Anda di halaman 1dari 34

TUGAS

METODOLOGI PENELITIAN WILAYAH

DISUSUN OLEH:

ARSAN (G2F121004)

PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara

Tahun 2015, 2016 dan 2017 panjang jalan Kabupaten Bombana dengan jenis

permukaan dan kondisi jalan (km). Jalan yang diaspal mencapai 32,72 km,

kerikil 394,80 km, tanah 238,09 km, tidak diperinci 665,61 km, dengan kondisi

jalan baik 218,59 km, sedang 164,93 km, rusak 184,83 km, rusak berat 665,61

km. Dilihat dari data BPS (2015) dan BPS (2016) di atas maka dapat disimpulkan

bahwa infrastruktur jalan di Kabupaten Bombana belum mengalami

perkembangan. Tetapi dilihat dari data BPS (2017) mulai mengalami

perkembangan yaitu terjadi penambahan jalan kerikil/ perkerasan jalan sekitar

394,80 km, artinya adalah dengan bertambahnya infrastruktur jalan berarti

aksesibilitas juga akan semakin meningkat. Lalu bagaimanakah perkembangan

wilayah Kabupaten Bombana ditinjau dari aspek aksesibilitas wilayah.

Kabupaten Bombana merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi

Sulawesi Tenggara yang memiliki potensi dibidang Pertanian, menurut data BPS

Provinsi Sulawesi Tenggara (2018) yaitu pertanian padi sawah dengan irigasi

1139,15 m2 dan non irigasi 1632,40 m2. Berdasarkan data dari BPS (2015)

disebutkan bahwa, luas panen tanaman padi sawah 13.875 Ha dengan hasil

produksi pertanian padi sawah sebanyak 63003,12 ton. Tentunya ini akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendukung perkembangan wilayah di

Kabupaten Bombana.

Jika dibandingkan dengan Kabupaten Kolaka, yaitu tanaman pangan yang

diusahakan di Kabupaten Kolaka seperti padi yang meliputi padi sawah dengan
luas panen 11.331 Ha dan produksi sebesar 52258,25 ton (Bps 2015). Ini artinya

luas tanam dan jumlah produksi padi sawah Kabupaten Bombana lebih besar

disbanding dengan Kabupaten Kolaka. Lalu bagaimanakah Hubungan

Aksesibilitas Dan Konektivitas Wilayah Terhadap Produktivitas Sektor Unggulan

di Kabupaten Bombana.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian di atas maka masalah yang dikaji dalam

penelitian ini adalah :

1) Bagaimana Hubungan Aksesibilitas Wilayah dengan Perkembangan

Wilayah dan Produktivitas Sektor Unggulan di Kabupaten Bombana?

2) Bagaimana Hubungan Konektivitas Wilayah dengan Perkembangan

Wilayah dan Produktivitas Sektor Unggulan di Kabupaten Bombana?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisis Hubungan Aksesibilitas Wilayah dengan Perkembangan

Wilayah dan Produktivitas Sektor Unggulan di Kabupaten Bombana.

2) Menganalisis Hubungan Konektivitas Wilayah dengan Perkembangan

Wilayah dan Produktivitas Sektor Unggulan di Kabupaten Bombana.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1) Manfaat bagi ilmu pengetahuan; Dapat bermanfaat dalam memperkaya

bidang perencanaan pengembangan wilayah dan dapat bermanfaat sebagai

referensi banding bagi peminat yang mengikuti perencanaan pembangunan

wilayah.
2) Manfaat bagi peneliti ; Dengan adanya penelitian ini penulis dapat

Mengetahui tentang hubungan Aksesibilitas Wilayah dengan

Perkembangan Wilayah dan Produktivitas Sektor Unggulan ,

dan hubungan konektivitas wilayah dengan perkembangan wilayah

dan produktivitas sektor unggulan di Kabupaten Bombana.

3) Manfaat bagi pemerintah; dengan adanya penelitian ini dapat memberikan

manfaat kepada pihak yang berkepentingan khususnya Pemerintah

Kabupaten Bombana sebagai bahan referensi dan

informasi dalam menentukan kebijakan pengembangan Kabupaten

Bombana. Serta dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan guna

mendukung kebutuhan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

E. Ruang Lingkup Bahasan

Penelitian ini Menganalisis Hubungan Aksesibilitas Wilayah dengan

Perkembangan Wilayah dan Produktivitas Sektor Unggulan di Kabupaten

Bombana, dan Menganalisis Hubungan Konektivitas Wilayah dengan

Perkembangan Wilayah dan Produktivitas Sektor Unggulan di Kabupaten

Bombana.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Aksesibilitas, Transportasi, Interaksi dan Konektivitas Wilayah

Menurut Asri (2016) mengatakan bahwa sistem prasarana dan sarana

transportasi sebagai infrastruktur dasar merupakan prasyarat terjadinya

pergerakan ekonomi rakyat dan sebagai sistem pendukung dan pendorong

dalam memacu kegiatan perekonomian masyarakat, karena akan sangat

efisiensi dan efektifitas kegiatan wilayah.

Masalah kemiskinan terjadi karena rendah tingkat aksesibilitas

(keterhubungan) pusat-pusat desa dengan daerah-daerah lainnya yang

menyebabkan desa-desa tersebut menjadi kurang produktif. Salah satu usaha

untuk mengatasi hal tersebut dengan melakukan perbaikan tingkat aksesibilitas

pusat-pusat desa atau daerah terpencil dengan memanfaatkan prasarana

transportasi berupa sistem jaringan jalan kabupaten dan lokal guna

mengembangkan wilayah terpencil.

Magribi (1999) Aksesibilitas adalah ukuran kemudahan yang meliputi waktu,

biaya, dan usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau

kawasan dari sebuah sistem.

