Anda di halaman 1dari 11

HAMBATAN DAN PERKEMBANGAN AGAMA KRISTEN

MAKALAH KELOMPOK 6
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Oleh :
Muhammad Yus Aditya T. (672019033)
Ivan Joshua (672019040)
Dion Tobok Purba (672019085)
Nicolaus Rainaldi (672019268)

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI


UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2020

0
A. Hambatan dari Agama Yahudi

Di dalam alur kisah Perjanjian Lama menurut Groenen (1984), orang-orang


Yahudi telah dilatih oleh Allah untuk menjadi alat dalam memelihara dan
menyebarkan tentang Allah yang hidup, yang kepada siapa semua agama memiliki
eksistensi dan perkembangan progresif. Dapat dikatakan bahwa orang Yahudi telah
dipercayai dengan tugas untuk menyampaikan tentang pernyataan Allah yang hidup
kepada umat manusia. Inilah yang membedakan bangsa Yahudi dengan bangsa lain.
Pernyataan dan pemeliharaan yang Allah berikan kepada mereka ditujukan untuk
semua ras umat manusia, yang diatasnya fondasi diletakkan, Kerajaan Allah pada
waktunya akan diluaskan.
Dalam hubungannya dengan Kekristenan, Brotosudarmo (2009) menerangkan
bahwa banyak orang-orang Yahudi tidak yakin apabila Yesus Kristus adalah Mesias
yang dinantikan. Bagi orang Yahudi, kedatangan Mesias dinilai sebagai tokoh politik
yang akan memimpin bangsa Yahudi untuk melepaskan diri dari penjajahan Romawi.
Gereja yang baru tumbuh membuat iri orang Yahudi dan agama Yahudi pada
umumnya. Hal itu disebabkan oleh kesaksian para rasul tentang Yesus Kristus yang
telah mati lalu bangkit. Sedangkan sebagian besar warga gereja pertama yang
bergabung itu berasal dari agama Yahudi. Para tokoh agama Yahudi merasa bahwa
agama Yahudi mengalami kerugian besar karena banyak orang tersedot ke gereja
pertama menjadi warganya.
Itulah sebabnya, semangat nasionalisme berkobar, dan memicu berdirinya
kelompok ekstrem yang mengadakan pemberontakan terhadap Romawi. Kelompok
tersebut adalah kaum Zelot (H. Berkhof & I.H. Enklaar, 2009). Memang Yesus
Kristus bukan Juruselamat dalam bidang politik untuk memimpin kaum Yahudi yang
tergabung dalam kelompok Zelot melakukan pemberontakan terhadap pemerintah
penjajah Romawi (bdk. Mrk. 3:18, Luk. 6:15), melainkan dalam bidang rohani. Maka
sejak Yesus Kristus mulai melayani, Dia selalu mendapat tentangan dari pihak
pemimpin agama Yahudi.
Bagaimana dengan para pengikut Yesus? Yesus pernah berkata di Yoh. 15:18-
16:11 bahwa umat Kristen bukan bagian dari dunia, dan “Jika mereka menganiaya
Aku”, kata Yesus, “Mereka akan menganiaya kalian juga.” Kata-kata ini tergenapi

