Anda di halaman 1dari 4

DISKRIMINASI HAK ASASI OLEH NORMA ATAU

ATURAN HUKUM ADAT DI INDONESIA

Nama : Iqbal Maulana Fathur R


NIM : 160710101350

Hukum adalah kumpulan norma, aturan atau kaidah dalam suatu kehidupan
masyarakat yang didalamnya memuat tentang tata perilaku yang berlaku dalam suatu
kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan suatu pelaksanaanya dengan suatu sanksi 1.
Dewasa ini keadaan hukum di Indonesia semakin memprihatinkan, pasalnya kasus
melanggar hukum yang terjadi semakin menunjukan kehawatiran, baik itu bentuknya
kejahatan ataupun pelanggaran. Dalam mengatasi hal tersebut seharusnya terdapat
upaya penegakan hukum dan menindak siapapun yang melanggar hukum tanpa
memandang status, derajat, dan kekuasaan.

Tapi pada implementasinya terdapat suatu aturan atau norma hukum yang
berlaku di Indonesia, terutama norma hukum adat yang dipandang tidak sesuai atau
melanggar hak asasi manusia. Bahkan aturan yang tidak sesuai tersebut banyak
mengalami pro dan kontra, karena sebagian menganggap hal itu sebagai kebiasaan suatu
masyarakat dan dapat diterima oleh anggota yang menganutnya. Tetapi sebagian ada
yang menentang keras dengan aturan tersebut, karena di Indonesia sendiri segala bentuk
aturan atau norma hukum yang berlaku di Indonesia harus berlandaskan dari Pancasila
sebagai dasar negara. Terutama nilai kemanusiaan yang pada dasarnya mengutamakan
hak asasi manusia, maka suatu aturan hukum itu baik hukum positif maupun hukum
negatif tidak boleh bertentangan dengan ideologi yang luhur tersebut.

Dalam hal ini yang perlu digaris bawahi adalah, tidak semua norma hukum adat
yang dipandang melanggar atau bertentangan dengan hak asasi manusia, tetapi terdapat
beberapa aturan hukum adat yang dipandang tidak sesuai dan masih tetap diberlakukan,
bahkan dianut oleh masyarakat hukum adat yang mengikatkan diri terhadap aturan
tersebut. Lalu apa jadinya jika suatu aturan yang berlaku di Indonesia bertentangan
dengan nilai-nilai luhur Pancasila, dan melanggar hak-hak yang asasi dari tiap-tiap
individu?

1
Sudikno Mertokusumo. 1986. Mengenal Hukum (suatu pengantar) Liberty. Yoyakarta. hlm. 38
Lau berbicara mengenai hukum adat, hukum adat itu sendiri merupakan
kumpulan kaidah atau norma baik yang tertulis maupun tudak tertulis, yang asalnya dari
adat istiadat dan kebiasaan yang dapat dijatuhi sanksi bagi yang melanggarnya 2. Sanksi
tersebut dapat berupa cemooh, dikucilkan, mendapatkan tekanan batin berupa rasa malu
atau dipermalukan, bahkan sanksi denda yang dipandang secara manusiawi sangat
merugikan dan tidak sesuai. Hukum adat sendiri ditatati dan dipatuhi oleh masyarakat
adat secara sukarela meskipun hukumnya tidak tertulis. Alasanya karena telah dipercai
dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi dalam masyarakat
hukum adat itu sendiri.

Dengan kata lain hukum adat ini secara terang-terangan membantah adanya
suatu asas legalitas atau asas kepastian hukum. Hal ini dikuatkan dengan adanya
seorang ahli hukum yang mengartikan hukum adat itu sebagai sinonim dari hukum yang
tidak tertulis dalam peraturan legislatif, yang disebut oleh pasal 32 UUDS Tahun 1950 3.
Dikatakan demikian, karena dalam praktiknya masyarakat adat saat memutus suatu
hukuman yaitu dengan musyawarah dan keputusan di ambil oleh para penguasa adat,
yang kemudian keputusan-keputusan tersebut menjadi pijakan msayarakat adat dalam
menghakimi anggotanya yang dianggap melanggar hukum.

Selain itu dijelaskan juga, bahwa setiap orang harus tunduk terhadap kekuasaan
negara yang juga dapat diartikan sebagai penguasa di daerah masyarakat hukum adat,
selama tujuannya untuk menciptakan perdamaian, keamanan dan kesejahteraan serta
melindunggi hak-hak asasi tiap individu. Karena suatu hak yang dilindunggi penguasa
tersebut adalah hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dari manusia sejak lahir atau “state
of nature”, yaitu “life, liberty and estate”4. Namun tidak demikian jika kekuasaan yang
melahirkan kewenangan justru malah menimbulkan kesewenang-wenangan, yang
akibatnya menimbulkan pelanggaran terhadap hak tiap-tiap individu, dimana kekuasaan
itu membuat suatu aturan yang dapat merugikan hak asasi masayarakatnya.

Dan yang menjadi permasalahan adalah pelanggaran hak asasi manusia dari
beberapa aturan hukum adat itu sendiri, yang pada dasarnya hukum itu ada untuk
memenuhi rasa keadilan dan melindungi hak-hak tiap individu. Dan pada prinsipnya
2
Umar Said Sugiarto, S.H., M.S., Pengantar hukum Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2016) hlm. 117
3
Imam Sudiyat. Asas-Asas Hukum Adat(Bekal Pengantar) (Liberty: Yogyakarta, 1978) hlm. 8
4
Yahya Ahmad Zein, “Konsep Hak Asasi Manusia Dalam Islam (Mengungkap Korelasi Antara Islam
Dengan HAM)” Veritas et Justitia 1, no. 1 (2015).
persoalan hak asasi manusia dalam semua aspek merupakan bagian dari tujuan
pendirian suatu negara, bahkan dalam perspektif Teori Locke perlindungan hak asasi
manusia merupakan dasar dalam pendirian suatu negara5.

Seperti hukum atau aturan adat yang melanggar hak asasi manusia, contohnya
adalah hukum perkawinan dalam masyarakat Hukum Adat di Amole Papua. Dimana
seorang pengantin perempuan diwajibkan berhubungan badan dengan saudara
pengantin pria terlebih dahulu sebelum melakukan malam pertamanya. Dalam hal ini
tentunya pengantin pria dan perempuan akan dirugikan haknya, yang seharusnya suatu
hubungan tersebut hanya diantara kedua pengantin, tetapi harus didahului dan
diintervensi dengan orang lain meskipun itu adalah saudara dari pengantin pria itu
sendiri. Namun hal itu sudah menjadi kebiasaan yang menjadi hukum tidak tertulis
sehingga mau tidak mau hal tersebut harus dilaksanakan.

Kurangnya perhatian dan edukasi mengenai hak asasi manusia terhadap seluruh
lapisan masyarakat di Indonesia, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan adanya
suatu pelanggaran hak asasi manusia, yang bahkan dilakukan oleh suatu aturan adat itu
sendiri. Selain itu ilai-nilai hak asasi manusia seharusnya diterapkan secara menyeluruh
di segala lapisan masyarakat, sehingga segala bentuk diskriminasi benar-benar
mendapat perhatian yang serius6. Faktor lain penyebab adanya pelanggaran yang
ditimbulkan oleh aturan adat yaitu dari aparat penegak hukum negara, yang mana
penegak hukum seakan tidak berkuasa dalam menekan suatu sanksi yang tidak lagi
berprinsip pada keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Dengan adanya pelanggaran tersebut diatas, bukan berarti penegak hukum tidak
dapat melakukan suatu tindakan. Hanya saja para penegak hukum tidak dapat dengan
bebasnya menggunakan kewenangan untuk menindak hukum-hukum adat yang telah
melanggar hak asasi manusia itu. Karena penegak hukum di daerah tersebut tidak dapat
berbuat banyak terhadap pelanggaran itu, mengingat jumlah aparat yang tidak
sebanding dengan hukum adat yang masih dijaga dan dianut oleh seluruh masyakarat
hukum adat.

5
Carl J. Friedrich, The Philosophy of Law in Historical Perspektive, 101 (Chicago University, Chicago &
London, 1969)
6
Fauzan Khairazi, “Implementasi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Indonesia,” INOVATIF| Jurnal
Ilmu Hukum 8, no. 1 (2015).
Dari uaraian diatas, penulis menilai Penegak hukum seharusnya dapat menindak
lanjuti aturan-aturan tersebut, padahal undang-undang sudah jelas mengaturnya agar
dapat menindak norma atau aturan yang melanggar hak asasi manuisa. Untuk itu perlu
adanya komunikasi intensif dengan tokoh-tokoh atau para penguasa di daerah itu
mengenai hak asasi manusia, agar hukum adat yang melanggar hak asasi manusia tidak
terjadi kembali. Selain itu pemerintah harus turut andil dalam menangani hal tersebut,
dengan diadakannya suatu lembaga yang dapat melakukan identifikasi hukum adat
mana saja yang melanggar hak asasi manusia dan yang tidak. Jika tidak melanggar hak
asasi manusia harus dipertahankan dan yang melanggar harus dihapuskan atau
ditiadakan.

Anda mungkin juga menyukai