Teater adalah salah satu bentuk kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya
sebagai unsur utama untuk menyatakan dirinya yang diwujutkan dalam suatu karya seni
suara, bunyi dan rupa yang dijalin dalam cerita pergulatan kehidupan manusia.
Dari rumusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur teater menurut urutannya
adalah sebabagai berikut :
6. Lakon sebagai unsur penjalin ( cerita, non cerita, fiksi dan narasi ).
Belajar seni teater sama dengan belajar tentang manusia dan kehidupannya. Kata pertama
dalam kosa kata seni teater adalah tubuh manusia sebagai sumber suara dan gerakan. Karena
itu setiap memulai belajar seni teater harus mengenal tubuhnya supaya mampu membuatnya
lebih ekspresif. Dengan demikian akan mampu mempraktekkan bentuk-bentuk seni teater
dimana setahap demi setahap ia membebaskan dirinya menjadi subjek yang kreatif. Demikian
pula dalam latihan awal seni teater, setiap orang harus melakukan pengenalan tubuhnya
kemudian mulai melakukan latihan olah tubuh.
Pembelajaran seni teater yang dilakukan oleh berbagai intitusi banyak terdapat persamaan
yaitu sangat menitik beratkan pada penggunaan ekspresi tubuh. Elemen-elemen ekspresi
tubuh yang merupakan semacam tata bahasa ekspresi (Grammer of exspresion). Begitu pula
tentang suara dan cara-cara pengucapannya disesuaikan dengan pikiran-pikiran, watak-watak,
dan susunan yang bersangkutan di dalam peran. Seni peran semacam itu telah umum dan
sebagai salah satu prosedur yang berlaku. Pelatihan-pelatihan seni teater banyak mengajarkan
gerak bicara dan gerak tubuh sebagai bahasa seni akting . Aristoteles berpendapat “ barang
siapa merenungkan setiap hal pada tubuhnya yang pertama kali dan asal mula dari pada hal
itu, maka ia akan memperoleh pemandangan yang paling jelas dari pada hari-hari itu.
Kemampuan ekspresi adalah usaha seorang pemeran untuk meraih ke dalam dirinya dan
menciptakan perasaan-perasaan yang dimilikinya setiap hari, untuk menjadi lebih peka
responya. Seorang calon pemeran akan berusaha untuk menciptakan sistem reaksi yang
beragam yang dapat memenuhi tuntutan teknis pementasan. Banyak orang yang mengatakan
bahwa dia sudah mengenal dirinya baik dari orang lain maupun dari perasaan diri sendiri.
Tetapi itu belum cukup karena seorang calon pemeran harus mengerti bahwa kemampuan
ekspresi di mulai dari usahanya mendisiplinkan diri. Disiplin yang berakar dari rasa hormat
seseorang kepada dirinya, lawan main, seniman-seniman lain bahkan kepada khalayak umum
yang tidak ada hubungannya dengan dunia akting.
Dasar dari kemampuan ekspresi adalah diri pribadi ketika berhubungan sosial dengan orang
lain. Fondasi inilah yang kemudian di atasnya harus dibangun kemampuan-kemampuan
ekspresi diri. Dalam kehidupan sehari-hari seorang calon pemeran sudah memainkan peran
yang berbeda-beda untuk situasi dan penonton yang berbeda-beda. Misalnya ketika
berbincang dengan sahabatnya, atasannya, pacarnya, kenalan biasa, tidak dapat dipungkiri
lagi bahwa dia memiliki postur tubuh, kualitas suara dan bahasa yang berbeda-beda.
Demikian pula halnya dengan rasa percaya diri, rasa apakah dia menarik atau tidak, dan cara
memproyeksikan pandangan diri orang-orang tersebut tentang dirinya. Semua itu mempunyai
bentuk dan cara yang berbeda-beda, tetapi semua itu tetap mewakili diri pribadi si pemeran,
bukan orang lain. Demikian pula halnya ketika di atas panggung, dimana pemeran akan
memainkan peran yang berbeda-beda tetapi tetap adalah dirinya sendiri. Segi sosial dari
pemeranan ini harus dilatih sedemikian rupa sehingga dia peka dan memiliki respon yang
beragam.
Proses latihan ekspresi ini membimbing calon pemeran untuk mampu mengasosiasikan
semua kemampuan kedalam aksi dramatis dan karakter yang dimainkan. Semua latihan yang
dilakukan mungkin saja tidak langsung diasosiasikan dengan naskah, tetapi lebih banyak
latihan improvisasi yang berhubungan dengan kemampuan ekspresi sesuai dengan suasana,
situasi dan tuntutan-tuntutan teknis dari sebuah pementasan. Latihan-latihan ini terdiri dari :
1. Latihan nafas biasa sampai organ-organ produksi suara siap untuk dilatih.
2. Latihan nafas perut, dalam latihan ini fokus nafas diarahkan pada perut. Latihlah
sampai nafas perut ini terkuasai.
3. Latihan nafas dada, dalam latihan ini fokus nafas diarahkan pada dada. Latihlah
sampai nafas dada ini terkuasai.
4. Latihan nafas diafragma, dalam latihan ini fokus nafas diarahkan pada sekat rongga
dada yang dimaksud sekat diafragma. Pernafasan ini sebenarnya gabungan nafas dada
dan nafas perut. Latihlah sampai nafas diafragma ini terkuasai.
Perangkat wajah dan sekitarnya, menjadi titik sentral yang akan dilatih. Dalam olah mimik
ini, kita akan memaksimalkan delikan mata, kerutan dahi, gerakan mulut, pipi, rahang, leher
kepala, secara berkesinambungan. Mimik merupakan sebuah ekspresi, dan mata merupakan
pusat ekspresi. Perasaan marah, cinta, dan lain-lain akan terpancar lewat mata. Ekspresi
sangatlah menentukan permainan seorang aktor. Meskipun bermacam gerakan sudah bagus,
suara telah jadi jaminan, dan diksi pun kena, akan kurang meyakinkan ketika ekspresi
matanya kosong dan berimbas pada dialog yang akan kurang meyakinkan penonton, sehingga
permainannya akan terasa hambar.
Di atas telah disebutkan bahwa untuk mencapai ekspresi yang baik maka calon pemeran
harus menyadari akan tubuhnya sendiri maupun tubuh lawan mainnya. Tubuh pemeran
merupakan alat ekspresi pemeran tersebut. Untuk mengetahui dan mengenal tubuhnya secara
mendalam dan tubuh lawan main maka ada baiknya dilakukan observasi terhadap tubuh
sendiri maunpun tubuh lawan. Latihan di bawah ini bisa dilakukan dan ini hanyalah salah
satunya saja, karena dalam perjalanan waktu akan ditemukan model-model latihan yang
menyenangkan.
1. Setiap peserta menghadap cermin dan amati tubuh anda secara keseluruhan.
2. Deskripsikan pengamatan anda kepada peserta lain.
3. Lakukan dengan suasana yang santai dan presentasikan sesuai dengan gaya anda.
4. Latihan diteruskan dengan membuat kelompok kecil dan saling mengamati setiap
anggota kelompok termasuk yang menjadi ciri khasnya.
5. Deskripsikan hasil pengamatan tersebut termasuk yang menjadi ciri khas dari objek
pengamatan anda.
6. Dalam latihan ini diusahakan dilakukan dengan pengamatan yang sangat jeli dan
dalam suasana santai.
Latihan ini merupakan latihan berimajinasi. Latihan ini bisa dilakukan secara sendiri
maupun secara kelompok. Dalam latihan ini kita harus menentukan benda imajiner (dalam
hal ini adalah karet elastis) dan menciptakan benda tersebut seolah-olah nyata adanya.
1. Posisi tubuh yang enak. Bayangkan sebuah karet elastis yang agak tipis. Peganglah
masing-masing ujungnya dengan tangan.
2. Sekarang mulai menarik karet itu ke berbagai arah, tetapi upayakan posisi karet
tersebut dekat tubuh. Cobalah dengan berbagai cara yang mungkin anda bisa lakukan
untuk menarik dan melepaskan karet tersebut. Berikan cukup waktu untuk penjagaan
ini. Ketika menarikakret tersebut usahakan seekspresif mungkin.
