Anda di halaman 1dari 4

RESUME

POLITIK HUKUM ISLAM

Definisi

Mahfud MD, politik hukum merupakan legal policy atau garis kebijakan resmi
tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan
penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.

Abd. Latif dan Hasbi, politik hukum merupakan bagian dari ilmu hukum yang
membahas perubahan yang berlaku (ius constituendum) untuk memenuhi perubahan
kehidupan masyarakat.

Padmo Wahjono, politik hukum merupakan kebijakan dasar yang menentukan arah,
bentuk, da nisi dari hukum yang dibentuk. Politik hukum berkaitan dengan hukum yang
berlaku di masa datang (ius constituendum).

Soedarto, kebijakan dari negara melalui badan-badan negara yang berwenang


menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk
mengekspresikan apa yang terkandung di dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang
dicita-citakan.

Simpulan, politik hukum merupakan kebijakan dasar penyelenggara negara dalam


bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku yang bersumber dari nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.

Dalil Umum Politik Hukum

1. Hukum bukanlah merupakan suatu subsistem yang steril dari subsistem-subsistem


kemasyarakatan lainnya.
2. Politik kerap melakukan intervensi terhadap pembentukan dalam pelaksanaan hukum.
Pertanyaan mendasar: subsistem manakah yang lebih suprematif antara subsistem
hukum dan politik?

Hukum Sebagai Produk Politik

1. Hukum merupakan variable terpengaruh (dependent variable)


2. Politik merupakan variabel berpengaruh (independent variable)
3. Hukum dalam arti: Peraturan yang merupakan kristalisasi dari kehendak-kehendak
politik yang saling berinteraksi dan bersaingan.

Pendekatan Dikotomis dalam Politik Hukum

Variabel Politik Variabel Hukum


Konfigurasi Politik Demokratis => berkarakter positif

Konfigurasi Politik Otoriter => Konservatif/Ortodoks

 Konfigurasi politik demokratis = Susunan sistem politik yang membuka kesempatan


bagi partisipasi rakyat secara penuh.
 Konfigurasi politik otoriter = Susunan sistem politik yang lebih memungkinkan
negara berperan sangat aktif serta mengambil hampir seluruh inisiatif dalam
pembuatan kebijakan.

Karakter Produk Hukum Responsif dan Konservatif

1. Produk hukum responsif, mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan


masyarakat, memberi peranan besar dan partisipasi penuh kelompok sosial atau
individu-individu.
2. Produk hukum konservatif, mencerminkan visi sosial elit politik, keinginan
pemerintah, bersifat positivis-instrumentalis (menjadi alat pelaksanaan ideologi dan
program negara).

Politik Hukum dalam Islam

Siyasah Syari’yyah: Politik kenegaraan yang salah satu aspeknya merupakan politik
hukum. Sehingga politik hukum merupakan salah satu aspek dari Siyasah Syari’yyah.

Siyasah Syari’yyah dapat dipahami dua dimensi dalam konteks politik hukum.
Pertama, sebagai filosofis-teoritik yakni Siyasah Syari’yyah menjadi dasar yang harus
dijadikan pedoman menentukan kebijakan. Kedua,sebagai normatif operasional yang
merupakan alat (tools) yang bisa dipakai untuk memahami bagaimana kebijakan harus
dikeluarkan agar selaras dengan kaedah-kaedah hukum (syari’yyah).

Pendapat Relasi Agama dan Negara

1. Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat, yang hanya menyangkut
hubungan manusia dengan Tuhan, melainkan Islam adalah satu agama sempurna,
paling tinggi, lengkap mengatur segala aspek kehidupan bernegara. Tokohnya Hasan
al-Banna, Rasyid Ridha, Abdul A’la al-Maududi.
2. Islam adalah agama dalam pengertian Barat, tidak ada hubungannya dengan urusan
kenegaraan. Nabi Muhammad hanya sebagai nabi dan rasul seperti nabi-nabi
sebelumnya. Rasul tidak pernah menjadi kepala negara. Tokohnya, Ali Abd al-Raziq,
Thaha Husein.
3. Menolak pandangan bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap dan bahwa Islam
terdapat sistem ketatanegaraan. Aliran ini juga menolak pandangan bahwa Islam
hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan. Aliran ini berpendapat
dalam Islam tidak terdapat seperangkat sistem kenegaraan, tetapi terdapat seperangkat
nilai etika bagi kehidupan bernegara.

Hubungan Islam-Negara era Kerajaan


Islam mulai masuk dalam sistem pemerintahan di abad 12 kendati, Islam telah masuk
di bumi Nusantara sejak abad 7. Pada akhir abad ke-7, terdapat pemukiman muslim di pesisir
Sumatera yang memberi pengaruh pada institusi politik yang ada. Kesulatanan Peureulak
pada 839 M, Kerajaan Ternate 1440 M. Akhir abad 16 M, penyebaran Islam melalui
pembauran dengan penduduk khususnya di Jawa dan Sumatera.

