Hariani Santiko
Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI)
Roosseno Plasa, Jalan Kemang Utara No.1, Jakarta 12730
hariani.santiko@yahoo.com
Abstract. During the reign of King Kertanagara the last ruler of Singasari, the Buddhist
Tantrayana and the Siwa Bhairawa merging together into one religious system. The motivation
behind the merging of the two religions is not clear, it may have been tolerant nature of the king
or to strengthen the kingdom to face the Chinese enemy Kubilai Khan. For this reason, king
Kertanagara built two Siva-Buddhist temples, candi Jawi and candi Singasari.
Abstrak. Pada masa pemerintahan Raja Kertanagara, penguasa terakhir Singasari, Buddha
Tantrayana dan Siwa Bhairawa bergabung menjadi satu sistem agama. Motif di balik penggabungan
kedua agama tersebut belum jelas. Mungkin karena sifat toleran Raja atau untuk memperkuat
kerajaan dalam menghadapi musuh dari Cina, Kubilai Khan. Dengan alasan tersebut, Raja
Kertanagara membangun dua kuil Siwa-Buddha, Candi Jawi dan Candi Singasari.
29
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 29 No. 1, Mei 2020 (29-38)
2. Metode
2.1 Candi Jawi Gambar 1. Candi Jawi
2.1.1 Struktur Candi (Sumber: Sedyawati 2013)
30
Kehidupan Beragama Raja Kertanegara, Hariani Santiko
yang terletak di lereng gunung Kumukus X, agama Siwa telah berperan sebagai agama
selama 3 hari dengan maksud melakukan resmi, yang tidak hanya dipeluk oleh Raja
upacara bersaji kakeknya, Raja Kērtanāgara. dan keluarganya, tetapi menyebar ke pelosok-
Menurut kitab Nāgarakrtagama pupuh 56:1, pelosok kerajaan. Keadaan seperti ini tidak
candi (sudharma) tersebut didirikan oleh berubah pada zaman Singasari dan Majapahit.
Raja Kērtanāgara, kakek sang raja (… kirtti Kalau kita pelajari, berbaurnya agama
sri Kŗtanāgara prabhu yuyut nareśwara sira) Siwa Bhairawa dan agama Buddha Tantrayana
(Robson 1995: 7). Candi Jajawa ini sekarang terjadi pada masa pemerintahan Kērtanāgara.
dikenal dengan nama Candi Jawi di lereng Pada waktu restorasi candi tahun 1938 terdapat
Gunung Welirang. Raja Kērtanāgara adalah arca-arca Saiwa di bilik candi (garbhagrha)
raja terakhir Singasari yang sangat terkenal, Candi Jawi. Arca Durgā Mahisāsuramardinī
baik dalam bidang politik maupun keagamaan. berada di relung sebelah utara dan Nandiswara
Dalam bidang politik, ia terkenal sebagai serta pecahan-pecahan arca pada bagian tubuh
seorang raja yang mempunyai gagasan candi, tetapi arca Siwanya sendiri belum
perluasan cakrawala mandala keluar Pulau ditemukan. Bahkan, menurut Nāgarakrtagama,
Jawa yang meliputi seluruh dwīpāntara. pupuh 56, Kārtanāgara sendiri menginginkan
Dalam bidang keagamaan, menurut agar para pemeluk agama Siwa dan Buddha
Nāgarakrtagama, Raja Kērtanāgara beragama akan selalu mengadakan ibadah bersama
Buddha Tantrāyana yang berbaur dengan (etunyan dwaya saiwa bodda sang amūja
pemujaan terhadap Siwa Bhairawa. Sejak nguni satatā) (Pigeaud 1960-1963: 41).
perpindahan pusat kerajaan ke Jawa Timur Bahwa Candi Jawi ini bersifat agama
waktu pemerintahan Mpu Sindok pada abad Siwa Buddha diperkuat oleh Nāgarakrtagama,
31
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 29 No. 1, Mei 2020 (29-38)
32
Kehidupan Beragama Raja Kertanegara, Hariani Santiko
yang memakai bahasa Sansekerta berhuruf pra- Seperti telah disebut dalam prasasti
Nāgari, berangka tahun 1289 Masehi. Pendapat Simpang dan kitab Nāgarakrtagama,
tersebut dikaitkan dengan upacara abhiseka Krtanāgara telah dinobatkan sebagai Jina
(pentahbisan) Raja Kērtanāgara pada tahun pada tahun 1289 Masehi, gelar Jinanya
1289. Upacara abhiseka Raja Kērtanāgara itu adalah Jñana sivabajra dan Jñaneswarabajra
disebut Jinābhiseka dilakukan oleh gurunya (Nāgarakṛtāgama, XLII). Raja Kērtanegara
bernama Arya Bharaj (Kinney Ann R., Marijke adalah seorang raja yang tak ada bandingannya,
J. Klokke 2003: 127–128). patuh dalam hukum, teguh dalam menjalankan
Secara ringkas, isi prasasti Simpang ketentuan-ketentuan agama dengan pemujaan
adalah sebagai berikut. Jina (apagēh ing Jinabrata), menjalankan
----Ādau namāmi sarjañam Jñanakāyan berbagai prayogakarya (upacara Tantra).
Tathāgatam Ia dengan tekun berusaha menyerap segala
(Pada awal sekali saya menghormat kepada kebatinan, terutama Subhuti Tantra yang
Tathāgatha (Buddha) yang tahu segalanya) berkaitan dengan kebijaksanaan dalam ajaran
1 .…..śākakālam idam vaksye (dalam prajnaparamitasutra, pūja, yoga dilakukan
tahun Śāka ini dengan sungguh-sungguh.
2. diceritakan seorang pendeta utama Raja juga tidak lupa melakukan upacara
bernama Āryya Bharāj yang ahli dalam Ganacakra, semacam upacara inisiasi, upacara
ilmu “kasampurnan” guru di antara Tantris, sering kali dilakukan di kuburan,
semua pendeta (muni) antara lain untuk mencapai sunyata, sebagai
3. yang pandai, berbelas kasihan kepada Buddha tertinggi (Pott 1966: 78–80).
segala mahluk, seorang Yogīswara yang Seperti telah dikemukakan, Kērtanāgara
diberkati oleh ilmu kesaktian (abhijña) mempunyai gagasan untuk memperluas
4. seorang pendeta sakti, pahlawan besar, cakrawala mandala, keluar Pulau Jawa,
bebas dari hawa nafsu dan (semua) meliputi seluruh dwipantara, antara lain
keinginan yang tidak baik dengan menjalin hubungan dengan Melayu.
5. beliaulah yang membagi dua tanah Tindakan Raja Kertanagara ini dilatari oleh
pulau Jawa yang diperebutkan. Yang adanya ancaman, yaitu ancaman raja Kubilai
banyak memiliki tambang permata, Khan dari Tiongkok (Sumadio 1984: 412–414).
(dilakukan) dengan “air kendi dari langit Untuk mempertahankan tahtanya, baik
(kumbhavajrodākena) bernama Janggala dari ancaman dalam negeri maupun dari
dan daerah Panjalu Kubilai Khan, Raja Kertanagara beberapa
10-13. adapun sang prabhu (Kērtanāgara) adalah kali melaksanakan upacara Tantra, pertama,
putera Sri Baginda Mahāraja Hariwarddhana pemujaan arca Cāmundi (Durgā-Kali) aspek
dan Śri Baginda Putri Jayawarddhanī yang Durga yang arcanya ditemukan di Ardimulyo,
menguasai 4 benua, seorang bijaksana, seorang sekitar 2 kilometer dari candi Singasari.
penyiar Dharma, bernama Śrī Jñānaśiwabajra, Arca Cāmundī digambarkan duduk di atas
yang melakukan tahbis bagi dirinya di dua mayat yang telungkup, satu tangan dewi
pekuburan Wurare, patung Mahāksobhya menarik rambut salah satu mayat, sehingga
menurut rupa kelahirannya muka mayat tengadah. Sikap Cāmundī ini
16-19. pada tahun raja Saka 1211 (Masehi) mengingatkan kita pada upacara Tantris śava-
1289, bulan Asuji … untuk kebahagiaan sadhana2).
puteranya, cucu dan isterinya, karena ia yang Dalam Devīmahātmyam terdapat cerita
melaksanakan persatuan tanah air. (Yamin perang antara Durgā melawan dua raksasa
1962: 197–199). Canda dan Munda. Durgā sangat marah ketika
33
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 29 No. 1, Mei 2020 (29-38)
berperang dan dari kening Durgā muncul Dewi Menurut para peneliti terdahulu, yaitu
Kalī dalam wujud yang mengerikan. Membawa Damais dan Berg, prasasti Cāmundī berasal
pedang, paśa (jerat leher) khatvangga pemukul dari tahun 1214 Śaka. Dalam prasasti tersebut
berujung tengkorak, bertubuh kurus memakai dikatakan Kērtanāgara menang di seluruh jagat,
baju kulit harimau, dan memakai kalung yang meliputi Yawadwipamandala. Akan tetapi,
tengkorak, berteriak sangat menakutkan. Ketika menurut sumber tertulis lainnya, Kērtanāgara
berperang melawan Canda dan Munda, dengan tahun 1214 Saka sedang mempersiapkan diri
kemenangan Kalī, ia disebut Cāmundā atau untuk berperang, terutama dengan Kubilai
Cāmundī dan menjadi dewi untuk mengusir Khan, raja Tiongkok yang mengirim utusan
musuh (satru bali) dalam upacara Tantris hendak meluaskan kekuasaannya ke Jawa.
vasikarana. Di samping itu, Cāmundā sering Ancaman itu mengubah pandangan Raja
membantu Sapta Mātrka (tujuh orang ibu yang Kertanagara sehingga beliau mengimbangi
sakti; masing-masing pasangan dewa-dewa; Kubilai Khan dengan menganut agama Buddha
jumlah Matrka ini tidak selalu tujuh, bisa tiga Tantrayana dari aliran Kalacakra, yang
atau lima orang ibu). Pada arca Cāmundī dari memakai arca-arca krodha/ugra (marah) dan
Ardimulyo ini pada sisi kiri kanan kepala dewi bahkan krura (menakutkan) (Soemadio 2010:
terdapat relief Mātrka, berjumlah tiga atau lebih 415) (Dasgupta 1974: 64).
tidak jelas, karena pecah. Di samping relief Upacara Vāśikarana dengan memuja
Matrka tersebut, arca Cāmundi dari Ardimulyo Cāmundī bukan satu-satunya usaha
juga diapit oleh Ganesa dan Bhairawa yang Kērtanāgara dalam menghadapi musuh.
sedang menari (Santiko 1987: 153–58). Terdapat dua buah prasasti lain yang sekarang
Yang menarik perhatian, di belakang disimpan di Museum Kopenhagen yang telah
sandaran arca Cāmundī terdapat prasasti dibaca oleh Van Naerssen tahun 1942. Kedua
berbahasa Jawa Kuna, yang telah dibaca oleh prasasti tersebut berisikan tentang persembahan
R. Goris (Goris 1928: 32), (Damais 1962), korban kepada Siwāgni secara terus menerus
(Boechari 1959: 407). Secara ringkas, isi (5) ... tanpāntara gumaway akēn pūja japa
prasasti tersebut adalah sebagai berikut. homanibakēn ri sang Hyang Siwāgni), oleh
= (nama) scāmundyāi dua orang mahābrahmana Sang Pamgēt ing Air
1. //0// selamatlah tahun śaka telah berjalan Asih Sang Hyang Bhaskara, ahli dalam Rgveda
… (RgvedaParaga) dan Sang Hyang Pamget i
2. (pertanggalan) ... Parablyan Dang Hyang Madhawa, seorang
5. … // tatkāla kapratisthān paduka bhattārī ahli dalam Yajurveda (Yajurveda paraga).
makatĕwĕk huwus Tujuan melaksanakan persembahan tersebut
6. (ś)rī (ma)hārāja digwijaya ring adalah agar kedudukan Sri Mahāraja di atas
sakalaloka manuluyi s(akaladwipānta-ra) tahta menjadi teguh, kekuasaannya meliputi
//su(bha)m bhawatu // seluruh Jawa, Nusantara, semua musuh dapat
dilenyapkan (...mada (7)dyaken sthiratara ni
-hormat untuk Cāmundī palinggih śri mahārāja ring ratnasinghasana
1. //0//Selamatlah tahun Śaka telah berjala an siniwining sayawadwipa manuluyi nusa(8)
5. …. //ketika diresmikan (arca) paduka ntara madura sirna parawasa sahananing
batari sejak satru sakti) (Santiko 1987: 183).
6. Sri Mahārāja (sang) penakluk seluruh Pada kedua prasasti tersebut tidak
dunia, telah menaklukkan seluruh pulau ada angka tahun dan tidak mencantumkan
//semoga berbahagia// (Santiko 1987: nama Raja Kērtanāgara, hanya disebut “Sri
154). Maharaja” saja. Nama Kērtanāgara juga tidak
34
Kehidupan Beragama Raja Kertanegara, Hariani Santiko
terdapat pada prasasti Cāmundi. Seperti pada Buddha pada Candi Singasari diperlihatkan
baris ke-7, hanya menyebut Sri Maharaja. oleh karakteristik struktur candi yang memiliki
Menurut Damais, angka tahun arca dua bilik candi (garbhagrha). Bilik candi
Cāmundi adalah 1214 Śaka. Sementara itu, pertama terdapat pada kaki candi di atas lapik
terdapat persamaan kalimat pada ketiga bujur sangkar berukuran 13,84 m pintu masuk
prasasti tersebut (manuluyi nusantara) dan sebelah barat, dengan penampil di tiga sisinya.
kesimpulan para peneliti bahwa yang disebut Dulu terdapat arca pada panil-panilnya.
Sri Maharaja adalah Raja Kertanagara (Santiko Panil sebelah utara tempat arca Durgā
1987: 170–171). Mahisāsuramardinī, arca Ganesa di penampil
sebelah timur, arca Trnawindu di relung selatan.
2.2 Candi Singasari dan Raja Kērtanāgara Di ruang tengah hanya ada Yoni. Mungkin dulu
Menarik perhatian, pada masa kerajaan merupakan tempat Bhairawa Cakra-cakra yang
Singasari, khususnya pada masa pemerintahan sekarang disimpan di Rijksmuseum, Leiden.
Kērtanāgara, terdapat usaha untuk Menurut Blom, arca ini dulu ditemukan di
mempertemukan/ membaurkan agama Siwa dekat candi Arca Bhairawa tidak berpakaian,
dan agama Buddha dalam wujud sebuah candi pada sandaran arca sebelah kanan terdapat
lainnya, yaitu Candi Singasari yang letaknya inskripsi berbunyi cakra-cakra, berkalung
tidak jauh dari kota Malang. Sifat Siwa- tengkorak, ditemani seekor serigala. Pintu
candi di sebelah barat dijaga oleh arca-arca
Mahakala dan Nandiswara. Di atas ambang
pintu dihias dengan kepala Kala yang belum
selesai, baru dipahat secara garis besarnya saja
(Blom 1939: 136–37).
Tubuh candi kosong, tidak ada ruangan
untuk menempatkan arca. Di keempat sisi
tubuh candi terdapat relung-relung tanpa
arca. Dilihat dari ukurannya, kemungkinan
bukan merupakan tempat arca. Di atas bingkai
masing-masing relung dihias dengan ragam
hias sulur daun.
Sifat tantris Candi Singasari ditunjukkan
oleh arca Bhairawa Cakra-cakra tersebut. Kata
cakra-cakra yang dimaksud adalah Cakreswara,
yaitu pemimpin atau guru dalam upacara
Cakrapuja (Pancamakara-puja). Dengan nama
Jina (Jnanasiwabajra dan Jnanesiwabajra),
Raja Kertanagara kemungkinan melakukan
upacara Tantris tersebut di Candi Singasari.
Tetapi ada satu kejadian, Raja Kērtanāgara
diserang oleh raja Gĕlang-Gĕlang Raja
Jayakatwang, pada waktu melakukan upacara
di halaman Candi Singasari. Kejadian ini
diketahui dari sebuah prasasti, yaitu Prasasti
Gajahmada, tahun 1511 Saka, yang secara
Gambar 4. Arca Bhairawa
(Sumber: Kempers 1959) singkat berisi sebagai berikut.
35
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 29 No. 1, Mei 2020 (29-38)
36
Kehidupan Beragama Raja Kertanegara, Hariani Santiko
(Durga-Kali) dan memuja Siwāgni yang Deetz, James. 1967. Invitation to Archaeology.
dilakukan oleh para Pamgĕt ahli dalam Rgveda The National History of Press.
dan Pamgĕt ahli Yajurveda. Goris, R. 1928. Oudheidkundig Verslag.
37
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 29 No. 1, Mei 2020 (29-38)
38