Anda di halaman 1dari 8

Solusi/Penyelesaian Atas Konflik

Secara umum, penyelesaian konflik dapat dilakukan dengan cara :

1. Fokus pada penyelesaian konflik

Ini adalah hal pertama yang harus anda lakukan didalam menyelesaikan konflik. Jangan memikirkan
bagaimana adu argumen dengan lawan atau siapa pihak yang paling benar di antara pihak yang terkait
terlebih dahulu. Dengan fokus pada penyelesaian konflik, kita bisa mengetahui dengan cepat apa yang
menjadi inti dari permasalahan yang terjadi sehingga dapat segera menemukan penyelesaian terbaik
dari konflik yang ada dan masalah pun akan lebih cepat teratasi.

2. Menggunakan kepala dingin

Saat sedang mengalami/terlibat dengan sebuah konflik, hal ini memang sangat sulit untuk dilakukan
karena masing-masing dari kita atau masing-masing dari pihak terkait memiliki ego sendiri-sendiri yang
tentunya ingin dimenangkan. Akan tetapi, anda/kita harus tetap tenang supaya dapat menemukan
solusi yang tepat atas masalah yang sedang dihadapi. Dalam hal ini, mungkin anda/kita dapat :

a) Mengambil napas dalam-dalam


b) Menutup mata sembari membayangkan sesuatu yang indah/menenangkan atau bisa juga
dengan menghitung angka 1,2,3, dst sampai amarah/rasa kesal kita mereda
c) Melihat alam sekitar atau berjalan-jalan sedikit
d) Mendengarkan musik
e) Melakukan gerakan-gerakan kecil/peregangan
f) Berbicara dengan orang lain untuk mencari pencerahan dan mencairkan suasana. Jika hal ini
masih dirasa kurang cukup untuk menenangkan diri atau justru semakin menambah buruk
suasana, anda/kita dapat berbicara sendiri atau berbicara dengan hewan peliharaan
g) Anda/kita dapat pergi ke tempat yang sepi lalu mengeluarkan segala bentuk emosi/keluh kesah
yang ada dengan cara berteriak, menangis, dan lain sebagainya sampai kita merasa lebih baik
dan bisa kembali berpikir dengan normal tanpa terbebani amarah.

Karena, mengambil keputusan dalam kondisi yang emosional tidaklah baik. Maka dari itu, penting bagi
anda/kita unttuk menyelesaikan permasalahan atau konflik-konflik yang ada dengan kepala dingin.

3. Melakukan diskusi

Anda/kita dapat mengajak lawan bicara untuk berdiskusi dengan memilih tempat yang netral, aman,
dan juga nyaman sehingga anda/kita dapat merundingkan masalah yang dihadapi dengan sikap yang
baik. Anda/kita serta lawan dapat menjelaskan sudut pandangnya masing-masing dan apa yang
diinginkan.

4. Memperjelas pokok permasalahan yang ada

Pada saat sedang menghadapi konflik, anda/kita tentu saja dapat terbawa ke masalah lain yang
sebenarnya sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang di diskusikan. Jika hal ini
terjadi, maka anda/kita/lawan akan dapat memperjelas kembali inti dari permasalahan yang ada dan
menegaskan hanya boleh membahas masalah itu saja, jangan membahas masalah yang lainnya. Dengan
demikian, masalah tidak akan menjadi semakin melebar dan cepat selesai.
5. Menjadi pendengar yang baik

Saat sedang terjadi konflik, anda/kita dan juga lawan haruslah saling memberi kesempatan untuk
berbicara dan mendengarkan. Saat menjadi pendengar, jangan menyela ucapan orang/pihak yang
sedang berbicara dan dengarkan orang/pihak tersebut sampai selesai berbicara. Jika anda/kita mau
mendengarkan dari sisinya mungkin saja anda/kita akan terhubung secara emosi dengan pihak lawan
dan dapat merasakan apa yang ia/mereka rasakan. Dengarkan untuk memahami terlebih dulu. Jangan
mendengarkan lawan bicara hanya karena sekedar untuk membalas pembicaraan. Dengan begitu,
pemahaman anda/kita dan mereka (lawan) terhadap konflik yang terjadi bisa menjadi lebih baik.

