Gempa yang terjadi pukul 15.11 waktu setempat berkekuatan 9,5 skala
Richter -- lebih besar dari kekuatan gempa yang memicu tsunami di pesisir Aceh
dan Samudera Hindia pada 24 Desember 2004 yang sebesar 9,5 SR.Episentrum
atau pusat gempa berada di lepas pantai dekat Canete, sekitar 900 km sebelah
selatan Santiago, ibukota Chile. Lindu terjadi sebagai akibat subduksi lempeng
Nazca ke bawah lempeng Amerika Selatan.
"Seperempat penduduk Chile, atau lebih dari 2 juta orang, menjadi tunawisma.
Seluruh kota porak poranda."
Tak berhenti sampai di situ. Sehari kemudian, tsunami setinggi lebih dari 5 meter
menerjang Jepang, menewaskan 138 orang. Ombak gergasi lalu memantul,
menyeberangi Samudera Pasifik, menuju Filipina -- menyebabkan 32 orang
tewas atau hilang -- kemudian ke pantai barat AS dan menciptakan kerusakan di
California.
Gempa Chile 1960 adalah yang terbesar yang pernah tercatat sepanjang sejarah,
meski bukan yang terburuk.
Kala itu, untuk kali pertamanya, kekuatan dan daya jangkau sebuah gempa bisa
dideteksi oleh sensor-sensor yang baru dipasang di sejumlah tempat di dunia --
yang sejatinya dimaksudkan untuk memonitor uji nuklir yang dilakukan oleh AS
dan Uni Soviet.
"Saat gempa besar terjadi, ia melepas energi yang cukup untuk membuat Bumi
berdering, hampir seperti lonceng. Itu yang terjadi setelah gempa Chile tahun
1960," kata Lucy Jones dari Badan Survei Geologi AS (USGS).
Gempa itu juga punya dampak lain. Membuat kota-kota rawan gempa, di Chile
hingga California memperkuat aturan pendirian bangunan dan menciptakan
sistem peringatan tsunami. Menjadi pelajaran berharga .Letak Chile di zona
kegempaan akibat tumbukan beberapa lempeng tektonik, membuat negeri itu
rawan gempa. Seperti yang terjadi pada 27 Februari 2010, lindu dengan kekuatan
8,8 skala Richter terjadi dan menewaskan 500 orang.
Bahkan NASA menyebut, bencana itu menggeser poros Bumi dan memperpendek
usia hari. Para ilmuwan memprediksi, gempa dahsyat masih mengancam Chile,
membangkitkan horor yang terjadi pada 1960 lalu.
Gempa dan Tsunami Jepang, Tohoku
Bencana alam dahsyat yang terjadi di timur laut Jepang pada tanggal 11 Maret
2011. Peristiwa tersebut dimulai dengan gempa bumi yang dahsyatGempa di
lepas timur laut pantai dari Honshu , pulau utama Jepang, yang menyebabkan
kerusakan luas di darat dan memprakarsai serangkaian besargelombang
tsunami yang menghancurkan banyak wilayah pesisir negara itu, terutama di
wilayah Tōhoku (timur laut Honshu). Tsunami juga memicu kecelakaan nuklir
besar di pembangkit listrik di sepanjang pantai.
Gempa tersebut tidak menimbulkan korban luka dan sedikit kerusakan.) Gempa
11 Maret 2011 merupakan yang terkuat yang pernah melanda wilayah tersebut
sejak awal pencatatan pada akhir abad ke-19, dan dianggap sebagai salah satu
gempa bumi paling kuat yang pernah tercatat. Kemudian dilaporkan bahwa
satelit yang mengorbit di tepi luar atmosfer bumi hari itu telah
terdeteksiinfrasonik (gelombang suara frekuensi sangat rendah) dari gempa.
Dorongan horizontal dan vertikal yang tiba-tiba dari Lempeng Pasifik, yang
perlahan-lahan bergerak maju di bawah Lempeng Eurasia di dekat Jepang,
menggeser air di atasnya dan melahirkan serangkaian gelombang tsunami yang
sangat merusak. Gelombang setinggi sekitar 33 kaki menggenangi pantai dan
membanjiri sebagian kotaSendai , termasuk bandara dan pedesaan sekitarnya.
