Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN TUGAS AKHIR

PERANAN BISSU DALAM BUDAYA MASYARAKAT BUGIS DI


KABUPATEN BONE MELALUI FILM DOKUMENTER

Diajukan sebagai salah satu persyaratan


untuk memperoleh gelar Ahli Madya

Disusun oleh
AMEILIYANTI ARJUN
19262006

PROGRAM STUDI DESAIN GRAFIS


JURUSAN DESAIN GRAFIS KONSENTRASI MULTIMEDIA
POLITEKNIK NEGERI MEDIA KREATIF
PSDKU MAKASSAR
2021/2022
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan keadirat ALLAH SWT. yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Tugas Akhir ini selama kurang lebih 1 bulan. Penulisan Tugas Akhir ini
adalah memenuhi salah satu persyaratan bagi mahasiswa untuk dapat
menyelesaikan pendidikan Diploma-3/ Sarjana Terapan Program Studi
Multimedia Jurusan Desain di Politeknik Negeri Media Kreatif.
Proposal ini diajukan untuk memenuhi syarat program Diploma (D3). Dan
tidak dapat disangkal bahwa butuh usaha yang keras dalam penyelesaian
pengerjaan proposal tugas akhir ini. Laporan Tugas Akhir ini tidak akan selesai
dengan baik tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari orang-orang yang
berada di sekitar penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
banyak kepada :
1. Dr. Purnomo Ananto, M.M., selaku Direktur Politeknik Negeri Media
Kreatif.
2. Dr. Benget Simamora, M.M., selaku Wakil Direktur Bidang Akademik.
3. H. Suardi, S.Sos., M.Si selaku kepala unit pengelola Program Studi Diluar
Kampus Utama Politeknik Negeri Media Kreatif PSDKU Makassar.
4. M. Djazman Addin S, S.Si, M.Si, selaku Koordinator Prodi Jurusan
Multimedia.
5. Muhajir, S.Pd., M.Sn, selaku Pembimbing Materi.
6. Nugrah Juniar Umar, S.Sos., M.I.Kom , selaku Pembimbing Teknis.
7. Segenap Dosen Direktur Politeknik Negeri Media Kreatif PSDKU
Makassar yang telah mendidik dan membberikan ilmu selama kuliah dan
seluruh staf yang selalu sabar melayani segala administrasi.
FORM PENGAJUAN JUDUL TUGAS AKHIR
PROGRAM STUDI MULTIMEDIA T.A 2021/2022

Kepada
Yth. Bapak Koord. Prodi Multimedia
Di tempat.

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Muh. Fahri Pratama B


NIM : 19262025
Prodi : Desain Grafis Konsentrasi Multimedia

Dengan ini mengajukan judul tugas akhir saya ang telah disetujui oleh dosen
Pembimbing materi Dan Dosen Pembimbing Teknis dengan judul

“ Peranan Bissu Dalam Budaya Masyarakat Bugis di Kabupaten Bone


Melalui Film Dokumenter ”

