Anda di halaman 1dari 9

SOP ATONIA UTERI

No.Dokumen :
No.Revisi :
Tanggal Terbit:
Halaman :1/2

UPTD PUSKESMAS Euis Ratna Juita.SKM


RAWAT INAP MANDE NIP. 19690811 199103 2 004

1. PENGERTIAN Asuhan yang diberikan pada saat terjadi perdarahan segera


setelah plasenta lahir lebih dari 500 cc karena tidak ada kontraksi
uterus.
2. TUJUAN Agar perdarahan berhenti dan kontraksi uterus keras dengan
sedikit mungkin melakukan intervensi namun tetap menjaga
keamanan prosespenghentian perdarahan tersebut.
3. KEBIJAKAN Berdasarkan SK Kepala UPTD Puskesmas Rawat Inap Mande
No. 001/SK/KA-PKM-MND/I/2016 Tentang jenis-jenis pelayanan.
4. REFERENSI Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan
Dasar Dan Rujukan,Jakarta 2013
5. PROSEDUR / Tahap Awal :
LANGKAH - 1. Lakukan pemijatan uterus.
LANGKAH
2. Pastikan plasenta lahir lengkap.
3. Berikan 20-30 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9% Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10
unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml
larutan NaCl 0,9% Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
4. Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak
berhenti, berikan ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat),
dapat di ikuti pemberian 0,2 mg IM setelah 15 menit, dan
pemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila diperlukan.
JANGAN BERIKAN LEBIH DARI 5 DOSIS (1 mg).
5. Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV
(bolus) selama 1 menit, dapat diulang setalah 30 menit.
6. Lakukan pasang kondom kateter
7. Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang
memadai sebagai antisipasi bila perdarahan tidak berhenti.

Tahap Terminasi :
1. Melakukan evaluasi atas tindakan yang telah diberikan
terhadap pasien.
2. Berpamitan dengan pasien atau keluarga (apabila ada).
3. Membereskan alat
Mencatat lembar kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
6. BAGAN ALIR
1. Tahap awal

2. tahap terminasi

3. pendokumentasian

7. HAL-HAL YANG Konseling dan edukasi


HARUS DI 1. Pasien diberikan pemahaman dan penjelasan tentang
PERHATIKAN tindakan yang akan dilakukan.
2. Petugas menjelaskan pada pasien hasil pemeriksaan
jika perdarahan tidak berhenti akan dilakukan
penanganan darurat dan di rujuk ke RS.
3. Petugas mencatat hasil pemeriksaan pada lembaran
observasi.
8. UNIT TERKAIT 1. PONED
2. KIA
3. LABORATORIUM
9. DOKUMEN 1. Rekam Medik
TERKAIT 2. Lembar Observasi
10. REKAMAN No Yang Isi perubahan Tanggal mulai
HISTORIS dirubah diberlakukan
PERUBAHAN

DAFTAR TILIK
ATONIA UTERI
NAMA PRAKTIKUM                      :
MATA KULIAH                               :
TOPIK/POKOK PEMBAHASAN    :
WAKTU                                             :
HARI/TANGGAL                             :

PETUNJUK
Lakukan Observasi pada cek list yang telah tersedia dengan memberikan peniaian sebagai
berikut :
         Angka (3) bila peserta melakukan tindakan sesuai dengan prosedur dan sistematis
         Angka (2) kurang tepat dan memerlukan bimbingan
         Angka (1) tidak tepat meskipun ada bimbingan
         Angka (0) bila langkah tidak dilakukan

NILAI
NO LANGKAH/TUGAS
1 2 3 4
Persetujuan Tindakan Medik
1 Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri anda
2 Beritahu pada ibu apa yang akan dikerjakan dan berikan
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan
3 Dengarkan apa yang disampaikan oleh ibu
4 Berikan dukungan emosional dan jaminan pelayanan
5 Pantau keadaan umum (kesadaran, tensi, nadi, nafas)
untuk memastikan bahwa ditemukan keadaan yang
merupakan indikasi dan syarat tindakan obstetrik, atasi
renjatan
6 Memberitahukan suami/keluarga terdekat akan kondisi
ibu dan tindakan yang akan dilakukan
Persiapan Tindakan
7 Pasien :
§   Perut bawah dan lipatan paha sudah dibersihkan dengan
air
§    Cairan infus sudah terpasang jika diperlukan
§    Uji fungsi dan kelengkapan peralatan
Siapkan alas bokong, dan penutup perut bawah

8 Penolong :
§    Apron plastik, masker, kacamata pelindung
§    Sarung tangan panjang DTT/steril
§    Alas kaki/sepatu boot karet
Lampu sorot
Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
9 Pastikan kandung kemih kosong
10 Tentukan bahwa perdarahan memang keluar melalui
ostium serviks, bukan dari laserasi atau robekan jalan
lahir
11 Bersihkan sarung tangan, lepas dan rendam secara
terbalik dalam larutan klorin 0,5%
12 Cuci tangan dan lengan, keringkan dengan handuk
13 Pakai sarung tangan DTT yang baru dengan benar
14 Pastikan cairan infus berjalan baik dan uterotonika sudah
diberikan
KOMPRESI BIMANUAL INTERNA
15 Pakai handscoone steril
16 Lakukan vulva hygiene
17 Kosongkan kandung kemih jika penuh
18 Lakukan pembersihan bekuan darah dengan kassa steril di
balut antiseptic
19 Masukan tangan dengan obsetrik

