Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

‘’ARSITEKTUR EKLEKTIK’’
Neo Klasik Di Indonesia

DOSEN PENGAJAR : Asta Juliarman Hatta S.T, M.Ars


OLEH KELOMPOK 5 :
SULIS PAKAYA (551421014)
SRI WAHYUNI KATILI (551421010)
ARMELIA RAMADHANI MOBONGGI (551421050)
REIYNALDI ISE (551421018)
MOH. RIDHO HUDARI (551421052)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
2021/2022
ARSITEKTUR NEO KLASIK DI INDONESIA
A. Sejarah Arsitektur Neo Klasik di Indonesia

Orang yang pertama kali mengenalkan dan mengembangkan gaya Neo Klasik di Indonesia
adalah Herman Willen Daendels yang menjabat sebagai Gubenur Jenderal Hindia Belanda
sejak tahun 1808 hingga 1811. Mantan perwira militer ini adalah salah satu orang kepercayaan
Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte. Saat itu meski berkuasa di tanah air, namun Belanda
sendiri berada dibawah kekuasaan Perancis. Pada masa tersebut gaya arsitektur Neo Klasik
mengalami kemajuan yang sangat pesat di Perancis. Hanya saja sebutannya tidak
menggunakan nama Neo Klasik melainkan Empire Style. Lalu ketika ditugaskan di Indonesia,
Deandels segera melakukan perubahan terhadap gaya bangunan Indisch yang sebelumnya
sering digaungkan oleh Gubenur Jenderal sebelumnya, Albertus Wiese. Perubahan yang
dilakukan oleh Daendels ini mempunyai alasan khusus. Gaya arsitektur Indisch dianggap
kurang berhasil dalam memunculkan sifat kekuasaan yang angkuh. Bahkan disebutkan gaya
tersebut lebih sering mengakomodasi gaya arsitektur lokal setempat terutama dari Jawa. Dalam
perkembangan selanjutnya, gaya arsitektur yang dikenalkan oleh Daendels tersebut sering
dinamakan sebagai gaya arsitektur Indische Empire Style. Beberapa ciri utamanya antara lain
pada dindingnya yang sangat tebal. Lantainya dibuat dari bahan marmer dan plafonnya
memiliki ukuran lebih tinggi. Ruang terbesar yang terletak di bagian tengah selalu dihubungkan
langsung dengan teras belakang dan teras belakang. Bangunan sayap yang ada di sisi kiri dan
kanan bangunan utama difungsikan sebagai kamar tidur. Untuk fasilitas yang lain, dibuatkan
secara khusus di beberapa bangunan yang didirikan secara terpisah. Meski penampilannya
terlihat anggun dan megah, banyak yang menyebutkan jika arsitektur Neo Klasik yang
dikembangkan di Indonesia oleh Daendels ini punya kelemahan. Salah satunya adalah kurang
menyesuaikan diri dengan alam tropis. Tapi dibalik itu semua, tetap saja gaya arsitektur ini
bisa menambah khasanah pengetahuan di tanah air. Khususnya yang berhubungan dengan
desain bangunan.

B. Teori Arsitektur Neo Klasik di Indonesia


Arsitektur neo klasik adalah gaya arsitektur yang dihasilkan oleh gerakan neo klasik
yang dimulai pada pertengahan abad ke 18. Gaya ini mengadopsi gaya dari arsitektur
klasik kuno, prinsip-prinsip Vitruvian, dan karya arsitek Italia Andrea Palladio. Di Eropa
tengah dan timur, gaya ini biasanya disebut sebagai Klasisisme (dalam Bahasa Jerman
Klassizismus).

Neo klasik muncul sebagai keinginan untuk kembali merasakan “kemurnian” dari seni
Roma dan Yunani kuno, dengan persepsi yang lebih jelas dan ideal. Banyak arsitek neo
klasik pada awal abad ke- 19 yang terpengaruh oleh gambar dan projek dari Étienne-Louis
Boullée dan Claude Nicolas Ledoux. Banyak gambar grafis karya Boullée yang
menggambarkan arsitektur geometris dengan konsep kekekalan alam semesta. LeDoux
membahas konsep arsitektur mengenai bangunan yang harus dapat mengkomunikasikan
fungsinya kepada orang yang melihat.

