Anda di halaman 1dari 13

Pengelolaan Pariwisata

Pengelolaan Pariwisata
Arti dari kata pengelolaan oleh beberapa orang sering disamakan dengan arti manajemen, dimana tujuan dari
manajemen dan pengelolaan adalah sama yaitu tercapainya tujuan organisasi lembaga. Pengelolaan dapat
diartikan sebagai proses mengkoordinasikan dan mengintegrasikan semua sumber daya baik manusia maupun
teknikal, untuk mencapai berbagai tujuan khusus yang ditetapkan dalam suatu organisasi (Murniati, dalam
http://carapedia.com). Pengertian lain tentang pengelolaan adalah suatu istilah yang berasal dari kata “kelola”
mengandung arti serangkaian usaha yang bertujuan untuk menggali dan memanfaatkan segala potensi yang
dimiliki secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya
(Harsoyo, 1977 dalam http://id.shvoong.com). Dari kedua pendapat ahli tersebut lebih dikuatkan lagi dengan
pengertian pengelolaan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Wardoyo, 1980
dalam http://id.shvoong.com).

Pengelolaan pariwisata haruslah pengelolaan yang berkelanjutan untuk menjadikan pariwisata tersebut sebagai
daya tarik bagi wisatawan. Menurut Dutton dan Hall (dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata)
pengelolaan berkelanjutan adalah pengelolaan yang dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia saat ini,
tanpa mengorbankan potensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia di masa mendatang. Pada kondisi
ekologis tersebut seharusnya ditambahkan faktor-faktor sosial yang berpengaruh langsung pada
berkelanjutannya interkasi antara kelompok masyarakat dan lingkungan fisiknya.

Obyek dan daya tarik wisata umunya terdiri atas hayati dan non hayati, dimana masing-masing memerlukan
pengelolaan sesuai dengan kualitas dan kuantitasnya pengelolaan obyek dan daya tarik wisata harus
memperhitungkan berbagai sumber daya wisatanya secara berdaya guna agar tercapainya sasaran yang
diinginkan. Dalam menunjang pengelolaan berbagai kegiatan kepariwisataan, teknologi manajeman perlu
diterapkan agar sumber daya wisata yang murni alami dapat direkayasa secara berhasil guna, sehingga dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitasnya termasuk lingkungan alamnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996, Pengelolaan dan pengusahaan obyek dan daya tarik
wisata alam meliputi 5 hal yaitu:

1. Pembangunan sarana dan prasarana pelengkap beserta fasilitas pelayanan lain bagi wisatawan
2. Pengelolaan obyek dan daya tarik wisata alam termasuk sarana dan prasarana yang ada.
3. Penyediaan sarana dan fasilitas bagi masyarakat disekitarnya untuk berperan serta dalam kegiatan
pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam bersangkutan.
4. Penyelenggaraan persetujuan seni budaya yang dapat memberi nilai tambah terhadap obyek wisata
dan daya tarik wisata alam yang bersangkutan.
5. Penyelenggaraan pertunjukan seni budaya yang dapat memberi nilai tambah terhadap obyek dan daya
tarik wisata alam yang bersangkutan.

Baca Juga :
Pengertian Pariwisata

Potensi dan Daya Tarik Pariwisata

Teori Kepariwisataan Alam

Pengembangan Pariwisata

Pemasaran pariwisata

Pengelolaan Pariwisata

Peran Stakeholder dalam Pengelolaan Pariwisata

Best Pactice Pengelolaan Pariwisata

Post date: 2015-09-05 18:33:29


Post date GMT: 2015-09-05 18:33:29
Post modified date: 2015-09-05 18:54:21
Post modified date GMT: 2015-09-05 18:54:21

Powered by [ Universal Post Manager ] plugin. MS Word saving format developed by gVectors Team www.gVectors.com

Strategi Pengembangan Obyek Wisata Alam


POSTED BY NOER ⋅ 12 JUNI 2011 ⋅ 4 KOMENTAR

Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah yang memiliki keanegaraman hayati yang tinggi berupa sumber daya alam yang

berlimpah, baik di daratan, udara maupun di perairan. Semua potensi tersebut mempunyai peranan penting bagi pengembangan

kepariwisataan, khususnya wisata alam.

Potensi Obyek wisata alam yang dimiliki Sulawesi Tengah, antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian

budaya tradisional, keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan sejarah/budaya yang secara optimal untuk kesejahteraan

masyarakat. Keseluruhan potensi obyek wisata alam ini merupakan sumber daya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus

merupakan media pendidikan dan pelestarian lingkungan.

Pengembangan Obyek wisata alam obyek wisata alam sangat erat kaitannya dengan peningkatan produktifitas sumber daya hutan

dalam konteks pembangunan ekonomi, sehingga selalu dihadapkan pada kondisi interaksi berbagai kepentingan yang melibatkan

aspek kawasan hutan, pemerintah daerah, aspek masyarakat, dan pihak swasta di dalam suatu sistem tata ruang wilayah.
Kendala pengembangan obyek wisata alam berkaitan erat dengan: (a) Instrumen kebijaksanaan dalam pemanfaatan dan

pengembangan fungsi kawasan untuk mendukung potensi obyek wisata alam; (b) Efektifitas fungsi dan peran obyek wisata alam

ditinjau dari aspek koordinasi instansi terkait; (c) Kapasitas institusi dan kemampuan SDM dalam pengelolaan obyek wisata alam

di kawasan hutan; dan (d) Mekanisme peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam.

