NOMOR : 445/45/PER/PPI/RSM.BM
TENTANG
MEMUTUSKAN :
Pasal 2
Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan
infeksi di Rumah Sakit, maka Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi Bali
melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
Pasal 3
Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi serta Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi.
Pasal 4
(1) Komite PPI sebagaiamana dimaksud dalam pasal 3 bertanggung jawab
langsung kepada Direktur. Tim PPI bertanggung jawab langsung kepada
Komite PPI.
(2) Komite dan Tim PPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas,
fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pasal 5
(1) Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional
disemua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
(2) Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berjalan lancar, maka Rumah Sakit Mata Bali Mandara Provinsi
Bali menugaskan 1 (satu) orang IPCN (Infection Prevention and Control Nurse)
purna waktu yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan
pengendalian infeksi dan 1 (satu) IPCD (Infection and Prevention Control Doctor)
yang bertugas dalam pencegahan, diagnosis dan terapi infeksi.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya IPCN sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse) sebagai
pelaksana harian/penghubung di unit masing-masing.
Pasal 6
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Mata Bali
Mandara Provinsi Bali sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 7
Direksi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
ini dengan melibatkan Kepala Bidang, Kepala Bagian dan Ketua Komite.
Pasal 8
Dengan ditetapkannya Peraturan Direktur ini, maka Keputusan Direktur Nomor
445/127/DI/PPI/RSM.BM tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit Mata Bali Mandara dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan Direktur ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Denpasar
Pada Tanggal 5 Januari 2018
Segala Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa, karena
Beliau telah melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan buku pedoman yang berjudul Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi.
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang saat ini makin
berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di lain
pihak rumah sakit dihadapi tantangan yang makin besar. Rumah sakit dituntut agar
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan
kepada masyarakat, khususnya bagi jaminan keselamatan pasien (patient safety).
Dalam penyusunan buku pedoman ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dari
berbagai pihak terutama dari KARS, DepKes RI, dan semua pihak yang ikut
membantu, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Dalam penyusunan buku pedoman ini, kami menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu segala kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan.
Akhir kata, semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat untuk mewujudkan
pelayanan di Rumah Sakit Mata Bali Mandara.
Terima kasih.
Penyusun
Ketua : dr. Ni Luh Diah Pantjawati, Sp.M
Anggota :1. Gede Eka Sutarjaya, S.Kep.,Ns
2. Ni Wayan Artini, SST
3. Ni Luh Putu Yuliatini, S.Kep.,Ns
4. Luh Putu Rusmasari, SST
5. I Gusti Ayu Aswitari, SST
6. Ida Ayu Ifani Santi Dewi, A. Md. Kep
7. Nyoman Sukma Sariani, S.Kep Ns
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................. 2
1. Tujuan umum .......................................................................... 2
2. Tujuan Khusus ......................................................................... 2
3. Konsep Dasar Penyakit Infeksi ............................................ 2
4. Ruang Lingkup ................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 6
A. Kewaspadaan Standar................................................................ 6
1. Kebersihan Tangan ............................................................. 6
2. Alat Pelindung Diri.............................................................. 11
3. Pengelolaan Limbah ............................................................ 12
4. Penatalaksanaan Linen ....................................................... 15
5. Pengendalian Lingkungan ................................................... 16
6. Pemrosesan Alat ................................................................. 19
7. Kesehatan Petugas.............................................................. 20
8. Penempatan Pasien ............................................................. 21
9. Etika Batuk ........................................................................ 21
10. Penyuntikan Yang Aman ..................................................... 23
11. Praktik Lumbal Pungsi Yang Aman ..................................... 24
B. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi ........................................ 24
BAB III CARA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TERKAIT
PELAYANAN KESEHATANDENGAN BUNDLES HAIs .............................. 26
A. Endoftalmitis Post Operasi ....................................................... 26
B. Infeksi Daerah Operasi (IDO) .................................................... 27
C. Plebitis ..................................................................................... 29
BAB IV TATA LAKSANA KERJA TINDAKAN PENCEGAHAN INFEKSI
NOSOKOMIAL ........................................................................................... 30
A. Tata Kerja Instalasi Kamar Bedah ........................................... 30
B. Pengelolaan alat reuse dan single use ...................................... 35
BAB V MANAJEMEN INFORMASI PENCEGAHAN
DAN PENGENDALI INFEKSI .................................................................. 38
iii
BAB VI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI INSTALASI GIZI 39
A. Pengertian ................................................................................ 39
B. Penyakit Yang Ditularkan Melalui Makanan ............................. 40
C. Penjamah Makanan ................................................................. 42
D. Peralatan Pengolahan Makanan ............................................... 42
E. Pengangkutan makanan........................................................... 44
F. Penyajian makanan .................................................................. 45
G. Pengawasan Dan Penilaian....................................................... 45
H. Penyuluhan .............................................................................. 45
BAB VII SURVEILANS INFEKSI ............................................................. 47
A. Latar Belakang ......................................................................... 47
B. Tujuan ..................................................................................... 47
C. Kegiatan Pokok Dan Rincian Kegiatan ...................................... 48
D. Tata cara pelaksanaan ............................................................. 50
BAB VIII PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ............................................... 53
BAB IX PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA ........................... 54
BAB X INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT .................................. 55
iv
DAFTAR PUSTAKA
v
vi
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MATA BALI MANDARA
TANGGAL 5 JANUARI 2018 NOMOR : 445/45/PER/PPI/RSM.BM
TENTANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan suatu kegiatan
manajemen dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, serta
pembinaan dalam upaya mencegah terjadinya infeksi di pelayana
kesehatan dengan melibatkan seluruh personil di pelayanan kesehatan.
HAIs (Healthcare Associated Infection) adalah infeksi yang terjadi
selama proses perawatan dirumah sakit atau fasilitas kesehatan lain,
dimana pasien tidak ada infeksi atau dalam masa inkubasi termasuk
infeksi didapat dirumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga
infeksi pada petugas kesehatan yang terjadi di pelayanan kesehatan.
HAIs merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di pelayanan
kesehatan yang menurut CDC terjadi 1.7 juta per tahun dan angka
kematiannya mencapai 99.000/tahun.
Infeksi rumah sakit (HAIs) dan infeksi dari pekerjaan merupakan
masalah yang penting di seluruh dunia dan terus meningkat. Tingkat
infeksi nasokomial berkisar dari 1% diberapa Negara di Eropa dan
Amerika sampai lebih dari 40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika sub-
Sahara (Lynch dkk 1997) Angka infeksi nosokomial terus meningkat (Al
Varado, 2000) mencapai sekitar 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4
juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia.
Di Asia, pengumpulan data surveilan sangatlah jarang, dan hanya
dilakukan di Negara-negara maju seperti Jepang, Taiwan, Singapura dan
Korea. (Ling, Apisarnthanarak and Madriaga, 2015). Prevalensi HAIs di
Indonesia yang merupakan bagian dari Negara-negara berpendapatan
menengah mencapai 7,1%.
Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi
khususnya infeksi rumah sakit, maka sumber daya manusianya perlu
memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar dari program PPI yang
1
nantinya diterapkan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Sehingga
pedoman PPI RS Mata Bali Mandara ini dibuat untuk dapat digunakan
sebagai acuan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Mempersiapkan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain dengan
sumber dayanya untuk mencegah dan mengendalikan infeksi
nosokomial serta melindungi pasien, petugas, pengunjung dan
masyarakat sekitar rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain dari
kejadian infeksi dengan mempertimbangkan cost effective.