Priode pra Kemerdekaan

Momentum kebangkitan nasionalisme di abad 20 juga diikuti gerakan islam di


Indonesia yang diawali dengan kehadiran Serikat Islam (SI) yang merupaka organisasi politik
pertama di Indonesia. Sejumlah tokoh digerakan ini, HOS Tjokroaminoto, Agus Salim,
Abdul Mhoeis.

Empat Bentuk Akomodasi Negara terhadap Islam

1. Akomodasi struktural yang ditandai dengan direkrutnya para pemikir dan aktivis
Islam politik ke dalam birokrasi baik eksekutif dan legislatif.
2. Akomodasi kebijakan melalui politik legislasi (UU No. 2/1989, tentang Sistem
Pendidikan Nasional, UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama, Inpres No.1/1991
tentang KHI, Keputusan Bersama Menteri tentang Badan Amil Zakat.
3. Akomodasi Kulturan, Penggunaan simbol keislaman dengan penggunaan bahasa
agama.
4. Akomodasi infrastruktur (pembangunan masjid di Istana, MUI, Bank Muamalat
Indonesia).

Dinamika Politik Hukum Islam

1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 : Kekuasaan kehakiman oleh sebuah MA dan Badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
2. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada 2 Januari 1974. RUU atas usulan
pemerintah disahkan oleh DPR.
3. Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan
hasil ijma’ ulama pada 2-5 februari 1988. KHI terdapat tiga bab: perkawinan,
kewarisan dan perwakafan. Proyek penyusunan KHI ini sejak tahun 1985 antar MA
dan Depag melalui Kepres 91/Sosrokh/1985
4. UU No. 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji
5. UU No. 38 tahun 1999 tentang Zakat diubah menjadi UU No. 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat
6. UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
7. UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
8. Perma No. 2 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Hubungan Islam di Orde Baru


 Hubungan antagonistic, adanya ketenggangan antara negara dan Islam sebagai suatu
agama. Ini terjadi seperti di era kemerdekaan sampai pasca revolusi dianggap sebagai
ancaman. Negara menghalangi dan melakukan domestikasi terhadap gerak ideologis
politik Islam.
 Hubungan akomodatif, kebijakan negara mengakomodasi kepentingan Islam. Hal ini
terjadi di medio 1980-an.
 Kebijakan politik orde baru asas tunggal Pancasila melalui UU Ormas tahun 1985.
 Kebijakan fusi partai politik di tahun 1971.

Hubungan Islam di Era Reformasi

 Munculnya parpol berasas dan berbasis Islam.


 Perolehan hasil pemilu dari era reformasi tidak mengalami tren peningkatan suara di
partai-partai Islam. Pemilu 1999 (37,61%), pemilu 2004 (38,34%), pemilu 2009
(25,1%), 2014 (31,4%).
 Sejumlah regulasi bernuansa spirit Islam munculm UU Zakat, UU Penyelenggaraan
Ibadah Haji, dll.
 Perda bernuansa syariah muncul di sejumlah daerah imbas penerapan sistem otonomi
daerah.

Perda Syariah di Era Reformasi

 Paksa reformasi memunculkan otonomi daerah yang membuka peluang pembuatan


peraturan daerah yang kewenangannya bersifat atributif (melekat) maupun delegatif
(turunan).
 Perda Syariah mulai tumbuh saat pembahasan amandemen konstitusi UUD 1945 pada
1999-2002
 Michael Buchler, dalam buku politics of shari’a Law (2017), mencatat sejak 1998-
2014 terdapat 443 Perda Syariah. Penyebabnya, adanya demokratisasi yang membuat
partai Islam, yang tidak memiliki kelembagaan yang baik, harus mengaspirasi
jaringan pegiat Islamis sebagai dukungan politiknya.
 Azyumardi Azra membagi empat soal “Perda Syariah”. (i) perda yang tidak ada
hubungannya dengan syariah sebab tidak ada rujukan pada ketentuan syariah dan
fikih. Meski secara substansi memiliki kesamaan isi perda dengan substansi syariah.
Seperti soal memerangi pelacuran dl. (ii) perda meningkatkan kesalehan dan
moralitas, seperti pemakaian jilbab. (iii) perda bernuansa syariah seperti mewajibkan
anak sekolah menggunakan pakaian muslimah ketika sekolah. Perda di Kota Padang
(iv) perda yang murni syariah, hanya terdapat di daerah otsus Aceh.

Anda mungkin juga menyukai