1
setelah peristiwa Pentakosta ketika para murid mulai menyebarkan ajaran Yesus dari
Yehuda dan Samaria bahkan hingga ke seluruh dunia.
Gelombang penganiayaan pun dimulai. Yang pertama adalah terbunuhnya
Stefanus yaitu ketua kelompok pelayan (Diakonia) jemaat Kristen. Orang-orang
Yahudi menangkap Stefanus karena dituduh mengucapkan kata-kata hujat kepada
Musa dan Allah. Setelah mendengar kesaksiannya, orang-orang menyeretnya keluar
dan meletakkan jubah mereka di dekat kaki seorang muda yang bernama Saulus.
Kemudian, mereka melempari Stefanus dengan batu hingga ia mati. Sehingga,
Stefanus dinobatkan sebagai martir yang pertama (Kis. 7:51-60).
Sebelumnya, orang muda yang bernama Saulus tersebut merupakan seorang
Farisi ‘garis keras’ yang telah mendapat surat perintah dari ketua Sanhedrin, yakni
Imam Besar untuk membasmi “agama baru” itu di Yerusalem dengan cara memburu,
menganiaya, bahkan membunuh para warga gereja. Dia juga yang menyetujui
pembunuhan Stefanus (Kis. 8:1-3, 9:1-2, 22:3-5. 26:9-11). Setelah Saulus bertobat
dan menjadi orang percaya, kondisinya berbanding terbalik, ia menjadi Rasul yang
aktif dalam memberitakan kabar baik ke seluruh Imperium Romawi dan yang paling
banyak menulis surat-surat di Perjanjian Baru. Ia juga mulai diadili dan bahkan
dianiaya dengan pukulan dan diludahi oleh orang-orang Yahudi karena imannya
kepada Kristus.
Menurut Bavinck (2009), kesulitan lain yang pernah terjadi pada jemaat
Kristen mula-mula adalah soal kedudukan orang Kristen asal Yahudi dan orang
Kristen dari bangsa-bangsa lain. Misalnya pernah terjadi orang Kristen Yahudi
berbahasa Yunani bersungut-sungut terhadap orang Kristen berbahasa Ibrani, karena
pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari.
Kemudian masalah perubahan tata cara peribadatan, yaitu apakah orang Kristen non-
Yahudi (Goyim) harus disunat dan harus mengikuti hukum Musa (Kis. 15:1). Tetapi,
Petrus berkata bahwa Allah telah mengaruniakan Roh Kudus kepada mereka yang
sebagian juga merupakan orang-orang dari bangsa lain, sehingga hal itu membuktikan
bahwa Allah juga berkenan kepada mereka yang tidak pernah menjalankan hukum
Musa (Kis. 15:7, 8).
Menurut H. Berkhof & I.H. Enklaar (2009), menjelang tahun 66 M, orang-
orang Yahudi mulai melakukan aksi pemberontakan yang memicu terkepungnya kota
Yerusalem oleh legiun Romawi. Akan tetapi, orang Kristen di Yerusalem mulai
mengingat nubuatan Yesus, bahwa ketika Yerusalem telah dikepung, itu adalah tanda

2
kehancurannya dan orang-orang di Yudea harus lari ke pegunungan. Pada saat itu,
legiun Romawi yang mengepung Yerusalem mundur ke Roma karena suatu alasan.
Bagi orang Yahudi, peristiwa itu dianggap kemenangan bagi mereka. Sedangkan bagi
orang Kristen, mereka memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri ke Pella,
Trans Yordania. Dan pada tahun 70 M, jenderal Titus beserta legiun tentaranya
kembali ke Yerusalem, membunuh seluruh penduduk kota, dan berhasil merebut Bait
Suci lalu membakarnya. Dan orang-orang Yahudi yang tersisa mulai diserakkan ke
seluruh dunia (diaspora). Dengan begitu, tergenaplah apa yang dikatakan oleh Tuhan
Yesus dan berakhirlah riwayat Yahudi sebagai suatu bangsa, serta berakhir pula
hambatan serta penganiayaan agama Kristen oleh agama Yahudi.
Kesimpulannya adalah hambatan dari agama Yahudi disebabkan karena
ketidaksenangan pemimpin agama Yahudi terhadap Yesus Kristus, sehingga mereka
juga membenci para pengikutnya dengan menuduh mereka menyebarkan kesesatan
serta berakhir dengan penghukuman Allah terhadap Israel untuk kedua kalinya.

B. Hambatan dari Pemerintah Romawi

Menurut Brotosudarmo (2009), pada mulanya, pemerintah penjajah Romawi


menganggap orang-orang Kristen sebagai Mazhab Yahudi, sehingga orang Kristen
dibebaskan untuk melakukan kebaktian-kebaktian. Namun, ternyata di kemudian hari
orang Kristen dinilai sebagai agama baru yang tidak mau tunduk kepada peraturan
negara Romawi dan dinilai membahayakan negara. Semua dewa orang Romawi
disangkal oleh orang Kristen. Bahkan kaisar yang dianggap anak dewa tidak
disembahnya. Kemudian orang Kristen dikatakan sebagai orang yang tidak berdosa.
Dari sinilah orang Kristen mendapat fitnah yang sangat hebat sehingga dibenci oleh
masyarakat umum dan dikatakan sebagai sumber malapetaka dan tanda murka para
dewa Romawi. Orang Kristen dicurigai sebagai anasir-anasir jahat yang kelak akan
memberontak kepada kaisar Romawi.

1. Kaisar Nero

Penghambatan pertama terjadi di kota Roma pada tahun 64 M atas perintah


Kaisar Nero, dimana ia menyalahkan orang Kristen karena kebakaran besar yang
memusnakan sebagian dari ibukota negeri itu. Padahal Nero sendirilah yang

3
menyuruh orang-orangnya melakukan pembakaran itu. Orang Kristen dianiaya
dengan sangat kejam di negerinya, contohnya ditusuk dengan gala (mirip garpu
rumput) lalu dibakar hidup-hidup dan dijadikan obor pada pesta malam. Namun
sebenarnya penghambatan yang pertama itu hanya sebentar dan terbatas kepada kota
Roma saja. Dalam abad ke-3 barulah kebencian Roma dan rakyat kafir terhadap kaum
Kristen dinyatakan dengan sangat dahsyat di seluruh kekaisaran.

2. Kaisar Decius

Penghambatan yang kedua yaitu oleh Decius (249-251 M). Kali ini, bukan
lagi dengan maksud menguji kesetiaan orang Kristen terhadap Negara, melainkan
untuk mendapat kembali anugerah dewa dan untuk menjadi ketentraman Negara
untuk waktu waktu yang akan datang. Penghambatan ini dipraktekkan di seluruh
kekaisaran. Beberapa korbannya adalah Fabianus (Uskup Roma), Babylas (Uskup
Antiokhia), dan Alexander (Uskup Yerusalem).

3. Kaisar Diokletianus

Penganiayaan oleh Diokletianus (245-312 M) adalah penganiayaan terakhir


dan paling berat terhadap umat Kristen pada zaman kekaisaran Romawi. Umat
Kristen dipaksa untuk mempersembahkan kurban kepada para dewa Romawi atau
menghadapi hukuman penjara dan eksekusi. Liber Pontificalis, sebuah kumpulan
biografi para paus, menduga adanya 17.000 martir dalam suatu rentang waktu tiga
puluh hari. Dari kisah-kisah para martir yang masih terlestarikan,
kisah Agnes, Sebastianus, Felix dan Adautus, serta Marselinus dan Petrus agak
bertalian dengan sejarah.

Menurut Enklaar (1984), sikap jemaat dalam kesengsaraan pada masa itu
munculah kalangan yang menunjukkan kepada kita keberanian dan iman orang
percaya pada zaman itu, yaitu orang-orang yang mati sahid (saksi) yang sangat
mengharukan hati. Orang Kristen dituduh orang kafir dan selalu ditangkap dan
dibawa kehadapan hakim (bdk. Luk. 12:8, 9, 11-12).

Maka, dapat disimpulkan bahwa hambatan dari pemerintah Romawi


menyebabkan banyaknya orang Kristen terbunuh dan menjadi martir. Zaman
kekaisaran Romawi adalah zaman dimana Kekristenan memiliki jumlah martir
terbanyak dari segala Zaman.

4
C. Penyebaran Agama Kristen ke Seluruh dunia

Menurut Brotosudarmo (2009), periode gereja mula-mula dimulai sejak


kurang lebih tahun 33 dengan pelayanan rasul Petrus, Paulus dan lain-lainnya dalam
memberitakan kisah Yesus hingga bertobatnya Kaisar Konstantinus I pada tahun 325.
Pada periode ini gereja dan orang-orang Kristen mengalami penganiayaan, terutama
penganiayaan fisik, tetapi para Bapa gereja mulai menulis tulisan-tulisan Kristen yang
pertama dan ajaran-ajaran yang menyeleweng yang bermunculan diatasi.
Tidak lama setelah Pentakosta, pintu gereja terbuka kepada orang-orang bukan
Yahudi. Penginjil Filipus berkhotbah kepada orang-orang Samaria, dan banyak dari
mereka yang percaya kepada Kristus. Rasul Petrus berkhotbah kepada rumah tangga
Kornelius yang bukanlah orang Yahudi dan mereka juga menerima Roh Kudus. Rasul
Paulus (mantan penganiaya gereja) memberitakan Injil di seluruh dunia Greko-
Romawi, sampai ke Roma sendiri.
Pada tahun 313 M, Kaisar Constantin mengeluarkan Maklumat Milan dimana
ditetapkan bahwa gereja mendapat kebebasan sepenuhnya. Mulai saat itu ada
perdamaian antara gereja dengan negara bahkan kaisar mengharapkan bantuan dan
berkat dari pihak gereja untuk keamanan dan kemajuan negara. Gereja bertambah
kokoh dan penting bahkan diberikan berbagai keuntungan, misalnya hak menerima
dukungan finansial untuk membangun gedung gereja dan penyucian hari Minggu.
Setelah Kekristenan berkembang di Eropa, terjadi ekspansi penginjilan keluar Eropa.
Menurut Situmorang (2004), penyebaran kekristenan ke seluruh dunia terbagi
menjadi beberapa tahap, yaitu:

1. Afrika
Di Afrika, kekristenan pertama kali merambah di bagian utara benua,
yaitu Aljazair, Libya, Maroko, Mesir, dan Sahara Barat. Itu dikarenakan
wilayah ini dekat dengan benua Eropa di bagian utara sehingga tidak lepas
dari misionaris yang melakukan ekspansi di negara-negara pinggiran
Eropa seperti Spanyol. Pada abad ke-8, pasukan Islam melakukan
penaklukan di utara benua Afrika yang menyebabkan surutnya

5
perkembangan agama Kristen hingga ke Eropa Barat, sehingga kekristenan
di Afrika dapat dikatakan lenyap kembali hingga abad modern.

2. Amerika Latin
Setelah Eropa Barat dikuasai muslim, di semenanjung Iberia terjadi
peristiwa Reconquista, atau penaklukkan kembali, dengan dimulainya
pertempuran Covadonga dimana sejumlah kecil pasukan Kristen berhasil
memukul mundur Kekhalifahan Umayyah di pegunungan Iberia Utara dan
kekristenan kembali menguasai Spanyol. Setelah Reconquista berakhir
dengan perjanjian Grenada, Spanyol berganti tujuan dalam memperoleh
kekayaan dan kekuasaan yaitu dengan mencari laba sebesar-besarnya
dengan menjual rempah-rempah Asia. Pada abad ke-15, Christopher
Columbus pergi berlayar ke barat untuk ke India, akan tetapi mereka tidak
menyadari adanya benua di sebelah barat Eropa, saat tiba, mereka mulai
menyebarkan agama Kristen ke penduduk suku Indian.

3. Amerika Utara
Setelah menemukan benua Amerika, orang-orang Spanyol dan
Portugis mulai bersaing untuk mendirikan koloni baru di sana dan ternyata
banyak negara-negara Eropa yang melakukan migrasi besar-besaran
seperti Inggris. Sehingga, secara otomatis Kekristenan yang dianut oleh
orang-orang Eropa serta penginjilan di Amerika Latin oleh pelayaran
Columbus, mulai menyebar hingga ke bagian utara benua.

