Anda di halaman 1dari 24

Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 1

Disusun oleh:

Clarissa Giana Putri

NIM :

2010711005

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

TAHUN AJARAN

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang............................................................................................. 1
2. Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian.................................................................................................... 3
2. Prevalensi..................................................................................................... 3
3. Klasifikasi.................................................................................................... 4
4. Etiologi........................................................................................................ 5
5. Faktor Risiko............................................................................................... 6
6. Tanda dan Gejala........................................................................................ 7
7. Patofisiologi................................................................................................ 8
8. Komplikasi.................................................................................................. 10
9. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................. 10
10. Penatalaksanaan........................................................................................... 11
11. Asuhan Keperawatan................................................................................... 13
BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan.................................................................................................. 22
2. Saran............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian
tersering pada anak di negara sedang berkembang. Infeksi Saluran Pernafasan Akut
ini menyebabkan empat dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah
lima tahun pada setiap tahunnya, dan sebanyak dua per tiga kematian tersebut adalah
bayi (khususnya bayi muda usia kurang dari dua bulan) (WHO, 2020).
ISPA adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus, bakteri maupun riketsia.
Bakteri-bakteri yang paling sering terlibat adalah Streptococcus grup A,
Pneumococcus-pneumococcus, H.influenza yang terutama dijumpai pada anak- anak
kecil. Virus influensa merupakan penyebab tersering dari penyakit saluran pernafasan
pada anak-anak dan dewasa. Pada usia lima tahun atau lebih, 90 % anak-anak telah
mengalami infeksi oleh virus influensa. Pada bayi dan anak-anak virus tersebut
bertanggungjawab atas terjadinya penyakit (Nelson, 1995).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka
kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15-20% per tahun pada
golongan usia balita, ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian
besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang dan ISPA merupakan salah satu
penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (WHO,
2018).
Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada
kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit
terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005
menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia
dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Listyowati, 2013).
Di Indonesia kasus ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian bayi.
Sebanyak 36,4% kematian bayi pada tahun 2008 (32,1%) pada tahun 2009 (18,2%) pada
tahun 2010 dan38,8%pada tahun 2011 disebabkan karena ISPA. Selain itu, ISPA sering
berada pada daftar sepuluh penyakit terbanyak penderitanya di rumah sakit. Berdasarkan

1
data dari P2 program ISPA tahun 2009, cakupan penderita ISPA melampaui target
13,4%, hasil yang diperoleh 18.749 penderita. Survei mortalitas yang dilakukan Subdit
ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA sebagai penyebab terbesar kematian bayi di
Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Depkes RI, 2012).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Menjelaskan proses asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
b. Tujuan Khusus
i. Melaksanakan pengkajian keperawatan pada anak dengan ISPA
ii. Merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan ISPA
iii. Merumuskan intervensi keperawatan pada anak dengan ISPA
iv. Mengimplementasikan asuhan keperawatan pada anak dengan ISPA
v. Mengevaluasi dan mendokumentasikan asuhan keperawatan pada anak
dengan ISPA

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan
organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Infeksi ini
disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host, apabila ketahanan
tubuh (imunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di
bawah lima tahun karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit. (Karundeng Y.M, et al.
2016).
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah infeksi yang terutama mengenai
struktur saluran pernafasan di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai
bagian atas atau bawah secara stimulasi dan berurutan (Nelsen 2000). Menurut Depkes,
(2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari
istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga
unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai
berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah
organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14
hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14
hari.
Dari pengertian – pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) adalah penyakit infeksi yang mengenai saluran pernafasan bagian
atas dan bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman berupa virus, bakteri, atipikal
(atipikal plasma) atau aspirasi substansi asing yang menyerang organ pernafasan.
2. Prevalensi
Hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, ISPA di
Indonesia sebanyak 25%. Kejadian ISPA di Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan

3
insiden sebesar 1,8% dan prevalensi sebesar 4,5%,. ISPA tertinggi pada kelompok umur
1-4 tahun (25,8%). Prevalensi ISPA di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 15,7%. Terdapat
lima provinsi dengan ISPA tertinggi yaitu NTT (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%),
NTB (28,3%) dan Jawa Timur (28,3%) (Litbangkes KemenKes RI, 2013).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016, pneumonia merupakan
penyebab kematian pada bayi mencapai 169%. Kategori populasi yang rentan terserang
pneumonia yaitu anak usia kurang dari 2 tahun, usia lebih dari 65 tahun, serta seseorang
yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi dan gangguan imunologi). Angka kematian
akibat pneumonia lebih tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 0,13%
dibandingkan pada kelompok bayi yakni sebesar 0,06%. Salah satu provinsi yang
memiliki kejadian kasus ISPA yang cukup tinggi terdapat di Provinsi Jawa Tengah
sebesar 3,61%. Angka kejadian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian di provinsi
lain seperti Bali sebesar 2,05%,Lampung sebesar 2,23 dan Riau sebesar 2,67%
(Kementerian Kesehatan RI,2017).
Penemuan dan penanganan penyakit pneumonia di Jawa Tengah pada tahun 2015
sebesar 54,3% mengalami peningkatan dibandingkan capaian tahun 2015 sebesar
54,31%.Salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang terdapat kasus ISPA cukup banyak
yakni di Kabupaten Boyolali. Di Boyolali terdapat 2.749 kasus (23,5%) dengan
pneumonia. Jumlah tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan kabupaten lain
seperti Kabupaten Sukoharjo dengan 2.342 kasus (20,3%) dan Kabupaten Wonogiri
dengan 2.168 kasus (18,1%) (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2016).
3. Klasifikasi
ISPA dibagi menjadi infeksi saluran pernafasan bagian atas dan infeksi saluran
pernafasan bagian bawah. Infeksi saluran pernafasan atas adalah 9 infeksi yang
disebabkan deh virus dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis
akut, uvulitis akut, rhinitis, nasofaringitis kronis, sinusitis. Sedangkan, infeksi saluran
pemapasan akut bawah merupakan infeksi yang telah didahului oleh infeksi saluran atas
yang disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder, yang termasuk dalam penggolongan ini
adalah bronkhitis akut, bronkhitis kronis, bronkiolitis dan pneumonia aspirasi (Momis,
2009; Dahlan, 2009).

4
Menurut Daniel YT Goh. et al. ISPA dibagi atas beberapa klasifikasi menurut
gejala klinisnya, yaitu: Rhinitis infeksi akut, Faringitis dan tonsilitis, Otitis media,
Sinusitis akut, Laryngotracheo-bronchitis, Epiglotitis, Bronkitis akut, Bronkiolitis akut,
Pneumonia.
Menurut Depkes RI tahun 2012, klasifikasi ISPA dapat dibedakan berdasarkan
berat ringannya gejala yang ditimbulkan, yaitu tanda dan gejala ringan (bukan
pneumonia), sedang (pneumonia sedang/pneumoniama), dan berat (pneumonia berat).
Penyakit batuk-pilek seperti rhinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian
atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.
a. Ringan (bukan pneumonia)
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK), batuk tanpa
pernafasan cepat atau kurang dari 40 kali/menit, hidung tersumbat atau berair,
tenggorokan merah, dan telinga berair. Tanda emergency untuk golongan
umur 2 bulan-5 tahun yaitu : tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, dan gizi buruk
b. Sedang (pneumonia sedang/pneumonia)
Tidak ada TDDK, batuk dan nafas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah,
dari telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis purulen dengan
pembesaran kelenjar limfe yang nyeri tekan (adenitis servikal).
c. Berat (pneumonia berat)
Terdapat TDDK ada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak
harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta), batuk dengan
nafas berat, cepat dan stridor, membran keabuan di taring, kejang, apnea,
dehidrasi berat / tidur terus, sianosis dan adanya penarikan yang kuat pada
dinding dada sebelah bawah ke dalam.
4. Etiologi
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk ke saluran nafas dan
menimbulkan reaksi inflamasi. Selain itu polusi dari bahan bakar kayu tersebut
mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan
Oxygen juga bisa menyebabkan ISPA karena sangat berbahaya bagi kesehatan
pernafasan. Infeksi Saluran Pernafasan Atas disebabkan oleh bakteri dan virus yang

5
jumlahnya lebih dari 300 macam. Infeksi saluran pernafasan bawah terutama pneumonia
disebabkan oleh bakteri dari genus streptokokus, haemofilus, pnemokokus, bordetella
korinebakterium, dan virus miksovirus, koronavirus, pikornavirus dan herpesvirus.
Berdasarkan penelitian virus yang paling sering menyebabkan ISPA pada balita adalah
influenza-A, adenovirus, dan parainfluenza virus (Unuvar, 2009).Berdasarkan hasil
penelitian Imran Lubis et al., jelaslah bahwa penyebab utama penyakit ISPA adalah virus,
tetapi pada bakteri baik karena infeksi sekunder atau primer dapat memberikan
manifestasi klinis yang lebih berbahaya. Kontak terhadap virus dapat mencapai 75-80%,
akan tetapi seperempatnya saja yang menjadi sakit atau yang menimbulkan gejala klinis
setelah beberapa hari atau bulan.

Biasanya bakteri dam virus tersebut menyerang anak-anak usia di bawah 2 tahun
yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke
musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.

Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA


pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi
lingkungan.

5. Faktor Risiko ISPA


Bukti substansial menunjukkan bahwa faktor risiko yang berkontribusi terhadap
insiden ISPA adalah kurangnya pemberian ASI eksklusif, kurang gizi, polusi udara dalam
ruangan, berat lahir rendah, kepadatan hunian dan kurangnya imunisasi campak. ISPA
menyebabkan sekitar 19% dari seluruh kematian pada anak-anak usia kurang dari 5
tahun, dan lebih dari 70% terjadi di Sahara Afrika dan Asia Tenggara (WHO, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai faktor termasuk Indonesia dan berbagai
publikasi ilmiah, dilaporkan faktor resiko penyebab ISPA baik untuk meningkatkan
insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat ISPA. Faktor risiko yang
meningkatkan insiden ISPA adalah umur < 2 bulan, laki-laki, gizi kurang, berat badan
lahir rendah, tidak dapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi
yang tidak memadai, membendung anak (menyelimuti berlebihan), defisiensi vitamin A,
pemberian makanan tambahan terlalu dini, ventilasi rumah kurang (Depkes RI,
2012).Faktor risiko yang meningkatkan angka kematian ISPA adalah umur <2 bulan,

6
tingkat sosial ekonomi rendah, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan
ibu yang rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah, kepadatan tempat
tinggal, imunisasi kurang memadai, menderita penyakit kronis, aspek kepercayaan
setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah (Depkes R.I, 2012).

6. Tanda & Gejala ISPA


Menurut Dr. H. Masriadi (2017) gejala –gejala ISPA yaitu :

a. Gejala ISPA ringan


Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut :
i. Batuk
ii. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada
waktu berbicara atau menangis).

iii. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

iv. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37C atau jika dahi anak diraba.

b. Gejala dari ISPA Sedang


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut.
i. Pernapasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu
tahun atau lebih dai 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau
lebih.

ii. Suhu lebih dari 39°C (diukur dengan termometer).

iii. Tenggorokan berwarna merah.

iv. Timbul bercak- bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.

v. Telinga sakit atau mengeluarkan darah dari lubang telinga.

vi. Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

7
c. Gejala dari ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala ISPA
ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut
i. Bibir atau kulit membiru

ii. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pasca waktu bernapas.

iii. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

iv. Pernapasan berbunyi seperti suara mengorok dan anak tampak gelisah

v. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas

vi. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

vii. Tenggorokan berwarna merah.

7. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring
atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal
maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending &
Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974). Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernafasan,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza, dan staphylococcus menyerang

8
mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga
menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya faktor-
faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat- tempat yang
lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar
ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran
nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang
sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada
umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang
tersebar, merupakan ciri khas sistem imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah IgA
memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.
Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan
integritas mukosa saluran nafas (Siregar,1994).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi 4
tahap, yaitu:

a. Tahap prepatogenesis; penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
b. Tahap Inkubasi; virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit; dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul gejala demam
dan batuk
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan atelektasis, menjadi kronis, dan dapat meninggal akibat pneumonia.

9
8. Komplikasi

a. Asma

Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten yang disebabkan oleh suatu
kondisi alergi non infeksi dengan gejala: sesak nafas, nafas berbunyi wheezing,
dada terasa tertekan, batuk biasanya pada malam hari atau dini hari.

b. Kejang demam

Kejang demam adalah bangkilan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rentan lebih dari 38Oc) dengan gejala berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Tanda lainnya seperti mata terbalik ke atas dengan disertai
kejang kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului
kekakuan atau hanya sentakan kekakuan fokal.
c. Tuli
Tuli adalah gangguan system pendengaran yang terjadi karena adanya infeksi
yang disebabkan oleh bakteri atau virus dengan gejala awal nyeri pada telinga
yang mendadak, persisten dan adanya cairan pada rongga telinga.
d. Syok
Syok merupakan kondisi dimana seseorang mengalami penurunan fungsi dari
system tubuh yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: faktor obstruksi
contohnya hambatan pada system pernafasan yang mengakibatkan seseorang
kekurangan oksigen sehingga seseorang tersebut kekurangan suplay oksigen ke
otak dan mengakibatkan syok.

9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Wuadari.D & Pumamasari. L, 2015), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan :

a. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah dapat normal jika disertai infeksi sekunder maka leukosit dapat
meningkat.

b. Analisa Gas darah (AGD)

10
c. Foto rontgen leher AP

Mencari gambaran pembengkakan jaringan subglotis (steeple sign)

d. Pemeriksaan kultur

Dapat dilakukan bila didapat eksudat di orofaring atau plica vocalis. Dapat
dilakukan untuk mengetahui penyebab penyakit, misalnya bakteri streptococcus
grup A.

e. CT-Scan

Pemeriksaan ini untuk melihat penebalan dinding nasal, penebalan konka dan
penebalan mukosa yang menunjukan common cold.

f. Foto polos

Pemeriksaan ini untuk melihat perubahan pada sinus

10. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut (Smeltzer &
Bare, 2002):

a. Pemeriksaan

Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan


mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan
anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila
menangis akan meningkatkan frekuensi nafas), untuk ini diusahakan agar anak
tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung nafas dapat dilakukan tanpa membuka
baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat
gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka
sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia
dapat didiagnosa dan diklasifikasi.
b. Pengobatan

11
i. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen
dan sebagainya.
ii. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
iii. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain
yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan,
antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening di
leher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan
harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau
anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan
selanjutnya.

c. Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA.
i. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi di bawah 2 bulan dengan demam harus
segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu aires).
ii. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk
nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga
kali sehari.
iii. Pemberian makanan

12
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang
menyusu tetap diteruskan.
iv. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.
v. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat,
lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna
untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan
tidak berasap.
11. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
(NN, 2009).
Menurut Khaidir Muhaj (2008):
i. Identitas Pasien
- Umur: Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
di bawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut (Anggana Rafika,2009).
- Jenis kelamin: Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2
tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-
laki di negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).
- Alamat: Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian

13
(crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat. Diketahui
bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara di dalam rumah ataupun di luar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna
dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan
mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika, 2009).
ii. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama: Klien mengeluh demam
- Riwayat penyakit sekarang: Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit
kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit
tenggorokan.
- Riwayat penyakit dahulu: Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang
- Riwayat penyakit keluarga: Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit
seperti penyakit klien tersebut.
- Riwayat sosial: Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya.
iii. Pemeriksaan Persistem
- B1(Breath):
o Inspeksi:
 Membran mukosa hidung faring tampak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tampak batuk tidakproduktif
 Tidak ada jaringan parut pada leher
 Tidak tampak penggunaan otot- otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi
o Palpasi
 Adanya demam
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfa pada daerah leher/ nyeri tekan
pada nodus limfa servikalis
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
o Perkusi

14
 Suara paru normal (resonance)
o Auskultasi
 Suara nafas vesikuler/ tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
- B2 (Blood): kardiovaskuler hipertermi
- B3 (Brain): penginderaan pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi
gangguan penciuman
- B4 (Bladder): perkemihan tidak ada kelainan
b. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu, keluarga,
atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual
dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat
(Capaernito,2003)
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul dalam kasus ISPA adalah:
i. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
ii. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
iii. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan.
iv. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
c. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien
dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam
hasil yang diharapkan (Gordon, 1994).

i. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi


paru.
Tujuan: bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil: Jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada
dyspnea, dan sianosis.

15
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
iBersihan jalan nafas Bersihan Jalan Nafas Manajemen jalan nafas (1.01011) :
tidak efektif (L.01001) : Observasi :
berhubungan dengan - Tidak ada sputum - Monitor pola nafas
penurunan ekspansi - Tidak terdapat suara (frekuensi,kedalaman,usaha
paru. wheezing nafas)
- Tidak ada dyspnea - Monitor bunyi nafas
- Tidak terjadi sianosis - Monitor sputum
- Tidak gelisah Terapeutik :
- Frekuensi nafas normal - Pertahankan kepatenan jalan
(16-20x/mnt) nafas
- Pola nafas normal - Posisikan semi fowler/fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
- Lakukan suction/penghisapan
lender
- Berikan oksigen,jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari
- Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,dll

ii. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan: Pasien akan menunjukkan termoregulasi (keseimbangan antara
produksi panas, peningkatan panas, dan kehilangan panas).
Kriteria hasil: Suhu tubuh kembali normal

16
Nadi : 60-100 denyut per menit
Tekanan darah : 120/80mmHg
RR : 16-20 kali per menit
Intervensi:
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Hipertermi berhubungan Termogulasi (L.14134) : Manajemen hipertermia
dengan proses infeksi - Tidak mengigil (1.15506) :
- Warna kulit normal Observasi :
- Tidak kejang - Identifikasi penyebab
- Tidak pucat hipertermia
- Nadi dalam rentang - Monitor suhu tubuh
normal (60-100x/mnt) - Monitor cairan/elektrolit
- Suhu tubuh dalam - Monitor haluan urine
rentang normal (36- Terapeutik :
37,5OC) - Sediakan lingkungan
yang dingin
- Longgarkan/lepaskan
pakaian
- Berikan cairan oral
- Ganti linen (jika ada
keringat berlebih)
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
inravena.

17
iii. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan.
Tujuan: nutrisi adekuat/ seimbang Kriteria hasil:
Intervensi:
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Nutrisi kurang dari kebutuhan Status Nutrisi (L.03030): Manajemen Nutrisi (1.03119)
tubuh berhubungan dengan - Porsi makan habis 1 :
ketidakmampuan mencerna piring Observasi :
makanan. - Kekuatan otot - Identifikasi status nutrisi
mengunyah normal - Identifikasi alergi
- Berat badan tidak terhadap makanan
menurun - Identifikasi makanan
- Nafsu makan normal yang disukai
- Membrane mukosa - Monitor asupan mkanan
tidak kering - Monitor berat badan
Terapeutik :
- Sajikan makanan secara
menarik dan disukai
- Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk nutrisi yang
diberikan

18
iv. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
Tujuan: nyeri teratasi/ berkurang Kriteria hasil: Nyeri berkurang skala 1-2
Intervensi:
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Nyeri berhubungan dengan Tingkat nyeri ( L.08066) : Manajemen nyeri (L.08238) :
proses peradangan. - Tidak ada keluhan nyeri Observasi :
- Skala nyeri 0 - Identifikasi
- Tidak meringis lokasi,karakteristik,fekue
- Tidak gelisah nsi,kualitas,intensitas
- Kemampuan nyeri
menuntaskan aktivitas - Identifikasi skala nyeri
normal - Identfikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik :
- Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
- Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi :
- Jelaskan
penyebab,periode,pemicu
nyeri
- Jelaskan startegi
meredakan nyeri

19
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
- Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
analgesik

20
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak- anak
dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan.
penyebab ISPA yaitu virus, bakteri, alergen spesifik, perubahan cuaca dan lingkungan,
aktifitas, dan asupan gizi yang kurang. Komplikasi ISPA adalah asma, demam kejang,
tuli, syok. Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan penbaikan gizi dan peningkatan gizi
pada balita penyusunan atau pengaturan menu, cara pengolahan makanan, variasi menu,
perbaikan dan.sanitasi lingkungan, pemeliharaan kesehatan perorangan.
2. Saran
Untuk mengurangi angka kejadian ISPA pada balita, dalam hal ini penulis
menyarankan agar semua pihak baik keluarga maupun instansi kesehatan lebih
memperhatikan pola hidup sehat dan tidak membuang batuk sembarangan dan mengolah
makanan sebaik mungkin.

21
Daftar Pustaka

JunAmbar. (2014, januari 10). Askep Ispa. Retrieved mei 30, 2021, from SCRIBD:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.scribd.com/
document/200711840/Askep-Ispa&ved=2ahUKEwjJv-
nMxKrwAhWHV30KHbprApMQFjAAegQIBRAC&usg=AOvVaw1VPP3IvMihIaeWu-
teciGH

Kadrianti, P. D. (2016). FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN


KEJADIAN ISPA BALITA DIKELURAHAN TAKATIDUNG POLEWALI MANDAR.
Unnes Journal of Public Health, 324.

Olla, S. I. (2018). Infeksi Saluran Pernapasan Akut "ISPA". Bali : Sinta.

Pratiwi. (2016). ISPA. Yogyakarta: LN. Retrieved from LN.

Suriani, Y. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R DENGAN GANGGUAN ISPA


(INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT). PADANG: YS.

Tyas. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI ISPA DENGAN
KETIDAKEDEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS DIRUANG ANAK RSUD BANGIL
PASURUAN. Pasuruan: ezp.

22

Anda mungkin juga menyukai