Menurut Dahrendorf terdapat 3 kategori didalam penyelesaian konflik, yaitu :

1) Konsiliasi

Merupakan bentuk pengendalian konflik yang dilakukan melalui lembaga-lembaga tertentu untuk
memungkinkan diskusi dan pengambilan keputusan yang adil di antara pihak-pihak yang bertikai.

2) Mediasi

Kedua pihak sepakat mencari nasihat dari pihak ketiga (seorang mediator berupa tokoh, ahli, atau
lembaga tertentu yang dipandang mempunyai pengetahuan dan keahlian yang menda-lam mengenai
hal yang dipertentangkan) tetapi nasihat yang diberikan oleh mediator ini tidak mengikat mereka.

3) Arbitrasi

Arbitrasi ini merupakan umumnya dilakukan apabila kedua belah pihak yang berkonflik sepakat untuk
menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan terbaik
untuk menyelesaikan konflik. Contohnya pengadilan.

Menurut William Hendricks, suatu konflik dapat dikelola dengan suatu manajemen konflik sosial.
Model yang dapat digunakan menurutnya, antara lain :

a) Model mempersatukan (integrating)

Dalam hal ini, terjadi saling menukar informasi, dan saling menjajaki perbedaan dan persamaan-
persamaan

b) Model membantu (obliging)

Model yang memberikan nilai yang tinggi kepada pihak lawan dengan mengabaikan atau menganggap
rendah dirinya sendiri

c) Model mendominasi (diminating)

Merupakan lawan dari gaya obliging

d) Model menghindar (avoiding)


e) Model kompromistis (compromising)
Perhatian atas dirinya sendiri dengan perhatian terhadap orang lain sama besarnya, yang berlaku adalah
prinsip musyawarah (win win solution).

Menurut George Simmel, ada cara lain yang dapat digunakan didalam upaya menyelesaikan konflik,
yakni :

a) Kemenangan suatu pihak atas pihak lain.

b) Kompromi atau perundingan di antara pihak-pihak yang bertikai

Hal ini dilakukan sehingga tidak ada pihak yang sepenuhnya menang dan tidak ada pihak yang
merasa kalah. Contohnya, perundingan di Helsinki, Finlandia yang menyelesaikan masalah
GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dengan Republik Indonesia. Di perundingan tersebut, mencapai
kesepatakan bahwa Nangroe Aceh Darussalam masih menjadi bagian dari Republik Indonesia.

c) Rekonsiliasi antara pihak-pihak yang bertikai.

Hal ini akan mengembalikan rasa saling percaya di antara pihak-pihak yang bertikai tersebut.
Contohnya dalam penyelesaian konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia mengenai
kepulauan Sipadan dan Ligitan.

d) Saling memaafkan satu pihak dengan pihak yang lain.


e) Kesepakatan untuk tidak berkonflik.

Penyelesaian konflik menurut mekanisme non hukum,yaitu :