Strategi pengembangan obyek wisata alam meliputi pengembangan :

 Aspek Perencanaan Pembangunan obyek wisata alam yang antara lain mencakup sistem perencanaan kawasan, penataan
ruang (tata ruang wilayah), standarisasi, identifikasi potensi, koordinasi lintas sektoral, pendanaan, dan sistem informasi
obyek wisata alam.
 Aspek Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengatur
berbagai kepentingan, secara operasional merupakan organisasi dengan SDM dan peraturan yang sesuai dan memiliki
efisiensi tinggi.
 Aspek Sarana dan Prasarana yang memiliki dua sisi kepentingan, yaitu (1) alat memenuhi kebutuhan pariwisata alam, (2)
sebagai pengendalian dalam rangka memelihara keseimbangan lingkungan, pembangunan sarana dan prasarana dapat
meningkatkan daya dukung sehingga upaya pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal.
 Aspek Pengelolaan, yaitu dengan mengembangkan profesionalisme dan pola pengelolaan obyek wisata alam yang siap
mendukung kegiatan pariwisata alam dan mampu memanfaatkan potensi obyek wisata alam secara lestari.
 Aspek Pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur pemanfaatan obyek wisata alam untuk tujuan pariwisata yang
bersifat komersial kepada pihak ketiga dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat.
 Aspek Pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan bekerja sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri
maupun luar negeri.
 Aspek Peran Serta Masyarakat melalui kesempatan-kesempatan usaha sehingga ikut membantu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
 Aspek Penelitian dan Pengembangan yang meliputi aspek fisik lingkungan, dan sosial ekonomi dari obyek wisata alam.
Diharapkan nantinya mampu menyediakan informasi bagi pengembangan dan pembangunan kawasan, kebijaksanaan dan
arahan pemanfaatan obyek wisata alam.

Dalam rangka menemukenali dan mengembangkan obyek wisata alam perlu segera dilaksanakan inventarisasi terhadap potensi

nasional obyek wisata alam secara bertahap sesuai prioritas dengan memperhatikan nilai keunggulan saing dan keunggulan

banding, kekhasan obyek, kebijaksanaan pengembangan serta ketersediaan dana dan tenaga. Potensi daerah obyek wisata alam

yang sudah ditemukenali segera diinformasikan dan dipromosikan kepada calon penanam modal.

Dalam rangka optimalisasi fungsi obyek wisata alam perlu diupayakan pengembangan pendidikan konservasi melalui

pengembangan sistem interprestasi obyek wisata alam dan kerjasama dengan instansi terkait termasuk lembaga-lembaga

pendidikan, penelitian, penerangan masyarakat, dan lain-lain.

Perlu dikembangkan sistem kemitraan dengan pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat yang ada, dalam rangka mendukung

optimalisasi pengembangan obyek wisata alam.

Pengembangan obyek wisata alam merupakan sub-sistem dari pengembangan pariwisata daerah dan pengembangan wilayah pada

umumnya yang secara langsung maupun tidak langsung memberi manfaat lebih bagi masyarakat setempat.
Peranan pemerintah daerah dalam pengembangan obyek wisata ini melaksanakan koordinasi, perencanaan, pelaksanaan serta

monitoring pengembangan obyek wisata alam.

PENGELOLAAN PARIWISATA BERKELANJUTAN


Latar Belakang
Pembangunan pariwisata yang terpadu dan berkelanjutan perlu memperhatikan dampak serta aspiratif
dengan adat istiadat masyarakat di sekitar daerah tujuan wisata. Seluruh stake holders yang
berhubungan langsung dengan dunia pariwisata terlibat dalam perencanaan pembangunan suatu obyek
daerah tujuan wisata. Masyarakat setempat, wisatawan, pengusaha (investor), biro perjalanan serta
Pemerintah Daerah harus saling terpadu untuk berupaya secara maksimal mengembangkan potensi
wisata yang memperhitungkan keuntungan dan manfaat rakyat banyak.
Industri pariwisata yang berkembang dengan baik akan membuka kesempatan terciptanya peluang
usaha, kesempatan berwiraswasta, serta terbukanya lapangan kerja yang cukup luas bagi penduduk
setempat, bahkan masyarakat dari luar daerah. Secara langsung dengan dibangunnya sarana dan
prasarana kepariwisataan di daerah tujuan wisata tersebut maka akan banyak tenaga kerja yang
diperlukan oleh proyek-proyek, seperti pembuatan jalan-jalan ke obyek-obyek pariwisata, jembatan,
usaha kelistrikan, penyediaan sarana air bersih, pembangunan lokasi rekreasi, angkutan wisata,
terminal, lapangan udara, perhotelan, restoran, biro perjalanan, pusat perbelanjaan, sanggar-sanggar
kesenian dan tempat-tempat hiburan lainnya.
Perputaran uang akan meningkat dengan adanya kunjungan para wisatawan baik domestik maupun non
domestik, hal ini tentu akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap peningkatan penerimaan devisa
negara, pendapatan nasional serta pendapatan daerah. Walaupun demikian ada beberapa alasan di luar
faktor ekonomis yaitu yang bersifat non ekonomis dalam pengembangan pariwisata. Salah satu contoh
adalah dalam rangka mempertahankan kelestarian kebudayaan masyarakat setempat, keindahan alam
serta menyamakan persepsi seluruh komponen masyarakat akan ke arah mana pariwisata dikembangan.
Pembangunan pariwisata perlu direncanakan secara matang dan terpadu dengan memperhatikan segala
sudut pandang serta persepsi yang saling mempengaruhi. Para pengambil kebijakan hati-hati dalam
implementasinya, akan sangat bagus apabila sebelum kebijakan dijalankan dilakukan terlebih dahulu
penelitian dan pengkajian yang mendalam terhadap semua aspek yang berkaitan dengan dunia
pariwisata. Mulai dari potensi yang dimiliki daerah setempat, adat istiadat kebiasaan hidup masyarakat
sekitar lokasi pariwisata, kepercayaan yang dianutnya, sampai kepada kebiasaan dan tingkah laku
wisatawan yang direncanakan akan tertarik untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata yang siap
dikembangkan.
Dengan kebijakan yang memperhatikan kompleksitas permasalahan tersebut diharapkan akan tercipta
suasana lokasi daerah tujuan wisata yang harmonis, aman, nyaman, bersih, bebas polusi dan memiliki
lingkungan yang terpelihara, sehingga menyenangkan semua pihak khususnya para wisatawan.

