Anda di halaman 1dari 142

FAKTOR PENCETUS DAN RISIKO YANG

MEMPENGARUHI TERJADINYA ASMA PADA


MASYARAKAT DI KAMPUNG TEGALGEDE RT/RW
011/004 DESA PASIR SARI KECAMATAN CIKARANG
SELATAN PERIODE APRIL - JUNI 2021

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi

NAMA : RISKIYATUL HASANAH


NPM : 17330010

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

FAKTOR PENCETUS DAN RISIKO YANG MEMPENGARUHI


TERJADINYA ASMA PADA MASYARAKAT DI KAMPUNG
TEGALGEDE RT/RW 011/004 DESA PASIR SARI KECAMATAN
CIKARANG SELATAN PERIODE APRIL - JUNI 2021

Disusun oleh:

RISKIYATUL HASANAH
NPM : 17330010

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

(apt., Putu Nilasari, M. Farm) (apt., Ritha Widya Pratiwi., MARS)

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

ii
HALAMAN PERNYATAAN NON PLAGIAT

iii
HALAMAN PENGESAHAN

iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahahim.
Alhamdulillah, Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Faktor
Pencetus Dan Risiko Yang Mempengaruhi Terjadinya Asma Pada Masyarakat Di
Kampung Tegalgede RT/RW 011/004 Desa Pasir Sari Kecamatan Cikarang
Selatan Periode April-Juni 2021”, dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun dalam
rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas
Farmasi, Institut Sains dan Teknologi Nasional. Saya menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
masa penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1)Ibu apt., Putu Nilasari, M. Farm , selaku Dosen Pembimbing I yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan skripsi ini.
2)Ibu apt., Ritha Widya Pratiwi, S. Si., MARS , selaku Dosen Pembimbing II
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan
saya dalam penyusunan skripsi ini.
3)Ibu apt., Dr. Refdanita, M.Si. selaku Dekan Fakultas farmasi ISTN, yang
selalu memberikan motivasi kepada para mahasiswa.
4)Ibu apt., Yayah Djuhariah, M.Si. selaku Kepala Program Studi Farmasi
Fakultas Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional yang selalu
memberikan motivasi kepada para mahasiswa.
5)Seluruh dosen pengajar Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi Institut
Sains dan Teknologi Nasional Jakarta.
6)Terutama dan yang paling utama kedua orang tua dan adik-adik saya (Roni,
Apin, Inal dan Ipal) yang telah memberikan doa, cinta dan kasih serta
dukungan moril selama saya menempuh studi hingga penyusunan skripsi
ini.

vi
7)Mas Muhammad Ferry Hasan yang telah memberikan dukungan dan
semangat kepada saya selama menempuh studi sampai penyelesaian
skripsi ini.
8)Sahabat terbaik saya (Cinta, Retno, Tiwi dan Emcede) yang sudah
membantu memberikan dorongan, dukungan serta pemikiran dalam proses
penyusunan skripsi ini.
9)Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu
memberikan doa dan dorongan hingga selesainya skripsi ini.

Saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua


pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Farmasi.

Cikarang, 2 Juli 2021


Penulis

(Riskiyatul Hasanah)

vii
ABSTRAK

Nama : Riskiyatul Hasanah


Program Studi : Farmasi
Judul : Faktor Pencetus Dan Risiko Yang Mempengaruhi
Terjadinya Asma Pada Masyarakat Di Kampung
Tegalgede RT/RW 011/004 Desa Pasir Sari Kecamatan
Cikarang Selatan Periode April - Juni 2021

Asma adalah suatu kelainan berupa peradangan kronik saluran napas yang
menyebabkan penyempitan saluran napas (hiperreaktivitas bronkus) sehingga
menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk terutama pada malam atau dini hari. Penyakit ini memiliki
banyak faktor pencetus dan faktor risiko. Beberapa diantara faktor tersebut adalah
usia, jenis kelamin, riwayat genetik asma, debu, asap rokok, makanan, perubahan
cuaca, hewan peliharaan, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan
exercise/olahraga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor pencetus
dan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya asma pada pada masyarakat di
Kampung Tegalgede RT/RW 011/004 Pasir Sari Cikarang Selatan.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, alat ukur
kuesioner kepada 247 responden. Penelitian dilakukan dari bulan April-Juni 2021.
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik demografi responden pada masyarakat
di Kampung Tegalgede RT 011 RW 004 berdasarkan jenis kelamin sebagian besar
adalah perempuan sebesar 53,0%, berdasarkan usia sebagian besar berada dalam
rentang usia 25-44 tahun sebesar 46,2%. Berdasarkan faktor pencetus yang
mempengaruhi terjadinya asma pada masyarakat adalah faktor debu sebesar
95,1%, infeksi saluran pernapasan sebesar 86,2%, exercise/olahraga sebesar
77,3%, asap rokok sebesar 72,5%, gangguan emosi/stress sebesar 52,6%,
perubahan cuaca sebesar 52,2%%, faktor makanan sebesar 45,7% dan faktor
hewan peliharaan berbulu sebesar 35,2%. Berdasarkan faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya asma pada masyarakat adalah faktor riwayat genetik
asma sebesar 70,9% dan jenis kelamin yang sebagian besar adalah perempuan
sebesar 53,0%.

Kata kunci : Asma, Faktor Pencetus, Faktor Risiko

viii
ABSTRACT

Name : Riskiyatul Hasanah


Study Program : Pharmacy
Title : Precipitating Factors and Risks Affecting the
Occurrence of Asthma in Communities in Tegalgede
Village RT/RW 011/004 Pasir Sari Village, South
Cikarang District, Period April - June 2021

Asthma is a disorder in the form of chronic inflammation of the airways


that causes airway constriction (bronchial hyperactivity), causing recurrent
episodic symptoms in the form of wheezing, shortness of breath, chest tightness,
and coughing, especially at night or early morning. This disease has many
precipitating factors and risk factors. Some of these factors are age, gender,
genetic history of asthma, dust, cigarette smoke, food, weather changes, pets,
respiratory infections, emotional disorders, and exercise. The purpose of this
study was to determine the trigger factors and risk factors that influence the
occurrence of asthma in the community in Tegalgede Village RT/RW 011/004
Pasir Sari Cikarang Selatan.
The type of research carried out is descriptive research, measuring
questionnaires to 247 respondents. The study was conducted from April-June
2021. The results showed that the demographic characteristics of respondents in
the community in Tegalgede Village RT 011 RW 004 based on gender were mostly
women by 53.0%, based on age most were in the age range of 25-44 years of
46.2%. Based on the precipitating factors that influence the occurrence of asthma
in the community, dust is 95.1%, respiratory tract infections are 86.2%,
exercise/sports is 77.3%, cigarette smoke is 72.5%, emotional disturbances/stress
is 52. .6%, weather changes by 52.2%%, food factors by 45.7% and furry pets by
35.2%. Based on the risk factors that influence the occurrence of asthma in the
community, the genetic history of asthma is 70.9% and gender, which is mostly
women, is 53.0%.

Keyword : Asthma, Precipitating Factor, Risk Factor

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN NON PLAGIAT.................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.............................................vii
ABSTRAK...........................................................................................................viii
ABSTRACT............................................................................................................ix
DAFTAR ISI...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
2.1 Definisi Asma........................................................................................5
2.2 Epidemiologi Asma...............................................................................6
2.3 Klasifikasi Asma...................................................................................6
2.4 Patogenesis Asma..................................................................................9
2.4.1 Inflamasi Saluran Pernapasan......................................................9
2.4.2 Inflamasi dan Hiperresponsif Saluran Nafas.............................13
2.5 Patofisiologi Asma..............................................................................13
2.5.1 Obstruksi Saluran Pernapasan...................................................13
2.5.2 Hiperreaktivitas Saluran Pernapasan.........................................14
2.6 Gambaran Klinis Asma.......................................................................15
2.7 Diagnosis Asma..................................................................................16

x
2.7.1 Anamnesis..................................................................................16
2.7.1 Pemeriksaan Fisis......................................................................17
2.7.2 Pemeriksaan Penunjang.............................................................17
2.8 Manajemen Terapi Asma....................................................................18
2.9 Faktor Pencetus dan Faktor Risiko Asma...........................................24
2.9.1 Riwayat Genetik Asma..............................................................25
2.9.2 Jenis Kelamin.............................................................................26
2.9.3 Debu...........................................................................................26
2.9.4 Hewan Peliharaan......................................................................27
2.9.5 Asap Rokok...............................................................................27
2.9.6 Makanan....................................................................................28
2.9.7 Infeksi Saluran Pernapasan........................................................28
2.9.8 Gangguan Emosi........................................................................29
2.9.9 Exercise/Olahraga......................................................................30
2.9.10 Perubahan Cuaca..................................................................... 30
2.10 Kerangka Teori....................................................................................31
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN............................................................32
3.1 Jenis Penelitian....................................................................................32
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................32
3.3 Populasi...............................................................................................32
3.4 Sampel.................................................................................................32
3.5 Variabel Penelitian..............................................................................34
3.5.1 Variabel Bebas...........................................................................34
3.5.2 Variabel Terikat.........................................................................34
3.6 Definisi Operasional............................................................................34
3.7 Kerangka Konsep Penelitian...............................................................38
3.8 Instrumen Penelitian............................................................................39
3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas..............................................................39
3.9.1 Uji Validitas...............................................................................39
3.9.2 Uji Reliabilitas...........................................................................42
3.10 Analisis Data dan Pengolahan Data....................................................43
3.10.1 Analisis Data............................................................................43

xi
3.10.2 Pengolahan Data.......................................................................44
3.11 Etika Penelitian...................................................................................45
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................46
4.1 Gambaran Karakteristik Demografi Responden.................................46
4.1.1 Karakteristik Berdasarkan Usia.................................................46
4.1.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin..................................47
4.1.3 Karakteristik Berdasarkan Riwayat Genetik Asma...................49
4.2 Faktor Risiko Asma.............................................................................51
4.2.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin..................................51
4.2.2 Karakteristik Berdasarkan Riwayat Genetik Asma...................54
4.3 Faktor Pencetus Asma.........................................................................56
4.3.1 Karakteristik Berdasarkan Debu................................................56
4.3.2 Karakteristik Berdasarkan Asap Rokok.....................................59
4.3.3 Karakteristik Berdasarkan Makanan..........................................61
4.3.4 Karakteristik Berdasarkan Hewan Peliharaan Berbulu.............63
4.3.5 Karakteristik Berdasarkan Perubahan Cuaca.............................64
4.3.6 Karakteristik Berdasarkan Infeksi Saluran Pernafasan..............67
4.3.7 Karakteristik Berdasarkan Gangguan Emosi.............................69
4.3.8 Karakteristik Berdasarkan Exercise/Olahraga...........................72
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN................................................................75
5.1 Kesimpulan.........................................................................................75
5.2 Saran....................................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................77
LAMPIRAN..........................................................................................................82

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis...........7


Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Asma.....................................................................18
Tabel 2.3 Pendekatan Bertahap Untuk Pengobatan Asma..................................20
Tabel 3.1 Definisi Operasional .........................................................................34
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Kuesioner ...........................................................40
Tabel 3.3 Nilai Tingkat Keandalan Cronbach’s Alpha.......................................43
Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner .......................................................43
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik demografi responden berdasarkan
usia .....................................................................................................46
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik demografi responden berdasarkan
usia .....................................................................................................47
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik demografi responden berdasarkan
riwayat genetik asma ..........................................................................49
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan jenis kelamin ............52
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan riwayat genetik asma. 54
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan debu ..........................56
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan asap rokok ................59
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan makanan ...................61
Tabel 4.9 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan hewan peliharaan
berbulu ................................................................................................63
Tabel 4.10 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan perubahan cuaca .......64
Tabel 4.11 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan infeksi saluran
pernafasan ...........................................................................................67
Tabel 4.12 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan gangguan emosi ........69
Tabel 4.13 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan exercise/olahraga ......72

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tabung Bronkial Yang Meradang ......................................................5


Gambar 2.2 Mekanisme Inflamasi ....................................................................... 10
Gambar 2.3 Patogenesis Asma ............................................................................11
Gambar 2.4 Kerangka Teori ................................................................................ 31
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...........................................................41

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian............................................................................... 83


Lampiran 2 Surat Balasan Izin Penelitian.................................................................. 84
Lampiran 3 Surat Kaji Etik........................................................................................ 85
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian.............................................................................. 86
Lampiran 5 Hasil Uji Validitas.................................................................................. 92
Lampiran 6 Hasil Uji Reliabilitas.............................................................................. 104
Lampiran 7 Hasil Data Penelitian.............................................................................. 105
Lampiran 8 Jawaban Kuesioner Responden.............................................................. 114
Lampiran 9 Analisis Univariat................................................................................... 121

xv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma berasal dari kata “asthma” yang diambil dari bahasa Yunani,
yang artinya “sukar bernapas”. Asma adalah suatu kelainan berupa
peradangan kronik saluran napas yang menyebabkan penyempitan saluran
napas (hiperreaktivitas bronkus) sehingga menyebabkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk terutama
pada malam atau dini hari (KEMENKES RI, 2018).
Berdasarkan Global Asthma Report tahun 2018, 40 juta kematian atau
70% dari kematian di seluruh dunia, terjadi di negara berkembang yang
disebabkan oleh penyakit tidak menular dengan 80% kematian. Penyakit
pernapasan kronis termasuk asma menyebabkan 15% kematian di dunia yang
mempengaruhi 339 juta orang di seluruh dunia. Asma adalah penyebab beban
penyakit yang substansial, termasuk kematian dini dan penurunan kualitas
hidup pada semua kelompok umur di seluruh dunia. Asma berada di
peringkat ke-16 di dunia, di antara penyebab utama tahun hidup dengan
kecacatan dan peringkat ke-28 di antara penyebab utama beban penyakit,
yang diukur dengan Disability Adjusted Life Years (DALY) (The Global
Asthma Report, 2018).
Di Indonesia penyakit asma termasuk sepuluh besar penyebab kesakitan
dan kematian (Husna, Cut, 2014). Angka kematian akibat penyakit asma di
Indonesia mencapai 24.773 orang atau sekitar 1,77% dari total jumlah
kematian penduduk. Setelah disesuaikan dengan usia dari berbagai data
tersebut, ini menempatkan Indonesia pada peringkat 19 di dunia dalam hal
jumlah kematian akibat penyakit asma (KEMENKES RI, 2016).
Angka kejadian asma di berbagai negara sangat bervariasi, walaupun
belakangan ini banyak obat asma yang dikembangkan akan tetapi jumlah
penderita penyakit ini semakin meningkat. Angka kejadian asma di Indonesia
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2018
mencapai 2,4%. (RISKESDAS, 2018).

1
2

Penyebab pasti penyakit asma masih belum diketahui secara jelas,


tetapi ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian asma, menurut
Laksana, MA & Berawi, KN (2015) beberapa faktor yang mempengaruhi
asma dibagi menjadi dua yaitu, faktor risiko yang berhubungan dengan
terjadinya asma meliputi genetik, dan faktor risiko yang berhubungan dengan
terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut faktor pencetus,
diantaranya (asap rokok, tungau debu rumah, polusi udara, perubahan cuaca,
dan jenis makanan (Laksana, MA & Berawi, KN, 2015).
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu
(host factor) dan faktor lingkungan, faktor pejamu disini termasuk
predisposisi genetik yang mempengaruhi berkembangnya asma, yaitu genetik
asma, alergik (atopi), hiperreaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor
lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus
inflamasi saluran napas pada penderita asma (Andayani, Novita, 2017).
Penyakit asma sulit disembuhkan secara medis, akan tetapi penyakit ini
dapat dikontrol atau dikendalikan sehingga tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Asma dapat dikendalikan dengan cara menghindari faktor-faktor
pencetus atau segala hal yang dapat menyebabkan timbulnya gejala asma
(Dharmayanti, I, et al, 2015).
Berdasarkan beberapa penelitian seperti penelitian Djamil, Achmad, et
al, (2020), yang menghasilkan kesimpulan bahwa faktor pencetus asma yaitu
paparaan debu, infeksi saluran napas, perubahan cuaca, asap rokok, stress dan
olahraga. Berdasarkan penelitian Embuai, Selpina, (2020), menghasilkan
kesimpulan bahwa ada hubungan antara riwayat genetik, asap rokok,
keberadaan debu dan stress dengan kejadian asma. Menurut hasil penelitian
Rosalina, FA, (2015), menghasilkan kesimpulan bahwa faktor pencetus asma
yaitu riwayat alergi makanan, alergi debu, alergi hewan peliharaan (bulu
binatang), infeksi saluran pernapasan, kegiatan jasmani, emosi, asap rokok
dan perubahan cuaca.
Pada penanganan asma di berbagai Rumah Sakit (RS), sebenarnya
sudah cukup baik, karena penanganannya yang sesuai dengan tata laksana
asma, dimana ada beberapa komponen yang dapat diterapkan dalam

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


3

penatalaksanaan asma seperti Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) dan


hubungan dokter-pasien, identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor
risiko, serta penilaian pengobatan dan monitor asma, hanya saja yang kurang
adalah bagaimana penderita menentukan dan menghindari faktor pencetus
yang ada, sehingga tidak terjadi kekambuhan asma. Berdasarkan latar
belakang diatas peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui
faktor pencetus dan faktor risiko apa saja yang berpengaruh terhadap
terjadinya asma pada masyarakat di Kampung Tegalgede RT/RW 011/004
Desa Pasir Sari Kecamatan Cikarang Selatan, yang mana daerah Cikarang
saat ini telah menjadi salah satu pusat industri nasional yang dinilai nilai
ekspornya mampu bersaing dengan Batam. Kawasan Industri di Cikarang
merupakan kawasan industri yang potensial mengingat sekitar 2.125 unit
pabrik 25 negara berlokasi di kawasan ini. Hal ini dapat menimbulkan
berbagai dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan penduduk salah
satunya seperti polusi udara yang dapat mempengaruhi sistem pernapasan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran karakteristik demografi responden yang menderita
asma di Kampung Tegalgede RT/RW 011/004 Desa Pasir Sari
Kecamatan Cikarang Selatan ?
2. Apa saja faktor pencetus dan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya
asma pada masyarakat di Kampung Tegalgede RT/RW 011/004 Desa
Pasir Sari Kecamatan Cikarang Selatan ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui gambaran karakteristik demografi responden yang menderita
asma di Kampung Tegalgede RT/RW 011/004 Desa Pasir Sari
Kecamatan Cikarang Selatan.
2. Mengetahui faktor pencetus dan faktor risiko apa saja yang
mempengaruhi terjadinya asma pada masyarakat di Kampung Tegalgede
RT/RW 011/004 Desa Pasir Sari Kecamatan Cikarang Selatan.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


4

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan
mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dengan terjadinya asma pada
masyarakat.
2. Bagi pembaca, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
untuk dijadikan bahan acuan serta perbandingan untuk penelitian
mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dengan terjadinya asma pada
masyarakat.
3. Bagi masyarakat, diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan yang lebih jelas di wilayah Kampung Tegalgede RT/RW
011/004 mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
asma sehingga upaya pencegahan sejak dini biasa dilakukan.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asma


Asma berasal dari kata “asthma” yang diambil dari bahasa Yunani,
yang artinya “sukar bernapas”. Asma adalah suatu kelainan berupa
peradangan kronik saluran napas yang menyebabkan penyempitan saluran
napas (hiperreaktivitas bronkus) sehingga menyebabkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk terutama
pada malam atau dini hari (KEMENKES RI, 2018).
Terjadinya proses inflamasi/peradangan kronis pada saluran pernapasan
yang melibatkan banyak sel dan elemen, menyebabkan saluran pernapasan
menjadi hiperresponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi,
edema, dan hipersekresi kelenjar, yang mengakibatkan keterbatasan aliran
udara pada saluran pernapasan dengan manifestasi klinis yang bersifat
episodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk-batuk.
Gejala-gejala ini terkait dengan tingkat peradangan yang bervariasi dalam
derajatnya dan dapat pulih secara spontan dengan pengobatan atau tanpa
pengobatan (GINA, 2011).

Gambar 2.1 Tabung Bronkial Yang Meradang.


Sumber: P2PTM Kemenkes.

5
6

2.2 Epidemiologi Asma


Berdasarkan Global Asthma Report tahun 2018, 40 juta kematian atau
70% dari kematian di seluruh dunia, terjadi di negara berkembang yang
disebabkan oleh penyakit tidak menular dengan 80% kematian. Penyakit
pernapasan kronis termasuk asma menyebabkan 15% kematian di dunia yang
mempengaruhi 339 juta orang di seluruh dunia. Asma adalah penyebab beban
penyakit yang substansial, termasuk kematian dini dan penurunan kualitas
hidup, pada semua kelompok umur di seluruh dunia. Asma berada di
peringkat ke-16 di dunia, di antara penyebab utama tahun hidup dengan
kecacatan dan peringkat ke-28 di antara penyebab utama beban penyakit,
yang diukur dengan Disability Adjusted Life Years (DALY) (The Global
Asthma Report, 2018).
Di Indonesia penyakit asma termasuk sepuluh besar penyebab
kesakitan dan kematian (Husna, Cut, 2014). Angka kematian akibat penyakit
asma di Indonesia mencapai 24.773 orang atau sekitar 1,77% dari total
jumlah kematian penduduk. Setelah disesuaikan dengan usia, dari berbagai
data tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 19 di dunia dalam hal
jumlah kematian akibat penyakit asma (KEMENKES RI, 2016). Pada tahun
2018 angka kejadian asma di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) mencapai 2,4%. (RISKEDAS, 2018)

2.3 Klasifikasi Asma


1. Berdasarkan Etiologi/Penyebab
Terdiri dari penyakit asma ekstrinsik, asma instrinsik, dan asma
campuran.
a.Asma ekstrinsik/alergi
Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui masanya sudah
terdapat semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk
sari, debu dan bulu halus binatang (Wijaya, Ardi, 2013).
b. Asma instrinsik/idopatik
Asma yang disebabkan oleh faktor-faktor non spesifik seperti: flu,
latihan fisik/olahraga dan gangguan emosi. Asma ini sering

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


7

muncul/timbul sesudah usia 40 tahun setelah menderita infeksi


sinus/cabang trakeobronkial (Wijaya, Ardi, 2013).
c. Asma campuran
Asma yang terjadi/timbul karna adanya komponen ekstrinsik dan
instrinsik (Wijaya, Ardi, 2013).

2. Berdasarkan Derajat Berat Penyakit


Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis
sebelum pengobatan dimulai hal ini penting bagi pengobatan dan
penatalaksanaan asma jangka panjang. Klasifikasi derajat berat asma
berdasarkan gambaran klinis dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini
(PDPI, 2015).

Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Berat Asma berdasarkan


Gambaran Klinis.
Derajat Gejala Gejala Faal Paru
Asma Malam
Intermiten Bulanan APE ≥ 80%
 Gejala < 1x /minggu ≤2x  VEP1 ≥ 80% prediksi

 Tanpa gejala di luar sebulan  APE ≥ 80% nilai terbaik


serangan Variabilitas APE < 20%
 Serangan singkat

Persisten Mingguan APE > 80%


Ringan  Gejala > 1x /minggu  >2 x  VEP1 ≥ 80% prediksi
tetapi < 1x/hari sebulan  APE ≥ 80% nilai terbaik
 Serangan dapat  Variabilitas APE 20-30%
mengganggu aktivitas
dan tidur

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


8

Persisten Harian APE 60-80%


Sedang  Gejala setiap hari  >1 x  VEP1 60-80% prediksi
 Serangan mengganggu /minggu  APE 60-80% nilai terbaik
aktivitas dan tidur  Variabilitas APE > 30%
 Membutuhkan
bronkodilator setiap hari

Persisten Kontinyu APE ≤ 60%


Berat  Gejala terus menerus  Sering  VEP1 ≤ 60% prediksi
 Sering kambuh  APE ≤ 60% nilai terbaik
 Aktivitas fisik terbatas  Variabilitas APE > 30%

(Sumber: Andayani, Novita, 2017)

*APE : Arus Puncak Ekspirasi


*VEP : Volume Ekspirasi Paksa

3. Berdasarkan Derajat Beratnya Serangan


Asma termasuk penyakit kronik yang dapat mengalami gejala akut
yang memberat dengan progresif yang disebut sebagai serangan
asma/eksaserbasi asma.
a. Asma serangan ringan-sedang
b. Asma serangan berat
c. Serangan asma dengan ancaman henti napas
Klasifikasi asma berdasarkan derajat serangan digunakan sebagai dasar
penentuan tata laksana (PNAA, 2016).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


9

2.4 Patogenesis Asma


Asma merupakan penyakit dengan manifestasi klinis yang bervariasi
(heterogenous), namun mempunyai karakteristik suatu inflamasi kronik
dari saluran nafas (Chronic Airway Inflammation). Inflamasi kronik saluran
nafas pada asma melibatkan berbagai sel imunokompeten dan elemennya.
Berbagai interleukin dan vascular endotheleal growth factor merupakan
sitokin penting pada hiperreaktivitas bronkus (Comprehenssive Approach Of
Asthma, 2016).

2.4.1 Inflamasi Saluran Pernapasan


Inflamasi saluran nafas mempunyai peranan utama pada
patogenesis asma, dengan melibatkan berbagai sel imunokompeten dan
mediator yang akan menyebabkan timbulnya gejala asma
(Comprehenssive Approach Of Asthma, 2016).
Inhalasi antigen mengaktifkan sel mast dan sel Th-2 di saluran
nafas, selanjutnya akan dilepaskan mediator inflamasi seperti:
histamine, leukotrien dan sitokin seperti: IL-4 dan IL-5. Sitokin IL-5
akan menuju ke sumsum tulang yang akan menyebabkan defrensiasi
eosinofil. Eosinofil sirkulasi masuk ke inflammatory site dan
mengalami migrasi ke paru dengan rolling/menggulir di endotel
vaskuler tempat inflamasi, mengalami aktivasi, adhesi, ektravasasi dan
kemotaksis. Eosinofil berinteraksi dengan selektin kemudian menempel
di endotel melalui perlekatannya dengan integrin di vascular-cell
adhesion molecule (VICAM-1) dan intercellular adhesion molecule
(ICAM-1) (Comprehenssive Approach Of Asthma, 2016).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


10

Gambar 2.2 Mekanisme Inflamasi.


(Sumber: Kumar, V, et al, 2010)

Eosinofil, sel mast, basofil, limfosit T, masuk ke saluran nafas


dengan pengaruh kemokin dan sitokin seperti RANTES, eotaksin,
monocyte chemotactic protein (MCP-1) dan macrophage inflammatory
protein (MIP-1α) yang dilepas oleh sel epitel. Eosinofil teraktivasi
melepaskan mediator inflamasi seperti leukotrien dan protein granul
untuk mencederai saluran nafas. Survival eosinofil diperlama oleh IL-4
dan GM-CSF, mengakibatkan inflamasi saluran nafas yang persisten
(Gambar 2.2) (Comprehenssive Approach Of Asthma, 2016).

Patogenesis Asma
Antigen ditangkap (up take) oleh sel dendrit, selanjutnya dipecah
menjadi peptide yang lebih kecil dan membentuk kompleks dengan
molekul MHC-klas II menjadi Peptide-MHC klas II complex. Complex
ini melalui T cell receptor memberi signal kepada naive T-lymphocyte
(Th-0), selanjutnya akan disekresikan IL-12 yang akan menstimulasi
Th-1 untuk mensekresi IFN-γ, lymphotoxin, IL-2 dan disisi lain IL-12
menginhibisi Th-2 response (Comprehenssive Approach Of Asthma,
2016).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


11

Sedangkan stimulasi pada Th-2 lymphocyte akan menghasilkan


berbagai sitokin seperti : IL-4, IL-5, IL-13, IL-9, GM-CSF. Sitokin
tersebut mempengaruhi sel-sel imunokompeten seperti limfosit B,
eosinofil, basofil. Mediator inflamasi yang dihasilkan mengakibatkan
terjadinya perubahan anatomis (anatomical changes) sehingga timbul
manifestasi klinis asma (Gambar 2.3) (Comprehenssive Approach Of
Asthma, 2016).

Gambar 2.3 Patogenesis Asma.


(Sumber: Morris, MJ, 2015)

Sel-Sel Inflamasi yang Berperan pada Asma


Sel mast, sel mast yang teraktivasi atau diaktifkan melepaskan mediator
bronkokonstriktor (histamin, sistein leukotrien, prostaglandin D2). Sel-
sel ini diaktifkan oleh alergen melalui reseptor IgE afinitas tinggi dan
stimulasi osmotik (seperti bronkokonstriksi akibat olahraga).
Peningkatan jumlah sel mast di otot polos saluran napas mungkin
berhubungan dengan hiperresponsif saluran napas. (PNAA, 2016).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


12

Eosinofil, meningkat jumlahnya di saluran pernapasan dan melepaskan


protein dasar yang dapat merusak sel-sel epitel saluran pernapasan. Ini
juga berperan dalam pelepasan faktor pertumbuhan (growth factor) dan
remodeling saluran napas (airway remodeling). (PNAA, 2016).

Limfosit T, Peningkatan jumlah limfosit T di saluran pernapasan


menghasilkan sitokin spesifik, termasuk IL-4, IL-5, IL-9, dan IL-13,
yang mendorong limfosit B untuk menghasilkan inflamasi eosinofilik
dan IgE. Peningkatan aktivitas sel Th2 mungkin sebagian karena
penurunan sel T regulator yang biasanya menghambat sel Th2. Juga
terjadi peningkatan sel inKT, yang melepaskan Th1 dalam jumlah
banyak dan sitokin Th2. (PNAA, 2016).

Sel dendritik, Alergen yang ditangkap dari permukaan saluran


pernapasan dan bermigrasi ke kelenjar getah bening regional. Di
kelenjar getah bening, mereka berinteraksi dengan sel T regulator dan
akhirnya merangsang sel T naif untuk menghasilkan sel Th2. (PNAA,
2016).

Makrofag, jumlahnya meningkat pada saluran napas, dapat diaktifkan


oleh alergen melalui reseptor IgE afinitas rendah untuk menghasilkan
mediator inflamasi dan sitokin, sehingga memperkuat respon inflamasi.
(PNAA, 2016). 

Neutrofil, jumlah neutrofil pada saluran pernapasan dan sputum/dahak


pada penderita asma berat dan asma merokok meningkat, tetapi peran
patofisiologis sel-sel ini tidak jelas, dan peningkatan tersebut mungkin
juga disebabkan oleh terapi steroid (PNAA, 2016).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


13

2.4.2 Inflamasi dan Hiperresponsif Saluran Nafas


Sensitisasi alergen, virus, polutan udara mengakibatkan terjadinya
inflamasi kronik dengan peran utama dari eosinofil. Inflamasi kronik
saluran nafas selanjutnya berkembang menjadi keadaan hiperresponsif
bronkus. Adanya triger seperti: alergen, exercise, udara dingin, SO2,
partikulat dapat mencetuskan serangan asma dengan gejala dapat
berupa batuk, dada berat, sesak nafas, mengi (Comprehenssive
Approach Of Asthma, 2016).

2.5 Patofisiologi Asma


2.5.1 Obstruksi Saluran Pernapasan
Inflamasi saluran pernapasan yang ditemukan pada penderita
asma diyakini merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi yang
dihubungkan dengan gejala asma, yaitu batuk, sesak, wheezing/mengi
dan hiperreaktivitas saluran pernapasan terhadap berbagai macam
rangsangan. Obstruksi saluran pernafasan menyebabkan keterbatasan
aliran udara yang dapat kembali baik secara spontan maupun setelah
pengobatan. Batuk kemungkinan besar disebabkan oleh stimulasi saraf
sensorik di saluran pernapasan oleh mediator inflamasi. Terutama pada
anak-anak, batuk berulang bisa menjadi satu-satunya gejala asma yang
ditemukan (PNAA, 2016).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penyempitan
pada saluran pernapasan. Penyebab utama penyempitan saluran napas
adalah kontraksi otot polos bronkus yang dipicu oleh pelepasan agonis
dari sel-sel inflamasi seperti histamin, tryptase, prostaglandin D2 dan
leukotrien C4 dari sel mast, neuropeptida dari saraf aferen lokal, dan
asetilkolin dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi otot polos saluran
pernapasan disebabkan oleh penebalan dinding pada saluran pernapasan
yang diakibatkan edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan
remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronik otot polos, vaskular, dan
sel-sel sekretori, serta deposisi matriks pada dinding saluran
pernapasan. Selain itu, akibat produksi sekret yang banyak, kental, dan

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


14

lengket oleh sel goblet kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar
melalui mikrovaskular bronkus, dan debris selular, menyebabkan
hambatan pada saluran pernapasan jadi bertambah (PNAA, 2016).
Berbagai faktor, termasuk alergen, virus, olahraga, dan lain lain
dapat mencetuskan inflamasi. Faktor tersebut juga menimbulkan respon
hiperreaktivitas pada saluran pernapasan penderita asma. Inflamasi dan
hiperreaktivitas menyebabkan obstruksi saluran pernapasan. Walaupun
perubahan patofisiologis yang berkaitan dengan asma pada umumnya
reversibel, penyembuhan sebagian/parsial dapat terjadi (PNAA, 2016).

2.5.2 Hiperreaktivitas Saluran Pernapasan


Saluran pernapasan yang mengalami penyempitan secara
berlebihan pada penyakit asma merupakan patofisiologi yang paling
relevan secara klinis. Pada hiperreaktivitas ini mekanisme yang
bertanggung jawab belum diketahui. Tetapi, ada kemungkinan yang
berhubungan dengan perubahan otot polos pada saluran pernapasan
(hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder, yang
menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, dinding saluran
pernapasan terutama daerah peribronkial yang mengalami inflamasi
dapat memperberat penyempitan saluran pernapasan selama kontraksi
otot polos (PNAA, 2016).
Hiperreaktivitas bronkus secara klinis diperiksa dengan
memberikan stimulus aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya
dinaikkan secara progresif, dan dilakukan pengukuran perubahan fungsi
paru (PFR atau FEV1). Selain stimulus aerosol dan metakolin ada pula
stimulus lain yang diberikan seperti latihan fisis, hiperventilasi, udara
kering, aerosol garam hipertonik, dan adenosine, pada stimulus ini tidak
memberikan efek langsung terhadap otot polos namun dapat
merangsang pelepasan mediator dari sel mast, ujung serabut saraf atau
sel-sel lain pada saluran pernapasan (PNAA, 2016).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


15

2.6 Gambaran Klinis Asma


Gejala asma sangat bervariasi antara seorang penderita dengan
penderita lainnya, gejala asma yaitu: dispnea/sesak napas, batuk dan mengi
(Somantri, 2012). Gejala tersebut disebabkan karena adanya penyempitan
pada saluran nafas, karena mengkerutnya otot-otot yang melingkari saluran
nafas, dan meradangnya jaringan sekitar selaput lendir atau dahak yang
ditumpahkan kesaluran nafas (Brunner & Suddarth, 2013).
Serangan asma biasanya diawali dengan batuk dan rasa sesak di dada,
disertai dengan nafas yang lambat, mengi dan laborious (melelahkan). Jalan
nafas yang tersumbat menyebabkan sesak napas, batuk pada awalnya susah
dan kering, kemudian menjadi lebih kuat. Tanda selanjutnya termasuk
sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi
karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardi, dan pelebaran tekanan nadi
(Mustofa, Afrian, 2019).
Serangan asma biasanya berlangsung selama 30 menit sampai beberapa
jam dan dapat hilang secara spontan. Walaupun serangan asma jarang
mengalami hal yang fatal, akan tetapi terkadang terjadi reaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut dengan Status Asmatikus, kondisi ini merupakan
kondisi yang mengancam hidup (Wijaya, Ardi, 2013). Status asmatikus
adalah memburuknya gejala asma akut yang tidak responsif terhadap
pengobatan awal dengan bronkodilator (obat yang digunakan untuk
melegakan pernapasan). Status asmatikus dapat bervariasi dari bentuk ringan
ke bentuk parah dengan disertai bronkospasme, radang hipoksemia dan gagal
napas (https://emedicine,medscape.com) (Infodatin Asma, 2019).
Serangan asmatikus dapat terjadi secara berulang setelah pemajanan
terhadap alergen spesifik, obat-obat tertentu, latihan fisik dan kegairahan
emosional (Wijaya, Ardi 2013).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


16

2.7 Diagnosis Asma


Penegakan diagnosis asma mengikuti alur klasik diagnosis medis yaitu
melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma
sebagian besar ditegakkan secara klinis (PNAA, 2016).

2.7.1 Anamnesis
Keluhan seperti mengi dan batuk berulang merupakan gejala
klinis yang diterima secara umum sebagai titik awal untuk diagnosis
asma. Gejala pada asma berupa kombinasi dari batuk, mengi, sesak
napas, dada terasa tertekan, dan produksi sputum/dahak. Batuk kronik
berulang (Chronic recurrent cough) bisa menjadi petunjuk awal dalam
diagnosis asma. Gejala dengan karakteristik yang khas diperlukan untuk
menegakkan diagnosis asma (PNAA, 2016). Dengan karakteristik
sebagai berikut:
a. Gejala timbul secara episodik atau berulang.
b. Timbul bila ada faktor pencetus seperti :
a) Iritan meliputi asap rokok, asap pembakaran sampah,
asap obat nyamuk, suhu dingin, udara kering, penyedap
rasa, pengawet makanan, pewarna makanan dan
makanan minuman dingin.
b) Alergen meliputi debu, tungau debu rumah, bulu hewan
dan serbuk sari.
c) Infeksi pernapasan akut karena virus, selesma, common
cold, rinofaringitis
d) Aktivitas fisis meliputi berlari, berteriak, menangis, atau
tertawa berlebihan.
c. Adanya riwayat alergi pada penderita ataupun keluarganya.
d. Variabilitas atau intensitas gejala yang bervariasi dari waktu
ke waktu, bahkan dalam 24 jam dan gejala lebih berat pada
malam/dini hari.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


17

e. Reversibilitas yaitu gejala yang membaik secara spontan atau


dengan pemberian obat pereda asma.

2.7.1 Pemeriksaan Fisis


Dalam keadaan stabil atau tanpa gejala, pemeriksaan fisis pada
pasien biasanya tidak ditemukan adanya kelainan. Dalam keadaan
sedang bergejala seperti batuk atau sesak, dapat terdengar bunyi ngik
ngik atau mengi, baik terdengar langsung (audible wheeze) atau
terdengar dengan stetoskop. Selain itu, juga perlu dicari gejala alergi
lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau rinitis alergi (PNAA,
2016).

2.7.2 Pemeriksaan Penunjang


Dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menunjukkan
variabilitas keterbatasan aliran napas akibat obstruksi, hiperreaktivitas,
dan inflamasi saluran pernapasan, atau adanya atopi pada pasien
(PNAA, 2016).
a.Uji fungsi paru menggunakan spirometri. Dapat dilakukan
pemeriksaan dengan peak flow meter jika fasilitas terbatas.
b.Uji cukit kulit (skin prick test)
c.Uji inflamasi saluran pernapasan
d.Uji stimulus bronkus

Apabila terindikasi, lakukan pemeriksaan untuk mencari


kemungkinan diagnosis banding, misalnya uji tuberkulin, foto sinus
paranasalis, foto toraks, uji refluks gastroesofagus, uji keringat, uji
gerakan silia, uji defisiensi imun, CT- scan toraks, endoskopi respiratori
(rinoskopi, laringoskopi, bronkoskopi) jika fasilitas tersedia. Diagnosis
banding merupakan gejala asma tidak patognomonik, dalam artian
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit lain sehingga perlu
dipertimbangkan kemungkinan diagnosis banding (PNAA, 2016).
Kriteria diagnosis asma dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


18

Tabel 2.2 Kriteria diagnosis asma.


Gejala Karakteristik
Wheezing/mengi, batuk,  Biasanya lebih dari satu gejala
sesak napas, dada tertekan  Gejala berfluktuasi intensitasnya seiring
dan produksi sputum. waktu
 Gejala memberat pada malam atau dini
hari
 Gejala timbul bila ada pencetus
Konfirmasi adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi
Gambaran obstruksi saluran FEV1 rendah (< 80% nilai prediksi)
pernapasan FEV1/FVC ≤ 90%
Uji Reversibilitas (pasca Peningkatan FEV1 >12%
bronkodilator)
Variabilitas Perbedaan PEFR harian >13%
Uji Provokasi Penurunan FEV1 >20% atau PEFR >15%

(Sumber : PNAA, 2016)

2.8 Manajemen Terapi Asma


Target jangka panjang dari manajemen terapi asma adalah untuk
mengontrol gejala dan mengurangi risiko. Tujuannya untuk mengurangi
beban pasien dan risiko eksaserbasi, kerusakan saluran napas, dan efek
samping obat (Afgani, AQ & Hendriani, R, 2020).
Pengobatan asma untuk mengontrol gejala dan mengurangi risiko
meliputi pengobatan, setiap pasien harus memiliki obat pereda dan semua
pasien dewasa atau remaja harus memiliki obat pengontrol untuk mengurangi
risiko eksaserbasi bahkan jika gejalanya jarang, mengatasi faktor risiko dan
komorbiditas yang dapat dimodifikasi. Beberapa informasi dan pedoman
yang juga penting bagi pasien asma untuk self-management (manajemen diri)
yaitu informasi tentang asma, penggunaan inhaler, kepatuhan, self-monitoring
(pemantauan diri), dan review pengobatan secara berkala (Afgani, AQ &
Hendriani, R, 2020).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


19

Pengobatan asma disesuaikan dalam siklus evaluasi berkelanjutan dari


penilaian (pengendalian gejala dan faktor risiko, teknik penggunaan inhaler,
kepatuhan, dan preferensi pasien), penyesuaian pengobatan (pengobatan
asma, strategi non-obat, dan mengatasi faktor yang dapat diubah), kemudian
tinjauan tanggapan (gejala, eksaserbasi, efek samping, kepuasan pasien dan
fungsi paru) (Afgani, AQ & Hendriani, R, 2020).
Untuk memeriksa respon dan mempertimbangkan pengobatan yang
akan diberikan kepada pasien, respon pengobatan harus diamati dalam 1-3
bulan setelah dimulainya pengobatan, dan setiap 3-12 bulan setelah itu
(kecuali ibu hamil), pengobatan akan ditinjau 4-6 minggu. Jika ada
eksaserbasi, harus dilakukan peninjauan dalam waktu 1 minggu setelah
eksaserbasi (Afgani, AQ & Hendriani, R, 2020).
Peningkatan berkelanjutan dari pengobatan (untuk 2-3 bulan) dapat
terjadi, jika timbul gejala dan eksaserbasi selama 2-3 bulan dengan
pengobatan pengontrol. Peningkatan sementara (untuk 1-2 minggu) oleh
dokter bisa terjadi jika terkena alergi atau infeksi virus. Pertimbangan untuk
penurunan terapi juga bisa dilakukan jika asma terkontrol dengan baik selama
3 bulan, dan bisa ditemukan pengobatan paling rendah yang bisa mengontrol
gejala dan eksaserbasi, serta meminimalisir efek samping (Afgani, AQ &
Hendriani, R, 2020).
Dalam terapi pengobatan, obat asma dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali/pengontrol
(controller). Obat pereda biasa disebut sebagai obat pelega atau obat saat
serangan, yang digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma. Obat
pengendali atau obat pencegah biasa digunakan untuk mencegah terjadinya
serangan asma. Fungsi dari obat pengendali adalah untuk mengatasi masalah
dasar asma yaitu inflamasi saluran pernapasan kronik, sehingga serangan atau
gejala asma tidak timbul (PNAA, 2016).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


20

Tabel 2.3 Pendekatan bertahap untuk pengobatan asma.


Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5 Keterangan
ICS ICS/LABA ICS/LABA Rujuk untuk Pilihan obat
dosis dosis dosis perawatan pengontrol
rendah rendah medium/ tambahan yang banyak
Tahap 1 tinggi misalnya digunakan
tiotropium,
Anti Ig-E,
Anti IL-5
Pertimbang- LTRA ICS dosis Tambah Tambah Pilihan lain
kan ICS Teofilin medium/ Tiotropium, OCS dosis dari obat
dosis dosis tinggi + ICS dosis rendah pengontrol
rendah rendah LTRA (atau medium/
tambah tinggi +
teofilin) LTRA (atau
tambah
teofilin)
SABA sesuai yang SABA sesuai yang diperlukan atau ICS Obat pereda
diperlukan dosis rendah/formoterol

(Sumber : GINA, 2018)

Obat Pereda
a. Inhalasi Short Acting Beta Agonis (SABA)
Inhalasi Short Acting Beta Agonis (SABA) adalah obat pereda yang
disukai untuk pengobatan gejala akut, dan harus diresepkan untuk semua
pasien asma. SABA hanya dapat dikonsumsi berdasarkan kebutuhan untuk
menghilangkan gejala. Penggunaan SABA sesuai kebutuhan dengan tidak
adanya terapi pengontrol harus disediakan untuk pasien dengan gejala
kurang dari 2x/bulan, tanpa terbangun di malam hari dalam 1 bulan
terakhir, atau eksaserbasi dalam 1 tahun terakhir. Pada anak dengan asma

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


21

yang terkontrol dengan baik SABA harus digunakan kurang dari 3x


seminggu (Jaclyn Q, et al., 2018).

b. ICS/Formoterol Dosis Rendah


Inhalasi kortikosteroid dosis rendah misalnya beclomethasone
/formoterol atau budesonide/formoterol merupakan obat pereda untuk
pasien dengan pemeliharaan yang ditentukan. Obat ini dapat mengurangi
risiko dari eksaserbasi dibandingkan dengan SABA prn degan gejala yang
sama (GINA, 2018).

c. Short Acting Anticholinergics


Short acting anticholinergics misalnya inhalasi ipratropium yang
digunakan bersamaan dengan SABA dapat digunakan dalam jangka waktu
pendek untuk menangani serangan akut dan dapat juga mengurangi risiko
pasien yang dirawat di rumah sakit (GINA, 2018).

Obat Pengendali/Pengontrol
a. Kortikosteroid Inhalasi (ICS)
ICS adalah obat anti inflamasi yang paling efektif untuk pengobatan
asma dan merupakan terapi andalan bagi sebagian besar penderita asma.
Monoterapi/terapi tunggal ICS dosis rendah direkomendasikan sebagai
terapi perawatan lini pertama untuk sebagian besar anak-anak dan orang
dewasa yang menderita asma. ICS yang digunakan secara teratur telah
terbukti bisa mengurangi gejala, eksaserbasi, dan meningkatkan fungsi
paru-paru dan kualitas hidup (GINA, 2017; Lougheed, et al., 2010).
Efek samping yang paling umum adalah kandidiasis orofaringeal
(juga dikenal sebagai oral thrush) dan disfonia (suara serak, kesulitan
berbicara). Dengan membilas dan mengeluarkan (meludah) atau berkumur
setiap selesai perawatan dan penggunaan spacer dengan perangkat MDI
dapat membantu mengurangi risiko efek samping ini (GINA, 2017).
Efek samping sistemik dengan terapi ICS jarang terjadi, tetapi dapat
terjadi pada dosis tinggi, seperti >500 μg setara fluticasone propionate, dan

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


22

termasuk perubahan dalam kepadatan tulang, katarak, glaukoma dan


retardasi pertumbuhan (GINA, 2017). Pasien yang menggunakan dosis
ICS tinggi juga harus dimonitor untuk penekanan adrenal (Issa-ElKhoury,
et al., 2015).

b. Kombinasi inhaler ICS / Long Acting Beta Agonis (LABA)


LABA monoterapi/terapi tunggal tidak dianjurkan pada penderita
asma karena tidak berdampak pada inflamasi saluran napas dan
berhubungan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas. LABA
hanya direkomendasikan bila digunakan dalam kombinasi dengan terapi
ICS. Kombinasi LABA dan ICS telah terbukti sangat efektif dalam
mengurangi gejala asma dan eksaserbasi, dan merupakan pilihan
pengobatan yang lebih disukai pada remaja atau orang dewasa yang
asmanya tidak cukup terkontrol pada terapi ICS dosis rendah. Kombinasi
budesonide/formoterol telah disetujui untuk digunakan sebagai inhaler
tunggal untuk perawatan harian (pengontrol) dan terapi bantuan pada
individu berusia 12 tahun ke atas. Ini hanya boleh digunakan pada pasien
yang asmanya tidak terkontrol secara memadai pada ICS dosis rendah
yang membutuhkan pengobatan dengan terapi kombinasi (GINA, 2017;
Lougheed, et al., 2010).

c. Leukotriene Modifiers
Leukotriene modifiers seperti montelukast dan zafirlukast, juga
efektif untuk pengobatan asma yang dianggap aman dan ditoleransi
dengan baik. Karena agen ini kurang efektif daripada pengobatan ICS
ketika digunakan sebagai terapi tunggal, mereka biasanya disediakan
untuk pasien yang tidak mau atau tidak dapat menggunakan ICS.
Leukotriene modifiers juga dapat digunakan sebagai terapi tambahan jika
asma tidak terkontrol dengan terapi ICS dosis rendah hingga sedang atau
terapi kombinasi ICS/LABA. (Lougheed, et al., 2010).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


23

d. Chromones
Chromones contohnya adalah sodium cromoglycate dan nedocromil
sodium yang sangat dibatasi penggunaannya pada pengobatan jangka
panjang, karena memiliki efek antiinflamasi yang rendah dan kurang
efektif dibandingkan dengan ICS dosis rendah (GINA, 2018).

Obat Pengendali/Pengontrol Tambahan


a. Long Acting Muscarinic Antagonis (LAMA)
Long Acting Muscarinic Antagonis (LAMA) tiotropium, yang
diberikan dengan mist inhaler dapat digunakan sebagai terapi tambahan
untuk pasien dengan riwayat eksaserbasi walaupun telah diobati dengan
terapi kombinasi ICS/LABA. Obat ini hanya diindikasikan untuk pasien
yang berusia 12 tahun ke atas (GINA, 2017; Lougheed, et al., 2010).

b. Anti-IgE
Anti-IgE misalnya omalizumab yang diberikan secara subkutan
dapat menjadi pilihan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan alergi
asma parah pada usia ≥ 6 tahun yang tidak terkontrol menggunakan
ICS/LABA dosis tinggi (GINA, 2018).

c. Anti-IL-5
Anti-IL5 seperti mepolizumab atau benralizumab (diberikan secara
subkutan pada usia <12 tahun), dan reslizumab (diberikan secara secara IV
pada usia <18 tahun) dapat menjadi pilihan terapi tambahan untuk pasien
asma eosinofilik parah yang tidak terkontrol menggunakan ICS/LABA
dosis tinggi (GINA, 2018).

d. Kortikosteroid Sistemik
Kortikosteroid sistemik seperti prednison oral biasanya digunakan
untuk pengobatan eksaserbasi asma sedang hingga berat. Namun terapi
kortikosteroid sistemik kronis mungkin juga efektif untuk pengelolaan
asma yang sulit dikendalikan, penggunaan steroid oral jangka panjang

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


24

dikaitkan dengan efek samping serius yang diketahui dan berpotensi serius
oleh karena itu, penggunaan rutin atau jangka panjang harus dihindari jika
memungkinkan, terutama pada anak-anak (Lougheed, et al., 2010).
Efek samping dengan prednison oral dosis tinggi jangka pendek
jarang terjadi, tetapi mungkin termasuk kelainan reversibel pada
metabolisme glukosa, peningkatan nafsu makan, edema, penambahan berat
badan, pembulatan wajah, perubahan suasana hati, hipertensi, tukak
lambung, dan nekrosis vaskular (GINA, 2017).

2.9 Faktor Pencetus dan Faktor Risiko Asma


Faktor pencetus asma atau yang biasa disebut trigger faktor merupakan
faktor yang dapat memicu timbulnya serangan asma (Rosalina, FA, 2015).
Penyebab pasti penyakit asma masih belum diketahui secara jelas, tetapi ada
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya asma, menurut Laksana, MA
& Berawi, KN (2015) beberapa faktor yang mempengaruhi asma dibagi
menjadi dua, faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya asma yaitu
genetik, dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi
atau serangan asma yang disebut faktor pencetus, diantaranya (asap rokok,
tungau debu rumah, polusi udara, perubahan cuaca, dan jenis makanan
(Laksana, MA & Berawi, KN, 2015).
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu
(host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk
predisposisi genetik yang mempengaruhi berkembangnya asma, yaitu genetik
asma, alergik (atopi), hiperreaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor
lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus
inflamasi saluran napas pada penderita asma (Andayani, Novita, 2017).
Asma dapat dikendalikan dengan cara menghindari faktor-faktor
pencetus atau segala hal yang dapat menyebabkan timbulnya gejala asma.
Faktor pencetus asma banyak dijumpai di lingkungan baik di dalam maupun
di luar rumah, beberapa penelitian mengatakan bahwa setiap unsur di udara
yang kita hirup dapat mencetus kambuhnya asma. Tiap penderita asma akan

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


25

memiliki faktor pencetus yang berbeda dengan penderita lainnya.


(Dahrmayanti, I, et al, 2015).
Berbagai faktor pencetus dapat memicu serangan asma, antara lain
olahraga/aktivitas fisik, alergen, infeksi, perubahan suhu udara, debu, atau
paparan iritan pernapasan seperti asap rokok, dll. Terdapat juga faktor lain
yang dapat mempengaruhi asma seperti usia, jenis kelamin, riwayat genetik,
sosial ekonomi dan faktor lingkungan (Embuai, Selpina, 2020).
Adapun faktor risiko asma pada penelitian ini yaitu riwayat genetik dan
jenis kelamin, dan untuk faktor pencetus asma pada penelitian ini yaitu
paparaan debu, hewan peliharaan berbulu, asap rokok, alergi makanan,
infeksi saluran pernapasan, perubahan cuaca, gangguan emosi/stress dan
exercise/olahraga.

2.9.1 Riwayat Genetik Asma


Genetika merupakan genetik gen dan kromosom yang
berhubungan dengan DNA, RNA, polipeptida dalam sintesis protein
reproduksi sel (mitosis dan meiosis), pewarisan sifat pada makhluk
hidup, penentuan jenis kelamin dan mutasi.
Asma merupakan ciri-ciri klinik yang dihasilkan oleh kombinasi
faktor genetik dan lingkungan dalam patogenesisnya. Sebagai kelainan
genetik, asma memiliki korelasi positif dengan riwayat alergi (atopi) di
dalam keluarga. Pada patogenesis asma lebih dari 100 gen terlibat di
dalamnya, salah satunya ADAM 33. Gen ini hanya terdapat di fibroblas
saluran pernapasan dan hal ini yang menjadi dasar kuat keterlibatannya
dalam patogenesis asma (Wahyudi, et al, 2016). Adanya riwayat asma
pada keluarga akan meningkatkan risiko untuk menderita asma.
Jika orang tua merupakan penderita asma, maka dapat dipastikan akan
melahirkan anak-anak yang menderita asma. Orang tua yang membawa
riwayat asma, kemungkinan 25% menghasilkan keturunan yang
menderita asma (Budiyanto, 2012).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


26

2.9.2 Jenis Kelamin


Secara umum jenis kelamin adalah atribut-atribut fisiologis dan
anatomis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Asma
pada anak lebih sering dijumpai pada anak laki-laki tetapi mejadi
berlawanan pada pubertas dan dewasa. Secara keseluruhan prevalensi
wanita lebih banyak dari pria (Maranatha, 2010).
Predisposisi yang mengalami asma lebih tinggi pada laki-laki
mulai ketika masa puber, sehingga prevalensi pada anak yang semula
laki-laki lebih tinggi daripada perempuan mengalami perubahan dimana
nilai nilai prevalensi pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki
(GINA, 2011).

2.9.3 Debu
Debu merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit asma, debu memiliki ukuran partikel yang sangat
kecil sehingga bisa masuk ke dalam saluran napas, dimana partikel
tersebut dapat memicu reaksi peradangan dan alergi pada saluran napas
penderita asma, yang mana jika terhirup akan menimbulkan gejala
seperti bersin, mata gatal/merah, batuk, bahkan sesak napas (Djamil,
Achmad, et al, 2020).
Berbagai macam zat dan organisme terdapat di dalam debu dan
salah satunya adalah tungau debu rumah. Tungau ini menghasikan
suatu alergen dimana pada orang yang rentan dapat menyebabkan alergi
atau reaksi hipersensivitas tipe 1 (Al Lukman, VF, 2012).

2.9.4 Hewan Peliharaan


Hewan peliharaan yang berbulu seperti kucing, kelinci, hamster,
dan anjing dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab
asma adalah alergen yang ditemukan pada bulu hewan di bagian muka
dan eksresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar
3-4 mikron) dan dapat terbang diudara sehingga menyebabkan serangan
asma, terutama dari burung dan hewan menyusui (Rosalina, FA, 2015).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


27

2.9.5 Asap Rokok


Asap rokok merupakan polusi dalam ruangan yang sangat
berbahaya. Asap rokok terdiri dari asap utama (main stream) yang
mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap sampingan (side
stream) yang mengandung 75% kadar bahan berbahaya (Kresnowati, et
al, 2014). Sifat asap rokok sebagai inhalan, yang terhirup dan terpajan
langsung, menjadikan asap rokok sebagai salah satu faktor risiko yang
berkaitan erat dengan kejadian asma. Berbagai polutan seperti amonia,
arsenik, benzena, butane, cadmium, hidrogen sianida, karbon
monoksida, nikotin, dan tar memiliki peran sebagai mediator pada
penderita asma. Asap rokok juga berperan terhadap eksaserbasi asma
(Montefort, S, et al, 2012).
Bagi penyandang asma, rokok merupakan masalah yang nyata.
Asap rokok dapat merusak paru-paru dan mungkin menghentikan kerja
obat asma tertentu, seperti kortikosteroid inhalasi (suatu jenis obat
pencegah/preventer), sehingga tidak dapat bekerja dengan semestinya.
Bahkan pada orang yang tidak merokok, menghisap asap rokok yang
dikeluarkan oleh orang lain dapat membuat gejala memburuk dan
bahkan memicu serangan asma. Walaupun terdapat bukti-bukti yang
dapat dipercaya bahwa merokok dapat menyebabkan asma menjadi
lebih sulit untuk ditangani, kurang lebih 25% penyandang asma dewasa
tetap merokok (Bull, E dan Price, D, 2010).

2.9.6 Makanan
Beberapa makanan tertentu dapat menyebabkan gejala asma.
Beberapa makanan yang dapat menyebabkan alergi seperti susu sapi,
ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti durian, tomat, strawberi
dan mangga berperan menjadi penyebab asma. Makanan produk
industri dengan pewarna buatan, pengawet serta vetsin juga bisa
menyebabkan asma. Penelitian membuktikan alergi makanan sebagai
pencetus bronkokontriksi pada 2-5% anak dengan asma, akan tetapi
alergi makanan sering tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


28

asma. Penderita asma berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat


alergi makanan yang fatal dapat mengancam jiwa. Hubungan antara
sensitivitas makanan tertentu dan perkembangan asma masih
diperdebatkan, tetapi banyak yang alergi terhadap makanan tertentu
mudah menderita asma di kemudian hari. (Usman, Isnaniyah, et al,
2015).

2.9.7 Infeksi Saluran Pernapasan


Infeksi Saluran Pernapasan yang salah satunya adalah ISPA
(infeksi saluran pernapasan akut) merupakan salah satu penyakit yang
menyerang saluran utama pernapasan yaitu hidung, alveoli, adneksanya,
sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA adalah suatu keadaan
dimana kuman penyakit berhasil menyerang alat-alat tubuh yang
dipergunakan untuk bernapas dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
Gejalanya bisa berupa batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan,
sakit kepala, demam, dan pilek (influenza). Infeksi saluran napas
(seperti virus dan bukan bakteri) atau alergi pada mikroorganisme
adalah faktor pencetus utama pada serangan asma akut. Influenza dan
rhinovirus adalah patogen utama pada anak-anak dan dewasa. Infeksi
menyebabkan inflamasi dalam sistem trakeobronkial dan mengubah
mekanisme mukosilier. Oleh karena itu mekanisme ini meningkatkan
hiperresponsif pada sistem bronkial. Hiperresponsif dapat berlangsung
selama 2-8 minggu setelah infeksi pada keadaan normal dan individu
yang asma. Hal ini berarti bahwa virus menyebabkan keparahan pada
asma dengan mengaktifkan sistem imun (Djamil, Achmad, et al, 2020).
Penderita asma seharusnya mencegah dalam berdekatan dengan
penderita flu karena ketika terserang virus yang menyebabkan penyakit
flu, hidung akan tersumbat oleh lendir. Inilah yang menjadi penyebab
tersumbatnya saluran pernapasan yang menyebabkan udara sulit masuk
ke paru-paru. Oleh karena itu, penderita asma yang peka terhadap
infeksi virus sebaiknya menghindari penularan dari orang-orang yang
sedang menderita infeksi saluran napas (Rosalina, FA, 2015)

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


29

2.9.8 Gangguan Emosi


Gangguan emosi/stress juga menjadi salah satu faktor pencetus
terjadinya serangan asma. Selain itu juga bisa memperberat serangan
asma yang sudah ada. Salah satu respon terhadap stress adalah cemas.
(Embuai, Selpina, 2020)
Kecemasan merupakan bagian kehidupan sehari-hari dan
merupakan gejala yang normal pada manusia. Bagi orang dengan
penyesuaian yang baik, kecemasan dapat segera diatasi. Sedangkan bagi
orang yang penyesuaiannya kurang baik, maka kecemasan merupakan
bagian terbesar dalam kehidupannya. Apabila penyesuaiannya tidak
tepat, akan timbul dampak terhadap kesehatan jasmani psikis. Stres
dapat mengantarkan seseorang pada tingkat kecemasan sehingga
memicu dilepaskannya histamin yang menyebabkan penyempitan
saluran napas, yang ditandai dengan sakit tenggorokan dan sesak napas,
yang akhirnya memicu terjadinya serangan asma (Tumigolung, G, et al,
2016).

2.9.9 Exercise/Olahraga
Secara umum olahraga akan menghasilkan kebugaran fisik,
menambah rasa percaya diri, dan meningkatkan ketahanan tubuh.
Dengan berolahraga akan dapat melatih dan menguatkan otot-otot
pernafasan dan dapat meningkatkan fungsi jantung dan paru-paru.
Namun dalam melakukan kegiatan olahraga penderita asma harus
berhati hati karena olahraga juga dapat menjadi pencetus serangan asma
(Wijaya Kusuma, IM, 2015).
Serangan asma dapat timbul bila penderita melakukan olahraga/
aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma yang disebabkan oleh
olahraga atau Exercise Induced Asthma (EIA) terjadi setelah olah raga
atau aktifitas fisik yang cukup berat (Wahyu, et al, 2013).
Exercise-Induced Asthma (EIA) adalah suatu kelainan berupa
terjadinya keadaan hiperresponsif saluran nafas yang ditandai dengan

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


30

terjadinya spasme dan hipersekresi mukosa bronkus. Pada EIA


serangan asma dicetuskan oleh kegiatan olahraga/latihan fisik. Latihan
di darat dan di air memberi efek yang hampir sama. Walaupun
demikian, berenang merupakan jenis latihan yang paling jarang
menimbulkan serangan (exercise induced asthma) (Wijaya Kusuma,
IM, 2015).

2.9.10 Perubahan Cuaca


Perubahan cuaca juga dapat menyebabkan kambuhnya asma.
Kadar kelembaban udara, perubahan temperatur, dan kondisi cuaca
yang lain juga bisa membuat saluran pernapasan iritasi. Jika saluran
pernapasan sudah iritasi, maka kemungkinan asma kambuh. Salah satu
faktor cuaca yang dapat memicu gejala asma adalah udara dingin.
Temperatur rendah dan udara dinging dapat mempersempit saluran
pernapasan sehingga udara akan sulit untuk keluar masuk. Pada
penderita asma tentu saja akan menimbulkan masalah. Selain itu udara
panas juga dapat memicu asma untuk kambuh. Pada musim panas
asap dan kabut yang meningkat ditambah dengan polusi dan asap
kendaraan jelas akan membahayakan para pengidap asma (Anshar,
Sony, 2013).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


31

2.10 Kerangka Teori

Faktor Risiko Faktor Pencetus

1. Riwayat Genetik
Asma Faktor Lingkungan Faktor Lain

2. Jenis Kelamin
1.Debu 1. Infeksi Saluran
2.Asap Rokok Pernapasan
3.Hewan Peliharaan 2. Gangguan
Berbulu Emosi/stress
4.Makanan 3. Exercise/Olahraga
5.Perubahan Cuaca

Obstruksi Saluran Pernapasan

Hiperreaktivitas Saluran Pernapasan

ASMA

Gambar 2.4 Kerangka Teori


(Sumber: Andayani, Novita, 2017; Laksana, MA & Berawi, KN, 2015;
PNAA, 2016)

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
dilakukan untuk membuat gambaran atau mendeskripsikan suatu keadaan
secara objektif. (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kampung Tegalgede RT/RW
011/004 Desa Pasir Sari Kecamatan Cikarang Selatan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada tanggal 26 April – 13
Juni 2021.

3.3 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang memiliki kualitas serta karakteristik yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan akan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017).
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di wilayah
Kampung Tegalgede RT/RW 011/004 Desa Pasir Sari Kecamatan Cikarang
Selatan yang berjumlah 617 penduduk.

3.4 Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2017). Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu ada pada kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dan
eksklusi sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
a. Responden bertempat tinggal di wilayah Kampung Tegalgede
RT/RW 011/004 Desa Pasir Sari Kecamatan Cikarang Selatan.

32
33

b. Responden berusia 15-64 tahun


c. Responden memiliki riwayat penyakit asma
d. Bersedia menjadi responden

2. Kriteria Eksklusi
a. Responden yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap
b. Responden yang tidak bisa membaca dan menulis

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Non


Probability Sampling dengan cara purposive sampling. Purposive
sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2018).
Populasi yang digunakan sebanyak 617 responden, dengan jumlah
sampel yang diperoleh berjumlah 247 responden. Penentuan jumlah sampel
pada penelitian ini menggunakan rumus slovin dengan toleransi kesalahan
5%. Rumus Slovin yaitu sebagai berikut:

Keterangan: n = jumlah sampel


N = jumlah populasi
e = margin of error / error tolerance (batas toleransi kesalahan)
(5%=0,05)
Perhitungan:

Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka sampel penelitian yang


didapat berjumlah 247 responden.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


34

3.5 Variabel Penelitian


3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat
(Sugiyono, 2017). Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor
risiko yang mempengaruhi terjadinya asma (riwayat genetik asma dan
jenis kelamin), faktor pencetus terjadinya serangan asma meliputi faktor
lingkungan (debu, asap rokok, makanan, hewan peliharaan dan
perubahan cuaca) dan faktor lain (infeksi saluran napas, gangguan
emosi/stres dan exercise/olahraga).

3.5.2 Variabel Terikat


Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2017).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian asma pada
masyarakat Kampung Tegalgede RT/RW 011/004 Desa Pasir Sari
Kecamatan Cikarang Selatan.

3.6 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah menentukan kontrak atau sifat yang akan
dipelajari agar menjadi variabel yang dapat diukur. Dengan melihat definisi
operasional dari penelitian tersebut maka peneliti akan dapat mengidentifikasi
variabel yang akan diteliti (Sugiyono, 2012).

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Kategori Alat Ukur Skala
1. Asma Kejadian yang Ya = 1 Kuesioner Nominal
menunjukkan terjadinya Tidak = 0 Online
gangguan saluran
pernapasan meliputi
(batuk, mengi, dan
sesak napas)

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


35

2. Usia Merupakan tingkat 15 – 24 th = 1 Kuesioner Nominal


hidup pasien yang 25 – 44 th = 2 Online
dihitung dari lahir 45 – 64 th = 3
sampai sampel diambil Usia produktif
(KEMENKES
RI, 2011)

3. Jenis Merupakan keadaan Laki-laki = 1 Kuesioner Nominal


Kelamin fisik pasien yang Perempuan = 2 Online
dibedakan dari sistem
reproduksinya /
seksualnya

4. Riwayat Riwayat penyakit asma Ayah/Ibu = 1 Kuesioner Nominal


Genetik dari orang tua kandung Tidak ada = 0 Online
Asma

5. Debu Timbulnya asma Ya = 1 Kuesioner Nominal


berdasarkan partikel Tidak = 0 Online
yang menempel di
perabotan rumah tangga
dan terhirup oleh
responden

6. Hewan Adanya jenis hewan Ya = 1 Kuesioner Nominal


Peliharaan berbulu seperti (kucing, Tidak = 0 Online
kelinci, anjing, hamster)
yang dipelihara dan
menyebabkan serangan
asma.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


36

7. Makanan Timbulnya asma Ya = 1 Kuesioner Nominal


berdasarkan segala Tidak = 0 Online
sesuatu yang dapat
dimakan dan
menimbulkan reaksi
alergi (susu sapi, telur,
ikan laut, bahan yang
mengandung pengawet,
penyedap dan pewarna

8. Asap Timbul asma ketika Ya = 1 Kuesioner Nominal


Rokok menghirup asap rokok, Tidak = 0 Online
baik perokok pasif
maupun aktif

9. Perubahan Keadaan perubahan Ya = 1 Kuesioner Nominal


cuaca cuaca dari musim Tidak = 0 Online
kemarau ke musim
penghujan ataupun
sebaliknya yang
menyebabkan asma

10. Infeksi Adanya gangguan Ya = 1 Kuesioner Nominal


Saluran pernapasan seperti Tidak = 0 Online
Napas batuk, flu akibat virus
yang menyebabkan
serangan asma

11. Gangguan Adanya gangguan Ya = 1 Kuesioner Nominal


Emosi/ emosi yang berlebihan Tidak = 0 Online
stress (stress, menangis,
marah dan tertawa)

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


37

yang dapat
menyebabkan asma

12. Exercise/ Timbulnya asma Ya = 1 Kuesioner Nominal


olahraga berdasarkan kegiatan Tidak = 0 Online
olahraga yang
berlebihan (berlari,
bersepeda, jalan cepat,
berenang, jogging)

(Definisi operasional ini merupakan modifikasi dari Rosalina, FA, 2015)

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


38

3.7 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Faktor Risiko
1. Riwayat genetik asma
2. Jenis kelamin

ASMA
Faktor Pencetus
1.Debu
2.Hewan Peliharaan
3.Makanan
4.Asap Rokok
5.Perubahan Cuaca
6. Infeksi Saluran Pernapasan
7.Gangguan Emosi/stress
8. Exercise/olahraga

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


39

3.8 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian merupakan alat bagi peneliti yang digunakan
untuk mengumpulkan data atau informasi yang relevan dengan permasalahan
penelitian. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberikan seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis
kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2015). Pada penelitian ini
instrumen yang digunakan adalah kuesioner online, dengan cara menyebar
kuesioner secara online melalui google form.
Indikator pertanyaan diperoleh dari modifikasi beberapa jurnal
penelitian yaitu (Djamil, Achmad, et al, 2020), (Embuai, Selpina, 2020), dan
(Rosalina, FA, 2015).

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas


3.9.1 Uji Validitas
Validitas menurut Sugiyono (2016) menunjukan derajat ketepatan
antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang
dikumpulkan oleh peneliti. Prosedur uji validitas dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan SPSS dengan menghitung korelasi.
Instrumen dikatakan valid apabila nilai korelasi atau r terhitung lebih
besar dari r tabel. Dalam penelitian ini uji validitas dilakukan terhadap
30 sampel dengan nilai r tabel untuk signifikansi 5% yang digunakan
untuk 30 sampel adalah 0,3610. Untuk mencari validitas sebuah item,
kita mengkorelasikan skor item dengan total item-item tersebut. Jika
koefisien antara item dengan total item sama atau diatas 0,3610 maka
item tersebut dinyatakan valid, tetapi jika nilai korelasinya dibawah
0,3610 maka item tersebut dinyatakan tidak valid. Pada penelitian ini
telah dilakukan uji validitas terhadap 30 responden atau sampel dengan
hasil yang didapat adalah 18 pertanyaan dinyatakan valid karena nilai r
hitung lebih besar dari r tabel dan 14 pertanyaan dinyatakan tidak valid
karena nilai r hitung lebih kecil dari r tabel, kemudian dari 14
pertanyaan yang tidak valid tersebut dieliminasi, dan dari hasil data

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


40

kuesioner responden yang di uji validitas tidak digunakan untuk data


penelitian. Hasil dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Kuesioner (n=30)

No. Pertanyaan r Hitung r Tabel Keterangan


1 Apakah ada anggota keluarga yang 0,215 0,3610 Tidak Valid
memiliki riwayat penyakit asma ?
2 Apakah ada anggota keluarga yang 0,36 0,3610 Tidak Valid
merokok di rumah ?
3 Apakah anda mengalami serangan 0,474 0,3610 Valid
asma setelah terpapar asap rokok ?
4 Apakah anda memiliki riwayat alergi 0,550 0,3610 Valid
debu ?
5 Apakah anda rutin membersihkan 0,272 0,3610 Tidak Valid
barang-barang yang terdapat dikamar
anda ?
6 Apakah Anda mengalami serangan 0,492 0,3610 Valid
asma ketika menghirup debu ?
7 Apakah anda memiliki riwayat alergi 0,245 0,3610 Tidak Valid
makanan ?
8 Apakah anda memiliki riwayat alergi 0,135 0,3610 Tidak Valid
susu sapi ?
9 Apakah anda memiliki riwayat alergi 0,198 0,3610 Tidak Valid
telur ?
10 Apakah anda memiliki riwayat alergi 0,003 0,3610 Tidak Valid
ikan laut ?
11 Apakah anda memiliki riwayat alergi 0,390 0,3610 Valid
makanan yang menggunakan bahan
tambahan seperti (pengawet,
penyedap, pewarna) ?

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


41

12 Apakah anda mengalami serangan 0,367 0,3610 Valid


asma ketika menderita infeksi saluran
pernapasan seperti (batuk, flu) ?
13 Apakah anda mengalami serangan 0,565 0,3610 Valid
asma ketika menderita infeksi saluran
pernapasan seperti batuk ?
14 Apakah anda mengalami serangan 0,633 0,3610 Valid
asma ketika menderita infeksi saluran
pernapasan seperti flu ?
15 Apakah anda memiliki hewan 0,167 0,3610 Tidak Valid
peliharaan berbulu ?
16 Apakah anda memiliki hewan berbulu 0,212 0,3610 Tidak Valid
seperti kucing ?
17 Apakah anda memiliki hewan berbulu 0,132 0,3610 Tidak Valid
seperti anjing ?
18 Apakah anda memiliki hewan berbulu 0,170 0,3610 Tidak Valid
seperti kelinci ?
19 Apakah anda memiliki hewan berbulu 0,000 0,3610 Tidak Valid
seperti hamster ?
20 Apakah anda memiliki riwayat alergi 0,579 0,3610 Valid
hewan berbulu ?
21 Apakah anda mengalami serangan 0,588 0,3610 Valid
asma ketika perubahan cuaca ?
22 Apakah anda mengalami serangan 0,609 0,3610 Valid
asma ketika cuaca dingin atau pada
saat musim hujan ?
23 Apakah anda mengalami serangan 0,706 0,3610 Valid
asma setelah terjadi peningkatan
emosi yang berlebihan ?
24 Apakah anda mengalami serangan 0,677 0,3610 Valid
asma ketika marah yang berlebihan ?

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


42

25 Apakah anda mengalami serangan 0,336 0,3610 Tidak Valid


asma ketika tertawa yang berlebihan ?
26 Apakah anda mengalami serangan 0,629 0,3610 Valid
asma ketika menangis yang
berlebihan?
27 Apakah anda mengalami serangan 0,367 0,3610 Valid
asma ketika stress yang berlebihan ?
28 Apakah anda mengalami serangan 0,523 0,3610 Valid
asma setelah berolahraga/melakukan
aktivitas berat ?
29 Apakah anda mengalami serangan 0,560 0,3610 Valid
asma setelah berlari ?
30 Apakah anda mengalami serangan 0,373 0,3610 Valid
asma setelah berenang ?
31 Apakah anda mengalami serangan 0,327 0,3610 Tidak Valid
asma setelah jogging ?
32 Apakah anda mengalami serangan 0,367 0,3610 Valid
asma setelah berjalan cepat ?

3.9.2 Uji Reliabilitas


Uji reliabilitas merupakan uji keandalan dari suatu alat ukur. Uji
reliabilitas juga sering disebut sebagai uji konsistensi hasil pengukuran.
Pengukuran reliabilitas mengacu pada sejauh mana hasil pengukuran
dari objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono,
2017). Uji ini membandingkan nilai Cronbach’s alpha dengan taraf
keyakinan. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan cara memasukkan
pertanyaan-pertanyaan yang valid ke dalam program SPSS. Pertanyaan
dinyatakan reliabel apabila nilai Cronbach’s alpha lebih dari 0,60 dan
pertanyaan dinyatakan tidak reliabel apabila nilai Cronbach’s alpha
kurang dari 0,60. Cronbach’s alpha merupakan sebuah ukuran
keandalan yang memiliki nilai berkisar dari nol sampai satu. Nilai

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


43

tingkat keandalan Cronbach’s alpha dapat ditunjukkan pada tabel


berikut ini (Sugiyono, 2012).

Tabel 3.3 Nilai tingkat keandalan Cronbach’s Alpha

Nilai Cronbach’s Alpha Tingkat Keandalan


0,0-0,20 Kurang Andal
>0,20-0,40 Agak Andal
>0,40-0,60 Cukup Andal
>0,60-0,80 Andal
>0,80-1.00 Sangat Andal

Hasil uji reliabilitas pertanyaan yang diberikan terhadap 30 sampel


dengan hasil yang didapat adalah semua reliabel, karena memiliki nilai
Cronbach’s Alpha >0,60. Hasil dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner

Nilai Cronbach’s Jumlah Pertanyaan Tingkat Keandalan


Alpha

0,795 18 Andal

3.10 Analisis Data dan Pengolahan Data


3.10.1 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan tujuan agar data hasil penelitian
yang masih berupa data kasar lebih mudah dibaca. Metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat.
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik dari setiap variabel penelitian.
Penelitian dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


44

dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Kelompok


variabel disajikan dalam bentuk tabel frekuensi berdasarkan usia,
riwayat genetik asma, jenis kelamin, debu, hewan peliharaan,
makanan, asap rokok, perubahan cuaca, infeksi saluran pernapasan,
gangguan emosi/stres, exercise/olahraga.

3.10.2 Pengolahan Data


Pengolahan data adalah proses menggunakan metode atau
rumus tertentu untuk mendapatkan data ringkasan atau angka
ringkasan (Notoatmodjo, 2010). Berikut ini merupakan tahap-tahap
proses pengolahan data, yaitu:
a.Editing
Kegiatan memeriksa dan mengoreksi pengisian kuesioner.
b.Coding
Kegiatan mengubah data yang berupa kalimat atau huruf
menjadi angka atau data numerik.
c. Skoring
Memberi skor sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
d.Data Entry
Kegiatan penginputan data yang telah berbentuk kode ke dalam
program komputer SPSS.
e. Cleaning
Kegiatan memeriksa kembali untuk melihat kemungkinan ada
kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan kemudian dilakukan
koreksi.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


45

3.11 Etika Penelitian


Dalam menjalankan tugas peneliti, etika penelitian harus berpegang
pada sikap ilmiah dan berpegang pada etika penelitian, walaupun mungkin
penelitian yang dilakukan tidak merugikan (Notoatmodjo, 2010). Hasil
penelitian ini telah diajukan ke Komisi Etik Penelitian Universitas
Muhammadiyah Jakarta dengan Nomor : 091/PE/KE/FKK-UMJ/IV/2021
Bentuk etika penelitian adalah sebagai berikut:

1. Lembar persetujuan (informed consent), bertujuan agar responden


memahami maksud, tujuan dan dampak yang mungkin terjadi selama
proses penelitian.

2. Tanpa nama (anonimity), peneliti tidak akan mencantumkan nama


responden dalam formulir pengumpulan data untuk menjaga
kerahasiaan responden. Peneliti hanya menggunakan kode pada setiap
formulir pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (confidentiality), kerahasiaan informasi yang


dikumpulkan dari subjek akan dijamin kerahasiaannya.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Karakteristik Demografi Responden


Penelitian ini dilakukan pada 247 responden untuk melihat karakteristik
demografi responden. Adapun karakteristik demografi responden yang dilihat
pada penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin dan riwayat genetik asma.

4.1.1 Karakteristik Berdasarkan Usia


Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan usia
adalah untuk mengetahui banyaknya responden yang memiliki riwayat
asma antara rentang usia yang telah dicantumkan. Data dapat dilihat
pada tabel 4.1 dibawah ini :

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik demografi berdasarkan


usia responden
Usia Frekuensi (n) Presentase (%)
15 - 24 thn 41 16.6
25 - 44 thn 114 46.2
45 - 64 thn 92 37.2
Total 247 100.0

Berdasarkan tabel 4.2 diatas, hasil yang didapat dengan


presentase terbesar yaitu 46,2% (114 responden) pada rentang usia 25-
44 tahun, kedua sebesar 37,2% (92 responden) pada rentang usia 45-64
tahun, ketiga sebesar 16,6% (41 responden) pada rentang usia 15-24
tahun.
Pada penelitian yang dilakukan Nur, Akbar, et al (2019)
menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan usia, pada
kelompok responden RSUA (Rumah Sakit Universitas Airlangga) dan
RSU Haji (Rumah Sakit Umum) sebagian besar berada pada rentang

46
47

usia 46-60 tahun sebesar (46,2%) pada kelompok responden RSUA dan
(79,5%) pada kelompok RSU Haji.
Pada penelitian Nur, Akbar, et al (2019) dijelaskan bahwa
sebagian besar subyek penelitian berusia 45-60 tahun yang merupakan
kategori usia masa lansia awal dan lansia akhir. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Hall JE; Guyton (2015) bahwa terjadi
penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial, penurunan
kapasitas paru dan peningkatan ruang rugi selama proses penuaan. Hal
ini disebabkan karena lansia akan mengalami proses menua yang
ditandai dengan tahapan menurunnya berbagai struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ (Fatmah, D ,2010).
Berdasarkan hasil karakteristik usia menunjukkan bahwa rentang
usia antara 25-44 tahun merupakan kategori usia yang paling banyak
menderita asma, penelitian ini sejalan dengan hasil laporan RISKEDAS
(2018) berdasarkan diagnosis dokter, bahwa asma cenderung meningkat
dengan semakin bertambahnya usia dengan persentase paling tinggi
yaitu usia 75 tahun keatas (RISKEDAS, 2018).

4.1.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin


Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin adalah untuk mengetahui banyaknya responden yang memiliki
riwayat penyakit asma antara laki-laki dan perempuan. Data dapat
dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini :

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik demografi berdasarkan


jenis kelamin responden.
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Presentase (%)
Laki – Laki 116 47.0
Perempuan 131 53.0
Total 247 100.0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


48

Berdasarkan tabel 4.2 karakteristik responden berdasarkan jenis


kelamin yaitu sebagian besar dari responden berjenis kelamin
perempuan sebesar 53% dan responden yang berjenis kelamin laki-laki
sebesar 47%.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wibowo,
Adityo, et al, (2017) tentang distribusi responden penderita asma di
Klinik Spesialis Paru Harum Melati, Pringsewu, Lampung, dengan
jumlah responden yang sebagian besar berjenis kelamin perempuan
sebesar 67% dan responden berjenis kelamin laki-laki sebesar 33%.
Pada penelitian Wibowo, Adityo, et al, (2017) dijelaskan bahwa
hal ini disebabkan karena pada saat pubertas perkembangan pada paru
wanita lebih sedikit dibanding pria. Pada usia 17 tahun, volume paru
laki-laki mengalami lebih banyak perkembangangan daripada wanita,
pada fase inilah gangguan paru yang mengalami obstruksi seperti asma
akan menyebabkan gangguan bernafas yang lebih berat pada wanita
(Widjajakusuma, MH & Tanzil, A, 2010).
Pada penelitian yang dilakukan Dharmayanti, I, et al (2015)
tentang persentase penderita asma berdasarkan jenis kelamin anak laki-
laki sebesar 51,8% sedangkan anak perempuan sebesar 48,2%.
Pada penelitian Dharmayanti, I, et al (2015) dijelaskan bahwa
pada saat serangan asma terjadi sensitivitas yang lebih tinggi pada anak
laki- dibandingkan anak perempuan hal ini dikarenakan diameter
saluran napas pada anak laki-laki lebih kecil sehingga mereka lebih
sensitif dan peka apabila terjadi penyumbatan pada saluran napas.
Berdasarkan hasil dari karakteristik jenis kelamin menyatakan
bahwa jumlah responden kebanyakan adalah perempuan dibandingkan
laki-laki. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Dharmayanti et al,
2015, karena pada penelitian mereka sampel yang digunakan adalah
responden dengan kategori usia anak-anak. Teori menyebutkan bahwa
laki-laki memiliki risiko untuk asma pada anak-anak, sebelum usia 14
tahun prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali
dibandingkan anak perempuan, akan tetapi menjelang dewasa

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


49

perbandingan ini kurang lebih sama dan perempuan lebih banyak pada
masa menopause (Rosalina, FA, 2015). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Tana, Lusianawaty (2018) didapatkan asma pada perempuan
lebih tinggi dibandingkan laki-laki, hasil penelitian Tana, Lusianawaty
(2018) sesuai dengan National surveilance of asthma 2001-2010 yang
melaporkan asma pada umur 18 tahun ke atas lebih tinggi pada
perempuan (9,2%) dibandingkan laki-laki (7%) (Cooper, PJ, et al,
2012). Penelitian ini juga sejalan dengan hasil laporan RISKEDAS
(2018) bahwa prevalensi asma lebih tinggi pada perempuan dibanding
laki-laki yaitu 2,5% pada perempuan dan 2,3% pada laki-laki
(RISKEDAS, 2018). Perempuan cenderung lebih besar menderita asma
dibandingkan laki-laki karena pada perempuan lebih sering ditemukan
hiperesponsif bronkus non-spesifik daripada laki-laki. Perempuan juga
memiliki caliber saluran pernapasan yang lebih kecil dibandingkan laki-
laki. Laki-laki memiliki kapasitas inspirasi lebih besar dibandingkan
dengan perempuan dikarenakan kekuatan otot laki-laki lebih besar
dibandingkan perempuan, termasuk otot pernapasan (Atmoko, W, et al,
2011).

4.1.3 Karakteristik Berdasarkan Riwayat Genetik Asma


Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan riwayat
genetik asma adalah untuk mengetahui berapa banyak responden yang
memiliki riwayat genetik asma pada keluarga. Data dapat dilihat pada
tabel 4.3 dibawah ini :

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik demografi berdasarkan


riwayat genetik asma
Riwayat Genetik Asma Frekuensi (n) Presentase (%)
Tidak ada 72 29.1
Ayah / Ibu 175 70.9
Total 247 100.0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


50

Berdasarkan hasil dari tabel 4.3 karakteristik beradasarkan


riwayat genetik asma, menunjukkan persentase terbesar adalah riwayat
genetik asma dari ayah/ibu sebesar 70,9% dan tidak ada riwayat genetik
asma sebesar 29,1%.
Pada penelitian Dharmayanti, I, et al (2015) berdasarkan hasil
riwayat penyakit asma pada orang tua, persentase salah satu orang tua
baik ayah atau ibu yang menderita asma yaitu 6,1%.
Pada penelitian Dharmayanti, I, et al (2015) dijelaskan bahwa
adanya riwayat asma pada keluarga akan meningkatkan risiko anak
untuk menderita asma. Zulfikar, Bracken, et al, dan Klinnert et al,
menyatakan bahwa faktor genetik terutama ibu akan meningkatkan
risiko anak menderita asma. Hal ini berkaitan dengan adanya genetik
yang cenderung diturunkan oleh orang tua untuk bereaksi terhadap zat-
zat yang terdapat di lingkungan (alergen).
Pada penelitian Embuai, Selpina (2020) sebanyak 44 responden
dengan riwayat genetik asma, 100% menderita asma.
Penelitian Embuai, Selpina (2020) menjelaskan bahwa adanya
riwayat genetik dalam keluarga pada penderita asma merupakan salah
satu indikator meningkatnya risiko penyakit asma. Asma merupakan
ciri klinis yang dihasilkan oleh kombinasi faktor genetik dan
lingkungan dalam patogenesisnya. Sebagai kelainan genetik, asma
memiliki korelasi positif dengan riwayat alergi (atopi) di dalam
keluarga. Pada patogenesis asma lebih dari 100 gen terlibat di
dalamnya, salah satunya ADAM 33 gen ini hanya terdapat di fibroblas
saluran pernapasan dan hal ini yang menjadi dasar kuat keterlibatannya
dalam patogenesis asma (Wahyudi, et al, 2016).
Pada penelitian Nur, Akbar, et al (2019) karakteristik responden
berdasarkan riwayat genetik asma pada kelompok responden RSUA
sebanyak 30 responden (76.9 %) dan kelompok responden RSU Haji
sebanyak 28 responden (71.8%).
Pada penelitian Nur, Akbar, et al (2019) dijelaskan bahwa
mayoritas responden mempunyai riwayat asma dari orang tua, orang tua

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


51

yang menderita asma merupakan faktor yang kuat terhadap kejadian


asma. Banyak gen yang terlibat pada proses patogenesis asma dan
kromosom memiliki potensi untuk menyebabkan asma (Andayani,
Novita, 2017).
Berdasarkan hasil dari karakteristik riwayat genetik asma,
menyatakan bahwa sebagian besar dari responden memiliki riwayat
genetik asma dari ayah/ibu, dilihat dari hasil jawaban responden,
sebagian besar responden memiliki riwayat genetik asma yang
diturunkan oleh ibu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Dharmayanti, I, et al, Embuai, Selpina, et al, dan Nur, Akbar,
et al. Adanya riwayat genetik pada keluarga merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya asma dan akan meningkatkan risiko untuk
menderita asma. Faktor genetik yang diturunkan adalah kecenderungan
dalam memproduksi antibody jenis IgE yang berlebihan. Seseorang
yang memiliki kecenderungan ini disebut mempunyai sifat alergi
(atopi). Ada juga penderita yang tidak memiliki sifat atopi dan serangan
asmanya tidak dipicu oleh pemajanan terhadap alergen, asma pada
penderita ini disebut idiosinkratik, dan biasanya asmanya didahului oleh
infeksi saluran pernapasan atas (Usman, Isnaniyah, et al, 2015).

4.2 Faktor Risiko Asma


Penelitian ini dilakukan pada 247 responden untuk melihat faktor risiko
asma yang mempengaruhi responden. Adapun faktor risiko asma pada
penelitian ini meliputi jenis kelamin dan riwayat genetik asma.

4.2.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin


Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin adalah untuk mengetahui banyaknya responden yang memiliki
riwayat penyakit asma antara laki-laki dan perempuan. Data dapat
dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini :

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


52

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi (n) Presentase (%)
Laki – Laki 116 47.0
Perempuan 131 53.0
Total 247 100.0

Berdasarkan tabel 4.2 karakteristik responden berdasarkan jenis


kelamin yaitu sebagian besar dari responden berjenis kelamin
perempuan sebesar 53% dan responden yang berjenis kelamin laki-laki
sebesar 47%.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wibowo,
Adityo, et al, (2017) tentang distribusi responden penderita asma di
Klinik Spesialis Paru Harum Melati, Pringsewu, Lampung, dengan
jumlah responden yang sebagian besar berjenis kelamin perempuan
sebesar 67% dan responden berjenis kelamin laki-laki sebesar 33%.
Pada penelitian Wibowo, Adityo, et al, (2017)dijelaskan bahwa
hal ini disebabkan karena pada saat pubertas perkembangan pada paru
wanita lebih sedikit dibanding pria. Pada usia 17 tahun, volume paru
laki-laki mengalami lebih banyak perkembangangan daripada wanita,
pada fase inilah gangguan paru yang mengalami obstruksi seperti asma
akan menyebabkan gangguan bernafas yang lebih berat pada wanita
(Widjajakusuma, MH & Tanzil, A, 2010).
Pada penelitian yang dilakukan Dharmayanti, I, et al (2015)
tentang persentase penderita asma berdasarkan jenis kelamin anak laki-
laki sebesar 51,8% sedangkan anak perempuan sebesar 48,2%.
Pada penelitian Dharmayanti, I, et al (2015) dijelaskan bahwa
pada saat serangan asma terjadi sensitivitas yang lebih tinggi pada anak
laki- dibandingkan anak perempuan hal ini dikarenakan diameter
saluran napas pada anak laki-laki lebih kecil sehingga mereka lebih
sensitif dan peka apabila terjadi penyumbatan pada saluran napas.
Berdasarkan hasil dari karakteristik jenis kelamin menyatakan
bahwa jumlah responden kebanyakan adalah perempuan dibandingkan

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


53

laki-laki. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Dharmayanti et al,


2015, karena pada penelitian mereka sampel yang digunakan adalah
responden dengan kategori usia anak-anak. Teori menyebutkan bahwa
laki-laki memiliki risiko untuk asma pada anak-anak, sebelum usia 14
tahun prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali
dibandingkan anak perempuan, akan tetapi menjelang dewasa
perbandingan ini kurang lebih sama dan perempuan lebih banyak pada
masa menopause (Rosalina, FA, 2015). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Tana, Lusianawaty (2018) didapatkan asma pada perempuan
lebih tinggi dibandingkan laki-laki, hasil penelitian Tana, Lusianawaty
(2018) sesuai dengan National surveilance of asthma 2001-2010 yang
melaporkan asma pada umur 18 tahun ke atas lebih tinggi pada
perempuan (9,2%) dibandingkan laki-laki (7%) (Cooper, PJ, et al,
2012). Penelitian ini juga sejalan dengan hasil laporan RISKEDAS
(2018) bahwa prevalensi asma lebih tinggi pada perempuan dibanding
laki-laki yaitu 2,5% pada perempuan dan 2,3% pada laki-laki
(RISKEDAS, 2018). Perempuan cenderung lebih besar menderita asma
dibandingkan laki-laki karena pada perempuan lebih sering ditemukan
hiperesponsif bronkus non-spesifik daripada laki-laki. Perempuan juga
memiliki caliber saluran pernapasan yang lebih kecil dibandingkan laki-
laki. Laki-laki memiliki kapasitas inspirasi lebih besar dibandingkan
dengan perempuan dikarenakan kekuatan otot laki-laki lebih besar
dibandingkan perempuan, termasuk otot pernapasan (Atmoko, W, et al,
2011).

4.2.2 Karakteristik Berdasarkan Riwayat Genetik Asma


Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan riwayat
genetik asma adalah untuk mengetahui berapa banyak responden yang
memiliki riwayat genetik asma pada keluarga. Data dapat dilihat pada
tabel 4.5 dibawah ini :
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan riwayat genetik
asma

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


54

Riwayat Genetik Asma Frekuensi (n) Presentase (%)


Tidak ada 72 29.1
Ayah / Ibu 175 70.9
Total 247 100.0

Berdasarkan hasil dari tabel 4.5 karakteristik beradasarkan


riwayat genetik asma, menunjukkan persentase terbesar adalah riwayat
genetik asma dari ayah/ibu sebesar 70,9% dan tidak ada riwayat genetik
asma sebesar 29,1%.
Pada penelitian Dharmayanti, I, et al (2015) berdasarkan hasil
riwayat penyakit asma pada orang tua, persentase salah satu orang tua
baik ayah atau ibu yang menderita asma yaitu 6,1%.
Pada penelitian Dharmayanti, I, et al (2015) dijelaskan bahwa
adanya riwayat asma pada keluarga akan meningkatkan risiko anak
untuk menderita asma. Zulfikar, Bracken, et al, dan Klinnert et al,
menyatakan bahwa faktor genetik terutama ibu akan meningkatkan
risiko anak menderita asma. Hal ini berkaitan dengan adanya genetik
yang cenderung diturunkan oleh orang tua untuk bereaksi terhadap zat-
zat yang terdapat di lingkungan (alergen).
Pada penelitian Embuai, Selpina (2020) sebanyak 44 responden
dengan riwayat genetik asma, 100% menderita asma.
Penelitian Embuai, Selpina (2020) menjelaskan bahwa adanya
riwayat genetik dalam keluarga pada penderita asma merupakan salah
satu indikator meningkatnya risiko penyakit asma. Asma merupakan
ciri klinis yang dihasilkan oleh kombinasi faktor genetik dan
lingkungan dalam patogenesisnya. Sebagai kelainan genetik, asma
memiliki korelasi positif dengan riwayat alergi (atopi) di dalam
keluarga. Pada patogenesis asma lebih dari 100 gen terlibat di
dalamnya, salah satunya ADAM 33 gen ini hanya terdapat di fibroblas
saluran pernapasan dan hal ini yang menjadi dasar kuat keterlibatannya
dalam patogenesis asma (Wahyudi, et al, 2016).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


55

Pada penelitian Nur, Akbar, et al (2019) karakteristik responden


berdasarkan riwayat genetik asma pada kelompok responden RSUA
sebanyak 30 responden (76.9 %) dan kelompok responden RSU Haji
sebanyak 28 responden (71.8%).
Pada penelitian Nur, Akbar, et al (2019) dijelaskan bahwa
mayoritas responden mempunyai riwayat asma dari orang tua, orang tua
yang menderita asma merupakan faktor yang kuat terhadap kejadian
asma. Banyak gen yang terlibat pada proses patogenesis asma dan
kromosom memiliki potensi untuk menyebabkan asma (Andayani,
Novita, 2017).
Berdasarkan hasil dari karakteristik riwayat genetik asma,
menyatakan bahwa sebagian besar dari responden memiliki riwayat
genetik asma dari ayah/ibu, dilihat dari hasil jawaban responden,
sebagian besar responden memiliki riwayat genetik asma yang
diturunkan oleh ibu. hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Dharmayanti, I, et al, Embuai, Selpina, et al, dan Nur, Akbar,
et al. Adanya riwayat genetik pada keluarga merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya asma dan akan meningkatkan risiko untuk
menderita asma. Faktor genetik yang diturunkan adalah kecenderungan
dalam memproduksi antibody jenis IgE yang berlebihan. Seseorang
yang memiliki kecenderungan ini disebut mempunyai sifat alergi
(atopi). Ada juga penderita yang tidak memiliki sifat atopi dan serangan
asmanya tidak dipicu oleh pemajanan terhadap alergen, asma pada
penderita ini disebut idiosinkratik, dan biasanya asmanya didahului oleh
infeksi saluran pernapasan atas (Usman, Isnaniyah, et al, 2015).

4.3 Faktor Pencetus Asma

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


56

Penelitian ini dilakukan pada 247 responden untuk melihat faktor


pencetus asma yang mempengaruhi responden. Adapun faktor pencetus asma
pada penelitian ini meliputi debu, asap rokok, makanan, hewan peliharaan
berbulu, perubahan cuaca, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi dan
exercise/olahraga.

4.3.1 Karakteristik Berdasarkan Debu


Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan debu
adalah untuk mengetahui berapa banyak responden yang memiliki
riwayat alergi debu dan berapa banyak responden yang mengalami
serangan asma ketika terpapar debu. Data dapat dilihat pada tabel 4.6
dibawah ini :

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan debu.


Debu Frekuensi (n) Presentase (%)
Alergi Debu
Ya 235 95.1
Tidak 12 4.9
Total 247 100.0
Serangan Asma Ketika Menghirup Debu
Ya 235 95.1
Tidak 12 4.9
Total 247 100.0

Berdasarkan tabel 4.6 distribusi frekuensi karakteristik responden


berdasarkan debu, menunjukkan presentase terbesar adalah responden
yang memiliki riwayat alergi debu sebesar (95.1%) dan yang tidak
memiliki riwayat alergi debu sebesar (4.9%). Responden yang
mengalami serangan asma ketika menghirup debu sebesar (95.1%) dan
yang tidak mengalami serangan asma sebesar (4.9%).
Pada penelitian Embuai, Selpina (2020) berdasarkan tabel
distribusi keberadaan debu menunjukan bahwa rumah responden yang

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


57

terdapat debu dan menderita asma sebanyak 45 orang (93.8%) dan yang
tidak menderita asma yaitu sebanyak 3 orang (6.3%),.
Pada penelitian Embuai, Selpina (2020) dijelaskan bahwa
sebagian besar rumah responden terdapat adanya debu. Keberadaan
debu yang ada pada rumah responden bukan hanya dari dalam rumah
saja, tetapi juga berasal dari luar lingkungan yang dapat masuk kedalam
rumah, sehingga terdapat adanya debu pada rumah responden, baik itu
debu pada kaca jendela, ventilasi rumah, perabotan rumah tangga yang
jarang dibersihkan, maupun debu pada tumpukan buku-buku, barang
bekas yang sudah tidak digunakan lagi tetapi ditaruh pada bagian loteng
rumah. Fasilitas perabotan rumah tangga tersebutlah yang dapat
menyebabkan pengumpulan debu menjadi lebih banyak dan dapat
menjadi media habitat alergen tungau debu, pollen dan kecoa yang
merupakan pencetus terjadinya serangan asma.
Menurut penelitian Ningsih, TW, et al (2017) dilihat dari tabel
distribusi frekuensi pencetus eksaserbasi asma berupa jenis alergen
menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami eksaserbasi
dengan pencetus alergen paparan debu sebesar (93,3%).
Pada penelitian Ningsih, TW, et al (2017) dijelaskan bahwa
terpapar alergen dalam waktu lama bisa menimbulkan gejala yang lebih
menetap, debu dapat menyebabkan iritasi karena terdapat reaksi iritasi
terhadap zat kimia yang terkandung di dalamnya. Alergen merupakan
suatu benda atau keadaan yang dapat memicu serangan asma yang salah
satunya adalah debu.
Pada Penelitian Wibowo, Adityo, et al (2017) tentang penyebab
asma bahwa sebagian besar sampel penelitian paling banyak terpajan
oleh debu sebesar 33%.
Pada penelitian Wibowo, Adityo, et al (2017) dijelaskan bahwa
suatu alergen (debu) yang masuk ke dalam saluran pernafasan
seseorang dapat merangsang terjadinya reaksi hipersensitivitas.
Berdasarkan penelitian Dumbi pada tahun 2013 menunjukkan bahwa
debu rumah yang menempel pada lantai kamar, ruang keluarga, perabot

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


58

rumah, langit-langit rumah, tempat tidur, jendela kamar tidur yang


selalu tertutup, debu yang tidak dibersihkan dengan lap basah dapat
menyebabkan timbulnya penyakit asma bronkial (Dumbi, S.A.N, 2013).
Berdasarkan hasil karakteristik debu, sebagian besar responden
memiliki riwayat alergi debu yang mengakibatkan responden
mengalami serangan asma ketika terpapar debu. Debu merupakan salah
satu alergen, alergen adalah zat yang menyebabkan gejala penyakit
asma dengan cara memunculkan reaksi alergi. Pada asma akibat alergi
terdapat 2 jalur untuk mencapai keadaan tersebut yaitu jalur imunologis
yang didominasi oleh IgE dan jalur saraf autonom. Pada jalur IgE,
alergen yang masuk ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen
Presenting Cells=sel penyaji antigen), dan hasil olahan alergen akan
dikomunikasikan kepada sel Th (T helper). Sel Th ini memberikan
instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma
membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel
epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan
mediator radang seperti histamin, prostaglandin, luekotrin, dan
tromboksin yang akan mempengaruhi organ sasaran sehingga
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema
saluran napas, infiltrasi sel radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel
sehingga menimbulkan hiperraktivitas saluran napas (PDIP, 2006).
Menurut dari hasil jawaban pada kuesioner responden, sebagian besar
responden terpapar debu ketika sedang membersihkan perabot-perabot
rumah/bersih-bersih rumah, dan beraktivitas di luar ruangan seperti
bekerja dan lain lain yang memungkinkan responden terpajan oleh
debu.

4.3.2 Karakteristik Berdasarkan Asap Rokok

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


59

Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan asap


rokok adalah untuk mengetahui berapa banyak responden yang
mengalami serangan asma ketika terpapar asap rokok. Data dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan asap rokok.


Asap Rokok Frekuensi (n) Presentase (%)
Ya 179 72.5
Tidak 68 27.5
Total 247 100.0

Berdasarkan tabel 4.7 distribusi frekuensi karakteristik responden


berdasarkan asap rokok, sebagian besar responden mengalami serangan
asma ketika terpapar asap rokok sebesar 72,5% dan responden yang
tidak mengalami serangan asma ketika terpapar asap rokok sebesar
27,5%.
Pada penelitian Wibowo, Adityo, et al (2017) dilihat dari data
penyebab tersering serangan asma di Klinik Harum Melati yaitu asap
rokok sebesar 18%.
Pada penelitian Wibowo, Adityo, et al (2017) dijelaskan bahwa
asap rokok yang dihirup oleh penderita asma secara aktif
mengakibatkan rangsangan pada sistem pernafasan, sebab pembakaran
tembakau menghasilkan zat iritan yang menghasilkan gas kompleks dan
partikel-partikel berbahaya. Seorang penderita asma, bila ada anggota
keluarga lainnya yang merokok di dalam rumah, kemudian terhisap atau
bahkan penderita asma merupakan perokok aktif maka akan
meningkatkan risiko yang lebih besar.
Pada penelitian Ningsih, TW, et al (2017) dilihat dari pencetus
eksaserbasi asma, hasil penelitian sebagian besar (93,3%) mengalami
eksaserbasi dengan pencetus asap rokok sebagai perokok pasif, dan
sebagian kecil (6,7%) sebagai perokok aktif.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


60

Pada penelitian Ningsih, TW, et al (2017) dijelaskan bahwa suatu


penelitian di Finlandia menunjukkan orang dewasa yang terkena asap
rokok berpeluang menderita asma dua kali lipat dibandingkan orang
yang tidak terkena asap rokok. Studi lain menunjukkan bahwa seorang
penderita asma yang terkena asap rokok selama satu jam, akan
mengalami kerusakan fungsi paru sekitar 20%.
Pada penelitian Djamil, Achmad, et al (2020) dilihat dari hasil
distribusi frekuensi paparan asap rokok, yang paling banyak terpapar
sebanyak 21 responden (50%).
Pada penelitian Djamil, Achmad, et al (2020) dijelaskan bahwa
rokok dapat mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau
predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan
terjadinya eksaserbasi dan gejala asma menetap. Asap rokok yang
dihirup oleh penderita asma secara aktif menyebabkan rangsangan pada
sistem pernapasan karena asap rokok dapat merusak paru-paru dan
menghentikan kerja obat asma tertentu seperti kortikosteroid inhalasi
(suatu jenis obat pencegah/preventer), sehingga tidak dapat bekerja
dengan semestinya. Bahkan pada orang yang tidak merokok, menghisap
asap rokok dapat memperburuk gejala bahkan memicu serangan asma.
Berdasarkan hasil karakteristik asap rokok, menunjukkan bahwa
sebagian besar responden mengalami serangan asma ketika terpapar
asap rokok, dilihat dari jawaban responden banyak dari mereka yang
terpapar asap rokok ketika berada diluar ruangan atau saat berada di
tempat umum bahkan di dalam ruangan ketika salah satu dari anggota
keluarganya ada yang merokok. Ada dua jenis pemicu serangan asma,
yaitu alergen dan iritan, iritan adalah zat yang menyebabkan gejala
penyakit asma dengan cara mengganggu saluran pernapasan. Iritan
penyakit asma yang umum di antaranya: asap rokok dan udara dingin.
Asap rokok merupakan suatu keadaan adanya pembakaran tembakau
yang menghasilkan campuran gas yang kompleks, dan dapat memicu
serangan asma (Rab, Tabrani. 2010). Asap rokok bersifat sebagai
inhalan, yang terhirup dan terpajan langsung menjadikan asap rokok

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


61

sebagai salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kejadian asma.
Berbagai polutan seperti amonia, arsenik, benzena, butane, cadmium,
hidrogen sianida, karbon monoksida, nikotin, dan tar memiliki peran
sebagai mediator pada penderita asma (Montefort S, et al, 2012). Asap
rokok atau asap obat nyamuk bakar dapat menyebabkan kerusakan
epitel bersilia, menurunkan klirens mukosiliar, dan menghambat
aktivasi fagosit serta efek bakterisid makrofag, sehingga terjadi
hiperreaktivitas bronkus (Claudia, S, 2010).

4.3.3 Karakteristik Berdasarkan Makanan


Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan makanan
adalah untuk mengetahui berapa banyak responden yang memiliki
riwayat alergi makanan yang menggunakan bahan tambahan seperti
(pengawet, penyedap, pewarna dll), dan mengalami serangan asma.
Data dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan makanan.


Makanan Frekuensi (n) Presentase (%)
Ya 125 50.6
Tidak 122 49.4
Total 247 100.0

Berdasarkan tabel 4.8 Distribusi frekuensi karakteristik responden


berdasarkan makanan menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki riwayat alergi makanan yang menggunakan bahan tambahan
seperti (pengawet, penyedap, pewarna dll) dan mengalami serangan
asma sebesar 50,6% dan yang tidak sebesar 49.4%.
Menurut penelitian Kurniasari, Lidya (2015) berdasarkan grafik
distribusi frekuensi kambuh ulang asma pada penderita asma di
wilayah kerja Puskesmas Olak Kemang tahun 2015 diketahui dari 95
responden, 73 responden (76,4%) mengalami kambuh ulang asma
sedangkan 22 responden (23,2%) tidak mengalami kambuh ulang asma.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


62

Pada penelitian Kurniasari, Lidya (2015) dijelaskan bahwa faktor


makanan (bahan makanan) zat yang menimbulkan reaksi alergi yang
dinamakan alergen, alergen dapat masuk kedalam tubuh melalui
makanan, minuman, hirupan, suntikan, atau tempelan. Contoh alergen
yang berupa makanan yaitu susu, telur, kacang-kacangan, coklat, dan
ikan laut.
Menurut penelitian Ningsih, TW, et al (2017) dilihat dari
pencetus eksaserbasi asma, hasil penelitian sebesar (6,7%) mengalami
eksaserbasi dengan pencetus alergen makanan.
Pada penelitian Ningsih, TW, et al (2017) dijelaskan bahwa ada
beberapa jenis makanan yang harus dihindari, jika terpaksa harus
mengkonsumsi, sebaiknya dalam jumlah yang sedikit sehingga tidak
menyebabkan eksaserbasi asma. Saluran pernafasan yang sensitif dapat
dipicu oleh makanan yang mengandung kadar sulfit tinggi. Sulfit ini
bersifat sulfur dan dapat menyebabkan peradangan saluran pernafasan
menjadi lebih sensitif, makanan yang biasanya dihindari oleh penderita
asma seperti seafood, telur, coklat, kacang kacangan terutama kacang
tanah, minuman beralkohol atau bersoda.
Pada penelitian Usman, Isnaniyah, et al (2015) menunjukkan
bahwa penderita asma yang dipengaruhi oleh faktor makanan sebanyak
18 orang (40,9%).
Pada penelitian Usman, Isnaniyah, et al (2015) dijelaskan bahwa
pada penelitian Syaifurrohman menginformasikan bahwa makanan
yang mengandung MSG dapat menyebabkan timbulnya sesak pada
anak-anak usia 1-15 tahun. Beberapa makanan penyebab alergi adalah
susu sapi, ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti durian,
tomat, strawberri dan mangga juga berperan menjadi penyebab asma
serta makanan produk industri dengan pewarna buatan, pengawet serta
vetsin juga bisa menyebabkan asma.
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik makanan, menunjukkan
bahwa sebagian besar dari responden memiliki riwayat alergi makanan
yang mempengaruhi terjadinya serangan asma. Rosalina, FA (2015)

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


63

juga melakukan analisis terhadap pengaruh makanan pada kejadian


asma dan didapatkan hubungan yang bermakna. Penderita asma
berisiko mengalami anafilaksis akibat alergi makanan fatal yang dapat
mengancam jiwa (Rosalina, FA, 2015). Beberapa jenis makanan dapat
menyebabkan penyempitan saluran napas terutatama pada bagian
pernapasan bronkus sehingga penderita merasa sesak napas dan bunyi
mengi (Ayu, Sitty, 2013).

4.3.4 Karakteristik Berdasarkan Hewan Peliharaan Berbulu


Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan hewan
peliharaan berbulu adalah untuk mengetahui berapa banyak responden
yang memiliki riwayat alergi hewan berbulu. Data dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:

Tabel 4.9 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan hewan


peliharaan berbulu.
Hewan Berbulu Frekuensi (n) Presentase (%)
Ya 87 35.2
Tidak 160 64.8
Total 247 100.0

Berdasarkan hasil dari tabel 4.7 distribusi karakteristik responden


berdasarkan hewan peliharaan berbulu menunjukkan dari sebagian
besar responden tidak memiliki riwayat alergi hewan berbulu sebesar
64,8% dan memiliki riwayat alergi hewan berbulu sebesar 35,2%.
Pada penelitian Al Lukman, VF (2012) berdasarkan hasil analisis
hubungan antara keberadaan hewan berbulu dengan kejadian asma
menunjukkan bahwa pada kelompok penderita asma yang rumah nya
terdapat hewan berbulu dengan persentase sebesar 47,4% sedangkan
jumlah rumah yang tidak terdapat hewan berbulu dengan persentase
52,6%.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


64

Pada penelitian Al Lukman, VF (2012) dijelaskan keberadaan


hewan berbulu tidak berhubungan dengan penyakit asma karena
kemungkinan besar hewan berbulu bukan merupakan faktor pencetus
terjadinya asma. Hal tersebut dapat dipengaruhi karena adanya
kedekatan hewan berbulu dengan responden, lama keberadaan hewan
berbulu selama berada dirumah responden dan jarak kandang hewan
tersebut dengan rumah jika hewan dikandangkan.
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik hewan peliharaan
menunjukkan bahwa mayoritas dari responden tidak memiliki alergi
terhadap hewan peliharaan berbulu, hal ini dikarenakan banyak dari
responden yang tidak memiliki hewan peliharaan berbulu di rumah, dan
adapun dari responden yang mengalami serangan asma ketika terpapar
hewan berbulu yaitu seperti kucing, hal ini dikarenakan kucing
merupakan masalah yang terbesar, dengan alergen dalam liur, urin, dan
bulunya, karena bulu hewan peliharaan termasuk salah satu alergen
yang dapat memicu kambuhnya asma (Dumbi, S.A.N, 2013).

4.3.5 Karakteristik Berdasarkan Perubahan Cuaca


Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan
perubahan cuaca adalah untuk mengetahui berapa banyak responden
yang mengalami serangan asma ketika perubahan cuaca seperti cuaca
dingin. Data dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah ini:

Tabel 4.10 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan perubahan


cuaca.
Perubahan Cuaca Frekuensi (n) Presentase (%)
Ya 129 52.2
Tidak 118 47.8
Total 247 100.0

Cuaca Dingin
Ya 126 51.0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


65

Tidak 121 49.0


Total 247 100.0

Berdasarkan hasil tabel 4.10 distribusi frekuensi karakteristik


responden dari faktor perubahan cuaca, responden yang mengalami
serangan asma ketika perubahan cuaca sebesar 52,2% sedangkan yang
tidak mengalami serangan asma sebesar 47,8%. Distribusi frekuensi
responden yang mengalami serangan asma ketika cuaca dingin sebesar
51,0% dan yang tidak sebesar 49,0%.
Pada penelitian Usman, Isnaniyah, et al (2015) berdasarkan
penelitian yang dilakukan, didapatkan penderita asma yang dipengaruhi
oleh perubahan cuaca sebanyak 29 orang (65,91%) dan yang tidak 15
orang (34,%).
Pada penelitian Usman, Isnaniyah, et al (2015) dijelaskan bahwa
seorang penderita asma memiliki peluang menderita asma karena
perubahan cuaca. Analisis multivariat dengan regresi logistik berganda
yang dilakukan Purnomo juga mendapatkan hasil bahwa perubahan
cuaca merupakan faktor pencetus asma.
Pada penelitian Ningsih, TW, et al (2017) dilihat dari distribusi
pencetus eksaserbasi asma berupa perubahan suhu atau cuaca
menunjukkan bahwa sebagian besar (80%) responden asma mengalami
eksaserbasi dengan pencetus perubahan suhu dingin.
Pada penelitian Ningsih, TW, et al (2017) dijelaskan bahwa suhu
udara yang berlawanan seperti temperatur dingin dan tingginya
kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat
membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan
meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut
dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan
tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma dengan serangan sesak
napas dan pengeluaran lendir yang berlebihan.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


66

Pada penelitian Mustofa, Afrian, (2019) dilihat dari faktor


pencetus berdasarkan perubahan cuaca mayoritas responden kambuh
pada saat cuaca dingin sebesar (56,7%) dibanding yang tidak.
Pada penelitian Mustofa, Afrian, (2019) dijelaskan bahwa
perubahan cuaca juga dapat menyebabkan kekambuhan asma. Kadar
kelembaban udara, perubahan temperatur, dan kondisi cuaca yang lain
juga dapat membuat saluran pernapasan iritasi. Jika saluran pernapasan
sudah iritasi, maka kekambuhan asma akan sangat tinggi. Salah satu
faktor cuaca yang dapat memicu gejala asma adalah udara dingin,
temperatur rendah dan udara dingin dapat mempersempit saluran
pernapasan sehingga udara akan sulit untuk keluar masuk.
Berdasarkan hasil karakteristik perubahan cuaca menunjukkan
bahwa faktor perubahan cuaca merupakan salah satu faktor pencetus
asma terutama pada cuaca dingin, karna sebagian besar dari responden
mengalami serangan asma ketika terpapar perubahan cuaca. Perubahan
suhu udara merupakan jenis iritan yang dapat menyebabkan gejala asma
dengan cara mengganggu saluran pernapasan (Wijaya, Ardi & Toyib,
Rozali, 2018). Perubahan suhu atau udara merupakan suatu kondisi
perbedaan atau perubahan temperatur di suatu tempat yang dapat
memicu serangan asma. Pada penderita asma sangat peka sekali
terhadap perubahan suhu atau udara. Pemajanan terhadap suhu dingin
yang dihirup dapat merangsang pelepasan produk sel-sel mast karena
udara dingin yang dihirup dapat merangsang pelepasan mediator dalam
jaringan paru yang mempengaruhi otot polos dan kelenjar saluran napas
sehingga menyebabkan bronkospasme (Muttaqin, Arif , 2014).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


67

4.3.6 Karakteristik Berdasarkan Infeksi Saluran Pernafasan


Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan infeksi
saluran pernapasan adalah untuk mengetahui berapa banyak responden
yang mengalami serangan asma ketika terpapar infeksi saluran
pernapasan seperti batuk dan flu. Data dapat dilihat pada tabel 4.11 di
bawah ini :

Tabel 4.11 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan infeksi saluran


pernafasan.
Infeksi Saluran Pernafasan Frekuensi (n) Presentase (%)
Ya 213 86.2
Tidak 34 13.8
Total 247 100.0

Batuk
Ya 207 83.8
Tidak 40 16.2
Total 247 100.0
Flu
Ya 180 72.9
Tidak 67 27.1
Total 247 100.0

Berdasarkan dari tabel 4.11 distribusi frekuensi karakteristik


berdasarkan infeksi saluran pernafasan mayoritas dari responden
mengalami serangan asma ketika terpapar infeksi saluran pernafasan
sebesar 86,2% dan yang tidak sebesar 13,8%. Responden mengalami
serangan asma ketika batuk sebesar 83,8% dan yang tidak sebesar
16,2%. Responden yang mengalami serangan asma karna flu sebesar
72,9% dan yang tidak sebesar 27,1%.
Pada penelitian Djamil, Achmad, et al (2020) dilihat dari hasil
distribusi frekuensi infeksi saluran napas menunjukkan bahwa

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


68

responden yang paling banyak terpapar ada 25 responden (59,5%) dan


yang tidak sebanyak 17 responden (40,5%).
Pada penelitian Djamil, Achmad, et al (2020) dijelaskan bahwa
infeksi saluran napas (seperti virus dan bukan bakteri) atau alergi pada
mikroorganisme adalah faktor presipitasi utama pada serangan asma
akut. Influenza dan rhinovirus adalah patogen utama pada anak-anak
dan dewasa. Infeksi menyebabkan peradangan dalam sistem
trakeobronkial dan mengubah mekanisme mukosilier. Oleh karena itu
mekanisme ini meningkatkan hiperresponsif pada sistem bronkial.
Hiperresponsif dapat berlangsung selama 2-8 minggu setelah infeksi
pada keadaan normal dan individu yang menderita asma. Hal ini
menunjukkan bahwa virus memperparah asma dengan mengaktifkan
sistem imun. Penderita asma seharusnya mencegah untuk berdekatan
dengan penderita flu karena ketika terserang virus yang menyebabkan
penyakit flu, hidung akan tersumbat oleh lendir. Inilah penyebab
tersumbatnya saluran pernapasan yang menyebabkan sulitnya udara
masuk ke paru-paru. Oleh karena itu, penderita asma yang peka
terhadap infeksi virus sebaiknya menghindari penularan dari orang-
orang yang sedang menderita infeksi saluran napas.
Pada penelitian Rosalina, FA (2015) dilihat dari analisis infeksi
saluran pernapasan dengan serangan asma menunjukkan bahwa
mayoritas dari responden mengalami serangan asma sebesar 66,7% dan
yang tidak sebesar 33,3%.
Pada penelitian Rosalina, FA (2015) dijelaskan bahwa infeksi
saluran pernapasan dapat menyebabkan serangan asma. Batuk, pilek,
demam dapat menyebabkan inflamasi sehingga meningkatkan
hiperresponsif pada sistem bronkial. Berdasarkan hasil wawancara
terhadap responden, responden selalu mewaspadai gejala-gejala akan
batuk, pilek dan demam dengan mengobati gejala tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik infeksi saluran
pernapasan, sebagian besar responden mengalami serangan asma ketika
terpapar infeksi saluran pernapasan. Dan dilihat dari jenis infeksi

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


69

saluran pernapasan, yang paling banyak berhubungan dengan serangan


asma pada responden adalah batuk. Infeksi Saluran Pernapasan yang
salah satunya adalah ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) merupakan
salah satu penyakit yang menyerang saluran utama pada pernapasan
yaitu hidung, alveoli, adneksanya, sinus, rongga telinga tengah dan
pleura. ISPA adalah suatu keadaan dimana kuman penyakit berhasil
menyerang alat-alat tubuh yang digunakan untuk bernapas dan
berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Gejalanya bisa berupa batuk,
kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, sakit kepala, demam, dan pilek
(influenza) (Djamil, Achmad, et al, 2020).

4.3.7 Karakteristik Berdasarkan Gangguan Emosi


Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan gangguan
emosi adalah untuk mengetahui berapa banyak responden yang
mengalami serangan asma ketika mengalami gangguan emosi seperti
marah, menangis dan stres. Data dapat dilihat pada tabel 4.12 dibawah
ini:
Tabel 4.12 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan gangguan
emosi.
Gangguan Emosi Frekuensi (n) Presentase (%)
Ya 130 52.6
Tidak 117 47.4
Total 247 100.0
Marah
Ya 123 49.8
Tidak 124 50.2
Total 247 100.0
Menangis
Ya 98 39.7
Tidak 149 60.3
Total 247 100.0

Stres

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


70

Ya 111 44.9
Tidak 136 55.1
Total 247 100.0

Berdasarkan tabel 4.12 distribusi frekuensi karakteristik


responden berdasarkan gangguan emosi menunjukkan responden yang
mengalami serangan asma ketika mengalami gangguan emosi sebesar
52,6% sedangkan yang tidak sebesar 47,4%. Dilihat dari jenis- jenis
gangguan emosi yang di alami responden mayoritas responden
mengalami serangan asma ketika marah yang berlebih sebesar 49,8%
kemudian stress sebesar 44,9% dan yang terakhir menangis sebesar
39,7%.
Pada penelitian Embuai, Selpina (2019) dilihat dari hubungan
antara stress dengan kejadian asma menunjukan bahwa responden yang
mengalami stress dan menderita asma yaitu sebanyak 31 orang (81.6%).
Pada penelitian Embuai, Selpina (2019) dijelaskan bahwa Stres
merupakan masalah yang selalu dialami oleh setiap orang. Stress sendiri
merupakan kondisi psikologis yang dapat memperburuk derajat
serangan asma. Responden di lapangan mengatakan jika awalnya
mereka tidak mempunyai masalah yang menyebabkan serangan asma
secara berulang, namun ketika muncul masalah maka mengakibatkan
stres yang memicu serangan asma. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti, ditemukan bahwa, stress dapat menjadi pemicu
terjadinya serangan asma pada penderita asma. Sehingga ketika seorang
penderita asma dibebankan dengan berbagai macam tekanan, beban
dalam hidup, terlalu banyak berpikir, dan kecemasan yang berlebihan,
sampai pada tingkat stress, maka akan memicu kekambuhan asma.
Pada penelitian C, Wahyu, et al (2013) dilihat dari tabel distribusi
frekuensi responden berdasarkan faktor stress di Puskesmas Perak
Kabupaten Jombang Mei 2013 diketahui bahwa hampir dari

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


71

setengahnya, responden mengalami stress berat sebanyak 30 orang


(40,5%) dan stress ringan sebanyak 15 responden (20,3%).
Pada penelitian C, Wahyu, et al (2013) dijelaskan bahwa
penderita asma perlu mengetahui dan menghindari rangsangan atau
pencetus yang dapat menimbulkan seragan asma. Salah satu faktor-
faktor tersebut adalah emosi. Banyak data obyektif yang tersedia,
memperlihatkan bahwa faktor psikologis dapat berinteraksi dengan
diathesis asma baik untuk memperberat atau memperbaiki proses
penyakit. Jalur dan gambaran interaksi bersifat kompleks tetapi dapat
diterima pada setengah pasien yang diteliti. Perubahan ukuran jalan
napas dicetuskan melalui pengubahan aktivitas saraf vagus aferen.
Variabel yang paling sering diteliti telah disebutkan dan bukti penelitian
saat ini menyatakan bahwa faktor psikologi cukup berperan pada
beberapa pasien asma.
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik gangguan emosi/stres
menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami serangan asma
ketika mengalami gangguan emosi terutama disaat marah yang
berlebihan. Gangguan emosi/stres dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.
Faktor psikologis seperti stres dapat berpengaruh terhadap respon asma
dengan memperburuk proses penyakit karena dapat mencetuskan
hiperventilasi dan hiperkapnia yang disebabkan oleh penyempitan jalan
napas (Djamil, Achmad, et al, 2020). Stres merupakan masalah yang
selalu dialami oleh setiap orang. Stress sendiri merupakan kondisi
psikologis yang dapat memperburuk derajat serangan asma. Stres
merupakan suatu kondisi yang muncul akibat terjadinya kesenjangan
antara tuntutan yang dihasilkan oleh transaksi antara individu dan
lingkungan dengan sumber daya biologis dan psikologis yang dimiliki
individu tersebut. Apabila seseorang mengalami stres, hormon stres
seperti kortisol akan diproduksi secara berlebihan oleh tubuh sehingga
dapat mengakibatkan perubahan imun dan menjadi mudah terkena
penyakit. Apabila kekebalan tubuh atau imun menurun, berbagai

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


72

penyakit dan infeksi akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia.


Sistem kekebalan merupakan pertahanan tubuh melawan penyakit.
Kondisi stress akan meningkatkan risiko untuk terkena berbagai jenis
penyakit fisik, mulai dari gangguan pencernaan, kardiovaskuler sampai
penyakit jantung. Gangguan kardiovaskuler tersebut salah satunya
adalah asma (Lestari, NF & Hartini, N, 2014).

4.3.8 Karakteristik Berdasarkan Exercise/Olahraga


Tujuan mengamati karakteristik responden berdasarkan
exercise/olahraga adalah untuk mengetahui berapa banyak responden
yang mengalami serangan asma ketika melakukan olahraga seperti
berlari, berenang dan berjalan cepat. Data dapat dilihat pada tabel 4.13
dibawah ini :
Tabel 4.13 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan
exercise/olahraga.
Exercise/olahraga Frekuensi (n) Presentase(%)
Ya 191 77.3
Tidak 56 28.7
Total 247 100.0
Berlari
Ya 177 71.7
Tidak 70 28.3
Total 247 100.0

Berenang
Ya 110 44.5
Tidak 137 55.0
Total 247 100.0
Berjalan cepat
Ya 138 55.9
Tidak 109 44.1
Total 247 100.0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


73

Berdasarkan dari tabel 4.13 distribusi frekuensi karakteristik


berdasarkan exercise/olahraga menunjukkan bahwa mayoritas
responden mengalami serangan asma ketika melakukan olahraga
sebesar 77,3% dan yang tidak sebesar 28,7%. Dilihat dari jenis-jenis
olahraga yang dilakukan responden sebagian besar responden
mengalami serangan asma ketika berlari sebesar 71,7%, kemudian
berjalan cepat sebesar 55,9% dan yang terakhir berenang sebesar
44,5%.
Pada penelitian C, Wahyu, et al (2013) dilihat dari distribusi
frekuensi responden berdasarkan faktor aktivitas fisik di Puskesmas
Perak Kabupaten Jombang Mei 2013, diketahui bahwa hampir dari
setengahnya responden beraktivitas ringan sebanyak 30 orang (40,5%),
beraktivitas sedang sebanyak 25 orang (33,8%) dan beraktivitas berat
sebanyak 7 orang (9,5%).
Pada penelitian C, Wahyu, et al (2013) dijelaskan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara faktor aktivitas fisik dan faktor-faktor
pencetus derajat serangan asma di Puskesmas Perak Kabupaten
Jombang. Sebagian penderita asma akan mengalami serangan asma bila
melakukan olah raga/aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah
olah raga/aktifitas fisik yang cukup berat.
Pada penelitian Rosalina, FA (2015) dilihat dari hubungan antara
kegiatan jasmani dengan serangan asma yaitu sebanyak 14 responden
(66,7%) yang mengalami serangan asma ketika melakukan kegiatan
jasmani dan yang tidak sebanyak 7 orang (33,3%).
Pada penelitian Rosalina, FA (2015) dijelaskan bahwa penelitian
ini sejalan dengan Herdi (2011), yang menyatakan bahwa faktor
pencetus serangan asma berupa latihan fisik (exercise) sebesar 66,7%.
Selain itu penelitian ini juga didukung oleh penelitian E, Putu NL
(2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara paparan exercise
dengan terjadinya serangan asma dengan p value 0,042 yang berarti

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


74

terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara responden


yang terpapar exercise (latihan) dengan kekambuhan asma, dengan nilai
OR sebesar 2,3 yang berarti bahwa responden yang terpapar infeksi
saluran napas memiliki risiko 2,3 kali lebih besar mengalami
kekambuhan asma.
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik exercise/olahraga
menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami serangan
asma ketika melakukan olahraga, yang berarti faktor exercise/olahraga
merupakan salah satu faktor pencetus yang mempengaruhi terjadinya
serangan asma. Dan dilihat dari jenis-jenis olahraga yang paling banyak
mempengaruhi serangan asma responden yaitu berlari. Olahraga adalah
aktivitas fisik atau kegiatan jasmani yang dilakukan seseorang.
Olahraga yang berat dan berlebihan dapat menimbulkan serangan asma
pada sebagian besar penderita asma. Beberapa bukti asma yang dipicu
olahraga tersebut disebabkan karena pendingin dan pengeringan saluran
napas yang meningkat saat kita bernapas dengan cepat dan dalam,
selama dan sesudah olahraga. Beberapa jenis olahraga dapat
menyebabkan mengi dan sesak di dada yang lebih parah daripada jenis
olahraga yang lain (Djamil, Achmad, et al, 2020). Pada orang yang
melakukan kegiatan olahraga, ventilasi-menit akan meningkat. Sebelum
masuk ke dalam paru, udara dingin dan kering harus dihangatkan dan
dijenuhkan dengan uap air oleh epitel trakeobronkial. Epitel
trakeobronkial menjadi dingin dan kering sehingga menyebabkan
bronkokontriksi saluran pernapasan. Bronkokontriksi timbul karena
dipicu oleh hiperreaktivitas saluran pernafasan akibat aktivitas fisik.
Provokator yang berperan adalah proses pendinginan dan pengeringan
saluran pernapasan. Bronkokontriksi seperti exercise induced asthma
dapat timbul jika seseorang menghirup udara dingin dan kering
sebanyak ventilasi-menit yang diperlukan untuk terjadinya exercise
induced asthma tanpa harus melakukan exercise (Usman, Isnaniyah, et
al, 2015).

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Karakteristik demografi responden pada masyarakat di Kampung
Tegalgede RT 011 RW 004 berdasarkan usia sebagian besar berada
dalam rentang usia 25-44 tahun sebesar 46,2%, berdasarkan jenis
kelamin sebagian besar adalah perempuan sebanyak 53,0%.
2. Faktor pencetus yang mempengaruhi terjadinya serangan asma pada
masyarakat di Kampung Tegalgede RT 011 RW 004 adalah faktor debu
sebesar 95,1%, infeksi saluran pernapasan sebesar 86,2%,
exercise/olahraga sebesar 77,3%, asap rokok sebesar 72,5%, gangguan
emosi/stress sebesar 52,6%, perubahan cuaca sebesar 52,2%%, faktor
makanan sebesar 45,7% dan faktor hewan peliharaan berbulu sebesar
35,2%. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya asma pada
masyarakat adalah faktor riwayat genetik asma sebesar 70,9% dan jenis
kelamin yang sebagian besar adalah perempuan sebesar 53,0%.

5.2 Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat sebuah
keterbatasan dan kekurangan pada penelitian ini yaitu tidak dilakukannya
analisis hubungan antara faktor pencetus dengan kejadian asma dan form
kuesioner yang tidak mencantumkan lama riwayat asma yang diderita
responden, sehingga peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya
diharapkan dapat memperdalam penelitian dengan melakukan analisa
bivariat dan multivariat untuk mengetahui hubungan antara faktor
pencetus dan kejadian asma dan mencantumkan lama riwayat asma pada
form kuesioner serta menambah lingkup lokasi penelitian agar cakupan
penelitian dapat lebih luas.

75
76

2. Pada masyarakat di Kampung Tegalgede RT 011 RW 004 yang


menderita asma agar selalu mengontrol asmanya serta menghindari atau
lebih waspada terhadap faktor-faktor pencetus kekambuhan asma, dan
hasil dari penelitian ini bisa dijadikan sumber informasi yang jelas
tentang hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi dan mencegah
timbulnya asma guna lebih meningkatkan kesehatan pada masyarakat.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


77

DAFTAR PUSTAKA

Afgani, AQ & Hendriani, Rini, 2020. REVIEW ARTIKEL: MANAJEMEN


TERAPI ASMA. Farmaka, Volume 18 Nomor 2. Universitas Padjadjaran,
Sumedang, 2020.
Al Lukman, VF, 2012. Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan Rumah dengan
Kejadian Asma di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu Lor Kecamatan
Semarang Utara. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1,
Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 493 – 503.
Andayani, Novita, 2017. Hubungan Obesitas terhadap Asma. JURNAL
KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 17 Nomor 1 April 2017.
Anshar, Sony, 2013. Cuaca Juga Pengaruhi Asma Lho,
https://www.google.com/amp/3817048/cuaca-juga-pengaruhi-asma-
lho,Diakses Januari 2021.
Atmoko W, et al, 2011. Prevalens Asma Tidak Terkontrol Dan Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kontrol Asma Di Poliklinik Asma
Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta. J Respirasi Indo. 2011;31(2):53–60.
ASTHMA MEETING: COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA, 2016.
COMPREHENSSIVE APPROACH OF ASTHMA. Denpasar, 30 Januari
2016. Denpasar: PT. Percetakan Bali. ISBN: 978-602-1672-43-3.
Ayu, Sitty, 2013. Faktor Risiko Penyebab Asma Bronkial. Gorontalo; Jurnal
Kesehatan.
Berawi, KN & Ningrum, AF, 2017. Faktor Risiko Obesitas dan Kejadian Asma.
Majority Volume 6 Nomor 2 Maret 2017 7-8.
Brunner & Suddart, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Beah. Jakarta : EGC.
Bull, Eleanor & Price, David, 2010. Simple Guide ASMA. Jakarta : Erlangga
Francis (2011). Perawatan Respirasi (Respiratori Care). Jakarta: Erlangga
C, Wahyu, et al, 2014. ANALISA FAKTOR-FAKTOR PENCETUS DERAJAT
SERANGAN ASMA PADA PENDERITA ASMA DI PUSKESMAS PERAK
KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2013. Jombang.
Claudia, S, 2010. 100 Tanya-Jawab Mengenai Asma Edisi ke 2. Jakarta: PT.
Indeks.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


78

Cooper, PJ, et al, 2012. Influence of poverty and infection on asthma in Latin
America. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2012;12(2):171-8. doi:
10.1097/ACI.0b013e3283510967
Dharmayanti, I, et al, 2015. Asma pada Anak di Indonesia: Penyebab dan
Pencetus. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 9, No. 4, Mei 2015.
Djamil, Achmad, et al, 2020. Faktor yang Berhubungan dengan Kekambuhan
Asma pada Pasien Dewasa. Wellness and Healthy Magazine, 2(1), Februari
2020, – 31.
Dumbi, S.A.N, 2013. Faktor risiko penyebab asma bronkial suatu penelitian di
wilayah kerja Puskesmas Dulalowo (skripsi). Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo; 2013.
Ekarini Putu, NL, 2012. Analisis Faktor-Faktor Pemicu Dominan Terjadinya
Serangan Asma Pada Pasien Asma. Tesis. Jakarta: Program Magister Ilmu
Keperawatan.
Embuai, Selpina, 2020. RIWAYAT GENETIK, ASAP ROKOK, KEBERADAAN
DEBU DAN STRES BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ASMA
BRONKHIAL. MOLUCCAS HEALTH JOURNAL ISSN 2686-1828
Volume 2 Nomor 1, April 2020. Lembaga Penerbitan Fakultas Kesehatan,
UKIM.
Fatmah, D, SKM MS. Gizi Usia Lanjut. Jakarta Erlangga. 2010.
Global Internitiative for Asthma (GINA), 2011. Global Strategy For Asthma
Management and Prevention. Tersedia online pada:
https://ginasthma.org/wpcontent/uploads/2019/01/2011-GINA.pdf
Global Initiative for Asthma (GINA), 2017. Global strategy for asthma
management and prevention. Updated 2017. Tersedia online pada:
http://www.ginasthma.org
Global Internitiative for Asthma (GINA). 2011. Global Strategy For Asthma
Management and Prevention. Tersedia online pada:
https://ginasthma.org/wpcontent/uploads/2018/03/wmsGINA-mainpocket-
guide_2018-v1.0.pdf.
Hall, JE. Guyton and Hall textbook of medical physiology e-Book. Elsevier Health
Sciences; 2015.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


79

Herdi, 2011. Gambaran Faktor Pencetus Serangan Asma Pada Pasien Asma Di
Poliklinik Paru Dan Bangsal Paru RSUD Dr, Soedarso Pontianak. Skripsi.
Pontianak: Fakultas Kedokteran Universitas Tanjung Pura.
Husna, Cut, 2014. Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma Bronchial Ditinjau
Dari Teori Health Belief Model Di RSUDZA Banda Aceh. Banda Aceh.
2014.
Infodatin Asma. Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2015). You
Can Control Your Asthma. ISSN 2442-7659.
Infodatin Asma. Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2019).
Penderita ASMA Di Indonesia. ISSN 2442-7659.
Jaclyn, Q, et al, 2018. Asthma. Allergy Asthma Clin Immunol; 14(2): p50.
KEMENKES RI. 2011. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
BALITBANG KEMENKES RI.
KEMENKES RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
BALITBANG KEMENKES RI.
KEMENKES RI. 2016. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
BALITBANG KEMENKES RI.
KEMENKES RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
BALITBANG KEMENKES RI.
Kresnowati, L, et al, 2014. Gangguan Fungsi Paru Dan Kadar Cotinine Pada
Urin Karyawan Yang Terpapar Asap Rokok Orang Lain. 2014;10 (1):511.
Available from: http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas.
Kumar, V, et al, 2010. Robbins and Cotran Pathologis Basis of Disease. 8th
Edition. China. Saunders Elseiver.p:43-78.
Kurniasari, Lidya, 2015. Hubungan Faktor Makanan Terhadap Kejadian Kambuh
Ulang Asma Pada Penderita Asma Di Wilayah Kerja Puskesmas Olak
Kemang Kota Jambi Tahun 2015. SCIENTIA JOURNAL, STIKES PRIMA
JAMBI Vol. 4 No. 04 Maret 2016.
Laksana, MA & Berawi, KN, 2015. Faktor – Faktor Yang Berpengaruh pada
Timbulnya Kejadian Sesak Napas Penderita Asma Bronkial. Majority |
Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015 |65.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


80

Lestari, NF & Hartini, N, 2014. Hubungan Antara Tingkat Stres dengan


Frekuensi Kekambuhan pada Wanita Penderita Asma Usia Dewasa Awal
yang Telah Menikah. J Psikol Klinis dan Kesehatan 2014; 2(1): 7–15.
Available from;
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/jpkkddf4c28894full.pdf.
Lougheed, MD, et al. 2010. Canadian Thoracic Society asthma management
continuum: 2010 consensus summary for children six years of age and over,
and adults. Can Respir J; 17(1): p15–p24.
Montefort, S, et al, 2012. The effect of cigarette smoking on allergic conditions in
Maltese children (ISAAC). Pediatri Allergy Immunol. 2012;
Morris, MJ. Asthma. Updated Dec 31, 2015. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview. Downloaded on:
17 Januari 2016.
Mustofa, Afrian, 2019. Karakteristik Dan Faktor Pencetus Penderita Asma Rawat
Jalan Di Puskesmas Pancur Batu Kab. Deli Serdang Tahun 2019.
Kementrian Kesehatan RI Politeknik Kesehatan Medan.
Muttaqin, Arif, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Ningsih, TW, et al, 2017. EKSASERBASI ASMA PADA PASIEN ASMA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS PACAR KELING SURABAYA. Vol. X No
3 Desember 2017.
Notoadmodjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Notoadmodjo, 2011. Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta.
Notoadmodjo, 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. PT Rineka
Cipta.
Nur, Akbar, et al, 2019. Gambaran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dan Kontrol
Asma pada Pasien Asma. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes.
Volume 10 Nomor 3, Juli 2019 p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778.
PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan asma bronkial. Jakarta: PDPI; 2015.
PNAA (PEDOMAN NASIONAL ASMA ANAK) EDISI KE-2 CETAKAN KE-2.
Jakarta: UKK RESPIROLOGI PP IDAI; 2016.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


81

Rab, Tabrani, 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media
Rosalina, FA, 2015. Faktor Predisposisi Dan Pencetus Serangan Asma. Skripsi.
Universitas Jember. 2015.
Somantri, Irman, 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet.
Sugiyono, 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :
Alfabeta, CV.
Sugiyono, 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet.
Tana, Lusianawaty, 2013. Determinan Penyakit Asma pada Pekerja Usia
Produktif di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta, 2018.
Tumigolung, et al, 2016. Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Serangan Asma
Pada Penderita Asma Di Kelurahan Mahakeret Barat Dan Mahakeret
Timur Kota Manado. E-Journal Keperawatan.
Usman, Isnaniyah, et al, 2015. Faktor Risiko dan Faktor Pencetus yang
Mempengaruhi Kejadian Asma pada Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Jurnal kesehatan Andalas.
Wahyudi, A, et al 2016. Hubungan Faktor Risiko terhadap Kejadian Asma pada
Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016;
Widjajakusuma, MH & Tanzil, A, 2010. editor. Guyton, A.C., & Hall, J.E.
Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 12. Jakarta: Saunders Elsevier; 2010.
Wijaya, et al, 2013. Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa, Nuha
Medika.
Wijaya, Ardi & Toyib, Rozali, 2018. SISTEM PAKAR DIAGNOSIS PENYAKIT
ASMA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIK (Studi
Kasus RSUD Kabupaten Kepahiang). Jurnal Pseudocode, Volume V
Nomor 2, September 2018, ISSN 2355-5920
www.ejournal.unib.ac.id/index.php/pseudocode.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


82

Wijaya Kusuma, IM, 2015. AKTIVITAS FISIK (OLAHRAGA) PADA


PENDERITA ASMA. Proceedings Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA V
Tahun 2015 Singaraja.
Zulfikar, T, et al, 2011. Prevalensi asma berdasarkan kuesioner ISAAC dan
hubungan dengan faktor yang mempengaruhi asma pada siswa SLTP di
daerah padat penduduk Jakarta Barat tahun 2008. J Respirolorgi Indonesia.
2011;31(4):181–92.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


83

LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


84

Lampiran 2 Surat Balasan Izin Penelitian

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


85

Lampiran 3 Surat Kaji Etik

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


86

Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

“FAKTOR PENCETUS DAN RISIKO YANG MEMPENGARUHI


TERJADINYA ASMA PADA MASYARAKAT DI KAMPUNG
TEGALGEDE RT/RW 011/004 DESA PASIR SARI KECAMATAN
CIKARANG SELATAN”

AssalamualaikumWr.Wb.

Perkenalkan, saya Riskiyatul Hasanah (17330010), mahasiswa Program


Studi Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional. Saat ini saya sedang
melakukan penelitian untuk memenuhi tugas akhir yaitu Skripsi. Oleh karena
itu saya memohon ketersediaan Saudara/i untuk mengisi kuesioner penelitian
ini. Saya akan menanyakan kepada Saudara/i beberapa hal yang berkaitan
dengan penyakit asma.

Adapun kriteria responden sebagai berikut:


a. Responden bertempat tinggal di wilayah Kampung Tegalgede Desa
Pasir Sari Kecamatan Cikarang Selatan.
b. Responden berusia 15-64 tahun
c. Responden memiliki riwayat penyakit asma
d. Bersedia menjadi responden

Apabila Saudara/i memenuhi kriteria di atas, saya mengharapkan


ketersedian Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan jujur.
Saya tidak akan mencantumkan nama Saudara/i dalam formulir pengumpulan
data dan saya hanya menggunakan kode pada setiap formulir pengumpulan
data. Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi
saudara/i. Identitas, jawaban dan data Saudara/i hanya akan digunakan untuk
keperluan penelitian ini dan akan saya jaga seluruh kerahasiaannya.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


87

Jika Saudara/i memiliki pertanyaan terkait penelitian, Saudara/i dapat


menghubungi peneliti melalui email: riskiyatulhass13@gmail.com.

Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.

WassalamualaikumWr.Wb.

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


88

INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama :
Responden :
Umur :
Menyatakan bersedia untuk turut berpartisipasi menjadi responden penelitian yang
dilakukan oleh:
Nama : Riskiyatul Hasanah
NIM : 17330010
Instansi : Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Institut Sains dan
Teknologi Nasional, Jakarta.

Saya telah menerima penjelasan dari peneliti tentang hal-hal yang berkaitan
dengan penelitian yang berjudul “Faktor Pencetus Dan Risiko Yang
Mempengaruhi Terjadinya Asma Pada Masyarakat Di Kampung Tegalgede
RT/RW 011/004 Desa Pasir Sari Kecamatan Cikarang Selatan Periode April-Juni
2021” ini. Jawaban yang saya berikan merupakan jawaban yang sebenarnya dan
tanpa paksaan dari orang lain. Dan saya memahami bahwa informasi yang saya
berikan akan dijaga kerahasiaanya oleh peneliti. Jika suatu saat terjadi hal yang
merugikan bagi saya, maka saya berhak keluar dari penelitian ini.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Cikarang, April 2021
Responden

( )

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


89

Kuesioner modifikasi dari Rosalina, FA, 2015

I.Karakteristik Demografi Responden

Isilah pertanyaan di bawah ini dengan benar. Data ini akan dirahasiakan
dan hanya diketaui oleh peneliti.
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Dalam 1 bulan terakhir ini, berapa kali asma anda kambuh ? ... kali
Apa saja kondisi serangan asma yang anda alami saat terjadi serangan ?
Mengi

Sulit Bernapas

Dada terasa berat/sesak

Batuk

Apakah ada anggota keluarga (Ayah/Ibu) yang memiliki riwayat penyakit


asma ?

II.Faktor Pencetus

Di bawah ini terdapat pertanyaan untuk mengetahui faktor faktor apa


saja yang mempengaruhi terjadinya asma. Cara pengisian dengan memilih
Ya/Tidak pada jawaban yang menurut anda anggap tepat.

Debu
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah anda memiliki riwayat alergi debu ?
2. Apakah anda mengalami serangan asma ketika
menghirup debu ?

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


90

Jika iya dalam kegiatan apakah yang memungkinkan anda menghirup debu,
bersih bersih rumah atau kegiatan lain ?

Asap Rokok
No. Pertanyaan Ya Tidak
3. Apakah anda mengalami serangan asma setelah
terpapar asap rokok ?

Jika iya dimanakah anda sering terpapar asap rokok ?

Makanan
No. Pertanyaan Ya Tidak
4. Apakah anda memiliki riwayat alergi makanan yang
menggunakan bahan tambahan seperti (pengawet,
penyedap, pewarna) ?

Selain jenis makanan diatas adakah jenis makanan lain seperti (susu, telur,
kacang dan seafood) yang membuat anda alergi, dan mengalami serangan
asma …?

Hewan Peliharaan
No. Pertanyaan Ya Tidak
5. Apakah anda memiliki riwayat alergi hewan berbulu ?

 Jika iya, hewan berbulu jenis apakah yang anda pelihara ….?
 Apakah anda mengalami serangan asma ketika terkena/menghirup bulu
hewan ?

Perubahan Cuaca
No. Pertanyaan Ya Tidak
6. Apakah anda mengalami serangan asma ketika
perubahan cuaca ?

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


91

7. Apakah anda mengalami serangan asma ketika cuaca


dingin atau pada saat musim hujan ?

Infeksi Saluran Pernapasan


No. Pertanyaan Ya Tidak
8. Apakah anda mengalami serangan asma ketika
menderita infeksi saluran pernapasan seperti (batuk,
flu) ?
9. Apakah anda mengalami serangan asma ketika
menderita infeksi saluran pernapasan seperti batuk ?
10. Apakah anda mengalami serangan asma ketika
menderita infeksi saluran pernapasan seperti flu ?

Gangguan Emosi
No. Pertanyaan Ya Tidak
11. Apakah anda mengalami serangan asma setelah terjadi
peningkatan emosi yang berlebihan ?
12. Apakah anda mengalami serangan asma ketika marah
yang berlebihan ?
13. Apakah anda mengalami serangan asma ketika
menangis berlebihan ?
14. Apakah anda mengalami serangan asma ketika stress
berlebihan ?

Exercise/Olahraga
No. Pertanyaan Ya Tidak
15. Apakah anda mengalami serangan asma setelah
berolahraga/melakukan aktivitas berat ?
16. Apakah anda mengalami serangan asma setelah berlari
?
17. Apakah anda mengalami serangan asma setelah
berenang ?

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


92

18. Apakah anda mengalami serangan asma setalah


berjalan cepat ?

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


93

Lampiran 5 Hasil Uji Validitas


Correlations
p_1 p_2 p_3 p_4 p_5 p_6 p_7 p_8 p_9 p_10 p_11 p_12 p_13 p_14 p_15
p_1 Pearson 1 -.167 .000 -.111 -.218 -.136 .000 .152 .120 -.480 **
.408 *
.226 .247 .167 .238
Correlation
Sig. (2-tailed) .379 1.000 .559 .247 .473 1.000 .424 .527 .007 .025 .230 .188 .379 .206
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_2 Pearson -.167 1 .000 .111 -.055 .000 .000 -.152 .280 .080 -.238 -.085 .165 -.028 .059
Correlation
Sig. (2-tailed) .379 1.000 .559 .775 1.000 1.000 .424 .134 .674 .205 .656 .384 .884 .755
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_3 Pearson .000 .000 1 .289 -.094 .283 -.126 -.131 -.277 .139 .177 .098 .048 .289 .000
Correlation
Sig. (2-tailed) 1.000 1.000 .122 .619 .130 .505 .489 .138 .465 .350 .607 .803 .122 1.000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_4 Pearson -.111 .111 .289 1 -.218 .680 **
.183 -.227 .120 .120 .068 .085 .247 .167 -.059
Correlation
Sig. (2-tailed) .559 .559 .122 .247 .000 .334 .227 .527 .527 .721 .656 .188 .379 .755
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_5 Pearson -.218 -.055 -.094 -.218 1 -.267 -.598 **
.050 -.288 .105 -.200 .074 -.234 .055 -.117
Correlation
Sig. (2-tailed) .247 .775 .619 .247 .153 .000 .795 .122 .581 .288 .698 .214 .775 .539
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


94

p_6 Pearson -.136 .000 .283 .680** -.267 1 .268 -.186 .000 .196 .000 -.208 .067 .000 -.073
Correlation
Sig. (2-tailed) .473 1.000 .130 .000 .153 .152 .326 1.000 .299 1.000 .271 .724 1.000 .702
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_7 Pearson .000 .000 -.126 .183 -.598** .268 1 -.083 .614** .351 .000 -.031 .211 .000 -.098
Correlation
Sig. (2-tailed) 1.000 1.000 .505 .334 .000 .152 .663 .000 .057 1.000 .871 .264 1.000 .608
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_8 Pearson .152 -.152 -.131 -.227 .050 -.186 -.083 1 -.073 -.073 -.093 .141 -.212 .152 -.122
Correlation
Sig. (2-tailed) .424 .424 .489 .227 .795 .326 .663 .702 .702 .626 .456 .260 .424 .522
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_9 Pearson .120 .280 -.277 .120 -.288 .000 .614 **
-.073 1 .135 .049 .095 .343 .120 -.043
Correlation
Sig. (2-tailed) .527 .134 .138 .527 .122 1.000 .000 .702 .478 .797 .618 .064 .527 .822
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_10 Pearson -.480 **
.080 .139 .120 .105 .196 .351 -.073 .135 1 -.196 -.109 -.053 -.080 -.257
Correlation
Sig. (2-tailed) .007 .674 .465 .527 .581 .299 .057 .702 .478 .299 .568 .782 .674 .171
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_11 Pearson .408* -.238 .177 .068 -.200 .000 .000 -.093 .049 -.196 1 .035 .101 .408* .036
Correlation
Sig. (2-tailed) .025 .205 .350 .721 .288 1.000 1.000 .626 .797 .299 .856 .596 .025 .849
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


95

p_12 Pearson .226 -.085 .098 .085 .074 -.208 -.031 .141 .095 -.109 .035 1 .731** .508** -.106
Correlation
Sig. (2-tailed) .230 .656 .607 .656 .698 .271 .871 .456 .618 .568 .856 .000 .004 .578
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_13 Pearson .247 .165 .048 .247 -.234 .067 .211 -.212 .343 -.053 .101 .731** 1 .384* .132
Correlation
Sig. (2-tailed) .188 .384 .803 .188 .214 .724 .264 .260 .064 .782 .596 .000 .036 .486
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_14 Pearson .167 -.028 .289 .167 .055 .000 .000 .152 .120 -.080 .408 *
.508 **
.384 *
1 .089
Correlation
Sig. (2-tailed) .379 .884 .122 .379 .775 1.000 1.000 .424 .527 .674 .025 .004 .036 .640
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_15 Pearson .238 .059 .000 -.059 -.117 -.073 -.098 -.122 -.043 -.257 .036 -.106 .132 .089 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .206 .755 1.000 .755 .539 .702 .608 .522 .822 .171 .849 .578 .486 .640
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_16 Pearson .089 .356 .000 -.059 -.117 -.073 -.098 -.122 -.043 -.257 -.327 .196 .426 *
-.059 .683**
Correlation
Sig. (2-tailed) .640 .053 1.000 .755 .539 .702 .608 .522 .822 .171 .077 .299 .019 .755 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_17 Pearson -.227 .227 -.131 -.227 .050 -.186 -.083 -.034 -.073 -.073 -.093 .141 .162 .152 -.122
Correlation
Sig. (2-tailed) .227 .227 .489 .227 .795 .326 .663 .856 .702 .702 .626 .456 .391 .424 .522
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


96

p_18 Pearson -.227 -.152 -.131 .152 .050 .186 -.083 -.034 -.073 -.073 -.093 .141 .162 .152 .284
Correlation
Sig. (2-tailed) .227 .424 .489 .424 .795 .326 .663 .856 .702 .702 .626 .456 .391 .424 .129
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_19 Pearson .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c
Correlation
Sig. (2-tailed) . . . . . . . . . . . . . . .
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_20 Pearson .272 -.272 .236 .272 .089 .333 .149 -.062 .196 -.131 .389 *
.254 .291 .272 -.218
Correlation
Sig. (2-tailed) .146 .146 .210 .146 .640 .072 .432 .745 .299 .491 .034 .176 .118 .146 .247
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_21 Pearson .000 -.136 .424 *
.408 *
.000 .200 -.089 .186 .000 .000 .167 .346 .202 .544 **
-.218
Correlation
Sig. (2-tailed) 1.000 .473 .019 .025 1.000 .289 .638 .326 1.000 1.000 .379 .061 .285 .002 .247
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_22 Pearson .191 -.055 .236 .464 **
-.250 .267 .060 .174 .170 -.223 .134 .259 .261 .464 **
-.117
Correlation
Sig. (2-tailed) .312 .775 .209 .010 .183 .153 .754 .359 .368 .237 .481 .167 .164 .010 .539
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_23 Pearson .144 -.289 .250 .144 -.094 .283 .063 -.131 -.069 -.069 .530** .245 .333 .577** .154
Correlation
Sig. (2-tailed) .447 .122 .183 .447 .619 .130 .740 .489 .716 .716 .003 .193 .072 .001 .416
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


97

p_24 Pearson .000 -.289 .250 .144 -.094 .283 .063 -.131 -.069 -.069 .530** .098 .190 .577** .154
Correlation
Sig. (2-tailed) 1.000 .122 .183 .447 .619 .130 .740 .489 .716 .716 .003 .607 .314 .001 .416
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_25 Pearson .185 -.031 .213 .185 -.443* .452* .337 -.112 .207 -.015 .264 -.167 .071 -.123 -.230
Correlation
Sig. (2-tailed) .329 .872 .258 .329 .014 .012 .069 .556 .272 .938 .159 .378 .709 .517 .221
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_26 Pearson .068 .102 .530 **
.238 .134 .167 -.224 -.093 -.196 .049 .167 .380 *
.437 *
.408 *
.036
Correlation
Sig. (2-tailed) .721 .591 .003 .205 .481 .379 .235 .626 .299 .797 .379 .038 .016 .025 .849
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_27 Pearson .339 -.031 .053 .185 .161 .151 -.270 -.112 -.015 -.237 .641 **
-.010 .071 .339 .263
Correlation
Sig. (2-tailed) .067 .872 .780 .329 .395 .426 .150 .556 .938 .208 .000 .956 .709 .067 .160
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_28 Pearson .110 .027 .333 .247 -.234 .202 .211 -.212 -.053 -.053 -.067 .172 .321 .110 -.015
Correlation
Sig. (2-tailed) .563 .885 .072 .188 .214 .285 .264 .260 .782 .782 .724 .363 .083 .563 .939
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_29 Pearson -.272 -.136 .283 .408* -.267 .467** .268 -.186 .000 .000 .000 .069 .067 .136 -.073
Correlation
Sig. (2-tailed) .146 .473 .130 .025 .153 .009 .152 .326 1.000 1.000 1.000 .716 .724 .473 .702
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


98

p_30 Pearson -.055 .055 .094 .218 .071 .267 .239 -.050 .288 -.105 -.134 -.074 -.036 .218 .117
Correlation
Sig. (2-tailed) .775 .775 .619 .247 .708 .153 .203 .795 .122 .581 .481 .698 .850 .247 .539
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_31 Pearson .000 .000 .253 .365* -.598** .447* .520** -.083 .088 .351 .000 -.031 .211 .000 .098
Correlation
Sig. (2-tailed) 1.000 1.000 .177 .047 .000 .013 .003 .663 .645 .057 1.000 .871 .264 1.000 .608
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_32 Pearson -.102 -.068 .177 .068 .134 .167 .000 -.093 -.196 .294 .375 *
-.484 **
-.404 *
.068 .218
Correlation
Sig. (2-tailed) .591 .721 .350 .721 .481 .379 1.000 .626 .299 .115 .041 .007 .027 .721 .247
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
skor_tot Pearson .215 .036 .474 **
.550 **
-.272 .492 **
.245 -.135 .198 -.003 .390 *
.367 *
.565 **
.633 **
.167
al Correlation
Sig. (2-tailed) .254 .849 .008 .002 .146 .006 .193 .478 .293 .989 .033 .046 .001 .000 .378
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


99

Lanjutan Uji Validitas


skor_
p_16 p_17 p_18 p_19 p_20 p_21 p_22 p_23 p_24 p_25 p_26 p_27 p_28 p_29 p_30 p_31 p_32 total
p_1 Pearson .089 -.227 -.227 .
c
.272 .000 .191 .144 .000 .185 .068 .339 .110 -.272 -.055 .000 -.102 .215
Correlation
Sig. (2-tailed) .640 .227 .227 . .146 1.000 .312 .447 1.000 .329 .721 .067 .563 .146 .775 1.000 .591 .254
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_2 Pearson .356 .227 -.152 .c -.272 -.136 -.055 -.289 -.289 -.031 .102 -.031 .027 -.136 .055 .000 -.068 .036
Correlation
Sig. (2-tailed) .053 .227 .424 . .146 .473 .775 .122 .122 .872 .591 .872 .885 .473 .775 1.000 .721 .849
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_3 Pearson .000 -.131 -.131 .
c
.236 .424 *
.236 .250 .250 .213 .530 **
.053 .333 .283 .094 .253 .177 .474**
Correlation
Sig. (2-tailed) 1.000 .489 .489 . .210 .019 .209 .183 .183 .258 .003 .780 .072 .130 .619 .177 .350 .008
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_4 Pearson -.059 -.227 .152 .
c
.272 .408 *
.464 **
.144 .144 .185 .238 .185 .247 .408 *
.218 .365 *
.068 .550**
Correlation
Sig. (2-tailed) .755 .227 .424 . .146 .025 .010 .447 .447 .329 .205 .329 .188 .025 .247 .047 .721 .002
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_5 Pearson -.117 .050 .050 .
c
.089 .000 -.250 -.094 -.094 -.443 *
.134 .161 -.234 -.267 .071 -.598 **
.134 -.272
Correlation
Sig. (2-tailed) .539 .795 .795 . .640 1.000 .183 .619 .619 .014 .481 .395 .214 .153 .708 .000 .481 .146
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


100

p_6 Pearson -.073 -.186 .186 .c .333 .200 .267 .283 .283 .452* .167 .151 .202 .467** .267 .447* .167 .492**
Correlation
Sig. (2-tailed) .702 .326 .326 . .072 .289 .153 .130 .130 .012 .379 .426 .285 .009 .153 .013 .379 .006
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_7 Pearson -.098 -.083 -.083 .c .149 -.089 .060 .063 .063 .337 -.224 -.270 .211 .268 .239 .520** .000 .245
Correlation
Sig. (2-tailed) .608 .663 .663 . .432 .638 .754 .740 .740 .069 .235 .150 .264 .152 .203 .003 1.000 .193
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_8 Pearson -.122 -.034 -.034 .
c
-.062 .186 .174 -.131 -.131 -.112 -.093 -.112 -.212 -.186 -.050 -.083 -.093 -.135
Correlation
Sig. (2-tailed) .522 .856 .856 . .745 .326 .359 .489 .489 .556 .626 .556 .260 .326 .795 .663 .626 .478
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_9 Pearson -.043 -.073 -.073 .
c
.196 .000 .170 -.069 -.069 .207 -.196 -.015 -.053 .000 .288 .088 -.196 .198
Correlation
Sig. (2-tailed) .822 .702 .702 . .299 1.000 .368 .716 .716 .272 .299 .938 .782 1.000 .122 .645 .299 .293
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_10 Pearson -.257 -.073 -.073 .
c
-.131 .000 -.223 -.069 -.069 -.015 .049 -.237 -.053 .000 -.105 .351 .294 -.003
Correlation
Sig. (2-tailed) .171 .702 .702 . .491 1.000 .237 .716 .716 .938 .797 .208 .782 1.000 .581 .057 .115 .989
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_11 Pearson -.327 -.093 -.093 .c .389* .167 .134 .530** .530** .264 .167 .641** -.067 .000 -.134 .000 .375* .390*
Correlation
Sig. (2-tailed) .077 .626 .626 . .034 .379 .481 .003 .003 .159 .379 .000 .724 1.000 .481 1.000 .041 .033
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


101

p_12 Pearson .196 .141 .141 .c .254 .346 .259 .245 .098 -.167 .380* -.010 .172 .069 -.074 -.031 -.484** .367*
Correlation
Sig. (2-tailed) .299 .456 .456 . .176 .061 .167 .193 .607 .378 .038 .956 .363 .716 .698 .871 .007 .046
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_13 Pearson .426* .162 .162 .c .291 .202 .261 .333 .190 .071 .437* .071 .321 .067 -.036 .211 -.404* .565**
Correlation
Sig. (2-tailed) .019 .391 .391 . .118 .285 .164 .072 .314 .709 .016 .709 .083 .724 .850 .264 .027 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_14 Pearson -.059 .152 .152 .
c
.272 .544 **
.464 **
.577 **
.577 **
-.123 .408 *
.339 .110 .136 .218 .000 .068 .633**
Correlation
Sig. (2-tailed) .755 .424 .424 . .146 .002 .010 .001 .001 .517 .025 .067 .563 .473 .247 1.000 .721 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_15 Pearson .683 **
-.122 .284 .
c
-.218 -.218 -.117 .154 .154 -.230 .036 .263 -.015 -.073 .117 .098 .218 .167
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .522 .129 . .247 .247 .539 .416 .416 .221 .849 .160 .939 .702 .539 .608 .247 .378
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_16 Pearson 1 .284 .284 .
c
-.218 -.073 .029 .000 .000 -.230 .218 -.066 .279 .073 .117 .098 -.145 .212
Correlation
Sig. (2-tailed) .129 .129 . .247 .702 .878 1.000 1.000 .221 .247 .730 .136 .702 .539 .608 .443 .261
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_17 Pearson .284 1 -.034 .c -.062 .186 .174 .263 .263 -.112 .371* -.112 .162 .186 -.050 -.083 -.093 .132
Correlation
Sig. (2-tailed) .129 .856 . .745 .326 .359 .161 .161 .556 .043 .556 .391 .326 .795 .663 .626 .487
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


102

p_18 Pearson .284 -.034 1 .c -.062 .186 .174 .263 .263 -.112 -.093 .308 -.212 .186 -.050 -.083 -.093 .170
Correlation
Sig. (2-tailed) .129 .856 . .745 .326 .359 .161 .161 .556 .626 .098 .260 .326 .795 .663 .626 .369
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_19 Pearson .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c .c
Correlation
Sig. (2-tailed) . . . . . . . . . . . . . . . . .
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_20 Pearson -.218 -.062 -.062 .
c
1 .333 .312 .471 **
.471 **
.553 **
.389 *
.302 .291 .333 .356 -.149 .111 .579**
Correlation
Sig. (2-tailed) .247 .745 .745 . .072 .093 .009 .009 .002 .034 .105 .118 .072 .053 .432 .559 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_21 Pearson -.073 .186 .186 .
c
.333 1 .802 **
.283 .424 *
.151 .333 .000 .336 .333 .267 -.089 .000 .588**
Correlation
Sig. (2-tailed) .702 .326 .326 . .072 .000 .130 .019 .426 .072 1.000 .069 .072 .153 .638 1.000 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_22 Pearson .029 .174 .174 .
c
.312 .802 **
1 .236 .378 *
.111 .301 .111 .396 *
.401 *
.250 .060 -.200 .609**
Correlation
Sig. (2-tailed) .878 .359 .359 . .093 .000 .209 .039 .560 .106 .560 .031 .028 .183 .754 .288 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_23 Pearson .000 .263 .263 .c .471** .283 .236 1 .850** .213 .530** .533** .190 .424* .094 .253 .177 .706**
Correlation
Sig. (2-tailed) 1.000 .161 .161 . .009 .130 .209 .000 .258 .003 .002 .314 .019 .619 .177 .350 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


103

p_24 Pearson .000 .263 .263 .c .471** .424* .378* .850** 1 .213 .354 .373* .190 .424* .378* .063 .354 .677**
Correlation
Sig. (2-tailed) 1.000 .161 .161 . .009 .019 .039 .000 .258 .055 .042 .314 .019 .039 .740 .055 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_25 Pearson -.230 -.112 -.112 .c .553** .151 .111 .213 .213 1 .075 -.023 .223 .302 .141 .135 .075 .336
Correlation
Sig. (2-tailed) .221 .556 .556 . .002 .426 .560 .258 .258 .692 .905 .236 .105 .457 .477 .692 .070
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
pm_2 Pearson .218 .371 *
-.093 .
c
.389 *
.333 .301 .530 **
.354 .075 1 .264 .437 *
.333 -.134 .224 -.042 .629**
6 Correlation
Sig. (2-tailed) .247 .043 .626 . .034 .072 .106 .003 .055 .692 .159 .016 .072 .481 .235 .827 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_27 Pearson -.066 -.112 .308 .
c
.302 .000 .111 .533 **
.373 *
-.023 .264 1 -.233 .000 -.161 -.067 .264 .367*
Correlation
Sig. (2-tailed) .730 .556 .098 . .105 1.000 .560 .002 .042 .905 .159 .215 1.000 .395 .723 .159 .046
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_28 Pearson .279 .162 -.212 .
c
.291 .336 .396 *
.190 .190 .223 .437 *
-.233 1 .605 **
.234 .391 *
-.067 .523**
Correlation
Sig. (2-tailed) .136 .391 .260 . .118 .069 .031 .314 .314 .236 .016 .215 .000 .214 .033 .724 .003
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_29 Pearson .073 .186 .186 .c .333 .333 .401* .424* .424* .302 .333 .000 .605** 1 .267 .447* .000 .560**
Correlation
Sig. (2-tailed) .702 .326 .326 . .072 .072 .028 .019 .019 .105 .072 1.000 .000 .153 .013 1.000 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


104

p_30 Pearson .117 -.050 -.050 .c .356 .267 .250 .094 .378* .141 -.134 -.161 -.233 .000 -.161 -.067 .264 .367*
Correlation
Sig. (2-tailed) .539 .795 .795 . .053 .153 .183 .619 .039 .457 .481 .395 .215 1.000 .395 .723 .159 .046
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_31 Pearson .098 -.083 -.083 .c -.149 -.089 .060 .253 .063 .135 .224 -.067 -.067 .000 .200 .000 1 .133
Correlation
Sig. (2-tailed) .608 .663 .663 . .432 .638 .754 .177 .740 .477 .235 .723 .724 1.000 .288 1.000 .483
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p_32 Pearson -.145 -.093 -.093 .
c
.111 .000 -.200 .177 .354 .075 -.042 .264 .391 *
.447 *
-.120 1 .000 .373*
Correlation
Sig. (2-tailed) .443 .626 .626 . .559 1.000 .288 .350 .055 .692 .827 .159 .033 .013 .529 1.000 .042
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
skor_ Pearson .212 .132 .170 .
c
.579 **
.588 **
.609 **
.706 **
.677 **
.336 .629 **
.367 *
.523 **
.560 **
.327 .373 *
.133 1
total Correlation
Sig. (2-tailed) .261 .487 .369 . .001 .001 .000 .000 .000 .070 .000 .046 .003 .001 .078 .042 .483
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


105

Lampiran 6 Hasil Uji Reliabilitas

Case Processing Summary

N %
Cases Valid 30 100.0
Excluded a
0 .0
Total 30 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


.795 18

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


106

Lampiran 7 Hasil Data Penelitian

Karakteristik Demografi Responden Faktor Pencetus


No.
Usia JK Riwayat_Keluarga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 25-44 th P Tidak Ada 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0
3 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0
4 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0
5 15-24 th P Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1
6 15-24 th P Tidak Ada 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1
7 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1
8 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
9 15-24 th L Tidak Ada 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0
10 15-24 th L Tidak Ada 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 15-24 th L Tidak Ada 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1
12 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1
15 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0
16 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0
17 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1
18 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1
19 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1
20 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
21 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0
22 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1
23 15-24 th L Tidak Ada 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1
25 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


107

27 25-44 th P Tidak Ada 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0


28 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0
29 45-64 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1
30 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1
31 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1
32 45-64 th L Tidak Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
33 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
34 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1
35 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
36 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0
37 25-44 th L Tidak Ada 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
38 15-24 th L Tidak Ada 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
39 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
40 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
41 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
42 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1
43 45-64 th P Tidak Ada 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1
44 15-24 th P Tidak Ada 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1
45 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
46 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
47 45-64 th P Tidak Ada 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
48 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0
49 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
50 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0
51 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0
52 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
53 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0
54 15-24 th L Tidak Ada 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0
55 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
56 15-24 th L Tidak Ada 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
57 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


108

58 45-64 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1


59 15-24 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
60 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
61 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
62 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1
63 25-44 th L Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0
64 45-64 th P Tidak Ada 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0
65 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0
66 25-44 th P Tidak Ada 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0
67 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0
68 25-44 th P Tidak Ada 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
69 25-44 th P Tidak Ada 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0
70 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
71 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1
72 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1
73 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0
74 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
75 25-44 th P Tidak Ada 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1
76 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
77 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
78 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
79 45-64 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0
80 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0
81 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0
82 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
83 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0
84 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
85 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
86 15-24 th L Tidak Ada 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
87 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
88 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


109

89 25-44 th L Tidak Ada 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0


90 25-44 th P Tidak Ada 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0
91 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0
92 15-24 th P Tidak Ada 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0
93 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
94 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0
95 45-64 th L Tidak Ada 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0
96 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0
97 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
98 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0
99 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0
100 15-24 th L Tidak Ada 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0
101 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0
102 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1
103 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
104 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
105 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
106 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1
107 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0
108 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1
109 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0
110 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0
111 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0
112 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1
113 45-64 th P Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1
114 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1
115 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1
116 45-64 th P Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1
117 45-64 th L Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
118 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
119 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


110

120 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0


121 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1
122 45-64 th P Tidak Ada 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1
123 45-64 th L Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1
124 25-44 th L Tidak Ada 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0
125 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1
126 45-64 th L Ayah/Ibu 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0
127 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1
128 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
129 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0
130 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1
131 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1
132 15-24 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
133 25-44 th L Tidak Ada 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
134 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1
135 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0
136 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
137 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
138 45-64 th L Tidak Ada 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0
139 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
140 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
141 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0
142 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
143 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
144 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
145 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
146 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0
147 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0
148 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0
149 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0
150 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


111

151 45-64 th L Ayah/Ibu 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1


152 45-64 th L Tidak Ada 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
153 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1
154 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
155 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
156 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1
157 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1
158 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1
159 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0
160 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
161 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1
162 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1
163 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1
164 15-24 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1
165 15-24 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1
166 15-24 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
167 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
168 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1
169 45-64 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1
170 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
171 25-44 th P Tidak Ada 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1
172 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
173 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0
174 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
175 45-64 th L Ayah/Ibu 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
176 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
177 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
178 15-24 th L Ayah/Ibu 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1
179 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
180 25-44 th P Tidak Ada 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
181 15-24 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


112

182 25-44 th L Tidak Ada 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1


183 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1
184 25-44 th L Ayah/Ibu 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
185 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
186 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
187 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
188 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
189 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
190 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
191 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
192 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
193 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
194 25-44 th L Tidak Ada 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
195 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
196 45-64 th L Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
197 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
198 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0
199 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1
200 45-64 th P Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1
201 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0
202 45-64 th L Tidak Ada 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
203 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1
204 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
205 45-64 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1
206 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
207 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1
208 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
209 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
210 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1
211 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
212 25-44 th P Tidak Ada 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


113

213 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1


214 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
215 45-64 th P Tidak Ada 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
216 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0
217 45-64 th P Tidak Ada 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0
218 15-24 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0
219 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1
220 45-64 th L Tidak Ada 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0
221 25-44 th L Tidak Ada 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0
222 15-24 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
223 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
224 45-64 th P Tidak Ada 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
225 25-44 th P Tidak Ada 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
226 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
227 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1
228 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
229 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1
230 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
231 45-64 th L Tidak Ada 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1
232 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
233 25-44 th P Ayah/Ibu 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1
234 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
235 15-24 th L Tidak Ada 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
236 15-24 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
237 25-44 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
238 25-44 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1
239 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1
240 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1
241 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1
242 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


114

243 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0


244 45-64 th L Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0
245 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1
246 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1
247 45-64 th P Ayah/Ibu 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


115

Lampiran 8 Jawaban Kuesioner Responden

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


116

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


117

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


118

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


119

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


120

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


121

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


122

Lampiran 9 Hasil Analisis Univariat

Frequency Table
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 15-24 th 41 16.6 16.6 16.6
25-44 th 114 46.2 46.2 62.8
45-64 th 92 37.2 37.2 100.0
Total 247 100.0 100.0

Jenis_Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-Laki 116 47.0 47.0 47.0
Perempuan 131 53.0 53.0 100.0
Total 247 100.0 100.0

Riwayat_Genetik_Asma
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Ada 72 29.1 29.1 29.1
Ayah/Ibu 175 70.9 70.9 100.0
Total 247 100.0 100.0

Debu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 12 4.9 4.9 4.9
Ya 235 95.1 95.1 100.0
Total 247 100.0 100.0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


123

Serangan_Menghirup_Debu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 12 4.9 4.9 4.9
Ya 235 95.1 95.1 100.0
Total 247 100.0 100.0

Asap_Rokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 68 27.5 27.5 27.5
Ya 179 72.5 72.5 100.0
Total 247 100.0 100.0

Makanan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 122 49.4 49.4 49.4
Ya 125 50.6 50.6 100.0
Total 247 100.0 100.0

Hewan_Peliharaan_Berbulu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 160 64.8 64.8 64.8
Ya 87 35.2 35.2 100.0
Total 247 100.0 100.0

Perubahan_Cuaca
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 118 47.8 47.8 47.8
Ya 129 52.2 52.2 100.0
Total 247 100.0 100.0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


124

Cuaca_Dingin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 121 49.0 49.0 49.0
Ya 126 51.0 51.0 100.0
Total 247 100.0 100.0

Infeksi_Saluran_Pernapasan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 34 13.8 13.8 13.8
Ya 213 86.2 86.2 100.0
Total 247 100.0 100.0

Batuk
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 40 16.2 16.2 16.2
Ya 207 83.8 83.8 100.0
Total 247 100.0 100.0

Flu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 67 27.1 27.1 27.1
Ya 180 72.9 72.9 100.0
Total 247 100.0 100.0

Gangguan_Emosi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 117 47.4 47.4 47.4
Ya 130 52.6 52.6 100.0
Total 247 100.0 100.0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


125

Marah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 124 50.2 50.2 50.2
Ya 123 49.8 49.8 100.0
Total 247 100.0 100.0

Menangis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 149 60.3 60.3 60.3
Ya 98 39.7 39.7 100.0
Total 247 100.0 100.0

Stres
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 136 55.1 55.1 55.1
Ya 111 44.9 44.9 100.0
Total 247 100.0 100.0

Exercise_Olahraga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 56 22.7 22.7 22.7
Ya 191 77.3 77.3 100.0
Total 247 100.0 100.0

Berlari
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 70 28.3 28.3 28.3
Ya 177 71.7 71.7 100.0
Total 247 100.0 100.0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional


126

Berenang
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 137 55.5 55.5 55.5
Ya 110 44.5 44.5 100.0
Total 247 100.0 100.0

Berjalan_Cepat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 109 44.1 44.1 44.1
Ya 138 55.9 55.9 100.0
Total 247 100.0 100.0

Institut Sains Dan Teknologi Nasional

Anda mungkin juga menyukai