LAPORAN PENELITIAN
Disusun oleh:
Aliifah Gantari Wulandari 119280048
Sentani Pati Sagala 119280086
Dosen Pembimbing
1. Prof. Ir. Yazid Bindar, M.Sc., Ph.D.
2. Reni Yuniarti, S.T., M.T.
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Aliifah Gantari Wulandari 119280048
Sentani Pati Sagala 119280086
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Disahkan oleh,
Koordinator Program Studi Teknik Kimia
Jurusan Teknologi Produksi dan Industri
Penelitian ini adalah karya sendiri, dan semua sumber baik yamg dikutip
maupun dirujuk telah kami nyatakan benar.
Mahasiswa 1 Mahasiswa 2
Sebagai civitas akademik Institut Teknologi Sumatera, kami yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama Mahasiswa 1 : Aliifah Gantari Wulandari
NIM Mahasiswa 1 : 119280048
Nama Mahasiswa 2 : Sentani Pati Sagala
NIM Mahasiswa 2 : 119280086
Program Studi : Teknik Kimia
Jurusan : Jurusan Teknologi Produksi dan Industri
Jenis karya : Penelitian
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Institut Teknologi Sumatera Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
eksklusif ini Institut Teknologi Sumatera berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan memublikasikan tugas akhir kami selama tetap mencantumkan nama kami
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini
saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Lampung Selatan
Pada tanggal : 03 Juli 2023
Mahasiswa 1 Mahasiswa 2
ABSTRAK
Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang penting dalam kegiatan
memasak, khususnya dalam menggoreng. Hal tersebut menimbulkan peningkatan
limbah berupa minyak jelantah. Minyak jelantah yang sudah digunakan berulang
kali bersifat karsiogenik sehingga berbahaya bagi kesehatan tubuh. Apabila ditinjau
dari kandungannya maka minyak jelantah dapat diolah menjadi bahan bakar
terbarukan berupa biodiesel. Minyak jelantah dapat diubah menjadi biodiesel
dengan reaksi transesterifikasi namun diperlukan perlakuan awal berupa reaksi
esterifikasi untuk mengurangi kadar asam lemak bebas. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui potensi pembangunan industri kimia biodiesel skala kecil
berbahan dasar minyak jelantah. Selain itu, bertujuan untuk mengetahui pengaruh
rasio alkohol terhadap angka asam pada proses esterifikasi dan pengaruh rasio
katalis basa terhadap rendemen biodiesel. Minyak jelantah sebanyak 250 mL
diproses dengan reaksi esterifikasi selama 60 menit pada temperatur 60°C. Pada
reaksi esterifikasi divariasikan metanol : minyak (%v/v) sebesar 10, 20, 30, dan 40.
Kemudian hasil esterifikasi dilanjutkan ke proses transesterifikasi yang
berlangsung selama 60 menit pada temperatur 55°C. Pada reaksi transesterifikasi
divariasikan rasio katalis KOH (%b/b) sebesar 0,5; 1; 1,5; dan 2 dari berat minyak
jelantah. Proses esterifikasi dan transesterifikasi berlangsung dengan pengadukan
100 rpm dan direfluks dengan kondensor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semakin banyak alkohol yang digunakan maka angka asam yang dihasilkan pada
esterifikasi semakin kecil dan katalis KOH 1 (%b/b) mencapai rendemen optimal.
Penurunan angka asam diakibatkan semakin banyaknya gugus alkohol yang
bereaksi menjadi air dan ester. Seluruh produk biodiesel yang diperoleh pada
penelitian ini memiliki karakteristik berupa densitas, viskositas, free fatty acid
(FFA), dan angka sabun yang memenuhi SNI 7128:2015 sehingga dapat digunakan
sebagai bahan bakar. Selain itu, karakteristik angka asam yang diperoleh pada
hampir semua produk biodiesel tidak memenuhi SNI 7128:2015. Berdasarkan hasil
biodiesel yang diperoleh dan ditinjau dari aspek ekonomi, menunjukkan bahwa
industri biodiesel skala kecil layak dikembangkan dan didirikan. Bahan baku
minyak jelantah diperoleh dengan harga rata-rata tingkat pengepul yaitu Rp
5.000/liter dan biodiesel dapat dijual dengan harga Rp 10.000, dengan nilai Break
Even Point (BEP) 53.580 liter/tahun, nilai kelayakan usaha (B/C ratio) 1,61, Return
of Investement (ROI) 61%, dan Pay Back Period (PBP) 1,7 tahun.
ABSTRACT
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami persembahkan penelitian
ini kepada pihak-pihak yang memberi dukungan, terlibat, dan membantu dalam
menyelesaika laporan hasil penelitian ini. Adapun pikah-pihak tersebut
diantaranya:
1. Bapak Dr. Eng. Feerzet Achmad, S.T., M.T., selaku Koordinator Program
Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Sumatera.
2. Bapak Drs. Jabosar Ronggur H. Panjaitan, S.T., M.T., selaku Koordinator
Penelitian Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Sumatera.
3. Bapak Prof. Ir. Yazid Bindar, M.Sc., Ph.D. dan Ibu Reni Yuniarti, S.T.,
M.T., selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan
ilmu serta dukungan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan
laporan.
4. Ibu Wika Atro Auriyani, S.T., M.T. dan Bapak Ir. Mustafa, M.T., selaku
Dosen Penguji yang telah banyak memberikan ilmu, saran dan masukan
yang membangun bagi penulis.
5. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan serta do’a
yang sangat berarti bagi penulis.
6. Teman-teman dari Program Studi Teknik Kimia Institut Teknlogi Sumatera
angkatan 2019, terutama saudari B Tiara Basae yang telah membantu dan
memberikan dukungan moral.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan
laporan hasil penelitian baik itu berupa saran, do’a, dan dukungan moral
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis.
Akhir kata, penulis berharap laporan hasil penelitian ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi setiap pembaca.
Penulis
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Kajian Pemanfaatan
Minyak Jelantah dalam Pembuatan Biodiesel dengan Metode Esterifikasi –
Transesterifikasi untuk Pembangunan Industri Biodiesel Skala Kecil”. Penelitian
ini dilakukan untuk memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada
Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Sumatera.
Sebagai salah satu instansi pendidikan, Program Studi Teknik Kimia Institut
Teknologi Sumatera berperan untuk memberikan gagasan mengenai penemuan
yang dapat digunakan dan dikembangkan dimasa yang akan datang. Dengan
tersusunnya laporan penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi bahan atau acuan
untuk penelitian yang akan dilakukan.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR NOTASI
BAB I
PENDAHULUAN
sehari, dihasilkan Rp 6.000 hingga Rp 9.000 liter minyak biodiesel dan dipasarkan
dengan harga Rp 9.000 per liter. Pendapatan yang diperoleh dalam kurun waktu
sebulan yaitu antara Rp 54.000.000 hingga Rp 81.000.000 per hari. Konsumen
biodiesel tersebut antara lain produsen tekstil, perusahaan peleburan alumunium
dan timah yang terletak di berbagai wilayah di Indonesia seperti Lampung,
Kalimantan, dan Surabaya [42].
Selama ini minyak jelantah hanya dibuang begitu saja ke lingkungan,
meskipun sebagian limbah minyak jelantah dapat dijual kepada pengepul minyak
jelantah [4]. Pembuangan minyak jelantah yang tidak benar dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan [3]. Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah memberikan
beberapa keuntungan seperti mengurangi limbah rumah tangga atau industri
makanan yang menggunakan minyak goreng dan mengurangi biaya produksi sebab
berasal dari limbah penggorengan [5]. Biodiesel dapat terbuat dari minyak nabati
atau lemak hewani, tidak beracun, ramah lingkungan, pengaplikasian yang
sederhana, berbau harum, dan emisi gas yang dihasilkan oleh biodiesel lebih bersih
jika dibandingkan dengan bahan bakar yang berasal dari fosil [6].
Pada proses pembuatan biodiesel perlu memperhatikan kandungan free fatty
acid (FFA), hal ini dikarenakan jika minyak atau lemak dengan kandungan free
fatty acid (FFA) 10% dapat menurunkan nilai rendemen biodiesel hingga 30% [38].
Kadar FFA yang tinggi membuat proses produksi biodiesel dapat membentuk sabun
yang dapat menghambat proses pencucian dan memungkinkan hilangnya produk
[7]. Selain itu, rendemen biodiesel pada proses transesterifkasi dapat meningkat
dari 25% menjadi 96%. Peningkatan tersebut dilakukan dengan menurunkan FFA
dan kadar air, dari 10% menjadi 0,23% dan 0,20% menjadi 0,02% [8]. Lotero dkk.
(2005) merekomendasikan untuk menghindari terjadinya pembentukan sabun saat
proses menggunakan katalis basa, maka bahan yang digunakan baiknya
mengandung 0,5% berat asam lemak bebas [9]. Dengan pertimbangan tersebut,
diperlukan adanya perlakuan awal seperti proses reaksi esterifikasi guna
menurunkan kadar FFA dengan bantuan katalis asam yang direaksikan alkohol.
Penggabungan kedua reaksi esterfikasi - transesterifikasi bertujuan meningkatkan
rendemen biodiesel [3].
3
(%v/v) pada proses reaksi esterifikasi sebesar 10, 20, 30, dan 40 serta variasi
konsentrasi katalis (%b/b) pada proses reaksi transesterifikasi 0,5; 1; 1,5; dan 2.
Proses dilakukan pada kecepatan pegadukan 100 rpm selama 1 jam. Hasil biodiesel
yang didapatkan dianalisis karakteristiknya berupa pengujian densitas, viskositas,
angka asam, %FFA, angka sabun, dan rendemen. Selain itu, untuk mengkaji
kelayakan pembangunan industri biodiesel skala kecil dilakukan perhitungan
berupa Break Event Point (BEP), nilai kelayakan usaha (B/C ratio), Return of
Investement (ROI), dan Pay Back Period (PBP).
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
lemak dan minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserol, dan melalui reaksi
saponifikasi dengan katalis basa (KOH atau NaOH). Sabun yang terbentuk ialah
asam lemak bebas yang berikatan pada basa [16]. Kadar asam lemak bebas yang
terkandung dalam minyak jelantah cukup tinggi [17] dan berpotensi besar untuk
diolah menjadi bahan bakar mesin. Viskositas kinematik yang dimiliki oleh minyak
goreng bekas sekitar 10 kali lebih besar dan densitasnya sekitar 10% lebih tinggi
dari solar mineral. Densitas dan viskositas kinematik bahan bakar perlu
diperhatikan karena memiliki peran penting dalam proses pembakaran. Hal tersebut
membuat minyak goreng bekas perlu diolah terlebih dahulu sebelum digunakan
pada mesin [18]. Terdapat berbagai teknik yang dikembangkan untuk mengurangi
viskositas kinematik dan densitas minyak nabati seperti pirolisis, emulsifikasi,
leaning, dan transesterifikasi. Diantara teknik-teknik ini, transesterifikasi adalah
yang paling disukai. Hal tersebut dikarenakan metode ini relatif mudah, dilakukan
pada kondisi normal, memberikan efisiensi konversi, dan kualitas terbaik dari
bahan bakar yang dikonversi [19]. Komposisi minyak jelantah dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
2.2 Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar yang dapat diperbarui dan dapat
diproduksi dengan berbagai bahan seperti minyak kelapa sawit baru atau bekas
penggorengan, minyak nabati, dan lemak hewani. Bahan bakar ini dapat digunakan
sebagai alternatif untuk bahan bakar mesin diesel yang diproduksi dari sumber yang
dapat diperbaharui [24]. Saat ini telah dikembangkan produksi biodiesel yang
biasanya terbuat dari minyak tumbuhan (minyak sawit mentah, minyak canola,
minyak kedelai, dan lain-lain), lemak hewan (lemak ayam, lemak babi, sapi tallow,
dan lain-lain), dan minyak jelantah [6].
Biodiesel terdiri dari metil ester minyak nabati atau lemak hewani, dan
termasuk bahan bakar ekologis karena komposisi kualitatifnya (karbon 77%,
hidrogen 12%, oksigen 11%, jejak nitrogen, dan belerang). Sebagai bahan bakar
asal biologis, direkomendasikan oleh Uni Eropa dan diklasifikasikan sebagai bahan
bakar masa depan yang prospektif [22].
11
2.3 Katalis
Metode yang dapat dipakai dalam memproduksi biodiesel yaitu dengan cara
katalitik (menggunakan katalis) dan non-katalitik (tanpa menggunakan katalis).
Proses yang dilakukan dengan bantuan katalis dilakukan untuk mempercepat
berlangsungnya reaksi asam lemak bebas atau trigliserida serta metanol. Hal ini
diakibatkan oleh meningkatnya total partikel saat bereaksi yang disebabkan oleh
penurunan energi saat reaksi (energi aktivasi). Beberapa katalis yang dapat
digunakan pada proses poduksi yaitu katalis asam, katalis enzim untuk bahan baku
yang memiliki nilai FFA yang tinggi, dan katalis basa untuk bahan baku yang
memiliki niali FFA yang rendah. Proses katalitik kimia, termasuk alkali dan asam,
lebih praktis daripada metode enzimatik. Kemurnian dan rendemen produk
biodiesel yang tinggi dapat dicapai dalam waktu singkat (30-60 menit) dengan
proses alkalitik [30]. Pada umumnya katalis basa yang digunakan ialah KOH
ataupun NaOH, katalis asam berupa asam sulfat, dan lipase sebagai katalis enzim
pada proses produksi biodiesel secara katalitik. Temperatur yang tinggi sekitar 350-
400°C dibutuhkan saat berlangsungnya produksi biodiesel secara non-katalitik.
Pencampuran statis menunjukkan banyaknya pencampuran yang dapat terjadi
antara metanol dan minyak, yang ditunjukkan dengan perubahan asam lemak bebas
yang berhasil diubah menjadi metil ester/biodiesel.
Mengenai penggunaan katalis, katalis didefinisikan sebagai unsur yang dapat
mempercepat reaksi kimia pada suhu tertentu karena perubahan yang diinduksi oleh
reaktan. Menurut bentuknya, ada dua jenis katalis yaitu katalis homogen dan katalis
heterogen [31]. Reaksi yang cenderung lambat pada proses produksi biodiesel dapat
13
dibantu dengan menambahkan katalis agar terjadi penurunan energi aktivasi pada
reaksi, sehingga reaksi yang berjalan dapat berlangsung dengan cepat. Katalis basa
dapat digunakan dalam proses produksi pada suhu kamar, sedangkan katalis basa
bekerja dengan baik pada suhu sekitar 100°C. Namun, proses produksi yang
berlangsung tanpa bantuan katalis membutuhkan temperatur yang tinggi minimal
250°C.
Katalis yang umum digunakan untuk produksi biodiesel adalah katalis basa
homogen seperti KOH dan NaOH. Produksi biodiesel dengan katalis homogen
memiliki efisiensi yang lebih tinggi, waktu reaksi yang lebih singkat, dan proses
pemisahan yang lebih sederhana dibandingkan dengan katalis heterogen. Kedua
katalis homogen tersebut memiliki kemampuan katalisator yang tinggi serta dapat
berlangsung pada tekanan operasi dan temperatur yang relatif rendah [32]. Namun
sangat sulit untuk memisahkan katalis dari campuran reaksi, sehingga katalis dapat
muncul sebagai pengotor dan mencemari lingkungan [33]. Katalis basa heterogen
memiliki kapasitas katalisator yang rendah, sehingga campuran reaksi yang
terbentuk pada proses produksi biodiesel dapat dengan mudah untuk dipisahkan
dari komponen katalis basa hetergoen itu sendiri. Hal tersebut membuat katalis
yang telah digunakan dapat dimanfaatkan kembali, sehingga pencemaran
lingkungan dapat diminimalisirkan serta anggaran penyediaan dan operasional alat
pemisahan yang dibutuhkan tidak bertambah besar [32].
Penggunaan katalis KOH dan NaOH yang bereaksi dengan metanol akan
menghasilkan kalium metoksida dan Natrium Metoksida. Apabila senyawa alkali
seperti Kalium dan Natrium berkontak dengan air akan menimbulkan
ketidakstabilan. Ketidakstabilan tersebut mengakibatkan katalis alkali metoksida
mengalami reaksi balik karena bersifat reversible. Kondisi tersebut dapat
menurunkan efektivitas katalis sehingga konversi trigliserida yang terjadi tidak
memperoleh hasil yang maksimal [34]. Pada penggunaan katalis basa dalam reaksi
transesterifikasi harus memperhatikan beberapa aspek penting, seperti kandungan
FFA yang terdapat pada bahan baku (minyak jelantah) <0,5%. Selain itu,
diperhatikan pula kandungan air dalam alkohol yang digunakan <0,1% - 0,5%. Hal
tersebut perlu diperhatikan untuk menunjang proses reaksi yang berlangsung,
sehingga didapatkan performa dan hasil yang lebih baik. Meskipun katalis basa
14
memiliki sifat katalitik yang baik dengan harga yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan katalis asam [9].
2.4.1 Esterifikasi
Salah satu perlakuan awal yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan yield/
rendemen dan kualitas pada pembuatan biodiesel adalah proses esterifikasi. Pada
proses ini, terjadi konversi asam lemak bebas menjadi metil ester sehingga didapat
biodiesel dengan hasil yang maksimal [36]. Esterifikasi terjadi melalui reaksi asam
lemak bebas dengan alkohol menggunakan katalis [5]. Reaksi esterifikasi
merupakan reaksi bolak-balik yang relatif lambat. Langkah yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan hasil dan mempercepat waktu reaksi pada proses esterifikasi
yaitu dengan penggunaan katalis pada proses, didukung dengan pengadukan
konstan, serta menambahkan reaktan berlebih agar reaksi bergeser ke produk [3].
Jenis katalis yang sering dipakai dalam reaksi esterifikasi merupakan katalis
yang bersifat asam kuat, seperti asam klorida (HCl) atau asam sulfat (H2SO4).
15
Keuntungan penggunaaan katalis asam yang bersifat homogen pada reaksi ini
adalah aktivitas dan selektivitasnya tinggi. Sedangkan kekurangan yang diperoleh
pada penggunaan katalis asam untuk reaksi esterifikasi adalah kurang stabil pada
suhu tinggi dan sulit dipisahkan dari campuran reaksi [18]. Jalur reaksi esterifikasi
dapat dilihat pada Gambar 2.2.
O O
Katalis Asam
RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O
Asam Lemak Metanol Metil Ester Air
Bebas
2.4.2 Transesterifikasi
Transesterifikasi merupakan proses kimiawi yang membutuhkan gugus
alkoholis untuk direaksikan dengan senyawa ester. Biasanya alkohol yang
digunakan untuk mereaksikan minyak nabati berbentuk metanol, namun bisa juga
diganti dengan etanol, isopropanol atau butil. Namun, kadar air alkohol harus
diperhitungkan. Kadar air yang tinggi mempengaruhi rendemen biodiesel, yang
berdampak pada rendahnya kualitas biodiesel karena tingginya konsentrasi sabun,
asam lemak bebas dan trigliserida. Selain itu, suhu operasi yang tinggi, waktu
pencampuran dan kecepatan proses produksi juga mempengaruhi rendemen
16
H2C – O – C – R1 O
HO – CH2
=
R1 – C – OCH3
O O
=
=
3CH3OH Katalis basa HO – CH
HC – O – C – R2 + R2 – C – OCH3 +
Metanol
O
=
O R3 – C – OCH3 HO – CH2
=
Trigliserida
belum terkonversi secara optimal. Namun, waktu reaksi yang terlalu lama
mengakibatkan sisa asam lemak bebas yang tidak turut bereaksi mengalami reaksi
saponifikasi dan membentuk sabun. Pada reaksi transesterifikasi, reaksi
saponifikasi dapat menghambat pembentukan metil ester sehingga hasil yang
diperoleh tidak mengalami kenaikan yang signifikan [41].
Transesterifikasi dilakukan dengan berbagai temperatur berdasarkan jenis
trigliserida yang digunakan. Laju reaksi menjadi semakin cepat jika temperatur
reaksi semakin tinggi. Rentang temperatur yang biasa digunakan selama reaksi
transesterifikasi berada pada rentang 30-65°C. Perubahan temperatur pada proses
transesterifikasi mengakibatkan gerakan molekul semakin cepat (tumbukan antar
molekul meningkat) sehingga mempengaruhi viskositas dan densitas. Selain itu,
temperatur ini dapat mempengaruhi rendemen biodiesel yang dihasilkan [42].
Tumbukan antar molekul yang larut dalam reaksi sangat mempengaruhi
reaksi. Kecepatan pengadukan yang semakin besar menyebabkan tumbukan antar
molekul zat pereaksi bertambah sehingga kecepatan reaksi mengalami peningkatan
[42]. Tenaga aktivasi pada suatu reaksi dapat dilakukan dengan penambahan
katalisator sehingga reaksi berjalan dengan mudah dan lebih cepat. Pada umumnya,
peningkatan jumlah katalis dapat menambah hasil alkil ester asam lemak. Hal ini
diakibatkan ketersediaan situs aktif lebih banyak dengan penambahan jumlah
katalis yang lebih besar dalam proses transesterifikasi. Namun jumlah katalis yang
lebih besar tidak menguntungkan dari segi ekonomi karena adanya penambahan
biaya katalis [42]. Alkohol yang paling umum digunakan dalam proses ini adalah
metanol karena harganya yang murah. Penggunaan metanol menghasilkan metil
ester dengan beberapa keunggulan luar biasa dibandingkan bahan bakar baru
terbarukan lainnya, seperti menjadi bahan bakar mesin yang bersih, berat molekul
lebih rendah sepertiga, viskositas lebih rendah sekitar sepertujuh, titik nyala sedikit
lebih rendah, sedikit meningkatkan volatilitas, dan sangat mengurangi titik tuang
[43]. Jumlah alkohol yang berlebih dari kebutuhan stoikiometri ditambahkan agar
reaksi dapat bergeser ke arah produk. Peningkatan jumlah alkohol terhadap
trigliserida dapat memaksimalkan konversi namun dapat mempersulit pemisahan
gliserol [42]. Jumlah kandungan asam lemak bebas yang tinggi dapat mengurangi
konversi dikarenakan terjadi pembentukan sabun yang semakin banyak. Selain itu,
18
Tabel 2.3 Proses Esterifikasi dalam Pembuatan Biodiesel dengan Bahan Baku Minyak Jelantah
NA Metanol 0,25%; 30 menit 30, 40, 50, NA NA FFA menurun dari 2,5% menjadi [5]
0,5%; 60, 70 1,3%
0,75%; 1%;
1,5% (b/b-
minyak)
1:6; 1:12; Metanol 1, 2, 3, 4 g 180 menit 70 NA 24 FFA menurun dari 4,25% menjadi [36]
1:18; 1:24 0,68% dengan rasio mol alkohol
(mol) optimum 1:18
6:1 Metanol 0,05%- 60 menit 60 NA 24 Nilai angka asam menurun dari [3]
(molar) berat rentang 0,5-0,67 mg-NaOH/g
minyak menjadi 0,32-0,43 mg-NaOH/g
20
Tabel 2.4 Proses Transesterifikasi dalam Pembuatan Biodiesel dengan Baku Minyak Jelantah
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Keterangan:
2
(1 Statif
3 (2) Kondensor
Alat pendukung pada penelitian ini yaitu timbangan analitik, gelas ukur, gelas
beaker, labu ukur, erlenmeyer, buret, termometer, piknometer, pipet tetes, spatula,
oven, corong pisah, dan viskometer ostwald.
Esterifikasi Transesterifikasi
Run
Metanol : Minyak (%v/v) Jumlah katalis KOH (%b/b)
1 0,5
2 1
3 10 1,5
4 2
5 0,5
6 1
7 20 1,5
8 2
9 0,5
10 1
11 30 1,5
12 2
13 0,5
14 1
15 40 1,5
16 2
Mulai
Minyak Jelantah
Penyaringan
(V = 250 mL)
Metanol (%v/v)
(10,20,30,40)
Proses Esterifikasi
( T = 60°; t = 1 jam; v = 100 rpm
H2SO4
(m = 3%b-minyak)
Pengotor
Pemisahan (air,
(t = 24 jam) metanol,
H2SO4)
Apakah Tidak
variasi sudah selesai?
Ya
Selesai
Gambar 3.2 Diagram Alir Persiapan Bahan Baku hingga Proses Esterifikasi
3.3.3 Transesterifikasi
Proses ini diawali dengan pembuatan larutan kalium metanolat, yaitu
mencampurkan metanol 96% dengan katalis KOH (%b/b) yang divariasikan
sebanyak 0,5; 1; 1,5; dan 2. Kemudian campurkan larutan kalium metoksida yang
telah dibuat dengan metil ester pada proses esterfikasi dengan perbandingan rasio
berat %b/b minyak : metanol yaitu 3 : 1 [46]. Lakukan pengadukan dengan
kecepatan pengadukan 100 rpm pada suhu 55°C selama 1 jam. Setelah selesai
pengadukan lakukan pengendapan selama 24 jam. Setelah waktu pengendapan
maka dihasilkan dua lapisan yaitu metil ester (biodiesel) dan gliserol. Kemudian
lakukan pemisahan antara kedua lapisan tersebut dengan menggunakan corong
pisah.
Mulai
Metanol
(Metanol : Minyak
1:3) Pembuatan Larutan Kalium
Metoksida
Hasil Esterifikasi
Proses Transesterifikasi
( T = 55°; t = 1 jam; v = 100 rpm
Kalium Metoksida
Pengotor
Pemisahan (Gliserol,
(t = 24 jam) metanol,
sabun)
Pengotor
(aquades,
Aquades
Pencucian gliserol,
(T = 50°C)
metanol,
sabun)
Pengeringan di oven
( T = 110°C; t = 15 menit)
Apakah Tidak
variasi sudah selesai?
Ya
Selesai
Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Transesterifikasi hingga Proses Pencucian dan
Pengeringan
27
𝑀𝑟𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻
𝐴𝐴 = (3.3)
𝑚𝑠
𝐹𝐹𝐴𝑚𝑗 − 𝐹𝐹𝐴𝑠
Konversi FFA (%) = 𝑥 100 (3.5)
𝐹𝐹𝐴𝑚𝑗
29
Pada persamaan tersebut, FFAmj merupakan kadar asam lemak bebas minyak
jelantah, FFAs merupakan kadar asam lemak bebas sampel biodiesel, dan AA
merupakan angka asam yang terkandung pada biodiesel. Prosedur untuk penentuan
angka asam dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Mulai
Sampel
m=5g
Etanol 95%
Erlenmeyer
V = 50 mL
Indikatior fenolftalein
(2-3 tetes)
Selesai
𝑀𝑟𝐾𝑂𝐻
𝐴𝑆 = (𝐵 − 𝑆) 𝑥 𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑥 (3.6)
𝑚𝑠
Mulai
Sampel
m = 1,5 g
Pemanasan dan Refluks
( t = 30 menit)
KOH alkoholisis 0,5 N
Selesai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Gambar 4.1 terlihat pada lapisan bawah terdapat sisa metanol dan
katalis yang tidak bereaksi, selain itu juga terdapat pengotor seperti air hasil
esterifikasi. Pada lapisan atas terdapat metil ester yang merupakan bahan yang
34
digunakan untuk tahap transesterifikasi. Produk pada lapisan atas tersebut diuji
kadar asam lemak dan angka asamnya. Hasil analisis angka asam pada setiap variasi
ditampilkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Pengaruh rasio alkohol terhadap angka asam pada proses esterifikasi
Setelah dilakukan analisis dan perhitungan angka asam diperoleh nilai angka
asam hasil esterifikasi berada pada rentang 0,8 – 3,2 mg-NaOH/ g sampel.
Sedangkan nilai angka asam pada minyak jelantah yang digunakan adalah 2,96 mg-
NaOH/ g sampel. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses esterifikasi mampu
mengurangi kadar asam lemak bebas yang terkandung pada minyak jelantah yang
digunakan. Namun, pada beberapa produk terdapat angka asam yang melebihi
angka asam minyak jelantah, hal tersebut diakibatkan oleh jumlah penggunaan
alkohol yang relatif lebih rendah. Pada penelitian ini diperoleh nilai angka asam
terkecil yaitu pada rasio alkohol 40% yaitu 0,8 mg-NaOH/ g sampel. Nilai angka
terbesar diperoleh pada rasio alkohol 10% yaitu 3,2 mg-NaOH/ g sampel. Hal ini
diakibatkan oleh semakin banyak alkohol berlebih yang digunakan maka semakin
banyak asam lemak bebas yang dapat membentuk air dan ester [5].
35
(a)
(b)
Gambar 4.3 Produk dengan variasi rasio alkohol 10%, (a) hasil esterifikasi dan
(b) biodiesel hasil transesterifikasi
36
Seperti yang terlihat pada Gambar 4.4 pada lapisan bawah terdapat gliserol
dan katalis KOH yang membentuk sabun, selain itu juga terdapat pengotor seperti
metanol yang tidak bereaksi sempurna. Pada lapisan atas terdapat metil ester yang
37
merupakan produk biodiesel yang telah dihasilkan. Metil ester tersebut dilakukan
berbagai analisis dan perhitungan, hasil analisis rendemen pada setiap variasi
ditampilkan pada Gambar 4.5.
biodiesel [55]. Banyaknya sisa katalis (KOH) yang terkandung dalam biodiesel
dapat merusak komponen mesin, dan gliserol dalam biodiesel dapat mengurangi
pelumasan bahan bakar yang menyebabkan injector cooking dan endapan lainnya
[43].
Pada penelitian ini didapatkan nilai densitas sekitar 0,86-0,89 g/mL. Nilai
tersebut diperoleh dengan menggunakan piknometer dan melakukan perhitungan.
Nilai densitas yang didapatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di SNI
7128:2015 mengenai biodiesel yang menyebutkan bahwa nilai densitas biodiesel
berada antara 0,85-0,89 g/mL. Produk dengan nilai densitas terbesar yaitu 0,8892
g/mL diperoleh pada sampel variasi rasio alkohol 10% dengan rasio katalis KOH
0,5%. Sedangkan biodiesel dengan densitas terkecil yaitu 0,862 g/mL diperoleh
pada sampel variasi rasio alkohol 30% dan rasio katalis 2%.
Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai densitas biodiesel adalah gliserol,
karena nilai densitas yang dimiliki gliserol cukup tinggi. Apabila gliserol tidak
terpisah dengan baik maka densitas biodiesel menjadi semakin meningkat [6]. Hal
tersebut yang mengakibatkan nilai densitas pada sampel variasi rasio alkohol 30%
dan rasio katalis 1,5% jauh lebih tinggi dibandingkan sampel lainnya.
4.3.2 Viskositas
Viskositas adalah angka yang menyatakan hambatan aliran suatu bahan cair,
semakin tinggi viskositas, semakin kental cairan tersebut dan semakin sulit
mengalir [57]. Viskositas biodiesel berpengaruh terhadap kinerja mesin terutama
motor diesel maupun ketel-ketel uap. Pada penelitian ini didapatkan nilai densitas
sekitar 2,3-5,8 cSt, nilai tersebut diperoleh dengan menggunakan viskometer
Ostwald dan dilakukan perhitungan. Nilai viskositas yang didapatkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di SNI 7128:2015 mengenai biodiesel yang menyebutkan
bahwa nilai viskositas berkisar antara 2,3-6,0 cSt seperti pada Gambar 4.8.
41
Produk dengan nilai viskositas terbesar yaitu 5,889 cSt diperoleh pada sampel
rasio alkohol 30% dan rasio katalis KOH 1,5%. Biodiesel dengan viskositas terkecil
yaitu 2,367 cSt diperoleh pada sampel rasio alkohol 30% dan rasio katalis 1%.
Dapat dilihat pada Gambar 4.8 peningkatan katalis KOH diikuti dengan
meningkatnya viskositas biodiesel yang dihasilkan. Pada penelitian Erni dan Lestari
(2017) menunjukkan bahwa nilai viskositas semakin besar apabila penggunaan
katalis terus bertambah [58], sehingga dapat menyebabkan terjadinya reaksi
pembentukan sabun. Hal tersebut membuat adanya zat pengotor atau sisa dari reaksi
yang terkonversi menjadi metil ester, sehingga dapat menyebabkan viskositas metil
ester semakin besar [59].
Viskositas berperan penting dalam injeksi bahan bakar, karena viskositas
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan proses atomisasi bahan bakar menjadi
terganggu karena kecenderungan bahan bakar menjadi sulit dikabutkan [60] dan
mempengaruhi kecepatan injektor [1]. Bahan bakar umumnya lebih baik memiliki
viskositas yang relative rendah agar bahan bakar dapat lebih mudah mengalir.
42
Injeksi bahan bakar yang cepat dapat membuat putaran mesin juga semakin cepat,
namun harus tetap memperhatikan sifat pelumasan bahan bakar tersebut. Sifat
pelumasan yang baik sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya keausan akibat
gerakan piston yang cepat [61]. Selain itu, viskositas yang terlalu rendah dapat
menimbulkan gesekan pada ruang bakar [60] dan menyebabkan pompa injeksi
bahan bakar bocor [1].
Nilai angka asam yang diperoleh dari hasil analisis biodiesel pada penelitian
adalah 0,4 – 1,44 mg-KOH/g-sampel, apabila dinyatakan dalam %FFA maka nilai
yang diperoleh berada pada rentang 0,27 - 0,98%. Produk dengan angka asam
terbesar diperoleh pada sampel rasio alkohol 10% dengan rasio katalis KOH 0,5%.
Sedangkan biodiesel dengan angka asam terkecil diperoleh pada sampel rasio
alkohol 10% dengan rasio katalis KOH 2%. Nilai angka asam pada biodiesel yang
dihasilkan pada beberapa produk memenuhi SNI 7128:2015 untuk biodiesel
sebagai bahan bakar maksimal 0,5 mg-KOH/g-sampel [63]. Angka asam yang
melebihi standar menunjukkan bahwa biodiesel masih mengandung asam lemak
bebas yang tidak terkonversi menjadi metil ester pada tahap esterifikasi.
Keberadaan asam lemak tak jenuh dalam metil ester pada suhu tinggi dan
penyimpanannya yang terbuka dapat mengakibatkan terdegradasinya metil ester
menjadi asam lemak penyusunnya [64]. Angka asam yang tinggi atau melebihi
standar yang telah tersedia dapat berakibat buruk terhadap kinerja mesin pembakar.
Angka asam yang tinggi bersifat korosif, sehingga menimbulkan jelaga atau kerak
di injekor mesin diesel yang dapat menghambat proses pembakaran Pada penelitian
44
Hasil analisis angka sabun biodiesel dari masing-masing produk telah sesuai
dengan persyaratan mutu biodiesel Indonesia yang telah ditetapkan pada SNI-04-
7182-2006 sebesar maksimal 500 mg-KOH/g-sampel. Pada hasil penlitian ini
didapatkan nilai angka sabun yang mengalami fluktuasi, dapat dilihat pada
Gambar 4.10 menunjukkan bahwa perolehan angka sabun mengalami penurunan
dan kenaikan. Secara teori, diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi katalis yang
digunakan maka semakin tinggi pula nilai penyabunan. Selain itu, penggunaan
katalis dengan konsentrasi yang semakin banyak dapat meningkatkan hasil metil
ester yang diperoleh dan meningkatnya jumlah metil ester yang dapat disabunkan
[67]. Pada hasil penilitian ini, fluktuasi dapat terjadi karena masih terdapat
kandungan air dan asam lemak bebas sisa dari reaksi esterifikasi. Sisa kandungan
tersebut jika bereaksi dengan katalis basa pada reaksi transesterifikasi maka dapat
membentuk sabun melalui reaksi saponifikasi. Hal tersebut dapat berdampak pada
penurunan efektifitas katalis [24]. Proses pengadukan juga dapat menjadi faktor lain
yang menyebabkan fluktuasinya angka sabun yang diperoleh. Proses pengadukan
yang tidak sempurna dapat menyebabkan terjadinya tumbukkan antar reaktan
sehingga energi aktivasi reaksi tercapai dengan cepat [67].
4.4. Kelayakan Pembangunan Industri Biodiesel Skala Kecil
Indonesia telah memulai pengembangan industri biodiesel dalam skala besar,
namun bahan baku yang digunakan umumnya minyak sawit dengan kualitas yang
baik. Produksi biodiesel dengan minyak sawit dapat meningkatkan kebutuhan
bahan baku tersebut, sedangkan banyak industri lainnya yang membutuhkan
minyak sawit untuk kebutuhan rumah tangga dan usaha makanan. Biodiesel yang
diproduksi harus didistribusikan ke penyalur bahan bakar minyak pemerintah atau
swasta seperti Pertamina, Shell, Total, dan Petronas [11]. Selain minyak sawit,
produksi biodiesel dengan menggunakan minyak jelantah berpotensi untuk lebih
dikembangkan. Pemanfaatan minyak jelantah ini merupakan implementasi dari
konsep ekonomi kreatif, yaitu penerapan daur ulang limbah. Salah satu bentuk
peningkatan sirkulasi ekonomi yaitu melakukan daur ulang pemanfaatan sumber
daya untuk menghasilkan manfaat ekonomi sekaligus mengurangi dampak dan
menyelematkan lingkungan. Kandungan minyak jelantah berupa trigliserida
mampu bereaksi dengan alkohol untuk membentuk metil ester. Biodiesel yang
46
Analisis kelayakan usaha yang ditampilkan berupa Break Even Point (BEP),
Benefit Cost (B/C) ratio, Return of Investment (ROI), dan Pay Back Periode (PBP).
Break Even Point adalah keadaan dimana perusahaan dapat menutup semua biaya
tanpa rugi dan untung, diketahui bahwa produsen mencapai titik impas jika mampu
menjual produk hingga 57.600 liter/tahun. B/C ratio merupakan indikator
profitabilitas perusahaan, dilihat dari perbandingan tingkat keuntungan dengan total
biaya yang dikeluarkan, jika B/C ratio lebih besar dari 1 maka bisnis yang
bersangkutan dapat dilakukan.. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa B/C ratio
pada usaha produksi biodiesel skala industri kecil senilai 1,6, hal tersebut diartikan
dari setiap satuan modal yang dikeluarkan akan diperoleh hasil (pendapatan)
sebanyak 1,6 kali lipatnya. ROI adalah perbandingan keuntungan yang diperoleh
dan modal yang digunakan, ROI diketahui sebesar 61,25% yang berarti bahwa
untuk setiap Rp 100 yang dikeluarkan, akan diperoleh Rp 61,25. Perkiraan waktu
pengembalian investasi industri dapat ditunjukkan dengan menghitung nilai PBP.
PBP adalah waktu di mana industri mengharapkan untuk mendapatkan kembali
investasi yang ditanam. Industri layak untuk didirikan jika nilai PBP kurang dari
umur ekonomis proyek, dengan PBP yang diperoleh yaitu 1,7 tahun. Pada informasi
yang diperoleh, diketahui bahwa pengembangan dan pengembangan industri
biodiesel skala kecil mungkin dilakukan.
Penelitian Ula dan Kurniadi (2017) menyatakan bahwa minyak jelantah
diperoleh dengan harga rata-rata tingkat pengepul yaitu Rp 3.000 dan biodiesel
dapat dijual dengan harga Rp 9.000. Setelah dilakukan berbagai perhitungan
diketahui bahwa pembangunan industri biodiesel skala kecil layak didirikan dengan
nilai Break Even Point (BEP) 3.367 liter/tahun, nilai kelayakan usaha (B/C ratio)
1,34, Return of Investement (ROI) 34,65%, dan Pay Back Period (PBP) 2,46 tahun
[11]. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian ini, sehingga dapat
mendukung hasil analisis kelayakan usaha produksi biodiesel skala kecil.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji mengenai kelayakan pembangunan
industri produk kimia biodiesel skala kecil dengan konsep ekonomi sirkular
menggunakan minyak jelantah sebagai bahan baku untuk memproduksi biodiesel
dan menentukan metode yang digunakan untuk produksi biodiesel guna mencapai
hasil yang optimal. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, didapatkan
kesimpulan bahwa semakin banyak jumlah alkohol pada proses esterifikasi maka
angka asam yang dihasilkan pada proses tersebut semakin kecil. Angka asam
terkecil diperoleh pada variasi metanol : minyak 40 %v/v. Angka asam yang lebih
besar mengakibatkan sabun dari reaksi saponifikasi yang lebih banyak. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa variasi katalis KOH 1% pada rasio metanol :
minyak 20 %v/v memperoleh hasil optimal untuk produksi biodiesel dengan
rendemen sebesar 95%. Masing-masing karakteristik yang telah dianalisis berupa
nilai densitas biodiesel didapatkan pada rentang 0,86 – 0,89 gr/mL, nilai viskositas
didapatkan pada rentang 2,3 – 5,8 cSt, besar angka asam biodiesel yang didapatkan
pada rentang 0,4 – 1,44 mg-NaOH/g-sampel, dan besar angka sabun yang
didapatkan pada rentang 177 – 267 mg-KOH/g-sampel. Biodiesel yang dihasilkan
pada penelitian ini memiliki karakteristik yang memenuhi SNI 7128:2015 dengan
standar mutu untuk nilai densitas pada rentang 0,85 – 0,89 gr/mL, nilai viskositas
pada rentang 2,3 – 6,0 cSt, dan nilai angka sabun memenuhi SNI 1728:2006 dengan
standar mutu maksimal 500 mg KOH/ g sampel. Terdapat beberapa produk yang
memiliki nilai angka asam memenuhi SNI 7128:2015 yaitu maksimal 0,5 mg
NaOH/g sampel. Selain itu, jika dilihat dari hasil biodiesel yang diperoleh dan
ditinjau dari aspek ekonomi, dapat diperoleh kesimpulan bahwa industri biodiesel
skala kecil layak dikembangkan dan didirikan. Bahan baku minyak jelantah
diperoleh dengan harga rata-rata tingkat pengepul yaitu Rp 5.000/ liter dan
biodiesel dapat dijual dengan harga Rp 10.000/ liter, dengan nilai Break Even Point
(BEP) 53580 liter/tahun, nilai kelayakan usaha (B/C ratio) 1,6, Return of
Investement (ROI) 61,25%, dan Pay Back Period (PBP) 1,7 tahun.
49
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah perlu adanya
penelitian lebih lanjut mengenai analisis kelayakan pembangunan industri biodiesel
skala kecil dan perancangan alat untuk proses produksi yang akan berlangsung.
Pada proses esterifikasi, katalis asam dimasukkan pada saat kondisi ruang agar
tidak menciptakan produk yang berwarna gelap. Perlu pula dilakukan pengujian
dengan rasio alkohol yang lebih besar untuk mendapatkan titik optimal
pengaruhnya terhadap angka asam hasil esterifikasi dan pengujian kandungan
biodiesel dengan GC-MS.
50
DAFTAR PUSTAKA
[30] Y. Wang, S. Ou, P. Liu, F. Xue, dan S. Tang, “Comparison of Two Different
Processes to Synthesize Biodiesel by Waste Cooking Oil,” J. Mol. Catal. A
Chem., Vol. 252, No. 1 pp. 107–112, 2006, doi:
10.1016/j.molcata.2006.02.047.
[31] M. Mohadesi, B. Aghel, M. Maleki, dan A. Ansari, “Production of Biodiesel
from Waste Cooking Oil Using a Homogeneous Catalyst: Study of Semi-
Industrial Pilot of Microreactor,” Renew. Energy, Vol. 136, No.10, pp. 677–
682, 2019, doi: 10.1016/j.renene.2019.01.039.
[32] H. Santoso, I. Kristianto, dan A. Setyadi, “Making Biodiesel Using
Heterogeneous Base Catalyst Made from Eggshell,” Univ. Katolik
Parahyangan, Vol. 1, No. 1, pp. 1–29, 2013.
[33] F. Dayanti, 2020, “Kajian Pengaruh Pemakaian Katalis (KOH) pada Proses
Produksi Biodiesel dengan Menggunakan Static Mixing Reactor,”
Universitas Sumatera Utara.
[34] J. F. O. Granjo dan N. M. C. Oliveira, “Process Simulation and Techno-
Economic Analysis of the Production of Sodium Methoxide,” Ind. Eng.
Chem. Res., Vol. 55, No. 1, pp. 156–167, 2016, doi:
10.1021/acs.iecr.5b02022.
[35] N. Sanjiwani, N. Suaniti, dan N. Rustini, “Bilangan Peroksida, Bilangan
Asam, dan Kadar FFA Biodiesel dengan Penambahan Antioksidan dari Kulit
Buah Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Linn.),” J. Kim., Vol. 9, No. 2, pp.
259–266, 2015.
[36] A. Sartika, Nurhayati, dan Muhdarina, “Esterifikasi Minyak Goreng Bekas
dengan Katalis H2SO4 dan Transesterifikasi dengan Katalis CaO dari
Cangkang Kerang Darah: Variasi Kondisi Esterifikasi,” JOM FMIPA, Vol.
2, No. 1, pp 178-185, 2015.
[37] A. A. Pasaribu dan H. Rustamaji, “Kinetika Reaksi Esterifikasi Asam Lemak
Bebas dari Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Menjadi Metil Ester,” Univ.
Lampung, Vol. 3, No. 3, pp. 372–377, 2012.
[38] M. Busyairi et al., “Potensi Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel dan Pengaruh
Katalis Serta Waktu Reaksi Terhadap Kualitas Biodiesel Melalui Proses
Transesterifikasi,” Serambi Eng., Vol. 5, No. 2, pp. 933–940, 2020.
54
Sapi Melalui Proses Transesterifikasi,” J. Tek. Kim., Vol. 4, No. 19, pp. 29–
37, 2013.
[60] Ardiansah, H. H. Utami, S. Luthfi, dan C. Firdharini, “Preparasi Katalis
Nanomaterial dari Cangkang Kerang Darah (Anadara Granosa Linn) Untuk
Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Menggunakan
Microwave,” Journa Chem. Process Eng., Vol. 7, No. 1, pp. 9–16, 2022.
[61] N. Suleman, Abas, dan M. Paputungan, “Esterifikasi dan Transesterifikasi
Stearin Sawit untuk Pembuatan Biodiesel,” J. Tek., Vol. 17, No. 1, pp. 66–
77, 2019.
[62] J. Prasetyo, “Studi Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Biodiesel,” J. Ilm. Tek. Kim. UNPAM, Vol. 2, No. 2, pp. 1–10,
2018.
[63] R. Z. Octavia, “Pembuatan dan Uji Kualitas Bahan Bakar Alternatif
(Biodiesel) dari Minyak Kelapa (Cocos nucifera),” Fak. Sains Dan Teknol.
Univ. Islam Negeri (UIN) Alauddin. Makassar, Vol. 2, No.1, pp. 1–82, 2011.
[64] A. Sundaryono, “Karakteristik Biodiesel Dan Blending Biodiesel dari Oil
Losses Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit: Characteristic of
Biodisesel and Biodiesel Blending of Oil Losses from Liquid Waste of Oil
Palm Factory,” Tek. Ind. Pertan., Vol. 21, No. 1, pp. 34–40, 2010.
[65] L. Laila, “Kaji Eksperimen Angka Asam Dan Viskositas Biodiesel Berbahan
Baku Minyak Kelapa Sawit Dari Pt Smart Tbk,” J. Teknol. Proses dan Inov.
Ind., Vol. 2, No. 1, pp. 3–6, 2017, doi: 10.36048/jtpii.v2i1.2245.
[66] N. Özbay, N. Oktar, dan N. A. Tapan, “Esterification of Free Fatty Acids in
Waste Cooking Oils (WCO): Role of Ion-Exchange Resins,” Fuel, Vol. 87,
No. 10–11, pp. 1789–1798, 2008, doi: 10.1016/j.fuel.2007.12.010.
[67] R. Alamsyah, A. H. Tambunan, Y. A. Purwanto, dan D. Kusdiana, “The
Current Status of Biodiesel Production Technology: A Review,” J.
Keteknikan Pertan., Vol. 21, No. 4, pp. 323–340, 2007.
57
LAMPIRAN A
DATA HASIL DAN CONTOH PERHITUNGAN
Contoh perrhitungan:
Sampel 1 dengan variasi rasio alkohol 10% dan konsentrasi katalis 0,5%
41,63 𝑔 − 19,36 𝑔
𝜌= = 0,8908 𝑔/𝑚𝐿
25 𝑚𝐿
Berikut data hasil analisis karakteristik densitas minyak jelantah dan biodiesel yang
disajikan pada tabel dibawah ini:
A.2 Viskositas
Berikut beberapa data yang digunakan dalam analisis karakteristik viskositas
minyak jelantah dan biodiesel:
Konstanta viskometer ostwald : 0,80243 St
Waktu alir sampel minyak jelantah : 15,6 detik
Viskositas kinematic minyak jelantah : 12,517 cSt
Penentuan viskositas minyak jelantah dan biodiesel dapat dihitung melalui
persamaan berikut.
𝜇=𝐾 × 𝑡
59
Contoh perrhitungan:
Sampel 1 dengan variasi rasio alkohol 10% dan konsentrasi katalis 0,5%
𝜇 = 0,80243 𝑆𝑡 𝑥 5,63 𝑠 = 4,518 𝑐𝑆𝑡
Berikut data hasil analisis karakteristik viskositas minyak jelantah dan biodiesel
yang disajikan pada tabel dibawah ini:
𝑀𝑟𝑓𝑎 × 𝐴𝐴
FFA (%) = 𝑥 100%
𝑀𝑟 𝐾𝑂𝐻
Perhitungan Mrfa:
Tabel A.4 Data Perhitungan Berat Molekul Minyak Jelantah
Contoh perhitungan:
Sampel 1 dengan variasi rasio alkohol 10%
𝑔
40 × 0,5 𝑚𝐿 × 0,1 𝑁 𝑚𝑔 𝑁𝑎𝑂𝐻
𝐴𝐴 = 𝑚𝑜𝑙 = 0,0024
1000 𝑚𝑔 𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑔 𝑚𝑔 𝑁𝑎𝑂𝐻
270 𝑚𝑜𝑙 × 0,0024 𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
FFA (%) = 𝑥 100% = 1,625 %
40
Berikut data hasil analisis penentuan angka asam dan FFA minyak jelantah, hasil
esterifikasi, dan biodiesel yang disajikan pada tabel dibawah ini:
61
Sampel Metanol Konsentrasi m V Angka Asam Rata-rata %FFA Rata-rata Konversi Rata-rata STDEV
: KOH sampel Titran (mg NaOH/g Angka FFA (%) FFA (%) Konversi
Minyak (%b/b) (g) (mL) sampel) Asam FFA (%)
(%v/v)
Minyak 5 3,7 2,96 2,96 2,01 2,01 0,00 0,00 0,00
Jelantah 5 3,7 2,96 2,01 0,00
1 10 0,5 1 0,5 2,00 2,40 1,36 1,63 32,43 18,92 19,11
1 0,7 2,80 1,90 5,41
2 1 1 0,7 2,80 3,00 1,90 2,04 5,41 -1,35 9,56
1 0,8 3,20 2,17 -8,11
3 1,5 1 0,5 2,00 2,40 1,36 1,63 32,43 18,92 19,11
1 0,7 2,80 1,90 5,41
4 2 1 0,7 2,80 3,00 1,90 2,04 5,41 -1,35 9,56
1 0,8 3,20 2,17 -8,11
5 20 0,5 1 0,4 1,60 1,80 1,09 1,22 45,95 39,19 9,56
1 0,5 2,00 1,36 32,43
6 1 1 0,6 2,40 2,60 1,63 1,77 18,92 12,16 9,56
1 0,7 2,80 1,90 5,41
7 1,5 1 0,5 2,00 2,20 1,36 1,49 32,43 25,68 9,56
1 0,6 2,40 1,63 18,92
8 2 1 0,4 1,60 1,60 1,09 1,09 45,95 45,95 0,00
1 0,4 1,60 1,09 45,95
9 30 0,5 1 0,35 1,40 1,30 0,95 0,88 52,70 56,08 4,78
1 0,3 1,20 0,81 59,46
62
Sampel Metanol Konsentrasi m V Angka Asam Rata-rata %FFA Rata-rata Konversi Rata-rata STDEV
: KOH sampel Titran (mg NaOH/g Angka FFA (%) FFA (%) Konversi
Minyak (%b/b) (g) (mL) sampel) Asam FFA (%)
(%v/v)
10 30 1 1 0,5 2,00 2,00 1,36 1,36 32,43 32,43 0,00
1 0,5 2,00 1,36 32,43
11 1,5 1 0,35 1,40 1,30 0,95 0,88 52,70 56,08 4,78
1 0,3 1,20 0,81 59,46
12 2 1 0,3 1,20 1,20 0,81 0,81 59,46 59,46 0,00
1 0,3 1,20 0,81 59,46
13 40 0,5 1 0,25 1,00 1,10 0,68 0,75 66,22 62,84 4,78
1 0,3 1,20 0,81 59,46
14 1 1 0,3 1,20 1,00 0,81 0,68 59,46 66,22 9,56
1 0,2 0,80 0,54 72,97
15 1,5 1 0,25 1,00 1,10 0,68 0,75 66,22 62,84 4,78
1 0,3 1,20 0,81 59,46
16 2 1 0,25 1,00 1,10 0,68 0,75 66,22 62,84 4,78
1 0,3 1,20 0,81 59,46
63
Sampel Metanol Konsentrasi m V Angka Rata-rata %FFA Rata-rata Konversi Rata-rata STDEV
: KOH sampel Titran Asam (mg Angka FFA (%) FFA (%) Konversi
Minyak (%b/b) (g) (mL) NaOH/g Asam FFA (%)
(%v/v) sampel)
1 10 0,5 5 1,6 1,28 1,36 0,87 0,92 56,76 54,05 3,82
5 1,8 1,44 0,98 51,35
2 1 5 1,3 1,04 1,12 0,71 0,76 64,86 62,16 3,82
5 1,5 1,20 0,81 59,46
3 1,5 5 1 0,80 0,80 0,54 0,54 72,97 72,97 0,00
5 1 0,80 0,54 72,97
4 2 5 0,5 0,40 0,40 0,27 0,27 86,49 86,49 0,00
5 0,5 0,40 0,27 86,49
5 20 0,5 5 0,9 0,72 0,76 0,49 0,52 75,68 74,32 1,91
5 1 0,80 0,54 72,97
6 1 5 0,9 0,72 0,76 0,49 0,52 75,68 74,32 1,91
5 1 0,80 0,54 72,97
7 1,5 5 0,8 0,64 0,56 0,43 0,38 78,38 81,08 3,82
5 0,6 0,48 0,33 83,78
8 2 5 0,8 0,64 0,56 0,43 0,38 78,38 81,08 3,82
5 0,6 0,48 0,33 83,78
9 30 0,5 5 1,1 0,88 0,84 0,60 0,57 70,27 71,62 1,91
5 1 0,80 0,54 72,97
10 1 5 1,1 0,88 0,84 0,60 0,57 70,27 71,62 1,91
5 1 0,80 0,54 72,97
64
Sampel Metanol Konsentrasi m V Angka Rata-rata %FFA Rata-rata Konversi Rata-rata STDEV
: KOH sampel Titran Asam (mg Angka FFA (%) FFA (%) Konversi
Minyak (%b/b) (g) (mL) NaOH/g Asam FFA (%)
(%v/v) sampel)
11 1,5 5 0,8 0,64 0,64 0,43 0,43 78,38 78,38 0,00
5 0,8 0,64 0,43 78,38
12 2 5 1 0,80 0,80 0,54 0,54 72,97 72,97 0,00
5 1 0,80 0,54 72,97
13 40 0,5 5 0,8 0,64 0,68 0,43 0,46 78,38 77,03 1,91
5 0,9 0,72 0,49 75,68
14 1 5 0,7 0,56 0,64 0,38 0,43 81,08 78,38 3,82
5 0,9 0,72 0,49 75,68
15 1,5 5 0,8 0,64 0,72 0,43 0,49 78,38 75,68 3,82
5 1 0,80 0,54 72,97
16 2 5 1 0,80 0,80 0,54 0,54 72,97 72,97 0,00
5 1 0,80 0,54 72,97
65
Sampel 1 dengan variasi rasio alkohol 10% dan konsentrasi katalis 0,5%
56,1
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑠𝑎𝑏𝑢𝑛 = (28,5 𝑚𝐿 − 16,2 𝑚𝐿) 𝑥 0,5 𝑁 𝑥 = 230,01
1,5 𝑔
Berikut data hasil analisis penentuan angka sabun biodiesel yang disajikan pada
tabel dibawah ini:
66
A.5 Rendemen
Berikut beberapa data yang digunakan dalam analisis penentuan rendemen
biodiesel:
Volume minya : 250 mL
Penentuan angka sabun biodiesel dapat dihitung melalui persamaan berikut.
𝑉𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 (%) = × 100
𝑉𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
Contoh perrhitungan:
Sampel 1 dengan variasi rasio alkohol 10% dan konsentrasi katalis 0,5%
220 𝑚𝐿
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 (%) = × 100 = 88
250 𝑚𝐿
Berikut data hasil analisis penentuan angka sabun biodiesel yang disajikan pada
tabel dibawah ini:
a) Biaya Investasi
• Drum plastik kapasitas 50 mL = 4 (pcs) × Rp 200.000 = Rp 800.000
• 1 set reaktor biodiesel kapasitas 50 mL = Rp 30.000.000
Total biaya investasi = Rp 30.800.000
b) Biaya Tetap
• Penyusutan peralatan per tahun = 10% × Rp 30.000.000 = Rp 3.000.000
• Listrik 1 tahun = 12 (bulan) × Rp 1.200.000 = Rp 14.400.000
• Tenaga kerja (3 orang) = 12 × Rp 2.000.000 × 3 = Rp 72.000.000
Total Biaya Tetap = Rp 89.400.000
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI PENELITIAN