Disusun oleh :
REZQY AYUANITA
P1337420220019
Tingkat 2A
2022
I. TEORI TENTANG KASUS
A. Definisi
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat
berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam
satu hari (Depkes RI 2011).
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram
atau 200ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer
lebih dari tiga kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapaftanpa disertai lendir dan
darah (Simadibrata dan Daldiyono, 2006).
Menurut World Helath Organization (WHO) diare adalah kejadian buang air
besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi tiga kali atau lebih
dalam periode 24 jam.
Diare adalah Buang Air Besar (BAB) encer atau bahkan dapat berupa air saja
(mencret) biasanya lebih dari 3 kali dalam sehari. Diare merupakan kondisi ketika
pengidapnya melakukan buang air besar (BAB) lebih sering dari biasanya. Di samping
itu, feses pengidap diare lebih encer dari biasanya. Hal yang perlu diwaspadai, meski
diare bisa berlangsung singkat, tapi bisa pula berlangsung selama beberapa hari. Bahkan
dalam beberapa kasus bisa terjadi hingga berminggu-minggu.
Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa pendapat ahli bahwa diare adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali dengan konsistensi yang encer
atau cair, dan disertai atau tidak disertai oleh lendir maupun darah yang biasanya
disebabkan oleh agen infeksius.
B. Penyebab
1. Fisiologis
a) Inflamasi gastrointestinal
b) Iritasi gastrointestinal
c) Proses infeksi
d) Malabsorpsi
2. Psikologis
a) Kecemasan
b) Tingkat stress tinggi
3. Situasional
a) Terpapar kontaminan
b) Terpapar toksin
c) Penyalahgunaan laksatif
d) Penyalahgunaan zat
e) Program pengobatan (Agen tiroid, analgesic, pelunak feses, ferosulfat, antasida,
cimetidine, dan antibiotik)
f) Perubahan air dan makanan
g) Bakteri pada air
Menurut Gizaw, Woldu and Bitew (2017), beberapa faktor pejamu dapat
meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut
antara lain terdiri dari:
1. Faktor lingkungan
2. Faktor perilaku
3. Faktor Gizi
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enternal: infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi eksternal sebagai
berikut :
1) Infeksi bakteri: Vibrio’ E coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, aeromonas, dan sebagainya.
2) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsacki, Poliomyelitis)
Adeno-virus, Rotavirus, astrovirus, dan lain-lain.
3) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris, Strongyloides)
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (Candida albicans)
b) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti:
otitits media akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa,dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
b) Malabsorbsi lemak
c) Malabsornsi protein
3. Faktor makanan, makanan basi,beracun, alergi, terhadap makanan. d. Faktor
psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar)
C. Klasifikasi Diare
Diare dibedakan menjadi diare akut, diare kronis dan persisiten. Diare akut adalah
buang air besar pada bayi atu anak-anak melebihi 3 kali sehari, disertai dengan perubahan
konsisitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lender dan darah yang berlangsung
kurang dari satu minggu, sedangkan diare kronis sering kali dianggap suatu kondisi yang
sama namun dengan waktu yang lebih lama yaitu diare melebihi satu minggu, sebagian
besar disebabkan diare akut berkepanjangan akibat infeksi, diare persisten adalah diare
yang berlangsung 15-30 hari, merupakan diare berkelanjutan dari diare akut atau
peralihan antara diare akut dan kronis biasanya ditandai dengan penurunan berat badan
dan sukar untuk naik kembali (Amabel, 2011).
Sedangkan klasifikasi diare menurut (Octa,dkk 2014) ada dua yaitu berdasarkan
lamanya dan berdasarkan mekanisme patofisiologik.
a. Berdasarkan lama diare
1) Diare akut, yautu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
2) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive)
selama masa diare tersebut.
b. Berdasarkan mekanisme patofisiologik
1) Diare sekresi Diare tipe ini disebabkan karena meningkatnya sekresi air
dan elekrtolit dari usus, menurunnya absorbs. Ciri khas pada diare ini
adalah volume tinja yang banyak.
2) Diare osmotik Diare osmotic adalah diare yang disebabkan karena
meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang
disebabkan oleh obatobat/zat kimia yang hiperosmotik seperti (magnesium
sulfat, Magnesium Hidroksida), mal absorbs umum dan defek lama
absorbi usus missal pada defisiensi disakarida, malabsorbsi
glukosa/galaktosa.
Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu
meningkat, nafsu makan menurun, tinja cair (lendir dan tidak menutup kemungkinan
diikuti keluarnya darah, anus lecet, dehidrasi (bila terjadi dehidrasi berat maka volume
darah berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut jantung cepat, tekanan darah turun,
keadaan menurun diakhiri dengan syok), berat badan menurun, turgor kulit menurun,
mata dan ubun-ubun cekung, mulut dan kulit menjadi kering (Octa dkk, 2014).
E. Komplikasi
Menurut Maryunani (2010) sebagai akibat dari diare akan terjadi beberapa hal
sebagai berikut :
a) Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
b) Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam
tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
c) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2–3 % anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita Kekurangan Kalori Protein
(KKP). Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan
glikogen dalam hati dan adanya gangguan etabol glukosa. Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 %
pada bayi dan 50 % pada anak– anak.
d) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat, walaupun susu diteruskan sering diberikan dengan
pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama, makanan yang
diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya
hiperperistaltik.
e) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat,
dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak
segera diatasi klien akan meninggal.
Menurut Ngastiyah (2014) sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan
terjadi kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan
keseimbangan asam basa (asidosis metabolis, hipokalemia), gangguan gizi akibat
kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia, gangguan sirkulasi
darah.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diare menurut Suriadi (2001 ) adalah :
1. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan.
2. Pemeriksaan intubasi duodenum.
3. Pemeriksaan elektrolit dan creatinin.
4. Pemeriksaan tinja, PH, Leukosit, glukosa, dan adanya darah.
1. Pemeriksaan tinja : Makroskopis dan mikroskopis PH dan kadar gula juga ada
intoleransi gula biarkan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji retensi
terhadap berbagai antibiotik.
2. Pemeriksaan darah : perifer lengkap, Analisa Gas Darah (AGD), elektrolit (
terutama Na, K, Ca, P Serum pada diare yang disertai kejang ).
3. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
4. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan
kualitatif terutama pada diare kronik.