Sarah Islamia Dhahono Putri-Fkik
Sarah Islamia Dhahono Putri-Fkik
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
Oleh:
SARAH ISLAMIA DHAHONO PUTRI
1111101000023
ABSTRAK
ii
digunakan dengan minyak goreng baru karena lama pemanasan dapat berpengaruh
terhadap perubahan bilangan peroksida.
ABSTRACT
iii
The change of peroxide value in fifth and tenth time is an early sign that
the oil will be perishable. Peroxide value that occurs as a result of extreme heat
will cause a toxicity in human body and various diseases such as diarrhea, fat
deposition in the blood vessels (Artero sclerosis), cancer, and decrease fat
digestibility value. Based on the research, the retail dealers should replace the
cooking oil that has been used with the new one, because frying time can affect
the change of peroxide value.
Reference : 43 (1985-2014)
Keyword : Peroxide value (PV), Cooking oil, Fried food
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Efek
Minggu Tahun 2015”. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Rasulullah
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat, pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
banyak kekurangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin
1. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kess. Selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Jakarta.
3. Ibu Fase Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
vii
4. Para dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen-dosen Peminatan
5. Ayah dan Ibu serta adik-adik tersayang yang selalu memberikan dukungan,
nasihat serta doa yang selalu dipanjatkan demi kelancaran penyusunan skripsi ini.
6. Mba Oma, Bang Jerry, dan Azhar yang turut membantu dalam pengambilan
sampel.
Hari Agus Pranata, Almen Fercudani, Betti Ronayan Adiwijayanti, Ika Amalia
Putri, Niken Kusuma Wardani, Putri Widiastuti, Sri Wahyu Fitria, Efri Malisha
Dwi Putri, Alifia Nadanti, Feela Zaki Safitri, Ika Nur Atikoh, Shela Ayu
Puryandini, Nurul Fajriati Praptika Putri, Nabila Dewi Ichsani, Anantika Anissa,
Sarah Ajeng Kusumarani, Awaliyah Rizka Safitri, Eka Lestari Sitepu, Ukhfiya
Putri Handayani, Dwi Nurvita, Unique Gita Claudia, Putri Dwi Karina, dan
Wardah Nafisah
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa mendatang.
Ciputat, 2 Oktober 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ix
J. Syarat Mutu Minyak Goreng ..................................................................... 40
K. Bilangan Peroksida .................................................................................... 43
L. Dampak Bilangan Peroksida yang Tinggi terhadap Kesehatan ................. 45
M. Faktor yang Mempengaruhi Bilangan Peroksida dalam Minyak Goreng.. 46
N. Oksidasi...................................................................................................... 52
O. Kerangka Teori .......................................................................................... 54
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.. ..... 57
A. Kerangka Konsep ....................................................................................... 57
B. Definisi Operasional .................................................................................. 59
C. Hipotesis .................................................................................................... 59
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 60
A. Desain Penelitian ....................................................................................... 60
B. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 60
C. Populasi dan Sampel .................................................................................. 60
D. Sumber Data ............................................................................................... 62
E. Alat dan Cara Pengumpulan Data .............................................................. 62
F. Pengolahan Data ........................................................................................ 64
G. Analisis Data .............................................................................................. 65
BAB V HASIL ................................................................................................ 67
A. Analisis Univariat ...................................................................................... 67
B. Analisis Bivariat ......................................................................................... 72
BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................. 74
A. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 74
B. Analisis Univariat ...................................................................................... 75
C. Analisis Bivariat ......................................................................................... 81
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 84
A. Kesimpulan ................................................................................................ 80
B. Saran ......................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 88
LAMPIRAN .................................................................................................... 92
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR GRAFIK
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
atau dijadikan sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan
pembentukan sel serta pertahanan tubuh, sehingga minyak goreng dapat disebut
sehat. Namun, minyak goreng juga dapat berbahaya bagi tubuh yang disebabkan
tinggi agar makanan terasa lebih gurih. Pemanasan suhu tinggi dapat
meq O2/kg, maka kualitas minyak goreng sudah tidak lagi baik. Angka peroksida
Kerusakan minyak karena pemanasan pada suhu tinggi disebabkan oleh proses
minyak yang akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam
1
Kanker pada tubuh manusia karena paparan bahan kimia karsinogen tidak
terjadi seketika, tetapi terjadi pada masa yang lamanya tergantung dari kekuatan
bahan kimia karsinogen, dosis bahan kimia karsinogen, kepekaan sel penderita,
dan berbagai macam faktor lain. Kanker dapat timbul beberapa tahun setelah
terpapar oleh bahan kimia karsinogen (Sumardjo, 2008). Zat atau bahan
epoksida, dan sebagainya), dan pemanasan dengan suhu terlampau tinggi dan
lama (menimbulkan zat trans-fatty acid) (Tapan, 2005). Lemak trans digunakan
kadar LDL (kolesterol jahat), inflamasi, dan diabetes. Tepung yang bereaksi
Selain itu, minyak goreng yang dipakai berulang kali berpotensi menghasilkan
jenis karsinogen yang akan menempel pada batch makanan berikutnya yang
budaya makan masyarakat Indonesia (Anwar dan Khomsan, 2009) dan minyak
goreng merupakan produk pangan yang sering dikonsumsi, maka perlu adanya
jaminan keamanan, mutu, dan gizi dari minyak goreng. Oleh karena itu, dalam
skala internasional, Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health
peroksida untuk biji bunga matahari yaitu ≤10 meq/kg minyak kemasan) dan ≤1
2
(virgin oil). Standar bilangan peroksida yang ditentukan oleh Sudanese Standard
and Metrology Organization (SSMO) tahun 2003 yaitu ≤10 meq/k (Abdellah,
2012). Hal ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) (2013) yang
Pada penelitian yang dilakukan oleh Gunawan, Mudji Triatmo, dan Arianti
kesepuluh dengan suhu pemanasan awal yaitu 140-180°C (Gunawan dkk, 2003).
mulai dari frekuensi penggorengan pertama hingga akhir, seperti pada penelitian
minyak curah yang dilakukan oleh Siti Aminah (2010). Penelitian ini
segar, penggorengan pertama, kelima, kesepuluh, kelima belas, dan kedua puluh.
yang ditetapkan yaitu 10,35 meq peroksida/kg. Hal ini menunjukkan semakin
(Aminah, 2010).
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Mulasari dan Utami (2012) terhadap
jenis makanan gorengan (tahu, tempe, telur, terong, ayam, dan ikan goreng) di
3
sepanjang Jl. Prof. Dr. Soepomo Umbulharjo menunjukkan data bahwa 14 dari 15
pedagang minyak goreng termasuk dalam kategori tidak baik dengan frekuensi
penggorengan lebih dari empat kali dengan bilangan peroksida paling tinggi yaitu
Timur pada empat pedagang gorengan. Pedagang gorengan yang dimaksud adalah
pedagang yang menggoreng ayam, ikan, bebek, tahu, dan tempe. Didapatkan hasil
goreng dengan rata-rata yaitu 4.26 mgO2/100gr pada frekuensi pertama, 5.2
Pasar minggu merupakan daerah dengan luas 21,69 km2 dan memiliki
jumlah penduduk 298.099 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2014). Pasar minggu juga
daerah transit dimana terdapat stasiun kereta api dan terminal bus. Oleh karena itu
aktivitas jual beli di sekitar Kelurahan Pasar Minggu tinggi. Hal lain terjadi
karena konsumen yang datang tidak hanya berasal dari Kelurahan Pasar Minggu.