a) Penanganan konflik sosial dapat dilakukan secara lebih dini dengan mengidentifikasi
pola-pola kontak dan komunikasi sosial yang dapat memprediksi bentuk-bentuk interaksi
sosial yang bersifat negatif dari dua orang individu atau kelompok.
b) Penanganan konflik sosial dapat dilakukan secara efektif dengan mengidentifikasi dan
mempelajari lebih seksama berbagai kepentingan spesifik yang merupakan konsekuensi
dari perbedaan-perbedaan hakiki dan alami dari setiap individu atau kelompok yang
membangun kesatuan sosial tersebut.
c) Penanganan konflik sosial tidak hanya dilakukan pada saat konflik sudah terbuka, yang
biasanya sudah terlambat. Penanganan konflik perlu dilakukan secara lebih dini dengan
cara mengidentifikasi secara cermat bentuk-bentuk konflik tersembunyi, kadar
ketegangan yang timbul dari konflik tersembunyi tersebut, faktor-faktor yang potensial
menjadi pemicu, serta pengaruh intervening variables penting yang ikut mempercepat
proses perubahan sebuah konflik tersembunyi menjadi sebuah konflik terbuka.
d) Penanganan konflik secara efektif, juga dapat dilakukan dengan mengidentifikasi secara
cepat dan akurat mengenai dimensi konflik yang terjadi. Konflik yang bersifat vertikal,
perlu ditangani secara berbeda dengan konflik horisontal karena melibatkan dua individu
atau kelompok sosial yang berbeda stata dan kekuatan hegemoniknya.
e) Penanganan konflik sosial secara efektif tidak hanya memperhatikan wujud konflik yang
fisikal, melainkan juga yang bersifat ideologis yang berakar pada perbenturan nilai-nilai
dasar, serta konflik normatif yang berakar pada perbedaan mengenai aturan berperilaku.
Penyelesaian konflik menurut mekanisme hukum, yaitu :

a. Meredam Potensi Konflik

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab meredam potensi konflik di masyarakat
dengan :

a. Melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang sensitif konflik


b. Menerapkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik
c. Melakukan program-program perdamaian di daerah potensi konflik
d. Mengintensifkan dialog antar kelompok masyarakat
e. Menegakkan hukum tanpa diskriminasi, dan
f. Melestarikan nilai budaya dan kearifan lokal.

b. Mengembangkan Sistem Peringatan Dini


a. Untuk mencegah konflik pada daerah yang diidentifikasikan sebagai
daerah potensi konflik atau untuk mencegah perluasan konflik pada
daerah yang sedang terjadi konflik, pemerintah dan Pemerintah Daerah
mengembangkan sistem peringatan dini.
b. Sistem peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan penyampaian informasi kepada masyarakat mengenai
potensi konflik atau konflik yang terjadi di daerah lain.
c. Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengembangkan sistem
peringatan dini melalui media komunikasi dan informasi.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan sistem peringatan dini


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), melakukan :

a. Pemetaan wilayah potensi konflik


b. Penyampaian data dan informasi mengenai konflik secara cepat, tepat, tegas, dan tidak
menyesatkan
c. Pengembangan penelitian dan pendidikan dalam rangka penguatan sistem peringatan
dini
d. Pemanfaatan modal sosial masyarakat, dan
e. Peningkatan dan pemanfaatan fungsi intelijen berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

c. Penghentian Konflik

Penghentian konflik dilakukan, melalui :

a) Penghentian kekerasan fisik


b) Penetapan Status Keadaan Konflik
c) Tindakan darurat penyelamatan dan perlindungan korban
d) Bantuan pengerahan sumber daya TNI.

Penghentian kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a dilakukan di


bawah koordinasi POLRI , dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan/atau tokoh
adat. POLRI dalam menghentikan kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
dilakukan melalui :

• Pemisahan para pihak atau kelompok yang berkonflik

• Melakukan tindakan penyelamatan dan perlindungan terhadap korban

• Pelucutan senjata tajam dan peralatan berbahaya lainnya, dan

• Melakukan tindakan pengamanan yang diperlukan sesuai peraturan perundang-undangan.

POLRI dalam menghentikan kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14


berwenang untuk :

a) Menetapkan batas demarkasi wilayah antar kedua kelompok yang terlibat konflik
f) Menetapkan zona konflik
g) Melarang berkumpul dalam jumlah tertentu di daerah konflik
h) Memberikan perlindungan terhadap kelompok rentan
i) Mendamaikan dan merekonsiliasi para pihak.

Status Keadaan Konflik ditetapkan apabila konflik tidak dapat dihentikan oleh POLRI dan tidak
berjalan fungsi Pemerintahan. Status Keadaan Konflik terdiri atas :

a. Konflik nasional
b. Konflik provinsi
c. Konflik kabupaten/kota.