Arsitektur Neoklasik merupakan reaksi terhadap gaya arsitektur Rococo dan Baroque.
Banyaknya penemuan dari peninggalan arsitektur Yunani dan Romawi juga memicu
munculnya gaya arsitektur neo klasik. Pada abad ke-18 banyak orang yang tertarik untuk
melakukan penggalian pada situs-situs lama, terutama situs Yunani.
Ciri-ciri arsitektur Neo klasik antara lain :

• Garis-garis bersih, elegan, penampilan yang rapi (uncluttered)

• Simetris

• Kolom-kolom yang berdiri bebas

Kita bisa melihat bentuk ideal dari arsitektur neo klasik pada kuil. Kuil adalah bangunan
yang merepresentasikan arsitektur klasik dalam bentuk yang paling murni. Kolom
digunakan untuk menahan beban berat dari struktur bangunan. Namun, kemudian kolom
juga digunakan sebagai elemen grafis arsitektur. Atap biasanya memiliki bentuk yang
datar dan horizontal.

Gaya arsitektur neo klasik tidak memiliki kubah atau menara. Fasad bangunan biasanya
datar dan panjang. Sering pula ada kolom-kolom yang berdiri bebas. Eksterior dibangun
sedemikian rupa untuk menciptakan gaya klasik yang sempurna, seperti pada pintu dan
jendela. Pada bagian eksterior penggunaan dekorasi dikurangi hingga sangat sedikit.
Sering juga terdapat kebun di sekitar bangunan dengan pola geometris.
Pada bagian dalam bangunan neo klasik dibuat mirip dengan interior gaya klasik, yang
terinspirasi oleh penemuan kembali kota Pompeii dan Herculaneum. Barang antik dari
Herculaneum menunjukkan bahwa bahkan barang paling antik pada masa Baroque, atau
ruangan paling “Roman” dari William Kent didasarkan pada basilika dan arsitektur
eksterior kuil yang diadaptasi dari luar ke dalam ruangan. Maka, penampilan ruangan
sering kali terlihat megah dan bombastis untuk mata modern, seperti bingkai jendela yang
berubah menjadi cermin berlapis emas .

Neo klasik juga mempengaruhi perencanaan tata ruang kota. Orang Romawi kuno
menggunakan perencanaan kota yang ditujukan untuk pertahanan dan juga kenyamanan
masyarakat sipil. Pada dasarnya, sistem jalan, pusat pelayanan masyarakat, jalan utama
yang sedikit lebih lebar, dan jalan-jalan diagonal adalah karakteristik dari desain Romawi
yang sangat teratur. Fasad yang terlihat kuno dan lay-out bangunan berorientasi pada pola
desain kota. Orang Romawi juga sangat mementingkan bangunan umum. Banyak dari pola
perencanaan kota ini yang digunakan untuk merancang kota-kota modern pada abad ke-
18. Contohnya adalah Karlsruhe dan Washington DC.

Gaya neo klasik sering ditemukan pada bangunan di negara Inggris dan wilayah Roma,
Paris, dan Berlin. Anda dapat pula menerapkan gaya neo klasik ini pada rumah hunian
pribadi. Berikut adalah ciri khas neo klasik pada aspek warna, furnitur dan aksesoris.

Warna.
Interior neo klasik didominasi dengan warna terang seperti krem, abu-abu, biru pucat,
kuning dan hijau. Sedangkan warna yang digunakan sebagai aksen adalah hitam, merah,
emas dan terra cotta.

Furnitur.
Furnitur neo klasik sangat sederhana dan bersifat geometris. Material kayu berwarna gelap
juga sering digunakan. Lantai sering menggunakan material marmer atau batu alam.
Namun, tidak jarang ada yang menggunakan karpet Persia. Kain yang digunakan untuk
dekorasi jendela atau sofa biasanya menggunakan bahan mewah seperti sutra, brokat,
katun, dan wol.

Aksesoris.
Tampilan mewah pada rumah dapat diciptakan dengan menghadirkan aksesoris seperti
guci, porselen, tembikar, dan patung. Untuk hiasan dinding, gunakan karya seni berupa
lukisan atau cermin besar dengan bingkai emas.