Makassar, 17 Januari 2022


Hormat Saya,

Ameiliyanti Arjun
NIM. 19262006

Menyetujui Menyetujui
Pembimbing Teknis Pembimbing Materi

Nugrah Juniar Umar, S.Sos., M.I.Kom Muhajir, S.pd., M.Sn


NIP. 19880615 201903 2014 NIP :19900410 201903 1 012
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................
HALAMAN PENGAJUAN JUDUL........................................................................i
PRAKATA...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..................................................................................4
B. INDENTIFIKASI MASALAH.....................................................................6
C. BATASAN MASALAH...............................................................................6
D. RUMUSAN MASALAH..............................................................................7
E. TUJUAN PENULISAN................................................................................7
F. MANFAAT PENULISAN............................................................................7
1. Bagi Penulis...............................................................................................7
2. Bagi Politeknik Negeri Media Kreatif PSDKU Makassar........................7
3. Bagi Masyarakat........................................................................................7
BAB II......................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................8
G. FILM DOKUMENTER................................................................................8
H. SINEMATOGRAFI......................................................................................9
a. Over-the-shoulder shot.................................................................................9
I. KEBUDAYAAN........................................................................................16
J. BISSU.........................................................................................................18
K. UPACARA ADAT.....................................................................................18
BAB III..................................................................................................................24
METODE PELAKSANAAN................................................................................24
A. DATA/OBJEK PENELITIAN....................................................................24
B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA..........................................................25
C. RUANG LINGKUP....................................................................................25
D. LANGKAH KERJA...................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Etnis Bugis sebagai salah satu etnis di Indonesia dan juga di Sulawesi
Selatan, memiliki banyak keunikan yang tidak dimiliki oleh etnis-etnis yang
lain. Salah satu keunikan tradisi etnis Bugis yang telah berlangsung dari
zaman dahulu sampai sekarang adalah keberadaan Bissu. Bissu sendiri tidak
masuk pada kategori laki-laki maupun kategori perempuan.
Di Sulawesi Selatan dikenal dengan keragaman budayanya yang tentunya
berakar dari keragaman nilai-nilai yang ada dalam hukum adat masyarakat.
Keberagaman nilai dalam masyarakat hukum adat Sulawesi Selatan
merupakan warisan nenek moyang. Dibandingkan dengan budaya daerah lain
yang memiliki keunikan tersendiri, karena pada kenyataannya setiap daerah
memiliki budaya dan keunikannya masing-masing. Potensi yang dapat
dikembangkan untuk menunjang kehidupan bersama. Untuk  mempertahankan
apa yang dimilikinya, pemerintah menggunakan budaya dan kekayaan yang
dimiliki Indonesia untuk mengembangkan dan melindunginya untuk
mensejahterakan rakyat Indonesia.
Budaya Bissu merupakan salah satu budaya di Sulawesi Selatan yang perlu
perlindungan dan perhatian pemerintah. Suku Bugis merupakan mayoritas
penduduk di pesisir selatan Sulawesi Selatan dan termasuk dalam budaya
masyarakat setempat.Bissu merupakan sebutan untuk pemuka ritual
keagamaan Bugis kuno sebelum Islam masuk dan diterima oleh masyarakat.
Menurut tradisi dan kepercayaan Bugis kuno, ada lima jenis kelamin dalam
kehidupan sosial, yaitu perempuan (makkunrai), laki-laki (uroane), perempuan
yang berpenampilan laki-laki (calalai) dan laki-laki yang berpenampilan
perempuan (calabai) dan Bissu. Jenis kelamin terakhir dari jenis kelamin.
Bissu adalah calabai, tetapi tidak semua calabai adalah Bissu. Menjadi Bissu
membutuhkan proses yang panjang, karakter ini juga menggambarkan
keunikan yang tidak dimiliki waria lainnya.
Di zaman modern seperti ini, peran Bissu mulai menurun, kepercayaan dan
rasa hormat sosial juga mulai menurun, dan pamor Bissu juga mulai menurun.
Pemahaman sederhana Bissu setara dengan banci biasa tanpa spesialisasi.
Fungsi dan peran Bissu saat ini lebih untuk produk pariwisata atau hiburan dan
lanskap, sementara mengabaikan statusnya sebagai orang suci di kalangan
penduduk asli. Berkurangnya jumlah Bissu dan tidak teraturnya pelaksanaan
ritual adat menghambat regenerasi Bissu. Kemunduran kejayaan Bissu
berdampak pada perlindungan budaya dan tradisi Bugis lainnya. Sebagai
identitas budaya Bugis, suku Bissu telah mengakar dalam kehidupan
masyarakat dan mungkin akan punah.
Sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan karya ini, penulis
menggunakan referensi dari beberapa artikel, jurnal dan skripsi yang
membahas tentang Bissu yang ada di sulawesi selatan. Dari beberapa artikel
yang penulis temukan bahwa ada beberapa kata yang menyamakan Bissu
dengan konsep waria dan sebagian besar dari artikel serta referensi yang
penulis temukan hanya membahasa tentang perkembangan Bissu yang ada di
Kabupaten Pangkep. Melihat dari kurangnya artikel yang membahas tentang
Bissu di Kabupaten Bone penulis memilih objek penelitian ini karena
menganggap bahwa hal ini merupakan warisan budaya yang harus diketahui
dan dibudayakan oleh masyarakat. Penulis juga memiliki ketertarikan dalam
mengangkat serta membuat film dokumenter yang berisi tentang
perkembangan dan peranan Bissu yang ada di Kabupaten Bone.
Untuk menyampaikan informasi tentang perkembangan serta peranan
Bissu dizaman sekarang tepatnya di Kabupaten Bone, maka dibutuhkan media
yang tepat untuk menjadi sarana penyampaian informasi. Salah satu cara yang
bisa digunakam sebagai media informasi yaitu dengan menggunakan
teknologi yang ada. Penulis beranggapan media video/film merupakan salah
satu media yang tepat untuk menjadi sarana untuk penyampaian informasi.
Hal ini juga didukung dengan kondisi masyarakat Indonesia yang lebih cepat
menerima dan menyebarkan informasi berupa video visual daripada membaca.
Menurut Effendy, film juga digunakan sebagai media komunikasi
(Effendy, 1986). Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual
untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul
di suatu tempat tertentu. film juga merupakan salah satu bentuk cara
penyampaian arsip dengan cara yang berbeda dimana konten yang terdapat
didalamnya menampilkan perkembangan jaman yang berisi nilai budaya dan
sejarah yang amat kental pada jaman dulunya. Salah satu jenis film yang
banyak digunakan sebagai media pendidikan ialah jenis film dokumenter.
Keunggulan film dokumenter adalah memiliki struktur yang sederhana dengan
tujuan agar penonton dapat memahami fakta-fakta yang disajikan. Film
dokumentar ini dibuat untuk menjadi arsip budaya, Yang mana dari arsip film
yang ada dapat menjangkau dan menyebarluaskan informasi yang terkandung
di dalam film tersebut ke lebih banyak orang lagi terutama generasi muda
sebagai generasi penerus bangsa.

B. INDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah adalah sebagai


berikut :
1. Kurangnya artikel yang membahas tentang perkembangan Bissu di
Kabupaten Bone dizaman sekarang.
2. Perspektif masyarakat yang mulai melenceng.

C. BATASAN MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah diatas diperoleh batasan masalah dari tugas


akhir ini sebagai berikut :
1. Perancangan konsep tugas akhir lebih berfokus pada konsep mengenai
gender pada Bissu, kepercayaan Bissu tentang agama pada masa
kerajaan bugis, peranan Bissu dalam masyarakat dan perspektif
masyarakat tentang Bissu .
2. Karya yang akan dibuat berupa film dokumenter.
3. Software pendukung pada pembuatan karya menggunakan software
Adobe Premier.

D. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dari tugas akhir ini yaitu bagaimana perancangan


konsep tentang film dokumenter mengenai peranan Bissu dalam masyarakat
agar bisa menjadi arsip budaya sserta menjadi sarana informasi tentang
perkembangan Bissu di Kabupaten Bone di zaman sekarang.

E. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan dari tugas akhir ini yaitu untuk mengetahui perancangan
konsep film dokumenter tentang peranan Bissu dalam budaya masyarakat
bugis di Kabupaten Bone.

F. MANFAAT PENULISAN.

G. Bagi Penulis
Menambah pengalaman serta pengetahuan tentang kebudayaan
daerah dan memperdalam ilmu yang telah di dapatkan dari perkuliahan
dan menerapakan ilmu tersebut dalam lingkungan masyarakat. Serta
menjadi modal untuk memasuki dunia kerja.
H. Bagi Politeknik Negeri Media Kreatif PSDKU Makassar
Memberikan kontribusi pemikiran dan sebagai media referensi
dalam melakukan penelitian mengenai peranan Bissu dalam budaya
masyarakat bugis. Serta untuk dikembangkan lebih lanjut dalam situasi
dan kondisi bagi mahasiswa khususnya dalam perancangan konsep
sinematografi dalam film dokumenter.
I. Bagi Masyarakat
Untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang
perkembangan Bissu yang masih ada sampai sekarang. Dan
meluruskan kesalahpahaman masyarakat tentang perspektif Bissu yang
salah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

J. FILM DOKUMENTER

Film dokumenter adalah film dari sebuah peristiwa yang actual. Film
dokumenter biasanya di-shoot di sebuah lokasi nyata, tidak menggunakan
actor dan temanya terfokus pada subyek-subyek seperti sejarah, ilmu
pengetahuan, social atau lingkungan.
Dalam buku Mari Membuat Film-Panduan Menjadi Produser,
dokumenter adalah film yang menyajikan cerita nyata, dilakukan pada lokasi
yang sesungguhnya. Film dokumenter tak lepas dari tujuan penyebaran
informasi pendidikan, dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.
Dokumenter sendiri merupakan sebutan yang diberikan untuk film pertama
karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues)
yang dibuat sekitar tahun 1890-an (Effendy, Mari Membuat Film "Panduan
Menjadi Produser", Edisi Kedua, 2009).
Tigapuluh enam tahun kemudian, kata ‘dokumenter’ kembali digunakan
oleh pembuat film dan kritikus film asal Inggris John Grierson untuk film
Moana (1926) karya Robert Flaherty. Grierson berpendapat dokumenter
merupakan cara kreatif merepresentasikan realitas (Susan Hayward, Key
Concept in Cinema Studies, 1996, hal 72). Sekalipun Grierson mendapat
tentangan dari berbagai pihak, pendapatanya tetap relevan sampai saat ini
Effendy (2009).
Film dokumenter sering dianggap sebagai rekaman atau potongan rekaman
sewaktu kejadian sebenarnya berlangsung, saat orang yang terlibat di
dalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa adanya, spontan tanpa
adanya media perekam. Walaupun kadang menjadi materi dalam pembuatan
dokumenter, faktor ini jarang menjadi bagian dari keseluruhan film
dokumenter itu sendiri, karena materi-materi tersebut harus di atur, diolah
kembali, dan di atur strukturnya. Terkadang dalam pengambilan gambar
sebelumnya, berbagai pilihan harus di ambil oleh pembuat film documenter
untuk menentukan sudut pandang, ukuran shot (type of shot), pencahayaan
dan lain-lain agar dapat mencapai hasil yang di inginkan.
Berdasarkan defenisi yang ada diatas, film- film pertama adalah film
dokumenter. Mereka merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke
stasiun. Pada dasarnya, film dokumenter mempresentasikan kenyataan.
Artinya film dokumenter berarti menampilkan kambali fakta yang ada dalam
kehidupan.

K. SINEMATOGRAFI

Dalam pembuatan film diperlukan teknik-teknik pengambilan gambar atau


yang biasa dikenal dengan sebagai sinematografi. Sinematografi merupakan
ilmu yang membahas teknik pengambilan gambar dan rangkaian ide cerita
dalam bentuk video. Orang yang bekerja di bidang ini disebut sebagai
sinematografer. Profesi tersebut jelas berbeda dengan seorang videografer.
Sinematografi secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu; Kinema
(gerak), Photos (cahaya), Graphos (lukisan/ tulisan). Jadi sinematografi dapat
diartikan sebagai aktivitas melukis gerak dengan bantuan cahaya. Menurut
Kamus Ilmiah Serapan Bahasa Indonesia (Aka Kamarulzaman: 2005, 642)
Sinematografi diartikan sebagai ilmu dan teknik pembuatan film atau ilmu,
teknik, dan seni pengambilan gambar film dengan sinematograf.
1. Type Shot
Ada beberapa tekni dasar dalam type shot yang biasa digunakan
dalam sinematografi.
a. Over-the-shoulder shot
Sesuai namanya, over-the-shoulder shot adalah pengambilan
gambar yang dilakukan dari belakang bahu karakter sementara
karakter lain atau latar belakang sebagai objeknya. Teknik
sinematografi ini adalah yang paling sering dipakai dalam
pembuatan film, khususnya film naratif. Hal ini dibutuhkan
agar adegan percakapan antar karakter terlihat sealami mungkin
bagi penonton.
b. Medium shot
Medium shot adalah teknik pengambilan gambar dari jarak
menengah dimana menyorot karakter dari bagian pinggang ke
atas. Medium shot biasanya digunakan dalam adegan yang
menyorot kegiatan si karakter sehari-hari seperti berjalan dan
berbincang.Tidak sedikit juga yang menggunakan teknik ini
untuk fight scene.

c. Close up shot
Close up shot digunakan untuk menyorot bagian kepala
hingga leher karakter untuk membuat penonton terlibat dan
merasakan apa yang sedang dirasakan si karakter. Bahkan
tanpa dialog pun penonton masih bisa melihat apa yang sedang
terjadi pada si karakter melalui ekspresi wajahnya.
d. Extreme close up shot
Hampir serupa dengan close up shot, extreme close up
shot digunakan untuk mendapatkan intensitas emosi yang
tengah dirasakan oleh karakter dalam suatu adegan dengan
lebih maksimal. Cocok sekali untuk membangun suasana dan
menambahkan drama serta intensitas.
Teknik ini bisa dilakukan dengan menyorot wajah si
karakter atau beberapa bagian tubuh saja seperti mata atau
bahkan tangan. Teknik ini juga bisa digunakan pada objek
seperti jam dinding yang berdetak.
e. Panning shot
 Panning shot, teknik yang satu ini adalah teknik
pengambilan gambar dimana pergerakan kamera dilakukan
secara horizontal dengan halus dan perlahan. Teknik ini kerap
kali digunakan karena terbilang mudah. Selain itu, hasil
pengambilan gambarnya terlihat lebih akurat dan natural.
f. Tracking shot
Tracking shot adalah teknik pengambilan gambar dimana
kamera bergerak melalui suatu adegan dalam waktu yang
relatif lama. Biasanya kamera akan mengikuti suatu objek
seperti pemain atau properti lainnya.
Tidak sedikit juga yang menggunakan teknik ini untuk
sekedar menunjukkan dengan lebih rinci apa yang terjadi dalam
scene tersebut. Alat penting yang digunakan untuk teknik one
tracking shot ini adalah dolly atau sejenis bagan beroda tempat
menaruh kamera yang bergerak pada jalur khusus.Tidak sedikit
juga yang memakai steadicam dan drone seperti yang dipakai
pada film Atonement dan 1917.
g. Long shot
Teknik long shot digunakan agar penonton dapat melihat
objek lebih luas atau dikenal juga dengan istilah landscape
format size. Teknik sinematografi yang satu ini biasanya
dipakai untuk adegan pembuka maupun penutup sebuah film.
Agar terlihat lebih hidup, biasanya si karakter yang menjadi
objek utama akan berjalan mendekat ke arah kamera hingga
bagian tubuh atasnya terekam.
2. Angle Shot
Angle shot dapat menentukan penyampaian informasi dengan
adengan film dapat tersampaikan atau tidak dan juga menentukan
kesan yang dimuat dalam ruang shot. Beberapa Angle shot yang biasa
digunakan dalam pembuatan film dokumenter.
a. High angle
Sudut pandang ini biasanya diambil lebih tinggi dari
subjeknya, sehingga subjek terlihat di bawah. Angle ini untuk
mengimpresikan tentang seuatu keadaan yang terpuruk/
tersudutkan.
b. Bird eye
Sudut pandang ini menampilkan sudut pandang yang tidak
biasa karena posisi kamera yang sangat tinggi sehingga
memperlihatkan subjeknya terlihat sangat kecil.
c. Eye level
Sudut pandang kamera ini biasanya paling sering
digunakan dalam pengambilan gambar. Cara menggunakannya
dengan meletakkan kamera sejajar dengan subjeknya.
d. Low angel
Sudut pandang ini diambil dengan meletakkan kamera lebih
rendah daripada subjeknya sehingga subjek terlihat di atas.
Angle ini biasanya dipakai untuk mengimpresikan suatu
kemegahan.
e. Rule of third
konsep framing dimana 1 frame dibagi menjadi 9 bagian
lalu subjek di letakkan di garis horizontal/ vertical pada bagian
frame yang dipilih (salah satu dari 9 bagian tersebut).
3. Komposisi Dalam Sinematografi
Terdapat beberapa aturan dasar teknik komposisi yang dapat
diterapkan dalam sinematografi  dan memberikan dampak besar dalam
proses pembuatan film. Beberapa teknik komposisi sinematografi yang
dimaksud diantaranya yaitu :
a. Rule of third
Komposisi dalam sinematografi yang pertama adalah rule
of thirds. Yang dimaksud dengan rule of thirds adalah teknik
komposisi yang membagi frame ke dalam 3×3 bagian atau 9
kotak.
Aturan ini mengusulkan bahwa titik awal perkiraan yang
berguna untuk setiap pengelompokkan komposisi adalah
menempatkan point of interest utama di tempat kejadian pada
salah satu dari empat persimpangan garis interior. Aturan
komposisi ini merupakan atuan sederhana yang efektif untuk
komposisi frame apapun. Aturan komposisi ini juga telah
digunakan oleh seniman selama berabad-abad.
b. Headrome
Headrome atau head room adalah salah satu konsep
komposisis astetika yang membahas posisi vertikal relaitf
subjek di dalam frame gambar. Headrome sejatinya mengacu
pada jarak antara bagian atas kepala subyek dan bagian
atas frame.
Namun, istilah ini terkadang digunakan sebagai
pengganti lead room, nose room, atau look
room. Jumlah headroom yang secara estetika dianggap
menyenangkan adalah kuantitas yang dinamis, yang berubah
secara relatif terhadap seberapa banyak frame yang diisi oleh
subyek.

c. Noseroom atau Lookroom


Noseroom atau lookroom atau looking room adalah salah
satu konsep komposisi yang cenderung menempatkan aktor di
terngah-tengah frame gambar. Noseroom atau lookroom adalah
ruang antara subyek dan tepi layar.
Jika sebuah karakter diputar ke samping, seolah-olah
pandangannya memiliki bobot visual tertentu. Hasilnya, kita
jarang memposisikan kepala di bagian tengah frame dengan
tepat, kecuali saat sang aktor kurang lebih melihat melihat
langsung ke arah kamera atau menjauh dari kamera. Umumnya,
semakin kepala berpaling ke samping maka semakin
banyak noseroom yang diperbolehkan.
d. Lead room atau Lead space
Yang dimaksud dengan lead room adalah ruang terbuka
yang dilihat oleh aktor dalam film dan ruang ini berada di
depan atau di hadapan aktor. Jika aktor sedang melihat
frame kiri, maka aktor harus ditempatkan pada frame kanan
begitu juga sebalikyan. Hal ini membuat framing atau
pembingkaian menjadi nyaman karena subyek sedang melihat
ruang terbuka di depannya.
e. Leading lines
Leading lines pada umumnya adalah garis imajiner yang
membentang dari satu obyek ke obyek lain untuk menarik
perhatian khalayak dari fokus obyek utama ke obyek sekunder.
Leading lines menciptakan adanya pergerakan yang menambah
energi gambar.
f. Diagonal
Sebagaimana halnya leading lines, diagonal juga menarik
perhatian khalayak ke arah yang menciptakan gerakan. Teknik
komposisi ini lebih banyak diterapkan dalam fotografi, namun
dalam sinematografi teknik komposisi ini juga merupakan cara
yang bagus untuk menciptakan kinesis.
g. Figure to ground
Komposisi dalam sinematografi selanjutnya adalah figure
to ground. Komposisi ini berkaitan erat dengan mata manusia
yang cenderung memperhatikan hal-hal yang kontras. Adanya
kontras antara subyek dan latar belakang dapat menciptakan
kedalaman dan dapat membantu khalayak untuk mengarahkan
subyek ke dalam ruang.
h. Pattern and repetition
Komposisi dalam sinematografi berikutnya adalah pattern
dan repotition. Komposisi ini terkait dengan ketertarikan
manusian dan pola. Dengan menggunakan pola dan
perulangan, akan menarik khalayak kepada gambar.
i. Balance
Keseimbangan visual ataupun kekurangseimbangan visual
adalah salah satu bagian penting komposisi dalam
sinematografi. Setiap elemen dalam komposisi visual memiliki
bobot visual masing-masing. Elemen-elemen tersebut dapat
diatur ke dalam komposisi yang seimbang maupun komposisi
yang tidak seimbang. Bobot visual sebuah obyek utamanya
ditentukan oleh ukuran obyek dan dipengaruhi oleh posisi
obyek tersebut dalam sebuah frame, warna obyek, serta
pergerakan obyek.
j. Frame within frame
Terkadang komposisi menuntut sebuah frame yang berbeda
dari aspek rasio film. Untuk mengatasinya adalah dengan
dengan menggunakan frame within a frame dalam artian
menggunakan elemen-elemen framing dalam mengambil
gambar. Frame within a frame sangat berguna bagi film
berformat layar lebar dan dapat digunakan tidak hanya untuk
mengubah aspek rasio pengambilan gambar tetapi juga untuk
memusatkan perhatian pada elemen cerita yang penting.
k. Static compostition
Kemudian, komposisi dalam sinematografi berikutnya
adalah static composition atau komposisi statis. Yang dimaksud
dengan komposisi statis adalah komposisi yang mayoritas
menggunakan garis horizontal dan garis vertikal. Secara teori,
garis horizontal dan vertikal bersifat menenangkan.
l. Dynamic composition
Selain komposisi statis atau static composition, ada pula
yang disebut dengan komposisi dinamis atau dinamic
composition. Komposisi dinamis adalah komposisi yang
memiliki banyak garis diagonal. Dinamisme atau kegembiraan
berasal dari fakta bahwa diagonal agak mengganggu.
m. Deep space composition
Komposisi dalam sinematografi selanjutnya adalah Deep
space composition. Yang dimaksud dengan Deep space
composition adalah komposisi visual yang secara total
menempatkan informadi atau subjek yang penting pada semua
frame dan menciptakan sebuah ilusi kedalaman.
n. Shot composition
Pada umumnya, dalam sebuah komposisi terbagi menjadi
tiga bidang yaitu background atau latar belakang, middlegound
atau layar tengah, dan foreground atau latar depan. Yang
dimaksud dengan latar belakang sebuah komposisi adalah
bidang dalam komposisi yang terletak jauh di belakang aktor.
Sedangkan, yang dimaksud dengan latar tengah sebuah
komposisi adalah bidang visual yang terletak antara latar
belakang dan latar depan.
Terakhir, yang dimaksud dengan latar depan sebuah
komposisi adalah bidang visual yang tampak paling dekat
dengan actor. Skala komponen ini sering berkorelasi dengan
dominasi gambar. Biasanya, latar depan seringkali paling
dominan karena skala obyek gambar yang lebih besar. Namun
hal ini tidaklah mutlak karena terdapat berbagai macam faktor
lainnya yang dapat mengubah dominasi komposisi.
o. Framing
Framing dan komposisi adalah bagian terpenting dalam
sinematografi. Framing adalah memposisikan kamera
berdasarkan adegan yang diputuskan untuk diambil gambarnya.
Sebuah frame dapat berupa frame statis mapupun frame
bergerak tergantung pada jenis adengan yang akan diambil
gambarnya.
L. KEBUDAYAAN

Berbicara tentang budaya berarti berbicara tentang kebiasaan


masyarakat dalam kehidupan. Kebiasaan ini bisa berupa kebiasaan dalam
bidang ekonomi, agama, seni, hukum, dll. Masyarakat adalah kumpulan
orang-orang yang hidup bersama untuk waktu yang lama, berbagi rasa
identitas dan pada akhirnya menghasilkan suatu budaya.
Kebudayaan dan masyarakat merupakan dua hal yang saling
berhubungan, karena masyarakat membentuk kebudayaan, sebaliknya
kebudayaan menjadi eksistensi masyarakat. Oleh karena itu, di dunia ini,
hampir tidak ada dua masyarakat yang persis sama. Perbedaan tersebut
dapat dipengaruhi oleh faktor fisik atau psikologis dalam lingkungan
kehidupan sosial.
Kedua faktor ini membantu orang untuk beradaptasi dan secara
tidak langsung membuat mereka berbeda dari masyarakat lain.
Koentjanigrat(1997) menjelaskan “Kebudayaan merupakan keseluruhan
sistem gagasan,tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar” (h.180).
Dari pengertian budaya di atas dapat disimpulkan bahwa ada
sedikit aktivitas manusia yang bukan budaya karena ada sedikit aktivitas
manusia yang tidak memerlukan pembiasaan melalui proses belajar,
seperti tindakan refleks. Tindakan refleks adalah gerakan tiba-tiba yang
dilakukan seseorang di luar kesadarannya, biasanya saat orang tersebut
terkejut. Oleh karena itu, kebiasaan ini tidak memerlukan proses belajar
untuk membiasakannya, seperti yang terjadi secara alami pada beberapa
orang. Bahkan untuk sesuatu yang awalnya terjadi secara alami tanpa
belajar dapat dimodifikasi menjadi sesuatu yang dapat diusahakan.
Misalnya makan dan minum, pada awalnya makan merupakan aktivitas
alamiah manusia untuk memenuhi kebutuhan puasa.
Namun, beberapa orang memiliki aturan diet. Kapan waktu yang
tepat, cara makan yang sopan, tidak berisik saat makan penggunaan alat
makan yang benar, hidangan manayang harus dihidangkan terlebih dahulu
dan berbagai aturan lain yang harus dipatuhi. Dengn demikian, hampir
semua aktivitas manusia dibumi adalah budaya hasil interaksi antara
manusia dan masyarakat untuk pemahaman yng lebih baik tentang budaya.

M. BISSU

Bissu adalah sekelompok orang yang memiliki hubungan dengan dunia


mistik. Bissu sendiri merupakan sebutan untuk pemuka ritual keagamaan
Bugis kuno sebelum Islam masuk dan diterima oleh masyarakat. Kata
Bissu berarti bessi atau Bugis yang berarti bersih, dan Bissu yang berarti
biksu atau pendeta Buddha (Pelras, 2006).
Bissu ada di semua daerah atau kerajaan Bugis di Sulawesi Selatan
karena telah menjadi bagian integral dari kosmologi masyarakat Bugis.
Saat ini Bissu masih bisa kita temukan di Bone, Wajo, Soppeng, dan di
Segeri Pangkep. Bissu hadir dalam masyarakat kerajaan Bugis sebagai
sosok atau makhluk yang suci, yang patuh dalam beragama dan tidak
berpenyakit secara sosial atau seksual. Bissu sendiri memiliki golongan
gender dalam kepercayaan tradisional Tolotang yang dianut oleh
komunitas Amparita Sidrap dalam masyarakat Bugis. Mereka ini dianggap
di luar batasan gender, karena bukan laki-laki dan bukan pula perempuan.
Peran Bissu juga termaksud dalam golongan istimewa, karena dalam
struktur budaya bugis karena dalam kehidupan sehari-hari dianggap
sebagai satu-satunya operator komunikasi antara manusia dan dewa
melalui upacara ritual tradisionalnya dengan menggunakan bahasa
dewa/langit ( basa Torilangi), karenanya Bissu juga berperan sebagai
penjaga tradisi tutur lisan sastra Bugis Kuno sure’ La Galigo.

N. UPACARA ADAT

Ritual adalah serangkaian tindakan atau tindakan yang diatur


oleh aturan berdasarkan adat, agama dan kepercayaan. Jenis-jenis
upacara dalam kehidupan masyarakat antara lain: upacara kematian,
upacara perkawinan, dan pelantikan kepala suku.
Ritual tradisional merupakan cara untuk menelusuri sejarah
masyarakat Indonesia di masa lalu, dan kita dapat menemukannya dalam
ritual adat warisan nenek moyang kita. Cara yang dapat dilakukan untuk
mengenal kesadaran sejarah pada masyarakat yang belum mengenal
tulisan yaitu melalui upacara. Upacara pada umumnya memiliki nilai
sakral oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Wahyudi Pantja
Sunjata (1997) menjelaskan “Upacara adat tradisional adalah peraturan
hidup sehari-hari ketentuan yang mengatur tingkah anggota masyarakat
dalam segala aspek kehidupan manusia” (h.107).
Pengertian adat adalah tingkah laku dalam suatu masyarakat
(sudah, sedang, akan) diadakan. Wahyudi Pantja Sunjata (1997)
mengatakan “Upacara tradisional merupakan bagian yang integral dari
tradisi masyarakat pendukungnya dan kelestariannya, hidupnya
dimungkinkan oleh fungsi bagi kehidupan masyarakat pendukungnya”
(h.112). Penyelenggaraan upacara tradisional itu sangat penting artinya
bagi pembinaan sosial budaya warga masyarakat yang bersangkutan.
Norma-norma dan nilai-nilai budaya itu secara simbolis ditampilkan
melalui peragaan dalam bentuk upacara yang dilakukan oleh seluruh
masyarakat.
Pelaksanaan ritual adat termasuk dalam kelompok adat tanpa
akibat hukum, hanya saja jika tidak dilakukan oleh masyarakat ada rasa
takut akan terjadi pada dirinya. Upacara adat adalah upacara yang
dilakukan secara turun-temurun di suatu daerah.
Oleh karena itu, setiap daerah memiliki upacara adatnya sendiri
seperti upacara pernikahan, upacara pelabuhan. Upacara adat yang
diadakan di daerah tersebut juga tidak terlepas dari unsur sejarah. Hukum
adat dengan akibat hukumnya, pembuatan undang-undang hukum adat,
dapat dilihat dalam penetapan, misalnya keputusan yang dibuat oleh
kepala hukum adat sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Beberapa unsur yang terkait dengan pelaksanaan ritual adat antara lain:
a. Tempat upacara berlangsung
Tempat yang digunakan untuk melaksanakan suatu
upacara biasanya adalah tempat keramat atau bersifat sakral/suci,
tidak setiap orang dapat mengunjungi tempat itu. Tempat
tersebut hanya digunakan oleh orang-orang yang berkepentingan
saja, dalam hal ini adalah orang yang terlibat dalam pelaksanaan
upacara seperti pemimpin upacara.
b. Saat berlangsungnya upacara/waktu pelaksanaan
Waktu pelaksanaan upacara adalah saat-saat tertentu yang
dirasakan tepat untuk melangsungkan upacara. Dalam upacara
rutin yang diselenggarakan setiap tahun biasanya ada patokan
dari waktu bulan dalam pelaksanaan upacara yang dari turun
temurun atau menjadi tradisi waktu yang lampau.
c. Benda-benda atau alat dalam upacara
Benda-benda atau alat dalam pelaksanaan upacara adalah
sesuatu yang harus ada macam sesaji yang berfungsi sebagai alat
dalam pelaksanaan upacara adat tersebut.
d. Orang-orang yang terlibat didalamnya
Koentjaraningrat (1990) menjelaskan “Orang-orang yang
terlibat dalam pelaksanaan upacara adalah mereka yang
bertindak sebagai pemimpin jalanya upacara dan beberapa orang
yang paham dalam ritual upacara adat” (h.241). Unsur-unsur
diatas merupakan kewajiban, oleh karena itu dalam setiap
melaksanakan upacara, keempat unsur diatas harus disertakan.
Didalam unsur-unsur tersebut, terdapat beberapa unsur perbuatan
yang terkait dengan pelaksanaan upacara adat. Beberapa
perbuatan yang berkenaan Pada saat berlangsungnya upacara
seringkali dilakukan. Mereka menganggap bahwa perbuatan
tersebut sudah menjadi kebiasaan dan memang perlu dilakukan.
Adapun, kegiatan tersebut diantaranya adalah:
1. Bersesaji
Bersesaji adalah perbuatan-perbuatan
untuk menyajikan makan, benda-benda, dan
sebagainya yang ditujukan kepada dewa-dewa,
ruh-ruh nenek moyang, atau makhluk halus. Hal
ini dianggap menjadi suatu perbuatan kebiasaan,
dan dianggap seolah-olah suatu aktivitas yang
secara otomatis akan menghasilkan apa yang
dimaksud.
2. Berdo’a
Berdo’a adalah suatu unsur yang banyak
terdapat dalam berbagai upacara yang dipimpin
oleh ketua suku. Biasanya diiringi dengan doa-doa
diberi berkah dan gerak-gerak, sikap-sikap
tumbuh yang pada dasarnya merupakan sikap dan
gerak menghormat serta merendahkan diri
terhadap para leluhur, para dewata, ataupun
terhadap Tuhan.
3. Makan bersama
Makan bersama merupakan suatu unsur
yang amat penting dalam suatu upacara adat dan
selalu dilaksanakan dalam setiap banyak upacara
adat, setiap makan bersama di upacara adat
memiliki gotong royong baik itu dalam hal
menyiapkan makan sampai proses pembuatan
makan dilakukan bersama-sama.
4. Berprosesi
Berprosesi atau berpawai juga merupakan
suatu perbuatan yang amat umum dalam banyak
religi di dunia. Pada prosesi sering dibawa benda-
benda keramat seperti patung dewa-dewa,
lambang-lambang, totem, benda-benda yang sakti
dan sebagainya, dengan maksud supaya kesaktian
yang memancar dari benda-benda itu bisa
memberi pengaruh kepada keadaan sekitar tempat
tinggal manusia, dan terutama pada tempat-tempat
yang dilalui pawai itu.
Upacara ini sering juga mempunyai
maksud yang pada dasarnya sama tetapi dilakukan
dengan cara yang berbeda-beda yaitu mengusir
makhluk halus, hantu dan segala kekuatan yang
menyebabkan penyakit serta bencana dari sekitar
tempat tinggal manusia. Adapula upacara
dimaksudkan untuk menghormati leluhur mereka
yang berada di alam lain sehingga arwah leluhur
dapat tenang di alam lain.
5. Berpuasa
Berpuasa sebagai suatu perbuatan
keagamaan yang ada dalam hampir semua religi
dan agama diseluruh dunia, tidak membutuhkan
suatu uraian yang panjang lebar. Dasar pikiran
yang ada pada perbuatan manusia dengan
menghapuskan dosa dengan cara ini bisa
bermacam-macam, misalnya membersihkan diri
dari perilaku yang tidak pantas atau menguatkan
batin pelaku dalam kehudupan sehari-hari.
Adapula dalam berpuasa adalah suatu syarat
dalam suatu agama atau ritual dalam melakukan
kegiatan ritual upacara.
6. Bersemedi
Bersemedi atau meditasi sebagai
mendekatkan diri dengan sang pencipta atau
memusatkan suatu perhatian mereka terhadap
ilmu yang mereka gunakan pada saat upacara.
Adapula dalam bersemedi yang mengartikan
sebagai menenagkan diri atau mencari ilmu hitam.
Koentjaraningrat (1990) mejelaskan “Adalah
macam perbuatan serba religi yang bertujuan
memusatkan perhatian sipelaku kepada
maksudnya atau kepada hal-hal yang suci”
(h.257).
Rangkaian kegiatan adat di atas merupakan inti dari pelaksanaan
upacara adat. Oleh karena itu, ketika upacara adat diadakan, beberapa
rangkaian kegiatan tersebut di atas akan dimasukkan. Tapi tidak, semua
kegiatan berlangsung pada saat upacara adat. Ada yang mencakup semua
kegiatan di atas, tetapi ada juga yang hanya melakukan sebagian karena
mengakomodir kebutuhan ritual adat dengan tujuan yang berbeda.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

A. DATA/OBJEK PENELITIAN

1. Deskripsi Singkat Bissu Bugis


Bissu adalah kaum pendeta yang gendernya dipandang sebagai campuran
laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Bugis dari Sulawesi
Selatan, Indonesia. Menurut Sharyn Graham, seorang peneliti di University of
Western Australia di Perth, Australia, seorang Bissu tidak dapat dianggap
sebagai banci atau waria, karena mereka tidak memakai pakaian dari golongan
gender apa pun namun setelan tertentu dan tersendiri untuk golongan
mereka. Menurut Sharyn Graham, dalam kepercayaan tradisional Bugis, tidak
terdapat hanya dua jenis kelamin seperti yang kita kenal, tetapi empat (atau
lima bila golongan Bissu juga dihitung), yaitu: "Oroane" (laki-laki);
"Makunrai" (perempuan); "Calalai" (perempuan yang berpenampilan seperti
layaknya laki-laki); "Calabai" (laki-laki yang berpenampilan seperti layaknya
perempuan); dan golongan Bissu, di mana masyarakat kepercayaan tradisional
menganggap seorang Bissu sebagai kombinasi dari semua jenis kelamin
tersebut.
Menurut kisah dalam kitab, Bissu dimintai tolong oleh Batara Guru untuk
memohon kepada dewa agar dia diberi keturunan. Bissu kemudian melakukan
ritual sebagai penghubung ke dewa untuk memohon keturunan bagi Batara
Guru. Setelah itu, istri Batara Guru hamil dan melahirkan anak laki-laki yang
diberi nama Sawerigading – yang menjadi inti dari cerita epik La
Galigo. Dalam kisah, selanjutnya diceritakan bahwa Sawaregading meminta
tolong Bissu untuk memotong pohon, dimana dari batang pohon tersebut akan
dibuat perahu oleh Saweragading untuk menjemput dan menikahi We Cudai.
Dari kisah tersebut-lah Bissu mendapatkan posisi penting di dalam masyarakat
Bugis serta merupakan awal mula tradisi Bissu berasal dan menyebar ke
seluruh wilayah Sulawesi Selatan.
Di zaman modern seperti ini, peran Bissu mulai menurun, kepercayaan
dan rasa hormat sosial juga mulai menurun, dan pamor Bissu juga mulai
menurun. Pemahaman sederhana Bissu setara dengan banci biasa tanpa
spesialisasi. Fungsi dan peran Bissu saat ini lebih untuk produk pariwisata
atau hiburan dan lanskap, sementara mengabaikan statusnya sebagai orang
suci di kalangan penduduk asli. Berkurangnya jumlah Bissu dan tidak
teraturnya pelaksanaan ritual adat menghambat regenerasi Bissu.
Kemunduran kejayaan Bissu berdampak pada perlindungan budaya dan
tradisi Bugis lainnya. Sebagai identitas budaya Bugis, suku Bissu telah
mengakar dalam kehidupan masyarakat dan mungkin akan punah.

B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

a. Metode Wawancara
Wawancara atau dikenal juga dengan istilah interview atau interviu adalah
percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan
pewawancara. Wawancara ini penulis mewawancarai beberapa Bissu dan
masyarakat setempat untuk memperoleh data atau informasi secara subjektif
dan objektif.
b. Metode Observasi
Observasi adalah suatu aktivitas pengamatan berhari-hari terhadap sebuah
objek secara langsung dan mendetail guna untuk menemukan informasi
mengenai objek tertentu. Penulis melakukan obsevasi dengan cara melakukan
beberapa pengamatan dari hasil pertanyaan langsung dari beberapa
narasumber.
c. Metode Dokumentasi
Mengumpulkan beberapa gambar atau video dari beberapa narasumber
yang didapatkan dilapangan. Serta mengamati beberapa video video yang ada
untuk menjadi acuan dan referensi.

C. RUANG LINGKUP

1. Peran Penulis
Penulis berperan sebagai sinematografer yang bertgas mengatur segala
pergerakan kamera serta penata cahaya selama proses produksi tugas akhir.
2. Kategori Karya
Karya yang akan dibuat oleh penulis yaitu film dokumnter yang
menggunakan teknik sinematografi.
3. Ide Kreatif
Konsep dari perancangan karya ini, penulis mengangkat kembali tentang
peranan Bissu yang sudah mulai terabaikan oleh masyarakat setempat.

D. LANGKAH KERJA

1. Pra Produksi
Dalam proses pra produksi penulis mengumpulka data yang akan di
gunakan serta menyiapakan storyline, treatment dan referensi gambar yang
akan dijakikan sebagai contoh atau referensi dalam proses produksi.
2. Produksi
Proses palaksanaan dalam proses pembuatan karya penulis masuk dalam
tahap pengambilan gambar, video dan audio.
3. Pasca Produksi
Dalam pasca produksi masuk pada tahapan editing yaitu menggabungkan
atau menyatukan gambar, video dan audio yang telah diambil. Dan
memberikan color grading agar gambar atay video yang dihasilkan tampak
lebih menarik.
DAFTAR PUSTAKA

Afkar Aristoteles Mukhaer, (2021). Puang Matoa Saidi, Bissu yang Melegenda karena
Mempertahankan Tradisi.
https://nationalgeographic.grid.id/read/132572723/puang-matoa-saidi-Bissu-
yang-melegenda-karena-mempertahankan-tradisi?page=all.
Andi Misdayanti. Fungsi Dan Peran Sosial Komunitas Bissu Di Kabupaten Bone. Pendidikan
Antropologi Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Makassar.
Anwar Khumaini, (2015). Kaum Bissu Sulsel, LGBT paling dihormati di Indonesia.
https://www.merdeka.com/peristiwa/kaum-Bissu-sulsel-lgbt-paling-dihormati-
di-indonesia.html.
Arif Afrizal, (2021). Pengertian Sinematografi teknik dan unsur dasar.
https://www.pixel.web.id/sinematografi/.
azhuramasda, (2019). Bissu: Komunitas Unik dan Hampir punah di tanah Bugis.
https://www.kaskus.co.id/thread/5d22987ab84088127472a91c/Bissu-komunitas-unik-dan-
hampir-punah-di-tanah-bugis/.
Banu Ibenovich Abdillah, (2017). Tak Lekang Di Makan Zaman: Bissu dan Peran Vitalnya
Dalam Kebudayaan Bugis. https://alpha-i.or.id/program-aktivitas/demokrasi-ham-tata-
kelola/tak-lekang-di-makan-zaman-Bissu-dan-peran-vitalnya-dalam-kebudayaan-bugis/.
Graham, Sharyn (2002). "Sex, Gender, and Priests in South Sulawesi, Indonesia" . The
Newsletter. 27. International Institute for Asian Studies.
Hasrianti,2019. Model participatory governance (perumusan kebijakan adat Bissu segeri
Kabupatenpangkep. Skipsi. Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.
Kadek Agus Mertayasa , Gede Saindra Santyadiputra , I Gede Mahendra Darmawiguna,
(2019). Film Dokumenter Tradisi MegebegGebegan “Sebuah Kebersamaan
Yang Hilang”. Program Studi DIII Teknik Komputer. Politeknik Harapan
Bersama.
Muh. Said, 2016. “Peran Bissu pada Masyarakat Bugis”.Skipsi. Makassar. Universitas
Negeri Makassar.
Muhammad Algiffari, (2015). Perancangan Motion Graphic (Bumper In) dan Video
Dokumenter Permainan Tradisional Jawa Barat. Universitas BSI Bandung.
Muhammad Husni Mubarak. Perancangan Media Informasi Bissu Di KabupatenPangkep
Melalui Film Dokumenter Bissu Bugis. Desain Komunikasi Visual, 5-17.
Universitas Komputer Indonesia Bandung.
Nurul Fadilla, Sri Rohyanti Zulaikha, (2020). Pendayagunaan Arsip Film Melalui Kegiatan
Pemutaran Film Keragaman Lokal Konten Sebagai Pelestarian Nilai Sejarah
Dan Budaya Jawa. Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Konsentrasi Ilmu Perpustakaan dan Informasi.
Suliyati, T. (2018). Bissu: Keistimewaan Gender dalam Tradisi Bugis. Endogami: Jurnal
Ilmiah Kajian Antropologi.
Yusran, M.Hum, (2018). ”Bissu” Bukan Waria. Fakultas Ushuluddin. Filsafat dan Politik.

Anda mungkin juga menyukai