Hasil observasi yang telah dilakukan, terdapat beberapa pedagang yang menjual
makanan dan diantaranya ada 30 pedagang makanan yang menggoreng ikan lele,
ayam, burung dara, bebek, tahu, dan tempe. Pedagang gorengan umumnya
menggunakan minyak goreng curah dengan kuali berukuran besar sehingga dalam
sehari memiliki frekuensi penggorengan yang tinggi, yaitu lebih kurang 50 kali
penggorengan. Selain itu, pedagang yang berlokasi di pinggir jalan ini, memiliki
4
mempengaruhi kesehatan bagi yang mengkonsumsi. Berdasarkan latar belakang
B. Rumusan Masalah
pada minyak goreng. Standar dari bilangan peroksida itu sendiri yaitu 10 meq
O2/kg. Jika minyak goreng yang telah digunakan memiliki angka peroksida yang
melebihi batas tersebut, maka minyak goreng mengalami kerusakan dan tidak
waktu yang lama, salah satunya adalah kanker. Salah satu pedagang makanan
dengan ciri yang sama pada peningkatan bilangan peroksida adalah pedagang
5
peroksida pada minyak yang digunakan meskipun tidak melebihi standar mutu
yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Oleh karena itu,
C. Pertanyaan Penelitian
belas?
puluh?
puluh?
puluh?
6
3. Berapa rata-rata perubahan bilangan peroksida minyak goreng pada pedagang
kelipatan lima?
kelipatan sepuluh?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
pertama
7
Diketahuinya rata-rata lama pemanasan pada frekuensi menggoreng
kelima
kesepuluh
kelima belas
kesepuluh
kedua puluh
ketiga puluh
keempat puluh
8
d. Diketahuinya gambaran perbedaan bilangan peroksida minyak goreng
E. Manfaat Penelitian
yang keberapa minyak goreng mengalami kerusakan yang dapat dilihat dari
3. Bagi Masyarakat
yang keberapa minyak goreng mengalami kerusakan yang dapat dilihat dari
9
kandungan-kandungan berbahaya yang terdapat didalamnya yang dapat
F. Ruang Lingkup
dilakukan pada pedagang gorengan di Kelurahan Pasar Minggu pada bulan Mei-
Sampel pada penelitian ini adalah minyak goreng yang berjumlah 150 dari
desain cross sectional study karena pada penelitian ini variabel independen dan
dependen diukur pada waktu yang sama. Pengambilan sampel menggunakan total
sampling. Sampel minyak goreng diambil oleh peneliti untuk diuji lebih lanjut
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kanker
Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang tidak normal dan mengancam
kesehatan sel yang masih normal. Sel-sel kanker tidak seperti sel-sel tumor jinak,
menunjukkan sifat invasi dan metastasis serta sangat anaplastik. Jenis kanker
(kanker yang tumbuh pada sel epitel), sarcoma (kanker yang tumbuh pada
jaringan penunjang tubuh), leukemia (kanker yang tumbuh pada jaringan limfa).
organ cerna (hati-pankreas), kanker tulang dan otot, kanker saluran kencing
(ginjal, prostat, dan kantong kemih), kanker kulit, kanker getah bening, kanker
lambung, usus kecil, dan usus besar), dan kanker saraf (otak). Menurut
stadiumnya, kanker dibagi menjadi dua, yaitu stadium dini dan stadium lanjut.
Pada stadium dini, gejala kanker belum terlihat dan serangannya belum menjalar
ke dalam jaringan, sedangkan pada stadium lanjut, kanker sudah menjadi besar,
11
radiasi nuklir, racun pada tembakau. Selain itu pula zat karsinogenik bisa
pemanasan dengan suhu terlampau tinggi dan lama (menimbulkan zat trans-fatty
B. Minyak Goreng
Minyak adalah zat cair atau yang mudah dicairkan pada pemanasan, larut
dalam eter, tetapi tidak larut dalam air, biasanya dapat dibakar; zat demikian,
adalah bahan pangan dengan komposisi utamanya trigliserida yang berasal dari
bahan nabati kecuali kelapa sawit, dengan atau tanpa perubahan kimiawi,
2013).
gurih dan penambah nilai kalori pada bahan pangan yang digoreng. Minyak
goreng dapat diproduksi dari berbagai macam bahan mentah, seperti kelapa,
kopra, kelapa sawit, kacang kedelai, biji jagung, biji bunga matahari, biji zaitun,
dan lain-lain. Minyak goreng yang mengandung asam lemak esensial atau asam
12
lemak tak jenuh jamak, bila digunakan untuk menggoreng dengan suhu 150-
180°C, maka asam lemak esensial atau asam lemak tidak jenuh akan mengalami
kerusakan (teroksidasi oleh udara dan suhu tinggi). Demikian pula beta karoten
dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh
titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol
akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik
asap, makin baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng
tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk
meggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak.
dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya. Pada umumnya
Minyak goreng nabati yaitu minyak goreng yang berasal dari tumbuhan
yang biasanya dibuat dari minyak kelapa sawit, bunga matahari, kedelai ataupun
seperti lemak kambing atau lemak sapi yang dikenal dengan sebutan minyak
goreng memang mengandung vitamin A, D, dan E, selain itu juga zat yang
13
dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan sel-sel serta pertahanan tubuh,
sehingga minyak goreng itu disebut sehat. Proses penggunaan minyak goreng
dalam memasak dapat membuat ikatan kimia yang ada pada minyak berubah.
minyak goreng dengan suhu yang sangat tinggi akan merusak ataupun
C. Sumber Minyak
Minyak dan lemak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam,
yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau hewan,
minyak tersebut berfungsi sebagai sumber cadangan energi. Minyak dan lemak
a. Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen,
b. Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunannya oleostearin, oleo oil
14
c. Hasil laut: minyak ikan sarden, menhaden dan sejenisnya, serta minyak
ikan paus
Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia tiap jenis minyak
berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat
tumbuh dan pengolahan. Adapun perbedaan antara lemak nabati dan hewani
adalah:
fitosterol
2. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil dari lemak
nabati
Tabel 2.1
Klasifikasi Minyak Nabati
No Kelompok Lemak Jenis lemak/minyak
1. Lemak (berwujud padat) Lemak biji cokelat, inti sawit, cohune, babassu,
tengkawang, nutmeg butter, mowvah butter, dan
shea butter
2. Minyak (berwujud cair)
a. Tidak mengering (non Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang tanah,
drying oil) almond, inti alpukat, inti plum, jarak rape, dan
mustard
b. Setengah mengering Minyak dari biji kapas, kapok, jagung, gandum,
(semi drying oil) biji bunga matahari, croton, dan urgen
Minyak kacang kedelai, safflower, argemone,
c. Mengering (drying hemp, walnut, biji poppy, biji karet, perilla, tung,
oil) linseed, dan candle nut
Sumber: Hilditch, T.P (1945) dalam Ketaren (2012)
15
Tabel 2.2
Klasifikasi Lemak Hewani
No Kelompok Lemak Jenis lemak/minyak
1. Lemak (berwujud padat)
a. Lemak susu Lemak dari susu sapi, kerbau, kambing, dan
(butter fat) domba
b. Hewan
peliharaan (gol. Lemak babi, skin grease, mutton tallow, lemak
Mamalia) tulang, dan lemak/gemuk wool
2. Minyak (berwujud cair)
a. Hewan Minyak neats foot
peliharaan Minyak ikan paus, salmon, sarden, menhaden
b. Ikan (fish oil) jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba,
dan minyak purpoise
Sumber: Hilditch, T.P (1945) dalam Ketaren (2012)
Jenis minyak mengering (drying oil) adalah minyak yang mempunyai sifat
dapat mengering jika terkena oksidasi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal,
bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka.
1. Minyak Wijen
kandungan protein dari biji antara 19-25%. Biji-biji dengan warna terang
dengan biji yang berwarna gelap. Sedangkan warna gelap akan menghasilkan
16
persentase minyak yang lebih besar. Minyak wijen bersifat larut dalam
alkohol dan dapat bercampur dengan eter, kloroform, petroleum benzene, dan
CS2, tetapi tidak larut dalam eter. Setelah dimurnikan, minyak berwarna
kuning pucat dan tidak menimbulkan gejala kabut pada suhu 0°C. Minyak
wijen ini bersifat synergist terhadap phrethrum yang merupakan sifat khas
minyak wijen. Minyak wijen mempunyai nilai putaran optik positif. Jadi,
Biji wijen juga dapat diolah menjadi minyak makan atau minyak goreng.