Aksesibilitas merupakan salah satu bagian dari analisis interaksi kegiatan

dengan sistem jaringan transportasi yang bertujuan untuk memahami cara kerja

sistem tersebut dan menggunakan hubungan analisis antara komponen sistem

untuk meramalkan dampak lalu lintas beberapa tata guna lahan atau kebijakan

transportasi yang berbeda. Aksesibilitas sering dikaitkan dengan jarak, waktu

tempuh dan biaya perjalanan Suthanaya (2009).


Magribi (2004) dengan meningkatnya aksesibilitas, diharapkan kualitas hidup

masyarakat perdesaan pun akan bertambah pula. Lahan pertanian yang kurang

subur dapat ditingkatkan kesuburannya dengan sistem pengelolaan lahan dan

penggunaan pupuk yang baik, serta pemanfaatan bibit unggul, akses yang baik,

akan meningkatkan kualitas pemanfaatan dan pengembangan sumber daya

alam dan sumber daya manusia, serta perekonomian masyarakat.

Nasution (1996) Transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan

manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Sehingga dengan kegiatan tersebut

maka terdapat tiga hal, yaitu adanya muatan yang diangkut, tersedianya

kendaraan sebagai alat angkut, dan terdapatnya jalan yang dapat dilalui. Proses

pemindahan dari gerakan tempat asal, dimana kegiatan pengangkutan dimulai

dan ke tempat tujuan dimana kegiatan diakhiri. Untuk itu dengan adanya

pemindahan barang dan manusia tersebut, maka transportasi merupakan salah

satu sektor yang dapat menunjang kegiatan ekonomi (the promoting sector) dan

pemberi jasa (the

servicing sector) bagi perkembangan ekonomi.

Untuk menghitung tingkat aksesibilitas dengan rumus sebagai berikut,

Bintarto(1982).
m−t+s
Alpha (α) = 2𝑡−𝑠
…………………….……...……...………………………(2.1)

Keterangan :

Alpha (a) = Tingkat Aksesibilitas

m = Jaringan jalan (graf)

t = Titik tempat (simpul)

s = Wilayah (sub graf)


Interpretasi dari Indeks Alfa (α) adalah jika nilai Indeks Alfa (α) mendekati 1

(Satu) maka nilai semakin tinggi atau tingkat aksesibilitasnya tinggi. Dengan

memakai indikator aksesibilitas yang merupakan perkalian fungsi aktivitas Gross

Domestic Product (GDP Populasi) dengan impendasi wilayah (jarak dan waktu

tempuh), keunggulan lokasional suatu wilayah dapat diidentifikasi.

Beberapa model transportasi penumpang dan barang yang sudah dikenal

luas adalah model gravititasi dan pengembangan dari model gravitasi,

dimana model-model ini dikategorikan ke dalam pendekatan interaksi

spasial. Teori Gravitasi pertama kali diperkenalkan dalam ilmu fisika oleh Sir

Issac Newton (1687), Inti dari teori ini adalah bahwa dua buah benda yang

memiliki massa tertentu akan memiliki gaya tarik menarik antara keduanya

yang dikenal sebagai gaya gravitasi.

Kekuatan gaya tarik menarik ini akan berbanding lurus dengan hasil kali

kedua massa benda tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak

antara kedua benda tersebut. Secara matematis, model gravitasi Newton ini

dapat diformulasikan sebagai berikut:

g(mA . mB)
G= (dAB)²
……………………........…………………..……….………..(2.2)

Keterangan:

G = kekuatan gravitasi antara dua benda (cm/dt²)

G = tetapan gravitasi Newton

mA = massa benda A

mB = massa benda B

dAB = jarak antara benda A dan B

Model gravitasi Newton ini kemudian diterapkan oleh W.J. Reilly (1929),

seorang ahli geografi untuk mengukur kekuatan interaksi keruangan antara dua
wilayah atau lebih. Berdasarkan hasil penelitiannya, Reilly berpendapat bahwa

kekuatan interaksi antara dua wilayah yang berbeda dapat diukur dengan

memperhatikan faktor jumlah penduduk dan jarak antara kedua wilayah tersebut.

Untuk mengukur kekuatan interaksi antara wilayah digunakan persamaan

sebagai berikut:

k(pA . pB)
IAB = (dAB)²
…………….……………...………………………..….……(2.3)

Keterangan:

IAB = kekuatan interaksi antara wilayah A dan B

k = angka konstanta empiris ( k = 1)

PA = jumlah penduduk wilayah A

PB = jumlah pendudukwilayah B

dAB = jarak wilayah A dan wilayah B

interaksi antara A, B, dan C yaitu :

- Jumlah penduduk wilayah pertumbuhan A = 300.000 jiwa.

- Jumlah penduduk wilayah pertumbuhan B = 20.000 jiwa.

- Jumlah penduduk wilayah pertumbuhan C = 10.000 jiwa.

Jarak antara wilayah pertumbuhan A dengan wilayah pertumbuhan B = 5 km

maka:

300.000 x 20.000 6.000.000.000


IAB = 2
= = 240.000.000
(5) 25

Jika di dekat wilayah pertumbuhan A ada desa lain, yaitu wilayah

pertumbuhan C dengan jumlah penduduk 10.000 jiwa dan jaraknya dengan A =

10 km, maka:

300.000 x 10.000 3.000.000.000


IAC = = = 30.000.000
(10)2 100
Jadi, interaksi antara wilayah pertumbuhan A dengan wilayah pertumbuhan

B dan wilayah pertumbuhan C dapat ditulis dengan angka sederhana, yaitu 24

berbanding 3 atau 8 berbanding 1. Jika digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Model Graviti


Sumber : W.J. Reilly (1929)

Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi A dengan B lebih

besar dari pada interaksi antara A dengan C. Berarti pengaruh A terhadap B

lebih besar daripada pengaruh A terhadap C.

Analisis grafik dilakukan untuk menganalisis sebaran garis, jaringan sungai

dan jaringan jalan, misalnya jaringan jalan sebagai prasarana penghubung lokasi

sebagai salah satu indikator kemajuan wilayah. Jika kerapatan jaringan jalan

menunjukkan panjang jalan dalam suatu wilayah, maka dengan analisa grafik

dapat menunjukkan tingkat keterkaitan antar lokasi dalam suatu tempat.

Untuk menganalisis potensi kekuatan interaksi antarwilayah ditinjau dari

struktur jaringan jalan sebagai prasarana transportasi, K.J. Kansky

mengembangkan Teori Grafik dengan membandingkan jumlah kota atau daerah

yang memiliki banyak rute jalan sebagai sarana penghubung kota-kota tersebut.

Menurut Kansky (1976), mengatakan bahwa kekuatan interaksi ditentukan

dengan Indeks Konektivitas. Semakin tinggi nilai indeks, semakin banyak

jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota atau wilayah yang sedang dikaji.

Hal ini tentunya berpengaruh terhadap potensi pergerakan manusia, barang, dan

jasa karena prasarana jalan sangat memperlancar tingkat mobilitas antar

wilayah. Kegunaan dari teori ini adalah: K.J. Kansky (1976):


1. Untuk meningkatkan hubungan suatu wilayah dengan wilayah

lainnya;

2. Untuk meperlancar arus pergerakan manusia, barang dan jasa sehingga

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk menghitung indeks konektivitas ini digunakan rumus sebagai

berikut (K.J. Kansky 1976):


𝑒
𝛽 = 𝑣………….…………………………………………………..…………(2.4)

Keterangan:

β = Indeks konektivitas

e = Jumlah jaringan jalan

v = Jumlah kota

Contoh soal hitunglah Indeks Konektivitas jika diketahui :

Wilayah A:

Jumlah Jaringan Jalan = 9

Jumlah Kota =6

Penyelesaian:
𝑒
𝛽A =
𝑣
9
𝛽A = 6 = 1,5

Wilayah B:

Jumlah Jaringan Jalan = 10

Jumlah Kota =6

Penyelesaian:
𝑒
𝛽B =
𝑣
10
𝛽B = 6
= 1,7
𝛽 = 1,5 𝛽 = 1,7

Gambar 2.2. Indeks Konektivitas Dua Wilayah


Sumber : K.J. Kansky (1976)

B. Nilai Komposit

Suatu material komposit merupakan suatu material yang kompleks dimana

terkomposisikan dari dua material atau lebih yang digabungkan/ disatukan

secara bersamaan pada skala makroskopik membentuk suatu produk yang

berguna, yang didesain untuk menghasilkan kualitas maupun sifat terbaik.

Penguat biasanya bersifat elastis, dan mempunyai kekuatan tarik yang baik

namun tidak dapat digunakan pada temperatur yang tinggi, sedangkan matrik

biasanya bersifat ulet, lunak dan bersifat mengikat jika sudah mencapai titik

bekunya. Kedua bahan yang mempunyai sifat berbeda ini digabungkan untuk

mendapatkan satu bahan baru (komposit) yang mempunyai sifat yang berbeda

dari sifat partikel penyusunnya Jacobs (2005).

C. Konsep Dan Definisi Pengembangan Wilayah

Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia

sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model

pengembangan wilayah serta tatanan sosial ekonomi, sistem pemerintahan dan

administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan


tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu

sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang).

Abdulrachman (1973) Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan

fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekat (estimate) sebagai persiapan

untuk melaksanakan tindakan-tindakan kemudian. Berdasarkan definisi tersebut,

perencanaan memerlukan sebuah pemikiran yang serius dan melibatkan banyak

pihak (stakeholders) sehingga hasil yang diperoleh dan cara memperoleh hasil

tersebut dapat diterima oleh masyarakat.

Variasi keruangan akan menimbulkan berbagai bentuk interaksi keruangan

(spatial interaction) antar masing-masing tempat (individual places) dan tentunya

interaksi keruangan menghasilkan bentuk-bentuk saling ketergantungan antar

tempat (interdependency of places). Dengan analogi semacam ini jelas bahwa

spatial interdependency merupakan pencerminan dari azas-azas geografi

(khususnya spatial analysis): location, distance, space, accessiblity, dan spatial

interaction. Menurut Direktorat pengembangan kawasan strategis, Ditjen

penataan Ruang, Departemen permukiman dan prasarana Wilayah (2002)

prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah adalah:

1) Growth center, memperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect)

pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan

secara nasional;

2) Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan

antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan perkemba

ngan wilayah;

3) Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi

dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan


kesetaraan;

4) Pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat

bagi perencanaan pengembangan kawasan.

Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah pengembangan

di harapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumber daya

alam, sumber daya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan

melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan

memperhatikan sifat sinergis di antaranya (Direktorat Pengembangan Wilayah

dan Transmigrasi, 2003). Kegiatan transportasi umum pada prinsipnya dapat

dibagi atas beberapa kegiatan yaitu (Wells. GR, 1975):

1) Pengumpulan manusia dari kawasan permukiman atau kawasan tempat

bekerja dan kawasan perbelanjaan; Pengangkutan antara kawasan

permukiman, kawasan tempat bekerja atau kawasan perdagangan;

2) Distribusi di tempat-tempat kawasan permukiman, perdagangan atau tempat

seperti bekerja.

D. Pengukuran Aksesibilitas

Aksesibilitas suatu wilayah tidak lepas dari ketersediaan sarana transportasi

yaitu jaringan jalan. Untuk pengukuran indeks aksesibilitas pada suatu wilayah,

dalam penelitian ini menggunakan cara dengan membandingkan antara jumlah

jaringan jalan dalam suatu wilayah dengan wilayah yang lain.

E. Aktifitas dan Aksesibilitas Masyarakat di Kecamatan.

Selain menjadi petani, Penduduk Kecamatan ada juga yang menjadi

buruh, pedagang,pengrajin, tukang dan lain sebagainya. Menurut Undang -

Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, pengertian

Kecamatan adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan


untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan

Nasional dan berada di daerah Kabupaten. Definisi lain menjelaskan bahwa

perdesaan sebagai suatu komunitas kecil yang terikat pada lokalitas tertentu

sebagai tempat tinggal secara menetap maupun bagi pemenuhan kebutuhannya,

yang terutama tergantung pada pertanian.

Dalam pengertian secara umum perdesaan erat kaitaanya dengan pertanian,

terutama karakteristik perdesaan di Indonesia. Potensi sumber daya pertanian

yang besar dan beragam, serta sumber daya manusia yang dapat mendorong

pertanian mampu bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. Keadaan ini

mendorong terjadinya pembangunan dalam bidang pertanian secara terus

menerus. Hal ini dikarenakan kondisi pertanian memiliki peranan yang cukup

penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Karakteristik wilayah perdesaan

mendorong Indonesia menjadi negara agraris, dengan sebagian penduduknya

bermata pencaharian di bidang pertanian. Menurut BPS (2017), sektor pertanian

menyerap penduduk Indonesia yang berkerja sebanyak 35,93 juta orang (29,69

persen).

F. Perkembangan Wilayah

Menurut Spiro Kostof (1991) Kota adalah leburan dari bangunan dan

penduduk, sedangkan bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian

berubah sampai hal ini dipengaruhi dengan budaya yang tertentu. Bentuk kota

ada dua macam yaitu geometri dan organik.Terdapat dikotomi bentuk perkotaan

yang didasarkan pada bentuk geometri kota yaitu Planned dan Unplanned.

Secara umum perkembangan kota sangat dipengaruhi oleh situasi dan

kondisi internal yang menjadi unsur terpenting dalam perencanaan kota secara
komprehensif. Unsur eksternal yang menonjol juga dapat mempengaruhi

perkembangan kota Branch (1995).

Hariyanto dan Tukidi (2007) mengatakan bahwa secara umum, kawasan

strategis dibagi menjadi beberapa kepentingan yaitu pendayagunaan sumber

daya dan teknologi, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta

fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Dalam kawasan strategis ekonomi,

kawasan yang diperuntukkan untuk meningkatkan pertumbuhan wilayah

diwujudkan salah satunya dalam bentuk kawasan strategis cepat tumbuh (KSCT)

yang diintegrasikan dengan inovasi pemerintah bernama Regional Management

(RM) yaitu peningkatan kerjasama antar wilayah guna mewujudkan distribusi dan

produksi.

G. Teori Hirearki Pusat Pertumbuhan

Central Place theory dikemukakan oleh Walter Christaller pada tahun 1933.

Teori ini menyatakan bahwa suatu lokasi dapat melayani berbagai

kebutuhan yang terletak pada suatu tempat yang disebutnya sebagai tempat

sentral. Tempat sentral tersebut memiliki tingkatan-tingkatan tertentu sesuai

kemampuannya melayani kebutuhan wilayah tersebut. Bentuk pelayanan

tersebut digambarkan dalam segi enam/ heksagonal. Teori ini dapat berlaku

apabila memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. wilayahnya datar dan tidak berbukit;

2. tingkat ekonomi dan daya beli penduduk relatif sama;

3. penduduk memiliki kesempatan yang sama untuk bergerak ke berbagai arah.

Choirul Amin dan Muhammad Musiyam (2017) menyatakan bahwa, teori

tempat sentral adalah teori geografis yang berusaha menjelaskan jumlah, ukuran

dan lokasi permukiman penduduk dalam sistem perkotaan. Pernyataan tersebut


menjelaskan bahwa, central place theory sendiri secara tidak langsung

membuktikan bahwa wilayah sejatinya memiliki kedudukan secara hierarkis.

Permukiman berfungsi sebagai central place (tempat pusat) yang menyediakan

layanan kepada daerah sekitarnya.

Pengertian dasar permukiman dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2011

Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan

hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai

prasarana, sarana, fasilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi

lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Permukiman merupakan

suatu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dari

deretan lima kebutuhan hidup manusia pangan, sandang, permukiman,

pendidikan dan kesehatan, nampak bahwa permukiman menempati posisi yang

sentral, dengan demikian peningkatan permukiman akan meningkatkan pula

kualitas hidup.

H. Pertumbuhan Ekonomi

Sadono Sukirno (1985) pengertian pertumbuhan ekonomi

adalah perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun.

Untuk mengetahui pertumbuhannya, maka harus dilakukan perbandingan

pendapatan nasional negara dari tahun ke tahun, yang kita kenal dengan laju

pertumbuhan ekonomi. Teori Pertumbuhan Ekonomi Memiliki empat ciri,Tarigan

(2009) yaitu:

a) adanya hubungan intern dari berbagai macam kegiatan. Keterkaitan antara

satu sektor dengan sektor lain akan saling mendorong pertumbuhan karena

hubungan yang dimiliki;


b) Ada efek penggandaan (multiplier effect). Keberadaan sektor-sektor yang

saling terkait dan saling mendukung akan dapat menciptakan efek

penggandaan. Permintaan akan menciptakan produksi baik sektor tersebut

maupun sektor yang terkait akhirnya akan menjadi akumulasi modal. Unsur

efek penggandaan sangat berperan dalam membuat kota mampu memacu

pertumbuhan belakangnya;

c) Adanya konsentrasi geografis. Konsentrasi geografis dari berbagai sektor

atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang

saling membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik dari kota tersebut;

d) Bersifat mendorong dari belakang. Terdapat hubungan yang harmonis

antara kota dan wilayah yang ada berada di belakangnya. Kota

membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan

berbagai kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan

dirinya.

I. Teori Pembangunan dan Pengembangan Wilayah

Perencanaan pembangunan wilayah semakin relevan dalam

mengimplementasikan kebijakan ekonomi dalam aspek kewilayahan. Hoover

dan Giarratani (dalam Nugroho dan Dahuri, 2004), menyimpulkan tiga pilar

penting dalam proses pembangunan wilayah, yaitu:

1. Keunggulan komparatif (imperfect mobility of factor).

Pilar ini berhubungan dengan keadaan ditemukannya sumber-sumber daya

tertentu yang secara fisik relatif sulit atau memiliki hambatan untuk

digerakkan antar wilayah. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor lokal

(bersifat khas atau endemik, misalnya iklim dan budaya) yang mengikat

mekanisme produksi sumber daya tersebut sehingga wilayah memiliki


komparatif. Sejauh ini karakteristik tersebut senantiasa berhubungan dengan

produksi komoditas dari sumber daya alam antara lain pertanian, perikanan,

pertambangan, kehutanan, dan kelompok usaha sektor primer lainnya;

2. Aglomerasi (imperfect divisibility).

Pilar aglomerasi merupakan fenomena eksternal yang berpengaruh terhadap

pelaku ekonomi berupa meningkatnya keuntungan ekonomi secara spasial.

Hal ini terjadi karena berkurangnya biaya-biaya produksi akibat penurunan

jarak dalam pengangkutan bahan baku dan distribusi produk;

3. Biaya transport (imperfect mobility of good and service).

Pilar ini adalah yang paling kasat mata mempengaruhi aktivitas

perekonomian. Implikasinya adalah biaya yang terkait dengan jarak dan

lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam proses produksi dan pembangunan

wilayah.

Adisasmita (2013) bahwa berdasarkan fakta dasar perkembangan

keruangan (spasial), pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga

tidak terjadi secara serentak. Pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik ataupun

kutub-kutub perkembangan, dengan kadar intensitas yang berubah-ubah, dan

pertumbuhan itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam

terhadap keseluruhan perekonomian.

J. Produktivitas Sektor Unggulan

Pembangunan merupakan suatu proses transformasi yang dalam perjalanan

waktu ditandai oleh perubahan struktural, yaitu perubahan pada landasan

kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang

bersangkutan (Sanusi, 2004). Menurut Lincolin Arsyad (2010) proses

pembangunan mencakup pembentukan instansi baru, pengembangan industri


alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja dan identifikasi pasar-pasar serta

pengembangan usaha baru.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan

menjalin pola-pola kemitraan antara pemerintah daerah dan pihak swasta guna

penciptaan lapangan kerja, serta dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di

daerah bersangkutan (Soeparmoko 1992).

Perhitungan tingkat perkembangan wilayah kecamatan dengan

menggunakan rumus Location Quotient (LQ).Teknik analisis ini merupakan salah

satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai

langkah awal untuk memahami sektor unggulan yang menjadi pemacu

pertumbuhan. Location Quotient (LQ) mengukur konsentrasi relative atau derajat

spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Rumus Analisis

Location Quotient adalah sebagai berikut: Analisis Location Quotient (LQ)

merupakan suatu metode statistik yang menggunakan karakteristik output/nilai

tambah atau kesempatan kerja untuk menganalisis dan menentukan

keberagaman dari basis ekonomi (economic base) masyarakat daerah/lokal,

Arsyad, L (1999).

Gunawan (2011) menganalisis sektor-sektor unggulan perekonomian

Kabupaten Rembang tahun 2000-2008. Penelitian ini menggunakan metode shift

share, MRP, location quotient, over-lay dan forecasting untuk menganalisis

pertumbuhan sektor ekonomi, sektor unggulan, dan peramalan perekonomian.

Hasil penelitiannya berdasarkan analisis overlay (paparan dari analisis

pergeseran bersih, analisis MRP dan analisis Location Quotient ) sektor


perekonominan Kabupaten Rembang yang tumbuh dominan, kompetitif dan

surplus adalah sektor pertambangan dan penggalian.

Pembangunan merupakan suatu transformasi dalam arti perubahan

struktural, yaitu perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat yang meliputi

perubahan pada perimbangan– perimbangan keadaan yang melekat pada

landasan kegiatan ekonomi dan bentuk susunan ekonomi Djojohadikusumo

(1994).

Dalam penelitian ini perhitungan untuk menentukan hubungan (korelasi)

antara aksesibilitas wilayah dengan perkembangan wilayah kecamatan di Kota

Tomohon, menggunakan software yang membantu dalam penghitungan yaitu

SPSS for Windows. Untuk mengukur kuat tidaknya hubungan antara dua variabel

ini ditinjau dari besar kecilnya nilai koefisien relasi (r). Makin besar nilai r maka

makin kuat hubungannya dan jika r makin kecil berarti makin lemah

hubungannya. Pengklasifikasian nilai r dalam penelitian ini menggunakan kriteria

keeratan hubungan Sumadi dkk (2017).

Tabel 2.1. Pedoman Derajat Hubungan

No. Nilai Pearson correlation Keputusan


1. 0,00 – 0,20 tidak ada korelasi
2. 0,20 – 0,40 korelasi lemah
3. 0,40 – 0,70 Korelasi sedang
4. 0,70 – 0,90 Korelasi kuat
5. 0,90 – 1,00 Korelasi sempurna
Sumber : Sumadi dkk (2017).
Xij/ Xi
𝐿𝑄 = Xj/X…
………………………..………...……………………..(2.5)

Keterangan :

X_ij = Derajat aktivitas ke-j di wilayah ke-i

X_i = Total aktivitas di wilayah ke-i

X_j = Total aktivitas ke-j di semua wilayah


X_. = Derajat aktivitas total wilayah

Setelah indeks aksesibilitas perwilayah diketahui, kemudian dilihat

hubungannya dengan kinerja investasi masing-masing wilayah tersebut. Analisis

Location Quotient (LQ) merupakan alat sederhana untuk mengetahui apakah

suatu daerah sudah ada keseimbangan atau belum dalam ketersediaan sarana

prasarana yang dapat dilihat dari besarnya angka LQ.

K. Pendekatan Statistik Dalam Analisis

Untuk mengetahui hubungan antara aksesibilitas wilayah dengan

perkembangan wilayah digunakan metode analisis korelasi dengan bantuan

statistical package for the social sciences (SPSS). Besarnya koefisiensi korelasi

sebagai berikut:

N ∑Xy−∑X .∑y
r= ………………………..……………..…………….(2.6)
√(𝑁 ∑X2 −(∑X)²) (𝑁∑y2 −(∑y)²)

Sumber : Sumadi dkk (2017)

Keterangan :

r = Koefisien korelasi

x = Aksesibilitas Wilayah

y = Perkembangan Wilayah Kecamatan

N = Jumlah Desa

Untuk mengukur kuat tidaknya hubungan antara dua variabel ini ditinjau dari

besar kecilnya nilai koefisien relasi (r). Makin besar nilai r maka makin kuat

hubungannya dan jika r makin kecil berarti makin lemah hubungannya.

L. Penelitian Terdahulu

Peneliti Terdahulu Tentang Aksesibilitas dan Perkembangan Wilayah

dengan menggunakan data statistik diantaranya adalah:


1) Maulinda (2018), permasalahannya proses pengembangan social enterprise

agriculture. Setelah menganalisis permasalahan ini, sala satu

kesimpulannya adalah Hasil penelitian menunjukkan bahwa Agradaya

telah melalui proses social entrepreneurship sesuai dengan skema proses

Perrini dan Vurro. Pada Agradaya, social entrepreneurship menunjukkan

sebuah proses menciptakan nilai-nilai baru dalam masyarakat petani

kelompok sasarannya dengan memberikan pengetahuan baru mengenai

pertanian organik, pengolahan lahan, perawatan hingga penanaman.

Agradaya mencoba untuk melakukan inovasi sosial dengan menciptakan

produk olahan komoditas pertanian. Agradaya menciptakan teknologi solar

dryer guna mendorong proses produksi olahan tersebut.

2) Sumadi dkk (2017), Permasalahannya adalah Hubungan aksesibilitas

Terhadap Tingkat Perkembangan Wilayah Kecamatan di Kota Tomohon.

Berdasarkan Hasil Analisis permasalahan ini, sala satu kesimpulan Yang

dikemukakan adalah Berdasarkan analisis korelasi pearson diketahui

bahwa terdapat hubungan yang erat antara aksesibilitas wilayah

dengan perkembangan wilayah. Dengan angka signifikansi sebesar

0,052 % atau memiliki tingkat kepercayaan sebesar 95%. Kecamatan

Tomohon Timur merupakan kecamatan dengan nilai aksesibilitas paling

tinggi, hal ini searah dengan nilai perkembangan wilayah ini yang masuk

dalam klasifikasi tinggi. Selain aksesibilitas, perkembangan wilayah juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti potensi wilayah. Angka

korelasi positif yang dikeluarkan oleh spss menunjukkan bahwa

perkembangan wilayah dan aksesibilitas wilayah mengalami peningkatan

yang searah.
3) Anisah (2017), permasalahannya adalah Analisis perkembangan wilayah

kecamatan kartasura sebagai kawasan strategis cepat tumbuh. Setelah

menganalisis permasalahan ini, sala satu kesimpulannya adalah

Pertumbuhan ekonomi Kecamatan Kartasura terbilang pesat dengan

banyaknya perdagangan jasa dan investasi yang muncul dari tahun 2011-

2016 sudah mampu memberikan kontribusi pendapatan yang tinggi terhadap

Kabupaten Sukoharjo dan keamandirian keuangan daerah. Namun

efektivitas pengelolaan investasinya belum optimal terbukti dengan

pendapatan Kecamatan Kartasura yang tidak maksimal dan belum sesuai

dengan jumlah investasi yang masuk. Produk unggulan juga belum terlihat

dikelola oleh UKM yang tersebar di Kecamatan Kartasura dan adanya

keterbatasan masyarakat untuk mengembangkan UKM yang mandiri,

efisien, dan berdaya saing dan berdampak terhadap kesejahteraan

masyarakat yang masih terdapat indikator kurang sejahtera.

4) Sapriadi (2015) analisis penentuan sector unggulan perekonomian

Kabupaten Bulukumba, sala satu simpulan dari hasil penelitian di

kemukakan bahwa berdasarkan hasil perhitungan dari analisis Location

Quotient dan analisis Shift Share, menunjukkan bahwa sektor yang

merupakan sektor unggulan di Kabupaten Bulukumba dengan kriteria

tergolong ke dalam sektor basis dan kompetitif atau memiliki daya saing

yang kuat di tingkat Provinsi Sulawesi Selatan yaitu sektor jasa-jasa. Sektor

ekonomi Kabupaten Bulukumba selama Tahun 2008- 2012 secara perlahan

telah mengalami pergeseran dari sektor primer ke sektor tersier. Hal ini

ditandai dengan meningkatnya kontribusi sektor-sektor tersier terhadap

PDRB serta laju pertumbuhannya cepat di Kabupaten Bulukumba.


5) Pratama (2018), Tentang analisis hierarki wilayah dan interaksi wilayah untuk

penentuan pusat pelayanan wilayah di Kabupaten Lembata Provinsi Nusa

Tenggara Timur. dari hasil penelitian ini Pratama menyimpulkan bahwa

Interaksi wilayah terhadap Kecamatan Nubatukan dengan kategori sedang

dan kuat terjadi di wilayah kecamatan-kecamatan yang letak geografisnya

cenderung di bagian barat pulau lembata. Interaksi wilayah terhadap

Kecamatan Nubatukan dengan kategori lemah terjadi di wilayah kecamatan-

kecamatan yang letak geografisnya cenderung di bagian timur pulau

lembata. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Kecamatan Omesuri dan

Buyasuri. Kecamatan dengan nilai interaksi wilayah lemah terhadap

Kecamatan Nubatukan disarankan mengembangkan pusat pertumbuhan

baru agar bisa mengurangi ketimpangan lokal yang terjadi di Kabupaten

Lembata.

