemanfaatan hasil hutan rakyat pengelolaan hutan dilakukan berdasarkan
kayu untuk pemenuhan kebutuhan sendiri; norma-norma yang diwariskan atau
(3) hasil hutan rakyat kayu mulai menjadi pengetahuan kearifan lokal.
komoditas ekonomi; (4) Pengelolaan hutan
rakyat secara lestari berdasarkan beberapa Hutan rakyat dibangun di atas lahan milik
skema sertifikasi. Pengusahaan hutan rakyat masyarakat, pengelolaannya dilakukan
terus berkembang dan bertambah luas secara individu pada tingkat keluarga
baik melalui swadaya masyarakat maupun meliputi kelola sumber daya, kelola usaha
melalui program-program pemerintah (kelola bisnis) dan penetapan kebijakan
lainnya. dalam mengelola hutan rakyat berada
pada tingkat keluarga. Petani hutan rakyat
Dari beberapa pengamatan diketahui bergabung dalam Kelompok Tani Hutan
bahwa karakteristik jenis tanaman hutan Rakyat (KTHR) untuk mengembangkan
rakyat di setiap daerah berbeda-beda pengetahuan dan ketrampilan, serta
karena dipengaruhi faktor biofisik dan membangun kesepahaman dalam rangka
sosial ekonomi. Namun secara umum untuk mengelola hutan rakyat, dan belum
jenis-jenis tanaman yang disukai petani, bertujuan untuk malakukan pengelolaan
terutama di Jawa, antara lain jati, hutan rakyat secara bersama.
mahoni, suren, akasia, pinus, albasia dan
sonokeling. Manfaat hutan rakyat sangat Pembentukan kelompok didasarkan pada
tinggi terutama pada hutan rakyat pola keinginan petani untuk belajar bersama
agroforestri. Menurut riset, pola tanam yang kemudian dikembangkan untuk
hutan rakyat sebaiknya dilakukan dengan mendukung program program pemerintah
sistem penaman campuran karena dapat terkait dengan pengembangan hutan rakyat
memberikan kontribusi yang cukup tinggi Dalam perkembangannya, pemerintah
kepada pendapatan petani baik manfaat kemudian membuat kebijakan tentang
jangka pendek (hasil bukan kayu) maupun pengembangan hutan rakyat di antaranya
manfaat jangka panjang (hasil kayu). Permenhut Nomor P.02/ Menhut-V/2004,
F.2. Prosedur, Cara Pengajuan dan Regulasi Gerakan Rehabilitasi Hutan Lahan atau
Gerhan melalui Perpres Nomor 89 Tahun
Pada awal pengembangannya, keberadaan 2007, penyelenggaraan Kebun Bibit Rakyat
hutan rakyat belum mendapat perhatian berdasarkan Permenhut Nomor 24/
khusus. Negara lebih fokus pada hutan Menhut-II/2010).
alam/negara yang dikelola dalam bentuk
hak pengusahaan hutan. Hutan yang Untuk mengatur pemasaran dan peredaran
berada pada tanah milik, tentu saja kayu rakyat, kemudian terbit Permenhut
umumnya memiliki bukti kepemilikan dan Nomor P.26/Menhut-II/2005, tentang
dengan bukti itu berhak memanfaatkan Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak/Rakyat.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 501
Perhutanan Sosial

Untuk mendorong pemanfaatan optimal tersebut ditiadakan karena pemilik dapat


hutan rakyat dan meningkatkan daya menebang dan mengedarkan hasil hutan
saing usaha hutan rakyat, pemerintah kayunya sendiri. Tidak adanya mekanisme
menerbitkan Permenhut Nomor P.51/ izin penebangan mengakibatkan hilangnya
Menhut-II/2006, tentang Penggunaan kontrol pemerintah daerah terhadap
Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) Untuk keberadaan dan kelestarian hutan. Selain
Pengangkutan Hasil Hutan Kayu yang itu peredaran kayu menjadi tidak dapat
Berasal dari Hutan Hak, dan Verifikasi terdeteksi asal-usulnya karena seseorang
Legalitas Kayu (Permenhut Nomor. P.38/ pemilik dapat membuat nota angkutnya
Menhut-II/2009). sendiri tanpa adanya pengawasan dan
legalisasi dokumen dari Dinas.
Sejak 2006, telah terjadi pemisahan antara
penatausahaan hasil hutan yang berasal Dalam perkembangannya, pemerintah
dari hutan Negara dan hutan hak. Namun melihat munculnya kerawanan kondisi
dalam implementasinya, masyarakat masih akibat tingginya tingkat kerusakan kawasan
merasakan sulit mengurus izin pada saat lindung. Ini melahirkan pendekatan
memanen atau menebang pohon yang konservasi di luar kawasan lindung milik
mereka tanam. Untuk itu ada regulasi yang negara yaitu melalui pendekatan insentif
sifatnya pro rakyat agar diberi kemudahan pada lahan-lahan milik. Hutan rakyat
bukan hanya pada saat menanam, tetapi dipandang didorong sebagai kawasan
mudah juga pada saat memanen. berfungsi lindung di luar kawasan hutan
lindung dengan munculnya kebijakan hutan
Memenuhi kebutuhan tersebut dikeluarkan rakyat sebagai kawasan berfungsi lindung
Permenhut Nomor P.30/Menhut-II/2012 dalam PermenLHK Nomor P.32/Menlhk-
tentang Penataan Hasil Hutan yang Berasal Setjen/2015.
dari Hutan Hak. Masyarakat lebih mudah dan
dilindungi privatisasinya dalam memiliki, Keberhasilan peningkatan tutupan lahan
mengangkut dan memperniagakan kayu hutan rakyat dan didukung faktor-faktor
yang mereka tanam sendiri. Namun di kesadaran masyarakat atas pentingnya
sisi lain dalam proses sosialisasi dan kawasan lindung dapat dipertimbangkan
pelaksanaannya dalam beberapa hal sebagai modal dasar untuk pengembangan
masih dinilai belum sesuai dan bahkan hutan rakyat dalam mendukung fungsi
muncul persoalan dalam pelaksanaan lindung kawasan. Meskipun statusnya
penatausahaan dan pemasaran kayu sebagai hak milik yang dalam konteks
rakyat terkait dengan era otonomi daerah ekonomi pemilik berhak melakukan
yang menganggap bahwa keluarnya P.30/ investasi dan mendapatkan keuntungan
Menhut-II/2012 mengakibatkan tidak dari investasinya, hak menjual dan
adanya lagi kewenangan petugas kehutanan mengeluarkan pada pihak lain dan
khususnya Polhut dalam melakukan seharusnya tidak membatasi manfaat
pengawasan peredaran hasil hutan yang fungsinya bagi publik.
berasal dari hutan hak.
Implikasi ekonomi dari perubahan fungsi
Sebelumnya, kegiatan penatausahaan hasil hutan rakyat yang semula berfungsi
hutan kayu dari hutan hak (penebangan produksi menjadi fungsi lindung antara lain
kayu dan peredaran kayu) dapat dikontrol a) hilangnya pendapatan petani dari hasil
oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan hutan kayu, b) peningkatan ketersediaan
melalui mekanisme izin penebangan dan air, c) peningkatan nilai hutan sebagai stok
izin pengangkutan kayu rakyat. Adanya karbon.
peraturan yang baru tersebut, mekanisme
Adanya nilai kerugian bagi petani hutan
502 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

rakyat akibat dari perubahan fungsi yang biasa dikembangkan adalah albizia,
kawasan hutan dari fungsi produksi jati, jabon atau mahoni dalam hamparan
menjadi fungsi lindung perlu pemberian luasan kecil. Pada saat tanaman kayu
kompensasi atau insentif bagi petani untuk belum tertutup tajuknya (1-2 tahun)
mengganti nilai tersebut. Untuk itu terbit umumnya diusahakan tumpangsari
PermenLHK Nomor P.21/Menlhk/Setjen/ dengan tanaman semusim seperti padi,
kum.1/4/2019. Besarnya insentif dan palawija, ketela pohon dan tanaman
skema pembayaran jasa lingkungan yang rempah seperti jahe, kencur dan lain-
menarik bagi petani hutan rakyat sebagai lain. Hutan rakyat murni lebih mudah
penyedia jasa lingkungan perlu kajian lebih dalam pembuatan, pengelolaan dan
lanjut beserta bentuk kelembagaannya. pengawasannya, namun mempunyai
beberapa kelemahan, diantaranya
Untuk pengembangan hutan rakyat perlu kurang tahan terhadap serangan hama
terlebih dahulu mengetahui produksi dan penyakit serta serangan angin. Dari
kayu dan jenis kayu dari hutan segi ekonomi hutan rakyat murni kurang
rakyat yang dibutuhkan oleh industri lentur karena tidak ada diversifikasi
perkayuan yang ada. Selanjutnya perlu komoditi, sedangkan penyerapan tenaga
diketahui luas hutan rakyat yang sudah kerja lebih bersifat musiman.
dibangun, jenis-jenis tanaman hutan
2. Pola hutan rakyat campuran. Dalam satu
rakyat, kelas (sebaran) umum, dan
hamparan ditanam 2-5 jenis tanaman
lokasi sehingga dapat diperkirakan potensi
kayu seperti albizia, mahoni, maesopsis,
hutan rakyat yang dapat dipanen secara
suren, jati, jabon dan seringkali juga
lestari. Pertimbangkan juga produksi
dicampur dengan buah-buahan.
kayu dari hutan negara baik dari HPH,
Kombinasi yang dilakukan berbeda
HPHTI, maupun Hutan Tanaman Rakyat
antar petani dan antar daerah. Dari
berdasarkan potensi hutan yang tersedia.
segi silvikultur cara ini lebih baik dari
Target produksi yang melebihi kemampuan pada hutan rakyat murni. Jarak tanam
akan menyebabkan turunnya potensi masing-masing jenis tanaman dalam
hutan rakyat yang pada gilirannya akan satu hamparan pemilik biasanya tidak
menyebabkan pengelolaan hutan tidak teratur. Jumlah pohon setiap jenis
lestari. Tolok ukur yang dapat digunakan bervariasi demikian juga dalam satu jenis
untuk mengetahui potensi hutan rakyat dijumpai variasi umur berbeda. Hutan
adalah luas lahan, volume kayu dan jumlah rakyat campuran mempunyai daya tahan
pohon baik dari jenis yang dominan maupun terhadap serangan hama dan penyakit
dari jenis yang tidak dominan. serta gangguan angin karena terdiri dari
beberapa lapisan tajuk, demikian pula
lapisan perakaran sangat bervariasi. Dari
F.3. Implementasi Hutan Rakyat segi ekonomi, hutan rakyat campuran
mempunyai ketahanan dan kelenturan
a. Pola Tanam Hutan Rakyat yang lebih tinggi, karena terdapat
diversifikasi komoditi dan hasil bertahap
Berdasarkan pola tanamnya, hutan rakyat yang berkesinambungan. Tenaga kerja
dibagi dalam 3 kelompok yaitu hutan rakyat yang terserap akan jauh lebih banyak.
murni, hutan rakyat campuran, dan hutan Namun demikian dalam pelaksanaannya
rakyat agroforestri. Ciri masing-masing pola mulai dari perencanaan, perancangan,
sebagai berikut: pengelolaan dan pengawasannya
1. Pola tanam hutan rakyat murni, ditanam memerlukan keterampilan dan keahlian
satu jenis tanaman kayu-kayuan. Jenis yang memadai.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 503
Perhutanan Sosial

3. Pola tanam hutan rakyat agroforestri/ yang dipilih harus sesuai dengan
wanatani. Dalam satu areal ditanami iklim, jenis tanah dan kesuburan serta
kombinasi antara tanaman kayu- keadaan fisik wilayah. Agar produktivitas
kayuan dengan tanaman perkebunan, maksimal.
pertanian, tanaman pangan, peternakan 2. Aspek sosial, yaitu jenis yang dipilih harus
dan lain-lain secara terpadu. Pola jenis yang sudah dikenal masyarakat
tanam agroforestri berorientasi kepada dan sudah diketahui teknologi
optimalisasi pemanfaatan lahan, baik dari penanamannya.
segi ekonomi maupun ekologis. Untuk 3. Cepat menghasilkan setiap saat, dikenal
dapat mengoptimalkan produktivitas dan disukai masyarakat serta mudah
lahan, maka perlu adanya pengaturan dibudidayakan.
tata ruang dan tata letak tanaman 4. Aspek ekonomi, yaitu dapat memberikan
Penerapannya di lapangan dilakukan penghasilan dan mudah dipasarkan serta
dengan cara pemanfaatan suatu lokasi memenuhi standar bahanbaku industri.
ruang tumbuh (baik vertikal maupun
horisontal), dalam bentuk kombinasi Pertimbangan pemilihan jenis pohon kayu
penanaman jenis kayu-kayuan, buah- harus disesuaikan dengan peruntukkannya,
buahan, tanaman industri, tanaman yaitu apakah untuk kayu pertukangan,
pangan, hijauan makanan ternak, kayu bakar, bahan baku industri atau untuk
tanaman obat-obatan, lebah madu, perbaikan hidrologi. Beberapa persyaratan
peternakan atau lainnya. Kelebihan dalam pemilihan jenis berdasarkan
pola tanam hutan rakyat agroforestri peruntukkannya adalah:
yaitu mempunyai daya tahan yang kuat 1. Untuk kayu pertukangan, jenis yang
terhadap eksplosif hama dan penyakit. dipilih harus mempunyai nilai ekonomi
Secara ekonomis, dari hutan agroforestri tinggi, kualitas batang baik, produksi
akan diperoleh keuntungan ganda melalui tinggi dan harga atau pasaran cukup
pemanenan yang berkesinambungan, baik. Jenis tersebut antara lain sengon,
yaitu pemanenan harian, mingguan, mahoni, sonokeling, suren dan jati.
bulanan musiman dan tahunan. Tenaga 2. Untuk bahan baku industri (kertas, pulp,
kerja yang diserap akan jauh lebih korek api, dan lain-lain) jenis yang dipilih
banyak dan berkesinambungan. Pola harus mempunyai nilai ekonomi tinggi,
tanam agroforestri banyak dinilai oleh bersifat cepat tumbuh, dapat tumbuh di
para ahli sebagai pola tanam yang berbagai kondisi lahan dan mempunyai
paling cocok untuk wilayah-wilayah riap yang tinggi, seperti sengon,
berpenduduk padat, baik ditinjau ekaliptus, kayu afrika, damar, pulai dan
dari fungsi ekonomi (pendapatan pinus.
masyarakat), fungsi sosial (penyerapan 3. Untuk kayu bakar, jenis yang dipilih
tenaga kerja) maupun fungsi lingkungan. harus mempunyai nilai kalori panas
Namun demikian pelaksanaannya yang tinggi, cepat tumbuh dan cepat
memerlukan pengetahuan, keterampilan menghasilkan terubusan jika dipangkas,
dan keahlian. seperti lamtorogung, akasia, kaliandra
dan gamal.
b. Pemilihan Jenis Hutan Rakyat 4. Untuk perbaikan hidrologi, jenis yang
dipilih harus memenuhi syarat yaitu cepat
Dalam memilih jenis pohon untuk hutan tumbuh, bertajuk lebar, memberikan
rakyat harus dipenuhi beberapa hal agar serasah yang banyak, dapat tumbuh
jenis yang diusahakan dan dikembangkan pada lahan kritis, mempunyai sistem
dapat menghasilkan secara optimal, yaitu: perakaran yang dalam, melebar dan
1. Aspek lingkungan, yaitu dimana jenis kuat, mudah ditanam, tahan terhadap
504 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

hama penyakit, mampu memperbaiki Bulukumba, Sulawesi Selatan, dengan


tanah dan menghasilkan terubusan jika beragam jenis kayu, seperti jati, bitti,
dipangkas, seperti trembesi, akasia, dan rimba campuran, luasnya 14.000 ha
mahoni, puspa, asam, turi, kaliandra. dengan rata-rata produksi 20.000 m3/
5. Jenis tanaman buah seperti nangka, tahun
durian, jengkol, petai, kelapa, rambutan, 2. Hutan rakyat pola campuran pohon
jambu mete, serta tanaman buah lain. jati dan mahoni bagian bawah pohon,
6. Jenis tanaman semusim seperti kopi, singkong, melinjo, kunyit dan palawija
cengkeh, cabe, pisang, kakao, pepaya, lain, di Desa Terong, Kecamatan Dlingo,
kemukus, kapulaga, salak, panili, Nanas, Bantul, Yogyakarta
empon-empon, jagung, dan singkong. 3. Hutan rakyat Desa Buntoi Kecamatan
Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau,
Komposisi tanaman yang lengkap terdiri Kalimantan Tengah, hutan didominasi
dari tanaman dengan strata tajuk yang tanaman sengon, menjadi hutan rakyat
berlapis yaitu strata atas (kayu), strata terbaik yang akan jadi percontohan
tengah (tanaman tumpangsari), dan strata internasional
bawah (tanaman semusim), sehingga 4. Hutan rakyat bersertifkat di Ponorogo
membentuk komunitas vegetasi yang rapat dengan jenis tanaman sengon, mahoni
dan efektif dalam mengendalikan erosi dan pinus seluas 620,93 ha
serta mengatur tata air. 5. Hutan rakyat bersertifkat di Probolinggo
dengan jenis tanaman sengon, gmelina,
c. Contoh Implementasi Hutan Rakyat mindi, bayur, mahomi, anggrung, balsa,
jabon seluas 1.004.55 ha
Kabupaten Ciamis di Jawa Barat, 6. Hutan rakyat di beberapa desa di
merupakan salah satu daerah yang telah Kabupaten Purworejo. Hutan rakyat ini
mengembangkan hutan rakyat. Di sana berbasis konservasi
terdapat pola hutan rakyat berbasis 7. Hutan rakyat tertua di Krui Pesisir Barat,
sengon, mahoni, jati, karet, MPTS, tanaman Lampung, telah terbukti mampu menjaga
semusim, coklat, kapulaga dan kopi. kelestariannya dan mempertahankan
Tanaman utama seperti Jjati, di bawahnya hasil damar Shorea javanica secara
ditanami empon-empon, garut, talas dan berkelanjutan. Jenis ini telah ditanam
umbi-umbian. para leluhur sejak dua abad silam.Selain
damar, ditanam juga pohon buah, yang
Daerah lain yang juga sudah menerapkan tanpa sadar mereka telah mengakomodir
hutan rakyat adalah di Kabupaten Gunung kepentingan ekologi sekaligus ekonomi.
Kidul, Yogyakarta. Pola hutan rakyat di
Gunung Kidul meliputi pola kayu-kayuan,
industri, hortikultura, kayu bakar, tanaman
pangan, dan silvopasture. Sementara di G. Hutan Adat
Kabupaten Lumajang, hutan rakyatnya G.1. Pengertian, Sejarah dan
menerapkan pola tanam hutan rakyat murni Perkembangan
dengan jenis sengon dan kapulaga. Pola
hutan campuran juga diterapkan dengan Hutan adat adalah hutan yang berada
jenis sengon, kopi, cengkeh, kapulaga, dalam wilayah masyarakat hukum adat.
kakao, cabai, jahe, pisang, dan salak. Pengertian hutan adat merujuk pada status
kawasan hutan. Pasal 33 ayat (3) dan pasal
Berikut beberapa contoh hutan rakyat yang 18B Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,
sukses: menegaskan bahwa masyarakat hukum
1. Hutan rakyat pola kemitraan di adat memiliki kekuasaan wilayah ulayat
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 505
Perhutanan Sosial

termasuk hutan adat sebagai bagian dari ke dalam pasal 18B ayat (2) yang berbunyi:
keberadaan masyarakat hukum adat “Negara mengakui dan menghormati
(Salam, 2016). Secara lebih terperinci kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
(Zakaria, 2016) memaknai putusan tersebut adat serta hak-hak tradisonalnya
mengatur bahwa “hutan adat bukan hutan sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
negara; hutan adat adalah bagian dari perkembangan masyarakat dan prinsip
wilayah adat/ulayat masyarakat hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
adat; hak masyarakat adat diakui jika diatur dalam undang-undang”.
masyarakat hukum adat itu telah ditetapkan
dalam Peraturan Daerah”. Pasal 28 hasil amandemen, yaitu pasal 28
ayat (3), memperkenalkan terminologi
Firdaus (2018) mengemukakan bahwa baru disamping kesatuan masyarakat
hutan adat adalah hutan yang berada hukum adat, yaitu masyarakat tradisional.
dalam wilayah masyarakat hukum adat Selengkapnya bunyi ayat tersebut adalah:
yang dikelola oleh masyarakat hukum adat. “Identitas budaya dan hak masyarakat
Masyarakat hukum adat yaitu kelompok tradisional dihormati selaras dengan
masyarakat yang secara turun temurun perkembangan zaman dan peradaban.”
bermukim di wilayah tertentu karena
adanya ikatan pada asal usul leluhur, Pasal 33, amandemen terhadap pasal ini
adanya hubungan yang kuat dengan tidak mengubah tiga ayat yang telah ada
lingkungan hidup, dan adanya system nilai sebelumnya, melainkan menambah dua
yang menentukan pranata ekonomi, politik, ayat baru lagi sehingga secara keseluruhan
sosial dan hukum. pasal 33 hasil amandemen terdiri atas
lima ayat. Artinya, hak menguasai dari
Agung et al. (2018)mengemukakan bahwa negara (HMN), sebagai inti dari pasal 33,
hutan adat adalah salah satu mekanisme tetap dipertahankan, dan satu tambahan
pengelolaan hutan yang mengakui ayat baru yaitu ayat 5 menyatakan
eksistensi dan memberikan ruang lebih bahwa “ketentuan lebih lanjut mengenai
kepada masyarakat hukum adat untuk pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
mengelola hutan dan sumber daya alam undang”.
sekitarnya, sesuai kearifan lokal dan
pengetahuan tradisionalnya yang telah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967
berlangsung secara turun temurun. Hutan tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
adat memiliki fungsi ekologis, ekonomi, Kehutanan yang mengawali kategorisasi
sosial dan budaya. pemilikan hutan sebagai “hutan negara”.
Pada pasal 17 dijelaskan norma-norma
Di dalam UUD 1945, beberapa pasal yang pada UU Nomor 5 Tahun 1967 yaitu
terkait erat dengan masyarakat hukum adat mendefinisikan hutan adat sebagai
dan hak ulayatnya adalah pasal 18, pasal 28, hutan negara dan kondisionalitas dalam
dan pasal 33. Untuk tiga pasal ini, terdapat pengakuan negara terhadap hak ulayat.
perubahan-perubahan yang dihasilkan
melalui empat kali amandemen. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan menggantikan UU
Pasal 18 UUD 1945 adalah pasal yang Nomor 5 Tahun 1967. Dalam konteks hutan
mengusung “hak-hak asal-usul dalam adat, beberapa norma dari undang-undang
daerah-daerah yang bersifat istimewa”, sebelumnya masih diteruskan oleh UU 41
setelah amandemen dipecah ke dalam Tahun 1999 tersebut. Di antara norma-
tiga pasal (yaitu pasal 18, 18A, dan 18B). norma tersebut adalah tetap mendefinisikan
Sebagaimana hasil amandemen, ketentuan hutan adat sebagai hutan negara; dan
tentang masyarakat hukum adat dituangkan mempertahankan kondisionalitas dalam
506 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

pengakuan negara terhadap hak ulayat. Nomor 35/PUU-X/2012 menyatakan bahwa


Mengenai kondisionalitas dalam pengakuan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
negara terhadap hak ulayat, UU 41 Tahun bertentangan dengan UUD 1945 sehingga
1999 memberikan penjelasan yang lebih tidak lagi mempunyai kekuatan hukum
rinci. Penjelasannya adalah sebagai berikut: mengikat (alias dibatalkan). Sejak 16 Mei
1. Hak ulayat terhadap hutan adat 2013, hutan adat bukan lagi bagian dari
mencakup a) melakukan pemungutan hutan negara tetapi hutan yang berada
hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan dalam wilayah masyarakat hukum adat
hidup sehari-hari masyarakat adat yang (Rachman, 2014). Definisi hutan adat pun
bersangkutan; b) melakukan kegiatan yang sebelumnya adalah “hutan negara
pengelolaan hutan berdasarkan hukum yang berada dalam wilayah masyarakat
adat yang berlaku dan tidak bertentangan hukum adat” (Pasal 1 angka 6 UU 41/1999)
dengan undang-undang; dan c) pun berubah menjadi “hutan yang berada
mendapatkan pemberdayaan dalam dalam wilayah masyarakat hukum adat”.
rangka meningkatkan kesejahteraannya.
2. Agar hak ulayat tersebut dapat Putusan Mahkamah Konstitusi hanya
dikuasai, maka masyarakat hukum mengeluarkan hutan adat dari hutan
adat harus terlebih dahulu dikukuhkan negara namun tidak dijelaskan secara rinci
keberadaannya melalui Peraturan mengenai status hutan adat. Walaupun
Daerah. Pengukuhan tersebut dilakukan hutan adat telah dikeluarkan dari hutan
jika menurut kenyataannya masyarakat negara namun tetap dalam penguasaan
hukum adat memenuhi unsur antara lain Negara yang tercantum di dalam pasal 33
a) masyarakatnya masih dalam bentuk ayat 3 yang menyatakan ”Bumi, air dan
paguyuban (rechtsgemeenschap); b) ada kekayaan alam yang terkandung didalamnya
kelembagaan dalam bentuk perangkat dikuasai oleh negara dan dipergunakan
penguasa adatnya; c) ada wilayah hukum sebesar-besarnya untuk kemakmuran
adat yang jelas; d) ada pranata dan rakyat”. Atas dasar penguasaan oleh
perangkat hukum, khususnya peradilan Negara, maka hutan adat ditetapkan
adat, yang masih ditaati; dan e) masih oleh pemerintah yang dikukuhkan
mengadakan pemungutan hasil hutan keberadaannya oleh pemerintah daerah.
di wilayah hutan sekitarnya untuk Pengukuhan keberadaan masyarakat
pemenuhan kebutuhan hidup sehari- hukum adat melalui Peraturan Daerah
hari. (Usman, 2013).
3. Pengukuhan tersebut dilakukan dengan G.2. Prosedur, Cara Pengajuan dan Regulasi
proses yang mempertimbangkan hasil
penelitian para pakar hukum adat, Hutan adat merupakan salah satu skema
aspirasi masyarakat setempat, dan tokoh dalam program PS, di mana proses
masyarakat adat yang ada di daerah yang penetapannya harus memiliki produk hukum
bersangkutan, serta instansi atau pihak tentang pengakuan Masyarakat Hukum Adat
lain yang terkait. (MHA). Kementerian Lingkungan Hidup dan
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Kehutanan menerbitkan peraturan baru
pengukuhan ini akan diatur dengan untuk menggantikan Permenhut Nomor
Peraturan Pemerintah. P.32/Menlhk-Setjen/2015 tentang Hutan
Hak, dengan PermenLHK P.21/Menlhk-
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Setjen/Kum.1/4/2019 tentang Hutan Adat
Nomor 35/PUU-X/2012, Undang-Undang dan Hutan Hak.
Kehutanan mengalami perubahan mengenai
hutan adat. Pada bulan Februari 2012, Dalam PermenLHK P.21/Menlhk-
berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Setjen/Kum.1/4/2019 tersebut, pasal 5
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 507
Perhutanan Sosial

menerangkan cara pengajuan hutan adat, 10, menjelaskan bahwa berdasarkan


yaitu meliputi: permohonan, Direktur Jenderal melakukan
1. Penetapan Hutan Adat dilakukan melalui validasi dan verifikasi. Validasi dilakukan
permohonan kepada Menteri oleh atas kelengkapan dokumen permohonan
pemangku adat. Hutan Adat. Validasi dilakukan paling lama
2. Permohonan sebagaimana dimaksud tiga hari sejak dokumen diterima. Dalam hal
pada ayat (1) harus memenuhi hasil validasi memenuhi persyaratan, maka
persyaratan: Direktur Jenderal melakukan verifikasi
a. Wilayah MHA yang dimohon sebagian lapangan yang dilaksanakan oleh tim
atau seluruhnya berupa hutan; verifikasi yang dibentuk dan ditetapkan oleh
b. Terdapat produk hukum pengakuan Direktur Jenderal. Apabila tidak memenuhi
MHA dalam bentuk (1) Peraturan persyaratan maka Direktur Jenderal
daerah untuk hutan adat yang berada dalam waktu tiga hari mengembalikan
di dalam kawasan hutan negara; atau permohonan kepada pemohon untuk
(2) Peraturan daerah atau keputusan dilengkapi. Permohonan yang telah
kepala daerah untuk hutan adat yang dilengkapi diajukan kepada Menteri. Hasil
berada di luar kawasan hutan negara. verifikasi lapangan dituangkan dalam Berita
c. Terdapat peta wilayah adat sebagai Acara Verifikasi Hutan Adat. Berdasarkan
lampiran dari peraturan daerah atau hasil validasi dan verifikasi, Direktur
keputusan kepala daerah. Jenderal atas nama Menteri dalam waktu
d. Dalam proses penyusunan peta 14 hari kerja menetapkan status dan fungsi
wilayah adat sebagaimana dimaksud Hutan Adat. Bagan alur permohonan hutan
pada huruf c dapat berkonsultasi Adat kepada Menteri Lingkungan Hidup
kepada KLHK; dan dan Kehutanan tersaji pada Gambar 7.7.
e. Adanya surat pernyataan yang
memuat (1) Penegasan bahwa areal Pada 29 April 2019, Menteri LHK
yang diusulkan merupakan wilayah menerbitkan KepmenLHK Nomor SK.312/
adat/hutan adat pemohon; dan MenLHK/Setjen/PSKL.1/4/2019 tentang
(2) Persetujuan ditetapkan sebagai Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif
hutan adat dengan fungsi lindung, Hutan Adat Fase I. Surat ini menetapkan
konservasi, atau produksi. peta hutan adat dan wilayah indikatif hutan
3. Menteri dan/atau pemerintah daerah adat tahap pertama seluas 472.981 ha.
dapat memfasilitasi MHA dalam Yang terdiri dari peta indikatif hutan adat
melakukan pemetaan wilayah adat 453.831 ha (hutan negara seluas 384.896
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ha dan areal penggunaan lain 68.935 ha)
huruf c. serta penetapan SK hutan adat seluas
4. Format Surat Permohonan Penetapan 19.150 ha. Adapun, luasan peta indikatif
Hutan Adat sebagaimana dimaksud pada ini tersebar di lima region, yakni, 64.851,17
ayat (1) sebagaimana tercantum dalam ha (Sumatera), 14.818,49 ha (Jawa, Bali,
Lampiran I yang merupakan bagian tidak Nusa Tenggara), 54.978,98 ha (Kalimantan),
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 261.323,01 ha (Sulawesi) dan 77.009,57 ha
5. Format surat pernyataan sebagaimana (Maluku dan Papua)
dimaksud pada ayat (2) huruf e Fase II tertuang di dalam Keputusan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Menteri LHK Nomor SK.6647/MENLHK-
II yang merupakan bagian tidak PSKL/PKTHA/KUM.1/8/2019 seluas ±
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 578.419 ha. Fase III diterbitkan Keputusan
PermenLHK Nomor P.21/Menlhk-Setjen/ Menteri LHK Nomor SK.10292/MENLKH-
Kum.1/4/2019 pada pasal 7, 8, 9, dan PSKL/PSL.1/12/2019 yang menetapkan luas
508 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

Gambar 7.7. Bagan Alur Permohonan Hutan Adat kepada Menteri LHK
(sumber: https://www.cifor.org/knowledge/publication/6589)
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 509
Perhutanan Sosial

peta hutan adat dan wilayah indikatif hutan Tanjuong Kulim, zona Koto Nagagho, zona
adat seluas ± 950.129 ha. Hutan adat seluas Cubodak Mangka’ak, zona Sialang Layang,
± 35.202 ha telah mendapatkan keputusan zona Halaman Kuyang, zona Kala Mutuong,
penetapan oleh Menteri LHK, sedangkan dan zona Panoghan.
± 914.927 ha hutan adat yang telah
mendapat penunjukan dari Menteri LHK Zona Ngimbo Potai berada di Desa Koto
berdasarkan persetujuan Bupati/Walikota Tibun yang dikelola oleh ninik mamak suku
untuk kemudian akan ditetapkan menjadi Domo (Datuok Godang), zona Tanjuong
hutan adat setelah memenuhi kelengkapan Kulim, Koto Nagagho, dan Cubodak
persyaratan. Mangka’ak terletak di Desa Pulau Sarak
dikelola ninik mamak suku pitopang
Keputusan Menteri LHK tentang Peta Hutan (Datuok Rajo Mangkuto), zona Sialang
Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Layang terletak di Desa Padang Mutung
dimaksudkan untuk menjamin usulan- dan Desa Rumbio yang dikelola oleh ninik
usulan di daerah yang telah memiliki subjek mamak suku pitopang (Datuok Ulak Simano
dan objek masyarakat hukum adat dapat atau Datuok Tumongguong), sedangkan
ditetapkan/dicantumkan hutan adat di masa zona Halaman Kuyang, Kala Mutuong,
yang akan datang. Hal tersebut didasari dan Panoghan terletak di Desa Rumbio
pertimbangan bahwa masih banyak usulan yang dikelola oleh ninik mamak suku
hutan adat yang belum dilengkapi dengan pitopang (Datuok Ulak Simano atau Datuok
Peraturan Daerah tentang Pengakuan Tumongguong).
Masyarakat Hukum Adat.
Meskipun kawasan Hutan Larangan Adat
G.2. Contoh Implementasi Hutan Adat Rumbio dikuasai oleh tiga ninik mamak
(Datuok Ulak Simano, Datuk Rajo Mangkuto
a. Pengelolaan Hutan Larangan/Lindung dan Datuok Godang), tetapi mereka
Adat Rumbio tetap bersama-sama dalam memutuskan
Salah satu tanah ulayat masyarakat adat sesuatu yang terkait dengan kawasan hutan
Kenegerian Rumbio yang telah diakui Larangan adat ini. Apabila salah seorang
oleh Pemerintah Kabupaten Kampar diantara mereka tidak menyetujui kegiatan
adalah hutan larangan atau hutan lindung. atau program terkait dengan hutan larangan
Kawasan Hutan Larangan Adat Rumbio maka kegiatan tersebut tidak dapat atau
merupakan hutan lindung yang sampai tidak boleh dilaksanakan.
saat ini masih dijaga kelestariannya sebagai Seluruh masyarakat yang ada di Kenegerian
hutan lindung adat sesuai aturan adat Rumbio dan seluruh ninik mamak serta anak
istiadat lokal. Berlakunya hukum adat di kemenakan berkewajiban untuk menjaga
Kenegerian Rumbio terbukti dapat menjaga Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio,
kelestarian Hutan Larangan Adat. terutama Datuk Ulak Simano selaku
Hutan Larangan Adat Rumbio memiliki penguasa Hutan Larangan Adat Kenegerian
luas 530 ha, yang kawasannya mencakup Rumbio. Secara adat, penerapan hukumnya
empat desa, yaitu Desa Padang Mutung, lebih cenedrung kepada efek jera (sanksi
Koto Tibun, Pulau Sarak dan Rumbio. Hutan sosial) yang didasarkan kepada rasa malu
ini dikelola oleh masyarakat adat, dan yang ditanamkan oleh agama bukan
telah tertata sejak dahulu sesuai dengan berdasarkan materi ataupun angka-angka.
ketentuan adat yang ada. Motto dan slogan dari masyarakat Adat
Kawasan hutan ini terbagi ke dalam delapan Kenegerian Rumbio yaitu ”hutan adalah
zona, yaitu yaitu zona Ngimbo Potai, zona warisan nenek moyang dan titipan dari
anak cucu kemenakan”. Untuk itu baik ninik
510 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

mamak selaku pemangku adat dan seluruh Hukum adat di Kenegerian Rumbio
masyarakat adat yang ada di Kenegerian memiliki peraturan yang sangat ketat
Rumbio selamanya berkewajiban untuk tentang hutan larangan adatnya terutama
menjaga dan melestarikan Hutan Larangan pengambilan hasil hutan berupa kayu. Jika
Adat Kenegerian Rumbio. Hal ini merupakan terjadi perusakan hutan larangan adat oleh
bentuk dari memegang amanah yang orang-orang yang tidak bertanggung jawab,
diwariskan oleh nenek moyang dan titipan terutama penebangan/pencurian kayu,
untuk anak cucu yang akan datang. maka orang tersebut akan diproses menurut
hukum adat yang berlaku di Kenegerian
Prinsip-prinsip dari masyarakat adat seperti Rumbio. Sanksi/hukuman yang diberikan
“manyanguok ayu ka kaki bukik, mancai kepada pelaku berupa denda (uang) sesuai
angin ka ate bukik, kabukik mandapek angin dengan kesepakatan para Ninik Mamak
kalugha mandapek ayu, ditonga-tonga diwaktu sidang, biasanya tiga kali lipat dari
ghimbo iduik”. Maksudnya, hidup ini perlu harga kayu yang dicuri. Denda yang dibayar
udara, air, sandang, papan, dan pangan. oleh pelaku akan digunakan untuk kegiatan
Semua itu disimpan, dikelola dan diproses sosial seperti merenovasi Musholla,
oleh hutan. Di dalam hutan ada berbagai sekolah, jalan dan lain sebagainya.
bentuk flora dan fauna, ada air dan udara
yang merupakan sumber kehidupan. Oleh b. Pengelolaan Hutan Adat Oleh
karena itu hutan perlu dijaga kelestariannya Masyarakat Adat Kasepuhan
oleh seluruh masyarakat demi kepentingan
semua masyarakat. Masyarakat adat memiliki pengetahuan
secara turun termurun dalam memelihara
Rencana pengelolaan hutan larangan dan memanfaatkan sumber daya hutan
disusun melalui musyawarah oleh yang ada disekitarnya. Dalam menjaga
ninik mamak pengelola hutan larangan keberlangsungan fungsi hutan, maka
bersama dengan anak kemenakannya, peran masyarakat adat dalam pengelolaan
yang sekarang tergabung dalam organisasi sumber daya hutan adat sangat diperlukan.
Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan
Hidup Sejati (SPKP). Kenegerian Rumbio Masyarakat Kasepuhan adalah suatu
memiliki peraturan khusus dalam menjaga komunitas yang dalam kesehariannya
kelestarian hutan larangan adatnya. menjalankan pola perilaku sosio-budaya
tradisional yang mengacu pada karakteristik
Dalam aturan adat Kenegerian Rumbio Sunda pada abad ke-18. Masyarakat
terdapat dua bentuk aturan dalam menjaga Kasepuhan sudah menerapkan pola
kelestarian hutan adatnya, yaitu peraturan pemanfaatan hutan yang berkelanjutan,
berupa larangan dan peraturan berupa dengan menggunakan sistem zonasi
hal yang boleh dilakukan. Hal-hal yang leuweung kolot, leuweung titipan dan
dilarang di dalam hutan larangan adat leuweung bukaan (Pratiwi et al., 2019).
adalah: menebang pohon tanpa izin dari
ninik mamak; membakar hutan; mengalih Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan,
fungsikan lahan hutan, berburu satwa, sejak awal keberadaannya hingga saat ini,
takabur jika memasuki hutan, berbuat eksistensi Kasepuhan Cisitu selain secara
maksiat dan berkata-kata kotor di dalam hukum telah diakui melalui Surat Keputusan
hutan. Adapun hal-hal yang boleh dilakukan Bupati Lebak, juga senantiasa menjaga
di dalam hutan larangan adat adalah dan melaksanakan semua aktivitas adat
mengambil kayu bakar, mengambil buah- istiadat yang ada dan berlaku bagi kesatuan
buahan yang telah matang dan melakukan masyarakat adat Kasepuhan Cisitu (Zakaria,
penelitian ilmiah. 2014).
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 511
Perhutanan Sosial

Struktur adat Kasepuhan Cisitu mempunyai maka masyarakat akan sejahtera, tenteram
fungsi dan peran masing-masing individu dan damai (Anonim, 2010).
dalam menjalankan tugas. Keberadaan
dan eksistensi Kasepuhan Cisitu telah Wilayah adat atau disebut sebagai
mendapatkan pengakuan dari Pemerintah wewengkon Kasepuhan Cisitu terletak di
Daerah Kabupaten Lebak, Banten, melalui sebelah selatan Pegunungan Halimun.
Surat Keputusan Bupati Lebak Nomor 430/ Secara administratif, wewengkon
Kep.318/Disporabudpar/2010 tentang ini terletak di Kecamatan Cibeber.
Pengakuan Keberadaan Masyarakat Adat Berdasarkan pemetaan partisipatif awal
Cisitu, Kesatuan Sesepuh Adat Cisitu Banten 2010 yang difasilitasi Aliansi Masyarakat
Kidul di Kabupaten Lebak tertanggal 7 Juli Adat Nusantara (AMAN), Jaringan Kerja
2010. Secara administrasi, Kasepuhan Cisitu Pemetaan Partisipatif (JKPP), dan Forest
berada di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Watch Indonesia (FWI), luas wewengkon
Lebak, Banten. Mata pencaharian utama Kasepuhan Cisitu 7.200 ha.
masyarakat adalah bertani. Khusus hasil Kasepuhan Cisitu mempunyai kearifan
pertanian padi, tidak diperjualbelikan, dalam mengelola wilayah adatnya. Hak atas
sementara hasil komoditas lainnya, boleh tanah dan pengelolaan wilayah berdasarkan
dijual (Anonim, 2010). kearifan tradisional membagi wewengkon
Kasepuhan Cisitu merupakan lembaga adat menjadi hutan titipan, hutan tutupan dan
memiliki struktur lembaga sendiri untuk lahan garapan/bukaan.
menjalankan aturan dan adat istiadat 1. Hutan titipan adalah kawasan hutan
yang mereka percayai dari leluhurnya. yang tidak boleh diganggu. Kawasan ini
Struktur kelembagaan adat di Kasepuhan biasanya dikeramatkan. Secara ekologis,
Cisitu sudah ada sejak sekitar tahun 1621. kawasan ini juga merupakan kawasan
Struktur lembaga adat ini merupakan tugas yang sangat penting dalam menjaga
yang diturunkan secara turun temurun lingkungan dan merupakan sumber
kepada anak dan incu putu (cucu), kecuali kehidupan.
Tutunggul lembur (Kasepuhan) yang dipilih 2. Hutan Tutupan; yaitu kawasan hutan
berdasarkan wangsit yang diterima. Konsep yang dimanfaatkan untuk kepentingan
yang dituturkan secara turun temurun yang kepentingan masyarakat. Umumnya,
berkaitan dengan pengelolaan lingkungan pemanfaatannya secara terbatas yaitu
hidup (wewengkon) dan menata kehidupan untuk pemanfaatan HHBK, tanaman
warga adat (incu putu). obat, rotan, madu. Kawasan ini juga
berfungsi sebagai penjaga mata air.
Kasepuhan Cisitu mempunyai konsep 3. Lahan Garapan yaitu kawasan budidaya
sebagai berikut; “tilu sapamulu, dua yang dimanfaatkan untuk sawah,
sakarupa, nu hiji eta-eta keneh”, yang artinya pemukiman, kebun dan prasrana lainnya.
adalah “tiga sejenis, dua yang serupa, satu Sistem penguasaan dan pengelolaan
yang itu-itu juga”. Konsep ini merupakan wilayah keseimbangan antara fungsi
prinsip atau aturan harus salaing sinergi dan konservasi dan budidaya (Anonim, 2010).
memiliki harmonisasi dalam masyarakat.
Tilu sapamulu adalah tiga unsur penegak Aturan adat yang berkaitan dengan
kebijakan yang harus diselaraskan dalam pengelolaan yaitu seren taun/sarah taun
penerapannya. Masyarakat adat Kasepuhan dan salapan taunan (bersih bumi). Konsep
Cisitu menganut hukum dari 3 unsur yang dituturkan secara turun temurun
tersebut yang terdiri atas nagara, syara berkaitan dengan pengelolaan wilayah dan
dan mohaka (negara, agama, dan adat). menata komunitasnya, berbunyi sebagai
Ketiganya jika dijalankan dengan benar berikut: “Tilu sapamulu, dua saka rupa
512 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

nu hiji eta keneh” artinya “Tiga sejenis, mengikuti aturan adat. Penanaman padi
dua yang serupa, satu yang itu-itu juga”. akan dilakukan jika sudah mendapatkan ijin
Konsep tersebut merupakan prinsip, yaitu dari Kaolotan atau pemimpin adat (waktu
aturan harus saling sinergi dan memiliki menanam ditentukan oleh ketua adat).
harmonisasi di masyarakat. Selain itu, mereka juga mengikuti aturan
masa panen, yaitu satu tahun kali.
Tiga sapamulu adalah tiga unsur penegak
kebijakan yang harus diselaraskan Selain bertani masyarakat Kasepuhan
penerapannya dalam masyarakat. Tiga Cisitu mempunyai sistem berkebun yaitu
unsur tersebut terdiri dari nagara, syara dikenal dengan Kebun Dudukuhan. Pola
dan mokaha (negara, agama dan adat). ini merupakan pemanfaatan lahan bekas
Satu contoh keputusan dari penerapan ladang yang ada disekitar pemukiman
hukum adat adalah tradisi bercocok tanam dan ditanami pohon, buah-buahan, kayu-
di Kasepuhan Cisitu menggunakan kalender kayuan, bambu, aren, rumbia atau kirai dan
musim yang ditandai dengan munculnya tanaman sayuran yang hasilnya digunakan
Bintang Kidang dan Keurti (Anonim, 2010). untuk kebutuhan sehari-hari dan dijual.
Tahapan dalam berkebunumumnya
Sebagian besar incu putu (warga adat) menggunakan langkah-langkah yaitu
Kasepuhan Cisitu, atau sekitar 95 %, nyacar, ngebakar, menanam, ngeberak,
mempunyai matapencaharian sebagai diremui atau menggemburkan tanah.
petani. Dalam bertani, warga adat

Bahan Bacaan

Alam, S., Supratman., dan Yusuf, Y. (2003). Pengelolaan hutan desa di Sulawesi Selatan.
Makalah disusun pada Seminar Nasional Hutan Desa, Yogyakarta. 
Anatika, E., Kasyono, H., Febryano, I.G., Banuwa, I.S., Pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten
Tulang Bawang Barat. Jurnal Sylva Lestari 7 (1), 42-51.
Anonim. (2010). Masyarakat adat Cisitu. Diambil kembali dari http://adatnusantara.blogspot.
com/2010/12/kasepuhan-cisitu.html)
Anonim. (2018). Perhutanan sosial: Pengertian, skema, PIAPS, dan implementasinta. Diambil
kembali dari https://www.dkn.or.id/2018/07/26/perhutanan-sosial-pengertian-
skema-piaps-dan-implementasi/
Anonim. (2020). Statistik perhutanan sosial. Dipetik Oktober 21, 2020 dari http://pkps.
menlhk.go.id/index/index#statistik. Diakses 21 Oktober 2020. 
Astuti, I. (2019). Hati-hati kelola perhutanan sosial di lahan gambut. Dipetik Oktober 25, 2020
dari https://mediaindonesia.com/read/detail/274403-hati-hati-kelola-perhutanan-
sosial-di-ekosistem-gambut
Awang, S.A. (2010). Hutan desa : Realitas tidak terbantahkan sebagai alternatif model
pengelolaan hutan di Indonesia. Dipetik September 30, 2010 dari http://sanafriawang.
staff.ugm.ac.id/hutan-desa-realitas-tidakerbantahkan-sebagaialternatif-model-
pengelolaan-hutan-di-indonesia.html.
Bambang S. (2020). Kearifan lokal dan hutan adat. Diambil dari https://perempuan.aman.
or.id/wp-content/uploads/2020/07/
Departemen Kehutanan. (1995). Keputusan Menteri Kehutanan No.622/Kpts-II/1995 tentang
Pedoman Hutan Kemasyarakatan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 513
Perhutanan Sosial

Departemen Kehutanan. (1995). Keputusan Menteri Kehutanan No. 206/Kpts-II/1995 tentang


Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pembuatan Hutan Tanaman Rakyat. Jakarta:
Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (1995). Surat Keputusan Menteri Kehutanan (Kepmenhut) No.
622 Tahun 1995 tentang Pedoman Hutan kemasyarakatan.  Jakarta: Departemen
Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (1997). Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-II/1997
tentang Pengertian atau Definisi Mengenai Hutan Rakyat. Jakarta: Departemen
Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2001). Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2004). Permenhut No. P.02/ Menhut-V/2004 tentang Pedoman
dan Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
Lahan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. (1998). Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan (Kepmenhutbun) No. 677/1998, tentang Hutan Kemasyarakatan. Jakarta:
Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. (1999). Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No 865/Kpts-II/1999 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan 677/Kpts-II/1998 tentang Hutan Kemasyarakatan. Jakarta:
Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. (1999). Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No. 865 Tahun 1999 tentang Penyempurnaan Kepmenhut dan Perkebunan
No 677/1997 tentang Hutan Kemasyarakatan. Jakarta: Departemen Kehutanan dan
Perkebunan.
Desmantoro, D., Wijayanto, N., & Sundawati, L. (2016). Kelayakan Program Hutan Desa di Desa
Tanjung Aur II Kecamatan Pino Raya Kabupaten Bengkulu Selatan. JURNAL Penelitian
Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 13(2), 85-106.
Diantoro, TD. (2018). Regulasi peluang hukum percepatan perhutanan sosial di Jawa dalam
Bunga rampai: Strategi percepatan TORA dan perhutanan sosial (35 – 56). Bogor, Jawa
Barat: Konsorsium KpSHK.
Dinas Kehutanan Kabupaten Kampar. (2010). Buku data kehutanan Kabupaten Kampar. Riau:
Dinas Kehutanan Kabupaten Kampar.
Direktorat Jendral Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. 2018. Laporan Kinerja 2018.
Jakarta: Direktorat Jendral Perhutanan Sosial dan Kemitraan.
Ditjen PSKL, Kantor Staf Presiden dan The Asia Foundation. 2017. Panduan Pengajuan
Perhutanan Sosial. Leaflet
Ekawati, S., Suharti, S., Anwar, S. (2019). Bersama membangun perhutanan sosial. Bogor: IPB
Press.
Ekawati, S., Yuniati, D & Sumirat, B.K. (2020).  Hutan kemasyarakatan: Skema tertua
permberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam Bersama Membangun Perhutanan
Sosial. Ekawati, S., Yuniati, D & Sumirat, B.K. (Editor). Bogor: IPB Press.
Firdaus, G. (2018). Perijinan: Proses permohonan perhutanan sosial dalam Bunga Rampai:
Strategi Percepatan TORA dan Perhutanan Sosial (57-63). Bogor, Jawa Barat. :
Konsorsium KpSHK.
Firdaus, Y A. (2018). Panduan praktis penerapan kebijakan perhutanan sosial: Kerangka
514 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan SosialPerhutanan Sosial

percepatan reformasi tenurial hutan. Bogor: CIFOR.


Hery, S. (2008). Selamat datang Hutan Desa. Warta Tenure, 5. Dipetik Oktober 7, 2020 dari
www.wgtenure.org/file/Warta.../Warta_Tenure_05e.pdf.
Irawanti, S., Syamsoedin, I., Herawati, T., dan Subarudi. (2014). Perhutanan Sosial dalam Buku
Panduan Kehutanan Indonesia. Tidak diterbitkan.
Kementerian Kehutanan. (2005). Peraturan Menteri Kehutanan No. P.26/Menhut-II/2005,
tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak/Rakyat. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2006). Peraturan Menteri Kehutanan No. P.51/Menhut-II/2006
tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) untuk Pengangkutan Hasil
Hutan Kayu yang Berasal dari Hutan Hak. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2007). Peraturan Menteri Kehutanan No. P.23/2007 teantang Tata
Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada HTR Dalam Hutan
Tanaman. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2007). Peraturan Menteri Kehutanan No. 37/Menhut-II/2007
tentang Hutan Kemasyarakatan. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2008). Peraturan Menteri Kehutanan No. P.49 Tahun 2008 tentang
Hutan Desa. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2010). Permenhut No. P.14 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa.
Jakarta: Kementerian Kehutanan
Kementerian Kehutanan. (2011). Permenhut No. P.53 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa.
Kementerian Kehutanan. (2009). Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009) tentang Standard dan
Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas
Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2010). Peraturan Menteri Kehutanan No. 24/ Menhut-II/2010
tentang Penyelenggaraan Kebun Bibit Rakyat. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2011). Permenhut No. P. 16/Menhut-II/2011 tentang Program
Nasional Pemberdayaan (PNPM). Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2012). Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.30/MENHUT-II/2012
tentang Penataan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak. Jakarta: Kementerian
Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2013). Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.3201/Menhut-
II/Kum/2013 tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat.
Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2013). Peraturan Menteri Kehutanan No. 9 Tahun 2013 tentang
Hutan Rakyat. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2013). Peraturan Menteri Kehutanan No. P.39/Menhut-II/2013
tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui Kemitraan Kehutanan. Jakarta:
Kementerian Kehutanan
Kementerian Kehutanan. (2014). Permenhut No. P.89 Tahun 2014 mengenai Hutan Desa.
Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Kementerian Kehutanan. (2014). Peraturan Menteri Kehutanan No. P.88/Menhut-II/2014
tentang Hutan Kemasyarakatan. Jakarta: Kementerian Kehutanan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2015). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan No. P.32/Menlhk-Setjen/2015 tentang Hutan Hak. Jakarta: Kementerian
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 515
Perhutanan Sosial

Lingkungan Hidup dan Kehutanan


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2016). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan No. P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016  tentang Perhutanan Sosial.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2017). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan No. P.39/MENLHK/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang Perhutanan Sosial di
wilayah kerja Perum Perhutani. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2017). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan No. P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang Pemberdayaan
Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Jakarta:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018). Status hutan & kehutanan Indonesia.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan No. P.37/MENLHK/Setjen/Kum.1/7/2019 tentang Perhutanan Sosial
Pada Ekosistem Gambut. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019). Surat Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK. 7087/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/8/2019
tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK) antara KTH
Harapan Sejahtera dengan BP2TPTH Ciheuleut-Bogor seluas ± 10,75 Ha pada KHDTK
Parungpanjang di Desa Jagabaya, Kec. Parungpanjang, Kab. Bogor, Prov. Jawa Barat.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019). Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P21/MENLHK/Setjen/KUM.1/4/2019
tentang Hutan Adat dan Hutan Hak.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan No. P.21/Menlhk-Setjen/2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019). Keputusan Menteri LHK No. SK.312/
MenLHK/Setjen/PSKL.1/4/2019 tentang Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif  Hutan
Adat Fase I. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2020). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan No. 11/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2020 tentang Hutan Tanaman
Rakyat. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2020). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan No. P.16/MENLHK/SETJEN/SET.1/8/2020 tentang Rencana Strategis
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2020-2024. Jakarta: Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kaskoyo H., Mohammed AJ., and Inou M. (2014). Present State of Community Forestry (Hutan
Kemasyarakatan/HKm) Program in a Protection Forest and Its Challenges: Case Study in
Lampung Province, Indonesia. Journal of Forest Science, 30 (1), 15-29.
Kastanya, A., Tjoa, M., Mardiatmoko, G., Latumahina, F., Bone, I., Aponno, H. (2018). Kajian
Dampak Perhutanan Sosial Wilayah Maluku-Papua. Prosiding Seminar Nasional
Perhutanan Sosial dan Rempah-Rempah Provinsi Maluku. Papua: Balai Perhutanan
Sosial dan Kemitraan Lingkungan Maluku dan Papua.
Martin, E. (2020).  Hutan desa: Menghadirkan negara dalam tata kelola lokal dalam buku
516 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perhutanan Sosial

Bersama Membangun Perhutanan Sosial. Bogor: IPB Press.


Pratiwi R, Nitibaskara T.U, Salampessy M.L. (2019). Kelembagaan masyarakat dalam
pengelolaan hutan adat: Studi kasus di Kasepuhan Pasir Eurih, Desa Sindanglaya,
Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jurnal Belantara 2 (1), 62-69.
Prayitno, DE. (2020). Kemitraan Konservasi sebagai upaya penyelesaian konflik tenurial dalam
pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia,
6(2), 184 – 209.
Reisha, T. (2019). Hingga Februari 2019, KLHK sudah tetapkan 7 hutan adat. Diambil
dari https://news.detik.com/berita/d-4452085/hingga-februari-2019-klhk-sudah-
tetapkan-7-hutan-adat.
Republik Indonesia. (1945). Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Republik Indonesia. (1967).  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kehutanan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 No. 8.
Republik Indonesia. (1979). Undang-Undang (UU) No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 No. 56.
Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 67.
Republik Indonesia. (2007). Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 No.22.
Republik Indonesia. (2007). Peraturan Presiden No. 89/2007 tentang Gerakan Rehabilitasi
Hutan Lahan atau Gerhan
Republik Indonesia. (2014.). UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 No. 7.
Rachman, N.F. (2014). Masyarakat hukum adat adalah bukan penyandang hak, bukan subjek
hukum, bukan pemilik wilayah adat. Wacana Jurnal Transformasi Sosial 33 (16), 25-48
Salam, S. (2016). Perlindungan hukum masyarakat adat. Jurnal Hukum Novelty, 7 (2), 209–224.
Santoso, I. B. (2019). Implementasi program pengelolaan hutan bersama masyarakat di hutan
Potorono Desa Sambak BPKPH Magelang KPH Kedu Utara Divisi Regional Jawa Tengah.
Doctoral Dissertation, Faculty of Sosial and Political Science, UNDIP.
Sanudin, Awang, S.A., Sadono, R., & Purwanto, R.H. (2016). Perkembangan hutan
kemasyarakatan di Provinsi Lampung.  Jurnal Manusia dan Lingkungan, 23(2), 276-283.
Usman, A.W. (2013). Penguasaan dan penetapan hutan adat setelah putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012. Jurnal Beraja Niti, 2 (12), 1-12.
Waznah. (2006). Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.  Jurnal Lingkungan Hidup,
6(1), 1-6.
Wiati, B C., Indriyanti, Y S., Angi, M E. (2019). Implementasi kemitraan kehutanan dan
permasalahannya di tingkat tapak. Dalam Bersama Membangun Perhutanan Sosial.
Bogor: IPB Press.
Widarti , A. (2005). Gerhan : Hutan rakyat lebih menjanjikan penyediaan kayu, pangan,
dan pelestarian lingkungan. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang hutan dan
Konservasi Alam. Bogor: Pusat Litbang dan Konservasi Alam. 
Widarti , A dan Sukaesih. (2005). Karakteristik kebun campuran. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam, ll, 6. Pusat Peneltian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi
Alam, Bogor.
Widarti, A. (2006). Strategi pengembangan hutan rakyat. Prosiding Konservasi dan Rehabilitasi
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 517
Perhutanan Sosial

Sumber Daya Hutan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi
Alam.
Widarti, A dan N. Mindawati. (2007). Dasar pemilihan jenis pohon untuk hutan rakyat.
Prosiding Gelar teknologi Pemanfaatan IPTEK. Pusat Peneltian dan Pengembangan
Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.
Widarti, A. (2009). Multi fungsi hutan rakyat pola kebun campuran (Multi function of Small
Scale Private Forest by Using Mix Farming Pattern). Seminar nasional MAPEKI, Bandung.
Widarti, A. (2011). Formulasi perencanaan pola tanam  pada hutan rakyat. Makalah pada
Seminar Nasional MAPEKI, UGM, Jogyakarta.
Widayanti WT. (2012). Gaya hidup masyarakat agroforestri herbal dalam mewujudkan
kesejahteraan sosial di Kabupaten Kulon Progo. Laporan Thematic Research Grants,
2011. 
Widiati, A.  (2003). Kajian kredit usaha hutan rakyat dengan pola kemitraan di Jawa Barat.
Buletin Penelitian Hutan, 635.
Widiyanto J, Hairul B., dan Dahlan. (2012). Potensi dan strategi pengembangan hutan rakyat
di Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan 1 (1), 1-9.
Wiratno. (2017). “Perebutan” ruang kelola: refleksi perjuangan dan masa depan perhutanan
sosial di Indonesia. Disampaikan Pada Pidato Dies Natalis Fakultas Kehutanan Ugm
Ke-54.
Wiratno. (2018). Sepuluh cara baru kelola kawasan konservasi di Indonesia: Membangun
organisasi pembelajar. Jakarta: Ditjen KSDAE KLHK.
Wiyono, E. B., & Santoso, H. (2009). Hutan desa: kebijakan dan mekanisme kelembagaan.
Working Group Pemberdayaan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Wulandari C. (2018). Policies That Transform Shifting Cultivation, and Encourage Community-
Based Forest Management in Lampung Province, Indonesia. CABI.
Zakaria R.Y. (2014). Kriteria masyarakat (hukum) adat dan potensi implikasinya terhadap
perebutan sumberdaya hutan pasca-putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012. Wacana
Jurnal Transformasi Sosial , 33 (16), 99-135.
Zakaria, R. Y. (2016). Strategi pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat (hukum) adat:
Sebuah pendekatan sosio-antropologis 1. Bhumi, 2, 133–150.
Jelutung Muda di Ujung Senja
Suningsih
BAB VIII
PERUBAHAN IKLIM
SEKTOR KEHUTANAN

Dalam tataran global, dikenal ada empat terjadi adalah perubahan cuaca atau iklim
sektor yang berkontribusi terhadap sehingga menjadi ancaman bagi planet
peningkatan gas rumah kaca yang bumi.
berdampak kepada perubahan iklim. Ke-
empat sektor tersebut adalah energi Perbedaan antara cuaca dan iklim adalah
(termasuk industri dan transportasi), pada rentang waktunya. Cuaca adalah
pertanian, limbah serta kehutanan dan kondisi sehari-hari yang terjadi di atmosfer,
perubahan lahan. sementara iklim adalah karakteristik
atmosfer selama periode yang relatif lama,
Keberadaan dan kelestarian hutan ternyata seperti beberapa tahun, dekade atau abad.
sangat penting terhadap kondisi iklim. Perubahan iklim merupakan perubahan
Pemanasan global yang sudah dan akan rata-rata dari cuaca harian pada jangka yang
terus menimbulkan berbagai bencana panjang. Perubahan iklim ditandai dengan
alam di permukaan bumi, dapat dicegah musim panas yang berlangsung lebih panas
dan dikurangi melalui pembangunan atau lebih banyak turun hujan pada waktu
dan pengelolaan hutan yang lestari. tertentu.
Pengetahuan tentang bagaimana peran
hutan dalam perubahan iklim tersebut Peningkatan suhu rata-rata atau semakin
dikemukakan sebagai berikut. panasnya planet bumi adalah akibat
langsung dari peningkatan gas rumah kaca
A. Pengertian yang dihasilkan oleh kegiatan manusia. Efek
rumah kaca (geenhouse effect) tersebut
Perubahan iklim (climate change) dapat merupakan efek yang ditimbulkan ketika
didefinisikan sebagai suatu perubahan gas-gas rumah kaca menahan radiasi balik
rata-rata jangka panjang yang ditentukan matahari yang dipancarkan bumi dalam
dari nilai tengah parameter cuaca dalam bentuk panas sehingga memanaskan
mengukur kondisi iklim atau variabilitasnya. atmosfer bumi.
Paramater tersebut antara lain termasuk
suhu udara, curah hujan dan kecepatan Beberapa gas rumah kaca penting yang
angin. berkontribusi terhadap pemanasan global
adalah:
Perubahan iklim tersebut disebabkan
1. Karbon diokasida (CO2), adalah gas yang
oleh pemanasan global (global warming).
terdapat diatmosfer, dihasilkan sebagai
Pemanasan global adalah meningkatnya
produk sampingan dari pembakaran,
suhu rata-rata atmosfer bumi dari tahun
contohnya, bahan bakar fosil dan
ke tahun yang menyebabkan terjadinya
biomasa yang membusuk atau terbakar.
perubahan iklim. Secara sederhana
Karbon dioksida juga dapat dilepaskan
pemanasan global adalah peningkatan
ketika terjadi kegiatan alihguna lahan
suhu-rata permukaan bumi dalam jangka
dan kegiatan industri.
panjang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan suhu rata-rata 2) Metana (CH4), gas yang dihasilkan dari
yang mengkhawatirkan. Dampak yang aktivitas mikro-organisme, sawah dan
gas alam.
520 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

3) Nitrogen Oksida (NO), yang dihasilkan Selain itu, suhu rata-rata yang meningkat
dari kegiatan pertanian melalui telah mencairkan es di kutub sehingga
pemupukan tanaman permukaan laut meningkat. Peningkatan
4) Chloro Fluro Carbon (CFC), gas yang tinggi muka air laut telah dan akan
digunakan dalam proses pendinginan mengancam keberadaan pulau-pulau kecil
seperti kulkas dan pendingin ruangan. dan wilayah yang berada di sepanjang
pantai.
Planet bumi diselimuti oleh lapisan atmosfer
yang terdiri dari bermacam-macam gas
B. Peranan Hutan terhadap Perubahan
dengan fungsi yang berbeda-beda. Gas-
Iklim
gas yang berfungsi dalam menjaga suhu
bumi dikenal sebagai gas rumah kaca atau Berdasarkan laporan Indonesia kepada
green house gasses. Gas tersebut sangat badan dunia yang menangani isu
dibutuhkan agar panas dibumi tetap terjaga perubahan iklim (UNFCCC), emisi sektor
untuk kelangsungan kehidupan manusi dan kehutanan masih merupakan yang terbesar
mahluk lainnya. Tanpa gas tersebut, bumi dibandingkan sektor lainnya (50% dari
ini akan manjadi sangat dingin sehingga total emisi CO2). Berdasarkan pulau, emisi
kehidupan tidak mungkin bertahan. dari sektor kehutanan terbesar terjadi
di Kalimantan dan Sumatra. Meskipun
Disebut gas rumah kaca karena cara kerja
demikian, untuk tingkat global, emisi dari
gas-gas tersebut sama dengan cara kerja
sektor lahan termasuk kehutanan hanya
rumah kaca. Rumah kaca berfungsi untuk
18%. Emisi terbesar dihasilkan dari sektor
menahan sinar matahari didalamnya
energi yaitu penggunaan bahan bakar
agar ruangan menjadi hangat yang
fosil termasuk transportasi, industri dan
memungkinkan untuk tanaman tumbuh dan
pembangkit listrik.
berkembang dengan baik. Dengan demikian
cara kerja gas rumah kaca adalah dengan Dalam konteks perubahan iklim, hutan
menyerap radiasi dari sinar matahari dan dapat berperan baik sebagai penyerap/
menjaga agar bumi tetap hangat. Dalam penyimpan karbon maupun pengemisi
kondisi yang seimbang, GRK memberikan karbon. Deforestasi dan degradasi
manfaat yang luar biasa bagi mahluk hidup meningkatkan emisi, sedangkan aforestasi,
untuk dapat hidup dan berkembang. reforestasi dan kegiatan penanaman lainnya
serta konservasi hutan meningkatkan
Tragedi lingkungan akan terjadi apabila
serapan. Dalam pengelolaan hutan lestari
aktivitas manusia mengakibatkan
penyerapan karbon merupakan jasa yang
peningkatan gas rumah kaca di atmosfer.
dapat diberikan oleh sektor kehutanan.
Kebanyakan gas rumah kaca ini dihasilkan
Sebaliknya kegiatan kehutanan yang
oleh pembakaran bahan bakar fosil
berhubungan dengan serapan karbon akan
pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik
mendukung pengelolaan hutan lestari.
modern, pembangkit tenaga listrik,
Misalnya kegiatan aforestasi, reforestasi
pertanian, deforestasi dan degradasi hutan
dan mencegah deforestasi.
dan kegiatan pembangunan lain yang tidak
ramah lingkungan. B.1. Hutan Sebagai Sumber Emisi Gas
Rumah Kaca
Akibat dari perubahan iklim mulai banyak
kejadian banjir, kekeringan dan pola Emisi GRK yang terjadi di sektor kehutanan
musim hujan yang tidak menentu. Hal ini Indonesia bersumber dari deforestasi
mengakibatkan berubahnya pola tanam dan degradasi hutan. Keduanya selain
dan mendukung terjadinya gagal panen. secara langsung mengakibatkan terjadinya
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 521
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

kehilangan sumberdaya hutan serta fungsi perubahan iklim dapat dibagi menjadi tiga
hutan sebagai penyeimbang ekosistem, kategori yaitu konservasi, peningkatan
juga mempengaruhi konsentrasi gas serapan karbon dan substitusi penggunaan
rumah kaca CO2 di atmosfer yang berakibat bahan bakar fosil dengan biomas. Kegiatan
pada peningkatan suhu permukaan bumi konservasi meliputi perlindungan hutan
yang selanjutnya mendorong terjadinya dari deforestasi dan degradasi akibat
perubahan iklim. aktivitas manusia. Peningkatan serapan
dilakukan melalui kegiatan perluasan hutan
Ketika hutan ditebangi dan dibakar, tanaman. Kegiatan yang telah dilakukan
maka sebagian besar masa hayati yang untuk menunjang peningkatan peran hutan
dikandung oleh cabang, ranting dan sebagai penyerap karbon adalah misalnya
dedaunan dari tanaman hutan tersebut, Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
akan terurai dan menghasilkan gas rumah (Gerhan), pembangunan hutan tanaman
kaca dan menaikkan konsentrasi gas industri (HTI), hutan rakyat, agroforestri
tersebut di atmosfer. Kegiatan lain yang dan kegiatan penanaman lainnya.
juga berkontribusi besar terhadap besarnya
emisi adalah kegiatan pemanfaatan
lahan gambut khususnya dengan cara C. Mitigasi Perubahan Iklim Sektor
pembakaran. Hal ini karena lahan gambut Kehutanan
merupakan lahan yang lebih dari 95% Berbeda dengan sektor energi yang
bahan penyusun tanahnya adalah bahan dengan jelas mengkibatkan emisi dari
organik (sisa tanaman), sehingga lahan setiap penggunakan bahan bakar fosil,
gambut merupakan penyimpan karbon sektor kehutanan dapat berfungsi
yang sangat besar. sebagai pengemisi (emiter) dan penyerap
Sumber emisi dari kehutanan yang penting (sequester). Kegiatan Sektor Kehutanan
adalah kebakaran hutan. Dalam suatu yang dapat menurukan konsentrasi GRK
kebakaran hutan terjadi peristiwa kimia sebagai kegiatan mitigasi pada dasarnya
yang mengubah biomasa hutan menjadi dibagi menjadi kategori utama: konservasi
CO2, uap air serta menghasilkan panas. karbon hutan dan kegiatan yang menambah
Besarnya jumlah CO2 dan CO yang dihasilkan stok karbon melalui berbagai kegiatan
dari kebakaran hutan yang mencapai penanaman. Secara umum berbagai
96%, memberikan kontribusi yang nyata kegiatan mitigasi sektor kehutanan adalah
terhadap terjadinya peningkatan suhu. sebagai berikut:

B.2. Peranan Hutan sebagai Penyerap C.1. Konservasi Karbon Hutan


Karbon (Carbon Sink) Pada prinsipnya kegiatan konservasi
Ekosistem hutan didominasi oleh pohon karbon hutan adalah mencegah dan
dan karbon merupakan kandungan utama mengendalikan agar cadangan karbon
dalam biomasa pohon. Kurang lebih yang tersimpan dalam hutan tidak terlepas
setengah dari berat kering (biomasa) pohon ke atmosfer. Kegiatannya dapat berupa
merupakan karbon. Dengan menjaga dan pencegahan terjadinya deforestasi dan
meningkatkan jumlah pohon di areal hutan degradasi, penetapan kawasan konservasi
maka hutan semakin banyak menjerap dan lindung, serta praktek teknik silvikultur
pohon dan berperan besar dalam mitigasi hutan yang lebih baik dan kegiatan lainnya.
perubahan iklim. a. Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan
Kegiatan di sektor kehutanan yang secara Degradasi Hutan (REDD+)
potensial dapat menekan terjadinya
522 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

REDD adalah mekanisme yang sedang dengan penanaman juga dilakukan pada
dibangun oleh masyarakat internasional areal yang rusak agar kondisi hutan
guna mencegah terjadinya kerusakan dapat pulih seperti semula. Saat ini juga
hutan berupa deforestasi atau degradasi sedang dikembangkan sistem silvikultur
yang berkontribusi nyata terhadap intensif yang didasarkan kepada tiga
peningkatan GRK di dunia. REDD unsur utama yakni penanaman dengan
selanjutnya berkembang menjadi jenis yang sesuai (kualitas bibit yang baik
REDD+ yang memasukkan upaya dari hasil pemuliaan jenis), memperbaiki
konservasi, pengelolaan hutan lestari lingkungan pada lokasi penanaman dan
dan peningkatan stok karbon sebagai pengendalian hama terpadu.
mekanisme penurunan emisi GRK.
d. Konservasi Lahan Gambut
b.
Penetapan Kawasan Hutan Lindung/
Kawasan Konservasi Dari 188 juta ha luas daratan Indonesia,
sekitar 14,9 juta ha diantaranya adalah
Hutan lindung merupakan kawasan lahan gambut dengan kedalaman yang
hutan yang mempunyai fungsi bervariasi. Lahan gambut mempunyai
perlindungan (terutama sebagai cadangan karbon yang tinggi. Gambut
pengatur tata air, pencegah erosi, banjir dengan kedalaman 1 meter mempunyai
dan kekeringan) dan kawasan konservasi kandungan karbon sekitar 600 ton C/ha
merupakan kawasan yang ditetapkan (Page et al, 2002), sedangkan biomas
guna mempertahankan biodiversitas. hutan gambut hanya mengandung sekitar
Penetapan kawasan lindung dan kawasan 200 ton C/ha. Sebagai pembanding,
konservasi tidak secara langsung tanah mineral hanya mengandung 20-
menghasilkan keuntungan berupa kayu, 80 ton C/ha dan hutan primer diatasnya
akan tetapi hal ini akan mengkonservasi mengandung sekitar 300 ton C/ha (Agus,
karbon di hutan, mempertahankan 2007). Mengingat kandungan karbon
biodiversity dan bermanfaat dalam yang sangat tinggi di hutan gambut,
mengatur tata air, mencegah erosi perlu penanganan lahan gambut yang
dan banjir. Upaya peningkatan jumlah lebih hati-hati termasuk konservasinya.
kawasan lindung dan konservasi juga
perlu didukung oleh upaya pengamanan Upaya konservasi di lahan gambut
hutan sehingga tidak terjadi gangguan dilakukan dengan menghindari
hutan seperti kebakaran, pembalakan deforestasi hutan gambut dan
liar, perambahan dan sebagainya. memperbaiki sistem pengelolaan lahan
gambut agar tidak terjadi pengeringan
c. Perbaikan Teknik Penebangan/Silvikultur lahan gambut yang berpotensi
menimbulkan kebakaran.
Perbaikan praktek pengelolaan hutan
diantaranya dilakukan melalui kegiatan C.2. Peningkatan Serapan Karbon
pemanenan hutan yang lebih baik (ramah
lingkungan). Teknologi pemanenan yang Kegiatan peningkatan jumlah stok karbon
ramah lingkungan diupayakan untuk umumnya dilakukan melalui pembuatan
mengurangi kerusakan hutan serta tanaman. Mekanisme pembangunan
kerusakan tanah akibat pohon yang bersih yang dihasilkan dari pertemuan
ditebang. Kerusakan dapat dikurangi Kyoto (Kyoto Protokol) memungkinkan
melalui pengaturan arah tebang yang negara berkembang ikut serta dalam
lebih baik dan jalan sarad yang terencana mekanisme ini, melalui pengembangan
dengan baik. Selain itu upaya pengayaan proyek Afforestation Reforestation Clean
Development Mechanism(A/R CDM).
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 523
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

Berbagai kegiatan kehutanan yang telah peraturan adalah pada lahan hutan yang
dilaksanakan selama ini yang dapat kurang produktif dan areal padang alang-
dianggap sebagai kegiatan mitigasi adalah alang. Jenis-jenis tanaman untuk HTI terdiri
pembangunan HTI, hutan rakyat, hutan dari jenis tanaman kayu pertukangan yang
tanaman rakyat, reboisasi (penghutanan memiliki daur panjang (25–60 tahun),
kembali kawasan hutan yang telah rusak), tanaman daur pendek untuk HTI pulp dan
dan penghijauan (penanaman tanaman tanaman hasil hutan bukan kayu.
tahunan di lahan milik). Selain itu secara
nasional kegiatan telah dilaksanakan Jenis tanaman HTI yang banyak
kegiatan yang menyangkut penanaman dikembangkan diantaranya untuk kayu
pohon. Instruksi Presiden tentang Reboisasi pertukangan adalah jati (Tectona grandis),
dan Penghijauan dilaksanakan selama Orde mahoni (Swietenia macrophylla), damar
Baru dan Gerakan Nasional Rehabilitasi (Agathis spp.) dan jenis lain. Sedangkan
Hutan dan Lahan (Gerhan) sejak tahun tanaman penghasil pulp dan rotasi pendek
2003. yang banyak dikembangkan terutama di
luar Jawa adalah Acacia mangium, Acacia
Mekanisme internasional pembangunan crassicarpa, Eucalyptus spp, Pinus merkusii,
bersih (CDM) memungkinkan kegiatan dan Paraserianthes falcataria. Tanaman
penanaman mendapatkan insentif penghasil non kayu diantaranya adalah
berdasarkan jumlah karbon yang dapat rotan, getah pinus, kayu putih, madu dan
diserap melalui kegiatan penanaman. tanaman obat.
Indonesia sesungguhnya memiliki potensi
yang tinggi untuk mengaplikasikan CDM, Agroforestri adalah kegiatan yang
dengan upaya penanaman jenis pohon pada memiliki potensi yang cukup baik untuk
hutan yang telah terdegradasi atau lahan meningkatkan rosot karbon, dalam bentuk
kritis. Jika lahan yang telah terdegradasi biomas tanaman dan tanah. Bentuk umum
tersebut dapat direhabilitasi dengan dari praktek agroforestri adalah penanaman
metode konservasi yang tepat, maka campuran antara tanaman pertanian dan
areal tersebut berpotensi sebagai media kehutanan dan penanaman tanaman
pengurangan emisi dengan membangun pembatas dan penaung untuk produktivitas
rosot karbon (carbon sink) yang baru, tanaman pokok, perlindungan tanah dan
yaitu melalui aktivitas pembuatan hutan angin.
tanaman dengan metode pengelolaan yang Reboisasi, adalah program yang bertujuan
tepat. untuk menghutankan kembali lahan kritis
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan padang alang-alang. Sebagian besar
dan Lahan (Gerhan) merupakan salah pohon yang ditanam untuk reboisasi
satu kegiatan yang berhubungan dengan pada lahan kritis tidak dieksploitasi tetapi
perubahan iklim di sektor kehutanan. diutamakan untuk kepentingan konservasi
Kegiatan Gerhan dilakukan untuk tanah.
mengurangi laju deforestasi. Kegiatan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), adalah
Gerhan adalah kegiatan multisektoral yang hutan tanaman pada kawasan hutan
melibatkan pemerintah pusat, pemerintah produksi yang dibangun oleh perorangan
provinsi dan kabupaten. atau koperasi untuk meningkatkan potensi
HTI dikembangkan terutama untuk dan kualitas hutan produksi dengan
memenuhi kebutuhan akan bahan baku menerapkan sistem silvikultur yang
industri kayu yang tidak bisa dipenuhi dari menjamin kelestarian sumber daya hutan.
hutan alam. Lokasi tanaman HTI menurut Dengan mengedepankan prinsip keadilan,
524 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

masyarakat akan diberikan akses untuk ikut nelayan karena tidak dapat melaut, abrasi
membangun HTR dalam sekala kecil dan pantai, bibit mangrove dan ajir roboh
menengah dalam luasan 5-15 ha per kepala diterpa gelombang, dan meningkatnya
keluarga (KK). ketergantungan masyarakat terhadap
hutan.
Penghijauan/Hutan Rakyat (HR), adalah
tanaman kayu-kayuan yang dikembangkan Adanya dampak negatif terhadap kehidupan
di lahan milik. Jenis yang dipergunakan masyarakat tersebut mengharuskan
disesuaikan dengan jenis yang sesuai masyarakat untuk beradaptasi agar dapat
dengan lokasinya, masyarakat sudah tetap bertahan hidup pada iklim yang
memahami teknik budi dayanya dan sudah berubah dan cuaca ekstrim. Dalam
pemasaran hasilnya sudah dipahami melakukan upaya adaptasi tersebut,
masyarakat yang mengusahakannya. masyarakat tidak selamanya melakukannya
Pemerintah biasanya menyediakan bibit sendiri. Di beberapa daerah masyarakat
dan masyarakat melakukan penanaman mendapat bantuan dan pendampingan.
dan pemeliharaan. Jenis yang ditanam Mampu/tidaknya masyarakat bersama para
pada umumnya memiliki rotasi pendek pendamping dalam menanggulangi dampak
yang menghasilkan kayu pertukangan dan yang tidak diinginkan dari perubahan iklim
kayu bakar. menggambarkan kerentanan mereka.
Adaptasi merupakan sebuah tindakan
D. Mitigasi Perubahan Iklim Sektor sistem untuk menyesuaikan atau atau
Kehutanan merespon terhadap dampak perubahan
Perubahan iklim dunia telah mengakibatkan iklim. Dengan kata lain, kegiatan mitigasi
terjadinya iklim ekstrim seperti kekeringan, merupakan kegiatan yang mengurangi
angin kencang, ketidak aturan musim, dan sumber dan/atau meningkatkan rosotnya
peningkatan permukaan air laut. Kondisi gas rumah kaca. Sedangkan kegiatan
ini mempengaruhi ekosistem hutan dan adaptasi langsung menangani dampak atau
berpotensi mengancam jutaan penduduk, resiko dari perubahan iklim tersebut.
baik yang hidup di daerah pesisir, daerah Adaptasi sangat potensial untuk mengurangi
kering, pegunungan dataran rendah juga kerugian dampak dari perubahan iklim dan
dataran tinggi, khususnya mereka yang mendukung dampak yang menguntungkan,
penghidupannya sangat bergantung pada tetapi membutuhkan biaya dan tidak akan
sumberdaya alam, cuaca, dan musim. mencegah semua bahaya. Sistem alam dan
Kehidupan penduduk berpotensi menjadi human secara alami mempunyai adaptasi
rentan, dan kondisi ini sangat dipengaruhi sendiri, tapi proses adaptasi ini memakan
oleh tingkat keterbukaan/singkapan, waktu yang lama serta kemampuan
sensitivitas dan kemampuan adaptif dari adaptasinya kecil. Apabila ada bencana
masyarakat. lagi kemungkinan tingkat kerentananannya
Beberapa fenomena dampak perubahan makin besar karena sistem belum pulih atau
iklim yang antara lain terjadinya genangan kemampuan adaptasinya makin berkurang.
banjir rob dalam waktu lama, angin kencang, Oleh karena itu perlu tindakan adaptasi
banjir, dan ombak besar di laut, yang pada yang direncanakan akan mendukung
akhirnya memberikan dampak turunan kemampuan adaptasi sistem tersebut.
antara lain berupa rusaknya pematang Tetapi pilihan dan insentif adaptasi pada
kolam ikan, menurunnya mutu ikan/ sistem human lebih besar daripada sistem
udang budidaya, menurunnya produksi alam.
padi sawah, menurunnya tangkapan para
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 525
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

Kemampuan sistem alam merupakan ancaman.


tindakan adaptasi. Definisi yang mereka c. Adaptasi yang direncanakan, yaitu
berikan untuk adaptasi adalah tindakan adaptasi yang diambil oleh pembuat
penyesuaian sistem alam dan sosial keputusan, berdasarkan kesiagaan
(masyarakat) sebagai respon terhadap atau tindakan untuk mengembalikan,
dampak perubahan dan variabilitas iklim. memelihara atau mencapai kondisi yang
Adaptasi dapat mengurangi resiko sehingga diinginkan. Adaptasi yang direncanakan
akan mengatasi kerentanan. Dengan yaitu serangkaian strategi dan tindakan
mengurangi kerentanannya, maka adaptasi untuk meminimalkan dampak yang
terhadap perubahan iklim diharapkan terjadi. Kerentanan = dampak – adaptasi
mengurangi dampak kepada komponen otomatis-adaptasi yang direncanakan.
alam dan sosial. Faktor yang menentukan kapasitas
adaptasi yang direncanakan adalah
Pengelolaan/pemanfaatan/perbaikan yang ekonomi dan persamaan; Pengembangan
dilakukan masyarakat terhadap sumber teknologi; Kapasitas teknis/sumber daya
daya alam/hutan dapat dipandang sebagai manusia; Infrastruktur; Pengembangan
kemampuan adaptasi mereka terhadap kelembagaan.
kondisi lingkungan yang ada saat ini. Bentuk d. Adaptasi pribadi, yaitu adaptasi yang
pengelolaan dan pemanfaatan tersebut diimplementasikan per individu atau
antara lain dipengaruhi oleh kondisi komunitas tertentu.
ekonomi, pendidikan, pengalaman, juga e. Adaptasi umum yaitu adaptasi yang
kebijakan atau program pembangunan dari diambil oleh pemerintah dalam semua
pemerintah. level.
Penaksiran kerentanan masyarakat di dalam f. Adaptasi reaktif, yaitu adaptasi yang
dan sekitar hutan terhadap perubahan dilakukan setelah terjadinya dampak
musim dan cuaca ekstrim juga memberikan perubahan iklim.
informasi tentang kemampuan masyarakat D.2. Tindakan Adaptasi pada Variabilitas
untuk mencegah terjadinya dampak Iklim dan Cuaca Ekstrim
dari musim yang berubah. Dampak
negatif perubahan iklim dan bentuk Tindakan adaptasi terhadap variabilitas
adaptasi masyarakat dalam mengatasi iklim dan cuaca ekstrim memiliki bentuk
dampak negatif tersebut sering menjadi sesuai dengan jenis ekosistemnya. Bentuk
perbincangan hangat di berbagai media, adaptasi masyarakat pada ekosistem
namun belum banyak diketahui besarnya pegunungan berbeda dengan masyarakat
biaya adaptasi masyarakat dan tingkat pada ekosistem dataran rendah dan
kerentanannya, khususnya mereka yang ekosistem pantai.
tinggal di dalam dan sekitar hutan.
a. Ekositem Pegunungan. Contoh bentuk
D.1. Jenis-jenis Adaptasi adaptasi pada ekosistem pegunungan
dapat dilihat pada kasus masyarakat
Adaptasi yang dibedakan menurut beberapa Nagari Salayo Tanang Bukik Sileh, Nagari
macam berdasarkan karakteristiknya, yaitu: Air Batumbuk dan Nagari Air Dingin
a. Adaptasi pencegahan, yaitu adaptasi di Kabupaten Solok, Sumatra Barat.
yang diambil sebelum terjadinya dampak beberapa bentuk adaptasinya antara
perubahan iklim. lain:
b. Adaptasi mandiri, yaitu adaptasi yang
1) Membangun terassering di beberapa
spontan yang dilakukan oleh sistem
lokasi ladang dan kebun yang
alam maupun manusia, apabila terjadi
miring atau sangat miring. Tindakan
526 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

ini merupakan bentuk adaptasi kenaikan tinggi muka air laut.


masyarakat di bidang pertanian • Penanaman mangrove di pinggir
terhadap risiko gerakan tanah. tambak, tanggul dan pantai.
2) Perbaikan respon tanggap darurat. 3) Nelayan melakukan bebangan, yaitu
Di Nagari Air Dingin terdapat Forum menambah waktu melaut menjadi
Penanggulangan Resiko Bencana 2-3 hari untuk beradaptasi dengan
untuk tingkat Nagari dan Unit penurunan tangkapan ikan akibat
Penanggulangan Resiko Bencana musim angin yang tidak menentu.
untuk tingkat jorong.
3) Reforestasi dan rehabilitasi lahan D3. Kerentanan
dilakukan dalam 2 bentuk, yaitu Ekosistem hutan dan kehidupan masyarakat
melalui KBR (Kebun Bibit Rakyat) dari (di dalam dan sekitar hutan) saling
BPDAS Indragiri-Rokan (untuk Nagari mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan.
Bukit Sileh dan Air Batumbuk) dan Hutan memberikan barang dan jasa kepada
BPDAS Batanghari (untuk Nagari Air masyarakat, dan sebaliknya masyarakat
Dingin). melakukan pengelolaan terhadap hutan.
4) Hutan lindung Nagari Bukit Sileh seluas Besarnya barang dan jasa yang diberikan
500 ha (di 3 hamparan) terdapat di ekosistem hutan kepada masyarakat
Jorong Lembang, Simpang, dan Data. dan bentuk pengelolaan yang diberikan
Hutan pinus yang berada dibawah masyarakat pada hutan dipengaruhi oleh
pengawasan Dishut ada sekitar 300 berbagai hal, antara lain perubahan iklim
ha. Di Air Batumbuk terdapat hutan (singkapan).
ulayat seluas ± 750 ha, yang terdiri
dari beberapa hamparan dengan jenis Hal lain yang mempengaruhi bentuk
kayu campuran dan pinus. pengelolaan masyarakat terhadap hutan
adalah kebijakan pemerintah terhadap
b.
Ekosistem dataran rendah. Bentuk hutan yang akan berpengaruh terhadap
adaptasi pada ekosistem dataran rendah akses masyarakat ke hutan, program
dapat dilihat dari Desa Benu Kabupaten pembangunan pemerintah untuk
Kupang, Nusa Tenggara Timur. mengatasi pembangunan lingkungan
dan perekonomian masyarakat, kondisi
c. Ekosistem pantai. Bentuk adaptasi pada
sosial ekonomi masyarakat, pengetahuan
ekosistem pantai dapat dilihat pada
masyarakat terhadap sumber daya alam,
kasus Desa Mojo, Kabupaten Pemalang,
dan lain-lain.
antara lain sebagai berikut:
1)
Pengadaan sumur bor sebagai Kerentanan (vulnerability) pada perubahan
penyedia air untuk penyiraman iklim variasi musim mempunyai berbagai
tanaman hortikultura. Tindakan ini definisi. IPCC mengartikan kerentanan
merupakan bentuk adaptasi terhadap sebagai keterbatasan kapasitas yang dimiliki
kekurangan air akibat curah hujan (masyarakat) untuk mengatasi konsekuensi
yang rendah. negatif dari perubahan iklim/variasi musim.
2)
Perikanan/tambak (udang dan Kerentanan dapat juga diartikan sebagai
bandeng) memilih tindakan adaptasi ketidakmampuan untuk menanggulangi
sebagai berikut: dampak, termasuk dampak dari variabilitas
• Meninggikan tanggul, membangun iklim dan kondisi ekstrim. Kerentanan
tanggul baru dan normalisasi menggambarkan tingkat kehilangan
saluran untuk beradaptasi dengan atau kerusakan terhadap manusia,
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 527
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

obyek, atau lingkungan yang diakibatkan konsekuensi dari perubahan iklim atau
oleh bencana alam. Kerentanan juga menyesuaikan diri pada perubahan iklim
mencerminkan keterbatasan pilihan atau (termasuk variabilitias iklim dan iklim
kemampuan masyarakat untuk melindungi ekstrim), mengurangi potensi kerusakan,
diri mereka sendiri terhadap kerusakan atau mengambil keuntungan dari kondisi
atau kemampuan untuk memulihkan yang disediakan iklim yang berubah
keadaan akibat suatu bencana dengan tersebut. Kapasitas beradaptasi ini
atau tanpa bantuan dari luar. Pandangan menjadikan masyarakat bisa tetap bertahan
lain terhadap kerentanan adalah suatu terhadap lingkungan yang telah berubah.
kondisi yang dipengaruhi oleh proses fisik,
sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dapat Tingkat kerentanan terhadap perubahan
meningkatkan resiko terhadap dampak iklim ini dapat diukur di berbagai type
bahaya. Masyarakat memperlihatkan ekosistem. Selain itu dapat juga tingkat
kerentanan yang berbeda terhadap iklim kerentanan diukur pada subsistem
yang bervariasi. tertentu saja, misalnya tingkat kerentanan
masyarakat dan tingkat kerentanan
Kerentanan merupakan fungsi dari tiga ekosistem hutan. Alat ukur kerentanan
aspek, yaitu eksposure (singkapan), dapat disusun sesuai dengan kriteria dan
sensitivitas suatu sistim untuk berubah, dan indikator menurut tipe ekosistem tersebut.
kapasitas beradaptasi yang dipunyai. Secara
ringkas, rumusan tersebut dapat dituliskan E. Pengukuran Karbon Hutan
sebagai berikut:
Ada beragam tipe hutan di Indonesia,yang
V = f (E, S, AC) perlu diketahui potensi karbonnya. Untuk
mengetahui potensi karbon hutan,
Keterangan :
diperlukan pengetahuan dan pemahaman
E : exposure (singkapan)
oleh berbagai pihak untuk mengukur dan
S : sensitivity (sensitivitas)
menghitung cadangan karbon hutan dan
AC: adaptive capacity (kapasitas beradaptasi)
emisi. Prinsipnya adalah melalui kombinasi
Singkapan merupakan derajat suatu kegiatan pengukuran lapangan dan hasil
sistem (sosial dan ekosistem) yang secara citra satelit (remote sensing).
alamiah rentan terhadap perubahan iklim. Berbagai informasi/petunjuk perhitungan
Sensitivitas merupakan tingkat suatu karbon telah tersedia termasuk standar
sistem terkena dampak sebagai akibat dari nasional perhitungan karbon (SNI
semua elemen perubahan iklim, termasuk 7724/7725 tahun 2011). Panduan ini
karakteristik iklim rata-rata, variabilitas disusun untuk meningkatkan pemahaman
iklim, dan frekuensi serta besaran ekstrim. dan kemampuan masyarakat luas dalam
Dampak tersebut dapat merugikan pelaksanaan pengukuran dan perhitungan
ataupun menguntungkan dan terjadi secara karbon, sebagai salah satu upaya
langsung (seperti perubahan hasil panen meningkatkan kesiapan dan kapasitas
karena perubahan iklim atau variabilitas para pihak dalam mendukung mitigasi
temperatur) atau secara tidak-langsung perubahan iklim di sektor kehutanan.
(seperti kerusakan yang disebabkan oleh
kenaikan frekuensi banjir di pesisir sebagai E.1. Mengapa Karbon Hutan Perlu Dihitung
akibat dari kenaikan muka air-laut). dan Apa yang Diukur?
Kapasitas adaptif merupakan kemampuan Karbon dioksida (CO2) merupakan GRK
satu sistem untuk menanggulangi yang paling utama di sektor kehutanan
528 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

dan perubahan lahan. Hutan mengandung telah menjadi bagian dari tanah.
karbon yang cadangan karbonnya tersimpan
pada vegetasi yaitu pada batang, tajuk dan E.2. Metode Pengukuran Cadangan
akar, biomasa lain dan di dalam tanah. Karbon Hutan

Upaya pengurangan konsentrasi GRK di Peralatan lapangan harus disiapkan sebelum


atmosfer (emisi) adalah dengan mengurangi melaksanakan kegiatan di lapangan.
pelepasan CO2 ke udara. Untuk itu, maka Selanjutnya dilakukan stratifikasi yang
jumlah CO2 di udara harus dikendalikan bertujuan untuk mengelompokkan tapak
dengan jalan meningkatkan jumlah serapan berdasarkan tutupan lahan (land cover)
CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin atau potensi karbon. Stratifikasi dapat
dan menekan pelepasan GRK serendah dilakukan berdasarkan hasil yang diperoleh
mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan dari interpretasi citra satelit. Contoh
hutan alami, menanam pohon dan stratifikasi adalah hutan primer, hutan
melindungi lahan gambut sangat penting sekunder, hutan tanaman, perkebunan,
untuk mengurangi jumlah CO2 di udara. belukar, agroforestri, padang alang-alang
Jumlah cadangan karbon tersimpan dan lain-lain.
ini perlu diukur sebagai upaya untuk
Bentuk plot contoh dibuat sesuai kondisi
mengetahui besarnya cadangan karbon
lapangan yang dapat berbentuk lingkaran,
pada saat tertentu dan perubahannya
persegi panjang, atau bujur sangkar. Salah
apabila terjadi kegiatan yang manambah
atau mengurangi besar cadangan. Dengan satu bentuk dan ukuran plot pengambilan
mengukur, dapat diketahui berapa hasil contoh yang umum digunakan di Indonesia
perolehan cadangan karbon yang terserap adalah berbentuk persegi panjang (Gambar
dan dapat dilakukan sebagai dasar jual 8.1).
beli cadangan karbon. Dimana negara maju
a. Pengukuran Biomasa Pohon
atau industri mempunyai kewajiban untuk
memberi kompensasi kepada negara atau Biomasa pohon diukur di lapangan pada
siapapun yang dapat mengurangi emisi plot-plot yang telah disiapkan. Pohon
atau meningkatkan serapan. dapat dikelompokkan berdasarkan
diameter, misalnya pohon dengan
Pada ekosistem daratan termasuk hutan,
diameter lebih besar dari 30 cm diukur
karbon tersimpan dalam lima sumber
dari plot besar, yang berukuran 20 x 100
karbon (carbon pools), yaitu (IPCC, 2006):
meter. Untuk pohon yang berdiameter
a. Biomasa di atas permukaan tanah yaitu
5-30 cm dapat diukur pada plot yang
berupa pohon termasuk tajuknya dari
lebih kecil yaitu 10 x 50 meter.
berbagi ukuran mulai dari tingkat semai,
pancang, tiang dan pohon, serta berbagai Tahapan pengukuran biomasa pohon
jenis tumbuhan bawah. dilakukan sebagai berikut:
b. Biomasa di bawah permukaan tanah 1) Identifikasi nama jenis pohon, apabila
berupa akar tumbuhan tidak diketahui buat herbariumnya
c. Biomasa serasah (nekromas tidak untuk diidentifikasi.
berkayu) 2) Ukur diameter setinggi dada (dbh);
d. Biomasa kayu mati (nekromas) Pengukuran diameter setinggi dada
e. Biomasa pada tanah yaitu bahan organik pada berbagai kondisi pohon di
tanah: sisa makhluk hidup (tumbuhan tu lapangan.
hewan) yang telah mengalami pelapukan
3) Catat data dbh dan nama jenis ke
baik sebagian maupun seluruhnya dan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 529
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

Gambar 8.1. Bentuk plot pengukuran karbon hutan

dalam blangko isian; Bila pada plot


terdapat vegetasi tidak berkeping Keterangan:
dua seperti bambu dan pisang, maka - Bap adalah biomasa atas permukaan
ukurlah diameter dan tinggi masing- (pohon), (kg);
masing individu dalam setiap rumpun - v adalah volume kayu bebas cabang, (m3);
tanaman. Demikian pula bila terdapat - BJ adalah berat jenis kayu, (kg/m3);
pohon tidak bercabang seperti kelapa - BEF adalah biomass expansion factor (1,67
atau tanaman jenis palem lainnya. default).
4) Tetapkan berat jenis (BJ) kayu dari - f adalah faktor angka bentuk pohon (default
masing-masing jenis pohon dengan 0,7)
jalan memotong kayu dari salah satu
b. Pengukuran Biomasa Tumbuhan Bawah
cabang, lalu ukur panjang, diameter
dan timbang berat basahnya. Biomasa tumbuhan bawah diukur
Masukkan dalam oven pada suhu dengan cara destruktif yaitu dengan
100o C selama 48 jam dan timbang memotong semua bagian vegetasi di
berat keringnya. atas permukaan tanah dari petak-petak
5) Hitung volume dan BJ kayu kecil berukuran 0,5 x 0,5 meter. Pada
6) Hitunglah biomasa pohon sub-plot berukuran 10 x 50 meter dapat
menggunakan persamaan alometrik di letakkan 6-10 plot kecil. Tahapan
yang telah dikembangkan sebelumnya pengukuran biomasa tumbuhan bawah
dilakukan sebagai berikut:
Jika tidak diketahui persamaan 1) Tempatkan kuadran bambu, kayu atau
alometriknya, maka data yang diukur aluminium di dalam plot.
dari lapangan adalah data diameter dan 2) Potong semua tumbuhan bawah
tinggi bebas cabang untuk mendapatkan (pohon berdiameter < 5 cm, herba
volume kayu. Selanjutnyamenggunakan dan rumbut-rumputan) yang terdapat
persamaan biomass expansion factor di dalam kuadran, pisahkan antara
(BEF) sebagai berikut: daun dan batang
3) Masukkan ke dalam kantong kertas,
Bap = v x BJ x BEF x f
beri label sesuai dengan kode titik
530 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

contohnya 4) Masukkan serasah ke dalam kantong


4) Untuk memudahkan penanganan, ikat plastik dan beri label untuk keperluan
semua kantong kertas berisi tumbuhan analisa kandungan karbon.
bawah yang diambil dari satu plot. 5) Serasah halus yang lolos ayakan
Masukkan dalam karung besar untuk dikelompokkan sebagai contoh
mempermudah pengangkutan ke tanah, ambil 50 gram untuk analisa
kamp/laboratorium. kandungan karbon atau hara lainnya.
5) Timbang berat basah daun atau
batang, catat beratnya dalam blangko d. Pengukuran Biomasa Pohon Mati
6) Ambil sub-contoh tanaman dari (Nekromas Berkayu)
masing-masing biomasa daun dan Biomasa berupa pohon mati dan kayu
batang sekitar 100-300g. Bila biomasa di lantai hutan diukur dengan mengukur
contoh yang didapatkan hanya sedikit seluruh pohon mati baik yang masih
(< 100 g), maka timbang semuanya berdiri dan kayu rebah yang berada
dan jadikan sebagai sub-contoh. pada petak-petak pengukuran. Tahapan
7) Keringkan sub-contoh biomasa pengukuran biomasa pohon mati
tanaman yang telah diambil dalam dilakukan sebagai berikut:
oven pada suhu 80 C selama 2 x 24 1) Ukur diameter setinggi dada
jam atau sampai berat konstan. ataudiameter (pangkal dan ujung);
8) Timbang berat keringnya dan catat 2) Ukur tinggi/panjang total pohon mati;
dalam blangko isian. 3) Hitung volume pohon mati, berat jenis
c. Pengukuran Biomasa Serasah kayu pohon mati dan bahan organik
pohon mati.
Biomasa serasah diukur dengan 4) Untuk kayu mati yang sulit diukur
mengumpulkan seluruh serasah dan volumenya dikumpulkan dari plot
ranting-ranting kecil yang berada pada atau sub-plot (misal 10 x 10 meter)
petak-petak kecil berukuran 0,5 x 0,5 untuk ditimbang.
meter.Tahapan pengukuran biomasa
serasah dilakukan sebagai berikut: e.
Pengukuran Biomasa di Bawah
1) Ambil semua serasah yang terletak Permukaan Tanah
di permukaan tanah yang terdapat Estimasi biomasa di bawah permukaan
dalam kuadran, biasanya setebal 5 tanah dapat dilakukan berdasarkan data
cm. nilai biomasa atas permukaan dan data
2) Masukkan semua serasah yang nisbah akar pucuk (Tabel 8.1).
terdapat pada kuadran ke dalam
ayakan dengan lubang pori 2 mm, f. Pengukuran kandungan karbon organik
ayaklah. Ambil serasah yang tertinggal tanah
di atas ayakan, timbang berat
basahnya. Ambil sekitar 100 gram Pengukuran kandungan karbon organik
sub-contoh serasah, keringkan dalam tanah pada tanah mineral kering
oven pada suhu 80oC selama 48 jam. dilakukan sebagai berikut:
Bila biomasa contoh yang didapatkan 1) Ambil contoh tanah dari 5 titik, yaitu
hanya sedikit (< 100 g), maka timbang pada keempat arah mata angin dan
semuanya dan jadikan sebagai sub- di tengah tengah plot untuk plot
contoh. lingkaran atau pada keempat sudut
3) Timbang berat keringnya dan catat plot dan di tengah-tengah plot untuk
dalam blangko pengamatan yang plot persegi panjang;
disediakan. 2) Lakukan pengambilan contoh tanah
e. Pengukuran biomasa di bawah permukaan tanah
Estimasi biomasa di bawah permukaan tanah dapat dilakukan
berdasarkan data nilai biomasa atas permukaan dan data nisbah akar
pucuk seperti pada Tabel 2.2.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 531
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan
Tabel 2.2. Angka default nisbah akar

Tabel 8.1. Angka default nisbah akar


Nisbah Akar
Tipe Hutan Contoh Lokasi
Pucuk
Hutan hujan tropis 0,37 Hutan campuran dipterocarpa di
Kalimantan
Hutan menggugurkan 0,20 – 0,24 Hutan jati di Jawa
daun
Hutan tropis kering 0,28 – 0,56 Hutan savana di NTT
Hutan sekunder 0,40 Hutan bekas kebakaran
Hutan tropis pegunungan 0,27 - 0,28 Hutan dataran tinggi
(Sumber : SNI 7724)

f. Pengukuran kandungan karbon organik tanah


dengan metode Pengukuran kandungan
komposit, karbon atau
yaitu organik tanah pada
konservasi tanah
stok mineral
karbon hutan dan/
kering dilakukan sebagai
mencampurkan contoh tanah dari berikut: atau peningkatan stok karbon hutan pada
kelima1.titik
ambil contoh
contoh tanahtanah
pada dari 5 titik, yaitu
setiap pada waktu
periode keempat arah mata
tertentu, baikangin
pada tingkat
dan di tengah tengah
kedalaman (kedalaman 0 cm - 5 cm, 5 plot untuk plot lingkaran atau pada
nasional maupun sub-nasional. keempat
Pengukuran
cm - 10 cm, sudut plot- dan
10 cm di tengah-tengah
20 cm, dan 20 cm plotdilakukan
untuk plotpada
persegi panjang;
2 (dua) tahap yaitu pada
2. lakukan pengambilan contoh tanah dengan metode komposit, yaitu
- 30 cm); tahap perencanaan aksi mitigasi dan tahap
mencampurkan contoh tanah dari kelima titik contoh tanah pada setiap
3) Letakkan ring soil sampler pada pelaksanaan aksi mitigasi.
kedalaman (kedalaman 0 cm - 5 cm, 5 cm - 10 cm, 10 cm - 20 cm,
masing-masing titik pengambilan
dan 20 cm - 30 cm); Selanjutnya, penjelasan metodologi
contoh tanah;
3. letakkan ring soil sampler pada penghitungan
masing-masing penurunan
titik pengambilan
emisi/serapan
4) Letakkan 4 ring soil sampler pada
contoh tanah; GRK merujuk pada pedoman yang telah
setiap kedalaman pengambilan
4. letakkan 4 ring soil sampler pada setiap kedalaman
dikeluarkan pengambilan
oleh Direktorat IGRK dan
contoh tanah;
contoh tanah; MPV (2017). Pedoman tersebut secara
5) Ambil contoh tanahnya pada setiap
5. ambil contoh tanahnya pada setiap ring soil sampler
keseluruhan dan timbang
mencakup pengukuran,
ring soil sampler dan timbang
berat basahnya berat
di lapangan;
basahnya di lapangan; pelaporan dan verifikasi REDD+ Indonesia.
6) Kering-anginkan contoh tanah di F.2. Informasi yang Perlu Diukur
laboratorium;
7) Timbang contoh tanah dan dicatat Dalam melaksanakan kegiatan pengukuran
beratnya; dan perhitungan, informasi yang diperlukan
8) Analisis berat jenis tanah dan antara lain mencakup:
kandungan karbon organik tanah a. Aksi/aktivitas/kegiatan yang dilakukan:
mencakup apakah aksi langsung
dan apakah aksi tidak langsungnya
F. Panduan Metodologi Penghitungan (pendukung dan non carbon benefit).
Penurunan Emisi dan/atau Peningkatan b. Penanggungjawab aksi
Serapan GRK c. Waktu/periode pelaksanaan pengukuran
dan evaluasi pelaksanaan aksi.
F.1. Pengertian Pengukuran wajib dilakukan dalam
Metodologi Perhitungan Penurunan Emisi/ jangka waktu satu tahun setelah
Peningkatan Serapan GRK merupakan melakukan pendaftaran wilayah
aktivitas untuk mengukur dan menghitung pelaksanaan mitigasi.
tingkat atau status emisi GRK pada kondisi d. Pengukuran dilakukan terhadap
sebelum dan sesudah dilaksanakannya beberapa hal sebagai berikut:
aksi mitigasi. Pengukuran dimaksud adalah 1) Penetapan Tingkat Forest Reference
dalam rangka penghitungan emisi dan/ Emission Level (FREL)/Reference
532 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

Emission Level (REL): yang dihitung dari tend – t0


• Kegiatan pengukuran penting
dilakukan untuk mengetahui 3) Penanganan pengalihan emisi ke
baseline emisi GRK di lokasi lokasi di luar lokasi kegiatan:
pelaksanaan kegiatan mitigasi serta • Rencana kegiatan dalam rangka
secara berkala untuk mengetahui mengurangi pengeluaran simpanan
perubahan tutupan hutan dan karbon (leakage)
stok karbon di lokasi dan tingkat • Rencana kegiatan dalam rangka
penurunan emisi karbon sejak menambah cadangan simpanan
diberlakukannya kegiatan mitigasi karbon (sequestration)
di lokasi tersebut.
4) Manfaat tambahan dari kegiatan
• Nilai FREL/REL haruslah disesuaikan REDD+ terhadap konservasi
dengan nilai pengalokasian FREL/ keanekaragaman hayati dan fungsi
REL Nasional untuk ke tingkat Sub- lingkungan lainnya adalah sebagai
Nasional (Provinsi) yang terkait, berikut:
karena secara akumulatif FREL/REL
• Peningkatan populasi key species
Sub-Nasional tidak bisa melebihi
priority
FREL/REL Nasional.
• Peningkatan fungsi jasa lingkungan
• Dalam hal diperlukan FREL/FRL site
lainnya
level, maka akumulasi FREL/FRL
semua site level di provinsi terkait, • Peningkatan fungsi ekosistem
tidak boleh melebihi alokasi (batas esensial
atas) FREL Sub-Nasional (provinsi) • Peningkatan pemanfaatan
terkait. tradisional oleh masyarakat lokal
• Dalam melakukan penetapan 5) Implementasi Safeguards: Penilaian
FREL/FRL yang konsisten dengan menggunakan Assessment Tools dan
Nasional serta Sub-nasional, harus Principle, Criteria, and Indicator (PCI).
diacu data aktivitas serta factor
emisi yang bersumber pada data F.3. Data Aktivitas dan Faktor Emisi
Ditjen PKTL - KLHK atau sumber lain
yang telah diverifikasi. Secara umum, guna melakukan pengukuran
emisi/removal pada sektor lahan, termasuk
2) Penghitungan pengukuran emisi dan/ sektor kehutanan dan lahan gambut,
atau peningkatan simpanan karbon: digunakan rumus dasar (Gambar 8.2).
• Menggunakan panduan dari IPCC
Guideline, misalnya IPCC Guideline Sesuai dengan rumus tersebut, guna
2006 dan IPCC Wetland Supplement kebutuhan pengukuran, maka data yang
2013, GFOI, GOFC-GOLD, ataupun harus tersedia, termasuk dilakukan
FCPF Methodological Framework. pengukuran langsung apabila diperlukan,
adalah: (a) data aktivitas dan (b) faktor
• Penghitungan yang dilakukan untuk
emisi atau nilai biomassa perubahan kelas
mengetahui data dan informasi
tutupan. Untuk kebutuhan REDD+, kedua
terkait:
data tersebut juga perlu ditambahkan
- Tingkat emisi awal (t0) dan dengan (c) nilai uncertainty; dan (d) catatan
status emisi GRK mitigasi (t1+n (t tentang pelaksanaan safeguards.
berjalan/monitoring))
- Tingkat emisi akhir (tend) Pada level sub-nasional dipergunakan 2
- Penurunan emisi GRK mitigasi kategori untuk provinsi dalam melaksanakan
REDD+ di wilayahnya, yaitu:
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 533
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

Gambar 8.2. Rumus dasar penghitungan emisi/serapan karbon pada sektor lahan

1. Provinsi yang belum memiliki data System (NFMS);


apapun terkait Data Aktivitas (DA) dan b. Data aktivitas sebagaimana butir a
Faktor Emisi (EF); digunakan untuk keperluan pelaporan
2. Provinsi yang telah memiliki data site capaian penurunan emisi dari deforestasi
specific terkait Data Aktivitas (DA) dan dan degradasi hutan;
Faktor Emisi (EF). Dalam hal ini ke- c. Sedangkan untuk data aktivitas terkait
11 provinsi percontohan pada fase lahan gambut, maka digunakan data
lahan gambut dari walidata untuk lahan
readiness dan transisi, sangat mungkin
gambut, yaitu Kementerian Pertanian
telah memiliki data DA dan ataupun FE
c.q. Balai Besar Litbang Sumberdaya
yang site specific. Lahan Pertanian (BBSDLP) Badan Litbang
a. Data Aktivitas (DA) dan Faktor Emisi Pertanian.
(FE) untuk provinsi-provinsi yang belum Faktor Emisi
memiliki data sendiri
Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait
Untuk provinsi-provinsi dengan kategori penentuan faktor emisi adalah sebagai
ini, maka yang perlu diperhatikan untuk berikut:
penggunaan DA dan FE adalah sebagai
a. Faktor emisi yang digunakan untuk
berikut:
keperluan pelaporan capaian penurunan
Data Aktivitas emisi dari deforestasi dan degradasi
Hal penting yang perlu diperhatikan untuk hutan adalah faktor emisi yang
penentuan data aktivitas adalah sebagai digunakan dalam submisi FREL Indonesia
berikut: ke UNFCCC;
a. Digunakan data penutupan lahan b. Faktor emisi diakses/diperoleh melalui
nasional yang diproduksi oleh Ditjen PPI (dapat melalui website http://
walidata untuk penutupan lahan dan www.ditjenppi.menlhk.go.id) atau pada
perubahannya, yaitu Kementerian saatnya bisa mengakses EFDB (Emission
LHK c.q. Direktorat Jenderal Planologi Factor Data Base) nasional yang menjadi
Kehutanan dan Tata Lingkungan (Ditjen salah satu modul improvement dalam
PKTL) melalui National Forest Monitoring SIGN-SMART di Ditjen PPI.
534 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

b. Data Aktivitas (DA) dan Faktor Emisi (FE) Faktor Emisi


untuk provinsi yang sudah mempunyai data
sendiri: Apabila sub-nasional/daerah memandang
bahwa di wilayahnya tersedia faktor
Untuk provinsi-provinsi dengan kategori emisi yang bersifat lokal (site specific)
ini, maka yang perlu diperhatikan untuk yang memadai, maka agar data dimaksud
penggunaan DA dan FE adalah sebagai dapat digunakan dengan catatan perlu
berikut: diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Faktor emisi dihasilkan oleh kegiatan
Data Aktivitas pengukuran yang dilakukan pada wilayah
Apabila sub-nasional/daerah memandang cakupan (site), baik melalui pengukuran
bahwa di wilayahnya tersedia data aktivitas yang didesain secara periodik/berulang,
site specific yang memadai, maka agar data maupun dari kegiatan insidentil (misalnya
dimaksud dapat digunakan, dengan catatan project atau penelitian);
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: b. Apabila dihasilkan oleh suatu project atau
penelitian, maka data yang dihasilkan
a. Data aktivitas yang disusun telah di-
harus scientific based (memenuhi
review oleh wali data nasional dan
kriteria berikut: ketercukupan sampel,
akademisi serta sudah dinyatakan untuk
keterwakilan sampel, dan metodologi),
dapat digunakan;
sudah di-review oleh ahli nasional
b. Data aktivitas dimaksud harus disediakan
di bidang faktor emisi, dan sudah
oleh system pemantauan lahan yang
dipublikasikan;
teratur dan berkesinambungan (regular)
c. Apabila dihasilkan dari pengukuran
yang termasuk dalam kelembagaan
langsung, maka dokumentasi mengenai
daerah. Hal ini dimaksud untuk menjamin
desain plot, intensitas dan metode
adanya kesinambungan terhadap
sampling harus ada (baik destructive
ketersediaan data dimaksud dan tidak
sampling atau non-destructive sampling),
hanya tersedia secara incidental;
informasi kesesuaian dengan data
c. Metodologi yang digunakan dalam
aktivitas (DA) yang dipakai, serta diikuti
mendapatkan data aktivitas dimaksud
dengan kejelasan laporan/publikasinya;
harus dapat dipertanggungjawabkan,
d. Dokumentasi harus juga mencakup
scientific, robust, dan terdokumentasi
komponen yang diukur, misalnya tipe
dengan baik;
carbon pool yang diukur dan alasannya
d. Ada korelasi antara kategorisasi
bahwa tipe tersebut diukur atau tidak;
tutupan lahan sub-nasional yang
e. Perlu juga dokumentasi mengenai
diusulkan sub-nasional/provinsi dengan
apakah data carbon pool nasional dari
nasional. Kategori sub-nasional dapat
NFI digunakan dalam pengukuran dan
dikategorisasikan ke dalam sistem
pelaporan, serta apakah ada proses
kategorisasi nasional berdasarkan
integrasi (kombinasi) antara data NFI
standar Baku (misalnya: SNI). Grouping
dengan data lain dari wilayah sub-
dan ungrouping harus bisa dilakukan
nasional. Bila ada, maka dokumentasi
untuk menggambarkan keterhubungan
juga mencakup informasi tentang
antara kelas tutupan lahan nasional
bagaimana proses integrasi tersebut
dengan sub-kelas tutupan lahan sub-
dilakukan;
nasional (atau sebaliknya/vice versa);
f. Informasi yang jelas mengenai
e. Data aktivitas tersebut telah
persamaan alometrik yang digunakan
dipublikasikan baik di nasional maupun
di sub-nasioal, termasuk informasi bias
internasional.
yang ada dari persamaan yang dipilih,
guna estimasi uncertainty.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 535
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

Nilai uncertainty juga perlu dilakukan dalam G. Pedoman Penjaminan dan


pengukuran untuk mengetahui sejauh Pengendalian Mutu (Quality Control/
mana data yang digunakan dapat dipercayai QualityAssurance) Inventarisasi GRK
ke-absahannya. Termasuk pengukuran atau Indonesia
pencatatan pelaksanaan safeguards juga
Kegiatan inventarisasi GRK adalah
wajib dilakukan dan didokumentasikan
salah satu kegiatan yang penting
dengan baik mulai dari tahap perencanaan
dalam pelaksanaan inventarisasi GRK
hingga final. yang dilakukan sebagai salah satu
Sebagaimana disebutkan, FREL nasional upaya penurunan emisi. Untuk dapat
dan FREL Sub-Nasional yang dilakukan dilaksanakan dengan baik, pelaksanaan
kegiatan inventarisasi GRK harus mampu
technical assessment pada 2016, berlaku
memenuhi syarat Pengukuran, Pelaporan
sampai dengan 2020. Apabila sebelum
dan Verifikasi (Measurement, Reporting
tahun 2020 ada improvement terhadap
and Verification) yang baik. Measuring,
DA dan FE yang digunakan dalam FREL, Reporting, Verification (MRV) untuk REDD+
termasuk peningkatan akurasinya, maka adalah kegiatan pengukuran, pelaporan,
pembayaran berbasis kinerja (result based dan verifikasi terhadap capaian aksi mitigasi
payment/RBP) tetap didasarkan pada FREL yang telah diklaim oleh penanggung jawab
Nasional dan turunannya di sub-nasional aksi di tingkat nasional dan pelaksana di
yang berlaku. Namun setelah FREL nasional tingkat sub-nasional.
bisa dilakukan review (setelah 2020), maka
perbaikan DA dan FE serta peningkatan Pemenuhan syarat Pengukuran, Pelaporan
akurasi yang ada dapat dipertimbangkan dan Verifikasi tersebut dapat diukur dengan
untuk dimasukkan dalam RBP. menggunakan suatu pedoman penjaminan
dan pengendalian mutu (Quality Control/
Baseline dan penurunan emisi dengan Quality Assurance) sebagai suatu pedoman
menggunakan AD dan FE yang lebih akurat yang menjadi suatu rujukan. Pedoman
tetap harus dilaporkan ke Tim MRV Ditjen PPI tersebut meliputi hal-hal pokok yang
untuk dicatat dan divalidasi kelayakannya. menjadi dasar (pegangan, petunjuk, dan
Jika lolos, data DA dan FE tersebut digunakan sebagainya) untuk menentukan atau
sebagai bahan perbaikan baseline dan melaksanakan kegiatan Pengukuran,
menjadi basis/dasar RBP untuk periode Pelaporan, dan Verifikasi yang dilaksanakan
pelaporan nasional berikutnya. Demikian oleh entitas pengelola aksi mitigasi.
pula apabila ada penambahan aktivitas
Pedoman penjaminan dan pengendalian
selain deforestasi dan degradasi hutan.
mutu dalam kegiatan Pengukuran
Secara garis bear adjustment FREL terdiri
(Measurement) adalah meliputi seluruh
dari 2 pendekatan yaitu: a) adjustment dari
kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan
data FE (termasuk penambahan carbon
data atau menyediakan data hasil
pool), dan b) adjustment dari data DA
pengukuran yang sudah memenuhi aturan,
yang lebih akurat (termasuk perubahan
pedoman, dan standar yang berlaku, dengan
detil area akibat skala/detil cakupan) serta
meminimalkan faktor ketidakpastian
adjustment karena penambahan aktivitas
(uncertainty) dan meminimalkan
(selain deforestasi dan degradasi hutan).
penggunaan asumsi. Kemudian, pedoman
penjaminan dan pengendalian mutu dalam
kegiatan Pelaporan (Reporting) adalah
meliputi seluruh kegiatan untuk melaporkan
536 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

apa yang sudah diukur atau melaporkan terkait perubahan emisi


data hasil pengukurannya, baik melalui 6. Pembuatan laporan kegiatan QA/
mekanisme pelaporan nasional maupun QC yang dilakukan penyelenggara
internasional (kepada UNFCCC). Sedangkan inventarisasi GRK (dilampirkan bersama
dalam kegiatan Verifikasi (Verification), data GRK dan dokumentasi kegiatan).
pedoman penjaminan dan pengendalian
mutu digunakan meliputi seluruh kegiatan Pedoman ini mengatur proses QA/QC yang
untuk menjamin bahwa apa yang diukur diterapkan pada sistem inventarisasi GRK
dan dilaporkan adalah benar adanya. nasional dan dapat digunakan oleh pihak-
pihak yang terlibat di dalamnya. Pedoman
Pedoman penjaminan dan pengendalian ini memuat informasi tentang:
mutu ini dapat digunakan sebagai - Tahapan perencanaan QA/QC;
rujukan oleh seluruh pelaksana kegiatan - Pelaksanaan pengisian kesenjangan data
inventarisasi GRK dan mitigasi baik di GRK;
tingkat nasional maupun sub-nasional,
- Penghitungan tingkat ketidakpastian
diantaranya kementerian/lembaga di
(uncertainty) hasil penghitungan tingkat
tingkat nasional, lembaga di tingkat
emisi GRK;
sub nasional, tim verifikasi, peneliti dan
- Identifikasi sumber emisi utama (key
institusi terkait lainnya yang menjadi
category) emisi GRK;
entitas pelaksana inventarisasi GRK dan
mitigasi emisi di Indonesia. Keseluruhan - Panduan pemeriksaan terhadap
penjelasan pedoman penjaminan dan kesalahan (error) dan/atau penjelasan
pengendalian mutu (QA/QC) dalam sub bab terkait perubahan emisi sebagai bagian
ini merujuk pada Pedoman Penjaminan dan dari prosedur QA/QC.
Pengendalian Mutu (QA/QC) Inventarisasi G.2. Tahapan Umum QA/QC
GRK Indonesia dari Ditjen PPI (2018).
Berdasarkan Perpres 71/2011,
G.1. Tujuan dan Ruang Lingkup penyelenggara inventarisasi GRK
Tujuan dari kegiatan QA/QC: adalah untuk berkewajiban untuk melaporkan
meningkatkan transparansi, konsistensi, penyelenggaraan inventarisasi GRK minimal
komparabilitas, kelengkapan, akurasi, satu kali dalam setahun kepada lembaga
keyakinan dan ketepatan waktu dalam penanggung jawab inventarisasi GRK
inventarisasi nasional. Adapun tujuan dari nasional, yang dalam hal ini adalah KLHK.
penyusunan pedoman pelaksanaan QA/ Gambar x menyajikan tahapan umum QA/
QC itu sendiri adalah sebagai acuan bagi QC yang perlu dilakukan oleh pelaksana
penyelenggara Inventarisasi GRK untuk: atau sub sektor. Untuk meningkatkan
sistem inventarisasi GRK, KLHK mendorong
1. Memeriksa kualitas data GRK di setiap
peran sektor lebih jauh terlibat dalam
tahapan inventarisasi GRK
melaksanakan perhitungan emisi GRK
2. Perbaikan kesenjangan data GRK
sekaligus didalamnya kegiatan QA/QC,
3. Penghitungan tingkat ketidakpastian dokumentasi dan pengarsipan. Adapun QA/
dari hasil estimasi ketidapastian emisi QC di tingkat nasional dilaksanakan oleh
GRK penanggung jawab IGRK nasional dengan
4. Identifikasi sumber dan kategori utama tahapan umum disajikan pada Gambar 8.4.
emisi GRK
5. Melaksanakan pemeriksaan terhadap
kesalahan (error) dan/atau penjelasan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 537
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

Gambar 8.3. Alur proses tahapan QC umum untuk sub-sektor/unit pelaksana

Gambar 8.4. Alur proses tahapan QA/QC umum untuk penanggung jawab IGRK Nasional

Metode penunjang yang diperlukan untuk - Metode analisis tingkat ketidakpastian


melaksanakan QA/QC baik di tingkat (uncertainty analysis)
pelaksana maupun di tingkat nasional - Metode analisis sumber kategori kunci
antara lain: (key category analysis)
- Metode pengisian data hilang (data - Metode checking tools untuk aktifitas
gap filling method) penjaminan mutu (QA)
538 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

H. Konsep Carbon Footprint lokasi atau eksternal produk dan jasa.


H.1 Pengertian Carbon Footprint Dalam praktiknya, carbon footprint dapat
berasal dari:
Carbon footprint (atau jejak karbon) pada - Emisi langsung yang dihasilkan dari
awalnya merupakan bagian dari ecological aktivitas
footprint atau (jejak ekologi). Ecological
- Emisi dari penggunaan listrik
footprint mengacu pada lahan dan laut
produktif yang secara biologis diperlukan - Emisi tidak langsung dari produk dan
untuk menopang populasi manusia jasa
tertentu yang dinyatakan secara global H.2. Metode Menghitung Carbon Footprint
dalam satuan hektar. Menurut konsep ini,
jejak karbon mengacu pada luas lahan yang Pentingnya melakukan perhitungan carbon
dibutuhkan untuk mengasimilasi seluruh footprint berkaitan erat dengan dua hal.
CO2 yang diproduksi oleh manusia selama Pertama, informasi carbon footprint
masa hidupnya (Pandey et.al., 2010). diperlukan untuk manajemen emisi.
Dengan mengetahui tingkat emisi, potensi
Konsep tersebut mulai dipublikasikan reduksi emisi dapat diidentifikasi dan
secara mandiri, terpisah dari ecological dapat dibuat skala prioritas. Kedua, carbon
footprint sejak tahun 2005 dalam bentuk footprint diperlukan untuk kepentingan
yang dimodifikasi dan mengacu pada akurasi pelaporan. Pelaporan carbon
dampak aktivitas manusia terhadap footprint dapat ditujukan untuk: memenuhi
lingkungan dan terutama pada kondisi iklim, CSR atau tujuan pemasaran, memenuhi
dalam hal emisi gas rumah kaca (Radu et.al, permintaan rekanan bisnis atau pelanggan
2013). Oleh karena itu, carbon footprint atau investor, dan untuk mengetahui
saat ini dapat dipandang sebagai hibrida, tingkat emisi tertentu yang perlu di-offset
dan secara konseptual menjadi indikator agar menjadi carbon neutral.
potensi pemanasan global. Carbon footprint
menjadi ekspresi kuantitatif emisi GRK dari Untuk menghitung carbon footprint, jumlah
suatu aktivitas membantu dalam emisi GRK yang dilepaskan atau terkandung
manajemen dan evaluasi langkah-langkah dalam life cycle (siklus hidup) suatu produk,
mitigasi (Pandey et.al., 2010). peristiwa atau organisasi harus diestimasi.
Siklus hidup tersebut mencakup semua
Carbon footprint dapat didefinisikan sebagai tahapan yang dilalui untuk suatu produk,
ukuran seluruh emisi CO2 yang disebabkan seperti pembuatannya mulai dari membawa
secara langsung atau tidak langsung melalui bahan mentah hingga pengemasan akhir,
aktivitas terakumulasi suatu produk, distribusi, konsumsi atau penggunaan,
peristiwa, atau organisasi (Durojaya et.al., dan ke tahap akhir pembuangan. Penilaian
2020; Radu et.al., 2013). Hal tersebut juga siklus hidup (Life Cycle Assessment, LCA)
mencakup kegiatan yang dilakukan oleh menghasilkan gambaran lengkap tentang
individu, kelompok, organisasi, perusahaan, input dan output yang berkaitan dengan
pemerintah, dan industri produksi. Dalam pembentukan polusi udara, penggunaan
pengertian ini, istilah produk mencakup air dan pembangkitan air limbah, konsumsi
barang dan jasa yang diproduksi dan energi, emisi GRK, atau parameter serupa
diberikan oleh perusahaan yang berbeda. lainnya yang terkait dengan inisiatif biaya-
Karena itu, emisi langsung maupun tidak manfaat. Untuk tujuan carbon footprint,
langsung harus dipertimbangkan. Emisi LCA memperkirakan GRK yang dihasilkan
langsung mengacu pada emisi di tempat pada setiap tahapan siklus hidup produk
atau internal produk dan jasa, sedangkan yang diidentifikasi, yang secara teknis
emisi tidak langsung adalah emisi di luar
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 539
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

dikenal sebagai penghitungan GRK (Pandey penggunaan lahan lainnya, serta limbah).
et.al., 2010). 5. ISO 14025; pedoman ini adalah standar
untuk melaksanakan LCA.
Standar dan pedoman untuk penghitungan
6. ISO 14067; sebagai standar carbon
GRK dalam kaitannya dengan carbon
footprint produk (sedang dalam
footprint sudah tersedia. Beberapa sumber
pengembangan).
yang telah umum digunakan adalah sebagai
berikut (Pandey et.al., 2010). Emisi yang dianalisis dalam model di atas
1. GHG protocol of World Resource Institute dibagi menjadi tiga tingkat, bergantung
(WRI)/World Business Council on pada kekuatan kontrol organisasi/
Sustainable Development (WBCSD) komunitas pada sumber datanya (Radu
2. ISO 14064 (bagian 1 dan 2): merupakan et.al., 2013), yaitu:
standar internasional untuk penentuan - Scope 1: emisi langsung, untuk kegiatan
batas, penghitungan emisi GRK, dan yang secara langsung dikendalikan oleh
pembuangan, termasuk standar untuk organisasi/entitas;
merancang proyek mitigasi GRK - Scope 2: emisi tidak langsung, yang
3. Publicly Available Specification 2050 berasal dari penggunaan listrik, panas
(PAS 2050) dari British Standard dan pendinginan;
Institution (BSI); standar ini menetapkan - Scope 3: emisi tidak langsung lainnya,
persyaratan untuk menilai siklus hidup dari hulu dan hilir (sepanjang rantai
emisi GRK barang dan jasa. pasokan dan rantai pasar).
4. Pedoman IPCC tahun 2006 untuk
Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional; Tabel 8.2 ini menggambarkan contoh
semua sumber emisi GRK antropogenik besaran carbon footprint yang berasal
diklasifikasikan ke dalam empat sektor dari kayu gergajian pada berbagai jenis.
(energi, proses industri dan penggunaan Informasi tersebut berasal dari studi Pandey
produk, pertanian-kehutanan- et.al (2010).