Kandungan dalam biji wijen cukup tinggi, yaitu sekitar 50%. Minyak wijen
mengandung asam oleat dan linoleat, masing-masing 17% dan 40% dari total
asam lemak, dan merupakan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tersebut
kadar kolesterol. Oleh karena itu, minyak wijen sangat baik digunakan
sebagai minyak makan atau minyak goreng. Minyak wijen sebagai minyak
goreng dinilai memiliki kualitas yang tinggi dan mendapat sebutan “the queen
of the oil seed”. Minyak wijen juga mengandung beberapa asam amino
esensial, antara lain leusin, fenil-alanin, dan isoleusin. Asam amino esensial
tersebut dapat mencukupi kebutuhan asam amino yang tidak dapat disintesis
oleh tubuh dan harus tersedia dalam makanan (Juanda dan Cahyono, 2005).
2. Minyak Jagung
sebanyak 3-8%. Kandungan asam lemak jenuh pada minyak jagung relatif
17
rendah dengan jumlah asam palmitat 11% dan asam stearate 2%. Sedangkan
asam lemak tidak jenuhnya cukup tinggi terutama asam linoleat yang
mencapai 24%. Minyak jagung relatif lebih stabil karena kandungan asam
alami yang tinggi. Mutunya lebih tinggi karena distribusi asam lemaknya
sawit karena diyakini mengandung lebih sedikit asam lemak jenuh. Minyak
jagung murni mengandung 99% triasilgliserol dengan asam lemak tak jenuh
ganda (PUFA) 59%, asam lemak tak jenuh tunggal 24%, dan asam lemak
jenuh (SFA) 13%. Minyak jagung juga mengandung sejumlah ubiquinone dan
selain itu minyak tersebut juga menyediakan energi dan asam lemak esensial
(EFA). Asam linoleat merupakan asam lemak esensial yang diperlukan untuk
integritas kulit, membran sel, sistem kekebalan, dan untuk sintesis icosanoid.
rendah dan mengandung PUFA tinggi, dan kombinasinya lebih efektif dalam
18
3. Minyak Kedelai
Minyak kedelai (soya oil) merupakan minyak yang diesktraksi dari biji
kedelai berwarna cerah dan mempunyai flavor spesifik, bobot jenis 0,92,
angka saponifikasi 195, dan angka iodin 130. Minyak ini mengandung asam
oleat 25%, asam linoleat 50%, asam linolenat 10%, fosfolipida sekitar 3%,
kolesterol dan mengandung lemak jenuh rendah (sekitar 15%) dan lemak tak
jenuh tinggi (61% lemak tak jenuh ganda dan 24% lemak tak jenuh tunggal).
Minyak kedelai merupakan sumber asam lemak linoleat dan asam linolenat
yang merupakan asam lemak esensial bagi tubuh manusia. Lebih dari 50%
lemak dalam minyak kedelai adalah asam linoleat, sedangkan asam linolenat
keunggulannya, minyak kelapa sawit lebih aman, karena sifat dasarnya yang
dapat dimakan dan ramah terhadap lingkungan dan mudah diuraikan (bio-
19
bahkan mengandung beta karoten sebagai pro-vitamin A dan vitamin E
Pada minyak sawit, warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang
pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor pada minyak
terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai
pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit
ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair minyak sawit berada
dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa
macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda (Ketaren,
2012).
5. Minyak Kemiri
Kemiri tergolong bumbu dapur yang kaya akan protein. Dalam daging
biji kemiri terdapat asam hidrosianik yang beracun. Oleh karena itu, kemiri
mengandung lemak yang sangat tinggi. Karena itu, saat biji kemiri diperas
akan mengeluarkan minyak. Namun, karena dalam biji kemiri terdapat asam
kemiri lebih cocok sebagai bahan baku sabun atau bahan bakar setara solar.
khasiat. Yang cukup popular adalah khasiat menyehatkan rambut, mulai dari
20
menyuburkan, menguatkan, dan menghitamkan rambut secara alami
minyak dalam tempurung sebesar 60%. Asam lemak yang terkandung dalam
minyak terdiri dari 55% asam palmitat: 6,7% stearate; 105% oleat, 48,5%
linoleat, dan 28,5% linolenat. Asam lemak palmitat dan stearate termasuk
golongan asam lemak jenuh, sedangkan asam oleat, linoleat, dan linolenat
6. Minyak Jarak
Minyak jarak adalah minyak nabati yang diekstraksi dari biji tumbuhan
Ricinus communis, terjadi atas gliseril ster dari asam lemak, lebih menonjol
jarak juga digunakan dalam cat, pernis, dan sebagai minyak pencahar
(Pudjaatmaka, 2002).
Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang terdiri dari 60% berat
kernel (daging biji) dan 40% berat kulit. Inti biji (kernel) jarak pagar
jarak dengan cara mekanis ataupun ekstraksi dengan pelarut seperti heksana.
trigliserida yang mirip dengan minyak kacang tanah. Kandungan asam lemak
dikonsumsi sebagai makan, asalkan toksin yang berupa phorbol ester dan
21
minyak nabati lainnya. Komponen terbesar minyak jarak adalah trigliserida
hidraulik atau alat penghancur Anderson dari kacang tanpa kulit dengan tahap
proses awal pada suhu rendah dihasilkan minyak yang bisa dimakan (lebih
industry margarin kacang (peanut butter), salad, dan minyak goreng (peanut
untuk makanan, baik sebagai minyak maupun mentega. Karena itu, kacang
Hendroko, 2008). Biji kacang tanah dapat diolah dan diproses menjadi
Biji jambu mete terdiri dari biji (kernel) dan kulit (shell), kedua bagian
ini mengandung minyak. Biji jambu mete terdiri dari 70% kulit biji dan 30%
daging biji. Kulit (shell) mengandung minyak sekitar 50% yang dikenal
dengan Cashew Nut Shell Liquid (CNSL). Komponen minyak jambu mete ini
terdiri dari asam anacardic sekitar 90% dan minyak cardol sebesar 10%. Biji
22
jambu mete (kernel) mengandung minyak sekitar 47%. Komponen
trigliseridanya tersusun dari asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Minyak kulit
biji (CNSL) tidak digunakan sebagai bahan pangan tetapi digunakan untuk
bahan penahan air, bahan perekat tahan asam dan alkali, pembuatan tinta,
bahan pengawet, rol mesin ketik, dan bahan pelapis rem pada roda (Ketaren,
2012).
Minyak biji kapas yaitu minyak yang diperoleh dengan mengempa biji
ekstraksi pelarut. Minyak biji kapas juga baik sebagai pengganti minyak
2002).
ditemukan dalam biji kapas. Dari komposisi ini terlihat bahwa protein yang
terdapat dalam biji kapas merupakan protein yang lengkap yang sangat
dibutuhkan tubuh manusia. Kegunaan minyak biji kapas antara lain sebagai
alat penerangan, minyak pelumas, campuran lemak babi (lard), minyak salad,
bahan untuk membuat sabun, bahan untuk membuat margarin, dan bahan
untuk membuat mentega putih (shortening). Minyak biji kapas yang bermutu
baik, murni, dan sudah mengalami deodorasi biasanya hanya tahan selama 10-
12 jam. Dalam keadaan mudah dioksidasi minya biji kapas akan tengik pada
23
bilangan peroksida 125. Minyak biji kapas kasar lebih tahan terhadap oksidasi
minyak lampu serta bahan pembuat sabun dan kosmetika. Minyak kelapa
tersusun atas senyawa organik campuran ester dari gliserol dan asam lemak
yang disebut dengan gliserida serta larut dalam pelarut minyak atau lemak.
