Anda di halaman 1dari 53

PROPOSAL TUGAS AKHIR

PERANCANGAN BEACH RESORT LABUAN BAJO DENGAN


PENDEKATAN BIOKLIMATIK DI KAWASAN PERHOTELAN

DESA GORONTALO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT

Disusun oleh:

YOHANA ROLISTA TEME

61170213

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS ARSITEKTUR DAN DESAIN

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2022
ABSTRAK

Labuan Bajo merupakan salah satu destinasi super prioritas yang akan
dikembangkan oleh pemerintah sebagai destinasi wisata berbasis alam dan budaya.
Tempat wisata Labuan Bajo membutuhkan sarana akomodasi berupa sarana
penunjang (penginapan) untuk memenuhi fasilitas perhotelan yang kurang di
kawasan perhotelan Labuna Bajo. Oleh karena kawasan perhotelan berada di pinggi
pantai, maka perancangan yang diangkat berupa bangunan beach resort.

Mengingat Kawasan ini memiliki karakteristik iklim tropis di daerah pesisir


pantai maka fokus perancangan terdapat pada desain selubung bangunan yang
mempunyai peran besar terhadap responsi iklim tropis melalui pendekatan
bioklimatik.

Kata Kunci: Resort, Beach Resort, Bioklimatik

1
DAFTAR ISI

ABSTRAK ..............................................................................................................1
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................12

1.3 Tujuan ........................................................................................................12

1.4 Sasaran .......................................................................................................12

1.5 Metode Pengumpulan Data ......................................................................13

1.5.1 Data Primer ...................................................................................13

1.5.2 Data Sekunder ...............................................................................13

BAB II TINJAUAN LITERATUR .....................................................................14

2.1 Kajian Resort .............................................................................................14

2.1.1 Pengertian Umum resort ...............................................................14

2.1.2 Bentuk Resort ................................................................................14

2.1.3 Jenis resort .....................................................................................15

2.1.4 Ketentuan Hotel resort Bintang 4.................................................. 16

2.1.5 Fasilitas Hotel Resort Bintang 4 ...................................................17

2.2 Kajian Arsitektur Bioklimatik .................................................................18

2.2.1 Pengertian Arsitektur Bioklimatik ................................................18

2.2.2 Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik .......................................... 19

2.2.3 Pengendalian Kenyamanan Termal Bangunan .............................21

2.3 Studi Preseden ...........................................................................................25

2.3.1 Alila Ubud Hotel resort .................................................................25

2.3.2 Mesiniaga Tower ...........................................................................29

2
2.3.3 Medical Resort Bad Schallerbach .................................................30

BAB III ANALISIS METODE PERANCANGAN ...........................................33

3.1 Tinjauan Lokasi ......................................................................................... 33

3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Manggarai Barat ........................... 33

3.1.2 Data dan Lokasi Tapak ............................................................................ 33

3.1.3 Pengaturan Elevasi .................................................................................. 34

3.1.4 Pengaturan Jalur keluar-Masuk Kapling ............................................... 35

3.1.5 Kondisi Klimatik Suhu Rata-Rata Per Tahun....................................... 35

3.1.6 Kondisi Kenyamanan Kelembapan di Labuan Bajo ............................ 36

3.1.7 Data Kecepatan Angin di Labuan Bajo ........................................................ 36

3.2 Analisis Site ................................................................................................ 37

3.3 Kerangka Berpikir .................................................................................... 43

3.4 Analisis Studi Preseden ............................................................................. 44

3.4.1 Mesiniaga Tower ...................................................................................... 45

3.4.2 Medical Resort Bad Schallerbach dan Alila Ubud.................................. 46

3.5 Analisis Studi Literatur ............................................................................ 48

3.5.1 Analisis Studi Literatur Resort ............................................................... 48

3.5.2 Analisis Studi Literatur Bioklimatik ...................................................... 48

3.6 Metode Pembuktian .................................................................................. 49

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Labuan Bajo merupakan kawasan maritim yang berkembang dari
maritim tradisional sebagai nelayan beralih ke industri pariwisata. Labuan
Bajo juga berkembang sebagai kota transit, yang ditunjukan dengan adanya
Pelabuhan Marina dan Bandara Internasional Komodo. Dengan ini tentunya
memberi dampak signifikan terhadap arah pembangunan Kota Labuan Bajo
sebagai pintu masuk destinasi wisata baik itu wisata ke Taman Nasional
Komodo maupun pintu masuk wisata daratan dan lautan Flores.

Menurut Kemenpar (2014), pada tahun 2019 ditargetkan pariwisata


akan menempati peringkat pertama penyumbang devisa bagi negara. Pada
tahun 2019 BPS Kabupaten Manggarai Barat mencatat bahwa kunjungan
wisatawan mancanegara mencapai 91 ribu orang, yang jumlahnya lebih
banyak dibandingkan dengan wisatawan lokal. Labuan Bajo salah satu
destinasi super prioritas, hal ini cukup beralasan mengingat Labuan Bajo
kaya akan keindahan alam dan budaya seperti keindahan pulau komodo,
pulau padar, bukit silvia, dan lain-lain, yang membuat Labuan Bajo menarik
para wisatawan untuk berkunjung.

Pada Tahun 2014 pertumbuhan jumlah tamu hotel mengalami


peningkatan disebabkan salah satu dampak dari adanya event besar yang
diselenggarakan di Kabupaten Manggarai Barat yaitu Sail Komodo 2013.
Labuan Bajo (Manggarai Barat) menjadi magnet wisatawan baik domestik
maupun mancanegara hingga tahun 2017. Namun fasilitas yang mewadahi
kegiatan pariwisata di Labuan Bajo masih sangat minim, terutama dibagian
penginapan. Hal ini menyebabkan pada musim liburan panjang banyak
wisatawan yang menginap di rumah penduduk.

4
Grafik Tingkat Penghuni Kamar (TPK) Berdasarkan Jenis Hotel Berbintang
dan Hotel Non Bintang di Kab. Manggarai Barat
Sumber: Statistik Perhotelan Kabupaten Manggarai Barat 2016

Grafik diatas menunjukan bahwa pada tahun 2016 hotel bintang 4


mengalami capaian yang paling tinggi untuk Tingkat Penghuni Kamar
(TPK), dan hotel non-bintang pada tahun 2012-2016 termasuk kelas hotel
yang kurang diminati oleh pengunjung. Oleh karena itu melihat potensi
alam yang berada di Kabupaten Manggarai Barat dan melihat fakta bahwa
jumlah wisatawan di Kabupaten Manggarai Barat meningkat serta tingginya
minat wisatawan untuk menginap di hotel yang berbintang, maka
pengembangan properti dengan sasaran perencanaan properti utama adalah
resort. Berbintang 4.

Desa Gorontalo merupakan desa yang sedang berkembang di bidang


permukiman dan ekonomi karena bertambah padatnya populasi wisatawan
dan penduduk di Labuan Bajo. Lahan perkebunan dibeli oleh pihak swasta
untuk mengembangkan usaha perhotelan yang dapat menunjang wisata
pantai di daerah Labuan Bajo dan Desa Gorontalo sendiri ( RTBL Labuan
Bajo). Melihat kecenderungan perkembangan ke arah wisata pantai, maka
daerah permukiman dekat atau yang searah dengan pantai dapat
dikembangkan menjadi perdagangan dan jasa yang dapat mendukung
wisata Labuan Bajo khususnya di Desa Gorontalo.

