AGRESIVITAS
Nama Kelompok 4 :
Dosen Pengampu :
Dari definisi tersebut terdapat empat masalah penting dalam agresi. Pertama,
agresi merupakan perilaku. Dengan demikian segala aspek perilaku juga terdapat di
dalam agresi, terutama emosi. Kedua, ada unsur kesengajaan. Seorang korban tabrakan
pada umumnya tidak bisa dikatakan hasil dari agresi, terlebih lagi bila pengendara
sebenarnya sudah berusaha menghindarinya.
Di sisi lain seorang ibu yang sengaja mencubit anak tetapi karena tidak bertujuan
melukai, justru mendidik, tidak bisa dikatakan agresi. Ketiga, sasarannya adalah makhluk
hidup, terutama manusia. Orang yang marah besar, tetapi disalurkan dengan
menendang bola, belum dikatakan sebagai agresi. Keempat, ada usaha menghindar
pada diri korban. Apabila wanita yang disiksa dan diperkosa justru menikmati hal itu,
misalnya karena masokhis, maka perbuatan itu bukan agresi. Kejadian seperti ini bukan
hal yang normal, pada umumnya ada usaha menghindar atau bahkan melawan.
Pemodelan
Remaja dan anak-anak di daerah pertempuran seperti Lebanon, misalnya, sering melihat
dengan mata kepala sendiri berbagai usaha untuk saling membunuh. Hanya dengan
melihat berbagai kejadian yang menstimulasi agresi, orang bisa menjadi agresif. Proses
meniru seperti itu biasa disebut sebagai pemodelan atau imitasi. Salah satu karakteristik
penting dalam proses modeling ini adalah adanya hubungan emosional yang kuat antara
model dengan peniru. Biasanya orang yang ditiru adalah orang yang dikagumi. Oleh
karenanya pada anak-anak proses ini paling sering terjadi antara anak dengan ayahnya.
Bahkan proses ini sering terjadi tanpa ada kesengajaan. Misalnya orang tua yang
memukul anaknya karena salah sering ditiru oleh anak pada kesempatan lain ketika anak
tersebut menyalahkan orang lain, seperti teman bermain. Belajar sosial yang paling
banyak berpengaruh akhirakhir ini adalah media televisi. Sering terjadi bahwa proses
peniruan memang tidak didasari oleh rasionalitas, sehingga orang yang menyaksikan
kekerasan di televise bisa menjadi ikut-ikutan agresif. Perlu ditambahkan bahwa dengan
melakukan peniruan itu, peniru merasa diberi reward dari orang yang ditirunya.
Pembelajaran
Provokasi
Sering terjadi agresi terjadi sebagai usaha untuk membalas agresi. Sebagaimana
dikemukakan pada penjelasan definisi, dalam agresi ada usaha pihak calon korban untuk
menghindari. Bentuk-bentuk penghindaran ini tidak saja sekedar menghindari, tetapi
ada yang berusaha dengan jalan memberi perlawanan. Kemungkinan hal semacam ini
dilakukan dengan dasar pemikiran bahwa cara bertahan paling baik adalah dengan
menyerang. Perlu dicatat bahwa tidak selamanya agresi dan menyerang dalam bentuk
fisik, tetapi juga meliputi penyerangan verbal.
Kondisi Aversif
Kondisi aversif adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang ingin dihindari oleh
seseorang. Menurut Berkowitz (1983) keadaan yang tidak menyenangkan merupakah
salah satu daktor penyebab agresi. Alasannya adalah orang akan selalu berusaha
mencari keseimbangan. Dengan adanya faktor yang kurang menyenangkan itu, orang
akan mencoba membuat keseimbangan dengan jalan, antara lain, berusaha
menghilangkan atau mengubah situasi itu. Apabila situasi yang tidak menyenangkan
adalah makhluk hidup atau orang, maka akan timbul agresi terhadap orang tersebut.
Isyarat Agresi
Isyarat agresi adalah stimulus yang diasosiasikan dengan sumber frustrasi yang
menyebabkan agresi. Bentuknya bisa berupa senjata tajam atau bisa orang yang
menyebabkan frustrasi. Salah satu keadaan yang sering digunakan untuk menerangkan
hal ini adalah konsep weapon effect. Pada prinsipnya konsep ini menerangkan bahwa
kehadiran senjata tertentu yang sering digunakan untuk perbuatan agresif bisa
membangkitkan agresi. Sebagai contoh adalah orang yang dekat dengan pistol atau
senapan laras panjang atau pedang akan lebih cepat menjadi agresif meskipun dengan
sedikit stimulasi. Efek senjati ini hanya sebagai pemacu terjadinya agresi, bukan
penyebab utama.
Karakteristik individu
Jenis kelamin. Seperti disebutkan pada bagian terdahulu bahwa agresi berkaitan dengan
hormon tertentu, yaitu hormon yang ada pada pria (testosteron). Hipotesis ini
berangkat dari fakta bahwa ternyata lebih banyak lelaki yang melakukan perbuatan
agresif daripada wanita. Secara statistik dapat ditunjukkan bahwa hampir semua data
menunjukkan pria memang lebih banyak melakukan tindakan agresi yang bersifat fisik.
Pada sisi lain, wanita pada umumnya lebih empati terhadap korban sehingga
agresivitasnya rendah.
Dampak bagi pelaku perilaku agresif adalah dijauhi dan dibenci oleh orang lain,
sedangkan dampak bagi korban adalah timbulnya sakit fisik dan psikis serta kerugian
akibat perilaku agresif. Dampak perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja memiliki sisi
negatif bagi remaja dan warga yang tinggal di lingkungan sekitar.