6) Nurlina, (2018) Tentang Analisis Identifikasi Pusat-Pusat Pertumbuhan dan

Wilayah Pendukungnya dalam Pengembangan Wilayah Aceh. Dari hasil

penelitian sala satu kesimpulan dikatakan bahwa hasil penelitian diketahui

bahwa fasilitas pendidikan di Provinsi Aceh untuk taman kanak-kanak

sebanyak 2,212 unit, dan Kabupaten Aceh Utara adalah yang terbanyak

yaitu 241 unit. Kemudian sekolah dasar sebanyak 4.068 unit dan terbanyak

di Kabupaten Aceh Utara sebanyak 409 unit. Sekolah Menengah Pertama

sebanyak 1.471 unit, dengan jumlah terbanyak berada di Aceh Utara

sebanyak 179 unit. Selanjutnya, Sekolah Menengah Atas sebanyak 977 unit,

terbanyak di Kabupaten Aceh Utara sebanyak 101 unit. Kemudian fasilitas

kesehatan untuk Puskesmas sebanyak 340 unit, Rumah Sakit sebanyak 66

unit, Pustu sebanyak 929 unit dan Polindes Nurlina & Ayu Ridha Br. Ginting:
Analisis identifikasi pusat-pusat pertumbuhan dan sebanyak 2.322 unit.

Fasilitas peribadatan untuk masjid sebanyak 3.939 unit, gereja sebanyak 42

unit pura tidak ada dan vihara sebanyak 17 unit.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa Kecamatan Kabupaten Bombana, dalam

hal ini Kecamatan Poleang Timur, Kecamatan Poleang Selatan, Kecamatan

Poleang Utara, Kecamatan Poleang dan Kecamatan Poleang Barat yang terdiri

dari 35 Desa.

2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian membutuhkan waktu selama 4 bulan (Oktober,

November, Desember, Januari 2020). Yang dimulai dari survei pendahuluan,

pengumpulan data skunder, pengolahan data dan analisis data, penyusunan

skripsi, seminar hasil dan ujian tutup.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang menjadi parameternya adalah jumlah desa, jumlah

penduduk tiap desa, jarak desa dangan ibukota kecamatan, panjang jalan tiap

desa, luas wilayah tiap desa, jumlah jaringan jalan, jumlah titik simpul, jumlah

produktivitas pertanian, jumlah fasilitas pertanian, jumlah fasilitas

perdagangan,jumlah fasilitas pendidikan, jumlah fasilitas kesehatan, jumlah

fasilitas peribadatan, jumlah fasilitas perindustrian. Variabel penelitian dapat

dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini:


Tabel 3.1. Variabel Penelitian

Variabel Indikator Parameter

Kecamatan Jumlah Kecamatan


Sub Graf Jumlah Sub Graf
Penduduk Jumlah penduduk Tiap Kecamatan
Aksesibilitas Jarak Kecamatan dengan ibukota
Jarak
Wilayah Kabupaten
Panjang
Panjang Jalan tiap Kecamatan
Jalan
Luas Wilayah Luas Wilayah tiap Kecamatan
Jaringan
Konektivitas Jumlah Jaringan Jalan
Jalan
Wilayah
Titik Simpul Jumlah Titik Simpul
Pertanian Jumlah Produktivitas pertanian
Perhotelan Jumlah Fasilitas Perhotelan
Pengembangan Perdagangan Jumlah Fasilitas Perdagangan
Wilayah dan
Pendidikan Jumlah Fasilitas Pendidikan
produkdivitas sektor
unggulan Kesehatan Jumlah Fasilitas Kesehatan
Peribadatan Jumlah Fasilitas Peribadatan
Perindustrian Jumlah Fasilitas Perindustrian

C. Jenis Dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel

3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2. Jenis dan Sumber Data

No. Jenis Data Sumber Data


Data Sekunder
1 Data Jumlah Kecamatan BPS, Kantor kecamatan
2 Data Jumlah Ruas Jalan Data dari Dinas PU
3 Data Jumlah Titik Simpul Data Peta Jalan, dari Dinas PU
4. Data Jumlah Penduduk BPS, Kantor kecamatan
5. Data Jumlah Produksi Pertanian BPS, Kantor kecamatan/Dinas
Pertanian
6. Data Jumlah Fasilitas Perhotelan BPS/Kantor Kecamatan
6. Data Jumlah FS.Pendidikan BPS/Kantor Kecamatan
7. Data Jumlah FS.Peribadatan BPS/Kantor Kecamatan
8. Data Jumlah FS.Perdagangan BPS/Kantor Kecamatan
9. Data Jumlah FS.Perindustrian BPS/Kantor Kecamatan
10. Data Jumlah FS.Kesehatan BPS/Kantor Kecamatan

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka

dilakukan dengan cara:

1. Observasi lapangan, yaitu suatu teknik penyaringan data melalui

pengamatan langsung secara sistematis mengenai fenomena yang diteliti;

2. pengambilan data sekunder dengan cara mengunjungi kantor-kantor dinas

yang menjadi objek sumber data pada penelitian ini.

E. Teknik Analisis Data

Untuk menjawab tujuan dari penelitian ini, maka teknik analisis data yang

digunakan adalah sebagai berikut:

1) Menghitung nilai aksesibilitas menggunakan persamaan:

2.1, kekuatan interaksi persamaan;

2.2, konektivitas wilayah persamaan;

2.3, perkembangan wilayah persamaan;

2.4, produktivitas sektor unggulan dengan rata-rata nilai LQ

Produktivitas sektor unggulan.

2) Menganalisis hubungan eksesibilitas wilayah dengan perkembangan wilayah

dan produktivitas sektor unggulan menggunakan SPSS for windows. Untuk

menggambarkan model hubungannya menggunakan Microsoft excel 2010.

begitu pula dengan analisis konektivitas wilayah dengan perkembangan

wilayah dan produktivitas sektor unggulan menggunakan statistical package

for the social sciences (SPSS) for windows. Untuk menggambarkan model

hubungannya menggunakan Microsoft excel 2010.


F. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional antara lain:

1) Aksesibilitas wilayah adalah derajat kemudahan dicapai oleh orang terhadap

suatu objek pelayanan ataupun lingkungan di Kecamatan Poleang Timur,

Kecamatan Poleang Utara, Kecamatan Poleang dan Kecamatan Poleang

Barat Kabupaten Bombana;

2) Konektivitas wilayah adalah keterkaitan atau hubungan antara dua wilayah

atau lebih yang disebabkan oleh faktor kebutuhan, barang dan jasa di

Kecamatan Poleang Timur, Kecamatan Poleang Utara, Kecamatan Poleang

dan Kecamatan Poleang Barat Kabupaten Bombana;

3) Kekuatan interaksi antar wilayah adalah kekuatan hubungan antara wilayah

satu dengan wilayah lainnya, ini akan dipengaruhi oleh jarak dan jumlah

penduduk, pada masing-masing wilayah di Kecamatan Poleang Timur,

Kecamatan Poleang Utara, Kecamatan Poleang dan Kecamatan Poleang

Barat Kabupaten Bombana;

4) Produktivitas sektor unggulan adalalah jumlah hasil produksi yang paling

menonjol yang dapat mendukung perkembangan wilayah di Kecamatan

Poleang Timur, Kecamatan Poleang Utara, Kecamatan Poleang dan

Kecamatan Poleang Barat Kabupaten Bombana, yaitu produksi pertanian

padi sawah;

5) Perkembangan Wilayah adalah proses berubahnya suatu wilayah menjadi

maju, yaitu dari pembangunan infrastruktur dan rakyat sejahtera, yang

disebabkan oleh produktivitas sektor unggulan sebagai Sumber Pendapatan

Asli Daerah (PAD) wilayah Kecamatan Poleang Timur, Kecamatan Poleang


Utara, Kecamatan Poleang dan Kecamatan Poleang Barat Kabupaten

Bombana;

6) Alpha (α) adalah alat untuk mengukur tingkat aksesibilitas suatu wilayah

interpretasi dari indeks alpha adalah jika nilai indeks alpha (α) mendekati

1(satu) maka nilai semakin tinggi atau tingkat aksesibilitasnya tinggi, begitu

pula sebaliknya;

7) Location Quotient (LQ) adalah teknik analisis yang merupakan sala satu

pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai

langkah awal untuk memahami sektor unggulan yang menjadi pemacu

pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relative atau derajat spesialisasi

ekonomi melalui pendekatan perbandingan;

8) Koefisien Korelasi (r) adalah teknik analisis data untuk mengetahui ada

atau tidaknya hubungan yang signifikan antara aksesibilitas wilayah dan

perkembangan wilayah. di Kecamatan Poleang Timur, Kecamatan Poleang

Utara, Kecamatan Poleang dan Kecamatan Poleang Barat Kabupaten

Bombana. Jumlah Penduduk yang digunakan adalah jumlah penduduk di

setiaap Desa. Data yang diperoleh dari BPS/Kantor Camat Poleang Timur,

Poleang Utara, Poleang dan Poleang Barat Kabupaten Bombana;

9) Jarak-Jarak yang dimaksudkan di sini adalah jarak antara pusat ibu kota

Kecamatan dengan seluruh Desa. Data ini di peroleh dari BPS/PU

Kabupaten Bombana;

10) Jumlah Desa yaitu mencakup semua Desa yang ada di Kecamatan Poleang

Timur, Kecamatan Poleang Utara, Kecamatan Poleang dan Kecamatan

Poleang Barat Kabupaten Bombana. Data ini di peroleh dari BPS/Kantor

Camat Daerah Penelitian;


11) Jumlah Ruas Jalan, Data ruas jalan yang digunkanan pada penelitian ini

adalah data jumlah ruas jalan yang ada di Kecamatan Poleang Timur,

Kecamatan Poleang Utara, Kecamatan Poleang dan Kecamatan Poleang

Barat Kabupaten Bombana. Data ini di peroleh dari BPS, PU/Bombana;

12) Jumlah Jaringan Jalan, Data jaringan jalan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data semua jaringan jalan yang ada di Kecamatan Poleang Timur,

Kecamatan Poleang Utara, Kecamatan Poleang dan Kecamatan Poleang

Barat Kabupaten Bombana. Data ini di peroleh dari BPS/PU Bombana;

13) Luas Wilayah, Luas wilayah yang di maksud adalah luas wilayah masing-

masing Desa yang menjadi objek penelitian. Data ini di peroleh dari

BPS/PU/Kantor Camat/Kantor Desa;

14) Jumlah Titik Simpul, Data jumlah titik simpul yang digunakan dalam

penelitian ini adalah semua data titik simpul yang ada di Kecamatan Poleang

Timur, Kecamatan Poleang Utara, Kecamatan Poleang dan Kecamatan

Poleang Barat Kabupaten Bombana. Data ini diperoleh dari BPS/Kantor

Camat daerah penelitian;

15) Panjang Jalan Utama, Panjang jalan utama dalam hal ini adalah panjang

jalan utama yang terdapat pada masing-masing Desa. Data ini di peroleh

dari Dinas PU Bombana/Kantor Camat Poleang Timur, Poleang Utara,

Poleang dan Poleang Barat.


G. Konsep Operasional

Permasalahan Input Data Proses Analisis Output Uji Korelasi

Panjang Jalan/Luas wilayah


wilayah
 Perlunya
Karakteristik
Mengidentifikasi Kualitas Jalan
Aksesibilitas
Aksesibilitas

 Belum Jumlah Ruas


Diketahuinya Jalan
Peranan
Aksesibilitas Indeks Aksesibilitas
Transportasi Kor
Hubungan
Darat Bagi Analisis Korelasi elasi
Mulai Aksesibilitas Selesai
Y Pengembangan Indeks Alpha (r)
Terhadap Aspek
Wilayah
P.W
1) Kabupaten

LQ

 Perlunya T
Mengidentifikasi Jumlah penduduk
Aspek
Pengembangan
Wilayah Simpulan
Jumlah Rumah Karakteristik P.W

Kepadatan

Jumlah Warung,
Skolah,Puskesmas, Tempat
Ibadah, dll

LQ

Anda mungkin juga menyukai