Minyak kelapa secara fisik berwujud cairan yang berwarna bening sampai
kuning kecokelatan dan memiliki karakteristik bau yang khas. Warna pada
minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran lainnya. Zat
warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karoten yang
merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Warna
minyak kelapa dipengaruhi oleh bahan dasar dan suhu selama proses
pengolahan. Pada pemrosesan suhu tinggi (100° C), daging kelapa yang
reaksi antara karbonil dari karbohidrat dan asam amino dari protein (Syah,
2005).
mudah untuk meperoleh khasiat minyak kelapa. Minyak lain terdiri atas
24
lemak tak jenuh yang mudah teroksidasi saat pemanasan. Sebaliknya, minyak
kelapa berisi lemak jenuh yang tahan oksidasi saat pemanasan. Untuk
menggoreng tidak ada yang sehebat minyak kelapa, karena minyak kelapa
tidak diserap ke dalam makanan sebanyak minyak nabati lain. Minyak kelapa
sangat stabil, sehingga tidak perlu disimpan dalam lemari pendingin. Minyak
kelapa murni tahan disimpan sampai 2-3 tahun pada suhu kamar dan akan
tahan lebih lama lagi jika disimpan dalam lemari es (Sukartin dan Sitanggang,
2005).
kesehatan bayi dan kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi dan vitamin E
Komponen aktif yang terkandung dalam minyak sawit sangat berguna bagi
kesehatan dari bayi sampai orang dewasa. Secara alami, minyak sawit merupakan
sumber asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA= Mono Unsaturated Fatty Acid)
dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA= Poly Unsaturated Fatty Acid) yang
kandungan zat gizi mikro yang beragam jenisnya, yang berguna untuk tubuh
dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal. Zat gizi mikro yang dikenal
25
nonpro-vitamin A, tokoferol dan tokotrienol, asam lemak esensial (Linoleat dan
Karotenoid adalah suatu pigmen alami yang berupa zat warna kuning
sampai merah yang terbagi ke dalam dua golongan. Golongan pertama yaitu
sawit yang terdiri dari tiga jenis, yaitu alfa, beta, dan gama karoten. Beta karoten
merupakan yang paling dominan jumlahnya dalam minyak sawit. Beta karoten
epitel, dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai macam penyakit.
Karoten berfungsi sebagai antioksidan untuk itu sangat baik untuk kesehatan kulit
untuk mencegah proses penuaan yang terlalu dini dan mengurangi terjadinya
pemusnah radikal bebas yang dihasilkan pada proses metabolisme dalam tubuh.
Karotenoid terbukti sangat efisien dalam menetralisasi radikal oksigen dan efek
peroksida lain serta mengurangi peluang terbentuknya sel kanker (Khomsan dkk,
2008).
26
F. Sifat Fisio-Kimia
minyak tersebut akan semakin kotor akibat terbentuknya warna cokelat (reaksi
bahkan minyak jelantah yang sudah terlalu lama digunakan dapat membahayakan
1. Sifat Fisio-kimia
a. Warna
suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan
oksidasi.
27
Warna gelap pada minyak disebabkan oleh proses oksidasi terhadap
tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka
zat klorofil yang berwarna hijau turut terekstrak bersama minyak, dan
klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak. Warna gelap ini dapat
bahan tersebut
suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang
lebih gelap
- Logam seperti Fe, Cu, dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak
kecokelat-cokelatan
28
b. Bau Amis
Bau amis dalam mentega, susu bubuk atau krim disebabkan oleh
C-N gugus choline (CH2OH. CH2. N Me3) dalam molekul lesitin. Ikatan
C-N ini dapat diuraikan oleh zat pengoksidasi, seperti gugus peroksida
minyak menjadi kuning atau cokelat. Dalam susu, reaksi antara amino
terdapat dalam otot-otot ikan, dalam jaringan hewan dan dalam susu. Jika
beberapa jam pada suhu sekitar 105°C senyawa tersebut akan tereduksi
29
c. Odor dan Flavor
Odor dan flavor pada minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi
odor dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak. Sebagai
contoh, bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta
ionone, sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl
methylketon.
d. Kelarutan
Suatu zat dapat larut jika mempunyai nilai polaritas yang sama, yaitu
zat polar larut dalam pelarut bersifat polar dan tidak larut dalam pelarut
nonpolar. Minyak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor oil).
Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut
Ketiga jenis pelarut ini memiliki sifat non polar sebagaimana halnya
minyak dan lemak netral. Kelarutan dari minyak dan lemak ini
dapat larut dalam air, semakin panjang rantai asam-asam lemak makan
Pengukuran titik cair minyak, suatu cara yang lazim digunakan dalam
30
tidak mungkin diterapkan di sini, karena minyak tidak mencair dengan
tepat pada suatu nilai temperatur tertentu. Sebagai contoh, bila lemak
dipanaskan dengan lambat, maka akhirnya akan mencair. Tetapi ada juga
lemak yang sudah menjadi cair pada waktu temperatur muai naik,
temperatur yang lebih tinggi lagi. Bila lemak dengan sifat seperti diatas
minyak. Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair yang linier
ikatan trans mempunyai titik cair yang lebih tinggidaripada isomer asam
f. Titik Didih
31
g. Titik Lunak
padat. Setelah satu malam dalam lemari es, tabung kapiler tadi diikat
akan naik dengan lambat. Temperatur pada saat permukaan dari minyak
dalam tabung kapiler mulai naik, disebut titik lunak atau softening point.
h. Slipping Point
diisi dengan lemak padat, kemudian disimpan dalam bak yang tertutup
silinder mulai naik atau temperatur pada saat lemak mulai melincir disebut
slipping point.
Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari
berpengaruh terhadap titik cairnya. Hal ini telah dipelajari pada berbagai
32
asam lemak bebas dan gliserida yang murni. Minyak yang umumnya
mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah relatif besar, biasanya
jenuh yang relatif besar, maka minyak tersebut akan mempunyai titik cair
yang tinggi. Bila titik cair dari trigliserida sederhana yang murni
j. Bobot Jenis
akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada
temperatur 40°C atau 60°C untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Pada
k. Indeks Bias
pada suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dipakai
bertitik cair tinggi, dilakukan pada temperatur 40°C atau 60°C. Selama
pengukuran temperatur harus dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan
meningkat apda minyak dengan rantai karbon yang panjang dan juga
terdapatnya sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak
33
juga akan bertambah dengan meningkatnya bobot molekul, selain dengan
nyala, dan titik api. Titik asap adalah temperatur pada saat minyak
nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak dengan
udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat
Titik asap, titik nyala, dan titik api adalah kriteria penting dalam
2. Sifat Kimia
Pada umumnya asam lemak jenuh dari minyak mempunyai rantai lurus
34
a. Hidrolisa
b. Oksidasi
sebentar lagi akan berbau tengik. Oksidasi yang lebih lanjut dapat
c. Hidrogenasi
menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.
35
cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras,
asam lemak yang tidak jenuh, yaitu pada ikatan rangkap, membentuk
radikal kompleks antara hidrogen, nikel, dan asam lemak tak jenuh,
setelah terjadi penguraian nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan
suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus
d. Esterifikasi
lemak seperti asam butirat dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak
enak dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap
(Ketaren, 2012).
Parameter uji kualitas minyak goreng dapat dilihat dari perubahan sudut
besar sudut polarisasinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa minyak goreng yang
mempunyai kualitas yang paling baik adalah minyak goreng dengan sudut
36
polarisasi yang paling kecil. Ini berlaku sama antara minyak goreng dari kelapa
Dengan suhu 180°C, makanan yang digoreng akan berwarna cokelat merata,
kurang dari itu, minyak akan diserap banyak oleh makanan sehingga rasa dan
trigliserida. Dari pepecahan itu terbentuk gliserol dan asam lemak bebas yang
Ada tida penyebab ketengikan pada minyak yaitu ketengikan oleh oksidasi
akan mengalami perubahan flavor dan bau sebelum terjadi proses ketengikan. Hal
ini dikenal sebagai reversion. Beberapa penyelidik berpendapat bahwa hal ini
khas pada minyak atau lemak. Reversion terutama dijumpai dalam lemak di pasar
reversion ini adalah suhu, cahaya atau penyinaran, tersedianya oksigen, dan
adanya logam-logam yang bersifat sebagai katalisator pada proses oksidasi. Jika
minyak mudah terpengaruh untuk menjadi tengik tapi akan mempunyai daya
37
tahan terhadap peristiwa reversion, misalnya pada minyak jagung. Perubahan
flavor yang terjadi selama reversion, berbeda untuk setiap jenis minyak,
sedangkan minyak yang telah menjadi tengik, akan menghaislkan flavor yang
sama untuk semua jenis minyak. Bilangan peroksida yang sangat tinggi dapat
Bila minyak bersentuhan dengan udara untuk jangka waktu lama akan terjadi
pada ikatan rangkap dan membentuk peroksida aktif. Senyawa ini sangat reaktif
dan membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek berupa asam-asam
menimbulkan bau tengik pada minyak dan potensial bersifat toksik. Reaksi ini
bisa terjadi perlahan pada suhu menggoreng normal dan dipercepat oleh adanya
sedikit besi dan tembaga yang biasa ada di dalam makanan. Minyak yang
digunakan untuk menggoreng pada suhu tinggi atau dipakai berulang kali akan
menjadi hitam dan produk oksidasi akan menumpuk. Asam lemak akan pecah dan
2001).