C. Tokoh Arsitektur Neo Klasik di Indonesia

1. Herman Willen Daendels


2. Jacob F. Klinkhamer dan B .J. Queendag
3. W. J. Van de Velde
4. Ir. J. Gerber
5. W. Westmaas dan H. P. A. De Wilde
6. Ed Cuypers
7. David Harisson
D. Karakteristik Arsitektur Neo Klasik di Indeonesia

KARAKTERISTIK

1. Oposisi terhadap Barok dan Rococo

Dalam zaman arsitektur neo klasik, ilustrator menekankan masalah etika dan moral klasik.
Perbedaan antara Barok, Rococo (gaya sebelumnya) dan enoclásico jelas ditandai dalam
arsitektur. Sebagai contoh, Biara Ottobeuren di Bavaria, Jerman, adalah penjelmaan yang
jelas dari Rococo dengan gulungan plester dan batu emas, warna-warna lucu dan hiasan
pahatan; Di sisi lain, Mahkamah Agung Amerika Serikat adalah kebalikan dari gaya
sebelumnya, menjadi karya khas neoklasik. Dalam pengertian ini, arsitektur neoklasik
bereaksi terhadap efek dekoratif dan boros dari Baroque dan Rococo; dengan kata lain,
kesederhanaannya adalah kecenderungan pada dominasi arsitektonik dan itu dikenakan
pada dekorasi dari dua gaya pertama.

2. Elemen klasik

Arsitektur neoklasik ditandai dengan menghadirkan unsur-unsur dasar arsitektur klasik.


Kolom-kolom menyajikan perintah arsitektur Doric dan Ionic dari Yunani kuno. Seperti
arsitektur klasik, ia menghadirkan kolom independen dengan garis-garis yang bersih dan
elegan. Mereka digunakan untuk membawa berat struktur bangunan dan kemudian sebagai
elemen grafis. Kolom Doric ditandai dengan dikaitkan dengan dewa-dewa maskulin, tidak
seperti Ionic, yang dikaitkan dengan feminin. Dalam arsitektur neoklasik, tipe Doric
mendominasi, meskipun beberapa ion juga ditemukan. Fasad bangunan itu datar dan
panjang; sering mereka menghadirkan layar kolom independen tanpa menara dan kubah;
seperti yang dicirikan dalam arsitektur Romawi, misalnya. Eksterior dibangun dengan
tujuan membuat representasi kesempurnaan klasik serta pintu dan jendela yang dibangun
untuk tujuan yang sama. Adapun dekorasi di luar, mereka direproduksi seminimal
mungkin. Tinggi neoklasik cenderung menekankan kualitas datar, bukan volume patung,
serta relief rendah dalam karya. Namun, mereka cenderung dibingkai dalam dekorasi, tablet
atau panel.

3. Urbanisme neo klasik

Neoklasik juga mempengaruhi perencanaan kota. Bangsa Romawi kuno menggunakan


skema gabungan untuk perencanaan kota, yang kemudian ditiru oleh kaum neoklasik.
Sistem grid jalan, forum pusat dengan layanan kota, dua jalan utama dan jalan diagonal
adalah ciri khas desain Romawi. Urbanisme Romawi dicirikan dengan logis dan tertib.
Dalam pengertian ini, neoklasik mengadopsi karakteristiknya. Banyak dari pola
perencanaan kota ini memasuki kota-kota modern pertama yang direncanakan pada abad
ke-18. Contoh luar biasa termasuk kota Karlsruhe Jerman dan kota Washington DC di AS.
E. Bangunan Peninggalan Arsitektur Neo Klasik di Indonesia

1. Masjid Agung Manonjaya (Tasikmalaya)

Masjid Agung Manonjaya dibangun pada tahun 1832 M pada masa Raden Tumenggung
Daruningrat atau Wiradadaha VIII. Masjid kebanggan warga Tasikmalaya ini juga
memiliki ciri khas tersendiri dari segi arsitekturnya. Dimana bangunan Ma sjid Agung
Manonjaya tampak berbeda dan unik dibandingkan dengan bangunan masjid lainnnya.
Bangunan masjid berasitektur neoklasik dengan perpaduan Sunda, Jawa, dan Eropa. Di
dalam utama masjid, sedikitnya terdapat 10 tiang penyangga. Tiang -tiang tersebut
terdiri atas 4 tiang soko guru berbentuk segi delapan, 4 tiang penyangga atap di antara
tiang soko guru, ditambah 2 tiang yang berdiri di depan mihrab . Meskipun ini
merupakan kekhasan bangunan masjid di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur pada
masa Hindu, tetapi memang diadaptasi pada pembangunannya di masa itu. Renovasi
pertama kali dilakukan tahun 1952 pada bagian atap masjid dan pelebaran masjid.
Awalnya, masjid hanya memiliki lebar hanya 16x16 meter, lalu dilakukan pelebaran
menjadi 16x18 meter .
2. Gedung Bank Indonesia (Bandung)

Gedung bergaya arsitektur Neo Klasik (Electicism) ini diarsiteki oleh arsitek Hulswit,
Fermont dan Ed. Cuypers. Ciri khasnya adalah memiliki keindahan dengan menara yang
tinggi sehingga mudah terlihat dari jarak jauh. Gedung BI dibangun oleh Pemerintah
Hindia Belanda sebagai tindakan antisipasi meluasnya dampak Perang Boer (1899 -
1902) di Afrika Selatan. Perang Boer merupakan peperangan antara Imperium Britania
dan 2 republik Boer merdeka, yakni Negara Bebas Oranje dan Republik Transvaal,
antara abad ke-19 dan awal abad ke-20.
3. Gedung Lonsum (Medan)
Gedung London Sumatera, atau lebih dikenal dengan sebutan Gedung Lonsum,
merupakan salah satu tujuan wisata heritage di Kota Medan. Bangunan bersejarah
peninggalan kolonial Belanda ini berada di Jalan Ahmad Yani, tepatnya di depan
Merdeka Walk.

4. Gedung Lawang Sewu (Semarang)

Gedung bergaya art deco karya arsitek Belanda, Jacob F. Klinkhamer dan B.J.
Queendag, ini terletak di bundaran Tugu Muda. Salah satu tujuan wisata heritage di
Semarang tersebut dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Dahulu,
bangunan ini dimanfaatkan sebagai Het hoofdkantor van de Nederlands -Indische
Spoorweg Maatschappij (Kantor Pusat NIS), yaitu perusahaan kereta api pada masa
penjajahan Belanda. Rancangan, denah, serta kelengkapan gambar kerja bangunan
tersebut dibuat dan ditandatangani di Amsterdam pada tahun 1903.

5. Gedung Museum Fatahillah (Jakarta)


Bangunan yang memiliki gaya arsitektur neoklasik ini adalah karya arsitek W. J. Van
de Velde. Dahulu kala, dalam operasionalnya, gedung tersebut mengalami beberapa kali
peralihan fungsi, antara lain Kantor Pemerintahan Jawa Barat (1925 -1942), kantor
pengumpulan logistik Dai Nippon (1942-1945), serta Markas Komando Militer
Kota/Kodim 0503 Jakarta Barat (1952-1968). Pemerintah DKI Jakarta baru memiliki
gedung tersebut pada tahun 1968.

6. Gedung Sate (Bandung)

Selesai dibangun pada September 1924, Gedung Sate hingga saat ini masih berdiri
kokoh dan digunakan sebagai pusat Pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Gedung yang
menjadi markah tanah Kota Bandung tersebut lahir dari tangan arsitek Ir. J. Gerber dan
timnya yang melibatkan 2.000 pekerja. Dalam pembangunan ged ung tersebut, Sang
Arsitek memadukan beberapa aliran arsitektur, seperti Moor Spanyol, Rennaisance
Italia, serta aliran Asia.

7. Gereja Blenduk (Semarang)


Di antara bangunan-bangunan di Kota Lama, Semarang, Gereja Blenduk menjadi
bangunan yang mencolok dengan gaya arsitektur neo-klasik. Gereja Kristen tertua di
Jawa Tengah ini dibangun oleh masyarakat Belanda pada tahun 1753. Pada tahun 1894,
bangunan dengan bentuk heksagonal ini direnovasi oleh W. Westmaas dan H. P. A. De
Wilde. Mereka menambahkan dua menara di depan gedung tersebut.

8. Eks De Javasche Bank (Surabaya)

Gedung Eks De Javasche Bank, yang terletak di Jalan Garuda No.1, Surabaya, ini adalah
salah satu gedung yang terpilih sebagai nominasi tempat wisata favorit di Surabaya.
Gedung tersebut kini dimiliki oleh Bank Indonesia, dan baru selesai dikonservasi tahun
2012 lalu, setelah lama tidak digunakan. Selain sebagai museum dan ruang pamer,
gedung ini juga kerap digunakan sebagai tempat aktivitas seni, buday a, dan pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai