Anda di halaman 1dari 91

KARAKTERISTIK HABITAT DAN PEMANFAATAN JAMUR

MAKROSKOPIS PADA SEKITAR KAWASAN HUTAN DI


KECAMATAN DUAMPANUA KABUPATEN PINRANG

SKRIPSI

St. Fatimah Asis


105951105816

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
KARAKTERISTIK HABITAT DAN PEMANFAATAN JAMUR
MAKSROSKOPiS PADA SEKITA KAWASAN HUTAN DI
KECAMATAN DUAMPANUA KABUPATEN PINRANG

St. Fatimah Asis


105951105816

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Strata
Satu (S-1)

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021

ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : St. Fatimah Asis

NIM : 105951105816

Program Studi : Kehutanan

Judul : Karakteristik Habitat Dan Pemanfaatan Jamur Makroskopis


Pada Sekitar Kawasan Hutan Di Kecamatan Duampanua
Kabupaten Pinrang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar

merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran

orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini

hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

Makassar, 2021

Yang Membuat Pernyataan

St. Fatimah Asis


105951105816

v
@Hak Cipta milik Unismuh Makassar, tahun 2021

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya

ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh Makassar.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar.

vi
ABSTRAK

St. Fatimah Asis (105951105816) Karakteristik Habitat Dan Pemanfaatan Jamur


Makroskopis Pada Sekitar Kawasan Hutan Di Kecamatan Duampanua Kabupaten
Pinrang. Yang di bimbing oleh Hikmah Dan M. Daud.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Karakteristik Habitat Dan Pemanfaatan
Jamur Makroskopis Pada Sekitar Kawasan Hutan Kecamatan Duampanua Kabupaten
Pinrang. Penelitian dilakukan dengan metode observasi, survey, wawancara dan
quisioner. Karakteristik habitat jamur makroskopis di lokasi penelitian yaitu memiliki
tipe iklim B atau basah dengan nisbah bulan kering dan bulan basah sebesar 27.9%.
Rata-rata curah hujan adalah 2.780,2 mm/tahun, suhu 24-32 ºC) kelembapan relatif
59-82%. Tipe vegetasi ditemukan jamur makroskopis adalah hutan (hutan rakyat),
kebun dan pemukiman. Jenis vegetasi yang ditemukan pada umumnya jenis mangga
(Mangifera indica), sukun (Artocarpus communis), kluwih (Artocarpus camansi),
kelapa (Cocos nucifera), pisang (Musa paradisiaca). Tempat tumbuh jamur pada
umumnya pada batang kayu mati dan tanah serta juga tumbuh di serasah. Terdapat 18
jenis jamur makroskopis yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu Termitomyces
clypeatu, Pleurotus ostreatus, Pycnoporus sanguineus, Tyromyces chioneus,
Trametes hirsute, Schizophyllum commune, Lepiota clypeolaria, Lepiota
brunneoincarnata, Auricularia auricular, Psathyrella candolleana, Pluteus cervinus,
Parasola plicatilis, Parasola lectea, Lentinus squarrosulus, Leucocoprinus sp.,
Coprinellus micaceus, Ganoderma lucidum, Oudemansiella mucida. Dari 18 jenis
tersebut, ada 5 jenis di antaranya dapat dimanfaatakan sebagai sumber makanan oleh
masyarakat yaitu Termitomyces clypeatus (Basi Sawe), Pleurotus ostreatus (jamur
Tiram), Schizophyllum commune (ki’ddi), Auricularia auricular (jamur Kuping) dan
Pluteus cervinus (Basi Loka) dan sebanyak 13 tidak dapat dikonsumsi karena
sebagian dikenal beracun.

Kata Kunci : Hutan, Habitat, Jamur Makroskopis, Pemanfaatan Jamur,

vii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah atas ridho-Nya, penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Karakteristik Habitat Dan Pemanfaatan

Jamur Makroskopis Pada Sekitar Kawasan Hutan Di Kecamatan Duampanua

Kabupaten Pinrang” dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu

syarat kelulusan program Sarjana Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Penulis beranggapan bahwa skripsi ini merupakan karya terbaik yang dapat

penulis persembahkan. Penulis menyadari tanpa bantuan, doa, dan bimbingan dari

semua orang akan sangat sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Hikmah, S.Hut., M.Si., IPM, selaku Ketua Program Studi Kehutana.

2. Ibu Dr. Hikmah, S.Hut., M.Si., IPM, selaku pembimbing Idan Bapak Ir. M. Daud,

S.Hut., M.Si., IPM., C.EIA, selaku pembimbing II yang dengan sabar telah

memberikan dorongan, waktu, tenaga dan pikiran kepada penulis sehingga

penyusunan skripsi ini berjalan dengan baik.

3. Ibu Dr. Irma Sribianti, S.Hut.,M.P dan Muhammad Tahnur, S.Hut., M.Hut,

selaku dosen penguji yang telah memberikan bantuan, saran dan koreksi dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Staf dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama

mengikuti studi.

viii
5. Seluruh staf pegawai Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar

yang telah membantu dalam pengurusan administrasi yang penulis butuhkan.

6. Ayahanda Azis Paturusi dan Ibunda Rahmatiah tercinta atas segala kasih sayang,

pengorbanan, bimbingan, dorongan serta doa restu tak pernah terputus yang

diberikan kepada penulis hingga saat ini.

7. Kakak dan adik penulis terimakasih atas doa dan dorongan yang di berikan

kepada penulis.

8. Teman- teman seperjuangan Mahasiswa Jurusan Kehutanan angkatan 2016,

terimakasih atas segala bantuan dan kerjasamanya.

9. Orang- orang baik yang ada di sekitar penulis yang tidak dapat penulis sebut

namanya satu persatu, terimakasih atas segala doa, semangat dan dorongannya.

Makassar , 2021

St. Fatimah Asis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

HALAMAN KOMISI PENGUJI .................................................................. iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...................................................... v

HAK CIPTA .................................................................................................. vi

ABSTRAK ..................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 3

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kawasan Hutan ................................................................................. 4

2.2. Hasil Hutan Bukan Kayu .................................................................. 6

x
2.3. Jamur Makroskopis ........................................................................... 8

2.4. Pemanfaatan Jamur ........................................................................... 10

2.5. Kerangka Pikir Penelitian ................................................................. 11

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 13

3.2. Objek dan Alat Penelitian ................................................................. 13

3.3. Jenis Data .......................................................................................... 14

3.4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 14

3.5. Analisis Data ..................................................................................... 16

3.6. Defenisi Operasional ......................................................................... 17

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak Geografis Dan Luas Wilayah .................................................. 18

4.2. Keadaan Penduduk Dan Potensi Yang Dimiliki ................................ 20

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Habitat ........................................................................ 27

5.2. Jenis dan Pemanfaatan .................................................................... 34

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 54

6.2. Saran ................................................................................................. 55

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Pembagian wilayah dan luas Desa/Kelurahan di kecamatan duampan ........... 19

2. Jumlah Penduduk kecamatan duampanua kabupaten pinrang ........................ 20

3. Luas kecamatan duampanua kabupaten pinrang ............................................ 21

4. Mata pencaharian pokok ................................................................................. 22

5. Pendidikan ...................................................................................................... 23

6. Lembaga pendidikan ....................................................................................... 24

7. Prasarana kesehatan ........................................................................................ 25

8. Suhu dan Kelembaban di Lokasi Penelitian ................................................... 27

9. Tempat tumbuh jamur makroskopis ............................................................... 29

10. Klasifikasi, Tempat tumbuh dan pemanfaatan jamur makroskopis ............... 35

11. Jenis- jenis jamur makroskopis yang ditemukan berdasarkan famili .............. 42

12. Persentase berdasarkan famili jamur................................................................ 43

13. Pemanfaatan jamur .......................................................................................... 45

xii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian . .............................................................................. 11

2. Peta administrasi kecamatan duampanua kabupaten pinrang .......................... 18

3. Grafik persentase berdasarkan tempat tumbuh ................................................ 30

4. Grafik berdasarkan tempat tumbuh .................................................................. 31

5. Persentase jumlah jenis jamur pada masing- masing Famili ............................ 44

6. Grafik persentase berdasarkan pemanfaatan jamur .......................................... 46

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Surat Izin Penelitian ................................................................................. 61

2. Kuisioner Penelitian ................................................................................. 62

3. Peta Lokasi Penelitian Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang ....... 65

4. Jenis- Jenis Jamur Makroskopis Yang Ditemukan .................................. 65

5. Wawancara Pemanfaatan Jamur Makroskopis ........................................ 71

6. Dokumentasi Penelitian ........................................................................... 73

xiv
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya alam hayati Indonesia yang berupa tumbuhan, hewan, sangat

beraneka ragam, jika dibandingkan dengan daerah-daerah tropik lainnya terutama

yang terletak di kawasan Amerika Afrika. Keanekaragaman flora Indonesia tercermin

pada kekayaan hutan tropisnya, baik yang terdapat di dataran rendah maupun di

dataran tinggi yang menutupi ± 63 % luas daratan Indonesia. Di hutan-hutan inilah

sebagaian besar dijumpai tumbuhan yang merambat, berbentuk perdu, pohon dengan

berbagai ukuran maupun organisme lain seperti ganggang, lumut dan jamur.

Jamur merupakan salah satu diantara banyaknya jenis organisme yang

berperan penting dalam menjaga kelestarian alam dan keseimbangan. Dari segi

ekologi jamur berperan sebagai pengurai atau dekomposer bersama dengan bakteri

dan beberapa spesies protozoa, sehingga banyak membantu proses dekomposisi

bahan organik untuk mempercepat siklus materi dalam ekosistem hutan. Dengan

demikian, jamur ikut membantu menyuburkan tanah melalui penyediaan nutrisi bagi

tumbuhan, sehingga hutan tumbuh dengan subur (Suharna, 1993 dalam

Tampubolon 2010 dalam Nasution, dkk 2018).

Jamur khususnya kelompok jamur makroskopis atau makrofungi, merupakan

kelompok utama organisme pendegradasi lignoselulosa karena mampu menghasilkan

enzim-enzim pendegradasi lignoselulosa seperti selulase, ligninase, dan hemiselulase.

Sehingga siklus materi di alam dapat terus berlangsung. Selain itu, kelompok jamur

1
makroskopis secara nyata mempengaruhi jaring-jaring makanan di hutan,

kelangsungan hidup atau perkecambahan anakan-anakan pohon, pertumbuhan pohon,

dan keseluruhan kesehatan hutan. Jadi, keberadaan jamur makroskopis adalah

indikator penting komunitas hutan yang dinamis (Molina et al, 2001). Sejumlah

200.000 spesies dari 1,5 juta spesies jamur diperkirakan ditemukan di Indonesia,

dimana hingga saat ini belum ada data pasti mengenai jumlah spesies jamur tersebut,

yang telah berhasil diidentifikasi, dimanfaatkan, ataupun yang telah punah akibat ulah

manusia. Juga terdapat jamur yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai

bahan makana, obat-obatan dan lain-lain, tetapi ada juga jenis jamur yang dapat

menyebabkan keracunan (Bahrun dan Muchroji, 2005).

Sebagai negara yang dengan hutan hujan tropis yang luas memiliki

keanekaragaman spesies jamur makroskopis yang tinggi, di sekitar kawasan hutan

penelitian mengenai karakteristik habitat dan pemanfaatan jamur makroskopis belum

banyak dilakukan. Kabupaten Pinrang memiliki potensi kawasan hutan yang beragam

dari hutan dataran rendah dan hutan dataran tinggi yang telah lama dimanfaatkan

masyarakat sebagai sumber hasil hutan bukan kayu seperti jamur terutama jamur

makroskopis, jamur ini umumnya dipanen masyarakat pada saat musim hujan sebagai

sumber pangan dan obat, baik untuk dikonsumsi sendiri maupun dijual. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui karakteristik habitat dan pemanfaatan jamur

makroskopis oleh masyarakat di sekitar Kawasan hutan Kabupaten Pinrang.

2
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik habitat jamur makroskopis pada sekitar kawasan hutan di

Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang?

2. Bagaimana jenis dan pemanfaatan jamur makroskopis oleh masyakatar sekitar

kawasan hutan di Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakteristik habitat jamur makroskopis pada sekitar kawasan hutan

di Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang.

2. Mengetahui jenis dan pemanfaatan jamur makroskopis oleh masyakatar sekitar

kawasan hutan di Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dan masukan bagi semua

stakeholder dalam meningkatkan pemanfaatan jamur makroskopis serta potensi nya

untuk dibudidayakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan

hutan.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Hutan

Kawasan hutan adalah istilah yang dikenal dalam Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu menurut pasal 3 yang

berbunyi:“Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan

oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”.

Kawasan hutan di bagi menjai 3 berdasarkan fungsi-fungsinya yang telah

ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan

Kawasan Hutan Pasal 5 ayat (2), sebagai berikut :

1. Kawasan hutan konservasi yang terdiri dari kawasan suaka alam (cagar alam dan

suaka margasatwa), kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya,

dan taman wisata alam), dan taman buru.

2. Hutan Lindung

3. Hutan Produksi

Pasal 1 angka (4 s/d 11) UU No. 41 Tahun 1999, hutan dibagi kepada delapan jenis

yaitu:

1. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas

tanah

2. Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah

4
3. Hutan Adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum

adat

4. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

memproduksi hasil hutan

5. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah

banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan

tanah

6. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang

mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

ekosistemnya.

7. Kawasan Hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang

mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman

tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah

sistem penyangga kehidupan.

8. Kawasan Hutan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang

mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

5
2.2 Hasil Hutan Bukan Kayu

Menurut Peraturan Mentri No. P35/ Menhut-II/ 2007, HHBK (Hasil hutan

bukan kayu) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk

turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan (Permenenhut, 2007).

Pengertian lainnya dari hasil hutan bukan kayu yaitu segala sesuatu yang bersifat

material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan bagi kegiatan

ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil hutan bukan kayu pada

umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun,

kulit, buah atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan,

bambu dan lain-lain. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan

kegiatan tradisionil dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa

tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan utama

sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari.

Hasil hutan bukan kayu telah lama diketahui menjadi komponen penting dari

kehidupan masyarakat sekitar hutan. Bagi sebagian besar penduduk, hasil hutan

bukan kayu merupakan salah satu sumber daya penting dibandingkan kayu. Banyak

rumah tangga di sekitar kawasan hutan ini, menggantungkan hidupnya terutama pada

hasil hutan bukan kayu sebagai kebutuhan sampingan (subsistem) dan atau sebagai

sumber pendapatan utama.

Bagi masyarakat pedesaan atau yang berapa di sekitar kawasan hutan hasil

hutan bukan kayu adalah salah satu sumber daya yang penting karena merupakan

salah satu pokok mereka masyarakat. Masyarakat memanfaatkan hasil hutan bukan

6
kayu sebagai pangan (pati aren, umbi-umbian, pati sagu , nira aren), bumbu makanan

(kayu manis, pala) dan juga sebagai obat-obatan. Selain itu, masyarakat juga

memanfaatkan hasil hutan bukan kayu sebagai bahan dalam pembuat pakaian seperti

sarung sutra, serta sebagai bahan pembuat bangunan rumah, HHBK memberikan

manfaat multiguna bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal di sekitar hutan

(Iqbal dan Septina, 2018). Oleh karena itu, semakin tinggi peradaban dan kebutuhan

manusia akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan dan ketergantungannya pada

hasil hutan bukan kayu.

Menurut FAO dalam www.fao.org/forestry/fop/fopw/nwfp (berlaku juni 2000)

menuliskan definisi sebagai berikut : hasil hutan bukan kayu adalah produk biologi

asli selain kayu yang diambil dari hutan, lahan perkayuan dan pohon-pohon yang

berada di luar hutan. Hasil hutan bukan kayu yang dipungut dari alam bebas, atau di

hasilkan dari hutan yang di tanami, dengan sistem tanam agroforestry dan pohon-

pohon yang berada di luar hutan. Contoh hasil hutan bukan kayu baik itu makanan

atau bahan tambahan (additive) untuk makanan (buah-buahan, biji-bijian yang dapat

dimakan, bumbu dan rempah-rempah, jamur/cendawan, herba, tumbuhan aroma dan

hewan buruan), dan juga (yang digunakan untuk pakaian atau perlengkapan,

konstruksi, furniture), damar, karet, tumbuhan dan binatang yang digunakan untuk

obat-obatan, kosmetik dan keperluan upacara adat (religi dan culture). Non-timber

forest product (NTFP) yaitu seperti kayu, umum penggunaan selain kayu walaupun

masih ada areal yang abu-abu. Istilah NTFP yaitu produk hasil hutan bukan kayu

seperti bahan pangan baik kayu yang di sadap dari hutan sebagai kebutuhan manusia.

7
NTFP atau Hasil hutan bukan kayu dapat juga disebut dengan NWFP (non-wood

forest product), tapi istilah NTFP lebih sering didengarkan, akan tetapi FAO

menggunakan istilah NWFP.

Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan

kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Istilah Hasil

Hutan Non Kayu semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan yang

berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang

dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi

ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri dan juga bahan pangan (Salaka

dkk, 2012 dalam Tang dkk, 2019).

2.3 Jamur Makroskopis

Jamur adalah salah satu organisme yang memiliki peranan penting dalam

kehidupan. salah satunya yaitu sebagai pengurai bahan organik yang ada di alam

menjadi suatu unsur yang sangat sederhana sehingga mudah diserap dan

dimanfaatkan oleh organisme-organisme lainnya. Jamur merupakan salah satu

organisme yang bersifat pengurai atau biasa di sebut dengan dekomposer, parasitik,

dan mutualistik (Hartina dkk, 2017).

Jamur makroskopis sekarang sangat bernilai, bukan hanya sekedar dari tekstur

dan rasa, tetapi juga nutris dan aktifitas farmakologi yang terkandung didalamnya

(Fan et al., 2006; Alvarez-Parrila et al., 2007 dalam Hadi dan Amrita 2010).

Keberadaan jamur di seluruh dunia diperkirakan jumlahnya dapat mencapai 1,5 juta

8
spesies yang diprediksi masih hidup. Akan tetapi jumlah jamur teridentifikasi sampai

saat ini baru mencapai sekitar 100.000 spesies (Campbell dkk., 2012 dalam Hartina

dkk, 2017) yang artinya masih banyak spesies jamur yang belum teridentifikasikan.

Jamur untuk memperoleh makanan atau sumber nutrisi menggunakan suatu alat yang

biasa di sebut dengan hifa yang terdiri dari benang-benang halus (Anggriawan, 2014

dalam Solle, dkk., 2017). Jamur merupakan organisme berspora, eukaryotik, tidak

berklorofil, bereproduksi secara seksual dan aseksual, jamur berdasarkan ukurannya

yaitu makroskopis dan mikroskopis, makroskopis yang berukuran besar atau dapat

dilihat dengan mata secara langsung sedangkan jamur mikroskopis ialah jamur yang

ukurannya kecil dan dapat dilihat dengan alat bantu seperti mikroskop Darwis, (2011)

dalam Solle, dkk, (2017).

Jamur makroskopis juga berperan secara khusus di dalam dekomposisi

tumbuhan yang telah mati karena jamur mempunyai kemampuan untuk

memanfaatkan bahan lignoselulosa. Hifa jamur membebaskan sejumlah besar enzim

ekstraseluler yang berfungsi mendegradasi berbagai makromolekul, seperti selulosa,

hemiselulosa, lignin, protein menjadi molekul sederhana yang kemudian diserap oleh

sel-sel jamur tersebut (Alexopoulos, Blackwell, & Mims, 1996 dalam Wati,R dkk

2019 )

Identifikasi jamur makroskopik berarti identifikasi yang dilakukan dengan

cara pengamatan morfologi secara makroskopik. Parameter yang digunakan sebagai

acuan untuk mengamati jamur meliputi ciri makroskopik (bentuk, warna dan tekstur

tubuh buah, kehadiran cincin dan volva, serta bentuk akrosphora).

9
2.4 Pemanfaatan Jamur

Di seluruh dunia terdapat ribuan spesies jamur yang tersebar luas di wilayah

subtropis yang cenderung dingin sampai ke wilayah tropis yang hangat. Dari ribuan

jenis jamur ada jamur yang merugikan dan ada pula jamur yang menguntungkan,

jamur merugikan adalah jamur (fungi) yang dapat penyebab penyakit pada manusia

dan tanaman, misalnya seperti keracunan saat dikonsumsi, menjadi sumber penyakit

kulit seperti panu, kurap dan kadas, atau jamur yang dapat menyebabkan kayu

menjadi cepat lapuk. Jamur yang menguntungkan adalah jamur yang dapat di

manfaatkan oleh manusia, misalnya untuk menghancurkan sampah organik,

menghasilkan antibiorik untuk obat, atau jamur yang bermanfaat dalam pembuatan

tempe, oncom dan alkohol. Termasuk jamur yang dapat dimakan tanpa menimbulkan

efek racun. Jenisnya antara lain jamur kuping, tiram, shiitake, champignon, merang

dan jamur barat. Pemanfaatan jamur makroskopis dapat digunakan sebagai bahan

makanan karena memiliki rasa yang lezat serta digunakan sebagai obat-obatan

tradisional (Ulya, Leksono, & Khastini, 2017 dalam Wati, dkk 2019). Jamur

memiliki kandungan air, protein, lemak, karbohidrat, serat, vitamin, dan mineral

Perhatian terhadap jamur sebagai bahan obat-obatan di Negara barat

mengalami perkembangan selama dekade terakhir. Terbukti dengan munculnya

terbitnya edisi terbaru dari jurnal internasional yang berjudul International Journal of

Medicinal Mushrooms yang bertemakan jamur untuk obat-obatan, terdapat beberapa

buku dan review mengenai obat-obatan dari jamur, serta banyaknya seminar-seminar

yang membahas mengenai bioaktif komponen yang terdapat pada jamur

10
(Lindequist,et al., 2005 dalam Rahmawati, 2015). Oleh karena itu, mengingat

manfaatnya yang sangat banyak terutama bagi kesehatan dan murah sehingga jamur

sebagai sumber obat-obatan sangat potensial bagi masyarakat luas.

2.5 Kerangka Pikir Penelitian

Kawasan hutan telah berkontribusi terhadap penyediaan sumber pangan dan

obat bagi masyarakt sekitar hutan di Kabupaten Pinrang. Hasil hutan bukan kayu

telah lama dimanfaatkan masyarakat untuk penyedian sumber makan mereka. Salah

satu sumber pangan dari kelompok HHBK ini adalah jamur makroskopis.

Karakteristik habitat dan pemanfaatan jamur makroskopis ini penting dikaji untuk

meningkatkan pemanfaataan jamur ini serta potensi budidayanya di masa datang.

11
Kawasan Hutan

Hasil Hutan Bukan Kayu

Jamur

Jamur Makroskopis

Karakteristik Pemanfaatan
Habitat Jamur Jamur
Makroskopis Makroskopis

Karakteristik Habitat Dan Pemanfaatan


Jamur Makroskopis Pada Sekitar Kawasan
Hutan Di Kecamatan Duampanua
Kabupaten Pinrang

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

12
III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekitar Kawasan Hutan di Kabupaten Pinrang.

Penelitian ini di laksanakan dalam waktu kurang lebih 2 bulan, dimulai pada bulan

September sampai dengan Oktober 2020.

3.2 Objek dan Alat Penelitian

Adapun objek dan alat penelitian ini yaitu:

1. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah karakteristik habitat dan pemanfaatan Jamur

Makroskopis di sekitar Kawasan Hutan di Kabupaten Pinrang.

2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Global position system (GPS)

b. Hygrometer

c. Kamera

d. Alat tulis menulis

e. Buku- buku jamur dan Jurnal

13
3.3 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Data Primer

Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dilapangan atau data

yang pertama kali di kumpulkan oleh peneliti melalui pengambilan data lapangan

dengan metode observasi, survey , wawancara dan dokumentasi.

2. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang sifatnya mendukung data primer, yang

diperoleh dari referensi-referensi yang ada relevansinya dengan penelitian ini berupa

keadaan umum wilayah penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Adapun Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang di lakukan melalui

pengamatan langsung terhdap objek yang akan diteliti. Observasi ini dilakukan oleh

peneliti dengan cara pengamatan langsung mengenai karakteristik dan habitat jamur

makroskopis yang ada disekitar kawasan hutan.

2. Survey

Survey habitat adalah pengamatan atau peninjauan yang di lakukan secara

langsung pada habitat atau tempat tumbuh atau lingkungan suatu spesies. Dan

mengukur suhu dan kelembaban dengan menggunakan hygrometer. Dengan

menggunakan metode purpossive sampling, keberadaan jamur makroskopis yang

14
ditemukan dianggap mewakili kawasan atau lokasi penelitian tersebut. Jamur yang

ditemukan di setiap plot dikoleksi dan diambil setiap jenis untuk diidentifikasi lebih

lanjut menggunakan Buku- buku jamur (Christensen, 1970., Campbell, et. al, 2013.,

Zoberi, 1972., Watling, and Ginns, 1998) dan Jurnal (Wahyud, et al., 2016.,

Nasution, 2018., Sinurat, et al, 2016., Proborini, 2012., Priskila, et al., 2018).

Kemudian dilakukan pengukuran terhadap kondisi habitat meliputi ketinggian, suhu,

kelembaban, kondisi vegetasi sekitar, tipe hutan dan jenis tempat tumbuh.

Pengukuran terhadap kondisi habitat suhu dan kelembaban di ukur menggunakan

hygrometer, Hygrometer merupakan alat untuk mengukur suhu udara dan

kelembaban, baik di ruang tertutup ataupun di luar ruangan. kondisi vegetasi sekitar,

tipe hutan dan jenis tempat tumbuh.

3. Quisioner (Angket)

Quisioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan

pertanyaan untuk di jawab oleh responden, secara tertulis maupun tidak. Quisioner ini

digunakan oleh peneliti untuk mengetahui persepsei atau kebiasaan warga atau

masyarakat di sekitar kawasan hutan mengenai pemanfaatan jamur makroskopis

yang di temukan oleh masyarakat.

15
4. Wawancara

Wawancara adalah suatu teknik yang dilakukan oleh peneliti dengan cara

Tanya jawab secara langsung dengan responden atau informan untuk memperoleh

informasi mengenai jamur makroskopis kepada masyarakat yang berdomisili di

sekitar kawasan hutan. Teknik wawancara ini menggunakan teknik terstruktur dimana

butir-butir pertanyaan sudah disiapkan oleh peneliti sebelumnya.

5. Dokumentasi

Pengumpulan data dilakukan secara tidak langsung terhadap objek penelitian

namun melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dapat berupa laporan-laporan

penelitian terkait data BPS, habitat dan jamur di lokasi penelitian, dan dokumen

lainnya.

3.5 Analisis Data

Pengambilan data primer dilakukan melalui survey dan wawancara mendalam dengan

sejumlah responden, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi dokumen, studi

kepustakaan dan jurnal ilmiah. Data penelitian ini dianalisis secara deskriptif

kualitatif dan disajikan dalam bentuk tabulasi, yang meliputi :

a. Mengumpulkan data dan informan yang dibutuhkan dalam penelitian melalui

wawancara dan observasi langsung di lapangan.

b. Mengetahui karakteristik habitat dan pemanfaatan jamur makroskopis dengan

cara mengambil atau mendokumentasikan setiap jamur yang di temukan di

lokasi penelitian dan dilakukan pencatatan berdasarkan jenis jamur yang di

temukan, untuk diidentifikasi lebih lanjut menggunakan referensi Buku jamur

16
dan Jurnal.

c. Melakukan pengukuran terhadap kondisi habitat meliputi ketinggian, suhu,

kelembapan, kondisi vegetasi sekitar, dan jenis tempat tumbuh.

3.6 Defenisi Operasional

1. Kawasan hutan adalah Kawasan hutan adalah istilah yang dikenal dalam Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu

menurut pasal 3 yang berbunyi:“Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang

ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya

sebagai hutan tetap”.

2. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun

hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan

3. Jamur adalah Jamur merupakan salah satu organisme yang memegang peranan

penting dalam daur kehidupan. Jamur adalah organisme yang bersifat pengurai

atau dekomposer, parasitik, dan mutualistik.

4. Jamur makroskopis yaitu jamur yang memiliki ukuran besar, sehingga dapat

dilihat dengan mata secara langsung.

5. Masyarakat adalah masyarakat yang memanfaatkan jamur makroskopis sebagai

bahan pangan ataupun obat dan masih di lakukan pada saat di wawancarai.

6. Pemanfaatan jamur adalah dimanfaatkan sebagai apa jamur makroskopis tersebut,

misalnya: dikonsumsi, dijadikan obat, di jual.

17
IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1. Luas Wilayah Dan Letak Geografis

Kecamatan Duampanua merupakan salah satu dari 12 Kecamatan yang ada di

Kabupaten Pinrang yang secara rinci mempunyai batasan-batasan administrasi

sebagai berikut :

a. Sebelah Utara Kecamatan Lembang.

b. Sebelah Barat Selat Makassar.

c. Sebelah Selatan Cempa dan Patampanua.

d. Sebelah Timur Kecamatan Batu Lappa.

Gambar 2. Peta Administrasi Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang

18
Kecamatan Duampanua yang terletak di Sebelah Utara Kabupaten Pinrang

adalah salah satu dari 12 Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Pinrang, luas

wilayah 29.189 ha dan berada pada ketinggian 0 – 100 meter di atas permukaan laut

(dpl). Wilayah administrasi pemerintahan yang terluas adalah desa Massewae dengan

44,12 ha. Atau 15,13 % dari wilayah Kecamatan Duampanua. Sedangkan wilayah

terkecil adalah Desa Barugae, yaitu 3,75 ha atau 1.29 % dari luas wilayah Kecamatan

Duampanua. Dapat dilihat pada Tabel.1

Tabel 1. Luas Wilayah Desa/ Kelurahan Di Kecamatan Duampanua


No. Kelurahan/Desa Luas (km²) Persentase(%)
1. Baba Binanga 18,31 6,28
2. Paria 17,90 6,14
3. Tatae 10,60 3,63
4. Kaliang 12,00 4,11
5. Pekkabata 6,78 2,32
6. Katomporang 19,03 96,52
7. Kaballangang 15,32 5,25
8. Massewae 44,12 15,13
9. Lampa 36,28 12,44
10. Bittoeng 31,70 10,87
11. Data 32,40 11,11
12. Maroneng 7,04 2,41
13. Bungi 3,86 1,32
14 Buttu Sawe 32,61 11,18
15 Barugae 3,75 1,29
Jumlah 29.186 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistic Kabupaten Pinrang

19
4.2. Jumlah Penduduk Dan Potensi Yang Dimiliki

1. Keadaan Penduduk

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang


Jumlah Penduduk
No. Nama Desa / Kelurahan
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Baba Binanga 751 808 1.559
2. Paria 1.560 1.678 3.238
3. Tatae 2.028 2.180 4.208
4. Kaliang 1.113 1.194 2.307
5. Pekkabata 2.805 3.015 5.820
6. Katomporang 1.219 1.311 2.530
7. Kaballangang 1.170 1.263 2.433
8. Massewae 1.700 1.828 3.528
9. Lampa 2.113 2.276 4.389
10. Bittoeng 1.428 1.535 2.963
11. Data 2.262 2.431 4.693
12. Maroneng 674 725 1.399
13. Bungi 1.351 1.456 2.807
14. Buttu Sawe 1.346 1.447 2.793
15. Barugae 665 717 1.382
Jumlah 22.185 23.864 46.049
Sumber : Badan Pusat Statistic Kabupaten Pinrang

Dilihat pada tabel 2. Pada diatas, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat

yang berdomisili di Kecamatan Duampanua umumnya di dominasi oleh wanita

dengan jumlah keseluruhan yaitu 23.864 sedangkan jumlah keseluruhan pria

sebanyak 22.185

20
2. Potensi Sumber Daya Alam

Sumber daya masyarakat di Kecamatan Duampanu umumnya di dominasi

oleh petani dengan luasan 12.022,03 ha dan dapat di lihat pada tabel di bawah.

Tabel 3. Luas Lahan Menurut Penggunaanya di Kecamatan Duampanua


No. Penggunaan Lahan Luas (ha)
1 Pemukiman 2.053,8
2 Kuburan 4.626,41
3 Lahan Pertanian 7.664
4 Taman 1.419,75

5 Perkantoran 1.006,75

6 Prasarana Umum Lainnya 1.468,31


Jumlah 18.239,02
Sumber: Data Kantor Kecamatan Duampanua

Melihat pada tabel 3. di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa luas wilayah

atau lahan yang paling besar yaitu lahan pertanian sehingga tidak mengherankan jika

sebagian besar masyarakat yang berada di Kecamatan Duampanua bekerja sebagai

petani.

a. Sumber Daya Manusia

1) Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat atau mata pencaharian utama untuk

memenuhi kebutuhan hidup dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

21
Tabel 4. Mata Pencaharian Masyarakat di Kecamatan Duampanua
No Mata Pencaharian Orang

1 Buruh 731

2 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 308

3 Pengrajin 73

4 Wiraswasta 730

5 Tukang batu 2090

6 Peternak 470

7 Tukang kayu 130

8 Nelayan 275

9 Montir 55

10 Dokter 19

11 Supir 171

Jumlah 5.052

Sumber: Data Kecamatan Duampanua

Pada tabel 4. Diatas masyarakat di Kecamatan Duampanua banyak yang

bermata pencaharian sebagai Tukang Batu yaitu sebanyak 2090 orang, dan yang

paling sedikit yaitu TNI/Polri sebanyak 51 orang.

22
2) Tingkat Pendidikan

Tabel 5. Tingkat Pendidikan


No. Pendidikan Orang

1 Belum Sekolah 1.821

3 Pernah Sekolah SD Tapi Tidak


3.250
Tamat
4 Tamat SD/Sederajat 3.823

5 SMP/Sederajat 3.167

6 SMA/Sederajat 3.046

7 D1 116

8 D2 156

9 D3 277

10 S1 709

11 S2 98

12 S3 15

Total 16.478

Sumber: Data Kecamatan Duampanua

Pada tabel 5. di atas maka dapat di katakan bahwa masyarakat di

Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang masih banyak yang tidak mengenyam

pendidikan dilihat pada tabel diatas dengan Usia 7- 45 Tahun Pernah Sekolah SD

Tapi Tidak Tamat sebanyak 3.250orang. Hal ini juga disebabkan karena

kurangnya kesadaran masyarakat di Kecamatan Duampanua terhadap pentingnya

23
tingkat pendidikan yang dapat menentukan masa depan, baik bagi dirinya sendiri

maupun bagi bangsa dan Negara.

a) Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan sangat menetukan tingkat pendidikan masyarakat, oleh

karena itu diperlukan pelayanan baik dari segi fasilitas pendidikan, prasarana

dan juga tenaga pengajar. Adapun fasilitas pendidikan di Kecamatan

Duampanua dapat dilihat pada tabel di bawah:

Tabel 6. Fasilitas Pendidikan dan Tenaga Pendidik


Jenis Fasilitas Pendidikan Jumlah
No
Unit Guru Murid
1 TK 29 108 589
2 SD/Sederajat 44 367 4031
3 SMP/Sederajat 10 129 1034
4 SMA/Sederajat 5 116 1324
Sumber: Data Kantor Kecamatan Duampanua

3) Kesehatan

Untuk menunjang terwujudnya upaya pelayanan kesehatan mmaka sarana

dan prasarana harus memadai agar memudahkan masyarakat. Dan dapat dilihat

pada tabel 7

24
Tabel 7. Prasaran Kesehatan
No. Prasarana Kesehatan Unit

1 Rumah Sakit Umum 1

2 Puskesmas 2

3 Posyandu 16

4 Poli Klinik/ Balai Pengobatan 1

5 Apotik 24

6 Puskesmas Pembantu 9

8 Tempat Praktek 4

Sumber: Data Kecamatan Duampanua

Berdasarkan tabel 7. diatas, maka dapat dikatakan bahwa prasarana

kesehatan yang ada di Kecamatan Duampanua cukup memadai untuk kebutuhan

kesehatan masyarakat.

3. Sosial Ekonomi Masyarakat

Keadaan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Duampanua Kabupaten

Pinrang dapat dilihat pada tabel.4. Masyarakat di Kecamatan Duampanua Kabupaten

Pinrang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu, ada juga yang

berprofesi sebagai PNS, wiraswasta, dan lain-lain. Masyarakat yang bermata

pencaharian sebagai petani sudah menggunakan alat-alat modern dalam pertanian

seperti traktor. Masyarakat yang bekerja sebagai petani umumnya menanam padi dan

jagung serta hanya sebagian kecil yang menanam tanaman lain, seperti sayur-sayuran,

25
tanaman cokelat, tomat, cabai, dan lain-lain. Di Kecamatan Duampanua Kabupaten

Pinrang potensi pertanian terbesar yaitu padi.

26
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Habitat

1. Curah Hujan

Klasifikasi iklim menurut Smith-Ferguson, tipe iklim di lokasi penelitian

termasuk tipe B aitu basah dengan nisbah bulan kering dan bulan basah sebesar

27.9%. Rata-rata curah hujan adalah 2.780,2 mm/tahun, dengan rata-rata jumlah

bulan basah 9 dan bulan kering 3 bulan. Curah hujan terjadi pada bulan Desember

hingga Juni dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret. Musim kemarau

terjadi pada bulan Juni sampai Desember.

2. Suhu dan Kelembapan

Hasil penelitian yang telah dilakukan untuk pengamatan karakteristik habitat

jamur makroskopis pada lokasi penelitian yang dilakukan mulai pada pagi hari

selama 10 hari untuk pengukuran suhu dan kelembaban udara. Adapun suhu dan

kelembaban pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel.8:

Tabel 8. Suhu dan Kelembapan di Lokasi Penelitian.


No Faktor Lingkungan Hasil Pengukuran

1 Suhu 24-32 (ºC)

2 Kelembapan 59-82 (%)

Sumber : Data Primer Telah Diolah, 2020

Pada lokasi penelitian kisaran suhu udara yang di dapatkan berada pada 24-

32 ºC, adapun kelembaban berada pada 59-83% dapat dilihat pada (Tabel 8).

27
Pengukuran suhu dan kelembaban ini umumnya atau paling sering dilakukan pada

pagi hari antara pukul 7.00-8.00 pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui suhu

dan kelembaban yang ada pada lokasi penelitian, pengukuran suhu ini juga dilakukan

pada saat menemukan atau mendapatkan jamur liar baik itu siang hari maupun sore

hari. Dari sini dapat kita ketahui berapa kisaran suhu dan kelembaban jamur dapat

tumbuh.

Adapun jenis jamur berpayung juga biasa ditemukan pada siang dan sore hari

ini di pengaruhi oleh keadaan tanahnya yang lembab atau basah, kelembaban udara

yang tinggi biasanya setelah hujan deras atau pada cuaca mendung yang lama seperti

Parasola plicatilis, Coprinellus micaceus, Psathyrella candolleana, Parasola

lacteal, dan Oudemansiella mucida. Berdasarkan kondisi lingkungan tersebut sangat

mendukung dalam pertumbuhan jamur terutama jamur makroskopis. Hal ini karena

jamur makroskopis tumbuh dengan kelembaban relatif sebesar 75-90% (Suhardiman,

1995). Faktor fisik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur diantaranya

yaitu suhu, kelembaban, ketinggian dan pH. Tetapi dalam penelitian ini hanya

pengamatan suhu dan kelembaban. Suhu udara juga sangat berpengaruh terhadap

kelembaban karena apabila suhu meningkat atau turun maka akan mempengaruh

terhadap peningkatan atau penurunan kelembaban.

Menurut Khosuma (2012), jamur tumbuh pada kisaran suhu dan kelembaban,

kelembaban 70- 90%. sedangkan suhu berkisar 22−27 ºC. Menurut Ni’matullah, et

al., (2017) dan Tampubolon (2010) menyatakan bahwa intensitas penyinaran yang

tinggi akan menghambat pertumbuhan populasi jamur, dan juga dapat menghambat

28
pembentukan struktur dan alat-alat reproduksi dan spora pada jamur. Hasil penelitian

yang telah dilakukan oleh Wahyudi (2016) Kondisi dan faktor lingkungan jamur

makroskopis yaitu berkisar suhu udara 23-32 ºC, kelembaban 74-87%, pH tanah 5,6 -

6,5 dan intensitas cahaya 165-933 lux. Tampubolon (2010) juga menyatakan bahwa

cahaya, suhu dan air juga merupakan faktor lingkungan yang sangat penting. Hal ini

ditunjukkan dengan banyaknya jamur yang ditemukan pada lokasi penelitian. Faktor

lingkungan sangat mendukung dalam melimpahnya jamur makroskopis yang

ditemukan pada lokasi penelitian.

3. Tipe Vegetasi

Tipe vegetasi ditemukan jamur makroskopis adalah hutan (hutan rakyat),

kebun dan pemukiman. Jenis vegetasi yang ditemukan mangga (Mangifera indica),

sukun (Artocarpus communis), kluwih (Artocarpus camansi), kelapa (Cocos

nucifera), pisang (Musa paradisiaca), jagung (Zea mays), salak (Salacca zalacca) dan

rumput-rumputan. Di lantai bawah terdapat banyak serasah. Dari 30 hasil responden

masyarakat sekita mengatakan jamur makroskopis atau jamur liar ini umumnya di

temukan kebun, pekarangan rumah, dan juga sekitar persawahan, pada batang kayu

mati, tanah, dan juga serasah dan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9. Tempat Tumbuh Jamur Makroskopis


Persentase
No. Tempat Tumbuh Jumlah
(%)
1 Tanah 7 38.89
2 Batang Kayu Mati 10 55.56
3 Serasah 1 5.56
Jumlah 18 100.00
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2020

29
Berdasarkan Tabel 9 jumlah jenis jamur yang ditemukan berdasarkan tempat

tumbuhnya, dan yang paling banyak ditemukan berdasarkan tempat tumbuhnya yaitu

batang kayu mati yaitu 10 jenis (55,56%), tanah 7 jenis (38,89%) dan serasah 1 jenis

(5,56%). Jenis batang kayu mati yang ditumbuhi jamur adalah mangga (Mangifera

indica), sukun (Artocarpus communis), kluwih (Artocarpus camansi), kelapa (Cocos

nucifera), dan pisang yang sudah mati (Musa paradisiaca). Dari 18 jenis jamur

berdasarkan tempat tumbuh jamur dapat dilihat Tabel 9 dan juga pada gambar

diagram berikut.

Tanah Batang Kayu Mati serasah

5%
39%

56%

Gambar 3. Grafik Berdasarkan Tempat Tumbuh

30
12

10

0
Tanah Batang Kayu Mati serasah

Gambar 4. Grafik Berdasarkan Tempat Tumbuh

Menurut masyarakat dari hasil wawancara jamur makroskopis atau jamur liar

ini didapatkan di pagi hari seperti Schizophyllum commune (jamur gerigit),

Termitomyces clypeatus, Pleurotus ostreatus, Auricularia auricular, Pluteus cervinus

dan juga beberapa jamur yang tidak dikonsumsi oleh masyarakat atau beracun, karena

suhu dan kelembaban di pagi hari sangat sesuai dengan tempat tumbuh jamur liar,

jamur liar dapat tumbuh pada suhu dan kelembaban pada kisaran kelembaban 70-

90% sedangkan suhu berkisar 22−27 ºC. Menurut Khosuma (2012). Dan dari hasil

penelitian yang di lakukan kisaran kelembaban dan suhu yang di dapatkan yaitu suhu

24-32 ºC dan kelembapan 75-90%.

Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis yang ditemukan dapat tumbuh dengan

baik pada lokasi penelitian. Pada saat penelitian, jenis jamur yang banyak dijumpai

dan tumbuh bergerombol pada kayu dan ranting yang telah mati seperti

Schizophyllum commune. Menurut Wahyu et al., (2012) jamur kid’di atau

31
Schizophyllum commune memiliki kemampuan tumbuh pada kondisi lingkungan

yang karing dan juga dapat bertahan hidup pada kayu yang telah mati dengan

kapasitas air yang minim. Bahwa jamur Schizophyllum commune sangat cocok

dengan faktor fisik pada lokasi penelitian suhu dan kelembaban. Dapat dikatakan

bahwa kayu lapuk atau yang telah mati adalah habitat yang dominan bagi kebanyakan

spesies jamur makroskopis pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. Jumlah

jenis jamur yang di dapatkan tumbuh pada kayu mati atau ranting yang merupakan

tempat tumbuh jamur famili Polyporaceae. Famili Polyporaceae memiliki jenis

terbanyak dikarenakan jenis-jenis dari famili Polyporaceae merupakan jamur

dekomposer yang banyak tumbuh pada pohon yang telah mati. Artinya jamur yang

ada di kawasan ini adalah umumnya bersifat saprofit (Annissa., dkk 2017). dan juga

jamur dengan famili Polyporaceae dapat tumbu dengan penyinaran matahari yang

tinggi, hal ini di bukatikan dengan di temukannya jamur famili Polyporaceae pada

daerah terbuka pada potongan batang kayu yang banyak terkena sinar matahari secara

langsung. Umumnya jamur makroskopis tumbuh pada kayu lapuk atau kayu mati,

serasah atau tanah, daun, kotoran hewan, dan ada juga yang tumbuh pada jamur yang

sudah membusuk. Menurut Annissa, dkk. (2017) jamur sangat erat hubungannya

dengan pelapukan kayu. Jamur makroskopis dapat tumbuh dengan memanfaatkan

sumber bahan makanan yang berasal dari pelapukan kayu atau lingkungan sekitarnya,

baik kayu yang sedang mengalami pelapukan ataupun kayu yang telah lapuk.

Dengan mengamati karakteristik habitat jamur makroskopis pada lokasi

penelitian, maka dapat diketahui bagaiamana peranan jamur bagi suatu ekosistem.

32
Jamur makroskopis yang ditemukan di sekitar kawasan lokasi penelitian pada

umumnya merupakan jamur pelapuk kayu. Dapat dikatakan demikian karena

sebagian besar jamur makroskopis yang ditemukan di lokasi penelitian ini hidup atau

tumbuh pada kayu lapuk atau kayu yang telah mati. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa sebagian besar jamur makroskopis yang ditemukan pada lokasi

penelitian berperan sebagai pengurai atau dekomposer. Hal ini juga sama di

ungkapkan Suharna (1993) bahwa jamur makroskopis berperan sebagai pengurai atau

dekomposer dengan bakteri dan beberapa spesies protozoa, sehingga banyak

membantu proses dekomposisi bahan organik untuk mempercepat siklus materi

dalam ekosistem hutan. Munir (2006) juga menyatakan bahwa kelompok jamur

makroskopis merupakan kelompok utama organisme pendegradasi lignoselulosa,

karena mampu menghasilkan enzim-enzim pendegradasi lignoselulosa seperti

selulase, ligninase, dan hemiselulase.

Dari hasil penelitian ini bias kita lihat bahwa suhu dan kelembaban yang di

dapatkan tidak berbeda jauh dengan suhu dan kelembaban hasil penelitian- penelitian

lainnya. Dan juga ini menandakan bahwa kawasan sekitar hutan di kecamatan

Duampanua Kabupaten Pinrang atau pada lokasi penelitian merupakan salah satu

daerah yang dapat menghasilkan jamur makroskopi atau jamur liar baik yang dapat di

konsumsi, ataupun tidak (beracun) dan juga yang dapat di jadikan sebagai obat

tradisional ataupun modern. Akan tetapi hal ini juga dikarenakan lahan- lahan yang di

temukan jamur kurang ideal karena kondisi lingkungan yang mempengaruhi seperti

intensitas penyinaran matahari yang tinggi yang mempengaruhi pertumbuhan jamur

33
yang lebih menyukai tempat tumbuh yang lembab atau sejuk dan juga di sebabkan

oleh perbedaan tipe habitat dan faktor lingkungan, sedangkan lokasi pada penelitian

lebih banyak lahan perkebunan yang terbuka dan kurangnya pepohonan, persawahan

dan juga sekitar tempat tinggal masyarakat. Oleh karena itu pada saat pengamatan

dilapangan atau pada lokasi penelitian hanya di temukan 1 sampai 2 jenis jamur yang

sama dan tidak di temukan jamur yang tumbuh bergerombol yang sangat banyak

kecuali jenis jamur Schizophyllum commune yang umumnya di sebut ki’ddi oleh

masyarakat setempat. Hal ini juga yang menjadi salah satu penyebab jamur

makroskopis yang ditemukan pada lokasi penelitian Kecamatan Duampanua memiliki

ukuran lebih kecil dan sedikit jenisnya jika dibandingkan dengan jenis jamur-jamur

makroskopis yang tumbuh pada daerah- daerah lain yang memiliki iklim lebih sejuk.

5.2 Jenis Dan Pemanfaatan Jamur

1. Jenis Jamur Makroskopis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan disekitar kawasan Hutan di

kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang ditemukan 18 jenis jamur Makroskopis

dari sekitar kawasan hutan atau pada lokasi penelitian, jamur tersebut semua berada

dalam 1 Divisi Basidiomycota, Divisi Basidiomycota mendominasi populasi jamur

makroskopis yang ada di areal penelitian diantaranya yaitu Termitomyces clypeatu,

Pleurotus ostreatus, Pycnoporus sanguineus, Tyromyces chioneus, Trametes hirsute,

Schizophyllum commune, Lepiota clypeolaria, Lepiota brunneoincarnata,

Auricularia auricular, Psathyrella candolleana, Pluteus cervinus, Parasola plicatilis,

34
Parasola lectea, Lentinus squarrosulus, Leucocoprinus sp., Coprinellus micaceus,

Ganoderma lucidum, Oudemansiella mucida. Dan dari 18 jamur tersebut telah di

identifikasi berdasan klasifikasi, tempat tumbuh, dan pemanfaatan jamur makroskopis

secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Klasifikasi, Tempat Tumbuh Dan Pemanfaatan Jamur Makroskopis


Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Basi Sawe/ Kingdom : Fungi Tanah Dapat
dikonsumsi
Divisi : Basidiomycota
Termitomyces Sebagai
Kelas : Agaricomycetes sayur
clypeatus
Ordo : Agaricales
1
Famili : Lyophyllaceace
Genus : Termitomyces
Spesies : T.clypeatus

Basi / Pleurotus Kingdom : Fungi Batang Dapat


kayu mati dikonsumsi
Divisi : Basidiomycota
ostreatus (mangga) sebagai
Kelas : sayur
Homobasidiomycetes
Ordo : Agaricales
2
Famili :
Tricholomataceae
Genus : Pleurotus
Spesies : P. ostreatus

35
Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Tambatang/ Kingdom : Fungi Batang Tidak
kelapa dikonsumsi
Divisi : Basidiomycota
Pycnoporus mati
Kelas : Agaricomycetes
sanguineus
Ordo : Polyporales
3
Famili : Polyporaceace
Genus : Pycnoporus
Spesies : P. sanguineus

Ki’ddi/ Kerajaan : Fungi Batang Dapat


kayu mati dikonsumsi
Divisi : Basidiomycota
Schizophyllum (mangga) sebagai
Kelas : Agaricomycetes sayur
commune
Ordo : Agaricales
4 Famili :
Schizophyllaceace
Genus : Schizophyllum
Spesies : S.commune

Tambatang/ Kingdom : Fungi Batang Tidak


kayu mati dikonsumsi
Divisi : Basidiomycota
Trametes (mangga)
Kelas : Agaricomycetes
hirsute
5 Ordo : Polyporales
Famili : Polyporaceae
Genus : Trametes
Spesies : T.hirsuta

36
Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Basi / Lepiota Kingdom : Fungi Tanah Tidak
dapat
Divisi : Basidiomycota
clypeolaria dikonsumsi
Kelas : Agaricomycetes

6 Ordo : Agaricales
Famili : Agaricaceae
Genus : Lepiota
Spesies : L.clypeolaria

Basi/Lepiota Kingdom : Fungi Tanah Tidak


dapat
Divisi : Basidiomycota
brunneoincarna dikonsumsi
Kelas : Agaricomycetes
ta
Ordo : Agaricales
7
Famili : Agaricaceae
Genus : Lepiota
Spesies :
L.brunneoincarnata

Basi/ Lentinus Kingdom : Fungi Batang Tidak


kelapa dikonsumsi
Divisi : Basidiomycota
squarrosulus mati
Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Polyporales
8
Famili : Polyporaceae
Genus : Lentinus
Spesies : Lentinus
squarrosulus

37
Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Basi/Auriculari Kingdom : Fungi Batang Dapat
kayu mati dikonsumsi
a auricular Divisi : Basidiomycota
(mangga) sebagai
Kelas : Agaricomycetes sayur
Ordo : Auriculariales
9 Famili : Auriculariaceae
Genus : Auricularia
Spesies : A. auricular-
judae

Basi/ Kingdom : Fungi Tanah Tidak


dikonsumsi
Psathyrella Divisi : Basidiomycota
condolleana Kelas : Agaricomicetes

10 Ordo : Agaricales
Famili : Psathyrellaceae
Genus : Psathyrella
Spesies : Psathyrella
condolleana
Basi/ Kingdom : Fungi Tanah Tidak
dikonsumsi
Coprinellus Divisi : Basidiomycota
disseminatus Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Psathyrellaceace
11
Genus : Coprinellus
Spesies : C. disseminatus

38
Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Basi/ Parasola Kingdom : Fungi Kayu Tidak di
plicatilis Divisi : Basidiomycota mati konsumsi
Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Agaricales
12
Famili : Psathyrellaceace
Genus : Parasola
Spesies : P. plicatilis

Basi/ Parasola Kingdom : Fungi Tanah Tidak di


konsumsi
lacteal Divisi : Basidiomycota
Kelas :
Agaricomycotina
Ordo : Agaricales
13
Famili : Psathyrellaceace
Genus : Parasola
Spesies : P. lactea

Basi/ Kingdom : Fungi Tanah Tidak


dikonsumsi
Leucocoprinus Divisi : Basidiomycota
sp. Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Agaricales
14 Famili : Agaricaceae
Genus : Leucocoprinus
Spesies : Leucocoprinus
sp.

39
Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Tambatang/ Kingdom : Fungi Batang Tidak
kelapa dikonsumsi
Tyromyces Divisi : Basidiomycota
mati
chioneus Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Polyporales
Famili : Polyporaceae
Genus : Tyromyces
15
Spesies : T.chioneus

Basi/ Pluteus Kingdom : Fungi Serasah Dapat di


cervinus konsumsi
Divisi : Basidiomycota
sebagai
Kelas : Agaricomicetes sayur
Ordo : Agaricales
16 Famili : Pluteaceae
Genus : Pluteus
Spesies : P. cervinus

40
Tempat
No. Nama Klasifikasi Gambar Manfaat
Tumbuh
Tambatang/ Kingdom : Fungi Batang Tidak di
kayu konsumsi
Ganoderma Divisi : Basidiomycota
lucidum Kelas : Agaricomicetes
Ordo : Polyporales
Famili :
Ganodermataceae
17 Genus : Ganoderma
Spesies: Ganoderma
lucidum

Basi/ Kingdom : Fungi Batang Tidak


kayu mati dikonsumsi
Oudemansiella Divisi : Basidiomycota
(mangga)
mucida Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Agaricales

18 Famili : Physalacriaceae
Genus : Oudemansiella
Spesies : Oudemansiella
mucida

Sumber : Data Primer Setelah di Olah 2020

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa jamur makroskopis yang

ditemukan didominasi oleh divisi Basidiomycota. Hal yang sama dengan pernyataan

Santoso (2004) dalam Tampubolon (2010) bahwa, jamur divisi Basidiomycota sering

41
dipresentasikan sebagai jamur makroskopi dan pernyataan ini juga didukung oleh

Dwidjoseputro (1978) yang mengatakan bahwa, karakteristik jamur Basidiomycota

adalah makroskopis.

Tabel 11. Jenis- Jenis Jamur Makroskopis Yang Di Temukan berdasarkan Famili
No Famili Jenis

1. Lyophyllaceace Termitomyces clypeatus

2. Tricholomataceae Pleurotus ostreatus

3. Pycnoporus sanguineus

Tyromyces chioneus

Polyporaceace Trametes hirsute

Lentinus squarrosulus

4. Schizophyllaceace Schizophyllum commune

5. Lepiota clypeolaria

Agaricaceae Lepiota brunneoincarnata

Leucocoprinus sp.

6 Auriculariaceae Auricularia auricular

7. Psathyrella candolleana

Coprinellus disseminates

Psathyrellaceace Parasola plicatilis

Parasola lacteal

42
No Famili Jenis

8. Pluteaceae Pluteus cervinus

9. Ganodermataceae Ganoderma lucidum

10. Physalacriaceae Oudemansiella mucida

Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2020

Berdasarkan hasil survey menunjukkan bahwa jamur makroskopis yang

paling banyak ditemukan adalah famili Psathyrellaceace dan Polyporaceae memiliki

persentase tertinggi yaitu 22,22% atau sama dengan 4 jenis jamur dan persentase

paling sedikit yaitu Lyophyllaceace, Tricholomataceae, Schizophyllaceae,

Auriculariaceae, Ganodermataceae, Physalacriaceae, dan Pluteaceae ke tujuh famili

ini hanya memiliki persentase 5,56% atau sama dengan 1 jenis jamur, dan dapat

dilihata pada Tabel 12. berikut:

Tabel 12. Persentase berdasarkan Famili Jamur


No. Famili Jumlah Persentase

1 Lyophyllaceace 1 5.56

2 Tricholomataceace 1 5.56

3 Polyporaceace 4 22.22

4 Schizophyllaceace 1 5.56

5 Agaricaceace 3 16.67

5 Auriculariaceace 1 5.56

6 Psathyrellaceace 4 22.22

43
No. Famili Jumlah Persentase

7 Ganodermataceae 1 5.56

8 Physalacriaceae 1 5.56

9 Pluteaceae 1 5.56

Jumlah 18 100.00

Sumber : Data Primer setelah diolah 2020

Dilihat dari kemampuan tumbuhan setiap famili jamur makroskopis yang

terdapat di sekitar kawasan hutan di kecamatan Duampanua, famili Polyporaceae dan

Psathyrellaceace merupakan famili yang mempunyai kemampuan tumbuh yang relatif

besar, hal ini dapat di lihat pada (Tabel 12) dan juga pada gambar 5 jumlah jenis

jamur yang di dapatkan tumbuh pada kayu mati atau ranting yang merupakan tempat

tumbuh jamur famili Polyporaceae.

25,00%
20,00%
15,00%
10,00%
5,00%
0,00%

Gambar 5. Persentase berdasarkan Jumlah Jenis Jamur Pada Masing-Masing Famili

44
Famili Psathyrellaceace juga mempunyai kemampuan tumbu yang sangat

besar dan juga jenis jamur yang paling banyak di temukan pada lokasi penelitian ini,

jamur pada famili ini memiliki ukuran payung yang kecil di bandingkan dengan

jamur berpayung lainnya seperti jamur famili Lyophyllaceace, Agaricaceae, dan

famili Pluteaceae yang di temukan pada lokasi penelitian, Untuk ukuran tudung jenis

jamur Psathyrella berkisar antara 1-3 cm. Menurut Darwis., dkk (2011) Jamur ini

tumbuh pada substrat kayu lapuk dengan memiliki tudung yang berwarna putih dan

bertekstur lunak, jamur ini memiliki spora berbentuk lonjong dan berwarna cokelat.

2. Pemanfaatan Jamur

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara masyarakat, diketahui bahwa dari

18 jenis jamur yang ditemukan pada lokasi penelitian 5 jenis jamur yang dikonsumsi

masyarakat dan 13 jenis jamur yang tidak dikonsumsi masyarakat. Sebagian jenis

jamur yang tidak dikonsumsi masyarakat ini karena terbukti beracun. Pemanfaatan

jamur oleh masyarakat dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Pemanfaatan Jamur


Persentase
No. Pemanfaatan Jamur Jumlah
(%)
1 Jamur Pangan 5 27.78

2 Jamur yang tidak di konsumsi 13 72.22

Jumlah 18 100.00

Sumber : Data Primer Setelah di Olah 2020

45
Menurut Ni’matullah, et al., (2017), beberapa spesies jamur makroskopis

telah banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan dan sumber bahan

obat - obatan tradisional maupun modern. Hal yang sama juga diuangkapkan Ulya, et

al. (2017), ada pun Pemanfaatan jamur dapat digunakan sebagai bahan makanan

karena memiliki rasa yang lezat serta digunakan sebagai obat-obatan tradisional.

Berdasarkan Gambar 6 berapa jumlah jamur yang dapat dimanfaatkan atau

dikonsumsi oleh masyarakat yaitu 27,78% atau sama dengan 5 jenis jamur dari 18

jenis yang ditemukan pada likasi penelitian, dan jamur yang tidak dapat dikonsumsi

oleh masyarakat dan juga yang beracun yaitu 72,22% atau sama dengan 13 jenis. Dari

jenis jamur konsumsi belum ada yang dimanfaatkan masyarakat untuk obat-obatan

padahal berdasarkan hasil penelitian terdapat 1 jenis jamur yang dapat dijadikan obat-

obatan yaitu Ganoderma lucidum.

Jamur Pangan Jamur yang tidak di konsumsi

28%

72%

Gambar 6. Grafik persentase berdasarkan Pemanfaatan jamur

46
Masyarakat kecamatan Duampanua atau pada lokasi penelitian

mengungkapkan bahwa jamur biasa dikonsumsi karena memilki rasa yang enak dan

gurih dan sebagian besar masyarakat mengatakan bahwa jamur makroskopis atau

jamur liar yang di temukan umumnya pemanfaatannya hanya untuk konsumsi sebagai

lauk-pauk, di buat sebagai cemilan seperti keripik jamur. Dan menurut beberapa

masyarakat apabila menemukan jamur yang banyak biasanya sebagian di konsumsi

dan juga di jual, masyarakat biasanya menjual jamur dalam bentuk olahan makanan

seperti jamur yang telah di campur dengan sayuran atau juga jamur tumis. Tetapi saat

ini masyarakat mengatakan bahwa jamur liar yang dapat dikonsumsi sudah sudah

jarang di temukan dalam jumlah yang banyak, ada yang di temukan tetapi jumlahnya

sedikit. Untuk saat ini masyarakat lebih memanfaatkan jamur makroskopis sebagai

tambahan lauk pauk atau untuk di konsumsi, sedangkan untuk di jadikan sebagai

obat-obatan tradisional masih sangat jarang masyarakat yang melakukannya atau

hampir tidak ada yang membuatnya sebagai obat tradisional, masyarakat tidak

mengetahui untuk di buat obat tradisional seperti apa jamur liar tersebut, dan juga

masyarakat tidak mengetahui jamur jenis apa saja yang bias di gunakan dalam

pembuatan obat tradisional. Karena masyarakat hanya mengetahuai jamur liar ada

yang dapat di konsumsi dan juga ada yang beracun. Menurut Chew (2008) jamur

yang berwarna sangat mencolok, tidak terdapat gigitan dari organisme lain dan

menimbulkan bau busuk biasanya mengandung senyawa sulfida yang menimbulkan

bau busuk seperti bau telur busuk (H₂ S) ataupun bau ammoniak (NH₃ ) atau

senyawa sianida.

47
Dari 18 jenis jamur yang di temukan 5 di antaranya dapat di manfaatakan

sebagai sumber makanan oleh masyarakat yaitu Termitomyces clypeatus (basi loka),

Pleurotus ostreatus (jamur Tiram), Schizophyllum commune (ki’ddi), Auricularia

auricular (jamur Kuping) dan Pluteus cervinus (Basi Loka). Jamur- jamur yang dapat

di konsumsi biasanya memiliki ciri-ciri yang umum yaitu warna jamur yang tidak

mencolok, tidak memiliki bau, terdapat bekas gigitan organisme lain dan sebagainya .

Menurut masyarakat Jamur makroskopis beracun dan juga yang tidak dapat di

konsumsi yang di temukan di sekitar lokasi penelitiann Kecamatan Duampanua

terdapat 13 jenis di antaranya adalah Pycnoporus sanguineus, Trametes hirsute,

Lepiota clypeolaria, Lepiota brunneoincarnata, Psathyrella candolleana, Coprinellus

disseminatus, Parasola plicatilis, Parasola lactea, Tyromyces chioneu, Ganodema

lucidum, Lentinus squarrosulus, Leucocoprinus sp, Oudimansiella mucida. tetapi dari

13 jenis jamur yang menurut masyarakat yang tidak dapat di konsumsi atau beracun,

terdapat 1 jenis jamur yang sangat berpotensi menjadi bahan obat yaitu jenis jamur

Ganoderma lucidum jamur ini berasal dari famili Ganodermataceae, dan juga

termasuk jamur yang dapat di konsumsim seperti salah satunya jamur kuping,

menurut Takeujchi et al., 2004 dalam Rahmawati., 2015 Monosakarida utama yang

membentuk polisakarida jamur kuping atau Auricilaria auricular adalah glukosa

(72%), mannose (8%), xylose (10%) dan fucose (10%). Rantai polisakarida ini sering

disebut ß-glucan, yang mempunyai beberapa aktivitas biologi seperti antioksidan, anti

virus, antitumor, bahkan melindungi jantung. Hal yang sama juga di uangkapkan oleh

Sharma et al., 2013 Ganoderma sp., Pleurotus sp.,. merupakan kelompok jamur

48
utama yang memiliki aktivitas sebagai zat antioksidan dan antikanker. Dengan begitu

besar potensi jamur yang masih sangat kurang atau belum di manfaatkan dengan

optimal, bahkan seiring dengan pesatnya pembangunan dan juga perubahan suhu dan

kelembaban, potensi jamur yang sangat luar biasa tersebut bias jadi akan punah

sebelum di manfaatkan dengan baik.

Jamur dari divisi basidiomycota yang sering dimanfaatkan dan di temukan

oleh warga sekitar kawasan hutan kecamatan Duampanua adalah Pleurotus ostreatus,

Termitomyces clypeatus, Schizophyllum commune (ki’ddi) dan Auricularia auricular

(jamur Kuping), dan Pluteus cervinus (basi loka), lima jenis jamur inilah yang

sering di temukan dan masyarakat tumbuh liar di sekitar rumah, batang- batang pohon

yang telah mati yang ada sekitar tempat tinggal dan juga sekitar pekebunan dan

sawah, tetapi kata masyarakat jamur yang paling sering di manfaatkan dan mudah di

temukan yaitu jamur ki’ddi atau Schizophyllum commune.

Auricularia auricular (jamur Kuping) Jamur dari famili Auricularia

mempunyai bentuk seperti kuping, berwarna coklat tua, dan tumbuh liar bergerombol

menempel pada pohon-pohon yang sudah mati, pohon tumbang, tumpukan kayu atau

tiang-tiang pagar sekitar rumah. yang sering dimanfaatkan sebagai sumber makanan

oleh masyarakat dikarenakan memiliki rasa yang lezat. Hal ini sesuai dengan

kandungan pada jamur kuping sangat tinggi, dengan komposisi: air 89,1%, protein

4,2%, lemak 5,3% karbohidrat 2,8%, serat 19,8% dan kalori 351 mg (Chang &

Milles, 1989). Jamur kuping (Auricularia auricula) merupakan spesies jenis jamur

kayu dari kelas heterobasidiomycetesyang memiliki kandungan gizi dan nilai

49
ekonomi yang tinggi. Menurut Nurilla, et al., (2013), kandungan gizi jamur kuping

yaitu protein, lemak, karbohidrat, riboflavin, niacin, Ca, K, P, Na, dan Fe. Jamur

kuping dari segi penampilan sangat kurang menarik tetapi memiliki kandungan gizi

yang sangat bagus. Selain jenis jamur tersebut masyarakat tidak memiliki

keberanian untuk mengkonsumsi jamur–jamur yang lainnya karena

ketidaktahuannya atas informasi tentang kandungan yang terdapat di dalam jamur-

jamur tersebut.

Schizophyllum commune (ki’ddi) Jamur ini tidak memiliki bau yang

menyengat dari hasil wawancara dengan masyarakat jamur ini merupakan jamur yang

sering dikonsumsi oleh masyarakat sekitar lokasi penelitian, Menurut Darwis., dkk

(2011). Schizophyllum commune adalah jamur yang secara alami tumbuh di kayu dan

dapat dikonsumsi oleh manusia (Dasanayaka & Wijeyaratne, 2017). Jamur

Schizophyllum commune memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada kondisi

yang kering dan umumnya dapat ditemukan tumbuh pada jaringan mati dari kayu

dengan kapasitas air yang minim. Jamur Schizophyllum commune (ki’ddi) biasanya

hanya di konsumsi oleh masyarakat tetapi ada juga yang di jual ke pasar dalam

bentuk campuran sayur, mengkonsumsi jamu sudah menjadi hal biasa bagi

masyarakat karena jamur ini memiliki rasa yang lezat Menurut Darwis., dkk (2011)

Jamur Schizophyllum commune (ki’ddi) memiliki kandungan vitamin yang banyak.

Pleurotus ostreatus yang umum di sebut oleh masyarakat adalah jamur tiram

yang memiliki warna putih (Susan & Retnowati., 2017) jamur tiram mempunyai

kandungan vitamin, asam amino dan mineral yang tinggi. Jamur tiram ini merupakan

50
salah satu jenis jamur yang sangat di gemari dan sangat popular di kalangan

masyarakat insonesia. Pada saat ini budidaya jamur tiram di Indonesia berkembang

sangat pesat dengan bermunculannya petani- petani jamur tiram di beberapa wilayah

di Indonesia, dan ada juga beberapa petani jamur tiram di sekitar lokasi penelitian.

Pleurotus ostreatus atau Jamur tiram sangat mudah di temukan di pasar- pasar

tradisional maupun modern. Menurut Puspitasari., dkk (2014) Jamur tiram memiliki

rasa yang lezat dan juga penuh kandungan nutrisi, tinggi protein, dan rendah lemak.

Daya simpan jamur tiram sendiri mudah sekali rusak setelah dipanen. Hal ini

disebabkan jamur tiram memiliki kadar air cukup tinggi yaitu 86,6%. Dan Menurut

Ohiro (1990), jamur tiram yang dikeringkan, kandungan proteinnya lebih tinggi

daripada jamur tiram yang masih basah yakni antara 10,5-30,4% dibanding kadar

protein awal sekitar 7,04%. Sehingga jamur tiram kering ini lebih baik dibandingkan

sumber protein lain yang berasal dari kedelai dan kacang-kacangan. Egar., dkk 2018 ,

menyatakan bahwa setiap 100 gram jamur tiram mengandung protein 19-35% dengan

9 macam asam amino; lemak 1,7-2,2% terdiri dari 72% asam lemak tak jenuh,

karbohidrat jamur Tiamin, riboflavin, dan niasin merupakan vitamin B utama dalam

jamur tiram selain vitamin D dan C, mineralnya terdiri dari K, P, Na, Ca, Mg, juga

Zn, Fe, Mn, Co, dan Pb. Mikroelemen yang bersifat logam sangat rendah sehingga

aman dikonsumsi setiap hari.

Jamur Termitomyces clypeatus atau yang biasa di sebut oleh masyarakat di

sekitar lokasi penelitian yaitu basi sawe juga termasuk jamur yang dapat di konsumsi,

jamur ini sudah sangat jarang di temukan dalam jumlah yang sangat banyak.

51
Masyarakat juga mengatakan hal yang sama dan juga pertumbuhan jamur ini

biasanya di pengaruhi oleh tempat tumbuhnya. Salah satu dari Masyarakat juga

mengatakan Jamur Termitomyces clypeatus atau basi sawe ini pernah tumbuh sangat

banyak di sekita rumah mereka tetapi setelah lahan tersebut di timbuni oleh tanah

yang baru masyarakat tidak pernah lagi menemukan jamur tersebut tumbuh sangat

banyak dan hanya menemukan 3 sampai 4 buah jamur saja. Biasanya masyarakat

menggunakan jamur Termitomyces sebagai bahan makanan untuk dikonsumsi.

Diantara spesies-spesies Termitomyces, ada juga spesies yang berkhasiat obat,

misalnya untuk mengobati tekanan darah rendah, rematik, kwashiorkor, dan purgative

(Anwar., dkk 2014).

Basi loka atau Pluteus cervinus, juga merupakan salah satu jamur yang dapat

di konsumsi yang umumnya ditemukan tumbuh pada serasah, menurut masyarakat

jamur ini memiliki rasa yang lezat dan sering di jadikan sebagai tambahan sayur

sebagai lauk tambahan di meja makan masyarakat, tetapi jamur ini sangat jarang

ditemukan karena hanya tumbuh 1 atau 2 buah jamur dalam 1 batang pisang atau

serasah. beberapa jenis jamur makro yang dapat dimakan dan sangat potensi untuk

dikembangkan dalam bentuk budi daya, jenis-jenis tersebut salah satu diantaranya

adalah Pluteus cervinus (Noverita, et al., 2017). Hal yang sama juga di ungkapkan

oleh Natalia, et al., 2018 jamur yang dapat dikonsumsi sudah menjadi kebiasaan,

jamur yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan, salah satunya yaitu Pluteus

cervinus.

52
Jamur- jamur makroskopis yang lainnya yang masyarakat temukan selain

yang mereka ketahui untuk di konsumsi, dia biarkan begitu saja atau di abaikan

karena menurut warga jamur- jamur tersebut tidak dapat di konsumsi ataupun di

manfaatkan, dari hasil wawancara masyarakat yang memanfaatkan jamur

makroskopis juga mengatakan bahwa mereka hanya mengonsumsi jamur yang telah

turun temurin di konsumsi oleh nenek moyang atau orang- orang tua mereka

terdahulu. Itu yang menandakan bahwa kurangnya pengetahuan dan pemahaman

masyarakat tentang jamur- jamur makroskopi yang dapat di konsumsi dan juga

pemanfaatan atau pembuatan jamur liar sebagai obat- obatan tradisional ataupun

pemanfaatan lainnya.

53
VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Karakteristik habitat jamur makroskopis di lokasi penelitian yaitu memiliki tipe

iklim B atau basah dengan nisbah bulan kering dan bulan basah sebesar 27.9%.

Rata-rata curah hujan adalah 2.780,2 mm/tahun, suhu 24-32 ºC kelembapan relatif

59-82%. Tipe vegetasi ditemukan jamur makroskopis adalah hutan (hutan rakyat),

kebun dan pemukiman. Jenis vegetasi yang ditemukan pada umumnya jenis

mangga (Mangifera indica), sukun (Artocarpus communis), kluwih (Artocarpus

camansi), kelapa (Cocos nucifera), pisang (Musa paradisiaca). Tempat tumbuh

jamur pada umumnya pada batang kayu mati dan tanah serta juga tumbuh di

serasah.

2. Terdapat 18 jenis jamur makroskopis yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu

Termitomyces clypeatu, Pleurotus ostreatus, Pycnoporus sanguineus, Tyromyces

chioneus, Trametes hirsute, Schizophyllum commune, Lepiota clypeolaria,

Lepiota brunneoincarnata, Auricularia auricular, Psathyrella candolleana,

Pluteus cervinus, Parasola plicatilis, Parasola lectea, Lentinus squarrosulus,

Leucocoprinus sp., Coprinellus micaceus, Ganoderma lucidum, Oudemansiella

mucida. Dari 18 jenis tersebut, ada 5 jenis di antaranya dapat dimanfaatakan

sebagai sumber makanan oleh masyarakat yaitu Termitomyces clypeatus (basi

loka), Pleurotus ostreatus (jamur Tiram), Schizophyllum commune (ki’ddi),

54
Auricularia auricular (jamur Kuping) dan Pluteus cervinus (Basi Loka) dan

sebanyak 13 tidak dapat dikonsumsi karena sebagian dikenal beracun.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui lebih banyak jenis- jenis jamur

dan potensi- potensi jamur baik untuk pangan maupun hanya sebagai bahan

pembelajaran penambah wawasan. Dan juga jamur makroskopis pada kayu yang

banyak di temukan oleh karena itu jamur pada kayu yang dapat di konsumsi baik

untuk di kembangkan untuk di budidayakan. Dan juga jamur jamur lainnya untuk

mengetahui lebih banyak tentang jamur makroskopis yang berpotensi dapat di

manfaatkan sebagai obat-obatan tradisional maupun modern.

55
DAFTAR PUSTAKA

Annissa, I., Ekamawanti, H, A., & Wahdina. 2017 Keanekaragaman Jenis Jamur
Makroskopis Di Arboretum Sylva Universitas Tanjungpura. Jurnal Hutan
Lestari (2017) Vol. 5(4) : 969-977

Anwar., K., Dkk. 2014. Kajian Variasi Morfologi Basidiokarp Dan Basidiospora
Lima Spesies Jamur Termitomyces Yang Ditemukan Di Desa Wonojati
Kabupaten Pasuruan. Jurnal. Universitas Negeri Malang.

Bahrun dan Muchroji. 2005. Bertanam Jamur Merang. Jakarta: PT. Musi Perkasa
Utama

Chew, K.S., 2008, Early Onset Muscarinic Manifestations after Wild Mushroom
Ingestion, Emergency Medicine Department, School of Medical Sciencies,
University Sains Malaysia, Malaysia.

Chang, S. T., & Miles, P. G. (1989). Edible mushroom and their cultivation. Florida:
CRC Press.

Clyde M. Christensen, 1970. Common Edible Mashrooms. Lund Press, Minneapolis

Colin K. Campbell, Elizabeth M. Johnson, and David W. Warnock, 2013.


Identification Of Pathogenic Fungi. London : Health Protection Agency

Egar., S., dkk. 2018. Potensi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap
Penghambatan Candida Albicans Dan Propionibacterium Acnes. J Hut
Trop 2(1): 35-40

Darwis, Welly., Desnalianif., Supriati, Rochmah. 2011. Inventarisasi Jamur Yang


Dapat Dikonsumsi Dan Beracun Yang Terdapat Di Hutan Dan Sekitar
Desa Tanjung Kemuning Kaur Bengkulu. Jurnal Ilmiah Konservasi Hayati
Vol.07 No. 02 Oktober 2011, Halaman 1-8

Dasanayak, P.N., & Wijeyaratne, S.C. (2017). Cultivation of Schizophyllum commune


mushroom on different wood substrates. Journal of Tropical Forestry and
Environment, Vol. 07(1): 65-73.

Departemen Kehutanan. 1999. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang


Kehutanan. Jakarta: Dephutbun RI.

56
Departemen Kehutanan. 2001. Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/2001
tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan fungsi kawasan
hutan. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2002. Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2002 Tentang


Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan
Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. 2013. Jamur ganoderma:


peran ganda yang bertentangan. Retrieved from http://ditjenbun.
pertanian.go.id/bbpptpsurabaya/tinymcp uk/gambar/file/Ganoderma.pdf

Dwidjoseputro. 1978. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Hadi, S. Amrita, R. 2010. Jamur Liar Hutan Hujan Tropis Kalimantan Timur:
Eksplprasi Keanekaragaman Hayati Dan Potensinya Sebagai Obat-
Obatan Dan Makanan. Seminar Kimia Nasional

Iqbal, Mohamad. Septina, Ane Dwi. 2018. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
Oleh Masyarakat Local Di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Jurnal
Penelitian Ekosistem Dipterokarpa. Vol.4 No.1, Juli 2018 ; 19-34

Khosuma, A.2012. Keanekaragaman Jamur Makroskopis Pada Altitud Berbeda Di


Sepanjang Jalur Pendakian Gunung Bawakaraeng. Makassar. [Skripsi].
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Hasanuddin.

Lindequist U, THJ Niedermeyer dan W Julich. 2005. The pharmacological potential


of mushrooms. eCAM, 2 (3) 285-299.

Molina, R., D. Pilz, J. Smith, S. Dunham, T. Dreisbach, T. O’Dell, dan M.


Castellano. 2001. Conservation and Management of Forest Fungi in The
Pacific Northwestern United States: An Integrated Ecosystem Approach.
Cambridge University Press. Cambridge.

Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi


Alternatif untuk Pelestarian Lingkungan. Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar Tetap dalam Bidang Mikrobiologi FMIPA USU. USU
Repository. Medan.

M. H. Zoberi, 1972. Tropical Macrofungi Some Common Spectes. THE


MACMILLAN PRESS LTD London and Basingstoke Associated

57
companies in New York Toronto Melbourne Dublin Johannesburg and
Madras.

Nasution, F. dkk. 2018. Identifukasi Jenis Dan Habitat Jamur Makroskopis Di Hutan
Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Wahana
Forestra: Jurnal Kehutanan Vol. 13, No. 1

Natalia D, Riastuti RD, Sepriyaningsih., 2018., Inventarisasi Jamur Makroskopis Di


Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan.

Noverita, Sinaga E, Setia TM., 2017. Inventarisasi Makrofungi Berpotensi Pangan


Dan Obat Di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai dan Cagar Alam
Batang Palupuh Sumatera. Jurnal Mikologi Indonesia 1(1), 15-27.

Nurilla.,N. Setyobudi., L. & Nihayati., E. 2013. Studi Pertumbuhan Dan Produksi


Jamur Kuping (Auricularia Auricula) Pada Substrat Serbuk Gergaji Kayu
Dan Serbuk Sabut Kelapa. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya. Jurnal Produksi Tanaman Vol. 1 No.3
Juli-2013

Ohiro, I. 1990. A Revision Status of Pleurotus Ostreatus. Mycological Institute


Journal 2(8): 143-150.

Peraturan Mentri Kehutanan Republik Indonesia Nomor. P35/ Menhut-II/ 2007,


Tentang Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Priskila, Ekamawanti H. A, Herawatiningsih R. 2018. Keanekaragaman Jenis Jamur


Makroskopis Di Kawasan Hutan Sekunder Areal IUPHHK-HTI PT.
Bhatara Alam Lestari Kabupaten Mempawah. Jurnal Hutan Lestari (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

Proborini M, W. 2012. Eksplorasi Dan Identifikasi Jenis-Jenis Jamur Klas


Basidiomycetes Di Kawasan Bukit Jimbaran Bali. Jurnal Biologi xvi (2) :
45 - 47

Puspitasari, G., G. dkk. 2014. Pemanfaatan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus)
Sebagai Tepung, Kajian Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan. Jurnal.
Jurusan Teknologi Industry Pertanian Ftp- Universitas Brawijaya.

Rahmawati, S. 2015. Jamur Sebagai Obat (Fungi As Medicines). Jurnal


Agroindustry. Vol 1(1) : 014-024

58
Sharma, A.K., Gupta, M., Shrivastav, A. and Jana, A.M. 2013. Antioxidant and
Anticancer Theurapeutic Potentially of Mushroom: A Review. IJPSR 4
(10): 3795-3802.

Sinurat E. B, Dayat E, Nazip K, 2016. Jenis-Jenis Basidiomycota Di Area Air Terjun


Curug Embun Kota Pagaralam Dan Sumbanganya Pada Pelajaran
Biologi Di Sma. Jurnal Pembelajaran Biologi, Volume 3, Nomor 1, Mei
2016.
Solle, H, dkk. 2017. Keanekaragaman Jamur Di Cagar Alam Gunung Mutis
Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Biota.
Vol. 2(3): 105-110

Suhardiman, P. 1995. Jamur Kayu. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suharna, N. 1993. Keberadaan Basidiomycetes di Cagar Alam Bantimurung,


Karaenta dan Sekitarnya, Maros, Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar
Hasil Litbang SDH 1993. Balitbang Mikrobiologi, Puslitbang
BiologiLIPI. Bogor

Susan, D. Retnowati, A., 2017. Notes on Some Macro Fungi From Enggano Island:
Diversity and its Potency. Jurnal. Herbarium Bogoriense, Bidang Botani,
Pusat Penelitian Biologi,- LIPI. Berita Biologi 16(3) 2017

Takeujchi H, P He dan LY Mooi. 2004. Reductive effect of hotwater extracts from


woody ear (Auricularia auriculajudae Quel.) on food intake and blood
glucose concentration in genetically diabetic KK-Ay mice. J Nutr Sci
Vitaminol (Tokyo), 50: 300-304

Tampubolon, et al,. 2010. Keanekaragaman Jamur Makroskopis di Hutan


Pendidikan Universitas Sumatera Utara Desa Tongkoh Kabupaten Karo
Sumatera Utara. [Jurnal]. Medan. Program Studi Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Tang, M, dkk. 2019. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (Hhbk) Bamboo Oleh
Masyarakat Terasing (Suku Lauje) diDesa Anggasan Kecamatan Dondo
Kabupaten Tolitoli. Jurnal Warta Rimba. Vol. 7 No. 2

Ulya, et al,. 2017. Biodiversitas Potensi Jamur Basidomycota Di Kawasan


Kesepuhan Cisungsang, Kabupaten Lebak, Banten. Jurnal . Jurusan
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sultan Agung Tirtayasa (Jurnal Of
Biology, 10(1), 2017, 9-16)

59
Wahyu, et al,. 2012. Inventarisasi Jamur Makroskopis Di Hutan Rawa Gambut Desa
Teluk Bakung Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya.
[Jurnal]. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura.
2012. Vol 1(1): 8 – 11

Wahyudi, T. R. 2016. Identifikasi Jenis, Habitat Dan Peranan Jamur Basidiomycota


Di Arboretum Dipterocarpaceae Fakultas Kehutanan Universitas
Lancang Kuning Pekanbaru. Skrips

Wahyudi T.R, Rahayu S, Azwin. 2016. Keanekaragaman Jamur Basidiomycota Di


Hutan Tropis Dataran Rendah Sumatera, Indonesia (Studi Kasus Di
Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning Pekanbaru).
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol.11, No.2 Juli 2016.

Wati, R. dkk. 2019. Keanekaragaman Jamur Makroskopis Di Beberapa Habitat


Kawasan Taman Nasional Baluran. Jurnal Biologi. Vol 12(2), 2019, 171-
180

www.fao.org/forestry/fop/fopw/nwfp (berlaku juni 2001)

60
LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

61
Lampiran 2. Kuisioner Penelitian

Kuisioner Penelitian

Karakteristik Habitat Dan Pemanfaatan Jamur Makroskopis Pada Sekitar


Kawasan Hutan Di Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang

I. Identitas Responden

1. Nama :

2. Jenis kelamin :

3. Usia :

4. Alamat :

5. Pekerjaan :

6. Pendidikan terakhir :

II. Lembar pertanyaan

1. Apakah bapak / ibu mengetahui tentang adanya jamur makroskopis atau

jamur liar?

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah bapak / ibu mengetahui tentang adanya jamur makroskopis atau

jamur liar yang beracun?

a. Ya

b. Tidak

62
3. Darimana bapak/ ibu mengetahui tentang jamur liar yang beracun dan tidak?

= ………………………………………………………………………………

4. Apakah bapak/ ibu pernah menemukan jamur liar di sekitar tempat tinggal ?

a. Ya

b. Tidak

5. Selain di sekitar tempat tinggal dimana lagi bapak/ ibu menemukan jamur

liar?

= ………………………………………………………………………………

6. Bapak /ibu mengambil atau melihat jamur liar dimana?

a. Tanah

b. Kayu

c. Sekam

d. Kotoran hewan

e. …………………………………………………………………………….

7. Jenis jamur apa yang bapak/ibu temukan ?

= ………………………………………………………………………………

8. Bapak/ ibu lebih banyak menemukan jamur pada musim apa?

a. Hujan

b. Kemarau

9. Apakah bapak/ ibu memanfaatkan jamur liar yang di temukan?

a. Ya

b. Tidak

63
10. Dimanfaat menjadi apa saja jamur yang bapak/ ibu temukan?

= …………………………………………………………………………….

11. Apa saja nama-nama jamur yang biasa bapak/ ibu konsumsi?

=……………………………………………………………………………..

12. Adakah jamur yang dijadikan obat-obatan tradisional?

a. Ada

b. Tidak ada

13. Jika ada, Jenis jamur apa saja yang digunakan menjadi obat-obatan

tradisional?

=……………………………………………………………………………….

64
Lampiran 3. Peta Lokasi Penelitian Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang

Lampiran 4. Jenis-jenis Jamur Makroskopis yang ditemukan

Nama Gambar

Termitomyces clypeatus

65
Nama Gambar

Pleurotus ostreatus

Pycnoporus cinnabarinus

Schizophyllum commune

66
Nama Gambar

Trametes hirsute

Lepiota clypeolaria

Lepiota brunneoincarnata

67
Nama Gambar

Lentinus squarrosulus

Auricularia auricular

Psathyrella candolleana

Coprinellus disseminates

68
Nama Gambar

Parasola plicatilis

Leucocoprinus sp

Tyromyces chioneus

69
Nama Gambar

Volvapluteus gloiocephalus

Ganoderma lucidum

Oudomansiella mucida

70
Lampiran 5. Identitas Responden

Nama Jenis Pendidikan


No. Usia Alamat Pekerjaan
Responden Kelamin Terakhir

1. Daya 45 Perempuan Tamansari IRT SD

2. Suheba 48 Perempuan Tamansari IRT SMP

3. Darma 36 Perempuan Tamansari IRT SD

4. Yuru 58 Laki-Laki Tamansari Petani SD

5. Rugaiyah 42 Perempuan Tamansari IRT SD

6. Ilawa 58 Perempuan Tamansari IRT SD

7. Hj. Nurmiati 64 Perempuan Pekkabata IRT SMP

8. Bariah 52 Perempuan Pekkabata IRT SD

9. Mia 51 Perempuan Tamansari IRT SD

10. Lajabba 48 Laki-Laki Tamansari Petani SD

11 Jufri 50 Laki-Laki Cacabala Petani SD

12. Suarni 31 Perempuan Pacitan Penjual SMA

13. Sukimin 43 Laki-Laki Pacitan Petani SD

14. Deng Kebo 56 Perempuan Tansie IRT Tidak Sekolah

15. Deng Tompo 59 Laki-Laki Tansie Petani Tidak Sekolah

16. Naharia 40 Perempuan Rk.3 IRT SD

17. Nurdin 53 Laki-Laki Rk.3 Tukang Ojek Tidak Sekolah

18. Jumiati 49 Perempuan Paria IRT SD

71
Nama Jenis Pendidikan
No. Usia Alamat Pekerjaan
Responden Kelamin Terakhir

19. Bariah 51 Perempuan Paria IRT SD

20. Saparuddin 42 Laki-Laki Pacitan Petani SMP

21. Jupri 52 Laki-Laki Tamansari Petani SD

22. La Jupa 48 Laki-Laki Cacabala Petani Tidak Sekolah

23. Samsiah 49 Perempuan Kaliang IRT SD

24. Sukma 43 Perempuan Kaliang IRT SD

25. Hasna 51 Perempuan Kaliang IRT Tidak Tamat

SD

26. Marni 46 Perempuan Tamansari IRT Tidak Sekolah

27. Lukman 53 Laki-laki Cacabala Petani Tidak Tamat

SD

28. Banrigau 52 Perempuan Tamansari IRT SD

29. Hasmawati 41 Perempuan Tamansari IRT SMA

30. Herlina 45 Perempuan Tamansari IRT SD

72
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

73
74
RIWAYAT HIDUP

St. Fatimah Asis, yang akrap di sapa Fatim, Lahir di

Salimbongan, Kabupaten Pinrang pada tanggal 09 Mei 1998,

merupakan anak ke tiga dari lima bersaudara, buah hati dari

pasangan romeo dan juliet, Bapak Azis Paturusi dan Ibu

Rahmatiah.

Penulis memulai pendidikan Pada Sekolah Dasar (SD) Negeri 29 Duampanua

pada tahun 2004 dan tamat pada tahun 2010. Kemudian pada tahun yang sama

Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1

Parepare dan tamat pada tahun 2013. Selanjutnya pada tahun yang sama pula penulis

melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 11 Unggulan Pinrang dan

tamat pada tahun 2016

Pada tahun 2016 penulis melanjutkan studi kesalah satu perguruan tinggi di

Makassar, yakni Universitas Muhammadiyah Makassar (UNISMUH) dan terdaftar

sebagai Mahasiswa Jurusan Kehutanan (S1) Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Makassar dan tamat pada tahun 2021.

75
76
77

Anda mungkin juga menyukai