Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SEJARAH SOSIAL HUKUM ISLAM

Politik Hukum Ekonomi Syariah

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Sosial Hukum Islam

Dosen Pengampu:

Dr. Rumadi, M.Ag.

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A

Universitas Islam Negeri


SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Oleh:

Abdul Salam
21210435000019

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H/2022 M
A. Pendahuluan
Lebih dari dua puluh tahun terakhir,lembaga keuangan syariah secara nasional terus
berkembang. Sudah sekitar lebih dari dua puluh tahun terakhir lembaga keuangan syariah
nasional terus berkembang. Pada tahun 1992 Bank Muamalat Indonesia berdiri sebagai
tanda dimulainya dual Definisi Bank, bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat1
. Pada dekade pertama, tidak terjadi perkembangan signifikan pada sektor
perbankan syariah ini disebabkan tidak adanya payung hukum dan legalitas kelembagaan
yang kuat. Perkembangan yang positif baru terjadi setelah disahkannya Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Dalam undang-undang tersebut prinsip syariah secara definitif telah
terakomodasi, namun istilah bank syariah dipertegas dengan lahirnya Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Seiring perkembangan perbankan
syariah yang semakin meningkat, pada sisi lain Lembaga Keuangan Syariah Non Bank
juga semakin menunjukkan peningkatan seperti pada Lembaga Asuransi Syariah, Pasar
Modal Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Syariah,
Koperasi Syariah, Perusahaan dengan Prinsip Syariah, Badan Wakaf, Badan Amil Zakat,
dan BMT. Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
menjadikan pijakan hukum bank syariah menjadi cukup jelas dan kuat, baik dari segi
kelembagaannya maupun dari segi landasan operasionalnya. Kondisi tersebut tidak lepas
dari pengaruh keberadaan hukum dan regulasi yang menjadi pendukungnya.

B. Pengertian Politik hukum


Istilah politik hukum merupakan terjemahan bahasa indonesia dari istilah hukum
Belanda rechtspo;itiek, yang merupakan bentukan dari dua kata rech dan politiek. Kata
recht berarti hukum sedang kata hukum sendiri berasal dari bahasa arab yang berarti
putusan, ketetapan, perintah. Namun belum ada kesatuan pendapat dikalangan para
teoretisi hukum tentang apa batasan dan arti hukum sebenarnya.2

1
Marimin, Dkk, Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam - Vol. 01, No. 02,
Juli 2015, h 77
2
Isharyanto, Politik Hukum, Mojolaban, CV KEKATA GROUP, 2016, 1
Mahfud MD memiliki pengertian bahwa politik hukum adalah arah kebijaan hukum
yang akan diberlakukan atau tidak akan diberlakukan untuk mencpaai tujuan negara.
Hukum adalah alat mencapai tujuan negara bukan alat rekayasa politik seperti yang dikenal
dalam strategi pembangunan hukum yang ortodoks. Dengan demikian, sumpremasi hukum
harus diartikan : meletakan hukum sebagai sentral pengarah dan pedoman dalam upaya
pencapaian tujuan negara melalui politik hukum nasional bukan sebagai instrumen untuk
mendukung kemauan eksekutif atau pemerintah yang sedang berkuasa.3
Berangkat dari studi politik hukum Mahfud MD berbicara lebih awal mengenai
tentang pemisahan sebelum menjadi satu antara studi politik dan studi hukum, dalam
asumsinya terdapat tiga hal yang menjadi dasar, yaitu (1) hukum determinan menentukan
atas politik, yang memiliki interpretasi bahwa hukum seharusnya menjadi suatu kendali
atas aktivitas politik. (2) politik determinan atas hukum, memiliki makna dalam hal nyata,
baik pada konteks produk hukum atau dalam sisi penegakkannya, sangat dipengaruhi atas
politik. (3) politik dan hukum menjadi hubungan yang saling bergantung, seperti adagium
“akan anarkis apabila politik tanpa hukum karena melahirkan tindakan kesewenang-
wenangan, akan tetapi apabila hukum tanpa politik akan menjadi lumpuh4
Menurut Daniel S. Lev. Yang paling menentukan dalam proses hukum adalah
konsepsi dan struktur kekuasaan politik, yaitu bahwa hukum sedikit banyak selalu
merupakan alat politik, dan bahwa tempat hukum dalam negara tergantung pada
keseumbangan politik, definisi kekuasaan, evolusi ideologi politik, ekonomi, sosial dan
seterusnya. Dalam prakteknya seringkali konsepsi dan struktur kekuasaan politik yang
berlaku ditengah masyarakat yang menentukan terbentuknya suatu produk hukum.5
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan politik hukum adalah
serangkaian konsep, asas, kebijakan dasar, dan pernyataan kehendak penguasa negara yang
mengandung politik pembentukan hukum, politik penentuan hukum, dan politik pnerapan.
Serta penegakan hukum, menyangkut fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum
untk menentukan arah, bentuk, maupun isi hukum yang akan dibentuk yang berlaku di

3
Bambang Santoso, Politik Hukum, Pamulang, UNPAM PRESS, 2021, h 13
4
Ichwan Ahnaz Alamudi dan Ahmadi Hasan, POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN LEGISLASI BIDANG
EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA, JOURNAL OF ISLAMIC AND LAW STUDIES, Vol.5, No.1, 2021, h 45
5
Merdi Hajiji, Relasi Hukum dan Politik dalam sistem hukum Indonesia, Jurnal Rechtvinding , vol 2 no 3
Desember 2013, h367
wilayahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun erta untuk mencapai
tujuan negara. Dasar pemikiran dari berbagai definisi didasarkan pada kenyataan bahwa
negara mempunyai tujuan yang harus dicapai dan upaya untuk mencapai tujuan dilakukan
dengan menggunakan hukum sebagai alat untuk pemberlakuan dan atau penidakberlakuan
hukum. Pemahaman politik hukum mencakup sebagai kebijakan resmi negara (legal
policy) tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak berlakukan dan digunakan untuk
mencari kebenaran dan memberi arti hukum semua peraturan yang bertujuan untuk
kesejahteraan merupakan resultante (produk kesepakatan politik) sesuai dengan situasi
ekonomi dan sosial pada saat dibuat.6
Terkait dengan politik hukum ini adalah upaya positifikasi hukum, positifikasi
dipahami sebagai upaya memformalkan suatu hukum normatif seperti hukum Islam
menjadi hukum nasional. Oleh karena itu, hukum Islam positif artinya hukum Islam yang
telah diangkat emnjadi hukum nasional. Ketentuan hukum formal yang mengatur
pelaksanan kegiatan ekonmi syariah di Indonesia adalah segala ketentuan yang telah
melalui proses positifikasi negara, jika hukum ekonmomi syariah ini sudah diformalkan
oleh negara maka kekuatan berlakunya sumber dari negara sehingga berlaku menyeluruh
bagi rakyat Indonesia dan dapat dipaksakan untuk diterapkan dalam kegiatan ekonomi
tersbut.7
Sedang Ekonomi Islam atau kita kenal dengan ekonomi syariah adalah sebuah ekonomi
yang berbeda dengan sistem kapitalisme dan sosialisme.Umar Chapra mendefiniskan
eknonomi Islam dengan Ilmu yang memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung
terhadap kesejahteraan manusia, tetap berkonsentrasi pada aspek alokasi dan distribusi
sumbe-sumber daya dengan tujuan utama merealisasi maqasi syariah.8 Economy and
society mengemukakan bahwa ekonomi Islam merupakan sistem buatan manusia
sebagaimana ekonomi lainnya. Pandangan ini lebih menekankan pada aspek empiris dari
ekonomi Islam yang dapat diuji baik secara teori maupun praktisnya.9
C. Hubungan hukum dan Pembangunan Ekonomi

6
Isharyanto, Op.Cit.
7
Nevi Hasnita, POLITIK HUKUM EKONOMI SYARI’AH DI INDONESIA, LEGITIMASI, Vol.1 No. 2, Januari-Juni
2012, h 111
8
Mul Irawan, Politik Hukum Eknomi Syariah dalam Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di
Indonesia, Jurnal Media Hukum, VOL. 25 NO. 1 JUNI 2018., h, 13
9
Ibid.
Hukum dianggap sebagai tujuan dari politik adalah agar ide-ide hukum atau
rechtsidee seperti kebebasan, keadilan, kepastian dan sebagainya ditempatkan dalam
hukum positif dan pelaksanaan sebagian atau secara keseluruhan, dari ide hukum itu
merupakan tujuan dari proses politik dan hukum sekaligus merupakan alat dari politk, pdan
untuk merealisasikan ide – ide hukum maka politik mempergunakan hukum positif untuk
mencapainya.10`
Reformasi sistem hukum merupakan salah satu peryaratan dalam pembangunan
sistem ekonomi. Karena tanpa memprioritaskan hukum sebagai salah satu pendukung
utama untuk mencapai kemakmuran bangsa, maka usaha-usaha yang ditempuh akan sia-
sia. Berbagai strudi tentang hubungan hukum dan ekonomi menunjukkan bahwa kemajuan
ekonomi tidak akan berhasil tanpa pembangunan hukum yang mendahuluinya. Maka
sinergi antara hukum dan ekonomi diharapkan akan memperkuat pembangunan bangsa
secara sistematik, karenanya sangat tewpat jika dikatakan bahwa antara sistem hukum dan
sistem ekonomi senantiasa terdapat interaksi dan hubungan saling pengaruh
mempengaruhi.11
D. Politik Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia
Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing dalam bentuk bank syariah
tercatat di pakistan dan malaysia pada tahun 1940. Hal ini dalam bentuk pengelolaan dana
jamaah haji secara non konvensional. Rintisan bank syariah lainya adalah dengan
berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank pada tahun 1963 di mesir yang dibangun oleh
Ahmad El Najar. Bank tersebut beroperasi tanpa mengaplikasikan bunga dan sejalan
dengan prinsip-prinsip ajaran Islam dan berkembang sangat baik. Akan tetapi adanya
konflik di Mesir, bank tersebut ditutup dan diambil alih oleh National Bank of Egypt dan
Central Bank of Egypt yang dioperasikan berdasarkan prinsip riba. Meski demikian, bank
tnpa riba kembali diperkenalkan di mesir yang ditandai dengan berdirinya Nasser Social
Bank yang lebih bersifat sosial ketimbang komersil. Kesuksesan yang dilalui oleh Mit
Ghmar dalam mengelola melalui bagi hasil telah memberikan inspirasi bagi dunia dan
khususnya kepada umat Islam untuk membentuk bank Islam dengan sistem bagi hasil.
Berbagai konstribusi dari kesuksesan Mit Ghamr telah menghadirkan gagasan berdirinya

10
Isharyanto, OP.Cit h1
11
Nevi Hasnita, Op.cit, h 112
bank syariah di tingkat internasional yang muncul pada konfrensi negara Islam sedunia
yang diadakan di Kuala Lumpur pada tanggal 2127 April 1969. Hasil dari konfrensi itu
salah satunya dalah kesepakatan perlu segera dibentuknya sebuah bank syariah yang bersih
dari sistem riba.12
Perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, khususnya terkait
berdirinya lembaga keuangan syariah banyak diinisiasi oleh kelompok profesional muslim
yang lebih berorientasi pada prakteik pelaksanaan. Meskipun dalam kajian teori keuangan
secara umum belum dapat diterima secara general terutama dikalangan akademisi.
Kelompok profesional muslim ini menganggap teori hanya akan memakan waktu dan
membuuat praktik keuangan berbasis syariah akan semakin tertunda.13
Tahun 1983 pemerintah indonesia pernah berencana menerapkan sistem bagi hasil
dalam penkreditan yang merupakan konsep dari perbankan syariah. K.H. Mas Mansyur,
ketua pengurus besar Muhammadiyah periode 1937-1944 pernah menyatakan bahwa umat
islam di Indonesia terpaksa menggunakan jasa bank konvensional karena belum memiliki
lembaga yang bebas riba saat ini.14Kondisi perbankan Indonesia saat itu tidak stabuil
karena bank Indonesia tidak bisa mengendalikan tingkat suku bunga di bank-bank yang
membumbung tinggi sehingga pemerintah mengeluarkan deregulasi tanggal 1 Juni 1993
yang menimbulkan kemungkinan bank mengambil untuk dari bagi hasil sistem kredit.
Lima tahun kemudian, pemerintah menganggap bisnis perbankan harus dibuka seluas-
luasnya untuk menunjang pembangunan. Akhirnya pada tanggal 27 oktober 1988,
pemerintah pun mengeluarkan paket kebijaksanaan pemerintah bukan oktober (PAKTO)
untuk meliberalisasi perbankan, meskipun lebih banyak bank konvensional yang berdiri,
beberaoa bank daerah yang berasaskan syariah juga mulai bermunculan.15
Tahun 1990 MUI membentuk kelompok kerja untk mendirikan Bank Islam di
Indonesia. Ini merupakan cikal bakal lahirnya perbankan syariah di Indonesia. Pada tanggal
18-20 Agustus 1990. MUI menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di

12
Syaakir Sufyan, PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA, Bilancia, Vol. 10, No. 2, Juli -
Desember 2016, h 95
13
Khusnul Fikriyah, Perkembangan Keuangan Syariah dalam Realitas Politik di Indonesia, Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam, 7(03), 202, h4
14
H 80 Agus Marimin, Agus Marimin, PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA, Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam - Vol. 01, No. 02, Juli 2015, h,80
15
Ibid, 5
bogor. Hasil dari lokakarya kemudian dibawa lebih dalam ke MUNAS ke-IV MUI di
jakarta tanggal 22-25 Agustus 1990 untuk membenutk tim kerja pendirian bank Islam di
Indonesia. Hasil dari kerja tim tersbeut adalah berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada
tanggal 1 November 1991, yang resmi beroperasi pada 1 mei 1992. Setelah itu maka
berdirilah beberapa Bank Pengkreditan Rakyat Syariah, yaitu Bank Perkreditan Rakyat
Syariah Berkah Amal Sejahtera, Bank Perkreditan Rakyat Syariah Dana Mardhatillah, dan
Bank Perkreditan Rakyat SyariahAmanah Rabaniah di Bandung, serta Bank Perkreditan
Rakyat Syariah Hareukat di Aceh. Perkembangan awal perbankan syariah dalam sistem
perbankan nasional direspon dengan cepat oleh pemerintah. Pada tanggal 25 Maret 1992,
disahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menggantikan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan guna
mengakomodir berdirinya bank syariah di Indonesia16 disini terdapat perkembangan
substansil istilah ekonomi Islam dan ekonomi syariah. Dari segi nama, UU No 7 tahun
1992 tentang perbankan tidak pernah menyebut istilah “bank Islam”. Nuansa keislaman
diangkat dari istilah “pembagian keuntungan” yang termaktub dalam psal 1 ayat 12 UU
No 7 th 1992 yang berbunyi “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian keuntungan”.
Istilah pembagian keuntungan diperjelas dengan istilah “prinsip bagi hasil” yang ada pda
pasal 6 huruf (m) terkait dengan usaha bank umum. Dan semakin tampak jelas nuansa
keislaman ketika istilah prinsip bagi hasil diformulasikan lagi dengan istilah syariah yang
terdapat pada pasal 2 ayat 1 No 72 th 1992, berbunyi “prinsip bagi hasil sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) adalah prinsip bagi hasil berdasarkan syariah yang
digunakan oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil” sedangkan UU no 10 1998 tentang
perubahan atas UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan tidak lagi menggunakan istilah
prinsip bagi hasil. Berbeda dengan UU no 7 tahun 1992 yang diperbaharui. UU No 10

16
Andrew Shandi Utama, Sejarah dan Perkembangan Regulasi Mengenai Perbankan Syariah Dalam Sistem
Hukum Nasional Di Indonesia, Jurnal Wawasan Yuridika, Vol. 2 , No. 2, September 2018, h 139
tahun 1998 mengakui dan menyebut secara tersurat dan tegas istilah “pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah”17
Namun jika ditelaah kembali, perkembangan ekonomi Islam di Indonesia sebelum
era reformasi sangatlah terseok, selain tertinggal jauh dibanding negara muslim lain seperti
Malaysia. Hal ini tidak lepas dari politik ekonmi yang dimainkan oleh pemerintah yang
berkuasa dalam menyikapi perkembangan ekonomi Islam. Hal ini terlihat dari awal
berdirinya perbankan syaruah di Malaysia yang didukung regulasi pemerintah Malaysia
yaiut Islamic Banking Act tahun 1983. Sedangkan Perbankan Syariah di Indonesia baru
masuk tahun 1992 dengan berdirinya BMI yang hadir tanpa dukungan peraturan
perundangan yang memadai.18Kemunculan lembaga -lembaga sejenis yang mengambil
inspirasi dari BMI semacam BPR Syariah dan Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) pada era itu
lebih banyak didasari pada kesadaran sebagian kelompok umat islam akan peluang
menampilkan alternatif keislaman sebagai dari pancaran kesadaran keislaman dan
mungkin juga politik identitas di tengah rezim orde baru yang tergolong totaliter19 Dalam
Pasal 6 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 ditentukan bahwa bank umum dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) yang kegiatannya berasaskan prinsip bagi hasil, tidak
diperkenankan melakukan usaha yang tidak berasaskan prinsip bagi hasil. Begitu juga
sebaliknya. Ini bermakna, tidak ada peluang untuk membuka Syariah Windows di bank
konvensional. Peraturan itu menjadi penghalang bagi berkembangnya bank syariah, karena
jalur pertumbuhan bank syariah hanya melalui perluasan kantor bank syariah yang telah
ada atau pembukaan bank syariah baru yang membutuhkan dana sangat besar20
Di negara Indonesia eksistensi perbankan syariah secara yuridis sebenarnya telah
dimulai dengan dikeluarkannya paket kebijakan Oktober 1998. Sedangkan secara
kelembagaan dimulai dengan berdirinya Bank Muamalah Indonesia (BMI) pada tahun
1991 sebagai satu-satunya bank saat itu yang secara murni menerapkan prinsip syariah
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Pada saat krisis berlangsung pada tahun 1998

17
Muhammad Nur Yasin, Politik Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, Malang, UIN-MALIKI Press, 2018,
h129
18
Nur Kholis, Potret Politik Ekonmi Islam di Indonesia Era Reformasi, Millah Vol x No 2 Februari 2011, h
420
19
Ana Indriana, POLITIK HUKUM EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA, Wasathiya: Jurnal Studi Agama,
Volume 8, Nomor 1, Juni 2020, h, 85
20
Nevi Hasnita, op.cit, h 114
karena parahnya tingkat koripsi, kolusi dan nepotisme di Negeri ini sehingga membuktikan
kebijakan ekonomi yang lebh mengatah ke kapitalisme terbukti tidak mewujudkan tujuan
nasional sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 alenia keempat yaitu memajukan
kesejahteraan umum.21 secara faktual BMI merupakan salah satu bank yang sehat karena
mempunyai Capital Adequacy Ratio dengan kategori A (4% ke atas) sehingga ia hanya
diwajibkan menyusun rencana bisnis. Dengan demikian selama krisis ekonomi terjadi,
bank syariah ternyata masih dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik
dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif
lebih rendahnya penyaluran pembuayaan yang bermasalah dan tidak terjadinya negative
spread dalam kegiatan operasionalnya.22
Pada tahun 1998, pemerintah mengundangkan Undang-Undang No. 10 tahun 1998
tentang perubahan terhadap Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang di
dalamnya sudah memuat tentang operasi perbankan berdasarkan prinsip syariah. Setahun
kemudian pemerintah mengundangkan Undang-Undang no 23 tahun 1999 tentnag Bank
Indonesia yang dalam pasal 10 menyatakan bahwa BI dapat menerapkan policy keuangan
berdasarkan prinsip-prinsip syariah, hadirnya dua Undang-undang tersebut semakin
memperkokoh landasan yuridis eksistensi bank syariah di Indonesia.23
Perkembangan yang terjadi di era tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, pada 10 Februari 1999, MUI mendirikan Dewan Syariah Nasional MUI. Kedua,
pemerintah memberlakukan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang
Zakat.Ketiga,Pemerintah memberlakukan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf.Keempat,Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-
undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memberikan wewenang kepada
Peradilan Agama untuk menangani, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat
pertama di antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah. Kelima,
Perma No. 2 Tahun 2008 memberlakukan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).
Keenam, dicetuskannya Gerakan Wakaf Tunai oleh Presiden pada 8 Januari 2008 di mana
pengelolaannya diserahkan kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI). Ketujuh, pada 7 Mei

21
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press,
2018, h 4
22
Ibid h 6
2008 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) diberlakukan oleh pemerintah. Kedelapan, pada 17 Juni 2008 diberlakukan
Undang-undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Beberapa Bank BUMN
mendirikan divisi syariah seperti Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah.
Kesembilan, didirikannya Direktorat Pembiayaan Syariah di Departemen Keuangan.
Kesepuluh, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2008 tentang
Asuransi Syariah.24
Politik hukum dalam proses positifikasi hukum ekonomi syariah di Indonesia dapat
biapahami sebagai arah, jalan, serta kebijakan dari pemerintah dalam upaya memformalkan
hukum-hukum yang berkaitan dengan ekonomi syariah di Indonesia. Secara rinci kilasan
politik hukum dalam bidang ekonomi syariah dapat dipetakan sebagai berikut 25:
1. Lahirnya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN), yang disahkan pada 7 Mei 2008. Undang-Undang ini bertujuan untuk
membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selalu defisit, termasuk
juga untuk pembiayaan proyek.
2. Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pada
tanggal 17 Juni 2008.
Keberadaan Undang-Undang RI ini memiliki alasan yaitu 26:
a. Animo masyarakat yang begitu besar terhadap bank syariah baik dalam hal
meminjam maupun menyimpan uangnya, dalam himpunan fatwa DSN No :
04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murobahah, pada konsideran disebutkan bahwa
masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana dari bank berlandaskan
prinsip jual beli
b. Dalam UUD negara RI 1945 pasal 1 ayat 3 perbuahan ketiga secara tegas
mengatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, ketentuan ini
meurpakan pernyataan betapa hukum akan sangat menentukan dlam pelaksnaan
kenegaraan. Selain itu ketentuan ini juga mengandung pengertian segala sesuatu di
negeri ini mesi berdasarkan hukum termasuk dalam bidang ekonomi syariah.

24
Ana Indriana, op.cit
25
Mul irawan, Op.Cit , h 14
26
Basaria Nainggolan, Perbankan Syariah Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Depok 2016, h 8
c. UU RI No 7 Tahun 1992 yang diamandemenkan UU RI No 10 tahun 1998 tentang
perbankan telah mengisyaratkan tentang bank syariah
3. Pendirian Bank Syariah oleh BUMN. Hal tersebut dipandang sebagai bukti nyata dari
politik ekonomi syariah yang diperankan oleh pemerintah dalam sektor industri
perbankan.Beberapa bank BUMN mendirikan perbankan syariah yang dikenal dengan
istilah dual banking system.
4. Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.. Pemerintah juga
telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004, ditambah dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Wakaf Uang. Mesikupun sempat
menjadi persoalan yang berkembang cukup lama, undang-undang 41 tahun 2004
tentang wakaf, menjadi jawaban sementara bagi kekosongan suatu regulasi yang
mengatur persoalan yang memang sudah diharapkan oleh umat Islam untuk
menciptakan kesejahteraan bersama. Pada awalnya regulasi tentang pengelolaan wakaf
berada pada level dibawah undang-undangg seperti peraturan pemerintah, pertaturan
menteri agama, peraturan dirjen Bimas Islam Depag RI dan sebagainya.27
5. Berdirinya Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). MUI
membentuk suatu dewan syariah yang berskala nasional yang bernama Dewan Syariah
Nasional (DSN) pada tanggal 10 Februari 1999 sesuai dengan Surat Keputusan (SK)
MUI Nomor kep754/MUI/II/1999.
6. Lahirnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Zakat.
7. Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Diundangkannya Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama telah memberikan arah baru bagi kompetensi Peradilan
Agama untuk menangani, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah.
8. Terbitnya KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah). Penyusunan (KHES) yang
dikoordinatori oleh Mahkamah Agung (MA) RI yang kemudian dilegalkan dalam
bentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) 02 Tahun 2008.

27
Maimun, Politik Hukum Islam, Studi Peraturan Daerah Bernuansa Syariah di Pamekasan, Pamekasan,
Duta Media Publishing, 2016., h 33
9. Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian. Walaupun pemerintah belum mengundangkan secara khusus tentang
asuransi Syariah, akan tetapi Peraturan Pemerintah Nomor 39 tersebut menunjukkan
keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan industri asuransi syariah sebagai
bagian politik ekonomi Islamnya.
10. Didirikannya Direktorat pembiayaan Syariah di Departemen Keuangan (Direktorat
Pembiayaan Syariah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan
RI) merupakan direktorat yang melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor
19/2008 tentang SBSN, sehingga lahir berbagai jenis sukuk negara di antaranya sukuk
ritel dan korporasi.
E. Regulasi Ekonomi Syariah di Indonesia
Regulasi ekonomi syariah diarahkan untuk memberi dukungan yang baik terhadap
pertumbuhan dan perkembangan praktik ekonomi syariah. Dalam funsginya sebagai
regulator, pemerintah memfasilitasi upaya pengembangan ekonomi syariah dengan
menciptakan lingkungan usaha yang kompetitif dan sehat. Selain itu penataan regulasi
ekonomi syariah dilakukan dalam rangka menyeimbangkan pengawasan dan fasilitas
untuk pertumbuhan dan pengembangan ekonomi syariah itu sendiri. Tujuan utama regulasi
ekonomi syariah adalah untk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
dan praktik usaha yang berdasar prinsip syariah serta perlindungan kepada pelaku bisnis,
nasabah dan lembaga keuangan syariah.
Adapun regulasi ekonoi syariah yang merupakan produk hukum yang mengatur
tentang lembaga keuangan ekonomi syariah yang telah terbit adalah28 :
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Berdasarkan amanat Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI)
pada Agustus 1990 dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank yang
berlandaskan Islam di Indonesia yang akhirnya melahirkan Bank Muamalat
Indonesia (BMI di Jakarta.

28
Mul irawan, Op.Cit
Selain penegasan terhadap eksistensi perbankan Islam di Ind onesia, Undang-
undang ini juga mengat ur kelembagaan dan operasional bank Islam. Sebagai
pelaksanaannya dikeluarkan sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk SK
Direksi Bank Indonesia yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan
kesempatan yang luas bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia.
Beberapa Surat Keputusan Direksi tersebut antara lain sebagai berikut:
a. SK Direksi BI Nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
b. SK Direksi BI Nomor 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tanggal 1 4 Okt ob er 2 0 0
4 t ent ang Bank Um um yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah.
d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang
Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. UU Nomor 3
Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, maka untuk mengantisipasi
perkembangan prinsip syariah, BI mengeluarkan peraturan, antara lain:
a. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 2/4/PBI/2000 tanggal 11 Februari
2000 tentang Kliring bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Bank
Umum Konvensional.
b. PBI Nomor 2/7/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Giro Wajib
Minimum (GWM), PBI Nomor 6/ 21/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum
dalam Rupiah dan Valut a Asing bagi Bank Umum yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip syariah
c. PBI Nomor 2/8/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Pasar Uang
Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
d. PBI Nomor 2/9/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Sertifikat
Wadi’ah Bank Indonesia.
e. PBI Nomor 5/3/PBI/2003 tanggal 4 Februari 2003 tentang Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Islam (FPJPS). Undang-Undang Nomor
23 tahun 1999 tentang BI yang memberi mandat pembentukan bank atau cabang
bank syariah
2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Regulasi
zakat di Indonesia telah dimulai tahun 1968 melalui Peraturan Menteri Agama
Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan BAZ di desa/kelurahan dan BAZ
Kecamatan sebagai koordinatornya. Dilanjutkan dengan terbitnya SKB dua
menteri (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) yang mengukuhkan
BAZIS dan BAZ sebagai lembaga swadaya masyaraka
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
Tanggal 21 Februari 2006 Undang-Undang Nomor 7 1989 tentang Peradilan
Agama telah diamandemen menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tersebut
adalah mengenai kompetensi absolut Peradilan Agama mengalami perluasan
(extensive) kompetensi absolut (absolutely competence). Dengan perluasan
kew enangan ini, lembaga peradilan yang berwenang menyelesaikan sengketa
yang berkaitan dengan ekonomi telah menjadi kompetensi absolut Peradilan
Agama (PA) yang selama ini dimiliki oleh Peradilan Umum (PN).
4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mewajibkan kepada setiap perseroan
terbatas yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) disamping unsur lainnya. Pasal
109. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas
menyebutkan: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah selain mempunyai dewan komisaris w ajib mempunyai Dew an
Pengaw as Syariah. (2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh
RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. (3) Dewan Pengawas
Syariah bertugas memberi nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi
kegiatan usaha perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah
5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Kedudukan bank syariah sangat kuat dengan lahirnya Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Sebab, Undang-Undang tersebut
tidak hanya menegaskan dual banking system dalam sistem perbankan nasional,
tetapi juga menegaskan kesejajaran bank syariah dengan bank konvensional
dalam sistem perbankan nasiona
6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Nasional (SBSN
Tujuan undang-undang ini adalah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang selalu defisit, termasuk juga untuk pembiayaan
proyek dan infrastruktur. Undang-Undang ini telah menjadi landasan hukum
bagi pemerintah RI untuk penerbitan sukuk negara guna menarik dana dari
investor
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH)
n klausula yang sangat penting pada Undang-Undang JPH adalah jaminan
terhadap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah
Indonesia wajib bersertifikat halal. Saat ini Undang-Undang JPH belum
langsung diberlakukan sebab dibutuhkan persiapan keberlakuannya selama
lima tahun. Selain itu terdapat beberapa bentuk pengaturan lanjutan sehingga
Undang-undang ini dapat diaplikasikan
8. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
Awalnya, politik hukum asuransi syariah di Indonesia ditandai dengan beberapa
Peraturan Menteri Keuangan tentang Asuransi Syariah, antara lain, yaitu: a.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan
Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. b.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan
Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. c. Keputusan
Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor Kep.4499/LK/2003 t entang
Jenis, Penilaian dan Pembat asan Invest asi Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah. Dengan terbitnya Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian keberadaan asuransi
syariah Indonesia telah memiliki landasan hukum yang kuat. Asuransi syariah
adalah salah satu bentuk dari dua bentuk asuransi (dual insurance system) di
Indonesia yakni asuransi konvensional dan asuransi syariah. Keberadaan
asuransi syariah telah terdapat pada Pasal 1 angka 2 yang berbunyi Asuransi
Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara
perusahaan asuransi dan pemegang polisdalam rangka pengelolaan kontribusi
berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi

KESIMPULAN
Peran politik hukum terlihat dalam proses positifikasi regulasi ekonomi
syariah di Indonesia, dimana pemerintah telah membentuk arah, cara, serta
kebijakan dalam memformalkan hukum-hukum yang berkaitan dengan
ekonomi syariah di Indonesia. Peran politik hukum yang dilakukan oleh
pemerintah melalui menciptakan regulasi sebagai checks and balances, seperti
membuat kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung kegiatan ekonomi dan
pertumbuhan ekonomi syariah baik secara kelembagaan maupun sistemnya
agar tetap terarah
Perkembangan lembaga keuangan ekonomi syariah pada periode saat ini
terlihat lebih baik dibanding periode sebelumnya. Hal tersebut ditunjukkan
dengan telah terjadinya pertumbuhan jaringan kantor perbankan syariah yang
telah menyebar hampir ke seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. Demikian
pula pada lembaga bisnis syariah, perkembangannya sangat pesat dengan
dilihat dari munculnya berbagai perusahaan yang menggunakan prinsip syariah
Daftar Pustaka

Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada


University Press, 2018,
Agus Marimin, Agus Marimin, PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI
INDONESIA, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam - Vol. 01, No. 02, Juli 2015,
Ana Indriana, POLITIK HUKUM EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA, Wasathiya:
Jurnal Studi Agama, Volume 8, Nomor 1, Juni 2020
Andrew Shandi Utama, Sejarah dan Perkembangan Regulasi Mengenai Perbankan
Syariah Dalam Sistem Hukum Nasional Di Indonesia, Jurnal Wawasan Yuridika, Vol. 2 , No. 2,
September 2018,
Bambang Santoso, Politik Hukum, Pamulang, UNPAM PRESS, 2021
Basaria Nainggolan, Perbankan Syariah Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Depok
2016,
Ichwan Ahnaz Alamudi dan Ahmadi Hasan, POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN
LEGISLASI BIDANG EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA, JOURNAL OF ISLAMIC
AND LAW STUDIES, Vol.5, No.1, 2021
Isharyanto, Politik Hukum, Mojolaban, CV KEKATA GROUP, 2016,
Khusnul Fikriyah, Perkembangan Keuangan Syariah dalam Realitas Politik di Indonesia,
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 202,
Maimun, Politik Hukum Islam, Studi Peraturan Daerah Bernuansa Syariah di Pamekasan,
Pamekasan, Duta Media Publishing, 2016.,
Marimin, Dkk, Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam -
Vol. 01, No. 02, Juli 2015,
Merdi Hajiji, Relasi Hukum dan Politik dalam sistem hukum Indonesia, Jurnal
Rechtvinding , vol 2 no 3 Desember 2013
Muhammad Nur Yasin, Politik Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, Malang, UIN-
MALIKI Press, 2018,
Mul Irawan, Politik Hukum Eknomi Syariah dalam Perkembangan Lembaga Keuangan
Syariah di Indonesia, Jurnal Media Hukum, VOL. 25 NO. 1 JUNI 2018.,
Nevi Hasnita, POLITIK HUKUM EKONOMI SYARI’AH DI INDONESIA,
LEGITIMASI, Vol.1 No. 2, Januari-Juni 2012,
Nur Kholis, Potret Politik Ekonmi Islam di Indonesia Era Reformasi, Millah Vol x No 2
Februari 2011
Syaakir Sufyan, PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA,
Bilancia, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2016,

Anda mungkin juga menyukai