BAHASA INDONESIA
PRODI AGRIBISNIS PPAPK FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
Petunjuk pengisian
Silakan saudara jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah dengan benar
Soal di atas sudah sesuai dengan pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Jadi silakan diisi
dengan benar
Jawab :
2. Menurut Saya ada dua alasan kenapa Bahasa Melayu menjadi landasan Bahasa Indonesia
Pertama, Dibandingkan dengan bahasa lain yaitu bahasa jawa (yang menjadi bahasa ibu
bagi sekitar setengah penduduk Indonesia), bahasa melayu merupakan bahasa yang kurang
berarti. Di Indonesia, bahasa itu diperkirakan dipakai hanya oleh penduduk kepulauan Riau,
Linggau dan penduduk pantai-pantai diseberang Sumatera. Namun justru karena
pertimbangan itu juga pemilihan bahasa jawa akan selalu dirasakan sebagai pengistimewaan
yang berlebihan.
Kedua, Mengapa bahasa melayu lebih diterima dari pada bahasa jawa, tidak hanya secara
fonetis dan morfologis tetapi juga secara reksikal, seperti diketahui bahasa jawa mempunyai
beribu-ribu morfen leksikal dan bahkan beberapa yang bersifat gramatikal. Faktor yang
paling penting adalah juga kenyataannya bahwa bahasa melayu mempunyai sejarah yang
panjang sebagai ligua France.
Bahasa tersebut mempunyai banyak fungsi, salah satunya sebagai alat komunikasi.
Maksudnya adalah setiap orang bisa mengungkapkan hasil pemikirannya melalui bahasa itu
sendiri. Mereka bebas berbicara dan bebas mengeluarkan pendapat selama bahasa yang
digunakan masih sesuai dengan kaidah-kaidah atau tata cara berbahasa yang baik.
Bahasa Indonesia juga memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh Bahasa baku, yaitu:
a) Fungsi pemersatu, bahasa Indonesia memersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan
bahasa yang berbeda-beda
b) Fungsi pemberi kekhasan, bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa yang
lain
c) Fungsi penambah kewibawaan, bagi orang yang mahir berbahasa indonesia dengan baik
dan benar
d) Fungsi sebagai kerangka acuan, bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi
tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam
Bahasa.
4. Ragam-ragam Bahasa
a) Ragam Dialek
Ragam dialek/daerah adalah variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok
bangsawan di tempat tertentu. Dalam istilah lama disebut dengan logat. Logat yang paling
menonjol yang mudah diamati ialah lafal. Logat bahasa Indonesia orang Jawa
tampak dalam pelafalan /b/ pada posisi awal nama-nama kota, seperti
mBandung. mBayuwangi, atau realisai pelafalan kata seperti pendidi’an,
tabra'an, kenai’an, gera'an. Logat daerah yang paling kentara, yakni dari segi
tata bunyinya.
b) Ragam Terpelajar
Tingkat pendidikan penutur bahasa Indonesia juga mewamai penggunaan
bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur
berpendidikan tampak jelas perbedaannya dengan yang digunakan oleh
kelompok penutur yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata
yang berasal dari haliusa asing. Seperti contoh dalam table berikut ini
Ragam bahasa resmi atau tidak resmi ditentukan oleh tingkat keformalan
bahasa yang digunakan. Semakin tinggi tingkat kebakuan suatu bahasa, berarti
semakin resmi bahasa yang digunakan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
keformalannya, semakin rendah tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
5. Ejaan bahasa Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan dan perkembangan. Saat
ini ejaan bahasa Indonesia yang kita gunakan adalah Ejaan yang Disempurnakan (EYD).
Namun sebelum itu telah digunakan beberapa ejaan yang lain. Pada Kamis, 3 Agustus 1972,
di Departemen Penerangan, diadakan konferensi pers mengenai ejaan yang diperbarui yang
dipimpin Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mashuri
Berikut perkembangan ejaan Bahasa Indonesia
a) Ejaan Van Ophuysen (1901-1947)
Ejaan ini merupakan pengembangan ejaan bahasa Melayu dengan menggunakan
huruf latin yang dilakukan oleh Prof. Charles van Ophuijsen ahli bahasa berkebangsaan
Belanda dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim.
Ejaan ini menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia.
Ciri-ciri Ejaan Van Ophuysen:
-Huruf “I” untuk membedakan antara huruf I sebagai akhiran dan karenanya harus dengan
diftong seperti mulai dengan ramai, juga digunakan untuk huruf “y” soerabaia.
-Huruf “j” untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang dan sebagainya. Huruf “oe” untuk
menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dan sebagainya.
-Tanda diakritik seperti koma, ain dan tanda , untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal,
ta’, pa’, dan sebagainya.
b) Ejaan Republik (1947-1972)
Ejaan Republik diresmikan pada tanggal 19 maret 1947 menggantikan ejaan sebelum
yaitu ejaan Van Ophuysen. Ejaan ini dikenal juga dengan nama Ejaan Soewandi yang
menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu.
Ciri-ciri ejaan Republik:
-Huruf “oe” diganti dengan “u” pada kata-kata guru, itu, umur, dan sebagainya.
-Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan “k” pada kata-kata tak, pak, rakjat, dan
sebagainya.
-Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
-Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
c) Ejaan Pembaharuan (1957)
Ejaan pembaharuan direncanakan untuk memperbaharui Ejaan Republik. Penyusunan
itu dilakukan oleh Panitia Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia pada tahun 1957 oleh
Profesor Prijono dan E. Katoppo. Namun, hasil kerja panitia itu tidak pernah diumumkan
secara resmi sehingga ejaan itu pun belum pernah diberlakukan.
Ciri-ciri ejaan Pembaharuan:
-Gabungan konsonan dj diubah menjadi j
-Gabungan konsonan tj diubah menjadi ts
-Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ
-Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń
-Gabungan konsonan sj diubah menjadi š
-Gabungan vokal (diftong) ai, au, dan oi, ditulis berdasarkan pelafalannya yaitu menjadi ay,
aw, dan oy.
d) Ejaan Melindo -Melayu Indonesia (1959)
Ejaan Melindo sebagai hasil usaha penyatuan sistem ejaan dengan huruf Latin di
Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959. Akan tetapi karena terjadi
masalah politik antara Indonesia dan Malaysia selama bertahun-tahun akhirnya peresmian
ejaan ini tidak dilaksanakan.
Ciri-ciri Ejaan Melindo
-Gabungan konsonan tj, seperti pada kata tjinta, diganti dengan c menjadi cinta
-juga gabungan konsonan nj seperti njonja, diganti dengan huruf nc, yang sama sekali masih
baru.
e) Ejaan Baru atau Ejaan LBK
Pada tahun 1967 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang bernama Pusat
Bahasa) mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK) sebagai pengembangan ejaan Melindo yang
tidak ada kepastian. Pada ejaan ini sudah banyak perubahan ejaan yang disempurnakan,
hampir tidak ada perbedaan antara ejaan Baru dengan EYD, kecuali pada rincian kaidah-
kaidahnya.
f) Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan – EYD (1972 – 2015)
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1972 berdasarkan putusan presiden No.
57 tahun 1972 oleh presiden Republik Indonesia Suharto, untuk menggantikan ejaan
Republik (ejaan Suwandi). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil
yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan
pemakaian ejaan itu.
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal
12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 menyusun buku Pedoman Umum yang berisi pemaparan
kaidah ejaan yang lebih luas. Pada tahun 1988 Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan
(PUEYD) edisi kedua diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0543a/U/1987 pada tanggal 9 September 1987.
Setelah itu, edisi ketiga diterbitkan pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 46.
g) Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) 2015
Ejaan Bahasa Indonesia dipergunakan untuk mengganti Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan – EYD. Meskipun belum ada keputusan Presiden tentang adanya
penggunaan ejaan baru untuk bahasa Indonesia, namun Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah menerbitkan edisi
keempat tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) di Jakarta, Maret 2016.
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) ini disusun berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 yang
diterbitkan pada tanggal 26 November 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia, serta untuk menyempurnakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (PUEYD) edisi ketiga. Pedoman ini diharapkan dapat mengakomodasi
perkembangan bahasa Indonesia yang makin pesat.
6. Pembentukan kalimat berdasarkan fungsinva minimal harus dua vaitu subjek dan predikat
-Subjek merupakan kata yang memenuhi fungsi dalam kalimat sebagai pokok kalimat.
Subjek dapat berupa kata benda (nomina), kelompok kata benda (frasa nominal), atau klausa.
Subiek dapat dicari dengan menggunakan kata tanya apa atau siapa karena subjek berisi
keterangan siapa yang menjadi "pelaku" dalam sebuah kalimat
-Predikat adalah unsur utama dalam kalimat. Fungsi predikat dalam bahasa Indonesia dapat
diisi dengan kata kerja (verba) atau kumpulan kata kerja (frasa verbal); kata sifat (adjektiva)
atau kumpulan kata sifat (frasa adjektival); dan kata benda (nomina) atau kumpulan kata
benda (frasa nominal). Predikat mempunvai ciri dapat diingkarkan Jika fungsipredikat diisi
dengan kata kerja, maka dapat dinegasikan dengan menambahkan kata "tidak". Sedangkan,
jika fungsi predikat diisi dengan kata benda, maka dapat dinegasikan dengan menambahkan
kata "bukan".
7. a) Frasa
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif atau tidak memiliki
predikat.
Ciri-ciri frasa
-Susunan katanya terdiri dari dua kata atau lebih
-Tidak memiliki unsur subyek dan predikat
-Memiliki makna
Meskipun frasa tidak memiliki subyek dan predikat, namuni frasa tetap sebagai satuan
linguistik yang memiliki makna dan berdiri sendiri.
Frasa juga memiliki inti utama yang disebut unsur utama dan unsur atributif. Unsur utama
yaitu suatu unsur yang menjadi pokok utamanya dan disebut dengan istilah diterangkan (D).
Unsur atributif yaitu suatu unsur yang menjadi unsur penjelas yang disebut dengan
menerangkan (M).
Contoh: hidung mancung
(Hidung merupakan unsur yang diterangkan (D) dan mancung adalah unsur yang
menerangkan (M))
b) Klausa
Klausa adalah gabungan atau kelompok kata yang memiliki fungsi sintaksis yang di
dalamnya terdiri atas unsur subyek dan predikat yang berpotensi menjadi kalimat.
Ciri-ciri klausa
-Tidak memiliki intonasi akhir didalamya.
-Tidak memiliki tanda baca di dalamnya karena kedudukannya yang lebih rendah dari
kalimat.
Contoh : Adik belajar (klausa).
8. a) KALIMAT EFEKTIF
-Kalimat efektif adalah kalimat yang disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku,
seperti unsur-unsur penting yang harus dimiliki setiap kalimat (subjek dan predikat);
memperhatikan ejaan yang disempurnakan; serta cara memilih kata (diksi) yang tepat dalam
kalimat.
Sebuah kalimat dikatakan sebagai kalimat efektif apabila gagasan yang ada di dalamnya
dapat diterima oleh pendengar maupun pembaca dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti
apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Kalimat tersebut tidak mengandung
maksud yang lain atau menyimpang.
Syarat Kalimat Efektif
Terdapat beberapa syarat agar suatu kalimat bisa disebut sebagai kalimat efektif.
1. Memiliki struktur yang sepadan
Kalimat efektif harus memiliki kesepadanan struktur, yaitu keseimbangan antara gagasan
dengan struktur yang dipakai. Nah, untuk memiliki kesepadanan struktur yang baik, ada poin-
poin yang harus dipenuhi.
2. Memiliki subjek dan predikat yang jelas
Cara agar suatu kalimat dapat memiliki subjek dan predikat yang jelas adalah dengan
menghindari penggunaan kata depan sebelum penyebutan subjek.
3. Tidak terdapat subjek ganda
Subjek ganda dapat membuat kalimat menjadi tidak terfokus sehingga maknanya menjadi
sulit dipahami.
4. Predikat kalimat tidak didahului oleh kata ‘yang’
Pemunculan kata ‘yang’ dapat menghilangkan predikat dalam sebuah kalimat.
5. Bentuknya Paralel
Kalimat efektif harus memiliki bentuk yang paralel. Artinya, kalau bentuk pertama
menggunakan kata benda, maka bentuk selanjutnya juga harus menggunakan kata benda.
Kalau bentuk pertama menggunakan kata kerja, maka bentuk selanjutnya juga harus
menggunakan kata kerja.
9. Kata-kata serapan itu masuk ke dalam bahasa Indonesia melalui empat cara yang lazim
ditempuh, yaitu adopsi, adaptasi, penerjemahan, dan kreasi.
a) Cara adopsi terjadi apabila pemakai bahasa mengambil bentuk dan makna kata asing yang
diserap secara keseluruhan. Kata supermarket, plaza, mall, hotdog merupakan contoh cara
penyerapan adopsi.
b) Cara adaptasi terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing yang
diserap dan ejaan atau cara penulisannya disesuaikan ejaan bahasa Indonesia. Kata-kata
seperti pluralisasi, akseptabilitas, maksimal, dan kado merupakan contoh kata serapan
adaptasi. Kata-kata tersebut mengalami perubahan ejaan dari bahasa asalnya (pluralization
dan acceptability dari bahasa Inggris, maximaal dari bahasa Belanda, serta cadeu dari bahasa
Prancis). Pedoman pengadaptasiannya adalah Pedoman Penulisan Istilah dan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan
Nasional.
c) Cara Penerjemahan terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang terkandung
dalam kata bahasa asing kemudian mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Kata-kata
seperti tumpang-tindih, percepatan, proyek rintisan, dan uji coba adalah kata-kata yang lahir
karena proses penerjemahan dari bahasa Inggris overlap, acceleration, pilot project, dan try
out. Penerjemahan istilah asing memiliki beberapa keuntungan. Selain memperkaya kosakata
bahasa Indonesia dengan sinonim, istilah hasil terjemahan juga meningkatkan daya ungkap
bahasa Indonesia. Dalam pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan
pedoman berikut:
* Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan satu kata.
Misalnya:
-psychologist → ahli psikologi
* Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk positif,
sedangkan istilah dalam bentuk negatif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk
negatif pula.
-Misalnya: bound form → bentuk terikat
* Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya dipertahankan pada istilah
terjemahannya.
-Misalnya:
merger (nomina)→ gabung usaha
* Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural, pemarkah kejamakannya
ditinggalkan pada istilah Indonesia.
-Misalnya: master of ceremonies → pengatur acara
d) Cara kreasi terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar yang ada
dalam bahasa sumbernya kemudian mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Meskipun
sekilas mirip perjemahan, cara terakhir ini memiliki perbedaan. Cara kreasi tidak menuntut
fisik yang mirip seperti pada penerjemahan. Kata yang dalam bahasa aslinya ditulis dua atau
tiga kata dalam bahasa Indonesianya boleh hanya satu kata saja atau sebaliknya,
-misalnya: effective→ berhasil guna.
10. Menurut saya, mempelajari bahasa Indonesia sangat penting bagi kita karena bahasa
Indonesia merupakan bahasa resmi yang digunakan oleh semua warga negara Indonesia yang
terdiri dari berbagai daerah dan berbagai macam bahasa yang berbeda.
Bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu dalam berkomunikasi dengan
masyarakat dari daerah yang berbeda. Ketika kita bertemu dengan orang dari daerah yang
berbeda dan bahasa yang berbeda, akan sulit bagi kita untuk berkomunikasi jika
menggunakan Bahasa dari masing-masing daerah. Kita tidak akan mengerti apa yang sedang
dibicarakan dan bagaimana cara menyampaikan tujuan kita.
Maka dari itu, untuk memudahkan dalam komunikasi dengan orang yang memiliki
bahasa yang berbeda, digunakanlah bahasa Indonesia agar lebih mudah dipahami dan
dimengerti tujuan yang akan kita sampaikan atau akan kita terima dari orang lain.
Poin penting nya adalah, Orang Indonesia pasti mengerti Bahasa Indonesia, jadi kita
sebagai warga dan masyarakat Indonesia wajib untuk mempejari Bahasa Indonesia.