i
DAFTAR ISI ISSN: 1978−8339
Halaman
Pengaruh Atribut Produk terhadap Sikap Konsumen pada Green Product Cosmetics (Studi
Kasus pada Puri Ayu Martha Tilaar Sun Plaza Medan)
Marhayanie dan Eka Laniasti Sihite..................................................................................................... 10 – 17
Analisis Persepsi Pasien Partikulir tentang Kualitas Pelayanan terhadap Tingkat Loyalitas di
Ruang Rawat Inap RS Islam Malahayati Medan Tahun 2007
Ritha F. Dalimunthe, Heldy B.Z., dan Puti Puspita Yean..................................................................... 18 – 26
ii
FAKTOR-FAKTOR YANG MENINGKATKAN
PELUANG SURVIVE PERUSAHAAN KESULITAN KEUANGAN
Abstract
This study examines what factors that can increase a company’s survival probability. Thirty financial
distress companies in the years 1997-2005 with insolvency type were observed. At the end of 2005, as much as
53,33% companies could survive as an independent company.
The data were examined relying on logistic regression. The covariates are operating performance,
president director turnover, company’s age, and creditor equity stake. The dependent variable is the company
status.
Survival is positively affected by its operating performance. The only other factor systematically
increasing company’s survival probability is the willingness of creditors to take an equity stake in the
companies. Almost of all creditor equity stake in financially-distressed companies was executed by foreign
creditor. President director turnover when the distress and company’s age did not increasing company’s
survival.
1
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 1 - 9
yang dilakukan beberapa perusahaan penerbangan di sebagai halangan, melainkan sarana pembaharuan.
Indonesia ketika sedang kesulitan. Ancaman (threats) dapat digali menjadi peluang
Kedua, mengubah cash flow menjadi positif, (opportunities). Pemimpin perlu mengoptimalkan
misalnya dengan restrukturisasi hutang dan kehadirannya dalam perusahaan, dan membina diri
penghematan. Restrukturisasi hutang dapat dilakukan secara cepat agar dapat melaksanakan multi peran,
dengan negosiasi ulang dan penjadwalan kembali baik sebagai pemikir, pelaksana, pengawas, maupun
hutang. Jika kreditur memilih kebangkrutan penasehat perusahaan (Susanto, 1999).
perusahaan, maka uang mereka tidak akan kembali, Insider turnover atau turnover manajemen
tetapi jika membantu perusahaan, maka perusahaan dan direktur atau pemimpin dapat dipandang sebagai
(contoh Anteve) dapat melakukan perubahan peningkatan harapan pengembalian (return) untuk
manajemen dan perbaikan perusahaan secara total pemegang saham perusahaan yang kesulitan. Dengan
sehingga uang mereka akan kembali. Gilson (1990) mengandaikan bahwa kesulitan keuangan adalah hasil
dalam Parker et al. (2002) membuktikan semasa dari buruknya keputusan yang difasilitasi governance
kesulitan keuangan, kontrol manajerial dan klaim yang buruk kehadiran pejabat berupa manajer dan
terhadap nilai residual perusahaan ditransfer ke direktur baru akan menghambat kemampuan
kreditur, biasanya bank. pemulihan diri perusahaan. Turnover manajer dan
Pada saat itu, kreditur meningkatkan direktur (khususnya kemasukan pihak luar yang tidak
representasinya dalam dewan dan kontrol tidak mempunyai investasi pada proyek yang gagal dan
langsungnya melalui kepemilikan saham. Kreditur strategis) mungkin memfasilitasi alokasi kembali
mungkin ingin memaksimalkan pembayaran penuh sumber daya ekonomi perusahaan (Wruck, 1990).
jika setelah restrukturisasi perusahaan dapat survive, Literatur mengenai peran executive turnover
atau likuidasi. Di satu sisi mareka ingin klaim, bukan telah menghasilkan 2 teori succession (penggantian,
kepemilikan. Karena itu, mereka tidak selalu suksesi) yang saling bersaing. Menurut teori
bertindak untuk kepentingan terbaik perusahaan. Tapi succession-crisis, penggantian eksekutif mengganggu
di sisi lain, orang dapat berargumen bahwa kontrol kinerja organisasi karena hal tersebut menambah
kreditur dapat dihubungkan dengan meningkatnya ketidakpastian dan konflik, dan menurunkan semangat
kemungkinan survive perusahaan. Sebagai contoh, anggota organisasi. Sedemikian, turnover diharapkan
restrukturisasi hutang sering mencakup modifikasi menguatkan “downward spiral” yang dipacu dengan
perjanjian hutang sebagai upaya agar perusahaan tetap munculnya masalah kinerja (Hambrick dan D’Aveni,
berjalan sehingga akhirnya dapat membayar 1988).
kewajibannya (Parker et al., 2002). Sebaliknya, succession-adaptation mengan-
Ketiga, memperbaiki kinerja dengan jurkan perlunya turnover eksekutif dengan
melakukan perbaikan ke arah yang positif, misalnya menekankan keuntungan dari keragaman manajerial
dengan merespon keinginan pelanggan. Tindakan ini atas pembuatan keputusan strategik dan kemampuan
juga berguna untuk mengembalikan kepercayaan perusahaan bereaksi terhadap perubahan lingkungan
pelanggan. Keempat, membangun budaya positif. (Virany et. al, 1992). Ada andaian implisit bahwa
Membangun budaya baru dapat dilakukan dengan pengalokasian kembali ini memungkinkan perusahaan
regenerasi pimpinan yang memiliki highly motivated. terhindar dari kebangkrutan, dan ini merupakan hasil
Kelima, mendapatkan pinjaman berbiaya rendah. yang diharapkan. Pandangan “succession –
Keenam, membangun kepercayaan - antara lain adaptation” mengatakan bahwa keragaman manajerial
kepercayaan karyawan, pemegang saham, pelanggan, meningkatkan kemampuan organisasi untuk merespon
dan masyarakat umum. Kepercayaan akan future perubahan lingkungan (Hubbard dan Kosnik, 1996).
value yang baik pada perusahaan Gillette telah Dalam situasi kesulitan keuangan direktur
meyakinkan tim manajemen eksekutif untuk sama- utama menghadapi tugas yang lebih besar. Terutama
sama berjuang dan meyakinkan ribuan investor masalah arus kas untuk operasi yang masih berlanjut
sehingga saham mayoritas gagal diambil alih orang- serta melakukan perundingan restrukturisasi hutang
orang yang hanya akan mengambil keuntungan dengan kreditur. Masalah ini dan juga masalah
pribadi (Sembel, 2003). ketidakpastian serta reputasi mungkin akan
Ketujuh, menyusun kekuatan. Mengumpulkan membuatnya berfikir untuk mengundurkan diri. Ini
orang-orang terbaik dan mengurangi orang yang tidak menarik untuk dicermati.
tepat akan menghasilkan kekuatan inti yang akan Penggantian manajemen puncak (CEO) sering
memodifikasi atau membuat perubahan radikal pula dilakukan perusahaan yang sedang recover
(Sembel, 2003). (memulihkan diri) dari kesulitan agar dapat survive.
Dalam krisis, peran pemimpin sangat Alasannya manajer baru meniupkan wawasan baru
diharapkan. Pemimpin tidak boleh menganggap krisis untuk situasi perubahan, memudahkan tindakan
2
Khaira Amalia Fachrudin Faktor-Faktor yang Meningkatkan Peluang Survive…
drastis seperti pemotongan anggaran untuk program- sebagai perusahaan yang survive pada penelitiannya
program yang sudah ditetapkan (Pearce dan Robinson, terhadap beberapa perusahaan sampel yang kesulitan
2003). keuangan di Finlandia tahun 1997-2001. Asterbo
CEO atau direktur utama yang baru, sebagai (2002), menentukan survival perusahaan jika skor Z
agen perubahan, akan memasuki organisasi dengan Altman lebih kecil atau sama dengan nol koma lima.
amanat yang tepat. Tetapi, direktur utama baru Sebanyak 30 perusahaan manufaktur yang
umumnya kurang mengetahui dengan jelas tentang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek
kontrak dan prosedur untuk diperlukan untuk Indonesia) mengalami kesulitan keuangan yang agak
melakukan pekerjaannya dengan sukses, dan parah akibat krisis 1997 (Lampiran 1). Perusahaan-
pengetahuan-pengetahuan tersebut harus berangsur- perusahaan tersebut mengalami kesulitan dengan tipe
angsur diperoleh terus menerus (Boeker, 1997; bankruptcy insolvency, yaitu nilai buku hutang
Hambrick and Fukotomi, 1991). Karena itu, melebihi nilai pasar aset, dan hal tersebut terjadi
keberadaan TMT yang sudah lama menjabat, selama tiga tahun atau lebih pada kurun waktu yang
menguasai, dan mempunyai akses pada jaringan yang berbeda-beda untuk setiap perusahaan. Kesulitan
sudah mantap sepatutnya menjadi nilai ganda dalam keuangan tersebut terjadi akibat perusahaan banyak
membantu CEO dalam progress melalui proses yang berhutang dalam mata uang asing sehingga ketika
kacau (disruptive). krisis 1997 melanda jumlah hutang tersebut
Dalam kasus kesulitan keuangan yang parah, meningkat (Fachrudin, 2007). Perusahaan-perusahaan
perusahaan dapat menjadi bangkrut atau kehilangan ini juga telah mengalami kerugian negatif selama tiga
independensi melalui merger. Namun tidak tertutup tahun atau lebih serta mengalami kegagalan hutang
kemungkinan untuk kembali survive bila strategi yang sehingga merestrukturisasi hutangnya kepada para
digunakan tepat. Perusahaan dikatakan telah pulih dari kreditur. Sampai akhir tahun 2005, sebanyak 53,33%
kesulitan keuangan bila arus kas lebih besar dari dari perusahaan tersebut dapat survive sebagai
hutang jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun perusahaan independen, sedangkan sisanya belum
setelah serangan kesulitan keuangan terjadi Whittaker survive dan bahkan ada yang telah didelisting dari
(1999). BEJ.
Kahl (2001) menguraikan tanda perusahaan Penelitian ini hendak melihat faktor yang
yang kembali survive sebagai perusahaan independen menyebabkan perusahaan - perusahaan tersebut dapat
sebagai berikut: tidak dalam Chapter 11 (undang- kembali survive. Estimasi probabilitas survive
undang di Amerika yang mengatur kesulitan keuangan perusahaan kesulitan keuangan dilakukan Kahl (2002)
perusahaan), tidak dalam kegagalan, tidak dalam dengan menelusuri data perusahaan saat terserang
proses negosiasi restrukturisasi hutang guna kesulitan sampai beberapa tahun kemudian, ada yang
menghindari kegagalan. Untuk dikualifikasi sebagai survive dan ada yang tetap kesulitan dengan regresi
tahun keluar, satu dari dua kriteria tambahan probit. Sedangkan Parker et al. (2002) meneliti
dilakukan. Pertama, melihat tanda-tanda dalam artikel kemungkinan hidup perusahaan kesulitan keuangan
Dow Jones Interactive dan Lexis/Nexis yang dengan menelusuri data perusahaan dari saat survive
menunjukkan apakah perusahaan secara jelas telah sampai kesulitan dengan cox proportional hazard
keluar dari kesulitan keuangan. Ini dipertimbangkan regression. Penelitian ini tidak mengadopsi metode
dalam kasus jika, misalnya, perusahaan membayar Parker et al. (2002) karena penelitian mereka
dividen atau menambah dana dalam bentuk hutang menggunakan data 8 tahun sebelum kesulitan
atau memasarkan ekuitas. Jika tidak ditemukan bukti sehingga bila diaplikasikan pada penelitian ini harus
yang jelas apakah perusahaan telah keluar dari dipakai data tahun 1989 – 1997 yang tentu saja tidak
kesulitan keuangan, digunakan kriteria formal untuk up to date diteliti sekarang. Karena itu diadopsi
menentukan apakah perusahaan masih tetap dalam metode Kahl (2002) dan variabelnya yang berupa
kesulitan atau tidak. Sebuah perusahaan dikatakan pulangan aset (return on assets), dan konversi
telah keluar dari kesulitan keuangan jika mempunyai kewajiban menjadi ekuitas (creditor equity stake);
interest coverage di atas satu sekurang-kurangnya selain itu diadopsi variabel pergantian direktur utama
dalam satu tahun dan ada tambahan, bahwa harus dari Parker et al. (2002); dan ditambah lagi dengan
terpenuhi salah satu dari kriteria-kriteria berikut: book variabel umur perusahaan. Umur perusahaan diteliti
leverage ratio telah berkurang minimal 15 basis point Chancharat (2007) dalam meneliti probabilitas survive
relative terhadap serangan kesulitan atau memiliki perusahaan kesulitan keuangan. Tetapi, umur
rasio leverage yang lebih rendah dari rata-rata perusahaan tersebut kurang signifikan dalam
perusahaan dalam 2 digit SIC industry code. menjelaskan probabilitas survive. Padahal umur
Laitinen (2005) menentukan perusahaan yang perusahaan termasuk dalam faktor-faktor yang
tidak kesulitan keuangan lagi pada akhir tahun 2001 mempengaruhi kegagalan perusahaan selain ukuran,
3
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 1 - 9
pertumbuhan, kondisi ekonomi makro, sektor industri, terdapat 16 perusahaan FD yang survive, sedangkan
sumber daya manusia, tipe, dan lokasi perusahaan 14 perusahaan lainnya belum survive.
(Storey, 1994 dalam Dylan, 1996). Dengan demikian Mean dari variabel independen yang
variabel independen penelitian ini adalah pulangan digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
aset yang diukur dengan rata-rata dari pendapatan
usaha terhadap jumlah aset, pergantian direktur utama Tabel 1. Mean Indikator Keuangan, Karakteristik Tata
selama kesulitan, umur perusahaan, dan creditor Kelola Perusahaan, dan Length Perusahaan FD
equity stake. Analisa dilakukan dengan regresi logistik yang Survive dan yang belum Survive pada Masa
yang sama-sama dapat digunakan untuk variabel Kesulitan Keuangan
independen yang bersifat dikotomi seperti halnya Indikator Mean pada Perusahaan
Keuangan Survive Belum
regresi probit, namun tidak memerlukan asumsi
Survive
distribusi normal.
x1 0,00 -0,04
x2 0,50 0,64
x3 28,75 25,07
HASIL
x4 0,88 0,14
Jumlah observasi (n) 16 14
Estimasi probabilitas survive yang dilakukan Sumber: Data, diolah
terhadap 30 perusahaan kesulitan keuangan dengan
tipe bankruptcy insolvency (Lampiran 1) dengan Hasil uji statistik model estimasi ini dengan
pengamatan terakhir tahun 2005, menemukan bahwa menggunakan regresi logistik disajikan dalam Tabel
2.
