Anda di halaman 1dari 11

UJIAN AKHIR SEMESTER

POLITIK HUKUM DALAM KEBIJAKAN TAX AMNESTY SEBAGAI BENTUK


SOLUSI PERMASALAHAN PEREKONOMIAN DI INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Peranan
Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi Program Studi Magister Hukum
Universitas Singaperbangsa Karawang

Dosen Pembimbing :

Dr. Abdul Atsar, SH., MH

Disusun Oleh :
Kiki Rahayu

(1610632010020)

Program Studi Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa

Karawang 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terjadinya perlambatan ekonomi dunia dewasa ini mengakibatkan dampak yang
signifikan pada perekonomian di Indonesia, salah satunya adalah perlambatan perekonomian
Tiongkok, kemudian perekonomian Amerika yang belum stabil dan adanya risiko geopolitik
di timur tengah dan Brexit. Kejadian-kejadian tersebut tentunya berdampak signifikan pada
perekonomian di Indonesia, mulai dari perlambatan ekonomi Indonesia, defisit neraca
anggaran, defisit anggaran yang semakin membesar, menurunnya laju pertumbuhan sektor
industri/manufaktur dan adanya infrastruktur gap yang masih sangat tinggi.
Dengan adanya dampak tersebut, tentunya pemerintah Indonesia harus segera
mengambil tindakan agar mengurangi pengaruh dari adanya perlambatan perekonomian
dunia yang diakibatkan oleh adanya kondisi tersebut. Hal ini harus segera direalisasikan
mengingat adanya akibat yang serius dari kondisi perlambatan ekonomi di Indonesia saat ini
seperti: makin meningkatnya kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan ekonomi yang
terjadi di masyarakat. Untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi, pemerintah
Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan yang nantinya diharapkan dapat mengatasi
permasalahan yang ada salah satunya kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak.
Kebijakan pemerintah ini tertuang dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 tentang
Pengampunan Pajak yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 1 Juli 2016
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 131, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5899.
Bahwa kebijakan pemerintah mengenai pengampunan pajak ini tidak lepas dari unsur
hukum, dimana kebijakan tersebut dituangkan dalam peraturan perundang-undangan lebih
spesifik lagi tertuang dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan
Pajak. Disebutkan dalam materi yang ditulis oleh Prof. Dr. Denny Indrayana, SH, LLM, Ph,D
dalam Politik Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang diupload pada
website http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/ bahwa arah kebijakan pemerintah/negara yang
mengenai pengaturan (substansi) hukum yang dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan (hukum tertulis) untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk
dalam politik hukum yang berada dalam ranah pembentukan peraturan perundang-undangan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, akan kami sampaikan makalah mengenai
bagaimana pemerintah Indonesia mengatasi permasalahan perekonomian dengan
menggunakan kaidah politik hukum dalam mengambil kebijakan pengampunan pajak (tax
amnesty) sebagai solusi atas permasalahan perekonomian di Indonesia?