2. TUJUAN KHUSUS
a. Sebagai panduan dalam melaksanakan program PPIRS
b. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan di RS
mengenai :
1) Konsep dasar penyakit infeksi
2) Fakta-fakta penting beberapa penyakit menular
3) Kewaspadaan isolasi
4) Pelaksanaan PPIRS
5) Petunjuk PPI untuk pengunjung
6) Kesiapan menghadapi pandemi penyakit menular
2
pencegahan dan pengendalian infeksi dibutuhkan pengertian infeksi,
infeksi terkait pelayanan kesehatan (Healthcare-Associated
Infections/HAIs), rantai penularan infeksi, jenis HAIs dan faktor
risikonya.
a. Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh
mikroorganisme patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik.
Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated
Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi
yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak
ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi
dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi
karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan
terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan.
b. Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang harus
ada untuk menimbulkan infeksi. Dalam melakukan tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi dengan efektif, perlu
dipahami secara cermat rantai infeksi. Kejadian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai
penularan, apabila satu mata rantai diputus atau dihilangkan,
maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Enam
komponen rantai penularan infeksi, yaitu:
1) Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab
infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus,
jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu: patogenitas, virulensi
dan jumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat diketahui agen
infeksi dengan pemeriksaan klinis atau laboratorium
mikrobiologi, semakin cepat pula upaya pencegahan dan
penanggulangannya bisa dilaksanakan.
2) Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup,
tumbuh, berkembang-biak dan siap ditularkan kepada pejamu
atau manusia. Berdasarkan penelitian, reservoir terbanyak
adalah pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-
tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan bahan-bahan organik
lainnya. Dapat juga ditemui pada orang sehat, permukaan
3
kulit, selaput lendir mulut, saluran napas atas, usus dan
vagina juga merupakan reservoir.
3) Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi
(mikroorganisme) meninggalkan reservoir melalui saluran
napas, saluran cerna, saluran kemih serta transplasenta.
4) Metode Transmisi/Cara Penularan adalah metode transport
mikroorganisme dari wadah/reservoir ke pejamu yang rentan.
Ada beberapa metode penularan yaitu: (1) kontak: langsung
dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui
vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan (5) melalui
vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat).
5) Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi
memasuki pejamu yang rentan dapat melalui saluran napas,
saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau melalui kulit
yang tidak utuh.
6) Susceptible host (Pejamu rentan) adalah seseorang dengan
kekebalan tubuh menurun sehingga tidak mampu melawan
agen infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi kekebalan
adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis,
luka bakar yang luas, trauma, pasca pembedahan dan
pengobatan dengan imunosupresan.
Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis
tertentu, status ekonomi, pola hidup, pekerjaan dan herediter.
4
c. Faktor Risiko HAIs meliputi:
1) Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan.
2) Status imun yang rendah/terganggu (immuno- compromised):
penderita dengan penyakit kronik, penderita tumor ganas,
pengguna obat-obat imunosupresan.
3) Gangguan/Interupsi barier anatomis
4) Implantasi benda asing
5) Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang
tidak bijak dapat menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan
dan timbulnya bakteri resisten terhadap berbagai antimikroba.
4. RUANG LINGKUP
Pedoman ini memberikan panduan bagi petugas kesehatan
Rumah Sakit Mata Bali Mandara dan seluruh unit jejaring dalam
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap
tindakan pelayanan kesehatan. Jenis dan Faktor Risiko Infeksi Terkait
Pelayanan Kesehatan atau “Healthcare-Associated Infections” (HAIs)
meliputi;
a. Ventilator associated pneumonia (VAP)
b. Infeksi Aliran Darah (IAD)
c. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
d. Infeksi Daerah Operasi (IDO)
Namun dengan jenis layanan yang diberikan di Rumah Sakit Mata
Bali Mandara, hanya mampu melakukan pemantauan IDO.
5
BAB II
KEWASPADAAN ISOLASI
A. KEWASPADAAN STANDAR
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang
untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah
didiagnosis, diduga terinfeksi atau kolonisasi. Diterapkan untuk
mencegah transmisi silang sebelum pasien di diagnosis, sebelum adanya
hasil pemeriksaan laboratorium dan setelah pasien didiagnosis.Tenaga
kesehatan seperti petugas laboratorium, rumah tangga, CSSD,
pembuang sampah dan lainnya juga berisiko besar terinfeksi. Oleh
sebab itu penting sekali pemahaman dan kepatuhan petugas tersebut
untuk juga menerapkan Kewaspadaan Standar agar tidak terinfeksi.
Terdapat sebelas kewaspadaan standar yang harus diterapkan di
semua fasilitas pelayanan kesehatan, sebagai berikut:
1. KEBERSIHAN TANGAN
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan
sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan
tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan
tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong
pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci
tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir,
dilakukan pada saat:
a. Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien
yaitu darah, cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh,
ganti verband, walaupun telah memakai sarung tangan.
b. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area
lainnya yang bersih, walaupun pada pasien yang sama.
6
Selain lima saat tersebut diatas perlu melakukan kebersihan tangan
saat:
a. Segera setelah tiba di rumah sakit
b. Diantara prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana
tangan terkontaminasi, untuk menghindari kontaminasi
silang.
c. Setelah menggunakan toilet, menyentuh hidung / melap
hidung dengan tangan
d. Sebelum pulang dari rumah sakit
7
3) Gosok kedua telapak dan sela-sela jari
4) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
5) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan
kanan dan lakukan sebaliknya.
6) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan
ditelapak tangan kiri dan sebaliknya.
8
b. Cara mencuci tangan dengan handrub (cairan berbasis
alkohol).
Caranya yaitu:
1) Tuangkan larutan tersebut ketelapak tangan secukupnya,
gosokkan kedua telapak tangan
2) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan
tangan kanan dan sebaliknya.
3) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
4) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mencuci
5) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan
kanan dan lakukan sebaliknya
6) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan
ditelapak tangan kiri dan sebaliknya
9
Hal – Hal Penting Dalam Kebersihan Tangan
1. Tidak boleh menambahkan sabun cair/antiseptik sebelum
habis benar. sebelum mengisi bersihkan dispenser hingga
bersih dan kering
2. Pilih sabun antiseptik yang bersifat rendah iritatif
3. Setelah melakukan kebersihan tangan tidak menyentuh
permukaan lingkungan sebelum melakukan tindakan.
4. Bila tangan tidak tampak kotor, lakukan kebersihan
tangan dengan handrub berbasis alkohol, jika tangan
tampak kotor lakukan kebersihan tangan dengan sabun
atau antiseptik dan air mengalir.
5. Jaga kuku selalu pendek dan bersih. Penelitian
membuktikan bahwa daerah dibawah kuku mengandung
jumlah mikroba tertinggi (McGinley, Larson dan Leydon
1988). Beberapa penelitian baru-baru ini telah
memperlihatkan kuku yang panjang dapat berperan
sebagai reservoar untuk bakteri gram negative(P.
Aeroginosa), jamur dan patogen lain (Hedderwick et
al.2000). kuku panjang, baik yang alami maupun buatan
lebih mudah melubangi sarung tangan (Olsen et al.1993).
oleh karena itu, kuku harus dijaga tetap pendek, tidak
lebih dari 3mm melebihi ujung jari.
6. Jangan memakai perhiasan, kuku palsu dan kutek.
7. Jangan mencuci sarung tangan saat menggunakan
diantara pasien.
8. Tidak dianjurkan pakai handuk pakai ulang dan tisu rol.
9. Cuci tangan dilakukan dengan 6 langkah
10. Handwash dilakukan sesuai dengan 5 momen mencuci
tangan atau tangan terlihat kotor
11. Handwash dilakukan apabila sudah 10 kali melakukan
handrub
1. Sarana Kebersihan Tangan
Sarana kebersihan tangan meliputi :
a. Air Bersih
Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring
sehingga aman untuk diminum dan untuk pemakaian lainnya
misalnya mencuci tangan dan membersihkan instrumen medis.
10
Air besih harus bebas dari mikroorganisme, jernih, tidak
berbau dan tidak berwarna.
b. Cairan antiseptik
Produk-produk pembersih yang menurunkan tegangan
permukaan kulit sehingga membantu melepaskan kotoran.
Sabun biasa perlu gosokan untuk melepaskan kotoran. Cairan
antiseptik selain melepaskan juga membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme.Saat ini sabun
yang dianjurkan untuk kebersihan tangan yaitu sabun cair.
c. Handrub Antiseptik (Handrub Berbasis Alkohol)
Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih lebih
efektif membunuh flora residen dan flora transien daripada
mencuci tangan dengan sabun antiseptik atau dengan sabun
biasa dan air. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta
menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih
besar.
2. ALAT PELINDUNG DIRI
a. Definisi
Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di
pakai petugas untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia,
biologi/bahan infeksius.
b. Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran
mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta,
kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas
dan sebaliknya.
c. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri
1) Sarung tangan
2) Masker
3) Penutup kepala
4) Skort
5) Kaca mata
6) Sepatu boot
7) Gaun
8) Celemek
d. Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau
11
terpercik darah atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien
terkontaminasi dari petugas.
e. Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di
lakukan
f. Alat pelindung diri harus digunakan dan dilepas dengan teknik
yang benar
g. Prinsip–prinsip ppi yang perlu diperhatikan pada pemakaian APD :
1) Gaun Pelindung
a. Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan
hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke
belakang punggung
b. Ikat dibagian belakang leher dan pinggang
2) Masker
a. Gunakan masker dengan metode yang benar
b. Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala
dan leher
c. Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
d. Paskan dengan erat pada wajah dan dibawah dagu sehingga
melekat dengan baik
e. Periksa ulang pengepasan masker
3) Kaca Mata
a. Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas
4) Sarung Tangan
a. Gunakan sarung tangan dengan metode yang benar
b. Tarik sarung tangan hingga menutupiu bagian pergelangan
tangan
5) Segera lakukan kebersihan tangan setelah melepaskan APD
3. PENGELOLAAN LIMBAH
Limbah / sampah adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau
proses produksi. Limbah / sampah Rumah Sakit adalah semua
limbah yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan rumah sakit.
Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit adalah kebersihan
lingkungan yang meliputi penyehatan air, pengelolaan limbah,
pengendalian serangga, tikus, dan binatang pengganggu.
Seluruh permukaan dari sarana/prasarana/peralatan yang
potensial menampung droplet dan mikroorganisme dan banyak
12
berhubungan dengan pasien/penunggu/karyawan/pengunjung
dibersihkan setiap hari
1. Tujuan
a. Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dari
penyebaran infeksi dan cidera
b. Membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik, radioaktif, gas,
limbah infeksius, limbah kimiawi dan farmasi) dengan aman.
2. Penggolongan limbah
Jenis limbah di rumah sakit antara lain:
a. Limbah infeksius: Limbah yang terkontaminasi darah dan
cairan tubuh masukkan kedalam kantong plastik berwarna
kuning.
Contoh: sampel laboratorium, limbah patologis, diapers
dianggap limbah infeksius bila bekas pakai pasien infeksi
saluran cerna, menstruasi dan pasien dengan infeksi yang di
transmisikan lewat darah atau cairan tubuh lainnya.
b. Limbah non-infeksius: Limbah yang tidak terkontaminasi
darah dan cairan tubuh, masukkan ke dalam kantong plastik
berwarna hitam. Contoh: sampah rumah tangga, sisa
makanan, sampah kantor.
c. Limbah benda tajam: Limbah yang memiliki permukaan
tajam, masukkan kedalam wadah tahan tusuk dan air.
Contoh: jarum, spuit, ampul yang sudah dibuka atau benda
yang berpermukaan tajam.
d. Limbah cair segera dibuang ke tempat pembuangan/pojok
limbah cair (spoelhoek).
Contoh: Urine, muntah.
e. Limbah padat
1) Infeksius: limbah yang berasal dari pelayanan klinis,
perawatan, laboratorium, dan atau semua benda yang
sudah terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh
pasien.
2) Non infeksius: limbah rumah tangga atau pembungkus alat
medik yang tidak terkontaminasi dengan darah atau cairan
tubuh pasien.
13
3. Wadah tempat penampungan sementara limbah infeksius
berlambang biohazard dengan kriteria:
a. Harus tertutup
b. Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki
c. Bersih dan dicuci setiap hari
d. Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
e. Jarak antar wadah limbah 10-20 meter, diletakkan di
ruang tindakan dan tidak boleh di bawah tempat tidur
pasien
f. Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh
4. Pengangkutan
a. Pengangkutan limbah harus menggunakan troli khusus yang
kuat, tertutup dan mudah dibersihkan, tidak boleh tercecer,
petugas menggunakan APD ketika mengangkut limbah.
b. Pengelolaan limbah infeksius dan tajam bekrjasama dengan
Rumah Sakit Wangaya dan dibawa setiap hari rabu dan sabtu
atau bila tempat penampungan sementara sudah terisi 2/3
bagian.
14
d. Selalu buang sendiri oleh si pemakai.
e. Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
(recapping).
f. Wadah benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.
g. Bila menangani limbah pecahan kaca gunakan sarung tangan
rumah tangga.
h. Wadah Penampung Limbah Benda Tajam Tahan bocor dan
tahan tusukan
7. Pengolahan Limbah
a. Limbah infeksius dimusnahkan dengan insenerator
b. Limbah non-infeksius dibawa ke tempat pembuangan akhir
(TPA).
c. Limbah benda tajam dimusnahkan dengan insenerator
d. Limbah cair dibuang ke spoelhoek. Untuk sistim pengolah
limbah cair di Rumah Sakit Mata Bali Mandara menggunakan
Proses Pengolahan Dengan Sistem Biofilter Anaerob-Aerob.
Proses pengolahan dengan menggunakan biofilter anaerob-
aerob ini merupakan pengembangan dari proses proses
biofilter anaerob dengan proses aerasi kontak Pengolahan air
limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari
beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob
(anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu
dilengkapi dengan bak kontaktor khlor.
4. PENATALAKSANAAN LINEN
Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen
terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh
lainnya, termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang
sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehatian- hatian
ini mencakup penggunaan perlengkapan APD yang sesuai dan
membersihkan tangan secara teratur sesuai pedoman kewaspadaan
standar dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Rumah Sakit membuat SPO penatalaksanaan linen. Prosedur
penanganan, pengangkutan dan distribusi linen harus jelas, aman
dan memenuhi kebutuhan pelayanan.
15
b. Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung
tangan rumah tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).
c. Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen
terkontaminasi cairan tubuh, pemisahan dilakukan sejak dari
lokasi penggunaannya oleh perawat atau petugas.
d. Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi
ke udara dan petugas yang menangani linen tersebut. Semua
linen kotor segera dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong di
lokasi penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci di
lokasi dimana linen dipakai.
e. Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh
lainnya harus dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan
diangkut/ditranportasikan secara berhati-hati agar tidak terjadi
kebocoran.
f. Pengangkutan dengan troli yang terpisah, untuk linen
terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan
kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama transportasi
g. Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di
laundry TERPISAH dengan linen yang sudah bersih.
h. Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi
seyogyanya langsung masuk mesin cuci yang segera diberi
disinfektan.
i. Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen
dilakukan melalui 2 tahap yaitu menggunakan deterjen dan
selanjutnya dengan Natrium hipoklorit (Klorin) 0,5%. Apabila
dilakukan perendaman maka harus diletakkan di wadah tertutup
agar tidak menyebabkan toksik bagi petugas.
5. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara
lain berupa upaya perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan
permukaan lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan,
dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme kepada pasien,
petugas dan pengunjung.
a. Kualitas Udara
Tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar ultraviolet untuk
kebersihan udara, kecuali dry mist dengan H2O2 dan penggunaan
16
sinar UV untuk terminal dekontaminasi ruangan pasien dengan
infeksi yang ditransmisikan melalui air borne. Diperlukan
pembatasan jumlah personil di ruangan dan ventilasi yang
memadai. Tidak direkomendasikan melakukan kultur permukaan
lingkungan secara rutin kecuali bila ada outbreak atau
renovasi/pembangunan gedung baru.
b. Kualitas air
Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus dipenuhi baik
menyangkut bau, rasa, warna dan susunan kimianya termasuk
debitnya sesuai ketentuan peraturan perundangan mengenai
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum dan mengenai
persyaratan kualitas air minum.
c. Permukaan Lingkungan
Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas sampah,
bebas serangga (semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang
pengganggu (kucing, anjing dan tikus) dan harus dibersihkan
secara terus menerus. Tidak dianjurkan menggunakan karpet di
ruang perawatan dan menempatkan bunga segar, tanaman pot,
bunga plastik di ruang perawatan. Perbersihan permukaan dapat
dipakai klorin 0,05%, bila ada cairan tubuh menggunakan klorin
0,5%.
Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara
rutin setiap hari, termasuk setiap kali pasien pulang/keluar
dari fasyankes (terminal dekontaminasi).
Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang
sering tersentuh tangan, misalnya: nakas disamping tempat
tidur, tepi tempat tidur dengan bed rails, tiang infus, tombol
telpon, gagang pintu, permukaan meja kerja, anak kunci, dll.
Bongkaran pada ruang rawat dilakukan setiap 1 (satu) bulan
atau sesuai dengan kondisi hunian ruangan.
Bongkaran ruang operasi dilakukan setiap 1 (satu) minggu
sekali, yaitu hari sabtu.
Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan
setelah digunakan
Petugas harus menggunakan APD saat melakukan
pembersihan dan desinfeksi
17
Petugas harus melakukan kebersihan tangan sebelum dan
setelah melakukan pembersihan.
Pembersihan lingkungan menggunakan tangkai pel yang
berdeda dengan kode:
o Kuning digunakan untuk ruang perawatan
o Biru digunakan untuk koridor dan kantor
o Hijau digunkan untuk dapur
18
6. PEMROSESAN ALAT
Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko
berpotensi infeksi untuk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses
pencegahan yang akan digunakan (seperti sterilisasi peralatan medis,
sarung tangan dan perkakas lainnya) sewaktu merawat pasien.
Kategori Spaulding adalah sebagai berikut:
a. Kritikal
Alat yang masuk ke dalam jaringan atau pembuluh darah.
b. Semikritikal
Alat yang masuk atau menyentuh mukosa dan area kecil di kulit
yang lecet.
c. Non-kritikal
Alat yang hanya menyentuh bagian luar tubuh atau permukaan
tubuh yang utuh.
Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan
penatalaksanaan peralatan bekas pakai perawatan pasien yang
terkontaminasi darah atau cairan tubuh (pre-cleaning, cleaning,
disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
sebagai berikut:
a. Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau
enzyme lalu dibersihkan dengan menggunakan spons sebelum
dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.
b. Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus
didekontaminasi terlebih dulu sebelum digunakan untuk
pasien lainnya.
c. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan
sesuai prinsip pembuangan sampah dan limbah yang benar.
Hal ini juga berlaku untuk alat yang dipakai berulang, jika
akan dibuang.
d. Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah
dibersihkan dengan menggunakan spons, di DTT dengan klorin
0,5% selama 10 menit.
e. Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didisinfeksi
menggunakan alkohol 70%. Peralatan semikritikal didisinfeksi
atau disterilisasi, sedangkan peralatan kritikal harus
didisinfeksi dan disterilisasi.
19
f. Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat
didekontaminasi permukaannya setelah digunakan di ruangan
isolasi.
7. KESEHATAN PETUGAS
Lakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas
baik tenaga kesehatan maupun tenaga nonkesehatan, Petugas harus
selalu waspada dan hati-hati dalam bekerja untuk mencegah terjadinya
trauma saat menangani jarum, scalpel dan alat tajam lain yang dipakai
setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat membuang
jarum.
Jangan melakukan penutupan kembali (recap) jarum yang telah
dipakai, memanipulasi dengan tangan, menekuk, mematahkan atau
melepas jarum dari spuit. Buang jarum, spuit, pisau,scalpel, dan
peralatan tajam habis pakai lainnya kedalam wadah khusus yang tahan
tusukan/tidak tembus sebelum dimasukkan ke insenerator. Bila wadah
khusus terisi ¾ harus diganti dengan yang baru untuk menghindari
tercecer.
a. Tatalaksana Pajanan
1. Bila tertusuk jarum segera bilas dengan air mengalir dan
sabun/cairan antiseptik sampai bersih
2. Bila darah/cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka
atau tusukan, cuci dengan sabun dan air mengalir
3. Bila darah/cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan
kumur- kumur dengan air beberapa kali.
4. Bila terpecik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir
(irigasi), dengan posisi kepala miring kearah mata yang
terpercik.
5. Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan
bersihkan dengan air.
6. Bagian tubuh yang tertusuk tidak boleh ditekan dan dihisap
dengan mulut.
7. Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan kepada yang berwenang
yaitu atasan langsung dan Komite PPI atau K3. Laporan
tersebut sangat penting untuk menentukan langkah
berikutnya. Memulai PPP sebaiknya secepatnya kurang dari 4
20
jam dan tidak lebih dari 72 jam, setelah 72 jam tidak
dianjurkan karena tidak efektif.
8. Lakukan telaah pajanan mulai dari area yang terpajan, bahan
pajanan, status infeksi dan kerentanan.
8. PENEMPATAN PASIEN
a. Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius.
b. Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi
penyakit pasien (kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan
tersendiri.
c. Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama
pasien lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem
cohorting. Jarak antara tempat tidur minimal 1 meter.
d. Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis transmisinya (kontak, droplet, airborne).
e. Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau
lingkungannya seyogyanya dipisahkan tersendiri.
f. Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara
(airborne) agar dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan
kesehatan untuk menghindari terjadinya transmisi penyakit yang
tidak perlu kepada yang lain.
g. Rumah Sakit Mata Bali Mandara tidak melayani pasien dengan
penyakit TB Paru yang aktif
9. ETIKA BATUK
Batuk bukanlah suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme
pertahanan tubuh di saluran pernapasan dan merupakan gejala suatu
penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena
adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya.
Batuk terjadi karena rangsangan tertentu, misalnya debu di reseptor
batuk (hidung, saluran pernapasan, bahkan telinga). Kemudian reseptor
akan mengalirkan lewat syaraf ke pusat batuk yang berada di otak. Di
sini akan memberi sinyal kepada otot-otot tubuh untuk mengeluarkan
benda asing tadi, hingga terjadilah batuk.
Bersin merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh untuk
mencegah masuknya zat asing ke dalam tubuh. Karena itu jangan
ditahan jika anda terasa ingin bersin. Bersin adalah respon tubuh yang
21
dilakukan oleh membran hidung ketika mendeteksi adanya bakteri dan
kelebihan cairan yang masuk ke dalam hidung, sehingga secara
otomatis tubuh akan menolak bakteri tersebut. Bersin juga dapat timbul
akibat adanya peradangan (rhinosinusitis), benda asing, infeksi virus,
atau reaksi alergi. Reaksi alergi tersebut muncul karena paparan
terhadap bahan alergen.
a. Jenis-jenis dan penyebab dari masing-masing batuk.
Agar Anda lebih dapat mengenali jenis batuk yang Anda alami, kenali
perbedaannya dari suara yang ditimbulkan.
1) Batuk kering. Batuk dengan suara nyaring dan membuat perut
ikut sakit, biasanya makin parah saat malam hari. Bisa
disebabkan karena masuk angin, radang, atau asma.
2) Batuk produktif/batuk basah. Batuk yang sering diiringi
dengan riak atau lendir, yang biasanya disebabkan oleh infeksi
atau asma.
b. Penyebab bersin
Bersin dapat disebabkan karena adanya virus/kotoran/bakteri
masuk ke hidung, antibodi mengidentifikasi bahwa ada benda
asingyang masuk yang dapat membahayakan sistem tubuh maka
terjadilah bersin
c. Kebiasaan batuk yang salah.
1) Tidak menutup mulut saat batuk atau bersin di tempat umum.
2) Tidak mencuci tangan setelah digunakan untuk menutup
mulut atau hidung saat batuk dan bersin.
3) Membuang ludah sudah batuk disembarang tempat.
4) Membuang atau meletakkan tissue yang sudah dipakai
disembarang tempat
5) Tidak menggunakan masker saat flu atau batuk.
d. Cara batuk yang benar
1) Tutup hidung dan mulut anda dengan menggunakan tisu/sapu
tangan atau lengan dalam baju anda
2) Segera buang tisu yang sudah dipakai ke dalam tempat
sampah
3) Cuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan sabun
atau cairan berbasis alkohol
4) Gunakan masker bila perlu
22
Gambar 5. Etika Batuk
23
11. PRAKTIK LUMBAL PUNGSI YANG AMAN
Rumah Sakit Mata Bali Mandara tidak melaksanakan lumbal
pungsi, namun apabila ada kedepan ada tindakan tersebut maka semua
petugas harus memakai masker bedah, gaun bersih, sarung tangan
steril saat akan melakukan tindakan lumbal pungsi, anestesi
spinal/epidural/pasang kateter vena sentral. Penggunaan masker bedah
pada petugas dibutuhkan agar tidak terjadi droplet flora orofaring yang
dapat menimbulkan meningitis bakterial.
24
Transmisi droplet terjadi ketika partikel droplet berukuran >5 µm
yang dikeluarkan pada saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama
prosedur suction, bronkhoskopi, melayang di udara dan akan
jatuh dalam jarak <2 m dan mengenai mukosa atau konjungtiva,
untuk itu dibutuhkan APD atau masker yang memadai, bila
memungkinkan dengan masker 4 lapis atau yang mengandung
pembunuh kuman (germ decontaminator). Jenis transmisi
percikan ini dapat terjadi pada kasus antara lain common cold,
respiratory syncitial virus (RSV), Adenovirus, H5N1, H1N1.
3. Kewaspadaan Transmisi Melalui Udara (Air-Borne Precautions)
Transmisi melalui udara secara epidemiologi dapat terjadi bila
seseorang menghirup percikan partikel nuklei yang berdiameter 1-
5 µm (<5 µm) yang mengandung mikroba penyebab infeksi.
Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara >2 m dari sumber,
dapat terhirup oleh individu rentan di ruang yang sama atau yang
jauh dari sumber mikroba. Penting mengupayakan pertukaran
udara >12 x/jam (12 Air Changes per Hour/ACH).
25
BAB III
CARA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TERKAIT
PELAYANAN KESEHATANDENGAN BUNDLES HAIs
26
4) Cuci daerah operasi dengan anti septik sebelum desinfeksi
5) Rawat inap pra bedah sesingkat mungkin.
b. Tim bedah
1) Anti septik tangan, lengan sampai dengan siku
2) Cuci tangan bedah 2 – 5 menit
c. Manajemen personal bedah yang terinfeksi dan carrier
1) Petugas harus sehat fisik dan mental
d. Antibiotik profilaksis
1) Hanya ada indikasi saja
2. Saat Operasi
a. Ventilasi
1) Pertahankan positive Pressure
2) Filter udara
3) Pintu selalu tertutup
4) Batasi petugas yang masuk
b. Pembersihan dan desinfeksi permukaan sekitar
c. Sampling mikrobiologi
d. Sterilisasi alat bedah
e. Baju bedah dan drapes / apron
f. Tehnik asepsis dan pembedahan
3. Paska Operasi
Perawatan luka operasi dengan tehnik yang benar.
27
berupa non human derived implant yang dipasang permanent), dan
meliputi jaringan lunak yang dalam (misal : lapisan fascia dan otot)
dari insisi.
Dan terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
a. Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari
komponen organ / rongga dari daerah pembedahan.
b. Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan
sengaja dibuka oleh ahli pasien mempunyai paling sedikit satu
dari tanda-tanda atau gejala-gejala berikut : demam (>38°C),
atau nyeri lokal, terkecuali bukan insisi negatif
c. Diketemukan abses atau bukti lain adanya yang mengenal
infeksi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan
ulang, atau dengan pemeriksaan hispatologis atau radiologist.
d. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.
3. Organ / Rongga
Definisi: IDO organ / rongga mengenai bagian badan manapun,
kecuali insisi kulit, fascia, atau lapisan-lapisan otot, yang dibuka
atau dimanipulasi selama pembedahan. Tempat-tempat spesifik
dinyatakan pada IDO organ / rongga untuk menentukan lokasi
infeksi lebih lanjut.
Kriteria : Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur
pembedahan, bila tidak dipasang implant atau dalam waktu satu
tahun bila dipasang implant dan infeksi tampaknya ada
hubungannya dengan prosedur pembedahan dan paseien paling
sedikit mempunyai salah satu dari berikut :
a. Drainage purulent dari drain yang dipasang melalui luka tusuk
ke dalam organ / rongga.
b. Di isolasikan kuman dari biakan yang diambil secara aseptic dari
cairan atau jaringan dari dalam organ atau ruangan.
c. Diketemukan abses atau bukti lain adanya yang mengenal
infeksi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan
ulang, atau dengan pemeriksaan hispatologis atau radiologist.
d. Dokter menyatakan sebagai IDO organ/ rongga.
Pencegahan
1. Pre Operasi
a. Persiapan pasien
1) Identifikasi dan terapi semua injeksi
2) Cukur bila diperlukan saja (sesaat sebelum operasi).
28
3) Kontrol gula darah
4) Cuci daerah operasi dengan anti septik sebelum desinfeksi
5) Rawat inap pra bedah sesingkat mungkin.
b. Tim bedah
1) Anti septik tangan, lengan sampai dengan siku
2) Cuci tangan bedah 2 – 5 menit
c. Manajemen personal bedah yang terinfeksi dan carrier
1) Petugas harus sehat fisik dan mental
d. Antibiotik profilaksis
1) Hanya ada indikasi saja
2. Saat Operasi
a. Ventilasi
1) Pertahankan positive Pressure
2) Filter udara
3) Pintu selalu tertutup
4) Batasi petugas yang masuk
b. Pembersihan dan desinfeksi permukaan sekitar
c. Sampling mikrobiologi
d. Sterilisasi alat bedah
e. Baju bedah dan drapes / apron
f. Tehnik asepsis dan pembedahan
3. Paska Operasi
Perawatan luka operasi dengan tehnik yang benar.
C. Plebitis.
Definisi : Proses peradangan pada daerah insersi alat intravaskular yang
bersifat lokal.
Kriteria : minimal memiliki tiga tanda-tanda sebagai berikut :
a. Bengkak
b. Kemerahan
c. Panas
d. Nyeri pada daerah insersi
e. Demam
f. Pus / ulkus
Pencegahan
1. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah dan 5 momen
2. Lakukan pemantauan setiap hari
29
BAB IV
TATA LAKSANA KERJA
TINDAKAN PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL
30
1) Ruang tindakan pembedahan / kamar bedah, dimana
ruangan tersebut hanya berisi alat - alat yang sifatnya
rutin dipakai.
2. Persiapan Lingkungan Kamar Bedah
a. Persiapan Alat
1) Semua kebutuhan perlengkapan bedah dikemas/
dibungkus dengan pembungkus steril yang memenuhi
syarat. Pembungkus steril dapat berupa:
Kertas krep
Duk yang berlapis
Kantong khusus ( pouches )
2) Kemasan/bungkusan steril harus diperiksa terhadap:
b) Pastikan keutuhan bungkusan / kemasan / kantong
khusus (pouches) tersebut (tidak robek, tidak terbuka,
tidak kotor).
c) Tanggal sterilisasi harus tercantum di bagian luar
pembungkus, bila lebih dari 7 hari, harus disteril ulang
untuk bahan pembungkus dari kertas krep bila lebih
dari 3 bulan harus disteril ulang. Untuk pouches bila
lebih dari 1 tahun harus disteril iulang.
3) Perlengkapan bedah yang telah dipergunakan untuk bedah
harus segera diamankan/dibersihkan, agar tidak
menyebabkan kontaminasi.
4) Tempat larutan antiseptic/desinfektan yang dipakai di
kamar bedah, harus sering diganti, paling sedikit satu
minggu satu kali.
5) Alat-alat yang ada di kamar bedah harus dibersihkan
dengan desinfektan, meja alat dan duk dibersihkan dengan
Alkohol 70%, lampu bedah dengan lap lembab dan troli
obat anestesi dengan desinfektan.
b. Ventilasi
1) Udara yang masuk ke kamar bedah disaring, bebas debu
dan kuman. Filter harus sering diganti (terjadwal), sesuai
dengan ketentuan yang dibuat.
2) Suhu dan kelembaban udara harus diatur, suhu antara
19oC–24o C, dan kelembaban antara 45oC– 60oC.
31
3) Tekanan udara dalam kamar bedah lebih tinggi dari ruang
sekitarnya, supaya bila pintu terbuka kotoran tidak masuk
dalam kamar bedah.
32
4. Lalu Lintas di Lingkungan Kamar Bedah
Pada lalu lintas ini perlu diingat adanya daerah-daerah:
a. Area Bebas
b. Area Semi Ketat
c. Area Ketat
33
Dari kamar persiapan, pasien dibawa ke kamar bedah,
kemudian dipindahkan ke meja bedah.
Selesai bedah pasien dibawa ke ruang pemulihan dan
masih dengan pakaian khusus kamar bedah.
Pasien keluar dari ruang pemulihan menuju ruang
rawat lewat prosedur yang sama seperti waktu masuk.
34
Tidak diperkenankan memakai cat kuku.
6. Petugas:
melakukan cuci tangan dengan teknik steril
Kuku tidak boleh panjang
Memakai jas bedah steril, dan sarung tangan steril, hati-hati
jangan sampai terkontaminasi dengan barang-barang non
steril.
Instrumen yang dipakai harus steril.
7. Pencegahan Infeksi Setelah Pembedahan
1) Luka ditutup dengan kasa steril.
2) Bila pada kasa penutup luka terdapat bercak darah, segera
ganti dengan kasa steril yang masih baru.
3) Pasien dipulangkan setelah ada indikasi untuk berobat jalan.
35
Kategori Alat-alat medis :
Tingkat Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat
resiko
Kritis Alat yg masuk, Sterilisasi Sterilisasi Alat yang
penetrasi steam, sterad harus dijaga: digunakan
dalam jaringan atau DDT bungkusan untuk
steril, rongga, alat harus tindakan
aliran darah kering. invasif.
kemasan endoskopidan
tidak robek assesoris yang
Bungkusan dipakai dlm
harus tindakan
dibuat invasif
dengan instrument
menghamba bedah/operasi
t bioefektif
selama
penyimpana
n.
simpan alat
steril pada
area steril
guna
melindungi
dari
kontaminasi
lingkungan.
Alat steril
yang tidak
dibungkus
harus
segera
dipakai
Semi Alat yang Sterilsasi Simpan pada Alat yang
kritis kontak dengan steam/termal daerah bersihberhubungan
selaput lendir atau dengan dan kering dengan
cairan guna respiratori:
desinfektan melindungi LM laringeal
chlorine 0,5 dari mask
% kontaminasi Vaginal
lingkungan speculum.
endotrakeal
non kinkin.
probe invasif
ultrasonic
(trans vaginal
probe).
Fleksible
endocopes:
*colonoscope
*sigmoideskope
Breast pump
Non Alat yang Bersihkan Simpan dalam alatnon invasif
kritis kontak dengan alat dengan keadaan equipment:
36
kulit menggunakan bersih * Bedpan dan
detergent dan ditempat yang urinal.
air jika kering * Manset
menggunakan tekanan darah.
desinfektan * bed
gunakan yang * Termometer.
compatibel * Tourniket
* Tensi meter
* Pot obat
pasien.
* kontainer
darah
37
BAB V
MANAJEMEN INFORMASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALI INFEKSI
38
BAB VI
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI INSTALASI GIZI
A. Pengertian
1. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat
gizi dan hygienis serta berguna bila dimasukkan ke dalam
tubuh.
2. Makanan di rumah sakit adalah semua makanan yang
disajikan dari dapur rumah sakit, yang dijual di dalam
lingkungan rumah sakit serta yang dibawa dari luar rumah
sakit.
3. Bahan makanan adalah semua bahan, baik terolah ataupun
tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan
penolong
4. Makanan jadi adalah makanan yang telah diolah dan atau
langsung disajikan / dikonsumsi
5. Pengelolaan makanan adalah semua kegiatan yang
berhubungan dengan pengadaan bahan makanan,
penyimpanan, pengolahan, pengangkutan dan penyajian
makanan.
6. Pengolahan makan adalah kegiatan yang meliputi penerimaan
bahan mentah atau minuman terolah, pembuatan,
pengubahan bentuk, pengemasan dan pewadahan makanan.
7. Persyaratan kesehatan makanan adalah ketetapan terhadap
makanan dan perlengkapannya yang memenuhi persyaratan
bakteriologis, kimia dan fisika.
8. Sanitasi makanan adalah usaha pencegahan yang
menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk
membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat
mengganggu atau merusak kesehatan, melalui dari sebelum
makanan itu diproduksi selama dalam proses pengolahan,
penyiapan, pengangkutan, penjualan, sampai pada saat
dimana makanan tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada
konsumen.
9. Pengujian makanan adalah pemeriksaan dan analisa yang
dilakukan terhadap contoh-contoh makanan dan spesimen
untuk diperiksa tingkat kesehatannya.
39
10. Bahan tambahan makanan adalah bahan yang tidak
digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan ingredien
khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi,
yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk
maksud teknologi ( termasuk organoleptik ) pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk
menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau
tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat
khas makanan tersebut.
1. Infeksi
Penyakit ini disebabkan karena didalam makanan terdapat
kuman atau mikroorganisme pathogen sehingga dapat
menimbulkan gangguan kesehatan seperti cholera, disentri,
typhus abdominalis, para typhus A dan B dan sebagainya.
40
Penyebaran penyakit ini dapat disebabkan karena:
a. Pembawa kuman
1) Staphylococcus aureus: dihidung, tenggorokan,
perineum.
2) E. Coli : diusus
3) Pseudomonas sp : di hidung, tenggorokan, usus dan lain-
lain
b. Sebagai penderita infeksi
Penderita penyakit saluran pernafasan: penyakit TBC,
difteri, pertusis, influenza yang ditularkan melalui secret
hidung, dahak dan percikan ludah.
2. Keracunan Makanan
Yang dimaksud dengan keracunan makanan adalah timbulnya
sindroma gejala klinik disebabkan karena memakan makanan
tertentu. Kelaianan ini dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Keracunan karena memakan makanan yang mengandung
zat kimia beracun misalnya kacang kaster, cendawan,
rhubad (sejenis ayam), solanin (sejenis kentang), kerang dan
yang mengandung toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme.
b. Infeksi karena bakteri yang membuat enterotoksin selama
masa kolonisasi dan pertumbuhan mukosa usus.
c. Infeksi karena mikroorganisme yang mengadakan invasi dan
berkembang biak di mukosa usus atau jaringan lainnya.
Manifestasinya gejala klinik yang ditimbulkan dapat bervariasi
dari yang sangat ringan sampai reaksi yang sangat berat
sehingga berakibat dengan kematian.
41
Keracunan yang disebabkan makanan sebagai pembawa agen
dapat berupa factor-faktor sebagai berikut:
42
tidak mengandung bahan beracun atau logam berat lain
seperti timah, arsen, tembaga, seng, cadmium dan antimon
b. Bahan dasar harus kuat sehingga tidak mudah retak,
penyok, gompel, robek/pecah
c. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang
siap disajikan tidak boleh m,engandung angka kuman yang
melebihi ambang batas dan tidak boleh mengandung E.
Coli per cm2 permukaan alat
d. Kebersihan peralatan : harus dijaga dengan baik. Indikasi
kebersihan makanan secara fisik dapat diketahui dari ada
tidaknya kotoran atau noda, tidak bau. Kebersihan dapat
diperoleh dengan cara pencucian yang baik.
2. Peralatan masak dan wadah makanan
Peralatan ini digunakan untuk mengolah makanan mentah
atau membawa makanan matang :
a. Peralatan makanan mentah terpisah dengan peralatan
makanan jadi
b. Peralatan masak dan wadah makanan sebaiknya terbuat
dari bahan yang kuat dan tidak larut dalam makanan
seperti stainless steel
c. Semua peralatan harus mempunyai tutup
d. Peralatan yang bukan logam harus dari bahan yang kuat
dan setelah rusak langsung dibuang
e. Penyimpanan peralatan masak dan wadah pada rak–rak
yang teratur, sebaiknya mendapatkan sinar matahari
3. Pencucian peralatan
Pencucian yang benar akan memberikan hasil akhir pencucian
yang sehat dan aman.
Untuk pencucian yang perlu diikuti adalah :
a. Pisahkan segala kotoran atau sisa – sisa makanan yang
terdapat pada alat / barang seperti gelas, mangkok dan
lain-lain ketempat yang telah disediakan untuk itu.
Selanjutnya sampah tersebut dibuang bersama sampah
dapur lainnya.
b. Piring dan alat yang telah dibersihkan dari sisa makanan
ditempatkan pada tempat piring kotor
43
c. Setiap piring atau alat yang dicuci direndam pada bak
pertama. Cara ini dimaksud untuk memberikan
kesempatan peresapan air kedalam sisa makanan yang
masih menempel, sehingga mudah untuk dibersihkan
selanjutnya
d. Setelah direndam untuk beberapa saat maka piring mulai
dibersihkan dengan menggunakan detergen pada bak
pencucian tersebut. Penggunaan sabun sebaiknya
dihindarkan karena sabun tidak dapat menghilangkan
lemak
e. Cara pencucian dilakukan dengan menggosok bagian-
bagian yang terkena makanan, dengan cara menggosok
berulang kali sampai tidak terasa licin lagi, bilaman masih
licin akan menempel sisa-sisa bau yang belum bersih
f. Setelah pencucian dirasa cukup maka langsung dibilas
dengan air pembersih/pembilas yang mengalir sambil
digosok dengan tangan dan tidak lagi terasa sisa-sisa
makanan atau detergen
g. Piring atau gelas yang akan dipakai tidak perlu dilap atau
digosok kain lap, karena menjadi kotor kembali. Bilamana
dilap gunakan kain lap / tissue sekali pakai.
4. Penyimpanan peralatan
Penyimpanan peralatan harus memenuhi ketentuan :
a. Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus
disimpan dalam keadaan kering dan bersih
b. Cangkir, mangkok, gelas dan sebagainya cara
penyimpanannya harus dibalik
c. Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan
tidak rusak
d. Laci-laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya
e. Ruang penyimpanan peralatan tidak lembeb, terlindung
dari sumber pencemaran dan binatang perusak
E. Pengangkutan makanan
Makanan yang telah diolah dan disiapkan seperti tersebut diatas
secara hygienis akan menjadi tercemar kalau cara
pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu diperhatikan dalam
cara pengangkutannya yaitu :
44
1. Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan
mentah
2. Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur
yang mengangkut barang / bahan kotor
F. Penyajian makanan
Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran
dengan menggunakan tempat khusus serta peralatan yang dipakai
selalu terjaga kebersihannya. Makanan jadi yang siap disajikan
harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih,
makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat.
Penyajian dilakukan dengan prilaku penyaji yang sehat dan
berpakaian bersih. Dalam tata hidang disiapkan segera dan tidak
lama menunggu, letak makanan berada dalam satu bidang, bila
digunakan bidang yang berbeda, maka jenis makanan basah
berada dibawah dari jenis makanan kering.
G. Pengawasan Dan Penilaian
Agar penyelenggaraan pengelolaan makanan di RS berjalan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan perlu
dilaksanakan pengawasan dan penilaian yang dilakukan dengan
mengadakan pemeriksaan dengan observasi maupun pengukuran
yang dianggap perlu. Dimuali dari bagian luar bangunan
kemudian seterusnya sesuai dengan diagram jalur
makanantermasuktempat pencucian, tempat penyimpanan bahan,
tempat pengolahan termasuk alat pengangkut. Observasi meliputi:
1. Melihat kebersihan dan kerapian secara umum
2. Melihat kebersihan dan kerapian karyawan selama
melakukan tugas pengolahan makanan
3. Melihat ada tidaknya serangga atau tikus
H. Penyuluhan
Penyuluhan sanitasi pengelolaan makanan ditujukan untuk :
1. Pengawas dan penjamah makanan
a. Tujuan: memberikan pengetahuan agar merubah sikap
dan perilaku dalam pengelolaan makanan
b. Sasaran: pengawas makanan dan penjamah makanan
yang ada dilingkungan RS
45
c. Metode: penyegaran, pertemuan rutin, mengadakan
pelatihan dan penataran
d. Materi: penyakit infeksi yang ditularkan melalui
makanan, penyakit yang disebabkan oleh keracunan
makanan, prosedur kerja penyehatan makanan dalam
pengelolaan makanan, pengetahuan sanitasi tentang
sarana peralatan dan perlengkapan, personal hygiene
2. Pasien, keluarga dan pengunjung
a. Tujuan: agar memahami makanan yang baik untuk
dimakan
b. Metode: konsultasi dan penyuluhan
c. Materi; pengetahuan tentang makanan yang baik, tempat
pengolahan makanan yang baik, personal hygiene
46
BAB VII
SURVEILANS INFEKSI
A. Latar Belakang
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan merupakan suatu upaya kegiatan untuk meminimalkan atau
mencegah terjadinya infeksi kepada pasien, pengunjung, karyawan RS,
serta masyarakat sekitar rumah sakit. Salah satu program dari
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS adalah kegiatan surveilens,
disamping adanya kegiatan lain seperti pendidikan, kewaspadaan isolasi
serta kebijakan penggunaan antimikroba yang rasional. Kegiatan
surveilens infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah
satu kegiatan yang penting dan luas dalam program pengendalian
infeksi, dan suatu hal yang harus dilakukan untuk mencapai
keberhasilan dari program PPI.
Setiap RS dapat merencanakan dan menetapkan jenis surveilens
yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-
masing RS. Untuk mendapatkan angka infeksi RS diperlukan suatu
kegiatan surveilans infeksi yang dilakukan oleh ICN / IPCN sebagai
tugas utamanya. Kegiatan surveilans infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan ini merupakan suatu proses yang dinamis, komprehensif
dalam mengumpulkan, mengidentifikasi, menganalisa data kejadian
yang terjadi dalam suatu populasi yang spesifik dan melaporkannya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil kegiatan surveilans ini
dapat digunakan sebagai data dasar laju infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan, untuk menentukan adanya kejadian luar biasa, sebagai tolok
ukur akreditasi RS.
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Kegiatan Surveilans pada program Pencegahan Pengendalian
Infeksi di rumah sakit (PPIRS) diharapkan dapat menurunkan laju
infeksi di rumah sakit.
2. Tujuan khusus:
a. Mendapatkan data dasar Infeksi Rumah sakit.
b. Menurunkan Laju Infeksi RS.
47
c. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah
Sakit.
d. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah
yang memerlukan penanggulangan.
e. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPIRS.
f. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan.
5. Rincian Kegiatan
Perencanaan surveilans terdiri dari: indentifikasi populasi,
penilain hasil pelayanan dan penetapan definisi HAIs.
6. Pengumpulan data
Proses pengumpulan data didapatkan secara pasif atau aktif,
Proses pengumpulan data secara aktif adalah kegiatan yang secara
aktif dilakukan oleh IPCN, IPCLN, IPCD dan atau orang yang terlatih
untuk mencari kasus HAIs dari berbagai sumber untuk
mengumpulkan informasi dan memutuskan apakah terjadi HAIS atau
tidak. Data penunjang bisa didapatkan dari hasil pemerksaan
laboratorium
48
8. Analisa data
Analisa data di mulai dari penghitungan data dan stratifikasi data
Data harus dianalisa dengan cepat dan tepat, untuk mendapatkan
informasi apakah ada masalah infeksi, yang memerlukan
penanggulangan atau investigasi lebih lanjut. Interpretasi yang
dibuat harus menunjukkan informasi tentang penyimpangan yang
terjadi. Bandingkan angka infeksi apakah ada penyimpangan,
dimana terjadi kenaikkan atau penurunan yang cukup tajam.
Perhatikan dan bandingkan kecenderungan menurut jenis infeksi,
ruang perawatan dan patogen penyebab bila ada.. Perlu dijelaskan
sebab-sebab peningkatan atau penurunan angka infeksi, jika ada
data yang mendukung relevan dengan masalah yang dimaksud.
9. Cara perhitungan:
Catat data secara manual atau komputerisasi sebagai data base.
Tentukan numerator dan denuminator dan dihitung dengan rumus
Rumus Penghitungan
10. Pelaporan
Laporan dibuat secara periodik yaitu setiap bulan, triwulan dan
tahunan. Laporan dilengkapi dengan rekomendasi tindak lanjut bagi
pihak terkait dengan peningkatan infeksi.
Laporan sebaiknya dibuat sistematik, tepat waktu, informative.
Data dapat disajikan dalam berbagai bentuk, yang penting mudah
49
dianalisa dan diinterpretasi. Penyajian data harus jelas, sederhana,
dapat dijelaskan dengan narasi singkat.
11. Desiminasi
Surveilans belumlah sempurna dilaksanakan apabila datanya
belum didesiminasikan kepada yang berkepentingan untuk
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi. Oleh sebab itu
hasil surveilans angka infeksi harus disampaikan ke seluruh anggota
komite, direktur rumah sakit, ruangan atau unit terkait secara
berkesinambungan. Disamping itu juga perlu didesiminasikan
kepada kepala unit terkait dan penanggung jawab ruangan beserta
stafnya berikut rekomendasinya.
50
FT : Fisioterapis
PL : Petugas Lab
MP : Mahasiswa perawat
PR : Petugas Radiologi
PG : Petugas Gizi
51
Formulir B diisi oleh petugas instalasi gawat darurat diserahkan
kepada petugas terpajan untuk diserahkan kepada atasn langsung
dengan tembusan ke tim PPI yang berisi penjelasan tentang
penatalaksanaan setelah pajanan dan identitas pasien/sumber
bahan infeksius, kemudian dilaksanakan pemeriksaan laboratorium
(HIV, Hepatitis dll) sesuai prosedur ke Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah dengan pembiayaan dari Rumah Sakit.
d. Pemantauan kegiatan pelaksanaan PPI
Pemantauan kegiatan pelaksanaan PPI ini dilaksanakan oleh
seluruh IPCLN dan PIC di masing-masing unit yaitu di ruang
operasi, poliklinik mata, ruang lasik, IGD, laboratorium, dan
laundry.
Pemantauan kegiatan pelaksanaan PPI ini menggunakan formulir
monitoring pelaksanaan PPI (terlampir) yang diisi oleh IPCLN dan
PIC yang ditugaskan, form ini berisi penilaian kebersihan,
pengelolaan limbah, pembuangan sampah, penggunaan APD,
sterilisasi alat dan laundry.
Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari dengan cara mengisi tanda
centang (√) pada kolom yang tersedia sesuai dengan item yang dinilai
apabila dilaksanakan dengan benar, tanda silang (x) apabila tidak
dilaksanakan dengan benar dan dikosongkan apabila item tersebut
tidak dapat dinilai atau diterapkan di unitnya.
52
BAB VIII
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
53
BAB IX
PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA
54
BAB X
INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT
55
B. Infection Control Risk Assessment, terdiri dari:
1. External
a. Terkait dengan komunitas: Kejadian KLB dikomunitas yang
berhubungan dengan penyakit menular: influenza, meningitis.
b. Penyakit lain yg berhubungan dengan kontaminasi pada
makanan, air seperti hepatitis A dan salmonela
c. Terkait dengan bencana alam : tornado, banjir, gempa, dan lain-
lain
d. Kecelakaan massal : pesawat, bus, dan lain-lain
2. Internal
a. Risiko terkait pasien : Jenis kelamin, usia, populasi kebutuhan
khusus
b. Risiko terkait petugas kesehatan
c. Risiko terkait pelaksanaan prosedur
d. Risiko terkait peralatan
e. Risiko terkait lingkungan
56