Anda di halaman 1dari 40

GAMBARAN KEJADIAN KIPI VAKSINASI COVID-19

BEDASARKAN JENIS VAKSIN PADA IBU HAMIL


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALAPANUNGGAL
KABUPATEN SUKABUMI
TAHUN 2022

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Covid-19 Pertama kali dideteksi di Indonesia pada 2 Maret 2020
(Kemenkes RI, 2020). Saat masa pandemi Covid-19 tenaga kesehatan
melaporkan bahwa layanan kesehatan di tingkat masyarakat terhenti, lebih
dari 75% posyandu tutup, lebih dari 41% kunjungan rumah terhenti dan
kurang dari 10% fasilitas kesehatan primer (Puskesmas dan Klinik) juga
terhenti. Pada tingkat posyandu, 86% melaporkan terhentinya pemantauan
perkembangan dan pertumbuhan, 55% terhentinya layanan imunisasi, serta
46% terhentinya layanan antenatal care (ANC). Layanan kesehatan yang
terhenti juga terlihat pada daerah zona PSBB yang berkisar antara 74-81%
(UNICEF, 2020).

Wanita hamil mempunyai resiko mengalami gangguan kesehatan yang


lebih tinggi dibandingkan wanita normal, misalnya mengalami komplikasi
kehamilan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perubahan fisiologi tubuh
dan mekanisme respon imun (Nurdianto et al., 2020). Kejadian infeksi
COVID-19 pada wanita hamil dapat terjadi pada semua trimester kehamilan
baik pada trimester pertama, kedua, maupun ketiga. Kejadian infeksi COVID-
19 yang terjadi pada ibu hamil di trimester pertama belum terbukti dapat
menularkan ke orang lain, namun dapat mempengaruhi proses organogenesis
dan perkembangan janin. Semakin kecil usia kehamilan saat terinfeksi,
semakin besar kemungkinan keguguran pada janin (Briet et al., 2020).
Ibu hamil yang terinfeksi corona virus penyebab Covid-19 berisiko
tinggi mengalami komplikasi hingga kematian. Pada kondisi normal,
kematian ibu masih menjadi tantangan besar di Indonesia, apalagi pada situasi
bencana. Saat ini, Indonesia sedang menghadapi pandemi Covid-19 yang
telah ditetapkan sebagai bencana nasional non alam. Awalnya, Covid-19
dilaporkan mayoritas menyerang kelompok lanjut usia, namun belakang ini

1
2

dilaporkan juga telah menyerang seluruh kelompok usia bayi, balita, remaja,
usia produktif, dan kelompok ibu hamil (Siregar, Aritonang, & Anita, 2020).
Saat ini di Indonesia berdasarkan data dari Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia (POGI) ada 536 ibu hamil terpapar Covid-19 pada
periode April 2020-April 2021. Berdasarkan data terakhir dari Kementerian
Kesehatan tercatat ada 2.179 ibu hamil yang terpapar Covid-19 dan hampir
18% di antaranya adalah menyebabkan kematian akibat Covid-19 yang
artinya ibu hamil cukup menyumbang untuk terjadinya menambah angka
kematian. Sementara itu dari 536 ibu hamil, sebanyak 51,9% di antaranya
adalah OTG (Orang Tanpa Gejala).
Dari data POGI diketahui sebanyak 4,5 persen dari total jumlah ibu
hamil yang terkonfirmasi positif covid-19 itu membutuhkan perawatan di
ruang ICU (Tim, 2020). Berdasarkan data dari 27 kabupaten dan kota yang
masuk ke Bidang Kesmas Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun 2021 yaitu
sebanyak 691 orang ibu hamil terpapar Covid-19 dan 300 di antaranya
meninggal dunia. Data tersebut merupakan data sebelum lonjakan kasus 3
Covid-19 di Indonesia yang terjadi pada periode Juni-Juli 2021 karena
serangan varian delta. Tingginya angka kematian ibu hamil akibat Covid-19
juga terlihat dari kenaikan jumlah kematian ibu hamil selama masa pandemi.
POGI mencatat kenaikan kematian ibu hamil selama pandemi mencapai
hingga 10 kali lipat. Kasus kematian ibu hamil dengan Covid-19 tertinggi di
Indonesia masih terjadi pada wilayah Jawa Barat sebanyak 300 ibu hamil
meninggal akibat covid, salah satunya Kabupaten Sukabumi dengan jumlah
ibu hamil terkonfirmasi Covid-19 sebanyak 125 orang ibu hamil dari 28.425
ibu hamil. Tahun 2021 dan angka kematian akibat Covid-19 sebanyak 9
orang ibu hamil dan 2 bayi (Dinas Kabupaten Sukabumi, 2021).
Berdasarkan data dari Puskesmas Kalapanunggal tahun 2021 terdapat 6
orang ibu hamil yang terkonfirmasi positif Covid-19 pada trimester 1
sebanyak 1 orang, trimester 2 sebanyak 2 orang dan trimester 3 sebanyak 3
orang. 2 ibu hamil trimester 3 mengalami komplikasi dengan hipertensi dan
sesak nafas, dan semua ibu hamil yang terkonfirmasi setelah mengalami
perawatan di rumah sakit dan PONED dan akhirnya ibu dan bayi dapat
terselamatkan.

Kementerian Kesehatan (2021) menyebutkan upaya pencegahan


penularan Covid-19 bagi ibu hamil selain 5M yaitu dengan vaksinasi Covid-
19 pada trimester II dan III mulai usia kehamilan 13 minggu. Selain itu,
menurut Kemenkes RI tahun 2020, dalam jurnal (Kandari & Ohorella, 2020)
menyatakan untuk sementara waktu sebaiknya tetap di rumah dan
melaksanakan ibadah di rumah. Upaya-upaya tersebut harus di terapkan
secara rutin dalam kehidupan sehari-hari oleh semua lapisan masyarakat
termasuk ibu hamil.

Vaksinasi terhadap ibu hamil dipercaya dapat mencegah tertularnya


virus corona dan dapat memberikan kekebalan virus tersebut sehingga
mencegah mortalitasdan morbiditas pada ibu dan janin. Vakisn covid-19
sedang di kembangkan dengan cepat, di seluruh dunia. Dampak vaksinasi
diukur dengan menilai secara langsung (diinduksi vakin) dan tidak langsung
(terkait populasi). Dampak vaksinasi diukur dengan menilai secara langsung
efeknya pada individu yang di vaksinasi, secara tidak langsung pada
komunitas yang tidak di vaskin apakah perlindungan kelompok tercapai atau
tidak. Namun demikian masih ada ibu hamil yang merasa ragu-ragu terhadap
vaskin karena khawatir terhadap dampa yang di timbulkan setelah vaksinasi.
Di Indonesia saat ini telah menggalakan vaksinasi pada ibu hamil dengan
tujuan untuk mencegah penularan covid-19 karena ibu hamil mejadi salah
satu kelompok yang sangat beresiko apabila terpapat covid-19. Kementrian
kesehatan telah memperluas cakupan program vakinasi pada ibu hamil.
Kebijakan tersebut tertuang dalam surat edaran HK.02.01/I/2007/2021
tentang vakinasi covid-19 bagi ibu hamil dan penyesuaian skreening dalam
pelaksanaan vakinasi covid-19. Hal ini juga telah di rekomendasikan oleh
Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI) (Kementerian Kesehatan,
2021)
4

Penelitian yang dilakukan Rahma (2021) didapatkan dari 539 ibu hamil
yang dipilih setelah menyelesaikan vaksin dosis kedua. Reaksi setelah
pemberian vaksin pada ibu hamil diantaranya ruam dan nyeri di sekitar
penyuntikan, sakit kepala dam nyeri otot, demam, pusing, mual. Penelitian
yang dilakukan Nasriah (2021) tentang Efektivitas Pemberian Vaksin
COVID-19 pada Ibu Hamil didapatkan efek samping yang ditimbulkan
setelah vaksinasi hanya bergejala ringan seperti demam dan nyeri tempat
penyuntikan. Untuk efek samping yang membahayakan belum diketahui dan
masih butuh penelitian lebih lanjut.
Dampak Covid-19 pada kehamilan dapat dialami oleh janin, neonatus,
bayi dan ibu. Berdasarkan penelitian tinjauan literatur hasil presentase
dampak covid-19 pada kehamilan adalah demam (47%), batuk (47%),
persalinan dengan operasi sesar (59%), persalinan prematur (41%), perawatan
wanita hamil secara intensif (29%), kematian ibu (29%), kematian neonatus
(23%), neonatus positif covid-19 (23%), aborsi spontan (17%), lahir mati
(17%), kematian intrauterin (17%), BBLR (17%), gawat janin (12%), dan
asfiksia neonatal (17%) (Rumfabe, Herlina, and Pande,2020).

Demam dengan suhu rata-rata 38,1°-39,0°C, merupakan gejala yang


umum terjadi pada ibu hamil dengan Covid-19 (Ramadhani et al 2020).
Demam tinggi yang terjadi akibat Covid-19 di trimester pertama kehamilan
dapat meningkatkan risiko terjadinya cacat lahir pada anak. Selain itu,
pneumonia akibat virus merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
ibu hamil di seluruh dunia (Liu W, Wang Q, Zhang Q, 2020). Kondisi paling
serius pada ibu hamil yang terinfeksi Covid- 19 yaitu apabila mengalami
gejala saluran nafas yang berat maka akan membahayakan ibu dan janin yang
dikandung seperti mengalami keguguran, gawat janin, persalinan premature,
ketuban pecah dini, dan gangguan pertumbuhan janin (Xu, 2020).

Oleh karena itu peneliti tertarik mengambil judul “ gambaran kejadian


KIPI vaksinasi covid-19 berdasarkan jenis vaksin pada ibu hamil diwilayah
kerja puskesmas Kalapanunggal tahun 2022”.
1.2 Identifikasi masalah
Puskesmas Kalapanunggal adalah puskesmas yang ada dibawah
naungan dinas kesehatan Sukabumi yang mempunyai 1 kecamatan dengan 7
desa binaan dengan jumlah penduduk 51.954 jiwa dan terdapat 9 program.
Ibu hamil pada tahun 2021 sebanyak 882 ibu hamil dengan capaian vaksin
baru mencapai 29,6% atau 261 ibu hamil yang vaksin dan tahun 2020 baru
mencapai 50% dari jumlah ibu hamil, vaksin yang diberikan di puskesmas
Kalapanunggal adalah prizer, moderna dan sinovac.
Berdasarkan data dari Puskesmas terdapat 6 orang ibu hamil yang
terkonfirmasi positif Covid-19 pada trimester 1 sebanyak 1 orang, trimester 2
sebanyak 2 orang dan trimester 3 sebanyak 3 orang. 4 ibu hamil trimester 2
dan 3 dengan mengalami komplikasi dengan hipertensi dan sesak nafas, dan
setelah dilakukan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 1 maret di
puskesmas Kalapanunggal terhadap 10 ibu yang dilakukan vaksin ke satu 6
ibu mengatakan mengalami demam dan 4 ibu mengalami mual dan setelah
vaksin ke dua, 5 ibu mengatakan 1 hari setelah vaksin langsung demand dan
pusing, 4 orang mengatakan pegal dan 2 orang mengatakan tidak mengalami
gejala.

1.3 Rumusan masalah


Berkaitan dengan latar belakang di atas maka dapat ditarik suatu
rumusan masalah apakah terdapat “Bagaimanakah gambaran kejadian KIPI
vaksinasi covid-19 bedasarkan jenis vaksin pada ibu hamil diwilayah kerja
puskesmas Kalapanunggal tahun 2022?’’

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
6

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian


KIPI vaksinasi covid-19 berdasarkan jenis vaksin pada ibu hamil
diwilayah kerja puskesmas Kalapanunggal tahun 2022.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui gambaran kejadian KIPI pasca vaksinasi covid-19 pada
ibu hamil diwilayah kerja puskesmas Kalapanunggal tahun 2022
2. Mengetahui lamanya gejala KIPI yang dirasakan ibu hamil
diwilayah kerja puskesmas Kalapanunggal tahun 2022
3. Mengetahui gambaran jenis vaksin pada ibu hamil diwilayah kerja
puskesmas Kalapanunggal tahun 2022
4. Mengetahui gambaran kejadian KIPI vaksinasi covid-19
berdasarkan jenis vaksin pada ibu hamil diwilayah kerja puskesmas
Kalapanunggal tahun 2022

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi tentang
Kejadian KIPI Pasca vaksinasi COVID-19 pada ibu hamil
Berdasarkan jenis vaksin
1.5.2 Praktis
1. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
masukan untuk puskesmas khususnya para petugas kesehatan yang
berada di Puskesmas agar lebih meningkatkan pelayanan kesehatan
khususnya tentang kejadian KIPI Pasca vaksinasi COVID-19 pada
ibu hamil.
2. Bagi Responden
Hasil penelitian diharapkan penelitian ini memberikan
masukan informasi tentang kejadian KIPI Pasca vaksinasi COVID-
19 pada ibu hamil
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Covid 19
2.1.1 Virulogi
Bulan Desember 2019 kasus pneumonia baru muncul di
Wuhan, Tiongkok. Penyakit ini awalnya dinamakan 2019 novel
coronavirus (2019nCoV) (Susilo et al, 2020) kemudian pada 11
Februari 2020 WHO mengumumkan nama yang baru untuk virus ini
yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2)
(WHO 2020a)
SARS-CoV-2 adalah jenis virus RNA yang memiliki ukuran
120160 nm. SARS-CoV-2 memiliki host utama hewan yaitu
kelelawar dan unta. Coronavirus yang dapat menginfeksi manusia
terdiri dari 6 jenis yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus
NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute
Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East
Respiratory Syndrome Coronavirus (MERSCoV) (Riedel et al. 2019).
SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19 masuk dalam
genus betacoronavirus. Analisis filogenetik memperlihatkan virus ini
ada dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang
menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS)
pada 2002-2004 yaitu Sarbecovirus (N. Zhu et al. 2020).
Berdasarakan hasil analisis filogenetik tersebut, International
Committee on Taxonomy of Viruses kemudian mengajukan nama
SARS-CoV-2 (Gorbalenya et al. 2020).
SARS-CoV-2 memiliki struktur genom yang mirip seperti
coronavirus lainnya. Sekuens SARS-CoV-2 memiliki kemiripan
dengan coronavirus yang diisolasi pada kelelawar, sehingga muncul
hipotesis bahwa SARS-CoV-2 berasal dari kelelawar yang kemudian
bermutasi dan menginfeksi manusia (Zhou, 2020). Reservoir
perantara dari SARS-CoV-2 yang diduga adalah mamalia dan burung
(Rothan dan Byrareddy 2020)
Trenggiling juga diduga sebagai reservoir perantara. Strain
coronavirus pada trenggiling adalah yang paling mirip genomnya
dengan coronavirus kelelawar (90,5%) dan SARS-CoV-2 (91%) (T.
Zhang, Wu, dan Zhang 2020). Homologi antara genom SARS-CoV-2
terhadap coronavirus kelelawar ZXC21 sekitar 89% dan 82%
terhadap SARS-CoV (Chang 2020)
Hasil pemodelan melalui komputer menunjukkan bahwa
SARSCoV-2 memiliki struktur tiga dimensi pada protein spike
domain receptorbinding yang hampir identik dengan SARS-CoV.
Pada SARS-CoV, protein ini memiliki afinitas yang kuat terhadap
angiotensin-converting-enzyme 2 (ACE2) (Zhang, 2020). Pada
SARS-CoV-2, data in vitro mendukung kemungkinan virus mampu
masuk ke dalam sel menggunakan reseptor ACE2 (Zhou et al. 2020).
Studi tersebut juga menemukan bahwa SARSCoV-2 tidak
menggunakan reseptor coronavirus lainnya seperti Aminopeptidase N
(APN) dan Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) (Zhou et al. 2020)

2.1.2 Transmisi
Menurut Han dan Yang penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia
ke manusia menjadi sumber transmisi utama sehingga penyebaran
menjadi lebih agresif, transmisi SARS-CoV-2 dari pasien
simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin
(Han dan Yang 2020). Selain itu, telah diteliti bahwa SARS-CoV-2
dapat viabel pada aerosol (dihasilkan melalui nebulizer) selama
setidaknya 3 jam (van Doremalen et al, 2020). WHO memperkirakan
reproductive number (R0) COVID-19 sebesar 1,4 hingga 2,5. Namun
studi lain yang dilakukan Liu dkk, memperkirakan R0 sebesar 3,28
(Liu et al. 2020)
10

Bai dkk serta Han dan Yang menyatakan beberapa laporan


kasus menunjukkan dugaan penularan dari karier asimtomatis, namun
mekanisme pastinya belum diketahui. Kasus-kasus terkait transmisi
dari karier asimtomatis umumnya memiliki riwayat kontak erat
dengan pasien COVID19 (Bai et al. 2020; Han dan Yang 2020).
Beberapa peneliti melaporan infeksi SARS-CoV-2 pada neonatus.
Namun, transmisi secara vertikal dari ibu hamil kepada janin belum
terbukti pasti dapat terjadi. Bila memang dapat terjadi, data
menunjukkan peluang transmisi vertikal tergolong kecil (Chen et al.
2020; Han dan Yang 2020) . Pemeriksaan virologi cairan amnion,
darah tali pusat, dan air susu ibu pada ibu yang positif COVID-19
ditemukan negatif (Chen et al. 2020)
SARS-CoV-2 telah terbukti menginfeksi saluran cerna
berdasarkan hasil biopsi pada sel epitel gaster, duodenum, dan
rektum. Virus dapat terdeteksi di feses, bahkan ada 23% pasien yang
dilaporkan virusnya tetap terdeteksi dalam feses walaupun sudah tak
terdeteksi pada sampel saluran napas. Kedua fakta ini menguatkan
dugaan kemungkinan transmisi secara fekal-oral (Xiao et al. 2020).
Stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak berbeda jauh
dibandingkan SARS-CoV. Eksperimen yang dilakukan (van
Doremalen et al. 2020) menunjukkan SARS-CoV-2 lebih stabil pada
bahan plastik dan stainless steel (>72 jam) dibandingkan tembaga (4
jam) dan kardus (24jam). Studi lain di Singapura menemukan
pencemaran lingkungan yang ekstensif pada kamar dan toilet pasien
COVID-19 dengan gejala ringan. Virus dapat dideteksi digagang
pintu, dudukan toilet, tombol lampu, jendela, lemari, hingga kipas
ventilasi, namun tidak pada sampel udara (Ong et al. 2020)
2.2 Vaksin Covid 19
2.2.1 Definisi
Pengembangan vaksin oleh berbagai instansi menunjukkan
penggunaan berbagai platform teknologi untuk Covid-19, di
antaranya penggunaan asam nukleat termasuk DNA dan RNA,
partikel yang menyerupai virus, peptida, vektor virus (replikasi dan
non-replikasi), protein rekombinan, serta pendekatan virus yang
dilemahkan dan virus yang tidak aktif (Syamaidzar 2020). Platform
tersebut tidak seluruhnya dapat dijadikan landasan untuk pembuatan
vaksin, namun digunakan sebagai pelajaran untuk mendalami dalam
berbagai bidang, seperti onkologi yang dapat mendorong
pengembangan vaksin untuk pendekatan generasi selanjutnya yang
dapat vaksin tersebut dapat dicocokkan untuk kelompok-kelompok
manusia yang didasarkan pada umur, kehamilan, maupun kelainan
pada pasien seperti kelainan imun (Le et al. 2020).
Platform terbaru yang digunakan untuk Covid-19 yakni
didasarkan pada DNA atau mRNA dikarenakan fleksibilitas yang
tinggi dalam manipulasi antigen dankecepatan yang baik. Moderna
memulai uji klinis dengan vaksin berdasarkan mRNA-1273 hanya
selama dua bulan sejak identifikasi untai RNA yang menunjukkan
keberadaan virus Covid-19. Vaksin yang didasarkan pada vektor virus
menunjukkan tingkat ekspresi protein meningkatkan kecepatan
pengembangan dan pembuatannya. Nantinya, berbagai platform yang
tinggi, kestabilan yang baik, dan kemampuan menginduksi respon
imun yang tinggi. Saat ini telah dikembangkan berbagai macam
platform teknologi untuk mengembangkan virus, namun
permasalahannya adalah ketersediaan informasi mengenai antigen
Covid-19 yang masih terbatas.
Sebagian besar, informasi yang telah tersedia digunakan untuk
menginduksi antibodi agar dapat meredam protein spike pada virus.
Namun, masih diteliti hubungan antar antibodi ini dengan reseptor
12

manusia ACE2 (Angiotensinconverting Enzyme) pada penyakit ini.


Pada kasus beberapa tahun belakangan dengan virus SARS
menunjukkan potensi untuk dieksplor lebih dalam dan dikembangkan
dalam pengujian in-vivo dikarenakan virus Covid-19 dapat dikatakan
sebagai mutase dari virus SARS yang sebelumnya telah ada (Le et al.
2020).

2.2.2 Macam – macam Vaksin


1. Vaksin Berbasis mRNA-SARS-CoV-2 (mRNA-1273)
RNA virus dalam kaitannya dengan vaksin Covid-19 telah
diumumkan oleh International Committee on Taxonomy of Viruses
(ICTV) dikarenakan memiliki untai homolog dengan SARS yang juga
disebabkan oleh virus korona. SARS-CoV-2 berasal dari subfamily
Coronavirinae dengan struktur genomik (+)ss-RNA 30 kb (kilo-base
pair) termasuk struktur 5’-cap dan lebar 3’poly-A.
Berdasarkan Wang (Wang, Kream, dan Stefano 2020), vaksin
didasarkan pada ekspresi sitoplasma dari chimeric mRNA yag
mengandunng open reading frame (ORF) dari untaian virus yang
memiliki potensi untuk ditranslasi secara langsung dalam sitoplasma
dan menghambat integrasi kromosom. Sekali diinjeksikan, mRNA
yang dikirimkan akan diproses oleh sel imun secara cepat dan mulai
memproduksi protein target secara langsung melalui translasi, dan
diikuti dengan aktivasi sel imun lainnya untuk mengenali protein
virus yang baru terbentuk sehingga akan terbentuklah antibodi.
Moderna dan Vaccine Research Center (VRC) memulai
pengembangan pertama vaksin pada tanggal 16 Maret 2020,
menggunakan vaksin berbasis mRNA yang dilapisi oleh lipid
nanopartikel (mRNA-1273) yang mengkode protein spike (S) dari
virus SARS-CoV-2. Terdapat dua jenis vaksin RNA yang dapat
digunakan untuk melawan infeksi pathogen, yakni vaksin mRNA
non-replikasi dan vaksin mRNA yang bereplikasi atau melakukan
self-amplifying. Dikarenakan perbedaan metode pengirimannya,
vaksin mRNA non-replikasi selanjutnya dikelompokkan menjadi dua
yakni pemuatan sel dendritic secara ex-vivo dan injeksi in-vivo secara
langsung ke sisi anatomi yang terserang. Penetrasi terhadap batas
membrane lipid menjadi langkah awal untuk mRNA eksogen dalam
menacapai sitoplasma sebelum terjadinya translasi protein fungsional.
Selain itu, mekaisme pengambilan vaksin mRNA menunjukkan
spesifisitas sel dan sifat fisika kimia dari mRNA secara signifikan
akan mempengaruhi kemampuan pengiriman menuju sel dan
distribusi menuju organ. Faktor-faktor tersebut patut dipertimbangkan
untuk membuat vaksin berbasis mRNA yang efektif dan hingga saat
ini mRNA tetap menjadi pertimbangan utama dalam mengembangan
vaksin Covid-19 dikarenakan kecepatan yang sangat tinggi (Wang,
Kream, dan Stefano 2020).
Vaksin berbasis mRNA memiliki empat keunggulan utama
dalam keamanan dan efektivitas dibandingkan dengan pendekatan
konvensional. Pertama, vaksin berbasis mRNA meminimalisir potensi
risiko infeksi dan induksi insersi mutagenesis akibat degradasi mRNA
dalam sel lingkungan mikro. Kedua, efektivitas yang tinggi untuk
meningkatkan imun karena perancangan modifikasi struktur mRNA
akan meningkatkan kestabilan dan translasi yang baik. Ketiga, potensi
yang tinggi dari vaksin berbasis mRNA dalam imunisasi dosis rendah
untuk menetralisir immunoglobulin sehingga dapat menginduksi
respon imun yang kuat dengan mengaktivasi sel T. Keempat, dapat
diproduksi secara massal dengan cepat untuk dapat mengobati
populasi yang terjangkit. Keseluruhan faktor ini membuat
penggunaan vaksin berbasis mRNA lebih cocok dijadikan respon
cepat yang dapat dioptimalkan selama pandemi (Wang, Kream, dan
Stef ano 2020)
14

2. Vaksin Berbasis Vektor Adenovirus Type-5 SARS-CoV-2 (Ad5-


nCoV)
Di tengah kebutuhan vaksin untuk melindungi manusia dari
Covid19 dengan vaksin yang aman, dapat diterima tubuh, dan
berdampak pada imun dengan cepat dan tepat, maka dikembangkan
vaksin menggunakan vektor rekombinan adenovirus jenis 5 (Ad5)
melalui spike glikoprotein dari untai Covid-19. Pengembangan vaksin
ini dipimpin oleh CanSino Biologics bekerja sama dengan berbagai
institusi mulai dari pendidikan hingga professional memulai
penelitiannya pada 17 Maret 2020.
Uji coba pengembangan vaksin ini dilakukan di Wuhan, China
yang meliputi pemberian dosis yang meningkat secara berkala, single-
center, pasien yang dipilih, hingga fase pertama vaksin vektor Ad5
Covid-19. Metode pengujian yakni diujikan kepada peserta tidak
terinfeksi Covid-19 yang berusia 18 dan 60 tahun dan dikonfirmasi
oleh hasil negative menggunakan serum spesifik antibodi IgM dan
IgG yang diuji dengan rapid test komersial Covid-19, uji asam
nukleat negative pada uji swab pada faring atau sputum dan dubur
yang dideteksi dengan alat PCR (Polymer Chain Reaction), dan hasil
CT scan dada yang menunjukkan tidak adanya tanda infeksi Covid-
19. Seluruh relawan diinjeksikan vaksin Ad5-nCoV pada
intermuscular dengan dosis rendah (5 x 1010 partikel virus/0,5 mL),
dosis menengah (1 x 1011 partikel virus/ 1 mL), atau dosis tinggi (1,5 x
1011 partikel virus/ 1,5 mL) (F. Zhu et al. 2020).
Pengembangan vaksin secara klinis menggunakan vektor Ad5
Covid-19 merupakan yang pertama pada manusia. Vaksin ini dapat
ditoleransi pada orang dewasa yang sehat dengan tiga kelompok dosis
dan memiliki beberapa efek samping seperti demam, kelelahan, sakit
kepala, dan nyeri otot namun tidak terlalu mempengaruhi keseluruhan
penerima vaksin. Penggunaan virus influenza yang telah umum yakni
adenovirus yang dapat menginfeksi sel manusia dengan mudah,
namun tidak menimbulkan dampak yang vatal. Virus ini digunakan
untuk mengirimkan materi genetik yang dapat mengkode spike
protein SARS-CoV-2 menuju sel. Sel ini kemudian menghasilkan
spike protein dan mengantarnya ke kelenjar getah bening tempat
sistem kekebalan tubuh terbentuk dan menciptakan antibodi yang
akan mengenali spike protein tersebut sehingga dapat melawan virus
SARS-CoV-2. Dilaporkan bahwa pada 22 Mei 2020, vaksin dengan
vektor Ad5-nCoV ini dapat ditoleransi dan dapat memicu imun tubuh
pada 28 hari setelah proses vaksinasi. Respon humoral terhadap
Covid-19 memuncak pada hari ke-28 setelah vaksinasi pada orang
dewasa yang sehat dan merespon dengan cepat sel T spesifik dicatat
pada hari ke-14 setelah vaksinasi. Hal ini menunjukkan bahwa vaksin
ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut (F. Zhu et al. 2020).

3. Vaksin Berbasis Virus Terdeaktivasi (PiCoVacc/Sinovac)


Pemurnian DNA yang dilemahkan merupakan pengembangan
vaksin secara konvensional dan telah ditemukan bahwa platform
teknologi ini aman dan efektif dalam mencegah penyebab terjadinya
penyakit yang disebabkan oleh virus seperti influenza, dan polio.
Dalam pengembangan pra-klinis secara in-vitro untuk menetralisir
dan menuji model vaksin Covid-19, dilakukan isolasi untai virs
SARS-CoV-2 dari sampel bronchoalbeloar lavage fluid (BALF) 11
pasien rumah sakit yang terinfeksi virus ini. Seluruh untai sampel
yang tersebar di berbagai negara dibentuk dalam pohon filogenik
yang mewakili seluruh untai dan populasi Covid-19 di dunia.
Pemilihan untai CN2 untuk pemurnian virus SARS-CoV-2 yang
dilemahkan, vaksin PiCoVacc dan 10 untai lain (CN1, CN3-CN5, dan
OS1OS6) secara praklinis dikarenakan memiliki kemiripan dengan
2019-nCoVBetaCoV dan EPI_ISL_412973 secara berurutan, yang
telah diteliti dan terbukti menyebabkan gejala klinis termasuk
kegagalan pernapasan sehingga membutuhkan ventilator mekanik.
16

Membuat stok untai virus dengan pertumbuhan yang efisien dalam sel
Vero untuk produksi PiCoVacc, untai CN2 dimurnikan dan satu
passage dalam sel Vero untuk menghasilkan stok P1. Setelah itu,
empat passage yang lain digunakan untuk menghasilkan stok P2-P5.
Evaluasi kestabilan genetic dari PiCoVacc ini, lima passage yag lain
digunakan untuk memperoleh stok P10, keseluruhan genom
digambungkan dengan untai P1, P3, dan P5(Gao et al. 2020). Vaksin
ini didasarkan pada memicu replikasi virus dan meningkatkan
produksi antigen sehingga imun akan terbentuk dengan baik dan cepat
untuk melawan Covid-19 (Syamaidzar 2020).
Uji imunogenisitas PiCoVacc, kelompok tikus BALB/c
diinjeksikan pada hari ke-0 dan ke-7 dengan variasi dosis (0; 1,5; 3;
dan 6 µg dalam garam fisiologis. Hasil uji ini menunjukkan tidak
terjadinya inflamasi maupun efek lainnya. Protein spike, RBD, dan
respon antibodi N-spesifik dievaluasi dengan ELISA (Enzyme-linked
Immunosorbent Assays). Kemudian diuji coba kembali pada kera
(Macaca mulatta) dengan
perbedaan dosis rendah dan dosis tinggi. Hasil uji imunitas pada
vaksin ini menunjukkan respon yang baik dalam memicu sel T untuk
melawan virus, namun tetap harus dikontrol agar imunitas humoral
dapat tetap muncul. Sel T dapat mengiduksi cytokine storm untuk
menekan pathogen Covid-19. Oleh karena itu, respon sel T
dimunculkan oleh vaksin Covid-19 untuk dapat dikontrol dengan baik
agar mengindari terjadinya imunopatologi. Evaluasi keamanan
PiCoVacc dilakukan secara sistematis pada kera dengan mencatat
sejumlah pengamatan klinis dan indeks biologis. Dua kelompok kera
(n=10) diimunisasi dengan injeksi intramuskular dengan dosis rendah
(1,5µg) atau tinggi (6µg) dan dua kelompok kera lainnya diimunisasi
dengan adjuvant (sham) dan garam fisiologis (placebo) selama tiga
kali pada hari ke-0, 7, dan 14 (Syamaidzar 2020).
2.3 Vaksin Covid Pada Ibu Hamil
2.3.1 Pengertian Ibu hamil
Ibu hamil adalah orang yang sedang dalam proses pembuahan
untuk melanjutkan keturunan. Di dalam tubuh seorang wanita hamil
terdapat janin yang tumbuh di dalamrahim. Kehamilan merupakan
masa kehidupan yang penting. Seorang ibu hamil harus
mempersiapkan diri sebaik- baiknya agar tidak menimbulkan
permasalahan pada kesehatan ibu, bayi, dan saat proses kelahiran.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu adalah keadaan
gizi (Waryana,2010).
Tanda-tanda seorang wanita yang hamil :
1. Ibu berhenti haid
2. Payudara mulai membesar dan mengeras.
3. Pada pagi hari ibu sering muntah – muntah, pusing, dan mudah
letih.
4. Semakin hari perut seorang wanita hamil akan membesar dan
pada saat usia kehamilan 6 bulan puncak rahim setinggi sekitar
pusat.
5. Sifat ibu berubah – ubah, misalnya ibu lebih suka makan yang
asam-asam, rujak, mudah tersinggung dan sebagainya adalah
normal

2.3.2 Vaksin Covid Pada Ibu Hamil


Ibu hamil memiliki sistem imunitas tubuh yang rendah,
sehingga lebih rentan untuk mengidap penyakit atau infeksi.
Mengingat ibu hamil memiliki sistem imunitas tubuh yang rendah,
COVID-19 bisa saja menginfeksi kapanpun. Meski gejala umum yang
dialami akan sama saja dengan pengidap lainnya, ibu hamil yang telah
memiliki penyakit bawaan, seperti penyakit paru-paru, asma, atau
kerusakan hati, akan memiliki gejala yang lebih parah. Virus corona
pada ibu hamil akan membuat sejumlah penyakit yang telah ada
18

menimbulkan gejala yang parah, bahkan menjurus pada kehilangan


nyawa. Selain itu, wanita hamil yang terkena COVID-19 yang parah
juga berisiko mengalami persalinan preterm, keguguran, hingga
kematian.
Sesuai dengan surat edaran dari Surat Edaran KEMENKES RI
nomor HK.02.02/I/2007/2021, tentang Vaksinasi Covid-19 bagi Ibu
Hamil dan Penyesuaian Skrining dalam Pelaksanaan Vaksinasi
Covid-19, ibu hamil bisa diberikan vaksinasi COVID-19. Pelaksanaan
vaksinasi bagi ibu hamil ini menggunakan tiga jenis vaksin yaitu
vaksin Covid-19 platform mRNA Pfizer dan Moderna serta vaksin
platform inactivated virus Sinovac, sesuai ketersediaan. Pemberian
dosis pertama vaksinasi dimulai pada trimester kedua kehamilan dan
untuk pemberian dosis kedua dilakukan sesuai dengan interval dari
jenis vaksin.
Syarat Vaksinasi Ibu Hamil menurut Surat Edaran tersebut :
1. Ibu hamil yang memiliki tekanan darah di atas 140/90 mmHg
tidak dianjurkan untuk melakukan vaksinasi Covid-19 dan dirujuk
ke rumah sakit
2. Ibu hamil yang memiliki gejala seperti kaki bengkak, sakit kepala,
nyeri ulu hati, dan pandangan kabur akan ditinjau ulang untuk
menerima vaksinasi dan dirujuk ke rumah sakit
3. Jika mempunyai penyakit jantung, asma, DM, penyakit paru, HIV,
hipertiroid, ginjal kronik, dan penyakit hati harus dalam kondisi
terkontrol
4. Jika mengidap penyakit autoimun harus dalam kondisi terkontrol
dan dapat persetujuan dokter
5. Jika memiliki riwayat alergi berat harus mendapatkan pemantauan
khusus apalagi setelah mendapatkan vaksinasi untuk
mengantisipasi munculnya efek samping.
6. Jika ibu hamil sedang mendapat pengobatan untuk gangguan
pembekuan darah, kelainan darah, defisiensi imun, penerima
tranfusi darah, mendapat pengobatan kortikosteroid atau
kemoterapi maka vaksinasi akan ditunda dan ibu hamil dirujuk ke
rumah sakit.
Proses skrining terhadap sasaran ibu hamil harus dilakukan
secara rinci dan teliti. Bagi ibu hamil, proses skrining atau penafisan
kepada harus dilakukan secara detail dibandingkan sasaran lain. Hal
yang perlu diingat bahwa pemberian vaksin COVID-19 tidak
melindungi ibu hamil sepenuhnya dari virus Corona. Ibu hamil tetap
perlu menjalani protokol kesehatan selama pandemi ini masih
berlangsung, agar risiko ibu hamil untuk terkena Covid-19 dapat
ditekan seminimal mungkin
Kementerian Kesehatan juga telah menyatakan vaksinasi
COVID-19 aman bagi ibu menyusui sesuai dengan Surat Edaran
Kemenkes RI tentang Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 No.
HK.02.02/11/368/2021. Surat edaran tersebut berisi tentang petunjuk
teknis pelaksanaan vaksinasi Covid-19 untuk kelompok lansia,
komorbid, ibu menyusui dan penyintas Covid-19. Secara biologis dan
klinis, menyusui tidak menimbulkan risiko bagi bayi dan anak yang
menyusu, serta bayi dan anak yang menerima ASI perah. Justru
antibodi yang dimiliki ibu setelah vaksinasi dapat memproteksi bayi
melalui ASI. Sebelum divaksin ibu menyusui direkomendasikan
untuk berkonsultasi tentang kondisi kesehatan dengan dokter/tenaga
kesehatan terlebih dulu dan berada dalam kondisi fit untuk menerima
vaksin. Setelah vaksin, tetap aman untuk menyusui karena menyusui
dan kontak kulit-ke-kulit (skin-to-skin contact) dapat mengurangi
risiko kematian bayi secara signifikan dan memiliki manfaat yang
lebih besar dibandingkan potensi risiko penularan COVID-19 (Ni
Kadek Widiastuti,SKM,MPH, Seksi Promkes)
20

2.4 Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


2.4.1 Definisi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
KIPI merupakan kejadian (medis) sakit dan kematian yang
terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh
imunisasi. Kejadian medis yang berhubungan dengan imunisasi baik
berupa reaksi simpanan, reaksi vasin, reaksi suntikan, dan kesalahan
program (Lisnawati 2016).
Meningkatnya cakupan imunisasi yang tinggi maka penggunaan
vaksi juga meningkatkan dan sebagai akibat reaksi simpanan yang
berhubungan imunisasi juga meningkat.Reaksi simpan dikenal pula
dengan istilah kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI).Secara tindakan
medis apapun dapat menimbulkan risiko bagi pasien penerima
layanan baik dalam skala ringan maupun berat. Dengan demikian
halnya dengan pemberian vaksinasi. Reaksi yang timbul setelah
pemberian vaksinasi disebut sebagai kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI) atau adverse followingn immunization (AEFI) (Mastiningsih
2018).
Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medis
yang berhubungan dengan imunisasi, baik oleh karena efek vaksin
maupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek
farmakologis, kesalahan program, reaksi suntikan, atau penyebab lain
yang tidak dapat ditentukan (Cahyono 2010).
Menurut Komite Nasional pengkajian dan penaggulangan KIPI
(KN PP KIPI), KIPI suatu kejadian sakit atau kematian yang terjadi
dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. KIPI yang paling serius adalah
reaksi anafilaksis. Angka kejadian reaksi anafilaksis diperkirakan 2
dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi anafilaksis
hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis.
2.4.2 Efek samping
Pemberian imunisasi memberikan efek samping ringan dan
berat, efek ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat
penyuntikan dan demam, sedangkan efek samping berat seperti
kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun,
terjadinya kejang, ensefalopati, dan shock.
1. Reaksi ringan
a. Biasanya terjadi beberapa jam setelah pemberian imunisasi.
b. Biasanya reaksi hilang dalam waktu singkat dan tidak
berbahaya.
c. Reaksi local (termasuk nyeri, bengkak atau kemerahan di
lokasi suntikan).
d. Reaksi sistemik (seperti demam, nyeri otot seluruh tubuh,
badan lemah, pusing, nafsu makan turun).
2. Reaksi berat
Reaksi berat adalah istilah yang termasuk KIPI serius dan reaksi
berat lainnya
a. Biasanya tidak menimbulkan masalah jangka panjang.
b. Dapat menimbulkan kecacatan.
c. Jarang mengancam jiwa.
d. Termasuk kejang dan reaksi alergi yang timbul sebagai akibat
reaksi tubuh terhadap komponen tertentu yang ada didalam
vaksin (Proverawati dan Andhini 2010)
Pencegahan terhadap reaksi vaksin, diantaranya perhatikan
indikasi kontra, tidak memberikan kepada individu dengan
definisiensi imunitas, ajari orangtua atau individu menangani reaksi
vaksin yang ringan dan ajurkan untuk segera kembali apabila ada
reaksi yang mencemaskan (paracetamol dapat diberikan 4x sehari
untuk mengurangi gejala demam dan rasa nyeri), kenali dan atasi
reaksi anafilaksis, siapkan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas
lengkap.
22

jenis vaksin yan diperbolehkan untuk ibu hamil berikut efek yang
dirasakan

1. Vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna


adalah jenis vaksin mRNA nano partikel lipid. Cara
kerja vaksin ini adalah dengan mengkode spike protein SARS-
COV-2 yang menempelkan virus ke enzim pengubah ACE 2
untuk memulai proses infeksi. Nano partikel lipid memfasilitasi
masuk ke dalam sel pada tempat injeksi, mRNA kemudian
di transkripsi di host sel, menghasilkan spikeprotein yang
kemudian disajikan pada permukaan sel ke sel B dan T,
menghasilkan respons imun. Kedua vaksin mRNA ini yang telah
di setujui oleh FDA telah menunjukkan respons imun dan
perlindungan terhadap COVID-19 yang kuat. Telah di
laporkan efikasi dari Pfizer-BioNTech dan Moderna yaitu
95% dan 94% dalam mencegah COVID-19.
Efek samping yang umum diantaranya reaksi di tempat
suntukan (84,1% untuk vaksin Pfizer/BioNTech, 91,6%
untuk vaksin Moderna), kelelahan (62,9%, 68,5%), sakit kepala
(55,1%, 63%), nyeri otot (38,3 %, 59,6%), kedinginan (31,9%,
43,4%), nyeri sendi (23,6%, 44,8%), dan demam (14,2%,
14,8%) yang semua gejala tersebut umumnya berakhir dalam
waktu 1 atau 2 hari. Pada keadaan yang jarang, vaksin jenis
mRNA ini dapat memicu terjadinya, miokarditis,
anafilaksis, atau Bell’s palsy. Oleh karena itu, CDC
merekomendasikan untuk memantau penerima vaksin dalam
waktu 15 menit setelah suntikan vaksinasi COVID-19 atau
selama 30 menit jika pasien memiliki riwayat alergi yang
parah. Vaksin Pfizer-BioNtech saat ini disetujui untuk inidividu
yang berusia 12 tahun atau lebih, sedangkan vaksin
Moderna disetujui untuk usia 18 tahun atau lebih. Kedua
vaksin ini memerlukan dua dosis, 21 hari (Pfizer-BioNtech)
hingga 28 hari (Moderna) terpisah. Vektor virus dibuat dari versi
modifikasi dari adenovirus yang tidak berbahaya (dimodifikasi
tidak bereplikasi).
2. Sinovac
Sinovac di rekomendasikan pada ibu hamil dan menyusui
karena manfaat nya melebihi daripada potensi risikonya,
meskipun masih kurangnya data keamanan terkait
penggunaan Sinovac pada kehamilan. Vaksin yang hidup di
kontraindikasikan pada kehamilan, sementara Sinovac adalah
salah satu vaksin yang menginaktifkan virus sehingga di sarankan
untuk digunakan pada ibu hamil. Sinovac adalah suatu vaksin
inactived,basis RNA virus; subunit protein;atau vektor
virus, tidak dapat bereplikasi, dibandingkan dengan vaksin lain
dengan jenis yang sama, secara umum vaksin jenis ini aman
dan dapat memberikan proteksi yang pasif untuk neonatus dan
tidak berhubungan dengan keguguran dan/atau kelainan
kongenital. (Kementerian Kesehatan, 2021)

2.4.3 Penyebab KIPI


Tidak semua kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) disebabkan
oleh imunisas karena sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya
dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan
beberapa keterangan dan pemeriksaan.
Besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu.
Sangat jarang terjadi KIPI berat. Kemudian KIPI berat 1 kejadian
dalam 2 juta dosis. Kalau ada 22 juta yang divaksinasi, kemungkinan
terjadinya KIPI berat sekitar 11.
1. Sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik
2. Derajat sakit resipien
3. Apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti
24

4. Apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan


vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur (Proverawati
dan Andhini 2010).
Berita kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) harus
dikonfirmasi oleh orang yang berkompeten. Adanya berita dimedia
masa tentang kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat. Perlu
dikonfirmasi kepada ahli dibidangnya, contoh sebuah kasus, dimana
orang tua anak mengaku anaknya menjadi lumpuh setelah
diimunisasi. Untuk menindaklanjuti berita tersebut, dilakukan sidang
terhadap kebenaran pengakuan orang tuanya, selanjutnya, dokter ahli
melakukan pemeriksaan terhadap kondisi si anak. Pemeriksaan
dilakukan secara menyeluruh. Berdasarkan pemeriksaan tersebut,
didapatkanlah foto tulang belakang yang menunjukan suatu
kelumpuhan akibat bateri tuberkulosis. Bakteri ini bukan menginfeksi
jauh sebelum dilakukan imunisasi. Selain itu KIPI juga dapat
dipengaruhi oleh jenis kelamin penerima vaksin.
Pengaruh ini disebabkan oleh muktifaktor dengan pengaruh
biologi dan perilaku social. Pengaruh biologis melibatkan banyak
faktor, walaupun faktor spesifiknya belum dipahami sepenuhnya
namun faktor imunitas, hormonal, genetic dan microbiota diduga
terlibat didalamnya (Klein, Marriot, dan Fish 2015). Penelitian
lainnya menunjukkan adanya KIPI yang muncul dikarenkan adanya
faktor biologis terkait jenis kelamin yaitu alergi dan rasa sakit di
tempat suntikan yang dilaporkan banyak terjadi pada perempuan dan
respon imun/inflamasi yang diduga dimodulasi oleh hormone seks,
berat badan, distribusi lemak (Harris et al. 2017).
2.4.4 Klasifikasi KIPI
1. Tanpa gejala
Setelah dilakukan imunisasi tidak terdapat gejala KIPI
2. Gejala ringan
Gejala ringan setelah imunisasi umum terjadi termasuk rasa
sakit & bengkak di tempat suntikan, demam, irritability, malaise,
gejala ringan Sembuh sendiri, hampir tidak memerlukan perawatan
simtomatik, yang ditumbulkan pada gejala ringan adalah reaksi
local (termasuk nyeri, bengkak atau kemerahan di lokasi suntikan)
dan reaksi sistemik (seperti demam, nyeri otot seluruh tubuh, badan
lemah, pusing, nafsu makan turun, lesu, batuk, pilek, nyeri kepala,
diare, muntah).
3. Gejala berat
Gejala berat setelah imunisasi terjadi yaitu kejang,
trombositopenia, episode hipotonik hiporesponsif, persistent
inconsolable screaming, Dalam banyak kasus self limiting dan
tidak mengarah ke masalah jangka panjang, penanagnan diberikan
anafilaksis, meski berpotensi fatal, dapat diobati tanpa efek jangka
panjang, seperti muncul gejala sesak nafas, perdarahan, kejang,
kelumpuhan otot, pingsan, penurunan kesadaran, tanda-tanda syok
anafilatik, lemas seluruh tubuh, pembekakan kelenjar getah bening.

2.4.5 Angka Kejadian KIPI


KIPI yang peling serius terjadi pada anak adalah reaksi
anafilaksis. Angka kejadian reaksi anafilaksis diperkirakan 2 dalam
100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi anafilaksisnhanya
1-3 kasus diantaranya 1 juta dosis. Anak yang lebih besar dan orang
dewasa lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat. Episode
hipotonik atau hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum
dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi (Proverawati dan Andhini
2010).
26

Berdasarkan Permenkes No. 18/2021, pemerintah juga


bertanggung jawab dalam membiayai penanganan KIPI atau Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19,
Penanganan yang membutuhkan pengobatan dan perawatan di faskes
akan disesuaikan dengan indikasi medis dan protokol pengobatan.

Reaksi lokal seperti Nyeri, kemerahan,bengkak pada tempat


suntikan, Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis. Antisipasi
dengan kompres dingin pada lokasi dan paracetamol dan Reaksi
sistemik seperti Demam, nyeri otot seluruh tubuh (myalgia), nyeri
sendi (atralgia), badan lemah, sakit kepala penanganan yang dilakukan
Minum lebih banyak, pakaian nyaman, kompres dingin pada lokasi
dan paracetamol

2.4.6 Surveilens KIPI


Survailans KIPI dilakukan untuk deteksi dini, merespon kasus
KIPI dengan cek dan tepat, mengurangi dampak negatif imunisasi
untuk kesehatan indinidu dan program imunisasi. Tujuan kegiatan
surveilanns meliputi :
1. Mendeteksi, memperbaiki, dan mengecah kesalahan program
imunisasi.
2. Mengidentifikasi rasio KIPI yang tidak wajar pada bach vaksin
atau merek vaksin tertentu.
3. Memastikan bahwa suatu kejadian yang diduga KIPI merupakan
koinsendens (suatu kebetulan)
4. Menimbulkan kepercayaan masyarakat pada progam imunisasi
dan memberi respons yang tepat terhadap perhatian orang tua atau
masyarakat tentang keamanan imunisasi di tengah kepedulian
(masyarakat dan profesional) tentang adanya resiko imunisasi
5. Memperkirakan angka kejadian KIPI pada suatu populasi
(Proverawati dan Andhini 2010).
2.4.7 Pemantauan KIPI
Penemuan kusus KIPI merupakah kegiatan penemuan kasus
KIPI atau diduga kasus baik yang laporkan orang tua/pasien,
masyarakat ataupun petugas kesehatan. Pemantau KIPI merupakan
suatu kegiatan yang terdiri dari penemuan, pelacakan, analisis
kejadian, tindak lanjut, pelaporan dan evaluasi.Tujuan utama
pemantauan KIPI adalah untuk mendeteksi dini, merespon KIPI
dengan cepat dan tepat, mengurangin dampak negatif imunisasi
terhadap kesehatan individu atau terhadap imunisasi.
Bagian terpenting dalam pemantauan KIPI adalah menyediakan
informasi KIPI secara lengkap agar dapat cepat dinilai dan dianalisis
untuk mengidentifikasi dan merespons suatu masalah. Respons
merupakan tindak lanjut yang penting dalam pemantauan KIPI
(Hadianti et al. 2014).

2.4.8 Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian KIPI


Kriteria WHO western pasifik untuk memilih KIPI dalam lima
kelompok penyebab, yaitu :
1. Kesalahan program/ teknik pelaksanaan imunisasi
Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah
program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi
kesalahan program penyimpanan, pengelolaan dan tata laksana
pemberian vaksin, misalnya terjadi pada : (a) dosis antigen (terlalu
banyak), (b) lokasi dan cara menyuntik, (c) sterilisasi spuit dan
jarum suntik, (d) jarum bekas pakai, (e) penyimpanan vaksin, (f)
tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk pemakaian,
indikasi kontra) (Purnamaningrum 2011)
Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu
diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang
pada petugas yang sama. Kecenderungan lain adalah apabila suatu
28

kelompok populasi mendapat vaksin dengan batch yang sama


tetapi tidak terdapat masalah atau apabila sebagian populasi
setempat dengan karakteristik serupa yang tidak diimunisasi tapi
justru menunjukkan masalah tersebut.
2. Reaksi suntikan/kecemasan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum
suntik baik lansung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai
reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung missal rasa sakit, bengkak,
dan kemerahan pada tempat suntikan , sedangkan reaksi suntikan
tidak langsung misalnya rasa takut, pusing atau mual
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya
sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi
simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun
demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi
anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini
sudah teridentifikasi degan baik dan tercantum dalam petunjuk
pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi
khusus, perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian
spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau
vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan
baik oleh pelaksana imunisasi.
4. Faktor kebetulan
Indikator faktor kebetulan ditandai dengan ditemukannya
kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi
setempat dengan karakteristik serupa tetapi tidak mendapat
imunisasi.
Faktor kebetulan sering juga disebut sebagai confounding
factor atau faktor perancu yang dapat mempengaruhi perhitungan
dan analisis KIPI. Confounding factor tersebut adalah pertama
vaksin dalam hal ini komposisi, kedua umur penerima, vaksin
yang sama jika diberikan kepada kelompok umur yang berbeda
akan memberikan “vaccine attribute label” yang berbeda
misalnya vaksin MMR jika diberikan pada bayi dapat
menyebabkan kejang demam, namun jika diberikan pada anak
yang lebih tua deman dan kejang tidak terjadi. Ketiga adalah
dosis, vaksin yang sama jika diberikan sebagai dosis primer akan
meberikan reaktogenitas yang bebeda jika diberikan sebagai dosis
buster. Keempat definisi kasus, KIPI sering didefinisikan berbeda
pada tiap kasus, lokasi dan waktu yang berbeda. Kelima metode
surveilan berhubungan dengan memperoleh data surveilans dan
kelima adalah kondisi dasar, berhubungan dengan angka
pembanding pada tiap kejadian, (WHO 2018)
5. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat
dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab maka untuk
sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini sambul menunggu
informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi
tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI

2.5 Kerangka Teori

Faktor faktor yang mempengaruhi


kejadian KIPI
1. Teknik pelaksanaan imunisasi Kejadian KIPI
2. Reaksi suntikan/kecemasan
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
4. Faktor kebetulan
5. Penyebab yang tidak diketahui
30

Sumber : Purnamaningrum (2011), Mastiningsih (2018)


Bagan 2.1
Kerangka Teori
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif. Metode deskriptif
adapun pengertian dari metode deskriptif menurut (Sugiono, 2018) adalah
suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum. Dengan kata lain penelitian deskriptif
mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah
sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan, hasil penelitian yang
kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya.

3.2 Kerangka Penelitian

Jenis Vaksinasi Kejadian KIPI


COVID -19

Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

3.3 Variabel Penelitian


Menurut Sugiyono (2018) variabel penelitian adalah segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut dan ditarik kesipulannya.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Kejadian KIPI berdasarkan
jenis vaksin
32

3.4 Definisi Operasional


Tabel 3.1
Definisi Operasional
Definisi Alat
Variabel Hasil Ukur Skala
operasional Ukur

Kejadian Kuesione - Berat ( jika Ordinal


KIPI r terjadi kejang,
pasca trombositopenia,
vaksinasi episode
covid hipotonik
Reaksi tubuh
pada ibu hiporesponsif,
pasien yang
hamil persistent
muncul
inconsolable
setelah
screaming)
diberikan
- Ringan (jika
vaksin covid-
terjadi rasa sakit
19 pada ibu
& bengkak di
hamil
tempat suntikan,
demam,
irritability,
malaise)

Jenis macam Kuesione - Prizer Nominal


vaksin vaksin yang r - Moderna
diberikan - Sinovac
pada ibu
hamil

Lama Lama ibu Kuesione Dalam hari Interval


gejala kipi mengalami r
gejala setelah
dilakukan
vaksin

3.5 Populasi dan sampel penelitian


3.5.1 Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (Nursalam, 2017).
Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu hamil yang telah di
vaksin lengkap di puskesmas Kalapanunggal tahun 2022 sebanyak 216 ibu
hamil.
3.5.2 Tehnik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik random sampling. random sampling adalah suatu tehnik
pengambilan sampel secara acak dimana setiap anggota populasi
mempunyai kesempatan yang sama. (Nursalam, 2017).
Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini dengan
menggunakan perhitungan menurut Slovin karena populasi lebih kecil dari
10.000 menggunakan formula yang sederhana lagi seperti rumus Slovin
(Nursalam, 2017).
N
n=
1+ N (d 2)
Keterangan :
n : Besar sampel
N : Besar populasi populasi
d : Tingkat signifikan 10%(0,1)
Jumlah populasi sebanyak 216 maka perhitungan sempel adalah
sebagai berikut:
N= 216 = 216
1 + 216 (0,1 ) 1 + 216 ( 0,01)
N= 216 = 216 = 68,35
1+2,16 3,16
Maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 69 orang
responden.

3.5.3 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga
34

dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang di ambil dari
populasi itu. Apa yang di pelajari dari sampel, kesimpulannya akan dapat
diberlakukan untuk populasi.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian ibu
hamil yang sudah melakukan vaksin dosis 1 atau 2 di Puskesmas
Kalapanunggal Kabupaten Sukabumi sebanyak 69 ibu hamil.
Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk
mengurangi bias hasil penelitian. Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi
dua bagian inklusi dan ekslusi. (Nursalam, 2017).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu:
a. Semua Ibu hamil trimester II dan III yang telah di vaksin di
puskesmas Kalapanunggal minimal 1 dosis
b. Ibu yang bersedia menjadi responden.
Kriteria ekslusi merupakan ciri-ciri anggota populasi yang tidak
dapat diambil sebagai sampel:
a. Ibu hamil yang tidak di vaksin

3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian


3.6.1 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1.1 Data Primer
Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Sugiyono, 2012). Data primer pada penelitian
ini di dapat dari responden dengan mengisi kuisioner.
3.6.2 Prosedur Penelitian
3.6.2.1 Tahap Persiapan
Melakukan studi pendahuluan melalui observasi dan wawancara
sederhana sebagai data awal untuk melihat gambaran permasalahan,
merumuskan masalah dan menyusun proposal penelitian. Setelah
mendapat persetujuan dari dosen pembimbing lalu proposal penelitian
disidangkan untuk diuji di depan dosen penguji dan dosen pembimbing.
3.6.2.2 Tahap Pelaksanaan
Setelah proposal penelitian selesai disidangkan peneliti meminta
izin terlebih dahulu kepada pihak instansi terkait dalam proses izin
penelitian, membagikan kuesioner berupa pertanyaan kepada 69 orang
responden tentang kejadian KIPI berdasarkan jenis vaksin dengan
menggunakan questioner. Setelah data didapatkan lalu diolah melalui
proses editing, coding, scoring, cleaning dan tabulating.
3.6.2.3 Tahap Akhir
Peneliti menyusun laporan penelitian, menyajikan hasil penelitian
melalui sidang hasil laporan dan melakukan penggandaan hasil
penelitian.

3.7 Pengolahan data dan analisis data


3.7.1 Pengolahan data
Pada penelitian ini menurut Notoatmojo (2018) pengolahan data
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
3.7.1.1 Editing
Peneliti melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner
apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas,
relevan dan konsisten tentang kejadian KIPI berdasakan jenis vaksin.
3.7.1.2 Coding
Yaitu memberi kode, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
waktu tabulasi dan analisa data. Dalam penelitian ini, kode tersebut
berupa angka yang menunjukan jawaban. Pengkodean untuk jawaban
ya diberi kode angka 1, dan jawaban tidak, diberi kode angka 2
3.7.1.3 Scoring
Tahap ini meliputi nilai untuk masing-masing pertanyaan dan
penjumlahan hasil scoring dari semua pertanyaan. Pertanyaan yang
dijawab ya diberi nilai 1 dan jika tidak diberi nilai 2.
36

3.7.1.4 Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dimasukan dilakukan bila terdapat kesalahan dalam memasukan data
yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang
diteliti.
3.7.1.5 Tabulating
Tabulating yaitu data yang dikelompokan kemudian disajikan
dalam bentuk tabel. Tabulasi data yang telah lengkap disusun sesuai
dengan variabel yang dibutuhkan lalu dimasukan kedalam tabel
distribusi frekuensi. Setelah diperoleh hasil dengan cara perhitungan,
kemudian nilai tersebut dimasukan kedalam kategori nilai yang telah
dibuat. Proses analisis ini dimulai dari menelaah seluruh data yang
diperoleh dari kuesioner pengetahuan dan kepatuhan
3.7.2 Analisis Data
Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan/ mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Pada umumnya dalam
analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari
tiap variabel (Notoatmodjo, 2018).

3.8 Lokasi Penelitian


Rencana tempat penelitian akan di lakukan di wilayah kerja Puskesmas
Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi
3.9 Waktu Penelitian
Rencana penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2022
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, J.B Suharjo B. 2010. Vaksinasi Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.
Yogyakarta: Kanisius.
Chang, Wen-Han. 2020. “A review of vaccine effects on women in light of the
COVID-19 pandemic.” Taiwanese Journal of Obstetrics & Gynecology
59(January): 812–20.
Chen, Huijun et al. 2020. “Clinical characteristics and intrauterine vertical
transmission potential of COVID-19 infection in nine pregnant women :
a retrospective review of medical records.” The Lancet 395(10226): 809–
15. http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30360-3.
Gorbalenya, Alexander E. et al. 2020. “The species.” NATURE MICROBIOlOGy
5(March): 536–44.
Hadianti, D.N et al. 2014. Buku Ajar Imunisasi. Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; Gavi: The Vaccine
Alliance.
Harris, Tara, Jyotsna Nair, Jill Fediurek, dan Shelley L. Deeks. 2017.
“Assessment of sex-specific differences in adverse events following
immunization reporting in Ontario, 2012–15.” Vaccine 35(19):
http://dx.doi.org/10.1016/j.vaccine.2017.03.035.
Klein, Sabra L, Ian Marriot, dan Eleanor N Fish. 2015. “Sex-based differences in
immune function and responses to vaccination.” Transactions of the
Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene hypersensitivity 109: 9–
15.
Le, Tung Thanh et al. 2020. “The COVID-19 vaccine development landscape.”
Nature Reviews Drug Discovery 19(May): 305–6.
http://dx.doi.org/10.1038/d41573-020-00073-5.
Lisnawati, L. 2016. Generasi Sehat Melalui Imunisasi. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Liu, Ying, Albert A Gayle, Annelies Wilder-smith, dan Joacim Rocklöv. 2020.
“The reproductive number of COVID-19 is higher compared to SARS
coronavirus.” Journal of Travel Medicine: 1–4.
Mastiningsih, P. 2018. Buku Ajar Imunisasi. Bogor: In Media.
Notoatmodjo, S. 2018. Metodologi Peneltian Kesehatan. III. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Ong, Sean Wei Xiang et al. 2020. “Air, Surface Environmental, and Personal
Protective Equipment Contamination by Severe Acute Respiratory Syndrome
38

Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) From a Symptomatic Patient.” JAMA 323(16):


1610–12.
Proverawati, A, dan DS. Andhini. 2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Jogjakarta:
Numed.
Purnamaningrum, Yuliasti Eka. 2011. Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar.
Cetakan Ke. Yogyakarta: Fitramaya.
Riedel, S et al. 2019. Medical Microbiology. 28 ed. McGrawHill Education.
Rothan, Hussin A, dan Siddappa N Byrareddy. 2020. “The epidemiology and
pathogenesis of coronavirus disease (COVID-19) outbreak.” Journal of
Autoimmunity journal 109(102433): 1–4.
Syamaidzar, Syamaidzar. 2020. “Review Vaksin Covid-19.” Research Gate
(July): 1–15.
Wang, Fuzhou, Richard M Kream, dan George B Stefano. 2020. “An Evidence
Based Perspective on mRNA-SARS- CoV-2 Vaccine Development.”
Med Sci Monit 26(e924700): 1–8.
WHO. 2013. VACCINE SAFETY BASIC. Learning manual. Switzerland: WHO
Press.
———. 2019. “Immunization Stress-Related Responses: A synopsis.” : 1–7.
———. 2020a. “Naming the coronavirus disease (COVID-19) and the virus that
causes it.” https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-
coronavirus2019/technical-guidance/naming-the-coronavirudisease-
(covid-2019)-and-thevirus-that-causes-it.
———. 2020b. “WHO Director-General’s opening remarks at the media briefing
on COVID-19 - 11 March 2020.”
https://www.who.int/dg/speeches/detail/whodirector-generals-opening-
remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19--11march-2020. (Januari 15,
2021).
Xiao, Fei et al. 2020. “Evidence for Gastrointestinal Infection of SARS-CoV-2.”
Gastroenterology 158(January): 1831–33.
Zhu, Feng-cai et al. 2020. “Safety , tolerability , and immunogenicity of a
recombinant adenovirus type-5 vectored COVID-19 vaccine :” The
Lancet 395(10240): 1845–54. http://dx.doi.org/10.1016/S0140-
6736(20)31208-3.
Zhu, Na et al. 2020. “A Novel Coronavirus from Patients with Pneumonia in
China, 2019.” The new england journal of medicine Brief 382(February
20): 727–33.

Anda mungkin juga menyukai