C. Tujuan
Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk mengetahui dasar pemikiran dari kebijakan
pemerintah Indonesia dalam kaitannya penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) dalam
rangka upaya untuk mengatasi perlambatan ekonomi yang diakibatkan oleh adanya
perlambatan ekonomi global.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori Politik Hukum
Politik hukum merupakan terjemahan dari legal policy atau politics of law, namun
secara umum dapat diambil suatu benang merah bahwa politik hukum adalah kebijakan
hukum yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh Pemerintah yang meliputi;
Pertama, pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan materi materi
hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan. Kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang
telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum.
Berdasarkan pengertian tersebut, politik hukum mencakup proses pembuatan dan
pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan
dibangun dan ditegakkan.
Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan bagian dari hukum yang di
buat secara sengaja oleh institusi negara. Tujuan dan alasan dibentuknya peraturan
perundang-undangan dapat beraneka ragam. Berbagai tujuan dan alasan dari dibentuknya
suatu peraturan perundang-undangan disebut sebagai politik hukum (legal policy). Dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan, politik hukum sangat penting, paling tidak untuk
dua hal. Pertama, sebagai alasan mengapa diperlukan pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan. Kedua, untuk menentukan apa yang hendak diterjemahkan ke dalam
kalimat hukum dan menjadi perumusan pasal.
Hukum adalah kehendak dari penguasa, hal ini sesuai dengan apa yang jelaskan oleh
Lili Rasyidi dan Ira Rasyidi yang dikutip dari Relasi Hukum dan Politik dalam Sistem
Hukum Indonesia karya Merdi Hajiji yang dimuat dalam Jurnal Rechtsvinding Vo. 2, No. 3,
Desember 2013, Halaman 362. Law is a command of the law giver (hukum adalah perintah
dari penguasa), dalam arti perintah dari mereka yang memiliki kekuasaan tertinggi atau yang
memegang kedaulatan. Perdebatan mengenai hubungan hukum dan politik memiliki akar
sejarah panjang dalam ilmu hukum. Bagi kalangan penganut positivism hukum seperti John
Austin, hukum adalah tidak lain dari produk politik atau kekuasaan. Pada sisi lain, pandangan
berbeda datang dari kalangan aliran sejarah dalam ilmu hukum, yang melihat hukum tidak
dari dogmatika hukum dan undang-undang semata, akan tetapi dari kenyataan sosial yang ada
dalam masyarakat dan berpandangan bahwa hukum itu tergantung pada penerimaan umum
dalam masyarakat dan setiap kelompok menciptakan hukum yang hidup.
Pendekatan dikotomis dalam politik hukum pembentukan peraturan perundang-
undangan mempunyai beberapa variabel dan dibagi ke dalam variabel politik dan variabel
hukum. Prof. Denny Indrayana membagi variabel politik menjadi konfigurasi politik
demokratis dan konfigurasi politik otoriter, sedangkan variabel hukum menjadi berkarakter
responsif dan berkarakter konservatif atau ortodoks. Konfigurasi atau bentuk politik yang
demokratis adalah susunan sistem politik yang membuka kesempatan bagi partisipasi rakyat
secara penuh untuk ikut aktif menentukan kebijaksanaan umum, partisipasi ini ditentukan
atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjadinya
kebebasan politik, Konfigurasi atau bentuk politik otoriter adalah susunan sistem politik yang
lebih memungkinkan negara berperan sangat aktif serta mengambil hampir seluruh inisiatif
dalam pembuatan kebijaksanaan negara. Konfigurasi ini ditandai oleh dorongan elit
kekuasaan untuk memaksakan persatuan, penghapusan oposisi terbuka, dominasi pimpinan
negara untuk menentukan kebijaksanaan negara, dan dominasi kekuasaan politik oleh elit
politik yang kekal, serta ada suatu doktrin yang membenarkan konsentrasi kekuasaan.
Kemudian untuk variabel hukum yang berkarakter responsif atau Produk hukum
responsif/populistik adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi
harapan masyarakat.
Dalam proses pembuatannya memberikan peranan besar dan partisipasi penuh
kelompok-kelompok sosial atau individu-individu dalam masyarakat. Hasilnya bersifat
responsif terhadap tuntutan-tuntutan kelompok-kelompok sosial atau individu-individu dalam
masyarakat. Selanjutnya karakter konservatif atau ortodoks adalah produk hukum yang isinya
lebih mencerminkan visi sosial elit politik, keinginan pemerintah, dan bersifat positivis-
instrumentalis, yakni menjadi alat pelaksanaan ideologi dan program negara. Ia lebih tertutup
terhadap tuntutan-tuntutan kelompok-kelompok maupun individu-individu dalam
masyarakat. Dalam pembuatannya, peranan dan partisipasi masyarakat relatif kecil. Dengan
adanya konfigurasi politik suatu negara akan melahirkan karakter produk hukum tertentu di
negara tersebut. Di dalam negara yang konfigurasi politiknya demokratis, maka produk
hukumnya akan berkarakter responsif/populistik, sedangkan Di negara yang konfigurasi
politiknya otoriter, maka produk hukumnya akan berkarakter ortodoks/konservatif/elitis.
Perubahan konfigurasi politik dari otoriter ke demokratis – atau sebaliknya – akan
berimplikasi kepada perubahan karakter produk hukum.
Hikmahanto Juwana dalam Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia,
membagi politik hukum dalam dua dimensi. Pertama, politik hukum yang menjadi alasan
dasar dari diadakannya suatu peraturan perundang-undangan. Kedua, politik hukum adalah
tujuan atau alasan yang muncul di balik pemberlakuan suatu peraturan perundang-undangan.
B. Tax Amnesty
Tax amnesty atau pengampunan pajak didefinisikan sebagai penghapusan pajak yang
seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di
bidang perpajakan,dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Pengampunan pajak bertujuan untuk:
1. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta,
yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik,
perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi;
2. mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih
berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif,
dan terintegrasi; dan
3. meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk
pembiayaan pembangunan.
Yang menjadi subjek pengampunan pajak adalah setiap Wajib Pajak, namun dikecualikan
bagi wajib pajak yang sedang:
1. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh
Kejaksaan;dalam proses peradilan; atau
2. menjalani hukuman pidanatas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud adalahpengampunan atas kewajiban
perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum
sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak, yang terdiri atas: Pajak Penghasilan; dan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Secara garis besar, pokok-pokok ketentuan yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2016
Tentang Pengampunan Pajak adalah sebagai berikut:
 pengaturan mengenai subjek Pengampunan Pajak;
 pengaturan mengenai objek Pengampunan Pajak;
 pengaturan mengenai tarif dan cara menghitung Uang Tebusan;
 pengaturan mengenai tata cara penyampaian Surat Pernyataan, penerbitan Surat
Keterangan, dan pengampunan atas kewajiban perpajakan;
 pengaturan mengenai kewajiban investasi atas Harta yang diungkapkan dan
pelaporan;
 pengaturan mengenai perlakuan perpajakan;
 pengaturan mengenai perlakuan atas Harta yang belum atau kurang diungkap;
 pengaturan mengenai upaya hukum;
 pengaturan mengenai manajemen data dan informasi; dan
 pengaturan mengenai ketentuan pidana.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Kaitan Antara Politik Hukum dengan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Pembentukan peraturan perundang-undangan sangat berkaitan erat dengan politik
hukum di Indonesia, bisa dikatakan bahwa tidak ada satupun peraturan perundang-undangan
yang dibuat oleh legislatif bersama-sama dengan eksekutif baik di lingkup pusat (DPR RI dan
Presiden) maupun lingkup daerah (DPRD dan Gubernur/Walikota/Bupati). Menurut Mahfud
MD, dalam konteks das sein (kenyataan), dapat dipahami bahwa produk hukum sangat
dipengaruhi oleh politik mulai dari proses pembuatannya hingga pada kenyataan-kenyataan
empirisnya. Fungsi legislasi (pembuatan undang-undang) yang dimiliki oleh para anggota
dewan dalam kenyataanya lebih banyak membuat keputusan-keputusan politik dibandingkan
dengan menjalankan pekerjaan hukum yang seharusnya, lebih-lebih jika pekerjaan hukum
tersebut dikaitkan dengan masalah prosedural. Nampak jelas bahwa lembaga legislatif (yang
menetapkan produk hukum) sebenarnya lebih dekat dengan politik daripada dengan hukum
itu sendiri.
Menurut Kusumaatmadja, sebagaimana dikutip oleh Laili Basiroh, Prinsip yang
menyatakan bahwa, politik dan hukum harus bekerjasama dan saling menguatkan
dengan semboyan,”hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum
adalah kelaliman, menjadi utopia belaka. Hal itu terjadi karena di dalam praktiknya
hukum acapkali menjadi cerminan (alat) bagi kehendak pemegang kekuasaan politik
sehingga banyak yang memandang bahwa hukum sama dengan kekuasaan.
Meskipun dalam penerapannya politik selalu “mendapatkan tempatnya” dalam hal
pembentukan peraturan perundang-undangan, namun politik dan hukum memang sudah
seharusnya saling berdampingan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan.

B. Kebijakan Pemerintah tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dengan Politik


Hukum di Indonesia.
Dalam menanggulangi pelemahan perekonomian dunia yang berdampak pada
melemahnya perekonomian di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan kebijakannya
melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. Diharapkan
dengan diterapkannya kebijakan pengampunan pajak dapat menyelesaikan permasalahan
perekonomian di Indonesia, yang antara lain perlambatan ekonomi Indonesia, defisit neraca
anggaran, defisit anggaran membesar, penurunan laju pertumbuhan sektor
industri/manufaktur dan adanya infrastructure gap yang tinggi serta disisi lain berakibat pada
meningkatnya pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan.
Kebijakan pemerintah ini tidak lepas dari adanya unsur politik yang mendasarinya,
pengertian politik dari KBBI adalah Pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan,
seperti “sistem pemerintahan”, “dasar-dasar pemerintahan”. Dapat pula diartikan sebagai
“segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dsb.) mengenai pemerintahan negara”.
Dengan adanya kaitan antara kebijakan pemerintah dengan politik, maka
pembentukan Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak lepas dari kepentingan politik dari
pemerintah, hal ini dapat diketahui dari dasar diberlakunya undang-undang tersebut
sebagaimana tertuang dalam konsiderans dan penjelasan umum Undang-Undang
Pengampunan Pajak. Dalam konsiderans disebutkan:
 bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
bertujuan untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia yang merata dan
berkeadilan, memerlukan pendanaan besar yang bersumber utama dari penerimaan pajak;
 bahwa untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak yang terus meningkat,
diperlukan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dengan mengoptimalkan semua
potensi dan sumber daya yang ada;

 bahwa kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban


perpajakannya masih perlu ditingkatkan karena terdapat Harta, baik di dalam
maupun di luar negeri yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;

 bahwa untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian


serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan,
perlu menerbitkan kebijakan Pengampunan Pajak;
Pertimbangan-pertimbangan tersebut bersifat kumulatif artinya saling berkaitan satu
sama lain, mulai dari tujuan untuk memakmurkan masyarakat yang membutuhkan pendanaan
besar yang bersumber dari penerimaan pajak, kemudian pada saat ini potensi-potensi
perpajakan masih banyak yang belum optimal dan kesadaran dari para masyarakat dalam
melaksanakan kewajibannya di bidang perpajakan masih perlu ditingkatkan, sehingga untuk
meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan
kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, perlu menerbitkan
kebijakan Pengampunan Pajak.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan pemerintah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan berkaitan
erat dengan politik yang dijalankan pemerintah yang berkuasa saat ini, hal ini memungkinkan
adanya penyaluran kepentingan bagi sebagian atau seluruh elit politik yang bekerja dalam hal
pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, keputusan yang
diambil dalam pembentukan peraturan perundang-undangan lebih cenderung mengarah ke
keputusan politik dibanding kepentingan hukum yang sebenarnya.
Namun demikian dengan adanya kebijakan tentang pengampunan pajak, perlu
diapresiasi mengingat sesuai dengan konsiderans pada pertimbangan pembentukannya
disebutkan bahwa tujuan dari pembangunan nasional salah satunya adalah memakmurkan
masyarakat Indonesia.

B. Saran
Dalam menetapkan peraturan perundang-undangan memangperlu adanya politik
didalamnya, namun alangkah baiknya jika kepentingan hukum dan kepentingan masyarakat
yang diutamakan bukan keputusan politik dari pemegang kekuasaan yang sifatnya sementara
dibanding pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk waktu yang
relative lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA
Hand out materi amnesti pajak dari website: http://www.pajak.go.id/amnestipajak, yang
diakses pada Senin, 24 Oktober 2016, jam 17.35 WIB

Politik Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Prof. Dr. Denny Indrayana,


SH, LLM, Ph.D, yang dimuat dalam website: http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/, yang
diakses pada Senin, 24 Oktober 2016, jam 18.15 WIB

Politik Hukum Nasional dan Hegemoni Globalisasi Ekonomi. Laili Bariroh. Jurnal Review
Politik. Vol 2, Nomor 2, Tahun 2012. IAIN Sunan Ampel Surabaya. Halaman 197

Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia. Hikmahanto Juwana. Jurnal Hukum Vol.
01, No. 1, tahun 2005, Universitas Sumatera Utara. Halaman 24

Lili Rasyidi dan Ira Rasyidi, Pengantar Filsafat dan Teori Hukum. Cet. VIII (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001), yang dikutip dari Relasi Hukum dan Politik dalam Sistem Hukum
Indonesia karya Merdi Hajiji yang dimuat dalam Jurnal Rechtsvinding Vo. 2, No. 3,
Desember 2013, Halaman 362

UU No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai