Anda di halaman 1dari 89

PROPOSAL TUGAS AKHIR

EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN


SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA
MEDAN KOTA

OLEH
PUTRI DAMAYANTI SIAHAAN
NIM 172600046

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan


Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


TUGAS AKHIR

EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN


SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA
MEDAN KOTA

OLEH
PUTRI DAMAYANTI SIAHAAN
NIM 172600046

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan


Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN TUGAS AKHIR INI TELAH DISETUJUI UNTUK
DIPRESENTASIKAN
OLEH :

Nama : Putri Damayanti Siahaan


NIM : 172600046
Program Studi : Diploma III Administrasi Perpajakan
Judul : Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan
Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama
Medan Kota

Ketua Program Studi Diploma III Dosen Pembimbing


Administrasi Perpajakan

Drs. Rasudyn Ginting, M.Si Hatta Ridho, S.Sos, MSP


NIP 195908141986011002 NIP 197105132006041001

Diketahui Oleh :
Dekan FISIP USU

Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si


NIP 197409302005011002

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN

HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN TUGAS AKHIR INI TELAH DIPRESENTASIKAN OLEH
TIM MAJELIS PENGUJI PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ADMINISTRASI PERPAJAKAN

Hari : Rabu
Tanggal : 26 Agustus 2020
Pukul : 14:00-15:30 WIB

TIM MAJELIS PENGUJI

Ketua : Drs. Rasudyn Ginting, M.Si (______________________)


NIP. 195908141986011002

Anggota : Hatta Ridho, S.Sos, MSP (______________________)


NIP. 197105132006041001

ii

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Putri Damayanti Siahaan


NIM : 172600046
Program : D-III
Program Studi : Administrasi Perpajakan
Judul Tugas Akhir : Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran
dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak di
KPP Pratama Medan Kota

Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis tugas akhir ini hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan
benar.

Pernyataan ini saya buat dengan kesadaran sendiri dan tidak atas tekanan ataupun
paksaan dari pihak manapun demi menegakkan integritas akademik di program
studi.

Medan, 3 Juli 2020


Saya yang menyatakan,

Putri Damayanti Siahaan

iii

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Putri Damayanti Siahaan


NIM : 172600046
Program : D-III
Program Studi : Administrasi Perpajakan
Judul Tugas Akhir : Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran
dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak di
KPP Pratama Medan Kota

Menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat bagian dari karya ilmiah
lain yang telah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di Universitas
Sumatera Utara, dan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang/lembaga lain, kecuali yang secara tertulis disitasi
dalam dokumen ini dan disebutkan sumbernya secara lengkap dalam daftar
pustaka.

Dengan demikian saya menyatakan Tugas Akhir ini bebas dari unsur-unsur
plagiarisme dan apabila Tugas Akhir ini dikemudian hari dikoreksi merupakan
plagiat dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya
atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia
menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Medan, 3 Juli 2020


Saya yang menyatakan,

Putri Damayanti Siahaan

iv

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN


SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA
MEDAN KOTA

Putri Damayanti Siahaan 17260046


Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
Pembimbing Hatta Ridho, S.Sos, MSP
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

Penerimaan dari sektor pajak merupakan sumber penerimaan negara


terbesar. Banyak cara yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak untuk
meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Salah satunya dengan
melakukan tindakan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas
penagihan pajak yang dilakukan dengan menggunakan surat teguran maupun surat
paksa terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota.
Metode pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif komparatif, dengan membandingkan penagihan pajak dengan surat
teguran dan surat paksa dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019, dan analisis
rasio untuk menentukan tingkat efektivitas penagihan pajak dengan surat teguran
dan surat paksa berdasarkan persentase keefektifan penagihan pajaknya. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi literatur dan wawancara, serta
jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan penagihan pajak dengan menggunakan surat
teguran dan surat paksa tahun 2015 sampai dengan 2019 tergolong tidak efektif
dan memberikan kontribusi yang kurang terhadap penerimaan pajak di KPP
Pratama Medan Kota. Oleh karena itu, KPP Pratama Medan Kota mengadakan
penyuluhan kepada masyarakat secara umum dan wajib pajak secara khusus agar
mereka lebih mengerti, menyadari, dan mau melaksanakan kewajiban
perpajakannya dengan baik.

Kata Kunci : Efektivitas, Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF TAX COLLECTION BY USING WARNING


LETTER AND FORCED LETTER TOWARDS TAX REVENUE AT LOW
TAX OFFICE OF MEDAN KOTA

Putri Damayanti Siahaan 17260046


Diploma III Tax Administration Study Program
Supervisor Hatta Ridho, S.Sos, MSP
Faculty of Social Science and Political Sciences, Universitas Sumatera Utara

Proceeds from the tax sector is the largest source for state revenue. Many
ways in which the Directorate Gerenal of Taxation to increase state revenue from
taxes. One of them is tax collection action by using warning letter and forced
letter.
Purpose of this research is to know the effectiveness of tax collection by
using warning letter and forced letter towards tax revenue at Low Tax Office of
Medan Kota.
The analytical method that used in this research are comparative
descriptive analysis, by compare tax collection by using warning letter and forced
letter from 2015 to 2019, and ratio analysis to determine level of effectiveness of
tax collection by using warning letter and forced letter based on the percentaged
of effectiveness of tax collection. Data collection technique that used in this
research are study of literature and interview, and type of data that used in this
research are primary data and secondary data.
The result of research showed that tax collection by using warning letter
and forced letter in 2015 until 2019 classified as ineffective and give less
contribution towards tax revenue at Low Tax Office of Medan Kota. Therefore,
Low Tax Office of Medan Kota conducts conselling to the public in general and to
the taypayers in particular, so that they understand, realize, and want to
implement their taxation liabilities properly.

Keywords : Effectiveness, Tax Collection, Warning Letter, Forced Letter

vi

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul
“Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa
Terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Medan Kota” ini dengan baik.
Penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi
kriteria kelulusan meraih gelar Ahli Madya di Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.

Selama masa penulisan Tugas Akhir ini, penulis tidak terlepas dari
bantuan, dukungan, serta bimbingan maupun informasi dari berbagai pihak
sehingga Tugas Akhir ini dapat terwujud. Untuk itu, penulis mengucapkan terima
kasih serta penghargaan yang sangat tulus kepada :
1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara;
3. Bapak Drs. Kariono, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara;
4. Bapak Hatta Ridho, S.Sos, MSP selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu dan sabar memberikan arahan, bimbingan, serta
dukungan selama penyusunan Tugas Akhir ini;
5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota yang telah banyak membantu
penulis dalam memperoleh data untuk penyusunan Tugas Akhir ini;
6. Bapak/Ibu dosen di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama masa
perkuliahan;

vii

Universitas Sumatera Utara


7. Bang Firman Logos Tarigan yang telah banyak membantu penulis dalam
pengurusan segala sesuatu yang berkaitan dengan Tugas Akhir dan kelulusan;
8. Ayahanda Royanda Siahaan, Ibunda Mariati Tampubolon, Kakak penulis
Noventri Lusiana Siahaan, Adik-adik penulis (Bintang Kesppi Yohana
Siahaan, Chintya Romaito Siahaan, dan Yabes Pandu Bahagia Siahaan) yang
selalu menyemangati dan memotivasi, serta mendoakan dan memberikan
dukungan moril maupun materil selama perkuliahan hingga penyusunan
Tugas Akhir ini;
9. Keluarga dan teman-teman terdekat penulis (SD TB, Chub’S, Sepergoldaran,
Agitatif, IMKR, Tiras, Baritone’22, Sepersusukan) dan lainnya yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu yang selalu memberikan semangat dan motivasi
kepada penulis selama penyusunan Tugas Akhir ini;
10. Teman seperjuangan, seluruh mahasiswa/I Diploma III Administrasi
Perpajakan FISIP USU Kelas A 2017 yang selama perkuliahan ini saling
mendukung, membantu, dan memotivasi satu dengan yang lain;
11. Pihak lain yang telah memberikan doa, semangat, bantuan, dan lain-lain yang
tidak dapat disebutkan secara rinci.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari
harapan dan kesempurnaan, karena masih terdapat banyak kekurangan yang
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak
demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Penulis berharap semoga Tugas Akhir ini
dapat memberikan manfaat kepada penulis maupun pembaca.

Medan, 27 Juni 2020


Penulis

Putri Damayanti Siahaan

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ......................................iv
ABSTRAK (Dalam Bahasa Indonesia) ....................................................................v
ABSTRAK (Dalam Bahasa Inggris) ........................................................................vi
KATA PENGANTAR ..............................................................................................vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL..................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 7
1.3. Tujuan dan Manfaat ........................................................................... 7
1.4. Uraian Teoritis ................................................................................... 9
1.4.1. Pengertian Pajak .......................................................................... 9
1.4.2. Fungsi Pajak ................................................................................ 10
1.4.3. Asas Pemungutan Pajak............................................................... 11
1.4.4. Syarat Pemungutan Pajak ............................................................ 12
1.4.5. Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak....................... 14
1.5.1. Sistem Pemungutan Pajak ........................................................ 16 Sumber Data
1.5.2. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 38
1.5.3. Alat Pengumpul Data.................................................................. 38
1.5.4. Informan Penelitian .................................................................... 38
1.5.5. Metode Pembahasan ................................................................... 39
1.5.6. Sistematika Penulisan ................................................................. 40

ix

Universitas Sumatera Utara


1.4.6.
1.4.7. Hambatan Pemungutan Pajak ...................................................... 18
1.4.8. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak ............................................. 19
1.4.9. Penagihan Pajak........................................................................... 22
1.4.10. Surat Teguran .............................................................................. 28
1.4.11. Surat Paksa .................................................................................. 30
1.4.12. Efektivitas .................................................................................... 37
1.6. Metode Penelitian............................................................................... 37
1.6.1. Jenis Data.................................................................................... 37

BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN KOTA .................. 42


2.1. Sejarah Terbentuknya KPP Pratama Medan Kota .............................. 42
2.2. Visi dan Misi KPP Pratama Medan Kota ........................................... 45
2.3. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota .................................. 46
2.4. Deskripsi Tugas Pegawai KPP Pratama Medan Kota ........................ 46

BAB III HASIL PENELITIAN ............................................................................. 56


3.1. Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran ........................ 56
3.2. Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa ............................ 57
3.3. Hasil Wawancara dengan Informan Penelitian .................................. 57

BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................ 60


4.1. Analisis Efektivitas Penggunaan Surat Teguran Pada Penagihan
Pajak di KPP Pratama Medan Kota .................................................. 60
4.2. Analisis Efektivitas Penggunaan Surat Paksa Pada Penagihan Pajak
di KPP Pratama Medan Kota ............................................................ 63
4.3. Upaya yang Dilakukan KPP Pratama Medan Kota Untuk
Meningkatkan Penerimaan Pajak ....................................................... 65

BAB V PENUTUP ................................................................................................. 67


5.1. Simpulan ............................................................................................. 67
5.2. Saran ................................................................................................... 69

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 70
LAMPIRAN ..............................................................................................................

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1. Data Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Medan Kota
Tahun 2015-2019 ................................................................................ 6
Tabel 1.2. Klasifikasi Pengukuran Tingkat Efektivitas Penagihan Pajak dengan
Surat Teguran dan Surat Paksa ............................................................. 40
Tabel 2.1. Jumlah Pegawai KPP Pratama Medan Kota .......................................... 48
Tabel 3.1. Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran di KPP Pratama
Medan Kota Tahun 2015-2019 ............................................................. 55
Tabel 3.2. Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa di KPP Pratama
Medan Kota Tahun 2015-2019 ............................................................. 57
Tabel 4.1. Analisis Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran pada
KPP Pratama Medan Kota Tahun 2015-2019 ....................................... 61
Tabel 4.2. Analisis Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada KPP
Pratama Medan Kota Tahun 2015-2019 ............................................... 63

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran Efektivitas Penagihan Pajak ..................... 5


Gambar 1.2 Alur dan Jadwal Pelaksanaan Penagihan Pajak .................................... 28
Gambar 2.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota ..................................... 46

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.1 Surat Pengajuan Judul Tugas Akhir ....................................................


