Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya,
yang memungkinkan referat ini dapat diselesaikan.
Referat yang berjudul “Peran Mineral bagi Balita” ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumangara periode 22 Juni 2015 – 4 Juli 2015.
Dalam penulisan referat ini, penulis telah mendapat bantuan, bimbingan, dan kerja
sama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
 Dr.dr. Meilani Kumala, MS. Sp.GK
 dr. Idawati Karjadidjaja, MS. Sp.GK
 Semua pihak yang telah membantu meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dalam proses penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam referat ini masih terdapat banyak sekali kekurangan,
baik mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Oleh karena itu segala kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Akhir kata, penulis
ucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu sampai selesainya referat ini.
Semoga referat ini berguna bagi kita semua.

Jakarta, Juni 2015

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

Mineral menyusun 4 – 5% dari berat badan seseorang, dimana 50% dari total mineral
ini adalah kalsium, dan 25% lainnya merupakan fosfat. Mineral-mineral ini terdapat di tubuh
manusia dalam berbagai bentuk, seperti kation, anion, dan sebagian lainnya merupakan
komponen dari material organik.
Nutrien mineral secara tradisional terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Makromineral, yaitu mineral dengan kebutuhan ≥ 100 mg/hari.
Makromineral terdiri dari 7 mineral, yaitu kalsium, fosfat, magnesium, natrium,
kalium, klorida, dan sulfur.
2. Mikromineral / Trace elements, yaitu mineral dengan kebutuhan < 15 mg/hari.
Mikromineral terdiri dari 11 mineral, yaitu besi, zinc, iodin, selenium, mangan, fluor,
molybdenum, tembaga, kromium, kobalt, dan boron.
Mineral memegang fungsi yang esensial bagi fungsi tubuh manusia, meskipun
beberapa dari mineral ini belum diketahui seberapa pasti besar kebutuhannya bagi tubuh
manusia. Oleh karena itu, konsumsi mineral yang adekuat (Tabel 1) perlu untuk diperoleh
anak karena mineral memegang peranan penting dalam berbagai sistem tubuh, termasuk
sistem-sistem tertentu yang masih berkembang selama masa pertumbuhan anak.

Tabel 1. Mineral Dietary Reference Intakes (DRI)


Nutrien 0 – 6 bulan 6 – 12 bulan 1 – 3 tahun
Kalsium (mg) 210 270 500
Fosfor (mg) 100 275 460
Magnesium (mg) 30 75 80
Besi (mg) 0,27 11 7
Zinc (mg) 2 3 3
Iodin (mcg) 110 130 90
Selenium (mcg) 15 20 20
Fluor (mg) 0,01 0,5 0,7
Mangan (mg) 0,003 0,6 1,2
Copper (mcg) 200 220 340

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. MAKROMINERAL
A.1. Kalsium
Kalsium merupakan mineral terbanyak di dalam tubuh manusia dengan konsentrasi
sebesar 1,5 – 2% dari total berat badan dan 39% dari seluruh mineral yang ada, dan 99%
terdapat pada tulang dan gigi, lalu 1% berada pada darah dan cairan ekstraseluler.1
A.1.1. Absorpsi, transpor, penyimpanan, dan ekskresi
Penyerapan kalsium terjadi di seluruh bagian usus halus, tetapi absorpsi
terbaik terjadi pada duodenum karena keadaan pada daerah tersebut lebih asam.
Kalsium juga diabsorpsi dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam kolon. Absorpsi
kalsium terjadi dengan dua mekanisme, yaitu:1
a. Transpor aktif
Mekanisme ini terjadi di dalam lumen usus dengan konsentrasi kalsium
lumen yang rendah yaitu di duodenum dan jejunum bagian proksimal.
Mekanisme ini terjadi dengan adanya aktivitas 1,25-dihidroksivitamin D3.
Vitamin ini meningkatkan uptake kalsium pada brush border sel mukosa usus
dengan menstimulasi produksi dari Calbindins dan mekanisme lainnya. Transpor
aktif ini biasanya terjadi ketika asupan kalsium rendah.
b. Transpor pasif (paracellular transfer)
Mekanisme ini terjadi di dalam lumen usus dengan konsentrasi kalsium
lumen yang tinggi dan tidak tergantung dengan aktivitas vitamin D. Ketika asupan
kalsium sangat tinggi, mekanisme transpor pasif ini akan lebih mendominasi pada
proses absorpsi kalsium yang ada.
Faktor – faktor yang mempengaruhi absorpsi kalsium antara lain: 1
a. Besarnya kebutuhan dan jumlah asupan,
b. Jumlah intake vitamin D3 dan paparan terhadap sinar matahari,
c. Penuaan (aklorhidria),
d. Bentuk molekul kalsium,
e. Laktosa meningkatkan absorpsi kalsium,
f. Adanya konstituen lain pada makanan yang dapat mempresipitasi kalsium
(contoh: oksalat dan fitat) atau adanya asam lemak bebas,

3
g. Serat pada makanan meningkatkan absorpsi kalsium,
h. Medikasi,
i. Malnutrisi.
Setelah diabsorpsi, kalsium akan berada dalam sirkulasi pembuluh darah.
Kalsium serum memiliki tiga bentuk utama dalam serum, yaitu kalsium bebas dalam
bentuk ion (47,6%), kompleks kalsium dengan anion (6,4%), dan kalsium terikat
albumin (3%). Kadar kalsium total dalam serum dipertahankan dalam batas yang
sempit, 8,8 – 10,8 mg/dl dengan kadar kalsium ion sebesar 4,4 – 5,2 g/dl.1
Regulasi kalsium serum dikendalikan mayoritas oleh hormon paratiroid (PTH)
dan sebagian kecil oleh kalsitonin, vitamin D, estrogen, dan beberapa hormon lainnya.
Ketika terjadi penurunan kalsium serum, PTH akan menstimulasi pelepasan kalsium
dari tulang ke dalam darah, meningkatkan resorpsi kalsium pada ginjal, dan
meningkatkan produksi dari vitamin D (Gambar 1). Hormon – hormon lainnya seperti
glukokortikoid, hormon – hormon tiroid (T3 dan T4), dan penurunan estrogen dapat
meningkatkan pelepasan kalsium dari tulang.1

Gambar 1. Regulasi kalsium serum dalam tubuh manusia (Diambil dari: Krause’s
Food and Nutrtion therapy, 12th ed, p.104)

4
Kelebihan dari kalsium yang ada dalam tubuh manusia akan dibuang. Ekskresi
dari kalsium dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain:1
a. Ekskresi melalui ginjal, sebesar 50% dari intake kalsium total,
b. Kehilangan lewat kulit, terjadi lewat penguapan dari kulit dan keringat.

A.1.2. Fungsi
Intake kalsium adekuat lewat makanan sangat diperlukan untuk mendapatkan
hasil massa tulang yang optimal pada masa remaja dan prepubertas, hal ini terutama
sangat berperan bagi wanita karena ada kecenderungan wanita untuk menopause dan
osteoporosis nantinya. Tambahan kalsium juga diperlukan pada wanita hamil dan
menyusui, bayi, anak – anak, serta remaja yang berfungsi dalam membangun tubuh,
memelihara tulang dan gigi, serta berperan dalam fungsi metabolik penting lainnya.
Kalsium juga mempengaruhi fungsi transport membran sel, transmisi ion melewati
membran organel – organel sel, pelepasan neurotransmiter pada sinaps, fungsi –
fungsi hormonal, dan aktivasi serta pelepasan enzim – enzim intra dan ekstraseluler.1
Fungsi lainnya dari kalsium antara lain transmisi sel saraf dan regulasi fungsi
otot jantung. Keseimbangan antara kadar kalsium, natrium, kalium, dan magnesium
memelihara tonus otot rangka dan mengontrol iritabilitas sel saraf. Peningkatan
kalsium serum secara signifikan dapat menyebabkan gagal jantung dan napas,
sementara penurunan bermakna dari kalsium dapat mengakibatkan tetani dari otot –
otot rangka. Ion kalsium menstimulasi pembentukkan bekuan darah melalui pelepasan
tromboplastin dari trombosit, serta berfungsi sebagai kofaktor dalam reaksi enzimatik
perubahan protrombin menjadi trombin. Diet tinggi kalsium juga dapat menurunkan
prevalensi overweight dan obesitas melalui mekanisme depresi PTH dan 1,25
hidroksivitamin D yang berakibat inhibisi lipogenesis dan peningkatan lipolisis serta
meningkatan ekskresi lemak feses karena pembentukan sabun.1
Proses pembentukan tulang dibentuk dalam 2 proses terpisah yaitu
pembentukan matriks dan mineralisasi. Tahap pertumbuhan janin merupakan awal
pembentukan matriks. Bentuknya sama dengan tulang tetapi masih lunak dan lentur
hingga mencapai kelahiran. Matriks mengalami kalsifikasi setelah kelahiran dan
membentuk kristal mineral. Kristal tersebut terdiri atas kalsium fosfat dan kalsium
hidroksida yang dinamakan hidroksiapatit [(3Ca 3(PO4)2. Ca(OH)2]. Kalsium dan
fosfor merupakan mineral utama dalam ikatan ini dan keduanya harus berada dalam
jumlah yang cukup di dalam cairan yang mengelilingi matriks tulang.2

5
Gigi memiliki struktur lengkap yang terdiri dari matriks protein dan garam-
garam mineral terutama kalsium dan fosfat sebagai hidroksiapatit. Pertumbuhan gigi
dimulai sejak bulan kedua pada masa intrauterin dan berlanjut hingga usia 16 tahun.
Sel dari organ enamel secara aktif mensintesis protein, RNA, dan DNA selama
periode tersebut. Sepanjang periode tersebut dibutuhkan persediaan nutrisi yang
memadai sehingga harus tercukupi sampai pertengahan remaja. Kekurangan nutrisi
selama periode tersebut dapat mengakibatkan gangguan sintesis protein atau
kalsifikasi dan menghasilkan kecacatan pada satu atau lebih gigi. Vitamin A, D,
protein, dan mineral kalsium serta fosfat sangat dibutuhkan pada pembentukan gigi.
Gigi sulung bayi mengalami mineralisasi lengkap pada akhir tahun pertama,
sedangkan waktu kalsifikasi gigi tetap bervariasi selama masa anak dan remaja.3
Proses penyerapan kalsium pada gigi sangat lambat, tidak seperti penyerapan
kalsium pada tulang yang berlangsung relatif cepat. Lambatnya penyerapan kalsium
gigi membuktikan bahwa fetus tidak mengambil kalsium dari gigi ibunya.3

A.1.3. Dietary Reference Intake (DRI) 1


a. Bayi dan anak – anak usia muda : 210 – 800 mg/hari
b. Anak – anak usia lanjut dan remaja : 1300 mg/hari
c. Dewasa : 1000 – 1200 mg/hari
d. Wanita hamil : 1000 – 1300 mg/hari
e. Menyusui : 1000 – 1300 mg/hari

A.1.4. Sumber makanan


Kalsium banyak ditemukan dalam makanan-makanan berikut ini:1
a. Susu sapi dan produk olahan susu lainnya,
b. Sayur – sayuran berdaun hijau gelap (kale, brokoli),
c. Kacang almond,
d. Remis,
e. Ikan sarden bertulang kecil dan salmon kaleng,
f. Tiram,
g. Pisang.

6
Tabel 2. Perkiraan Jumlah Kalsium pada Makanan yang Kaya Akan Kalsium (Sumber:
Departemen Agrikultur AS)
Food Serving Size Calcium No. of Servings
Content to Equal
(mg) Calcium Content
in 1 Cup of Low
Fat Milk
Dairy foods
Whole milk 1 cup (244 g) 246 1.0
Low fat (1%) milk 1 cup (244 g) 264 -
Nonfat milk 1 cup (245 g) 223 1.2
Yogurt, nonfat, fruit variety 6 oz (170 g) 258 1.0
Frozen yogurt, vanilla, soft serve ½ cup ( 72 g) 103 2.6
Cheese 1.1 oz slice (28 202 1.3
g)
Nondairy foods
Salmon, canned, drained 3 oz (85 g) 203 1.3
White beans, cooked, boiled 1 cup (1.79 g) 161 1.6
Broccoli, cooked 1 cup (156 g) 62 4.3
Collards, cooked, boiled, drained 1 cup (190 g) 266 1.0
Baked beans, canned 1 cup (253 g) 127 2.1
Tomatoes, canned, stewed 1 cup (255 g) 87 3.0

A.1.5. Keadaan defisiensi


Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan
peningkatan kadar PTH dalam darah sehingga terjadi gangguan pertumbuhan tulang
dan gigi. Tulang kurang kuat dan mudah rapuh. Hal ini memberikan manifestasi
seperti osteomalasia, faktor risiko beberapa penyakit kronis meningkat seperti kanker
kolon dan hipertensi, serta obesitas epidemik yang berakhir pada osteoporosis.1,2
Manifestasi klinis defisiensi kalsium pada bayi antara lain adalah:3,4
 Tonus otot yang lemah
 Henti napas (apneu)
 Tidak kuat menghisap

7
 Sulit makan
 Kekakuan pada tubuh (tetani) jika kadar kalsium kurang dari 7mg/dl atau bila
kadar fosfor meningkat
 Tremor atau twitching
 Kejang
Sedangkan manifestasi klinis pada anak berupa:4
 Bertubuh pendek 
 Kulit kering
 Rambut kering
 Brittle nails
 Kram otot
 Kesemutan pada jari tangan dan kaki
 Katarak
 Enamel gigi rapuh
 Kejang

A.1.6. Keadaan toksisitas


Asupan kalsium yang terlalu tinggi ( >2000 mg/hari) terutama pada orang –
orang dengan kadar vitamin D yang tinggi sangat berpotensi untuk terjadi
hiperkalsemia. Hal ini dapat mengakibatkan beberapa manifestasi seperti kalsifikasi
berlebih pada jaringan lunak terutama pada ginjal yang dapat mengancam nyawa,
peningkatan terjadinya fraktur pada lansia, gangguan absorpsi beberapa kation lain
(seperti besi, zinc, dan mangan), dan timbulnya konstipasi.1
Konsumsi kalsium lebih dari 2500 mg per hari dapat menyebabkan batu ginjal
atau gangguan ginjal dan konstipasi atau susah buang air besar. Kelebihan kalsium
juga dapat mencegah koagulasi darah dan mengganggu pencernaan pada anak.
Pengaruh negatif juga terjadi pada penyerapan seng, besi, dan mangan.2

A.2. Fosfor
Fosfor merupakan mineral esensial kedua terbanyak yang ada di dalam tubuh manusia
setelah kalsium, yaitu sekitar 700 g berada di dalam jaringan orang dewasa dan kira – kira
85% berada di dalam tulang dan gigi dalam bentuk kristal kalsium fosfat dan 15% sisanya
ada di dalam sel – sel yang aktif secara metabolik dan di dalam kompartemen cairan

8
ekstraseluler. Sekitar 50% fosfat inorganik berada dalam bentuk bebas pada serum, 10%
terikat dengan protein, dan 40% memiliki bentuk kompleks. Kadar fosfat inorganik dalam
serum ini dipertahankan sebesar 3 – 4 mg/100 ml pada dewasa oleh PTH.1
Dalam plasma, dua pertiga fosfor berada dalam bentuk fosfolipid. Senyawa ini tidak
larut dalam asam dan tidak di ukur dalam penentuan fosfor plasma rutin. Bagian fosfor
plasma yang diukur bersifat larut asam dan terdiri dari fosfor anorganik, terutama ortofosfat.
Konsentrasi fosfor di cairan interstisial rendah.6

A.2.1. Absorpsi, transpor, penyimpanan, dan ekskresi


Sebagian besar fosfat diabsorpsi dalam bentuk inorganik, fosfat – fosfat yang
terikat secara organik dicerna di dalam lumen usus menggunakan fosfatase pankreas
atau usus menjadi fosfat inorganik kemudian barulah diabsorpsi. Sekitar dua pertiga
fosfat yang dikonsumsi akan diabsorpsi di usus halus, terutama jejunum. Keadaan pH
yang asam pada duodenum sangat berperan penting dalam mempertahankan
solubilitas dan bioavailabilitas fosfor. Secara umum, efisiensi absorpsi fosfat pada
dewasa adalah 60 – 70% dan absorpsi ini juga berjalan lebih cepat dibanding kalsium.
Absorpsi dirangsang oleh vitamin D dan metabolitnya serta oleh hormon paratiroid
(HPT). Absorpsi diturunkan oleh tirokalsitonin, oleh pengikat seperti seperti
aluminium hidroksida dan karbonat dalam usus.1,6
Jalur ekskresi primer fosfor adalah lewat ginjal yang juga merupakan tempat
regulasi fosfat primer. Faktor penentu mayor hilangnya fosfat pada urin antara lain:
a. Intake fosfat yang meningkat,
b. Peningkatan absorpsi fosfat,
c. Konsentrasi fosfor pada plasma.
Ekskresi urin fosfat menunjukkan irama sirkadian, dengan tingkat terendah
pada pagi hari dan tertinggi pada sore hari. Reabsorpsi fosfat tubulus diatur oleh
hormon paratiroid, yang efeknya diperantarai oleh sistem adenilat siklase. Hormon ini
menunjukkan reabsorpsi tubulus terutama di tubulus proximal dan berhubungan
dengan fosfaturia. Sebaliknya, vitamin D dosis tinggi merangsang reabsorpsi fosfat di
tubulus proximal, seperti juga hormon pertumbuhan. Pada banyak keadaan, transpor
fosfat di tubulus ginjal setara dengan natrium. Peningkatan cairan ekstraselular
mengakibatkan fosfaturia, begitu pula pemberian diuretik, terutama yang menghambat
karbonik anhidrase. Transpor fosfat juga terkait dengan glukosa dan perubahan pH;

9
hiperglikemia menurunkan transpor maksimum fosfor dan mengakibatkan fosfaturia.
Kondisi yang menimbulkan urin basa juga menurunkan reabsorpsi fosfat.6

Gambar 2. Regulasi fosfat dalam tubuh manusia (Sumber: Krause’s Food and
Nutrtion therapy, 12th ed, p. 108)

A.2.2. Fungsi
Sama seperti fosfat, fosfor juga memiliki beberapa peran esensial dalam fungsi
tubuh manusia, seperti menjadi bahan penyusun untuk DNA dan RNA. ATP juga
memiliki ikatan dengan fosfat berenergi tinggi, begitu juga dengan kreatinin fosfat
dan fosfoenolpiruvat. Selain itu juga pada cAMP yang berperan sebagai sinyal
sekunder dalam aktivasi hormon – hormon setelah adanya aktivasi reseptor membran
tertentu. Fosfat juga menyusun setiap membran sel tubuh sebagai membran fosfolipid,
reaksi fosforilasi dan defosforilasi yang mengontrol aktivasi dan deaktivasi enzim –
enzim sitosolik oleh kinase dan fosfatase, fosfat pada tubulus ginjal juga berperan
sebagai ekskretor ion hidrogen yang pada prosesnya akan membebaskan natrium pada
aktivitas aldosteron dalam mengontrol natrium. Terakhir dan paling utama, fosfat
berikatan dengan kalsium membentuk kristal hidroksiapatit yang berperan sebagai
molekul inorganik mayor penyusun tulang dan gigi.1,7
Berikut adalah fungsi utama fosfat pada manusia, khususnya dalam
pertumbuhan anak:8,9

10
 Pembentukan tulang dan gigi
 Pertumbuhan dan perbaikan sel
 Mengatur penyimpanan dan penggunaan energi untuk pertumbuhan
 Memfasilitasi konduksi saraf
 Membantu kontraksi otot
 Mengurangi nyeri otot setelah olahraga

A.2.3. Dietary Reference Intake (DRI) 1


a. Bayi dan anak – anak usia muda : 100 – 500 mg/hari
b. Anak – anak usia lanjut dan remaja : 1250 mg/hari
c. Dewasa : 700 mg/hari
d. Wanita hamil : 700 – 1250 mg/hari
e. Menyusui : 700 – 1250 mg/hari

A.2.4. Sumber makanan


Sumber utama fosfor makanan adalah susu dan produk susu, tetapi kadar
fosfor tinggi pada daging dan ikan. Sayuran mempunyai kadar fosfor lebih banyak
dibandingkan buah dan serealia.6 Sumber makanan lainnya antara lain:1,8,9
a. Susu dan produk olahan susu,
b. Kacang – kacangan,
c. Sereal,
d. Padi – padian,
e. Telur,
f. Ikan, daging, dan unggas,
g. Kentang.

A.2.5. Keadaan defisiensi


Defisiensi biasa terjadi pada orang – orang yang mengonsumsi obat – obat
pengikat fosfat serta akibat diet rendah fosfat. Manifestasi yang terjadi antara lain
adalah gangguan neural, muskular, skeletal, hematologis, renal, dan gangguan lainnya
yang merupakan akibat dari terganggunya proses pembentukkan ATP. Keadaan lain
yang dapat menyebabkan defisiensi fosfat seperti administrasi glukosa jangka
panjang, hiperparatiroidisme, pengobatan asidosis diabetik, dan pada alkoholisme,

11
serta pada bayi – bayi prematur yang mengonsumsi susu formula yang tidak
difortifikasi.1
Fosfor berperan penting dalam mempertahankan suplai energi dalam sel.
Fosfor adalah komponen dari ATP, dimana berperan dalam glikolisis. Tidak
cukupnya fosfor, menyebabkan kadar sel darah merah 2,3 – diphosphoglycerate
menurun, sehingga menganggu suplai oksigen ke jaringan. Hipofosfatemia yang berat
dapat menimbulkan hemolisis serta disfungsi sel darah putih dan platelet.
Hipofosfatemia kronik menyebabkan kelemahan otot bagian proximal dan atrofi.
Rhabdomiolisis adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada hipofosfatemia
akut, biasanya karena adanya perpindahan fosfor ke dalam sel secara tiba – tiba pada
anak yang sudah mengalami penurunan fosfor kronik (contoh: anorexia nervosa).
Manifestasi klinis lainnya pada hipofosfatemia yang berat termasuk gejala disfungsi
jantung dan neurologik, seperti tremor, parestesia, ataxia, dan koma.6
Tanda dan gejala klinis yang muncul akibat dari defisiensi fosfat antara lain
adalah:8,9
 Kehilangan nafsu makan
 Gangguan pertumbuhan tulang
 Kelemahan otot
 Kelelahan
 Gangguan saraf
 Napas tidak teratur

A.2.6. Keadaan toksisitas


Asupan fosfat yang berlebih dapat mengakibatkan peningkatan PTH
(nutritional secondary hyperparathyroidism). Peningkatan PTH yang terjadi dalam
waktu lama ini dapat berakibat terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat
mudah terjadinya fraktur karena tulang yang rapuh. Selain itu juga dapat terjadi
pembatasan mineralisasi tulang pada masa pertumbuhan seperti berkurangnya massa
tulang puncak pada remaja dan hilangnya massa tulang pada masa dewasa.1
Hiperfosfatemia paling sering terjadi akibat gangguan fungsi ginjal.
Penurunan LFG sampai di bawah 25% normal akan mengakibatkan peningkatan
kadar fosfat anorganik serum, disertai perubahan timbal balik kadar kalsium serum,
mengakibatkan hiperparatiroidisme sekunder.6

12
Hiperfosfatemia dapat juga ditimbulkan oleh pemberian fosfat berlebihan
secara peroral atau intravena atau enema yang mengandung fosfat. Penggunaan obat –
obat sitotoksik untuk mengobati keganasan, terutama limfoma atau leukemia,
mengakibatkan sitolisis yang disertai hiperfosfatemia akibat pelepasan fosfat ke
sirkulasi. Akibat klinis utama hiperfosfatemia adalah gejala hipokalsemia yang
ditimbulkannya.6
Kalsifikasi sistemik terjadi karena kelarutan fosfor dan kalsium dalam plasma
berlebihan, yaitu kadar kalsium plasma x fosfor plasma lebih dari 70 mg/dL. Secara
klinis, ini sering muncul pada konjungtiva dalam bentuk injeksi konjungtiva.
Manifestasi klinis yang lebih buruk adalah hipoksia karena adanya kalsifikasi pada
paru – paru dan gagal ginjal karena nefrokalsinosis.6

A.3. Kalium
Kandungan kalium tubuh, kation intraseluler utama, berhubungan erat dengan massa
tubuh tanpa lemak. Karena kalium terletak intraseluler, perubahan kandungan kalium tubuh
yang terjadi bersama dengan pertumbuhan merupakan indeks terbaik massa seluler pada
umur-umur yang berbeda. Pada orang dewasa, 90% kalium tubuh total dapat dipertukarkan.
Komponen-komponen yang dapat dipertukarkan meliputi kalium intraseluler (89.6%) dan
kalium ekstraseluler : plasma (0.4%) dan limfa interstitial (1.0%). Sisa (10%) kalium tubuh
total tidak dapat dipertukarkan dan berada pada jaringan ikat padat dan tulang rawan (0.4%),
tulang (7.6%) dan sedikit sebagai kalium intraseluler (2%).1,6
Konsentrasi kalium intraseluler sekitar 150 mEq/L. Konsentrasi kalium ekstraseluler
(4 mEq/L) menimbulkan perbedaan konsentrasi yang tinggi antara kedua sisi membrane sel.
Perbedaan kalium intraseluler dan ekstraseluler yang dipertahankan oleh aktivitas Na, K.
ATPase, sangat penting untuk mempertahankan perbedaan potensial membrane istirahat antar
sisi membrane sel. Kalium sangat penting untuk eksitabilitas sel-sel saraf dan otot, dan untuk
kontraktilitas otot polos, rangka dan jantung. Karena kontribusi osmotik intraselulernya,
kalium juga penting untuk mempertahankan volume sel.6

A.3.1. Absorpsi dan Ekskresi


Kalium diabsorbsi relatif lengkap di saluran pencernaan bagian atas.
Mekanisme homeostasis kalium mempertahankan diferensial konsentrasi kalium
intraseluler dan menyesuaikan dengan masukan kalium harian, terutama dengan
mengatur ekskresi kalium ginjal. Beban kalium akut memerlukan mekanisme

13
ekstrarenal yang berkembang baik untuk mencegah terjadinya hiperkalemia berat dan
untuk menghindari toksisitas kalium. Pada 4-6 jam pertama setelah pemberian beban
kalium, hanya setengahnya yang diekskresi di ginjal. Sebagian kalium disekresi ke
traktus intestinal. Lebih dari 40% ditranslokasikan ke dalam sel, terutama sel hati dan
otot. Proses ini merupakan mekanisme perlindungan penting dan diatur oleh insulin
dan epinefrin, yang meningkatkan masukan kalium kedalam sel. Efek katekolamin
tampaknya ditengahi oleh reseptor beta. Rangsangan terhadap reseptor alfa-
adrenergik mengganggu pembuangan beban kalium akut ekstrarenal. Ginjal
mempertahankan kadar serum normal melalui kemampuan ginjal untuk menyaring,
resorpsi, dan ekskresi kalium dibawah pengaruh aldosteron.1,6
Keseimbangan asam-basa mempengaruhi pergerakan kalium intraseluler.
Asidosis sistemik mengakibatkan gerakan kalium keluar dari sel; alkalosis memberi
efek yang berlawanan. Untuk setiap 0.1 unit perubahan pH darah, konsentrasi kalium
plasma berubah 0.3-1.3 mEq/L ke arah yang berlawanan.6
Keseimbangan kalium kronis terutama diatur oleh ginjal, yang dapat mengatur
jumlah kalium yang diekskresi dalam rentang yang lebar. Dalam keadaan normal, laju
eksresi kalium dalam urin sekitar 10-15% dari yang difiltrasi. Dengan pemberian
sejumlah besar kalium, eksresi dalam urin mungkin lebih dari dua kali lipat jumlah
yang difilitrasi glomerulus. Sebaliknya, konsentrasi dalam urin dapat diturunkan
menjadi sangat rendah bila diperlukan penyimpanan kalium. Kalium difiltrasi bebas
di glomerulus. Konsentrasinya sepanjang tubulus kontortus proksimalis sama dengan
pada plasma, menunjukkan bahwa reabsorbsi kalium pada segmen nefron ini
sebanding dengan pada air, yaitu 60% atau lebih kalium yang difilitasi diabsorbsi
kembali. Konsentrasi kalium meningkat di lengkung henle. Namun, saat cairan
tubulus mencapai pangkal tubulus kontortus distalis, konsentrasi kaliumnya lebih
rendah daripada plasma. Dan jumlah kalium yang dihantarkan ke segmen nefron
sebelah distalnya kurang dari 10% beban filtrasi. Tubulus distalis dan duktus
koligentes mempunyai kemampuan ganda mensekresi dan mereasorbsi kalium.6
Kalium juga dibuang di tinja dan keringat. Namun, kalium tinja hanya
menyusun sebagian kecil jumlah total kalium yang diekskresi. Kolon manusia
berespon terhadap mineralokortikoid dengan menurunkan kandungan natrium dan
meningkatkan kandungan kalium tinja. Glukokortikoid mempunyai efek yang serupa.6

14
A.3.2. Fungsi 1
a. Mempertahankan keseimbangan air bersama dengan natrium,
b. Regulasi aktivitas neuromuskuler bersama dengan kalsium,
c. Menentukan potensial membran pada saraf dan otot,
d. Meningkatkan pertumbuhan seluler,
e. Meningkatkan massa otot dan penyimpanan glikogen,
f. Fungsi esensial pada pompa Na/K ATPase.

A.3.3. Dietary Reference Intake (DRI)


Kebutuhan kalium untuk dewasa adalah 4700 mg/hari.

A.3.4. Sumber makanan


Makanan yang kaya akan kalium antara lain makanan laut, pisang, persik,
kacang tanah, kismis, jeruk, kentang, kacang – kacangan, sayuran berdaun hijau,
produk susu. Buah – buahan, sayur – sayuran, daging segar, dan produk – produk
unggas juga merupakan sumber kalium yang baik.1,9

A.3.5. Keadaan defisiensi


Kecepatan perubahan kadar kalium dan besarnya kehilangan mungkin
mempengaruhi beratnya gejala yang timbul. Hubungan antara konsentrasi kalium
intraseluler dan ekstraseluler sangat menentukan fungsi sel. Depolarisasi membran,
suatu proses yang bertanggung jawab untuk memulai kontraksi otot, memerlukan
aliran cepat natrium ke dalam sel pada saat repolarisasi. Pada hipokalemia, rasio
konsentrasi kalium intraseluler dan ekstraseluler akan meningkat. Gradient elektris
potensial transmembran akan meningkat sehingga ada pelebaran diferensial antara
potensial istirahat dan eksitasi, yang akan menganggu formasi impuls, penyebaran dan
kontraksi otot. Hipokalemia mengakibatkan perubahan fungsional otot rangka, otot
polos dan jantung. Manifestasi jantung hipokalemia yang paling mudah dilihat adalah
perubahan elektrokardiografi, termasuk pemanjangan interval QT dan perataan
gelombang T.6
Hipokalemia juga dapat mengakibatkan gejala neurologis berat, termasuk insufisiensi
autonomic, yang bermanifestasi sebagai hipotensi ortostatik, tetani dan penurunan
eksitabilitas neuromuskuler. Yang terakhir ini akan mengakibatkan kelemahan dan
penurunan motilitas usus. Kelemahan merupakan manifestasi dini, biasanya dijumpai

15
pertama kali pada otot-otot ekstremitas sebelum timbul pada otot-otot tubuh dan
respirasi. Dapat terjadi arefleksia, paralisis dan kematian akibat kegagalan otot-otot
pernapasan.6
Ileus paralitik dan dilatasi lambung menunjukkan adanya disfungsi otot polos.
Hipokalemia mempengaruhi metabolism protein dan menurunkan pelepasan hormone
pertumbuhan, memperberat terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak penderita
hipokalemia kroni, terutama pada sindrom Bartter. Rhabdomiolisis merupakan
komplikasi dramatic hipokalemia.6
Pada ginjal, defisiensi kalium mengakibatkan perubahan vacuolar epitel
tubulus. Bila berlangsung lama, akan mengakibatkan nefrosklerosis dan fibrosis
interstitial, suatu lesi patologis yang tidak dapat dibedakan dari pielonefritis kronis.
Kemampuan ginjal mengkonsentrasi atau mengencerkan urin berkurang,
menimbulkan poliuria dan polidipsi. Peningkatan reabsorbsi bikarbonat dan sekresi
ion hydrogen mengakibatkan alkalosis sistemik. Kehilangan kalium eksternal juga
akan mengakibatkan pergerakan kalium cairan intraseluler ke cairan ekstraseluler.
Kalium intraseluler digantikan sebagian oleh natrium, ion hydrogen, dan asam amino
dua basa. Bila perubahan tersebut berat, asidosis intraseluler sel-sel tubulus ginjal
dapat mengakibatkan pertukaran besar-besaran hydrogen intraseluler dengan natrium
cairan tubulus distalis, mengakibatkan asiduria, dengan peningkatan ekskresi
ammonia urin dan alkalosis sistemik.6

A.4. Natrium
Natrium merupakan kation utama pada cairan ekstraseluer. Konsentrasi natrium
serum normal berkisar antara 136 – 145 mEq/L. Sebesar 35 – 40% dari total natrium berada
pada tulang, tetapi natrium ini lebih sulit terjadi pertukaran pada natrium ini dibanding
natrium yang terdapat pada cairan ekstraseluler.1

A.4.1. Absorpsi dan ekskresi


Natrium diabsorpsi di usus halus dan dibawa ke ginjal, dimana natrium
tersebut disaring dan dikembalikan ke dalam darah untuk dipertahankan pada kadar
yang seharusnya. Sebanyak kira – kira 90 – 95% natrium pada tubuh keluar melalui
urin dan sisanya diekskresikan melalui feses dan keringat. Ekskresi natrium diatur
oleh mekanisme – mekanisme yang melibatkan laju filtrasi glomerulus, sistem renin –

16
angiotensin – aldosteron, sistem saraf simpatis, katekolamin dalam sirkulasi, dan
tekanan darah.1
Keseimbangan natrium sebagian diatur oleh aldosteron, sebuah hormon
mineralokortikoid yang disekresi korteks adrenal. Ketika kadar natrium darah naik,
reseptor haus di hipotalamus menstimulasi sensasi haus, dan ingesti cairan akan
mengembalikan natrium ke kadar normalnya. Estrogen juga mirip dengan aldosteron,
juga menyebabkan retensi natrium dan air.1

A.4.2. Fungsi
Sebagai ion utama pada cairan ekstraseluler, natrium meregulasi volume
cairan ekstraseluler dan plasma. Natrium juga penting untuk fungsi neuromuskuler
dan mempertahankan keseimbangan asam basa.1
Konsentrasi natrium ekstraselular lebih tinggi dari pada intraselular (normal
kadar natrium kira – kira 135 mEq/L, dimana kadar intraselular sekitar 10 mEq/L).
Pompa Na/K ATPase merupakan sistem transpor aktif yang bekerja untuk tetap
menjaga natrium di luar sel melalui pertukaran dengan kalium. Pompa Na/K ATPase
membutuhkan pembawa bagi natrium dan kalium dengan energi untuk berfungsi
dengan baik. Pengeluaran natrium dari sel membutuhkan transpor terfasilitasi berupa
glukosa, asam amino, dan nutrien lain ke dalam sel.1

A.4.3. Dietary reference intake (DRI) 1,10


a. Usia 1-3 tahun : maksimal 1,5 mg/hari
b. Usia 4-5 tahun : maksimal 1,9 mg/hari
c. Dewasa : maksimal 2,3 g/hari

A.4.4. Sumber makanan


Sumber utama natrium berasal dari natrium klorida atau garam dimana berat
natrium terdiri dari 40%. Makanan tinggi protein secara alami mengandung lebih
banyak natrium dibanding sayur dan padi – padian, sementara buah – buahan
mengandung sangat sedikit bahkan tidak ada natrium sama sekali. Penambahan garam
– garam termasuk pengawet makanan pada makanan siap saji memberikan kadar
natrium yang tinggi bagi tubuh. Sebagai contoh, setengah kaleng dari sayur – sayuran
beku tanpa penambahan garam sudah mengandung 10 mg natrium, dan setengah
kaleng dari sayur – sayuran kaleng mengandung 260 mg natrium.1

17
A.4.5. Keadaan defisiensi 11
Defisiensi natrium biasanya tidak disebabkan karena jumlah dari mineral ini
kurang untuk dikonsumsi, tapi dari ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh. Hal ini
dapat disebabkan oleh pengeluaran cairan tubuh (dehidrasi) dari diare berat atau
muntah; penyalahgunaan obat pencahar atau selama pengobatan penyakit jantung
ataundarah tinggi yang mengurangi jumlah cairan.
Manifestasi defisiensi natrium pada saraf pusat adalah:
 Gejala tahap awal : anoreksia, sakit kepala, mual, muntah.
 Gejala tahap lanjut : respon lemah terhadap rangsang verbal dan nyeri,
halusinasi, inkontinensia, kejang.
 Gejala tahap lebih lanjut : sikap dekortikasi dan deserebrasi, bradikardi,
perubahan regulasi suhu tubuh, dilatasi pupil, koma.
Pada sistem kardiovaskular, defisiensi natrium dapat menyebabkan hipotensi
dan takikardia, sedangkan pada sistem muskuloskeletal dapat menyebabkan
kelemahan dan kekakuan otot.

A.5. Magnesium
Magnesium merupakan kation intraseluler terbanyak kedua di dalam tubuh manusia
setelah kalium. Pada tubuh orang dewasa didapatkan 20 – 28 g magnesium, dimana 60%
terdapat di dalam tulang, 26% pada otot, sisanya pada jaringan lunak dan cairan tubuh. Kadar
normal magnesium dalam serum berkisar 1,5 – 2,1 mEq/L. Sebagian dari magnesium ini ada
dalam bentuk bebas, sepertiga dari sisanya terikat dengan albumin, dan sisa lainnya berada
dalam bentuk kompleks dengan sitrat, fosfat, dan anion lainnya. Homeostasis magnesium
diatur oleh absorpsi intestinal dan ekskresi ginjal.1

A.5.1. Absorpsi, transpor, penyimpanan, dan ekskresi 1


Tingkat efisiensi absorpsi magnesium bervariasi antara 35 – 45% dan tempat
absorpsinya adalah di sepanjang usus halus tetapi sebagian besar absorpsi terjadi di
jejunum. Transpor magnesium terdiri dari dua mekanisme, yaitu yang difasilitasi oleh
karier dan difusi sederhana. Efisiensi dari absorpsi magnesium yang bervariasi
disebabkan oleh faktor – faktor seperti:

18
a. Status magnesium dalam suatu individu,
b. Jumlah magnesium dalam diet,
c. Komposisi keseluruhan diet.
Tidak ada sistem homeostatik tertentu yang mengatur kadar magnesium dalam
tubuh, pemeliharaan kadar magnesium ini hanya tergantung dari absorpsi, ekskresi,
dan fluks kation transmembran. Secara primer, ekskresi dari magnesium diatur oleh
ginjal. (Gambar 3)

Gambar 3. Regulasi magnesium dalam tubuh manusia (Sumber: Krause’s Food and Nutrtion
therapy, 12th ed, p.111)

A.5.2. Fungsi
Fungsi utama dari magnesium adalah menstabilisasi struktur ATP pada reaksi
yang dependen ATP. Fungsi – fungsi lainnya dari magnesium antara lain:
a. Sebagai kofaktor lebih dari 300 enzim yang terlibat dalam metabolisme,
b. Sintesis asam lemak dan protein,
c. Fosforilasi glukosa dan derivatnya pada glikolisis dan reaksi transketolase,
d. Formasi cAMP,
e. Proses transmisi dan aktivitas neuromuskuler,
f. Sebagai relaksan pada kontraksi otot,
g. Bloker kanal kalsium fisiologis,
h. Meningkatkan densitas tulang.

19
A.5.3. Dietary Reference Intake (DRI) 1
a. Bayi : 30 – 75 mg/hari
b. Anak – anak usia muda : 80 – 130 mg/hari
c. Anak – anak usia lanjut dan remaja : 240 – 410 mg/hari
d. Dewasa : 310 – 400 mg/hari
e. Wanita hamil : 350 – 400 mg/hari
f. Menyusui : 310 – 360 mg/hari

A.5.4. Sumber makanan


Sumber magnesium yang baik antara lain, biji – bijian, kacang – kacangan
termasuk tahu, sereal, padi – padian, sayur – sayuran berdaun hijau gelap. Sumber
makanan cukup tinggi magnesium lainnya seperti susu dan produk olahan susu,
sementara sumber makanan yang sedikit kandungan magnesiumnya antara lain ikan,
daging, dan buah – buahan (jeruk, apel, pisang).1

Table 3. Beberapa sumber magnesium pada makanan (Sumber: National Institute of Health)
Food Miligrams (mg) Percent Daily
per serving Value (DV)
Almonds, dry roasted, 1 ounce 80 20
Spinach, boiled, ½ cup 78 20
Cashews, dry roasted, 1 ounce 74 19
Peanuts, oil roasted, ¼ cup 63 16
Soymilk, plain or vanilla, 1 cup 61 15
Avocado, cubed, 1 cup 44 11
Potato, baked with skin, 3.5 ounces 43 11
Rice, brown, cooked, ½ cup 42 11
Salmon, Atlantic, farmed, cooked, 3 ounces 26 7
Chicken breast, roasted, 3 ounces 22 6
Beef, ground, 90% lean, pan broiled, 3 ounces 20 5

A.5.5. Keadaan defisiensi

20
Defisiensi berat dari magnesium dapat memberikan manifestasi seperti tremor,
spasme otot, perubahan kepribadian, anoreksia, mual dan muntah, serta tetani,
myoclonic jerks, gerakan athetoid, kejang, dan koma. Hipokalsemia dan retensi
natrium juga bisa terjadi.1
Peningkatan PTH juga dapat terjadi sehingga menyebabkan gangguan
responsivitas tulang dan ginjal terhadap PTH, penurunan kadar 1,25 dihidroksivitamin
D3 serum, gangguan pembentukkan kristal hidroksiapatit, dan gangguan pertumbuhan
tulang pada usia muda atau osteoporosis pada usia lanjut.1

A.5.6. Keadaan toksisitas


Kelebihan magnesium dapat mengakibatkan inhibisi pada kalsifikasi tulang
tetapi kelebihan magnesium baik dari makanan maupun suplemen jarang memberikan
gejala toksisitas.1

B. MIKROMINERAL
B.1. Besi
Besi telah dikenal sebagai mineral esensial sejak dahulu dan saat ini banyak pula
ditemukan defisiensi besi nutrisional dan anemia defisiensi besi, dimana anemia defisiensi
besi merupakan penyakit defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan. Pada orang dewasa,
terdapat dua tempat penyimpanan utama zat besi yaitu kandungan besi fungsional pada
hemoglobin, mioglobin, dan enzim – enzim, serta simpanan dalam bentuk feritin,
hemosiderin, dan transferin. Kadar zat besi pada pria sehat berkisar 3,6 g dari total zat besi
pada tubuh dan berkisar 2,4 g pada wanita.1
Kadar zat besi dalam tubuh wanita jumlahnya lebih sedikit dibanding pria (Tabel 3).
Zat besi disimpan dalam jumlah yang besar dalam tubuh manusia, 90% dari total zat besi
akan disimpan dan dipakai ulang tiap harinya dan 10% sisanya akan diekskresikan terutama
lewat cairan empedu.1

Tabel 3. Jumlah zat besi fungsional dan cadangan pada pria dan wanita (Sumber:
Krause’s Food and Nutrtion therapy, 12th ed, p. 114)
Pria Wanita
Jenis zat besi (mg) (%) (mg) (%)
Fungsional

21
Hemoglobin 2300 64 1700 73
Mioglobin 320 9 180 8
Enzim heme 80 2 60 3
Enzim nonheme 100 3 80 3+
Simpanan
Feritin 540 15 200 9
Hemosiderin 230 6 100 4
Transferin 5 <1 4 <1
TOTAL 3575 100 2314 100

B.1.1. Absorpsi, transpor, penyimpanan, dan ekskresi


Zat besi dari diet terdiri dari dua bentuk yaitu zat besi heme (hemoglobin,
mioglobin, dan beberapa enzim) dan zat besi non heme (enzim non heme dan feritin).
Zat besi terutama heme diabsorpsi melewati brush border usus, lalu zat besi (ferro)
secara enzimatik dipisahkan dari kompleks feroporfirin-nya, ion zat besi bebas ini lalu
segera bergabung membentuk apoferitin untuk membentuk feritin. Feritin merupakan
simpanan besi intraseluler yang mengandung zat – zat besi terikat dari brush border
ke membran basolateral dari sel – sel yang mengabsorpsi besi. Pada fase akhir dari
absorpsi ini, zat besi dibebaskan ke dalam pembuluh darah dengan transpor aktif
(Gambar 4). Keadaan yang asam akan meningkatkan absorpsi dari zat besi.1

22
Gambar 4. Proses absorpsi zat besi (Sumber: Krause’s Food and Nutrition Therapy,
12th ed, p. 115)
Efisiensi absorpsi dari zat besi non heme (tidak untuk heme) diatur oleh
mukosa usus dimana zat besi yang akan masuk ke darah dari feritin sitosolik sesuai
dengan kebutuhan tubuh. Sebuah hormon peptida berukuran kecil, Hepcidin yang
diproduksi hati dapat menginhibisi absorpsi zat besi. Produksi hormon ini bergantung
pada jumlah besi yang tersimpan dalam hati. Sinyal lainnya untuk meregulasi absorpsi
zat besi antara lain adalah saturasi transferin atau presentase besi yang terikat dengan
transferin (Gambar 5). 1
Terdapat beberapa faktor lain yang dapat mempercepat absorpsi zat besi
terutama zat besi non heme, seperti:1
a. Kandungan asam askorbat dan asam etilendiamintetraasetat (EDTA),
b. Gula – gula dan asam amino yang mengandung sulfur,
c. Meat factor (asam amino spesifik atau produk digestif berupa dipeptida),
d. Whey protein (lactalbumin) yang terkandung di dalam ASI,
e. Derajat keasaman lambung,
f. Keadaan hamil dan dalam masa pertumbuhan,
g. Keadaan defisiensi zat besi.
Sementara beberapa faktor yang menghambat absorpsi zat besi antara lain
adalah oksalat, tannin yang terkandung di dalam teh, dan keadaan gangguan pada
absorpsi lemak yang mengakibatkan steatorea.1

23
Gambar 5. Regulasi zat besi dalam tubuh manusia (Sumber: Krause’s Food and Nutrition
Therapy, 12th ed, p. 116)
B.1.2. Fungsi
Zat besi memilik berbagai fungsi antara lain adalah kemampuannya untuk
terlibat dalam reaksi oksidasi reduksi, tetapi zat besi juga memiliki efek yang kurang
baik karena kemampuannya untuk dapat terikat dengan oksigen, zat besi memiliki
potensial untuk merusak membran sel bahkan mendegradasi DNA. Beberapa fungsi
lainnya dari zat besi ini antara lain adalah:
a. Sebagai penyusun hemoglobin dan mioglobin,
b. Sebagai komponen aktif dari enzim – enzim sitokrom yang terlibat dalam
proses respiratorik seluler dan pembentukkan ATP,
c. Terlibat dalam pembentukkan imunitas dan perkembangan kognitif.

B.1.3. Dietary Reference Intake (DRI) 1


a. Bayi dan anak – anak usia muda : 7 – 11 mg/hari
b. Anak – anak usia lanjut dan remaja : 8 – 15 mg/hari
c. Dewasa : 8 – 18 mg/hari
d. Wanita hamil : 27 mg/hari
e. Menyusui : 9 – 10 mg/hari

B.1.4. Sumber makanan


Sumber makanan mengandung zat besi terbaik adalah hati, seafood, ginjal,
jantung, daging, dan unggas. Sumber zat besi yang baik dari tumbuhan antara lain
adalah sayur – sayuran dan kacang – kacangan kering. Bahan makanan lainnya seperti
kuning telur, buah – buahan kering, padi – padian, anggur, dan sereal juga cukup
memberikan zat besi.1

B.1.5. Keadaan defisiensi


Keadaan defisiensi zat besi/iron deficiency (ID) secara konvensional dianggap
terbagi dalam 3 tahap: deplesi besi, eritropoiesis kekurangan besi, dan anemia defiensi
besi. Pada tahap pertama, simpanan zat besi tubuh berkurang, yang biasanya diukur
dengan menggunakan serum feritin. Pada tahap kedua ID, terjadi kekurangan
eritropoiesis besi, reseptor transferin larut akan meningkat dalam plasma sebagai
penanda peningkatan kebutuhan zat besi dalam jaringan tubuh. Selanjutnya,

24
protoporfirin dalam sel darah merah akan meningkat, sedangkan konsentrasi
hemoglobin dalam retikulosit akan menurun. Pada tahap ketiga ID, terjadi anemia
defisiensi besi dimana konsentrasi hemoglobin darah akan berkurang dan morfologi
sel darah merah akan terpengaruh menyebabkan terjadinya anemia mikrositik
hipokrom.12
Pucat adalah tanda yang paling penting dari kekurangan zat besi. Pagofagia,
keinginan untuk menelan zat yang tidak biasa seperti es atau kotoran, mungkin ada.
Ketika hemoglobin turun di bawah 5 g / dL, anak menjadi mudah marah dan
anoreksia. Terjadi takikardia dan pelebaran jantung, dan murmur sistolik sering
ditemukan.6
Kekurangan zat besi dapat memiliki efek pada neurologis dan fungsi
intelektual. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa anemia defisiensi besi, dan bahkan
defisiensi besi tanpa anemia, mempengaruhi rentang perhatian, kewaspadaan, dan
daya belajar pada bayi dan remaja. Dalam uji coba terkontrol, gadis remaja dengan
kadar feritin serum 12 ng/L atau kurang tetapi tanpa anemia membaik dalam pelajaran
verbal dan memori setelah mendapat suplementasi besi selama 8 minggu.6
Beberapa manifestasi klinis mungkin terkait dengan peran zat besi dalam
reaksi enzimatik tertentu. Monoamine oxidase (MAO), sebuah enzim tergantung besi,
memiliki peran penting dalam reaksi neurokimia di sistem saraf pusat. Kekurangan
zat besi menyebabkan penurunan kegiatan enzim seperti katalase dan sitokrom.6
Zat besi memiliki banyak fungsi penting dalam sistem kekebalan tubuh, dan
diduga pada ID terjadi gangguan dari sekresi sitokin, dan mengurangi aktivitas
makrofag bakterisida dan proliferasi sel T. Namun, tidak ada studi klinis yang
memperkuat bahwa ID meningkatkan risiko infeksi. Sebaliknya, pemberian suplemen
zat besi dalam beberapa penelitian dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi.12

B.1.6. Keadaan toksisitas


Keadaan dengan adanya zat besi berlebih dalam tubuh dapat menyebabkan
beberapa hal seperti akumulasi abnormal zat besi pada hati, kadar feritin yang
berlebihan di dalam tubuh, peningkatan kadar transferin serum, oksidasi dari
kolesterol LDL, dan komplikasi kardiovaskuler serta kerusakan pembuluh darah
arteri. Selain itu juga kadar besi yang berlebih dapat meningkatkan kadar radikal
bebas yang dapat merusak molekul – molekul seluler dan meningkatkan molekul –
molekul karsinogenik di dalam sel – sel tubuh.1

25
B.2. Zinc
Zinc terdistribusi secara luas dalam tubuh manusia dan menduduki peringkat kedua
setelah zat besi. Tubuh manusia kira – kira mengandung 2 – 3 g zinc dengan kadar tertinggi
pada hati, pankreas, ginjal, tulang, dan otot. Zinc merupakan salah satu ion intraseluler primer
dan fungsinya berkaitan dengan aktivitas kira – kira 300 enzim pada tubuh manusia. Zinc
terdapat dalam jumlah banyak pada sitosol tetapi dalam bentuk terikat oleh protein dan
jumlahnya sebanding dengan jumlah bentuk ionik yang bebas.1

B.2.1. Absorpsi, transpor, penyimpanan, dan ekskresi


Absorpsi dan ekskresi dari zinc diatur oleh mekanisme homeostatik yang
kurang dimengerti. Mekanisme absorpsi yang terjadi mirip dengan kalsium yang
terdiri dari dua mekanisme, yaitu:1
a. Menggunakan mekanisme karier yang berlangsung efisien saat konsentrasi
zinc intraluminal rendah,
b. Mekanisme pasif melalui absorpsi paraseluler ketika konsentrasi zinc
intraluminal cukup tinggi.
Fase awal absorpsi terjadi dengan pengikatan ion zinc oleh metallothioneine
dan protein sitosol lainnya pada sel – sel yang mengabsorpsi zinc. Proses masuknya
zinc ke dalam pembuluh darah terjadi melalui mekanisme transpor aktif karena
konsentrasi ion zinc yang lebih tinggi pada pembuluh darah dibanding pada sitosol
(Gambar 6).1

Gambar 6. Proses absorpsi zinc (Sumber: Krause’s Food and Nutrition Therapy, 12 th ed,
p.122)

26
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses absorpsi zinc, seperti
kadar zinc yang terdapat dalam makanan dan adanya substansi yang menghambat
penyerapan seperti phytate. Makanan yang kaya protein akan membentuk kompleks
zinc – asam amino yang akan membuat zinc menjadi bentuk yang lebih mudah
dicerna. Keadaan hamil dan menyusui akan membuat absorpsi zinc meningkat.
Tembaga dan kadmium berkompetisi dengan karier yang sama, kadar besi, kalsium,
dan asam folat yang tinggi disertai asupan zinc yang rendah juga akan menurunkan
absorpsi zinc. Absorpsi zinc akan meningkat dengan adanya glukosa atau laktosa,
protein kacang kedelai, daging, dan red wine.1
Proses transpor zinc diperankan oleh albumin, selain itu dalam jumlah sedikit
juga oleh transferin dan α2-makroglobulin. Zinc dalam darah terdapat terutama di
dalam eritrosit dan leukosit, zinc dalam plasma berada dalam bentuk aktif secara
metabolik dan berfluktuasi sesuai respon terhadap asupan dari makanan dan adanya
cedera atau inflamasi. Ekskresi dari zinc hampir secara keseluruhan melalui feses.
Peningkatan ekskresi melalui urin juga pernah ditemukan pada pasien dengan
nefrosis, diabetes, alkaholism, sirosis hepatik, dan porfiria. Ekskresi melalui urin ini
terjadi karena adanya asam amino spesifik seperti sistein yang mengikat zinc dan
histidin.1

B.2.2. Fungsi 1
Fungsi utama zinc adalah sebagai ion intraseluler primer yang berkaitan
dengan lebih dari 300 lebih enzim dalam tubuh dan pengatur aktivitasnya. Zinc juga
berpartisipasi dalam berbagai reaksi sintesis dan degradasi metabolit – metabolit
utama seperti karbohidrat, lipid, protein, dan asam nukleat. Zinc juga memiliki
banyak fungsi lain seperti:
a. Menjadi komponen penyusun beberapa protein dan sebagai molekul sinyal
intraseluler pada otak,
b. Stabilisasi struktur protein dan asam nukleat serta integritas organel
subseluler,
c. Proses transportasi, fungsi imun, dan ekspresi gen,
d. Aktivitas osteoblas dan enzim pembentuk tulang (alkali fosfatase), dan proses
kalsifikasi yang adekuat.

27
B.2.3. Dietary Reference Intake (DRI) 1
a. Bayi dan anak – anak usia muda : 2 – 5 mg/hari
b. Anak – anak usia lanjut dan remaja : 8 – 11 mg/hari
c. Dewasa : 8 – 11 mg/hari
d. Wanita hamil : 11 – 13 mg/hari
e. Menyusui : 12 -14 mg/hari
B.2.4. Sumber makanan
Zinc banyak dikandung oleh makanan – makanan seperti daging, ikan, unggas,
sereal yang difortifikasi, susu dan produk olahan susu. Selain itu juga tiram, kerang –
kerang lainnya, hati, padi – padian, kacang – kacangan kering, serta kacang kedelai
juga banyak mengandung zinc.1
Secara umum, daging dan ikan adalah sumber zinc yang terbaik dan zinc yang
didapatkan dari protein hewani lebih baik absorbsinya dibandingkan dengan sumber
dari sayuran. Phytate dan serat (fiber) dalam makanan menurunkan absorbsi zinc dan
menggunakan protein kedelai sebagai daging dan pengganti susu mungkin
memberikan efek zinc alami. Kuantitas substansial zinc dapat hilang selama proses
makanan, seperti pada penggilingan gandum dan pengilangan gula. Roti tawar putih,
gula halus, sayuran dari kacang-kacangan dan buah relatif memiliki kandungan zinc
yang sedikit.13
Konsentrasi zinc di dalam kolostrum mencapai 20 mg/liter, dan pada ASI rata-
rata memiliki 3mg/liter untuk 1-2 bulan awal menyusui. Pada susu sapi konsentrasi
zinc antara 2 sampai 7 mg/liter, dengan rata-rata 3,5 mg/liter. Terdapat beberapa bukti
bahwa bioavaibilitas zinc untuk bayi kurang dari susu sapi dibandingkan ASI. Susu
sapi formula sekarang umunya dilengkapi dengan zinc ke level 3 sampai 4 mg/liter,
dan suplemen yang lebih besar telah ditambahkan ke formula berbasis kedelai.13

B.2.5. Keadaan defisiensi


Laporan pertama keadaan defisiensi zinc ini terjadi pada anak laki – laki
dengan gejala perawakan pendek, hipogonadisme, anemia ringan, dan kadar zinc
plasma yang rendah (Prasad et al., 1963). Ditemukan juga beberapa gejala tambahan
pada kasus – kasus lainnya seperti hipogeusia, perlambatan penyembuhan luka,
alopesia, dan timbulnya lesi – lesi pada kulit.1
Defisiensi zinc pada bayi dan anak dapat diperoleh dari masukan makanan
yang tidak adekuat, gangguan absorbsi, terlalu banyak ekskresi, dan kegagalan dalam

28
metabolisme zinc. Defisiensi zinc juga ditemukan pada acrodermatitis enteropathica,
kelainan autosomal resesif yang memiliki karakteristik malabsorpsi zinc yang
mengakibatkan manifestasi lesi kulit eksematoid, alopesia, diare, infeksi jamur dan
bakterial, dan kematian bila tidak ditanggulangi (Gambar 7). Gejala lainnya yang
diakibatkan oleh defisiensi zinc antara lain adalah gangguan sistem imun seperti,
atrofi timus, limfopenia, respon proliferasi limfosit yang menurun, sel – sel T helper
yang berkurang, aktivitas sel NK yang menurun, hormon timus yang anergi dan
defisit.1,13

Gambar 7. Manifestasi kulit pada defisiensi zinc (Sumber: Krause’s Food and
Nutrition Therapy, 12th ed, p. 124)

Defisiensi zinc memiliki komplikasi sindrom malabsorbsi intestinal. Jika


terjadi steatorrhea, zinc dapat membentuk kompleks larut dengan lemak dan fosfat.
Kemungkinan komplikasi ini harus dipertimbangkan dalam penyakit seperti cystic
fibrosis, enteritis regional, dan penyakit celiac. Ekskresi zinc yang berlebihan yang
disebabkan oleh hilangnya darah kronis, keringat berlebih, atau hiperzincuria juga
dapat menyebabkan penurunan signifikan. Hiperzincuria telah diusulkan sebagai
mekanisme untuk deplesi zinc pada orang dengan sickle cell disease. Hilangnya zinc
yang berlebih melalui urin terjadi dalam berbagai kondisi lain, termasuk dalam status
katabolic, penyakit hati seperti hepatitis akut menular, luka bakar, diabetes mellitus,
dan sindrom nefrotik. Hiperzincuria terjadi dalam hubungan dengan penggunaan
chelating agents, diuretic, kortikosteroid, dan intravena protein hidrosilates dan asam
amino. Tanda awal dan sering kekurangan zinc pada bayi dan anak-anak adalah
penurunan kecepatan pertumbuhan yang dapat disertai dengan penurunan jelas nafsu
makan. Mungkin dapat dibuktikan juga terjadi kelainan persepsi rasa. Ketika nutrisi
zinc kekurangan parah maka supresi pertumbuhan menjadi parah, pematangan seksual

29
terhenti, dan mungkin terdapat gejala salah satu atau semua dari enteropathica
acrodermatitis.13

B.2.6. Keadaan toksisitas


Toksisitas bisa terjadi pada konsumsi 100 – 300 mg/hari, meskipun
kejadiannya sangat jarang. Asupan zinc berlebihan bisa menghambat absorpsi dari
tembaga, gejala toksik seperti anemia, demam, dan gangguan sistem saraf pusat juga
pernah dilaporkan. Kadar zinc sulfat yang melebihi 2 g/hari dapat menyebabkan iritasi
saluran cerna dan muntah – muntah.1

B.3. Iodium
Pada keadaan normal, tubuh mengandung kira – kira 20 – 30 mg iodium dengan 75%
terdapat pada kelenjar tiroid dan sisanya terdistribusi luas di tubuh terutama pada kelenjar
mammae pada masa menyusui, mukosa gaster, dan darah.1

B.3.1. Absorpsi, transpor, penyimpanan, dan ekskresi


Iodin diabsorpsi dengan sangat mudah sama seperti iodida (>90%) pada
lambung dan duodenum. Di dalam sirkulasi, iodium ini terdapat dalam bentuk bebas
dan terikat protein dengan jumlah terikat protein yang lebih tinggi. Ekskresi secara
primer melalui tiroid dan ginjal, dimana ekskresi melalui urin relative konstan, namun
ekskresi melalui tiroid tergantung pada pemasukan iodin. Tetapi sebagian kecil
ditemukan pada feses akibat ekskresi melalui cairan empedu.1,14

B.3.2. Fungsi
Iodin merupakan komponen esensial dari hormone yang diproduksi oleh
kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan mamalia, termasuk manusia.
Iodin tersimpan di dalam kelenjar tiroid dan digunakan untuk sintesis dari hormon
tiroid yaitu triioditironin (T3) dan tiroksin (T4). Uptake dari iodin ini dihambat oleh
goitrogen yang secara alami terdapat di dalam makanan. Degradasi hormon tiroid ini
terjadi di sel target dan hati.1,14

B.3.3. Dietary Reference Intake (DRI) 1


a. Bayi dan anak – anak muda : 90 – 130 mcg/hari
b. Anak – anak usia lanjut dan remaja : 120 – 150 mcg/hari

30
c. Dewasa : 150 mcg/hari
d. Wanita hamil : 220 mcg/hari
e. Menyusui : 290 mcg/hari

B.3.4. Sumber makanan


Sumber terpadat iodium dalam makanan adalah rumput laut, atau sayuran laut.
Ini telah menjadi bahan makanan pokok wilayah pesisir di seluruh dunia. Konten
iodium dari sebagian besar jenis rumput laut yang digunakan untuk konsumsi adalah
beberapa ratus microgram iodium per gram (berat kering). Tingkat iodium bervariasi
dari 16 mcg/gram pada nori, hingga setinggi 8.100 mcg/gram dalam kelp.15
Makanan lainnya yang banyak mengandung iodium seperti kerang, lobster,
tiram, ikan sarden, dan ikan laut lainnya. Kandungan iodium pada susu dan telur
bergantung pada jumlah asupan iodium hewan tersebut.1

B.3.5. Keadaan defisiensi


Kejadian defisiensi sudah berkurang sejak adanya iodinisasi pada garam,
tetapi pada orang – orang yang tinggal di daerah pegunungan masih mungkin terjadi
defisiensi iodium karena kandungan iodium yang rendah pada tanah tempat menanam
bahan makanan yang mereka konsumsi. Sedangkan orang yang tinggal pada dataran
rendah biasanya banyak mengonsumsi goitrogen yang mengurangi iodium yang
digunakan oleh kelenjar tiroid.1
Defisiensi iodin memiliki efek multiple pada perumbuhan dan perkembangan
manusia. Efek-efek ini secara kolektif disebut sebagai kelainan defisiensi iodin (Tabel
4), dan mereka merupakan akibat dari kurangnya produksi hormone tiroid akibat
defisiensi iodin.14

Tabel 4. Kelainan defisiensi iodin, menurut kelompok umur (Sumber: Seminars in Cell &
Developmental Biology)
Kelompok Konsekuensi kesehatan defisiensi iodin
umur
Semua umur Goiter
Peningkatan kerentanan kelenjar tiroid terhadap radiasi nuklir
Fetus Aborsi

31
Lahir mati (stillbirth)
Anomali kongenital
Mortalitas perinatal
Neonatus Mortalitas neonatus
Kreatinisme endemic
Anak dan Gangguan fungsi mental
remaja Keterlambatan perkembangan fisik
Dewasa Gangguan fungsi mental
Penurunan produktivitas kerja
Toxic nodular goiter; hipertiroidisme terinduksi-iodin
Peningkatan kejadian hipotiroidisme pada defisiensi iodin sedang-berat;
penurunan kejadian hipotiroidisme pada defisiensi iodin ringan-sedang

Beberapa gangguan yang dapat terjadi akibat defisiensi iodium seperti goiter,
gangguan kognitif, bahkan sampai retardasi mental. Goiter merupakan pembesaran
kelenjar tiroid yang biasa terjadi pada daerah dengan asupan goitrogen yang tinggi
atau akibat peningkatan kebutuhan iodium untuk pembentukkan hormon tiroid.
Keadaan defisiensi berat selama masa gestasi dapat menimbulkan kretinisme pada
bayi yang memiliki karakteristik seperti defisit mental, diplegia atau paraplegia
spastik, bisu dan tuli, disartria, shuffling gait, perawakan pendek, hipotiroidisme, serta
retardasi pada fungsi intelektual dan maturasi neuromotorik.1
Hormon tiroid memiliki sangat banyak efek pentnig dalam perkembangan otak
yang meliputi percepatan mielinisasi dan meningkatkan migrasi, diferensiasi, dan
maturasi sel. Mereka memodulasi ekspresi gen yang terlibat dalam plastisitas sinaptik
dan memori. Hipocampus sangat penting dalam belajar karena membantu dalam
mengintegrasikan informasi spasial dan kontekstual. Dalam model hewan,
hipotiroidisme in utero dan pada periode awal postnatal secara ireversibel mengubah
perkembangan sinaptik dan mengurangi jumlah sel hipokampus. Hipotiroidisme
memiliki efek buruk pada kognisi sepanjang siklus hidup.14

B.3.6. Keadaan toksisitas


Batas terjadinya toksisitas pada orang dewasa diperkirakan pada kadar 1100
mcg/hari, dan pada anak – anak usia muda beriksar 200 – 300 mcg/hari. Pada

32
beberapa kasus goiter terbentuk perlahan karena asupan iodium yang tinggi melebihi
kebutuhan fisiologis pada waktu yang lama.

B.4. Mangan
Mangan terkonsentrasi dominan di dalam jaringan yang kaya akan mitokondria
sebanyak 10 – 20 mg.1

B.4.1. Absorpsi, transport, penyimpanan, dan ekskresi


Mangan diabsorpsi di seluruh usus halus. Zat besi dan kobalt berkompetisi
untuk berikatan dengan transpor absorpsi, oleh karena itu absorpsi pada pria biasanya
lebih sedikit dibandingkan wanita. Diet tinggi zat besi non heme berkaitan dengan
kadar serum mangan yang rendah, meningkatnya kehilangan mangan lewat urin, dan
penurunan aktivitas enzim superoksida dismutase yang sangat tergantung pada
mangan. Transpor mangan dilakukan dengan pengikatan mangan dengan
makroglobin, transferin, dan transmanganin. Ekskresi mangan utama melalui feses
setelah diekskresikan lewat cairan empedu.1

B.4.2. Fungsi
Mangan merupakan komponen dari banyak enzim termasuk glutamin
sintetase, piruvat karboksilase, dan superoksida dismutase pada mitokondria. Mangan
juga berperan dalam pembentukkan jaringan ikat dan skeletal, proses pertumbuhan
dan reproduksi, serta metabolisme lipid dan karbohidrat.1

B.4.3. Dietary Reference Intake (DRI) 1


a. Anak – anak usia muda : 1,2 – 1,5 mg/hari
b. Anak – anak usia lanjut : 1,9 – 2,2 mg/hari
c. Dewasa : 2,3 mg/hari (pria) dan 1,8 mg/hari (wanita)

B.4.4. Sumber makanan


Makanan kaya akan mangan diantaranya adalah padi – padian, kacang –
kacangan, dan teh. Buah – buah dan sayur – sayuran adalah makanan dengan
konsentrasi mangan cukup baik. Sumber hewani, seafood, dan unggas adalah sumber
makanan miskin mangan.1

33
B.4.5. Keadaan defisiensi 1
a. Sterilitas,
b. Abnormalitas skeletal,
c. Ataksia,
d. Penurunan berat badan,
e. Dermatitis transien,
f. Mual dan muntah.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Mahan LK, Stump SE. Krause’s Food and Nutrition Therapy. 12th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2008, Chapter 3, The Nutrients and Their
Metabolism; p. 103 – 25, 127 – 9, 131 – 2; Chapter 4, Water, Electrolytes, and Acid –
Base Balance; p. 150 – 1, 152.
2. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2005.
3. Robinson CH, Lawler MR., Chenoweth WL, Garwick AE. Normal and therapeutic
nutrition. 17th ed. New York: Macmillan; 1990.
4. Greer FR, Krebs NF. Optimizing Bone Health and Calcium Intakes of Infants,
Children, and Adolescents. Pediatrics. 2006 [cited 2015 June 26]; 117;578. DOI:
10.1542/peds.2005-2822. Available at:
http://pediatrics.aappublications.org/content/117/2/578.full.html
5. Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: FK UI; 2001.
6. Robert M. Kliegman, Bonita F. Stanson, Nina F. Schor, Joseph W. St. Geme III,
Richard E Berhman. Nellson Textbook of Pediatrics 19th ed. US: Elsevier; 2011.
7. Pudjiadi, S. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ilmu Gizi Klinis pada Anak.
Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.
8. Krucik G. Phosphorus in Your Diet [Internet]. 2012 [cited 2015 June 27]. Available
from: www.healthline.com/health/phosphorus-in-diet#toomuchphosphorus6.
9. Dwijayanthi L. Ilmu Gizi Menjadi Sangat Mudah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2013.
10. Centers for Disease Control and Prevention. Sodium and Potassium Intakes Among
US Infants and Preschool Children, 2003-2010. 2013 [cited 27 June 2015]. Available
from: http://www.cdc.gov/salt/pdfs/mmwr_journal_highlights.pdf
11. Vellaichamy M. Pediatric Hyponatremia. 2014 [cited 2015 June 28]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/907841-overview
12. Damellof M, Braegger C, et al. Iron Requirements of Infants and Toddlers. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2014 [cited 2015 June 28];
10.1097/MPG.0000000000000206. Available from:
http://journals.lww.com/jpgn/Fulltext/2014/01000/Iron_Requirements_of_Infants_and
_Toddlers.28.aspx
13. Barness LA, et al. Zinc. 1978 [cited 2015 June 26]; 62;408. Available from:
http://pediatrics.aappublications.org/content/62/3/408.full.pdf+html

35
14. Zimmermann MB. The Role of Iodine in Human Growth and Development. Seminars
in Cell & Developmental Biology. 2011 [cited 2015 June 28]; 645-652. Available
from:
http://www.iccidd.org/cm_data/2011_Zimmermann_The_role_of_iodine_in_human_
growth_and_development_SCDB.pdf
15. Christianson A, Kaczor T. Nutrient Profile: Iodine. Natural Medicine Journal. 2011
[cited 2015 June 28]; 2157-6769. Available from:
http://naturalmedicinejournal.com/journal/2011-04/nutrient-profile-iodine

36

Anda mungkin juga menyukai