Dalam Status Keadaan Konflik provinsi, gubernur melaksanakan penyelesaian konflik dibantu
oleh :

• Kepala kepolisian daerah

• Komandan satuan TNI yang ditunjuk

• Kepala kejaksaan tinggi

• Bupati/walikota yang wilayahnya mengalami konflik, dan

• Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat.


Dalam Status Keadaan Konflik kabupaten/kota, bupati/walikota melaksanakan penyelesaian
konflik dibantu oleh :

• Kepala kepolisian resort

• Komandan satuan TNI yang ditunjuk

• Kepala kejaksaan negeri

• Camat dan kepala desa/lurah yang wilayahnya mengalami konflik, dan

• Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat.

Presiden, gubernur, bupati/walikota dalam Status Keadaan Konflik berwenang melakukan :

a. Pembatasan dan penutupan sementara waktu kawasan konflik

b. pembatasan orang di luar rumah untuk sementara waktu

c. Penempatan orang untuk sementara waktu di luar kawasan bahaya

d. Pelarangan orang sementara waktu untuk memasuki atau meninggalkan kawasan konflik.

4) Tindakan Darurat Penyelamatan Korban

Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam rangka tindakan darurat penyelamatan korban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c bertanggung jawab melakukan :

a. secara cepat dan tepat terhadap jenis konflik, akar permasalahan, lokasi
terjadinya konflik, serta dampak dan sumberdaya
b. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang terkena dampak konflik
c. Pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi termasuk kebutuhan spesifik
perempuan, anak-anak, dan kelompok difabel
d. Perlindungan terhadap kelompok rentan
e. Upaya sterilisasi tempat yang rawan konflik
f. Penyelamatan sarana dan prasarana vital
g. Penegakan hukum, dan
h. Pengaturan mobilitas orang, barang dan jasa, dari dan ke daerah konflik.

5) Kelembagaan Penyelesaian Konflik

Kelembagaan penyelesaian konflik terdiri atas Pranata Adat dan KPKS. Meski begitu,
penyelesaian konflik mengutamakan mekanisme Pranata Adat. Pemerintah atau Pemerintah
Daerah mengakui hasil penyelesaian konflik melalui mekanisme Pranata Adat. Hasil
kesepakatan penyelesaian konflik melalui mekanisme pranata adat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memiliki kekuatan hukum final dan mengikat bagi kelompok atau golongan
masyarakat yang terlibat dalam konflik. Dalam hal penyelesaian konflik melalui mekanisme
Pranata Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diselesaikan paling lama 6
bulan atau bertambahnya jumlah korban jiwa, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat
membentuk KPKS.

KPKS merupakan lembaga penyelesaian konflik yang bersifat ad hoc. KPKS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Pemerintah atau Pemerintah daerah dalam hal :

✓ Tidak berfungsinya Pranata Adat di daerah konflik

✓ Penyelesaian konflik melalui pranata adat tidak berhasil, dan

✓ Daerah konflik ditetapkan dalam status keadaan konflik.

KPKS berfungsi sebagai lembaga penyelesaian konflik di luar pengadilan. Hasil kesepakatan
penyelesaian di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kekuatan
hukum final dan mengikat bagi kelompok atau golongan masyarakat yang terlibat dalam konflik.
Source :

Rosana, Ellya. 2015. Konflik Pada Kehidupan Masyarakat (Telaah Mengenai Teori dan
Penyelesaian Konflik). Al-Adyan. Volume X. Nomor 2

Astri, Herlina. 2012. Penyelesaian Konflik Sosial Melalui Penguatan Kearifan Lokal. Pusat
Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI. Vol 2. No 2

Ubbe, Dr. Ahmad. 2011. Pengkajian Hukum Tentang Mekanisme Penanganan Konflik Sosial.
Laporan Pusar Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional. Vol 1. No 1

Anda mungkin juga menyukai