Anda di halaman 1dari 237

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/344352857

KUMPULAN CERPEN MASA PANDEMI

Book · September 2020

CITATION READS

1 151,106

1 author:

Rustam Efendy Rasyid


Universitas Muhammadiyah Sidenreng Rappang
20 PUBLICATIONS   3 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Analisis Penggunaan WhatsApp dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19 View project

Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia View project

All content following this page was uploaded by Rustam Efendy Rasyid on 25 December 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KUMPULAN CERPEN
MASA PANDEMI COVID-19

Penulis:

Rustam Efendy Rasyid

Penerbit
CV SYNTAX COMPUTAMA
KUMPULAN CERPEN
MASA PANDEMI COVID-19

Penulis:

Rustam Efendy Rasyid

Penerbit
CV SYNTAX COMPUTAMA

i
KUMPULAN CERPEN MASA PANDEMI COVID-19

ISBN: 978-623-6609-01-9

Penulis:
Rustam Efendy Rasyid

Editor:
Vivi Meilinda

Penyunting:
Taufik Ridwan

Desain sampul dan tata letak:


Rendi Brahma Fahrezi
(Sumber Gambar: Freepik.com)

Penerbit:

Redaksi:
Jl. Pangeran Cakrabuana,
Greenland Sendang Blok H01 Sumber
Cirebon, 45611
Telp. (0231) 322887
Email: redaksi@syntax.co.id
Cetakan pertama, Juli 2020

ii
Kumpulan Cerpen Masa Pandemi Covid-19
Diterbitkan oleh:
Syntax Computama

PENERBIT SYNTAX COMPUTAMA


(Grup Publikasi CV SYNTAX CORPORATION INDONESIA)
Anggota IKAPI (344/JBA/2019)

Alamat Redaksi:

Jl. Pangeran Cakrabuana,


Greenland Sendang Blok H01 Sumber
Cirebon, 45611
Telp. (0231) 322887
Email: redaksi@syntax.co.id

Isi diluar tanggung jawab percetakan

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis dalam
bentuk dan dengan cara apapun, tanpa ijin tertulis dari
penerbit.

iii
PRAKATA

Sejak bulan Januari 2019, covid-19 menjadi pusat


perhatian masyarakat di Indonesia, dan sejak saat itu, mulai
muncul pola kehidupan yang baru. Salah satunya adalah pola
pembelajaran secara online dari rumah masing-masing. Tapi
ini bukan berarti kita mati kreativitas.

Buku ini tersusun dari sumbangsih mahasiswa yang


saya ajar dalam mata kuliah menulis kreatif. Mereka
meluangkan waktu untuk menulis cerpen dengan tema yang
ada kaitannya dengan covid-19. Karena ini akan menjadi
sejarah panjang yang akan terus di ingat sepanjang masa.

Terimakasih kepada adik-adik mahasiswa atas


tulisannya, sehingga buku kumpulan cerpen ini dapat
diterbitkan, meski nama kalian ditulis dengan inisial saja.
Terimakasih kepada Dekan dan seluruh rekan-rekan dosen
FKIP Universitas Muhammadiyah Sidenreng Rappang.

Semoga karya yang sederhana ini berkenan dalam lintas


baca kalian semua. Segala kekurangan mohon dimaafkan.

Sulawesi, 13 Juli 2020

Tim Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...................................................................................... i
Bilik Halaman ....................................................................................... ii
Redaksi .................................................................................................. iii
Prakata .................................................................................................. iv
Daftar Isi................................................................................................ v

1. Harga Sebuah Gadget “GM” ............................................... 1


2. Dokter Sudah Pulang “RF”.................................................. 10
3. Kisah Pak Amat Penjual Mie Ayam “AW” ......................... 25
4. Perjuangan Di Saat Sekolah “NL” ....................................... 90
5. Entah Sampai Kapan “ASY” ................................................ 94
6. Bintang Bulan Ramadhan “RF” .......................................... 106
7. Kisah Kehidupan Ditengah Covid-19 “RF” ......................... 152
8. Pendidikan Ditengah Maraknya Wabah Covid 19 “AW”.169
9. Hubungan Dan Jarak “RF” ................................................. 176

Tentang Penulis

v
HARGA SEBUAH GADGET
“GM”
“Bangun! Berangkat sekolah!”, teriak mama di kupingku.
“Ayo cepat bangun sekarang sudah pukul 06.00. Mandimu saja
berjam-jam belum lagi dandannya ntar di tinggal ayah loh" celoteh
mama berlalu menuju ke dapur. Sesegera mungkin kubuka mataku,
ku lirik jam weker di sampingku dan segera berlari ke kamar mandi.
Seperti biasanya ada berbagai ritual yang ku lakukan di kamar mandi
itu sebabnya aku di beri gelar Ratu WC oleh mama. Selesai ritual
pertama ku lanjutkan pada ritual ke 2 yaitu dandan (hahaha), iyalah
emang ada cewek yang bisa hidup tanpa dandan. Berkali kali ku lihat
diriku di cermin, untuk memastikan semuannya selesai aku pun
turun kebawah untuk sarapan.
“Pagi ayah”, sambil mencium pipi kirinya
“Pagi sayang. Mau makan nasi goreng atau roti selai kacang?”, tanya
ayah.
“Nasi goreng dong yah”, Sambil mengambil piring kemudian diisi
nasi goreng oleh ayah.
Mama baru saja kembali dapur dengan setoples kerupuk udang di
tangannya. Mama kemudian ikut bergabung bersama kami

1
menikmati nasi goreng hangat pagi ini. Setelah selesai sarapan, aku
beranjak ke dapur mengambil bekal yang telah disediakan mama.
Yah bekal roti selai kacamg untuk seseorang yang istimewa. Aku
kemudian berpamitan sama mama, dan berangkat ke sekolah
bersama ayah.

Walaupun berangkatnya menggunakan motor butut ayah, kami


tidak pernah terlambat sampai di sekolah. Oh, iyah ayahku
merupakan seorang guru BP di sekolahku. Kata teman temanku ayah
ku itu orangnya baik, lemah lembut, walaupun mereka sering keluar
masuk BP mereka tetap hormat dan santun pada ayahku.
Sesampainya di sekolah, aku langsung berlari ke kelas. Aku lupa
kalau hari ini adalah hari piketku. 30 menit lagi bel akan berbunyi.
Sebisa mungkin aku berlari menaiki tangga menuju ke ke kelasku.
Sesampainya di kelas kudapati Riris sedang menyapu di depan kelas.

“Hai ris, maaf aku terlambat”, sapaku sambil masuk ke ruang kelas
dan menyimpan tas.
“Yah santai saja, kamu lanjut pel saja”, jawab Riris.

2
Ku ambil pel yang berada di pojok kelas dan memulai mengepel kelas
bagian depan.
“Oh iyah Ris, kamu sudah sarapan?”, tanya ku.
“Belum. Aku tidak sempat serapan tadi, buru-buru kejar angkot.
Hehehheh”, katanya.
“Kebetulan sekali aku bawa bekal untukmu. Buruan cuci tangan dan
makan bekalnya”, kataku.
Riris yang baru saja selesai menyapu langsung mencuci tangannya di
keran depan kelas. Langsung melahap roti selai kacang yang
bawakan. Oh iyah Riris adalah sahabatku sejak dari sd. Dia
merupakan anak yatim dari 3 bersaudara. Hidupnya memang tidak
seberuntung diriku yang serba berkecukupan. Tapi jangan salah dia
merupakan siswa paling pintar di kelasku. Karena dia pintar ia
mendapatkan beasiswa berprestasi di sekolah. Yah lumayanlah untuk
memenuhi kebutuhan sehari hari dan untuk biaya sekolahnya.
Sedangkan ibunya hanya seorang penjual kue keliling.
Terkadang aku sering terkagum kagum padanya. Selain sekolah riris
juga selalu membantu ibunya bikin kue bahkan jual kue keliling
tanpa rasa malu sedikit pun.
***

3
Bel sekolah pun berbunyi pertanda jam pertama dimulai. Kami segera
masuk ke kelas dan duduk dengan rapi. Belum lama pelajaran
berlangsung tiba-tiba ayah datang meminta ijin pada guru untuk
memanggil Riris ke ruang BP untuk pencairan beasiswanya.

Terlihat jelas raut wajah Riris yang sangat bahagia mendengar


beasiswanya segera cair. Ada banyak harapan yang sudah
dirancangnya ketika sudah menerima beasiswanya. Salah satunya
adalah ia ingin sekali membeli tas sekolah karena tasnya sekarang ini
sudah banyak jahitannya dan sebagian buku paketnya hanya di
tenteng. Riris segara bangkit dari tempat duduknya dan ikut berjalan
ke ruang BP. Beasiswa yang diterima kali ini senilai 1 juta.
Riris kemudian ikut belajar bersama kami walaupun sudah jam
terakhir. 20 menit lagi bel pulang akan berbunyi.
Karena ibu guru sedang keluar. Seperti biasanya kelas akan ramai
bahkan mengalahkan keramaian tanah abang.
“Ehh guys, anak anak SMK sudah libur loh gara-gara covid- 19”, kata
Wana yang heboh.
“Iya SMA 2 juga sudah libur mulai Senin kemarin”, tambah Fira.

4
“Kita kapan yah liburnya, aku sudah nggak sabaran nih”, kata Wana
lagi.
“Woii woi diam, ibu guru sudah ada di depan kelas”, kata Ferdi.
Serentak semuanya langsung diam dan pura pura menulis. Setelah
ibu guru masuk kami di perintahkan untuk merapikan buku dan
bersiap untuk pulang. Namun, sebelum pulang ibu guru memberikan
informasi bahwasanya pelajaran tatap mukanya berakhir hari ini,
kemudian dilanjutkan belajar di rumah via daring. Menggunakan
beberapa aplikasi smartphone. Selama 14 hari mulai besok dan
seterusnya. Pesan ibu guru tetap semangat belajarnya jaga kesehatan
dan tetap menerapkan pola hidup sehat. Teman teman yang lain
kegirangan mendengarkan berita ini namun Riris terlihat cemas.
Kecemasannya ini bisa ku tebak. Pasti Riris cemas karena belum
memiliki smartphone.

***
Sepulang sekolah aku lebih memilih berjalan kaki sama Riris.
Melewati beberapa kompleks dan merupakan jalan pintas untuk
sampai di rumah Riris. Sepanjang jalan Riris hanya diam memikirkan

5
bagaiamana ia bisa memiliki smartphone untuk di pakai belajar
selama di rumah aja.

Aku pun mulai menghibur Riris dengan mengingatkan kejadian


kejadian lucu yang sering kami alami. Namun cara itu tidak mempan
juga. Akhirnya ku beranikan diri untuk mengajak Riris ke toko Airis
Celuler untuk mengecek harga smartphone di ujung Jalan Patriot.
Riris kemudian mengangguk menandakan setuju. Namun kata Riris
bagaiamana kalau dia tidak dapat membelinya atau kemahalan.
“Tidak ada salahnya jika kita hanya tanya tanya harga dulu jika pas
di kantong yah di belilah”, kataku. “Atau kita dapat membandingkan
harganya di toko lain”, sambungku.
Sesampainya di toko kami langsung menanyakan harga smartphone
paling murah. Kata mbak cantiknya yang paling murah itu Vivo Y51
seharga 1,3 juta gratis kartu data selama sebulan. Setelah mendengar
penjelasan mbak nya, aku mulai menawar smartphonenya seharga
1juta. Namun, kata mbaknya nggak bisa itu sudah pasnya.

Riris kemudian menarikku keluar dari toko tersebut. Dia bingung


bagaimana ia bisa mendapatkan uang 3 ratus selama sehari. Ia tidak

6
ingin menceritakan pada ibunya. Karena takut membebani pikiran
ibunya. Disinilah aku kadang iri padanya, karena kalau aku yang
membutuhkan sesuatu aku akan merengek seperti anak kecil pada
ayahku atau mogok makan agar aku di belikan. Mereka memanjakan
ku karena aku hanya putri semata wayangnya. Dari Ririslah aku
belajar sebuah perjuangan, keikhlasan, dan masih banyak lagi.

Aku kembali mengajak Riris untuk melihat smartphone ke toko


sebrang jalan masuk ke rumahnya. Ia sempat menolak karena takut
kecewa untuk yang kedua kalinya. Setelah kubujuk akhirnya dia
nurut juga. Kami pun berjalan menyebrangi Jalan Patriot dan masuk
ke toko tersebut. “Permisi mba, kami ingin melihat smartphone yang
paling murah”, kataku
“Ini dek, Xiomi Note 4 seharga 1,8 juta”, jawab penjaga toko.
“Apa masih ada harga di bawa 1,8 atau ada harga 1 juta mbak?”,
tanyaku lagi.
“Waduh cari harga yang 1 juta yah dek. Baru saja di beli oleh ibu tadi”,
kata penjaga toko.
“Barangnya sudah habis dek, mungkin akan ready bulan depan dek”,
tambah penjaga toko.

7
“Waduh masih lama kak, mana mau di pakai belajar besok. Oiya
terima kasih kak”, kataku.

Kami pun keluar dari toko, dan memilih pulang. Ku lihat jelas Riris
sedang sedih karena tidak bisa ikut belajar besok. Aku mulai
menenangkannya. Ku beli es krim rasa coklat di warung mbok mini
tempat ibu Riris sering menitip kue. Ku berikan satu pada Riris,
selesai makan ice cream ku tawarkan untuk datang ke rumahku saja
belajar bersama denganku. Aku mempunyai komputer yang jarang
di pakai ayahku, mungkin itu bisa kamu gunakan belajar untuk
sementara waktu. Riris pun mengangguk pelan dan memelukku erat.
Berterima kasih padaku. Kami pun segera beranjak dan pergi ke
rumah Riris. Rencanaku ke rumah Riris adalah untuk beli kue yang
di pesan ayah sekaligus makan bakwan yang krenyes.
***
Sesampainya di rumah ku dapati ibunya sedang menggoreng
bakwan. “Ehh kalian sudah pulang, tumben telat”, sapa ibu Riris.
“Iya tan, kami tadi jalan kaki, kami ketinggalan angkot tan”, jawabku.
“Yah sudah ayo makan siang dulu”, tawar ibu Riris.

8
“Nggak usah tan, aku langsung pulang saja. Oh iya pesanan kue
ayahku mana tan?”, tanyaku.
“Iya ada di bawa tudung nasi, sengaja ku simpan di situ agar tidak di
kerumuni semut”, kata ibu Riris.
“Riris tolong ambilkan pesanan kue nya”, teriak ibu Riris.
“Iya mah sebentar”, kata Riris.

Setelah ganti pakaian Riris menuju ke meja makan dan membuka


tudung sajinya dengan maksud mengambil pesanan kue. Namun
setelah dibuka yang ia temui bukanlah sekotak kue namun
smartphone baru. Riris kemudian melompat-lompat kegirangan dan
berlari memeluk ibunya. Ternyata ibu Riris telah membelikannya
smartphone tadi di toko yang sudah di datangi. Itu adalah hasil
jeripayahnya berdagang kue keliling komplek selama setahun. Riris
kemudian menyerahkan uang beasiswanya kepada ibunya untuk
disimpan dan digunakan untuk keperluan sehari hari. Akhirnya Riris
mendapatkan smartpohe baru dan dapat mengikuti pelajaran seperti
biasanya walaupun di tengah pandemi covid-19 ini.

***

9
10
DOKTER SUDAH PULANG
“RF”
Hari itu Senin tanggal 02 Maret 2020, Novita yang masih
berusia 10 tahun, yang masa kecilnya di habiskan untuk bermain dan
belajar di rumah. Sore itu Novita yang sedang bermain dilapangan
yang tidak jauh dari tempat tinggalnya bersama teman-teman
sebayanya. Kesokan harinya Novita merasa tidak enak badan
tubuhnya lemas dan terserang oleh flu dan batuk. Novita yang
merasa tidak enak badan itu langsung beristirahat di kamarnya
karena Novita sudah tidak kuat Novita merasa hanya kecapean
setelah bermain seharian dengan teman temannya di lapangan
tempat tinggalnya. Ibu Novita kemudian begegas keluar untuk
membelikan obat untuk Novita di apotik yang tidak jauh dari
rumahnya itu. Tak lama itu Ibu Novita memberikan obat itu kepada
Novita agar memakannya. Dan menyuruhnya untuk istirahat yang
cukup dan tidak boleh keluar rumah untuk bermain sebelum
keadaanya kembali pulih seperti biasanya.
***
Ibu Novita yang sedang menonton tv di kamarnya melihat kabar
berita yang sekarang merajalela yaitu virus corona atau covid-19 yang

11
mematikan yang belum di dapatkan obatnya yang bermula dari
China dan sekarang sudah masuk di Indonesia. Pemerintah
Indonesia kini waspada memutus rantai penyebaran virus covid-19
itu. Ibu Novita pun melihat dan medengar di dalam berita gejala-
gejala sesorang terkena virus covid-19. Hal ini membuat ibu Novita
kaget dan sedikit khawatir dengan keadaan anaknya itu.
Hari demi haripun keadaan Novita belum saja membaik demam yang
bertambah panas serta flunya yang tak kunjung berhenti membuat
keadaan Novita yang semakin memburuk. Ibu Novita cemas melihat
keadaan anaknya itu. Ibu Novita segera menelpon suaminya yang
sedang bekerja di sebuah perusahaan industri. “Ayah kamu harus
pulang lebih awal anak kita Novita panasnya semakin tinggi dan
flunya tak kunjung sembuh rasanya kita harus membawa Novita ke
rumah sakit untuk memeriksakan keadaanya”, cemas ibu Novita
dengan raut muka yang kebingungan.
“Baik, Ayah akan pulang secepatnya, jaga Novita yah”, sahut ayah
dengan nada cemas.

***

12
Setelah Ayah Novita pulang dari tempat kerjanya Novita pun akan
segera di bawah ke rumah sakit untuk melakukan pemerikasaan
keadaan. Novita dengan raut wajah yang pucat serta panasnya yang
semakin tinggi membuat tubuhnya lemas tak berdaya membuat
orang tua Novita juga ikut cemas melihat keadaan anaknya yaitu
Novita serta keadaan sekarang banyaknya virus covid-19 yang
tersebar. Setelah sampai di rumah sakit Novita langsung di tangani
oleh dr.Ratihi Purwarini yang masih terbilang muda itu berserta
suster yang ramah yang telah menggunakan busana APD yang cukup
bikin gerah dan melelahkan.

Kini Novita dalam tahap pemeriksaan rapid tes karena memiliki suhu
badan yang tinggi membuat Ibu dan Ayah Novita sangat khawatir
akan keadaan anaknya itu. Setelah beberapa hari hasil rapid tes
Novita pun keluar Novita di nyatakan postif covid-19 yang di katakan
oleh dr.Ratihi Purwarini hal itu membuat orang tua Novita sangat
sedih. “Mengapa harus anak ku yang terkena virus mematikan ini?”,
tak kuasa air mata ibu Novita menetes membasahi pipi dan raut
wajah ayah Novita sangat sedih. “Kita harus kuat dan semangat

13
untuk melawan virus covid-19 ini”, kata dr.Ratihi Purwarini dengan
raut wajah yang sedih.
“Kini ibu dan bapak termasuk dalam orang dalam pantauan karena
sudah berinteraksi langsung dengan Novita yang sudah postif covid
19. Ibu dan ayah Novita akan di lakukan rapid tes agar mengetahui
apakah ibu dan Ayah Novita positif dan negatif”. Hal ini membuat ibu
dan ayah Novita semakin sedih karena harus di isolasi mandiri dan
tidak dapat bertemu dengan Novita.
***
Kini Novita menjalani proses kesembuhannya dengan berada di
rumah sakit. Novita merasa tidak nyaman berada dirumah sakit
Novita merasa heran tak seorangpun keluarganya melihatnya di
rumah sakit Novita merasa asing dan aneh melihat dokter dan
perawat berpakaian aneh seluruh dan dan wajahnya ditutupi. Hari
demi haripun berlalu kini kondisi Novita cukup mengekhawatirkan.
“Bagaimana dek Novita, kabarnya?”, sapa dr. Ratihi Purwarini.
Sambil mengamati bekas medis pasien di tangannya.
“Masih sesak dok”, sahut Novita dengan napas tersengal-sengal. Di
wajahnya melekat alat bantu pernafasan serta di tanganya terdapat
infus yang terus mengalir yang masuk kedalam tubuh Novita.

14
“Sabar yah dek Novita. Semangat berjuang untuk sembuh”, ucap dr.
Ratihi Purwarini sambil menempelkan stetoskop pada tubuh pasien
yang masih berusia 10 tahun itu.
Keduanya bercakap cakap dengan akrab.
“Dok Novita rindu orang tua Novita sudah lama Novita tidak betemu
Ibu apakah orang tua Novita baik-baik saja dok?”, pertanyaan yang
seketika muncul dari mulut Novita.
“Orang tua Novita baik-baik saja. Mereka di larang keluar rumah
karena banyak virus yang menyebar jadi orang tua Novita harus
tinggal di rumah untuk isolasi mandiri”, sahut dr. Ratihi Purwarini
dengan senyuman untuk meyakinkan Novita.
“Dok apakah Novita akan sembuh?”, Novita yang kembali
menayakan hal ini kepada dr. Ratihi Purwarini.
“Pasti dong, kamu harus semangat tetap kuat untuk sembuh dan
jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Allah untuk diberikan
kesembuhan dan semoga virus ini cepat di atasi”, kembali untuk
meyakinkan Novita agar tetap semangat untuk sembuh dari virus
covid-19 ini. Sejak saat itu dr. Ratihi Purwarini dan Novita semakin
akrab. Terkadang lelucon menghibur keluar dari mulut dokter itu. dr.

15
Ratihi Purwarini tak pernah lelah terus menyemangati para pasien
yang berada di bangsal itu.

Setiap hari dr. Ratihi Purwarini berkeliling mengecek perkembangan


para pasienya. Terkadang bekerja hingga pukul 3 pagi. Sampai
berjam-jam tak pernah lepas dari busana APD yang cukup bikin
gerah dan melelahkan. Tapi itu bukan masalah untuk dr. Ratihi
purwarini yang harus menjadi garda terdepan untuk menginginkan
kesembuhan semua pasiennya. Itulah yang sangat penting bagi
semua tenaga medis terkhusus dr. Rathi Purwarini.
***
Hari demi hari keadaan Novita berserta pasien yang lain cukup
membaik. Setiap hari dr Ratihi Purwarini mengecek keadaan Novita
dan selalu memberikan obat untuk di makan. “Novita sudah di
makan obatnya?”, sahut dr. Ratihi purwarini sembari senyum kepada
Novita.
“Sudah dong dok”, Novita menjawab dengan semangat. “Aduh..
mantap dong nanti Novita bakal cepat sembuh dan dapat bertemu
berkumpul bersama ayah dan ibu serta keluarga lainnya jadi Novita
harus tetap semangat dan harus melawan virus ini yah”, sembari

16
mengepalkan tangan dan memberikan dukungan kepada Novita.
Kemudian dr. Ratih Purwarini bersama susternya melangkah
meninggalkan ruangan yang di dalamnya terdapat seorang anak
yaitu Novita.

Di dalam ruangan Novita setiap hariya hanya baring, beribadah dan


berdoa untuk diberikan kesembuhan dari virus ini dan semoga
semuanya kembali membaik dan normal kembali. Itulah yang sering
membuat Novita meneteskan air matanya untuk diberikan
kesembuhan dan dapat berkumpul kembali bersama keluarga
tercintaya terutama ayah dan ibu Novita. Hari demi hari telah dilalui
Novita dalam keadaan melawan sakit akibat virus dan juga lemah
akibat rindu terhadap kedua orang tuanya. Dr. Ratihi Purwarini
selalu menghibur Novita agar tidak merasa bosan bahkan stres. Masa
kecil Novita yang seharusnya bermain di luar sana direbut paksa oleh
penyakit yang mengharuskan dirinya berada di dalam ruangan
tanpa teman bahkan tanpa kehangatan dari ayah bunda. Novita yang
malang.

17
***
Perjuangan Novita ingin sembuh bisa dikatakan sangatlah luar biasa
dan juga tentunya kesembuhan datang dari sang pencipta. Setelah
dua bulan lebih melawan penyakit yang ada dalam dirinya dr.Ratihi
Purwarini mengumumkan kesembuhan anak kecil itu dan sudah bisa
pulang bertemu dengan keluarganya. Dr. Ratihi pun menelpon ibu
Novita. "Halo, saya dokter Ratihi yang merawat anak ibu. Dengan rasa
syukur dan bahagia, saya ingin menyampaikan kepada ibu bahwa
Novita anak ibu telah sembuh dari penyakitnya”, ucap dr.Ratih
Purwarini dengan rasa senang dan bersyukur.

Tangis ibu Novita pun pecah sembari mengucapkan


“ALHAMDULILLAH YA ALLAH. Terima kasih banyak atas
kesembuhan anakku”. Ibu Novita pun berteriak memanggil
suaminya.
“Paaaa. Paaaa. Paaaa cepat paaaa, anak kita sudah sembuh paaaa”,
ucap ibu Novita. Ayah Novita pun turut bahagia dan sujud syukur
mendengar kabar bahwa anaknya sudah sembuh..
“Alhamdulillah, jadi dok kapan kami bisa bertemu dengan anak
kami”, ucap ibu Novita.

18
“Besok pagi kami akan antar anak ibu menuju rumah ibu”, jawab dr.
Ratihi Purwarini.
“Terima kasih banyak dok, terima kasih banyak, ini juga termasuk
kerja keras dokter”, kata ibu Novita kepada dr. Ratihi Purwarini.
“Iya ibu, itu sudah menjadi tugas saya. Sekali lagi selamat yah ibu,
pak”, ucap dokter Ratihi sambil meneteskan air matanya yang tak
bisa ia bendung.
“Terima kasih banyak dok”, ucap ibu dan ayah Novita lagi. “Sama-
sama”, jawab dr. Ratihi Purwarini. Dr. Ratihi Purwarini pun menutup
telponnya sambil mengucapkan “ALHAMDULILLAH YA ALLAH.
Engkau telah memberikan kesembuhan kepada Novita”.
Pada malam hari, dr. Ratihi Purwarini masuk ke dalam ruangan
Novita.
“Halooo Novita, bagaimana perasaan kamu nak”, sapa dr. Ratihi
Purwarini.
“Baik bu dokter”, jawab Novita.
“Nak, besok kamu sudah boleh ketemu dengan Ibu dan Ayah Novita.
Dan selamat juga atas kesembuhan kamu yah nak”, ucap dr. Ratihi
sambil memeluk Novita. Novita pun tak bisa berkata apa-apa selain

19
meneteskan air matanya. Tangis pun pecah di ruangan itu, tiba-tiba
suara Novita terdengar.
“Terima kasih telah merawat Novita. Terima kasih telah menemani
Novita. Terima kasih telah jadi teman Novita. Terima kasih kasih atas
segalanya yang ibu dokter lakukan kepada Novita. Novita sayaaaangg
ibu dokter”. Mendengar Novita mengucapkan kalimat itu, dr. Ratihi
menangis sejadi jadinya.
“Ingat yah nak, kamu harus rajin cuci tangan, jaga kesehatan dan
mainnya di dalam rumah aja dulu yah nak”, ucap dr.Ratihi
Purwarini.
Novita pun mengangguk pertanda setuju dengan apa yang
diperintahkan oleh dr. Ratihi Purwarini yang telah menghibur dan
merawatnya selama ini.
“Tidurlah nak, besok kamu akan pulang ke rumah”. Novita pun
baring dan memejamkan mata.
***
Hari esokpun tiba, Novita sudah siap untuk di antar pulang oleh
petugas yang telah di tugaskan. Novita mencari-cari dr. Ratihi
Purwarini tapi tidak muncul-muncul. Novita pun kini bertanya
kepada salah seorang petugas. “Pak, ibu dokter mana?”, petugas itu

20
hanya diam. Tiba-tiba suster yang selalu bersama dr. Ratihi Purwarini
datang.
Pertanyaan yang samapun dilemparkan oleh Novita kepada suster
itu. “Ibu suster, Ibu dokter mana?”, suster itupun diam. Kecurigaan
diwajah Novita mulai muncul. “Ibu dokter mana saya ingin pamit
dengan dr. Ratihi Purwarini saya ingin mengucapkan terima kasih
sebelum saya pulang atas jasanya karena pernah merawat saya”,
tanya Novita kembali kepada suster. Mata suster berembun dan
bibirnya tiba-tiba keluar kemudian suster pun angkat bicara dan
menjawab pertanyaan “Novita, Ibu dr. Ratihi Purwarini sudah
pulang nak”, suara suster sedikit gemetar.
“Allahmdulillah titip salam yah sust buat dr. Ratihi Purwarini
mungkin saya gak akan ketemu lagi dengan dr. Ratihi Purwarini
lagi”, ujar Novita.
“Novita memang gak akan bertemu lagi dengan ibu dr. Ratihi
Purwarini karena dr. Ratihi Purwarini telah di panggil Allah SWT ke
sisinya”, ujar suster sambil menahan air matanya dengan raut wajah
yang sangat sedih. Novita pun terkejut dan langsung menangis
mendengar berita itu. Novita yang tak terima dengan berita itu

21
langsung lari ke dalam rumah sakit, namun sebelum sampai ke
dalam, Novita dikejar dan di tangkap oleh suster itu.
“Jangan menangis nak, kalau kamu nangis, ibu dokter juga akan
menangis di sana. Jangan masuk ke dalam, nanti kamu terkena virus
lagi”, ucap Suster mencoba menguatkan Novita yang sangat sedih
karena kehilangan seorang dokter yang sangat berjasa unutuk
hidupnya.

Novita pun kini di hibur oleh suster, “Novita jangan nangis yah..
Pukul 02:15 dr. Ratihi Purwarini menghembuskan nafas terakhirnya
akibat terinfeksi Virus Corona, namun sebelum menghembuskan
nafas terakhirnya, dr. Ratihi Purwarini menitipkan boneka untuk
Novita”. Boneka itu pun langsung diberikan kepada Novita, suster
berkata kepada Novita, ini boneka dari ibu dokter nak.
“Katanya kamu harus selalu sehat, ceria dan jaga baik-baik boneka
itu yah”, Novita menerima boneka itu lalu memeluknya sambil
menangis.
Novita mengingat semua kenangan bersama dr. Ratihi Purwarini saat
melihat boneka itu yang telah memberikan kehidupan baru untuk
Novita. Sambil meneteskan air matanya. Kini Novita melangkah kan

22
kaki nya untuk keluar dari rumah sakit yang sekian lama mereka
tempati untuk kesembuhan Novita dengan mengenal sosok dr. Ratihi
Purwarini yang sangat baik. dr. Ratihi Purwarini sudah sangat
berjasa bagi semua paduan yang ada di dalam rumah sakit. Semoga
dokter di terima di sisi Allah.

Kaki Novita kini berjalan menuju pintu keluar rumah sakit bersama
tenaga medis yang bertugas untuk mengantar Novita pulang
kerumah. Setelah di dalam mobil ambulan kemudian mobil yang
baru saja melaju meninggalkan rumah sakit dan menuju ke lokasi
rumah Novita. Dalam perjalanan Novita terus saja menangis
mengingat dr. Ratihi Purwarini yang telah pulang. Novita tidak
melepaskan boneka pemeberian dr. Ratihi Purwarini dari pelukanya
karena ini adalah satu satunya kenangan dr. Ratihi Purwarini yang
telah diberikan kepadaku. Novita tidak tahu harus bagaimana
sekarang apakah lebih tahu harus senang sembuh dari penyakit yang
mematikan ini bisa bertemu kembali bersama orang tua Novita ayah
dan ibu Novita atau di atas kehilangan orang yang sangat berjasa
dan memberikan kehidupan baru buat Novita. Novita hanya bisa
menangis untuk semua ini. Tak lama kemudian setelah beberapa

23
menit kini Novita telah sampai di rumahnya Novita melihat
sepanjang lorong memasuki rumahnya warga menggunakan masker
berdiri di pinggir jalan memberikan tepuk tangan kepada Novita
serta senyum karena bahagia melihat Novita yang sudah berjuang
melawan virus yang mematikan ini. Tak lupa pula orang tua Novita
telah menunggu Novita yang akan pualng dari Rumah sakit tangis
haru pun seketika membalik keadaan. Orang tua Novita sangat
bersyukur atas kepulangan Novita dari Rumah sakit yang berjuang
kuat melawan virus corona ini.

Ibu dan ayah Novita sangat bahagia dan mengucapakan Novita


Hebat sembari memeluk anaknya :)

***

24
25
KISAH PAK AMAT PENJUAL MIE AYAM
“AW”
Berita tentang virus Corona sudah sampai ke berbagai daerah.
Memang awal virus ini berasal dari China, dan telah menyebar di
seluruh dunia. Walau di sana sudah diantisipasi warganya, tentu
penyebarannya tak bisa dielakan karena mobilitas manusia yang
begitu cepat di area modern ini. Dan banyak berita yang simpang siur
tentang virus ini membuat banyak masyarakat bingung . Karena
entah berita mana yang benar dan mana yang salah.

Entah mengapa di saat penyakit ini menyebar berita bohong banyak


beredar. Ini yang membuat suasana kampung Pak Amat tak stabil.
Sedikit orang batuk, langsung mereka di curigai terkena corona, tak
boleh keluar jika tidak ada urusan yang penting. Pokoknya
masyarakat sana sudah dilanda kekhawatiran. Pak Amat selalu
berdoa ketika beribadah agar virus corona tidak ada lagi.

Kekhawatiran itu membuat masyarakat jarang berbelanja makanan


siap saji suasana pedagang makanan yang warungnya sepi jarang
pembeli. Semua orang saling mencurigai satu sama lain, kalau ada

26
yang batuk atau sesak nafas. Aktivitas mereka sehari-hari selalu
menggunakan masker. Bahkan ketika mereka ke pasar,
menggunakan masker. Pada dasarnya sebagaian anggota
masyarakat yang bekerja di sektor perkantoran merasa bosan, tetapi
di sisi lain justru lalu lintas yang dulunya padat kini tak sepadat pada
masa pandemi corona ini, pemukiman memang tidak sepi tapi
kebersamaan antar keluarga menjadi lebih erat karena mereka
beraktivitas di rumahnya.
***
Namun dampak lainnya bagi masyarakat kelas menengah yang
harus berjuang mencari nafkah, kondisi ekonominya berbeda dari
dulu, ekonomi mereka kini mulai rendah saat masa pandemi corona,
tetapi walau mereka khawatir mengenai virus corona namun mereka
tetap beraktivitas seperti biasa agar kehidupannya dapat terus
berjalan. Seperti Pak Amat dia adalah seorang pedagang mie ayam
ia juga khawatir mengenai corona, namun dia tetap berjualan mie
ayam untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Dulu Pak Amat berjualan mie ayam di warung rumahnya dan
dagangannya cukup laris tapi semenjak meluasnya berita virus
corona masyarakat jarang lagi yang berbelanja ke warung mie ayam

27
Pak Amat, bahkan terkadang juga tidak ada lagi yang belanja di sana,
sejak bebarapa waktu warung Pak Amat tampak sepi, beberapa meja
makan yang di sediakan tak satupun pembeli di sana, walaupun
belum ada masyarakat yang terkena covid-19 tapi mereka semua
sangat khawatir mengenai itu, rata-rata omset pedagang makanan
disana menjadi rendah, kini masyarakat lebih memilih di rumahnya
saja, mereka jarang membeli makanan jadi, bahkan ada juga yang
memesan barang melalui online, tapi karena warungnya sepi demi
memulihkan ekonomi Pak Amat ia pun harus menutup warungnya
dan memilih berjualan mie ayam dengan menggunakan gerobak
untuk mengelilingi kampung. Ia berjualan mie ayam untuk
sementara waktu saja selama warungnya tidak ada pembeli.

Selain itu anak Pak Amat bernama Rangga kini hanya bersekolah
atau melalukan pembelajaran secara online dengan tetap di rumah
saja selama masa pandemi covid masih berlangsung. Kadang istri
Pak Amat mengeluh ketika pulang dari pasar karena bahan makanan
dan kebutuhan pokok yang harganya melonjak naik, tidak seperti
biasanya, dan ketika perjalanan pulang kerumahnya biasanya bu
Erla bertegur sapa dengan masyarakat sekitar, namun kini berbeda,

28
mereka nampak saling menghindar ketika bertemu di jalan , mereka
yang lewat berjalan dan menggunakan masker, nampak sekali bahwa
mereka sangat takut akan virus korona, ketika bu Erla menyapa
warga lainnya dengan iseng menanyakan kabar mereka hanya
menjawab dengan singkat dan berlalu saja.
***
Percakapan atara warga sekitar:
"Kapan sih penyakit ini hilang. Lama sekali. Tahu gak uangku lama-
lama habis tapi modal ngga ada lagi”.
"Iya, semua takut kena corona".
"Tapi apa benar berbahaya kan katanya gejalanya hanya mirip flu
biasa?".
"Lah, katanya berita sih begitu, memang berbahaya kan flunya
sebagai tanda penyakit corona tapi bukan flu aja demam juga sesak
nafas dan lainnya”.
“Waduh kok gejalanya banyak ya“.
“Ya begitulah Baca saja di media online itukan sudah ramai di
perbincangkan".
"Aduh, kalau begini terus ekonomi kita bagaimana ?".

29
“Tapi kini toko sudah bayak yang tutup, terus kita belanjanya
lumayan sulit”.
“Mending ngga usah beli makanan jadi, kali semua masak saja
makannya sendiri di rumah kalian”.
“Iya juga itu solusi bagus, tapi walaupun kita tidak beli makanan jadi,
tapi kan bahan makannya juga di beli kita juga beli sayur dan lain
lainnya untuk kebutuhan sehari hari, yang pentingkan kita bisa jaga
kebersihan”.
“Itu dia, tapi mending kita waspada saja, jaga kesehatan jangan
keluar rumah kalau tidak penting, aku takut deh karena katanya
kalau terkena korona diisolasi”.
“Mending kita ngga usah belanja makanan jadi, takutnya kan
makanannya yang di jual itu kena virus korona”.
“Ya pinter aja pilih makanannya, jangan yang tidak tertutup yang
bersih dan higenis aja”.
“Bukan hanya makanan, kan korona bisa menempel di barang juga,
jadi kalau beli barang baju atau apa di usahakan di semprot dulu
handsinitizer”.

30
“Tapi memangnya handsinitizer itu di jual dimana? kok ngga ada di
toko kampung bahkan di sebelah kampung juga ngga ada yang ada
hanya masker dan alat pelindung wajah.
“Iya, sekarang tuh susah cari handsanitizer kalau ke kota juga kan
jalan lagi di tutup sementara karena lagi lock down”.

Begitulah semua warga merasa kebingunan dengan menyebarkan


berita virus korona ini. Mereka takut dengan apa yang diberitakan di
tv dan berbagai media online.
Beberapa orang yang terkena batuk sudah diisolasi. Beberapa
sembuh tapi yang batuk semakin banyak. Ini meresahkan warga.
Banyak toko yang menutup tokohnya untuk sementara waktu ,mulai
dari yang berjualan makanan, pakaian dan lain lain.

Jakarta (ANTARA) - Merebaknya jumlah yang terinfeksi pandemi


COVID-19 di Indonesia direspon oleh beberapa kepala daerah dengan
mengeluarkan kebijakan untuk meliburkan sekolah sebagai bagian
dari jaga dan jarak fisik.

31
Ketika Pak Amat menonton berita tersebut di TV , Pak Amat sangat
khawatir dengan Rangga, Pak Amat menunggu Rangga pulang
sekolah. Selain itu Pak Amat juga mencemaskan Arsyi putri
sulungnya yang tengah berkuliah di Surabaya, Arsyi kuliah jurusan
kesehatan kini ia telah semester akhir dan tinggal menunggu kabar
untuk wisudanya.
Sesampainya Rangga di rumahnya
Rangga : “Assalamu’alaikum pak”.
Pak Amat : “Wa’alaikum salam nak, kamu sudah pulang, bagaimana
pelajaranmu di sekolah ?”.
Rangga : “Baik pak, tadi Rangga belajar matematika, bahasa arab,
dan bahasa inggris”.
Pak Amat : “Baiklah nak”.
Pak Amat : “Ibu di dapur lagi memasak makanan”.
Rangga : “Kalau begitu Rangga mau mengerjakan pr Rangga
Pak Amat : “Apa kamu tidak libur, bapak khawatir kalau kamu masih
sekolah di saat wabah corona ini, tadi bapak menonton tv, corona itu
sangat berbahaya dan virusnya sangat mudah menyebar luas, kalau
begini kan bapak khawatir”.

32
Rangga : “Tadi di sekolah sudah di umumkan pak bahwa mulai besok
sudah libur sekolah selama masih ada pandemi corona”.
Bu Erla : “Jadi kamu belajarnya bagaimana ?”.
Rangga : “Nah sekarang semuanya serba online ibu selain sekolah,
kampus juga banyak diliburkan. Libur dalam arti bukan untuk
liburan melainkan mengganti proses belajar yang biasanya dilakukan
dengan cara konvensional, diganti dengan belajar daring”.
Bu Erla : “Kalau begitu baguslah nak ibu dan bapak sekarang tidak
terlalu khawatir”.
Pak Amat : “Belajar online sepertinya bagus juga. Jangan sampai siswa
diliburkan namun tidak pernah mempelajari pelajarannya di rumah.
bu telfon Arsyi dulu bapak khawatir bagaimana kabar Arsyi di
Surabaya, apalagi kini kabar menyebarnya virus corona semakin
membuatku khawatir”.
Bu Erla : “Tunggu sebentar pak, aku akan menelfon Asryi”.
***
Percakapan antara Bu Erla dan Arsyi di telfon:
Bu Erla : “Assalamu’alaikum nak’’
Arsyi : “Wa’alaikum salam ibu apa kabar ?”.
Bu Erla : “Iya nak alhamdulillah ibu sehat”.

33
Arsyi : “Bapak dan Rangga mereka sehat juga kan?”.
Bu Erla : “Alhamdulillah sehat, keadaan kuliah kamu bagaimana nak,
kamu kira kira libur tidak ? terus kamu pulangnya kapan?”.
Arsyi : “Kuliahnya berjalan dengan baik bu, semua tugasku selesai
tepat waktu dan setelah menyusun skripsi kini tinggal menunggu
wisuda saja bu, tapi aku akan pulang kampung besok bu, karena lagi
libur kuliah, dan bisa kuliah secara online juga, lagi pula aku sangat
rindu dengan keluarga kita terutama ibu, tadinya si aku mau
menelfon ibu, eh tapi ibu sudah menelfon aku duluan jadi sekalian
memberitahu ibu”.
Bu Erla : “Wah ibu senang sekali mendengarnya nak, apalagi kamu
mau pulang , ibu akan beritahu kabar ke bapak dan Rangga kalau
kamu mau pulang besok”.
Arsyi : “Iya bu”.
Bu Erla : “Baikalah nak, assalamu’alaikum”.
Arsyi : “Iya bu , wa’alaikumsalam”.
Bu Erla sangat senang mendengar arsyi akan pulang kerumahnya,
dia lalu memberi tahu ke pak Amat dan Rangga.

34
Bu Erla : “Pak arsyi besok akan pulang jadi kita harus mempersiapkan
semuanya pak, aku akan memasak mie ayam untuk arsyi ketika dia
tiba di sini”.
Pak Amat : “Kan perjalannannya cukup jauh jadi butuh behari hari
perjalanannya”.
***
Setelah dua hari kemudian Arsyi sampai di kampungnya Arsyi
sambil berjalan menuju rumahnya, masyarakat melihat Asryi
menyapanya. Sesampainya arsy di rumahnya.
Arsyi : “Assalamu alaikum bu, pak”.
Bu Erla : “Wa’alaikum salam nak, wah Arsyi sudah sampai di rumah
Pak Amat : (Bergegas menemui Arsyi) “Puriku Arsyi akhirnya kamu
pulang juga nak”.
Arsyi : “Rangga mana pak?”.
Pak Amat : “Itu si Rangga selalu belajar, tugas sekolahnya menumpuk,
dan dia belajar online, dia hanya memperhatikan handpondenya
berjam jam, kadang dia kelelahan mengerjakan semua tugasnya”.
Arsyi : (menghampiri Rangga) “kamu sibuk sekali ya Rangga,
kakaknya pulang tidak di perhatikan”.

35
Rangga : “Kakak, maaf aku tadi tidak mendengar kakak, aku lagi
kerja tugas aku kak”.
Arsyi : “Tapi kamu harus beristirahat juga jangan terlalu capek,
kenapa sih guru kamu selalu kasih kamu soal tugas, bisa saja kan dia
menjelaskan materi pelajarannya lebih rinci tanpa memberi terlalu
banyak tugas”.
Rangga : “Begitulah kak”.
Arsyi : “Bu, pak aku bawain oleh-oleh nih”.
Bu Erla : “Apa itu nak”.
Arsyi : “Untuk ayah baju muslim dan ibu baju untuk ibu, ini juga aku
beliin Rangga buku, hanya ini tapi semoga bermanfaat”.
Bu Erla : “Kamu pulang saja nak kami sudah senang, kami tidak
berharap untuk di bawaain oleh-oleh”.
Arsyi : “Aku kangen banget sama ibu, bapak dan adek bungsu ku ini
yang sabar banget, si Rangga”.
Bu Erla : “Ya sudah kamu makan ya, terus istirahat saja”.
Arsyi : “Baikalah bu”.
Bu Erla : “Ragga dan bapak ayo kita makan siang dulu, makanannya
sudah ada di meja”.
Rangga : “Baiklah bu” (sambil menaruh tasnya di meja).

36
Bu Erla : “Kini kita bisa membantu Rangga saat di belajar di rumah
siapa tau dia punya tugas yang dia kurang mengerti kita bisa bantu
menjawabnya”.
Rangga : “Memangnya bapak juga paham pelajaranku”.
Pak Amat : “Jangan salah nak, beginipun bapak mengerti berbagai
pelajaranmu sebab bapak dan ibu itu tamat sekolah SMA”.
Rangga : “Jadi kisah ibu dan bapak di mulai semasa SMA yah”,
(sambil tertawa).
Pak Amat : “Ibumu dulu itu siswi tercantik di SAM selain itu dia juga
sangat pintar kadang dia mengikuti berbagai lomba olimpiade di
sekolah dan dia selalu juara, saat ayah ikut olimpiade olahraga dan
ibumu olimpiade Bahasa Inggris di sanalah kami mulai mengenal
secara lebih dekat.
Rangga : “Kok bisa yah? Rangga heran kenapa ibu dan bapak baru
akrab ketika bersama sama ikut olimpiade kan ibu dan bapak satu
sekolah di SMA , apa ibu dan bapak jarang saling sapa ya?”.
Bu Erla : (sambil tertawa) “Bapakmu itu dulu orangnya pendiam,
jarang bergaul jadi bagaimana caranya dia mau pendekatan sama ibu
kalau begitu”.
Rangga : “Begitu pak”, (Rangga tertawa).

37
Bu Erla : “Kamu fokus de sama tugasmu jangan bahas itu terus”.
Rangga : “Baiklah pak, bu terima kasih atas perhatiannya ke aku”.
Bu Erla: “Iya sama sama nak”.
Pak Amat : “Kamu nanti segera belajar dan kerjakan PR-mu, jika ada
yang perlu di bantu bilang ke ibu dan bapak jangan sungkan”.
Rangga : “Iya pak”.
Rangga pun tidak luput dari kebahagiaan karena ternyata ia lebih
gembira saat belajar dia rumah bersama orang tuanya ia tertawa
dengan bahagia ketika mendengar cerita ayah dan ibunya semasa
SMA dulu, Rangga menganggap orang tuanya sebagai gurunya di
rumah.
***
Ke esokan harinya pak Amat mengingatkan Rangga agar selalu
menjaga kebersihannya seperti saat dia keluar rumah atau pun juga
di rumah dengan menjelaskan berbagai cara menjaga kebersihan
agar Rangga dapat menerapkannya, Rangga duduk bersama ibunya
mendengarkan ayahnya menjelaskan itu berdasarkan apa yang dia
nonton dari tv.

38
Salah satu cara menjaga kebersihan yaitu:
1. Cuci tangan sesering mungkin
Cuci tangan secara teratur dan sesering mungkin dengan sabun
dan air atau bahan mengandung alkohol akan membunuh virus
yang mungkin ada di tangan kamu.
2. Terapkan social distancing
Jaga jarak minimal 1 meter dengan mereka yang batuk atau
bersih. Alasannya, ketika seseorang batuk atau bersin-bersin,
mereka menyemprotkan dari hidung atau mulut yang mungkin
mengandung virus. Jika terlalu dekat, kamu bisa menghirupnya
yang di takutkan apabila bersinnya mengandung virus covid-19.
3. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut
Jangan menyentuh barang sembarangan, mungkin virus
menempel di sana. Setelah terkontaminasi, tangan dapat
memindahkan virus ke mata, hidung, atau mulut kamu.
4. Aturan bersin yang benar
Pastikan kamu, dan orang-orang di sekitar untuk selalu
menutupi mulut dan menutupi hidung dengan tangan yang
ketika batuk atau bersin .

39
Rangga : “Wah Rangga belum sempat nonton di tv atau mencari tahu
di internet mengenai itu pak, soalnya tugas Rangga menumpuk dan
setiap hari sekolah online”.
Bu Erla : “Iya pak kalau bapak berjualan makanan bapak juga harus
memperhatikan kebersihan agar tetap sehat”.
Pak Amat : “Itu dia bu, kita semua harus menerapkannya menjaga
kebersihan agar kita semua tetap sehat”.
Bu Erla : “Ibu juga kalau mau memasak makanan semua bahan
makanan yang di beli dari pasar tetap di cuci bersih sebelum di
masak, agar debu dan virus yang menempel hilang”.
Pak Amat : “Makanan yang ku jual juga selalu ku tutupi ketika belum
ada pembeli agar tidak ada debu yang menempel saat berjualan mie
ayam”.
Bu Erla : “Begitupun makanan yang bapak jual bahannya ku cuci
bersih sebelum di olah menjadi mie ayam dan di jual”.
Pak Amat : “Kalau begitu bapak mau pergi beli masker dulu”.
Rangga : “Iya pak, hati hati di jalan”.
Pak Amat : “Iya nak”.
Saat Pak Amat melewati toko penjual masker tokohnya tertutup, Pak
Amat pun bergegas mencari masker ke warung sekitar tapi semua

40
masker sudah habis laris terjual sebab masker di cari masyarakat
untuk di gunakan agar terhindar dari debu. Pak Amat lalu bergegas
pulang, sesampainya di rumah.
Rangga : “Bagaimana pak, maskernya sudah ada?”. (tanya Rangga)
Pak Amat : “Toko penjual maskernya tertutup dan warung sekitar
juga maskernya sudah habis terjual”.
Rangga : “Mungkin di kampung sebelah masih ada yang menjual
masker”.
Pak Amat : “Besok bapak ke kampung sebelah mencari maskernya,
sebab masker itu mau bapak pakai saat berjualan mie ayam”.
***
Ke esokan harinya di pagi hari Pak Amat mengambil sepedanya.
Bu Erla : “Eh pagi begini bapak kok sudah ambil sepeda sih?”.
Pak Amat : “Bapak mau ke kampung sebalah mencari masker, karena
toko sekitar kampung tertutup dan masker di warung juga sudah
habis terjual”.
Bu Erla : “Oh iya pak, selain membeli masker kalau bapak melewati
warung beli juga bahan untuk membuat mie ayam”.
Pak Amat : “Memangnya bahan mie ayam sudah habis?”.

41
Bu Erla : “Iya pak semua bahan mie ayam sudah habis tapi kalau
bahan makanan sehari hari masih banyak dan cukup”.
Pak Amat : “Iya bu”.
Sesampainya di toko sebelah kampung Pak Amat mencari masker
dan akhirnya dia berhasil mendapatkan masker dan setelah membeli
masker Pak Amat bergegas pulang dan di perjalanan dia membeli
bahan mie ayamnya termasuk sayuran dan setelah itu dia pulang ke
rumahnya.
Bu Erla : “Eh bapak sudah pulang, bagaimana pak sudah beli masker
?”.
Pak Amat : “Iya bu maskernya sudah bapak beli”.
Bu Erla : “Kalau bapak tidak pagi-pagi kesana mungkin saja
maskernya habis lagi terjual”.
Pak Amat : “Iya bu, ini maskernya ibu kasih juga ke Rangga dan
Arsyi”.
Arsyi : “Maaf bu aku lupa beliin kalian masker waktu pulang”.
Bu Erla : “Ngga apa kok, kamu pulang dalam keadaan baik-baik saja
kami sudah bersyukur”.
Arsyi : “Jika masker disini laku terjual berarti penjual maskernya
untungnya meningkat, karena kan saat pandemi corona semua orang

42
khwatir akan virus ini, jadi mereka membeli masker untuk mereka
gunakan saat keluar rumah, kalau begitu sepertinya aku ingin
berbisnis jual handsinitizer”.
Bu Erla : “Memangnya kamu tahu cara membuat handsinitizer”.
Arsyi : “Ini pernah menjadi pelajaran kami bu dengan membuat
handsinitizer menggunakan bahan pelengkap, tapi itu butuh waktu
bu karena bahannya baru mau di beli dulu”.
Pak Amat : “Kamu mau jual handsinitizernya dimana”.
Arsyi : “Dirumah saja pak, nanti kalau handsinitizernya sudah
mencukupi untuk di jual, kan kalau bapak berjualan mie ayam di
kampung sekitar bapak bisa bilang ke masyarakat sekitar kalau Arsyi
jual handsinitizer, sebab di kampung ini masih jarang yang menjual
handsinitizer, handsinitizernya juga aman kok pak, sebab
handsinitizer kami pelajari sangatlah diteliti agar tidak ada
kesalahan”.
Pak Amat : “Baiklah nak”.
***
Pada hari Minggu Pak Amat pergi ke pasar untuk menjual mie
ayamnya, sejak PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hanya
pedagang sayuran yang masih banyak menjual di pasar, sedangkan

43
pedagang makanan rata rata sudah menutup warungnya, ia pun
khawatir terpapar covid 19 tetapi kekhawatirannya ia lawan demi
mencukupi kebutuhan keluarganya, awalnya dia mengira banyaknya
penjual makanan yang menutup warungnya maka mie ayamnya
akan laris sebab kini sangat jarang di pasar yang berjualan makanan,
namun ternyata tidak ada satupun yang membeli mie ayam Pak
Amat, dagangannya nampak sepi dari pembeli, orang-orang jarang
yang membeli makanan jadi, sebab mereka takut akan virus corona,
orang di pasar hanya melintasi dagangannya, kini sangat jarang
orang yang berbelanja makanan karena mereka takut bila penjual
makanannya terkena corona dan makanannya pun bervirus, Pak
Amat menyeru “Mie Ayam, Beli Dapat Diskon”, namun orang di pasar
tidak mempedulikannya. Pak Amat pun pulang di perjalanan ia
melintasi restoran yang pembelinya tidak banyak namun lumayan
katanya jika masih ada pembeli yang mau membeli makanannya
setidaknya dia masih punya modal untuk melanjutkan usahanya, dia
lalu pulang ke rumahnya sesampainya dirumah, dia murung
meratapi nasibnya bagaimana kini mie ayamnya sama sekali tidak
laku dari pada terbuang sia-sia Pak Amat pun membagikan ke
sekitar rumahnya.

44
Mereka bertanya
Bu Erla : “Kok Pak Amat bagi-bagiin mie ayamnya secara gratis
itukan dagangannya”.
Pak Amat : “Mie ayamnya tidak laku bu, jadi dari pada sia-sia dan
mubazir mending di bagikan saja”.
Bu Erla : “Mungkin Pak Amat menjual mie ayamnya jangan di pasar
saja coba berjualan di kampung sekitar siapa tau ada yang mau beli
dagangannya.
***
Sudah hampir seminggu lamanya sejumlah sekolah di kegiatan
belajar mengajar secara langsung/ tatap muka tidak berlangsung
sebagai antisipasi penyebaran virus corona atau (Covid-19), sesuai
instruksi pemerintah dan para guru dan siswa menggelar kegiatan
belajar mengajar di rumah mareka masing masing dengan
memanfaatkan teknologi digital. Ketika pak Amat pulang dan
sampai di rumahnya ia melihat Rangga yang belajar namun ia terihat
lelah.
Pak Amat : “Kamu sedang belajar pelajaran apa?”.
Rangga : “Aku lagi belajar Bahasa Inggris pak, dan banyak pelajaran
lainnya”.

45
Pak Amat : “Pantas kamu terlihat lelah, kamu istirahat saja kamu
harus tetap jaga kesehatan jagan sampai kamu sakit”.
Rangga : “Tugas ini mau di kumpul besok pak”.
Pak Amat : “Secara online kan”.
Rangga : “Iya pak, tugasnya dalam sehari bisa empat sampai lima
mata pelajaran. Setiap mapel dikasih tiga sampai lima soal tapi dalam
bentuk esai ataupun pilihan ganda”.
Pak Amat : “Besok kan bapak tidak pergi menjual makanan jadi besok
saja kamu kerja tugasnya dan ibu dan bapak juga akan membantu
kamu”.
Rangga : “Iya pak”.
***
Keesokan harinya Bu Erla bertanya ke Rangga.
Bu Erla : “Kamu mau kerja tugas?”.
Rangga : “Iya bu”.
Bu Erla : “Kamu memangnya mulai belajar online mulai jam berapa?”.
Rangga : “Mulai dari pukul 08.00-09.40, kemudian dilanjut pelajaran
lain mulai pukul 09.40- 11 30 WIB. Tugas yang diberikan oleh gurunya
pun bermacam-macam pelajaran bu”.
Bu Erla : “Aplikasi pembelajarannya apa?”.

46
Rangga : “Ada yang memanfaatkan video conference, dialog interaktif
melalui grup WA, classroom”.
Bu Erla : “Kalau aplikasinya ibu kurang mengerti”.
Rangga : “Terus ibu bantuin Rangga kerja tugasnya bagaimana?”.
Bu Erla : “Begini, kamu buka aplikasinya nanti kita baca sama-sama
soalnya terus ibu bantu kamu menjawab”.
Rangga : “Dan ada pula yang hanya menugaskan tanpa memberi
penjelasan”.
Bu Erla : “Memang pemberian tugas bagi siswa itu bagus untuk
melatih siswa rajin belajar dan mengerti materi pembelajarannya,
tapi kalau gurunya tidak menjelaskan lalu memberi tugas siswanya
kan tidak paham sebab materinya belum di pelajari jadi tidak di
mengerti, seharusnya kan gurunya mengajar menjelaskan agar
siswanya lebih paham materi pelajarannya”.
Rangga : “Penyebab Rangga kesulitan mengerjakan tugas Rangga
yang terlalu banyak”.
Bu Erla : “Sini ibu bantu kerja tugasnya, pelajaran bahasa arab dulu
ya”.
Rangga : “Iya bu”.

47
Bu Erla dan Pak Amat membaca soal tugas Rangga dan membantu
Rangga menjawab soalnya, setelah itu di lanjut pelajaran yang lain
Bu Erla : “Nah tugasnya sudah selesai dan jawabannya kamu kirim
saja di aplikasi belajarmu”.
Rangga : “Iya bu, wah ternyata hasilnya jawabannya memuaskan bu,
ternyata ibu dan bapak pintar juga mengenai pelajaranku”.
Bu Erla : “Kan itu dulu sudah di pelajari ibu dan bapak sewaktu
sekolah”.
Pak Amat : “Bapak dan ibu dulu termasuk siswa yang pintar sebab
ibumu rangking satu, bapak ragking dua dan dulu kami satu sekolah
di SMA”.
Rangga : “Ibu dan bapak hebat, mantap (sambil tersenyum Rangga
memuji ibu dan ayahnya), terima kasih ya bu dan bapak karena
membantu Rangga mengerjakan tugas”.
Bu Erla : “Iya sama-sama”.
Kini ekonomi Pak Amat sekeluarga pun semakin rendah, dia mau
usaha, tapi modalnya kurang, dia sangat bingung kemudian ke
esokan harinya ia mulai mencoba beerjualan di kampung sekitar.
Pak Amat : “Mie ayam ayo beli mie ayamnya dapat diskon”.

48
Masyarakat yang lewat tidak merespon, tiba tiba ada orang yang
bilang emang mie ayamnya higenis.
Pak Amat : “Sayurannya di cuci bersih beserta bahan lainnya”.
Bu Lilis : “Terus mie ayamnya nggak pake formalin kan?”.
Pak Amat : “Tidak bu, mie ayam yang saya jual tidak pake formalin
menggunakan bahan yang bersih dan segar”.
Bu Lilis : “Kan dagangan Pak Amat tidak laku dari kemarin jadi wajar
dong kalau saya bertanya”.
Pak Amat : “Bu, dagangan saya memang tidak laku dari kemarin tapi
saya tidak pernah curang dalam berdagang saya takut dosa, bahkan
mie ayam yang tidak laku sebagian dibagikan kemasyarakat sekitar
agar tidak mubazir dan bukan untuk diolah kembali, kalau Bu Lilis
tidak percaya silahkan pergi bertanya disana”.
Bu Lilis : “Santai aja dong pak, saya kan cuma bertanya”.
Pak Amat : “Saya nggak marah bu, kan saya juga hanya menjawab
pertanyaan dari ibu, supaya ibu tidak salah paham, yah kalau begitu
saya mau lanjut jualan mie ayam saya bu”.
Pak Amat kemudian kembali mendorong gerobaknya untuk menjual
mie ayamnya, terkadang ia singgah duduk di pinggir jalan sambil
beristirahat karena lelahnya mendorong gerobaknya.

49
Tiba tiba ada pengemis yang lewat di dekatnya Pak Amat merasa
kasihan melihat pengemis yang sedang kelaparan itu kemudian Pak
Amat memberikan beberapa bungkus mie ayam kepada pengemis
itu, pengemis tersebut berterimah kasih kepada Pak Amat dan
mendo’akannya agar mie ayamnya dapat laris. Waktu menjelang sore
dagangan Pak Amat pun tak kunjung laku dia pun pulang ke
rumahnya. Sesampai dia dirumah Rangga melihat Pak Amat
kelelahan dari menjual mie ayam
Rangga : “Bapak sepertinya kelelahan”.
Pak Amat : “Iya nak, dagangan mie ayamnya tidak laku karena
masyarakat jarang membeli makanan jadi meraka takut corona”.
Rangga : “Bapak yang sabar ya, aku akan memijit kaki bapak”.
Pak Amat : “Kamu memang anak shalih, baik, kamu sangat
menyayangi ibu dan bapak”.
Bu Erla : “Ini air minumnya pak, setelah ini bapak makan dan
istirahat saja”.
Pak Amat : “Iya bu”.

50
Setelah pak Amat makan dia bertanya ke Rangga
Pak Amat : “Tugas kamu sudah selesai?”.
Rangga : “Tadi Rangga sudah menyelesaikan tugasnya. Sebab, tugas
yang diberikan pada hari itu harus langsung dikumpulkan, jika tidak
maka akan menumpuk keesokan harinya”.
Pak Amat : “Tapi kamu juga istirahat kalau lelah kerja tugasnya”.
Rangga : “Iya pak”.
***
Keesokan harinya Pak Amat pergi lagi berjualan mie ayam, mie
ayamnya sudah ada yang laku, tapi belum selaris dulu dan tetap saja
itu belum cukup untuk memulihkan modalnya, meski begitu dia
tetap bersemangat berjualan mie ayam, dia tidak ingin jika
ekonominya semakin terpuruk, dia selalu bersemangat, dia ingin
mengatasi ekonominya, namun tak pernah sekalipun di benak Pak
Amat untuk ingin berjualan curang, dia tidak ingin menjual mie
ayam berformalin, sebab ia takut akan merugikan.

Bu Erla ingin membuka usaha lainnya dengan menjual makanan di


rumahnya seperti gorengan, jalangkote, bakwan, dan lainnya, dan
ketika Bu Erla memulai usahanya awalnya tidak ada pembeli dan

51
ketika Rangga memberi tahu temannya bahwa ia menjual gorengan
dirumahnya teman Rangga membeli dagangannya, karena gorengan
harganya lumayan irit menurut mereka, tak jarang ada juga
masyarakat sekitar yang membeli dagangan Bu Erla namun mereka
jarang yang membeli makanannya karena mereka lebih memilih
makanan yang mereka kira lebih higenis seperi di retoran kota.
Padahal makanan Bu Erla juga higenis, hanya saja kekhawatiran
masyarakat tidak yakin dengan semua makanan yang di dagangkan
di warung. Rangga juga bersemangat membantu ibunya menjual
gorengan, kesulitan ekonomi keluarganya membuat Rangga
berusaha membantu usaha orang tuanya, meski sulit namun ia tidak
mengeluh, jika tugas sekolahnya selesai ia langsung bergegas
membantu ibunya, penghasilan dari hasil berjualan gorengan
tidaklah besar, namun ibunya menggunakannya untuk mencukupi
kebutuhannya dan sebagian ia tabung untuk modalnya berjualan
gorengan, pukul 5 subuh Bu Erla selalu bangun dan mulai mambuat
gorengannya, dan ia pun membantu Pak Amat membuat mie ayam
untuk di jualnya, Rangga tak diam saja ia dan kakaknya Arsyi juga
membantu ibu dan ayahnya, Bu Erla tak pernah menyerah untuk
berusaha ia ingin membantu Pak Amat untuk memulihkan kembali

52
ekonomi keluarganya, awalnya ia ragu tapi sebab ia mengatakan mie
ayam Pak Amat tidak laku ia khawatir dengan gorengannya jika tidak
laku juga, namun rasa ragunya ia singkirkan, dia sempat kesulitan
dalam mengatur keuangan modal usahanya, sebab sebagian hasil
penjualan mie ayam, dan gorengan, di jadikan sebagai modal usaha
ia kembali, selain itu sebagian modalnya juga digunakan untuk
membeli kebutuhan sehari hari. Di pagi hari Rangga mulai
membantu ibunya berjualan gorengan.
“Gorengan...gorengan...’’, teriak Rangga.
Masyarakat yang lewat memperhatikannya
Bu Lilis : “Eh Rangga jualan gorengan, aku mau beli dong bakwannya,
5000 aja dulu”.
Rangga : (sambil membungkus gorengannya) “Gorengannya yang
pedas ngga bu ?”, tanya Rangga.
Bu Lilis : “Engga usah, yang biasa aja”.
Rangga : “Iya ini gorengannya”.
Bu Lilis : “Kenapa Bu Erla jualan gorengan kan dulu cuma jualan mie
ayam”.
Bu Erla : “Untuk memulihkan modal usaha, di rumah saja bukan
berarti hanya diam saja, kita juga harus mencari usaha lainnya”.

53
Bu Lilis : “Kan Pak Amat tetap menjual mie ayam”.
Bu Erla : “Tapi mie ayamnya ngga selaris dulu lagi”.
Bu Lilis : “Terus, kenapa Pak Amat tidak menjual mie ayamnya di
warung saja, dia menjual mie ayamnya keliling kampung, kan
gerobaknya itu berat.
Bu Erla : “Kan warungnya sepi pembeli jadi dia menjual mie ayamnya
keliling kampung menggunakan gerobak, tapi untuk sementara
saja”>
Bu Lilis : “Ini uang gorengannya Rangga.
Kemudian Bu Lilis memakan gorengannya beberapa menit kemudian
Bu Lilis menjerit kalau gorengannya membuatnya sakit perut, Bu Lilis
menuduh Rangga dan Bu Erla menggunakan bahan pengawet di
gorengannya
Bu Erla : “Gorengan ini baru di goreng dan bukan bahan basi yang di
beri pengawet agar tahan, Bu Lilis jangan asal ngomong yah”.
Bu Lilis : “Terus kenapa gorengannya lembek begitu, kalau engga
basi”.
Bu Erla : “Kan gorengannya dingin jadi lembek bukan basi”.
Masyarakat memperhatikan pertengkaran mereka, Bu Erla membela
dirinya agar masyarakat tahu bahwa ia bukanlah pedangang curang.

54
Bu Lilis : “Nggak usah banyak alasan deh”.
Bu Erla : “Ini bukan alasan, tapi kamu saja yang asal ngomong, kalau
nggak mau beli gorengannya ngga usah, tapi jangan asal menuduh
dong, disini tidak ada kecurangan, semuanya higenis“.
Masyarakat tidak mempercayai apa yang Bu Lilis tuduhkan, mereka
membela Bu Erla karena mereka tahu bahwa Bu Erla orang yang baik
tidak mungkin ia curang.
“Eh Bu Lilis jangan asal tuduh, Bu Erla nggak mungkin curang kami
tahu dia orang baik, kata masyarakat lainnya, Bu Lilis juga menuduh
Pak Amat menggunakan formalin di mie ayamnya terus menuduh Bu
Erla pake bahan pengawet gorengan, jangan asal ngomong”.
Bu Lilis : “Susah deh menjelaskan sama kalian nggak mau percaya dia
itu pake pengawet di gorengannya”, (sambil marah karena tidak ada
yang percaya dengan perkataan Bu Lilis dia pergi berjalan menjauhi
rumah Bu Erla, sebab masyarakat tidak mempercayainya).
Rangga : “Bu yang sabar ya kebohongan pasti akan terungkap,
kejahatan pasti akan kalah bu”.
Bu Erla : “Iya nak, ibu berusaha sabar, tapi perkataan Bu Lilis itu
kelewatan”.
***

55
Ke esokan harinya Bu Erla dan Rangga saat pagi hari menyiapkan
dagangan gorengannya di depan rumahnya, dinginnya angin
mengeringkan kulit mereka, tetapi tak mengurangi semangat Rangga
untuk membantu ibunya, ketika berjualan gorengan terkadang ia
melihat temannya lewat bermain sepeda, sedangkan ia hanya fokus
belajar dan membantu orang tuanya, dengan cara membantu ibunya
berjualan gorengan, ketika belum ada pembeli gorengan, terkadang
ia duduk sejenak sambil membaca bukunya dari tas yang selalu ia
bawa di punggungnya.
“Temannya terkadang berkata Rangga jangan kelamaan membaca
nanti kamu di juluki kutu buku sambil tertawa”, tetapi Rangga tidak
mempedulikannya. Rangga sangat pengertian ke ibunya dia tidak
ingin jika ibunya kecapean menjual gorengan, jadi dia membantunya
menjual gorengan.
Ketika Bu Lilis melintas dan hampir saja terserempet motor Rangga
langsung berlari mendorongnya ke pinggir jalan, sehingga motor
tersebut tidak menyerempet meraka, Bu Lilis kaget, karena yang
menolongnya adalah Rangga yang telah dia tuduh berjualan
gorengan berpengawet, dia juga mengingat saat menuduh Pak Amat
berjualan mie ayam menggunakan bahan formalin, namun mereka

56
tidak dendam dan tetap bersikap baik terhadapnya, dia sadar bahwa
dia salah karena menuduh mereka, Bu Lilis langsung menghampiri
Bu Erla dan meminta maaf kepada Bu Erla dan Rangga ia juga
mengatakan ke Bu Erla untuk menyampaikan maafnya ke Pak Amat
karena dia dulu menuduhnya berjualan mie ayam dengan formalin
dan Bu Lilis mengatakan kepada warga sekitar bahwa sebenarnya dia
hanya berpura-pura sakit perut ketika makan gorengan Bu Erla, dia
hanya ingin jika tidak ada yang membeli gorengan Bu Erla dan Bu
Erla rugi, tapi Bu Lilis salah karena itu ia meminta maaf dan
menjelaskan itu ke masyarakat sekitar.
“Memang kami tidak percaya dengan perkataan Bu Lilis”, kata salah
satu masyarakat.
Kemudian telfon Rangga berbunyi dan yang menelfonnya Anti teman
sekelasnya.
Anti : “Halo Rangga apa kabar?”.
Rangga : “Alhamdulillah kabar baik”.
Rangga : “Kamu bagaimana?’.
Anti : “Iya alhamdulillah kabar baik”.
Rangga : “Ada apa kamu menelfon?”.

57
Anti : “Hanya ingin bertanya tugas bahasa arab kamu sudah selesai
atau belum?”.
Rangga : “Iya sudah selesai”.
Anti : “Aku mau bertanya tugas kamu nilainya bagus kan”.
Rangga : “Iya bagus karena ibu dan bapakku yang mengajariku
mengerjakan tugas ku”.
Anti : “Ibu dan bapak kamu pintar ya?”.
Rangga : “Iya terima kasih atas pujiannya, bagaimana dengan nilaimu
?”.
Anti : “Alhamdulillah nilainya bagus juga ibu aku juga dan bapakku
yang mengajariku mengerjakan tugas”.
Rangga : “Wah ibu dan bapakmu pintar juga”.
Anti : “Iya terima kasih pujiannya”.
Rangga : “sama-sama”.
Anti : “Aku lebih senang jika belajar di rumah walaupun tugas banyak
tapi aku bisa bersama keluarga”.
Rangga : “Iya”.
Anti : “Eh jaringan hp kamu bagus ngga di situ”.
Rangga : “Terkadang jaringannya kurang bagus”.

58
Anti : “Kamu tau nggak tugas itu tuh susah banget ya, gurunya nggak
menjelaskan lebih detail materi pelajarannya terus tugas aja, tugas ini
menumpuk kalau tidak di kerjakan, ada juga guru yang tidak
menjelaskan materinya terus tugas lagi”.
Rangga : “Soalnya juga terlalu berbelat-belit”.
Anti : “Oh iya, kok hp kamu online terus, kamu memangnya main
game online?”.
Rangga : “Tidak kan aku kerja tugasnya, jadi hpku ku aktifkan,
supaya jaringannya bagus, aku itu tidak suka main game online”.
Anti : “Iya”.
Rangga : “Baguslah kalau begitu”.
Anti : “Eh iya Rangga ada lomba menuli novel, kamu mau ikut nggak,
hadiahnya lumayan loh kalau juara”.
Rangga : “Kamu memangnya mau ikut lomba?”.
Anti : “Nggak sih aku kan ngga suka menulis novel, cuma aku
memberitahu kamu informasi ini karena kamu penulis novel, kamu
mau ikut lomba tidak ?”.
Rangga : “Sebenarnya aku nggak punya kesempatan untuk itu karena
aku bantuin ibuku jualan gorengan, untuk membantu ayah dan ibu
memulihkan ekonomi”.

59
Anti : “Kamu rajin banget ya, tapi kan kakak kamu itu sangat pintar
menulis novel, kan sayang jika bakatmu di sia-siakan, menurutku
kamu ikut saja lombanya, kan nggak ribet cuma lewat online saja,
kamu juga bisa mengembangkan potensimu, mungkin saja kan
kamu bisa menjadi penulis novel yang hebat”.
Rangga : “Aku tidak tahu deh”.
Anti : “Ya kalau begitu terserah kamu saja, itukan cuma saran saja,
lagi pula aku tahu kamu itu nggak suka pamer bakat kamu”.
Rangga : “Aku nggak bisa”.
Anti : “Ya sudah, kamu tahu kan tugas Bahasa Inggris itu susah, terus
kamu kerja tugasnya pake google nggak”.
Rangga : “ya nggak lah”.
Anti : “Kamu memang pinter Rangga”.
Rangga : “Aku nggak bisa ikut lomba menulis novelnya”.
Anti : “Ya sudah aku mau lanjut kerja tugas lain”.
Rangga : “Iya”.
Selesai menelfon Bu Erla bertanya.
Bu Erla : “Siapa itu yang menelfon nak?”.
Rangga : “Anti bu, teman sekelasku”.

60
Ibu Erla pun selalu menasehati untuk tidak berlama-lama dengan
handphone.
Rangga : “Iya baik bu”.
***
Keesokan harinya Rangga keluar rumah dan temannya meneriakinya
dan mengajak Rangga bermain monopoli tapi Rangga menolak
karena ia ingin fokus belajar, Rangga cuek dari segala permainan, dia
pun sangat tidak meyukai game, mungkin teman- temannya hobi
bermain monopoli ataupun bermain game di hp mereka, tapi Rangga
sama sekali tidak terpengaruh, sebab ia tahu game itu hanya
menyebabkan seseorang bermalas-malasan, dan dia sangat
menghindari itu, sebab ia tidak ingin menjadi pemalas.

Ke esokan harinya Pak Amat mulai berdagang lagi di kampung


sebelah, panasnya siang meletihkan Pak Amat.
Keringat mengalir di sela-sela topinya. Pak Amat memegang ujung
handuknya untuk mengelap keringatnya. Ia mendesah melihat
gerobak mie ayamnya. Gulungan mie yang berada di baskom baru
berkurang dua. Biasanya saat makan siang, gulungan mie itu sudah
hampir habis. Sudah seminggu ini dagangannya sepi. Sejak masa

61
virus corona perlahan dagangannya menjadi sepi. Semakin hari
semakin berkurang pembelinya. Pintu-pintu gang menuju kampung
lain sebagian tertutup semenjak di berlakukannya lockdown,
pemberlakuan lockdown sebagai upaya mencegah laju penyebaran
virus corona, dengan adanya lockdown masyarakat hanya di rumah
saja, sebagian jalan menuju antar desa di tutup kemudian ada
seseorang yang lewat menyemprotkan desinfektan Pak Amat pun
langsung menutup panci mie ayamnya dan metutup kaca gerobak
mie ayamnya agar semprotan disinfektan tidak menempel di mie atau
sayurannya.

Terkadang Pak Amat ingin berhenti berjualan mie ayam untuk


sementara karena dia juga takut akan virus korona tapi ia harus tetap
berjualan mie ayam agar tetap bisa memenuhi kebutuhan
keluarganya, dia ingin bisnis lain tapi modalnya kurang, jadi dia
hanya menjual mie ayam. Dulu dagangan mie ayamnya lumayan laku
terjual dan terkadang juga habis terjual namun semenjak pandemi
virus corona orang jarang membeli mie ayamya, ia hanya berharap
semoga virus conona cepat hilang, karena wabah corona sangat
meresahkan warga sekitar selain berdampak bagi pendidikan juga

62
berdampak ke ekonominya, Pak Amat berkata tidak tahu bagaimana
corona tiba tiba muncul di Indonesia padahal dulu virus corona tidak
pernah ada, apakah virus itu di ciptakan manusia atau virus itu
muncul bagaimana ia heran, tapi ia berkata bahwa orang yang
meyebabkan atau menciptakan virus corona adalah orang yang
berdosa. Terkadang ia jengkel karena banyak orang yang menjual
masker dengan harga yang melonjak padahal dulu saat keadaan
stabil masker hanya murah tidak semahal itu, sepertinya pedagang
itu mengambil keuntungan dari penjualan masker, tapi kan itu
merugikan bagi pembeli maskernya.

Terlalu panas, katanya. Ia melihat sebuah pos ronda dan dengan


cepat melaju ke arahnya. Ia duduk dan mengeluarkan sebotol air
minum. “Aduh, sampai kapan harus begini?”, katanya.
Ini satu-satunya mata pencahariannya. Apa yang harus ia lakukan
jika PSBB benar-benar diterapkan di kotanya. Otaknya seperti tak
bisa berhenti berpikir mencari jalan agar ia dan keluarganya tetap
bisa mempertahankan ekonominya selama wabah corona ini. Tiba-
tiba ada sebuah motor yang mendekati gerobak mie ayamnya.
"Pak, beli, Pak. Empat bungkus ya", katanya.

63
"Komplit ya?", tanya Pak Amat.
"Iya, Pak. Ekstra pangsit ya, Pak", lanjut pembeli tersebut.
Salah satu anak yang duduk di boncengan mendekati gerobak mi
ayam.
"Dagangan mie ayamnya sepi ya, Pak", katanya.
"Iya, mas. Tapi alhamdulillah masih ada yang beli kok", kata Pak
Amat tersenyum.
Tapi padahal maksudnya mie ayamnya hanya sedikit yang beli.
"Terus, kalau sisa, mie nya diapakan, Pak? Bukannya mie hanya bisa
bertahan sehari saja, Pak?"
"Sisanya dimakan sendiri, Mas. Ya mau bagaimana lagi, daripada
terbuang sia-sia dan rejeki kan harus di syukuri”, ujar Pak Amat.
"Apa tidak bosan makan mi ayam setiap hari, pak?”, tanya salah
seorang anak yang lain.
"Ya tidak Mas. Tapi Rangga Anak saya sampai bilang mukanya sudah
mirip gulungan mie katanya, (Pak Amat sambil tertawa). Tapi
terkadang jika mie ayamnya tidak laku juga di bagikan di masyarakat
sekitar”, tambah Pak Amat.
Kedua orang itu terdiam melihat Pak Amat menyiapkan pesanan.
"Yang sabar ya, Pak. Kalau nanti coronanya sudah pergi, pasti orang-

64
orang jadi shopping. Setiap ada penjual makanan lewat pasti ingin
dibeli”.
“Dulu si semenjak belum ada virus korona dagangan mie ayamnya
cukup laris, tapi semenjak berita virus korona orang orang tidak mau
membeli mie ayam atau dagangan makanan yang siap jadi, sebab
mereka takut jika makannya terkena debu sehingga virusnya
menempel di makanan, padahahal mie ayam ini kan tetap higenis”,
ucap Pak Amat.
"Iya, Pak. Bapak sebaiknya di rumah saja bila semakin sepi, Pak.
Bapak juga harus menjaga kesehatan agar nanti bisa jualan lagi
setelah situasi membaik, Pak", kata yang lainnya.
"Betul, Pak. Daripada rugi juga, Pak, sudah mengeluarkan modal dan
harus makan mie ayam setiap hari”, timpa laki-laki lainnya.
Pak Amat terdiam mendengar saran kedua orang itu. Ada benarnya
juga kata mereka. Ia terdiam sambil terus menyiapkan pesanannya.
"Ini, Mas," kata Pak Amat sambil memberikan bungkusan
pesanannya.
"Harganya sama kan, Pak? untuk Bapak saja kembaliannya", kata
salah satu orang menyerahkan uang seratus ribuan.
"Ini banyak sekali, Mas," kata Pak Amat terharu.

65
"Kita juga jarang jajan kok, Pak", kata orang itu tersenyum.
"Yang sabar ya, Pak. Allah tidak akan pernah menguji kita jika kita
tidak mampu menghadapinya", ucapnya dan mereka pun berlalu.

Pak Amat terduduk lemas di pos rendah. Tiba-tiba airmatanya


mengalir pelan. Astagafirullah, kenapa aku harus mencemaskan hal-
hal yang seharusnya tidak aku pikirkan karena Engkau pasti
menjamin rejekiku, katanya di dalam hati. Ia menunduk agak lama
di pos ronda itu. Setelah agak tenang, ia mendorong gerobaknya
pelan, menuju ke rumahnya.

Sesampainya di rumahnya istri pak Amat Bu Erla meyiapkan


makanan untuknya.
Bu Erla : “Dagangannya ada yang laku nggak?”.
Pak Amat : “Ada yang beli tadi empat bungkus mie ayam bapak?”.
Bu Erla : “Oh iya pak jadi mie ayam besok yang ingin di jual besok
porsinya di kurangi atau bagaimana”, tanya Bu Erla.
Pak Amat : “Jangan Bu porsi mie ayamnya seperti yang biasanya saja”.
Bu Erla : “Baiklah”.

66
Kemudian Rangga berkata
Rangga : “Muka ini hampir mirip gulungan mie selalu makan mie”.
Bu Erla : “Eh kamu tidak boleh bilang begitu kita harus selalu
bersyukur atas rejeki yang diberikan kepada kita jangan mengeluh,
karena jika kita rajin berusaha dan berdo’a kepada Sang Maha Kuasa
pasti ada kemudahan dan pekerjaannya kan yang penting halal”,
kata Bu Erla sambil menasehati Rangga.
Rangga : “Iya bu, maaf ya bukannya bermaksud mengeluh tapi hanya
bercanda”, kata Rangga sambil tersenyum.
Pak Amat : “Kita harus tetap selalu bersyukur jangan pernah
mengeluh”.
Arsyi : “Tapi mie ayamnya mantap pak, ibu memang pandai memasak
mie ayam”.
Rangga : “Ibu itu terhebat deh”.
Arsyi : “Iya”.

Pak Amat merasa sedih karena ekonomi keluarganya yang semakin


rendah, dia mengingat saat dia melewati restoran yang pembelinya
lumayan ramai, dia pun berfikir bahwa jika makanan restoran itu
laku mungkin karena masyarakat mengira di sana itu higenis, jika

67
begitu mungkin ini juga dapat dia terapkan ketika berdagang mie
ayam. Pak Amat menceritakan itu ke Arsyi, Bu Erla dan Rangga,
kemudian Asryi memberi saran ke pak Amat dia mengatakan walau
hanya menggunakan gerobak tapi kan yang penting higenis dari
dulu mie ayam yang bapak jual kan higenis tetapi untuk meyakinkan
masyarakat bahwa dagangan mie ayam itu bersih dan higenis
sepertinya bapak saat menjual mie ayam harus memakai masker dan
alat pelindung wajah dan juga sarung tangan ketika menjual mie
ayam.

Keesokan harinya Arsyi pergi ke toko sebelah kampungnya membeli


bahan bahan untuk membuat handsanitizer selain itu Arsyi juga
membeli pelindung wajah dan juga kaos tangan ketika pulang dan
sampai di rumahnya Arsyi lalu membuat handsanitizer untuk di
gunakan Pak Amat ketika berjualan mie ayam. Arsyi sangat teliti
dengan memilih takaran bahan untuk handsanitizer nya, kemudian
ketika handsanitizernya sudah jadi, Arsyi memberikan itu ke Pak
Amat untuk bapaknya gunakan ketika menjual mie ayam di pasar.
***

68
Keesokan harinya Pak Amat mulai berjualan lagi di pasar dengan
menggunakan APD lengkap masker, alat pelindung wajah dan
menggunakan sarung tangan, bahkan dia telah menyiapkan
handsanitizer untuk mencuci tangannya dan Pak Amat juga
menyiapkan sabun untuk mencuci tangan bagi para pembeli mie
ayamnya. Masyarakat yang lewat di sekitar gerobak mie ayam Pak
Amat memperhatikan gerobak mie ayamnya yang higenis. Tak lama
kemudian pembeli mie ayamnya pun berdatangan untuk membeli
mie ayamnya. Saat mie ayamnya Pak Amat laku, Pak Amat juga
memberitahu ke masyarakat sekitar bahwa putrinya Arsyi menjual
handsanitizer bahwa jika ada yang mau membeli handsanitizernya
jangan ragu sebab Arsyi sangat teliti dalam membuat
handsanitizernya apalagi arsy juga telah mempelajari seputar
kesehatan sebab dia jurusan kesehatan, Pak Amat sangat senang
ketika melihat mie ayamnya laku, orang membeli mie ayam pak Amat
karena mereka mengatakan mie ayam Pak Amat higenis, para
pembeli antusias membeli dagangan mie ayam Pak Amat. Beberapa
jam kemudian mie ayamnya sudah habis tetapi masih ada juga yang
ingin membeli mie ayam Pak Amat, Pak Amat mengatakan mie
ayamnya sudah habis. Pak Amat pun membereskan barang dan

69
dagangannya lalu, mendorong gerobaknya dan bergegas pulang ke
rumahnya. Sesampainya ke rumahnya Pak Amat meneriaki Bu Erla
dan menceritakannya kepada Bu Erla dan Rangga dan Arsyi bahwa
dagangan mie ayamnya laku habis, Bu Erla tersenyum senang dan
bersukur karena akhirnya dagangan mie ayam Pak Amat laku.

Keesokan harinya Pak Amat, Bu Erla dan Rangga pagi-pagi


menyiapkan dagangan mie ayam Pak Amat dengan porsi yang lebih
banyak lagi, Arsyi juga ikut membantu membuat mie ayamnya,
setelah itu Pak Amat pergi berjualan mie ayam di kampung sekitar
dengan tetap menjaga kebersihan dan higenis Pak Amat juga
menggunakan masker, alat pelindung wajah, kaos tangan ,
handsinitizer, sabun untuk mencuci tangan, kemudian masyarakat
pun membeli mie ayam Pak Amat. Mie ayamnya laku dan habis
terjual masih ada yang ingin membeli mie ayamnya tapi mie ayamnya
sudah habis. Kemudian banyak yang memesan mie ayam Pak Amat
karena mereka tak mau ke habisan mie ayam lagi.

Pak Amat pun pulang dagangan mie ayamnya laku lagi dan habis
terjual, Pak Amat menceritakannya ke Bu Erla dan Rangga dan Arsyi

70
mereka pun merasa senang karena mie ayam Pak Amat laku, hari
demi hari dagangan Pak Amat laku dan modal Pak Amat pun
semakin puli bahkan semakin meningkat. Arsyi kemudian
mengatakan ke ayah dan ibunya bahwa sebentar lagi dia akan di
wisuda Pak Amat senang karena Arsyi sudah hampir selesai kuliah,
ia berharap nilai Arsyi bagus, Arsyi juga selalu menyelesaikan
tugasnya tepat waktu, Arsyi berkata sepertinya jika ia selesai wisuda
ia akan meneruskan usaha ayahnya, namun Pak Amat menyarankan
Arsyi untuk membuka apotik kesehatan saja di kampung sebab dia
memang jurusan kesehatan, Arsyi lumayan paham mengenai obat
obatan. Pak Amat semakin bersemangat berdagang mie ayamnya,
ketika berdagang di pasar dia bertemu dengan Bu Lilis dan Bu
Endah.
Bu Endah : “Dagangan mie ayam Pak Amat semakin laris saja”.
Pak Amat : “Iya bu”.
Bu Endah : “Aku mau beli mie ayamnya dong pak”.
Pak Amat : “Berapa bungkus bu”.
Bu Endah : “Mie ayamnya 10 bungkus dan ekstra pedas, sayurannya
di perbanyak”.
Pak Amat : “Baik bu, kok ibu beli mie ayamnya banyak sekali ya”.

71
Bu Endah : “Mie ayamnya enak, terus higenis juga”.
Bu Lilis : “Aku juga pesan mie ayamnya 2 bungkus”.
Pak Amat : “Mie ayamnya pedas juga ya”.
Bu Lilis : “Nggak usah pedas, mie ayamnya yang biasa aja pak”.
Pak Amat : “Iya bu”.
Bu Lilis : “Aku mau minta maaf karena dulu menuduh Pak Amat
berjualan mie ayam formalin”.
Pak Amat : “Oh, Bu Erla juga sudah menyampaikan itu”.
Bu Lilis : “Pak Amat dan Bu Erla sekeluarga baik banget ya, pantas
dagangannya laris, inilah hasil kesabaran dan kebaikan Pak Amat”.
Pak Amat tidak pernah mencari keuntungan dengan curang dia
selalu menjual mie ayam dengan jujur.
Bu Endah : “Jadi kalian nggak marahan lagi”.
Bu Lilis : “Nggak pernah marahan kok, cuman dulu salah paham
saja”.
Bu Endah : “Katanya Arsyi sudah mau wisudah ya”.
Pak Amat : “Iya bu”.
Bu Endah : “Selamat ya pak, sudah berhasil mendidik Arsyi mencari
cerdas, baik ramah, tapi dia tidak pernah bersikap sombong dan

72
kudengar Arsyi dari awal kuliah sampai wisuda nilainya selalu bagus,
pasti nilainya juga nanti bagus”.
Pak Amat : “Semoga saja”.
Bu Lilis : “Handsanitizer Arsyi juga laris dan jualan gorengan Bu Erla
juga semakin laris, sepertinya ekonomi Pak Amat meningkat”.
Bu Endah : “Iya pak”.
Bu Lilis : “Lebih baik Pak Amat membuka kembali warung mie
ayamnya biar Pak Amat nggak jualan mie ayam keliling lagi, terus
Pak Amat dan Bu Erla bisa mengembangkan warungnya di situ, tapi
saran kalau Pak Amat berdagang mie ayam warung lebih baik jika
penerapan kebersihan ini tetap di terapkan agar tetap higenis.
Pak Amat : “Betul juga bu, oh iya ini pesanan mie ayam Bu Endah dan
ini pesanan mie ayam Bu Lilis”.
Bu Endah : “Ini uang mie ayamnya”.
Bu Lilis : “Ini juga uang mie ayamnya”.
Bu Endah : “Kami mau beli sayur dulu pak”.
Pak Amat : “Iya bu”.

Keesokan harinya ada bebarapa masyarakat yang datang membeli


handsanitizer Arsyi dan mengatakan bahwa di kampung sebelah

73
hanya menjual masker dan alat pelindung wajah tapi belum menjual
handsanitizer jadi mereka membeli handsanitizer di Arsyi, lalu Arsyi
mengatakan ke pembeli bahwa jika ada yang mencari handsanitizer
dia akan membuat handsanitizer dalam jumlah yang banyak.

Keesokan harinya pembeli handsanitizer Arsyi meningkat, mereka


mengatakan mereka kesulitan jika harus ke kota mencari
handsanitizer sebab jalan sebagian tertutup karena PSBB, mereka
juga memuji Arsyi karena kreatif membuat handsanitizernya, dengan
bisnis handsanitizer nya arsy berharap dapat meningkatkan kembali
ekonomi keluarganyanya.

Pak Amat menabung uangnya untuk modal berjualan mie ayamnya.


Pak Amat ingin mengembangkan usahanya dengan cara hanya
berjualan mie ayam di rumah saja. Dia pun berjualan mie ayam di
warung makannya lagi, di depan rumahnya warung tersebut tetap
higenis karena tetap menerapkan kebersihan, Bu Erla membantu
Pak Amat menjual mie ayam di rumahny, Bu Erla selalu mencuci
bersih bahan yang akan di gunakannya dalam membuat mie ayam,
tak hanya bahan, barang-barang pun selalu di cuci bersih dengan

74
sabun, terkadang Rangga pun membantu Bu Erla dan Pak Amat
berjualan mie ayam dan mie ayam Pak Amat laku dan habis terjual,
bahkan ada juga yang memesan mie ayam mereka.
***
Beberapa bulan kemudian warung Pak Amat semakin laris pembeli
mie ayam, Pak Amat pun mengembangkan usahanya dengan tidak
hanya menjual mie ayam tapi juga dengan makanan lain seperti bako,
gorengan, martabak, nasi kuning , ayam goreng. Pak Amat dan Bu
Erla berbisnis makanan secara langsung dengan menjual makanan
secara langsung tidak secara online, namun dagangannya tetap laris,
dan semakin berkembangnya usaha Pak Amat sehingga warungnya
menjadi toko makanan dan kini mereka menjadi sukses.

Pak Amat selalu bersyukur atas rejeki yang ia dapat dia sangat
bahagia ketika usahanya maju, kini Pak Amat di kenal sebagi
pengusaha bisnis makanan tersukses di desanya, sebab kini ia
membeli jaringan Wifi untuk Rangga agar Rangga tidak kesulitan
dalam mengerjakan tugasnya, sebab terkadang saat Rangga
mengerjakan tugasnya ia terkendala oleh jaringan sehingga tugasnya
lambat terkirim, Pak Amat menyarankan untuk membuka warnet

75
tapi Rangga tidak mau sebab dia tidak mau jika modal hasil usaha
mie ayam Pak Amat di jadikan modal warnet sebab ia mengatakan
belum tentu bisnisnya berkembang, sebab banyak warga yang
memililih membeli kartu internet meski jaringannya terkadang jelek,
tapi ia hanya ingin memanfaatkan Wifinya untuk keperluannya saja.
Namun Bu Erla menyarankan agar Rangga membuka warnet
walaupun usahanya awalnya hanya kecil-kecilan tapi bisa
berkembang, kemudian warnet pun ia bangun, ia tidak menyediakan
komputer, tapi yang ingin menggunakan Wifi disana cukup
membawa hp mereka dan laptopnya untuk di sambungkan ke
perangkat jaringan Wifi, beberapa siswa yang mau mengerjakan
tugasnya juga berdatangan ke warnetnya sebab harganya cukup
terjangkau dengan 5000 rupiah saja dalam 1 jam dan disana juga
higenis sebab Pak Amat selalu menyediakan handsanitizer di meja,
dan sabun cuci tangan, ada lagi teman Rangga yang menyarankan
untuk membuka situs game di warnetnya, tapi Rangga menolak
sebab ia tidak mau mempergunakannya dengan cara yang salah.
Anti : “Wah Rangga aku dengar kamu punya bisnis warnet ya”.

76
Rangga : “Iya kan bisa membantu siswa di kampung jika ada yang
jaringannya kurang bagus, kan bisa ke warnet ini, tapi di sini tidak
tersedia situs game”.
Anti : “Ya baguslah kalau begitu, sepertinya kamu sudah berpeluang
untuk menjadi pengusaha warnet, maksudku pengusaha muda”,
(sambil tersenyum).
Rangga : “Kamu kenapa ya?”.
Anti : “Seperti yang ku katakan jaringan hpku kan terkadang jelek,
padahal tugas lagi menumpuk, sebenarnya aku mau menyelesaikan
tugasku tapi jaringan kurang bagus”.
Rangga : “Ya sudah kamu kerja tugasnya di sini saja”.
Anti : “Ini uangnya Rangga membayar jaringan Wifinya”.
Rangga : “Engga usah di bayar”.
Anti : “Kok gitu ngga de kamu kan nanti rugi”.
Rangga : “Ya nggak lah, anggap aja ini diskon kamu kan baru saja
datang ke warnetku”.
Anti : “Rangga kamu baik banget”.
Rangga : “Kamu kerja cepat tugasmu ya selesaikan jangan
menumpuk soalnya kamu nanti pusing kalau tugasnya semakin
banyak jadi tidak tahu tugas yang mana yang mau di kerja”.

77
Anti : “Oke”.
Anti : “Wah kini bisnis keluarga kamu semakin maju”.
Rangga : “Alhamdulillah”.
Arsyi : “Rangga ini teman kamu ya”.
Rangga : “Iya kak, ini teman sekelasku dia tinggal di desa ini juga kok,
dia ini selalu menyemangatiku kak”.
Arsyi : “Kalian pacaran ya?”.
Rangga : “Tidak kak, aku hanya bersahabat dekat dengannya anti ini
orangnya baik, ibu juga kenal ko sama dia”.
Arsyi : “Serius sekali kamu menjawabnya dek, padahal kakak cuma
bercanda”.
Anti : “Iya kak, lagi pula aku juga nggak kepikiran untuk pacaran kak,
kita kan harus fokus ke pelajaran”.
Arsyi : “Ya begitu fokus di tujuanmu di pelajaran agar menjadi pintar
jangan terkecoh”.
Anti : “Baik kak”.
Arsyi : “Kakak simpan handsanitizer nya di meja”.
Anti : “Kak tunggu, aku mau bertanya handsanitizer nya masih ada
nggak kak yang di jual”.
Arsyi : “Ya masih ada tapi ngga banyak karena sudah terjual”.

78
Anti : “Tapi handsanitizer nya masih ada kan kak?”.
Arsyi : “Handsanitizer nya masih ada”.
Anti : “Kakakku pesan handsanitizernya 2 botol tapi yang ukurannya
besar”.
Arsyi : “Oh iya tunggu kakak ambil handsanitizer nya dulu”.
Anti : “Iya kak”.
Rangga : “Anti kamu belum menyelesaikan tugasmu tapi kamu malah
keasyikan berbicara terus dengan kak Arsyi”.
Anti : “Oh iya , aku akan menyelesaikan tugasku kak”.
Arsyi : “Iya”.
Setelah lima menit Arsyi pun membawakan anti handsanitizer nya.
Arsyi : “Ini handsanitizer nya”.
Anti : “Harga handsanitizer nya berapa kak?”.
Arsyi : “Handsanitizer nya dua botol 50 ribu”.
Anti : “Ini uang handsanitizer nya kak”.
Arsyi : “Iya, semangat ya belajarnya”.
Anti : “Iya kak”.
Anti : “Kamu nggak kerjkakan tugas kamu Rangga”.
Rangga : “Tugasku sudah selesai”.

79
Arsyi : “Ini Anti dan Rangga gorengannya silahkan di coba kebetulan
masih hangat baru di goreng”.
Anti : “kok ada gorengan, kan anti nggak pesan gorengan”.
Arsyi : “Nggak apa, ini kamu makan saja gorengannya”.
Anti : “Wah bakwannya kriuk ngga keras ngga lembek pokoknya pas,
harga gorengannya berapa”.
Arsyi : “Hari ini gorengannya gratis”.
Anti : “Nanti kakak rugi”.
Arsyi : “Nggak kok”.
Rangga : “Gorengan ini enak saat masih hangat”.
Anti : “Tugasku belum ku kerjakan tapi gorengan menghampiri, jadi
ngga fokus deh kerjain tugasnya”, ( sambil tertawa).
Rangga : “Setelah itu kan kamu bisa kerjakan tugasmu”.
Bu Erla : “Eh anti, apa kabar nak?”.
Anti : “Baik bu”.
Bu Erla : “Kamu pasti mau ngerjain tugas ya?”.
Anti : “Iya bu, jaringan hpku kurang bagus dan aku dengar Rangga
baru buka warnet jadi aku ke sini bu”.
Bu Erla : “Tidak apa-apa nak, silahkan dilanjutkan kerja tugasnya”.
Anti : “Iya bu, dan terima kasih ya Kak Arsyi”.

80
Arsyi : “Iya sama-sama”.
Anti kemudian mengerjakan tugasnya setelah beberapa jam
kemudian tugasnya selesai Anti pun pulang.

Rangga mengingatkan ke orang yang berada di warnetnya agar tetap


menjaga jarak duduk mereka.
Rangga : “Mas maaf jaga jarak duduknya agar tetap memtuhi aturan
terhindar dari corona“.
Mas : “Tapi kan ini di kampung Rangga dan belum ada yang terkena
corona kok kamu khawatir banget’’.
Rangga : “Kan kita harus tetap menjaga jarak mas, dulu corona itu
cuma ada di Cina mas tapi kan virus itu terlalu cepat menyebar kini
seluruh dunia terkena dampaknya termasuk indonesia walau di desa
kita belum ada corona sedidaknya kita juga bisa mencegahnya
dengan cara menjaga kesehatan ya juga dengan jaga jarak, kita ngga
boleh anggap remeh sebab corona itu berbahaya“.
Mas : “Handsanitizer di meja ini boleh di gunakan kan Rangga,
soalnya aku mau menyemprot tanganku agar bebas virus”
Rangga : “Handsanitizer di meja itu memang untuk orang yang
datang ke warnet mas, yang datang di warnet harus menyemprotkan

81
tangannya dengan handtinitizer yang ada di meja, atau jika tidak cuci
saja tangannya menggunakan sabun”.
Mas : “Wah warung Pak Amat dan Bu Erla higenis, warnet Rangga
higenis, semuanya bersih sebab menerapkan kebersihan”.
Rangga : “Untuk mengindari corona, mas jaringannya ada kendala
tidak”.
Mas : “Jaringannya tidak ada kendala kok Rangga”.
Rangga : “Kalau ada kendala di laporkan ke aku nanti jaringannya di
perbaiki”.
Kemudian Rangga mengingatkan ke lainnya juga untuk menjaga
jarak ketika duduk. Tiba tiba ada pengunjung yang berkata bahwa
dia lapar, ketika Rangga mendengarnya.
Rangga : “Kamu lapar?”.
“ iya, tapi lagi di warnet”, ucapnya.
Rangga : “Tunggu ya, aku panggilkan kakak ku, dia jualan gorengan,
di depan rumah”.
“iya, memang nggak apa kalau makan gorengan di warnet? (tanya
dia), sebenarnya sih aku mau ke warung depan karena jaraknya juga
dekat dari warnet cuma aku lagi kerja tugas ku, dan tugasnya harus

82
segera di kirim, jadi aku belum sempat ke sana langsung ke warnet
dan ketika aku kerja tugas ternyata aku mulai lapar”, timpanya lagi.
Rangga : “Nggak apa kok, tunggu aja aku mau bilang ke Kak Arsyi”.
“ iya”, ucap laki-laki tersebut.
Rangga : “Tapi kamu mau pesan gorengannya berapa?”.
“ 10 ribu aja ya terus gorengannya yang pedas dan ini uang pembeli
gorengannya”, ucapnya dengan nada kelaparan.
Rangga : “Iya”.
Kemudian Rangga menuju warung depan yang tidak jauh dari
warnetnya.
Rangga : “Kak Arsyi, ada yang lagi pesan gorengan, dia lagi lapar dan
engga sempat ke warung sebab dia kerja tugasnya dan kepepet mau
di kumpul katanya”.
Arsyi : “Oh tunggu ya, gorengannya baru mau di goreng tadi
gorengannya habis, supaya gorengannya kriuk juga, dia pesan
gorengannya berapa?”.
Rangga : “Ini uang pembeli gorengannya kak 10 ribu dan katanya
gorengannya yang ekstra pedas”.
Arsyi : “Oh iya”.

83
Kemudian Rangga kembali ke warnetnya dan mengatakan ke orang
itu jika Arsyi baru mau menggoreng gorengannya. Beberapa saat
kemudian Arsy datang membawa gorengan ke warnet Rangga.
Arsyi : “Ini gorengannya, loh arya kamu kok di sini?”.
Arya : “jadi maksud Rangga arsy kamu, ya ampun aku nggak
nyangka ternyata yang masyarakat bilang bisnis keluarganya
berkembang itu kamu”.
Arsyi : “Iya, terus kenapa kamu di desa ini?”.
Arya : “Aku dari mengunjungi sepupu ku di desa dan kebetulan aku
juga KKN dulu di desa ini”.
Arsyi : “Oh iya, kabar keluarga kamu bagaimana ibu bapakmu?”.
Arya : “Baik”.
Arsyi : “Iya, terus kamu kok bingung?”.
Arya : “Ini tugasnya banyak yang sulit”.
Arsyi : “Coba sini soalnya ku baca dulu, mungkin saja nanti aku
paham”.
Arya : “Iya, susah banget tugasnya”.
Arsyi : “Pelajaran ini aku tahu sebab pernah di pelajari di kelasku,
(kemudian arsy membantunya mengerjakan sebagian soal tugasnya)
ini jawabannya”.

84
Arya : “Kamu pintar banget ya Arsyi, baru baca soalnya langsung tahu
jawabannya, tanpa buka google lagi”.
Arsyi : “Sebenarnya tugas ini pelajarannya kan pernah di jelaskan di
kelasku jadi aku tahu mengenai pelajaran ini, katanya kamu lapar
makan aja gorengannya mumpung masih hangat dan kriuk, kan
tugasnya juga hampir selesai”.
Arya : “Sekalian tugasnya ku selesaikan dulu”.
Arsyi : “Baiklah”.
Arya : “Tugasnya sudah selesai”.
Arsyi : “Ya sudah aku mau ke warung dulu bantu ibu membuat
gorengan lagi”.
Arya : “Jangan bilang warung dong, kan warungnya sudah semakin
besar dan maju dan menjadi toko istilahnya kan restoran”.
Arsyi : “Sudah terbiasa bilang warung”.
Arya : “Iya”.
***
Ketika sore hari Rangga kembali pulang ke rumahnya
Pak Amat : “Rangga sudah pulang?, bagaimana warnetnya?”.
Rangga : “Warnetnya ramai pengunjung dan laku pak, ternyata
bisnis ini bisa maju juga”.

85
Pak Amat : “Jaringan wifinya tidak terkendala kan?”.
Rangga : “Tidak ada kendala di jaringan wifinya”.
Bu Erla : “Jangan bicara terus ini makanannya sudah siap, kamu dan
bapak makan dulu, bilang juga ke Arsyi”.
Rangga : “Iya bu, kak Arsyi ayo makan, makanannya sudah siap
dimeja”.
Arsyi : “Tunggu Rangga”.
Rangga : “Ini kak nasinya tunggu aku ambilkan lauknya”.
Arsyi : “Kakak kan bisa ambil sendiri Rangga, kamu ini baik banget”.
Rangga : “Kan kakak aku ini capek dari jualan gorengan”.
Arsyi : “Nggak kok Rangga, oh iya semakin hari gorengan ibu semakin
laku, mie ayam bapak semakin laris dan bukan hanya itu saja menu
makanan lainnya juga laris, bahkan habis terjual”.
Bu Erla : “Ini juga berkat bantuan kamu nak, kamu selalu membantu
ibu berjualan makanan, dulu si Rangga yang bantu menjual
gorengan, tapi dia kan juga harus mengelola bisnis warnetnya, dan
Rangga walau kamu punya warnet jika kamu punya tugas sekolah
kerjakan tugas kamu karena jaringannya kan sudah bagus, dan
jangan bermain game”.

86
Rangga : “Rangga nggak suka bermain game (kata Rangga sambil
tertawa), banyak si teman yang menyarankan katanya kalau mau
untung warnetnya di buka situs game juga, biar mereka bisa main
game, tapi Rangga nggak mau menerima untung dengan cara yang
salah, Rangga juga ngga mau terpengaruh dengan game”.
Bu Erla : “Kamu memang pintar dan pengertian, menurut dengan
saran orang tua, tapi kan saran itu juga untuk kebaikanmu nak”.
Rangga : “Iya bu, terimakasih atas sarannya”.
Bu Erla : “Sama-sama”.
Setelah selesai makan Rangga lanjut membaca buku.
Arsyi : “Kok kamu nggak ikut lomba menulis novel”.
Rangga : “Nggak berminat kak”.
Arsyi : “Tapi kan kamu pinter tulis novel, memangnya teman kamu
Anti nggak ikut lomba?”.
Rangga : “Anti nggak ikut lomba, sebenarnya dia menyarankanku
ikut lomba tapi aku menolaknya”.
Arsyi : “Kalau kamu ikut lomba kan kamu bisa mengembangkan
bakatmu menulis novel”.
Rangga : “Tapi aku nggak berminat ikut lomba kak”.
Arsyi : “Eh kamu nggak punya tugas sekolah”.

87
Rangga : “Semua tugas sudah selesai ku kerjakan kak”.
Arsyi : “Rajinnya adek kakak”.
Rangga : “Iya dong”, (Rangga sambil tertawa)”.
Arsyi : “Kamu ceria banget”.
Rangga : “Selamat ya kak sebentar lagi kakak wisuda”.
Arsyi : “Iya, tapi kakak mau melanjutkan usaha ibu dan bapak
membantu mereka semakin memajukan usahanya, tapi bapak
menyarankan setelah wisuda, kakak bagusnya buka apotik kesehatan
katanya”.
Rangga : “Kan usaha handsanitizer kakak juga cukup laku jadi
usahanya juga bisa kembangkan kak”.
Arsyi : “Begitulah”.
Rangga : “Kamu baca apa Rangga?”.
Rangga : “Buku cerita?”.
Arsyi : “Semakin berkembang usaha bapak dan ibu kini keuangan
keluarga kita semakin meningkat, dan juga usaha handsanitizer, dan
usaha warnetmu, ternyata usaha kita untuk membantu ekonomi ibu
dan bapak bisnisnya semakin maju dan juga warnet kamu baru buka
saja terus laris pengunjung.

88
Rangga : “Awalnya aku kira usaha warnet nggak berkembang itu
sebabnya aku menolak ketika bapak ingin membangun warnet, tapi
ibu menasehatiku sehingga aku yakin bahwa usaha warnetnya pasti
berkembang dan ternyata bisnisnya memang semakin hari semakin
berkembang terus”.
Arsyi : “Baguslah kalau begitu, eh pelajaran Bahasa Arab kamu
katanya nilainya bagus”.
Rangga : “Iya karena ibu dan bapak membantuku mengerjakan soal
tugasku”.
Arsyi : “Aku sangat bangga dengan ibu dan bapak mereka selalu
berjuang untuk membahagiakan kita, dulu saat bapak awal menjual
mie ayamnya nggak laku dia nggak putus asa, dia selalu berjuang
sehingga kesabaran dan kebaikannya yang pantang menyerah
hasilnya kini usahanya sukses”.
Rangga : “Iya kak aku juga sangat bangga ke ibu dan bapak”.
Beberapa bulan kemudian arsy pun di wisuda.

***

89
90
PERJUANGAN DI SAAT SEKOLAH
“NL”
Semasa aku SMA hidup ku terasa bahagia, karena aku bisa
berkumpul bersma kedua orang tuaku dan sanak saudaraku. Saya
dan keluarga tinggal di desa terpencil. Hari-hari aku lalui bersama
keluarga di kampung. Di sela kesibukan aku luangkan waktu untuk
membantu orang tua. Di saat saya berumur 12 tahun kedua
orangtuaku mendaftarkan saya di sekolah menengah pertama, Di
saat saya pergi mendaftar hati ku senang dan ahirnya orang tuaku
masi bisa menyekolahkan aku. Keesokan harinya aku pergi sekolah
jalan kaki. Meskipun rumah ku jauh dari sekolah aku tetap semangat,
demi mencapai cita-citaku.
***
Hari itu aku sangat senang, aku punya teman baru. Semenjak saya
duduk di bangku SMA, aku sangat bahagia karena aku di sekeliling
teman teman yang baik, aku punya teman sebangku namanya Ayu
dia orang sangat cantik, baik hati dan penuh perhatian, setiap hari
kami selalu main bersama, kerja tugas pun selalu bersama, dia ke
sekolah naik motor, sesuatu hari dia bertanya kepada ku "Ina kamu
naik apa pulang...?”.

91
Aku jawab, "Aku jalan kaki Ayu", Ayu bilang sama aku, nanti saya
bonceng kalau pulang, aku jawab “Ok say, makasih sebelumnya
ya...?”.
Lonceng sudah berbunyi aku dan Ayu masukan buku di dalam tas,
siap untuk pulang, baru berapa langkah menuju pintu keluar, ada
teman ku namanya Nurul teriak memanggil namaku
"Risnaaaa...”, aku kaget mendengarnya, karena dia memangil
namaku dengan keras.
Aku bertanya kepadanya, “Ada apa nurul...?”.
Nurul jawab, “tunggu aku, aku takut sendiri”.
Aku jawab, “OK cepat”.
Tak Lama kemudian kami bertiga pergi ditempat parkir untuk ambi
lmotor...?

Setelah ambil motor akhirnya kami pulang ke rumah, Ayu


mengantarku sampai di depan rumah ku. Saat aku turun dari
motornya aku tidak lupa untuk terimah kasih kepadanya, Ayu pun
langsung pulang ke rumahnya. Sampai aku di dalam rumah semua
orang rumah pada tidur siang, aku pun ikut tidur siang.

92
Keesokan harinya aku siap-siap ke sekolah lagi walaupunaku jalan
kaki, aku tak pernah menyerah. Sampai aku di sekolah, semua
ruangan masih terkunci, tak lama kemudian yang memegang kunci
sekolah pun datang buka pintu dan aku langsung masuk kelas untuk
belajar, beberapa menit kemudian Ayu datang.
Ayu bertanya kepada ku "Risna kamu udah dari tadi?”.
Aku menjawab, “Iya Ayu udah dari tadi ko".
Semua siswa datang suasana kelas pun begitu ramai tiba-tiba guru
datang kami semua langsung diam. Tidak lama kami belajar, lonceng
pun berbunyi, tanda jam istrahat, semua siswa keluar dari kelas, aku
pun ikut keluar.
***
1 tahun kemudian, tak terasa kami sudah mau kelas 3, aku sama Ayu
tetap 1 bangku, setiap hari selalu bersama, canda tawa, senang atau
sedih pun kami selalu bersama. Hari berganti hari, bulan berganti
bulan dan bulan berganti tahun hidupku sama seperti yang slalu
kujalani, namun aku ingin perubahan dalam hidupku ini. Masa SMA
ku sudah selesai. Selamat tinggal putih abu abu.

***

93
94
ENTAH SAMPAI KAPAN
“ASY”
Kita nggak tahu sampai kapan. Itu juga yang sebenernya
bikin khawatir, karena kita nggak tahu sampai kapan lockdown ini
akan selesai, aku yang sedang menjalani pendidikan bahasa
Indonesia. Wabah mematikan itu terjadi saat China merayakan salah
satu tanggal terpenting dalam kalendernya, yaitu Tahun Baru Imlek.
Akibat lockdown, transportasi umum tidak berjalan di kota itu. Lebih
lagi, penggunaan kendaraan yang tidak penting juga dilarang di
pusat kota kami

Aku, yang tinggal di di Maiwa berjarak sekitar dua kilometer dari


asrama kampus dimana memilih untuk jalan kaki untuk berkunjung
ke rumah rekannya itu di kampus.

Image copyright GETTY IMAGES Wuhan


Image caption Seorang pria berjalan sendirian di kota Wuhan, China
(27/01).

95
Sepanjang jalan, Eva menghitung kira-kira ada delapan toko yang
sudah buka. Ia menjelaskan bahwa memang biasanya toko-toko
tutup saat liburan Imlek. Hanya kali ini, tambahnya, kebanyakan
toko tampaknya belum mulai beroperasi seperti saat perayaan-
perayaan sebelumnya dan jalanan pun sepi akibat wabah corona.
"Ada aktivitas di luar, tetapi tidak sepadat seperti biasanya. Biasanya
kan kalau udah hari ke berapa Imlek ini sudah mulai rame nih. Tapi
karena virus ini, epimedik ini, jadinya memang lebih hati-hati dan
memilih untuk tinggal di dalam rumah," ujar mahasiswi yang tinggal
di Wuhan sejak 2016 itu.

Lebih dari 100 orang - kebanyakan di Wuhan - kini telah meninggal


dunia di China akibat wabah yang telah menyebar ke seluruh negara
itu. Beberapa negara lain juga telah mengkonfirmasi kasus pasien
yang terjangkiti novel coronavirus, termasuk diantaranya Amerika
Serikat, Prancis, Jepang, Thailand, Australia dan Singapura.

'Rasa horor' melihat jalanan kosong.


Kota Wuhan kini secara efektif terisolasi, dengan pembatasan pada
perjalanan masuk dan keluar, dan opsi transportasi umum dari bus

96
hingga pesawat dibatalkan. Hal ini juga membuat sebagian warga
negara Indonesia di kota itu khawatir soal pasokan kebutuhan sehari-
hari, termasuk pangan.

Saat mendapat kabar mengenai lock down, Rio Alfi (35) seorang
mahasiswa strata dua di China University of Geosciences, mengaku ia
belanja stok makanan lebih dari biasanya agar memiliki persiapan
hingga sekitar satu pekan. Rio tinggal bersama istri dan anak
perempuannya di asrama kampus. Istrinya pun juga sedang
menjalankan pendidikan di universitas yang sama. Mereka selama
beberapa terakhir ini memilih untuk tidak keluar dari rumah sama
sekali dan masih belum memutuskan kapan akan keluar untuk
belanja makanan lagi. Rasa ketakutan itu, kata Rio dipicu oleh
jalanan yang tampak sepi, sehingga menimbulkan kekhawatiran
bahwa masih ada bahaya.

"Saya agak horor juga sih keluar, karena dilarang kampus kan,
karena masker saya masker untuk yang dokter pake operasi itu,
masker bedah. Seharusnya pakai yang N95 sih, lebih aman," kata Rio
melalui sambungan telepon.

97
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan dan
Manusia, Muhadjir Effendy, menyatakan pemerintah Indonesia akan
terus memantau kondisi di Wuhan, serta memastikan kebutuhan
logistik para WNI yang berada di Wuhan terpenuhi. Hal itu ia
utarakan seusai rapat tingkat menteri yang ia pimpin pada hari
Selasa (28/01) untuk membahas penanganan wabah virus corona,
termasuk perhatian terhadap WNI di yang berada di China, terutama
Wuhan. Saat ini, menurut data pemerintah, terdapat 243 WNI yang
berada di daerah karantina di Provinsi Hubei dan 100 diantaranya
berada di kota Wuhan. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku
Faizasyah mengatakan bahwa perwakilan Indonesia di China terus
membangun komunikasi yang intens dengan WNI di provinsi Hubei,
khususnya di Wuhan.

"Dari komunikasi tersebut, kita mengidentifikasi kebutuhan apa


yang mereka perlukan. Sejauh kebutuhan itu bisa diperleh ditempat
- dan saya garis bawahi, pemerintah setempat pun menjamin bahwa
kebutuhan itu bisa didapatkan di tempat, maka kita dahulukan
memperolehnya melalui pasar atau toko setempat. Dalam hal mereka

98
menghadapi kendala keuanganan, nanti juga akan dibantu oleh
pemerintah," ujar Faizasyah melalui sambungan telepon.

Pada setiap pintu masuk desa, orang yang baru diwajibkan melapor
dan bahkan bisa berujung larangan masuk. Hal ini mengherankan
karena setiap warga desanya yang merantau di kota-kota besar justru
diperbolehkan masuk meskipun mendapat gelar dadakan sebagai
ODP (Orang Dalam Pengawasan). Lantas kenapa orang-orang yang
jelas memiliki riwayat berpergian jauh seperti rantauan tersebut
justru boleh-boleh saja masuk.

Sementara para pedagang keliling yang mungkin berasal dari


beberapa desa tetangga justru banyak yang mendapat penolakan
atau kesulitan untuk masuk karena jalannya dipagari rentetan
bambu sedang atau besar yang memblokade jalan.
Rasa lelahnya tidak boleh sia-sia. Ia harus pulang dengan membawa
rupiah. Hanya itu yang ada dalam benak Pak Tumin. Tapi sayang,
raga rentannya justru tak sepaham dengan inginnya. Kakinya mulai
lelah mengayuh. Ia berhenti di sebuah warung kopi kecil pinggir
jalan.

99
Pak Tumin : “Punten bu ngiring calik”.
Ibu Warung : “Mangga pak”.
Perutnya yang belum terisi sedari pagi sedikit memprotes
keberadaannya. Ia bingung, mengingat belum sepeserpun uang yang
ia dapat. Mata sayunya sesekali melirik hamparan ubi goreng dan
aneka gorengan lainnya. Tapi apa daya, ia harus mengubur dalam
rasa inginnya. Melihat gelagat Pak Tumin seperti itu, si ibu pemilik
warung tersebut mengerti dan merasa iba.
Ibu Warung : “Pak silahkan ambil saja pak”.
Pak Tumin : “Ah terimakasih bu, saya hanya numpang duduk saja”.
Karena merasa malu, tak berapa lama Pak Tumin pamit.
Pak Tumin : “Ibu terimaksih”.
Ibu Warung : “Tunggu dulu pak! ini saya bungkuskan beberapa
gorengan untuk bapak”.
Pak Tumin : “Tapi bu, saya tidak punya uang, dagangan saya belum
laku sama sekali”.
Ibu Warung : “Tidak usah pak, saya ikhlas, ini buat bapak di jalan,
saya tahu bapak lapar, dari tadi saya tidak sengaja mendengar suara
perut bapak hehe”
Pak Tumin : “Ah terimaksih bu terimakasih”.

100
Ibu Warung : “Sama-sama pak”.
Pak Tumin: “Kalau begitu saya pamit bu”.

Wajah pak tumin sedikit sumringah melihat beberapa gorengan yang


dibungkus koran tersebut. Sebenarnya bisa saja ia memakan
dagangannya sendiri untuk sekadar memuaskan rasa laparnya.
Tapi ia berpikir bahwa jika cilok-cilok itu berhasil ditukar dengan
uang, maka ia bisa merasakan rasa kenyang dan rasa bahagia itu
bersama anak dan istrinya juga. Tak jauh kemudian ia berhenti untuk
menyantap gorengan pemberian tadi. Ternyata di dunia ini masih
ada orang-orang yang baik pikirnya. Ia kembali menyetandarkan
sepedanya, lalu duduk di batu pinggir jalan. Ia membuka bungkusan
itu, terlihat ada 5 buah gorengan yang sudah dingin. Ia melahap satu
buah gorengan ubi sambil membaca tulisan yang ada dalam koran
pembungkus tersebut. Ia menjumpai sebuah puisi yang berbunyi
seperti ini

101
Tuhan Mengajarkan Melalui Corona
Karya KH Mustafa Bisri

Vatikan sepi
Yerusalem sunyi
Tembok ratapan Dipagari
Paskah tak pasti
Ka’bah tutup
Shalat Jumat dirumahkan
Umroh batal
Shalat tarawih ramadhan mungkin juga bakal sepi

Corona datang
Seolah-olah membawa pesan bahwa ritual itu rapuh
Bahwa “hura-hura” atas nama Tuhan itu semu
Bahwa simbol dan upacara itu banyak yang hanya menjadi topeng dan
komoditi dagangan saja.
Ketika corona datang
Engkau dipaksa mencari Tuhan
Bukan di Basilika Santo Petrus

102
Bukan di Ka’bah
Bukan di dalam Gereja
Bukan di Masjid
Bukan di Mimbar Khotbah
Bukan di Majelis Taklim
Bukan dalam misa Minggu
Bukan dalam sholat jumat

Melainkan,
Pada kesendirianmu
Pada mulutmu yang terkunci
Pada hakikat yang senyap
Pada keheningan yang bermakna.

Corona mengajarimu
Tuhan itu bukan (melulu) pada keramaian
Tuhan itu bukan (melulu) pada ritual
Tuhan itu ada pada jelan keputusasaanmu dengan dunia yang
berpenyakit.

103
Corona memurnikan agama
Bahwa tidak ada yang boleh tersisa.
Kecuali Tuhan itu sendiri!
Tidak ada lagi indoktrinasi yang menjajah nalar.
Tidak ada lagi sorak sorai
memperdagangkan nama Tuhan.

Datangi, temui dan kenali DIA di dalam relung jiwa dan hati nuranimu
sendiri
Temukan DIA di saat yang teduh di mana engkau hanya sendiri
bersamaNya.
Sesungguhnya kerajaan Tuhan ada dalam dirimu
Qolbun mukmin baitullah.
Hati orang yang beriman adalah rumah tuhan.

Biarlah hanya Tuhan yang ada.


Biarlah hanya nuranimu yang bicara.

104
Biarlah para pedagang, makelar, politikus dan para penjual agama
disadarkan oleh Tuhan melalui kejadian ini.
Semoga kita bisa belajar dan mengambil hikmah dari kejadian ini.

***

105
106
BINTANG BULAN RAMADHAN
“RF”
Aku, duduk di samping jendela di bawah sinar lampu yang
temaram. Aku memandang langit yang gelap, hanya ada rembulan
yang memantulakn sebagian dari cahaya matahari. Tak ada bintang
yang terlihat, semua tersebunyi dibalik awan, barangkali malu untuk
kulihatnya. Katanya dalam hati terasa tersenyum. Angin malam
berhembus sepoi-poi, seolah-olah menghembuskan udara pada
wajahnya yang lembut. Awan pun bergerak perlahan-lahan yang
memberikan seni tersendiri di kegelapan malam yang sunyi. Ah,
seandainya kita membuka jendela. Aku Memandang langit dan
menemukan bintang kemudian dia tak mencoba menatap awan tapi
menutup jendela kembali, dia tak akan menemukan bintang yang
tersebunyi di balik awan tersebut.

Seperti bintang dikegelapan malam ,terkadang kita tak menyadari


ada cahaya kecil dalam malam yang gelap yang kita berinama
“bintang”. Betapa indahnya cahaya itu walaupun tak bisa menerangi
malam. Tapi, lain halnya bahwa ketika kita melihat ada setitik noda
diatas kain putih yang membentang.

107
Kita justru terfokus kepada noda yang kecil dan seolah-olah aku lupa
betapa bersihnya kain itu terlepas dari titik noda yang ada. Ya
mungkin bisa hilang hanya dengan sedikit deterjen pemutih. Itulah
hidup, kadang- kadang kita lupa untuk memandang sesuatu dari sisi
lain yang dimiliki .

Reaksi berbeda yang kita berikan ketika kita memandang bintang di


kegelapan malam atau setitik noda di selembaran kain putih yang
ternyata akan memberikan hasil yang berbeda pula. Hidup ini indah.
Cobalah kita memandang sesuatu dari sisi yang lain, maka yang
tampak bukan hanya sekedar 2 dimensi. Bukankah lebih seru ketika
kita film 3 dimensi.

Suasana pagi tampak pun mulai sepi, semua kegiatan banyak untuk
dihentikan. Ya sejak munculnya covid 19 di Indonesia dan diberbagai
daerah bahkan di seluruh pelosok negeri mulai menerapkkan
peraturan untuk menggelakkan gerakan dirumah saja. Banyak
kegiatan yang diliburkan, baik swasta maupun instansi pemerintah
menggelakkan work from home untuk pekerjanya. Sehingga
membuat ruang gerak masyarakat semakin berkurang. Sehingga

108
semua kegiatan dapat dilakukan secara online (daring). Nyatanya
pandemi ini bukan hanya menggerogoti manusia saja, akan tetapi
sektor ekonomi pun hingga pendidikan juga ikut merakasan dampak
covid-19 tersebut.

Udara yang berhembus hari ini terasa sangat lembut menyentuh


kulit. Saat wabah ini mendunia dan kegiatan banyak diberhentikan.
Aku melihat berbagai jenis berita mengenai kualitas udara di dunia
semakin meluas di tengah wabah virus Covid-19 “mungkinkah” ini
waktu bagi alam berusaha untuk memulihkan diri?. Dalam kebijakan
pemerintah. Seluruh instansi pendidikan di Indonesia merombak
metode kegiatan belajar mengajar tatap muka dengan metode online
(daring). Sama halnya pada seluruh perguruan tinggi di Indonesia
yang melakukan kuliah online setelah surat edaran Rektor
disampaikan pada masing-masing perguruan tinggi.

Rekasi mengenai metode pembelajaran online dapat di lontarkan


kepada mahasiswa seperti halnya mahasiswa program studi
pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Muhammadiyah Sirap.

109
Banyak mahasiswa yang merasa tidak masalah dengan metode kuliah
daring tersebut. Bahkan mereka menganggap kuliah daring lebih
menyenangkan dibandingkan dengan kuliah tatap muka di kelas.
Mereka menilai bahwa jadwal saat pelaksaan kuliah daring tersebut
dapat lebih longgar dibandingkan dengan kuliah tatap muka. Karena
Mahasiswa dapat mengakses materi yang diberikan oleh Dosen
melalui berbagai macam Platform pendidikan seperti Zoom, grup
WhatsApp, Google Classroom tanpa adanya batasan waktu. Berbeda
dengan kelas tatap muka dengan pemberian materi di kelas berupa
power point yang durasinya mengikuti pada jam mata kuliah
tersebut. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam pencegahan virus
ini menurut (Kementerian Dalam Negeri, 2020) yaitu melakukan
kebersihan tangan menggunakan hand sanitizer jika tangan tidak
terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika tangan terlihat
kotor, menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut, terapkan
etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut dengan
lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke tempat
sampah, pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan
melakukan kebersihan tangan setelah membuang masker, menjaga

110
jarak (minimal 1 m) dari orang yang mengalami gejala gangguan
pernapasan.
***
Dari balkon rumahku, aku menatap langit yang hitam dengan
hamparan bintang berkelap-kelip, terang berbinar jernih. Tak ada
kepedihan tampak di sana. Semua ceria menyinari bumi. Dunia
pastinya berputar sebagaimana mestinya, mengikuti arah rotasi yang
oleh para ilmuwan itu memang terjadi, bumi tidak datar. Ketenangan
bumi berbanding terbalik dengan apa yang aku rasakan.

Rasa cemas semakin menggerogoti perasaanku, membentur-bentur


dinding hatiku. Malam ini, aku menengadah menatap langit dengan
air mata mengambang di pelupuk mata. Aku sangat takut. Ya secara
manusia dan kedaginganku, aku ingin memaki dan berteriak
sekencang-kencangnya, tetapi kepada siapa?. Pada mahluk laknat
jahat yang tak terlihat yang menyamar bersama angin, menempel di
tiap logam, bereaksi dengan cepat pada batuk dan riak serta bersin-
bersin yang keluar secara alami tanpa bisa ditahan? Aku meradang,
delusi dan paranoidku membuat tubuhku bergetar. Sisi

111
kemanusiaanku berperang hebat dengan beragam cerita imajinatif
yang menggiring tubuh dan jiwaku pada rasa cemas yang luar biasa.

WhatsApp itu bagai peringatan tersamar yang membuat rasa


takutku semakin membuncah. Aku seperti berperang dengan musuh
tanpa wujud bahkan tanpa bayangan. Dan kini hampir tiga hari dia
tidak pulang. Berita tentang dua pasien positif covid-19 yang baru
meninggal lagi lalu dimakamkan secara tertutup oleh rumah sakit
tempatnya bertugas, membuat aku ingin berteriak sekuatnya. Ya, di
tengah kerumuman para pasien yang mencari kesembuhan, di
tengah mereka yang terpapar virus Covid-19 itu. Dia bagai ayam
mentah yang siap dipanggang di atas bara yang sangat panas.

Itu artinya kita mengorbankan dia hanya demi tugas yang sudah
diucapkannya melalui sumpah sebagai dokter? Ini tidak adil Ibu.
Tidak adil. Hatiku remuk, benar-benar remuk. Aku seperti tidak akan
bertemu lagi dengan Ibu . Berita tentang rumah sakitnya yang
kekurangan masker, seragam bebas kuman dan hand sanitizer untuk
membersihkan setiap ruangan dan pingsannya beberapa tenaga
medis serta meninggalnya dua orang dokter yang ada di sana,

112
membuat air mataku tak berhenti menggenangi pipiku. Tangisku
sebagai perempuan dewasa bukan lagi cerminan dari sisi cengeng
bahwa aku terbenam di dalam ketidak berdayaanku. Tapi lebih dari
itu. Kekuasaan virus covid-19 bukan saja mematikan sistem imun di
segenap sel-sel umat manusia. Akan tetapi juga menciptakan
ketakutan psikologis yang menyebabkan manusia dapat terserang
skizofrenia atau sakit jiwa akibat depresi berkepanjangan. Ditambah
dengan berita yang entah HOAX atau bukan tentang bertambahnya
manusia yang terkapar dan akhirnya benar-benar mati setelah
makhluk tanpa bayangan itu merangsek dan memakan semua organ
penting tubuh manusia, membuat aku bagai sosok paranoid yang
berada di dunia Alien.

Setelah itu hari ketujuh tetap tak ada kabar. WA pun mati.
Perkembangan tentang ganasnya sang virus kian membuat tensi
darahku naik perlahan-lahan. Dan situasi yang ada, carut-marut
dengan berlombanya berita-berita dari media dot com yang
menyuguhkan opini entah benar atau rekayasa untuk menjaring
subscribe sama ganasnya seperti virus itu sendiri. Lockdown belum
dilakukan secara penuh. Masyarakat sekitar ada yang masih

113
menganggap remeh penyakit itu. Pemerintah menjadi tertuduh
dengan tidak menangani virus ini secara serius. Aneka opini
membaur dalam imaji-imaji para pengambil keuntungan dari
datangnya sang virus. Jika situasi bertambah parah maka bisa saja
jiwa massa berkembang dan merunut pada peristiwa chaos yang
berimbas pada penjarahan, perampokan hingga pembunuhan yang
terjadi pada 1998. Ini sungguh bukan lagi mimpi buruk, namun
kenyataan yang mengerikan. Sang pengendali kuda troya mulai
memainkan perannya, kebencian masa lalu bisa berkamuflase ke
dalam punggung virus covid-19. Permainan dadu mulai dijalankan.
Skak mat sang pemimpin dilaksanakan oleh para bidak melalui
strategi jitu yang berada pada para Sengkuni dan Durna dan
bersembunyi di balik selimut musang berbulu domba. Itu opini yang
bersembunyi di dasar tulang tengkorak para penyusun skenario
terselubung, ganasnya mereka sama seperti sang virus, musuh tanpa
bayangan.

Udara angin. cukup dingin untuk berdiri bulu roman. Tapi tak cukup
untuk mendinginkan suasana percakapan di angkringan. Belum

114
tengah malam, tetapi cukup malam untuk disebut makan disaat yang
tepat kelewat malam untuk bisa dikategorikan makan sehat.

Kini aku selaku mahasiswa sekarang menjadi insan-insan yang


manja. Manusia serba praktis yang ingin segala sesuatunya berhasil
dengan baik tanpa proses sekalipun. Membentuk mahasiswa yang
bermental tempe dan gampang menyerah mulai ada penekanan
bahwa pada kata-kata yang diucapkannya. Sedikit lebih tinggi dari
pada kalimat dia membuka pembicaraan. Suhu udara yang
cenderung sejuk membuat puasa terasa lebih ringan karena
perkuliahan dilakukan secara online (daring) dengan menggunakan
aplikasi yang telah ditujukan dalam setiap dosen selama pandemi
covid-19 ini. Setiap hari orang sibuk dengan segalah aktifitasnya
masing-masing. Pembatasan sosial/ menjaga jarak yang dilakukan
untuk mencegah penularan COVID-19 agar tidak menyebar luas di
Negara Indonesia. Social Distancing sangat berpengaruh untuk
menghambat penyebaran COVID-19.
Dampak dari adanya COVID-19 tersebut, menyebabkan
perekonomian di Indonesia menjadi merosot, menjatuhkan nilai
tukar rupiah, harga barang naik, terutama alat-alat kesehatan. Hal

115
ini juga berdampak pada sistem pendidikan di Indonesia. Hasil
keputusan dari menteri pendidikan bahwa seluruh kegiatan
pembelajaran baik di sekolah maupun perguruan tinggi
dilaksanakan di rumah masing-masing melalui aplikasi yang
tersedia.

Model pembelajaran ini memanfaatkan teknologi terutama dalam


membantu dosen dan mahasiswa terutama pada pengelolaan
kegiatan pembelajaran. Dengan teknologi informasi ini dapat
berperan sebagai media yang menyediakan antara mahasiswa dan
dosen, sumber belajar dan sarana untuk mengefesiensikan evaluasi
pembelajaran. Proses pembelajaran dengan menggunakan SDL
dianggap berhasil jika pebelajar telah mampu mengarahkan proses
belajarnya tanpa adanya bantuan dari pembelajar.

Kebijakan yang dibuat oleh pimpinan Universitas muhammadiyah


Sidrap disini dilakukan agar mengurangi grafik penyebaran COVID-
19 yang semakin hari semakin bertambah angka kematian maupun
yang tertular. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin meneliti

116
bagaimana dampak COVID-19 terhadap pembelajaran online di
Universitas Muhammadiyah Sidarp ini. Sedangkan menurut
mahasiswa pembelajaran online dilakukan untuk menyelesaikan
perkuliahan yang belum selesai, namun pembelajaran online belum
cukup efektif karena penyampaian materi dan pemahaman beberapa
mahasiswa kurang memperdalam sehingga mahasiswa sulit untuk
memahami maksud akan tugas. Karena kendala koneksi internet.

Setiap hari hujan turun begitu deras. Sederas air mata yang jatuh di
kedua pipiku. Entah mengapa seakan hidup ini begitu melelahkan
untuk dijalani, tapi kaki ini masih bisa untuk terus melangkah. Begitu
bosan telinga ini mendengar ocehan kedua orang tua yang selalu
menuntutku untuk melakukan ini dan itu, dengan alasan yang selalu
sama. Ya, Demi masa depanku. Apa mungkin ini sebuah
keegoisanku? Aku tak pernah mau tahu dengan apa yang diinginkan
oleh kedua orang tuaku terhadapku. Namun di dalam hatiku aku
selalu berkata dan berjanji, “Bersabarlah kakek dan nenekku, aku
sedang berusaha meraih cita-citaku dengan caraku sendiri. Aku
membangkang kepada kalian bukan karena aku tak patuh, tapi aku
ingin menunjukkan kepada kakek dan nenek bahwa aku ini akan

117
sukses untuk membanggakan kalian dengan caraku sendiri”. Ku
langkahkan kaki ini pergi meninggalkan rumah, untuk
menenangkan hati dan pikiranku.

Terkadang aku bingung dengan apa yang ku lihat. Orang jahat selalu
bahagia, kenapa orang baik tidak? Orang jahat selalu di atas, kenapa
orang baik ditindaskan? Apa hidup tak seadil yang aku kira? Hidup
ini memang sulit. Ya, sulit bila kita terus mencari sebuah keadilan.
Bukankah kita hidup memang untuk melewati semua kesulitan itu?
Tuhan tahu bagaimana karakter kita. Bersabarlah, itu kuncinya.
“Sabar itu bukan hal yang mudah!” mungkin itu yang selalu aku
dengar dari orang-orang di sekitarku, “Memang benar, sabar itu
tidak mudah. Tapi selagi kita masih sanggup untuk bersabar kenapa
tidak? Ya, kan!”, gerutuku dalam hati.
Sabar itu ibaratkan pohon, biarpun angin terus merontokkan
daunnya namun pohon tak menyalahkan angin dan masih kuat
untuk menjulang tinggi. Biarpun kita terus-terusan disakiti, ikhlaslah
karena Tuhan maha mengetahui segalanya, semua ada waktunya
ketika burung hidup dia makan semut. Tetapi ketika burung mati,
burung itu akan habis oleh semut. Satu buah pohon bisa membuat

118
jutaan korek api, tapi satu batang korek api bisa membakar jutaan
pohon. Bukankah itu sudah adil? Kita hadir di bumi ini sebagai
pemain dan Tuhan-Lah yang menyutradarainya. Jalan saja sesuai
jalan yang ingin kita lalui. Selagi itu benar jalannya, jika pun jalan
yang telah kita lalui itu salah maka pasti ada cerita tersendiri
nantinya.

Mungkin inilah yang dinamakan nilai dari Sebuah Kehidupan. Sebaik


apa pun hati kita, bila kita tidak pernah memberikan kebahagiaan
untuk orang lain maka, percumalah semuanya. Ketika kita lahir, kita
menangis dan orang-orang di sekeliling kita tersenyum. Maka,
jalanilah hidup kita sebaik mungkin sehingga pada waktu kita
meninggal nanti, kita tersenyum dan orang-orang di sekeliling kita
menangis.
Pagi yang cerah dan menyenangkan bagiku Wabah covid-19 atau
masyarakat dengan sebutan wabah coron ini banyak membawa
dampak sosial yang luar biasa. Dimana tata sosial masyrakat dengan
budayanya yang luar biasa, sudah diobrak abrik oleh si corona
tersebut. Virus covid-19 adalah virus yang sangat menyerang sistem
pernapasan. Penyakit yang di timbulkan karena infeksi ini disebut

119
dengan Covid-19 virus ini dapat juga menyebabkan gangguan sistem
pernapasan, pneumonia akut, sampai dengan kematian.

Virus covid-19 ini adalah jenis penyakit baru corona virus yang
menular ke manusia. Virus ini dapat menyerang siapa saja,baik orang
dewasa,lansia,ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak, bahkan bayi.
Virus ini disebut dengan covid-19. Virus ini menular sangat cepat dan
telah menular ke wilayah lain di China bahkan di bebetapa negara
lain termasuk Arab saudi dan negara Indonesia. Hal inilah yang
membuat beberapa negara di luar Negeri menerapkan kebijakan
untuk memberlakukan lockdown dalam rangka untuk mencegah
wabah penyebaran virus corona ini.
Hal ini juga di dukung dengan kebijakan setiap kepalah daerah di
antaranya dapat meliburkan sekolah dan menutup sementara
tempat wisata dan meliburkan pabrik untuk sementara waktu, untuk
mencegah/ menghambat penyebaran wabah virus covid-19 ini.
Lockdown adalah dapat membatasi satu wilayah daerah dan memiliki
implikasi ekonomi, sosial dan keamanan. Maka dari itu kebijakan
untuk menerapkan lockdown ini belum bisa di terapkan saat ini.

120
Namun sebagian sekolah, tempat parawisata, dan pabrik untuk
ditutup sementara.

Akibat dari penyebaran virus tersebut para pelajar dan mahasiswa


dapat di belajar rumahkan sampai waktu yang telah ditentukan, para
pelajar dan mahasiswa tersebut tidak semata-mata diliburkan karena
mereka juga diberikan kewajiban untuk belajar dirumah. Mereka ini
diberikan tugas dirumah dan belajar daring/online. Hal ini dapat
menjadi tugas tambahan bagi para orang tua, karena harus
memantau perkembangan belajar anak dirumah.

Dampak dari penyebaran Covid-19 ini juga berdapak terhadap


perekonomian masyarakat, contohnya kunjungan para konsumen ke
pusat perbelanjaan menjadi menurun sebagian konsumen lebih
memilih unutk menghindari penyebar covid-19 ini. Akibat pasar dan
pusat perbelanjaan menjadi sepi dari pengunjung.

Para ahli kedokteran penyebaran virus covid-19 sangatlah cepat


menyebar, karena penularan virus covid-19 sering tidak sengaja
dilakukan, contoh penularannya melalui benda merupakan media

121
yang bisa menjadi cara penularan yang masif. Menurut penelitian
covid-19 dapat bertahan hidup selama 3 hari dengan menempel pada
permukaan benda.

Belajar dari rumah telah menjadi bagian ‘new normal‘ warga


Indonesia dalam menjalani kehidupan di tengah pandemi virus
Covid-19 . Namun kendala infrastruktur dan teknologi membuat
adanya kesenjangan pendidikan antar daerah. Selain harus belajar
dengan metode online sebagai Dosen di Universitas muhammadiyah
Sidrap ia juga harus mendampingi kedua anaknya belajar dari
rumah.

Jika hanya lebih separuh murid-muridnya yang memiliki ponsel,


sehingga masalahnya tidak hanya sampai disitu. Anak-anak yang
berasal dari keluarga ekonomi ke bawah, jadi meski punya Hp tapi
tidak punya paket internet. Kadang-kadang hari ini aku diberikan
tugas kepada dosen hanya dapat di balas besok atau lusa atau bahkan
minggu depan setelah aku dapat punya paket internet tambahan.

122
Ketika datang musibah seperti pandemi virus Covid-19 kini aku bisa
mengetahui ada sedikit kesenjangan dalam pendidikan. Dalam
layanan pendidikan Indonesia belum menjadi perhatian utama
dalam situasi Covid-19 seperti saat ini. Menurut para guru metode
tatap mudah yang dulunya siswa lebih fokus dan mudah dalam
memahami pelajaran dan sekarang proses belajar mengajar yang
dijalankannya selama kurang lebih tiga bulan belakangan ini tidak
maksimal karena hanya bisa memberikan dua mata pelajaran
perharinya. Meski dalam proses pembelajaran dapat disampaikan
lewat daring dan bantuan teknologi kadang kalah ada masalah dalm
teknis misalnya gangguan pada jaringan.
Ataukah gagguan lainya seperti situasi rumah yang tidak ideal untuk
mencerna pada pembelajaran. Hal ini merasa sangat banyak
tantangan terbesar saat ini sehingga dapat bagaimana kami menjaga
semangat para mahasiswa dalam kondisi yang tidak ideal ini.

Seiring virus corona gencar-gencarnya mengintai dan menghatam


tubuh dan psikis masyarakat. Akupun cemas. Terkadang
berhalusinasi tidak karuan. Meskipun sudah ada himbauan
penguasa negeri untuk tetap tenang dan berdiam diri dirumah agar

123
aman. Khayalku bukan kecemasan atau ketakutan akan kematian
karena virus corona. Melainkan asa cinta larangan yang tak tahu
mengapa terjadi dan harus diapakan. Rasa cinta itu sangat kuat,
terkadang menyesakan dada. Ingin rasanya aku terabas akar, lalang
yang menghadang, meskipun aku tahu itu mustahil dilakukan. Aku
sadar, akar dan lalang itu tak dapat aku terabas. Karena itu
memasuki hutan larangan. Meskipun nekad keinginan itu wujudkan,
akupun tak punya alat untuk membabat itu semua. Inilah yang
terjadi pada cintaku. Aku dilanda rasa cinta pada Sehati,
gadis Dusun Raja Larangan yang masih milik orang lain. Sama pada
diriku juga masih milik orang lain. Tapi harus bagaimana lagi, ini
soal rasa cinta. Soal misterius problem yang hingga jutaan tahun
umur dunia ini, belum juga mendapat jawaban akan kemisteriusan
akan rasa cinta itu. “Apakah aku nafsu? Rasanya tidak juga. Aku
hanya inginkan Sehati dan hanya Sehati”. Ungkapan itu acap kali di
khayalku. Bukannya tak ku coba untuk mencari jawaban, kenapa
rasa cintaku ke Sehati itu harus ada. Bukankah kembang tidak
setangkai? Renunganku hingga musim virus corona kian melanda
Negeri Bengkulu ini, belum juga menemukan solusi dan konklusi.

124
Akhir-akhir ini aku sempat tertawa sendiri dalam hati, kenapa
hantaman rasa cintaku pada Sehati ini mirip dengan dampak virus
corona. Soal ini aku ceritakan pada Bedi temanku. Bukannya malah
simpati, tapi tawaan terbahak-bahak yang kuterima saat Bedi yang
bertandang pagi ini kerumahku, mendengar cerita soal rasa cinta
mirip dengan dampak virus corona saat ini. Aku yakin tak ada
maksud dari temanku Yusyin mengejek. “Ada-ada saja kamu ini Yus.
Masa rasa cinta pubertas kedua Bro ini mirip virus corona? Kalau itu
benar, Bro bisa di lockdown”, katanya sembari tertawa terbahak-
bahak. Hampir tumpah secangkir kopi hitam diatas meja berenda
rumah karena kegeliannya.
“Sumpahlah Yus. Itulah yang kupikirkan, setelah aku hubung-
hubungkan antara kisah cintaku dengan kondisi yang menerpa saat
ini”, jelasku sembari memandangi potret Sehati yang lagi sumringah
menggoda.
“Gimana tu persamaannya?”
“Coba kamu fikir Yus. Aku setiap hari dalam benakku terlintas nama
Sehati. Sementara aku tak bisa berbuat apa-apa, karena rasa cinta itu
terbentur halangan dan larangan. Rasa cinta itu terus saja
mengarungi fikiranku disetiap waktu. Sedangkan solusi hingga kini

125
belum aku temui, selain diam, bertahan dan tahankan entah sampai
kapan”. Curahan hatiku pada Yus membuatnya kembali ketawa
sambil berkata, “Ini konyol...Ini konyol. Sehati itukan milik orang lain.
Bro mencitainya tanpa sebab musabab. Ini merupakan irrasional
yang memerlukan kajian khusus Aku”.

Perbincangan mendadak berhenti, saat melihat isteriku pulang dari


pasar bersama kedua putriku. Berkilah, kamipun pura-pura
bercakap soal bisnis tempuyak, sebagai makanan khas Bengkulu
yang belum di boomingkan oleh pemerintah daerah.
“Ibarat pepatah anak wanita zaman dahulu Yus, tempuyak dari
Bengkulu. Celana koyak tampak bulu”, sembari kami tertawa
menghilangkan kecurigaan isteri yang tampak sumringah masuk
kedalam rumah.

Dalam perjalanan, kisah cintaku dengan Sehati kembali


kubahas. Bedi hanya menanggapi dengan tersenyum. Dia hanya
berharap aku segera melupakan rasa cinta larangan itu. Karena itu
sulit dan tidak mungkin terwujud. Apalagi kisah cinta itu tidak jelas,
diluar kesadaran.

126
“Kitakan sudah sama-sama pengalaman soal rasa cinta Aku”.
“Tapikan tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini Bed! Semua
kisah yang ada itu mungkin adanya”, jawabku ala berfilsafat.
“O ya...Betul itu”, tegur Yus sembari menyetir mobil.
“Apakah Aku lupa dengan kata Aku dulu. Kan Aku pernah bilang,
bila ingin tahu indahnya cinta, jangan diakhiri dengan perkawinan”.
“La itu konteksnya beda. Kalau sama Sehati ini aku serius dan akan
kuduakan Yus”, celetukku, sembari menujuk kiri jalan, tempat
profesor itu menginap.
Pertemuan kami dengan kerinduan. Panjang lebar kami bernostalgia
saat masih kuliah dulu. Hingga akhirnya gayung bersambut,
kisahpun bersahut. Cerita cintaku mendapat sedikit pencerahan.
Profesor tua itupun sebelum berpisah, sempat memberikan paparan
kajian ilmunya, seperti kebiasaanya saat dulu dibangku kuliah. Kami
sembari melongo tapi serius mendengarkannya. Jidat kami mulai
berkerut. Ingin permisi balik, takut kualat. Enggak sopan
memutuskan pembicaraan saat guru sedang bicara. Angguk-
anggukan saja kepala membuat suasana tetap sopan.

127
Mendengar prolog awal, pikiranku terusik dan mencoba
menghubungkan dengan kisah rasa cintaku dengan Sehati yang
bertepuk sebelah tangan. Aku mencintai Sehati, sedangkan Sehati
sendiri tak pernah merasakan, apalagi tahu akan adanya rasa cinta
itu.
Orang mungkin percaya pada sesuatu karena pengaruh intuisi.
Mengurangi banyak alternatif yang masuk akal. Tidak ingin
mengakui yang terjadi karena sebab akibat. Untuk menyikapi ini
agar dapat dimengerti, haruslah konsepsi tentang realitasnya harus
cocok.
“Aku sudah ketemu jawabannya”, teriakku yang membuat Yus
kaget.
“Ah gila kamu Kamu......Bikin kaget aja”.
Kuceritakan kesimpulanku berdasarkan hal yang tak masuk
akal. Aku ketemu jawabannya, kenapa aku punya rasa cinta pada
Sehati? Itu karena terpesona akan getaran suaranya, cara berfikirnya
dan sikapnya selama beberapa kali pertemuan. Itulah kenapa diriku
jatuh rasa cinta, yang bukan berlandaskan nafsu belaka.
“Pertanyaannya, lantas setelah Aku tahu, terus mau apa dengan
kerisauan yang Aku alami ini?”, tanya Yustin.

128
“Karena aku sudah tahu, maka aku tahu apa yang aku mau. Karena
ada larangan yang menghadang, sementara kemampuan untuk itu
tak mungkin dilampaui, maka jawabannya tahankan perasaan ini
sebaik-baiknya, sembari menanti takdir, bila memang ada saatnya
tiba”.
Yustin tampak menggeleng-gelengkan kepalanya. Namun kali ini ia
tak berkomentar banyak.
“Rasa cinta menimbulkan lamunan. Dalam lamunan akan terlitas
nafsu. Lantas kemanakah nafsumu pada Sehati itu harus labuhkan
Inn?”
“Kan ada orang rumah”, kataku.
“Nah.....Itulah namanya berselingkuh di dalam khayal sembari
berharap takdir menjelang. Bila perselingkuhan khayal itu terkuak
sama orang rumah, maka dampaknya memang persis dampak dari
virus corona. Bila pertahanan tubuh kuat, maka kamu akan hidup.
Bila tidak, maka kematian cepat menjelang”, celetuk Bedi sembari
bercanda.

Kata-kata Yustin membuat aku terhenyak dan diam. Tapi karena


mengunakan analoginya virus corona, maka agar tak terkuak sama

129
orang rumah, kan ada disinfektan. Bila terjangkit, kan bisa berobat
intensif.
Bila tak sembuh dan harus mati, itu namanya takdir. Soalnya rasa
cinta itu datang sendiri dan terus berkecamuk di dalan hati.
“Yustin, menurut kamu bila aku rindu dan terus memikirkan Sehati
itu, apakah ada kontak bathin dengan dia?”
“Bisa Innah, bila Innah dan Sehati sama sama menguasai ilmu
telepati”.
Aku terdiam hingga tiba dipintu gerbang rumah. Kamipun berpisah
pulang kerumah.

Hari-hariku di kampus di penuhi dengan kegiatan. Ditambah


dengan jadwalku memberi les. Semua terasa berat, ingin rasanya aku
memiliki satu hari yang khusus dihadiahkan untukku. Agar aku bisa
beristirahat. Sedikit menghirup udara segar dan terbebas dari
rutinitas dunia kampus. Aku adalah mahasiswi kos di dekat kampus.
Rumahku yang jauh membuatku selalu rindu dengan kedua orang
tuaku. Terutama ibu. Kini, aku belajar mengatur rumah kecil, dapur
dan keuanganku. Otak seperti dikuras habis untuk memikirkan
kuliah, organisasi, les, kebutuhan, tugas dan seabrek catatan-catatan

130
hidupku yang harus aku pikirkan. Seolah-olah, otak ini sudah
mendidih.
Layaknya satan kelapa, yang masih saja dipaksa diambil santannya.
Seperti aku yang selalu memaksa otakku untuk terus berpikir dan
berpikir. Bagaimana hidupku terus berjalan dan maju ke depan.

Rasa capek dan bosan sering membuat sikap malas menghinggapiku.


Tapi, aku selalu mencoba menepisnya. Aku tak ingin perjuangan
orang tuaku di desa dengan bekerja keras sia-sia hanya karena sikap
malasku. Aku ingin kuliah dengan benar, dan sungguh-sungguh.
Aku tak ingin mengecewakan mereka. Aku lantas beranjak dari
tempat tidur dan bergegas menuju kamar mandi. Aku sambar
handuk diatas kasur, dan dengan menarik napas dalam-dalam aku
berkata. “Aku harus semangat..! Kamu tidak boleh malas, Innah”,
kataku sendiri mencoba untuk menyemangati.

Aku buka buku yang terlihat besar dan lebih lebar dari bukuku yang
lain. Aku mencoba melihat pekerjaanku kemarin. “Huft…, apanya
yang salah, ya?!”, tanyaku yang bingung sekali. Beginilah
pekerjaanku sebelum hari Rabu tiba. Mengerjakan tugasku .

131
Karena aku mengambil prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, mau
tidak mau aku harus bergelut dengan kata-kata yang aku sendiri tak
tahu. Untuk melakuka penulisan Cerpen, puisi dan sebagainya.
Aku terkadang berfikir, bagaimana jika pekerjaan seorang guru yang
aku kerjakan ini benar-benar ada untungnya . Niscaya aku akan
bingung bukan kepalang Meskipun begitu, Bahasa Indonesia adalah
mata pelajaran yang aku sukai ketika aku masih di bangku SMA. Oleh
karena itu, aku ingin melanjutkan pengetahuanku mengenai Bahasa
Indonesia di jenjang perguruan tinggi ini. Aku merasakan
kesenangan tersendiri dengan kumpulan kata-kata dan penulisan
yang menarik itu. Mudah sekali mempelajari Bahasa Indonesia. Saat
kita mengerjakan, anggap saja perusahaan itu adalah milik kita. Dan
saat mengerjakannya, anggap pula kita sedang mengerjakan laporan
perusahaan kita sendiri. Dengan begitu, belajar akan lebih
menyenangkan. Jika kamu mendapati ketidak seimbangan pada
kalimat, lebih baik lanjutkan pekerjaannya esok hari. Sungguh, aku
akan malas untuk melanjutkan pekerjaanku jika kalimat yang tidak
saya mengerti. Bukan bermaksud menunda-nunda.
Tapi aku ingin mengistirahatkan pikiran aku. Berharap, esok
pikiranku akan segar kembali. Dan bisa meneliti pekerjaaanku.

132
Salah satu kelemahanku adalah, kurangnya ketelitian dan
kecermatan dalam mengerjakannya. Meskipun aku memahami
materinya, kecermatan sangat penting dalam mengerjakannya.
Mataku pun sudah mulai membengkak karena kelelahan aku ajak
begadang. “Lebih baik, aku selesaikan besok malam saja”, kataku
sambil menutup buku. Aku langsung membaringkan tubuhku di
atas ranjang.

“Innah, kalimat apa yang belum kamu mengerti?”, tanya Yustin. “Aku
belum selesai, Yustin”, jawabku setelah menyedot es teh yang ada
dalam gelas plastik.
“Ngapain sih, rame-rame?, tanya Nana Risna.
“Risna , soal pada kalimat ini Bu”, tanya Yustin .
Ia adalah temanku yang kurang begitu paham dengan pelajaran
Bahasa Indonesia. Tapi aku salut dengan semangatnya. Ia selalu
bertanya padaku, jika ia selesai mengerjakannya.
Berusaha untuk mencocokkan, dan jika jawabannya berbeda dan
salah. Ia akan segera membenahinya. Pernah suatu kali, ia datang
pagi-pagi ke Rumah untuk mencocokkan pekerjaannya yang salah.

133
Sekarang ia tampak kebingungan sekali. Yang ngerti Bahasa
Indonesia saja belum selesai mengerjakannya. Aku bisa melihar raut
wajah kepanikan dari sikapnya.
“Jangankan mengerjakannya, soalnya saja aku tidak tah”, jawab
Risna dengan santai dan terlihat tanpa beban. Tapi, mereka adalah
teman-teman yang selalu memberiku semangat. Teman-teman yang
selalu membuatku tersenyum. Mengobati kerinduanku terhadap ibu
dan bapak.

Usai mengerjakan soal Bahasa Indonesia, aku membereskan buku-


buku di rak yang berantakan. Akupun memasukkannya ke dalam
kardus agar rakku tidak penuh dengan buku. Tiba-tiba aku
menemukan kotak berwarna cokelat. Aku ingat, ini adalah kotak kue
yang dulu pernah aku berikan untuk ibuku. Tepat di hari ibu dan di
hari ulang tahun ibuku. Aku langsung menuju kalender yang
menempel di dinding kamarku. Mataku terus berjalan mencari
bulan, kemudian mencari hari.
Mataku pun kemudian berjalan menuju Kotak yang bertuliskan
angka. Tampak angka 12. Kurang sepuluh hari adalah hari ibu dan
tepat ulang tahu ibuku. Aku kemudian duduk di atas kasur. Aku

134
terus mengamati kotak kue dari kardus itu. Aku sengaja menghias
kotak itu dengan kertas dan daun kering, agar terlihat cantik dan
menarik. Seperti membuat herbarium, waktu aku masih SMP dulu.
Tugas biologi mengeringkan daun atau mengawetkannya. Aku
menata daun-daun kering itu dan menempelkannya pada kardus.
Sangat cantik dan cukup mebuat ibuku tersenyum senang dan
bahagia. “Ingin sekali aku melihat senyum dan kebahagiaan itu
kembali dari raut wajahnya”, kataku yang mulai sedih terbawa
suasanya.

Aku sudah lama tidak pulang ke rumah. Tugasku memberi les dan
kegiatan di organisasi cukup membuatku kualahan. Antara
tanggungjawab dan kerinduan teramat dalam pada kampung
halaman. ‘Aku ingin pulang, ibu.., bapak..,’ Teriakku tertahan. Aku
peluk kotak itu erat-erat. Kotak cinta untuk ibu yang mungkin akan
aku buat lagi di tahun ini. Kotak Cinta yang selalu aku buat khusus
untuk ibuku. Di hari ibu dan dihari ulang tahunnya.
Malam minggu ini, langit begitu cerah. Ramai dengan bintang
bertebaran di langit. Hamparan luas bintang terasa kurang lengkap
tanpa hadirnya bulan. Seperti kehidupanku. Banyak teman

135
disekelilingku, tapi kehadiran ibukulah yang paling berharga dalam
hidupku. Membuat hidupku jauh lebih lengkap. Angin malam
menerpa kulitku, terasa dingin hingga menusuk tulang. Seketika
bulu-bulu di kaki dan tanganku langsung berdiri, meski berbalutkan
jaket dan rok panjang. Aku lantas menarik resleting jaketku ke atas.
Agar dinginnya angin malam tidak mengusikku.

Aku mulai berpikir untuk memberikan sesuatu yang berkesan di hati


ibuku. Momen yang aku nanti-nantikan. Aku ingin memberikan
kotak cinta itu untuk ibu.
“Kira-kira, aku ingin mengisi kotak itu dengan apa, ya?”, pikirku.
“Innah, ngelamun apa, sih?”, tanya Yustin.
“Ah.., tidak, Yustin. Aku tidak melamun, kok”, jawabku. Dibilang
kaget, aku jawabnya juga santai. Dibilang tidak kaget, masih mikir
juga untuk menjawab pertanyaan Rini.
“Sabtu depan pulang, kan?”, tanya Yustin.
“Insya Allah.., semoga di kampus tidak ada acara dan kegiatan. Aku
ingin pulang, Yustin. Aku kangen ibu dan bapak. Terutama Risna
adikku. Sudah lama aku tidak pulang dan berkumpul mereka”,
kataku berbagi beban di pundak ini pada sahabatku.

136
“Aku tahu, Innah. Kalau kamu mau, kamu pakai saja uangku dulu
untuk pulang”, Yustin menawarkan bantuan.
“Tidak usah, Yustin. Kamu kan juga butuh uang untuk pulang”, aku
berusaha menolaknya.
“Tidak apa-apa, Innah. Aku sabtu depan ada acara di kampus. Jadi,
aku tidak pulang”, Yustin menjelaskan. Aku pun terdiam sejenak
untuk memikirkan tawaran Yustin. Antara senang dan perasaan
tidak enak pada Yustin. Senang karena aku bisa pulang dan bertemu
dengan ibu, bapak, dan Risna. Tapi, Yustin sudah terlalu banyak
menolongku.
“Bagaimana, Innah ?”, tanya Yustin kembali, meminta kepastianku.
“Iya, Yustin”, aku pun menerima bantuan itu. Karena aku ingin sekali
bertemu dengan ibu.

Hari ini, aku pulang dengan hati yang berkecamuk perasaan sedih.
Mukaku terlihat nanar, dan air mata sudah mengumpul di ujung
mata. Aku tak bisa pulang sabtu depan. Ada kegiatan organisasi yang
harus aku selesaikan. Penggalangan dana untuk saudara-saudara
yang sedang tertimpa masalah di Bantaeng , akan diadakan sabtu
depan. Dengan perasaan sedih, aku harus mengikhlaskan. Aku

137
sebagai penanggung jawab, tidak mungkin lari begitu saja. Dimana
integritasku jika aku pergi meninggalkan tanggungjawab itu?
Dimana, In. Aku mengambil kotak cinta itu.
“Ibu, Selimut ini tidak akan datang di hari ulang tahun ibu”, aku
memandangi kotak yang berisikan selimut berwarna biru. Aku ingin
ia menemani malam-malamnya. Aku ingin kehangatan melindungi
tubuhnya. Aku ingin selalu ada di dalam mimpi-mimpinya. Aku
tutup kembali kotak itu dan kusimpan kembali dalam lemari.
“Apa itu, Innah?”, tanya Yustin, heran terhadap kotak itu.
“Ini hadiah ulang tahun ibuku”, jawabku dengan nada parau.
“Aku tahu, kamu tidak bisa pulang sabtu depan. Kamu sabar, ya..!”,
Rini menepuk bahuku.
“Iya..” Jawabku dengan senyum yang sedikit aku paksakan.
Usai melakukan penggalangan dana, aku langsung pulang. Dari
pagi, aku dan teman-teman sudah terjun di jalanan. Membagi-
bagikan bendera dan brosur, di tengah terik matahari yang cukup
panas. Kepalaku pusing, akibat terlalu lama berada di bawah terik
matahari. Kakiku terasa sakit dan memerah. Kakiku juga melepuh
dan berair. Karena tadi siang aku lupa memakai kaos kaki. Aku
langsung membaringkan tubuhku di atas ranjang.

138
Aku merasakan timangan kasur nan empuk di kamarku. Perlahan-
lahan, diriku dibawa terbang ke awan. Menyusuri pulau nan indah
bersama ibuku. Kami sekeluarga terlihat gembira dan begitu
menikmati. Aku melihat senyum yang begitu natural, senyum yang
terpancar dari hati. Sesuatu yang ibu ekspresikan dengan tulus. Aku
begitu senang melihat ibu bahagia.
“Buatlah ibu bangga, Nay. Jangan biarkan orang lain merendahkan
dan meremehkan kita. Aku yakin kamu pasti bisa membuat ibu
tetawa dan bahagia lebih dari hari ini”, kata ibu memegang telapak
tanganku. Tangannya begitu hangat. Aku hanya memandang
senyum yang masih merekah dari kedua bibir ibuku. Tatapanku
penuh tanya, dan otakku terus berpikir. Bukankah aku melihat tawa
yang begitu lepas. Tapi ibu menginginkan kebahagian yang lebih dari
hari ini. ‘Aku memang belum bisa membahagiakanmu, Bu. Engkau
selalu berbohong dibalik senyummu.
Seolah-olah, engkau sudah merasa bahagia dengan apa yang ada.
Tapi, kebohongan yang engkau sembunyikan terlihat nyata. Engkau
selalu merasa gembira, untuk menyembunyikan kesedihan. Engkau
merasa sehat dengan menyembunyikan sakitmu. Aku ingin engkau

139
bahagia, lebih dari hari ini, hari esok, dan hari esoknya lagi’, kata
hatiku. Aku akan membahagiakanmu selamanya, bu. Ingin sekali
senyum itu nyata dari hatimu, tanpa ada yang engkau sembunyikan.
Perlahan-lahan genggaman ibu merosot dari genggamanku. Aku
merasa kebingungan, dan mencoba menahannya. Tapi, ujung jariku
sudah menyentuk kukunya. Dan tiba-tiba tangan ini sudah tak
menggenggam tangannya lagi. “Ibu..!”, teriakku terkejut. Aku
mencoba mengatur nafas dan mencoba memasuki duniaku yang
sebenarnya. Lelah dan kerinduan telah mengantarkanku pada
mimpi bertemu dengan ibu. Dan kotak itu secara tiba-tiba melintas
di dalam pikiranku dan hinggap di sana.
Hari ini, bulan terlihat diantara bintang-bintang.
“Andaikan aku ada disamping ibu, aku akan sangat bahagia”, kataku
sambil memandangi langit. Aku buka kotak yang ada di
pangkuanku. Ternyata, selimut ini tak bisa menghangatkan
malamnya hari ini. Hari ulang tahunnya, dan hari ibu. Bagiku, hari
ibu ada di setiap hari dalam hidupku. Seperti hari-hari yang selalu
ada do’a untuku, anaknya. Aku menarik selembar kertas dari
bukuku. Tanganku dengan lincah menari-nari di atas kertas itu,
merangkai kata-kata. Padahal aku bukan seorang pujangga. Tak

140
perlu menjadi seorang pujangngga. Hanya karena cinta, kata-kata
indah akan tercipta dengan sendirinya. Meskipun kata-kata cinta
untuk ibu tidak seindah kata-kata cinta Kahlil Gibran, dan tak
seindah syair-syair Chairil Anwar. Aku yakin, ibu bisa merasakan
betapa aku sangat mencintainya.
“Aku berjanji, Bu. Meski ibu mengucapkannya dalam mimpi. Aku
yakin, itu adalah apa yang selama ini ibu harapkan. Apa yang selama
ini ibu tunggu-tunggu. Aku akan membuat ibu bahagia. Lebih dari
hari ini dan hari selanjutnya. Selimut ini akan menghangatkan
malam-malam ibu. Jika Innah pulang nanti, bawalah ia untuk
menemani tidurmu, Bu. Hanya ini yang bisa Innah berikan. Tak
sebanding dengan kehangatan cinta ibu yang selalu
menghangatkanku”, aku menitikkan air mata, dan jatuh dalam kotak
itu.
Air mataku semakin mengalir deras. Mengingat perjuangan, kasih
sayang dan cintanya selama ini. Sekelebat kenangan-kenangan
bersama ibu secara bergantian melintas di hadapanku. Seperti
diputarnya film yang dipertontonkan untukku. Tapi sayang, air mata
yang menetes banyak di dalam kotak tak akan meninggalkan bekas.
Andaikan ia bisa berubah menjadi kristal putih nan cantik,

141
pancarkan keindahan seperti kasih sayangnya selama ini. Aku akan
menyertakannya di dalam kotak itu dan menghadiahkannya untuk
ibu. Tapi, air mataku tak bisa kusulap menjadi butiran kristal. Hanya
ada selimut berwarna biru di dalam kotak. Kotak cinta yang akan aku
persembahkan untuk ibuku saat aku pulang nanti. Hanya itu yang
bisa aku berikan. Uang dari honor menulis cerpenku. Cerpen yang
baru pertama kali diterima oleh redaksi. Untukmu, Bu.., untukmu.

“Tunggulah sampai anakmu pulang, Bu. Innah di sini baik-baik saja.


Semoga ibu dapat tersenyum untuk selamanya. Innah berjanji, Bu”,
aku menghapus air mataku. Aku harus semangat, semangat!.
Aku menutup kotak itu dan kubawa kedalam kamar. Aku
memasukkannya dalam lemari.
“Tinggallah di sini sementara, kotakku. Sebentar lagi engkau akan
bertemu dengan ibu. Aku tahu, engkau pasti tidak sabar bertemu
dengan ibu”, aku kemudian mengambil hp yang ada di tasku, hp
lama pemberian dari keponakan ibu. Tak apalah, dengan hp ini aku
bisa mendengarkan lagu ‘Mother How Are You Today’. Setidaknya,
lagu ini bisa menjadi penenang jiwaku. Lagu yang ingin aku
sampaikan pada ibu. “Tunggu aku pulang, Bu. Aku sangat

142
mencintaimu”, kataku dengan tersenyum di balik kerinduan yang
teramat dalam.

Aku punya satu kupu-kupu, Parasnya sangat indah. Karena aku


hanya memiliki satu kupu-kupu, maka kupu-kupu itu sangat
berharga bagiku. Parasnya memang sangat cantik, tetapi dia lemah,
dia selalu ingin pergi terbang jauh, dia juga ceria. Aku selalu
menyamakan Teman ku dengan kupu-kupu. Selain karena ia sangat
menyukai Kupu-kupu, Ia juga tak kalah cantiknya dengan kupu-
kupu. Rumah belakang kami terdapat Yustin, Risna biasanya
menangkap kupu-kupu disana. Aku takut dengan kupu-kupu,
karena sewaktu kecil seekor kupu-kupu masuk ke dalam hijabku
itulah sebabnya mengapa aku sangat takut.
Kota ini sedang dilanda hujan tatkala ketika aku sedang
mengumpulkan berbagai cara untuk menghilangkan rasa rinduku
padamu. Diiringi dengan jatuhnya air hujan ke permukaan bumi,
udara dingin perlahan menusuk pori-pori kulitku. Kugosokkan
kedua telapak tanganku lalu kutempelkan ke pipi untuk sekadar
menghangatkan tubuh. Memandangi rinai hujan yang begitu indah
menumpahkan segala isinya dengan percuma, aku kembali

143
memikirkanmu. Alam pun menjadi saksi bisu antara rinduku
padamu yang tak jua berujung pada titik temu. Dan hujan ini akan
menjadi jembatan penghubung antara aku dan kamu. Mungkin
hujan ini akan menjadi indah setelah kamu berada di sisiku saat ini.
Kembali teringat waktu pertama kali kita bertemu tanpa sengaja di
sebuah kedai kopi. Waktu itu, pesanan kopi kita tertukar. Tanpa
sengaja kamu minum kopi punyaku, begitupun sebaliknya. Lalu, aku
menghampirimu dan mengatakan bahwa pesanan kopi kita tertukar.
Tapi kamu yang keras kepala tetap saja kekeuh mengatakan bahwa
pesanan kopi kita tidak tertukar. Sampai akhirnya aku geram, tak
bisa menahan emosiku pada saat itu, kutumpahkan gelas kopi
punyaku ke bajumu. Aku menyeringai. Dan lihat, kamu memarahiku
di depan orang banyak.
Aku terkekeh saat mengingat kejadian tersebut. Kami benar-benar
seperti anak kecil saja, membesarkan masalah kecil padahal kami
sama-sama dewasa. Dari kejadian di kedai kopi tersebut, kami jadi
sering bertemu tanpa disengaja. Aku baru tahu bahwa kamu satu
kampus denganku. Kamu juga aktif dalam kegiatan kampus, aku
pun begitu. Kami jadi lebih sering bertemu dalam setiap acara
kampus. Kami selalu terlihat bersama.

144
Mungkin memang benar, kami ditakdirkan untuk bertemu bukan
untuk bersatu. Entah bagimana perasaan ini tumbuh menjadi
sesuatu yang bermakna dalam hidupku. Aku tidak tahu apakah
kamu memiliki rasa yang sama seperti yang kurasakan. Lebih baik
aku memendam rasa itu daripada hubungan kami semakin menjauh
setelah kamu mengetahui perasaanku yang sebenarnya. Hari itu tiba.
Hari di mana kami bertemu untuk yang terakhir kalinya. Di kedai
kopi ini, tempat di mana kami bertemu, kamu mengakhiri semuanya.
Tanpa sebuah kepastian. Aku bisa apa saat kamu mengatakan semua
itu? Toh, kami tidak terikat hubungan apapun. Jadi untuk apa aku
kecewa? Untuk apa aku marah?
Aku mengembuskan napas perlahan, berusaha mengusir bayang-
bayangmu dari pikiranku. Sungguh aku merindukan saat-saat kita
menghabiskan waktu bersama. Semoga kamu juga merindukanku.
Hanya dengan doa yang bisa kupanjatkan. Doa rinduku padamu.

Bulan Ramadhan kali ini sangatlah berbeda dengan bulan


Ramadhan sebelumnya. Semua masjid akan lockdown untuk tidak
menyelenggarakan salat berjamaah termasuk salat tarwih yang

145
biasanya dilakukan sepanjang Ramadhan. Kegiatan lain seperti
kajian Al-qur’an, iktikaf dan aktifitas keagamaan yang banyak
dilakukan selama ramadhan pun tidak banyak ditemukan. Tidak
terihat pedagang yang menjual makana untuk berbuka puasa dan
sahur atau relawan yang membaagikan takjil. Tidak ada lagi acara
buka pusa bersama biasanya digelar oleh beragam instansi
pemerintah, swasta ataupun organisasi lainnya. Semua berubah
karena kedatangan makhluk yang di berinama Covid-19. Sejak
pemerintah mengumumkan denag adanya kasus positif covid-19 di
Indonesia, praktis kehidupan tidak lagi sama. Pada awalnya
masyarakat relatif tenang.
Namun arus informasi tentang virus itu yang tak terbendung
membuat respon masyarakat terutama kelas menengah atas semakin
eskalatif.

Panik bunying sempat terjadi. Mulai dari hand sanitizer, tissue


masker sampai makana pokok pun sulit di cari di gerai pertokoan
atau supermarket. Tanpa aku sadari bahwa perilaku tersebut telah
mengorbankan orang lain panic buying membuat harga melambung
tinggi serta kekosongan stok barang tersebut. Kalau toh ada,

146
harganya pun sudah melambung diatas harga biasanya. Pemerintah
yang mencoba bersikap tenang justru dinilai lamban. Kepanikan
masyarakat juga mendorong mereka mengkampanyekan lockdwon
dan sosial, seolah-olah pemerintah menerapkan lockdwon maka
covid-19 akan selesai. Jika lockdwon di terapkan maka mereka akan
merasa aman dan tenang dari potensi penularan virus tersebut aman
juga dari kebutuhan logistik. Karena dengan sumber daya yang
dimiliki mampu memborong kebutuhan bahan pokok dan
menimpannya. Aman juga untuk mencari nafkah karena dapat
bekerja dari rumah.
Masih punya waktu juga membuat status di media sosial,
mengkampanyekan lockdown, stay at home atau berdebat soal
bedanya pulang kampung atau mudik. Mereka lupa bahwa masih
banyak anggota masyrakat lainnya yang tidak beruntung secara
sosial ekonomi. Bahkan sebelum corona datang, sudah harus
berjuang di luar rumah untuk mencari nafkah dan bertahan hidup.
Kondisi sakit juga tetap harus keluar rumah untuk bekerja. Karena
memang pekerjaannya tidak bisa dilakukan di rumah, seperti tukang
becak, ojek, pedagang keliling dan sebagainya. Karena itu, kampanya
lockdown tidak terlalu laku dikelompok masyarakat bawah.

147
Sebagian diantaranya mungkin beranggapan virus ini lebih banyak
berjangkit di kalangan menengah atas yang mobilitasnya tinggi dan
interaksi sosialnya jauh melampui batas yang kelas bawah miliki.
Keputusan pemerintah untuk tidak menerapkan lockdown sangat
tepat dan menggantinya dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) yang berlaku di beberapa daerah sudah tepat. Keputusan
lainnya seperti larangan mudik tapi mengijinkan pulang kampung,
serta peluncuran program bantuan sosial, juga patut diapreasisi.
Karena isu sosial seperti kemiskinan dan penggangguran dipastikan
meningkat sebagai dampak perusahaan yang menghentikan operasi
dan merumahkan pekerjanya. Jika di PHK, tentu tidak ada pilihan
lain bagi kelas pekerja tersebut untuk pulang ke kampungnya.

Kembali bicara Ramadhan, apakah corona membuat puasa berubah?


Secara substansi sih tidak. Hukumnya puasa dan salat tetap sama.
Hal yang sedikit beda misalnya; dari semula salat tarawih berjamaah
di masjid, berganti menjadi salat sendiri atau berjamaah dirumah, itu
saja. Apalagi jika ibadah dimaknai bagian dari spiritualitas, tentu
substansinya tidak berubah. Namun rasa batinnya dapat berubah

148
karena spiritualitas itu bersifat dinamis. Spiritualitas itu suatu ruang
batin sekaligus sebuah perjalanan. Bukan tempat pemberhentian,
bukan pula tempat yang akan dituju.
Spiritualitas tidak hanya memberikan pengalaman rohani dan
hubungan yang paling dekat antara manusia dan pencipta-Nya,
namun juga dalam konteks manusia dan kehidupan sosialnya.

Karena itu, beribadah di rumah bukan berarti meneguhkan langkah


sunyi menggapai kenikmatan ibadah untuk dirinya sendiri.
Beribadah di rumah justru harus semakin membuat daya lenting
kesalehan sosial kita semakin kuat. Karena yang dapat bekerja dan
beribadah di rumah di rumah adalah orang-orang yang lebih
beruntung dari yang lain, yang masih harus berjuang di luar rumah.
Saat ini memang banyak yang beribadah untuk menggapai
kenikmatan sendiri sehingga cenderung bersikap egois, selayaknya
hendak memonopoli surga. Saya pun mengalaminya, saat Tuhan
memberi kesempatan untuk umroh. Egoisme saya muncul saat
berebut tempat di Raudhatul Jannah, tempat berdoa paling mujarab,
berdesakan untuk menyentuh Ka’bah atau mencium Hajar Aswad.
Bahkan tanpa kita sadari, ungkapan seperti nikmat sekali ketika

149
umroh, mudah terhanyut menjadi egoisme spiritual untuk mencapai
kenikmatan sendiri.

Dalam Islam Bergerak, ibadah-ibadah tersebut terjatuh hanya


sebatas kenikmatan yang tak jauh bedah dengan rekreasi. Jika
merujuk pada istilah hedonisme dalam terminologi non-filsafat, yang
menyamakan kebahagiaan dengan kenikmatan dan
menempatkannya sebagai tujuan hidup. Maka laku ibadah kita pun
dapat terjebak ke dalam hedonisme spiritual.
Nah, apakah ibadah puasa kita dimasa pandemi corona ini, masih
akan egois?. Jika kita mengkampanyekan stay at home, beribadah di
rumah dan sebagainya, tapi lalai dengan saudara-saudara kita yang
tidak beruntung secara sosial ekonomi, maka sangat mungkin laku
ibadah kita masuk dalam kategori hedonisme spiritual. Apakah
dengan menyantuni kaum miskin sudah cukup dalam ibadah? Laku
keagamaan yang bersifat membebaskan, tidak hanya berhenti pada
menyantuni orang miskin atau bicara kekafiran, surga dan neraka.
Namun lebih dari itu, sebagaimana dikutip dari beberapa tokoh
pemikir Islam seperti Hasan Hanafi dalam jurnal Al-Yasar Al-Islami,
atau Asghar Ali Engineer, menafsirkan Islam sebagai teknologi

150
pembebasan. Salah satu caranya, mengartikulasikan agama
berkelindan dengan situasi, sejarah dan keprihatinan terhadap kaum
miskin dan tertindas. Meskipun hal itu juga tidak mudah dan
beresiko. Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadan 1441 H.

***

151
152
KISAH KEHIDUPAN DITENGAH COVID-19
“RF”
Saat libur awalnya aku senang. Saat belum ada himbauan, dan
saat sidrap belum termasuk zona merah. Tapi setelah itu paradoks,
semuanya pun menyesuaikan. Ditambah tugas yang terus menerus
berdatangan, tugas diluar pemahaman dan tugas yang menyulitkan
bagiku. Ceritaku saat libur, hanya dirumah namun sesekali kumpul
bareng teman yang dekat dan bisa dijangkau serta masih steril dari
penyebaran virus. Sesekali pula keluar rumah tuk mencari udara
yang segar itupun hanya sebentar. Banyak rencana yang sudah aku
persiapakan untuk libur namun hampir semuanya dibatalkan
karena untuk membantu pemerintah dalam menangani penyebaran
covid -19.

Saat dirumah, banyak pula pekerjaan rumah yang harus aku


selesaikan. Dengan orang tua yang kurang paham dengan tugas
tugas yang diberikan dosen kepadaku. Walau serasa sering rebahan
namun tak tenang bila terus mengerjakan tugas, tak fokus dengan
orang tuas yang selalu menasihati untuk tidak berlama lama dengan
handphone bahkan berlama lama diam di luar rumah.
153
Aku tak keseringan diam dirumah dan tak jarang main keluar
rumah. Mulai dari kepentingan rumah, pribadi bahkan tugas.

Di suatu malam aku duduk didepan teras rumah sambil main Hp.
Malam itu begitu gelap dan jernih, bintang pun bermunculan di atas
awan biru. Suasana yang sepi dan mencengkramkan. Tiba-tiba
handphone ku bunyi, ternyata yang menelpon sahabatku. Akupun
angkat telfon darinya, dengan suara yang keras dia memanggil
namaku.
“Hallo Tasya? apa kabar kamu malam ini?”.
“Iya, puji Tuhan baik. Kamunya?”, (aku menjawab dengan nada
pelan).
Vera : “Aku sih, fine-fine aja. Ngomong -ngomong kenapa suara- mu
menghilang gitu? Kamu sakit atau ada masalah?”.
Aku : “Sebenarnya, ada sesuatu yang sangat penting yang ingin aku
katakan. Aku mau berhenti kuliah".
"Kenapa”, Vera terkejut sekaligus tidak percaya dengan keputusan ku
barusan.
"Aku capek ver, dengan tugas yang banyak dan kuliah ini
membutuhkan biaya yang tak sedikit, aku sudah tak mampu".

154
"Apa sudah kamu pikirkan baik-baik, ini tinggal setengah perjalanan
lo", kamu harus pikir dulu sebelum mengambil keputusan.
"Ya setelah aku timbang untung ruginya. Aku sudah memutuskan
untuk berhenti. Setelah dipikir-pikir kuliah tak menjaminku
mendapatkan pekerjaan yang layak”.
“Tasya, kamu kan bisa usaha", kamu terus berusaha menyakinkan
untuk berjuang. “Demi orang tua dan keluargamu , emang kamu
tidak kasihan sama orang tua-mu? Mereka susah payah membiayai
kuliah?”.
"Aku sudah lelah dengan semua ini, aku ingin berhenti”.
"Jika itu keputusanmu aku tak bisa apa-apa. Aku selalu mendoakan
apa yang terbaik untukmu". Tiba-tiba vera mematikan telfon tanpa
pamit dengan saya.

Malam itu aku tidak bisa tidur, entah kenapa? Aku memikirkan lagi
dengan keputusanku tadi. Tiba-tiba teringat, bagaimana aku susah
payah untuk melanjutkan kuliah. Betapa egoisnya diriku, yang
bersikeras untuk menentang keputusan. Dengan beraninya aku
mengatakan yang dapat merubah diriku hanyalah aku dan kuliah
adalah salah satu jalan untuk menggapai mimpiku. Hari ini

155
semangatku mulai hilang. Aku mulai ragu dengan keputusanku dulu
melanjutkan kuliah yang ternyata tak semudah yang terbayangkan
tapi aku takut untuk mengatakan berhenti. Aku takut semua orang
kecewa dengan diriku. Aku takut dicap sebagai sesorang yang hanya
ingin keinginannya dituruti tanpa mau berusaha. Dan hal yang
paling aku takutkan disaat orang-orang yang mengatakan diriku
pasti gagal bersorak gembira dengan keputus. "Walau aku tak pernah
ditakdirkan sebagai seorang pemenang, setidaknya bukan seorang
yang lari dari cobaan, ini salah satu cobaan yang harus dijalani
bukan dihindari", tiba-tiba ada yang berbisik ditelinga ku.

Tak terasa jam pukul 02 : 43, aku belum juga tidur, aku masih
memikirkan keputusan yang tadi. Dari situlah timbul pikiran yang
membuat aku terhangut seakan tak bisa bangkit lagi. Belum juga
memikirkan dengan keadaan bumi yang kurang membaik. Mau
sampai kapan bumi ini jadi seperti ini. Di tengahnya malam, aku
berfikir apa yang telah melanda bumi ku ini, dunia ini mati seketika.
Manusia dibumi pun seketika dibuat nya bungkam tanpa berkutik
apapun,kendaraan maupun pelayanan di kota pun seketika mati
semati, bagaikan dunia ini sudah tak bernyawa lagi.

156
Covid-19 kian menjadi virus paling mematikan di seluruh dunia,
bahkan virus tersebut telah menjalar seluruh dunia ini. Hari-hariku
bisa menghabiskan waktu di rumah, membantu kakakku untuk
mengerjakan pekerjaan rumah, belum lagi tugas yang diberikan dari
kampus. Mana tidak bisa kerja, takut tertular virus. Mau sampai
kapan menjalani wabah virus corona ini?. Penghasilan sehari. Saja
tidak cukup untuk makan sekeluarga, belum juga membiayai
kebutuhan lainnya.

Pada suatu hari aku dan adikku ke pasar, sesampai digukan banyak
cara, aku masak air sampai mendidih lalu aku kompres di tubuhku.
Selang berapa menit keadaanku membaik, tapi tak lama kemudian
tiba-tiba draktis kembali. Aku bingung harus bagaimana lagi, tak ada
orang yang menghiraukan dengan keadaanku, itu susahnya kita
tinggal jauh dari orang tua tak bisa apa-apa. Malampun tiba, aku
masih terbaring ditempat tidur. Sepulang kerja kakakku
menanyakan saya sama adikku.

157
"Tasya mana? Kok tidak kelihatan", adikku menjawab Kak Tasya di
kamar katanya kurang enak badan. Kakakku membuka pintu
kamarku, “kamu sakit apa?”.
“tiba-tiba dari tadi sore aku kurang enak badan", kataku.
“Bangun makan dulu baru minum obat”, kata kakakku.
Akupun bangun. Aku coba untuk makan tapi bernafsu. Keesokan
harinya, keadaanku tetap draktis. Hari itu juga kakaku mulai
khawatir dengan kaedaanku, dia membujuk saya untuk ke dokter
tapi aku tidak mau. Kakakku sampai marah, “mau sampai kapan
kamu seperti ini? Kamu mau sembuh tidak!”, (dengan suara yang
lancang). Aku hanya bisa menangis, aku tak tau harus bagaimana
lagi? Semua orang dalam rumah ini khawatir dengan keadaanku.

Di hari yang ketiga keadaanku makin draktis lagi, tanpa pikir


panjang lagi kakakku membawa saya ke rumah sakit. Sesampai di
rumah sakit, aku disuruh untuk baring diatas roda. Yang paling
menakutkan aku dokter mengambil jarum suntik, entah siapa yang
mau di suntik, saat itu aku mulai tegang karena aku sangat takut
yang namanya suntik, aku hanya berdoa semoga aku tidak di suntik
ya Tuhan.

158
Ternyata apa yang aku takutkan tadi tidak terjadi denganku.
Beberapa menit kemudian datang lagi dokter, untuk memeriksa aku.
Dokter itu menanyakan ke saya" kamu sakit apa dek?”.
“Aku, Dok sudah tiga hari belakangan ini demamku tidak turun-
turun”, jawabku.

Setelah hasil di periksa dokter ternyata aku hanya demam biasa.


Dokter menyuruh aku untuk rawat dirumah karena kondisi bumi
sekarang tidak membaik. Keesokan harinya, aku dapat kabar dari
kampung. Bahwa covid 19 sudah merajalela di kampungku. Disisi
memikirkan keadaan ku sekarang, aku juga memikirkan keadaan
orang tuaku di kampung. Aku takut mereka kenapa- napa, mereka
adalah satu-satu yang aku miliki sekarang. Aku menceritakan
keadaanku sekarang, setelah aku menceritakan itu malah orang
tuaku menyuruh aku untuk mudik.
"Nak alangkah sebaiknya kamu pulang, kami disini sangat khawatir
dengan keadaanmu", ucap ayah.
“Aku, tapi ayah bagaimana aku bisa pulang kampung uang tiket
tidak ada. Biaya untuk makan untuk seharian saja susah”, jawabku.

159
Ayah : “Oke nak, kamu jaga diri baik-baik disana, tidak boleh keluar
rumah, kuliahnya yang rajin”.
Aku : “Iya yah. Kalian juga disana jaga kesehatan”.
Setelah aku menutupi pembicaraan sama ayah, aku lansung
kekamar. Sesampai dikamar tiba-tiba air mataku mebasahi pipiku
dan dalam hati aku berkata mau sampai kapan bumi ku melanda
musibah ini. Liburan kali ini aku pengen pulang kampung, aku rindu
suasana rumah. Dan hingga saat ini vaksin tuk penyembuhan pun
belum dapat ditemukan, sebab dari itu kita harus waspada dan tanpa
harus panik, ikutilah peraturan pemerintah Indonesia ini, supaya
dapat mengurangi terjadinya wabah penyakit Covid-19, dengan cara
Belajar, Bekerja, dan beribadah, Dirumah aja.

Bosan! Setelah biasanya aku beraktivitas di luar rumah, tiba-tiba


karena dipaksa keadaan harus berdiam diri terus di dalam rumah
atau ruangan. Satu jam dua jam masih betah, satu hari dua hari
masih berusaha bertahan. Tapi lambat laun rasa bosan dan jenuh
mulai menghinggapi. Hari-hari kuhabiskan waktu bersama keluarga,
selain belajar online aku juga membaca status di medsos malah bikin
bingung dan panik, karena isi perbincangan di media sosial di jejali

160
dengan ribuan informasi tentang wabah corona tiada henti. Bila tidak
bijak dan berhati-hati menyikapinya malah menimbulkan ketakutan
dan kekhawatiran baru. Bingung mau ngapain? Sementara kita tidak
tahu sampai kapan keadaan akan kembali normal, dan kita bisa
kembali beraktivitas seperti sedia kala. Bekerja di kantor atau di mana
saja, olah raga, piknik, kegiatan sosial dengan orang banyak, bertemu
teman dan sahabat sambil membahas banyak hal dan persoalan.
Sebuah kerinduan yang kadang terasa sesak di perasaan.

Hmmzt… gak tau kenapa liburan kulia kali ini aku terasa sangat
membosankan, yahh… gimana enggak..? selama liburan aku gak
pernah ke luar rumah alias jalan-jalan. Aku tanya temanku, kenapa
kita gak berlibur di luar rumah, seperti pergi ke pantai atau tempat-
tempat wisata lainnya? Temanku cuma jawab kalau aku harus sabar,
lagi pula kondisi bumi sekarang tidak baik, aku berusaha menutupi
kesedihanku di depan temanku, sebenarnya aku pengen jalan-jalan
untuk membuang rasa jenuku. Tapi apa boleh buat, gara wabah virus
corona semuanya batal.
Pagi berganti malam, malam kembali berganti pagi, di rumah lagi di
rumah lagi aku menghabiskan waktu libur kuliahku. Cuma tv dan hp

161
yang aku mainkan saat aku merasa bosan. Sistem pendidikan online
pun tidak mudah. Di samping disiplin pribadi untuk belajar secara
mandiri, ada fasilitas dan sumber daya yang mesti disediakan, seperti
halnya menyediakan perangkat belajar seperti ponsel dan laptop
maupun pulsa untuk koneksi internet, sistem pembelajaran online ini
berpotensi membuat kesenjangan sosial ekonomi yang selama ini
terjadi, menjadi makin melebar saat pandemi. Dengan tetap berada
di rumah, aku bisa melakukan pekerjaan yang dahulu tertunda,
kamu mungkin tidak sempat melakukan hobi memasak. Sekarang,
dengan banjirnya waktu luang dirumah, opsi untuk menunda hal-
hal tersebut menjadi menipis. Dan juga, dengan menjalankan hobi
yang disenangi, aku menjadi lebih riang dan lebih sehat yang bisa
berdampak baik bagi imunitas tubuh.

Tiba saatnya penagihan uang final. Aku bingung harus cari uang
dimana?. Mana tidak ada kerjaan, penghasilan dapat dari mana
coba. Mau menelpon orang tua di kampung tapi tidak ada pulsa, aku
merasa hidup ini tak ada gunanya lagi. Aku sangat bosan dengan
kondisi bumi sekarang, yang hanya diam dirumah terus. Hari itu aku
tak semangat sama sekali, tiba-tiba handphone ku bunyi.

162
Ndrrrrrrr....aku malas untuk mengangkat telpon itu, tapi hati berkata
lain. Aku beranjak dari kasur menuju hp ku yang bunyi, ternyata
yang menelfon orang tuaku, aku sangat senang ternyata yang aku
tunggu-tunggu ahirnya tercapai juga. Akupun mengangkat telfon
tersebut.
"Aku, hallo selamat siang aya”..
"Siang juga nak, apa kabar kamu hari ini? Kamu baik-baik saja kan,
"Puji Tuhan baik yah, aku disini sehat kok. Bagaimana dengan kalian
disana yah?”, jawabku.
Ayah : “Kami disini sehat nak, justru kami disini sangat khawatir
dengan kamu. (Lagi-lagi ayah menanyakan perkuliahan ku). Nak,
bagaimana dengan kuliahmu selama covid -19 ini?”.
Aku : “Yah, sekarang itu kami mengikuti kuliah online, ada baiknya
juga si ayah tidak mengeluarkan uang ojek”.
Ayah : “Syukur kalau begitu nak, terus kapan kamu ujian?”.
Aku : “Ohhh iya ayah aku sampai lupa. Tadikan ada informasi dari
kampus, kalau minggu ini harus membayar uang ujian”.
Ayah : “Bagaimana caranya nak, ayah tidak ada uang. Kamu kan tahu
kondisi sekarang, penghasilan tak ada, kami disini juga susah cari
makan nak”.

163
Aku : “Terus bagaimana denganku ayah, kalau tidak membayar kah
uang ujian yang pasti tidak ikut ujian”.
Ayah : “Tanya dulu sama kakakmu, siapa tau dia ada uang”.
Aku : “Iya ayah nanti saya tanyai, semoga saja ada. Sampai disini dulu
telfonnya ayah, masih banyak tugas kampus ku kerjakan”.
Ayah : “Iya nak, kamu tetap semangat, jangan lupa berdoa”.
Aku : “Oke ayah, titip salam buat orang-orang dirumah”.
Akupun mengakhiri pembicaraanku sama ayah dan aku mematikan
handphone. Setelah itu, aku lanjut mengerjakan tugas kuliahku.
Selama aku mengerjakan tugas tersebut, hati dan fikiran tak tenang.
Aku memikirkan bagaimana aku bisa melunasi uang ujian ku besok.
Dibalik ada rasa kejenuhanku, aku membuat segelas kopi untuk
menghilangkan rasa jenuhku. Setelah aku mengerjakan tugas, aku
istirahat sejenak. Akupun berbaring ditempat tidurku yang kecil. Tak
sadar jam pukul 17: 01. Aku bergegas dari tempat tidur dan
membereskan rumah. Sesudah itu aku masak nasi untuk makan
malam.
Malampun tiba, aku duduk didepan tv sambil main hp. Dan aku
menunggu kakak ku pulang kerja, tiba-tiba ada bunyi klakson motor

164
didepan rumah ku. Akupun membuka pintu rumahku, ternyata itu
kakak ku baru pulang kerja.
Aku : “Kak, ada mau kutanyakan sama kakak”.
Kakak : “Iya tanya apa?”.
Aku : “Begini kak, tadikan ada informasi dari kampus menyangkut
uang ujian. Minggu ini seharusnya aku harus pergi membayar,
karena ujian sudah dekat. Kalau sampai tidak membayar nanti uang
final yang pasti tidak bisa ikut ujian”.
Kakak : “Berapa memang uang final mu?”
Aku : “400 ribu kak, tadi pagi aku telfon sama ayah. Aku sempat
minta uang sama mereka, tapi ayah tidak menyimpan uang. (dengan
muka memerah kakak membentak aku).
Kakak : “Sudahku bilang dari kemarin-kemarin tidak boleh minta
uang sama mereka. Kamu tau sendirikan mereka sudah tua, tidak
bisa kerja, apa salahnya kamu minta sama saya”.
Malam itu kakaku sangat marah denganku.
Dalam hati aku "ya Tuhan, apa aku salah minta uang sama mereka?
Inikan tanggung jawab mereka untuk membiyai kuliahku.
Coba dulu kalau mereka tidak menyuruh aku untuk kuliah semua
pasti tidak terjadi begini”. Yang aku rasakan malam itu hanya ada

165
rasa sedih dan kesel. Aku sudah cape dan lelah dengan keadaan ku
sekarang, mana memikirkan dengan kondisi bumi sekarang. Entah
kapan berakhirnya? Malam itu aku tidak bisa tidur, memikirkan
bagaimana aku bisa ujian kalau tidak ada uang untuk membayar
final. Pukul 23:00, aku belum juga tidur.

Pagi itu cuaca sangat mendung, meskipun cuaca kurang membaik


aku tetap semangat. Aku yakin semua ini pasti ada jalan keluarnya.
Karena tidak diizinkan keluar rumah, aku hanya bisa beraktifitas di
dalam rumah, seperti biasanya aku membersikan rumah dan
memberes di dapur. Setelah selesai membereskan rumah aku
langsung mandi. Selesai mandi, aku menunggu jamnya untuk
mengikuti kuliah online. Meskipun begitu banyak cobaan yang aku
hadapi selama ini, semangatku tidak hilang. Beberapa menit
kemudian aku mengikuti kuliah, pada mata kuliah pertama
semuanya pada lancar, tak ada kendala sama sekali. Tapi yang paling
menyebalkan aku, pada saat mata kuliah yang kedua. Tiba-tiba saat
itu hp ku eror, mati hidup begitu terus sepanjang kuliah berlangsung.
Dengan rasa sebal dan tak sadar aku banting hp di lantai, lagi-lagi

166
cobaan datang. Pagi itu aku hanya bisa menangis, aku masuk
dikamar sambil menangis.
Entah kenapa begini ya Tuhan? Mengapa hp ku rusak saat-saat aku
kuliah. Tiba-tiba kakak masuk dikamarku.
"Tasya bangun, makan siang dulu”, ucapnya.
(Aku hanya menjawab sambil menangis)
Aku : “Aku belum lapar kak”.
Kaka : “Kamu kenapa? Ada masalah atau bagaimana? Cerita sama
kaka, kamu tidak usah tutup-tutupin dari kaka”.
Aku : “Tidak ada masalah kok kak, aku cuman kecapean dan bosan
di rumah terus”.
Kakak : “Kamu nggak usah bohong sama kaka? Kaka tau kamu pasti
memikirkan omongan semalam kan? Besok ku kasih uang untuk
membayar final”.
Dengan tak sadar aku bangun dan menuju kaka.
Aku : “Ini tidak bercanda kan kak?”.
Kakak: “Iya, untuk apa aku berbohong. Inikan kewajiban saya untuk
membiyai kuliahmu. Seharusnya kamu fokus saja dengan kuliah
tidak usah memikirkan siapa yang membiyai kuliamu”.
Aku: “Makasi ya kak”.

167
Kaka: “Iya sama-sama. Ingat harus rajin pergi kuliah dan
mengerjakan tugas”.

Hari itu kesedihanku ditutupi dengan rasa senang. Aku bahagia


banget, akhirnya aku bisa juga mengikuti ujian. Kegelisahanku
selama dua hari berturut-turut sudah dimusnakan dengan
kebahagian. Hari itu juga aku janji pada diriku, meskipun kondisi
dunia skarang tidak membaik dan memtikan manusia aku tetap
semangat untuk menggapai impianku. Aku tidak mau
mengecewakan keluargaku yang mati-matian membiyai kuliahku,
aku harus semangat demi membahagiakan mereka. Mereka rela
membanting tulang demi membiyai kuliahku, walaupun peraturan
pemerintah di anjurkan untuk tidak keluar rumah selama covid 19
tapi mereka tetap kerja. Mereka tak peduli dengan kondisi sekarang,
itu semua demi membiyai kuliah ku.

***

168
169
PENDIDIKAN DITENGAH MARAKNYA WABAH COVID 19
“AW”
Awal tahun 2020, seluruh dunia tengah berduka, berduka
dengan kondisi yang tak bisa dibayangkan bahkan di pikirkan
sedikitpun, kondisi yang membuat kita menjadi terpuruk akan
kejadian yang telah menimpa dunia. Sebuah virus yang sedang
mengepung dunia tanpa menyisahkan 1 titik. Dengan penyebaran
yang masif dan relatif cepat membuat orang-orang ciut. Saat ini umat
manusia tak bisa berbuat apa-apa, semua aktivitas terhenti, apapun
yang dilakukan harus di lakukan dirumah akan tetapi bisa keluar jika
urusannya sangat penting. Bukan hanya negara kita yaitu Indonesia
yang merasakan dampak dari musibah ini tapi negara lainpun
merasakan dampak dari virus ini, virus yang sangat mematikan bagi
dunia.

Belum cukup, sekolah dan kampus ikut didaringkan. Lengkap sudah,


virus corona juga memberikan dampak serius di sektor pendidikan,
baik di Indonesia maupun secara global. Dan kini dunia pendidikan
kemudian, ‘terpaksa’ putar haluan untuk mengubah cara belajar
berbasis perjumpaan tatap muka menjadi pembelajaran daring.

170
Transformasi digital secara terpaksa ini adalah cara yang paling
aman untuk memutus penyebaran wabah akibat virus corona. Sebab,
hak para siswa untuk mendapatkan pendidikan tetap menjadi
prioritas tanpa mengabaikan kesehatan dan keselamatan jiwa.
Dengan menggunakan sistem pembelajaran secara daring ini,
terkadang muncul berbagai masalah yang dihadapi oleh siswa dan
guru, seperti materi pelajaran yang belum selesai disampaikan oleh
guru kemudian guru mengganti dengan tugas lainnya. Hal tersebut
menjadi keluhan bagi siswa karena tugas yang diberikan oleh guru
lebih banyak.

Satu per satu manusia di bumi harus jatuh demi melawan virus ini
meskipun mereka tau apa yang mereka lawan itu tetapi mereka terus
berjuang demi keselamatan dunia. Pandemi dengan situasi yang
genting seperti ini, aktivitas yang bernilai positif dapat digalakkan
untuk membentuk pribadi yang produktif. Tidak boleh terpuruk
dengan kondisi, manfaatkan sisi positif dari situasi untuk
menumbuhkan jati diri. Tingkatkan ibadah kepada Allah SWT,
panjatkan doa agar wabah ini cepat berakhir dan keadaan akan pulih
seperti sedia kala.

171
Isolasi diri dengan menikmati waktu bersama keluarga, membatasi
ruang gerak kecuali untuk keperluan yang sangat penting. Bagi
pekerja yang harus melakukan aktivitas di luar rumah, tetap jaga
kesehatan dan menjaga diri. Aku kadang berfikir " Apakah semua ini
terjadi karena ulah kami yang terlalu rakus akan kekayaan, makanan
dan lain sebagainya biarpun itu makanan haram kami tetap
makanan meskipun sudah tau itu haram?”, dan inilah akibat dari
apa yang kita lakukan selama ini kasus yang menimpa dunia yang
awalnya berasal dari Wuhan, Cina yaitu virus corona.

Aku pernah melihat di berbagai berita setiap harinya orang terpapar


virus ini semakin bertambah entah kapan ujung dari musibah ini?
entah kapan kami bisaa mulai melakukan aktivitas seperti biasanya?.
Tapi hingga saat ini vaksin tuk penyembuhan pun belum dapat
ditemukan, sebab dari itu kita harus waspada dan tanpa harus panik,
ikutilah peraturan pemerintah Indonesia ini, supaya dapat
mengurangi terjadinya wabah penyakit Covid-19, dengan cara Slogan
pemerintah Belajar, Bekerja, dan beribadah Dirumah aja.

172
Kini aku pun sudah dewasa, dalam hal menanggapi semua kisah
kematian dunia ini, aku pun berkata dalam sebuah doa "Apakah
tuhan memang maha adil dan maha kasih jika ia membiarkan
umatnya mati suri dengan musibah ini? Allah Maha Adil iya tidak
akan memberikan umat-Nya cobaan kita umatnya tidak mampu
menghadapi cobaan itu. Pemerintah kini mencoba menerapkan New
Normal Era setelah lockdown selama kurang lebih 3 bulan. New
Normal diterapkan oleh pemerintah karena keadaan keuangan
negara yang sangat menipis, apabila keadaan lockdown diteruskan
kemungkinan besar akan membuat negara bangkrut. Aku belum
beradaptasi dengan New Normal yang diterapkan oleh pemerintah
karena berbeda dengan keadaan normal sebelumnya, New Normal
saat ini kita dianjurkan untuk mengikuti protokol kesehatan yaitu
menggunakan masker, sering mencuci tangan dan lain sebagainya.

Dari musibah yang terjadi saat ini banyak orang yang manfaatkan
waktunya yang #dirumahaja dengan berbisnis online, kuliah online
salah satunya adalah aku, aku mencoba mempromosikan usaha yang
digeluti oleh orang tuaku sehingga aku tak bosan untuk melakukan
berbagai hal dan tidak melanggar peraturan yang diberikan oleh

173
pemerintah. Meskipun dimasa pendemi ini kami harus tetap
bertahan akan setiap situasi yang kita alami akan banyak hikmah
diantaranya, siswa maupun guru dapat menguasai teknologi untuk
menunjang pembelajaran secara online ini. Di era disrupsi teknologi
yang semakin canggih ini, guru maupun siswa dituntut agar memiliki
kemampuan dalam bidang teknologi pembelajaran. Penguasaan
siswa maupun guru terhadap teknologi pembelajaran yang sangat
bervariasi, menjadi tantangan tersendiri bagi mereka.

Banyak orang yang sangat menderita dengan keadaan sekarang ini,


masyarakat terus mengeluh dengan apa yang terjadi padahal mereka
belum merasakan apa yang di rasakan orang orang yang berjuang
demi kesembuhan banyak orang. Ini sungguh tragis dengan tingkah
laku mereka yang tak memikirkan nasib orang lain, cuma bisa
bersenang-senang diatas penderitaan orang lain. Aku sangat kasihan
dengan melihat tingkah laku merasa yang asik liburan tanpa
memikirkan keselamatan mereka sendiri bahkan orang yang ada di
sekitarnya padahal mereka tidak tau apakah orang yang ada di
sekitarnya itu sedang baik-baik saja atau dia tengah terjangkit
penyakit mematikan ini.

174
Semoga seluruh dunia bisa mengerti dengan situasi atau kondisi yang
tengah dunia hadapi tidak hanya diam di rumah tetapi juga
membantu mereka yang berjuang dengan banyak-banyak berdoa
kepada Allah SWT untuk membuat dunia seperti sedia kala agar kita
bisa menjalani rxkehidupan dengan rasa tenang dan aman.

***

175
176
HUBUNGAN DAN JARAK
“RF”
Besok, hari dimana lembaran kehidupan baru ku dimulai
karna aku telah masuk SMA. Bagi seorang gadis tentu saja hari
pertama haruslah sangat berkesan agar aku mendapatkan banyak
teman, oleh karna itu aku telah menyetrika baju baru ku, menyiapkan
tas ku, sepatu dan semua barang yang akan ku perlukan untuk besok,
aku sangat senang, saking senangnya sampai tak bisa tidur, hingga
malam semakin larut dan membawa kesadaran ku.

Esok harinya aku terbangun, kesadaran ku kembali, tapi yang benar


saja ketika aku melihat hp ku sekarang sudah jam 07.01 kurang dari
15 menit sebelum gerbang sekolah ditutup. Untungnya aku hanya
tinggal mandi dan memakai pakaian ku, kembali aku melihat jam hp
ku setelah aku memakai pakaian ku, 07.12 tinggal 3 menit lagi, aku
terburu-buru memakai sepatu untungnya mama telah siap untuk
mengantarku “ayo cepat ma, 3 menit lagi bakal telat!”, jarak antara
sekolah dan rumah ku tidak terlalu jauh 3 menit ini ku rasa cukup
untukku sampai disekolah dengan gerbang yang masih terbuka,
namun di perjalanan mama menceramahi ku, intinya dia

177
mengatakan aku sangat ceroboh. Dan yang benar saja 10 meter dari
gerbang sekolah mama menyuruhku untuk turun dari motor katanya
dia malu mengantar ku kesiangan, jadi aku harus berlari sekuat
tenaga namun, pada akhirnya tepat 2 langkah lagi gerbang telah
ditutup, inilah kesialan ku pada hari pertama masuk sekolah impian
yang kudamba-dambakan hilang bersama separuh jiwa ku yang
kelelahan.

Setelah upacara pertama selesai aku yang menunggu sampai pintu


gerbang dibuka bagi siswa yang terlambat akhirnya dibuka, bersama
dengan siswa-siswi lainnya kami masuk, seorang guru berjalan
kearah kami setelah kami disuruh untuk berbaris, saat ini aku sangat
lesuh separuh jiwaku masih belum kembali, sampai guru itu tiba
dihadapan ku tepat dihadapan ku dan menanyai ku “kamu siswa
baru?”, tergagap aku menjawab “i..iya bu..”, “hahaha.. tadi malam
pasti gugup meyambut hari ini, makanya telat, iyakan?”, “hehehe”,
aku hanya tertawa malu mendengar yang guru ini katakan memang
benar adanya. “kalau begitu hari ini karna hari pertama kalian tidak
akan saya hukum silahkan mencari kelasnya bagi siswa baru, dan
bagi siswa lama bersihkan toilet sekolah”, mendengar guru itu

178
mengatakan seperti itu membuat berfikir bahwa dia adalah seorang
malaikat sebelum dia mengatakan “tapi... lain kali kalau terlambat
lagi, baik yang masih baru atau lama akan mendapatkan hukuman
yang sama, nah sekarang silahkan pergi!” sepertinya guru ini juga
memiliki sisi iblis, atau mungkin sisi tegas namanya, karna katanya
dia adalah guru BP/BK.

Akhirnya aku ke kelas juga, sedikit memalukan terlambat dihari


pertama tapi kejadian ini harus terbayar dengan mencari teman
dekat, aku tak sabar melihat teman-teman baru yang akan ku jumpai,
namun begitu sampai didepan pintu kelas, pemandangan yang
sangat menyayat hatiku karna ternyata semua orang telah membuat
kelompok-kelompok kecil, berbicara dan tertawa, ah... hari ini hari
kehancuran ku, begitulah aku menanggapi awal hariku sebagai sisiwa
SMA yang mendapatkan kesialan dua kali berturut-turut, aku hanya
menghela nafas dan berjalan ke bangku yang paling belakang,
bahkan aku harus duduk dibangku paling belakang sendirian
ditengah kelas, begitu duduk aku memperhatikan semua orang yang
asik mengenalkan diri mereka di kelompok yang mereka buat
masing-masing, aku bisa saja datang ke sana bergabung bersama

179
mereka tapi aku tak ingin kesialan hari ini menimpa ku untuk ke tiga
kalinya, maka dari itu kuputuskan tuk tak berbuat apa-apa untuk
sekarang ini. Aku hanya menyembunyikan wajahku pada meja dan
kututupi dengan kedua tangan ku. Sungguh hari yang melelahkan
memikirkan awal hari ini membuatku menutup mataku, aku hampir
tertidur tapi kesadaranku kembali karna seorang meletakkan meja di
samping meja ku yang suara meja yang ia letakkan itu membuatku
terkejut, begitu aku melihat orang yang melatakkan meja itu ternyata
seorang lelaki mungkin ia juga teman sekelas ku, saat memasuki kelas
aku tak melihatnya, mungkin ia juga terlambat sama sepertiku,
anehnya aku tak mengalihkan pandangan ku darinya karna
sepertinya pikiran ku sedang menilainya, ia seprtinya lumayan
tampan, tinggi, tapi rambutnya acak-acakan sepertinya dia ngebut
kesekolah karna telat. Lalu pikiran ku terpotong karna dia yang tiba-
tiba menatap balik. Aku refleks mengalihkan pandangan ku dan
merasa sedikit malu-malu.

Tak berselang beberapa lama guru wali kelas akhirnya datang dia
adalah seorang laki-laki wali kelas ku, tampangnya nampak
bersahabat dia duduk dam memperkenalkan dirinya dan lanjut

180
menyuruh kami untuk memperkenalkan diri masing-masing, “baik
dimulai dari siswi yang dibelakang!”, wali kelas menunjukku aku
sedikit malu dan gugup karna belum mengenal siswa satupun di
kelas ini, “emm perkenalkan nama saya Zila, teman-teman boleh
panggil Zila atau Ila terimakasih”, untungnya berhasil ku lalui tanpa
ada kesalahan, “lanjut yang meja selanjutnya”, kata bapak wali kelas,
ya.. selanjutnya adalah lelaki yang duduk di samping meja ku,
akupun penasaran siapa namanya. “perkenalkan saya Yul Anggara,
panggilan Yul”, setelah itu dia duduk, dilihat dari sifatnya sepertinya
dia tipe orang yang cuek, begitu pendapatku tentang dirinya tapi
teman-teman perempuan yang lain menganggapnya keren,
“Zila..Zila.. tukar tempat dengan aku dong.. mau ya..”, “aku!aku! Zilaa
tukar tempat dengan aku..!”, aku senang mereka memanggil nama
ku, tapi mereka panggil aku cuma untuk turar tempat haaah.. ini
sedikit pedih, “husss.. tenang-tenang lanjut baris selanjutnya yang
disana” kata bapak wali kelas yang menghentikan kebisingan kelas.

Tahap perkenalan kelas selesai “Baik, karna semua sudah perkenalan,


kita lanjut pemilihan ketua kelas, sekertaris dan bendahara, yang
berminat acungkan tangan ya.. kita mulai dari ketua kelas yang

181
minat siapa?”, kata bapak wali kelas. Sebenarnya aku mau aja jadi
ketua kelas tapi sepertinya teman-teman perempuan sudah punya
pilihan masing-masing “Yul pak.. Yul..”, “Aku juga pilih Yul”, “Aku
juga... Yul”, mereka bersorak untuk membuat Yul jadi ketua kelas,
kalau suasananya seperti ini aku jadi takut untuk mengangkat
tangan, disisi lain teman-teman laki-laki malah memiliki pilihan
sendiri juga “Apaan Yul.. jangan pak, hari pertama aja udah telat, kasi
ke Eza aja pak!”, “iya pak Eza aja”, “Eza!..Eza!.. Eza!..Eza!”, Eza adalah
anak yang berkaca mata duduk di depan barisan pertama laki-laki,
mungkin laki-laki iri karna Yul populer dikalangan teman-teman
perempuan oleh karna itu mereka merekomendasikan Eza karna
katanya dia memakai kacamata sungguh alasan yang tak logis, tapi
seperti itulah pikiran lelaki dikelas ku. Sepertinya kelas ini terbagi
menjadi dua kubu perempuan dan laki-laki, perempuan memilih Yul
dan laki-laki memilih Eza, kalau di suruh voting sih tentu saja Yul
yang akan jadi ketua kelas karna jumlah perempuan sedikit lebih
banyak dari laki-laki, tiba-tiba Yul mengacungkan tangan, teman-
teman perempuan sepertinya merasa sangat senang karna
tindakannya.

182
“Saya tidak bisa jadi ketua kelas, kasi Eza aja pak. Sekian”, dengan
nada cueknya begitulah kata Yul, Sepertinya hati dan semangat
teman-teman perempuan patah mereka tak bergeming setelah
mendengar perkataan Yul “yahh... sayang banget, keren sih tapi
cuek”, “ iya.. orangnya dingin banget”, begitu pendapat mereka
tentang Yul, dilain sisi Eza justru setuju untuk menjadi ketua kelas
dan teman-teman laki-laki, mereka tertawa karna merasakan
kemenangan. “hahaha.. teman-teman terimakasih karna menaruh
kepercayaan kalian pada ku tenang saja, aku akan mengabdikan diri
untuk menjadi ketua kelas yang baik”, Eza mengacungkan jempol
setelah berbicara dengan percaya dirinya. Melihat Eza membuatku
berfikir bahwa dia memang tipe orang yang dapat menjadi ketua
kelas dan dilain sisi pula teman-teman perempuan malah balik
mendukung Eza. Lanjut pemilihan sekertaris dan bendahara, meski
sudah mencalonkan tapi aku tetap tak terpilih sungguh hari ini
bukanlah hari ku.

Hari-hari pun telah berlalu, sudah dua minggu sejak hari pertama ku
di sekolah ini, ku rasa aku sudah lumayan dekat dengan teman-
teman sekelasku meski aku tak mendapatkan teman yang

183
merupakan teman sebenarnya. Dibandingkan aku Yul justru cepat
akrab dengan teman-teman sekelas, dan juga dia bahkan punya
teman dari kelas lain sepertinya itu karna dia bergabung dengan
beberapa klub olahraga, karna itu dia juga berteman dengan kakak
kelas, aku sangat iri padahal awalnya dia tipe orang yang cuek tapi
bisa dapat teman, sedangkan aku sampai sekarang hanya begini-
begini saja sendirian tanpa teman dekat, tapi anehnya aku merasa
nyaman-nyaman saja dengan kesunyian ini, mungkin aku akan
seperti ini sampai lulus SMA.

Setiap kali pembelajaran dimulai, Yul selalu merapatkan mejanya


didekat mejaku awalnya aku terkejut dan merasa agak canggung tapi
lama kelamaan menjadi biasa itu karna Yul tak pernah membawa
buku paketnya, sering kali aku risih karna harus berbagi buku paket
dengannya, kenpa harus aku? Tanya hatiku, tentu saja karna teman
laki-laki lainnya pun hanya minjam buku di teman perempuan jawab
situasi kelas. Setiap kali aku berbagi buku beberapa perempuan yang
duduk didepan selalu menoleh ke arahku dengan tatapan sinisnya,
aahh ternyata mereka cemburu mungkin karna inilah aku tak
memiliki teman dekat satupun. Tapi lain keadaan aku justru mulai

184
dekat dengan Yul meski hanya sebagai teman pembagi buku paket.
Ketika kami berbagi buku paket lagi tanpa pikir panjang aku
bertanya padanya “kamu kenapa ngak pernah bawa buku paket?”,
dia melihat ke arahku dengan tangannya yang menopang dagunya
sambil tersenyum dia mengatakan “kan kamu bawa, kalau kamu
bawa buat apa aku bawa”, begitulah jawaban Yul , ketika
mendengarnya dan mata kami saling menatap aku langsung
mengalihkan pandangan ku, aku terdiam wajahku memerah
jantungku berdetak kencang, aku mendengarnya tertawa kecil
kupikir dia sedang mengodaku, tapi jujur yang aku rasakan saat ini
sangat aneh.

Pelajaran terakhir untuk akhir ini telah berakhir, hari ini adalah
jadwal piket ku, lima orang diantaranya adalah aku, Yul, Eza, Risa
dan Mimi, aku dan Risa sibuk menyapu, Mimi dan Eza sibuk
membersihkan cermin dan Yul memungut sampah, “ahh.. akhirnya
selesai juga.. kalau begitu aku duluannya teman-teman”, “aku juga..”,
“aku juga”, kata Eza, saat Yul pergi membuang sampah di belakang
sekolah, pekerjaan yang lain telah selesai tak mau berlama-lama
teman-teman yang lain ingin segera pulang, akupun sebenarnya mau

185
begitu juga, tapi sangat tidak sopan meninggalkan Yul yang sedang
pergi, “aku beresin buku ku dulu”, begitu kata ku padahal sebenarnya
aku ingin menunggu Yul, “kalau begitu kami duluan yaa”, kata Eza
dan mereka beranjak pergi, “iya hati-hati”. Tak lama kemudian Yul
datang meletakkan tempat sampah disudut kelas “semuanya udah
beres, teman-teman yang lain juga udah pulang, kalu begitu aku
duluan ya, jangan lupa pintunya ditutup”, kata ku yang beranjak
pulang “iya, hati-hati”, kata Yul yang tersenyum pada ku, senyumnya
itu membuatku merasa aneh di perjalanan menuju pintu gerbang
aku selalu memikirkannya, kenapa dia tersenyum pada ku?, apakah
dia memang seperti itu pada semua orang atau hanya pada ku?.
Tanpa ku sadari aku masih memikirkan hal itu sampai digerbang
sekolah, “ahhh.. kepala ku pusing, mama kenapa belum datang”,
karna trauma pernah nabrak kucing pas belajar naik motor jadi
sampai sekarang aku masih diantar jemput oleh mama, karna ku
rasa sudah lama menunggu jadi aku menelfonnya, disekolahku siswa
diperbolehkan membawa hp tapi hanya boleh digunakan selama tak
mengganggu pembelajaran. “halo, ma kenapa belum datang
jemput?”, “tunggu dulu yaa.. mama lagi dirumah tante Tamara lagi
arisan 20 menit lagi mama jemput, daahh”, mama langsung

186
mematikan telfonnya mungkin karna tak ingin mendengar
omelanku yang kesal karna disuruh menunggu, tapi apa boleh buat
aku hanya bisa menghela nafas dan menunggu sendirian di depan
sekolah, lalu pandangan ku teralihkan oleh Yul yang menaiki
motornya lewat didepan ku tiba-tiba dia berhenti, “kenapa belum
pulang?”, tanya Yul yang menoleh melihat ku, “nunggu mama”,
jawabku yang terkejut “udah ditelfon?”, tanya Yul lagi, “iya
ka..katanya tunggu 20 menit”, ku jawab dengan malu “20 menit,
kalau gitu masih lama dong, ya udah naik gih... aku antar sampai
rumah, rumahmu dimana?”, mendengarnya mengajakku naik
berboncengan dengannya membuatku jantungku bedetak dengan
kencang, aku hanya menunjuk arah rumahku karna tak bisa berkata-
kata saking gugupnya, “kalau nunjuk doang ngak bakal keliatan,
buruan naik”, Yul tertawa ringan melihat tingkah konyol ku yang
gugup karna ditawari tumpangan pulang, aku segera duduk di jok
motornya, jujur saat ini emosi ku tidak bisa ku atur, aku bahagia,
gugup, malu-malu, dan jantungku berdetak kenjang, tapi aku masih
harus menyadarkan diri ku “ehemmm”, kataku yang tengah
menyadarkan diri ku, saat ini sepertinya Yul sedang tersenyam-
senyum, ini dapat ku kurasakan karna mendengar suaranya ketika

187
menanyakan arah pada ku “kanan atau kiri”, katanya, “kiri, untuk
saat ini lurus aja”, kata ku, saat ini suasananya canggung banget, aku
ngak bisa ngobrol dengannya karna jantungku sampai saat ini masih
berdetak kencang, tapi tiap kali ada percabangan jalan Yul selalu
menanyakan “Belok ngak ni? Hehe..”, sambil ada terdengar tawa
kecil, belum jawab ku sampai kami menemui pecabangan jalan lagi
“belok nih?”, “jangan! Masih didepan lagi!”, jawab yang tertawa
ringan karna merasa pertanyaanya itu merupakan candaan,
sepertinya begitu caranya mencairkan situasi yang canggung tadi,
rasanya saat ini situasnya sudah mencair, aku juga sudah luamayan
tenang, “depan belok kanan, perempatan pertama belok kiri”, kata ku
“siap”, jawaban singkatnya membuatku tersenyum, setelah belokan
itu akhirnya kami sampai “okey stop”, Yul berhenti dan aku bergegas
turun dari motornya, “makasih atas tumpangannya”, kata ku “iya,
ngak ngajak singgah nih?”, mendengar itu membuat ku kembali
merasa canggung “aaa... mungkin lain kali aja ha..ha..ha soalnya ngak
ada orang dirumah” jawabku, “hahaha iya, aku cuma bercanda kok,
oh iya ternyata rumah kita hampir searah sih, kalau aku lurus dari
sini tembus jalan utamakan!”, “iya, tinggal lurus aja”, “ kalau gitu, aku
pergi dulu.. dah”, “iya, hati-hati”, Yul pergi dengan senyum

188
diwajahnya, dan aku masih memperhatikannya sampai dia tak
terlihat dikejauhan, hari ini sungguh mendebarkan bahkan
jantungku masih berdetak tak beraturan mungkin ini cinta pikir ku
yang tersenyum sendiri, tiba-tiba hp ku bergetar ternyata itu telfon
dari mama “aku udah dirumah ma, ngak usah dijemput”, kujawab
dan kututup, saat masuk rumahpun aku tak bisa berhenti tersenyum
karna memikirkan hari ini.

Semenjak hari itu kurasa kami makin dekat, seperti biasa hari ini
kami berbagi buku paket lagi, dan celakanya pembelajaran hari ini
aku tak bisa fokus perhatianku selalu ditarik oleh Yul, wajahku
merona karnanya, sampai dia menyadarinya “kamu kenapa? Sakit!”,
dia menempelkan telapak tangannya di dahiku, aku malah salah
tingkah wajahku semakin memerah “kayak kamu demam, ku antar
ke UKS mau?”, tanyanya lagi. “Aku ngak apa-apa, mungkin karna
cuaca, hehehe.. hari ini kayaknya kelasnya panas”, kata ku, Yul
tertawa ringan mendengar perkataan ku “yaudah, kalau ngak papa,
kalau ngak enak badan bilang ya”, “i..ya” heee! Apa dia
menghawatirkan ku, aku makin salah tingkah mendengar
perkataannya, tak terasa bel istirahat berbunyi, guru pembelajaran

189
mengakhiri pelajarannya, tiba-tiba Yul menunjukan hpnya pada ku,
aku yang polos lalu memandangnya dan mengatakan “emm
kenapa?”, “nomor WA kamu... aku minta, ini”, dia mengacukan
hpnya dan wajahnya seperti tersipu malu, “ehhh”, aku heran dan
sedikit terkejut lalu ku ambil hpnya dan mengetik nomor ku “ini”,
“okey.. mau ke kantin?”, tanyanya yang tersenyum girang “tidak.. aku
bawa bekal hari ini”, kata ku “ya udah..”, dia pergi bersama teman-
teman laki-laki lainnya, aku mengeluarkan bekal ku dari dalam tas
sambil memikirkan kenapa dia meminta nomor ku, apa dia suka
sama aku, aku langsung merasa malu-malu memikirkannya, tapi
dari tadi aku merasakan hawa-hawa yang aneh tak kusangka dari
tadi ternyata teman perempaun sekelasku memperhatikan ku,
mereka merasa iri dengan ku karna mulai lebih dekat dengan Yul,
aku langsung bertingkah seperti biasa, seolah tak terjadi apa-apa.

Hari ini pembelajaran berakhir, Yul yang duduk di kursinya berdiri


dan mengatakan “hari ini aku antar pulang lagi ya..”, dia tersnyum,
dan aku mengangguk yang berarti iya.
Tak seperti kemarin ketika dia mengantarku hari ini kami mengobrol
selama di perjalanan, ternyata dia adalah orang yang asik ditemani

190
berbicara, dan dari hari ke hari sepertinya sudah menjadi kebiasaan
kami pulang bersama, “Zil.. pulang yuk”, begitu caranya
memanggilku ketika dia mengajakku untuk pulang bersama “iya”,
jawabku selalu ketika ia mengatakan itu.

Malam ini aku sedang mengerjakan tugas sekolahku, namun ada


sesuatu yang mengusik pikiranku yaitu Yul yang pernah meminta
nomor ku, semenjak aku memberikan nomor ku padanya sejak hari
itu dia tak pernah menghubungi ku, rasanya aneh dia meminta
nomor ku tapi tak pernah menghubungi ku, aku bisa saja bertanya
padanya ketika kami pulang bersama tapi aku memikirkan kalau aku
yang berapa diposisinya mungkin aku akan malu dan canggung
berada di dekatnya, tak ingin mendalami masalah ini aku kembali
fokus mengerjakan tugas ku.

Pagi harinya jam 05.30 alarmku berbunyi, aku membuka hp ku


mematikannya, dan melihat chat masuk dari nomor baru hari ini aku
jemput jangan telat, ttd. Yul. Save nomor ku begitu bunyinya aku
heran dan tersipu malu, aku membalas chatnya dengan mengatakan
iya aku buru-buru mandi dan bersiap-siap ke sekolah tak terasa ini

191
sudah jam 06.33 aku masih duduk di meja makan sambil
menunggunya, mama yang tau aku akan dijemput telah pergi bersiap
untuk mengantar ku melihatnya pergi aku lalu menghentikannya,
“ma.. hari ini aku dijemput temanku, jadi ngak usah diantar”, mama
ku heran, “ada yang jemput?! Teman yang selalu antar kamu
pulang?”, tanya mama, “iya”, tak lama setelah aku mengobrol dengan
mama Yul akhirnya datang dijam 06.44, dia membunyikan klakson
motornya dan aku buru-buru keluar, mama ku yang penasaran juga
ikut keluar melihatnya “aaa.. kamu orangnya, hati-hati dijalan ya...”,
kata mama ku yang tersenyam senyum, “iya tante, saya akan hati-
hati”, kata Yul, “ah mama bikin malu aja, aku berangkat dulu
assalamualikum”, aku mencium tangan mama dan Yul turun dari
motornya dan ikut mencium tangan mama ku, “Saya permisi dulu
tante”, kata Yul, mama tersenyum dan menatapku aku jadi malu-
malu karna tatapan mama pada ku. “Yul buruan nanti telat”, kataku
yang terburu-buru karna tidak mau diejek oleh pandangan mama.
Yul menyalakan motornya, kami berangkat “dah ma..”, Yul
membunyikan klaksonnya dan kami pergi, diperjalanan aku
memberanikan diri dan menanyakan sikap Yul padaku “kamu
kenapa jemput aku?”, Yul yang selalu memgajakku pulang bersama

192
sampai saat ini aku sudah terbiasa, tapi tiba-tiba dia berangkat ke
sekolah bersama sungguh aneh rasanya, tapi membuatku bahagia, ku
akui aku sepertinya menyukainya Yul aku menyukainya, melihat
punggungnya saat kami berdua berboncengan membuatku merasa
bahagia, awalnya mungkin aku malu-malu dan canggung tapi kini
rasanya berbeda sepertinya sekarang aku mulai tenang bahkan
ketika mendengar suaranya, “aku ingin semakin dekat aja”, pada saat
aku memikirkan perasaan ku, dia mengatakan itu membuatku
merasa yakin mungkin dia juga merasakan yang sama.

Kami tiba di sekolah, Yul menurunkan ku di depan gerbang dan


mengatakan “kita kekelas barengan, aku parkir motor dulu, tunggu
di sini yaa”, kujawab iya dan menunggunya.
Karna memikirkan situasiku dengan Yul sepertinya aku tak sadar
dengan situasi di sekitarku, sepertinya orang-orang sedang
membicarakan kami, aku sih tidak terlalu terkejut akan hal ini karna
teman-teman sekelas ku juga bersikap yang sama ketika Yul selalu
mengajak ku untuk pulang bersama, menghadapi situasi ini untuk
kedua kalinya aku tetap bersikap seperti biasa, aku masih menunggu
tampa memperhatikan tatapan orang lain kepada ku ketika mereka

193
melewati ku sampai Yul datang dan mengajakku ke kelas “ sorry
nunggu, ayo ke kelas”, “iya” Yaa.. selama melihat Yul yang yang
berjalan didepan ku, kurasa semua akan baik-baik saja untuk
sekarang ini.

Hari-hari Yul dan aku menjadi semakin dekat kami pergi kesekolah
bersama, pulang besama, dan terkadang ketika jam istirahat makan
pun kami bersama aku membawakan bekal untuknya karna ibuku
yang memaksa dan membuatkannya, aku malu mengatakan ini tapi
ketika melakukan kegiatan bersamanya aku sangat bahagia, entah
kapan perasaan ku padanya mulai tumbuh, mungkin ketika jadwal
piket kita bersama, atau mungkin ketika kami berbagi buku paket
untuk pertama kalinya.

Kini sudah akhir semester telah usai, bulan depan nanti aku sudah
kelas dua SMA dan mulai besok sekolah akan diliburkan, anehnya
yang ku pikirkan hubungan ku dengan Yul, akhir-akhir ini aku
sering memikirkan itu karna semua tindakan yang dia lakukan
sangat aneh rasanya jika hanya sebatas ini, bukannya aku tidak
senang menjadi seorang teman yang selalu bersamanya dimasa-masa

194
SMA ini, tapi bagi seorang perempuan bukannya salah kalau aku
berharap lebih dari sebuah hubungan pertemanan saja, namun
sangat melelahkan memiliki perasaan ini jika aku yang mengaku
pertama kepadanya akan sangat memalukan kalau ternyata Yul
memang hanya menganggapku seorang teman, dan tindakan ku itu
akan menjadi boomerang yang akan merusak hubunganku
dengannya, perasaan ini seakan menggantung ku.

Libur akhir semester sudah berlalu 3 hari lalu saat ini aku hanya
dirumah saja, tak ada kegiatan pasti paling aku hanya meladeni chat
digrup-grup SD, SMP ku dan juga chat dari Yul yang menanyakan
kegiatan ku, disaat aku sedang menonton tv hp ku berbunyi, ternyata
itu Lili sahabatku saat SMP “halo?”, tanya ku “Halo.. kepantai yuk,
aku udah siap nih udah didepan rumah mu”, serentak aku heran dan
membuka pintu rumahku setelah mendengar perkataannya,
herannya aku ketika melihat Yul juga ada didepan rumah ku, aku
terdiam menatap Yul sambil masih memegang hpku didekat telinga,
lalu Lili mendorongku menarikku naik ke kamar, “Ayo.. buruan siap-
siap! Yul tunggu di bawa aja”, kata Lili, namun aku masih tertegung
pikiran ku dipenuhi pertanyaan kenapa Yul bisa bersama Lili, saat

195
aku berduaan dengan Lili di kamar aku menanyakannya karna
jangan sampai pemikiran burukku ternyata benar yaitu Lili memiliki
hubungan khusus dengan Yul “Lii...?, kamu udah lama kenal sama
Yul”, tanyaku yang agak terpukul mengatasi keadaan ini dan pikiran
ku yang dipenuhi pikiran negatif, “Aaa Yul.. ia aku udah lama banget
kenal sama dia, buruan cari bajunya”, aku yang berdiri di depan
lemariku bermaksud mencari baju yang akan ku kenakan, namun
hanya terdiam menatap lantai kamarku karna mendengar jawaban
dari Lili “kamu ada hubungan apa dengan Yul?”, tak terasa
pertanyaan itu langsung keluar dari mulutku, aku tak berpikir
panjang karna saat ini aku merasa seperti perasaan ku untuk Yul
yang sangat kuhargai dan kujaga ternyata sia-sia. “Hubungan?
Hubungan kami sangat dalam..”, jawab Lili.

Aku tau saat ini sepertinya dia sedang tersenyum sepertinya dia
sedang bahagia hal ini dapat ku rasakan dari caranya berbicara yang
ringan. “Ahh” kata ku karna merasa aku hampir merusak hubungan
sahabat baikku dengan Yul, bagi ku aku bisa saja merelakan semua
perasaan ku terhadap Yul untuk Lili karna Lili sudah seperti saudari
bagi ku, hubungan ku dengannya sangat dalam meski kami tidak

196
sekolah di SMA yang sama tapi dia sering mengunjungi rumahku dan
akupun sering mengunjungi rumahnya, dia tipe orang yang sangat
mudah berteman seperti Yul namun Lili memiliki sifat yang sangat
ceria dia pernah mengatakan kepada ku mencari teman itu mudah
tapi mengubah hubungan teman menjadi sahabat itu yang susah
aku tak mungkin mengabaikan perkataan itu hanya karna perasaan
ku pada Yul.

“Yaudah.. aku tunggu di bawah ya.. cepetan jangan lama-lama”, kata


Lili dan beranjak pergi keluar kamar ku, aku langsung ke kamar
mandi dan membasuh wajah ku untuk menyadarkan ku. Setelah
berganti baju dan bersiap-siap tentu saja aku membuang jauh-jauh
perasaan yang membuatku gelisah ini dan turun ke bawah dengan
senyum lebar, akhirnya kami berangkat sebelumnya Yul sudah
meminta izin pada mama ku, sebenarnya saat ini aku sangat tak
ingin pergi kemana pun, Yul mengemudi dan Lili memilih duduk
dibelakang, dia menyuruhku duduk didepan katanya dia ingin
duduk di tempat yang luas, di perjalanan aku tak terlalu banyak
berbicara dan mengganggu pembicaraan antara Yul dan Lili, Yul
mungkin menyadari tingkah ku yang tak saat ini sangat pendiam dia

197
bertanya pada ku “Zil.. kamu ngak apa-apa? Hari ini kayaknya kamu
pendiam banget”, “ngak papa, aku mau istirahat dulu”, aku hanya
mencari alasan untuk tak terlalu terlibat denga Yul dan Lili hari ini
karna lain sisi aku masih berusaha mengontrol perasaan ku.

Setelah beberapa jam akhirnya kami tiba di pantai saat ini sudah jam
15.44, “wah.. akhirnya sampai juga, kita makan dulu bentar nanti pas
sunset baru kepantai”, kata Lili.
“ehmm”, kata ku yang menyatakan setuju, kami pergi duduk di
gazebo pantai sambil menunggu makanan yang dipesan datang,
sambil melihat ke arah laut yang berwarna biru memancarkan sinar
matahari yang menyilaukan mataku ditemani angin sepoi-sepoi
membuat ku merasa lebih baik dari pada yang tadi, memang kalau
sedang patahati sebaiknya datang kepantai sambil menghirup udara
aku mengatakan “pemandangan ini menenangkan” mereka berdua
hanya tersenyum lebar mendengarku mengatakan itu, sedikit
membuatku malu-malu, tak lama setelahnya makanan yang kami
pesan akhirnya datang juga, kami langsung meyantapnya, tak lama
setelah kami makan yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga
yaitu sunset sekarang sudah jam 17.03.

198
Lili menarikku ke pinggir bibir pantai untuk berfoto, dan Yul
mengikuti kami dari belakang dan meneluarkan hp untuk memfoto
kami, sesaat aku melupakan pemikiran yang dari tadi mengusikku
karna disibukkan oleh Lili yang membuat ku mengikuti posenya.
“rasanya fotonya udah banyak”, kata ku. “Maaf ya...”, kata Lili aku
sedikit heran dengan balasan perkataannya, lalu dia beranjak pergi
mengambil hp yang dipegang oleh Yul seakan ingin memfoto kami,
Yul berjalan kearah ku, aku yang tak tau harus apa juga beranjak
kedekat Lili lalu ketika kami berpapasan Yul mengapai tangan ku,
aku langsung bebalik menghadapnya dan kami bertatapan, “mau
ngak kamu jadi pacar ku? Ehmmm”, kata Yul yang kutatap sedang
merasa malu badannya yang menghalagi sinar sunset membuatku
melihat jelas ekspresi yang sedang tergambar di wajahnya, “piuuu...
piuuu.. Zill..zila.. jawab”, kata Lili yang motong keterdiamanku “Aaa..
iya.. (tanpa sadar ku jawab karna moment ini adalah moment yang
sudah lama ku nanti. Namun..) ehh.. tapi.. kamu dan Lili?”, Alis Yul
terangkat serasa heran mendengar perkataanku “aku dan Lili? Kami
keluarga, Lili sepupuku, memangnya kamu pikir apa!?”, Yul tertawa
ringan seakan bahagia dan menaruh telapak tangannya diatas

199
kepala ku, aku yang mendengarnya perkataannya pun langsung
berseri-seri dan tersenyum. Sedangkan Lili yang sedang merekam
kami menagatakan “Yee.. Selamat aku orang pertama yang
ngucapinnya kan, hahaha, yang tadi pas dikamar maaf yaa.. “, kata
Lili.

Kini aku paham maksud dari kata maaf yang ia lontarkan tadi, “awas
yaa kamu... hahaha.. tapi makasih banget”, akupun memeluk Lili
serasa melampiaskan perasaan yang dari tadi mengusikku ternyata
hanya akal-akalan Lili yang sudah tau akan ada moment seperti ini.
“Yaudah buruan pose gih, sebelum sunsetnya habis”, kata Lili, aku
dan Yul lalu berpose dan sepertinya kebahagian, dan perasaan malu-
malu saat ini sedang meluap-luap di antara kami berdua.
Sinar senja yang menyaksikan tindakan kami bertiga akhirnya lenyap
tertelan malam, kami akhirnya bergegas untuk pulang. Akhirnya
kami pulang dengan selamat, setelah beberapa jam sampainya aku
dirumah, aku jadi salah tingkah dikamar ku sendiri, aku sedang
menunggu chat dari Yul, lalu hp ku berbunyi tanda chat masuk aku
buru-buru membukanya dan ternyata benar itu dari Yul dia
mengirimkan ku foto dan sebuah video yang direkam oleh Lili tadi

200
aku tak tau harus membalasnya seperti apa, lalu sebuah foto
screenshot dikirimnya ternyata itu adalah foto yang membuktikan
dia telah menambah tanda love di belakang nama ku pada kontak
hpnya, aku buru-buru melakukan hal yang sama, tak kurasa hanya
sebuah tindakan kecil yang dilakukan bersama dapat membuatku
sebahagia ini. Setelah hari ini, kami sering bertemu di cafe atau Yul
yang mendatangi rumah ku ataupun aku yang mendatangi
rumahnya dan tak lupa Lili yang selalu menemani ku di hari-hari
libur ku, tak terasa libur ini akan berakhir esok harinya.

Esok paginya Yul datang menjemput ku, kami berangkat kesekolah


bersama seperti biasa, dan karna terbiasa sepertinya kamipun juga
terbiasa dalam menanggapi hubungan kami dalam artian kami ingin
hubungan yang lebih dewasa bukan yang ke kanak-kanakan yang
selalu tersipu malu dalam setiap tindakan awalnya kami memang
seperti itu tapi setelah kami saling berbicang-bincang tentang
hubungan kami, kami sepakat untuk selalu bersikap dewasa dalam
menaggapi suatu hal.

201
Salah satunya hari ini, teman-teman sekelas ku sepertinya tau kalau
kami telah berpacaran, saat aku dan Yul masuk kedalam kelas
mereka memperhatikan kami, kami langsung beranjak kebangku
belakang kelas, lalu Yul mengatakan “aku ke Eza dan teman-teman
lainnya dulu ya”. “ehmm”, kata ku sambil mengangguk, Yul pergi
dengan teman-teman laki-laki lainnya yang berada di teras kelas asik
duduk dan berbincang-bincang, aku duduk di kelas sambil
memperhatikan hp ku, saat ini kami berada di kelas berbeda karna
kami sudah kelas dua, tapi susunan bangkunya tetap sama disaat
kami kelas satu aku sih inginnya berada dibangku yang agak
tengahan karna ku rasa akan lebih dekat dengan teman-teman yang
lain, “ahhh.. penasarannya..!”, kata Risa yang teriak lalu berdiri dan
mendatangiku, “aa.... ada apa?”, aku panik karna dia mendatangi ku
setelah teriakannya.
“Kalian beneran udah pacaran, foto yang diposting Yul beneran”, kata
Risa sambil memperlihatkan hpnya yang berisi postingan foto ku dan
Yul.
“I..iya..” jawabku gugup “ma maaf yah..”, kata ku, karna aku tau kalau
sebenarnya teman-teman yang lain juga menyukai Yul”. “haaahhh...
ngak usah minta maaf juga sih.. tapi ceritain dong gimana awalnya

202
bisa pacaran sama Yul, terus gimana rasanya penasaran banget...”,
kata Risa.

Lalu teman-teman yang lain mendekat rasanya aneh dikerumuni dan


menjadi pusat perhatian tapi aku senang cerita hubungan ku dengan
Yul membuat ku merasa dekat dengan mereka, akupun menceritakan
kronologi kami bisa berpacaran dari awal ketika Lili datang kerumah
ku bersama Yul sampai saat senja yang tertelan malam, rasanya agak
menggelikan dan malu-malu menceritakan kisah itu pada mereka
dan melihat ekspresi wajah yang serasa iri, cemburu, tersenyum dan
tertawa yang tergambar diwajah mereka ketika aku bercerita dan saat
aku selesai menceritakannya aku memperlihat kan foto-foto ku dan
Yul yang menjadi bukti dari moment berharga itu. “aaa irinya... kalau
begitu kami serahkan Yul ke kamu... sebenarnya Yul itu maskot kelas
kita tapi karna dia milih kamu, mau gimana lagi hahaha...”, begitulah
kata Risa pada ku dan teman-teman yang lain yang menepuk
punggung ku serasa memberiku tugas dan semangat.

Setelah hari aku menceritakan kisah ku kepada mereka, mereka


justru lebih dekat dengan ku, seperti halnya dengan hari ini kami

203
sedang berolahraga pembelajaran olahraga kali ini kami disuruh
untuk berlari mengelilingi lapangan basket yang berada di tengah-
tengah sekolah dengan waktu yang akan dihitung menggunakan
stopwatch yang berada ditangan guru olahraga, untuk yang pertama
dilakukan oleh tim perempuan, saat ini adalah giliran ku aku tak
terlalu mahir dalam pembelajaran olahraga tapi aku akan berusaha
sebaik mungkin setelah sampai dititik awal ku, sangat disayangkan
rekor waktuku tak terlalu baik tapi aku telah berusaha.

“Zil.. sini-sini istirahat disini”, Mimi memanggilku untuk duduk


didekatnya, dan aku berjalan ke arahnya lalu teman-teman yang lain
menyusul duduk bersama didepan teras kelas, kelas kami berada
dilantai satu dan tepat didepannya adalah lapangan basket oleh
karna itu setiap teman-teman perempuan yang selesai berlari
langsung duduk didepan teras kelas, “ahhh.. capeknya”, kata Risa
yang baru saja selesai berlari, aku dan mimi tersenyum menanggapi
perkataan Risa. Setelah semua tim perempuan selesai berlari lanjut
tim laki-laki, tak salah lagi kalau dalam bidang olahraga laki-laki
pasti selalu menjadi sorotan, apalagi saat Yul yang berlari.

204
Semua perhatian menjadi miliknya bukan hanya aku dan teman
sekelasku tapi semua orang yang berada di luar kelas, dan saat aku
tersadarkan diri oleh teman-teman sekitarku yang
memperhatikannya pandangan mereka membuat ku sedikit
cemberut lalu ketika Risa dan aku bertatapan ia mengatakan
“aaaah... jangan cemberut dong Zil.. ini tuh akibatnya kalau pacar
kamu punya banyak penggemar, hahahaha”, Risa tertawa.
“haaahh....” kataku yang menghela nafas dan mereka semua malah
tertawa dan akupun juga tertawa.

Setelah itu kami memperhatikan lagi Yul yang masih berlari


dipinggiran lapangan, “Tapi kamu tau ngak Zil rumor yang beredar
tentang Yul?”, kata Mimi yang agak serius “Rumor? Rumor apa?”,
kata ku.
“Katanya di anak kelas satu ada yang terang-terangan mengatakan
menyukai Yul, aku pun tak tau siapa orangnya sih tapi mungkin
anak-anak kelas satu tau, kamu mau cari tau ngak?”, kata Mimi.
“Iya aku juga pernah dengar rumor itu, belum lama ini sih”, kata Risa.
“Menurutku, kalau dia suka sama Yul aku ngak papa sih, soalnya
itukan perasaan dia suka-suka dia aku ngak terlalu mau mencampuri

205
urusan yang seperti itu, oh iya kaliankan juga sama Yul, iya kan?
hahaha”, kata ku yang agak serius, tapi akhirnya bercanda karna tak
ingin terlalu menanggapi rumor yang kami bicarakan.
“Yaaa.. kalau kami sih memang suka hahaha... tapi ujungnya Yul
milih kamu mau gimana lagi hahaha” kata Risa, kami semua tertawa
dengan pembicaraan ini, dan pembicaraan ini berakhir denga guru
olahraga yang memperbolehkan kami untuk berganti pakaian disisi
lain ternyata tim laki-laki ternyata telah selesai berlari tapi mereka
masih memiliki tenaga untuk bermain basket dan kami memutuskan
untuk pergi berganti pakaian, setelah itu kami kembali duduk
didepan teras sambil memandagi laki-laki bermain basket, tentu saja
Yul menjadi primadona dimata ku dan tentu saja dimata teman-
teman yang lainnya karna Yul telah menjadi pemain inti tim basket
di sekolah kami.

“Aahhh.. senangnya punya pacar kaya Yul”, kata Risa yang iri,
menanggapi perkataannya kami hanya tertawa. Lalu Yul dan yang
lainnya berjalan ke kelas sepertinya mereka telah selesai bermainnya,
aku langsung masuk kedalam kelas untuk mengambilkannya
handuk dan air minum, begitu mengambil air dan handuk aku lalu

206
berjalan menuju pintu untuk memberikannya ke Yul, saat berjalan
teman-teman didepan membuat kebisingan seperti terkejut akan
suatu hal aku lalu berlari karna tertarik dengan suara mereka yang
langsung menghilang, saat aku tiba didepan pintu kelas aku melihat
seorang gadis yang agak pendek dariku memberikan sebotol
minuman dingin yang disukai oleh Yul kepadanya, semua mata
tertuju pada Yul dan gadis kecil itu.

“kak ini...!”, kata gadis kecil itu.


“aaah makasih” kata Yul yang langsung mengambil minuman dingin
itu dari tangan gadis kecil itu, lalu semua mata justru tertuju padaku,
gadis kecil itu lalu pergi memandangku dengan sinis, aku justru
gugup karna dipandangi oleh teman-teman, lalu aku memberikan
handuk yang ada ditanganku ke Yul, Yul yang sedang minum
mengambilnya, lalu semua teman-teman perempuan berdiri lalu
menyeretku masuk kedalam kelas memojokkanku dikursiku, “nah
pasti itu Zil.. anak itu!”, kata Risa.
“Sudah pasti dia punya maksud pdkt ama Yul!”, kata Mimi. “Iya pasti
begitu, berani banget dia menunjukkan taringnya didepanmu yang
jelas-jelas pacar Yul”, kata Risa.

207
“Kita harus memberikannya pelajaran”, kata Mimi.
“Iya betul”, “betul..”, “betul”, mengikut teman-teman lainnya yang
menyetujui tujuan Mimi.
“Ehh... ngak usah. Makasih udah menghawatirkan ku, tapi sepertinya
aku ngak papa, aku hanya agak terkejut tadi”, kataku yang tak ingin
melibatkan teman-teman ku dalam urusan hubunganku dengan Yul.
“aku tau kekhawatiran kalian, akupun juga sebenarnya khawatir tapi
lebih baik aku bicarain persoalan ini dengan Yul aja, ngak perlu ambil
tindakan kekerasan hehehe”, kataku yang sedang mencairkan
suasana karna emosi teman-teman. “Ya udah kalau kamu bilang
begitu, apapun yang terjadi kami pasti ada dipihak mu!”, kata Risa
yang memberiku semangat, mereka semua memberiku semangat dan
menghawatirkan ku aku terharu melihat mereka semua seperti ini
ternyata rasanya memiliki hubungan baik dengan teman-teman
sekelas, mereka ada untuk menyemangatiku disaat mereka tau kalau
aku mungkin akan tersakiti oleh situasi yang dibuat oleh gadis kecil
itu.

Bel pulang sekolah berbunyi Yul dan aku pulang bersama,


diperjalanan aku terdiam memikirkan peristiwa yang terjadi didepan

208
kelas tadi, karna sudah merasa terusik aku menanyakannya pada Yul
“Yul?”, “iya..”, kata Yul yang sedang berkendara.
“Yul, gadis kecil yang tadi memberikan mu minum siapa?”, tanya ku
gugup.
“aaa.. dia, namanya Mei, dia anak baru yang masuk di klub basket,
jadi aku agak kenal dia sih”, kata Yul yang memberhentikan
motornya tepat didepan pintu gerbang rumah ku, lalu aku turun dari
motor dan Yul juga ikut turun.
“aku ngak ada apa-apa kok dengan dia, kamu jangan mikir yang
aneh-aneh ya... senyum dong”, kata Yul yang menyemangatiku dan
menyentuh kepalaku untuk membuat ku merasa lebih baik.
“Emm..”, kataku yang langsung tersenyum setelah dia menyentuh
kepalaku.
Yul kembali menunggani motornya “hati-hati”, kata ku.
“Iya aku pergi dulu”, Yul pergi dan aku melambaikan tangan
kepadanya, meski sudah mendapatkan penjelasan dari Yul tapi wajah
gadis kecil itu masih terbayang dipikiran ku, terutama saat dia
memandangku tadi, aku tau saat itu dia serasa menanamkan
perasaan kebenciannya padaku, tapi aku tak terlalu ingin

209
memikirnya lebih jauh karna itu bisa mempengaruhi emosiku
kapanpun.

Sulit untuk melupakan kejadian kemarin tapi aku kini tak terlalu
khawatir karna Yul selalu ada bersama ku ia datang menjemputku
untuk berangkat kesekolah bersama, dengan senyumnya saja bisa
mengalihkan perhatianku dari kekhawatiran yang mencengkam
pikiranku.
“assalamu’alikum, selamat pagi..”, kata Yul yang tersenyum ramah
pada ku.
“wa’alaikum salam, pagi” balasku, sambil menaiki motornya kami
berangkat ke sekolah.
Saat jam istirahat, aku mengambil bekal yang ada didalam tas ku,
teman perempuan sekelasku lalu mengerumuniku.
“Kita makan bareng Zil!!”, kata Risa.
“Ahh..i..iya” kata ku terkejut karna dia datang tiba-tiba.
“Kalau begitu aku makan dikanting bareng Eza” kata Yul yang
sepertinya terusik karna banyaknya teman perempuan
mengerumuni ku untuk makan bersama.
“Ehmmm”, kataku dengan mengangguk.

210
Begitu batang hidung Yul menghilang Risa langsung berkata “Jadi
kamu udah bicarain masalah kemari dengan Yul!? Apa katanya?”,
kata Risa yang sangat semangat ingin mendengar perkataanku dan
teman-teman yang lainnya yang juga penasaran akan hal itu.
“Iya aku udah bicarain dengan Yul kemarin, katanya ngak papa aku
ngak perlu khawatir”, kataku yang tersenyum biasa. “Ehheee.. meski
begitu...” “tenang saja, aku percaya kok sama Yul”, kata ku untuk
membuang kekhwatiran Risa pada ku.
“Terus gadis itu siapa?”, kata Mimi.
“Emm.. kata Yul namanya Mei, dia anak kelas satu yang bergabung
diklub basket, mungkin mereka cukup dekat karna mereka satu klub,
Yul memang menghawatirkan ku sama seperti kekhawatiran kalian
padaku, terimakasih untuk itu tapi tenang saja aku baik-baik saja....
kalau begitu ayo makan, nanti jam istirahat habis!”, kata ku untuk
mencairkan suasana dan hati teman-teman yang sedang khawatir.

Ternyata menghabiskan waktu dengan teman-teman yang


mendukungku memang sangat menyenangkan, bel masuk berbunyi
Yul datang bersama Eza, teman-teman perempuan yang berada di
dekatku menyadari kedatangan Yul berdiri dan beranjak ke bangku

211
mereka masing-masing, Yul datang duduk di kursi dan meletakkan
sebuah kotak yang dibungkus rapi di meja ku “apa ini?”, kataku.
“Itu coklat” kata Yul.
“Wah, dapat dari mana?”, tanya ku yang menggenggam coklat itu.
“Aaah.. itu pemberian dari Mei”, dengan santai dan tersenyum Yul
mengatakan itu, teman-teman perempuan dikelasku yang
mendengar perkataan Yul lalu menatapku, mendengarnya
perkataannya membuatku merasa terluka, kecewa, dan emosiku
negatif sedikit mempengaruhiku, aku langsung berdiri meletakkan
coklat itu di meja.
“Aku ke toilet dulu”, kata ku yang ingin pergi dari situasi ini. Aku lalu
berjalan dengan cepat langkah kaki ku terasa berat, Risa lalu berjalan
di hadapanku kami berpapasan tapi dia justru berjalan kearah Yul
aku tersentak berhenti dipertengahan kelas Risa yang berdiri didepan
Yul yang sedang bingung dan terkejut lalu menjitak kepalanya
“bodoh!!!”, kata Risa.
“Aa ah.. apaan sih Ris”, kata Yul yang memegang kepalanya karna
kesakitan aku melanjutkan langkahku meski dengan air mata yang
mengalir dipipi ku, seakan tau kejadian ini akan terjadi.

212
Mei gadis kecil itu ia menghadang ku di pertengahan jalan, “kenapa
kamu lakuin ini?”, kata ku yang saat ini sedang menahan emosiku
memutuskan untuk berpikir dewasa dan mendengar penjelasan
darinya.
“Karna aku menyukai kak Yul, kak Yul terlalu baik untukmu, tiap hari
kau hanya merepotkannya dan memanfaatkannya, kau
menjadikannya bahan untuk berteman, kau terlalu menyedihkan
dasar tak tau malu!” perkataan yang tegas dari gadis kecil itu
membuatku merasa yang dia katakan memang benar aku hanya
memanfaatkan hubunganku dengan Yul tapi sebenarnya tak begitu.
“Tidak..! bukan begitu..”, kataku.
Tanpa kusadari Yul berada dibelakang ku begitupun dengan teman-
teman lainnya, dan gadis itu berbicara dengan suara yang agak kecil
seakan hanya aku yang ingin dia perdengarkan perkataannya.
“Apanya yang bukan begitu, aku tau kau adalah orang yang
terkucilkan dikelasmu, kau selalu menempel padanya untuk
mendapatkan ketenaran yang sama, menjijikkan, enyahlah gadis
murahan”, saat dia mendengar hal itu hargadiri dan perasaanku
sangat terluka, emosi seakan memakanku, pikiranku kosong tanpa
ku sadari tanganku bergerak dengan sendirinya dan menampar

213
gadis kecil itu sampai dia terjatuh. Yul lalu berlari tapi seharusnya dia
berada disisiku bukannya menolong gadis itu, Yul justru memegangi
gadis itu aku tau kalau dia adalah juniornya di klub basket tapi aku
kan pacarnya.
“Kenapa? Kenapa kamu menolongnya, Yul! Dia itu jahat, dia tau ini
akan terjadi, kamu jangan mau dibodohi olehnya!”, kataku dengan
tegas pada Yul, lain sisi emosi ku saat ini sangat tak bisa ku kontrol.
“Kamu ngomong apaan sih Zil, justru kau yang jahat, tega banget
kamu nampar dia sampai terjatuh”, kata Yul yang membuat gadis
kecil itu berdiri.
“Ayo ku antar ke UKS, maafin Zila, dia ngak tau kalau coklat itu
pemberian dari mu” , dari perkataan Yul sangat jelas bahwa ternyata
coklat itu memang buat ku dari gadis kecil itu, tapi itu justru lebih
memperkuat bahwa dia memang telah mengatur semua ini. Yul pergi
mengantar gadis itu, aku ambruk, terjatuh lalu Risa menghampiriku
memegangi dan menghawatirkan ku, “Yul yang kau tolong
seharusnya Zila!”, kata Risa tapi Yul mengabaikannya.
“Yul, jangan melangkah lagi... atau kita putus!”, entah apa yang
kukatakan saat ini, perkataan yang langsung keluar dari mulutku
tanpa berpikir dampak yang akan kutimbulkan dari kalimat ini.

214
“haah.. kepalaku sangat sakit”, kata gadis kecil itu, sangat licik
terdengar air mata ku kini tak terbendung. Yul yang sempat berhenti
melanjutkan kembali langkahnya karna gadis itu.
“hai Yul!!”, kata Risa yang memanggil Yul untuk kembali, namun
kuhentikan karna aku sudah tak sanggup lagi “aku mau pulang”,
kataku aku berdiri dan ditopang oleh Risa, Yul dan Mei juga pergi,

Aku pulang lebih awal kali ini, Risa yang mengantarku pulang,
“terima kasih sudah mengantarku”, kata ku pada Risa.
“Iya , kamu yang tegar, aku tau Yul mengkhawatirkan mu, kalau
kalian memang jodoh pasti semua akan baik-baik saja, fighting!”,
kata Risa yang menyemangatiku.
“Emm.. terimakasih”, tapi kata-kata yang ia lontarkan tak bisa
langsung menyembuhkan ku, hari ini adalah hari terburuk dalam
hidupku, disaat aku membutuhkan Yul yang seharusnya memihakku
malah dia yang meninggalkan ku, mungkin inilah akhir dari
hubungan kami.

Setelah kejadian itu aku terbaring lemah dikamarku, demamku


sangat tinggi dan sekolah saat ini diliburkan akibat pandemi corona

215
yang sedang merembak didunia, duniaku dengan Yul juga saat ini
semakin merenggang dia kami tak pernah saling berkomunikasi
semenjak hari itu, tak ada kepastian dalam hubungan kami,
terkadang teman-teman sekelasku datang mengunjungiku saat
mendengar ibuku yang mengatakan mereka datang aku sangat
berharap Yul juga datang tapi hanya dia yang tiada, saat itu aku
senang teman-teman datang mengunjungiku tapi disisi lain hatiku
menangis karna tak adanya keberadaaan Yul, bahkan disaat kami
mengobrol tak ada satupun teman-teman yang menyinggung
tentang Yul, mungkin mereka telah merancang hal itu.

Lalu hari ini Lili datang mengunjungiku ku kira Yul juga akan datang
tapi dia tak ada, dia seakan menghilang kabarnya tak ada, seakan
ditelan bumi.
“Zil aku datang.. kamu masih demam?”, kata Lili yang memegangi
keningku.
“Emm masih, tapi tak usah khawatir, aku baik-baik saja”, kata ku.
“Emm...”, balas Lili. Suasana lalu terasa hening, tiada dari kami yang
memulai pembicaraan sampai beberapa saat.

216
“Begini..”, kami berdua bersamaan mengatakan hal yang sama, “ahh..
kamu duluan aja!”, kata ku.
“Emm.. jadi sebenarnya kamu ada apa, dengan Yul?”, tanya Lili
dengan nada khawatir, suasana kembali hening untuk beberapa saat.
“Aku.. ngak tau status hubungan ku dengan Yul sekarang apa?”, lalu
aku menceritakan semua kejadian pada hari yang buruk itu. Setelah
aku menceritakan semuanya.
“Menurutmu tindakan ku salah pada saat tu? Aku hanya ingin dia
tau kalau gadis itu yang merancang kejadian itu!, aku hanya ingin
dia tau hal itu!, tapi malah dia membela gadis itu kata-kata yang
kulontarkan saat itu hanya sebuah peringatan untuk
menghentikannya, tapi situasinya malah menjadi kacau, kini aku tak
tau lagi, kami bahkan tak pernah berhubungan sejak saat itu”, aku
menangis karna sadar bahwa akulah yang menjadi gunting pemutus
tali hubungan kami.
“Emm..saat itu perkataanmu sepertinya memang salah, seemosinya
dirimu seharusnya kamu tak boleh melontarkan kata putus, karna
itu juga pasti melukai hati Yul”, kata Lili. Aku memikirkan
perkataannya ya, memang benar akulah yang salah pada saat itu.

217
“Lalu aku harus apa sekarang aku ngak mau putus sama Yul, aku
ngak bisa lupain dia, saat aku menutup mataku meski terlelah akibat
demam tinggi bayangannya selalu tergambar, apa semuanya tak bisa
sama lagi..? Li..semuanya tak bisa seperti biasa lagi..? paling
tidak..aku ingin mendengar suaranya...”, suaraku semakin melemah
hingga aku terlelap karna demam tinggi yang melahap kesadaranku,
sepertinya saat itu Lili panik dan memanggil mama ku.

Beberapa hari berlalu aku masih saja terbaring ditempat tidur, suhu
badanku kini tak terlalu tinggi, karna ada mama yang selalu
mendampingiku, bahkan terkadang ia tidur bersamaku dikamar
menjangaku siang dan malam, aku sadar yang kubutuhkan memang
kehadiran Yul tapi yang menetap disisi ku adalah mama. Dia adalah
anugrah yang paling terindah bagiku, karna dia disisiku aku mulai
sadar bahwa kekhawatiran akan hubunganku dan Yul tak sebanding
dengan kekhwatiran mama terhadapku, aku mulai membaik karna
menghawatirkan mama yang selalu merawatku dari pagi hingga
malam bahkan ketika ku tertidur masih terasa belaian tangan
dinginnya menempel didahiku, aku sangat beruntung dianugrahi
mama yang penyayang.

218
Hari mulai gelap, malam kini datang aku tidur lebih cepat karna
pengaruh obat yang membuatku cepat terlelap, mama mematikan
lampu kamar ku beberapa saat setelah pengaruh obat itu mulai
bekerja dia keluar dari kamar aku mulai terlelap tapi beberapa saat
kemudian pintu kembali terbuka mungkin itu adalah mama yang
kembali mengecekku, tapi sepertinya orang lain, ini Yul aku sangat
yakin Yul yang datang karna menghawatirkan ku, begitu Yul
memegang dahiku membelai pipiku membuatku sangat yakin ini
adalah tangannya, tapi tubuhku saat ini sangat lemah untuk
membuka matakupun terasa sangat berat, kini sepertinya dia mulai
berdiri dia akan pergi tanpa berbicara sepatah katapun, aku
mengerahkan tanganku akhirnya tanganku menggapai tangannya
tapi tak bertahan beberapa detik hingga cengkramanku hilang
tenaga, Yul memasukkan tanganku dibalik selimut dan pergi,
mengapa harus malam ini dia datang, mengapa disaat aku tak bisa
apa-apa dia justru datang, aku memang menantikannya tapi
pemilihan waktu saat ini sangat salah, kita bahkan tak bisa berbicara,
banyak penyesalan yang ingin kusampaikan padanya tapi justru
ketika dia datang penyesalanku justru bertambah, hingga aku
tertidur.

219
Paginya aku bertanya pada mama “ma...tadi malam yang datang
siapa?”, kataku dengan semangat.
“Tadi malam tak ada siapa-siapa...”, kata mama yang bahkan tak
menatap ku.
“Tidak ma.. tadi malam ada orang yang memegang pipi Zila.. dan..”,
lalu mama memotong perkataan ku.
“Tidak ada siapa-siapa... begitu maunya Yul kalau kamu bertanya
pada mama.. tapi maunya mama bilang tadi malam Yul datang”
begitu kata mama yang membelai rambutku dan memelukku.
“Sudah cepat hubungi gih.. supaya cepat sembuh”, kata mama yang
mencium keningku dan meninggalkan kamarku dengan senyum
hangatnya.

Hari itu mama menyuruhku untuk menghubungi Yul tapi tak


segampang itu, meski hp telah ku genggam tapi aku gugup untuk
berbicara dengannya hari-hari berlalu setelahnya, seperti hari ini aku
hanya menggenggam hpku aku masih memikirkan untuk
menghubungi Yul, namun banyak pikiran yang selalu menghalagiku

220
untuk menelfonnya, tib-tiba hpku berbunyi itu adalah telfon dari Yul
aku sangat terkejut dan heran tapi aku langsung mengangkatnya.
“Ha..halo..”, aku sangat canggung berbicara dengannya “Emm.. Zila..
keadaanmu sekarang gimana?”, tanya Yul. “A...aku sekarang sudah
sehat”, jawabku kecanggungan berbicara menyelimuti kami berdua.
“Bisa nanti kita bertemu?”, tanya Yul, mendengar dia berkata seperti
itu membuat duniaku seakan dipenuhi bunga-bunga yang
bermekaran aku sangat senang.
“I...iya bisa” jawab ku malu-malu.
“Kalau gitu nanti di cafe biasa...”, kata Yul.
“Iya...”, kata ku.
“Kalau begitu sampai nanti”, kata Yul.
“Emm...“, setelah beberapa saat barulah Yul menutup telfonnya, aku
sangat senang ini adalah hari-hari yang sangat ku nantikan, aku
segera mencari baju yang akan ku kenakan rasanya seperti kencang
pertama, rasanya aneh.

Lili datang kerumah, aku bertanya-tanya kenapa dia datang


kerumahku, Lili lalu ke kamarku “ada apa Li? Kenapa datang?”,
tanya ku yang penasaran dan tak ingin membuang waktu untuk

221
bersiap-siap bertemu Yul, “iih.. memangnya kenapa kalau aku
datang, aku dilarang datang nih? Aku pulang aja kalau gitu!”, kata
Lili yang agak ngambek.
“Ehh..ngak gitu bukannya dilarang...aku sekarang mau keluar, jadi
ngak bisa ladeni kamu”, kata ku yang sibuk memilih baju. “Ooo
gitu...mau kemana memangnya?”, tanya Lili.
“Mau ke cafe”, jawabku.
“Ketemu siapa?”, tanya Lili.
“Hehehe...mau ketemu Yul”, jawabku malu-malu.
“Aaa...mau ketemu Yul pantesan senang banget, terus kesananya
pake apa?”, tanya Lili lagi.
“Ya pake motorlah!”, jawabku yang agak kesal karna sedang sibuk
bersiap-siap dan ditambah pertanyaan yang tak hentinya
dilontarkan Lili.
“Aaa.. pake motor, kamu udah bisa berkendara?” begitu Lili
menanyakan hal itu aku lalu menghentikan kesibukanku.
“Aaa..iya..aku lupa, kalau aku ngak bisa pake motor!”, jawabku
menatap Lili, lalu kami tertawa bersama karna sikap dan jawaban ku
yang agak bodoh.

222
“Hahaha..Yul yang suruh aku jemput kamu, makanya aku datang
kesini, ya udah cepat gi...aku tunggu dibawah aja”, kata Lili.
“Emm..” kataku mengangguk dan tersenyum, ternyata Lili sudah tau
kalau aku akan pergi bertemu dengan Yul hari ini dan dia masih
sempatnya memanas-manasiku dengan pertanyaan konyol yang dia
sendiri pun tau jawabannya.

Sorenya Lili dan aku pergi ke kafe Yang biasa ku kunjungi bersama
Yul dan disaat aku datang aku melihat motor Yul yang terparkir, aku
dan Lili masuk kedalam dan Yul sudah duduk disalah satu kursi yang
ada di kafe itu, tapi tak hanya Yul yang duduk disitu ada orang lain
juga yang duduk didepan Yul, karna posisi duduk yang
membelakangi pintu aku tak tau siapa dia, tapi entah kenapa saat ini
firasatku sedang tak baik ketika melihat orang lain itu bayangannya
mengingatkan ku dengan gadis kecil itu Mei, dan saat aku dan Lili
mulai mendekat Yul berdiri dan orang itu juga berdiri membalikkan
badannya, ternyata benar itu benar Mei gadis kecil itu.
“Aku mau pulang!”, kataku pada Lili yang berada di depan ku, saat
ini seakan tak ada harapan lagi, melihat gadis itu saja sudah
membuatku merasa terpukul.

223
“Ayo Li..!”, kataku menggenggam tangan Lili dan menariknya keluar,
dan saat itu Yul berlari kedepan ku untuk menghentikan langkah ku.
“Tunggu dulu...ini ngak seperti yang kamu liat Zil...tunggu dulu
yah...yah...” kata Yul yang memegang pundakku dan meyakinkanku.
“Iya Zil...tunggu dulu yah...”, kata Lili yang juga membujukku aku
akhirnya luluh dan duduk didekat Yul dan Lili sedangkan Mei duduk
di depan kami bertiga.
“Haaah... menyusahkan banget ada disini, untung lagi pandemi jadi
ngak banyak orang, malu-maluin aja”, katanya yang sepertinya
sangat tak senang hati.
“Jadi disini Mei mau lurusin semuanya, Mei ayo bicara!”, kata Yul.
“Iya, aku ditolak sama kak Yul, untuk hari itu aku juga minta maaf
karna semuanya memang udah aku rencanain.
Udahkan kak, aku mau pulang buang-buang waktu aja disini”, kata
Mei dengan nada yang menyebalkan, dia pergi meninggalkan kami
bertiga.
“Hemmh.. dasar gadis cebol itu ngak punya sopan santun...
emm...kalau gitu aku juga pulang ya...”, kata Lili.
“Ehh...kenapa?”, kata ku.

224
“Aku kan cuman disuruh buat ngantar kamu, hehehe.. fighting!”, lalu
dia pergi meninggalkan ku dengan Yul, begitu mereka pergi suasana
jadi hening dan canggung.
“Emm...begini...Zil...aku minta maaf, karna waktu itu ninggalin
kamu, seharusnya saat itu aku tetap bersama mu, seharusnya aku
yang ada disamping mu bukannya orang lain, aku benar-benar
minta maaf, aku ngak bermaksud menyakiti mu, rasa frustasi yang
mendorongku untuk ngelakuin itu, aku tau tindakan ku saat itu
sangat menyakiti mu, apapun akan ku lakukan tapi aku mohon kita
jangan putus”, kata Yul.
“Aku juga minta maaf saat itu kata-kataku pasti sangat menyakitimu,
aku juga ngak bermaksud putus waktu itu, aku termakan emosi jadi
aku juga minta maaf, tolong lupain aja sikapku yang waktu itu, aku
terlalu bodoh sampai tak bisa menahan emosi, jujur aku ngak mau
kehilangan kamu, selama ini aku merindukan kamu, maafkan
sikapku yang melukai mu, saat itu aku cemburu melihat kamu berada
disampingnya...maaf yah...”, kataku yang sangat menyesal.
“Kalau begitu mari berjanji kejadian yang saat itu kita lupain aja
hehehe...”, kata Yul yang mengacungkan jari kelingkingnya aku pun
melakukannya juga.

225
“Emm...”, kami mengakhirnya dengan mengikat jaji jari kelingking
bersama.

Layaknya cahaya fajar hubungan kami sepertinya kembali dimulai ku


harap ini akan bertahan sampai selamanya, tapi masalah yang
sekarang mengusik kami adalah pandemi ini, aku dan Yul tak bisa
bertemu seperti dulu, kami hanya berkomunikasi lewat hp saja, bisa
saja aku dan dia keluar bertemu seperti waktu itu, tapi mama saat ini
sangat ketat dalam menghindari covid ini, aku dikurung dikamar,
padahal aku sangat merindukan Yul entah kapan kita bisa bertemu,
“Haaah... dasar covid ini...!!!”, kata ku yang menjadi akhir dari cerita
ini, terimakasih telah membacanya.

***

226
227
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai