Anda di halaman 1dari 10

DOWNLOAD CIVIL ENGINEERING EBOOK :

https://www.civilstudio.site
https://www.datakonstruksi.com

ANALISIS METODE PRECAST HALF SLAB PADA PROYEK X


(Rosyid Ambar Muhadi)
Intisari
Dalam persaingan untuk menyesaikan suatu pekerjaan dengan kualitas yang bagus
dan dengan waktu pelaksanaan yang singkat, maka suatu proyek menuntut inovasi teknik
pelaksanaan pekerjaan dari kontraktor. Penelitian akan melakukan analisis salah satu
metode, yaitu penggunaan bekisting pelat dengan methode Precast Half Slab pada pelat
beton bertulang proyek X Jakarta.
Penelitian ini mengamati tentang pelaksanaan pekerjaan pembuatan bekisting
konvensional pada pelat beton bertulang dengan pemasangan, pembongkaran, serta hasil akhir
permukaan beton yang diperoleh. Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah menganalisis
penerapan penggunaan bekisting precast half slab dengan yang menggunakan bekisting
konvensional ditinjau dari aspek biaya, waktu dan tahap pelaksanaan.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penerapan penggunaan
bekisting precast half slab pada bangunan proyek X mampu mengurangi biaya seluruhnya
sebesar Rp. 1.924.338.186,24 atau ± 22,07% dan mampu mengurangi waktu pelaksanaan
pekerjaan 26 hari kalender atau sekitar 9,10% terhadap waktu total pelaksanaan pekerjaan.

I. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan di dunia konstruksi dengan kemajuan tingkat teknologi yang sangat
tinggi sekarang ini, semua kontraktor berlomba-lomba untuk menawarkan hasil produk
konstruksi yang mempunyai kualitas yang baik dan dengan masa pelaksanaan yang lebih
singkat dan murah.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan kondisi proyek X yang terdiri dari 26 lantai
dengan luas total bangunan 22.300 m2 yang mempunyai tipe struktur yang sama dan terletak
pada areal yang sangat luas serta mempunyai waktu pelaksanaan yang singkat, setelah
dievaluasi pada tahap pertengahan mengalami keterlambatan pekerjaan hampir 15% dan hasil
struktur yang kurang memuaskan (sambungan plat tidak rata,sisa bekisting plat terjepit, dll)
sehingga diputuskan untuk melaksanakan sistem precast half slab (beton pracetak ).
Dalam penelitian ini dibahas mengenai evaluasi biaya, waktu d a n t a h a p
pelaksanaan dengan sistem precast half slab untuk mencapai pekerjaan di lapangan sesuai
dengan rencana awal. Pemakaian metode sistem precast half slab memberikan beberapah
keuntungan di antaranya:
a. Percepatan pekerjaan di lapangan khususnya di sistem bekisting di bandingkan dengan
sistem konvensional.
b. Tidak ada pekerjaan bongkaran bekisting sehingga efisiensi pemakaian alat angkat di
lapangan
c. Efisiensi biaya di banding dengan sistem konvensional.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan analisis harga satuan
pekerjaan dalam kaitannya dengan anggaran biaya untuk pelaksanaan metode konvesional
dengan metode precast half slab dan mengetahui perbandingan waktu yang diperlukan
untuk pelaksanaan pekerjaan dengan metode konvensional dan dengan metode precast
half slab.

II. STUDI PUSTAKA


a. Pengertian beton precast
Dalam SNI: 03-2487-2002 beton precast didefinisikan sebagai elemen atau komponen
beton tanpa atau dengan tulangan yang dicetak terlebih dahulu sebelum dirakit menjadi
bangunan. Masalah utama penggunaan komponen precast pada struktur gedung terletak pada
pemilihan konektor yang tepat, yang mampu menyatukan seluruh komponen precast menjadi
satu bangunan yang bersifat monolitik, sehingga mampu berperilaku seperti srtuktur beton
cast in situ, yaitu yang memenuhi kriteria : kuat, murah, mudah dipasang, waktu pelaksanaan
konstruksi pendek, biaya ekonomis dan aman.

b. Prinsip Precast Half Slab


Precast Half slab memiliki prinsip sebagai berikut:
1. Memiliki kualitas terhadap mutu beton yang sama dengan metode pelat konvensional.
2. Precast half slab ini dapat di manfaatkan sebagai working plat form untuk
pelaksanaan pengecoran slab.
3. Sistem precast ini cocok untuk bagunan yang mengunakan komponen yang sejenis
(typical) atau yang berulang (repetitif)

Gambar 1. Sketsa prinsip precast half slab

c. Macam-macam Struktur Beton Precast


Produk beton precast dapat dikategorikan menjadi lima kelompok (Wulfram
I.Ervianto, 2006), yaitu:
1. Komponen-komponen untuk kepentingan arsitektur yang bersifat ornament;
2. Komponen beton untuk lalu-lintas.
3. Komponen-komponen struktur yang mendukung beban seperti tiang, balok, kolom,
bantalan rel, pipa, plat lantai;
4. Komponen penutup atap yang harus kedap air dan tahan terhadap cuaca;
5. Bata beton (batako).

d. Metode Erection
Erection adalah proses penyatuan komponen bangunan yang berupa beton precast
yang telah diproduksi dan cukup umur untuk disatukan menjadi bagian dari bangunan.
Dalam pelaksanaan erection diperlukan alat bantu, antara lain mobil crane/tower crane.
Terdapat dua jenis metode erection, yaitu:
1. Metode vertikal;
Kegiatan erection beton precast yang dilaksanakan pada arah vertikal struktur
bangunan yang memiliki kolom menerus dari lantai dasar sampai lantai teratas.
2. Metode horizontal;
Proses erection yang pelaksanaannya tiap satu lantai (arah horisontal bangunan).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses erection, yaitu:
1. Sistem struktur bangunan;
2. Jenis alat sambung yang digunakan;
3. Kapasitas angkat crane yang tersedia;
4. Kondisi lapangan.
Untuk melakukan proses erection diperlukan peralatan erection yang dapat
dikelompokkan berdasarkan kapasitas, kegunaan, serta kemampuannya dalam satu hari
seperti dalam tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan crane untuk erection komponen beton pracetak (Eksplorasi teknologi
dalam proyek konstruksi, halaman 84)
Tipe Crane Mobile crane Tower crane Climbing crane Goliath crane
Point blocks Slab blocks
Aplikasi One-off job Umum Tower blocks Great height
Heavy loads
Kapasitas
30 ton 2-10 ton 2-10 ton 5 – 30 ton
angkat
Kemampuan
memindahkan 20 - 40 40 - 80 40 - 80 40 - 80
(buah/hari)

e. Sistem Koneksi
Hal yang penting dalam pengaplikasian metode precast ialah pada proses penyatuan
elemen precast untuk mencapai suatu bangunan yang monolitik. Material yang disatukan
adalah material beton dengan material baja untuk sistem vertikal dan material beton dengan
beton untuk sistem horisontal. Metode penyambungan ada dua jenis, yaitu:
1. Metode penyambunganbasah
Metode penyambungan komponen beton pracetak dimana sambungan tersebut baru
dapat berfungsi secara efektif setelah beberapa waktu tertentu. Sambungan basah dibedakan
lagi menjadi dua, yaitu:
a. In-Situ Concrete Joints
Metode pelaksanaannya adalah dengan melakukan pengecoran pada permukaan dari
komponen yang disambung, sedangkan untuk cara penyambungan tulangan dapat dilakukan
coupler atau overlapping.
b. Pre-Packed Aggregate
Cara penyambungannya yaitu dengan menempatkan agregat pada bagian yang akan
disambung dan kemudian dilakukan injeksi air semen pada bagian tersebut dengan
menggunakan pompa hidrolis sehingga air semen tersebut akan mengisi rongga dari agregat
tersebut
2. Metode penyambungan kering
Metode dimana sambungan tersebut dapat segera berfungsi secara efektif. Metode
ini dengan menggunakan alat sambung yang berupa:
a. Sambungan las.
b. Sambungan baut.

Gambar 2. metode penyambungan In-Situ Concrete Joints


III. METODOLOGI PENELITIAN
a. Manajemen Biaya
Dalam penyusunan rencana anggaran biaya terdapat tahap-tahap penyusunan yang
harus dilakukan yaitu:
1. Menghitung kuantitas pekerjaan dari gambar yang tersedia;
2. Melakukan pengumpulan data tentang jenis, harga, serta kemampuan pasar
menyediakan material/bahan;
3. Melakukan pengumpulan data tentang upah pekerja yang berlaku di lokasi proyek
dan upah pada umumnya jika pekerja didatangkan dari lokasi lain;
4. Melakukan perhitungan Analisis bahan, alat, dan upah;
5. Melakukan perhitungan harga satuan pekerjaan dengan memanfaatkan hasil Analisis
satuan pekerjaan dan daftar kuantitas pekerjaan;
6. Membuat rekapitulasi.
Adapun tahap-tahap penyusunan rencana anggaran biaya dapat digambarkan pada
gambar 3.

Daftar Harga Daftar Harga Daftar Harga


Satuan Alat Satuan Bahan Satuan Harga

Daftar harga satuan alat, bahan, dan upah

Daftar volume dan harga satuan pekerjaan

Rekapitulasi

Gambar 3. Tahapan penyusunan rencana anggaran biaya

b. Manajemen Waktu
Rencana kerja (time schedule) ialah suatu pembagian waktu terperinci yang disediakan
untuk masing-masing bagian pekerjaan, mulai pekerjaan permulaan sampai dengan pekerjaan
akhir (Djojowirono, 2005, hal 125). Sebelum menyusun rencana kerja ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, antara lain:
1. Keadaan lapangan kerja (job site/project site)
Kondisi lapangan perlu di survey secara teliti, karena berpengaruh pada waktu yang
diperlukan untuk melaksanakan bagian-bagian dari pekerjaan.
2. Kemampuan tenaga kerja
Kemampuan tenaga kerja meliputi jenis dan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan.
3. Penyediaan bahan bangunan
Jenis dan jumlah bahan bangunan yang diperlukan untuk setiap item pekerjaan perlu
diketahui dengan pasti agar dapat diperhitungkan kebutuhan waktu yang tepat untuk
mendatangkan bahan tersebut di lokasi pekerjaan.
4. Peralatan pembangunan
Untuk pekerjaan yang besar, pada umumnya menggunakan peralatan besar. Oleh karena
itu, perlu diketahui jenis, kemampuan/kapasitas, dan kondisi dari alat-alat tersebut.
5. Gambar-gambar kerja (shop drawing)
Shop drawing dibuat untuk memperjelas gambar-gambar rencana (bestek) untuk bagian-
bagian konstruksi tertentu.
6. Kelangsungan pelaksanaan pekerjaan
Dalam penyusunan rencana kerja harus dapat menjamin kelangsungan pelaksanaan
pekerjaan secara keseluruhan dalam arti bagian-bagian pekerjaan dapat berjalan
berurutan dan tidak saling mengganggu kelancaran keseluruhan pekerjaan.

Biasanya pemilihan jenis rencana kerja tergantung dari jenis pekerjaan bangunan yang
dilaksanakan. Terdapat beberapa jenis rencana kerja yang sering digunakan di proyek, antara
lain:
1. Diagram batang (bar chart/gant chart)
Bentuk rencana kerja bar chart terdiri dari kolom dan baris. Pada kolom tersusun
urutan bagian-bagian pekerjaan, sedangkan pada baris menunjukkan periode waktu dapat
berupa jam, hari, minggu ataupun bulan. Garis-garis lurus mendatar menunjukkan jangka
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bagian-bagian pekerjaan yang bersangkutan.
Bar chart banyak dipergunakan karena memiliki bentuk sederhana, mudah dibuat, cepat
dimengerti, mudah dibaca, dan sangat mungkin dilakukan revisi berkali-kali tetapi rencana
kerjajenis ini memiliki kelemahan yaitu kurang dapat menjelaskan keterkaitan/ketergantungan
kegiatan satu dengan kegiatan yang lainnya, dan tidak dapat secara langsung memberikan
informasi mengenai akibat-akibat yang akan terjadi apabila terjadi suatu perubahan.
Penggambaran bar chart pelaksanaan di lapangan biasanya dibedakan dengan bar chart
perencanaan (biasanya dengan warna yang berbeda), hal ini dilakukan agar dapat
diketahui kemajuan pelaksanaan proyek apakah sesuai, lambat, ataupun lebih cepat dari
yang di rencanakan.
2. Kurva S (Hannum Curve)
Pada proyek yang tidak terlalu banyak kegiatannya, metode bar chart sering digunakan.
Penggunaannya digabungkan dengan kurva S sebagai pemantau biaya. Disebut kurva S
karena bentuknya yang menyerupai huruf S. Hal tersebut terjadi karena pada awal proyek
besar biaya yang dikeluarkan per satuan waktu cenderung rendah, kemudian meningkat cepat
pada pertengahan proyek (konstruksi) dan menurun kembali pada akhir proyek.
Kurva yang menunjukkan pelaksanaan pekerjaan dalam persen (0% s/d 100%)
sebagai sumbu ordinat dan waktu pelaksanaan pekerjaan dalam satuan t (0,00t s/d t) sebagai
absis.
3. Tahap Pelaksanaan
Dalam melakukan sebuah perencanaan beton pracetak, diperlukan beberapa
perhitungan yang berfungsi untuk mengecek tingkat keamanan beton pracetak salahsatunya
adalah mengontrol saat pengangkatan precast. Berikut adalah perencanaan letak titik angkat
yang telah memperhitungkan gaya-gaya yang bekerja. Gambar titik pengangkatan dapat
dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Titik pengangkatan precast


IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
a. Analisi Biaya
Analisis biaya merupakan salah satu aspek penting dalam suatu proyek pekerjaan karena
menentukan dalam hal menentukan metode pekerjaan yang akan digunakan dalam suatu
proyek.
1. Perhitungan Bekesting Perancah Konvensional
Digunakan sistem perancah PCH dari PT.PJA sebagai Sub kontraktor yang materialnya
terbuat dari besi/baja,terdiri dari standart vertikal yang di pasang sesuai gambar kerja dengan
hollow premary panjang 4,50 m per jarak 1,80 m dan hollow 0.05x0,05x2,40 m per jarak
0,50 m untuk bekisting pelat sesuai dengan ketentuan keamanan yang telah disetujui oleh
pihak PT. PJA, sehingga perhitungan kebutuhan volume perancah bekisting untuk 1 m2
pada Tabel 2.
Tabel 2. Tabel Perancah Konvensional
NO JENIS MATERIAL VOLUME
1 Hollow premary panjang 6,0 m 8 buah
2 Hollow 0.05x0,05x2,40 m 36 buah
3 Standart vertical 16 buah
4 Ledger 1.2 m untuk horisontal @x3 72 buah
5 Jack base 16 buah
6 U-Head 16 buah
7 Multiplek Fenol Film 15 mm 12 lembar
Dalam perhitungan perancah di atas berdasarkan Gambar 5 di bawah ini.

(a) (b)
Gambar 5. (a) Denah Pemasangan Perancah (b) Potongan Pemasangan Perancah

2. Perhitungan Perancah Bekesting Precast Half Slab


Di dalam sistem bekisting precast half slab juga mengunakan perancah dari PT.PJA,tetapi di
dalam sistem ini tidak mengunakan hollow 0.05x0,05x2,40 m yang berfungsi sebagai
penumpu untuk bekisting pelat konvesional dan juga tidak mengunakan Multiplek Fenol Film
15 mm karena di sistem precast half slab tersebut juga berfungsi sebagai penganti bekisting
plat , sehingga perhitungan kebutuhan volume perancah bekisting untuk 1 m2 pada Tabel 3.
Tabel 3 Tabel Perancah Precast Half Slab
NO JENIS MATERIAL VOLUME
1 Hollow premary panjang 6,0 m 8 buah
2 Standart vertical 16 buah
3 Ledger 1.2 m untuk horisontal @x3 72 buah
4 Jack base 16 buah
5 U-Head 16 buah
3.55 buah /m2
Dari perhitungan di atas dapat dibuat kesimpulan seperti pada Tabel 4 berikut :
total Tabel 4.Volume Perancah Bekisting tiap 1 m2
NO JENIS BEKISTING VOLUME
1 Bekisting Konvensional 4.88 buah/m2
2 Bekisting Precast Half Slab 3.55uah/m2

3. Perbandingan Harga Bekisting


Dari hasil perhitungan Analisis harga satuan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
pekerjaan pelat beton bertulang yang menggunakan precast half slab t=12 cm dibandingkan
dengan yang menggunakan bekisting konvensional, maka dapat dibuat perbandingan harga
untuk mengetahui berapah besar keuntungan dan kerugian apabila metode precast half slab
diterapkan pada proyek X. Perbandingan harga dapart dilihat pada tabel 5 dibawah ini.
Tabel 5. Perbandingan harga bahan dan alat bantu pekerjaan pelat beton bertulang
menggunakan bekisting konvensional dengan s istem half slab
hargas atuan Volume Rek ap biaya
No Jenis pek erjaan
Konves ional Half s lab m2 Konves ional Half s lab
1 Pekerjaan Beton K- Rp 95.861,44 Rp 47.930,72 22.379 Rp 2.145.318.606,29 Rp 1.072.659.303,15
450
2 Pekerjaan Rp 150.138,90 Rp 150.260,78 22.379 Rp 3.360.013.994,49 Rp 3.362.741.547,35
pembesian
3 Pekerjaan bekisting Rp 143.650,59 Rp 105.472,29 22.379 Rp 3.214.809.749,09 Rp 2.360.403.313,14

Total Rp8.720.142.349,87 Rp 6.795.804.163,64


Pengurangan biaya (Rp) Rp 1.924.338.186,24
Pengurangan biaya (%) 22,07

Dari Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa pekerjaan dengan menggunakan metode
precast half slab diperoleh biaya pekerjaan Rp. 6.795.804.163,64 dan dengan menggunakan
metode konvensional diperoleh biaya pekerjaan RP. 8.720.142.349,87. Hasil ini
memperlihatkan bahwa dengan menggunakan metode precast half slab terjadi pengurangan
biaya sebesar Rp. 1.924.338.186,24 atau sebesar 22.07 %.

b. Analisis waktu
Pengendalian jadwal kegiatan dalam proyek konstruksi merupakan salah satu aspek
untuk mencapai keberhasilan kegiatan proyek. Bila pelaksanaan dapat dipercepat maka sangat
memungkinkan untuk mengurangi biaya pelaksanaan/overhead. Jadwal kegiatan dalam
proyek yang menerapkan teknologi precast berbeda dengan teknologi konvensional. Metode
precast membutuhkan interaksi positif antar kegiatan. Teknologi precast akan mengubah
hubungan antar kegiatan yang semula tidak saling bergantung (metode cast in place) menjadi
saling tergantung atau sebaliknya. Pada pelaksanaan elemen struktural bangunan gedung yang
biasanya dilaksanakan secara berurutan sangat mungkin dapat dilaksanakan secara paralel.
Perbedaan penerapan metode precast dengan cast in place ditunjukkan pada gambar 6 dan
gambar 7.

Gambar 6 Flow chart sistem konvesional

Gambar 7. Hubungan antar pihak pada penerapan sistem precast


Dengan menerapkan teknologi beton precast, pekerjaan struktur bawah (pondasi) dalam
pelaksanaannya dapat bersamaan dengan kegiatan produksi beton precast. Pengaturan jadwal
produksi beton precast dapat diatur sedemikian rupa sehingga elemen-elemen yang akan
dipasang lebih awal dapat diproduksi lebih dahulu dan pada saatnya nanti elemen tersebut
telah cukup umur. Apabila pekerjaan struktur bawah telah selesai maka elemen-elemen beton
precast yang telah cukup umur tersebut dipasang dalam waktu yang relatif lebih
singkatdibandingkan dengan proses konstruksi konvesional (cast in place) dengan kegiatan
pekerjaan yang overlapping serta cycle time erection yang relatif singkat maka proyek
akan selesai dalam waktu yang lebih singkat.di dalam perhitungan Analisis waktu suatu
pekerjaan di butuhkan juga gambar kerja urutan per item pekerjaan seperti Gambar 8 di
bawah ini.

Gambar 8. Gambar Per Item Pekerjaan

c. Perbandingan tiap tahap-tahap pelaksanaan.


Urutan pelaksanaan pekerjaan untuk metode plat konvesional
1. Pemasangan perancah balok.
2. Pemasangan bekisting balok.
3. Pemasangan besi balok.
4. Pemasangan perancah plat.
5. Pemasangan bekisting plat/triplek.
6. Pemasangan pembesian plat.
7. Pengecoran .
8. Pembongkaran bekisting.
Urutan pelaksanaan pekerjaan untuk metode precast half slab
1. Pemasangan perancah balok.
2. Pemasangan bekisting balok.
3. Pemasangan besi balok.
4. Pemasangan perancah precast half slab.
5. Erection precast half slab.
6. Pemasangan tulangan atas plat.
7. Pengecoran overtopping
Di lihat dari urutan pekerjaan antara pekerjaan plat konvesional dan plat sistem
half slab ada berberapa kekurangan dan kelebihan, baik masalan waktu pelaksanaan dan
jumlah tenaga kerja yang di butuhkan sehingga berdasarkan pengalaman dan pengamatan di
proyek X dapat kita buat schedule perlantai setiap item pekerjaan lengkap dengan durasi
waktu dan jumlah tenaga kerja yang di butuhkan. Hasil total dari analisis waktu dan jumlah
tenaga kerja metode konvensional dan metode precast half slab untuk proyek X yang terdiri
dari 26 lantai dengan luasan total = 22.379 m2 dapat kita lihat pada tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6 . Kapasitas produksi pekerjaan sesuai waktu pelaksanaan menggunakan


bekisting konvesional dan metode precast half slab.
Durasi Waktu Jumlah Tenaga Kerja
No. Methode pelaksanaan
(hari) (orang)
1 Konvesional 286 57
2 Precast Half Slab 260 46
Selisih 26 11

V. KESIMPULAN DAN SARAN


a. Kesimpulan
Dari hasil Analisis yang dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1. Aspek Biaya
Pada bangunan proyek X yang terdiri dari 26 lantai typical dengan luasan =
22.379 m2. Biaya pekerjaan pelat beton lantai dengan menggunakan bekisting konvensional
sebesar Rp. 8.720.142.349,87 dan hasil Analisis biaya pekerjaan pelat lantai dengan
mengunakan precast half slab sebesar Rp. 6.795.804.163,64. Sehingga penerapan penggunaan
metode precast half slab dapat menghasilkan pengurangan biaya seluruhnya sebesar Rp.
1.924.338.186,24 atau ± 22,07%.
2. Aspek Waktu
Dari segi waktu pelaksanaan dengan diterapkannya metode precast half slab pasti
terjadi percepatan waktu yang sangat berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan selama
waktu pelaksanaan tersebut. Waktu pelaksanaan untuk pekerjaan plat dengan menggunakan
bekisting konvensional dari pemasangan bekisting, besi dan pengecoran lantai adalah 286
hari kalender sedangkan hasil Analisis waktu pelaksanaan pekerjaan pelat lantai
dengan diterapkannya penggunaan precast half slab dari pemasangan precast half slab, besi
beton dan pengecoran adalah 260 hari kalender. Sehingga hasil pengurangan waktu
pelaksanaan pekerjaan adalah 26 hari kalender, atau sekitar 9.10% terhadap waktu total
pelaksanaan pekerjaan pelat dengan bekisting konvensional. Percepatan waktu yang
dihasilkan sangat berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan selama waktu reduksi
tersebut.
3. Aspek Tahap Pelaksanaan
Metode pekerjaan menggunakan precast half slab pada pelaksanaan pekerjaan
pelat beton bertulang akan efisien untuk diaplikasikan pada bentuk bangunan yang
bentuknya typical dengan volume pekerjaan yang relatif besar serta bersifat mengulang.
Hal ini dikarenakan :
1. Pemakaian bekisting yang relatif lebih sedikit dan lebih hemat
2. Pemasangan bekisting yang relatif lebih cepat.
3. Pemasangan besi di lapangan lebih cepat.
4. Pemakaian tenaga kerja yang sedikit.
5. Tidak ada pelaksanaan pekerjaan pembongkaran bekisting pelat.
6. meningkatkan kualitas hasil pengecoran.
7. Mengurangi frekuensi pengecoran menggunakan alat berat.
8. Mengurangi waste material triplek di lapangan.

b. Saran
Setelah melakukan pengamatan di lapangan pada proyek X, beberapa saran yang
dapat penulis sampaikan adalah:
1. Dalam perencanaan methode precast half slab harus mempertimbangkan dimensi
dan berat setiap komponen yang harus sesuai dengan ketersediaan alat angkut, dan alat
transportasi;
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh luas lahan yang tersedia untuk
produksi dan penyimpanan precast half serta pengaruh alat angkut dan alat untuk
pemasangan;
3. Diperlukan pengawasan lebih teliti tentang pertemuan/koneksi antar precast dengan
balok, precast dengan precast;

DAFTAR PUSTAKA

Analisis SNI, 3434 : 2008, Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Kayu untuk Konstruksi
Bangunan Gedung dan Perumahan.

Analisis SNI, 7394 : 2008, Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk Konstruksi
Bangunan Gedung dan Perumahan.

Departemen Pekerjaan Umum, 1961, Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia,

Djojowirono, S, 2005, Manajemen Konstruksi I, Biro Penerbit KMTS FT UGM,Yogyakarta.

PT. PP (persero),Metode pecast half slab, Jakarta.

PT. Adhimix precast,Perencanaan pecast half slab proyek TCC, Jakarta.

Sunggono, K.H., 1984, Buku Taknik - Sipil, Penerbit Nova, Bandung.

http://taufikhurohman.blogspot.com/2012/12/bekisting.html,(Blake,1975)

id.scribd.com/doc/133827891/72-pdf,(Illing Worth,1972)

Beton Pracetak dan Bekisting' by ERVIANTO, Wulfram I.ANDI,2006.

Asiyanto,2003.82,Analisis tenaga kerja

Anda mungkin juga menyukai