Disusun oleh
AMEILIYANTI ARJUN
19262006
Kepada
Yth. Bapak Koord. Prodi Multimedia
Di tempat.
Dengan ini mengajukan judul tugas akhir saya ang telah disetujui oleh dosen
Pembimbing materi Dan Dosen Pembimbing Teknis dengan judul
Ameiliyanti Arjun
NIM. 19262006
Menyetujui Menyetujui
Pembimbing Teknis Pembimbing Materi
HALAMAN JUDUL..................................................................................................
HALAMAN PENGAJUAN JUDUL........................................................................i
PRAKATA...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..................................................................................4
B. INDENTIFIKASI MASALAH.....................................................................6
C. BATASAN MASALAH...............................................................................6
D. RUMUSAN MASALAH..............................................................................7
E. TUJUAN PENULISAN................................................................................7
F. MANFAAT PENULISAN............................................................................7
1. Bagi Penulis...............................................................................................7
2. Bagi Politeknik Negeri Media Kreatif PSDKU Makassar........................7
3. Bagi Masyarakat........................................................................................7
BAB II......................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................8
G. FILM DOKUMENTER................................................................................8
H. SINEMATOGRAFI......................................................................................9
a. Over-the-shoulder shot.................................................................................9
I. KEBUDAYAAN........................................................................................16
J. BISSU.........................................................................................................18
K. UPACARA ADAT.....................................................................................18
BAB III..................................................................................................................24
METODE PELAKSANAAN................................................................................24
A. DATA/OBJEK PENELITIAN....................................................................24
B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA..........................................................25
C. RUANG LINGKUP....................................................................................25
D. LANGKAH KERJA...................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Etnis Bugis sebagai salah satu etnis di Indonesia dan juga di Sulawesi
Selatan, memiliki banyak keunikan yang tidak dimiliki oleh etnis-etnis yang
lain. Salah satu keunikan tradisi etnis Bugis yang telah berlangsung dari
zaman dahulu sampai sekarang adalah keberadaan Bissu. Bissu sendiri tidak
masuk pada kategori laki-laki maupun kategori perempuan.
Di Sulawesi Selatan dikenal dengan keragaman budayanya yang tentunya
berakar dari keragaman nilai-nilai yang ada dalam hukum adat masyarakat.
Keberagaman nilai dalam masyarakat hukum adat Sulawesi Selatan
merupakan warisan nenek moyang. Dibandingkan dengan budaya daerah lain
yang memiliki keunikan tersendiri, karena pada kenyataannya setiap daerah
memiliki budaya dan keunikannya masing-masing. Potensi yang dapat
dikembangkan untuk menunjang kehidupan bersama. Untuk mempertahankan
apa yang dimilikinya, pemerintah menggunakan budaya dan kekayaan yang
dimiliki Indonesia untuk mengembangkan dan melindunginya untuk
mensejahterakan rakyat Indonesia.
Budaya Bissu merupakan salah satu budaya di Sulawesi Selatan yang perlu
perlindungan dan perhatian pemerintah. Suku Bugis merupakan mayoritas
penduduk di pesisir selatan Sulawesi Selatan dan termasuk dalam budaya
masyarakat setempat.Bissu merupakan sebutan untuk pemuka ritual
keagamaan Bugis kuno sebelum Islam masuk dan diterima oleh masyarakat.
Menurut tradisi dan kepercayaan Bugis kuno, ada lima jenis kelamin dalam
kehidupan sosial, yaitu perempuan (makkunrai), laki-laki (uroane), perempuan
yang berpenampilan laki-laki (calalai) dan laki-laki yang berpenampilan
perempuan (calabai) dan Bissu. Jenis kelamin terakhir dari jenis kelamin.
Bissu adalah calabai, tetapi tidak semua calabai adalah Bissu. Menjadi Bissu
membutuhkan proses yang panjang, karakter ini juga menggambarkan
keunikan yang tidak dimiliki waria lainnya.
Di zaman modern seperti ini, peran Bissu mulai menurun, kepercayaan dan
rasa hormat sosial juga mulai menurun, dan pamor Bissu juga mulai menurun.
Pemahaman sederhana Bissu setara dengan banci biasa tanpa spesialisasi.
Fungsi dan peran Bissu saat ini lebih untuk produk pariwisata atau hiburan dan
lanskap, sementara mengabaikan statusnya sebagai orang suci di kalangan
penduduk asli. Berkurangnya jumlah Bissu dan tidak teraturnya pelaksanaan
ritual adat menghambat regenerasi Bissu. Kemunduran kejayaan Bissu
berdampak pada perlindungan budaya dan tradisi Bugis lainnya. Sebagai
identitas budaya Bugis, suku Bissu telah mengakar dalam kehidupan
masyarakat dan mungkin akan punah.
Sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan karya ini, penulis
menggunakan referensi dari beberapa artikel, jurnal dan skripsi yang
membahas tentang Bissu yang ada di sulawesi selatan. Dari beberapa artikel
yang penulis temukan bahwa ada beberapa kata yang menyamakan Bissu
dengan konsep waria dan sebagian besar dari artikel serta referensi yang
penulis temukan hanya membahasa tentang perkembangan Bissu yang ada di
Kabupaten Pangkep. Melihat dari kurangnya artikel yang membahas tentang
Bissu di Kabupaten Bone penulis memilih objek penelitian ini karena
menganggap bahwa hal ini merupakan warisan budaya yang harus diketahui
dan dibudayakan oleh masyarakat. Penulis juga memiliki ketertarikan dalam
mengangkat serta membuat film dokumenter yang berisi tentang
perkembangan dan peranan Bissu yang ada di Kabupaten Bone.
Untuk menyampaikan informasi tentang perkembangan serta peranan
Bissu dizaman sekarang tepatnya di Kabupaten Bone, maka dibutuhkan media
yang tepat untuk menjadi sarana penyampaian informasi. Salah satu cara yang
bisa digunakam sebagai media informasi yaitu dengan menggunakan
teknologi yang ada. Penulis beranggapan media video/film merupakan salah
satu media yang tepat untuk menjadi sarana untuk penyampaian informasi.
Hal ini juga didukung dengan kondisi masyarakat Indonesia yang lebih cepat
menerima dan menyebarkan informasi berupa video visual daripada membaca.
Menurut Effendy, film juga digunakan sebagai media komunikasi
(Effendy, 1986). Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual
untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul
di suatu tempat tertentu. film juga merupakan salah satu bentuk cara
penyampaian arsip dengan cara yang berbeda dimana konten yang terdapat
didalamnya menampilkan perkembangan jaman yang berisi nilai budaya dan
sejarah yang amat kental pada jaman dulunya. Salah satu jenis film yang
banyak digunakan sebagai media pendidikan ialah jenis film dokumenter.
Keunggulan film dokumenter adalah memiliki struktur yang sederhana dengan
tujuan agar penonton dapat memahami fakta-fakta yang disajikan. Film
dokumentar ini dibuat untuk menjadi arsip budaya, Yang mana dari arsip film
yang ada dapat menjangkau dan menyebarluaskan informasi yang terkandung
di dalam film tersebut ke lebih banyak orang lagi terutama generasi muda
sebagai generasi penerus bangsa.
B. INDENTIFIKASI MASALAH
C. BATASAN MASALAH
D. RUMUSAN MASALAH
E. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dari tugas akhir ini yaitu untuk mengetahui perancangan
konsep film dokumenter tentang peranan Bissu dalam budaya masyarakat
bugis di Kabupaten Bone.
F. MANFAAT PENULISAN.
G. Bagi Penulis
Menambah pengalaman serta pengetahuan tentang kebudayaan
daerah dan memperdalam ilmu yang telah di dapatkan dari perkuliahan
dan menerapakan ilmu tersebut dalam lingkungan masyarakat. Serta
menjadi modal untuk memasuki dunia kerja.
H. Bagi Politeknik Negeri Media Kreatif PSDKU Makassar
Memberikan kontribusi pemikiran dan sebagai media referensi
dalam melakukan penelitian mengenai peranan Bissu dalam budaya
masyarakat bugis. Serta untuk dikembangkan lebih lanjut dalam situasi
dan kondisi bagi mahasiswa khususnya dalam perancangan konsep
sinematografi dalam film dokumenter.
I. Bagi Masyarakat
Untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang
perkembangan Bissu yang masih ada sampai sekarang. Dan
meluruskan kesalahpahaman masyarakat tentang perspektif Bissu yang
salah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
J. FILM DOKUMENTER
Film dokumenter adalah film dari sebuah peristiwa yang actual. Film
dokumenter biasanya di-shoot di sebuah lokasi nyata, tidak menggunakan
actor dan temanya terfokus pada subyek-subyek seperti sejarah, ilmu
pengetahuan, social atau lingkungan.