Konsep dan Pengertian Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan


Pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat adalah tujuan utama pembangunan. Kebutuhan dasar
sebagian besar penduduk di bumi ini seperti pangan, sandang, papan, pekerjaan perlu terpenuhi,
disamping mempunyai cita-cita akan kehidupan yang lebih baik.
Konsep pembangunan berkelanjutan mengimplikasikan batas bukan absolut akan tetapi batas yang
ditentukan oleh teknologi dan organisasi masyarakat serta oleh kemampuan kehidupan bumi menyerap
dampak kegiatan manusia.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut (Djajadiningrat, 2001):
1.Menjamin pemerataan dan keadilan sosial
2.Menghargai keanekaragaman (diversity)
3.Menggunakan pendekatan integratif
4.Meminta perspektif jangka panjang
Di dalam pembangunan berkelanjutan terkandung dua gagasa penting, yaitu gagasan kebutuhan yaitu
kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia serta gagasan keterbatasan yang
bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Sehingga untuk memenuhi dua gagasan tersebut diperlukan
syarat-syarat untuk pembangunan berkelanjutan (Djajadiningrat, 2001), sebagai berikut
1.Keberlanjutan Ekologis
2.Keberlanjutan Ekonomi
3.Keberlanjutan Sosial dan Budaya
4.Keberlanjutan Politik
5.Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan
Dalam kaitannya dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan yang perlu mendapatkan perhatian
adalah bagaimana agar supaya obyek daerah tujuan wisata dapat dikembangkan dengan tidak
mengganggu ekosistem lingkungan yang ada, serta masyarakat setempat tidak terpinggirkan
kepentingannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih baik.

Kendala dalam Pengembangan Pariwisata


Sejak diundangkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka berbagai upaya
pengembangan potensi daerah menjadi menarik dan bahkan banyak dibicarakan serta diupayakan oleh
berbagai pihak untuk didayagunakan semaksimal mungkin. Semua sektor dicari kemungkinan untuk
dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga memberikan kontribusi terhadap suksesnya
implementasi roda pemerintahan. Hal ini juga terjadi pada dunia pariwisata. Dalam banyak hal
pariwisata memang menjadi potensi fokus orientasi kebijakan guna mendongkrak sumbangan
pendapatan daerah. Sejalan dengan pemikiran itu agaknya dapat difahami manakala terjadi eksploitasi
secara berlebihan terhadap aset wisata yang dimiliki daerah-daerah tertentu.
Inipun juga sejalan dengan semangat ditetapkanya Otonomi Daerah, dimana dengan dilaksanakan
otonomi daerah diharapkan terjadi revitalisasi dan pemberdayaan daerah yang lebih tepat dan sesuai
dengan kehendak masyarakat secara proporsional. Pemerintah Propinsi, Kabupaten/ Kota diharapkan
mampu mengartikulasikan kepentingan dan merumuskan kebijakan serta mengambil kebijakan secara
tepat, cepat dan sesuai dengan kebutuhan, sehingga pengembangan terhadap potensi yang ada dapat
dilaksanakan dengan lebih optimal dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
secara keseluruhan.
Tetap dalam bingkai implementasi otonomi daerah, pendelegasian berbagai kewenangan kepada
pemerintah daerah termasuk urusan kepariwisataan sudah semestinya dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya dalam artian haruslah dikelola secara efektif dan sistematik baik dijajaran pemerintahan
maupun masyarakat pengelola aset pariwisata.
Potensi pariwisata jika dicermati dengan seksama dapat didekati dari berbagai aspek, seperti aspek
ekonomi, sosial budaya, aspek fisik, aspek politik, sumberdaya alam dan manusia serta lainnya. Oleh
karena itu, dalam kaitan dengan bidang pariwisata, berbagai potensi tadi merupakan aset jika
dimanfaatkan dengan baik akan mampu meningkatkan performance pengelolaan kepariwsataan secara
holistik dengan pendekatan multidisilpliner, lintas sektoraldan lintas regional (meski tanpa
mengesampingkan lokalitas yang ada).
Menyimak pengalaman pengelolaan bahkan pengembangan pariwisata yang ada, betapapun masih
terdapat berbagai kendala yang menyebabkan pengelolaan tidak optimal. Beberapa kendala tersebut
antara lain:
1.Nilai tambah rendah. Hal ini berkait dengan kreativitas, inovasi dan kurangnya kemampuan
interpretasi peluang. Dalam banyak pertimbangan pengembangan pariwisata, terkadang tidak disadari
bahwa sebenarnya ada aset wisata yang jika dikelola dengan baik akan memiliki nilai tambah yang
menggiurkan. Namun kenyataannya masih ada beberapa aset atau obyek yang saat ini kondisi nilai
tambahnya masih rendah sehingga kurang mendapat perhatian. Hal ini tentunya tidak luput dari
kurangnya kreatifitas, inovasi, serta interpretasi yang dimiliki baik oleh pemerintah, pelaku maupun
masyarakat sendiri.
2.Keterlibatan rendah dalam arti ketidaksiapan masyarakat dan kurangnya fasilitasi dari pihak terkait.
Potensial tidaknya suatu dijadikan obyek wisata, selalu erat hubungannya dengan kesediaan
masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan positif dalam pengembangan, pengelolaan serta
pemeliharaannya. Jika ada salah satu dari unsur ini tidak terpenuhi, bisa jadi menyebabkan
perkembangan pariwisata tidak menguntungkan. Oleh karena itu, masyarakat setempat haruslah diberi
akses atau fasilitasi untuk siap dilibatkan atau terlibat dalam pengembangan, pengelolaan, serta
pemanfaatan obyek yang ada sebagai partisipan aktif bukan sebagai penonton pasif. Tentu banyak hal
yang menguntungkan pengembangan kedepan jika peran serta masyarakat ditetapkan menjadi
pertimbangan.
3.Orientasi fisik, terlena karena kekayaan alam dan budaya sebagai daya dianggap “given”. Ini bisa saja
menyebabkan para pihak berkompeten dengan kepariwisataan menganggap bahwa aset yang dimiliki
merupakan temuan belaka, sehingga menerapkan kebijakan bahwa temuan tersebut perlu
dikomersialkan hanya dengan bermodalkan keindahan yang melingkupi obyek tersebut sebagai satu-
satunya kriteria untuk menentukan prospek pengembangan dan pemasarannya. Berhasil tidaknya suatu
potensi wisata untuk dijadikan obyek wisata dan dikomersialkan, sebenarnya memberlukan banyak
persyaratan baik aspek teknis, administratif maupun nilai setempat. Contoh ada panorama gunung yang
indah, tetapi jika di sekitar kawasan tersebut ada gas beracun, maka kurang tepat jika aset itu
dijadikan obyek wisata umum.
4.Pemahaman yang kurang dari berbagai stakeholders. Seiring dengan berbagai perubahan yang ada,
termasuk didalamnya perubahan kelembagaan pemerintahan dan kebijakan sebagai dampak
dilaksanakannya otonomi daerah, maka terjadi semacam “culture shock” di berbagai level. Jika hal
semacam itu terjadi secara berkelanjutan maka bukannya tidak mungkin pengembangan kepariwisataan
daerah menghadapi dilema yang kurang menguntungkan. Untuk mengeliminir terjadi trend itu, maka
perlu kiranya bagi stakeholders yang ada menyatukan atau setidaknya menyamakan persepsi dalam
pengembangan pariwisata sehingga idiom “Itik bertelor Emas” tidak terjadi.
5.Orientasi jangka pendek untuk mengeruk keuntungan. Kesinambungan pemikiran jangka panjang
memang perlu ditumbuh kembangkan dalam menyikapi pengembangan wisata utamaya bagi obyek
wisata yang tidak terbarukan. Memang kadangkala kepentingan jangka pendek seolah lebih
menjanjikan, namun hal ini tentunya harus dipertimbangan arti segi kemanfaatan jangka panjangnya.
Jika hal ini kurang mendapat porsi yang memadai, kemungkinan akan terjadi kerugian di kemudian haru
(jangka panjang).
6.Kurangnya kebersamaan antar pelaku pariwisata dengan sektor lain. Kita dapat melihat, pengalaman:
dimana ada gula disitu ada semut. Tidak seekstrim ungkapan tadi, namun kenyataannya jika ada ODTW
(Obyek Daerah Tujuan Wisata) baru, berbagai pihak datang untuk memanfaatkan keunggulan
komparatif dan kompetitif dari aset yang ada. Agaknya perlu dipertimbangkan bahwa keunggulan
komplementatif sebuah aset wisata juga perlu menjadi pertimbangan para pengembang
kepariwisataan. Para pengembang kepariwisataan bisa saja berasal dari berbagai kalangan misalnya
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, biro perjalanan, pemandu wisata dan lainnya. Untuk
mengembangkan pariwisata dengan lebih baik, agaknya diperlukan penyamaan langkah garapan sesuai
dengan kompetensi masing-masing sehingga tidak terjadi "saling tubrukan" ”alam memanfaatan aset
wisata yang ada. Bisa dibayangkan jika tidak terjadi kebersamaan dalam pengembangan kepariwisataan
maka hasil yang dicapai hampir pasti kurang menggembirakan.

Mekanisme Penyelenggaraan Kepariwisataan


Setelah diketahui secara jelas kewenangan Pemerintah Daerah dalam rangka otonomi daerah khususnya
di Bidang Pariwisata, maka Pemerintah Daerah perlu mendukung dan memacu keberhasilan otonomi
daerah, dengan cara meningkatkan mekanisme penyelenggaraan kepariwisataan utamanya dalam hal
kualitas pelayanan publik, yaitu kemampuan mengembangkan pelayanan secara lebih baik, lebih cepat
dan lebih mudah.
Dalam penyelenggaraan kepariwisataan, dari sisi administrasi pembangunan kepariwisataan,
pemerintah disini hanya berperan sebagai regulator/ fasilitator sekaligus pendorong. Pemerintah hanya
menjalankan fungsi pembinaan teknis, sedangkan pihak swasta diberikan keleluasaan gerak serta
dukungan yang seluas-luasnya. Mekanisme yang diharapkan terjadi adalah pihak swasta mampu berada
di garis depan serta mendominir dalam pengembangan kepariwisataan.
Dalam penyelenggaraan kepariwisataan, langkah awal yang perlu dilakukan adalah memahami isu-isu
yang akan menjadi dasar di dalam pengembangan pariwisata selanjutnya. Isu-isu tersebut dapat berupa
permasalahan-permasalahan, dampak-positif, dampak negatif, keinginan sekelompok masyarakat/
pengusaha, rencana pengembangan dan sebagainya yang merupakan potensi dan hambatan dalam
pengembangan kepariwisataan. Kemudian isu-isu tersebut diinventarisir dan semua pihak yang terkait
dengan kepariwisataan harus sepaham dan dapat menjawab secara sepakat isu-isu tersebut dengan
obyektif dan logis.
Identifikasi potensi dan hambatan tersebut dilaksanakan dalam rangka mengumpulkan data serta
informasi tentang potensi dan hambatan serta keadaan umum kawasan yang akan dikembangkan
sebagai daerah tujuan wisata. Kegiatan identifikasi potensi dan hambatan tersebut meliputi aspek-
aspek daya tarik dan keunikan alam, kondisi ekologis/ lingkungan, kondisi sosial, budaya dan ekonomi,
peruntukan kawasan, sarana dan prasarana, potensi pangsa pasar ekowisata serta pendanaan.
Dari hasil identifikasi potensi dan hambatan tersebut selanjutnya dilakukan analisis potensi dan
hambatan, meliputi hal-hal sebagai berikut: aspek legalitas dan dasar-dasar hukum, potensi
sumberdaya dan keunikan alam, analisis usaha, analisis dampak lingkungan, analisis ekonomi (cost and
benefit analysis), analisis sosial (partisipasi masyarakat) serta analisis tata ruang.
Dari identifikasi dan analisis potensi dan hambatan tersebut, hasil yang diharapkan dapat menjawab
komponen-komponen yang terdapat dalam analisa menurut sistem 5 W + 1 H (Robby, 2001), yaitu:
1.Apa (What) yang akan dikembangkan. Obyek wisata alam untuk umum, yaitu wisatawan masal, atau
wisata minat khusus untuk kelompok wisatawan selektif, wisata budaya, wisata agro, atau wisata
bahari.
2.Mengapa (Why) ada rencana pengembangan.
-Karena banyak peminatnya?
-Usaha wisata daerah tersebut prospektif?
-Karena ada obyek wisata lain jenis yang dapat dipaketkan bersama obyek wisata yang akan
dikembangkan?
-Hanya untuk menaikkan PAD?
3.Bagaimana (How) mengembangkannya?
-Dana?
-Dari pemerintah Pusat atau Daerah?
-Dari sektor mana?
-Apakah dari pihak swasta?
-Dari segi teknis bagaimana perencanaannya?, Zonasinya?, Daya dukungnya?, Sirkulasi pengunjungnya?
-Apakah akan ditangani sendiri oleh Pemda atau diserahkan ke swasta?, bagaimana bentuk
kerjasamanya?
3.Siapa (Who) yang akan mengembangkannya. Pihak swasta? Pemda? Perum Perhutani ? Departemen
Kehutanan? Pemerintah Pusat? Direksi Perkebunan Swasta? Warga Setempat? Siapa konsultannya?
4.Kapan (When) akan dikembangkan? Sesudah mendapatkan semua izin atau sebelumnya? Setelah dana
terkumpul atau membangun sambil mencari dana? Segera dikembangkan atau menunggu hasil
konsultasi oleh tim pakar?
5.Dimana (Where) rencana lokasi pengembangan akan dibangun?
-Pertimbangan tidak sebatas zona inti kunjungan, tetapi meliputi seluruh wilayah pengelolaannya,
-Adakah kemungkinan tergusurnya lahan-lahan garapan atau tanah hak milik penduduk setempat,
-Berapa jauh dari Sumber air? Pemukiman? Dari sarana prasarana yang sudah ada?
-Sudahkah terdapat peta berskala 1: 5.000?
Dari hasil identifikasi dan analisis potensi dan hambatan tersebut di atas, kemudian baru disusun
perencanaan atau rancang tindak pengembangan kepariwisataan. Sehingga usaha-usaha pengembangan
yang akan dilakukan akan membawa manfaat yang maksimal bagi wilayah dan masyarakat, serta
meminimalkan biaya dan dampak yang mungkin terjadi bila pengembangan kepariwisataan dilakukan.
Pada akhirnya kebijakan serta arah pembangunan kepariwisataan ditentukan oleh seluruh pihak yang
terlibat dalam kepariwisataan.
Konsep perencanaan pariwisata yang baik hendaknya dilakukan dengan melalui pendekatan
berkelanjutan, ikremental, berorientasi sistem, komprehensif, terintegrasi dan memperhatikan
lingkungan, dengan fokus untuk pencapaian pembangunan berkelanjutan dan keterlibatan masyarakat.
Konsep perencanaan ini tertuang dalam RIPPDA (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah),
dimana dalam penyusunan RIPPDA Kabupaten/ Kota secara hirarki harus mengacu yang lebih tinggi
yaitu RIPPDA Propinsi serta Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga dengan memperhatikan hirarki
tersebut pengembangan dapat terintegrasi secara baik.
Dalam penyelenggaraan kepariwisataan, tahapan serta tata caranya dibuat secara berkesinambungan,
artinya tahapan dalam pelaksanaan sudah dipikirkan dengan matang pada tahapan perencanaan. Hal-
hal apa yang perlu dikembangkan dalam tahapan pelaksanaan sudah menjadi bahan pertimbangan serta
masukan dalam tahapan perencanaan, misalnya aspek pengembangan masyarakat; pengembangan
produk yang mencakup aspek tata ruang, sarana dan prasarana, atraksi dan kegiatan, pendidikan dan
sistem penghargaan; pengembangan usaha; pengembangan pemasaran dan akhirnya pada tahapan
pemantauan dan evaluasi.
Aspek lain selain yang telah diuraikan tersebut di atas dalam mekanisme penyelenggaraan
kepariwisataan perlu diperhatikan bagaimana bentuk kelembagaan yang berfungsi melakukan
pengelolaan kepariwisataan, yang berkewajiban dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Selain
keberadaan dinas atau instansi khusus yang menangani kepariwisataan, pembentukan Tim Koordinasi
yang terdiri atas Tim Teknis, Tim Pembina dan Sekretariat yang tergabung dari instansi-instansi terkait
diperlukan, agar dalam pengelolaan kepariwisataan dapat terpadu, berdayaguna dan berhasilguna.
Pada akhirnya dalam setiap mekanisme penyelenggaraan kepariwisataan khususnya dalam hal
pengembangannya memang harus terpadu dan melibatkan seluruh stake holders. Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/ Kota dalam perencanaan pengembangan potensi wisata di
daerahnya diharapkan mempunyai keterkaitan program, hal tersebut menjadi tugas bersama dalam
rangka pengembangan bidang kepariwisataan yang terpadu dan berkelanjutan, sehingga masing-masing
daerah dapat merasakan manfaatnya secara bersama-sama dengan mengedepankan kepentingan
nasional.

Penutup
Pembangunan pariwisata berkelanjutan mempunyai arti pembangunan dalam sektor pariwisata dalam
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk berekreasi pada saat ini dengan tanpa mengurangi
kemampuan atau kebutuhan generasi mendatang. Perencanaan menjadi titik awal dalam proses
pembangunan pariwisata, sehingga keterlibatan seluruh stake holders sangat diperlukan dalam langkah
awal yang sangat menentukan tersebut. Akan dikembangkan menjadi daerah pariwisata seperti apa
suatu wilayah, tentunya memerlukan kajian yang sangat mendalam agar supaya prinsip berkelanjutan
dapat terpenuhi.
Mekanisme dalam penyelenggaraan kepariwisataan akan baik apabila sesuai dengan alur proses
manajemen, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi. Di dalam
tahapan perencanaan harus sudah mulai dipikirkan kemungkinan tercapainyanya dalam tahapan
pelaksanaan, artinya rencana kegiatan akan diupayakan secara maksimal dalam pelaksanaannya.
Aspek-aspek apa yang perlu direncanakan untuk dilaksanakan sebagai contoh adalah bagaimana aspek
pengembangan masyarakat; pengembangan produk yang mencakup aspek tata ruang, sarana dan
prasarana, atraksi dan kegiatan, pendidikan dan sistem penghargaan; pengembangan usaha;
pengembangan pemasaran. Akhirnya untuk menilai keberhasilan proses perencanaan dan pelaksanaan
tersebut diperlukan mekanisme tahapan pemantauan dan evaluasi yang dapat diukur baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
Walaupun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa masih dijumpainya kendala-kendala penyelenggaraan
kepariwisataan dalam upaya pembangunan pariwisata berkelanjutan. Misalnya dalam hal strategi
pembinaan, kerangka penataan termasuk di dalamnya pembentukan perangkat organisasi yang sesuai
dengan kemampuan masing-masing daerah yang masih memerlukan beberapa peraturan daerah serta
koordinasi dengan sektor terkait secara terpadu dan mempunyai komitmen bersama untuk kepentingan
pemenuhan hajat hidup masyarakat saat ini dan berkelanjutan sampai pada generasi masa depan.

Referensi
Kusudianto Hadinoto, Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata, UI-Press, Jakarta, 1996.
Fathul Bahri, Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Kepariwisataan Daerah, Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata, Deputi Bidang Pengembangan Pariwisata, 2002.
Oka A. Yoeti, H., Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1997.
Robby K.T. Ko, Obyek Wisata Alam, Pedoman Identifikasi, Pengembangan, Pengelolaan, Pemeliharaan
dan Pemasaran Obyek Wisata Alam, Yayasan Buena Vista, Bogor, 2001.
Surna Tjahja Djajadiningrat, Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan, Aksara Buana,
Bandung 2001.
Pengertian detinasi pariwisata

Destinasi pariwisata adalah suatu entitas yang mencakup wilayah geografis tertentu yang didalamnya
terdapat komponen produk pariwisata (attraction, amenities, accebilities) dan layanan, serta unsur
pendukung lainnya (masyarakat, pelaku industri pariwisata, dan institusi pengembang) yang
membentuk sistem yang sinergis dalam menciptakan motivasi kunjungan serta totalitas pengalaman
kunjungan bagi wisatawan.

Tipologi Destinasi Pariwisata (UN-WTO)


1.Kawasan perairan/bahari (coastal zone)
2.Kawasan pantai (beach destination and site)
3.Kawasan gurun (destination in desert &Ariad areas)
4.Kawasan pegunungan (mountain destinations)
5.Kawasan Taman Nasional (natural & sensitive)
6.Kawasan ekowisata (ecotourism destinations)

Konsep Perencanaan Pariwisata

Merupakan aplikasi dari proses perencanaan umum (Inskeep,1991)


Untuk memenuhi kebutuhan, kesenangan dan pengalaman wisatawan;
Perencanaan Pariwisata yang berhasil; building success & Maintaining Success (Keiser Helber, 1978).

Building success, pertumbuhan four E’s ( economic, environment, enrichment, social and financial,
exchange)
Mantaining success, Pariwisata bersifat dinamis berubah mengikuti treend dan permintaan pasar.

Mengapa pemerintah melakukan perencanaan pariwisata?

“Pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pariwisata karena dalam
pengembangannya terdapat kemungkinan untuk menciptakan lapangan kerja serta menghasilkan
pendapatan. Oleh sebab itu, pariwisata berpotensi untuk memberikan kontribusi dan meningkatkan
perekonomian nasional dan daerah.
“Tourism is subject to direct and indirect government intervention often because of its employment
and income producing possibilities and therefore its potential to diversify and contribute to national
and regional economies” (Hall, 2000:18)

Mengapa sektor publik (pemerintah) terlibat dalam kepariwisataan?


Sebagai penggerak pembangunan dan pengembangan pariwisata
Alasan politis/political reason (e.g. border control, int’l image)
Pengelolaan sumber daya/Resource management (protecting the tourism product so that it remains
viable and in tact)
Alasan Ekonomi/Economic reason (to maximise economic advantage)
Koordinasi lintas sektoral :
Agar dalam pengembangannya mendapat dukungan yang luas

Mengantisipasi Kegagalan Pemasaran


Industri pariwisata biasanya mengejar pasar yang sifatnya jangka pendek dan berfokus pada mencari
keuntungan. Maka, terkadang mereka mengabaikan:
Issue lingkungan: regarding at as a free resource to exploit
Kebutuhan masyarakat sekitar: e.g. equal opportunities, equal access, health & safety...
Ketersediaan infrastruktur

Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah dapat mengintervensi agar pengembangan pariwisata
dapat menghasilkan manfaat bagi masyarakat (social) dan lingkungan (environment).
Kualitas Destinasi Pariwisata

Dalam suatu penelitian Wet Tropics Destinations Image (1998:74) diindentifikasi persepsi dan penilian
destinasi terhadap faktor citra suatu destinasi sebagai beriku:

1.kondisi jalan (Bagus- jelek)


2.bentang alam (eksotik biasa-biasa saja)
3.lingkungan (tidak aman-aman) dan otentik-Artifisial
4.masyarakat setempat (terdidik-tidak) dan ramah atau tidak
5.cendera mata (mahal-murah)
6.kenyamanan dalam perjalanan
7.transportasi umum
8.kawasan (padat-jarang)
9.cuaca
10.kondisi lingkungan (beranaka ragam-monoton)
11.binatang buas (dikenal-eksotik)

Dalam rangka mencermati suatu kualitas destinasi, terdapat parameter dasar dalam mengukur
kualitas destinasi, anatara lain:

1.Quality of Services
2.Price of Services
3.Price/Value Relationship
4.Overall Quality
5.Time. To spend in The Destination

Selain itu , Atribut destinasi Pariwisata mencakup gambaran dasar mengenai:


Tipologi dan Varietas produk
Tingkat pajak domestik dan Import
Harga produk
Aktivitas penjualan dan pemasaran
Lokasi /Venue
Kondisi cuaca
Time of the year

Pengembangan Destinasi Pariwisata

Berbagai langkah dilakukan untuk mengembangkan destinasi pariwisata, sebagi berikut:


1.destination Research: Aggressive vs passive approach
2.Lodging Information: Rating scale,brand name, style of service
3.Restautant Information : level of quality,chain affilitation,numbers and location of seat,style of
service
4.transportation:saf, reliable, good equipment, rest rooms
5.Attraction : group admision areas, quarented admission time, gift shop,rest area, food sercices,
guide services
6.Guide sence and Sightseeing information
7.Shopping information : variety of shopping experiences, local crats/craffs people, food service, maps
marketing materials, coupons, other activities (Fay,2001).
Dengan demikian dapat ditegaskan pentingnya menyaipkan informasi bagi destinasi dalam bentuk
data dan informasi destinasi pariwisata seperti ensiklopedi destinasi pariwisata.

Berkenaan dengan perkembangan Destinasi Pariwisata, Middleton (1988) mengemukan dua


kecenderungan yang saling bertentangan yang terjadi pada waktu mendatang:
Pertama, pembangunan berdasarkan tujuan, tertutup,sangat ketat kontrol lingkungan dan enclave-
taman nasional berskala besar, dan kawasan yang ekslusif, jauh dari kehidupan sehari-hari.
Kedua, kecenderungan menuju pengalaman wisata yang bersifat otentik dan sensitif, kontak dengan
lingkungan dan budaya setempat.

Pendekatan Destinasi Berbasis Sumberdaya (Resourced-besed Destinations) menerapkan


perencanaan yang cermat, pengelolaan dan teknik interpretatif untuk menyediakan dan mendesain
pengalaman bagi wisatawan sementara pada saat yang sama tetap melakukan proteksi terhadap
sumberdaya.

Studi Plog (1987)mengenai karakteristik Psikografis dalam model Allcentric/Pschocentric Model,


mengemukakan bahwa keterkaitan pengembangan destinasi dalam penelitian kepariwisataan yang
mencakup:
Pengembangan Destinasi, menjelaskan konsep kawasan baru untuk dikembangkan, pasar yang akan
dilayani, pelayanan dan amenitis yang disediakan bagi pengunjung.
Posisi produk, memfokuskan produk dan jasa terhadap kebutuhan dan psikologi pengguna utama
yang lebih besar untuk menarik segmen pasar yang spesifik.
Pengembangan terhadap pelayanan, menentukan mana saja pelayanan utama yang harus
diprioritaskan dan mana yang pendukung /sekunder.
Iklan dan promosi,
Pengemasan, disajikan sesuai dengan kebutuhan
Rencana induk, untuk melindungi keasrian dan keberlangsungan daya tarik destinasi, namun tetap
memenuhi kebutuhan/permintaan wisatawan.

Bagi Voase (1995) konsep destinasi pariwisata sangat berkaitan dngan cita rasa(taste) yang dikenali
memalui konsumsi wisatawan, sehingga atraksi dan event khusus (special event) sebagai unsur fisik
yang membuat daya tarik bagi wisatawan.

Adapun perkembangan siklus Destinasi Pariwisata (Tourist Destination) oleh Butler (1980)
dikelompokkan berdasarkan karakteristik perkembangan produk dan jumlah kunjungan pada periode
waktu yang dilewati dari eksplomsi (perintis), dengan proses pelibatan maka destinasi bertumbuh
popularitasnya dan jumlah kunjungan meningkat sehingga mencapai tahap development, dengan
upaya yang tetap mencapai bentuk yang optimal dan harus melakukan upaya reinvest, destinasi
mencapai tahap pemantapan (consolidation), namun pada saat tersebut pasar mulai mulai jenuh dan
pada titik tersebut destinasi mengalami stagnasi dan dapat mengalami dedinestage manakala tidak
terjadi upaya untuk melakukan inovasi dan terobosan-terobosan kreatif.

Inovasi Terhadap Destinasi Pariwisata

Pariwisata sebagai salah satu sektor pembangunan tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan
pembangunan berkelanjutan yang telah dicanangkan oleh pemerintah sesuai dengan pembangunan
nasional. Kepariwisataan Indonesia adalah pariwisata yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Berdasarkan konsep tersebut, maka konsep yang sebaiknya dipakai sebagai landasan adalah:
1.Pengembangan Pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism development), dan;
2.Pariwisata yang berbasis masyarakat (community based tourism).
Pembangunan pariwisata berkelanjutan, dapat dikatakan sebagai pembangunan yang mendukung
secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial trhadap masyarakat
(Ardiwijaya,2004).

Prinsip ini menekankan keterlibatan masyarakat secara langsung, terhadap seluruh kegiatan
pembangunan pariwisata dari mulai perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan. Masyarakat
diletakkan sebagai faktor utama, yang memiliki kepentingan berpartisipasi secara langsung dalam
pengambilan keputusan. Cohen dan Uphof (1977) mengemukan bahwa partisipasi masyarakat dalam
suatu proses pembangunan terbagi atas 4 tahap, yaitu;
1.Partisipasi pada tahap perencanaan;
2.Partisipasi pada tahap pelaksanaan;
3.Partisipasi pada tahap pemamfaatan hasil-hasil pembangunan, dan;
4.Partisipasi pada tahap pengawasan dan monitoring.

Strategi pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melaui dua pendekatan, yatiu, yang bersifat
struktural dan non-struktural (Manshur Hidayat & Surochiem As). Pertama, pendekatan struktural
adalah pendekatan makro yang menekankan pada penataan sistem dan struktur sosial politik.
Pendekatan ini mengutamakan peran instansi yang berwenang atau organisasi yang dibentuk untuk
mengelola potensi masyarakat. Dalam hal ini peran masyarakat sangat penting akan tetapi kurang
kuat karena aspek struktural biasanya lebih efektif bila dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai
wewenang, paling tidak pada tahap awal.

Kedua, pendekatan non-strukltural adalah pendekatan yang subyektif. Pendekatan ini mengutamakan
pemberdayaan masyarakat secara mental dalam rangka meningkatkan kemampuan anggota
masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan kepariwisataan. Kedua pendekatan itu harus saling
melengkapi dan dilaksanakan secara integratif.

Anda mungkin juga menyukai