Anda di halaman 1dari 27

ILMUIMAN.

NET: Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik


Cerita Kira-kira Sejarah (16+). 2017 (c) ilmuiman.net. All rights reserved.

Berdiri sejak 2007, ilmuiman.net tempat berbagi kebahagiaan & kebaikan lewat novel-
cerpen percintaan atau romance, dan cerita non fiksi.. Seru. Ergonomis, mudah, & enak
dibaca. Karya kita semua. Peringatan: Pembaca yang sensi dengan seloroh ala
internet, silakan stop di sini. Segala akibat menggunakan atau membaca, sepenuhnya
tanggung jawab pembaca. Terima kasih & salam.

***

Kira-kira Sejarah Indonesia (3)


Nusantara Pasca Majapahit

Setelah Majapahit menyurut, segenap bawahannya memisah sendiri-sendiri. Di


Sumatra dan sebagian Kalimantan, suku-suku Melayu bermunculan, dipengaruhi juga
oleh kekuatan-kekuatan regional di sekeliling. Yang paling top di sisi barat nusantara itu
Pelabuhan Malaka. Di Jawa, penerus utamanya kemudian menjelma menjadi kekuatan
dominan baru: Kerajaan Demak. Di luar Jawa-Sumatra-Kalimantan itu, nusantara
bagian timur, berkembang sendiri-sendiri....

Dalam kesempatan lain, nanti penting juga kita ulas evolusi dan revolusi kerajaan-
kerajaan Melayu. Kemudian nusantara bagian timur. Tapi, sebelum ke sana, bagian ini
kita fokuskan dulu ke Jawa.

Jadi,.. ringkasnya begini. Di abad ke-1 atau 2, yang pertama solid itu Salakanagara dari
Jawa Barat. Terus berkembang menjadi Tarumanagara (Nusantara versi-0, dengan raja
terkenalnya: Purnawarman), yang kemudian.. berkembang menjadi tiga poros kekuatan
nusantara, yaitu di Sumatra Bagian Selatan, Jawa Bagian Barat, dan Jawa Tengah-
Timur (sampai batas tertentu meluas ke Madura-Bali juga). Tiga-tiganya, kita kira-kira
masih 'bersaudara' dengan trah Tarumanagara.

Setelah Tarumanagara surut, yang melejit merajai nusantara adalah Sriwijaya dengan
wangsa Syailendra sebagai raja-rajanya (Nusantara versi-1). Raja yang disebut paling
top di Sriwijaya: Balaputradewa or something. Konon, pertama berdirinya, dipimpin oleh
orang-orang yang terus menjalin kekerabatan dengan trah Tarumanagara juga. Saat
Sriwijaya jaya, Tarumanagara berevolusi (atau revolusi) menjadi kerajaan Sunda dan
Galuh. Bermain cantik di nusantara, sehingga tidak terlibas habis oleh Sriwijaya, tetap
eksis terus. Setelah itu, Sriwijaya surut, Kerajaan Jawa (Nusantara versi-2) yang tampil.
Semuanya itu, Tarumanagara, Sriwijaya, dan Kerajaan Jawa, awalnya bercorak Hindu-
Budha, yang dikombinasi dengan kepercayaan tua nusantara.
Jawa ini menarik. Dia melejit, menjadi sophisticated dan berbeda dari siapapun di
nusantara dan kawasan regional. Nah, bagaimana hal itu bisa terjadi? Karena adanya
tokoh-tokoh, yang memang punya visi dan kemauan, dan kemampuan, untuk
mengubah dunia. Berikut kita put beberapa tokoh perintis kunci.

(1) Sanjaya. Tokoh Yang Membesarkan (Jawa). Pas jayanya Tarumanagara, di Jawa
yang dipandang cukup eksis itu kerajaan Kalingga, lokasinya di pantura Jawa tengah
sana, kemungkinan antara Pekalongan-Jepara pusatnya. Kerajaan Kalingga ini, kita
kira-kira, terus berkawin-kawin silang dengan para bangsawan Tarumanagara (dan
berikutnya juga Sriwijaya) dan terus membesar, serta masuk lingkaran elit nusantara.
Tokoh pertama yang menonjol: Sanjaya. Sanjaya ini dekat hubungannya dengan trah
Syailendra pendiri Sriwijaya dan juga Trah Galuh-Sunda, penerus Tarumanagara.
Sanjaya ini menjadikan Jawa jadi setara dengan para jagoan nusantara, ditandai
dengan membesarnya kerajaan Medang (atau disebut juga Mataram Hindu atau
Mataram kuno). Candi-candi megah: Borobudur, Prambandan, dan seterusnya masih
eksis sampai sekarang. Semuanya, tidak bisa lepas dari wangsa Sanjaya.

(2) Mpu Sendok. Tokoh Yang Menghijrahkan. Sementara leluhurnya Sanjaya hebat
karena bisa mentransformasi Jawa (tengah-timur) menjadi setara para elit di kawasan,
Mpu Sendok ini memimpin hijrah besar, pindah pusat kerajaan Jawa dari Jawa Tengah
ke Jawa Timur. Alam semesta telah memberi pelajaran.. kaum yang mau, mampu, dan
berhasil melaksanakan hijrah, itu kelasnya lebih tinggi, jauh, dibanding yang tidak
kemana-mana. Lalu, setelah hijrah,... menetap! Ini juga peradaban manusia telah
memberi pelajaran.. kaum yang terus menetap mengembangkan peradaban secara
intensif di suatu kawasan luas, itu juga kelasnya lebih tinggi, jauh, dibanding kaum
nomaden. Di Jawa, tokoh (awal)nya untuk itu kita kira-kira Mpu Sendok.

(3) Dharmawangsa Teguh. Tokoh Pencerahan. Turunan Mpu Sendok, turunan


Sanjaya, trah Syailendra juga. Dia-lah kita kira-kira yang pertamanya mulai intensif
melakukan 'usaha-usaha pencerahan' di Jawa. Pembangun manusia-manusia Jawa,
secara fisik-kuantitas, dan non-fisik-kualitas juga. Berkat pembangunannya, Jawa (dan
Bali), menjadi lebih canggih (jauh) dari dirinya sendiri sebelumnya. Dan di nusantara,
juga lalu bisa 'menyalip' Sriwijaya. Berkat kerja kerasnya (dan segenap rakyat), yang
dipertuan di nusantara kemudian memecah, menjadi dua, yaitu Sriwijaya (atau siapapun
penerusnya, kerajaan Melayu) di sisi barat, dan kerajaan Jawa, di sisi timur. Ibukota
Sriwijaya yang puluhan bahkan ratusan tahun tak tergoyahkan, bisa dirangsek oleh
Dharmawangsa Teguh (walau kemudian bisa strike-back, sampai Dharmawangsa
terbunuh). Bisa jadi, Dharmawangsa ini juga yang memunculkan Bali ke blantika
nusantara (dari semula sekedar kekuatan lokal).

(4) Airlangga. Tokoh Kebangkitan. Dari waktu ke waktu, bangsa-bangsa besar datang
dan pergi. Bangsa yang semula kecil, menjadi besar itu sulit. Perlu kerja keras,
pencerahan, dan hoki, nasib baik. Lha, saat kemudian hokinya sirna.. bangsa besar itu
hancur atau meluruh. Nah,.. bangsa yang sempat besar, kemudian terpuruk, untuk
bangkit lagi menjadi besar lagi, itu lebih sulit! Miskin menjadi kaya, itu sulit, bukan?
Tetapi yang kaya, anak-anaknya sudah telanjur manja dan lembek, terus terpuruk..
jatuh miskin, itu lebih sulit lagi untuk balik jadi kaya! Untuk kebangkitan kembali seperti
itu, perlu ada tokoh seperti Airlangga ini.. Dengan bantuan para jagoan dari Jawa-Timur
(dari geng mertuanya Dharmawangsa, kerabat ibunya, serta kakek-nenek Jawanya)
dan mungkin juga geng Bali (sisi ayahnya dan para kerabat), Airlangga susah payah
berhasil membangun kerajaan baru Kahuripan.. yang terus bisa win-back, dari terpuruk
bisa balik jaya kembali. Di balik Airlangga ini, ada tokoh ahli siasat yang membantunya
mengokohkan kahuripan. Tapi, dalam hal ahli siasat, yang top markotop di Jawa itu
Arya Wiraraja di bawah. Hal lain yang baru di masa ini: Airlangga ini lengser bukan
karena meninggal, tapi karena ingin mendalami spiritual, jadi resi or something. Juga
sejak Airlangga (yang ayahnya Raja Bali, sampai kelak diacak Ken Arok), maka raja-
raja besar Jawa itu kakek (buyut)nya adalah Raja Bali.

(5) Jayabaya. Tokoh Pemersatu Dengan Semangat Juara. Ya. Ciri bangsa besar
lain, adalah punya semangat juara, semangat untuk menjadi terbaik. Selepas masa
Airlangga, Jawa terpecah oleh perang saudara, utamanya antara Kadiri dan Janggala.
Dua matahari di satu pulau kecil.. itu konyol. Jayabayalah yang terus menyatukan
kembali, Jawa menjadi satu kesatuan yang didominasi oleh satu tim kuat. Di masa ini,
lalu dikenal oleh dunia, nusantara luas itu terbagi dua, sisi barat didominasi oleh
kerajaan Melayu (Sriwijaya, dan bentukan-bentukan selanjutnya) dan sisi timurnya
didominasi oleh kerajaan Jawa (Kediri).. berkat semangat juara itu. Dan dengan
semangat juara itu pula, keinginan mendominasi kawasan se-nusantara (atau bahkan
sedunia) mulai mengkristal di elit Jawa sejak masa Jayabaya ini. Sehingga kemudian,
Jawalah yang lebih menonjol dari Melayu untuk bertahun-tahun setelah Jayabaya. Jawa
ini orangnya banyak, kalau dipersatukan oleh satu pemimpin, terus jadi solid kuat, maka
akan dahsyat hasilnya. Begitu kira-kira spirit Jayabaya, yang sepertinya, sedikit banyak,
diteruskan turun temurun oleh penduduk pulau Jawa dan juga Indonesia masa kini.

(6) Ken Arok. Tokoh Disruptif, Pendobrak Kemapanan. Sampai masa Ken Arok,
semua penguasa Jawa itu turunan trah Syailendra (atau Sanjaya, atau Tarumanagara,
yang keduanya masih satu benang merah juga dengan Syailendra). Ken Arok-lah
pengacak-acak tatanan lama. Yang memimpin, mestinya adalah yang paling jagoan!
Tidak peduli dia trahnya dari manapun juga! Ken Arok bukan bangsawan, atau bahkan..
bukan siapa-siapa awalnya. Itu semangat demokrasi yang lebih mutakhir dari semangat
kolot kedinastian. Andai tidak ada Ken-Arok, bisa saja nusantara ini nasibnya seperti
Jepang atau Thailand yang dari jaman kuda sampai sekarang raja-kaisarnya itu-itu wae.
Dari kiprah Ken Arok ini, kemudian muncul kerajaan Singosari yang jaya di Nusantara,
kebesarannya berlanjut di jaman Majapahit. Walau seolah Singosari itu jayanya di masa
Kertanegara, tapi kita kira-kira.. andai tidak dibuka jalan oleh Ken Arok.. Kertanegara
itu, tidak ada. Jadi, yah.. dia itu sekedar penerus, raja kerajaan besar biasa.

(7) Arya Wiraraja. Tokoh Ahli Strategi. Kemenangan-kemenangan besar, tidak


selamanya diperoleh dari kekuatan berlipat ganda, dalam bentuk persenjataan, tentara,
dan logistik. Seringkali, siasat dan strategi jitu jadi kunci kemenangan gemilang. Berkat
siasat Wiraraja, Kertanegara dan Singosari bisa dijungkir balik oleh Jayakatwang dan
Ardharaja anaknya. Lalu Jayakatwang dan anaknya digulingkan oleh Mongol Tartar, lalu
Mongol Tartar digulingkan bersama oleh Raden Wijaya menantu Kertanegara beserta
sisa-sisa tentara Singosari, bahu membahu dengan Arya Wiraraja beserta para
pengikut dari Madura. Di kitab-kitab, yang dibesar-besarkan kebanyakan Raden Wijaya,
tapi kita kira-kira, sebetulnya, yang lebih kunci dari Raden Wijaya, adalah Arya Wiraraja
ini. Bagaimana Raden Wijaya bisa strike back menjungkirkan Jayakatwang, Mongol?
Tanpa Wiraraja.. rasanya no clue. Sedangkan untuk strike-back itu.. sebelumnya sudah
kita tokohkan: Airlangga. Tanpa Wiraraja, mungkin Mongol itu sulit diusir lagi setelah
mereka menaklukkan Kediri. Kenyataannya, Raden Wijaya maupun semua tokoh
Majapahit di periode awal, itu semua juniornya Wiraraja. Selain memunculkan
Majapahit, Arya Wiraraja ini juga memunculkan Madura dan Blambangan (daerah tapal
kuda Jawa Timur) ke blantika nusantara, dan menjadikan dua kelompok etnis itu,
sebagai komunitas yang punya militansi luar biasa sampai sekarang. Uniknya lagi, dari
semua tokoh terdahulu, Arya Wiraraja ini berangkat dari latar belakang brahmana, alias
ulama atau golongan intelek. Bukan bangsawan. Bukan turunan trah syailendra
maupun Ken Arok, Belakangan, baru dia bertahta, yaitu dipertuan di Madura dan
Lamajang Tigang Juru, yang di cerita rakyat dikenal sebagai Prabu Menak Koncar.

(8) Tribhuwana Wijayatunggadewi. Tokoh Yang Membesarkan (Nusantara). Ini


seperti Sanjaya di nomor satu di atas. Cuma, Sanjaya itu membesarkan Jawa di
nusantara. Sedangkan Tribhuwana leader Majapahit, membesarkan (lagi) nusantara di
kawasan regional, bahkan global. Lebih besar dari kapanpun sebelumnya. Dia juga
satu-satunya perempuan di antara daftar tokoh kita. Juga satu-satunya yang tidak
beneran raja atau ratu, melainkan dia itu, saat bertahta, sebetulnya sekedar bertahta
untuk mewakili ibunya. Okelah, dia tampil karena dibukakan jalan oleh leluhurnya, Ken
Arok, Kertanegara, Raden Wijaya.. dan didukung oleh jagoan-jagoan macam tentara
eks ekspedisi Pamalayu, pasukan Bhayangkari, dan seterusnya. Termasuk ada Gajah
Mada juga yang dipuja-puji di kitab-kitab. Terus Hayam Wuruk, dan penerus-penerus
Majapahit lainnya yang kompeten. Tapi, bisa kita kira-kira, jangan-jangan Hayam Wuruk
dan Gajah Mada itu.. berjaya sekedar 'operator' dan penerus, dan dibelakangnya ada
mastermind setajam Tribhuwana ini. Wallahualam. Seperti Airlangga, Tribuwana turun
dari tampuk kekuasaan bukan karena meninggal. Dia masih hidup, segar bugar, dan
besar kekuasaannya, mendalangi dari belakang kemungkinannya.. saat Hayam Wuruk
anak angkatnya, sekaligus menantunya, menjadi raja Majapahit.

Ya sudah. Menurut kira-kira kita, tokoh-tokoh perintis terbesar, best of the bests, yang
membesarkan nusantara, atau khususnya Jawa, adalah delapan nama itu. Tiga di
antaranya bukan beneran Raja yang sejati yang sempat dibesarkan sebagai putera
mahkota: (1) Ken Arok (dia itu aslinya pemberontak), (2) Arya Wiraraja (yang aslinya
Brahmana), dan (3) Tribhuwana (yang naik tahtanya itu atas nama ibunya).

Limanya yang lain Raja beneran, dan semula pangeran unggulan, yaitu: (1) Sanjaya
(kemungkinan semula pangeran Kalingga, Galuh-Sunda, atau ada bau-bau Sriwijaya
juga), (2) Mpu Sendok (jelas pangeran Medang), (3) Dharmawangsa Teguh (jelas
pangeran turunan Mpu Sendok), (4) Airlangga (pangeran Bali, anak raja Bali dan
keponakan Dharmawangsa), (5) Jayabaya (pangeran utama Kediri, yang merupakan
pecahan dari Kahuripan yang didirikan Airlangga).

Lainnya yang delapan? Ya, mungkin urutan berikutnya-lah kalau dirangking. Atau,
lainnya itu, munculnya setelah era Majapahit, nanti kita tinjau lagi.

***

Nusantara versi 4, Kesultanan-kesultanan Bercorak Islam

Setelah Tarumanagara-Sunda jadi Nusantara versi 0, lalu Sriwijaya-Melayu jadi


Nusantara versi 1, dan Kerajaan Jawa jadi Nusantara versi 3 (yaitu bersambungan
Medang, Kahuripan, Kediri, Singosari, Majapahit), apakah yang kemudian layak jadi
representasi Nusantara versi ke-4?

Menurut kira-kira kita, yang layak jadi representasi Nusantara ke-4 adalah 'Paguyuban
Kesultanan-kesultanan Islam'. Lalu, Nusantara ke-5-nya nanti, Nusantara Negeri
Kolonial Asing (jajahan Portugis, Spanyol, Perancis, Inggris, Belanda, Jepang,
Australia, Amerika). Nusantara ke-6 barulah Negeri Indonesia.

Untuk nusantara ke-4.. kumpulan kesultanan bercorak Islam itu, marilah kita lanjut saja
cerita dari tanah Jawa dulu, baru yang lain....

Selepas Majapahit, kalau di Jawa, sulit dibantah, bahwa penerusnya (awalnya) adalah
Kerajaan Demak. Nah, tapi, Sebelum mendalami tentang Demak, marilah kita tinjau
dulu, bagaimana sih Islam bisa muncul dan meluas di Indonesia?

Dalam agama Islam, ada ajaran pokok yang menyebutkan: "Tidak boleh ada paksaan
dalam agama (islam)..." Jadi, pengislaman secara paksa, itu dilarang. Di balik itu,
mungkin implisit terkandung arahan dari Rasulullah saw sang pembawa risalah, bahwa
untuk mengislamkan seseorang itu, maka para pendakwah mesti 'memenangkan
hatinya'. Dan arahan ini lalu diikuti oleh para pendakwah dimanapun mereka berada,
dan kemanapun mereka pergi. Perjuangannya adalah perjuangan memenangkan hati.

Lha, berhubung perjuangannya perjuangan hati, ini jadi seperti peribahasa. "Dalam laut
dapat diduga, dalam hati siapa tahu?" Nggak tahu, ini nyambung apa enggak?

Maksudnya begini: Perjuangan ekonomi, perjuangan pembangunan fisik, perjuangan


militer.. itu kasat mata, dan milestonenya jelas. Sedangkan perjuangan memenangkan
hati, itu tidak kasat mata. Walhasil, para ahli sejarah terus jadi bingung, sebenernya..
penyebaran Islam di Nusantara itu mulainya kapan? Lalu milestones-nya apa saja?

Mohon maklum, pakem ilmu sejarah itu.. harus berdasar fakta. Tidak boleh direka-reka.
Tidak boleh dengan logika. Sedangkan bagi kita, ya tidak usah bingung, dikira-kira saja.
Mestinya, sebelum islam ada, orang sudah dagang kesana kemari, bukan? Ini para
sejarawan sudah menyimpulkan dari lama. Pedagang-pedagang dari Timur Tengah,
India, Cina, dan di antaranya itu, telah melanglang, melintas nusantara dari kapan ta'uk.
Dari lama sekali, sebelum sejarah mencatat adanya kerajaan pertama di nusantara.

Jadi, sebelum Islam muncul, di abad ke-7, Eropa belum apa-apa. Masa kemunduran
bahkan. Romawi yang dulu diddaya, masih besar di mideterania tapi mulai menyurut.
Persia, yang merupakan pengimbang Romawi.. itu juga cuma kekuatan regional. Jadi,
jalur perdagangan internasional yang teramai di dunia, adalah di jalur sutera kalau lewat
darat. Sedangkan jalur lautnya, yang top itu jalur timur-tengah, ke India, ke Cina dan
Asia Timur pada umumnya. Komoditas prestisius yang mahal di jalur ini adalah rempah-
rempah dari Asia Tenggara. Kenapa ini prestisius? Karena rempah-rempah pada masa
itu, merupakan ingredient kunci untuk pengawetan makanan, khususnya daging-
dagingan. Pada masa itu, di negeri-negeri dingin di belahan utara, ternak-ternak
belumlah bisa dipertahankan hidup di musim dingin yang keras. Sehingga, di musim
dingin, semua mesti disembelih. Kulkas empat pintu belum ada. Boro-boro yang empat
pintu, yang pintunya separo dengkleh-dengkleh pun belum ada. Walah, buat apa kulkas
dengkleh diomongin? Dan tanpa kulkas, untuk pengawetan makanan itu.. dibutuhkan
rempah-rempah, sebagai sumber pengawet dan penyedap herbal utama. Lha, karena
perannya yang kunci seperti itu, terkait basic needs pangan, maka orang-orang tidak
sensitif harga. Harga berapa juga, rempah-rempah itu banyak saja yang membelinya.
Sekarang sih orang kelewat sensi di era medsos. Harga cabe melejit aja ribut. Padahal,
cabe itu bisa ditanam sendiri di pot, dan kebanyakan cabe juga bisa mbonjrot. Walah.
Nggilani. Jaman dulu manusia itu rempah-rempah yang dinilai mahal! Sementara...
sumber penghasilnya ya itu-itu saja. Yang terbesar: Asia Tenggara.

Walau begitu, komoditas rempah-rempah tidak terlalu memenuhi kapal dagang. Yang
lebih masif diperdagangkan dan memenuhi kapal di jalur internasional adalah barang
yang sifatnya lebih 'biasa'. Yaitu, sandang dan pangan. Sandang, tekstil, kain, semacam
itu, produsen besarnya di India, dan China untuk tekstil tertentu. Sedangkan pangan,
Jawa merupakan pengekspor beras top untuk waktu yang lama. Di samping itu, ada
sentra-sentra pangan lain di seantero kawasan Asia-Tenggara, Asia-Timur, dan Asia-
Selatan, serta timur tengah. Begitulah situasinya di abad ke-7 dan awal abad ke-8.

Kemudian, Islam muncul di dunia ini, yaitu di abad ke-8....

Persisnya: Tak lama setelah Rasulullah saw wafat, islam menyebar, cepat menjadi adi
daya mainstream dunia. Rasulullah wafat kira-kira Juni 632M (berdasar tanggalan Arab:
12 Rabiul Awal, tahun 11 Hijriah). Yaitu dalam usia 63-an tahun kalau menurut kalender
Arab (atau mestinya 61-62 tahun kalau berdasar tanggalan Masehi. Berarti, lahirnya
sekitar 570M, dan mulai menyebarkan islam 610M).

Sebagai adidaya, otomatis auranya menular kemana-mana di jalur mainstream. Para


pedagang pun terus banyak yang jadi muslim. Makin kekalifahan Islam dominan, makin
pedagang muslim banyak yang mampir ke nusantara, dan juga ada yang menetap.
Kawin di sana sini juga enak, di seantero nusantara. Ada yang tenggelam di laut juga
tentunya. Dimakan ikan hiu atau ikan betok. Kecemplung sumur atau kecemplung kali
ada juga mungkin. Bukan urusan kita.

Kapan persisnya islam mulai dianut banyak orang asli nusantara? Kita tidak tahu. Tapi,
negeri ber-raja muslim pertama, tercatat sejarah muncul di abad ke-13. Samudra Pasai
begitu yang sering diajarkan di sekolah-sekolah (Atau kerajaan Samudra dan Pasai?).
Makin lama, raja muslim makin banyak. Terus jadi dominan. Kelompoknya ada tiga:

(1) Pertama, Kesultanan-kesultanan di kawasan barat, di Sumatra, Kalimantan,


Semenanjung Malaya (Samudra Pasai, Malaka, Aceh, dan lain-lain). Yang paling unik di
sini sebelum orang-orang Eropa datang adalah Malaka. Malaka beberapa lama jadi titik
tengah perdagangan, mungkin termasuk paling meriah dan paling ramai di dunia.
Malaka tidak menghasilkan apa-apa kurang lebihnya, tetapi posisi geografisnya begitu
strategis, dan rajanya paling luwes berpikir ala 'pelabuhan bebas' yang akomodatif,
sehingga bursa komoditas internasional apapun, ya kalau mau praktis, diurusnya oleh
para saudagar antar negara dimulai dari titik Malaka ini. Kesultanan Islam di area sini,
munculnya nyaris bersamaan dengan Majapahit. Bukan setelahnya.

(2) Kedua, Kesultanan-kesultanan di Jawa (Demak, Cirebon, Banten, Mataram, dan


lain-lain). Sebelum era Islam: Majapahit-lah pusat pengekspor beras dan bahan pangan
lain dari Jawa yang pertaniannya masif; serta pengumpul utama komoditas rempah-
rempah dari kawasan timur, dan juga pengumpul komoditas sebagian kawasan barat
nusantara bagian selatan. Majapahit itu the undisputed biggest di belahan selatan.
Lama-lama perannya di Jawa digantikan oleh orang-orang muslim, yang notabene
lanjutan Majapahit juga, dan masih terang benang merahnya dengan Majapahit itu.

(3) Ketiga, Kesultanan-kesultanan Kawasan Timur (Makassar, negeri-negeri di


Maluku, dan lain-lain). Kalau semua dikangkangin Majapahit dan orang-orang Jawa,..
lha kok enak amat? Orang-orang cerdas di nusantara, di kawasan lain, tentu ingin juga
mencuil sedikit atau banyak rejeki orang-orang Jawa ini. Daerah Maluku sebagai sentra
penghasil.. ya wajarlah kalau coba memby-pass Jawa. Wong dia yang menghasilkan,
kok yang memonopoli perdagangannya orang Jawa? Enak bener. Mungkin dia terus
woro-woro: "Woi, siapa yang mampu tampil sebagai alternatif untuk distribusi rempah-
rempah ke jalur perdagangan dunia?" Yang kemudian muncul, dan sizeable, agak
besar, antara lain: Makassar, lalu ada beberapa kesultanan kecilan di beberapa titik di
Kalimantan (yang merupakan lepasan dari semula jajahan Majapahit atau Melayu),
Lalu, yang utara beneran, ada kesultanan Sulu di daerah Filipina selatan masa kini, ada
juga Brunei di sisi utaranya Kalimantan. Semacam itu. Kelompok ketiga ini munculnya
rada belakangan dari kawasan barat, tetapi mestinya sudah mulai bertumbuh.. dan
mulai menganut islam, bertahap pada saat Majapahit masih jaya.

Kok bisa ya, yang semula Hindu-Bunda mengakar, terus islamisasi bisa menyeluruh se-
nusantara, siapa sih sebenernya yang ngomporin? Ataukah ini asalnya murni dari
rakyat banyak di dalam negeri nusantara?
Kira-kira kita, kecil kemungkinan, penggusuran Hindu-Budha itu terjadi murni dari dalam
negeri. Kecil juga kemungkinan, islamisasi itu langsung didorong oleh kekalifahan besar
di timur tengah. Jaraknya kejauhan! Secara kilometer, maupun secara budaya. Dan lagi
pula, jejak-jejaknya tidak menunjukkan demikian. Yang paling mungkin, pendorong
utamanya adalah Persia-India. Di India, sempat ada kekaisaran Mughal Islam yang
amat besar (salah satu rajanya pendiri Tak Mahal yang masyur itu). Selain India, faktor
Cina itu juga dominan. Raja Malaka itu eksis begitu kuat bertahun-tahun karena mesra
hubungannya dengan tante-tante, eh, maksudnya dengan Cina. Konon, Malaka itu rutin
membayar upeti ke Cina sampai dengan direbut oleh Portugis. Andai Malaka tidak
dibekin Cina (dan India?), amat besar kemungkinan dia dicaplok abis Majapahit.
Bahkan, kesultanan-kesultanan lain, bisa terus lama sekali mengimbangi Portugis dan
para penjelajah eropa yang teknologinya lebih mutakhir, yang berkolaborasi dengan
kerajaan-kerajaan lama (Hindu-Budha), beking terbesarnya itu bukan India, melainkan
Cina. Baik Cina asli di negeri leluhur, maupun Cina-cina perantauan yang sudah lama
menetap di nusantara. Cuma, di buku sejarah, di cerita-cerita rakyat, hal ini sering
hilang atau dikaburkan, disebabkan karena ada titik-titik tertentu, di nusantara ini
meledak senophobia (gerakan anti Cina). Antara lain yang banyak diingat orang di
Batavia. Lalu di Mataram. Dan di masa Hindia Belanda di abad ke-19 dan ke-20.

Ironisnya, walau negeri Cina itu membeking kesultanan-kesultanan islam nusantara, dia
sendiri tidak terus menjadi islam secara menyeluruh. Cina di pusatnya sono (bahkan
sampai sekarang) tetap berpegang pada kepercayaan neneknya. Yaitu neneknya
sendiri, nenek moyang. Bukan neneknya tukang ojek. Hidayah Allah sepertinya lebih
dalemnya di nusantara ini, dan kalau sudah soal hidayah, manusia tidak bisa ikut
campur. Rasulullah sendiri, beking utamanya saat masih lemah, adalah pamannya: Abi
Thalib, yang juga sampai akhir hayatnya tetap ikut agama leluhur, ogah masuk islam.

Begitulah konstelasi di kawasan regional untuk beberapa lama....

Rejeki melimpah ruah di jalur perdagangan internasional teramai di dunia itu, sehingga
untuk waktu lama, tidak ada bangsa yang berniat mengacak-acaknya secara masif.
Bahkan bajak laut kriminal pun dapat rejeki dari jalur ini. Konflik-konflik antar elit politk,
umumnya bersifat lokal-lokalan saja, yaitu sampai kemudian... Malaka-nya direbut
Portugis tahun 1511. Jder! Malaka sebagai hub perdagangan, direbut Portugis yang
memusuhi banyak orang islam. Dunia jadi gonjang-ganjing.... Sebelum itu, Portugis
yang telah menjelma menjadi kekuatan laut yang punya mobilitas paling top sedunia...
sukses juga merebut Goa di India 1510.

Okelah, Portugis tidak punya kekuatan tentara teritorial darat yang masif, jadi peran
Malaka yang semula titik sentral kemudian bisa digantikan, tersebar oleh kerajaan-
kerajaan Islam yang masih independen di sekeliling Malaka (Aceh, Pasai, Johor,
seterusnya yang semula di bawah bayang-bayang Malaka), tapi.. rutenya jadi acak-
acakan. Tidak ada lagi 'main-hub'. Efisiensi perekonomian kawasan jadi terganggu.
Kedatangan Portugis ini bersifat disruptif. Walau dalam kemampuan angkutnya kalah,
Portugis ini punya kapal-kapal berbeda, yang lebih siap tempur dari pada kapal-kapal di
seantero nusantara. Punya kemampuan navigasi mutakhir, dan meriam-meriamnya
lebih responsif, lebih akurat, sebagai senjata pemusnah masal. Dibanding meriam
nusantara yang umumnya difungsikan sekedar sebagai pendudung marinir-infanteri.
Semangat bertempur dan solidnya pasukan juga setara dengan pasukan kalifah-kalifah
islam di timur tengah (yang telah mereka kalahkan saat memerdekakan diri setelah
dijajah kekalifahan tujuh abad or something).

Titik panas selat Malaka ini kita ulas dalam kesempatan lain,.. kali ini, kita ulas saja dulu
Demak, yang merupakan 'penghancur langsung' dari sisa-sisa kerajaan Majapahit....
dan perebut hegemoni di area Jawa dan sekitarnya (dengan dibeking Cina!).

***

Demak, Kerajaan Islam Yang Pertama Besar Di Jawa

Di Jawa, kita sudah uraikan bagaimana Majapahit muncul di abad ke-13! Lalu menjadi
salah satu yang paling disegani di nusantara, paling solid.

Saking solidnya, ide-idenya diadop mendalam juga di Jawa Barat, Jawa Tengah-Timur,
Madura, dan Bali, serta sekitarnya. Kerajaan tua dan budaya tua begitu mengakar, tidak
bisa begitu saja cepat digusur oleh mainstream islam. Baru pada abad ke-16-an,
kerajaan bercorak Islam bisa menggusur Majapahit (di Jawa Tengah-Timur-Madura),
dan berikutnya Pakuan/Pajajaran (di Jawa Barat). Di Bali bahkan tak tergusurkan.

Kerajaan islam apa yang pertama solid di Jawa?

Di Jawa, yang pertama bisa eksis sebagai kerajaan islam solid, yang men-disrupt, dan
sanggup melawan Majapahit,.. adalah Demak. Kalau dilihat lokasinya: Demak itu di
Jawa Tengah, tengah bener, dekat semarang. Mengapa di situ? Kalau di pusat
Majapahit.. wah, susah. Begitu juga.. kalau di kota-kota kunci Pakuan/Pajajaran.. itu
juga susah. Jadi, ya.. di titik terjauh dari dua kutub itu.. di Jawa Tengah. Demak yang
jadi. Kalau ke utara lagi, byur.. itu di tengah laut.

Begitupun, andai yang bikin kerajaan Demak bukan bangsawan-bangsawan top trah
Majapahit, bisa tetep susah. Yaitu seperti saat mulai munculnya Cirebon di blantika
Jawa. "Elu siape, mau bikin-bikin kerajaan di mari?" Begitu kira-kira khalayak akan
meremehkan. Baru bisa, setelah yang tampil bangsawan Majapahit. Cirebon pun lalu
mengaliansi diri ke Demak ini.

Di kalangan trah Majapahit itu, bisa diperkirakan, islam juga diterima tidak ujuk-ujuk,
tapi dalam tempo cukup lama. Sedikit, sedikit, satu, dua, bangsawan mengenal islam.
Lalu ada yang tertarik. Lalu ada yang masuk. Ada yang keluar lagi juga mungkin.
Muntup-muntup. Masuk enggak, keluar enggak, itu juga mungkin ada. Sudah masuk..
terus ada yang mejen. Susah eek. Yang mangsur-mangsur diare mungkin juga ada.
Bodo amat kalau urusan perut, agama ini lebih urusan jalan hidup.

Dari abad ke-8.. sampai abad ke-16... baru Demak solid. Delapan abad, sodara, sekitar
25 generasi! Kesuwen memang orang Jawa bertransformasinya.... Kelon-kelon asal
kelakon gitu deh kalo menurut peribahasanya. Peribahasa gemblung....

Walau begitu, karena Demak ini pegang ilmunya Majapahit, pengislaman kerajaan-
kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, akhirnya berlangsung hampir menyeluruh.
Termasuk juga sisa-sisa Pakuan/Pajajaran yang semula independen.

Di Jawa Barat itu, Pakuan/Pajajaran resis cukup lama terhadap islam. Bahkan lebih
cenderung pro Portugis. Lalu.. mulai goyahnya.. saat Cirebon, bawahan dia, akhirnya
menyempal, beraliansi dengan Demak. Lalu.. dua pelabuhan utama Pajajaran direbut
aliansi kesultanan islam: Kalapa (Jakarta sekarang) dan Banten (Banten Lama). Aliran
lama pun terdesak, tidak punya lagi pelabuhan perdagangan yang penting, dan lama-
lama kejepit, terus diserbu aliansi islam juga.. ya sudah. Punah.

Kucing juga ada yang ciet. Kecepit lawang. Penting bener untuk dibahas.

Seperti di Jawa Timur, para punggawa ortodox dari kerajaan Pakuan-Pajajaran, banyak
yang lari ke tempat-tempat terpencil, mencoba mempertahankan budaya lama,
ujungnya yang masih tersisa cuma komunitas Baduy yang terisolir. Selain mereka,
mainstream Jawa Barat lalu ikut islam. Kelak, Banten memisahkan diri,.. sesuai dengan
tradisi Jawa Barat yang berlepas dari Jawa Tengah-Timur.

Blambangan, daerah tapal kuda yang keras, itu juga solid, tidak terislamkan sampai
lama sekali. Tempatnya yang terpencil di ujung timur, dilingkup oleh gunung-gunung
benteng alam, sulit untuk didatangi kerajaan Demak pada masa itu. Kelak, saat
kerajaan Mataram di Jawa Tengah mencapai puncak kejayaan, barulah Blambangan
ditaklukkan Mataram dan islamisasi berjalan lebih tuntas.

Itu secara garis besarnya. Detilnya, tentang kerajaan Demak, marilah kita ulas berikut
ini, setahap demi setahap...

***

Raden Patah, Pendiri Awalnya Demak (43 tahun, 1479-1518)

Awal berdirinya Demak ada kesamaan dengan Majapahit, all over again. Mungkin
pendiriannya mengambil inspirasi dari kisah Dyah Wijaya atau Raden Wijaya, kita
nggak tahu. Tapi ini sudah suratan... sejarah itu sering berulang....

Versi Pendirian Majapahit: Dengan restu Jayakatwang (Raja Kediri), terjadilah babat
alas, pembukaan hutan tarik untuk pemukiman, kota baru. Raden Wijaya bangsawan
utama eks Singosari dibantu oleh Adipati Sumenep, Arya Wiraraja, yang sebelumnya
Wiraraja itu seorang brahmana, ahli siasat. Rakyat andalannya yang pertama: orang-
orang Madura dan orang-orang yang setia pada Raden Wijaya, jagoan eks Singosari.

Versi Pendirian Demak: Yang dibuka, desa baru Gelagahwangi, oleh Raden Patah,
dibantu oleh 'brahmana'-nya periode itu, yaitu ulama islam, Sunan Ampel. Rakyat
andalannya: kaum santri. Dan mungkin para pedagang muslim. Bisa jadi, awalnya atas
restu Majapahit induk, dan tentunya,.. kita bisa kira-kira, ada sekelompok pasukan elit
binaan Raden Patah yang ikut berjuang di sana. Nota bene, dia itu kan bangsawan
keturunan Brawijaya bukan? Amat mungkin, di sekeliling dia ada jagoan-jagoan.

Ada yang bilang, ibunda Raden Patah itu putri bangsawan turunan Campa atau dari
Cina. Terkait Campa ini ada dua pendapat, ada Campa Kamboja di Indocina sana, ada
juga Campa ini maksudnya Jeumpa di Aceh.

Ada hubungan juga Raden Patah ini dengan bangsawan-bangsawan jalur Majapahit
yang di Palembang. Raden Patah alias Panembahan Timbun bahkan ada kemungkinan
lahir di Palembang. Nggak tahu bidannya orang mana. Kalau bidannya bernama Euis
atau Odah, mungkin dari Majalaya.

Versi Babad Tanah Jawa, asal-usulnya begini: Salah satu raja Majapahit (Brawijaya V?)
suatu ketika punya selir Tionghoa cantik (namanya Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat alias
Kiai Batong, dari ibu bernama Siu Te Yo dari Gresik. Orang biasa, tapi anaknya cantik.
Kalo jidatnya jenong, tentu kecil kemungkinan bisa memikat Brawijaya!). Selir ini lantas
hamil Raden Patah itu, alias Panembahan Timbun alias Senapati Jimbun alias Jin Bun
nama cinanya. Diceritakan, Dwarawati, permaisuri Brawijaya itu cemburu pada si selir
Tionghoa. Lantas.. demi agar tidak cekcok, selir cantik itu (yang sedang hamil) oleh
Brawijaya dihadiahkan kepada anak sulungnya, yaitu Arya Damar.. bupati Palembang.
Ajaib ini kalau jaman sekarang. Habis diselir-selir sama ayahnya.. terus diselir-selir
sama anaknya! Tapi di jaman Majapahit.. itu bisa saja! Di Palembang itu, lahirlah Raden
Patah. Yang ayahnya Brawijaya, dan ayah tirinya Arya Damar. Ini ayah tiri merangkap
kakak satu ayah! Belakangan, Arya Damar dan si selir punya anak lagi: Raden Kusen
alias Kin San, yang bagi Raden Patah, adik se-ibu, sekaligus keponakan. Ruwet sih
emang kalau ibu tiri terus diperistri oleh anak tiri. Untunglah oleh islam dilarang.

Eit, tapi memperistri ibu tiri itu, rasanya sudah ditabukan sejak islam belum ada. Jadi,
ada kemungkinan lain yang lebih tepat, versi Kronik Cina: Brawijaya yang ayahnya Arya
Damar, itu Brawijaya III (Hyang Purwa Wisesa, ibunya selir Cina yang lain lagi).
Sedangkan Brawijaya yang ayahnya Raden Patah, itu Brawijaya V (Bhre Kertabumi,
dimana Raden Patah lahirnya jauh sebelum ayahnya naik tahta). Jadi, hubungan Raden
Patah itu bisa jadi keponakan Arya Damar, bukan ruwet kayak di atas.

Kakek dari sisi ibunya: Kiai Batong atau Kiai Bantong itu, ada yang bilang rakyat jelata,
ada juga yang bilang ulama bergelar syeh yang masih turunan Nabi. Wuih! Ini besar
kemungkinan plintiran masa berikutnya demi legitimasi. Juga kemungkinan.. di masa
berikut, saat menggejala sikap 'anti Cina di Mataram', jalur Tionghoa di Raden Patah itu
coba diplintir-plintir lagi. Seolah dia malah jalurnya dari Arab. Apa benar? Wallahualam.

Kira-kira kita, siapapun ayah-ibunya, pokoknya Raden Patah itu ada hubungan dengan
Majapahit, Palembang, Gresik, Tiongkok. Darah Rancaekek sepertinya enggak ada.
Punten pisan iyeu teh. Sanes teu sono.

Babad Tanah Jawi menyebut: saat muda Raden Patah dan Raden Kusen hijrah balik
dari Palembang ke Jawa, berguru pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen walau
islam terus mengabdi ke Majapahit, sedang Raden Patah babat alas pindah ke
Glagahwangi itu. Nah, saat Glagahwangi maju... Brawijaya (alias Bhre Kertabhumi) di
Majapahit kuatir, takut Raden Patah berontak. Raden Kusen yang kala itu sudah jadi
Adipati Terung (Sidoarjo) diperintah untuk memanggil Raden Patah. "Tah, lu dipanggil
noh ame Raja Majapahit. Dateng gih..." kurang lebih begitu kalau pakai bahasa lenong.

Raden Patah pun sowan ke Brawijaya V. "Beh, asalamualaikum Beh. Awet muda nih
Babeh. Ane doain ya, supaya Babe panjang umur, murah rejeki... Nih, ane bawain oleh-
oleh dari Semarang-Demak, Beh.. Banden presto..." Walah. Nggak mungkin sih ada
dialog seperti itu pada masa itu, tapi pokoknya, singkat cerita,.. sang raja Majapahit
terus terkesan dengan santun dan hormatnya Raden Patah kepadanya, dan akhirnya
raja mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Lha, kalau versi kerajaan Jawa,
ceritanya memang begitu. 'Anak yang hilang',.. anak asli, terus ketemu lagi, dan diakui
lagi.. oleh bapaknya yang raja. Versi kira-kira kita, bisa juga.. sebetulnya, dia itu bukan
anak asli, tapi karena menunjukkan loyalitas mengesankan Majapahit, terus diaku anak
atau diangkat anak oleh raja Majapahit. Anak pungut. Anak adopsi. Yang mana hal ini
cukup lazim pada masa itu. Jadi, bisa juga.. Raden Patah 'baru resmi diangkat anak'
pada titik ini. Sambil dicari-cari, pembenarannya (yang mengada-ada, ngarang?),
bahwa dia anak Brawijaya. Wallahualam.

Pokoknya, Raden Patah pun terus jadi bupati Glagahwangi, yang diganti nama menjadi
Demak, dengan ibu kota di Bintara atau Bintoro.

Kronik Tiongkok bilang, Jin Bun alias Raden Patah kemudian menaklukkan Semarang
1477, menjadikannya bawahan Demak, yang keseluruhannya mestinya tetap respek
terhadap Majapahit untuk beberapa lama, kirim-kirim upeti kayak gitu, yaitu
kemungkinannya.. sampai Brawijaya V wafat, atau sampai Sunan Ampel wafat. Selama
Sunan Ampel hidup, konon dia melarang Raden Patah menyerang ayahnya. Agak
pating slundhup bagaimana Majapahit itu runtuh, tapi in short, sejak Malaka berjaya,
leader yang berlatar belakang islam lebih dapat momentum di Jawa dan se-nusantara.
Dan juga lebih dibeking Cina, dan dibeking kekaisaran Mughal dari India.

Kombinasi leaders yang berwawasan komplit (turunan Majapahit dipadu dengan ulama
top), rakyat yang kompeten (jagoan-jagoan, plus para pedagang muslim), dan lokasi
strategis, serta kemunduran Majapahit induk,.. sementara di kawasan barat nusantara
para pedagang muslim makin eksis.. memudahkan Demak untuk tampil jadi favorit para
pedagang internasional. Sekaligus juara favorit pilihan pemirsa. Walah. Pemirsa
apaan? Penduduk pun meningkat pesat, delapan ribu, jadi 14 ribuan.

Jaringan ulama ini, kemungkinan bisa mengerahkan sumber daya dari tempat-tempat
lain, sehingga konsentrasi kekuatan Demak menjadi digdaya. Ini mirip seperti Ken Arok
sekian abad sebelumnya. Akuwu Tumapel, bisa menang lawan Kertajaya raja Kediri.
Karena apa? Karena di belakang dia ada sumber daya besar yang dikerahkan oleh
para brahmana yang diam-diam mendukungnya menentang habis-habisan Kertajaya.

Jadi, selain pendiriannya mirip pendirian Majapahit oleh Raden Wijaya, kemunculannya
sebagai jagoan se-Jawa mirip dengan Ken Arok saat menjungkirkan Kediri.

Daerah Pantura Jawa Tengah lalu seluruhnya solid mendukung Demak. Satu penjuru di
barat, ada Cirebon yang eksis mulai 1430, di timur, ada Demak yang eksis mulai 1475.
Siapa yang berada di tengah di antaranya, tentu sulit melawannya bukan?

Pertanyaan iseng: mengapa para ulama dan komunitas islam rame-rame mendukung
Demak? Sebelumnya, bangsawan muslim sudah banyak, bukan? Tapi kok nggak ada
yang dapat dukungan semasif Demak?

Kira-kira kita begini... Sebelum Demak solid,.. Majapahit sudah lemah duluan.. Daerah-
derah bawahannya melepaskan diri satu demi satu, khususnya yang agak jauh, bahkan
saling serang demi ego masing-masing. Hal itu mestinya menimbulkan keprihatinan di
kalangan ulama dan pelaku bisnis. Nggak mungkin kan, negerinya saling serang.. terus
para ulama dan pengusaha malah jogetan kegirangan? Ulama keblinger kalau ada
yang begitu. Nah, mereka tentu terus mikir cari solusi. Bukan cari jangkrik!

Siapa ini kerajaan kuat yang bisa dipromosikan untuk menjadi jangkar pendamai tanah
Jawa? Pilihan pertama: Majapahit mesti dibikin solid lagi, dan ada (leader muslim
maupun non-muslim) yang pro Majapahit. Dan karena itu, Majapahit terus bertahan
eksis sampai abad ke-16. Pilihan kedua: alternatif lain yang paling mungkin.. ya
akhirnya Demak. Dia yang paling prospektif. Dan juga gayung bersambut. Para leader
Demak menyambut positif para ulama, setuju aliansi. Maka, berbondonglah ulama dan
pengusaha membela Demak. Akar rumput pun ikut,.. ya sudah, Demak tak terkalahkan.

Untuk mengkonsolidasi Jawa, Raden Patah ini keras. Pada siapapun, termasuk yang
sesama muslim. Salah satu yang kena hukuman mati adalah Ki Ageng Pengging,
leader muslim yang berkuasa di Pengging (Boyolali). Ayahnya, yaitu Andayaningrat
banyak jasanya pada Majapahit, khususnya dalam urusan dengan Blambangan. Tapi
lalu, Sunan Ngudung yang pro Demak menewaskan Andayaningrat itu. Andayaningrat
punya anak dua. Satu tetap pada agama lama, terus menyepi, bertapa di gunung
Merapi, sedang satu anak lagi, Ki Ageng Pengging alias Kebo Kenanga masuk islam,
dan jadi pemimpin bersahaja yang membaur dengan rakyat di daerah Pengging. Oleh
Demak, tentu saja daerahnya dianggap sebagai wilayah bawahan.
Satu ketika, saat diminta Raden Patah (dengan perantara Sunan Kudus) untuk sowan
ke Demak, dan mengakui hegemoninya, Ki Ageng Pengging ini menolak. Sama-sama
muslim, tidak sudi dia merendahkan diri pada raja Demak yang telah menumpas
ayahnya. Di Jawa ini persaingan bukan islam lawan agama lama, tapi ya,.. dasarnya
persaingan politik biasa. Ya sudah.. Ki Ageng Pengging pun dianggap mau berontak
oleh Demak, dan dilibas habis. Dihukum mati. Ada sejumlah cerita mistik bagaimana dia
mati, tapi itu tidak penting secara kesejarahan. Pokoknya, singkat cerita, dia mati.

Anak Ki Pengging, yaitu Mas Karebet, tidak ikut terlibas karena sudah diungsikan ke
daerah Tingkir. Amat mungkin, oleh sang ayah sudah diantisipasi, sewaktu-waktu,
Pengging bisa diluruk Demak. Jadi anaknya dijauhkan supaya saat Ki Pengging dan
segenap pengikut dibasmi, anaknya survive, dan bahkan.. karena asal-usulnya
disamarkan, si anak ini bisa terus mengabdi ke Demak dengan damai. Kelak si anak ini
dikenal sebagai Jaka Tingkir, pendiri Kerajaan Pajang islam, yang memperistri putri
Raja Demak yang ketiga, yaitu Trenggana, dan terus Pajang-nya itu mengambil alih
posisi Demak sebagai kerajaan top di Jawa.

Raden Patah kira-kira memimpin Demak selama 1475-1518 (sekitar 43 tahun). Dengan
catatan, di ujung-ujungnya, yaitu tahun 1505-1518 (13 tahun), dalam keseharian yang
memimpin Trenggana, anaknya yang kedua. Raden Patah (bisa juga Pati Unus anak
sulungnya) tinggal sebagai pemimpin simbolik pada periode 13 tahun itu, tapi dalam
praktek keseharian, yang jadi pelaksana eksekutif adalah Trenggana. Bagi Trenggana,
ini periode kepemimpinan pertama. Kira-kira begitu. Itung-itung latihan. Dan tidak
mengherankan, saat kemudian dia menjadi raja, dia beneran jadi raja yang efektif!

Kerajaan Demak ini umurnya pendek, hanya selama periode 1475-1554 (79 tahun), dan
rajanya hanya meliputi beberapa orang saja. Berikut ringkasannya.

1475-1518 Raden Patah (sekitar 43 tahun, 13 tahun terakhir dibantu Trenggana. Atau
bisa juga: 30 tahun, andai yang 13 tahun terakhir itu, yang de jure menduduki tahta
sebetulnya sudah bukan Raden Patah, tetapi Pati Unus anak sulungnya). Dari catatan
Portugis, di periode 1475-1518 ini.. yang memimpin Demak ada dua, dan dua-duanya
mereka juluki Pate Rodim. Yang pertama, Pate Rodim senior. Yang kedua Pate Rodim
Junior. Mana yang benar, wallahualam. Nggak penting. Tapi kemungkinan Raden Patah
itu ada dua juga tidak mustahil. Raden Surapati, campuh dengan Untung. Ditengahi
Sultan Cirebon, dinyatakan Untung yang menang. Terus nama Surapati itu diberikan
kepada Untung, jadilah dia Untung Surapati. Cerita Bandung Bondowoso juga idem
ditto. Jadi, bisa ada kemungkinan: saat Raden Patah yang asli sudah patah beneran,
namanya 'dianugerahkan' kepada orang lain, juniornya, yang terus bertahta juga dan
pake nama Raden Patah juga. Jadi, bisa saja catatan Portugis itu juga akurat. Bisa
saja.. yang pegang nama Raden Patah yang kedua itu: Pati Unus atau Trenggana.
Nama orang itu, kalau bisa digonta-ganti, ujungnya memang jadi membingungkan!

1518-1521 Pati Unus (sekitar 3 tahun, atau mungkin 'de jure' 16 tahun andai 13 tahun
saat Trenggana jadi pelaksana eksekutif itu, yang resminya menjadi raja adalah Pati
Unus secara in absentia karena dia belum berada di Demak). Dia disebut juga
Pangeran Sabrang Lor (karena dia telah menyeberang ke utara, menyerbu Malaka-
Portugis) alias Raden Surya (kemungkinan nama aslinya) alias Sultan Surya Alam
(rename belakangan oleh para penulis hikayat, ditempeli gelar sultan, yang pada
masanya belum dipakai di Jawa).

1521-1548 Trenggana alias Trenggono (sekitar 27 tahun, adik Pati Unus. Yaitu 1521-
1546 bertahta beneran, 25 tahun, dan 1546-1548, dua tahun terakhir, kemungkinan 'in
absentia' karena melanglang ikut ekspedisi militer ke pelosok-pelosok Jawa timur; dan
tahtanya sudah dipegang oleh Raden Mukmin anak sulungnya).

1546-1549 Sunan Prawoto (alias Raden Mukmin sekitar 3 tahun, anak Trenggana,
bisa jadi.. sempat overlap dengan ayahnya selama 1546-1548).

1549-1554 Arya Penangsang (5 tahun, Adipati Jipang, setelah membunuh Prawoto,


lalu ibukota pindah ke Jipang, sampai dia dibunuh. Demak lalu digeser ke Pajang).

Walau sebentar, dan bahkan di dua terakhir ibukotanya dipindah (Prawoto memindah
istana ke Bukit Prawoto, dan Penangsang memindah ke Jipang), kerajaan Jawa
dominan penerusnya, yaitu Pajang, masih sebenang merah dengan Demak. Marilah
kita ikuti saja.. setelah pesan-pesan berikut ini. Walah. Pesan opo?

***

Pati Unus, Raja Demak Kedua (3 Tahun, 1518-1521)

Lebih detil dari ringkasan di atas, berikut riwayat Demak saat raja kedua....

Wikipedia menyebutkan: Raden Patah, ayah Pati Unus, kemungkinan lahirnya di


Palembang 1455, dan wafatnya di Demak 1518. Kalau ini benar, berarti umurnya: 62
tahun saat wafat, dan saat mulai mendirikan kerajaan Demak 1475.. umurnya 20 tahun.

Raden Patah itu punya tiga istri. Yang utama (permaisuri, putri atau cucu Sunan Ampel)
melahirkan (1a) Raden Surya (Pati Unus) dan (1b) Trenggana. Selir atau Istri kedua:
putri bupati Jipang, punya anak (2a) Raden Kikin alias Surowiyoto; dan (2b) Ratu Mas
Nyawa. Lantas Istri yang ketiga, putri dari Randu Sanga, melahirkan (3) Raden
Kanduruwan yang pada pemerintahan Sultan Trenggana kelak berjasa menaklukkan
Sumenep (Madura). In short, Raden Patah istrinya tiga, anaknya lima.

Teori perkiraan kita, tahun 1505, saat dia berumur 50 tahun.. Raden Patah terus
'berhalangan tetap'. Entah itu sakit atau apa, tapi kecil kemungkinanya sakit pileren.
Karena pileren itu kan penyakitnya ayam. Iya, kan?

Berhubung dia berhalangan tetap, lalu digantikan oleh putra mahkota, yaitu Pati Unus.
Tapi.. Pati Unus ketika itu sedang melanglang (ke Cirebon atau kemana). Jadi,
ditunjuklah pelaksana eksekutif di Demak, yaitu Trenggana, adik Pati Unus, bertahun-
tahun. Sampai kemudian, Pati Unus tiba kembali di Demak.

Sudah disebut di atas, gonjang-ganjing kemapanan jalur perdagangan internasional di


Nusantara terjadi karena Portugis merebut Malaka 1511. Sebelumnya, merebut Goa
(India) 1510. Di Goa itu bahkan Portugis membantai habis penduduk muslim, sebagai
bagian balas dendam perang salib atau apapun juga, yang jelas itu menimbulkan
antipati dan kecurigaan dan kengerian negeri-negeri muslim Nusantara. Lalu, negeri-
negeri muslim itu coba-coba menyusun aliansi untuk merebut balik Malaka. Mungkin
dalam konteks ini, Pati Unus pangeran Demak terus jadi melanglang kemana-mana.

Dalam konteks jatuhnya Malaka ke tangan Portugis itu juga, bantuan Cina terus banyak
mengalir ke kesultanan di nusantara. Bagaimanapun, Cina sebagai negara besar juga
dirugikan dengan bubrahnya jalur perdagangan internasional. Dan seperti umumnya
negeri besar, kalau kepentingan nasionalnya dibubrah orang, terus menyusun retaliasi.

Banyak bentuk retaliasinya. Selain mendukung negeri-negeri nusantara lain yang


muslim, Cina itu memboikot Malaka-Portugis. Juga, beberapa kali Portugis kirim utusan,
utusan-utusan itu dianiaya abis-abisan oleh Cina.

Toh Portugis terus melaju. Samudra Pasai pun direbut Portugis 1512, dan merespons
itu, 1513 Demak mengirim armada jihad agak kecil untuk coba-coba melawan Portugis.
Pasukan intinya dari Jepara (dan dibantu orang-orang Palembang), tapi pasukan ini
gagal menghasilkan momentum, cuma membawa pelajaran, bahwa serangan ke
Portugis itu mesti amat terencana dan besar-besaran.

Sultan Pelarian dari Malaka yang terus pindah ke Johor juga sempat menggerakkan
armada coba mengklaim balik dengan menyerang Portugis, tapi juga gagal. Bahkan
belakangan, Johornya ditaklukkan Portugis dan disatukan dengan Malaka.

Saat Demak dan para sekutu menghimpun kekuatan, tahu-tahu 1513 Demak malah
diserang oleh sisa-sisa Majapahit (yang dipimpin oleh Patih Udara) dan raja Bali
(Gelgel, Klungkung). Di belakang ini, kemungkinan ada Portugis, karena komunikasi
Portugis-Majapahit di tahun 1513 ini cukup intensif sampai top level. Portugis juga
membentuk aliansi dengan Pakuan-Pajajaran, yang terus mengijinkan Portugis
membangun benteng di Sunda Kelapa. Selama 1512-1513, Portugis sudah menjalin
hubungan dengan Madura, Bali, Aru, Ambon, Banda, Ternate, Tidore. Ternate dengan
Tidore sedang berselisih, dan Portugis mengambil keuntungan di tengah-tengahnya.

Pasukan aliansi Majapahit-Bali (yang dibeking Portugis diam-diam) menyerang Demak


tapi berhasil dipukul mundur, oleh Demak yang sudah siap perang, tapi dalam
pertempuran satu tokoh tewas: Sunan Ngudung. Sejak itu, Majapahit pun makin set-
back. Top talentsnya, yang kuatir retaliasi membabi buta Demak, banyak yang terus
eksodus ke Bali atau ke pedalaman terisolir. Atau mungkin juga ada yang ke Pakuan-
Pajajaran (yang masih Hindu-Budha).
Di titik ini, ganti berganti Portugis dan kesultanan-kesultanan islam Nusantara
mencatatkan pencapaian-pencapaian. Tahun 1514, Kesultanan Aceh berdiri, dan cepat
bertumbuh jadi penantang Portugis di ujung barat nusantara, dan tuntas menguasai
pantai timur Sumatra bagian utara 1520.

Tahun 1515, Portugis pertama kali mencapai Timor. Lalu 1520 mengunjungi Flores dan
Solor. Lalu kerajaan Bali (sekutu Portugis), menyerang Lombok. Tahun 1518, sultan
Mahmud pelarian Malaka mengambil alih kekuasaan d Johor.

Dalam Hikayat Banjar, raja Demak Surya Alam alias Pati Unus ini sempat membantu
Pangeran Samudera, penguasa Banjarmasin, untuk mengalahkan pamannya penguasa
kerajaan Negara Daha versi yang berada di pedalaman Kalimantan Selatan. Lalu
kerajaan Banjar pun menjadi islam 1520 itu.

Yang termasuk paling ngotot merebut Malaka dari tangan Portugis untuk mematahkan
gerakan mereka di nusantara adalah Pati Unus, raja Demak kedua (bahkan mungkin
sebelum dia naik tahta secara efektif). Serangan kedua dibantu cukup besar-besaran
oleh Palembang, Banten, Cirebon (dan kemungkinan Cina). Dia kerahkan 375 kapal,
ada yang bilang begitu, kebanyakan dibuat oleh galangan Gowa di Sulawesi (bukan
Goa India) yang kala itu sudah jagoan bikin kapal penjelajah jarak jauh. Tapi usaha ini
tetap gagal. Bahkan fatal. Tahun 1521 setelah pertempuran tiga harian tanpa henti,
armada Demak hancur. Pati Unus gugur sekalian dalam ekspedisi. Dua anaknya, juga
kemungkinan meninggal di ekspedisi fatal tersebut. Tukang pecel pincuk pun mungkin
ada yang meninggal juga. Gara-gara pileren. Ya sudah, Demak pun sempat set back....
Bukan gara-gara meninggalnya tukang pecel!

Setelah menghantam armada gabungan yang dipimpin raja Demak, Portugisnya terus
melaut lagi, dan merebut Pasai 1521 juga. Gunungjati orangnya Cirebon-Demak yang
sedang di Pasai terus pergi ke Mekkah sekalian, pulang dua tahun kemudian.

Hikayat dari Jawa Barat menyebut: sebagian sisa pasukan armada gabungan yang
hancur itu terus hijrah ke Jawa barat, dan dianugerahi kawasan yang sekarang menjadi
Tasikmalaya (bermakna: danau-nya orang Malaya?). Disebut begitu mungkin karena
yang hijrah banyak orang Melayunya. Atau, mungkin 'Malaya' ini bukan artinya mereka
orang Melayu asli, tapi maksudnya: orang-orang Jawa-Cirebon eks penyerbu Malaka.

Kelak, kesultanan islam membalas kekalahan di Malaka dengan merebut Sunda Kalapa
1527, yang semula akan dijadikan basis Portugis di Jawa, beraliansi dengan kerajaan
tua Pakuan-Pajajaran. Di luar itu, setelah gagal di palagan maritim, Demak yang secara
angkatan darat masih digdaya terus meluaskan teritori di Jawa sepeninggal Pati Unus.

***
Trenggono, Raja Demak Ketiga (27 tahun, 1521-1548)

Setelah Pati Unus meninggal, Demak sempat krisis kepemimpinan. Didu juga sempat
krisis. Krisis identitas dan krisis kepercayaan diri, karena rambut yang semula jabrik
terus jadi botak. Walah, tapi urusan pala botaknya Didu itu bukan urusan kita. Didu
siapa aja kita juga nggak kenal.

Kita balik lagi saja ke Demak.... Krisis di Demak itu disebabkan karena Pangeran
Sabrang Lor, putra sulung Raden Patah meninggal tanpa rencana. Eh, tidak ada sih
orang meninggal direncanain dulu. Tapi ini maksudnya mendadak. Tak terduga. "Tiga
puluh tahun lagi ye, gue meninggal, pas anak-anak gue udah mapan semua..." Lha,
emangnya meninggal elu sendiri yang atur? Kalo besok keserempet bajay pegimane?
Keseruduk sapi sih masih elit. Binatang suci India. Lha ini.. bajay!

Mestinya, kalau punya anak, berdasarkan kelaziman, pengganti Pati Unus itu anaknya.
Putra mahkota. Tapi, sepertinya dua anak Pati Unus ikut gugur bersama sang ayah.
Sepeninggalnya, istrinya yang putri Cirebon pulang mudik ke Cirebon. Pada saat itu,
mungkin sudah ada semacam ketegangan di elit Demak.

Side story: Ada kemungkinan lain lagi, yaitu menurut hikayat Jawa Barat. Disebutkan
bahwa Pati Unus itu terus punya anak ketiga. Bisa jadi, saat sang ayah wafat 1521,
anak ketiga ini masih dalam kandungan, terus dibawa ibunya hijrah balik ke Cirebon,
dijauhkan dari Demak yang muram. Lalu si anak itu (Raden Abdullah?) punya anak lagi,
berarti cucu Pati Unus: Namanya Raden Aryawangsa dan Raden Suryadiwangsa (atau
Suryadiningrat).

Aryawangsa kelak ikut membangun Banten, dan saat penaklukan Pakuan (Bogor)
1579, Aryawangsa itu jadi panglima tentara dalam pemerintahan Sultan Banten ke-2
Mawlana Yusuf (yang juga pamannya sendiri karena ibunya adalah kakak dari Mawlana
Yusuf yang dinikahi Raden Abdullah putra Pati Unus yang ketiga itu). Selepas
penaklukan, Aryawangsa dapat wilayah di Pakuan, bermukim hingga wafat di desa
Lengkong (sekarang Serpong). Aryawangsa menikahi seorang putri Istana Pakuan, dan
keturunannya menjadi Adipati Pakuan dengan gelar Sultan-sultan Muhammad Wangsa
(di Bogor dan sekitarnya), dan tetap tunduk pada Banten, sampai kemudian menyingkir
ke sekitar Ciampea saat Bantennya dirangsek Belanda 1683-an.

Cucu Pati Unus kedua: Raden Suryadiwangsa aktif melakukan islamisasi di Galuh-
Sukapura (Ciamis-Tasikmalaya masa kini). Dia ini sepertinya yang terus dijadikan
pemimpin oleh sisa-sisa armada gabungan di Tasikmalaya. Kemudian, kerajaan ini
beralih menginduk ke Sumedang Larang saat Cirebon melemah, sebelum akhirnya
seluruh Sumedang Larang menginduk ke Mataram di saat Mataram berjaya.

Balik lagi ke Demak... Selain set back secara militer, kehancuran armada saat melawan
Portugis itu juga sekaligus diikuti set back ekonomi. Karena, sebelumnya, persiapannya
bertahun-tahun tentu menguras kocek juga. Dan tanpa armada maritim, perdagangan
internasional paling bisa lewat udara. Tapi pesawat belum ada. Apa mungkin pakai
burung blekok? Nggak bisa, kan? Ya sudah. Malaise... Biasalah. Begitu perekonomian
krodit, pembagian menjadi tidak merata.. krisis multi dimensi pun mencuat.

Dengan tidak adanya anak, kandidat pengganti Pati Unus adalah adiknya. Adiknya ada
dua, yang tuaan Raden Kikin (tapi dia anak Raden Patah dari selir, yang merupakan
putri bupati Jipang alias Cepu), yang mudaan namanya Raden Trenggana (tapi dia
anak permasuri Raden Patah asli, adik seayah-seibu, dan sempat membantu sang
ayah di masa-masa akhir pemerintahan sebelum tahta diserahkan pada Pati Unus).

Persaingan entah terselubung atau terbuka, tidak ada bukti sahih, tapi yang jelas, demi
memuluskan jalan Trenggono untuk menaiki tahta, lantas ada konspirasi pembunuhan
Pangeran Kinkin. Pembunuhan terjadi sepulang Kinkin sholat jumat, di pinggir kali.
Jadilah, di belakang hari, Pangeran Kinkin itu dijuluki Pangeran Sekar Seda Ing Lepen
(artinya Pangeran Bunga Yang Wafat Di Sungai) atau Sekar Seda Lepen, in short.
Dengan terbunuhnya Kinkin, muluslah terus Trenggono menjadi raja. Raja Demak.
Bukan Rajaguguk. Kalau Rajaguguk dari Tapanuli.

Sementara Pati Unus kakaknya jagoan pertempuran laut (sebelum keok oleh Portugis),
Trenggana ini sepertinya jagoan dalam pertempuran darat. Cepat sekali dia bisa
mengkonsolidasikan Jawa. Ekspedisi kemana-mana. Bila dipotret tahun 1527, maka
gambaran Jawa ujung ke ujung sudah mengarah ke Demak semua.

Di sisi barat, Cirebon sudah jadi satu keluarga dan satu aliansi dengan Demak. Tahun
1521 sudah sehidup semati menggebuk dan digebuk Portugis. Lompat kataknya Demak
dan Cirebon, terus sukses merebut Banten utara, mendesak Pakuan-Pajajaran yang
tinggal punya Sunda Kelapa dan kerajaan-kerajaan bawahan di pedalaman yang tidak
punya pelabuhan internasional. Sumedang Larang terus juga menyempal dari Pakuan-
Pajajaran, lebih nempel ke Cirebon. Belakangan, Sunda Kalapa (Jakarta kota lama) itu
juga sukses direbut rame-rame oleh Banten-Cirebon (atas blessing Demak) 1527.
Portugis di situ kecolongan. Terus Cirebon juga merangsek Rajapolah yang beberapa
lama berada di tengah antara Cirebon dan Sunda Kelapa. Jatuhnya Sunda-Kelapa yang
terus diganti nama menjadi Jayakarta itu merupakan setback luar biasa bagi pijakan
Portugis di Jawa. Demikian pula, itu set-back mematikan bagi Pakuan-Pajajaran.

Terus, Pakuan-Pajajaran yang terdesak bertahan eksis beberapa lama saat mereka
ngumpet di benteng alam di arah Pandeglang yang susah diserang. Di sisi lain,
bawahannya di Jawa Barat selatan yang terlepas lantas terkonsolidasi oleh satu negeri
lain lagi, Sumedang Larang, yang menurut hikayat rakyat Jawa Barat besarnya di masa
Prabu Geusan Ulun.

Di Jawa Tengah, Semarang ke barat sudah dikangkangi Demak selagi dia masih
bawahan Majapahit. Lalu seluruh Jawa Tengah-DIY masa kini, diambil Demak
berturutan, sampai daerah Kedu-Bagelen dan Banyumas. Mataram area yang masa itu
pusatnya masih di Pajang juga keambil. Mulanya Pengging, terus jadi Pajang. Hanya
mesti dimaklumi, daerah selatan Jawa-Barat dan Jawa-Tengah pada masa ini, saat
penduduk Jawa masih sedikit, itu masih daerah tak bertuan dan tempat anak buang jin.

Selain Sunda Kelapa, sisa-sisa Majapahit yang pindah ke Kediri ditumpas habis oleh
Demak 1527 ini juga. Lalu Tuban. Dan Palakaran Madura yang berbasis di Arosbaya
(Bangkalan), menjadi islam di bawah Kyai Pratanu. Dari arah Pasifik, Portugis di Maluku
sempat kena gempur Spanyol tahun 1527 itu.

Tahun 1529, Demak menaklukkan Madiun. Raja-raja Portugis-Spanyol di pihak lain


terus mencapai konsensus. Maluku disepakati menjadi hak Portugis untuk dieksplorasi.
Sedang Spanyol pegang Filipina.

Tahun 1530, Surabaya dan Pasuruan takluk pada Demak. Lalu Demak merebut
Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Jawa, tapi sepertinya serangan
tidak tuntas. Di bagian lain nusantara, Gowa meluaskan diri sampai ke Makassar,
sedang Banten meluaskan diri ke Lampung.

Sudah aman dari serangan Spanyol di timur, 1536 Portugis lalu menyerang Johor
tempat bercokol para bangsawan pelarian Malaka. Di Maluku, Portugis memantapkan
bentengnya di Ternate dan Ambon. Lalu, Portugis menawan Sultan Ternate Tabariji,
dan diasingkan ke Goa (India). Lalu menginstall saudara-saudaranya untuk jadi
pemimpin boneka Portugis di Ternate.
Membalas kejatuhan Johor, Kesultanan Aceh yang mulai kuat terus menyerang Malaka
1537. Tapi tidak berhasil, bahkan sultannya terus berganti. Kemudian, 1539, Aceh
menyerang daerah Batak, tapi sepertinya juga tidak terlalu berhasil secara tuntas, cuma
dapat wilayahnya sebagian. Sejauh itu, Demak yang menyadari angkatan lautnya tidak
bisa mengimbangi Portugis, tidak ikut-ikutan lagi di blantika nusantara, dan dia fokus di
daratan Jawa dan sekitarnya saja.

Dengan surutnya Demak di blantika nusantara, 1540 Portugis lalu leluasa beraliansi
dengan Gowa. Lalu bersama-sama membangun benteng Ujung Pandang sampai
selesai 1545. Di sisi lain, Kesultanan Butung berdiri di tahun yang sama.

Walau secara maritim Demak tidak jaya, 1545 sukses menaklukkan Malang. Lalu 1546
coba menyerang Blambangan lagi, namun gagal. Cuma dapat wilayah sedikit.

Tak lama setelah Trenggana ekspedisi kemana-mana ya sudah, nyaris seluruh Jawa
mempertuan Demak. Atau kalau bagian hutan belantaranya, yang merajai harimau kiai
loreng. Yaitu kalau dia sedang sehat wal afiat. Pas harimau sakit gigi, kita nggak
tahulah, apakah celeng bisa jadi pejabat sementara? Kerajaan yang mungkin masih
lepas dari hegemoni Demak di Jawa, ujungnya tinggal Blambangan saja di ujung timur.
Bisa jadi, ketangguhan Blambangan ini berkat militansi yang ditanamkan Arya Wiraraja
sekian abad sebelumnya. Bisa juga karena adanya semacam benteng alam. Bisa juga,
karena ada dukungan kuat dari Bali. Atau.. kombinasi dari semua itu. Diserang oleh
Trenggana setidaknya dua kali, tapi sepertinya, tetap eksis terus, walau besar
kemungkinan, teritorialnya menyusut.

Ujungnya, justru di Blambangan itu Trenggana mahfud, eh, wafat. Ada cerita
menyebutkan, Trenggana yang jago perang itu, matinya oleh anak kecil, disebabkan
urusan sepele. Jadi, menurut cerita itu.. saat rehat di sela ekspedisi ke Blambangan
(atau somewhere else, suatu tempat di Jawa Timur), Trenggana itu jengkel oleh
kelakuan salah satu pelayannya, yang masih remaja imut. Belasan tahun, bahkan ada
yang bilang sepuluh tahun. Ditempelenglah si remaja pelayan itu oleh Trenggana. Atau
dijitak. Atau diselepet tali kolor. Atau apa. Tanpa dinyana, si remaja itu ternyata terus
membalas, mengambil pisau, dan menikam Trenggana pas di dada kiri. Ya sudah.
Bablas angine. Era Trenggana pun terus berakhir. Jenasahnya dipulangkan ke Demak,
dan si remaja itu terus tidak kocap lagi nasibnya. Entah diapain dia oleh para prajurit
Demak, yang jelas tidak mungkin terus dielus-elus.

***

Sunan Prawoto, Raja Demak Keempat (5 Tahun, 1546-1551)

Ada yang bilang kekuasaannya 5 tahun (1546-1551M), tapi juga ada yang bilang, raja
Demak keempat itu, Sunan Prawoto, aslinya Raden Mukmin, memerintah sekitar 3
tahun saja (1546-1549M). Di bawah nanti diuraikan mengapa ada dugaan demikian.
Kalau menilik tumpang tindihnya tahun berkuasa, yaitu Trenggono sampai tahun 1548,
sementara Prawoto sudah dibilang naik tahta 1546, mungkin kita mesti mengira-ira
sedikit tentang awal bertahtanya.

Bisa jadi, naik tahtanya Prawoto, secara resmi, memang 1546. Tapi pada saat itu,
Trenggono belum meninggal, masih hidup, cuma dia mau ekspedisi jauh ke ujung pulau
di Blambangan sana, sehingga istana Demak dia serahkan saja pada anak sulungnya,
yaitu Prawoto itu. Mungkin idenya, bertahtanya Prawoto itu sementara saja. Saat
Trenggono tiba kembali di Demak kelak, kelak pisang, tahta akan dioper ke Trenggono
lagi, sang ayah. Eh, ndilalah, di Blambangan tahun 1548 Trenggono mati sekalian. Ya
sudah, tahtanya terus dipegang Prawoto secara permanently.

Ini seperti masa Raden Patah. Kira-kira kita, sejak 1505, tahta Raden Patah
sebenernya sudah dioper ke Pati Unus. Tapi, Pati Unus-nya berhubung tidak di tempat,
posisi mangkubumi, pelaksana eksekutifnya, jadilah dipegang oleh Trenggono dulu
sementara waktu, adiknya. Begitu Pati Unus kembali, tahta terus dipegang Pati Unus.
Jadi, Pati Unus seolah tercatat bertahta cuma 3 tahun, padahal 'de jure' mestinya
dihitung 3+13 = 16 tahun. Dan Raden Patah dihitung bertahta bukannya 43 tahun, tapi
cuma 30 tahun! Wuih, kalo 43 tahun, itu lama sekali! Sedangkan 30 tahun itu saja juga
sudah satu generasi!

Kita balik lagi saja ke Sunan Prawoto....

Dia bukan jago perang dan ahli politik seperti Trenggono ayahnya, dia lebih cenderung
ahli agama (yang mungkin juga tidak terlalu ahli? Eh, tapi paling tidak kalau baca kulhu
sih bisa kali ye?). Ketegangan laten yang terjadi buntut dari naiknya Trenggono ayahnya
dulu, sepertinya mengkristal lagi pada era Prawoto. Persaingan internal ini bikin Demak
melemah dan rada goyang. Pada masa Prawoto, bawahan-bawahan utama Demak
memisah diri atau menjauh. Seperti Banten, Cirebon, Surabaya, Gresik.

Pada jamannya juga, ibukota Demak dipindah dari Demak asli alias Bintoro, ke Bukit
Prawoto, di daerah Pati sekarang (kecamatan Sukolilo?). Dan karena itulah, dia jadi
disebut Susuhunan dari bukit Prawoto, atau disingkat Sunan Prawoto. Untung tidak
dipindah ke Gunung Bohong, Cimahi. Kalo ke sana, julukan dia jadi Sunan Bohong.
Bukan Sunan Beneran.

Mengapa ibukota dipindah?

Kita bisa kira-kira, ada semacam indikasi krisis pada masanya di ibukota lama. Akar
krisis ini, sepertinya, kita bisa duga sudah dimulai saat ada konspirasi yang
memuluskan Trenggono (ayah Sunan Prawoto) menjadi raja, dengan membunuh Sekar
Seda Lepen, saudara Trenggono, satu ayah, beda ibu.

Jalur penerus Sekar Seda Lepen, tentu tidak terima dia dibunuh. Yang utama, paling
digdaya di antara penerus Sekar Seda Lepen itu kemungkinan anaknya: Arya
Penangsang. Nah, saat Trenggono berkuasa, kelompok ini mungkin menahan diri, tidak
berani melawan kingkong. Tapi,.. begitu Trenggono wafat, mungkin mereka terus
mendapat momentum dan bisa menyusun kekuatan untuk menggoyang penerus
Trenggono yaitu Pangeran Mukmin itu. Ya sudah, goyanglah kemudian elit istana.

Untuk cooling down, dan mungkin juga bertujuan defensif, istana utama Demak lantas
dipindah ke bukit Prawoto. Kemungkinan lain, saat itu, di laut Demak mulai menyadari..
penjelajah Eropa, dalam hal ini Portugis, makin jadi kekuatan maritim yang berbahaya.
Dan bekingan Cina (dan Mughal India?), tidaklah cukup efektif lagi untuk melawan navy
eropa. Jadi, untuk jaga-jaga, ibukotanya dijauhkan dari pesisir, ke perbukitan.

Pangeran Mukmin sendiri, dia bukan satu-satunya anak Trenggono. Anak Trenggono,
yang banyak disebut-sebut sejarah, ada empat. Pertama: Pangeran Mukmin (lahir saat
Trenggono masih muda, belum jadi raja). Kedua: Ratu Kalinyakmat (yang terus pegang
wilayah Jepara, dinikahkan dengan bangsawan yang lantas jadi adipati Kalinyakmat,
wilayah Jepara itu). Ketiga: perempuan lagi, dinikahkan dengan leader Cirebon.
Keempat: perempuan lagi, dinikahkan dengan kader jagoan Demak, Jaka Tingkir, yang
konon (diam-diam) adalah turunan Ki Ageng Pengging yang ayah serta kakeknya
ditumpas tentara Demak). Jaka Tingkir ini (dan istrinya, Putri Trenggono) lantas
memegang kerajaan bawahan di Pajang. Jadi, turunan Trenggono yang empat itu dapat
bagian wilayah semua. Nomer satu: Prawoto pegang pusat Demak dan kerajaan inti.
Kedua: Ratu Kalinyakmat pegang Jepara (yang pada suatu masa merupakan pulau
terpisah dari Jawa, nggak tahu jaman ini sudah nemplek apa belum). Ketiga: jadi
permaisuri Cirebon. Keempat: jadi penguasa daerah selatan, bertahta di Pajang
bersama suaminya Jaka Tingkir.

Ada yang menceritakan, dalam pembunuhan Pangeran Kinkin, Raden Mukmin ini ikut
konspirasi, menugasi dan memfasilitasi Ki Surayata untuk jadi algojo pembunuh Sekar
Seda Lepen, alias Pengeran Kinkin, yang nota bene uwak Mukmin sendiri. Yang terus,
setelah membunuh Ki Surayata-nya berhasil dibekuk para pengawal Kinkin. Terus balas
dibunuh sekalian. Tapi,.. para pengawal itu, dan waris Sekar Seda Lepen, lantas tidak
berani langsung menuntut balas, karena Trenggono keburu mengambil-alih kekuasaan
Demak. Itu keitung kudeta atau bagaimana, silakan dikira-kira.

Arya Penangsang anak Kinkin.. lalu beberapa lama mendem, tiarap, tapi diam-diam
menyiapkan gerakan bawah tanah beserta orang-orang Jipang (Cepu), dimana dulunya
itu tempat bertahta kakeknya sebagai adipati (dari pihak ibu yang merupakan selir
Raden Patah). Kinkin ini juga punya anak lain, dari istri lain, namanya Arya Mataram.

Lha, tapi, ide bahwa Prawata terlibat konspirasi, rada kontradiktif dengan cerita awal.
Kalau memang tidak main politik, dan cenderung jadi ulama, kok terlibat konspirasi
pembunuhan? Aneh, kan? Ta'uk deh benernya gimana. Yang jelas, dalam hal
kekuasaan, Prawoto ini tidak sesolid Trenggono ayahnya.
Ada seorang Portugis, sempat gentayangan ke Demak, dan bertemu Prawoto 1548. Dia
mendengar rencananya (atau ambisinya?), ingin mengislamkan seluruh Jawa, yaitu di
bawah kekuasaan Demak tentunya. Kalo di bawah kekuasaan Portugis, mestinya
katolik, toh? Apalagi kalo di bawah kekuasaan Mbah Tuwek. Nggak jelas itu apa
agamanya. Mbah Tuwek ini siapa kita juga bingung, kan?

Balik lagi saja ke Prawoto... Dia ini, seperti juga umumnya sultan lain, amat terinspirasi
oleh kebesaran Turki Ottoman, yang merajai timur tengah. Dan sama sekali tak
terkalahkan oleh Portugis. Bahkan bisa mengembargo Portugis-Spanyol dari rute jalan
sutera kalau mau. Dia ingin Demak seperti itu, meneruskan aspirasi Trenggono
ayahnya. Atau Raden Patah, kakeknya, dan Pati Unus, uwaknya. Mbah Bei, tukang
kebonnya nggak tahu deh, aspirasinya apa. Penting banget untuk kita sebut.

Demak, dari lama berkeinginan untuk menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan
Makassar, supaya bisa memonopoli perdagangan rempah, tapi tentu saja itu mimpi
yang tidak kecil. Tapi lumayanlah, dia mimpinya itu. Daripada orang-orang nggak jelas
seperti kita, kadang mimpinya mimpi diseruduk embe. Eh, kok kita? Sorry.

Eh, tapi, menutup jalur perdagangan beras itu juga serba salah. Besarnya Demak, dan
Jawa pada umumnya dari bertahun-tahun sejak era trah syailendra.. mendapat income
besar dari ekspor beras. Lha, kalau ekspor beras ditutup, APBN bisa tekor! Defisit
anggaran terhadap PDB bisa lebih besar dari masa presiden Jokowi. Walah kok jadi
membanding-banding. Sorry. Pokoknya, ujungnya, embargo tidak pernah terlaksana
secara efektif. Sampai Sunan Prawoto turun. Yaitu turun tahta, bukan turun bero'.

***

Arya Penangsang, Raja Demak Kelima (3 Tahun, 1551-1554)

Setelah Trenggono yang ekspedisi ke Blambangan wafat 1948, sepertinya, Arya


Penangsang terus mendapat momentum. Kemungkinan dibantu juga antara lain oleh
Sunan Kudus, untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya Sekar Seda Lepen,
dengan membunuh Sunan Prawoto, dan istrinya, dan mengkudeta tahta Demak.

Secara legitimasi, Arya Penangsang bisa berkilah, bahwa Prawoto itu duduk di tahta,
sekedar wakil sementara selagi Trenggono jauh dari ibukota. Nah, jadi.. saat Trenggono
wafat, penggantinya mestinya tidak otomatis Prawoto bukan? Itulah sebabnya, dia
sebagai bupati Jipang lalu kudeta, dan banyak yang mendukungnya.

Penangsang pun lalu jadi penguasa Demak berikutnya, dan melakukan pembersihan.
Orang-orang di lingkaran dekat almarhum Prawoto dilibas semua, termasuk suami Ratu
Kalinyakmat (leader Jepara, yang merupakan adik Prawoto pertama), kayak begitu.
Dalam hikayat Jawa, ada diceritakan bahwa Ratu Kalinyakmat itu amat mendendam
atas kematian suaminya (dan hilangnya kekuasaan dia di Kalinyakmat), dan dia terus
bersumpah, akan terus semedi, menyepi, bertapa di suatu gua dalam keadaan tanpa
busana, sampai mati, atau.. sampai pembunuh suaminya (yaitu Arya Damar) bisa
ditumpas. Nggak takut masuk angin mungkin sang ratu ini kalo beneran semedi tanpa
busana. Atau dia bawa bekel remason banyak-banyak untuk kerokan. Kita nggak tahu.

Dalam catatan Portugis disebutkan, 1551, Kerjaan Johor menyerang Malaka dengan
bantuan Kerajaan Kalinyakmat. Lha, ini, tidak jelas, apakah tentara Kalinyakmat itu atas
suruhan Ratu Kalinyakmat sebelumnya, ataukah itu atas titah Raja Demak.
Kemungkinan besar, itu masih di bawah Ratu Kalinyakmat dan sebelum tahta Demak
ditaklukkan oleh Arya Penangsang. Kalau barusan ditaklukkan Penangsang, kecil
kemungkinan ada pasukan ekspedisi dikirim, saat kerajaan induk sedang goyang.

Nah, jadi lebih masuk akal pendapat yang menyebutkan, Sunan Prawata wafat 1551.
Jadi, dia berkuasa bukan 3 tahun, tapi 5 tahun. Mungkin 1549 istananya sudah kisruh
mau direbut Arya Penangsang, tapi Prawata-nya sempat kabur, terus belakangan, baru
nahas di Semarang 1551, dan demikian pula, baru di tahun itu Kalinyakmat (Jepara)
dikuasai Arya Penangsang juga, dan rajanya dibunuh (menantu Trenggana).

Oleh Arya Penangsang, bawahan Demak yang jauh-jauh hubungannya dengan Sunan
Prawoto, atau jauh secara geografis, dibiarkan melepaskan diri. Toh dia juga nggak
punya kekuatan untuk menghendelnya. Banten menyatakan diri merdeka 1552. Dengan
menilik bahwa Banten merdekanya 1552, besar kemungkinan, Sunan Prawata wafatnya
memang 1551, dan bukannya 1549 seperti dugaan sebagian orang.

Selain Banten, juga tidak mau tunduk pada Arya Penangsang adalah Pajang (yang
dipimpin Jaka Tingkir beserta istrinya yang adik Prawoto kedua); daerah-daerah di Jawa
Timur yang terus beraliansi dengan adipati Surabaya; dan daerah di Jawa Barat. Dan
luar Jawa apalagi. Salah satu dearah di Jawa Barat, yaitu Cirebon, permaisuri rajanya
adalah adik Prawoto yang ketiga. Jadi, walaupun Demak dan sekitarnya sudah
terkuasai, di luar wilayah inti, Arya Penangsang ini punya saingan yang merasa sama-
sama punya legitimasi untuk menduduki tahta Demak, yaitu setidaknya tiga adik
perempuan Prawoto itu. Yang dua masih berkuasa (di Pajang dan Cirebon), satu lagi,
Ratu Kalinyakmat, menyepi, mengungsi, menjauh, dan wilayahnya di Kalinyakmat
(Jepara) diambil alih penguasa baru: Karyo Temangsang! Eh, Arya Penangsang.

Tentu mengantisipasi konstelasi itu, Arya Penangsang perlu jaga-jaga, bukan?

Untuk lebih mengamankan terus kekuasaannya, selain mengeratkan aliansi dengan


tokoh-tokoh yang pro padanya, Arya Penangsang lalu memindah istana Demak (lagi) ke
daerah Jipang (Cepu). Di sana, turun temurun penguasanya adalah leluhur
Penangsang. Jadi, felt like home, dan everybody pro padanya. Aman tenteram.
Kekuasaannya pun cukup solid selama tiga tahunan, tetapi pada saat itu, kerajaan
Demak sudah mengecil. Atau kalau sesuai pakem ahli sejarah (yang sukanya menyebut
kerajaan berdasar nama ibukotanya), mestinya ini disebut juga kerajaan Jipang!
Di pihak lain, pasukan jagoan Demak yang menyebar ekspedisi kemana-mana,
khususnya di seantero Jawa Timur, saat mendengar ibukota Demak di kudeta,
kemungkinan tidak pulang, dan tidak rela menunjukkan kesetiaan penuh kepada raja
baru Arya Penangsang. Kalaupun ada yang pulang, mestinya sebagian saja.

Besar kemungkinan, kita kira-kira, unit-unit pasukan elit eks raja Trenggono lantas
kebanyakan memilih beralih menginduk ke jalur trenggono yang murni, yaitu yang
tersisa, Cirebon dan Pajang. Ada juga mungkin yang ke pertapaan Ratu Kalinyakmat,
yaitu yang sukanya nonton ratu-ratu bugil.

Di Pajang, rajanya Jaka Tingkir adalah menantu Trenggono, dan permaisurinya anak
Trenggono, adik Prawoto. Ini nyebutnya jangan sampai terbalik: Jaka Tingkir raja
dipajang. Lha, itu artinya beda. Siapa yang majang? Sejak kapan raja jadi pajangan?

Buntut dari gerakan-gerakan ini, maka dalam lima tahun berikutnya, the empire stike
back. Arya Penangsang dilibas dan ditumpas.

Kemudian, Jaka Tingkir itu mulai mengkonsolidasikan Jawa (lagi), dengan bantuan para
Sunan penyebar islam 1568. Nah, di antara itulah terus Arya Penangsang (yang
mestinya sudah jadi Bupati Jipang sejak 1549) sempat mengambil alih tahta Demak
dari Sunan Prawoto. Yaitu dimulai 1551, dan tidak bertahan lama keburu dilibas orang-
orangnya Jaka Tingir 1554. Nah, saat Demak dikuasai Arya Penangsang itu, Banten
memisahkan diri (1552), kemungkinan karena merasa tidak mau tunduk pada Arya
Penangsang. Ini lebih masuk akal ,daripada kalau dibilang Penangsang sudah bertahta
1549. Lha, ngapain lama-lama amat Banten memisahkan diri baru 1552?

Dengan kekuatan yang rapuh kayak begitu, kekuasaan Penangsang pun lebih masuk
akal kalau cuma sebentar (yaitu 1551-1554, sekitar 3 tahun saja, bukan 5 tahun).

Kalau menurut babad tanah lempung atau tanah apapun juga, dikisahkan ada seorang
sakti, atau seorang ahli siasat, yang punya ide jitu untuk menaklukkan Arya
Penangsang yang sakti mandraguna. Tapi,.. kira-kira kita, yang lebih masuk nalar
secara hitungan kekuatan militer, ya,.. Arya Penangsang itu kekuatan militernya
diredamnya oleh Pajang disebabkan karena Pajang sudah berhasil menghimpun
banyak pasukan elit eks pasukan penakluknya Trenggono yang pada masanya ditakuti
di seantero Jawa dan tak terkalahkan. Dan juga Pajang dibantu oleh sisa-sisa laskar
yang setia pada Ratu Kalinyakmat. Juga laskar bantuan dari Cirebon. Toh cerita rakyat
juga menyiratkan, sebelum strike-back, Jaka Tingkir itu juga berkonsultasi dulu dengan
kakak iparnya, Ratu Kalinyakmat di pertapaannya. Dan begitu juga, setelah sukses
mengkudeta balik Arya Penangsang, Jaka Tingkir juga menjemput Ratu Kalinyakmat
dan memintanya mengakhiri semedinya. Kemungkinan yang kedua itu dia datang
sambil membawakan baju entah berupa daster atau kebaya encim, yaitu agar kakak
iparnya tidak ngambon-amboni masyarakat luas dan bikin semaput ayam, saat beliau
keluar dari pertapaannya.
Bisa kita bayangkan, di beberapa kesempatan, pasukan gabungan Jaka Tingkir itu,
terus campuh dalam beberapa kesempatan melawan pasukan Arya Penangsang.
Pasukan elit, lawan pasukan biasa. Kalo senjatanya sama, ya sudah.. menang, bukan?

Hanya saja, karena sebelumnya Pajang sudah memisahkan diri. Tidak lagi bawahan
Demak, maka saat terus Pajang menyerang Demak, Jipang, Kudus, dan sekitarnya,..
maka penyerangan itu bisa dipersepsi bukan merupakan kudeta, tapi merupakan invasi
asing ke Demak. Demak yang kalah, lalu dianeksasi oleh Pajang. Ini berbeda, dengan
saat Jipang mengkudeta Prawoto. Jipang itu (dan Kudus) adalah negeri bawahan
Demak. Sehingga saat mereka mengkudeta, dan sukses, maka masih bisa dibilang
bahwa negerinya tetaplah negeri Demak (cuma pindah ibukota).

Oleh sebab itu, valid juga dikatakan bahwa selepas serangan Pajang ini, kesultanan
Demak (sebagai negeri merdeka) tutup buku. Berubah status menjadi negeri bawahan
Pajang. Dan sejak itu, berakhirlah satu era. Muncul era baru. Era Kerajaan Pajang. Era
ini, kemungkinan dimulainya 1554. Setelah Pajang merebut kekuasaan Penangsang ini,
Cirebon sepertinya lalu menyatu kembali dengan kerajaan Jawa, sedangkan Banten di
ujung barat, tetap memilih merdeka saja. Seterusnya lepas dari kekuasaan Jawa.

Pajang ini, tidak lama memimpin di Jawa Tengah-Timur, kemudian terjadi turbulensi
lagi, dan berikutnya yang berkuasa lama sekali adalah Mataram islam.

Walaupun, para sejarawan menyebut masa itu sebagai kesultanan islam, kalau orang
islam mau beneran berpikir jernih,.. itu bukanlah islam yang murni. Sepanjang jalannya,
kerajaan Demak itu banyak diwarnai oleh para pemimpin yang walau secara ktp islam,
tapi tindakannya tidaklah islami. Dan yang seperti itu, terus dan terus, bersambung
sampai ke masa VOC, Hindia Belanda, dan bahkan mungkin sampai sekarang. Dan
oleh sebab itulah, kekisruhan demi kekisruhan muncul terus. Wallahualam.

(ilmuiman.net / Selesai)

Anda mungkin juga menyukai