2356 4414 1 SM
2356 4414 1 SM
ABSTRAK
ABSTRACT
1
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor :1-12
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
this research that literature and field. Library research done by reading textbooks, journals,
legislation, etc, related to this research, while fieldwork is carried out by means of direct
interviews informants has been set. The results showed that the socialite of South West
Aceh has a wide view that the determination of Malik Mahmud Al Haytar as leader
Institution-WN is the result of deliberation elements of party and community leaders. While
part of other community leaders argued that the determination of Malik Mahmud Al Haytar
not transparency as well as the process of designation is not through the mechanism of the
provisions of these terms. Factors appearing pros cons because the figure of Malik Mahmud
Al Haytar who have religious knowledge and knowledge is inadequate and does not reflect
the charisma of a guardian. This is considered by socialite of South West Aceh incidence
pros cons. Implications for Malik Mahmud became the WN is merely a ceremonial event.
Solution, the selection process and the WL is expected in the future should be in accordance
with the mechanisms and conditions, so that the process reflects democracy.
PENDAHULUAN
2
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor :1-12
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
3
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor :1-12
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
Nanggroe harus pandai bahasa Aceh, sedangkan bahasa yang ada di Provinsi
Aceh memiliki berbagai suku dengan bahasa yang berbeda.
Dari permasalahan tersebut diatas, penulis ingin mengupas terkait
Pandangan Tokoh Masyarakat Barat Selatan Terhadap Penetapan Malik
Mahmud Al-Haytar Sebagai Wali Nanggroe Aceh, yang menitik fokuskan
pada sosok Malik Mahmud Al-Haytar dan faktor munculnya prokontra
terhadap penetapan Malik Mahmud Al-Haytar serta Implikasi selama Malik
Mahmud Al-Haytar Menjadi Wali Nanggroe Aceh.
TINJAUAN PUSTAKA
4
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor :1-12
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
5
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor :1-12
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
Muhammad Saman syahid pada tahun 1902. Pada tahun 1902, Tgk Tjik Di
Tiro Ubaidillah bin Muhammad Saman diangkat menjadi Wali Nanggroe
ke-5. Tidak lama berkuasa, beliau syahid pada tahun 1905. Pada tahun yang
sama, Tgk Tjik Di Tiro Mahyiddin bin Muhammad Saman diangkat menjadi
menjadi Wali Nanggroe ke-6 dan syahid pada tanggal 11 Desember 1910..
Pemengku sementara Wali Nanggroe adalah Tgk Tjik Ulhee Tutue
alias Tjik Di Tiro Di Garot Muhammad Hasan, yang syahid pada tanggal 3
Juni 1911. Kemudian Wali Nanggroe dijabat Oleh Tgk Tjik Di Tiro Muaz
bin Muhammad Amin, pada tanggal 4 juni 1911 terjadi perang Alue Bout.
Pada tanggal 21 september 1953 Aceh menyatakan diri sebagai Negara
Bagian Aceh (NBA) dari Negara Islam Indonesia (NII), Tengku Muhammad
Daud Beureueh ditetapkan sebagai Wali Negara NBA (Negara Bagian
Aceh). Kemudian istilah Wali Nanggroe dipopulerkan oleh Hasan Di Tiro.
Menurut Hasan Di Tiro, setalah Tgk. Chik Di Tiro mangkat tahun 1891,
kekuasaan di Aceh beralih secara estafet kepada anak dan cucunya, yaitu
dari tangan Tgk. M. Amin hingga yang terakhir Tgk. Maat Tiro, yaitu
sepupu ibu Hasan Di Tiro adalah Wali Negara Aceh yang terakhir. Dalam
struktur kabinet Negara Atjeh, istilah ini digunakan lagi oleh DR. Teungku
Hasan M. Di Tiro LLD sebagai Wali Negara. (Taqwaddin, 2013: 39- 41)
Sedangkan pengertian tokoh masyarakat Menurut Damsar ( 2010:
222) adalah orang yang menjadi rujukan berpendapat dan berprilaku dari
komunitasnya. Tokoh masyarakat bisa saja dari kalangan agamawan, seperti
ulama, pendeta, pastor, atau dari kalangan pemangku adat seperti Ninik
mamak di Minangkabau, Teuku di Aceh atau bisa juga dari kalangan Cendik
cendikia, yaitu orang-orang yang dipandang memiliki pemahaman luas atau
visi yang jauh kedepan tentang kehidupan komunitas mereka.
Tokoh masyarakat memiliki pengaruh dan dihormati karena
kekayaan pengetahuan yang ia miliki, sehingga dipandang sebagai
seseorang yang bijaksanaan serta menjadi panutan bagi banyak orang.
Sebagai sosok yang dianggap memiliki kekayaan intelektual dan
kebijaksanaan, tokoh masyarakat menjadi seseorang yang selalu ditunggu
peranan dan pertimbangan kebijaksanaannya terhadap suatu permasalahan
yang terjadi di masyarakat.
Teori Tokoh Masyarakat dalam penelitian ini digunakan sebagai
pendukung dari Konsep Pandangan (persepsi) dengan teori kepemimpinan.
Dalam hal ini, digunakan agar dapat menemukan jawaban yang tepat sesuai
dengan fokus masalah yang dibahas.
METODE PENELITIAN
6
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor :1-12
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
7
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor :1-12
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
8
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor :1-12
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
9
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor :1-12
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
10
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor :1-12
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Teks
Hasbi Amiruddin, 2008. Aceh Serambi Mekah. Banda Aceh: CV. Citra
Kreasi Utama.
Taqwadin Husin, 2013. Kapita Selekta Hukum Adat dan Qanun Wali
Nanggroe. Banda Aceh: Bandar Publishing.
C. Website
11
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor :1-12
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
http://www.acehkita.com/2012/11/02/DPRA-Sahkan-Qanun-Wali-
Nanggroe. Di akses 15 juli 2015. Banda Aceh
D. Peraturan Perundang-Undangan
12