3. Kemudian mulailah menarik dengan posisi yang jauh dari badan dan masuk dalam
ruang. Tarik karet tersebut ke berbagai arah secara ekspresif. Teruskan menjajagi
sendiri gerakan ini ke berbagai arah.
4. Sekarang bayangkan karet elastis yang sangat kuat, coba untuk menariknya ke segala
arah.
5. Biarkan gerakkan itu membuat anda jongkok dan berdiri, namun tidak usah tergesa-
gesa. Biarkan gerakkan itu berkembang sendiri.
Catatan. Karet elastis adalah benda kongkrit, dan menariknya adalah sebuah pengalaman
biasa. Penekanan kegiatan ini adalah pada kesadaran dan penghayatan terhadap gerakan
menarik. Ini adalah sebuah aktivitas gerak arahan sendiri. Latihan sederhana ini akan
memberikan pengalaman kepada peserta untuk terlibat dalam situasi permainan. Melakukan
gerakan hingga berjongkok dan berdiri membutuhkan penghayatan yang cukup.
Seorang pemeran ibarat sebuah lemari yang berisi penuh dengan pengalaman-
pengalaman batin. Penglaman batin itulah yang sekali waktu dipanggil untuk memainkan
peran yang disyaratkan seorang penulis lakon. Sama dengan latihan karet elastis, latihan ini
juga latihan berimajinasi. Dalam latihan ini selain berimajinasi juga latihan membongkar
pengalaman emosi atau pengalaman batin kita. Dalam latihan sebaiknya dilakukan secara
kelompok atau paling tidak ada pihak pengawas sebagai pihak pengontrol.
1. Dalam posisi duduk yang nyaman, bayangkan sesuatu yang tidak anda sukai.
Mungkin sesuatu ada di atas kepala kita, di atas pundak kita, punggung kita, atau dia
menekan kita ke bawah.
2. Dapatkan bayangan yang jelas terhadap sesuatu (yang tidak anda sukai tersebut).
Dimana anda rasakan sesuatu itu? Adakan kontak dengannya, cobalah untuk
melenyapkan.
3. Biarkan gerakan itu terjadi sendiri.
Catatan. Bayangan semacam ini biasanya akan merangsang munculnya ingatan terhadap
sebuah pengalaman yang bisa membangkitkan emosi pribadi yang kuat kepada seorang
pemeran. Walaupun reaksi emosi pribadi bukan tujuan utama seorang pemeran, tetapi hal ini
akan membantu and untuk menemukan kesadaran batin yang mendalam berkaitan dengan
perasaan.
Latihan ini juga melatih daya imajinasi kita. Latihan akan berhasil jika kita betul-betul
menghayati dan seolah-olah merasakan serta dihadapkan pada kejadian yang menuntut kita
seperti ini. Latihan ini selain menuntut kita berimajinasi juga menuntut kepekaan kita.
1. Bayangkan seutas tali yang direntangkan, tinggi di atas lantai, anda sedang berdiri di
atas panggung siap untuk mencoba melintasi tali itu.
2. Anda ingin melintasi tali itu namun belum merasakan kalau anda akan mampu
melakukannya.
3. Jangan terbuur-buru. Tunggu sampai anda mendapatkan gambaran yang jelas tentang
hubungan tali tersebut dengan anda yang berdiri di atas panggung.
4. Jika anda sudah siap, mulailah perjalanan tersebut.
5. Anda mungkin menemukan kesulitan, tetapi jangan berhenti. Anda harus tetap
mencoba, mencoba dengan berbagai cara. Jangan tergesa dan tetaplah berkonsentrasi
pada perasaan yang dirasakan.
6. Ketika anda sudah siap biarkan perasaan membuat anda bergerak.
7. Kalau dalam bayangan anda merasa kesulitan, ekspresikan kesulitan tersebut.
Catatan. Jika pengalaman ini dicoba dengan hati-hati, sehingga tidak menjadi sebuah
kegiatan yang mekanik, kebanyakan orang akan bisa merasakan keterlibatan yang
mendalam.
1. Bayangkan sutas tali besar melilit pinggang anda dan diikatkan ke salah satu pojok
diseberang ruang.
2. Bayangkan diri anda ditarik ke pojok tersebut. Tarikan tersebut semakin kuat dan
anda melawan.
3. Tiba-tiba tarikan tali tersebut berubah dan anda terseret ke sudut yang berlawanan.
Cobalah untuk melawan tarikan tersebut.
4. Sekarang bayangkan bahwa anda yang mengendalikan tarikan tersebut dan menarik
tali tersebut. Tarik tali tersebut dan main-mainkan tali tersebut.
5. Bayangkan bahwa anda terkadang ditarik tali tersebut tetapi sekali waktu anda yang
menarik tali tersebut lakukan secara berganti-gantian.
Latihan ini sudah mulai menuntut kita untuk berperan, meskipun peran yang kita
mainkan adalah salah satu sisi dalam diri kita sendiri. Setiap manusia mempunyai sisi dalam
diri atau rasa curiga ini. Latihan ini juga bisa dikembangkan dengan rasa mencintai, rasa
membenci, rasa mengasihani sesama. Proses latihannya sama dengan proses latihan saling
curiga.
1. Dalam latihan ini dimulai dari satu orang, dan bayangkan seseorang mencurigai anda.
2. Masuk satu orang lain, dan saling mencurigai. Setiap orang menyembunyikan
perasaan tak percaya, gelisah, khawatir, dan curiga.
3. Masuk beberapa orang, dan setiap orang saling mencurigai sesama yang terlibat
dalam latihan ini.
4. Pertahankan bayangan akan kecurigaan ini, biarkan perasaan dan gerakan semakin
menjadi-jadi, biarkan gerak terus berkembang.
5. Ekspresikan kecurigaan anda kepada sesama. Saling curiga tetapi tidak ada kontak
badan. Kecurigaan ini kemudian berkembang menjadi saling benci dan marah.
Kebencian dan kemarahan tidak hanya pada seseorang tetapi kepada seluruh peserta
lain bahkan pada dirinya sendiri.
1. Buat sebuah kalimat, (misalnya : “Berapa lama saya harus menunggu” atau “Siapa
bilang itu tidak bisa dilakukan”).
2. Ucapkan kata tersebut dengan ritme yang datar, dari satu kata ke kata yang lain.
3. Kemudian uacapkan lagi dengan menempatka tekanan pada kata yang berbeda-beda
dan merubah kecepatannya.
4. Tetaplah dalam kelompok, namun bekerja secara bebas. Setiap orang mencoba
mengucapkan kata-kata tersebut dengan respon emosi yang berbeda-beda.
5. Sekarang biarkan tubuh bergerak bebas dan masih mengucapkan kata-kata tersebut,
semakin lama semakin cepat.
Catatan. Latihan ini bisa menyenangkan karena mencoba membebaskan peserta untuk
mencoba berbagai struktur ritme.
Latihan merupakan latihan bagaimana kita mengontrol dan mengekspresikan emosi kita.
Emosi adalah segala aktivitas yang mengekspresikan kondisi disini dan sekarang dari
organisme manusia dan ditujukan ke arah duniannya di luar. “Emosi timbul secara otomatis”
dan terikat dengan aksi yang dihasilkan dari konfrontasi manusia dengan dunianya. Pemeran
tidak menciptakan emosi karena emosi akan muncul dengan sendirinya lantaran
keterlibatannya dalam memainkan peran sesuai dengan naskah.
Semua latihan bisa di atas bisa dilakukan secara berurutan tetapi bisa juga secara parsial.
Maksudnya latihan yang sesuai dengan kebutuhan. Semua latihan di atas merupakan latihan
dasar dan belum sampai pada latihan persiapan pementasan. Latihan pementasan di sini
dimaksudkan sebagai latiihan sesuai dengan perencanaan dan materi pementasan.
DAFTAR BACAAN
1. Eka D. Sitorus, The Art of Acting. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.
2. Loren E. Taylor, Drama Formal dan Teater Remaja, Alih Bahasa A.J. Soetrisman.
Yogyakarta, Yayasan Taman Bina Siswa, 1981.