4
Khaira Amalia Fachrudin Faktor-Faktor yang Meningkatkan Peluang Survive…
Nilai Hosmer and Lemeshow goodness of fit semangat anggota organisasi (Hambrick dan D’Aveni,
test statistics menunjukkan probabilitas signifikansi 1988). Juga sesuai dengan Wruck (1990) bahwa
0,764 - lebih besar dari 0,05 - menunjukkan model manajer yang sudah lama menjabat umumnya
dapat diterima karena cocok dengan data observasinya memahami operasi perusahaan secara detail. Gibson
dan dapat dipakai untuk analisis selanjutnya. (2003) yang meneliti 1200 perusahaan dalam 8
Nagelkerke R Square 0,815 menunjukkan bahwa emerging market menemukan dua hasil utama.
variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan Pertama, CEO di perusahaan emerging market lebih
oleh variabilitas variabel independen adalah 81,5%. mungkin kehilangan pekerjaannya pada saat kinerja
Angka -2LL sebesar 28,264 menunjukkan model fit perusahaan memburuk, ini menunjukkan tata kelola
karena penurunan tersebut lebih besar dari penurunan perusahaan sudah efektif di emerging market. Kedua,
df dengan alpha 10% sesuai tabel critical values of chi khusus untuk perusahaan dengan kepemilikan lokal
square (x2), yaitu 7,78. Ketepatan klasifikasi yang besar, tidak ada hubungan antara CEO turnover
menunjukkan angka 96,7%. dan kinerja perusahaan, ini menunjukkan tata kelola
Penelitian ini menunjukkan bahwa peluang perusahaan kelihatan tidak efektif. Bila alasan Gibson
survive berkaitan dengan rata-rata dari rasio ini diterapkan di sini maka berarti perusahaan
pendapatan usaha terhadap jumlah aset dari saat kesulitan keuangan yang memang memiliki kinerja
kesulitan keuangan dengan tipe bankruptcy insolvency buruk dan tidak signifikan pergantian direktur
sampai setahun sebelum survive dan creditor equity utamanya menunjukkan indikasi tata kelola yang tidak
stake. Variabel pergantian direktur utama selama efektif. Padahal, bila dicermati lebih jauh ternyata ada
kesulitan keuangan dan umur perusahaan tidak pembatasan yang dibuat kreditur sehubungan dengan
berpengaruh untuk meningkatkan peluang survive. perjanjian kredit. Perjanjian kredit umumnya
mensyaratkan perusahaan, antara lain, untuk terlebih
dahulu memperoleh persetujuan dari bank untuk
PEMBAHASAN membagikan dividen, melakukan konsolidasi atau
penggabungan usaha, menjual atau menerbitkan
Kinerja yang diukur dengan rata-rata dari saham kepada pihak ketiga, menjual atau
pendapatan usaha terhadap jumlah aset (x1) signifikan menyewakan aktiva, mengubah anggaran dasar dan
(pada alpha 0,1) mempengaruhi peluang survive susunan pengurus, direksi dan komisaris perusahaan.
perusahaan kesulitan. Dari nilai koefisiennya yang Dari 30 perusahaan kesulitan yang diamati dalam
positif dapat disimpulkan bahwa semakin baik kinerja kurun waktu 1995 - 2005 ini diperoleh fakta bahwa 17
semasa kesulitan keuangan, semakin besar peluang perusahaan (57%) mempunyai perjanjian kredit yang
perusahaan untuk survive. Hal ini sesuai dengan mensyaratkan persetujuan dari pihak bank untuk
temuan Fachrudin (2007). merubah struktur manajemennya. Hal ini sesuai
Odds ratio atau Exp (B) menunjukkan bahwa dengan teori bahwa dalam konteks insolvency,
cateris paribus, setiap kenaikan 1 unit x2 akan governance ditujukan untuk memaksimalkan
meningkatkan peluang survive yang sangat besar. Hal keuntungan bagi kreditur. Masalahnya bukan semata-
ini berarti probabilitas survive adalah 100% bila x2 mata nilai likuidasi atau nilai going concern. Tapi
meningkat 1 unit. Misalnya bila selama masa bagaimana perusahaan melanjutkan usaha selama
kesulitan perusahaan dapat meningkatkan pendapatan periode terbatas. Perusahaan berpeluang melakukan
usaha sebanyak dua kali lipat, maka perusahaan negosiasi dengan kreditur. Pada periode interim ini,
tersebut pasti akan survive. Hal ini agak susah governance perusahaan menjadi sangat penting,
terwujud karena pada saat tidak kesulitan pun hal ini karena kreditur memerlukan kepercayaan akan
jarang tercapai, apalagi saat kesulitan. kemampuan pengambil keputusan perusahaan untuk
Pergantian direktur utama selama kesulitan merencanakan strategi going forward. Sebagai
(x2) tidak signifikan mempengaruhi peluang survive tambahan, kreditur memerlukan jaminan mengenai
perusahaan kesulitan. Pergantian direktur utama agak kesediaan dan kemampuan manajemen korporat untuk
jarang dilakukan. Rata-rata x2 perusahaan survive melindungi aset yang tersisa untuk sementara waktu
adalah 0,50 sedangkan pada perusahaan yang belum sehingga tidak mengurangi kemampuan recovery
survive adalah 0,64. Berarti selama masa kesulitan, kreditur (Davis, 2003).
secara rata-rata jumlah pergantian direktur utama Umur (x3) perusahaan tidak signifikan
tidak sampai 1 kali. mempengaruhi peluang survive perusahaan kesulitan.
Hal ini tampak sesuai dengan teori succession Hal ini menunjukkan bahwa survive atau tidaknya
crisis yang mengatakan bahwa pergantian eksekutif suatu perusahaan tidak bergantung pada usianya.
mengganggu kinerja organisasi karena menambah Pengalaman mengelola perusahaan tidak signifikan
ketidakpastian dan konflik, serta menurunkan berhubungan dengan kinerja perusahaan selama
5
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 1 - 9
survive (korelasi menunjukkan angka -0,118 dan tidak Perusahaan kesulitan keuangan dapat survive
signifikan). Temuan ini sejalan dengan Chancharat et dengan suntikan modal kreditur asing. Artinya
al. (2007). sebahagian besar kepemilikan jatuh ke tangan asing.
Creditor equity stake berpeluang Perusahaan kesulitan keuangan memang memerlukan
meningkatkan kemungkinan survive perusahaan dana tambahan. Modal pemerintah tidak mungkin
kesulitan keuangan. Hal ini sesuai dengan Kahl diharapkan karena pemerintah masih harus
(2001) dan Fachrudin (2007). Menurut Kahl (2001), membenahi masalah-masalah lain seperti kemiskinan,
pada prinsipnya ada dua cara bagi perusahaan untuk pendidikan, dan pemberantasan korupsi.
menanggulangi kesulitan keuangan, yaitu
meningkatkan kinerja operasi atau melalui
pengurangan beban bunga (atau kombinasi keduanya). SARAN
Pengurangan beban bunga bahkan juga hutang
perusahaan karena ditukar dengan kepemilikan Kesulitan keuangan perusahaan yang
terbukti mengeluarkan perusahaan dari kesulitan pada diobservasi ini disebabkan oleh membengkaknya
penelitian ini. pinjaman dalam mata uang asing akibat krisis 1997.
Walaupun hasil penelitian menunjukkan Sebaiknya perusahaan melakukan lindung nilai untuk
creditor equity stake berpeluang terhadap hutang dalam mata uang asing.
kemungkinan survive, namun ada segelintir Perusahaan kesulitan keuangan memerlukan
perusahaan yang dapat survive tanpa equity stake. mediasi untuk menegosiasikan hutangnya dengan
Misalnya SOBI, dengan bantuan penasihat keuangan pihak kreditur. Sebaiknya dalam proses negosiasi
dari Singapura dan Satuan Tugas Prakarsa Jakarta, dihindarkan kemungkinan bahwa hutang tersebut
berhasil merestrukturisasi sehingga ada pengurangan berpindah ke kreditur asing dan atau hutang tersebut
hutang pokok, transaksi forward dan derivatif. Laba dikonversi menjadi ekuitas pihak asing. Pemerintah,
restrukturisasi berjumlah Rp.1.813.068.602.000. melalui lembaga yang ditunjuk, perlu menjadi mediasi
Sedangkan IMAS mengalihkan hutangnya ke keluarga negosiasi yang handal.
Salim dan ditukar dengan obligasi konversi yang
kelak dapat ditukar jadi saham juga, serta menjual
kepemilikan sahamnya kepada pihak lain. DAFTAR PUSTAKA
Sebaliknya, ada pula perusahaan kesulitan
keuangan yang walaupun sudah melakukan creditor Altman, Edward I. 1983. Corporation Financial
equity stake namun belum survive sampai akhir tahun Distress – A Complete Guide to Predicting,
2005, yaitu SUDI dan SIPD. SUDI hanya Avoiding, and Dealing with Bankruptcy. John
memperoleh sedikit saham dari creditor equity stake Wiley & Sons. New York. p. 1-7
yang dilakukan sehingga tidak memadai untuk Anonym a. Industry – Relative Ratios Revisited: The
menjadikan ekuitas menjadi positif. SIPD melakukan Case of Financial Distress.
creditor equity stake sampai ekuitas menjadi positif www.fma.org/neworleans/Papers. February,
tahun 2001, namun sampai tahun 2005 pendapatan 20, 2006.
bersih tetap negatif dan interest coverage ratio masih Asterbo, Thomas and Joachim K. Winter, 2002.
di bawah satu karena beban usaha dan beban lain-lain More than a Dummy: The Probability of
cukup besar. Failure, Survival and Acquisition of Firms in
Financial Distress.
Brigham, Eugene G and Louis C. Gapenski. 1997.
KESIMPULAN Financial Management – Theory and Practice.
The Dryden Press. Eight Edition. p. 1034 –
Survival secara positif dipengaruhi oleh 1067.
kinerja operasi. Satu-satunya faktor lain yang secara Brigham, Eugene F and Phillip R. Daves. 2003.
sistematis meningkatkan peluang survive perusahaan Intermediate Financial Management. Eight
adalah kebersediaan kreditur untuk melakukan Edition. Thomson. South-Western. p.837-
konversi hutang menjadi ekuitas perusahaan. Hampir 859.
semua konversi hutang menjadi ekuitas pada 53,33% Chancharat, Nongnit., et al. 2007. Firm in Financial
perusahaan kesulitan keuangan dilakukan oleh Distress, a Survival Model Analysis. Paper.
kreditur asing. 20th bAustralasian Finance & Banking
Conference. August 20, 2007.
6
Khaira Amalia Fachrudin Faktor-Faktor yang Meningkatkan Peluang Survive…
Cross, Lisa. 2003. Tools for a Company Turnaround. NetTel Africa. Network for Capacity Building
Graphic Arts Monthly. August. p. 36-38. and Knowledge Exchange in ICT Policy,
Deng, Xiaolan and Zongjun Wang, 2006. Ownership Regulation, and Application. 2004.
Structure and Financial Distress: Evidence http://www.cbdd.wsu.edu/kewlcontent/
from Public Listed Companies in China. cdoutput/TR505r/page40.htm. 2 Januari
International Journal of Management. 23(3): 2002.
486-502 Ohlson, James A, 1980. Financial Ratios and the
Elloumi, Fathi and Jean-Pierre Gueyie, 2001. Probabilistic Prediction of Bankruptcy.
Financial Distress and Corporate Governance: Journal of Accounting Research. 18(1): 109-
an Empirical Analysis. Corporate 131
Governance. Bradford: 1 (1): 15 - 23. Parker, Susan, Gary F. Peters, dan Howard F.
Fachrudin, Khaira Amalia. 2007. Analisis Kesulitan Turetsky, 2002. Corporate Governance and
Keuangan Perusahaan – Studi pada Corporate Failure: A Survival Analysis.
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Corporate Governance. Bradford: 2 (2): 4-9.
Bursa Efek Jakarta Tahun 1995-2005. Parker, Susan, Gary F. Peters, dan Howard F.
Disertasi. Program Pascasarjana Fakultas Turetsky, 2005. Corporate Governance
Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang. Factors and Auditor Going Concern
Garson, G. David. 2005. Binary Logistic Regression. Assessments: 4 (3): 5-30.
PA 765 Statnotes: An Online Textbook. Pearce and Robinson. 2003. Management Strategic.
www.David_Garson@ncsu.edu. Eight Edition. McGraw-Hill Education. New
Guner, Gursoy, 2004. Changing Corporate York. p. 155 – 182.
Ownership in the Turkish Market. Journal of Sembel, Roy dan Sandra Sembel. 2003. Keluar dari
Transnational Management Development. Masa Sulit: Strategi Menyelamatkan
10(2): 33 Abstract Perusahaan Sakit. Sinar Harapan
Kahl, Matthias, 2002. Economic Distress, Financial Susanto, A.B; 1999. Survival Management:
Distress, and Dynamic Liquidation. Journal Implementasi Quantum Leadership dalam
of Finance. LVII (1): 135 – 145. manajemen krisis. Usahawan no.09 thn
Kahl, Matthias, 2001. Financial Distress as a xxviii. Sept 09.
Selection Mechanism: Evidence from the Turetsky, Howard F. and Ruth Ann McEwen, 2001.
United States. Paper. An Empirical Investigation of Firm
Laitinen, Erkki K, 2005. Survival Analysis and Longevity: a Model of the Ex Ante Predictors
Financial Distress Prediction: Finnish of Financial Distress. Review of Quantitative
Evidence. Review of Accounting & Finance Finance and Accounting. 16. p.323-323.
4(4): 76-91.
7
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 1 - 9
Lampiran 1
8
Khaira Amalia Fachrudin Faktor-Faktor yang Meningkatkan Peluang Survive…
Lampiran 2
9
PENGARUH ATRIBUT PRODUK TERHADAP SIKAP
KONSUMEN PADA GREEN PRODUCT COSMETICS
(Studi Kasus pada Puri Ayu Martha Tilaar Sun Plaza Medan)
Abstract
The purpose of the research is to examine the influence of the product attributes which is consist of the
product brand, product quality, product design, product label and product packing to consumer’s attitude toward
Green Product Cosmetics, that is for product of Martha Tilaar’s cosmetic.
The result of research indicate that the product attributes which is consist of the brand variable, quality,
design, label and packing are together have significant effect toward consumer’s attitude. The result also
indicates that quality variable and packing variable have positive and significant effect on consumer’s attitude
for Green Product Cosmetics, that is for product of Martha Tilaar’s cosmetic, while brand variable and label
have positive but not significant effect, and design variable has negative but not significant effect towards
consumer attitude.
10
Marhayanie dan Eka Laniasti Sihite Pengaruh Atribut Produk terhadap Sikap Konsumen…
11
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 10 - 17
terhadap variabel terikat (Sikap konsumen). disimpulkan bahwa variabel bebas dalam model
Dengan persamaan yang digunakan adalah: mempengaruhi variabel terikat.
Model hipotesis yang digunakan adalah:
Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+e H0: b1 = b2 = b3 = b4 = b5=0 artinya variabel bebas
(X1, X2, X3, X4, X5) secara bersama-sama tidak
Keterangan: berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Y = Sikap Konsumen variabel terikat (Y).
a = Konstanta H0: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ b5 artinya variabel bebas
b1,b2,b3,b4,b5 = Koefisien Regresi Berganda (X1, X2, X3, X4, X5) secara bersama-sama
X1 = Variabel Merek Produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap
X2 = Variabel Kualitas Produk variabel terikat (Y).
X3 = Variabel Desain Produk Nilai Fhitung akan dibandingkan dengan nilai Ftabel.
X4 = Variabel Label Produk Kriteria pengambilan keputusan, yaitu:
X5 = Variabel Kemasan Produk H0 diterima bila Fhitung < Ftabel pada α = 5%
e = Standard Error H0 ditolak bila Fhitung > Ftabel pada α = 5%
12
Marhayanie dan Eka Laniasti Sihite Pengaruh Atribut Produk terhadap Sikap Konsumen…
dari dua variabel maka yang dipakai adalah Adjusted berupa variabel merek, kualitas, desain, label, dan
R Square. kemasan terhadap sikap konsumen (Y) pada Puri Ayu
Martha Tilaar Sun Plaza Medan.
Tabel 1. Hasil Uji R2 Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the Tabel 2. Hasil Uji F ANOVAb
Model R R Square Square Estimate
Sum of Mean
1 .758(a) .574 .549 1.05378
Model Squares Df Square F Sig.
a Predictors: (Constant), Kemasan, Merek, Label, 1 Regression 125.712 5 25.142 22.642 .000(a)
Kualitas, Desain
Residual 93.277 84 1.110
b Dependent Variable: Sikap
Sumber: Hasil Olahan SPSS 14.00 (2008) Total 218.989 89
a Predictors: (Constant), Kemasan, Merek, Label,
Tabel 1 menunjukkan angka Adjusted R Kualitas, Desain
Square atau determinan (r2) sebesar 0,549 berarti b Dependent Variable: Sikap
Sumber: Hasil Olahan SPSS 14.00 (2008)
variabel independen yaitu (X1, X2, X3, X4, X5) berupa
variabel merek, kualitas, desain, label dan kemasan
terhadap sikap konsumen. dengan cara menghitung Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui nilai
koefisien determinasi (KD) dengan menggunakan Fhitung sebesar 22,642 dengan taraf signifikansi sebesar
rumus sebagai berikut: 0,000. Sedangkan Ftabel sebesar 2,29 dengan taraf
KD = r2 x 100% signifikansi 0,05 (5%). Maka Fhitung > Ftabel (22.642 >
KD = 0,549 x 100% 2,29), sedangkan tingkat signifikan sebesar 0,000 <
KD = 54,9% 0,05. Jadi kesimpulan bahwa H0 ditolak dan Ha
diterima, yang artinya bahwa variabel merek, kualitas,
Angka tersebut mempunyai maksud bahwa desain, label, dan kemasan secara bersama-sama
pengaruh merek, kualitas, desain, label, dan kemasan berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen (Y)
terhadap sikap konsumen adalah 54,9%. Adapun pada Puri Ayu Martha Tilaar Sun Plaza Medan.
sisanya sebesar 45,1% (100% - 54,5%) dipengaruhi
oleh faktor lain. c. Uji Signifikan Parsial (Uji-t)
Uji-t dilakukan untuk melihat secara individu
b. Uji Signifikan Simultan (Uji F) pengaruh secara signifikan independen yaitu (X1, X2,
Uji F (uji serempak) dilakukan untuk melihat X3, X4, X5) berupa variabel merek, kualitas, desain,
secara bersama-sama (serentak) pengaruh signifikan label, dan kemasan terhadap sikap konsumen (Y).
dari variabel independen yaitu (X1, X2, X3, X4, X5)
13
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 10 - 17
Berdasarkan nilai B pada Tabel 3, maka dapat kosmetik Martha Tilaar. Dalam hal ini kualitas
diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: produk yaitu kinerja-kemampuan produk,
keistimewaan produk, daya tahan produk dapat
Sikap = 0,313 + 0,131 Merek + 0,279 Kualitas – menimbulkan kepercayaan konsumen berarti
0,039 Desain + 0,202 Label + 0,403 Kemasan + e dapat membentuk sikap konsumen (Kotler, 2005:
192). Jika standar atau spesifikasi kualitas produk
Martha Tilaar semakin ditingkatkan maka sikap
Dari Tabel 3 dapat diinterpretasikan sebagai berikut: konsumen akan meningkat terhadap produk
1. Nilai thitung variabel merek adalah 1,428 dan ttabel tersebut, dan hal ini sejalan dengan model regresi.
bernilai 1,980 sehingga thitung < ttabel (1,428 < Koefisien regresi untuk variabel kualitas adalah
1,980) dan nilai signifikan 0,157 di atas (lebih 0,279, artinya bahwa apabila terjadi peningkatan
besar dari 0,05), sehingga dapat disimpulkan pada variabel kualitas, maka sikap konsumen juga
bahwa variabel merek berpengaruh positif dan akan meningkat sebesar 0,279, begitu juga
tidak signifikan secara parsial terhadap sikap sebaliknya.
konsumen pada Green Product Cosmetics, yaitu
pada produk kosmetik Martha Tilaar. Artinya 3. Nilai thitung variabel desain adalah -0,287 dan ttabel
konsumen tidak terlalu memperhatikan merek bernilai 1,980 sehingga thitung < ttabel (-0,287 <
yang ada pada produk kosmetik Martha Tilaar. 1,980) dan nilai signifikan 0,774 di atas (lebih
Berarti merek produk yang mudah diucapkan, besar dari 0,05) sehingga dapat disimpulkan
didengar, dibaca dan diingat oleh konsumen tidak bahwa variabel desain berpengaruh negatif dan
mempengaruhi sikap konsumen dalam membeli tidak signifikan secara parsial terhadap sikap
produk kosmetik Martha Tilaar. Dalam hal ini konsumen pada Green Product Cosmetics, yaitu
perusahaan Martha Tilaar harus dapat pada produk kosmetik Martha Tilaar. Artinya
membangun ekuitas merek yang kuat, dengan konsumen tidak terlalu memperhatikan desain
memperhatikan seberapa jauh citra merek produk yang ada pada produk kosmetik Martha Tilaar.
kosmetik Martha Tilaar ada dibenak konsumen Berarti bentuk produk, berat produk dan kekhasan
serta dekat dengan kehendak pelanggan. Maka produk tidak membentuk sikap konsumen
dari itu diperlukan tenaga ekstra, pemikiran, uang terhadap produk kosmetik Martha Tilaar. Menurut
untuk membangun nama, logo atau slogan Simamora (2001: 149), desain yang baik
tersebut menjadi ekuitas merek yang kuat menghasilkan gaya (style) yang menarik, kinerja
(Santoso dan Resdianto, 2007: 56). Sehinga jika yang baik, kemudahan dan kemurahan biaya
nama, istilah, tanda, simbol atau desain, atau penggunaan produk serta kesederhanaan dan
kombinasi di antaranya dapat ditingkatkan maka keekonomisan produksi dan distribusi. Dalam hal
konsumen dapat lebih mudah mengidentifikasi ini jika perusahaan Martha Tilaar dapat
produk kosmetik Martha Tilaar dengan produk meningkatkan desain produknya dengan
kosmetik lain, yang pada akhirnya dapat memberikan desain yang menarik, yang berbeda
meningkatkan sikap konsumen terhadap produk dengan produk sejenis dengan merek yang lain
tersebut, namun hal ini tidak sejalan dengan serta adanya kekhasan produk yang dapat
model regresi. Koefisien regresi untuk variabel menimbulkan ketertarikan konsumen maka dapat
merek adalah 0,131, artinya bahwa apabila merek meningkatkan sikap konsumen, namun hal ini
meningkat, maka sikap konsumen pada kosmetik tidak sejalan dengan model regresi. Koefisien
Martha Tilaar akan menurun sebesar 0,131, begitu regresi untuk variabel desain adalah -0,039,
pula sebaliknya jika terjadi penurunan pada artinya jika pada desain terjadi peningkatan, maka
merek, maka sikap konsumen akan meningkat sikap konsumen akan menurun sebesar 0,039,
sebesar 0,131. begitu juga sebaliknya jika terjadi penurunan pada
desain, maka sikap konsumen akan meningkat
2. Nilai thitung variabel kualitas adalah 2,877 dan ttabel sebesar 0,039.
bernilai 1,980 sehingga thitung > ttabel (2,877 >
1,980) dan nilai signifikan 0,005 di bawah (lebih 4. Nilai thitung variabel label adalah 1,707 dan ttabel
kecil dari 0,05), sehingga dapat disimpulkan bernilai 1,980 sehingga thitung < ttabel (1,707 <
bahwa variabel kualitas berpengaruh secara positif 1,980) dan nilai signifikan 0,091 di atas (lebih
dan signifikan terhadap sikap konsumen pada besar dari 0,05) sehingga dapat disimpulkan
Green Product Cosmetics, yaitu pada produk bahwa variabel label tidak berpengaruh signifikan
kosmetik Martha Tilaar. Artinya konsumen sangat secara parsial terhadap sikap konsumen pada
memperhatikan kualitas yang ada pada produk Green Product Cosmetics, yaitu pada produk
14
Marhayanie dan Eka Laniasti Sihite Pengaruh Atribut Produk terhadap Sikap Konsumen…
kosmetik Martha Tilaar. Artinya konsumen tidak pengangkutan (transportasi), dan memudahkan
terlalu memperhatikan label yang ada pada produk penyimpanan dan penyusunan di rak toko (show
kosmetik Martha Tilaar. Berarti indikator dari room). Berarti jika perusahaan Martha Tilaar
label yaitu kejelasan nama perusahaan, dapat meningkatkan fungsi kemasan produk
menggambarkan keterangan produk dan melalui aspek artistik, warna, bentuk maupun
menunjukkan kualitas produk tidak dapat desainnya maka dapat memberikan daya tarik
membentuk sikap konsumen. Menurut Kotler kepada konsumen yang pada akhirnya dapat
(2001: 597), label akhirnya akan ketinggalan meningkatkan sikap konsumen terhadap produk
zaman jika tidak diperbarui karena tidak dapat tersebut, dan hal ini sejalan dengan model regresi.
menarik perhatian konsumen. Agar label dapat Koefisien regresi untuk variabel kemasan adalah
menarik perhatian konsumen, maka perusahaan 0,403, artinya bahwa jika terjadi peningkatan pada
harus dapat memperbarui label produk, baik itu variabel ini, maka sikap konsumen juga akan
dengan perubahan bertahap dalam ukuran dan meningkat sebesar 0,403, begitu juga sebaliknya.
desain huruf, serta dapat memberikan aneka
gambar yang menarik. Artinya jika perusahaan
Martha Tilaar dapat meningkatkan identifikasi 4. KESIMPULAN
produk atau merek, dan juga menggambarkan
beberapa hal mengenai produk-yang membuatnya, Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian
di mana dibuat, isinya, bagaimana hipotesis yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penggunaannya, dan bagaimana menggunakan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat Pengaruh
secara aman, serta label juga dapat Atribut Produk terhadap Sikap Konsumen pada Green
mempromosikan produk lewat gambar yang Product Cosmetics (Studi Kasus pada Puri Ayu
menarik, pada akhirnya label produk dapat Martha Tilaar Sun Plaza Medan), dengan penjelasan
membentuk sikap konsumen terhadap produk sebagai berikut:
tersebut, namun hal ini tidak sejalan dengan 1. Uji Signifikan Simultan (Uji F) membuktikan
model regresi. Koefisien regresi untuk variabel bahwa atribut produk yang terdiri dari variabel
label adalah 0,202, artiya bahwa jika terjadi merek, kualitas, desain, label dan kemasan secara
peningkatan pada variabel ini, maka sikap bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
konsumen juga akan menurun sebesar 0,202, sikap konsumen.
begitu juga sebaliknya. 2. Uji Signifikan Parsial (Uji-t) membuktikan bahwa
variabel kualitas (X2) dan variabel kemasan (X5)
5. Nilai thitung variabel kemasan adalah 3,331 dan ttabel berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap
bernilai 1,980 sehingga thitung > ttabel (3,331 > konsumen pada Green Product Cosmetics, yaitu
1,980) dan nilai signifikan 0,001 di bawah (lebih pada produk kosmetik Martha Tilaar, sedangkan
kecil dari 0,05) sehingga dapat disimpulkan merek (X1), desain (X3) dan label (X4)
bahwa variabel kemasan berpengaruh secara berpengaruh positif dan negatif namun tidak
positif dan signifikan terhadap sikap konsumen signifikan terhadap sikap konsumen.
pada Green Product Cosmetics, yaitu pada produk
kosmetik Martha Tilaar, artinya jika ditingkatkan
variabel kemasan satu satuan maka sikap 5. SARAN
konsumen akan meningkat sebesar 0,403. Artinya
konsumen sangat memperhatikan kemasan yang Berdasarkan hasil penelitian yang telah
ada pada produk kosmetik Martha Tilaar. Dalam diperoleh dan keterbatasan yang ada dalam penelitian
hal ini, kemasan produk mampu menarik ini, maka mengharuskan peneliti untuk memberikan
perhatian konsumen, melalui keindahan produk, sarannya, dengan memperhatikan hal-hal sebagai
kepraktisan atau kemudahan untuk dibawa, dan berikut:
dapat melindungi kualitas produk yang pada 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel
akhirnya dapat membentuk sikap konsumen yang berpengaruh paling dominan adalah
terhadap produk kosmetik. Menurut Gitosudarmo kemasan produk, maka bagi pihak perusahaan
(2000: 194), kemasan yang baik adalah kemasan Martha Tilaar diharapkan dapat mempertahankan
yang indah atau menarik yang dapat menambah dan meningkatkan nilai kemasan produk
hasrat untuk membeli, kemasan yang khas yang kosmetiknya, agar sikap konsumen tidak beralih
memudahkan pembeli untuk mengingat kepada produk yang lain. Sedangkan kualitas
produknya, kemasan yang dapat melindungi berpengaruh secara signifikan setelah kemasan,
kualitas (mutu) produk, memudahkan hal ini membuktikan bahwa kualitas produk
15
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 10 - 17
kosmetik Martha Tilaar harus ditingkatkan agar Johri, Lalit. M dan Kanokthip Sahasakmontri, 1998.
konsumen semakin yakin terhadap kualitas Green Marketing of Cosmetics and
produk kosmetik tersebut sebagai Green Product Toiletries in Thailand. Journal of Consumer
Cosmetics. Marketing, Vol. 15 No. 3 pp. 265-281.
2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi
merek dan label berpengaruh secara positif, kesebelas. Jakarta: PT Indeks Kelompok
sedangkan variabel desain berpengaruh negatif. Gramedia.
Perusahaan Martha Tilaar dalam hal ini, harus Lanasier, Evi Vileta, 2002. Perilaku Konsumen
dapat meningkatkan citra merek kosmetiknya, Hijau Indonesia Tinjauan Sudut
agar merek semakin dikenal oleh konsumen, dan Demografi dan Psikografi. Lembaga
label produk yang jelas sebaiknya dapat terus Penerbit Fakultas Ekonomi Usakti, Vol. 2,
ditingkatkan oleh pihak perusahaan agar No. 2 pp. 89-111, Jakarta.
konsumen semakin percaya kepada produk Rahardja, Dimas Aditya. 2007. Pengaruh Atribut
kosmetik Martha Tilaar. Variabel desain dalam Produk Terhadap Ssikap Konsumen Pada Mie
penelitian ini berpengaruh negatif, olehsebab itu Sedaap (Suatu Survey Pada Mahasiswa
kepada perusahaan Martha Tilaar harus dapat Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
meningkatkan desain produk kosmetiknya agar Angkatan 2003-2006). Skripsi. UNIKOM:
konsumen semakin tertarik dan menyukai produk Bandung
kosmetik tersebut. Santoso, Yussy dan Ronnie Resdianto, 2007. Brand
3. Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti Sebagai Kekuatan Perusahaan Dalam
mengenai sikap konsumen pada Green Product Persaingan Global. Business & Management
Cosmetics, disarankan dapat menambah variabel- Journal Bunda Mulia, vol: 3, No. 2.
variabel yang berbeda dengan variabel yang Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for
sebelumnya untuk memperkaya pengetahuan Business. Buku kedua. Jakarta: Salemba
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sikap Empat.
konsumen pada Green Product Cosmetics dan Setiadi, Nugroho J. 2005. Perilaku Konsumen.
melibatkan jumlah responden yang lebih besar Cetakan kedua. Jakarta: Prenada Media.
sehingga mendapatkan hasil yang lebih akurat. Simamora, Bilson. 2001. Memenangkan Pasar
dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
DAFTAR PUSTAKA ________, 2003. Membongkar Kotak Hitam
Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Utama.
Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Kelima. Simamora, Henry. 2000. Manajemen Pemasaran
Rhineka Cipta, Jakarta. Internasional. Jilid kedua. Jakarta: Salemba
Armstrong, Gary dan Phillip Kottler. 2001. Prinsip- Empat.
prinsip Pemasaran. Jilid kesatu. Jakarta: Situmorang, Syafrizal Helmi et al, 2008. Analisis
Erlangga. Data Penelitian. Medan: USU Press.
Ferrinadewi, Erna, 2005. Atribut Produk yang Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan
Dipertimbangkan dalam Pembelian kesembilan. Bandung: CV. Alfbeta.
Kosmetik dan Pengaruhnya pada Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen.
Kepuasan Konsumen di Surabaya. Jurnal Jakarta Selatan: PT Ghalia Indonesia dengan
Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 7. No. 2 MMA-IPB.
pp. 139-151. Susanto, A.B. dan Philip Kottler. 2001. Manajemen
Ghozali, H. Imam. 2005. Aplikasi Analisis Pemasaran di Indonesia. Jakarta: Salemba
Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Empat.
Ketiga. Semarang: Badan Penerbit Sunarto, 2004. Prinsip-prinsip Pemasaran. Edisi
Universitas Diponegoro. kedua. Yogyakarta: Amus.
Gitosudarmo, Indriyo. 2000. Manajemen Tjiptono, Fandy. 2006. Pemasaran Jasa. Cetakan
Pemasaran. Cetakan keenam. Yogyakarta: kedua. Malang: Bayumedia Publishing.
BPFE. Tranggono, Retno Iswari dan Fatma Latifah. 2007.
Irawan, Faried Wijaya, dan M. N. Sudjoni. 2000. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Prinsip-prinsip Pemasaran. Yogyakarta: Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
BPFE. Utama.
16
Marhayanie dan Eka Laniasti Sihite Pengaruh Atribut Produk terhadap Sikap Konsumen…
Umar, Husein. 2005. Riset Pemasaran dan Perilaku www.indonesia.go.id, “Kunjungan ke Martha Tilaar
Konsumen¸ Cetakan keempat. Jakarta: PT Group” diakses oleh Eka Laniasti Sihite
Gramedia Pustaka Utama. tanggal 4 Maret 2008, pukul 21:13 Wib.
Frontier, Merek-merek Top 2008. Majalah www.marthatilaar.com, diakses oleh Eka Laniasti
Marketing, edisi khusus vol. 1/2008. Sihite tanggal 27 Juni 2008, pukul 11:49 Wib.
www.gatra.com, “Langkah tiga perempuan di Tiga www.rmexpose.com, “Garap Luar Negeri, Omzet
Zaman” diakses oleh Eka Laniasti Sihite Martha Tilaar Naik 20 Persen” diakses oleh
tanggal 8 Maret 2008, pukul 10:30 Wib. Eka Laniasti Sihite tanggal 8 Maret 2008,
www.kapanlagi.com, “BPOM Keluarkan Daftar pukul 10:33 Wib.
Kosmetik Berbahaya” diakses oleh Eka www.sinarharapan.co.id, “Martha Tilaar Tekad Keras
Laniasti Sihite tanggal 9 Maret 2008, pukul Melahirkan industri kosmetika berkualitas”
19:09 Wib. diakses oleh Eka Laniasti Sihite 8 Maret
2008, pukul 10:30 Wib.
17
ANALISIS PERSEPSI PASIEN PARTIKULIR TENTANG KUALITAS
PELAYANAN TERHADAP TINGKAT LOYALITAS DI RUANG RAWAT
INAP RS ISLAM MALAHAYATI MEDAN TAHUN 2007
Abstract
Hospital, especially the private one, must always pay attention to and improve its competitiveness to
survive in competing and how to make its patients satisfied with the health service it provides that the patients
eventually give a high level of loyalty needed by a hospital to keep being superior in the course of a long-run
competition.
The purpose of this survey study with analytical approach is to analyze the influence of service quality
on the level of loyalty of private patients hospitalized in Malahayati Hospital Medan.
The population for this study was all of the 53 private patients who had been hospitalized twice in the
in-patient ward of Malahayati Hospital Medan from January to July 2007. Through total sampling technique, all
of 53 private patients was selected as the samples for this study. The data for this study were obtained through
the questionnaires distributed to all samples.
The result of multivariate regression analysis shows that four variables have an influence on the loyalty
of the private patients such as emphaty with p = 0.016, responsiveness with p = 0.041, assurance with p = 0.036
and reliability with p = 0.032. The variable of tangible does not have any influence on the level of loyalty of the
private patients hospitalized in the in-patient ward of Malahayati Hospital Medan (p = 0.531). The most
dominant variable that influences the level of loyalty of the private patients hospitalized in the in-patient ward of
Malahayati Hospital Medan is emphaty.
Malahayati Hospital Medan pays attention more to its human resource development by providing
trainings to improve the knowledge and skills of its personnel, such as to doctors, nurses and workers about
emphaty of the private patients hospitalized. Improving reliability and assurance in providing health service
through a safe, appropriate and easy procedure system, in providing medical check-up service, treatment,
nursing and administration service. Improving responsiveness in providing health service such as in nursing
services pay attention more to their rewards in order to make them motivated. Beside that, the lay out of nurse
station and computerized system need to considered in order to easier and faster patient services system.
18
Ritha F. Dalimunthe, Heldy B.Z., dan Puti Puspita Yean Analisis Persepsi Pasien Partikulir tentang Kualitas…
juga menyebabkan nilai (value) masyarakat berubah tahun 2002 sebesar 42,5% dan mengalami penurunan
terhadap pelayanan jasa kesehatan yang lebih pada tahun 2003 dan tahun 2004 yaitu 41% dan
bermutu. Perubahan ini merupakan tantangan bagi 39,5%. Pada tahun 2005 mengalami peningkatan
pihak rumah sakit yang dihadapkan pada lingkungan menjadi 48,2%, namun mengalami penurunan lagi
usaha yang berubah. 2 pada tahun 2006 menjadi 43,6%. Hal ini
Fenomena ini dapat dilihat pada tahun 2005, mengindikasikan bahwa pemanfaatan rumah sakit
sebanyak 200.000 (20%) dari satu juta kunjungan yang semakin menurun dan tidak sesuai dengan
wisatawan Indonesia ke Malaysia setiap tahun, datang standar nasional yang seharusnya adalah 75%-85%.4
untuk tujuan pemeriksaan kesehatan (medical check Nilai LOS (Length Of Stay) juga belum
up) dan pengobatan. Dari jumlah tersebut, Malaysia memenuhi standar nasional yaitu 7-10 hari karena
berhasil meraup empat puluh juta dolar AS. nilai rata-rata setiap tahun di rumah sakit ini adalah
Ditargetkan, tahun 2006 jumlah tersebut meningkat empat hari. Begitu juga dengan TOI (Turn Over
dua kali lipat. 3 Tentu saja fenomena ini sangat Interval), tahun 2002 sebesar 6,8 hari, tahun 2003
menyedihkan, ditengah-tengah tingginya tingkat sebesar 6,7 hari, tahun 2004 mengalami penurunan
persaingan industri rumah sakit di Indonesia, menjadi 7,4 hari, tahun 2005 mengalami peningkatan
khususnya di Medan. menjadi 5,5 hari dan tahun 2006 mengalami
Rumah sakit khususnya rumah sakit swasta penurunan lagi menjadi 7,5 hari. Nilai–nilai ini sangat
harus selalu memperhatikan dan meningkatkan jauh dari nilai standar nasional yaitu 1-3 hari. 4
kelebihan bersaingnya untuk survive dalam Tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur di
persaingan dan bagaimana membuat pasien puas RS. Islam Malahayati Medan masih belum optimal.
terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit yang Keadaan tersebut diduga dipengaruhi rendahnya
pada akhirnya diikuti dengan tingkat loyalitas yang kualitas pelayanan yang menyebabkan ketidakpuasan
tinggi yang sangat diperlukan oleh rumah sakit untuk pasien sehingga tidak memanfaatkan RS. Islam
tetap menjadi unggul dalam persaingan jangka Malahayati Medan sebagai tempat pencarian
panjang. pelayanan kesehatan.
Setiap organisasi dan semua elemen-elemen Pada data Survei Kepuasan Pasien yang
dalam organisasi harus berupaya meningkatkan dilakukan oleh bagian Pemasaran di Instalasi Rawat
kualitas jasa pelayanannya secara terus menerus. Inap RS. Islam Malahayati Medan tanggal 12-21
Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat Februari 2006 dengan jumlah responden 55 orang,
terhadap pentingnya kesehatan untuk diperoleh informasi bahwa penilaian tentang sarana
mempertahankan kualitas hidup, maka masyarakat prasarana rumah sakit: buruk (10%), kurang (70%),
pengguna akan semakin kritis dalam menerima baik (20%); keramahan perawat: buruk (0%), kurang
produk jasa, oleh karena itu peningkatan kualitas (72%), baik (28%); pelayanan administrasi: buruk
kinerja rumah sakit perlu terus menerus dilakukan.4 (0%), kurang (68%), baik (32%) dan pelayanan
Kualitas dan kepuasan tidak dapat dipisahkan, dokter: buruk (0%), kurang (65%), baik (35%).
seperti layaknya dua sisi mata uang. Kualitas Hasil survey menunjukkan bahwa pelayanan
memberikan suatu dorongan kepada pasien untuk yang diterima pasien belum optimal, dan hal ini tentu
menjalin ikatan yang kuat dengan rumah sakit. Dalam sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan
jangka panjang, ikatan seperti ini memungkinkan oleh pasien, karena bagaimanapun, kepuasan
rumah sakit untuk memahami dengan seksama pelanggan dalam hal ini pasien yang diikuti dengan
harapan pasien serta kebutuhan mereka. Dengan tingkat loyalitas yang tinggi akan sangat diperlukan
demikian, rumah sakit dapat meningkatkan kepuasan oleh perusahaan/rumah sakit untuk tetap menjadi
pasien dimana rumah sakit memaksimumkan unggul dalam persaingan jangka panjang.
pengalaman pasien yang menyenangkan dan Pada penelitian ini terdapat 53 orang pasien
meminimumkan atau meniadakan pengalaman yang partikulir dan dianggap loyal terhadap RS. Islam
kurang menyenangkan. Yang pada akhirnya, kepuasan Malahayati Medan karena telah dirawat inap lebih
pasien dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas dari dua kali pada bulan Januari 2007 – Juli 2007.
pasien kepada rumah sakit yang memberikan kualitas Pentingnya penegasan pembagian kelompok pasien
memuaskan.5 partikulir karena kelompok pasien ini memiliki status
Rumah sakit Islam Malahayati merupakan membayar sendiri biaya pelayanan rumah sakit dan
rumah sakit swasta Kelas C dengan kapasitas yang tidak memiliki keterkaitan apapun yang
tersedia 68 tempat tidur. Berdasarkan data dari rekam mengharuskan pasien berobat di RS. Islam
medis RS. Islam Malahayati, diketahui bahwa kinerja Malahayati. Pasien bebas memilih tempat berobat
pelayanan pada rumah sakit ini bervariasi sejak tahun sesuai dengan pilihan pasien sendiri berdasarkan
2002-2006. Nilai BOR (Bed Occupancy Rate) pada kualitas yang dianggap sesuai dan memuaskan.
19
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 18 - 26
20
Ritha F. Dalimunthe, Heldy B.Z., dan Puti Puspita Yean Analisis Persepsi Pasien Partikulir tentang Kualitas…
Pada tabel terlihat bahwa karakteristik pasien Pada tabel terlihat bahwa karakteristik pasien
partikulir di ruang rawat inap RS. Islam Malahayati partikulir di ruang rawat inap RS. Islam Malahayati
Medan tahun 2007 berdasarkan umur yang terbanyak Medan tahun 2007 berdasarkan pekerjaan yang
adalah umur 50-57 tahun yaitu sebanyak 17 orang terbanyak adalah wiraswasta yaitu sebanyak 17 orang
(32,1%) dan yang paling sedikit adalah umur 18-25 (32,1%) dan yang paling sedikit adalah Pegawai
tahun dan 65-73 tahun yaitu sebanyak 2 orang (3,8%). negeri/ABRI/pensiunan yaitu sebanyak 3 orang
(5,7%).
2. Berdasarkan Jenis Kelamin
Analisis Univariat
Tabel 2. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien
Partikulir di Ruang Rawat Inap RS Islam
Malahayati Medan Tahun 2007 1. Variabel Assurance
No Jenis Kelamin Jumlah % Persepsi pasien tentang kualitas pelayanan di
1 Pria 30 56,6 RS. Islam Malahayati Medan dilihat dari aspek
2 Wanita 23 43,4 assurance, ternyata sebanyak 32 responden (60,4%)
Total 53 100
Sumber: hasil penelitian (2008)
menilai pengetahuan dan kemampuan dokter dalam
menetapkan diagnosa penyakit baik dan sebanyak 28
Pada tabel terlihat bahwa karakteristik pasien responden (52,8%) menilai kemampuan para medis di
partikulir di ruang rawat inap RS. Islam Malahayati rumah sakit dan kerahasiaan penyakit di rumah sakit
Medan tahun 2007 berdasarkan jenis kelamin yang baik. Sedangkan sebanyak 32 responden (60,4%) dan
terbanyak adalah pria yaitu sebanyak 30 orang 28 responden (52,8%) menilai kesopanan dan
(56,6%) dan yang paling sedikit adalah wanita yaitu keramahan petugas di rumah sakit dan kepercayaan
sebanyak 23 orang (43,4%). serta keamanan terhadap perilaku perawat di rumah
sakit dalam kategori sedang.
3. Berdasarkan Pendidikan
2. Variabel Reliability
Tabel 3. Distribusi Berdasarkan Pendidikan Pasien Persepsi pasien partikulir tentang kualitas
Partikulir di Ruang Rawat Inap RS Islam pelayanan di RS. Islam Malahayati Medan dilihat dari
Malahayati Medan Tahun 2007
No Pendidikan Jumlah %
aspek reliability, ternyata sebanyak 32 responden
1 Tidak sekolah/Tidak tamat SD 6 11,3 (60,4%) menilai prosedur pelayanan di rumah sakit
2 Lulus SD 9 17 baik dan sebanyak 28 responden (52,8%) menilai
3 Lulus SLTP 19 35,8 penjelasan yang diberikan dokter baik. Namun
4 Lulus SMU 11 20,8 sebanyak 34 responden (64,2%) menilai jadwal dokter
5 Lulus Akademi 4 7,5
6 Lulus Perguruan Tinggi 4 7,5
jaga dalam kategori sedang.
Total 53 100
Sumber: hasil penelitian (2008) 3. Variabel Responsiveness
Persepsi pasien partikulir tentang kualitas
Pada tabel terlihat bahwa karakteristik pasien pelayanan di RS. Islam Malahayati Medan dilihat dari
partikulir di ruang rawat inap RS. Islam Malahayati aspek responsiveness, ternyata sebanyak 32 responden
Medan tahun 2007 berdasarkan pendidikan yang (60,4%) menilai personil Unit Gawat Darurat di
terbanyak adalah lulus SLTP yaitu sebanyak 19 orang rumah sakit baik dan sebanyak 29 responden (54,7%)
(35,8%) dan yang paling sedikit adalah lulus Akademi menilai kesiapan petugas dalam membantu pasien
dan lulus Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 4 orang baik. Sedangkan sebanyak 35 responden (66%) dan 30
(7,5%). responden (56,6%) menilai ketepatan waktu perawat
saat membutuhkan pertolongan dan kecepatan petugas
4. Berdasarkan Pekerjaan
dalam memberikan pelayanan dalam kategori sedang.
Tabel 4. Distribusi Berdasarkan Pekerjaan Pasien Partikulir
di Ruang Rawat Inap RS Islam Malahayati Medan 4. Variabel Tangible
Tahun 2007 Persepsi pasien partikulir tentang kualitas
No Pekerjaan Jumlah % pelayanan di RS. Islam Malahayati Medan dilihat dari
1 Tidak bekerja/pengangguran 9 17 aspek tangible, ternyata sebanyak 31 responden
2 Ibu rumah tangga 15 28,3
(58,5%) menilai ruangan kamar rumah sakit baik dan
3 Wiraswasta 17 32,1
4 Pegawai negeri/ABRI/pensiunan 3 5,7 sebanyak 28 responden (52,8%) menilai penampilan
5 Pegawai swasta 9 17 petugas di rumah sakit baik. Sedangkan sebanyak 17
Total 53 100 responden (32,1%) menilai peralatan dan fasilitas
Sumber: hasil penelitian (2008) yang dimiliki rumah sakit tidak baik, dan sebanyak 34
21
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 18 - 26
6. Variabel Trust
Loyalitas pasien partikulir di RS. Islam Pada tabel di atas diketahui bahwa seluruh
Malahayati Medan dari aspek trust yang paling variabel kualitas pelayanan (assurance, p= 0,002;
banyak adalah pelayanan yang diberikan oleh reliability, p= 0,017; responsiveness, p= 0,000;
perawat di rumah sakit sebanyak 33 orang (62,3%) tangible, p= 0,000; emphaty, p= 0,000;) menunjukkan
menyatakan sedang. hubungan yang signifikan dengan variabel tingkat
loyalitas. Sedangkan variabel yang paling besar
7. Variabel Psychological Commitment memiliki hubungan adalah variabel emphaty dengan
Loyalitas pasien partikulir di RS. Islam nilai correlation coefficient = 0,551.
Malahayati Medan dari aspek psychological
commitment yang paling banyak adalah kesabaran Analisis Multivariat
para staf dalam memberikan pelayanan di rumah sakit Analisis multivariat bertujuan untuk
sebanyak 39 orang (73,6%) menyatakan sedang. mengetahui pengaruh secara bersamaan antara
variabel independen terhadap variabel dependen yang
8. Variabel Switching Cost dilakukan dengan uji regresi linier berganda dengan
Loyalitas pasien partikulir di RS. Islam α=0,05, untuk melihat pengaruh variabel kualitas
Malahayati Medan dari aspek switching cost yang pelayanan terhadap tingkat loyalitas pasien.
paling banyak adalah bila dilakukan perubahan
manajemen demi kemajuan rumah sakit sebanyak 42 Tabel 6. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Linier
orang (79,2%) dan kenyamanan selama dirawat di Berganda Variabel Kualitas Pelayanan terhadap
rumah sakit ini daripada rumah sakit lain sebanyak 42 Tingkat Loyalitas Pasien di RS Islam Malahayati
orang (79,2%) menyatakan sedang. Medan Tahun 2007
Kualitas Pelayanan B Sig
9. Variabel Word of Mouth Konstanta 0,507 0,030
Loyalitas pasien partikulir di RS. Islam Assurance 0,482 0, 036
Malahayati Medan dari aspek word of mouth yang Reliability 0,473 0,032
Responsiveness 0,595 0,041
paling banyak adalah keramahan perawat di rumah Tangible 0,358 0,531
sakit sebanyak 42 orang (79,2%) menyatakan sedang. Emphaty 0,682 0,016
22
Ritha F. Dalimunthe, Heldy B.Z., dan Puti Puspita Yean Analisis Persepsi Pasien Partikulir tentang Kualitas…
23
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 18 - 26
Tanggap berarti siap, ada ditempat, bisa Oleh karena itu rasa simpati petugas,
dihubungi dan bersedia membantu masalah pasien. kehandalan, kecepatan dan keamanan pelayanan
Beberapa harapan pasien didalam mendapat perlu ditingkatkan untuk meningkatkan loyalitas
pelayanan yang berhubungan dengan ketanggapan pasien. Jika pasien partikulir merasa puas atas
diantaranya adalah kesiapan peralatan kesehatan yang pelayanan yang diberikan, maka hal ini akan
akan digunakan, kemudahan dalam proses menjadikan pengalaman yang baik, yang selanjutnya
administrasi, petugas segera bertindak dan membantu akan meningkatkan loyalitas pasien. Loyalitas pasien
saat pasien membutuhkan pertolongan segera. Jika ini cenderung akan menguntungkan rumah sakit Islam
variabel ketanggapan dalam memberikan pelayanan Malahayati Medan, yaitu pasien partikulir akan loyal
lebih ditingkatkan lagi oleh setiap personil rumah terhadap rumah sakit ini dan bersedia memberikan
sakit, maka persepsi pasien terhadap rumah sakit rekomendasi kepada orang lain untuk menggunakan
akan semakin baik yang akan diikuti dengan tingginya jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit Islam
tingkat loyalitas pasien partikulir terhadap rumah sakit Malahayati Medan. Secara tidak langsung akan
Islam Malahayati Medan. mendatangkan pasien baru tanpa mengeluarkan dana
untuk promosi.
Pengaruh Persepsi Pasien Partikulir tentang Variabel tangible walaupun tidak
Tangible terhadap Tingkat Loyalitas Pasien di RS berpengaruh terhadap tingkat loyalitas pasien
Islam Malahayati Medan partikulir di rumah sakit Islam Malahayati Medan,
Tangible adalah wujud kenyataan secara fisik namun pihak rumah sakit tetap berupaya
yang meliputi fasilitas, peralatan, pegawai, dan sarana meningkatkan kinerjanya dalam pemberian pelayanan
informasi/komunikasi. secara menyeluruh. Misalnya lebih memperhatikan
Berdasarkan hasil analisis multivariat pada kebersihan dan kenyamanan rumah sakit, kondisi
penelitian di rumah sakit Islam Malahayati Medan ruang tunggu, kondisi fasilitas parkir, penampilan
memperlihatkan bahwa, tangible (bukti fisik) tidak petugas, peralatan yang lebih canggih. Jika rumah
mempunyai pengaruh terhadap tingkat loyalitas pasien sakit Islam Malahayati Medan mampu memberikan
partikulir di bagian rawat inap RS. Islam Malahayati fasilitas dan pelayanan kesehatan yang lebih prima
Medan dengan nilai signifikan (p=0, 531) dan nilai bagi para pasien khususnya pasien partikulir di bagian
koefisien regresi = 0,358. rawat inap yang memenuhi harapan mereka, pada
Menurut Lovelock (2005), karena kinerja jasa akhirnya akan menciptakan loyalitas pasien yang
tidak berwujud, bukti fisik memberi petunjuk tentang tinggi.
kualitas jasa dan dalam beberapa hal akan sangat
mempengaruhi pelanggan dalam menilai jasa tersebut, Pengaruh Persepsi Pasien Partikulir tentang
sehingga perlu dipikirkan secara cermat sifat dari Emphaty terhadap Tingkat Loyalitas Pasien di RS
bukti fisik bagi pelanggan. 13 Islam Malahayati Medan
Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan hasil Emphaty adalah kemampuan untuk
penelitian yang dilakukan, ternyata bukti fisik rumah memberikan perhatian penuh kepada pasien,
sakit tidak berpengaruh terhadap tingkat loyalitas kemudahan dalam kontak, komunikasi yang baik, dan
pasien walaupun memiliki hubungan yang signifikan. memahami kebutuhan pelanggan secara individual.
Penampilan rumah sakit yang baik namun Berdasarkan hasil analisis multivariat,
tidak diikuti oleh pelayanan yang cepat terhadap didapatkan nilai β = 0, 682, p = 0,016 < 0,05 hal ini
kebutuhan pasien, tidak peduli dan perhatian terhadap berarti menunjukkan bahwa persepsi pasien partikulir
keluhan pasien serta tidak mampu memberikan tentang emphaty mempunyai pengaruh dan
perasaan aman kepada pasien, tidak akan mampu merupakan variabel yang paling dominan terhadap
membuat pasien loyal terhadap rumah sakit tersebut. tingkat loyalitas pasien di bagian rawat inap rumah
Harapan pasien yang paling utama ialah ia ingin agar sakit Islam Malahayati Medan.
masalahnya segera diidentifikasi dengan tepat untuk Penelitian yang dilakukan oleh Haryono,
memperoleh kejelasan atau informasi tentang penyakit Kusnanto dan Nusyirwan (2006) yang berjudul
yang dideritanya, dilayani secepat mungkin dan Hubungan Persepsi terhadap Kualitas Pelayanan
ditangani oleh tangan-tangan yang profesional. dengan Minat Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap
Hal ini sesuai dengan penelitian yang Puskesmas dan Balai Pengobatan Swasta di
dilakukan oleh Kurnia (2007) yang menyimpulkan Kabupaten Tapanuli Tengah memperlihatkan hasil
bahwa variabel tangible tidak berpengaruh secara bahwa variabel emphaty merupakan variabel yang
signifikan terhadap kepuasan pasien dengan nilai paling dominan di Balai Pengobatan Swasta. 16
signifikan sebesar 0,389.15 Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan di RS. Islam Malahayati Medan, dimana
24
Ritha F. Dalimunthe, Heldy B.Z., dan Puti Puspita Yean Analisis Persepsi Pasien Partikulir tentang Kualitas…
variabel emphaty merupakan variabel yang paling Square sebesar 0, 542, hal ini menunjukkan
dominan. Setiap pasien khususnya pasien partikulir di bahwa variabel kualitas pelayanan yang
rumah sakit Islam Malahayati Medan, pada dasarnya meliputi assurance, reliability, responsiveness,
ingin diperlakukan khusus artinya lain dari pada tangible, dan emphaty dapat menerangkan
pasien yang lainnya. Dengan demikian rasa simpati pengaruhnya terhadap tingkat loyalitas pasien
dari paramedis merupakan alat utama untuk partikulir adalah sebesar 54,2% dan sisanya
memenuhi harapan pasien akan perlakuan yang dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti
istimewa tersebut. Simpati berarti berdiri di tempat kemungkinan dari faktor harga, lokasi, promosi.
pasien, maksudnya ialah mencoba memahami apa
yang diinginkan dan dirasakan oleh pasien. Oleh
karena itu keluhan-keluhan ataupun permintaan- DAFTAR PUSTAKA
permintaan pasien harus di dengar dengan seksama,
menyesuaikan pelayanan dan mengajukan pertanyaan Tjiptono, F., 2005. Pemasaran Jasa, Jawa Timur:
dengan tepat. Jika hal tersebut diperhatikan oleh Bayumedia.
paramedis maka pasien juga akan simpati kepada Supriyantoro., 2000. Peluang RS Dalam Meraih
paramedis yang merawatnya dan ini juga akan Keunggulan Bersaing Melalui Strategi
berpengaruh pada tingginya loyalitas pasien terhadap Pemasaran 3-D, Jurnal Manajemen &
rumah sakit. Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume
Pasien jika sudah mempunyai rasa memiliki 4 No. 1 Januari 2003, Jakarta.
dan ikatan emosional pada sebuah rumah sakit, 200.000 WNI berobat ke Malaysia, 23 Agustus 2006,
biasanya mereka tidak mau pindah untuk dirawat di http://www.Pikiran Rakyat.com, Juni 2007.
Muninjaya, G.A.A., 2004. Manajemen Kesehatan,
rumah sakit yang lain, meskipun ada terjadi perubahan
Jakarta: Penerbit Buku ECG.
harga di rumah sakit tersebut. Mereka sudah merasa
Suryadi, Sofjan., 2001. Biaya atau Kepuasan Pasien,
nyaman, percaya dan simpati pada rumah sakit
http://www.pdpersi.co.id, Juni 2007.
tersebut dan mereka akan dengan mudahnya
Tjiptono, F., 1999. Perspektif Manajemen dan
mempromosikan rumah sakit kepada orang lain,
Pemasaran Kontemporer, Yogyakarta:
sehingga secara tidak langsung rumah sakit telah
Penerbit Andi.
dipromosikan tanpa mengeluarkan cost dan akan _____________, 2004. Manajemen Jasa, Yogyakarta:
berdampak positif bagi perkembangan rumah sakit Penerbit Andi.
Islam Malahayati Medan. Rifai, Achmad., 2005. Pengaruh Persepsi Masyarakat
Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Pengobatan
di Puskesmas Binjai Kota Tahun 2004, Tesis
KESIMPULAN Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara, Medan.
1. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa Haryati, Catur., 2004. Analisis Persepsi Mutu
seluruh variabel kualitas pelayanan mempunyai Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien di
hubungan yang signifikan dengan variabel Ruang Rawat Inap RSUD Langsa Tahun
tingkat loyalitas (assurance, p = 0,002; 2003, Tesis Program Pasca Sarjana
reliability, p = 0,017; responsiveness, tangible Universitas Sumatera Utara, Medan.
dan emphaty masing-masing mempunyai nilai p Cronin, J Joseph, Brady Michael. K and Hult. G
= 0,000). Thomas M., 2000. Assesing The Effects of
2. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa Quality, Value, and Customer Satisfaction on
variabel emphaty mempengaruhi tingkat Consumer Behavioral Intentions in Service
loyalitas pasien partikulir di bagian rawat inap Environment, Journal of Retailing, Vol. 76:
RS. Islam Malahayati Medan dengan nilai β = 193- 218.
0, 682, diikuti variabel responsiveness dengan Caruana, Albert and Malta Msida, 2002. Service
nilai β = 0, 595, variabel assurance dengan nilai Loyalty: The Effects of Service Quality and
β = 0, 482 dan variabel reliability dengan nilai β the Mediating Role of Customer Satisfaction,
= 0, 473. Variabel tangible tidak mempunyai European Journal of Marketing, Vol. 36: 811-
pengaruh terhadap tingkat loyalitas dengan 828.
nilai p=0, 531. Variabel yang paling dominan
mempengaruhi tingkat loyalitas pasien adalah Tjiptono, F., 1998. Perspektif Manajemen dan
variabel emphaty. Pemasaran Kontemporer, Yogyakarta:
3. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa r Penerbit Andi.
25
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 18 - 26
Lovelock, Wright., 2005. Manajemen Pemasaran Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSU. PTPN2
Jasa. Edisi Bahasa Indonesia, PT. Index Tembakau Deli Medan Tahun 2006, Tesis
Jakarta. Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Sabihaini, 2002. Analisis Konsekuensi Keperilakuan Utara, Medan.
Haryono, Kusnanto., 2006. Hubungan Persepsi
Kualitas Layanan; Suatu Kajian Empirik,
terhadap Kualitas Pelayanan dengan Minat
Usahawan, No. 02 Tahun xxxi pp. 29-36 Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap
Puskesmas dan Balai Pengobatan Swasta di
Kabupaten Tapanuli Tengah, Working Paper
Series No.4, April, First Draft.
26
PERFORMANCE APPRAISAL PADA BPRS
Saparuddin Siregar
Staf Pengajar IAIN Medan
Abstract
Rural Islamic Bank (BPRS), is an unique bank, where designed to serve the very small Industry
(UMK). BPRS operated in a small area with the capital started from Rp 500 million. BPRS perhaps also has a
small number of employees. Eventhough BPRS is a small entity, but it must be managed with the principles of
Good Corporate Governance (GCG). In consequence BPRS have to apply the modern management in its human
resource development. Otherwise the BPRS will not grow better, or even will be loss.
Developing the human resources covers the construction to moral integrity, knowing the technical
operation of the transaction and bank product especially the ability to sell the funding and lending product.
Construction to various factors above will not succeed without available of adequate program training, existence
of qualified Performance Appraisal. Management of the BPRS expected to apply this qualified Performance
Appraisal which will push the employees to increase their performance and which in turn will improve the
employees productivity and improve the ability BPRS yields the profit.
27
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 27 - 32
tentang Kinerja yang dibaurkan dengan istilah terjadi peningkatan prestasi atau tidak terjadi
Prestasi. Veithzal menguraikan bahwa Kinerja sama sekali.
merupakan suatu fungsi dari motivasi dan b. Sebagai dasar bagi manajemen untuk
kemampuan. Kinerja merupakan perilaku nyata yang mengevaluasi job description
ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang c. Dengan dilakukannya penilaian prestasi,
dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya maka dapat diketahui apakah seorang
dalam perusahaan. Dengan demikian prestasi karyawan mampu memikul
karyawan adalah hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggungjawabnya dengan baik, atau didapati
tanggung jawabnya. Lebih jauh beberapa pengertian fakta-fakta bahwa karyawan tidak sesuai
dari Kinerja dikutip dari beberapa ahli sebagai dengan bidang pekerjaananya saat ini,
berikut: sehingga perlu dimutasikan ke bidang kerjaan
a. Kinerja adalah seperangkat hasil yang dicapai lainnya.
dan merujuk pada tindakan pencapaian serta d. Sebagai bahan bagi karyawan sendiri untuk
pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta mengetahui pandangan karyawan lain
(Stolovitch and Keeps,1992). terhadap dirinya. Dengan demikian dapat
b. Kinerja adalah fungsi dari motivasi dan diketahui sisi-sisi kelemahan maupun
kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau keunggulan karyawan, sehingga ia dapat
pekerjaan, seseorang harus memliki derajat memperbaiki dirinya dimana perlu dan
kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. mempertajam lagi sisi-sisi yang dipandang
Kesediaan dan keterampilan seseorang unggul oleh sejawatnya.
tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan e. Dengan adanya penilaian prestasi kerja
sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang karyawan, maka akan didapati peringkat
apa yang akan dikerjakan dan bagaimana prestasi karyawan mulai dari yang berprestasi
mengerjakannya (Hersey and Blanchard, terbaik sampai dengan yang berprestasi
1993). terendah. Karyawan yang mempunyai prestasi
c. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan lebih tinggi sudah selayaknya akan
dalam melaksanakan tugas serta kemampuan memperoleh peningkatan gaji yang lebih
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. tinggi. Sebaliknya yang berprestasi rendah
Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika akan memperoleh kenaikan yang lebih rendah
tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan atau dipertimbangkan tidak meperoleh
baik (Donnelly, Gibson and Ivancevich, kenaikan gaji.
1994). f. Bagi karyawan yang berprestasi tinggi dan
d. Kinerja merupakan fungsi interaksi antara mempunyai human relationship yang baik
kemampuan atau ability (A), motivasi atau akan memungkinkan untuk diberi
motivation (M) dan kesempatan atau tanggungjawab yang lebih tinggi. Kepada
opportunity (O), yaitu kinerja = ƒ (A x M x mereka dapat diserahi kepercayaan untuk
O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari memimpin melalui peningkatan, misalnya
kemampuan, motivasi dan kesempatan ditingkatkan dari fungsi sebagai staff menjadi
(Robbins, 1996). Dengan demikian, kinerja supervisor
ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan,
motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja 3. Beberapa Metode Performance Appraisal
adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi Dari sisi pelaku penilai (yang melakukan
yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya penilaian), maka penilaian prestasi kerja dapat
rintangan-ringtangan yang mengendalakan dilakukan oleh:
karyawan itu. Meskipun seorang individu a. Penilaian hanya oleh atasan; yaitu penilaian yang
mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada dilakukan oleh atasan langsung karyawan.
rintangan yang menjadi penghambat. Penilaian yang dilakukan atasan langsung ini
sangat praktis karena dapat dilaksanakan dengan
2. Tujuan Performance Appraisal cepat dan tidak melibatkan banyak orang, bahkan
Penilaian prestasi karyawan di BPRS antara atasan telah memiliki catatan terhadap prestasi
lain bertujuan: masing-masing bawahannya sebelum
a. Dengan adanya Performance Appraisal Performance Appraisal dilakukan. Penilaian oleh
karyawan, maka memungkinkan bagi atasa langsung ini memiliki kelemahan yaitu akan
pimpinan perusahaan untuk mengetahui terjadi standard penilaian yang berbeda oleh
kinerja masing-masing karyawan, apakah atasan yang berbeda, dimana mereka memiliki
28
Saparuddin Siregar Performance Appraisal pada BPRS
bawahan masing-masing pada perusahaan yang masa depan menggunakan asumsi bahwa karyawan
sama. Misalnya pada BPRS terdapat dua bagian, tidak lagi sebagai objek penilaian yang tunduk dan
yaitu bagian marketing dan operasional, lalu tergantung pada penyelia, tetapi karyawan dilibatkan
masing-masing bagian ini disupervisi oleh dalam proses penilaian. Karyawan mengambil peran
supervisor masing-masing. Maka dapat terjadi penting bersama-sama dengan penyelia dalam
bahwa standard penilaian oleh supervisor menetapkan tujuan-tujuan strategis perusahaan.
marketing berbeda dengan penilaian oleh Karyawan tidak saja bertanggung jawab kepada
supervisor operasional. penyelia, tetapi juga bertanggung jawab kepada
b. Penilaian oleh kelompok lini; yaitu penilaian dirinya sendiri. Kesadaran ini adalah kekuatan besar
yang dilakukan oleh atasan langsung dan bagi karyawan untuk selalu mengembangkan diri.
atasannya lagi. Penilaian dilakukan bersama-sama Inilah yang membedakan perusahaan modern dengan
dengan cara membahas kinerja dari bawahannya yang lainnya dalam memandang karyawan (SDM).
yang dinilai. Penilaian ini memiliki keuntungan Namun untuk organisasi yang sederhana seperti BPRS
bahwa objektivitasnya lebih akurat dibandingkan penilaian dengan orientasi masa lalu akan lebih
kalau hanya oleh atasan sendiri, namun atasan mudah untuk dilaksanakan.
yang lebih tinggi dapat mendominasi penilaian. Beberapa tekhnik yangdigunakan untuk
c. Penilaian oleh bawahan dan sejawat. Penilaian penilaian yang berorientasi masa lalu antara lain::
dengan metode ini mungkin akan sangat subjektif, a. Skala peringkat (Rating Scale)
namun selaku atasan tidak akan memiliki kendala para penilai diharuskan melakukan suatu
psikologis terhadap hasil penilaian, karena penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja
penilaian diserahkan kepada karyawan. karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari
yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Dari sisi aspek-aspek yang dinilai, penilaian
Penilaian didasarkan pada pendapat para penilai.
meliputi: pengetahuan tentang pekerjaanya,
Pada umum nya penilai diberi formulir, yang
kepemimpinan, inisiatif, kualitas pekerjaan, kerja
berisi sejumlah sifat dan ciri-ciri hasil kerja yang
sama, pengambilan keputusan, kreativitas, dapat
harus diisi, seperti kemandirian, inisiatif, sikap,
diandalkan, perencanaan, komunikasi, intelegensi
kerja sama dan seterusnya.
(kecerdasan), pemecahan masalah, pendelegasian,
sikap, usaha maupun motivasi, namun asfek ini dapat Keuntungan dari metode ini adalah
disederhanakan dengan pengelompokan sebagai biayanya yang murah dalam penggunaan dan
berikut: pengembangannya, penilai membutuhkan sedikit
a. kemampuan teknis, yaitu kemampuan pelatihan atau waktu untuk menyerpurnakan
menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan formulir yang ada, dan metode ini bisa digunakan
peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan untuk banyak karyawan.
tugas serta pengalaman dan pelatihan yang Kelemahan dari metode ini juga ada, yaitu
diperolehnya. prasangka penilai biasanya akan tampak pada
b. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk subjektivitasnya. Penilaian yang deskriptif ini
memahami kompleksitas perusahaan dan dipengaruhi oleh penafsiran dan prasangka
penyesuaian bidang gerak dari unit masing- individu.
masing ke dalam bidang operasional perusahaan
secara menyeluruh, yang pada intinya individual b. Daftar pertanyaan (Checklist)
tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung Penilaian berdasarkan metode ini terdiri
jawabnya sebagai seorang karyawan. dari sejumlah pertanyaan yang menjelaskan
c. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu
lain kemampuan untuk bekerja sama dengan pekerjaan tertentu. Penilai tinggal memilih kata
orang lain, memotivasi karyawan, melakukan atau pernyataan yang menggambarkan
negosiasi, dan lain-lain. karakteristik dan hasil kerja karyawan. Selain itu,
sebagai penilai biasanya atasan langsung.
Pendekatan pada orientasi penilaian dapat Keuntungan dari checklist adalah biaya
dilakukan terhadap kinerja masa lalu maupun terhadap yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya
kinerja masa depan. Dengan mengevaluasi prestasi membutuhkan pelatihan yang sederhana, dan
kinerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh distandarisasi. Kelemahannya meliputi kepekaan
umpan balik dari upaya-upaya mereka. Umpan balik pada penyimpangan penilai, terutama hallo effect.
ini selanjutnya bisa mengarah kepada perbaikan- Hallo effect adalah terpengaruhnya penilaian
perbaikan prestasi. Metode penilaian berorientasi prestasi kerja yang disebabkan oleh persepsi
29
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 27 - 32
pribadi penilai. Dapat terjadi penilaian ini lebih 4. Formulir Penilaian Prestasi Kerja Karyawan
mengedepankan kriteria-kriteria pribadi karyawan Untuk melakukan penilaian prestasi kerja,
dalam menentukan kriteria-kriteria hasil kerja. BPRS menggunakan Formulir Penilaian Performane
Kesalahan menafsirkan materi-materi checklist, Karyawan. Pada Formulir penilaian prestasi karyawan
dan penentuan bobot nilai seharusnya dihindari.. terdapat 13 (tigabelas) aspek yang dinilai, yaitu:
1) Keramahtamahan sesama karyawan
c. Metode peristiwa kritis (Critical Incident Penilaian ini dilakukan untuk mengukur
Methode) kemampuan karyawan berinteraksi dengan
Metode ini merupakan pemilihan yang sesama karyawan. Keramahtamahan ini akan
mendasarkan pada catatan kritis penilai atas tercermin dalam kesehari-harian karyawan.
perilaku karyawan, seperti sangat baik atau sangat Beberapa pertanyaan yang menjadi indikasi
jelek di dalam melaksanakan pekerjaan. Kategori- keramahtamahan ini antara lain, apakah
kategori, misalnya kontrol keselamatan dan seorang karyawan menyapa rekannya apabila
pengembangan karyawan. bertemu pertama sekali pada pagi hari, apakah
Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan selalu memperlihatkan wajah yang
karyawan umpan balik yang terkait langsung manis/selalu tersenyum, apakah karyawan
dengan pekerjaanya. Hal ini juga mengurangi suka membaur atau suka terdiam menyendiri
penyimpangan penilai, jika penilai mencatat seperti orang asing.
kejadian selama masa penilaian. Tentu saja,
kelemahan yang utama adalah penilai sering kali 2) Sikap loyal terhadap atasan
tidak mencatat ketika insiden terjadi. Sikap loyal terhadap atasan dapat
diindikasikan dari beberapa perilaku
karyawan antara lain; apakah karyawan
d. Metode catatan prestasi
selalu menunjukkan sikap respect terhadap
Metode ini berkaitan erat dengan metode
atasan, apakah karyawan mematuhi instruksi-
peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan,
instruksi yang disampaikan atasannya, apakah
yang banyak digunakan terutama oleh para
karyawan senantiasa bekerja dengan sungguh
professional. Misalnya penampilan, kemampuan
sungguh meskipun tanpa pengawasan
berbicara, peran kepemimpinan, dan aktivitas langsung dari atasan. Apakah karyawan di
lainyang berhubungan dengan pekerjaan. belakang pimpinan selalu mencela atau
Informasi ini secara khusus digunakan untuk bahkan lebih ekstrim ingin menjatuhkan
menghasilkan detail laporan tahunan tentang pimpinan dengan menyampaikan keterangan-
kontribusi seorang professional selama satu tahun. keterangan yang tidak benar kepada pihak-
Selanjutnya, laporan akan digunakan oleh atasan pihak tertentu.
untuk menentukan kenaikan dan promosi dan
untuk memberikan saran-saran tentang hasil 3) Ketelitian kerja
kerjanya untuk masa yang akan datang. Penafsiran Ketelitian kerja dapat diukur dengan
terhadap materi-materi mungkin subjektif, dan keseharian pekerjaan karyawan, beberapa
biasanya terjadi penyimpangan, karena hanya indikasi antara lain; apakah teller sering
memberikan sesuatu yang baik saja terhadap mengalami selisih kas pada akhir hari,
apapun yang dilakukan karyawan. apakah karyawan sering keliru dalam
melakukan entry data ke computer, apakah
e. Metode Alokasi Angka staf marketing selalu keliru dalam mengetik
Metode ini yang terjadi ialah bahwa penilai data nasabah ketika menyusun usulan-usulan
memberi nilai dalam bentuk angka kepada semua pembiayaan.
karyawan yang dinilai. Karyawan yang mendapat
angka tertinggi berarti dipandang sebagai 4) Kecepatan Kerja
karyawan ‘terbaik’ dan karyawan yang mendapat Kecepatan Kerja karyawan diindikasikan oleh
angka paling rendah merupakan karyawan yang kemampuannya mengerjakan pekerjaan
dinilai paling tidak mampu bekerja. Jumlah nilai dengan waktu yang singkat dengan akurasi
bagi semua karyawan ditentukan oleh departemen yang tinggi. Kemampuan ini dapat
SDM. Misalnya jumlah 100 yang ‘didistribusikan’ diperbandingkan antara satu karyawan dengan
pada sepuluh orang karyawan, sehingga terlihat karyawan lainnya. Ketika diberi penugasan
penilaian sebagai berikut: apakah karyawan dapat menyelesaikan tugas
30
Saparuddin Siregar Performance Appraisal pada BPRS
dengan segera dan dapat mengatasi sendiri fasilitas-fasilitas yang tersedia didalam
hambatan-hambatan yang dialaminya. program komputer.
31
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 27 - 32
32
PEMBELAJARAN ORGANISASI:
STRATEGI MEMBANGUN KEKUATAN PERGURUAN TINGGI
Yeni Absah
Staf Pengajar FE USU
Abstract
Under the turbulent conditions associated with globalisation, a critical characteristic of organizations will be
their capacity to learn from experience and adapt continuously to changing external conditions. Organizational
learning is an evort to show it’s commitment to learning sustain and improve itselves. Universities that implement
organizational learning, will attempt to improve the quality of their teaching and learning processes.
33
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 33 - 41
34
Yeni Absah Pembelajaran Organisasi: Strategi Membangun…
modal maya organisasi. Tanpa mekanisme melalui praktek jangka panjang dari serangkaian
pembelajaran organisasi, maka organisasi tidak akan disiplin. Dengan demikian akan tercipta
mampu menjaga konsistensi pertumbuhan dan organisasi yang dikelola oleh individu-individu
perkembangannya, sehingga tidak mampu yang bekerjasama menuju visi bersama, bukan
menghasilkan nilai tambah yang lebih besar bagi lagi atas dasar perintah.
stakeholders 2. Awareness of mental models
Pada dasarnya tidak ada perbedaan mendasar Merupakan pemikiran atau gambaran internal
antara proses belajar individu dengan proses belajar seseorang yang dipegang secara mendalam
organisasional. Perbedaan terdapat pada (a) jumlah mengenai bagaimana dunia bekerja, yakni
anggota yang terlibat, sehingga konsep utama dari gambaran yang melatarbelakangi kita dalam
proses pembelajaran organisasi adalah belajar bertindak dan berpikir. Model ini dapat sangat
bersama (melibatkan seluruh anggota organisasi), kuat menentukan tindakan seseorang baik
dimana mekanisme berbagi (baik berbagi cara perilaku yang positif atau justru membatasi
berpikir, berbagi cara pandang, berbagi model mental perilaku. Masalah mental models ini bukanlah
atau berbagi visi bersama) menjadi kunci utama karena seseorang memilikinya, namun masalah
keberhasilan dari proses pembelajaran organisasi, dan mental models ini akan meningkat ketika model
(b) setelah pembentukan pengetahuan tasit organisasi, ini “diam“ yakni ketika gambaran itu muncul di
dilanjutkan dengan proses institusionalisasi untuk bawah tingkat yang dapat diterima. Senge
mengubah pengetahuan tasit organisasi menjadi berpendapat bahwa masalah dengan struktur
pengetahuan eksplisit organisasi. mental terjadi ketika pemikiran seseorang
Secara umum, indikasi dari keberhasilan mengikuti suatu model tanpa ada kemungkinan
proses pembelajaran organisasi adalah makin luas dan kesediaannya untuk mengubah pemahaman atau
makin intensifnya mekanisme belajar bersama membangun pemahaman baru.
(organisasi), karena: (a) organisasi mampu melakukan 3. Building a shared vision
proses perbaikan berkelanjutan, melalui peningkatan Pada tingkat yang paling sederhana, shared
kualitas cara pandang dan cara berpikirnya, dan (b) vision adalah jawaban dari pertanyaan “Apa
organisasi mampu melakukan proses inovasi sosial, yang ingin kita ciptakan? Meskipun
melalui peningkatan kualitas paradigmanya. Sasaran membangun disiplin pertama (personal
utama proses pembelajaran organisasi adalah mastery) dapat membantu dalam membangun
institusionalisasi pengetahuan kolektif yang dimiliki visi personal, pengembangan tersebut sungguh
para anggota sebagai hasil integrasi (berbagi tidak akan membantu organisasi kecuali jika
pengetahuan dan atau berbagi model mental), yang terdapat kesejajaran antara visi personal dengan
diaktualisasikan dalam bentuk strategi, program, visi organisasi. Dengan demikian tidak hanya
sistem, atau pedoman organisasi. visi organisasi yang penting bagi karyawan,
Pembelajaran organisasi merupakan visi namun visi personal karyawan juga harus dinilai
bagaimana sebuah organisasi dapat menjadi sebuah dan dihargai oleh organisasi.
organisasi yang ideal (Kofman dan Senge, 1995) 4. Team learning
dengan menggunakan lima disiplin dasar (five Kesejajaran antara visi personal dengan visi
fundamental disciplines), dimana tiap-tiap disiplin organisasi bukanlah masalah kesempatan atau
memberikan kontribusi dalam memperbaiki bahkan hanya merupakan persoalan sederhana
kehidupan dan kapasitas organisasi untuk belajar. mengenai rekrutmen karyawan (misalnya
Lima disiplin tersebut adalah: organisasi dapat merekrut orang-orang dengan
1. Personal Mastery visi yang sejalan dengan visi organisasi). Team
Sumber keunggulan bersaing dalam bisnis learning merupakan masalah praktek dan
hanya akan datang dari kesuksesan perusahaan proses. Senge menyebut proses ini sebagai
dalam pembelajaran, bagaimana mengetuk “team learning dan menjelaskan bahwa hal ini
komitmen dan kapasitas orang-orang untuk merupakan disiplin yang ditandai dengan tiga
belajar pada semua tingkatan dalam organisasi. dimensi penting, yakni:
Dalam mengelola orang-orang, organisasi harus a. kemampuan untuk memiliki wawasan
memberdayakannya. Tujuan pendekatan ini berpikir mengenai masalah-masalah penting
adalah agar karyawan dapat mengembangan b. kemampuan untuk bertindak dengan cara-
kreativitas, memiliki motivasi, dan selalu ingin cara yang inovatif dan koordinatif
belajar dan memperbaiki diri, untuk mencapai c. kemampuan untuk memainkan peranan
tujuan personal yang sejalan dengan tujuan yang berbeda pada tim yang berbeda
organisasi. Organisasi seperti ini akan tercipta
35
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 33 - 41
36
Yeni Absah Pembelajaran Organisasi: Strategi Membangun…
Angelo menawarkan saran-saran berikut kepada ketua perhatian yang diberikan pada setiap usaha perbaikan,
departemen, yakni: 1) membangun kepercayaan; 2) maka dapatlah dipandang universitas sebagai
menciptakan situasi saling memotivasi; 3) universitas pembelajaran organisasi (university
membangun komunikasi; 4) merancang sistem umpan learning organization).
balik dan proaktif dalam bekerja; 5) berpikir dan
bertindak secara sistematis; 6) lakukan apa yang anda a. Visi
yakini; 7) jangan berasumsi. Visi dan kepemimpinan Pernyataan visi, misi, aktivitas rencana jangka
terdapat dalam panduannya untuk saling memotivasi, panjang menggambarkan karakteristik pembelajaran
dan merancang umpan balik dan bekerja proaktif. organisasi. Umumnya perguruan tinggi memiliki
Saling memotivasi terbangun melalui berbagi visi. pernyataan formal mengenai tujuannya, yang biasanya
Berdasarkan pada berbagi visi, fakultas dapat disebut sebagai pernyataan misi. Lang dan Lopers-
merancang strategi dan aktivitasnya untuk mencapai Sweetman (1991) menyatakan beberapa peran dari
tujuan-tujuan departemen (program studi). pernyataan misi insitusi. Pernyataan misi berperan
Atribut pembelajaran organisasi mengenai sebagai penjelasan dari tujuan, sebagai penyaring dari
ilmu pengetahuan dan manajemen komunikasi disebut para oportunis, deskripsi mengenai siapa mereka,
dengan berdialog dan kebutuhan untuk bertanya aspirasinya, atau pola pemasarannya. Walaupun
dibandingkan berasumsi. Berdialog penting untuk terdapat berbagai kegunaan dari pernyataan misi,
mendapatkan komunikasi yang efektif agar dapat umumnya misi berhubungan dengan masa depan
saling memahami dan selanjutnya komunikasi yang institusi. Visi dalam sebuah universitas yang
efektif tersebut akan menurunkan penggunaan asumsi. melakukan pembelajaran organisasi benar-benar
Prinsip-prinsip yang mendukung terbangunnya rasa terealisasi pada tingkat departemen (program studi).
kepercayaan, pemikiran dan tindakan yang sistematis, Penelitian terhadap 200 ketua departemen terbaik oleh
menunjukkan konsep budaya pembelajaran dalam Creswell et al. (1990) menunjukkan bahwa ketua
upaya meningkatkan kinerja. Kepercayaan departemen (program studi) bertanggung jawab
menggambarkan bahwa fakultas berada dalam membangun visi atau fokus bersama departemen. Visi
lingkungan yang dapat membuat departemen merasa departemen haruslah sejalan dengan visi dan misi
dihargai, bernilai, dan aman. Pemikiran yang institusi dan dimiliki oleh fakultas melalui keterlibatan
sistematis memungkinkan individu-individu dalam mereka dalam proses formulasi (Creswell et al.,
departemen (program studi) merasa bahwa mereka 1990). Departemen (program studi) harus memiliki
merupakan bagian dari sistem yang lebih besar, yakni konsep kesepakatan mengenai siapa yang ingin
fakultas dan universitas (Angelo, 2000). dilayani, dengan cara apa, dan hasil apa yang ingin
Hatfield (1999:1) mengaplikasikan prinsip- dicapai (Gardiner, 2000). Misi departemen (program
prinsip perbaikan terus menerus pada departemen studi) haruslah diterjemahkan ke dalam tujuan,
(program studi), dan hal ini menunjukkan prinsip- sasaran, dan aktivitas yang lebih spesifik
prinsip pembelajaran organisasi. Harfield menjelaskan dibandingkan pernyataan misi dan merupakan
bahwa tujuan dari inisiatif melakukan perbaikan panduan operasional. Lebih luas lagi, ketua
secara terus menerus bagi departemen (program studi) departemen sebagai faktor kunci dalam
adalah menjadi departemen (program studi) yang mentransformasikan departemen ke dalam komunitas
mampu memandang diri sendiri (self-regarding), pembelajaran melalui visi pengajaran yang lebih
memonitor diri sendiri (self-monitoring) dan efektif, pembelajaran yang lebih baik lagi, beasiswa
mengoreksi diri sendiri (self-correcting). Harfield yang lebih tepat sasaran, dan kerjasama yang lebih
(1999:1) menyatakan bahwa “rencana penilaian banyak.
tingkat departemen (program studi) harus
mengidentifikasi misi dari departemen (program b. Kepemimpinan
studi), tujuan yang dikaitkan dengan visi, berbagai Bimbaum (1998:102-104) menjelaskan posisi
aktivitas atau proses yang mendukung pencapaian pemimpin perguruan tinggi sebagai posisi yang
tujuan, dan sejumlah pengukuran yang memberikan diharapkan dapat mempengaruhi tanpa memaksa,
indikasi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan. mengarahkan tanpa sanksi, dan mengawasi tanpa
Implementasi rencana membutuhkan pengumpulan, menyebabkan pemencilan dalam pembelajaran
analisis, dan perbandingan data, proses revisi, dan organisasi. Bimbaum menawarkan tujuh aturan bagi
komunikasi mengenai hasil yang dicapai“. para pemimpin di lingkungan perguruan tinggi, yakni:
Universitas dan fakultas memiliki sejumlah 1) menghidupkan norma-norma kelompok; 2)
proses yang sistematis dalam upaya melakukan menyesuaikan diri dengan harapan kelompok tentang
perbaikan. Usaha-usaha ini dapat dilakukan pada kepemimpinannya; 3) menggunakan jalur komunikasi
tingkat universitas maupun pada fakultas. Melihat yang telah terbangun; 4) tidak memberikan perintah
37
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 33 - 41
yang tidak mungkin dilaksanakan; 5) mendengarkan; berbagai penelitian yang membawa perbaikan
6) menurunkan perbedaan status; 7) mendorong pemahaman, perencanaan, dan operasi institusi pada
pengendalian diri sendiri. pendidikan tinggi. Lembaga penelitian berperan dalam
Prinsip-prinsip kepemimpinan collegial juga mengkaji lingkungan yang dihadapi oleh perguruan
berkaitan dengan kepemimpinan fakultas. Fakultas tinggi. Peterson (1999) menyatakan bahwa lembaga
mengeluarkan pernyataan visi fakultas namun penelitian haruslah memiliki sifat adaptif yang tinggi
memberikan kepercayaan pada departemen (program karena tingginya arus informasi dan cepatnya
studi) untuk mengambil keputusan dan strategi guna perubahan yang terjadi.
mencapai visi tersebut. Dekan berperan sebagai Pada tingkat fakultas, informasi mengenai
fasilitator dalam hal kerjasama dan penghubung kinerja departemen (program studi) dikumpulkan
dengan fakultas lain. Menurut Murray (1997) dalam untuk tujuan evaluasi. Evaluasi kinerja departemen
lingkup akademik, kepemimpinan partisipatif (program studi) digunakan untuk berbagai tujuan,
diketahui paling baik untuk digunakan. Pembelajaran tetapi umumnya berkaitan dengan pengambilan
organisasi dalam perguruan tinggi berarti memberikan keputusan mengenai kinerja individu misalnya tingkat
kebebasan dan tanggung jawab kepada fakultas dan pembayaran gaji, promosi, dan masa jabatan. Kinerja
departemen. Wergin (1994:5) menjelaskan pentingnya departemen (program studi) biasanya dievaluasi
tanggung jawab bersama pada tingkat fakultas. melalui pengukuran kualitatif dan kuantitatif dalam
Langkah pertama, aspirasi individu dimasukkan ke tiga fungsi yang saling berkaitan yakni pendidikan,
dalam tujuan-tujuan departemen (program studi) penelitian dan pengabdian pada masyarakat. di
dimana hal ini akan menimbulkan komitmen bersama. Indonesia dikenal dengan istilah Tri Dharma
Selanjutnya adalah dengan menekankan pentingnya Perguruan Tinggi. Alat untuk mengevaluasi
membangun usaha pemahaman bersama mengenai pendidikan (pengajaran) umumnya meliputi tingkat
tujuan fakultas dan bagaimana harus mencapainya. kehadiran, nilai mahasiswa, dan portofolio
Perguruan tinggi harus memiliki pernyataan pendidikan. Sementara evaluasi terhadap penelitian
visi, misi dan kepemimpinan yang menekankan umumnya melihat pada pentingnya kontribusi
partisipasi. Usaha-usaha untuk mencapai misi dan penelitian tersebut terhadap berbagai kegiatan
tujuan dapat direalisasikan oleh fakultas. Dekan akademik, termasuk publikasi ilmiah dan
fakultas berperan penting dalam memfasilitasi memenangkan dana penelitian. Sedangkan evaluasi
lingkungan kerjasama di dalam universitas yang dari pengabdian pada masyarakat dinilai dari
melakukan pembelajaran organisasi (university sumbangan perguruan tinggi pada masyarakat.
learning organization). Hecht et al. (1999:236) melihat adanya
kebutuhan yang tinggi terhadap data fakultas. Hecht et
c. Manajemen Ilmu Pengetahuan dan Komunikasi al. menyatakan bahwa fakultas harus mengumpulkan
Universitas memiliki sejumlah mekanisme data yang berkaitan dengan keluar masuknya
pengumpulan informasi dalam mengambil keputusan mahasiswa, jumlah lulusan dan jumlah mahasiswa
dan upaya perbaikan. Secara internal, universitas yang ada, sarjana yang dihasilkan, sumberdaya fisik
mengawasi kualitasnya sendiri berdasarkan standar dan finansial, serta benchmarking antar fakultas dalam
yang ada. Kualitas fakultas diukur melalui perguruan tinggi. Perguruan tinggi harus
kesepakatan yang dibuat, promosi, dan prosedur masa mengumpulkan semua informasi mengenai kinerjanya
jabatan. Kualitas mahasiswa ditunjukkan dengan untuk diberikan baik pada pihak internal maupun
syarat yang harus dipenuhi agar diterima sebagai eksternal. Informasi tersebut digunakan sebagai
mahasiswa, indeks prestasi, dan penghargaan yang panduan bagi perguruan tinggi untuk mengambil
diterima mahasiswa. Penelitian dan publikasi ilmiah keputusan. Fakultas memiliki wewenang untuk
menggambarkan kualitas penelitian dan beasiswa. menilai kinerja departemen (program studi) yang
Syarat penerimaan mahasiswa, penilaian mahasiswa berada di bawah lingkup keilmuannya.
mengenai sistem pengajaran, dan pengembangan
departemen (program studi) menggambarkan d. Budaya Belajar
kurikulum yang dijalankan. Secara eksternal Dalam universitas yang menjadi organisasi
akreditasi, peraturan pemerintah, dan peringkat yang pembelajaran, salah satu aktivitas paling nyata yang
dibuat oleh lembaga eksternal merupakan informasi dihubungkan dengan budaya belajar adalah
tambahan mengenai kinerja perguruan tinggi (Trow, pengembangan departemen (program studi).
1998). Pengembangan departemen (program studi) dirancang
Lembaga penelitian merupakan sumber lain untuk mencapai pertumbuhan dan pembangunan yang
yang menyediakan informasi lengkap mengenai pesat dari departemen (program studi) itu sendiri dan
perguruan tinggi. Lembaga penelitian harus menaungi staf pengajar sehingga mereka dapat melaksanakan
38
Yeni Absah Pembelajaran Organisasi: Strategi Membangun…
tugasnya lebih efektif. Pengembangan ini umumnya untuk mempraktekkan keahlian-keahlian baru, dan
dalam hal program pelayanan pendidikan, program ketakutan akan kegagalan. Sedangkan Senge (1994)
mentoring, pusat pendidikan, dan kehadiran pada mengidentifikasi tujuh ketidakmampuan belajar,
seminar akademik (Bensimon et al., 2000). Tucker yakni: 1) I’m my pisition; 2) the enemy is out of there;
(1992) menjelaskan dua pendekatan program 3) the illution of taking charge; 4) the fixation on
pengembangan departemen (program studi) yakni events; 5) the parable of the boiled frog; 6) the
pengembangan departemen (program studi) yang delusion of learning from experience; dan 7) the myth
berarti pengembangan staf pengajar dan of the management team. Senge (1994) menjelaskan
pengembangan departemen (program studi) yang bahwa I’m my pisition adalah ketidakmampuan yang
berarti pengembangan fakultas. terjadi ketika karyawan mengidentikkan dirinya
Budaya belajar dalam sebuah perguruan dengan posisinya di perusahaan. Dengan kata lain,
tinggi bersifat terbuka dan saling percaya yang berarti karyawan dibatasi oleh posisinya dan tidak merasa
adanya pengawasan kinerja dan nilai-nilai kerjasama. bertanggungjawab terhadap tujuan organisasi secara
Menurut Wergin (1994) kerjasama di dalam fakultas keseluruhan. The enemy is out of there menunjukkan
membutuhkan kebersamaan tanpa melepaskan adanya sikap menyalahkan seseorang atau sesuatu atas
otonomi departemen (program studi). Wergin (1994) masalah-masalah yang ada ataupun kegagalan yang
menyatakan jika unit akademik mendefinisikan terjadi. The illution of taking charge merujuk pada
dirinya sendiri sebagai sebuah kesatuan bersama, dan pengumuman menjadi proaktif. Hal ini kemudian
jika mereka setuju untuk memikul tanggungjawab disebut ke-proaktifan. The fixation on events berfokus
bersama, maka unit akademik tersebut secara pada kejadian saat sekarang, yakni mengalihkan
keseluruhan harus menerima tanggungjawab atas apa perhatian dari pemahaman yang lebih mendalam
yang dilakukan serta dampak yang ditimbulkan mengenai penyebab dan pola dari setiap kejadian. The
bersama. Fakultas yang memiliki kerjasama efektif parable of the boiled frog adalah kegagalan pada
akan menggunakan dialog bersama, pengawasan sesuatu yang datang perlahan, yakni hambatan-
bersama, praktek bersama, dan mengakui prestasi dan hambatan bertahap yang dapat mengganggu
keberhasilan bersama. Fakultas harus melakukan kemampuan untuk bertahan hidup. The delusion of
evaluasi dan memberikan balas jasa atas produktifitas learning from experience adalah ketidakmampuan
bersama tersebut (Hecth et al., 1999). yang terjadi ketika muncul rasa ketidakmungkinan
Perguruan tinggi yang melakukan untuk selalu belajar dari pengalaman saat itu karena
pembelajaran organisasi memiliki budaya yang beberapa keputusan merupakan keputusan jangka
meningkatkan pembelajaran guna memperbaiki panjang dan memakan waktu beberapa tahun atau
kinerjanya. Perguruan tinggi harus memiliki struktur dekade untuk melihat hasilnya. Terakhir, the myth of
dan proses yang mendorong pengembangan individu the management team adalah ketidakmampuan belajar
dan mengawasi kemajuan institusi. Perguruan tinggi yang mempertanyakan keefektifan pengumpulan
juga harus mendukung peningkatan kerjasama, manajer-manajer berpengalaman dari berbagai bidang
khususnya pada tingkat fakultas, yang berarti dan kemampuan organisasi untuk mengatasi
peningkatan kinerja. ketidakmampuan belajar yang telah disebutkan
sebelumnya.
Organisasi pembelajaran adalah organisasi
PENUTUP yang memiliki komitmen pada keinginan terus
menerus untuk melakukan perbaikan. Sejumlah faktor
Organisasi yang menuju pada pembelajaran dapat saja menghalangi organisasi untuk belajar,
organisasi membutuhkan perubahan dalam budaya namun organisasi harus bersedia untuk mengerahkan
organisasi dengan memiliki komitmen jangka segala usahanya untuk berubah menjadi organisasi
panjang. Gephart et al. (1996) menyatakan bahwa pembelajaran.
pembelajaran organisasi tidaklah mudah, terdapat
hubungan yang selaras antara kapasitas pembelajaran
organisasi dengan tindakan atau hasil. Sejumlah hal DAFTAR PUSTAKA
dapat menghalangi organisasi dalam melakukan
tindakan-tindakan yang sesuai dengan kapasitas Angelo, T.A., (2000). Transforming Departements
pembelajarannya, seperti hambatan politis, sanksi into Productive Learning Communities, In
hukum, dan kesenjangan sumberdaya. Garvin (2000) A.F. Lucas & Associates, Leading Academic
mengidentifikasi bahwa ketidakmampuan belajar Change: Essential Roles for Department
selama aplikasi tahap pembelajaran ditunjukkan oleh Chairs, pp.74-89, San Francisco: Jossey-Bass
ketidaksediaan untuk berubah, tidak cukupnya waktu Inc.
39
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 1, Nomor 1, Januari 2008: 33 - 41
Baldwin, T.T., C.Danielson, dan W. Wiggenhorn, Harfield, S.R. (1999). The Vision Thing in Higher
1997. The Evolution of Learning Strategies in Education, Higher Education, 23(4), pp.8-14.
Organizations: From Employee Development Hecht, I.W.D., M.L. Higgerson, W.H. Gmelch and A.
to Business Redefinition. Academy of Tucker (1999). The Departement Chairs as a
Management Executive, November, pp.47- Academic Leader, phoenix, AZ: Oryx Press.
58. Kim, D.H. (1993). The Link between Individual and
Bensimon, E.M., K. Ward dan K. Sanders (2000). The Organizational Learning, Sloan Management
Departement Chair’s Role in Developing Review, fall, pp.37-50.
New Faculty and Scholars, Bolton, MA: Kofman, F. dan P.M. Senge (1995). Communities of
Anker Publishing. Commitment: The Heart of Learning
Birnbaum, R., (1998). How Colleges Work: The Organizations, Learning Organizations, Eds
Cybernetics of Academic Organization and S.Chawla dan J. Renesh, Oregon: Productivity
Leadership. San Francisco: Jossey-Bass Inc. Press.
Blustain, H., P. Goldstein dan G. Lozier (1999). Lang, D.W. dan R. Lopers-Sweetman (1991). The
Assessing teh New Competitive Landscape in Role of Statements of Institusional Purpose,
R. Katz & Associates (Eds), Dancing with Research in Higher Education, December,
the Davil: Information ecjnology abd the 32(6), pp.599-624.
new Competition in Higher Education, pp. Luthans, Fred, 1995. Organizational Behavior,
51-71, San Francisco, Jossey-Bass, Inc. Seventh Edition, International Edition, New
Cleveland, J. dan P. Plantrik (1995). Learning, York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Learning organization and TQM. In A.M. Marquardt, Michael J., 1996. Building the Learning
Hoffman and D.J. Julius (Eds), Total Quality Organization. New York: McGraw-Hill
Management: Implications for Higher Companies, Inc.
Education, pp. 233-243, Maryville, MO: Murray, J. (1997). Succesful Development and
Prescott. Evaluation: The Complete Teaching Portfolio,
Creswell, J.W., D.W. Wheeler, A.T. Seagren, N.J. ASHE-ERIC Higher Education Report,
Egly dan K.D. Bayer (1990). The Academic No.8, Washington, DC.
Chair Person’s Handbook, Lincoln: O’Banion, T. (1997). Learning College for the 21st
University Of Nebraska Press. Century, Phoenix, AZ: Oryx Press.
Dill, D.D., (1999). Academic Accountability and Ortenblad, A. (2001). On Differences between
University Adaptation: The Architecture of an Organizational Learning and Learning
Academic Learning Organization, Higher Organization, The Learning Organization,
Education, 38, Pp.127-154. Vol. 8, No. 3, pp. 125-133.
Espejo, R., W. Schuhmann, M. Schwaninger dan U. Pearn, M., C. Roderick, dan C. Mulrooney (1995).
Bilello (1996). Organizational Learning Organization in Practice, London:
Transformation and Learning: A Cybernatic McGraw-Hill.
Approch to Management Peterson, M.W. (1999). The Role of Institutional
Fulmer, R.M., P. Gibbs dan B. Keys (1998). The Research: From Improvement to Redisign. In
Second Generation Learning Organizations: J.F. Volkwein (Ed), What is Institutional
New Tool for Sustaining Competitive Research All About? A Critical and
Advantage, Organizational Dynamics, 27 (2), Comprehensive Assesment of the Profession,
pp.6-21. New Directions for Institutional Research,
Gardiner, L.F. (2000). Monitoring and Improving winter, pp.83-103.
Educational Quality in the Academic Senge, P.M. (2000). The Academy as a Learning
Departement. In A.F. Lucas & Associates, Community: Contradiction in Terms or
Leading Academic Change: Essential Roles Realizable Future? In A.F. Lucas and
for Department Chairs, pp.165-194. Associates, Leading Academic Change:
Garvin, D.A. (2000). Learning in Action: A Guide to Essential Roles for Departement Chairs,
Putting the Learning Organization to Work, pp.275-300.
Boston: Harvard Business School Press. Senge, P.M. (1994). The Fifth Discipline: The Art
Gephart, M.A., V.J. Marsick, M.E. Von Buren, dan and Practice of the Learning Organization,
M.S. Spiro (1996). Learning Organization New York: Doubleday.
Come Alive, Training and Development,
December, pp. 35-45.
40
Yeni Absah Pembelajaran Organisasi: Strategi Membangun…
Tsang, E.W.K. (1997). Organizational Learning and Wergin, J.F. (1994). The Collaborative Departement:
Learning Organization: A Dichotomy How Five Campuses are Inching toward
between Decriptive and Prescriptive Cultures of Collective Responsibility,
Research, Human Relations, pp.73-89. Washington, DC: American Association for
Tucker, A. (1992). Chairing the Academic Higher Education.
Departement: Leadership Among Peers, Wheelen, Thomas L. dan J. David Hunger (2002).
New York: MacMillan. Strategic Management and Business Policy,
Eighth Edition, New Jersey: Prentice-Hall
41