Lampiran 1.2 Surat Penugasan Pembimbing .............................................................
Lampiran 1.3 Kartu Kendali Bimbingan ....................................................................
Lampiran 1.4 Surat Undangan Seminar Proposal ......................................................
Lampiran 1.5 Berita Acara Seminar Proposal............................................................
Lampiran 1.6 Surat Izin Penelitian.............................................................................
Lampiran 1.7 Surat Undangan Sidang/Meja Hijau ....................................................
Lampiran 1.8 Surat Selesai Penelitian Dari Instansi ..................................................
Lampiran 1.9 Data Penelitian Tugas Akhir................................................................

xiv

Universitas Sumatera Utara


i

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI 1945,

Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi hak dan

kewajiban setiap orang. Membayar pajak merupakan wujud dari kewajiban

kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Pembangunan Nasional merupakan cerminan kehendak terus-menerus untuk

meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan

merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara

yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.

Untuk menjalankan pembangunan nasional tersebut diperlukan dana yang

besar supaya tujuan dari pembangunan nasional sebagaimana yang tertulis dalam

pembukaan UUD Negara RI 1945 alinea ke-4, untuk melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial serta cita-cita

bangsa sebagaimana tercantum dalam alinea ke-2 pembukaan UUD Negara RI

1945 dapat terwujud. Dana yang diperlukan ini dapat diperoleh salah satunya dari

penerimaan pajak. Penerimaan pajak sebagai sumber pendapatan negara paling

besar, yakni sekitar 75%.

Universitas Sumatera Utara


2

Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, negara menggunakan Self

Assessment System, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab

sepenuhnya untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, yaitu Wajib Pajak

harus aktif menghitung, menyetor dan melaporkan besarnya pajak yang terutang

kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Pemerintah telah memberikan

kepercayaan yang sangat besar kepada Wajib Pajak. Maka, agar Self Assessment

System ini berjalan dengan baik, kepercayaan tersebut seharusnya diimbangi

dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat terhadap kepatuhan

Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dalam hal ini

pemerintah yang diwakili oleh Kantor Pelayanan Pajak akan tetap melakukan

analisis atas kewajiban perpajakan yang disetor oleh Wajib Pajak. Apabila

berdasarkan analisis yang dilakukan, Wajib Pajak dinyatakan tidak atau kurang

bayar atas kewajiban perpajakannya, maka pemerintah akan melakukan tindakan

terhadap Wajib Pajak tersebut.

Dari tahun ke tahun target penerimaan negara dari sektor pajak dari terus

ditingkatkan. Demi mencapai target penerimaan negara tersebut, sangat

diperlukan peran aktif masyarakat. Namun, masih terdapat beberapa kendala

dalam pengoptimalisasian penerimaan pajak, yaitu tingginya angka tunggakan

pajak, baik yang merupakan penghindaran pajak (tax avoidance) maupun

ketidakmampuan membayar utang pajak. Diperlukan tindakan penagihan yang

memiliki kekuatan hukum yang memaksa untuk mengatasi kendala dalam

optimalisasi penerimaan pajak tersebut. Sebagai pengawas Wajib Pajak, peran

fiskus dalam penerimaan pajak memiliki andil yang besar, yaitu mengawasi Wajib

Pajak pada pelaksanaan pembayaran dan pelaporan kewajiban perpajakannya

Universitas Sumatera Utara


3

guna mengurangi jumlah tunggakan pajak yang sangat berpengaruh terhadap

penerimaan pajak. Hal ini sangatlah penting, mengingat yang harus diperhatikan

oleh fiskus dalam penagihan pajak, yaitu kewajiban perpajakan dianggap telah

hilang apabila telah melewati jangka waktu tertentu. Menyelamatkan penerimaan

pajak negara dapat dilakukan dengan mencegah daluwarsa penagihan pajak.

Dengan melihat kondisi sekarang yaitu rendahnya tingkat kepatuhan

Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dan semakin besarnya

tunggakan pajak dapat mengakibatkan tidak tercapainya target penerimaan pajak

yang telah ditentukan. Hal tersebut juga berdampak pada penurunan penerimaan

pajak. Kepatuhan formal Wajib Pajak (WP) hingga Juli 2019 baru sebesar 12,3

juta atau 67,2% dari jumlah WP yang wajib menyampaikan SPT sebanyak 18,3

juta. Data otoritas pajak sampai dengan Juli 2019, menunjukkan dari jenis wajib

pajaknya, WP karyawan termasuk yang paling patuh di antara wajib pajak lainnya

dengan rasio kepatuhan pada angka 73,6%, sedangkan kelompok korporasi hanya

57,28% dan WP orang kaya atau non karyawan masih di bawah 50% atau

42,75%. Terkait dengan ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan menggunakan

segala instrumen untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP).

Efektivitas penerimaan pajak adalah kemampuan kantor pajak dalam

memenuhi target penerimaan pajak berdasarkan realisasi penerimaan pajak yang

sesungguhnya. Artinya, seberapa jauh kantor pajak dapat mencapai target

penerimaan pajak yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Semakin banyak

rencana yang dapat tercapai, maka semakin efektif pula kegiatan tersebut. Peran

aktif fiskus dalam melaksanakan pencairan tunggakan pajak sebagai upaya untuk

Universitas Sumatera Utara


4

meningkatkan penerimaan dari sektor pajak dapat dilakukan dengan cara

menerbitkan surat teguran dan surat paksa.

Peran serta masyarakat sangat diharapkan dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya sebagai Wajib Pajak berdasarkan ketentuan perpajakan. Namun,

pada kenyatannnya usaha untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor

pajak hingga saat ini belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Banyak

Wajib Pajak yang masih lalai dalam membayar pajak, bahkan tidak sedikit yang

cenderung menghindari kewajiban tersebut. Ini terbukti dengan adanya tunggakan

pajak yang terjadi setiap tahunnya. Sehubungan dengan hal itu, tindakan

penagihan pajak pun dilakukan. Salah satu tindakan penagihan pajak adalah

dengan penerbitan surat teguran dan surat paksa. Dasar dari penagihan pajak

adalah adanya tunggakan pajak dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,

dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar

menjadi bertambah. Apabila pencairan tunggakan pajak tersebut dapat

direalisasikan dengan jumlah nominal yang hampir sama dengan potensi

pencairan tunggakan pajak, maka penagihan pajak dengan surat teguran dan surat

paksa tersebut dikatakan telah efektif.

Efektifnya penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa dapat

meningkatkan penerimaan pajak, dimana diharapkan memberikan kontribusi

terhadap pembangunan nasional. Oleh karena itu efektivitas penagihan pajak

dengan surat teguran dan surat paksa sangat diperlukan untuk meningkatkan

Universitas Sumatera Utara


5

penerimaan negara dari sektor pajak. Seperti yang dapat dilihat pada ilustrasi

Gambar 1.1.

Penagihan Realisasi
Penagihan Pajak Pencairan
Tunggakan Pajak dengan
dengan Surat Tunggakan
Pajak Surat Paksa
Teguran Pajak

Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran

Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Peningkatan Penerimaan Pajak

Gambar 1.1 : Bagan Kerangka Pemikiran Efektivitas Penagihan Pajak

Penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus bertujuan agar Wajib Pajak

dapat segera membayar utang pajaknya sehingga penerimaan pajak bertambah.

Penerimaan pajak memiliki peranan yang penting bagi terselenggaranya roda

pemerintahan Indonesia. Dengan adanya penerimaan pajak maka pembangunan

nasional dapat tercapai.

Untuk mengatasi Wajib Pajak yang masih lalai membayar pajaknya,

pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, dan sejak 1 Januari 2001 penagihan pajak

Universitas Sumatera Utara


6

dilaksanakan dengan UU Nomor 19 Tahun 2000. Penagihan pajak dengan surat

paksa merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan

mendorong rakyat agar bertanggung jawab dan ikut berperan dalam pembangunan

nasional. Undang-undang penagihan pajak diharapkan juga dapat memberikan

penekanan yang lebih pada aspek keadilannya berupa keseimbangan kepentingan

antara kepentingan masyarakat (Wajib Pajak) dan kepentingan negara.

Keseimbangan kepentingan itu berupa pelaksanaan hak dan kewajiban oleh kedua

belah pihak yang tidak berat sebelah atau tidak memihak, adil dan selaras dalam

wujud tata aturan yang jelas dan sederhana serta memberikan kepastian hukum.

Tabel 1.1
Data Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Medan Kota Tahun
2015-2019

No. Tahun Penerimaan Tunggakan Pajak (Rp)


1 2015 9.450.421.759

2 2016 4.065.196.917

3 2017 5.277.024.318

4 2018 3.738.299.713

5 2019 8.308.094.339
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Medan Kota

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa terjadinya fluktuasi pada

penerimaan tunggakan pajak dari tahun 2015 sampai dengan 2019 di KPP

Pratama Medan Kota, dimana terjadi kenaikan pada tahun 2015 ke tahun 2016 dan

Universitas Sumatera Utara


7

pada tahun 2018 ke 2019, sedangkan terjadi penurunan pada tahun 2016 ke tahun

2017 dan tahun 2017 ke tahun 2018. Dari data tersebut terlihat masalah

ketidakefektifan terjadi pada periode 2016-2017, yaitu penurunan penerimaan

tunggakan pajak sebesar Rp3.787.637.443. Penurunan penerimaan tunggakan

pajak juga terjadi pada periode 2017-2018, yaitu sebesar Rp507.488.742.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik mengangkat judul Tugas

Akhir “Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa

Terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Medan Kota”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam Laporan Tugas Akhir penulis, yaitu :

1. Seberapa besar efektivitas penagihan pajak dengan surat teguran terhadap

penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota?

2. Seberapa besar efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa terhadap

penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota?

3. Apa upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Medan Kota dalam rangka

meningkatkan penerimaan pajak?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1) Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian dan

penulisan proposal ini adalah :

1. Untuk menganalisis efektivitas penagihan pajak dengan surat teguran

terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota.

2. Untuk menganalisis efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa

terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota.

Universitas Sumatera Utara


8

3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan KPP Pratama Medan Kota dalam

rangka meningkatkan penerimaan pajak.

2) Manfaat

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun manfaat penelitian dan

penulisan proposal ini adalah :

a) Bagi Penulis

1. Mengembangkan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan serta

mendapatkan pengetahuan baru yang belum pernah didapatkan

selama perkuliahan;

2. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang penagihan

pajak dengan surat teguran dan surat paksa serta pengaruhnya pada

penerimaan pajak;

3. Mendapatkan pengalaman, mengaplikasikan teori yang telah

diperoleh selama perkuliahan pada dunia kerja nantinya.

b) Bagi Mahasiswa

1. Memberikan informasi dan pemahaman mengenai penagihan pajak

dengan surat teguran dan surat paksa serta pengaruhnya pada

penerimaan pajak;

2. Sebagai bahan perbandingan penelitian yang telah ada dan sebagai

bahan masukan dan rujukan bagi peneliti yang akan melakukan

penelitian yang berkaitan dengan penagihan pajak dengan surat

teguran dan surat paksa.

Universitas Sumatera Utara


9

c) Bagi Pembaca

1. Sebagai sajian informasi bagi pihak yang membutuhkan, khususnya

dalam masalah penagihan pajak dengan surat teguran dan surat

paksa;

2. Memberikan wacana bagi para pembaca untuk menambah

pemahaman mengenai penagihan pajak dengan surat teguran dan

surat paksa serta pengaruhnya pada penerimaan pajak.

1.4 Uraian Teoritis

1.4.1 Pengertian Pajak

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, (dalam Mardiasmo, 2016) pajak

adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang dingunakan untuk membayar pengeluaran

umum.

Menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sedangkan menurut S.I Djajaningrat dalam Resmi (2014: 1), definisi pajak

adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada negara

disebabkan suatu kedaan, kejadian dan hukuman tetapi sesuai menurut peraturan-

peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi

Universitas Sumatera Utara


10

tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung dan digunakan untuk

memelihara kesejahteraan umum.

Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki

unsur-unsur :

a. Iuran dari rakyat kepada negara

b. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang

c. Tidak ada jasa timbal balik (kontraprestasi) secara langsung

d. Dapat dipaksakan

e. Hasilnya untuk membiayai pembangunan

1.4.2 Fungsi Pajak

1. Fungsi Anggaran (Budgetair)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin

negara dan melaksanakan pembangunan, negara memerlukan biaya, salah

satunya diperoleh dari penerimaan pajak. Pajak dipergunakan untuk

pembiayaan rutin, seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan,

dan sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari

tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi

pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus

ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin

meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan

pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk

Universitas Sumatera Utara


11

mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah. Contohnya dalam

rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar

negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Contoh lain

yaitu dikenakan pajak yang tinggi terhadap minuman keras agar dikurangi

konsumsinya dan terhadap barang mewah untuk mengurangi gaya hidup

konsumtif.

