Halaman :
012/TBS-HRD-PPSL/12 12-1
1.0 TUJUAN
Prosedur ini dibuat sebagai panduan dan pedoman didalam penyelesaian konflik
sosial dengan merujuk prinsip persetujuan tanpa paksaan atas dasar informasi awal
yang relevan/applicable dengan operasional perusahaan. Melalui proses ini
diharapkan konflik atau permasalahan dapat dicegah serta ditangani secara tepat,
tuntas dan tidak menimbulkan masalah baru, sehingga tidak menghambat
operasional. Disisi lain juga sebagai pemenuhan syarat dalam berbagai standard
sertfikasi.
5.0 DEFINISI
5.1. Klaimer adalah pihak eksternal (perorangan, kelompok, perusahaan lain atau
institusi) yang mengajukan suatu klaim
5.2. Perwakilan Claimer adalah orang/individu yang ditunjuk oleh pihak claimer
untuk mengikuti seluruh rangkaian proses dan mengambil keputusan dalam
resolusi konflik.
5.3. Opportunis adalah orang yang memanfaatkan waktu atau peluang
berdasarkan sumberdaya atau kapabilitas yang dimilikinya demi tujuan
tertentu yang sifatnya pribadi atau merugikan orang lain.
5.4. Masyarakat adalah kumpulan dari beberapa orang yang berinteraksi satu
sama lain dalam suatu wilayah tertentu.
5.5. Masyarakat setempat adalah masyarakat yang tinggal didalam dan atau
sekitar hutan/kebun yang merupakan komunitas social didasarkan pada mata
pencaharian yang bergantung pada hutan/kebun, kesejarahan, keterikatan
tempat tinggal serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama dalam wadah
kelembagaan.
5.6. Komunitas atau masyarakat ekternal adalah masyarakat pendatang yang
bertempat tinggal disekitar hutan/kebun yang berasal dari luar masyarakat
setempat.
5.7. Negosiasi adalah komunikasi sistematis antara pihak-pihak dalam upaya
bersama mencari penyelesaian sengketa.
5.8. Pemetaan partisipatif adalah kegiatan pemetaan yang melibatkan secara aktif
anggota masyarakat/orang kampung sejak dari perencanaan sampai dengan
pembuatan peta.
5.9. Tim Resolusi Konflik adalah tim yang dibentuk sebagai motor penggerak
dalam seluruh proses resolusi konflik.
5.10. Land Resolution Analysis Team adalah tim yang beranggotakan EM/AM
Plantation, GA Manager, TSA Manager, ISPO Manager, Legal & Environment
Head
5.11. Tim Penyelesaian Konflik Pemerintah Kabupaten, adalah tim yang dibentuk
oleh Bupati dan beranggota kans staf bupati, dinas, dan badan yang terkait
dilingkungan pemerintah kabupaten yang bertugas sebagai mediator dalamn
penyelesaian konflik antara masyarakat denganpihak lain.
5.12. Mediator adalah pihak yang melakukan mediasi, penengah yang
mengupayakan dan memandu perundingan antara para pihak yang
bersengketa.
5.13. Stakeholder adala para pihak yang berkepentingan, para pemangku
kepentingan
11.0. Land Resolution Analysis Team (Tim Resolusi Konflik) bertanggung jawab
untuk :
a. Menerima, menganalisa dan mempertimbangkan pelaporan dari estate
terkait permasalahan lahan.
b. Memberikan saran dan arahan terkait laporan tersebut baik melalui
koordinasi meeting maupun media surat.
c. Memberikan pertimbangan kepada Direktur Operasional untuk membentuk
Tim Resolusi Konflik apabila hasil analisa dan pertimbangan suatu
permasalahan lahan berdampak besar pada operasional perusahaan dan
dibutuhkan tim khusus dalam penanganan penyelesaian tersebut.
7.0 PROSEDUR
7.1. Penanganan oleh Manajemen Estate (Plantation Manajemen Unit/PMU)
o). Jika permasalahan terus berkembang dan tidak dapat diselesaikan hingga
tuntas melalui perundingan maka permasalahan diselesaikan melalui jalur
hukum.
7.4. Alternatif Penyelesaian
a). Berdasarkan data informasi awal, dalam menyelesaikan permasalahan lahan
dapat digolongkan dalam beberapa kategori yaitu :
i). Permasalahan lahan murni dengan masyarakat
Kompensasi atau Ganti rugi imas tumbang
Kemitraan lahan dengan pola KKPA(Kredit Koperasi Promer
Anggota) atau Plasma yang mana pola KKPA/Plasma sebagai
salah satu alternative penyelesaian klaim lahan didalam HGU
sesuai dengan persetujuan manjemen.
Kemitraan lahan dengan pola KKPA sebagai Tanaman Kehidupan
perusahaan dengan syarat utama tersedianya pendanaan dari
Bank atau KSO (Kerjasama Operasional) dengan perusahaan.
Program dari CSR(Community Social Responsibilities) yaitu:
Sosial dan Infrastruktur, Pertanian Terpadu, Kemitraan Usaha
Kecil, Pelatihan Sumber Daya Masyarakat.
Program Lembaga Konservasi Desa
Kemitraan Kontrak Penanaman, Angkutan Sawit, Penyiraman
Access Road, dan lain-lain.
ii). Permasalahan Lahan dengan Perusahaan Lain.
Jika izin HGU LEBIH DAHULU TERBIT dari pada izin perusahaan
lain maka Penguasaan HGU terhadap lahan terkait, tetap
dijalankan sesuai dengan izin yang dimiliki.
Jika izin HGU LEBIH LAMBAT TERBIT dari pada izin perusahaan
lain, maka ditempuh cara penyelesaian sebagai berikut :
Joint Operation/Join Venture
Isolasi Lahan – selanjutnya ditempuh proses pengajuan
Pergantian Areal ke Pihak Pemerintahan Terkait.
Ganti Rugi atau Pembelian Lahan
Kemitraan
iii). Permasalahan lahan karena adanya rekomendasi pemerintah.
Joint Operation/JointVenture
Kemitraan
Isolasi lahan selanjutnya ditempuh proses pengajuan Penggantian
areal ke Pihak Pemerintah Terkait.
Permasalahan lahan klaim opportunis.
8.0. APENDIK-APENDIK
8.1. Apendik -1 Alur Proses Resolusi Konflik Sosial.