Tabel 8.2. Perbandingan carbon footprint produk kayu gergajian berbagai jenis
Carbon footprint
Jenis Nama latin Kerapatan (kg/m3)
(kg CO2-e/m3)
Light Red Meranti Shorea spp. 727 411
Dark Red Meranti Shorea spp. 768 337
Douglas fir Pseudotsuga menziesii 510 353
Wetern Hemlock Tsuga heterophylla 429 258
Pinus Pinus radiata 550 398
Ash Fraxinus spp. 449 407
Beech Fagus spp. 417 377
Hickory Carya spp. 705 463
Hard maple Acer saccharum 833 394
Soft maple Acer spp. 737 390
Red Oak Quercus rubra 705 496
White Oak Quercus alba 545 556
Walnut Juglans spp. 769 427
Sweet chestnut (air Castanea sativa Mill. 560 95,2
dried sawn timber)
Sweet chestnut (klin Castanea sativa Mill. 560 383,7
dried sawn timber)
Sumber: Pandey et al (2010)
540 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

H.3. Mitigasi untuk Menurunkan Carbon tangan untuk melindungi air minum dari
Footprint kontaminasi banjir.
4)
Irigasi pekarangan. Upaya ini
Aksi mitigasi untuk menurunkan carbon
menggunakan metode pembatas
footprint perlu dilakukan dan digalakan
(pembatas kontur, penyumbatan
kepada berbagai elemen dan entitas
parit, bendungan, tanggul, dll.) untuk
di berbagai lapisan. Dengan merujuk
menampung air hujan dan meningkatkan
pada WHO (2008), upaya mitigasi untuk
serapan air ke dalam tanah (mengurangi
menurunkan carbon footprint pada sektor
limpasan). Teknik tersebut dapat
yang terkait dengan kehutanan dapat
meningkatkan ketersediaan air dalam
difokuskan setidaknya pada penggunaan
tanah untuk keperluan air minum dan air
energi dan air.
untuk penggunaan rumah tangga lain.
a. Penggunaan Energi

Energi saat ini yang berbasis pada energi I. Instrumen Ekonomi untuk Peningkatan
fosil perlu segera dialihkan ke energi Efektivitas Aksi Mitigasi Perubahan Iklim
listrik hijau. Upaya ini akan membantu
memperkuat sumber energi terbarukan. Perubahan iklim (climate change)
Implikasi dari itu, energi alternatif berupa merupakan salah satu tantangan terbesar
bahan bakar biomassa merupakan pilihan dunia saat ini. Perubahan iklim telah, dan
yang sangat ramah lingkungan. Selain akan, jika tidak direspon dengan sungguh-
itu, energi alternatif selain bahan bakar sungguh, mempengaruhi iklim dunia (misal
biomassa juga penting untuk disediakan. mengakibatkan kekeringan, banjir, atau
Teknologi bioenergi, kompor yang lebih cuaca ekstrim), kerusakan biodiversitas
baik dengan cerobong asap, dan bahan dan ekosistem, serta mempengaruhi
bakar yang lebih bersih seperti gas minyak ketersediaan pangan dan tempat tinggal
cair minyak tanah dapat berdampak positif serta kesehatan manusia. Salah satu respon
pada efisiensi dan emisi serta mengurangi negara-negara dunia atas kondisi ini, antara
risiko yang terkait dengan polusi. lain, dengan menyepakati Persetujuan Paris
(Paris Agreement) di mana masing-masing
b. Penggunaan Air negara memberikan komitmen dan target
Tindakan konservasi air dapat meliputi: untuk menahan peningkatan suhu rata-rata
global di bawah 2o C di atas tingkat di masa
1) Penghematan air rumah tangga; Upaya
pra industri, dan melakukan upaya lebih
ini penting untuk mengidentifikasi
untuk menekan peningkatan tersebut di
dan mendorong penggunaan air dari
bawah 1,5o C, pada akhir abad ke-21 .
sumber lain untuk mencuci, mandi, air
untuk kebutuhan kebun dan ternak. Sebagai upaya merespon perubahan iklim,
Upaya tersebut sangat penting dalam Indonesia telah meratifikasi Persetujuan
melindungi persediaan air minum. Paris (Paris Agreement), yang kemudian
2) Pemanenan air hujan. Upaya ini perlu dituangkan dalam Undang-Undang Nomor
menyediakan tangki untuk menyimpan 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan
air hujan sebagai alternatif sumber air Persetujuan Paris serta menyampaikan
minum dan keperluan rumah tangga komitmen serta target national penurunan
lainnya agar masyarakat tidak hanya emisi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam
bertumpu pada air tanah. Nationally Determined Contribution (NDC)
3) Menghentikan penggunaan pompa saat perundingan perubahan iklim di
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 541
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

Marrakech tahun 2016. Target Indonesia negative effects). Dampak negatif terhadap
yang telah disampaikan di dalam NDC lingkungan ini dalam jangka panjang
tersebut adalah pengurangan emisi GRK akan menurunkan kinerja perekonomian
sebesar 29% dengan usaha sendiri, dan itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan
41% apabila ada bantuan internasional, di internalisasi biaya lingkungan ke dalam
tahun 2030. biaya produksi sebagai cara untuk mencapai
keseimbangan antara aspek ekonomi dan
Mitigasi terhadap perubahan iklim melalui lingkungan.
kegiatan-kegiatan penurunan emisi
GRK sejalan dengan salah satu prioritas Dalam literatur, hal ini biasa disebut
pembangunan jangka panjang Indonesia, penggunaan instrumen ekonomi atau
yakni melindungi lingkungan hidup dan instrumen pasar (economic instruments).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tujuan penggunaan instrumen ekonomi
Nasional Tahun 2020-2024, yakni agenda atau pasar adalah untuk mempengaruhi
pembangunan rendah karbon. Di sisi perilaku obyek yang akan diatur dengan
lain, penurunan emisi GRK, khususnya mengubah struktur insentif ekonomi
dalam rangka pemenuhan target NDC di mereka. Instrumen ekonomi karbon
atas, membutuhkan anggaran yang tidak merupakan kunci untuk memperbaiki
kecil dan dapat menghambat pencapaian kegagalan pasar yang mendasari perubahan
prioritas-prioritas pembangunan nasional iklim (UN ESCAP, 2016). Ekonomi (harga)
lainnya, misalnya pertumbuhan ekonomi karbon menghasilkan sinyal harga yang
dan penurunan kemiskinan, dimana kedua mendorong pembangunan ke jalur rendah
hal ini penting pula untuk mencegah karbon baik oleh bisnis maupun konsumen,
kerusakan lingkungan dan mendorong dan merangsang teknologi bersih dan
penciptaan lingkungan hidup yang lebih inovasi proses, sambil juga mendukung
baik (Pranaji, 2005). perubahan perilaku jangka panjang (UN
ESCAP, 2016). Penggunaan pendekatan ini
Salah satu upaya menurunkan emisi GRK, bukan hal baru bagi Indonesia. Undang-
pemerintah diharapkan dapat melakukan undang No. 32 tahun 2009 tentang
upaya-upaya mitigasi seperti: meminimalir Lingkungan Hidup telah memberikan
kebakaran hutan atau mengurangi tingkat landasan hukum bagi penerapan instrumen
deforestasinya (yang berarti membatasi ekonomi untuk mencegah dan merespon
jumlah kawasan hutan yang dapat dikonversi pencemaran dan kerusakan lingkungan
menjadi kegiatan usaha); membatasi hidup (Pasal 42-43), hal mana diperinci
jumlah emisi GRK yang dihasilkan oleh dalam Peraturan Pemerintah No. 46
industri; mendorong pembangunan dan tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi
pemanfaatan energi terbarukan; atau Lingkungan Hidup.
memperbaiki sistem pengelolaan limbah.
Upaya tersebut membutuhkan biaya yang Dalam konteks upaya pengurangan
tidak sedikit dan memberikan dampak emisi GRK, hal di atas dikenalkan dengan
langsung terhadap perekonomian dalam istilah instrumen carbon pricing, yakni
jangka pendek. pemberian harga atau nilai ekonomi atas
setiap emisi GRK yang dikeluarkan pelaku
Salah satu dampak yang ditimbulkan usaha atau kegiatan yang mengeluarkan
dalam aktivitas ekonomi (produksi) adalah emisi. Di satu sisi, dengan pemberian
berkurangnya kualitas lingkungan atau harga atas emisi GRK diharapkan pelaku
terjadi negatif eksternalitas (unpriced usaha/kegiatan akan mengendalikan, atau
542 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

bahkan menurunkan tingkat emisinya ekonomi”. Pada prinsipnya, semua jenis


karena ada konsekuensi biaya yang harus emisi GRK dapat diperdagangkan yakni
ditanggung. Di sisi lain, dengan mengadopsi karbon dioksida (CO2), metana (CH4),
pendekatan pasar, penurunan tersebut nitrat oksida (N2O), hidrofluorokarbon
dapat dilakukan dengan cara yang paling (HFCs), perfluorocarbons (PFCs), dan
cost-effective, termasuk memungkinkan sulfur heksafluorida (SF6). Karena jenis dan
pelibatan masyarakat/pihak lain yang turut dampak perubahan iklimnya yang beragam,
serta mendukung
2. Jenis-jenis upaya ekonomi
Instrumen penurunan emisi
karbon unit perdagangan karbon biasanya
sehingga tidak seluruhnya
Perdagangan Karbon harus dilakukan menggunakan satuan “setara-ton-CO2” (ton
pemerintah yang berarti mengurangi
Perdagangan karbon dan pasar karbon adalah CO2_equivalent).
dua istilah yang sering kali
anggaran yang diperlukan (Djaenudin et.al.,
digunakan secara kurang tepat untuk mengacu ke satu hal yang sama. Pasar sendiri
2018). Bentuk utama perdagangan karbon ada
seringBahkan
dipahamipelaksanaan
sebagai tempatinstrumen
bertemunya ini pembeli dan penjual, meski pasar karbon
dapat menjadi
secara kontekssumber pendapatan
lebih tepat negara sebagaidua
untuk dipahami yakni perdagangan
kumpulan izin emisi dan offset
kebutuhan/keinginan
untuk melakukan
terhadap hak atasaksi-aksi
emisi GRKmitigasi lainnya.
(Hindarto, Samyanugraha,emisi.
& Nathalia, 2018). Hak tersebut
dapat berupa hak untuk melepaskan GRK ataupun hak atas penurunan emisi GRK.
I.1.Dengan
Jenis-Jenis Instrumen 1) Perdagangan Izin Emisi
pemahaman pasarEkonomi
karbon diKarbon
atas, maka secara sederhana perdagangan karbon
dapat diartikan sebagai “proses pengalihan [melaluiDalam jual beli] hak atas
sistem karbon (emisi
perdagangan izin emisi atau
a. GRK)
Perdagangan
dengan dan Karbon
kompensasi ekonomi”. Pada prinsipnya, semua jenis emisi GRK dapat
yang biasa disebut juga sebagai sistem
diperdagangkan yakni karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrat oksida (N2O),
Perdagangan karbon dan pasar karbon cap and trade, setiap peserta pasar,
hidrofluorokarbon (HFCs), perfluorocarbons (PFCs), dan sulfur heksafluorida (SF6).
adalah
Karenadua istilah
jenis dan yang
dampak sering kali digunakan
perubahan umumnya
iklimnya yang beragam, pelaku usaha
unit perdagangan karbon(perusahaan
secara
biasanyakurang tepat untuk
menggunakan satuan mengacu ke 2” (tonatau
“setara-ton-CO organisasi), diharapkan mengurangi
CO2_equivalent).
satu halBentuk
yang utama
sama. perdagangan
Pasar sendiri sering
karbon ada dua emisinya dengan ditetapkannya
yakni perdagangan izin emisi dan batas atas
dipahami sebagai tempat bertemunya
offset emisi. emisi atau emission cap. Praktek yang
pembeli dan penjual,
a. Perdagangan Izin Emisi. meski pasar umum diterapkan adalah di awal periode
karbonDalam sistem
secara perdagangan
konteks izin emisi
lebih tepat atau yang(biasanya
untuk biasa disebut awaljuga sebagai
tahun) sistem
setiap peserta pasar
cap and
dipahami trade, kumpulan
sebagai setiap peserta pasar, umumnya(misal
kebutuhan/ pelaku perusahaan
usaha (perusahaan atau
pembangkit listrik)
organisasi), diharapkan
keinginan terhadap hak atas emisi GRK mengurangi emisinya dengan ditetapkannya batas atas
dialokasikan sejumlah izin emisi sesuai
emisi atau
(Hindarto, emission cap. Praktek
Samyanugraha, yang umum diterapkan
& Nathalia, batas atasadalah emisidiyang
awal periode
dapat dilepaskan/
(biasanya awal tahun) setiap peserta pasar (misal perusahaan pembangkit listrik)
2018). Hak tersebut dapat berupa hak dikeluarkan (cap). Di akhir periode, para
dialokasikan sejumlah izin emisi sesuai batas atas emisi yang dapat
untukdilepaskan/dikeluarkan
melepaskan GRK ataupun hak atas peserta harus melaporkan jumlah emisi
(cap). Di akhir periode, para peserta harus melaporkan
penurunan emisi GRK.
jumlah emisi riil yang telah mereka lepaskan. Pihak riilyang
yangmelepaskan
telah merekaemisilepaskan.
lebih dari Pihak yang
melepaskan emisi
batas atas yang telah ditentukan baginya (defisit) maka harus membeli tambahan lebih dari batas atas
Dengan pemahaman pasar karbon di atas, yang telah ditentukan baginya (defisit)
izin emisi dari mereka yang izin emisinya tidak seluruhnya terpakai (surplus)
maka sebagaimana
secara sederhana perdagangan
diilustrasikan dalam Gambar 1. Pelaku makausaha/kegiatan
harus membeli yangtambahan
diakhir izin emisi
karbonmasa dapat
yang diartikan
ditentukansebagai “proses
tidak dapat memenuhidari jumlahmereka yang
izin emisi izin emisinya tidak
maksimumnya
pengalihan [melalui
(kekurangan jual dan
izin emisi beli]
tidakhak atas izin emisi
membeli dari pihakterpakai
seluruhnya lain atau(surplus)
melakukan sebagaimana
karbonoffset
(emisi GRK)akan
emisi), dengan dan kompensasi
dikenakan sanksi, umumnya denda.
diilustrasikan dalam Gambar 8.3. Pelaku

Gambar 8.5. Ilustrasi sistem perdagangan izin emisi


Gambar 1. Ilustrasi sistem perdagangan izin emisi

b. Offset Emisi.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 543
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

usaha/kegiatan yang diakhir masa yang kegiatan/proyek (termasuk di negara)


ditentukan tidak dapat memenuhi jumlah dapat memperoleh pembayaran, misal dari
izin emisi maksimumnya (kekurangan izin semacam trust fund (dari berbagai negara
emisi dan tidak membeli izin emisi dari maju) jika kegiatan/proyek yang dilakukan
pihak lain atau melakukan offset emisi), berhasil menurunkan emisi GRK atau
akan dikenakan sanksi, umumnya denda. menyerap kabon dengan jumlah tertentu.
Perlu dicatat bahwa kegiatan terkait RBP
1) Offset Emisi tidak hanya harus berasal dari kegiatan
Jika dalam sistem perdagangan izin emisi terkait REDD+. RBP dapat pula dilakukan
yang dijual belikan adalah surplus izin emisi, berdasarkan perjanjian dua pihak (misalnya
dalam offset emisi (sering juga disebut antara masyarakat/organisasi di Indonesia
offset karbon), yang diperjualbelikan adalah dan pihak luar negeri) dimana pihak
hasil penurunan emisi atau peningkatan pelaksana melakukan aksi mitigasi dan
penyerapan emisi, yang biasa disebut pihak lain memberi insentif/pembayaran
sebagai kredit karbon, yang mana tidak secara proporsional dengan jumlah hasil
akan terjadi jika tidak dilakukannya sebuah aksi mitigasinya.
kegiatan/aksi mitigasi. Karena itu biasanya Proses Measurement, Reporting &
pada awal aksi mitigasi harus dibuktikan Verification (MRV) menjadi salah satu mata
bagaimana praktek atau teknologi yang rantai terpenting dalam rangka penyiapan
sebelumnya digunakan (common practice) data emisi GRK yang akurat, valid dan
-yakni praktek/teknologi sebelum ada aksi dapat dipertanggungjawabkan. Berbagai
mitigasi- dan berapa emisi yang sebelumnya instrumen perundangan telah diterbitkan
lepas karena hal tersebut (emisi baseline) sebagai pedoman dalam pelaksanaan
untuk kemudian, diakhir proyek, diukur/ MRV, diantaranya adalah Perpres 71 tahun
diverifikasi pencapaian hasil aksi mitigasinya 2011 tentang IGRK (tahap revisi untuk
melalui proses yang biasa disebut MRV penggabungan), Perpres 61 tahun 2011
(Measurement, Evaluation and Verification) tentang Rencana Aksi Nasional (tahap revisi
atau pengukuran/pemantauan, pelaporan untuk penggabungan), PermenLHK No. 70
dan verifikasi. Kredit karbon ini kemudian tahun 2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan
digunakan oleh pembeli untuk menghapus REDD+, PermenLHK nomor 71 tahun 2017
(offset) emisinya sehingga pembeli bisa tentang Penyelenggaraan SRN, PermenLHK
mengklaim telah mengurangi tingkat emisi No. 72 Tahun 2017 Tentang Pedoman
GRK-nya tanpa melakukan aksi mitigasi Pelaksanaan Pengukuran, Pelaporan
sendiri. Dan Verifikasi Aksi Dan Sumberdaya
b. Pembayaran Berbasis Kinerja Pengendalian Perubahan Iklim, dan
PermenLHK No. 73 Tahun 2017 tentang
Pembayaran berbasis kinerja atau biasa Pedoman Penyelenggaraan Dan Pelaporan
disebut sebagai Result Based Payment (RBP) Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional.
adalah insentif finansial (pembayaran) yang
diberikan kepada negara, pelaku usaha atau Terkait dengan verifikasi pelaporan,
kegiatan atas hasil capaian pengurangan Peraturan Menteri No.72 Tahun 2017
emisi yang telah diverifikasi (MRV). Di telah mengatur tentang verifikasi
Indonesia, RBP biasanya dikaitkan dengan pelaporan pengurangan emisi dilakukan
insentif bagi kegiatan Reduction Emissions oleh verifikator eksternal dalam hal ini
from Deforestation and Forest Degradation verifikator independen untuk kepentingan
(REDD+). Dalam kegiatan REDD+, pelaku pembayaran berbasis kinerja dan
544 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

verifikator internal yang ditunjuk oleh karbon internasional karena tidak memiliki
Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim komitmen dan target khusus untuk
untuk memverifikasi atas hasil capaian melakukan penurunan emisi. Protokol Kyoto
kinerja aksi mitigasi. Verifikasi independen mengatur secara khusus tiga mekanisme
ini dibutuhkan untuk menjamin akurasi NEK, yakni perdagangan emisi internasional,
dan transparansi dari kapasitas pelaporan Clean Development Mechanism (CDM)
pengurangan emisi (Pambudi et.al., 2018). dan Joint Implementation (JI). Konsep
perdagangan emisi internasional secara
Sekilas, RBP terkesan mirip dengan umum mirip dengan perdagangan emisi
mekanisme perdagangan, khususnya dalam sistem cap and trade, namun
offset emisi. Perbedaan pokok keduanya dilakukan antar negara maju (negara Annex
adalah dalam RBP tidak ada pengalihan 1) yang terkena target penurunan emisi
hak atas karbon (unit karbon), khususnya berdasarkan Protokol Kyoto. Selain itu,
secara internasional sehingga tidak dapat komoditas yang diperdagangkan skema
menggunakannya untuk mengurangi pedagangan emisi internasional tersebut
(meng-offset) tingkat emisi pihak pemberi adalah unit-unit yag dihasilkan dari kegiatan
pembayaran. CDM dan JI.
c. Pajak atas Karbon Skema CDM dimaksudkan untuk
Terminologi “pajak karbon” biasanya memberikan insentif kepada negara-negara
diterapkan atas kandungan karbon, seperti berkembang (yang tidak dibebankan
misalnya pajak karbon yang dikenakan target khusus penurunan emisi GRK)
untuk bahan bakar, atau atas emisi GRK untuk mengembangkan kegiatan/
langsung (direct emission). Dengan kata proyek penurunan dan peningkatan
lain, obyek pajak akan membayar pajak penyerapan emisi GRK, sedangkan skema
berdasarkan jenis dan jumlah bahan bakar JI memungkinkan negara-negara maju yang
yang diproduksi/konsumsi atau berdasarkan terkena kewajiban penurunan emisi GRK
jumlah emisi GRK yang dilepaskan sesuai dalam Protokol Kyoto untuk melakukan
hasil pengukuran dan verifikasi. Contoh kerjasama penuruan emisi di antara
negara-negara yang menerapkan pajak mereka.
karbon atas bahan bakar adalah Denmark, Dalam Persetujuan Paris, prinsipnya semua
India, Jepang dan Meksiko. Sedangkan negara mempunyai target penurunan
yang menerapkan pajak atas emisi GRK emisi sehingga setiap hasil aksi mitigasi
adalah Chile dan Afrika Selatan. Sedangkan sudah seharusnya akan digunakan untuk
terminologi “pajak atas karbon” mencakup memenuhi target NDC terlebih dahulu.
variasi pajak karbon yang lebih luas seperti Berbeda dengan Protokol Kyoto, tidak ada
pemberian insentif atau disinsentif pajak pengaturan spesifik tentang jenis-jenis NEK
berbasis kinerja emisi, pertukaran pajak yang dapat diterapkan di bawah Persetujuan
(tax swap), pajak atas emisi tidak langsung, Paris. Setidaknya ada tiga skema terkait
dan lain-lain. NEK yang tersirat dalam Persetujuan Paris
I.2. Pengaturan Penyelenggaraan Instrumen (Pasal 5 dan 6): pemanfaatan pembayaran
Ekonomi Karbon berbasis kinerja (RBP); kerjasama sukarela
antara negara secara umum; penggunaan
Dalam Protokol Kyoto, Indonesia dan mekanisme non-market (termasuk pajak
banyak negara berkembang lain dapat atas karbon), dengan sebagai berikut:
dengan leluasa melakukan perdagangan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 545
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

• Result-based Payment. Pasal 5 ayat Pendekatan semacam CDM (yang berakhir


(1) Persetujuan Paris mendukung tahun 2020) kemungkinan besar akan
dan mendorong negara-negara untuk sangat berkurang karena perdagangan
mengembangkan pembayaran berbasis internasional hanya akan dilakukan jika
kinerja (RBP) untuk REDD+ di negara ada kondisi “surplus” di mana suatu negara
berkembang. capaiannya melebih target NDC-nya dan
“defisit” dimana ada negara yang tidak
• Cooperative Approach. Pasal 6 secara
dapat mencapai target NDC-nya dengan
umum mengatur jenis dan framework
upaya sendiri. Hal mana sulit diprediksi
kerjasama antar negara (cooperative
karena total NDC sekarang ini bahkan masih
approaches), termasuk untuk mencapai
kurang untuk mencapai target pengendalian
target NDC. Ada tiga substansi pokok
pemanasan global dibawah 2 derajat
dalam pasal tersebut: (a) bahwa negara
Celcius. Hal ini berhubungan pula dengan
pihak dapat memilih untuk melakukan
larangan “pencatatan berganda” (double
kerjasama secara sukarela (termasuk
counting) yaitu ketika hasil mitigasi yang
dengan negara lain) untuk melakukan
sama dicatat dan dilaporkan oleh lebih dari
aksi-aksi adaptasi dan mitigasi dan
satu pihak, sehingga berimplikasi setiap ton
pencapaian target NDC secara ambisius,
emisi GRK yang dijual ke luar negeri untuk
serta mendorong pembangunan
pencapaian NDC negara lain harus dihitung
berkelanjutan dan integritas lingkungan
sebagai emisi negara penjual. Oleh karena
(Pasal 6 ayat (1)) dengan instrumen yang
itu, volume permintaan (demand) dari
disediakan oleh Pasal 6 ayat (2) dan
pasar karbon internasional dalam kerangka
(4). Pasal 6 ayat (2) dan (3) mengatur
Persetujuan Paris UNFCCC saat ini masih
mengenai permindahan pencatatan
sulit diperkirakan.
output dari kegiatan mitigasi di suatu
negara ke negara lain secara sukarela Dari paparan di atas dapat disimpulkan
(Internationally Transferred Mitigation bahwa instrumen ekonomi karbon,
Outcomes (ITMOs) dengan ketentuan khususnya perdagangan karbon, lebih
ketat untuk memastikan tidak terjadi diperlukan bagi Indonesia untuk mendorong
pencatatan ganda (double counting) aksi mitigasi di dalam negeri dan mencapai
dari transaksi dimaksud. Pasal 6 ayat pemenuhan target NDC secara cost-
(4) mengatur mekanisme sukarela effective, bahkan sebagai opsi sumber
aksi mitigasi pada tingkat proyek pendapatan negara untuk melakukan
untuk mendukung pembangunan aksi adaptasi. Instrumen NEK juga akan
berkelanjutan dan aksi mitigasi. Pasal meningkatkan partisipasi masyarakat
6 ayat (2) dan (4) di atas dikategorikan dalam aksi penurunan emisi sehingga dapat
sebagai instrumen pasar. mengurangi beban negara dalam mencapai
• Instrumen Non-pasar. Pasal 6 ayat target NDC. Perdagangan karbon ke luar
(8) menyatakan bahwa negara pihak negeri masih bisa dilakukan mengingat
menyadari pentingnya melakukan potensi manfaatnya namun harus dilakukan
pendekatan, antara lain, non-market dengan hati-hati dan terkendali (termasuk
seperti transfer teknologi, peningkatan dengan membatasi perdagangan ke luar
kapasitas, keuangan (misalnya pajak atas negeri) untuk memastikan tercapainya
karbon1) untuk mendorong partisipasi target NDC.
masyarakat dan pelaku usaha dalam
mencapai target NDC.
Agus , F. (2007). Cadangan, emisi, dan
546 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

Bahan Bacaan

konservasi karbon pada lahan gambut. Makalah pada Bunga Rampai Konservasi Tanah dan
Air. Jakarta: Pengurus Pusat Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia 2004-2007.
Badan Litbang Kehutanan. (2010). Informasi persediaan dan penyerapan karbon pada berbagai
jenis tanaman dan tipe hutan di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan.
Badan Standardisasai Nasional. (2011). SNI 7724 : Pengukuran dan penghitungan cadangan
karbon – Pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan. Jakarta: Badan
Standardisasai Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2011). SNI 7725 : Penyusunan persamaan alometrik untuk
penaksiran cadangan karbon hutan berdasar pengukuran lapangan. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
CIFOR. (2010). REDD: Apakah itu?. Pedoman CIFOR tentang hutan, perubahan iklim dan REDD.
Bogor: CIFOR.
[Direktoat IGRK dan MPV] Direktorat Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan,
dan Verifikasi. (2017). “Pedoman Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (Measurement,
Reporting, and Verification) REDD+ Indonesia”. Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Jakarta.
[Ditjen PPI] Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. (2018). Pedoman Penjaminan dan Pengendalian Mutu (QA/QC) Inventarisasi
GRK Indonesia.
Djaenudin, D., Wicaksono, D., Samyanugraha, A., Iqbal, M., Pambudi, R., Aufar, A., Nathalia, D.
(2018). Peran Instrumen Mitigasi Perubahan Iklim Berbasis Pasar dan Pencapaian Target
NDC. Policy Brief P3SEKPI-PMR, 1–8.
Durojaye O., Laseinde T., Oluwafemi I. (2020) A Descriptive Review of Carbon Footprint. In:
Ahram T., Karwowski W., Pickl S., Taiar R. (eds) Human Systems Engineering and Design
II. IHSED 2019. Advances in Intelligent Systems and Computing, vol 1026. Springer,
Cham. https://doi.org/10.1007/978-3-030-27928-8_144
Herawaty, H., & Santoso, H. (2007). Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda
pembangunan: tantangan kebijakan dan pembangunan. Adaptasi terhadap bahaya
gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim. Laporan
Pertemuan Dialog Pertama Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim, CIFOR.
Hindarto, D. E., Samyanugraha, A., & Nathalia, D. (2018). Pengantar Pasar Karbon untuk
Pengendalian Perubahan Iklim. Diambil dari http://pmr-indonesia.org
IPCC (Inter Governmnetal Panel on Climate Change). (2003). Good practice guidance for land use,
land-use change and forestry. Japan: Institute for Global Environmental Strategies (IGES)
for the IPCC.
IPCC. (2006). IPCC Guidelines for national greenhouse gas inventories, prepared by the national
greenhouse gas inventories programme. (H. S. Eggleston, L. Buendia, K. Miwa, T. Ngara, &
K. Tanabe, Penyunt.) Japan: IGES.
IPCC. (2007). Climate change 2007: Impact, adaptation and vulnerability. Dalam M. C. Parry,
M. L. Parry, O. F. Canziani, J. P. Palutifof, P. J. van der Linden, & C. E. Hanson (Penyunt.),
Contribution of Working Group II to the Fourth Assessement Report of the Environmental
Panel on Climate Change (IPCC) (hal. 973). Cambridge, UK: Cambridge University Press.
JIFPRO. (1996). Global warming and forests, global forestry promotion. Tokyo, Japan: Japan
International Forestry Promotion and Cooperation Centre (JIFPRO).
Kementerian Kehutanan. (2010-2013). Statistik kehutanan Indonesia. . Jakarta: Kementerian
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 547
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

Kehutanan.
Locatelli, B., Kannined, M., Brockhaus, M., Colfer, J. P., Murdiyarso, D., & Santoso, H. (2008).
Facing an uncertain furture: How forests and people can adapt to climate change. Forest
Perspectives(5).
Mettzger, M. R.-M., Mettzger, M. J., Rounsevell, M. D., Acosta-Michlik, L., Leemans, R., & Schroter,
D. (2006). The vulnerability of ecosystem services to land use change. Agriculture Ecosystem
and Environment(114), 69 – 85.
Olmos, S. (2001). Vulnerability and adaptation to climate change : Concepts, issues, assessment
methods. Dipetik Juli 14, 2008, dari http://www.cckn.net/pdf/va_foundation_final. pdf.
Pambudi, R., Aufar, A., Djaenudin, D., Samyanugraha, A., Iqbal, M., & Nathalia, D. (2018). Kesiapan
Data Emisi untuk Instrumen. 1–8.
Pandey, D., Agrawal, M., Pandey, J.S. (2010). Carbon footprint: current methods of estimation.
Environ Monit Assess. DOI 10.1007/s10661-010-1678-y.
Page, S. T., Siegert, F., Rieley, J., B’ohm, H., Jaya, A., & Limin, S. (2002). The Amount of carbon
released from peat and forest fires in Indonesia during 1997. Nature(420), 61–65.
Pranaji, T. (2005). Keserakahan, Kemiskinan, dan Kerusakan Lingkungan. Indonesia yang Bebas
Korupsi, Rukun, dan Mandiri, 3(4), 313–325. https://doi.org/10.21082/akp.v3n4.2005.313-
325
Rachman, S. (2012). National forest monitoring system untuk mendukung REDD+ Indonesia.
Workshop Sistem MRV Perhitungan Karbon untuk REDD+ di Provinsi Nusa Tenggara Barat,
24 September 2012. 
Radu, A.L., Scrieciu, M.A., Caracota, D.M. (2013). Carbon Footprint Analysis: Towards a Projects
Evaluation Model for Promoting Sustainable Development. Procedia Economics and
Finance 6 ( 2013 ) 353 – 363. International Economic Conference of Sibiu 2013 Post Crisis
Economy: Challenges and Opportunities, IECS 2013. Doi: 10.1016/S2212-5671(13)00149-4.
RAN-PI. (2007). Rencana aksi nasional untuk perubahan iklim. Jakarta: Kementerian Negara KLH.
Ratnasingam, J., Ramasamy, G., Toong, W., Senin, A.L., Kusno, M.A., Muttiah, N. (2015). An
Assessment of the Carbon Footprint of Tropical Hardwood Sawn Timber Production.
BioResources 10(3), 5174-5190. https://www.researchgate.net/publication/331987212.
Robledo, & Corner. (2005). Adaptation of forest ecosystem and the forest sector to climate change.
Forest and climate change working papaer 2 FAO USA swiss agency for development and
cooperation. Rome.
Rochmayanto, Y. (2010). Tingkat kerentanan dan pola adaptasi masyarakat terhadap perubahan
iklim di DAS Kampar. Kuok: Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat.
Romero, J. (2005). Adaptation to vlimate change : Finding from the IPCC TAR. Dalam Tropical forest
and adaptation to climate change: In Search of synergies. Bogor: CIFOR.
Sakuntaladewi, N., & Arivanti, V. B. (2011). Penaksiran kerentanan dan strategi adaptasi masyarakat
di dalam dan sekitar hutan terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrim pada ekosistem
kering. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.
Sakuntaladewi, N., Irawanti, S., & Sylviani. (2010). Penaksiran kerentanan dan strategi adaptasi
masyarakat di dalam dan sekitar hutan terhadapperubahan iklim dan cuaca ekstrim
pada ekosistem pantai. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan
Kebijakan.
Salosa, S. (2010). Penafsiran kerentanan (ketergantungan) masyarakat di dalam dan sekitar hutan
terhadap sumberdaya hutan dan stategi adaptasi terhadap perubahan musim dan cuaca
ekstrim pada ekosistem pegunungan: Laporan Hasil Penelitian 2010. Manokwari: Balai
Penelitian Kehutanan Manokwari.
548 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

Smith, A. O., Cutter, S. L., Warner, C., Corendea, & Yuzva, K. (2012, November). Addressing loss and
damage in the context of social vurnerability and resilience. Policy Breaf(7).
UN ESCAP. (2016). The economics of climate change in the Asia-Pacific Region. 1–44. Diambil dari
www.unescap.org
Watkiss, P., Downing, T. E., & Dyszynzki, J. (2010). Adapt cost project : analysis of the economic
cost of climate change adaptation in Africa. Nairobi, Kenya: United Nation Environment
Programme.
WHO. (2008). Protecting Health from from Climate Change. World Helathy Day 2008. www.who.
int/world-health-day.
LAMPIRAN

AKRONIM

GLOSARIUM
Lampiranl 1. Persyaratan tempat tumbuh beberapa jenis pohon untuk hutan tanaman di lahan asam dan lahan basah
Persyaratan Tempat Tumbuh

Nama Tem-
Nama Botani dan pera- Toleransi
No. Perdagan- Ketinggian Tipe Iklim/ Tekstur Kegunaan
Famili tur Ph Tanah Drainase Terhadap
gan (M Dpl) Curah Hujan Tanah
Udara Naungan
(Oc)
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
LAMPIRAN

1
A. Lahan Asam
1 Acacia mangium Mangium 0 – 300 1.000 – 1.2000 13 – 32 sedang Asam - netral Lembab, Perlu cahaya A4,A6, A10,
Wild(Leguminosae) Terendam sedang B2-4,B9, C5, C7,
musiman C9, D3, D6
2 Agathis dammara A.B. Damar 100 – 1.600 2.000 – 4.000 12 – 34 Ringan, se- Asam - netral Drainase intoleran B2-5, C6-7,D5
Lamb (Fagaceae) dang, berat baik, lembab

3 Albizia falcataria (L) Jeunjing 0 – 2.000 2.000 – 4.000 20 – 34 Ringan, se- Asam - netral Drainase Perlu cahaya A6,A8,B2-4,C4-
Forbserg (Legumino- dang, berat baik, lembab kuat/intoleran 5,C7
sae)
4 Alstonia scholaris R.Br. Pulai 0 – 1.000 A,B,C 19 – 33 Ringan – berat Asam - netral Sangat cepat Semi intoleran B2-3
(Sterculiaceae) s/d agak
terhambat
5 Anthocepahalus Jabon 0 – 1.000 1.300 – 4.000 19 – 33 Ringan – berat Asam - netral Sangat cepat intoleran B2-3,C5, C7
cadamba Miq (Rubi- s/d baik
aceae)
6 Araucaria cunninghamii Hoop pine 0 – 2.000 1.000 – 1.800 16 – 30 Sedang – berat Asam - netral baik Sangat B1-
D. Don (Araucaciaceae) tergantung 4,C1,C3,C6,C7
cahaya toleran
naungan waktu
muda
7 Araucaria hunsteinii K. Klinki pine 200 – 1.800 1.600 – 4.600 12 – 32 Sedang – berat Asam - netral Drainase Perlu cahaya B1-4,B6-
Schum (Araucaciaceae) baik, lembab kuat/intoleran 7,B9,C1-3,C6-
hambat 7,C9
8 Calliandra calothyrsus Kaliandra 150 – 1.500 1.000 – 3.000 18 – 30 Ringan, se- Asam - netral Drainase Perlu cahaya A4,A6,A8-
Meisan (Leguminosae) dang, berat baik, lembab kuat/intoleran 9,C4,C8,D3,D7
Lampiran 1. lanjutan
Persyaratan Tempat Tumbuh

Nama Tem-
Nama Botani dan pera- Toleransi
No. Perdagan- Ketinggian Tipe Iklim/ Tekstur Kegunaan
Famili tur Ph Tanah Drainase Terhadap
gan (M Dpl) Curah Hujan Tanah
Udara Naungan
(Oc)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
9 Cassia siamea Lam. Johar 0 – 1.000 650 – 1.500 13 – 35 Ringan - se- Asam - netral Drainase Perlu cahaya A3, A6, A9, B4,
(Leguminosae) dang baik kuat/intoleran C2, C4, C7
10 Casuarina glauca Sleb. Cemara 0 – 30 900 – 1.150 10 – 30 Sedang - berat netral Terendam intoleran A3,B9,C3,
(Casuarinaceae) musiman C4,C8,D2
11 Dalbergia latifolia Sonokeling 0 – 600 C,D, 1.800 24 – 33 Ringan - berat Asam - nertral Sangat cepat Semi toleran A4,A6,B4,
Roxb. (Papilionaceae) - baik waktu muda B6,B9,C1, C3-
4,C7,D3, D7
12 Dalbergia sissoo Roxb. Sonobrits 0 – 1.500 500 – 4.000 18 – 33 Ringan - se- Asam - netral Sangat cepat intoleran A4,A6,B4,
(Apilionaceae) dang s/d terham- B6,B9,C1, C3-
bat 4,C7,D3, D7
13 Duabanga moluccana Duabanga 30 – 800 B 27 – 32 Sedang netral Sangat cepat Intoleran C7
Bl. (Sonneratiaceae) s/d baik
14 Dipterocarpus spp. Kruing 0 – 400 A,B,C 20 – 34 Ringan - se- Asam - netral Baik s/d Semi toleran B1-2,B5-8, C7
(Dipterocarpaceae) dang agak ter-
hambat
15 Eucalyptus deglupta Leda 0 – 2.500 2.000 – 5.000 21 – 23 Ringan, se- Asam - netral Drainase Toleran A9,B1-5,C4-
F.Muell. (Myrtaceae) dang, berat baik 5,C7, D4
16 Eucalyptus pellita Ekaliptus 0 – 1.000 900 – 2.400 12 – 34 Ringan - se- Asam - netral Drainase Toleran B1-5,B7-8 ,C2-
F.Muell. (Myrtaceae) pelita dang baik 4,C7,D4
Lampiran

17 Eucalyptus urophylla Ampupu 200 – 3.000 1.100 – 1.950 8 – 26 Ringan, se- Asam - netral Drainase Perlu cahaya B1,C2-5
S.T.Blake (Myrtaceae) dang, berat baik kuat/intoleran
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

18 Gliricidia sepium (Jacq) Gamal 0 – 2.200 500 – 1.800 10 – 34 Ringan, se- Basa, netral, Drainase Perlu cahaya A1-2,A6,B1-2
Walp (Papilionaceae) dang, berat asam baik, lembab kuat/intoleran ,B4,B8,C3-4
551
Lampiran 1. lanjutan
552

Persyaratan Tempat Tumbuh

Nama Tem-
Nama Botani dan pera- Toleransi
No. Perdagan- Ketinggian Tipe Iklim/ Tekstur Kegunaan
Famili tur Ph Tanah Drainase Terhadap
gan (M Dpl) Curah Hujan Tanah
Udara Naungan
(Oc)
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Lampiran

1
19 Gmelina arborea Roxb. Gmelina 0 – 2.100 1.000 – 4.500 18 – 24 Ringan, se- Netral - asam Drainase Perlu cahaya A6,B2-4, C2-
(Verbenaceae) dang, berat baik, lembab kuat/intoleran 5,C7,D3, D7
20 Gonystilus bancanus Ramin 0 – 100 A,B 29 – 31 Ringan- se- Asam - netral baik s/d Toleran B2,B4,B6, C7-8
Kurz. (Thymeliacidae) dang terhambat
21 Intsia bijuga O.Kize Merbau 0 – 50 A,B,C,D 29 – 33 Ringan - se- Asam - netral Agak cepat - Intoleran B1,C3
(Caesalpininanceae) dang terhambat
22 Khaya antotheca A. Kaya 50 – 300 1.500 – 2.000 20 – 26 Sedang - berat Asam netral Agak cepat Intoleran A1, A6, B2, B4,
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

Juss. (Meliaceae) s/d agak B8, C4-5, C7


terhambat
23 Khaya senegalensis African 0 – 1.800 700 – 1.500 11 – 34 Sedang - berat Asam - netral Lembab Perlu cahaya A1, A6, B2, B4,
(Desr) (Meliacaea) mahagony sedang/toleran B7-8, C4-5, C7
waktu muda
24 Lopopetalum javani- Perupuk 0 – 50 A,B 29 – 33 Sedang - berat Asam - netral Agak Intoleran B4,B6,C7
cum Zoll (Calestraceae) terhambat
– sangat
terhambat
25 Manilkaran kauki Sawo kecik 0 – 300 1.300 – 1.900 24 – 33 Ringan - se- Netral Sangat tepat Intoleran C8, D9
Dubarad (Sapotaceae) dang - baik
26 Melalauca leucaden- Kayu putih 0 -800 800 – 1.600 18 – 34 Ringan – se- Basa – netral - Terendam Perlu cahaya A1, A3-4,
dron Don. (Myrtaceae) dang - berat asam musiman kuat/ intoleran B1,B8,C1-2, C4-
5,D4,D6-7
27 Michelia champacai Cempaka 0 – 500 1.000 – 4.000 20 – 33 Ringan - se- Netral Baik Intoleran B6, D4
LINN (Magnoliaceae) dang
28 Octomeles Sumatrana Binuang 0 -500 2.000 – 5.000 20 – 34 Ringan - se- Asam Drainase Perlu cahaya D3, C4, C7
Mig. Schum (Datisca- dang baik , lem- kuat/ intoleran
ceae) bap
Lampiran 1. lanjutan
Persyaratan Tempat Tumbuh

Nama Tem-
Nama Botani dan pera- Toleransi
No. Perdagan- Ketinggian Tipe Iklim/ Tekstur Kegunaan
Famili tur Ph Tanah Drainase Terhadap
gan (M Dpl) Curah Hujan Tanah
Udara Naungan
(Oc)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
29 Peronema canesces Sungkai 0 – 600 A, B, C 24 – 33 Ringan - se- Asam - netral Sangat Intoleran B4, B6
Jack. (Verbenaceae) dang cepat – agak
terhambat
30 Pinus caribea Morelet Caribea 0 – 1.000 60 – 4.000 15 – 34 Ringan - se- Asam - netral Drainase Perlu cahaya B1, B2, B5, C1-
(Pinaceae) Pine dang baik, teren- kuat/ intoleran 4, C6, D1
dam musim
31 Pinus merkusii Jungh & Tusam 800 – 1.600 2.000 – 3.000 16 – 30 Ringan - se- Asam - netral Drainase Perlu cahaya B1-3, C1, C4, C6
de Vriese (Pinaceae) dang baik kuat/ intoleran -7, D1
32 Pinus oocarpa Schiede Ocoti pine 0 – 2.000 750 – 1.500 8 – 30 Ringan – se- Asam - netral Drainase Perlu cahaya B2-3, C1, C3,
(Pinaceae) dang- berat baik kuat/ intoleran C5, D1
33 Pometia pinnata Kurz Matoa 0 – 600 A, B 24 – 33 Ringan - berat Asam - basa Cepat - baik Intoleran B2, B6, D8
(Sapindaceae)
34 Rhizophora apiculata Bakau- 0 – 50 A, B, C 29 – 33 Ringan Asam - basa Agak Intoleran A1, B6-7, C3 –
Bl. (Rhizophoraceae) terhambat 5, C7
bakauan
– sangat
terhambat
35 Santalum album L. Cendana 50 – 800 1.100 – 2.000 22 – 23 Ringan -berat Asam - netral Sangat cepat Intoleran C9, D4, D9
(Santaliaceae) – baik
36 Sesbania grandiflora Turi 0 -800 1.000 – 2.000 18 – 34 Ringan – se- Asam Terendam Perlu cahaya A3-4, A6, A8-9,
Lampiran

(L.)(Caeisalpinaceae) dang - berat musiman kuat/Intoleran C4-5, D2-3, D5


37 Shorea leprosula Miq. Meranti 0 – 1.300 A, B, C 20 – 33 Sedang - berat Asam - netral Sangat cepat Toleransi waktu B1-2, B4, B6
(Dipterocarpaceae) merah - terlambat muda
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

38 Shorea macropylla Ash. Meranti 0 – 500 A,B,C 29 – 33 Ringan -se- Asam - netral Agak Semi toleran B1-2, B4, B6
(Dipterocarpaceae) merah dang terhambat -
terhambat
553
Lampiran 1. lanjutan
554

Persyaratan Tempat Tumbuh

Nama Tem-
Nama Botani dan pera- Toleransi
No. Perdagan- Ketinggian Tipe Iklim/ Tekstur Kegunaan
Famili tur Ph Tanah Drainase Terhadap
gan (M Dpl) Curah Hujan Tanah
Udara Naungan
(Oc)
Lampiran

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
39 Terietia javanica Bl. Palapi 0 – 800 A, B, C 24 – 33 Sedang - berat Asam - netral Baik - ter- Intoleran waktu B1-2, B6-8, C7
(Sterculiaceae) hambat muda

B. Lahan Basah
1. Casuarina equisetifolia Cemara 0 – 1.400 750 – 2.500 10 – 35 Ringan - berat Basa - netral Terandam Perlu cahaya D1,D5,C1-
L. (Casuarinaceae) laut musiman kuat/intoleran 5,D2,D6
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

2. Cassuarina junghuhni- Cemara 0 – 2.100 750 – 2.000 19 – 28 Ringan, se- Basa, netral, Drainase intoleran A1,A9,C2, C4
ana Miq. (Casuarina- gunung,/ dang, berat asam baik
ceae) aturman-
gan
3. Eucalyptus camadulen- - 0 – 1.500 250 – 1.250 10 – 22 Ringan, se- Basa -netral Terendam Perlu cahaya A1,A7,B1,
sis Dehnh. (Myrtaceae) dang, berat musiman kuat/intoleran B8,C1-5,D7
4. Sweitenia macrophylla Mahoni 50 – 1.400 1.600 – 4.000 11 – 35 Sedang - berat Basa - netral Drainase Perlu cahaya B2, B4-5, C4,
King. (Meliaceae) baik kuat /Intoleran C7,C8
5. Tectona grandis (L.f) Jati 0 – 900 1.250 – 3.000 18 – 32 Sedang - berat Basa - netral Drainase Perlu cahaya B1-8, C1-9
(Verbenaceae) baik kuat /Intoleran
C. Lainnya
1 Bruguiera gymnorhiza Bakau 0 – 50 A,B,C 29 – 33 ringan Asam - basa Agak Intoleran C3-4
L. Sav. (Rhizophora- terhambat
ceae) s/d sangat
terhambat
2. Diospiros celebica Back Eboni 0 – 400 1.500 – 3.500 24 – 33 Ringan - se- Asam - basa Sangat cepat Semi toleran B1,B7,C8
(Ebenaceae) dang s/d baik
Sumber: Gintings et al. (2001), Darwo et al. (2005),Syafari dan Mindawati (2010
Lampiran 1. lanjutan
Keterangan :

A. Peranan dalam land use B. Penggunaan kayu gergajian C. Penggunaan kayu bulat D. Produksi kayu lainnya

1. Naungan dan sekat 1. Konstruksi berat 1. Tiang listrik/telpon 1. Getah

2. Penaung pertanian 2. Konstruksi ringan 2. penyangga/tiang bangunan 2. Pewarna

3. Penahan angin 3. Kotak dan lain-lain 3. Tiang 3. Makanan ternak

4. Pengendali erosi 4. Mebel 4. Kayu bakar/arang 4. Minyak

5. Stabilisasi tanah/pasir 5. Perahu/kapal 5. Pulp serat pnjang 5. Lem

6. Agroforestry 6. Kayu pertukangan 6. Vennir/plywood 6. Obat-obatan

7. Reklamasi lahan 7. Lantai/dinding 7. Bubutan 7. Penghasil madu

8. Memperbaiki tanah 8. Bantalan kereta api 8. Macam-macam 8. Buah/biji makan

9. Tanaman hias 9. Macam-macam 9. Macam-macam

10. Macam-macam
Lampiran
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
555
Lampiran 2. Kesesuaian lahan beberapa jenis pohon untuk hutan tanaman berdasarkan klasifikasi FAO
556

Nama Persyaratan Tipe


No Nama Botani Ketinggian dpl (m) Curah Hujan (mm) Temperatur (Co) pH tanah
Perdagangan Tumbuh Iklim
1 Acacia Mangium S1 0-500 A-B 1000-4500 15-33 5,6-7,5
mangium S2 500-900 C 500-1000 <15 4,5-5,5
N >900 D-E 0-500 >35 <4,5
Lampiran

2 Acacia Akor S1 0-500 C-D 1000-2000 15-33 4,5-7,5


auriculiformis S2 500-1100 A-B >2000 <15 <4,5
N >1100 E 0-500 >35 >7,6
3 Acacia Adek S1 900-2000 A-B-C 500-2000 15-22 4-7,5
decurrens S2 300-900 D >2000 22-35 4,5-7,5
N 100-300 E - >35 >7,6
4 Falcataria Sengon S1 0-1500 A-B-C 800-2500 15-33 4-7,5
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

moluccana S2 1500-2000 D 0-500 <15 <4,5


N - E - >35 >7,6
5 Agathis Kidamar S1 100-1700 A-B 2000-3000 22-35 4-7,5
loranthifolia S2 1700-2000 C 1000-2000 15-22 <4,5
N >2000 D-E 0-1000 >35 >7,6
6 Agathis Damar S1 0-400 A-B-C 2000-3000 22-35 4,5-7,5
bornensis S2 500-900 D 1000-2000 15-22 <4,5
N >900 E 0-1000 >35 >7,6
7 Alstonia Pulai gading S1 0-1000 A-B-C 1000-4000 15-33 4,5-7,5
scholaris S2 1100-1700 D 500-1000 <15 <4,5
N >1700 E 0-500 >35 >7,6
8 Anthocephalus Jabon S1 0-1000 A-B-C 1000-2100 15-33 4,5-7,5
Cadamba S2 1100-1300 D 500-1000 - <4,5
N >1700 E 0-500 >35 >7,6
Lampiran 2. lanjutan
Nama Persyaratan Tipe
No Nama Botani Ketinggian dpl (m) Curah Hujan (mm) Temperatur (Co) pH tanah
Perdagangan Tumbuh Iklim
9 Azodirachta Mimba S1 0-1000 B-C-D 450-1150 <15-33 6-7,5
indica S2 1100-1700 E 1500-2500 - 4,5-6,5
N >1700 >2500 >35 <4,5
10 Shorea joho- Meranti merah S1 75-800 A-B 1300-5700 2-35 4,5-6,5
rensis S2 800-1100 C 500-1000 15-22 6,6-7,5
N >1100 D-E 0-500 >35 >7,6
11 Caliandra Kaliandra S1 100-1500 A-B-C-D 1000-3000 15-35 5,6-7,5
calothirsus S2 1500-1700 E 0-1000 <15 >35 <4,5-5,5
N >1700 - - <4,5
12 Casuarina Cemara laut S1 0-1500 A-B-C-D 500-2500 22-35 6,6-7,5
equisetifolia S2 1500-1700 E >2500 15-22 4,5-6,5
N >1700 - - <15 <4,5 dan>7,6
13 Casuarina Cemara S1 100-2000 A-B-C-D 500-2000 15-28 4-8
junghuhniana gunung S2 0-100 E >2000 28-35 -
N >2000 - - >35 <4,5 dan>8
14 Cassia siamea Johar S1 0-1100 C-D 500-1500 22-35 4,5-7,5
S2 1100-1500 A-B-E >1500 15-22 <4,5 dan> 7,6
N >1500 - - <15 dan >35 -
15 Dalbergia Sonokeling S1 0-500 B-C-D 500-2500 22-35 4,5-7,5
latifolia S2 500-900 A >2500 15-22 >7,6
Lampiran

N >900 E - <15 dan >35 <4,5


16 Santalum Cendana S1 0-900 B-C-D 500-2500 22-35 6,6-7,6
album S2 900-1100 A-E >2500 15-22 4,5-6,6
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

N >1100 _ - <15 dan >35 <4,5


557
Lampiran 2. lanjutan
558

Nama Persyaratan Tipe


No Nama Botani Ketinggian dpl (m) Curah Hujan (mm) Temperatur (Co) pH tanah
Perdagangan Tumbuh Iklim
17 Diospyros Eboni S1 0-500 A-B 1500-3500 22-35 4,5-7,5
celebica S2 500-900 C 1000-1500 15-22 <4,5 dan>7,6
N >900 D-E 0-1000 <15 dan >35
18 Duabanga Binuang laki S1 0-900 B-C 1500-3500 22-35 5,6-7,5
Lampiran

moluccana S2 >900-1100 A 1000-1500 15-22 4,5-5,5


N >1100 D-e 0-1000 <15 dan >35 <4,5
19 Dipterocarpus Keruing S1 0-500 A-B-C 1000-2000 22-35 5,6-7,5
spp. S2 500-900 D >2000 15-22 4,5-5,5
N >900 E 0-500 <15 dan >35 <4,5
20 Pterocarpus Sono kembang S1 0-900 B-C-D 1000-2500 22-35 5,6-7,5
indicus
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

S2 900-1100 A >2500 15-22 4,5-5,5


N >1100 E 0-500 <15 dan >35 <4,5
21 Eucalyptus Leda S1 0-700 A-B 1000-2500 22-35 4,5-6,5
deglupta S2 1700-2000 C-D >2500 dan 500-1000 15-22 6,6-7,5
N >2000 E 0-500 <15 dan >35 <4,5 dan> 7,6
22 Eucalyptus Pelita S1 0-1100 B-C >1500 22-35 4,5-6,5
pellita S2 1100-1500 A-D 1000-1500 15-22 6,6-7,5
N >1500 E 0-1000 <15 dan >35 <4,5 dan> 7,6
23 Eucalyptus Ampupu S1 100-2000 A-B-C 1000-2500 15-28 4,5-6,5
urophylla S2 0-100 D >2500 dan 500 -1000 28-35 6,6-7,5
N >2000 E 0-500 >35 <4,5 dan> 7,6
24 Gliricidia Gamal S1 0-900 A-B-C 500-2500 15-35 4,5-6,5
sepium S2 900-1300 D-E 0-500 dan>2500 >35 6,6-7,5
N >1300 - - <15 <4,5 dan> 7,6
25 Gmelina ar- Jatiputih S1 0-1300 A-B-C-D >1000 22-35 4,5-7,5
borea S2 1300-1500 E 500-1000 >35 >7,6
N >1500 - 0-500 <15 -22 <4,5
Lampiran 2. lanjutan
Nama Persyaratan Tipe
No Nama Botani Ketinggian dpl (m) Curah Hujan (mm) Temperatur (Co) pH tanah
Perdagangan Tumbuh Iklim
26 Gonystilus Ramin S1 0-100 A-B 1500-3000 28-35 4,5-6,5
bancanus S2 100-200 D 1000-1500 dan>3000 15-28 dan>35 6,6-7,5
N >200 E 0-1000 <15 >7,6
27 Intsia bijuga Merbau S1 0-100 A-B-C 1000-3000 22-28 4,5-7,5
S2 100-200 D 500-1000 15-22 dan 28-35 <4,5 dan>7,6
N >200 E 0-500 <15 dan >35 -
28 Khaya anthoth- Mahoni afrika S1 50-1500 A-B-C 1500-3000 22-28 4,5-7,5
eca S2 1500-1700 D 1000-1500 dan >3000 15-22 dan 28-35 -
N >1700 E 0-1000 <15 dan >35 <4,5 dan>7,6
29 Lophopetalum perupuk S1 0-100 A-B 1500-3000 22-35 <4,5 -5,5
javanicum S2 100-200 - 1000-1500 dan>3000 15-22 dan >35 5,5 – 7,5
N >200 C-D-E 0-1000 <15 7,6
30 Leucaena leu- Lamtorogung S1 0-900 B-C-D 500-1500 22-35 5,6- >7,6
cocephala S2 900-1500 A >1500 15-22 4,5-5,5
N >1500 E 0-500 <15 dan >35 <4,5
31 Melaleuca Kayu putih S1 0-700 B-C-D 500-1500 22-35 4,5-7,5
leucadendron S2 700-900 A-E 0-500 dan >1500 15-21 <4,5 dan>7,6
N >900 - - <15 dan >35 -
32 Elmerillia Cempaka S1 0-1100 B-C-D 1000-2500 22-35 4,5-7,5
ovalis hutan S2 1100-1300 A 500-1000 dan >2500 15-21 dan >35 <4,5
Lampiran

N >1300 E 0-500 <15 >7,6


33 Octomeles Binuang bini S1 0-500 A-B >1500 22-35 4,5-6,5
sumatrana S2 500-700 C 1100-1500 15 -21 <4,5 dan 6,6-7,5
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

N >700 D-E 0-1000 <15 dan >35 >7,6


559
Lampiran 2. lanjutan
560

Nama Persyaratan Tipe


No Nama Botani Ketinggian dpl (m) Curah Hujan (mm) Temperatur (Co) pH tanah
Perdagangan Tumbuh Iklim
34 Calophyllum Bintangur S1 0-100 A-B >1500 22-35 <4,5-6,5
soulatri S2 100-300 C 1100-1500 dan >3000 15 -21 6,6-7,5
N >500 D-E 0-1000 <15 dan >35 >7,6
35 Gluta rastrata rengas S1 0-100 A-B 1500-3000 22-35 <4,5-6,5
Lampiran

S2 100-300 C 500-1500 dan >5000 15 -21 6,6-7,5


N >300 D-E 0-500 <15 dan >35 >7,6
36 Peronema Sungkai S1 0-700 A-B-C >1500 22-35 4,5-7,5
canescens S2 700-1100 D 1100-1500 dan >3000 15 -21 >7,6
N >1100 E 0-1000 <15 dan >35 <4,5
37 Podocorpus Melur, Jamuju S1 700-1500 A-B-C >1500 15-28 4,5-7,5
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

imbricatus S2 500-700 dan 1500- D 1100-1500 dan >3000 28 -35 >7,6


N 1700 E 0-1000 <15 dan >35 <4,5
0-700 dan >700
38 Pinus merkussi Pinus , Tusam S1 700-1700 A-B-C >1501 15-38 4,5-6,5
S2 500-700 dan 1700- D 1100-1500 dan >3000 <15 dan 28-35 <4,5 dan 6.6-7,5
N 2000 E 0-1000 >35 >7,6
0-300 dan >2000
39 Pometia pin- Matoa S1 0-900 A-B-C >1500 22-28 4,5-7,5
nata S2 900-1300 D 1000-1500 15 -21 dan 28 -35 <4,5 dan>7,6
N >1300 E 0-1000 <15 dan >35 -
40 Koompassia Kempas S1 0-700 A-B 1500-3000 22-35 4,5-7,5
malaccensis S2 700-1100 C 1100-1500 dan>3000 15-22 -
N >1100 D-E 0-1000 <15 dan >35 >7,6
41 Sesbania gran- Turi S1 0-900 A-B-C-D 1100-2000 15-35 4,5-6,5
difloria S2 900-1300 A-B-C-D 500-1000 dan>2000 15-22 <4,5 dan 6,6-7,5
N >1300 E 0-500 <15 dan >35 >7,6
Lampiran 2. lanjutan
Nama Persyaratan Tipe
No Nama Botani Ketinggian dpl (m) Curah Hujan (mm) Temperatur (Co) pH tanah
Perdagangan Tumbuh Iklim
42 Schima walichii Puspa S1 500-1300 A-B-C >2100 15-28 4,5-6,5
S2 300-500 dan 1300- D 1100-2000 28-35 <4,5 dan 6,6-7,5
N 1700 E 0-1000 <15 dan >35 >7,6
>1700
43 Swietenia Mahoni daun S1 0-1500 A-B-C >1500 22-35 >5,6
macrophylla besar S2 1500-1700 D-E 500-1500 15-22 4,5-5,5
N >1700 - 0-500 <15 dan >35 <4,5
44 Swietenia Mahoni daun S1 0-1100 C-D 1000-2000 22-35 4,5-6,5
mahagoni kecil S2 1100-1500 A-B-E >2000 dan 500-1000 15-22 <4,1 dan>6,6
N >1500 - 0-500 <15 dan >35 -
45 Shorea javan- Damar mata S1 0-1100 A-B-C 1500-3000 22-35 4,5-6,5
ica kucing S2 1100-1500 D 500-1500 dan>3000 15-22 <4,5 dan 6,6-7,5
N >1500 E 0-500 <15 dan >35 >7,6
46 Shorea lepro- Meranti merah S1 0-900 A-B >1500 22-35 5,6-7,5
sula S2 900-1300 C-D 1000-1500 15-22 4,5-5,5
N >1500 E 0-1000 <15 dan >35 <4,5 dan>7,6
47 Shorea stenop- Tengkawang S1 0-700 A-B >1500 22-35 4,5-7,5
tera S2 700-900 C-D 1000-1500 15-22 <4,5
N >900 E 0-1000 <15 dan >35 >7,6
48 Tectona gran- Jati S1 0-900 C-D 1000-2500 22-35 >5,6
dis
Lampiran

S2 900-1100 A-B-E >2500 dan 500-1000 15-22 4,5-5,5


N >1100 - 0-500 <15 dan >35 <4,5
49 Albizzia procea Kihiyang S1 0-1300 A-B 1500-3000 22-35 4,5-7,5
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

S2 1300-1700 C-D 1000-1500 dan>3000 15-22 <4,5


N >1700 E 0-1000 <15 dan >35 >7,6
561

Sumber: Data diolah dari Hendromono dan Bustomi (2008)


Lampiran 3. Penanganan benih ortodoks
562

Penanganan Benih

Pengumpulan Buah dan Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,


No Jenis Pembersihan, Seleksi
Indikator Kemasakan Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih
Benih Priming

1 Acacia aulacocarpa - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan Benih dijemur se- - Wadah kedap - Rendam air panas (90oC)
Lampiran

A.Cunn. ex Benth. pengumpulan buah di dari kotoran dengan lama 1 hari - 2 hari sampai dingin selama
(aula) lantai hutan menjemur polong ditampi hingga mencapai KA - Diruang AC 24 jam
selama 3 hari - 4 hari 5%-8% atau DCS
- Buah (polong) berwar- sampai merekah kemudian funikel
na coklat dihilangkan

- SGT
2 Acacia auriculi- - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan Benih dijemur se- - Wadah kedap - Rendam air panas (90oC)
formis A.Cunn. ex pengumpulan buah di dari kotoran dengan lama 1 hari - 2 hari sampai dingin selama
Benth. (akor) lantai hutan menjemur polong ditampi hingga mencapai KA - Diruang AC 24 jam
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

selama 3 hari - 4 hari 5%-8% atau DCS


- Buah (polong) berwar- sampai merekah kemudian funikel
na coklat dihilangkan

- SGT
3 Acacia crassicarpa - Pemanjatan Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan Benih dijemur se- - Wadah kedap - Rendam air panas (90oC)
A.Cunn. ex Benth. dari kotoran dengan lama 1 hari - 2 hari sampai dingin selama
(karpa) - Buah (polong) berwar- menjemur polong ditampi hingga mencapai KA - Diruang AC 24 jam
na coklat selama 3 hari - 4 hari 5%-8% atau DCS
sampai merekah kemudian funikel - Hidrasi-dehidrasi
dihilangkan

- SGT
4 Acacia mangium - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan Benih dijemur se- - Wadah kedap - Rendam air panas (90oC)
Willd. (mangium) pengumpulan buah di dari kotoran dengan lama 1 hari - 2 hari sampai dingin selama
lantai hutan menjemur polong ditampi hingga mencapai KA - Diruang AC 24 jam
selama 3 hari - 4 hari 5%-8% atau DCS
- Buah (polong) berwar- sampai merekah kemudian funikel
na coklat dihilangkan

- SGT
Lampiran 3. lanjutan
Penanganan Benih

Pengumpulan Buah dan Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,


No Jenis Pembersihan, Seleksi
Indikator Kemasakan Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih
Benih Priming

5 Adenanthera mi- - Pemanjatan dan Ekstraksi kering, - Benih dipisahkan Benih dijemur sela- - Wadah kedap - Benih direndam asam
crosperma Teijsm. pengumpulan buah di penjemuran buah dari kotoran dengan ma ± 3 hari hingga sulfat 96% selama 30
& Binnend. (saga lantai hutan (polong) selama 1 hari ditampi mencapai KA 6 - Di ruang AC menit
pohon) - 2 hari hingga polong %-8% atau refriger-
- Kulit buah berwarna merekah - SGT ator - Benih direndam air se-
coklat dan mulai lama 5 hari dan ditabur
merekah pada bak kecambah
yang terbuka

- Benih direndam air se-


lama 3 hari dan ditabur
pada bak kecambah
yang ditutup plastik
transparan
6 Albizzia procera - Pemanjatan Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan Benih dijemur se- - Wadah kedap - Benih direndam air
(Roxb.) Benth. dari kotoran dengan lama 3 hari - 5 hari panas (90oC) sampai
(kihiyang/weru) - Buah (polong) yang menjemur polong ditampi hingga mencapai KA - Di ruang AC dingin selama 24 jam
masak berwarna selama 2 hari - 3 hari 5%-8% atau refriger-
coklat tua sampai merekah - SGT ator - Hidrasi-dehidrasi,
osmokonditioning den-
gan KNO3
7 Calliandra calo- - Pemanjatan Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan Benih dijemur 1 - Wadah kedap - Benih direndam air
thyrsus Meissn. penjemuran selama dari kotoran dengan hari - 2 hari hingga panas (90oC) sampai
(kaliandra merah) - Buah (polong) berwar- 1 hari - 2 hari sampai ditampi mencapai KA 10 % - Di ruang refrig- dingin selama 24 jam
na coklat merekah - 12 % erator
Lampiran

- SGT

8 Calliandra tetrag- - Pemanjatan Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan Benih dijemur 1 - Wadah kedap - Benih direndam air
ona (Willd.) Benth penjemuran selama dari kotoran dengan hari - 2 hari hingga panas (90oC) sampai
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

(kaliandra putih) - Buah (polong) berwar- 1 hari - 2 hari sampai ditampi mencapai KA 10 % - Di ruang refrig- dingin selama 24 jam
na coklat merekah - 12 % erator
- SGT
563
Lampiran 3. lanjutan
564

Penanganan Benih

Pengumpulan Buah dan Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,


No Jenis Pembersihan, Seleksi
Indikator Kemasakan Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih
Benih Priming

9 Canarium indicum - Pemanjatan dan Ekstraksi basah men- Benih dipisahkan dari Benih dijemur sela- - Wadah kedap - Peretakan kulit benih
Lampiran

L. (kenari) pengumpulan buah di gupas kotoran, benih kosong/ ma ± 3 hari hingga lalu direndam air selama
lantai hutan hampa dan benih yang mencapai KA 6 - Di ruang kering 48 jam
buahnya, kemudian terserang hama penyakit %-8% dingin / DCS
- Buah berwarna hitam dicuci dengan air
mengalir hingga
bersih
10 Cassia siamea - pemanjatan sebelum Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan Benih dijemur 1 - Wadah kedap - Benih direndam air
Lamk. (johar) polong merekah penjemuran selama dari kotoran dengan hari - 2 hari hingga panas kemudian dibiar-
2 hari - 3 hari sampai ditampi mencapai KA 10 % - Di ruang AC kan dingin selama 12 jam
- buah (polong) merekah - 12 % dan refriger- - 14 jam
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

berwarna coklat tua - SGT ator


kehitaman

11 Cassuarina equi- - Pemanjatan sebelum Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan dari penjemuran selama - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
setifolia L. (cemara runjung (cone) penjemuran selama kotoran nya dengan ± 3 hari hingga men- huluan
laut) merekah 1 hari - 2 hari hingga ditampi capai KA 5 % - 6 % - Di ruang AC
merekah dan refriger-
- Buah berwarna coklat - SGT ator
ke abu-abuan

12 Cassuarina jun- - Pemanjatan sebelum Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan dari penjemuran selama - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
ghuhniana Miq. runjung (cone) penjemuran selama kotoran nya dengan 1 hari - 2 hari hingga huluan
(cemara gunung) merekah 1 hari – 2 hari hingga ditampi mencapai KA 5 % - Di ruang AC
merekah -8 % dan refriger-
- Buah berwarna kun- - SGT ator
ing hingga coklat

13 Ceiba pentandra - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan Benih dijemur 1 - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
(L.) Gaertner (ka- pengumpulan buah di penjemuran selama dari kotoran dengan hari - 2 hari hingga huluan
puk/randu) lantai hutan 2 hari - 3 hari sampai ditampi mencapai KA 10 % - Di ruang refrig-
merekah - 12 % erator
- Buah (polong) berwar- - SGT
na coklat
Lampiran 3. lanjutan

Penanganan Benih

Pengumpulan Buah dan Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,


No Jenis Pembersihan, Seleksi
Indikator Kemasakan Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih
Benih Priming

14 Dalbergia latifolia - Pemanjatan Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan dari Benih dijemur - Wadah kedap - Benih direndam air
Roxb. (sonokeling) merontokan polong kotoran nya dengan selama 6 hari hingga selama 24 jam
- Buah (polong) berwar- yang sudah kering lalu ditampi mencapai KA 7,42 %, - Diruang AC
na coklat menggosok polong di atau seed drier suhu
atas kawat kassa - SGT 40°C selama 6 jam

15 Eucalyptus deglup- - Pemanjatan Ekstraksi kering : Lolos pada ukuran sar- benih dikering-an- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
ta Blume (leda) penjemuran sampai ingan 600 µm (28 mesh) ginkan selama 2 huluan
- Buah (kapsul) berwar- kapsul merekah (± 3 dan tertahan pada 300 hari - 3 hari hingga - di ruang DCS,
na hijau kecoklatan hari) atau dengan fruit µm (56 mesh) mencapai KA 5 % - refrigerator - Bak kecambah ditutup
drier (t = 40°C selama 10 % atau freezer plastik transparan hingga
48 jam) tumbuh sepasang daun
16 Eucalyptus pellita F. - Pemanjatan Ekstraksi kering, Lolos pada ukuran sar- benih dikering-an- - Wadah kedap - Bak kecambah ditutup
Muell. (pellita) penjemuran sampai ingan600 µm (28 mesh) ginkan selama 2 plastik transparan hingga
- Buah (kapsul) sudah kapsul merekah (± 4 dan tertahan pada 300 hari - 3 hari hingga - di ruang DCS, tumbuh sepasang daun
mulai mengeras, hari) atau dengan fruit µm (56 mesh) mencapai KA 5 % - refrigerator
berwarna coklat tua drier (t = 40°C selama 10 % atau freezer
dan tutup buah mulai 48 jam)
terbuka sebagian

16 Eucalyptus pellita F. - Pemanjatan Ekstraksi kering, Lolos pada ukuran sar- benih dikering-an- - Wadah kedap - Bak kecambah ditutup
Muell. (pellita) penjemuran sampai ingan600 µm (28 mesh) ginkan selama 2 plastik transparan hingga
- Buah (kapsul) sudah - di ruang DCS,
Lampiran

kapsul merekah (± 4 dan tertahan pada 300 hari - 3 hari hingga tumbuh sepasang daun
mulai mengeras, hari) atau dengan fruit µm (56 mesh) mencapai KA 5 % - refrigerator
berwarna coklat tua drier (t = 40°C selama 10 % atau freezer
dan tutup buah mulai 48 jam)
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

terbuka sebagian
565
Lampiran 3. lanjutan
566

Penanganan Benih

Pengumpulan Buah dan Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,


No Jenis Pembersihan, Seleksi
Indikator Kemasakan Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih
Benih Priming

17 Eucalyptus uro- - Pemanjatan Ekstraksi kering, Lolos pada ukuran sar- Di kering-anginkan - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
phylla S.T. Blake penjemuran sampai ingan 710 µm (24 mesh) hingga mencapai KA huluan
Lampiran

(ampupu) − Buah mulai mengeras, kapsul merekah (± 4 dan tertahan pada 600 6 % - 10 % - Di ruang AC
berwarna coklat tua hari) atau dengan fruit µm (28 mesh) - Bak kecambah ditutup
dan tutup buah mulai drier (t = 40°C selama plastik transparan hingga
terbuka sebagian,teta- 48 jam) tumbuh sepasang daun
pi benih belum keluar
dari buah
18 Hibiscus macro- − Pemanjatan sebelum Ekstraksi kering, Benih dipisahkan dari Benih dijemur se- - Wadah kedap - Benih direndam dalam
phyllus Roxb. ex buah merekah penjemuran sampai kotoran dengan ditampi lama 1 hari - 2 hari asam sulfat 96% selama
Hornem.(tisuk) kapsul merekah (± hingga mencapai KA - Di ruang AC 10 menit
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

− Buah (kapsul) berwar- 3 hari) 6%-8% atau refriger-


na coklat tua ator - Bak kecambah ditutup
plastiktransparan hingga
tumbuh sepasang daun

19 Hymenaea courbar- - Pengumpulan buah di Ekstraksi kering : Benih dipisahkan dari Benih dijemur sela- - Wadah kedap - Benih dikikir lalu diren-
il L. (kourbaril) lantai hutan kotoran, benih kosong/ ma ± 3 hari hingga dam asam sulfat selama
dapat dilakukan hampa dan benih yang mencapai KA 6 - Di ruang AC 20 menit
- Buah (polong) berwar- dengan cara polong terserang hama penyakit %-8%
na coklat tua diketok/dipukul
dengan palu sampai
polongnya pecah dan
keluar benihnya
20 Intsia bijuga - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : Benih dipisahkan dari Benih dijemur sela- - Wadah kedap - Pengikiran tidak boleh
(Colebr.) O. Kuntze pengumpulan buah di kotoran, benih kosong/ ma ± 3 hari hingga merusak embrio benih
(Merbau) lantai hutan Buah dijemur selama hampa dan benih yang mencapai KA 6 - Di ruang AC lalu benih direndam air
1 hari - 2 hari sampai terserang hama penyakit %-8% selama 30 menit
- Kulit buah berwarna buah merekah. Cara
coklat tua sampai mengeluarkan benih - Benih direndam asam
kehitam-hitaman, sulfat pekat selama 1
kulit buah keras, benih dari buah dengan jam lalu dibilas dengan
berwarna coklat tua mengupas buah air sampai bersih
kemerahan secara manual
Lampiran 3. lanjutan
Penanganan Benih

Pengumpulan Buah dan Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,


No Jenis Pembersihan, Seleksi
Indikator Kemasakan Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih
Benih Priming

21 Lagerstroemia - Pemanjatan sebelum Ektraksi kering : pen- Benih dipisahkan dari Benih dijemur se- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
speciosa (L.) Pers. buah merekah jemuran sampai buah kotoran dengan ditampi lama 1 hari - 2 hari huluan
(bungur) merekah hingga mencapai KA - Di ruang AC
- Buah berwarna coklat 6%-8% atau refriger-
ator
22 Leucaena glauca - Pemanjatan sebelum Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan Benih dijemur 1 - Wadah kedap - Benih direndam air
(Willd.) Benth. polong merekah penjemuran selama dari kotoran dengan hari - 2 hari hingga panas kemudian dibiar-
(lamtoro) 2 hari - 3 hari sampai ditampi mencapai KA 10 % - Di ruang AC kan dingin selama 12 jam
- Buah (polong) merekah - 12 % atau refriger- - 14 jam
berwarna coklat tua - SGT ator
kehitaman - Hidrasi-dehidrasi
23 Leucaena leuco- - Pemanjatan Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan Benih dijemur se- - Wadah kedap - Benih direndam air
cephala (Lam.) de penjemuran dari kotoran dengan lama 1 hari - 2 hari panas (90°C) sampai
Wit (lamtoro gung) - Buah (polong) berwar- ditampi hingga mencapai KA - Di ruang kamar dingin selama 24 jam
na coklat sampai polong 6%-8% atau AC
merekah - SGT - Bak kecambah ditutup
. plastik transparan hingga
tumbuh sepasang daun

- Hidrasi-dehidrasi
24 Melaleuca cajuputi - Pemanjatan Ekstraksi kering, Tertahan pada saringan Benih di jemur se- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
Powell (kayu putih) penjemuran sampai 420 µm lama 2 hari - 3 hari huluan
- Buah berwarna hijau kapsul merekah (± hingga mencapai KA - di ruang DCS
kecoklatanhingga 3 hari) 5%-8% atau AC
coklat
Lampiran

25 Mimusops elengi L. - Pemanjatan Ekstraksi basah, buah Benih dipisahkan dari Benih dijemur - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
(tanjung) direndam air selama kotoran, benih kosong/ selama ±3 hari huluan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

- Kulit buah berwarna 24 jam hingga daging hampa dan benih yang hingga mencapai KA - di ruang AC
jingga buah lunak, kemudian terserang hama penyakit 5%-8% atau refriger-
dibersihkan pada air ator
yang mengalir.
567
Lampiran 3. lanjutan
568

Penanganan Benih

Pengumpulan Buah dan Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,


No Jenis Pembersihan, Seleksi
Indikator Kemasakan Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih
Benih Priming

26 Paraserianthes fal- - Pemanjatan Ekstraksi kering : po- - Benih dipisahkan Benih dijemur - Wadah kedap − Benih direndam air
Lampiran

cataria (L.) Nielsen long dijemur selama 1 dari kotoran dengan selama 1 hari hingga panas (90oC) sampai
(sengon) - Buah (polong) berwar- hari - 2 hari ditampi mencapai KA 5 % - Di ruang dingin selama 24 jam
na coklat -8% kamar, ber AC
- SGT atau DCS − Hidrasi-dehidrasi

27 Pericopsis moo- - Pemanjatan Ekstraksi kering : po- - Benih dipisahkan Benih dikering-ang- - Wadah kedap - Benih direndam asam
niana (Thwaites) long dijemur selama dari kotoran dengan inkan diruang suhu sulfat 0,1 M selama 20
Thwaites (kayu - Kulit buah (polong) 2 hari - 3 hari hingga ditampi kamar hingga men- - Di ruang refrig- menit lalu bilas dengan
kuku) berwarna coklat merekah capai KA 6 % - 8 % erator air
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

- SGT
.
28 Pinus merkusii Jun- - Pemanjatan Ekstraksi kering : buah - Benih dipisahkan Benih dijemur - Wadah kedap - Priming (hidrasi-de-
ghuhn & de Vriese dijemur dari kotoran dengan selama 1 hari hingga hidrasi) : merendam
(tusam) - Buah (kerucut) ditampi mencapai KA 5 % - Di ruang ka- benih selama 12 jam
berwarna hijau tua, selama 7 hari hingga -8% mar, AC, DCS lalu dikeringkan selama
dengan sisik dan mekar - SGT 24 jam, perlakuan yang
sayap benih berwarna sama diulang 2 kali
coklat. Untuk meng-
etahui warna sayap
yang tepat, ujung
buah diiris
29 Pterocarpus indicus - pemanjatan Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan dari Benih diikering-an- - Wadah kedap - Bagian benih selain ra-
Willd (angsana) kotoran nya dengan ginkan selama 2 dikula dipotong dengan
- Buah (polong) Memotong sayap ditampi hari – 3 hari hingga - Di ruang refrig- gunting
berwarna coklat buah mencapai KA 4 erator
atau sayapnya telah % -7%
berwarna coklat
Lampiran 3. lanjutan
Penanganan Benih

Pengumpulan Buah dan Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,


No Jenis Pembersihan, Seleksi
Indikator Kemasakan Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih
Benih Priming

30 Samanea saman - Pengambilan buah di Ekstraksi kering : ta- - Membuang benih- Benih diikering-an- - Wadah kedap - Benih direndam air
(Jacquin) Merrill lantai hutan ruh polong ditempat benih kosong/ ginkan selama 2 panas (80°C) selama 1
(kihujan/trembesi) gelap dimana rayap hampa dan benih hari - 3 hari hingga - Di ruang ka- menit - 2 menit (vol. air
- Kulit buah (polong) memakan kulit dan yang terserang hama mencapai KA 4 mar, AC, DCS = 5 x vol. benih), aduk
berwarna coklat daging buah penyakit % -7% benih lalu tiriskan. Kemu-
kehitaman dian benih direndam air
suam-suam kuku (40°C)
selama 24 jam
31 Tamarindus indica - Pemanjatan Ekstraksi kering dan - Benih dipisahkan Benih dijemur - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
L. (asam jawa) basah : dari kotoran dengan selama 2 hari - 3 hari huluan
- Permukaan polong ditampi hingga mencapai KA - Ruang AC,
retak, bergemerincing Buah dijemur selama 6%-8% refrigerator, - Untuk benih dalam
jika dikocok dan buah 3 hari - 5 hari, DCS jumlah besar, benih
pertama jatuh ke kemudian pecahkan direndam air panas
tanah dengan kayu ringan,
selanjutnya rendam
selama 12 jam dan
bersihkan benih dari
kulit daging buah.
Lampiran
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
569
Lampiran 3. lanjutan
570

Penanganan Benih

Pengumpulan Buah dan Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,


No Jenis Pembersihan, Seleksi
Indikator Kemasakan Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih
Benih Priming

32 Tectona grandis L.f. - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : - Benih dipisahkan Menjemur benih jati - Wadah kedap - Benih direndam air
Lampiran

(jati) pengumpulan buah di dari kotoran, benih selama 3 hari - 4 hari selama 3 hari
lantai hutan - Buah dijemur kosong/ hampa dan sampai KA mencapai - Di ruang AC
kurang lebih 2 benih yang terserang 8 % - 12 % - Benih direndam air 1
- Kulit buah berwarna hari sampai KA hama penyakit malam lalu dimasukkan
coklat mencapai 10 dalam kantong plastik
- Sortasi benih hingga kulit benih pecah/
% - 12 % dan
berdasarkan ukuran retak
sungkup buah
diameter yaitu :
terlihat kering - Bekas tangkai dibenam-
dan terlepas • Mutu 1 : > 14 mm
kan pada media sedalam
• Mutu 2 : 12 mm ± 2 cm
- Pemeraman
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

-14 mm
selama 1 bulan - Bak tabur ditutup plastik
• Mutu 3 : < 12 mm
transparan
- Hidrasi dehidrasi
33 Wrightia pubescens - Pemanjatan Ekstraksi kering: - Sayap pada benih Benih dijemur se- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
R. Br.(bentawas) dibuang lama 1 hari - 2 hari huluan
- Buah berwarna hijau - Buah dijemur se- hingga mencapai KA - Di ruang AC,
kekuningan hingga lama1 hari - 2 hari - Benih dipisahkan 5%-8% atau refriger-
kuning hingga merekah dari kotoran dengan ator
ditampi
34 Zanthoxyllum - Pemanjatan Ekstraksi kering dan - Benih dipisahkan Benih dikering- an- - Wadah kedap - Benih direndam asam
rhetsa (Roxb.) DC. basah : dari kotoran dengan ginkan selama 1 sulfat (H2SO4) pekat
(panggal buaya) - Kulit buah berwarna ditampi hari - 2 hari hingga - Di ruang AC selama 2 jam, lalu bilas
- Buah dijemur atau
merah atau hitam mencapai KA 5 dengan air
dikering-nginkan
selama 3 hari - 4 %-8%
- Bak kecambah ditutup
hari hingga kulit
plastik transparan hingga
buah merekah;
tumbuh sepasang daun
- Kulit buah digosok,
lalu benih dicuci
dengan air men-
galir
Lampiran 4. Penanganan benih intermediate

Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
No Jenis dan Indikator Kema- Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,
Pembersihan, Seleksi Pengeringan
sakan Ekstraksi Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih Benih
Benih Priming
1 Aleurites moluc- - Pengumpulan buah Ekstraksi basah, mem- Benih dipisahkan dari Benih dijemur - Wadah berpori - Benih ditipiskan dengan
cana (L.) Willd. di lantai hutan benamkan buah dalam kotoran, benih kosong/ selama 10 hari girinda atau amplas
(kemiri) tanah/lumpur sampai kulit hampa dan benih yang hingga mencapai - Di ruang kamar
- Kulit buah berwarna buah membusuk dan han- terserang hama penyakit KA 9 % - 12 % atau AC - Bagian datar benih
coklat cur, kemudian dibersihkan dipendam ± 1,5 cm
di air mengalir.
2 Alstonia schol- - Pemanjatan sebe- Ekstraksi kering : polong - Benih bersayap, pemis- Benih dikering-an- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
aris (L.) R. Br. lum buah merekah diangin-anginkan pada ahan sayap dari benih ginkan selama huluan
(pulai) menggunakan food 2 hari - 3 hari - Di ruang DCS
- Buah (polong) suhu kamar selama 3 hari processor hingga mencapai atau refrigerator - Bak kecambah ditutup
berwarna hijau tua - 7 hari di dalam peti kayu KA 7 % - 9 % plastik transparan hingga
hingga kekuningan yang di atasnya ditutupi - Benih dipisahkan dari tumbuh sepasang daun
kawat kasa kotoran, benih kosong/
hampa dan benih - Hidrasi-dehidrasi
yang terserang hama
penyakit
3 Altingia excelsa - Pemanjatan Ekstraksi kering : penjemu- - Benih dipisahkan Benih dikering-an- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
Noronha (rasa- ran selama 1 hari - 2 hari dari kotoran dengan ginkan selama 2 huluan
mala) - Sisik buah berwarna atau seed drier pada suhu ditampi hari - 3 hari hingga - Di ruang DCS
hijau kecoklatan 38°C - 42°C selama 20 jam mencapai KA 5 atau refrigerator
sampai coklat %-9%
4 Anacardium - Pemanjatan, peng- Ekstraksi kering : mem- Benih dipisahkan dari Benih di kering - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
occidentale Linn. umpulan buah di buang buah semunya kotoran, benih kosong/ anginkan selama 2 huluan
(jambu monyet) lantai hutan secara langsung hampa dan benih yang hari - 3 hari hingga - Di ruang AC dan
terserang hama penyakit mencapai KA 8 % refrigerator
- Kulit buah berwarna - 15 %
kuning kemerahan
Lampiran

atau kemerahan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
571
Lampiran 4. lanjutan
572

Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
No Jenis dan Indikator Kema- Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,
Pembersihan, Seleksi Pengeringan
sakan Ekstraksi Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih Benih
Benih Priming
5 Anthocephalus - Pengumpulan buah Ekstraksi basah bertahap : Lolos pada ukuran sar- Benih dikering- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
cadamba (Roxb.) di lantai hutan ingan 420 µm (35 mesh) anginkan selama 3 huluan
Miq. (jabon - Diperam dalam air sam- dan tertahan pada 250 hari - 4 hari hingga - Di ruang refrig-
putih) - Buah berwarna pai daging buah lunak; µm (60 mesh) mencapai KA 7 % erator - Bak kecambah ditutup
Lampiran

coklat muda -10 % plastik transparan hingga


- Diremas sampai hancur tumbuh sepasang daun
dan diendapkan selama
± 2 jam;

- Benih disaring dengan


kain blacu dan diperas,
lalu dikering-anginkan
selama 3 hari - 4 hari
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

6 Anthocephalus - Pengumpulan buah Ekstraksi kering-basah Lolos pada ukuran sar- Benih dikering- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
macrophyllus di lantai hutan bertahap : ingan 420 µm (40 mesh) anginkan selama 3 huluan
(Roxb.) Havil. dan tertahan pada 250 hari - 4 hari hingga - Di ruang refrig-
(jabon merah) - Buah berwarna kun- - Buah dijemur selama µm (60 mesh) mencapai KA 7 erator - Bak kecambah ditutup
ing hingga coklat 10 hari, kemudian %-10 % plastik transparan hingga
muda diremas-remas hingga tumbuh sepasang daun
hancur

- Rendam selama 1 hari


kemudian jemur selama
1 hari - 2 hari, pisahkan
benih dari kotoran
menggunakan ayakan
7 Calophyllum - Pengumpulan buah Ekstraksi basah dan kering : Benih dipisahkan dari Dikering-anginkan - Wadah kedap - Kulit benih diretakkan
inophyllum L. di lantai hutan kotoran, benih kosong/ pada suhu kamar dengan cara menekan
(nyamplung) - Buah diperam atau hampa dan benih yang selama 1 hari - 2 - Di ruang AC benih dengan kayu
- Kulit buah berwarna direndam air selama terserang hama penyakit hari hingga men- ringan hingga kulit benih
kuning hingga ± 2 hari atau hingga capai KA ≥ 15% pecah
merah buah menjadi lunak
dan mudah dilepaskan, - Hidrasi-dehidrasi
kemudian dicuci air
mengalir hingga bersih
Lampiran 4. lanjutan
Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
No Jenis dan Indikator Kema- Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,
Pembersihan, Seleksi Pengeringan
sakan Ekstraksi Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih Benih
Benih Priming
8 Castanopsis ar- - Pengumpulan buah Ekstraksi basah dan kering : Benih dipisahkan dari Dikering-anginkan - Wadah kedap Kulit benih diretakan den-
gentea (Blume) di lantai hutan kotoran, benih kosong/ suhu kamar sela- gan cara menekan benih
A. DC. (asa/ - Buah diperam atau hampa dan benih yang ma 1 hari - 2 hari - Di ruang AC dengn kayu ringan hingga
saninten) - Kulit buah berwarna direndam air selama terserang hama penyakit hingga mencapai kulit benih pecah
kuning kecoklatan ± 2 hari atau hingga KA ≥ 15 %
buah menjadi lunak
dan mudah dilepaskan,
kemudian dicuci air
mengalir hingga bersih
9 Dipterocarpus - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : Tanpa - Benih dipisahkan dari Benih dikering - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
alatus Roxb. ex pengumpulan buah penjemuran kotoran, benih hampa anginkan pada dan atau meng- huluan
G. Don(keruing) di lantai hutan dan yang terkena suhu kamar gunakanbahan
Sebagian sayap dihilangkan hama penyakit hingga mencapai pencampur
- Buah berwarna KA 11 % lembab
coklat
- Diruang AC atau
kamar

- Wadah kedap
atau kantong
alumunium foil
berlapis-lapis di
ruang freezer
10 Dipterocar- - Pengumpulan buah Ekstraksi kering : Tanpa - Benih dipisahkan dari Dikering anginkan - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
pus intricatus di lantai hutan penjemuran kotoran, benih hampa pada suhu kamar dan atau meng- huluan
(keruing dan yang terkena hingga KA menca- gunakanbahan
- Buah berwarna Sebagian sayap dihilangkan hama penyakit pai 10 % pencampur
coklat lembab
Lampiran

- Diruang AC atau
kamar
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
573
Lampiran 4. lanjutan
574

Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
No Jenis dan Indikator Kema- Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,
Pembersihan, Seleksi Pengeringan
sakan Ekstraksi Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih Benih
Benih Priming
11 Dipterocarpus - Pengumpulan buah Ekstraksi kering : Tanpa - Benih dipisahkan dari Dikering anginkan - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
di lantai hutan penjemuran kotoran, benih hampa pada suhu kamar dan atau meng- huluan
tuberculatus dan yang terkena hingga KA menca- gunakanbahan
(keruing) - Buah berwarna Sebagian sayap dihilangkan hama penyakit pai 10 % pencampur
Lampiran

coklat lembab

- Diruang AC atau
kamar
12 Duabanga mo- - Pemanjatan Ekstraksi kering : Benih tidak perlu disortir Benih dikering-an- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
luccana Blume ginkan selama 3 huluan
(benuang laki/ - Buah (kapsul) ber- menjemur buah selama 1 hari - 4 hari hingga - Di ruang AC
takir) warna coklat hari sampai tutup buahnya mencapai KA 7 %
- 10 %
terbuka
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

13 Dyera lowii - Pemanjatan Ekstraksi kering penjemu- Benih dipisahkan dari Benih dikering-an- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
Hook.f. (jelutung ran selama 5 hari – 7 hari kotoran, benih kosong/ ginkan selama huluan
rawa) - Buah (polong) ber- hingga polong membuka hampa dan benih yang 1 malam hingga - Di ruang AC
warna coklat dan terserang hama penyakit mencapai KA 10 % - Hidrasi-dehidrasi
belum merekah

14 Enterolobium - Pemanjatan Ekstraksi kering, penjemu- - Benih dipisahkan Dikering-anginkan - Wadah kedap - Benih direndam H2SO4
cyclocarpum ran buah hingga polong dari kotoran dengan hingga mencapai pekat selama 35 menit
Griseb. (sengon - Kulit buah (polong) merekah ditampi KA 9 % - 12 % - Di ruang AC atau dan dicuci dengan air
buto) berwarna coklat refrigerator mengalir
- SGT
- Matrikonditioning abu
dapur
Lampiran 4. lanjutan
Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
No Jenis dan Indikator Kema- Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,
Pembersihan, Seleksi Pengeringan
sakan Ekstraksi Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih Benih
Benih Priming
15 Fagraea - Pemanjatan Ekstraksi basah-kering : Lolos dan tertahan uku- Dikering-anginkan - Wadah kedap - Benih direndam H2O2 5%
fragrans Roxb. buah direndam selama ran saringan 840 µm (20 selama ± 5 hari di selama 24 jam
(tembesu) - Buah berwarna 2 jam kemudian remas- mesh) dan tertahan pada suhu kamar hingga - Di ruang refrig-
merah sampai remas, dan disaring dengan 710 µm (24 mesh) mencapai KA 9 % erator - Benih direndam air
merah terang panas (90°C) dan
ayakan kemudian di kering - 12 % dibiarkan dingin selama
anginkan 24 jam

- Benih direndam air


selama 24 jam

- Hidrasi-dehidrasi
16 Ficus variegata - Pemanjatan dan Ekstraksi basah, buah Tertahan pada saringan Benih dikering-an- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
Blume (nyawai) pengumpulan buah diperam selama 3 hari - 4 600 µm (28 mesh) ginkan selama huluan
di lantai hutan hari lalu diblender, kemudi- 24 jam hingga - Di ruang AC atau
an disaring mencapai KA 9 refrigerator - Bak kecambah ditutup
- Buah berwarna plastik transparan hingga
% - 12 % tumbuh sepasang daun
merah kehitam-hi-
taman
17 Gmelina arborea - Pengumpulan buah - Ekstraksi basah : secara Dengan cara merendam Benih dikering-an- - Wadah kedap - Bagian benih yang
Roxb. (jati putih) di lantai hutan manual, atau di blender dalam air, benih yang ginkan selama berlubang diletakkan
untuk membersihkan terapung tidak dipilih 4 hari - 6 hari - Di ruang AC pada bagian atas, benih
- Kulit buah berwarna sisa daging buah yang hingga mencapai ditanam sedalam 2/3
hijau kekuningan panjang benih
melekat after ripening KA 9 % - 12 %
selama 2 minggu - Hidrasi-dehidrasi

18 Khaya antho- - Pemanjatan Ekstraksi kering : pen- Benih dipisahkan dari Benih dikering-an- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
techa (Welw.) jemuran kotoran, benih kosong/ ginkan selama huluan
C. DC. (khaya/ - Kulit buah berwarna hampa dan benih yang 1 hari - 2 hari - Di ruang AC
Lampiran

mahoni afrika) coklat selama 2 hari - 4 hari. terserang hama penyakit hingga mencapai - Matrikonditioning abu
dapur
KA 9 % - 12 %

19 Lithocarpus - Pemanjatan Ekstraksi kering : secara Benih dipisahkan dari benih dikering - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

javensis Blume manual yaitu mengeluar- kotoran, benih kosong/ anginkan selama huluan
(Syn. Quercus - Kulit buah berwarna kan benih dari buah den- hampa dan benih yang 2 hari - 3 hari - Di ruang AC
costata Blume) coklat tua gan menggunakan tangan terserang hama penyakit hingga mencapai
KA 9 % - 12 %
575
Lampiran 4. lanjutan
576

Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
No Jenis dan Indikator Kema- Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,
Pembersihan, Seleksi Pengeringan
sakan Ekstraksi Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih Benih
Benih Priming
20 Maesopsis em- - Pemanjatan dan Ekstraksi basah : Benih dipisahkan dari Dijemur selama 1 - Wadah kedap - Rendam benih dalam
inii Engl. (kayu pengumpulan buah kotoran, benih kosong/ hari - 2 hari hingga H2SO4 (20 N) selama 20
afrika) di lantai hutan merendam buah dalam air hampa dan benih yang mencapai KA 4 - Di ruang DCS menit kemudian bilas
selama 1 hari , kemudian terserang hama penyakit %-9% dengan air
Lampiran

- Kulit buah berwarna blender dan cuci air men-


kuning hingga ungu galir hingga bersih
kehitaman

21 Magnolia blumei - Pemanjatan ketika Ekstraksi kering dan basah : Benih dipisahkan dari Benih dikering-an- - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
Prantl (Syn. buah mulai mer- kotoran, benih kosong/ ginkan selama huluan
Manglietia glau- ekah - Penjemuran buah sam- hampa dan benih yang 24 jam - Di ruang refrig-
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

ca Blume) pai merekah terserang hama penyakit erator


- Kulit buah berwarna
hijau kemerahan - Lalu diperam selama
1 hari - 2 hari sampai
daging buah lunak ,
kemudian dicuci bersih
22 Manilkara - Pemanjatan Ekstraksi basah, melunak- Benih dipisahkan dari Benih dikering-an- - Wadah kedap - Benih direndam dalam
kauki (L.) Dubard kan kulit buah dan dibersi- kotoran, benih kosong/ ginkan selama air selama 24 jam
(sawo kecik) - Kulit buah berwarna hkan di air mengalir hampa dan benih yang 2 hari hingga - Di ruang AC atau
kuning kemerahan terserang hama penyakit mencapai KA 9 % refrigerator - Matrikonditioning abu
-12 % dapur
23 Melia azedarach - Pemanjatan Ekstraksi basah, buah Benih dipisahkan dari Di kering-anginkan - Wadah kedap - Benih beserta endokarp
L. (mindi kecil) diblender kemudian dicuci kotoran, benih kosong/ di ruang kamar direndam asam sulfat
- Kulit buah berwarna di air mengalir hampa dan benih yang atau AC atau hing- - Di ruang AC 96% selama 30 menit,
kuning terserang hama penyakit ga KA mencapai 9 lalu cuci di air mengalir
% - 12 %
- Bak kecambah ditutup
plastik transparan hingga
tumbuh sepasang daun

- Hidrasi-dehidrasi
Lampiran 4. lanjutan
Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
No Jenis dan Indikator Kema- Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,
Pembersihan, Seleksi Pengeringan
sakan Ekstraksi Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih Benih
Benih Priming
24 Melia azedarach - Pemanjatan dan Ekstraksi basah, buah Benih dipisahkan dari Di kering-anginkan - Wadah kedap - Benih dikeluarkan dari
L. (mindi besar) pengumpulan buah direndam hingga kulit kotoran, benih kosong/ di ruang kamar endocarp dengan cara
di lantai hutan buah lunak kemudian dicu- hampa dan benih yang atau AC hingga - Di ruang AC dibelah lalu ditabur
ci di air mengalir terserang hama penyakit KA mencapai 9 %
- Kulit buah berwarna - 12 % - Bak kecambah ditutup
hijau kekuningan plastik transparan hingga
tumbuh sepasang daun

25 - Pemanjatan, peng- Ekstraksi kering : buah Penyaringan dengan Benih dikering- - Wadah kedap Bak kecambah ditutup
umpulan buah di dijemur selama 3 hari ayakan ukuran 210 µm anginkan selama 3 plastik transparan hingga
lantai hutan sampai merekah (65 mesh) hari - 4 hari hingga - Di ruang DCS tumbuh sepasang daun
mencapai KA 7 % atau AC
- Buah berwarna -10 %
hijau tua sampai
kehitam-hitaman
26 Santalum album - Pemanjatan Ekstraksi basah : buah Benih dipisahkan dari Benih dikering-an- - Wadah kedap - Tanaman inang berdaun
L. (cendana) diremas-remas kemudian kotoran, benih kosong/ ginkan selama 1 tipis dan kecil, bertajuk
- Buah berwarna dicuci dengan air, hingga hampa dan benih yang hari - 2 hari hingga - Di ruang DCS, AC runcing, sistem pera-
hitam keunguan benih bersih dari daging terserang hama penyakit mencapai KA 5 karan sukulen, mudah
buah % - 8 %, bertunas setelah dipang-
kas (seperti Althenan-
thera sp / bayam-baya-
man, Crotalaria juncea
/ orok-orok, Portilaca
oleraceae / krokot,
Desmantus virgatus /
Lampiran

lamtoro mini, Duranta


repens / teh-tehan,
Capsicum pubescens /
cabe rawit)
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

- Matrikonditioning ser-
buk gergaji
577
Lampiran 4. lanjutan
578

Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
No Jenis dan Indikator Kema- Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,
Pembersihan, Seleksi Pengeringan
sakan Ekstraksi Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih Benih
Benih Priming
27 Schima wallichii - pemanjatan Ekstraksi kering : penjemu- - Benih dipisahkan Benih dikering-an- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
(DC.)Korth ran selama dari kotoran dengan ginkan selama 2 huluan
(puspa) - Buah berwarna ditampi hari - 3 hari hingga - Di ruang DCS
coklat. 5 hari – 8 hari. atau refrigerator
Lampiran

mencapai KA 7
%-9%

28 Schleichera - Pemanjatan Ekstraksi basah, buah Benih dipisahkan dari Di kering-anginkan - Wadah kedap - Benih direndam di air
oleosa Merr. diperam (after ripening) kotoran, benih kosong/ di ruang kamar selama 24 jam
(kesambi) - Kulit buah berwarna diinjak-injak sampai pecah hampa dan benih yang atau AC hingga - Di ruang AC
hijau kekuningan atau dengan blender, dag- terserang hama penyakit KA mencapai 9 % - benih ditanam sedalam
dan coklat, buah ing buah dibersihkan - 12 % 2/3 panjang benih
berbentuk bulat
berdaging lunak dengan air mengalir. - Hidrasi-dehidrasi
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

29 Sterculia foetida - Pemanjatan Ekstraksi kering : Benih dipisahkan dari Benih dikering-an- - wadah kedap Matrikonditioning abu
L. (kepuh) lapisan/selaput berwarna ginkan selama 2 gosok
- Kulit buah berwarna - Penjemuran untuk buah hitam dengan pasir halus minggu hingga - Di ruang kamar,
coklat tua dan yang belum merekah lalu dicuci, selanjutnya mencapai KA ±10% DCS dan AC
belum merekah benih dipisahkan dari
- Buah dibelah manual kotoran, benih kosong/
untuk mengeluarkan hampa dan benih yang
benihnya terserang hama penyakit

30 Styrax benzoin - Pengumpulan buah Ekstraksi kering : buah Benih dipisahkan dari Di kering-angink- - Wadah kedap - Hidrasi-dehidrasi (ren-
Dryander (ke- dari lantai hutan dibelah secara manual kotoran, benih kosong/ an di ruang kamar dam- jemur) selama 3
menyan) hampa dan benih yang atau AC hingga - Di ruang AC atau hari sampai kulit benih
- Kulit buah berwarna terserang hama penyakit KA mencapai 9 refrigerator retak
coklat % - 12 %
Lampiran 4. lanjutan
Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
No Jenis dan Indikator Kema- Pengemasan dan Perlakuan Pendahuluan,
Pembersihan, Seleksi Pengeringan
sakan Ekstraksi Benih Penyimpanan Perkecambahan dan
dan Sortasi Benih Benih
Benih Priming
31 Swietenia mac- - Pemanjatan Ekstraksi kering : Benih dipisahkan dari Dijemur selama 1 - Wadah kedap - Pada saat penaburan,
rophylla King kotoran dengan ditampi hari - 2 hari lalu di benih dibenamkan 2/3
(mahoni) - Kulit buah berwarna - Buah diperam (after kering-anginkan - Di ruang AC atau bagian dengan posisi
coklat tua kea- ripening) selama 1 hari DCS sayap di atas
bu-abuan dengan hingga mencapai
bintik putih pada - Dijemur hingga merekah KA 5 % - 8 % - Osmokonditionin dengan
hampir separuh atau dipecahkan secara KNO3, hidrasi-dehidrasi
bagian kulit buah, manual
dan buahnya mu-
dah pecah. Benih - Sayap benih dipotong
di dalam berwarna sebagian
coklat tua
32 Terminalia - Pemanjatan dan Ekstraksi basah mengupas - Benih dipisahkan dari Benih dikering-an- - Wadah berpori - Peretakan kulit benih
catappa L. pengumpulan buah kotoran, benih kosong/ ginkan selama 1 lalu direndam air selama
(ketapang) di lantai hutan buahnya, kemudian dicuci hampa dan benih hari - 2 hari hingga - Di ruang AC 48 jam
dengan air mengalir hing- yang terserang hama mencapai KA 12%
- Kulit buah berwarna ga bersih penyakit
abu-abu kecoklatan
33 Toona sinensis - Pemanjatan Ekstraksi kering : penjemu- - Benih dipisahkan Benih dikering-an- - Wadah berpori - Hidrasi - dehidrasi
(Adr. Juss.) M.J. ran dilakukan 1 hari - 3 hari dari kotoran dengan ginkan selama 1
Roemer (surian) - Buah berwarna hingga buah merekah ditampi hari - 2 hari hingga - Di ruang AC
coklat tua dan se- mencapai KA 10 %
bagian buah sudah -12 %
terlihat merekah
34 Vitex cofassus - Pemanjatan Ekstraksi basah : buah - Benih dipisahkan Benih dijemur 2 - Wadah berpori - Benih direndam air
Reinw. ex Blume diperam 1 malam, lalu di- dari kotoran dengan hari - 3 hari hing- panas (90°C) selama 10
(biti) - Buah berwarna gosok dengan tangan sam- ditampi ga mencapai KA 8 - Di ruang AC menit kemudian diti-
hitam pai daging buah lepas lalu % -12 % riskan selama 24 jam
Lampiran

benih dicuci sampai bersih


dan diangin-anginkan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
579
Lampiran 5. Penanganan benih rekalsitran
580

Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
Perlakuan Pendahuluan,
No Jenis dan Indikator Kema- Pembersihan, Seleksi Pengemasan dan
Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Perkecambahan dan
sakan dan Sortasi Benih Penyimpanan Benih
Priming
1 Agathis loran- - Pemanjatan Ekstraksi kering tanpa Benih dipisahkan dari benih dikering-an- - Wadah berpori - Tanpa perlakuan
thifolia Salisb. penjemuran dengan kotoran dengan ditampi ginkan selama 1 pendahuluan
Lampiran

(damar) - Buah kerucut) cara pemeraman hari- 2 hari hingga - benih dicampur
berwarna hijau tua / kerucut dalam karung mencapai KA 25 % dengan fungisida - Matrikonditioning
hijau tua kecoklatan berpori selama 1 hari - bubuk dengan dengan abu dapur
2 hari hingga pecah konsentrasi 1
%-2%

- di ruang AC
2 Anisoptera - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : Tanpa - Benih dipisahkan dari Tanpa pengeringan, - wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
costata Korth. pengumpulan buah penjemuran kotoran, benih hampa KA dipertahankan (kantong plastik huluan
(mersawa) di lantai hutan dan yang terkena > 44 % berventilasi) dan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

Sebagian sayap dihil- hama penyakit atau menggu-


- Buah berwarna angkan nakanbahan pen-
coklat campur lembab

- diruang AC
3 Anisoptera mar- - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : Tanpa - Benih dipisahkan dari Tanpa pengeringan, - wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
ginata Korth. pengumpulan buah penjemuran kotoran, benih hampa KA dipertahankan (kantong plastik huluan
(mersawa) di lantai hutan dan yang terkena > 48 % berventilasi) dan
Sebagian sayap dihil- hama penyakit atau menggu-
- Buah berwarna angkan nakan bahan pen-
coklat campur lembab

- diruang AC
4 Aquilaria mal- - Pemanjatan atau Ekstraksi basah: buah Membuang benih-benih benih dikering – Tidak bisa disimpan - Tanpa perlakuan
accensis Lamk. pengumpulan buah dikering anginkan hing- kosong/ hampa anginkan selama 1 lama (selama trans- pendahuluan
(gaharu) di lantai hutan ga kapsul pecah hari - 2 hari hingga portasi, DB sudah
mencapai KA ≥ 15 % menurun) - Hidrasi-dehidrasi
- Buah berwarna Benih dipisahkan dari
kuning hingga coklat kulit buah secara
atau pecah manual
Lampiran 5. lanjutan
Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
Perlakuan Pendahuluan,
No Jenis dan Indikator Kema- Pembersihan, Seleksi Pengemasan dan
Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Perkecambahan dan
sakan dan Sortasi Benih Penyimpanan Benih
Priming
Azadirachta - Pemanjatan dan Ekstraksi basah, secara Benih dipisahkan dari Benih dikering- an- - Tidak bisa disim- - Benih ditabur dengan
excelsa (Jack) pengumpulan buah manual kotoran, benih kosong/ gin selama ± 1 hari pan lama (selama posisi terbaring yang
Jacobs (sentang dari lantai hutan hampa dan benih yang hingga mencapai KA transportasi, DB dibenamkan separuh
/ kayu bawang) dengan cara meng- terserang hama penyakit ≥ 50% sudah menurun) bagian
- Kulit buah berwarna gosok dan melumatnya
hijau kekuningan bersamaan - tanpa perlakuan penda-
huluan
dengan pasir kasar,
kemudian dicuci den-
gan air hingga daging
dan kulit buahnya terle-
pas atau menggunakan
alat pengupas kopi
6 Azadirachta - Pemanjatan Ekstraksi basah : Benih dipisahkan dari Benih dikering-ang- - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
indica A.H.L. manual digosok-gosok kotoran, benih kosong/ inkan selama 2 hari huluan
Juss. (mimba / - Kulit buah berwarna dengan tangan meng- hampa dan benih yang hingga mencapai KA - Di ruang AC
intaran) hijau kekuningan gunakan pasir terserang hama penyakit ≥ 15%
sampai kuning

7 Calamus spp. - Pengunduhan den- Ekstraksi basah, buah Benih dipisahkan dari Benih dikering-ang- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan
(rotan-rotanan) gan menggunakan direndam selama 48 kotoran, benih kosong/ inkan selama 1 hari pendahuluan
galah jam, hingga kulit buah hampa dan benih yang hingga mencapai KA - Di ruang AC
melunak dan daging terserang hama penyakit 40 % -45 % - Hidrasi-dehidrasi
- kulit buah keras buah dikupas lalu
berwarna kuning direndam alkohol 75
kecoklatan % selama 1 menit, lalu
bilas dengan air
Lampiran

8 Diospyros Ekstraksi kering, pem- Benih dipisahkan dari Benih dikering-an- Penyimpanan semen- - Tanpa perlakuan penda-
celebica Bakh. belahan buah kotoran, benih kosong/ ginkan suhu kamar tara dalam wadah huluan
(eboni) hampa dan benih yang selama 1 hari hingga berpori
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

terserang hama penyakit mencapai KA 20


% - 30 %
581
Lampiran 5. lanjutan
582

Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
Perlakuan Pendahuluan,
No Jenis dan Indikator Kema- Pembersihan, Seleksi Pengemasan dan
Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Perkecambahan dan
sakan dan Sortasi Benih Penyimpanan Benih
Priming
9 Dracontomelon - Pemanjatan Ekstraksi basah, buah Benih dipisahkan dari Benih dikering-an- - Wadah kedap - Tanpa perlakuan penda-
dao (Blanco) diperam selama 1 kotoran, benih kosong/ ginkan pada suhu ka- huluan
Merr. & Rolfe - Kulit buah berwarna malam, hingga daging hampa dan benih yang mar selama 1 malam - Di ruang AC
Lampiran

(dahu) kuning buah lunak, cuci bersih terserang hama penyakit hingga mencapai KA
pada air mengalir 20 %

10 Dryobalanops - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : Tanpa - Benih dipisahkan dari Tanpa pengeringan, - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
aromatica pengumpulan buah penjemuran, kotoran, benih hampa KA dipertahankan dan atau menggu- huluan
Gaertner f. (syn. di lantai hutan dan yang terkena > 40 % nakan bahan pen-
Dryobalanops sebagian sayap dihil- hama penyakit campur lembab
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

sumatrensis (J.F. - Buah berwarna angkan


Gmelin) Kos- coklat - Diruang refrig-
term.) (kapur) erator
11 Dryobalanops - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : Tanpa - Benih dipisahkan dari Tanpa pengeringan, - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
lanceolata Burck pengumpulan buah penjemuran kotoran, benih hampa Kadar air dipertah- dan atau menggu- huluan
(kapur) di lantai hutan dan yang terkena ankan ≥ 43 % nakan bahan pen-
Sebagian sayap dihil- hama penyakit campur lembab
- Buah berwarna angkan
coklat - Diruang AC atau
kamar
12 Dysoxylum - Pemanjatan Ekstraksi kering: buah Benih dipisahkan dari Benih dikering - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
parasiticum (Os- dikering anginkan kotoran, benih kosong/ anginkan selama 1 huluan
beck) Kosterm. - Buah (kapsul) ber- selama 2 hari - 3 hari hampa dan benih yang hari - 2 hari hingga - Di ruang refrig-
(Majegau) warna coklat gelap hingga merekah terserang hama penyakit mencapai KA ≥ 15 % erator
dan belum merekah
Lampiran 5. lanjutan
Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
Perlakuan Pendahuluan,
No Jenis dan Indikator Kema- Pembersihan, Seleksi Pengemasan dan
Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Perkecambahan dan
sakan dan Sortasi Benih Penyimpanan Benih
Priming
13 Magnolia ovalis - Pemanjatan dan Ekstraksi kering-basah: - Benih dipisahkan Benih dikering-an- - Benih tidak dapat 1) Tanpa perlakuan
(Miq.) Figler pengumpulan buah dari kotoran dengan ginkan selama 1 disimpan pendahuluan
(Syn. Elmerrillia di lantai hutan - Buah dikering- an- ditampi hari - 2 hari hingga
ovalis (Miq.) ginkan selama 2 mencapai KA ≥ 15 % - Hidrasi -dehidrasi
Dandy) - Buah (kapsul) hari - 3 hari hingga
berwarna hijau tua merekah
(cempaka hutan) hingga coklat
- Benih direndam se-
lama 1 hari - 2 hari,
kemudian kulit benih
dibersihkan
14 Eusideroxylon - Pengumpulan buah Ekstraksi basah : Benih dipisahkan dari Benih dikering - Wadah berpori, - Benih diretakkan
zwageri Teijsm. di lantai hutan kotoran, benih kosong/ anginkan selama 1 bahan pencampur
& Binnend. (ulin) buah direndam selama hampa dan benih yang hari – 2 hari hingga seperti serbuk - Bedeng tabur diberi
- Kulit buah berwarna 2 hari - 3 hari sampai terserang hama penyakit mencapai KA ≥ 15 % gergaji lembab sungkup plastik trans-
hijau tua hingga daging buah melunak, paran
coklat kemudian dibersihkan - Di ruang AC atau
pada air mengalir refrigerator

15 Gonystylus - Pengumpulan buah Ekstraksi basah : dilaku- Benih dipisahkan dari Benih dikering- an- Tidak bisa disimpan - Tanpa perlakuan
bancanus (Miq.) di lantai hutan kan dengan mencuci kotoran, benih kosong/ ginkan selama ± 1 lama pendahuluan
Kurz (ramin) dan hampa dan benih yang hari hingga menca-
- Kelopak buah pecah terserang hama penyakit pai KA ≥ 40 % - Bak tabur dututup
dan dari kejauhan membersihkan sisa-sisa plastik transparan
buah Nampak daging buah yang ter-
berwarna kemer- dapat pada kulit benih - Hidrasi-dehidrasi
Lampiran

ah-merahan
16 Hopea meng- - Pengumpulan buah Ekstraksi kering : Tanpa - Benih dipisahkan dari Tanpa pengeringan, - wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
arawan Miq. di lantai hutan penjemuran kotoran, benih kosong/ Kadar air dipertah- dan atau menggu- huluan
(merawan) hampa dan benih ankan > 44 % nakan bahan pen-
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

- Buah berwarna yang terserang hama campur lembab


coklat penyakit
- diruang AC atau
kamar
583
Lampiran 5. lanjutan
584

Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
Perlakuan Pendahuluan,
No Jenis dan Indikator Kema- Pembersihan, Seleksi Pengemasan dan
Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Perkecambahan dan
sakan dan Sortasi Benih Penyimpanan Benih
Priming
17 Hopea odorata - Pengumpulan buah Ekstraksi kering : Tanpa - Benih dipisahkan dari Tanpa pengeringan, - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
Roxb. (merawan) di lantai hutan penjemuran kotoran, benih kosong/ Kadar air dipertah- dan atau menggu- huluan
hampa dan benih ankan ≥ 30 % nakan bahan pen-
Lampiran

- Buah berwarna yang terserang hama campur lembab


coklat penyakit
- Diruang AC atau
kamar
18 Magnolia cham- - Pemanjatan Ekstraksi basah : Benih dipisahkan dari Dikering-anginkan - Wadah kedap - Tanpa perlakuan
paca L. (syn. Mi- kotoran, benih kosong/ pada suhu kamar pendahuluan
chelia champaca - Kulit buah berwarna benih dilakukan dengan hampa dan benih yang selama 2 hari - Di ruang AC mak-
L.) (bambang coklat tua cara diremas dengan terserang hama penyakit simal selama 3 - Hidrasi-dehidrasi
lanang) pasir, lalu dibersihkan bulan (benih telah
dalam air mengalir di priming)
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

19 Palaquium - Pemanjatan Ekstraksi basah : Benih dipisahkan dari Di kering-anginkan - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
rostratum (Miq.) kotoran, benih kosong/ diruang AC selama huluan
Burck (nyatoh) - Kulit buah berwarna buah diinjak-injak atau hampa dan benih yang 24 jam hingga men- - Diruang AC
hijau food processor terserang hama penyakit capai KA ≥ 40 %
kemudian dicuci den-
gan air yang mengalir
20 Planchonia - Pemanjatan Ekstraksi basah: Benih dipisahkan dari Benih dikering- an- - Benih tidak bisa - Tanpa perlakuan penda-
valida (Blume) kotoran, benih kosong/ ginkan selama 1 disimpan lama huluan
Blume (putat) - Kulit buah berwarna Buah dibelah kemudian hampa dan benih yang hari – 2 hari hinga
hijau kecoklatan benih dicuci air hingga terserang hama penyakit mencapai KA ≥ 15%
bersih

21 Podocarpus - Pemanjatan, peng- Ekstraksi kering : Benih dipisahkan dari Di kering-anginkan - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
nerifolius D. umpulan buah di kotoran, benih kosong/ diruang suhu kamar huluan
Don(jamuju) lantai hutan melepaskan benih dari hampa dan benih yang selama 1 hari hingga - Di ruang AC atau
tangkainya yang mem- terserang hama penyakit mencapai KA ≥ 40 % refrigerator
- Kulit buah berwarna besar (reseptakel)
hijau tua, mengkilap
dan segar serta
reseptakel berwarna
ungu tua
Lampiran 5. lanjutan
Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
Perlakuan Pendahuluan,
No Jenis dan Indikator Kema- Pembersihan, Seleksi Pengemasan dan
Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Perkecambahan dan
sakan dan Sortasi Benih Penyimpanan Benih
Priming
22 Pometia pinnata - Pemanjatan Ekstraksi basah : benih Benih dipisahkan dari Di kering-anginkan - Wadah kedap, - Tanpa perlakuan penda-
J.R. Forster & dikeluarkan dengan kotoran, benih kosong/ diruang suhu kamar menggunakanba- huluan
J.G. Forster - Kulit buah berwarna cara mengupas kulit hampa dan benih yang hingga mencapai KA han pencampur
(matoa) kemerahan buah dan dagingnya terserang hama penyakit 12 % - 15 % lembab
yang cukup tebal,
setelah itu benih dicuci - Di ruang kamar
dengan air mengalir
selama 1 jam
23 Pterygota alata - Pemanjatan dan Ekstraksi kering, - Benih dipisahkan Di kering-anginkan - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
(Roxb.) R. Br. pengumpulan buah dari kotoran dengan pada suhu kamar huluan
di lantai hutan memotong sayap tanpa ditampi selama 24 jam - Di ruang AC
dilakukan pengeringan
- Kulit buah berwarna
coklat
24 Shorea leprosula - Pemanjatan dan Ekstraksi kering - Benih dipisahkan dari Tanpa pengeringan, - Wadah berpori - Tanpa perlakuan
Miq. (meranti pengumpulan buah kotoran, benih kosong/ Kadar air dipertah- dan atau menggu- pendahuluan
tembaga / mer- di lantai hutan Tanpa penjemuran, hampa dan benih ankan ≥ 25 % nakan bahan pen-
anti merah) sebagian sayap dihil- yang terserang hama campur lembab - Benih ditanam seda-
- Buah bersayap, angkan penyakit lam 3/4 panjang benih
berwarna coklat - Di ruang AC atau dengan posisi bagian
kamar bekas tangkai buah
menghadap ke atas
25 Shorea pinanga - Pemanjatan dan Ekstraksi kering tanpa - Benih dipisahkan dari Tanpa pengeringan, - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
R. Scheffer (mer- pengumpulan buah penjemuran kotoran, benih kosong/ Kadar air dipertah- dan atau menggu- huluan
anti merah) di lantai hutan hampa dan benih ankan diatas 40 % nakan bahan pen-
Sebagian sayap dihil- yang terserang hama campur lembab
- Buah berwarna angkan
Lampiran

penyakit
coklat - Di ruang AC atau
kamar
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
585
Lampiran 5. lanjutan
586

Pemrosesan Benih
Pengumpulan Buah
Perlakuan Pendahuluan,
No Jenis dan Indikator Kema- Pembersihan, Seleksi Pengemasan dan
Ekstraksi Benih Pengeringan Benih Perkecambahan dan
sakan dan Sortasi Benih Penyimpanan Benih
Priming
26 Shorea javanica - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : Tanpa - Benih dipisahkan dari Tanpa pengeringan, - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
Koord. & Valeton pengumpulan buah penjemuran kotoran, benih kosong Kadar air dipertah- dan atau menggu- huluan
(damar mata di lantai hutan / hampa dan yang ter- ankan diatas 15 % nakan bahan pen-
Lampiran

kucing / meranti Sebagian sayap dihil- kena hama penyakit campur lembab
putih) - Buah berwarna- angkan
coklat - Di ruang AC atau
kamar
27 Shorea ovalis - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : Tanpa - Benih dipisahkan dari Tanpa pengeringan, - Wadah berpori - Tanpa perlakuan penda-
(Korth.) Blume pengumpulan buah penjemuran kotoran, benih hampa Kadar air dipertah- dan atau menggu- huluan
(meranti merah) di lantai hutan dan yang terkena ankan diatas 30 % nakan bahan pen-
Sebagian sayap dihil- hama penyakit campur lembab
- Buah berwarna angkan
coklat - Di ruang AC atau
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020

kamar
28 Shorea platycla- - Pemanjatan dan Ekstraksi kering : Tanpa - Benih dipisahkan dari Tanpa pengeringan, - Bahan pencampur - Tanpa perlakuan penda-
dos v. Slooten ex pengumpulan buah penjemuran kotoran, benih hampa Kadar air dipertah- pada penyim- huluan
Foxw.(meranti di lantai hutan dan yang terkena ankan diatas 27 % panan sementara/
merah) Sebagian sayap dihil- hama penyakit transportasi :
- Buah berwarna angkan vermilculte
coklat
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 587
Lampiran

Lampiran 6. Musim berbuah dan puncak buah masak beberapa tanaman hutan

No. Jenis Musim Buah Puncak Buah Masak


1 Acacia aulacocarpa A.Cunn. ex Benth. Juli – Agustus Agustus
2 Acacia auriculiformis A.Cunn. ex Benth. Juli – Agustus Agustus
3 Acacia crassicarpa A.Cunn. ex Benth. Juli – Agustus Agustus
4 Acacia mangium Willd. Juli – Agustus Agustus
5 Adenanthera microsperma Teijsm. & April – Agustus Agustus
Binnend.
6 Agathis loranthifolia Salisb. Agustus dan Oktober Oktober
7 Aleurites moluccana (L.) Willd. Juni – Agustus Juli
8 Albizzia procera (Roxb.) Benth. Agustus – Oktober Agustus
9 Alstonia scholaris (L.) R.Br. Oktober – Januari dan Juli – -
September
10 Altingia excelsa Noronha Agustus – Oktober Oktober
11 Anacardium occidentale Linn. Juni – Agustus dan Nopem- Agustus
ber - Desember
12 Anthocephalus cadamba (Roxb.)Miq. Maret – April dan Juni – Juli April
13 Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Mei – Juni dan Nopember – Juni
Havil. Desember
14 Aquilaria malaccensis Lamk. Juli – Agustus dan Nopember Juli – Agustus dan
– Desember Nopember – De-
sember
15 Azadirachta excelsa (Jack) Jacobs September – Nopember Oktober
16 Azadirachta indica A.H.L. Juss. Desember - Pebruari Januari
17 Calliandra calothyrsus Meissn. Juni – September Juli
18 Calliandra tetragona (Willd.) Benth. Juni – September Juli
19 Calophyllum inophyllum L. Agustus – September Agustus – Septem-
ber
20 Canarium sp. Sepanjang tahun
21 Cassia siamea Lamk. (syn. Senna siamea Agustus – Oktober Agustus – Septem-
(Lamk) Irwin & Barneby) ber
22 Cassuarina equisetifolia L. Juli – Agustus Juli – Agustus
23 Cassuarina junghuhniana Miq. Sepanjang tahun (tidak Juli - Agustus
teratur)
24 Castanopsis argentea (Blume) A. DC. November – Februari Januari
25 Ceiba pentandra (L.) Gaertner Maret – April April
26 Dalbergia latifolia Roxb. Mei – Agustus Juli
27 Dipterocarpus alatus Roxb. ex G. Don Januari-Februari Februari
28 Dipterocarpus gracilis Blume September-Maret Januari
29 Diospyros celebica Bakh. September – Nopember Oktober
588 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Lampiran

Lampiran 6. Lanjutan
No. Jenis Musim Buah Puncak Buah Masak
30 Dracontomelon dao (Blanco) Merr. & Oktober – Pebruari Oktober – Pebruari
Rolfe
31 Duabanga moluccana Blume Agustus – September Agustus –
September
32 Dyera lowii Hook.f. September – Desember dan September
Maret – April
33 Dysoxylum parasiticum (Osbeck) Kosterm. April – Desember Oktober
34 Enterolobium cyclocarpum (Jacq.) Griseb. Agustus – September Agustus –
September
35 Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binnend. Oktober – Januari Nopember –
Desember
36 Eucalyptus deglupta Blume Januari – Mei dan Juni – Juli April
37 Eucalyptus pellita F. Muell. Agustus – Nopember Agustus
38 Eucalyptus urophylla S.T. Blake Juni – September Juli
39 Fagraea fragrans Roxb. April - Mei April
40 Ficus variegata Blume Mei – Juni Mei
41 Gmelina arborea Roxb. April – September Juli – Agustus
42 Gmelina moluccana (Blume) Backer ex K. April – September Juli – Agustus
Heyne
43 Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz April – Mei April – Mei
44 Hibiscus macrophyllus Roxb. ex Hornem. Juli – Oktober Agustus –
September
45 Hopea mengarawan Miq. Juli – September Agustus
46 Hopea odorata Roxb. Juli - September Agustus
47 Hymenaea courbaril L. Mei – Juli Juli
48 Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze Mei – Agustus Juli – Agustus
49 Khaya anthotecha (Welw.) C. DC. Pebruari – Maret dan Okto- Oktober
ber – Desember
50 Lagerstroemia speciosa (L.) Pers. Maret, Juni dan Oktober – Juni
Nopember
51 Leucaena glauca (Willd.) Benth. Januari – Desember Juli – Agustus
52 Leucaena leucocephala (Lamk.) de Wit Januari – Desember Juli – Agustus
53 Lithocarpus javensis Blume (Syn. Quercus Maret dan Agustus – Agustus
costata Blume) Nopember
54 Maesopsis eminii Engl. Juli – Agustus Juli
55 Magnolia blumei Prantl (Syn. Manglietia Januari – Maret Pebruari
glauca Blume)
56 Magnolia champaca L. (Syn. Michelia Januari – Maret Pebruari
champaca L.)
57 Magnolia ovalis (Miq.) Figler (Syn. Elmer- Oktober – Desember dan April
rillia ovalis (Miq.) Dandy) Maret – April
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 589
Lampiran

Lampiran 6. Lanjutan
No. Jenis Musim Buah Puncak Buah Masak
58 Manilkara kauki (L.) Dubard Pebruari, Mei dan September Mei
– Nopember
59 Melaleuca cajuputi Powell September – Nopember Oktober
60 Melaleuca leucadendron Linn. Sepanjang tahun -
61 Melia azedarach L. Desember – Januari dan Januari, April
Maret – Mei
62 Mimusops elengi L. Pebruari – Mei April
63 Octomeles sumatrana Miq. Desember – Januari dan Mei Mei
– Juni
64 Palaquium rostratum (Miq.) Burck Desember – Maret Januari
65 Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen Juli – Agustus Juli
66 Pericopsis mooniana (Thwaites) Thwaites September – Oktober September –
Oktober
67 Pinus merkusii Junghuhn & de Vriese September – Juni Januari
68 Planchonia valida (Blume) Blume April – Mei April – Mei
69 Podocarpus neriifolius D. Don Maret – April Maret – April
70 Pometia pinnata J.R. Forster & J.G. For- Desember – Maret Januari
ster
71 Pterocarpus indicus Willd. Maret – Mei April
72 Samanea saman (Jacquin) Merrill Juli – Agustus Agustus
73 Santalum album L. Maret – April dan Juni – Juni
Oktober
74 Schima wallichii (DC.) Korth Agustus – Nopember Agustus
75 Schleichera oleosa Merr. Januari – Pebruari Pebruari
76 Shorea javanica Koord. & Valeton September – Maret Januari – Pebruari
77 Shorea leprosula Miq. Desember – Maret Desember – Januari
78 Shorea ovalis (Korth.) Blume Maret – Agustus Mei – Juni
79 Shorea pinanga R. Scheffer Desember – Maret Desember – Januari
80 Sterculia foetida L. Juli – September Juli
81 Styrax benzoin Dryander Desember - Januari Desember
82 Swietenia macrophylla King Juni – Agustus Juli
83 Tamarindus indica L. Juni – September Juli
84 Tectona grandis L.f. Juli – Agustus Juli
85 Terminalia catappa L. Maret – Juni April
86 Toona sinensis (Adr. Juss.) M.J. Roemer Sepanjang tahun Maret – Juni
87 Vitex cofassus Reinw. ex Blume Oktober – Nopember Oktober
88 Wrightia pubescens R.Br. Juli – Oktober September
89 Zanthoxyllum rhetsa (Roxb.) DC. Januari – Pebruari Pebruari
590 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Lampiran

Lampiran 7. Jumlah benih per kg (butir) beberapa tanaman hutan

Jumlah Benih per Kg


No Nama Botani Nama Perdagangan
(Butir)
1 Acacia aulacocarpa A.Cunn. ex Benth. Aula 52.632 - 62.500
2 Acacia auriculiformis A.Cunn. ex Benth. Akor 55.556 - 76.923
3 Acacia crassicarpaA.Cunn. ex Benth. Karpa 40.000 - 58.824
4 Acacia mangium Willd. Mangium 66.667 - 125.000
5 Adenanthera microsperma Teijsm. & Bin- Saga pohon 3.650 - 3.745
nend.
6 Agathis loranthifolia Salisb. Damar 4.000 - 5.000
7 Aleurites moluccana (L.) Willd. Kemiri 97 - 102
8 Albizzia procera (Roxb.) Benth. Kihiyang / weru 32.258 - 38.462
9 Alstonia scholaris (L.) R.Br. Pulai 312.500 - 833.333
10 Altingia excelsa Noronha Rasamala 166.667 - 177.000
11 Anacardium occidentale Linn. Jambu monyet 130 - 303
12 Anthocephalus cadamba (Roxb.)Miq. Jabon putih 26.666.667 - 28.888.889
13 Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) . Jabon merah 13.714.285 - 14.857.143
14 Aquilaria malaccensis Lamk. Gaharu 1.433 - 1.553
15 Azadirachta excelsa (Jack) Jacobs Sentang / kayu 480 - 520
bawang
16 Azadirachta indica A.H.L. Juss. Mimba/ intaran 1.250 - 9.000
17 Calliandra calothyrsus Meissn. Kaliandra merah 17.857 - 22.727
18 Calliandra tetragona (Willd.) Benth. Kaliandra putih 17.857 - 22.727
19 Calophyllum inophyllum L. Nyamplung 286 - 357
20 Canarium sp. Kenari 109 - 147
21 Cassia siamea Lamk. (syn. Senna siamea Johar 35.714 - 45.455
(Lamk) Irwin & Barneby)
22 Cassuarina equisetifolia L. Cemara laut 657.895 - 775.194
23 Cassuarina junghuhniana Miq. Cemara gunung 769.231 - 1.000.000
24 Castanopsis argentea (Blume) A. DC. Asa / saninten 687 - 746
25 Ceiba pentandra (L.) Gaertner Kapuk / randu 10.000 - 45.455
26 Dalbergia latifolia Roxb. Sonokeling 18.519 - 25.000
27 Dipterocarpus alatus Roxb. ex G. Don Keruing 346 - 374
28 Dipterocarpus gracilis Blume Keruing 758 - 822
29 Diospyros celebica Bakh. Eboni 667 - 833
30 Dracontomelon dao (Blanco) Merr. & Rolfe Dahu / dao 595 - 645
31 Duabanga moluccana Blume Benuang laki / takir 9.600.000 - 10.400.000
32 Dyera lowii Hook.f. Jelutung rawa 13.333 - 20.000
33 Dysoxylum parasiticum (Osbeck) Kosterm. Majegau 2.134 - 4.400
34 Enterolobium cyclocarpum (Jacq.) Griseb. Sengon buto 900 - 1.000
35 Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binnend. Ulin 2 - 22
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 591
Lampiran

Lampiran 7. Lanjutan
Jumlah Benih per Kg
No Nama Botani Nama Perdagangan
(Butir)
36 Eucalyptus deglupta Blume Leda 12.067.200 - 13.072.800
37 Eucalyptus pellita F. Muell. Pelita 625.000 - 909.091
38 Eucalyptus urophylla S.T. Blake Ampupu 285.000 - 458.000
39 Fagraea fragrans Roxb. Tembesu 3.107.520 - 3.846.154
40 Ficus variegata Blume Nyawai 2.954.210 - 4.462.294
41 Gmelina arborea Roxb. Jati putih 1.389 - 2.000
42 Gmelina moluccana (Blume) Backer ex K. Kayu titi 556 - 625
Heyne
43 Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz Ramin 300 - 250
44 Hibiscus macrophyllus Roxb. ex Hornem. Tisuk 125.000 - 166.667
45 Hopea mengarawan Miq. Merawan 6.048 - 6.552
46 Hopea odorata Roxb. Merawan 5.088 - 5.512
47 Hymenaea courbaril L. Kourbaril 299 - 302
48 Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze Merbau 323 - 385
49 Khaya anthotecha (Welw.) C. DC. Mahoni afrika 3.450 - 2.700
50 Lagerstroemia speciosa (L.) Pers. Bungur 136.612 - 200.000
51 Leucaena glauca (Willd.) Benth. Lamtoro 20.000 - 22.222
52 Leucaena leucocephala (Lamk.) de Wit Lamtoro gung 16.667 - 20.000
53 Lithocarpus javensis Blume (Syn. Quercus Pasang 223 - 241
costata Blume)
54 Maesopsis eminii Engl. Kayu afrika 685 - 870
55 Magnolia blumei Prantl (Syn. Manglietia Manglid 16.667 - 21.277
glauca Blume)
56 Magnolia champaca L. (Michelia champaca Bambang lanang 10.753 - 16.667
L.)
57 Magnolia ovalis (Miq.) Figler (Syn. Elmerrillia Cempaka hutan 29.412 - 37.037
ovalis (Miq.) Dandy)
58 Manilkara kauki (L.) Dubard Sawo kecik 1.117 - 1.481
59 Melaleuca cajuputi Powell Kayu putih 16.326.531 - 17.687.075
60 Melaleuca leucadendron Linn. Gelam 13.426.573 - 14.545.455
61 Melia azedarach L. Mindi kecil 1.138 - 1.220
62 Mimusops elengi L. Tanjung 1.779 - 2.212
63 Octomeles sumatrana Miq. Benuang bini 9.700.000 - 11.000.000
64 Palaquium rostratum (Miq.) Burck Nyatoh 400 - 600
65 Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen Sengon 41.667 - 55.556
66 Pericopsis mooniana (Thwaites) Thwaites Kayu kuku 3.623 - 3.925
67 Pinus merkusii Junghuhn & de Vriese Tusam 50.000 - 62.500
68 Planchonia valida (Blume) Blume Putat 2.000 - 3.509
69 Podocarpus neriifolius D. Don Jamuju 1.440 - 1.560
592 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Lampiran

Lampiran 7. Lanjutan
Jumlah Benih per Kg
No Nama Botani Nama Perdagangan
(Butir)
70 Pometia pinnata J.R. Forster & J.G. Forster Matoa 1.500 - 1.000
71 Pterocarpus indicus Willd. Angsana 1.111 - 2.000
72 Samanea saman (Jacquin) Merrill Kihujan 4.762 - 6.250
73 Santalum album L. Cendana 6.667 - 10.000
74 Schima wallichii (DC.) Korth Puspa 222.222 - 285.714
75 Schleichera oleosa Merr. Kesambi 1.667 - 1.961
76 Shorea javanica Koord. & Valeton Damar mata kucing 624 - 676
/ meranti putih
77 Shorea leprosula Miq. Meranti tembaga / 1.900 - 2.268
meranti merah
78 Shorea ovalis (Korth.) Blume Meranti merah 758 - 822
79 Shorea pinanga R. Scheffer Meranti merah 29 - 31
80 Sterculia foetida L. Kepuh/nitas 435 - 625
81 Styrax benzoin Dryander Kemenyan 417 - 588
82 Swietenia macrophylla King Mahoni 1.429 - 2.500
83 Tamarindus indica L. Asam jawa 1.279 - 1.395
84 Tectona grandis L.f. Jati 1.351 - 1.818
85 Terminalia catappa L. Ketapang 139 - 170
86 Toona sinensis (Adr. Juss.) M.J. Roemer Surian 90.909 - 125.000
87 Vitex cofassus Reinw. ex Blume Biti 9.524 - 15.385
88 Wrightia pubescens R.Br. Bentawas 37.037 - 66.667
89 Zanthoxyllum rhetsa (Roxb.) DC. Panggal buaya 17.316 - 18.519
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 593
Lampiran

Lampiran 2.1. Nilai rata-rata kerapatan dan penyusutan beberapa jenis kayu Indonesia
Lampiran 8. Nilai kerapatan dan penyusutan beberapa jenis kayu Indonesia
Kerapatan Penyusutan (%)
No Nama lokal Jenis kayu
(g/cm3) R T
1 Kidamar Agathis alba 0.48 3.8 6.2
2 Ares Gmelina moluccana 0.40 1.2 1.2
3 Balau Shorea laevis 0.99 1.5 3.1
4 Bangkirai S. laevifolia 0.91 4.5 8.3
5 Bayur Pterospermum javanicum 0.53 3.6 8.5
6 Bintangur Calophyllum inophyllum. 0.69 4.2 5.3
7 Binuang Octomeles sumatrana 0.33 3.0 6.9
8 Durian Durio zibethinus 0.57 3 4.9
9 Eboni Dyospyros celebica 1.09 6.2 7.8
10 Jabon Anthocephalus cadamba 0.42 3 6.9
11 Jati Tectona grandisL.f. 0.67 2.8 5.2
12 Jelutung Dyera costulata 0.36 1.3 3.6
13 Kapursingkil Dryobalanops aromatica 0.81 2.1 3.8
14 Kapurtanduk D. lanceolata 0.74 3.5 8
15 Karet Hevea brasiliensis 0.58 1.4 2.8
16 Kemiri Aleurites moluccana 0.31 2.8 5.5
17 Kempas Koompassia malaccensis 0.95 2.5 2.6
18 Keruing Dipterocarpus lowii 0.86 6.6 10.2
19 Keruing D. crinitus 0.92 2.8 4.2
20 Keruing D. grandiflorus 0.81 4.7 5.9
21 Kisereh Cinnamomum purrectum 1,83 4,6 2,1
22 Mahoni Swietenia macrophylla 0.61 0.9 1.3
23 Mangium Acacia mangium 0,56 1,2 3,8
24 Matoa Pometia pinnata 0.77 3.0 5.5
25 Medang Cinnamomum parthenoxylon 0.63 3.3 5.7
26 Merantimerah Shorea johorensis 0.50 2.5 6.5
27 Merantiputih S. javanica 0.63 2.5 5.7
28 Merbau Intsia palembanica 0.79 0.6 0.7
29 Mersawa Anisoptera marginata 0.64 3.7 7.6
30 Mindi Melia azedarach 0.53 3.3 4.1
31 Nyatoh Palaquium leiocarpum 0.73 2.4 3.0
32 Pasangbatarua Lithocarpus sundaicus 0.58 2.6 8.7
33 Perupuk Lophopetalum spp 0.45 1.3 2.7
34 Pulai Alstonia scholaris 0.30 3.1 4.9
35 Puspa Schima wallichii 0.69 4.8 8.6
36 Ramin Gonystylus bancanus 0.63 2.6 5.8
37 Rasamala Altingia excelsa 0.81 5.6 11.6
38 Rengas Gluta renghas 0.69 2.3 4.3
39 Resak Vatica rassak 0.60 3.3 5.0
40 Salamander Grevilea robusta A. Cunn. 0.63 0.6 2.4
41 Sonokeling Dalbergia latifolia 0.83 2.9 6.4
42 Sonokembang Pterocarpus indicus 0.65 3.0 5.9
43 Saninten Castanopsis argentea 0.73 3.7 9.6
44 Sengon Paraserianthes falcataria/ 0.33 2.5 5.2
Falcataria moluccana
45 Sungkai Peronema canescens 0.58 - -
46 Tusam Pinus merkusii 0.55 3,4 3,5
47 Ulin Eusideroxylon zwageri 1.04 4.2 8.3

Sumber: Martawijaya
Sumber : Martawijaya et(1989)
et al. al. (1989)
Keterangan : Yang dicetak tebal penyusutan dari basah sampai kering tanur; R= radial; T=tangensial
Keterangan: Tulisan bercetak tebal penyusutan dari basah sampai kering tanur; R= radial; T=tangensial

21
594 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Lampiran

Lampiran 9. Persyaratan
Lampiran teknisteknis
2.2. Persyaratan kayukayu
untuk berbagai
untuk berbagaipenggunaan
penggunaan
Penggunaan Persyaratan Teknis Kayu Beberapa Jenis Kayu yang Lazim Digunakan
Bangunan Kuat, kaku, keras, berukuran besar dan Balau, bangkirai, belangeran, cengal, giam, jati,
mempunyai keawetan alami yang tinggi kamper, kapur, kempas, keruing, lara, rasamala
Venir (umum) Dolok harus berdiameter besar, silindris, Meranti, nyatoh, ramin, agatis, benuang,
bebas cacat dan beratnya sedang sengon, merawan
Venir (indah) Disamping syarat di atas, kayu harus Jati, eben, sonokeling, kuku, bongin, dahu, lasi,
bernilai dekoratif kempas, sungkai, weru
Mebel Berat sedang, dimensi stabil, dekoratif, Jati, eboni, kuku, mahoni, meranti merat,
mudah dikerjakan, mudah meranti putih, rengas, sonokeling,
dikerjakan(dipaku, disekrup, dilem dan sonokembang.
dikerat).
Lantai (parquet Keras, daya abrasi tinggi (BJ>0,60), tahan Balau, bangkirai, belangeran, bintangur, bongin,
mozaic) asam, mudah dipaku dan cukup kuat bungur, jati, kuku.
Bantalan kereta Kuat, kaku, keras, awet Balau, bangkirai, bedaru, belangeran, kapur,
api ulin, kempas
Tong kayu Tidak tembus cairan dan tidak Jati, pasang, balau, bangkirai
(gentong) mengeluarkan bau, tidak mudah lapuk
Alat olah raga Kuat tidak mudah patah, ringan, tekstur Agatis, bedaru, melur, merawan, nyatoh,
halus, serat lurus dan panjang, kaku, salimuli, sonokeling, teraling
cukup awet
Alat musik Tekstur halus, berserat lurus, tidak Cempaka, merawan, nyatoh, jati, lasi, eben,
mudah belah, daya resonansi baik mahoni, waru
Alat gambar Ringan, tekstur halus, warna bersih Jelutung, melur, pulai, tusam
Tiang listrik, Kuat menahan angin, ringan, cukup awet, Balau, giam, jati, kulim, lara, merbau, tembesu,
telepon bentuklurus. ulin
Perkapalan:
Lunas Tidak mudah pecah, tahan binatang laut Ulin, ipil, kapur dan kayu lapis khusus (marine
plywood)
Gading Kuat, liat, tidak mudah pecah tahan Bangkirai, bungur, ipil, kapur,
binatang laut
Senta Kuat, liat, tidak mudah pecah tahan Ulin, bangkirai, ipil, bungur, giam
binatang laut
Kulit Kuat, liat, tidak mudah pecah tahan Bangkirai, ipil, bungur, meranti merah
binatang laut
Bangunan atas Ringan, kuat, awet Kapur,medang, meranti merah, merkubung
Dudukan mesin Keras, tidak mudah pecah karena Ulin, bangkirai, ulin, kapur
getaran, awet
Pembungkus as Liat, lunak, tidak merusak logam, Lignum vitae (dari Amerika Latin), Untuk kapal-
baling-baling melumas sendiri kapal kecil lazim digunakan kayu nangka,
bungur, sawo
Patung dan Serat lurus, keras, tekstur halus, liat, tidak Jati, sonokeling, salimuli, melur, cempaka, eben,
ukiran kayu mudah patah,berwarna gelap, stabil kepelan, panggal buaya, bintawas
Korek api Sama dengan persyaratan venir. Untuk Agatis, binuang, jambu, sengon, kemiri,
anak korek api, kayu harus cukup kuat. perupuk, kemiri, pulai, terentang, tusam
Untuk kotaknya, kayu harus elastis, tidak
mudah pecah
Pensil Berat jenis sedang, mudah dikerat, tidak Agatis, jelutung,melur, tusam, bayur
mudah bengkok, dan berserat lurus.
Kayu bentukan Ringan,serat lurus, tekstur halus,mudah Jelutung, pulai, ramin, meranti
(moulding) dikerjakan,mudah dipaku, warna terang,
tanpa cacat, dekoratif
Popor senapan Ringan,liat, kuat, keras, stabil Waru, salimuli, jati
Arang (untuk Berat jenis tinggi, nilai kalor tinggi Bakau,kesambi, walikukun, cemara, gelam,
bahan bakar) gofasa, johar, kayu malas, nyirih, pelawan,
puspa, rasamala, simpur
Sumber: Kartasujana Martawijaya (1979)
22
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 595
Lampiran

Lampiran 10.
Lampiran 2.3. Sifat
Sifat dan dan kegunaan
kegunaan jenis-jenis
jenis-jenis kayu perdagangan
kayu perdagangan Indonesia Indonesia
Berat jenis Kelas
No. Jenis kayu Kegunaan
Min Max Rata2 Awet Kuat*
1. Agatis 0,36 0,64 0,49 IV III 1,2,3,7,8,9,14,15,17
2. Bayur 0,30 0,78 0,52 IV II-III 1,2,3,7,11,12
3. Bakau 0,82 1,03 0,94 III I-II 1,15
4. Balau 0,65 1,22 0,98 I I-II 1,4,6,10,11
5. Bangkirai 0,60 1,16 0,91 I-(I-III) I-II 1,2,3,4,6,11
6. Bedaru 0,84 1,36 1,04 I I 1,3,6,9,11,12
7. Belangeran 0,73 0,98 0,86 II-(I-III) (I)-II 1,3,4,6,7,11
8. Benuang 0,16 0,48 0,33 V IV-V 2,8,14,15
9. Bintangur 0,37 1,07 0,78 III II-III 1,2,3,4,5,6,11
10. Bongin 0,93 1,20 1,02 III I 1,3,4,13
11. Bungur 0,62 1,01 0,80 II-III I-II 1,2,3,4,5,7,11
12. Cendana 0,77 0,94 0,84 II II-I 12,19
13. Cengal 0,51 0,89 0,70 II-III II-III 1,2,3,4,5,6,7,11
14. Dahu 0,37 0,75 0,58 IV III-IV 3,4,5,13
15. Durian 0,42 0,91 0,42 IV-V II-III 1,2,8
16. Eboni 0,90 1,14 1,05 I I 3,12,13
17. Giam 0,83 1,15 0,99 I I 1,4,10,11
18. Gerunggang 0,36 0,71 0,47 IV III-IV 1,2,8
19. Gisok 0,37 0,97 0,83 II-III II-I 1,2,3,4,5,7,11
20. Jabon 0,29 0,56 0,42 V III-IV 2,8,14,15
21. Jati 0,59 0,82 0,70 I-(II) II 1,3,4,5,6,10,11,12,13
22. Jelutung 0,22 0,56 0,40 V III-V 2,8,12,16,17,20
23. Jeungjing 0,24 0,49 0,33 IV/V IVV 1,2,8,14,15
24. Kapur 0,63 0,94 0,81 II-III II-I 1,2,3,4,5,6,7,11
25. Kemiri 0,23 0,44 0,31 V IV-(V) 2,8,14,15
26. Kempas 0,68 1,29 0,95 III-IV I-II 1,2,4,6
27. Kenari 0,48 0,68 0,55 IV III 1,2,4,5,7
28. Keruing 0,51 1,01 0,79 III (I)-II 1,2,4,5,6,11
29. Kuku 0,87 II I 3,4,5,11,13
30. Kulim 0,73 1,08 0,94 I-(II) I 1,2,4,10,14
31. Lara 0,98 1,23 1,115 I I 1,6,10,11
32. Lasi 0,77 0,88 0,81 II II 1,3,4,5,12,13
33. Mahoni 0,56 0,76 0,64 III II-III 1,2,3,4,5,7,11,12
34. Matoa 0,50 0,99 0,77 III-IV II I (I-III) 1,3,4,7,11
35 Melur 0,38 0,77 0,52 IV II-IV 1,2,3,4,5,7,9,16,17
36. Mentibu 0,41 0,57 0,53 IV/V III 1,2,7,8
37. Meranti merah 0,29 1,01 0,55 III-IV II-IV 1,2,3,4,5,8,15
38. Meranti putih 0,29 0,96 0,54 III-IV II-IV 1,2,3,4,5,8,15
39. Merawan 0,42 1,03 0,70 II-III II-III 1,2,3,4,5,7,9,11
40. Merbau 0,52 1,04 0,80 I-II I-(II) 1,4,5,6,10,11
41. Mersawa 0,49 0,85 0,46 IV II-III 1,2,4,5,11
42. Nyatoh 0,39 1,07 0,67 II-III II-(I-II) 1,2,4,5,7,9,11
43. Perupuk 0,40 0,69 0,56 IV/V II-III 1,2,3,8,12,14,15
44. Petanang 0,62 0,91 0,75 III II 1,4,5,6,11
45. Pilang 0,71 0,89 0,79 III II 1,2,3,4,5
46. Pulai 0,19 0,90 0,46 III-V IV-V 2,8,12,14,15,16,20
47. Ramin 0,46 0,84 0,63 IV II-III 1,2,3,4,5,7,20
48. Rengas 0,59 0,84 0,69 II II 3,4,5,6,12,13
49. Resak 0,49 0,99 0,70 III II 1,2,4,6,7,11
50. Salimuli 0,44 0,75 0,64 I/II I/II 3,4,9,12
596 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Lampiran

Lampiran 10. lanjutan


Berat jenis Kelas
No. Jenis kayu Kegunaan
Min Max Rata2 Awet Kuat*
51. Saninten 0,63 0,82 0,76 III III 1,4,5,7
52. Sonokeling 0,73 1,08 0,90 I I 3,4,5,9,12,13
53. Sono kembang 0,39 0,94 0,65 II(I-II) II(I-II) 1,3,4,5,12,13
54. Sungkai 0,52 0,73 0,63 III III 1,3,4,5,12,13
55. Tembesu 0,72 0,93 0,81 I I 1,4,5,6,10,11
56. Teraling 0,52 0,99 0,75 II-IV II-IV 1,2,3,4,5,7,9
57. Trentang 0,32 0,52 0,42 IV IV 2,8,14,15
58. Tusam 0,40 0,75 0,55 IV IV 1,2,8,14,15,16,17
59. Ulin 0,88 1,19 1,04 I I 1,4,6,10,11
60. Weru 0,60 0,60 0,95 II II-I 1,3,4,5,13
61. Ampupu 0,68 1,02 0,89 III-II II-I 1,4,5,6,10,11
62. Balsa 0,15 0,28 V V 9,12
63. Benuang laki 0,27 0,51 0,39 IV-V IV-V 1,2,5,8,11
64. Berumbung 0,74 0,94 0,85 II II-I 1,3,4,5,7,9,11,12,20
65. Bugis,K 0,41 1,02 0,80 III-IV II-III 1,3,4,5,6,7,11,20
66. Cemara 1,04 1,18 II-III I-II 1,4,5,6,10,11,18
67. Cempaga 0,57 0,90 0,71 II-III II 1,2,3,4,5,7,9,10,11
68. Cempaka 0,41 0,61 II III-IV 1,2,3,4,5,7,9,12,13,16,17,20
69. Gadog 0,55 1,00 0,75 III-II II(III-I) 1,4,5,11
70. Gelam 0,73 0,85 III II 1,4,2,6,10,11,18
71. Gia 0,77 1,06 0,91 I-II I-II 1,4,5,6,10,11
72. Gofasa 0,57 0,93 0,74 II-III II-III 1,3,4,5,6,7,9,11,12,18,20
73. Jangkang 0,41 0,87 0,63 IV-V III-II 2,5,7,8,12,20
74. Johar 0,68 0,96 0,84 I-II II-I 1,3,4,5,12,13,18
75. Kapuk Hutan 0,12 0,47 0,30 V IV/V 2,8,14,15,20
76. Kedemba 0,45 0,52 0,48 IV III 1,2,3,4,5,7,20
77. Kemenyan 0,47 0,63 0,57 IV/V III-II 1,2,5,8,12,14,17,20
78. Kenanga 0,20 0,44 0,33 V IV-V 2,8,12,14,15,20
79. Keranji 0,84 1,04 0,98 I I-II 1,2,4,5,6,7,11
80. Kesambi 0,94 1,10 1,01 III I 1,4,5,6,11,18
81. Ketapang 0,41 0,85 III-IV II-III 1,2,3,4,5,7,8,11,14,20
82. Kolaka 0,73 1,09 0,96 III I 1,4,5,6,11
83. Kupang 0,54 0,78 II-IV II-III 1,2,3,4,5,7,11,13,20
84. Leda 0,39 0,81 0,57 IV(V-II) III(II-IV) 1,2,5,7,8,10,11,20
85. Mahang 0,30 0,55 IV-V II-IV 1,2,5,7,8,14,15,20
86. Malas,K 0,95 1,15 1,04 II-III I 1,4,5,6,11,18
87. Medang 0,36 0,85 III-IV II-V 1,2,3,4,5,7,8,11,12,20
88. Membacang 0,49 0,74 II-V II-III 2,5,8,12,14,20
89. Mendarahan 0,36 0,74 V II-IV 2,5,7,8,20
90. Menjalin 0,58 1,04 V I-III 1,2,5
91. Mensira gunung 0,49 0,68 0,61 V II-III 1,2,5,7,20
92. Merambung 0,27 0,52 0,38 V IV 2,8,14,15
93. Merpayang 0,51 0,77 0,65 V II-III 1,2,3,5,7,8,11,14,20
94. Nyirih 0,70 0,74 II-III II 1,2,3 ,4,5,6,7,11,13,18,20
95. Pasang 0,58 1,21 II-IV I-III 1,2,3,4,5,6,11,13,18
96. Patin K, 0,82 1,02 0,92 I I-II 1,2,3,4,5,6,7,11,12
97. Pelawan 1,00 1,19 I-II 1,4,6,10,11,18
98. Perepat darat 0,67 0,85 0,76 III II 1,3,4,5,11
99. Perepat laut 0,62 1,00 0,78 II-III II-I 1,4,5,711
100 Mentaling 0,72 1,00 0,91 I-II I-II 1,4,5,6,9,10,11
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 597
Lampiran

Lampiran 10. lanjutan


Berat jenis Kelas
No. Jenis kayu Kegunaan
Min Max Rata2 Awet Kuat*
101 Pimping 0,35 0,64 III-V I-IV 1,2,5,7,8,11,14,20
102 Pinang K, 0,47 0,87 0,66 III-IV II-III 1,2,3,4,5,7,11,20
103 Purak 0,55 0,90 0,76 III-IV II 1,2,3,4,5,7,11,20
104 Puspa 0,62 0,71 III II 1,2,4,5,10,11,18
105 Putat 0,80 0,89 II-III I-II 1,3,4,5,6,7,11,18
106 Rasamala 0,61 0,90 0,81 II-(III) II 1,4,5,7,10,11
107 Sampang 0,39 0,59 V III-IV 2,5,7,8,12,14,15,20
108 Sawo kecik 0,97 1,06 1,03 I I 3,4,5,9,12,13,20
109 Sendok-sendok 0,30 0,61 0,45 V III-II 2,5,8,12,14,15,20
110 Simpur 0,60 0,89 III-IV I-III 1,2,3,4,5,11,18
111 Sindur 0,59 0,85 II-V III-II 1,2,3,4,5,7,11
112 Surian 0,38 0,50 III-V III-IV 1,2,3,5,7,8,11,17,20
113 Surian bawang 0,49 0,70 0,60 III-IV II-III 1,2,3,4,5,7,11,20
114 Tanjung 0,92 1,12 1,00 I/II I 1,2,3,4,5,11,12
115 Tempinis 0,92 1,20 1,01 I I 1,4,5,6,7,9,11
116 Tepis 0,41 0,82 IV-V II-IV 1,2,3,5,7,14,20
117 Terap 0,21 0,64 0,44 III-V III-V 1,2,5,8,11
118 Trembesi 0,61 IV III 1,2,3,4,5,7,11,12,13
119 Tualang 0,57 1,12 0,83 III-IV II(I-II) 1,2,3,4,5,7,11
120 Walikukun 0,90 1,08 0,98 II I 1,4,5,6,10,11,18

Kegunaan : 1.Bangunan 7.Rangka pintu dan jendela 12.Payung ,ukiran dan 17.Pensil
2.Kayu lapis 8.Bahan pembungkus Kerajinan Tangan 18.Arang
3.Mebel 9.Alat olah raga dan musik 13.Finir mewah 19.Obat-obatan
4.Lantai 10.Tiang listrik dan telepon, 14.Korek api 20.Moulding
5.Papan dinding 11.Perkapalan 15.Pulp
6.Bantalan 16.Alat gambar
Sumber: Kartasujana Martawijaya (1979)
Sumber : Kartasujana dan Martawijaya (1979)
598 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Lampiran
Lampiran 2.5. Bagan pengeringan yang dianjurkan untuk 80 jenis kayu
Lampiran 11. Bagan pengeringan yang dianjurkan untuk 80 jenis kayu Indonesia
Bagan
No. Jenis Kayu Nama Latin
Pengeringan
1 Lamtoro (umur muda) Leucaena leucocephala 2
2 Jabon (umur muda) Anthocaphalus cadamba 6
3 Trembesi (15 tahun) Samanea saman 4
4 Mahoni (umur 15 tahun) Swietenia mahagoni 2
5 Jati (11-15 tahun) Tectona grandis 2
6 Jati (35 tahun) T. grandis 4
7 Jati (45 tahun) T. grandis 7
8 Suren Toona sureni 8
9 Suren (umur muda) Toona sureni 3
10 Waru Hibiscus tiliaceus 9/7
11 Mindi besar Melia dubia 7
12 Sengon (8 tahun) Paraserianthes falcataria 2
13 Sengon (> 10 tahun) Paraserianthes falcataria 5
14 Mindi (10 tahun) Melia azedarach 6
15 Mangium (10 tahun) Acacia mangium 3
16 Agatis Agathis damara 8
17 Gmelina Gmelina arborea 7
18 Manii (8 tahun) Maesopsis eminii 2
19 Nyatoh (Jawa Barat) Pouteria duclitan 4
20 Nyatoh (Kalimantan) P. duclitan 6
21 Bayur (36 tahun) Pterospermum elongatum 8
22 Bayur (umur muda) P. elongatum 6
23 Mahoni Swietenia macrophylla 6/5
24 Sungkai (8 tahun) Peronema canescens 2
25 Pulai Alstonia angustiloba 6
26 Kemiri (8 tahun) Aleurites moluccana 2
27 Membacang (46 tahun) Mangifera altissima 9/7
28 Ulin (137 tahun) Eusyderoxylon zwagery 1
29 Belangeran (78 tahun) Shorea belangeran 7
30 Kayu darah (41 tahun) Myristica celebica 6
31 Perupuk Laphopetalum sp. 7
32 Petai Parkia timoriana 7
33 Sonokembang Pterocarpus indicus 7
34 Asam jawa Tamarindus indicus 7
35 Pulai kongo Alstonia congensis 9/7
36 Kibawang Azadirachta excelsa 9/7
37 Salamander Grevillea robusta 7
38 Gundang (Kalimantan) Ficus variegata 9/7
39 Gundang (Jawa Barat) F. variegata 6
40 Kayu karet Hevea brasiliensis 9
41 Marasi Hymenaea courbaril 7
42 Balobo Diplodiscus sp. 8/7
43 Kuda Lannea coromandelica 4
44 Jirak Syomplocos brandisii 6
45 Perepat laut Sonneratia caseolaris 7
46 Mahang Macaranga hypoleuca 4
47 Kenanga Cananga odorata 6
48 Tarua Antiaris toxicaria 6
49 Kendal Ehretia acuminata 6
50 Bengkal Nauclea orientalis 7

30
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 599
Lampiran

Lampiran 11. lanjutan


Bagan
No. Jenis Kayu Nama Latin
Pengeringan
51 Bintaro Cerbera sp 4
52 Huru gading Litsea odorifera 4
53 Sampora Colona javanica 2
54 Kisampang Evodia aromatica 2
55 Kisereh Cinnamomum artenoxylon 7
56 Kilemo Litsea cubeba 7
57 Kapur Dryobalanops lanceolata 7
58 Sengon buto Enterolobium cylocarpum 8/7
59 Kumia batu Manilkara merilliana 2
60 Sepalis Kokoona reflexa 7
61 Putat Planchonia valida 7
62 Tapos Elateriospermum tapos 7
63 Dahu Dracontomelon dao 7
64 Saga Pelthoporum pterocarpus 6
65 Menjalin Xanthophyllum flavescens 4
66 Merbau Intsia bijuga 8/7
67 Mendarahan Myristica longipes 7
68 Mahoni uganda Khaya ivorensis 8/7
69 Ketapang Terminalia catapa 7
70 Palapi Terrietia sp. 7
71 Telisai Planchonia grandis 4
72 Langsat hutan Lansium sp. 7
73 Nyaling Mastixia trichotoma 7
74 Bitti Vitex sp. 5
75 Pimping Sterculia foetida 4
76 Kibulu Gironniera subasqualis 9
77 Kibancet Turpinia sphaerocarpa 7
78 Sendok-sendok Endospermum malaccense 6
79 Balobo Diplodiscus sp. 8/7
80 Ramin Gonystylus bancanus 4

31
600 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Lampiran

12. Kelas
LampiranLampiran keterawetan
2.6. 96 jenis
Kelas keterawetan 96 kayu Indonesia
jenis kayu terhadap
Indonesia bahan
terhadap bahanpengawet
pengawet
Kelas
No. Jenis Kayu Nama Daerah Berat Jenis
Keterawetan
1. Agathis alba Foxw. Damar Putih 0,48 Sedang
2. A. borneensis Warb. Damar Pilau 0,47 Sedang
3. A. abillardieri Warb. Damar Putihl 0,47 Sedang
4. Shorea atrinervosa Sym. Belangiran 0,91 Sukar
5. S. elliptica Burek. Balau Laut Batu 0,95 Sukar
6. S. falcifera Dyer. Balau Laut Daun 1,04 Sukar
7. S. glauca King. Balau Bunga 1,00 Sukar
8. S. laevis Ridl. Balau Tanduk 0,99 Sukar
9. Calophyllum inophyllum L. Nyamplung 0,69 Sukar
10. C. pulcherrimum Wall. Mentangur Ramu 0,77 Sukar
11. C. soulattri Burm.F. Mentangur Sulastri 0,54 Agak Sukar
12. Durio carinatus Mast. Durian Burung 0,58 Sedang
13. D. oxleyanus Becc. Durian Daun 0,61 Sedang
14. D. zibethinus Murr. Durian 0,57 Sedang
15. Diospyros celebica Bakh. Eboni 1,09 Sukar
16. Cratoxylon arborescens Bl. Gerunggang 0,47 Sukar
17. Tectona grandis L.F. Jati 0,67 Sedang
18. Dyera costulata Hook. F. Jelutung Bukit 0,43 Mudah
19. D. lowii Hook. F. Jelutung 0,36 Mudah
20. Dryobalanops aromatica Gaertn. Kapur Singkel 0,81 Sukar
21. D. fusca V.Sl. Kapur Empedu 0,84 Sukar
22. D. lanceolata Burck. Kapur Tanduk 0,74 Sukar
23. D. beccarii Dyer. Kayu Kapur 0,59 Suikar
24. D. rappa Becc. Kapur Kayatan 0,82 Sukar
25. D. borneensis V.Sl. Keruing Daun Halus 0,80 Sedang
26. D. caudiferus Merr. Keruing Anderi 0,68 Sedang
27. D. Confertus V.Sl. Keruing Tempurung 0,80 Sedang
28. D.cornutus Dyer. Keruing Gajah 0,82 Mudah
29. D.costulatus V.Sl. Keruing Bajan 0,90 Sedang
30. D. crinityus Dyer. Keruing Bulu 0,92 Sedang
31. D. elongates Korth. Keruing Tempudau 0,67 Sedang
32. D. eurynchus Miq. Keruing Minyak 0,78 Sedang
33. D. gracilis Bl. Keruing Keladan 0,73 Sedang
34. D. grandiflorus Blanco Keruing Hijau 0,81 Sedang
35. D. hasseltii Bl. Keruing Bunga 0,70 Mudah
36. D. kunstleri King Keruing Lagan 0,77 Sedang
37. D. lowii Hook.F. Keruing Batu 0,86 Sedang
38. D. retusus Bl. Keruing Gunung 0,75 Sedang
39. D. verrucosus Foxw. Keruing Beras 0,82 Sedang
40. Swietenia macrophylla King. Mahoni Daun Besar 0,61 Sukar
41. S. mahagoni Jacq. Mahoni Daun Kecil 0,64 Sukar
42. Pometia pinnata Forst. Matoa 0,77 Sedang
43. P. tomentosa Kurz. Matoa Daun Kecil 0,80 Sedang
44. Alseodaphne umbellifora Bl. Medang Air 0,52 Sedang
45. Cinnamomum parthenoxylon Melssn Medang Lesa 0,63 Sukar
46. Dehaasia caesia Bl. Medang Tanduk 0,82 Sedang
47. D. cuneata Bl. Medang Tanahan 0,77 Sukar
48. Litsea firma Hook.F. Medang Seluang 0,56 Sukar
49. L. odorifera Val. Medang Perawas 0,51 Sukar
50. Phoebe opaca Bl. Medang Huaran 0,57 Sukar
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 601
Lampiran

Lampiran 12. lanjutan


Kelas
No. Jenis Kayu Nama Daerah Berat Jenis
Keterawetan
51. Dactylocladus stenostachys Oliv. Mentibu 0,53 Sedang
52. Shorea acuminatissima Sym. Damar Pakit 0,51 Sedang
53. S. faguetiana Heim. Damar 0,57 Sedang
54. S. gibbosa Brandis Damar Buah 0,51 Sedang
55. S. hopeifolia Sym. Damar Kunyit 0,54 Sedang
56. S. multiflora Sym. Damar Tanduk 0,66 Sedang
57. S. acuminata Dyer. Meranti Rambai 0,51 Sedang
58. S. johorensis Foxw. Meranti 0,50 Sukar
59. S. lepidota Bl. Meranti Ketrahan 0,48 Sedang
60. S. leprosula Miq. Meranti Tembaga 0,52 Sedang
61. S. macrophylla Asthon Meranti 0,40 Sedang
62. S. macroptera Dyer. Meranti 0,49 Sedang
63. S. ovalis Bl. Meranti Kelungkung 0,51 Sedang-Sukar
64. S. ovata Dyer. Meranti Mandirawan 0,75 Sukar
65. S. pachyphylla Ridl. Masupang 0,77 Sukar
66. S. palembanica Miq. Tengkawang Majau 0,55 Sedang
67. S. parvifolia Dyer. Meranti Sarang Punai 0,45 Sedang-Sukar
68. S. pauciflora King. Meranti Ketuko 0,63 Sukar
69. S. pinanga Scheff. Tengkawang 0,42 Sedang
70. S. platycarpa Heim. Meranti Paya 0,72 Sukar
71. S. platyclados V.Sl. Meranti Abang 0,67 Sedang-Sukar
72. S. quadrinervis V. Sl. Meranti Tempelong 0,57 Sedang-Sukar
73. S. sandakanensis Sym. Meranti Sandakan 0,54 Sedang-Sukar
74. S. selanica Bl. Meranti Bapa 0,46 Sedang-Sukar
75. S. smithiana Sym. Meranti Merubang 0,50 Sukar
76. S. stenoptera Burck. Tengkawang Tungkul 0,49 Sedang-Sukar
77. S. teysmanniana Dyer. Meranti Bakau 0,59 Sedang-Sukar
78. S. uliginosa Foxw. Meranti Bakau 0,64 Sukar
79. S. assamica Dyer. Meranti 0,50 Sukar
80. S. bracteolata Dyer. Damar Kedontang 0,66 Sukar
81. S. javanica K. Et V. Damar Kaca 0,63 Sukar
82. S. lamellata Foxw. Damar Tunam 0.73 Sukar
83. S.ochracea Sym. Damar Kebaong 0,54 Sukar
84. S. retionodes V.Sl. Damar Munsarai 0,76 Sukar
85. S. virescens Perijs. Damar Maja 0,50 Sukar
86. Anisoptera costata Korth. Mersawa Daun Lebar 0,61 Sukar
87. A. grassivenna V.Sl. Mersawa Kenyau 0,73 Sukar
88. A. marginata Korth. Mersawa Tenam 0,64 Sukar
89. Hopea dasyrrachis V.Sl. Tekam Air 0,66 Sukar
90. H. dryobalanoides Miq. Merawan Seluai 0,72 Sukar
91. H. ferruginea Parijs. Merawan Dasal 0,70 Sukar
92. H. mangarawan Miq. Merawan Tanduk 0,71 Sukar
93. H. sericea Bl. Merawan Jangkal 0,66 Sukar
94. Palaquium gutta Baill. Getah Perca 0,71 Sukar
95. P. ferox H.J.L. Nyatoh Babi 0,67 Sukar
96. P. hexandrum Baill. Nyatoh Terung 0,56 Sedang

C. SIFAT DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU

Oleh
Totok K. Waluyo, I.M. Sulastiningsih, Jasni, Lincah Andadari, Gunawan Pasaribu, Adi
Santoso, Djeni Hendra, Santyo Wibowo, Gustan Pari, D. Martono, dan Kuntadi

1. Pengertian
602 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Lampiran

Tabel 3.1. Perbandingan karakteristik hasil hutan kayu dengan HHBK


Lampiran 13. Perbandingan karakteristik hasil hutan kayu dengan HHBK
No. Kriteria Produk Kayu Produk HHBK
1 Bagian yang Batang Tumbuhan (daun, getah, batang, bunga, biji,
dimanfaatkan buah, akar, dll), hewan (kulit, daging, tanduk,
tulang, dll), alam (jasa air, wisata, dll)
2 Cara panen Penebangan Penebangan, penyadapan, pemungutan,
pemangkasan, dll.
3 Dampak Merusak sekitar pohon Sedikit merusak lingkungan
pemanenan yang dipanen
4 Umur pohon 5 – 100 tahun Bulanan – 100 tahun lebih
5 Jumlah panen per Sekali panen Sekali sampai ratusan kali
umur pohon
6 Lama panen Beberapa menit/jam Beberapa menit – puluhan tahun
7 Hasil panen (jenis Kayu dan hasil Komoditas : resin, getah, minyak lemak, minyak
komoditas) olahannya atsiri, pati, tanin, bahan obat, pewarna,
pewangi, rempah, dll. Jasa : sumber udara
bersih, air, rekreasi (ekotorism)
8 Pasca panen Pengeringan, Pelayuan, pengeringan, perendaman,
pengawetan penggorengan, dll.
9 Pengolahan Penggergajian, Pengeringan, penyulingan, pelarutan, ekstraksi,
veneering, chiping, pengempaan, perebusan, bio-prosessing, dll.
panelling, dll.
10 Perubahan Fisik, sedikit kimia Kimia, biologi, fisik
bentuk
11 Luas areal usaha Luas, modal besar Tidak begitu luas, modal kecil – menengah
12 Skala usaha Besar Kecil – menengah
Pengusaha besar Sedapat diusahakan masyarakat lokal.
13 IPTEK Menengah – tinggi Kecil – menengah
14 Peralatan Berat, canggih Sederhana- canggih
15 Kegunaan Konstruksi, mebel, Finishing, polishing, isolator, pangan, obat,
kerajinan. pemanis, wewangian, pewarna, rempah, mebel,
kerajinan, dll.
16 Keuntungan Pengusaha, masyarakat, Masyarakat sekitar hutan, pengusaha, negara.
negara.
17 Partisipasi rakyat Sedikit dan pasif Banyak dan dapat secara aktif. Sebagai pemilik
Dan umumnya sebagai akan merasa memiliki hutan sehingga akan ikut
buruh aktif menjaga hutan.
18 AMDAL Degradasi lingkungan Sedikit degradasi lingkungan.
Sumber: Sumadiwangsa (1998)
Sumber : Sumadiwangsa, 1998.

Pemanenan HHBK sangat beragam tergantung apa jenis HHBK yang akan kita panen. Hal
ini berbeda dengan pemanenan kayu yaitu hanya satu teknik yaitu dengan jalan menebang pohon.
Pemanenan HHBK dengan teknik yang berbeda sesuai dengan jenis HHBKnya.
Salah satu faktor penentu besaran produktivitas dan kualitas suatu produk HHBK adalah tahap
pemanenan. Penentu pemanenan dapat diuraikan menjadi beberapa faktor seperti saat panen, cara
dan alat panen selain ketrampilan para pemanen. Disebabkan HHBK banyak sekali ragamnya maka
pemanenan pun sangat beragam.Secara garis besar macam pemanenan dapat dirinci sebagai uraian
berikut.

1. Penyadapan

Berdasarkan bagian pohon yang disadap, terdapat 3 macam penyadapan yaitu penyadapan
pada batang pohon, penyadapan terhadap malai bunga/buah dan penyadapan terhadap buah.
Penyadapan terhadap batang dilakukan pada pohon pinus, damar, shorea, jelutung dan kemenyan.
Penyadapan pada malai dilakukan seperti pada pohon aren, kelapa, nipah (Nipa fruticans), gebang
(Coypha elata), lontar (Borassus flabell~fer) dan langkap (Arenga obtus~folia) dengan hasil nira

35
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 603
Lampiran
Tabel 3.2. Analisis kandungan komponen kimia lemak tengkawang (% relatif)
Lampiran 14. Kandungan komponen kimia lemak tengkawang (% relatif)
Jenis Pohon Induk Buah Tengkawang
Komponen Kimia (%)
S. stenoptera S. pinanga S. mecisopteryx S. parvifolia
oleic acid 16,18 2,26 3,23 13,00
methyl oleate 7,48 26,24 17,76 8,68
methyl palmitate 4,78 15,51 11,96 6,19
methyl stearate 1,27 3,17 2,12 0,95
pentadecane, 0,80 0,54 1,22 1,53
palmitic acid 1,39 2,11 4.78 3,80
allyl octadecanoate 2,48 0,93 1,62 4,12
1-tricosene 1,47 1,09 - 3,75
9-octadecen-1-ol 1,45 - 1,35 0,80
Nonadecane 1,73 - 0,80 4,46
cyclopentane - 1,52 1,50 0,83
heptadec-8-ene 1,42 - 1,68 -
muscalure 0,53 - 0,98 -
stearaldehyde 1,04 - - 0,41
hexadecane 0,26 - - 0,46
cyclododecene 0,26 - - 0,55
1-tridecene 0,22 - - 0,47
capric acid 0,99 - - 1,24
5-undecene 0,43 - - 0,43
1,2-benzenedicarboxylic acid - 1,93 5,20 -
heptadecane - 0,61 2,09 -
9-eicosene - 0,70 - 1,98
octadecanoic acid anhydride - - 1,92 4,49
stearic acid 11,78 - - -
octadec-9-enoic acid 10,53 - - -
cyclohexane 5,38 - - -
tetradecane 0,26 - - -
3-octadecene 0,21 - - -
dodecanoic acid 0,34 - - -
nonylphenol isomer 0,66 - - -
tricosane 0,58 - - -
14-.beta.-h-pregna 1,43 - - -
6-nitro-cylohexadecane-1,3-dione - 1,72 - -
heptyl n,n-
- 0,55 - -
dimethylphosphoroamidocyanidate
methylene-(4-trimethylsilanyl-
- - 26,78 -
phenyl)-amine
butyl 8-methylnonyl ester pentane - - 5,20 -
3-methyl- (cas) 3-methylpentane - - 0,61 -
cetene - - 1,52 -
octadecane - - 1,21 -
7,9-di-tert-butyl-1-oxaspiro[4.5]deca-
- - 0,69 -
6,9-diene-2,8-dione
butanal - - - 12,29
1-tetradecene - - - 2,89
2-decenal - - - 0,81
Unknown component 0,35 - - 8,95

4. Bambu
a. Bambu Lamina
AKRONIM

CBFM : Community-Based Forest Management


HTI : Hutan Tanaman Industri
KPHL : Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
KTHR : Kelompok Tani Hutan Rakyat
KUPS : Kelompok Usaha Perhutanan Sosial
MPB : Mekanisme Pembangunan Bersih
PSP : Permanent Ssampling Plot
PUHH : Penatausahaan Hasil Hutan
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
SKSHH : Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan
TPTR : Tebang Pilih Tanam Rumpang
TR : Tebang Rumpang
Alat Identifikasi Kayu Otomatis –
AIKO-KLHK :
Kementerin Lingkungan Hidup dan Kehutanan
ALB : Asam lemak bebas
Algromek : Alat Gerowong Mekanis
AMDAL : Analisis Dampak Lingkungan  
APB : Areal Produksi Benih 
APL : Areal Penggunaan Lain
APM : alternating pressure method
ASD : Allowable Stress Design
ASTM : American Standard Testing and Material
AT : Aichi Biodiversity Target 
BATB : Pengesahan Berita Acara Tata Batas
BBS : Bahan Baku Serpih
BJ : Berat Jenis
BKKH : Balai Kliring Keamanan Hayati
BKT : Berat kering tanur
BKU : Berat kering udara 
BR : Boil Resistant
BRIK : Badan Revitalisasi Industri Kehutanan
CBR : Cyclic Boil Resistant
Convention on International Trade in Endangered Species of
CITES :
Wild Fauna and Flora
CLT : Cross laminated Timber
CMC : Carboxy Metil Selulosa 
CR : Coefficient rigidity 
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 605
Akronim

CSF : Canadian Standard Freeness


CV : Conventional
DAS : Daerah Aliran Sungai
DR  : Dana Reboisasi 
DSNI : Dewan Standarisasi Nasional Indonesia
DTA : Daerah Tangkapan Air 
FAME : fatty acid methyl ester
FAO : Food and Agriculture Organization
FAO : Food and Agricultural Organisation
FFA : Free Fatty Acid
FP : Felting power
FR : Flexibility ratio
FRA : Forest Resources Assessment 
FREL : Forest Reference Emission Level
FSC : Forest Stewardship Council
GAPOKTAN : Gabungan Kelompok Tani
GFRA : Global Forest Resources Assessment 
Glulam : Glued Laminated Timber
GNRHL atau Gerhan : Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
HD : Hutan Desa
HHBK : Hasil hutan bukan kayu
HK  : Hutan Konservasi
HKm   : Hutan Kemasyarakatan
HL  : Hutan Lindung 
HP : Horse Power
HP  : Hutan Produksi
HPH : Hak Pengusahaan Hutan
HPHD : Hak Pengelolaan Hutan Desa 
HPHTI : Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri 
HPT : Hutan Produksi  Terbatas
HRG : hutan rawa gambut 
HTHR  : Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi
HTI  : Hutan Tanaman Industri
HTR : Hutan Tanaman Rakyat 
IAS : Invasive Alien Species
IAWA : International Association of Wood Anatomists
IBM : Improve Bucking Method
606 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Akronim

IBSAP : Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan


IGR : Indonesian Grading Rule 
IHMB : Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala 
IPHHBK : Ijin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu
IPHHK : Ijin Pemungutan Hasil Hutan Kayu
IPHPS : Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial
IPK : ijin pemanfaatan kayu
IPKH : Industri Pengolahan Kayu Hulu
IPWH : Intensitas Pembukaan Wilayah Hutan
ISPM : International Standard for Phytosanitary Measures
ITSP : Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan
International Union for Conservation of Nature
IUCN :
and Natural Resources
IUPAC : International Union of Pure and Applied Chemistry
IUPHHBK : Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
IUPHHK : Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
IUPHHK-HA : Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu di Hutan Alam
IUPHHK-HT : Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kayu – Hutan Tanaman 
IUPHHK-HTR : Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat 
IUPHKm : Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
IUPJL : Ijin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan
IUPK : Ijin Usaha Pemanfaatan Kawasan
JAI : Jenis Asing Invasif
KAK : Kadar Air Kesetimbangan
KAN  : Komisi Akreditasi Nasional
KBK : Kebun Benih Klon 
KBLUI : Kelompok Baku Lapangan Usaha Industri
KBR : Kebun Bibit Rakyat 
KBS : Kebun Benih Semai 
KDJ : kayu daun jarum 
KDL : kayu daun lebar
KEE : Kawasan Ekosistem Esensial
KHDTK  : Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
KKH PRG : Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik 
KLHK : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
KMDM : Kecil Menanam Dewasa Memanen 
KOPTANHUT : Koperasi Tani Hutan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 607
Akronim

KP : Kebun Pangkas 
KPDAS : Kesatuan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
KPH : Kesatuan Pemangkuan Hutan
KPHA : Kesatuan Pengelolaan Hutan Adat
KPHK : Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi 
KPHKM : Kesatuan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan
KPHL : Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung 
KPHP : Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
KTH : Kelompok Tani Hutan
KUHR  : Kredit Usaha Hutan Rakyat
KULIN-KK  : Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan
LBDS : Luas Bidang Dasar
LEI : Lembaga Ekolabel Indonesia 
LHC  : Laporan Hasil Cruising 
LHP : Laporan Hasil Produksi
LMDH : Lembaga Masyarakat Desa Hutan
LPHD : Lembaga Pengelolaan Hutan Desa 
LPPHPL : Lembaga Penilaian Pengelolaan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
LRFD : Load Resistance Factor Design
LVL : Laminated Veneer Lumber 
LVLK  : Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu
MDF : Medium Density Fiber
MOE : Modulus Elastisitas
MOR : Modulus of Rupture
MR : Muhlsteph ratio
NFI : National Forest Inventory
NSSC : neutral sulfite semi-chemical
OPM : oscillating pressure method
P3HH : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
PHAPL : Pengelolaan Hutan Produksi Alam Lestari 
PHBM : Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat 
PHBML : Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari 
PHL : Pengelolaan Hutan Lestari 
PHPL : Pengelolaan Hutan Produksi Lestari 
PHTL : Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari 
PIAPS : Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial 
PIPPIB : Moratorium atas izin-izin baru 
608 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Akronim

PLTKA : Pembangkit Listrik Tenaga Kincir Air 


PNPM : Program Nasional Pemberdayaan
Pokja PPS  : Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial 
PPK-BLUD : Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah 
PPMPBK : Pengembangan Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis Konservasi
PS : Perhutanan Sosial
PSDH : Provisi Sumber Daya Hutan 
PSKR : papan serat berkerapatan rendah
PSKS : papan serat berkerapatan sedang
PTB : Panitia Tata Batas 
PWH : Pembukaan Wilayah Hutan
RDH : rapid displacement heating
RIL : Reduced Impact Logging
RKL : Rencana Karya Lima Tahun
RKPH : Rencana Karya Pengusahaan Hutan 
RKT : Rencana Kerja Tahunan
RKTN : Rencana Kehutanan Tingkat Nasional 
RKTP : Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi 
ROPK : Rencana Operasional Pemanenan Kayu
RPPH : Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan 
RR : Runkel ratio
RTRWK : Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
RTRWP : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
RUK : Rencana Umum Kehutanan 
SAKB  : Surat Angkutan Kayu Bulat
SAKO  : Surat Angkutan Kayu Olahan
SFM : Sustainable Forest Management
Sistem Informasi dan Data Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
SIDAK :
dan Ekosistemnya 
SILIN  : Silvikultur  Intensif 
SKAU : Surat Keterangan Asal Usul 
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah 
SNI : Standar Nasional Indonesia
SPP-IIUP : Surat Perintah Pembayaran Iuran Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan 
SR : Schopper Riegler
SRAK : Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
SVLK : Sistem Verifikasi Legalitas Kayu
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 609
Akronim

SVLK : Sistem Verifikasi Legalitas Kayu


TBP : Tegakan benih provenan 
TBS : Tegakan benih terseleksi 
TBT : Tegakan benih teridentifikasi 
TGHK : Tata Guna Hutan Kesepakatan 
THPA : Tebang Habis dengan permudaan Alam
THPB : Sistem Tebang Habis dengan Permudaan Buatan 
TORA : Tanah Obyek Reforma Agraria 
TPI : Tebang Pilih Indonesia 
TPK : Tempat Penimbunan Kayu
TPn : Tempat Pengumpulan kayu sementara
TPTI : Tebang Pilih Tanam Indonesia
TPTJ : Tebang Pilih Tanam Jalur 
TPTJ-Silin  : Tebang Pilih Tanam Jalur dengan Teknik Silvikultur Intensif 
TPTR : Tebang Pilih Tanam Rumpang
TSL : Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar 
TUK : Tata Usaha Kayu
UKL : Unit Kelola Lingkungan
UPL : Unit Pemantau Lingkungan 
UPTD : Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah 
WBP : Weather an Boil Proof 
Wesyano : Wesman, Yayan dan Soenarno
WS : Washed and Sulphurized
GLOSARIUM

Anyaman rotan : Hasil anyaman dengan bahan baku kulit atau hati rotan yang
dapat dibentuk lebih lanjut untuk meningkatkan manfaat dan
nilai tambah.
Arahan Pencadangan : Surat dan peta arahan pencadangan KPH yang merupakan
KPH  hasil penelaahan rancang bangun KPH terhadap kriteria yang
ditetapkan. 
Arang : Produk hasil karbonisasi atau dekomposisi kayu pada suhu tinggi
dengan keadaan tanpa oksigen atau oksigen terbatas. Proses
karbonisasi yang umum dilakukan adalah destilasi kering.
Arang aktif : Arang yang di proses lebih lanjut sehingga pori-porinya terbuka,
dan  luas permukaannya bertambah besar dari 2 m2/g pada
arang menjadi 300-2000 m2/g, dengan kadar karbon dan
keaktifan yang bervariasi, tergantung pada suhu aktivasi dan
lamanya waktu aktivasi yang diberikan.
Asap cair : Asap yang terbentuk melalui proses pembakaran yang
terkondensasi pada suhu dingin yang terdiri dari fase cairan
terdispersi dalam medium gas sebagai pendispersi.
Bambu : Bahan berlignoselulosa yang dapat digunakan sebagai substitusi
kayu.
Bambu lamina : Suatu produk yang dibuat dari beberapa bilah bambu yang
direkat dengan arah serat sejajar.
Benih Bermutu : Benih yang mempunyai mutu genetik, mutu fisik dan mutu
fisiologik tinggi.
Benih Tanaman Hutan : Bahan tanaman yang berupa bahan generatif (biji) atau bahan
vegetatif yang digunakan untuk mengembangbiakkan tanaman
hutan
Berat jenis (BJ) kayu : Merupakan perbandingan antara kerapatan  kayu dengan
kerapatan benda standar, yaitu air  pada suhu 4oC, sedangkan
kerapatan kayu merupakan perbandingan antara berat dan
volume kayu pada kadar air yang sama
Bibit Siap Tanam : Bibit yang telah memiliki kecukupan sifat fisik-fisiologi untuk
ditanam dan tidak termasuk stump. 
Biodiesel (fatty acid : Bioenergi atau bahan bakar alternatif pengganti minyak diesel
methyl ester/FAME) (minyak fosil), yang dibuat dari bahan minyak  nabati maupun
hewani.
Bioremediasi : Penggunaan keragaman hayati untuk meningkatkan fungsi dan
mutu lingkungan
Blok Koleksi Tumbuhan : Bagian dari TAHURA yang ditetapkan sebagai areal untuk koleksi
dan/Atau Satwa tumbuhan dan/atau satwa
Blok Pemanfaatan : Bagian dari SM, TWA dan TAHURA yang ditetapkan karena letak,
kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk
kepentingan pariwisata alam dan kondisi lingkungan lainnya.
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 611
Glosarium

Blok Perlindungan : Bagian dari kawasan yang ditetapkan sebagai areal untuk
perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya pada kawasan selain taman nasional.
Briket arang : Bentuk lain dari arang yang fungsinya sama dengan arang
sebagai sumber energi rumah tangga dan shisa.
Cagar Alam : KSA yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan/
keunikan jenis tumbuhan dan/atau keanekaragaman tumbuhan
beserta gejala alam dan ekosistemnya yang memerlukan
upaya perlindungan dan pelestarian agar keberadaan dan
perkembangannya dapat berlangsung secara alam
Convention on : Konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa
International Trade in liar spesies terancam adalah perjanjian internasional antar
Endangered Species of pemerintah
Wild Fauna and Flora 
Daerah Aliran Sungai  : Suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan
Daftar Merah IUCN : Indikator kritis kesehatan keanekaragaman hayati dunia, sebagai
alat yang ampuh untuk menginformasikan dan mengkatalisasi
tindakan untuk konservasi keanekaragaman hayati dan
perubahan kebijakan, yang penting untuk melindungi sumber
daya alam yang kita butuhkan untuk bertahan hidup
Dana Reboisasi  : Dana yang dipungut dari pemegang IUPHHK dalam hutan alam
pada hutan produksi untuk mereboisasi dan merehabilitasi
hutan.
Deforestasi : Perubahan permanen dari areal berhutan menjadi areal tidak
berhutan sebagai akibat dari kegiatan manusia
Degradasi Hutan : Menurut Indonesia adalah penurunan kuantitas tutupan hutan
dan stok karbon selama periode tertentu
Desa Konservasi : Desa atau sebutan lain yang berada di sekitar KSA/KPA dan
ditunjuk/ditetapkan oleh pengelola KSA/KPA sebagai sasaran
Pemberdayaan Masyarakat.
Ekosistem Referensi : Ekosistem tak terganggu yang berada di sekitar areal yang akan
dipulihkan atau deskripsi ekologis berupa laporan survey, jurnal,
foto udara atau citra satelit, suatu ekosistem yang memiliki
kemiripan ekologis dengan ekosistem yang akan dipulihkan
dan merupakan referensi sementara untuk mencapai tujuan
pemulihan, dimana unsur-unsur ekosistem referensi dapat
menjadi contoh (template) bagi kegiatan pemulihan
Ekstraksi Benih  : Kegiatan mengeluarkan benih dari cangkang atau buah
612 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Glosarium

Etat  : Besarnya porsi luas atau massa kayu atau jumlah batang yang
boleh dipungut setiap tahun selama jangka pengusahaan yang
menjamin kelestarian produksi dan sumber daya
Gejala : Perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh tanaman itu sendiri
akibat dari adanya penyebab penyakit
Gondorukem  : Residu proses pengolahan getah pinus/tusam
Hak Pengelolaan Hutan : Hak pengelolaan pada kawasan hutan lindung atau hutan
Desa produksi yang diberikan kepada lembaga desa
Hama Hutan : Semua jenis binatang seperti  kelompok mamalia (contoh :
babi hutan, kera dan tikus), aves (contoh : burung pemakan
biji, burung pelatuk dll), moluska (contoh : bekicot dan siput),
serangga (contoh : belalang, berbagai  ulat dari jenis kumbang
maupun kupu-kupu), nematoda (cacing)  yang mengganggu,
merusak, dan menimbulkan kerugian secara ekonomi, sehingga 
produksi  tanaman hutan berkurang bahkan dapat  menimbulkan
kematian
Harvester : Sebuah mesin seperti traktor yang dilengkapi dengan alat
gergaji (pemotong) dan alat penjepit (tang) yang dipasang
dibagian muka, dan juga dilengkapi dengan alat pemuat
(katrol) yang dapat memuat pohon yang telah ditebang
itu keatas kendaraan pengangkutnya. Sistem ini biasanya
dilaksanakan dinegara yang sudah maju kehutanannya dan juga
sulit mencari tenaga kerja sehingga sangat mahal upahnya.
Hasil hutan bukan kayu : Hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk
(HHBK)   turunannya dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan.
Herbarium : Tempat koleksi berbagai spesimen tumbuhan dalam keadaan
mati untuk kepentingan pendidikan dan penelitian.
Hutan : Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan
Hutan (Definisi Kerja) : Suatu areal lahan lebih dari 6,25 ha dengan pohon-pohon lebih
tinggi dari 5 meter pada waktu dewasa dan tutupan kanopi lebih
dari 30 persen
Hutan Adat : Hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat
Hutan Desa : Hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk
kesejahteraan desa
Hutan Hak : Hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas
tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan
alas titel atau hak atas tanah
Hutan Kemasyarakatan  : Hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk
memberdayakan masyarakat setempat
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 613
Glosarium

Hutan Konservasi : Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas kawasan hutan
suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam, dan taman buru
Hutan Kota : Hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak
dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara
maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh
pejabat yang berwenang.
Hutan Lindung  : Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata
air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air
laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Hutan Rakyat : hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik
maupun hak lainnya di luar kawasan hutan dengan ketentuan
luas minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan
dan/atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50%”(Peraturan
Menteri Kehutanan No. 9 Tahun 2013).
Hutan Tanaman  : Ekosistem hutan yang dibuat oleh manusia dengan cara ditanami
Hutan Tanaman Industri : Hutan tanaman yang dikelola dan diusahakan berdasarkan asas
kelestarian, asas manfaat dan asas perusahaan dalam rangka
meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan
menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan
bahan baku industri hasil hutan
Hutan Tanaman Rakyat  : Hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh
kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas
hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka
menjamin kelestarian sumberdaya hutan
Hutan Tanaman Rakyat  : Hutan Tanaman Rakyat  yang dibangun oleh BUMN atau BUMS
Pola Developer  yang selanjutnya diserahkan oleh pemerintah kepada kepala
keluarga pemohon IUPHHK-HTR dan biaya pembangunannya
menjadi tanggungjawab pemegang IUPHHK-HTR dan
dikembalikan secara mengangsur berdasarkan Surat Keputusan
IUPHHK-HTR yang diterbitkan
Hutan Tanaman Rakyat  : Hutan Tanaman Rakyat  yang dibangun oleh kepala keluarga
Pola Kemitraan  pemegang IUPHHK-HTR bersama dengan mitranya berdasarkan
kesepakatan bersama dengan difasilitasi oleh pemerintah agar
terselenggara kemitraan yang menguntungkan kedua pihak
Hutan Tanaman Rakyat  : Hutan Tanaman Rakyat  yang dibangun oleh kepala keluarga
Pola Mandiri  pemegang IUPHHK-HTR
IDbarcode adalah : Tanda legalitas kayu bulat dalam bentuk label yang menempel
QRCode atau Barcode pada batang pohon/kayu bulat yang memuat informasi
2D legalitas dan asal-usul kayu bulat, yang dapat dibaca dengan
menggunakan perangkat tertentu.
614 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Glosarium

Ijin Usaha Pemanfaatan : Izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan
Hutan Kayu – Hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan
Tanaman  lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan
pemasaran.
INCAS (Indonesia : Sistem perhitungan karbon nasional yang dikembangkan oleh
National Carbon Pusat Litbang Hutan Badan Litbang dan Inovasi Kementerian
Accounting System) Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Integritas Ekosistem : Keterpaduan antara keragaman hayati, proses-proses dan
struktur ekosistem, konteks regional dan kesejarahan, dan
praktek-praktek budidaya yang swalanjut.
Inventarisasi hutan : Kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan
potensi sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap.
IUPHHK-HA : Izin untuk memanfaatkan kayu alam pada hutan produksi
yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau penebangan,
pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil hutan kayu
Izin Pemanfaatan Hutan : Usaha dalam bentuk pemanfaatan kawasan, pemanfaatan
Perhutanan Sosial  hasil hutan kayu dalam hutan tanaman, pemanfaatan hasil
hutan bukan kayu dalam hutan tanaman, pemanfaatan air,
pemanfaatan energi air, pemanfaatan jasa wisata alam,
pemanfaatan sarana wisata alam, pemanfaatan penyerapan
karbon di hutan produksi dan hutan lindung dan pemanfaatan
penyimpanan karbon di hutan lindung dan hutan produksi
Izin Usaha Pemanfaatan : Izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil
Hasil Hutan Kayu Hutan hutan berupa kayu dalam hutan alam pada hutan produksi
Alam  melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan,
pemeliharaan dan pemasaran.
Izin Usaha Pemanfaatan : Izin usaha untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan
Hasil Hutan Kayu hasil hutan ikutannya pada hutan produksi yang diberikan
Hutan Tanaman Rakyat kepada kelompok atau perorangan dengan teknis budidaya
(IUPHHK-HTR) tanaman yang sesuai dengan tapaknya untuk menjamin
kelestarian sumber daya hutan
Kawasan Ekosistem : Eksosistem di luar kawasan konservasi yang secara ekologis
Esensial   penting bagi konservasi keanekaragaman hayati yang mencakup
ekosistem alami dan buatan yang berada di dalam dan di luar
kawasan hutan
Kawasan Hutan : Suatu lahan yang ditunjuk sebagai hutan tetap
Kawasan Hutan Dengan : Kawasan hutan yang secara khusus diperuntukkan bagi
Tujuan Khusus  kepentingan penelitian dan pengembangan kehutanan,
pendidikan dan pelatihan kehutanan serta religi dan budaya
Kawasan Hutan Dengan : Kawasan hutan yang secara khusus diperuntukkan untuk
Tujuan Khusus (KHDTK) kepentingan penelitian dan pengembangan kehutanan,
pendidikan dan pelatihan kehutanan serta religi dan budaya
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 615
Glosarium

Kawasan Lindung : Wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi


kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan
Kawasan Lindung : Kawasan yang tidak diperkenankan dan/atau dibatasi
Nasional pemanfaatan ruangnya dengan fungsi utama untuk melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan, warisan budaya dan sejarah, serta
untuk mengurangi dampak dari bencana alam
Kawasan Lindung : Kawasan lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem
Provinsi yang terletak lebih dari satu wilayah kabupaten/kota, kawasan
lindung yang memberikan pelindungan terhadap kawasan
bawahannya yang terletak di wilayah kabupaten/kota lain,
dan kawasan-kawasan lindung lain yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan
kewenangan pemerintah daerah provinsi.
Kawasan Pelestarian : Kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di
Alam perairan yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari Sumber
Daya Alam Hayati dan ekosistemnya
Kawasan Strategis : Wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
Nasional mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap
kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang
ditetapkan sebagai warisan dunia.
Kawasan Suaka Alam : Kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun
di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem
penyangga kehidupan
Kayu : Material atau bahan lignoselulosa alami yang terutama diperoleh
dari bagian batang pohon
Kayu laminasi atau : Komponen struktural yang terbuat dari lebih dari dua kayu
Glued Laminated pelapis atau lamina, berukuran lebih kecil, yang disusun dengan
Timber (Glulam) arah sejajar pada sumbu longitudinal balok glulamnya, dan
dilekatkan satu sama lain dengan bahan perekat, sehingga
membentuk satu balok berukuran lebih besar, baik berbentuk
lurus maupun lengkung.
Kayu lapis  : Suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun bersilangan
tegak lurus lembaran venir yang diikat dengan perekat
Keanekaragaman : Keanekaragaman bentuk dan susunan bentang alam, daratan
Ekosistem maupun perairan dimana makhluk atau organisme hidup
berinteraksi, dan membentuk keterkaitan dengan lingkungan
fisiknya. 
616 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Glosarium

Keanekaragaman Hayati  : Semua makhluk yang hidup di bumi, termasuk semua jenis
tumbuhan, binatang dan mikroba
Keanekaragaman Jenis : Keanekaragaman jenis organisme yang menempati suatu
ekosistem, di darat maupun di perairan
Keawetan kayu : Daya tahan kayu secara alami terhadap serangan organisme
perusak.
Kebakaran Hutan : Proses pembakaran bahan organik yang menyebar secara bebas
(wild fire) dengan mengkonsumsi bahan bakar alam hutan
meliputi serasah, humus, tanah gambut, rumput, ranting-ranting,
gulma, semak, dedaunan serta pohon-pohon segar. Pengertian
kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan dimana hutan
atau lahan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan
hutan dan hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomi dan
lingkungan
Kebun Binatang : Tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 3 (tiga) kelas
taksa pada areal dengan luasan sekurang-kurangnya 15 (lima
belas) ha dan pengunjung tidak menggunakan kendaraan
bermotor (motor atau mobil).
Kebun Botani : Lokasi pemeliharaan berbagai jenis tumbuhan tertentu, untuk
dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian dan
pengembangan bioteknologi, rekreasi dan budidaya.
Kebun Raya : Kawasan konservasi tumbuhan secara ex situ yang memiliki
koleksi tumbuhan terdokumentasi dan ditata berdasarkan pola
klasifikasi taksonomi, bioregion, tematik, atau kombinasi dari
pola-pola tersebut untuk tujuan kegiatan konservasi, penelitian,
pendidikan, wisata dan jasa lingkungan
Kehutanan : Sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara
terpadu
Kehutanan Sosial : Sosial Forestry, satu strategi yang dititikberatkan pada
pemecahan masalah-masalah penduduk lokal dan pemeliharaan
lingkungan
Kekuatan tarik sejajar : Ketahanan batang rotan dalam menahan beban tarik terutama
serat rotan pada rotan berdiameter kecil yang digunakan sebagai komponen
mebel yang mengalami tarikan seperti landasan tempat duduk,
sandaran, pengikat dan lain-lain.
Kelompok Kerja : Kelompok kerja yang membantu fasilitasi dan verifikasi kegiatan
Percepatan Perhutanan percepatan Perhutanan Sosial.
Sosial 
Kemitraan Kehutanan  : Kerjasama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan,
pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam
pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri primer
hasil hutan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 617
Glosarium

Kemitraan Konservasi  : Kerjasama antara kepala unit pengelola kawasan atau pemegang
izin pada kawasan konservasi dengan masyarakat setempat
berdasarkan prinsip saling menghargai, saling percaya dan saling
menguntungkan
Kerjasama : Kegiatan bersama para pihak yang dibangun atas kepentingan
Penyelenggaraan KSA bersama untuk optimalisasi dan efektifitas pengelolaan kawasan
dan KPA atau karena adanya pertimbangan khusus bagi penguatan
ketahanan nasional.
Kesatuan Pengelolaan : Wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan
Hutan  peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari
Kolaborasi Pengelolaan : Pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah
Kawasan Suaka dalam rangka membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan
Alam Dan Kawasan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam secara
Pelestarian Alam bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman
dan kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
Komunitas di : Kelompok orang yang hidup di dalam atau sekitar hutan serta
Lingkungan Hutan memanfaatkan dan menggantungkan dirinya pada hutan, dalam
(Forest Communities) waktu yang lama, lintas generasi, dan mempunyai kesadaran
yang dibangun bersama (shared-collective awareness) sebagai
kelompok yang berbeda dengan kelompok lain
Kondisi Asli : Kondisi alamiah dari suatu ekosistem yang belum mengalami
perubahan atau kerusakan serta komponen-komponennya
berada dalam kondisi yang seimbang dan dinamis.
Konservasi Ex Situ : Upaya melindungi dan mengelola keanekaragaman hayati di luar
habitat (exsitu).
Konservasi Insitu : Upaya melindungi ekosistem dan habitat alami untuk konservasi
keanekaragaman jenis dan genetika
Konservasi : Pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya
Keanekaragaman Hayati dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya
KPH Konservasi  : KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh
kawasan hutan konservasi
KPH Lindung : KPH yang luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar terdiri
dari kawasan hutan lindung
KPH Produksi  : KPH yang luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar terdiri
dari kawasan hutan produksi
KPH Provinsi : KPHL dan KPHP yang wilayah kerjanya lintas kabupaten/kota;
KPH Pusat : KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh
kawasan hutan konservasi atau KPH yang wilayah kerjanya lintas
provinsi;
618 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Glosarium

Kulit rotan : Hasil pembelahan rotan bagian kulit. Hati rotan (core) adalah
hasil  pembelahan rotan yang berdiameter di atas 5 mm,
sedangkan dibawah 5 mm disebut filtrit.
Land tenure : Seperangkat  property rights yang berhubungan dengan lahan,
dan kelembagaan yang menegakkan hak-hak tersebut.  Bentuk
dari land tenure merujuk pada aturan, norma yang berhubungan
dengan sejumlah entitas, seperti individu, sebuah lembaga
publik, sebuah perusahaan swasta, sekelompok individu yang
bertindak secara kolektif, pengaturan secara komunal atau
sekelompok komunitas adat.
Lembaga Konservasi : Lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan/
atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga
pemerintah maupun lembaga non-pemerintah
Lembaga Konservasi : Lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan/
untuk Kepentingan atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga
Khusus pemerintah maupun lembaga non-pemerintah yang dalam
peruntukan dan pengelolaannya difokuskan pada fungsi
penyelamatan atau rehabilitasi satwa
Lembaga Konservasi : Lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan/
Untuk Kepentingan atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga
Umum pemerintah maupun lembaga non-pemerintah yang dalam
peruntukan dan pengelolaannya mempunyai fungsi utama dan
fungsi lain untuk kepentingan umum
Loading : Pemuatan   kayu   keatas kendaraan  pengangkut  dilokasi 
landing
Lot Bibit : Bibit yang berasal dari satu sumber benih, umur satu periode
penanganan, dan satu perlakuan
Mekanisme Alam : Tindakan pemulihan terhadap ekosistem yang terindikasi
mengalami penurunan fungsi melalui tindakan perlindungan
terhadap kelangsungan proses alami, untuk tujuan tercapainya
keseimbangan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
mendekati kondisi aslinya
Minyak atsiri : Minyak yang diperoleh dari proses ekstraksi dari bagian pohon
(daun, ranting, akar, kulit, getah, bunga dan buah).
Mitigasi : Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana
Modifikasi kayu : Upaya penyempurnaan terhadap satu atau beberapa kelemahan
sifat pada kayu tanpa menggunakan racun permanen.
Multisistem Silvikultur : Sistem pengelolaan hutan produksi lestari yang terdiri dari dua
atau lebih Sistim  Silvikultur yang diterapkan  pada suatu IUPHHK
dan merupakan multiusaha dengan tujuan: mempertahankan
dan meningkatkan produksi  kayu dan hasil hutan lainnya serta
dapat mempertahankan kepastian kawasan hutan produksi
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 619
Glosarium

Museum Zoologi : Tempat koleksi berbagai spesimen satwa dalam keadaan mati,
untuk kepentingan pendidikan dan penelitian.
Papan gipsum : Papan tiruan yang dibuat dari partikel kayu atau bahan
berlignoselulosa lainnya dengan menggunakan perekat gipsum.
Papan partikel : Lembaran hasil pengempaan panas campuran partikel kayu atau
bahan berlignoselulosa lain dengan perekat organik dan bahan
lainnya.
Papan semen (cement- : Suatu papan tiruan yang dibuat dari kayu atau bahan berligno-
bonded board) selulosa lainnya dengan semen sebagai bahan perekatnya.
Pemanfaatan Jasa : Pemanfaatan kondisi lingkungan berupa pemanfaatan potensi
Lingkungan Ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis, dan
peninggalan budaya yang berada dalam KSA dan KPA, yang
diwujudkan dalam bentuk kegiatan wisata alam, pemanfaatan
air, energi air, penyimpanan dan/atau penyerapan karbon,
pemanfaatan panas matahari, angin, dan pemanfaatan panas
bumi untuk memenuhi kebutuhan listrik
Pemanfaatan Jenis : Penggunaan sumber daya alam baik tumbuhan maupun satwa
liar dan atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya dalam
bentuk pengkajian, penelitian dan pengembangan; penangkaran;
perburuan; perdagangan; peragaan; pertukaran; budi daya
tanaman obat-obatan; dan pemeliharaan untuk kesenangan
Pemanfaatan Jenis : Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa dengan memperhatikan
Tumbuhan dan Satwa kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis
Liar  tumbuhan dan satwa liar
Pembagian batang : Kegiatan memotong pangkal dan bagian batang pohon yang
(bucking) sudah ditebang agar diperoleh batang sesuai dengan ukuran
standar panjang dan kualitas kayu yang ditetapkan.
Pemberdayaan : Upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan
Masyarakat masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta
memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan
esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat
Pembukaan Wilayah : Kegiataan penyediaan prasarana jalan dan bangunan lainnya
Hutan seperti pembangunan base camp, pembuatan tempat
penimbunan kayu (TPK) dan tempat penumpukan kayu
sementara (tpn) untuk menunjang kelancaran kegiatan
pembangunan dan pembinaan hutan tanaman serta kegiatan
produksi hasil hutan
Pemetaan : Proses penggambaran informasi yang ada di permukaan
bumi mulai dari pengambilan data secara terestris maupun
penginderaan jauh, pengolahan data dengan metode dan
acuan tertentu serta penyajian data berupa peta secara manual
ataupun digital.
620 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Glosarium

Pemukim atau : Individu yang berada di dalam dan sekitar hutan, memanfaatkan


Pengguna Hutan (Forest hutan pada periode tertentu yang biasanya lebih singkat, tanpa
Dwellers/Users) membangun norma bersama dan kesadaran bersama sebagai
satu kelompok masyarakat. Motivasi utama biasanya adalah
kepentingan ekonomi. 
Pemulihan Ekosistem : Kegiatan pemulihan ekosistem KSA/KPA termasuk didalamnya
pemulihan terhadap alam hayatinya sehingga terwujud
keseimbangan alam hayati dan ekosistemnya di kawasan
tersebut.
Penangkaran : Upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran
tumbuhan dan satwa liar dengan tetap mempertahankan
kemurnian jenisnya
Penataan Areal Kerja : Pembagian areal kerja yang menjadi bagian-bagian areal
sesuai dengan peruntukannya untuk keperluan penyusunan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan
kegiatan pengusahaan hutan
Penatagunaan hutan  : Kegiatan penetapan fungsi kawasan hutan, pemanfaatan
kawasan hutan dan penggunaan kawasan hutan sesuai dengan
fungsinya: kawasan hutan suaka alam (cagar alam dan suaka
margasatwa), kawasan hutan pelestarian alam (taman nasional,
taman hutan raya dan taman wisata alam), kawasan hutan taman
buru, kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi (hutan
produksi terbatas, hutan produksi tetap dan hutan produksi yang
dapat dikonversi).
Penatausahaan Hasil : Sistem administrasi yang mengatur dan mengarahkan peredaran
Hutan kayu baik berupa kayu bulat maupun kayu olahan.
Penatausahaan Hasil : Kegiatan yang meliputi pemanenan atau penebangan,
Hutan Yang Berasal dari pengukuran dan penetapan jenis, pengangkutan/peredaran dan
Hutan Hak pengumpulan, pengolahan dan pelaporan
Penelitian dan : Suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengkaji dan
Pengembangan mengembangkan serta untuk menyediakan data dan informasi
untuk menunjang kegiatan operasional
Penetapan Wilayah KPH : Pengesahan wilayah KPH pada kawasan hutan oleh Menteri
Pengawetan kayu : Suatu upaya untuk memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu
agar tidak diserang organisme perusak sehingga umur pakai kayu
menjadi lebih panjang
Pengelolaan DAS : Upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara
sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala
aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem
serta meningkatnya kemanfaatan sumber daya alam bagi
manusia secara berkelanjutan
Pengelolaan Hutan : Pengelolaan hutan yang harus melibatkan dan mensejahterakan
Bersama Masyarakat masyarakat sekitar hutan
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 621
Glosarium

Pengelolaan Hutan : Pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan


Lestari  berkelanjutan.
Pengelolaan Hutan : Kegiatan untuk menjamin bahwa produksi hasil hutan yang
Produksi Lestari  beredar adalah legal serta menjamin kelestarian hutan dan
ekologi di sekitarnya
Pengelolaan KSA Dan : Upaya sistematis yang dilakukan untuk mengelola kawasan
KPA  melalui kegiatan perencanaan, perlindungan, pengawetan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian.
Pengetahuan : Pengetahuan, keterampilan, inovasi atau praktek individu
Tradisional yang maupun kolektif dari masyarakat hukum adat atau masyarakat
Berkaitan dengan SDG lokal, terkait dengan sumber daya genetik atau derivatifnya, yang
mempunyai nilai nyata dan/atau potensial
Penggergajian kayu : Kegiatan merubah bentuk kayu bulat (gelondongan) menjadi
kayu persegi untuk kegunaan tertentu.  Penggergajian kayu dapat
juga berarti satu unit usaha yang menggunakan bahan baku
berupa kayu bulat yang diolah menjadi produk kayu persegian
dengan menggunakan mesin dan peralatan gergaji.  
Pengolahan kayu : Kegiatan merubah kayu dari bentuk kayu bulat (dolok) menjadi
kayu gergajian atau  venir  (pengolahan primer) untuk bahan
baku produk kayu solid ataupun produk kayu komposit
Pengukuhan hutan : Rangkaian kegiatan penunjukan penataan batas, pemetaan dan
penetapan kawasan hutan dengan tujuan untuk memberikan
hukum atas status, fungsi letak batas, dan luas kawasan hutan.
Perekat : Suatu bahan yang dapat menahan 2 (dua) buah benda
berdasarkan ikatan permukaan. Dalam kaitan dengan produk
hasil hutan, yang dimaksud dengan perekat adalah bahan yang
dapat mempersatukan kayu atau partikel kayu atau bahan
berlignoselulosa lainnya berdasarkan ikatan permukaan.
Perekat alam : Perekat yang bahan baku utamanya berasal bagian hewan
(seperti perekat protein, perekat tulang) atau tumbuhan
(seperti perekat dari ekstrak kulit pohon, kedelai, ekstrak serbuk
gergajian kayu, dan ekstrak daun), perekat karbohidrat (amilum),
perekat soda silikat dan perekat resin alam (shellak).
Perekat hayati : Perekat alami yang berasal dari bagian tumbuhan.
Perekat sintetik : Perekat yang bahan baku utamanya berasal sumber minyak
bumi, seperti urea formaldehida, melamin formaldehida, phenol
formaldehida dan resorsinol formaldehida,
Persuteraan alam : Rangkaian kegiatan agroindustri yang dimulai dari penanaman
murbei, pembibitan dan pemeliharaan ulat sutera (Bombyx
mori. L), permintalan benang, penenunan kain, sampai pada
pemasaran kain sutera.
622 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Glosarium

Perhutanan Sosial : Sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam


kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang
dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat
hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan
kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial
budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan
Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan
Kehutanan
Peta : Output dari kegiatan pemetaan yang merupakan gambaran
permukaan bumi pada suatu bidang datar yang dibuat secara
kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu dengan
menyajikan unsur alam, serta informasi lain yang diinginkan
Ponton : Sejenis tanker tidak bermesin memuat banyak kayu yang ditarik
oleh tugboat di atas air.
Protokol Cartagena  : Perjanjian internasional yang mengatur pergerakan organisme
hasil modifikasi genetik (LMO) yang dihasilkan dari bioteknologi
modern dari satu negara ke negara lain. Protokol ini  diadopsi
pada 29 Januari 2000 sebagai perjanjian tambahan untuk
Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) dan mulai berlaku pada
11 September 2003.
Provisi Sumber Daya : Pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin sebagai
Hutan   pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan
negara.
Pulp : Kumpulan serat individu yang diperoleh melalui perlakuan
khusus (mekanis, kimia, panas, atau kombinasinya) terhadap
kayu atau bahan serat berligno-selulosa lain.  
Pusat Latihan Satwa : Tempat melatih satwa khusus spesies gajah agar menjadi
Khusus  terampil sehingga dapat dimanfaatkan antara lain untuk kegiatan
peragaan di dalam areal pusat latihan gajah, patroli pengamanan
kawasan hutan, sumber satwa bagi lembaga konservasi lainnya
dan/atau membantu kegiatan kemanusiaan dan pendidikan.
Pusat Penyelamatan : Tempat untuk melakukan kegiatan pemeliharaan satwa hasil
Satwa  sitaan atau temuan atau penyerahan dari masyarakat yang
pengelolaannya bersifat sementara sebelum adanya penetapan
penyaluran satwa (animal disposal) lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pusat Rehabilitasi Satwa  : Tempat untuk melakukan proses rehabilitasi, adaptasi satwa dan
pelepasliaran ke habitat alaminya.
Rancang Bangun KPH : Rancangan wilayah KPH yang memuat hasil identifikasi dan
deliniasi awal areal yang akan dibentuk menjadi wilayah KPH
dalam peta dan deskripsinya
Reboisasi : Kegiatan penanaman tanaman pada tanah-tanah yang terbuka
dengan tanaman native ataupun eksotik di luar kawasan hutan.
Tujuan utama reboisasi mencegah erosi dan meningkatkan daya
simpan air tanah
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 623
Glosarium

Rehabilitasi Ekosistem : Tindakan pemulihan terhadap ekosistem yang mengalami


kerusakan fungsi berupa berkurangnya penutupan lahan,
kerusakan badan air atau bentang alam laut melalui tindakan
penanaman, rehabilitasi badan air atau rehabilitasi bentang alam
laut untuk tujuan tercapainya keseimbangan sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya mendekati kondisi aslinya.
Rehabilitasi Hutan dan : Usaha untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan
Lahan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan
peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan
tetap terjaga
Rehabilitasi Lahan : Perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada lahan atau ekosistem
yang terdegradasi
Reklamasi : Membuat keadaan lahan menjadi lebih baik untuk
dibudidayakan, atau membuat sesuatu yang sudah bagus
menjadi lebih bagus.
Reklamasi hutan : Usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kemballi lahan dan
vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal
sesuai dengan peruntukannya
Remediasi  : Membuat kondisi lebih baik, atau membuat kondisi yang sudah
bagus menjadi semakin bagus
Rencana Kehutanan : Pedoman bagi penyusunan anggaran dan pelaksanaan kegiatan
di lapangan dimana rencana kehutanan yang lebih tinggi baik
dalam cakupan wilayah maupun jangka waktunya menjadi acuan
bagi rencana yang lebih rendah. 
Resin atau harsa : Suatu kelompok bahan kimia yang diperoleh sebagai hasil sekresi
tanaman dimana susunan kimianya sangat kompleks, sifat
fisiknya hampir sama satu jenis dengan jenis lainnya dan tidak
larut dalam air.
Restorasi Ekosistem : Suatu tindakan pemulihan terhadap ekosistem yang mengalami
kerusakan fungsi berupa berkurangnya penutupan lahan,
kerusakan badan air atau bentang alam laut serta terganggunya
status satwa liar, biota air, atau biota laut melalui tindakan
penanaman, rehabilitasi badan air atau rehabilitasi bentang alam
laut, pembinaan habitat dan populasi untuk tujuan tercapainya
keseimbangan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
mendekati kondisi aslinya
RIL : Suatu pendekatan sistematis dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi terhadap pemanenan kayu (Elias
et al. 2001) secara menyeluruh untuk mendorong efisiensi
pembalakan dan memastikan dampak pembalakan diminimalkan 
Rotan : Salah satu kelompok tumbuhan berbunga yang termasuk dalam
suku Palmae.
624 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Glosarium

Rotan asalan  : Batang rotan yang telah mengalami perbersihan dan peruntian
tetapi belum mengalami pencucian dan perlakuan pengolahan
lebih lanjut.
Rotan bundar kupasan : Hasil pengupasan kulit ari rotan W&S sepanjang batang sebagai
(rotan poles halus) upaya peningkatan mutu ditandai dengan batang tanpa kulit
terpoles sepanjang batang. 
Rotan bundar pendek : Batang rotan bundar W&S dengan panjang kurang 1(satu) meter.
Rotan bundar W&S   : Batang rotan yang telah dibersihkan dan sudah dilakukan proses
pencucian, pengeringan, dan pengasapan dengan asap belerang
(washed &sulphurized)
Rotan kikis buku (rotan : adalah hasil pengikisan buku rotan bundar W&S sedemikian
poles kasar) rupa, sehingga diameternya seragam.
Ruang Terbuka Hijau : Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Sertifikasi Hutan : Prosedur verifikasi yang menghasilkan sertifikat mengenai
kualitas pengelolaan hutan dalam hubungannya dengan satu set
kriteria dan indikator
Sertifikasi Mutu Benih : Proses pemberian sertifikat kepada suatu lot benih yang
menginformasikan kebenaran mutu benih yang dikomersialkan.
Sertifikasi Mutu Bibit : Proses pemberian sertifikat suatu lot bibit yang
menginformasikan kebenaran mutu bibit yang diperdagangkan. 
Sidak : Sistem informasi dan data yang dikelola oleh Direktorat Jenderal
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KKLHK beserta
seluruh satuan kerja di bawahnya yang memuat informasi dan
data terkait upaya konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya, baik insitu maupun eksitu.
Sifat mekanis kayu  : sifat kayu yang berhubungan dengan kekuatan merupakan
ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya dari luar yang
bekerja padanya
Sifat  dasar kayu : Sifat yang melekat pada kayu secara alami, penting untuk
diketahui sebagai dasar dalam menentukan  peruntukan  suatu
jenis kayu secara luas
SiMATAG-0,4m (Sistem : Merupakan sistem yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal
Informasi Muka Air Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK
Tanah Gambut 0,4 sebagai upaya monitoring tingkat keberhasilan pelaksanaan
meter) pemulihan fungsi Ekosistem Gambut melalui pengumpulan
database pemantauan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) dan curah
hujan di areal konsesi maupun lahan masyarakat. 
SiPongi : Sistem informasi yang dikembangkan oleh Direktorat
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, KLHK untuk deteksi
dini pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang berbasis
aplikasi dan web. 
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 625
Glosarium

Sistem Silvikultur : Proses pemanenan sesuai tempat tumbuh berdasarkan formasi


terbentuknya hutan yaitu proses klimatis dan edaphis dari tipe
hutan yang terbentuk dalam rangka pengelolaan hutan lestari
atau teknik bercocok tanaman hutan mulai dari memilih benih/
bibit, menyemai, menanam, memelihara tanaman dan memanen
Sortimen : Pengelompokan rotan menurut bentuk dan ukuran,
berdasarkan klasifikasi rotan (SNI 01-7254-2006).
Standardisasi hasil : Menetapkan standar bahan baku, proses pengerjaan/pengolahan
hutan maupun produk yang terkait dengan hasil hutan.
Status Hutan : Wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Peme-
rintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap
Suaka Margasatwa : KSA yang mempunyai kekhasan/keunikan jenis satwa liar dan/
atau keanekaragaman satwa liar yang untuk kelangsungan
hidupnya memerlukan upaya perlindungan dan pembinaan
terhadap populasi dan habitatnya
Sumber Benih : Tegakan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan yang
dikelola guna memproduksi benih berkualitas
Sumber Daya Genetik : Semua materi dan/atau informasi genetik dan/atau informasi
(SDG) kimia dari tumbuhan, binatang, jasad renik, atau asal lain
termasuk derivatifnya yang mengandung unit-unit fungsional
pewarisan sifat yang mempunyai nilai nyata dan/atau potensial
Surat Keterangan : Dokumen resmi yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang
Sahnya Hasil Hutan  dan digunakan dalam pengangkutan, penguasaan dan pemilikan
hasil hutan, sebagai alat bukti atas legalitas hasil hutan
Takik balas (back cut) : Takikan yang dibuat dibalik (arah berlawanan) dari takik rebah
dan letaknya sedikit lebih tinggi di atas dari alas takik rebah
Takik rebah (under cut) : Takikan yang dibuat terlebih dahulu untuk menunjukkan arah ke
mana kayu yang tebang akan rebah.
Taman Buru : Kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu
Taman Hutan Raya : KPA untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami
atau bukan alami, jenis asli dan/atau bukan jenis asli, yang
tidak invasif dan dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya,
pariwisata, dan rekreasi.
Taman Kehati : Kawasan pencadangan sumber daya alam hayati lokal di luar
kawasan hutan yang mempunyai fungsi konservasi in-situ dan/
atau ex-situ, khususnya bagi tumbuhan yang penyerbukan dan/
atau pemencaran bijinya harus dibantu oleh satwa dengan
struktur dan komposisi vegetasinya dapat mendukung kelestarian
satwa penyerbuk dan pemencar biji
Taman Nasional : KPA yang mempunyai Ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, iptek,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi
626 Vademecum Kehutanan Indonesia 2020
Glosarium

Taman Safari : Tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 3 (tiga) kelas


taksa pada areal terbuka dengan luasan sekurang-kurangnya
50 (lima puluh) ha, yang bisa dikunjungi dengan menggunakan
kendaraan roda empat (mobil) pribadi dan/atau kendaraan
roda empat (mobil) yang disediakan pengelola yang aman dari
jangkauan satwa.
Taman Satwa : Tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 2 (dua) kelas
taksa pada areal dengan luasan sekurang-kurangnya 2 (dua) ha
Taman Satwa Khusus : Tempat pemeliharaan jenis satwa tertentu atau kelas taksa satwa
tertentu pada areal sekurang-kurangnya 2 (dua) ha.
Taman Tumbuhan : Tempat pemeliharaan jenis tumbuhan liar tertentu atau kelas
Khusus taksa tumbuhan liar tertentu, untuk kepentingan sebagai
sumber cadangan genetik, pendidikan, budidaya, penelitian dan
pengembangan bioteknologi. 
Taman Wisata Alam : KPA yang dimanfaatkan terutama untuk kepentingan pariwisata
alam dan rekreasi
Tata Hutan : Kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, dengan
tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat secara lestari
Tata Usaha Kayu : Suatu tatanan/tata usaha dalam bentuk pencatatan penertiban
dokumen dan pelaporan yang meliputi kegiatan perencanaan
produksi, pemanenan, pengolahan dan peredaran kayu
Tebang Pilih Tanam : Sistem silvikultur dengan tebang persiapan dengan menebang
Jalur  pohon pada areal LOA TPTI, dan dilakukan dengan Tebang Pilih
dengan limit diameter  40 cm diikuti pembuatan jalur bersih,
dengan lebar jalur 3 (tiga) meter dan lebar jalur kotor 22 m
Tebang Rumpang  : Sistem silvikultur yang menerapkan tebang habis dalam
rumpang, baik hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu
Teknik Silvikultur : Rangkaian perlakuan terhadap hutan untuk mempertahankan
dan meningkatkan produktivitas hutan.
TPK : Tempat untuk menimbun kayu yang merupakan penggabungan
kayu-kayu dari beberapa TPn berada di darat (logyard) untuk
menampung kayu bulat milik IUPHHK
TPn : Tempat pengumpulan kayu sementara (TPn) adalah tempat
untuk pengumpulan kayu- kayu hasil penebangan di sekitar
petak kerja tebangan yang bersangkutan.
TPTI : Sistem silvikultur yang mengatur cara pemanenan kayu
dengan tebang pilih individu dan permudaan buatan untuk
mempertahankan regenerasi alami dan terbentuknya struktur
tegakan hutan (Permenhut No. P.11/Menhut-II/2009).
Vademecum Kehutanan Indonesia 2020 627
Glosarium

TPTII : Teknik silvikultur yang mengharuskan adanya tanaman


pengkayaan pada areal pasca penebangan secara jalur, tanpa
memperhatikan cukup atau tidaknya anakan yang tersedia dalam
tegakan tinggal.
Tugboat : Sejenis kapal yang menarik ponton bermuatan kayu di atas air
Usulan Penetapan KPH : Hasil pembentukan KPH yang berupa hasil pencermatan rancang
bangun berdasarkan arahan pencadangan KPH. 
Usulan Penetapan KPH : Hasil pembentukan KPH yang berupa hasil pencermatan rancang
bangun berdasarkan arahan pencadangan KPH.
Venir : Lembaran tipis kayu sebagai hasil pengupasan, penyayatan atau
penggergajian
Xylarium : Bangunan atau ruangan di mana koleksi berbagai jenis kayu
dikumpulkan, dicatat, ditata, dirawat, dan disediakan bagi pihak-
pihak yang memerlukan.
Zona Inti : Kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak
diperbolehkan adanya perubahan berupa mengurangi,
menghilangkan fungsi dan menambah jenis tumbuhan dan satwa
lain yang tidak asli.
Zona Pemanfaatan : Bagian dari TN yang ditetapkan karena letak, kondisi dan potensi
alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan
pariwisata alam dan kondisi lingkungan lainnya. 
Zona Rimba : Bagian TN yang ditetapkan karena letak, kondisi dan potensinya
mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan
zona pemanfaatan.
Zona/Blok Khusus : Bagian dari KSA/KPA yang ditetapkan sebagai areal untuk
pemukiman kelompok masyarakat dan aktivitas kehidupannya
dan/atau bagi kepentingan pembangunan sarana telekomunikasi
dan listrik, fasilitas transportasi dan lain-lain yang bersifat
strategis.
Zona/Blok Perlindungan : Bagian dari kawasan perairan laut yang ditetapkan sebagai areal
Bahari perlindungan jenis tumbuhan, satwa dan ekosistem serta sistem
penyangga kehidupan.
Zona/Blok Religi, : Bagian dari KSA/KPA yang ditetapkan sebagai areal untuk
Budaya Dan Sejarah kegiatan keagamaan, kegiatan adat-budaya, perlindungan nilai-
nilai budaya atau sejarah.
Zona/Blok Tradisional : Bagian dari KPA yang ditetapkan sebagai areal untuk kepentingan
pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang secara turun-
temurun mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam.

Anda mungkin juga menyukai