3. Fungsi Stabilitas

Pemerintah memiliki dana (berasal dari pajak) untuk menjalankan

kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga, sehingga pemerintah

dapat mengendalikan inflasi, yang dilakukan dengan jalan mengatur

peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang

efektif dan efisien.

4. Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara digunakan untuk membiayai

semua kepentingan umum, termasuk juga biaya pembangunan sehingga

dapat membuka kesempatan kerja, yang akan meningkatkan pendapatan

masyarakat.

1.4.3 Asas Pemungutan Pajak

Pencapaian pemungutan pajak memegang teguh asas pemungutan dalam

memilih alternatif pemungutannya. Menurut Adam Smith (dalam Waluyo, 2007),

asas-asas pemungutan pajak antara lain :

Universitas Sumatera Utara


12

1. Asas Equality

Dalam pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara, pelaksanaanya

harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara

tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap Wajib Pajak.

2. Asas Certainty

Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Semua pungutan

pajak harus berdasarkan Undang-Undang, sehingga bagi yang melanggar

akan dapat dikenai sanksi hukum.

3. Asas Convinience of Payment

Pajak sebaiknya dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang

paling baik), misalnya ketika Wajib Pajak baru saja menerima

penghasilannya atau disaat Wajib Pajak mendapatkan hadiah..

4. Asas Efficiency

Biaya yang dikeluarkan pada saat melakukan pemungutan pajak

diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan

pajak lebih besar daripada hasil pemungutan pajak.

1.4.4 Syarat Pemungutan Pajak

Syarat pemungutan pajak adalah landasan prinsip yang harus ada dalam

setiap aktivitas pemungutan pajak Penerapan syarat pemungutan pajak

mempunyai arti yang penting. Sebab, tanpa syarat tersebut, aktivitas pemungutan

pajak tidak bisa menghadapi kendala bahkan melenceng dari target yang

ditetapkan. Berikut uraian mengenai syarat pemungutan pajak :

Universitas Sumatera Utara


13

1. Syarat Keadilan

Pemungutan pajak harus berlandaskan keadilan, baik dalam peraturan

perundang-undangan maupun dalam pelaksanaan pemungutan pajak.

Landasan keadilan ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk

mencapai keadilan bagi masyarakat. Contoh dari adil yang dimaksud

antara lain :

a. Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban yang diatur oleh Undang-

Undang.

b. Setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak

haruslah menyetorkan pajaknya.

c. Adanya sanksi untuk pelanggaran-pelanggaran pajak yang terjadi.

2. Syariat Yudiris

Pemungutan pajak selalu didasarkan pada Undang-Undang yang berlaku.

Salah satu undang-undang yang mengatur pemungutan pajak adalah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum

Perpajakan. Dengan adanya pengaturan dalam bentuk Undang-Undang,

pemerintah memberikan jaminan hukum bagi terlaksananya aktivitas

pemungutan pajak. Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD RI 1945 Pasal

23 Ayat 2.

3. Syarat Ekonomis

Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu aktivitas perekonomian yang

dapat mengakibatkan kelesuan perekonomian nasional. Contohnya,

pemungutan pajak tidak boleh mengganggu aktivitas produksi ataupun

perdagangan yang sedang berlangsung.

Universitas Sumatera Utara


14

4. Syarat Finansial

Pemungutan pajak harus dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga

hasil yang diperoleh maksimal. Efisien maksudnya pemungutan pajak

harus dilakukan dengan mudah, tepat sasaran, tepat waktu dan biaya

minimal. Efektif artinya pemungutan pajak harus membawa hasil sesuai

perhitungan yang telah dilakukan. Dalam syarat ini, biaya pemungutan

pajak harus lebih kecil daripada pemasukan pajak yang diterima kas

negara.

5. Syarat Sederhana

Sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah dimengerti Wajib

Pajak. Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan membantu Wajib

Pajak dalam melaporkan pajak mereka dan mendorong masyarakat

memenuhi kewajiban perpajakan. Dengan demikian, pemasukan negara

dari pajak akan semakin meningkat.

1.4.5 Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2016: 5-6) beberapa teori yang mendukung hak

negara untuk memungut pajak dari rakyatnya, antara lain :

1. Teori Asuransi

Teori ini menyatakan bahwa negara bertugas untuk melindungi orang

dan/atau warganya dengan segala kepentingan, yaitu keselamatan dan

keamanan jiwa, serta harta bendanya. Seperti halnya dalam perjanjian

asuransi (pertanggungan), untuk melindungi orang dan kepenting tersebut

diperlukan pembayaran premi. Pembayaran pajak menurut teori asuransi

Universitas Sumatera Utara


15

ini diibaratkan seperti pembayaran premi tersebut karena mendapat

jaminan dari negara.

2. Teori Kepentingan

Teori ini memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari

rakyat. Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada

“kepentingan” atau “perlindungan” masing-masing orang. Oleh karena itu,

semakin besar “kepentingan” seseorang terhadap negara, maka semakin

besar pula pajak yang harus dibayar.

3. Teori Daya Pikul

Teori ini menyatakan bahwa beban pajak untuk semua rakyat harus sama

beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-

masing orang. Pendekatan untuk mengukur daya pikul ada dua yaitu (1)

unsur objektif, yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan

yang dimiliki oleh seseorang, (2) unsur subjektif, yaitu dengan

memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. Dalam

pajak penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi, daya pikul untuk

pengeluaran atau pembelanjaan dinyatakan dengan sejumlah penghasilan

tertentu yang tidak dikenakan pajak. Sebagai contoh, Tuan Budi (tidak

kawin) dan Tuan Roy (kawin, anak 2-K/2), mempunyai penghasilan yang

sama. Beban pajak untuk Tuan Budi lebih besar daripada Tuan Roy karena

daya pikul (pengeluaran/pembelanjaan) Tuan Budi lebih kecil dibanding

Tuan Hakim.

Universitas Sumatera Utara


16

4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)

Berlawanan dengan ketiga teori sebelumnya, yang tidak mengutamakan

kepentingan negara di atas kepentingan warganya, maka teori ini

mendasarkan pada paham Organische Staatsleer. Paham ini mengajarkan

bahwa karena sifat suatu negara, maka timbullah hak mutlak untuk

memungut pajak. Orang-orang tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak

adanya persekutuan tidak akan ada individu. Oleh karena itu, persekutuan

(yang menjelma menjadi negara) berhak atas satu dan yang lain. Akhirnya

setiap orang menyadari bahwa menjadi suatu kewajiban mutlak untuk

membuktikan tanda baktinya terhadap negara dalam bentuk pembayaran

pajak.

5. Teori Asas Daya Beli

Teori ini mengajarkan bahwa akibat atau efek baik dari pemungutan pajak

dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak tersebut. Menurut teori

ini, fungsi pemungutan pajak adalah mengambil daya beli dari rumah

tangga masyarakat untuk rumah tangga negara, dan kemudian

menyalurkan kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara

hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu

(kesejahteraan).

1.4.6 Sistem Pemungutan Pajak

1) Self Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang,

kepercayaan, dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,

membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

Universitas Sumatera Utara


17

Ciri-ciri Self Assessment System antara lain :

a. Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh Wajib Pajak itu

secara mandiri.

b. Wajib Pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban

pajaknya mulai dari menghitung, membayar, hingga melaporkan

pajak.

c. Pemerintah tidak perlu mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak,

kecuali jika Wajib Pajak telat lapor, telat bayar pajak, atau terdapat

pajak yang seharusnya Wajib Pajak bayarkan, namun tidak

dibayarkan.

2) Official Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang.

Ciri-ciri Official Assesment System antara lain :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus.

b. Wajib Pajak bersifat pasif (dalam penghitungan pajaknya).

c. Pajak terutang timbul setelah fiskus menghitung pajak yang

terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak..

3) Withholding System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut pajak yang terutang

oleh Wajib Pajak.

Universitas Sumatera Utara


18

1.4.7 Hambatan Pemungutan Pajak

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua

kelompok, yaitu :

1. Perlawanan Pasif

Perlawanan Pasif ialah Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari Wajib

Pajak itu sendiri tetapi terjadi karena keadaan yang ada di sekitar Wajib

Pajak itu, yang dapat disebabkan oleh :

a. Perkembangan intelektual dan moral penduduk

b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat

c. Cara hidup masyarakat di suatu negara

2. Perlawanan Aktif

Perlawanan Aktif merupakan perlawanan yang inisiatifnya dari Wajib

Pajak itu sendiri. Perlawanan aktif ini meliputi semua usaha dan perbuatan

yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk

menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya

dibayar. Bentuknya antara lain :

a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance), wajib pajak tidak secara jelas

melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas

menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan

tujuan pembuat undang-undang.

b. Pengelakan Pajak (Tax Evasion), terjadi sebelum Surat Ketetapan

Pajak (SKP) dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap

undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari

Universitas Sumatera Utara


19

pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara

menyembunyikan sebagian dari penghasilannya.

1.4.8 Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

Pengertian utang pajak menurut Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2000 (UU Penagihan Pajak), “Utang Pajak adalah pajak yang masih

harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan

yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Rochmat Soemitro (dalam Tunggul, 2017: 95) berpendapat bahwa utang

pajak adalah utang yang timbul secara khusus karena Negara (kreditur) terikat dan

tidak dapat memilih secara bebas siapa yang akan dijadikan debiturnya, seperti

dalam Hukum Perdata.

Timbulnya utang pajak mempunyai peranan yang sangat penting karena

berkaitan dengan :

1. Pembayaran pajak

2. Memasukkan surat keberatan

3. Menentukan saat dimulai dan berakhirnya jangka waktu daluwarsa

4. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar Tambahan, dan lain-lain

5. Menentukan besarnya denda maupun sanksi administrasi lainnya.

Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak (saat pengakuan

adanya utang pajak), yaitu ajaran materiil dan ajaran formil.

Universitas Sumatera Utara


20

1. Ajaran Materiil

Ajaran materiil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena

diberlakukannya undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini seseorang

akan secara aktif menentukan apakah dirinya dikenakan pajak atau tidak

sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Ajaran ini konsisten

dengan penerapan Self Assesment System.

2. Ajaran Formil

Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena

dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah). Untuk

menentukan apakah seseorang dikenakan pajak atau tidak, berupa jumlah

pajak yang harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayarannya dapat

diketahui dalam surat ketetapan tersebut. Ajaran ini konsisten dengan

penerapan Official Assesment System. (Erly Suandy, 2011: 126)

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :

1. Pembayaran

Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan hapus karena

pembayaran yang dilakukan ke Kas Negara.

2. Kompensasi

Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan

seseorang diluar pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu kompensasi

terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan

pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima

Wajib Pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak

lainnya yang terutang.

Universitas Sumatera Utara


21

3. Daluwarsa

Daluwarsa atau lewat waktu adalah sebagai salah satu sebab berakhirnya

utang pajak dan hapusnya perikatan (hak untuk menagih atau kewajiban

untuk membayar hutang) karena lampaunya jangka waktu tetentu, yang

ditetapkan dalam undang-undang. Hak untuk melakukan penagihan pajak,

termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa

setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat

Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat

Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan

Kembali.

Namun daluwarsa panagihan pajak tertangguh, apabila :

a. diterbitkan Surat Paksa;

b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun

tidak langsung;

c. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; atau

d. dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

4. Pembebasan

Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena

ditiadakan. Pembebasan umumnya tidak diberikan terhadap pokok

pajaknya, tetapi terhadap sanksi administrasi.

Universitas Sumatera Utara


22

5. Penghapusan

Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi

diberikannya karena keadaan Wajib Pajak, misalnya keadaan keuangan

Wajib Pajak.

1.4.9 Penagihan Pajak

Pengertian penagihan pajak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana yang

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, pada Pasal 1 Ayat 9,

“Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi

utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,

melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa,

mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan,

menjual barang yang telah disita.”

Pengertian penanggung pajak menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun

1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana yang telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, pada Pasal 1 Ayat 3,

“Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas

pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi

kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.”

Mardiasmo (2016) mendefinisikan bahwa penagihan pajak adalah kegiatan

yang dilakukan oleh fiskus karena Wajib Pajak tidak mematuhi Undang-Undang

pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang. Penagihan pajak

Universitas Sumatera Utara


23

meliputi kegiatan pembuatan dan pengiriman surat peringatan, surat teguran, surat

paksa, penyitaan, lelang, pencegahan, dan penyanderaan.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penagihan

pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak atau fiskus

karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-Undang pajak, khususnya

mengenai pembayaran pajak dengan melaksanakan pengiriman surat peringatan,

surat teguran, surat paksa, penyitaan dan pelelangan.

Penagihan pajak terdiri atas tiga bentuk, yaitu :

1. Penagihan Pasif

Penagihan pasif adalah penagihan pajak yg dilakukan dengan menerbitkan

Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),

SK Pembetulan, SK Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan

pajak terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, fiskus hanya

memberitahukan ke Wajib Pajak mengenai adanya utang pajak. Apabila

dalam jangka waktu satu bulan sejak diterbitkan Surat Tagihan Pajak atau

surat lain yang sejenis wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya maka

fiskus akan melakukan penagihan aktif.

2. Penagihan Aktif

Penagihan aktif adalah kelanjutan dari penagihan pasif. Dalam penagihan

aktif, fiskus berperan aktif sampai dengan tindakan sita dan lelang.

Adapun tahap penagihan aktif adalah sebagai berikut :

a. Surat Teguran

b. Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus.

Universitas Sumatera Utara


24

c. Surat Paksa.

d. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

e. Pelaksanaan Lelang.

3. Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus

Penagihan pajak seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak

yang dilaksanakan oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak tanpa

menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak. Ketentuan

Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun

2009 dalam Pasal 20 Ayat 2 menyatakan bahwa penagihan seketika dan

sekaligus dilakukan apabila :

a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-

lamanya atau berniat untuk itu.

b. Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau

yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan

kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.

c. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan

badan usaha atau menggabungkan atau memekarkan usaha, atau

memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang

dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.

d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.

e. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga

atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Universitas Sumatera Utara


25

1. Dasar-Dasar Penagihan Pajak

Sesuai Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, bahwa Surat Ketetapan maupun

Surat Keputusan yang menjadi dasar penagihan pajak seperti berikut :

a. Surat Tagihan Pajak (STP)

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau

sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan

yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,

jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi

administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat

ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah

ditetapkan.

d. Surat Keputusan Pembetulan

Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan

kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan

tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat

dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan

Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat

Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan

Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan

Universitas Sumatera Utara


26

Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau

Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

e. Surat Keputusan Keberatan

Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap

surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh

pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

f. Putusan Banding

Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding

terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

g. Putusan Peninjauan Kembali

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka

Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada

Mahkamah Agung. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan badan

peradilan pajak atas peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak.

2. Prosedur Penagihan Pajak

Langkah-langkah penagihan pajak dilakukan dengan prosedur sebagai

berikut :

a. Untuk pelaksanaan penagihan pajak, diawali dengan penerbitan Surat

Teguran oleh pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut

setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

b. Surat teguran sebagaimana tersebut diatas tidak diterbitkan dalam hal

penanggung pajak telah disetujui untuk melakukan pembayaran pajak

secara angsuran maupun menunda pembayaran pajaknya.

Universitas Sumatera Utara


27

c. Dalam hal jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi

oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari

terhitung sejak diterbitkannya surat teguran, pejabat yang berwenang

segera menerbitkan surat paksa.

d. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar ternyata tidak

dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu dua kali 24 (dua

puluh empat) jam terhitung sejak saat Surat Paksa diberitahukan

kepadanya, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Pelaksanaan

Penyitaan (SPMP).

e. Apabila terhadap penanggung pajak dilakukan penagihan seketika dan

sekaligus, kepada penanggung pajak yang bersangkutan dapat diterbitkan

surat paksa tanpa menunggu jatuh tempo atau tanpa menunggu lewat

tenggang waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak surat teguran diterbitkan.

f. Dalam hal utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar

tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas)

hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat yang berwenang segera

melaksanakan pengumuman lelang.

g. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar

ternyata tidak juga dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14

(empat belas) hari sejak tanggal pengumuman lelang, pejabat tersebut

segera melakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui

Kantor Lelang Negara.

Universitas Sumatera Utara


28

Gambar 1.2 : Alur dan Jadwal Pelaksanaan Penagihan Pajak

1.4.10 Surat Teguran

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan

Surat Paksa Pasal 1 ayat 10 menyatakan bahwa “Surat teguran, Surat Peringatan

atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan Oleh Pejabat untuk

menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang

pajaknya”.

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa surat teguran

adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan

Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Surat Teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak

dilakukan segera setelah tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran yang

Universitas Sumatera Utara


29

tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak. Penerbitan Surat Teguran dalam UU

tidak diatur secara khusus dalam satu bagian tersendiri, tetapi hanya merupakan

bagian dari bab mengenai Surat Paksa, seperti yang diatur dalam ketentuan Pasal

8 ayat (1) huruf a dan ayat (2) UU No. 19 Tahun 2000. Ketentuan Pasal 8 ayat (1)

huruf a menyatakan “Surat Paksa diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak

melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat

Peringatan atau surat lain yang sejenis.” Sementara ayat (2) menyatakan “Surat

Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila

Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh

tempo pembayaran”.

Berdasarkan penjelasan UU No. 16 Tahun 2009 Pasal 20 ayat 1 : “Apabila

jumlah utang pajak tidak atau kurang dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo

pembayaran atau sampai dengan tanggal jatuh tempo penundaan pembayaran,

atau Wajib Pajak tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak, penagihannya

dilaksanakan dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan. Penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut dilaksanakan

terhadap Penanggung Pajak.”

Penerbitan surat teguran dilakukan pada seksi penagihan, dengan prosedur

sebagai berikut :

a. Pelaksanaan pada Seksi Penagihan meneliti Surat Ketetapan Pajak

(SKP)/Surat Tagihan Pajak (STP)/Surat Tagihan Bea (STB) yang harus

diterbitkan Surat Teguran dalam Sistem Administrasi Perpajakan dan

meminta persetujuan Kepala Seksi dan kemudian diteruskan kepda Kepala

Kantor Pelayanan Pajak melalui sistem informasi DJP.

Universitas Sumatera Utara


30

b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak memeriksa usulan penerbitan Surat

Teguran dan memberikan persetujuan penerbitan melalui Sistem Informasi

DJP.

c. Pelaksana melihat sistem informasi DJP dan memeriksa persetujuan

penerbitan Surat Teguran dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi

Penagihan.

d. Kepala Seksi Penagihan meneliti, memaraf Surat Teguran, dan

menugaskan kepada Pelaksana untuk menyampaikannya kepada Kepala

Kantor Pelayanan Pajak.

e. Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menandatangani Surat Teguran

yang telah ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan Pajak,

menatausahakan, dan menyampaikannya kepada Wajib Pajak melalui

Subbag Umum.

1.4.11 Surat Paksa

Surat Paksa dalam arti umum adalah alat hukum yang lazimnya diterapkan

dalam hukum perdata setelah ada putusan hakim. Sedangkan Surat Paksa dalam

arti khusus adalah surat yang dikeluarkan oleh pejabat dalam hal ini yang

berwenang dalam menerbitkan surat paksa, yang intinya memerintahkan kepada

wajib pajak (penanggung pajak) yang mempunyai utang pajak untuk membayar

utang pajaknya dan biaya penagihan pajak. Akan tetapi di dalam hukum pajak

Surat Paksa disebut parate executie, artinya dapat melakukan eksekusi langsung

tanpa melalui proses di muka pengadilan.

Surat Paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu dari segi isinya dan segi

karakteristiknya. Ditinjau dari segi isinya, sesuai dengan Pasal 7 Ayat 1 dan 2

Universitas Sumatera Utara


31

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Surat Paksa memuat hal-hal sebagai

berikut :

a. Diawali dengan kata-kata yang berbunyi “Demi Keadilan berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.

b. Nama wajib pajak atau penanggung pajak, keterangan cukup tentang

alasan yang menjadi dasar penagihan, besarnya utang pajak, perintah

untuk membayar.

c. Dikeluarkan atau ditandatangani oleh Pejabat berwenang yang ditunjuk

oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Sedangkan ditinjau dari segi karakteristiknya adalah sebagai berikut :

a. Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Grosse putusan Hakim

dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim

atasannya.

b. Mempunyai kekuatan hukum yang pasti (in kracht van Gewijsde).

c. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak

atau biaya-biaya dalam proses penagihan.

d. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan atau penyanderaan/

pencegahan.

Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial karena mepunyai title

berupa kepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, ini

sama dengan keputusan pengadilan dan grosse akte notaris yang juga berkepala

demikian.

Surat Paksa diterbitkan fiskus kepada para wajib pajak yang mempunyai

tunggakan pajak. Wajib Pajak yang mempunyai tunggakan pajak disebut

Universitas Sumatera Utara


32

Penanggung Pajak, sedangkan tunggakan pajak selanjutnya disebut utang pajak

yang harus dilunasi sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Undang-

undang. Utang pajak yang tidak dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan

akan diterbitkan Surat Paksa dengan terlebih dahulu diterbitkan surat teguran atau

surat peringatan. Terhadap Penanggung Pajak yang telah dilaksanakan penagihan

seketika dan sekaligus juga diterbitkan Surat Paksa dan terhadap Penanggung

Pajak yang mengajukan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak

dan sampai jangka waktu pembayaran masih juga belum melunasinya sesuai

dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak.

1) Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Penagihan pajak di Indonesia harus didasarkan pada hukum yang jelas dan

mengikat, sehingga Wajib Pajak dan pihak yang terkait dapat mematuhinya.

Undang-Undang dan Peraturan serta Keputusan-Keputusan yang mengatur

tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan

Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2000.

3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008

Tentang Tata Cara Pelaksanaan dan Penagihan Dengan Surat Paksa dan

Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus sebagaimana telah diubah

Universitas Sumatera Utara


33

terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

85/PMK.03/2010.

4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika

dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

2) Saat Penerbitan Surat Paksa

Menurut Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000

dinyatakan bahwa Surat Paksa diterbitkan apabila :

a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah

diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang

sejenis.

b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan

sekaligus.

c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum

dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

3) Pemberitahuan Surat Paksa oleh Jurusita Pajak

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa Pasal 10 berbunyi sebagai berikut :

1. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan

penyerahan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

2. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan

tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang

menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

Universitas Sumatera Utara


34

3. Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak

kepada :

a. Penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau ditempat

lain yang memungkinkan.

b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang

bekerja ditempat uasaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung

Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus

harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia

dan harta warisan belum dibagi.

d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan

harta warisan telah dibagi.

4. Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab,

pemilik modal baik ditempay kedudukan badan yang bersangkutan,

ditempat tinggal mereka maupun ditempat lain yang

memungkinkan.

b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang

bersangkutan apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah

seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

5. Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan

kepada Hakim Komisaris atau Bali Harta Peninggalan, dan dalam hal

Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi. Surat Paksa

Universitas Sumatera Utara


35

diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan

pemberesan, atau likuidator.

6. Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa

khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa

dapat diberitahukan kepada penerima kuasa dimaksud.

7. Apabila pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)

dan ayat (4) tidak dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui

Pemerintah Daerah setempat.

8. Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat

tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat

Paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan Surat Paksa pada papan

pengumuman kantor Pejabat yang menerbitkannya, mengumumkan

melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan

Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.

9. Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar wilayah kerja Pejabat,

Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya

meliputi tempat pelaksanaan surat Paksa, kecuali ditetapkan lain dengan

Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.

10. Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) wajib

membantu dan memberitahukan tindakan yang telah dilaksanakannya

kepada Pejabat yang meminta bantuan.

11. Dalam hal Penanggung Pajak atau pihak-pihak yang dimaksud dalam ayat

(3) dan ayat (4) menolak untuk menerima Surat Paksa, Jurusita Pajak

meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan mencatatnya dalam Berita Acara

Universitas Sumatera Utara


36

bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa, dan Surat

Paksa dianggap telah diberitahukan.

12. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan

pelaksanaan Surat Paksa.