Menurut beberapa laporan, satu gelombang menembus sekitar 10 km ke daratan
setelah menyebabkan Sungai Natori, yang memisahkan Sendai dari kota Natori
di selatan, meluap.
Beberapa jam kemudian gelombang tsunami setinggi 9 kaki (2,7 meter) melanda
pantai California dan Oregon di Amerika Utara . Akhirnya, sekitar 18 jam setelah
gempa, gelombang setinggi kira-kira 0,3 meter mencapai pantai Antartika dan
menyebabkan sebagian Beting Es Sulzberger untuk mematahkan tepi luarnya.
Konflik Kaum Uighur di Xianjiang
Pertama, kebijakan migrasi etnis Han ke wilayah Xinjiang. Migrasi ini terjadi
semenjak reformasi ekonomi China menguat—yang kemudian menggeser
dominasi ekonomi Uighur. Pemerintah menggalakkan program transmigrasi
massal etnis Han seperti yang terjadi pada kurun 1959-1960, di mana 800.000
etnis Han bermigrasi ke Xinjiang. Sampai 1970, 3 juta Han pindah ke Xinjiang.
Migrasi ini mengubah peta demografi, di mana pada 1949 hanya terdapat 5%
populasi Han,kemudian berubah drastismenjadi lebih dari 40% pada 1978.
Tidak hanya itu, etnis Han secara sistemik dibuat lebih memiliki peluang untuk
sukses dibanding etnis Uighur—sebagai contoh petinggi birokrasi lebih dipilih
dari etnis Han.Ini bahkan telah terjadi semenjak era Republik 1911-1949.
Pertambangan dan ekspor hasil bumi di Xinjiang yang didominasi dan
dikapitalisasi oleh etnis Han menimbulkan perasaan eksploitatifdan praktik
kolonial yang dirasakan oleh etnis Uighur.
Seperti jamak diketahui bahwa etnis Uighur memiliki bahasa dan budaya sendiri
yang berbeda dengan Hui (China Muslim), termasuk soal aksara di mana mereka
menggunakan huruf Arab. Sebab itu, Sinicization tidak bertolak belakang dengan
kultur Hui sebab pada hakikatnya Hui juga bagian dari Han. Penyebutan Hui
lebih karena diferensiasi berdasarkan agama, bukan etnik. Namun, berbeda
dengan etnis Uighur. Meski sama-sama Muslim, budaya dan bahasa mereka
berbeda dengan mayoritas Han.
Etnis Uighur dipaksa berbahasa China, menerima ideologi negara, loyal terhadap
simbol-simbol komunisme. Sekali lagi, dalam kamp ini, China menjalankan
kebijakan monokultural dan Sinicization.
Tapi protes ini berakhir rusuh dengan Sembilan orang tewas (sumber ofisial
pemerintah) dan ribuan orang ditahan. Pada Juli 2009, terjadi kerusuhan di
Urumqi antara etnis Uighur dengan Han, yang menewaskan tidak kurang dari
184 nyawa.
Represi ini tidak hanya menyasar aktivitas politik, tapi juga aktivitas agama.
Semenjak Pemberontakan Baron, rezim komunis China menutup banyak masjid
dan madrasah, melarang ribuan imam dan menyeleksi mereka, juga melarang
aktivitas keagamaan.
Pada 11 Juni 1967, gencatan senjata diteken. Saat perang berakhir korban tewas
di pihak Mesir, Jordania, dan Suriah mencapai hampir 20.000 orang. Sedangkan
Israel hanya kehilangan kurang dari 1.000 tentara saja.Perang ini dipicu dengan
penumpukan pasukan negara-negara Arab di perbatasan Israel sebagai
persiapan perang melawan negeri Yahudi itu.
Pada 27 mei 1967, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser mengatakan, tujuan utama
negara-negara Arab adalah menghancurkan Israel.Mesir kemudian menekan
pakta aliansi dengan Jordania pada akhir Mei yang isinya kedua negara akan
memberi bantuan jika salah satu dari mereka diserang Israel.Penandatanganan
kesepakatan aliansi Mesir dan Jordania ini di mata Israel jelas merupakan
sebuah pernyataan perang.
Tak hanya itu, IAF juga unggul jauh dari Mesir dengan melumpuhkan angkatan
udara negeri itu hanya dalam satu hari.Di darat, AD Israel memiliki 264.000
personel, meski jumlah itu mungkin sudah ditambah para wajib militer dan
pasukan cadangan.Untuk menghadap tentara Jordania di Tepi Barat, Israel
mengerahkan 40.000 tentara dan 200 tank.Dua brigade tentara Israel
ditempatkan di dekat Jerusalem, Brigade Pasukan Payung ke-55 dikirim ke
Semenanjung Sinai. Sedangkan Brigade Lapis Baja ke-10 ditempatkan di sisi
utara Tepi Barat.
Sementara Mesir, memiliki menempatkan 100.000 personel militernya di Sinai,
termasuk empat divisi infantri, dua divisi lapis baja, satu divisi mekanik.Selain
itu Mesir memiliki 950 tank, 1.110 kendaraan taktis, dan lebih dari 1.000 pucuk
persenjataan artileri.
Meski di darat cukup kuat, angkatan udara Jordania tak terlalu tangguh dengan
hanya memiliki 24 jet Hawker-Hunter buatan Inggris, enam pesawat tranpors,
dan dua helikopter.Meski demikian jet-jet tempur Hawker Hunter Jordania ini
mampu mengimbangi Dasualt Miraget III milik AU Israel.
Selain itu, terdapat 100 tank dan satu divisi tentara AD Irak yang disiapkan di
perbatasan Jordania dan sejumlah sukarelawan pilot tempur dari AU
Pakistan.Pada 5 Juni pukul 07.45, Israel menggelar serangan udara dengan sandi
Operasi Focus dengan menerbangkan hampir semua jet tempurnya ke Mesir.Saat
itu, infrastruktur pertahanan Mesir sangat buruk dan tak ada pelindung apapun
di pangkalan-pangkalan udara untuk melidungi jet-jet tempurnya.
Jet-jet tempur Israel dikirim ke Mesir dengan dua jalur, yaitu terbang rendah di
atas permukaan Laut Tengah dan melintasai Laut Merah.Sebenarnya gelombang
jet-jet tempur Israel ini tertangkap radar Jordania yang kemudian mengirimkan
kode " perang" ke rantai komando militer Mesir.Namun, masalah komunikasi
dan komando dalam angkatan bersenjata Mesir mengakibatkan pesan penting
itu tak terkirim ke pangkalan-pangkalan udaranya.
Di akhir hari pertama perang, sebanyak 336 pesawat militer Mesir hancur dan
100 pilot tewas, tetapi angka ini dibantah pihak Mesir.Di antara pesawat-pesawat
yang hancur itu terdapat 30 pesawat pengebom Tu-16, 27 pesawat pengebom Il-
28, 12 pengebom tempur Su-7, lebih dari 90 MiG-21, MiG-19, dan 25 MiG-17 serta
32 jenis pesawat angkut dan helikopter segala jenis.
Sementara pihak Israel hanya kehilangan 19 pesawat, dua hancur dalam
pertarungan di udara dan sisanya terkena artileri anti-serangan
udara.Kesuksesan serangan ini menjamin superioritas Israel di udara di
sepanjang perang selama enam hari itu.
Akhir perang, Israel sukses merebut Tepi Barat dan Jerusalem dariJordania serta
dataran tinggi Golan dari tangan Suriah.Kemenangan dalam perang ini membuat
rakyat Israel dilanda euforia dan kesuksesan militer Israel dipuji setinggi
langit.Perang ini kemudian akan disambung Perang Yom Kippur pada 1973
sebagai upaya Mesir dan Suriah merebut kembali daerah yang dianeksasi Israel.
Akibat lain dari perang ini adalah lebih dari 300.000 warga Palestina
meninggalkan wilayah-wilayah yang direbut Israel dalam perang ini.Pada
Desember 1967, sebanyak 245.000 warga Palestina mengungsi ke Jordania, 11.000
orang ke Mesir, serta 116.000 warga Palestina dan Golan pindah ke wilayah lain
di Suriah.