Anda di halaman 1dari 2

A.

Hakikat ilmu dalam islam


Dalam pandangan Alquran, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap
makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan (Q.S. al-Baqarah [2]: 31-32). Manusia
menurut Alquran memiliki potensi untuk meraih dan mengembangkan ilmu dengan seizin Allah. Ada
banyak ayat yang memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut.
Alquran juga menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang berpengetahuan.
Beragam pandangan mengenai definisi ilmu ini sekaligus menjadi indikasi kuat betapa sebenarnya umat
Islam memiliki perhatian serius terhadap ilmu. Al-Baqillani mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan
tentang objek yang diketahui sebagaimana apa adanya. Definisi yang seperti ini sangat masyhur di
kalangan pemikir muslim, yang sering kali dihadapkan vis-a-vis dengan istilah opini atau ra’yun.
secara sederhana dapat dikemukakan bahwa hakikat ilmu dalam Islam meliputi tiga bidang utama.
Pertama, bidang yang lahir dari proses pengamatan terhadap suatu objek tertentu yang dapat diindra
seperti sains kealaman yang menjadikan alam raya dan kehidupan di dalamnya sebagai basis
pengembangan ilmu. Kedua, bidang yang menggunakan kemampuan logika nalar atau akal seperti
filsafat. Ketiga, bidang yang menjadikan teks wahyu Ilahi atau intuisi sebagai sumber data atau informasi,
umumnya ilmu-ilmu agama masuk dalam kategori ini. Ketiga bidang ilmu ini diposisikan secara
bersamaan dan integratif dalam kajian epistemologi Islam, karena masing-masing bidang ini saling
melengkapi dan mendukung. Keberadaan satu bidang ilmu tidak lantas menafikan keberadaan bidang
yang lain. Pendukung dari satu bidang ilmu tertentu tidak bisa mengklaim sebagai satu-satunya sumber
ilmu yang benar dan memandang yang lain sebagai keliru. Sains yang empirik tidak boleh mengatakan
bahwa hanya yang riil itulah yang logis, sebagaimana juga filsafat yang rasional tidak bisa menyatakan
bahwa hanya yang logis itulah yang riil. Begitu juga agama tidak boleh menafikan peran dan keberadaan
pengetahuan yang empirik dan rasional, dan menyatakan bahwa hanya wahyu ilahi atau intuisi sebagai
satu-satunya sumber otoritas kebenaran yang diterima. Ketiga bidang ilmu ini adalah kesatupaduan yang
saling melengkapi dan menyempurnakan satu sama lainnya.
B. Sumber Ilmu dalam Islam
1) Wahyu, berupa Al-Quran dan hadist Rasulullah saw.,
Wahyu diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada pesuruhNya. Ia merupakan teras kepada
segala ilmu, di mana ia telah diturunkan dan dikumpulkan di dalam Al Quran. Wahyu yang diturunkan
mengandungi segala ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh manusia untuk kemaslahatan hidup serta
perkara gaib yang tidak terjangkau oleh akal manusia.
Berasal dengan ayat-ayat qauliyyah (wahyu Tuhan); sumber ilmu yang terkait dengan ayat-ayat
kauniyyah (alam semesta); dan sumber ilmu yang berhubungan dengan ayat-ayat insâniyyah (diri
manusia).
2) Akal dan kalbu
Akal manusia dapat menimbang dan membedakan antara yang baik dan buruk walaupun mungkin tidak
bersifat kebenaran mutlak namun memadai untuk mengatasi masalah kehidupan seharian. Semua
makhluk ciptaan Allah dikaruniakan otak, namun hanya manusia yang dikaruniakan akal supaya dapat
berpikir dan menerpakan sifat perikemanusiaan di dalam diri.
Qalb adalah salah satu aspek terdalam dalam jiwa manusia yang senantiasa menilai benar salahnya
perasaan, niat, angan-angan, pemikiran, hasrat, sikap dan tindakan seseorang, terutama dirinya sendiri.
Sekalipun qalb ini cenderung menunjukkan hal yang benar dan hal yang salah, tetapi tidak jarang
mengalami keragu-raguan dan sengketa batin sehingga seakan-akan sulit menentukan yang benar dan
yang salah. Dalam pandangan al-Ghazali bahwa manusia dengan nalar qalb-nya pada dasarnya dapat
membenarkan wahyu Allah swt. meski daya rasionalnya menolak.
3) Indra
Indera sebagai sumber pengetahuan, berkaitan dengan empiri. Empiri berasal dari bahasa Yunani
“empiria” yang berarti pengalaman, dalam bahasa Inggris “experience” dan bahasa Latinnya “experiente”.
Indera sebagai sumber pengetahuan adalah pengetahuan yang diperoleh manusia melalui kelima
inderanya, yakni mata, hidung, perasaan (kulit), telinga dan lidah.
C. Struktur Ilmu dalam Islam
Muhamad Al-Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua, Pertama; ilmu yang
bersumber dari Tuhan, Kedua; ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua
jenis, yaitu Pertama; ilmu Qadim (luhur) dan Kedua; ilmu Hadits (baru). Ilmu Qadim adalah ilmu Allah
yang jelas sangat berbeda dariilmu hadits yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya. Menurut Al-Gazali
ilmu dibagi menjadi dua macam yaitu ilmu Agama (syar’iyah) dan ilmu umum (aqliyyah). Ilmu syar’iyyah
adalah ilmu agama karena ilmu itu berkembang dalam ketentuan syar’iyyah (hukum wahyu), sedangkan
ilmu aqliyyah adalah ilmu yang dengan nalar murni, seperti ilmu alam, matematika, metafisika, ilmu politik
dll. Menurut Al-Kindi pengetahuan ada dua macam yaitu,pertama pengetahuan Ilahi yaitu ilmu yang
tercantum dalam Qur’an sebagai pengetahuan yang diperoleh nabi dari Tuhan yang didasarkan pada
keyakinan. Kedua, pengetahuan manusiawi, disebut juga filsafat yang mendasarkan pada pemikiran akal.
Para filosof muslim membedakan ilmu, kepada ilmu yang berguna dan yang tak berguna. Kategori ilmu
yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika,
etika, bersama disiplin-disiplin yang khusus mengenai ilmu keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerologi
(ilmu nujum dengan menggunakan bilangan) dimasukkan ke dalam golongan cabang-cabang ilmu yang
tidak berguna

.BOVTJB.FOVSVU1BOEBOHBO*TMBN "EBCFCFSBQBEJNFOTJNBOVTJBEBMBNQBOEBOHBO*TMBN
ZBJUV .BOVTJB4FCBHBJ)BNCB"MMBI "CE"MMBI 4FCBHBJIBNCB"MMBI
NBOVTJBXBKJCNFOHBCEJEBOUBBULFQBEB"MMBITFMBLV
1FODJQUBLBSFOBBEBMBIIBL"MMBIVOUVLEJTFNCBIEBOUJEBLEJTFLVUVLBO #FOUVL QFOHBCEJBO
NBOVTJB TFCBHBJ IBNCB "MMBI UJEBLUFSCBUBT IBOZB QBEB VDBQBO EBO QFSCVBUBO TBKB
NFMBJOLBO KVHB IBSVT EFOHBO LFJLIMBTBO IBUJ

Anda mungkin juga menyukai