Anda di halaman 1dari 200

September 2021

Platform
Sistem Pengelolaan
t
af
Persampahan
dr

improvement of solid waste


disusun oleh: management to support regional
areas AND metropolitan cities (iswm)
t
af
dr

2 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


kata
pengantar
Hingga saat ini pengelolaan persampahan masih menjadi tantangan pada sejumlah daerah
di Indonesia. Data Waste Management in ASEAN Countries, UNEP 2017, mencatat Indonesia
sebagai salah satu negara penghasil sampah terbesar di wilayah ASEAN dengan jumlah
sampah mencapai 64 juta ton/tahun. Belum lagi, adanya peningkatan urbanisasi yang
menyebabkan tingginya produksi sampah perkotaan juga berpotensi menjadi tantangan
tersendiri bagi pengelolaan sampah di negara ini.

Berdasarkan data Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan, diolah Bappenas, 2019 angka
pengelolaan persampaham di perkotaan secara nasional baru mencapai 55,73% yang terdiri
dari 54,85% penanganan dan 0,88% pengurangan. Kondisi ini tentunya perlu ditingkatkan
mengingat Indonesia telah berkomitmen mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

t
(TPB/Sustainable Development Goals-SDGs) 2030 untuk mengurangi dampak lingkungan,
serta mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-
af
2024 yang mengamanatkan terwujudnya 100% pengelolaan sampah di perkotaan dengan
20% pengurangan dan 80% penanganan.

Dengan keberadaan target RPJMN dan SDGs, ditambah adanya amanat Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2008 yang mengamanatkan pemerintah pusat dan daerah untuk menjamin
pengelolaan sampah yang lebih baik dan berwawasan lingkungan, maka pemerintah pusat
dr
melalui program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional Areas and
Metropolitan Cities (ISWM) di Direktorat Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/
Bappenas, menyusun platform sistem pengelolaan persampahan yang bertujuan untuk
memberikan kerangka landasan yang kuat dalam mewujudkan sistem pengelolaan sampah
baik di tingkat nasional dan daerah yang lebih baik, efisien, dan efektif.

Kehadiran platform ini juga diharapkan dapat menjadi alat bantu untuk melakukan
identifikasi dan menegaskan peran dari setiap pihak terkait, baik itu kementerian/lembaga,
pemerintah provinsi, dan juga pemerintah kabupaten/kota, sehingga tugas pokok dan
fungsi masing-masing pihak dapat terpantau dan terlaksana dengan baik.

Harapan lainnya, penyusunan platform juga bisa menjadi salah satu upaya sinkronisasi
sistem pengelolaan sampah yang ada di Indonesia, sebagai acuan sistem pengelolaan
sampah yang berkelanjutan di daerah, serta sebagai landasan untuk inovasi pengelolaan
sampah.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan iii


Akhir kata, semoga keberadaan platform ini bisa meningkatkan perhatian, kepedulian, serta
kolaborasi semua pihak dalam mencapai target pengelolaan sampah yang lebih baik dan
berkelanjutan sesusia dengan mandat SDGs 2030 dan RPJMN 2020-2024.

Ir. J. Rizal Primana, M.Sc


Deputi Bidang Sarana dan Prasarana,
Kementerian PPN/Bappenas

t
af
dr

iv Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


daftar
isi

iii kata pengantar


v daftar isi
ix daftar tabel
xi daftar gambar
BAB 1 PENDAHULUAN

t
1.1 Latar Belakang..............................................................................................I - 1
af
1.2 Tujuan Penyusunan Platform Sistem Pengelolaan Persampahan........ I - 7
1.3 Lingkup Pembahasan Dalam Platform Sistem Pengelolaan Persampahan
....................................................................................................................... I - 8
1.4 Ruang Lingkup Penulisan Platform Sistem Pengelolaan Persampahan.....
....................................................................................................................... I - 8
dr
1.5 Sasaran Penyusunan Platform Sistem Pengelolaan Persampahan...... I - 9

BAB 2 TARGET PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN SISTEM PENGELOLAAN


PERSAMPAHAN BERKELANJUTAN
2.1 Kondisi dan Tantangan Pengelolaan Persampahan...............................II - 1
2.2 Target Pengelolaan Persampahan Sesuai Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs) dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 –
2024............................................................................................................. II - 5
2.2.1 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable
Development Goals (SDGs)................................................................... II - 5
2.2.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020
– 2024.......................................................................................................... II - 6

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan v


2.3 Tinjauan Regulasi Pengelolaan Persampahan di Indonesia.................II - 9
2.3.1 Regulasi Kelembagaan Pengelolaan Persampahan.................... II - 10
2.3.2 Regulasi Pendanaan Pengelolaan Persampahan..........................II - 12
2.3.3 Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan
Organisasi Masyarakat dalam Pengelolaan Persampahan.........II - 14
2.3.4 Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan
Persampahan...........................................................................................II - 15
2.3.5 Identifikasi Kebutuhan Regulasi Baru terkait Pengelolaan
Persampahan...........................................................................................II - 17
2.4 Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan................................II - 21
2.4.1 Hirarki Pengelolaan Persampahan....................................................II - 21
2.4.2 Rantai Layanan Pengelolaan Persampahan..................................II - 22
2.4.3 Sentralisasi dan Desentralisasi Pengelolaan Persampahan......II - 26
2.4.4 Pengelolaan Persampahan Tingkat Sumber, Kawasan, Kota...II - 27

t
BAB 3 PLATFORM SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KOMPONEN
af
SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAan
3.1 Platform dan Prinsip Sistem Pengelolaan Persampahan......................III - 1
3.2 Komponen Sistem Pengelolaan Persampahan.....................................III - 4
3.2.1 Aspek Kebijakan/Regulasi...................................................................III - 5
dr
3.2.2 Aspek Kelembagaan dan Organisasi...............................................III - 15
3.2.3 Aspek Pendanaan.................................................................................III - 33
3.2.3.1 Sumber Pembiayaan Pengembangan Sistem Pengelolaan
Sampah yang Berkelanjutan..............................................III - 35
3.2.3.2 Bauran Pendanaan untuk Pembiayaan Pengelolaan
Sampah....................................................................................III - 38
3.2.3.3 Peningkatan Kapasitas Keuangan-Kelembagaan....... III - 44
3.2.4 Aspek Teknis/Operasional................................................................ III - 46
3.2.5 Aspek Pemberdayaan Masyarakat dan Pemangku Kepentingan......
.................................................................................................................... III -72

vi Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


BAB 4 PENGELOLAAN PERSAMPAHAN BERDASARKAN TIPOLOGI KAWASAN
PERDESAAN dan PERKOTAAN
4.1 Definisi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan......................................... IV - 1
4.1.1 Kawasan Perdesaan............................................................................... IV - 1
4.1.2 Kawasan Perdesaan............................................................................... IV - 1
4.2 Sistem Pengelolaan Sampah Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan
dan Perkotaan........................................................................................... IV - 4
4.2.1 Pengelolaan Sampah di Pedesaan................................................... IV - 5
4.2.2 Pengelolaan Sampah di Kawasan Perkotaan (Metropolitan, Besar,
Sedang, Kecil)......................................................................................... IV -12

BAB 5 FASILITASI SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN


5.1 Tangga Sistem Pengelolaan Persampahan............................................. V - 1

t
5.2 Komponen Fasilitasi/Pendampingan Platform..................................... V - 4
af5.3 Komponen 1: Alur Pelaksanaan Fasilitasi................................................V - 5
5.3.1 Advokasi......................................................................................................V - 5
5.3.2 Perencanaan.............................................................................................. V - 6
5.3.3 Pelaksanaan Uji Coba Model Pengelolaan Sampah.......................V - 7
5.3.4 Pengelolaan Sampah Skala Penuh serta Pemantauan dan Evaluasi..
dr
...................................................................................................................... V - 8
5.4 Komponen 2: Pemenuhan Indikator Kinerja Pengelolaan Sampah.V - 10
5.4.1 Indikator Kinerja Pengelolaan Sampah............................................V - 10
5.5 Komponen 3: Sistem Pendukung (Enabling Environment)................ V - 18
5.5.1 Peran dan Lingkup Kegiatan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota..
..................................................................................................................... V - 18
5.5.2 Pengelolaan Pengetahuan Persampahan........................................ V - 21
5.5.3 Peningkatan Kapasitas Pusat dan Daerah dalam Pengelolaan
Sampah..................................................................................................... V - 27
5.5.4 Strategi Advokasi Komunikasi dalam Pengelolaan Sampah ...V - 30
5.5.5 Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional sebagai Database,
Kanal Peningkatan Kapasitas, dan Pemantauan Evaluasi......... V - 36

Daftar pustaka

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan vii


t
af
dr

viii Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


daftar
tabel
Tabel 1.1 Rata-Rata Timbulan Sampah (Per Kapita) Berdasarkan Wilayah....................... I - 1
Tabel 1.2 Timbulan dan Komposisi Sampah Negara ASEAN................................................. I - 3
Tabel 2.1 Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah................................................. II - 2
Tabel 2.2 Pengelolaan Persampahan dalam RPJMN 2020-2024......................................... II - 8
Tabel 2.3 Status Kelengkapan Peraturan Pelaksana UU No. 18 Tahun 2008 dan PP No. 81
Tahun 2012........................................................................................................................II - 17
Tabel 2.4 Timbulan Sampah untuk Setiap Sumber Sampah...............................................II - 23
Tabel 3.1 Beberapa Contoh Peraturan Daerah dan Kekuatan Utama Klausa Pengelolaan
Sampah di Dalamnya.....................................................................................................III - 9

t
Tabel 3.2 Ruang Lingkup Tugas Unit Regulator......................................................................III - 17
Tabel 3.3 Ruang Lingkup Tugas Unit Operator...................................................................... III - 18
af
Tabel 3.4 Perbandingan Bentuk Operator Pengelola Sampah............................................III - 9
Tabel 3.5 Penentuan Kelas per Kategori Sumber Sampah untuk Penentuan Tarif/
Retribusi Sampah.........................................................................................................III - 25
Tabel 3.6 Pemangku Kepentingan yang Berperan dalam Sistem Pengelolaan Sampah.......
dr
.......................................................................................................................................... III - 30
Tabel 3.7 Sumber dan Penggunaan Dana Pemerintah-Non Pemerintah...................... III - 43
Tabel 3.8 Perbandingan TPS - TPS 3R - TPST - Bank Sampah - PDU.............................III - 55
Tabel 3.9 Pedoman Teknologi Pengolahan-Pemrosesan Sampah (1)............................ III - 62
Tabel 3.10 Pedoman Teknologi Pengolahan-Pemrosesan Sampah (2)........................... III - 64
Tabel 3.11 Pedoman Teknologi Pengolahan-Pemrosesan Sampah (3)........................... III - 65
Tabel 3.12 Metode Revitalisasi dan Pemulihan Sumber Daya LFG dan LFM...................III - 67
Tabel 4.1 Rencana Pengelolaan Sampah Perdesaan............................................................IV - 10
Tabel 4.2 Bentuk Operator Berdasarkan Tipologi Perkotaan............................................IV - 15
Tabel 4.3 Opsi Model Bisnis dan Analisis Tipologi Kota......................................................IV - 18
Tabel 4.4 Teknologi Pengelolaan Sampah berdasarkan Input Sampah.........................IV - 20
Tabel 4.5 Teknologi dan Metode Lahan Urug Berdasarkan Tipologi Perkotaan.........IV - 20
Tabel 5.1 Kriteria Tangga Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten/Kota...................V - 2
Tabel 5.2 Lingkup Kegiatan dalam Tahapan Advokasi...........................................................V - 5

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan ix


Tabel 5.3 Lingkup Kegiatan dalam Tahapan Perencanaan....................................................V - 7
Tabel 5.4 Lingkup Kegiatan dalam Tahapan Uji Coba Model Pengelolaan Sampah..... V - 8
Tabel 5.5 Lingkup Kegiatan dalam Tahapan Uji Coba Model Skala Penuh serta
Pemantauan dan Evaluasi............................................................................................ V - 8
Tabel 5.6 Indikator Kinerja Pengelolaan Persampahan........................................................V - 14
Tabel 5.7 Tim Pengelolaan Pengetahuan Persampahan Tingkat Nasional - Provinsi.V - 22
Tabel 5.8 Saluran dan Perangkat Advokasi Komunikasi...................................................... V - 33
Tabel 5.9 Komunikasi dalam Pengelolaan Persampahan....................................................V - 34

t
af
dr

x Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


daftar
gambar
Gambar 1.1 Persentase Timbulan Sampah Berdasarkan Tingkat Pendapatan................ I - 1
Gambar 1.2 Produksi Sampah Domestik di Negara ASEAN dan Produksi Sampah per
Kapita di Negara ASEAN ......................................................................................... I - 2
Gambar 1.3 Komposisi Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga di Indonesia................................................................................................... I - 3
Gambar 1.4 Sumber Pendanaan Sektor Persampahan........................................................... I - 6
Gambar 1.5 Sasaran Penyusunan Platform Sistem Pengelolaan Persampahan............ I - 10
Gambar 2.1 Capaian Pengelolaan Sampah Rumah Tangga.................................................. II - 1
Gambar 2.2 Persentase Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang masih melakukan Metode

t
Pembuangan Terbuka (Open Dumping)............................................................. II - 2
Gambar 2.3 Rata-rata Persentase Alokasi Anggaran Pengelolaan Sampah terhadap
af APBD Kabupaten/Kota............................................................................................ II - 3
Gambar 2.4 Jumlah Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Persampahan... II - 3
Gambar 2.5 Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Operator Pelayanan Persampahan....
.........................................................................................................................................II - 4
dr
Gambar 2.6 Target Pengelolaan Persampahan dalam Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (TPB)..................................................................................................II - 6
Gambar 2.7 Kebijakan Pengelolaan Sampah dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
2030 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024...
......................................................................................................................................... II - 7
Gambar 2.8 Hirarki Pengelolaan Persampahan.......................................................................II - 21
Gambar 2.9 Sistem Pengelolaan Persampahan.....................................................................II - 23
Gambar 2.10 Pengelolaan Persampahan Tingkat Sumber, Kawasan, dan Kabupaten/Kota.
.......................................................................................................................................II - 29
Gambar 3.1 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan.....................................................III - 1
Gambar 3.2 Aspek Sistem Pengelolaan Persampahan.........................................................III - 4
Gambar 3.3 Ketentuan Operasional Minimum Kegiatan Pengolahan Sampah yang Perlu
Diatur Dalam dalam Peraturan Daerah.............................................................. III - 7
Gambar 3.4 Operator/Pengelola Sistem Pengelolaan Persampahan..............................III - 21

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan xi


Gambar 3.5 Pelayanan Persampahan yang Dapat Dikenakan Tarif Retribusi/Iuran
Sampah......................................................................................................................III - 23
Gambar 3.6 Opsi Kerjasama Pengelolaan Sampah..............................................................III - 27
Gambar 3.7 Bagan Alur Koordinasi Penerapan Dana ZISWAF untuk Pembangunan Air
Minum dan Sanitasi................................................................................................ III - 41
Gambar 3.8 Kapasitas Keuangan dan Pilihan Lembaga Pengelola Layanan.............. III - 45
Gambar 3.9 Sistem Pengelolaan Persampahan................................................................... III - 50
Gambar 3.10 Skema Pendekatan Kriteria Pemilihan Teknologi.......................................... III - 61
Gambar 3.11 Tahapan Pemilihan Teknologi Pemrosesan-Pengolahan Sampah untuk
Daerah....................................................................................................................... III - 69
Gambar 3.12 Contoh Simulasi Pembobotan Performa Teknologi Penanganan Sampah.......
.......................................................................................................................................III - 71
Gambar 4.1 Alur Pendekatan Pengelolaan Sampah di Kawasan Perdesaan................. IV - 1
Gambar 4.2 Modul Wasades Sebagai Media Untuk Membuang Sampah Masyarakat Di

Gambar 5.1

t
Kawasan Perdesaan................................................................................................ IV - 2
Tangga Sistem Pengelolaan Persampahan di Kabupaten/Kota.................. V - 1
af
Gambar 5.2 Tangga Sistem Pengelolaan Persampahan di Kabupaten/Kota dalam
Platform Sistem Pengelolaan Persampahan.................................................... V - 4
Gambar 5.3 Alur Pelaksanaan Kegiatan Fasilitasi Daerah.................................................... V - 9
Gambar 5.4 Kerangka Indikator Kinerja Pengelolaan Sampah.......................................... V - 12
Gambar 5.5 Skema Pengelolaan Pengetahuan Persampahan.......................................... V - 23
dr
Gambar 5.6 Proses Penyusunan Pengetahuan Baru........................................................... V - 25
Gambar 5.7 Skema Peningkatan Kapasitas Pusat dan Daerah dalam Pengelolaan
Sampah...................................................................................................................... V - 27
Gambar 5.8 Contoh Bauran 4 Kanal Pembelajaran dalam Sistem Informasi Nasional
Nawasis...................................................................................................................... V - 29
Gambar 5.9 Skema Advokasi Program Pengelolaan Persampahan................................. V - 31
Gambar 5.10 Skema Penyusunan Materi Komunikasi dan Advokasi................................. V - 31

I -xiixii Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pendahuluan

BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Kondisi Pengelolaan Persampahan di Dunia

Dunia menghasilkan sampah sekitar 0,74 kilogram per kapita per harinya dimana timbulan
sampah tiap negara berkisar antara 0,11 sampai 4,54 kilogram per kapita per hari(1).
Volume sampah yang dihasilkan tiap negara berbeda dan berkorelasi erat dengan tingkat
pendapatan (yang mempengaruhi tingkat konsumsi) dan laju urbanisasi(1). Negara dengan
tingkat pendapatan tinggi memiliki kontribusi timbulan sampah lebih besar dibandingkan
dengan negara berpendapatan menengah-rendah.

t
Tabel 1.1 Rata-Rata Timbulan Sampah (Per Kapita) Berdasarkan Wilayah

Rata-Rata Minimal Maksimal


af
Wilayah
(kg/orang/hari) (kg/orang/hari) (kg/orang/hari)

Sub-Sahara Afrika 0,46 0,11 1,57


Asia Timur dan Pasifik 0,56 0,14 3,72
Asia Selatan 0,52 0,17 1,44
Timur Tengah dan Afrika 0,81 0,44 1,83
Utara
dr
Amerika Latin dan 0,99 0,41 4,46
Karibia
Eropa dan Asia Tengah 1,18 0,27 4,45
Amerika Utara 2,21 1,94 4,54
Sumber: What a Waste, World Bank, 2018

Persentase Timbunan Sampah Berdasarkan


Tingkat Pendapatan

34% Pendapatan Tinggi

Pendapatan Menengah - Tinggi


32%
Pendapatan Menengah - Rendah
29%
Pendapatan Rendah
5%

Gambar 1.1 Persentase Timbulan Sampah Berdasarkan Tingkat Pendapatan


Sumber: What a Waste 2.0, World Bank, 2018

(1)
What a Waste 2.0 : A Global Snapshot of Solid Waste Management to 2050

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan I-1


Pendahuluan

Sekitar 1,3 milyar ton sampah dihasilkan oleh kota-kota di dunia setiap tahunnya, jumlah
ini diprediksikan akan terus meningkat hingga 2,2 milyar ton pada tahun 2025(1). Laju
timbulan sampah akan naik lebih dari 2 kali lipat selama 20 tahun ke depan di negara
berpenghasilan rendah. Secara umum biaya pengelolaan persampahan akan naik dari saat
ini sekitar $ 205,4 milyar menjadi $ 375,5 milyar pada tahun 2025(1). Peningkatan biaya akan
lebih banyak pada negara-negara berpenghasilan rendah (sekitar 5 kali lipat) dibandingkan
negara-negara berpenghasilan menengah (sekitar 4 kali lipat)(1).

Kondisi Pengelolaan Persampahan di ASEAN

Produksi Sampah Domestik di Negara ASEAN


70.000.000
64.000.000

60.000.000

50.000.000
ton/tahun

40.000.000

t
30.000.000
af 26.770.000
22.020.000
20.000.000
14.660.000
12.840.000

10.000.000 7.514.000

210.480 1.089.429
77.380 841.508
dr
0

Brunei Kamboja Indonesia Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam

Produksi Sampah per Kapita di Negara ASEAN


4 3,736

3,5

3
kg/orang/hari

2,5

2
1,4
1,5 1,17
1,05 0,84
1 0,7 0,69 0,69
0,55 0,53
0,5

Brunei Kamboja Indonesia Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam

Gambar 1.2 Produksi Sampah Domestik di Negara ASEAN dan Produksi Sampah per Kapita di Negara ASEAN
Sumber: Waste Management in ASEAN Countries, UNEP, 2017

(1)
What a Waste 2.0: A Global Snapshot of Soild Waste Management to 2050 (2018)

I-2 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pendahuluan

Negara-negara di ASEAN, termasuk di dalamnya Indonesia, mengalami peningkatan laju


pertumbuhan penduduk dan urbanisasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2020
diperkirakan jumlah penduduk negara-negara ASEAN adalah 650 juta penduduk atau
sekitar 8,8% dari jumlah penduduk dunia, dimana lebih dari 50% penduduknya tinggal di
wilayah perkotaan(2). Timbulan sampah yang dihasilkan oleh negara-negara di ASEAN rata-
rata adalah 1,14 kg/kapita/hari dimana Indonesia merupakan negara yang menghasilkan
sampah terbesar per tahunnya yaitu sekitar 64 juta ton/tahun, diikuti oleh Thailand sekitar
26,77 juta ton/tahun, dan Vietnam yaitu 22 juta ton/tahun. Sampah organik merupakan
komposisi terbesar dalam sampah rumah tangga (sekitar lebih dari 50%) di semua negara
ASEAN kecuali Singapura (sampah organik hanya 10.5% dari total sampah), selebihnya
sampah seperti plastik, kertas, dan logam merupakan sampah yang umumnya terdapat
dalam timbulan sampah.

Kondisi Pengelolaan Persampahan di Indonesia

Tabel 1.2 Timbulan dan Komposisi Sampah Negara ASEAN

Timbulan
Timbulan Dan
Sampah Organik Kertas Plastik Logam Kaca Kain
No Negara
(kg/kapita
/tahun)

t
Sampah per
Tahun (ton)
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
lain-lain
(%)

1
2 Kamboja
af
Brunei D 1.4
0.55
210,480
1,089,429
36
60
18
9
16
15
4 3
3 1 1
3 Indonesia 0.7 64,000,000 60 9 14 4.3 1.7 3.5 7.9
4 Laos 0.69 77,370 64 7 12 1 7 5 3
5 Malaysia 1.17 12,840,000 45 8.2 13.2 3.3 27.3
6 Myanmar 0.53 841,508 73 2.24 17.75 0.45 1.14 5.15
7 Filipina 0.69 14,660,000 52 8.7 10.55 4.22 2.34 1.61
dr
8 Singapura 3.763 7,514,500 10.5 16.5 11.6 20.8 1.1 2.1 37.4
9 Thailand 1.05 26,770,000 64 8 17.62 2 3 1.4 2
10 Vietnam 0.84 22,020,000 55 5 10 5 3 4

Sumber: Waste Management in ASEAN Countries, UNEP, 2017

Sejak tahun 2000 hingga 2010, jumlah penduduk perkotaan Indonesia telah mengalami
peningkatan sebesar 2,7%. Pada tahun 2020 jumlah penduduk perkotaan mencapai sekitar
154 juta orang atau sekitar 56,4% dari total penduduk Indonesia dan diprediksi pada tahun
2025 sekitar 59,3% penduduk Indonesia akan bermukim di perkotaan sehingga hal ini
menjadikan tantangan tersendiri bagi pengelolaan persampahan di Indonesia. Terlebih
jika dilihat dalam komposisi sampah, sebanyak 60% sampah merupakan sampah organik,
sisanya sebesar 14% plastik, 9% kertas, dan lainnya sebesar 17% terdiri dari logam, karet,
kaca, dan lain-lain(2). Adapun sumber sampah berasal dari 48% sampah dari rumah tangga,
24% dari pasar tradisional, 9% dari kawasan komersial, dan 19% dari fasilitas publik, sekolah,
jalan, dan sebagainya(3).

(2)
What Management in ASEAN Countries, UNEP (2017)
(3)
Indonesiabaik.Id

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan I-3


Pendahuluan

Komposisi Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah


Rumah Tangga di Indonesia

9% 14%
4,3%

1,7%
3,5%
6%
60% 2,4%

Sisa Makanan Kertas Plastik Besi Kaca

Kain Karet Rumput/kayu Sisa Konstruksi Lainnya

t
Gambar 1.3 Komposisi Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga di Indonesia
af Sumber: Waste Management in ASEAN Countries, UNEP, 2017

Tantangan pengelolaan persampahan yang ada saat ini di Indonesia, diantaranya yaitu:
1) Paradigma pengelolaan sampah masih didominasi kumpul-angkut-buang, belum
terintegrasinya proses pengelolaan persampahan dari tingkat hulu hingga ke hilir.
2) Regulasi tentang pengelolaan persampahan yang belum tersedia dan penegakan
hukum yang masih belum optimal.
dr
3) Belum adanya pemisahan antara peran regulator dan operator pengelolaan
persampahan di daerah.
4) Belum adanya koordinasi dan sinergi untuk bauran pendanaan dalam pengelolaan
persampahan.
5) Masih rendahnya partisipasi masyarakat dan peran pemangku kepentingan lainnya
dalam kegiatan pengurangan dan pemilahan sampah di sumber.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SDGs) mentargetkan


pengelolaan sampah yang berkelanjutan, terutama yaitu pada:
o Target 11.6: ”Pada tahun 2030, mengurangi dampak lingkungan perkotaan per kapita
yang merugikan, termasuk dengan memberi perhatian khusus pada kualitas udara,
termasuk penanganan sampah kota.”; dan
o Target 12.3: “Pada tahun 2030, mengurangi hingga setengahnya limbah pangan per
kapita global di tingkat ritel dan konsumen dan mengurangi kehilangan makanan
sepanjang rantai produksi dan pasokan termasuk kehilangan saat pasca panen.
o Target 12.5: “Pada tahun 2030, secara substansial mengurangi produksi limbah melalui

I-4 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pendahuluan

pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali.”


o Tujuan 14.1: “Pada tahun 2025, mencegah dan secara signifikan mengurangi semua
jenis pencemaran laut, khususnya dari kegiatan berbasis lahan, termasuk sampah laut
dan polusi nutrisi

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 juga telah mengamanatkan Pemerintah Pusat


dan Daerah untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan persampahan yang baik dan
berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Dalam turunan UU
Nomor 18 tahun 2008 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga disebutkan bahwa
selain Pemerintah Pusat dan Daerah, para pemangku kepentingan yang berperan dalam
pengelolaan sampah diantaranya adalah setiap orang pada sumbernya, produsen,
pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,
fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya, lembaga pengelola sampah, badan
usaha, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pengelolaan
sampah, perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan pengembangan.

t
Di tahun 2019 capaian pengelolaan persampahan adalah sebesar 55,73% yang terdiri dari
54,85% penanganan dan 0,88% pengurangan sampah(4) (Sumber: Susenas MKP 2019,
af
diolah Bappenas). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-
2024 mentargetkan pengelolaan persampahan sebesar 100% dengan 80% penanganan
sampah dan 20% pengurangan sampah di perkotaan.

Upaya pencapaian target pengelolaan sampah tersebut memerlukan pengerahan yang


optimal sehingga diperlukan program dan dukungan dari berbagai para pemangku
dr
kepentingan. Kebutuhan pendanaan sektor persampahan menurut RPJMN 2020-2024
hingga tahun 2024 adalah sebesar Rp 67,06 Trilyun, termasuk di dalamnya kebutuhan
pendanaan untuk penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan persampahan.
Kebutuhan tersebut berpotensi dapat dipenuhi dari sumber pendanaan yang berasal dari
Kementerian/Lembaga sebesar Rp 33,57 Trilyun, DAK sebesar Rp 1,03 Trilyun, APBD sebesar
Rp 21,3 Trilyun, dan Kerjasama Pemerintah Badan Usaha sebesar Rp 11,32 Trilyun. Adapun
infrastruktur yang dibutuhkan hingga tahun 2024 adalah(5): (a) sarana pengangkutan, yaitu
sekitar 45.405 unit motor sampah dan 8.002 unit truk armroll, serta (b) sarana pengolahan,
yaitu TPS 3R dengan kapasitas 5,544 ton/hari, 75 unit TPST/ITF, dan 319 unit TPA dengan
alat berat.

(4)
SUSENAS, MKP (2019) diolah Bappenas
(5)
RPJMN 2020 -2024

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan I-5


Pendahuluan

Sumber Pendanaan Sektor Persampahan

Kementerian/Lembaga (33,57 T)

17%
32% DAK (1,03 T)

1%
Rp APBD (21,33 T)

50%
APBD (11,32 T)

Gambar 1.4 Sumber Pendanaan Sektor Persampahan

Sumber: RPJMN 2020-2024

t
Program Pengelolaan Persampahan di Indonesia
af
Program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional Area and
Metropolitan Cities (ISWM) merupakan program pengelolaan persampahan yang bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan pengelolaan sampah bagi penduduk perkotaan pada
beberapa kota terpilih di wilayah Indonesia. Durasi program direncanakan berjalan 6
tahun, mulai tahun 2019 sampai tahun 2024, dengan pengelola program Central Program
dr
Management Unit (CPMU) adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
serta Central Program Implementation Unit (CPIU) adalah Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas, serta koordinator program
Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi.

Lokasi kegiatan program difokuskan untuk mendukung gerakan Citarum Harum karena saat
ini Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum di Provinsi Jawa Barat telah terjadi pencemaran
dan kerusakan lingkungan yang mengakibatkan kerugian yang besar terhadap kesehatan,
ekonomi, sosial, ekosistem, sumber daya lingkungan, dan mengancam tercapainya tujuan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden
Nomor 15 tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
DAS Citarum, dimana terdapat 4 (empat) kabupaten/kota yang terletak di hulu Sungai
Citarum (Metro Bandung), yaitu Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung
Barat, serta Kota Cimahi, dan 4 (empat) kabupaten yang terdapat di bagian hilir (non-
Metro Bandung), yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi, dan
Kabupaten Karawang yang perlu segera dituntaskan permasalahannya.

I-6 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pendahuluan

Penyusunan Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan disusun dengan tujuan untuk memberikan


kerangka landasan yang kuat dalam mewujudkan sistem pengelolaan sampah nasional
yang lebih baik, efisien, dan efektif sehingga implementasi dari platform diharapkan dapat
diterapkan di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Selain itu Platform dapat menjadi
alat bantu mengidentifikasi dan menegaskan peran, perkembangan, produk hukum, dari
tiap kementerian/lembaga maupun pemerintah provinsi dan kabupaten/kota agar tugas
pokok dan fungsi masing-masing pihak dapat terpantau sesuai dengan amanat peraturan
perundang-undangan terkait. Platform juga membantu tiap kementerian/lembaga maupun
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mengenal kebutuhan perannya sesuai mandat
regulasi dan kebijakan sehingga target kinerja dapat tercapai.

1.2 Tujuan Penyusunan Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Tujuan dari Penyusunan Platform Sistem Pengelolaan Persampahan ini adalah:

t
1. Sinkronisasi Sistem Pengelolaan Persampahan Nasional
Sistem pengelolaan persampahan di Indonesia merupakan kegiatan multi-sektor dan
af
melibatkan berbagai pihak dari pemerintah, swasta, badan usaha, hingga masyarakat.
Platform pengelolaan persampahan nasional disusun sebagai usaha untuk melakukan
sinkronisasi sistem pengelolaan persampahan yang ada di Indonesia termasuk juga
mekanisme koordinasi antar pemangku kepentingan.

2. Acuan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan di Daerah


dr
Kegiatan pengelolaan persampahan telah dilakukan di berbagai daerah di Indonesia.
Namun, belum ada acuan baku bagi daerah untuk dapat melaksanakan sistem pengelolaan
pengelolaan persampahan yang berkelanjutan. Platform Sistem Pengelolaan Persampahan
Nasional disusun sebagai acuan sistem pengelolaan persampahan berkelanjutan untuk
seluruh daerah di Indonesia.

3. Landasan untuk Inovasi Pengelolaan Persampahan di Pusat dan di Daerah


Indonesia sebagai negara yang luas dan memiliki karakteristik wilayah yang beragam
membutuhkan berbagai inovasi untuk dapat menyelesaikan permasalahan persampahan.
Platform Sistem Pengelolaan Sampah Nasional disusun sebagai landasan untuk melakukan
inovasi pengelolaan persampahan di Pusat dan daerah dalam bentuk diseminasi praktik
baik yang dilakukan oleh daerah.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan I-7


Pendahuluan

1.3 Lingkup Pembahasan Dalam Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Lingkup jenis sampah yang akan dibahas dalam Platform ini adalah Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga, dan Sampah Spesifik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun
2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik.

Sampah Rumah Tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah
tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari
kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/
atau fasilitas lainnya.

Oleh karena sifat dan jenis pengelolaannya, sampah spesifik sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, TIDAK termasuk
dalam pembahasan dalam platform ini. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2020 telah

t
mengatur secara lebih lengkap pengelolaan sampah spesifik sehingga dirasa tidak perlu
diulang pembahasannya dalam platform sistem pengelolaan persampahan.
af
1.4 Ruang Lingkup Penulisan Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Sedangkan ruang lingkup penulisan dalam penyusunan Platform ini adalah:


dr
o Bab 1 : Pendahuluan
Berisi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, dan sasaran dari penyusunan Platform Sistem
Pengelolaan Persampahan.

o Bab 2 : Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan


Berkelanjutan
Bab ini berisi tentang target pengelolaan sesuai dengan apa yang diamanatkan pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2020 – 2024 serta komitmen
negara Indonesia pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/ Sustainable
Development Goals (SDGs). Selain target pengelolaan sampah, Bab 2 menjelaskan kajian
regulasi persampahan di Indonesia serta sistem pengelolaan sampah berkelanjutan. Pada
bagian akhir, diperkenalkan tangga pengelolaan sampah sehingga kota dan kabupaten
dapat melakukan perbaikan pengelolaan sampah secara bertahap.

o Bab 3 : Platform dan Prinsip Sistem Pengelolaan Persampahan


Bab ini membahas mengenai platform, prinsip platform, dan komponen sistem pengelolaan

I-8 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pendahuluan

persampahan berkelanjutan yang terdiri dari lima (5) aspek yaitu: (1) aspek kebijakan dan
regulasi, (2) aspek kelembagaan, (3) aspek pendanaan, (4) aspek teknis dan operasional,
serta (5) aspek masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.

o Bab 4 : Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan


Perkotaaan
Berisikan tentang karakteristik kawasan perdesaan dan perkotaan yang berbeda dan
berpengaruh terhadap pendekatan pengelolaan persampahan yang efisien dan efektif.
Kawasan perkotaan secara lebih lanjut dilihat dari kota metropolitan, kota besar, kota
sedang, dan kota kecil.

o Bab 5 : Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan


Untuk memastikan bahwa sistem pengelolaan persampahan berlangsung dengan efisien
diperlukan model fasilitasi pengelolaan persampahan di daerah. Dalam bab ini disampaikan
tentang komponen fasilitasi yang terdiri dari : (a) alur pelaksanaan fasilitasi yaitu aktivitas
yang dilakukan oleh seluruh tingkatan pemerintah untuk menyelenggarakan sistem
pengelolaan persampahan dengan tahapan pelaksanaan terstruktur, (b) pemenuhan
indikator kinerja pengelolaan persampahan yang bertujuan untuk melihat efektifitas

t
pengelolaan persampahan di daerah, dan (c) sistem pendukung implementasi untuk
memastikan keberlanjutan implementasi pengelolaan persampahan.
af
1.5 Sasaran Penyusunan Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Sesuai dengan tujuan penyusunan Platform Sistem Pengelolaan Persampahan, yang


menjadi sasaran pelaksana dalam platform telah diidentifikasi dan dibedakan sesuai
dr
tingkat kepentingan dan pengaruhnya terhadap pengelolaan persampahan seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 1.5 di bawah ini:

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan I-9


Pendahuluan

Pemerintah Pusat
Kementerian/Lembaga terkait yang memiliki
wewenang, tanggung jawab, dan peran
dalam pengelolaan persampahan yang
teridentifikasi dalam regulasi pengelolaan
persampahan di Pusat (sebanyak 34 K/L)

Pemerintah
Pusat

Pemerintah Tenaga Pendukung


Daerah Tenaga Pendukung Program Pengelolaan
• Pemerintah Daerah Program Pengelolaan Persampahan
Provinsi dan Kabupaten/ Persampahan • Konsultan/Tenaga Ahli
Kota Pusat
• Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Tingkat
Provinsi dan Kabupaten/
Pemerintah

t • Fasilitator Provinsi
• Fasilitator Kabupaten/Kota
• Fasilitator Tingkat
Kota
af Daerah Kecamatan
• Kelompok Kerja (Pokja) • Fasilitator Tingkat Desa
Tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota
Pemangku
Kepentingan
Lainnya
dr
Pemangku Kepentingan Lainnya
• Mitra Pembangunan Pemerintah
• Lembaga Donor
• NGO dan CSO
• Swasta 
• Akademisi
• Media
• Program Pengelolaan Persampahan
terkait lainnya

Gambar 1.5 Sasaran Penyusunan Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

I - 10 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pendahuluan

a. Pemerintah Pusat
Kementerian/Lembaga terkait yang memiliki wewenang, tanggung jawab, dan peran dalam
pengelolaan persampahan yang teridentifikasi dalam regulasi pengelolaan persampahan di
Pusat, diantaranya yaitu :
1. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas)
2. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
3. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
4. Kementerian Dalam Negeri
5. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
6. Kementerian Kesehatan
7. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
8. Kementerian Keuangan
9. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
10. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
11. Kementerian Agama
12. Kementerian Komunikasi dan Informatika
13. Kementerian Sosial

t
14. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
15. Kementerian Pemuda dan Olahraga
af
16. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
17. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
18. Badan Pusat Statistik
19. Kementerian Pertanian
20. Kementerian Perindustrian
21. Kementerian Perdagangan
dr
22. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
23. Kementerian Badan Usaha Milik Negara
24. Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional
25. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
26. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
27. Badan Standarisasi Nasional
28. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
29. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
30. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
31. Kementerian Ketenagakerjaan
32. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
33. Kementerian Luar Negeri
34. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan I - 11


Pendahuluan

b. Pemerintah Daerah
o Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota (Kepala Daerah dan Organisasi
Perangkat Daerah yang sejenis dengan Kementerian/Lembaga di Pusat yang
bertanggung jawab terhadap pengelolaan persampahan)
o Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota
o Kelompok Kerja (Pokja) Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)/Sanitasi/
Perumahan, Permukiman, Air Minum dan Sanitasi (PPAS) Tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota

c. Tenaga Pendukung Program Pengelolaan Persampahan


o Konsultan/Tenaga Ahli Pusat
o Fasilitator Provinsi
o Fasilitator Kabupaten/Kota
o Fasilitator Tingkat Kecamatan
o Fasilitator Tingkat Desa

d. Pemangku Kepentingan Lainnya


o Mitra Pembangunan Pemerintah
o Lembaga Donor

t
o Non-Governmental Organization (NGO) dan Civil Society Organization (CSO)
o Swasta
af
o Akademisi
o Media
o Program Pengelolaan Persampahan terkait lainnya.
dr

I - 12 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

BAB 2
TARGET PENGELOLAAN Persampahan
DAN SISTEM PENGELOLAAN
Persampahan BERKELANJUTAN
2.1 Kondisi dan Tantangan Pengelolaan Persampahan

Metode pengelolaan persampahan di Indonesia saat ini masih didominasi oleh kegiatan
pengumpulan, pengangkutan serta pembuangan ke tempat pemrosesan akhir. Berdasarkan

t
data Susenas MKP pada tahun 2019, sebanyak 54,85% sampah di wilayah perkotaan di
Indonesia masih menggunakan metode pengangkutan oleh petugas dan dibuang ke TPS.
af
Kemudian hanya 0,85% kegiatan pengurangan sampah yang meliputi kegiatan daur ulang
sampah, pembuatan kompos, dan penyetoran sampah ke bank sampah yang telah dilakukan.
Dengan tingkat proyeksi penduduk yang berdampak pada peningkatan jumlah timbulan
sampah, Indonesia perlu mendorong adanya peningkatan pada kegiatan pengurangan,
pemilahan dan inovasi pengolahan sampah. Dengan metode yang ada sekarang, Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) yang ada akan segera penuh dan kebutuhan akan TPA baru akan
dr
terus meningkat di seluruh wilayah di Indonesia.

39,59% Diangkut petugas 0,07% Didaur ulang


15,26% Dibuang ke Tempat 0,17% Dibuat kompos
Penampungan
Sementara (TPS) 0,64% Disetor ke bank sampah

Tahun
2019

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

34,85% Dibakar 2,86% Ditimbun


Lainnya
2,22% Dibuang ke kali/selokan 2,51% Dibuang sembarangan 2,51%
(tuliskan)

Gambar 2.1 Capaian Pengelolaan Sampah Rumah Tangga


Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Modul Kesehatan dan Perumahan (MKP), Badan Pusat Statistik (BPS),
diolah Bappenas, 2019

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III -- 11


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

Di lain pihak, masih terdapat jumlah sampah yang belum terkelola di masyarakat, sehingga
masih ditemui adanya praktik membakar sampah, membuang sampah ke sungai/selokan,
hingga sampah yang masih dibuang secara sembarangan. Hal ini tentu berdampak pada
kesehatan serta estetika lingkungan tempat tinggal dan lebih jauh lagi berdampak pada
pencemaran lingkungan seperti polusi udara dan pencemaran sumber air yang tentunya
akan berdampak pada kesehatan masyarakat secara luas.

Tabel 2.1 Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Klasifikasi
Disetor Dibuang
Urban, Diangkut Dibuang Didaur Dibuat Dibuang
ke Bank ke Kali/ Dibakar Ditimbun Lainnya
Rural, dan Petugas ke TPS Ulang Kompos Sembarang
Sampah Selokan
Urban+Rural

% Perkotaan
39,59 15,26 0,07 0,17 0,64 2,22 34,85 2,86 2,51 1,82
(Urban)
% Perdesaan
3,27 2,51 0,01 0,16 0,09 3,69 67,71 8,20 11,08 3,28
(Rural)
% Urban +
23,62 9,65 0,04 0,17 0,40 2,87 49,30 5,21 6,28 2,46
Rural

Sumber: Susenas, MKP, BPS, diolah Bappenas, 2019

t
Diketahui pula bahwa masyarakat perkotaan menerima layanan pengelolaan persampahan
yang lebih baik dibandingkan dengan masyarakat di pedesaan. Hal ini terlihat dari pelayanan
af
pengangkutan sampah oleh petugas dimana sekitar 39,59% rumah tangga di perkotaan
mendapatkan layanan dibandingkan hanya 3,27% rumah tangga di perdesaan. Selain
itu praktik pembuangan sampah sembarangan dan pembakaran sampah lebih banyak
dilakukan oleh masyarakat perdesaan dibandingkan di perkotaan.

% Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang masih melakukan


dr
Metode Pembuangan Terbuka (Open Dumping)
100%

90%

80%
44,44%
54,65% 52,96% 59,91%
70%

60%

50%

40%

30%
55,56%
45,35% 47,04% 40,09%
20%

10%

0%
2016 2017 2018 2019

Open Dumping Non Open Dumping

Gambar 2.2 Persentase Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang masih melakukan Metode Pembuangan
Terbuka (Open Dumping)
Sumber : Data Hasil Pemantauan Fisik Adipura tahun 2016-2019

II - 2 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

Di TPA metode pembuangan terbuka (open dumping) masih banyak dilakukan oleh Pemda,
rata-rata sekitar 40-60% TPA masih mempraktikkan open dumping dimana sampah/
residu yang masuk tidak ditutup dengan tanah penutup karena masih minimnya anggaran
operasional dan pemeliharaan untuk TPA.

Rata-rata Persentase Alokasi Anggaran Pengelolaan


Sampah terhadap APBD Kabupaten/Kota
1 0,94%
0,9 0,83% 0,82%
0,8

0,7

0,6

0,5

0,4

0,3

0,2

0,1

0
2015 2016 2017

t
Gambar 2.3 Rata-rata Persentase Alokasi Anggaran Pengelolaan
af Sampah terhadap APBD Kabupaten/Kota
Sumber : Urban Sanitation Development Program (USDP), 2015-2017

Anggaran pengelolaan persampahan baik fisik dan non fisik juga masih sedikit dialokasikan
oleh Pemda. Dari sekitar 54 kabupaten/kota lokasi dampingan program Urban Sanitation
Development Program (USDP) tahun 2015-2017, rata-rata sekitar di bawah 1% dari APBD
yang dialokasikan untuk pengelolaan persampahan. Hal ini menunjukkan masih kurangnya
dr
prioritas pengelolaan persampahan dalam rencana pembangunan di kabupaten/kota.

Jumlah Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Persampahan


98
100

80

62
60

41 38
40

23
20
12

0
Sumatera Sumatera Bali dan Nusa Kalimantan Sulawesi Maluku dan
Tenggara Papua

Gambar 2.4 Jumlah Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Persampahan


Sumber: Direktorat Sanitasi, Kementerian PUPR, 2020

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 3


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

Selain itu dari 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi di Indonesia, baru sebanyak 264
kabupaten/kota yang memiliki regulasi atau Perda Pengelolaan Persampahan Kabupaten/
Kota dan 10 provinsi yang memiliki Perda Pengelolaan Persampahan Provinsi. Sebanyak
250 kabupaten/kota masih harus didorong untuk menyusun peraturan daerah tentang
pengelolaan persampahan di wilayahnya.

Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Pengelola


Bidang Persampahan
49
50

40

30 29

19
20

9 10
10 8

0
Sumatera Jawa
Tenggara

t
Bali dan Nusa Kalimantan Sulawesi Maluku dan
Papua
af
Gambar 2.5 Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Operator Pelayanan Persampahan
Sumber: Direktorat Sanitasi, Kementerian PUPR, 2020

Sedangkan untuk operator pelayanan persampahan di daerah, baru 115 kabupaten/kota


yang memiliki operator pelayanan persampahan (berbentuk UPTD, dimana 2 diantaranya
BUMD) dan 9 UPTD Provinsi, sedangkan sisanya sebanyak 399 kabupaten/kota belum
dr
memiliki operator pelayanan persampahan atau belum ada pemisahan antara regulator
dan operator, kendali pengelolaan sampah seluruhnya masih dipegang oleh Dinas terkait
(Dinas PU atau Dinas Lingkungan Hidup).

Peran stakeholder dalam pengelolaan sampah di Indonesia masih didominasi oleh sektor
publik khususnya pemerintah daerah di Indonesia. Sektor swasta pada praktiknya sudah
terlibat khususnya pada kegiatan pemilahan dan daur ulang namun masih bersifat
non-formal. Dibutuhkan adanya pembagian peran yang jelas antara semua pihak agar
pengelolaan sampah di Indonesia dapat berjalan efektif dan efisien. Sistem pengelolaan
persampahan yang disusun perlu mendorong adanya paradigma baru bahwa pengelolaan
sampah merupakan tanggung jawab semua pihak. Pemerintah, sektor swasta, masyarakat,
dan para pemangku kepentingan perlu mengambil peran dalam pengelolaan persampahan
nasional.

II - 4 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

2.2 Target Pengelolaan Persampahan Sesuai Tujuan Pembangunan


Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs) Dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 –
2024

2.2.1 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs)

Sustainable Development Goals (SDGs) yang selanjutnya diterjemahkan sebagai Tujuan


Pembangunan Berkelanjutan (TPB) merupakan agenda pembangunan global yang
disepakati oleh negara-negara di dunia demi kemaslahatan umat manusia dan planet bumi
hingga tahun 2030. TPB mencakup 17 Tujuan dimana pengelolaan persampahan tercantum
dalam beberapa tujuan TPB yaitu:

• Tujuan 11: Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan


• Tujuan 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab
• Tujuan 14: Ekosistem Lautan

Selanjutnya pengelolaan persampahan yang berkelanjutan diuraikan menjadi target dan


indikator sebagai berikut:

t
af
KOTA DAN
PERMUKIMAN YANG
BERKELANJUTAN

Tujuan 11: Kota dan Permukimaan yang Berkelanjutan

Target 11.6 : Pada tahun 2030, mengurangi dampak lingkungan perkotaan per kapita
dr
yang merugikan, termasuk dengan memberi perhatian khusus pada
kualitas udara, termasuk penanganan sampah kota
Indikator 11.6.1.(a) : Persentase rumah tangga di perkotaan yang terlayani pengelolaan
ekosistem
sampahnya
Indikator 11.6.1.(b) : Persentase sampah nasional yang terkelola

KONSUMSI DAN
PRODUKSI YANG
BERTANGGUNG
JAWAB
Tujuan 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab

Target 12.3 : Pada tahun 2030 mengurangi hingga setengahnya sampah pangan per
kapita global di tingkat ritel dan konsumen dan mengurangi kehilangan
makanan sepanjang rantai produksi dan pasokan termasuk kehilangan
paska panen
Indikator 12.3.1.(a) : Persentase sisa makanan
Indikator 12.3.1.(b) : Indeks sampah makanan (food waste index)

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 5


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

Target 12.5 : Pada tahun 2030, secara substansial mengurangi produksi limbah melalui
pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali
Indikator 12.5.1 : Tingkat daur ulang nasional, ton bahan daur ulang
Indikator 12.5.1.(a) : Jumlah timbulan sampah yang didaur ulang

ekosistem
lautan

Tujuan 14: Ekosistem Lautan

Target 14.1 : Pada tahun 2025, mencegah dan secara signifikan mengurangi semua
jenis pencemaran laut, khususnya dari kegiatan berbasis lahan, termasuk
sampah laut dan polusi nutrisi
Indikator 14.1.1.(a) : Persentase penurunan sampah terbuang ke laut

t
Gambar 2.6 Target Pengelolaan Persampahan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)
Sumber: Metadata Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Bappenas, 2017
af
2.2.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 merupakan


tahapan penting dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025
karena akan mempengaruhi pencapaian target pembangunan dalam RPJPN. RPJMN 2020-
dr
2024 telah mengarusutamakan Sustainable Development Goals (SDGs). Target-target dari
17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) beserta indikatornya telah menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dalam 7 agenda pembangunan Indonesia ke depan.

Hubungan antara TPB dengan Prioritas Nasional (PN) pada RPJMN 2020 – 2024 dalam
target pengelolaan sampah dapat dijelaskan pada ilustrasi sebagai berikut:

II - 6 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030

melestarikan dan
KOTA DAN ekosistem
MENJADIKAN KOTA KONSUMSI DAN memanfaatkan secara
PERMUKIMAN YANG PRODUKSI YANG memastikan pola lautan
BERKELANJUTAN DAN PERMUKIMAN BERTANGGUNG berkelanjutan sumber
JAWAB konsumsi dan
INKLUSIF, AMAN, daya kelautan dan
produksi yang
TANGGUH, DAN samudera untuk
berkelanjutan
BERKELANJUTAN pembangunan
berkelanjutan

Target 11.6 Target 12.3 Target 12.5 Target 14.1


Pada tahun 2030, Pada tahun 2030, Pada tahun 2030, secara Pada tahun 2025,
mengurangi mengurangi substansial mengurangi mencegah dan secara
dampak lingkungan hingga setengahnya produksi limbah signifikan mengurangi
perkotaan per kapita limbah pangan per melalui pencegahan, semua jenis pencemaran
yang merugikan kapita global di tingkat pengurangan, daur laut, khususunya dari
termasuk dengan ritel dan konsumen dan ulang, dan penggunaan kegiatan berbasisi lahan,
memberi perhatian mengurangi kehilangan kembali. termasuk sampah laut
khusus pada kualitas makanan sepanjang dan polusi nutrisi.
udara, termasuk rantai produksi dan
penanganan sampah
kota

t
pasokan termasuk
kehilangan saat pasca
panen
af
RPJMN 2020 - 2024

PN5 PN6
Memperkuat Membangun Lingkungan
insfrastruktur Hidup, Meningkatakan
dr
untuk Mendukung Ketahanan Bencana, dan
Pengembangan Ekonomi Perubahan Iklim
dan Pelayanan dasar

Program Prioritas 1: Infrastruktur, Pelayanan Program Prioritas 1: Peningkatan Kualitas


Dasar Lingkungan Hidup
Program Prioritas 2: Penyediaan Akses Air Kegiatan Prioritas 2: Penanggulangan
Minum dan Sanitasi Pencemaran dan
(Air Limbah dan Kerusakan Sumber Daya
Persampahan) Alam dan Lingkungan
Hidup
Program Prioritas 3: Pembangunan Rendah
Karbon
Kegiatan Prioritas 3: Pengelolaan Limbah

Gambar 2.7 Kebijakan Pengelolaan Sampah dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030
dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024
Sumber: Metadata Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 7


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

Lebih lanjut pengelolaan persampahan diuraikan juga dalam prioritas nasional, program
prioritas, dan kegiatan prioritas dalam RPJMN 2020-2024 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Pengelolaan Persampahan dalam RPJMN 2020-2024

No Sasaran/Indikator Baseline 2019 Target 2024

Prioritas Nasional 5: Memperkuat infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan


pelayanan dasar
Program Prioritas 1: Infrastruktur Pelayanan Dasar
Kegiatan Prioritas 2: Penyediaan Akses Air Minum dan Sanitasi (Air
Limbah dan Sampah) yang Layak dan Aman
1 Rumah tangga yang menempati hunian 59.45% penanganan 80% penanganan dan
dengan akses sampah yang terkelola dan 1.19% 20% pengurangan
dengan baik di perkotaan pengurangan (2016)
2 Jumlah rumah tangga yang terlayani N/A 19 juta
TPA dengan standar metode lahan urug
saniter
Prioritas Nasional 6: Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan
Perubahan Iklim
Program Prioritas 1: Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup
Kegiatan Prioritas 2:

t Penanggulangan Pencemaran dan Kerusakan


Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
1
af
Jumlah sampah yang terkelola secara 67,5 339,4
nasional (juta ton) (2018) (kumulatif)
2 Persentase penurunan sampah yang N/A 60
terbuang ke laut dari baseline (%)
3 Jumlah limbah B3 yang terkelola (juta 367,3 539,8
ton) (2018) (kumulatif)
Program Prioritas 3: Pembangunan Rendah Karbon
dr
1 Persentase penurunan emisi GRK 8,0 9,4
terhadap baseline pada sektor limbah (2018)
(persen)
Kegiatan Prioritas 3: Pengelolaan Limbah
1 Jumlah sampah yang terkelola secara 67,5 339,4
nasional (juta ton) (2018) (kumulatif)
2 Jumlah rumah tangga yang terlayani N/A 3.885.755
TPA dengan standar sanitary landfill
(KK)

Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, Bappenas 2020

II - 8 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

2.3 Tinjauan Regulasi Pengelolaan Persampahan di Indonesia

Kebijakan dan regulasi pengelolaan persampahan merupakan landasan penyusunan


platform sistem pengelolaan persampahan. Undang-Undang yang menjadi dasar untuk
pengelolaan sampah adalah Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah. UU ini disusun dengan pertimbangan bahwa pertambahan penduduk dan
perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan
karakteristik sampah. Oleh sebab itu pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif
dan terpadu dari hulu ke hilir untuk mencapai 3 (tiga) tujuan utama yaitu meningkatkan
kesehatan masyarakat, menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan, serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya yang memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat.

Dalam UU ini pengelolaan sampah dinyatakan secara tegas sebagai upaya yang sistematis,
menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pengurangan sampah dilakukan dengan cara membatasi timbulan sampah, melakukan
pendaurulangan sampah, serta memanfaatkan kembali sampah. Adapun upaya penanganan
sampah dilakukan dengan upaya 1) pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan
pemisahan sampah sesuai jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah, 2) pengumpulan dari mulai

t
sumber hingga ke TPS atau TPST, 3) pengangkutan dalam bentuk pemindahan sampah
dari sumber dan/atau TPS atau TPST ke TPA, 4) pengolahan dalam bentuk mengubah
af
karakteristik, komposisi dan jumlah sampah, dan 5) pemrosesan akhir di TPA dalam bentuk
pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.

Dalam UU ini juga dinyatakan bahwa upaya pengelolaan sampah merupakan upaya
sistematis yang bukan hanya wajib dilakukan oleh pemerintah, namun juga oleh masyarakat
dr
baik orang perorangan maupun pengelola kawasan, dan juga produsen sebagai pihak
yang memproduksi, mendistribusikan, atau menjual barang dengan kemasan atau wadah
yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. Dalam PP No. 81 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga telah
diatur secara jelas tentang peran, hak dan kewajiban para pihak dalam seluruh rangkaian
proses pengelolaan sampah mulai dari pengurangan hingga pada penanganan sampah.
Meskipun demikian, baik dalam UU Pengelolaan Sampah, dan UU No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah memiliki tugas dan kewajiban yang jelas untuk
menyelenggarakan pengelolaan sampah sebagai urusan wajib yang harus dijalankan
dengan target yang jelas, dan tidak boleh diabaikan. Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2017
tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dan juga Peraturan Presiden No. 18 Tahun
2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Nasional 2020 – 2024
telah memberikan gambaran yang jelas tentang target pengelolaan sampah yang harus
diacu oleh pemerintah daerah. Pengabaian atau penyelenggaraan urusan pengelolaan

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 9


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

sampah ini baik yang dilakukan oleh masyarakat sebagai individu, pengelola kawasan,
produsen dan juga pemerintah akan dapat diancam secara hukum dengan sanksi denda
dan pidana kurungan. .

Meskipun kebijakan baik dari mulai UU Pengelolaan Sampah, dan UU Pemerintahan Daerah,
serta PP tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga telah mengatur secara tegas tentang ketentuan pengelolaan sampah hingga
pada peran, tugas dan kewajiban para pihak, namun realitas pengelolaan sampah belum
sepenuhnya dapat direalisasikan secara efektif. Penyelenggaraan pengelolaan sampah
baik dari sisi pengurangan maupun penanganan belum dapat dilakukan secara efektif oleh
seluruh pihak. Dari aspek kebijakan terdapat beberapa permasalahan umum yang masih
perlu diatasi bersama dalam pengelolaan sampah, diantaranya adalah:

o Adanya muatan kebijakan daerah dalam pengelolaan sampah yang kurang operasional
dan kurang jelas memandu langkah teknis pengelolaan sampah yang perlu dilakukan
berbagai pihak;
o Adanya muatan kebijakan daerah yang kurang kuat untuk memastikan kecukupan
sumber daya, terutama sumber daya pendanaan untuk seluruh kegiatan operasional
pengelolaan sampah;

t
o Pelaksanaan kebijakan yang belum konsisten; dan
af
o Penegakan hukum yang masih belum konsisten dan belum efektif.

2.3.1 Regulasi Kelembagaan Pengelolaan Persampahan

Dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa urusan
pengelolaan sampah termasuk ke dalam 2 (dua) kategori urusan wajib, yaitu:
dr
o Kategori urusan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar, yang termasuk ke dalam
urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang;
o Kategori urusan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar, yang termasuk ke
dalam urusan Lingkungan Hidup.

Untuk melaksanakan urusan tersebut pemerintah daerah membentuk organisasi perangkat


daerah (OPD) yang mewadahi tugas dan fungsi pelaksanaan pengelolaan persampahan.
Dalam ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2016 dinyatakan bahwa OPD
tersebut baik untuk tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dibentuk dalam bentuk Dinas
yang dapat berdiri sendiri untuk mengampu urusan persampahan ataupun digabungkan
dengan urusan lain yang serumpun. Hal ini sangat tergantung pada karakteristik masing-
masing daerah yang mencerminkan kapasitas APBD, luasan wilayah dan jumlah penduduk
yang harus dikelola oleh setiap daerah, serta tergantung pada beban tugas utama dan
fungsi penunjang yang harus dikelola dan dijalankan oleh pemerintah daerah tersebut.

II - 10 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

Adapun untuk memastikan tugas teknis operasional layanan dinas dapat ditangani dengan
baik, setiap pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dapat membentuk
unit pelaksana teknis daerah (UPTD). Hal ini sesuai dengan ketentuan PP No. 18 Tahun 2016
dan juga Permendagri No. 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan Klasifikasi
Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Fungsi dari unit pelaksana teknis
ini adalah untuk:

o Melaksanakan kegiatan teknis yang berhubungan secara langsung dengan pelayanan


pada masyarakat, dan
o Menjalankan tugas penunjang sebagaimana ditentukan oleh Dinas Induk, sejauh tidak
bersifat pembinaan, koordinasi atau sinkronisasi serta tidak berkaitan langsung dengan
perumusan dan penetapan kebijakan daerah.

Sehubungan dengan ketentuan PP No. 18 Tahun 2016 dan Permendagri No. 12 Tahun 2017
tersebut di atas menunjukkan adanya pemisahan fungsi yang ideal antara fungsi regulator
dan fungsi operator. Tugas berkenaan dengan perumusan, koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan serta pembinaan merupakan tugas yang melekat pada organisasi regulator.
Adapun tugas teknis yang terkait dengan pelayanan masyarakat, dan tugas penunjang

t
fungsi regulator merupakan tugas yang melekat pada unit operator.
af
Dalam hal pengembangan kelembagaan regulator persampahan dan operator persampahan,
terdapat juga 2 (dua) peraturan menteri yang keduanya dapat digunakan sebagai rujukan,
yakni:

o Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan


Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga
dr
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, yang dapat dijadikan rujukan bagi
pengembangan unit organisasi penyelenggaraan urusan persampahan dalam rumpun
urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang,
o Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 74 tahun 2016 tentang
Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
Melaksanakan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Urusan Pemerintahan
Bidang Kehutanan. Peraturan ini dapat dijadikan rujukan bagi pengembangan unit
organisasi penyelenggaraan urusan persampahan dalam rumpun urusan Lingkungan
Hidup.

Kedua peraturan ini dapat digunakan dalam pertimbangan proses pengembangan


organisasi. Namun demikian penentuan mengenai bentuk akhir dari organisasi regulator
dan operator persampahan tersebut di atas, sangat tergantung pada tipe dan karakteristik
daerah, sebagaimana dinyatakan dalam PP No. 18 Tahun 2016.

Selain bentuk UPTD, alternatif pengembangan unit teknis pengelola layanan juga dapat
diarahkan pada pembentukan UPTD dengan Penerapan Pola Keuangan Badan Layanan

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 11


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

Umum Daerah (PPK-BLUD) atau Badan Umum Milik Daerah (BUMD). Pengembangan
kelembagaan UPT PPK BLUD, sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 79 Tahun 2018
dapat diarahkan untuk mendorong pengelolaan layanan dapat lebih efektif, efisien, dan
transparan karena organisasi ini mengadopsi praktik tata kelola usaha yang dijalankan
organisasi swasta umumnya walaupun layanan yang diberikan tidak diarahkan untuk
mencari keuntungan. Berhubung lembaga UPTD PPKBLUD memiliki fleksibilitas untuk
dapat memperoleh pendanaan di luar APBD, maka unit operator layanan persampahan
dalam bentuk ini dapat memiliki sumber daya yang lebih fleksibel bagi pengembangan
mutu layanan persampahan yang lebih baik.

Adapun pilihan pengembangan kelembagaan pengelola layanan persampahan lainnya, yaitu


dalam bentuk BUMD, juga sangat terbuka untuk dijalani oleh pemerintah provinsi maupun
pemerintah kabupaten/kota. Sebagaimana ketentuan PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD,
organisasi layanan persampahan dalam bentuk ini dapat dibentuk dengan tujuan untuk
memberikan dan memenuhi kebutuhan layanan yang bermutu dan mencari keuntungan
demi memberikan manfaat bagi perekonomian daerah. Dalam praktik BUMD, tata kelola
layanan persampahan akan dapat dijalankan sebagaimana layanan yang diberikan oleh
perusahaan swasta pada umumnya.

t
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa proses penataan kelembagaan di daerah sangat
af
bervariasi. Hal ini sangat tergantung pada besar kecilnya beban kerja serta kapasitas
dari daerah tersebut. Terdapat provinsi dan kabupaten/kota yang sudah bergerak menuju
tatanan yang ideal dimana fungsi regulator dan fungsi operator ditangani oleh unit yang
terpisah. Namun juga terdapat provinsi dan kabupaten/kota yang masih menggabungkan
kedua fungsi tersebut. Hal ini membawa implikasi pada tingkat efektivitas penanganan
pengelolaan persampahan yang dilakukan daerah tersebut. Fasilitasi pemerintah pusat
dr
dari kementerian/lembaga terkait dalam rangka membantu penataan kelembagaan
pengelolaan persampahan terus dijalankan. Hal ini ditujukan untuk memastikan agar fungsi
pengelolaan persampahan yang menjadi urusan wajib daerah dapat dijalankan secara
efektif sebagaimana amanat UU Persampahan dan UU Pemerintah Daerah, serta dalam
rangka memastikan capaian target pembangunan nasional di bidang persampahan.

2.3.2 Regulasi Pendanaan Pengelolaan Persampahan

Selama tahun 2021, pemerintah pusat telah menerbitkan beberapa aturan guna
memperkokoh landasan pendanaan dan pembiayaan yang tujuannya meningkatkan
kapasitas pendanaan di daerah. Aturan tersebut antara lain :

Peraturan Menteri Keuangan no 26 tahun 2021 tentang Dukungan APBN bagi pengelolaan
sampah daerah (sebagai turunan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah terkait Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga,terkait pula dengan pengelolaan sampah
spesifik, dan memperkuat Perpres No 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan
instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan.

II - 12 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

Dukungan pendanaan APBN pada aturan sebelumnya yang sangat terbatas, pada peraturan
ini diperluas. Badan usaha seperti badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah dan
badan usaha swasta dapat berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. Badan usaha swasta
yang bekerjasama dengan badan usaha asing dapat bekerjasama dan mendapat fasilitas
yang sama.

Sejalan dengan PMK No. 26 Tahun 2021, peraturan Peraturan Menteri PUPR no 2 tahun
2021 menjelaskan tentang tata cara pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan badan
usaha (KPBU) dalam penyediaan infrastruktur, termasuk infrastruktur pengelolaan sampah.
Peraturan ini merinci kelembagaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU),
manajemen risiko, pemantauan dan evaluasi dalam fasilitas pelaksanaan KPBU.

Peraturan ini membuka secara luas kesempatan berinvestasi terutama untuk badan usaha
asing maupun patungan. Investasi ditujukan untuk pembiayaan infrastruktur sistem
pengelolaan sampah berupa sarana pengangkutan, pengolahan maupun pemrosesan akhir
sampah. Peraturan ini juga menjelaskan tentang insentif perpajangan serta pembagian
risiko pelaksanaannya.

t
Dengan semangat yang sama, Peraturan Menteri Dalam Negeri no 7 tahun 2021
af
menjelaskan tata cara perhitungan tarif retribusi sampah rumah tangga dan sampah sejenis
rumah tangga. Pada aturan ini sudah sangat jelas-tegas digariskan bahwa objek retribusi
meliputi aktifitas mulai: (a). pengambilan atau pengumpulan sampah dari sumbernya
ke lokasi pembuangan sementara; (b). pengangkutan sampah dari sumbernya dan/atau
lokasi pembuangan sementara ke lokasi pembuangan/pembuangan akhir sampah; dan (c).
penyediaan lokasi pembuangan atau pemusnahan akhir sampah. Penghitungan retribusi
dr
juga sudah mempertimbangkan klasifikasi wajib retribusi, dan juga penghitungan biaya
yang rinci termasuk pengembalian investasi dan untuk operasi-pemeliharaan. Aturan ini
menjadi dasar kuat, bahwa penyediaan layanan harus diiringi dengan kewajiban membayar
bagi masyarakat yang dilayani. Melalui Permendagri retribusi ini pula landasan untuk
pemupukan modal sendiri/equitas menjadi terbuka untuk mulai dilaksanakan.

Momentum yang diciptakan dengan diterbitkannya 3 (tiga) aturan pusat diatas, diharapkan
dapat menjadi payung kebijakan yang kuat bagi daerah untuk memperkokoh sumber
modal bagi layanan persampahan di masing masing daerah. Kebutuhan di lapangan perlu
direspons cepat dan tepat. Kepastian kehandalan pembiayaan harus terus diupayakan.

Untuk mendukung tahapan kemandirian pembiayaan pengelolaan sampah di masa


mendatang, maka Pemda seharusnya mempersiapkan hal hal sebagai berikut:

o Penghitungan komponen pembiayaan yang lebih rinci terkait biaya investasi.


o Penghitungan komponen biaya operasi dan pemeliharaan.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 13


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

o Penghitungan biaya manajemen.


o Penghitungan biaya pengembangan, biaya penggantian alat, juga rehabilitasi sedang
sampai rehabilitasi besar.
o Biaya penyuluhan dan pengembangan masyarakat, termasuk mitigasi kedaruratan
bencana.

Penghitungan biaya yang lebih akurat, yang diperlukan di daerah memberikan kemudahan
bagi daerah untuk menjalankan tahapan pembiayaan yang menjadi beban mereka.
Komunikasi internal Pemda kepada legislatif maupun kepada pelanggan menjadi lebih baik
karena dasar kebijakannya telah mengikuti aturan nasional.

Panduan perhitungan biaya penanganan sampah, sebenarnya juga telah tersedia. Mengacu
pada Panduan Perhitungan Biaya Penanganan Sampah yang diterbitkan Kementerian
PUPR (2019), telah dijelaskan cara perhitungan secara rinci, dilengkapi dengan contoh.

Demikian pula acuan yang telah disusun dan diterbitkan seperti Pedoman Pengelolaan
Sampah Skala Rumah Tangga (KLHK, 2018) dan Pedoman Pengelolaan Sampah Skala
Rumah Tangga (KemenPUPR, 2016) perlu di harmonisasikan sehingga efektif mendukung

t
pengelolaan sampah hulu hilir, termasuk dalam kerangka itu pula juga perlu diharmonisasikan
antara Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Desa (KLHK, 2018) dan Tata Cara
af
Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Sampah di Kawasan Perdesaan (KemenPUPR, 2016).

2.3.3 Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan Organisasi Masyarakat
dalam Pengelolaan Persampahan

Dengan arah untuk memastikan tujuan pengelolaan persampahan dapat tercapai UU No.
dr
18 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 telah mendorong pemerintah
daerah untuk mengembangkan kemitraan dengan badan usaha atau masyarakat, sebagai
langkah pendukung bagi pengelolaan persampahan yang dilakukan oleh kelembagaan
pengelola sampah. Kerjasama ini dapat dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota secara
sendiri-sendiri ataupun bersama-sama dengan badan usaha. Badan usaha dan organisasi
masyarakat yang dimaksud dalam konteks ini adalah organisasi yang berbadan hukum.

Mengenai kerjasama daerah dengan badan usaha, dan organisasi masyarakat ini, sesuai
dengan ketentuan PP No. 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah, semata-mata harus
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta efisiensi
dan efektivitas pemenuhan pelayanan publik dan dilakukan dengan prinsip saling
menguntungkan dan pembagian risiko yang optimal bagi seluruh pihak. Dalam ketentuan
PP ini, dinyatakan bahwa jenis kerjasama yang dapat dilakukan adalah dalam bentuk:

o Kerjasama dalam penyediaan pelayanan publik.


o Kerjasama dalam pengelolaan aset untuk meningkatkan nilai tambah yang memberikan

II - 14 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

pendapatan bagi daerah.


o Kerjasama investasi, dan kerjasama lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala


Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 4 tahun 2015 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
juncto Permen PPN Nomor 2 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Nomor 4 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, objek kerjasama persampahan yang dapat
dijalankan dalam skema KPBU mencakup infrastruktur sistem pengelolaan persampahan
yang terdiri dari:

o Sistem pengelolaan persampahan untuk pengangkutan, pengolahan, dan/atau


pemrosesan akhir sampah, dan
o Sistem pengelolaan Limbah B3, yang meliputi pengumpulan, penyimpanan, dan/atau
pengolahan.

t
Secara lebih teknis dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
af
Nomor 21/PRT/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur di Kementerian PUPR, telah diatur mengenai proses
pelaksanaan KPBU di sektor persampahan mulai dari tahap perencanaan, tahap penyiapan,
tahap transaksi dan tahap pelaksanaan. Dalam tahap perencanaan KPBU persampahan,
kelayakan kerjasama akan dilakukan dengan penilaian dari kriteria kesesuaian dengan
analisis kebutuhan, kriteria kepatuhan, kriteria Value for Money atau manfaat keterlibatan
dr
badan usaha. Berbagai skema KPBU juga diidentifikasikan di dalam kerjasama sektor
persampahan dengan badan usaha. Melihat praktik yang telah berkembang, pihak badan
usaha/swasta cenderung lebih tertarik dalam berinvestasi dalam sektor persampahan
di cakupan pengolahan dan pemrosesan akhir. Hal ini terjadi karena pihak badan usaha/
swasta cenderung menghindari risiko yang mungkin terjadi pada fase pengumpulan dan
pengangkutan sampah. Namun untuk kerjasama pengelolaan skala kecil dengan organisasi
masyarakat, cakupan kerjasama yang seringkali dikembangkan justru di fase pengumpulan
dan pengangkutan sampah. Praktik-praktik ini telah memberi peluang bagi pemerintah
daerah untuk mengatur secara cermat bentuk dan mitra kerjasama yang potensial
dipertimbangkan dan dijalani guna memastikan optimalitas layanan pengelolaan sampah
bagi masyarakat.

2.3.4 Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Dalam Sektor Persampahan

Selain kerjasama dengan badan usaha, baik UU No. 18 tahun 2008 maupun PP No. 81
Tahun 2012, juga mendorong pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota
untuk mengembangan kerjasama antar pemerintah daerah lainnya. Kerja sama ini dapat

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 15


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

diwujudkan dalam bentuk kerja sama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan
persampahan. Dalam PP No 28 Tahun 2008 dan Permendagri No. 22 tahun 2020, kerjasama
antar daerah dalam pengelolaan persampahan ini dapat dijalankan dalam kategori
kerjasama wajib maupun kerjasama sukarela.

Kerjasama antar daerah dalam pengelolaan persampahan dapat dikategorikan sebagai


kerjasama wajib apabila kerjasama tersebut terjalin antara 2 (dua) pemerintah daerah atau
lebih yang berbatasan dan pengelolaan sampahnya memiliki potensi eksternalitas lintas
daerah. Kerjasama ini menjadi upaya wajib untuk dilakukan oleh pemerintah daerah guna
memastikan pengendalian dampak negatif atas upaya pengelolaan sampah lintas wilayah
dapat ditangani dengan baik. Selain itu, kerjasama antar daerah ini menjadi tindakan
pengelolaan yang harus ditempuh untuk memastikan penyediaan layanan publik dapat
dilakukan secara lebih efisien apabila dikelola bersama, dan lebih efisien dan mudah diakses
oleh publik. Kerjasama ini dapat dilakukan dalam bentuk:

o Kerjasama daerah kabupaten/kota dengan daerah kabupaten/kota lain yang berbatasan


dalam satu wilayah provinsi;
o Kerjasama daerah dengan daerah kabupaten/kota lain yang berbatasan di provinsi yang
berbeda;

t
o Kerjasama daerah provinsi dengan daerah provinsi lainnya yang berbatasan; dan
af
o Kerjasama daerah kabupaten/kota dengan daerah provinsi dalam satu wilayah provinsi.

Dalam hal kerjasama persampahan antar daerah yang bersifat wajib ini tidak dilakukan
oleh kabupaten/kota, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat melakukan pembinaan,
pengawasan dan evaluasi terhadap daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Apabila hal
tersebut telah dilakukan, dan pemerintah kabupaten/kota tidak melaksanakan kerjasama
dr
wajib ini, maka Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat menyampaikan permohonan
persetujuan Menteri/Pimpinan Lembaga Terkait untuk melakukan pengambilalihan
pelaksanaan kerjasama persampahan tersebut. Kerjasama ini sangat sesuai untuk konteks
pengembangan kerjasama persampahan regional seperti dalam kasus pengelolaan TPA
Regional.

Selain kerjasama antar daerah yang bersifat wajib, pemerintah kabupaten/kota dapat
juga melaksanakan kerjasama persampahan yang bersifat sukarela. Kerjasama ini dapat
dilakukan apabila 2 (dua) pemerintah daerah atau lebih yang berbatasan atau tidak
berbatasan terjalin dalam rangka pengelolaan urusan persampahan yang lebih efektif
dan efisien apabila dilaksanakan secara bersama-sama. Dalam kedua jenis kerjasama
persampahan ini, pemerintah pusat dalam hal ini kementerian/Lembaga terkait berperan
dalam menjalankan fungsi pembinaan, pengawasan dan evaluasi.

II - 16 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

2.3.5 Identifikasi Kebutuhan Regulasi Baru terkait Pengelolaan Persampahan di


Indonesia

Sejak ditetapkannya UU No. 18 Tahun 2008, Pemerintah Indonesia telah menegaskan tujuan
dan arah pengelolaan sampah yaitu guna 1) meningkatkan kesehatan masyarakat, 2) menjaga
dan meningkatkan kualitas lingkungan, serta 3) menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Sebagai tindak lanjut atas kebijakan ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik
pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota, telah berupaya untuk melengkapi seluruh
peraturan pelaksana yang diamanatkan. Hingga saat ini substansi peraturan pelaksana
yang telah diatur dan ditetapkan untuk pengelolaan sampah sebagaimana mandat UU No.
18 Tahun 2008 dan PP No. 81 Tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Pemerintah Pusat telah mengatur 9 (sembilan) dari 11 (sebelas) substansi penting yang
diamanatkan UU No. 18 Tahun 2008, dan 6 (enam) dari 8 (delapan) substansi penting yang
diamanatkan PP No. 81 Tahun 2012 dalam bentuk peraturan pemerintah, maupun peraturan
menteri.

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota telah mengatur 8 (delapan) atau seluruh

t
substansi penting yang diamanatkan UU No. 18 Tahun 2008, dan 1 (satu) substansi penting
yang diamanatkan PP No. 81 Tahun 2012 dalam bentuk peraturan daerah provinsi dan
af
kabupaten/kota, serta peraturan gubernur, dan peraturan walikota/bupati dengan tingkat
kerincian aturan yang berbeda-beda.

Selengkapnya status kelengkapan peraturan pelaksana UU No. 18 Tahun 2008 dan PP No.
81 Tahun 2012 dijelaskan pada tabel 2.3 di bawah ini:
Dengan mempertimbangkan kemajuan penyusunan peraturan pelaksana UU No. 18 Tahun
dr
2008 hingga saat ini (sebagaimana telah diuraikan sebelumnya), maka guna memastikan

Tabel 2.3 Status Kelengkapan Peraturan Pelaksana UU No. 18 Tahun 2008 dan PP No. 81 Tahun 2012

No. Amanat Substansi Peraturan Pelaksana Catatan

Peraturan Pelaksana di Tingkat Pusat sebagai Amanat UU No. 18 Tahun 2008

1 Pengelolaan sampah PP No. 27 Tahun 2020 tentang


spesifik Pengelolaan Sampah Spesifik

2 Pedoman penyusunan Ketentuan pasal 53 PermenPU No. 3 Permen KLHK tentang hal
sistem tanggap darurat Tahun 2013 tentang Penyelanggaraan ini masih dalam proses
dalam pengelolaan Prasarana dan Sarana Persampahan perancangan, namun pedoman
sampah dalam Penanganan Sampah Rumah PermenPU No. 3 Tahun 2013
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah dapat digunakan sebagai
Rumah Tangga pedoman awal

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 17


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

No Amanat Substansi Peraturan Pelaksana Catatan

Peraturan Pelaksana di Tingkat Pusat sebagai Amanat UU No. 18 Tahun 2008

3 Tata cara pelabelan atau • Pasal 12 – 14 PP No. 81 Tahun 2012 Permen Perindustrian No.
penandaan kemasan • Permen Perindustrian No. 24/M-Ind/PER/2/2010 dapat
dan/atau barang dan 24/M-Ind/PER/2/2010 tentang digunakan untuk khusus produk
kewajiban produsen Pencantuman Logo Tara Pangan kemasan pangan dari plastik
dan Kode Daur Ulang pada
Kemasan Pangan dari Plastik

4 Pengurangan sampah • PP No. 81 Tahun 2012 pasal 11 – 15


• PermenLHK Nomor P.75/MenLHK/
Setjen/Kum.1/10/2019 Tentang
Peta Jalan Pengurangan Sampah
Oleh Produsen
5 Insentif dan disinsentif Belum disusun Sedang dalam perencanaan
dalam pengurangan
sampah
6 Penanganan sampah PP No. 81 Tahun 2012 pasal 16 – 30

7 Pembiayaan • PP No. 81 Tahun 2012 pasal 29 PP khusus tentang hal ini belum
penyelenggaraan
pengelolaan sampah

t
• Permendagri No. 7 Tahun
2021 tentang Tata Cara
ada, namun ketentuan PP No. 81
Tahun 2012 pasal 29 telah cukup
af Perhitungan Tarif Retribusi dalam
Penyelanggaraan Penanganan
memberi dasar bagi pengaturan
pembiayaan dari aspek retribusi
Sampah
• Perda Provinsi dan Perda
Kabupaten/Kota tentang
pengelolaan sampah umumnya
telah mengatur ini dengan tingkat
kerincian yang berbeda-beda
dr
8 Kompensasi atas dampak PP No. 81 Tahun 2012 pasal 31-32
negatif penanganan
sampah di pemrosesan
akhir
9 Pedoman kerja sama dan Permendagri No. 22 Tahun 2020
bentuk usaha bersama tentang Tata Cara Kerjasama Daerah
antar daerah dalam dengan Daerah Lain dan Kerjasama
pengelolaan sampah Daerah dengan Pihak Ketiga
10 Tata Cara Pelaksanaan PP No. 81 Tahun 2012 pasal 35
Peran Masyarakat Dalam
Pengelolaan Sampah
11 Penjelasan lebih rinci Peraturan Menteri Negara
mengenai larangan dalam Lingkungan Hidup Nomor 2 tahun
pengelolaan sampah serta 2013 tentang Pedoman Penerapan
sanksi Sanksi Administratif
Peraturan Pelaksana di Tingkat Daerah sebagai Amanat UU No. 18 Tahun 2008
1 Tata cara penggunaan Perda Provinsi dan Perda
hak dalam pengelolaan Kabupaten/Kota tentang
sampah pengelolaan sampah umumnya telah
mengatur ini pada tingkatan yang
umum

II - 18 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

No Amanat Substansi Peraturan Pelaksana Catatan

Peraturan Pelaksana di Tingkat Daerah sebagai Amanat UU No. 18 Tahun 2008

2 Tata cara memperoleh • Perda Provinsi dan Perda


izin usaha pengelolaan Kabupaten/Kota tentang
sampah pengelolaan sampah umumnya
Pengurangan sampah telah mengatur ini pada tingkatan
yang umum
• Peraturan Walikota/Bupati
tentang tata cara perizinan
dan pengumumannya belum
sepenuhnya disusun di tingkat
kabupaten/kota
3 Penanganan sampah Perda Provinsi dan Perda
Kabupaten/Kota tentang
pengelolaan sampah umumnya
telah mengatur ini dengan tingkat
kerincian yang berbeda-beda
4 Pembiayaan Perda Provinsi dan Perda
penyelenggaraan Kabupaten/Kota tentang
pengelolaan sampah pengelolaan sampah umumnya

5 Kompensasi atas dampak

t
telah mengatur ini dengan tingkat
kerincian yang berbeda-beda
Perda Provinsi dan Perda
af
negatif penanganan Kabupaten/Kota tentang
sampah di pemrosesan pengelolaan sampah umumnya
akhir telah mengatur ini dengan tingkat
kerincian yang berbeda-beda
6 Tata Cara Pelaksanaan Tata Cara Pelaksanaan Peran
Peran Masyarakat Dalam Masyarakat Dalam Pengelolaan
Pengelolaan Sampah Sampah
dr
7 Penjelasan lebih rinci Perda Provinsi dan Perda
mengenai larangan dalam Kabupaten/Kota tentang
pengelolaan sampah serta pengelolaan sampah umumnya
sanksi telah mengatur ini dengan tingkat
kerincian yang berbeda-beda
8 Pengawasan dalam Perda Provinsi dan Perda
pengelolaan sampah Kabupaten/Kota tentang
pengelolaan sampah umumnya
telah mengatur ini dengan tingkat
kerincian yang berbeda-beda

Peraturan Pelaksana di Tingkat Pusat Amanat PP No. 81 Tahun 2012

1 Tata cara mengumpulkan Belum disusun Sedang dalam perencanaan


dan menyerahkan kembali
sampah
2 Daur ulang sampah • PermenLHK No. 13 Tahun 2012
tentang Pedoman Pelaksanaan 3R
melalui Bank Sampah
• Permen Kesehatan tentang Daur
Ulang Sampah B3

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 19


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

No Amanat Substansi Peraturan Pelaksana Catatan

Peraturan Pelaksana di Tingkat Pusat Amanat PP No. 81 Tahun 2012

3 Persyaratan teknis Ketentuan pasal 19-27 dan Lampiran


pengumpulan dan II PermenPU No. 3 Tahun 2013
penyediaan TPS dan/atau tentang Penyelanggaraan Prasarana
TPS 3R dan Sarana Persampahan dalam
Penanganan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga
4 Persyaratan alat angkut Belum disusun Sedang dalam perencanaan.
Untuk sementara pedoman yang
dapat diacu adalah Ketentuan
pasal 25-27 dan Lampiran II
PermenPU No. 3 Tahun 2013
5 Penutupan dan/atau Tata cara penyediaan fasilitas
rehabilitasi TPA pengolahan dan pemrosesan akhir
sampah
6 Tata cara penyediaan Ketentuan pasal 61-72 dan Lampiran
fasilitas pengolahan dan V PermenPU No. 3 Tahun 2013
pemrosesan akhir sampah
7 Tata cara perhitungan
tarif retribusi berdasarkan

t
Permendagri No. 7 Tahun 2021
tentang Tata Cara Perhitungan Tarif

volume sampah
af
jenis, karakteristik, dan Retribusi dalam Penyelanggaraan
Penanganan Sampah
8 Tata cara memperoleh Belum disusun Sedang dalam perencanaan
sertifikat kompetensi
untuk kegiatan
pengangkutan,
pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah
dr
Peraturan Pelaksana di Tingkat Daerah Amanat PP No. 81 Tahun 2012

1 Kompensasi sebagai Perda Provinsi dan Perda Beberapa kabupaten/kota


akibat dampak negatif Kabupaten/Kota tentang menindaklanjuti dengan
yang ditimbulkan oleh pengelolaan sampah umumnya penyusunan Peraturan Walikota
kegiatan pemrosesan telah mengatur ini dengan tingkat mengenai hal ini
akhir sampah kerincian yang berbeda-beda

Sumber : Analisis Tim ISWM, 2021)

kelengkapan arah dan panduan bagi pengelolaan sampah, program penyusunan kebijakan
persampahan nasional akan diarahkan untuk melengkapi prioritas regulasi berikut ini:

1. Peraturan Pemerintah tentang Insentif dan disinsentif dalam Pengurangan Sampah


2. Permen LHK tentang Pedoman Penyusunan Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan
Sampah
3. Permen Perhubungan tentang Persyaratan Alat Angkut Persampahan
4. Permen PUPR tentang Tata Cara Memperoleh Sertifikat Kompetensi untuk Kegiatan
Pengangkutan, Pengolahan, dan Pemrosesan Akhir Sampah.

II - 20 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

2.4 Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

2.4.1 Hirarki Pengelolaan Persampahan

Pada pengelolaan persampahan berkelanjutan yang merupakan pengelolaan persampahan


modern dan akan menjadi tren di masa depan, dikenal dengan hirarki pengelolaan
persampahan. Hirarki pengelolaan persampahan ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Pencegahan

Pengurangan

Penggunaan

Daur Ulang

t
af Buang

Gambar 2.8 Hirarki Pengelolaan Persampahan

Sumber: Best Practices for Solid Waste Management: A Guide for Decision-Makers in Developing Countries, United States Environmental
Protection Agency, 2020
dr
Hirarki pengelolaan persampahan memberikan kerangka kerja untuk mengevaluasi
pilihan terhadap strategi pengelolaan persampahan. Setiap lapisan pada Gambar 2.8
mengilustrasikan pilihan pengelolaan persampahan yang dapat meminimisasi biaya,
dampak sosial, dan lingkungan. Empat lapisan teratas merupakan langkah-langkah yang
dimaksudkan untuk menghindari sampah ke tempat pembuangan akhir. Pada hirarki
pengelolaan persampahan, lapisan teratas merupakan lapisan prioritas yang perlu dilakukan
dan semakin turun ke lapisan bawah merupakan lapisan opsi yang semakin dihindari.

Secara singkat 6 (enam) hirarki pengendalian (pengelolaan) persampahan modern seperti


Gambar 2.8 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pencegahan (Prevention): mencegah timbulnya sampah di setiap aktivitas yang


dilakukan. Contoh kegiatan pada tahap ini misalnya:
o Memilih barang yang dapat digunakan kembali,
o Pembelian barang tanpa kemasan atau dengan kemasan yang paling minimal,

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 21


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

o Menghindari pemakaian tas plastik sekali pakai atau barang-barang sekali pakai
lainnya,
2. Pengurangan (Minimization): menahan (mengurangi) timbulnya sampah di setiap
aktivitas yang dilakukan. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
o Mendesain ulang produk atau kemasan dengan seminimal mungkin menghasilkan
sampah,
o Mengurangi jumlah produk atau kemasan yang digunakan,
o Mengolah sampah organik melalui pembuatan kompos,
3. Penggunaan (Reuse): menggunakan kembali elemen dari sampah yang masih bisa
digunakan kembali. Contoh upaya dalam tahap penggunaan (reuse) ini adalah antara
lain:
o Menggunakan kembali produk/ kemasan yang sudah ada. Skema pembelian
material dengan sistem isi ulang adalah contoh baik,
o Merekondisi toner cartridge pada mesin pencetak (printer),
o Menggunakan kembali material kemasan,
4. Daur Ulang (Recycle): menjadikan sampah menjadi produk lain. Terdapat 2 (dua)
macam jenis daur ulang antara lain:
o Daur ulang naik (upcycling): menjadikan sampah bernilai rendah menjadi produk

t
bernilai tinggi (contoh: kerajinan dari koran bekas).
o Daur ulang turun (downcycling): menjadikan sampah bernilai tinggi menjadi bahan
af
baku bernilai rendah (contoh: sampah elektronika menjadi bahan baku kabel).
5. Pemulihan Energi (Energy Recovery): memanfaatkan sampah untuk dijadikan energi
alternatif (contoh: pembangkit listrik, produksi biogas, refuse derived fuel/ RDF, dan
sebagainya).
6. Pembuangan (Disposal): membuang sampah ke tempat yang ditentukan secara khusus
(contoh : pengurukan, incinerator/tungku bakar, gasifikasi dan solusi akhir lainnya).
dr
2.4.2 Rantai Layanan Pengelolaan Persampahan

Setiap orang wajib melakukan pengurangan sampah dan penanganan sampah. Pengelolaan
sampah menurut PP 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Pengurangan sampah meliputi: (a) pembatasan timbulan sampah, (b) pendaur ulang
sampah, dan (c) pemanfaatan kembali sampah. Pengurangan sampah dilakukan dengan
cara: (a) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, bahan yang dapat didaur ulang,
dan/atau bahan yang mudah diurai oleh proses alam, dan/atau (b) mengumpulkan dan
menyerahkan kembali sampah dari produk dan/atau kemasan yang sudah digunakan.

Sedangkan penanganan sampah meliputi kegiatan: (a) pemilahan, (b) pengumpulan, (c)
pengolahan, (d) pengangkutan, dan (e) pemrosesan akhir sampah.

II - 22 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

Sumber Pemilahan Pengumpulan Pengolahan Pengangkutan Pemrosesan Akhir

Gambar 2.9 Sistem Pengelolaan Persampahan

Sumber: Diolah dari Permen PU Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

a. Sumber Sampah

Menurut PP 81/2012 yang dimaksud dengan sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
Berdasarkan SNI 19-3983-1995 tentang Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota Kecil
dan Kota Sedang di Indonesia sumber sampah berasal dari: (a) perumahan, yaitu: rumah
permanen, rumah semi-permanen, dan rumah non-permanen, dan (b) non perumahan,
yaitu: kantor, toko/ruko, pasar, sekolah, tempat ibadah, jalan, hotel, restoran, industri, rumah

t
sakit, fasilitas umum lainnya. Dalam platform ini sistem pengelolaan sampah dilihat dari
sampah rumah tangga (SRT) yang dihasilkan oleh sumber perumahan dan sampah sejenis
af
sampah rumah tangga (SSSRT) yang dihasilkan dari non-perumahan.

Besaran timbulan sampah untuk setiap sumber sampah berdasarkan SNI 3242 tahun 2008
adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Tabel Timbulan Sampah untuk Setiap Sumber Sampah


dr
No Kategori Unit Timbulan Sampah

1 Rumah: a. Per orang/hari a. 2,5 liter


a. Rumah Permanen b. Per orang/hari b. 2,25 liter
b. Rumah Semi Permanen c. Per orang/hari c. 2 liter
c. Rumah Non-Permanen
2 Kantor Per pegawai/hari 0,5 – 0,75 liter

3 Toko Per petugas/hari 2,5 – 3 liter

4 Sekolah Per murid/hari 0,15 liter

Sumber: SNI 3242 tahun 2008

Dalam PermenLH 10/2018 tentang Pedoman Kebijakan dan Strategi Daerah dalam
pengelolaan sampah disebutkan bahwa angka timbulan sampah yang dapat digunakan
untuk perhitungan perencanaan adalah 0,7 kg/kapita/hari.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 23


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

b. Pemilahan

Pemilahan adalah kegiatan mengelompokkan dan memisahkan sampah sesuai dengan


jenis sampah. Pemilahan sampah dilakukan oleh (a) setiap orang pada sumbernya, (b)
pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,
fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya, dan pemerintah kabupaten/kota.

Menurut persyaratan teknis pemilahan sampah pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 3/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam
Penanganan Sampah Rumah Tangga (SRT) dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
(SSSRT), pemilahan dilakukan melalui kegiatan pengelompokan sampah menjadi paling
sedikit 5 (lima) jenis sampah, baik sampah rumah tangga maupun sampah sejenis sampah
rumah tangga, yang terdiri atas:
o Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya
dan beracun, seperti kemasan obat serangga, kemasan oli, kemasan obat-obatan, obat-
obatan kadaluarsa, peralatan listrik, dan peralatan elektronik rumah tangga.
o sampah yang mudah terurai, antara lain sampah yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan/

t
atau bagiannya yang dapat terurai oleh makhluk hidup lainnya dan atau mikroorganisme,
seperti sampah makanan dan serasah.
af
o sampah yang dapat digunakan kembali, adalah sampah yang dapat dimanfaatkan
kembali tanpa melalui proses pengolahan, seperti kertas kardus, botol minuman, kaleng.
o sampah yang dapat didaur ulang, adalah sampah yang dapat dimanfaatkan kembali
setelah melalui proses pengolahan, seperti sisa kain, plastik, kertas, kaca; dan
o sampah lainnya.
dr
c. Pengumpulan

Pengumpulan adalah kegiatan mengambil dan memindahkan sampah dari sumber


sampah ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau Tempat Pengolahan Sampah
dengan prinsip 3R (TPS 3R). TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat
pendaur-ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. Kegiatan
pengumpulan sampah dilakukan oleh pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya, serta
pemerintah kabupaten/kota.

Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,


fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya dalam melakukan pengumpulan sampah
wajib menyediakan:

a. TPS
b. TPS 3R
c. Alat pengumpul untuk sampah terpilah

II - 24 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

Pemerintah kabupaten/kota menyediakan TPS dan/atau TPS 3R pada wilayah permukiman.

d. Pengolahan

Pengolahan adalah kegiatan mengubah karakteristik, komposisi, dan/atau jumlah sampah.


Tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reuce, reuse, recycle) atau TPS 3R adalah
tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan
pendaur ulang skala kawasan. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) adalah tempat
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang,
pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Teknologi yang dipilih untuk pengolahan sampah harus mempertimbangkan: karakteristik


sampah, teknologi yang ramah lingkungan, keselamatan kerja dan kondisi sosial masyarakat.

Teknologi pengolahan dapat berupa:


o Fasilitas Pengolahan-Pemrosesan Antara Berbasis Biologis dan Mekanis
• Aerobic Composting
• Anaerobic Digestion

t
• Mechanical Biological Treatment (MBT
af
• Biokonversi BSF Larva
• Refuse Derived Fuel (RDF)
o Fasilitas Pengolahan-Pemrosesan Antara Berbasis Kimia dan Thermal
• Insinerasi
• Pirolisis
• Gasifikasi
dr
o Fasilitas Pemrosesan Akhir
• Sanitary landfill
• Controlled landfill

e. Pengangkutan

Pengangkutan adalah kegiatan membawa sampah dari sumber sampah (rumah tangga
dan non-rumah tangga) atau TPS/TPS 3R menuju TPST atau TPA dengan menggunakan
kendaraan bermotor yang didesain untuk mengangkut sampah.

Pemindahan dan pengangkutan sampah dimaksudkan sebagai kegiatan operasi yang


dimulai dari titik pengumpulan sampai ke TPA atau TPST pada pengumpulan dengan pola
individual langsung atau dari tempat pemindahan/penampungan sementara (TPS, TPS 3R,
SPA) atau tempat penampungan komunal sampai ke tempat pengolahan/pembuangan
akhir (TPA/TPST). Metoda pengangkutan serta peralatan yang akan dipakai tergantung
dari pola pengumpulan yang dipergunakan. Berdasarkan atas operasional pengelolaan

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 25


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

sampah maka pemindahan dan pengangkutan sampah merupakan tanggung jawab dari
pemerintah kota atau kabupaten. Sedangkan pelaksana adalah pengelola kebersihan
dalam suatu kawasan atau wiayah, badan usaha, dan kemitraan. Sangat tergantung dari
struktur organisasi di wilayah yang bersangkutan.

f. Pemrosesan Akhir

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan. Pemrosesan akhir sampah adalah proses pengembalian
sampah dan/atau residu hasil pengolahan sampah sebelumnya ke media lingkungan secara
aman. Di lokasi pemrosesan akhir tidak hanya ada proses penimbunan sampah tetapi juga
wajib terdapat 4 (empat) aktivitas utama penanganan sampah, yaitu:
o Pemilahan sampah.
o Daur ulang sampah non organik.
o Pengomposan sampah organik.
o Pengurugan/penimbunan sampah residu dari proses di atas di lokasi pengurugan atau
penimbunan (lahan urug).

Pemrosesan akhir sampah di TPA dilakukan dengan menggunakan:


o Metode lahan urug terkendali,

t
af
o Metode lahan urug saniter, dan/ atau
o Teknologi ramah lingkungan lainnya.

2.4.3 Sentralisasi dan Desentralisasi Pengelolaan Persampahan(1)

Pengelolaan sampah secara desentralisasi adalah pengelolaan sampah secara tersebar


dr
di beberapa lokasi, berskala kecil atau sedang, dan cenderung dioperasikan secara
manual dengan prinsip dekat dengan sumber sampah (proximity principle) dan berbasis
masyarakat (community based)(3). Desentralisasi dapat juga diartikan sebagai pendelegasian
wewenang pengelolaan sampah dari instansi daerah di bidang pengelolaan sampah
kepada masyarakat atau unit-unit pemerintahan terkecil seperti kelurahan atau desa.
Dengan kewenangan itu masyarakat atau kelompok masyarakat berwenang mengatur dan
mengurus kepentingannya sendiri menurut prakarsanya sendiri.

Sedangkan sentralisasi pengelolaan sampah adalah pengelolaan sampah yang terpusatkan


di satu lokasi tertentu dan berskala besar serta dioperasikan secara mekanis. Dengan kata
lain sentralisasi adalah pemusatan wewenang pengelolaan sampah kepada institusi yang
berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi di daerah dan pemusatan operasi
pengolahan sampah di suatu tempat sehingga skala operasinya besar dan umumnya bersifat
mekanis. Sebagai contoh adalah kegiatan recovery gas metana dari TPA dan komposting
skala kota di TPST Bantar Gebang.

Desentralisasi yang memiliki prinsip dekat dengan sumber artinya pengelolaan sampah

(1)
Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah di Perkotaan, Hermawati, dkk, 2015

II - 26 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

dilakukan di area yang letaknya sedekat mungkin dengan sumber sampah, sedangkan
prinsip berbasis masyarakat artinya masyarakat terlibat penuh dalam pelaksanaan
pengelolaan sampah. Karakteristik teknis operasional desentralisasi pengelolaan sampah
berbasis masyarakat antara lain adalah operasinya berskala kecil atau sedang tingkat
partisipasi masyarakatnya tinggi, dan inisiasinya dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat
melakukan inisiasi tersebut umumnya disebabkan karena adanya permasalahan sampah
yang mereka hadapi di lingkungan tempat tinggalnya.

Kegiatan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dapat berlangsung di tingkat rumah


tangga maupun di tingkat komunal. Kegiatan tersebut dapat meliputi kegiatan komposting
dan biogas skala rumah tangga dan komunal, pembuatan handycraft berbahan baku
sampah, koleksi recyclable material dalam bank sampah dan sebagainya.

Desentralisasi pengelolaan persampahan merupakan alternatif pengelolaan persampahan


yang cocok diterapkan di negara-negara berkembang. Hal tersebut karena desentralisasi
memiliki beberapa karakter sebagai berikut:

a. Bersifat padat karya dan dapat beradaptasi secara baik pada kondisi sosio-ekonomi
yang spesifik.

t
b. Menciptakan lapangan kerja pada masyarakat urban yang berketerampilan terbatas.
af
c. Manajemen dan operasinya fleksibel sehingga secara cepat dapat beradaptasi dengan
perubahan keperluan pengguna.
d. Mereduksi biaya pengelolaan sampah terutama biaya pengangkutan dan pembuangan
sampah ke TPA.
e. Mengurangi dampak lingkungan akibat lindi di TPA.
f. Mereduksi produksi gas rumah kaca terutama gas metan (CH4).
dr
Meskipun demikian tidak seluruh pendekatan desentralisasi dilihat dari dampak langsung
terhadap ekonomi, hal ini dikarenakan pengelolaan sampah secara terdesentralisasi juga
harus dilihat dari fungsi lainnya seperti fungsi sosial dan lingkungan. Dengan adanya
pendelegasian wewenang sampah maka pengelolaan sampah dapat tetap berjalan jika
sistem pelayanan pengangkutan sampah, misalnya, tidak berfungsi. Perlu juga ditekankan
bahwa pengelolaan sampah membutuhkan leadership (kepemimpinan), komitmen, dan
pembiayaan yang optimal.

2.4.4 Pengelolaan Sampah Tingkat Sumber, Kawasan, Kota(2)

» Pengelolaan Persampahan Tingkat Sumber

Pengelolaan persampahan tingkat sumber merupakan kegiatan pengelolaan yang bersifat


individual, yang dilakukan sendiri oleh penghasil sampah dalam area dimana sampah tersebut
berada. Pengelolaan sampah di tingkat ini akan tergantung pada karakter, kebiasaan dan
cara pandang penghasil sampah yang dapat berbentuk individu atau kelompok individu atau

(2)
Pengelolaan Sampah Terpadu, Enri Damanhuri dan Tri Padmi, 2018

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 27


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

dalam bentuk institusi misalnya RT/RW, kantor, hotel. Pengelolaannya dapat berkarakter
homogen, seperti dari sebuah rumah tinggal, bersifat heterogen seperti pejalan kaki di
keramaian, pedagang kaki lima di tempat-tempat umum. Keberhasilan upaya-upaya dalam
pengelolaan sampah sangat tergantung pada tingkat kesadaran masing-masing individu.
Pada level ini peran serta masyarakat sebagai penghasil sampah sangatlah dominan,
sehingga pendekatan pengelolaan sampah yang berbasiskan masyarakat penghasil sampah
merupakan dasar dalam strategi pengelolaan.

» Pengelolaan Persampahan Tingkat Kawasan

Pengelolaan persampahan di tingkat kawasan merupakan kegiatan yang bersifat komunal


untuk melayani sebagian atau keseluruhan sampah yang ada dalam area dimana pengelola
kawasan berada. Ciri sampah di tingkat ini adalah bersifat heterogen, berasal dari sumber-
sumber yang berbeda. Dalam level ini akan bertemu dan saling berinteraksi stakeholder
yang berasal dari tingkat sumber dengan tingkat kota. Keberhasilan upaya dalam
pengelolaan persampahan skala kawasan ini sangat tergantung pada level kesadaran
kelompok pembentuk tingkat kawasan, misalnya RT, RW, kelurahan, atau lainnya.

t
Oleh karena kelompok ini terdiri dari individu-individu yang mungkin mempunyai
pemahaman berbeda tentang persampahan, maka peran organisasi pengelola serta
af
dukungan inisiator dan/atau pemangku kepentingan lainnya seperti Ketua RT, Ketua RW,
Lurah, atau LSM, yang mengorganisir pengelolaan persampahan skala kawasan sangat
penting. Peran serta masyarakat yang umumnya terjadi di sumber pada tingkat kawasan
akan relatif lebih sulit dibangun (atau ditemukan) di tingkat kawasan. Peran aktif pengelola
kota sangat menentukan agar sistem pengelolaan tingkat kawasan ini menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dalam sistem pengelolaan persampahan kabupaten/kota secara
dr
menyeluruh.

» Pengelolaan Sampah Tingkat Kabupaten/Kota

Pengelolaan persampahan tingkat kota merupakan pengelolaan persampahan yang


dilakukan oleh pengelola kebersihan kota, baik dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah,
atau dilaksanakan oleh institusi lainnya yang ditunjuk, yang bertugas untuk melayani
sebagian atau seluruh wilayah yang ada dalam kota yang menjadi tanggung jawabnya.
Oleh karenanya pengelolaan persampahan diposisikan sebagai bagian dari infrastruktur
perkotaan. Bila dikelola langsung oleh Pemerintah Daerah maka bentuk pengelolaan dapat
berupa Perusahaan Daerah, Dinas, Unit Pelayanan Teknis (UPTD) atau sebagai seksi dari
sebuah Dinas. Terdapat kemungkinan bahwa pengelolaan tersebut dilaksanakan oleh pihak
luar atau swasta, baik keseluruhan pelayanan maupun sebagian dari pelayanan dengan
kontrol kualitas pelayananan tetap di bawah kendali Pemerintah Daerah. Ciri khas dari
tingkat ini adalah bertujuan agar kota itu terlihat bersih, sehingga area yang merupakan
wajah sebuah kota akan lebih diprioritaskan pelayanannya.

II - 28 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

Pengelolaan Sampah
Tingkat Kabupaten/Kota

UPTD
Perusahaan Daerah

Dinas Terkait Pengelolaan Sampah Seksi Terkait


Tingkat Kawasan

Rukun Warga Kelurahan


(RW)

Pengelolaan Sampah
Tingkat Sumber
Rukun Tetangga Kecamatan
(RT)

t
af Rumah Tinggal Sekolah Kantor

Pasar Ruang Publik


dr
Gambar 2.10 Pengelolaan Sampah Tingkat Sumber, Kawasan, dan Kabupaten/Kota
Sumber: Diolah dari Pengelolaan Sampah Terpadu, Enri Damanhuri dan Tri Padmi, 2018

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan II - 29


Target Pengelolaan Persampahan dan Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan

t
af
dr

III
II -- 30
30 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan
Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

BAB 3
PLATFORM SISTEM
PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

3.1 Platform dan Prinsip Sistem Pengelolaan Persampahan

Platform sistem pengelolaan persampahan merupakan kerangka dan landasan dalam


pengelolaan sampah dari hulu ke hilir (mulai dari pengurangan, pemilahan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan) yang memperhatikan pemenuhan aspek

t
regulasi, kelembagaan, pendanaan, teknis, peran masyarakat dan pemangku kepentingan
lain dalam implementasinya. Platform sistem pengelolaan persampahan ini dapat diterapkan
af
sesuai dengan tipologi perkotaan dan perdesaan di kabupaten/kota dengan fasilitasi/
pendampingan intensif dari Pusat kepada daerah melalui alur pelaksanaan fasilitasi,
pemenuhan indikator kinerja pengelolaan sampah, dan lingkungan yang mendukung.

Tatakelola (Governance)
dr
Peran Keberlanjutan
stakeholder Rp. pembiayaan

Timbulan Pemilahan Pengumpulan Pengangkutan Pengolahan Pemrosesan Akhir

Teknis Operasional

Pembatasan timbulan Pemanfaatan kembali Daur ulang

Regulasi Kelembagaan

Gambar 3.1 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 1


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Dalam UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah disebutkan bahwa


pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas sebagai berikut:

1. Asas tanggung jawab, yaitu bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai
tanggung jawab pengelolaan sampah dalam mewujudkan hak masyarakat terhadap
lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H
ayat (1) UUD 1945.
2. Asas berkelanjutan, yaitu bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan menggunakan
metode dan teknik yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, baik pada generasi masa kini
maupun pada generasi yang akan datang.
3. Asas manfaat, yaitu bahwa pengelolaan sampah perlu menggunakan pendekatan yang
menganggap sampah sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
4. Asas keadilan, yaitu bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan pemerintah
daerah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dan dunia usaha untuk
berperan aktif dalam pengelolaan sampah.
5. Asas kesadaran, yaitu bahwa dalam pengelolaan sampah Pemerintah dan pemerintahan

t
daerah mendorong setiap orang agar memiliki sikap, kepedulian, dan kesadaran untuk
mengurangi dan menangani sampah yang dihasilkannya.
af
6. Asas kebersamaan, yaitu bahwa pengelolaan sampah diselenggarakan dengan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
7. Asas keselamatan, yaitu bahwa pengelolaan sampah harus menjamin keselamatan
manusia.
8. Asas keamanan, yaitu bahwa pengelolaan sampah harus menjamin dan melindungi
masyarakat dari berbagai dampak negatif.
dr
9. Asas nilai ekonomi, yaitu bahwa sampah merupakan sumber daya yang mempunyai
nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan sehingga memberikan nilai tambah.

Dalam platform sistem pengelolaan persampahan disusun prinsip-prinsip pengelolaan


persampahan sebagai terjemahan operasional dari asas yang ada dalam UU Nomor
18/2008, sebagai berikut:

1. Pengelolaan sampah dilakukan dari hulu ke hilir oleh Daerah.

Sistem pengelolaan persampahan dilakukan oleh daerah mulai dari sumber sampai
dengan pemrosesan akhir secara terdesentralisasi (kawasan maupun ke wilayahan) yang
terintegrasi dengan sistem pengelolaan persampahan kabupaten/kota.  Pemerintah
Daerah berkewajiban dan harus berkomitmen untuk melakukan pengurangan dan
penanganan sampah sesuai dengan peran dan kewenangannya. 

III - 2 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

2. Kelembagaan yang efektif dan profesional dengan pemisahan fungsi regulator dan
operator dalam pengelolaan sampah.

Keberlangsungan sistem pengelolaan sampah harus dijaga, salah satunya dengan


kelembagaan yang efektif dan profesional yang ditandai dengan adanya pemisahan
fungsi regulator dan operator dalam pengelolaan sampah.

3. Pengurangan (3R) dan pemilahan sampah wajib dilakukan se-hulu mungkin.

Pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali


sampah (3R) yang merupakan kegiatan pengurangan sampah wajib dilakukan oleh
setiap orang, begitu pula dengan pemilahan sampah. Jika dilakukan di sumber sampah
maka akan semakin efisien karena sampah belum tercampur.

4. Kampanye perubahan perilaku wajib dilakukan secara masif, intensif, dan kontinyu.

Kampanye perubahan perilaku dilakukan melalui berbagai saluran sesuai dengan

t
target sasaran. Perubahan perilaku ini diharapkan juga dapat diperoleh dari proses
edukasi yang terus-menerus dilakukan dan dapat terukur serta terdokumentasi secara
af
transparan sehingga dapat menjadi dasar replikasi program kampanye dan edukasi
yang luas.

5. Pengelolaan persampahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan Waste to


Product (WtP) yang merujuk kepada pembangunan rendah karbon dan ekonomi sirkular.
dr
Pengelolaan persampahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan Waste to
Product (WtP) dimana sampah tidak hanya menjadi energi namun juga menghasilkan
pertumbuhan ekonomi dengan mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber
daya dalam perekonomian selama mungkin melalui pembangunan rendah emisi. Hasil
pengelolaan sampah (WtP) terkoneksi dengan rantai pemasaran yang didukung oleh
pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.

6. Pembangunan infrastruktur pengelolaan persampahan berdasarkan perencanaan yang


komprehensif.

Pembangunan infrastruktur sistem pengelolaan persampahan dilakukan berdasarkan


perencanaan yang komprehensif dan berkualitas melalui penyusunan dokumen
perencanaan teknis pengelolaan sampah untuk pencapaian target pengelolaan sampah
yang telah ditetapkan dan didukung dengan pendanaan yang sesuai kebutuhan daerah.

7. Perhitungan tarif retribusi sampah berbasis pada full cost recovery yang diterapkan
serta dikumpulkan secara efektif dan efisien.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 3


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Perhitungan tarif/retribusi pengelolaan sampah berdasarkan pemulihan biaya penuh


(full cost recovery) yang dihitung dari biaya modal, biaya operasional dan pemeliharaan,
serta biaya bunga. Integrasi kolektif tarif/retribusi sampah dilakukan dengan tujuan
peningkatan pendapatan daerah dari tarif/retribusi sampah untuk pembiayaan
operasional dan pemeliharaan pengelolaan sampah.

8. Regulasi dan penegakan hukum wajib diterapkan secara konsisten agar sistem
pengelolaan persampahan dapat berjalan.

Pemerintah Pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) harus memiliki sistem
yang mendukung dan konsisten untuk terwujudnya penegakan (enforceability) dari
peraturan/regulasi pengelolaan persampahan yang telah disusun.

3.2 Komponen Sistem Pengelolaan Persampahan

Aktivitas pengelolaan sampah tidak terbatas pada aspek teknis semata, tetapi juga
aspek-aspek lainnya seperti aspek peraturan, peran serta masyarakat, pembiayaan dan

t
kelembagaan. Jika aspek-aspek tersebut diintegrasikan maka lahirlah pengelolaan sampah
terpadu atau pengelolaan sampah terintegrasi. Aspek-aspek tersebut merupakan pilar
af
utama dalam pengelolaan sampah(1).

Standar Nasional Indonesia Nomor 3242 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah di
Permukiman menyebutkan bahwa pengelolaan sampah perkotaan merupakan sebuah
sistem yang terdiri dari 5 komponen subsistem, yaitu: aspek kelembagaan, aspek
pembiayaan, aspek pengaturan (hukum), aspek peran serta masyarakat, dan aspek teknik
dr
operasional. Kelima aspek tersebut saling terkait dan harus diperhatikan untuk mewujudkan
sistem pengelolaan sampah yang efektif.

Aspek
Teknis Operasional

Aspek Aspek Aspek


Pembiayaan Pengelolaan Sampah Kelembagaan

Aspek Hukum Aspek Peran


dan Peraturan Serta Masyarakat

Gambar 3.2 Aspek Sistem Pengelolaan Persampahan


Sumber: SNI Nomor 3242 tahun 2008

(1)
Sri Bebassari, Laporan Hasil Kunjungan Presiden Republik Indonesia ke Instalasi Pembakaran Sampah, dalam Wati Hermawati dkk,
Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah di Perkotaan, (2015)

III - 4 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

3.2.1 Aspek Kebijakan/Regulasi

Pembelajaran dari berbagai negara dalam hal pengelolaan sampah telah menunjukkan
arti penting regulasi atau kebijakan sebagai arah untuk memastikan tindakan-tindakan
pengelolaan dan administratif yang perlu dilakukan oleh berbagai pihak untuk mencapai
tujuan pengelolaan sampah. Praktik yang telah dijalani banyak negara juga menunjukkan
bahwa kelengkapan regulasi atau kebijakan bukan semata-mata menjadi penentu bagi
efektivitas pengelolaan sampah. Selain pada tingkat kelengkapan kebijakan, kesuksesan atau
kegagalan pengelolaan sampah juga sangat tergantung pada pelaksanaan kebijakan yang
dilakukan oleh seluruh lapisan pemerintah dan pemangku kepentingan(2). Mengadaptasi
penjelasan Weekes (2017) tentang kebijakan yang efektif, setidaknya terdapat beberapa
prasyarat berikut ini yang perlu dipenuhi untuk memastikan efektivitas pelaksanaan
kebijakan:

1. Substansi kebijakan perlu lengkap.


2. Peran seluruh pihak dalam seluruh rantai proses kerja dan kriteria penelusuran
pelaksanaan peran tersebut perlu diidentifikasikan secara jelas.
3. Sosialisasi kebijakan mutlak diperlukan, terlebih untuk kebijakan yang membutuhkan
perubahan perilaku yang sulit dilakukan.

t
4. Pelaksana kebijakan harus memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadai untuk
af
melaksanakan kebijakan.
5. Pemantauan dan penegakan hukum harus dilaksanakan secara konsisten.
6. Peninjauan serta pembelajaran atas pelaksanaan kebijakan perlu dilakukan secara rutin.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/
kota, telah berupaya untuk melengkapi seluruh peraturan pelaksana yang diamanatkan UU
dr
No. 18 Tahun 2008 dan PP No. 81 Tahun 2012. Hingga saat ini substansi peraturan pelaksana,
yang telah diatur dan ditetapkan adalah sebagai berikut:

● Pemerintah Pusat telah mengatur 9 (sembilan) dari 11 (sebelas) substansi penting


yang diamanatkan UU No. 18 Tahun 2008. Pada PP No. 81 Tahun 2012, Pemerintah
telah menyusun 6 (enam) dari 8 (delapan) substansi penting dalam bentuk peraturan
pemerintah, maupun peraturan menteri.
● Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota telah mengatur 8 (delapan) atau seluruh
substansi penting yang diamanatkan UU No. 18 Tahun 2008. 1 (satu) substansi penting
yang diamanatkan PP No. 81 Tahun 2012 telah diatur dalam bentuk peraturan daerah
provinsi dan kabupaten/kota, serta peraturan gubernur, dan peraturan walikota/bupati
dengan tingkat kerincian aturan yang berbeda-beda.

(2)
Mohan B Dangi, Erica Schoenberger, dan John J Boland, Assessment of Environmental Policy Implementation in Solid Waste Management
in Kathmandu, Nepal, (2017)

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 5


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Meskipun regulasi pengelolaan sampah di Indonesia sudah relatif lengkap, namun


pengelolaan sampah baik dari sisi pengurangan maupun penanganan belum dapat
dilakukan secara efektif oleh seluruh pihak. Dari aspek kebijakan, kondisi ini menunjukkan
bahwa efektivitas pengelolaan sampah tidak semata-mata tergantung pada kelengkapan
regulasi yang ada, namun juga tergantung pada aksi pelaksanaan yang dijalankan.

Berdasarkan kajian atas substansi kebijakan dan efektivitas pelaksanaannya di tingkat


nasional, provinsi dan kabupaten kota, permasalahan umum pengelolaan sampah yang
perlu diatasi bersama adalah sebagai berikut:

1. Banyak peraturan daerah pengelolaan sampah yang kurang operasional dan kurang
jelas. Hal ini dapat menyulitkan operasi pengelolaan sampah yang perlu dan dapat
dilakukan berbagai pihak.
2. Banyak kebijakan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang kurang kuat
dalam memastikan kecukupan sumber daya bagi pengelolaan sampah. Sumber
daya utama umumnya adalah pendanaan. Pendanaan memastikan seluruh kegiatan
operasional pengelolaan sampah dapat berlangsung.

t
Adapun permasalahan lainnya di tingkat pelaksanaan adalah:

1.
af
Minimnya sumber daya, terutama pendanaan untuk pengelolaan sampah,
2. Sosialisasi kebijakan yang belum cukup terprogram dan efektif,
3. Penegakan hukum yang masih belum konsisten dan belum efektif, dan
4. Minimnya mekanisme pemantauan dan evaluasi bersama atas pelaksanaan pengelolaan
sampah yang sudah dijalankan.
dr
Sehubungan dengan itu, di dalam platform pengelolaan sampah terdapat beberapa
program berikut ini, yang dapat dilaksanakan untuk penguatan kebijakan persampahan.

1. Pemastian Kelengkapan Kebijakan Nasional Pengelolaan Persampahan

Dengan mempertimbangkan kemajuan penyusunan peraturan pelaksana UU No. 18 Tahun


2008 hingga saat ini (sebagaimana telah diuraikan di Bab 2), maka regulasi-regulasi
persampahan nasional di bawah ini akan disusun oleh kementerian/lembaga terkait di
tingkat pusat guna memastikan kelengkapan arah dan panduan bagi pengelolaan sampah
di Indonesia:

● Peraturan Pemerintah tentang Insentif dan Disinsentif dalam Pengurangan Sampah.


● Permen LHK tentang Pedoman Penyusunan Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan
Sampah.
● Permen Perhubungan tentang Persyaratan Alat Angkut Persampahan.
● Permen PUPR tentang Tata Cara Memperoleh Sertifikat Kompetensi untuk Kegiatan
Pengangkutan, Pengolahan, dan Pemrosesan Akhir Sampah.

III - 6 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

● Peraturan Pemerintah tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pekerjaan


Umum tentang Pengelolaan Persampahan.

2. Penguatan Substansi Peraturan Daerah Agar Bersifat Lebih Operasional

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada regulasi pengelolaan sampah di tingkat


provinsi dan kabupaten/kota didapati sejumlah permasalahan umum yang menunjukkan
bahwa materi muatan atau klausa peraturan daerah yang ada masih belum jelas. Beberapa
klausa yang pada umumnya dituangkan secara kurang jelas di dalam peraturan daerah dan
menyebabkan kesulitan bagi pemerintah daerah dalam menyelenggarakan operasionalisasi
layanan pengelolaan sampah adalah klausa tentang 1) pembagian tanggung jawab dalam
pengelolaan sampah, 2) lembaga pengelola, 3) retribusi dan hubungannya dengan layanan
pengelolaan sampah, 4) kelembagaan di tingkat masyarakat, 5) forum musyawarah
pengelolaan sampah, 6) insentif dan disinsentif, serta 7) sanksi. Kelemahan dalam
klausa-klausa ini seringkali mengakibatkan pemahaman yang keliru dalam pengelolaan
sampah, partisipasi masyarakat dan stakeholder non pemerintah yang relatif rendah, dan
tersendatnya layanan pengelolaan sampah karena kendala operasional yang dihadapi oleh
lembaga pengelola.

t
Untuk memudahkan pemerintah kabupaten/kota dalam memastikan kecukupan dan
af
kejelasan substansi pengaturan di dalam peraturan daerah, maka pada gambar berikut ini
diuraikan beberapa pengaturan mínimum tentang rangkaian kegiatan pengolahan sampah
yang perlu dituangkan secara jelas di setiap daerah.

• Pola pengumpulan • Cakupan TPS dan


per jenis dan sumber TPS 3R
dr
sampah • Tanggung jawab
• Cara Pengurangan • Tanggung jawab penyediaan lahan dan
• Kewajiban para para pihak pemeliharaan sarana
pihak dalam • Waktu dan standar • Aktivitas pengolahan
pengurangan sarana • Standar output olahan

Pengurangan Pemilahan Pengumpulan Pengangkutan Pengolahan Pemrosesan


di Sumber Akhir di TPA
• Cara pemilahan • Pembagian • Penanggungjawab
• Kewajiban para tanggung jawab • Metode dan syarat
pihak dalam pengangkutan teknis pemrosesan
pemilahan • Waktu dan sarana • Standar residu
• Standar pemilahan • Syarat teknis • Lahan dan
kendaraan pemeliharaan
pengangkutan

Gambar 3.3 Ketentuan Operasional Minimum Kegiatan Pengolahan Sampah


yang Perlu Diatur Dalam dalam Peraturan Daerah
Sumber: Analisis Tim ISWM, 2021

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 7


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Selain kelengkapan pengaturan tentang kegiatan pengolahan sampah, peraturan daerah


tentang pengelolaan sampah juga perlu mengatur secara jelas dan operasional tentang
hal-hal berikut ini:

Distribusi tanggung jawab antara pemerintah kabupaten/kota, kecamatan hingga pada


organisasi masyarakat dalam seluruh rangkaian proses pengelolaan sampah, mulai
dari pengurangan di sumber hingga pada pemrosesan akhir di TPA harus jelas. Dalam
ketentuan ini perlu dijelaskan juga kinerja seperti apa yang dituntut dalam setiap rangkaian
proses pengelolaan, dan stakeholder mana yang harus mempertanggungjawabkan kinerja
tersebut.

Lembaga pengelola di tingkat masyarakat dan juga operator layanan pengelolaan sampah
pemerintah kabupaten/kota serta ketentuan tugas dan tanggung jawabnya perlu dinyatakan
dengan jelas di dalam regulasi. Pemerintah kabupaten/kota memiliki kebebasan untuk
menyatakan bentuk lembaga operator layanan pengelolaan sampah di dalam regulasi.

Insentif dan disinsentif bagi para pihak yang terlibat dalam pengelolaan persampahan perlu
ditegaskan untuk selalu berbasis kontribusi pada efektivitas pengelolaan persampahan.

t
Hubungan antara retribusi dengan penyediaan atau penghentian layanan, perlu dinyatakan
af
secara jelas. Hampir seluruh peraturan daerah menyatakan ketentuan tentang retribusi ini
secara normatif, dan tidak menegaskan hal ini sebagai suatu kewajiban yang harus dipenuhi
dalam mendapatkan layanan pengelolaan persampahan. Selain itu, kebanyakan peraturan
daerah juga tidak menjelaskan konsekuensi yang akan ditanggung oleh orang ataupun
badan ketika tidak memenuhi kewajiban membayar retribusi sampah. Hal lain yang kerap
dijumpai adalah ketentuan tentang kewajiban retribusi ini tidak ditegaskan di dalam perda
dr
pengelolaan sampah, melainkan di dalam perda atau peraturan kepala daerah tentang
tata cara pemungutan retribusi persampahan. Untuk memastikan kecukupan pembiayaan
pengelolaan sampah dalam APBD, peraturan daerah perlu memuat klausa kewajiban
pembayaran retribusi. Agar seluruh pihak patuh, peraturan daerah perlu dilengkapi sanksi
pelanggaran atas kewajiban ini sehingga hukum dapat ditegakkan.

Pola pemantauan, tentang kinerja pengelolaan sampah di setiap skala wilayah perlu
dituangkan di dalam peraturan daerah. Ketentuan mengenai obyek yang dipantau, pola
pemantauan yang digunakan, konsekuensi pemantauan, pihak yang melaksanakan
pemantauan serta waktu pemantauan perlu dituangkan secara jelas di dalam regulasi.

Sanksi, bagi tindakan pelanggaran dalam pengelolaan sampah yang dituangkan di dalam
peraturan daerah adalah sanksi yang dapat dijalankan, mendorong terbentuknya efek
jera dan memastikan kewibawaan pemerintah. Sanksi yang perlu diidentifikasikan adalah
sanksi bagi seluruh pelanggar baik yang bersifat orang perorangan dan juga badan atau
organisasi. Ketentuan sanksi pada

III - 8 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Hingga saat ini telah tercatat beberapa upaya progresif yang dilakukan oleh beberapa
daerah, untuk memastikan kebijakan pengelolaan sampah dapat menjadi dasar yang kuat
untuk mewujudkan layanan pengelolaan sampah yang operasional dan memenuhi target
yang telah ditetapkan. Beberapa pengaturan baik yang telah ada di beberapa daerah di
antaranya tersaji pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.1 Beberapa Contoh Peraturan Daerah dan


Kekuatan Utama Klausa Pengelolaan Sampah di Dalamnya

Kekuatan Utama Klausa Pengelolaan


Peraturan Daerah Akses Dokumen Peraturan
Sampah Dalam Peraturan
Perda Provinsi DKI • Hak dan kewajiban (Bab IV) https://pelayanan.jakarta.go.id/
Jakarta No. 3 Tahun 2013 • Penyelenggaraan pengelolaan sampah download/regulasi/peraturan-
juncto Perda No. 4 Tahun (Bab V) yang mengidentifikasikan peran daerah-nomor-3-tahun-2013-
2019 tentang Pengelolaan para pihak, standar aktivitas pengelolaan tentang-pengelolaan-sampah.pdf
Sampah dengan jelas, serta keharusan mengacu dan https://jdih.jakarta.go.id/
pada SPM uploads/default/produkhukum/
• Lembaga pengelola (pasal 71-72) PERDA_NO._4_TH_2019.pdf
• Retribusi (pasal 95 -96)
Perda Provinsi Jawa • Hak dan kewajiban (Bab VI), yang juga http://jdih.dprd.jabarprov.
Barat No. 12 Tahun 2010
juncto Perda No. 1 Tahun

t
menegaskan hak setiap orang dalam
pengawasan pengelolaan sampah
2016 tentang Pengelolaan • Retribusi (pasal 24) yang menegaskan
go.id/dokumen/peraturan-
daerah/2016/1

Sampah
af kewajiban retribusi
• Kelembagaan pengelolaan sampah
regional (Bab IX)
• Pembinaan, pengawasan dan
pengendalian (Bab X)
Perda Kota Bandung No. • Kelembagaan (pasal 32) terutama dalam https://jdih.bandung.go.id/home/
9 Tahun 2018 tentang hal penegasan tentang peran operator produk-hukum/daerah/3789/
dr
Pengelolaan Sampah dan juga pendelegasian kewenangan detail
pada kecamatan
• Sanksi administratif (pasal 51) realistis
untuk diterapkan
Perda Kabupaten • Pemilahan sampah (pasal 14), terutama http://ppid.bandungkab.go.id/
Bandung No. 21 Tahun tentang kriteria warna dan jenis sampah detail/dinas-lingkungan-
2009 juncto Perda No. di dalam pemilahan, yang memudahkan hidup-peraturan-daerah-
15 Tahun 2012 tentang seluruh pihak untuk dapat menjalankan nomor-15-tahun-2012-tentang-
Pengelolaan Sampah ketentuan perda ini. perubahan-atas-peraturan-
• Pengawasan (pasal 44) yang menegaskan daerah-kabupaten-bandung-
tanggungjawab pengawasan pengelolaan nomor-21-tahun-2009-tentang-
sampah di tingkat masyarakat pada -pengelolaan-sampah
Camat.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 9


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Kekuatan Utama Klausa Pengelolaan


Peraturan Daerah Akses Dokumen Peraturan
Sampah Dalam Peraturan
Perda Kota Depok No. • Lembaga pengelola sampah (pasal 25- https://peraturan.bpk.go.id/
5 Tahun 2014 juncto 26) mulai dari tingkat RT hingga pada Home/Details/162854/perda-
Perda No. 13 Tahun 2018 tingkat kota kota-depok-no-5-tahun-2014 dan
tentang Pengelolaan • Retribusi pelayanan persampahan (pasal
Sampah 31) terutama tentang komponen biaya
retribusi yang mencakup seluruh kegiatan
pengelolaan mulai dari sumber hingga ke
proses akhir di TPA
• Sanksi administratif (pasal 57 ayat 3)
yang menyatakan tentang bentuk-bentuk
sanksi seperti penghentian layanan,
hingga pada pembebanan denda 3
(tiga) kali biaya operasi pemilahan,
yang bersifat realistis namun juga dapat
menimbulkan efek jera apabila dijalankan
secara konsisten.
Peraturan Walikota • Bentuk-bentuk sanksi yang bersifat https://jdih.surabaya.go.id/
Surabaya No. 10 Tahun realistis namun juga dapat menimbulkan pdfdoc/perwali_1908.pdf
2017 tentang Tata Cara efek jera apabila dijalankan secara
Pengenaan Sanksi konsisten.
Administratif Pelanggaran
Peraturan Daerah Kota
Surabaya Nomor 5 Tahun

t
2014 Tentang Pengelolaan
Sampah dan Kebersihan
af
di Kota Surabaya
Perda Kabupaten Barito Lembaga Pengelola (pasal 35) yang https://jdih.baritokualakab.go.id/
Kuala No. 3 Tahun 2018 menyatakan BUMDes sebagai salah satu beranda/search
tentang Pengelolaan bentuk lembaga pengelola persampahan
Sampah yang dapat ditumbuhkembangkan di
tingkat masyarakat.
dr
Sumber: Analisis Tim ISWM, 2021

Dalam rangka memastikan bahwa substansi peraturan daerah dapat memperlancar


pencapaian kinerja pengelolaan sampah hingga di tingkat masyarakat, maka di dalam
platform terdapat beberapa upaya yang akan dilakukan.

Pemerintah Pusat. Kementerian LHK, Kementerian PUPR serta Kemendagri akan berperan
dalam melakukan:
● Sosialisasi Perpres No. 97 tahun 2017 tentang Jakstra Nasional Persampahan,
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 tahun 2011 tentang Pedoman Materi
Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, serta Panduan Penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah yang disusun oleh Kementerian PUPR.
● Fasilitasi kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam proses
peninjauan ulang peraturan daerah pengelolaan sampah.

III - 10 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Pemerintah Provinsi. Pemerintah provinsi perlu meninjau peraturan daerah kabupaten/


kota tentang pengelolaan sampah untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan sampah.
Pemerintah provinsi dapat mengidentifikasikan praktik baik kebijakan pengelolaan sampah
di tingkat kota/kabupaten yang dapat direplikasi di dalam skala provinsi. Pemerintah
provinsi dapat mengidentifikasikan kebutuhan penguatan kebijakan yang perlu dilakukan
di daerah. Hal ini dapat menjadi sumber informasi baik bagi rencana penguatan kebijakan
yang akan dilakukan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah
pusat.

Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan peninjauan


atas kecukupan materi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang berlaku terkait
pengelolaan sampah, serta hubungannya dengan efektivitas layanan pengelolaan sampah.
Efektivitas layanan ini akan perlu diukur dari kesesuaian kinerja layanan dengan target yang
telah ditetapkan di dalam RPJMD, Jakstra Persampahan Daerah, serta kontribusinya dalam
pencapaian target nasional sebagaimana tertuang di dalam RPJMN.

3. Advokasi Kebijakan dan Anggaran Pengelolaan Sampah kepada Pimpinan


Daerah dan DPRD

t
Terkait pengelolaan sampah terdapat 2 (dua) hal utama yang membutuhkan komitmen
af
kebijakan yang konsisten di tingkat kepala daerah dan legislatif, yaitu 1) penyediaan
layanan dasar pengelolaan sampah sesuai dengan target RPJMD masing-masing daerah,
Jakstrada Persampahan, dan selaras dengan target RPJMN, serta 2) penutupan TPA yang
menggunakan metode open dumping di wilayah yang masih menjalankan praktik tersebut.
Untuk memungkinkan kedua hal tersebut dapat direalisasikan di daerah dengan kebijakan
dan anggaran yang memadai, serta untuk mencegah besarnya risiko kerusakan lingkungan
dr
serta gangguan kesehatan masyarakat, maka beberapa langkah berikut ini akan dilakukan:

Pemerintah Pusat, melakukan:


● Evaluasi urgensi pengelolaan sampah daerah. Dari proses ini pemerintah akan
mengidentifikasikan kategori daerah berdasarkan tahapan (ladder) pengelolaan
sampah, serta gap kinerja pengelolaan sampah daerah sebagaimana acuan kinerja
yang telah ditetapkan di dalam RPJMN dan Jakstranas Persampahan, dan gap daerah
dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah dengan sistem controlled landfill dan/
atau sanitary landfill.
● Fasilitasi advokasi anggaran kepada Kepala Daerah dan DPRD di tingkat pemerintahan
provinsi, kabupaten/kota apabila diperlukan. Hal ini ditujukan untuk memungkinkan
kecukupan sumber daya daerah dalam rangka memenuhi urusan wajib dan
memungkinkan beralihnya praktik pemrosesan akhir sampah ke dalam cara yang
semakin ramah lingkungan.

Pemerintah Provinsi, melakukan:


● Evaluasi atas capaian target pengelolaan sampah provinsi, Jakstrada, serta RPJMD

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 11


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta melakukan inventarisasi TPA yang masih


menerapkan praktik open dumping di wilayah administrasinya serta mengidentifikasikan
faktor penyebab penundaan penutupan TPA tersebut.
● Fasilitasi advokasi anggaran kepada Kepala Daerah dan DPRD di tingkat pemerintahan
kabupaten/kota apabila diperlukan.
● Menyampaikan rekomendasi pembinaan yang perlu dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Bappenas, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian PUPR.

Pemerintah Kabupaten/Kota, melakukan:


● Evaluasi atas capaian target pengelolaan sampah Kabupaten/Kota, Jakstrada
Persampahan, dan RPJMD Kabupaten/Kota.
● Mengidentifikasikan skenario mobilisasi sumber daya dalam rangka pencapaian target
pengelolaan sampah kabupaten/kota.

4. Sosialisasi Ketentuan Pengelolaan Sampah di Daerah Secara Efektif

Kebijakan pengelolaan sampah menempatkan masyarakat sebagai subyek yang turut

t
berpartisipasi dan wajib menjalankan peran dan tindakan aktifnya dalam kegiatan
pengelolaan sampah. Kebijakan ini termasuk ke dalam kategori kebijakan yang menuntut
af
perubahan perilaku yang radikal pada seluruh pihak terutama masyarakat dan produsen.
Hal ini terjadi karena hampir di seluruh proses pengelolaan, terutama dalam proses
pengurangan sampah hingga pada proses pengangkutan sampah banyak terdapat praktik
yang relatif baru yang harus dijalankan dan dipatuhi oleh masyarakat. Praktik 3R dan praktik
pemilahan dan pewadahan sampah sesuai dengan kriteria sampah merupakan tindakan
yang relatif baru bagi masyarakat di Indonesia. Sehubungan dengan itu, pemerintah wajib
dr
untuk memberikan hak informasi tentang rangkaian tindakan pengelolaan sampah yang
wajib dijalankan dan dipatuhi oleh masyarakat sesuai ketentuan peraturan daerah.

Ketentuan utama dalam kebijakan pengelolaan sampah yang wajib untuk dapat disampaikan
dan dilatihkan pada masyarakat adalah sebagai berikut:

● Hak dan kewajiban dalam pengelolaan sampah.


● Tindakan pengelolaan sampah, mulai dari pengurangan sampah hingga pada
penanganan sampah. Terkait materi ini informasi yang perlu disosialisasikan adalah
tentang tindakan yang perlu dilakukan di setiap rangkaian proses, alasan hal tersebut
perlu dilakukan dan syarat teknisnya yang perlu dipatuhi dalam menjalankan
pengelolaan sampah.
● Saluran pengaduan atau pelaporan yang dapat diakses oleh masyarakat apabila mereka
melihat pelanggaran atau kondisi terkait pengelolaan sampah yang dapat mengganggu

III - 12 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

masyarakat atau menimbulkan pencemaran lingkungan.


● Hak gugat yang dimiliki oleh masyarakat dan cara menggunakan hak tersebut.
● Retribusi pengelolaan sampah dan kepatuhannya.
● Larangan dan sanksi terhadap pelanggaran dalam pengelolaan sampah.
● Contoh penegakan hukum yang telah dilakukan oleh pemerintah.

Dalam rangka ini pemerintah daerah dapat mengembangkan berbagai inovasi dan
kemitraan dengan berbagai pihak untuk memastikan efektivitas sosialisasi kepada
masyarakat. Sosialisasi ini sangat penting untuk memampukan masyarakat agar dapat
menjalankan, dan mematuhi ketentuan kebijakan pengelolaan sampah. Untuk memastikan
efektivitas sosialisasi, maka pemerintah kabupaten/kota perlu untuk mengemas ketentuan-
ketentuan utama kebijakan pengelolaan sampah yang telah diuraikan di atas sesuai ke
dalam bentuk materi sosialisasi yang dapat dicerna secara efektif oleh masing-masing
kelompok masyarakat.

5. Penegakan Hukum yang Dijalankan Secara Konsisten dan Efektif

Upaya penegakan hukum dalam pengelolaan sampah bukan merupakan tindakan yang

t
diarahkan untuk tujuan menghukum pelanggaran, namun merupakan tindakan untuk
memastikan norma pengelolaan lingkungan melalui tindakan pengelolaan sampah dapat
af
dilakukan secara tertib oleh seluruh pihak sesuai dengan ketentuan hukum. Oleh karenanya
upaya penegakan hukum dalam pengelolaan sampah hanya akan dapat dilakukan secara
efektif apabila sosialisasi tentang ketentuan-ketentuan aturan yang perlu dipatuhi oleh
berbagai pihak telah dilakukan. Upaya penegakan hukum harus dilakukan secara konsisten,
transparan, adil dan efektif.
dr
Dalam peraturan pengelolaan sampah terdapat 2 (dua) jenis norma larangan yang telah
ditegaskan untuk ditertibkan yaitu:

● Pelanggaran terhadap tindakan pengelolaan sampah rutin mulai dari proses


pengurangan hingga ke proses penanganan sampah.
● Praktik pemrosesan akhir di TPA dengan cara open dumping.

Pembinaan Dalam Rangka Pengelolaan TPA Yang Ramah Lingkungan

Sehubungan dengan itu, maka di dalam platform, terdapat beberapa hal yang akan
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan penegakan hukum secara konsisten,
dan efektif, yaitu:

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 13


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Pemerintah Pusat, akan melakukan:

● Mencanangkan periode masa penutupan TPA open dumping dan transisi menuju
praktik metode controlled landfill atau sanitary landfill secara penuh.
● Menindaklanjuti rekomendasi pembinaan yang diajukan oleh Pemerintah Provinsi, dan
membina Kepala Daerah yang belum mengalihkan proses pengelolaan sampah di TPA
dari cara open dumping ke cara pengelolaan yang ramah lingkungan. Sebagaimana
ketentuan UU No. 23 Tahun 2014, pembinaan dapat dilakukan dalam bentuk Surat
Teguran Tertulis I, Surat Teguran Tertulis II, Surat Penghentian Sementara, atau Surat
Penghentian Tetap.

Langkah-langkah pembinaan berikut ini dapat dilakukan pemerintah pusat


dalam rangka penegakan hukum pengelolaan sampah sebagaimana ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku:

● Penerbitan Surat Teguran Tertulis I serta arahan teknis kepada Walikota/


Bupati/Gubernur yang masih menjalankan praktik open dumping. di TPA
dan belum pernah mendapatkan teguran dari Pemerintah Pusat. Dalam

t
rangka pembinaan dan bantuan teknis, Pemerintah Pusat dapat memberikan
bantuan dalam bentuk advokasi anggaran kepada Kepala Daerah dan DPRD
af
di tingkat pemerintahan kabupaten/kota/provinsi apabila diperlukan.
● Penerbitan Surat Teguran Tertulis II serta arahan teknis kepada Walikota/
Bupati/Gubernur yang sudah mendapatkan masih Surat Teguran Tertulis I
namun tetap masih menjalankan praktik open dumping di TPA-nya. Dalam
rangka pembinaan dan bantuan teknis, Pemerintah Pusat masih dapat
memberikan bantuan dalam bentuk advokasi anggaran kepada Kepala Daerah
dr
dan DPRD di tingkat pemerintahan kabupaten/kota apabila diperlukan, dan
memberikan jangka waktu tertentu untuk melakukan penutupan dan/atau
transisi menuju controlled landfill atau sanitary landfill.
● Penerbitan Surat Penghentian Sementara bagi Kepala Daerah, dan/atau
Wakil Kepala Daerah, yang sudah mendapatkan Surat Teguran Tertulis II dan
tetap masih menjalankan praktik open dumping di TPA-nya.
● Penerbitan Surat Penghentian Tetap bagi Kepala Daerah, dan/atau Wakil
Kepala Daerah, yang sudah mendapatkan Surat Penghentian Sementara
namun tetap masih menjalankan praktik open dumping di TPA-nya.

Pemerintah Provinsi, akan melakukan:


● Evaluasi atas faktor penyebab penundaan penutupan TPA open dumping di wilayah
kabupaten/kota.
● Fasilitasi advokasi kepada Kepala Daerah dan DPRD di tingkat pemerintahan kabupaten/
kota apabila diperlukan.

III - 14 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

3.2.2 Aspek Kelembagaan dan Organisasi

Aspek organisasi dan manajemen merupakan suatu kegiatan multi disiplin. Aspek ini
bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut aspek-aspek ekonomi,
sosial, budaya, dan kondisi fisik wilayah kota. Aspek organisasi dan manajemen harus
memperhatikan pihak yang dilayani yaitu masyarakat kota. Perancangan dan pemilihan
bentuk organisasi disesuaikan dengan:

● Peraturan pemerintah yang membinanya


● Pola sistem operasional yang diterapkan
● Kapasitas kerja sistem
● Lingkup pekerjaan dan tugas yang harus ditangani.

Beberapa tantangan dalam aspek kelembagaan/organisasi dalam pengelolaan sampah


saat ini diantaranya yaitu:

● Belum adanya pemisahan antara peran regulator dan operator pengelolaan sampah di
daerah.

t
● Belum terlayaninya seluruh wilayah kabupaten/kota oleh layanan persampahan.
● Masih rendahnya retribusi persampahan yang dapat dikumpulkan oleh Pemda.
af
● Belum optimalnya skema kerjasama pengelolaan sampah yang saling menguntungkan
antara pihak yang melakukan kerjasama.
● Belum teranggarkannya biaya operasi dan pemeliharaan yang cukup untuk pengelolaan
sampah oleh Pemda.
● Belum terkelolanya aset-aset sarana dan prasarana pengelolaan sampah dengan baik.
● Koordinasi dan sinergi yang masih lemah antar OPD pengampu pengelolaan sampah di
dr
daerah dan di Kementerian/Lembaga di Pusat.

Pengelolaan sampah merupakan urusan pemerintah daerah yang bersifat wajib.


Pengelolaan sampah memiliki dampak yang luas terhadap aspek kehidupan masyarakat.
Konsiderans UU No. 18 Tahun 2008 pada butir (d) menyatakan bahwa upaya pengelolaan
sampah harus dijalankan dengan prinsip good governance yang bertumpu pada kerjasama
antara pemerintah, swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.

Untuk memastikan agar layanan pengelolaan sampah dapat dilaksanakan secara profesional,
adil bagi seluruh elemen publik dan dapat dipertanggungjawabkan secara akuntabel, maka
tata kelola persampahan dikembangkan dengan kerangka kelembagaan sebagai berikut:

1. Pemisahan serta Penguatan Tugas dan Fungsi Regulator-Operator

Untuk memastikan agar pengelolaan sampah dapat dijalankan secara efektif, maka fungsi
pengaturan (regulator) dan fungsi pelaksanaan (operator) harus ditangani secara terpisah.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 15


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya benturan kepentingan antara kedua
jenis fungsi organisasi ini. Regulator melakukan fungsi pengawasan dan pengendalian
pelayanan publik. Operator melaksanakan pelayanan publik sesuai arahan regulator.

Dalam kenyataannya pada banyak daerah kedua fungsi ini masih dijalankan oleh satu
organisasi perangkat daerah (OPD) secara sekaligus. Hal ini dapat dilihat pada organisasi
dimana unsur pelaksanaan layanan operasional di lapangan masih dijalankan oleh organisasi
setingkat seksi pada OPD tersebut. Meskipun sebuah unit seksi dalam suatu organisasi
merupakan unsur pelaksana teknis, namun bentuk organisasi ini memiliki keterbatasan
dari sisi kapasitas jumlah personil dan anggaran yang dapat dikelola dalam unit ini. Oleh
karenanya keterbatasan kapasitas ini sering membatasi OPD pengelola persampahan untuk
dapat mengelola layanan untuk skala kabupaten/kota. Hal ini seringkali mengakibatkan
penyelenggaraan layanan persampahan hanya dapat dilakukan di suatu kawasan tertentu
saja, atau masih terbatas pada sejumlah kecamatan tertentu, atau sebagian besar kawasan
yang dilalui jalan raya. Sementara kawasan lain diluar itu, belum terjangkau layanan sama
sekali. Pada wilayah pinggiran, biasanya hanya dengan upaya yang dilakukan masyarakat
itu sendiri-dengan cara dan pengetahuan yang terbatas.

t
Dengan semakin berkembangnya tantangan dan cakupan pelayanan, maka fungsi rangkap
ini harus ditinjau ulang, agar pelayanan dan standar pengelolaan menjadi semakin maju
af
dan efisien. Pemisahan tugas dan fungsi regulator dan operator harus dilaksanakan oleh
daerah untuk mengoptimalkan pelayanan pengelolaan sampah di daerah.

Mengingat tingginya target penanganan sampah yang ditetapkan dalam RPJMN 2020 –
2024, maka tuntutan pemisahan unit organisasi ini menjadi semakin kuat. Pengembangan
lembaga operator secara mandiri dengan kapasitas layanan yang lebih besar, seperti
dr
UPTD dan BLUD, semakin dibutuhkan di Indonesia, terutama di tipe kabupaten/kota yang
menurut ketentuan Permendagri No. 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah
termasuk ke dalam Kategori Kabupaten/Kota A dan B. Kabupaten/Kota A merupakan
kabupaten/kota dengan intensitas urusan pemerintahan dan beban kerja yang besar,
dengan skor 800(3). Sedangkan kabupaten/kota B merupakan kabupaten/kota dengan
intensitas urusan pemerintahan dan beban kerja yang sedang, dengan skor 600. Bagi
daerah yang sudah memiliki unit pelaksana teknis dinas (UPTD) sebagai operator dan Dinas
sebagai regulator, penting untuk dilakukan penguatan tugas dan fungsi regulator-operator
agar pembagian peran dapat berjalan optimal dalam melakukan pelayanan pengelolaan
sampah kepada masyarakat.

a. Penguatan Tugas dan Fungsi Regulator

Upaya penguatan fungsi regulator pengelolaan sampah, baik dalam bentuk organisasi Dinas,
Kantor ataupun Badan, terutama diarahkan untuk memastikan agar fungsi pengaturan

(3)
Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran Permendagri No. 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

III - 16 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

pengelolaan sampah sebagaimana tertera di dalam tabel 3.2 di bawah ini dapat dijalankan
dengan baik, yaitu:
Tabel 3.2 Ruang Lingkup Tugas Unit Regulator

Lingkup Pekerjaan Uraian Pekerjaan Regulator


Perumusan Kebijakan • Menyusun kebijakan strategis dan teknis di bidang persampahan
Perencanaan Strategis • Melakukan penyusunan Master Plan, Studi Kelayakan, DED, AMDAL, dan
dan Teknis dokumen perencanaan lainnya
• Melakukan penyusunan rencana program kerja dan anggaran
• Memberikan masukan teknis dalam rangka penyusunan peraturan daerah
pendukung di bidang persampahan
• Melakukan penyusunan tata laksana organisasi
• Menyusun rancangan kerjasama antar daerah dan kerjasama dengan pihak
swasta, partisipasi swasta
• Memastikan koordinasi, sinkronisasi dan sinergi pengelolaan sampah
Penyusunan SOP • Menyusun SOP sarana dan prasarana pengelolaan sampah
Pembangunan dan • Menjamin pembangunan konstruksi prasarana dan saran fasilitas
Rehabilitasi persampahan seperti TPA, TPST, SPA, dan TPS 3R sesuai dengan standar
kelayakan teknis dan baku mutu Kesehatan lingkungan.
• Melakukan kerjasama dengan pihak swasta terkait pengembangan prasarana
dan sarana persampahan

Pembinaan dan

t
Operasi dan Pemeliharaan • Menyusun tata cara pelaksanaan OP/yang biasa dilakukan seksi pada dinas
• Mengkoordinasikan upaya percontohan, persuasi/penegakan hukum
Pengawasan
af • Melaksanakan koordinasi dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan
persampahan
• Melaksanakan peningkatan kapasitas teknis dan manajemen penyelenggara
persampahan
• Melakukan kampanye, sosialisasi, dan pemberdayaan pengurangan dan
pemilahan sampah dari sumber
• Melakukan penyelenggaraan bantuan teknis pada kecamatan, pemerintah
desa serta kelompok masyarakat di wilayahnya
dr
Pemantauan, Evaluasi, • Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap efektivitas layanan pengelola
dan Pelaporan persampahan
• Melakukan pemeriksaan internal terhadap laporan keuangan unit
penyelenggara layanan teknis.
• Melaksanakan pelaporan kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah
terkait mengenai hasil pelaksanaan pekerjaan
Sumber: Analisis Tim ISWM, diolah dari Panduan Praktis Penataan Kelembagaan Sistem Pengelolaan Persampahan, Kementerian PUPR, 2015

Sasaran utama dari pelaksanaan fungsi regulator ini adalah untuk memastikan bahwa
pengelolaan sampah dapat dilaksanakan secara optimal dan berkelanjutan.

b. Penguatan Tugas dan Fungsi Operator

Guna memastikan layanan pengelolaan sampah dapat dijalankan secara efektif dan
efisien, OPD kabupaten/kota dapat membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) untuk
melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang dalam
pengelolaan sampah. Upaya penguatan tugas dan fungsi operator setidaknya diarahkan
untuk memungkinkan fungsi penyelenggaraan layanan sampah sebagaimana tertera di
dalam tabel 3.3 di bawah ini dapat dijalankan dengan baik.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 17


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Tabel 3.3 Ruang Lingkup Tugas Unit Operator

Lingkup Pekerjaan Uraian Pekerjaan Operator


Pelaksana penyusun • Menyusun rencana program, kegiatan dan anggaran tahunan
rencana kebutuhan • Memberi masukan dan terlibat dalam penyusunan perencanaan Master Plan,
operasional pengelolaan DED, AMDAL, dan dokumen perencanaan lainnya bersama regulator
sampah • Menyusun rencana bisnis dan kerjasama pengelolaan sampah (bagi BLUD,
PD)
• Melakukan perhitungan tarif retribusi sampah
Pelaksana Pelayanan • Pengumpulan dan pengangkutan
dan Jasa Pengangkutan • TPST, SPA
Sampah serta – Mengoperasikan prasarana dan sarana TPST, SPA
Pemrosesan Akhir • TPS 3R
Sampah – Membina kelompok masyarakat pengelola TPS 3R (pemicuan
masyarakat)
• TPA
– Melaksanakan penimbangan dan pencatatan sampah yang masuk ke TPA
– Melakukan pengadaan tanah penutup sel sampah
– Melaksanakan penutupan sampah secara rutin sesuai SOP
– Melakukan pengaturan penempatan sampah di TPA
– Pelaksanaan pengolahan leachate di TPA
– Melaksanakan pengendalian proses pengolahan di TPA
– Melaksanakan pengelolaan gas methane

Pelaksana Pemeliharaan

t
• Meningkatkan kompetensi personil operator pemrosesan sampah
• Melaksanakan pemeliharaan alat angkut dan alat berat
Sarana dan Prasarana
Pelayanan Persampahan
af • Melakukan pemeliharaan prasarana sarana TPST, SPA
• Melaksanakan pemeliharaan rutin sarana dan prasarana fasilitas TPA
Pengawasan Pemanfaatan • Melakukan pengendalian kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan
Sarana dan Prasarana persampahan sesuai SOP
Pelayanan Persampahan • Melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional prasarana sarana
persampahan
Pelaksana Pendataan Menyajikan data, informasi, dan pelaporan
& Pelaporan Hasil
dr
Pelaksanaan Operasi dan
Pemeliharaan Sarana dan
Prasarana Persampahan
Pelaksana Administrasi • Melakukan pengarsipan surat menyurat
Umum dan • Melakukan pengadministrasian keuangan dan kepegawaian
Kerumahtanggaan

Sumber: Analisis Tim ISWM, diolah dari Panduan Praktis Penataan Kelembagaan Sistem Pengelolaan Persampahan, Kementerian PUPR, 2015

Upaya Menuju Penyelenggaraan Pengelolaan Persampahan Dengan Menerapkan BLUD

Berkenaan upaya mengembangkan pelayanan persampahan yang lebih mandiri, maka


acuan aturan terbaru berupa Permendagri Nomor 79 tahun 2018 tentang Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) sangat efektif sebagai dasar kebijakan di daerah. Dimana melalui
aturan terbaru ini-menyebutkan bahwa BLUD bertujuan untuk memberikan layanan
umum secara lebih efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat sejalan dengan praktek bisnis yang
sehat, untuk membantu pencapaian tujuan pemerintah daerah yang pengelolaannya
dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah.

III - 18 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Di bawah ini merupakan beberapa potensi keuntungan penyelenggaraan layanan


persampahan dengan praktik BLUD, di antaranya:

● Ketergantungan pada anggaran pemerintah dapat terus dikurangi.


● Organisasi BLUD memiliki fleksibilitas yang cukup untuk dapat mengembangkan
kerjasama yang progresif dalam rangka optimalisasi operasi pelayanan persampahan,
dan penggalian dana secara mandiri.
● Meskipun organisasi ini memiliki fleksibilitas, namun aset BLUD merupakan kekayaan
daerah yang tidak dipisahkan dari pemerintah daerah.

Untuk memastikan organisasi ini mampu untuk menjalankan praktik bisnis yang sehat,
maka dalam struktur BLUD terdapat Pembina dan Badan Pengawas BLUD.

Berikut adalah Perbandingan Bentuk Operator Pengelola Sampah antara UPTD, BLUD, dan
BUMD:
Tabel 3.4 Perbandingan Bentuk Operator Pengelola Sampah

Parameter UPTD BLUD BUMD


Pendapatan

t
• Masuk kas umum daerah
• Tidak boleh langsung
digunakan
• Masuk Rekening Kas
BLUD
• Boleh langsung
• Masuk Rekening Kas
BUMD
• Boleh langsung
af • APBD bukan merupakan
pendapatan
digunakan
• APBD merupakan
digunakan
• APBD merupakan
• APBD merupakan pendapatan “Penyertaan Modal”
kewajiban Pemda • Kewajiban Pemda masih • Tidak tergantung APBD
ada
Penetapan • OPD ditetapkan melalui Penetapan PPK-BLUD Pembentukan BUMD
Kelembagaan Perda dengan keputusan dengan PERDA
• UPTD ditetapkan melalui Walikota/Bupati
dr
Peraturan Walikota/
Bupati
Belanja Tidak boleh melebihi PAGU Boleh melebihi PAGU (ada Diatur sendiri
ambang batas), tercantum
dalam Rencana Bisnis
Anggaran dan DIPA
Hutang dan Piutang Tidak boleh melakukan Boleh melakukan hutang Boleh melakukan hutang
hutang dan piutang dan piutang (pinjaman dan piutang
jangka panjang dengan
persetujuan Walikota/
Bupati)
Investasi Tidak boleh melakukan • Boleh melakukan Boleh melakukan investasi
investasi investasi
• Investasi jangka panjang
dengan persetujuan
Walikota/Bupati
Pengadaan Barang Perpres Nomor 16 tahun Boleh tidak merujuk Diatur sendiri
dan Jasa 2018 kepada Perpres Pengadaan
Barang dan Jasa untuk
pendapatan non-APBD

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 19


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Parameter UPTD BLUD BUMD


Pengelolaan Barang Tidak boleh menghapus • Boleh menghapus aset Diatur sendiri dengan tetap
aset tidak tetap mengikuti peraturan
• Penghapusan aset tetap
mengikuti peraturan
yang berlaku
Pegawai ASN Boleh ASN dan Non-ASN Non-ASN sesuai kebutuhan
Non-ASN sesuai dan profesionalisme
dengan kebutuhan dan
profesionalisme
Dewan Pengawas Tidak ada Dewan Dimungkinkan ada Dewan Badan Pengawas
Pengawas Pengawas, tergantung
Aset/Omset
Remunerasi Mengikuti penggajian ASN, Sesuai tanggung jawab Diatur sendiri, bersumber
bersumber dari APBD dan capaian kinerja, PNS dari jasa layanan
bersumber dari APBD
dan Jasa Layanan, Non-
PNS bersumber dari jasa
layanan
Tarif/Retribusi PERDA Peraturan Walikota/Bupati Peraturan Walikota/Bupati

Laporan Keuangan • Standar Akuntansi SAP dan Standar Dilampirkan dalam laporan
Pemerintahan (SAP)
• Bagian Laporan

t
Akuntansi Keuangan (SAK) keuangan Pemda
Bagian laporan keuangan
af
Keuangan OPD/PEMDA OPD/Pemda

Sumber: Kementerian PUPR, 2020

Pemerintah mendorong pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk


memastikan tata kelola persampahan di wilayah masing-masing dapat dikelola secara
efektif dan efisien di seluruh rantai pengelolaan persampahan dari hulu ke hilir sesuai dengan
(yang telah diamanatkan) oleh UU Nomor 18 tahun 2008. Dalam rangka ini, pemerintah
dr
provinsi dan kabupaten/kota juga dapat merujuk kepada Panduan Kelembagaan Bidang
Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) yang sudah disusun oleh Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2017.

2. Integrasi Sistem Pengelolaan Sampah ke Skala Kabupaten/Kota

Pengelolaan persampahan yang dilaksanakan Pemda kabupaten/kota memiliki pola sangat


beragam dan banyak diantaranya belum terintegrasi dalam satu sistem. Oleh karena itu,
tingkat efisiensi pengelolaan sangat rendah, dan jangkauan pelayanan pada umumnya
masih terbatas.

Kondisi yang ideal yang ingin diwujudkan agar layanan pengelolaan persampahan
berkelanjutan antara lain :

● Pengelolaan sampah memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan,


● Tersedianya infrastruktur yang memadai,
● Operasi layanan efisien-berkelanjutan,

III - 20 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

● Perluasan daerah layanan dan


● Perluasan kerjasama pemerintah-non pemerintah,

Pendekatan pengelolaan sampah yang hanya mengandalkan pelayanan terpusat


(sentralisasi) tidak akan berjalan efektif. Pemerintah daerah masih memiliki keterbatasan
baik pendanaan, sumber daya manusia yang berkualitas, teknologi yang tepat, dan lainnya. Di
lain pihak, pendelegasian secara total pengelolaan sampah kepada unit terkecil masyarakat
akan sulit tercapai mengingat beragamnya karakter masyarakat. Oleh karenanya dalam
platform diusulkan untuk mengkombinasikan pendekatan sentralisasi-desentralisasi secara
terintegrasi.

Pendekatan ini mendorong pemangku kepentingan di luar pemerintah untuk berpartisipasi


aktif dalam pengelolaan sampah, namun tetap dengan pengaturan dan pemantauan
dari pemerintah daerah. Potensi sumber pendanaan dan sumber daya manusia di luar
pemerintah dapat dimanfaatkan. Pemangku kepentingan non-Pemda diantaranya yaitu:
kelompok masyarakat (RT/RW), pemerintah desa/kelurahan, dan pengelola kawasan.
Badan usaha/swasta merupakan pemangku kepentingan lainnya (dengan karakteristik
yang berbeda) yang dapat bekerjasama dengan kelompok masyarakat, pemerintah desa/

t
kelurahan, pengelola kawasan, dan Pemda.
af
Sumber Pemilahan Pengumpulan Pengolahan Pengangkutan Pemrosesan Akhir
dr
RT/RW/Pengelola Kawasan/KSM/BUMDES UPTD-BLUD
1

Pengelola Kawasan/UPTD-BLUD
2

Gambar 3.4 Operator/Pengelola Sistem Pengelolaan Persampahan


Sumber: Analisis Tim ISWM, 2021

Kelompok masyarakat RT/RW merupakan institusi terdekat dengan sumber sampah yang
memiliki sumber daya dalam pengumpulan iuran dan pengumpulan sampah. Pemerintah
desa/kelurahan merupakan unit pemerintahan terkecil yang memiliki potensi sumber
pendanaan berupa dana desa, dan potensi kelembagaan BUMDes yang dapat didorong
oleh Pemda untuk optimalisasi pengelolaan sampah. Pengelola kawasan, baik kawasan
permukiman, komersial, industri, khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan fasilitas lainnya
selama ini belum dioptimalkan oleh Pemda dalam pengelolaan sampah padahal peran
pengelola kawasan sudah diamanatkan dalam peraturan/regulasi. Kesemua pemangku
kepentingan yang berperan dalam pengelolaan sampah ini didorong untuk melaksanakan,

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 21


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

mengintegrasikan pengelolaan sampahnya dengan sistem pengelolaan sampah skala


kabupaten/kota.

