Anda di halaman 1dari 11

No. Policy : No.

Halaman :
012/TBS-HRD-PPSL/12 12-1

1.0 TUJUAN
Prosedur ini dibuat sebagai panduan dan pedoman didalam penyelesaian konflik
sosial dengan merujuk prinsip persetujuan tanpa paksaan atas dasar informasi awal
yang relevan/applicable dengan operasional perusahaan. Melalui proses ini
diharapkan konflik atau permasalahan dapat dicegah serta ditangani secara tepat,
tuntas dan tidak menimbulkan masalah baru, sehingga tidak menghambat
operasional. Disisi lain juga sebagai pemenuhan syarat dalam berbagai standard
sertfikasi.

2.0 RUANG LINGKUP


Prosedur ini berlaku untuk penyelesaian/resolusi konflik social dengan prinsip
persetujuan tanpa paksaan atas dasar informasi awal yang mencakup atas ulayat
komunitas/masyarakat local dan lahan komunitas/masyarakat eksternal dengan
kriteria yang dapat dibuktikan dengan adanya bekas peladangan, olahan lahan,
kampung, kompleks pekuburan dan peninggalan budaya.

3.0 DOKUMENTASI DAN/ATAU REFERENSI TERKAIT


3.1. Undang-Undang No. 5 tahun 2960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria
3.2. Undang-undang No.32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
3.3. Peraturan MenteriAgraria No. 5 tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian
Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
3.2. Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

4.0 FORMULIR DAN/ ATAU LAMPIRAN TERKAIT


4.1. Daftar Hadir Pertemuan
4.2. Berita Acara
4.3. Notulen Pertemuan
4.4. Matrik Dampak Probabilitas
4.5. Pemetaan Stakeholder dan Civil Society
4.6. Disposisi dan Rekomendasi Penyelesaian
4.7. Logbook Verbal Claim, Complain dan Social Contribution
4.8. Claim, Complaints and Social Contribution Report
4.9. Rekapitulasi Data Klaim, Complaints dan Permohonan Bantuan

5.0 DEFINISI
5.1. Klaimer adalah pihak eksternal (perorangan, kelompok, perusahaan lain atau
institusi) yang mengajukan suatu klaim

Training Centre - SPO


No. Policy : No. Halaman :
012/TBS-HRD-PPSL/12 12-2

5.2. Perwakilan Claimer adalah orang/individu yang ditunjuk oleh pihak claimer
untuk mengikuti seluruh rangkaian proses dan mengambil keputusan dalam
resolusi konflik.
5.3. Opportunis adalah orang yang memanfaatkan waktu atau peluang
berdasarkan sumberdaya atau kapabilitas yang dimilikinya demi tujuan
tertentu yang sifatnya pribadi atau merugikan orang lain.
5.4. Masyarakat adalah kumpulan dari beberapa orang yang berinteraksi satu
sama lain dalam suatu wilayah tertentu.
5.5. Masyarakat setempat adalah masyarakat yang tinggal didalam dan atau
sekitar hutan/kebun yang merupakan komunitas social didasarkan pada mata
pencaharian yang bergantung pada hutan/kebun, kesejarahan, keterikatan
tempat tinggal serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama dalam wadah
kelembagaan.
5.6. Komunitas atau masyarakat ekternal adalah masyarakat pendatang yang
bertempat tinggal disekitar hutan/kebun yang berasal dari luar masyarakat
setempat.
5.7. Negosiasi adalah komunikasi sistematis antara pihak-pihak dalam upaya
bersama mencari penyelesaian sengketa.
5.8. Pemetaan partisipatif adalah kegiatan pemetaan yang melibatkan secara aktif
anggota masyarakat/orang kampung sejak dari perencanaan sampai dengan
pembuatan peta.
5.9. Tim Resolusi Konflik adalah tim yang dibentuk sebagai motor penggerak
dalam seluruh proses resolusi konflik.
5.10. Land Resolution Analysis Team adalah tim yang beranggotakan EM/AM
Plantation, GA Manager, TSA Manager, ISPO Manager, Legal & Environment
Head
5.11. Tim Penyelesaian Konflik Pemerintah Kabupaten, adalah tim yang dibentuk
oleh Bupati dan beranggota kans staf bupati, dinas, dan badan yang terkait
dilingkungan pemerintah kabupaten yang bertugas sebagai mediator dalamn
penyelesaian konflik antara masyarakat denganpihak lain.
5.12. Mediator adalah pihak yang melakukan mediasi, penengah yang
mengupayakan dan memandu perundingan antara para pihak yang
bersengketa.
5.13. Stakeholder adala para pihak yang berkepentingan, para pemangku
kepentingan

6.0 PRINSIP DASAR PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN


6.1. Resolusi konflik merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk memecahkan
permasalahan, dan mencari jalan keluar terhadap perselisihan atau
persengketaan yang terjadi dari dinamika konflik kompetitif (persaingan;
menang kalah) menjadi kooperatif (kerjasama)
6.2. Jenis-Jenis Konflik

Training Centre - SPO


No. Policy : No. Halaman :
012/TBS-HRD-PPSL/12 12-3

a. Perusahaan dengan individu (masyarakat tempatan/pendatang)


b. Perusahaan dengan Community (Kelompok, Desa, Ulayat)
c. Persahaan dengan Perusahaan
6.3. Tipe Konflik berdasarkan waktu
a. Konflik lama (> 1 tahun)
b. Konflik baru (< 1 tahun)
6.4. Identifikasi suatu konflik sosial dapat terjadi pada areal HGU yang baru dan
pada HGU yang sudah ada. Identifikasi bisa muncul dari hasil patroli atau
melalui penyampaian secara lisan atau tertulis dari pihak yang berkonflik.
6.5. Penentuan kemungkinan resiko dan dampak ditentukan berdasarkan analisa
stakeholder, analisa institusional, analisa tekhnikal, analisa ekonomi, analisa
sosial dan analisa ekologi.
6.6. Estate Manager bertanggung jawab untuk :
a. Memastikan bahwa setiap konflik social ditanggapi sesuai prosedur yang
berlaku.
b. Bersama dengan Humas, Estate mengidentifikasi, klarifikasi dan investigasi
terhadap klaim lahan yang ditemukan dan diajukan oleh Klaimer.
c. Berkoordinasi dengan pihak Kantor Besar dalam penyelesaian Konflik
lahan.
6.7. Plantation Protection Askep bertanggung jawab untuk :
a. Melakukan sosialisasi terkait perlindungan kebun baik secara internal
maupun eksternal khususnya kepada masyarakat, untuk sosialisasi
kepada masyarakat maka Plantation Protection akan bekerjasama dengan
Humas.
b. Melakukan Patroli secara baik secara internal maupun gabungan yang
melibatkan Security/Satpam terhadap daerah rawan gangguan terhadap
Kebun baik itu pencurian buah, perambahan lahan, pertambangan tanpa
izin, perburuan satwa liar dan lain-lain.
c. Melaksanakan usaha preventive action terhadap penanganan perlindungan
kebun sesuai dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
6.7. Humas bertanggung jawab :
a. Membuat analisa akar masalah dan memastikan pelaksanaan tindakan
perbaikan.
b. Melakukan identifkasi terhadap potensi-potensi klaim.
c. Melakukan identifikasi, klarifikasi dan investigasi terhadap klaim lahan
yang ditemukan dan atau diajukan oleh Klaimer.
d. Berkoordinasi dengan pihak internal, dalam penyediaan data-data
tambahan yang diperlukan untuk penyelesaian masalah konflik lahan.
e. Bersama dengan TSA melakukan pengukuran lapangan dengan
menggunakan alat ukur GPS Trimble terhadap area yang di klaim, TSA
mengirimkan Tally Sheet dan hasil ukur GPS ke Kantor Besar.

Training Centre - SPO


No. Policy : No. Halaman :
012/TBS-HRD-PPSL/12 12-4

f. Melakukan koordinasi dengan Pihak ekstenal pada tingkat Desa dan


Kecamatan.
g. Melakukan komunikasi awal terhadap klaimer.
h. Membuat dan menyampaikan laporan terkait klaim lahan yang telah
diidentifikasi sebelumnya kepada Direktur Operasional yang juga
ditembuskan ke GM Plantation, TSA Manager, Legal and Environment
Head Group, GA Manager dengan melampirkan data-data pendukung
sesuai form yang sudah di tetapkan, stakeholder mapping, Matrix Dampak
Probalitas dan peta hasil pengukuran lapangan terhadap area klaim
berupa hard copy maupun soft copy.
i. Humas berkoordinasi dengan TSA dan Legal & Environment Head,
menyusun konsep penyelesaian klaim tanah dan disetujui EM, AM dan GM
Plantation.
j. Humas bersama Legal Environment Head, dan TSA Manager melakukan
negosisasi dengan Klaimer.
k. Humas dan TSA mendokumentasikan semua klaim, surat menyurat, peta,
berita Acara, Kesepakatan (MoU), Notulensi, daftar Hadir, foto-foto serta
membuat kronogis secara runut.
l. Melakukan pelaporan mingguan (weekly report) terkait issue sosial di
estate dan tindak lanjut perkembangan kepada EM, AM dan GM
Plantatioan.
m. Membuat laporan bulanan perkembangan konflik lahan setiap bulan.

7.0. TSA Manager bertanggung jawab untuk :


a. Melakukan koordinasi dengan pihak internal dan eksternal
b. Melakukan monitoring perkembangan penyelesaian konflik
c. Bersama dengan Humas melakukan komunikasi dan negosiasi dengan
klaimer, dan apabila diperlukan melibatkan AM dan GM Plantation.
d. Membuat rekomendasi penyelesaian terhadap suatu klaim lahan untuk
diajukan kepada Manajemen.
e. Merumuskan draft Kesepakatan/MoU untuk di ajukan kepada Legal
Department.
f. Bersama dengan EM dan/atau Humas dan/atau AM, GA Manager
menyelesaikan kesepakatan bersama antara perusahaan dengan
masyarakat.
g. Mendokumentasikan semua klaim, surat menyurat, peta, berita acara,
kesepakatan (MoU), notulensi, daftar hadir, foto-foto serta kronologis
secara runut.

8.0. Legal and Environment Head, bertanggung jawab untuk :


a. Melakukan koordinasi dengan eksternal (Tokoh Masyarakat dan
Pemerintah) sebagai upaya untuk mediasi konflik.

Training Centre - SPO


No. Policy : No. Halaman :
012/TBS-HRD-PPSL/12 12-5

b. Melakukan verifikasi dan memberikan arahan kepada Humas dan TSA


Manager terhadap rekomendasi penyelesaian klaim lahan.
c. Membawa/menyampaikan rekomendasi (konsep penyelesaian) untuk
mendapatkan persetujuan manajemen.
d. Memberikan pertimbangan dan arahan mengenai rekomendasi (konsep
penyelesaian) klaim lahan.
e. Melakukan koordinasi dengan pihak internal perusahaan sampai tingkat
pusat (Kantor Pekanbaru/Jakarta).
f. Menganalisa dan membuat konsep penyelesaian serta meminta
persetujuan Manajemen.
g. Menetapkan staf internal perusahaan yang diperlukan dalam setiap
kegiatan koordinasi dengan pihak eksternal.

9.0. General Affairs Manager, bertanggung jawab untuk :


a. Melakukan koordinasi dengan pemerintah darerah dan tokoh masyarakat
terkait dan Tingkat Kabupaten terkait proses penyelesaian konflik/lahan.
b. Bersama dengan EM, AM, Legal and Environment Head turut serta dalam
perumusan konsep penyelesaian klaim lahan.
c. Merumuskan alternative solusi penyelesaian konflik dengan pertimbangan
rekomendasi yang diajukan.

10.0. Direktur Operasional bertanggung jawab untuk :


a. Membentuk Tim resolusi konflik apabila suatu klaim/konflik memiliki
dampak yang signifikan terhadap operasional perusahaan dengan dasar
suatu pertimbangan/pengkajian Analisis Dampak Probabilitas.
b. Memberikan arahan kepada Manajemen Estate, dalam hal terjadi reaksi
negative, misalnya ancaman perusakan asset perusahaan, sebagai akibat
penolakan atas klaim.

11.0. Land Resolution Analysis Team (Tim Resolusi Konflik) bertanggung jawab
untuk :
a. Menerima, menganalisa dan mempertimbangkan pelaporan dari estate
terkait permasalahan lahan.
b. Memberikan saran dan arahan terkait laporan tersebut baik melalui
koordinasi meeting maupun media surat.
c. Memberikan pertimbangan kepada Direktur Operasional untuk membentuk
Tim Resolusi Konflik apabila hasil analisa dan pertimbangan suatu
permasalahan lahan berdampak besar pada operasional perusahaan dan
dibutuhkan tim khusus dalam penanganan penyelesaian tersebut.

7.0 PROSEDUR
7.1. Penanganan oleh Manajemen Estate (Plantation Manajemen Unit/PMU)

Training Centre - SPO


No. Policy : No. Halaman :
012/TBS-HRD-PPSL/12 12-6

7.1.1. Areal HGU


a). Untuk konflik sosial yang teridentifikasi pada areal HGU baru setelah
dilakukan penilaian AMDAL dan dikategorikan sebagai klaim lahan/kebun,
maka manajemen estate atau Plantation Management Unit(PMU) melalui TSA
Dept. dan Legal and Environment Dept. melakukan pemetaan community ring
sebagai upaya pecegahan.
b). Manajemen Estate atau PMU bersama Humas dan TSA Manager kemudian
melakukan identifikasi, klarifikasi dan investigasi dengan cara berkomunikasi
dan mensosialiasi dengan pihak yang teridentifikasi sebagai klaimer dan/atau
masyarakat desa setempat. Hasil indentifikasi, klarifikasi dan investigasi di
buat dalam suatu pelaporan.
c). Jika identifikasi, klarifikasi dan investigasi menunjukkan kejelasan pengakuan
atas suatu klaim, maka manajemen estate atau Plantation Management Unit
menjadikan areal tersebut sebagai :
i). Areal yang diisolasi dengan peruntukan sebagai tanaman kehidupan
dengan pertimbangan dari TSA Department, Legal and Environment
Dept., GA Manager dan Direktur Operasional. Luas tanaman kehidupan
tidak lebih dari 5% (sesuai dengan regulasi) dari luas dan dimasukkan
kedalam tata ruang atau saat pengeluaran Rencana Karya Usaha (RKU)
secara definitif.
ii). Areal yang dapat diselesaikan yaitu untuk mengembalikan fungsi
kehutanan pada areal HGU Kebun, maka klaim tersebut dikategorikan
sebagai Land Klaim yang harus diselesaikan secara bersama dan
disepakati bersama yaitu oleh PMU dan masyarakat. Prosedur
penyelesaian klaim diareal HGU baru sama dengan yang ada di areal
HGU yang sudah ada.

7.1.2. Areal HGU yang Sudah Ada


a). Untuk land encroachment yang terjadi pada area HGU yang sudah ada yang
diketahui dari hasil patroli Plantation Protection Estate atau penyampaian
secara langsung oleh klaimer maka Askep Plantation Protection dan/atau
Humas membuat laporan dan menyampaikan kepada EM/AM.
b). EM atau Humas melakukan identifikasi, klarifikasi dan investigasi serta
sosialisasi terhadap klaimer perambahan tersebut dan/atau masyarakat desa
setempat apakah sebagai perambahan lama (lebih dari 1 tahun) atau
perambahan baru (kurang dari 1 tahun). Kemudian membuat analisa masalah,
pemetaan stakeholder dan civil society/NGO/LSM, Analisa dampak
probabilitas sesuai Analysis Team yang beranggotakan Direktur Operasional,
GM Plantation, AM, EM, TSA Manager, GA Manager, Legal and Environment
Head, dan Humas.
c). Jika hasil identifikasi menunjukkan perambahan baru, maka EM atau AM serta
Humas mengeluarkan Surat peringatan 1(satu) kepada pihak yang melakukan

Training Centre - SPO


No. Policy : No. Halaman :
012/TBS-HRD-PPSL/12 12-7

perambahan dengan tembusan kepda Aparat Desa, UPIKA, Dinas


Perkebunan Kabupaten dan Kepolisian. Jika selama dua minggu surat
peringatan tidak ada respon maka EM mengeluarkan surat peringatan 2(dua)
dengan tembusan kepada Aparat Desa, UPIKA, Dinas Perkebunan Kabupaten
dan Kepolisian. Jika selama 2(dua) minggu surat peringatan 2(dua) tidak
respon lagi, maka diberikan surat peringatan 3(tiga) dengan tembusan Aparat
Desa, UPIKA, Dinas Perkebunan Kabupaten dan Kepolisian dan melaporkan
ke Land Resolution Analysis Team. Jika surat peringatan 1 sampai 3 tidak ada
respon/tanggapan dan niat baik dari pihak yang melakukan perambahan maka
EM melakukan koordinasi dengan AM, GM Plantation serta Humas untuk
permintaan bantuan pengamanan kepada Instansi dan Kepolisian terkait
proses penanganan perambah lahan. Hal ini harus mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari Direktur Operasional.
d). Jika hasil menunjukkan perambahan lama maka EM atau Humas
mengeluarkan surat peringatan 1(satu) kepada pihak yang melakukan
perambahan dengan tembusan kepda Aparat Desa, UPIKA, Dinas
Perkebunan Kabupaten dan Kepolisian. Jika selama dua minggu surat
peringatan tidak ada respon maka EM mengeluarkan surat peringatan 2(dua)
dengan tembusan kepada Aparat Desa, UPIKA, Dinas Perkebunan Kabupaten
dan Kepolisian. Jika selama 2(dua) minggu surat peringatan 2(dua) tidak
respon lagi, maka diberikan surat peringatan 3(tiga) dengan tembusan Aparat
Desa, UPIKA, Dinas Perkebunan Kabupaten dan Kepolisian dan melaporkan
ke Land Resolution Analysis Team. Jika surat peringatan 1 sampai 3 tidak ada
respon/tanggapan dan niat baik dari pihak yang melakukan perambahan maka
EM melakukan koordinasi dengan AM, GM Plantation serta Humas untuk
permintaan bantuan pengamanan kepada Instansi dan Kepolisian terkait
proses penanganan perambah lahan. Hal ini harus mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari Direktur Operasional.

7.2. Penanganan Penyelesaian Konflik Lahan oleh TSA.


a). Jika analisa dari TSA tidak mengidentifikasikan akan berdampak besar,
proses penyelesaian konflik lahan dapat dilakukan ditingkat estate, dan
apabila dalam komunikasi estate dengan klaimer merujuk pada proses
penyelesaian secara win-win solution maka atas persetujuan Direktur
Operasional maka Manajemen Estate dapat meminta bantuan dari Legal and
Environment Head cq. TSA Manager.
b). Manajemen Estate menyampaikan data dan dokumen kepada Legal and
Environment Head Cq. TSA dan diketahui oleh Direktur Operasional terkait
lahan yang disusun dalam analisa masalah, pemetaan stakeholder dan civil
society/NGO/LSM. Analisa dampak probabilitas dan peta hasil survey dilokasi
klaim berupa hard copy dan shape file.

Training Centre - SPO


No. Policy : No. Halaman :
012/TBS-HRD-PPSL/12 12-8

c). Humas melengkapi seluruh dokumen pendukung yang dibutuhkan sebagai


kelengkapan dokumen konflik lahan dan juga sebagai kelengkapan dokumen
di notaris.
d). Dalam waktu kurang dari 1 minggu Legal and Environment Head cq. TSA
Manager akan merespon klaim tersebut dengan berkoordinasi dengan
Manajemen Estate untuk memverifikasi dan mendapat informasi awal terkait
klaim tersbut.
e). Bersama dengan Humas, TSA Manager melakukan pertemuan dengan
klaimer untuk negosiasi awal.
f). Terhadap hasil komunikasi tersebut pihak TSA, Humas dan Legal and
Environment Head, GA Manager akan membuat analisis dan konsep rencana
penyelesaian, dan konsep tersebut harus mendapat persetujuan dari Direktur
Operasional.
g). Dan konsep tersebut TSA Manager dan Humas melakukan negosiasi lanjutan
secara continue sehingga mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak.
h). Dari kesepakatan tersebut, atas dasar persetujuan dari EM maka TSA
Manager dan Humas mengajukan rekomendasi penyelesaian kepada Direktur
Operasional.
i). Terkait penyelesaian dengan konsep Ganti Rugi/Saguh Hati maka setelah
persetujuan rekomendasi penyelesaian Tim Penyelesaian Sengketa Lahan
mengajukan advance (panjar) ke Accounting.
j). Humas berkoordinasi dengan EM membuat permohonan untuk kuasa direksi
penandatanganan perjanjian yang ditandatangani oleh Managing Director dan
Direktur Operasional untuk disampaikan kepada Legal Dept. untuk proses
pembuatan kuasa direksi.
k). Untuk meningkatkan aspek legalitas proses penyelesaian klaim lahan, maka
penandatanganan Surat Perjanjian dan/atau MoU harus dilakukan dihadapan
Notaris setempat, maka TSA Manager dan Humas berkoordinasi dengan
Legal Dept. terkait persiapan kelengkapan administrasi.
l). Sebagai akhir dari penyelesaian, maka tim Penyelesaian Sengketa Lahan dan
Legal Dept. akan memfasilitasi penandatanganan Surat Perjanjian dan/atau
MoU yang dilakukan dihadapan Notaris antara perwakilan/kuasa dari
perusahaan dengan pihak masyarakat.

7.3. Penanganan oleh Tim Resolusi Konflik (Kantor Pusat)


a). Jika analisa dari Tim Resolusi Konflik di Kantor Pusat mengidentifikasikan
akan berdampak besar maka dibentuk Tim Resolusi Konflik untuk melakukan
penyelesaian.
b). Tim Resolusi Konflik melakukan klarifikasi klaim ke Estate terkait.
c). Jika hasil analisa terhadap klarifikasi tersebut menunjukkan dampak yang
besar terhadap perusahaan maka Tim Resolusi Konflik membuat surat kepada
Pemerintah Daerah setempat untuk bersama-sama dengan tim Penyelesaian

Training Centre - SPO


No. Policy : No. Halaman :
012/TBS-HRD-PPSL/12 12-9

Konflik Pemerintah Kabupaten yang menangani konflik sosial di Pemerintah


Daerah setempat untuk sama-sama terlibat dan menjadi mediator dalam
penyelesaian konflik.
d). Tim Resolusi Konflik, mediator dan perwakilan klaimer bersama-sama
menyepakati proses resolusi konflik yang akan dilakukan.
e). Jika dirasa perlu, Tim Resolusi Konflik dan perwakilan klaimer bersama-sama
menyepakati untuk meminta pihak lain sebagai mediator.
f). Untuk mengetahui kondisi lahan serta ukuran lahan klaim yang sebenarnya
dilakukan pemetaan partisipatif. Pemetaan partisipatif ini melibatkan Humas,
TSA Dept, Legal Dept., dan semua unsur di desa seperti Tokoh Masyarakat,
Tokoh Adat, perempuan serta pihak lain yang berkepentingan.
g). Hasil dari proses pengumpulan data dan pemetaan diinformasikan oleh Tim
Resolusi Konflik secara transparan kepada masyarakat dan pihak-pihak yang
berkepentingan.
h). Untuk proses selanjutnya ditempuh tahap negosiasi antara klaimer dan
perwakilan perusahaan yang dimotori oleh Tim Resolusi Konflik. Negosiasi
dapat dilakukan dengan atau tanpa mediator sesuai dengan penilaian Tim
Resolusi Konflik. Mediator ditunjuk atas kesepakatan pihak perwakilan klaimer
dan perusahaan, yang merupakan unsur independen dan tidak memihak.
i). Tim Resolusi Konflik melanjutkan proses negosiasi dengan melakukan dialog
awal antar para pihak serta pencarian fakta bersama guna mendukung proses
negosiasi yang sedang berlangsung.
j). Selanjutnya melakukan perundingan antara para pihak. Perusahaan antar
para pihak dilakukan minimal 1(satu) kali dalam sebulan. Pembahasan
diarahkan terpusat pada kepentingan bersama sehingga diperoleh solusi
bersama yang disepakati.
k). Jika ada permasalahan baru yang muncul pada saat proses negosiasi sedang
berlangsung maka Tim Resolusi Konflik melakukan pendekatan secara
informal kepada perwakilan pihak klaimer.
l). Setelah diperoleh titik temu antara kedua belah pihak maka Tim Resolusi
Konflik mengikat para pihak dengan penandatanganan kesepakatan atau
Memorandum of Understanding (MoU).
m). Tim Resolusi Konflik melibatkan Pemerintah untuk mendukung kesepakatan
tersebut dengan turut serta menandatangani MoU yang telah disetujui
bersama antara klaimer dan perusahaan.
n). Tim Resolusi Konflik melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap
pelaksanaan kesepakatan sesuai dengan isi MoU. Jika ada langkah yang
tidak sesuai maka dapat dilakukan complain oleh pihak yang dirugikan dan
selanjutnya dilakukan dialog bersama untuk mengambil langkah penyelesaian
dan pertanggung jawaban masing-masing pihak.

Training Centre - SPO


No. Policy : No. Halaman :
012/TBS-HRD-PPSL/12 12-10

o). Jika permasalahan terus berkembang dan tidak dapat diselesaikan hingga
tuntas melalui perundingan maka permasalahan diselesaikan melalui jalur
hukum.
7.4. Alternatif Penyelesaian
a). Berdasarkan data informasi awal, dalam menyelesaikan permasalahan lahan
dapat digolongkan dalam beberapa kategori yaitu :
i). Permasalahan lahan murni dengan masyarakat
 Kompensasi atau Ganti rugi imas tumbang
 Kemitraan lahan dengan pola KKPA(Kredit Koperasi Promer
Anggota) atau Plasma yang mana pola KKPA/Plasma sebagai
salah satu alternative penyelesaian klaim lahan didalam HGU
sesuai dengan persetujuan manjemen.
 Kemitraan lahan dengan pola KKPA sebagai Tanaman Kehidupan
perusahaan dengan syarat utama tersedianya pendanaan dari
Bank atau KSO (Kerjasama Operasional) dengan perusahaan.
 Program dari CSR(Community Social Responsibilities) yaitu:
Sosial dan Infrastruktur, Pertanian Terpadu, Kemitraan Usaha
Kecil, Pelatihan Sumber Daya Masyarakat.
 Program Lembaga Konservasi Desa
 Kemitraan Kontrak Penanaman, Angkutan Sawit, Penyiraman
Access Road, dan lain-lain.
ii). Permasalahan Lahan dengan Perusahaan Lain.
 Jika izin HGU LEBIH DAHULU TERBIT dari pada izin perusahaan
lain maka Penguasaan HGU terhadap lahan terkait, tetap
dijalankan sesuai dengan izin yang dimiliki.
 Jika izin HGU LEBIH LAMBAT TERBIT dari pada izin perusahaan
lain, maka ditempuh cara penyelesaian sebagai berikut :
 Joint Operation/Join Venture
 Isolasi Lahan – selanjutnya ditempuh proses pengajuan
Pergantian Areal ke Pihak Pemerintahan Terkait.
 Ganti Rugi atau Pembelian Lahan
 Kemitraan
iii). Permasalahan lahan karena adanya rekomendasi pemerintah.
 Joint Operation/JointVenture
 Kemitraan
 Isolasi lahan selanjutnya ditempuh proses pengajuan Penggantian
areal ke Pihak Pemerintah Terkait.
 Permasalahan lahan klaim opportunis.

7.5. Penanganan Pasca Kesepakatan

Training Centre - SPO


No. Policy : No. Halaman :
012/TBS-HRD-PPSL/12 12-11

 Direktur Operasional membuat disposisi dari hasil kesepakatan, untuk


didistribusikan kepada setiap Departemen terkait realisasi program
pemberdayaan masyarakat CSR, program KKPA/Plasma dan Lembaga
Konservasi Desa
 Realisasi hasil kesepakatan dilakukan oleh setiap departemen terkait, dengan
mengikutsertakan Manajemen Estate, yang dikoordinir oleh GA Manager dan
Legal and Environment Head.
7.6. Penyimpanan Dokumen
TSA Manager atau yang mewakili menyimpan dokumen berupa :
 Dokumen Kesepakatan dengan Masyarakat (MoU)
 Daftar Hadir Peserta Pertemuan
 Berita Acara
 Notulensi Pertemuan
 Surat Perjanjian Kerjasama dengan Pihak Lain
 Laporan kegiatan kerjasama dengan pihak lain
 Laporan Perkembangan.

8.0. APENDIK-APENDIK
8.1. Apendik -1 Alur Proses Resolusi Konflik Sosial.

Training Centre - SPO

Anda mungkin juga menyukai