Anda di halaman 1dari 112

EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN

DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA


KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA
MATRAMAN PADA TAHUN 2014-2015

Oleh
TRI WIDODO SANTOSO
NIM 1111000132

INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA


(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
PERBANAS
JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
2016
EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN
DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA
MATRAMAN PADA TAHUN 2014-2015

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:
TRI WIDODO SANTOSO
NIM 1111000132

INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA


(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
PERBANAS
JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
2016
INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA
(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
PERBANAS
JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul


EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT
PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN
PAJAK PRATAMA JAKARTA MATRAMAN PADA TAHUN 2014-2015

Oleh
Nama : Tri Widodo Santoso
Nim : 1111000132
Program Studi : Akuntansi

Telah disetujui untuk diujikan

Jakarta, 7 September 2016


Mengetahui
Ketua Program Studi S 1 Akuntansi Dosen Pembimbing Skripsi

Jasman S.E., Ak., MBA., CA. Didit Haryanto, SE,MSM


INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA
(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
PERBANAS
JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul


EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT
PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN
PAJAK PRATAMA JAKARTA MATRAMAN PADA TAHUN 2014-2015

Telah dipertahankan di hadapan Sidang Tim Penguji Skripsi pada,

Hari : .....................
Tanggal : .....................
Waktu : .....................

Oleh

Nama : Tri widodo Santoso


NIM : 1111000132

DAN YANG BERSANGKUTAN DINYATAKAN LULUS

Ketua Sidang : ......................................................................

Anggota : ......................................................................

Anggota : ......................................................................

Mengetahui

Ketua Program Studi S 1 Akuntansi

Jasman, SE., AK., MBA., CA.


INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA
(ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS INSTITUTE)
PERBANAS
JAKARTA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PERNYATAAAN

Seluruh isi dan materi skripsi ini menjadi tanggung jawab penyusun sepenuhnya.

Jakarta, 7 September 2016

Penyusun,

Tri Widodo Santoso


1111000132
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan dibawah ini,


Nama : Tri Widodo Santoso
NIM : 1111000132
Program Studi : Akuntansi
Judul Skripsi : Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa Terhadap
Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Jakarta Matraman Pada Tahun
2014-2015

Menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan
hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan
skripsi ini merupakan hasil plagiat atas penjiplakan terhadapat karya orang lain, maka
saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus menerima sangsi berdasarkan aturan
tata tertib di ABFI Institute Perbanas.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak ada unsur
paksaan.

Jakarta, 7 September 2016


Penulis

Tri Widodo Santoso


1111000132
ABSTRAK
Tri Widodo Santoso. “Efektifitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan
Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Jakarta Matraman Pada Tahun 2014-2015”. Skripsi. Jakarta: ABFI Institute
Perbanas Jakarta, September 2016.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan tingkat efektivitas
penagihan pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa serta menganalisis besarnya
kontribusi penagihan pajak dengan menggunakan Surat Teguran dan Surat Paksa di
KPP Pratama Jakarta Matraman. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode
kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode yang bersifat deskriptif yang cenderung
menggunakan analisis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
data sekunder, yaitu data yang diperoleh merupakan data olahan dari instansi yang
bersangkutan dan data-data yang digunakan untuk mendukung hasil penelitian berasal
dari artikel, jurnal, dan sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Hasil yang
didapatkan dari penelitian ini menunjukan bahwa penagihan pajak dengan surat teguran
dan surat paksa KPP Pratama Jakarta Matraman pada tahun 2014-2015 tergolong tidak
efektif, hal ini bisa terjadi karena masih kurangnya kesadaran wajib pajak dalam
melunasi utang pajaknya, atau bisa juga disebabkan keterlambatan dalam hal penagihan
dan kurangnya informasi yang didapat untuk melakukan penagihan. Kontribusi
penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa di KPP Pratama Jakarta
Matraman pada tahun 2014-2015 tergolong sangat kurang, hal ini bisa disebabkan
karena tidak sampainya surat teguran ke wajib pajak, rendahnya kesadaran wajib pajak,
kurang aktifnya jurusita pajak, dll.

Kata Kunci: Efektivitas dan kontribusi penagihan pajak dengan Surat Teguran dan Surat
Paksa.
ABSTRACT
Tri Widodo Santoso. “The Effectivness of Tax Collection Using a Warning Letter
and Distress Warrant Against Tax Revenue In Tax Office Pratama Jakarta
Matraman the year 2014-2015”, Essay. Jakarta: ABFII Institute Perbanas Jakarta
September 2016

The purpose of this research is to analyze the difference of the effectiveness of tax
collection by the warning letter and distress warant and also to analyze the contribution
of the tax collection using warning letter and distress warant in tax office Pratama
Jakarta Matraman. The method used by the researchers is a qualitative method. The
qualitative method is a method that tends to use descriptive analysis. The data used in
this study using secondary data, ie data obtained is processed the data from the agencies
concerned and the data used to support the research came from articles, journals, and
other sources associated with this research. The results obtained from this research
showed that the tax collection with a warning letter and distress warant in Tax Office
Pratama Jakarta Matraman in 2014-2015 relatively ineffective, it can happen because of
lack of awareness of taxpayers to settle tax debts, or it could be due to delays in billing
terms and the lack of information obtained to do the billing. Contributions for tax
collection with a warning letter and distress warant on Tax Office Pratama Jakarta
Matraman in 2014-2015 relatively very less, this could be because it is not the arrival of
a letter of reprimand to the taxpayer, the taxpayer's low awareness, lack of active bailiff
taxes, etc.

Keywords: Effectiveness and the contribution of tax collection by the Warning Letter
and Distress Warant.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil Alamin. Segala puji dan syukur tiada hentinya

penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan keagungan-Nya telah

melimpahkan segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Efektivitas Penagihan Pajak Dengan

Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pada KPP

Pratama Jakarta Matraman Pada Tahun 2014-2015” dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari penelitian ini masih banyak kekurangan baik secara

materi maupun penulisan yang jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis

selalu menantikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat

tercapainya sebuah karya yang lebih baik lagi.

Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, maka perkenalkanlah

penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang selama

ini telah membimbing dan mendampingi penulis selama penyelesaian studi antara

lain:

1. Kepada kedua orang tuaku, kakakku dan saudara-saudaraku yang tidak

pernah berhenti memberikan doa, harapan, semangat, dan dukungan

pada penulis, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

tak terhingga karena berkat doa dan restu mereka, penulis dapat

menyelesaikan pendidikan ini.

i
2. Bapak Didit Haryanto, S.E., MSM. selaku dosen pembimbing yang

telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi dan bersedia untuk

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dengan penuh kesabaran

membimbing, mengarahkan, memberikan saran, nasehat hinga

terselesaikannya penelitian ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo, Rektor Institute Perbanas

Jakarta.

4. Bapak Dr. Umbas Krisnanto, S.E.,MM., Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Institute Perbanas.

5. Bapak Jasman.,S.E.,MBA., Kepala Program Studi S1 Akuntansi

Institute Perbanas.

6. Ibu Inung Wijayanti,S.E.,MM.,AK., Sekertaris Program Studi S1

Akuntansi Institute Perbanas.

7. Para dosen Program Studi Akuntansi ABFII Institute Perbanas Jakarta

yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama perkuliahan.

8. Kepada seluruh karyawan KPP Pratama Jakarta Matraman yang telah

membantu penulis untuk memberikan izin melakukan riset dengan

memberikan data-data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan skripsi

ini.

9. Kepada Bagian Pelayanan Tugas Akhir di ABFII Institute Perbanas

yang sudah membantu dan menjembatani selesainya tugas akhir ini.

ii
10. Kepada teman cocomeo yang setia menemani di kampus dan

memberikan semangat maupun arahan untuk menyelesaikan tugas

akhir ini.

11. Kepada teman yang lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena

keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun yang dapat dijadikan sebagai bahan

masukan bagi penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa bersama

kita dan meridhoi jalan hidup kita. Amin.

Jakarta, 7 September 2016

Tri Widodo santoso

iii
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

KATA PENGANTAR....................................................................... ....................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................. iv

DAFTAR TABEL..................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah..................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah....................................................................... ....................... 6

1.3. Batasan Masalah................................................................................................. 6

1.4. Tujuan Penelitian................................................................................................ 6

1.5. Kegunaan Penelitian........................................................................................... 7

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN PERUMUSAN

HIPOTESIS

2.1. Kajian Teori........................................................................................................ 9

iv
2.1.1. Definisi Pajak........................................................................................... 11

2.1.2. Fungsi Pajak............................................................................................. 11

2.1.3. Jenis Pajak................................................................................................ 12

2.1.4. Tarif Pajak................................................................................................ 14

2.1.5. Asas Pemungutan Pajak........................................................................... 15

2.1.6. Syarat Pemungutan Pajak......................................................................... 16

2.1.7. Sistem Pemungutan pajak........................................................................ 17

2.1.8. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak......................................................... 18

2.1.9. Berakhirnya Utang Pajak.......................................................................... 19

2.1.10. Hambatan Pemungutan pajak................................................................. 20

2.1.11. Efektivitas............................................................................................... 21

2.1.12. Penagihan Pajak...................................................................................... 22

2.1.12.1. Pengertian Penagihan Pajak..................................................... 22

2.1.12.2. Dasar Penagihan Pajak............................................................. 23

2.1.12.3. Tindakan Penagihan Pajak....................................................... 26

2.1.13. Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran................................................. 28

2.1.13.1. Pengertian Surat Teguran......................................................... 28

2.1.13.2. Pelaksanaan Surat Teguran....................................................... 29

2.1.13.3. Penentuan Tanggal Jatuh Tempo.............................................. 29

v
2.1.13.4. Penerbittan Surat Teguran........................................................ 31

2.1.13.5. Penyampaian Surat Teguran Oleh KPP Ke Wajib Pajak........ 32

2.1.14. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa..................................................... 33

2.1.14.1. Pengertian Surat Paksa............................................................. 33

2.1.14.2. UU Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP)................... 33

2.1.14.3. Pelaksanaan Surat Paksa.......................................................... 35

2.1.14.4. Penerbitan Surat Paksa............................................................. 35

2.1.14.5. Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Orang Pribadi................. 38

2.1.15. Daluwarsa Penagihan.............................................................................. 39

2.1.16. Tugas-Tugas Jurusita Pajak.................................................................... 40

2.1.16.1. Tugas-Tugas Jurusita Pajak..................................................... 39

2.1.16.2. Wewenang Jurusita Pajak....................................................... 42

2.1.17. Pencarian Tunggakan Pajak.................................................................. 42

2.1.18. Pengertian Wajib Pajak......................................................................... 43

2.2. Penelitian Sebelumnya...................................................................................... 43

2.3. Kerangka Pemikiran.......................................................................................... 46

vi
BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian................................................................................................ 49

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................................ 49

3.3 Jenis dan Sumber Data....................................................................................... 50

3.3.1. Jenis Data................................................................................................. 50

3.3.2. Sumber Data............................................................................................. 50

3.4. Metode Pungumpulan Data............................................................................... 50

3.5. Teknik Analisis Data........................................................................................ 51

3.5.1. Rasio Efektivitas Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa.................. 51

3.5.2. Rasio Kontribusi Penerimaan Tunggakan Pajak Terhadap Penerimaan pajak 52

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Deskripsi Objek Penelitian.................................................................................. 56

4.1.1. Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman.................................... 56

4.1.2. Struktur Organisasi Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman... 58

4.2. Analisis Data......................................................................................................... 58

4.2.1. Rasio efektifitas Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa...................... 59

4.2.2. Rasio Kontribusi Penerimaan Tunggakan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak 60

4.3. Interpretasi Hasil................................................................................................... 62

vii
4.3.1. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak....................................................... 62

4.3.2. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa dan Surat Teguran........................... 63

4.3.2.1. Penagihan Pajak Dengan Surat teguran......................................... 63

4.3.2.2. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa........................................... 65

4.3.3. Pencarian Tunggakan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa....... 66

4.3.3.1. Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Surat Teguran..................... 66

4.3.3.2. Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Surat Paksa......................... 68

4.3.4. Efektivitas Penagihan Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak......... 69

4.3.4.1. Efektifitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran...................... 69

4.3.4.2. Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa........................... 71

4.3.5. Kontribusi Penagihan Pajak......................................................................... 73

4.3.5.1. Kontribusi Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran Terhadap

Penerimaan Pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman..................... 73

4.3.5.2. Kontribusi Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap

Penerimaan Pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman................... 75

viii
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan……………......................................................................................... 78

5.2. Keterbatasan Penelitian……………...................................................................... 80

5.3. Saran...........……………..................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA…………….............................................................................. 83

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ix
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Penelitian Sebelumnya……………............................................................. 43

Tabel 3.1. Indikator Pengukuran Efektivitas................................................................ 52

Tabel 3.2. Klasifikasi Kriteria Kontribusi..................................................................... 53

Tabel 4.1. Indikator Pengukuran Efektivitas ……….................................................... 60

Tabel 4.2. Klasifikasi Kriteria Kontribusi ..............................……………................. 61

Tabel 4.3. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak KPP Pratama Jakarta Matraman.. 62

Tabel 4.4. Penerbitan Surat Teguran………................................................................ 63

Tabel 4.5. Penerbitan Surat Paksa.………………........................................................ 65

Tabel 4.6. Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Teguran.......................................... 67

Tabel 4.7. Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Paksa…......................................... 68

Tabel 4.8. Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Teguran di KPP Pratama Jakarta

Matraman tahun 2014-2015......................................................................... 70

Tabel 4.9. Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Paksa di KPP Pratama Jakarta

Matraman Tahun 2014-2015........................................................................ 72

x
Tabel 4.10. Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Surat Teguran dan Terhadap

Penerimaan Pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman.............................. 74

Tabel 4.11. Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap

Penerimaan Pajak Pada KPP Pratama Jakarta Matraman........................... 76

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Tahapan Penagihan Pajak....................................................................... 26

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran........…………....................................................... 48

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman.. 58

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan pendapatan negara yang cukup potensial untuk mencapai

keberhasilan pembangunan nasional. Penerimaan dari sektor pajak ternyata salah

satu sumber penerimaan terbesar suatu negara. Dari tahun ketahun terlihat bahwa

penerimaan pajak terus meningkat dan memberi kontribusi besar dalam

penerimaan negara. Penerimaan dari sektor pajak meripakan primadona dalam

membiayai pembangunan nasional. Untuk menjalankannya, pemerintah

membutuhkan dana yang sangat besar, dimana dana tersebut berasal dari dalam

dan luar negeri. Akan tetapi penerimaan dana diusahakan bertumpu pada

penerimaan dalam negeri terutama dalam penerimaan pajak dalam negeri.

Potensi pendapatan negara dari sektor penerimaan perpajakan

menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mewujudkan kemandirian pembiayaan

APBN. Hal ini terlihat dari adanya kenaikan penerimaan pajak dari tahun ke

tahun. Penerimaan dari sektor pajak ini merupakan penyumbang APBN terbesar

dari total penerimaan negara, sehingga dapat dikatakan bahwa pajak memegang

peranan yang sangat vital dalam pembiayaan pembangunan nasional. Berikut ini

1
2

Realisasi penerimaan pajak pada tahun 2011-2015 menurut Badan Pusat Statistik

(BPS) yaitu Rp1.210.600.000.000.000,00 pada tahun 2011,

Rp1.338.110.000.000.000.00 pada tahun 2012, Rp1.502.005.000.000.000,00 pada

tahun 2013, dan pada tahun 2014 sebesar Rp1.550.490.000.000.000,00, dan tahun

2015 sebesar Rp1.761.642.000.000.000,00 Penerimaan pajak ini terus meningkat

setiap tahun karena semakin bertumbuhnya perekonomian dan semakin besarnya

potensi pajak di Indonesia.

Salah satu sistem yang dianut Indonesia untuk memaksimalkan

penerimaan pajak yaitu Self assessment system yang artinya pemungutan pajak

yang memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak

untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri

besarnya pajak yang harus dibayar (B Ilyas, 2012). Sedangkan menurut Resmi

(2011) dalam buku “Perpajakan Teori dan Kasus" yaitu sistem pemungutan pajak

yang memberikan wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak

terhutang setiap tahunnya sesuai dengan Undang-undang perpajakan yang

berlaku.

Self assessment system memungkinkan adanya Wajib Pajak yang tidak

melaksanakan kewajiban perpajakannya baik akibat dari kelalaian, kesengajaan

atau mungkin ketidak tahuan para Wajib Pajak atas kewajiban perpajakannya.

Peran masyarakat dalam pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan perlu

ditingkatkan dengan mendorong kesadaran dan pemahaman bahwa pajak adalah

sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan nasional serta merupakan


3

salah satu kewajiban kenegaraan sehingga setiap anggota masyarakat harus

berperan aktif dalam melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya. Sedangkan

peran pemerintah dan aparatur pajak hanya berkewajiban membina, meneliti,

mengawasi dan memeriksa proses pembayaran.

Dengan adanya kepercayaan yang sangat besar yang telah diberikan

pemerintah kepada Wajib Pajak, maka agar self assessment system ini berjalan

secara efektif maka sudah selayaknya kepercayaan tersebut diimbangi dengan

upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan Wajib Pajak

dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dimana kepatuhan Wajib Pajak

dalam hal ini dinilai dengan ketaatannya dalam memenuhi kewajiban

perpajaknnya dari segi formal dan material. Misalnya kepatuhan dalam hal waktu

pembayaran pajak.

Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis

dalam peningkatan penerimaan pajak. Dengan demikian pengkajian yang

mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak sangat perlu diperhatikan. Dalam

praktiknya masih banyak dijumpai adanya tunggakan pajak atau bahkan

melakukan upaya penghindaran pajak. Hal inilah yang mengakibatkan tunggakan

pajak terus bertambah dari setiap tahun. Oleh karena itu, untuk mencegah hal

tersebut, DJP terus berupaya meningkatkan penegakan hukum (law enforcement)

melalui kegiatan penagihan pajak baik secara pasif maupun aktif (Pasaleng,

Poputra dan Tangkuman, 2013).


4

Untuk menghadapi tunggakan pajak yang semakin tinggi dibutuhkan law

enforcement berupa kegiatan penagihan pajak oleh pihat yang berwenang.

Tindakan penagihan pajak yang selama ini dilaksanakan dan didasari oleh

Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 dan diperbaharui dengan Undang-Undang

No.19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa guna

meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Budiono dan Tanuwijaya, 2014).

Penagihan pajak dengan surat paksa merupakan upaya pemerintah untuk

meningkatkan kesejahtraan rakyat dan mendorong rakyat agar bertanggung jawab

dan ikut berperan dalam pembangunan ekonom nasional. Pembangunan ekonomi

dapat dilakukan dengan baik apabila masyarakat sadar akan tanggung jawabnya.

Dalam hubungan itu maka pemerintah menjatuhkan sanksi bagi mereka yang lalai

dalam melakukan kewajibannya.

Dengan adanya undang-undang penagihan pajak diharapkan agar Wajib

Pajak lebih bertanggung jawab terhadap kewajiban perpajakannya dan dapat

meningkatkan kesadaran Wajib Pajak tentang pentingnya membayar pajak.

Berdasarkan penelitian Pasaleng, Poputra dan Tangkuman (2013)

Penagihan tunggakan pajak penghasilan dengan surat teguran dan surat paksa

pada KPP Pratama manado berdasarkan pengujian dengan formula efektivitas dan

klasifikasi pengukuran efektivitas, tergolong tidak efektif karena memiliki

persentase efektivitas berada di bawah 60%. Dan Kontribusi penagihan pajak

dengan surat teguran dan surat paksa terhadap penerimaan pajak penghasilan di

KPP Pratama Manado berdasarkan pengujian dengan formula rasio penerimaan


5

tunggakan pajak dan klasifikasi kriteria kontribusi, tergolong sangat kurang

karena rasio kontribusinya berada pada kisaran 0,00% s.d. 10%.

Menurut Evi, Rika dan Icha (2013) Pada umumnya wajib pajak kurang

patuh, ini terlihat terus meningkatnya surat paksa tiap tahun. Dan Berdasarkan

hasil uji membuktikan bahwa penagihan pajak dengan surat paksa mempunyai

pengaruh yang signifikansi terhadap kepatuhan wajib pajak.

Saputri (2015), penagihan pajak dengan Surat Teguran berpengaruh

signifikan terhadap efektivitas pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama

Bandung Cibeuying. Dan penagihan pajak dengan Surat Paksa berpengaruh

signifikan terhadap evektifitas pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama

Bandung Cibeuying.

Berdasarkan uraian diatas maka pembahasan lebih lanjut tentang

penagaruh penagihan pajak yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak. Dalam

penelitian ini mengambil judul ”Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat

Teguran Dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Martaman Pada Tahun 2014-2015”.


6

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh efektivitas penagihan pajak dengan Surat

Teguran dan Surat Paksa terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama

Jakarta Matraman?

2. Apakah terdapat pengaruh kontribusi penagihan pajak dari Surat Teguran

dan Surat Paksa terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta

Matraman?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini hanya menguji efektifitas penagihan pajak dengan surat

teguran dan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak tahun

2014-2015 pada KPP Pratama Jakarta Matraman.

2. Penelitian ini untuk mengetahui beberapa besar kontribusi pencairan

tunggakan pajak dengan menggunakan surat teguran dan surat paksa

tahun 2014-2015 di KPP Pratama Jakarta Matraman.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengukur efektivitas penagihan pajak dengan surat teguran dan surat

paksa terhadap pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Jakarta

Matraman.
7

2. Mengukur berapa besar kontribusi pencairan tunggakan pajak dengan

menggunakan surat teguran dan surat paksa terhadap penerimaan pajak di

KPP Pratama Jakarta Matraman.

1.5.Manfaat Penetilian

1.5.1 Manfaat penelitian secara teoritis:

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi referensi atau

masukan bagi perkembangan ”Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran

Dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak” di

Indonesia sudah berjalan maksimal atau belum.

1.5.2 Manfaat penelitian secara praktis:

1. Manfaat Masyarakat dan Pihak Lain

Sebagai bahan informasi penagihan pajak dengan Surat Teguran dan Surat

Paksa yang dilakukan KPP Pratama Jakarta Matraman serta dapat

digunakan sebagai acuan sebelumnya.

2. Manfaat Bagi Mahasiswa

Untuk dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti di bidang

perpajakan khususnya serta dapat menerapkan teori yang diberikan pada

bangku perkuliahan dengan kenyataan terjadi di lapangan.


8

3. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Matraman

Dapat digunakan sebagai bahan evaluasi atau hasil kinerja sehingga dapat

menjadi bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam

memperbaiki kinerja sehingga dapat berjalan lebih baik.


BAB II

Kajian Teori, Kerangka Pemikiran, dan Perumusan Hipotesis

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Definisi Pajak

Pajak merupakan sumber pendapatan negara terbesar yang dimanfaatkan

secara maksimal sebagai sarana pendukung pelaksanaan dan peningkatan

pembangunan nasional yang bertujuan untuk menyejahterakan dan memakmurkan

kehidupan rakyat. Peran pajak sangatlah besar, sehingga pengelolaan dan

pemanfaatannya pun harus dipertanggungjawabkan. Berikut adalah berbagai

definisi tentang pajak:

1. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, Dalam bukunya

Mardiasmo (2011): “Pajak adalah iuran kepada kas Negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang berlangsung dapat

ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

2. Definisi pajak menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2009

Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang

9
10

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah sebagai

berikut: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”.

3. Pengertian pajak menurut P.J.A. Adriani dalam Waluyo (2011) adalah

sebagai berikut:

”Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang


terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara
yang menyelenggarakan pemerintahan”.

4. Sedangkan menurut Suandy (2011) ciri-ciri pajak yang tersimpul

dalam berbagai definisi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pajak Peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah.

b. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta

aturan pelaksanannya, sehingga dapat dipaksakan.

c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya

kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh

pemerintah.

d. Pajak dapat dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah.


11

e. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,

yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan

untuk membiayai publik investment.

f. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu

dari pemerintah.

g. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.

2.1.2 Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo dalam buku “Perpajakan” (2011) ada 2 fungsi pajak

yaitu:

a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya.

b. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Yaitu pajak sebagai alat untuk untuk mengatur atau melaksanakan

kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Dalam fungsi budgetair, pajak berfungsi sebagai salah satu sumber

penerimaan negara yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran

Negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan Negara.

Upaya pemerintah untuk memaksimalkan pemasukan dana ke kas Negara melalui

cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak dengan

penyempurnaan peraturan bagi jenis pajak.