4) Penolakan Terhadap Surat paksa

Ada kalanya Penanggung Pajak menolak menerima SP dengan berbagai

alasan. Apabila alasan penolakan adalah karena kesalahan SP itu sendiri, maka

penyelesaiannya adalah seperti yang telah diuraikan di atas. Apabila Jurusita

setelah memberikan keterangan seperlunya Penanggung Pajak atau wakilnya tetap

menolak maka salinan SP tersebut dapat ditinggalkan begitu saja pada tempat

kediaman/tempat kedudukan Penanggung Pajak atau wakilnya, dengan demikian

SP dianggap telah diberitahukan/disampaikan (Undang-Undang Nomor 19 Tahun

1997 Jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 10 Ayat 11).

5) Penentangan terhadap Surat Paksa

Surat Paksa dapat ditentang apabila :

a. Surat Paksa tidak dapat disampaikan/diberitahukan oleh seorang petugas

Jurusita Pajak yang telah disumpah.

b. Surat Paksa dikirim melalui pos, sekalipun tercatat.

c. Surat Paksa tidak ditandatangani oleh yang berwenang, dalam hal ini oleh

Kepala Kantor Pelayanan Pajak apabila wajib pajak/penanggung pajak

menemukan salah satu unsur formil sebagaimana tersebut di atas, maka ia

berhak untuk menentang (menolak) Surat Paksa tersebut.

d. Jurusita Pajak belum disumpah di hadapan pejabat.

1.4.12 Efektivitas

Universitas Sumatera Utara


37

Menurut Halim (2013:134), efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya

suatu organisasi mencapai tujuannya. Sedangkan menurut Robbins dan Coulter

(2009:8) efektivitas sering digambarkan sebagai “melakukan pekerjaan yang

benar” yaitu aktivitas-aktivitas kerja yang membantu organisasi mencapai sasaran,

efektivitas difokuskan dengan “hasil akhir”. Dapat disimpulkan bahwa efektivitas

merupakan suatu tingkat keberhasilan yang dihasilkan oleh seseorang atau

organisasi dengan cara tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai atau tidaknya sasaran

yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti

semakin tinggi efektivitasnya.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Jenis Data

Adapun jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penulisan Laporan

Tugas Akhir adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data

yang langsung diperoleh peneliti dari sumber atau pihak pertamanya. Dalam hal

ini data primer yaitu data hasil wawancara yang dilakukan kepada narasumber

(informan), yaitu pegawai KPP Pratama Medan Kota. Data sekunder merupakan

data yang diperoleh peneliti melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh

pihak lain), atau dari sumber yang sudah ada (hasil penelitian orang lain). Jadi,

peneliti tinggal memanfaatkan data tersebut sesuai kebutuhan. Data sekunder yang

digunakan oleh peneliti berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah

tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan.

Universitas Sumatera Utara


38

1.5.2 Sumber Data

Adapun yang menjadi sumber data yang digunakan penulis dalam

penulisan Laporan Tugas Akhir, diantaranya buku-buku dan Undang-Undang

tentang Perpajakan, internet, dan Seksi Penagihan pada KPP Pratama Medan

Kota, yakni informan yang memberikan respon atau tanggapan terhadap apa yang

diminta atau ditanyakan oleh peneliti.

1.5.3 Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam

penelitian ini yaitu studi literatur/studi dokumentasi dan melakukan wawancara

dalam jaringan (secara online) dengan informan terkait. Studi literatur yang

dilakukan oleh penulis yaitu dengan mengumpulkan berbagai sumber tertulis, baik

berupa buku-buku, arsip, artikel, jurnal, atau dokumen-dokumen yang relevan

dengan permasalahan yang dikaji, sehingga informasi yang didapat dijadikan

rujukan untuk memperkuat argumentasi-argumentasi yang ada.

1.5.4 Alat Pengumpul Data

Adapun instrumen pengumpul data yang digunakan penulis dalam

penulisan Laporan Tugas Akhir adalah pedoman wawancara atau yang lebih

dikenal dengan daftar pertanyaan yang dibuat oleh penulis dan akan ditanyakan

kepada informan (narasumber).

1.5.5 Informan Penelitian

Adapun informan yang membantu penulis dalam pengumpulan data untuk

penulisan Laporan Tugas Akhir adalah pegawai yang bekerja di KPP Pratama

Medan Kota pada Seksi Penagihan, yaitu Kak Eliza yang memberikan data

Universitas Sumatera Utara


39

statistik dan Bang Ahmad Setiawan dengan jabatannya sebagai Jurusita Pajak

Negara (JSPN) menjadi narasumber yang diwawancarai oleh penulis.

1.5.6 Metode Pembahasan

Adapun metode pembahasan yang digunakan penulis dalam Laporan

Tugas Akhir ini adalah teknik analisis deskriptif komparatif, yaitu dengan

membandingkan penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa dari tahun

2015 sampai dengan tahun 2019. Selain itu adalah teknik analisis rasio, yaitu

untuk mengetahui tingkat efektivitas penagihan pajak dengan surat teguran dan

surat paksa, dengan mengumpulkan data yang kemudian diolah untuk menentukan

persentase keefektifan penagihan pajaknya.

Rasio Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran untuk


mengetahui apakah KPP Pratama Medan Kota telah efektif melaksanakan
penagihan pajak dengan menerbitkan Surat Teguran dapat dihitung dengan rumus
berikut :

Rasio Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Paksa untuk mengetahui

apakah KPP Pratama Medan Kota telah efektif melaksanakan penagihan pajak

dengan menerbitkan Surat Paksa dapat dihitung dengan rumus berikut :

Untuk mengukur tingkat efektivitas penagihan pajak dengan penerbitan

Surat Teguran dan Surat Paksa indikator yang digunakan adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


40

Tabel 1.2
Klasifikasi Pengukuran Tingkat Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa

Persentase Kriteria

>100% Sangat Efektif

90-100% Efektif

80-90% Cukup Efektif

60-80% Kurang Efektif

<60% Tidak Efektif

Sumber : Depdagri, Kemendagri No. 690.900.327/2006

1.5.7 Sistematika Penulisan

Dalam hal penulisan Laporan Tugas Akhir, sistematika penulisan dibuat

dalam 5 bab dan masing-masing babnya dilengkapi dengan subbab. Adapun

sistematika penulisan Laporan Tugas Akhir adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menguraikan Latar Belakang, Tujuan dan

Manfaat, Uraian Toritis, Ruang Lingkup, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini penulis menguraikan gambaran umum lokasi

pelaksanaan penelitian, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Pratama Medan Kota, yang meliputi Sejarah Terbentuknya KPP

Universitas Sumatera Utara


41

Pratama Medan Kota, Struktur Organisasi KPP Pratama Medan

Kota, serta Bidang-Bidang Kerja (Deskripsi Tugas Pegawai) KPP

Pratama Medan Kota.

BAB III HASIL PENELITIAN

Pada bab ini penulis melampirkan data-data yang telah diperoleh

dari KPP Pratama Medan Kota dalam bentuk tabel yang sudah

diolah menjadi lebih jelas dan sederhana.

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis menganalisa data yang telah disederhanakan

yang diperoleh dari KPP Pratama Medan Kota. Hasil analisis data

tersebut kemudian dibahas secara mendalam, dan penulis juga

menuangkan hasil wawancara pada bagian pembahasan Upaya

yang Dilakukan KPP Pratama Medan Kota Untuk Meningkatkan

Penerimaan Pajak.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang mencakup

hal-hal yang telah dibahas pada bab sebelumnya dan memberikan

saran berdasarkan seluruh hal yang dibahas dan informasi yang

telah diperoleh.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN KOTA

2.1 Sejarah Terbentuknya KPP Pratama Medan Kota

Kantor Pelayanan Pajak sebenarnya sudah ada sejak zaman penjajahan

Belanda. Saat itu, Kantor Pelayanan Pajak disebut dengan Blasting. Namun

setelah kemerdekaan namanya berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan, lalu

berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya adalah

Direktorat Jenderal Pajak Keuangan Indonesia.

Pada tahun 1976 di Sumatera Utara berdiri 3 Kantor Inspeksi Pajak, yaitu :

a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan

b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara

c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Pada tahun 1978, Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua,

yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran.

Selain itu, untuk memudahkan pelayanan dan administrasi perpajakan bagi

masyarakat, serta untuk menambah besarnya penerimaan pajak, dibentuklah

Kantor Inspeksi Pajak yang baru, yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Timur. Pada

tahun tersebut juga digunakan perubahan secara menyeluruh pada Direktorat

Jenderal Pajak yang mencakup reorganisasi dan perubahan nama Kantor Inspeksi

Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Keputusan Menteri

Keuangan nomor 267/KMK.01/1978.

42

Universitas Sumatera Utara


43

Berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan nomor 758/KMK.01/1993

tanggal 3 Agustus 1993, pada tanggal 1 April 1994 didirikan Kantor Pelayanan

Pajak Medan Timur, sehingga Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 wilayah

kerja yaitu :

a. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan

b. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat

c. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

d. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.01/2009 tentang

organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, maka wilayah

DJP Sumut I dibagi menjadi Sembilan wilayah kerja, yaitu :

a. Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dengan ruang lingkup wilayah

Provinsi Sumatera Utara.

b. Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah dengan ruang lingkup wilayah

Kecamatan Medan Petisah, Medan Sunggal, dan Medan Helvetia.

c. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dengan ruang lingkup wilayah

Kecamatan Medan Timur, Medan Tembung, dan Medan Perjuangan.

d. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dengan ruang lingkup wilayah

Kecamatan Medan Barat.

e. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota dengan ruang lingkup wilayah

Kecamatan Medan Kota, Medan Denai, Medan Area, dan Medan Amplas.

Universitas Sumatera Utara


44

f. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia dengan ruang lingkup wilayah

Kecamatan Medan Polonia, Medan Maimun, Medan Baru, Medan

Tuntungan, Medan Selayang, dan Medan Johor.

g. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan dengan ruang lingkup wilayah

Kecamatan Medan Belawan, Medan Marelan, Medan Labuhan, dan

Medan Deli.

h. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai dengan ruang lingkup wilayah Kota

Binjai dan Kabupaten Langkat.

i. Kantor Pelayanan Pajak Medan Lubuk Pakam dengan ruang lingkup

wilayah Kabupaten Deli Serdang.

Adapun sejarah singkat dari berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota

adalah sebagai berikut :

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan hasil perpecahan dari Kantor

Pelayanan Pajak Medan Timur yang berdasarkan kepada :

a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

58/KMK.02./2002 tanggal 26 Februari 2002

Kantor Pelayanan Pajak mengalami perluasan bertujuan agar pelayanan

kepada masyarakat dapat dijalani secara efektif dan efisien serta diharapkan dapat

menambah penerimaan pajak negara.

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berubah nama menjadi Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara


45

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14/PMK.01/2006 tentang organisasi dan tata

kerja Departemen Keuangan sebagaiman telah diubah terakhir kali dengan PMK

Nomor 54/PMK.02/2007 dan berdasarkan PMK nomor 132/PMK.01/2006 tentang

organisasi dan tata kerja instansi vertikal DJP selanjutnya diubah dengan PMK

Nomor 67/PMK.01/2008. Dan kepala Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota saat

ini adalah Bapak Drs. Augus Hendra Simatupang AK, M.Si, M.H.

Sebagaimana lazimnya KPP yang menerapkan sistem administrasi perpajakan

modern, KPP Pratama juga memiliki karakteristik, antara lain :

1. Organisasi berdasarkan fungsi

2. Sumber daya manusia yang kompeten

3. Sarana kantor yang memadai

4. Tata kerja yang transparan

5. Penggabungan KPP, KPPBB

Prinsip utama penggabungan KPP, KPPBB, dan Karikpa tidak

menghilangkan tugas dan fungsi yang sebelumnya ada di masing-masing kantor

tersebut, tetapi membagi seluruh tugas tersebut kepada masing-masing seksi pada

KPP Pratama. Sedangkan fungsi keberatan (Pasal 25 UU KUP dan Pasal 16 UU

PBB), pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pembatalan

ketetapan pajak (Pasal 26 UU KUP) dan penghapusan PBB (Pasal 19 UU PBB)

yang sebelumnya ada di KPP dan KPPBB seluruhnya dialihkan ke Kanwil.

2.2 Visi dan Misi KPP Pratama Medan Kota

a. Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah menjadi KPP

Pratama tercepat mencapai target 100%

Universitas Sumatera Utara


46

b. Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah melalui sinergi,

kerja keras, kerja cerdas, kerja ringkas, dan kerja ikhlas kita capai target

penerimaan.

2.3 Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota

Gambar 2.1 : Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota

2.4 Deskripsi Tugas Pegawai KPP Pratama Medan Kota

1) Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan

1. Melayani Wajib Pajak (WP) dalam hal pengurusan NPWP khusus

untuk Wajib Pajak yang memiliki usaha mikro kecil menengah (WP

Universitas Sumatera Utara


47

UMKM) seperti pembuatan NPWP, pengambilan e-billing, dan lain-

lain yang berkenan dengan pengurusan NPWP khusus Wajib Pajak

UMKM.