Kerusakan pada minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik
yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam
38
lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan
berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin,
mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi
tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan
terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom karbon lain yang
peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak
stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek
oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-
senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-
aldehida, dan keton yang bersifat volatile dan menimbulkan bau tengik pada
I. Minyak Jelantah
Minyak jelantah adalah minyak yang dihasilkan dari sisa penggorengan, baik
dari minyak kelapa maupun minyak sawit. Minyak jelantah dapat menyebabkan
cokelat, serta flavor yang tidak disukai dari makanan yang digoreng (Hambali
dkk, 2007). Tidak jarang pedagang kaki lima menggunakan kembali minyak
39
jelantah untuk menggoreng. Ketika minyak jelantah kembali dipakai untuk
50% dari berat makanan) ke dalam makanan yang digoreng. Selain berminyak,
berupa asam lemak trans. Dalam minyak jelantah juga terdapat zat radikal bebas,
40
Standar ini dirumuskan dengan memperhatikan ketentuan pada:
Konsumen
revisinya
10. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
41
Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan (Badan Standar Nasional, 2013).
Berikut merupakan syarat mutu minyak goreng sesuai dengan standar yang
World Health Organization (WHO) pada tahun 1993 mengeluarkan standar mutu
bilangan peroksida untuk biji bunga matahari yaitu ≤10 meq/kg minyak
42
kemasan) dan ≤1 virgin oil). Standar bilangan peroksida yang ditentukan oleh
Sudanese Standard and Metrology Organization (SSMO) tahun 2003 yaitu ≤10
K. Bilangan Peroksida
sebagai "peroksida". Peroksida adalah senyawa organik yang tidak stabil yang
oksidasi lemak bereaksi dengan ion iodida untuk membentuk yodium, yang pada
tidak membedakan antara berbagai asam lemak tak jenuh yang mengalami
oksidasi lipid. Hidroperoksida rusak pada tingkat yang lebih cepat daripada
lebih pendek.
43
lebih menggoreng karena hidroperoksida cenderung terurai pada 180°C untuk
terjadi khususnya selama masa tenang, di mana minyak goreng terkena udara
minyak tersebut dengan frekuensi lebih dari empat kali penggorengan (Mulasari,
2012).
dalam jumlah yang kecil. Dalam jangka waktu yang cukup lama, peroksida dapat
dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak
dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan
(lebih besar dari 100) akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan,
disamping bahan pangan tersebut mempunyai bau yang tidak enak (Ketaren,
2012).
44
Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai
berikut:
kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan
goreng akibat proses oksidasi serta hidrolisis. erusakan lemak atau minyak
45
encephalomalacia dan jika hidroperoksida diinjeksikan ke dalam aliran darah
fungsi aktif sebagai alat transportasi trigeliserida; dan jika lipoprotein mengalami
1. Oksigen
Oksigen atau zat asam adalah suatu gas yang sangat penting dalam
karbon dioksida dan air. Oksigen disebut juga zat pembakar karena oksigen
Sebagian panas kalori berguna untuk memelihara suhu tubuh dan sebagian
makanan. Oksigen merupakan zat yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
lain. Zat ini tidak beracun, tetapi dapat mendatangkan maut jika dihirup
46
Oksigen adalah suatu diradikal yang stabil dan karena itu merupakan
terhadap oksidasi oleh udara juga disebut autoksidasi. Senyawa dengan hanya
hidrogen primer atau sekunder tidak serentan itu. Lemak dan minyak nabati
2. Cahaya
Secara garis besar sumber cahaya dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu:
cahaya utama dan dominan. Cahaya matahari meliputi waktu di siang hari,
lampu, minyak, dan lilin. Cahaya buatan ini sebagai sarana pelengkap
47
Proses oksidasi dipercepat oleh adanya kombinasi dari oksigen dan cahaya.
Misalnya pada lemak yang disimpan tanpa udara (O2), tetapi dikenai cahaya
alamiah telah terdapat dalam lemak atau minyak. Cahaya berpengaruh sebagai
akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak. Radiasi ionisasi
juga merupakan salah satu akselerator, sedangkan sinar ultra violet dan sinar-
sehingga menghasilkan radikal bebas. Konstituen tidak jenuh dan jenuh serta
molekul trigliserida yang terkena cahaya ultra violet dalam jangka waktu yang
lama, akan menghasilkan aldehida dalam jumlah yang kecil dan metil keton
yang berbau tidak enak. Persenyawaan keton dengan asam-asam dengan berat
molekul rendah lebih cepat terbentuk dari senyawa tidak jenuh, terutama
lemak yang mengandung ikatan tidak jenuh (C12) atau lebih rendah, misalnya
asam palmitat. Gugus hidroksil bebas pada molekul mono dan digliserida
tersebut terkena irradiasi sinar ultra violet yang disertai dengan oksigen)
(Ketaren, 2012).
3. Suhu Tinggi
naluri dapat dirasakan. Untuk mengatakan bahwa suhu adalah derajat “panas”
dari suatu benda tidaklah tepat. Bila terdapat dua benda yang memiliki suhu
turun dan sebaliknya yang bersuhu rendah akan naik. Sehingga kedua benda
48
tersebut mempunya derajat “panas” yang sama dengan kata lain suhu yang
sama. Suhu dapat diukur karena dapat memberikan pengaruh pada sifat yang
mengukur suhu, yang didasarkan atas panjang kolom cairan dalam tabung
kapiler tipis di dalam gelas kaca. Perubahan suhu membuat panjang kolom
Titik suhu tertentu dan derajat perubahan suhu dapat menentukan skala suhu.
Titik tetap yang umum dipakai adalah suhu dimana es meleleh (titik es) dan
suhu dimana air mendidih (titik uap), keduanya pada tekanan atmosfer normal
(Petrucci, 1985).
akan menyebabkan degradasi minyak goreng dengan cepat (antara lain titik
asap menurun). Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan (Devi, 2010).
suhu 120°, 160°, dan 200°C. Minyak dialiri udara pada 150 ml/menit/kilo.
Minyak yang dipanaskan pada suhu 160° dan 200°C, menghasilkan bilangan
tidak stabil terhadap panas. Bilangan iod berpengaruh kecil dalam contoh
49
yang dipanasi pada suhu 120°C. Penurunan bilangan iod dalam contoh
nilai indeks bias setara dengan pertambahan jumlah senyawa polimer yang
kekentalan dan indeks bias paling besar pada suhu 200°C, karena pada suhu
(Ketaren, 2012).
dapat mencapai 10-20 kali dalam satu periode penggorengan. Minyak goreng
goreng kedelai terhadap kenaikan angka peroksida dan angka asam lemak
minyak goreng bekas makanan jajanan hewani dengan rata-rata nilai dari
50
empat sampel yaitu 140,62 mek O2/kg pada satu kali penggunaan dan
141,626 mek O2/kg pada dua kali penggunaan. Sedangkan pada minyak
peroksida dari delapan pedagang dengan rata-rata nilai 46,352 mek O2/kg
pada lima kali penggunaan dan 53,908 mek O2/kg pada sepuluh kali
oksidasi terhadap lemak terutama lemak tak jenuh masih minimal (hanya
dipengaruhi oleh udara dan cahaya matahari). Pemanasan pada menit ketujuh
dengan suhu 140 °C. Setelah pemanasan menit ke-15 reaksi oksidasi mulai
bilangan peroksida. Di sini asam lemak tak jenuh pada minyak goreng yang
mempunyai hidrogen yang labil pada atom karbon berdekatan dengan ikatan
rangkap sehingga terbentuk radikal bebas yang terpisah dari hydrogen yang
labil. Dengan adanya radikal bebas tersebut maka proses oksidasi akan
semakin peka untuk membentuk peroksida radikal bebas yang tak stabil
(Oktaviani, 2009).
(katalisator) yang kuat pada reaksi oksidasi lebih lanjut sehingga pemecahan
51
oksidatif lemak minyak goreng menjadi terus menerus berlangsung.
Akibatnya akan terjadi kerusakan yang semakin parah pada minyak tersebut,
yang lebih lama maka akan dapat mengakibatkan peningkatan kadar bilangan
terjadinya proses oksidasi. Saat pemanasan menit ke-40 dan ke-45, hasil
dari empat kali pemanasan yang mengalami oksidasi (reaksi dengan udara).
N. Oksidasi
Oksidasi adalah kehilangan satu atau lebih elektron yang dialami oleh suatu
atom, molekul atau ion. Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimiawi yang
biasa, dan kehilangan elektron yang dialami oleh suatu spesies kimiawi selalui
disertai oleh perolehan elektron pada bagian yang lainnya (Day dan Underwood,
1998).
52
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai
aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Rancidity terbentuk oleh
aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan peroxide value (PV) hanya
indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik.
Oksidasi yang lebih lanjut dapat menghasilkan keton, karena reaksi ini disertai
dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses
oksidasi dan polimerasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang
menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam
lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan pada minyak karena
pemanasan dengan suhu tinggi, disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerasi.
alkohol, lakton, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa
getir. Kerusakan minyak karena proses oksidasi terdiri dari enam tahap, yaitu:
b. Proses oksidasi disusul dengan proses hidrolisa trigleserida karena adanya air.
Hal ini terbukti dari kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak
53
c. Oksidasi asam-asam lemak berantai panjang
O. Kerangka Teori
Kerangka teori pada penelitian ini berdasarkan pada Lamboni dkk (1999),
Oktaviani (2009), Aminah (2010), Mulasari dan Utami (2012), Ketaren (2012),
dan Ayu dan Hamzah (2010). Pada beberapa jurnal yang telah ditelaah, ke enam
variabel di bawah yaitu oksigen, cahaya, suhu tinggi, frekuensi penggunaan, lama
goreng sehingga ada peningkatan bilangan peroksida pada minyak goreng. Pada
Menurut Ketaren (2012), suhu tinggi merupakan salah satu faktor yang
di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan
pada suhu 100-115°C adalah dua kali lebih besar dibandingkan pada suhu 10°C.
54
dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh, lemak yang
disimpan tanpa udara (O2), tetapi dikenai cahaya sebagai menjadi tengik. Hal ini
karena dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah terdapat dalam lemak.
dalam lemak.
peningkatan bilangan peroksida pada kedua jenis minyak goreng yaitu minyak
sayur dan minyak kacang tanah. Selain itu, uji eksperimen yang dilakukan oleh
Nita Dwi Oktaviani (2009) menyatakan bahwa adanya hubungan antara tingkat
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Surahma Asti Mulasari dan Risa
Rahmawati Utami (2012) terhadap jenis makanan gorengan (tahu, tempe, telur,
terong, ayam, dan ikan goreng) di sepanjang Jl. Prof. Dr. Soepomo Umbulharjo
kategori tidak baik dengan frekuensi penggorengan lebih dari empat kali dengan
55
bilangan peroksida paling tinggi yaitu 11,25 meq/kg. Penelitian Dewi Fortuna
Ayu dan Farida Hanum Hamzah (2010) yaitu pada minyak goreng bekas masih
terlihat adanya peningkatan bilangan peroksida pada makanan jajanan nabati dan
hewani.
56
BAB III
A. Kerangka Konsep
terkait syarat mutu minyak goreng dimana salah satunya menetapkan bilangan
dengan maksimal nilai 10 meq O2/kg. Salah satu yang dapat merusak minyak
goreng yaitu lama pemanasan. Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti
yaitu lama pemanasan kelipatan lima dan sepuluh. Variabel tersebut merupakan
57
kelipatan lima dengan kelipatan sepuluh. Salah satu yang memperngaruhi
perubahan bilangan peroksida adalah suhu. Pada penelitian ini, suhu tidak diteliti
dijadikan sampel.
58
B. Definisi Operasional
59
C. Hipotesis
60
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
cross sectional (potong lintang) dimana data yang menyangkut variabel bebas dan
variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Peneliti memilih
desain studi cross sectional bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel
Pasar Minggu.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2015
dengan lokasi di Kelurahan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Berikut batas geografi
61
1. Minyak yang diteliti adalah minyak baru yang digunakan oleh pedagang
2. Minyak yang digunakan untuk menggoreng jenis bahan makanan seperti ikan,
Sampel pada penelitian ini adalah minyak goreng yang digunakan oleh
digunakan, yaitu pengambilan sampel minyak goreng kelipatan lima dan sepuluh
adalah
62
Adapun tahapan pengambilan sampel minyak goreng yaitu sebagai berikut:
kaca, botol gelap berukuran mini, aluminium foil, dan sampel minyak goreng
gelas kaca
d. Botol kemudian dibalut dengan aluminium foil agar tidak terkena cahaya dan
a. Botol yang berisi sampel minyak goreng dimasukkan ke dalam paper bag
D. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini yaitu data primer. Data primer pada
penelitian ini adalah lembar kuesioner, lembar observasi, dan lembar pengujian
63
E. Alat dan Cara Pengumpulan Data
Asam-asam lemak tidak jenuh dari minyak/lemak dapat mengikat oksigen pada
dihasilkan dari autooksidasi atau permulaan ketengikan ini sangat reaktif dan
oksigen dalam setiap 100 gram lemak/minyak. Hubungan antara bilangan iod
dengan bilangan peroksida adalah apabila bilangan iod tinggi akan menghasilkan
Prinsip:
Iod yang dibebaskan pada potassium Iodida melalui reaksi oksidasi oleh
kloroform/asam asetat.
Cara Kerja:
2. Tambahkan 30 ml larutan yang dibuat dari 100 ml asam asetat glasial, 125 ml
64
alkohol, dan 275 ml kloroform
sewaktu-waktu
6. Titrasi dengan tio sulfat 0,1 N dengan menggunakan 0,5 ml larutan kanji 1%
secara perlahan sampai warna birunya hilang. Apabila menggunakan tio 0,1 N
ternyata hasilnya kurang dari 0,5 ml, ulangi dengan menggunakan tio 0,01 N
Perhitungan:
Catatan:
Larutan KI jenuh dapat diganti dengan 1 gram serbuk KI, tetapi air yang
F. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan terdiri dari serangkaian tahapan yang harus
dilakukan meliputi:
1. Data Coding
Kegiatan mengklasifikasikan data dan memberikan kode untuk masing-
65
kode untuk setiap jawaban dari pertanyaan pada kuesioner. Pada penelitian ini
2. Data Editing
editing ini dilakukan peneliti setelah data terkumpul untuk pengecekan jika
ada data yang salah atau meragukan sehingga masih dapat ditelusuri kembali
3. Data Structure
dilakukan dan jenis perangkat lunak yang dipergunakan. Pada penelitian ini
4. Data Entry
5. Data Cleaning
frekuensi.
66
G. Analisis Data
1. Analisis Univariat
dari setiap variabel yang diteliti, baik variabel independen maupun variabel
sepuluh.
2. Analisis Bivariat
dan Sabri, 2010). Variabel independen pada penelitian ini adalah lama
peroksida. Analisis bivariat yang diuji pada penelitian ini adalah hubungan
67
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
yang paling lama adalah pada frekuensi menggoreng kelima yaitu 9,93 menit
68
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa rata-rata lama pemanasan
yang paling lama adalah pada frekuensi menggoreng ke-20 yaitu 13,6 menit
Lima
69
0.306 meq O2/kg (SD=1.3930) dengan nilai minimal 0.099 meq O2/kg dan
nilai minimal 1.30 meq O2/kg dan maksimal 5.15 meq O2/kg.
70
3. Gambaran Perbedaan Perubahan Bilangan Peroksida Minyak
71
Grafik 5.6 Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng pada
Kelipatan Sepuluh
sebesar 0.1673 meq O2/kg dan 0.524 meq O2/kg. Lalu kembali mengalami
meq O2/kg.
72
B. Analisis Bivariat
Minyak yang digunakan sebelum dipanaskan adalah kondisi normal atau
bilangan peroksida minyak goreng kelipatan lima dan sepuluh disajikan pada
kelima, kesepuluh, dan kelima belas didapatkan p value sebesar 0.405, 0.940,
dan 0.230 yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara lama pemanasan
73
Tabel 5.8 Hubungan antara Lama Pemanasan terhadap Perubahan
Bilangan Peroksida Minyak Goreng Kelipatan Sepuluh pada Pedagang
Gorengan di Kelurahan Pasar Minggu Tahun 2015
Frekuensi Rata-Rata Lama Perubahan Bilangan Peroksida
Menggoreng Pemanasan (m) Rata-Rata SD P value
(meq
O2/kg)
Kesepuluh 11.13 1.6947 5.194 .026
Kedua puluh 13.6 0.1673 5.049 .012
Ketiga puluh 10.6 0.524 4.853 .009
Keempat puluh 9.47 0.6306 2.059 .033
Berdasarkan tabel 5.8, hasil perhitungan statistik menggunakan uji korelasi
kesepuluh, kedua puluh, ketiga puluh, dan keempat puluh didapatkan p value
sebesar 0.026, 0,012, 0,009, dan 0,033 yang artinya terdapat hubungan yang
bermakna.
74
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
1. Pada penelitian ini tidak diukur udara dan suhu pemanasan minyak saat
selesai berjualan.
75
B. Analisis Univariat
1. Lama Pemanasan
(antara lain titik asap menurun) (Devi, 2010). Bilangan peroksida adalah
lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan oksigen pada ikatan
(Ketaren, 2012).
lama waktu 9.93 menit. Waktu yang biasanya digunakan pedagang untuk
menit. Sedangkan untuk kelipatan sepuluh pada tabel 5.2 diketahui bahwa
76
rata-rata pemanasan paling lama yaitu pada frekuensi menggoreng ke-20
dengan lama waktu 13.6 menit. Lamanya waktu pemanasan pada setiap
oksidasi terhadap lemak terutama lemak tak jenuh masih minimal (hanya
bahwa asam lemak tak jenuh pada minyak goreng yang mempunyai
hidrogen yang labil pada atom karbon berdekatan dengan ikatan rangkap
sehingga terbentuk radikal bebas yang terpisah dari hydrogen yang labil.
Dengan adanya radikal bebas tersebut maka proses oksidasi akan semakin
peka untuk membentuk peroksida radikal bebas yang tak stabil (Oktaviani,
2009).
77
mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit
(Tapan, 2005).
78
goreng yang digunakan berkali-kali oleh para pedagang, mayoritas
Makanan, salah satu syarat mutu minyak goreng sesuai dengan standar
namun, tidak terjadi pada grafik 5.6, terlihat adanya peningkatan bilangan
kembali naik pada penggorengan ke-40. Hal ini tidak sejalan dengan
79
penelitian-penelitian terdahulu karena dapat dipengaruhi oleh pengulangan
secara terus-menerus.
belas, dan kedua puluh (Aminah, 2010). Menurut penelitian Dewi Fortuna
pada ikatan rangkap dan terjadi reaksi berantai yang terus menerus
Selain itu, dengan adanya pemanasan asam lemak tidak jenuh terurai
akibat permukaan minyak yang panas dan kontak langsung dengan udara.
80
Rantai karbon dalam ikatan rangkap terputus sehingga asam lemak bebas
peroksida dalam jumlah yang kecil. Dalam jangka waktu yang cukup
timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan
pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan (lebih besar dari 100)
akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan, disamping bahan
Kerusakan pada minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa
81
mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan
menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh
(Winarno, 2004).
Sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang
dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih
pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.
82
aliran darah mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang mempunyai
C. Analisis Bivariat
Minyak Goreng
bahwa salah satu syarat mutu minyak goreng yang baik untuk digunakan yaitu
(Mulasari, 2012).
83
terhadap perubahan bilangan peroksida minyak goreng pada kelipatan lima
dan sepuluh.
Berdasarkan data pada tabel 5.7, dari hasil uji korelasi didapatkan
dengan p value 0.042 pada lama pemanasan pertama. Sedangkan untuk lama
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nita Dwi
pada kondisi di lapangan. Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian
lainnya yang dilakukan oleh Siti Aminah (2010) yang menyatakan bahwa
bilangan peroksida.
84
0.026 pada lama pemanasan kesepuluh, 0.012 pada lama pemanasan kedua
puluh, 0.009 pada lama pemanasan ketiga puluh, dan 0.033 pada lama
pemanasan keempat puluh yang berarti ada hubungan bermakna antara kedua
variabel tersebut.
setelah penggorengan ke-20. Hal tersebut dilakukan karena minyak yang telah
dilakukan dengan minyak yang sama. Hal lain yaitu karena minyak goreng
85
BAB VII
A. Kesimpulan
selama 13.6 menit, frekuensi menggoreng ke-30 selama 10.6 menit, dan
86
frekuensi menggoreng kedua puluh dengan selisih penurunan sebesar
menggoreng kedua puluh dan ketiga puluh sebesar 0.1673 meq O2/kg dan
pada lama pemanasan kelima, kesepuluh, dan kelima belas karena p value
87
7. Berdasarkan hasil uji korelasi, bahwa ada hubungan yang bermakna antara
lama pemanasan kesepuluh, kedua puluh, ketiga puluh, dan keempat puluh
B. Saran
a. Tidak menggoreng dengan suhu yang terlalu tinggi dalam waktu yang
Minggu
bilangan peroksida
peroksida
88
3. Saran untuk Masyarakat
89
DAFTAR PUSTAKA
Abdellah, Abdelmonem dkk. 2012. Assessing the Sudanese Standards and Guidelines
of Edible Oils: A Case Study of Sunflower Oil. IDOSI Publication
Adi, Lukas Tersono. 2007. Terapi Herbal Berdasarkan Golongan Darah. Jakarta: PT
AgroMedia Pustaka
Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Aminah, Siti. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat
Organoleptik Tempe pada Pengulangan Penggorengan. Vol. 01 No. 01.
Jurnal Pangan dan Gizi
Aminah, Siti. 2010. Praktek Penggorengan dan Mutu Minyak Goreng Sisa pada
Rumah Tangga di RT V RW III Kedungmundu Tembalang Semarang.
Prosiding Seminar Nasional Unimus. Teknologi Pangan Universitas
Muhammadiyah Semarang
Andoko, Agus dan Widodoro. 2013. Berkebun Kelapa Sawit “Si Emas Cair”.
Jakarta: AgroMedia Pustaka
Anwar, Faisal dan Ali Khomsan. 2009. Makan Tepat Badan Sehat. Bandung: PT
Mizan Publika
Ayu, Dewi Fortuna dan Farida Hanum Hamzah. 2010. Evaluasi Sifat Fisiko-Kimia
Minyak Goreng yang Digunakan oleh Pedagang Makanan Jajanan di
Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Laboratorium Analisis Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau: SAGU
Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Perikanan Darat. Jakarta: CV. Nario Sari
Badan Standardisasi Nasional. 2013. Standar Nasional Indonesia-Minyak Goreng.
SNI 3741:2013 ICS 67.200.10
CancerHelps. 2014. Bebas Kanker itu Mudah. Jakarta: FMedia (Imprint AgroMedia
Pustaka)
90
Contemporary Food Engineering Series. 2009. Advances in Deep-Fat Frying of
Foods. Broken Sound Parkway NW: Taylor and Francis Group, LLC
Dadang. 2006. Jarak Pagar: Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta: Penebar
Swadaya
Day, R.A and Underwood, A.L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif/Edisi Keenam.
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Devi, Nirmala. 2010. Nutrition and Food Gizi untuk Keluarga. Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara
Fessenden, Ralp J dan Joan S Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga
Gabriel. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC
Graha, Chairinniza K. 2010. 100 Questions & Answers: Kolesterol. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Gunawan dkk. 2003. Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak
Bebas pada Minyak Kedelai dengan Variasi Menggoreng. Vol. VI, No. 3.
JSKA
Hambali, Erliza dkk. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: AgroMedia Pustaka
Hastono, Sutanto Priyo dan Luknis Sabri. 2010. Statistik Kesehatan. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Ide, Pangkalan. 2007. Seri Diet Korektif-Diet Cabbage Soup. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
Juanda, Dede dan Bambang Cahyono. 2005. Wijen, Teknik Budi Daya dan Analisis
Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius
Ketaren. 2012. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press
Khomsan, Ali dan Faisal Anwar. 2008. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat
dengan Makanan Tepat. Jakarta: PT Mizan Publika.
Mashudi. 2007. Bertanam Kacang Tanah dan Manfaatnya. Jakarta: Azka Press
Mianoki, Adika. 2014. Menjaga Kesehatan di Musim Hujan. Yogyakarta: Pustaka
Muslim
91
Muchtadi, Dedi. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Bandung: Penerbit Alfabeta
Mulasari, Surahma Asti dan Risa Rahmawati Utami. 2012. Kandungan Peroksida
pada Minyak Goreng di Pedagang Makanan Gorengan Sepanjang Jalan Prof.
DR. Soepomo Umbulharjo Yogyakarta Tahun 2012. Vol. 1 No. 2. Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta
Nuraniza dkk. 2013. Uji Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut
Polarisasi Cahaya Menggunakan Alat Semiautomatic Polarymeter. Vol. 1,
No. 2. PRISMA FISIKA
Oktaviani, Nita Dwi. 2009. Hubungan Lamanya Pemanasan dengan Kerusakan
Minyak Goreng Curah ditinjau dari Bilangan Peroksida. Jurnal Biomedika
Vol. 1 No. 1
Petrucci, Ralph H. 1985. Kimia Dasar: Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat
Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Prihandana, Rama dan Roy Hendroko. 2008. Energi Hijau: Pilihan Bijak Menuju
Negeri Mandiri. Jakarta: Penebar Swadaya
Pudjaatmaka, A. Hadyana. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka
Rizki, Farah. 2013. The Miracle of Vegebtables. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka
Sartika, Ratu Ayu Dewi. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (Deep
Frying) terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Makara, Sains, Vol. 13,
No. 1 Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok
Subroto, Muhammad Ahkam. 2008. Real Food True Health. Jakarta: AgroMedia
Pustaka
Sukartin, Kuncoro dan Maloedyn Sitanggang. 2005. Gempur Penyakit dengan VCO.
Jakarta: AgroMedia Pustaka
Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC
92
Syah, Andi Nur Alam. 2005. Virgin Coconut Oil: Minyak Penakluk Aneka Penyakit.
Jakarta: AgroMedia Pustaka
Tapan, Erik. 2005. Kanker, Antioksidan, dan Terapi Komplementer. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo
Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Zahra, dkk. 2013. Pengaruh Penggunaan Minyak Goreng Berulang Terhadap
Perubahan Nilai Gizi dan Mutu Hedonik pada Ayam Goreng. Vol. 2, No. 1.
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universtitas Diponegoro Semarang
93
94
Lampiran 1
INSTRUMEN PENELITIAN
95
LEMBAR HASIL UJI BILANGAN PEROKSIDA
96
Lampiran 2
Hasil Uji Lab AKA, Bogor
97
98
99
100
Lampiran 3
Output SPSS
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PV_Sebelum_P
.291 15 .001 .742 15 .001
emanasan
PV_Penggoren
.294 15 .001 .790 15 .003
gan_1
PV_Penggoren
.281 15 .002 .762 15 .001
gan_5
PV_Penggoren
.332 15 .000 .601 15 .000
gan_10
PV_Penggoren
.356 15 .000 .561 15 .000
gan_15
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statisti
c df Sig. Statistic df Sig.
trans_pv_sp .226 13 .068 .910 13 .185
*
trans_pv_p1 .159 13 .200 .937 13 .420
*
trans_pv_p5 .127 13 .200 .972 13 .914
*
trans_pv_p10 .170 13 .200 .944 13 .509
*
trans_pv_p15 .170 13 .200 .945 13 .519
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
101
Uji Normalitas Kelipatan Sepuluh
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PV_Sebelum_P
.341 15 .000 .726 15 .000
emanasan
PV_Penggoren
.190 15 .152 .882 15 .051
gan_10
PV_Penggoren
.220 15 .049 .760 15 .001
gan_20
PV_Penggoren
.214 15 .064 .794 15 .003
gan_30
PV_Penggoren
.229 15 .033 .830 15 .009
gan_40
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statis
tic df Sig. Statistic df Sig.
trans_pv_sp2 .234 15 .027 .901 15 .098
*
trans_pv_p10 .148 15 .200 .960 15 .691
*
trans_pv_p20 .142 15 .200 .937 15 .351
*
trans_pv_p30 .127 15 .200 .940 15 .384
trans_pv_p40 .190 15 .149 .899 15 .091
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
102
Uji Korelasi
Kelipatan Lima
Correlations
Lama_Pengg
orengan_F1 trans_pv_p1
Lama_Penggor Pearson Correlation 1 -.531*
engan_F1 Sig. (2-tailed) .042
N 15 15
*
trans_pv_p1 Pearson Correlation -.531 1
Sig. (2-tailed) .042
N 15 15
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Lama_Pengg
orengan_F5 trans_pv_p5
Lama_Penggor Pearson Correlation 1 .232
engan_F5 Sig. (2-tailed) .405
N 15 15
trans_pv_p5 Pearson Correlation .232 1
Sig. (2-tailed) .405
N 15 15
Correlations
Lama_Penggor
engan_F10 trans_pv_p10
Lama_Penggore Pearson Correlation 1 .021
ngan_F10 Sig. (2-tailed) .940
N 15 15
trans_pv_p10 Pearson Correlation .021 1
Sig. (2-tailed) .940
N 15 15
103
Correlations
Lama_Penggor
engan_F15 trans_pv_p15
Lama_Penggore Pearson Correlation 1 -.330
ngan_F15 Sig. (2-tailed) .230
N 15 15
trans_pv_p15 Pearson Correlation -.330 1
Sig. (2-tailed) .230
N 15 15
Kelipatan Sepuluh
Correlations
Lama_Pengg trans_pv_p1
orengan_F10 0
Lama_Penggor Pearson Correlation 1 .571*
engan_F10 Sig. (2-tailed) .026
N 15 15
*
trans_pv_p10 Pearson Correlation .571 1
Sig. (2-tailed) .026
N 15 15
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Lama_Pengg trans_pv_p2
orengan_F20 0
Lama_Penggor Pearson Correlation 1 .629*
engan_F20 Sig. (2-tailed) .012
N 15 15
*
trans_pv_p20 Pearson Correlation .629 1
Sig. (2-tailed) .012
N 15 15
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
104
Correlations
Lama_Pengg trans_pv_p3
orengan_F30 0
Lama_Penggor Pearson Correlation 1 .647**
engan_F30 Sig. (2-tailed) .009
N 15 15
**
trans_pv_p30 Pearson Correlation .647 1
Sig. (2-tailed) .009
N 15 15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Lama_Pengg trans_pv_p4
orengan_F40 0
Lama_Penggor Pearson Correlation 1 .552*
engan_F40 Sig. (2-tailed) .033
N 15 15
trans_pv_p40 Pearson Correlation .552* 1
Sig. (2-tailed) .033
N 15 15
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
105
Lampiran 4
106
Lampiran 5
Pengambilan Sampel
107
Lampiran 6
108
Lampiran 7
109
110