12

Pajak mempunyai fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat yang

digunakan pemerintah untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

dibidang sosial dan ekonomi maupun tujuan-tujuan tertentu diluar bidang

keuangan, serta dapat mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan dengan

rencana dan keinginan pemerintah.

2.1.3 Jenis-Jenis Pajak

Di Indonesia terdapat bebagai macam pajak, pajak yang dibayar sendiri

oleh wajib pajak atau pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain. Berbagai

macam jenis pajak tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu

pengelompokan menurut golongannya, menurut sifatnya, menurut lembaga

pemungutnya.

1. Menurut Golongannya

Menurut Mardiasmo dalam bukunya “Perpajakan” (2011) terdapat 2 yang

masuk ke dalam pengelompokan menurut golongannya yaitu:

a. Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung

sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan

kepada orang lain.

b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak langsung

adalah pajak yang harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak yang
13

bersangkutan. Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang dapat

dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung

terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang

menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau

jasa.

2. Menurut Sifatnya

Menurut Resmi dalam bukunya “Perpajakan Teori dan Kasus” (2011)

menyebutkan bahwa “menurut sifatnya pajak dapat dikelompokan menjadi

dua, yaitu:

a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada

keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang

memperhatikan keadaan subyeknya.

b. Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada

objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang

mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa

memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (wajib pajak) maupun

tempat tinggal”.

Dari penjelasan diatas, menurut sifatnya pajak terbagi dua yaitu

pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif adalah pajak yang

dikenakan kepada wajib pajak dengan memperhatikan keadaan pribadi

atau kondisi wajib pajak. Sedangkan objektif adalah pajak yang


14

dikenakan tanpa memperhatikan keadaan atau kondisi wajib pajak,

tarif pajak ditentukan berdasarkan nilai dari objek pajak tersebut.

3. Menurut Lembaga Pemungutnya

Menurut Resmi dalam bukunya “Perpajakan Teori dan Kasus” (2011),

menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu:

a. Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga

negara pada umumnya. Contohnya adalah PPh, PPN, PPn BM, dll.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.

Contohnya adalah Pajak Reklame, Pajak Hotel, Pajak Restoran, dll.

2.1.4 Tarif Pajak

Menurut Mardiasmo (2011), ada 4 (empat) macam jenis tarif pajak yaitu:

a. Tarif pajak sebanding/proporsional yaitu tarif berupa presentase yang tetap

terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak

yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

Contohnya tarif 10% untuk PPN.

b. Tarif tetap, yaitu tarif berupa jumlah yang tetap terhadap jumlah yang

dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.


15

c. Tarif progresif, yaitu tarif presentase yang digunakan semakin besar bila

jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contohnya adalah tarif PPh.

Pendapatan Kena % Tarif Besarnya Pajak


Pajak Pajak
Rp5,000,000,00 10% Rp500,000,00

Rp7,500,000,00 15% Rp1,125,000,00

Rp10,000.000,00 20% Rp2,000.000,00

d. Tarif Degresif, yaitu presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila

jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

Pendapatan Kena % Tarif Besarnya Pajak


Pajak Pajak
Rp5,000,000,00 30% Rp1,500,000,00

Rp7,500,000,00 20% Rp1,500,000,00

Rp10,000,000,00 10% Rp1,000,000,00

2.1.5 Asas Pemungutan Pajak

Menurut Waluyo (2013) asas-asas pemungutan pajak terdiri dari:

a. Asas Equality

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata yaitu pajak deikenakan

kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan

membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang

diterima. Adil dan makmur bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan


16

uang untuk mengeluarkan pemerintah sebanding dengan kepentingan dan

manfaat yang diterima.

b. Asas Certainly

Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,

Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang,

kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.

c. Asas Convenience

Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan

saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak.

d. Asas Economy

Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak

bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban

yang dipikul Wajib Pajak.

2.1.6 Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan,

maka menurut Mardiasmo (2011) pemungutan pajak harus memunuhi syarat

sebagai berikut:

a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) Sesuai dengan tujuan

hukum, yakni mencapai keadilan. undang-undang dan pelaksanaan

pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya


17

mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan

kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaanya yakni

dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan,

penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada

pertimbangan Pajak.

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis) Di

Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini

memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik Negara

maupun warganya.

c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi) Pemungutan tidak

boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan

sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat financial) Sesuai dengan

budgeteir, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih

rendah dari hasil pemungutannya.

e. Sistem pemungutan pajak hatus sederhana Sistem pemungutan sederhana

akan memudahkan dalam mendorong masyarakat untuk memenuhi

kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang

perpajakan yang baru.

2.1.7 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011) dibagi menjadi

3(tiga) yaitu:
18

a. Official Assessment System, Sistem ini merupakan sistem pemungutan

pajak yang member wewenang kepada pemerintah untuk menentukan

besarnya pajak yang terutang.

b. Self Assessment System, Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang

memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib

Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan

sendiri besarnya pajak yang harus dibayar

c. Withholding System, Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut

besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

2.1.8 Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

Menurut Mardiasmo (2011) ada dua ajaran yang mengatur timbulnya

utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak), yaitu:

a. Ajaran Materiil

Ajaran materiil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena

diberlakukannya undang-undang perpajakan. Ajaran ini konsisten dengan

penerapan Self Assestment System.

b. Ajaran Formil

Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena

dikeluarkannya surat ketetapan oleh fiskus (pemerintah). Ajaran ini

konsisten dengan penerapan Official Assestment System.


19

2.1.9 Berakhirnya Utang Pajak

Menurut Resmi (2011) utang pajak akan berakhir atau terhapus jika terjadi

hal-hal sebagai berikut:

1. Pembayaran atau pelunasan

Pembayaran pajak dapat dilakukan dengan pemotongan atau pemungutan

oleh pihak lain, pengkreditan pajak luar negeri, maupun pembayaran

sendiri oleh wajib pajak ke kantor penerima pajak (bank-bank Presepsi dan

kantor pos).

2. Kompensasi

Kompensasi dapat diartikan sebagai kompensasi kerugian maupun

kompensasi karena kelebihan pembayaran pajak.

3. Daluwarsa

Daluwarsa berarti telah lewat batas waktu tertentu. Jika dalam jangka

waktu tertentu, suatu utang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya maka

utang pajak tersebut dianggap telah lunas/dihapus/berakhir dan tidak dapat

ditagih lagi.

4. Pembebasan atau penghapusan

Kewajiban pajak oleh wajib pajak tertentu dinyatakan hapus oleh fiskus

karena setelah dilakukan penyidikan ternyata wajib pajak tidak mampu


20

lagi memenuhi kewajibannya. Hal ini biasanya terjadi karena wajib pajak

mengalami kebangkrutan maupun mengalami kesulitan likuiditas.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

74/PMK.03/2012 Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai WP Patuh yang dapat

diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila

memenuhi semua syarat sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali

tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menuda

pembayaran pajak;

c. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publikatau lembaga pengawas

keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian

selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan

d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang


perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

2.1.10 Hambatan Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011), Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat

dikelompokkan menjadi:

a. Perlawanan pasif

Masyarakat tidak bersedia memenuhi keajiban perpajakannya

sebagaimana mestinya, yang dapat disebabkan antara lain:


21

1. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat

2. Sistem perpajakan yang sulit dipahami masyarakat

3. Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan

baik.

b. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara

langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.

Bentuknya antara lain :

1. Tax avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak

melanggar Undang-undang.

2. Tax evasion, yaitu usaha meringankan pajak dengan cara melangar

Undang-undang namun tidak dipungkiri bahwa sebagian

masyarakat terdapat keengganan memenuhi kewajiban

perpajakannya.

2.1.11 Efektivitas

Menurut Mardiasmo (2011), pengertian efektivitas adalah ukuran berhasil

tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil

mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif.

menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah di keluarkan untuk

mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang dianggarkan.

Efektivitas hanya melihat apakah suatu program mempunyai sasaran yang jelas
22

dan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam setiap kegiatan operasional

perusahaan (Pasaleng, Poputra dan Tangkuman, 2013)

2.1.12 Penagihan Pajak

2.1.12.1 Pengertian Penagihan Pajak

Penagihan pajak menurut UU No. 19 Tahun 2000 adalah serangkaian

tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak

dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan

sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan. Melaksanakan

penyitaan, melaksanakan penyandraan, menjual barang yang telah disita.

Surat perintah penagihan seketika dan sekaligus diterbitkan sebelum

tanggal jatuh tempo pembayaran, tanpa didahului surat teguran, sebelum jangka

waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak surat teguran diterbitkan atau sebelum

penerbitan surat paksa.

Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam penerimaan

pajak yang tertunda. Oleh sebab itu, seksi penagihan sangat diperlukan oleh

Direktorat Jendral pajak agar dapat memaksimalkan penerimaan pajak yang

tertunda.

Dalam pelaksanaaanya penagihan pajak haruslah dilandaskan pada

peraturan perundang - undangan yang berlaku, sehingga mempunyai kekuatan

hukum baik bagi wajib pajak maupun aparatur pajaknya. Menurut Kurniawan

(2011).
23

2.1.12.2 Dasar Penagihan Pajak

Dalam buku KUP, Dasar penagihan pajak yaitu:

1. Undang-undang KUP dan peraturan pelaksanaannya Pasal 18 ayat (1)

(2013) menyebutkan dasar penagihan pajak adalah:

a. Surat Tagihan Pajak (STP)

STP adalah surat yang digunakan untuk melakukan tagihan pajak atau

sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Fungsi STP sendiri

adalah, sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut STP

wajib pajak, sebagai sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga

atau denda, dan sebagai sarana untuk menagih pajak. Penyebab

dikeluarkannya STP menurut pasal 14 ayat 1 UU Nomor 28 tahun

2007:

1) Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau

kurang dibayar.

2) Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat

kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah

tulis dan atau salah hitung.

3) Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa

denda dan/atau bunga.

4) Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-

Undang PPN tetapi tidak melaporkan kegiatan

usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.


24

5) Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi

membuat faktur pajak atau pengusaha telah

dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur

pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat

waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.

b. Surat Ketetapan Pajak Kutang Bayar (SKPKB)

SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya

jumlah jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah pembayaran

pokok pajak, besarnya snksi administrasi, dan jumlah yang masih

harus dibayar.

c. Surat Ketetapan Pajak Kutang Bayar Tambahan (SKPKBT)

SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan

atas jumlah pajak yang telah ditetapkan (dalam surat ketetapan pajak

yang telah diterbitkan sebelumnya). SKPKBT dapat diterbitkan oleh

Dirjen Pajak dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat pajak

terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun

pajak, apabila ditmukan data baru (novum) dan/atau data yang semula

belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang

terutang.

d. Surat Keputusan Pembetulan

Surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung

dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan

perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan


25

pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat

Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi

Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi,

Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan

Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat keputusan

Pemberian Imbalan Bunga.

e. Surat Keputusan Keberatan

Surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau

terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang

diajukan oleh wajib pajak.

f. Pemutusan Banding

Apabila wajib pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan

Keberatan atas keberatan yang diajukan, maka wajib pajak masih

dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Putusan

Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas bandig terhadap

Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. Syarat

pengajuan banding adalah:

1) Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam

bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak

keputusan keberatan diterima dilampiri Surat

Keputusan Keberatan tersebut.


26

2) Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat

Banding.

2.1.12.3 Tindakan Penagihan Pajak

Proses penagihan pajak menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (2010).

Gambar 2.1 Tahapan Penagihan Pajak

STP,SKPKB, Surat Surat


SKPKBT, dll Teguran Paksa
7 Hari 21 Hari

2x24 Jam

14 Hari 14 Hari
Pelaksanaan Pengumuman SPMP
lelang Lelang Penyitaan

Urutan Tahapan Kegiatan Waktu Pelaksanaan Dasar Hukum

Penagihan Penagihan

1 Penerbitan Surat 7 (tujuh) hari sejak saat Pasal 8 s.d 11

Teguran atau Surat jatuh tempo utang pajak Permenkeu

Peringatan atau surat penanggung pajak tidak Nomor

lain yang sejenis melunasi utang pajaknya 85/PMK.03/2010

2 Penerbitan Surat Sudah lewat 21 (dua (pasal 7 UU


27

Paksa puluh satu) hari sejak Nomor 19/2000

diterbitkannya Surat dan pasal 15 s.d

Teguran/surat peringatan 23 Menteri

dan penanggung pajak Keuangan Nomor

tidak melunasi utang 85/PMK.03/2010

pajak

3 Penerbitan Surat Setelah lewat 2x24 jam Pasal 12 UU

Paksa Surat Paksa Nomor 19/2000

diberitahukan kepada

penanggung pajak dan

utang pajak belum

dilunasi

4 Pengumuman lelang Setelah lewat waktu 14 Pasal 26

(empat belas) hari sejak peraturan Menteri

tanggal pelaksanaan Keuangan Nomor

penyitaan dan 85/PMK.03/2010

penanggung pajak tidak

melunasi utang pajak

5 Penjualan/Pelelanga Setelah lewat waktu 14 Pasal 26 UU

n barang sitaan (empat belas) hari sejak Nomor 19/2000

pengumuman lelang dan dan pasal 28

penanggung pajak tidak peraturan menteri

melunasi utang pajaknya keuangan nomor


28

85/PMK.03/2010

Sumber: PMK No.85/PMK.03/2010

2.1.13 Penagihan Pajak dengan Surat Teguran

2.1.13.1 Pengertian Surat Teguran

Surat Teguran diterbitkan apabila wajib pajak belum juga melunasi hutang

pajak seburan setelah diterbitkannya surat ketetapan pajak. Surat Teguran atau

Surat Peringatan ini dimaksudkan untuk menegur wajib pajak untuk melunasi

hutang pajaknya.

Penerbitan Surat Teguran merupakan tindakan awal dari pelaksanaan

penagihan pajak. Penerbitan Surat Teguran dalam Undang-Undang tidak diatur

secara khusus dalam satu bagian tersendiri, tetapi hanya merupakan bagian dari

bab mengenai Surat Paksa, seperti yang diatur dalam pasal 8 ayat (1) huruf a dan

ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 yang telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.

Ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf a menyatakan “Surat Paksa diterbitkan

apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah

diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis”.

Sedangkan ayat (2)-nya menyatakan “Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat

lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang

pajaknya samai dengan tanggal jatuh tempo pembayarannya.


29

2.1.13.2 Pelaksanaan Surat Teguran

Menurut Suhartono dan B Ilyas di dalam buku (2010) Penerbitan Surat

Teguran, Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis merupakan awal tindakan

penagihan pajak sehingga hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan

pajak berikutnya yaitu penyampaian Surat Paksa dan sebagainya. Sesuai pasal 8

ayat (2) Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP), Surat

Teguran / Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis diterbitkan apabila

penganggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh

tempo pembayaran. Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan

Surat Paksa (PPSP) menyebutkan bahwa Surat Teguran, Surat peringatan atau

surat lain yang sejenis adalah Surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur

atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.

2.1.13.3 Penentuan Tanggal Jatuh Tempo

Dalam buku KUP oleh Suhartono dan B. Ilyas (2010) Penentuan tanggal

jatuh tempo dalam penerbitan Surat Teguran sangat penting karena tanggal jatuh

tempo menunjukkan timbulnya utang pajak dan juga mulai timbulnya wewenang

melakukaan penagihan pajak.

1. Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),

dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan

banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah


30

pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu

satu bulan setelah tanggal diterbitkan.

2. Bagi Wajib Pajak usah kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu sesuai

dengan ketentuan peraturan Perundang - undangan perpajakan, jangka

waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang

menjadi paling lama 2 (dua) bulan.

3. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) harus dilunasi

dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib

Pajak.

4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Tagihan Pajak (STP), dan

Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan

Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali dalam Bea atas Perolehan Hak

atas Tanah dan / atau Bangunan, yang menyebabkan jumlah Bea yang

harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan

sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak.

5. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar (SKPKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

(SKPKBT), jangka waktu pelunasan pajak yang tidak disetunjui dalam

pembahasan akhir hasil pemerikasaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu)

bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

6. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan

Keberatan sehubungan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayat


31

(SKPKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),

jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan

sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

2.1.13.4 Penerbitan Surat Teguran

Langkah awal dalam tindakan penagihan adalah penerbitan Surat Teguran.

Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan

Surat Pajak. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah

surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada

wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 diatur bahwa

dalam hal wajib pajak tidak melunasi jumlah pajaknya masih dibayar dalam

jangka waktu yang telah ditentukan, pajak yang masih harus dibayar tersebut

ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan surat teguran. Surat teguran tersebut

diterbitkan setelah lewat 7 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran.

Penerbitan Surat Teguran dilakukan pada Seksi Penagihan, dengan

prosedur sebagai berikut:

1. Pelaksana pada Seksi Penagihan meneliti Surat Ketetapan Pajak

(SKP)/Surat Tagihan Pajak (STP)/Surat Tagihan Bea yang harus

diterbitkan Surat Teguran dalam Sistem Administrasi Perpajakan dan

meminta persetujuan Kepala Seksi dan kemudian diteruskan kepada

Kepala Kantor Pelayanan Pajak melalui Sistem Informasi DJP.


32

2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak memeriksa usulan penerbitan Surat

Teguran dan memberikan persetujuan penerbitan melalui Sistem Informasi

DJP.

3. Pelaksana melihat Sistem Informasi DJP dan memeriksa persetujuan

penerbitan Surat Teguran dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak, mencetak

Surat Teguran dan Kepala Seksi Penagihan.

4. Kepala Seksi Penagihan meneliti, memaraf Surat Teguran dan

menugaskan Kepada Pelaksana untuk menyampaikannya kepada Kepala

Kantor Pelayanan Pajak

5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menandatangani Surat Teguran

dan meneruskan kepada pelaksana untuk disampaikan kepada wajib pajak.

6. Pelaksana meneliti Surat Teguran yang telah ditandatangani Kepala

Kantor Pelayanan Pajak, menatausahakan dan menyampaikannya kepada

wajib pajak melalui subag umum.

2.1.13.5 Penyampaian Surat Teguran Oleh KPP ke Wajib Pajak

1. Secara Langsung

2. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau

3. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman

surat.
33

2.1.14 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

2.1.14.1 Pengertian Surat Paksa

Menurut UU Nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat

Paksa, surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya

penagihan pajak. Biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan surat paksa,

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan

Lelang, Jasa penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

2.1.14.2 UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP)

Menurut Fidel (2010) UU PPSP yaitu:

1. Falsafah UU PPSP No.19/2000

a. Menampung perkembangan sistem hukum nasional perlunya

dipertegaskan perolehan hak karena waris dan hibah wasiat yang

merupakan objek pajak

b. Mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya

c. Adanya kepastian hukum dan menegakkan keadilan

2. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 yang telah

di perbaharui menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor

85/PMK.03/2010 pasal 1 ayat (5): Surat Paksa adalah surat perintah

membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

 Tujuan perubahan UU PPSP No.19/2000


34

a. Banyaknya tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan

jumlah yang semakin besar, untuk itu perlu dilaksanakan tindakan

penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa

b. Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi

strategis dalam peningkatan penerimaan pajak

c. Penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan

berkesinambungan merupakan wujud lawan enfercoment untuk

meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi

Wajib Pajak

d. Memberikan perlindungan hukum, baik kepada penanggung pajak

maupun kepada pihak ketiga berupa hak untuk mengajukan

gugatan.

3. Hal-hal yang menjadi perhatian pada UU PPSP No.19/2000

a. Mempertegaskan proses pelaksanaan penagihan pajak dengan

menambahkan ketentuan Penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan

dan Surat Lain yang sejenisnya sebelum Surat Paksa dilaksanakan;

b. Mempertegas jangka waktu pelaksanaan penagihan aktif;

c. Mempertegas pengertian penanggung pajak yang meliputi komisaris,

pemegang saham, pemilik modal;

d. Menaikkan nilai peralatan usaha yang dikecualikan dari penyitaan

dalam rangka menjaga kelangsungan usaha penanggung pajak;

e. Menambah jenis barang yang penjualannya dikecualikan dari lelang;


35

f. Mempertegas besarnya biaya penagihan pajak, yang didasarkan atas

prosentase tertentu dari hasil penjualan;

g. Mempertegas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding

oleh wajib pajak tidak menunda pembayaran dan pelaksanaan

penagihan pajak;

h. Memberi kemudahan pelaksanaan lelang dengan cara memberi batasan

nilai barang yang diumumkan tidak melalui media massa dalam rangka

efisiensi;

i. Memperjelas hak penanggung pajak untuk memperoleh ganti rugi dan

permulihan nama baik dalam hal gugatannya dikabulkan;

j. Mempertegas pemberian sanksi pidana kepada pihak yang sengaja

mencegah, menghalang - halangi atau menggagalkan pelaksanaan

penagihan pajak.

2.1.14.3 Pelaksanaan Surat Paksa

Menurut Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (KUP) Surat Paksa

merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan setelah

penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau sejenisnya. Menurut pasal 1

angka 12 UU Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa adalah surat perintah

membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

2.1.14.4 Penerbitan Surat Paksa

Surat Paksa diterbitkan oleh seorang pejabat yang ditunjuk menteri

keuangan. Dalam hal penagihan pajak yang dilakukan adalah penagihan pajak
36

pusat, maka Menteri Keuangan yang menuntuk Pejabat untuk penagihan pajak

pusat misalnya Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk Wajib Pajak yang terdaftar

di wilayah kerjanya.

Dalam Surat Paksa terdapat 2 (dua) perintah pertama ditujukan kepada

Penanggung pajak agar melakukan pelunasan utang pajak dan biaya penagihan

dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam. Dan kepada Jurusita

yang melaksanakan Surat Paksa untuk melakukan penyitaan atas barang-barang

milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak apabila dalam waktu 2x24 jam Surat Paksa

ini tidak dipenuhi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Surat Paksa berdasarkan

pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2009 sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2010 dapat

diterbitkan dalam hal:

a. Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus;

atau

b. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum

dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan

penyerahan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak. Dengan pernyataan artinya

surat paksa harus dinyatakan dengan cara dibacakan di depan Penanggung Pajak,

dan salinan Surat Pksa tersebut diserahkan kepada Penanggung Pajak. Tata cara

ini sama seperti tata cara penyampaian putusan Hakim pengadilan yang memiliki

kekuatan eksekutorial. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan


37

kedudukan hukum yang sama dengan grosse akta, yaitu putusan pengadilan

perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pemberitahuan

kepada Penanggung Pajak oleh Jurusita Pajak dilaksanakan dengan cara

membacakan isi Surat Paksa dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara

sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan. Selanjutnya salinan

Surat Paksa diserahkan kepada Penanggung Pajak, sedangkan asli Surat Paksa

disimpan di kantor Pejabat.

Menurut pasal 8 ayat (1) UU Penagihan Pajak Dengan Surat Pajak (PPSP)

diterbitkan apabila:

1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh

tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau

Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;

2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika

dan sekaligus; atau

3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum

dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan

penyerahan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak. Dengan pernyataan artinya

Surat Paksa harus dinyatakan dengan cara dibacakan di depan Penanggung Pajak,

dan Salinan Surat Paksa tersebut diserahkan kepada Penanggung Pajak. Tata cara

ini sana seperti tata cara penyampaian putusan Hakim Pengadilan yang memiliki

kekuatan ekskurorial. Surat paksa mempuanyai kekuatan eksekutorial dan

kedudukan hukum yang sama dengan grosse akta, yaitu putusan pengadilan
38

perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pemberitahuan

kepada Penanggung Pajak oleh Jurusita Pajak dilaksanakan dengan cara

membacakan isi Surat paksa dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara

sebagai pernyataan bahwa Surat paksa telah diberitahukan. Selanjutnya salinan

Surat paksa diserahkan kepada Penanggung Pajak, sedangkan asli Surat Paksa

disimpan di kantor Pejabat.

2.1.14.5 Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Orang Pribadi

1. Kepada Orang Pribadi

a. Penanggung pajak ditempat tinggal tempat usaha atau di tempat lain

yang memungkinkan.

b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di

tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang

bersangkutan tidak dapat dijumpai.

c. Salah seorang ahli waris atau pelaksanaan wasiat atau yang mengurus

harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak meninggalk dunia dan harta

warisan belum dibagi.

d. Para ahli waris apabila penanggung pajak yang telah meninggla dunia

dan harta warisan telah dibagi.

2. Kepada Badan

pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik

modal termasuk orang yang nyata-nyata berwenang ikut menentukan

kebijaksanaan atau mengambil keputusan dalam perusahaan, baik di

tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka


39

maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau pegawai tetapnya

apabila tidak ditemukan salah satu pihak sebagaimana tercantum diatas.

3. Badan Yang Dinyatakan Bubar atau Dalam Likuidasi

Orang Pribadi atau Badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan

atau likuidator.

2.1.15 Daluwarsa Penagihan

Hak melakukan penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5

(lima) tahun terhitung sejak penerbitan (Ilyas dan Suhartono, 2010):

1. Surat Tagihan Pajak (STP)

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

4. Surat Keputusan Pembetulan

5. Surat Keputusan Keberatan

6. Putusan Banding

7. Putusan Peninjauan Kembali

Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak Surat Tagihan

Pajak dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan, dan dalam hal Wajib Pajak

mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding atau peninjauan

kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal

penerbitan Surat Keputusan Pembetulan , Surat Keputusan Keberatan, Putusan

Banding atau Putusan Peninjauan Kembali.


40

1. Tertanggunhnya Daluwarsa Penagihan Pajak

Menurut Pasal 22 undang-undang nomor 16 tahun 2009 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), daluwarsa

penaguhan pajak tertangguh apabila:

a. Diterbitkan Surat Paksa;

b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak langsung maupun

tidak langsung;

c. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;

d. Dilakukan penyidikan tindak pidanan di bidang perpajakan

Daluarsa penagihan pajak menjadi tertangguhkan dan dihitung 5 (lima)

tahun sejak tanggal penerbitan atau pelaksanaan kegiatan tersebut

diatas.

2.1.16 Tugas-Tugas Jurusita Pajak

2.1.16.1 Tugas-tugas Jurusita Pajak

Menurut Pasal 1 angka 6 UU Nomor 19/2000, tentang “Penagihan Pajak

Dengan Surat Paksa” yang disebut jurusita pajak adalah pelaksana tindakan

penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan

surat paksa, penyitaan dan penyanderaan. Dapat diketahui bahwa tugas-tugas

pokok jurusita adalah sebagai berikut:


41

1. Melaksanakan tindakan penagihan seketika dan sekaligus.

Tugas ini diatur dalam pasal 6 UU No 19/2000 yang antara lain jurusita

pajak meaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu

tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan

Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh pejabat apabila:

a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-

lamanya atau berniat untuk itu;

b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau

yang disukai, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;

c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penaggung Pajak akan membubarkan

badan usahanya, atau mengabungkan usahanya, atau melakukan

perubahan bentuk lainnya;

d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau

e. Terjadi penyitaan atas barang Penaggung Pajak oleh pihak ketiga atau

terdapat tanda-tanda kepailitan.

2. Tata Cara Pemberitahuan Surat Paksa

Tata cara pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 ayat (1)

UU PPSP yaitu pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oeh juru sita dengan

pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada penanggung pajak yang

dituangkan dalam berita acara.

3. Melaksanakan Penyitaan
42

Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk mengusai barang

penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Melaksanakan Penyanderaan

Menurut pasal 1 angka 21 UU No 19/2000, penyanderaan adalah

pengekangan sementara waktu kebebasan penaggung pajak dengan

menempatkan di tempat tertentu.

2.1.16.2 Wewenang Jurusita Pajak

1. Memasuki dan memeriksa seluruh ruangan untuk menemukan obyek sita.

2. Meminta bantuan polisi, kejaksaan, departemen kehakiman, pemda, BPN,

Dirjen Perhubungan Laut, pengadilan negeri, bank, dll.

3. Menjalankan tugasnya di wilayah kerja pejabat yang mengangkatnya

kecuali ditetapkan oleh Menteri atau Kepala Daerah.

2.1.17 Pencairan Tunggakan Pajak

Pengertian pencairan tunggakan pajak menurut Undang-Undang

No. 85 tahun 2010 menyatakan bahwa: ‘pencairan tunggakan pajak adalah

pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak, yang

digunakan untuk pelunasan piutang pajak. Berdasarkan pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa pencairan tunggakan pajk merupakan pembayaran yang

menggunakan surat setoran pajak untuk pelunasan piutang pajaknya. Mekanisme


43

pencairan tunggakan pajak antara lain melakukan pembayaran surat setoran pajak

baik dibayar secara tunai maupun diangsur, melakukan pemindahbukuan

termasuk didalamnya salah setor dan lebih bayar, dan pengurangan atau

penghapusan utang. (Murtedjo, 2012).

2.1.18 PengertianWajib Pajak

Siapa yang digolongkan sebagai Wajib Pajak adalah orang pribadi atau

badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang

mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

2.2 Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.1

No Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Agustinus, Efektivitas Penagihan 1. Penagihan tunggakan pajak

Agus, Pajak Dengan Surat penghasilan dengan surat

Steven Teguran dan Surat teguran dan surat paksa pada

(2013) Paksa Terhadap KPP Pratama manado

Penerimaan Pajak berdasarkan pengujian

Penghasilam Pada dengan formula efektivitas

KPP PRratama dan klasifikasi pengukuran

Manado efektivitas, tergolong tidak

efektif karena memiliki


44

persentase efektivitas berada

di bawah 60%.

2. Kontribusi penagihan pajak

dengan surat teguran dan

surat paksa terhadap

penerimaan pajak

penghasilan di KPP Pratama

Manado berdasarkan

pengujian dengan formula

rasio penerimaan tunggakan

pajak dan klasifikasi kriteria

kontribusi, tergolong sangat

kurang karena rasio

kontribusinya berada pada

kisaran 0,00% s.d. 10 %.

2 Evi, Rika, Penagruh Penagihan 1. Pada umumnya wajib pajak

Icha Pajak Dengan Surat kurang patuh, ini terlihat

(2013) Paksa Terhadap terus meningkatnya surat

Kepatuhan Wajib paksa tiap tahun

Pajak 2. Berdasarkan hasil uji

membuktikan bahwa

penagihan pajak dengan

surat paksa mempunyai


45

pengaruh yang signifikansi

terhadap kepatuhan wajib

pajak.

3 Mayang Pengaruh Penagihan Penelitian ini menunjukkan bahwa

Wijoyanti Pajak Dengan Surat penagihan pajak dengan surat paksa

(2010) Paksa Terhadap mempunyai hubungan yang positif

Kepatuhan Wajib serta berpengaruh signifikan

Pajak di Kantor terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

Pelayanan Pajak Selain itu, koefisien determinasi

Pratama Jakarta menunjukkan bahwa 41% kepatuhan

Mampang Prapatan. wajib pajak dipengaruhi oleh

penagihan pajak dengan surat paksa.

4 Hesly Pengaruh Penagihan penagihan pajak dengan Surat

Amelia Pajak Dengan Surat Teguran berpengaruh signifikan

Saputri Teguran dan Surat terhadap efektivitas pencairan

(2015) Paksa Terhadap tunggakan pajak di KPP Pratama

Evektifitas Pencairan Bandung Cibeuying. Dan penagihan

Tunggakan Pajak di pajak dengan Surat Paksa

KPP Pratama berpengaruh signifikan terhadap

Bandung Cibeunying evektifitas pencairan tunggakan

pajak di KPP Pratama Bandung

Cibeuying.
46

2.3 Kerangka Pemikiran

Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak sangat dibutuhkan untuk

membantu pemerintah dalam membiayai kebutuhan negara. Tidak sedikit wajib

pajak yang tidak memenuhi kewajibannya, yaitu membayar pajak, padahal pajak

sendiri merupakan sumber dana yang begitu penting, karena pajak bermanfaat

untuk membangun dan membiayai sarana publik, yang digunakan oleh rakyat.

Kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, salah satunya

yaitu membayar pajak akan mempengaruhi jumlah pendapatan negara yang

berasal dari pajak.

Sejak revormasi tahun 1984, pemerintah telah merubah sistem

pemungutan pajak di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan

penerimaan pajak. Sejak saat itu Indonesia menganut sistem perpajakan self

assessment system. Sangat berbeda dari masa sebelumnya, mulai saat itu Wajib

Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung pajaknya sendiri. Keberhasilan sistem

ini sangat ditentukan oleh sukarela wajib pajak dan pengawasan yang optimal dari

aparat pajak. Mereka menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan

pajaknya sendiri. Pajak yang disetor oleh Wajib pajak tersebut dianggap benar,

sampai pemerintah dapat membuktikannya.

Namun, dalam kenyatannya masih dapat dijumpai adanya tunggakan pajak

sebagai akibat dari tidak dilunasinya tunggakan pajak yang semestinya, sehingga

perlu dilakukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang


47

memaksa. Salah satu tindakan penagihan pajak akibat dari hutang pajak yaitu

dengan pemberitahuan surat teguran dan surat paksa.

Dengan adanya kekuatan hukum dalam penagihan tersebut yang bersifat

memaksa, diharapkan para wajib pajak yang belum atau tidak membayar

kewajiban perpajakannya dalam waktu yang telah ditetapkan , akan menjalankan

kewajibannya untuk membayar tunggakan pajak tersebut. Fiskus dapat melakukan

tindakan penagihan pajak dengan mengelurkan surat teguran, dan apabila wajib

pajak tidak memenuhi kewajiban kewajibannya, maka fiskus dapat bertindak lebih

lanjut dengan mengeluarkan surat paksa.

Apabila realisasi pencairan tunggakan pajak tersebut dapat direalisasikan

dengan jumlah nominal yang hampir sama dengan potensi pencairan tunggakan

pajak, maka penagihan pajak dengan surat paksa tersebut efektif. Dengan

efektifnya penagihan pajak dengan surat paksa maka dapat meningkatkan

penerimaan pajak, dimana diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap

pembangunan nasional.
48

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Realisasi
Tunggakan Penagihan Pajak Penagihan Pajak pencairan
Pajak dengan surat dengan surat paksa tunggakan
teguran Pajak

Efektifitas Penagihan Pajak Dengan


Surat Teguran

Efektivitas Penagihan Pajak Dengan


Surat Paksa

Peningkatan Penerimaan Pajak

Sumber: Penulis
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penenitian yang dilakukan oleh peneliti adalah metode kualitatif.

Metode kualitatif merupakan metode yang bersifat deskriptif yang cenderung

menggunakan analisis. Landasan teori digunakan sebagai pemandu agar

penelitian sesuai dengan fakta dilapangan. Untuk mendapatkan data yang lebih

akurat, penulis menggunakan metode studi kepustakaan, dengan mengambil data-

data dari buku yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas. Penulis juga

menggunakan metode studi lapangan, dengan melakukan pengamatan langsung

dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan pelaksanaan penagihan pajak

yang dilakukan oleh jurusita pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Matraman

Jl. Matraman Raya No.43, Matraman, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus

Ibukota Jakarta 13140.

49
50

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data rasio yaitu data

yang dapat dilakukan perhitungan aritmatika dan menggunakan jarak yang sama,

berupa angka-angka. Dalam penelitian ini, data rasio yang dikumpulkan berupa

laporan kinerja seksi penagihan, laporan penerimaan pajak, serta laporan-laporan

lain yang terkait dengan penelitian.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data

sekunder, yaitu data yang diperoleh merupakan data olahan dari instansi yang

bersangkutan dan data-data yang digunakan untuk mendukung hasil penelitian

berasal dari artikel, literatur, dan berbagai sumber lain yang berhubungan dengan

penelitian ini.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan mengambil data

dari buku dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian. Penulis juga menggunakan

studi lapangan dengan mengadakan pengamatan dan mengambil data-data yang

berkaitan dengan penagihan pajak oleh jurusita pajak di KPP Pratama Matraman

Jakarta. Dengan menggnakan studi lapangan, penulis juga melakukan wawancara

langsung dengan seksi penagihan di KPP Pratama Matraman Jakarta.


51

3.5 Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, kemudian melakukan analisis data. Analisis data

yang digunakan peneliti adalah Analisis Deskriptif Komparatif. Analisis

Deskriptif Komparatif adalah suatu metode yang dinyatakan secara deskriptif

dengan membandingkan penagihan tunggakan pajak pada tahun yang

bersangkutan dengan penagihan tunggakan tahun sebelumnya. Dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan dua rasio. Rasio yang digunakan yaitu rasio efektifitas

dan rasio kontribusi.

3.5.1 Rasio Efektivitas Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa

Halim, seperti dikutip oleh Pasaleng, Poputra, Tangkuman (2013), untuk

mengukur efektifitas yang terkait dengan perpajakan, maka digunakan rasio

efektifitas yaitu perbandingan antara realisasi pajak dengan target pajak.

1. Rasio efektivitas Penagihan Dengan Surat Teguran

Untuk menghitung efektivitas penagihan dengan Surat Teguran:

� ℎ� �� � �
%
� ℎ � �

2. Rasio efektivitas Penagihan Dengan Surat Paksa

� ℎ� �� � �
%
� ℎ � �
52

Untuk surat teguran dan surat paksa, keduanya dapat disebut efektif

apabila memenuhi kriteria dari indikator pengukuran efektivitas. Untuk rumus

perhitungan rasio sendiri, penulis dapatkan dari seksi penagihan.

Tabel 3.1

Indikator Pengukuran Efektivitas

Presentase Kriteria

>100% Sangat efektif

90-100% Efektif

80-90% Cukup efektif

60-80% Kurang efektif

<60% Tidak efektif

Sumber: Depdagri, Kepmendragi No 690.900.327 tahun 1996 (dalam

Pasaleng, Poputra, Tangkuman:2013).

Dari tabel diatas menunjukan bahwa apabila presentase yang dicapai lebih

dari 100 persen berarti sangat efektif dan apabila presentase kurang dari 60 persen

berarti tidak efektif.

3.5.2 Rasio Kontribusi Penerimaan Tunggakan Pajak Terhadap Penerimaan

Pajak

Untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerimaan pajak yang berasal

dari penerimaan tunggakan pajak yang dilaksanakan oleh KPP, maka digunakan

analisis rasio penerimaan tunggakan pajak. Dengan menggunakan rasio ini, dapat
53

diketahui apakah penerimaan tunggakan pajak cukup signifikan terhadap

penerimaan pajak di KPP. Formula untuk Rasio Penerimaan Tunggakan Pajak

(RPTP) di Kantor Pelayanan Pajak adalah sebagai berikut:

� �� �
���� = %
� �

Rasio ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi

penerimaan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan

Pajak. Semakin besar RPTP maka semakin besar pula kontribusi tunggakan pajak

terhadap penerimaan pajak. Untuk menginterpretasikan rasio pencarian tunggakan

pajak terhadap penerimaan pajak digunakan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.2

Klasifikasi Kriteria Kontribusi

Presentase Kriteria

0,00% - 10% Sangat kurang

10,10% - 20% Kurang

20,10% - 30% Sedang

30,10% - 40% Cukup Baik

40,10% - 50% Baik

Diatas 50% Sangat baik

Sumber: Depdagri, Kepmendagri No 690.900.327 tahun 1996

(dalam Pasaleng, Poputra, Tangkuman:2013).


54

Dari tabel diatas menunjukan bahwa apabila presentase yang dicapai

diatas 50 persen berarti sangat baik dan presentase yang dicapai kurang dari 10

persen berarti sangat kurang.


BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1 Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman

Kepala Seksi Penagihan membawahi tim pelaksana. Adapun tugas-

tugasnya adalah:

a. Mempelajari rencana kerja penagihan pajak dan menugaskan

Pelaksana untuk mengumpulkan bahan dalam rangka penelitian dan

analisis kemampuan beban kerja (mencairkan tunggakan dan

pelaksanaan Penagihan Aktif) juru Sita Pajak.

b. Meneliti, menganalisis kemampuan beban kerja Juru Sita Pajak

dengan rencana kerja penagihan pajak dari Kepala Kantor Wilayah,

menyusun konsep penyesuaian rencana kerja penagihan pajak,

memaraf, dan menyampaikan konsep tersebut kepada Kepala Kantor

Pelayanan Pajak.

c. Menerima dan menugaskan Pelaksana untuk meneruskan penyesuaian

rencana kerja penagihan pajak yang telah ditandatangani Kepala

Kantor Pelayanan Pajak kepada Sub Bagian Umum.

56
57

d. Menerima penyesuaian rencana kerja penagihan pajak Kantor

Pelayanan Pajak dari Sub Bagian Umum, dan meneruskannya kepada

Pelaksana.

1. Tim Pelaksana tugasnya adalah:

i. Mengumpulkan bahan dalam rangka penelitian dan analisis

kemampuan beban kerja Juru Sita Pajak dan menyampaikan

kepada Kepala Seksi Penagihan.

ii. Menyampaikan penyesuaian rencana kerja penagihan pajak

kepada Sub Bagian Umum untuk dikompilasi menjadi

Rencana Kerja Kantor Pelayanan Pajak.

iii. Menatausahakan penyesuaian rencana kerja penagihan pajak

tersebut.
58

4.1.2 Struktur Organisasi Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman

Gambar 4.1

Kanwil DJP
Jakarta Timur

KPP Pratama
Jakarta Matraman

MULDIRWAN ZEN

Seksi Penagihan

RAHMADI SEHAT

Juru Sita Pelaksana


Juru Sita
KRISTIEN YUNIZA
ZAKARIA NOOR WULANDARI
SUSILAWATI
YURISKI

Sumber: KPP Pratama Jakarta Matraman

4.2 Analisis Data

Data Penelitian ini didapat dari Ibu Yuniza Wulandari Yuriski selaku

pelaksana seksi penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman berupa: Surat Teguran

dan Surat Paksa yang diterbitkan dan nilai nominalnya atas tunggakan penerimaan
59

pajak tahun 2014-2015, dan pencairan tunggakan pajak dari Surat Teguran dan

Surat Paksa pada tahun 2014-2015.

Setelah data terkumpul, kemudian melakukan analisis data. Analisis data

yang digunakan peneliti adalah Analisis Deskriptif Komparatif. Analisis

Deskriptif Komparatif adalah suatu metode yang dinyatakan secara deskriptif

dengan membandingkan penagihan tunggakan pajak pada tahun yang

bersangkutan dengan penagihan tunggakan tahun sebelumnya. Dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan dua rasio. Rasio yang digunakan yaitu rasio efektifitas

dan rasio kontribusi.

4.2.1 Rasio Efektivitas Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa

Halim, seperti dikutip oleh Pasaleng, Poputra, Tangkuman (2013), untuk

mengukur efektifitas yang terkait dengan perpajakan, maka digunakan rasio

efektifitas yaitu perbandingan antara realisasi pajak dengan target pajak.

1. Rasio efektivitas Penagihan Dengan Surat Teguran

Untuk menghitung efektivitas penagihan dengan Surat Teguran:

� ℎ� �� � �
%
� ℎ � �

2. Rasio efektivitas Penagihan Dengan Surat Paksa

� ℎ� �� � �
%
� ℎ � �
60

Untuk surat teguran dan surat paksa, keduanya dapat disebut efektif

apabila memenuhi kriteria dari indikator pengukuran efektivitas. Untuk rumus

perhitungan rasio sendiri, penulis dapatkan dari seksi penagihan.

Tabel 4.1

Indikator Pengukuran Efektivitas

Presentase Kriteria

>100% Sangat efektif

90-100% Efektif

80-90% Cukup efektif

60-80% Kurang efektif

<60% Tidak efektif

Sumber: Depdagri, Kepmendragi No 690.900.327 tahun 1996 (dalam

Pasaleng, Poputra, Tangkuman:2013).

Dari tabel diatas menunjukan bahwa apabila presentase yang dicapai lebih

dari 100 persen berarti sangat efektif dan apabila presentase kurang dari 60 persen

berarti tidak efektif.

4.2.2 Rasio Kontribusi Penerimaan Tunggakan Pajak Terhadap Penerimaan

Pajak

Untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerimaan pajak yang berasal

dari penerimaan tunggakan pajak yang dilaksanakan oleh KPP, maka digunakan

analisis rasio penerimaan tunggakan pajak. Dengan menggunakan rasio ini, dapat
61

diketahui apakah penerimaan tunggakan pajak cukup signifikan terhadap

penerimaan pajak di KPP. Formula untuk Rasio Penerimaan Tunggakan Pajak

(RPTP) di Kantor Pelayanan Pajak adalah sebagai berikut:

� �� �
���� = %
� �

Rasio ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi

penerimaan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan

Pajak. Semakin besar RPTP maka semakin besar pula kontribusi tunggakan pajak

terhadap penerimaan pajak. Untuk menginterpretasikan rasio pencarian tunggakan

pajak terhadap penerimaan pajak digunakan kriteria sebagai berikut:

Tabel 4.2

Klasifikasi Kriteria Kontribusi

Presentase Kriteria

0,00% - 10% Sangat kurang

10,10% - 20% Kurang

20,10% - 30% Sedang

30,10% - 40% Cukup Baik

40,10% - 50% Baik

Diatas 50% Sangat baik

Sumber: Depdagri, Kepmendagri No 690.900.327 tahun 1996

(dalam Pasaleng, Poputra, Tangkuman:2013).


62

Dari tabel diatas menunjukan bahwa apabila presentase yang dicapai

diatas 50 persen berarti sangat baik dan presentase yang dicapai kurang dari 10

persen berarti sangat kurang.

4.3 Interpretasi Hasil

4.3.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak

Berikut adalah tabel target dan realisasi Penerimaan Pajak di KPP Pratama

Jakarta Matraman:

Tabel 4.3

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak KPP Pratama Jakarta Matraman

Dalam (RP)
Tahun Target Realisasi Presentase

2014 641.115.999.999 482.436.747.616 75%

2015 877.604.934.555 718.104.499.782 81%

Sumber: Seksi PDI KPP Pratama Jakarta Matraman

Dari data diatas dapat dilihat bahwa penerimaan pajak tidak pernah

mencapai target yang telah ditetapkan, tetapi jumlah presentase target dan realisasi

pada tahun ke 2014 ke tahun 2015 meningkat. Hal ini dapat dilihat dari presentase

tahun 2014 sebesar 75% yang hanya terealisasi dan meningkat di tahun 2015

sebesar 81% dari target yang telah ditetapkan KPP Pratama Jakarta Matraman.
63

4.3.2 Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa dan Surat Teguran

4.3.2.1 Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran

Analisis penagihan tunggakan pajak dengan surat teguran pada KPP

Pratama Jakarta Matraman digunakan metode deskriptif komparatif yaitu suatu

metode yang dinyatakan secara deskriptif dengan membandingkan penagihan

tunggakan pajak pada tahun yang bersangkutan dengan penagihan tunggakan

pajak tahun sebelumnya. Penagihan tunggakan pajak dengan surat teguran

merupakan tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan

menyampaikan Surat Teguran kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajak dan

membiayai penagihannya.

Tabel 4.4

Penerbitan Surat Teguran

Dalam (RP)

Tahun 2014 Tahun 2015 Kenaikan (Penurunan)

Lembar Nilai Lembar Nilai Lembar Nilai

822 15.453.286.264 1466 54.352.119.334 644 38.898.833.070

Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman

Dari tabel diatas, penagihan pajak dengan surat teguran pada umumnya

mengalami peningkatan baik dari jumlah lembar surat teguran dan nilai nominal

yang tertera dalam surat teguran.


64

Penagihan surat teguran pada tahun 2014 sebanyak 822 lembar dengan

nilai nominalnya sebesar Rp15.453.286.264,00 sedangkan pada tahun 2015

sebanyak 1466 lembar dengan nilai nominalnya sebesar Rp54.352.119.334.00

berarti ada kenaikan jumlah lembar penagihan surat teguran sebanyak 644 lembar

dan mengalami kenaikan dalam jumlah nominalnya sebesar Rp38.898.833.070,00.

Jika dilihat memang dalam nilai nominal dan jumlah lembar yang

diterbitkan mengalami kenaikan dari tahun 2014 ke tahun 2015. Dengan selisih

kenaikan jumlah lembar sebesar 644 lembar dan jumlah nominal sebesar

Rp38.898.833.070,00.

Penyebab kenaikan lembar dan nilai nominalnya dapat disebabkan:

1. Kurangnya kesadaran wajib pajak dalam melunasi tunggakan pajaknya.

2. Wajib Pajak lalai dalam melunasi tunggakan pajaknya.

3. Wajib Pajak memohon angsuran karena tidak mampu membayar

sekaligus.

4. Banyak alamat Wajib Pajak yang kurang jelas sehingga dalam

penyampaian Surat Teguran yang dikirim melalui jas POS sering tidak

sampai ke tangan Wajib Pajak.

5. Wajib Pajak sudah tidak tidak melakukan usaha atau bangkrut sehingga

tidak mampu melunasi tunggakan pajaknya.

6. Wajib Pajak keberatan atas tunggakan pajaknya.


65

4.3.2.2 Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Analisis penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa pada KPP

Pratama Jakarta Matraman digunakan metode deskriptif dengan membandingkan

penagihan tunggakan pajak pada tahun yang bersangkutan dengan penagihan

tunggakan pajak pada tahun sebelumnya. Penagihan Tunggakan Pajak dengan

Surat Paksa merupakan tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak

dengan menyampaikan Surat Paksa kepada wajib pajak untuk melunasi utang

pajak dan biaya penagihannya.

Tabel 4.5

Penerbitan Surat Paksa

Dalam (RP)

Tahun 2014 Tahun 2015 Kenaikan (Penurunan)

Lembar Nilai Lembar Nilai Lembar Nilai

256 15.695.764.951 617 39.455.112.376 361 23.759.347.425

Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman

Berdasarkan tabel 4.5, penagihan pajak dengan surat paksa mengalami

peningkatan jumlah lembar yang diterbitkan dan nilai nominalnya. Penagihan

dengan surat paksa pada tahun 2014 sebanyak 256 lembar dengan nilai nominal

sebesar Rp15.695.764.951,00, sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 617 dengan

nilai nominalnya sebesar Rp39.455.112.376,00 berarti ada peningkatan jumlah

lembar penagihan surat paksa sebanyak 361 lembar dan dilihat dari jumlah
66

nominalnya juga mengalami peningkatan sebesar Rp23.759.347.425,00. Lebih

sedikit yang melakukan penagihan surat paksa ditahun 2014 dibandingkan tahun

2015.

Penyebab kenaikan lembar dan nilai nominalnya dapat disebabkan:

1. Kurangnya kesadaran wajib pajak dalam melunasi tunggakan pajaknya.

2. Banyak alamat Wajib Pajak yang kurang jelas sehingga dalam

penyampaian Surat Teguran yang dikirim melalui jas POS sering tidak

sampai ke tangan Wajib Pajak.

3. Wajib Pajak sudah tidak tidak melakukan usaha atau bangkrut sehingga

tidak mampu melunasi tunggakan pajaknya.

4. Wajib Pajak keberatan atas tunggakan pajaknya.

5. Kondisi keuangan yang tidak memungkinkan untuk melunasi tunggakan

pajaknya.

6. Adanya Surat Paksa yang seharusnya sudah diterbitkan pada tahun-tahun

sebelumnya tetapi baru diterbitkan sekarang.

Dari tabel 4.4 dan 4.5, terlihat lebih banyak yang melakukan penagihan

pajak dengan surat teguran dibandingkan penagihan pajak dengan surat paksa.

4.3.3 Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa

4.3.3.1 Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Surat Teguran

Pencairan tunggakan pajak merupakan bentuk pelunasan tunggakan

pajak yang dimiliki oleh wajib pajak. Dengan pencairan tunggakan pajak, maka
67

penerimaan pajak KPP Pratama Jakarta Matraman akan mengalami peningkatan,

sehingga membantu pencapaian target penerimaan negara yang berasal dari pajak.

Tabel 4.6

Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Teguran

Dalam (Rp)

Tahun 2014 Tahun 2015 Kenaikan (Penurunan)

Rp. Rp. Rp.

3.119.430.366 915.954.321 2.203.476.045

Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman

Berdasarkan tabel 4.6, pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran

mengalami penurunan. Pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran pada

tahun 2014 sebanyak Rp3.119.430.366,00 dan pada tahun 2015 sebanyak

Rp915.954.321,00. Jika dilihat dari nilai nominalnya penerimaan tunggakap

pajak dari tahun 2014-2015 mengalami penurunan sebesar Rp2.203.476.045,00.

Penurunan tersebut bisa terjadi karena kinerja fiskus di KPP Pratama Jakarta

Matraman belum maksimal, hal ini bisa disebabkan karena masih banyaknya

wajib pajak yang belum sadar akan kewajiban perpajakannya, Wajib Pajak tidak

mengakui atau keberatan dengan adanya tunggakan pajak tersebut, Wajib Pajak

Keberatan atas tunggakan pajaknya, Wajib Pajak bangkrut tetapi tidak

melaporkannya ke KPP sehingga tidak mampu membayar tunggakan pajaknya,

ada Wajib Pajak yang tidak mampu melunasi tunggakan pajaknya sekaligus.
68

4.3.3.2 Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Surat Paksa

Penerimaan tunggakan pajak merupakan pelunasan utang pajak atau

tunggakan pajak yang dimiliki oleh wajib pajak atau penanggung pajak. Dengan

penerimaan tunggakan pajak, penerimaan pajak KPP Pratama Jakarta Matraman

akan mengalami peningkatan, sehingga membantu pencapaian target penerimaan

negara yang berasal dari pajak.

Tabel 4.7

Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Surat Paksa

Dalam (RP)

Tahun 2014 Tahun 2015 Kenaikan (Penurunan)

Rp. Rp. Rp.

3.082.395.923 6.339.824.186 3.311.428.263

Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman

Berdasarkan tabel 4.7, pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa

pada umumnya mengalami peningkatan baik dari jumlah lembar surat paksa

maupun jumlah nominal yang tertera dalam surat paksa.

Penerimaan tunggakan pajak dengan surat paksa mengalami kemajuan,

hal ini dapat dilihat penerimaan tunggakan pajak dari surat paksa pada tahun 2014

sebanyak Rp3.082.395.923,00 dan pada tahun 2015 sebanyak

Rp6,339,824,186,00. Jika dilihat dari nilai nominalnya, penerimaan tunggakan

pajak dari tahun 2014-2015 mengalami peningkatan sebesar Rp3.311.428.263,00.


69

Peningkatan ini dapat disebabkan karena banyak wajib pajak mulai timbulnya

kesadaran wajib pajak dalam melunasi tunggakan pajaknya setelah terbitnya

tunggakan pajak, takut dilakukan penyitaan sehingga Wajib Pajak mau tidak mau

membayar tunggakan pajaknya.

Dari tabel 4.6 dan 4.7 pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa

lebih efektif dibandingkan pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran.

Karena pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa terjadi kenaikan dari tahun

2014-2015, sedangkan pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran

mengalami penurunan.

4.3.4 Efektivitas Penagihan Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak

4.3.4.1 Efektifitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran

Dalam hal efektivitas penerbitan surat teguran, maka rumus yang

digunakan adalah perbandingan antara jumlah pencairan tunggakan pajak melalui

penagihan dengan surat teguran, dengan target pencairan tunggakan pajak dengan

surat teguran, dengan asumsi bahwa target pencairan tunggakan pajak dengan

surat teguran merupakan semua tunggakan pajak yang diterbitkan menggunakan

surat teguran. Efektivitas penyampaian surat teguran dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

� ℎ� �� � �
%
� ℎ � �
70

Berikut merupakan tabel yang menunjukan penerbitan surat teguran,

pencairan tunggakan dengan surat teguran, dan tingkat efektivitas penagihan pajak

dengan surat teguran.

Tabel 4.8

Efektivitas Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Teguran di KPP

Pratama Jakarta Matraman tahun 2014-2015

Dalam (Rp)

Tahun ST Terbit ST Bayar Tingkat

Efektivitas

2014 15.453.286.264 3.119.430.366 20,19%

2015 54.352.119.334 915.954.321 1,68%

Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman

Jika dilihat dari tabel diatas, penerbitan surat teguran di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Matraman tercatat Rp15.453.286.264,00 dan

yang dibayar sebesar Rp.3.119.430.366,00 atau sekitar 20,19%. Berdasarkan

indikator pengukuran efektivitas penerbitan surat teguran, tahun 2014 tergolong

tidak efektif.

Tahun 2015 penerbitan surat teguran mengalami penurunan, surat

teguran yang diterbitkan sebesar Rp54.352.119.334,00 dan yang dibayar sebesar

Rp915.954.321,00 atau sekitar 1,68%. Berdasarkan indikator pengukuran

efektivitas penerbitan surat teguran, tahun 2015 tergolong tidak efektif.


71

Hal-hal yang menyebabkan hasil analisis penagihan pajak dengan surat

teguran tergolong tidak efektif adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya kesadaran wajib pajak.

2. Wajib pajak tersebut sudah tidak melakukan kegiatan usaha lagi.

3. Wajib pajak tidak mengetahui bahwa wajib pajak memiliki tunggakan

pajak.

4. Wajib pajak tidak mampu melunasi tunggakan pajak.

5. Wajib pajak keberatan atas jumlah tunggakan pajaknya.

6. Kondisi keuangan wajib pajak yang tidak memungkinkan untuk melunasi

tunggakan pajak.

4.3.4.2 Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Dalam hal efektivitas penerbitan surat paksa, maka rumus yang

digunakan adalah perbandingan antara jumlah pencairan tunggakan pajak melalui

penagihan dengan surat paksa, dengan target pencairan tunggakan pajak dengan

surat paksa, dengan asumsi bahwa target pencairan tunggakan pajak dengan paksa

merupakan semua tunggakan pajak yang diterbitkan menggunakan surat paksa.

Efektivitas penyampaian surat paksa dihitung dengan rumus berikut:

� ℎ� �� � �
%
� ℎ � �
72

Berikut merupakan tabel yang menunjukan penerbitan surat paksa,

pencairan tunggakan dengan surat paksa, dan tingkat efektivitas penagihan pajak

dengan surat paksa

Tabel 4.9

Efektivitas Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Paksa di KPP Pratama

Jakarta Matraman Tahun 2014-2015

Dalam (Rp)

Tahun SP Terbit SP Bayar Tingkat

Efektivitas

2014 15.695.764.951 3.082.395.923 19,64%

2015 39.455.112.376 6.339.824.186 16,07%

Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman

Jika dilihat dari tabel diatas, penerbitan surat paksa di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Jakarta matraman tercatat Rp15.695.764.951,00 dan

yang dibayar sebesar Rp3.082.395.923,00 atau sekitar 19,64%. Berdasarkan

indikator pengukuran efektivitas penerbitan surat paksa, pada tahun 2015

tergolong tidak efektif.

Tahun 2015 penerbitan surat paksa mengalami peningkatan, surat

paksa yang diterbitkan sebesar Rp39.455.112.376,00 dan yang dibayar sebesar

Rp6.339.824.186,00 atau sekitar 16,07%. Berdasarkan indikator pengukuran

efektivitas penerbitan surat paksa, pada tahun 2015 tergolong tidak efektif. Dapat
73

dilihat pula tingkat efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa pada tahun

2015 mengalami penurunan dari perolehan tahun 2014.

Hal-hal yang menyebabkan hasil analisis penagihan pajak dengan surat

paksa tergolong tidak efektif adalah sebagai berikut:

1. Wajib pajak lalai.

2. Wajib pajak tidak dapat melunasi tunggakan pajaknya.

3. Wajib pajak membuat permohonan angsuran, karena tidak dapat melunasi

tunggakan pajak sekaligus.

4. Wajib pajak tidak mengakui adanya tunggakan pajak.

5. Adanya Surat Paksa yang seharusnya sudah diterbitkan pada tahun-tahun

sebelumnya tetapi baru diterbitkan sekarang.

6. Wajib pajak keberatan atas tunggakan pajaknya.

4.3.5 Kontribusi Penagihan Pajak

4.3.5.1 Kontribusi Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran Terhadap

Penerimaan Pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman

Untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerimaan pajak yang

berasal dari pencairan tunggakan pajak yang dilaksanakan oleh KPP, maka

digunakan analisis rasio pencairan tunggakan pajak. Dengan menggunakan rasio

ini, dapat diketahui apakah pencairan tunggakan pajak cukup signifikan terhadap

penerimaan pajak di KPP.


74

Formula untuk Rasio Pencairan Tunggakan Pajak (RPTP) di Kantor

Pelayanan Pajak adalah sebagai berikut:

� �� �
���� = %
� �

Perbandingan antara pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran

dengan penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Matraman

akan disajikan di tabel 4.8. Perbandingan ini untuk menggambarkan seberapa

besar kontribusi pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran terhadap

penerimaan pajak.

Tabel 4.10

Kontribusi Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Surat Teguran dan

Terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman

Dalam (Rp)

Tahun Pencairan Penerimaan Kontribusi

Tunggakan Pajak

Pajak

2014 3.119.430.366 482.436.747.616 0,65%

2015 915.954.321 718.104.499782 0,13%

Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman

Besarnya kontribusi pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran

terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman pada tahun 2014
75

sebesar 0,65%. Angka tersebut diperoleh dari pencairan tunggakan pajak sebesar

Rp3.119.430.366,00 dengan penerimaan pajak yang sebesar

Rp482.436.747.616,00. Kontribusi pencairan tunggakan pajak terhadap

penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman tergolong sangat kurang.

Di tahun 2015 kontribusi pencairan tunggakan pajak dengan surat

teguran terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman juga sangat

kecil, yaitu hanya sebesar 0,13%. Angka tersebut diperoleh dari pencairan

tunggakan pajak sebesar Rp915.954.321,00, dengan penerimaan pajak yang

sebesar Rp718.104.499.782,00. Bisa dilihat bahwa, kontribusi pencairan

tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman

juga tergolong kurang baik. Dikarenakan kriteria kinerja keuangannya tidak

mencapai diatas 50%.

Penyebab tidak seluruh surat teguran yang diterbitkan dibayar oleh

wajib pajak, sehingga hasil analisis tidak efektif, anatar lain:

1. Tidak sampainya surat teguran ke wajib pajak.

2. Rendahnya kesadaran wajib pajak dalam melunasi tunggakan pajaknya.

4.3.5.2 Kontribusi Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap

Penerimaan Pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman

Untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerimaan pajak yang

berasal dari pencairan tunggakan pajak yang dilaksanakan oleh KPP, maka

digunakan analisis rasio pencairan tunggakan pajak. Dengan demikian rasio ini,
76

dapat diketahui apakah pencairan tunggakan pajak cukup signifikan terhadap

penerimaan pajak di KPP. Formula untuk Rasio Pencairan Tunggakan Pajak

(RPTP) di Kantor Pelayanan Pajak adalah sebagai berikut:

� �� �
���� = %
� �

Perbandingan anatar pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa

dengan penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Matraman

akan disajikan di tabel 4.11. perbandingan ini untuk menggambarkan seberapa

besar kontribusi pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa terhadap

penerimaan pajak.

Tabel 4.11

Kontribusi Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap

Penerimaan Pajak Pada KPP Pratama Jakarta Matraman

Dalam (Rp)

Tahun Pencairan Penerimaan Kontribusi

Tunggakan Pajak

Pajak

2014 3.082.395.923 482.436.747.616 0,67%

2015 6.339.824.186 718.104.499.782 0,88%

Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Matraman


77

Besarnya kontribusi penerimaan tunggakan pajak dengan surat paksa

terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman pada tahun 2014

sebesar 0,67%. Angka tersebut diperoleh dari pencairan tunggakan pajak sebesar

Rp3.082.395.923,00 dengan penerimaan pajak sebesar Rp482.436.747.616,00.

Kontribusi pencairan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak Di KPP

Pratama Jakarta Matraman tergolong sangat kurang.

Tahun 2015 penerimaan tunggakan pajak dengan surat paksa sebesar

0,88%. Angka tersebut diperoleh dari penerimaan tunggakan pajak sebesar

Rp6.339.824.186,00 dan penerimaan pajak sebesar Rp718.104.499.782,00.

Berdasarkan kriteria kinerja keuangan, maka kontribusi pencairan tunggakan

terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman, juga tergolong

sangat kurang.

Beberapa hal yang menyebabkan tidak seluruh surat paksa yang

diterbitkan dilunasi oleh wajib pajak, sehingga hasil analisis tidak efektif, antara

lain:

1. Kurang aktifnya Jurusita Pajak dalam memberitahukan tunggakan

pajak melalui surat paksa.

2. Surat paksa tidak sampai ke wajib pajak yang bersangkutan.

3. Rendahnya kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya

membayar pajak melalui surat paksa.


78

BAB V

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV,

maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Efektivitas penagihan pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa

terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman tergolong

tidak efektif. Hal ini disebabkan karena:

a. Proses penagihan aktif dengan menggunakan penerbitan Surat Teguran

mengalami peningkatan sebesar Rp 38.898.833.070,00, dengan jumlah

kenaikan lembar 644. Penagihan aktif dengan menerbitkan Surat Paksa

juga mengalami peningkatan sebesar Rp 23.759.347.425,00, dengan

jumlah kenaikan lembar 361. Peningkatan yang terjadi pada Surat

Teguran dan Surat Paksa tersebut dapat terjadi karena adanya

keterlambatan dalam hal penagihan atau kurangnya informasi yang

didapat untuk melakukan penagihan, sehingga penagihan aktif yang

seharusnya dilakukan di tahun sebelumnya, harus mundur dilakukan di


79

tahun berikutnya karena adanya masalah tersebut, hal ini yang

menyebabkan peningkatan penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa

setiap tahunnya.

b. Pencairan tunggakan akibat dilakukannya penagihan dengan Surat

Teguran dan Surat Paksa di KPP Pratama Jakarta Matraman

mengalami penurunan dalam pencairan tunggakan pajak dengan Surat

Teguran dengan tingkat efektivitas pada tahun 2014 sebesar 20,19%

dan pada tahun 2015 1,68%. Dan dalam pencairan tunggakan pajak

dengan Surat Paksa juga mengalami penurunan pada tahun 2014

sebesar 19,64% dan di tahun 2015 sebesar 16,07%. Dari total

pencairan tunggakan pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa

yang dilakukan KPP Pratama Jakarta Matraman tergolong tidak

efektif, karena hasil dari pencairan tersebut masih dibawah 60%. Hal

ini bisa disebabkan karena wajib pajak tersebut sudah tidak melakukan

kegiatan usaha lagi, wajib pajak tidak mengetahui bahwa wajib pajak

memiliki tunggakan pajak, wajib pajak tidak mampu melunasi

tunggakan pajaknya, wajib pajak keberatan atas jumlah tunggakan

pajaknya, dll.

2. Kontribusi penagihan pajak dari Surat Teguran dan Surat paksa terhadap

penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman tergolong sangat

kurang. Hal ini disebabkan karena:


80

a. Kontribusi penagihan pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa

terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Matraman

tergolong sangat kurang. Kontribusi penagihan pajak dengan Surat

Teguran yaitu hanya sebesar 0,65% pada tahun 2014 dan 1,13% tahun

2015. Dan kontribusi penagihan pajak dengan Surat Paksa yaitu hanya

sebesar 0,67% tahun 2014 dan sebesar 0,88% tahun 2015. Oleh karena

itu, kontribusi penagihan pajak dari Surat Teguran dan Surat Paksa

tergolong sangat kurang, hal ini bisa disebabkan karena tidak

sampainya surat teguran ke wajib pajak, rendahnya kesadaran wajib

pajak dalam melunasi tunggakan pajaknya dan kurang aktifnya jurusita

pajak dalam memberitahukan tunggakan pajaknya.

b. Tidak efektifnya pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran

dan Surat Paksa akibat Sumber Daya Manusia dalam Jurusita Pajak

yang tidak sebanding dengan banyaknya Wajib Pajak yang mempunyai

tunggakan pajak.

5.2 Keterbatasan

Keterbatasan dalam penulisan ini adalah, waktu penelitian yang terbatas,

pengambilan data-data yang terbatas, dan hanya terhadap penagihan pajak dengan

Surat Teguran dan Surat Paksa pada satu KPP.


81

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis yaitu penagihan pajak

dengan Surat Teguran dan Surat Paksa, maka saran yang dapat penulis berikan

adalah sebagai berikut:

1. KPP Pratama Jakarta Matraman harus meningkatkan kegiatan penyuluhan

maupun sosialisasi perpajakan terhadap masyarakat agar masyarakat

mengerti dan paham akan pentingnya pajak.

2. Untuk KPP Pratama Jakarta Matraman yaitu dengan meningkatkan kinerja

dari seksi penagihan khususnya Jurusita Pajak, karena jika dilihat jumlah

pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran dan surat paksa masih

belum efektif. Untuk meningkatkan kinerja tersebut, Jurusita Pajak dan

seksi penagihan diberikan sarana dan prasarana yang memadai misalnya

kendaraan dinas yang sudah tidak layak pakai agar tak lagi digunakan tapi

diganti dengan yang baru, pakaian seragam, dan perlengkapan pendukung

lainnya misalnya kamera.

3. Adanya sanksi lebih tegas bagi para Penanggung Pajak yang tidak mau

melunasi utang pajaknya atau menghindar dari kewajiban perpajakannya.

4. Perlu adanya keseimbangan antara jumlah pegawai pajak di KPP Pratama

Jakarta Matraman dengan Wajib pajak dengan cara menambah jumlah

pegawai pajak agar pelaksanan penagihan menjadi lebih efektif dan

efisien.
82

5. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah subjek pajak

penelitiannya yaitu tidak hanya satu KPP saja yang diteliti, hal ini

bertujuan untuk membandingkan tingkat efektivitas pencairan tunggakan

pajak dari masing-masing KPP agar dapat membandingkan KPP dengan

tingkat efektivitas dan kontribusi yang rendah dan yang tinggi.


83

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, P.J.A, dalam Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia, Edisi 10, Buku 1.
Jakarta: Salemba Empat.
Badan Pusat Statistik (BPS). Diakses dari http://www.bps.go.id/. (10/12/2015).
Budiono, Doni, Jessica Tanuwijaya. 2014. Proses Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa Berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Jural Tax & Accounting Review. Vol. 4, No.1, 2014.
Fahtoni, Abdurrahmat. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bandung: PT. Rineka Cipta.
Fidel. 2010. Cara Mudah dan Praktis Memahami Masalah-Masalah Perpajakan.
Jakarta: Murai Kencana.
Ilyas, Wirawan B. dan Rudy Suhartono. 2012. Perpajakan. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
--------------------------------------------------. 2010. Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP). Jakarta: Salemba Empat.
Kementerian Dalam Negeri. 1996. Nomor 690.900.327. Dalam Pasaleng,
Agustinus, Agus T. Poputra, Steven J. Tangkuman. 2013. Efektivitas
Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap
Penerimaan Pajak Penghasilan (Studi Kasus Pada KPP Pratama Manado).
Jurnal EMBA. Vol.1 No. 4 Desember 2013, Hal. 2371-2381.
Kurniawan, Anang Mury. 2011. Upaya Hukum Terkait dengan Pemeriksaan,
Penyidikan, dan Penagihan Pajak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan, Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.
Menteri Keuangan Republik Indonesia. 2012. Keputusan Menteri Keuangan
Nomor: 74/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penetapan dan Pencabutan
Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Dalam Rangka Pengebalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Jakarta: Kementerian
Keuangan RI.
Menteri Keuangan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 85/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan
Dengan Surat Paksa dan Pelaksanan Penagihan Seketika dan Sekaligus.
Jakarta: Kementerian Keuangan RI.
Murtedjo, Agnes Rosiana Muliady. 2012. Analisis Proses Penagihan Pajak Aktif
Dalam Mengatasi Tunggakan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pada KPP
Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga. Jurnal Tax & Accounting.
84

Pajak Penghasilan. Diakses dari http://www.pajak.go.id/content/belajar-pajak,


(24/02/2016).
Pasaleng, Agustinus, Agus T. Poputra, Steven J. Tangkuman. 2013. Efektivitas
Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap
Penerimaan Pajak Penghasilan (Studi Kasus Pada KPP Pratama Manado).
Jurnal EMBA. Vol.1 No. 4 Desember 2013, Hal. 2371-2381.
Resmi, Siti. 2011. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
Rusjdi, Muhammad. 2004. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta:
PT. Indeks Kelompok Gramedia.
Soemitro, Rochmat, dalam Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi.
Yogyakarta: Andi.
Sondang, P. Siagian. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak, Edisi 5. Jakarta: salemba Empat.
Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanannya. 2013. Kementerian
Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak.
Undang-Undang Perpajakan No. 16 Tahun 2009. Tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983. Tentang Ketentuam Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
Undang-Undang Perpajakan No. 19 Tahun 2000. Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 19 Tahun 1997. Tentang Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007. Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Waluyo. 2013. Perpajakan Indonesia, Edisi 11, Buku 1. Jakarta: Salemba empat.
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Tri Widodo Santoso

Nama Panggilan : Dodo

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Januari 1993

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Sawo No.27 RT.012 RW 07 12940, Karet Kuningan,


Setiabudi, Jakarta Selatan

Nomor Telpon : (021)5271219 / 085714390737

Email : santosododo@gmail.com

PENDIDIKAN

1998 – 2000 : TK Tanwirul Qulub

2000 – 2006 : SD NEGERI 04 Jakarta

2006 – 2009 : SMP NEGERI 58 Jakarta

2009 – 2011 : SMA NEGERI 79 Jakarta

2011 – 2016 : ABFII Institute Perbanas

Anda mungkin juga menyukai