SKRIPSI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Strata
Satu (S-1)
ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
NIM : 105951105816
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar
merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran
orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
Makassar, 2021
v
@Hak Cipta milik Unismuh Makassar, tahun 2021
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar.
vi
ABSTRAK
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah atas ridho-Nya, penulis dapat
Kabupaten Pinrang” dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu
Muhammadiyah Makassar.
Penulis beranggapan bahwa skripsi ini merupakan karya terbaik yang dapat
penulis persembahkan. Penulis menyadari tanpa bantuan, doa, dan bimbingan dari
semua orang akan sangat sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada
1. Ibu Dr. Hikmah, S.Hut., M.Si., IPM, selaku Ketua Program Studi Kehutana.
2. Ibu Dr. Hikmah, S.Hut., M.Si., IPM, selaku pembimbing Idan Bapak Ir. M. Daud,
S.Hut., M.Si., IPM., C.EIA, selaku pembimbing II yang dengan sabar telah
3. Ibu Dr. Irma Sribianti, S.Hut.,M.P dan Muhammad Tahnur, S.Hut., M.Hut,
selaku dosen penguji yang telah memberikan bantuan, saran dan koreksi dalam
4. Staf dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama
mengikuti studi.
viii
5. Seluruh staf pegawai Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar
6. Ayahanda Azis Paturusi dan Ibunda Rahmatiah tercinta atas segala kasih sayang,
pengorbanan, bimbingan, dorongan serta doa restu tak pernah terputus yang
7. Kakak dan adik penulis terimakasih atas doa dan dorongan yang di berikan
kepada penulis.
9. Orang- orang baik yang ada di sekitar penulis yang tidak dapat penulis sebut
namanya satu persatu, terimakasih atas segala doa, semangat dan dorongannya.
Makassar , 2021
ix
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
x
2.3. Jamur Makroskopis ........................................................................... 8
VI. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
5. Pendidikan ...................................................................................................... 23
11. Jenis- jenis jamur makroskopis yang ditemukan berdasarkan famili .............. 42
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
I. PENDAHULUAN
Sumber daya alam hayati Indonesia yang berupa tumbuhan, hewan, sangat
pada kekayaan hutan tropisnya, baik yang terdapat di dataran rendah maupun di
sebagaian besar dijumpai tumbuhan yang merambat, berbentuk perdu, pohon dengan
berbagai ukuran maupun organisme lain seperti ganggang, lumut dan jamur.
berperan penting dalam menjaga kelestarian alam dan keseimbangan. Dari segi
ekologi jamur berperan sebagai pengurai atau dekomposer bersama dengan bakteri
bahan organik untuk mempercepat siklus materi dalam ekosistem hutan. Dengan
demikian, jamur ikut membantu menyuburkan tanah melalui penyediaan nutrisi bagi
Sehingga siklus materi di alam dapat terus berlangsung. Selain itu, kelompok jamur
1
makroskopis secara nyata mempengaruhi jaring-jaring makanan di hutan,
indikator penting komunitas hutan yang dinamis (Molina et al, 2001). Sejumlah
200.000 spesies dari 1,5 juta spesies jamur diperkirakan ditemukan di Indonesia,
dimana hingga saat ini belum ada data pasti mengenai jumlah spesies jamur tersebut,
yang telah berhasil diidentifikasi, dimanfaatkan, ataupun yang telah punah akibat ulah
manusia. Juga terdapat jamur yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
bahan makana, obat-obatan dan lain-lain, tetapi ada juga jenis jamur yang dapat
Sebagai negara yang dengan hutan hujan tropis yang luas memiliki
banyak dilakukan. Kabupaten Pinrang memiliki potensi kawasan hutan yang beragam
dari hutan dataran rendah dan hutan dataran tinggi yang telah lama dimanfaatkan
masyarakat sebagai sumber hasil hutan bukan kayu seperti jamur terutama jamur
makroskopis, jamur ini umumnya dipanen masyarakat pada saat musim hujan sebagai
sumber pangan dan obat, baik untuk dikonsumsi sendiri maupun dijual. Penelitian ini
2
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dan masukan bagi semua
hutan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu menurut pasal 3 yang
berbunyi:“Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan
1. Kawasan hutan konservasi yang terdiri dari kawasan suaka alam (cagar alam dan
suaka margasatwa), kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya,
2. Hutan Lindung
3. Hutan Produksi
Pasal 1 angka (4 s/d 11) UU No. 41 Tahun 1999, hutan dibagi kepada delapan jenis
yaitu:
1. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas
tanah
2. Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah
4
3. Hutan Adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum
adat
5. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan
tanah
6. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
ekosistemnya.
7. Kawasan Hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah
8. Kawasan Hutan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
5
2.2 Hasil Hutan Bukan Kayu
Menurut Peraturan Mentri No. P35/ Menhut-II/ 2007, HHBK (Hasil hutan
bukan kayu) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk
turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan (Permenenhut, 2007).
Pengertian lainnya dari hasil hutan bukan kayu yaitu segala sesuatu yang bersifat
material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan bagi kegiatan
ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil hutan bukan kayu pada
umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun,
kulit, buah atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan,
bambu dan lain-lain. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan
kegiatan tradisionil dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa
tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan utama
Hasil hutan bukan kayu telah lama diketahui menjadi komponen penting dari
kehidupan masyarakat sekitar hutan. Bagi sebagian besar penduduk, hasil hutan
bukan kayu merupakan salah satu sumber daya penting dibandingkan kayu. Banyak
rumah tangga di sekitar kawasan hutan ini, menggantungkan hidupnya terutama pada
hasil hutan bukan kayu sebagai kebutuhan sampingan (subsistem) dan atau sebagai
Bagi masyarakat pedesaan atau yang berapa di sekitar kawasan hutan hasil
hutan bukan kayu adalah salah satu sumber daya yang penting karena merupakan
salah satu pokok mereka masyarakat. Masyarakat memanfaatkan hasil hutan bukan
6
kayu sebagai pangan (pati aren, umbi-umbian, pati sagu , nira aren), bumbu makanan
(kayu manis, pala) dan juga sebagai obat-obatan. Selain itu, masyarakat juga
memanfaatkan hasil hutan bukan kayu sebagai bahan dalam pembuat pakaian seperti
sarung sutra, serta sebagai bahan pembuat bangunan rumah, HHBK memberikan
(Iqbal dan Septina, 2018). Oleh karena itu, semakin tinggi peradaban dan kebutuhan
manusia akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan dan ketergantungannya pada
menuliskan definisi sebagai berikut : hasil hutan bukan kayu adalah produk biologi
asli selain kayu yang diambil dari hutan, lahan perkayuan dan pohon-pohon yang
berada di luar hutan. Hasil hutan bukan kayu yang dipungut dari alam bebas, atau di
hasilkan dari hutan yang di tanami, dengan sistem tanam agroforestry dan pohon-
pohon yang berada di luar hutan. Contoh hasil hutan bukan kayu baik itu makanan
atau bahan tambahan (additive) untuk makanan (buah-buahan, biji-bijian yang dapat
hewan buruan), dan juga (yang digunakan untuk pakaian atau perlengkapan,
konstruksi, furniture), damar, karet, tumbuhan dan binatang yang digunakan untuk
obat-obatan, kosmetik dan keperluan upacara adat (religi dan culture). Non-timber
forest product (NTFP) yaitu seperti kayu, umum penggunaan selain kayu walaupun
masih ada areal yang abu-abu. Istilah NTFP yaitu produk hasil hutan bukan kayu
seperti bahan pangan baik kayu yang di sadap dari hutan sebagai kebutuhan manusia.
7
NTFP atau Hasil hutan bukan kayu dapat juga disebut dengan NWFP (non-wood
forest product), tapi istilah NTFP lebih sering didengarkan, akan tetapi FAO
Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan
kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Istilah Hasil
Hutan Non Kayu semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan yang
berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang
dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi
ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri dan juga bahan pangan (Salaka
Jamur adalah salah satu organisme yang memiliki peranan penting dalam
kehidupan. salah satunya yaitu sebagai pengurai bahan organik yang ada di alam
menjadi suatu unsur yang sangat sederhana sehingga mudah diserap dan
organisme yang bersifat pengurai atau biasa di sebut dengan dekomposer, parasitik,
Jamur makroskopis sekarang sangat bernilai, bukan hanya sekedar dari tekstur
dan rasa, tetapi juga nutris dan aktifitas farmakologi yang terkandung didalamnya
(Fan et al., 2006; Alvarez-Parrila et al., 2007 dalam Hadi dan Amrita 2010).
Keberadaan jamur di seluruh dunia diperkirakan jumlahnya dapat mencapai 1,5 juta
8
spesies yang diprediksi masih hidup. Akan tetapi jumlah jamur teridentifikasi sampai
saat ini baru mencapai sekitar 100.000 spesies (Campbell dkk., 2012 dalam Hartina
dkk, 2017) yang artinya masih banyak spesies jamur yang belum teridentifikasikan.
Jamur untuk memperoleh makanan atau sumber nutrisi menggunakan suatu alat yang
biasa di sebut dengan hifa yang terdiri dari benang-benang halus (Anggriawan, 2014
dalam Solle, dkk., 2017). Jamur merupakan organisme berspora, eukaryotik, tidak
yaitu makroskopis dan mikroskopis, makroskopis yang berukuran besar atau dapat
dilihat dengan mata secara langsung sedangkan jamur mikroskopis ialah jamur yang
ukurannya kecil dan dapat dilihat dengan alat bantu seperti mikroskop Darwis, (2011)
hemiselulosa, lignin, protein menjadi molekul sederhana yang kemudian diserap oleh
sel-sel jamur tersebut (Alexopoulos, Blackwell, & Mims, 1996 dalam Wati,R dkk
2019 )
acuan untuk mengamati jamur meliputi ciri makroskopik (bentuk, warna dan tekstur
9
2.4 Pemanfaatan Jamur
Di seluruh dunia terdapat ribuan spesies jamur yang tersebar luas di wilayah
subtropis yang cenderung dingin sampai ke wilayah tropis yang hangat. Dari ribuan
jenis jamur ada jamur yang merugikan dan ada pula jamur yang menguntungkan,
jamur merugikan adalah jamur (fungi) yang dapat penyebab penyakit pada manusia
dan tanaman, misalnya seperti keracunan saat dikonsumsi, menjadi sumber penyakit
kulit seperti panu, kurap dan kadas, atau jamur yang dapat menyebabkan kayu
menjadi cepat lapuk. Jamur yang menguntungkan adalah jamur yang dapat di
menghasilkan antibiorik untuk obat, atau jamur yang bermanfaat dalam pembuatan
tempe, oncom dan alkohol. Termasuk jamur yang dapat dimakan tanpa menimbulkan
efek racun. Jenisnya antara lain jamur kuping, tiram, shiitake, champignon, merang
dan jamur barat. Pemanfaatan jamur makroskopis dapat digunakan sebagai bahan
makanan karena memiliki rasa yang lezat serta digunakan sebagai obat-obatan
tradisional (Ulya, Leksono, & Khastini, 2017 dalam Wati, dkk 2019). Jamur
memiliki kandungan air, protein, lemak, karbohidrat, serat, vitamin, dan mineral
terbitnya edisi terbaru dari jurnal internasional yang berjudul International Journal of
buku dan review mengenai obat-obatan dari jamur, serta banyaknya seminar-seminar
10
(Lindequist,et al., 2005 dalam Rahmawati, 2015). Oleh karena itu, mengingat
manfaatnya yang sangat banyak terutama bagi kesehatan dan murah sehingga jamur
obat bagi masyarakt sekitar hutan di Kabupaten Pinrang. Hasil hutan bukan kayu
telah lama dimanfaatkan masyarakat untuk penyedian sumber makan mereka. Salah
satu sumber pangan dari kelompok HHBK ini adalah jamur makroskopis.
Karakteristik habitat dan pemanfaatan jamur makroskopis ini penting dikaji untuk
11
Kawasan Hutan
Jamur
Jamur Makroskopis
Karakteristik Pemanfaatan
Habitat Jamur Jamur
Makroskopis Makroskopis
12
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini di laksanakan dalam waktu kurang lebih 2 bulan, dimulai pada bulan
1. Objek Penelitian
b. Hygrometer
c. Kamera
13
3.3 Jenis Data
1. Data Primer
Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dilapangan atau data
yang pertama kali di kumpulkan oleh peneliti melalui pengambilan data lapangan
2. Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data yang sifatnya mendukung data primer, yang
diperoleh dari referensi-referensi yang ada relevansinya dengan penelitian ini berupa
Adapun Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penelitian ini adalah:
1. Observasi
pengamatan langsung terhdap objek yang akan diteliti. Observasi ini dilakukan oleh
peneliti dengan cara pengamatan langsung mengenai karakteristik dan habitat jamur
2. Survey
langsung pada habitat atau tempat tumbuh atau lingkungan suatu spesies. Dan
14
ditemukan dianggap mewakili kawasan atau lokasi penelitian tersebut. Jamur yang
ditemukan di setiap plot dikoleksi dan diambil setiap jenis untuk diidentifikasi lebih
lanjut menggunakan Buku- buku jamur (Christensen, 1970., Campbell, et. al, 2013.,
Zoberi, 1972., Watling, and Ginns, 1998) dan Jurnal (Wahyud, et al., 2016.,
Nasution, 2018., Sinurat, et al, 2016., Proborini, 2012., Priskila, et al., 2018).
kelembaban, kondisi vegetasi sekitar, tipe hutan dan jenis tempat tumbuh.
kelembaban, baik di ruang tertutup ataupun di luar ruangan. kondisi vegetasi sekitar,
3. Quisioner (Angket)
pertanyaan untuk di jawab oleh responden, secara tertulis maupun tidak. Quisioner ini
digunakan oleh peneliti untuk mengetahui persepsei atau kebiasaan warga atau
15
4. Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik yang dilakukan oleh peneliti dengan cara
Tanya jawab secara langsung dengan responden atau informan untuk memperoleh
sekitar kawasan hutan. Teknik wawancara ini menggunakan teknik terstruktur dimana
5. Dokumentasi
penelitian terkait data BPS, habitat dan jamur di lokasi penelitian, dan dokumen
lainnya.
Pengambilan data primer dilakukan melalui survey dan wawancara mendalam dengan
sejumlah responden, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi dokumen, studi
kepustakaan dan jurnal ilmiah. Data penelitian ini dianalisis secara deskriptif
16
dan Jurnal.
1. Kawasan hutan adalah Kawasan hutan adalah istilah yang dikenal dalam Undang-
2. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun
hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan
3. Jamur adalah Jamur merupakan salah satu organisme yang memegang peranan
penting dalam daur kehidupan. Jamur adalah organisme yang bersifat pengurai
4. Jamur makroskopis yaitu jamur yang memiliki ukuran besar, sehingga dapat
bahan pangan ataupun obat dan masih di lakukan pada saat di wawancarai.
17
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
sebagai berikut :
18
Kecamatan Duampanua yang terletak di Sebelah Utara Kabupaten Pinrang
adalah salah satu dari 12 Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Pinrang, luas
wilayah 29.189 ha dan berada pada ketinggian 0 – 100 meter di atas permukaan laut
(dpl). Wilayah administrasi pemerintahan yang terluas adalah desa Massewae dengan
44,12 ha. Atau 15,13 % dari wilayah Kecamatan Duampanua. Sedangkan wilayah
terkecil adalah Desa Barugae, yaitu 3,75 ha atau 1.29 % dari luas wilayah Kecamatan
19
4.2. Jumlah Penduduk Dan Potensi Yang Dimiliki
1. Keadaan Penduduk
Dilihat pada tabel 2. Pada diatas, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat
sebanyak 22.185
20
2. Potensi Sumber Daya Alam
oleh petani dengan luasan 12.022,03 ha dan dapat di lihat pada tabel di bawah.
5 Perkantoran 1.006,75
Melihat pada tabel 3. di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa luas wilayah
atau lahan yang paling besar yaitu lahan pertanian sehingga tidak mengherankan jika
petani.
1) Mata Pencaharian
21
Tabel 4. Mata Pencaharian Masyarakat di Kecamatan Duampanua
No Mata Pencaharian Orang
1 Buruh 731
3 Pengrajin 73
4 Wiraswasta 730
6 Peternak 470
8 Nelayan 275
9 Montir 55
10 Dokter 19
11 Supir 171
Jumlah 5.052
bermata pencaharian sebagai Tukang Batu yaitu sebanyak 2090 orang, dan yang
22
2) Tingkat Pendidikan
5 SMP/Sederajat 3.167
6 SMA/Sederajat 3.046
7 D1 116
8 D2 156
9 D3 277
10 S1 709
11 S2 98
12 S3 15
Total 16.478
pendidikan dilihat pada tabel diatas dengan Usia 7- 45 Tahun Pernah Sekolah SD
Tapi Tidak Tamat sebanyak 3.250orang. Hal ini juga disebabkan karena
23
tingkat pendidikan yang dapat menentukan masa depan, baik bagi dirinya sendiri
a) Lembaga Pendidikan
karena itu diperlukan pelayanan baik dari segi fasilitas pendidikan, prasarana
3) Kesehatan
dan prasarana harus memadai agar memudahkan masyarakat. Dan dapat dilihat
pada tabel 7
24
Tabel 7. Prasaran Kesehatan
No. Prasarana Kesehatan Unit
2 Puskesmas 2
3 Posyandu 16
5 Apotik 24
6 Puskesmas Pembantu 9
8 Tempat Praktek 4
kesehatan masyarakat.
Pinrang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu, ada juga yang
seperti traktor. Masyarakat yang bekerja sebagai petani umumnya menanam padi dan
jagung serta hanya sebagian kecil yang menanam tanaman lain, seperti sayur-sayuran,
25
tanaman cokelat, tomat, cabai, dan lain-lain. Di Kecamatan Duampanua Kabupaten
26
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Curah Hujan
termasuk tipe B aitu basah dengan nisbah bulan kering dan bulan basah sebesar
27.9%. Rata-rata curah hujan adalah 2.780,2 mm/tahun, dengan rata-rata jumlah
bulan basah 9 dan bulan kering 3 bulan. Curah hujan terjadi pada bulan Desember
hingga Juni dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret. Musim kemarau
jamur makroskopis pada lokasi penelitian yang dilakukan mulai pada pagi hari
selama 10 hari untuk pengukuran suhu dan kelembaban udara. Adapun suhu dan
Pada lokasi penelitian kisaran suhu udara yang di dapatkan berada pada 24-
32 ºC, adapun kelembaban berada pada 59-83% dapat dilihat pada (Tabel 8).
27
Pengukuran suhu dan kelembaban ini umumnya atau paling sering dilakukan pada
pagi hari antara pukul 7.00-8.00 pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui suhu
dan kelembaban yang ada pada lokasi penelitian, pengukuran suhu ini juga dilakukan
pada saat menemukan atau mendapatkan jamur liar baik itu siang hari maupun sore
hari. Dari sini dapat kita ketahui berapa kisaran suhu dan kelembaban jamur dapat
tumbuh.
Adapun jenis jamur berpayung juga biasa ditemukan pada siang dan sore hari
ini di pengaruhi oleh keadaan tanahnya yang lembab atau basah, kelembaban udara
yang tinggi biasanya setelah hujan deras atau pada cuaca mendung yang lama seperti
mendukung dalam pertumbuhan jamur terutama jamur makroskopis. Hal ini karena
yaitu suhu, kelembaban, ketinggian dan pH. Tetapi dalam penelitian ini hanya
pengamatan suhu dan kelembaban. Suhu udara juga sangat berpengaruh terhadap
kelembaban karena apabila suhu meningkat atau turun maka akan mempengaruh
Menurut Khosuma (2012), jamur tumbuh pada kisaran suhu dan kelembaban,
kelembaban 70- 90%. sedangkan suhu berkisar 22−27 ºC. Menurut Ni’matullah, et
al., (2017) dan Tampubolon (2010) menyatakan bahwa intensitas penyinaran yang
tinggi akan menghambat pertumbuhan populasi jamur, dan juga dapat menghambat
28
pembentukan struktur dan alat-alat reproduksi dan spora pada jamur. Hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh Wahyudi (2016) Kondisi dan faktor lingkungan jamur
makroskopis yaitu berkisar suhu udara 23-32 ºC, kelembaban 74-87%, pH tanah 5,6 -
6,5 dan intensitas cahaya 165-933 lux. Tampubolon (2010) juga menyatakan bahwa
cahaya, suhu dan air juga merupakan faktor lingkungan yang sangat penting. Hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya jamur yang ditemukan pada lokasi penelitian. Faktor
3. Tipe Vegetasi
kebun dan pemukiman. Jenis vegetasi yang ditemukan mangga (Mangifera indica),
nucifera), pisang (Musa paradisiaca), jagung (Zea mays), salak (Salacca zalacca) dan
masyarakat sekita mengatakan jamur makroskopis atau jamur liar ini umumnya di
temukan kebun, pekarangan rumah, dan juga sekitar persawahan, pada batang kayu
mati, tanah, dan juga serasah dan dapat dilihat pada tabel berikut:
29
Berdasarkan Tabel 9 jumlah jenis jamur yang ditemukan berdasarkan tempat
tumbuhnya, dan yang paling banyak ditemukan berdasarkan tempat tumbuhnya yaitu
batang kayu mati yaitu 10 jenis (55,56%), tanah 7 jenis (38,89%) dan serasah 1 jenis
(5,56%). Jenis batang kayu mati yang ditumbuhi jamur adalah mangga (Mangifera
nucifera), dan pisang yang sudah mati (Musa paradisiaca). Dari 18 jenis jamur
berdasarkan tempat tumbuh jamur dapat dilihat Tabel 9 dan juga pada gambar
diagram berikut.
5%
39%
56%
30
12
10
0
Tanah Batang Kayu Mati serasah
Menurut masyarakat dari hasil wawancara jamur makroskopis atau jamur liar
dan juga beberapa jamur yang tidak dikonsumsi oleh masyarakat atau beracun, karena
suhu dan kelembaban di pagi hari sangat sesuai dengan tempat tumbuh jamur liar,
jamur liar dapat tumbuh pada suhu dan kelembaban pada kisaran kelembaban 70-
90% sedangkan suhu berkisar 22−27 ºC. Menurut Khosuma (2012). Dan dari hasil
penelitian yang di lakukan kisaran kelembaban dan suhu yang di dapatkan yaitu suhu
Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis yang ditemukan dapat tumbuh dengan
baik pada lokasi penelitian. Pada saat penelitian, jenis jamur yang banyak dijumpai
dan tumbuh bergerombol pada kayu dan ranting yang telah mati seperti
31
Schizophyllum commune memiliki kemampuan tumbuh pada kondisi lingkungan
yang karing dan juga dapat bertahan hidup pada kayu yang telah mati dengan
kapasitas air yang minim. Bahwa jamur Schizophyllum commune sangat cocok
dengan faktor fisik pada lokasi penelitian suhu dan kelembaban. Dapat dikatakan
bahwa kayu lapuk atau yang telah mati adalah habitat yang dominan bagi kebanyakan
spesies jamur makroskopis pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. Jumlah
jenis jamur yang di dapatkan tumbuh pada kayu mati atau ranting yang merupakan
dekomposer yang banyak tumbuh pada pohon yang telah mati. Artinya jamur yang
ada di kawasan ini adalah umumnya bersifat saprofit (Annissa., dkk 2017). dan juga
jamur dengan famili Polyporaceae dapat tumbu dengan penyinaran matahari yang
tinggi, hal ini di bukatikan dengan di temukannya jamur famili Polyporaceae pada
daerah terbuka pada potongan batang kayu yang banyak terkena sinar matahari secara
langsung. Umumnya jamur makroskopis tumbuh pada kayu lapuk atau kayu mati,
serasah atau tanah, daun, kotoran hewan, dan ada juga yang tumbuh pada jamur yang
sudah membusuk. Menurut Annissa, dkk. (2017) jamur sangat erat hubungannya
sumber bahan makanan yang berasal dari pelapukan kayu atau lingkungan sekitarnya,
baik kayu yang sedang mengalami pelapukan ataupun kayu yang telah lapuk.
penelitian, maka dapat diketahui bagaiamana peranan jamur bagi suatu ekosistem.
32
Jamur makroskopis yang ditemukan di sekitar kawasan lokasi penelitian pada
sebagian besar jamur makroskopis yang ditemukan di lokasi penelitian ini hidup atau
tumbuh pada kayu lapuk atau kayu yang telah mati. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sebagian besar jamur makroskopis yang ditemukan pada lokasi
penelitian berperan sebagai pengurai atau dekomposer. Hal ini juga sama di
ungkapkan Suharna (1993) bahwa jamur makroskopis berperan sebagai pengurai atau
dalam ekosistem hutan. Munir (2006) juga menyatakan bahwa kelompok jamur
Dari hasil penelitian ini bias kita lihat bahwa suhu dan kelembaban yang di
dapatkan tidak berbeda jauh dengan suhu dan kelembaban hasil penelitian- penelitian
lainnya. Dan juga ini menandakan bahwa kawasan sekitar hutan di kecamatan
Duampanua Kabupaten Pinrang atau pada lokasi penelitian merupakan salah satu
daerah yang dapat menghasilkan jamur makroskopi atau jamur liar baik yang dapat di
konsumsi, ataupun tidak (beracun) dan juga yang dapat di jadikan sebagai obat
tradisional ataupun modern. Akan tetapi hal ini juga dikarenakan lahan- lahan yang di
temukan jamur kurang ideal karena kondisi lingkungan yang mempengaruhi seperti
33
yang lebih menyukai tempat tumbuh yang lembab atau sejuk dan juga di sebabkan
oleh perbedaan tipe habitat dan faktor lingkungan, sedangkan lokasi pada penelitian
lebih banyak lahan perkebunan yang terbuka dan kurangnya pepohonan, persawahan
dan juga sekitar tempat tinggal masyarakat. Oleh karena itu pada saat pengamatan
dilapangan atau pada lokasi penelitian hanya di temukan 1 sampai 2 jenis jamur yang
sama dan tidak di temukan jamur yang tumbuh bergerombol yang sangat banyak
kecuali jenis jamur Schizophyllum commune yang umumnya di sebut ki’ddi oleh
masyarakat setempat. Hal ini juga yang menjadi salah satu penyebab jamur
ukuran lebih kecil dan sedikit jenisnya jika dibandingkan dengan jenis jamur-jamur
makroskopis yang tumbuh pada daerah- daerah lain yang memiliki iklim lebih sejuk.
dari sekitar kawasan hutan atau pada lokasi penelitian, jamur tersebut semua berada
34
Parasola lectea, Lentinus squarrosulus, Leucocoprinus sp., Coprinellus micaceus,
35
Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Tambatang/ Kingdom : Fungi Batang Tidak
kelapa dikonsumsi
Divisi : Basidiomycota
Pycnoporus mati
Kelas : Agaricomycetes
sanguineus
Ordo : Polyporales
3
Famili : Polyporaceace
Genus : Pycnoporus
Spesies : P. sanguineus
36
Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Basi / Lepiota Kingdom : Fungi Tanah Tidak
dapat
Divisi : Basidiomycota
clypeolaria dikonsumsi
Kelas : Agaricomycetes
6 Ordo : Agaricales
Famili : Agaricaceae
Genus : Lepiota
Spesies : L.clypeolaria
37
Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Basi/Auriculari Kingdom : Fungi Batang Dapat
kayu mati dikonsumsi
a auricular Divisi : Basidiomycota
(mangga) sebagai
Kelas : Agaricomycetes sayur
Ordo : Auriculariales
9 Famili : Auriculariaceae
Genus : Auricularia
Spesies : A. auricular-
judae
10 Ordo : Agaricales
Famili : Psathyrellaceae
Genus : Psathyrella
Spesies : Psathyrella
condolleana
Basi/ Kingdom : Fungi Tanah Tidak
dikonsumsi
Coprinellus Divisi : Basidiomycota
disseminatus Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Psathyrellaceace
11
Genus : Coprinellus
Spesies : C. disseminatus
38
Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Basi/ Parasola Kingdom : Fungi Kayu Tidak di
plicatilis Divisi : Basidiomycota mati konsumsi
Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Agaricales
12
Famili : Psathyrellaceace
Genus : Parasola
Spesies : P. plicatilis
39
Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Tambatang/ Kingdom : Fungi Batang Tidak
kelapa dikonsumsi
Tyromyces Divisi : Basidiomycota
mati
chioneus Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Polyporales
Famili : Polyporaceae
Genus : Tyromyces
15
Spesies : T.chioneus
40
Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Tambatang/ Kingdom : Fungi Batang Tidak di
kayu konsumsi
Ganoderma Divisi : Basidiomycota
lucidum Kelas : Agaricomicetes
Ordo : Polyporales
Famili :
Ganodermataceae
17 Genus : Ganoderma
Spesies: Ganoderma
lucidum
18 Famili : Physalacriaceae
Genus : Oudemansiella
Spesies : Oudemansiella
mucida
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa jamur makroskopis yang
ditemukan didominasi oleh divisi Basidiomycota. Hal yang sama dengan pernyataan
Santoso (2004) dalam Tampubolon (2010) bahwa, jamur divisi Basidiomycota sering
41
dipresentasikan sebagai jamur makroskopi dan pernyataan ini juga didukung oleh
adalah makroskopis.
Tabel 11. Jenis- Jenis Jamur Makroskopis Yang Di Temukan berdasarkan Famili
No Famili Jenis
3. Pycnoporus sanguineus
Tyromyces chioneus
Lentinus squarrosulus
5. Lepiota clypeolaria
Leucocoprinus sp.
7. Psathyrella candolleana
Coprinellus disseminates
Parasola lacteal
42
No Famili Jenis
persentase tertinggi yaitu 22,22% atau sama dengan 4 jenis jamur dan persentase
ini hanya memiliki persentase 5,56% atau sama dengan 1 jenis jamur, dan dapat
1 Lyophyllaceace 1 5.56
2 Tricholomataceace 1 5.56
3 Polyporaceace 4 22.22
4 Schizophyllaceace 1 5.56
5 Agaricaceace 3 16.67
5 Auriculariaceace 1 5.56
6 Psathyrellaceace 4 22.22
43
No. Famili Jumlah Persentase
7 Ganodermataceae 1 5.56
8 Physalacriaceae 1 5.56
9 Pluteaceae 1 5.56
Jumlah 18 100.00
besar, hal ini dapat di lihat pada (Tabel 12) dan juga pada gambar 5 jumlah jenis
jamur yang di dapatkan tumbuh pada kayu mati atau ranting yang merupakan tempat
25,00%
20,00%
15,00%
10,00%
5,00%
0,00%
44
Famili Psathyrellaceace juga mempunyai kemampuan tumbu yang sangat
besar dan juga jenis jamur yang paling banyak di temukan pada lokasi penelitian ini,
jamur pada famili ini memiliki ukuran payung yang kecil di bandingkan dengan
famili Pluteaceae yang di temukan pada lokasi penelitian, Untuk ukuran tudung jenis
jamur Psathyrella berkisar antara 1-3 cm. Menurut Darwis., dkk (2011) Jamur ini
tumbuh pada substrat kayu lapuk dengan memiliki tudung yang berwarna putih dan
bertekstur lunak, jamur ini memiliki spora berbentuk lonjong dan berwarna cokelat.
2. Pemanfaatan Jamur
18 jenis jamur yang ditemukan pada lokasi penelitian 5 jenis jamur yang dikonsumsi
masyarakat dan 13 jenis jamur yang tidak dikonsumsi masyarakat. Sebagian jenis
jamur yang tidak dikonsumsi masyarakat ini karena terbukti beracun. Pemanfaatan
Jumlah 18 100.00
45
Menurut Ni’matullah, et al., (2017), beberapa spesies jamur makroskopis
telah banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan dan sumber bahan
obat - obatan tradisional maupun modern. Hal yang sama juga diuangkapkan Ulya, et
al. (2017), ada pun Pemanfaatan jamur dapat digunakan sebagai bahan makanan
karena memiliki rasa yang lezat serta digunakan sebagai obat-obatan tradisional.
dikonsumsi oleh masyarakat yaitu 27,78% atau sama dengan 5 jenis jamur dari 18
jenis yang ditemukan pada likasi penelitian, dan jamur yang tidak dapat dikonsumsi
oleh masyarakat dan juga yang beracun yaitu 72,22% atau sama dengan 13 jenis. Dari
jenis jamur konsumsi belum ada yang dimanfaatkan masyarakat untuk obat-obatan
padahal berdasarkan hasil penelitian terdapat 1 jenis jamur yang dapat dijadikan obat-
28%
72%
46
Masyarakat kecamatan Duampanua atau pada lokasi penelitian
mengungkapkan bahwa jamur biasa dikonsumsi karena memilki rasa yang enak dan
gurih dan sebagian besar masyarakat mengatakan bahwa jamur makroskopis atau
jamur liar yang di temukan umumnya pemanfaatannya hanya untuk konsumsi sebagai
lauk-pauk, di buat sebagai cemilan seperti keripik jamur. Dan menurut beberapa
dan juga di jual, masyarakat biasanya menjual jamur dalam bentuk olahan makanan
seperti jamur yang telah di campur dengan sayuran atau juga jamur tumis. Tetapi saat
ini masyarakat mengatakan bahwa jamur liar yang dapat dikonsumsi sudah sudah
jarang di temukan dalam jumlah yang banyak, ada yang di temukan tetapi jumlahnya
sedikit. Untuk saat ini masyarakat lebih memanfaatkan jamur makroskopis sebagai
tambahan lauk pauk atau untuk di konsumsi, sedangkan untuk di jadikan sebagai
hampir tidak ada yang membuatnya sebagai obat tradisional, masyarakat tidak
mengetahui untuk di buat obat tradisional seperti apa jamur liar tersebut, dan juga
masyarakat tidak mengetahui jamur jenis apa saja yang bias di gunakan dalam
pembuatan obat tradisional. Karena masyarakat hanya mengetahuai jamur liar ada
yang dapat di konsumsi dan juga ada yang beracun. Menurut Chew (2008) jamur
yang berwarna sangat mencolok, tidak terdapat gigitan dari organisme lain dan
bau busuk seperti bau telur busuk (H₂ S) ataupun bau ammoniak (NH₃ ) atau
senyawa sianida.
47
Dari 18 jenis jamur yang di temukan 5 di antaranya dapat di manfaatakan
sebagai sumber makanan oleh masyarakat yaitu Termitomyces clypeatus (basi loka),
auricular (jamur Kuping) dan Pluteus cervinus (Basi Loka). Jamur- jamur yang dapat
di konsumsi biasanya memiliki ciri-ciri yang umum yaitu warna jamur yang tidak
mencolok, tidak memiliki bau, terdapat bekas gigitan organisme lain dan sebagainya .
Menurut masyarakat Jamur makroskopis beracun dan juga yang tidak dapat di
13 jenis jamur yang menurut masyarakat yang tidak dapat di konsumsi atau beracun,
terdapat 1 jenis jamur yang sangat berpotensi menjadi bahan obat yaitu jenis jamur
Ganoderma lucidum jamur ini berasal dari famili Ganodermataceae, dan juga
termasuk jamur yang dapat di konsumsim seperti salah satunya jamur kuping,
menurut Takeujchi et al., 2004 dalam Rahmawati., 2015 Monosakarida utama yang
(72%), mannose (8%), xylose (10%) dan fucose (10%). Rantai polisakarida ini sering
disebut ß-glucan, yang mempunyai beberapa aktivitas biologi seperti antioksidan, anti
virus, antitumor, bahkan melindungi jantung. Hal yang sama juga di uangkapkan oleh
Sharma et al., 2013 Ganoderma sp., Pleurotus sp.,. merupakan kelompok jamur
48
utama yang memiliki aktivitas sebagai zat antioksidan dan antikanker. Dengan begitu
besar potensi jamur yang masih sangat kurang atau belum di manfaatkan dengan
optimal, bahkan seiring dengan pesatnya pembangunan dan juga perubahan suhu dan
kelembaban, potensi jamur yang sangat luar biasa tersebut bias jadi akan punah
oleh warga sekitar kawasan hutan kecamatan Duampanua adalah Pleurotus ostreatus,
(jamur Kuping), dan Pluteus cervinus (basi loka), lima jenis jamur inilah yang
sering di temukan dan masyarakat tumbuh liar di sekitar rumah, batang- batang pohon
yang telah mati yang ada sekitar tempat tinggal dan juga sekitar pekebunan dan
sawah, tetapi kata masyarakat jamur yang paling sering di manfaatkan dan mudah di
mempunyai bentuk seperti kuping, berwarna coklat tua, dan tumbuh liar bergerombol
menempel pada pohon-pohon yang sudah mati, pohon tumbang, tumpukan kayu atau
tiang-tiang pagar sekitar rumah. yang sering dimanfaatkan sebagai sumber makanan
oleh masyarakat dikarenakan memiliki rasa yang lezat. Hal ini sesuai dengan
kandungan pada jamur kuping sangat tinggi, dengan komposisi: air 89,1%, protein
4,2%, lemak 5,3% karbohidrat 2,8%, serat 19,8% dan kalori 351 mg (Chang &
Milles, 1989). Jamur kuping (Auricularia auricula) merupakan spesies jenis jamur
49
ekonomi yang tinggi. Menurut Nurilla, et al., (2013), kandungan gizi jamur kuping
yaitu protein, lemak, karbohidrat, riboflavin, niacin, Ca, K, P, Na, dan Fe. Jamur
kuping dari segi penampilan sangat kurang menarik tetapi memiliki kandungan gizi
yang sangat bagus. Selain jenis jamur tersebut masyarakat tidak memiliki
jamur tersebut.
menyengat dari hasil wawancara dengan masyarakat jamur ini merupakan jamur yang
sering dikonsumsi oleh masyarakat sekitar lokasi penelitian, Menurut Darwis., dkk
(2011). Schizophyllum commune adalah jamur yang secara alami tumbuh di kayu dan
yang kering dan umumnya dapat ditemukan tumbuh pada jaringan mati dari kayu
dengan kapasitas air yang minim. Jamur Schizophyllum commune (ki’ddi) biasanya
hanya di konsumsi oleh masyarakat tetapi ada juga yang di jual ke pasar dalam
bentuk campuran sayur, mengkonsumsi jamu sudah menjadi hal biasa bagi
masyarakat karena jamur ini memiliki rasa yang lezat Menurut Darwis., dkk (2011)
Pleurotus ostreatus yang umum di sebut oleh masyarakat adalah jamur tiram
yang memiliki warna putih (Susan & Retnowati., 2017) jamur tiram mempunyai
kandungan vitamin, asam amino dan mineral yang tinggi. Jamur tiram ini merupakan
50
salah satu jenis jamur yang sangat di gemari dan sangat popular di kalangan
masyarakat insonesia. Pada saat ini budidaya jamur tiram di Indonesia berkembang
sangat pesat dengan bermunculannya petani- petani jamur tiram di beberapa wilayah
di Indonesia, dan ada juga beberapa petani jamur tiram di sekitar lokasi penelitian.
Pleurotus ostreatus atau Jamur tiram sangat mudah di temukan di pasar- pasar
tradisional maupun modern. Menurut Puspitasari., dkk (2014) Jamur tiram memiliki
rasa yang lezat dan juga penuh kandungan nutrisi, tinggi protein, dan rendah lemak.
Daya simpan jamur tiram sendiri mudah sekali rusak setelah dipanen. Hal ini
disebabkan jamur tiram memiliki kadar air cukup tinggi yaitu 86,6%. Dan Menurut
Ohiro (1990), jamur tiram yang dikeringkan, kandungan proteinnya lebih tinggi
daripada jamur tiram yang masih basah yakni antara 10,5-30,4% dibanding kadar
protein awal sekitar 7,04%. Sehingga jamur tiram kering ini lebih baik dibandingkan
sumber protein lain yang berasal dari kedelai dan kacang-kacangan. Egar., dkk 2018 ,
menyatakan bahwa setiap 100 gram jamur tiram mengandung protein 19-35% dengan
9 macam asam amino; lemak 1,7-2,2% terdiri dari 72% asam lemak tak jenuh,
karbohidrat jamur Tiamin, riboflavin, dan niasin merupakan vitamin B utama dalam
jamur tiram selain vitamin D dan C, mineralnya terdiri dari K, P, Na, Ca, Mg, juga
Zn, Fe, Mn, Co, dan Pb. Mikroelemen yang bersifat logam sangat rendah sehingga
sekitar lokasi penelitian yaitu basi sawe juga termasuk jamur yang dapat di konsumsi,
jamur ini sudah sangat jarang di temukan dalam jumlah yang sangat banyak.
51
Masyarakat juga mengatakan hal yang sama dan juga pertumbuhan jamur ini
biasanya di pengaruhi oleh tempat tumbuhnya. Salah satu dari Masyarakat juga
mengatakan Jamur Termitomyces clypeatus atau basi sawe ini pernah tumbuh sangat
banyak di sekita rumah mereka tetapi setelah lahan tersebut di timbuni oleh tanah
yang baru masyarakat tidak pernah lagi menemukan jamur tersebut tumbuh sangat
banyak dan hanya menemukan 3 sampai 4 buah jamur saja. Biasanya masyarakat
misalnya untuk mengobati tekanan darah rendah, rematik, kwashiorkor, dan purgative
Basi loka atau Pluteus cervinus, juga merupakan salah satu jamur yang dapat
jamur ini memiliki rasa yang lezat dan sering di jadikan sebagai tambahan sayur
sebagai lauk tambahan di meja makan masyarakat, tetapi jamur ini sangat jarang
ditemukan karena hanya tumbuh 1 atau 2 buah jamur dalam 1 batang pisang atau
serasah. beberapa jenis jamur makro yang dapat dimakan dan sangat potensi untuk
dikembangkan dalam bentuk budi daya, jenis-jenis tersebut salah satu diantaranya
adalah Pluteus cervinus (Noverita, et al., 2017). Hal yang sama juga di ungkapkan
oleh Natalia, et al., 2018 jamur yang dapat dikonsumsi sudah menjadi kebiasaan,
jamur yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan, salah satunya yaitu Pluteus
cervinus.
52
Jamur- jamur makroskopis yang lainnya yang masyarakat temukan selain
yang mereka ketahui untuk di konsumsi, dia biarkan begitu saja atau di abaikan
karena menurut warga jamur- jamur tersebut tidak dapat di konsumsi ataupun di
makroskopis juga mengatakan bahwa mereka hanya mengonsumsi jamur yang telah
turun temurin di konsumsi oleh nenek moyang atau orang- orang tua mereka
masyarakat tentang jamur- jamur makroskopi yang dapat di konsumsi dan juga
pemanfaatan atau pembuatan jamur liar sebagai obat- obatan tradisional ataupun
pemanfaatan lainnya.
53
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
iklim B atau basah dengan nisbah bulan kering dan bulan basah sebesar 27.9%.
Rata-rata curah hujan adalah 2.780,2 mm/tahun, suhu 24-32 ºC kelembapan relatif
59-82%. Tipe vegetasi ditemukan jamur makroskopis adalah hutan (hutan rakyat),
kebun dan pemukiman. Jenis vegetasi yang ditemukan pada umumnya jenis
jamur pada umumnya pada batang kayu mati dan tanah serta juga tumbuh di
serasah.
54
Auricularia auricular (jamur Kuping) dan Pluteus cervinus (Basi Loka) dan
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui lebih banyak jenis- jenis jamur
dan potensi- potensi jamur baik untuk pangan maupun hanya sebagai bahan
pembelajaran penambah wawasan. Dan juga jamur makroskopis pada kayu yang
banyak di temukan oleh karena itu jamur pada kayu yang dapat di konsumsi baik
untuk di kembangkan untuk di budidayakan. Dan juga jamur jamur lainnya untuk
55
DAFTAR PUSTAKA
Annissa, I., Ekamawanti, H, A., & Wahdina. 2017 Keanekaragaman Jenis Jamur
Makroskopis Di Arboretum Sylva Universitas Tanjungpura. Jurnal Hutan
Lestari (2017) Vol. 5(4) : 969-977
Anwar., K., Dkk. 2014. Kajian Variasi Morfologi Basidiokarp Dan Basidiospora
Lima Spesies Jamur Termitomyces Yang Ditemukan Di Desa Wonojati
Kabupaten Pasuruan. Jurnal. Universitas Negeri Malang.
Bahrun dan Muchroji. 2005. Bertanam Jamur Merang. Jakarta: PT. Musi Perkasa
Utama
Chew, K.S., 2008, Early Onset Muscarinic Manifestations after Wild Mushroom
Ingestion, Emergency Medicine Department, School of Medical Sciencies,
University Sains Malaysia, Malaysia.
Chang, S. T., & Miles, P. G. (1989). Edible mushroom and their cultivation. Florida:
CRC Press.
Egar., S., dkk. 2018. Potensi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap
Penghambatan Candida Albicans Dan Propionibacterium Acnes. J Hut
Trop 2(1): 35-40
56
Departemen Kehutanan. 2001. Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/2001
tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan fungsi kawasan
hutan. Jakarta.
Hadi, S. Amrita, R. 2010. Jamur Liar Hutan Hujan Tropis Kalimantan Timur:
Eksplprasi Keanekaragaman Hayati Dan Potensinya Sebagai Obat-
Obatan Dan Makanan. Seminar Kimia Nasional
Iqbal, Mohamad. Septina, Ane Dwi. 2018. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
Oleh Masyarakat Local Di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Jurnal
Penelitian Ekosistem Dipterokarpa. Vol.4 No.1, Juli 2018 ; 19-34
57
companies in New York Toronto Melbourne Dublin Johannesburg and
Madras.
Nasution, F. dkk. 2018. Identifukasi Jenis Dan Habitat Jamur Makroskopis Di Hutan
Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Wahana
Forestra: Jurnal Kehutanan Vol. 13, No. 1
Puspitasari, G., G. dkk. 2014. Pemanfaatan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus)
Sebagai Tepung, Kajian Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan. Jurnal.
Jurusan Teknologi Industry Pertanian Ftp- Universitas Brawijaya.
58
Sharma, A.K., Gupta, M., Shrivastav, A. and Jana, A.M. 2013. Antioxidant and
Anticancer Theurapeutic Potentially of Mushroom: A Review. IJPSR 4
(10): 3795-3802.
Susan, D. Retnowati, A., 2017. Notes on Some Macro Fungi From Enggano Island:
Diversity and its Potency. Jurnal. Herbarium Bogoriense, Bidang Botani,
Pusat Penelitian Biologi,- LIPI. Berita Biologi 16(3) 2017
Tang, M, dkk. 2019. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (Hhbk) Bamboo Oleh
Masyarakat Terasing (Suku Lauje) diDesa Anggasan Kecamatan Dondo
Kabupaten Tolitoli. Jurnal Warta Rimba. Vol. 7 No. 2
59
Wahyu, et al,. 2012. Inventarisasi Jamur Makroskopis Di Hutan Rawa Gambut Desa
Teluk Bakung Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya.
[Jurnal]. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura.
2012. Vol 1(1): 8 – 11
60
LAMPIRAN
61
Lampiran 2. Kuisioner Penelitian
Kuisioner Penelitian
I. Identitas Responden
1. Nama :
2. Jenis kelamin :
3. Usia :
4. Alamat :
5. Pekerjaan :
6. Pendidikan terakhir :
jamur liar?
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
62
3. Darimana bapak/ ibu mengetahui tentang jamur liar yang beracun dan tidak?
= ………………………………………………………………………………
4. Apakah bapak/ ibu pernah menemukan jamur liar di sekitar tempat tinggal ?
a. Ya
b. Tidak
5. Selain di sekitar tempat tinggal dimana lagi bapak/ ibu menemukan jamur
liar?
= ………………………………………………………………………………
a. Tanah
b. Kayu
c. Sekam
d. Kotoran hewan
e. …………………………………………………………………………….
= ………………………………………………………………………………
a. Hujan
b. Kemarau
a. Ya
b. Tidak
63
10. Dimanfaat menjadi apa saja jamur yang bapak/ ibu temukan?
= …………………………………………………………………………….
11. Apa saja nama-nama jamur yang biasa bapak/ ibu konsumsi?
=……………………………………………………………………………..
a. Ada
b. Tidak ada
13. Jika ada, Jenis jamur apa saja yang digunakan menjadi obat-obatan
tradisional?
=……………………………………………………………………………….
64
Lampiran 3. Peta Lokasi Penelitian Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang
Nama Gambar
Termitomyces clypeatus
65
Nama Gambar
Pleurotus ostreatus
Pycnoporus cinnabarinus
Schizophyllum commune
66
Nama Gambar
Trametes hirsute
Lepiota clypeolaria
Lepiota brunneoincarnata
67
Nama Gambar
Lentinus squarrosulus
Auricularia auricular
Psathyrella candolleana
Coprinellus disseminates
68
Nama Gambar
Parasola plicatilis
Leucocoprinus sp
Tyromyces chioneus
69
Nama Gambar
Volvapluteus gloiocephalus
Ganoderma lucidum
Oudomansiella mucida
70
Lampiran 5. Identitas Responden
71
Nama Jenis Pendidikan
No. Usia Alamat Pekerjaan
Responden Kelamin Terakhir
SD
SD
72
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian
73
74
RIWAYAT HIDUP
Rahmatiah.
pada tahun 2004 dan tamat pada tahun 2010. Kemudian pada tahun yang sama
Parepare dan tamat pada tahun 2013. Selanjutnya pada tahun yang sama pula penulis
Pada tahun 2016 penulis melanjutkan studi kesalah satu perguruan tinggi di
75
76
77