Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya,
yang memungkinkan referat ini dapat diselesaikan.
Referat yang berjudul “Peran Mineral bagi Balita” ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumangara periode 22 Juni 2015 – 4 Juli 2015.
Dalam penulisan referat ini, penulis telah mendapat bantuan, bimbingan, dan kerja
sama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Dr.dr. Meilani Kumala, MS. Sp.GK
dr. Idawati Karjadidjaja, MS. Sp.GK
Semua pihak yang telah membantu meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dalam proses penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam referat ini masih terdapat banyak sekali kekurangan,
baik mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Oleh karena itu segala kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Akhir kata, penulis
ucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu sampai selesainya referat ini.
Semoga referat ini berguna bagi kita semua.
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Mineral menyusun 4 – 5% dari berat badan seseorang, dimana 50% dari total mineral
ini adalah kalsium, dan 25% lainnya merupakan fosfat. Mineral-mineral ini terdapat di tubuh
manusia dalam berbagai bentuk, seperti kation, anion, dan sebagian lainnya merupakan
komponen dari material organik.
Nutrien mineral secara tradisional terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Makromineral, yaitu mineral dengan kebutuhan ≥ 100 mg/hari.
Makromineral terdiri dari 7 mineral, yaitu kalsium, fosfat, magnesium, natrium,
kalium, klorida, dan sulfur.
2. Mikromineral / Trace elements, yaitu mineral dengan kebutuhan < 15 mg/hari.
Mikromineral terdiri dari 11 mineral, yaitu besi, zinc, iodin, selenium, mangan, fluor,
molybdenum, tembaga, kromium, kobalt, dan boron.
Mineral memegang fungsi yang esensial bagi fungsi tubuh manusia, meskipun
beberapa dari mineral ini belum diketahui seberapa pasti besar kebutuhannya bagi tubuh
manusia. Oleh karena itu, konsumsi mineral yang adekuat (Tabel 1) perlu untuk diperoleh
anak karena mineral memegang peranan penting dalam berbagai sistem tubuh, termasuk
sistem-sistem tertentu yang masih berkembang selama masa pertumbuhan anak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. MAKROMINERAL
A.1. Kalsium
Kalsium merupakan mineral terbanyak di dalam tubuh manusia dengan konsentrasi
sebesar 1,5 – 2% dari total berat badan dan 39% dari seluruh mineral yang ada, dan 99%
terdapat pada tulang dan gigi, lalu 1% berada pada darah dan cairan ekstraseluler.1
A.1.1. Absorpsi, transpor, penyimpanan, dan ekskresi
Penyerapan kalsium terjadi di seluruh bagian usus halus, tetapi absorpsi
terbaik terjadi pada duodenum karena keadaan pada daerah tersebut lebih asam.
Kalsium juga diabsorpsi dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam kolon. Absorpsi
kalsium terjadi dengan dua mekanisme, yaitu:1
a. Transpor aktif
Mekanisme ini terjadi di dalam lumen usus dengan konsentrasi kalsium
lumen yang rendah yaitu di duodenum dan jejunum bagian proksimal.
Mekanisme ini terjadi dengan adanya aktivitas 1,25-dihidroksivitamin D3.
Vitamin ini meningkatkan uptake kalsium pada brush border sel mukosa usus
dengan menstimulasi produksi dari Calbindins dan mekanisme lainnya. Transpor
aktif ini biasanya terjadi ketika asupan kalsium rendah.
b. Transpor pasif (paracellular transfer)
Mekanisme ini terjadi di dalam lumen usus dengan konsentrasi kalsium
lumen yang tinggi dan tidak tergantung dengan aktivitas vitamin D. Ketika asupan
kalsium sangat tinggi, mekanisme transpor pasif ini akan lebih mendominasi pada
proses absorpsi kalsium yang ada.
Faktor – faktor yang mempengaruhi absorpsi kalsium antara lain: 1
a. Besarnya kebutuhan dan jumlah asupan,
b. Jumlah intake vitamin D3 dan paparan terhadap sinar matahari,
c. Penuaan (aklorhidria),
d. Bentuk molekul kalsium,
e. Laktosa meningkatkan absorpsi kalsium,
f. Adanya konstituen lain pada makanan yang dapat mempresipitasi kalsium
(contoh: oksalat dan fitat) atau adanya asam lemak bebas,
3
g. Serat pada makanan meningkatkan absorpsi kalsium,
h. Medikasi,
i. Malnutrisi.
Setelah diabsorpsi, kalsium akan berada dalam sirkulasi pembuluh darah.
Kalsium serum memiliki tiga bentuk utama dalam serum, yaitu kalsium bebas dalam
bentuk ion (47,6%), kompleks kalsium dengan anion (6,4%), dan kalsium terikat
albumin (3%). Kadar kalsium total dalam serum dipertahankan dalam batas yang
sempit, 8,8 – 10,8 mg/dl dengan kadar kalsium ion sebesar 4,4 – 5,2 g/dl.1
Regulasi kalsium serum dikendalikan mayoritas oleh hormon paratiroid (PTH)
dan sebagian kecil oleh kalsitonin, vitamin D, estrogen, dan beberapa hormon lainnya.
Ketika terjadi penurunan kalsium serum, PTH akan menstimulasi pelepasan kalsium
dari tulang ke dalam darah, meningkatkan resorpsi kalsium pada ginjal, dan
meningkatkan produksi dari vitamin D (Gambar 1). Hormon – hormon lainnya seperti
glukokortikoid, hormon – hormon tiroid (T3 dan T4), dan penurunan estrogen dapat
meningkatkan pelepasan kalsium dari tulang.1
Gambar 1. Regulasi kalsium serum dalam tubuh manusia (Diambil dari: Krause’s
Food and Nutrtion therapy, 12th ed, p.104)
4
Kelebihan dari kalsium yang ada dalam tubuh manusia akan dibuang. Ekskresi
dari kalsium dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain:1
a. Ekskresi melalui ginjal, sebesar 50% dari intake kalsium total,
b. Kehilangan lewat kulit, terjadi lewat penguapan dari kulit dan keringat.
A.1.2. Fungsi
Intake kalsium adekuat lewat makanan sangat diperlukan untuk mendapatkan
hasil massa tulang yang optimal pada masa remaja dan prepubertas, hal ini terutama
sangat berperan bagi wanita karena ada kecenderungan wanita untuk menopause dan
osteoporosis nantinya. Tambahan kalsium juga diperlukan pada wanita hamil dan
menyusui, bayi, anak – anak, serta remaja yang berfungsi dalam membangun tubuh,
memelihara tulang dan gigi, serta berperan dalam fungsi metabolik penting lainnya.
Kalsium juga mempengaruhi fungsi transport membran sel, transmisi ion melewati
membran organel – organel sel, pelepasan neurotransmiter pada sinaps, fungsi –
fungsi hormonal, dan aktivasi serta pelepasan enzim – enzim intra dan ekstraseluler.1
Fungsi lainnya dari kalsium antara lain transmisi sel saraf dan regulasi fungsi
otot jantung. Keseimbangan antara kadar kalsium, natrium, kalium, dan magnesium
memelihara tonus otot rangka dan mengontrol iritabilitas sel saraf. Peningkatan
kalsium serum secara signifikan dapat menyebabkan gagal jantung dan napas,
sementara penurunan bermakna dari kalsium dapat mengakibatkan tetani dari otot –
otot rangka. Ion kalsium menstimulasi pembentukkan bekuan darah melalui pelepasan
tromboplastin dari trombosit, serta berfungsi sebagai kofaktor dalam reaksi enzimatik
perubahan protrombin menjadi trombin. Diet tinggi kalsium juga dapat menurunkan
prevalensi overweight dan obesitas melalui mekanisme depresi PTH dan 1,25
hidroksivitamin D yang berakibat inhibisi lipogenesis dan peningkatan lipolisis serta
meningkatan ekskresi lemak feses karena pembentukan sabun.1
Proses pembentukan tulang dibentuk dalam 2 proses terpisah yaitu
pembentukan matriks dan mineralisasi. Tahap pertumbuhan janin merupakan awal
pembentukan matriks. Bentuknya sama dengan tulang tetapi masih lunak dan lentur
hingga mencapai kelahiran. Matriks mengalami kalsifikasi setelah kelahiran dan
membentuk kristal mineral. Kristal tersebut terdiri atas kalsium fosfat dan kalsium
hidroksida yang dinamakan hidroksiapatit [(3Ca 3(PO4)2. Ca(OH)2]. Kalsium dan
fosfor merupakan mineral utama dalam ikatan ini dan keduanya harus berada dalam
jumlah yang cukup di dalam cairan yang mengelilingi matriks tulang.2
5
Gigi memiliki struktur lengkap yang terdiri dari matriks protein dan garam-
garam mineral terutama kalsium dan fosfat sebagai hidroksiapatit. Pertumbuhan gigi
dimulai sejak bulan kedua pada masa intrauterin dan berlanjut hingga usia 16 tahun.
Sel dari organ enamel secara aktif mensintesis protein, RNA, dan DNA selama
periode tersebut. Sepanjang periode tersebut dibutuhkan persediaan nutrisi yang
memadai sehingga harus tercukupi sampai pertengahan remaja. Kekurangan nutrisi
selama periode tersebut dapat mengakibatkan gangguan sintesis protein atau
kalsifikasi dan menghasilkan kecacatan pada satu atau lebih gigi. Vitamin A, D,
protein, dan mineral kalsium serta fosfat sangat dibutuhkan pada pembentukan gigi.
Gigi sulung bayi mengalami mineralisasi lengkap pada akhir tahun pertama,
sedangkan waktu kalsifikasi gigi tetap bervariasi selama masa anak dan remaja.3
Proses penyerapan kalsium pada gigi sangat lambat, tidak seperti penyerapan
kalsium pada tulang yang berlangsung relatif cepat. Lambatnya penyerapan kalsium
gigi membuktikan bahwa fetus tidak mengambil kalsium dari gigi ibunya.3
6
Tabel 2. Perkiraan Jumlah Kalsium pada Makanan yang Kaya Akan Kalsium (Sumber:
Departemen Agrikultur AS)
Food Serving Size Calcium No. of Servings
Content to Equal
(mg) Calcium Content
in 1 Cup of Low
Fat Milk
Dairy foods
Whole milk 1 cup (244 g) 246 1.0
Low fat (1%) milk 1 cup (244 g) 264 -
Nonfat milk 1 cup (245 g) 223 1.2
Yogurt, nonfat, fruit variety 6 oz (170 g) 258 1.0
Frozen yogurt, vanilla, soft serve ½ cup ( 72 g) 103 2.6
Cheese 1.1 oz slice (28 202 1.3
g)
Nondairy foods
Salmon, canned, drained 3 oz (85 g) 203 1.3
White beans, cooked, boiled 1 cup (1.79 g) 161 1.6
Broccoli, cooked 1 cup (156 g) 62 4.3
Collards, cooked, boiled, drained 1 cup (190 g) 266 1.0
Baked beans, canned 1 cup (253 g) 127 2.1
Tomatoes, canned, stewed 1 cup (255 g) 87 3.0
7
Sulit makan
Kekakuan pada tubuh (tetani) jika kadar kalsium kurang dari 7mg/dl atau bila
kadar fosfor meningkat
Tremor atau twitching
Kejang
Sedangkan manifestasi klinis pada anak berupa:4
Bertubuh pendek
Kulit kering
Rambut kering
Brittle nails
Kram otot
Kesemutan pada jari tangan dan kaki
Katarak
Enamel gigi rapuh
Kejang
A.2. Fosfor
Fosfor merupakan mineral esensial kedua terbanyak yang ada di dalam tubuh manusia
setelah kalsium, yaitu sekitar 700 g berada di dalam jaringan orang dewasa dan kira – kira
85% berada di dalam tulang dan gigi dalam bentuk kristal kalsium fosfat dan 15% sisanya
ada di dalam sel – sel yang aktif secara metabolik dan di dalam kompartemen cairan
8
ekstraseluler. Sekitar 50% fosfat inorganik berada dalam bentuk bebas pada serum, 10%
terikat dengan protein, dan 40% memiliki bentuk kompleks. Kadar fosfat inorganik dalam
serum ini dipertahankan sebesar 3 – 4 mg/100 ml pada dewasa oleh PTH.1
Dalam plasma, dua pertiga fosfor berada dalam bentuk fosfolipid. Senyawa ini tidak
larut dalam asam dan tidak di ukur dalam penentuan fosfor plasma rutin. Bagian fosfor
plasma yang diukur bersifat larut asam dan terdiri dari fosfor anorganik, terutama ortofosfat.
Konsentrasi fosfor di cairan interstisial rendah.6
9
hiperglikemia menurunkan transpor maksimum fosfor dan mengakibatkan fosfaturia.
Kondisi yang menimbulkan urin basa juga menurunkan reabsorpsi fosfat.6
Gambar 2. Regulasi fosfat dalam tubuh manusia (Sumber: Krause’s Food and
Nutrtion therapy, 12th ed, p. 108)
A.2.2. Fungsi
Sama seperti fosfat, fosfor juga memiliki beberapa peran esensial dalam fungsi
tubuh manusia, seperti menjadi bahan penyusun untuk DNA dan RNA. ATP juga
memiliki ikatan dengan fosfat berenergi tinggi, begitu juga dengan kreatinin fosfat
dan fosfoenolpiruvat. Selain itu juga pada cAMP yang berperan sebagai sinyal
sekunder dalam aktivasi hormon – hormon setelah adanya aktivasi reseptor membran
tertentu. Fosfat juga menyusun setiap membran sel tubuh sebagai membran fosfolipid,
reaksi fosforilasi dan defosforilasi yang mengontrol aktivasi dan deaktivasi enzim –
enzim sitosolik oleh kinase dan fosfatase, fosfat pada tubulus ginjal juga berperan
sebagai ekskretor ion hidrogen yang pada prosesnya akan membebaskan natrium pada
aktivitas aldosteron dalam mengontrol natrium. Terakhir dan paling utama, fosfat
berikatan dengan kalsium membentuk kristal hidroksiapatit yang berperan sebagai
molekul inorganik mayor penyusun tulang dan gigi.1,7
Berikut adalah fungsi utama fosfat pada manusia, khususnya dalam
pertumbuhan anak:8,9
10
Pembentukan tulang dan gigi
Pertumbuhan dan perbaikan sel
Mengatur penyimpanan dan penggunaan energi untuk pertumbuhan
Memfasilitasi konduksi saraf
Membantu kontraksi otot
Mengurangi nyeri otot setelah olahraga
11
serta pada bayi – bayi prematur yang mengonsumsi susu formula yang tidak
difortifikasi.1
Fosfor berperan penting dalam mempertahankan suplai energi dalam sel.
Fosfor adalah komponen dari ATP, dimana berperan dalam glikolisis. Tidak
cukupnya fosfor, menyebabkan kadar sel darah merah 2,3 – diphosphoglycerate
menurun, sehingga menganggu suplai oksigen ke jaringan. Hipofosfatemia yang berat
dapat menimbulkan hemolisis serta disfungsi sel darah putih dan platelet.
Hipofosfatemia kronik menyebabkan kelemahan otot bagian proximal dan atrofi.
Rhabdomiolisis adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada hipofosfatemia
akut, biasanya karena adanya perpindahan fosfor ke dalam sel secara tiba – tiba pada
anak yang sudah mengalami penurunan fosfor kronik (contoh: anorexia nervosa).
Manifestasi klinis lainnya pada hipofosfatemia yang berat termasuk gejala disfungsi
jantung dan neurologik, seperti tremor, parestesia, ataxia, dan koma.6
Tanda dan gejala klinis yang muncul akibat dari defisiensi fosfat antara lain
adalah:8,9
Kehilangan nafsu makan
Gangguan pertumbuhan tulang
Kelemahan otot
Kelelahan
Gangguan saraf
Napas tidak teratur
12
Hiperfosfatemia dapat juga ditimbulkan oleh pemberian fosfat berlebihan
secara peroral atau intravena atau enema yang mengandung fosfat. Penggunaan obat –
obat sitotoksik untuk mengobati keganasan, terutama limfoma atau leukemia,
mengakibatkan sitolisis yang disertai hiperfosfatemia akibat pelepasan fosfat ke
sirkulasi. Akibat klinis utama hiperfosfatemia adalah gejala hipokalsemia yang
ditimbulkannya.6
Kalsifikasi sistemik terjadi karena kelarutan fosfor dan kalsium dalam plasma
berlebihan, yaitu kadar kalsium plasma x fosfor plasma lebih dari 70 mg/dL. Secara
klinis, ini sering muncul pada konjungtiva dalam bentuk injeksi konjungtiva.
Manifestasi klinis yang lebih buruk adalah hipoksia karena adanya kalsifikasi pada
paru – paru dan gagal ginjal karena nefrokalsinosis.6
A.3. Kalium
Kandungan kalium tubuh, kation intraseluler utama, berhubungan erat dengan massa
tubuh tanpa lemak. Karena kalium terletak intraseluler, perubahan kandungan kalium tubuh
yang terjadi bersama dengan pertumbuhan merupakan indeks terbaik massa seluler pada
umur-umur yang berbeda. Pada orang dewasa, 90% kalium tubuh total dapat dipertukarkan.
Komponen-komponen yang dapat dipertukarkan meliputi kalium intraseluler (89.6%) dan
kalium ekstraseluler : plasma (0.4%) dan limfa interstitial (1.0%). Sisa (10%) kalium tubuh
total tidak dapat dipertukarkan dan berada pada jaringan ikat padat dan tulang rawan (0.4%),
tulang (7.6%) dan sedikit sebagai kalium intraseluler (2%).1,6
Konsentrasi kalium intraseluler sekitar 150 mEq/L. Konsentrasi kalium ekstraseluler
(4 mEq/L) menimbulkan perbedaan konsentrasi yang tinggi antara kedua sisi membrane sel.
Perbedaan kalium intraseluler dan ekstraseluler yang dipertahankan oleh aktivitas Na, K.
ATPase, sangat penting untuk mempertahankan perbedaan potensial membrane istirahat antar
sisi membrane sel. Kalium sangat penting untuk eksitabilitas sel-sel saraf dan otot, dan untuk
kontraktilitas otot polos, rangka dan jantung. Karena kontribusi osmotik intraselulernya,
kalium juga penting untuk mempertahankan volume sel.6
13
ekstrarenal yang berkembang baik untuk mencegah terjadinya hiperkalemia berat dan
untuk menghindari toksisitas kalium. Pada 4-6 jam pertama setelah pemberian beban
kalium, hanya setengahnya yang diekskresi di ginjal. Sebagian kalium disekresi ke
traktus intestinal. Lebih dari 40% ditranslokasikan ke dalam sel, terutama sel hati dan
otot. Proses ini merupakan mekanisme perlindungan penting dan diatur oleh insulin
dan epinefrin, yang meningkatkan masukan kalium kedalam sel. Efek katekolamin
tampaknya ditengahi oleh reseptor beta. Rangsangan terhadap reseptor alfa-
adrenergik mengganggu pembuangan beban kalium akut ekstrarenal. Ginjal
mempertahankan kadar serum normal melalui kemampuan ginjal untuk menyaring,
resorpsi, dan ekskresi kalium dibawah pengaruh aldosteron.1,6
Keseimbangan asam-basa mempengaruhi pergerakan kalium intraseluler.
Asidosis sistemik mengakibatkan gerakan kalium keluar dari sel; alkalosis memberi
efek yang berlawanan. Untuk setiap 0.1 unit perubahan pH darah, konsentrasi kalium
plasma berubah 0.3-1.3 mEq/L ke arah yang berlawanan.6
Keseimbangan kalium kronis terutama diatur oleh ginjal, yang dapat mengatur
jumlah kalium yang diekskresi dalam rentang yang lebar. Dalam keadaan normal, laju
eksresi kalium dalam urin sekitar 10-15% dari yang difiltrasi. Dengan pemberian
sejumlah besar kalium, eksresi dalam urin mungkin lebih dari dua kali lipat jumlah
yang difilitrasi glomerulus. Sebaliknya, konsentrasi dalam urin dapat diturunkan
menjadi sangat rendah bila diperlukan penyimpanan kalium. Kalium difiltrasi bebas
di glomerulus. Konsentrasinya sepanjang tubulus kontortus proksimalis sama dengan
pada plasma, menunjukkan bahwa reabsorbsi kalium pada segmen nefron ini
sebanding dengan pada air, yaitu 60% atau lebih kalium yang difilitasi diabsorbsi
kembali. Konsentrasi kalium meningkat di lengkung henle. Namun, saat cairan
tubulus mencapai pangkal tubulus kontortus distalis, konsentrasi kaliumnya lebih
rendah daripada plasma. Dan jumlah kalium yang dihantarkan ke segmen nefron
sebelah distalnya kurang dari 10% beban filtrasi. Tubulus distalis dan duktus
koligentes mempunyai kemampuan ganda mensekresi dan mereasorbsi kalium.6
Kalium juga dibuang di tinja dan keringat. Namun, kalium tinja hanya
menyusun sebagian kecil jumlah total kalium yang diekskresi. Kolon manusia
berespon terhadap mineralokortikoid dengan menurunkan kandungan natrium dan
meningkatkan kandungan kalium tinja. Glukokortikoid mempunyai efek yang serupa.6
14
A.3.2. Fungsi 1
a. Mempertahankan keseimbangan air bersama dengan natrium,
b. Regulasi aktivitas neuromuskuler bersama dengan kalsium,
c. Menentukan potensial membran pada saraf dan otot,
d. Meningkatkan pertumbuhan seluler,
e. Meningkatkan massa otot dan penyimpanan glikogen,
f. Fungsi esensial pada pompa Na/K ATPase.
15
pertama kali pada otot-otot ekstremitas sebelum timbul pada otot-otot tubuh dan
respirasi. Dapat terjadi arefleksia, paralisis dan kematian akibat kegagalan otot-otot
pernapasan.6
Ileus paralitik dan dilatasi lambung menunjukkan adanya disfungsi otot polos.
Hipokalemia mempengaruhi metabolism protein dan menurunkan pelepasan hormone
pertumbuhan, memperberat terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak penderita
hipokalemia kroni, terutama pada sindrom Bartter. Rhabdomiolisis merupakan
komplikasi dramatic hipokalemia.6
Pada ginjal, defisiensi kalium mengakibatkan perubahan vacuolar epitel
tubulus. Bila berlangsung lama, akan mengakibatkan nefrosklerosis dan fibrosis
interstitial, suatu lesi patologis yang tidak dapat dibedakan dari pielonefritis kronis.
Kemampuan ginjal mengkonsentrasi atau mengencerkan urin berkurang,
menimbulkan poliuria dan polidipsi. Peningkatan reabsorbsi bikarbonat dan sekresi
ion hydrogen mengakibatkan alkalosis sistemik. Kehilangan kalium eksternal juga
akan mengakibatkan pergerakan kalium cairan intraseluler ke cairan ekstraseluler.
Kalium intraseluler digantikan sebagian oleh natrium, ion hydrogen, dan asam amino
dua basa. Bila perubahan tersebut berat, asidosis intraseluler sel-sel tubulus ginjal
dapat mengakibatkan pertukaran besar-besaran hydrogen intraseluler dengan natrium
cairan tubulus distalis, mengakibatkan asiduria, dengan peningkatan ekskresi
ammonia urin dan alkalosis sistemik.6
A.4. Natrium
Natrium merupakan kation utama pada cairan ekstraseluer. Konsentrasi natrium
serum normal berkisar antara 136 – 145 mEq/L. Sebesar 35 – 40% dari total natrium berada
pada tulang, tetapi natrium ini lebih sulit terjadi pertukaran pada natrium ini dibanding
natrium yang terdapat pada cairan ekstraseluler.1
16
angiotensin – aldosteron, sistem saraf simpatis, katekolamin dalam sirkulasi, dan
tekanan darah.1
Keseimbangan natrium sebagian diatur oleh aldosteron, sebuah hormon
mineralokortikoid yang disekresi korteks adrenal. Ketika kadar natrium darah naik,
reseptor haus di hipotalamus menstimulasi sensasi haus, dan ingesti cairan akan
mengembalikan natrium ke kadar normalnya. Estrogen juga mirip dengan aldosteron,
juga menyebabkan retensi natrium dan air.1
A.4.2. Fungsi
Sebagai ion utama pada cairan ekstraseluler, natrium meregulasi volume
cairan ekstraseluler dan plasma. Natrium juga penting untuk fungsi neuromuskuler
dan mempertahankan keseimbangan asam basa.1
Konsentrasi natrium ekstraselular lebih tinggi dari pada intraselular (normal
kadar natrium kira – kira 135 mEq/L, dimana kadar intraselular sekitar 10 mEq/L).
Pompa Na/K ATPase merupakan sistem transpor aktif yang bekerja untuk tetap
menjaga natrium di luar sel melalui pertukaran dengan kalium. Pompa Na/K ATPase
membutuhkan pembawa bagi natrium dan kalium dengan energi untuk berfungsi
dengan baik. Pengeluaran natrium dari sel membutuhkan transpor terfasilitasi berupa
glukosa, asam amino, dan nutrien lain ke dalam sel.1
17
A.4.5. Keadaan defisiensi 11
Defisiensi natrium biasanya tidak disebabkan karena jumlah dari mineral ini
kurang untuk dikonsumsi, tapi dari ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh. Hal ini
dapat disebabkan oleh pengeluaran cairan tubuh (dehidrasi) dari diare berat atau
muntah; penyalahgunaan obat pencahar atau selama pengobatan penyakit jantung
ataundarah tinggi yang mengurangi jumlah cairan.
Manifestasi defisiensi natrium pada saraf pusat adalah:
Gejala tahap awal : anoreksia, sakit kepala, mual, muntah.
Gejala tahap lanjut : respon lemah terhadap rangsang verbal dan nyeri,
halusinasi, inkontinensia, kejang.
Gejala tahap lebih lanjut : sikap dekortikasi dan deserebrasi, bradikardi,
perubahan regulasi suhu tubuh, dilatasi pupil, koma.
Pada sistem kardiovaskular, defisiensi natrium dapat menyebabkan hipotensi
dan takikardia, sedangkan pada sistem muskuloskeletal dapat menyebabkan
kelemahan dan kekakuan otot.
A.5. Magnesium
Magnesium merupakan kation intraseluler terbanyak kedua di dalam tubuh manusia
setelah kalium. Pada tubuh orang dewasa didapatkan 20 – 28 g magnesium, dimana 60%
terdapat di dalam tulang, 26% pada otot, sisanya pada jaringan lunak dan cairan tubuh. Kadar
normal magnesium dalam serum berkisar 1,5 – 2,1 mEq/L. Sebagian dari magnesium ini ada
dalam bentuk bebas, sepertiga dari sisanya terikat dengan albumin, dan sisa lainnya berada
dalam bentuk kompleks dengan sitrat, fosfat, dan anion lainnya. Homeostasis magnesium
diatur oleh absorpsi intestinal dan ekskresi ginjal.1
18
a. Status magnesium dalam suatu individu,
b. Jumlah magnesium dalam diet,
c. Komposisi keseluruhan diet.
Tidak ada sistem homeostatik tertentu yang mengatur kadar magnesium dalam
tubuh, pemeliharaan kadar magnesium ini hanya tergantung dari absorpsi, ekskresi,
dan fluks kation transmembran. Secara primer, ekskresi dari magnesium diatur oleh
ginjal. (Gambar 3)
Gambar 3. Regulasi magnesium dalam tubuh manusia (Sumber: Krause’s Food and Nutrtion
therapy, 12th ed, p.111)
A.5.2. Fungsi
Fungsi utama dari magnesium adalah menstabilisasi struktur ATP pada reaksi
yang dependen ATP. Fungsi – fungsi lainnya dari magnesium antara lain:
a. Sebagai kofaktor lebih dari 300 enzim yang terlibat dalam metabolisme,
b. Sintesis asam lemak dan protein,
c. Fosforilasi glukosa dan derivatnya pada glikolisis dan reaksi transketolase,
d. Formasi cAMP,
e. Proses transmisi dan aktivitas neuromuskuler,
f. Sebagai relaksan pada kontraksi otot,
g. Bloker kanal kalsium fisiologis,
h. Meningkatkan densitas tulang.
19
A.5.3. Dietary Reference Intake (DRI) 1
a. Bayi : 30 – 75 mg/hari
b. Anak – anak usia muda : 80 – 130 mg/hari
c. Anak – anak usia lanjut dan remaja : 240 – 410 mg/hari
d. Dewasa : 310 – 400 mg/hari
e. Wanita hamil : 350 – 400 mg/hari
f. Menyusui : 310 – 360 mg/hari
Table 3. Beberapa sumber magnesium pada makanan (Sumber: National Institute of Health)
Food Miligrams (mg) Percent Daily
per serving Value (DV)
Almonds, dry roasted, 1 ounce 80 20
Spinach, boiled, ½ cup 78 20
Cashews, dry roasted, 1 ounce 74 19
Peanuts, oil roasted, ¼ cup 63 16
Soymilk, plain or vanilla, 1 cup 61 15
Avocado, cubed, 1 cup 44 11
Potato, baked with skin, 3.5 ounces 43 11
Rice, brown, cooked, ½ cup 42 11
Salmon, Atlantic, farmed, cooked, 3 ounces 26 7
Chicken breast, roasted, 3 ounces 22 6
Beef, ground, 90% lean, pan broiled, 3 ounces 20 5
20
Defisiensi berat dari magnesium dapat memberikan manifestasi seperti tremor,
spasme otot, perubahan kepribadian, anoreksia, mual dan muntah, serta tetani,
myoclonic jerks, gerakan athetoid, kejang, dan koma. Hipokalsemia dan retensi
natrium juga bisa terjadi.1
Peningkatan PTH juga dapat terjadi sehingga menyebabkan gangguan
responsivitas tulang dan ginjal terhadap PTH, penurunan kadar 1,25 dihidroksivitamin
D3 serum, gangguan pembentukkan kristal hidroksiapatit, dan gangguan pertumbuhan
tulang pada usia muda atau osteoporosis pada usia lanjut.1
B. MIKROMINERAL
B.1. Besi
Besi telah dikenal sebagai mineral esensial sejak dahulu dan saat ini banyak pula
ditemukan defisiensi besi nutrisional dan anemia defisiensi besi, dimana anemia defisiensi
besi merupakan penyakit defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan. Pada orang dewasa,
terdapat dua tempat penyimpanan utama zat besi yaitu kandungan besi fungsional pada
hemoglobin, mioglobin, dan enzim – enzim, serta simpanan dalam bentuk feritin,
hemosiderin, dan transferin. Kadar zat besi pada pria sehat berkisar 3,6 g dari total zat besi
pada tubuh dan berkisar 2,4 g pada wanita.1
Kadar zat besi dalam tubuh wanita jumlahnya lebih sedikit dibanding pria (Tabel 3).
Zat besi disimpan dalam jumlah yang besar dalam tubuh manusia, 90% dari total zat besi
akan disimpan dan dipakai ulang tiap harinya dan 10% sisanya akan diekskresikan terutama
lewat cairan empedu.1
Tabel 3. Jumlah zat besi fungsional dan cadangan pada pria dan wanita (Sumber:
Krause’s Food and Nutrtion therapy, 12th ed, p. 114)
Pria Wanita
Jenis zat besi (mg) (%) (mg) (%)
Fungsional
21
Hemoglobin 2300 64 1700 73
Mioglobin 320 9 180 8
Enzim heme 80 2 60 3
Enzim nonheme 100 3 80 3+
Simpanan
Feritin 540 15 200 9
Hemosiderin 230 6 100 4
Transferin 5 <1 4 <1
TOTAL 3575 100 2314 100
22
Gambar 4. Proses absorpsi zat besi (Sumber: Krause’s Food and Nutrition Therapy,
12th ed, p. 115)
Efisiensi absorpsi dari zat besi non heme (tidak untuk heme) diatur oleh
mukosa usus dimana zat besi yang akan masuk ke darah dari feritin sitosolik sesuai
dengan kebutuhan tubuh. Sebuah hormon peptida berukuran kecil, Hepcidin yang
diproduksi hati dapat menginhibisi absorpsi zat besi. Produksi hormon ini bergantung
pada jumlah besi yang tersimpan dalam hati. Sinyal lainnya untuk meregulasi absorpsi
zat besi antara lain adalah saturasi transferin atau presentase besi yang terikat dengan
transferin (Gambar 5). 1
Terdapat beberapa faktor lain yang dapat mempercepat absorpsi zat besi
terutama zat besi non heme, seperti:1
a. Kandungan asam askorbat dan asam etilendiamintetraasetat (EDTA),
b. Gula – gula dan asam amino yang mengandung sulfur,
c. Meat factor (asam amino spesifik atau produk digestif berupa dipeptida),
d. Whey protein (lactalbumin) yang terkandung di dalam ASI,
e. Derajat keasaman lambung,
f. Keadaan hamil dan dalam masa pertumbuhan,
g. Keadaan defisiensi zat besi.
Sementara beberapa faktor yang menghambat absorpsi zat besi antara lain
adalah oksalat, tannin yang terkandung di dalam teh, dan keadaan gangguan pada
absorpsi lemak yang mengakibatkan steatorea.1
23
Gambar 5. Regulasi zat besi dalam tubuh manusia (Sumber: Krause’s Food and Nutrition
Therapy, 12th ed, p. 116)
B.1.2. Fungsi
Zat besi memilik berbagai fungsi antara lain adalah kemampuannya untuk
terlibat dalam reaksi oksidasi reduksi, tetapi zat besi juga memiliki efek yang kurang
baik karena kemampuannya untuk dapat terikat dengan oksigen, zat besi memiliki
potensial untuk merusak membran sel bahkan mendegradasi DNA. Beberapa fungsi
lainnya dari zat besi ini antara lain adalah:
a. Sebagai penyusun hemoglobin dan mioglobin,
b. Sebagai komponen aktif dari enzim – enzim sitokrom yang terlibat dalam
proses respiratorik seluler dan pembentukkan ATP,
c. Terlibat dalam pembentukkan imunitas dan perkembangan kognitif.
24
protoporfirin dalam sel darah merah akan meningkat, sedangkan konsentrasi
hemoglobin dalam retikulosit akan menurun. Pada tahap ketiga ID, terjadi anemia
defisiensi besi dimana konsentrasi hemoglobin darah akan berkurang dan morfologi
sel darah merah akan terpengaruh menyebabkan terjadinya anemia mikrositik
hipokrom.12
Pucat adalah tanda yang paling penting dari kekurangan zat besi. Pagofagia,
keinginan untuk menelan zat yang tidak biasa seperti es atau kotoran, mungkin ada.
Ketika hemoglobin turun di bawah 5 g / dL, anak menjadi mudah marah dan
anoreksia. Terjadi takikardia dan pelebaran jantung, dan murmur sistolik sering
ditemukan.6
Kekurangan zat besi dapat memiliki efek pada neurologis dan fungsi
intelektual. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa anemia defisiensi besi, dan bahkan
defisiensi besi tanpa anemia, mempengaruhi rentang perhatian, kewaspadaan, dan
daya belajar pada bayi dan remaja. Dalam uji coba terkontrol, gadis remaja dengan
kadar feritin serum 12 ng/L atau kurang tetapi tanpa anemia membaik dalam pelajaran
verbal dan memori setelah mendapat suplementasi besi selama 8 minggu.6
Beberapa manifestasi klinis mungkin terkait dengan peran zat besi dalam
reaksi enzimatik tertentu. Monoamine oxidase (MAO), sebuah enzim tergantung besi,
memiliki peran penting dalam reaksi neurokimia di sistem saraf pusat. Kekurangan
zat besi menyebabkan penurunan kegiatan enzim seperti katalase dan sitokrom.6
Zat besi memiliki banyak fungsi penting dalam sistem kekebalan tubuh, dan
diduga pada ID terjadi gangguan dari sekresi sitokin, dan mengurangi aktivitas
makrofag bakterisida dan proliferasi sel T. Namun, tidak ada studi klinis yang
memperkuat bahwa ID meningkatkan risiko infeksi. Sebaliknya, pemberian suplemen
zat besi dalam beberapa penelitian dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi.12
25
B.2. Zinc
Zinc terdistribusi secara luas dalam tubuh manusia dan menduduki peringkat kedua
setelah zat besi. Tubuh manusia kira – kira mengandung 2 – 3 g zinc dengan kadar tertinggi
pada hati, pankreas, ginjal, tulang, dan otot. Zinc merupakan salah satu ion intraseluler primer
dan fungsinya berkaitan dengan aktivitas kira – kira 300 enzim pada tubuh manusia. Zinc
terdapat dalam jumlah banyak pada sitosol tetapi dalam bentuk terikat oleh protein dan
jumlahnya sebanding dengan jumlah bentuk ionik yang bebas.1
Gambar 6. Proses absorpsi zinc (Sumber: Krause’s Food and Nutrition Therapy, 12 th ed,
p.122)
26
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses absorpsi zinc, seperti
kadar zinc yang terdapat dalam makanan dan adanya substansi yang menghambat
penyerapan seperti phytate. Makanan yang kaya protein akan membentuk kompleks
zinc – asam amino yang akan membuat zinc menjadi bentuk yang lebih mudah
dicerna. Keadaan hamil dan menyusui akan membuat absorpsi zinc meningkat.
Tembaga dan kadmium berkompetisi dengan karier yang sama, kadar besi, kalsium,
dan asam folat yang tinggi disertai asupan zinc yang rendah juga akan menurunkan
absorpsi zinc. Absorpsi zinc akan meningkat dengan adanya glukosa atau laktosa,
protein kacang kedelai, daging, dan red wine.1
Proses transpor zinc diperankan oleh albumin, selain itu dalam jumlah sedikit
juga oleh transferin dan α2-makroglobulin. Zinc dalam darah terdapat terutama di
dalam eritrosit dan leukosit, zinc dalam plasma berada dalam bentuk aktif secara
metabolik dan berfluktuasi sesuai respon terhadap asupan dari makanan dan adanya
cedera atau inflamasi. Ekskresi dari zinc hampir secara keseluruhan melalui feses.
Peningkatan ekskresi melalui urin juga pernah ditemukan pada pasien dengan
nefrosis, diabetes, alkaholism, sirosis hepatik, dan porfiria. Ekskresi melalui urin ini
terjadi karena adanya asam amino spesifik seperti sistein yang mengikat zinc dan
histidin.1
B.2.2. Fungsi 1
Fungsi utama zinc adalah sebagai ion intraseluler primer yang berkaitan
dengan lebih dari 300 lebih enzim dalam tubuh dan pengatur aktivitasnya. Zinc juga
berpartisipasi dalam berbagai reaksi sintesis dan degradasi metabolit – metabolit
utama seperti karbohidrat, lipid, protein, dan asam nukleat. Zinc juga memiliki
banyak fungsi lain seperti:
a. Menjadi komponen penyusun beberapa protein dan sebagai molekul sinyal
intraseluler pada otak,
b. Stabilisasi struktur protein dan asam nukleat serta integritas organel
subseluler,
c. Proses transportasi, fungsi imun, dan ekspresi gen,
d. Aktivitas osteoblas dan enzim pembentuk tulang (alkali fosfatase), dan proses
kalsifikasi yang adekuat.
27
B.2.3. Dietary Reference Intake (DRI) 1
a. Bayi dan anak – anak usia muda : 2 – 5 mg/hari
b. Anak – anak usia lanjut dan remaja : 8 – 11 mg/hari
c. Dewasa : 8 – 11 mg/hari
d. Wanita hamil : 11 – 13 mg/hari
e. Menyusui : 12 -14 mg/hari
B.2.4. Sumber makanan
Zinc banyak dikandung oleh makanan – makanan seperti daging, ikan, unggas,
sereal yang difortifikasi, susu dan produk olahan susu. Selain itu juga tiram, kerang –
kerang lainnya, hati, padi – padian, kacang – kacangan kering, serta kacang kedelai
juga banyak mengandung zinc.1
Secara umum, daging dan ikan adalah sumber zinc yang terbaik dan zinc yang
didapatkan dari protein hewani lebih baik absorbsinya dibandingkan dengan sumber
dari sayuran. Phytate dan serat (fiber) dalam makanan menurunkan absorbsi zinc dan
menggunakan protein kedelai sebagai daging dan pengganti susu mungkin
memberikan efek zinc alami. Kuantitas substansial zinc dapat hilang selama proses
makanan, seperti pada penggilingan gandum dan pengilangan gula. Roti tawar putih,
gula halus, sayuran dari kacang-kacangan dan buah relatif memiliki kandungan zinc
yang sedikit.13
Konsentrasi zinc di dalam kolostrum mencapai 20 mg/liter, dan pada ASI rata-
rata memiliki 3mg/liter untuk 1-2 bulan awal menyusui. Pada susu sapi konsentrasi
zinc antara 2 sampai 7 mg/liter, dengan rata-rata 3,5 mg/liter. Terdapat beberapa bukti
bahwa bioavaibilitas zinc untuk bayi kurang dari susu sapi dibandingkan ASI. Susu
sapi formula sekarang umunya dilengkapi dengan zinc ke level 3 sampai 4 mg/liter,
dan suplemen yang lebih besar telah ditambahkan ke formula berbasis kedelai.13
28
metabolisme zinc. Defisiensi zinc juga ditemukan pada acrodermatitis enteropathica,
kelainan autosomal resesif yang memiliki karakteristik malabsorpsi zinc yang
mengakibatkan manifestasi lesi kulit eksematoid, alopesia, diare, infeksi jamur dan
bakterial, dan kematian bila tidak ditanggulangi (Gambar 7). Gejala lainnya yang
diakibatkan oleh defisiensi zinc antara lain adalah gangguan sistem imun seperti,
atrofi timus, limfopenia, respon proliferasi limfosit yang menurun, sel – sel T helper
yang berkurang, aktivitas sel NK yang menurun, hormon timus yang anergi dan
defisit.1,13
Gambar 7. Manifestasi kulit pada defisiensi zinc (Sumber: Krause’s Food and
Nutrition Therapy, 12th ed, p. 124)
29
terhenti, dan mungkin terdapat gejala salah satu atau semua dari enteropathica
acrodermatitis.13
B.3. Iodium
Pada keadaan normal, tubuh mengandung kira – kira 20 – 30 mg iodium dengan 75%
terdapat pada kelenjar tiroid dan sisanya terdistribusi luas di tubuh terutama pada kelenjar
mammae pada masa menyusui, mukosa gaster, dan darah.1
B.3.2. Fungsi
Iodin merupakan komponen esensial dari hormone yang diproduksi oleh
kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan mamalia, termasuk manusia.
Iodin tersimpan di dalam kelenjar tiroid dan digunakan untuk sintesis dari hormon
tiroid yaitu triioditironin (T3) dan tiroksin (T4). Uptake dari iodin ini dihambat oleh
goitrogen yang secara alami terdapat di dalam makanan. Degradasi hormon tiroid ini
terjadi di sel target dan hati.1,14
30
c. Dewasa : 150 mcg/hari
d. Wanita hamil : 220 mcg/hari
e. Menyusui : 290 mcg/hari
Tabel 4. Kelainan defisiensi iodin, menurut kelompok umur (Sumber: Seminars in Cell &
Developmental Biology)
Kelompok Konsekuensi kesehatan defisiensi iodin
umur
Semua umur Goiter
Peningkatan kerentanan kelenjar tiroid terhadap radiasi nuklir
Fetus Aborsi
31
Lahir mati (stillbirth)
Anomali kongenital
Mortalitas perinatal
Neonatus Mortalitas neonatus
Kreatinisme endemic
Anak dan Gangguan fungsi mental
remaja Keterlambatan perkembangan fisik
Dewasa Gangguan fungsi mental
Penurunan produktivitas kerja
Toxic nodular goiter; hipertiroidisme terinduksi-iodin
Peningkatan kejadian hipotiroidisme pada defisiensi iodin sedang-berat;
penurunan kejadian hipotiroidisme pada defisiensi iodin ringan-sedang
Beberapa gangguan yang dapat terjadi akibat defisiensi iodium seperti goiter,
gangguan kognitif, bahkan sampai retardasi mental. Goiter merupakan pembesaran
kelenjar tiroid yang biasa terjadi pada daerah dengan asupan goitrogen yang tinggi
atau akibat peningkatan kebutuhan iodium untuk pembentukkan hormon tiroid.
Keadaan defisiensi berat selama masa gestasi dapat menimbulkan kretinisme pada
bayi yang memiliki karakteristik seperti defisit mental, diplegia atau paraplegia
spastik, bisu dan tuli, disartria, shuffling gait, perawakan pendek, hipotiroidisme, serta
retardasi pada fungsi intelektual dan maturasi neuromotorik.1
Hormon tiroid memiliki sangat banyak efek pentnig dalam perkembangan otak
yang meliputi percepatan mielinisasi dan meningkatkan migrasi, diferensiasi, dan
maturasi sel. Mereka memodulasi ekspresi gen yang terlibat dalam plastisitas sinaptik
dan memori. Hipocampus sangat penting dalam belajar karena membantu dalam
mengintegrasikan informasi spasial dan kontekstual. Dalam model hewan,
hipotiroidisme in utero dan pada periode awal postnatal secara ireversibel mengubah
perkembangan sinaptik dan mengurangi jumlah sel hipokampus. Hipotiroidisme
memiliki efek buruk pada kognisi sepanjang siklus hidup.14
32
beberapa kasus goiter terbentuk perlahan karena asupan iodium yang tinggi melebihi
kebutuhan fisiologis pada waktu yang lama.
B.4. Mangan
Mangan terkonsentrasi dominan di dalam jaringan yang kaya akan mitokondria
sebanyak 10 – 20 mg.1
B.4.2. Fungsi
Mangan merupakan komponen dari banyak enzim termasuk glutamin
sintetase, piruvat karboksilase, dan superoksida dismutase pada mitokondria. Mangan
juga berperan dalam pembentukkan jaringan ikat dan skeletal, proses pertumbuhan
dan reproduksi, serta metabolisme lipid dan karbohidrat.1
33
B.4.5. Keadaan defisiensi 1
a. Sterilitas,
b. Abnormalitas skeletal,
c. Ataksia,
d. Penurunan berat badan,
e. Dermatitis transien,
f. Mual dan muntah.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Mahan LK, Stump SE. Krause’s Food and Nutrition Therapy. 12th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2008, Chapter 3, The Nutrients and Their
Metabolism; p. 103 – 25, 127 – 9, 131 – 2; Chapter 4, Water, Electrolytes, and Acid –
Base Balance; p. 150 – 1, 152.
2. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2005.
3. Robinson CH, Lawler MR., Chenoweth WL, Garwick AE. Normal and therapeutic
nutrition. 17th ed. New York: Macmillan; 1990.
4. Greer FR, Krebs NF. Optimizing Bone Health and Calcium Intakes of Infants,
Children, and Adolescents. Pediatrics. 2006 [cited 2015 June 26]; 117;578. DOI:
10.1542/peds.2005-2822. Available at:
http://pediatrics.aappublications.org/content/117/2/578.full.html
5. Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: FK UI; 2001.
6. Robert M. Kliegman, Bonita F. Stanson, Nina F. Schor, Joseph W. St. Geme III,
Richard E Berhman. Nellson Textbook of Pediatrics 19th ed. US: Elsevier; 2011.
7. Pudjiadi, S. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ilmu Gizi Klinis pada Anak.
Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.
8. Krucik G. Phosphorus in Your Diet [Internet]. 2012 [cited 2015 June 27]. Available
from: www.healthline.com/health/phosphorus-in-diet#toomuchphosphorus6.
9. Dwijayanthi L. Ilmu Gizi Menjadi Sangat Mudah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2013.
10. Centers for Disease Control and Prevention. Sodium and Potassium Intakes Among
US Infants and Preschool Children, 2003-2010. 2013 [cited 27 June 2015]. Available
from: http://www.cdc.gov/salt/pdfs/mmwr_journal_highlights.pdf
11. Vellaichamy M. Pediatric Hyponatremia. 2014 [cited 2015 June 28]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/907841-overview
12. Damellof M, Braegger C, et al. Iron Requirements of Infants and Toddlers. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2014 [cited 2015 June 28];
10.1097/MPG.0000000000000206. Available from:
http://journals.lww.com/jpgn/Fulltext/2014/01000/Iron_Requirements_of_Infants_and
_Toddlers.28.aspx
13. Barness LA, et al. Zinc. 1978 [cited 2015 June 26]; 62;408. Available from:
http://pediatrics.aappublications.org/content/62/3/408.full.pdf+html
35
14. Zimmermann MB. The Role of Iodine in Human Growth and Development. Seminars
in Cell & Developmental Biology. 2011 [cited 2015 June 28]; 645-652. Available
from:
http://www.iccidd.org/cm_data/2011_Zimmermann_The_role_of_iodine_in_human_
growth_and_development_SCDB.pdf
15. Christianson A, Kaczor T. Nutrient Profile: Iodine. Natural Medicine Journal. 2011
[cited 2015 June 28]; 2157-6769. Available from:
http://naturalmedicinejournal.com/journal/2011-04/nutrient-profile-iodine
36