4. Australia dan Asia Pasifik


Pada tahun 1770, pelayar asal Inggris yang bernama James Cook dan
Abel J. Tasman mulai berlayar ke Barat dan mulai menemukan kepulauan
Hawai, dan pada tahun 1898, Hawai mulai dikuasai Amerika Serikat
dengan bantuan misionaris Kristen dan pedagang Eropa yang sudah
berkoloni di Amerika. Setelah menemukan Hawai pada tahun 1778, James
Cook dan Abel J. Tasman terus berlayar ke barat daya dan berlabuh di
benua baru yang disebut Australia, setelah mengetahui adanya tambang
emas pada tahun 1850, para koloni Inggris mulai menguasai benua

6
Australia, dan Kekristenan Inggris mulai membudaya bagi masyarakat
Australia.

Maka, dapat disimpulkan bahwa penyebaran Kekristenan ke seluruh benua


selain Asia dan Eropa dibawakan oleh para pelayar asal Eropa yang ingin mencari
kekayaan berupa rempah-rempah serta kekuasaan dimana mereka juga sekaligus
membawa kebudayaan mereka serta untuk melakukan pengabaran Injil yang sudah
menjadi tradisi Kekristenan di Eropa.

D. Kekristenan di Asia dan Indonesia

Menurut Olaf Schumann (2017), seperti orang – orang Islam yang pertama,
orang-orang Kristen pun pertama kali datang ke kawasan Nusantara didorong oleh
niat perdagangan. Sebagai saudagar, mereka menempuh perjalanan yang terbuka pada
waktu itu dengan bertolak dari pelabuhan - pelabuhan yang terletak di Arab Selatan
dan Timur (Qatar), sekali-sekali juga singgah di bandar-bandar Persia atau India atau
melintas dekat dengan Pantai Persia dan India, melintasi Teluk Benggala, dan
akhirnya berlabuh di salah satu pelabuhan Asia Tenggara. Biasanya, wilayah-wilayah
penghasil rempah-rempah di Kepulauan Maluku atau Tiongkok menjadi tujuan
mereka.

Dari Malaka, Albuquerquer mengirim ekspedisi ke kepulauan rempah-rempah.


Mereka tiba di Banda, menuju Maluku, dan akhirnya Ternate. Di Ternate, Portugis
mendapat izin membangun benteng. Di Maluku, Portugis memantapkan kedudukan
sekaligus menyebarkan agama Katolik. Ambon dan Halmahera, Ternate dan Tidore.
Monopoli menimbulkan perlawanan dari kerajaan-kerajaan lokal, terutama Aceh,
yang membuat misi tak bisa menyebar ke wilayah barat.

Menurut Dharmaputera (2005), Politik dan perdagangan Kawasan Nusantara


secara menyeluruh berubah ketika Belanda mulai merantau dan mengakhiri monopoli
pihak Portugis. Orang Belanda berbeda dengan Portugis dan Spanyol yang memeluk
agama Roma Katolik, mereka mengikuti pemahaman Protestantisme. Pada tahun
1602, Vereenigde Oostindische Compagnie(VOC) didirikan di Amsterdam. Untuk
membela dan mempertahankan posisinya, VOC diizinkan pula untuk membentuk

7
tentara, melakukan peperangan, mengadakan perjanjian, dan juga diperbolehkan
mengeluarkan mata uang sendiri. Dengan posisi tersebut maka bagi VOC juga berlaku
hubungan erat dengan Gereja Reformed. Tahun 1622, VOC diimbau untuk
menegakkan “iman yang umum dianut”, yakni yang mengikuti haluan Calvinis dalam
Protestantisme.

VOC memberikan pelayanan rohani kepada pekerja VOC. Baik orang Spanyol
dan Portugis, mereka memulai conquitas dengan tetap disemangati oleh kemenangan
atas orang “Sarasen”(Muslim). Di situlah mereka mengambil tindakan sedapat
mungkin untuk merugikan atau memerangi Islam. Meskipun VOC dalam beberapa
segi berkuasa seperti sebuah negara, pada dasarnya ia tetap merupakan sebuah serikat
perdagangan.

Orang-orang Kristen di era kolonial Belanda punya akses yang lebih baik
kepada institusi pendidikan. Dari sekolah, mereka mengenal huruf latin yang
membuat mereka bisa dipekerjakan orang-orang Belanda dan menyerap banyak buah
kemajuan kebudayaan Barat. Kebanyakan berasal dari Minahasa, Ambon, Batak, juga
Timor. Sebagai bagian dari anak bangsa terjajah, orang-orang Kristen, baik Protestan
maupun Katolik, juga banyak yang terlibat dalam pergerakan nasional. Namun kiprah
mereka dalam pergerakan sering diabaikan karena cap Kristen sebagai agama (yang
dibawa) penjajah.

Peran Pemuda Kristen juga penting yaitu sebagai penerus pekabaran Injil.
Dalam konteks berbangsa, peran dan tanggung jawab Kristen sangat besar. Pemuda
Kristen harus berani menempatkan dirinya di garda terdepan dalam mewujudkan
kedamaian, kesejahteraan, keadilan, kebenaran, dan demokrasi di Indonesia yang
berdasarkan kasih. Hal ini akan menunjukkan bagaimana pemuda Kristen
merelevansikan imannya di tengah-tengah kehidupan dunia.

Kesimpulannya adalah bahwa Kekristenan di Asia dan Indonesia disebarkan


oleh misionaris dari Eropa melalui jalur perdagangan dan kolonialisme serta memiliki
tantangan kultural karena harus beradaptasi dengan budaya Indonesia sehingga
membutuhkan peran pengikutnya seperti pemuda untuk mewujudkan nilai-nilai
Kekristenan di tengah masyarakat yang plural dan majemuk.

E. Kesimpulan

8
Jadi, dari semua materi dan penjelasan diatas, kita menyimpulkan bahwa hambatan
dan perkembangan agama Kristen, berawal dari sejarah Tuhan Yesus. Hambatan pada
zaman yahudi dimana pemimpin agama yahudi tidak senang terhadap Yesus Kristus,
hambatan yang juga dilakukan pada pemerintahan Romawi, zaman dimana
Kekristenan memiliki jumlah martir dan juga penyebaran nya Kekristenan ke seluruh
benua selain Asia dan Eropa dibawakan oleh pelayar asal Eropa untuk mencari
rempah – rempah, serta misionaris dari eropa melalui jalur perdagangan dan
kolonialisme pada penjajahan di Indonesia sehingga membutuhkan peran pengikut
seperti pemuda untuk penyebaran agama Kristen dengan melakukan pekabaran Injil.

9
DAFTAR PUSTAKA

Berkhof & Enklaar, Sejarah Gereja, Gunung Mulia, Jakarta, 1984


Bakker F.I., Sejarah Kerajaan Allah Perjanjian Lama, BPK Gunung Mulia, Jakarta,
1965
Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah Perjanjian Baru, Gunung Mulia, Jakarta, 2009
Brotosudarmo, Pendidikan Agama Kristen Untuk Perguruan Tinggi, Andi,
Yogyakarta, 2009
Darmaputera, Eka, Pergulatan Kehadiran Kristen Di Indonesia, Gunung Mulia,
Jakarta, 2005
Groenen, Pengantar Perjanjian Lama, Kanisius, Yogyakarta, 1984
Olaf Schumann, Kekristenan di Asia Tenggara, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2017
Situmorang, Jonar, Sejarah Gereja Umum, Andi, Yogyakarta, 2014

10

Anda mungkin juga menyukai