Anda di halaman 1dari 10

LEARNING OBJECTIVE

Neuroinfeksi

“What’s Wrong Jenny?”

OLEH:

NAMA : Rizka Novia Idrus

NO. STAMBUK : N10118129

KELOMPOK : 9 (Sembilan)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2020
LEARNING OBJECTIVE

1. Anatomi SSP?
Jawab:
Otak dan medula spinalis dikelilingi oleh tiga lapisan jaringan ikat
membranosa yang disebut meninges, yang meliputi:
1. Dura mater, yaitu lapisan terluar yang kaya akan serabut saraf sensoris. Dura
mater terutama disarafi oleh cabang-cabang sensoris meningeal dari nervus
trigeminus, nervus vagus, dan saraf-saraf servikal atas. Dura mater juga
membentuk lipatan atau lapisan jaringan ikat tebal yang memisahkan
berbagai regio otak seperti falks serebri, falks serebeli, tentorium serebeli,
dan diafragma sella.
2. Araknoid mater, yaitu lapisan di bawah dura mater yang avaskular. Ruang di
antara araknoid mater dan pia mater disebut spatium subarachnoideum dan
mengandung cairan serebrospinalis.
3. Pia mater, yaitu lapisan jaringan ikat yang langsung membungkus otak dan
medula spinalis. Araknoid mater dan pia mater tidak memiliki serabut saraf
sensoris.
Bagian yang paling menonjol dari otak manusia adalah hemisfer serebri.
Beberapa regio korteks serebri yang berhubungan dengan fungsi-fungsi
spesifik dibagi atas lobus-lobus. Lobus-lobus tersebut dan fungsinya masing-
masing antara lain:
1.Lobus frontal memengaruhi kontrol motorik, kemampuan berbicara
ekspresif, kepribadian, dan hawa nafsu
2.Lobus parietal memengaruhi input sensoris, representasi dan integrasi, serta
kemampuan berbicara reseptif
3.Lobus oksipital memengaruhi input dan pemrosesan penglihatan
4.Lobus temporal memengaruhi input pendengaran dan integrasi ingatan
5.Lobus insula memengaruhi emosi dan fungsi limbik
6.Lobus limbik memengaruhi emosi dan fungsi otonom
Komponen-komponen otak lainnya antara lain:
1. Talamus merupakan pusat relai di antara area kortikal dan subkortikal.
2. Serebelum mengkoordinasikan aktivitas motorik halus dan memproses posisi
otot.
3. Batang otak (otak tengah, pons, dan medula oblongata) menyampaikan
informasi sensoris dan motorik dari somatik dan otonom serta informasi
motorik dari pusat yang lebih tinggi ke target-target perifer.
Otak mengandung empat ventrikel, yaitu dua ventrikel lateral serta
ventrikel ketiga dan keempat yang terletak di sentral. Cairan serebrospinalis
dihasilkan oleh pleksus koroideus, beredar melalui ventrikel-ventrikel, dan
kemudian memasuki ruang subaraknoid melalui foramen Luschka atau foramen
Magendie di ventrikel keempat. Otak terutama diperdarahi oleh arteri vertebral
yang berasal dari arteri subklavia, naik melalui foramen transversum dari
vertebra C1-C6, dan memasuki foramen magnum tengkorak; dan arteri karotid
internal yang berasal dari arteri karotis komunis di leher, naik di leher, dan
memasuki kanalis karotis dan melintasi foramen laserum sehingga berakhir
sebagai arteri serebral anterior dan medial yang beranastomosis dengan sirkulus
Willisi.
Sumber: Netter, F.H. 2011. Atlas of Human Anatomy 5th ed. United States of
America: Saunders Elsevier

2. Epidemiologi meningitis?
Jawab:
Meningitis bakteri adalah masalah yang lebih signifikan di banyak wilayah
lain di dunia, terutama di negara berkembang. Di Dakar, Senegal, dari tahun
1970 hingga 1979, insiden rata-rata adalah 50 kasus per 100.000 penduduk,
dengan sekitar 1 dari 250 anak mengembangkan meningitis bakterial selama
tahun pertama kehidupan. Di negara-negara Afrika dengan tingginya tingkat
human immunodeficiency virus (HIV) infeksi, sebagian besar kasus meningitis
disebabkan oleh S. pneumoniae, dan ini telah dikaitkan dengan angka kematian
yang tinggi (274, 275). Afrika Sub-Sahara, juga disebut sebagai sabuk
meningitis, dikenal untuk epidemi meningitis meningokokus, dengan tingkat
kejadian 101 kasus per 100.000 populasi pada periode 1981 hingga 1996 di
Niger dan hingga 40 kasus per 100.000 selama wabah di Burkina Faso.
Data dari penelitian lain di salah satu rumah sakit di Surabaya pada tahun
2000 hingga pertengahan tahun 2001 menunjukkan jumlah 31 penderita
meningitis. Dengan usia kurang dari satu tahun (22,6%), usia 1-5 tahun (3,2%),
usia 5-15 tahun (6,4%), usia 15-25 tahun (32%), usia 25-45 tahun (16,1%), usia
45-65 tahun (16,1%), usia lebih dari 65 tahun 3,2%. Dari 31 penderita tersebut
sebanyak delapan orarng (25,8%) meninggal dunia.

Sumber: Brouwer, M.C., and Beek, D.P.D. 2018. Epidemiology of Community-


Acquired Bacterial Meningitis. Current Opinion. Vol.31 (1).
Viewed on 25 March 2021. From : https://co-
infectiousdiseases.com

3. Etiologi dan patofisiologi meningitis?


Jawab:
Etiologi
Pada individu dewasa imunokompeten, S. pneumonia dan N. meningitidis
adalah patogen utama penyebab MB, karena kedua bakteri tersebut memiliki
kemampuan kolonisasi nasofaring dan menembus sawar darah otak (SDO).
Basil gram negatif seperti Escherichia coli, Klebsiella spp, Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas spp biasanya
merupakan penyebab MB nosokomial, yang lebih mudah terjadi pada pasien
kraniotomi, kateterisasi ventrikel internal ataupun eksternal, dan trauma kepala.
Patofisiologi
Infeksi bakteri mencapai sistem saraf pusat melalui invasi langsung,
penyebaran hematogen, atau embolisasi trombus yang terinfeksi. Infeksi juga
dapat terjadi melalui perluasan langsung dari struktur yang terinfeksi melalui
vv. diploica, erosi fokus osteomyelitis, atau secara iatrogenik
(pascaventriculoperitoneal shunt atau prosedur bedah otak lainnya).
Transmisi bakteri patogen umumnya melalui droplet respirasi atau kontak
langsung dengan karier. Proses masuknya bakteri ke dalam sistem saraf pusat
merupakan mekanisme yang kompleks. Awalnya, bakteri melakukan
kolonisasi nasofaring dengan berikatan pada sel epitel menggunakan villi
adhesive dan membran protein. Risiko kolonisasi epitel nasofaring meningkat
pada individu yang mengalami infeksi virus pada sistem pernapasan atau pada
perokok.
Komponen polisakarida pada kapsul bakteri membantu bakteri tersebut
mengatasi mekanisme pertahanan immunoglobulin A (IgA) pada mukosa
inang. Bakteri kemudian melewati sel epitel ke dalam ruang intravaskuler di
mana bakteri relatif terlindungi dari respons humoral komplemen karena kapsul
polisakarida yang dimilikinya.
Bakteri memasuki ruang subaraknoid dan cairan serebrospinal (CSS)
melalui pleksus koroid atau kapiler serebral. Perpindahan bakteri terjadi
melalui kerusakan endotel yang disebabkannya. Seluruh area ruang
subaraknoid yang meliputi otak, medula spinalis, dan nervus optikus dapat
dimasuki oleh bakteri dan akan menyebar dengan cepat. Hal ini menunjukkan
meningitis hampir pasti selalu melibatkan struktur serebrospinal. Infeksi juga
mengenai ventrikel, baik secara langsung melalui pleksus koroid maupun
melalui refl uks lewat foramina Magendie dan Luschka.
Bakteri akan bermultiplikasi dengan mudah karena minimnya respons
humoral komplemen CSS. Komponen dinding bakteri atau toksin bakteri akan
menginduksi proses infl amasi di meningen dan parenkim otak. Akibatnya,
permeabilitas SDO meningkat dan menyebabkan kebocoran protein plasma ke
dalam CSS yang akan memicu infl amasi dan menghasilkan eksudat purulen di
dalam ruang subaraknoid. Eksudat akan menumpuk dengan cepat dan akan
terakumulasi di bagian basal otak serta meluas ke selubung saraf-saraf kranial
dan spinal. Selain itu, eksudat akan menginfi ltrasi dinding arteri dan
menyebabkan penebalan tunika intima serta vasokonstriksi, yang dapat
mengakibatkan iskemia serebral. Tunika adventisia arteriola dan venula
subaraknoid sejatinya terbentuk sebagai bagian dari membran araknoid.
Dinding vasa bagian luar sebenarnya sejak awal sudah mengalami proses infl
amasi bersamaan dengan proses meningitis (vaskulitis infeksius).

Sumber: Meisadona, G., Soebroto, A.D., Estiasari, R. 2015. Diagnosis dan


Tatalaksana Meningitis Bakterialis. CDK Journal Vol.42 (1).
Viewed on 25 March 2021. From https://cdkjournal.com

4. Pemeriksaan fisik umum dan neorologi meningitis?


Jawab:
Pemeriksaan fisik untuk meningitis terutama terdiri dari empat manuver
berikut: kekakuan nuchal (kekakuan leher), aksentuasi sentakan, Kernig sign,
dan Brudzinski sign. Meskipun uji kekakuan nuchal adalah pemeriksaan fisik
yang paling terkenal dan umum, kekakuan bisa sangat sulit dalam keadaan
klinis, bahkan oleh dokter yang terlatih. Sebagai manuver diagnostik alternatif
dengan sensitivitas yang relatif tinggi, aksentuasi sentakan diperkenalkan pada
akhir abad ke-20. Maneuver aksentuasi sentakan melibatkan rotasi kepala pada
frekuensi 2-3 kali per detik dan memeriksa apakah sakit kepala bertambah
parah atau tidak. Karena kesederhanaannya, aksentuasi sentakan menjadi
populer dan berlaku di negara-negara Asia dan Timur Tengah, tetapi tidak di
negara-negara Barat.

Sumber: Akaishi, T., et all. 2019. Sensitivity and Specifisity of Meningeal Sign in
Patient With Meningitis. Journal of General and Family Medicine
Vol. 20. Viewed on 25 March 2021. From
https://wileyonlinelibrary.com
5. Gold standar penunjang?
Jawab:

• Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju
Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur. Pada
meningitis bakterial didapatkan polimorfonuklear leukositosis. Meningitis
yang disebabkan oleh TBC akan ditemukan peningkatan LED.Pada kasus
imunosupresi dapat ditemukan keukopenia.
• Pemeriksaan Pungsi Lumbal (Gold Standar)
Diagnosis pasti meningitis adalah pemeriksaan cairan serebrospinal
melalui pungsi lumbal. Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk
menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak
ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Pada Meningitis Serosa (meningitis Tuberkulosa) terdapat tekanan
yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih PMN meningkat, glukosa dan
protein normal, kultur (-).
Pada Meningitis Purulenta (meningitis karena Haemophilus influenzae
b, Streptococcus pneumonia,Neisseria meningitidies ) terdapat tekanan
meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat,
glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
• Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto X ray thoraks, foto kepala (sinus/ mastoid), dapat
diusulkan untuk mengidentifikasi fokus primer infeksi.
• Pemeriksaan EEG
Pada pemeriksaan EEG dijumpai gelombang lambat yang difus di
kedua hemisfer, penurunan voltase karena efusi subdural atau aktivitas delta
fokal bila bersamaan dengan abses otak.
• CT SCAN dan MRI
Dapat mengetahui adanya edema otak, hidrosefalus atau massa otak
yang menyertai meningitis.

Sumber: Tursinawati, Y.M., Tajally, A., Kartikadewi, A. 2017. Buku Ajar Sistem
Syaraf. Semarang : Unimus Press

6. Alur tatalaksana dari abcde?


Jawab:

• Istirahat mutlak diperlukan , jika infeksi cukup berat dibutuhkan perawatan


di ruang isolasi. Fungsi respirasi harus dikontrol ketat, pipa endotrakeal atau
trakeostomi diperlukan jika terjadi distress respirasi. Keseimbangan cairan
dan elektrolit perlu penanganan khusus. Penyulit lain yang perlu dipantau
adalah adanya kejang, hiperpireksia, edema otak, serta kekurangan gizi.
• Pemberian antibiotik harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri
penyebabnya. Pemberian initial antibiotik secara empiric (empirical
antimicrobial) dapat diberikan tanpa harus menunggu hasil kultur cairan
serebrospinal. Setelah hasil kutur terbukti adanya spesifik mikroorganisme,
baru terapi antibiotik spesifik (specific antimicrobial) diberikan.

Sumber: Tursinawati, Y.M., Tajally, A., Kartikadewi, A. 2017. Buku Ajar Sistem
Syaraf. Semarang : Unimus Press

7. Prognosis (ad vitam; ad sanasionam)?


Jawab:
- Ad Vitam: dubia ad malam (mortality rate pasient adalah 21%)
- Ad Sanasionam: dubia ad malam (pada pasien immunocompromised, usia di
atas 65 tahun, gangguan kesadaran, jumlah leukosit CSS yang rendah, dan
infeksi pneumokokus)

Sumber: Meisadona, G., Soebroto, A.D., Estiasari, R. 2015. Diagnosis dan


Tatalaksana Meningitis Bakterialis. CDK Journal Vol.42 (1).
Viewed on 25 March 2021. From https://cdkjournal.com

8. Rujukan kasus dan menjelaskan sistem rujukan?


Jawab:

Meningitis merupakan penyakit tingkat kemampuan : 3B


Dimana 3B merupakan Gawat darurat. Lulusan dokter mampu membuat
diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat
darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Diagnosis meningitis dapat ditegakan lewat keluhan khas meningitis
pasien, pemeriksaan fisik yang mengarah pada perangsangan meningeal dan
pemeriksaan penunjang berupa lumbal pungsi.

Sumber: Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter


Indonesia. Jakarta Pusat: Konsil Kedokteran Indonesia

Anda mungkin juga menyukai