Untuk mewujudkan hal itu, maka kebijakan mengintegrasikan pengelolaan sampah


ditempuh dengan upaya antara lain :

a. Perencanaan sistem pengelolaan sampah secara komprehensif sampai ke tingkat


desa/kelurahan dan kawasan.
b. Pengelolaan sampah yang tersebar di kecamatan dan kelurahan/desa/kawasan
terintegrasi ke satu sistem pengelolaan sampah kabupaten/kota (efisiensi dan
pemenuhan skala ekonomi).
c. Regulasi pengelolaan sampah mandiri di desa dan regulasi yang mendorong
pengelola kawasan untuk mengelola sampahnya (yang terkoneksi dengan sistem
pengelolaan sampah skala kota/kabupaten).
d. Pemenuhan infrastruktur persampahan sampai ke tingkat desa/kelurahan (TPS 3R
per desa/kelurahan).
e. Pembinaan, bantuan teknis, peningkatan kapasitas, bantuan investasi oleh Pemda/
Dinas kepada desa/kelurahan dan kawasan.

t
f. Sistem pemantauan dan evaluasi oleh Dinas sampai ke tingkat desa/kelurahan dan
kawasan.
af
3. Penataan Pengumpulan Retribusi Sampah

Penataan pengumpulan retribusi sampah adalah salah satu bentuk kebijakan yang harus
ditempuh Pemda agar skema pendapatan dari pelayanan dapat diandalkan menuju cost
recovery. Integrasi pemungutan dari setiap rantai layanan-akan menjadi salah satu sumber
dr
pendanaan efektif yang akan membiayai keberlangsungan operasi layanan. Dalam skema
pembayaran tarif/retribusi sampah, terdapat 3 (tiga) nama yang berperan, yaitu: objek,
subjek, dan wajib retribusi pelayanan persampahan.

Objek retribusi pelayanan persampahan adalah pelayanan persampahan yang


diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, meliputi:

a. Pengambilan/pengumpulan sampah dari sumber ke sarana pengumpulan/


penampungan sementara/pengolahan sampah dengan prinsip 3R (TPS/TPS 3R)
b. Pengangkutan sampah dari sarana pengumpulan/penampungan sementara (TPS) ke
tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) atau dari pengolahan sampah dengan
prinsip 3R (TPS 3R) ke tempat pemrosesan akhir sampah (TPA).
c. Pengangkutan sampah dari sumber ke tempat pengolahan sampah terpadu (TPST)
atau pemrosesan akhir sampah (TPA).
d. Pemrosesan akhir sampah (TPA).

III - 22 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Sumber Pemilahan Pengumpulan Pengolahan Pengangkutan Pemrosesan Akhir

Pengumpulan dari sumber ke TPS/TPS 3R


1 Pengangkutan sampah dari TPS ke TPST
atau dari TPS 3R ke TPA
2

Pengangkutan sampah dari sumber ke TPST/TPA


3

Pemrosesan
4
akhir sampah

Gambar 3.5 Pelayanan Persampahan yang Dapat Dikenakan Tarif Retribusi/Iuran Sampah
Sumber: Analisis Tim ISWM, 2021

t
Sedangkan subjek retribusi pelayanan persampahan adalah orang atau badan yang
af
memperoleh pelayanan pengelolaan sampah oleh Pemda. Wajib retribusi pelayanan
persampahan adalah orang atau badan yang berdasarkan regulasi wajib melakukan
pembayaran retribusi pelayanan persampahan.

Pemda menerima pendapatan untuk kegiatan pengelolaan persampahan diantaranya dari


masyarakat melalui penarikan retribusi sampah. Jumlah pendapatan retribusi pengelolaan
dr
sampah belum mencukupi minimal untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan apalagi
untuk melakukan investasi berikutnya. Penerimaan retribusi ini selanjutnya disetor ke
rekening kas umum daerah (RKUD) atau kas daerah sesuai dengan mekanisme keuangan
daerah yang berlaku di kabupaten/kota.

Hampir tidak ada upaya yang dilakukan oleh pengelola sampah (UPTD) untuk meningkatkan
hasil retribusinya (intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan retribusi sampah). Ini
terjadi karena UPTD sebagai organisasi yang berada di bawah OPD merasa bahwa untuk
kebutuhan biaya operasional dan pemeliharaan telah disediakan dana dari APBD. Hal lain
adalah bahwa struktur dan penetapan besaran tarif pengelolaan sampah belum dihitung
berdasarkan pada pertimbangan untuk mengembalikan biaya investasi, serta kebutuhan
biaya operasi dan pemeliharaan. Kesediaan dan kemampuan membayar dari masyarakat
terhadap pengelolaan sampah masih menjadi pertimbangan utama dalam penentuan
besaran tarif retribusi persampahan. Kontribusi pendapatan retribusi sampah terhadap
PAD masih relatif sangat kecil karena retribusi terbesar masih berasal dari pendapatan
retribusi pasar.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 23


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Peningkatan kualitas layanan pengelolaan sampah dan penambahan jenis obyek retribusi
sampah menjadi faktor penting bagi Pemda untuk meningkatkan retribusi sampah. Adanya
skema bundling pengelolaan sampah untuk memperluas objek retribusi sampah masih
menjadi pertimbangan bagi daerah untuk peningkatan pemasukan dari retribusi sampah.

Efektivitas penagihan retribusi pengelolaan sampah menjadi hal penting bagi Pemda untuk
meningkatkan pendapatan retribusi pengelolaan sampah. Penagihan retribusi pengelolaan
sampah bisa dilakukan dengan cara dan melalui pembayaran bersama melalui: (a) secara
langsung dengan kupon/karcis kepada petugas kebersihan atau melalui RT/RW, (b) PDAM,
(c) pembayaran listrik. Pada daerah yang telah memiliki kesiapan yang memadai maka,
penarikan dapat dilakukan bersamaan dengan (d) pembayaran PBB. Ke depan, pembayaran
retribusi pengelolaan sampah didorong dilakukan secara non-tunai (e-payment).

Dengan adanya kebutuhan biaya operasional dan pemeliharaan yang berasal dari retribusi/
tarif sampah, maka perlu dilakukan penataan pengumpulan retribusi sampah dengan:

a. Sosialisasi tarif/retribusi sampah secara transparan kepada masyarakat untuk


meningkatkan kemauan membayar masyarakat.

t
b. Sosialisasi pengelolaan sampah kepada swasta/pengelola kawasan permukiman/
komersial/industri/fasum/fasos untuk mengelola sampah dengan baik dan
af
membuang sampah/residu ke TPA.
c. Sanksi tegas bagi wajib retribusi yang tidak membayar tarif/retribusi sampah
(publikasi, tempel stiker, sampah tidak diangkut).
d. Intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan retribusi sampah (penambahan jenis objek
retribusi sampah).
e. Review Perda tentang tarif untuk menetapkan tarif yang layak dan memadai untuk
dr
pengelolaan sampah.
f. Penetapan tarif bawah dan atas yang dapat dikenakan kepada masyarakat dan wajib
retribusi/tarif.
g. Pembayaran sampah non-tunai melalui: pembayaran PDAM, pembayaran listrik,
e-payment.
h. Peningkatan kualitas layanan pengelolaan sampah agar masyarakat dan wajib
retribusi mau membayar tarif/retribusi sampah.

Penentuan kelas per kategori sumber sampah untuk penentuan besaran tarif/retribusi
sampah dapat dilakukan berdasarkan kondisi masing-masing kabupaten/kota. Sebagai
contoh berdasarkan tingkat penyediaan daya listriknya sebagai dasar penentuan kelas
ekonomi dari tiap kelas, sebagai berikut:

III - 24 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Tabel 3.5 Penentuan Kelas per Kategori Sumber Sampah untuk Penentuan Tarif/Retribusi Sampah

No. Sumber Sampah Kelas Kriteria (Sambungan Daya Listrik)


1. Rumah Tangga Miskin 450 VA
Bawah 900 VA – 2.200 VA
Menengah 3.500 VA – 5.500 VA
Atas >6.600 VA
2. Bisnis Kecil 450 VA – 5.500 VA
Menengah 6.600 VA – 200 kVA
Besar >200 kVA
3. Sosial Kecil 220 VA
Sedang 250 VA – 200 kVA
Besar >200 kVA
4. Industri Kecil 450 VA – 14 kVA
Sedang 14 kVA – 200 kVA
Menengah >200 kVA
Besar >30.000 kVA
5. Umum Kecil 450 VA – 200 kVA
Besar >200 kVA

t
Keperluan fasilitas umum

Sumber: Permendagri No. 7/2021 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Retribusi dalam Penyelenggaraan Penanganan Sampah
af
Di daerah tarif retribusi pelayanan persampahan/kebersihan ditetapkan oleh Peraturan
Daerah dan dapat menggunakan berbagai kriteria untuk besaran tarif retribusi. Sebagai
contoh di Kota Semarang dengan Perda Nomor 2 tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum
di Kota Semarang, tarif retribusi pelayanan persampahan/kebersihan ditetapkan bagi
rumah tangga serta niaga dengan kriteria kelas dan lebar jalan. Di Kabupaten Banyumas,
dr
sesuai dengan Perda Nomor 19 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum di Kabupaten
Banyumas, tarif retribusi bagi rumah tangga ditetapkan berdasarkan wilayah operasional
pelayanan sedangkan untuk pengusaha industri dan kantor instansi pemerintah ditetapkan
berdasarkan jumlah tenaga kerja/pegawai yang bekerja pada industri/kantor tersebut.

Platform ini mendorong Pemda untuk melakukan perhitungan tarif retribusi pelayanan
persampahan/kebersihan sesuai dengan Permendagri Nomor 7/2021 yang telah disusun.

4. Kerjasama Pengelolaan Persampahan

Mengurangi ketergantungan pada dana pemerintah, menjadi tantangan bagi banyak daerah.
Pada sisi lain daerah berusaha meningkatkan pelayanan, di tengah semakin terbatasnya
sumber pendanaan APBD masing-masing. Oleh karena itu, berbagai kebijakan diambil
oleh Pemda, diantaranya memperluas dan mengoptimalkan berbagai sumber daya, yang
diwujudkan dalam bentuk skema kerjasama antar Pemda dan pihak ke-3 (non pemerintah).
4. Kerjasama Pengelolaan Persampahan

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 25


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Mengurangi ketergantungan pada dana pemerintah, menjadi tantangan bagi banyak daerah.
Pada sisi lain daerah berusaha meningkatkan pelayanan, di tengah semakin terbatasnya
sumber pendanaan APBD masing-masing. Oleh karena itu, berbagai kebijakan diambil
oleh Pemda, diantaranya memperluas dan mengoptimalkan berbagai sumber daya, yang
diwujudkan dalam bentuk skema kerjasama antar Pemda dan pihak ke-3 (non pemerintah).

Beberapa opsi kerjasama pengelolaan sampah yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:

1. Pengumpulan sampah dari sumber ke sarana pengolahan (TPS 3R atau TPST)


Kerjasama ini dapat dilakukan oleh beberapa pihak seperti:
b. Pemda dengan swasta skala kecil
c. Pengelola kawasan dengan swasta skala kecil
d. Kelompok masyarakat (misal: PKK, LSM) dan kelompok masyarakat lainnya
(KSM).
2. Pengolahan sampah di TPST
Kerjasama ini dapat dilakukan oleh beberapa pihak seperti:
a. Pemda dengan swasta

3.
b. Pengelola kawasan dengan swasta

t
Pengangkutan sampah dari TPS 3R/TPST ke TPA
af
Kerjasama ini dapat dilakukan oleh beberapa pihak seperti:
a. Pemda dengan swasta (penyewaan truk sampah untuk mengangkut sampah).
b. Pengelola kawasan dengan swasta (penyewaan truk sampah untuk mengangkut
sampah).
4. Pemrosesan akhir sampah di TPA
Kerjasama ini dapat dilakukan oleh beberapa pihak seperti:
dr
a. Pemda dengan swasta.
b. Pemda dengan sektor informal.
c. Kerjasama antar daerah (provinsi dengan kabupaten/kota atau kabupaten/kota
dengan kabupaten/kota).
5. Pengelolaan sampah dari hulu sampai ke hilir (sumber sampai TPA)
Kerjasama ini dapat dilakukan oleh Pemda dengan swasta skala besar dengan lingkup
kerjasama mulai dari pemilahan, pengumpulan, pengolahan, pengangkutan sampah
sampai dengan ke pemrosesan akhir (skema KPBU).

III - 26 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Sumber Pemilahan Pengumpulan Pengolahan Pengangkutan Pemrosesan Akhir

Pengumpulan Sampah dari Sumber


ke TPS 3R/TPST
1
Pengolahan
Sampah di TPST

Pengangkutan Sampah dari TPS 3R/TPST ke TPA


3

Pemrosesan Akhir
di TPA
4

Pengelolaan Sampah Hulu-Hilir


5

t
af Gambar 3.6 Opsi Kerjasama Pengelolaan Sampah
Sumber: Analisis Tim ISWM, 2021

Kerjasama pengelolaan sampah tentunya mengikuti koridor sebagai berikut:

a. Skema kerjasama yang adil dan menguntungkan semua pihak. Pengurangan dan
penanganan sampah tercapai lebih baik. Swasta mendapatkan nilai imbal hasil yang
dr
memadai sesuai beban operasionalnya (lebih lanjut swasta mendapatkan profit yang
memadai, Pemda tidak membebani APBD/APBN).
b. Payung regulasi yang mendorong kerjasama dan menjamin keberlangsungan
kerjasama sesuai waktu kerjasama seperti melalui PKS (Perjanjian Kerja Sama).
c. Iuran sampah yang ditarik dari skema kerjasama bersifat wajar (merujuk ke Perda
tarif/retribusi), tidak memberatkan masyarakat, dan menerapkan prinsip berkeadilan.
d. Peta potensi kerjasama swasta oleh Pemda di seluruh kawasan (kawasan
permukiman, industri, komersial, khusus, fasum, fasos, dll) di wilayah kabupaten/kota.
e. Pemantauan dan evaluasi oleh Pemda meskipun kerjasama pengelolaan sampah
terjadi dengan skema business to business (misal: pengelolaan kawasan permukiman/
pengembang dengan swasta).

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 27


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

5. Pengalokasian Biaya Operasional dan Pemeliharaan

Pembangunan sarana dan prasarana persampahan baik yang bersumber dari APBN,
APBD, maupun dari sumber alternatif lainnya harus dioperasionalkan dan dipelihara
secara kontinyu oleh Pemerintah Daerah. Oleh karenanya Pemda setiap tahun harus
mengalokasikan anggaran yang cukup dari APBD untuk operasional dan pemeliharaan
sarana dan prasarana persampahannya.

Jika sarana dan prasarana persampahan dikelola oleh lembaga pengelola non-pemerintah,
maka lembaga pengelola juga harus memiliki anggaran yang cukup untuk operasional dan
pemeliharaannya yang dapat berasal dari iuran pengelolaan sampah ataupun dari hasil
penjualan pengolahan sampahnya (daur ulang dan komposting).

Di tingkat desa, potensi dana desa dapat digunakan untuk operasional dan pemeliharaan
sarana dan prasarana sampah yang dikelola oleh BUMDesa.

Potensi biaya operasional dan pemeliharaan lainnya adalah dari hibah provinsi, hibah
kabupaten/kota, dan sektor non-pemerintah.

6. Pengelolaan Aset Persampahan

t
af
Aset di bidang persampahan terdiri antara lain dari tanah, bangunan, alat-alat berat, dan
armada angkutan. Untuk alat berat dan armada angkutan status kepemilikannya umumnya
adalah milik Pemda kabupaten/kota, begitu pula untuk tanah dan lahan umumnya milik
Pemda kabupaten/kota sedangkan untuk bangunan sarana dan prasarana persampahan
didanai oleh pemerintah Pusat. Untuk lahan tanah statusnya banyak yang belum bersertifikat
dr
(misal lahan untuk TPS 3R atau TPST) karena mayoritas Pemda tidak menyediakan ruang
untuk fasilitas persampahan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR).

Dasar hukum pemda kabupaten/kota untuk mengalokasikan dana dari APBD untuk
kegiatan operasi dan pemeliharaan atas aset sarana prasarana persampahan didasarkan
pada dokumen “surat penyerahan pengelolaan” yang diberikan pemerintah Pusat kepada
Pemda.

Dengan berpindahnya aset kepemilikan dari pemerintah pusat kepada Pemda kabupaten/
kota, maka Pemda memiliki kewajiban untuk memelihara aset sarana prasarana persampahan
tersebut. Adanya kejelasan status kepemilikan aset persampahan, membantu Pemda dalam
menampilkan aset pada neraca daerah. Hal ini membantu Pemda dalam pemeriksaan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), karena banyak Pemda yang belum bisa meraih opini
wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK tanpa kejelasan aset(4) .

(4)
Urban Sanitation Development Program (USDP), et al, Kajian Kelembagaan – Lembaga Pengelola Sanitasi, Sampah, Air Limbah dan Drainase
Mikro, (2011).

III - 28 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Aset dari sarana prasarana persampahan berbasis masyarakat (misal TPS 3R/bank sampah)
ada yang kepemilikannya di pihak masyarakat. Agar aset ini dapat berfungsi dengan
baik dan berkelanjutan, harus ada koordinasi dengan pihak Pemda. Seringkali terjadi
kerusakan terhadap sarana prasarana tersebut karena badan pengelola tidak mampu
mengalokasikan biaya pemeliharaan. Banyak sarana-prasarana persampahan menjadi
tidak berfungsi dan mangkrak. Pemda melalui BPMD dapat terlibat dalam pemeliharaan
dan penggantian sarana-prasarana yang rusak agar layanan pengelolaan sampah berjalan
dengan berkelanjutan. Agar pengelolaan dapat dilakukan dari hulu sampai ke hilir maka
diperlukan payung hukum yang secara tegas memberikan mandat yang jelas dan tegas
kepada lembaga pengelola. Lembaga pengelolaan dapat memiliki tugas pokok dan fungsi
yang jelas dalam pengelolaan sampah.

7. Penguatan Peran Pokja AMPL/PPAS/Sanitasi di Daerah

Persampahan merupakan urusan yang sangat luas dimana penanganannya tidak hanya
ditangani oleh satu OPD saja namun oleh beberapa OPD. Organisasi perangkat daerah
yang terlibat dalam pengelolaan persampahan adalah Dinas Lingkungan Hidup, Dinas
Pekerjaan Umum/Cipta Karya, Dinas Perkim, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas KKP,

t
Badan Pemberdayaan Masyarakat, dan lainnya termasuk kelompok swadaya masyarakat.
Tumpang tindih kegiatan dapat terjadi dan kondisi ini menyebabkan sukarnya koordinasi
af
apalagi mengharapkan sinergi di antara beberapa OPD tersebut. Lemahnya koordinasi
menyebabkan pelayanan dan pembangunan tidak sesuai dengan kualitas yang diharapkan.

Pembentukan Pokja sebagai lembaga ad-hoc merupakan suatu usaha untuk membangun
koordinasi dan sinergi diantara OPD yang saling terkait. Pokja diharapkan mampu
memahami sistem pengelolaan persampahan secara utuh dan komprehensif sehingga
dr
solusi yang dihasilkan merupakan hasil dari pemikiran semua pemangku kepentingan
yang terlibat dalam Pokja. Hubungan antar OPD dalam Pokja akan semakin kuat jika Pokja
memiliki rencana aksi yang terpadu yang diimplementasikan dalam kerangka tugas dan
peran masing-masing OPD.

Wujud pengintegrasian sistem pengelolaan persampahan, juga dilakukan dengan


menggunakan saluran Pokja Daerah, sehingga semua kebijakan pengaturan yang
dilahirkan, dan pembinaan operasi pelayanan persampahan maupun pengawasan dapat
terus ditingkatkan-karena telah melibatkan sejak dini semua OPD terkait yang tergabung
dalam Pokja Daerah.

Demikian pula terkait skema kerjasama pengelolaan sampah, yang dituangkan dalam
MoU-KPS, pokja daerah mengambil porsi yang sangat kuat, sehingga kebijakan untuk
mengintegrasikan sistem pengelolaan persampahan telah didukung lintas perangkat
daerah, terutama substansi yang diatur dalam dokumen perjanjian Kerjasama Pemerintah
Swasta yang akan diterbitkan.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 29


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

8. Harmonisasi dan Koordinasi Kelembagaan Kementerian/Lembaga di Pusat

Peran kementerian/lembaga baik di Pusat dan daerah dalam pengelolaan sampah, terdapat
dalam beberapa peraturan sebagai berikut:

a. UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah


b. Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
c. Peraturan Presiden Nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
d. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik
e. Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut

Dalam platform sistem pengelolaan sampah yang lingkupnya adalah Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, teridentifikasi beberapa kementerian/
lembaga yang memiliki peran dalam pengelolaan sampah sebagai berikut:

Tabel 3.6 Pemangku Kepentingan yang Berperan dalam Sistem Pengelolaan Sampah

No.
Sistem
Pengelolaan

t
Pemangku Kepentingan yang Berperan
Sampah
af
1. Pengurangan • Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama: kampanye
dan edukasi perubahan perilaku di sekolah/pesantren (melalui kurikulum mata
pelajaran, pendidikan ekstrakurikuler, perpustakaan berjalan, dan taman edukasi).
• Kementerian Kesehatan: kampanye dan advokasi pengurangan, implementasi
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat pilar 4, serta pelaksanaan training of trainer
pengurangan sampah.
• Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi: kebijakan
dr
pengalokasian Dana Desa untuk program dan kegiatan pengurangan sampah di
desa.
• Kementerian Komunikasi dan Informatika: kebijakan penggunaan bauran media
informasi untuk kampanye nasional pengurangan sampah di sumber.
• Kementerian Dalam Negeri: regulasi dan kebijakan pengelolaan sampah mulai
dari hilir sampai hulu oleh Pemda, regulasi tarif/retribusi sampah, penguatan
kelembagaan di daerah.
• Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan: (a) kampanye pengurangan
sampah dan penguatan keterlibatan masyarakat melalui KIE (Komunikasi, Informasi,
dan Edukasi), (b) regulasi pengurangan sampah.
• Pemerintah Daerah: kampanye/advokasi pengurangan dan pemilahan sampah di
sumber, regulasi pengurangan sampah di sumber.
• Swasta/Produsen: pengurangan dan pemilahan sampah di sumber, pembuatan
material ramah lingkungan.
• Rumah Tangga: kegiatan pengurangan sampah.

III - 30 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Sistem
No. Pengelolaan Pemangku Kepentingan yang Berperan
Sampah
2. Pemilahan • Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: penyediaan sarana dan
prasarana pemilahan sampah.
• Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan: penyediaan sarana dan prasarana
pemilahan sampah.
• Pemerintah Daerah: regulasi penanganan sampah dan tarif/retribusi sampah,
pengadaan wadah pemilahan sampah.
• Swasta/Produsen: pemilahan sampah di sumber, pembuatan material ramah
lingkungan.
• Rumah Tangga: kegiatan pemilahan sampah.
3. Pengumpulan • Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: penyediaan sarana dan
prasarana pengumpulan sampah (TPS/TPS 3R)
• Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan: penyediaan sarana dan prasarana
pengumpulan sampah (bank sampah unit).
• Pemerintah Daerah/Swasta/Pengelola: penyediaan sarana dan prasarana
pengumpulan sampah (gerobak, gerobak motor, pick up, kontainer/TPS).
• Swasta (CSR)/Pengelola: penyediaan sarana gerobak, gerobak motor, pick up.
• Kelompok Masyarakat/Pengelola: penyediaan sarana gerobak, gerobak motor,
sepeda motor sampah.
4. Pengangkutan

t
• Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan: penyediaan sarana dan prasarana
pengangkutan sampah (truk sampah).
af • Pemerintah Daerah (Dinas LHK): penyediaan sarana dan prasarana pengangkutan
sampah (truk sampah).
• Swasta (CSR): penyediaan sarana dan prasarana pengangkutan sampah (truk
sampah).
5. Pengolahan • Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: penyusunan NSPK terkait
teknologi ramah lingkungan (contoh: RDF), pembangunan infrastruktur pengolahan
sampah (TPS 3R/TPST), pengadaan teknologi pengolahan sampah (RDF).
dr
• Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan: kebijakan/regulasi terkait
standarisasi dan pemanfaatan end-of–product pengolahan sampah, pembangunan
infrastruktur pengolahan sampah (bank sampah induk, Pusat Daur Ulang Sampah/
PDU, Pusat Olah Organik/POO).
• Kementerian Dalam Negeri: (a) peningkatan kapasitas lembaga pengelola sampah
dalam mengolah sampah di sarana pengolahan, (b) penyusunan regulasi/kebijakan
mengenai kerjasama dalam pengelolaan sampah.
• Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM): (a) penyusunan pedoman
refuse derived fuel (RDF), (b) pemanfaatan sampah menjadi bahan bakar substitusi
untuk industri semen atau RDF, (c) penerapan teknologi pemilahan, pengumpulan,
pengolahan, dan pemrosesan akhir yang ramah lingkungan menjadi energi
terbarukan.
• Kementerian BUMN: (a) kebijakan/regulasi terkait standarisasi dan pemanfaatan
end-of –product pengolahan sampah BUMN, (b) penerapan dan pengembangan
skema investasi, operasional, dan pemeliharaan pengelolaan sampah, (b) Kerja
sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) melalui: peningkatan penyertaan
modal BUMN dalam penanganan sampah dan penerapan skema insentif atau kredit
lunak untuk swasta yang berinvestasi dalam pembangunan dan operasionalisasi
pengolahan sampah serta TPA.
• Kementerian Pertanian: pemetaan potensi market hasil daur-ulang sampah/
kompos, distribusi hasil daur ulang sampah/kompos.
• Kementerian Koperasi dan UKM: integrasi bank sampah (unit/induk)/PDU/POO/
TPS 3R menjadi UKM lingkungan hidup untuk mendapatkan KUR.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 31


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Sistem
No. Pengelolaan Pemangku Kepentingan yang Berperan
Sampah
• Pemerintah Daerah (Dinas LHK): kerjasama dengan badan usaha dalam pengolahan
sampah, pembangunan infrastruktur pengolahan sampah, pengalokasian dana
operasional dan pemeliharaan, penguatan kelembagaan pengelola sampah.
• Swasta/Badan Usaha: kerjasama pembangunan instalasi pengolahan sampah
(contoh: RDF).
• Masyarakat/Lembaga Pengelola: mengelola infrastruktur pengolah sampah yang
telah dibangun.
6. Pemrosesan • Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: pembangunan TPA dan
Akhir pengadaan alat berat.
• Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan: kajian lingkungan AMDAL,
pengawasan operasional TPA di daerah, pembinaan sektor informal.
• Kementerian Ketenagakerjaan: pembinaan sektor informal/pemulung.
• Pemerintah Daerah (Dinas LHK): pengoperasian dan pemeliharaan TPA sesuai
standar teknis, pengawasan kualitas hasil olahan lindi, pemberdayaan sektor
informal/pemulung.
7. Sistem • Bappenas: (a) penguatan koordinasi dan kerjasama antara Pusat dan Daerah, (b)
Pendukung pembentukan sistem informasi (pengembangan satu data pengelolaan sampah),
(c) penerapan dan pengembangan sistem insentif dan disinsentif pengelolaan
sampah, (d) kebijakan bauran pendanaan pengelolaan sampah

t
• Kementerian PUPR: (a) penyusunan dan kaji ulang standar sarana dan prasarana
pengurangan dan penanganan sampah bersama dengan BPPT, (b) penyusunan dan
afkaji ulang standar prosedur operasional pengurangan dan penanganan sampah,
(c) menetapkan sistem pemantauan dan evaluasi kegiatan pengurangan dan
penanganan sampah, (d) pembangunan penerapan teknologi pengurangan dan
penanganan sampah.
• Kemendagri: (a) penyusunan keputusan bersama, peraturan bersama, atau kerja
sama dalam pengelolaan sampah, (b) penguatan komunikasi eksekutif dan legislatif
dalam pengelolaan sampah di pusat dan daerah dan pelaksanaan forum komunikasi
di tingkat pusat dan daerah, (c) penyusunan peraturan perundang undangan
dr
mengenai pendanaan dan kompensasi pengelolaan sampah (tipping fee), (d)
penyusunan dan kaji ulang standar biaya penanganan Sampah, (e) penyusunan
kajian dan standar retribusi jasa pelayanan, (f) peningkatan peran pelaku usaha
melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk Penanganan Sampah, (g)
peningkatan kemauan membayar (willingness to pay) masyarakat untuk membayar
jasa layanan, (h) pengintegrasian pengurusan izin penanganan sampah ke dalam
lembaga perizinan terpadu satu pintu.
• Kemenkomarves: penguatan koordinasi pengelolaan sampah di Pusat dan di
daerah.
• Kementerian Keuangan/Kemenkoperekonomian: kebijakan pengalokasian anggaran
yang memadai untuk pengelolaan sampah di Pusat dan di daerah.
• Kemenristek/BPPT/LIPI: (a) penyusunan dan kaji ulang standar atau kriteria
teknologi ramah lingkungan yang tepat guna (best practicable technology)
dalam pengurangan sampah, (b) penyusunan dan kaji ulang standar kompetensi
pelaksana kegiatan penanganan sampah, (c) pelaksanaan diseminasi informasi
teknologi penanganan sampah, (d) penelitian dan pengembangan teknologi
penanganan sampah.
• Badan Standarisasi Nasional: penyusunan dan kaji ulang standar sarana dan
prasarana pengurangan dan penanganan sampah bersama dengan KemenPUPR.

III - 32 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Sistem
No. Pengelolaan Pemangku Kepentingan yang Berperan
Sampah
• Badan Pusat Statistik: penyediaan data pengelolaan sampah yang akurat dari
tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan nasional yang dapat digunakan dan
diakses oleh semua pihak
• Kementerian ATR/BPN: penyusunan keputusan bersama mengenai koordinasi
penanganan sampah dalam penyediaan lahan untuk pengolahan sampah
• Kementerian Perdagangan/ Kemenperindustrian: circular economy pengelolaan
sampah, penerapan sistem insentif/disinsentif untuk masyarakat, produsen, kab/
kota yang melaksanakan kewajiban dalam pengurangan, penguatan komitmen
pelaku usaha melalui penerapan kewajiban produsen dalam pengurangan,
pengembangan dan penerapan peta jalan persepuluh tahunan kewajiban produsen
dalam pengurangan sampah
• Kemenkumham: peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam penanganan
sampah, pengawasan terhadap ketaatan dalam pelaksanaan operasional
penanganan sampah.
• Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: penyusunan panduan pengelolaan
sampah di tempat-tempat wisata bagi penyedia jasa/perusahaan yang bergerak di
bidang pariwisata.
• Kemensos/Kementerian PPPA/Kemenpora/Kemenko PMK/KemenPANRB:
penguatan keterlibatan masyarakat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi
(KIE).

t
• Kementerian Luar Negeri: penguatan kerjasama pengelolaan sampah lintas negara.
af • DPR/DPRD: penyusunan keputusan bersama, peraturan bersama, atau
kerja sama dalam: (a) anggaran pengurangan dan penanganan sampah, (b)
penguatan komitmen lembaga eksekutif dan legislatif di pusat dan daerah dalam
penyediaan anggaran pengurangan dan penanganan sampah, (c) peningkatan
kapasitas kepemimpinan, kelembagaan, dan sumber daya manusia dalam upaya
pengurangan dan penanganan sampah

Sumber: Analisis Tim ISWM, 2020


dr
3.2.3 Aspek Pendanaan

Pengelolaan sampah yang berhasil ditentukan oleh kemampuan lembaga pengelola untuk
memperoleh pendapatan yang cukup untuk operasi dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
Pengenaan tarif retribusi untuk layanan sampah wajib diberlakukan. Namun, tarif retribusi
adalah fungsi dari kemampuan dan kesediaan untuk membayar (willingness to pay/ WTP)
layanan oleh pelanggan. Kesediaan untuk membayar sangat terkait dengan kualitas
pelayanan yang diterima pengguna. Proses pengelolaan sampah berkelanjutan memerlukan
biaya baik di tingkat pemerintah atau masyarakat. Biaya tersebut harus ditanggung
penghasil limbah sebagai biaya langsung atas pelayanan yang diterima dikombinasikan
dengan alokasi anggaran pemerintah sebagai urusan wajib pelayanan masyarakat. Kegiatan
pengelolaan sampah berkelanjutan yang sukses perlu menghitung seluruh biaya yang
terkait pengelolaan sampah secara lengkap dan akurat. Itulah yang disebut pemulihan
biaya penuh (full cost recovery) dalam pengelolaan sampah.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 33


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Pengembang kegiatan pengelolaan sampah yang berkelanjutan perlu memahami


hambatan umum yang ada dalam mengamankan dana yang cukup mempertahankan
kegiatan pengelolaan sampah yang diinginkan. Pemerintah daerah dan organisasi berbasis
masyarakat di banyak daerah di Indonesia seringkali tidak memiliki sumber pendapatan yang
khusus didedikasikan untuk layanan pengelolaan sampah. Sumber pendanaan pengelolaan
sampah (khususnya investasi) kebanyakan berasal dari pemerintah pusat. Di banyak negara
lain, biaya layanan untuk sampah seringkali digabungkan dengan biaya layanan umum lain
seperti air dan listrik. Sayangnya, saat pemerintah daerah ingin menerapkan biaya layanan
pada pengelolaan sampah, timbul masalah-masalah seperti berikut ini:

1. Masyarakat umumnya bersedia untuk membayar tarif air, listrik, televisi berlangganan
atau layanan lain yang penting untuk kelangsungan atau peningkatan kualitas hidup
mereka. Sayangnya, seringkali mereka tidak memiliki perilaku yang sama mengenai
pengelolaan sampah. Masyarakat masih mungkin mencari alternatif pembuangan
sampah lain (membakar, membuang di lahan kosong, hutan, sungai, laut, atau lainnya)
apalagi jika tidak ada aturan ketat yang membatasinya,
2. Bahkan jika penghasil sampah perumahan atau komersial bersedia membayar untuk
layanan sampah, pemerintah daerah tidak memiliki perhitungan detail biaya penuh

t
pengelolaan sampah sehingga seringkali tarif retribusi tidak sepenuhnya menutupi
biaya yang sebenarnya diperlukan,
3.
af
Seandainya pemerintah daerah ingin mengenakan tarif berbasis kepemilikan rumah
(pajak bumi bangunan/ PBB) yang artinya pengenaan tarif retribusi yang sama untuk
ukuran kepemilikan properti rumah atau lahan komersial yang sama, tidak ada hubungan
antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan jumlah retribusi yang dibayarkan. Hal ini
pada akhirnya akan meniadakan setiap insentif untuk upaya pengurangan sampah,
4. Pengelolaan sampah seringkali harus berkompetisi dengan program prioritas lainnya
dr
(kesehatan, pendidikan dan sistem penyediaan air bersih) sementara dana yang
tersedia terbatas. Hal ini akan mengarah pada kurangnya alokasi dana untuk elemen
kunci pengelolaan sampah seperti pemeliharaan preventif,
5. Pemimpin politik sebagai pembuat keputusan mengenai alokasi pendapatan dan
belanja daerah (APBD) seringkali tidak memahami kebutuhan elemen kunci pengelolaan
sampah untuk efektifitas dan keberlanjutan layanan,
6. Struktur bantuan pemerintah pusat maupun bantuan program pembangunan lainnya
seringkali hanya menargetkan pembiayaan investasi infrastruktur dasar pengelolaan
sampah (tempat pemrosesan akhir/ TPA maupun tempat pemrosesan sementara 3R/
TPS-3R). Pemerintah daerah seringkali tidak memperhitungan dengan detail biaya
untuk mengoperasikan dan memelihara infrastruktur dasar secara berkelanjutan.

Komponen pembiayaan sistem pengelolaan sampah kota secara ideal semestinya dihitung
berdasarkan:

● Biaya investasi fisik (infrastruktur)


● Biaya operasi dan pemeliharaan

III - 34 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

● Biaya manajemen
● Biaya untuk pengembangan
● Biaya penyuluhan dan pembinaan masyarakat

3.2.3.1 Sumber Pembiayaan Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah yang


Berkelanjutan

Menyadari dinamika pelayanan persampahan yang semakin kompleks, maka pemerintah


semakin mendorong perluasan peran para pemangku kepentingan agar semua kekuatan
sumberdaya dapat dioptimalkan. Oleh karena itu terdapat beberapa pembaruan pola
pendanaan persampahan yang dapat diakses daerah. Pada prinsipnya jika selama ini
pemerintah menjadi penyedia pendanaan dan pembiayaan yang utama, maka secara
bertahap bauran pendanaan akan melibatkan sumber pendanaan non-pemerintah, dimana
semua potensi kemitraan dengan pihak swasta terus ditingkatkan.

Demikian pula pendanaan APBN tidak terbatas pada alokasi bagi program di APBN di K/L
yang dilaksanakan Pusat, untuk tugas fungsi pengurangan-penanganan persampahan saja,
tetapi dalam pada itu, juga dilaksanakan melalui Dana Insentif Daerah/DID yang dikeluarkan

t
oleh Kementerian Keuangan dan disalurkan sesuai kriteria ke daerah setiap tahun melalui
sistem sesuai aturan berlaku.
af
Dalam kerangka pendanaan inisiatif lainnya misalnya, aspek persampahan juga mendapat
dukungan melalui instrument DAK fisik lingkungan hidup, DAK non-fisik (amanat Perpres
35/2018), serta kebijakan dukungan kelayakan (sebagian) konstruksi Viability Gap Fund
(VGF)-Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL), serta subsidi bagi PLN atas selisih
harga: Feed in Tariff (FIT) dimana sebagian besar sumber pendanaan ini juga bersumber
dr
dari APBN tersebut.

Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah, secara konsisten mengalokasikan anggarannya


bagi Pembangunan Infrastruktur Dasar yang bersumber dari APBN/APBD. Sementara
BUMN/BUMD diberi ruang seluas luasnya untuk Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
(KPBU) dan Penugasan Pemerintah. Khusus bagi sektor swasta, pemerintah menyediakan
skema KPBU dan Pembangunan Infrastruktur Khusus di kawasan Industri/khusus/KEK

Sumber pendanaan utama untuk pengembangan sistem pengelolaan dan pembangunan


infrastruktur sampah di daerah dapat dijelaskan sebagai berikut:

Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana pusat yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional(5).

(5)
UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 35


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

DAK pada dasarnya merupakan transfer yang bersifat spesifik untuk tujuan-tujuan yang
sudah digariskan. Terdapat 2 jenis DAK, yaitu DAK Fisik dan DAK Non-Fisik.

DAK Fisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah tertentu dengan
tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional. Untuk persampahan DAK Fisik Bidang Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, terdapat menu Pengelolaan Sampah serta Sarana Prasarana Pendukung
dalam Upaya Peningkatan Kualitas Hidup”, dengan rincian menu: (a) Pembangunan Pusat
Daur Ulang (PDU) sampah kapasitas 10 ton/hari, (b) Pembangunan Bank Sampah Induk
(BSI) kapasitas 3 ton/hari, (c) Penyediaan alat angkut sampah arm roll, (d) Pengadaan
kontainer sampah, (e) Penyediaan mesin press hidrolik, (f) Penyediaan alat angkut sampah
motor roda-3, (g) Penyediaan mesin pencacah organik, dan (h) Penyediaan alat angkut
sampah gerobak pilah.

Sedangkan menu DAK Fisik Bidang Sanitasi, menunya adalah Pembangunan TPS 3R dengan
rincian menu: (a) Bangunan TPS 3R, (b) Alat sortir sampah, (c) Alat pencacah sampah, (d)
Alat komposting, dan (e) Motor sampah.

t
DAK Non-Fisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus non-fisik (operasional) yang merupakan
af
urusan daerah. Untuk pengelolaan sampah terdapat DAK Non Fisik yaitu BLPS (Biaya
Layanan Pengelolaan Sampah).

Bantuan BLPS diberikan Pusat ke Pemda yang masuk dalam lokasi percepatan pembangunan
PLTSa atau pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) yaitu Kota DKI Jakarta, Kota
Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota
dr
Surakarta, Kota Surabaya, Kota Denpasar, Kota Makassar, Kota Manado, dan Kota Palembang.
Pemberian bantuan BLPS melalui APBN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
48 tahun 2019 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Non-Fisik. Penghitungan alokasi
dana bantuan BLPS diberikan paling tinggi sebesar 49% dari biaya layanan pengolahan
sampah. Berdasarkan aturan tersebut Pemda harus mengalokasikan dana minimal 51% dari
BLPS. Besaran maksimal bantuan BLPS adalah Rp 500.000 per ton sampah untuk setiap
daerah. Alokasi dana bantuan BLPS ini harus terlebih dahulu diusulkan oleh KLHK kepada
Kemenkeu.

Bantuan Keuangan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020 menyebutkan bahwa
belanja bantuan keuangan diberikan kepada daerah lain dalam rangka kerja sama daerah,
pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya yaitu
dalam rangka memberikan manfaat bagi pemberi dan/atau penerima bantuan keuangan.

III - 36 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Bantuan keuangan dapat dianggarkan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah
memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintah
Pilihan serta alokasi belanja yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, kecuali
ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum dan bersifat khusus. Bantuan keuangan
yang bersifat umum digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan
formula antara lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin
dan luas wilayah yang ditetapkan dengan peraturan Kepala Daerah. Bantuan keuangan yang
bersifat khusus digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas Pemerintah
Daerah penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan penerima bantuan. Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat khusus
ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi bantuan.

Dari aspek teknis penganggaran, dalam APBD pemberi bantuan keuangan harus diuraikan
daftar nama Pemerintah Daerah selaku penerima bantuan keuangan sebagai rincian obyek
penerima bantuan keuangan sesuai dengan kode rekening berkenaan.

t
Bantuan keuangan ini terdiri dari:


af
Bantuan keuangan dari pemerintah provinsi kepada pemerintah provinsi
● Bantuan keuangan dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota
● Bantuan keuangan dari pemerintah provinsi kepada pemerintah desa
● Bantuan keuangan dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa
● Bantuan keuangan kepada pemerintah daerah/pemerintah desa lainnya
dr
Pemerintah kabupaten/kota harus menganggarkan alokasi dana untuk desa yang diterima
dari APBN dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa dalam
APBD kabupaten/kota untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat dengan
mempedomani UU Nomor 6/2014 tentang Desa dan PP Nomor 47 tahun 2015 tentang
Perubahan atas PP Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6/2014
tentang Desa.

Selain itu pemerintah kabupaten/kota harus menganggarkan Alokasi Dana Desa (ADD)
untuk pemerintah desa dalam jenis bantuan keuangan kepada pemerintah desa paling
sedikit 10% (sepuluh persen) dari dana perimbangan yang diterima oleh kabupaten/kota
dalam APBD setelah dikurangi DAK. Selanjutnya pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
dapat memberikan bantuan keuangan lainnya kepada pemerintah desa.

Dari aspek teknis penganggaran, dalam APBD kabupaten/kota pemberi bantuan


keuangan, belanja bantuan keuangan tersebut harus diuraikan ke dalam obyek belanja
bantuan keuangan alokasi dana untuk desa yang bersumber dari APBN dan belanja

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 37


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

bantuan keuangan ADD yang bersumber dari APBN serta diuraikan ke dalam daftar nama
pemerintah desa selaku penerima bantuan keuangan sebagai rincian obyek penerima
bantuan keuangan sesuai dengan kode rekening berkenaan. Selanjutnya dalam APBD
pemerintah provinsi/kabupaten/kota pemberi bantuan keuangan, belanja bantuan
keuangan tersebut harus diuraikan daftar nama pemerintah desa selaku penerima bantuan
keuangan sebagai rincian obyek penerima bantuan keuangan sesuai dengan kode rekening
berkenaan. Sistem dan prosedur penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban
belanja bantuan keuangan ditetapkan dalam peraturan kepala daerah. Pemberian bantuan
keuangan provinsi dapat berupa transfer langsung ke kabupaten/kota atau hibah melalui
pengusulan dari kabupaten/kota kepada provinsi(6).

3.2.3.2 Bauran Pendanaan untuk Pembiayaan Pengelolaan Sampah

a. Pembiayaan Melalui Skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha)

Dalam rangka meningkatkan kelayakan kredit proyek sebagai upaya mendorong partisipasi
sektor swasta dalam penyediaan infrastruktur. Jaminan pemerintah dapat diberikan kepada
proyek infrastruktur yang dilaksanakan berdasarkan skema KPBU sebagaimana diatur

t
dalam Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
af
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha adalah penyediaan infrastruktur yang dilakukan
melalui perjanjian kerjasama atau pemberian izin pengusahaan antara Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah atau BUMN/BUMD dalam hal, berdasarkan peraturan perundang-
undangan penyediaan infrastruktur diselenggarakan atau dilaksanakan oleh BUMN/
BUMD dengan Badan Usaha yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau
dr
meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/
atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.
Sedangkan PJPK adalah Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yaitu Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah, atau BUMN/BUMD dalam hal berdasarkan peraturan perundang-
undangan, penyediaan infrastruktur diselenggarakan atau dilaksanakan oleh BUMN/BUMD.

Untuk sektor pengelolaan persampahan dapat digunakan struktur KPBU berbasis


penggunaan ataupun ketersediaan skema BOT (Build-Operate-Transfer) atau BOOT (Build
-Operate-Own-Transfer). Mengacu pada regulasi, pihak yang dapat menjadi PJPK dalam
sektor ini adalah Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah (kabupaten/kota atau provinsi)
tergantung dari lingkup proyek yang dikerjasamakan. Mengacu pada regulasi KPBU saat
ini salah satu ruang lingkup yang dapat dikerjasamakan adalah pengolahan sampah di hilir
yaitu pembangunan dan pengelolaan fasilitas pengolahan sampah di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA). Selain diperbolehkan secara regulasi, lingkup kerjasama pengelolaan sampah
di hulu (yaitu pengangkutan sampah) dan hilir (pemrosesan akhir) cukup diminati investor

(6)
Bappenas, Buku Saku Pendanaan Sanitasi, (2018)

III - 38 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

(selama tidak termasuk billing collection). Hal ini mengingat kesadaran masyarakat untuk
melakukan pembayaran retribusi sampah masih rendah dan persoalan sampah belum
dilihat sebagai isu penting.

Pemerintah daerah selaku PJPK (umumnya selaku penyedia sampah dan pengumpul
pembayaran dari pelanggan domestik dan non-domestik) memberikan pembayaran atas
pelayanan yang diberikan Badan Usaha baik dalam pengangkutan maupun di TPA berupa
tipping fee atau bea gerbang. Tergantung jenis teknologi yang diterapkan, output dari proses
yang dilakukan oleh Badan Usaha dapat dimanfaatkan atau dijual untuk menghasilkan
pendapatan tambahan kepada Badan Usaha (misalnya penjualan listrik ke PLN atau
penjualan hasil olahan berupa kompos atau batako). Jika mengadopsi skema pembayaran
Ketersediaan Layanan atau Availability Payment (AP), hasil penjualan output pengolahan
sampah menjadi milik pemerintah. Pada akhir masa kontrak BOT/BOOT, kepemilikan TPA
dialihkan kepada PJPK. Proyek TPPAS Regional Nambo Jawa Barat dan Proyek Batam
Waste to Energy merupakan contoh upaya implementasi proyek KPBU di sektor ini(7).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam KPBU:

t
● Ketersediaan lahan yang jelas dan tidak bermasalah. Pengadaan lahan untuk fasilitas
publik seperti TPS, TPST, dan TPA adalah kewajiban dari Pemerintah Daerah.
af
● Kelayakan proyek: dukungan kelayakan proyek (apabila dibutuhkan) dari pemerintah
agar badan usaha tertarik berinvestasi (Viability Gap Funding, dukungan sebagian
konstruksi, DAK, Penjaminan, APBD).
● Dokumen penyiapan KPBU yang memadai dan komprehensif akan memberikan
gambaran utuh mengenai proyek yang akan dikerjasamakan.
● Kelembagaan KPBU yang efektif mengawal proyek KPBU (simpul KPBU, tim KPBU, dan
dr
panitia pengadaan).
● Sumber Daya Manusia: kesiapan dan komitmen PJPK dan legislatif dibutuhkan dalam
mewujudkan skema dan proyek KPBU.

Potensi kendala KPBU bidang persampahan:

● Proyek secara finansial kurang layak. KPBU kurang sesuai untuk pengolahan sampah
skala kecil.
● Biaya investasi tinggi namun potensi pengembalian investasi kecil.
● Potensi keuntungan (retribusi masyarakat, Pemda, output) lebih rendah dari biaya
investasi serta biaya operasional dan pemeliharaan.
● Proses administrasi dan lelang butuh waktu lama.
● Regulasi yang dapat menjamin prospek dan pengembalian investasi masih belum ada.
● Sumber Daya Manusia (SDM) di Pemda kurang memahami proses dan prosedur KPBU.
● Kemampuan fiskal Pemda yang terbatas.

(7)
PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia, Acuan Alokasi Risiko - Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha di Indonesia, (2017)

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 39


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Informasi lebih lanjut mengenai panduan detail tahap-tahap pelaksanaan KPBU dapat
diakses melalui KPBU – Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (kemenkeu.go.id)

b. ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf) (8)

Indonesia adalah negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia dengan masyarakat
kelas menengah yang mulai tumbuh. Riset Baznas dan Fakultas Manajemen IPB tahun 2011
merilis potensi zakat nasional sebesar 3,4% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu
sebesar 217 triliun per tahun, meskipun realisasi zakat yang terhimpun sampai sekarang
baru mencapai sekitar Rp 3-4 triliun per tahun.

Dalam kerangka regulasi, pemerintah membentuk BAZNAS tingkat pusat, provinsi,


kabupaten/kota, serta memberi legalitas atas pengelolaan zakat yang diprakarsai
masyarakat setelah memenuhi persyaratan tertentu dalam hal ini sebagai Lembaga Amil
Zakat (LAZ) untuk membantu tugas BAZNAS.

Zakat merupakan ibadah maaliyah ijtimaiyyah yang memiliki peran penting dalam
pengentasan kemiskinan dan pembangunan kesejahteraan umat. Zakat wajib didistribusikan

t
kepada mustahiq sesuai dengan syariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala
prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
af
Zakat, infaq, shadaqah dan wakaf dapat menjadi alternatif pendanaan untuk pengelolaan
sampah. Berdasarkan data baznas setiap tahunnya dana zakat yang terkumpul mengalami
peningkatan berkisar antara 25-30% per tahun. Menurut tujuan dari zakat ialah untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik terutama untuk kelompok masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR). Dengan tujuan itu maka zakat bisa disalurkan untuk pengelolaan sampah
karena merupakan kebutuhan dasar masyarakat.
dr
Dukungan untuk pembangunan air minum dan sanitasi terlihat dalam Fatwa MUI No 001/
MUNAS-IX/MUI/2015 tertanggal 27 Agustus 2015 tentang Pendayagunaan Harta Zakat,
Infaq, Shadaqah, dan Wakaf untuk Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi untuk
Masyarakat. Baznas tidak memberikan uang secara langsung melainkan menyediakan
material bangunan dari daerah setempat dengan pembangunan sarana dilakukan secara
gotong royong oleh masyarakat.

(8)
Buku Pendayagunaan Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf untuk Pembangunan Sarana Air Minum dan Sanitasi Masyarakat, Majelis Ulama
Indonesia, 2016

III - 40 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

• BAPPENAS
• KEMENKES
• Kemen PUPR
• BAZNAS Lembaga PLH dan SDA
• Kemendes
• Badan Wakaf Indonesia MUI Pusat
• Kemendagri
• Kemenkop dan UKM
• Kemenag

• BAPPENAS
Lembaga PLH dan SDA MUI • Dinas Terkait
Provinsi/Kabupaten/Kota • BAZDA
• BWI
• LAZ
Koordinator
Fasilitator

Koperasi Simpan Pinjam dan


Pembiayaan Syariah (KSPPS) Puskesmas

• Akad Pendanaan ZISWAF (Tabarr’at)


• Akad Pembiayaan Komersil (Mu’awadat)

Fasilitator

t Tim Pelaksana
af
Lapangan Pondok Pesantren/Masjid/Masyarakat

Gambar 3.7 Bagan Alur Koordinasi Penerapan Dana ZISWAF untuk Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
Sumber: : Buku Saku Pendanaan Sanitasi, Bappenas 2018

Gambar di atas memperlihatkan bagan alur penerapan dana Ziswaf untuk pembangunan
dr
sarana prasarana air minum dan sanitasi melalui Koperasi Syariah. Koperasi Syariah (kopsyah)
memiliki jenis pendanaan untuk masyarakat (para anggotanya) melalui pendanaan komersil
(mu’awadat) dan non-komersil (tabaru’at) atau pendanaan sosial. Melalui dua jenis
pendanaan ini kopsyah dapat menyediakan pendanaan yang diperlukan baik oleh individu/
anggota, dalam hal ini rumah tangga, maupun oleh Kelompok Keswadayaan Masyarakat
(KKM). Masyarakat/KKM yang tidak dapat mengakses kredit bank dapat menggunakan
kopsyah sebagai intermediasi pendanaan komersial dan sosial untuk memperoleh biaya
pembangunan infrastruktur air minum dan sanitasi, selain itu KKM juga bisa mendapatkan
pendanaan untuk: (a) perawatan dan pengembangan infrastruktur air minum dan sanitasi
yang sudah terbangun, (b) memberikan pembiayaan kepada KKM yang sudah ada namun
tidak dapat beroperasi karena terkendala biaya operasional untuk dapat beroperasi kembali
dan mengekspansi layanan.

MUI bertanggung jawab atas pengawasan keuangan syariah melalui Dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang disertifikasi Dewan Syariah Nasional (DSN), pengawasan terhadap
pelaksanaan koperasi syariah dilakukan oleh MUI provinsi/kabupaten/kota. Masjid dan
pondok pesantren diharapkan dapat berperan sebagai KKM dalam kegiatan pemicuan

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 41


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

dan sosialisasi sarana dan prasarana terbangun kepada masyarakat. Pengembangan


dan peningkatan kapasitas KKM juga sangat diperlukan dalam pengelolaan sarana dan
prasarana air minum dan sanitasi, termasuk pengelolaan sampah

Dengan skema pendanaan ini diharapkan ZISWAF dapat: (a) Memenuhi kebutuhan
dasar rumah tangga miskin yang bersifat pribadi dalam akses air bersih dan sanitasi, (b)
Mendorong kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat baik individu maupun
KKM penyedia sarana akses air dan sanitasi, dan (c) Meningkatkan kapasitas SDM dan
penguatan kelembagaan masjid/pesantren/madrasah dalam akses air bersih dan sanitasi
serta masyarakat sekitar.

c. Potensi Pendanaan lainnya

Beberapa potensi pendanaan lainnya yang penting untuk digali dan dikembangkan adalah
dana yang berasal dari Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, Filantropi, crowd
funding, Green Bonds, dan Green Sukuk.

Potensi Pendanaan dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH)

t
Badan ini menyediakan pendanan untuk green investment, dimana aspek pengolahan
af
sampah-maupun limbah masuk didalamnya. Badan ini dibentuk dan berada di Ditjen
Perbendaharaan- Kemenkeu sebagai pembina teknis. Tugas utama BPDLH adalah
mengkoordinasikan sumber pendanaan luar negeri dan dalam negeri yang diteruskan
berupa belanja, pembiayaan dan investasi.

Potensi pendanaan sampai dengan tahun 2025 adalah Rp 30 trilyun rupiah-dari berbagai
dr
sumber diantaranya adalah dana reboisasi, dana Redd Norway, Redd +GCF, serta donor
lain. Penyalurannya melalui hibah, subsidi, pinjaman, perdagangan karbon dan lainnya.

Penerima manfaat terdiri atas: a. perorangan; b. masyarakat hukum adat; c. kelompok


masyarakat yang terdaftar di Pemerintah; d. lembaga Pemerintah; e. lembaga non-
Pemerintah; f. badan usaha; dan/ atau g. lembaga pendidikan/penelitian. Contoh kegiatan
pendanaan diantaranya adalah: rehabilitasi TPA, pengelolaan limbah, pengolahan sampah
menjadi energi listrik (PSEL), pengelolaan banjir, termasuk transportasi, dan pembangkit
listrik tenaga surya.

Sumber pendanaan yang dapat digunakan untuk mengembangkan sistem pengelolaan


sampah berkelanjutan di daerah dapat diringkas pada Tabel 3.7 berikut ini:

III - 42 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Tabel 3.7 Sumber dan Penggunaan Dana Pemerintah-Non Pemerintah

Operasi &
Sumber Dana Infrastruktur Program/ Kegiatan Keterangan
Pemeliharaan

Pemerintah Pusat
Dana Sektoral PUPR v v TPA Regional/ TPA Kab/Kota, Konsultasi Regional
TPST, TPS 3R (Konreg)
Dana Sektoral KLHK v v Sarana dan prasarana
pengelolaan sampah
DAK Fisik KLHK v v Pengelolaan sampah serta Proposal
sarana dan prasarana
pendukung dalam upaya
peningkatan kualitas hidup
(pembangunan Pusat Daur
Ulang, Bank Sampah Induk,
kontainer sampah, mesin
press hidrolik, mesin pencacah
organik, penyediaan alat
angkut sampah arm roll, motor
sampah, dan gerobak pilah)
DAK Kesehatan - - Peningkatan kapasitas SDM Proposal
DAK Non-Fisik BPLS v v Biaya pengolahan sampah Usulan melalui KLHK
Dana Insentif
Daerah/DID

t v PLTSa Usulan melalui KLHK

Dana Desa
af v v TPS, Bumdes persampahan Usulan ke Kemendes
Hibah Kementerian v - Pengelolaan lingkungan Kemenkeu
Pemerintah Provinsi
Anggaran OPD v v TPS,TPS 3R, OM RKA-OPD
DLHK
Anggaran OPD v v Peningkatan kapasitas SDM RKA-OPD
Kesehatan
dr
Anggaran OPD v v OM RKA-OPD
PUPR
Bantuan Keuangan v - OM RKA-OPD
Hibah Provinsi v - OM RKA-OPD
Dana bagi hasil v OM RKA-OPD
provinsi
Dana Bansos/Dana v v Bank sampah /OM RKA OPD/anggota
Dapil anggota DPRD
DPRD
Pemerintah Kabupaten /Kota
Anggaran OPD v v TPS RKA-OPD
PUPR
Anggaran OPD v v OM RKA-OPD
DLHK
Anggaran OPD v v OM RKA-OPD
Kesehatan
Alokasi Dana Desa/ v v OM, peningkatan kapasitas RKA-OPD
ADD SDM

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 43


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Operasi &
Sumber Dana Infrastruktur Program/ Kegiatan Keterangan
Pemeliharaan

Pemerintah Kabupaten /Kota


Bantuan keuangan v - OM RKA-OPD
kab/kota
Hibah Kab/Kota - v OM RKA-OPD
Pendapatan v v OM RKA-OPD
retribusi
Dana bansos/Dana v v OM RKA-OPD/anggota
Dapil DPRD
Pemerintah Desa
APBDes v v OM RKA-Desa
Non Pemerintah
Ziswaf v v OM Proposal
CSR v v Alat transport, OM Proposal
Mikro kredit v - Alat transport Proposal
Sumbangan - - Alat transport Proposal

Sumber: Laporan Sekretariat PMU Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman, Bappenas, 2019

t
Beberapa dana stimulan di aspek persampahan, yang pernah ada pada Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian
af
Perindustrian juga dapat diakses, dan secara lebih terinci dapat dilihat dalam buku saku
pendanaan sanitasi yang telah diterbitkan dalam Buku Saku Pendanaan Sanitasi, Bappenas,
2018.

3.2.3.3 Peningkatan Kapasitas Keuangan-Kelembagaan


dr
Kompleksitas permasalahan persampahan di daerah yang terus bertambah umumnya
terjadi karena karakteristik daerah atau masyarakatnya. Daerah dengan kepadatan
penduduk tinggi atau daerah tujuan pariwisata nasional memerlukan pendanaan dan
kapasitas kelembagaan yang khusus.

Hubungan antara aspek pembiayaan pengelolaan sampah dengan bentuk kelembagaan


yang ingin dicapai dapat diilustrasikan melalui grafik berikut:
Secara umum diketahui bahwa potensi pendapatan yang memungkinkan untuk pemulihan

III - 44 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

OP+Peny terpenuhi BUMD

OP terpenuhi BLUD

OP dari Subsidi Dinas


UPTD

Pendapatan
Pendapatan = TC Pendapatan > TC
retribusi < TC

Gambar 3.8 Kapasitas Keuangan dan Pilihan Lembaga Pengelola Layanan

t Sumber: Modul Diseminasi Kementerian PU, 2013

biaya. Dalam ilustrasi Gambar 3.8, terletak ditengah-saat total pendapatan seimbang
af
dengan total biaya/Total Cost (TC), pada saat itu pula biaya operasi dan pemeliharaan/OP
sudah terpenuhi (kondisi ideal)

Sesuai Permendagri No. 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum, bilamana total
pendapatan sekurang kurangnya sama besar dengan total biaya/TC maka Lembaga
pengelola yang disarankan BLUD. Jika total pendapatannya lebih besar dari total biaya/TC-
dr
sehingga mendapatkan laba, maka bentuk BUMD dapat dipilih. Jika 2 kondisi diatas, belum
tercapai-maka Dinas-UPTD adalah pilihan yang realistis untuk saat ini.
Selain hal hal diatas, BLUD lebih bebas dalam mencari inovasi sumber pembiayaan juga.
Selain masalah fleksibilitas sumber pembiayaan, BLUD dan BUMD dapat lebih mandiri
sehingga lebih lincah dalam merebut peluang usaha. Hal yang tidak dimungkinkan pada
organisasi dinas maupun UPTD.

Namun hal yang terjadi di lapangan adalah (kebanyakan daerah) masih mengalami
tidak seimbangnya antara total pendapatan dengan total biaya/TC. Bahkan pendapatan
retribusi yang menjadi salah satu pos pendapatan itupun tidak kunjung mampu dipungut
secara keseluruhannya. Akibatnya daerah perlu mensubsidi, bahkan untuk operasi dan
pemeliharaan/OP sekalipun.

Menyadari tantangan pendanaan yang cukup besar sebagaimana telah disinggung diatas,
khususnya untuk pencapaian sasaran target 2020-2024 maka mendayagunakan sumber
pendanaan di tingkat lokal menjadi salah satu pilihan paling realistis.
Selain Langkah Langkah strategis diatas, dalam jangka pendek ini daerah masih tetap

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 45


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

memerlukan dukungan penuh- agar sasaran nasional berupa target 100 persen sampah
terkelola, untuk itu beberapa upaya strategis perlu dipercepat antara lain:

Upaya di tingkat Nasional

1. Penambahan jumlah infrastruktur fisik, dalam rangka pencapaian pengurangan


di sumber serta pengelolaan sampah di TPST khususnya, untuk itu skema hibah
persampahan perlu lebih banyak diperkenalkan.
2. Pengalokasian DAK fisik sesuai pencapaian pengelolaan sampah di daerah (tangga
pertama : sampai tangga keempat).
3. Peluncuran skema pembiayaan persampahan yang lebih sederhana dan sesuai dengan
kebutuhan di daerah. Penugasan spesifik pada lembaga pembiayaan non-bank milik
pemerintah seperti PT.SMI dan badan pengelola dana lingkungan hidup (BPDLH) untuk
pembiayaan infrastruktur sampah.
4. Fasilitasi pusat dalam peningkatan mekanisme KPBU persampahan- termasuk
peningkatan kapasitas sumber-daya di daerah.

Upaya di Daerah

1.

t
Optimalisasi pendapatan layanan, dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan
af
sesuai klasifikasi wajib retribusi sampah.
2. Pengawalan sumber pendanaan-bauran pendanaan yang telah ada (tabel : sumber
dan penggunaan dana pemerintah) kemudian dilanjutkan pada intensifikasi kerjasama
antar daerah, kerjasama dengan swasta.
3. Intensifikasi pemanfaatkan skema KPBU -termasuk hingga ke TPST.
4. Perluasan pembiayaan melalui pemanfaatan skema hutang daerah ke pemerintah pusat-
dr
sebagaimana telah dimulai oleh Pemda Jabar (2020) dapat dijajaki dan dilaksanakan.
5. Inisiasi pembiayaan melalui penjaminan asset atas obligasi/surat utang berjangka
daerah, sudah layak untuk segera dimulai-dengan mempertimbangkan ketentuan yang
digariskan pusat.

Pembiayaan Investasi yang lebih memadai, yang ditopang oleh ketersediaan biaya operasi
dan perawatan sesuai kebutuhan pengoperasian sarana-prasarana, harus dilakukan secara
bersungguh sungguh, di daerah dan ditopang pula oleh fasilitasi dari pusat.

3.2.4 Aspek Teknis/Operasional

Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia telah diatur sesuai
Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 19-2454-2002. Pada SNI, tata cara teknik operasional
pengelolaan sampah perkotaan meliputi dasar-dasar perencanaan untuk:

1. Daerah pelayanan,
2. Tingkat pelayanan,

III - 46 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

3. Teknik operasional, mulai dari:


a. Pewadahan sampah,
b. Pengumpulan sampah,
c. Pemindahan sampah,
d. Pengangkutan sampah,
e. Pengolahan dan pemilahan sampah,
f. Pembuangan akhir sampah.

Kegiatan pemilahan dan daur ulang semaksimal mungkin dilakukan sejak dari sumber
timbulan sampah.

Upaya tersebut sangat berkaitan dengan mendorong kontribusi sektor persampahan


dalam pencapaian target ekonomi sirkular dan pembangunan rendah karbon di Indonesia.
Pembangunan rendah karbon Indonesia dapat dilakukan melalui penerapan circular economy
pada sektor pengelolaan sampah melalui beberapa strategi diantaranya; (1) merancang
rantai proses pengelolaan sampah sehingga mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK)
melalui peningkatan rantai nilai material, efisiensi logistik pengumpulan-pengangkutan
sampah, mendorong pemilahan sejak dari sumber timbulan sampah, dan memilih teknologi

t
penanganan sampah dengan emisi GRK rendah, (2) menjaga / mempertahankan energi /
nilai yang terkandung dalam produk dan bahan melalui aktivitas pemanfaatan kembali dan
af
daur ulang, (3) meregenerasi sistem alami untuk menyerap karbon pada produk / bahan
kedalam tanah melalui pengolahan sampah material organik untuk kemudian dikembalikan
ke tanah. Aspek pembangunan rendah karbon dan ekonomi sirkular juga berimplikasi
terhadap pendekatan teknologi pemrosesan-pengolahan sampah yang digunakan, dan
pola operasi rantai logistik yang efisien mulai dari pengumpulan hingga pemrosesan akhir
sampah.
dr
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan sampah perkotaan dapat disebutkan
yaitu:

1. Kepadatan dan penyebaran penduduk,


2. Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi,
3. Timbulan dan karakteristik sampah,
4. Budaya sikap dan perilaku masyarakat,
5. Jarak dari sumber sampah ke tempat pemrosesan akhir sampah,
6. Rencana tata ruang dan pengembangan kota,
7. Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah,
8. Biaya yang tersedia,
9. Peraturan daerah setempat.

Pengelolaan sampah terdiri dari kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Beberapa
hal yang masih menjadi tantangan dalam aspek teknis/operasional diantaranya yaitu:

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 47


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

● Ketersediaan sumber daya manusia dengan keahlian memadai dalam aspek teknis dan
operasional, khususnya di daerah,
● Terbatasnya pemahaman pengambil keputusan di daerah atas pengelolaan sampah
yang secara teknis dan operasional yang benar,
● Banyaknya dokumen perencanaan teknis pengelolaan sampah di daerah,
● Belum optimalnya pemilihan teknologi pengolahan sampah yang tepat,
● Masih rendahnya potensi intervensi teknologi digital dalam pengelolaan sampah.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pengurangan sampah meliputi: (a) pembatasan timbulan sampah, (b) pendaur ulang
sampah, dan (c) pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan penanganan sampah meliputi
kegiatan: (a) pemilahan, (b) pengumpulan, (c) pengangkutan, (d) pengolahan, dan (e)
pemrosesan akhir sampah.
Dalam platform sistem pengelolaan sampah aspek teknis, pemerintah Pusat dan pemerintah
daerah perlu melakukan hal berikut:

1. Sinkronisasi Dokumen Perencanaan Teknis Pengelolaan Sampah di Daerah

t
Daerah saat ini melakukan penyusunan dokumen perencanaan teknis persampahan yaitu:
af
● Rencana Induk (Masterplan) Pengelolaan Persampahan Kabupaten/Kota

Saat ini baru sebanyak 195 kabupaten/kota di Indonesia yang telah memiliki Rencana
Induk (Masterplan) Pengelolaan Persampahan yang difasilitasi oleh Kementerian PUPR
dalam penyusunannya, sementara sebanyak 319 kabupaten/kota tercatat belum memiliki
dr
dokumen tersebut.

● Kebijakan dan Strategi Daerah (Jakstrada) Provinsi dan Kabupaten/Kota

Sampai dengan tahun 2020, terdapat 25 provinsi yang sudah menyusun dan
menandatangani dokumen Jakstrada Provinsi, 368 kabupaten/kota yang sudah menyusun
dan menandatangani dokumen Jakstrada kabupaten/kota, 38 kabupaten/kota/provinsi
yang sedang menyusun draft Jakstrada kabupaten/kota/provinsi, dan sebanyak 109
kabupaten/kota serta 8 provinsi belum menyusun Jakstrada.

Dalam dokumen Jakstrada, format target serta program dan kegiatan sudah disediakan oleh
Pusat sehingga DLH di daerah tidak melakukan telaah lebih lanjut mengenai permasalahan
pengelolaan sampah di wilayahnya, isu-isu yang dianggap strategis untuk dicarikan
solusinya, strategi serta program dan kegiatan untuk menjawab tantangan pengelolaan
sampah di daerah. Hal ini menyebabkan daerah tidak memiliki inovasi dan terobosan dalam
mereformasi pengelolaan sampah di daerahnya.

III - 48 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

● Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK)

Sampai dengan tahun 2020, sebanyak 495 kabupaten/kota di 34 provinsi telah menyusun
dokumen perencanaan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota yang didalamnya terdapat
strategi dan kebijakan pengelolaan persampahan. Hanya sekitar 19 kabupaten/kota di
provinsi Papua dan Papua Barat yang belum memiliki dokumen SSK.

Meskipun hampir seluruh kabupaten/kota telah memiliki dokumen perencanaan sanitasi


(SSK), namun implementasi dokumen perencanaan tersebut tetap harus didorong
oleh Pusat. Pemantauan dan evaluasi (monev) merupakan kunci dari terselenggaranya
implementasi dokumen perencanaan yang efektif. Pusat mendorong provinsi sebagai
perpanjangan tangan Pusat untuk melakukan monev secara intensif. Selain itu instrumen
monev diharapkan juga tidak hanya memantau proses pendampingan namun ketersediaan
output dari aspek pengelolaan sampah yang berkelanjutan (Perda/kelembagaan/
pendanaan, dan lain-lain) juga harus dipantau.

Dalam penyusunan dokumen perencanaan teknis persampahan, baik Masterplan/Jakstrada/


SSK, Pusat dan daerah harus melakukan:

t
a. Sinkronisasi target pengelolaan persampahan dalam dokumen perencanaan teknis
af
yang disusun.
b. Pemantauan dan evaluasi terhadap pencapaian target pengelolaan sampah
kabupaten/kota setiap tahun.
c. Pelaporan kemajuan pencapaian target pengelolaan sampah kabupaten/kota kepada
provinsi dan Pusat setiap tahun.
d. Keterlibatan intensif Kelompok Kerja/Pokja dari OPD terkait pengelolaan sampah
dr
(Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum/Cipta Karya/Perumahan-
Permukiman, Dinas Kesehatan, dan lainnya) dalam penyusunan dokumen
perencanaan teknis persampahan.
e. Implementasi program dan kegiatan pengelolaan sampah yang telah disusun dalam
dokumen perencanaan teknis persampahan.

Selain itu dokumen perencanaan teknis baik Masterplan/Jakstrada/SSK merupakan:

1. Masterplan/Jakstrada/SSK merupakan dokumen perencanaan yang harus “siap


dipasarkan” kepada pihak lain yang berpotensi untuk ikut dalam pembiayaan
pengelolaan sampah.
2. Masterplan/Jakstrada/SSK merupakan dokumen perencanaan “hidup” (living
document) yang secara reguler harus dimutakhirkan sesuai dengan kondisi lingkungan
di daerah.
3. Masterplan/Jakstrada/SSK adalah milik daerah dan harus mudah diakses oleh seluruh
pemangku kepentingan agar semua pihak dapat bekerjasama dan bermitra dalam
pengelolaan sampah yang lebih baik

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 49


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

2. Implementasi Pengelolaan Sampah dari Hulu sampai dengan Hilir

Sumber Pemilahan Pengumpulan Pengolahan Pengangkutan Pemrosesan Akhir

Gambar 3.9 Sistem Pengelolaan Persampahan


Sumber:Diolah dari Permen PU Nomor 3 Tahun 2013

Sumber

a. Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam pengelolaan


sampah dari hulu sampai dengan hilir.
b. Pemetaan zonasi wilayah pengelolaan sampah diperlukan
terutama di kawasan seperti: kawasan permukiman, kawasan
komersial, kawasan industri, dll sehingga dapat dipetakan

t
pengelola sampah di kawasan. Dengan adanya pemetaan
pengelola kawasan maka Pemda dapat memetakan potensi
af kerjasama pengelolaan sampah dengan swasta.

Pemilahan

a. Pemilahan adalah kegiatan mengelompokkan dan


memisahkan sampah sesuai dengan jenis.
dr
b. Pemilahan didorong dilakukan di sumber dan menggunakan
pewadahan berdasarkan jenis sampah (organik dan an-
organik). Pemilahan merupakan fokus krusial dalam
pengelolaan sampah sehingga kampanye pemilahan sampah
juga sangat penting dilakukan oleh Pemda kepada masyarakat
dan pengelola kawasan. Salah satu inovasi dalam pemilahan
yang sudah berjalan di Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali
adalah penerapan jadwal pengumpulan sampah terpilah
sehingga berdampak pada peningkatan ketaatan pemilahan
sampah di sumber.

Pengumpulan

a. Pengumpulan adalah kegiatan mengambil dan memindahkan


sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan
sementara atau tempat pengolahan sampah dengan prinsip
3R.

III - 50 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Pengolahan

a. Pengolahan adalah kegiatan mengubah karakteristik,


komposisi, dan/atau jumlah sampah.
b. Pencatatan sampah masuk sangat penting (baik di TPST,
TPS 3R, TPA) dan harus ada jembatan timbang di sarana
pengolahan dan pemrosesan akhir sampah.
c. Kapasitas operasional TPS 3R yang berfungsi aktif harus
ditingkatkan/dimaksimalkan, sementara TPS 3R yang sudah
tidak beroperasi harus diaktifkan kembali dengan perombakan
lembaga pengelola sampah atau membuka kerja sama
dengan pihak swasta.

Pengangkutan

a. Pengangkutan adalah kegiatan membawa sampah dari


sumber atau tempat penampungan sementara menuju tempat
pengolahan sampah terpadu atau tempat pemrosesan akhir

t
dengan menggunakan kendaraan bermotor yang didesain
untuk mengangkut sampah.
af b. Pengangkutan sampah harus menggunakan armada yang
memungkinkan sampah yang sudah terpilah tidak tercampur
kembali. Pengangkutan sampah diatur frekuensinya agar
sampah organik diangkut setiap hari dan sampah an-organik
diangkut setiap 3 hari sekali dengan armada pengangkutan
sampah yang berbeda. Mulai dari sarana pemilahan,
dr
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan sampai ke
pemrosesan akhir sampah dipilah berdasarkan organik-
anorganik.
c. TPS merupakan fasilitas antara yang menghubungkan
subsistem pengumpulan dan pengangkutan. Pada praktiknya
TPS menjadi sarana pemindahan sampah dari armada kecil
ke armada yang lebih besar untuk kemudian diangkut ke
TPA. TPS konvensional (TPS basah) harus dihindari karena
mengganggu lingkungan (kotor, bau, lindi mencemari tanah).
TPS konvensional (kontainer) diganti dengan TPS 3R.

Pemrosesan Akhir

a. Pemrosesan Akhir Sampah adalah proses pengembalian


sampah dan/atau residu hasil pengolahan sampah
sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
b. UU 18 tahun 2008 mengamanatkan bahwa praktik open

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 51


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

dumping pada TPA sampah kota harus dihentikan dalam


waktu 5 tahun sejak berlakunya UU tersebut dan beralih ke
controlled/sanitary landfill. Namun sampai saat ini masih
terdapat TPA kabupaten/kota yang beroperasi dengan open
dumping. Pemda yang masih melaksanakan open dumping
agar dapat dikenakan sanksi tegas oleh Pemerintah Pusat.
c. Lahan TPA membutuhkan lahan yang cukup luas, ke depan
sebaiknya dihindari pemrosesan akhir sampah secara
konvensional. Tidak ada lagi sampah dari sumber yang
langsung ke TPA tanpa melalui proses pengolahan dan hanya
residu yang masuk ke dalam TPA,
d. TPA pada akhirnya akan penuh dan harus ditutup. Untuk
menemukan lokasi TPA yang sesuai dengan kriteria teknis
dan dapat diterima masyarakat sekitar bukanlah hal yang
mudah. Untuk mengatasi masalah itu, salah satu upayanya
adalah dengan menggunakan kembali TPA yang telah habis
umur pakainya. Upaya ini disebut landfill mining. Landfill
mining adalah proses mengekstraksi material berbentuk

t
padat dari material limbah yang sebelumnya dibuang dengan
cara ditimbun di tanah (Sri Wahyono, 2012). Selain ditujukan
af untuk rehabilitasi lahan, landfill mining juga ditujukan untuk
ekstraksi gas metan, guna ulang lahan landfill, dan menata
ulang material.

Selain itu perlu pula diperhatikan hal-hal sebagai berikut:


dr
a. Target Pengurangan dan Penanganan Sampah

Berdasarkan Jakstranas, target pengelolaan sampah di tahun 2024 telah ditetapkan yaitu
untuk pengurangan sampah adalah 30% dan penanganan sampah adalah 70%, sedangkan
RPJMN 2020-2024 menetapkan untuk perkotaan target pengurangan sampah adalah 20%
dan penanganan sampah adalah 80%. Target manapun yang diacu oleh daerah perlu
mengacu pada definisi pengurangan-penanganan UU 18/2008 & PP 81/2012, serta target
penanganan sampah sebaiknya dirinci lebih lanjut menjadi:

● Target pemilahan sampah (volume sampah yang terpilah dibandingkan dengan volume
total sampah)
● Target pengumpulan sampah (volume sampah yang berhasil dipilah dan diangkut dari
sumber ke TPS 3R/TPST dibandingkan dengan volume total sampah)
● Target pengolahan sampah (volume sampah yang berhasil diolah di sarana pengolahan
dibandingkan dengan volume total sampah)
● Target pengangkutan sampah (volume residu hasil pengolahan sampah dari sarana
pengolahan yang diangkut ke TPA dibandingkan volume total sampah)

III - 52 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Perlu dipertimbangkan juga untuk memisahkan target pengelolaan sampah di perkotaan


serta pengelolaan sampah di perdesaan.

b. Pengelompokan/komposisi sampah

Sesuai dengan PP 81 tahun 2012 sampah dapat dipilah menjadi 5 (lima) jenis sampah yaitu:

1. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan
berbahaya dan beracun, seperti kemasan obat serangga, kemasan oli, kemasan
obat-obatan, obat-obatan kadaluarsa, peralatan listrik, dan peralatan elektronik
rumah tangga.
2. Sampah yang mudah terurai, antara lain sampah yang berasal dari tumbuhan,
hewan, dan/atau bagiannya yang dapat terurai oleh makhluk hidup lainnya dan
atau mikroorganisme, seperti sampah makanan dan serasah.
3. Sampah yang dapat digunakan kembali, adalah sampah yang dapat dimanfaatkan
kembali tanpa melalui proses pengolahan, seperti kertas kardus, botol minuman,
kaleng.
4.

t
Sampah yang dapat didaur ulang, adalah sampah yang dapat dimanfaatkan
kembali setelah melalui proses pengolahan, seperti sisa kain, plastik, kertas, kaca;
af
dan
5. Sampah lainnya yang tidak termasuk ke dalam 4 golongan sampah diatas.

Sampai saat ini hanya sedikit pemerintah Kota/ Kabupaten yang mencantumkan kewajiban
pemilihan sampah di sumber sesuai kategori pemilahan sampah ini. Penegakan peraturan
pemilahan sampah menjadi tantangan tersendiri.
dr
c. Timbulan sampah

Dalam SNI hanya ada angka timbulan sampah untuk setiap sumber sampah dan angka
timbulan sampah untuk kota besar dan kecil, sementara itu dalam Jakstrada angka timbulan
rata-rata yang dipakai adalah 0.7 kg/kapita/hari untuk semua karakteristik kabupaten/kota.
Setiap kabupaten/kota sebaiknya melakukan studi timbulan sampah untuk menentukan
angka yang sesuai untuk kota/kabupaten masing-masing, sesuai metode baku yang ada
(SNI maupun panduan dari Kementerian Pekerjaan Umum). Angka timbulan sampah kota/
kabupaten digunakan dalam menyusun dokumen Rencana Induk Pengelolaan Sampah/
Masterplan Persampahan.

3. Pedoman Pemilihan Teknologi Pemrosesan-Pengolahan Sampah

Pengelolaan sampah yang tidak tepat menimbulkan dampak lingkungan (air, udara,
dan tanah), mempengaruhi kesejahteraan manusia, dan ketersediaan sumber daya
alam. Timbulan sampah berkembang pesat di negara berkembang dengan urbanisasi

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 53


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

dan pertumbuhan ekonomi yang cepat seperti Indonesia. Sebagai respon terhadap isu
persampahan dengan urgensi tinggi tersebut, bermunculan berbagai inisiatif teknologi
pemrosesan-pengolahan sampah dengan maksud untuk berkontribusi terhadap target
penanganan sampah di daerah, provinsi, bahkan pusat/nasional. Pemerintah pusat sebagai
salah satu pemangku kepentingan dan kebijakan pada sektor pengelolaan sampah dirasa
perlu memberikan pedoman terkait arah dan pendekatan pemilihan teknologi pemrosesan-
pengolahan sampah. Pedoman ini kemudian berimplikasi terhadap bagaimana daerah
dalam menentukan arah perencanaan pengelolaan persampahan, khususnya teknologi
pemrosesan-pengolahan sampah yang pada kenyataannya sangat bergantung pada
kondisi lokal dan karakteristik sampah pada masing-masing daerah.

Maksud dari pedoman pemilihan teknologi pemrosesan-pengolahan sampah ini adalah agar
memudahkan pemerintah daerah dalam memilih teknologi tepat guna untuk pengelolaan
persampahan di daerahnya melalui pendekatan Integrated Solid Waste Management (ISWM)
Framework. Pedoman ini memberikan informasi kriteria utama dan kerangka logis yang
berguna untuk pengambilan keputusan dalam memilih teknologi pemrosesan-pengolahan
sampah agar tepat berdasarkan konteks lokal pada masing-masing daerah.

t
Pengelolaan sampah yang tepat, terintegrasi, dan berkelanjutan akan memastikan
pemanfaatan sumber daya yang tepat, pengurangan sampah yang dibuang ke fasilitas
af
pemrosesan akhir, dan meminimalkan pencemaran lingkungan.

Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,


kegiatan penanganan sampah terdiri dari subsistem:

1. Pemilahan: pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/
dr
atau sifat sampah.
2. Pengumpulan: pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat
penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.
3. Pengangkutan: membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan
sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat
pemrosesan akhir.
4. Pengolahan: mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.
5. Pemrosesan akhir sampah: pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan
sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Penanganan sampah pada dasarnya merupakan pilihan dari opsi/ alternatif dari setiap
komponen subsistem sehingga sesuai dengan tujuan pengelolaan sampah di suatu
daerah. Pada pedoman pemilihan teknologi ini berfokus pada sub-sistem pengolahan dan
pemrosesan akhir sampah yang kemudian pada dokumen ini disebut dengan pemrosesan-
pengolahan.

III - 54 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


● Bauran Fasilitas Pemrosesan-Pengolahan Sampah Eksisting Indonesia

Bermuara dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, mendorong munculnya kebijakan/peraturan lebih teknis terkait
pengelolaan persampahan yang terdiri dari pengurangan dan penanganan sampah. Kebijakan/peraturan turunan tersebut juga terkait fasilitas atau
sarana prasarana pemrosesan-pengolahan sampah dengan nomenklatur yang beragam. Bauran fasilitas pemrosesan-pengolahan sampah tersebut
diantaranya; (1) Tempat Penampungan Sementara (TPS); (2) Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse, Recycle (TPS 3R); (3) Tempat Pengolahan
Sampah Terpadu (TPST); (4) Bank Sampah; (5) Pusat Daur Ulang (PDU). Lebih jelas mengenai definisi dan karakteristik setiap fasilitas dapat disimak
pada tabel berikut.

Tabel 3.8 Perbandingan Fasilitas TPS - TPS 3R - TPST - Bank Sampah - PDU
Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Fasilitas Pemrosesan-Pengolahan Antara Program/ Kegiatan Keterangan


No. Parameter
Tempat Pemrosesan
TPS TPS 3R Bank Sampah PDU TPST
Akhir (TPA)
dr
1 Definisi Tempat penampungan Tempat pengolahan Bank sampah adalah Pusat Daur Ulang Tempat pengolahan sampah Tempat Pemrosesan
sementara yang sampah dengan tempat pemilahan merupakan sarana dan terpadu yang selanjutnya Akhir yang selanjutnya
selanjutnya disingkat prinsip 3R (reduce, dan pengumpulan prasarana yang dapat disingkat TPST adalah disingkat TPA
TPS adalah tempat reuse, recycle) yang sampah yang dapat dimanfaatkan untuk tempat dilaksanakannya adalah tempat untuk
sebelum sampah selanjutnya disebut didaur ulang dan/ pengelolaan sampah kegiatan pengumpulan, memproses dan
diangkut ke tempat TPS 3R adalah tempat atau diguna ulang dengan prinsip 3R.**** pemilahan, penggunaan mengembalikan
pendauran ulang, dilaksanakannya yang memiliki nilai ulang, pendauran sampah ke media
pengolahan, dan/atau kegiatan ekonomi.** ulang, pengolahan, dan lingkungan.***
tempat pengolahan pengumpulan, Bank Sampah yang pemrosesan akhir.*
af
sampah terpadu.* pemilahan, dimaksud dalam TPST atau Material
penggunaan ulang, dokumen ini adalah Recovery Facility (MRF)
dan pendauran ulang Bank Sampah Induk. didefinisikan sebagai tempat
t

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


skala kawasan.* berlangsungnya kegiatan
pemisahan dan pengolahan
sampah secara terpusat. ***

III - 55
Fasilitas Pemrosesan-Pengolahan Antara Program/ Kegiatan Keterangan
Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

No. Parameter
TPS TPS 3R
t Bank Sampah PDU TPST
Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA)
af
2 Lembaga UPTD UPTD, Skema Koperasi/Yayasan ** UPTD, Skema UPTD, Skema Kerjasama UPTD, Skema
pengelola Kerjasama Kerjasama Kerjasama
3 Kapasitas 1 - 3 ton / hari ***** 1 - 3 ton / hari ***** 1 - 2 ton / hari 5 - 10 ton / hari **** 120 - 1400 ton / hari ***** 75 - 7500 ton / hari
pemrosesan *****
- pengolahan
Sampah (ton
/ hari)
4 Biaya ± Rp. 100.000.000; ± Rp. 0,8 - 1,5 Milyar; ± Rp. 80.000.000; ± Rp. 0,8 - 2 Milyar; ± Rp. 80 - 170 Milyar; ± Rp. 300 - 2000
dr
Investasi atau atau atau atau atau Milyar;
Rp. Rp. 8.295 per Rp. 25.880 - 756.383 Rp. 22.000 per ton Rp. 101.000 per ton Rp. 72.902 - Rp. 477.460 per atau
ton***** per ton***** ton***** Rp. 12.000 - 68.000 per

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


ton*****
5 Biaya ± Rp. 17.475 per ton ± Rp. 17.475 - 671.946 ± Rp. 278.000 per ton ± Rp. 270.000 per ton ± Rp. 215.537 - 1.099.974 per ± Rp. 57.272 - 876.855
operasional ***** per ton ***** ton ***** per ton *****
(Rp / ton)
6 Jenis Sampah Organik Sampah Organik Sampah Daur Ulang Sampah Daur Ulang Sampah Organik Sampah Organik
sampah Sampah Daur Ulang Sampah Daur Ulang Sampah Daur Ulang Sampah Daur Ulang
ditangani
Sampah Residu/ Sampah Residu/ Sampah Residu/lainnya Sampah Residu/lainnya
lainnya lainnya
Sampah B3 Sampah B3 Sampah B3

III - 56
Fasilitas Pemrosesan-Pengolahan Antara Program/ Kegiatan Keterangan
No. Parameter
Tempat Pemrosesan
TPS TPS 3R Bank Sampah PDU TPST
Akhir (TPA)
7 Pemilahan Pemilahan Pemilahan lanjutan Pemilahan lanjutan Pemilahan Pemilahan sampah
Pewadahan organik Pengolahan organik Pewadahan daur Pemrosesan daur Pengolahan organik lanjutan Daur ulang sampah non
ulang ulang hayati (non organik)
Pewadahan daur ulang Pemrosesan daur Pemrosesan daur ulang Pengomposan sampah
ulang lanjutan hayati (organik)
Pewadahan residu/ Pewadahan residu/ Penanganan residu/lainnya Pengurugan/
lainnya lainnya penimbunan sampah
residu dari proses
di atas di lokasi
Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

pengurugan atau
penimbunan (lahan
urug).
Pewadahan sampah Pewadahan sampah Pewadahan sampah B3
dr
B3 B3
8 Luas Maks. 200 m2 *** Min. 200 m2 - 1000 ± 40 m2 ** Min. 800 m2 - 2000 Min. 20.000 m2 *** Luas lahan: 50.000 -
bangunan m2 *** m2 >200.000 m2
9 Penempatan Dalam Kota Dalam Kota Dalam Kota Dalam Kota, Luar Kota Dalam Kota / TPA ***, Luar Luar Kota
Kota
10 Bangunan Hanggar Hanggar *** Hanggar **** Hanggar **** Beton dan hanggar Beton dan hanggar
af
t

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


III - 57
Fasilitas Pemrosesan-Pengolahan Antara Program/ Kegiatan Keterangan
Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

No. Parameter
TPS TPS 3R
t Bank Sampah PDU TPST
Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA)
af
11 Fasilitas Wadah penampungan Wadah penampungan Crusher / Pencacah Hopper Vibrator **** Jembatan timbang *** zona penyangga***
Minimal sampah residu non sampah residu non plastik ****
permanen *** permanen ***
Crusher / Pencacah Timbangan **** Crusher / Pencacah Conveyor screening / disc Fasilitas umum (jalan
organik *** plastik **** screen *** masuk, kantor/pos jaga,
saluran drainase dan
pagar).***
Mesin pengayak *** Conveyor screening Hammer mill *** Fasilitas perlindungan
dr
**** lingkungan (lapisan
kedap air, pengumpul
lindi, pengolahan lindi,

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


ventilasi gas, daerah
penyangga, tanah
penutup).***
Mesin press sampah Lori **** Shear shredder *** Fasilitas penunjang
(jembatan timbang,
fasilitas air bersih,
listrik, bengkel dan
hanggar).***
Pengolahan biologis Mesin press sampah Proses aerobik / anaerobik Fasilitas operasional
**** (alat besar dan truk
pengangkut tanah).***
Timbangan **** Proses kimia termal

III - 58
Fasilitas Pemrosesan-Pengolahan Antara Program/ Kegiatan Keterangan
No. Parameter
Tempat Pemrosesan
TPS TPS 3R Bank Sampah PDU TPST
Akhir (TPA)
12 N/A Pengomposan Sistem Pencacahan Pencacahan Proses anaerobik digesting Lahan Urug Terkendali
Open Windrow *** *** (Controlled Landfill)***
Pengomposan Sistem Pemadatan Proses aerobik windrow & Lahan Urug Saniter
Caspary *** aerasi*** (Sanitary Landfill)***
Biodigester Proses pengeringan Refuse
Derived Fuel/RDF ***
Biokonversi Black Proses pirolisis ***
Soldier Fly Larvae
Proses gasifikasi ***
Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Proses insinerasi ***


Proses plasma gasifikasi ***
Sumber:
dr
*PP No 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
**PERMEN LH No 13/2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle Melalui Bank Sampah
***PERMEN PU No 03/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
****PERMEN LHK No 07/2020 tentang Penggunaan Dana Alokasi Khusus Fisik Penugasan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun Anggaran 2020
*****PERMENDAGRI No 7 Tahun 2021 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Retribusi dalam Penyelenggaraan Penanganan Sampah
af
t

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


III - 59
Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Selain fasilitas yang telah disebutkan diatas, terdapat fasilitas lain yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah, yakni Stasiun Peralihan antara yang selanjutnya disingkat SPA, adalah
sarana pemindahan dari alat angkut kecil ke alat angkut lebih besar dan diperlukan untuk
kabupaten/kota yang memiliki lokasi TPA jaraknya lebih dari 25 km yang dapat dilengkapi
dengan fasilitas pengolahan sampah. SPA terdiri dari SPA skala kota (> 500 ton/hari) dan
SPA skala lingkungan hunian (20 – 30 ton/hari).*** SPA tidak dimasukan ke dalam matriks
perbandingan dikarenakan fungsi utama SPA adalah pemindahan sampah, serta adanya
aktivitas pengolahan di SPA merupakan opsional.

Pada setiap fasilitas terdapat beberapa opsi metode pemrosesan-pengolahan yang dapat
digunakan. Pemilihan teknologi tersebut didasarkan pada konteks lokal pada tiap daerah
dengan dilakukan pendekatan kriteria yang dibahas selanjutnya pada dokumen ini.

Pendekatan Kriteria Teknologi

Wawasan terhadap kondisi eksisting pengelolaan sampah di daerah sangat penting untuk
dapat merencanakan berbagai skema dan teknologi yang akan digunakan. Kondisi eksisting
yang dimaksud berkaitan dengan kondisi tipologi wilayah, aspek fisik dan ekonomi,

t
timbulan sampah, jenis dan karakteristik sampah, skema operasional penanganan saat ini,
kapasitas sumber daya manusia, ketersediaan pembiayaan, kebijakan dan regulasi, kondisi
af
kelembagaan, dan peran serta stakeholder. Dengan wawasan kondisi eksisting tersebut,
kemudian didapatkan informasi untuk merumuskan tantangan dan peluang dari berbagai
metode atau teknologi pemrosesan-pengolahan yang tersedia terhadap konteks lokal
daerah.

Pendekatan muatan kriteria teknologi pemrosesan-pengolahan sampah merujuk pada


dr
tujuan pengelolaan sampah yang tercantum dalam Undang-Undang 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah, Pasal 4: Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai
sumber daya. Aktivitas pengurangan sampah dan menjadikan sampah sebagai sumber
daya berimplikasi terhadap pengurangan dan diversifikasi timbulan sampah ke Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) yang seharusnya menjadi pilihan yang paling disukai berdasarkan
prinsip platform pengelolaan sampah.

Selain itu juga dilakukan pendekatan dari aspek keandalan, keberlanjutan, dan ekonomi
sebagai pedoman dalam manajemen pemilihan teknologi untuk meninjau secara umum
kelayakan penerapan teknologi tersebut. Pendekatan pemilihan teknologi ini kemudian
disesuaikan dengan tujuan strategis pengelolaan sampah dan kapasitas daerah dalam hal
pembiayaan, kesiapan teknologi dan tenaga kerja, kondisi kelembagaan dan peraturan.

III - 60 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Berikut merupakan bagan skema pendekatan kriteria pemilihan teknologi:

Pendekatan Kriteria
Pemilihan Teknologi

Kualitas Kesehatan dan Sumpah sebagai Keandalan dan Kelayakan


lingkungan hidup sumber daya keberlanjutan ekonomi
meningkat

Penggunaan
Potensi dampak Produk keluaran Biaya investasi
teknologi

Jenis sampah
diolah

Faktor
keberhasilan

Kebutuhan lahan

t Kompleksitas
af operasi

Gambar 3.10 Skema Pendekatan Kriteria Pemilihan Teknologi


Sumber:Analisis Tim ISWM, 2021

Berbagai teknologi yang disajikan pada pada pedoman pemilihan teknologi pemrosesan-
dr
pengolahan sampah ini merupakan teknologi yang sudah teruji dan teraplikasikan secara
global dengan sebaran di negara berkembang dan negara maju. Teknologi yang disajikan
pada pedoman ini diantaranya;

1. Fasilitas Pengolahan-Pemrosesan Antara Berbasis Biologis dan Mekanis


b. Aerobic Composting
c. Anaerobic Digestion
d. Mechanical Biological Treatment (MBT
e. Biokonversi BSF Larva
f. Refuse Derived Fuel (RDF)
2. Fasilitas Pengolahan-Pemrosesan Antara Berbasis Kimia dan Thermal
a. Insinerasi
b. Pirolisis
c. Gasifikasi
3. Fasilitas Pemrosesan Akhir
a. Sanitary landfill
b. Controlled landfill,

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 61


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Berikut merupakan tabel pedoman teknologi pemrosesan-pengolahan sampah dengan


bersumber dari PERMEN PU No 03/2013, PERMENDAGRI No 7/2021, World Bank(9) (10),
Waste C-Control(11), Natural Resources Defense Council(12).

Tabel 3.9 Pedoman Teknologi Pengolahan-Pemrosesan Sampah (1)

Fasilitas Pengolahan-Pemrosesan Antara Berbasis Biologis dan Mekanis


Mechanical
No Kriteria Aerobic Anaerobic Biological Biokonversi Refuse Derived
Composting Digestion Treatment BSF Larva Fuel (RDF)
(MBT)
1 Penggunaan • Teknologi • Teknologi • Teknologi • Teknologi • Teknologi level
teknologi level level maju level maju level menengah
konvensional • Banyak • Mayoritas konvensional • Lebih banyak
• Banyak digunakan di digunakan di • Banyak digunakan di
digunakan negara maju negara maju digunakan negara maju

2 Jenis sampah • Sampah • Sampah • Sampah • Sampah • Sampah


diolah organik organik tercampur organik organik
terpilah (sisa terpilah (sisa • Tidak terpilah (sisa (dedaunan,
makanan, makanan, mengandung makanan, ranting,
dedaunan,
ranting, dan
sebagainya)
kotoran
hewan,
sebagainya)

t B3 sayuran,
buah, daging
sebagainya)
sebagainya)
• Sampah
residu;
af • Tidak
mengandung
B3
3 Faktor • Temperatur • Input sampah • Input sampah • Pengontrolan • Mengikuti
keberhasilan sensitif terpilah konsisten siklus larva standar RDF
• Waktu • Input sampah • Pengontrolan • Input sampah • Tergantung
tinggal lama konsisten SOP terpilah permintaan
• Aerasi teratur • Pengontrolan • Pengendalian pasar /
dr
• Pengendalian mikroba bau Kesediaan
bau • Pengontrolan offtaker
• Input sampah SOP • Kontrol fraksi
terpilah sampah
• Kontaminasi • Input sampah
sensitif konsisten
• Pengendalian
SOP
4 Kebutuhan • Kecil, • Menengah • Menengah • Kecil dan • Menengah
lahan Menengah, • Berkisar • Berkisar Menengah • Berkisar 1.000
Besar 1.000 - 1.000 - • Berkisar 200 - 20.000 m2
• Berkisar 40 - 20.000 m2 20.000 m2 - 20.000 m2
20.000 m2
5 Kompleksitas Rendah - Tinggi Tinggi Rendah - Menengah
operasi menengah menengah

(9)
World Bank, What a Waste 2.0: A Global Snapshot of Solid Waste Management to 2050, (2018)
(10)
World Bank, Viability of Current and Emerging Technologies for Domestic Solid Waste Treatment and Disposal, (2011)
(11)
Waste C-Control, Database of Waste Management Technologies, (2011)
(12)
Natural Resources Defense Council, From Waste to Jobs, (2014)

III - 62 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Fasilitas Pengolahan-Pemrosesan Antara Berbasis Biologis dan Mekanis


Mechanical
No Kriteria Aerobic Anaerobic Biological Biokonversi Refuse Derived
Composting Digestion Treatment BSF Larva Fuel (RDF)
(MBT)
6 Biaya • Rendah sd • Menengah sd • Menengah sd • Rendah sd • Menengah
Investasi Menengah Tinggi Tinggi Menengah • Berkisar Rp. 15
*diluar • Berkisar • Berkisar Rp. 5 • Berkisar Rp. • Berkisar - 80 Milyar
pengadaan Rp. 0,8 - 80 - 200 Milyar 50 - 500 Rp. 0,7 - 80
lahan Milyar Milyar Milyar
7 Biaya Rp. 352.418 - Rp. 448.963 – Rp. 411.253 - Rp. Rp. 440.000 - Rp. 323.998 -
Operasional Rp. 748.904 Rp. 820.306 per 1.387.981 per Rp. 997.749 per Rp. 1.487.289 per
per ton ton ton ton ton
8 Produk • Produk • Produk • Produk • Produk • Produk
keluaran keluaran: keluaran keluaran keluaran keluaran
dan potensi Sejenis – Sejenis Sejenis RDF – Sejenis RDF
pemanfaatan kompos kompos fluff kompos
– Sejenis pupuk – Sejenis • Potensi
• Potensi cair • Potensi pupuk cair pemanfaatan
pemanfaatan – Energi panas/ pemanfaatan – Biomass – Co-firing
Pertanian biogas – Co-firing larva boiler
dan boiler; – Co-firing
Perkebunan

t• Potensi
pemanfaatan
– Pertanian;
– Co-firing
pembangkit
listrik
• Potensi
pemanfaatan
– Pertanian
pembangkit
listrik
af – Perkebunan; – Perkebunan
– Pembangkit – Peternakan
listrik unggas &
ikan
9 Potensi • Kebauan • Kebauan • Kebauan • Kebauan • Nilai kalor sulit
dampak • Mengundang • Kebocoran • Mengundang • Mengundang terkendali
serangga gas serangga serangga • Kebauan
dr
• Mengundang • Mengundang
hewan serangga
pengerat
Sumber:Analisis Tim ISWM, 2021
Keterangan: * Terdapat model di Indonesia

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 63


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Tabel 3.10 Pedoman Teknologi Pengolahan-Pemrosesan Sampah (2)

Fasilitas Pengolahan-Pemrosesan Antara Berbasis Kimia dan Thermal


No Kriteria
Insinerasi Pirolisis Gasifikasi
1 Penggunaan • Teknologi level tinggi • Teknologi level tinggi • Teknologi level tinggi
teknologi konvensional • Banyak digunakan di • Banyak digunakan di
• Banyak digunakan di negara negara maju negara maju
maju
2 Jenis sampah • Sampah tercampur dan • Kecenderungan • Sampah tercampur dan
diolah residu sampah plastik tertentu residu
• Tidak mengandung B3 • Tidak mengandung B3
3 Faktor • Kontrol fraksi sampah • Kontrol fraksi sampah • Kontrol fraksi sampah
keberhasilan • Pengendalian suhu • Pengendalian suhu • Pengendalian suhu
• Input sampah konsisten • Input sampah konsisten • Input sampah konsisten
• Pengendalian SOP • Pengendalian SOP • Pengendalian SOP
• Pengelolaan abu, residu dan • Pengelolaan abu, residu • Pengelolaan abu, residu
syngas dan syngas dan syngas
4 Kebutuhan • Tinggi • Menengah • Menengah
lahan • Berkisar 20.000 - 100.000 • Berkisar 20.000 - • Berkisar 20.000 -
m2 100.000 m2 100.000 m2

5 Kompleksitas
operasi
Tinggi

t Tinggi Tinggi

6 Biaya
af
• Tinggi • Tinggi • Tinggi
Investasi • Berkisar Rp. 50 - 100 Milyar • Berkisar Rp. 15 - 100 • Berkisar Rp. 15 - 100
*diluar Milyar Milyar
pengadaan
lahan
7 Biaya Rp. 1.258.863 - Rp. 2.093.756 Rp. 721.985 - Rp. 2.411.429 Rp. 721.985 - Rp. 1.577.434
Operasional per ton per ton per ton
dr
8 Produk • Produk keluaran: Energi • Produk keluaran • Produk keluaran
keluaran panas – Sejenis bahan bakar – Energi panas
dan potensi – Sejenis bahan bakar
pemanfaatan • Potensi pemanfaatan • Potensi pemanfaatan
Pembangkit listrik – Co-firing boiler • Potensi pemanfaatan
– Co-firing pembangkit – Co-firing boiler;
listrik – Co-firing pembangkit
listrik

9 Potensi • Kebakaran • Kebakaran • Kebakaran


dampak • Polusi udara dari syngas • Polusi udara dari • Polusi udara dari syngas
dan gas beracun syngas dan gas beracun dan gas beracun
• Konsumsi energi tinggi • Konsumsi energi tinggi • Konsumsi energi tinggi
• Kebisingan • Kebisingan • Kebisingan

Sumber:Analisis Tim ISWM, 2021


Keterangan: * Terdapat model di Indonesia

III - 64 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Tabel 3.11 Pedoman Teknologi Pengolahan-Pemrosesan Sampah (3)

Fasilitas Pemrosesan Akhir


No Kriteria
Controlled landfill Sanitary landfill
1 Penggunaan teknologi • Teknologi level menengah • Teknologi level tinggi
• Banyak digunakan di negara maju • Lebih banyak digunakan di negara
dan berkembang maju
2 Jenis sampah diolah • Sampah tercampur dan residu • Sampah tercampur dan residu
• Tidak mengandung B3 • Tidak mengandung B3

3 Faktor keberhasilan • Kontrol fraksi sampah • Kontrol fraksi sampah


• Pengendalian SOP • Pengendalian SOP
• Pengelolaan leachate, methane, • Pengelolaan leachate, methane,
dan kontaminasi dan kontaminasi
4 Kebutuhan lahan • Besar • Besar
• Berkisar 50.000 - >200.000 m2 • Berkisar 50.000 - >200.000 m2

5 Kompleksitas operasi Menengah Tinggi


6 Biaya Investasi • Tinggi • Tinggi
*diluar pengadaan lahan • Berkisar Rp. 300 - 900 Milyar • Berkisar Rp. 500 - 2.000 Milyar

7
8
Biaya Operasional
Produk keluaran dan
potensi pemanfaatan

t
Rp. 82.783 - Rp. 834.582 per ton
N/A
Rp. 136.178 - Rp. 888.103 per ton
• Produk keluaran
– Panas/biogas
af
• Potensi pemanfaatan
– pembangkit listrik
9 Potensi dampak • Kebauan • Kebauan
• Mengundang serangga • Mengundang serangga
• Mengundang hewan pengerat • Mengundang hewan pengerat
• Emisi methane • Emisi methane
dr
• Kebocoran leachate • Kebocoran leachate
• Kebakaran • Kebakaran

Sumber:Analisis Tim ISWM, 2021


Keterangan: * Terdapat model di Indonesia

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 65


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

● Metode Revitalisasi dan Pemulihan Sumber Daya

Dalam jangka panjang, penanganan sampah di hilir akan terbatasi oleh ruang yang
dapat digunakan untuk pemrosesan akhir sampah. Disisi lain, berkembang gagasan dan
praktik pengolahan sampah untuk menjadi sumber daya. Berdasarkan kedua hal tersebut
menyebabkan metode revitalisasi dan pemulihan sumber daya di fasilitas pemrosesan akhir
menjadi alternatif penanganan sampah pasca pemrosesan akhir.

Revitalisasi dan pemulihan sumber daya ini bertujuan untuk:

1. Pemulihan ruang lahan urug yang bisa digunakan untuk pemrosesan akhir sehingga
umur teknis Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) bertambah.
2. Remediasi dan meminimalisir pencemaran lingkungan melalui pemilahan material B3
yang sudah tertimbun di lahan urug.
3. Peningkatan rekayasa pengurugan TPA yang semula open dumping menjadi controlled
atau sanitary landfill.
4. Pemulihan sumber daya melalui pemilahan material sampah tertentu untuk kemudian
diolah menjadi produk bernilai ekonomis, misal: material organik, material daur ulang

5.
dan RDF.

t
Pemanfaatan sumber daya menjadi energi melalui penangkapan gas untuk dikonversi
menjadi listrik.
af
Metode revitalisasi dan pemulihan sumber daya di TPA pada saat ini terdiri dari Landfill Gas
(LFG) dan Landfill Mining (LFM). Merujuk pada World Bank, LFG merupakan campuran gas
(terutama metana dan karbon dioksida) yang dihasilkan melalui aktivitas mikroba dalam
kondisi anaerobik selama degradasi sampah yang ditimbun atau dibuang di TPA. Sedangkan
dr
LFM adalah metode untuk menghilangkan dampak lingkungan misalnya, memulihkan TPA
lama, memulihkan material bangunan untuk keperluan bangunan, atau memulihkan volume
TPA untuk memperpanjang umur TPA(13).

(13)
World Bank, Guidance Note on Recuperation of Landfill Gas from Municipal Solid Waste Landfills, (1999)

III - 66 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Berikut merupakan tabel perbandingan LFG dan LFM(14).

Tabel 3.12 Metode Revitalisasi dan Pemulihan Sumber Daya LFG dan LFM

Metode Revitalisasi dan Pemulihan Sumber Daya


No Kriteria
Landfill Gas (LFG) Landfill Mining (LFM)
1 Penggunaan teknologi • Teknologi level menengah • Teknologi level tinggi
• Banyak digunakan di negara maju • Lebih banyak digunakan di negara
dan berkembang maju
2 Jenis sampah dikelola Sampah organik Sampah organik, sampah daur
ulang, material B3

3 Target operasi • TPA open dumping yang • TPA open dumping yang
akan dikembangkan menjadi akan dikembangkan menjadi
controlled/sanitary landfill controlled/sanitary landfill
• Umur TPA 5 - 10 tahun • Umur TPA > 10 tahun
4 Faktor keberhasilan • Kepastian pembiayaan offtaker • Kepastian pembiayaan offtaker
min. 10 tahun • Kestabilan kondisi TPA
• Stabilisasi material organik • Pengendalian leachate
• Pengendalian leachate • Pengendalian keluaran gas
• Pengendalian keluaran gas • Pengendalian SOP yang ketat

5 Lingkup Investasi

t
• Pengendalian SOP yang ketat
• Sistem pengumpulan gas • Sistem penggalian
af • Sistem ekstraksi
• Sistem pemanfaatan (produksi
• Sistem pemilahan mekanis
• Sistem material screening
listrik)
6 Biaya Investasi Rp. 20.704 - 40.259 per ton* Biaya investasi dan operasional
Rp. 862.707 - 2.544.985 per m3*
7 Biaya Operasional Rp. 30.194 - 40.259 per ton*
8 Produk keluaran dan • Produk keluaran • Produk keluaran
dr
potensi pemanfaatan – Energi panas/biogas – Material daur ulang;
– Material untuk co-firing;
• Potensi pemanfaatan – Material organik
– pembangkit listrik
• Potensi pemanfaatan
– Industri daur ulang
– Co-firing boiler
– Co-firing pembangkit listrik
– Tanah penutup/remediasi jika
memenuhi standar pemanfaatan
9 Potensi dampak • Kebauan • Kebisingan
• Emisi methane • Debu
• Kebocoran leachate • Kebauan
• Kebakaran • Emisi methane
• Kebocoran leachate
• Kebakaran
• Kelongsoran sampah

Sumber:Analisis Tim ISWM, 2021


Keterangan: * World Bank (1999) dengan kurs USD-IDR 16 Agustus 2021

(14)
Circular Economy Coalition for Europe, Landfill Mining - From Prospection to Actual Mining, (2018)

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 67


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, baik; (1) kriteria pedoman teknologi pemrosesan-
pengolahan sampah dan (2) metode revitalisasi dan pemilihan sumber daya yang dibahas
dalam dokumen ini dapat dijadikan tolak ukur bagi pemerintah pusat/provinsi/daerah
dalam pemilihan teknologi/metode yang akan digunakan melalui kajian lebih dalam sesuai
kondisi lokal daerah. Tahapan pemilihan teknologi pemrosesan-pengolahan sampah oleh
daerah dengan meninjau pada pedoman dibahas selanjutnya pada dokumen ini.

● Tahapan Pemilihan Teknologi

Pedoman ini memberikan informasi kriteria utama dan kerangka logis yang berguna
untuk pengambilan keputusan dalam memilih teknologi pemrosesan-pengolahan sampah
agar tepat berdasarkan konteks lokal pada masing-masing daerah. Informasi kriteria-
kriteria telah disampaikan pada tabel sebelumnya. Kemudian diperlukan telaahan kondisi
eksisting daerah untuk mendapatkan rumusan permasalahan, tantangan, dan peluang dari
pengelolaan persampahan di daerah pada saat ini dan kedepannya. Dalam penelaahan
kondisi eksisting ini memerlukan peran aktif pada stakeholder seperti pemerintah
(Organisasi Perangkat Daerah terkait), akademik (perguruan tinggi), swasta (pelaku daur
ulang dan layanan pengelolaan sampah), dan masyarakat (LSM, perwakilan sektor non-

t
formal, pegiat lingkungan, dan sebagainya). Sehingga telaahan kondisi eksisting diperkaya
dari beragam sudut pandang para pihak dalam konteks bersama untuk menyelesaikan
af
permasalahan pengelolaan persampahan di daerah.

Kondisi eksisting yang dimaksud berkaitan dengan kondisi tipologi wilayah, aspek fisik dan
ekonomi, timbulan sampah, jenis dan karakteristik sampah, skema operasional penanganan
saat ini, kapasitas sumber daya manusia, ketersediaan pembiayaan, kebijakan dan regulasi,
kondisi kelembagaan, dan peran serta stakeholder.
dr

III - 68 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Gambaran tahapan pemilihan teknologi pemrosesan-pengolahan sampah oleh daerah


dengan meninjau pada pedoman dapat disimak pada gambar berikut.

Identifikasi permasalahan
penanganan sampah

Pelibatan
Analisis stakeholder

Tinjauan Meninjau pedoman pemilihan


Mengidentifikasi alternatif teknologi pemrosesan-pengolahan
sampah

Menentukan tujuan

Menentukan atribut/
kriteria teknologi

Analisa proyeksi kinerja


teknologi

t Pelibatan
af
Menentukan preferensi/ Pelibatan Workshop/Focus Group
fokus kriteria Discussion

Pelibatan
Pembobotan teknologi
dr
Skema/sistem teknologi
terpilih

Gambar 3.11 Tahapan Pemilihan Teknologi Pemrosesan-Pengolahan Sampah untuk Daerah


Sumber:Analisis Tim ISWM, 2021

Dengan dilaluinya tahapan pemilihan teknologi seperti yang telah disampaikan diatas,
Daerah dapat menentukan kriteria utama dari teknologi yang akan dipilih. Kemudian
Daerah dapat melakukan penilaian terhadap kapasitas daerah baik dari sisi fiskal, kesiapan
sumber daya manusia, ketersediaan lahan, serta kesiapan aspek tata kelola lainnya. Adanya
workshop atau Focus Group Discussion bersama stakeholder berperan dalam mengelaborasi
setiap opsi teknologi terhadap kriteria-kriteria yang menjadi fokus daerah. Sehingga dapat
dilakukan pembobotan opsi teknologi oleh setiap stakeholder untuk kemudian menjadi
pertimbangan skema bauran teknologi yang akan didorong untuk diaplikasikan di daerah.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 69


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Contoh simulasi pembobotan performa teknologi penanganan sampah dapat disimak pada
gambar berikut.

Aerobic Composting
Keandalan
7
6

Keterjangkauan biaya 4 Dampak sosial positif


3

1
0

Kapasitas penanganan Perlindungan lingkungan

t
af Kemudahan operasi

RDF
Keandalan
7
dr
6

Keterjangkauan biaya 4 Dampak sosial positif


3

1
0

Kapasitas penanganan Perlindungan lingkungan

Kemudahan operasi

III - 70 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Insinerasi
Keandalan
7
6

Keterjangkauan biaya 4 Dampak sosial positif


3

1
0

Kapasitas penanganan Perlindungan lingkungan

t Kemudahan operasi
afGambar 3.12 Contoh Simulasi Pembobotan Performa Teknologi Penanganan Sampah
Sumber:Analisis Tim ISWM, 2021

4. Intervensi Penggunaan Teknologi Digital dalam Pengelolaan Sampah

Penggunaan teknologi digital sebagai bagian dari solusi dalam pengelolaan sampah
adalah sebuah keniscayaan yang sebaiknya mulai dipertimbangkan oleh semua pemangku
dr
kepentingan saat ini. Akses, perangkat pendukung, kemampuan dan ketersediaan sumber
daya merupakan hal yang harus dipersiapkan oleh Pusat, daerah, dan semua pihak agar
tidak tergagap dalam merespon tantangan pengelolaan sampah ke depan.

Berikut adalah potensi intervensi penggunaan teknologi digital dalam pengelolaan sampah
yang dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan:

a. Sumber:
● Penegakan regulasi sampah dengan memasang CCTV di sepanjang Daerah Aliran
Sungai (DAS) untuk pemantauan dan sanksi bagi masyarakat yang buang sampah
sembarangan di badan air. 

● Kampanye dan advokasi gaya hidup “minimalis”, dan 3R untuk mengurangi
konsumsi barang oleh masyarakat melalui media sosial secara rutin.
● Pembentukan bank sampah dan pembuatan aplikasi bank sampah untuk
memudahkan masyarakat.
● Penjemputan sampah menggunakan aplikasi jemput sampah.
● Identifikasi dan mendorong adanya marketplace untuk produk-produk kompos

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 71


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

dan recycle. Contoh: marketplace untuk kompos, plastic recycle, dan lain-lain
melalui teknologi aplikasi.
● Penyusunan kebijakan oleh pemerintah untuk peningkatan demand dari produk daur
ulang. Contoh: taman-taman kota dan gedung-gedung pemerintah menggunakan
kompos yang dibuat oleh masyarakat. Kompos dapat juga digunakan sebagai
bahan penutup di TPA. Kampanye/ sosialisasi di media sosial oleh Pemda untuk
permintaan kebutuhan produk daur ulang.

b. Pengangkutan:
● Penggunaan GPS di truk pengangkut sampah agar truk dapat dilacak dan
dioptimalkan ritasinya.
● Penggunaan smart truck yang memiliki bak terpilah organik & non-organik pada
truk sampah.

c. Pengolahan:
● Aplikasi lokasi bank sampah, TPS 3 R, tempat pengepul barang bekas, jadwal pasar
loak.
● Penggunaan CCTV di lokasi TPS 3R untuk pemantauan kegiatan pemilahan sampah.

t
● Peningkatan kapasitas Pemda dan KSM melalui e-learning persampahan.
● Penggunaan sorting machine dan pencacah sampah dalam pengolahan sampah.
af
● Penggunaan CCTV di setiap sarana pengolahan untuk pemantauan kegiatan
pengolahan sampah.
● Pembuatan aplikasi: penjualan kompos

d. Manajemen Sampah:
● Penyusunan database sampah (big data dan satu data) yang lengkap dan
dr
komprehensif untuk membantu pengambilan kebijakan dalam pengelolaan
sampah.
● Pembayaran retribusi/tarif sampah bulanan menggunakan uang elektronik
(cashless) ke rekening Dinas LH/PU atau ke kas pemerintah daerah.
● Pelaporan/pengaduan masyarakat akan pelanggaran persampahan yang
terintegrasi kepada database pemerintah daerah.

3.2.5 Aspek Pemberdayaan Masyarakat dan Pemangku Kepentingan

Pemberdayaan pada dasarnya merupakan sebuah konsep yang lahir dari perkembangan
pikiran masyarakat. Pemberdayaan berasal dari kata power yang berarti kekuasaan atau
keberdayaan. Ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan kemampuan membuat orang
lain melakukan apa yang kita inginkan(15).

Sementara itu, definisi pemberdayaan masyarakat sendiri mengandung arti yang lebih detil,
yaitu pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses dalam membentuk kemandirian, di

(15)
Edi Suharto, Ph.D., Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan
Sosial, (2010)

III - 72 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

mana dalam proses ini masyarakat didampingi untuk membuat analisis terhadap masalah
yang dihadapi dan untuk menemukan alternatif dari solusi terhadap masalah tersebut(16).

Jadi, jika disimpulkan dari beberapa definisi pemberdayaan masyarakat diatas, maka
pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menaikan level
kemampuan suatu masyarakat guna menaikan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Sebagai suatu upaya, pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat mengubah kehidupan
masyarakat menjadi lebih baik.

Dalam aspek pembangunan di sektor persampahan, pemberdayaan masyarakat dan


pemangku kepentingan menjadi agenda penting. Hal ini karena, tanpa adanya partisipasi
masyarakat dan pemangku kepentingan, semua program pengelolaan sampah yang
direncanakan akan menjadi sia-sia.

Di Indonesia sendiri, isu yang ada dalam aspek pemberdayaan masyarakat dan pemangku
kepentingan ialah terkait dengan upaya pengurangan dan pemilihan sampah, di mana
diketahui hingga kini praktek-praktek pengurangan dan pemilihan sampah masih minim
dilakukan.

t
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan kepada masyarakat dan pemangku
af
kepentingan untuk dapat membantu program pemerintah ialah bagaimana membiasakan
masyarakat melakukan perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan program. Adapun
langkah yang bisa dilakukan dalam upaya perubahan perilaku meliputi:

● Mengubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib dan teratur.
● Melakukan sosialisasi terkait faktor sosial dan budaya yang berlaku.
dr
● Mengubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan persampahan.

Secara lebih spesifik, beberapa hal yang masih menjadi tantangan dalam aspek
pemberdayaan masyarakat dan pemangku kepentingan diantaranya yaitu:

● Rendahnya partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan dalam kegiatan


pengurangan dan pemilahan sampah.
● Sarana dan prasarana pengelolaan sampah tidak berkelanjutan karena lembaga
pengelola sampah tidak berperan secara aktif.
● Rendahnya sinkronisasi dan koordinasi kelembagaan pemerintah baik yang ada di
tingkat pusat, daerah, dan kelembagaan non-pemerintah dalam pengelolaan sampah.
● Belum adanya pemetaan, serta belum teridentifikasi dengan jelas peran sektor informal
dalam pengelolaan sampah.

Berkaitan dengan itu platform mendorong program dan kegiatan yang dapat dilakukan
dalam pemberdayaan masyarakat dan pemangku kepentingan diantaranya ialah:

(16)
Abu Huraerah, Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat: Model dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan, (2011)

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 73


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

1. Peningkatan Peran Aktif Masyarakat dalam Kegiatan Pengurangan dan Pemilahan


Sampah di Hulu

Proses pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam setiap implementasi tahapan kegiatan


program oleh pemerintah daerah dengan cara selalu mendorong peran serta masyarakat
dan pemangku kepentingan dengan menempatkan posisi masyarakat sebagai pelaku
utama kegiatan.

Setiap kelembagaan yang terbangun di masyarakat selalu diikuti dengan pelatihan, termasuk
dalam peningkatan kapasitas. Partisipasi masyarakat merupakan suatu keharusan dalam
setiap tahapan implementasi program dan kegiatan pengelolaan persampahan. Masyarakat
merupakan pelaku penting dalam pelaksanaan program di tingkat kota/kabupaten,
sehingga keberhasilan program sangat tergantung pada peran aktif masyarakat dalam
setiap tahapan kegiatan mulai dari proses penyiapan masyarakat, sosialisasi, perencanaan,
pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan, hingga pemeliharaannya.

Selain itu, pemerintah daerah juga perlu melakukan kampanye intensif untuk perubahan
perilaku masyarakat dalam pengurangan dan pemilahan sampah di hulu dengan pendekatan

t
perubahan perilaku masyarakat melalui 2 (dua) cara yaitu (a) pendekatan internal dan (b)
pendekatan eksternal.
af
Pendekatan internal: pendekatan internal adalah kegiatan peningkatan kesadaran
dan motivasi atas perubahan perilaku hidup bersih sehat yang dilakukan oleh pemda,
seperti melakukan promosi, kampanye, pemicuan, dan pemberdayaan masyarakat untuk
melakukan pengurangan dan pemilahan sampah. Dalam melakukan program dan kegiatan
tersebut, pemda juga harus mempersiapkan hal sebagai berikut: (a) pesan kunci yang akan
dr
disampaikan untuk menggugah dan menggerakkan masyarakat, (b) saluran/media yang
akan digunakan untuk menyampaikan pesan, dan (c) target group/kelompok sasaran yang
akan mendapatkan pesan kunci.

Pendekatan eksternal: pendekatan ekstenal ini meliputi kegiatan perubahan perilaku


masyarakat yang dilakukan dengan: (a) pemenuhan sarana dan prasarana pengurangan
dan pemilahan sampah, (b) memberikan pendidikan/edukasi masyarakat melalui materi
ajar tentang pengurangan-pemilahan sampah di sekolah formal dan non-formal, (c)
mendorong partisipasi kelompok masyarakat dengan peningkatan hubungan interpersonal
antara pemda dengan tokoh masyarakat (kepala dusun, kepala desa, tokoh agama, tokoh
pemuda, tokoh kharismatik,dan lain-lain), dan (d) melakukan penguatan kebijakan/regulasi
tentang pengurangan-pemilahan sampah serta penegakan hukum terhadap pelanggar
peraturan.

Meskipun masih ada beberapa tantangan yang harus dilalui dalam upaya perubahan
perilaku ini, pemda diharapkan untuk tetap melakukan alokasi anggaran yang cukup dan

III - 74 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

melakukan kampanye rutin dan intensif terkait kegiatan pengelolaan persampahan yang
tepat dan sesuai kebutuhan program dan daerah masing-masing. Melalui anggaran dan
kampanye intensif ini, diharapkan makin banyak masyarakat yang mengetahui, peduli, dan
akhirnya terlibat dalam melakukan aksi pengurangan dan pemilahan sampah.

2. Pemetaan dan Penguatan Lembaga Pengelola (Kelompok Masyarakat) dalam


Kegiatan Pengurangan Sampah

Kelompok Swadaya Masyarakat atau disingkat KSM adalah kelompok masyarakat yang
terhimpun karena adanya kesamaan kepentingan, kebutuhan, visi, misi, dan tujuan bersama.
Prinsip dasar KSM sesuai dengan sebutannya adalah kelompok masyarakat yang bergerak
secara swadaya atau mandiri dengan seluruh potensi yang dimiliki dan dikembangkannya
bagi pencapaian tujuan kelompok.

Dalam pengelolaan sampah, KSM mempunyai posisi dan fungsi penting terutama dalam
menjalankan pemeliharaan keberlanjutan sarana dan prasarana, serta pengembangan
program kelompok yang bermanfaat bagi masa depan masyarakat dalam pengelolaan
sampah.

t
Dengan demikian tumbuhnya KSM yang fokus pada pengelolaan sampah perlu diupayakan
af
seoptimal mungkin dan didorong oleh para pihak yang bertugas meningkatkan partisipasi
masyarakat. Dalam hal ini dukungan dari pemerintah daerah, lembaga-lembaga masyarakat,
swasta dan lainnya yang berkepentingan terhadap pengelolaan sampah sangatlah
dibutuhkan.

Adapun, pembentukan KSM dapat didorong dan diinsiasi melalui beberapa cara atau
dr
tahapan sebagai berikut:

Sosialisasi pentingnya sebuah kelompok masyarakat yang bertugas mengelola (operasional,


pemeliharaan, dan keberlanjutan) sarana dan prasarana sanitasi yang ada atau yang tengah
diupayakan sebagai hasil pemetaan kebutuhan masyarakat. Sosialisasi difokuskan pada
visi-misi bersama, tugas, fungsi, manajemen operasional, aturan peraturan internal dan
keanggotaan, serta sumber pendanaan KSM.

Pembentukan KSM yang meliputi tersedianya pengurus dan anggota serta program
kegiatan rutin yang dijalankan.

Pengesahan legalitas KSM bila dalam perkembangannya membutuhkan bantuan atau


stimulus dari luar dalam mengembangkan program kegiatan KSM. Disesuaikan dengan
tingkatan syarat yang dibutuhkan oleh pemberi bantuan, misalnya SK Kepala Desa/ SK
Kepala Daerah/Akte Notaris, dll.

Setelah KSM terbentuk dan berjalan sesuai dengan tujuan pembentukannya, maka

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 75


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

pemerintah daerah mendampingi KSM dalam pelaksanaan kegiatannya karena KSM


belum memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup terkait sektor pengelolaan
persampahan. Pendampingan dapat dilakukan dalam bentuk:

● Penguatan manajemen dan administrasi operasional KSM.


● Pelatihan daur ulang sampah (pengomposan/kerajinan).
● Pelatihan/pembinaan dalam pemeliharaan dan operasional TPS 3R.
● Mekanisme dan monev pelaksanaan kegiatan KSM.
● Catatan pembukuan atau keuangan, atau
● Asistensi penguatan kelompok.

Pembinaan terhadap KSM harus dilakukan secara sistematis dan strategis untuk
direncanakan dalam jangka panjang. Dinas/Badan dalam lingkup pemerintah daerah
yang mempunyai tugas dan fungsi pembinaan KSM yang fokus pada pengelolaan sampah
perlu mengupayakan hal-hal yang penting dalam rangka pembinaan, diantaranya dapat
melalui(17):

● Kesiapan anggaran pembinaan yang disediakan secara rutin tahunan oleh dinas/badan

t
sesuai dengan pilihan prioritas pembinaan berdasarkan progres data base KSM.
● Ketersediaan manual/petunjuk/pedoman pembinaan sesuai dengan tema pembinaan
yang dibutuhkan KSM.
af
● Ketersediaan tenaga yang berkompeten dari dinas dalam melakukan pembinaan sesuai
tema pembinaan.
● Bila dimungkinkan dinas/badan yang bertugas melakukan pembinaan KSM dapat
membentuk tim khusus yang terdiri dari beberapa personil yang bertugas menjalankan
pembinaan, pengawasan, dan mendukung keberlanjutan KSM.
dr
3. Pemetaan dan Peningkatan Peran Sektor Informal dalam Pengelolaan Persampahan

Meningkatnya arus urbanisasi telah mengakibatkan pesatnya sektor informal di kota-kota


besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta. Sektor informal
tersebut dapat diartikan sebagai kegiatan ekonomi yang tidak terorganisasikan dan belum
terjangkau oleh kebijakan pemerintah.

Definisi operasional dari sektor informal juga cukup beragam, dari kacamata ekonomi
sebutan sektor informal merujuk kepada aktivitas ekonomi yang berskala kecil, padat
karya, tak mementingkan kualifikasi formal, lekat dengan rasa kekeluargaan, fleksibilitas
tinggi, tak stabil, dan tak teratur, upah rendah, dan bebas proteksi(18). Di negara-negara maju
masyarakat cenderung menghargai sektor informal karena dapat membantu pekerjaan
mereka, sebaliknya di negara-negara berkembang seperti Indonesia, pekerjaan sektor
informal masih kurang dihargai keberadaannya.

(17)
Bappenas, Petunjuk Teknis PPSP - Pemetaan Kelembagaan Masyarakat, (2020)
(18)
Daldjoeni, N. Geografi Kota dan Desa, (2014)

III - 76 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Sektor informal terbentuk karena adanya dorongan kebutuhan ekonomi dari sebagian
masyarakat yang secara tidak disadari telah ikut berperan serta dalam penanganan sampah
kota. Sistem informal memandang sampah sebagai sumber daya ekonomi melalui kegiatan
pemungutan, pemilahan, dan penjualan sampah untuk didaur ulang. Rangkaian kegiatan
ini melibatkan bank sampah, pemulung, tukang loak, lapak, bandar, dan industri daur ulang
dalam rangkaian sistem perdagangan.

Permasalahan sektor informal dalam pengelolaan sampah selama ini antara lain adalah
sebagai berikut: (a) hak sipil belum terpenuhi, (b) akses layanan sosial terbatas, (c) sulit
menerima program layanan, (d) partisipasi rendah, (e) kebutuhan dasar terbatas, (f) stigma
(pencuri, kotor, pembawa penyakit, dll), (g) tinggal di lingkungan kumuh dan termarjinal,
(h) anak, istri, lansia, disabilitas menjadi entitas penyandang masalah sosial, dan (i) skeptis,
fatalistik, disfungsi sosial(19).

Dalam pengelolaan persampahan, kolaborasi dengan sektor informal harus dilakukan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Meskipun kolaborasi ini cukup sulit, namun
pemerintah harus menyadari bahwa sektor informal tidak dapat diacuhkan atau dicegah
dari kegiatan pengumpulan sampah. Melalui kerjasama dengan pihak informal, tentunya

t
ada banyak manfaat terutama dalam hal efisiensi dan lingkup yang lebih luas dalam sistem
pengelolaan sampah.
af
Di sejumlah negara maju, kehadiran sektor informal sudah terbukti mampu menghemat
pengeluaran pemerintah daerah sebesar 15%-20% dalam pengelolaan sampahnya karena
melakukan kegiatan pemilahan dan pengumpulan, serta daur ulang(20).

Peran penting sektor informal lainnya diantaranya adalah sebagai berikut: (a) bisnis daur
dr
ulang sampah yang menguntungkan, (b) petugas kebersihan “illegal”, (c) pahlawan dalam
pengelolaan sampah terutama di perkotaan, (d) katup pengaman pengangguran, (e) pelaku
daur ulang sampah, dan (f) potensi tenaga kerja(21).

Menginisiasi sebuah sistem identifikasi yang terintegrasi sangat direkomendasikan untuk


pekerja formal dan informal pengelola sampah. Pelatihan untuk pekerja sektor informal
juga penting untuk meningkatkan efektifitas kinerja pengelolaan sampah.

Pemerintah dapat mencanangkan program untuk mempekerjakan pekerja informal


(memformalkan) pengelolaan sampah (pemulung) dibandingkan melakukan pemilahan di
landfill/TPA, pemerintah dapat menyediakan akses kepada pemulung ke rumah tangga
sehingga sampah yang dipilah masih berkualitas baik dan memiliki harga yang cukup
tinggi. Selain itu, pemerintah daerah juga diharapkan dapat me-recognisi, melibatkan, dan
bermitra dengan pekerja di sektor informal.

(19)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peran Sektor Informal dalam Pengelolaan Sampah – Bahan Paparan, (2020)
(20)
UN-Habitat, Solid Waste Management in The World’s Cities, (2010)
(21)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peran Sektor Informal dalam Pengelolaan Sampah – Bahan Paparan, (2020)

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 77


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

Dalam melakukan pemberdayaan di sektor informal, pemerintah dapat melakukan hal-hal


sebagai berikut:

a. Mengeluarkan kebijakan integrasi pekerja sektor informal (pemulung) dengan


pengelola formal dalam pengelolaan sampah (menjadi bagian dari tenaga lapangan/
petugas kebersihan),
b. Mengakui pemulung sebagai profesi dibawah koordinasi/naungan Instansi Pemerintah
dan/atau Swasta, contoh sebagai staf pengumpulan sampah daur ulang. Sehingga
muncul dalam database resmi pekerjaan yang teregistrasi dan mendapatkan UMR
dan/atau insentif serta akses kepada kesehatan dan pendidikan, dan
c. Dapat berkompetisi dengan swasta pendaur ulang lainnya dengan memberikan
pendampingan dan peningkatan kapasitas.

4. Penguatan Advokasi dan Komunikasi dalam Pengelolaan Persampahan

Dalam aspek komunikasi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan, setidaknya


ada sejumlah prinsip-prinsip komunikasi yang dapat diadopsi baik oleh pemerintah pusat

t
maupun pemerintah daerah dalam pengelolaan persampahan diantaranya ialah:
af
a. Komunikasi adalah suatu proses simbolik. Pada prinsip ini artinya pemerintah pusat
dan daerah dapat menggunakan simbol, ikon, atau lambang dalam melakukan
komunikasi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan. Tujuan penggunaan
simbol, ikon, dan lambang ialah untuk memudahkan sasaran dalam memahami
maksud dan tujuan dari pesan yang ingin disampaikan.
b. Setiap orang mempunyai potensi komunikasi. Dalam hal ini, pemerintah pusat atau
dr
pemerintah daerah harus menyadari bahwa setiap masyarakat dan pemangku
kepentingan adalah bagian penting yang harus dilibatkan dalam proses komunikasi.
c. Komunikasi selalu punya dimensi isi dan hubungan. Hal ini menekankan bahwa, dalam
melakukan komunikasi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan, pemerintah
pusat atau pemerintah daerah harus memperhatikan isi pesan dan hubungan pesan
tersebut dengan sasaran. Tujuannya yaitu agar pesan-pesan yang disampaikan tidak
salah diartikan oleh masyarakat atau pemangku kepentingan.
d. Komunikasi terjadi dalam konteks ruang, waktu, dan melibatkan peserta komunikasi.
Prinsip ini menekankan bahwa, dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat
dan pemangku kepentingan, maka pemerintah pusat atau pemerintah daerah harus
menyiapkan suatu strategi yang tepat untuk menyampaikan suatu pesan dengan baik
agar bisa diterima dengan baik oleh sasaran.
e. Komunikasi akan semakin efektif dengan menggunakan pendekatan budaya.
Dikatakan bahwa, pendekatan budaya akan lebih memudahkan seseorang dalam
memahami pesan yang disampaikan. Jadi, dalam menyampaikan pesan-pesan dalam
rangka peningkatkan pemberdayaan masyarakat di sektor persampahan ini, makan

III - 78 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa menggunakan pendekatan budaya


sesuai daerah masing-masing.
f. Komunikasi harus berjalan dua arah. Prinsip ini menekankan bahwa dalam melakukan
komunikasi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan, pemerintah pusat dan
pemerintah daerah harus tetap saling menghargai antara satu sama lain. Dalam
hal ini juga ditekankan pemerintah pusat dan daerah tidak bisa memaksakan suatu
pemahaman tertentu.
g. Komunikasi bersifat irreversible. Dikatakan bahwa dalam proses komunikasi pesan
yang disampaikan tidak dapat ditarik kembali, maka dari itu pesan yang disampaikan
harus dipastikan tepat dan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Melalui prinsip
ini kita disadarkan bahwa harus berhati-hati dalam menyampaikan pesan kepada
orang lain.
h. Komunikasi bukan untuk menyelesaikan masalah. Pada prinsip ini ditekankan bahwa
menyelesaikan masalah tetap membutuhkan tindakan. Pemerintah melakukan proses
komunikasi dengan masyarakat atau pemangku kepentingan terkait pengelolaan
persampahan ini, dengan tujuan mengarahkan masyarakat untuk melakukan suatu
tindakan riil.

t
af
dr

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan III - 79


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi
PlatformKawasan
Sistem Pengelolaan
Perdesaan dan
Persampahan
Perkotaan

t
af
dr

IV
III - 80 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan
Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

BAB 4
PENGELOLAAN perSAMPAHan
BERDASARKAN TIPOLOGI KAWASAN
PERDESAAN dan PERKOTAAN
4.1 Definisi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Daerah perkotaan adalah suatu wilayah administratif setingkat desa/kelurahan yang


memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase rumah tangga

t
pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan, sarana pendidikan formal, sarana kesehatan
umum, dan sebagainya. Sedangkan daerah pedesaan adalah suatu wilayah administratif
af
setingkat desa/kelurahan yang belum memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan
penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan, sarana
pendidikan formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya(1).

4.1.1 Kawasan Perdesaan


dr
Wilayah perdesaan umumnya memiliki jumlah dan kepadatan penduduk yang rendah, kondisi
geografis yang kompleks (pegunungan, lembah, bukit, jurang, dan lainnnya), keterbatasan
sarana dan prasarana pelayanan desa, infrastruktur dan aksesibilitas transportasi yang
terbatas, dan jarak yang cukup jauh dari pusat kota.

Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk
pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perdesaan, pelayan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

4.1.2 Kawasan Perkotaan

Dalam UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 41 Penataan ruang kawasan perkotaan
disebutkan bahwa:
1. Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan pada:
a. Kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten, atau
b. Kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau
lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi.
(1)
Peraturan Kepala Badan Statistik Nomor 37 tahun 2010 tentang Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia

PlatformSistem
Platform SistemPengelolaan
PengelolaanPersampahan
Persampahan IV
IV
III -- 11
Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

2. Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b menurut
besarannya dapat berbentuk kawasan perkotaan kecil, kawasan perkotaan sedang,
kawasan perkotaan besar, kawasan metropolitan, atau kawasan megapolitan.

Berdasarkan PP Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang,


disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.

Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan
perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di
sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem
jaringan prasarana wilayah yang terinegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan
paling sedikit 1.000.000 (satu juta) jiwa.

Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih kawasan
metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem.

t
Kawasan Perkotaan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kriteria, yaitu berdasarkan:
● Jumlah Penduduk
af
● Dominasi Fungsi Ekonomi
● Ketersediaan Sarana dan Prasarana Minimal

Lebih lanjut dalam PP 15/2010 pasal 65 disebutkan bahwa:


Kawasan perkotaan menurut kriteria besarannya meliputi:
dr
a. Kawasan perkotaan kecil
b. Kawasan perkotaan sedang
c. Kawasan perkotaan besar
d. Kawasan perkotaan metropolitan
e. Kawasan perkotaan megapolitan

Kawasan perkotaan kecil memiliki kriteria paling sedikit:


a. Jumlah penduduk paling sedikit 50.000 (lima puluh ribu) jiwa dan paling banyak
100.000 (seratus ribu) jiwa
b. Dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan perdagangan dengan
jangkauan pelayanan kecamatan dan/atau antar desa.
c. Ketersediaan prasarana dan sarana dasar perkotaan paling sedikit kantor
kecamatan dan pasar harian.

Kawasan perkotaan sedang memiliki kriteria paling sedikit:


a. Jumlah penduduk paling sedikit 100.000 (seratus ribu) jiwa dan paling banyak
500.000 (lima ratus ribu) jiwa

IV - 2 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

b. Dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa dan perdagangan dengan
jangkauan pelayanan satu wilayah kabupaten dan/atau antar kabupaten.
c. Ketersediaan prasarana dan sarana dasar perkotaan paling sedikit kantor
pemerintah kabupaten/kota, fasilitas transportasi lokal, kantor cabang perbankan,
dan pusat pertokoan.

Kawasan perkotaan besar memiliki kriteria paling sedikit:


a. Jumlah penduduk paling sedikit 500.000 (lima ratus ribu) jiwa
b. Dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa, perdagangan, dan industri
dengan jangkauan pelayanan satu wilayah provinsi dan/atau antar provinsi.
c. Ketersediaan prasarana dan sarana dasar perkotaan paling sedikit kantor
pemerintah kabupaten/kota, terminal/pelabuhan, kantor cabang perbankan, dan
kawasan pertokoan.

Kawasan perkotaan metropolitan memiliki kriteria paling sedikit:


a. Merupakan kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan
inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan
fungsional

t
b. Jumlah penduduk secara keseluruhan paling sedikit 1.000.000 (satu juta) jiwa
c. Dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa, perdagangan, industri
af
dengan jangkauan pelayanan antar provinsi dan/atau nasional.
d. Ketersediaan prasarana dan sarana dasar perkotaan paling sedikit kantor
pemerintah kota/pemerintah provinsi, fasilitas transportasi regional, kantor
perbankan, dan pusat perbelanjaan.
e. Memiliki sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi, dan
f. Memiliki kejelasan sistem struktur ruang yang ditunjukkan adanya pusat dan sub-
dr
pusat yang terintegrasi dengan peran ekonomi pusat yang dapat lebih besar dari
kota atau kawasan sekitar diukur dari jumlah aktivitas jasa dan industri dan jumlah
uang beredar.

Kawasan megapolitan memiliki kriteria paling sedikit:


a. Merupakan gabungan 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan sehingga berpusat
jamak dan memiliki keterkaitan fungsional
b. Memiliki hubungan spasial masing-masing kota dengan sistem yang dipisahkan
oleh kawasan perdesaan
c. Memiliki jumlah penduduk yang dilayani paling sedikit 10.000.000 (sepuluh juta)
jiwa
d. Memiliki dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa, perdagangan,
industri, dengan jangkauan pelayanan regional antar negara
e. Memiliki ketersediaan prasarana dan sarana dasar perkotaan paling sedikit fasilitas
transportasi antar negara dan sarana perbankan antar negara,
f. Menghubungkan antar pusat kegiatan dengan prasarana transportasi utama dan
memiliki sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan IV - 3


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

4.2 Sistem Pengelolaan Sampah Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan


dan Perkotaan

Berdasarkan tipologi kawasan perdesaan dan perkotaan tersebut, maka sistem pengelolaan
sampah dapat dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:

Mulai

Cek Data BPS

Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik


Nomor 37 tahun 2010 tentang Klasifikasi
Perkotaan dan Perdesaan di

ya

Merupakan kawasan
Termasuk
perkotaan. Dapat tidak
menggunakan Permen
PU Nomor 03 tahun
2013

t kedalam
wilayah
perdesaan
af
ya

Dapat menggunakan
buku Tata Cara Belum
Penyelenggaraan tidak terjangkau
Pengelolaan Sampah wilayah
dr
di Kawasan Perdesaan persampahan
sebagai panduan di
kawasan tersebut

ya

Cek Kepadatan
Penduduknya

5 – 25 jiwa/hektare : > 25 jiwa/hektare :


< 5 jiwa/hektare:
Penyelenggaraan pengelolaan sampah Penanganan sampah
Bukan daerahrawan
di kawasan perdesaan, menggunakan menggunakan sistem perkotaan,
sampah, tidak perlu
buku Tata Cara Penyelenggaraan dapat menggunakan Permen PU
dilayani
Pengelolaan Sampah di Kawasan No 03 TAHUN 2013
Perdesaan sebagai panduan

Selesai

Gambar 4.1 Alur Pendekatan Pengelolaan Sampah di Kawasan Perdesaan


(Sumber: Tata Cara Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Sampah di Kawasan Perdesaan,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2016, dan Analisis Tim ISWM, 2021)

IV - 4 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

4.2.1 Pengelolaan Sampah di Pedesaan

UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menempatkan desa sebagai ujung tombak
pembangunan. Kewenangan desa mencakup penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat. Tidak hanya
sekedar kewenangan, saat ini desa juga memperoleh sumber dana yang memadai untuk
pembangunan di desa. Desa dapat melakukan pengelolaan sampah secara mandiri.

Oleh karena kondisi alamiahnya, desa tidak dapat menyediakan pelayanan pelayanan
pengelolaan sampah yang optimal di pedesaan. Masyarakat yang belum terlayani mengelola
sampah dengan cara konvensional, yaitu dengan cara dibakar, ditimbun, dikubur, dan
sebagian dibuang ke sungai atau badan air. Ketersediaan lahan untuk mengelola sampah di
kawasan perdesaan tidak didukung oleh prasarana dan sarana persampahan.

Pemerintahan Desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan dan kepentingan


masyarakat setempat. Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola desa
sesuai dengan kebutuhan dan prioritas kegiatan yang diputuskan dalam musyawarah desa.
Salah satu kebutuhan pembangunan dasar adalah pengelolaan sampah melalui mekanisme

t
perencanaan dan penganggaran di desa.
af
Kabupaten/kota dapat mewajibkan pengelolaan sampah secara terdesentralisasi sampai
kepada wilayah desa/kelurahan. Untuk itu diperlukan perangkat regulasi tentang
pengelolaan sampah secara mandiri tingkat desa/kelurahan. Regulasi dapat mendukung
pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah sampai ke tingkat desa/kelurahan.

Arahan kebijakan pengelolaan sampah terdesentralisasi dapat mencakup:


dr
● Pengurangan dan penanganan sampah di tingkat rumah tangga,
● Pengelolaan sampah tingkat desa semestinya diatur dalam peraturan desa,
● Alokasi dana desa/kelurahan untuk pengelolaan sampah, antara lain: pengadaan wadah
sampah (organik-anorganik-B3 rumah tangga), armada pengumpulan sampah, alat/
mesin pengolah sampah skala rumah tangga dan komunal, bangunan bank sampah/
TPS 3R, sosialisasi dan peningkatan kapasitas.

Peraturan desa tentang pengelolaan sampah dapat mengatur upaya-upaya pengelolaan


sampah di tingkat desa. Masyarakat dapat melakukan aktivitas pengurangan dan pemilahan
sampah, kegiatan bank sampah, maupun penggunaan kembali sampah ke bentuk lain.
Kegiatan pengurangan sampah harus disertai dengan penerapan sanksi yang sesuai.

Peraturan desa sebaiknya memiliki muatan-muatan sebagai berikut:


a. Kewajiban mengelola sampah yang dihasilkan oleh setiap sumber sampah.
b. Target pengurangan sampah di desa yang berasal dari penurunan distribusi target
kabupaten/kota ke kecamatan lalu ke desa.
c. Penyediaan fasilitas tempat sampah organik dan anorganik di setiap rumah tangga,

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan IV - 5


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

kawasan permukiman, fasilitas umum, sosial, dan lainnya.


d. Pengumpulan yang dilakukan sejak pemindahan sampah dari tempat sampah rumah
tangga ke bank sampah dan ke TPS dengan tetap menjamin terpisahnya sampah sesuai
dengan jenis sampah.
e. Pengangkutan sampah rumah tangga ke tempat pengolahan sampah RW/ Desa menjadi
tanggung jawab lembaga pengelola sampah yang dibentuk oleh RT. Pengangkutan
sampah residu dari tempat pengolahan sampah RW/ Desa ke TPS menjadi tanggung
jawab pemerintah desa.

Aspek Kelembagaan

Lembaga pengelola sampah di desa dapat berasal dari unsur Pembinaan Kesejahteraan
Keluarga (PKK), Karang Taruna, remaja masjid atau dari Badan Keswadayaan Masyarakat/
Kelompok Swadaya Masyarakat yang merupakan bagian dari Unit Usaha dari Badan Usaha
Masyarakat Desa (BUMDes).

PKK juga dapat menjadi lembaga pengelola sampah karena merupakan:(2)


a. Organisasi yang sudah berjalan cukup lama, establish, dan matang

t
b. Bergerak di semua tingkatan : nasional, provinsi, kabupaten, kecamatan, desa
c. Memiliki power untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah
af
d. Anggota berasal dari berbagai profesi dan kalangan
e. Kader PKK cukup militan dan sudah berpengalaman dalam kegiatan kampanye
perubahan perilaku
f. Kader PKK umumnya adalah tokoh masyarakat di lingkungannya.

BUMDes adalah badan usaha modalnya dimiliki oleh desa guna mengelola aset, jasa
dr
pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.
Modal awal BUMDes bersumber dari APBDes dimana terdiri atas: (a) penyertaan modal desa,
dan (b) penyertaan modal masyarakat desa. Unit usaha mandiri juga dapat memfasilitasi
pembentukan lembaga pengelola sampah tingkat Rukun Tetangga/Rukun Warga sesuai
kebutuhan.

Lembaga pengelola sampah di desa juga wajib terdaftar di OPD terkait agar dapat
menjalankan peran dan tugasnya secara maksimal.

Tugas Lembaga Pengelola Sampah di Desa, contohnya yaitu sebagai berikut:


● Memfasilitasi tersedianya tempat sampah rumah tangga di masing-masing rumah
tangga dan alat angkut dari tempat sampah rumah tangga ke TPS/TPS 3R/TPST dan
transfer depo.
● Menjamin terwujudnya tertib pemilahan, pengumpulan dan pengangkutan sampah di
masing-masing rumah tangga dan lingkungan
● Mengkoordinasikan penanganan sampah tingkat rumah tangga dan lingkungan.

(2)
Systemiq, Kampanye Perubahan Perilaku Persampahan di Project STOP Banyuwangi, (2020)

IV - 6 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

● Mengusulkan kebutuhan tempat penampungan sementara (TPS).


● Mengkoordinasikan lembaga pengelola sampah tingkat lingkungan.
● Mengawasi terselenggaranya tertib pemilahan, pengumpulan, dan pengangkutan
sampah mulai dari tingkat RT sampai tingkat lingkungan
● Mengusulkan kebutuhan tempat penampungan sementara dan tempat pengolahan
sampah terpadu.

Lembaga pengelola sampah dapat memungut biaya sesuai jarak tempuh dan volume
timbulan sampah atas jasa layanan pengelola sampah sesuai Peraturan Desa/Lurah tentang
Jasa Pemungutan Sampah.

Jenis kegiatan usaha pengelolaan sampah yang dilakukan Pengelola Sampah Desa dapat
terdiri dari:
a. Pengangkutan sampah
b. Pengolahan sampah
c. Pengelolaan sampah daur ulang

Penguatan peran lembaga pengelola sampah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan

t
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui peningkatan kapasitas pemerintahan desa/
lembaga pengelola sampah di desa secara berkala. Materi yang disampaikan dapat berupa:
af
a. Penyusunan program/kegiatan pengelolaan sampah
b. Penerapan prinsip 3R dan teknologi pengolahan sampah
c. Pembentukan fasilitas bank sampah/pusat daur ulang sampah/TPS 3R
d. Alternatif teknologi pengolahan sampah desa ramah lingkungan

Selain penguatan peran lembaga pengelola sampah, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas
dr
Pemberdayaan Masyarakat Desa di Kabupaten/kota juga berperan sebagai berikut:
e. Melakukan pemantauan secara berkala setiap 3-6 bulan atas pengelolaan sampah di
wilayah masing-masing,
f. Membangun dan menyerahkan sarana/prasarana pengelolaan sampah (komposter/
bank sampah/TPS 3R) sebagai pendorong atas upaya yang telah dilakukan masyarakat
desa/ kelurahan,
g. Menyiapkan sistem pengangkutan residu sampah desa/kelurahan yang telah melakukan
upaya pengurangan dan penanganan sampah di sumber.

Aspek Pendanaan

Pemerintah daerah dapat mengoptimalisasi APBDesa untuk menyelenggarakan prasarana


dan sarana persampahan. Sumber pendapatan desa yang dapat dimanfaatkan sebagai
APBDEs adalah: pendapatan asli desa, Dana Desa, bagian hasil pajak dan retribusi daerah,
Alokasi Dana Desa/ADD (bagian dana perimbangan di APBD), bantuan keuangan dari
APBD kabupaten/kota dan provinsi, dan hibah/sumbangan tidak mengikat pihak ketiga.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan IV - 7


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Pemerintah Pusat mengalokasikan Dana Desa dalam APBN setiap tahun anggaran yang
diperuntukkan bagi Desa-ditransfer melalui APBD kabupaten/kota. Untuk operasional dan
pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah di desa, pemerintah desa dapat
menggunakan dana desa dengan syarat bahwa aset sarana dan prasarana sampah yang
ada di kabupaten/kota telah diserahkan kepada pemerintah desa untuk dikelola. Selain itu
kegiatan peningkatan kapasitas aparat desa atau lembaga pengelola sampah (unit usaha
dari BUMDes) untuk pengelolaan sampah juga dapat menggunakan dana desa. Infrastruktur
pengolahan sampah dalam TPS 3R/bank sampah juga dapat dibiayai dengan sumber dana
desa.

Demikian pula, dari Provinsi maupun Kab/Kota, masing masing sesuai dengan kemampuan
pendanaan/alokasi anggaran yang tersedia, maka Pemerintahan Desa mendapatkan Hibah,
Bankeu dan juga Alokasi Dana Desa-yang menu menunya terkait dengan penyelenggaraan
sampah.

Untuk meningkatkan pengelolaan sampah di desa, Pemerintah desa dapat memberikan


insentif kepada kelompok masyarakat, termasuk tapi tidak terbatas pada, lembaga
pengelola sampah tingkat rumah tangga yang melakukan:

t
● Inovasi terbaik dalam pengelolaan sampah
● Pelaporan atas pelanggaran terhadap larangan
af
● Pengurangan timbulan sampah
● Tertib penanganan sampah

Selain itu Pemerintah desa juga didorong untuk dapat memberikan insentif kepada
perseorangan yang melakukan:
● Inovasi terbaik dalam pengelolaan sampah
dr
● Pelaporan atas pelanggaran terhadap larangan sehingga dapat meningkatkan
kepedulian dalam pengurangan dan penanganan sampah di desa.

Unit Usaha BUMDes yang mengelola persampahan dapat mengenakan retribusi/iuran atas
pelayanan persampahan yang dapat menjadi salah satu pendapatan dari BUMDes.
Komponen biaya retribusi/iuran sampah adalah sebagai berikut:
● Biaya pengumpulan dan pewadahan dari sumber sampah ke TPS.
● Biaya pengangkutan dari bank sampah/TPS ke TPA.
● Biaya penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan akhir sampah.
● Biaya pengelolaan sampah.

Dengan keterbatasan sarana prasarana perdesaan, retribusi/iuran sampah di desa masih


menggunakan skema pengumpulan retribusi/iuran sampah secara tunai (cash) dan belum
didorong secara online (e-payment), meskipun demikian untuk efektifitas pengumpulan
maka pencatatan pemasukan retribusi/iuran sampah harus dilakukan secara detail dan
transparan oleh petugas pengumpul retribusi/iuran sampah agar benar-benar masuk ke
kas desa/daerah.

IV - 8 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Aspek Teknis

Menurut Tata Cara Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Sampah di Kawasan Perdesaan


yang disusun oleh KemenPUPR (2016) dalam melakukan pemilahan sistem pewadahan di
perdesaan dapat menggunakan material atau bahan yang mudah ditemukan di masing-
masing daerah, misalnya keranjang anyaman bambu, batu-batu yang disusun untuk menjadi
wadah sampah, maupun yang paling sederhana dengan menggunakan karung maupun
kantong plastik. Setiap rumah dapat menyiapkan 2 wadah sampah yang berada di dalam
dan di luar rumah(3).

Pengumpulan sampah di pedesaan juga dapat mempertimbangkan kearifan lokal dan kondisi
daerah, misalnya desa yang sudah memiliki kondisi jalanan yang baik dapat menggunakan
gerobak yang ditarik oleh petugas, sepeda, maupun sepeda motor. Sedangkan daerah
yang memiliki keterbatasan akses jalanan (jalan berbukit, berlumpur, berbatu, dan lain-lain)
dapat memanfaatkan keranjang pikul untuk mengumpulkan sampah dari sumber sampah.

Pengolahan sampah yang dilakukan di desa adalah sebagai berikut:


a. Pengolahan sampah organik pengomposan

t
b. Pengolahan sampah an-organik daur ulang dengan bank sampah/TPS 3R desa.
af
dr

Gambar 4.2 Modul Wasades Sebagai Media Untuk Membuang Sampah Masyarakat Di Kawasan Perdesaan.
(Sumber: Tata Cara Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah di Kawasan Perdesaan, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, 2016)

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi. Sehingga sumber-sumber sampah dapat disebutkan
berasal dari: (a) tempat permukiman perdesaan/rumah tangga, (b) tempat pelayan jasa
pemerintahan (contoh: kantor desa), (c) tempat pelayanan sosial (contoh: klinik desa), (d)
kegiatan ekonomi (misal: warung, pasar).

(3)
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Tata Cara Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah di Kawasan Perdesaan, (2016)

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan IV - 9


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Untuk pengelolaan sampah perdesaan, rumah tangga dan segenap pemangku kepentingan
di desa melakukan kegiatan pengelolaan sampah yang terkoneksi dengan sistem
pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sebagai berikut:

Tabel 4.1 Rencana Pengelolaan Sampah Perdesaan

Sistem Pengelolaan Sampah Kegiatan

Pengurangan
1. Sumber • Melakukan pengurangan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
a. Rumah tangga sampah rumah tangga (pembatasan timbulan sampah, pendauran
b. Non-Rumah tangga ulang sampah, pemanfaatan kembali sampah)
2. Pengelola Sampah (RT/RW/ (-) Tidak melakukan pengurangan (sesuai PP 81/2012)
PKK/BumDes)
3. Pemerintah Desa • Mengeluarkan Perdes tentang Pengurangan Sampah Mandiri di Desa.
• Melakukan kampanye pengurangan sampah secara intensif kepada
masyarakat.
• Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan pengurangan di sumber
oleh masyarakat.
4. Pemerintah Daerah • Mengeluarkan Perda/Perkada tentang Pengelolaan Sampah Tingkat
Desa/Kelurahan.
• Melakukan peningkatan kapasitas kepada PemDes dan lembaga

t
pengelola sampah untuk pengurangan sampah.
• Menyusun skema insentif dan disinsentif bagi desa/masyarakat/
af pengelola yang berhasil melakukan pengurangan sampah.
Pemilahan
1. Sumber • Melakukan pemilahan sampah rumah tangga dan pemilahan sampah
a. Rumah tangga sejenis sampah rumah tangga.
b. Non-Rumah tangga
2. Pengelola Sampah (RT/RW/ • Melakukan pemilahan sampah rumah tangga dan pemilahan sampah
PKK/BumDes) sejenis sampah rumah tangga.
dr
• Menyediakan sarana pemilahan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga skala desa.
3. Pemerintah Desa • Melakukan kampanye pemilahan sampah secara intensif kepada
masyarakat.
• Melakukan pemetaan dan alokasi anggaran dana desa untuk
pengadaan wadah pemilahan skala desa.
• Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan pemilahan sampah di
sumber oleh masyarakat dan pengelola.
4. Pemerintah Daerah • Melakukan peningkatan kapasitas kepada PemDes dan lembaga
pengelola sampah untuk pemilahan sampah.
• Menyusun skema insentif dan disinsentif bagi desa/ masyarakat/
pengelola yang berhasil melakukan pemilahan sampah.
Pengumpulan
1. Sumber (-) Tidak melakukan pengumpulan (sesuai PP 81/2012)
a. Rumah tangga
b. Non-Rumah tangga
2. Pengelola Sampah (RT/RW/ • Melakukan pengumpulan sampah (dari sumber ke TPS 3R desa)
PKK/BumDes) • Menyediakan sarana pengumpulan sampah yaitu TPS/TPS 3R dan alat
pengumpul untuk sampah terpilah (gerobak sampah).
3. Pemerintah Desa • Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan pengumpulan
di sarana pengumpulan

IV - 10 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Sistem Pengelolaan Sampah Kegiatan


4. Pemerintah Daerah • Menyediakan prasarana pengumpulan sampah contoh: TPS 3R

Pengolahan
1. Sumber • Melakukan pengolahan sampah (pemadatan, pengomposan, daur
a. Rumah tangga ulang materi, mengubah sampah menjadi produk)
b. Non-Rumah tangga • Sampah Organik: ditimbun atau dibuat kompos
• Sampah An-Organik: dipilah dan/atau daur ulang
2. Pengelola Sampah (RT/RW/ • Melakukan pengolahan sampah (pemadatan, pengomposan, daur
PKK/BumDes) ulang materi, mengubah sampah menjadi produk) di bank sampah/
TPS 3R desa.
3. Pemerintah Desa • Melakukan peningkatan kapasitas pengolahan sampah (organik dan
non-organik) kepada masyarakat.
4. Pemerintah Daerah • Melakukan peningkatan kapasitas pengolahan sampah (organik
dan non-organik) kepada Pemerintah Desa dan lembaga pengelola
sampah desa.
• Menyediakan alat pengolahan sampah/teknologi tepat guna
pengolahan sampah.
Pengangkutan
1. Sumber a. Sampah dari TPS atau residu dari Bank Sampah/TPS 3R Desa
a. Rumah tangga
b. Non-Rumah tangga

t TPST Kecamatan terdekat (jarak antar sumber berdekatan, sampah


anorganik diangkut seminggu sekali, organik ditimbun atau dibuat
kompos)
af b. Sampah dari TPS atau residu dari Bank Sampah/TPS 3R Desa
TPST Kecamatan (jarak antar sumber berjauhan, sampah an-organik
diangkut sebulan sekali, organik ditimbun atau dibuat kompos)
2. Pengelola Sampah (RT/RW/ • Mengangkut sampah menggunakan alat transportasi sesuai dengan
PKK/BumDes) kondisi/kearifan lokal
3. Pemerintah Desa • Menyediakan biaya OM sarana pengangkutan

4. Pemerintah Daerah • Menyediakan sarana pengangkutan.


dr
• Pengolahan sampah di TPST Kecamatan.
• Mengangkut sampah dari TPST Kecamatan terdekat menuju TPA.
Pemrosesan Akhir
1. Sumber (-) Tidak melakukan pemrosesan akhir (sesuai PP 81/2012)
a. Rumah tangga
b. Non-Rumah tangga
2. Pengelola Sampah (RT/RW/ (-) Tidak melakukan pemrosesan akhir (sesuai PP 81/2012)
PKK/BumDes)
3. Pemerintah Desa (-) Tidak melakukan pemrosesan akhir (sesuai PP 81/2012)

4. Pemerintah Daerah Mengangkut residu sampah dari sarana pengolahan sampah (TPST
Kecamatan) ke TPA kabupaten/kota.

Sumber: Analisis Tim ISWM, 2020

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan IV - 11


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Aspek Masyarakat

Sesuai karakteristik masyarakat perdesaan, dinas terkait pengelolaan sampah dapat


menyusun strategi komunikasi dan advokasi yang sesuai. Strategi komunikasi dan advokasi
bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan mengubah perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sampah.

Secara umum kegiatan yang dapat dilakukan oleh dinas terkait adalah seperti berikut:
● Mengidentifikasi dan menentukan sasaran kampanye dan advokasi perubahan perilaku
masyarakat desa,
● Mendesain pesan yang ingin disampaikan kepada sasaran kampanye pengurangan dan
pemilahan sampah di desa,
● Menyusun bahan/materi kampanye dan media yang akan digunakan dalam menyalurkan
pesan kampanye/advokasi,
● Memproduksi bahan/materi kampanye yang sudah disiapkan,
● Melaksanakan kampanye/advokasi, baik secara langsung dengan masyarakat desa
didampingi kepala desa ataupun melalui event-event/kegiatan desa (peringatan hari
kemerdekaan, hari keagamaan, dan lainnya) dan pendekatan lainnya,

t
● Pemantauan dan evaluasi kegiatan kampanye/advokasi,
● Perbaikan pendekatan kampanye,
af
● Melaksanakan kampanye/advokasi lanjutan.

Sektor informal di perdesaan masih sangat terbatas bahkan ada kawasan perdesaan
yang belum memiliki jaringan sektor informal. Sampah anorganik yang dihasilkan oleh
masyarakat perdesaan masih memerlukan dukungan dari pemerintah untuk membangun
jaringan dengan sektor informal (para pengepul di daerah lain).
dr
4.2.2 Pengelolaan Sampah di Kawasan Perkotaan (Metropolitan, Besar, Sedang, Kecil)

Aspek Regulasi

Secara teknis pengelolaan sampah di perkotaan dilaksanakan sesuai dengan PP 81 tahun


2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga serta Peraturan Menteri PU Nomor 03 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga serta peraturan pengelolaan sampah eksisting
lainnya. Tidak ada regulasi atau peraturan khusus untuk pengelolaan sampah di kawasan
perkotaan metropolitan, kota besar, kota sedang, dan kota kecil.

Berdasarkan UU Pengelolaan Sampah dan PP No. 81 Tahun 2012, kewenanganan pengaturan


yang ada pada pemerintah kabupaten/kota adalah:
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah pada
wilayah administrasinya dengan mengacu pada ketentuan peraturan pemerintah pusat

IV - 12 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

dan pemerintah provinsi.


2. Menyusun dokumen rencana induk dan studi kelayakan pengelolaan sampah sejenis
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
3. Melaksanakan pengelolaan sampah berdasarkan norma, standar, prosedur dan kriteria
(NSPK) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Pelaksanaan Fungsi


Pengaturan untuk Pengurangan Sampah

Dalam pelaksanaan fungsi pengaturan, terutama dalam hal perumusan kebijakan dan
strategi pengelolaan sampah di daerah, pemerintah kabupaten/kota memiliki ruang-ruang
pengaturan yang dapat ditentukan secara lebih progresif atau lebih sesuai dengan konteks
yang dihadapi dan prioritas yang dimilikinya, terutama untuk hal-hal di bawah ini.
● Penentuan target pengurangan sampah. Dalam hal target pengurangan sampah,
pemerintah kabupaten/kota dapat menentukan arah kebijakan, program dan target
pengurangan yang lebih ambisius dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi,
sepanjang selaras dan mampu berkontribusi pada pencapaian target pengurangan
sampah yang ditetapkan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.

t
● Pelaksanaan fasilitasi. Dalam hal pelaksanaan kewajiban untuk melakukan fasilitasi
penerapan teknologi ramah lingkungan, penerapan label produk yang ramah lingkungan,
af
fasilitasi terhadap kegiatan daur ulang, dan pemasaran produk daur ulang, pemerintah
kabupaten/kota dapat menentukan pola fasilitasi yang akan dilakukan sesuai dengan
konteks yang dihadapi dan prioritas yang dimiliki untuk mencapai target yang telah
ditetapkan.
● Penentuan tata cara pengurangan sampah. Pemerintah kabupaten/kota dapat
menentukan secara lebih spesifik tata cara pelaksanaan kewajiban setiap orang untuk
dr
mengurangi sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga.

Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Pelaksanaan Fungsi


Pengaturan untuk Penanganan Sampah

Dalam hal penanganan sampah, pemerintah kabupaten/kota juga dapat melakukan


pengaturan yang lebih progresif di wilayah administrasinya, terutama dalam hal-hal berikut
ini:
● Penentuan tata cara penanganan sampah. Pemerintah kabupaten/kota dapat
menentukan secara lebih spesifik tata cara pelaksanaan kewajiban setiap orang untuk
menangani sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga dengan cara
yang berwawasan lingkungan.
● Pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh
pihak lain. Dalam hal pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang
dilakukan oleh pengelola kawasan permukiman, komersial, kawasan khusus, fasilitas
umum, dan fasilitas sosial, pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan pengaturan
secara langsung secara lebih progresif.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan IV - 13


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

● Penetapan lokasi TPS, TPST dan/atau TPA, untuk wilayah yang dengan sumber air dan
memiliki tingkat kerentanan banjir yang tinggi dapat ditentukan secara lebih progresif
oleh pemerintah kabupaten/kota dengan tujuan untuk perlindungan lingkungan secara
lebih baik.
● Penetapan izin usaha pengelolaan sampah di wilayah kabupaten/kota
● Penentuan larangan dalam penanganan sampah di wilayah kabupaten/kota dapat
dilakukan secara progresif dengan tujuan untuk perlindungan lingkungan secara lebih
baik.
● Penentuan sanksi administratif terhadap pengelola sampah yang melanggar ketentuan
persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan dapat dilakukan oleh pemerintah
kabupaten/kota selama tidak bertentangan dengan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Menteri LH No. 2
Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Aspek Kelembagaan

Dalam pasal 6 PP 18/2016 disebutkan bahwa kriteria tipelogi Perangkat Daerah untuk

t
menentukan tipe perangkat Daerah (Dinas) berdasarkan hasil pemetaan urusan
pemerintahan dilihat dari variabel:
af
d. Umum dengan bobot 20%: ditetapkan berdasarkan karakteristik Daerah yang terdiri
atas indikator (jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah anggaran pendapatan dan
belanja Daerah).
e. Teknis dengan bobot 80%: berdasarkan beban tugas utama pada setiap urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi dan kabupaten/kota serta
fungsi penunjang urusan pemerintahan.
dr
Tipe Dinas Daerah dibedakan menjadi:
a. Dinas Daerah tipe A untuk mewadahi pelaksanaan fungsi Dinas Daerah dengan beban
kerja yang besar.
b. Dinas Daerah tipe B untuk mewadahi pelaksanaan fungsi Dinas Daerah dengan beban
kerja yang sedang.
c. Dinas Daerah tipe C untuk mewadahi pelaksanaan fungsi Dinas Daerah dengan beban
kerja yang kecil.

Untuk usulan bentuk operator di Dinas berdasarkan tipologi perkotaan yaitu sebagai
berikut:

IV - 14 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Tabel 4.2 Bentuk Operator Berdasarkan Tipologi Perkotaan

No Tipologi Kota Bentuk Kelembagaan Operator


1 Kota Metropolitan • BUMD (kapasitas fiskal tinggi)
• BLUD (kapasitas fiskal tinggi)
• UPTD Pengelolaan Sampah Kelas A setara UPTD Provinsi (dan dapat
dibentuk lebih dari 1 UPTD - serta disesuaikan dengan analisis beban
kerja)
2 Kota Besar • BUMD (kapasitas fiskal sedang)
• BLUD (kapasitas fiskal sedang)
• UPTD Pengelolaan Sampah Kelas A setara UPTD Provinsi (dan dapat
dibentuk lebih dari 1 UPTD - serta disesuaikan dengan analisis beban
kerja)
3 Kota Sedang UPTD Pengelolaan Sampah Kelas A - serta disesuaikan dengan analisis
beban kerja
4 Kota Kecil UPTD Pengelolaan Sampah Kelas B - serta disesuaikan dengan analisis
beban kerja

Sumber: Analisis Tim ISWM, 2020

Aspek Pendanaan

t
Pemerintah Daerah dapat mengoptimalisasi sumber APBD untuk penyelenggaraan
af
prasarana dan sarana persampahan. Investasi persampahan berasal dari pos belanja
langsung (pos anggaran yang secara bebas dapat digunakan, setelah dikeluarkan terlebih
dahulu pos belanja tidak langsung berupa: gaji pegawai, belanja barang dan jasa untuk
OPD/pelayanan masyarakat), kemudian pos belanja bantuan sosial (bansos), DAK (fisik-
non fisik), dan Bankeu-hibah pusat/provinsi.
dr
Selanjutnya untuk operasi dan pemeliharaan, diambil dari pos belanja tidak langsung
OPD (belanja barang dan jasa) sebagaimana disebutkan diatas. Tidak jarang pula dapat
digunakan bagian hasil pajak/retribusi daerah, bagian bankeu provinsi, serta bantuan
teknis-hibah/sumbangan tidak mengikat pihak ketiga.

Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan dalam APBN setiap tahun anggaran
yang diperuntukan bagi daerah yang ditransfer/Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)
ke APBD kabupaten/kota. Untuk operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pengelolaan sampah di daerah, Pemda dapat menggunakan semua sumber tersebut
dengan syarat bahwa aset sarana dan prasarana sampah yang ada di kabupaten/kota telah
diserahkan kepada Pemda untuk dikelola.

Selain itu kegiatan peningkatan kapasitas aparat Pemda maupun Pemdesa atau lembaga
pengelola sampah (BUMD-BUMDes, KSM dan sejenisnya) untuk pengelolaan sampah juga
dapat menggunakan dana dari sumber pihak ketiga berupa sumbangan tidak mengikat.
Khusus untuk dukungan peningkatan kapasitas infrastruktur pengolahan sampah berupa
TPST-TPS 3R/bank sampah juga dapat dibiayai dengan sumber dana kombinasi yakni APBD

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan IV - 15


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Provinsi/Kab/Kota dan sumbangan pihak ketiga.

Untuk meningkatkan pengelolaan sampah di daerah, Pemda dapat memberikan insentif


kepada Pemda dibawahnya dan/atau pemda lain-Pemdes, kelompok pengelola, swasta,
masyarakat, individu/rumah tangga yang melakukan:
● Inovasi terbaik dalam pengelolaan sampah
● Pelaporan atas pelanggaran terhadap larangan
● Pengurangan timbulan sampah
● Tertib penanganan sampah

Insentif kepada lembaga, badan usaha dan atau perorangan dapat pula dikembangkan
berupa pemberian penghargaan dan/atau pemberian subsidi. Insentif kepada badan
usaha khususnya, dapat berupa pemberian penghargaan, kemudahan perizinan dalam
pengelolaan sampah, pengurangan pajak dan retribusi daerah dalam jangka waktu tertentu,
penyertaan modal daerah, dan/atau pemberian subsidi.

Pemerintah-Pemda juga didorong untuk dapat memberikan disinsentif kepada lembaga,


badan usaha dan perseorangan yang melakukan:

t
● Pelanggaran terhadap larangan; dan/atau
● Pelanggaran terhadap tertib penanganan sampah
af
sehingga diharapkan terjadi kepedulian dalam pengurangan dan penanganan sampah di
masyarakat hingga di daerah masing masing.

Pemda maupun pengelola layanan persampahan secara sistematis diharapkan dapat


mengenakan retribusi/iuran atas pelayanan persampahan yang dapat menjadi salah satu
dr
sumber pendapatan.
Komponen biaya retribusi/iuran sampah adalah sebagai berikut:
● Biaya pengumpulan dan pewadahan dari sumber sampah ke TPS.
● Biaya pengangkutan dari bank sampah/TPS ke TPA.
● Biaya penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan akhir sampah.
● Biaya pengelolaan sampah.

Dengan telah terbitnya Permendagri no 7 tahun 2021 tentang tata cara penghitungan
retribusi sampah di daerah, dalam aturan yang baru ini semua komponen penting telah
dijabarkan dengan cukup rinci, berikut cara penghitungan yang lebih lengkap sehingga
secara bertahap daerah dapat memperkuat sumber pendapatan mereka, dibandingkan
sebelum diterbitkannya acuan tersebut.

Praktek baik yang telah terbukti dapat berjalan di beberapa daerah dalam pengumpulan
retribusi sampah. Dimana skema pengumpulan retribusi/iuran sampahnya telah beralih dari
cara konvensional ke cara online (e-payment) telah dimulai di Kota Semarang dan di Kota
Surakarta, dan diharapkan terus berkembang ke daerah lain.

IV - 16 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Inovasi dan inisiatif ini membawa Iklim yang makin kondusif sehingga keluhan atas lemahnya
efisiensi dan efektifitas pungutan dapat diatasi. Penerapan kebijakan ini mendorong sisi
penerimaan retribusi jadi lebih cepat/real time, masuk ke kas daerah. Selanjutnya diharapkan
berkontribusi pada upaya menegakkan akuntabilitas-transparansi pengelolaan pendapatan
bagi daerah.

Selain itu, pengembangan opsi model bisnis dapat digunakan untuk melihat potensi
penyelesaian masalah kelembagaan dan pendanaan yang seringkali dihadapi oleh
pemerintah daerah. Saat ini terdapat berbagai contoh model bisnis yang telah berjalan di
berbagai daerah, baik yang telah dijalankan oleh pemerintah, masyarakat, maupun swasta.
Terdapat 8 opsi model bisnis dalam pengelolaan persampahan, yaitu(4):
1. Swakelola Pemerintah
2. Kemitraan Masyarakat
3. Jasa Pelayanan
4. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)
5. Kerjasama Operasional
6. Kerjasama Manajemen Aset
7. Swakelola Kawasan
8. Business to Business (B2B)

t
af
Opsi model bisnis erat kaitannya dengan kemitraan antara berbagai pihak yang terlibat.
Kemitraan dengan swasta, khususnya ternyata memiliki potensi yang cukup besar dalam
membantu menyelesaikan permasalahan sampah di wilayah perkotaan. Meskipun dalam
praktiknya pelibatan swasta dalam pengelolaan sampah masih sangat terbatas jumlahnya,
dan dalam beberapa kasus tidak dapat berkelanjutan dikarenakan tidak sesuai dengan
dr
perencanaan di awal.

Opsi model bisnis pada dasarnya dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah dengan berbagai
tipologi kota. Kota metropolitan dan kota besar umumnya dapat mengimplementasikan
semua opsi tersebut, karena kompleksitas masalah yang ditemui umumnya lebih tinggi dari
kota sedang dan kecil.

(4)
Sustainable Waste Indonesia (SWI) dan ISWM, Kajian Opsi Model Bisnis Pengelolaan Sampah, (2021)

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan IV - 17


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Tabel 4.3 Opsi Model Bisnis dan Analisis Tipologi Kota

Tipologi Kota
No. Opsi Model Bisinis
Kota Metro Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil
1. Swakelola Pemerintah

2. Kemitraan Masyarakat

3. Jasa Pelayanan

4. Kerjasama Pemerintah
dan Badan Usaha
(KPBU)
5. Kerjasama Operasional

6. Kerjasama Manajemen
Aset
7. Swakelola Kawasan

8. Business to Business

Sumber: Kajian Opsi Model Bisnis Pengelolaan Sampah, 2021

t
Dalam opsi model bisnis swakelola pemerintah, sistem pengelolaan persampahan secara
umum direncanakan, dibangun, dioperasikan, dan dijalankan secara langsung oleh
af
pemerintah daerah. Ciri utama model bisnis ini adalah penanggung jawab dan penyedia
layanan adalah entitas yang sama yaitu pemerintah. Model bisnis ini dapat diterapkan di
semua tipologi perkotaan (metro, besar, sedang, dan kecil).

Untuk model bisnis kemitraan masyarakat, penanggung jawab layanan (pihak I) adalah
kelurahan/desa dan penyedia layanan (pihak II) adalah entitas yang ditunjuk, umumnya
dr
berbentuk lembaga KSM atau BUMDes. Model bisnis ini dapat diimplementasikan di semua
tipologi perkotaan (metro, besar, sedang, dan kecil).

Jasa pelayanan adalah model bisnis yang menerapkan kemitraan antara pemerintah dan
swasta. Dalam model ini, penanggung jawab layanan (pihak I) adalah pemerintah daerah
sedangkan penyedia layanan (pihak II) adalah pihak swasta yang ditunjuk, umumnya
melalui proses lelang. Model bisnis ini dapat dijalankan di semua tipologi perkotaan (metro,
besar, sedang, dan kecil).

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) juga termasuk model bisnis yang
menerapkan kemitraan antara pemerintah dan swasta. Dalam model ini, penanggung jawab
layanan (pihak I) adalah pemerintah daerah sedangkan penyedia layanan (pihak II) adalah
pihak swasta yang ditunjuk, umumnya melalui proses lelang. Perbedaan KPBU dengan
model jasa pelayanan adalah jangka waktu kontrak dimana umumnya KPBU berdurasi
panjang karena melibatkan investasi proyek infrastruktur yang berbiaya tinggi. Model bisnis
ini umumnya dilaksanakan pada tipologi perkotaan kota metropolitan dan kota besar.

IV - 18 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Kerjasama operasional cukup umum dilakukan antara pemerintah daerah dengan swasta.
Dalam model ini penanggung jawab layanan (pihak I) adalah pemerintah daerah, sedangkan
penyedia layanan (pihak II) adalah swasta. Berbeda dengan kemitraan pemerintah-swasta,
dalam model ini tidak terdapat kontraktual pembayaran jasa tertentu dari pemerintah kepada
pihak swasta. Model bisnis ini umumnya dapat diterapkan pada tipologi perkotaan kota
metropolitan, kota besar, dan kota sedang. Sedangkan pada kota kecil, karena keberadaan
dan kapasitas pihak swasta masih sangat terbatas maka umumnya tidak melakukan model
bisnis kerjasama operasional ini.

Dalam model kerjasama manajemen aset, kemitraan dilakukan antara penanggungjawab


layanan (pihak I) yaitu pemerintah daerah, dengan penyedia layanan (pihak II) yaitu swasta.
Namun berbeda dengan model sebelumnya, pihak swasta sebagai penyedia layanan dapat
menerima pendanaan dari iuran masyarakat di wilayah yang terlayani. Tidak ada kontraktual
pembayaran jasa dari pemerintah kepada swasta. Model bisnis ini dapat diimplementasikan
di semua tipologi perkotaan (metro, besar, sedang, dan kecil).

Untuk sistem pengelolaan sampah yang secara umum direncanakan, dibangun, dioperasikan,
dan dijalankan secara langsung oleh pengelola kawasan (sesuai definisi PP 81/2012), maka

t
model bisnisnya dapat disebut dengan swakelola kawasan. Penanggung jawab layanan
dan penyedia layanan adalah entitas yang sama yaitu pengelola kawasan. Jika pengelola
af
kawasan bermitra dengan pihak lain dalam pengelolaan sampahnya, maka model bisnisnya
dapat disebut business to business (B2B).

Model bisnis dengan melibatkan pengelola kawasan/fasilitas memiliki peluang besar untuk
dikembangkan, khususnya di kota metropolitan dan kota besar. Namun demikian, ketentuan
yang telah tertulis dalam PP 81/2012 ini belum secara luas diimplementasikan.
dr
Aspek Teknis

Salah satu karakteristik kawasan perkotaan metropolitan, kota besar, kota sedang, dan kota
kecil adalah jumlah penduduk yang berelasi terhadap berat/volume timbulan sampah di
perkotaan. Semakin banyak jumlah penduduk di wilayah perkotaan, maka semakin tinggi
pula timbulan sampah yang dihasilkan di wilayah perkotaan tersebut.

Sejalan dengan hal tersebut, teknologi pengelolaan sampah yang dapat dipilih oleh
Pemerintah Daerah dengan jumlah input sampah (ton/hari) yang masuk ke sarana
pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan IV - 19


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Tabel 4.4 Teknologi Pengelolaan Sampah berdasarkan Input Sampah

>150.000 50.000-150.000 10.000-50.000 <10.000


Pilihan
No ton/tahun ton/tahun ton/tahun ton/tahun
Teknologi
(>410 ton/hari) (137-410 ton/hari) (27-137 ton/hari) (<27 ton/hari)

1 Insinerasi Ok Dipertimbangkan Tidak disarankan Tidak disarankan


2 Pirolisis &
Dipertimbangkan Dipertimbangkan Dipertimbangkan Dipertimbangkan
Gasifikasi
3 Refuse Derived
Ok Ok Ok Dipertimbangkan
Fuel
4 Anaerobic
Ok Ok Ok Dipertimbangkan
digestion
5 Aerobic
Ok Ok Ok Ok
composting
6 Mechanical
Biological Ok Ok Dipertimbangkan Dipertimbangkan
Treatment
7 Biokonversi
Tidak disarankan Dipertimbangkan Ok Ok
BSF Larva
8 Controlled
Ok Ok Ok Ok
landfill
9 Sanitary landfill Ok

t Ok Ok Ok
10 Landfill Gas
af Ok Ok Ok Dipertimbangkan
11 Landfill Mining Ok Ok Ok Dipertimbangkan

Sumber: Waste to Energy Options in Municipal Solid Waste Management, GIZ, 2017 dan Analisis Tim ISWM, 2021

Selain pilihan teknologi pengelolaan sampah, angka timbulan sampah serta teknologi dan
metode lahan urug yang dilakukan di TPA berdasarkan karakteristik perkotaan adalah
dr
sebagai berikut:

Tabel 4.5 Teknologi dan Metode Lahan Urug Berdasarkan Tipologi Perkotaan

No Tipologi Kota Angka Timbulan Sampah Teknologi dan Metode Lahan Urug
1 Kota Metropolitan 0.65 – 0.80 kg/orang/hari • Teknologi Pengelolaan Sampah yang Lebih
atau Advance (mekanis)
3 – 3.60 liter/orang/hari* • Lahan Urug Saniter (Sanitary Landfill)
2 Kota Besar 0.65 – 0.80 kg/orang/hari • Teknologi Pengelolaan Sampah yang Lebih
atau Advance (mekanis)
3 – 3.60 liter/orang/hari* • Lahan Urug Saniter (Sanitary Landfill)
3 Kota Sedang 0.6 – 0.75 kg/orang/hari Lahan Urug Terkontrol (Controlled Landfill)
atau
2.75 – 3 liter/orang/hari*
4 Kota Kecil 0.625 – 0.7 kg/orang/hari Lahan Urug Terkontrol (Controlled Landfill)
atau
2.5 – 2.75 liter/orang/hari

Sumber:
SNI 19-3983-1995 Tentang Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota Kecil dan Kota Sedang di Indonesia
*SNI 8632:2018 tentang Tata Cara Perencanaan Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan

IV - 20 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Aspek Masyarakat

Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri
kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat perdesaan.

Konsep masyarakat dapat menjelaskan perilaku masyarakat, persepsi, upaya masyarakat


dalam mengatasi permasalahan pengelolaan sampah di daerah. Pendekatan perubahan
perilaku masyarakat perkotaan tidak berbeda antara perkotaan metropolitan, kota besar,
kota sedang, maupun kota kecil sehingga perubahan perilaku yang dilakukan sama seperti
yang telah dijelaskan di Bab 3 tentang aspek peran serta masyarakat.

Sektor informal di perkotaan tidak memiliki perbedaan khusus untuk pengelolaan sampah
di kawasan perkotaan metropolitan, kota besar, kota sedang, dan kota kecil sehingga
pendekatan yang dilakukan sama seperti yang telah dijelaskan di Bab 3 tentang peran serta
pemangku kepentingan/sektor informal.

t
af
dr

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan IV - 21


Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

t
af
dr

IV - 22 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Pengelolaan Persampahan
Fasilitasi Sistem Berdasarkan
Pengelolaan Tipologi Kawasan Perdesaan dan Perkotaan
Persampahan

BAB 5
FASILITASI SISTEM PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN

5.1 Tangga Sistem Pengelolaan Persampahan

Dalam mengidentifikasi kondisi eksisting sistem pengelolaan sampah di kabupaten/kota,


platform menampilkan “tangga sistem pengelolaan persampahan (waste management

t
ladder)”. Tangga disusun dari kondisi pengelolaan sampah yang paling “buruk” (Tangga 0 –
Tidak Ada Layanan) sampai dengan kondisi yang paling “ideal” (Tangga 3 – Layanan Aman).
af
Dengan adanya tangga sistem pengelolaan persampahan ini diharapkan kabupaten/kota
dapat mengetahui posisi pengelolaan sampahnya saat ini dan mengetahui apa yang harus
ditingkatkan untuk pencapaian ke tangga selanjutnya yang lebih baik.

Tangga sistem pengelolaan persampahan ada 4 tangga, dengan definisi sebagai berikut:
dr
● Tangga 0 – Tidak Ada Layanan:
Belum adanya akses layanan sampah di kabupaten/kota yang ditandai dengan belum
terpenuhinya sarana pengumpulan dan pengangkutan sampah serta pemrosesan akhir
yang masih open dumping.

● Tangga 1 – Layanan Dasar:


Masih rendahnya akses layanan persampahan di kabupaten/kota yang ditandai dengan
terbatasnya daur ulang di sumber dan belum adanya pemilahan dan pengolahan sampah.

● Tangga 2 – Layanan Layak:


Akses layanan sampah sudah layak namun belum terlayani sepenuhnya karena pemilahan
dan pengolahan masih belum optimal, serta TPA masih menampung sampah dan residu.

● Tangga 3 – Layanan Aman:


Akses layanan sampah sudah terpenuhi optimal dengan pengumpulan dan pengangkutan
100%, daur ulang dan pemilahan sesuai target nasional, pengolahan yang efektif dan hanya
residu yang diterima di TPA.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan IV


V -- 11
Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Tangga - 3:
Layanan aman
Tangga - 2: Definisi: Akses layanan
Layanan layak sampah sudah
Definisi: Akses layanan terpenuhi optimal
Tangga - 1: dengan pengumpulan
Tangga - 0: sampah sudah
Layanan dasar dan pengangkutan
Tidak ada layanan layak namun belum
Definisi: Masih terlayani sepenuhnya 100%, daur ulang dan
Definisi: Belum rendahnya akses karena pemilahan pemilahan sesuai target
adanya akses layanan persampahan dan pengolahan nasional, pengolahan
layanan sampah di di kabupaten/kota masih belum optimal, yang efektif dan hanya
kabupaten/kota yang yang ditandai dengan serta TPA masih residu yang diterima di
ditandai dengan terbatasnya daur ulang menampung sampah TPA
belum terpenuhinya di sumber serta belum dan residu
sarana pengumpulan adanya pemilahan dan
dan pengangkutan pengolahan sampah
sampah serta
pemrosesan akhir
yang masih open
dumping

Gambar 5.1 Tangga Sistem Pengelolaan Persampahan di Kabupaten/Kota

t
Secara lebih detil kriteria tangga sistem pengelolaan sampah di kabupaten/kota disusun
af
dengan memperhatikan aspek teknis, kelembagaan, kebijakan perencanaan dan regulasi,
keberlanjutan pembiayaan, dan peran pemangku kepentingan seperti tabel berikut.

Tabel 5.1 Kriteria Tangga Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten/Kota

Tangga 0
Tangga 1 (Layanan Tangga 2 Tangga 3
Komponen (Tidak Ada
dr
Dasar) (Layanan Layak) (Layanan Aman)
Layanan)
1. Teknis
Operasional
a. Pengurangan

• Pembatasan - - - -
Timbulan
• Pemanfaatan - - - -
Kembali
• Daur Ulang 0% 8% 20% 30%

b. Penanganan

• Pengumpulan 30% 100% 100% 100%

• Pemilahan 0% 0% • 50% • 100%


• (jadwal • (jadwal
pengangkutan pengangkutan
sampah organik- sampah organik-
anorganik anorganik
terpisah) terpisah)
• Pengangkutan 30% 100% 100% 100%

V-2 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Tangga 0
Tangga 1 (Layanan Tangga 2 Tangga 3
Komponen (Tidak Ada
Dasar) (Layanan Layak) (Layanan Aman)
Layanan)
• Pengolahan • 0% terolah, • 0% terolah, • 25% terolah, • 50% terolah,
• TPS • TPS • TPS 3R/Bank • TPS 3R/Bank
Sampah Sampah
• TPST/POO/PDU • TPST/POO/PDU
• Pemrosesan Akhir • 100% sampah • 100% sampah • 50% sampah • Hanya sampah
tercampur tercampur tercampur residu
• TPA Open • TPA Compacted • TPA Controlled • TPA Sanitary/
Dumping Landfill Landfill Controlled Landfill
2. Teknis Operator sekaligus Operator sekaligus • Operator • Operator
regulator regulator • Regulator • Regulator
• Skema • Skema Kerjasama
Kerjasama
3. Kebijakan • Dokumen • Perda • Perda • Perda
Perencanaan & perencanaan Pengelolaan Pengelolaan Pengelolaan
Regulasi teknis Sampah Sampah Sampah
(Masterplan/ • Dokumen • Perda Retribusi • Perda Retribusi
SSK/Jakstrada) perencanaan Sampah Sampah
teknis • Perkada/Perbup • Perkada/Perbup
(Masterplan/ Pengurangan/ Pengurangan/

t SSK/Jakstrada) Pemilahan
• Legalisasi
dokumen
Pemilahan
• Legalisasi
dokumen
af perencanaan
teknis & SOP
perencanaan
teknis dan SOP
• Mekanisme • Mekanisme
penegakan penegakan hukum
hukum • Insentif -
disinsentif
4. Keberlanjutan • 15% retribusi • 50% retribusi • 80% retribusi • 100% retribusi
Pembiayaan • 0.1% APBD • 0.5% APBD • 1% APBD • 2% APBD
dr
5. Peran Belum Aktivitas LSM Aktivitas LSM/ Aktivitas LSM/
Stakeholders teridentifikasi Komunitas, Komunitas,
peran stakeholder Mekanisme Aspirasi Mekanisme Aspirasi
Masyarakat, Masyarakat,
Keterlibatan Keterlibatan
Akademik Akademik,
Kerjasama Swasta

Sumber: Analisis Tim ISWM, 2021

Untuk mencapai Tangga 3 (Layanan Aman), kabupaten/kota dapat didampingi oleh Pusat
serta provinsi. Pemantauan dan evaluasi juga diperlukan agar kemajuan pendampingan serta
kinerja pengelolaan sampah dapat tercapai sesuai dengan target yang telah ditentukan.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V-3


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Tatakelola (Governance)

Peran Keberlanjutan
stakeholder Rp. pembiayaan

Timbulan Pemilahan Pengumpulan Pengangkutan Pengolahan Pemrosesan Akhir

Teknis Operasional

Pembatasan timbulan Pemanfaatan kembali Daur ulang

Regulasi Kelembagaan

t
Pendampingan
af Peran Pusat/Provinsi/
Kabupaten-Kota

Tangga 0 Tangga 1 Tangga 2 Tangga 3

MONEV
dr
5 Aspek

Gambar 5.2 Tangga Sistem Pengelolaan Persampahan di Kabupaten/Kota dalam


Platform Sistem Pengelolaan Persampahan

5.2 Tangga Sistem Pengelolaan Persampahan

Platform sistem pengelolaan sampah yang telah disusun harus diimplementasikan oleh
daerah dimana dalam pelaksanaannya dapat difasilitasi dari Pusat. Tahapan fasilitasi sistem
pengelolaan sampah terdiri dari beberapa komponen, diantaranya yaitu:

● Komponen 1: Alur Pelaksanaan


Aktivitas yang dilakukan oleh seluruh tingkatan pemerintah untuk menyelenggarakan
sistem pengelolaan sampah dengan tahapan pelaksanaan terstruktur.

● Komponen 2: Pemenuhan Indikator Kinerja


Indikator yang dapat mengukur kinerja sistem pengelolaan sampah yang terdiri dari

V-4 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

output, intermediate outcome dan impact.

● Komponen 3: Sistem Pendukung


Sistem pendukung untuk memastikan keberlanjutan layanan persampahan.

5.3 Komponen 1: Alur Pelaksanaan Fasilitasi

Tahapan dalam alur pelaksanaan platform sistem pengelolaan persampahan ini meliputi:
(1) Advokasi, (2) Perencanaan, (3) Pelaksanaan, dan (4) Pemantauan dan Evaluasi. Dalam
upaya memastikan platform ini dapat diaplikasikan dengan baik diperlukan Kelompok
Kerja (Pokja) sebagai wadah koordinasi antar lintas OPD karena persampahan tidak
bisa ditangani sendiri. Selain itu, dalam upaya meningkatkan kapasitas pokja tersebut
diperlukan pendampingan kepada daerah minimal selama dua tahun. Fokus pendampingan
tahun pertama adalah meletakkan dasar atau kerangka implementasi, yaitu memastikan
berjalannya percepatan peningkatan akses persampahan dan mengembangkan model
pengelolaan sampah berkelanjutan.

Pada tahun ke-2 fasilitasi difokuskan pada implementasi skenario secara komprehensif

t
(scaling up) model pengelolaan sampah dengan perangkat pendukung yang lebih lengkap
– meskipun tidak harus berskala kabupaten/kota.
af
5.3.1 Advokasi

Tujuan dari tahapan ini adalah mendapatkan komitmen kepala daerah tentang bagaimana
kabupaten/kota dapat melakukan percepatan peningkatan akses dan menyiapkan
pengembangan model pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
dr
Untuk mencapai komitmen kepala daerah dilakukan dengan skenario advokasi berjenjang,
dimulai dari tingkat Pokja, kemudian di tingkat Kepala Dinas (OPD) hingga kepada Kepala
Daerah. Penjelasan langkah-langkah yang harus ditempuh Pokja dapat dilihat pada tabel
berikut ini:

Tabel 5.2 Lingkup Kegiatan dalam Tahapan Advokasi

Kegiatan Output/Keluaran
1. Mendapatkan Kesamaan Persepsi di Tingkat
Pokja
a. Menyelenggarakan rapat koordinasi perdana a. Pemetaan kondisi pengelolaan persampahan
b. Memetakan kondisi dan kemajuan pengelolaan daerah
sampah b. Draf usulan rekomendasi strategis untuk
c. Menyiapkan rekomendasi penanganan menangani permasalahan pengelolaan sampah
pengelolaan sampah c. Draf materi advokasi
d. Menyiapkan materi advokasi untuk kepala OPD

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V-5


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Kegiatan Output/Keluaran
2. Mendapatkan Dukungan Kepala OPD
a. Menyusun jadwal dan pembagian tugas a. Finalisasi usulan rekomendasi strategis
advokasi kepala OPD pengelolaan sampah
b. Melakukan audiensi dengan kepala OPD b. Finalisasi materi advokasi KDH
c. Menyusun draf strategi pengelolaan sampah c. Draf usulan paket kebijakan pengelolaan
d. Menyusun paket kebijakan pengelolaan persampahan
sampah
3. Komitmen Bupati/Walikota
a. Menyiapkan materi advokasi untuk Bupati/ a. Paket kebijakan pengelolaan persampahan
Walikota dengan substansi profil pengelolaan
sampah dan usulan kebijakannya
b. Melakukan audiensi dengan Bupati/Walikota
untuk mendapatkan komitmen pengelolaan
sampah di wilayahnya

Selain advokasi kepada Kepala Daerah, Pokja melalui Dinas/Badan Pemberdayaan


Masyarakat juga melakukan kampanye intensif kepada masyarakat untuk peningkatan
peran masyarakat dalam melakukan pengurangan dan pemilahan sampah.

5.3.2 Perencanaan

t
af
Tujuan dari tahapan ini adalah menyusun skenario kebijakan yang mendukung upaya
percepatan peningkatan akses serta pengelolaan sampah sebagai bentuk aplikasi komitmen
kepala daerah yang telah diperoleh. Kebijakan Bupati/Walikota merupakan dasar bagi
pelaksanaan program/kegiatan di masa mendatang. Kebijakan daerah juga merupakan
kekuatan untuk mendorong percepatan peningkatan akses dan pengelolaan sampah di
daerah.
dr
Oleh sebab itu, pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan lebih banyak bersifat teknis
dengan hasil yang sangat spesifik: analisis kelembagaan, pendanaan teknis, komunikasi/
pemberdayaan dan tersusunnya program/kegiatan.

Dalam upaya menetapkan kebijakan pengelolaan persampahan ditempuh melalui penetapan


prioritas wilayah/komunitas dan skala layanan untuk melakukan uji coba model pengelolaan
persampahan secara bertahap dan kemudian menerjemahkan dalam penyusunan program
dan kegiatan (action plan). Penjelasan terkait langkah-langkah yang harus ditempuh Pokja
daerah dapat dilihat pada tabel berikut ini:

V-6 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Tabel 5.3 Lingkup Kegiatan dalam Tahapan Perencanaan

Kegiatan Output/Keluaran
1. Menetapkan Prioritas dan Skala Layanan
Pengelolaan Sampah
a. Menetapkan prioritas kawasan/komunitas a. Prioritas Kawasan/Komunitas untuk uji coba
pengelolaan sampah model pengelolaan sampah
b. Mendapatkan dukungan ketua TAPD
c. Menetapkan strategi pengelolaan sampah

2. Menyusun program dan kegiatan pengelolaan


sampah
a. Menyusun program dan kegiatan pengelolaan a. Hasil internalisasi dan eksternalisasi program
sampah dan kegiatan pengelolaan sampah
b. Internalisasi dan eksternalisasi program dan
kegiatan pengelolaan sampah

Namun demikian, kabupaten/kota tidak dapat langsung mengadopsi model pengelolaan


sampah secara penuh. Sebaliknya kabupaten/kota didorong untuk menjalani periode uji
coba terlebih dahulu sebelum diadopsi atau diperluas pengelolaannya secara penuh. Oleh

t
karena itu program dan kegiatannya harus mencakup skenario uji coba model pengelolaan
sampah secara terbatas/terdesentralisasi (wilayah/kawasan) dan rencana penyelenggaraan
af
pengelolaan sampah dalam jangka panjang.

5.3.3 Pelaksanaan Uji Coba Model Pengelolaan Sampah

Tujuan dari tahapan ini adalah merupakan langkah awal implementasi pengelolaan sampah
melalui pelaksanaan uji coba pengelolaan persampahan secara bertahap dan dengan
dr
sumberdaya yang terbatas – agar dapat mengidentifikasi batasan dan hambatan dalam
pelaksanaan uji coba sehingga dapat membuat perbaikan dan penyesuaian model pada
tahun berikutnya.

Alasan mengapa model pengelolaan sampah dilakukan dalam skala terbatas karena dapat
dipastikan sumberdaya untuk mendukung pelaksanaan model secara penuh belum lengkap.
Yang dimaksudkan dengan sumberdaya adalah: infrastruktur, regulasi, lembaga layanan/
operator, ketersediaan dana, kapasitas sumberdaya manusia, dan tentu saja peran serta
(kesiapan) masyarakat. Penerapan uji coba penting dilakukan meskipun secara terbatas,
baik skala cakupan, tingkat layanan, maupun rentang waktunya agar mengetahui apakah
model yang dirancang dapat berjalan atau tidak di lapangan. Berikut ini adalah langkah-
langkah yang harus ditempuh Pokja daerah:

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V-7


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Tabel 5.4 Lingkup Kegiatan dalam Tahapan Uji Coba Model Pengelolaan Sampah

Kegiatan Output/Keluaran
Uji Coba Model Pengelolaan Sampah Skala Terbatas
a. Pelaksanaan kegiatan (quick win) pengelolaan a. Lembar kerangka monitoring dan evaluasi
sampah
b. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan pengelolaan sampah

Setidak-tidaknya ada tiga hal penting yang hendak dicapai melalui pelaksanaan uji coba
model pengelolaan sampah, yaitu:

● Efektifnya koordinasi kerja/tugas regulator-operator, termasuk dalam memobilisasi


dukungan sumberdaya non-pemerintah.
● Hambatan pelaksanaan uji coba model pengelolaan sampah.
● Terwujudnya skema penyelenggaraan dan pengendalian layanan oleh dinas penanggung
jawab (OPD induk) sebagai regulator.

5.3.4 Pengelolaan Sampah Skala Penuh serta Pemantauan dan Evaluasi

t
Tahap ini dilakukan pada tahun N+1 dengan tujuan agar dapat melaksanakan program/
af
kegiatan termasuk uji coba model pengelolaan sampah hasil penyesuaian dan melakukan
pemantauan terhadap pelaksanaan model pengelolaan sampah. Harapannya pada tahap
ini perangkat pendukung yaitu infrastruktur, kelembagaan, regulasi, pendanaan, dan peran
serta (kesiapan) masyarakat sudah disiapkan dan dikembangkan.

Penjelasan terkait langkah-langkah yang harus ditempuh Pokja daerah dapat dilihat pada
dr
tabel berikut ini:

Tabel 5.5 Lingkup Kegiatan dalam Tahapan Uji Coba Model Skala Penuh serta Pemantauan dan Evaluasi

Kegiatan Output/Keluaran
Uji Coba Model Pengelolaan Sampah Skala Penuh
a. Melaksanakan program/kegiatan yang a. Pemantauan pelaksanaan kegiatan (APBD –
direncanakan sebelumnya. non APBD).
b. Melakukan pemantauan pelaksanaan uji coba b. Laporan pemantauan dan evaluasi model
model pengelolaan sampah skala penuh. pengelolaan sampah skala penuh.
c. Melakukan evaluasi, modifikasi dan
penyesuaian model pengelolaan sampah skala
penuh.

Uji coba model pengelolaan sampah skala penuh bukan berarti pelaksanaannya mencakup
seluruh wilayah kabupaten/kota. Yang dimaksudkan dengan model pengelolaan sampah
skala penuh adalah dilakukan uji coba secara terbatas (wilayah/komunitas tertentu), akan
tetapi dengan perangkat pendukung yang lebih siap dan lengkap.

V-8 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Pada tahap ini merupakan tahun pertama implementasi perencanaan yang telah disusun
pada tahun sebelumnya. Selain melaksanakan kegiatan tahun berjalan sesuai dengan
perencanaan, salah satu kegiatan terpenting lainnya adalah internalisasi dan eksternalisasi.
Kegiatan tersebut dapat dilakukan beriringan dengan pelaksanaan tahun berjalan. Supaya
tidak terlambat memasukan rencana yang sudah disusun ke dalam proses perencanaan
daerah penting juga untuk memperhatikan siklus perencanaan dan penganggaran yang
berlaku.

Proses pemantauan dan evaluasi dilakukan beriringan dengan pelaksanaan kegiatan,


sehingga Pokja bukan sekadar memantau terlaksana/tidaknya kegiatan, melainkan juga
mencatat prosesnya untuk dapat melakukan perbaikan model pengelolaan agar terjadi
peningkatan kualitas dan cakupan pengelolaan sampah. Hasil dari pemantauan dan usulan
evaluasi tersebut penting untuk disampaikan kepada Kepala Dinas (OPD) dan Sekretaris
Daerah.

Tahun Pertama Tahun Kedua


Implementasi
penuh oleh
provinsi dan

Milestone-1

t
Milestone-2 Milestone-3 Milestone-4
kabupaten/
kota
af
Mendapatkan Komitmen
Kepala Daerah dan
Pemerintah Pusat
Penetapan Kebijakan
Pengelolaan
Persampahan
Uji Coba Model
Layanan Pengelolaan
Persampahan Skala
Uji Coba Model
Layanan Pengelolaan
Persampahan Skala
Terbatas Penuh

1. Persamaan Persepsi 1. Penetapan Prioritas 1. Melaksanakan uji 1. Pelaksanaan


2. Penyusunan/ wilayah/komunitas coba model layanan kegiatan (uji coba
pemutakhiran dan skala layanan pada skala terbatas model layanan
perencanaan 2. Penyusunan Program 2. Memantau skala penuh)
sistem pengelolaan dan Kegiatan pelaksanaan uji 2. Memantau
dr
persampahan (pemetaan coba model layanan pelaksanaan
kondisi persampahan dan 3. Evaluasi uji coba model
analisis multiaspek: aspek pelaksanaan uji layanan
teknis, kelembagaan, coba model layanan 3. Melakukan evaluasi
regulasi, pembiayaan, pelaksanaan
komunikasi-pemangku uji coba model
kepentingan) layanan
3. Dukungan Kepala OPD
4. Komitmen Bupati/
Walikota

Gambar 5.3 Alur Pelaksanaan Kegiatan Fasilitasi Daerah

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V-9


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

5.4 Komponen 2: Pemenuhan Indikator Kinerja Pengelolaan Sampah

5.4.1 Indikator Kinerja Pengelolaan Sampah

Indikator atau ukuran keberhasilan adalah alat untuk memberikan signal tentang pencapaian
hasil program dalam bentuk yang terukur dan operasional – mengukur pencapaian hasil
aktual versus hasil yang diharapkan, dalam kurun waktu tertentu. Indikator kinerja adalah
ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan
dan sasaran yang telah ditetapkan. Indikator kinerja memberikan penjelasan, baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif, mengenai apa yang diukur untuk menentukan apakah
tujuan sudah tercapai.(1)

Dalam Indikator Kinerja Pengelolaan Sampah yang disusun terdapat beberapa tingkatan
indikator, yaitu sebagai berikut:

a. Indikator Output. Indikator ini digunakan untuk mengukur keluaran yang langsung
dihasilkan dari suatu pelaksanaan kegiatan, baik berupa fisik maupun non-fisik.
b. Indikator Intermediate Outcome. Indikator ini disusun sebagai kinerja/kualitas dari
level output, sebelum menuju pada outcome.

t
c. Indikator Outcome. Indikator ini digunakan untuk mengukur capaian dari berbagai
af
kegiatan dalam suatu program yang telah selesai dilaksanakan atau indikator yang
mencerminkan berfungsinya keluaran berbagai kegiatan pada jangka menengah.

Pengukuran indikator kinerja pengelolaan sampah dilakukan terhadap 5 aspek yaitu Aspek
Regulasi, Aspek Pendanaan, Aspek Kelembagaan, Aspek Teknis, dan Aspek Pemangku
Kepentingan/Masyarakat. Dari masing-masing aspek dilakukan penilaian indikatornya
dr
menggunakan parameter-parameter pengukur sehingga dapat dilakukan penilaian
terhadap kinerja pengelolaan sampah oleh Pemda. Keseluruhan indikator dan parameter
pengukurnya mencerminkan outcome yang akan dicapai sesuai RPJMN 2020-2024.

a. Aspek Regulasi
Untuk mengetahui ketersediaan dan penerapan dari kebijakan/regulasi dalam
pengelolaan sampah di daerah, sebagai contoh regulasi pengelolaan sampah,
pembentukan organisasi, pemungutan retribusi, keterlibatan masyarakat dan
sebagainya.
b. Aspek Kelembagaan
Untuk mengetahui dan melihat kinerja dari peran kelembagaan (pemerintah dan non-
pemerintah) dalam pengelolaan sampah.
c. Aspek Pendanaan
Untuk mengetahui alokasi anggaran Pemda dan ketersediaan bauran pendanaan dalam
pengelolaan sampah.

(1)
Bappenas, Pedoman Evaluasi Indikator Kinerja Pembangunan, (2018)

V - 10 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

d. Aspek Teknis
Untuk melihat ketersediaan dan keberfungsian sarana dan prasarana pengelolaan
sampah yang terbangun hingga kemampuan operasional dan pemeliharaan Pemda.
e. Aspek Pemangku Kepentingan/Masyarakat
Untuk memperoleh gambaran terhadap peran serta masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya dalam kegiatan pengelolaan sampah baik langsung maupun tidak
langsung.

t
af
dr

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V - 11


Kerangka indikator kinerja pengelolaan sampah ISWMP dapat dilihat pada Gambar 5.4 sebagai berikut:

V - 12
Gambar 5.4 Kerangka Indikator Kinerja Pengelolaan Sampah

Kerangka Indikator Kinerja Pengelolaan Sampah ISWMP

Monitoring terhadap seluruh indikator ini dilakukan


Impact 1. Berkurangnnya Volume Sampah di Laut (Marine Debris)
secara berjenjang dari pemerintah pusat, provinsi ke
2. Berkurangnya emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Limbah (Climate Change)
kabupaten/kota

1. Persentase rumah tangga yang melakukan upaya pengurangan


2. Persentase rumah tangga yang terlayani penanganan sampah
3. Persentase sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang terkurangi
Hasil yang diharapkan: Residu sampah yang
4. Persentase sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang tertangani
diangkut ke TPA seminimal mungkin

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Outcome
5. Persentase sampah yang tidak terkelola dengan baik (dibakar, dibuang sembarangan)
6. Persentase sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang diangkut
ke TPA
dr
Persentase
pemenuhan
penganggaran
Intermediate pengelolaan
Outcome Terlaksananya pengelolaan sampah oleh institusi Terlaksananya upaya pengurangan sampah di tingkat masyarakat yang sampah terhadap
UPTD-PPK BLUD yang efektif efektif melalui bank sampah dan TPS 3R total kebutuhan
af
pengelolaan sampah
di kab./kota
t
Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan
Ketersediaan Terdapat pemisahan Ketersediaan Ketersediaan Rasio kapasitas total Kegiatan kampanye Ketersediaan
peraturan pengelolaan tugas dan fungsi Tempat Pemrosesan peraturan yang sarana pengangkutan dan sosialisasi terkait alokasi APBD untuk
sampah rumah tangga Regulator dan Akhir (TPA) yang memuat pengaturan ke TPA terhadap pengurangan dan pengelolaan sampah
dan sampah sejenis Operator pengelola dioperasikan sesuai operasional timbulan sampah penanganan sampah dalam dokumen
sampah rumah tangga sampah dalam dengan standar yang pengurangan dan per-hari oleh Pemda kepada perencanaan daerah
(merujuk pada PP No. peraturan yang diizinkan (sanitary penanganan sampah masyarakat
81/2012) berlaku landfil, controlled Rasio jumlah bank Persentase efektivitas
landfill) sampah/TPS 3R penarikan retribusi
Ketersediaan
Ketersediaan Kegiatan peningkatan terhadap jumlah persampahan
Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

pencatatan sektor
peraturan terkait tarif/ kapasitas Sumber desa/kelurahan di
informal di kabupaten/
retribusi sampah di Daya Manusia (SDM) kabupaten/kota Ketersediaan
kota meliputi jumlah
daerah berupa training/ pemulung, pengepul, bauran pendanaan
Indikator
pelatihan Pengelola lapak, dan asosiasi persampahan non-
Output Sampah yang pemerintah (ZISWAF,
Ketersediaan
dr
dokumen perencanaan dilakukan oleh OPD CSR/Swasta, KPBU)
persampahan di terkait
saerah (Master Plan/ Ketersediaan
PTMP/Jakstrada/SSK) Kegiatan peningkatan alokasi pendanaan
kapasitas (berupa pemerintah pusat
training/pelatihan) (APBN, DAK, Hibah)
lembaga pengelola untuk pengelolaan
persampahan berbasis sampah dalam
masyarakat yang dokumen
dilakukan OPD terkait
af
t

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Penguatan Masyarakat/
5 Aspek Pengelolaan Sampah Regulasi Kelembagaan Teknis Pendanaan
Pemangku Kepentingan

V - 13
Tabel 5.6 Indikator Kinerja Pengelolaan Persampahan
Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

t
af
Internedite Outcome Parameter Internedite Outcome Indikator Outcome Parameter Outcome
1. Ketersediaan peraturan pengelolaan sampah 1.a Tersedia peraturan pengelolaan sampah rumah tangga
rumah tangga dan sampah sejenis sampah dan sampah sejenis sampah rumah tangga (merujuk
rumah tangga (merujuk pada PP No. 81/2012) pada PP No. 81/2012)
1.b Belum/tidak tersedia peraturan pengelolaan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga (merujuk pada PP No. 81/2012)
2. Ketersediaan peraturan terkait tarif/retribusi 2.a Tersedia peraturan terkait tarif/retribusi sampah di
dr
sampah daerah daerah
2.b Belum/tidak tersedia peraturan terkait tarif/retribusi
sampah di daerah
1.a Pengelolaan sampah dilaksanakan 3. Ketersediaan dokumen perencanaan 3.a Tersedia dokumen perencanaan persampahan di daerah

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


oleh institusi UPTD atau UPTD-PPK persampahan di daerah (Master Plan/Jakstrada/ (Master plan/PTMP/Jakstrada/SSK)
BLUD sebesar ≥ 80% SSK) 3.b Belum/tidak tersedia peraturan terkait tarif/retribusi
1. Terlaksananya pengelolaan sampah 1.b Pengelolaan sampah dilaksanakan sampah di daerah
oleh institusi UPTD atau UPTD-PPK oleh institusi UPTD atau UPTD-PPK
4. Terdapat pemisahan tugas dan fungsi 4.a Terdapat pemisahan fungsi regulator dan operator
BLUD yang efektif BLUD antara ≥ 50% - < 80%
Regulator dan Operator pengelola sampah pengelola sampah dalam Peraturan yang berlaku
1.c Pengelolaan sampah dilaksanakan
dalam peraturan yang berlaku (sesuai amanat (Perda/SK)
oleh institusi UPTD atau UPTD-PPK
dalam Permen PIPR No. 21 Tahun 2006 tentang 4.b Belum/tidak terdapat pemisahan fungsi regulator dan
BLUD sebesar < 50%
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan operator pengelola sampah dalam Peraturan yang
Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP)) berlaku (Perda/SK)
5. Kegiatan peningkatan kapasitas Sumber Daya 5.a Kegiatan peningkatan kapasitas berupa training/
Manusia (SDM)berupa training/pelatihan pelatihan untuk SDM pengelola sampah dilaksanakan ≥
Pengelola Sampah yang dilakukan oleh OPD 3 kali/tahun oleh OPD terkait
terkait 5.b Kegiatan peningkatan kapasitas berupa training/
pelatihan untuk SDM pengelola sampah dilaksanakan
1-3 kali/tahun oleh OPD terkait
5.c Tidak ada kegiatan peningkatan kapasitas berupa
training/pelatihan untuk SDM pengelola sampah setiap
tahunnya oleh OPD terkait

V - 14
Internedite Outcome Parameter Internedite Outcome Indikator Outcome Parameter Outcome
6. Kegiatan peningkatan kapasitas (berupa 6.a Kegiatan peningkatan kapasitas berupa training/
training/pelatihan) lembaga pengelola pelatihan kepada lembaga pengelola persampahan
persampahan berbasis masyarakat yang berbasis masyarakat dilakukan ≥ 2 kali/tahun oleh OPD
dilakukan oleh OPD terkait terkait
6.b Kegiatan peningkatan kapasitas berupa training/
pelatihan kepada lembaga pengelola persampahan
berbasis masyarakat dilakukan 1 atau 2 kali/tahun oleh
OPD terkait
6.c Tidak ada kegiatan peningkatan kapasitas berupa
training/pelatihan kepada lembaga pengelola
persampahan berbasis masyarakat yang dilakukan oleh
OPD terkait
7. Ketersediaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) 7.a Tersedia Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang
yang dioperasikan sesuai dengan standar dioperasikan dengan sanitary landfill
Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

diizinkan (sanitary landfill, controlled landfill) 7.b Tersedia Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang
dioperasikan dengan controlled landfill
7.c Tersedia Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang
dioperasikan dengan open dumping
dr
af
t

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


V - 15
Internedite Outcome Parameter Internedite Outcome Indikator Outcome Parameter Outcome
Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

t 1. Ketersediaan peraturan yang memuat


pengaturan operasional pengurangan dan
1.a Tersedia peraturan yang memuat pengaturan
operasional pengurangan dan penanganan samph
af
penanganan sampah 1.b Belum/tidak tersedia peraturan yang memuat
pengaturan operasional pengurangan dan penanganan
sampah
2. Rasio kapasitas total sarana pengangkutan ke 2.b ≥ 50% kapasitas total sarana pengangkutan terhadap
TPA terhadap timbulan sampah per-hari jumlah total tombulan sampah per-hari
2.b Antara 25% - < 50% kapasitas total sarana
pengangkutan terhadap jumlah total timbulan sampah
per-hari
2.c < 25% kapasitas total sarana pengangkutan terhadap
jumlah total timbulan sampah per-hari
dr
Nb: (jumlah truk dikali kubikasi sampah/truk kontainer dibagi
2.a ≥ 20% sampah terkurangi di tingkat jumlah total timbulan sampah per-hari)
masyarakat melalui bank sampah dan
3. Kegiatan kampanye dan sosialisasi terkait 3.a Ada kegiatan kampanye dan sosialiasi terkait
TPS 3R

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


2. Terlaksananya upaya pengurangan pengurangan dan penanganan sampah oleh pengurangan dan penanganan sampah oleh Pemda
2.b Antara ≥ 10% - < 20% sampah
sampah di tingkat masyarakat yang Pemda kepada masyarakat kepada masyarakat secara rutin (≥ 3 kali/tahun)
terkurangi di tingkat masyarakat
efektif melalui bank sampah dan TPS 3.b Ada kegiatan kampanye dan sosialiasi terkait
melalui bank sampah dan TPS 3R
3R pengurangan dan penanganan sampah oleh Pemda
2.c < 10% sampah terkurangi di tingkat
kepada masyarakat namun tidak rutin (1-3 kali/tahun)
masyarakat melalui bank sampah dan
3.c Belum/tidak ada kegiatan kampanye dan sosialisasi
TPS 3R
terkait pengurangan dan penanganan sampah oleh
Pemda kepada masyarakat
4. Rasio jumlah bank sampah/TPS 3R terhadap 4.a ≥ 10% rasio bank sampah/TPS 3R terhadap jumlah total
jumlah desa/kelurahan di kabupaten/kota desa/kelurahan di kabupaten/kota
4.b Antara 5% - < 10% rasio bank sampah/TPS 3R terhadap
jumlah total desa/kelurahan di kabupaten/kota
4.c < 5% rasio bank sampah/TPS 3R terhadap jumlah total
desa/kelurahan di kabupaten/kota
5. Ketersediaan pencatatan sektor informal di 5.a Ada pencatatan sektor informal di kabupaten/kota
kabupaten/kota meliputi jumlah pemulung, meliputi jumlah pemulung, pengepul, lapak dan asosiasi
pengepul, lapak dan asosiasi 5.a Belum/tidak ada pencatatan sektor informal di
kabupaten/kota meliputi jumlah pemulung, pengepul,
lapak dan asosiasi

V - 16
Internedite Outcome Parameter Internedite Outcome Indikator Outcome Parameter Outcome
1. Ketersediaan alokasi APBD untuk pengelolaan 1.a Persentase alokasi APBD untuk pengelolaan sampah
sampah dalam dokumen perencanaan daerah sebesar ≥ 3,5% dari total APBD di dalam dokumen
perencanaan daerah
1.b Persentase alokasi APBD untuk pengelolaan sampah
antara 1% - < 3,5% dari total APBD di dalam dokumen
perencanaan daerah
1.c Persentase alokasi APBD untuk pengelolaan sampah
< 1% dari total APBD di dalam dokumen perencanaan
daerah
2. Persentasi efektivitas penarikan retribusi 2.a Persentase efektivitas penarikan retribusi persampahan
persampahan sebesar ≥ 50%
3.a Persentase pemenuhan penganggaran 2.b Persentase efektivitas penarikan retribusi persampahan
pengelolaan sampah terhadap total antara ≥ 25% - < 50%
kebutuhan pengelolaan sampah di 2.c Persentase efektivitas penarikan retribusi persampahan
Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

kabupaten/kota terpenuhi ≥ 50% < 25%


3.b Persentase pemenuhan penganggaran
3. Persentase pemenuhan 3. Ketersediaan bauran pendanaan persampahan 3.a Tersedia bauran pendanaan persampahan non-
pengelolaan sampah terhadap total
penganggaran pengelolaan sampah non-pemerintah (ZISWAF, CSR/Swasta, KPBU, pemerintah (ZISWAF, CSR/Swasta, KPBU, Mikro Kredit)
kebutuhan pengelolaan sampah di
terhadap total kebutuhan pengelolaan Mikro Kredit) secara rutin (setiap tahun)
kabupaten/kota terpenuhi ≥ 25% - <
sampah di kabupaten/kota 3.b Tersedia bauran pendanaan persampahan non-
dr
50%
3.c Persentase pemenuhan penganggaran pemerintah (ZISWAF, CSR/Swasta, KPBU, Mikro Kredit)
pengelolaan sampah terhadap total tidak rutin (tidak setiap tahun)
kebutuhan pengelolaan sampah di 3.c Tidak tersedia bauran pendanaan persampahan non-
kabupaten/kota terpenuhi < 25% pemerintah
4. Ketersediaan alokasi pendanaan pemerintah 4.a Tersedia alokasi pendanaan pemerintah pusat (APBN,
pusat (APBN, DAK, Hibah) untuk pengelolaan DAK, Hibah) untuk pengelolaan sampah dalam
sampah dalam dokumen perencanaan daerah dokumen perencanaan daerah secara rutin (setiap
tahun)
4.b Tersedia alokasi pendanaan pemerintah pusat (APBN,
af
DAK, Hibah) untuk pengelolaan sampah dalam
dokumen perencanaan daerah tidak rutin (tidak setiap
tahun)
4.c Tidak tersedia alokasi pendanaan pemerintah pusat
t

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


(APBN, DAK, Hibah) untuk pengelolaan sampah dalam
dokumen perencanaan daerah

V - 17
Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

5.5 Komponen 3: Sistem Pendukung (Enabling Environment)

5.5.1 Peran dan Lingkup Kegiatan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota

Dalam pengelolaan sampah berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2008, peran Pusat dan Daerah
(Provinsi dan Kabupaten/Kota) adalah sebagai berikut:

Peran Pusat (pasal 7):


a. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah;
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah;
c. Memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan, dan jejaring
pengelolaan sampah;
d. Menyelenggarakan koodinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah
daerah dalam pengelolaan sampah;
e. Menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antar daerah dalam pengelolaan
sampah.

Peran Provinsi (pasal 8):

t
a. Menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai dengan
kebijakan Pemerintah;
af
b. Memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring
dalam pengelolaan sampah;
c. Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota
dalam pengelolaan sampah; dan
d. Memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah antarkabupaten/
antarkota dalam 1 (satu) provinsi.
dr
Peran Kabupaten/Kota (pasal 9):
a. Menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan
nasional dan provinsi;
b. Menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c. Melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang
dilaksanakan oleh pihak lain;
d. Menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah
terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;
e. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama
20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem
pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
f. Menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah
sesuai dengan kewenangannya.

Peran Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota ini dapat didetailkan menjadi lingkup kegiatan

V - 18 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

dalam mengimplementasikan platform sistem pengelolaan sampah sebagai berikut:

Pemerintah Pusat:

1. Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Sampah Nasional


● Review Regulasi Pengelolaan Sampah Eksisting dan Penyusunan Regulasi
Pengelolaan Sampah Nasional
● Penguatan Kelembagaan Pengelola Sampah di Daerah (OPD, UPTD,BLUD,BUMD)
● Penguatan Koordinasi Antar Kementerian/Lembaga dan Pihak terkait lainnya
(swasta, universitas, dan lainnya)
● Penyusunan Kebijakan Skema Inovasi Pendanaan Pengelolaan Sampah
● Penyusunan Kebijakan Mekanisme Insentif-Disinsentif dalam Pengelolaan Sampah
● Penyiapan Kebijakan Tarif/Retribusi Pengelolaan Sampah

2. Kajian Pengelolaan Sampah


● Pengembangan Kebijakan Pengurangan Sampah dan Pengelolaan Sampah Laut
● Kajian Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Untuk Perbaikan Proses Perencanaan
● Peningkatan Tingkat Penanganan dan Daur Ulang/Pengurangan Sampah di Tingkat
Masyarakat

t
● Pembenahan Sistem Tarif dan Retribusi Untuk Meningkatkan Cost Recovery Sistem
af
Pelayanan
● Mekanisme Pengintegrasian Sektor Informal dan Komunitas Masyarakat ke Dalam
Sistem Formal Pengumpulan Sampah dan Daur Ulang
● Kajian Alternatif Teknologi Pengolahan Sampah

3. Perencanaan Program Pengelolaan Sampah


dr
● Bantuan Teknis Penyusunan Master Plan Persampahan
● Bantuan Teknis Penyusunan Perencanaan Teknis Manajemen Persampahan (PTMP)
● Pemetaan Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah di Daerah

4. Strategi Advokasi dan Kampanye Publik


● Penyusunan Strategi Advokasi kepada Kepala Daerah dan Legislatif
● Pelaksanaan Advokasi Pengelolaan Sampah kepada Kepala Daerah dan Legislatif
● Penyiapan Strategi Kampanye Publik untuk Perubahan Perilaku Masyarakat dalam
Pengurangan Sampah
● Pelaksanaan Kampanye Publik untuk Penguatan Peran Masyarakat dalam
Pengurangan Sampah

5. Pendampingan Daerah
● Pengembangan Model Pendampingan Daerah
● Penyiapan Panduan/Pedoman Pengelolaan Persampahan
● Juklak/Juknis (Panduan Teknis Pengelolaan Sampah, Manual Pengelolaan Program)
● Pengadaan Tenaga Pendamping/Fasilitator di Pusat dan Daerah

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V - 19


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

● Lokalatih Tenaga Pendamping/Fasilitator di Pusat dan Daerah


● Peningkatan Kapasitas Pengelola Program Persampahan di Pusat dan Daerah
(regulasi, kelembagaan, pendanaan, teknis, masyarakat)
● Pemilihan Lokasi Implementasi Program Pengelolaan Sampah di Daerah
● Pendampingan Implementasi Program Pengelolaan Sampah di Daerah

6. Pembangunan Fisik Program Pengelolaan Sampah (Fisik dan Pengadaan)


● Pemantauan dan Pengecekan Readiness Criteria untuk Pengadaan dan
Pembangunan Fisik Pengelolaan Sampah di Daerah (lahan, analisis lingkungan,
dan lain-lain)
● Pengadaan dan Pembangunan Fisik Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah di
Daerah

7. Penyiapan/Sinkronisasi Sistem Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Sampah


● Penyiapan Sistem Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Sampah Nasional
● Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Pembangunan Pengelolaan Sampah di
Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota)

t
Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
af
1. Koordinasi dan Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah Nasional-Daerah
● Penyusunan Regulasi Pengelolaan Sampah Daerah
● Penyusunan Regulasi Pengelolaan Sampah Daerah
● Penguatan Kelembagaan Pengelola Sampah di Daerah (Regional dan Kabupaten/
Kota)
● Penguatan Koordinasi Peran OPD terkait Pengelolaan Sampah di Provinsi dan
dr
Kabupaten/Kota
● Koordinasi dan Implementasi Kebijakan Pendanaan di Pusat-Daerah

2. Perencanaan Program Pengelolaan Sampah di Daerah


● Pemetaan Kondisi Eksisting/Penyusunan Dokumen Perencanaan Pengelolaan
Sampah (Jakstrada, Masterplan Pengelolaan Sampah, Rencana Induk Pengelolaan
Sampah, Roadmap Sanitasi Provinsi/RSP, Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota,
Perencanaan Teknis Manajemen Persampahan)
● Pelaksanaan Peran Provinsi dalam Penjaminan Kualitas Dokumen Perencanaan
Persampahan Kabupaten/Kota
● Pengadaan Tenaga Pendamping/ Fasilitator di Provinsi dan Kabupaten/Kota
● Lokalatih Tenaga Pendamping/Fasilitator di Provinsi dan Kabupaten/Kota

3. Pelaksanaan Strategi Advokasi dan Kampanye Publik


● Penyusunan Strategi Advokasi kepada Kepala Daerah dan Legislatif (DPRD)
● Pelaksanaan Advokasi Pengelolaan Sampah kepada Kepala Daerah dan Legislatif
(DPRD)

V - 20 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

● Penyiapan Strategi Kampanye Publik untuk Perubahan Perilaku Masyarakat


dalam Pengurangan Sampah (Penerima Manfaat dari Pengelolaan Sampah Lokal/
Regional)
● Pelaksanaan Kampanye Publik untuk Penguatan Peran Masyarakat dalam
Pengurangan Sampah (Penerima Manfaat dari Pengelolaan Sampah Lokal/
Regional)

4. Pendampingan Daerah
● Pengadaan Tenaga Pendamping/Fasilitator di Daerah
● Lokalatih Tenaga Pendamping/Fasilitator di Daerah
● Peningkatan Kapasitas Pengelola Program Persampahan di Daerah (regulasi,
kelembagaan, pendanaan, teknis, masyarakat)
● Pendampingan Implementasi Program Pengelolaan Sampah di Daerah

5. Pembangunan Fisik Program Pengelolaan Sampah (Fisik dan Pengadaan)


● Penyiapan Readiness Criteria untuk Pengadaan dan Pembangunan Fisik
Pengelolaan Sampah (lahan, analisis lingkungan, dan lain-lain)
● Pengadaan dan Pembangunan Fisik Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah

t
● Pengadaan Dana Operasional Pemda dan OM untuk Sarana dan Prasarana Sampah
Terbangun
af
● Pendampingan Implementasi Program Pengelolaan Sampah di Kabupaten/Kota
oleh Provinsi

6. Penyiapan/Sinkronisasi Sistem Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Sampah


● Input Data dan Informasi dalam Sistem Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan
Sampah Nasional
dr
● Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Pembangunan Pengelolaan Sampah di
Daerah

5.5.2 Pengelolaan Pengetahuan Persampahan

Pengelolaan pengetahuan persampahan dirumuskan dalam 3 elemen pendukung yang


dikembangkan dalam kerangka kerja pengelolaan pengetahuan, yaitu :
a. Tim Kerja Pengelolaan Pengetahuan
b. Skema dan Proses Pengelolaan Pengetahuan
c. Sistem Pengelolaan Pengetahuan

A. Tim Kerja Pengelolaan Pengetahuan

Pengelolaan pengetahuan persampahan diorganisir oleh tim khusus yang dapat dijalankan
di tingkat tugas nasional dan provinsi. Lembaga pengelola persampahan di tingkat
kabupaten/kota memberikan masukan langsung kepada pengelola di tingkat provinsi.

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V - 21


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Organisasi kerja pengelolaan pengetahuan dapat dijelaskan secara umum pada tabel
dibawah ini.

Tabel 5.7 Tim Pengelolaan Pengetahuan Persampahan Tingkat Nasional - Provinsi

Pelaku dan Kegiatan Pelaku dan Kegiatan


Bagian Deskripsi
(Nasional) (Provinsi)
KM Leader Mengelola kegiatan Pelaku: Pelaku:
pengelolaan 1. Program Persampahan 1. Pokja Provinsi
pengetahuan Nasional Kegiatan
persampahan Kegiatan • Fasilitasi dan dukungan dalam
dalam mencapai • Fasilitasi dan dukungan pencapaian tujuan dan pelaksanaan
tujuannya dalam pencapaian tujuan dan pengelolaan pengetahuan persampahan
pelaksanaan pengelolaan di tingkat provinsi
pengetahuan persampahan • Memberikan kontribusi hasil pengelolaan
di tingkat nasional pengetahuan persampahan kepada KM
Leader Nasional
KM Specialist Membuat Pelaku: Pelaku:
rancangan teknis 1. KM Specialist 1. KM Specialist
pengelolaan Kegiatan 2. Fasilitator Provinsi
pengetahuan • Membuat perencanaan 3. Pilihan lainnya
strategis implementasi Kegiatan
nasional • Melaksanakan implementasi pengelolaan

t
• Menjalin kerjasama
dengan para pihak dalam
pengetahuan tingkat provinsi
• Melakukan monitoring dan evaluasi
af pelaksanaan pengelolaan
pengetahuan
pelaksanaan pengelolaan pengetahuan
• Memberikan dukungan kepada KM
• Melakukan monitoring Seeker dalam proses pembentukan
dan evaluasi pelaksanaan pengetahuan praktis
pengelolaan pengetahuan
• Memberikan bantuan teknis
pengelolaan pengetahuan di
tingkat provinsi
dr
KM System Membuat sistem Pelaku: Pelaku:
pendukung 1. Management Information 1. MIS Provinsi
pengelolaan Specialist (MIS) 2. MIS Pokja Provinsi
pengetahuan Kegiatan Kegiatan
• Membangun infrastruktur • Melakukan pengelolaan penyimpanan
sistem informasi pengelolaan pengetahuan tingkat provinsi
pengetahuan • Melakukan pengelolaan sumber
• Melakukan pengelolaan pengetahuan
penyimpanan pengetahuan • Mendukung penyebaran pengetahuan
• Mendukung penyebaran dengan pemasaran digital
pengetahuan dengan
pemasaran digital
• Melakukan pemeliharaan
sistem

V - 22 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Pelaku dan Kegiatan Pelaku dan Kegiatan


Bagian Deskripsi
(Nasional) (Provinsi)
KM Melaksanakan Pelaku: Pelaku:
Promotion penyebaran 1. Komunikasi Specialist 1. Pokja Provinsi
pengetahuan dan Kegiatan 2. Fasilitator Provinsi
pendukungnya • Membuat rancangan 3. Pilihan lainnya
pemasaran pengetahuan Kegiatan
• Melakukan diseminasi • Melakukan diseminasi pengetahuan
pengetahuan • Melaksanakan kegiatan pemasaran
pengetahuan
• Membantu KM Seeker dalam menyusun
pengetahuan praktis
KM Seeker Melakukan Pelaku: Pelaku:
pengumpulan 1. Tim Monev 1. Monev Pokja Provinsi
data yang bisa Kegiatan 2. Fasilitator Provinsi – Kab/Kota
dikelola menjadi • Memberikan input kepada 3. Pilihan lainnya
pengetahuan KM Specialist tentang Kegiatan
hasil kegiatan Monev yang • Melakukan identifikasi sumber
dapat dikembangkan pembelajaran pengetahuan
menjadi pembelajaran dan • Melakukan pengolahan data atau
pengetahuan praktis informasi menjadi pengetahuan

Sumber: Analisis Tim ISWM, 2020

B. Skema Pengelolaan Pengetahuan

t
af
Secara umum ilustrasi alur (skema) penyusunan pengelolaan pengetahuan dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.

Akuisisi dan
Penyimpanan
Pengetahuan Pengetahuan
dr
Eksplisit (Pengelola Program
Persampahan Tingkat Pusat)
Proses

Pengetahuan TA CIT Distribusi Pengetahuan


(Data, Informasi, (Data, Informasi, Pengetahuan Personal)
Pengetahuan Personal)

ISWM Stakeholder Public


Pengelola • Kementerian • ORNOP Diskusi dan Forum Learning Production Pemasaran
Program • Pokja PPAS • Media
• Platform Priciple • Panduan • WA Bussines
Persampahan • Pemda • Swasta
• Forum Ahli • Produser • Media Sosial
Tingkat Pusat • Lembaga • Relawan
• Forum Inovasi • News Letter • Stakeholder
• Masyarakat
dan Praktik Baik Information System
• Suara Pimpinan • Lomba
• Suara Dunia
• Forum Solusi

Pengalaman Fakta Referensi Riset

Gambar 5.5 Skema Pengelolaan Pengetahuan Persampahan

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V - 23


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

a. Pengumpulan Informasi dan Pengelolaan Sumber Pengetahuan


Tahap pengumpulan ini menjadi tahap yang penting dan membutuhkan perhatian yang
detil terhadap data dan informasi yang berhubungan dengan subjek pengetahuan
yang diinginkan. Pastikan data dan informasi yang dikumpulkan adalah benar, memiliki
keakuratan tinggi, memiliki relevansi yang kuat.

Begitu banyak informasi dan data yang berhubungan dengan pengelolaan persampahan,
bisa hasil dari penelitian, kegiatan proyek pemberdayaan masyarakat, artikel, diskusi,
bahkan seringkali pengalaman kegiatan seseorang atau organisasi memiliki cara unik
yang sebelumnya tidak terfikirkan dalam rancangan sebuah program atau belum
tertulis dalam dokumentasi manapun.

Sumber data dan informasi pun sangat beragam mulai dari para pemangku program
pemerintah (stakeholder) yang paling dekat hubungannya dengan pengelolaan
persampahan misalnya Bank Sampah dan TPS3R, akademisi, organisasi non
pemerintah, pihak swasta, media massa, bahkan pandangan praktisi dan para ahli di
bidang persampahan.

t
KM Seeker bisa mulai melakukan identifikasi dan pengumpulan informasi yang
potensial melalui kerjasama dengan berbagai sumber informasi. Patut diperhatikan
af
juga bagaimana pengetahuan yang selama ini ada, bisa diambil kembali dan digunakan
untuk menjawab tantangan masa depan. Seringkali, data, informasi dan pengetahuan
tersimpan dalam diri sendiri.

b. Proses Penyusunan Pengetahuan Baru


Kegiatan penyusunan pengetahuan baru secara langsung akan dilakukan oleh KM
dr
Seeker dan KM Specialist dengan proses konsultasi dan koordinasi kepada KM Leader.
Secara umum proses penyusunan pengetahuan terdiri dari 5 tahap, yaitu

i. Kontekstualisasi, yaitu data dan informasi yang telah dikumpulkan sesuai


dengan konteks subjek pengetahuan yang akan dikembangkan. Misalnya dalam
peningkatan partisipasi masyarakat untuk mau menerapkan pengelolaan produksi
sampah di sumber, Tim KM mengumpulkan informasi berbagai pengalaman yang
berhubungan dengan fasilitasi yang membangun kesadaran manfaat dan tanggung
jawab dalam pengelolaan sampah di rumah.
ii. Kategorisasi, yaitu pengelompokan informasi pembelajaran dalam kategori unit
analisis atau komponen utama yang ingin dikembangkan. Misalnya informasi
pendekatan komunikasi yang diperoleh tentang pengembangan dukungan para
pihak dalam setiap kelompok bisa jadi berbeda. Karena mungkin saja setiap
kelompok pendukung memiliki motif yang berbeda dalam kontribusi pengelolaan
persampahan.
iii. Analisis, informasi dan data yang sudah dikelompokkan perlu dianalisa secara
statistic untuk mendapatkan keyakinan relevansi yang konsisten dari contoh-contoh

V - 24 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

pembelajaran terhadap konteks tujuan pengetahuan yang ingin dikembangkan. Jika


tidak memungkinkan uji statistic, analisa juga bisa dilakukan dengan uji kredibilitas
dengan membuat diskusi antar tenaga ahli untuk membahas pengetahuan baru
yang akan ditawarkan.
iv. Koreksi, yaitu memperbaiki rumusan pengetahuan baru berdasarkan masukkan
dari kegiatan analisa dan menghilangkan segala sesuatu yang sudah tidak relevan
dalam pengetahuan baru yang ingin ditawarkan. Misalnya dalam pengetahuan
pemicuan perilaku sehat terkait pengelolaan sampah rumah tangga, tidak harus
menggunakan semua elemen pemicuan, kita bisa pilih elemen pemicuan yang
cocok dengan karakteristik masyarakat. Pada masyarakat permukiman padat
belum tentu tergerak jika dipicu dengan elemen rasa jijik, tetapi mungkin bisa
dipicu melalui elemen kerukunan bertetangga. Jika sampah dari rumah dibuang
sembarangan di lingkungan tempat tinggalnya dapat membuat keributan antar
tetangga.
v. Standarisasi. Pada akhirnya sebelum ditetapkan sebagai pengetahuan baru, perlu
dibuat standarisasi pengetahuan baru dalam pengelolaan persampahan.
Standar pengetahuan baru setidaknya memenuhi salah satu syarat dibawah ini:
● Model pengetahuan mendukung inovasi cara, pendekatan, dan teknologi dalam

t
pengurangan dan penanganan sampah
● Efesien, efektif, dan praktis untuk diterapkan
af
Analisis
dr
Kategorisasi
Koreksi

Kontekstualisasi Standarisasi
Pengetahuan
Baru

Gambar 5.6 Proses Penyusunan Pengetahuan Baru

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V - 25


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

c. Institusionalisasi Pengetahuan
Pada tahap ini pengetahuan baru akan diformalkan dengan menyimpan pengetahuan
baru ke dalam sistem informasi dan melakukan pemasaran pengetahuan baru.

i. Akuisisi dan Penyimpanan


Setelah melalui proses penyusunan pengetahuan, maka pengetahuan baru akan
ditetapkan oleh Pengelola Program Persampahan Nasional dan disimpan dalam
Sistem Informasi di Pusat dengan prosedur yang sudah ditetapkan sebelumnya.
KM System akan mendukung manajemen penyimpanan pengetahuan baru ke dalam
sistem informasi di Pusat.

ii. Pemasaran Pengetahuan


Pengetahuan yang sudah ditetapkan baru akan menjadi bermanfaat kepada
organisasi ketika mulai disebarkan dan dipromosikan agar menjadi sumber belajar
sekaligus media pembelajaran bagi para pemerhati dan pelaku kegiatan pengelolaan
persampahan. Aktifitas pembelajaran ini merupakan bentuk institusionalisasi
kegiatan pengelolaan pengetahuan.

t
Kegiatan pemasaran pengetahuan akan difasilitasi oleh KM Specialist, KM System,
dan KM Promosi. Contoh bentuk kegiatan pemasaran pengetahuan yang dapat
af
diterapkan adalah sebagai berikut:

● Forum Platform
Sebuah acara pertemuan yang akan melakukan sosialisasi dan diseminasi
Platform Sistem Pengelolaan Persampahan Berkelanjutan.
● Suara Pemimpin
dr
Ruang komunikasi yang memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk
melakukan diskusi tanya jawab dengan para pemangku kepentingan nasional
pengelolaan persampahan.
● Ruang Ahli
Ruang komunikasi yang menghadirkan para ahli multi bidang dalam pengelolaan
persampahan.
● Ruang Inovasi Praktik Terbaik
Ruang komunikasi yang memberikan kesempatan kepada para pembelajar yang
berasal dari Provinsi dan Kabupaten.
● Ruang Solusi
Ruang komunikasi yang memfasilitasi pembelajaran kasus dan solusi yang
terjadi dalam penerapan Platform Sistem Pengelolaan Persampahan.
● Digital Library
Kearsipan pengetahuan-pengetahuan praktis yang kontekstual dengan segala
kegiatan yang pernah diterapkan.
● Digital Marketing
Bentuk kegiatan penyebaran informasi bermanfaat dengan rancangan yang

V - 26 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

sistematis dengan menggunakan fasilitas digital marketing yang sesuai dengan


beberapa segmen sasaran. Fasilitas digital marketing yang bisa digunakan
misalnya Instagram, Facebook, Whatssapp Business, dan lainnya.
● Dan lainnya

5.5.3 Peningkatan Kapasitas Pusat dan Daerah dalam Pengelolaan Sampah

Skema pendampingan untuk peningkatan kapasitas Pusat dan daerah dalam pengelolaan
sampah digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Peningkatan Peningkatan
Kapasitas Kapasitas

Pokja
Pokja Pusat Pokja
Kabupaten/
(PMU-PIU) Provinsi
Kota

t
af Peningkatan
Kapasitas
(Jika dibutuhkan)

Peningkatan
Kapasitas
dr
Fasilitator
Tenaga Ahli
Fasilitator Kab./Kota
Pendamping
Provinsi (opsional, dikontak
Pusat mandiri)

Gambar 5.7 Skema Peningkatan Kapasitas Pusat dan Daerah dalam Pengelolaan Sampah

Skema peningkatan kapasitas ini diasumsikan adanya sinergi dengan dukungan substansi
tematik sesuai aspek-aspek dan ruang lingkup pengelolaan persampahan secara terpadu.

Adapun ruang lingkup peningkatan kapasitas yang dimaksud adalah:


● Pelaksanaan sistem pengelolaan persampahan di setiap tingkatan pemerintahan
(pusat, provinsi, kabupaten/kota);
● Pemenuhan seluruh indikator kinerja (berbasis outputs dan outcomes);
● Kesiapan untuk lingkungan yang mendukung (enabling environment).

Di tingkat pusat, lintas kementerian terkait harus memfokuskan kepada aspek kebijakan
dan strategi nasional, konsolidasi pendanaan, dan kerangka pemantauan dan evaluasi

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V - 27


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

capaian. Sedangkan di tingkat provinsi, perlu ditingkatkan kapasitas dalam melakukan


peran koordinasi, sinkronisasi, advokasi, supervisi, fasilitasi dan advisori serta kebijakan
mendukung lainnya. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota, peningkatan kapasitas
difokuskan kepada koordinasi program, advokasi pemangku kepentingan, penyadaran
masyarakat dan kebijakan yang mendukung.

Tahapan peningkatan kapasitas ini dilakukan secara komprehensif:

1. Penyiapan Materi dan Kurikulum.


Beberapa sumber materi dan penyiapan kurikulum terpadu memperhatikan beberapa
hal, yakni:

a. Materi dan potensi kurikulum terpadu yang bersumber dari substansi yang
dikembangkan dalam program sanitasi/pengelolaan sampah yang ada di pusat,
atau yang bersumber dari K/L.
b. Materi dan potensi kelengkapan kurikulum yang diambil dari pembelajaran
(lesson learnt) atas proses pendampingan penyusunan program dan kegiatan
pengelolaan persampahan di daerah.

t
Materi dan kurikulum tersebut juga memperhatikan berbagai tuntunan dan
af
perkembangan terkini dalam pola-pola saluran belajar di masa pandemi Covid19.

2. Penyiapan Bahan Tayang dan Inovasi


Berbagai penyiapan materi tayang lebih ditujukan sebagai alat bantu dalam curah
pendapat (brainstorming) yang dilakukan secara kolektif baik oleh provinsi ataupun
kabupaten/kota (beserta dengan fasilitator pendamping).
dr
3. Program Pembelajaran dan Penguatan
Beberapa hal utama dalam tahap ini:
a. Penyiapan materi pelatihan yang terkait persampahan dan prinsip-prinsip
pengelolaan sampah.
b. Penyiapan alat pemantauan (assessment tools) dalam proses peningkatan
kapasitas pengelolaan persampahan.
c. Pengembangan skema pendampingan program pengelolaan sampah ke depan
(terpadu).
d. Terlibat dalam persiapan dan pelaksanaan lokakarya dan pelatihan (dalam bentuk
webinar) yang dilakukan oleh program pengelolaan persampahan maupun
Kementerian/Lembaga terkait lainnya.

4. Proses Pengelolaan Pelatihan


Berbagai skema pendampingan kepada daerah, dengan harmonisasi dan menjawab
kebutuhan terkini. Proses pengelolaan pelatihan, setidaknya dapat menggunakan
kanal belajar yang sudah efektif berjalan selama ini, dengan berbagai perbaikan dan

V - 28 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

penguatan dalam peningkatan kapasitas pengelolaan persampahan. Contoh bauran 4


kanal belajar tersebut adalah:

Pelatihan (tatap muka)


Metode training skill secata tatap muka dengan konsep partisipasi aktif
peserta

E-Learning dan webinar


Metode belajar melalui platform daring/online secara mandiri sesuai
modul

Buddy system
Metode belajar melalui telepon, dan aplikasi chatting/email mitra studi

t
af
Dampingan teknis
Metode belajar/interaksi langsung dengan tenaga ahli
dr
Gambar 5.8 Contoh Bauran 4 Kanal Pembelajaran dalam Sistem Informasi Nasional Nawasis
(National Housing, Water, and Sanitation Information Services)

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V - 29


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

5.5.4 Strategi Advokasi Komunikasi dalam Pengelolaan Sampah

Dalam program pengelolaan sampah kegiatan advokasi dan komunikasi dilakukan melalui
beberapa pendekatan. Advokasi dan komunikasi dilakukan kepada para target sasaran
dengan tujuan agar semua pihak mau peduli, mendukung, dan akhirnya terlibat untuk
kegiatan pengelolaan persampahan yang menyebabkan aspek advokasi dan komunikasi
menjadi salah satu bagian penting yang tidak bisa diabaikan.

Dalam pengelolaan sampah aspek advokasi dan komunikasi meliputi semua proses
penyebaran informasi dengan tujuan untuk mempercepat pencapaian sektor persampahan.
Penyebaran Informasi dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan baik tatap muka (sosialisasi,
webinar, kick off, pelatihan), publikasi (website, media sosial, materi komunikasi, helpdesk),
dan kegiatan lain yang melibatkan media massa atau event kampanye publik.

Kegiatan advokasi dan komunikasi dalam program pengelolaan sampah harus dilakukan
oleh setiap pelaku komunikasi dan advokasi baik di level nasional, provinsi, dan daerah
karena akan saling memengaruhi dalam mewujudkan pengelolaan persampahan
yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Aspek advokasi dan komunikasi sangat

t
luas, bertingkat dan lintas sektor baik dari aspek teknis maupun non teknis. Dalam
implementasinya, bila kegiatan advokasi dan komunikasi ini dibiarkan berjalan secara
af
sendiri-sendiri tanpa ada keterkaitan antara satu sama lain, maka akan berpotensi membawa
dampak negatif bagi pencapaian target pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Berangkat dari itu, harus disusun grand design advokasi dan komunikasi baik di tingkat
Pusat maupun daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dengan tujuan agar semua kegiatan
advokasi dan komunikasi berjalan optimal agar mendapatkan hasil maksimal. Dalam
dr
aspek advokasi dan komunikasi, setidaknya harus disusun usulan skema advokasi, skema
komunikasi, dan alur penyusunan materi yang dapat digunakan para pelaku program baik
di tingkat pusat dan daerah.

Pada skema advokasi disajikan secara rinci siapa saja pelaku advokasi, sasaran advokasi,
alur kegiatan, hingga saluran yang bisa digunakan untuk program pengelolaan sampah
seperti yang terlihat pada Gambar 5.9 di bawah ini.

Pelaku Sasaran Kegiatan

Kepala Daerah 1 2 3

Kementerian/ Identifikasi isu dan Menentukan tujuan Pemetaan para


Lembaga permasalahan dan sasaran pemangku
Pokja Pusat kepentingan
(PMU/PIU) Pokja Provinsi
4 5 6
Pokja Kab./Kota
Merancang pesan Mengembangan Monitoring dan
Lembaga Non- kepada target dan implementasi evaluasi
Pemerintah audiensi rencana advokasi

V - 30 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Saluran Komunikasi dan Advokasi

Saluran Kegiatan Alat


Tatap muka Lokakarya, rapat, kunjungan Surat edaran, peraturan bupati, lembar fakta,
lapangan, breakfast meeting, audiensi, laporan, case study
konsultaasi publik
Publikasi Update media sosial dan website, Booklet, flyer, spanduk, newsletter, brosur, bahan
sosialisasi penyebaran materi, presentasi, poster, infografis
konferensi, pameran, festival
Media Siaran dan konferensi pers, diskusi, Press Release, lembar fakta, artikel
media, talkshow, iklan/advertorial,
interview media

Gambar 5.9 Skema Advokasi Program Pengelolaan Persampahan

Sedangkan skema komunikasi menunjukkan cara kerja dalam menyusun materi komunikasi
dan advokasi seperti pada Gambar 5.10 berikut:

Input Kegiatan Output

Sumber data/info:
a. Pembelajaran/
Pengalaman lapangan

t Sumber data/info:
a. Identifikasi tema
potensial untuk materi
Sumber data/info:
a. Identifikasi tema
potensial untuk materi
af
b. Informasi kegiatan
c. Data
komunikasi melalui riset
sumber data/informasi
komunikasi melalui riset
sumber data/informasi
d. Hasil Monev b. Pokja daerah dan b. Pokja daerah dan
e. Tema Webinar tim CBT mitra, termasuk tenaga mitra, termasuk tenaga
dan tema potensial pendamping Prov./ pendamping Prov./
hasil identifkasi TA KM Kab./Kota dan TA mitra Kab./Kota dan TA mitra
mengirimkan informasi mengirimkan informasi
potensial melalui email potensial melalui email
atau platform nawasis atau platform nawasis
dr
Mekanisme Umpan Balik

Pelaku Pelaku Pelaku

PMU - PIU • Pokja Provinsi PMU - PIU


Termasuk (termasuk TA Termasuk
Pendamping)
• Pokja Kab./Kota
(termasuk TA
Pendamping)
• Mitra (termasuk TA
Mitra)
• Media
• Biro Humas

Gambar 5.10 Skema Penyusunan Materi Komunikasi dan Advokasi

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V - 31


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Tujuan Kegiatan Advokasi dan Komunikasi


Adapun tujuan dari kegiatan advokasi dan komunikasi dalam program pengelolaan
persampahan yaitu:
1. Meningkatkan komitmen semua pihak dalam pengelolaan persampahan
2. Meningkatkan koordinasi, kerjasama, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan
3. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap praktek pengelolaan
persampah

Sasaran Kegiatan Advokasi dan Komunikasi


Pengelolaan persampahan di daerah memiliki sasaran advokasi dan komunikasi cukup
beragam dan luas yang merupakan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam isu
pengelolaan persampahan mencakup:
1. Pimpinan daerah (gubernur dan bupati/walikota)
2. Anggota legislatif (DPR, DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota)
3. Instansi terkait (OPD pengampu program)
4. Pokja (PPAS, PKP, AMPL, Sanitasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota)
5. Pihak swasta
6. Lembaga swadaya masayarakat
7. Lembaga pendidikan
8. Media massa

t
9. Komunitas
af
Kegiatan advokasi dan komunikasi untuk masyarakat akan disesuaikan dengan target dan
strategi khusus yang telah ditentukan dan disepakati masing-masing kabupaten/kota yang
terdapat dalam dokumen perencanaan daerah.
dr
Pesan Kunci
Dalam design strategi advokasi dan komunikasi harus disusun pesan kunci yang digunakan
merujuk pada pesan yang telah disepakati bersama. Adapun contoh pesan kuncinya, adalah
sebagai berikut:
1. Menuju Indonesia Bebas Sampah 2024
2. Gerakan Bebas Sampah
3. Pilah Yes, Nyampah No

Pelaksana Advokasi dan Komunikasi


Dalam praktiknya, pelaksana kegiatan advokasi dan komunikasi adalah pemerintah daerah
(kabupaten/kota) dan pusat.

Saluran dan Perangkat Advokasi Komunikasi


Saluran dan perangkat komunikasi yang digunakan sangat beragam, yang akan disesuaikan
dengan sasaran serta tujuan yang ingin dicapai. Usulan saluran dan perangkat telah
ditampilkan dalam skema advokasi, namun secara lebih rinci berikut adalah saluran dan
perangkat yang dapat digunakan sebagai berikut:

V - 32 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Tabel 5.8 Saluran dan Perangkat Advokasi Komunikasi

Saluran Jenis Kegiatan Perangkat/Tools


Online atau Tatap • Kick off meeting • Kerangka acuan kegiatan/TOR
Muka • Lokakarya • Bahan tayang
• Rapat koordinasi • Lembar fakta informasi persampahan
• Audiensi • Media kits
• Konsultasi • Ringkasan update kegiatan
• Diskusi Kelompok (FGD) • Kisi-kisi untuk narasumber
• Konferensi
• Pelatihan
Publikasi • Publikasi dan distribusi materi • Dokumen
pengelolaan sampah • Surat edaran
• Website Nawasis • Undangan
• Diseminasi paket informasi • Artikel
• Penyebaran informasi/ • Flyer
pemberitahuan • Buku
• Newsletter
Media (kantor berita, • Siaran pers • Siaran pers
puskom kementerian, • Diskusi media • Pertanyaan kunci/kisi-kisi
infokom pemda) • Kunjungan lapangan bersama • Lembar fakta program,
media • Artikel

t
• Talkshow
• Pelatihan bagi media

event publik
af
Kampanye publik/ • Pameran/Festival
• Perlombaan
• TOR
• Kriteria lomba
• Pertunjukan rakyat • Lembar informasi
• Kegiatan penyuluhan warga • Poster/banner/materi display

Dalam strategi ini advokasi dan komunikasi ini akan dibedakan sesuai dengan pelaku
advokasi dan komunikasi. Setiap pelaku akan memiliki sasaran masing-masing.
dr
Terkait dengan tahapan/milestone dalam fasilitasi/pendampingan platform sistem
pengelolaan persampahan, berikut pesan kunci, tujuan komunikasi, sasaran, saluran, dan
tools yang dapat digunakan:

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V - 33


Tabel 5.9 Komunikasi dalam Pengelolaan Persampahan
Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

Milestone dan Output Pesan Kunci


t
Tujuan Komunikasi Komunikator Sasaran Saluran Tools
af
Milestone 1: 1. Tercapainya Pengelolaan Mendapatkan Komitmen 1. Pokja Nasional 1. K/L terkait 1. Hybrid (online dan 1. Factsheet
1. Penyamaan persepsi Sampah 100% di Perkotaan Kepala Daerah dan 2. Pokja Provinsi 2. DPR/DPRD offline meeting) 2. Executive
2. Penyusunan/ 2. Tercapainya Pengurangan Pemerintah Pusat 3. Pokja Kab./ 3. Kepala 2. Penyampaian Materi Summary
3. pemutakhiran Sampah sebesar 20% di Kota Daerah Komunikasi & 3. PPT Platform
perencanaan sistem Perkotaan Advokasi
pengelolaan persampahan 3. Tercapainya Penanganan
(pemetaan kondisi Sampah sebesar 80% di
persampahan dan analisis Perkotaan
dr
multiaspek: aspek teknis,
kelembagaan, regulasi,
pembiayaan, komunikasi-
pemangku kepentingan)

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


4. Dukungan kepala OPD
5. Komitmen Bupati/
Walikota
Milestone 2: 1. Tersusunnya dukungan Mendukung pemda 4. Pokja Provinsi 1. Kepala 1. Hybrid (online dan 1. Factsheet
1. Penetapan prioritas kebijakan untuk pengelolaan provinsi dan kab/kota 5. Pokja Kab./ Daerah offline meeting) 2. Executive
wilayah/komunitas dan sampah skala provinsi dan untuk menyediakan Kota (Provinsi/ 2. Penyampaian Materi Summary
skala layanan kab/kota kebijakan pengelolaan Kab/Kota) Komunikasi &
2. Penyusunan Program dan 2. Tersusunnya prioritas wilayah/ persampahan 2. Kepala OPD Advokasi
Kegiatan lokasi layanan pengelolaan 3. OPD
sampah sesuai dengan hasil
pemetaan kondisi eksisting
persampahan
3. Pemetaan program dan
kegiatan prioritas pengelolaan
sampah yang sejalan dengan
target

V - 34
Milestone dan Output Pesan Kunci Tujuan Komunikasi Komunikator Sasaran Saluran Tools
Milestone 3 dan 4: 1. Meningkatkan keterlibatan 1. Mendorong pemda Pokja Kab./Kota 1. Masyarakat 1. Hybrid (online dan 1. Factsheet
3. Melaksanakan uji coba peran masyarakat dan provinsi dan kab/kota 2. Pemangku offline meeting) 2. Flyer
model layanan pada skala pemangku kepentingan dalam untuk melakukan uji Kepentingan 2. Penyampaian Materi 3. Spanduk
terbatas dan skala penuh pengelolaan sampah skala coba model layanan (swasta, Komunikasi & 4. Factsheet
4. Memantau pelaksanaan uji terbatas dan penuh pada skala terbatas media massa, Advokasi 5. Siaran Pers
coba model layanan 2. Mendorong peran serta 2. Meningkatkan OPD) 6. Artikel
5. Evaluasi pelaksanaan uji masyarakat dalam upaya kesadaran masyarakat 7. Bahan
coba model layanan pengurangan dan pemilahan dan pemangku tayang
sampah melalui praktik 3R kepentingan
3. Tersedianya sarana prasarana untuk pengelolaan
pengelolaan sampah yang persampahan
berkualitas dan terintegrasi 3. Meningkatkan
Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

dengan skala kabupaten/kota kapasitas pemda


dari hulu sampai hilir provinsi dan kab/
4. Tersosialisasikannya pesan kota dalam proses
“Buang Sampaj, Pilah Sampah, pemantauan dan
dr
Bayar Sampah evaluasi

Sumber: Analisis Tim ISWM, 2021


af
t

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


V - 35
Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

5.5.5 Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional sebagai Database, Kanal


Peningkatan Kapasitas, dan Pemantauan Evaluasi

Dalam platform sistem pengelolaan persampahan Nasional diperlukan suatu sistem


informasi sebagai sarana untuk menunjang pelaksanaan pengelolaan, pengumpulan data,
serta sebagai pusat informasi terkait persampahan di Nasional.

Saat ini beberapa Kementerian/Lembaga telah memiliki beberapa sistem informasi terkait
pengelolaan sampah, diantaranya yaitu:

1. SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional)


SIPSN adalah sistem informasi yang mengelola data tentang pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Sistem informasi ini dikelola oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan alamat: https://sipsn.menlhk.go.id/
sipsn/

2. SIPD (Sistem Informasi Pemerintahan Daerah)


SIPD adalah sistem informasi yang mengelola data tentang pemerintahan daerah,

t
diantaranya alokasi anggaran pengelolaan sampah di daerah. Sistem informasi ini dikelola
oleh Kementerian Dalam Negeri dengan alamat: https://sipd.go.id/
af
3. SI INSAN (Sistem Informasi Sanitasi)
SI INSAN adalah sistem informasi yang mengelola data tentang sanitasi (persampahan).
Sistem informasi ini dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
dengan alamat: https://sanitasi.ciptakarya.pu.go.id/siinsan
dr
4. NAWASIS (National Housing, Water, and Sanitation Information Services)
Nawasis telah diperkenalkan dan digunakan dalam program Percepatan Pembangunan
Sanitasi Permukiman (PPSP), Bappenas sejak tahun 2010 dengan pengguna lebih dari 376
Kab/kota, 34 Provinsi dengan masing-masing kab/kota/provinsi maksimal memiliki 5 (lima)
akun pengguna. Nawasis dengan alamat http://nawasis.org/portal/ memiliki landasan
hukum yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024.

Informasi terkait pengelolaan persampahan dalam website Nawasis ini berisikan tentang
Aspek Regulasi (peraturan terkait operasional dan pengelolaan persampahan di nasional
maupun daerah), Aspek Kelembagaan (terkait keberfungsian sarana dan prasarana,
peningkatan kapasitas, dan integrasi dengan dokumen perencanaan persampahan), Aspek
Pendanaan (alokasi untuk operasional dan pemeliharaan, bauran pendanaan, kerjasama
terkait pendanaan), Aspek Teknis (infrastruktur yang ada, sistem pemantauan, cakupan
layanan), serta Aspek peran serta masyarakat. Modul/menu input yang menjadi pusat
informasi, database, ataupun peningkatan kapasitas ini dapat diisikan oleh Pusat, daerah,
stakeholder terkait maupun mitra, sedangkan untuk menu output dapat dilihat oleh umum
yang bisa digunakan sebagai referensi. Dalam pengisian dan pemanfaatan pengguna dapat

V - 36 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

merujuk pada manual penggunaan Nawasis.

Pemerintah Pusat telah mengeluarkan Peraturan Presiden RI Nomor 39 Tahun 2019 tentang
Satu Data Indonesia. Pengaturan Satu Data Indonesia dimaksudkan untuk mengatur
penyelenggaraan tata kelola data yang dihasilkan oleh instansi Pusat dan instansi daerah
untuk mendukung perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan.

Pengaturan Satu Data Indonesia juga bertujuan untuk:


1. Memberikan acuan pelaksanaan pedoman bagi instansi pusat dan instansi daerah
dalam rangka penyelenggaraan tata kelola data untuk mendukung perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan.
2. Mewujudkan ketersediaan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dapat
dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagipakaikan antar instansi
pusat dan daerah sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan
pengendalian pembangunan.
3. Mendorong keterbukaan dan transparansi data sehingga tercipta perencanaan dan
perumusan kebijakan pembangunan yang berbasis pada data.

t
Sesuai hal tersebut, maka diharapkan terdapat satu sistem informasi yang saling bersinergi
dan berkolaborasi terkait data persampahan dimana penginputan data dilakukan oleh
af
pemerintah daerah dengan kemudahan dalam penginputannya.
dr

Platform Sistem Pengelolaan Persampahan V - 37


Fasilitasi Sistem Pengelolaan Persampahan

t
af
dr

V - 38 Platform Sistem Pengelolaan Persampahan


daftar
Pustaka
Badan Pusat Statistik. (2019). Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) . Modul Kesehatan
dan Perumahan (MKP). Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2018). Buku Saku Pendanaan Sanitasi.


Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2018). Pedoman Evaluasi Indikator Kinerja


Pembangunan. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2020). Petunjuk Teknis PPSP - Pemetaan


Kelembagaan Masyarakat. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

t
Daldjoeni, N. (2014). Geografi Kota dan Desa. Yogyakarta: Ombak
af
Damanhuri, Enri; dan Tri Padmi. (2016). Pengelolaan Sampah Terpadu. Bandung: Penerbit
ITB

Dangi MB, Schoenberger E, Boland JJ. (2017). Assessment of Environmental Policy


Implementation in Solid Waste Management in Kathmandu, Nepal. Waste
dr
Management & Research: the Journal of the International Solid Wastes and Public
Cleansing Association.

Environmental Resources Management World Bank. (2011). Viability of Current and Emerging
Technologies for Domestic Solid Waste Treatment and Disposal. Washington D.C:
The World Bank

Hermawati, Wati; dkk. (2015). Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah di Perkotaan.


Yogyakarta: Plantaxia.

Hoover, Darby. (2014). From Waste to Jobs. (2014). Natural Resources Defense Council.

Huraerah, Abu. (2011). Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat: Model dan


Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Lembaga Humaniora

Johannessen, Lars Mikkel. (1999). Guidance Note on Recuperation of Landfill Gas from
Municipal Solid Waste Landfills. Washington D.C.: The World Bank.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018). Pedoman Pengelolaan Sampah
Skala Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018). Pedoman Pengelolaan Sampah


Berbasis Desa. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2016). Tata Cara Penyelenggaraan
Pengelolaan Sampah di Kawasan Perdesaan. Jakarta: Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat

Mahi, Ali Kabul. (2016). Pengembangan Wilayah Teori dan Aplikasi. Jakarta: Prenadamedia
Group

Majelis Ulama Indonesia. (2016). Pendayagunaan Zakat Infaq Shadaqah Dan Wakaf Untuk
Pembangunan Sarana Air Dan Sanitasi Masyakarat. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia

Manengkey, Adry A. (2012). Persepsi dan Perilaku Masyarakat, Realitas dan Strategi
Pengelolaan Sampah. Jakarta: Cahaya Pineleng

t
Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 37 Tahun 2010 Tentang Klasifikasi Perkotaan
af
dan Perdesaan di Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
dr
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024.

PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia. (2017). Acuan Alokasi Risiko - Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha di Indonesia. Jakarta: PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia

Sabaruddin, Abdul. (2015). Manajemen Kolaborasi Dalam Pelayanan Publik: Teori, Konsep
dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu

Smith, Alwi. (2016). Implementasi Kebijakan Persampahan: Pengaruh Sosialisasi, Koordinasi


dan Kontrol dalam Penanganan Sampah. Yogyakarta: Deeppublish

Suharto, Edi. (2010). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis


Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Refika Aditama

Sunyoto, Danang dan Burhanuddin. (2015). Teori Perilaku Keorganisasian (Dilengkapi:


Intervensi Pengembangan Organisasi). Jakarta: CAPS
Sustainable Waste Indonesia (SWI) dan ISWM. (2021). Kajian Opsi Model Bisnis Pengelolaan
Sampah.

Systemiq. (2020). Kampanye Perubahan Perilaku Persampahan di Project STOP Banyuwangi.

UNEP. (2017). Waste Management in ASEAN Countries.

UN-Habitat. (2010). Solid Waste Management in The World’s Cities.

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan.

Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Urban Sanitation Development Program (USDP). (2011). Kajian Kelembagaan – Lembaga


Pengelola Sanitasi, Sampah, Air Limbah dan Drainase Mikro.

t
Wartini, Sri. (2018). Penegakan Hukum Lingkungan Internasional, Peran Konsumen Hijau
dan Ekolabel. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta
af
Waste C-Control. (2011). Database of Waste Management Technologies. Diakses pada
http://www.epem.gr/waste-c-control/database/html/Composting-00.htm

Wibisana, Andri G. (2017) Penegakan Hukum Lingkungan Melalui Pertanggungjawaban


Perdata. Depok: BP-FHUI
dr
Winterstetter, A. (2018). Landfill Mining - From Prospection to Actual Mining. Antwerp:
Circular Economy Coalition for Europe

World Bank Group. (2018). What a Waste 2.0: A Global Snapshot of Solid Waste Management
to 2050. Washington D.C.: The World Bank

Yunus, Sabari Hadi. (2000). Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

http://indonesiabaik.id/. (2020).
Bebassari, Sri. (2015). Laporan Hasil Kunjungan Presiden Republik Indonesia ke Instalasi
Pembakaran Sampah dalam Wati Hermawati dkk, Pengelolaan dan Pemanfaatan
Sampah di Perkotaan, (2015)
dr
af
t
dr
af
t
dr
af
t

Anda mungkin juga menyukai