Dalam buku Mari Membuat Film-Panduan Menjadi Produser,
dokumenter adalah film yang menyajikan cerita nyata, dilakukan pada lokasi
yang sesungguhnya. Film dokumenter tak lepas dari tujuan penyebaran
informasi pendidikan, dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.
Dokumenter sendiri merupakan sebutan yang diberikan untuk film pertama
karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues)
yang dibuat sekitar tahun 1890-an (Effendy, Mari Membuat Film "Panduan
Menjadi Produser", Edisi Kedua, 2009).
Tigapuluh enam tahun kemudian, kata ‘dokumenter’ kembali digunakan
oleh pembuat film dan kritikus film asal Inggris John Grierson untuk film
Moana (1926) karya Robert Flaherty. Grierson berpendapat dokumenter
merupakan cara kreatif merepresentasikan realitas (Susan Hayward, Key
Concept in Cinema Studies, 1996, hal 72). Sekalipun Grierson mendapat
tentangan dari berbagai pihak, pendapatanya tetap relevan sampai saat ini
Effendy (2009).
Film dokumenter sering dianggap sebagai rekaman atau potongan rekaman
sewaktu kejadian sebenarnya berlangsung, saat orang yang terlibat di
dalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa adanya, spontan tanpa
adanya media perekam. Walaupun kadang menjadi materi dalam pembuatan
dokumenter, faktor ini jarang menjadi bagian dari keseluruhan film
dokumenter itu sendiri, karena materi-materi tersebut harus di atur, diolah
kembali, dan di atur strukturnya. Terkadang dalam pengambilan gambar
sebelumnya, berbagai pilihan harus di ambil oleh pembuat film documenter
untuk menentukan sudut pandang, ukuran shot (type of shot), pencahayaan
dan lain-lain agar dapat mencapai hasil yang di inginkan.
Berdasarkan defenisi yang ada diatas, film- film pertama adalah film
dokumenter. Mereka merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke
stasiun. Pada dasarnya, film dokumenter mempresentasikan kenyataan.
Artinya film dokumenter berarti menampilkan kambali fakta yang ada dalam
kehidupan.
K. SINEMATOGRAFI
c. Close up shot
Close up shot digunakan untuk menyorot bagian kepala
hingga leher karakter untuk membuat penonton terlibat dan
merasakan apa yang sedang dirasakan si karakter. Bahkan
tanpa dialog pun penonton masih bisa melihat apa yang sedang
terjadi pada si karakter melalui ekspresi wajahnya.
d. Extreme close up shot
Hampir serupa dengan close up shot, extreme close up
shot digunakan untuk mendapatkan intensitas emosi yang
tengah dirasakan oleh karakter dalam suatu adegan dengan
lebih maksimal. Cocok sekali untuk membangun suasana dan
menambahkan drama serta intensitas.
Teknik ini bisa dilakukan dengan menyorot wajah si
karakter atau beberapa bagian tubuh saja seperti mata atau
bahkan tangan. Teknik ini juga bisa digunakan pada objek
seperti jam dinding yang berdetak.
e. Panning shot
Panning shot, teknik yang satu ini adalah teknik
pengambilan gambar dimana pergerakan kamera dilakukan
secara horizontal dengan halus dan perlahan. Teknik ini kerap
kali digunakan karena terbilang mudah. Selain itu, hasil
pengambilan gambarnya terlihat lebih akurat dan natural.
f. Tracking shot
Tracking shot adalah teknik pengambilan gambar dimana
kamera bergerak melalui suatu adegan dalam waktu yang
relatif lama. Biasanya kamera akan mengikuti suatu objek
seperti pemain atau properti lainnya.
Tidak sedikit juga yang menggunakan teknik ini untuk
sekedar menunjukkan dengan lebih rinci apa yang terjadi dalam
scene tersebut. Alat penting yang digunakan untuk teknik one
tracking shot ini adalah dolly atau sejenis bagan beroda tempat
menaruh kamera yang bergerak pada jalur khusus.Tidak sedikit
juga yang memakai steadicam dan drone seperti yang dipakai
pada film Atonement dan 1917.
g. Long shot
Teknik long shot digunakan agar penonton dapat melihat
objek lebih luas atau dikenal juga dengan istilah landscape
format size. Teknik sinematografi yang satu ini biasanya
dipakai untuk adegan pembuka maupun penutup sebuah film.
Agar terlihat lebih hidup, biasanya si karakter yang menjadi
objek utama akan berjalan mendekat ke arah kamera hingga
bagian tubuh atasnya terekam.
2. Angle Shot
Angle shot dapat menentukan penyampaian informasi dengan
adengan film dapat tersampaikan atau tidak dan juga menentukan
kesan yang dimuat dalam ruang shot. Beberapa Angle shot yang biasa
digunakan dalam pembuatan film dokumenter.
a. High angle
Sudut pandang ini biasanya diambil lebih tinggi dari
subjeknya, sehingga subjek terlihat di bawah. Angle ini untuk
mengimpresikan tentang seuatu keadaan yang terpuruk/
tersudutkan.
b. Bird eye
Sudut pandang ini menampilkan sudut pandang yang tidak
biasa karena posisi kamera yang sangat tinggi sehingga
memperlihatkan subjeknya terlihat sangat kecil.
c. Eye level
Sudut pandang kamera ini biasanya paling sering
digunakan dalam pengambilan gambar. Cara menggunakannya
dengan meletakkan kamera sejajar dengan subjeknya.
d. Low angel
Sudut pandang ini diambil dengan meletakkan kamera lebih
rendah daripada subjeknya sehingga subjek terlihat di atas.
Angle ini biasanya dipakai untuk mengimpresikan suatu
kemegahan.
e. Rule of third
konsep framing dimana 1 frame dibagi menjadi 9 bagian
lalu subjek di letakkan di garis horizontal/ vertical pada bagian
frame yang dipilih (salah satu dari 9 bagian tersebut).
3. Komposisi Dalam Sinematografi
Terdapat beberapa aturan dasar teknik komposisi yang dapat
diterapkan dalam sinematografi dan memberikan dampak besar dalam
proses pembuatan film. Beberapa teknik komposisi sinematografi yang
dimaksud diantaranya yaitu :
a. Rule of third
Komposisi dalam sinematografi yang pertama adalah rule
of thirds. Yang dimaksud dengan rule of thirds adalah teknik
komposisi yang membagi frame ke dalam 3×3 bagian atau 9
kotak.
Aturan ini mengusulkan bahwa titik awal perkiraan yang
berguna untuk setiap pengelompokkan komposisi adalah
menempatkan point of interest utama di tempat kejadian pada
salah satu dari empat persimpangan garis interior. Aturan
komposisi ini merupakan atuan sederhana yang efektif untuk
komposisi frame apapun. Aturan komposisi ini juga telah
digunakan oleh seniman selama berabad-abad.
b. Headrome
Headrome atau head room adalah salah satu konsep
komposisis astetika yang membahas posisi vertikal relaitf
subjek di dalam frame gambar. Headrome sejatinya mengacu
pada jarak antara bagian atas kepala subyek dan bagian
atas frame.
Namun, istilah ini terkadang digunakan sebagai
pengganti lead room, nose room, atau look
room. Jumlah headroom yang secara estetika dianggap
menyenangkan adalah kuantitas yang dinamis, yang berubah
secara relatif terhadap seberapa banyak frame yang diisi oleh
subyek.
M. BISSU
N. UPACARA ADAT
A. DATA/OBJEK PENELITIAN
a. Metode Wawancara
Wawancara atau dikenal juga dengan istilah interview atau interviu adalah
percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan
pewawancara. Wawancara ini penulis mewawancarai beberapa Bissu dan
masyarakat setempat untuk memperoleh data atau informasi secara subjektif
dan objektif.
b. Metode Observasi
Observasi adalah suatu aktivitas pengamatan berhari-hari terhadap sebuah
objek secara langsung dan mendetail guna untuk menemukan informasi
mengenai objek tertentu. Penulis melakukan obsevasi dengan cara melakukan
beberapa pengamatan dari hasil pertanyaan langsung dari beberapa
narasumber.
c. Metode Dokumentasi
Mengumpulkan beberapa gambar atau video dari beberapa narasumber
yang didapatkan dilapangan. Serta mengamati beberapa video video yang ada
untuk menjadi acuan dan referensi.
C. RUANG LINGKUP
1. Peran Penulis
Penulis berperan sebagai sinematografer yang bertgas mengatur segala
pergerakan kamera serta penata cahaya selama proses produksi tugas akhir.
2. Kategori Karya
Karya yang akan dibuat oleh penulis yaitu film dokumnter yang
menggunakan teknik sinematografi.
3. Ide Kreatif
Konsep dari perancangan karya ini, penulis mengangkat kembali tentang
peranan Bissu yang sudah mulai terabaikan oleh masyarakat setempat.
D. LANGKAH KERJA
1. Pra Produksi
Dalam proses pra produksi penulis mengumpulka data yang akan di
gunakan serta menyiapakan storyline, treatment dan referensi gambar yang
akan dijakikan sebagai contoh atau referensi dalam proses produksi.
2. Produksi
Proses palaksanaan dalam proses pembuatan karya penulis masuk dalam
tahap pengambilan gambar, video dan audio.
3. Pasca Produksi
Dalam pasca produksi masuk pada tahapan editing yaitu menggabungkan
atau menyatukan gambar, video dan audio yang telah diambil. Dan
memberikan color grading agar gambar atay video yang dihasilkan tampak
lebih menarik.
DAFTAR PUSTAKA
Afkar Aristoteles Mukhaer, (2021). Puang Matoa Saidi, Bissu yang Melegenda karena
Mempertahankan Tradisi.
https://nationalgeographic.grid.id/read/132572723/puang-matoa-saidi-Bissu-
yang-melegenda-karena-mempertahankan-tradisi?page=all.
Andi Misdayanti. Fungsi Dan Peran Sosial Komunitas Bissu Di Kabupaten Bone. Pendidikan
Antropologi Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Makassar.
Anwar Khumaini, (2015). Kaum Bissu Sulsel, LGBT paling dihormati di Indonesia.
https://www.merdeka.com/peristiwa/kaum-Bissu-sulsel-lgbt-paling-dihormati-
di-indonesia.html.
Arif Afrizal, (2021). Pengertian Sinematografi teknik dan unsur dasar.
https://www.pixel.web.id/sinematografi/.
azhuramasda, (2019). Bissu: Komunitas Unik dan Hampir punah di tanah Bugis.
https://www.kaskus.co.id/thread/5d22987ab84088127472a91c/Bissu-komunitas-unik-dan-
hampir-punah-di-tanah-bugis/.
Banu Ibenovich Abdillah, (2017). Tak Lekang Di Makan Zaman: Bissu dan Peran Vitalnya
Dalam Kebudayaan Bugis. https://alpha-i.or.id/program-aktivitas/demokrasi-ham-tata-
kelola/tak-lekang-di-makan-zaman-Bissu-dan-peran-vitalnya-dalam-kebudayaan-bugis/.
Graham, Sharyn (2002). "Sex, Gender, and Priests in South Sulawesi, Indonesia" . The
Newsletter. 27. International Institute for Asian Studies.
Hasrianti,2019. Model participatory governance (perumusan kebijakan adat Bissu segeri
Kabupatenpangkep. Skipsi. Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.
Kadek Agus Mertayasa , Gede Saindra Santyadiputra , I Gede Mahendra Darmawiguna,
(2019). Film Dokumenter Tradisi MegebegGebegan “Sebuah Kebersamaan
Yang Hilang”. Program Studi DIII Teknik Komputer. Politeknik Harapan
Bersama.
Muh. Said, 2016. “Peran Bissu pada Masyarakat Bugis”.Skipsi. Makassar. Universitas
Negeri Makassar.
Muhammad Algiffari, (2015). Perancangan Motion Graphic (Bumper In) dan Video
Dokumenter Permainan Tradisional Jawa Barat. Universitas BSI Bandung.
Muhammad Husni Mubarak. Perancangan Media Informasi Bissu Di KabupatenPangkep
Melalui Film Dokumenter Bissu Bugis. Desain Komunikasi Visual, 5-17.
Universitas Komputer Indonesia Bandung.
Nurul Fadilla, Sri Rohyanti Zulaikha, (2020). Pendayagunaan Arsip Film Melalui Kegiatan
Pemutaran Film Keragaman Lokal Konten Sebagai Pelestarian Nilai Sejarah
Dan Budaya Jawa. Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Konsentrasi Ilmu Perpustakaan dan Informasi.
Suliyati, T. (2018). Bissu: Keistimewaan Gender dalam Tradisi Bugis. Endogami: Jurnal
Ilmiah Kajian Antropologi.
Yusran, M.Hum, (2018). ”Bissu” Bukan Waria. Fakultas Ushuluddin. Filsafat dan Politik.