20 Kepalkan tangan kanan dan letakkan dataran punggung


jari telunjuk hingga kelingking pada forniks anterior,
dorong uterus ke kranio-anterior.
21 Tapak tangan kiri menekan bagian belakang korpus uteri.
22 Lakukan kompresi dengan jalan mendekatkan telapak
tangan kiri dengan kepalan tangan kanan pada forniks
anterior.
23 Perhatikan perdarahan yang terjadi, bila perdarahan
berhenti, pertahankan posisi demikian hingga kontraksi
uterus membaik. Bila perdarahan Belum berhenti,
lanjutkan ke tindakan berikut.
24 Keluarkan tangan kanan, bersihkan sarung tangan dan
rendam dalam klorin 0,5 %.
25 Cuci tangan dan lengan, keringkan dengan handuk.
26 Pakai sarung tangan DTT yang baru secara benar.
KOMPRESI BIMANUAL EKSTERNA
27 Penolong berdiri menghadap pada sisi kanan ibu.
28 Tekan dinding perut bawah untuk menaikkan fundus uteri
agar telapak tangan kiri dapat mencakup dinding
belakang uterus.
29 Pindahkan posisi tangan kanan sehingga telapak tangan
kanan dapat menekan korpus uteri bagian depan
30 Tekan korpus uteri dengan jalan mendekatkan telapak
tangan kiri dan kanan dan perhatikan perdarahan yang
terjadi
31 Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi tersebut
hingga uterus dapat berkontraksi dengan baik. Bila
perdarahan belum berhenti, lanjutkan ke langkah berikut
KOMPRESI AORTA ABDOMINAL
32 Raba pulsasi arteri femoralis pada lipatan paha
33 Kepalkan tangan kiri dan tekan bagian punggung jari
telunjuk hingga kelingking pada umbilikus ke arah
kolumna vetebralis dengan arah tegak lurus
34 Dengan tangan lain, raba pulsasi arteri femoralis untuk
mengetahui cukup tidaknya kompresi :
     - Jika pulsasi masih teraba, artinya tekanan kompresi
masih belum cukup
-    Jika kepalan tangan mencapai aorta abdominalis,
maka pulsasi arteri femoralis akan berkurang / berhenti
35 Jika perdarahan pervaginam berhenti, pertahankan posisi
tersebut dan pemijatan uterus (dengan bantuan asisten)
hingga uterus berkontraksi baik
36 Jika perdarahan masih berlanjut :
     - Lakukan ligasi arteri uterina dan utero-ovarika
-  Jika perdarahan masih terus banyak, lakukan
histerektomi supravaginal
Perawatan Lanjutan
37 Perhatikan tanda vital, perdarahan dan kontraksi uterus
tiap 15 menit dalam 2 jam pertama
38 Tuliskan hasil tindakan dan instruksi perawatan lanjutan,
jelaskan dan serahkan pemantauan dan status pada
petugas
39 Beritahukan kepada pasien dan keluarganya tentang
tindakan dan hasilnya serta perawatan lanjutan yang
masih diperlukan.
40 Dokumentasikan tindakan yang dilakukan
SKOR NILAI =Ʃ NILAI X 100%
90
TANGGAL
PARAF PEMIMBING
Atonia Uteri
Atonia uteri adalah kondisi ketika rahim tidak bisa berkontraksi kembali
setelah melahirkan. Kondisi ini dapat mengakibatkan perdarahan
pascapersalinan yang dapat membahayakan nyawa ibu.
Atonia uteri atau kegagalan rahim untuk berkontraksi adalah penyebab paling
umum perdarahan postpartum atau perdarahan setelah persalinan yang menjadi salah
satu faktor utama penyebab kematian ibu.

Jika terjadi atonia uteri, perdarahan yang terjadi akan sulit berhenti. Akibatnya, ibu bisa
kehilangan banyak darah. Hal ini ditandai dengan meningkatnya detak jantung,
menurunnya tekanan darah, serta nyeri pada punggung.

Risiko untuk Mengalami Atonia Uteri


Penyebab atonia uteri belum diketahui dengan pasti. Namun, beberapa faktor selama
kehamilan dan proses melahirkan diduga berkontribusi terhadap terjadinya kondisi ini.
Faktor tersebut di antaranya adalah:

 Rahim yang terlalu teregang akibat polihidramnion


 Kehamilan kembar
 Kehamilan dengan bayi berukuran besar
 Persalinan yang sangat cepat atau persalinan yang sangat lama
 Persalinan dengan induksi
 Penggunaan obat-obatan seperti obat bius umum ataupun oksitosin selama
persalinan

Seorang wanita juga lebih berisiko mengalami atonia uteri jika ia hamil di atas usia 35
tahun, mengalami obesitas, telah melahirkan beberapa kali, dan memiliki riwayat
persalinan macet.
Selain kelelahan, anemia, dan hipotensi ortostatik karena perdarahan, atonia uteri juga
dapat menimbulkan komplikasi syok hipovolemik, yaitu syok karena kurangnya volume
darah yang dapat mengancam nyawa ibu.

Langkah Pencegahan Atonia Uteri


Atonia uteri kadang tidak bisa dicegah. Namun, risiko seseorang untuk mengalami
kondisi ini bisa diprediksi, walaupun mungkin sulit karena hanya berdasarkan riwayat
dan pemeriksaan umum kehamilan. Tidak seperti kelainan pada plasenta, tanda-tanda
atonia uteri tidak dapat terlihat sebelum persalinan.
Pemberian oksitosin setelah seluruh plasenta keluar dan teknik pemijatan rahim yang
benar dapat merangsang kontraksi rahim dan mengurangi risiko terjadinya atonia uteri.
Selain itu, pemantauan denyut nadi, tekanan darah, jumlah darah yang keluar secara
ketat dapat mendeteksi perdarahan lebih dini, sehingga penyebab perdarahan bisa
segera dicari.
Ibu hamil juga perlu menjaga kesehatan dengan baik dan mengonsumsi suplemen
kehamilan secara teratur agar tubuhnya tetap fit hingga akhir kehamilan dan persalinan
bisa berjalan dengan lancar.

Penanganan Atonia Uteri


Atonia uteri akan menyebabkan perdarahan dan bisa menjadi keadaan serius yang
perlu mendapatkan penanganan darurat. Prinsip penanganan atonia uteri adalah
merangsang rahim untuk berkontraksi, menghentikan pendarahan, dan mengganti
volume darah yang hilang. Berikut adalah rinciannya:

Memasang infus dan transfusi darah


Petugas medis akan sesegera mungkin memasang infus dan transfusi darah. Infus
dipasang terutama untuk memberikan obat penghenti pendarahan, sedangkan transfusi
darah diberikan untuk menggantikan darah yang hilang.

Merangsang kontraksi rahim


Dokter akan memberikan obat perangsang kontraksi rahim, seperti oksitosin,
prostaglandin, dan methylergometrine, untuk membantu rahim agar lebih cepat
berkontraksi.
Dokter juga bisa merangsang kontraksi rahim dengan melakukan pijatan pada rahim.
Tindakan ini dilakukan dengan satu tangan berada di dalam rahim dan tangan lain
memijat rahim dari luar.

Melakukan tindak embolisasi pembuluh darah rahim


Jika langkah di atas tidak membuahkan hasil, dokter dapat melakukan embolisasi
pembuluh darah rahim, yaitu menyuntikkan suatu zat untuk menyumbat aliran darah ke
rahim. Dokter juga bisa melakukan operasi untuk mengikat pembuluh darah rahim.
Apabila seluruh upaya telah dilakukan, namun masih belum dapat mengatasi
perdarahan akibat atonia uteri, terpaksa dilakukan operasi pengangkatan rahim untuk
menyelamatkan nyawa ibu.
Kadang atonia uteri tidak dapat dicegah, apalagi jika riwayat kesehatan kehamilan saat
ini ataupun sebelumnya tidak diketahui dengan jelas. Oleh karena itu, setiap ibu hamil
perlu berkonsultasi secara rutin dan memberikan riwayat kesehatan atau kehamilan
yang lengkap kepada dokter agar komplikasi saat melahirkan bisa dicegah.
Tidak hanya itu, dokter kandungan juga dapat menyarankan rumah sakit yang bisa
menunjang persalinan dengan baik, terutama bagi yang berisiko untuk mengalami
atonia uteri. Pasalnya dengan fasilitas penunjang yang baik, penanganan atonia uteri
yang didapat juga akan lebih maksimal.
Terakhir diperbarui: 11 Juni 2020
Ditinjau oleh: dr. Meva Nareza
Referensi
Nyfløt, L. T., et al (2017). Risk Factors for Severe Postpartum Hemorrhage: A Case-Control
Study. BMC Pregnancy and Childbirth, 17(1), pp. 17.
Fan, D., et al. (2017). The Incidence of Postpartum Hemorrhage in Pregnant Women with
Placenta Previa: A Systematic Review and Meta-Analysis. PloS One, 12(1), E0170194.
World Health Organization (2012). WHO Recommendations for the Prevention and Treatment
of Postpartum Hemorrhage.
Cafasso, J. Healthline (2016). Atony of the Uterus.
Smith, J. R. Medscape (2018). What is the Role of Fluid Resuscitation in the Treatment of
Postpartum Hemorrhage (PPH)?
Smith, J. R. Medscape (2018). Postpartum Hemorrhage Treatment & Management.
Medscape. Prevention and Treatment of Postpartum Hemorrhage: New Advances for Low-
Resource Settings.
Weiss, R. E. Very Well Family (2019). How to Prevent Postpartum Hemorrhage.

Anda mungkin juga menyukai