5
Permukiman kawasan padat

Perdagangan dan Jasa

Kawasan pendidikan

Pola Penggunaan Ruang


Sumber: RTBL Labuan Bajo

Dilihat dari data yang ada kawasan perencanaan RTBL, Gorontalo


merupakan kawasan dengan potensi pertumbuhan penduduk cepat. Hal ini
mempengaruhi kepadatan kawasan. Pertambahan penduduk akan berdampak pada
orientasi bangunan. Hal ini akan berdampak pada orientasi bangunan vertikal, salah
satunya perancangan Beach Resort Labuan Bajo.

Proyeksi Penduduk Desa Gorontalo

6
Berdasarkan peta rawan gempa bumi yang disusun oleh Kertapati, etal (2001),
kawasan perkotaan Labuan Bajo dan sekitarnya termasuk ke dalam wilayah rawan
gempa bumi dengan skala intensitas sebesar VI-V11 skala MMI. Ciri-cirinya
ditandai dengan dirasakana oleh semua orang, banyak yang ketakutan/panik,
berhamburan ke luar ruangan, banyak perabot yang berat bergeser, plesteran
dinding retak dan terkelupas. Ciri-ciri lain berupa semua orang berhambur keluar
ruangan , kerusakan terjadi pada bangunan yang desain konstruksimya jelek,
kerusakan sedikit sampai sedang terjadi pada bangunan dengan desain konstruksi
biasa. Bangunan dengan konstruksi yang baik tidak mengalami kerusakan yang
berat.
Beberapa area di Desa Gorontalo khususnya di bagian kawasan perhotelan
sering mengalami banjir ketika musim penghujan. Ketinggian air hingga lutut
orang dewasa. Air akan surut dalam ½-1 jam, namun air tidak masuk karena
beberapa rumah di kawasan ini telah dipasang talud penahan air.

Peta Kerawanan Bencana


Sumber: RTBL Labuan Bajo

Banjir yang sering terjadi di bagian Desa Gorontalo, selain musim penghujan
sistem drainase perkotaan juga berpengaruh. Diidentifikasi bahwa di Desa
Gorontalo permasalahan yang yang muncul berupa genangan-genangan setempat
yang diakibatkan hujan lokal dan kondisi lahan yang bergelombang. Sehingga

7
mempersulit aliran air menuju saluran drainase terdekat. Hal ini ditandai dipeta
dengan warna merah.

Peta Kerawanan Bencana


Sumber: RTBL Labuan Bajo

Pada umumnya, selain masalah banjir ada juga masalah klimatis. Menurut
Kahara (2017), masalah di daerah pesisir pantai adalah kecepatan angin, suhu dan
kelembapan udara rata-rata yang tergolong tinggi sepanjang hari sehingga
menimbulkan rasa tidak nyaman dalam beraktivitas. Menurut SNI 03-6572-2001
rasa nyaman didapatkan pada suhu 20,5°C-27,1°C dengan kelembaban relatif
berkisar 40%-60%. Dengan membandingkan standar dengan kondisi lingkungan
saat ini, terlihat bahwa harus adanya pengendalian kenyamanan termal pasif pada
bangunan sehingga tercapainya kenyamanan termal untuk meminimalkan
penggunaan alat bantu sebagai pengkondisian termal aktif sedangkan menurut
ASHRAE (Guide for building hot & humid climate), rasa nyaman untuk daerah
tropis lembab berkisar diantara 23,3°C-26,1°C dengan kelembaban 50%-60%.

Untuk mendukung keberadaan resort yang akan dirancang dalam konteks


kawasan pesisir pantai, desain bangunan harus efektif dan efisien dengan
memperhatikan kenyamanan penghuni bangunan nantinya. Desain bangunan
tanggap iklim, yaitu dengan menggunakan desain pasif bangunan yang optimal
sehingga kenyamanan termal penghuni dapat terpenuhi. Salah satu konsep yang
tepat dalam menjawab tantangan ini adalah melalui pengaplikasian arsitektur
bioklimatik. Arsitektur bioklimatik mengacu pada desain bangunan dan ruang

8
(interior, eksterior, outdoor) berdasarkan iklim setempat, yang bertujuan untuk
memberikan kenyamanan termal dan visual, memanfaatkan energi matahari dan
sumber lingkungan lainnya.

Data Klimatik Suhu Rata-Rata per Tahun di Labuan Bajo,


Manggarai Barat.
Sumber: https://id.weatherspark.com/s/133093/1/Cuaca-rata-
rata-pada-Musim-panas-di-Labuanbajo-Indonesia

Pada 15 Januari, suhu tertinggi harian sekitar 31°C, jarang turun di bawah 28°C
atau melebihi 34°C. Suhu terendah rata-rata harian tertinggi adalah 30°C. Pada 10
Desember, suhu rendah harian sekitar 24°C, jarang turun dibawah 23°C atau
melebihi 25°C. Suhu terendah rata-rata harian tertinggi adalah 24°C. Pada 25
Oktober, hari terpanas dalam setahun, suhu di Labuan Bajo biasanya berkisar dari
24°C hingga 33°C, sedangkan pada 9 Agustus, hari terdingin dalam setahun,
berkisar dari 21°C sampai 31°C.

9
Data Kelembapan di Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Sumber: https://id.weatherspark.com/s/133093/1/Cuaca-rata-
rata-pada-Musim-panas-di-Labuanbajo-Indonesia

Peluang bahwa suatu hari akan panas dan lembab di Labuan Bajo adalah pada
dasarnya konstan selama musim panas, tetap sekitar 100% sepanjang waktu. Pada
tanggal 1 Januari, hari paling panas dan lembab dalam setahun, sedangkan pada
tanggal 8 Agustus hari paling tidak lembab dan panas tahun ini, kondisi kelembapan
90%.

Data Kecepatan Angin di Labuan Bajo, Manggarai Barat.


Sumber: https://id.weatherspark.com/s/133093/1/Cuaca-rata-
rata-pada-Musim-panas-di-Labuanbajo-Indonesia

10
Bagian ini membahas vektor angin rata-rata per jam dengan area luas
(kecepatan dan arah) di 10 meter di atas permukaan tanah. Angin yang dialami di
lokasi tertentu sangat bergantung pada topografi lokal dan faktor lainnya, dan
kecepatan dan arah angin seketika sangat bervariasi daripada rata-rata per jam.
Kecepatan angin rata-rata per jam di Labuanbajo meningkat selama musim panas,
meningkat dari 7,3 kilometer per jam menjadi 9,2 kilometer per jam selama sebulan.
Sebagai referensi, pada 29 Januari, hari paling berangin dalam setahun, kecepatan
angin rata-rata harian adalah 10,2 kilometer per jam, sedangkan pada 22 Oktober,
hari paling tenang dalam setahun, kecepatan angin rata-rata harian adalah 5,8
kilometer per jam. Kecepatan angin rata-rata harian tertinggi pada musim panas
adalah 10,2 kilometer per jam pada tanggal 30 Januari.

Oleh karena itu arsitektur bioklimatik dipilih sebagai payung utama pemecahan
masalah dari perencanaan resort ini. Arsitektur bioklimatik dalam teorinya
merupakan pendekatan yang berdasarkan desain pasif minimum energi dengan
memanfaatkan iklim lingkungan sekitar untuk menciptakan kondisi kenyamanan
bagi penghuninya. Dilakukan pengendalian termal pasif dengan memanfaatkan
kondisi iklim. Beberapa kinerja elemen bangunan berhubungan dengan
kenyamanan termal, yang sesuai dengan teori Hyde (2000), yaitu orientasi, bentuk
massa, material, bukaan, serta atap dan dinding dalam teori Kean Yeang. Untuk
mengelola desain pasif yang baik, teori Mahoney akan digunakan dalam
perancangan resort untuk mendapatkan rekomendasi desain dalam
mengoptimalkan pemanfaatan iklim setempat dalam rangka mencapai kenyamanan
termal bangunan.

Menurut Dewangga (2016), Arsitektur bioklimatik merupakan salah satu


pendekatan yang dapat memberikan pandangan tersendiri untuk mendapatkan
penyelesaian desain dengan memperhatikan hubungan antara bentuk arsitektur
dengan lingkungan. Arsitektur bioklimatik adalah suatu pendekatan desain yang
mengarah ke desain dengan mempertimbangkan hubungan antara bentuk arsitektur
dengan lingkungan, dalam hal ini iklim daerah tersebut. Secara umum prinsip

11
desain bioklimatik adalah, hemat energi, memperhatikan kondisi iklim, ramah
lingkungan, merespon tapak dari bangunan, dan nyaman bagi penghuni.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana merancang resort berbintang 4 yang sesuai dengan standar dan


memperhatikan terkait akan orientasi, bentuk massa, material, bukaan, atap dan
dinding serta pondasi dengan pendekatan bioklimatik pada Kawasan Perhotelan
Desa Gorontalo Kabupaten Manggarai Barat.

1.3 Tujuan

1) Tujuan Umum : Menyediakan fasilitas penunjang pariwisata (penginapan)


berupa beach resort berbintang 4 sebagai bentuk respon kurangnya fasilitas
di kawasan perhotelan yang berada di pinggir pantai.
2) Tujuan Khusus: Mewujudkan beach resort Labuan Bajo dengan
pendekatan bioklimatik agar dapat menciptakan kenyamanan penghuni
bangunan dan merancang resort sesuai dengan konteks iklim di kawasan
perhotelan di Desa Gorontalo Kabupaten Manggarai Barat.

1.4 Sasaran

a) Menjadikan Beach Resort Labuan Bajo sebagai pemenuhan kurangnya


fasilitas penunjang (penginapan) di Labuan Bajo, Manggarai Barat.
b) Menjadikan beach resort sebagai rancangan dengan pendekatan arsitektur
bioklimatik yang memanfaatkan potensi alam sekitar agar desain sesuai
dengan konteks iklim dan site sekitar.
c) Menjadikan Beach Resort Labuan Bajo sebagai bentuk bangunan yang
mampu hidup dengan memanfaatkan udara, cahaya matahari, air.

12
1.5 Metode Pengumpulan Data

1.5.1 Data Primer


a) Observasi, yaitu melakukan pengumpulan data dan pengamatan secara
langsung pada kondisi eksesting yakni di kawasan Desa Gorontalo.
b) Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dengan cara mengambil
gambar kondisi eksesting.

1.5.2 Data Sekunder

a) Grafik tingkat penghuni kamar berdasarkan jenis hotel berbintang.


b) Data pola penggunaan ruang.
c) Proyeksi penduduk Desa Gorontalo.
d) Suhu udara menurut bulan di Kabupaten Manggarai Barat
e) Rencana tata ruang Kab. Manggarai Barat 2016-2033.
f) Peta kerawanan bencana Kab. Manggarai Barat.

13
BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1 KAJIAN RESORT


2.1.1 Pengertian Umum Resort
a) Resort adalah suatu tempat tinggal sementara bagi seseorang
dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kesegaran serta
hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat juga dikaitkan dengan
kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olahraga,
kesehatan, konvensi, keagamaan serta keperluan sehari-hari (
Dirjen Pariwisata, 1988).
b) Resort merupakan persinggahan yang berada pada daerah
wisata seperti tepian pantai, daerah pegunungan atau sumber
air panas. Biasanya resort dirancang untuk kebutuhan
pengunjung dalam jumlah yang banyak atau rombongan dalam
waktu tertentu (Ernest Neufert, 1987).
c) Resort adalah sebuah kawasan yang terencana tidak hanya
sekedar untuk menginap tetapi juga untuk istirahat dan
rekreasi (Chuck Y. Gee, 1988).

2.1.2 Bentuk Resort

Hotel resort ditinjau dari aspek bentuk bangunannya dibagi


menjadi tiga jenis (Hartel, 1962):

a) Bentuk Convention/ bertingkat


Adalah bangunan dengan bentuk besar terdiri dari beberapa
lantai sehingga menggunakan sistem transportasi vertikal dalam
pencapaian ruangnya. Berikut karakteristiknya :
• Terlihat utuh dalam satu bangunan
• . Tidak menggunakan lahan yang luas
• Memberikan kesan encluser (pagar pembatas)
disetiap ruang dalamnya.

14
b) Bentuk Cottage atau bangunan menyebar
Hotel jenis ini terdiri dari sejumlah unit bangunan yang berdiri
sendri-sendiri. Bangunan terdiri satu hingga dua lantai. Pada
umumnya terdapat satu bagunan besar sebagai pengikat dari
bangunan yang menyebar. Bangunan besar ini berfungsi sebagai
fasilitas penunjang / pengelola. Sistem transportasinya tersusun
secara horizontal. Berikut karakteristik nya:
• Terdiri dari sejumlah bagian bangunan
• Menggunakan lahan yang luas
• Tingkat privasi lebih tinggi karena fasilitas menyebar
• Tetapi pencapaian pelayanan menjadi jauh
c) Bentuk Kombinasi Antara Convention dan Cottage
Bentuk ini merupakan gabungan antara convention dan cottage.
Adapun karakteristiknya sebagai berikut:
• Secara visual terlihat beberapa bangunan
• Membutuh lahan yang luas
• Bangunan pengikat dan fasilitas yang terpisah
menciptakan privasi yang tinggi.
2.1.3 Jenis Resort
Jenis-jenis resort berdasarkan lokasinya (Setiawan, 1995):
1.1 Village resort
Resort ini menekankan pada lokasi yang memiliki keunikan
cultural dan etnik sebagai daya tarik. Menyelami kebudayaan
masyarakat sekitar, bergabung dengan kegiatan masyarakat,
meninggalkan gaya hidup modern dan larut dalam kehidupan
masyarakat pedesaan.
2.1 Mountain resort
Resort ini biasanya terletak di daerah pegunungan yang
mempunyai pemandangan indah dan potensi wisata alam.
Fasilitas ditekankan pada hal-hal yang bersifat hiburan alam
seperti: mendaki gunung, hiking, sumber air panas, dan lain

15
sebagainya. Biasanya dilengkapi dengan berbagai fasilitas
seperti lapangan tennis, golf, atau ski.
3.1 Beach resort
Resor ini memanfaatkan potensi alam pantai dan laut sebagai
daya tarik. Pemandangan yang lepas kearah laut, keindahan
pantai dan fasilitas olahraga (renang, layer, selancar air dan
menyelam) menjadi pertimbangan utama.
4.1 Marina resort
Hampir sama dengan beach resor, tetapi ditujukan kepada
wisatawan yang mempunyai minat terhadap olahraga dan
kegiatan yang berhubungan dengan air. Penyediaan fasilitas
yang berhubungan dengan aktifitas tersebut sangat diutamakan.
5.1 Sight-seeing resort
Resor ini terletak di daerah yang memiliki potensi khusus
seperti tempat-tempat menarik, pusat perbelanjaan, kawasan
bersejarah, tempat-tempat yang antik dan tempat-tempat
hiburan.
6.1 Lake resort
Resor ini terletak di kawasan danau yang memiliki
keindahan panorama alam dan potensi wisata air dan alam.
Fasilitas ditekankan pada hal-hal yang berhubungan dengan
olahraga dan hiburan di air, seperti memancing, bersampan.
2.1.4 Ketentuan Hotel Resort bIntang 4
Hotel Bintang 4 memiliki bangunan yang luas dan cukup
besar, dekat dengan tempat wisata, tempat belanja, dan pusat
hiburan. Kriteria Hotel Bintang 4 adalah sebagai berikut :
• Jumlah kamar tipe standar minimal 50.
• Minimal ada 3 kamar suite.
• Kamar mandi dalam dengan air panas/ dingin.
• Luas kamar standar minimal 24m2.
• Luas kamar suite minal 48m2.

16
• Luas lobi minimal 100m2.
• Tersedia bar.
• Tersedia sarana rekreasi dan olahraga.
• Memiliki toilet umum.
2.1.5 Fasilitas Hotel Resort Bintang 4
Fasilitas yang ditampung Hotel Bintang 4 dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Jumlah Syarat Peraturan
Kamar
50 kamar • Taman Kep. Dirjen
standar, 3 • Tempat parkir Pariwisata no
kamar suite • Lokasi dan lingkungan 14/UII88 tgl 25

• Olahraga feb 1988

• Bangunan
• Kamar tamu
• Ruang makan
• Bar
• Lobby
• Telepon
• Toilet umum
• Koridor
• Ruang disewakan
• Dapur
• Area administrasi
• Front office
• Kantor pengelola hotel
• Area tata graha
• Gudang
• Ruang karyawan

17
• Manajemen operasional
• Food and beverage
• Keamanan
• Olahraga rekreasi
• Pelayanan
• 2 restoran
• Parkir luas
• 2 kolam renang
• Fasilitas penunjang
• Tenis
• Fitness
• Spa dan sauna

2.2 KAJIAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

3.1.1 Pengertian Arsitektur Bioklimatik

Arsitektur bioklimatik adalah suatu pendekatan yang berdasarkan


desain pasif minimum energi dengan memanfaatkan iklim lingkungan
sekitar untuk menciptakan kondisi kenyamanan bagi penghuninya. Dicapai
dengan komfigurasi bentuk massa bangunan dan perencanaan tapak,
orientasi bangunan, desain fasad, pembayang matahari, instrument
penerangan alam, warna selubung bangunan, lansekap horisontal dan
vertikal serta penghawaan alami. (irmasari,2011).

Bioklimatik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara iklim


dan kehidupan terutama efek dari iklim pada kesehatan dan aktivitas sehari-
hari. Bangunan Bioklimatik adalah bangunan yang memiliki bentuk
bangunan dengan desain yang pembangunannya hemat energi, yang
berhubungan dengan iklim setempat dan data Meteorologi hasilnya adalah
bangunan yang berinteraksi dengan lingkungan dengan operasinya serta
penampilan berkualitas tinggi. (Yeang ,1996).

18
3.1.2 Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik

Prinsip desain bioklimatik menurut Yeang (994) harus


memperhatikan:

Variabel indikator Tolok ukur


Arsitektur Orientasi Bangunan - susunan bangunan
Bioklimatik dengan bukaan
menghadap utara dan
selatan memberikan
keuntungan dalam
mengurangi paparan
sinar matahari secara
langsung
- Orientasi bangunan
yang terbaik adalah
dengan meletakkan
luas permukaan
bangunan terkecil
menghadap timur barat
memberikan dinding
eksternal pada luar
ruangan.
Selubung Bangunan Pada selubung
bangunan diberikan
pelindung untuk
dinding yang terkena
sinar matahari
langsung. Adanya cross
ventilation untuk
kenyamanan termal
dalam bangunan.

19
Landscape Lantai dasar bangunan
dapat lebih terbuka
keluar dan
berhubungan langsung
dengan area luar
Mengintegrasikan
antara elemen tanaman
dengan bangunan,
dapatmemberikan efek
dingin pada bangunan
dan membantu proses
penyerapan O2 dan
pelepasan CO2
Ruang Transisional Ruang perantara antara
ruangndalam dan ruang
luar bangunan. Ruang
ini bisa menjadi koridor
luar yang mampu
menghambat transfer
panas langsung ke
dalam
bangunan
Penggunaan Alat Penggunaan alat
Pembayang Pasif pembayang pasif
(shading) adalah untuk
menghindari jatuhnya
sinar matahari langsung
ke dalam
bangunan .

20
3.1.3 Pengendalian Kenyamanan Termal Bangunan

Menurut Riyanto (2000), usaha yang dilakukan untuk


mengendalikan iklim agar tercapai kenyamanan termal dalam bangunan
tanpa menggunakan peralatan mekanis adalah dengan menggunakan
pengendalian termal pasif. Hal ini dapat dicapai dengan strategi dan
merancang elemen bangunan sedemikian rupa sehingga bangunan mampu
menyesuaikan bangunan dengan iklim lokal didaerah tersebut.

Rekayasa faktor-faktor perancangan passive design dapat


diaplikasikan dari bentuk atap, fasad bangunan, bukaan, ataupun material
bangunan tersebut. Sedangkan strategi passive design menurut teori Hyde
(2000) dapat dicapai dalam adalah dengan :

1. Orientasi Bangunan

Terdapat tiga faktor utama yang menentukan peletakan bangunan


yang tepat (Lippsmeier, 1994) yang ditulis oleh (Attaufiq, 2014) yakni
orientasi terhadap matahari, orientasi terhadap angin dan topografi. Namun,
faktor yang paling berpengaruh pada penelitian kali ini yakni orientasi
terhadap matahari dan orientasi terhadap angin.

a. Orientasi terhadap matahari

Orientasi sangat berpengaruh dalam menentukan kenyaman termal.


Menurut pendapat dari Attaufiq (2014) dalam orientasi matahari ikut
menentukan intensitas panas yang masuk kedalam ruangan suatu bangunan
yang terletak didaerah tropis. Berdasarkan data dari Panduan Pengguna
Gedung Hijau, Peraturan Gubernur No. 38/2012, sisi bagian Timur dan
Barat dari sebuah bangunan di Indonesia memiliki prosentase terpapar
radiasi Matahari paling tinggi dibanding sisi lainnya.

Hal ini menjadi pertimbangan untuk menghindari perolehan panas


radiasi matahari yang berlebihan, permukaan utama selubung bangunan
dengan jendela sedapat mungkin diorientasikan ke utara dan selatan.

21
Sehingga, ruang mendapatkan pencahayaan alami dengan tetap
meminimalkan perolehan panas dari radiasi matahari secara langsung.
Ruang-ruang servis dan tangga ataupun dinding masif dapat diletakkan di
sisi Barat dan Timur, sehingga dapat berfungsi sebagai thermal buffer
zones.

b. Orientasi terhadap angin

Orientasi bangunan sebaiknya tegak lurus terhadap arah angin.


Jenis, ukuran dan lubang ventilasi pada sisi atas dan bawah bangunan dapat
meningkatkan efek ventilasi silang (pergerakan udara) di dalam ruang,
sehingga penggantian udara panas di dalam ruang dan peningkatan
kelembaban udara dapat dihindar. Bangunan sebaiknya berorientasi
terhadap datangnya arah angin untuk memaksimalkan pemanfaatan angin
untuk mendinginkan ruangan di saat cuaca panas.

Tetapi, pergerakan angin di kawasan pesisir pantai cukup kuat


sehingga menimbulkan rasa kurang nyaman penghuni. Sehingga penerapan
cross ventilation yang benar dilakukan untuk mendapatkan pergerakan
udara yang baik dan menurunkan kelembaban udara di dalam bangunan.

2. Bentuk Bangunan (Massa Bangunan)

Bentuk bangunan dengan fasad tinggi lantai dari permukaan


menjadi bahan pertimbangan dalam menciptakan kenyamanan termal dalam
ruang, dimana tingkat kelembaban yang dihasilkan dari bidang dibawahnya.
Menurut Riyanto (2000) semakin tinggi permukaan lantai bangunan dari
tanah maka kelembaban rata-rata semakin berkurang.

3. Pemilihan Material

Salah satu faktor kenyamanan termal yaitu pemilihan dan


penggunaan material dinding yang dapat mempengaruhi kenaikan termal
ruang dalam bangunan. Material dinding atau kulit bangunan merupakan
faktor penentu bagi kenyamanan termal dan penurunan suhu dalam

22
bangunan (Soegijanto, 1999). Material yang dimaksudkan dalam
pengendalian termal adalah sifat-sifat material tersebut yang sesuai dengan
pengkondisian lingkungan sekitar. Terjadinya penurunan suhu dipengaruhi
oleh proses konveksi, konduksi dan radiasi. (Lainufar dan Yunita, 2017).
Penggunaan material anyaman bambu, pada dinding dimana material
bambu dapat menyimpan panas dengan lama, dan penghantar yang kurang
baik, maka temperatur udara di dalam ruang tetap terasa panas sampai sore
dan malam hari. Dimana pendapat dari Sukawi (2009) oleh karena panas
diserap oleh permukaan luar, maka akan menghangatkan permukaan bagian
dalam sesudah beberapa waktu menurut daya serap panas dan tebal bahan.
Penggunaan material gedek bambu pada dinding, pada umumnya banyak
digunakan pada rumah di daerah tropis. Dimana pemasangan bambu
disusun secara horizontal, dimana memiliki celah atau rongga. Menurut
Frick (2008) yang ditulis dalam (Kindangen, dkk, 2014), dinding yang
memiliki rongga celah pengudaraan lebih kering (kelembaban relatif
menurun) dibandingkan dengan dinding masif biasa.

4. Bukaan Bangunan

Sistem ventilasi (ventilation system) adalah salah satu komponen


bangunan yang mendukung terjadinya proses ventilasi atau pergantian
udara di dalam ruangan. Dalam bangunan pada daerah iklim tropis untuk
menurunkan perpindahan panas dalam bangunan hanya mengandalkan
system ventilasi alami. Menurut Frick dkk (2008), cross - ventilation
menghasilkan penyegaran udara ventilasi terbaik karena selain terjadi
pertukaran udara dalam ruang terjadi pula proses penguapan yang
menurunkan suhu kulit manusia.

Adanya ventilasi silang maupun ventilasi plafond dan atap adalah


cara yang digunakan untuk mengurangi perolehan panas dan meniupkan
angin sehingga terjadi penurunan temperatur ruangan. Pergerakan udara
dalam bangunan tegantung kepada posisi, bentuk, jarak, dan ukuran inlet-
outlet bukaan.

23
Proporsi luas jendela memiliki pengaruh sangat besar terhadap
beban pendinginan karena menentukan total perolehan panas yang masuk
kedalam bangunan. Hal ini dikarenakan jendela kaca dapat memasukkan
panas kedalam bangunan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dinding
masif. Oleh karena itu rasio luas jendela terhadap dinding (WWR) yang
lebih tinggi biasanya menyebabkan beban pendinginan lebih tinggi.
Mengurangi luas jendela adalah salah satu solusi paling efektif untuk
mengurangi beban pendinginan dan konsumsi energi bangunan secara
keseluruhan. Karena konstruksi jendela biasanya lebih mahal daripada
konstruksi dinding, mengurangi WWR juga dapat menurunkan biaya
konstruksi.

5. Atap dan Fasad Bangunan

Radiasi yang masuk pada bangunan melalui atap, dimana atap dapat
merefleksi panas 90%-70% dan sebagian lagi diserap dan masuk ke ruang
dalam. (Kindangen, dkk, 2014). Hal ini sama dengan pendapat dari
Sugijanto (1989), bahwa permukaan yang paling besar menerima panas
adalah atap. Atap dan dinding bangunan merupakan bagian luar bangunan
yang sering dan banyak terkena radiasi matahari langsung.

Untuk bentuk atap yang sesuai dengan daerah tropis lembab adalah
atap pelana, limasan atau lembaran monolitik, atau dari sebuah sistem balok,
kaso dan pengikat, atau dari rangka ruang. Hal yang perlu diperhatikan
dalam rancangan atap di daerah tropis lembab yakni kemiringan atap di atas
30°, pada daerah berangin kencang tidak disarankan menggunakan tritisan
lebar dan penggunaan atap dua lapis (Lippsmeier, 1994) dan terdapat
ventilasi udara di atap sehingga mampu mendinginkan udara di ruangan
bawah atap.

Pengolahan bentuk atap bertujuan untuk mengetahui bentuk atap


seperti apa yang optimal untuk curah hujan yang tinggi dan suhu udara yang
tinggi serta penyelarasan prinsip atap dengan bangunan di sekitar tapak.

24
Material yang digunakan pada atap yakni genteng bitumen yang memiliki
sifat menyerap panas matahari perlahan-lahan lalu memantulkannya
kembali, sehingga mereduksi pada matahari yang masuk ke dalam ruangan.

2.3 STUDI PRESEDEN

2.3.1 Alila Ubud Hotel Resort

Alila Ubud Bali Resort


Sumber: https//:www.alilahotels.com/ubud

Alila ubud hotel resort berada di Payangan, Gianyar, Bali. Alila Ubud Hotel
Resort mengusung konsep memorable journey yaitu sebuah perjalanan
menuju tradisi lokal yang disuguhkan untuk para tamunya, yang berada di
atas sungai Ayung. Konsep ini dipadukan dengan gaya arsitektur modern
tetapi bernuansa tradisional, hal ini ditunjukan dengan menggunakan desain
tradisional Bali dan mengubahnya menjadi geometri modern. Contoh
dengan menggunakan kayu bertemu kaca menunjukan adanya kombinasi
material dan sistem konstruksi tradisional dan modern.

Alila ubud hotel resort berada di lokasi yang berkontur dan disiasati dengan
tangga-tangga untuk jalan setapak. Resort ini merupakan hotel berbintang

25
empat dengan menyuguhkan fasilitas kemewahan yang tersedia seperti
fasilitas resto dan bar, pool, spa, lounge, dan beragam jenis guest room.

1. Guest Room
Alila ubud hotel resort menyediakan 56 kamar tamu dengan
pemandangan bukit lembah sungai Ayung. Terdapat 14 blok yang
membagi 56 unit kamar. Masing-masing blok terdiri dari 4 kamar
dengan model bertingkat terdiri dari dua lantai. Secara keseluruhan
kamar tamu terbagi menjadi empat tipe yaitu:
• Deluxe room

Floorplan deluxe room


Sumber: https//:www.alilahotels.com/ubud

Keterangan: entrance(1), bedroom(2), bathroom(3),outdoor


shower &bathup(4), terrace(5), lawn(6).
Fasilitas: 1 tempat tidur untuk ukuran dua orang dewasa,
ukuran 65m2, private balcony, dll.
• Superior room
Keterangan: entrance(1), bedroom(2), bathroom(3),
balcony(4).
Fasilitas: 1 tempat tidur untuk ukuran dua orang dewasa,
ukuran 30m2, private balcony, dll.

26
Floorplan superior room
Sumber: https//:www.alilahotels.com/ubud

• Pool villa

Floorplan pool villa


Sumber: https//:www.alilahotels.com/ubud

Keterangan: entrance terrace(1), bedroom(2),lounge day


bed(3), bathroom(4), showe(5), toilet(6), outdoor
bathroom(7), bathup(8), terrace(9), day bed(10), pool(11).
Fasilitas: 2 tempat tidur untuk ukuran dua orang dewasa, 6
adults, ukuran 190m2, private balcony, dll.
• Valley Villa
Keterangan: entrance(1), wooden terrace deck(2), valley
views(3), bedroom(4), water feature &outdoor bathup(5),
bathroom(6), mini bar(7).

27
Fasilitas: 1 tempat tidur untuk ukuran dua orang dewasa, 2
adults & 1 child, ukuran 75m2, private balcony, dll.

Floorplan valley villa


Sumber: https//:www.alilahotels.com/ubud

2. Public space

Lobby lounge (kiri) dan food beverages (kanan)


Sumber: https//:www.alilahotels.com/ubud

Alila menerapkan nuansa tradisional bali modern pada area


public space. Area ini melingkupi guest ariival and registration, area
circulation to guest room, area lobby lounge, area food and
beverages, dan area function and meeting. Lokasi ini berpusat pada
Selatan hotel dekat dengan lobby hotel guna mempermudah
pemantauan.

Desain lobby lounge menggunakan konsep open-air yang


memberikan kesan alami dan tradisional. Area ini terkoneksi
langsung dengan area guest arrival and registration sehingga

28
atmosfer alam dan tradisional langsung dirasakan oleh para tamu
ketika pertama kali datang. Alila memadukan nuansa tradisional ini
dengan furnitur-furnitur modern dengan penggunaan warna-warna
alami seperti kecoklatan, sehingga berkesan lebih stylish namun
tetap modern.

2.3.2 Mesiniaga Tower

Mesiniaga Tower
Sumber: https//:cutnuraini.files.wordpress

Mesiniaga tower berada di Selangor, Malaysia yang dibangun pada tahun


1992, dengan ukuran site 6.503m2. mesiniaga menara merupakan proyek yang
dibangun menggunakan model dasar bangunan tradisional malaysia dan
digabungkan dengan teknologi modern. Fasad merupakan filter bukan dinding
tertutup. Louver dan nuansa berhubungan dengan orientasi bangunan berfungsi
untuk mengurangi sinar matahari. Taman pada teras memungkinkan tirai setinggi-
tingginya pada dinding di sebelah utara dan selatan sisi sebagai respon terhadap
orientasi matahari di iklim tropis. Core servis terletak pada sisi timur dan berfungsi

29
untuk menangkal panas. Salah satu hal yang dipikirkan pada bangunan ini adalah
memanfaatkan energi matahari sehingga hemat pada beberapa komponen.

Mesiniaga Tower
Sumber: https//:cutnuraini.files.wordpress

2.3.3 Medical Resort Bad Schallerbach

Medical Resort Bad Schallerbach


Sumber: Archdaily

30
• Tipologi
Medical Resort Bad Schallerbach dengan luas area 10.200
m2 merupakan healthcare center yang terdiri atas theraphy
center, serta fasilitas 120 tempat tidur.
• Konsep Desain

Medical Resort Bad Schallerbach


Sumber: Archdaily
Menggunakan material alami serta elemen kayu yang ditata
vertikal menciptakan suasana transisi antara bangunan
dengan alam sekitar.

• Zoning

31
Gambar 2.3: Gambar
Denah
LG: area perawatan
Lantai Dasar: area tamu
Lantai 1,2,3: Kamar tamu
Sumber: Archdaily

• Studi Bentuk

Medical Resort Bad Schallerbach


Sumber: Archdaily
Bentuk bangunan berupa bangunan massa tunggal dengan
bentuk konfigurasi linear sehingga memungkinkan cahaya
dan udara masuk.

32
BAB III

ANALISIS METODE PERANCANGAN

3.1 Tinjauan Lokasi

3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Manggarai Barat

Lokasi Beach Resort Labuan Bajo akan diletakan diwilayah


pantai Pede, Desa Gorontalo, Manggarai Barat. Lokasi ditunjukan
pada daerah lingkaran merah.

Peta Letak Geografis Kab. Manggarai Barat


Sumber: RTRW MABAR

3.1.2 Data dan Lokasi Tapak

Peta Letak Geografis Kab. Manggarai Barat


Sumber: RTRW MABAR

33
Data Tapak:

Kota : Labuan Bajo


Lokasi Tapak : Jln. Pede
Luas Lahan : 3.8 Ha
Kepemilikan: Pemerintah Kab. Manggarai Barat
Batas Fisik Tapak:
Utara; Hotel La Prima
Barat: Pantai Pede
Selatan: Hotel Bintang Flores
Timur: Jalan Raya dan Bukit
Tata Guna Lahan:
GSB: Setengah Lebar Jalan
KDB:30-40%
KLB: 4
TLB: 15m

3.1.3 Pengaturan Elevasi

Ketinggian peil ground floor ditentukan tidak berbeda jauh dengan


peil pendestrian/jalan dengan mempertimbangkan peil banjir.

Ketinggian Peil Lantai Dasar


Sumber: RTRW MABAR

34
3.1.4 Peraturan Jalur Keluar Masuk Kapling

Jalur Keluar Masuk Kapling


Sumber: RTRW MABAR

Tujuan diberikan setback dan jarak antar bangunan untuk


memberikan ruang agar bangunan dapat bernapas, memberikan flow
udara, mencegah kerusakan bangunan dalam skala besar akibat bencana
alam dan kebakaran.

3.1.5 Kondisi Klimatik Suhu Rata-Rata Per Tahun

Data Klimatik Suhu Rata-Rata per Tahun di Labuan Bajo,


Manggarai Barat.
Sumber: https://id.weatherspark.com

35
3.1.6 Kondisi Kenyamanan Kelembapan Di Labuan Bajo

Data Kenyamanan Kelembapan di Labuan Bajo


Sumber: https://id.weatherspark.com

3.1.7 Data Kecepatan Angin di Labuan Bajo

Data Kecepatan Angin Rata-Rata di Labuan Bajo


Sumber: https://id.weatherspark.com

36
Data Arah Angin di Labuan Bajo
Sumber: https://id.weatherspark.com

Persentase jam saat arah angin rata-rata berasal dari masing-masing dari
empat arah mata angin utama, tidak termasuk jam dengan kecepatan angin rata-rata
kurang dari 1,6 kph. Area berwarna terang di perbatasan adalah persentase jam yang
dihabiskan di arah tengah tersirat (timur laut, tenggara, barat daya, dan barat laut).

Oleh karena itu proteksi terhadap bangunan adalah dengan rekayasa


landscape dengan meletakkan tanaman yang dapat mereduksi angin. Selain itu pula
massa bangunan utama diletakkan sesuai arah datangnya angin dan menjadi
entrance utama sehingga angin yang kencang tidak langsung masuk ke dalam unit
hunian. Pemilihan jenis tanaman yang digunakan dalam mereduksi angin pada site
dengan tidak mengganggu view yang baik kea rah pantai adalah dengan memilih
tajuk tanaman yang tidak terlalu tinggi.
3.2 Alternatif Site
Sesuai dengan ketentuan kriteria dalam pemilihan site, ada tiga site
yang direkomendasikan, antara lain site A, B, dan C.

37
C
B

Pilihan Lokasi Secara Keseluruhan


Sumber: Maps

a) Site A

Pilihan Lokasi A
Sumber: Maps

Pertimbangan:

✓ Luas lahan 6.310 m2


✓ Akses jalan mudah dijangkau, dengan lebar jalan 7m
✓ Kebisingan berasal dari pelabuhan dan pusat PLN
✓ Memiliki elemen alam seperti pohon dengan view laut

38
Kondisi site A
Sumber: Doc. Pribadi

b) Site B

Pilihan Lokasi B
Sumber: Maps

Pertimbangan:

✓ Luas lahan 3.175 m2


✓ Akses jalan mudah dijangkau, dengan lebar jalan 7m
✓ Kebisingan berasal dari pemukiman warga rangko
(rumah, sekolah, kios, dll)
✓ Memiliki elemen alam seperti pohon (sedikit) dengan
view laut, pantai, jembatan rangko.
✓ Lokasi jauh dari jalan utama

39
Kondisi site B
Sumber: Doc. Pribadi
c) Site C

Pilihan Lokasi C
Sumber: Maps

Pertimbangan:

✓ Luas lahan 7.362 m2


✓ Akses jalan mudah dijangkau, dengan lebar jalan 7m
✓ Lokasi jauh dari kegiatan masyarakat, sehingga tidak
adanya sumber kebisingin
✓ Memiliki banyak elemen alam seperti pohon dengan
view laut, pantai, sungai, mata air.

40
✓ Lokasi cukup jauh dengan jalan

Kondisi site C
Sumber: Doc. Pribadi

Aspek Site A Site B Site C


Aksesbilitas Tepat di jalan Kurang lebih 80m Kurang lebih
kolektor primer dari jalan kolektor 100m dari jalan
Score 1 primer kolektor primer
Score 2 Score 3
Unsur Alam Pohon, air laut Pohon, air laut, Pohon, sungai, air
Score 1 pantai laut, pantai, mata
Score 2 air
Score 3
Eksesting Sedikit bangunan Banyak bangunan Tidak ada
sekitar site sekitar site bangunan sekitar
Score 2 Score 1 site
Score 3
Kawasan Termasuk Termasuk Termasuk
Budaya Kawasan Budaya Kawasan Budaya Kawasan Budaya
Score 3 Score 3 Score 3
Nuansa Nyaman, asri, Nyaman, Panas. Nyaman, asri,
Alam panas. Score 1 sejuk, dingin,
Score 1 adem.
Score 3
Total Score 8 9 15

Berdasarkan penjelasan singkat pada pertimbangan setiap site, site C


merupakan pilihan site yang paling ideal memenuhi kriteria dimana beach resort

41
Labuan Bajo akan dibangun. Pada dasarnya resort Labuan Bajo bangunan yang
ditempatkan pada lokasi yang jauh dari permukiman, hal ini dijawab dengan
pemilihan site C, dimana site C terletak jauh dari permukiman, atau kegiatan
masyarakat lainnya. Elemen alam yag dibutuhkan oleh health spa resort Labuan
Bajo, seperti banyak pohon, view laut, dll sudah ada di lokasi site C.

42
3.3 Kerangka Berpikir

Tabel Kerangka Berpikir


Sumber: Pribadi

43
3.4 Analisis Studi Preseden

3.4.1 Mesiniaga Tower

No. Elemen Desain Aplikasi Konsep


1 Denah Bentuk dasar lingkaran, sebagai bentuk yang adaptif
terhadap iklim, stabil untuk bangunan tinggi
2 Kulit Bangunan -Mengikuti bentuk dasar lingkaran dan dimodifikasi
sesuai dengan fungsi ruang-ruang dan kedudukan
atau letak ruang pada bangunan
- Finishing dengan teknologi bahan sesuai kebutuhan
kulit bangunan (skycourt, curtail wall, kisi-kisi
aluminium, core service di luar bangunan, vertical
garden)

3 Ruang-ruang -Gabungan bentuk bentuk lingkaran dan bujur


dalam dan luar sangkardigunakan untuk memenuhi fungsi ruang-
ruang tipikal perkantoran
-Finishing dengan skycourt, vertical garden dan teras
4 Orientasi -Orientasi bangunan di desain untuk memodifikasi
bangunan semua arah Mata Angin
-Setiap orientasi diolah sedemikian rupa melalui
desain khusus dengan teknologi bahan modern
5 fasad Desain Fasad yang berbeda-beda karena perngaruh
iklim dengan menggunakan skycourt, curtail wall,
kisi-kisi aluminium dan penonjolan core service di
luar bangunan.

Analisis Preseden
Sumber: Pribadi

44
3.4.2 Medical Resort Bad Schallerbach dan Alila Ubud

No Aspek Medical Resort Bad Analisis


Schallerbach
1 Tipologi Healthcare center yang dilengkapi Resort
dengan ruang theraphy center, dilengkapi
taman, kamar. dengan tipologi
Healthcare
center dan
treatment area
yang dilengkapi
dengan fasilitas
akomodasi,
hiburan, ruang
alam dan
habitat.
2 Konsep Desain Suasana friendly atmosphere yang Resort
menekankan
diciptakan melalui warna-warna
pada suasana
cerah dan material alam santai, nyaman,
dekat dengan
alamm, yang
diwujudkan
melalui ruang
terbuka,
penggunaan
warna dan
material alam.
3 Zoning fungsi kamar
LG: area tamu, area tamu,
perawatan area perawatan,
area servis
Lantai diletakan
Dasar: area kedalam satu
tamu massa.

Lantai
1,2,3:
Kamar tamu

45
4 Studi Bentuk Bangunan berupa bangunan massa Bentuk
bangunan resort
tunggal bentuk regular dengan
Labuan Bajo
konfigurasi linear. dapat berupa
bangunan multi
massa maupun
tunggal, untuk
menghindari
kesan masif,
baik diberikan
Void, taman,
dinding
transparan.

3.5 Analisis Studi Literatur

3.5.1 Analisis Studi Literatur Resort

Indikator Variabel Tolok Ukur Metode


Prinsip Kebutuh Berinteraksi dengan lingkungan, Analisis deskriptif
Desain an dan budaya baru yang memenuhi Merencanakan
Resort persyarat standar kenyamanan seperti pembagian zona
an rumah sendiri ruang berdasarkan
individu fungsi masing-
dalam masing
melakuk Privasi, tetapi memberikan Analisis deskriptif
an kesempatan untuk berinteraksi Merencanakan tata
kegiatan dan berbaur melakuan aktivitas masa bangunan
wisata bersama dengan matang

suasana yang kondusif, tenang Analisis deskriptif


mendukung untuk beristirahat Merencanakan tata
masa bangunan
dengan matang

46
Mencipta Pengolahan terhadap fasilitas Analisis deskriptif
kan citra yang sesuai dengan tapak dan
wisata iklim
yang Kesempatan berinteraksi dengan Mengadakan paket
menarik masyarakat wisata menyusuri
lingkungan sekitar
Menyesuailan fisik bangunan Penggunaan
dengan karakter lingkungan prinsip bangunan
tradisional yang
baik dalam
merespon alam,
seperti penggunaan
atap miring dsb.
Memgoptimalkan potensi alam Memaksimalkan
yang ada view alam dengan
penataan orientasi
bangunan dan
desain bangunan
yang lebih
“terbuka”
Mengangkat citra lokalitas Mentranformasikan
setempat arsitektur lokal
kedalam bangunan
resort

47
3.5.2 Analisis Studi Literatur Bioklimatik
Variabel Indikator Indikator

Arsitektur Orientasi -susunan bangunan dengan bukaan


Bioklimatik Bangunan menghadap utara dan selatan
memberikan keuntungan dalam
mengurangi paparan sinar
matahari secara langsung
- Orientasi bangunan yang terbaik
adalah dengan meletakkan luas
permukaan bangunan terkecil
menghadap timur barat memberikan
dinding eksternal pada luar ruangan.
Penggunaan Alat Penggunaan alat pembayang pasif
Pembayang Pasif (shading) adalah untuk
menghindari jatuhnya sinar matahari
langsung ke dalam
bangunan .
Ruang Ruang perantara antara ruangndalam
Transisional dan ruang luar bangunan. Ruang ini
bisa menjadi koridor luar yang mampu
menghambat transfer panas langsung
ke dalam
bangunan
Landscape Lantai dasar bangunan dapat lebih
terbuka keluar dan berhubungan
langsung dengan area luar
Mengintegrasikan antara elemen
tanaman dengan bangunan,
dapatmemberikan efek dingin pada

48
bangunan dan membantu proses
penyerapan O2 dan pelepasan CO2
Selubung Pada selubung bangunan diberikan
Bangunan pelindung untuk dinding yang terkena
sinar matahari langsung. Adanya cross
ventilation untuk kenyamanan termal
dalam bangunan.

3.6 Metode Pembuktian


Aspek Bangunan Variabel Indikator Metode
Pengujian
Resort Hotel Tata Ruang dan Organisasi ruang Standar Hotel
Berbintang4 dan
Sirkulasi berdasarkan Data Arsitek
kebutuhan
pengguna
Bentuk Ruang Bentuk ruang
sesuai dengan
luasan, bentuk
site dan hubungan
antar ruang
pengguna

-Selubung -Desain dan Persebaran massa Standar Bangunan


Arsitektur
Bangunan persebaran tidak menggangu Bioklimatik
-Sistem gubahan masa aliran laju angin
Pencahayaan bangunan
-Sistem Orientasi Susunan
Penghawan bangunan bangunan dengan
-Sistem bukaan
Keamanan menghadap utara
dan selatan

49
(Arsitektur memberikan
Bioklimatik) keuntungan
dalam
mengurangi
paparan sinar
matahari secara
langsung
Orientasi
bangunan yang
terbaik adalah
dengan
meletakkan luas
permukaan
bangunan terkecil
menghadap timur
– barat
memberikan
dinding eksternal
pada ruang luar

Selubung Pada selubung


bangunan bangunan
diberikan
pelindung untuk
dinding yang
terkena sinar
matahari
langsung.
-Adanya cross
ventilation untuk
kenyamanan

50
thermal dalam
bangunan
Landscape Mengintegrasikan
antara elemen
tanaman dengan
bangunan dapat
memberikan efek
dinginpada
bangunan dan
membantu proses
penyerapan O2
dan pelepasan
CO2
Ruang Ruang udara
Transisional sebagai ruang
perantara antara
ruang dalam dan
ruang luar
bangunan

Penggunaan Alat Penggunaan alat


Pembayang Pasif pembayang pasif
(shading) adalah
untuk
menghindari
jatuhnya sinar
matahari
langsung ke
dalam bangunan

51
DAFTAR PUSTAKA

Archdaily. (2013). Diambil kembali dari


https://www.archdaily.com/459571/medical-resort-bad-schallerbach-
architects-collective-zt-gmbh-ac

Data kecepatan angin, suhu rata-rata, kelembapan:


https://id.weatherspark.com/s/133093/1/Cuaca-rata-rata-pada-Musim-panas-di-
Labuanbajo-Indonesia
Mesiniaga Tower: http://erepo.unud.ac.id
Megawati, LA. Arsitektur Bioklimatik. 2019. Bandung
google. (2021). Maps. https://www.google.com/maps/place/Rangko+Cave/

Google. (2021). Maps. Diambil kembali dari


https://www.google.com/maps/place/Rangko+Cave

52

Anda mungkin juga menyukai