2. Terhadap Wajib Pajak yang telah mendaftar NPWP secara manual di

Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan, dilakukan pendaftaran Wajib

Pajak secara elektronik melalui aplikasi SIDJP.

3. Mencetak kode e-billing untuk pembayaran pajak Wajib Pajak UMKM

4. Melakukan perekaman data atau dokumen terhadap Wajib Pajak yang

mendaftar pada hari itu juga. Perekaman data atau dokumen Wajib

Pajak harus dilakukan dengan teliti agar permohonan pembuatan NPWP

tidak ditolak oleh Seksi Pelayanan.

5. Pengambilan NPWP dilakukan 1 x 24 jam setelah Wajib Pajak yang

bersangkutan mendaftar. Pengambilan NPWP dilakukan pada jam kerja

yang ditetapkan dan diambil dari bagian Seksi Pelayanan.

6. Melakukan pengiriman surat teguran yang ditujukan kepada Wajib

Pajak melalui ekspedisi pos.

7. Membuat tanda bukti pengiriman surat ekpedisi pos kepada Sub Bagian

Umum dan Kepatuhan Internal berupa surat pengantar pos.

8. Melakukan penatausahaan atas arsip di Seksi Ekstensifikasi dan

Penyuluhan.

9. Melakukan pengecekan terhadap Wajib Pajak baru atas kewajiban

pajaknya melalui aplikasi SIDJP sebagai tahap pengawasan.

10. Melakukan pengecekan terhadap Wajib Pajak yang telah ataupun belum

melaporkan SPT Tahunan nya.

Universitas Sumatera Utara


48

11. Melakukan pengecekan terhadap pendapatan, utang, dan harta yang

dilaporkan WP dalam SPT Tahunannya, melalui aplikasi SIDJP sebagai

tahap pengawasan.

12. Mencari WP yang seharusnya telah dikenakan Pajak sebagai WP yang

menjalankan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di aplikasi

GrabFood ataupun GoFood, mencatatnya dan mengirimnya surat

teguran untuk meminta keterangan terkait dana dan usahanya.

2) Seksi Pelayanan

1. Mengirimkan surat kepada Wajib Pajak melalui Sub Bagian Umum dan

Kepatuhan Internal dan mencetak daftar surat yang akan dikirimkan

kepada Wajib Pajak (WP) sebanyak 4 rangkap. Lalu meminta tanda

tangan pegawai yang bertanggungjawab atas surat tersebut. Selanjutnya

menyisihkan 3 rangkap daftar surat untuk diberikan ke SUKI dan 1

rangkap sebagai tanda terima surat yang akan dikirim sekaligus sebagai

arsip.

2. Melayani Wajib Pajak yang ingin mendaftarkan diri untuk membuat

NPWP dengan menanyakan terlebih dulu maksud dan tujuannya

membuat NPWP dan meminta kepada WP untuk mengisi Formulir

pendaftaran NPWP.

3. Mengaktifkan EFIN (Electronic Filing Identification Number) WP yang

ingin melakukan transaksi elektronik seperti lapor SPT melalui e-filing

dan pembuatan kode billing pembayaran pajak dengan syarat WP

mengisi formulir EFIN yang telah disediakan serta melampirkan

fotocopy KTP dan NPWP.

Universitas Sumatera Utara


49

4. Mengarsipkan Surat Keterangan Terdaftar memiliki NPWP ke dalam

map putih sebagai induk berkas kemudian mengantar map putih

tersebut ke gudang pelayanan untuk di proses lebih lanjut.

3) Seksi Waskon I

1. Disposisi surat masuk

Dalam pengerjaan surat masuk ke dalam Seksi Waskon dari seksi lain

maka hal pertama yang dilakukan adalah mencetak lembar disposisi

dari tab umum dan apabila belum terdapat data surat masuk dari seksi

lain, maka di-input secara manual sesuai data surat masuk tersebut.

Surat yang telah dilengkapi dengan lembar disposisi tersebut diajukan

kepada kepala Seksi Waskon untuk dicek dan ditandatangani. Setelah

terdapat bukti persetujuan dari kepala seksi, surat tersebut

didisposisikan. Hardcopy surat diserahkan kepada Account

Representative (AR) terkait dengan menggunakan lembar registrasi

sebagai tanda bukti penerimaan.

2. Pengiriman surat kepada Wajib Pajak

Surat yang dikirimkan pada wajib pajak melalui jasa ekspedisi

terkadang kembali, dikarenakan beberapa hal, misalnya Wajib Pajak

telah pindah alamat, terdapat kesalahan penulisan alamat atau alamat

tidak ditemukan, dsb.

3. Hal-hal terkait tugas atau pemberitahuan kepada seluruh Account

Representative (AR).

Dalam penyampaian surat disposisi terkadang dilakukan kepada seluruh

AR dalam seksi waskon ketika tujuan surat berupa pemberitahuan

Universitas Sumatera Utara


50

kepada seluruh pegawai ataupun memang surat tersebut didisposisikan

kepada seluruh AR oleh kepala seksi. Oleh karena itu, dalam

penyampaiannya dapat dilakukan dalam bentuk hardcopy. Hardcopy

tersebut selanjutnya diserahkan dan ditandatangani oleh setiap AR

melalui seorang koordinator yang telah ditunjuk oleh kepala seksi.

4. Surat Keluar terkait SP2DK dan Nota Dinas

Terdapat beberapa buku ekspedisi yang tiap buku tersebut berisi nama

seksi lain. Buku ekspedisi ini digunakan sebagai tanda bukti atau tanda

terima jika ada surat keluar yang ditujukan kepada seksi lain. Apabila

surat tersebut terkait dengan sekretariat yaitu dengan tujuan tanda

tangan kepala kantor, SP2DK salah satunya, maka digunakan buku

ekspedisi sekretaris. Begitu pula sama perlakuan nya kepada seksi lain.

4) Seksi Waskon II, III, dan IV

1. Pengelolaan dan penataan surat masuk Seksi Waskon II, III, dan IV

a. Setiap surat masuk direkam dan di-input ke Ms. Excel khusus untuk

file surat masuk dan dibuat lembar disposisinya.

b. Lembar disposisi dibuat berdasarkan perekaman yang langsung ter-

link dari data yang sudah di-input ke Ms. Excel sebelumnya.

c. Jika surat yang diterima berkaitan dengan Wajib Pajak, seperti nota

dinas mengenai Laporan Hasil Pemeriksaan yang diterima dari seksi

pemeriksaan dimana tertera nama Wajib Pajak di surat itu, maka

terlebih dahulu harus dilakukan pencarian nama Account

Representative yang bertanggung jawab atas wajib pajak tersebut

melalui aplikasi SIDJP (Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak).

Universitas Sumatera Utara


51

d. Lembar disposisi yang telah dicetak kemudian disatukan dengan

surat masuk dan diserahkan kepada kepala seksi untuk mendapatkan

assignment dengan menggunakan map khusus surat masuk sebagai

pengantar surat.

e. Setelah mendapat assignment dari kepala seksi, surat masuk

diserahkan kepada pegawai/AR yang telah didisposisikan dan

membuat tanda terima surat sebagai arsip.

2. Pengelolaan dan penatausahaan surat keluar Seksi Waskon II, III, dan

IV

a. Penatausahaan SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data

dan/atau Keterangan)

(1) SP2DK yang telah diparaf dan diberikan oleh AR masing-

masing dalam 2 rangkap terlebih dahulu diserahkan kepada

kepala seksi untuk mendapatkan paraf dengan menggunakan

map Seksi Waskon II sebagai pengantar surat.

(2) SP2DK diteruskan kepada kepala kantor untuk mendapatkan

tanda tangan dengan menggunakan buku ekspedisi sebagai tanda

terima surat dari pihak sekretariat.

(3) Setelah ditandatangani oleh kepala kantor, 1 rangkap SP2DK

dikirimkan kepada Wajib Pajak melalui pos dan 1 rangkap

sisanya sebagai arsip AR.

(4) SP2DK yang akan dikirimkan kepada Wajib Pajak terlebih

dahulu dilipat rapi dan dimasukkan ke dalam amplop berwarna

coklat yang telah distempel.

Universitas Sumatera Utara


52

(5) Membuat pengantar pos (daftar surat yang akan dikirim)

sebanyak 4 rangkap dan meminta tanda tangan pegawai/AR

yang bertanggung jawab atas surat tersebut. 3 rangkap pengantar

pos disisihkan untuk diberikan ke Sub Bagian Umum dan

Kepatuhan Internal dan 1 rangkap sisanya adalah tanda terima

surat yang dijadikan sebagai arsip surat keluar.

b. Pencatatan dan penomoran surat keluar

Setiap surat keluar yang diberikan penomoran di-input ke Ms. Excel

khusus untuk file surat keluar, contohnya adalah LHP2DK (Laporan

Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan), Laphit

(Laporan Penghitungan Pajak), atau nota dinas untuk pengiriman

surat keluar.

3. Pembuatan SIK AR (Sistem Informasi Keuangan Account

Representative)

SIK AR adalah surat yang berisi keterangan mengenai informasi

keuangan AR yang didasari oleh surat tugas (ST) AR setelah masing-

masing AR melaksanakan tugas visitnya (kunjungan untuk mendatangi

tempat tinggal, tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha dan/atau

pekerjaan bebas wajib pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu

yang memiliki kaitan dengan Wajib Pajak).

5) Seksi Pemeriksaan

1. Membuat Nota Dinas untuk Surat Keluar dan mengirimkannya ke seksi

yang bersangkutan. Membuat Nota Dinas untuk pengiriman Surat

Keluar ke Seksi Pelayanan dan Seksi Waskon/Seksi Ekstensifikasi dan

Universitas Sumatera Utara


53

Penyuluhan (sesuai AR yang melayani Wajib Pajak tersebut) dan

melakukan penomoran. Setelah itu, mencetak nota dinas untuk Seksi

Pemeriksaan sebagai tanda terima yang akan di arsipkan bersama 1 set

dokumen tersebut dan meminta tanda tangan kepada kepala seksi.

2. Pengarsipan secara digital (Scanning) Laporan Hasil Pemeriksaan

(LHP) beserta lampiran lainnya dan menyimpannya di dalam komputer.

3. Meng-upload Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

LHP yang sudah selesai diproses dalam bentuk hasil scan diupload di

Aplikasi Laporan Pemeriksaan Pajak (ALPP).

4. Melakukan pengarsipan

Berkas LHP dan lampirannya yang sudah selesai diproses dilakukan

pengarsipan secara manual di rumah berkas.

6) Seksi Penagihan

1. Pengecekan data tunggakan Wajib Pajak dalam Sistem Informasi

Direktorat Jenderal Pajak.

Pengecekan setiap data dan tunggakan Wjib Pajak untuk ditindaklanjuti

dengan mengeluarkan Surat Teguran. Pengecekan tunggakan Wajib

Pajak dalam SIDJP dilakukan dengan menggunakan NPWP Wajib

Pajak. Hal ini dilakukan agar diketahui apa yang akan menjadi tindakan

selanjutnya dari tunggakan pajak tersebut. Fungsi lainnya dalam hal

pengecekan ialah saat wajib pajak ingin pindah KPP terdaftar,

tunggakan dari KPP semula haruslah diselesaikan terlebih dahulu.

Inilah yang menjadi tugas dari Seksi Penagihan. Setelah dilakukan

pengecekan tunggakan Wajib Pajak di cetak untuk diarsipkan.

Universitas Sumatera Utara


54

2. Penatausahaan Berkas Penagihan

Berkas yang telah dicek kemudian dicetak. Lalu di scan agar ada

pertinggal jika terjadi hal-hal di luar perkiraan.

7) Seksi PDI (Pengolahan Data dan Informasi)

Membantu kepala kantor dalam mengkordinasikan pengumpulan,

pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen

perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pelayanan dukungan

teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT, e-Filing, dan penyimpanan

laporan kinerja dengan teknologi informasi perpajakan sehingga dapat

memudahkan pekerjaan pada seksi PDI.

8) Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal

Membantu dan menunjang kelancaran tugas kepala kantor dalam

mengkordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama

dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan,

rumah tangga dan perlengkapan.

9) Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan

kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok jabatan

fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam

berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Setiap kelompok

dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala

Kantor Wilayah dan Kepala KPP Pratama yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


55

Tabel 2.1
Jumlah Pegawai KPP Pratama Medan Kota

No. Unit Eselon IV Jumlah

1 Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal 12


2 Seksi Pelayanan 13
3 Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan 8
4 Seksi Pemeriksaan 5
5 Seksi Penagihan 5
6 Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 9
7 Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 14
8 Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 15
9 Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 14
10 Seksi Pengolahan Data dan Informasi 6
11 Fungsional Pemeriksaan Pajak 5
Jumlah 116
Sumber : Subbagian Umum dan KI KPP Pratama Medan Kota

Universitas Sumatera Utara


BAB III

HASIL PENELITIAN

3.1 Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran

Tabel 3.1
Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran di KPP Pratama
Medan Kota Tahun 2015-2019

Jumlah Surat Teguran Kenaikan/Penurunan


Tahun
Lembar Nominal (Rp) Lembar Nominal (Rp)
2015 3.389 6.188.234.636 - -

2016 2.934 2.049.617.851 455 (-) 4.138.616.785 (-)

2017 3.359 721.282.836 425 (+) 1.328.335.015 (-)

2018 2.853 1.088.794.379 506 (-) 367.511.543 (+)

2019 4.228 2.310.269.012 1.375 (+) 1.221.474.633 (+)


Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Medan Kota

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa penerimaan tunggakan pajak dengan

menggunakan surat teguran terjadi secara fluktuatif, baik dari segi lembarnya

maupun nominalnya. Dari segi lembarnya, terjadi kenaikan pada periode 2016-

2017 dan pada periode 2018-2019, sedangkan pada periode 2015-2016 dan

periode 2017-2018 mengalami penurunan. Dari segi nominalnya, terjadi kenaikan

pada periode 2017-2018 dan periode 2018-2019, sedangkan pada periode 2015-

2016 dan periode 2016-2017 terjadi penurunan.

56

Universitas Sumatera Utara


57

3.2 Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa

Tabel 3.2
Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa di KPP Pratama Medan
Kota Tahun 2015-2019

Jumlah Surat Paksa Kenaikan/Penurunan


Tahun
Lembar Nominal (Rp) Lembar Nominal (Rp)

2015 2.698 3.262.187.123 - -

2016 1.896 2.015.579.066 802 (-) 1.246.608.057 (-)

2017 2.643 953.625.473 747 (+) 1.061.953.593 (-)

2018 2.211 1.606.033.645 432 (-) 625.408.172 (+)

2019 2.345 2.709.100.992 134 (+) 1.103.067.347 (+)


Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Medan Kota

Tabel 3.2 menunjukkan bahwa penerimaan tunggakan pajak dengan

menggunakan surat paksa terjadi secara fluktuatif, baik dari segi lembarnya

maupun nominalnya. Dari segi lembarnya, terjadi kenaikan pada periode 2016-

2017 dan pada periode 2018-2019, sedangkan pada periode 2015-2016 dan

periode 2017-2018 mengalami penurunan. Dari segi nominalnya, terjadi kenaikan

pada periode 2017-2018 dan periode 2018-2019, sedangkan pada periode 2016-

2017 dan periode 2017-2018 terjadi penurunan.

3.3 Hasil Wawancara dengan Informan Penelitian

Wawancara dilakukan oleh penulis terhadap narasumber seorang pegawai

KPP Pratama Medan Kota bernama Ahmad Setiawan yang bekerja di Seksi

Penagihan juga sebagai jurusita pajak. Sebelum melakukan wawancara,

narasumber sudah menentukan waktu yang tepat untuk diwawancarai oleh

penulis.

Universitas Sumatera Utara


58

Berikut percakapan antara Penulis (P) dengan Narasumber (N) :

P : Selamat malam, Bang. Maaf mengganggu waktunya.

N : Selamat malam, Dek. Apa yang ingin ditanyakan?

P : Yang pertama, apa saja yang menjadi kendala jurusita pajak dalam

menyampaikan surat teguran kepada penunggak pajak?

N : Surat teguran disampaikan kepada wajib pajak melalui pos, kendala yang

dihadapi ada beberapa alamat wajib pajak penunggak pajak yang tidak

jelas, kantor tempat usahanya telah tutup, sehingga surat teguran tidak

sampai kepada wajib pajak penunggak pajak.

P : Baik, Bang. Lalu, bagaimana dengan surat paksa? Apa saja kendala

jurusita pajak dalam menyampaikan surat paksa kepada penunggak pajak?

N : Kendala dalam penyampaian surat paksa hampir sama, yaitu alamat wajib

pajak tidak jelas, kantor tempat usaha telah tutup tanpa ada pelaporan ke

kantor pajak, wajib pajak tidak bersedia menerima salinan surat paksa,

wajib pajak orang pribadi meninggal dunia tanpa ada ahli warisnya.

P : Baik, Bang. Selanjutnya bagaimana solusi untuk mengatasi kendala-

kendala yang dialami oleh jurusita pajak dalam melakukan penagihan

tunggakan pajak wajib pajak?

N : Untuk surat teguran tetap dianggap sampai dengan bukti penerimaan pos,

sedangkan untuk surat paksa dapat dititipkan ke kantor kepala desa/kantor

lurah/pemerintah daerah setempat, dapat ditempel di papan pengumuman

kantor/surat kabar/media lainnya sehingga surat paksa dianggap sampai

kepada wajib pajak.

Universitas Sumatera Utara


59

P : Berikutnya, apa upaya yang dilakukan KPP Pratama Medan Kota

(khususnya Seksi Penagihan) dalam meningkatkan penerimaan pajak?

N : Upaya yang dilakukan, pertama meningkatkan tindakan penagihan aktif

berupa penyampaian surat paksa, penyitaan aset wajib pajak penunggak

pajak, pemblokiran rekening wajib pajak penunggak pajak, pelelangan aset

wajib pajak penunggak pajak, pencegahan, dan penyanderaan. Kedua,

melakukan tindakan penagihan persuasif berupa penyampaian himbauan

untuk melunasi tunggakan pajak, pemanggilan wajib pajak ke kantor

pajak, atau konseling dalam rangka pelunasan tunggakan pajak.

P : Baik, Bang. Terakhir, menurut Abang seberapa efektifkan penagihan pajak

yang dilakukan KPP Pratama Medan Kota dalam 5 tahun terakhir? (dalam

ukuran kualitatif)

N : Masih belum begitu efektif, karena jumlah jurusita pajak yang sedikit

untuk mengawasi jumlah wajib pajak penunggak pajak yang banyak, dan

kebanyakan jumlah penunggak pajak tidak memiiki aset dan kemampuan

untuk melunasi tunggakan pajaknya sangat rendah.

P : Baik, Bang. Berarti ada baiknya DJP menambahkan jumlah jurusita pajak

agar pelaksanaan penagihan pajak dapat mencapai hasil yang maksimal?

N : Ya, sebaiknya seperti itu.

P : Baiklah, Bang. Demikian wawancara yang telah saya lakukan. Terima

kasih untuk waktunya, dan terima kasih atas jawaban yang Abang berikan,

selanjutnya akan saya pergunakan dalam penyusunan Tugas Akhir saya.

Maaf mengganggu, Bang. Selamat malam.

N : Ya, sama-sama. Selamat malam.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisis Efektivitas Penggunaan Surat Teguran Pada Penagihan Pajak di

KPP Pratama Medan Kota

Efektivitas penagihan pajak dengan surat teguran dianalisis dengan

menggunakan rumus perbandingan antara jumlah penerimaan pajak yang dibayar

melalui surat teguran dengan target pembayaran tunggakan pajak dengan surat

teguran.

1) Efektivitas Surat Teguran 2015 =

2) Efektivitas Surat Teguran 2016 =

3) Efektivitas Surat Teguran 2017 =

4) Efektivitas Surat Teguran 2018 =

5) Efektivitas Surat Teguran 2019 =

60

Universitas Sumatera Utara


61

Tabel 4.1
Analisis Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran pada KPP
Pratama Medan Kota Tahun 2015-2019

Jumlah Jumlah
Persentase Tingkat
Tahun Tunggakan Penerimaan
(%) Efektivitas
(Rp) (Rp)
2015 45.065.230.526 6.188.234.636 13,73 Tidak Efektif

2016 42.491.284.099 2.049.617.851 4,82 Tidak Efektif

2017 29.069.949.534 721.282.836 2,48 Tidak Efektif

2018 94.728.695.391 1.088.794.379 1,15 Tidak Efektif

2019 38.767.148.682 2.310.269.012 5,96 Tidak Efektif


Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Medan Kota

Berdasarkan tabel 4.1 dan ditinjau dari segi nominalnya, penerbitan surat

teguran pada tahun 2015 di KPP Pratama Medan Kota tercatat sebesar

Rp45.065.230.526, yang dibayar sebesar Rp6.188.234.636, dan persentase tingkat

efektivitasnya 13,73%, maka berdasarkan indikator pengukuran tingkat efektivitas

penerbitan surat teguran tahun 2015 tergolong tidak efektif. Pada tahun 2016,

penerbitan surat teguran menurun menjadi sebesar Rp42.491.284.099, yang

dibayar sebesar Rp2.049.617.851, dan persentase tingkat efektivitasnya 4,82%,

maka berdasarkan indikator pengukuran tingkat efektivitas penerbitan surat

teguran tahun 2016 tergolong tidak efektif. Pada tahun 2017, penerbitan surat

teguran menurun lagi menjadi sebesar Rp29.069.949.534, yang dibayar sebesar

Rp721.282.836, dan persentase tingkat efektivitasnya 2,48%, maka berdasarkan

indikator pengukuran tingkat efektivitas penerbitan surat teguran tahun 2017

tergolong tidak efektif. Pada tahun 2018, penerbitan surat teguran mengalami

kenaikan menjadi sebesar Rp94.728.695.391, yang dibayar sebesar

Universitas Sumatera Utara


62

Rp1.088.794.379, dan persentase tingkat efektivitasnya 1,15%, maka berdasarkan

indikator pengukuran tingkat efektivitas penerbitan surat teguran tahun 2018

tergolong tidak efektif. Pada tahun 2019, penerbitan surat teguran menurun

kembali menjadi sebesar Rp38.767.148.682, yang dibayar sebesar

Rp2.310.269.012 , dan persentase tingkat efektivitasnya 5,96%, maka berdasarkan

indikator pengukuran tingkat efektivitas penerbitan surat teguran tahun 2019

tergolong tidak efektif.

Berdasarkan analisis efektivitas penagihan pajak dengan surat teguran di

KPP Pratama Medan Kota tahun 2015-2019, terlihat bahwa penggunaan surat

teguran untuk menagih tunggakan pajak wajib pajak tidak efektif. Hal ini

disebabkan oleh kelalaian wajib pajak dalam melunasi utang pajaknya dan wajib

pajak tidak mampu untuk melunasi utang pajaknya. Pada saat surat teguran

disampaikan kepada wajib pajak, surat tersebut tidak sampai. Hal ini dikarenakan

alamat yang diberikan oleh wajib pajak tidak jelas, ataupun karena kantor tempat

usahanya telah tutup/pindah tanpa ada pemberitahuan ke kantor pajak, sehingga

surat teguran tidak sampai kepada wajib pajak (penunggak pajak).

Universitas Sumatera Utara


63

4.2 Analisis Efektivitas Penggunaan Surat Paksa Pada Penagihan Pajak di

KPP Pratama Medan Kota

Efektivitas penagihan pajak dengan surat teguran dianalisis dengan

menggunakan rumus perbandingan antara jumlah penerimaan pajak yang dibayar

melalui surat paksa dengan target pembayaran tunggakan pajak dengan surat

paksa.

1) Efektivitas Surat Paksa 2015 =

2) Efektivitas Surat Paksa 2016 =

3) Efektivitas Surat Paksa 2017 =

4) Efektivitas Surat Paksa 2018 =

5) Efektivitas Surat Paksa 2019 = 11,77%

Tabel 4.2
Analisis Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada KPP
Pratama Medan Kota Tahun 2015-2019

Jumlah Jumlah
Persentase Tingkat
Tahun Tunggakan Penerimaan
(%) Efektivitas
(Rp) (Rp)
2015 32.048.674.463 3.262.187.123 10,18 Tidak Efektif

2016 23.585.981.056 2.015.579.066 8,55 Tidak Efektif

2017 25.938.410.048 953.625.473 3,68 Tidak Efektif

2018 32.167.258.568 1.606.033.645 4,99 Tidak Efektif

2019 23.009.581.809 2.709.100.992 11,77 Tidak Efektif


Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Medan Kota

Universitas Sumatera Utara


64

Berdasarkan tabel 4.2 dan ditinjau dari segi nominalnya, penerbitan surat

paksa pada tahun 2015 di KPP Pratama Medan Kota tercatat sebesar

Rp32.048.674.463, yang dibayar sebesar Rp3.262.187.123, dan persentase tingkat

efektivitasnya 10,18%, maka berdasarkan indikator pengukuran tingkat efektivitas

penerbitan surat paksa tahun 2015 tergolong tidak efektif. Pada tahun 2016,

penerbitan surat paksa menurun menjadi sebesar Rp23.585.981.056, yang dibayar

sebesar Rp2.015.579.066, dan persentase tingkat efektivitasnya 8,55%, maka

berdasarkan indikator pengukuran tingkat efektivitas penerbitan surat paksa tahun

2016 tergolong tidak efektif. Pada tahun 2017, penerbitan surat paksa mengalami

kenaikan menjadi sebesar Rp25.938.410.048, yang dibayar sebesar

Rp953.625.473, dan persentase tingkat efektivitasnya 3,68%, maka berdasarkan

indikator pengukuran tingkat efektivitas penerbitan surat paksa tahun 2017

tergolong tidak efektif. Pada tahun 2018, penerbitan surat paksa mengalami

kenaikan lagi menjadi sebesar Rp32.167.258.568, yang dibayar sebesar

Rp1.606.033.645, dan persentase tingkat efektivitasnya 4,99%, maka berdasarkan

indikator pengukuran tingkat efektivitas penerbitan surat paksa tahun 2018

tergolong tidak efektif. Pada tahun 2019, penerbitan surat paksa menurun kembali

menjadi sebesar Rp23.009.581.809, yang dibayar sebesar Rp2.709.100.992, dan

persentase tingkat efektivitasnya 11,77%, maka berdasarkan indikator pengukuran

tingkat efektivitas penerbitan surat paksa tahun 2019 tergolong tidak efektif.

Berdasarkan analisis efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa di KPP

Pratama Medan Kota tahun 2015-2019, terlihat bahwa penggunaan surat paksa

untuk menagih tunggakan pajak wajib pajak tidak efektif. Hal ini disebabkan oleh

kecilnya kemampuan wajib pajak dalam membayar utang pajaknya, alamat yang

Universitas Sumatera Utara


65

diberikan wajib pajak tidak jelas, kantor tempat usaha telah tutup/pindah tanpa

ada pelaporan ke kantor pajak, wajib pajak tidak bersedia menerima salinan surat

paksa, untuk wajib pajak orang pribadi dan badan kadang yang bersangkutan

(direktur/pengurus pada badan usaha) tidak berada di tempat pada saat

penyampaian surat paksa, ataupun wajib pajak orang pribadi meninggal dunia

tanpa ada ahli warisnya.

4.3 Upaya yang Dilakukan KPP Pratama Medan Kota Untuk Meningkatkan

Penerimaan Pajak

Upaya-upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Medan Kota dalam

meningkatkan penerimaan pajak melalui pencairan tunggakan pajak wajib pajak

yaitu :

1) Meningkatkan tindakan penagihan aktif berupa penyampaian surat paksa,

penyitaan aset wajib pajak, pemblokiran rekening wajib pajak, lelang aset

wajib pajak, pencegahan wajib pajak bepergian ke luar negeri, dan

penyanderaan (penyitaan badan).

2) Melakukan tindakan penagihan persuasif berupa penyampaian himbauan

untuk melunasi tunggakan pajak, pemanggilan wajib pajak (penunggak

pajak) ke kantor pajak atau konseling dalam rangka pelunasan tunggakan

pajak.

3) Melakukan pengintensifan mapping penunggak pajak terbesar. Karena

tidak semua tunggakan pajak ditindaklanjuti dengan surat teguran dan

surat paksa, Seksi Penagihan KPP Pratama Medan Kota membuat

pengelompokkan penunggak pajak terbesar agar dalam menagih

tunggakan pajak lebih efektif dan efisien.

Universitas Sumatera Utara


66

4) Melakukan sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat (wajib pajak)

tentang prosedur penagihan pajak, sistem pemungutan pajak, dan

meningkatkan pengetahuan wajib pajak mengenai peraturan di bidang

perpajakan, pentingnya membayar pajak, serta manfaat yang diperoleh

dari membayar pajak kepada wajib pajak, guna menunjang kesadaran

membayar pajak serta kerja sama yang baik antara wajib pajak dengan

fiskus.

5) Seksi penagihan meningkatkan kinerjanya dalam menghubungi wajib

pajak untuk menyampaikan surat teguran dan surat paksa sehingga

diharapkan surat teguran dan surat paksa yang dikirimkan memang benar-

benar sampai kepada wajib pajak. Dalam hal pendaftaran wajib pajak baru

dilakukan penelitian ke lapangan agar alamat yang diberikan oleh wajib

pajak dapat dibuktikan kebenarannya (tidak fiktif).

6) Melakukan peningkatan kerjasama dengan pihak-pihak terkait. KPP

Pratama Medan Kota bekerjasama dengan pihak bank jurusita pajak dalam

mencari objek sita terutama kekayaan yang disimpan dalam bank. KPP

Pratama Medan Kota bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk

mempermudah jurusita pajak dalam proses pemberitahuan surat paksa dan

proses penyitaan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah penulis uraikan

dalam Bab IV, maka dapat disimpulkan :

1) Kondisi penagihan pajak dengan surat teguran yang dilakukan KPP

Pratama Medan Kota pada tahun 2015 persentase efektivitasnya 13,73%,

pada tahun 2016 persentase efektivitasnya 4,82%, pada tahun 2017

persentase efektivitasnya 2,48%, pada tahun 2018 persentase

efektivitasnya 1,15%, dan pada tahun 2019 persentase efektivitasnya

5,96%. Rata-rata persentase efektivitas penagihan pajak dengan surat

teguran di KPP Pratama Medan Kota didapati tidak efektif, karena

persentase efektivitasnya bernilai dibawah 60%. Hal ini disebabkan oleh

kelalaian wajib pajak dalam melunasi utang pajaknya dan

ketidakmampuan wajib pajak dalam melunasi utang pajaknya.

2) Kondisi penagihan pajak dengan surat paksa yang dilakukan oleh KPP

Pratama Medan Kota pada tahun 2015 persentase efektivitasnya 10,18%,

pada tahun 2016 persentase efektivitasnya 8,55%, pada tahun 2017

persentase efektivitasnya 3,68%, pada tahun 2018 persentase

efektivitasnya 4,99%, dan pada tahun 2019 persentase efektivitasnya

11,77%. Rata-rata persentase efektivitas penagihan pajak dengan surat

paksa di KPP Pratama Medan Kota didapati tidak efektif, karena

67

Universitas Sumatera Utara


68

persentase efektivitasnya bernilai dibawah 60%. Hal ini disebabkan oleh

banyaknya wajib pajak yang nakal dan enggan melunasi utang pajaknya.

3) Efektivitas penagihan pajak dengan menggunakan surat teguran dan surat

paksa terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota pada tahun

2015-2019 secara keseluruhan tergolong tidak efektif. Hal ini disebabkan

oleh berbagai hambatan yang terjadi dalam proses penagihan pajak

sehingga pencairan tunggakan pajak tidak bisa didapatkan secara

maksimal.

4) Upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Medan Kota dalam rangka

meningkatkan penerimaan pajak, yaitu dengan meningkatkan tindakan

penagihan aktif, melakukan tindakan penagihan persuasif, melakukan

pengintensifan mapping penunggak pajak terbesar, melakukan

sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat (wajib pajak), seksi penagihan

meningkatkan kinerjanya dalam menghubungi wajib pajak untuk

menyampaikan surat teguran dan surat paksa, serta melakukan

peningkatan kerjasama dengan pihak-pihak terkait.

5) Penyebab utama tidak efektifnya penagihan pajak di KPP Pratama Medan

Kota yaitu karena jumlah jurusita pajak yang sedikit. Jumlah jurusita pajak

di KPP Pratama Medan Kota tidak sebanding dengan jumlah wajib

pajaknya yang banyak, sehingga jurusita pajak kurang maksimal dalam

mengawasi para wajib pajak penunggak pajak dan melakukan pelaksanaan

penagihan pajak (mengantarkan surat paksa atau melakukan penyitaan).

Universitas Sumatera Utara


69

5.2 Saran

Berikut beberapa saran dari penulis :

1) Dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, sebaiknya wajib pajak

membayar pajaknya tepat waktu atau sebelum tanggal jatuh tempo.

2) Dalam pengisian data pada saat mendaftarkan diri ke kantor pajak,

sebaiknya wajib pajak mencantumkan alamat yang jelas dan nomor

telepon yang aktif.

3) Wajib pajak sebaiknya memberitahu atau melaporkan ke kantor pajak

apabila pindah tempat tinggal atau kantor tempat usahanya berpindah, agar

surat teguran maupun surat paksa sampai ke tangan wajib pajak.

4) Perlunya peningkatan fungsi pengawasan terhadap penagihan pajak dan

saling koordinasi serta kerjasama dalam pelaksanaan tugas pegawai KPP

Pratama Medan Kota untuk meningkatkan penerimaan pajak.

5) Direktorat Jenderal Pajak ada baiknya menaruh perhatian lebih pada Seksi

Penagihan, yaitu dengan menambah jumlah jurusita pajak sebagai

pelaksana penagihan pajak agar semua tugas yang dilaksanakan mencapai

hasil yang maksimal, atau memikirkan dan mengimplementasikan strategi-

strategi penagihan pajak baru sehingga pencairan tunggakan pajak menjadi

lebih efektif di tahun yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Husniati, Yenny. 2013. Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan
Surat Paksa terhadap Pencairan Tunggakan Pajak di KPP Madya Batam.
Tugas Akhir. Politeknik Negeri Batam : Batam. Diakses pada 20 Juni
2020 dari www.repository.polibatam.ac.id.

Putri, Sonia Liudiansyah, dan Siti Khairani. 2018. Pengaruh Surat Teguran, Surat
Paksa, Dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) Terhadap
Pencairan Tunggakan Pajak Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
Madya Palembang. Jurnal Akuntansi. STIE MDP : Palembang.

Nalle, Paul Filmon. 2017. Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran
Dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana Vol.20.2.

Republik Indonesia, 2009. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang


Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)

Republik Indonesia, 2000. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang


Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Negara, Tunggul Anshari Setia. 2017. Ilmu Hukum Pajak. Malang: Setara Press.
Waluyo. 2007. Perpajakan Indonesia Buku 1 Edisi 7. Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul. 2013. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah.
Jakarta: Salemba Empat.

Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.


Robbins, Stephen P. dan Coulter, Mary. 2009. Manajemen Edisi Kedelapan.
Jakarta: PT Indeks.

Mardiasmo. 2016. Perpajakan Edisi Revisi 2016 .Yogyakarta: Penerbit Andi


Resmi, Siti. 2014. Perpajakan Teori dan Kasus Buku 1 Edisi 8. Jakarta: Salemba
Empat

Stefan, Esra, 2018. Kewajiban Pajak dalam Merealisasikan Kesejahteraan Warga


Negara.
https://www.kompasiana.com/esrastefan/5debe164d541df40bd27acd2/kew
ajiban-pajak-dalam-merealisasikan-kesejahteraan-warga-negara# (diakses
pada 26 April 2020/12:25)

Wikipedia, 2020. Pembangunan Nasional Indonesia.


https://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_nasional_Indonesia (diakses
pada 26 April 2020/13:31)

70

Universitas Sumatera Utara


71

Cermati, 2020. Pengertian Pajak, Fungsi, dan Jenis-Jenisnya.


https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-
jenisnya (diakses pada 28 April 2020/13:34)

DJP, 2020. Fungsi Pajak. http://www.pajak.go.id/id/fungsi-pajak (diakses pada 2


Mei 2020/14:45)

Kurniasih, Neng Sri, 2018. Tahap-Tahap Penagihan Pajak.


https://www.kompasiana.com/nengsrik/5659225cf47e617f0ecdd8aa/tahapt
ahap-penagihan-pajak?page=2# (diakses pada 3 Mei 2020/15:22)

Suwiknyo, Edi, 2019. Hingga Juli 2019, Kepatuhan Pajak Baru 67,2 Persen.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20190807/259/1133668/hingga-juli-2019-
kepatuhan-wajib-pajak-baru-672-
persen#:~:text=Kepatuhan%20formal%20Wajib%20Pajak%20(WP,SPT
(diakses pada 20 Juni 2020/20:21)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai