Anda di halaman 1dari 9

EKONOMI DAN BISNIS WISATA

Program Studi : Ekowisata


Mata Kuliah : Ekonomi dan Bisnis Wisata
Pertemuan : II ( Selasa, 8 Maret 2022)

1. SUMBER DAYA PARIWISATA


Secara umum aktifitas pembangunan ekonomi telah memodifikasi sumber
daya dan mengubah struktur dan pola konsumsinya, termasuk didalamnya
oleh sektor pariwisata. Tidak dapat dipungkiri bahwa berjalannya industri
pariwisata sangat bergantung pada sumber daya yang tersedia.
Menurut Zimmermann, sumber daya diartikan sebagai atribut alam yang
bersifat netral sampai ada campur tangan manusia dari luar untuk
mengubahnya agar dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan manusia itu.
Dalam konteks pariwisata, sumber daya diartikan sebagai segala sesuatu yang
mempunyai potensi untuk dikembangkan guna mendukung pariwisata, baik
secara langusng maupun tidak langsung.
Sumber daya yang terkait dengan pengembangan pariwisata umumnya
berupa sumber daya alam, SDM, sumber daya budaya, sumber daya minat
khusus, ( I Gede Pitana dan I Ketut Surya Diarta, Pengantar Ilmu Pariwisata,
(Yogyakarta: Andi, 2009), h.68.) sumber daya manusia.
Orang ataupun organisasi menggunakan sumber daya untuk beragam
kegiatan pariwisata.
1) Sumber Daya Alam
Elemen dari sumber daya, misalnya air, pepohonan, udara, hamparan
pegunungan, pantai, bentang alam, dan sebagainya, tidak akan menjadi
sumber daya yang berguna bagi pariwisata kecuali semua elemen tersebut
dapat memuaskan dan memenuhi kebutuhan manusia. Oleh karenanya,
sumber daya memerlukan intervensi manusia untuk mengubahnya agar
menjadi bermanfaat. Menurut Fennel, sumber daya alam yang dapat
dikembangkan menjadi sumber daya pariwisata di antaranya adalah
sebagai berikut :
1. Lokasi geografis. Hal ini menyangkut karakteristik ruang yang
menentukan kondisi yang terkait dengan beberapa variabel lain.
2. Iklim dan cuaca. Ditentukan oleh latitude dan elevation diukur dari
permukaan air laut, daratan, pegunungan, dan sebagainya.

Ekonomi dan Bisnis Wisata


3. Topogarafi dan landforms. Bentuk umum dari permukaan bumi
(topografi) dan struktur permukaan bumi yang membuat beberapa
areal geografis menjadi bentang alam yang unik.
4. Surface materials. Menyangkut sifat dan ragam material yang
menyusun permukaan bumi yang sangat unik dan menarik sehingga
bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata alam. 21 Ibid, h.69. 22
Ibid, h.69-70. 23 Ibid, h.71-72. 5. 5. Air.
Air memegang peran sangat penting dalam menentukan tipe dan level
dari rekreasi outdoor, misalnya bisa dikembangkan jenis wisata
pantai/bahari, danau, sungai, dan sebagainya.
6. Vegetasi. Vegetasi merujuk pada keseluruhan kehidupan tumbuhan
yang menutupi suatu area tertentu.
7. Fauna. Beragam binatang berperan cukup signifikan terhadap
aktivitas wisata baik dipandang dari sisi konsumsi (wisata berburu
dan mincing) maupun nonkonsumsi (birdwatching).
2) Sumber Daya Manusia
Manusia adalah unsur terpenting dalam keberhasilan suatu organisasi.
Dikatakan Susanto (1997) bahwa asset organisasi terpenting dan harus
diperhatikan oleh menejeman adalah manusia (sumber daya manusia
“human resources”). Hal ini bermuara pada kenyataan dimana manusia
merupakan elemen yang selalu ada dalam setiap organisasi. Manusia
membuat tujuan-tujuan inovasi dan pencapaian tujuan organisasi.
Manusia merupakan satusatunya sumber daya yang dapat membuat
sumber daya organinasi lainnya bekerja dan berdampak langsung
terhadap kesejahteraan perusahaan. Dalam kaitan ini menurut
Tjokrowinoto dkk. (2001) bahwa figur atau sosok sumberdaya manusia
pada abad 21 adalah manusia-manusia yang memiliki kualifikasi sebagai
berikut:
1. Memiliki wawasan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill),
dan sikap atau perilaku (attitude) yang relevan dan mampu
menunjang pencapaian sasaran dan bidang tugas dalam suatu
organisasi.
2. Memiliki disiplin kerja, dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap
pekerjaan dan terhadap organisasi.
3. Memilki rasa tanggungjawab dan pengertian atau pemahaman
yang mendalam terhadap tugas dan kewajibanya sebagai
Ekonomi dan Bisnis Wisata
karyawan atau unsur manajemen organisasi.
4. Memiliki jiwa kemauan yang kuat untuk berprestasi produktif dan
bersikap professional.
5. Memilki kemauan dan kemampuan untuk selalu mengembangkan
potensi dan kemampuan diri pribadi demi kelancaran
pelaksanaan tugas organisasi.
6. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam bidang tehnik maupun
manajemen dan kepemimpinan.
7. Memiliki keahlian dan ketrampilan yang tertinggi dalam bidang
tugas dan memiliki kemampuan alih teknologi.
8. Memiliki jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) yang tinggi dan
konsisten
9. Memilki pola pikir dan pola tindak yang sesuai dengan visi, misi,
dan budaya kerja organisasi Pendidikan kepariwisataan
merupakan salah satu kunci dalam mengembangkan potensi
kepariwisataan (kawasan wisata), karena bidang ini memerlukan
tenaga kerja terampil yang secara terus menerus harus
dikembangkan.
Menurut Spillane James. J (1994):”Salah satu masalah dalam
mengembangkan pariwisata adalah tidak tersedianya fasilitas yang cukup
untuk menunjang pendidikan pariwisata. Tenaga kerja yang cakap,
terampil, memiliki skill tinggi dan pengabdian pada bidangnya
(professional) menjadi kebutuhan mutlak dalam bersaing di pasaran
global. Produk industri pariwisata adalah “jasa”, oleh karena itu
penekanannya harus pada segi pelayanan yang disesuaikan dengan
kebutuhan wisatawan. Dalam industri pariwisata, kualitas pelayanan
merupakan indikator utama yang menunjukkan tingkat professionalnya.
Pengembangan pengetahuan tenaga kerja ditekankan pada 3 hal pokok
(Warsitaningsih, 2002):
1. Pengembangan pengetahuan tentang tata cara pelayana yang
berkaitan dengan bervariasinya kegiatan pariwisata, misalnya
pelayanan di hotel, berbeda dengan pelayanan di tempat rekreasi
atau dalam perjalanan wisata.
2. Pengembangan pengetahuan tentang peralatan dan perlengkapan
yang diperlukan dalam bidang pelayanan.
3. Pengembangan SDM yang berkaitan dengan pengembangan sikap,
Ekonomi dan Bisnis Wisata
perilaku, sopan santun, dan sebagainya.

3. Sumber Daya Budaya


Budaya sangat penting perannya dalam pariwisata. Istilah “budaya’’ bukan
saja merujuk pada sastra dan seni, tetapi juga pada keseluruhan cara
hidup yang dipraktekkan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang
ditransmisikan dalam suatu generasi kegenerasi berikutnya. Sumberdaya
budaya yang bisa dikembangakan menjadi daya tarik wisata diantaranya
adalah sebagai berikut : 24 24 Ibid, h.75-76.
1. Bangunan bersejarah, situs, monumen, museum, galeri seni, situs
budaya kuno, dan sebagainya.
2. Seni dan patung kontemporer, arsitektur, tektile, pusat kerajinan
tangan dan seni, pusat desain, studio artis, industri film dan penerbit,
dan sebagainya.
3. Seni pertunjukkan, drama, sendra tari, lagu daerah, teater jalanan,
eksibisi foto, festival, dan event khusus lainnya.
4. Peninggalan keagamaan seperti pura, candi, masjid, situs, dan
sejenisnya.
5. Kegiatan dan cara hidup masyarakat lokal, sistem pendidikan
sanggar, teknologi tradisional, cara kerja, dan sistem kehidupan
setempat.
6. Perjalanan (trekking) ketempat bersejarah menggunakan alat
transportasi unik (berkuda, dokar, cikar dan sebagainya).
7. Mencoba kuliner (masakan) setempat. Melihat persiapan, cara
membuat, menyajikan, dan menyantapnya merupakan atraksi budaya
yang sangat menarik bagi wisatawan.
4) Sumber Daya Pariwisata Minat Khusus
Salah satu penyebab terjadinya segmentasi atau spesialisasi pasar
pariwisata adalah karna adanya kecenderungan wisatawan dengan minat
khusus baik dalam jumlah wisatawan maupun area minatnya. Hal ini sangat
berbeda dari jenis pariwisata tradisionaal karena calon wisatawan memilih
sebuah destinasi wisata tertentu sehingga mereka dapat mengikuti minta
khusus dan spesifik yang diminati. Pariwisata dengan minat khusus ini
diperkirakan akan menjadi trend perkembangan pariwisata kedepan sebab
calon wisatawan telah menginginkan jenis pariwisata yang fokus, yang
mampu memenuhi kebutuhan spesifik wisatawan.
Ekonomi dan Bisnis Wisata
2.PARIWISATA SEBAGAI ALTERNATIF
Pariwisata adalah salah satu sektor pembangunan yang dapat dilihat secara
terpisah. Pembangunan di dalamnya juga terkait dengan sektor lain.
Misalnya, pendidikan di bidang ini. Permasalahan dan kendala yang dihadapi
sektor pendidikan antara lain mutu masukan, sumber daya termasuk di
dalamnya adalah masalah guru, proses belajar-mengajar, pengelolaan yang
kurang efektif dan efisien, hasil belajar yang kurang diharapkan serta tingkat
income yang kurang memadai dan masih banyak lagi. Berdasarkan hasil
penelitian Ibrahim Musa dkk. Indonesia telah meletakkan pariwisata sebagai
salah satu sektor penting untuk mempercepat proses pembangunan nasional
yang berkelanjutan. Namun kenyataannya, konsep pariwisata, pariwisata
berkelanjutan di Indonesia masih mengalami banyak kendala baik dalam
perencanaan maupun pelaksanaannya. Kendala tersebut terutama terletak
pada masalah-masalah substansial seperti esensi pariwisata berkelanjutan itu
sendiri, pengembangan produk, pasar dan pemasaran, serta dampaknya bagi
berbagai lapisan masyarakat. Akar permasalahan dari kondisi tersebut sudah
jelas, yaitu belum adanya kebijakan pariwisata yang jelas dan terpadu.
Ekowisata merupakan salah satu wisata alternatif dianggap sebagai salah satu
cara untuk meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat pedesaan karena
dianggap bisa memberikan kesempatan kerja, kesempatan berusaha, serta
meningkatkan pengembangan kemampuan berusaha (Scheyvens, 2000), serta
memberikan kesempatan yang lebih besar untuk mengontrol penggunaan
sumber daya alam di daerah tertentu sebagai salah satu aset kegiatan
ekowisata (Ashley & Roe, 1997). Ekowisata merupakan suatu kegiatan wisata
yang yang memanfaatkan sumber-sumber alam atau daerah-daerah yang
relatif belum berkembang (sekaligus dengan budaya aslinya) dengan
bercirikan sebagai berikut: mempromosikan konservasi alam, memberikan
dampak sesedikit mungkin terhadap lingkungan serta memberikan manfaat
ekonomi bagi masyarakat setempat (Ceballos-Lascurain, 1996). Walaupun
secara umum definisi tersebut telah mencakup pemberdayaan masyarakat
setempat dimana kegiatan ekowisata dilaksanakan, namun cara-cara
bagaimana memberdayakan masyarakat setempat untuk meningkatkan
status masyarakat secara sosial, budaya, serta ekonomis belum mendapatkan
perhatian yang selayaknya dari para peneliti, terutama di negara berkembang
Ekonomi dan Bisnis Wisata
seperti Indonesia. Dampak negatif ekowisata dan wisata alternatif lainnya
serta kemungkinan potensi ekowisata dalam pengembangan masyarakat
daerah yang terbelakang masih sangat kurang (Scheyvens, 2000). Melihat
banyaknya potensi yang dimiliki oleh Indonesia, bukan mustahil akan
memberikan berbagai dampak positif sebagai usaha pemberdayaan
masyarakat pada masa yang akan datang, karena berberapa alasan, sebagai
berikut:
1) Untuk meyakinkan bahwa keputusan kebijakan tentang
pengembangan ekowisata masa depan merupakan cerminan
dari pendapat para pelaku pariwisata.
2) Untuk meyakinkan terlaksananya manajemen yang baik
terhadap aset-aset ekowisata di Indonesia, seperti misalnya
sumber alam, karena ekowisata memang didasarkan pada
keberadaan sumber alam tersebut.
3) Untuk meyakinkan bahwa ekowisata memberikan keuntungan
secara ekonomis, sosial dan budaya terhadap semua pelaku
ekowisata (stakeholders).
Zeppel (1999) secara lebih luas mendefinisikan ekowisata sebagai
suatu kegiatan wisata yang berdasar pada sumber daya alam yang
berkelanjutan dengan memasukkan juga unsur-unsur dinamika sosial dan
budaya, dimana wisatawan berinteraksi dengan masyarakat lokal di taman
nasional dan daerah-daerah yang belum banyak dikembangkan. Padahal
menurut Sri Agus (1999), kegiatan wisata budaya di Indonesia kebanyakan
masih berjalan apa adanya karena dipengaruhi oleh rendahnya sumber daya
manusia dalam merencanakan suatu paket wisata budaya. Hal ini lebih
dipersulit dengan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap pengaruh
negatif pariwisata bagi lingkungannya. Akibatnya, interaksi antara wisatawan
dan masyarakat lokal bisa memberikan dampak sosial dan budaya baik yang
positif maupun negatif pada tataran individu, keluarga, serta masyarakat
(Zeppel, 1999). Selama ini pembicaraan mengenai pemberdayaan masyarakat
lokal terhadap kegiatan ekowisata lebih banyak difokuskan pada masalah
ekonomi, dalam kenyataannya pembangunan ekowisata itu merupakan
kegiatan yang multidimensional, tidak hanya semata masalah ekonomi saja.
Linberg (1999) menyatakan bahwa ekowisata mempunyai peran yang sangat
besar dalam hal 'generating economic benefits' karena ekowisata, ikut
membantu penciptaan lapangan kerja di daerah terpencil yang secara
Ekonomi dan Bisnis Wisata
ekonomis belum mendatangkan keuntungan baik bagi pemerintah maupun
masyarakat. Meskipun kadang-kadang skalanya sangat kecil, tetap saja akan
memberikan pengaruh yang cukup besar baik bagi individu maupun
masyarakat. Lebih lanjut Linberg (1999) menyatakan bahwa studi tentang
ekowisata di Australia telah membuktikan adanya pengaruh positif dari sudut
ekonomi, meskipun tingkat keuntungannya sangat bervariasi dari satu tempat
ke tempat lainnya. Jika membicarakan masalah pemberdayaan ekonomi dari
sudut pandang ekowisata, perlu kiranya dibicarakan sektor formal dan informal
serta kesempatan berusaha yang tersedia, karena, kegiatan wisata yang
sifatnya musiman memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi
masyarakat lokal. Terlebih lagi, sering terjadi ketidak samaan pendapatan bagi
orang-perorang yang dapat menimbulkan permasalahan (Wilkinson & Pratiwi,
1995). Pemberdayaan secara sosial didefinisikan sebagai suatu situasi dimana
rasa kesatuan dan integritas sebuah kelompok masyarakat menjadi semakin
kuat (Scheyvens, 2000). Fungsi ekowisata sebagai faktor yang menunjang
pemberdayaan sosial sangatlah penting, karena dengan dibangunnya
'community-based tourism' akan memberikan pengaruh dinamika sosial yang
cukup kuat bagi kelompok masyarakat tersebut. Akibatnya, anggota
masyarakat akan merasa diikut-sertakan dalam kegiatan ekowisata, yang
berhasil. Pemberdayaan sosial yang bisa dilihat secara langsung dan tidak
langsung dengan dilakukannya kegiatan ekowisata adalah semakin terbukanya
kesempatan masyarakat setempat terhadap akses umum seperti misalnya air
bersih, jalan yang semakin baik serta klinik-klinik kesehatan. Sedangkan dari
perspektif budaya, Zeppel (1999) berpendapat bahwa ekowisata yang dikelola
dengan baik juga memungkinkan untuk digunakan sebagai suatu sarana untuk
mempertahankan keberadaan budaya asli penduduk setempat. Pemberdayaan
sosial yang memadai terhadap masyarakat setempat memungkinkan mereka
mempunyai kekuatan politis terhadap pembangunan fasilitas umum atau
pembangunan DTW ekowisata. Kegiatan pariwisata sebagai salah satu
alternatif untuk mendapatkan penghasilan bagi masyarakat dan devisa bagi
negara sudah tidak diragukan lagi, meskipun di Indonesia sektor ini mengalami
pasang surut. Seperti misalnya sebelum krisis ekonomi pariwisata menjadi
sektor andalan bagi pemerintah karena memberikan kontribusi yang besar bagi
perekonomian negara. Meskipun mengalami penurunan sejak terjadinya krisis
sekaligus ketidak-stabilan politik di Indonesia paling tidak 5 juta wisatawan
manca dan lebih dari 100 juta perjalanan wisatawan domestik tetap
Ekonomi dan Bisnis Wisata
merupakan faktor penggerak ekonomi yang cukup signifikan di Indonesia.
Dengan jumlah wisatawan mancanegara dan nusantara yang datang, maka
sektor pariwisata tetap memberikan kesempatan kerja dan berusaha
masyarakat Indonesia baik formal maupun tidak formal. Untuk mengatasi
penurunan jumlah wisatawan manca yang bersifat masal serta pemahaman
pemerintah dan wisatawan terhadap dampak negatif pariwisata masal, akhir
dekade ini telah dimulai kegiatan pariwisata yang mengarah pada Special
Interest Tourism (SIT) yang ditandai dengan beberapa ciri khas diantaranya
adalah berskala kecil, berkelanjutan, serta melibatkan masyarakat lokal
sehingga memberikan dampak positif terhadap masyarakat sekitarnya.
Keberadaan fasilitas untuk pariwisata masal seperti misalnya pembangunan
kompleks, hotel di Nusa Dua, Bali ternyata akhirnya tidak memberikan
pengaruh yang signifikan bagi masyarakat sekitamya karena sebagian besar
yang bekerja di bidang hospitality tersebut adalah masyarakat dari luar daerah
tersebut. Hal ini juga terjadi di Thailand (Phuket), dimana masyarakat lokal
karena keterbatasan pendidikan dan pengetahuan serta kemampuan bahasa
Inggris, kalah bersaing dengan pencari kerja dari luar wilayah Phuket (Thailand
Tourism Authority, 2005). Dikembangkannya Community-based ecotourism
enterprises (Usaha ekowisata berbasis masyarakat), akan memberikan manfaat
ekonomis sebagai faktor pendorong utama, serta memberikan manfaat lain
karena keterlibatan masyarakat lokal secara psikologis akan memberikan
pengaruh kepercayaan diri yang besar bagi orang yang terlibat di dalamnya
sekaligus akan memberikan rasa tanggung jawab yang besar terhadap
kelangsungan kehidupan di lingkungannya (Environmental Sustainability)
(Scheyvens, 2000). Proses pengembangan ekowisata tersebut disyaratkan
melibatkan masyarakat setempat tidak hanya dalam proses inisiasi tetapi pada
tahapan pelaksanaan seperti pembangunan ecolodge (penginapan yang
memenuhi persyaratan kelestarian lingkungan) di Gunung Halimun sejak awal
telah melibatkan masyarakat secara aktif. Meskipun praktek di lapangan
menunjukkan beberapa kendala yang dialami oleh fasilitator, tetapi
keterlibatan masyarakat setempat sangat membantu mengurangi problem
yang diasosiasikan dengan pengembangan ekowisata. Dalam skala yang lebih
luas, peningkatan status sosial dalam masyarakat karena, berperan serta dalam
kegiatan ekowisata ada dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Yang
pertama misalnya dengan bekerja mereka mendapatkan keuntungan ekonomis
sehingga kehidupan keluarga akan terjamin, sedangkan pengaruh yang tidak
Ekonomi dan Bisnis Wisata
langsung termasuk kesempatan mendapatkan akses yang lebih bagus terhadap
fasilitas - fasilitas umum seperti misalnya sarana, air bersih, jalan yang semakin
baik serta akses terhadap klinikklinik kesehatan. Ekowisata yang efektif sebagai
kegiatan yang berbasis masyarakat semestinya memberikan keuntungan bagi
masyarakat, karena sebagian dari kegiatan mereka disisihkan untuk kegiatan
konservasi alam jika kegiatan ekowisata melibatkan alam sebagai basis
kegiatannya. Kegiatan ekowisata berbasis masyarakat di Taman Nasional
Gunung Halimun misalnya menyisihkan sekitar 10% hasil keuntungan untuk
konservasi alam. Namun untuk kelompok yang satunya, kendala yang dihadapi
lumayan besar, karena mereka memiliki keterbatasan akses baik untuk akses
produksi dan jasa serta akses pemasaran. Oleh sebab itu perlu ditingkatkan
support dari pemerintah, tidak hanya untuk pengembangan produk tetapi
pemasaran serta peningkatan kemampuan (Skills) dengan cara training serta
kursus sangatlah diperlukan. Hal ini akan meningkatkan kemampuan mereka
dalam berproduksi sehingga kesejahteraan mereka akan lebih terjaga.

Ekonomi dan Bisnis Wisata

Anda mungkin juga menyukai